Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Banyak alasan pentingnya membicarakan masyarakat pedesaan dan masyarakat
perkotaan.Selain belum ada kesempatan umum tentang keberadaan masyarakat desa sebagai
suatu pengertian yang baku,juga kalau dikaitkan dengan pembangunan yang orientasinya
banyak dicurahkan kepedesaan,maka pedesaan memiliki arti tersendiri dalam kajian
struktur,sosial atau kehidupanya.Dalam keadaan desa yang “sebenarnya”,desa masih
dianggap sebagai standard an pemelihara system kehidupan bermasyarakat dan kebudayaan
asli seperti tolong menolong,keguyuban,persaudaraan,gotong-royong,kesenian,kepribadian
dalam berpakaian,adat-istiadat,kehidupan moral-susila,dan lain-lain.
Orang kota membayangkan bahwa desa ini merupakan tempat orang bergaul dengan
rukun,tenang,selaras,dan akur.Akan tetapi justru dengan berdekatan,mudah terjadi konflik
atau persaingan yang bersumber dari peristiwa kehidupan sehari-hari,hal
tanah,gengsi,perkawinan,perbedaan antara kaum muda dan tua serta antara pria dan
wanita.Bayangan bahwa desa tempat ketentraman pada konstelasi tertentu ada benarnya,akan
tetapi yang nampak justru bekerja keraslah yang merupakan syarat pokok agar dapat hidup di
desa.
Demikian pula dalam konteks pembangunan desa (pertanian),semula orang
beranggapan bahwa masyarakat pertanian mangalami involusi (kemunduran) pertanian yang
berjalan dalam proses pemiskinan dan apapun teknologi dan kelembagaan modern yang
masuk ke pedesaan akan sia-sia.Pernyataan-pernyataan sumbang inilah yang ingin kami
bahas dalam makalah yang ringkas dan singkat ini,yang mana adanya kontroversi kesan atau
pendapat ini mungkin lebih tepat apabila dihubungkan dengan berbagai gejala sosial seperti
konsep-konsep perubahan sosial atau kebudayaan.

1.2 Tujuan
Makalah Hormon Tumbuhan bertujuan untuk menambah ilmu pengetahuan serta
memahami dan mengerti materi salah satu subbagian matakuliah Fisiologi Tumbuhan yang
dibahas agar para pembaca dapat lebih memahami lebih luas lagi.
BAB II
ISI

2.1 Sejarah Penemuan Hormon


Terdapatnya atau peran zat pengatur tumbuh di tumbuhan pertama kali dikemukan
oleh Charles Darwin dalam bukunya “The Power of movement in plants.” Beliau melakukan
percobaan dengan rumput Canari (Phalaris canariensis) dengan memberinya sinar dari
samping dan ternyata terjadi pembengkokan ke arah datangnya sinar . Bagian yang tidak
mendapat sinar terjadi pertumbuhan yang lebih cepat daripada yang mendapat sinar sehingga
terjadi pembengkokkan. Tetapi jika ujung kecambah dari rumput Canari dipotong akan tidak
terjadi pembengkokan. Sehingga dianalisa bahwa jika ujung kecambah mendapat cahaya dari
samping akan menyebabkan terjadi pemindahan “pengaruh atau sesuatu zat” dari atas ke
bawah yang menyebabkan terjadinya pembengkokkan.
Boysen-jemsen (1913) melakukan penelitian dengan koleoptil Avena (kecambah dari biji
rumput-rumputan) menyatakan “pemindahan pengaruh adalah pemindahan zat alami yang
dihasilkan dalam koleoptil Avena. Paal (1919) menguatkan pendapat dengan menyatakan
bahwa “ujung batang adalah merupakan pusat pertumbuhan
2.2 Pengertian Hormon Tumbuhan (Fitohormon)
Hormon merupakan zat pengatur tumbuh, yaitu molekul organik yang dihasilkan oleh
satu bagian tumbuhan dan ditransportasikan ke bagian lain yang dipengaruhinya. Hormon
pada tumbuhan (fitohormon) adalah sekumpulan senyawa organik bukan hara (nutrien), baik
yang terbentuk secara alami maupun dibuat oleh manusia, yang dalam kadar sangat kecil (di
bawah satu milimol per liter, bahkan dapat hanya satu mikromol per liter) mendorong,
menghambat, atau mengubah pertumbuhan, perkembangan, dan pergerakan (taksis)
tumbuhan. Hormon tumbuhan merupakan bagian dari sistem pengaturan pertumbuhan dan
perkembangan tumbuhan. Kehadirannya di dalam sel pada kadar yang sangat rendah menjadi
prekursor (“pemicu”) proses transkripsi RNA. Hormon tumbuhan sendiri dirangsang
pembentukannya melalui signal berupa aktivitas senyawa-senyawa reseptor sebagai
tanggapan atas perubahan lingkungan yang terjadi di luar sel. Kehadiran reseptor akan
mendorong reaksi pembentukan hormon tertentu. Apabila konsentrasi suatu hormon di dalam
sel telah mencapai tingkat tertentu, atau mencapai suatu nisbah tertentu dengan hormon
lainnya, sejumlah gen yang semula tidak aktif akan mulai berekspresi. Dari sudut pandang
evolusi, hormon tumbuhan merupakan bagian dari proses adaptasi dan pertahanan diri
tumbuh-tumbuhan untuk mempertahankan kelangsungan hidup jenisnya.
Hormon tumbuhan merupakan bagian dari proses regulasi genetik dan berfungsi
sebagai prekursor. Rangsangan lingkungan memicu terbentuknya hormon tumbuhan. Bila
konsentrasi hormon telah mencapai tingkat tertentu, sejumlah gen yang semula tidak aktif
akan mulai ekspresi. Dari sudut pandang evolusi, hormon tumbuhan merupakan bagian dari
proses adaptasi dan pertahanan diri tumbuh-tumbuhan untuk mempertahankankelangsungan
hidup jenisnya.Pemahaman terhadap fitohormon pada masa kini telah membantu peningkatan
hasil pertanian dengan ditemukannya berbagai macam zat sintetis yang memiliki pengaruh
yang sama dengan fitohormon alami. Aplikasi zat pengatur tumbuh dalam pertanian modern
mencakup pengamanan hasil (seperti penggunaan cycocel untuk meningkatkan ketahanan
tanaman terhadap lingkungan yang kurang mendukung), memperbesar ukuran dan
meningkatkan kualitas produk (misalnya dalam teknologi semangka tanpa biji), atau
menyeragamkan waktu berbunga (misalnya dalam aplikasi etilena untuk
penyeragamanpembungaan tanaman buah musiman), untuk menyebut beberapa contohnya.
Hormon tumbuhan tidak dihasilkan oleh suatu kelenjar sebagaimana pada hewan, melainkan
dibentuk oleh sel-sel yang terletak di titik-titik tertentu pada tumbuhan, terutama titik tumbuh
di bagian pucuk tunas maupun ujung akar. Selanjutnya, hormon akan bekerja pada jaringan di
sekitarnya atau, lebih umum, ditranslokasi ke bagian tumbuhan yang lain untuk aktif bekerja
di sana. Pergerakan hormon dapat terjadi melalui pembuluh tapis, pembuluh kayu, maupun
ruang-ruang antarsel. Hormon dalam menjalankan perannya, dapat berperan secara tunggal
maupun dalam koordinasi dengan kelompok hormon lainnya.
Penggunaan istilah “hormon” sendiri menggunakan analogi fungsi hormon pada
hewan. Hormon dalam konsentrasi rendah menimbulkan respons fisiologis. Terdapat 2
kelompok hormon yaitu :
a. Hormon pemicu pertumbuhan (auksin, Giberelin dan sitokinin)
b. Hormon penghambat pertumbuhan (asam absisat, gas etilen, hormon kalin dan asam
traumalin.

2.3 Mekanisme Kerja Hormon


Tanaman secara alamiah tanaman sudah mengandung hormon pertumbuhan seperti
Auksin, giberelin dan Sitokin yang dalam tulisan ini diistilahkan dengan hormon endogen.
Kebanyakan hormon endogen di tanaman berada pada jaringan meristem yaitu jaringan yang
aktif tumbuh seperti ujung-ujung tunas/tajuk dan akar. Tetapi karena pola budidaya yang
intensif yang disertai pengelolaan tanah yang kurang tepat maka kandungan hormon endogen
tersebut menjadi rendah/kurang bagi proses pertumbuhan vegetatif dan generatif tanaman.
Akibatnya sering dijumpai pertumbuhan tanamaman lambat, kerontokan bunga/ buah, ukuran
umbi/buah kecil yang merupakan sebagian tanda kekurangan hormon (selain kekurangan zat
lainnya seperti unsur hara). Oleh karena itu penambahan hormon dari luar (hormon eksogen)
seperti produk hormonik yang mengandung hormon Auksin, Giberelin dan Sitokinin organik
(Non sintetik/kimia) mutlak diperlukan untuk menghasilkan pertumbuhan vegetatif dan
generatif tanaman yang optimal.
Untuk mengetahui bagaimana mekanisme kerja hormonik (Auksin, giberelin dan
Sitokinin) pada tanaman, berikut diuraikan secara global dan sederhana. Pemberian Auksin
eksogen (hormonik) akan meningkatkan permeabilitas dinding sel yang akan mempertinggi
penyerapan unsur , diantaranya unsur N, Mg, Fe, Cu untuk membentuk chlorofil yang sangat
diperlukan untuk mempertinggi fotosintesis. Dengan fotosintesis yang semakin meningkat
akan dihasilkan hasil fotosintesis yang meningkat dan bersama dengan auxin akan bergerak
ke akar untuk memacu pembentukan giberelin dan Sitokinin di akar yang akan membantu
pembentukan dan perkembangan akar . Penambahan kandungan Auksin eksogen di akar akan
meningkatkan tekanan turgor akar sehingga giberelin dan Sitokinin endogen di akar akan
diangkut ke atas/ bagian tajuk tanaman.
Adanya penambahan Sitokinin dan giberelin eksogen maka terjadi peningkatan
kandungan Sitokinin dan giberelin ditanaman (tajuk) dan akan meningkatkan jumlah sel (oleh
hormon Sitokinin) dan ukuran sel (oleh hormon giberelin) yang bersama-sama dengan hasil
fotosintat yang meningkat di awal penanaman akan mempercepat proses pertumbuhan
vegetatif tanaman (termasuk pembentukan tunas-tunas baru) selain juga mengatasi kekerdilan
tanaman.
Seiring dengan pertumbuhan vegetatif tanaman, hasil fotosentesis akan meningkat terus dan
ditambah kandungan giberelin dan sitokinin eksogen akan meningkatkan perbandingan C/N
yang menyebabkan peralihan dari masa vegetatif ke generatif dengan terbentuknya kuncup
bunga/buah atau umbi. Pada saat terbentuk bunga atau buah, jika kandungan auksin rendah
maka sel-sel antara tangkai bunga/buah dengan ranting/cabang akan berubah menjadi
jaringan mati yaitu jaringan gabus sehingga bunga/buah mudah rontok. Dengan penambahan
Auxin Eksogen akan menghambat perubahan sel-sel tersebut menjadi jaringan gabus
sehingga kerontokkan dapat dicegah/dikurangi. Pada fase generatif ini penambahan hormon
sitokinin dan giberelin eksogen akan meningkatkan kapasitas jaringan penyimpanan hasil
fotosintesa yang dipanen (umbi, buah dll) yaitu sitokinin akan memperbanyak sel jaringan
penyimpanan dan giberelin akan memperbesar sel jaringan penyimpanan sehingga mampu
menerima hasil-hasil fotosintesa lebih banyak yang berakibat ukuran jaringan penyimpanan
(buah) lebih besar (semangka, kentang, dll) atau bernas (padi, jagung dll).

H o r m o n b e k e r j a m e l a l u i p e n g i k a t a n d e n g a n r e s e p t o r s p e s i f i k \ pengi
katan dari hormon ke reseptor ini pada umumnya memicu suatu p e r u b a h a n p e n
y e s u a i a n p a d a r e s e p t o r s e d e m i k i a n r u p a s e h i n g menyampaikan informasi
kepada unsur spesifik lain dari sel.
Reseptor initerletak pada permukaan sel atau intraselular. Interaksi permukaan hormo
nreseptor memberikan sinyal pembentukan dari "messenger kedua"Interaksi hormon-
reseptor ini menimbulkan pengaruh pada ekspresi gen(3,7) Distribusi dari
reseptor hormon memperlihatkan v ariabilitas yang besar sekali. Reseptor
untuk beberapa hormon, seperti insulin dan glukokortikoid, terdistribusi secara
luas, sementara
reseptor untuk sebagianbesar hormonmempunyai distribusi yang lebih terbatas. Adany
a reseptor merupakandeterminan (penentu) pertama apakah jaringan akan membe
rikan responterhadap hormon. Namun, molekul yang berpartisipasi dalam peristiwa pasca-
reseptor juga penting; hal ini tidak saja menentukan apakah jaringan akanmemberikan
respon terhadap hormon itu tetapi juga kekhasan dari responitu. Hal yang terakhir ini
memungkinkan hormon yang sama memiliki responyang berbeda dalam jaringan yang
berbeda.

2.4 Macam-macam Hormon pada Tumbuhan


Macam hormon yang terdapat pada tumbuhan, antara lain auksin, giberelin, sitokinin, etilen,
asam traumalin, asam absisat, kalin.
a) Auksin
Aukin merupakan senyawa asetat (gugus indol) yang terdapat pada indol, contohnya
pada tanaman bawang merah (Allium cepa).Konsentrasi auksin lebih banyak terdapat pada
daerah yang tidak terkena cahaya. Bagi tanaman (batang) yang tidak terkena cahaya akan
mengalami pertumbuhan yang lebih cepat dibandingkan bagian lain yang terkena cahaya
matahari akibat adanya auksin ini. Pada tumbuhan, auksin dapat ditemukan di embrio biji,
meristem tunas apical, dan daun-daun muda.
Selain berpengaruh menigkatkan laju pemanjangan sel pada pertumbuhan seperti di
uraikan di atas, auksin juga merupakan hormone pengatur fisiologi yang dapat digunakan
untuk memacu pembentukan buah tanpa penyerbukan (disebut partenokarpi).

b) Giberelin
Giberelin merupakan hormon yang mirip dengan auksin. Hormone ini ditemukan
Oleh P. kurosawa (tahun 1926, di Jepang) pada jamur Giberella fujikuroi. Giberelin di
produksi oleh tumbuhan di meristem tunas apical, akar, daun muda, dan embrio.

Fungsi giberelin :
1) Memacu pertumbuhan buah tanpa biji (partenokarpi)
2) Menyebabkan tanaman mengalami pertumbuhan raksasa
3) Meyebabkan tanaman berbunga sebelum waktunya (tidak pada musimnya)
4) Memacu pembentukan cambium pada tanaman dikotil
5) Mematahkan dormansi buah dan biji

c) Sitokinin
Sitokinin ditemukan pada batang tembakau Oleh Skoog dan Miller.Struktur kimia
sitokinin mirip dengan adenine (basa nitrogen yang terdapat pada DNA dan ATP). Selain
dapat ditemukan di batang, sitokinin juga dapat di hasilkan di dalam akar dan akan diangkut
ke organ yang lain.

Fungsi Sitokinin, antara lain :


1) Memacau pembelahan sel
2) Mempercepat pelebaran daun
3) Mempercepat tumbuhnya akar
4) Memacu pertunasan lateral pada pucuk batang
5) Menunda pengguguran daun, Bungan, dan buah.

d) Etilen
Etilen merupakan satu-satunya hormone tumbuhan yang berbentuk gas.Gas etilen
mempercepat pemasakan buah, contohnya pada buah tomat, pisang, apel, dan jeruk.Buah-
buah tersebut dipetik dalam keadaan masih mentah dan berwarna hijau.Selanjutnya, buah-
buah tersebut dikemas dalam bentuk kotak berventilasi dan diberi gas etilen untuk
mempercepat pemasakan buah sehingga buah sampai ditempat tujuan dalam keadaan
masak.Selain itu, gas etilen juga menyebabkan penebalan batang dan memacu
pembungaan.Oleh karena itu, etilen dapat ditemukan pada jaringan buah yang sedang
matang, buku batang, daun, dan bunga yang menua.

e) Asam Traumalin
Seperti florigen, asam traumalin sebenarnya merupakan hormon hipotetik yaitu
merupakan gabungan beberapa aktivitas hormone yang ada (auksin, giberelin, sitokinin,
etilen, dan asam absisat). Apabila tumbuhan mengalami luka atau perlukaan karena gangguan
fisik maka akan segera terbentuk cambium gabus. Pembentukan cambium gabus itu terjadi
karena adanya pengaruh hormone luka (asam traumalin). Sebenarnya, peristiwa ini
merupakan hasil kerja sama antar hormone pada tumbuhan yang di sebut restitusi
(regenerasi). Awalnya luka pada tumbuhan akan memacu pengeluaran hormone luka yang
kemudian merangsang pembentukan cambium gabus. Pembentukan cambium gabus
dilakukan oleh hormone giberelin, selanjutnya, karena pengaruh hormone sitokinin,
terbentuklah sel-sel baru yang akan membentuk jaringan penutup luka yang disebut kalus.
Asam traumalin ini dapat ditemukan pada dinding sel tumbuhan.
f) Asam Absisat
Salah satu fungsi asam absisat adalah menghambat pertumbuhan tumbuhan. Pada
musim tertentu pertumbuhan akan terhambat. Hal itu merupakan adaptasi pertumbuhan
terhadap perubahan linkungan yang tidak memungkinkan bagi tumbuhan untuk tumbuh.
Asam absisat dapat ditemukan pada daun, batang, akar , dan buah biji.
Fungsi lain asam absisat adalah membantu tumbuhan mengatasi dan bertahan pada
kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan (masa dormansi). Dalam keadaan dorman,
tumbuhan terlihat seperti mati, tetapi setelah kondisi lingkungan menguntungkan, ia akan
tumbuh lagi dan mucul tunas-tunas baru. Contohnya adalah pohon jati yang meranggas pada
musim kemarau.

6. Asam jasmonat
7. Steroid (brasinosteroid)
8. Salisilat
9. Poliamina.
10. Asam traumalin
11. Kalin

2.5 Pengaruh Hormon pada Tumbuhan


Sinyal kimia interseluler untuk pertama kali ditemukan pada tumbuhan. Konsentrasi
yang sangat rendah dari senyawa kimia tertentu yang diproduksi oleh tanaman dapat memacu
atau menghambat pertumbuhan atau diferensiasi pada berbagai macam sel-sel tumbuhan dan
dapat mengendalikan perkembangan bagian-bagian yang berbeda pada tumbuhan.Dengan
menganalogikan senyawa kimia yang terdapat pada hewan yang disekresi oleh kelenjar ke
aliran darah yang dapat mempengaruhi perkembangan bagian-bagian yang berbeda pada
tubuh, sinyal kimia pada tumbuhan disebut hormon pertumbuhan. Namun, beberapa ilmuwan
memberikan definisi yang lebih terperinci terhadap istilah hormon yaitu senyawa kimia yang
disekresi oleh suatu organ atau jaringan yang dapat mempengaruhi organ atau jaringan lain
dengan cara khusus. Berbeda dengan yang diproduksi oleh hewan senyawa kimia pada
tumbuhan sering mempengaruhi sel-sel yang juga penghasil senyawa tersebut disamping
mempengaruhi sel lainnya, sehingga senyawa-senyawa tersebut disebut dengan zat pengatur
tumbuh untuk membedakannya dengan hormon yang diangkut secara sistemik atau sinyal
jarak jauh.
a. Hormon Sitokinin
Hormon Sitokinin berfungsi mempengaruhi pertumbuhan dan diferensiasi akar,
mendorong pembelahan sel dan pertumbuh-an secara umum, mendorong perkecambahan,
dan menunda penuaan. Cara kerja hormon Sitokinin yaitu dapat meningkatkan pembelahan,
pertumbuhan dan perkembangan kultur sel tanaman. Sitokinin juga dapat menunda penuaan
daun, bungan, dan buah dgn cara mengontrol dgn baik proses kemunduran yg menyebabkan
kematian sel-sel tanaman. Hormon Sitokinin diproduksi pada akar. Sitokinin sering juga
dengan kinin, merupakan nama generik untuk substansi pertumbuhan yang khususnya
merangsang pembelahan sel (sitokinesis) (Gardner, dkk., 1991). Selanjutnya dijelaskan kinin
disintesis dalam akar muda, biji dan buah yang belum masak dan jaringan pemberi makan
(misalnya endosperm cair). Buah jagung, pisang, apel, air kelapa muda dan santan kelapa
yang belum tua merupakan sumber kinin yang kaya.
Kinin terbentuk dengan cara fiksasi suatu rantai beratom C – 5, ke suatu molekul
adenin. Rantai beratom C – 5 dianggap berasal dari isoprena. Basa purin merupakan
penyusun kimia yang umum pada kinin alami maupun kinin sintetik (Millers, 1955 dalam
Wilkins, 1989). Biosintesis sitokinin dengan bahan dasar mevalonic acid. Sebenarnya sudah
sejak tahun 1892 ahli fisologi I. Wiesner, menyatakan bahwa aktivitas pembelahan sel
membutuhkan zat yang spesifik dan adanya keseimbangan antara faktor-faktor endogenous.
Secara pasti baru tahun 1955 sitokinin ditemukan oleh C.O. Miller, Falke Skoog, M.H. Von
Slastea dan F.M. Strong dinyatakan sebagai isolasi zat yang disebut kinetin dari DNA yang
diautoklap, sangat aktif sebagai promotor mitosis dan pembelahan sel kalus (Moree,
1979).
Selanjutnya dijelaskan bahwa kata sitokinin berasal dari pengertian cytokinesis yang
berarti pembelahan sel. Sitokinin alami ditemukan oleh D.S. Lethan dan C.O. Miller tahun
1963 diisolasi dalam bentuk kristal dari biji jagung yang belum matang disebut zeatin.
Sitokini alami terjadi dari derivat isopentenyl adenine. Sitokinin sintetik yang paling umum
dimanfaatkan di bidang pertanian seperti BA, kinetin dan PBA. Kinin menimbulkan kisaran
respons yang luas, tetapi kinin bertindak secara sinergis dengan auxin dan juga hormon lain.

Sebagian besar tumbuhan memiliki pola pertumbuhan yang kompleks yaitu tunas
lateralnya tumbuh bersamaan dengan tunas terminalnya. Pola pertumbuhan ini merupakan
hasil interaksi antara auksin dan sitokinin dengan perbandingan tertentu. Sitokinin diproduksi
dari akar dan diangkut ke tajuk, sedangkan auksin dihasilkan di kuncup terminal kemudian
diangkut ke bagian bawah tumbuhan. Auksin cenderung menghambat aktivitas meristem
lateral yang letaknya berdekatan dengan meristem apikal sehingga membatasi pembentukan
tunas-tunas cabang dan fenomena ini disebut dominasi apikal. Kuncup aksilar yang terdapat
di bagian bawah tajuk (daerah yang berdekatan dengan akar) biasanya akan tumbuh
memanjang dibandingkan dengan tunas aksilar yang terdapat dekat dengan kuncup terminal.
Hal ini menunjukkan ratio sitokinin terhadap auksin yang lebih tinggi pada bagian bawah
tumbuhan.
Interaksi antagonis antara auksin dan sitokinin juga merupakan salah satu cara
tumbuhan dalam mengatur derajat pertumbuhan akar dan tunas, misalnya jumlah akar yang
banyak akan menghasilkan sitokinin dalam jumlah banyak. Peningkatan konsentrasi sitokinin
ini akan menyebabkan sistem tunas membentuk cabang dalam jumlah yang lebih banyak.
Interaksi antagonis ini umumnya juga terjadi di antara ZPT tumbuhan lainnya.
b. Hormon Auksin

Auksin adalah zat yang di temukan pada ujung batang, akar, pembentukan bunga
yang berfungsi untuk sebagai pengatur pembesaran sel dan memicu pemanjangan sel di
daerah belakang meristem ujung. Hormon auksin adalah hormon pertumbuhan pada semua
jenis tanaman.nama lain dari hormon ini adalah IAA atau asam indol asetat. Letak dari
hormon auksin ini terletak pada ujung batang dan ujung akar.

Fungsi dari hormon auksin ini dalah membantu dalam proses mempercepat
pertumbuhan, baik itu pertumbuhan akar maupun pertumbuhan batang, mempercepat
perkecambahan, membantu dalam proses pembelahan sel, mempercepat pemasakan buah,
mengurangi jumlah biji dalam buah. kerja hormon auksin ini sinergis dengan hormon
sitokinin dan hormon giberelin.tumbuhan yang pada salah satu sisinya disinari oleh matahari
maka pertumbuhannya akan lambat karena kerja auksin dihambat oleh matahari tetapi sisi
tumbuhan yang tidak disinari oleh cahaya matahari pertumbuhannya sangat cepat karena
kerja auksin tidak dihambat.sehingga hal ini akan menyebabkan ujung tanaman tersebut
cenderung mengikuti arah sinar matahari atau yang disebut dengan fototropisme.

Untuk membedakan tanaman yang memiliki hormon yang banyak atau sedikit kita
harus mengetahui bentuk anatomi dan fisiologi pada tanaman sehingga kita lebih mudah
untuk mengetahuinya. sedangkan untuk tanaman yang diletakkan ditempat yang terang dan
gelap diantaranya untuk tanaman yang diletakkan ditempat yang gelap pertumbuhan
tanamannya sangat cepat selain itu tekstur dari batangnya sangat lemah dan cenderung
warnanya pucat kekuningan.hal ini disebabkan karena kerja hormon auksin tidak dihambat
oleh sinar matahari. sedangkan untuk tanaman yang diletakkan ditempat yang terang tingkat
pertumbuhannya sedikit lebih lambat dibandingkan dengan tanaman yang diletakkan
ditempat gelap,tetapi tekstur batangnya sangat kuat dan juga warnanya segar kehijauan, hal
ini disebabkan karena kerja hormon auksin dihambat oleh sinar matahari.

Cara kerja hormon Auksin adalah menginisiasi pemanjangan sel dan juga memacu
protein tertentu yg ada di membran plasma sel tumbuhan untuk memompa ion H+ ke dinding
sel. Ion H+ mengaktifkan enzim ter-tentu sehingga memutuskan beberapa ikatan silang
hidrogen rantai molekul selulosa penyusun dinding sel. Sel tumbuhan kemudian memanjang
akibat air yg masuk secara osmosis.

Auksin merupakan salah satu hormon tanaman yang dapat meregulasi banyak proses
fisiologi, seperti pertumbuhan, pembelahan dan diferensiasi sel serta sintesa protein. Auksin
diproduksi dalam jaringan meristimatik yang aktif (yaitu tunas , daun muda dan buah)
(Gardner, dkk., 1991). Kemudian auxin menyebar luas dalam seluruh tubuh tanaman,
penyebarluasannya dengan arah dari atas ke bawah hingga titik tumbuh akar, melalui jaringan
pembuluh tapis (floom) atau jaringan parenkhim (Rismunandar, 1988).

Auksin atau dikenal juga dengan IAA = Asam Indolasetat (yaitu sebagai auxin utama
pada tanaman), dibiosintesis dari asam amino prekursor triptopan, dengan hasil perantara
sejumlah substansi yang secara alami mirip auxin (analog) tetapi mempunyai aktifitas lebih
kecil dari IAA seperti IAN = Indolaseto nitril,TpyA = Asam Indolpiruvat dan IAAld =
Indolasetatdehid. Proses biosintesis auxin dibantu oleh enzim IAA-oksidase (Gardner, dkk.,
1991).

Auksin pertama kali diisolasi pada tahun 1928 dari biji-bijian dan tepung sari bunga
yang tidak aktif, dari hasil isolasi didapatkan rumus kimia auksin (IAA = Asam Indolasetat)
atau C10H9O2N. Setelah ditemukan rumus kimia auksin, maka terbuka jalan untuk
menciptakan jenis auksin sintetis seperti Hidrazil atau 2, 4 - D (asam -Nattalenasetat), Bonvel
Da2, 4 - Diklorofenolsiasetat), NAA (asam (asam 3, 6 - Dikloro - O - anisat/dikambo),
Amiben atau Kloramben (Asam 3 - amino 2, 5 – diklorobenzoat) dan Pikloram/Tordon (asam
4 – amino – 3, 5, 6 – trikloro – pikonat).

Auksin sintetis ini sudah digunakan secara luas dan komersil di bidang pertanian,
dimana batang, pucuk dan akar tumbuh-tumbuhan memperlihatkan respon terhadap auksin,
yaitu peningkatan laju pertumbuhan terjadi pada konsentrasi yang optimal dan penurunan
pertumbuhan terjadi pada konstrasi yang terlalu rendah atau terlalu tinggi. Setelah
pemanjangan ini, sel terus tumbuh dengan mensintesis kembali material dinding sel dan
sitoplasma. Selain memacu peman-jangan sel, hormon Auksin yg di kombinasikan dengan
Giberelin dapat memacu pertumbuhan jaringan pembuluh dan mendorong pembelahan sel
pada kambium pembuluh sehingga mendukung pertumbuhan diameter batang.

c. Asam absisat (ABA)


Musim dingin atau masa kering merupakan waktu dimana tanaman beradaptasi
menjadi dorman (penundaan pertumbuhan). Pada saat itu, ABA yang dihasilkan oleh kuncup
menghambat pembelahan sel pada jaringan meristem apikal dan pada kambium pembuluh
sehingga menunda pertumbuhan primer maupun sekunder. ABA juga memberi sinyal pada
kuncup untuk membentuk sisik yang akan melindungi kuncup dari kondisi lingkungan yang
tidak menguntungkan. Dinamai dengan asam absisat karena diketahui bahwa ZPT ini
menyebabkan absisi/rontoknya daun tumbuhan pada musim gugur. Nama tersebut telah
popular walaupun para peneliti tidak pernah membuktikan kalau ABA terlibat dalam
gugurnya daun.
Pada kehidupan suatu tumbuhan, merupakan hal yang menguntungkan untuk
menunda/menghentikan pertumbuhan sementara. Dormansi biji sangat penting terutama bagi
tumbuhan setahun di daerah gurun atau daerah semiarid, karena proses perkecambahan
dengan suplai air terbatas akan mengakibatkan kematian. Sejumlah faktor lingkungan
diketahui mempengaruhi dormansi biji, tetapi pada banyak tanaman ABA tampaknya
bertindak sebagai penghambat utama perkecambahan. Biji-biji tanaman setahun tetap dorman
di dalam tanah sampai air hujan mencuci ABA keluar dari biji. Sebagai contoh, tanaman dune
primroses (bunga putih) dan tanaman matahari (bunga kuning) di gurun Anza – Borrego
(California), biji-bijinya akan berkecambah setelah hujan deras .
Sebagamana telah dibahas di atas bahwa giberelin juga berperan dalam
perkecambahan biji. Pada banyak tumbuhan, rasio ABA terhadap giberelin menentukan
apakah biji akan tetap dorman atau berkecambah. Hal yang sama juga terdapat pada kasus
dormansi kuncup yang pertumbuhannya dikontrol oleh keseimbangan konsentrasi antar ZPT.
Sebagai contoh pada pertumbuhan kuncup dorman tanaman apel, walaupun konsentrasi ABA
pada kenyataannya lebih tinggi, tetapi gibberellin dengan konsentrasi yang tinggi pada
kuncup yang sedang tumbuh menunjukkan pengaruh yang sangat kuat pada penghambatan
pertumbuhan tunas dorman.
Selain perannya pada dormansi, ABA berperan juga sebagai “ stress plant growth hormon”
yang membantu tanaman tersebut menghadapi kondisi yang tidak menguntungkan, misalnya
pada saat tumbuhan mengalami dehidrasi, ABA diakumulasikan di daun dan menyebabkan
stomata menutup. Hal ini walaupun mengurangi laju fotosintesis, tumbuhan akan
terselamatkan dari kehilangan air lebih banyak melalui proses transpirasi.
d. Giberelin
Gambar 5 menunjukkan 2 kelompok tanaman padi yang sedang tumbuh. Kelompok di
sebelah kiri adalah tanaman padi dengan pertumbuhan normal; sedangkan tanaman di sebelah
kiri adalah tanaman padi dengan tinggi tanaman yang lebih besar tetapi memiliki daun yang
berwarna kuning. Tanaman padi ini telah terinfeksi oleh cendawan Gibberella fujikuroi. Bibit
padi yang telah terinfeksi akan rebah dan mati sebelum sempat menjadi dewasa dan
berbunga. Selama berabad-abad petani padi di Asia mengalami kerugian akibat kerusakan
yang ditimbulkan oleh cendawan ini. Di Jepang, pola pertumbuhan yang menyimpang ini
disebut juga dengan “bakanae” atau “foolish seedling disease” atau “penyakit rebah
anakan/kecambah“ .
Pada tahun 1926, ilmuwan Jepang (Eiichi Kurosawa) menemukan bahwa cendawan
Gibberella fujikuroi mengeluarkan senyawa kimia yang menjadi penyebab penyakit tersebut.
Senyawa kimia tersebut dinamakan Giberelin. Belakangan ini, para peneliti menemukan
bahwa giberelin dihasilkan secara alami oleh tanaman yang memiliki fungsi sebagai ZPT.
Penyakit rebah kecambah ini akan muncul pada saat tanaman padi terinfeksi oleh cendawan
Gibberella fujikuroi yang menghasilkan senyawa giberelin dalam jumlah berlebihan.
Pada saat ini dilaporkan terdapat lebih dari 110 macam senyawa giberelin yang
biasanya disingkat sebagai GA. Setiap GA dikenali dengan angka yang terdapat padanya,
misalnya GA6 . Giberelin dapat diperoleh dari biji yang belum dewasa (terutama pada
tumbuhan dikotil), ujung akar dan tunas , daun muda dan cendawan. Sebagian besar GA yang
diproduksi oleh tumbuhan adalah dalam bentuk inaktif, tampaknya memerlukan prekursor
untuk menjadi bentuk aktif. Pada spesies tumbuhan dijumpai kurang lebih 15 macam GA.
Disamping terdapat pada tumbuhan ditemukan juga pada alga, lumut dan paku, tetapi tidak
pernah dijumpai pada bakteri. GA ditransportasikan melalui xilem dan floem, tidak seperti
auksin pergerakannya bersifat tidak polar.
Asetil koA, yang berperan penting pada proses respirasi berfungsi sebagai prekursor
pada sintesis GA. Kemampuannya untuk meningkatkan pertumbuhan pada tanaman lebih
kuat dibandingkan dengan pengaruh yang ditimbulkan oleh auksin apabila diberikan secara
tunggal. Namun demikian auksin dalam jumlah yang sangat sedikit tetap dibutuhkan agar GA
dapat memberikan efek yang maksimal. Sebagian besar tumbuhan dikotil dan sebagian kecil
tumbuhan monokotil akan tumbuh cepat jika diberi GA, tetapi tidak demikian halnya pada
tumbuhan konifer misalnya pinus. Jika GA diberikan pada tanaman kubis tinggi tanamannya
bisa mencapai 2 m. Banyak tanaman yang secara genetik kerdil akan tumbuh normal setelah
diberi GA.
Efek giberelin tidak hanya mendorong perpanjangan batang, tetapi juga terlibat dalam
proses regulasi perkembangan tumbuhan seperti halnya auksin (Gambar 4). Pada beberapa
tanaman pemberian GA bisa memacu pembungaan dan mematahkan dormansi tunas-tunas
serta biji. Disintesis pada ujung batang dan akar, giberelin menghasilkan pengaruh yang
cukup luas. Salah satu efek utamanya adalah mendorong pemanjangan batang dan daun.
Pengaruh GA umumnya meningkatkan kerja auksin, walaupun mekanisme interaksi kedua
ZPT tersebut belum diketahui secara pasti. Demikian juga jika dikombinasikan dengan
auksin, giberelin akan mempengaruhi perkembangan buah misalnya menyebabkan tanaman
apel, anggur, dan terong menghasilkan buah walaupun tanpa fertilisasi. Diketahui giberelin
digunakan secara luas untuk menghasilkan buah anggur tanpa biji pada varietas Thompson.
Giberelin juga menyebabkan ukuran buah anggur lebih besar dengan jarak antar buah yang
lebih renggang di dalam satu gerombol
Giberelin juga berperan penting dalam perkecambahan biji pada banyak tanaman.
Biji-biji yang membutuhkan kondisi lingkungan khusus untuk berkecambah seperti suhu
rendah akan segera berkecambah apabila disemprot dengan giberelin. Diduga giberelin yang
terdapat di dalam biji merupakan penghubung antara isyarat lingkungan dan proses metabolik
yang menyebabkan pertumbuhan embrio. Sebagai contoh, air yang tersedia dalam jumlah
cukup akan menyebabkan embrio pada biji rumput-rumputan mengeluarkan giberelin yang
mendorong perkecambahan dengan memanfaatkan cadangan makanan yang terdapat di
dalam biji. Pada beberapa tanaman, giberelin menunjukkan interaksi antagonis dengan ZPT
lainnya misalnya dengan asam absisat yang menyebabkan dormansi biji.
2.6 Faktor - Faktor Hormon pada Tumbuhan

a. Faktor Regulasi

Faktor regulasi adalah senyawa kimia yang mengontrol produksi sejumlah hormon
yang memiliki fungsi penting bagi tubuh.Senyawa tersebut dikirim ke lobus anterior kelenjar
pituitari oleh hipotalamus.Terdapat 2 faktor regulasi, yaitu faktor pelepas (releasing factor)
yang menyebabkan kelenjar pituitari mensekresikan hormon tertentu dan faktor penghambat
(inhibiting factor) yang dapat menghentikan sekresi hormon tersebut. Sebagai contoh adalah
FSHRF (faktor pelepas FSH) dan LHRF (faktor pelepas LH) yang menyebabkan
dilepaskannya hormon FSH dan LH.
b. Hormon Antagonistik

Hormon antagonistik merupakan hormon yang menyebabkan efek yang berlawanan,


contohnya glukagon dan insulin. Saat kadar gula darah sangat turun, pankreas akan
memproduksi glukagon untuk meningkatkannya lagi. Kadar glukosa yang tinggi
menyebabkan pankreas memproduksi insulin untuk menurunkan kadar glukosa tersebut.

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan makalah yang telah dibuat, hormone pada tumbuhan terdiri dari beberapa
hormon dan fungsi yang berbeda-beda. Hormon dapatmempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan pada tanaman.
4.2. Saran
Beberapa saran yang dapat penulis berikan, antara lain agar makalah ini dapat
menjadi sumber referensi dan ini dapat bermanfaat bagi yang membaca. Jika terdapat
kesalahan dalam penulisannya diharapkan dapat memperbaikinya untuk lebih baik
kedepannya.

DAFTAR PUSTAKA

Gardner, F. P., R. B. Pearce, dan R. L. Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Universitas
Indonesia Press. Jakarta.
Goldsworthy, P. R. dan N. M. Fisher. Fisiologi Tanaman Budidaya Tropika. Gadjah Mada University
Press. Yogyakarata. Goldsworthy, P. R. dan N. M. Fisher. Fisiologi Tanaman Budidaya
Tropika. Gadjah Mada University Press. Yogyakarata.

Heddy, S. 1996. Hormon Tumbuhan. Grapindo Persada. Jakarta.

Irwanto. 2001. Pengaruh Hormon IBA (Indole Butyric Acid) Terhadap Persen Jadi Stek Pucuk
Meranti Putih (Shorea montigena). Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas
Pattimura. Ambon.

Kartikawati, N. K. dan H. A. Adinugraha. 2003. Teknik Persemaian dan Informasi Benih Sukun.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan.
Yogyakarta. Koswara, dan Sutrisno. 2006. Sukun Sebagai Cadangan Pangan Alternatif.
http://www.ebookpangan.com [14 Agustus 2009].

Salisbury, F. B. dan C. W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan. ITB. Bandung.

Siregar, A. S. 2009. Inventarisasi Tanaman Sukun (Arthocarpus communis) pada Berbagai Ketinggian
di Sumatera Utara. Skripsi. Departemen Kehutanan Universitas Sumatera Utara. Medan.
Sitompul, S. M., dan B. Guritno. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Gadjah Mada
Universitas Press. Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai