FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2014 A. Defenisi Bladder Training
Bladder training merupakan latihan kandung kemih sebagai salah satu
supaymengembalikan fungsi kandung kemih yang mengalami gangguan (Lutfie, 2008). Orzeck dan Ouslander (1987 dalam Hariyati 2000) mengatakan bahwa bladder training merupakan upaya mengembalikan pola buang air kecil dengan menghambat atau merangsang keinginan buang air kecil. Bladder trainingmerupakan tindakan yang bermanfaat dalam mengurangi frekuensi dari inkontinensia. Bladder training banyak digunakan untuk menangani inkontinensia urin di komunitas. Latihan ini sangat efektif dan memiliki efek samping yang minimal dalam menangani masalah inkontinensia urin. Dengan bladder training diharapkan pola kebiasaan disfungsional, memperbaiki kemampuan untuk menekan urgensi dapat diubah dan secara bertahap akan meningkatkan kapasitas kandung kemih dan memperpanjang interval berkemih. (Glen, 2003). Terdapat tiga macam metode bladder training, yaitu kegel exercises (latihan pengencangan atau penguatan otot-otot dasar panggul), delay urination(menunda berkemih), dan scheduled bathroom trips (jadwal berkemih) Suhariyanto (2008). Latihan kegel (kegel exercises) merupakan aktivitas fisik yang tersusun dalam suatu program yang dilakukan secara berulang-ulang guna meningkatkan kebugaran tubuh. Latihan kegel dapat meningkatkan mobilitas kandung kemih dan bermanfaat dalam menurunkan gangguan pemenuhan kebutuhan eliminasi urin. Latihan otot dasar panggul dapat membantu memperkuat otot dasar panggul untuk memperkuat penutupan uretra dan secara refleks menghambat kontraksi kandung kemih. (Kane, 1996 dalam Nursalam 2006). Metode bladder training dengan jadwal berkemih dapat dilakukan dengan cara membuat jadwal berkemih setiap bangun pagi, setiap dua jam pada siang dan sore hari, setiap empat jam pada malam hari dan sebelum tidur malam. Memberikan cairan sesuai kebutuhan 30 menit sebelum waktu berkemih, membatasi minum (150-200 cc) setelah makan malam. Kemudian secara bertahap periode waktu berkemih dapat ditambah. Dibutuhkan kerjasama dengan keluarga untuk keberhasilan metode ini (Hariyati, 2000). Bladder training dapat dilakukan dengan latihan menahan kencing(menunda untuk berkemih). Pada pasien yang terpasang keteter, bladder training dapat dilakukan dengan mengklem atau mengikat aliran urin ke urin bag (Hariyati, 2000). Bladder training dilakukan sebelum kateterisasi diberhentikan. Tindakan ini dapat dilakukan dengan menjepit kateter urin dengan klem kemudian jepitannya dilepas setiap beberapa jam sekali. Kateter di klem selama 20 menit dan kemudian dilepas. Tindakan menjepit kateter ini memungkinkan kandung kemih terisi urin dan otot detrusor berkontraksi sedangkan pelepasan klem memungkinkan kandung kemih untuk mengosongkan isinya. (Smeltzer, 2001).
B. Tujuan Bladder Training
Tujuan dari bladder training (melatih kembali kandung kemih) adalah mengembalikan pola normal perkemihan dengan menghambat atau menstimulasi pengeluaran air kemih (Perry dan Potter, 2005). Bladder training bertujuan untuk mengembangkan tonus otot dan spingter kandung kemih agar berfungsi optimal. Latihan ini dilakukan pada pasien setelah kateter terpasang dalam jangka waktu yang lama (Suharyanto, 2008) Karon (2005) menyatakan tujuan dilakukan bladder training adalah: Membantu klien mendapat pola berkemih rutin. Mengembangkan tonus otot kandung kemih sehingga dapat mencegah inkontinensia. Memperpanjang interval waktu berkemih. Meningkatkan kapasitas kandung kemih. Melatih kandung kemih untuk mengeluarkan urin secara periodic Mengontrol faktor-faktor yang mungkin meningkatakan jumlah episode inkontinensia.
C. Indikasi Bladder training
Bladder training dapat dilakukan pada pasien yang mengalami inkontinensia, pada pasien yang terpasang kateter dalam waktu yang lama sehingga fungsi spingter kandung kemih terganggu (Suharyanto, 2008). Bladder training juga bisa dilakukan pada pasien stroke, bladder injury, dan pasien dengan pemasangan kateter yang lama (Orzeck dan ouslander, 1987 dalam Hariyati, 2000). Bladder training efektif digunakan dalam menangani masalah inkontinesia dorongan, inkontinensia stress atau gabungan keduanya yang sering disebut inkontinensia campuran. Penelitian yang dilakukan oleh Fantl (1991) mengenai efektivitas bladder training didapatkan, bahwa sebanyak 50 % dari sampel percobaan menjadi mampu mengontrol kencing, dan 12 % menjadi total kontinen. D. Pengkajian Pengkajian yang dilakukan antara lain : Pola berkemih Info ini memungkinkan perawat merencanakan sebuah program yang sering memakan waktu 2 minggu atau lebih untuk dipelajari. Ada tidaknya ISK atau penyakit penyebab Bila terdapat ISK atau penyakit yang lainnya maka harus diobati dalam waktu yang sama.
E. Program Latihan Bladder Training (SOP)
Penyuluhan Memberikan pengertian kepada klien tentang tata cara latihan bledder training yang baik, manfaat yang akan dicapai dan kerugian jika tidak melaksanakan bladder training dengan baik. Tahapan latihan mengontrol berkemih Beberapa tindakan yang dapat membantu klien untuk mengembalikan kontrol kemih yang normal : a. Tindakan : 1. Persiapan alat : Jam Air minum dalam tempatnya Obat deuritik jika diperlukan b. Persiapan pasien : 1. Jelaskan maksud dan tujuan dari tindakan tersebut 2. Jelaskan prosedur tindakan yang harus dilakukan klien c. Langkah langkah : 1. Beritahu klien untuk memulai jadwal berkemih pada bangun tidur, setiap 2-3 jam sepanjang siang dan sore hari, sebelum tidur dan 4 jam sekali pada malam hari. 2. Berikan klien minum yang banyak sekitar 30 menit sebelum waktu jadwal untuk berkemih 3. Beritahu klien untuk menahan berkemih dan memberitahu perawat jika rangsangan berkemihnya tidak dapat ditahan. 4. Klien disuruh menunggu atau menahan berkemih dalam rentang waktu yang telah ditentukan 2-3 jam sekali. 5. 30 menit kemudian, tepat pada jadwal berkemih yang telah ditentukan, mintalah klien untuk memulai berkemih dengan teknik latihan dasar panggul : latihan 1 intruksikan klien untuk berkonsentrasi pada otot panggul. Minta klien berupaya menghentikan aliran urine selama berkemih kemudian memulainya kembali. Praktikkan setiap kali berkemih latihan 2 minta klien untuk mengambil posisi duduk atau berdiri. Instruksikan klien mengencangkan otot – otot disekitar anus. Latihan 3 Minta klien mengencangkan otot bagian posterior dan kemudian kontraksikan otot anterior secara perlahan sampai hitungan ke empat. Kemudian minta klien untuk merelaksasikan otot secara keseluruhan. Ulangi latihan empat jam sekali, saat bangun tidur selama tiga bulan. Latihan 4 Apabila memungkinkan anjurkan Sit-Up yang dimodifikasi (lutut ditekuk) kepada klien. Evaluasi Klien dapat menahan berkemih dalam 6-7 kali per hari atau 3-4 jam sekali. Klien merasa senang dengan prosedur. 6. Bila tindakan point 5 seperti tersebut dirasakan belum optimal atau terdapat gangguan : a. Maka metode di atas dapat ditunjang dengan metode rangsangan dari eksternal misalnya dengan suara aliran air dan menepuk paha bagian dalam b. Menggunakan metode untuk relaksasi guna membantu pengosongan kandung kemih secara total, misalnya dengan membaca dan menarik napas dalam. c. Mengindari minuman yang mengandung cafein d. Minum obat deuritik yang telah diprogramkan atau cairan untuk meningkatkan deuritik 7. Sikap : Jaga privasi klien. Lakukan prosedur dengan teliti. Pemberian umpan balik positif DAFTAR PUSTAKA
Potter & perry. 2005. Fundamental Keperawatan vol 2. jakarta : EGC
Tarwoto, Wartonah. 2006. Kebutuhan Dasar manusia dan proses keperawatan.ed3. salemba medika. Jakarta Asmadi. 2008. Tehnik Prosedural Keperawatan : Konsep dan eplikasi kebutuhan dasar klien. Salemba medika. Jakarta A.Aziz Alimul Hidayat, Musrifatul Hidayat. 2008. Ketrampilan Dasar Praktik Klinik untuk kebidanan. Salemba Medika. Jakarta