Anda di halaman 1dari 3

Stimulus Kontrol dalam Modifikasi Perilaku

Sponsors Link
Stimulus kontrol mungkin merupakan istilah yang cukup asing bagi orang-orang yang tidak
mempelajari psikologi. Namun, dalam dunia psikologi istilah ini pasti cukup familiar.
ads

Dalam psikologi behavioral, stimulus kontrol adalah sebuah fenomena yang terjadi ketika seorang
individu berperilaku tertentu karena adanya stimulus yang diberikan dan berperilaku berbeda ketika
stimulus tersebut tidak ada. Stimulus apapun yang mampu memodifikasi perilaku disebut
discriminative stimulus.

Stimulus kontrol dalam perilaku terjadi ketika munculnya perilaku tertentu dikendalikan oleh
keberadaan atau ketidakadaan discriminative stimulus ini.

Keberadaan stimulus kontrol dibutuhkan untuk bisa memicu respon yang diharapkan ketika stimulus
yang telah terkontrol diberikan. Misalnya, stimulus berupa lampu merah yang mengharapkan adanya
respon berupa menghentikan kendaraan. Keberadaan lampu merah merupakan stimulus yang
sengaja dibuat oleh pengendali lalu lintas untuk membuat lalu lintas menjadi teratur. Berikut ini akan
dibahas 10 stimulus kontrol dalam modifikasi perilaku yang dapat diketahui:

1. Pelatihan diskriminasi stimulus

Pelatihan diskriminasi, atau discrimination training, adalah dasar dari stimulus kontrol operan. Dalam
hal ini, kontrol stimulus dapat berkembang karena perilaku diperkuat di depan stimulus tertentu saja.
Perilaku ini akan terus muncul di masa depan hanya jika stimulus kontrol yang diberikan telah ada
terlebih dahulu.

Dalam pelatihan diskriminasi stimulus ini terdapat dua langkah yang terlibat. Langkah yang pertama
adalah keberadaan stimulus diskriminasi (SD) yang membuat perilaku menjadi lebih kuat. Langkah
kedua adalah ketika ada stimulus lain yang muncul namun SD tidak ada, perilaku menjadi tidak
diperkuat. Selama pelatihan diskrimasi, setiap kemunculan stimulus tanpa ada perilaku yang
diperkuat disebut S-delta.

2. S Delta

S Delta adalah stimulus yang muncul ketika perilaku tidak mengalami penguatan. Dalam pelatihan
diskriminasi, perilaku diperkuat ketika perilaku tersebut muncul dengan adanya stimulus diskriminasi,
namun tidak muncul ketika ada S Delta ini. (Baca juga: Prinsip Dasar Dalam Modifikasi Perilaku)

3. Stimulus Class

Stimulus class adalah kumpulan dari stimulus yang memiliki efek fungsional yang sama dalam
sebuah perilaku tertentu. sebagai contoh adalah kumpulan beberapa stimulus yang bisa berfungsi
sebagai sebuah stimulus diskriminasi untuk perilaku tertentu. (Baca juga: Hubungan Perilaku Dengan
Kebiasaan)

4. Antecedent Stimulus

Antecedent stimulus adalah stimulus yang ada di organisme untuk menunjukkan perilaku yang telah
diperlajari. Ketika sebuah organisme atau individu merasakan antecedent stimulus, dia akan memberi
respon yang akan memaksimalkan konsekuensi yang memperkuatnya dan meminimalisir
konsekuensi berupa hukuman.
5. Stimulus diskriminasi pelatihan dan hukuman

Stimulus diskriminasi juga bisa terjadi dengan pemberian hukuman. Ketika sebuah perilaku diberi
hukuman di depan individua tau organisme yang diberi stimulus, maka perilaku tersebut akan
menurun, bahkan berhenti di masa depan, meskipun stimulus yang sama dia dapatkan kembali.

Namun, hal ini tidak berarti perilaku tersebut hilang sepenuhnya. Bisa saja perilaku yang diberi
hukuman kembali muncul di masa depan ketika terdapat stimulus lain yang dirasakan. Sebagai
contoh, Anda mungkin tetap akan mengulangi memakan makanan terlalu panas, meski sebelumnya
Anda telah melakukan kesalahan hingga membakar lidah Anda dengan sup mendidih. (Baca
juga: Teknik Dalam Modifikasi Perilaku)

6. Kontingensi tiga jangka

Menurut seorang tokoh psikologi bernama Skinner (1969), pelatihan diskriminasi melibatkan
kontingensi tiga jangka, yaitu konsekuensi yang memperkuat memiliki ketergantungan terhadap
terjadinya perilaku hanya di depan stimulus yang spesifik.

Dalam kontingensi tiga jangka, ada keterlibatan hubungan antara stimulus, perilaku dan konsekuensi
yang terjadi akibat perilaku. Para analis perilaku sering menyebut hal ini sebagai kontingensi ABC
(Antecedent, Behavior, Consequences) dari perilaku. (Baca juga: Pendekatan Behavioral dalam
Psikologi Klinis)

7. Stimulus kontrol penelitian

Stimulus kontrol dalam modifikasi perilaku berikutnya adalah stimulus kontrol penelitian. Artinya telah
ada prinsip kontrol stimulus yang dibentuk dan dilakukan eksplorasi pengaplikasiannya untuk bisa
mengubah perilaku atau kebiasaan seseorang.

Sebagai contoh adalah Azrin dan Powell (1968) yang melakukan penelitian untuk mengubah perilaku
atau kebiasaan perokok berat. Perokok berat ini dibuat untuk mengurangi konsumsi rokok mereka per
hari. Caranya adalah dengan mengunci jangka waktu kapan perokok bisa mendapatkan sebatang
rokok.

Kontrol stimulus yang diberikan adalah ketika terdapat sinyal tertentu (SD), di saat itulah perokok
dapat mengambil sebatang rokok. Maka, ketika sinyal SD tidak ada, perokok tidak mendapat penguat
untuk mendapatkan rokok. (Baca juga: Jenis-jenis Metode Penelitian dalam Psikologi Perkembangan)

8. Stimulus kontrol dan aturan

Seperti yang sempat dibahas sebelumnya, stimulus kontrol bisa terjadi saat perilaku tertentu
diperkuat dengan keberadaan SD dan perilaku pada akhirnya akan muncul ketika ada SD tersebut.

Umumnya, penguatan perilaku bisa terjadi setelah diberi SD beberapa kali sebelum akhirnya kontrol
stimulus mengalami pengembangan. Namun, sebenarnya penguatan perilaku dapat dipercepat
dengan pemberian aturan tertentu.

Baca juga:

 Macam Pola Asuh Anak menurut Psikologi


 Peran Sekolah dalam Pendidikan Karakter Anak

Aturan adalah sebuah pernyataan lisan yang mendefinisikan kontingensi, yaitu menyebutkan
keadaan peserta ketika perilaku akan diperkuat. Misalnya adalah yang dilakukan oleh Tiger dan
Hanley (2004) ketika melakukan penelitian tentang pengaruh aturan terhadap perilaku anak
prasekolah dalam ‘meminta perhatian’.
Dalam hal ini, anak-anak prasekolah diberi aturan hanya akan mendapat perhatian guru ketika
mereka memakai lei berwarna di lehernya. Maka, lei adalah SD dan mendapatkan perhatian
merupakan penguat perilaku. (Baca juga: Penerapan Disiplin pada Anak Usia Dini)

9. Stimulus generalisasi

Setelah adanya stimulus diskriminasi, stimulus yang sama ditemukan untuk membangkitkan respons
yang terkontrol. Stimulus ini disebut dengan stimulus generalisasi. Ketika stimulus menjadi semakin
tidak mirip dengan stimulus diskriminasi, kekuatan respon semakin menurun. Pengukuran terhadap
respon ini disebut sebagai gradien generalisasi.

Sebuah percobaan yang dilakukan oleh Hanson (1959) menyediakan contoh awal yang berpengaruh
di antara banyaknya eksperimen yang mengeksplorasi fenomena generalisasi. Misalnya, pada kasus-
kasus tertentu, terdapat kondisi antecedent, dimana perilaku diperkuat atau terhenti akibat extinction
atau punishment adalah spesifik, namun pada kasus lainnya kondisi antecedent ini meluas dan
mejadi bervariasi. (Baca juga: Contoh Generalisasi Dalam Modifikasi Perilaku)

10. Matching to sample

Dalam tugas matching to sample yang khas, sebuah stimulus disajikan di satu lokasi (sebai contoh)
dan subjek memilih stimulus di lokasi lain yang cocok dengan contoh yang diberikan, misalnya
memilih objek berdasarkan warna yang sama atau bentuk yang sama.

Namun, dalam prosedur pencocokan yang berbeda, subjek akan diminta untuk memilih objek yang
tidak sama dengan contoh. Hal ini disebut sebagai diskriminasi kondisional karena stimulus yang
diberi respon tergantung pada sample atau contoh yang diberikan.

Demikian pembahasan mengenali 10 stimulus kontrol dalam modifikasi perilaku. Dengan


memahaminya, kita akan lebih mudah untuk mencoba teknik-teknik modifikasi perilaku yang ada.
Semoga artikel ini bermanfaat, ya!

Anda mungkin juga menyukai