Anda di halaman 1dari 28

Biogas adalah gas yang dihasilkan oleh aktifitas anaerobik atau fermentasi dari bahan-

bahan organik termasuk diantaranya; kotoran manusia dan hewan, limbah domestik
(rumah tangga), sambah biodegradable atau setiap limbah organik yang biodegradable
dalam kondisi anaerobik. Kandungan utama dalam biogas adalah metana dan karbon
dioksida.

Biogas dapat digunakan sebagai bahan bakar kendaraan maupun untuk menghasilkan
listrik.

Daftar isi
[sembunyikan]

 1 Biogas dan aktivitas anaerobik

 2 Gas landfill

 3 Rentang komposisi biogas umumnya

 4 Kandungan energi

 5 Pupuk dari limbah biogas

 6 Siloksan dan gas engines (mesin berbahan bakar gas)

 7 Biogas terhadap gas alam

 8 Penggunaan gas alam terbaharui

 9 Pranala luar

 10 Referensi

[sunting] Biogas dan aktivitas anaerobik


Biogas yang dihasilkan oleh aktifitas anaerobik sangat populer digunakan untuk
mengolah limbah biodegradable karena bahan bakar dapat dihasilkan sambil
menghancurkan bakteri patogen dan sekaligus mengurangi volume limbah buangan.
Metana dalam biogas, bila terbakar akan relatif lebih bersih daripada batu bara, dan
menghasilkan energi yang lebih besar dengan emisi karbon dioksida yang lebih sedikit.
Pemanfaatan biogas memegang peranan penting dalam manajemen limbah karena metana
merupakan gas rumah kaca yang lebih berbahaya dalam pemanasan global bila
dibandingkan dengan karbon dioksida. Karbon dalam biogas merupakan karbon yang
diambil dari atmosfer oleh fotosintesis tanaman, sehingga bila dilepaskan lagi ke
atmosfer tidak akan menambah jumlah karbon diatmosfer bila dibandingkan dengan
pembakaran bahan bakar fosil.

Saat ini, banyak negara maju meningkatkan penggunaan biogas yang dihasilkan baik dari
limbah cair maupun limbah padat atau yang dihasilkan dari sistem pengolahan biologi
mekanis pada tempat pengolahan limbah.

[sunting] Gas landfill


Gas landfill adalah gas yang dihasilkan oleh limbah padat yang dibuang di landfill.
Sampah ditimbun dan ditekan secara mekanik dan tekanan dari lapisan diatasnya. Karena
kondisinya menjadi anaerobik, bahan organik tersebut terurai dan gas landfill dihasilkan.
Gas ini semakin berkumpul untuk kemudian perlahan-lahan terlepas ke atmosfer. Hal ini
menjadi berbahaya karena:

 dapat menyebabkan ledakan,

 pemanasan global melalui metana yang merupakan gas rumah kaca, dan

 material organik yang terlepas (volatile organic compounds) dapat


menyebabkan (photochemical smog)

[sunting] Rentang komposisi biogas umumnya


Komposisi biogas bervariasi tergantung dengan asal proses anaerobik yang terjadi. Gas
landfill memiliki konsentrasi metana sekitar 50%, sedangkan sistem pengolahan limbah
maju dapat menghasilkan biogas dengan 55-75%CH4 [1].

Komposisi biogas[2]

Komponen %
Metana (CH4) 55-75
Karbon dioksida (CO2) 25-45
Nitrogen (N2) 0-0.3
Hidrogen (H2) 1-5
Hidrogen sulfida (H2S) 0-3
Oksigen (O2) 0.1-0.5
[sunting] Kandungan energi
Nilai kalori dari 1 meter kubik Biogas sekitar 6.000 watt jam yang setara dengan
setengah liter minyak diesel. Oleh karena itu Biogas sangat cocok digunakan sebagai
bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan pengganti minyak tanah, LPG, butana,
batu bara, maupun bahan-bahan lain yang berasal dari fosil.

[sunting] Pupuk dari limbah biogas


Limbah biogas, yaitu kotoran ternak yang telah hilang gasnya (slurry) merupakan pupuk
organik yang sangat kaya akan unsur-unsur yang dibutuhkan oleh tanaman. Bahkan,
unsur-unsur tertentu seperti protein, selulose, lignin, dan lain-lain tidak bisa digantikan
oleh pupuk kimia. Pupuk organik dari biogas telah dicobakan pada tanaman jagung,
bawang merah dan padi.

[sunting] Siloksan dan gas engines (mesin berbahan


bakar gas)
Dalam beberapa kasus, gas landfill mengandung siloksan. Selama proses pembakaran,
silikon yang terkandung dalam siloksan tersebut akan dilepaskan dan dapat bereaksi
dengan oksigen bebas atau elemen-elemen lain yang terkandung dalam gas tersebut.
Akibatnya akan terbentuk deposit (endapan) yang umumnya mengandung silika (SiO2)
atau silikat (SixOy) , tetapi deposit tersebut dapat juga mengandung kalsium, sulfur
belerang, zinc (seng), atau fosfor. Deposit-deposit ini (umumnya berwarna putih) dapat
menebal hingga beberapa millimeter di dalam mesin serta sangat sulit dihilangkan baik
secara kimiawi maupun secara mekanik.

Pada internal combustion engines (mesin dengan pembakaran internal), deposit pada
piston dan kepala silinder bersifat sangat abrasif, hingga jumlah yang sedikit saja sudah
cukup untuk merusak mesin hingga perlu perawatan total pada operasi 5.000 jam atau
kurang. Kerusakan yang terjadi serupa dengan yang diakibatkan karbon yang timbul
selama mesin diesel bekerja ringan. Deposit pada turbin dari turbocharger akan
menurukan efisiensi charger tersebut.

Stirling engine lebih tahan terhadap siloksan, walaupun deposit pada tabungnya dapat
mengurangi efisiensi[3][4]

[sunting] Biogas terhadap gas alam


Jika biogas dibersihkan dari pengotor secara baik, ia akan memiliki karakteristik yang
sama dengan gas alam. JIka hal ini dapat dicapai, produsen biogas dapat menjualnya
langsung ke jaringan distribusi gas. Akan tetapi gas tersebut harus sangat bersih untuk
mencapai kualitas pipeline. Air (H2O), hidrogen sulfida (H2S) dan partikulat harus
dihilangkan jika terkandung dalam jumlah besar di gas tersebut. Karbon dioksida jarang
harus ikut dihilangkan, tetapi ia juga harus dipisahkan untuk mencapai gas kualitas
pipeline. JIka biogas harus digunakan tanpa pembersihan yang ektensif, biasanya gas ini
dicampur dengan gas alam untuk meningkatkan pembakaran. Biogas yang telah
dibersihkan untuk mencapai kualitas pipeline dinamakan gas alam terbaharui.

[sunting] Penggunaan gas alam terbaharui


Dalam bentuk ini, gas tersebut dapat digunakan sama seperti penggunaan gas alam.
Pemanfaatannya seperti distribusi melalui jaringan gas, pembangkit listrik, pemanas
ruangan dan pemanas air. Jika dikompresi, ia dapat menggantikan gas alam terkompresi
(CNG) yang digunakan pada kendaraan.

Dasar-Dasar
Teknologi Biogas
Biogas adalah gas mudah terbakar (flammable) yang dihasilkan dari proses fermentasi bahan-
bahan
organik oleh bakteri-bakteri anaerob (bakteri yang hidup dalam kondisi kedap udara). Pada
umumnya
semua jenis bahan organik bisa diproses untuk menghasilkan biogas, namun demikian hanya
bahan
organik (padat, cair) homogen seperti kotoran dan urine (air kencing) hewan ternak yang cocok
untuk
sistem biogas sederhana. Disamping itu juga sangat mungkin menyatukan saluran
pembuangan di
kamar mandi atau WC ke dalam sistem Biogas. Di daerah yang banyak industri pemrosesan
maka-
nan antara lain tahu, tempe, ikan pindang atau brem bisa menyatukan saluran limbahnya ke
dalam
sistem Biogas, sehingga limbah industri tersebut tidak mencemari lingkungan di sekitarnya.
Hal ini
memungkinkan karena limbah industri tersebut diatas berasal dari bahan organik yang homogen.

Jenis bahan organik yang diproses sangat mempengaruhi produktifitas sistem biogas disamping
pa-
rameter-parameter lain seperti temperatur digester, pH, tekanan dan kelembaban udara.

Salah satu cara menentuka bahan organik yang sesuai untuk menjadi bahan masukan sistem
Bio-
gas adalah dengan mengetahui perbandingan Karbon (C) dan Nitrogen (N) atau disebut rasio
C/N.
Beberapa percobaan yang telah dilakukan oleh ISAT menunjukkan bahwa aktifitas metabolisme
dari
bakteri methanogenik akan optimal pada nilai rasio C/N sekitar 8-20.
Kategori Kimia Lingkungan
Sampah Organik sebagai Bahan Baku Biogas
Oleh Beni Hermawan, Lailatul Q, Candrarini P, Sinly Evan P.

Jurusan Kimia FMIPA Univ. Lampung

Jika kita berjalan-jalan ke pasar tradisional, pastilah akan kita


jumpai sampah sayur-sayuran dan buah-buahan yang berton-ton
jumlahnya. Sebagaimana sampah-sampah organik lainnya seperti
kotoran ternak, ampas tebu, dan lain-lain, umumnya sampah organik tersebut tidak
banyak dimanfaatkan, tetapi dibiarkan menumpuk dan membusuk, sehingga dapat
menggangu pemandangan dan mencemari lingkungan. Salah satu cara penanggulangan
sampah organik yang potensial untuk dikembangkan di Indonesia adalah dengan
menerapkan teknologi anerobik untuk menghasilkan biogas.

Secara ilmiah, biogas yang dihasilkan dari sampah organik adalah gas yang mudah
terbakar (flammable). Gas ini dihasilkan dari proses fermentasi bahan-bahan organik oleh
bakteri anaerob (bakteri yang hidup dalam kondisi tanpa udara). Umumnya, semua jenis
bahan organik bisa diproses untuk menghasilkan biogas. Tetapi hanya bahan organik
homogen, baik padat maupun cair yang cocok untuk sistem biogas sederhana. Bila
sampah-sampah organik tersebut membusuk, akan dihasilkan gas metana (CH4) dan
karbondioksida (CO2). Tapi, hanya CH4 yang dimanfaatkan sebagai bahan bakar.
Umumnya kandungan metana dalam reaktor sampah organik berbeda-beda. Zhang et al.
1997 dalam penelitiannya, menghasilkan metana sebesar 50-80% dan karbondioksida 20-
50%. Sedangkan Hansen (2001) , dalam reaktor biogasnya mengandung sekitar 60-70%
metana, 30-40% karbon dioksida, dan gas-gas lain, meliputi amonia, hidrogen sulfida,
merkaptan (tio alkohol) dan gas lainnya. Tetapi secara umum rentang komposisi biogas
adalah sebagai berikut :
Tabel 1. Komposisi Biogas
Komponen %
Metana (CH4) 55-75
Karbon dioksida (CO2) 25-45
Nitrogen (N2) 0-0.3
Hidrogen (H2) 1-5
Hidrogen sulfida (H2S) 0-3
Oksigen (O2) 0.1-0.5

Dalam skala laboratorium, penelitian di bidang biogas tidak membutuhkan biaya yang
besar tetapi harus ditunjang dengan peralatan yang memadai. Perangkat utama yang
digunakan terutama adalah tabung digester, tabung penampung gas, pipa penyambung,
katup, dan alat untuk identifikasi gas. Untuk mengetahui terbentuk atau tidaknya biogas
dari reaktor, salah satu uji sederhana yang dapat dilakukan adalah dengan uji nyala.
Biogas dapat terbakar apabila mengandung kadar metana minimal 57% yang
menghasilkan api biru (Hammad et al., 1999). Sedangkan menurut Hessami (1996),
biogas dapat terbakar dengan baik jika kandungan metana telah mencapai minimal 60%.
Pembakaran gas metana ini selanjutnya menghasilkan api biru dan tidak mengeluarkan
asap.

Mekanisme Pembentukan Biogas


Sampah organik sayur-sayuran dan buah-buahan seperti layaknya kotoran ternak adalah
substrat terbaik untuk menghasilkan biogas (Hammad et al, 1999). Proses pembentukan
biogas melalui pencernaan anaerobik merupakan proses bertahap, dengan tiga tahap
utama, yakni hidrolisis, asidogenesis, dan metanogenesis. Tahap pertama adalah
hidrolisis, dimana pada tahap ini bahan-bahan organik seperti karbohidrat, lipid, dan
protein didegradasi oleh mikroorganisme hidrolitik menjadi senyawa terlarut seperti asam
karboksilat, asam keto, asam hidroksi, keton, alkohol, gula sederhana, asam-asam amino,
H2 dan CO2. Pada tahap selanjutnya yaitu tahap asidogenesis senyawa terlarut tersebut
diubah menjadi asam-asam lemak rantai pendek, yang umumnya asam asetat dan asam
format oleh mikroorganisme asidogenik. Tahap terakhir adalah metanogenesis, dimana
pada tahap ini asam-asam lemak rantai pendek diubah menjadi H2, CO2, dan asetat.
Asetat akan mengalami dekarboksilasi dan reduksi CO2, kemudian bersama-sama dengan
H2 dan CO2 menghasilkan produk akhir, yaitu metana (CH4) dan karbondioksida (CO2).

Pada dasarnya efisiensi produksi biogas sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor
meliputi : suhu, derajat keasaman (pH), konsentrasi asam-asam lemak volatil, nutrisi
(terutama nisbah karbon dan nitrogen), zat racun, waktu retensi hidrolik, kecepatan bahan
organik, dan konsentrasi amonia. Dari berbagai penelitian yang penulis peroleh, dapat
dirangkum beberapa kondisi optimum proses produksi biogas yaitu :

Tabel 2. Kondisi Optimum Produksi Biogas

Parameter Kondisi Optimum


Suhu 35oC
Derajat Keasaman 7 - 7,2
Nutrien Utama Karbon dan Nitrogen
Nisbah Karbon dan Nitrogen 20/1 sampai 30/1
Sulfida < 200 mg/L
Logam-logam Berat Terlarut < 1 mg/L
Sodium < 5000 mg/L
Kalsium < 2000 mg/L
Magnesium < 1200 mg/L
Amonia < 1700 mg/L

Parameter-parameter ini harus dikontrol dengan cermat supaya proses pencernaan


anaerobik dapat berlangsung secara optimal. Sebagai contoh pada derajat keasaman (pH),
pH harus dijaga pada kondisi optimum yaitu antara 7 - 7,2. Hal ini disebabkan apabila pH
turun akan menyebabkan pengubahan substrat menjadi biogas terhambat sehingga
mengakibatkan penurunan kuantitas biogas. Nilai pH yang terlalu tinggipun harus
dihindari, karena akan menyebabkan produk akhir yang dihasilkan adalah CO2 sebagai
produk utama. Begitupun dengan nutrien, apabila rasio C/N tidak dikontrol dengan
cermat, maka terdapat kemungkinan adanya nitrogen berlebih (terutama dalam bentuk
amonia) yang dapat menghambat pertumbuhan dan aktivitas bakteri.

Nilai Potensial Biogas

Biogas yang bebas pengotor (H2O, H2S, CO2, dan partikulat lainnya) dan telah mencapai
kualitas pipeline adalah setara dengan gas alam. Dalam bentuk ini, gas tersebut dapat
digunakan sama seperti penggunaan gas alam. Pemanfaatannya pun telah layak sebagai
bahan baku pembangkit listrik, pemanas ruangan, dan pemanas air. Jika dikompresi,
biogas dapat menggantikan gas alam terkompresi yang digunakan pada kendaraan. Di
Indonesia nilai potensial pemanfaatan biogas ini akan terus meningkat karena adanya
jumlah bahan baku biogas yang melimpah dan rasio antara energi biogas dan energi
minyak bumi yang menjanjikan.

Berdasarkan sumber Departemen Pertanian, nilai kesetaraan biogas dengan sumber


energi lain adalah sebagai berikut :

Tabel 3. Kesetaraan biogas dengan sumber energi lain

Bahan Bakar Jumlah


Biogas 1 m3
Elpiji 0,46 kg
Minyak tanah 0,62 liter
Minyak solar 0,52 liter
Bensin 0,80 liter
Gas kota 1,50 m3
Kayu bakar 3,50 kg
Penutup
Meskipun penelitian di bidang biogas bukanlah aspek baru dalam riset kimia, tetapi tidak
menutup kemungkinan akan adanya pengembangan dalam penyempurnaan teknologi
anaerobik untuk mendapatkan kuantitas dan kualitas biogas yang lebih baik. Setidaknya
beberapa misteri dalam bidang penelitian ini masih memerlukan pemikiran yang
mendalam untuk memperoleh jawabannya seperti penentuan bakteri anaerobik yang
paling baik, penentuan starter, pencarian bahan baku dan waktu optimum proses
anaerobik. Selain itu, penelitian dibidang ini termasuk gampang-gampang susah dalam
artian, meskipun secara terori dapat dihasilkan gas metana, tetapi dalam prakteknya
terkadang para peneliti hanya mendapatkan sedikit sekali gas metana bahkan tidak sama
sekali.

Sisi positif yang dapat kita ambil dari pengembangan teknologi anaerobik adalah bahwa
tidak ada sesuatu pun yang tidak bermanfaat di bumi ini bahkan sebuah sampah
sekalipun. Dengan teknologi anaerobik, selain memperoleh biogas, manfaat lainnya
adalah akan diperoleh pupuk organik dengan kualitas yang tinggi, yang sangat kaya akan
unsur-unsur yang dibutuhkan oleh tanaman. Bahkan, unsur-unsur tertentu seperti protein,
selulose, lignin, dan lain-lain yang tidak bisa digantikan oleh pupuk kimia.

Disarikan dari karya tulis ilmiah :


Beni Hermawan, Lailatul Qodriyah, dan Candrarini Puspita. 2007. Pemanfaatan Sampah
Organik sebagai Sumber Biogas Untuk Mengatasi Krisis Energi Dalam Negeri. Karya
Tulis Ilmiah Mahasiswa. Universitas Lampung. Bandar Lampung

energi ­ http://www.energi.lipi.go.id 
Biogas, Sumber Energi Alternatif
Burhani Rahman

Kelangkaan bahan bakar minyak, yang disebabkan oleh kenaikan harga minyak
dunia yang signifikan, telah mendorong pemerintah untuk mengajak
masyarakat mengatasi masalah energi bersama-sama (Kompas, 23 Juni 2005).

Kenaikan harga yang mencapai 58 dollar Amerika Serikat ini termasuk luar
biasa sebab biasanya terjadi saat musim dingin di negara-negara yang
mempunyai empat musim di Eropa dan Amerika Serikat. Masalah ini memang
pelik sebagaimana dikatakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam
pertemuan dengan para gubernur di Pontianak, Kalimantan Barat, tanggal 22
Juni 2005, dan mengajak masyarakat melakukan penghematan energi di
seluruh Tanah Air.

Penghematan ini sebetulnya harus telah kita gerakkan sejak dahulu karena
pasokan bahan bakar yang berasal dari minyak bumi adalah sumber energi
fosil yang tidak dapat diperbarui (unrenewable), sedangkan permintaan naik
terus, demikian pula harganya sehingga tidak ada stabilitas keseimbangan
permintaan dan penawaran. Salah satu jalan untuk menghemat bahan bakar
minyak (BBM) adalah mencari sumber energi alternatif yang dapat diperbarui
(renewable).

Kebutuhan bahan bakar bagi penduduk berpendapatan rendah maupun miskin,


terutama di pedesaan, sebagian besar dipenuhi oleh minyak tanah yang
memang dirasakan terjangkau karena disubsidi oleh pemerintah. Namun
karena digunakan untuk industri atau usaha lainnya, kadang-kadang terjadi
kelangkaan persediaan minyak tanah di pasar. Selain itu mereka yang tinggal
di dekat kawasan hutan berusaha mencari kayu bakar, baik dari ranting-
ranting kering dan tidak jarang pula menebangi pohon-pohon di hutan yang
terlarang untuk ditebangi, sehingga lambat laun mengancam kelestarian alam
di sekitar kawasan hutan.

Sebetulnya sumber energi alternatif cukup tersedia. Misalnya, energi matahari


di musim kemarau atau musim kering, energi angin dan air. Tenaga air
memang paling banyak dimanfaatkan dalam bentuk pembangkit listrik tenaga
air (PLTA), namun bagi sumber energi lain belum kelihatan secara signifikan.

Energi terbarukan lain yang dapat dihasilkan dengan teknologi tepat guna
yang relatif lebih sederhana dan sesuai untuk daerah pedesaan adalah energi
biogas dengan memproses limbah bio atau bio massa di dalam alat kedap
udara yang disebut digester. Biomassa berupa limbah dapat berupa kotoran
ternak bahkan tinja manusia, sisa-sisa panenan seperti jerami, sekam dan
daun-daunan sortiran sayur dan sebagainya. Namun, sebagian besar terdiri
atas kotoran ternak.

Teknologi biogas

Gas methan terbentuk karena proses fermentasi secara anaerobik (tanpa


udara) oleh bakteri methan atau disebut juga bakteri anaerobik dan bakteri
biogas yang mengurangi sampah-sampah yang banyak mengandung bahan
organik (biomassa) sehingga terbentuk gas methan (CH4) yang apabila dibakar
dapat menghasilkan energi panas. Sebetulnya di tempat-tempat tertentu
proses ini terjadi secara alamiah sebagaimana peristiwa ledakan gas yang
terbentuk di bawah tumpukan sampah di Tempat Pembuangan Sampah Akhir
(TPA) Leuwigajah, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, (Kompas, 17 Maret 2005).
Gas methan sama dengan gas elpiji (liquidified petroleum gas/LPG),
perbedaannya adalah gas methan mempunyai satu atom C, sedangkan elpiji
lebih banyak.

Kebudayaan Mesir, China, dan Roma kuno diketahui telah memanfaatkan gas
alam ini yang dibakar untuk menghasilkan panas. Namun, orang pertama yang
mengaitkan gas bakar ini dengan proses pembusukan bahan sayuran adalah
Alessandro Volta (1776), sedangkan Willam Henry pada tahun 1806
mengidentifikasikan gas yang dapat terbakar tersebut sebagai methan.
Becham (1868), murid Louis Pasteur dan Tappeiner (1882), memperlihatkan
asal mikrobiologis dari pembentukan methan.
Pada akhir abad ke-19 ada beberapa riset dalam bidang ini dilakukan. Jerman
dan Perancis melakukan riset pada masa antara dua Perang Dunia dan
beberapa unit pembangkit biogas dengan memanfaatkan limbah pertanian.
Selama Perang Dunia II banyak petani di Inggris dan benua Eropa yang
membuat digester kecil untuk menghasilkan biogas yang digunakan untuk
menggerakkan traktor. Karena harga BBM semakin murah dan mudah
memperolehnya pada tahun 1950-an pemakaian biogas di Eropa ditinggalkan.
Namun, di negara-negara berkembang kebutuhan akan sumber energi yang
murah dan selalu tersedia selalu ada. Kegiatan produksi biogas di India telah
dilakukan semenjak abad ke-19. Alat pencerna anaerobik pertama dibangun
pada tahun 1900. (FAO, The Development and Use of Biogas Technology in
Rural Asia, 1981).

Negara berkembang lainnya, seperti China, Filipina, Korea, Taiwan, dan Papua
Niugini, telah melakukan berbagai riset dan pengembangan alat pembangkit
gas bio dengan prinsip yang sama, yaitu menciptakan alat yang kedap udara
dengan bagian-bagian pokok terdiri atas pencerna (digester), lubang
pemasukan bahan baku dan pengeluaran lumpur sisa hasil pencernaan (slurry)
dan pipa penyaluran gas bio yang terbentuk.

Dengan teknologi tertentu, gas methan dapat dipergunakan untuk


menggerakkan turbin yang menghasilkan energi listrik, menjalankan kulkas,
mesin tetas, traktor, dan mobil. Secara sederhana, gas methan dapat
digunakan untuk keperluan memasak dan penerangan menggunakan kompor
gas sebagaimana halnya elpiji.

Alat pembangkit biogas

Ada dua tipe alat pembangkit biogas atau digester, yaitu tipe terapung
(floating type) dan tipe kubah tetap (fixed dome type). Tipe terapung
dikembangkan di India yang terdiri atas sumur pencerna dan di atasnya
ditaruh drum terapung dari besi terbalik yang berfungsi untuk menampung gas
yang dihasilkan oleh digester. Sumur dibangun dengan menggunakan bahan-
bahan yang biasa digunakan untuk membuat fondasi rumah, seperti pasir, batu
bata, dan semen. Karena dikembangkan di India, maka digester ini disebut
juga tipe India. Pada tahun 1978/79 di India terdapat l.k. 80.000 unit dan
selama kurun waktu 1980-85 ditargetkan pembangunan sampai 400.000 unit
alat ini.

Tipe kubah adalah berupa digester yang dibangun dengan menggali tanah
kemudian dibuat bangunan dengan bata, pasir, dan semen yang berbentuk
seperti rongga yang ketat udara dan berstruktur seperti kubah (bulatan
setengah bola). Tipe ini dikembangkan di China sehingga disebut juga tipe
kubah atau tipe China (lihat gambar). Tahun 1980 sebanyak tujuh juta unit alat
ini telah dibangun di China dan penggunaannya meliputi untuk menggerakkan
alat-alat pertanian dan untuk generator tenaga listrik. Terdapat dua macam
tipe ukuran kecil untuk rumah tangga dengan volume 6-10 meter kubik dan
tipe besar 60-180 meter kubik untuk kelompok.
India dan China adalah dua negara yang tidak mempunyai sumber energi
minyak bumi sehingga mereka sejak lama sangat giat mengembangkan
sumber energi alternatif, di antaranya biogas.

Di dalam digester bakteri-bakteri methan mengolah limbah bio atau biomassa


dan menghasilkan biogas methan. Dengan pipa yang didesain sedemikian
rupa, gas tersebut dapat dialirkan ke kompor yang terletak di dapur. Gas
tersebut dapat digunakan untuk keperluan memasak dan lain-lain. Biogas
dihasilkan dengan mencampur limbah yang sebagian besar terdiri atas kotoran
ternak dengan potongan-potongan kecil sisa-sisa tanaman, seperti jerami dan
sebagainya, dengan air yang cukup banyak.

Untuk pertama kali dibutuhkan waktu lebih kurang dua minggu sampai satu
bulan sebelum dihasilkan gas awal. Campuran tersebut selalu ditambah setiap
hari dan sesekali diaduk, sedangkan yang sudah diolah dikeluarkan melalui
saluran pengeluaran. Sisa dari limbah yang telah �?dicerna �? oleh bakteri
methan atau bakteri biogas, yang disebut slurry atau lumpur, mempunyai
kandungan hara yang sama dengan pupuk organik yang telah matang
sebagaimana halnya kompos sehingga dapat langsung digunakan untuk
memupuk tanaman, atau jika akan disimpan atau diperjualbelikan dapat
dikeringkan di bawah sinar matahari sebelum dimasukkan ke dalam karung.

Untuk permulaan memang diperlukan biaya untuk membangun pembangkit


(digester) biogas yang relatif besar bagi penduduk pedesaan. Namun sekali
berdiri, alat tersebut dapat dipergunakan dan menghasilkan biogas selama
bertahun-tahun. Untuk ukuran 8 meter kubik tipe kubah alat ini, cocok bagi
petani yang memiliki 3 ekor sapi atau 8 ekor kambing atau 100 ekor ayam di
samping juga mempunyai sumber air yang cukup dan limbah tanaman sebagai
pelengkap biomassa. Setiap unit yang diisi sebanyak 80 kilogram kotoran sapi
yang dicampur 80 liter air dan potongan limbah lainnya dapat menghasilkan 1
meter kubik biogas yang dapat dipergunakan untuk memasak dan penerangan.
Biogas cocok dikembangkan di daerah-daerah yang memiliki biomassa
berlimpah, terutama di sentra-sentra produksi padi dan ternak di Jawa Tengah,
Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Bali, dan lain-lain.

Pembangkit biogas juga cocok dibangun untuk peternakan sapi perah atau
peternakan ayam dengan mendesain pengaliran tinja ternak ke dalam digester.
Kompleks perumahan juga dapat dirancang untuk menyalurkan tinja ke tempat
pengolahan biogas bersama. Negara-negara maju banyak yang menerapkan
sistem ini sebagai bagian usaha untuk daur ulang dan mengurangi polusi dan
biaya pengelolaan limbah. Jadi dapat disimpulkan bahwa biogas mempunyai
berbagai manfaat, yaitu menghasilkan gas, ikut menjaga kelestarian
lingkungan, mengurangi polusi dan meningkatkan kebersihan dan kesehatan,
serta penghasil pupuk organik yang bermutu.

Untuk menuai hasil yang signifikan, memang diperlukan gerakan secara


massal, terarah, dan terencana meliputi pengembangan teknologi, penyuluhan,
dan pendampingan. Dalam jangka panjang, gerakan pengembangan biogas
dapat membantu penghematan sumber daya minyak bumi dan sumber daya
kehutanan. Mengenai pembiayaannya mungkin secara bertahap sebagian
subsidi BBM dialihkan untuk pembangunan unit-unit pembangkit biogas.
Melalui jalan ini, mungkin imbauan pemerintah mengajak masyarakat untuk
bersama-sama memecahkan masalah energi sebagian dapat direalisasikan.

Sumber : Kompas (8 Agustus 2005)

PEMANFAATAN BIOGAS SEBAGAI ENERGI


ALTERNATIF
Submitted by agungpambudi81 on Mon, 02/25/2008 - 22:37.

PEMANFAATAN BIOGAS SEBAGAI ENERGI ALTERNATIF

N. Agung Pambudi

Mahasiswa sekolah pascasarjana


Jurusan Teknik Mesin dan Industri
Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada
E-mail : agungpambudi81@yahoo.com

1. PENDAHULUAN
Beberapa tahun terakhir ini energi merupakan persoalan yang krusial didunia.
Peningkatan permintaan energi yang disebabkan oleh pertumbuhan populasi penduduk
dan menipisnya sumber cadangan minyak dunia serta permasalahan emisi dari bahan
bakar fosil memberikan tekanan kepada setiap negara untuk segera memproduksi dan
menggunakan energi terbaharukan. Selain itu, peningkatan harga minyak dunia hingga
mencapai 100 U$ per barel juga menjadi alasan yang serius yang menimpa banyak
negara di dunia terutama Indonesia.
Lonjakan harga minyak dunia akan memberikan dampak yang besar bagi pembangunan
bangsa Indonesia. Konsumsi BBM yang mencapai 1,3 juta/barel tidak seimbang dengan
produksinya yang nilainya sekitar 1 juta/barel sehingga terdapat defisit yang harus
dipenuhi melalui impor. Menurut data ESDM (2006) cadangan minyak Indonesia hanya
tersisa sekitar 9 milliar barel. Apabila terus dikonsumsi tanpa ditemukannya cadangan
minyak baru, diperkirakan cadangan minyak ini akan habis dalam dua dekade
mendatang.
Untuk mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar minyak pemerintah telah
menerbitkan Peraturan presiden republik Indonesia nomor 5 tahun 2006 tentang
kebijakan energi nasional untuk mengembangkan sumber energi alternatif sebagai
pengganti bahan bakar minyak. Kebijakan tersebut menekankan pada sumber daya yang
dapat diperbaharui sebagai altenatif pengganti bahan bakar minyak
Salah satu sumber energi alternatif adalah biogas. Gas ini berasal dari berbagai macam
limbah organik seperti sampah biomassa, kotoran manusia, kotoran hewan dapat
dimanfaatkan menjadi energi melalui proses anaerobik digestion. Proses ini merupakan
peluang besar untuk menghasilkan energi alternatif sehingga akanmengurangi dampak
penggunaan bahan bakar fosil

2. ANAEROBIK DIGESTION
Biogas merupakan sebuah proses produksi gas bio dari material organik dengan bantuan
bakteri. Proses degradasi material organik ini tanpa melibatkan oksigen disebut anaerobik
digestion Gas yang dihasilkan sebagian besar (lebih 50 % ) berupa metana. material
organik yang terkumpul pada digester (reaktor) akan diuraiakan menjadi dua tahap
dengan bantuan dua jenis bakteri. Tahap pertama material orgranik akan didegradasi
menjadi asam asam lemah dengan bantuan bakteri pembentuk asam. Bakteri ini akan
menguraikan sampah pada tingkat hidrolisis dan asidifikasi. Hidrolisis yaitu penguraian
senyawa kompleks atau senyawa rantai panjang seperti lemak, protein, karbohidrat
menjadi senyawa yang sederhana. Sedangkan asifdifikasi yaitu pembentukan asam dari
senyawa sederhana.

Setelah material organik berubah menjadi asam asam, maka tahap kedua dari proses
anaerobik digestion adalah pembentukan gas metana dengan bantuan bakteri pembentuk
metana seperti methanococus, methanosarcina, methano bacterium.

Perkembangan proses Anaerobik digestion telah berhasil pada banyak aplikasi. Proses ini
memiliki kemampuan untuk mengolah sampah / limbah yang keberadaanya melimpah
dan tidak bermanfaat menjadi produk yang lebih bernilai. Aplikasi anaerobik digestion
telah berhasil pada pengolahan limbah industri, limbah pertanian limbah peternakan dan
municipal solid waste (MSW).

3. SEJARAH BIOGAS
Sejarah penemuan proses anaerobik digestion untuk menghasilkan biogas tersebar di
benua Eropa. Penemuan ilmuwan Volta terhadap gas yang dikeluarkan di rawa-rawa
terjadi pada tahun 1770, beberapa dekade kemudian, Avogadro mengidentifikasikan
tentang gas metana. Setelah tahun 1875 dipastikan bahwa biogas merupakan produk dari
proses anaerobik digestion. Tahun 1884 Pasteour melakukan penelitian tentang biogas
menggunakan kotoran hewan. Era penelitian Pasteour menjadi landasan untuk penelitian
biogas hingga saat ini.

4. KOMPOSISI BIOGAS
Biogas sebagian besar mengandung gs metana (CH4) dan karbon dioksida (CO2), dan
beberapa kandungan yang jumlahnya kecil diantaranya hydrogen sulfida (H2S) dan
ammonia (NH3) serta hydrogen dan (H2), nitrogen yang kandungannya sangat kecil.

Energi yang terkandung dalam biogas tergantung dari konsentrasi metana (CH4).
Semakin tinggi kandungan metana maka semakin besar kandungan energi (nilai kalor)
pada biogas, dan sebaliknya semakin kecil kandungan metana semakin kecil nilai kalor.
Kualitas biogas dapat ditingkatkan dengan memperlakukan beberapa parameter yaitu :
Menghilangkan hidrogen sulphur, kandungan air dan karbon dioksida (CO2). Hidrogen
sulphur mengandung racun dan zat yang menyebabkan korosi, bila biogas mengandung
senyawa ini maka akan menyebabkan gas yang berbahaya sehingga konsentrasi yang di
ijinkan maksimal 5 ppm. Bila gas dibakar maka hidrogen sulphur akan lebih berbahaya
karena akan membentuk senyawa baru bersama-sama oksigen, yaitu sulphur dioksida
/sulphur trioksida (SO2 / SO3). senyawa ini lebih beracun. Pada saat yang sama akan
membentuk Sulphur acid (H2SO3) suatu senyawa yang lebih korosif. Parameter yang
kedua adalah menghilangkan kandungan karbon dioksida yang memiliki tujuan untuk
meningkatkan kualitas, sehingga gas dapat digunakan untuk bahan bakar kendaraan.
Kandungan air dalam biogas akan menurunkan titik penyalaan biogas serta dapat
menimbukan korosif

5. REAKTOR BIOGAS
Ada beberapa jenis reactor biogas yang dikembangkan diantaranya adalah reactor jenis
kubah tetap (Fixed-dome), reactor terapung (Floating drum), raktor jenis balon, jenis
horizontal, jenis lubang tanah, jenis ferrocement. Dari keenam jenis digester biogas yang
sering digunakan adalah jenis kubah tetap (Fixed-dome) dan jenis Drum mengambang
(Floating drum). Beberapa tahun terakhi ini dikembangkan jenis reactor balon yang
banyak digunakan sebagai reactor sedehana dalam skala kecil.
1. Reaktor kubah tetap (Fixed-dome)

Gambar 1. Jenis digester kubah tetap (fixed-dome)

Reaktor ini disebut juga reaktor china. Dinamakan demikian karena reaktor ini dibuat
pertama kali di chini sekitar tahun 1930 an, kemudian sejak saat itu reaktor ini
berkembang dengan berbagai model. Pada reaktor ini memiliki dua bagian yaitu digester
sebagai tempat pencerna material biogas dan sebagai rumah bagi bakteri,baik bakteri
pembentuk asam ataupun bakteri pembentu gas metana. bagian ini dapat dibuat dengan
kedalaman tertentu menggunakan batu, batu bata atau beton. Strukturnya harus kuat
karna menahan gas aga tidak terjadi kebocoran. Bagian yang kedua adalah kubah tetap
(fixed-dome). Dinamakan kubah tetap karena bentunknya menyerupai kubah dan bagian
ini merupakan pengumpul gas yang tidak bergerak (fixed). Gas yang dihasilkan dari
material organik pada digester akan mengalir dan disimpan di bagian kubah.

Keuntungan dari reaktor ini adalah biaya konstruksi lebih murah daripada menggunaka
reaktor terapung, karena tidak memiliki bagian yang bergerak menggunakan besi yang
tentunya harganya relatif lebih mahal dan perawatannya lebih mudah. Sedangkan
kerugian dari reaktor ini adalah seringnya terjadi kehilangan gas pada bagian kubah
karena konstruksi tetapnya.

2. Reaktor floating drum

Reaktor jenis terapung pertama kali dikembangkan di india pada tahun 1937 sehingga
dinamakan dengan reaktor India. Memiliki bagian digester yang sama dengan reaktor
kubah, perbedaannya terletak pada bagian penampung gas menggunakan peralatan
bergerak menggunakan drum. Drum ini dapat bergerak naik turun yang berfungsi untuk
menyimpan gas hasil fermentasi dalam digester. Pergerakan drum mengapung pada
cairan dan tergantung dari jumlah gas yang dihasilkan.
Keuntungan dari reaktor ini adalah dapat melihat secara langsung volume gas yang
tersimpan pada drum karena pergerakannya. Karena tempat penyimpanan yang terapung
sehingga tekanan gas konstan. Sedangkan kerugiannya adalah biaya material konstruksi
dari drum lebih mahal. faktor korosi pada drum juga menjadi masalah sehingga bagian
pengumpul gas pada reaktor ini memiliki umur yang lebih pendek dibandingkan
menggunakan tipe kubah tetap.

3. Reaktor balon

Reaktor balon merupakan jenis reaktor yang banyak digunakan pada skala rumah tangga
yang menggunakan bahan plastik sehingga lebih efisien dalam penanganan dan
perubahan tempat biogas. reaktor ini terdiri dari satu bagian yang berfungsi sebagai
digester dan penyimpan gas masing masing bercampur dalam satu ruangan tanpa sekat.
Material organik terletak dibagian bawah karena memiliki berat yang lebih besar
dibandingkan gas yang akan mengisi pada rongga atas.

6. KONSERVASI ENERGI
Konversi limbah melalui proses anaerobik digestion dengan menghasilkan biogas
memiliki beberapa keuntungan, yaitu :
- biogas merupakan energi tanpa menggunakan material yang masih memiliki manfaat
termasuk biomassa sehingga biogas tidak merusak keseimbangan karbondioksida yang
diakibatkan oleh penggundulan hutan (deforestation) dan perusakan tanah.
- Energi biogas dapat berfungsi sebagai energi pengganti bahan bakar fosil sehingga akan
menurunkan gas rumah kaca di atmosfer dan emisi lainnya.
- Metana merupakan salah satu gas rumah kaca yang keberadaannya duatmosfer akan
meningkatkan temperatur, dengan menggunakan biogas sebagai bahan bakar maka akan
mengurangi gas metana di udara.
- Limbah berupa sampah kotoran hewan dan manusia merupakan material yang tidak
bermanfaaat, bahkan bisa menngakibatkan racun yang sangat berbahaya. Aplikasi
anaerobik digestion akan meminimalkan efek tersebut dan meningkatkan nilai manfaat
dari limbah.
- Selain keuntungan energy yang didapat dari proses anaerobik digestion dengan
menghasilkan gas bio, produk samping seperti sludge. Meterial ini diperoleh dari sisa
proses anaerobik digestion yang berupa padat dan cair. Masing-masing dapat digunakan
sebagai pupuk berupa pupuk cair dan pupuk padat.

7. KESIMPULAN
Harga bahan bakar minyak yang makin meningkat dan ketersediaannya yang makin
menipis serta permasalahan emisi gas rumah kaca merupakan masalah yang dihadapi
oleh masyarakat global. Upaya pencarian akan bahan bakar yang lebih ramah terhadap
lingkungan dan dapat diperbaharui merupakan solusi dari permasalahan energi tersebut.
Untuk itu indonesia yang memiliki potensi luas wilayah yang begitu besar, diharapkan
untuk segera mengaplikasi bahan bakar nabati. Biogas merupakan gas yang dihasilkan
dari proses anaerobik digestion dan memiliki prosepek sebagai energi pengganti bahan
bakar fosil yang keberadaaanya makin
8. DAFTAR PUSTAKA

Singh, R.K and Misra, 2005, Biofels from Biomass, Department of Chemical
Engineering National Institue of Technology, Rourkela

Presiden Republik Indonesia, 2006, Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 5


Tahun 2006 Tentang Kebijakan Energi Nasional, Jakarta

Prihandana, R. dkk, 2007, Meraup Untung dari Jarak Pagar, Jakarta , P.T Agromedia
Pustaka

Tim Nasional Pengembangan BBN, 2007, BBN, Bahan Bakar Alternatif dari Tumbuhan
Sebagai Pengganti Minyak Bumi

Daugherty E.C, 2001, Biomass Energy Systems Efficiency:Analyzed through a Life


Cycle Assessment, Lund Univesity.

Instruksi Presiden, Instruksi Preiden No 1 tahun 2006 tertanggal 25 januari 2006 tentang
penyediaan dan pemanfaatan bahan bakar nabati (biofuels), sebagai energi alternative,
Jakarta.

Direktorat Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi, 2004, Potensi energi terbaharukan di
Indonesia, Jakarta

Artikel Iptek - Bidang Energi dan Sumber Daya Alam


Reaktor Biogas Skala Kecil/Menengah (Bagian Pertama)
Oleh Yuli Setyo Indartono

Krisis energi yang dipicu naiknya harga minyak dunia (pernah mencapai US$
70/barrel) tak pelak turut menghimpit kehidupan masyarakat berbagai lapisan di
Indonesia. Hal ini semakin menyadarkan berbagai kalangan di tanah air bahwa
ketergantungan terhadap BBM secara perlahan perlu dikurangi. Buruknya pengaruh
pembakaran BBM ke lingkungan juga menjadi faktor pendorong pencarian dan
pengembangan energi alternatif non BBM.

Dalam situasi semacam ini; pencarian, pengembangan, dan penyebaran teknologi energi
non BBM yang ramah lingkungan menjadi penting, terutama ditujukan pada kalangan
miskin sebagai golongan yang paling terkena dampak kenaikan BBM. Salah satu
teknologi energi yang sesuai dengan persyaratan tersebut adalah teknologi biogas.

Reaktor biogas bukanlah teknologi baru. Sejak tahun 1970 an, Denmark telah melakukan
riset, pengembangan, dan aplikasi teknologi ini; mereka tercatat memiliki 20 instalasi
pengolahan biogas tersentralisasi (centralized plant) dan 35 instalasi farming plant
(Raven dkk, 2005). China juga telah membangun 7 juta unit reaktor biogas pada tahun
1980 an, sedangkan India juga mencanangkan tak kurang dari 400,000 reaktor biogas
pada kurun waktu yang sama (Rahman, 2005).

Dari lamanya pengembangan dan aplikasi teknologi biogas di dunia, dapat dikatakan
bahwa teknologi ini sudah cukup mapan dan terbukti dapat memproduksi energi non
BBM yang sekaligus ramah lingkungan.

Terdapat beberapa teknologi yang dapat digunakan untuk mengkonversi limbah (organik)
menjadi energi, diantaranya: pembakaran langsung, konversi kimia, dan konversi biologi.
Diantara teknologi tersebut, biogas (konversi biologi) termasuk teknologi yang memiliki
efisiensi tinggi karena residu proses biogas juga dapat dimanfaatkan sebagai pupuk
berkualitas tinggi. Tanpa keterlibatan teknologi pengolahan sampah, methana hasil
penguraian limbah secara natural akan terlepas (dan mencemari) atmosfer tanpa
termanfaatkan (catatan; methana termasuk dalam gas rumah kaca). Dari sudut pandang
itulah dapat disimpulkan bahwa teknologi biogas termasuk teknologi ramah lingkungan.

Tulisan ini bermaksud menguraikan prinsip teknologi biogas yang berfokus pada aplikasi
skala kecil/menengah yang dibagi menjadi dua bagian. Pada bagian pertama ini
difokuskan pada prinsip kerja dan jenis reaktor biogas. Sedangkan pada bagian kedua
akan ditulis tentang komponen utama reaktor biogas dan contoh penerapannya secara
sederhana.

Prinsip Kerja Reaktor Biogas

Teknologi biogas pada dasarnya memanfaatkan proses pencernaan yang dilakukan oleh
bakteri methanogen yang produknya berupa gas methana (CH4). Gas methana hasil
pencernaan bakteri tersebut bisa mencapai 60% dari keseluruhan gas hasil reaktor biogas,
sedangkan sisanya didominasi CO2. Bakteri ini bekerja dalam lingkungan yang tidak ada
udara (anaerob), sehingga proses ini juga disebut sebagai pencernaan anaerob (anaerob
digestion).

Bakteri methanogen akan secara natural berada dalam limbah yang mengandung bahan
organik, seperti kotoran binatang, manusia, dan sampah organik rumah tangga.
Keberhasilan proses pencernaan bergantung pada kelangsungan hidup bakteri
methanogen di dalam reaktor, sehingga beberapa kondisi yang mendukung
berkembangbiaknya bakteri ini di dalam reaktor perlu diperhatikan, misalnya temperatur,
keasaman, dan jumlah material organik yang hendak dicerna.

Tahap lengkap pencernaan material organik adalah sebagai berikut (Wikipedia, 2005):
1. Hidrolisis. Pada tahap ini, molekul organik yang komplek diuraikan menjadi bentuk
yang lebih sederhana, seperti karbohidrat (simple sugars), asam amino, dan asam lemak.
2. Asidogenesis. Pada tahap ini terjadi proses penguraian yang menghasilkan amonia,
karbon dioksida, dan hidrogen sulfida.
3. Asetagenesis. Pada tahap ini dilakukan proses penguraian produk acidogenesis;
menghasilkan hidrogen, karbon dioksida, dan asetat.
4. Methanogenesis. Ini adalah tahapan terakhir dan sekaligus yang paling menentukan,
yakni dilakukan penguraian dan sintesis produk tahap sebelumnya untuk menghasilkan
gas methana (CH4). Hasil lain dari proses ini berupa karbon dioksida, air, dan sejumlah
kecil senyawa gas lainnya.

Di dalam reaktor biogas, terdapat dua jenis bakteri yang sangat berperan, yakni bakteri
asam dan bakteri methan. Kedua jenis bakteri ini perlu eksis dalam jumlah yang
berimbang. Kegagalan reaktor biogas bisa dikarenakan tidak seimbangnya populasi
bakteri methan terhadap bakteri asam yang menyebabkan lingkungan menjadi sangat
asam (pH kurang dari 7) yang selanjutnya menghambat kelangsungan hidup bakteri
methan (Garcelon dkk).

Keasaman substrat/media biogas dianjurkan untuk berada pada rentang pH 6.5 s/d 8
(Garcelon dkk). Bakteri methan ini juga cukup sensitif dengan temperatur. Temperatur 35
o
C diyakini sebagai temperatur optimum untuk perkembangbiakan bakteri methan
(Garcelon dkk).

Jenis reaktor biogas

Dilihat dari sisi konstruksinya, pada umumnya reaktor biogas bisa digolongkan dalam
dua jenis, yakni fixed dome dan floating drum.

Fixed dome mewakili konstruksi reaktor yang memiliki volume tetap sehingga produksi
gas akan meningkatkan tekanan di dalam reaktor. Sedangkan floating drum berarti ada
bagian pada konstruksi reaktor yang bisa bergerak untuk menyesuaikan dengan kenaikan
tekanan reaktor. Pergerakan bagian reaktor tersebut juga menjadi tanda telah dimulainya
produksi gas di dalam reaktor biogas.

Bila dilihat dari aliran bahan baku (limbah), reaktor biogas juga bisa dibagi dua, yakni
tipe batch (bak) dan continuous (mengalir).

Pada tipe bak, bahan baku reaktor ditempatkan di dalam wadah (ruang tertentu) dari awal
hingga selesainya proses pencernaan. Ini hanya umum digunakan pada tahap eksperimen
untuk mengetahui potensi gas dari suatu jenis limbah organik. Sedangkan pada jenis
mengalir, ada aliran bahan baku masuk dan residu keluar pada selang waktu tertentu.
Lamanya (waktu) bahan baku berada di dalam reaktor biogas disebut sebagai waktu
retensi hidrolik (hydraulic retention time/HTR).

HTR dan kontak antara bahan baku dengan bakteri asam/methan, merupakan dua faktor
penting yang berperan dalam reaktor biogas (Karim dkk, 2005). Skema reaktor biogas
jenis fixed dome dan floating drum dapat dilihat pada gambar berikut ini:
Gambar 1. Skema reaktor biogas untuk kotoran hewan jenis fixed dome (kiri) dan
floating drum (kanan)

Dari Gambar 1, dapat dilihat bahwa kedua jenis konstruksi reaktor biogas tersebut tidak
jauh berbeda, keduanya memiliki komponen tangki utama, saluran slurry masuk dan
residu keluar, separator (optional), dan saluran gas keluar. Perbedaan yang ada antara
keduanya adalah pada bagian pengumpul gasnya (gas collector).

Pada konstruksi fixed dome, gas yang terbentuk akan langsung disalurkan ke pengumpul
gas di luar reaktor berupa kantung yang berbentuk balon (akan mengembang bila
tekanannya naik).

Pada reaktor biogas jenis fixed dome, perlu diberikan katup pengaman untuk membatasi
tekanan maksimal reaktor sesuai dengan kekuatan konstruksi reaktor dan tekanan
hidrostatik slurry di dalam reaktor. Katup pengaman yang sederhana dapat dibuat dengan
mencelupkan bagian pipa terbuka ke dalam air pada ketinggian tertentu seperti dapat
dilihat pada gambar berikut ini:

Gambar 2. Katup pengaman tekanan sederhana

Pada Gambar 2 ditunjukkan skema katup pengaman tekanan sederhana. Katup pengaman
ini terutama penting untuk reaktor biogas jenis fixed dome. Prinsip kerja katup pengaman
berikut konsekuensi yang perlu diperhatikan pada reaktor biogas akan dijelaskan pada
bagian komponen reaktor. Sedangkan pada jenis floating drum, pengumpul gas berada
dalam satu kesatuan dengan reaktor itu sendiri. Produksi gas akan ditandai dengan
naiknya floating drum. Katup gas bisa dibuka untuk menyalurkan gas ke kompor bila
floating drum sudah terangkat.

Yuli Setyo Indartono, mahasiswa doktoral di Graduate School of Science and


Technology, Kobe University, Jepang dan Peneliti ISTECS Japan. Email:
indartono@yahoo.com

Infrastruktur Pembangkit Biogas - PART1


Article taken from Manglayang.blogsome.com

. PENDAHULUAN

Ketika seseorang berbicara mengenai biogas, biasanya yang dimaksud adalah gas yang
dihasilkan oleh proses biologis yang anaerob (tanpa bersentuhan dengan oksigen bebas)
yang terdiri dari kombinasi methane (CH4), karbon dioksida (CO2), Air dalam bentuk
uap (H20), dan beberapa gas lain seperti hidrogen sulfida (H2S), gas nitrogen (N2), gas
hidrogen (H2) dan jenis gas lainnya dalam jumlah kecil.
Secara lebih singkat, biogas dapat diartikan sebagai “gas yang diproduksi oleh
makhluk hidup”.

Dalam artikel seri pertama ini penulis tidak akan menceritakan mengenai konsep konsep
yang melatarbelakangi biogas secara mendalam untuk menghindari terlihat seperti text-
book :). Akan tetapi disini penulis akan menceritakan dan mendokumentasikan
pengalaman penulis mengenai pembuatan dan instalasi pembangkit (digester) biogas di
areal Manglayang Farm yang menggunakan bahan baku kotoran sapi seperti yang telah
penulis lakukan.

Pembangkit yang kami buat adalah pembangkit biogas terbuat dari plastik polyethylene
tubular dengan tipe pembangkit horizontal continous feed, biasa disebut juga tipe plug-
flow, atau terkadang disebut juga sebagai model Vietnam karena dikembangkan terakhir
disana.

Pertimbangan kami mengadopsi tipe ini adalah: a. Biaya relatif rendah b. Instalasi relatif
mudah c. Bahan serta alat yang digunakan dapat ditemukan di sekitar kota Bandung.

Ada banyak tipe pembangkit biogas yang telah diciptakan dan dikembangkan. Tidak
kurang dari Kolombia, Etiopia, Tanzania, Vietnam dan Kamboja telah mengembangkan
pembangkit dengan harga murah, dengan tujuan utama mereduksi biaya produksi dengan
menggunakan bahan bahan baku yang tersedia di lokal dan instalasi dan proses operasi
yang sederhana. (Botero dan preston 1987; Solarte 1995; Chater 1986; Sarwatt et al 1995;
Soeurn 1994; Khan 1996).
Model yang digunakan ini berbasis dari model “red mud PVC” yang dikembangkan oleh
Taiwan seperti dijelaskan oleh Pound et al (1981) yang kemudian lebih disederhanakan
lagi oleh Preston dan kawan kawan untuk pertama kali di Etiopia (Preston unpubl.), dan
Kolombia (Botero dan Preston 1987) dan terakhir dikembangkan di Vietnam (Bui Xuan
An et al 1994).

Tujuan utama kami melakukan instalasi pembangkit biogas di areal Manglayang Farm
adalah bukan pencapaian produksi gas yang maksimal. Namun selain sebagai proses
pembelajaran teknologi, juga untuk mendapatkan hasil keluaran dari pembangkit biogas
yang merupakan pupuk organik dengan kualitas baik.

2. PERSIAPAN INFRASTRUKTUR PEMBANGKIT

Mari kita lihat konsep dasar alur proses produksi biogas.

Gambar 1: Diagram Alur Proses produksi biogas

Tahapan awal adalah mempersiapkan bahan baku organik yang dapat dicerna oleh bakteri
dan mikroorganisme yang ada didalam pembangkit biogas. Dalam hal ini karena instalasi
biogas dilakukan di areal peternakan sapi perah, bahan baku utama yang digunakan
adalah kotoran sapi. Perlu diketahui, bahwa apabila yang menjadi tujuan utama dari
instalasi biogas adalah pencapaian produksi gas yang optimal, kotoran sapi bukan bahan
baku yang baik.

Tahap selanjutnya adalah yang kami sebut dengan fase input. Di dalam fase ini dilakukan
pengolahan terhadap bahan baku agar dapat memenuhi persyaratan yang telah kami
tentukan sebelumnya yaitu:

a. Filtrasi pertama.
Target dari penyaringan ini adalah bahan baku tidak mengandung serat yang terlalu kasar.
Serat kasar disini berarti sampah sampah atau kotoran kandang selain kotoran ternak,
seperti batang dan daun keras, sisa batang rumput dan kotoran lainnya yang sebagian
besar adalah sisa sisa pakan ternak yang terlalu kasar. Hal ini dapat menimbulkan
scum/buih dan residu di dalam pembangkit yang dapat mengurangi kinerja dari
pembangkit itu sendiri.

b. Pencampuran dengan air dan pengadukan.


Dilakukan pencampuran kotoran sapi dan air. Air sangat dibutuhkan oleh mikroorganisme
di dalam pembangkit sebagai media transpor. Oleh karenanya tahapan ini cukup krusial
mengingat campuran yang terlalu encer atau terlalu kental dapat mengganggu kinerja
pembangkit dan menyulitkan dalam penanganan effluent (hasil keluaran pembangkit
biogas). Sebagai panduan dasar, campuran yang baik berkisar antara 7% - 9% bahan
padat. Disini juga dilakukan pengadukan agar campuran bahan organik – air dapat
tercampur dengan homogen.

c. Filtrasi kedua
Target kami dengan melakukan penyaringan tahap kedua adalah untuk memisahkan
kotoran sapi sebagai bahan baku organik pembangkit dengan bahan anorganik lain yang
lolos di saringan tahap pertama terutama pasir dan batu batu kecil. Proses ini cukup
penting mengingat kandungan bahan anorganik (pasir) di dalam pembangkit tidak dapat
dicerna oleh bakteri dan dapat menyebabkan residu di dasar pembangkit.

d. Pemasukkan bahan organik


Kami membuat semacam katup/keran sederhana agar proses pemasukkan bahan organik
kedalam pembangkit dapat dilakukan dengan semudah mungkin.

Memang cukup banyak parameter parameter yang perlu diperhatikan dalam pembuatan
pembangkit biogas ini (parameter dan syarat syarat lain seperti temperatur, rasio karbon –
nitrogen, derajat keasaman dan lainnya mudah mudahan dapat kami singgung di tulisan
selanjutnya). Nampaknya hal hal inilah yang menjadi kendala operasi dalam
pemasyarakatan dan penggunaan pembangkit biogas secara masal di banyak negara.

Target kami dalam melakukan desain pembangkit dan infrastruktur ini adalah pengerjaan
dan operasi dapat dilakukan oleh anak kandang atau pegawai kebun. Sehingga proses
proses yang rumit ini harus dibuat sesederhana mungkin dan tidak menambah beban
pekerjaan pegawai lebih banyak.
2.1 BAK MIXER

Di dalam bak ini kotoran ternak dicampur dengan air untuk kemudian dialirkan menuju
pembangkit. Ukuran bak pencampur yang kami buat adalah 50x50x50cm sehingga
volume yang dapat ditampung dengan kapasitas maksimum 80% bak adalah 100 liter.
Desain bak permanen dengan bahan semen dan batu bata.

Gambar 2: Bak mixer

Bak mixer ini memiliki celah miring di kedua sisinya sebagai tumpuan filter/screen untuk
memisahkan serat yang terlalu kasar. Screen ini dapat diangkat untuk dibersihkan.

Gambar 3: Bak mixer dengan screen terpasang


Screen terbuat dari kawat ayam dengan mesh +/- 1cm. Sebelumnya kami sudah mencoba
dengan mesh yang lebih rapat, namun ternyata kotoran sapi tidak dapat lewat mesh
tersebut. Dengan mesh 1cm inipun kami masih merasa terlalu rapat. Pada gambar terlihat
bahwa serat yang kasar tersangkut pada screen.

Desain ini kami anggap masih belum cukup baik, karena untuk melakukan penyaringan,
masih diperlukan effort yang besar untuk mengayak kotoran tersebut.

Gambar 4: Proses pengayakan kotoran, masih membutuhkan usaha yang cukup keras.

Di bagian belakang bak ini (arah kiri pada gambar 4) terdapat 1 buah lubang (¾”) untuk
overflow apabila air terlalu penuh atau apabila bak terisi air hujan. Kemudian 1 lubang
lagi (2”) untuk pencucian/drainase dan 1 lubang (PVC 4”) dengan sumbat untuk
pengaliran bahan baku ke dalam pembangkit.

2.2 PARIT PEMBANGKIT

Pembangkit yang terbuat dari plastik polyethylene kami tempatkan semi-underground,


setengah terkubur di dalam tanah. Untuk itu perlu dibuatkan semacam parit sebagai
wadah agar pembangkit yang berbentuk tubular dapat disimpan dengan baik.
Parit ini berukuran panjang 6m, lebar atas 95cm, lebar bawah 75cm, tinggi di ujung input
adalah 85cm, dan tinggi di ujung output 95cm. Untuk lebih jelas, perhatikan skema
berikut.
Gambar 5: Skema parit pembangkit.
(1) Dimensi Parit. (2). Bentuk parit yang cekung pada dasar, membentuk mangkok.

Dimensi parit yang dibuat sangat tergantung pada dimensi pembangkit yang akan dibuat
dan tentu ukuran plastik polyethylene (PE) yang tersedia di pasaran. Kami menggunakan
plastik PE dengan lebar bentang 150cm, sehingga apabila membentuk tubular,
diameternya sekitar 95cm. Kapasitas pembangkit yang kami buat kurang lebih 4000 liter.
Parit ini memiliki inklinasi sekitar 2 – 3 derajat turun mengarah ke lubang output.
Inklinasi ini dibuat untuk memaksimalkan volume pembangkit yang dapat diisi oleh
bahan baku.

Setelah dilakukan penggalian parit, pembentukan dinding parit dapat dilakukan dengan
campuran semen-tanah, semen-batu bata, atau seperti yang kami lakukan, menggunakan
campuran air dan tanah saja. Hal ini dilakukan untuk menekan biaya produksi. Tanah
galian dicampur dengan air dan diaduk aduk dengan cara di injak injak hingga didapatkan
tanah yang memiliki tekstur liat. Setelahnya dengan menggunakan sendok tembok dapat
dibuat dinding, persis seperti menembok dengan semen. Cara ini sangat murah dan
sederhana, namun memang dari sisi ketahanan tidak baik, karena pengaruh suhu, dan
campuran yang tidak homogen dinding tanah akan mudah retak dan pecah. Dinding ini
perlu kami buat karena lokasi pembangkit berada di tanah urugan, sebaiknya memang
parit dibuat di tanah bukan urugan, sehingga pembuatan dinding dapat memanfaatkan
kekerasan tanah yang ada.
Gambar 7: Parit pembangkit, sudah
dibuatkan tiang tiang untuk atap

Gambar 6: Parit pembangkit, bagian atas adalah


bak mixer.
Seperti terlihat pada gambar, bagian atas parit untuk sementara ditutupi dengan bekas
karung agar tidak pecah sebelum kantung plastik pembangkit masuk ke dalamnya. Yang
perlu diperhatikan juga adalah kerataan permukaan pinggir dan dasar parit. Pastikan tidak
ada batu atau akar yang tersisa yang dapat melukai kantung plastik. Selain itu buatkan
selokan kecil di sekeliling parit agar air tidak masuk ke dalam instalasi pembangkit.

Wednesday, September 19, 2007


Bio Gas

Biogas adalah gas yang dihasilkan oleh aktifitas anaerobik atau fermentasi dari bahan-bahan organik
termasuk diantaranya; kotoran manusia dan hewan, limbah domestik (rumah tangga), sambah
biodegradable atau setiap limbah organik yang biodegradable dalam kondisi anaerobik. Kandungan utama
dalam biogas adalah metana dan karbon dioksida.

Biogas dapat digunakan sebagai bahan bakar kendaraan maupun untuk menghasilkan listrik.
Biogas yang dihasilkan oleh aktifitas anaerobik sangat populer digunakan untuk mengolah limbah
biodegradable karena bahan bakar dapat dihasilkan sambil menghancurkan bakteri patogen dan sekaligus
mengurangi volume limbah buangan. Metana dalam biogas, bila terbakar akan relatif lebih bersih daripada
batu bara, dan menghasilkan energi yang lebih besar dengan emisi karbon dioksida yang lebih sedikit.
Pemanfaatan biogas memegang
peranan penting dalam manajemen limbah karena metana merupakan gas rumah kaca yang lebih berbahaya
dalam pemanasan global bila dibandingkan dengan karbon dioksida. Karbon dalam biogas merupakan
karbon yang diambil dari atmosfer oleh fotosintesis tanaman, sehingga bila dilepaskan lagi ke atmosfer
tidak akan menambah jumlah karbon diatmosfer bila dibandingkan dengan pembakaran bahan bakar fosil.

Saat ini, banyak negara maju meningkatkan penggunaan biogas yang dihasilkan baik dari limbah cair
maupun limbah padat atau yang dihasilkan dari sistem pengolahan biologi mekanis pada tempat
pengolahan limbah.

Gas landfill adalah gas yang


dihasilkan oleh limbah padat yang dibuang di landfill. Sampah ditimbun dan ditekan secara mekanik dan
tekanan dari lapisan diatasnya. Karena kondisinya menjadi anaerobik, bahan organik tersebut terurai dan
gas landfill dihasilkan. Gas ini semakin berkumpul untuk kemudian perlahan-lahan terlepas ke atmosfer.
Hal ini menjadi berbahaya karena:
1. dapat menyebabkan ledakan,
2. pemanasan global melalui metana yang merupakan gas rumah kaca, dan
3. material organik yang terlepas (volatile organic compounds) dapat menyebabkan (photochemical smog) .

Komposisi biogas bervariasi tergantung dengan asal proses anaerobik yang terjadi. Gas landfill memiliki
konsentrasi metana sekitar 50%, sedangkan sistem pengolahan limbah maju dapat menghasilkan biogas
dengan 55-75%CH4 .

Nilai kalori dari 1 meter kubik Biogas sekitar 6.000 watt jam yang setara dengan setengah liter minyak
diesel. Oleh karena itu Biogas sangat cocok digunakan sebagai bahan bakar alternatif yang ramah
lingkungan pengganti minyak tanah, LPG, butana, batu bara, maupun bahan-bahan lain yang berasal dari
fosil.

Limbah biogas, yaitu kotoran ternak yang telah hilang gasnya (slurry) merupakan pupuk organik yang
sangat kaya akan unsur-unsur yang dibutuhkan oleh tanaman. Bahkan, unsur-unsur tertentu seperti protein,
selulose, lignin, dan lain-lain tidak bisa digantikan oleh pupuk kimia. Pupuk organik dari biogas telah
dicobakan pada tanaman jagung, bawang merah dan padi.

Dalam
beberapa kasus, gas landfill mengandung siloksan. Selama proses pembakaran, silikon yang terkandung
dalam siloksan tersebut akan dilepaskan dan dapat bereaksi dengan oksigen bebas atau elemen-elemen lain
yang terkandung dalam gas tersebut. Akibatnya akan terbentuk deposit (endapan) yang umumnya
mengandung silika (SiO2) atau silikat (SixOy) , tetapi deposit tersebut dapat juga mengandung kalsium,
sulfur belerang, zinc (seng), atau fosfor. Deposit-deposit ini (umumnya berwarna putih) dapat menebal
hingga beberapa millimeter di dalam mesin serta sangat sulit dihilangkan baik secara kimiawi maupun
secara mekanik.

Pada internal combustion engines (mesin dengan pembakaran internal), deposit pada piston dan
kepala silinder bersifat sangat abrasif, hingga jumlah yang sedikit saja sudah cukup untuk merusak mesin
hingga perlu perawatan total pada operasi 5.000 jam atau kurang. Kerusakan yang terjadi serupa dengan
yang diakibatkan karbon yang timbul selama mesin diesel bekerja ringan. Deposit pada turbin dari
turbocharger akan menurukan efisiensi charger tersebut.
Stirling engine lebih tahan terhadap siloksan, walaupun deposit pada tabungnya dapat mengurangi efisiensi.

Anda mungkin juga menyukai