Laporan Pro Sehat DT Kab BDW Baru Final 23 Juni
Laporan Pro Sehat DT Kab BDW Baru Final 23 Juni
Penyebab utama dari masalah air bersih adalah dikarenakan faktor alam dan
teknologi. Faktor alam terkait dengan sumber air yang sedikit dan sulit dijangkau.
Faktor teknologi disini karena permasalahan yang sudah berlangsung lama belum
juga diwujudkan solusinya dengan menggunakan teknologi tepat guna, seperti
pipanisasi, penjernihan air, pendeteksian sumber air dan sebagainya.
Permasalahan kedua yaitu sanitasi (termasuk didalamnya jamban), pun terkait
dengan kurangnya ketersediaan air bersih. Masalah sanitasi sulit diselesaikan jika
air bersih tidak atau kurang tersedia. Disamping karena kurangnya pengetahuan
dan kesadaran masyarakat akan pentingnya hygiene dan sanitasi. Akibatnya,
penyakit infeksi seperti diare banyak dikeluhkan oleh warga, yang dapat
merembet pada status gizi kurang pada balita dan anak sekolah.
Upaya untuk memperbaiki ketiga masalah utama tersebut, telah dilakukan oleh
stakeholder di tingkat desa, kecamatan, dan kabupaten. Namun masih belum
memenuhi harapan sebagian besar masyarakat desa. Kondisi alam berupa
kekeringan dan kurangnya air bersih selalu melanda saat musim kemarau.
Sementara pada saat musim penghujan, air melimpah ruah hingga terjadi banjir,
tanpa ada sentuhan teknologi untuk memanfaatkannya sebagai sumber air
sepanjang tahun.
Meski belum maksimal, ada beberapa upaya yang telah dilakukan oleh 4
Kabupaten tersebut. Situbondo telah melakukan upaya penyediaan air bersih di
desa sasaran Pro Sehat DT dan telah dianggarkan pada tahun 2016 oleh
Kementerian Desa PDT dan Transmigrasi. Selain itu, pengeboran sumber air juga
dilakukan melalui dana alokasi khusus Pemerintah Propinsi Jawa Timur. Di tingkat
kabupaten terdapat gerakan pembangunan jamban dengan menggunakan dana
desa, dan setiap desa wajib membangun 10 jamban untuk warganya.
Sementara di kabupaten Sampang dan Bangkalan, telah ada upaya inisiasi tim Pro
Sehat DT melalui kegiatan advokasi penggunaan dana desa dalam mengatasi
permasalahan utama yaitu air bersih. Beberapa kepala desa di kedua kabupaten
telah menyatakan komitmennya untuk mengalokasikan dana desa dalam upaya
penyediaan air bersih, meski sebagian lainnya mengatakan bahwa dana desa hanya
cukup untuk pemeliharaan fasilitas dan infrastruktur yang telah ada dan sangat
membutuhkan uluran tangan dari Kementerian Desa PDT dan Transmigrasi,
Pemerintah Kabupaten, dan Pemerintah Propinsi.
Dalam hal peningkatan ketersediaan, keberterimaan dan kualitas bidan desa selaku
pengampu utama pelayanan kesehatan di desa, perlu campur tangan dari pihak
Dinas Kesehatan di masing-masing Kabupaten untuk terus menyediakan dan
membekali tenaga kesehatan agar mampu melakukan pelayanan prima di desa.
Hal ini akan sangat berpengaruh terhadap penurunan AKI dan AKB, sehingga kasus
kematian ataupun kelahiran bayi tanpa sentuhan bidan (seperti diceritakan
perangkat desa di Madura) karena jauhnya akses atau enggannya bidan terjun ke
lapangan, tidak terjadi lagi.
Inisiasi Capacity building telah dilakukan secara koqnitif pada dua kabupaten yaitu
Sampang dan Bangkalan. Para stake holder mendapat praktik bagaimana cara
menentukan masalah, prioritas masalah, penyebab masalah sampai dengan solusi.
Untuk tahap selanjutnya, pada tahun anggaran 2016, direncanakan dilakukan
capacity building lanjutan di 4 kabupaten yang menjadi sasaran.
1. Diperlukan tenaga ahli untuk pendeteksian titik untuk membuat sumur bor dan
penyediaan truk tangki air di setiap desa.
2. Diperlukan teknologi pengolahan sumber air menjadi air bersih.
3. Peningkatan kepemilikan jamban, upaya tersebut harus dibarengi dengan ketersediaan
air dan perubahan perilaku masyarakat untuk buang air besar (BAB) di jamban.
4. Penataan kuantitas dan kualitas bidan dan tenaga kesehatan lainnya, peningkatan
kualitas dan kuantitas sarana jalan menuju tempat pelayanan kesehatan, serta
ketersediaan ambulans desa.
5. Penambahan pustu atau poskesdes sebagai sarana pelayanan kesehatan di desa.
6. Keterlibatan lintas sektor dan peningkaran anggaran secara signifikan dalam
penanganan masalah air bersih yang belum terselesaikan selama puluhan tahun.
STRATEGI
1. Pelayanan Prima
2. Good Governance
3. Professionalisme
4. Strengthening atau Penguatan baik penguatan sistem pelayanan kesehatan
maupun penguatan masyarakat
5. Advokasi
6. Pengobatan untuk masalah medis dasar
Namun dalam upaya promotif dan preventif sebagai fokus utama peningkatan
derajad kesehatan masyarakat, masyarakat diharapkan tidak hanya sebagai obyek
tapi masyarakat diharapkan menjadi subyek dalam program kesehatan mulai
dalam identifikasi masalah, memilih prioritas program, perencanaan, pelaksanaan
kegiatan sampai pada monitoring-evaluasi program. Untuk bisa berperan sebagai
subyek, kemampuan masyarakat perllu ditingkatkan melalui berbagai upaya
pelatihan sederhana tapi manfaat.
Dalam tata kelola kegiatan di tingkat pedesaan, peran kepala desa sangat penting
karena kepala desa sangat menentukan berbagai kegiatan yang akan dilakukan di
desa. Untuk itu perlu dilakukan advokasi sehingga program kesehatan dapat
masuk sebagai agenda pembangunan desa. Advokasi tidak hanya pada tingkat
desa, namun juga sampai pada tingkat kecamatan dan kebupaten sehingga
kebijakan pembangunan kesehatan masyarakat di pedesaan akan mendapat
dukungan politis dari pengampu kebijakan.
5
Disamping itu, untuk mendapatkan peranserta masyarakat yang maksimal, maka
program perlu didisain sebagai program berbasis masyarakat, artinya, masyarakat
aktif terlibat dalam berbagai kegiatan baik secara individual, kelompok maupun
masyarakat secara keseluruhan.
Di masyarakat sebetulnya telah ada Agent of Change ini, dan kadang telah
terorganisir dengan baik melalui kelembagaan desa. Dalam keadaan demikian,
pengaktifan lembaga ini dalam pembangunan Pro-sehat DT akan sangat
bermanfaat. Namun apabila belum terorganisir dengan baik, maka
pengorganisasian para Agent of Change ini dalam suatu forum akan saangat
bermanfaat.
IMPLEMENTASI
7
Pelaksanaan kegiatan Pro-sehat DT tahun 2016 melalui beberapa kegiatan antara
lain:
8
Setelah masyarakat mengenal permasalahan apa yang dihadapi, diharapkan
mereka, dengan pendampingan dari tim Perguruan Tinggi, kemudian memilih
permasalahan apa yang akan dijadikan prioritas untuk meningkatkan derajad
kesehatan masyarakat.
7. Pendanaan
Pendanaan
9
BAB 1
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Kualitas kesehatan adalah salah satu komposit penting dari sumber daya
manusia selain aspek kualitas pendidikan dan kemampuan daya beli. Setiap
kegiatan dalam upaya memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya menghendaki dilaksanakan berdasarkan
prinsip non-diskriminatif, partisipatif dan berkelanjutan dalam rangka
pembentukan sumber daya manusia Indonesia. Oleh karena itu, jaminan
konstitusi menjadi penting untuk dipahami dan dilaksanakan. Pasal 20, Pasal 28H
ayat (1), dan Pasal 34 UUD 1945 memberi penegasan bahwa kesehatan
merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus
diwujudkan. Undang Undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan menjabarkan
amanat konstitusi tersebut dengan menjelaskan bahwa tujuan pembangunan
kesehatan adalah untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan
individu untuk hidup sehat agar tercapai derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya. Komitmen terhadap upaya peningkatan kualitas manusia
warganegara Indonesia, termasuk dan terutama di bidang kesehatan, Pemerintah
RI juga telah meratifikasi Kovensi Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial
dan Budaya melalui UU No. 12 Tahun 2005 dan ikut menandatangani kesepakatan
internasional dalam pencapaian target-target Millenium Development Goals
(MDGs).
Kesehatan merupakan hak asasi manusia yang fundamental merupakan
amanah dari deklarasi Alma-Ata tahun 1978. Selain itu, pada deklarasi tersebut
juga disebutkan bahwa setiap orang mempunyai hak dan kewajiban untuk
berpartisipasi dalam perencanaan dan penerapan pelayanan kesehatannya secara
individu maupun kolektif. Jadi pengembangan Pro Sehat DT merupakan upaya
untuk merealisasikan amanah dari deklarasi Alma-Ata dengan penguatan
pelayanan kesehatan dasar yang meliputi Puskesmas, Poskesdes, penyediaan air
bersih dan sanitasi, serta gizi seimbang.
10
Pelaksanaan kegiatan Pro Sehat DT dapat dijelaskan sebagai Percepatan
Pembangunan Kualitas Kesehatan berbasis Perdesaan di Daerah Tertinggal yang
dilakukan dengan mengembangkan upaya dan/atau tindakan kebijakan yang
terencana, realisasi secara bertahap dan terpadu, bersifat partisipatoris dengan
pelibatan aktif masyarakat dalam kerangka percepatan pembangunan kesehatan
yang berpihak pada karakteristik Daerah Tertinggal. Realisasi Pro Sehat DT secara
bertahap dan terpadu dilaksanakan melalui intervensi pembangunan infrastruktur
dan peningkatan kapasitas lembaga kesehatan berbasis struktur kependudukan
dan sumber daya kawasan perdesaan di Daerah Tertinggal. Mengacu kepada
agenda prioritas pemerintahan Presiden Joko Widodo yang disebut dengan NAWA
CITA maka kegiatan Pro Sehat DT akan membantu pemerintah dalam mencapai
agenda prioritas nomor 3, 5, dan 6.
Pada tahun 2013 telah terbentuk 15 Perdesaan Sehat di lima Kabupaten
Regional Jawa meliputi Kabupaten Situbondo, Bondowoso, Bangkalan, Lebak dan
Pandeglang dan terbentuk juga 15 kader relawan perdesaan sehat yang disebut
dengan SP2W ( Sarjana Pendamping Purna Waktu) yang berlatar belakang
Sarjana Kesehatan Masyarakat. Kemudian pada tahun 2014 terlaksana kegiatan
Perdesaan Sehat di sembilan Kabupaten yaitu Garut, Sukabumi, Lebak,
Pandeglang, Situbondo, Bondowoso, Bangkalan, Sampang dan Pamekasan. Pada
Tahun 2015 Kegiatan Pro Sehat DT dilaksanakan di empat kabupaten yaitu
Kabupaten Situbondo, Bondowoso, Bangkalan dan Sampang. Pada tahun 2015
hanya dilaksankan pada empat kabupaten tersebut untuk alasan efektifitas
program Pro Sehat DT.
Berdasarkan hasil kegiatan perdesaan sehat selama tahun 2014 yang telah
dilaksanakan di sembilan kabupaten menghasilkan prioritas masalah seperti
tampak pada tabel 1.1
11
Tabel 1.1 Prioritas masalah terkait dengan lima pilar Perdesaan sehat di
sembilan Kabupaten regional dua Jawa
12
BAB 2
HASIL KEGIATAN
2.1 Gambaran Umum Kabupaten Bondowoso
2.1.1 Kondisi Geografis
Tabel 2.2 Perkembangan Jumlah Penduduk, Jumlah Rumah Tangga dan Kepadatan
Penduduk di Kabupaten Bondowoso tahun 2010 – 2013
URAIAN 2010 2011 2012 2013
Jumlah Penduduk (jiwa) 737.807 740.291 740.737 750.328
Jumlah Rumah Tangga (jiwa) 244.078 248.743 249.761 297.608
Kepadatan Penduduk 473 475 475 480
(jiwa/km²)
Sumber Data : Dinkes Propinsi Jatim sesuai arahan BPS Propinsi Jatim
proyeksi SP 2010
JUMLAH PENDUDUK
KELOMPOK UMUR
NO LAKI-LAKI +
(TAHUN) LAKI-LAKI PEREMPUAN
PEREMPUAN
1 2 3 4 5 = 3+4
1 <1 4,947 5,229 10,176
2 1–4 21,724 22,958 44,682
3 5–9 28,103 27,357 55,460
4 10 - 14 28,657 27,226 55,883
5 15 - 19 28,758 27,735 56,493
6 20 - 24 25,580 27,280 53,130
7 25 - 29 25,706 27,622 53,328
8 30 - 34 27,452 30,130 57,582
9 35 - 39 28,573 30,213 58,786
10 40 - 44 28,617 30,103 58,720
11 45 - 49 27,551 28,835 56,386
12 50 - 54 24,695 25,889 50,584
13 55 - 59 20,628 20,726 41,354
14 60 - 64 16,759 18,046 34,805
15 ≥ 65 25,592 37,367 62,959
JUMLAH 363,612 386,716 750,328
Sumber Data : Dinkes Propinsi Jatim sesuai arahan BPS Propinsi Jatim
Proyeksi SP 2010
15
2.1.3 Kondisi Sosial Ekonomi
a. Keadaan Pendidikan
Berdasarkan hasil survei sosial ekonomi nasional (Susenas) Jawa
Timur tahun 2010, penduduk Kabupaten Bondowoso (usia 10 tahun ke
atas) :
Tabel 2.4 Tabel Tingkat Pendidikan Penduduk Kabupaten Bondowoso
16
2.1.4 Gambaran Kesehatan Kabupaten Bondowoso
a. AKI dan AKB
Mortalitas adalah ukuran jumlah kematian (umumnya, atau karena
akibat yang spesifik) pada suatu populasi. Masalah kesehatan dan
mortalitas sangat erat kaitannya dengan lahir hidup, lahir mati, kematian
bayi, kematian balita dan kematian ibu. Jumlah lahir hidup sebanyak
10.885 bayi (laki-laki : 5.507 bayi, perempuan : 5.378 bayi) dan jumlah
lahir mati sebanyak 199 bayi (laki-laki : 114 bayi, perempuan : 85 bayi) .
Sedangkan jumlah kematian bayi sebanyak 186 bayi (laki-laki : 119 bayi,
perempuan : 67 bayi) , kematian anak balita sebanyak 10 balita (laki-laki :
5 balita, perempuan : 5 balita), kematian balita sebanyak 196 balita (laki-
laki : 124 balita, perempuan : 72 balita) dan kematian ibu maternal
sebanyak 17 orang. Berdasarkan MDG’s 2015 angka kematian bayi 0-1
tahun di Indonesia yakni 23 per 1000 kelahiran hidup dan angka kematian
ibu 102 per 100.000 kelahiran hidup. Dengan demikian AKB Kabupaten
Bondowoso lebih banyak dari angka nasional, sedangkan AKI jauh lebih
rendah dari angka nasional.
b. UHH
Umur Harapan Hidup pada suatu umur x adalah rata-rata tahun
hidup yang masih akan dijalani oleh seseorang yang telah berhasil
mencapai umur x, pada satu tahun tertentu, dalam situasi mortalitas yang
berlaku di lingkungan masyarakatnya. Umur Harapan Hidup penduduk
Indonesia terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Penduduk
laki-laki memiliki umur harapan hidup yang lebih rendah daripada
penduduk perempuan. Berdasarkan Sensus Penduduk 2010 Umur Harapan
Hidup penduduk Indonesia mencapai 69,43 tahun.
Sedangkan menurut Susenas tahun 2010 - 2013 Umur Harapan Hidup
(UHH) di Kabupaten Bondowoso masih dibawah Propinsi Jawa Timur.
17
Tahun UHH Kab. Bondowoso UHH Prov Jatim
2010 63,23 69,58
2011 63,54 69,81
2012 63,79 70,09
2013 64,13 70,19
Sumber: Bappeda Kab. Bondowoso & Profil Kesehatan Jawa Timur 2013
19
4. Bidan 5 282 48
5. Perawat 3 356 272
6. Perawat Gigi 0 10 1
7. Tenaga Kefarmasian 4 21 25
8. Sanitarian 6 23 3
9. Tenaga gizi 2 22 8
10. Tenaga Keterapian Fisik 0 0 5
11. Tenaga Keteknisian Medis 5 12 37
12. Tenaga Non Kesehatan 82 161 145
(termasuk struktural dan
non fungsional)
JUMLAH 107 938 670
20
No Kecamatan Jml Sangat Maju Tertinggal Sangat
Desa Maju Tertinggal
16 Tenggarang 12 0 3 9 0
17 Grujugan 11 0 6 5 0
18 Sukosari 4 0 1 3 0
19 Sumber 6 0 0 6 0
Wringin
20 Tapen 9 0 9 0 0
21 Wonosari 12 0 3 9 0
22 Pujer 11 0 0 11 0
23 Bondowoso 11 0 9 2 0
JUMLAH 219 0 54 165 0
Tabel 2.9 menunjukkan, dari total 219 desa yang ada di Kabupaten
Bondowoso, 165 desa masuk kategori desa tertinggal. Kecamatan Taman
Krocok sebagai salah satu Kecamatan dampingan Pro Sehat DT, dari 7 desa
yang ada hanya 1 desa yang masuk kategori maju, sedangkan 6 desa lainnya
masuk kategori desa tertinggal. Demikian pula dengan Kecamatan Jambesar,
dari 9 desa yang ada hanya 1 yang masuk kategori maju.
21
Gambar 2 Peta Administratif Kecamatan Taman Krocok
22
Gambar 3 Kantor Kecamatan Taman Krocok
Taman Krocok merupakan salah satu Kecamatan pemekaran dari
Kecamatan Tegalampel. Kecamatan Taman Krocok memiliki Puskesmas
dengan nama yang sama, yakni Puskesmas Taman Krocok. Dengan luas
wilayah 53,62km², terdiri dari 30% wilayah dataran rendah, dan 70%
wilayah dataran tinggi. Taman Krocok memiliki 7 desa yakni, Desa Taman,
Desa Sumber Kokap, Desa Trebungan, Desa Paguan, Desa Kemuningan,
Desa Gentong, dan Desa Kretek. Dari 7 desa tersebut hanya 1 desa yang
masuk kategori maju yakni Desa Taman, sedangkan 6 desa yang lain
masuk kategori daerah tertinggal.
Dari tabel di atas, jumlah penduduk yang masuk kategori penduduk miskin
sebanyak 9.101 jiwa dari total penduduk 17.155 jiwa atau 53%. Jumlah
PUS dan WUS juga
23
Puskesmas Taman Krocok melayani 17.155 warga dan belum
menjadi Puskesmas PONED.
A. Jumlah SDM Kesehatan di Puskesmas Taman Krocok
Jumlah SDM di Puskesmas Taman Krocok sangat berguna untuk
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Jumlah SDM di Puskesmas
Taman Krocok dapat dilihat pada Tabel 2.11.
Dari table 2.11 diperoleh data bahwa jumlah dokter hanya 1 orang
dan bertugas di puskesmas induk dan melayani 17.155 warga. Rasio
perbandingan antara dokter dengan masyarakat menurut WHO adalah
4:100.000 atau 1:2500. Dengan demikan jumlah dokter umum masih
kurang. Sedangkan untuk Bidan Desa, terdapat 1 desa yakni Desa
Kemuningan yang belum memiliki Bidan PNS. Hal ini karena, bidan yang
bertugas sebelumnya pindah tugas ke Kecamatan Binakal dan hingga saat
ini belum ada pengganti. Saat ini yang bertugas di desa tersebut bidan
yang berstatus magang. Puskesmas Taman Krocok memiliki 7 bidan PNS
dan 2 bidan PTT bidan yang melayani 17.155 warga. Rasio perbandingan
antara bidan dengan masyarakat menurut WHO adalah 75:100.000 atau
1:1300. Dengan demikian jumlah bidan di Puskesmas Taman Krocok masih
kurang
0 1 6 6 60 th 60 th
UHH Kecamatan Krocok Tahun 2014 dan 2015 mencapai usia 60 tahun.
Angka ini berada di bawah UHH Kabupaten yakni 63,23 tahun dan UHH
propinsi Jawa Timur 69,58 tahun.
TAHUN
NO Penyakit
2014
2015
1 Gizi
a. Bumil KEK 24 23
b. Gizi Buruk 6 6
c. BGM 51 55
2 Sanitasi DAN Air Bersih 168 172
Sumber: Data Tahunan Puskesmas Taman Krocok
26
Trebungan. Pada tahun 2014 terdapat 705 KK, sedangkan pada tahun 2015
terjadi peningkatan menjadi 715 KK.
E. 10 Penyakit terbanyak
Tabel 2. 15 Data Penyakit Di Puskesmas Taman Krocok
Dari tabel 2.15 dapat kita lihat bahwa ISPA masih menjadi penyakit
terbanyak yang muncul di tahun 2015. Kondisi sanitasi yang kurang sehat
turut memberikan pengaruh dalam tingginya angka penyakit ISPA. Penyakit
berbasis lingkungan yang lain yakni diare juga berada pada peringkat ke 3
dengan jumlah kasus 860.
2. Bidan Desa
Bidan Desa yang ada di Desa Trebungan merupakan bidan senior
(PNS) yang bertugas sejak desa ini belum terbentuk. Keberterimaan
masyarakat terhadap kehadiran bidan desa sangat baik, dimana mereka
merasa keberadaan bidan ini sangat membantu dalam pelayanan
kesehatan masyarakay khususnya kesehatan ibu dan anak. Terdapat
kepercayaan yang cukup besar dari masyarakat, bahwasanya berobat
pada bidan tersebut “juduh” atau banyak yang sembuh setelah berobat.
Jumlah bidan desa di Desa Trebungan 1 orang melayani 1.208 jiwa.
28
Perbandingan menurut WHO 75 : 100.000 atau 1 : 1.300. Maka jumlah
bidan yang ada di Desa Trebungan masih mencukupi
3. Sanitasi
Sebelum berbicara tentang kualitas sanitasi di Desa Trebungan. Kita
harus melihat jumlah jamban yang ada di desa ini. Dengan luas wilayah
1,52km² dan jumlah penduduk 1208 jiwa (proyeksi tahun 2014), jumlah
jamban 705 pada tahun 2014 dan meningkat menjadi 715 pada tahun
2015. Peningkatan yang sangat kecil ini tidak terlepas dari berbagai faktor,
diantaranya budaya penggunaan sungai serta yang paling berrpengaruh
adalah ketrsediaan air bersih. Menjadi sebuah ironi ketika pemerintah
menganjurkan perbaikan hidup menjadi lebih sehat melalui pembangunan
jamban, sementara masyarakat masih sulit untuk mendapatkan air bersih.
4. Air Bersih
Masalah air bersih masih menjadi persoalan utama saat ini di Desa
Trebungan. Pada saat musim kemarau tiba, maka kegelisahan masyarakat
terhadap sulitnya mendapatkan air bersih, menjadi kekhawatiran di setiap
tahunnya. Hasil pantauan dari Kompas.com, pada tahun 2013 terjadi
bencana kekeringan yang menimpa warga di 7 kecamatan, salah satunya di
Kecamatan Taman Krocok. Ada beberapa desa yang mengalami
kekeringan, dan Trebungan merupakan salah satu desa yang cukup parah
dalam menghadapi kondisi ini.
29
Bencana yang terjadi pada Bulan September 2013, akhirnya
membuat BPBD Kabupaten Bondowoso menetapkan status Darurat
Bencana Kekeringan. Guna mengatasi bencana ini BPBD kabupaten
mengusulkan pada BPBD Jawa Timur bantuan berupa 60 tandon dengan
daya tampung air bersih 4000 liter untuk setiap tandonnya, serta bantuan
jerigen bagi masyarakat yang telah di sebar di 7 kecamatan yang
mengalami kondisi kekeringan. BPBD juga bekerjasama dengan PDAM
untuk membantu masyarakat di 30 desa dalam penyediaan air bersih saat
bencana ini berlangsung. Sebelumnya masyarakat desa Trebungan harus
berjalan sejauh 2km menuju sungai terdekat untuk mendapatkan air
bersih. Jalan menuju sungai tersebut juga tidak mudah, karena masih
harus melewati areal tanaman tebu dengan kondisi jalan yang terjal. Agar
air tidak tumpah masyarakat menggunakan botol bekas air mineral, supaya
air tidak tumpah dalam perjalanan.Masalah kekeringan ini terus menjadi
kekhawatiran dan terus terjadi di setiap tahunnya, masyarakat Desa
Trebungan berharap akan dibuat saluran air yang biasa dialirkan ke tiap
rumah. PMI Kabupaten Bondowoso turut membantu mengatasi persoalan
ini dengan memberikan bantuan air bersih seperti yang terjadi pada tahun
2015.
30
dialami masyarakat . Upaya ini diharapkan mampu membantu masyarakat
untuk bisa terlayani air bersih untuk kebutuhan sehari-hari melalui
sambungan PDAM. Sayangnya upaya ini tidak bisa dilakukan di Desa
Trebungan karena kondisi geografis yang tidak mendukung dan kondisi
ekonomi masyarakat yang belum mampu dibebani dengan biaya PDAM
setiap bulan. Sedangkan rencana pembuatan sumur gali mengalami
kesulitan akibat kedalaman sumber air tanah mencapai hingga 35m.
Pemerintah Desa telah melakukan diskusi dengan Dinas BMCK guna
menganalisa persoalan sumber air bersih bagi warga. Hasilnya pengeboran
menjadi satu-satunya cara untuk mengatasi persoalan air bersih di daerah
ini. Namun, besarnya biaya yang harus dikeluarkan dalam proses
pengeboran menyebabkan pemerintah desa lebih memilih menggunakan
metode pembuatan sumur gali. Ke depan, diharapkan hasil pembuatan
sumur gali bisa dibuat tandon dan disebar ke masyarakat melalui pipanisasi.
Untuk menjaga keberlangsungan penyediaan air bersih ini, akan dibuat
BUMD yang akan dikelola oleh masyarakat sendiri. Sebab bagaimanapun
dibutuhkan biaya operasional dalam pengelolaannya.
5. Gizi
Kondisi Gizi tidak terlalu menjadi persoalan di Desa Trebungan.
Dukungan terhadap posyandu balita ditunjukkan oleh desa dengan
dibangunnya 2 gedung khusus posyandu yang dananya diambilkan dari dana
pnpm tahun 2011, dan selesai pada akhir 2015. Gedung khusus posyandu ini
hanya satu-satunya di Kecamatan Taman Krocok. Tingkat kehadiran di
posyandu baik balita maupun ibu hamil juga cukup tinggi. Dukungan dari
perangkat desa bekerja sama dengan tenaga kesehatan di desa, cukup
membantu dalam upaya memerangi persoalan gizi di masyarakat. Selain itu
melalui pengelolaan dana ADD pemerintah desa juga menganggarkan PMT
penyuluhan dan PMT pemulihan.
33
2.3 KECAMATAN JAMBESARI
34
INCLUDEPICTURE "http://bappeda.bondowosokab.go.id/foto_galeri/56jambesari
darussholah 2000.jpg" \* MERGEFORMATINET
A DATA UMUM :
I. DATA WILAYAH
1 Luas Wilayah : 29,03 km2
wilayah dataran rendah : 99%
wilayah dataran tinggi : 1%
2 Jumlah desa / Kelurahan : 9 desa/kel
yang dapat dijangkau kendaraan roda 4 : 9 desa/kel
35
yang dapat dijangkau kendaraan roda 2 : 9 desa/kel
yang tidak dapat dijangkau oleh roda 4 &
2 : 0 desa/kel
Batas Wilayah:
Keluarga Prasejahtera
Penduduk Akhir Tahun Registrasi menurut Jenis Kelamin, Rasio Jenis Kelamin dan
Kecamatan:
36
Tabel 2.17 kependudukan Kecamatan Jambesari
LAKI-LAKI UMUR PEREMPUAN
115 0-1 363
1041 1-4 921
1028 5-9 923
1350 10-14 1456
1637 15-19 1571
1533 20-24 1590
1357 25-29 1492
1192 30-34 1279
1251 35-39 1167
1106 40'44 1277
1105 45-49 1447
1337 50-54 1411
1080 55-59 1198
978 60-64 905
921 > 65 811
Dari 2.17 di atas Nampak bahwa jumlah penduduk terbanyak berada pada
rentang usia 20-24 tahun.
a) Jumlah Sekolah :
1 Taman Kanak-kanak yang ada / PAUD : 17 / 29 buah
2 SD / MI yang ada : 17 / 11 buah
3 SLTP / MT yang ada : 6 / 12 buah
4 SMU / MA yang ada : 3/ 6 buah
5 Akademi yang ada : 0 buah
6 Perguruan Tinggi yang ada : 0 buah
7 Jumlah Ponpes yang ada : 20 buah
b) Jumlah murid yang ada :
1 Taman Kanak-kanak : 434 /805 murid
2775 / 785
2 SD / MI : murid
1083 / 2264
3 SLTP / MT f : murid
37
4 SMK / MA : 320 / 607 murid
5 Akademi : 0 mahasiswa
6 Perguruan Tinggi : 0 mahasiswa
7 Jumlah santri Ponpes yang ada : 1958 santri
38
C. Data Kesehatan Jambesari
1. Desa pengarang
2. Pucang anom
Pada tahun 2015 terjadi 3 kasus gizi buruk akibat rendahnya kondisi
ekonomi dan pola asuh anak yang kurang baik.pola asuh yang kurang baik
terkait dengan pemberian asi yang di anggap susu formula yang mahal
menandakan setatus dari keluarga yang kaya. Sehingga asi di anggap
bukan prioritas ,di karenakan jika di beri asi menandakan status ekonomi
yang rendah.
3. Tegal Pasir
39
Pada tahun 2015 terjadi 8 kasus BGM akibat rendahnya kondisi
ekonomi dan pola asuh anak yang kurang baik.Desa tegal pasir yang
mayoritas warganyanya buruh tani menjadikan kurangnya gizi yang di
derita oleh balita.di karenakan makanan yang monoton dalam waktu sehari
dengan menu yang sama ehingga balita merasa bosan. Dan desa tegal
pasir pola asuh juga masih mengandalkan neneknya.sehingga peran ibu
yang kurang memperhatikan balitanya termasuk dari makanannya juga
menjadi prioritas terjadinya BGM di desa Tegal Pasir.
E. 10 Penyakit terbanyak
Dari table 2.20 dapat diketahui bahwa penyakit yang ada di wilayah
kerja puskesmas Jambesari beragam. jumlah penyakit terbanyak adalah
ISPA, sedangkan jumlah penyakit paling sedkit adalah karies gigi.
Bidang Kegiatan
Gizi Posyandu Balita
40
Pelacakan gizi buruk
Pemeriksaan garam beriodium
Pemberian Vit A
Pemberian Fe
Survei anemia gizi
Survey Gaky
Sanitasi Pemicuan
Klinik sanitasi
Pemeriksaan sampel air
Pemeriksaan Industri rumah
tangga
Foging
Pemeriksaan TTU dan TPM
Acara:
41
1. Pembukaan
2. Sambutan oleh Kepala Puskesmas Jambesari Drg. Hatil Muzahid
3. Sambutan oleh Prof., Dr., dr., Rahmad Hargono, M.PH.
4. Materi tentang Program Pro Sehat DT oleh Prof., Dr., dr., Rachmat
Hargono, M.PH.
5. Hasil Diskusi:
Perlu upaya penguatan di tingkat puskesmas. Puskesmas tidak dapat
melakukan kegiatan sendiri tanpa adanya peran dari masyarakat
Seringkali kesehatan bukan menjadi prioritas malsalah di tingkat desa.
Saat musrenbang sebagian besar permasalahan kesehatan di hapus dari
list prioritas. Padahal sebenarnya sangat penting masalah kesehatan itu
diselesaikan. Misalnya masalah jamban dan air bersih yang menjadi
permasalahan di wilayah kerja puskesmas jambe sari. Kepala desa
sangat menentukan keputusan prioritas masalah. Selama ini di
lapangan seperti itu sehingga sulit untuk dapat menyelesaikan masalah
kesehatan.
Keberadaan dana KPDT bagaimana? Apakah akan lagsung diberikan
kepada masyarakat atau kepada puskesmas?. KPDT tidak memberikan
dana pada kegiatan ini secara fresh money namun akan diintegrasikan
pada kementrian yang lain sehingga bisa saling mendukung. Namun ada
juga yang langsung diberikan biasanya berupa alat kesehatan sesuai
kebutuhan masyarakat.
Pola dan bentuk pendampingannya bagaimana? Ada pendamping
kecamatan masing-masing 1 orang Mereka akan mendampingi wilayah
kerja puskesmas, namun akan difokuskan pada 2 desa saja karena
terkait anggaran.
Masalah sanitasi masih mendominasi diwilayah kerja puskesmas
Jambesari, terutama karena kurangnya fasilitas air bersih. Banyak desa
yang tidak mempunyai sumber air bersih sehingga mengalami kesulitan
dalam memenuhi kebutuhan air. Perlu upaya untuk advokasi ke
BAPPEDA untuk mendapatkan bantuan baik dana ataupun kebutuhan air
bersih.
Bagian promkes sudah seringkali melakukan kegiatan advokasi dan
kegiatan penyuluhan, tapi belum bisa merubah perilaku masyarakat
untuk BAB di jamban
42
Seringkali kegiatan yang dilakukan juga kurang mendapatkan dukungan
dari masyarakat
Rekomendasi Kegiatan
Hasil diskusi pada rapat hari ini akan ditindaklanjuti pada rapat di UNAIR
Untuk permintaan rapat mengenai 10% ADD untuk kesehatan akan
ditindaklanjuti melalui koordinasi dengan Bappeda
Kebutuhan air bersih akan dikoordinasikan dengan BAPPEDA untuk
menindaklanjuti dan berkoordinasi dengaan SKPD terkait.
Dana kesehatan bisa diambil dari dana Desa. Dana desa 60% untuk
infrastruktur dan 40% untukpemberdayaan. 40 % itu belum ada rincian
yang jelas, kemungkinan dana untuk mengatasi masalah kesehatan bisa
diambil dari dana tersebut termasuk kegiatan untuk promosi kesehatan
Pelatihan terkit PPGD ON
Pelatihan terkait pemulasaran jenazah
Pelatihan terkait ASI Esklusif dan pojok laktasi.
43
Gambar 8 Kegiatan di puskesmas Jambesari
44
Gambar 11 Dokumentasi bersama tenaga promkes Puskesmas Jambesari
45
Gambar 12 grafik jamban di desa Tegal Pasir
46
Gambar 13 akses jamban pucang Anom
47
Gambar 14 sanitasi jamban, SPAL dan tempat sampah di desa Pengarang
d. Air Bersih
48
Gambar 15 grafik air bersih di desa Tegal Pasir
Gambar 16 jumlah Keluarga yang menggunakan air bersih Desa Pucang Anom
49
Gambar 17 sumber air bersih desa Pengarang
50
1. Makanan yang diberikan oleh orang tua kurang bervariasi. Hal ini
menyebabkan balita mengalami kebosanan dan susah makan
2. Komposisi menu makanan sebagian besar yang diberikan banyak
mengandung karbohidrat dan mie instant. Makanan yang tidak seimbang
sebagai salah satu penyebab masalah gizi. Balita yang seharusnya
mengkonsumsi protein, vitamin, dan mineral namun tidak diberikan.
3. Status ekonomi masyarakat masih rendah, sehingga menyebabkan utama
permasalahan gizi. Sebagian besar mayarakat di desa Tegal Pasir berada
pada kelompok sosiel ekonomi menengah kebawah. Pola pengasuhan
dilakukan oleh nenek. Orang tua balita bekerja sehingga anak diasuh oleh
nenek. Pola pengasuhan ini berpengaruh terhadap masalah gizi yang
dialami, nenek kurang memperhatikan asupan makanan balita.
4. Pernikahan muda, sebagai salah satu budaya yang berpengaruh terhadap
masalah kesehatan balita baik secara langsung maupun tidak langsung.
Secara langsung karena kondisi ibu saat hamil kurang stabil daan belum
siap sehingga berpengaruh kepada balita. Secara tidak langsung
pengetahuan ibu masih termasuk rendah dan kurang sehingga
mempengaruhi pola pengasuhan terhadap balita.
51
Berdasarkan gambar 19 dapat diketahui bahwa jumlah gizi buruk selama tahun
2014 dan 2015 sebanyak 10 balita. Penyebab adanya gizi buruk adalah
1. Kondisi status ekonomi rendah. sebagian besar penduduk bekerja pada
sektor pertanian, mereka bekerja sebagai buruh tani. Hal ini yang
mempengarui daya beli masyarakat. Daya beli rendah sehingga untuk
kebutuhan makan sehari-hari mereka mengkonsumsi seadanya.
2. 4 dari 10 balita yang yang mengalami gizi buruk mengalami BBLR.
Di desa Pengarang terdapat 11 balita yang mengalami gizi buruk dari jumlah
balita sebanyak 387. Beberapa Penyebab gizi buruk adalah
1. Status ekonomi yang rendah. sebegian besar masyarakat bekerja pada
sektor pertanian dan sebagai buruh tani.
2. Tingkat pendidikan ibu yang rendah sehingga kurang memahami pola
pengasuhan terhadap anak. kebutuhan gizi dan pemenuhan Asi juga masih
kurang.
3. Pernikahan muda karena budaya dan tradisi. Di desa Pangarangan masih
berlaku pernikahan diusia muda setelah lulus SMP atau SMA mereka
dinikahkan. Hal ini mempengaruhi kualitas kesehatan ibu dan Anak
4. Pengasuhan oleh nenek. Nenek sebagai salah satu orang yang
berpengaruh terhadap pola pengasuhan anak. karena ibu bekerja dan
karena menikah diusia muda peran nenek sangat dominan. Pemberian
52
makanan tambahan sebelum waktunya juga dilakukan oleh nenek dan atas
perintah nenek
Kesimpulan:
1. Jambesari memilik 1 orang dokter yang melayani 34.842
warga. Rasio perbandingan antara dokter dengan masyarakat menurut
WHO adalah 4:100.000 atau 1:2500. Dengan demikan jumlah dokter
umum masih kurang.
2. Jambesari memiliki 6 bidan PNS dan 4 bidan PTT bidan yang melayani
masalah yang ada di desa pengarang ,pucang anom dan tegal pasir
masih ada yang kekurangan air bersih yakni desa pengarang.
4. Alternatif penyelesaian masalah untuk air bersih dengan melakukan
pengeboran .
5. Untuk 3 desa dampingan masalah sanitasi masih sangat rendah Desa
Tegal Pasir 689 kk kepemilikan jamban 318 kk, Desa Pucang Anom
1639 kk kepemilikan jamban 267 kk,Desa Pengarang 1995 kk
kepemilikan jamban 323 kk.
6. Untuk 3 desa dampingan masalah gizi buruk juga masih menjadi
masalah Desa Tegal Pasir jumlah balita 163 yang BGT 5 BGM 8 ,Desa
Pucang Anom gizi buruk 3 BGT 6 dan Desa Pengarang 387 Balita 11
balita gizi buruk
53
dengan menggunakan pembuatan sumur gali ataupun pengeboran,
kemudian dialirkan dengan pipanisasi.
3. Meningkatkan peranan Pemerintah Desa dalam mendukung penyediaan
air bersih.
4. Kebutuhan air bersih akan dikoordinasikan dengan BAPPEDA untuk
menindaklanjuti dan berkoordinasi dengaan SKPD terkait.
5. Dana kesehatan bisa diambil dari dana Desa. Dana desa 60% untuk
infrastruktur dan 40% untuk pemberdayaan termasuk kegiatan untuk
promosi kesehatan,
6. Pengembangan metode promosi kesehatan untuk merubah perilaku
harus disiapkan
7. Mengadakan pelatihan tentang modisco untuk peningkatan gizi balita
dan penyuluhan ke CATIN.
54
55