Anda di halaman 1dari 55

EXECUTIVE SUMMARY

Pelaksanaan kegiatan Pro-sehat DT Universitas Airlangga tahap II tahun 2015


dilaksanakan melalui beberapa kegiatan, terdiri dari koordinasi tingkat kabupaten,
koordinasi tingkat kecamatan atau puskesmas, pengembangan Tim pro-sehat DT di
puskesmas, identifikasi masalah tingkat desa, penentuan prioritas masalah dan
strategi penyelesaian masalah. Dalam tata kelola kegiatan di tingkat pedesaan,
peran kepala desa sangat penting karena kepala desa sangat menentukan berbagai
kegiatan yang akan dilakukan di desa. Untuk itu perlu dilakukan advokasi sehingga
program kesehatan dapat masuk sebagai agenda pembangunan desa. Advokasi
tidak hanya pada tingkat desa, namun juga sampai pada tingkat kecamatan dan
kebupaten sehingga kebijakan pembangunan kesehatan masyarakat di pedesaan
akan mendapat dukungan politis dari pengampu kebijakan.

Koordinasi ditingkat kabupaten, kecamatan dan desa dilakukan melalui kunjungan


dan sosialisasi. Selanjutnya dilakukan kegiatan utama yaitu need assessment
dengan perwakilan kecamatan, kepala desa, serta puskesmas. Kegiatan need
assessment dilakukan secara kualitatif dengan berbagai metode sesuai dengan
kebutuhan dan kondisi di masing-masing kabupaten, yaitu : NGT ( nominal grup
technique), wawancara mendalam dan Focus Group Discussion.

Hasil need assessment di empat Kabupaten tertinggal di Jawa Timur (Bangkalan,


Sampang, Bondowoso dan Situbondo) menunjukkan bahwa air bersih menjadi
masalah utama bagi warga yang tinggal di desa-desa terpilih. Disamping air bersih,
sanitasi dan akses ke pelayanan kesehatan (termasuk didalamnya ketersediaan,
keberterimaan dan kualitas bidan) merupakan permasalahan kedua dan ketiga
yang mendominasi di 4 kabupaten tersebut.

Penyebab utama dari masalah air bersih adalah dikarenakan faktor alam dan
teknologi. Faktor alam terkait dengan sumber air yang sedikit dan sulit dijangkau.
Faktor teknologi disini karena permasalahan yang sudah berlangsung lama belum
juga diwujudkan solusinya dengan menggunakan teknologi tepat guna, seperti
pipanisasi, penjernihan air, pendeteksian sumber air dan sebagainya.
Permasalahan kedua yaitu sanitasi (termasuk didalamnya jamban), pun terkait
dengan kurangnya ketersediaan air bersih. Masalah sanitasi sulit diselesaikan jika
air bersih tidak atau kurang tersedia. Disamping karena kurangnya pengetahuan
dan kesadaran masyarakat akan pentingnya hygiene dan sanitasi. Akibatnya,
penyakit infeksi seperti diare banyak dikeluhkan oleh warga, yang dapat
merembet pada status gizi kurang pada balita dan anak sekolah.

Ketersediaan bidan di desa, berdasarkan profil kesehatan di empat kabupaten,


memang menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun, hingga terpenuhi 1 desa 1
bidan. Meski telah tersedia bidan desa, pada prakteknya masih terjadi keluhan
warga di desa karena sulitnya akses menuju ke polindes atau ponkesdes, atau juga
kurang aktifnya bidan dalam menjangkau warga hingga pelosok desa, baik karena
masalah pribadi dan atau kondisi geografis desa. Dengan demikian, pada sebagian
besar desa-desa yang menjadi lokasi program, aspek bidan masih sebatas tersedia
tetapi belum memenuhi aspek keberterimaan dan kualitas.

Upaya untuk memperbaiki ketiga masalah utama tersebut, telah dilakukan oleh
stakeholder di tingkat desa, kecamatan, dan kabupaten. Namun masih belum
memenuhi harapan sebagian besar masyarakat desa. Kondisi alam berupa
kekeringan dan kurangnya air bersih selalu melanda saat musim kemarau.
Sementara pada saat musim penghujan, air melimpah ruah hingga terjadi banjir,
tanpa ada sentuhan teknologi untuk memanfaatkannya sebagai sumber air
sepanjang tahun.

Berdasarkan sejumlah diskusi yang dilakukan dengan perwakilan masyarakat desa,


kecamatan dan puskesmas, terdapat beberapa kebutuhan yang perlu segera
dituntaskan baik jangka pendek dan panjang terkait dengan permasalahan utama
tersebut. Harapan masyarakat kepada pemerintah melalui Kementerian Desa,
Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi adalah peningkatan dan
penyediaan anggaran untuk kegiatan sebagai berikut: pencarian sumber air baru,
pipanisasi, teknologi pengolahan air bersih, dan pemanfaatan sumber air yang ada
untuk menjangkau semua penduduk di pelosok desa. Sementara untuk kegiatan
jangka pendek berupa penyediaan mobil tangki air disetiap desa, untuk
menjangkau tiap penjuru desa. Diharapkan anggaran untuk kegiatan jangka pendek
tersebut disediakan pada tingkat kabupaten.

Meski belum maksimal, ada beberapa upaya yang telah dilakukan oleh 4
Kabupaten tersebut. Situbondo telah melakukan upaya penyediaan air bersih di
desa sasaran Pro Sehat DT dan telah dianggarkan pada tahun 2016 oleh
Kementerian Desa PDT dan Transmigrasi. Selain itu, pengeboran sumber air juga
dilakukan melalui dana alokasi khusus Pemerintah Propinsi Jawa Timur. Di tingkat
kabupaten terdapat gerakan pembangunan jamban dengan menggunakan dana
desa, dan setiap desa wajib membangun 10 jamban untuk warganya.

Sementara di kabupaten Sampang dan Bangkalan, telah ada upaya inisiasi tim Pro
Sehat DT melalui kegiatan advokasi penggunaan dana desa dalam mengatasi
permasalahan utama yaitu air bersih. Beberapa kepala desa di kedua kabupaten
telah menyatakan komitmennya untuk mengalokasikan dana desa dalam upaya
penyediaan air bersih, meski sebagian lainnya mengatakan bahwa dana desa hanya
cukup untuk pemeliharaan fasilitas dan infrastruktur yang telah ada dan sangat
membutuhkan uluran tangan dari Kementerian Desa PDT dan Transmigrasi,
Pemerintah Kabupaten, dan Pemerintah Propinsi.

Di Kabupaten Bondowoso, lokasi kecamatan yang menjadi sasaran Pro Sehat DT


adalah Taman Kroco, yang merupakan 1 dari 7 kecamatan dengan status darurat
bencana kekeringan tahun 2013 dan 2014. Upaya pengendalian telah dilakukan
oleh Pemkab Bondowoso di salah satu desa yang paling parah, yaitu Desa Taman,
dengan pendirian UPK (upaya pelayanan kecamatan) untuk air bersih bekerja sama
dengan PDAM. Sedangkan desa lainnya, Trebungan belum bisa dilaksanakan karena
terkendala wilayah yang berbukit-bukit.

Dalam hal peningkatan ketersediaan, keberterimaan dan kualitas bidan desa selaku
pengampu utama pelayanan kesehatan di desa, perlu campur tangan dari pihak
Dinas Kesehatan di masing-masing Kabupaten untuk terus menyediakan dan
membekali tenaga kesehatan agar mampu melakukan pelayanan prima di desa.
Hal ini akan sangat berpengaruh terhadap penurunan AKI dan AKB, sehingga kasus
kematian ataupun kelahiran bayi tanpa sentuhan bidan (seperti diceritakan
perangkat desa di Madura) karena jauhnya akses atau enggannya bidan terjun ke
lapangan, tidak terjadi lagi.

Inisiasi Capacity building telah dilakukan secara koqnitif pada dua kabupaten yaitu
Sampang dan Bangkalan. Para stake holder mendapat praktik bagaimana cara
menentukan masalah, prioritas masalah, penyebab masalah sampai dengan solusi.
Untuk tahap selanjutnya, pada tahun anggaran 2016, direncanakan dilakukan
capacity building lanjutan di 4 kabupaten yang menjadi sasaran.

Adapun rekomendasi secara umum uantara lain :

1. Diperlukan tenaga ahli untuk pendeteksian titik untuk membuat sumur bor dan
penyediaan truk tangki air di setiap desa.
2. Diperlukan teknologi pengolahan sumber air menjadi air bersih.
3. Peningkatan kepemilikan jamban, upaya tersebut harus dibarengi dengan ketersediaan
air dan perubahan perilaku masyarakat untuk buang air besar (BAB) di jamban.
4. Penataan kuantitas dan kualitas bidan dan tenaga kesehatan lainnya, peningkatan
kualitas dan kuantitas sarana jalan menuju tempat pelayanan kesehatan, serta
ketersediaan ambulans desa.
5. Penambahan pustu atau poskesdes sebagai sarana pelayanan kesehatan di desa.
6. Keterlibatan lintas sektor dan peningkaran anggaran secara signifikan dalam
penanganan masalah air bersih yang belum terselesaikan selama puluhan tahun.
STRATEGI

Dalam pelaksanaan program Pro-Sehat DT di Jawa Timur tahun 2016 akan


difokuskan pada:

1. Pelayanan Prima
2. Good Governance
3. Professionalisme
4. Strengthening atau Penguatan baik penguatan sistem pelayanan kesehatan
maupun penguatan masyarakat
5. Advokasi
6. Pengobatan untuk masalah medis dasar

Pelayanan prima dibutuhkan untuk menjamin ketersediaan pelayanan kesehatan


dasar bagi masyarakat yang berkualitas dan terjangkau sehingga masalah
kesehatan dasar bisa tertangani dengan baik.

Good Governance akan menjamin keterbukaan anatara pemberi layanan


kesehatan dan masyarakat sebagai pengguna pelayanan kesehatan sehingga
keluhan dari pengguna layanan kesehatan dapat disampaikan secara terbuka dan
fair, disisi lain, keterbatasan pemberi layanan juga dapat disampaikan secara
terbuka sehingga tidak ada saling kecurigaan diantara keduabelah pihak.

Dengan pelayanan yang mengacu pada profesionalisme akan menjamin kualitas


pelayanan yang optimal dan akan memuaskan masyarakat. Oleh karena itu perlu
adanya penguatan bagi para petugas layanan kesehatan sehingga dapat memberi
layanan secara optimal.

Namun dalam upaya promotif dan preventif sebagai fokus utama peningkatan
derajad kesehatan masyarakat, masyarakat diharapkan tidak hanya sebagai obyek
tapi masyarakat diharapkan menjadi subyek dalam program kesehatan mulai
dalam identifikasi masalah, memilih prioritas program, perencanaan, pelaksanaan
kegiatan sampai pada monitoring-evaluasi program. Untuk bisa berperan sebagai
subyek, kemampuan masyarakat perllu ditingkatkan melalui berbagai upaya
pelatihan sederhana tapi manfaat.

Dalam tata kelola kegiatan di tingkat pedesaan, peran kepala desa sangat penting
karena kepala desa sangat menentukan berbagai kegiatan yang akan dilakukan di
desa. Untuk itu perlu dilakukan advokasi sehingga program kesehatan dapat
masuk sebagai agenda pembangunan desa. Advokasi tidak hanya pada tingkat
desa, namun juga sampai pada tingkat kecamatan dan kebupaten sehingga
kebijakan pembangunan kesehatan masyarakat di pedesaan akan mendapat
dukungan politis dari pengampu kebijakan.

5
Disamping itu, untuk mendapatkan peranserta masyarakat yang maksimal, maka
program perlu didisain sebagai program berbasis masyarakat, artinya, masyarakat
aktif terlibat dalam berbagai kegiatan baik secara individual, kelompok maupun
masyarakat secara keseluruhan.

Program dirancang harus sesuai dengan kebutuhan masyarakat dimana


masyarakat diharapkan mampu mengekspresikan kebutuhan mereka. Dalam
melaksanakan kegiatan, diharapkan mampu dilaksanakan oleh masyarakat melalu
lembaga atau organisasi kemasyarakatan yang ada. Dengan demikian lembaga
atau organisasi kemasayrakatan yang ada bisa menjadi wahana anggota
masyarakat untuk terlibat secara maksimal dalam berbagai kegiatan yang
dibutuhkan program. Diharapkan organisasi kemasyarakat yang ada telah mampu
melaksanakan kegiatan yang dibutuhkan program. Apabila organisasi
kemasyarakatan yang ada belum mampu, maka dibutuhkan peningkatan
kemampuan organisasi kemasyarakatan yang ada.

Untuk meningkatkan peran serta masyarakat dalam program Pro-sehat DT,


anggota masyarakat dilibatkan sejak dini yaitu sejak identifikasi masalah.
Pelibatan anggota masyarakat dalam identifikasi masalah dapat dicapai dengan
beberapa teknik partisipatif seperti FGD (Focus Group Discussion) dan NGT
(Nominal Group Technique)
6
Dalam keadaan terdapat kesenjangan antara penyedia program dan masyarakat,
maka akan dibutuhkan “penghubung” yang sering kita sebut ssebagai Agen
(Agent of Change) yang biasanya berasal dari anggota masyarakat dengan
karakteristik tertentu yang mampu menjadi jembatan komunukasi antara
penyedia program dan masyarakat. Seringnya agen ini adalah tokoh yang ada di
masyarakat, yang bisa berupa tokoh agama, tokoh masyarakat, guru, dukun, dan
lain sebagainya. Dalam kondisi tertentu agen ini berperan secara individual. Untuk
lebih meningkatkan efektivitas peran agen ini, perlu diorganisir sedemikian rupa
sehingga mampu menterjemahkan kebutuhan masyarakat kepada pengelola
program dan sebaliknya respons pengelola program kepada masyarakat sehingga
kesenjangan komunikasi akan bisa dijembatani.

Di masyarakat sebetulnya telah ada Agent of Change ini, dan kadang telah
terorganisir dengan baik melalui kelembagaan desa. Dalam keadaan demikian,
pengaktifan lembaga ini dalam pembangunan Pro-sehat DT akan sangat
bermanfaat. Namun apabila belum terorganisir dengan baik, maka
pengorganisasian para Agent of Change ini dalam suatu forum akan saangat
bermanfaat.

IMPLEMENTASI

7
Pelaksanaan kegiatan Pro-sehat DT tahun 2016 melalui beberapa kegiatan antara
lain:

1. Koordinasi tingkat kabupaten


2. Koordinasi tingkat kecamatan/puskesmas
3. Pengembangan tim pro-sehat DT di puskesmas
4. Identifikasi masalah tingkat desa
5. Penentuan prioritas masalah dan strategi penyelesaian masalah
6. Rencana tindak Lanju

1. Koordinasi tingkat kabupaten

Koordinasi dengan pihak kabupaten, antara lain dengan Bappeda kabupaten,


Dinas Kesehatan Kabupaten, dan dinas terkait lainnya perlu untuk
mendapatkan kesepakatan dan komitmen dari para pihak terkait sehingga
akan mendapatkan dukungan dari pihak terkait.

2. Koordinasi tingkat Kecamatan/Puskesmas

Sebagai pelaksana kegiatan di lapangan, puskesmas mempunyai peranan


penting. Oleh karena itu komitmen puskesmas sangat diperlukan. Koordinasi
dengan puskesmas dibutuhkan terutama dalam strategi pelaksanaan Pro-
sehat DT di desa

3. Pengembangan Tim Pro-sehat DT di puskesmas

Dalam pelaksanaan pro-sehat DT yang mencakup ketersediaan dokter, Bidan,


Air bersih, sanitasi dan gizi, dibutuhkan koordinasi antar petugas yang
menangan masalah tersebut. Oleh karaena itu soliditas tim pelaksana sanagat
diperlukan

4. Identifikasi Masalah tingkat Desa

Identifikasi permasalahan terkait Pro-sehat DT yang ada di desa sangat


penting bagi masyarakat sehingga mereka akan terdorong untuk melakukan
sesuatu untuk mengatasi masalah tersebut. Identifikasi ini harus dilakukan
oleh masyarakat sendiri supaya mereka bisa lebih mendalami permasalahan
tersebut. Untuk itu, strategi FGD dan NGT dipakai dalam identifikasi ini
sehinnga masayrakat terlibat secara aktif dalam proses identifikasi tersebut

5. Penentuan prioritas masalah dan strategi penyelesaian masalah

8
Setelah masyarakat mengenal permasalahan apa yang dihadapi, diharapkan
mereka, dengan pendampingan dari tim Perguruan Tinggi, kemudian memilih
permasalahan apa yang akan dijadikan prioritas untuk meningkatkan derajad
kesehatan masyarakat.

6. Rencana Tindak Lanjut

Dari hasil analisis identifikasi masalah dan penentuan prioritas tersebut,


kemudian akan dianalisis lebih lanjut bersama masyarakat bagaimana untuk
menanggulangi permasalahan tersebut. Diharapkan bahwa permasalah yang
membutuhkan dana yang tidak terlalu besar dan dapat diatasi dengan
pemanfaatan Dana Desa, akan dilakukan perencanaan untuk dilaksanakan
dengan memanfaatkan Dana Desa. Bila membutuhkan dana yang besar, maka
dapat diusulkan masuk dalam Usulan Desa waktu Musrenbang.

7. Pendanaan

Pendanaan

9
BAB 1

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Kualitas kesehatan adalah salah satu komposit penting dari sumber daya
manusia selain aspek kualitas pendidikan dan kemampuan daya beli. Setiap
kegiatan dalam upaya memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya menghendaki dilaksanakan berdasarkan
prinsip non-diskriminatif, partisipatif dan berkelanjutan dalam rangka
pembentukan sumber daya manusia Indonesia. Oleh karena itu, jaminan
konstitusi menjadi penting untuk dipahami dan dilaksanakan. Pasal 20, Pasal 28H
ayat (1), dan Pasal 34 UUD 1945 memberi penegasan bahwa kesehatan
merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus
diwujudkan. Undang Undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan menjabarkan
amanat konstitusi tersebut dengan menjelaskan bahwa tujuan pembangunan
kesehatan adalah untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan
individu untuk hidup sehat agar tercapai derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya. Komitmen terhadap upaya peningkatan kualitas manusia
warganegara Indonesia, termasuk dan terutama di bidang kesehatan, Pemerintah
RI juga telah meratifikasi Kovensi Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial
dan Budaya melalui UU No. 12 Tahun 2005 dan ikut menandatangani kesepakatan
internasional dalam pencapaian target-target Millenium Development Goals
(MDGs).
Kesehatan merupakan hak asasi manusia yang fundamental merupakan
amanah dari deklarasi Alma-Ata tahun 1978. Selain itu, pada deklarasi tersebut
juga disebutkan bahwa setiap orang mempunyai hak dan kewajiban untuk
berpartisipasi dalam perencanaan dan penerapan pelayanan kesehatannya secara
individu maupun kolektif. Jadi pengembangan Pro Sehat DT merupakan upaya
untuk merealisasikan amanah dari deklarasi Alma-Ata dengan penguatan
pelayanan kesehatan dasar yang meliputi Puskesmas, Poskesdes, penyediaan air
bersih dan sanitasi, serta gizi seimbang.

10
Pelaksanaan kegiatan Pro Sehat DT dapat dijelaskan sebagai Percepatan
Pembangunan Kualitas Kesehatan berbasis Perdesaan di Daerah Tertinggal yang
dilakukan dengan mengembangkan upaya dan/atau tindakan kebijakan yang
terencana, realisasi secara bertahap dan terpadu, bersifat partisipatoris dengan
pelibatan aktif masyarakat dalam kerangka percepatan pembangunan kesehatan
yang berpihak pada karakteristik Daerah Tertinggal. Realisasi Pro Sehat DT secara
bertahap dan terpadu dilaksanakan melalui intervensi pembangunan infrastruktur
dan peningkatan kapasitas lembaga kesehatan berbasis struktur kependudukan
dan sumber daya kawasan perdesaan di Daerah Tertinggal. Mengacu kepada
agenda prioritas pemerintahan Presiden Joko Widodo yang disebut dengan NAWA
CITA maka kegiatan Pro Sehat DT akan membantu pemerintah dalam mencapai
agenda prioritas nomor 3, 5, dan 6.
Pada tahun 2013 telah terbentuk 15 Perdesaan Sehat di lima Kabupaten
Regional Jawa meliputi Kabupaten Situbondo, Bondowoso, Bangkalan, Lebak dan
Pandeglang dan terbentuk juga 15 kader relawan perdesaan sehat yang disebut
dengan SP2W ( Sarjana Pendamping Purna Waktu) yang berlatar belakang
Sarjana Kesehatan Masyarakat. Kemudian pada tahun 2014 terlaksana kegiatan
Perdesaan Sehat di sembilan Kabupaten yaitu Garut, Sukabumi, Lebak,
Pandeglang, Situbondo, Bondowoso, Bangkalan, Sampang dan Pamekasan. Pada
Tahun 2015 Kegiatan Pro Sehat DT dilaksanakan di empat kabupaten yaitu
Kabupaten Situbondo, Bondowoso, Bangkalan dan Sampang. Pada tahun 2015
hanya dilaksankan pada empat kabupaten tersebut untuk alasan efektifitas
program Pro Sehat DT.
Berdasarkan hasil kegiatan perdesaan sehat selama tahun 2014 yang telah
dilaksanakan di sembilan kabupaten menghasilkan prioritas masalah seperti
tampak pada tabel 1.1

11
Tabel 1.1 Prioritas masalah terkait dengan lima pilar Perdesaan sehat di
sembilan Kabupaten regional dua Jawa

No. Prioritas Masalah Kabupaten


1. Ketersediaan dan keterjangkauan Semua Kabupaten (Lebak,
Dokter Pandeglang, Sukabumi, Garut,
Situbondo, Bondowoso, Bangkalan,
Pamekasan, Sampang)
2 Ketersediaan dan keterjangkauan Bidan Bangkalan, Pamekasan, Sampang,
desa Situbondo, Bondowoso, Lebak,
Sukabumi , Sampang
3 Ketersediaan dan keterjangkauan Air Garut, Sukabumi, Bangkalan, Lebak,
bersih Pandeglang, Situbondo, Bondowoso.
4 Sanitasi Lebak, Pandeglang, Situbondo,
Bondowoso, Garut, Bangkalan,
Sampang
5 Gizi Bangkalan, Lebak , Pandeglang,
Situbondo, Bondowoso, Sampang
6. AKI Situbondo, Bondowoso, Bangkalan,
Garut, Sukabumi, Pandeglang,
Sampang, Pamekasan
7. AKB Situbondo, Bondowoso, Bangkalan,
Garut, Sukabumi, Lebak, Pandeglang,
Sampang, Pamekasan)
8. AHH ( Angka Harapan Hidup ) Bangkalan, Garut, Sukabumi,

Di regional 2 (Jawa) terdapat 9 kabupaten yang termasuk kategori daerah


tertinggal, yakni Bondowoso, Situbondo, Bangkalan, Sampang, Pamekasan,
Pandeglang, Lebak, Sukabumi, dan Garut. Selanjutnya, untuk kesinambungan
program sebelumnya maka program fasilitasi sumber daya kesehatan tahun 2015
dilaksanakan. Berdasarkan prioritas masalah yang telah dibuat di tahun 2014 dan
demi efisiensi dan efektifitas program maka kegiatan fasilitasi ini pada tahun 2015
difokuskan pada 4 kabupaten yaitu kabupaten Situbondo, Bondowoso, Sampang
dan Bangkalan.

12
BAB 2
HASIL KEGIATAN
2.1 Gambaran Umum Kabupaten Bondowoso
2.1.1 Kondisi Geografis

Gambar 1 Peta Kabupaten Bondowoso


Tabel 2.1 Keadaan Umum Kabupaten Bondowoso
a. Geografis Antara 7"50'10"-7"56'41" LS
Antara 113"48'10"-113"48'26" BT
Ketingggian rata-rata  253 m
dpal
b. Batas wilayah
Utara Kabupaten Situbondo
Selatan Kabupaten Jember
Timur Kabupaten Banyuwangi
Barat Kabupaten Situbondo
c. Luas Wilayah 1.560,10 km²
d. Wilayah administrasi
pemerintahan
Kecamatan 23 kecamatan
Kelurahan 219 desa/kelurahan
Sumber data : BPS Kabupaten Bondowoso tahun 2013

Berdasarkan Tabel 2.1 tampak bahwa kondisi dataran di Kabupaten


Bondowoso terdiri dari pegunungan dan perbukitan seluas 44,4%, dataran
13
tinggi 24,9% dan dataran rendah 30,7% dari luas wilayah secara
keseluruhan. Pegunungan yang ada adalah Pegunungan Ijen yang terletak
di bagian timur dan Pegunungan Argopuro di sebelah barat. Sementara itu
ada beberapa sungai yang mengaliri Kabupaten Bondowoso yaitu :
- Sungai Deluang : 30 km
- Sungai Sampeyan : 61 km
- Sungai Mayang : 56 km
- Sungai Bedadung : 70 km
- Sungai Mrawan : 32 km
2.1.2 Kondisi Demografi
Berdasarkan Tabel 2.2 tampak bahwa jumlah penduduk Kabupaten
Bondowoso tahun 2013 adalah 750.328 jiwa yang terdiri dari 363.612 jiwa
laki-laki dan 386.716 jiwa perempuan. Kepadatan penduduk di Kabupaten
Bondowoso tahun 2013 sebesar 480 jiwa/km2. Diantara 23 kecamatan
yang ada di Kabupaten Bondowoso, Kecamatan Bondowoso mempunyai
jumlah penduduk paling banyak yaitu sebesar 71.922 jiwa dengan
kepadatan penduduk 3.357 jiwa/km2. Sementara itu kecamatan yang
penduduknya paling sedikit adalah kecamatan Sempol dengan jumlah
penduduk sebesar 11.456 jiwa, dengan kepadatan 52 jiwa/km2.

Tabel 2.2 Perkembangan Jumlah Penduduk, Jumlah Rumah Tangga dan Kepadatan
Penduduk di Kabupaten Bondowoso tahun 2010 – 2013
URAIAN 2010 2011 2012 2013
Jumlah Penduduk (jiwa) 737.807 740.291 740.737 750.328
Jumlah Rumah Tangga (jiwa) 244.078 248.743 249.761 297.608
Kepadatan Penduduk 473 475 475 480
(jiwa/km²)
Sumber Data : Dinkes Propinsi Jatim sesuai arahan BPS Propinsi Jatim
proyeksi SP 2010

Berdasarkan tabel 2.2 tampak bahwa laju perkembangan


penduduk, jumlah rumah tangga dan kepadatan penduduk mengalami
peningkatan dalam tiga tahun terakhir (2010-2013). Hal ini disebabkan
karena angka kelahiran yang cukup tinggi dibanding dengan angka
kematian serta banyaknya penduduk dari luar yang masuk Kabupaten
14
Bondowoso. Perkembangan penduduk menurut jenis kelamin dapat dilihat
dari perkembangan ratio jenis kelamin, yaitu perbandingan penduduk laki-
laki dengan penduduk perempuan. Berdasarkan Tabel 2.3 tampak bahwa
rasio jenis kelamin penduduk Kabupaten Bondowoso tahun 2013 sebesar
94,03. Artinya, pada tahun 2013 setiap 100 penduduk wanita di Kabupaten
Bondowoso terdapat 94,03 laki-laki.
Tabel 2.3 Jumlah Penduduk Kabupaten Bondowoso tahun 2013

JUMLAH PENDUDUK
KELOMPOK UMUR
NO LAKI-LAKI +
(TAHUN) LAKI-LAKI PEREMPUAN
PEREMPUAN
1 2 3 4 5 = 3+4
1 <1 4,947 5,229 10,176
2 1–4 21,724 22,958 44,682
3 5–9 28,103 27,357 55,460
4 10 - 14 28,657 27,226 55,883
5 15 - 19 28,758 27,735 56,493
6 20 - 24 25,580 27,280 53,130
7 25 - 29 25,706 27,622 53,328
8 30 - 34 27,452 30,130 57,582
9 35 - 39 28,573 30,213 58,786
10 40 - 44 28,617 30,103 58,720
11 45 - 49 27,551 28,835 56,386
12 50 - 54 24,695 25,889 50,584
13 55 - 59 20,628 20,726 41,354
14 60 - 64 16,759 18,046 34,805
15 ≥ 65 25,592 37,367 62,959
JUMLAH 363,612 386,716 750,328
Sumber Data : Dinkes Propinsi Jatim sesuai arahan BPS Propinsi Jatim
Proyeksi SP 2010

Berdasarkan tabel 2.3 tampak bahwa piramida penduduk


Kabupaten Bondowoso Tahun 2013 didominasi oleh penduduk usia tua,
penduduk usia muda/dewasa dan penduduk usia anak. Penduduk
Kabupaten Bondowoso banyak terdapat pada kelompok umur 5-9, 10-14,
25-29, 35-39 dan 65+. Hal yang perlu diperhatikan pada piramida
penduduk usia 65+ adalah penduduk perempuan jauh lebih tinggi
dibandingkan dengan penduduk laki-laki artinya bahwa tingkat harapan
hidup perempuan lebih tinggi daripada laki-laki.

15
2.1.3 Kondisi Sosial Ekonomi
a. Keadaan Pendidikan
Berdasarkan hasil survei sosial ekonomi nasional (Susenas) Jawa
Timur tahun 2010, penduduk Kabupaten Bondowoso (usia 10 tahun ke
atas) :
Tabel 2.4 Tabel Tingkat Pendidikan Penduduk Kabupaten Bondowoso

No Tingkat Pendidikan Jumlah (%)

1 Tidak tamat/belum pernah sekolah 13,61


2 Tidak/belum tamat SD/MI 33,15
3 SD 31,91
4 SLTP sederajat 9,51
5 SMU sederajat 6,81
6 SMK sederajat 1,19
7 Tamat Akademi/Perguruan Tinggi 3,82

Tabel 2.4 menunjukkan bahwa tingkat pendidikan tidak dan belum


tamat SD/MI memiliki prosentase terbesar yakni 33,15%. Sedangkan
masyarakat dengan tingkat pendidikan SMK sederajat memiliki persentase
terkecil yakni 1,19%. Kondisi ini dapat menggambarkan bahwa
pendidikan kejuruan masih belum terlalu diminati masyarakat, meskipun
mampu mencetak lulusan yang dibekali dengan skill siap kerja.

b. Keadaan Sosial Ekonomi Penduduk


Sebagian besar penduduk Kabupaten Bondowoso adalah petani.
Sedangkan industri yang ada di Kabupaten Bondowoso terdiri dari industri
kecil baik dari sektor usaha makanan dan minuman, sandang pangan dan
kulit, bahan bangunan dan kimia serta dari sektor pelayanan jasa. Pada
tahun 2013, jumlah masyarakat miskin yang masuk Jamkesmas dan
Jamkesda di Kabupaten Bondowoso adalah 470.612 jiwa (Jamkesmas :
448.092 jiwa atau 59,79% dari jumlah penduduk Kabupaten Bondowoso ,
Jamkesda : 22.520 jiwa atau 3% dari jumlah penduduk Kabupaten
Bondowoso).

16
2.1.4 Gambaran Kesehatan Kabupaten Bondowoso
a. AKI dan AKB
Mortalitas adalah ukuran jumlah kematian (umumnya, atau karena
akibat yang spesifik) pada suatu populasi. Masalah kesehatan dan
mortalitas sangat erat kaitannya dengan lahir hidup, lahir mati, kematian
bayi, kematian balita dan kematian ibu. Jumlah lahir hidup sebanyak
10.885 bayi (laki-laki : 5.507 bayi, perempuan : 5.378 bayi) dan jumlah
lahir mati sebanyak 199 bayi (laki-laki : 114 bayi, perempuan : 85 bayi) .
Sedangkan jumlah kematian bayi sebanyak 186 bayi (laki-laki : 119 bayi,
perempuan : 67 bayi) , kematian anak balita sebanyak 10 balita (laki-laki :
5 balita, perempuan : 5 balita), kematian balita sebanyak 196 balita (laki-
laki : 124 balita, perempuan : 72 balita) dan kematian ibu maternal
sebanyak 17 orang. Berdasarkan MDG’s 2015 angka kematian bayi 0-1
tahun di Indonesia yakni 23 per 1000 kelahiran hidup dan angka kematian
ibu 102 per 100.000 kelahiran hidup. Dengan demikian AKB Kabupaten
Bondowoso lebih banyak dari angka nasional, sedangkan AKI jauh lebih
rendah dari angka nasional.
b. UHH
Umur Harapan Hidup pada suatu umur x adalah rata-rata tahun
hidup yang masih akan dijalani oleh seseorang yang telah berhasil
mencapai umur x, pada satu tahun tertentu, dalam situasi mortalitas yang
berlaku di lingkungan masyarakatnya. Umur Harapan Hidup penduduk
Indonesia terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Penduduk
laki-laki memiliki umur harapan hidup yang lebih rendah daripada
penduduk perempuan. Berdasarkan Sensus Penduduk 2010 Umur Harapan
Hidup penduduk Indonesia mencapai 69,43 tahun.
Sedangkan menurut Susenas tahun 2010 - 2013 Umur Harapan Hidup
(UHH) di Kabupaten Bondowoso masih dibawah Propinsi Jawa Timur.

Tabel 2.5 Perkembangan UHH di Kabupaten Bondowoso

17
Tahun UHH Kab. Bondowoso UHH Prov Jatim
2010 63,23 69,58
2011 63,54 69,81
2012 63,79 70,09
2013 64,13 70,19
Sumber: Bappeda Kab. Bondowoso & Profil Kesehatan Jawa Timur 2013

Umur harapan hidup yang mengalami peningkatan, secara tidak


langsung memberi gambaran tentang adanya kemungkinan peningkatan
kualitas hidup dan kesehatan penduduk Indonesia, sehingga diharapkan
akan dapat menurunkan angka kematian.
c. Fasilitas Kesehatan
Kegiatan operasional Dinas Kesehatan Kabupaten Bondowoso
dilaksanakan di kantor Dinas Kesehatan Kabupaten Bondowoso dan di
Gudang Farmasi Kabupaten (GFK). Sedangkan kegiatan pelayanan
kesehatan kepada masyarakat dilaksanakan di Laboratorium Kesehatan
Kab. Bondowoso, Puskesmas, Puskesmas Pembantu, Ponkesdes dan juga
Posyandu.

1. Puskesmas, Puskesmas Pembantu, Ponkesdes dan Puskesmas Keliling

Pelayanan Kesehatan Dasar di Kabupaten Bondowoso terdiri dari 25


Puskesmas Rawat Inap, 63 Puskesmas Pembantu (Pustu) dan 157 Pondok
Kesehatan Desa (Ponkesdes). 32 rumah medis dan 40 rumah paramedis
digunakan untuk menunjang pelayanan kesehatan dasar. Dari 25
Puskesmas Rawat Inap, 6 Puskesmas menjadi Puskesmas Pelayanan
Obstetri Neonatal Emergensi Dasar (PONED), 2 Puskesmas menjadi Rawat
Inap Plus, 2 Puskesmas menjadi Rawat Inap Standar. Rasio sarana
kesehatan dasar terhadap penduduk di kabupaten Bondowoso pada tahun
2014 dapat dilihat pada Tabel 2.6.

Tabel 2.6 Rasio sarana kesehatan dasar terhadap penduduk di Kabupaten


Bondowoso Tahun 2014

Sarana Kesehatan Jumlah Rasio per 100.000


Dasar penduduk
18
Puskesmas 25 3,31
Puskesmas Pembantu 63 8,35
Ponkesdes 157 20,80
Sumber: Profil Kabupaten Bondowoso Tahun 2014

2. Rumah Sakit dan sarana kesehatan lain


Kabupaten Bondowoso memiliki 4 buah Rumah Sakit yaitu Rumah Sakit
Umum Dr. H. Koesnadi, Rumah Sakit Bhayangkara, Rumah Sakit Kusuma
Bhakti dan Rumah Sakit Mitra Medika. Berikut rasio sarana kesehatan rujukan
terhadap penduduk Kabupaten Bondowoso Tahun 2014.

Tabel 2.7 Rasio Sarana Kesehatan Rujukan terhadap Penduduk Kabupaten


Bondowoso Tahun 2014

Sarana Kesehatan Jumlah Rasio per 100.000 penduduk


Rumah Sakit 4 0,53
Rumah Bersalin 1 0,13
Apotik 27 3,58
Sumber: Profil Kabupaten Bondowoso

d. Sumber Daya Kesehatan


Sumber Daya Manusia (SDM) Bidang Kesehatan adalah tenaga
kesehatan dan non kesehatan (termasuk structural dan non fungsional).
SDM Kesehatan di Dinas Kesehatan dan UPTDnya serta di Rumah Sakit
(termasuk RS Swasta dan RS Bhayangkara) di Kabupaten Bondowoso
kurang lebih berjumlah 1.715 orang. Status tenaga kesehatan tersebut
adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS), Pegawai Tidak Tetap (PTT) dan tenaga
kontrak daerah.

Tabel 2.8 Persebaran SDM Kesehatan di Kabupaten Bondowoso Tahun 2014

No Jenis SDM Kesehatan Dinkes Puskesmas RS (semua RS di


Kab. Bondowoso)
1. Dokter spesialis 0 0 39
2. Dokter umum 0 23 76
3. Dokter gigi (termasuk Drg 0 28 11
Spesialis)

19
4. Bidan 5 282 48
5. Perawat 3 356 272
6. Perawat Gigi 0 10 1
7. Tenaga Kefarmasian 4 21 25
8. Sanitarian 6 23 3
9. Tenaga gizi 2 22 8
10. Tenaga Keterapian Fisik 0 0 5
11. Tenaga Keteknisian Medis 5 12 37
12. Tenaga Non Kesehatan 82 161 145
(termasuk struktural dan
non fungsional)
JUMLAH 107 938 670

2.1.5 Wilayah Kecamatan Terpilih


Wilayah dampingan SP2W untuk kegiatan Pro Sehat DT Kabupaten
Bondowoso yakni Kecamatan Taman Krocok dan Kecamatan Jambesari.
Pemilihan lokasi berdasarkan hasil kesepakatan dengan BAPPEDA Kabupaten
Bondowoso, berdasarkan klasifikasi daerah tertinggal sesuai indikator dari
Kementrian Desa dan Transimigrasi. Berikut data desa di Kabupaten
Bondowoso.

Tabel 2.9 Data Desa di Kabupaten Bondowoso Tahun 2010

No Kecamatan Jml Sangat Maju Tertinggal Sangat


Desa Maju Tertinggal
1 Binakal 8 0 0 8 0
2 Taman Krocok 7 0 1 6 0
3 Tegalampel 8 0 2 6 0
4 Sempol 6 0 0 6 0
5 Cermee 15 0 3 12 0
6 Pakem 8 0 2 6 0
7 Klabang 11 0 4 7 0
8 Botolinggo 8 0 1 7 0
9 Wringin 13 0 0 13 0
10 Tlogosari 10 0 2 8 0
11 Prajekan 7 0 4 3 0
12 Curahdami 12 0 1 11 0
13 Maesan 12 0 1 11 0
14 Tamanan 9 0 1 8 0
15 Jambesari 9 0 1 8 0
Darusolah

20
No Kecamatan Jml Sangat Maju Tertinggal Sangat
Desa Maju Tertinggal
16 Tenggarang 12 0 3 9 0
17 Grujugan 11 0 6 5 0
18 Sukosari 4 0 1 3 0
19 Sumber 6 0 0 6 0
Wringin
20 Tapen 9 0 9 0 0
21 Wonosari 12 0 3 9 0
22 Pujer 11 0 0 11 0
23 Bondowoso 11 0 9 2 0
JUMLAH 219 0 54 165 0

Tabel 2.9 menunjukkan, dari total 219 desa yang ada di Kabupaten
Bondowoso, 165 desa masuk kategori desa tertinggal. Kecamatan Taman
Krocok sebagai salah satu Kecamatan dampingan Pro Sehat DT, dari 7 desa
yang ada hanya 1 desa yang masuk kategori maju, sedangkan 6 desa lainnya
masuk kategori desa tertinggal. Demikian pula dengan Kecamatan Jambesar,
dari 9 desa yang ada hanya 1 yang masuk kategori maju.

2.2 KECAMATAN TAMAN KROCOK

21
Gambar 2 Peta Administratif Kecamatan Taman Krocok

2.2.1 Profil Kecamatan Taman Krocok


Taman Krocok merupakan salah satu kecamatan dari 23
kecamatan yang ada di Kabupaten Bondowoso dengan jarak kurang lebih
8 km arah Timur dari ibukota kabupaten Bondowoso. Secara geografis
kecamatan Taman krocok terletak pada ketinggian antara 218 sid 255
meter di atas permukaan laut. Sebelah utara berbatasan dengan
Kabupaten Situbondo, sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan
Tegalampel dan Kecamatan Bondowoso, an sebelah selatan berbatasan
dengan Kecamatan Wonosari.

22
Gambar 3 Kantor Kecamatan Taman Krocok
Taman Krocok merupakan salah satu Kecamatan pemekaran dari
Kecamatan Tegalampel. Kecamatan Taman Krocok memiliki Puskesmas
dengan nama yang sama, yakni Puskesmas Taman Krocok. Dengan luas
wilayah 53,62km², terdiri dari 30% wilayah dataran rendah, dan 70%
wilayah dataran tinggi. Taman Krocok memiliki 7 desa yakni, Desa Taman,
Desa Sumber Kokap, Desa Trebungan, Desa Paguan, Desa Kemuningan,
Desa Gentong, dan Desa Kretek. Dari 7 desa tersebut hanya 1 desa yang
masuk kategori maju yakni Desa Taman, sedangkan 6 desa yang lain
masuk kategori daerah tertinggal.

2.2.2 Data Kependudukan


Jumlah penduduk yang ada di Kecamatan Taman Krocok pada
tahun 2015 adalah 17. 155 orang, dengan komposisi laki-laki 8.292 orang
dan perempuan 8.863 orang.
Tabel 2.10 Data Kependudukan Kecamatan Taman Krocok tahun 2015
No Kategori Penduduk Jumlah
1 Jumlah KK 6.871 KK
2 Jumlah Penduduk Total Miskin (jamkesmas) 9.101 jiwa
3 Jumlah KK miskin 1.147 KK
4 Jumlah anggota keluarga miskin (jamkesmas) 9.211 orang
5 Jumlah yang mempunyai kartu Jamkesmas 9.211 orang
6 Jumlah ibu hamil 264 orang
7 Jumlah bayi < 1 tahun 240 bayi
8 Jumlah anak balita 1-4 tahun 964 anak
9 Jumlah WUS 3.656 orang
10 Jumlah PUS 3.932 orang
11 Jumlah ibu bersalin 242 orang
Sumber: Data Tahunan Puskesmas Taman Krocok

Dari tabel di atas, jumlah penduduk yang masuk kategori penduduk miskin
sebanyak 9.101 jiwa dari total penduduk 17.155 jiwa atau 53%. Jumlah
PUS dan WUS juga

2.2.3 Puskesmas Taman Krocok

23
Puskesmas Taman Krocok melayani 17.155 warga dan belum
menjadi Puskesmas PONED.
A. Jumlah SDM Kesehatan di Puskesmas Taman Krocok
Jumlah SDM di Puskesmas Taman Krocok sangat berguna untuk
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Jumlah SDM di Puskesmas
Taman Krocok dapat dilihat pada Tabel 2.11.

Tabel 2.11 SDM di Puskesmas Taman Krocok

No SDM Jumlah Keterangan


1 Dokter Umum 1 PNS
2 Dokter gigi 2 PNS
3 Perawat 6 PNS
4 Perawat Gigi 1 PNS
5 Bidan 7 PNS
6 Sanitarian 1 PNS
7 Asisten Apoteker 1 PNS
8 Staf TU 2 PNS
9 Perawat 4 PTT
10 Bidan 2 PTT
Sumber: Data Tahunan Puskesmas Taman Krocok

Dari table 2.11 diperoleh data bahwa jumlah dokter hanya 1 orang
dan bertugas di puskesmas induk dan melayani 17.155 warga. Rasio
perbandingan antara dokter dengan masyarakat menurut WHO adalah
4:100.000 atau 1:2500. Dengan demikan jumlah dokter umum masih
kurang. Sedangkan untuk Bidan Desa, terdapat 1 desa yakni Desa
Kemuningan yang belum memiliki Bidan PNS. Hal ini karena, bidan yang
bertugas sebelumnya pindah tugas ke Kecamatan Binakal dan hingga saat
ini belum ada pengganti. Saat ini yang bertugas di desa tersebut bidan
yang berstatus magang. Puskesmas Taman Krocok memiliki 7 bidan PNS
dan 2 bidan PTT bidan yang melayani 17.155 warga. Rasio perbandingan
antara bidan dengan masyarakat menurut WHO adalah 75:100.000 atau
1:1300. Dengan demikian jumlah bidan di Puskesmas Taman Krocok masih
kurang

B. Pelatihan yang dilakukan oleh Puskesmas


24
Guna meningkatkan kualitas tenaga kesehatan dalam upaya
pelayanan kesehatan kepada masyarakat, maka Dinas Kesehatan telah
mengadakan beberapa pelatihan bagi tenaga puskesmas. Adapun pelatihan
yang pernah diikuti oleh tenaga bidan di Puskesmas diantaranya adalah
APN, CTU, IUD, implant, dan APBK. Sedangkan tenaga perawat telah
melakukan pelatihan BCLS. Tenaga Promosi kesehatan telah dilatih tentang
promosi kesehatan di Murnajati.
C. Data Kesehatan Taman Krocok
1. AKI, AKB, UHH
Data Kesehatan yang dilihat adalah Angka Kematian Ibu (AKI), Angka
Kematian Bayi (AKB), dan Usia Harapan Hidup (UHH). Angka Kematian Ibu
di Kecamatan Taman Krocok pada tahun 2014 tidak ada AKI, dan pada
tahun 2015 terdapat 1 AKI. Sedangkan Angka Kematian Bayi pada tahun
2014 dan 2015 terdapat kesamaan yakni 6 kasus.

Tabel 2.12 DATA AKI,AKB dan UHH Puskesmas Taman Krocok

AKI AKB UHH

2014 2015 2014 2015 2014 2015

0 1 6 6 60 th 60 th

Sumber: Data Tahunan Puskesmas Taman Krocok

UHH Kecamatan Krocok Tahun 2014 dan 2015 mencapai usia 60 tahun.
Angka ini berada di bawah UHH Kabupaten yakni 63,23 tahun dan UHH
propinsi Jawa Timur 69,58 tahun.

D. Data permasalahan gizi, sanitasi, dan KIA


Masalah Gizi dan sanitasi juga menjadi persoalan di Kecamatan
Taman Krocok. Ibu hamil KEK pada tahun 2014 terdapat 24 ibu, maka pada
tahun 2015 turun menjadi 23 ibu. Sedangkan masalah gizi buruk tetap 6
orang dari 2014-2015 karena pengobatan yang belum selesai. Masalah
BGM mengalami peningkatan dari tahun 2014 yakni 51 anak dan
meningkat menjadi 55 anak.
25
Tabel 2.13 Daftar Penyakit

TAHUN
NO Penyakit
2014
2015
1 Gizi
a. Bumil KEK 24 23
b. Gizi Buruk 6 6
c. BGM 51 55
2 Sanitasi DAN Air Bersih 168 172
Sumber: Data Tahunan Puskesmas Taman Krocok

Kondisi sanitasi masyarakat Kecamatan Taman Krocok erat


kaitannya dengan ketersediaan air bersih. Belum maksimalnya kondisi
sanitasi dan air bersih memberikan pengaruh terhadap kejadian penyakit
akibat sanitasi dan air bersih. Pada tahun 2014 terdapat 168 kasus dan
pada tahun 2015 meningkat menjadi 172 kasus. Perbaikan kualitas dan
peningkatan akses terhadap sanitasi dan air bersih diharapkan bisa
membantu mengurungi terjadinya kasus penyakit. Berikut Jumlah
ketersedian jamban dan air bersih di wilayah kerja Puskesmas Taman
Krocok.
Tabel 2.14 Data Jumlah Ketersediaaan Jamban Dan Air Bersih Puskesmas
Taman Krocok
Jamban Air Bersih
No Desa
2014 2015 2014 2015
1 Taman 436 448 3264 3489
2 Trebungan 439 442 705 715
3 Paguan 446 470 1403 1426
4 Kretek 231 257 1172 1181
5 Sumber Kokap 354 368 459 466
6 Kemuningan 121 136 783 797
7 Gentong 313 336 1712 1746
JUMLAH 2340 2457 9498 9820
Sumber : Data Tahunan Puskesmas Taman Krocok

Dari 7 desa yang ada di Kecamatan Taman Krocok, Desa Kemuningan


menjadi desa dengan jumlah jamban paling sedikit. Terdapat sedikit
peningkatan dari tahun 2014 yakni 121 jamban dan tahun 2015 menjadi
136 jamban . Sedangkan ketersediaan air bersih, paling kecil adalah Desa

26
Trebungan. Pada tahun 2014 terdapat 705 KK, sedangkan pada tahun 2015
terjadi peningkatan menjadi 715 KK.
E. 10 Penyakit terbanyak
Tabel 2. 15 Data Penyakit Di Puskesmas Taman Krocok

Nama penyakit Jumlah


1 ISPA 1.163
2 Penyakit pada sistem otot dan jaringan 1.123
pengikat
3 Diare dan Gastroenterititis 860
4 Gastritis dan duodenitis 673
5 Penyakit darah tinggi primer 643
6 TB Paru (BTA +) 516
7 Demam thypoid dan parathypoid 343
8 GOUT 279
9 Karies gigi 273
10 Asma 254
Sumber: Data Tahunan Puskesmas Taman Krocok

Dari tabel 2.15 dapat kita lihat bahwa ISPA masih menjadi penyakit
terbanyak yang muncul di tahun 2015. Kondisi sanitasi yang kurang sehat
turut memberikan pengaruh dalam tingginya angka penyakit ISPA. Penyakit
berbasis lingkungan yang lain yakni diare juga berada pada peringkat ke 3
dengan jumlah kasus 860.

F. Program dalam Bidang Kesehatan


Tabel 2.16 Kegiatan yang Dilakukan di Puskesmas Taman Krocok
Bidang Kegiatan
Gizi Posyandu Balita
Pelacakan gizi buruk
Pemeriksaan garam beriodium
Pemberian Vit A
Pemberian Fe
Survei anemia gizi
Survey Gaky
Sanitasi Pemicuan
Klinik sanitasi
27
Pemeriksaan sampel air
Pemeriksaan Industri rumah
tangga
Foging
Pemeriksaan TTU dan TPM

Terdapat banyak program kegiatan yang dilaksanakan di Puskesmas


taman Krocok. Kegiatan tersebut terdiri dari Usaha Kesehatan Perorangan
(UKP) dan Usaha Kesehatan Masyarakat (UKM). Sedangkan dana dalam
pembiayaan kegiatan tersebut berasal dari dana JKN dan juga dana BOK.

2.2.4 Identifikasi dan alternatif pemecahan masalah


Analisis 5 pilar Desa Trebungan
1. Dokter Puskesmas
Sebagai salah satu wilayah yang ada di Kecamatan Taman Krocok,
Desa Trebungan cukup mudah dijangkau dari Puskesmas. Jumlah dokter
umum yang ada di Puskesmas 1, dan bertugas di puskesmas induk. Guna
membantu pelayanan kesehatan di masyarakat, terdapat perawat desa
yang direkrut oleh Kabupaten menjadi Tenaga Kontrak Daerah. Setiap
perawat PTT harus berdomisili di wilayah tugas yang ditunjuk, dan sehari-
hari memberikan pelayanan di Ponkesdes.

2. Bidan Desa
Bidan Desa yang ada di Desa Trebungan merupakan bidan senior
(PNS) yang bertugas sejak desa ini belum terbentuk. Keberterimaan
masyarakat terhadap kehadiran bidan desa sangat baik, dimana mereka
merasa keberadaan bidan ini sangat membantu dalam pelayanan
kesehatan masyarakay khususnya kesehatan ibu dan anak. Terdapat
kepercayaan yang cukup besar dari masyarakat, bahwasanya berobat
pada bidan tersebut “juduh” atau banyak yang sembuh setelah berobat.
Jumlah bidan desa di Desa Trebungan 1 orang melayani 1.208 jiwa.

28
Perbandingan menurut WHO 75 : 100.000 atau 1 : 1.300. Maka jumlah
bidan yang ada di Desa Trebungan masih mencukupi
3. Sanitasi
Sebelum berbicara tentang kualitas sanitasi di Desa Trebungan. Kita
harus melihat jumlah jamban yang ada di desa ini. Dengan luas wilayah
1,52km² dan jumlah penduduk 1208 jiwa (proyeksi tahun 2014), jumlah
jamban 705 pada tahun 2014 dan meningkat menjadi 715 pada tahun
2015. Peningkatan yang sangat kecil ini tidak terlepas dari berbagai faktor,
diantaranya budaya penggunaan sungai serta yang paling berrpengaruh
adalah ketrsediaan air bersih. Menjadi sebuah ironi ketika pemerintah
menganjurkan perbaikan hidup menjadi lebih sehat melalui pembangunan
jamban, sementara masyarakat masih sulit untuk mendapatkan air bersih.
4. Air Bersih
Masalah air bersih masih menjadi persoalan utama saat ini di Desa
Trebungan. Pada saat musim kemarau tiba, maka kegelisahan masyarakat
terhadap sulitnya mendapatkan air bersih, menjadi kekhawatiran di setiap
tahunnya. Hasil pantauan dari Kompas.com, pada tahun 2013 terjadi
bencana kekeringan yang menimpa warga di 7 kecamatan, salah satunya di
Kecamatan Taman Krocok. Ada beberapa desa yang mengalami
kekeringan, dan Trebungan merupakan salah satu desa yang cukup parah
dalam menghadapi kondisi ini.

Gambar 4 Warga berupaya mendapatkan air bersih


Sumber: Kompas.com

29
Bencana yang terjadi pada Bulan September 2013, akhirnya
membuat BPBD Kabupaten Bondowoso menetapkan status Darurat
Bencana Kekeringan. Guna mengatasi bencana ini BPBD kabupaten
mengusulkan pada BPBD Jawa Timur bantuan berupa 60 tandon dengan
daya tampung air bersih 4000 liter untuk setiap tandonnya, serta bantuan
jerigen bagi masyarakat yang telah di sebar di 7 kecamatan yang
mengalami kondisi kekeringan. BPBD juga bekerjasama dengan PDAM
untuk membantu masyarakat di 30 desa dalam penyediaan air bersih saat
bencana ini berlangsung. Sebelumnya masyarakat desa Trebungan harus
berjalan sejauh 2km menuju sungai terdekat untuk mendapatkan air
bersih. Jalan menuju sungai tersebut juga tidak mudah, karena masih
harus melewati areal tanaman tebu dengan kondisi jalan yang terjal. Agar
air tidak tumpah masyarakat menggunakan botol bekas air mineral, supaya
air tidak tumpah dalam perjalanan.Masalah kekeringan ini terus menjadi
kekhawatiran dan terus terjadi di setiap tahunnya, masyarakat Desa
Trebungan berharap akan dibuat saluran air yang biasa dialirkan ke tiap
rumah. PMI Kabupaten Bondowoso turut membantu mengatasi persoalan
ini dengan memberikan bantuan air bersih seperti yang terjadi pada tahun
2015.

Gambar 5 Masyarakat mengantri air bersih bantuan PMI Bondowoso


Sumber: PMI Kabupaten Bondowoso
Pada 27 Januari 2015 Bupati Bondowoso melakukan peletakan batu
pertama dalam pembangunan UPK (Unit Pelayanan Kecamatan) di Desa
Taman Kecamatan Taman Krocok. Dalam hal ini pemerintah Kabupaten
bekerjasama dengan PDAM mencoba mengatasi persoalan air bersih yang

30
dialami masyarakat . Upaya ini diharapkan mampu membantu masyarakat
untuk bisa terlayani air bersih untuk kebutuhan sehari-hari melalui
sambungan PDAM. Sayangnya upaya ini tidak bisa dilakukan di Desa
Trebungan karena kondisi geografis yang tidak mendukung dan kondisi
ekonomi masyarakat yang belum mampu dibebani dengan biaya PDAM
setiap bulan. Sedangkan rencana pembuatan sumur gali mengalami
kesulitan akibat kedalaman sumber air tanah mencapai hingga 35m.
Pemerintah Desa telah melakukan diskusi dengan Dinas BMCK guna
menganalisa persoalan sumber air bersih bagi warga. Hasilnya pengeboran
menjadi satu-satunya cara untuk mengatasi persoalan air bersih di daerah
ini. Namun, besarnya biaya yang harus dikeluarkan dalam proses
pengeboran menyebabkan pemerintah desa lebih memilih menggunakan
metode pembuatan sumur gali. Ke depan, diharapkan hasil pembuatan
sumur gali bisa dibuat tandon dan disebar ke masyarakat melalui pipanisasi.
Untuk menjaga keberlangsungan penyediaan air bersih ini, akan dibuat
BUMD yang akan dikelola oleh masyarakat sendiri. Sebab bagaimanapun
dibutuhkan biaya operasional dalam pengelolaannya.

5. Gizi
Kondisi Gizi tidak terlalu menjadi persoalan di Desa Trebungan.
Dukungan terhadap posyandu balita ditunjukkan oleh desa dengan
dibangunnya 2 gedung khusus posyandu yang dananya diambilkan dari dana
pnpm tahun 2011, dan selesai pada akhir 2015. Gedung khusus posyandu ini
hanya satu-satunya di Kecamatan Taman Krocok. Tingkat kehadiran di
posyandu baik balita maupun ibu hamil juga cukup tinggi. Dukungan dari
perangkat desa bekerja sama dengan tenaga kesehatan di desa, cukup
membantu dalam upaya memerangi persoalan gizi di masyarakat. Selain itu
melalui pengelolaan dana ADD pemerintah desa juga menganggarkan PMT
penyuluhan dan PMT pemulihan.

Kesimpulan Tingkat Kecamatan


31
1. Taman Krocok memilik 1 orang dokter yang melayani 17.155 warga.

Rasio perbandingan antara dokter dengan masyarakat menurut WHO


adalah 4:100.000 atau 1:2500. Dengan demikan jumlah dokter umum
masih kurang.
2. Taman Krocok memiliki 7 bidan PNS dan 2 bidan PTT bidan yang

melayani 17.155 warga. Rasio perbandingan antara bidan dengan


masyarakat menurut WHO adalah 75:100.000 atau 1:1300. Dengan
demikian jumlah bidan masih kurang.
3. Ketersediaan petugas kesehatan perlu mendapat perhatian dari
pemerintah kabupaten, supaya Puskesmas mampu memberikan
pelayanan kesehatan secara maksimal.
4. Masalah gizi berkaitan dengan kondisi sanitasi yang kurang sehat,
sehingga memudahkan balita terkena penyakit infeksi.
5. Masalah penyediaan air bersih masih menjadi persoalan hampir di
semua desa yang ada di Kecamatan Taman Krocok. Kecuali Desa
Taman yang sudah dibangun UPK tahun 2015, sehingga persoalan air
bersih sudah teratasi.
6. Masalah penyediaan jamban, berkaitan erat dengan ketersediaan air
bersih. Untuk wilayah Desa Taman sudah dianggarkan 10 jamban
karena sudah terlayani air bersih. Sedangkan desa lain belum,
dikarenakan persoalan air bersih belum teratasi.

Rekomendasi Tingkat Kecamatan


1. Meningkatkan mobilitas dokter puskesmas sehingga bisa menjangkau
masyarakat.
2. Penambahan jumlah bidan sebanyak 4 orang sehingga memenuhi
criteria WHO.
3. Perlu meningkatkan penyuluhan terkait masalah gizi dan sanitasi, guna
meningkatkan pengetahuan ibu.
4. Penambahan sumber air bersih dengan menggunakan pembuatan
sumur gali ataupun pengeboran, kemudian dialirkan dengan pipanisasi.
32
5. Meningkatkan peranan Pemerintah Desa dalam mendukung penyediaan
air bersih.

Kesimpulan Tingkat Desa


1. Jumlah dokter hanya 1 dan bertugas di puskesmas induk. Sebagai
perpanjangan tangan pelayanan kesehatan, sudah direkrut tenaga
perawat PTT yang melayani masyarakat.
2. Jumlah bidan desa di Desa Trebungan 1 orang melayani 1.208 jiwa.
Perbandingan menurut WHO 75 : 100.000 atau 1 : 1.300. Maka jumlah
bidan yang ada di Desa Trebungan masih mencukupi.
3. Ketersediaan air bersih masih menjadi peroalan utama yang perlu
mendapat perhatian serius.
4. Jumlah jamban masih belum memadai karena ketersediaan air bersih
dan PHBS masyarakat belum baik

Rekomendasi Tingkat Desa


1. Memaksimalkan fungsi bidan di desa.
2. Membuat pembagian tugas yang proporsional antara bidan desa dan
perawat desa.
3. Penambahan sumber air bersih dengan menggunakan pembuatan
sumur gali ataupun pengeboran, kemudian dialirkan dengan pipanisasi.
4. Pemerintah Desa telah menganggarkan melalui dana ADD dalam
pembuatan sumur gali, dimana pada pengelolaannya akan dilakukan
oleh pemerintah desa dalam bentuk BUMD.
5. Dana Desa dapat dimanfaatkan untuk penyuluhan tentang PHBS dan
STOP BABs kepada masyarakat dengan menggunakan strategi yang
disesuaikan dengan kultur, serta masalah yang sesuai dengan wilayah
setempat.

33
2.3 KECAMATAN JAMBESARI

34
INCLUDEPICTURE "http://bappeda.bondowosokab.go.id/foto_galeri/56jambesari
darussholah 2000.jpg" \* MERGEFORMATINET

Gambar 6 Peta wilayah Kecamatan Jambesari

Profil Puskesmas Jambesari

A DATA UMUM :

Nomor Kode Puskesmas : 430.02.10.15


Nama Puskesmas : Puskesmas Jambesari
Kecamatan : Jambesari Darussholah
Kabupaten : Bondowoso
Propinsi : Jawa Timur
Tahun : 2015

I. DATA WILAYAH
1 Luas Wilayah : 29,03 km2
wilayah dataran rendah : 99%
wilayah dataran tinggi : 1%
2 Jumlah desa / Kelurahan : 9 desa/kel
yang dapat dijangkau kendaraan roda 4 : 9 desa/kel
35
yang dapat dijangkau kendaraan roda 2 : 9 desa/kel
yang tidak dapat dijangkau oleh roda 4 &
2 : 0 desa/kel

2.3.1 Data Kependudukan

Luas wilayah Kecamatan Jambesari DS adalah: 27,47 Km2

Dengan jumlah desa sebanyak : 9 Desa

Batas Wilayah:

a. Utara : Desa Sbr Salam Kec. Tenggarang

b. Selatan : Desa Sbr Kemuning Kec. Tamanan

c. Barat : Desa Tegal Mijin, Kec. Grujugan

d. Timur : Desa Mengok, Kec. Pujer

Keluarga Prasejahtera

Keluarga sejahtera I : 2,558

Keluarga Sejahtera II : 1,881

Keluarga Sejahtera III : 810

Keluarga Sejahtera III+ : 220

Penduduk Akhir Tahun Registrasi menurut Jenis Kelamin, Rasio Jenis Kelamin dan
Kecamatan:

Jumlah penduduk seluruhnya : 34.842 orang


17.031
Laki laki : orang
Perempuan : 17.811 orang

36
Tabel 2.17 kependudukan Kecamatan Jambesari
LAKI-LAKI UMUR PEREMPUAN
115 0-1 363
1041 1-4 921
1028 5-9 923
1350 10-14 1456
1637 15-19 1571
1533 20-24 1590
1357 25-29 1492
1192 30-34 1279
1251 35-39 1167
1106 40'44 1277
1105 45-49 1447
1337 50-54 1411
1080 55-59 1198
978 60-64 905
921 > 65 811

Sumber : Kecamatan dalam angka

Dari 2.17 di atas Nampak bahwa jumlah penduduk terbanyak berada pada
rentang usia 20-24 tahun.

2.3.2 Data Pendidikan

a) Jumlah Sekolah :
1 Taman Kanak-kanak yang ada / PAUD : 17 / 29 buah
2 SD / MI yang ada : 17 / 11 buah
3 SLTP / MT yang ada : 6 / 12 buah
4 SMU / MA yang ada : 3/ 6 buah
5 Akademi yang ada : 0 buah
6 Perguruan Tinggi yang ada : 0 buah
7 Jumlah Ponpes yang ada : 20 buah
b) Jumlah murid yang ada :
1 Taman Kanak-kanak : 434 /805 murid
2775 / 785
2 SD / MI : murid
1083 / 2264
3 SLTP / MT f : murid

37
4 SMK / MA : 320 / 607 murid
5 Akademi : 0 mahasiswa
6 Perguruan Tinggi : 0 mahasiswa
7 Jumlah santri Ponpes yang ada : 1958 santri

2.3.3 Puskesmas Jambe Sari

Puskesmas Jambesari melayani 34.842 warga dan belum menjadi


Puskesmas PONED

A. Jumlah SDM Kesehatan Puskesmas Jambesari

sumberdaya tenaga kesehatan di wilayah kerja puskesmas Jambesari


masih termasuk kurang. Dengan jumlah SDM yang tersedia jika
dibandingkan dengan penduduk di kecamatan Jambesari masih kurang
sekali.

Tabel 2. 18 SDM di Puskesmas Jambesari


NO KETENAGAAN
a Perawat PNS / PTT 8/8 orang
b Bidan PNS / PTT 6/4 orang
c Admin PNS 5 orang
d Dokter 1 orang
e Dokter gigi 1 orang
f Sanitasi 1 orang
g Gizi 1 orang
h Asisten Apoteker 1 orang

B. Pelatihan yang pernah dilakukan Puskesmas

Bidan mengikuti pelatihan APN, CTU, implant dan kontrasepsi.


Perawat megikuti pelatihan BCLS.Promkes mengikuti pelatihan di murnajati
terkait bidang pemberdayaan dan advokasi.

38
C. Data Kesehatan Jambesari

Berdasarkan hasil laporan Puskesmas jambesari jumlah AKI di


Kecamatan Jambesari adalah 2 orang pada tahun 2015. Berdasarkan hasil
laporan Puskesmas Jambesari jumlah AKB tahun 2015 adalah 7 orang. UHH
kecamatan Jambesari adalah 60 tahun masih berada di bawah UHH Kabupaten
yakni 67,70 tahun.

Tabel 2.19 Data Kesehatan Kecamatan Jambesari

1 Jumlah Kematian Ibu 2 orang


2 Jumlah kematian perinatal 6 orang
3 Jumlah Kematian Neonatal 7 orang
4 Jumlah lahir mati 5 orang
5 Jumlah lahir hidup 504 orang
6 Jumlah kematian bayi 7 orang
7 Jumlah kematian Balita 0 orang
8 Jumlah Kematian semua umur 14 orang

D. Data Permasalahan Gizi, Sanitasi dan KIA

1. Desa pengarang

Pada tahun 2015 terjadi 11 kasus gizi buruk akibat rendahnya


kondisi ekonomi dan pola asuh anak yang kurang baik,pola asuh anak yang
kurang baik di karenakan asuhan balita di serahkan pada neneknya di
karenakan ibu yang masih muda dan masih kurang pengetahuan terhadap
pola asuh balita nya.

2. Pucang anom

Pada tahun 2015 terjadi 3 kasus gizi buruk akibat rendahnya kondisi
ekonomi dan pola asuh anak yang kurang baik.pola asuh yang kurang baik
terkait dengan pemberian asi yang di anggap susu formula yang mahal
menandakan setatus dari keluarga yang kaya. Sehingga asi di anggap
bukan prioritas ,di karenakan jika di beri asi menandakan status ekonomi
yang rendah.

3. Tegal Pasir

39
Pada tahun 2015 terjadi 8 kasus BGM akibat rendahnya kondisi
ekonomi dan pola asuh anak yang kurang baik.Desa tegal pasir yang
mayoritas warganyanya buruh tani menjadikan kurangnya gizi yang di
derita oleh balita.di karenakan makanan yang monoton dalam waktu sehari
dengan menu yang sama ehingga balita merasa bosan. Dan desa tegal
pasir pola asuh juga masih mengandalkan neneknya.sehingga peran ibu
yang kurang memperhatikan balitanya termasuk dari makanannya juga
menjadi prioritas terjadinya BGM di desa Tegal Pasir.

E. 10 Penyakit terbanyak

Tabel 2.20 Penyakit yang banyak muncul di wilayah kerja Puskesmas


Jambesari

No Jumlah 15 Penyakit terbesar


1 - ISPA 2.003 (15,01 %)
2 - Diare dan gastritis yg kurang jelas batasannya 1.110 (8,32 %)
3 - TB Paru, BTA ( + ) 718 (5,38 %)
4 - Gastritis dan Duodenitis 662 (4,96 %)
5 - Penyakit jantung hipertensi 561 (4,21 %)
6 - Demam typhoid dan paratyphoid 505 (3,79 %)
7 - Gangguan pada jaringan otot yang lainnya 479 (3,59 %)
8 - Nyeri Kepala 395 (2,96 %)
9 - Suspek Typhoid 370 (2,77 %)
10 - Penyakit darah tinggi primer 343(2,57 %)

Dari table 2.20 dapat diketahui bahwa penyakit yang ada di wilayah
kerja puskesmas Jambesari beragam. jumlah penyakit terbanyak adalah
ISPA, sedangkan jumlah penyakit paling sedkit adalah karies gigi.

F. Program dalam Bidang Kesehatan

Tabel 2.21 Kegiatan yang dilaksanakan di puskemas

Bidang Kegiatan
Gizi Posyandu Balita
40
Pelacakan gizi buruk
Pemeriksaan garam beriodium
Pemberian Vit A
Pemberian Fe
Survei anemia gizi
Survey Gaky
Sanitasi Pemicuan
Klinik sanitasi
Pemeriksaan sampel air
Pemeriksaan Industri rumah
tangga
Foging
Pemeriksaan TTU dan TPM

Terdapat banyak program kegiatan yang dilaksanakan di Puskesmas


Jambisari. Kegiatan tersebut terdiri dari Usaha Kesehatan Perorangan (UKP)
dan Usaha Kesehatan Masyarakat (UKM). Sedangkan dana dalam
pembiayaan kegiatan tersebut berasal dari dana JKN dan juga dana BOK.

2.3.4 Pelaksanaan Kegiatan Identifikasi dan analisis di Puskesmas


Tim Pro Sehat DT telah melakukan kegiatan identifikasi dan analisis masalah di
wilayah kerja Puskesmas Jambesari. Tujuan kegiatan ini adalah untuk melakukan
sosialisasi tentang kegiatan pro Sehat DT, melakukan identifikasi dan analisis
masalah kesehatan yang terjadi di wilayah kerja puskesmas Jambesari. Deskripsi
kegiatan yang dilakukan adalah sebagai berikut:
Acara : sosialisasi Implementasi program Pro sehat DT dan Analisis Masalah
Kesehatan
Tempat : Puskesmas Jambesari
Tanggal : 2 Maret 2016
Waktu : pukul 09.00 WIB
Peserta : Kepala Puskesmas, Ka. Tu Puskesmas, Dokter Puskesmas, Bidan
Koordinator, Bidan Desa, Bidan Pelaksana Wilayah, Perawat Pelaksana
Wilayah, Sanitarian, Gizi, Promkes.

Acara:
41
1. Pembukaan
2. Sambutan oleh Kepala Puskesmas Jambesari Drg. Hatil Muzahid
3. Sambutan oleh Prof., Dr., dr., Rahmad Hargono, M.PH.
4. Materi tentang Program Pro Sehat DT oleh Prof., Dr., dr., Rachmat
Hargono, M.PH.
5. Hasil Diskusi:
 Perlu upaya penguatan di tingkat puskesmas. Puskesmas tidak dapat
melakukan kegiatan sendiri tanpa adanya peran dari masyarakat
 Seringkali kesehatan bukan menjadi prioritas malsalah di tingkat desa.
Saat musrenbang sebagian besar permasalahan kesehatan di hapus dari
list prioritas. Padahal sebenarnya sangat penting masalah kesehatan itu
diselesaikan. Misalnya masalah jamban dan air bersih yang menjadi
permasalahan di wilayah kerja puskesmas jambe sari. Kepala desa
sangat menentukan keputusan prioritas masalah. Selama ini di
lapangan seperti itu sehingga sulit untuk dapat menyelesaikan masalah
kesehatan.
 Keberadaan dana KPDT bagaimana? Apakah akan lagsung diberikan
kepada masyarakat atau kepada puskesmas?. KPDT tidak memberikan
dana pada kegiatan ini secara fresh money namun akan diintegrasikan
pada kementrian yang lain sehingga bisa saling mendukung. Namun ada
juga yang langsung diberikan biasanya berupa alat kesehatan sesuai
kebutuhan masyarakat.
 Pola dan bentuk pendampingannya bagaimana? Ada pendamping
kecamatan masing-masing 1 orang Mereka akan mendampingi wilayah
kerja puskesmas, namun akan difokuskan pada 2 desa saja karena
terkait anggaran.
 Masalah sanitasi masih mendominasi diwilayah kerja puskesmas
Jambesari, terutama karena kurangnya fasilitas air bersih. Banyak desa
yang tidak mempunyai sumber air bersih sehingga mengalami kesulitan
dalam memenuhi kebutuhan air. Perlu upaya untuk advokasi ke
BAPPEDA untuk mendapatkan bantuan baik dana ataupun kebutuhan air
bersih.
 Bagian promkes sudah seringkali melakukan kegiatan advokasi dan
kegiatan penyuluhan, tapi belum bisa merubah perilaku masyarakat
untuk BAB di jamban

42
 Seringkali kegiatan yang dilakukan juga kurang mendapatkan dukungan
dari masyarakat

Rekomendasi Kegiatan
 Hasil diskusi pada rapat hari ini akan ditindaklanjuti pada rapat di UNAIR
 Untuk permintaan rapat mengenai 10% ADD untuk kesehatan akan
ditindaklanjuti melalui koordinasi dengan Bappeda
 Kebutuhan air bersih akan dikoordinasikan dengan BAPPEDA untuk
menindaklanjuti dan berkoordinasi dengaan SKPD terkait.
 Dana kesehatan bisa diambil dari dana Desa. Dana desa 60% untuk
infrastruktur dan 40% untukpemberdayaan. 40 % itu belum ada rincian
yang jelas, kemungkinan dana untuk mengatasi masalah kesehatan bisa
diambil dari dana tersebut termasuk kegiatan untuk promosi kesehatan
 Pelatihan terkit PPGD ON
 Pelatihan terkait pemulasaran jenazah
 Pelatihan terkait ASI Esklusif dan pojok laktasi.

Gambar 7 Kegiatan rekomendasi di BAPPEDA

43
Gambar 8 Kegiatan di puskesmas Jambesari

Gambar 9 Kegiatan koordinasi di Puskesmas

Gambar 10 Dokumentasi bersama sanitarian Puskesmas Jambesari

44
Gambar 11 Dokumentasi bersama tenaga promkes Puskesmas Jambesari

2.3.5 Analisis 5 Pilar Desa Dampingan


a. Dokter Puskesmas
Jumlah dokter puskesmas sebanyak 3 orang yang terdiri dari 1 dokter
umum dan 2 orang dokter gigi. Jumlah ini masih termasuk kurang jika
dibandingkan dengan jumlah penduduk di wilayah kerja puskesmas
Jambesari.
b. Bidan Desa
Bidan Desa sudah ada setiap desa diwilayah kerja puskesmas
Jambesari. Setiap desa sudah ada poskesdes dengan 1 perawat dan 1
bidan. Masyarakat dengan mudah dapat mengakses pelayanan
kesehatan di poskesdes setempat.
c. Sanitasi

45
Gambar 12 grafik jamban di desa Tegal Pasir

Berdasarkan gambar 12 dapat diketahui bahwa akses jamban pada


masyarakat desa Tegal Pasir masih dalam kategori rendah. Hal ini karena oleh
beberapa faktor yaitu
1. Kondisi SDM masyarakat desa Tegal Pasir masih rendah. Masyarakat dalam
kondisi sosial ekonomi yang rendah ini merupakan salah satu faktor
rendahnya akses penggunaan jamban.
2. Pemicuan sudah banyak dilakukan namun kesadaran masyarakat masih
dalam kategori rendah. Rendahnya kesadaran masyarakat mempengarui
perilaku masyarakat untuk ber PHBS. Selama ini masyarakat BAB di Sungai
hal ini karena adanya aliran sungai yang berada di wilayah desa merupakan
salah satu faktor yang menentukan perilaku BAB di sungai.
3. Jamban bukan merupakan kebutuhan dan prioritas masyarakat dan rumah
tangga. Jamban bukan hal yang penting untuk dimiliki sehingga mereka
tidak mempunyai jamban dan tidak menggunakan jamban karena sudah
ada sungai sebagai tempat BAB.
4. Masih perlu upaya rangsangan yang lebih luas dan terus menerus sehingga
masyarakat terpicu untuk membuat jamban dengan cara pemberian kloset

46
Gambar 13 akses jamban pucang Anom

Berdasarkan gambar 13 dapat diketahui bahwa akses jamban pada


masyarakat Desa Pucang Anom masih dalam kategori rendah. Hal ini
dikarenakan oleh beberapa faktor yaitu
1. SDM masyarakat masih rendah. Sebagian besar masyarakat daalam kondisi
sosial ekonomi yang rendah ini mrupakan salah satu faktor rendahnya
akses penggunaan jamban.
2. Sudah ada pemicuan namun kesadaran masyarakat masih rendah.
Rendahnya kesadaran masyarakat mempengarui perilaku masyarakat untuk
ber PHBS. Perilaku PHBS mereka masih sangat rendah terutama terkait
jamban.
3. Banyaknya sungai yang berada di wilayah desa merupakan salah satu
faktor yang menentukan perilaku BAB di sungai. Aliran sungai melewati di
desa Pucang Anom, hal ini memberikan kemudahan dalam melakukan BAB
di sungai.
4. Jamban bukan merupakan kebutuhan dan prioritas masyarakat dan rumah
tangga. Jamban bukan hal yang penting untuk dimiliki sehingga mereka
tidak mempunyai jamban dan tidak menggunakan jamban karena sudah
ada sungai sebagai tempat BAB.
5. Masih perlu upaya rangsangan yang lebih luas dan terus menerus sehingga
masyarakat terpicu untuk membuat jamban dengan cara pemberian kloset

47
Gambar 14 sanitasi jamban, SPAL dan tempat sampah di desa Pengarang

Kepemilikan jamban di desa Pengarang termasuk masih rendah. Penyebab


rendahnya kepemilikan jamban adalah
1. SDM masyarakat masih rendah
2. Sudah ada pemicuan namun kesadaran masyarakat masih rendah. Perilaku
masyarakat untuk ber PHBS masih sangat rendah
3. Desa Pengarang dilewati aliran sungai sehingga mempermudah akses
untuk BAB di sungai.
4. Jamban bukan merupakan kebutuhan dan prioritas masyarakat dan rumah
tangga
5. Masih perlu upaya rangsangan yang lebih luas dan terus menerus sehingga
masyarakat terpicu untuk membuat jamban dengan cara pemberian kloset

d. Air Bersih

48
Gambar 15 grafik air bersih di desa Tegal Pasir

Berdasarkan gambar 15 dapat diketahui bahwa penggunaan air bersih


masyarakat di desa Pucang Anom cukup memadai. Kebutuhan akan air bersih
sudaah terpenuhi. Sumber air sebagian besar dari sumur bor atau sumur gali.

Gambar 16 jumlah Keluarga yang menggunakan air bersih Desa Pucang Anom

Berdasarkan gambar 16 dapat diketahui bahwa terdapat kenaikan penggunaan air


bersih. Meskipun kenaikannya belum signifikan.

49
Gambar 17 sumber air bersih desa Pengarang

Berdasarkan gambar 17 dapat diketahui bahwa sebagian besar


masyarakat menggunakan air bersih dari alam dan masih bersifat
sederhana. Hal ini dapat dilihat bahwa sebagian masyarakat sumber air
bersih dari alam yaitu sunggai dan masih menggunakan tehnik sumur gali.
e. Gizi

Gambar 18 status gizi balita di desa Tegal Pasir

Berdasarkan gambar 18 dapat dapat diketahui bahwa masih ada


balita yang mengalami masalah gizi. Terdapat 5 balita yang konsisi statusnya
berada dibawah garis tengah. Sebanyak 8 balita status gizinya berada dibawah
garis merah. Penyebab permasalahan gizi adalah :

50
1. Makanan yang diberikan oleh orang tua kurang bervariasi. Hal ini
menyebabkan balita mengalami kebosanan dan susah makan
2. Komposisi menu makanan sebagian besar yang diberikan banyak
mengandung karbohidrat dan mie instant. Makanan yang tidak seimbang
sebagai salah satu penyebab masalah gizi. Balita yang seharusnya
mengkonsumsi protein, vitamin, dan mineral namun tidak diberikan.
3. Status ekonomi masyarakat masih rendah, sehingga menyebabkan utama
permasalahan gizi. Sebagian besar mayarakat di desa Tegal Pasir berada
pada kelompok sosiel ekonomi menengah kebawah. Pola pengasuhan
dilakukan oleh nenek. Orang tua balita bekerja sehingga anak diasuh oleh
nenek. Pola pengasuhan ini berpengaruh terhadap masalah gizi yang
dialami, nenek kurang memperhatikan asupan makanan balita.
4. Pernikahan muda, sebagai salah satu budaya yang berpengaruh terhadap
masalah kesehatan balita baik secara langsung maupun tidak langsung.
Secara langsung karena kondisi ibu saat hamil kurang stabil daan belum
siap sehingga berpengaruh kepada balita. Secara tidak langsung
pengetahuan ibu masih termasuk rendah dan kurang sehingga
mempengaruhi pola pengasuhan terhadap balita.

Gambar 19 status gizi balita di desa Pucang Anom

51
Berdasarkan gambar 19 dapat diketahui bahwa jumlah gizi buruk selama tahun
2014 dan 2015 sebanyak 10 balita. Penyebab adanya gizi buruk adalah
1. Kondisi status ekonomi rendah. sebagian besar penduduk bekerja pada
sektor pertanian, mereka bekerja sebagai buruh tani. Hal ini yang
mempengarui daya beli masyarakat. Daya beli rendah sehingga untuk
kebutuhan makan sehari-hari mereka mengkonsumsi seadanya.
2. 4 dari 10 balita yang yang mengalami gizi buruk mengalami BBLR.

Gambar 20 Kematian Bayi dan Balita di desa Pucang Anom

Di desa Pengarang terdapat 11 balita yang mengalami gizi buruk dari jumlah
balita sebanyak 387. Beberapa Penyebab gizi buruk adalah
1. Status ekonomi yang rendah. sebegian besar masyarakat bekerja pada
sektor pertanian dan sebagai buruh tani.
2. Tingkat pendidikan ibu yang rendah sehingga kurang memahami pola
pengasuhan terhadap anak. kebutuhan gizi dan pemenuhan Asi juga masih
kurang.
3. Pernikahan muda karena budaya dan tradisi. Di desa Pangarangan masih
berlaku pernikahan diusia muda setelah lulus SMP atau SMA mereka
dinikahkan. Hal ini mempengaruhi kualitas kesehatan ibu dan Anak
4. Pengasuhan oleh nenek. Nenek sebagai salah satu orang yang
berpengaruh terhadap pola pengasuhan anak. karena ibu bekerja dan
karena menikah diusia muda peran nenek sangat dominan. Pemberian

52
makanan tambahan sebelum waktunya juga dilakukan oleh nenek dan atas
perintah nenek

Kesimpulan:
1. Jambesari memilik 1 orang dokter yang melayani 34.842
warga. Rasio perbandingan antara dokter dengan masyarakat menurut
WHO adalah 4:100.000 atau 1:2500. Dengan demikan jumlah dokter
umum masih kurang.
2. Jambesari memiliki 6 bidan PNS dan 4 bidan PTT bidan yang melayani

34.842 warga. Rasio perbandingan antara bidan dengan masyarakat


menurut WHO adalah 75:100.000 atau 1:1300. Dengan demikian
jumlah bidan masih kurang.
3. Dengan menggunakan metode brainstorming berhasil mengidentifikasi

masalah yang ada di desa pengarang ,pucang anom dan tegal pasir
masih ada yang kekurangan air bersih yakni desa pengarang.
4. Alternatif penyelesaian masalah untuk air bersih dengan melakukan
pengeboran .
5. Untuk 3 desa dampingan masalah sanitasi masih sangat rendah Desa

Tegal Pasir 689 kk kepemilikan jamban 318 kk, Desa Pucang Anom
1639 kk kepemilikan jamban 267 kk,Desa Pengarang 1995 kk
kepemilikan jamban 323 kk.
6. Untuk 3 desa dampingan masalah gizi buruk juga masih menjadi

masalah Desa Tegal Pasir jumlah balita 163 yang BGT 5 BGM 8 ,Desa
Pucang Anom gizi buruk 3 BGT 6 dan Desa Pengarang 387 Balita 11
balita gizi buruk

a. Rekomendasi Tingkat Kecamatan


1. Meningkatkan mobilitas dokter puskesmas sehingga bisa menjangkau
masyarakat.
2. Penambahan jumlah bidan di 1 desa di wilayah kecamatan Jambisari
yang bidan desanya pindah tugas. Penambahan sumber air bersih

53
dengan menggunakan pembuatan sumur gali ataupun pengeboran,
kemudian dialirkan dengan pipanisasi.
3. Meningkatkan peranan Pemerintah Desa dalam mendukung penyediaan
air bersih.
4. Kebutuhan air bersih akan dikoordinasikan dengan BAPPEDA untuk
menindaklanjuti dan berkoordinasi dengaan SKPD terkait.
5. Dana kesehatan bisa diambil dari dana Desa. Dana desa 60% untuk
infrastruktur dan 40% untuk pemberdayaan termasuk kegiatan untuk
promosi kesehatan,
6. Pengembangan metode promosi kesehatan untuk merubah perilaku
harus disiapkan
7. Mengadakan pelatihan tentang modisco untuk peningkatan gizi balita
dan penyuluhan ke CATIN.

b. Rekomendasi Tingkat Desa


1. Untuk desa Tegal Pasir 689 kk dengan 1 bidan, rasio dari Desa Pucang
Anom 1639 kk kepemilikan 1 Bidan WHO,Desa Pengarang 1995 kk juga
dengan 1 bidan desa.
2. Membuat pembagian tugas yang proporsional antara bidan desa dan
perawat desa.
3. Penambahan sumber air bersih dengan menggunakan pembuatan
sumur gali ataupun pengeboran, kemudian dialirkan dengan pipanisasi.
4. Pemerintah Desa telah menganggarkan melalui dana ADD dalam
pembuatan sumur gali
5. Pemicuan dan Stimulan jamban untuk peningkatan cakupan jamban.

54
55

Anda mungkin juga menyukai