Anda di halaman 1dari 10

TEORI PAVLOV

Menurut buku Slavin yang berjudul "Educational Psychology: Theory and Practice", teori
belajar Pavlov atau dikenal juga dengan teori kondisioning klasik adalah suatu teori yang
menjelaskan bagaimana perilaku dapat dipelajari melalui asosiasi stimulus dengan respon
yang terjadi secara otomatis.
Teori ini berdasarkan pada eksperimen yang dilakukan oleh Ivan Pavlov, seorang ahli
fisiologi Rusia, yang menunjukkan bahwa anjing dapat belajar untuk mengasosiasikan suara
lonceng (stimulus netral) dengan makanan (stimulus tak bersyarat) sehingga anjing akan
mulai mengeluarkan air liur (respon tak bersyarat) setiap kali mendengar suara lonceng.
Dalam konteks pembelajaran, teori belajar Pavlov menyatakan bahwa suatu perilaku dapat
dipelajari melalui pengulangan asosiasi stimulus dengan respon yang diinginkan. Sebagai
contoh, dalam pembelajaran bahasa, seorang siswa dapat belajar untuk mengasosiasikan
kata dengan artinya melalui pengulangan asosiasi kata dengan artinya dalam konteks yang
tepat.
Namun, teori belajar Pavlov juga memiliki keterbatasan dalam menjelaskan proses
pembelajaran manusia yang lebih kompleks, seperti proses pemecahan masalah dan
pengambilan keputusan yang melibatkan proses kognitif yang lebih tinggi.
Menurut Pavlov, pembelajaran terjadi ketika stimulus yang semula tidak berarti (yang
disebut stimulus netral) dihubungkan dengan stimulus yang menghasilkan respons (yang
disebut stimulus tak bersyarat) sehingga stimulus netral tersebut mulai memicu respons
yang sama (yang disebut respons terkondisi).
Dalam buku "Educational Psychology: Theory and Practice" karya Robert E. Slavin, teori
belajar Pavlov dijelaskan secara rinci dengan menyoroti beberapa konsep penting:
Stimulus Tak Bersyarat (UCS): Merupakan stimulus yang secara alami menimbulkan respons
tertentu tanpa pembelajaran atau pelatihan sebelumnya. Contohnya, makanan adalah UCS
yang menghasilkan respons rasa lapar.
Respons Tak Bersyarat (UCR): Merupakan respons alami yang ditimbulkan oleh stimulus tak
bersyarat. Contohnya, respons rasa lapar ketika melihat makanan.
Stimulus Netral (NS): Merupakan stimulus yang tidak menimbulkan respons tertentu
sebelum diberikan beberapa pengalaman pembelajaran atau pelatihan. Contohnya, bunyi
bel yang sebelumnya tidak menimbulkan respons tertentu.
Stimulus Terkondisi (CS): Merupakan stimulus yang awalnya adalah stimulus netral, tetapi
setelah dikondisikan dengan stimulus tak bersyarat, mulai menimbulkan respons yang sama.
Contohnya, bunyi bel yang sekarang menimbulkan respons lapar karena selalu diikuti
dengan pemberian makanan.
Respons Terkondisi (CR): Merupakan respons yang ditimbulkan oleh stimulus terkondisi
setelah dilakukan pembelajaran atau pelatihan. Contohnya, respons lapar ketika mendengar
bunyi bel yang sebelumnya hanya stimulus netral.
Menurut teori belajar Pavlov, pembelajaran terjadi ketika stimulus netral (NS) dihubungkan
dengan stimulus tak bersyarat (UCS) sehingga menghasilkan stimulus terkondisi (CS) yang
kemudian menghasilkan respons terkondisi (CR). Proses ini disebut kondisioning klasik atau
pembelajaran asosiasi. Kondisioning klasik juga dapat dipelajari melalui beberapa prinsip,
seperti generalisasi, diskriminasi, dan ekstinsi.

TEORI SKINNER
Menurut buku "Educational Psychology: Theory and Practice" karya Robert Slavin, teori
belajar Skinner adalah teori yang mengemukakan bahwa tingkah laku dapat dipelajari
melalui penguatan atau hukuman. Skinner berpendapat bahwa perilaku yang diperkuat
(rewarded) akan cenderung diulang, sedangkan perilaku yang dihukum (punished) akan
cenderung dihindari.
Skinner juga mengemukakan bahwa pembelajaran dapat terjadi melalui penguatan positif,
penguatan negatif, hukuman positif, atau hukuman negatif. Penguatan positif adalah
pemberian hadiah atau penghargaan terhadap suatu perilaku yang diinginkan. Penguatan
negatif adalah penghapusan atau mengurangi stimulus negatif terhadap perilaku yang
diinginkan. Hukuman positif adalah memberikan konsekuensi yang tidak menyenangkan
terhadap perilaku yang tidak diinginkan, sedangkan hukuman negatif adalah penghapusan
stimulus yang menyenangkan terhadap perilaku yang tidak diinginkan.
Selain itu, Skinner juga mengemukakan bahwa dalam pembelajaran, penting untuk
memperhatikan jadwal penguatan atau hukuman. Ada empat jenis jadwal penguatan atau
hukuman yaitu jadwal penguatan tetap (fixed), jadwal penguatan variabel (variable), jadwal
hukuman tetap (fixed), dan jadwal hukuman variabel (variable). Jadwal penguatan atau
hukuman yang tepat dapat mempengaruhi keefektifan pembelajaran.
Namun, kritik terhadap teori Skinner adalah bahwa teori ini cenderung mengabaikan faktor-
faktor psikologis seperti motivasi dan kognisi dalam pembelajaran. Teori Skinner juga dikritik
karena menganggap bahwa individu hanya merespons stimulus yang ada tanpa
mempertimbangkan faktor-faktor internal yang mempengaruhi tingkah laku.
Berikut ini adalah penjelasan singkat tentang teori belajar Skinner menurut buku tersebut:
Prinsip dasar Skinner tentang belajar adalah bahwa perilaku seseorang dipengaruhi oleh
konsekuensi atau akibat yang terjadi setelah perilaku tersebut. Jika akibat dari suatu
perilaku menyenangkan, maka kemungkinan perilaku itu akan diulang kembali. Jika
akibatnya menyakitkan, maka kemungkinan perilaku tersebut tidak akan diulang kembali.
Skinner juga memperkenalkan konsep penguatan (reinforcement) sebagai cara untuk
meningkatkan frekuensi suatu perilaku. Penguatan positif adalah ketika seseorang diberi
hadiah atau imbalan setelah melakukan perilaku tertentu. Penguatan negatif adalah ketika
seseorang dihapuskan atau menghindari sesuatu yang tidak diinginkan setelah melakukan
perilaku tertentu.
Skinner juga menekankan pentingnya kondisi lingkungan dalam membentuk perilaku.
Menurutnya, perilaku seseorang dipengaruhi oleh kondisi lingkungan seperti stimulus
(pemicu) dan konteks yang menyertainya.
Skinner juga memperkenalkan konsep pembentukan perilaku (shaping), yaitu proses
memperkuat perilaku yang semakin mendekati perilaku yang diinginkan. Dengan
menguatkan perilaku yang semakin dekat dengan perilaku yang diinginkan, kita dapat
membentuk perilaku yang spesifik.
Skinner juga mengakui peran penting kebebasan dalam belajar. Menurutnya, seseorang
belajar secara efektif ketika diberi kebebasan untuk bereksplorasi dan mengeksperimen
dengan lingkungan sekitarnya.

TEORI THORNDIKE
Menurut Robert Slavin, Thorndike's Theory of Learning dapat dijelaskan melalui empat
prinsip dasar:
Prinsip Kesiapan (Readiness Principle): Kesiapan individu untuk belajar sangat penting dalam
proses belajar. Menurut Thorndike, individu yang siap belajar akan lebih mudah menyerap
informasi dan memperoleh hasil yang baik dalam belajar.
Prinsip Latihan (Exercise Principle): Latihan yang terus-menerus dapat meningkatkan
keterampilan dan kemampuan individu dalam belajar. Semakin sering latihan dilakukan,
semakin baik hasilnya.
Prinsip Efek (Effect Principle): Hasil yang diperoleh dari suatu tindakan atau perilaku dapat
mempengaruhi kemungkinan tindakan atau perilaku tersebut dilakukan di masa depan.
Dengan kata lain, jika individu mendapatkan penghargaan dari perilaku yang baik, mereka
lebih cenderung untuk mengulang perilaku tersebut di masa depan. Sebaliknya, jika individu
mendapatkan hukuman atau konsekuensi negatif dari perilaku yang buruk, mereka
cenderung menghindari perilaku tersebut di masa depan.
Prinsip Asosiasi (Association Principle): Menurut prinsip asosiasi, individu cenderung
mengaitkan stimulus dengan respons. Dalam hal ini, stimulus merujuk pada informasi atau
situasi yang diberikan kepada individu, sementara respons merujuk pada tindakan atau
perilaku yang dilakukan oleh individu. Semakin sering stimulus dan respons dihubungkan,
semakin kuat asosiasi antara keduanya, sehingga individu lebih mudah mempelajari dan
mengingat informasi tersebut.
Menurut buku "Educational Psychology: Theory and Practice" karya Robert Slavin, teori
belajar Thorndike atau disebut juga "teori koneksiisme" memiliki beberapa prinsip dasar
yang harus dipahami, yaitu:
Hukum efek
Hukum efek menjelaskan bahwa perilaku yang diikuti oleh konsekuensi yang menyenangkan
cenderung diperkuat, sementara perilaku yang diikuti oleh konsekuensi yang tidak
menyenangkan cenderung dihambat. Dalam hal ini, konsekuensi atau hasil dari suatu
perilaku akan mempengaruhi kemungkinan terulangnya perilaku tersebut di masa depan.
Hukum latihan
Hukum latihan menyatakan bahwa semakin sering suatu respons terjadi dalam suatu situasi
tertentu, semakin kuat asosiasi antara situasi dan respons tersebut. Artinya, semakin sering
seseorang melatih suatu keterampilan, semakin baik dia akan menjadi dalam melakukan
keterampilan tersebut.
Hukum kesiapan
Hukum kesiapan mengatakan bahwa seseorang lebih cenderung untuk belajar ketika dia
siap untuk belajar. Kesiapan dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti motivasi, kecerdasan,
dan pengalaman sebelumnya.
Hukum kesamaan
Hukum kesamaan mengatakan bahwa semakin mirip dua situasi, semakin besar
kemungkinan bahwa respons yang sama akan terjadi pada kedua situasi tersebut. Misalnya,
jika seseorang belajar untuk mengemudi mobil, kemampuan tersebut kemungkinan akan
dapat diterapkan pada mobil yang berbeda dengan mudah.
Hukum harmoni
Hukum harmoni menyatakan bahwa jika dua respons memiliki konsekuensi yang sama,
maka mereka akan lebih cenderung untuk saling terkait. Dalam hal ini, jika dua keterampilan
memiliki hasil yang sama, maka akan lebih mudah bagi seseorang untuk belajar
keterampilan tersebut secara bersamaan.
Dalam teori belajar Thorndike, pembelajaran terjadi melalui proses penghubungan antara
stimulus dan respons. Ketika seseorang melakukan respons yang tepat dalam situasi
tertentu, asosiasi antara situasi dan respons tersebut diperkuat, sehingga respons tersebut
lebih mungkin terulang pada situasi serupa di masa depan.

TEORI PIAGET
Menurut buku "Educational Psychology: Theory and Practice" karya Robert Slavin, teori
belajar Piaget memiliki beberapa prinsip utama, yaitu:
Konstruktivisme
Piaget percaya bahwa pembelajaran adalah proses konstruksi dan rekonstruksi
pengetahuan. Anak-anak menciptakan pemahaman baru dengan memadukan informasi
baru dengan yang sudah ada dalam pikiran mereka.
Tahap perkembangan
Teori Piaget menyatakan bahwa anak-anak mengalami tahap-tahap perkembangan kognitif
yang berbeda sepanjang hidup mereka. Setiap tahap memengaruhi cara mereka belajar dan
memahami dunia.
Proses biologis dan lingkungan
Piaget percaya bahwa proses biologis dan lingkungan berperan penting dalam
pengembangan kognitif. Anak-anak memiliki kemampuan alami untuk belajar dan
memahami, tetapi lingkungan juga dapat memengaruhi bagaimana anak-anak
mengembangkan pemahaman mereka.
Kesalahan dan kesalahpahaman
Piaget percaya bahwa kesalahan dan kesalahpahaman adalah bagian alami dari proses
belajar anak-anak. Anak-anak belajar dari kesalahan mereka dan mampu mengubah
pemahaman mereka untuk memperbaiki kesalahan tersebut.
Perkembangan moral
Piaget juga menekankan bahwa anak-anak mengalami perkembangan moral yang berbeda
seiring bertambahnya usia. Pada tahap-tahap awal, anak-anak melihat dunia dari perspektif
diri sendiri, tetapi pada tahap yang lebih tinggi, mereka mulai mempertimbangkan
perspektif orang lain.
Dalam teori Piaget, terdapat empat tahap perkembangan kognitif, yaitu:
Tahap operasi konkret
Tahap ini terjadi pada usia 7-12 tahun. Pada tahap ini, anak-anak mulai menggunakan logika
konkret untuk memahami dunia di sekitar mereka.
Tahap operasi formal
Tahap ini terjadi pada usia 12 tahun atau lebih. Pada tahap ini, anak-anak mulai
menggunakan logika formal untuk memahami dunia di sekitar mereka dan mampu
mempertimbangkan banyak aspek yang berbeda dalam suatu situasi.
Tahap praoperasional
Tahap ini terjadi pada usia 2-7 tahun. Pada tahap ini, anak-anak mulai menggunakan simbol
dan bahasa untuk memahami dunia di sekitar mereka.
Tahap sensorimotor
Tahap ini terjadi pada usia 0-2 tahun. Pada tahap ini, anak-anak mulai mengembangkan
keterampilan motorik dan mulai memahami hubungan antara tindakan mereka dan dunia di

TEORI VYGOTSKY
Teori belajar Vygotsky didasarkan pada konsep Zona Proximal Pembangunan (ZPD) dan
pemikiran bahwa pengalaman sosial memainkan peran penting dalam perkembangan
kognitif seseorang. Menurut Vygotsky, individu belajar melalui interaksi dengan orang lain
yang lebih ahli dalam suatu bidang.
Dalam bukunya yang berjudul "Educational Psychology: Theory and Practice", Robert Slavin
memberikan gambaran rinci tentang teori belajar Vygotsky. Berikut adalah beberapa poin
penting dari bukunya:
Zona Proximal Pembangunan (ZPD) adalah konsep kunci dalam teori Vygotsky. ZPD adalah
jarak antara tingkat perkembangan aktual individu dan tingkat perkembangan potensialnya
dengan bantuan seseorang yang lebih ahli.
Vygotsky berpendapat bahwa individu belajar melalui interaksi sosial, baik dengan orang
dewasa maupun dengan teman sebaya. Karena itu, Vygotsky menekankan pentingnya
kolaborasi dan kerja sama dalam pembelajaran.
Vygotsky mengemukakan konsep "scaffolding" atau penyediaan bantuan dalam
pembelajaran. Scaffolding adalah strategi pembelajaran di mana orang dewasa atau yang
lebih ahli memberikan bantuan secara bertahap kepada individu yang sedang belajar,
sehingga individu tersebut dapat mencapai tingkat pemahaman yang lebih tinggi.
Vygotsky menganggap bahasa sebagai alat utama dalam pembelajaran dan berpendapat
bahwa bahasa memainkan peran penting dalam pengembangan pemikiran dan
pengetahuan seseorang.
Vygotsky juga menekankan pentingnya pengalaman konkret dalam pembelajaran.
Menurutnya, pengalaman konkret dapat membantu individu untuk memahami konsep-
konsep abstrak dengan lebih baik.
Vygotsky juga berpendapat bahwa individu belajar secara aktif dan terlibat dalam proses
pembelajaran. Oleh karena itu, pembelajaran harus dirancang agar memungkinkan individu
untuk berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran.
Vygotsky juga mengemukakan bahwa pembelajaran tidak hanya terbatas pada kelas atau
sekolah. Menurutnya, individu juga belajar melalui pengalaman sosial yang terjadi di luar
kelas, seperti pengalaman di keluarga, masyarakat, dan budaya.
Itulah beberapa poin penting dari teori belajar Vygotsky menurut buku "Educational
Psychology: Theory and Practice" karya Robert Slavin. Teori ini memberikan pemahaman
tentang pentingnya interaksi sosial dan pengalaman konkret dalam pembelajaran.

TEORI GAGNE
Teori Belajar Pemrosesan Informasi adalah sebuah teori yang berfokus pada proses kognitif
manusia dalam memproses informasi sebagai dasar dari proses belajar. Teori ini pertama
kali diusulkan oleh Gagne pada tahun 1965, dan kemudian diembangkan oleh Anderson
pada tahun 1976 dan Rumelhart pada tahun 1980.
Menurut buku Slavin, ada empat tahap dalam proses belajar pemrosesan informasi:
Pengodean (Encoding): Proses di mana informasi disimpan dalam memori jangka pendek
(short-term memory) dengan mengubah informasi tersebut menjadi bentuk yang dapat
diproses oleh otak. Pengodean dapat dilakukan melalui berbagai cara seperti melalui
pengulangan, mengelompokkan informasi, atau membuat asosiasi dengan informasi yang
sudah diketahui sebelumnya.
Pengintegrasian (Integration): Proses di mana informasi yang baru dipelajari dihubungkan
dengan pengetahuan yang sudah ada di dalam memori jangka panjang (long-term memory).
Pengintegrasian dapat dilakukan melalui menghubungkan informasi baru dengan konsep-
konsep yang sudah ada atau menghubungkan dengan pengalaman sehari-hari.
Pengambilan Keputusan (Decision Making): Proses di mana informasi yang sudah dipelajari
dianalisis dan diproses untuk diambil keputusan atau tindakan yang tepat. Proses ini
melibatkan evaluasi informasi, memilih solusi terbaik, dan mengambil tindakan yang tepat.
Penguatan (Reinforcement): Proses di mana hasil dari tindakan yang diambil dievaluasi
untuk menentukan apakah tindakan tersebut efektif atau tidak. Jika tindakan efektif, maka
akan memperkuat koneksi di antara konsep-konsep yang terkait dalam memori jangka
panjang. Jika tindakan tidak efektif, maka akan mencari cara alternatif untuk mencapai
tujuan yang diinginkan.
Dalam teori belajar pemrosesan informasi, juga terdapat beberapa prinsip belajar yang
dapat membantu meningkatkan efektivitas belajar, seperti pemberian umpan balik
(feedback), pengaturan tujuan pembelajaran yang jelas, memberikan peluang untuk
mengorganisasi informasi, serta memberikan latihan atau pengulangan untuk memperkuat
koneksi antar konsep-konsep yang dipelajari.
Menurut buku "Educational Psychology: Theory and Practice" karya Robert Slavin, teori
belajar Gagne terdiri dari delapan tahap belajar. Berikut ini adalah penjelasan rinci tentang
setiap tahapan tersebut:
Tujuan: Tahap pertama dalam belajar menurut Gagne adalah menetapkan tujuan yang jelas
dan spesifik untuk pembelajaran. Tujuan ini haruslah sesuai dengan tingkat kemampuan
siswa dan harus mudah diukur sehingga kemajuan dapat dilacak.
Perhatian: Setelah menetapkan tujuan, tahap selanjutnya adalah memastikan bahwa siswa
siap untuk belajar. Ini melibatkan memberikan stimulus yang memusatkan perhatian siswa
pada materi yang akan dipelajari.
Pengulangan: Gagne percaya bahwa pengulangan sangat penting dalam belajar. Oleh
karena itu, tahap ketiga adalah mengulang materi pembelajaran secara berulang-ulang
untuk membantu siswa mengingat informasi yang telah dipelajari.
Pemahaman: Setelah siswa mengingat informasi, tahap selanjutnya adalah memastikan
bahwa mereka memahami konsep-konsep yang telah dipelajari. Hal ini bisa dilakukan
melalui tes atau pertanyaan.
Penerapan: Setelah siswa memahami konsep-konsep dasar, tahap selanjutnya adalah
mengajarkan siswa cara menerapkannya dalam situasi yang berbeda. Hal ini dapat dilakukan
melalui latihan atau aktivitas praktis.
Umpan balik: Gagne percaya bahwa umpan balik sangat penting dalam belajar. Oleh karena
itu, tahap keenam adalah memberikan umpan balik yang jelas dan tepat waktu kepada
siswa sehingga mereka dapat memperbaiki kesalahan dan terus memperbaiki kinerja
mereka.
Retensi: Setelah siswa memahami konsep dan dapat menerapkannya, tahap selanjutnya
adalah memastikan bahwa mereka dapat menyimpan informasi dalam jangka panjang. Ini
melibatkan mengulang materi pada interval yang ditentukan.
Transfer: Tahap terakhir adalah mendorong siswa untuk menggunakan konsep-konsep yang
telah dipelajari dalam situasi yang berbeda. Hal ini dapat dilakukan melalui simulasi atau
aktivitas praktis yang menantang siswa untuk menerapkan konsep-konsep baru dalam
konteks yang berbeda.
Dalam keseluruhan, teori belajar Gagne menekankan pentingnya pembelajaran yang
berpusat pada siswa dan memberikan umpan balik yang tepat waktu dan jelas untuk
meningkatkan performa belajar siswa.

TEORI ATKINSON & SHIFFIN


Teori pemrosesan informasi Atkinson dan Shiffrin adalah salah satu teori kognitif yang
populer dalam psikologi kognitif. Teori ini mengemukakan bahwa informasi diproses melalui
tiga tahap utama: memori sensorik, memori jangka pendek (short-term memory), dan
memori jangka panjang (long-term memory). Selain itu, teori ini juga mengemukakan bahwa
proses pengambilan keputusan didasarkan pada pemrosesan informasi yang efektif.
Berikut ini adalah penjelasan rinci mengenai masing-masing tahap dalam teori Atkinson dan
Shiffrin, seperti yang dijelaskan dalam buku "Educational Psychology: Theory and Practice"
karya Robert E. Slavin:
Memori sensorik
Memori sensorik adalah tahap pertama dalam proses pemrosesan informasi. Pada tahap ini,
informasi diterima dari lingkungan melalui indera dan diproses sebentar di dalam memori
sensorik sebelum diabaikan atau dipindahkan ke memori jangka pendek. Menurut teori
Atkinson dan Shiffrin, memori sensorik memiliki dua jenis: memori ikonik dan memori ekoik.
Memori jangka pendek
Setelah informasi masuk ke dalam memori sensorik, informasi yang penting atau relevan
dipindahkan ke dalam memori jangka pendek. Memori jangka pendek memiliki kapasitas
terbatas dan informasi yang disimpan hanya bertahan dalam waktu singkat, yaitu sekitar 20-
30 detik. Informasi dalam memori jangka pendek dapat dipertahankan melalui pengulangan
atau rehearsal, namun jika tidak diulang, informasi tersebut akan hilang dari memori jangka
pendek.
Memori jangka panjang
Informasi yang diulang atau diolah dengan baik di dalam memori jangka pendek dapat
dipindahkan ke dalam memori jangka panjang. Memori jangka panjang memiliki kapasitas
tak terbatas dan informasi dapat bertahan untuk waktu yang sangat lama. Proses
pengambilan keputusan didasarkan pada informasi yang tersimpan di dalam memori jangka
panjang.
Selain tiga tahap di atas, teori Atkinson dan Shiffrin juga mengemukakan bahwa proses
pengambilan keputusan didasarkan pada pemrosesan informasi yang efektif. Proses
pengambilan keputusan melibatkan tahapan seperti pengenalan masalah, pencarian
informasi, evaluasi informasi, dan pengambilan keputusan. Proses ini dapat dipengaruhi
oleh faktor seperti motivasi, pengetahuan, dan pengalaman sebelumnya.
Teori Atkinson dan Shiffrin yang juga dikenal sebagai model pemrosesan informasi
menggambarkan bagaimana informasi diproses dan dipindahkan dari memori sensorik ke
memori jangka pendek dan jangka panjang. Berikut adalah penjelasan lebih rinci tentang
teori Atkinson dan Shiffrin menurut buku "Educational Psychology: Theory and Practice"
karya Robert E. Slavin.
Memori Sensorik (Sensory Memory) Memori sensorik merupakan tahap awal dari
pemrosesan informasi. Informasi yang diterima oleh panca indra kita akan disimpan dalam
memori sensorik hanya dalam waktu yang sangat singkat (kurang dari 1 detik). Ada dua jenis
memori sensorik, yaitu memori sensorik ikonik (visual) dan memori sensorik ekoik
(auditorik).
Memori Jangka Pendek (Short-Term Memory)
Jika informasi yang diterima penting dan diperhatikan dengan cermat, maka informasi
tersebut akan dipindahkan ke memori jangka pendek. Memori jangka pendek memiliki
kapasitas terbatas dan dapat menyimpan informasi selama 15-30 detik. Jika informasi
tersebut tidak diproses lebih lanjut, maka akan dilupakan.
Pengolahan Informasi pada Memori Jangka Pendek
Informasi yang disimpan di memori jangka pendek akan diproses dengan dua cara: repetisi
(rehearsal) dan pengkodean (encoding). Repetisi adalah mengulang-ulang informasi yang
disimpan agar tetap diingat. Pengkodean adalah mengubah informasi menjadi bentuk yang
dapat diingat dengan lebih mudah, seperti memberikan arti atau makna pada informasi
tersebut.
Memori Jangka Panjang (Long-Term Memory)
Jika informasi yang disimpan di memori jangka pendek diperlukan untuk digunakan di masa
depan, maka informasi tersebut akan dipindahkan ke memori jangka panjang. Memori
jangka panjang tidak terbatas kapasitasnya dan dapat menyimpan informasi selama waktu
yang lama. Informasi yang disimpan di memori jangka panjang dapat diakses kembali dan
digunakan untuk memecahkan masalah atau mengambil keputusan.
Pemulihan Informasi dari Memori Jangka Panjang
Untuk mengambil informasi dari memori jangka panjang, informasi tersebut harus
dipulihkan atau diambil kembali ke memori jangka pendek. Pemulihan informasi dapat
terjadi melalui dua cara: pengenalan (recognition) dan pengingatan (recall). Pengenalan
adalah mengenali informasi yang telah dipelajari sebelumnya, sedangkan pengingatan
adalah mengingat kembali informasi yang telah dipelajari sebelumnya.
Ketidaksempurnaan Memori
Meskipun memori jangka panjang dapat menyimpan informasi untuk waktu yang lama,
namun terdapat ketidaksempurnaan dalam proses pemrosesan informasi dan penyimpanan
memori. Ada dua jenis ketidaksempurnaan memori, yaitu lupa (forgetting) dan keliru
(distortion). Lupa terjadi ketika informasi tidak dapat diakses kembali dari memori,
sedangkan keliru terjadi ketika inform

Anda mungkin juga menyukai