Materi 19a Penelitian Deskriptif PDF
Materi 19a Penelitian Deskriptif PDF
Deskripsi sesi:
Materi pembelajaran ini mencakup penelitian deskriptif dengan rancangan cross-
sectional survey serta penelitian analitik dengan rancangan penelitian case-control
dan cohort. Karakteristik rancangan penelitian serta kelebihan-kekurangan dari
setiap jenis rancangan akan dibahas dalam materi ini.
Tujuan sesi:
Setelah mempelajari materi ini, diharapkan mahasiswa mampu:
1. Memahami rancangan penelitian cross-sectional survey, case control dan cohort
serta contoh aplikasinya di bidang manajemen rumah sakit
2. Mengidentifikasi kekuatan dan kekurangan setiap jenis rancangan tersebut.
Materi pembelajaran:
1. Hand-out penelitian deskriptif dan penelitian analitik
2. Artikel untuk critical appraisal: Sorokin R, Riggio JM, Hwang C. Attitudes about
patient safety: a survey of physicians-in-training. Am J of Med Quality 2005; 20
(2): 70-77.
3. Bahan bacaan:
a. Mann CJ. Observational research methods. Research design II: cohort,
cross sectional and case-control studies. Emerg Med 2003; 20: 54-60.
b. Garcia MLG, Jimenez-Corona A, Jimenez-Corona E, Solis-Bazaldua M,
Villamizar-Archiniegas V, Valdespino-Gomez JL. Nosocomial infections in a
community hospital in Mexico. Infect Control Hosp Epidemiol 2001: 22(6):
11-13.
c. Luthi J, Lund MJ, Sampietro-Colom L, Kleinbaum DG, Ballard DJ, Mcclellan
WM. Readmissions and the quality of care in patients hospitalized with
heart failure. Int J Qual Health Care 2003; 15(5) : 413-421.
d. Cooper DR and Emory CW. 1996. Metode Penelitian Bisnis. Edisi
terjemahan. Jakarta: Penerbit Erlangga; hal 284-314.
PENGANTAR
Masalah kesehatan di populasi cukup beragam, mulai dari munculnya berbagai gejala
(symptom) yang sifatnya ringan dan tidak mengganggu aktivitas sehari-hari hingga gejala
yang sama sekali dapat menghentikan aktivitas fisik atau bahkan penyakit yang sifatnya
berat dan memerlukan perawatan serius di rumahsakit. Masalah-masalah kesehatan ini
harus dipahami sebagai fenomena alamiah yang dapat terjadi kapanpun di sekitar kita.
Mengapa demikian? Oleh karena ada 3 faktor yang selalu berpengaruh, yaitu host (pejamu),
agent (perantara), dan environment (lingkungan). Hampir semua penyakit dapat dijelaskan
melalui ketiga faktor tersebut. Sebagai contoh adalah common cold atau sering dikenal
sebagai flu, yang penyebabnya adalah virus dan sangat mudah ditularkan dari satu ke lain
orang melalui perantara udara (airborne) karena adanya lingkungan yang mempermudah
penularan tersebut (misalnya di kelas, tempat keramaian, dan rumah).
Di rumahsakit, masalah epidemiologi penyakit juga beragam dan kompleks karena adanya
ketiga faktor tersebut di atas. Hal yang sering memperberat dan memperburuk keadaan
adalah karena orang yang dirawat di rumahsakit umumnya dalam kondisi yang tidak sebaik
dengan populasi di komunitas, sehingga risiko penularan penyakit relatif lebih mudah dan
cepat serta cenderung berat. Infeksi nosokomial adalah salah satu di antaranya, yang antara
lain dapat berupa hospital aqcuired pneumonia atau pneumonia yang di dapat di
rumahsakit.
Rantai penularan penyakit, di manapun, harus diputus agar tidak membebani masyarakat
dan sebaiknya dikendalikan dan dicegah dengan cara-cara medik yang dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Namun demikian tentu diperlukan studi-studi yang
dapat digunakan untuk dasar pengambilan keputusan, agar intervensi apapun yang
dilakukan dapat menyelesaikan masalah kesehatan yang dihadapi.
Dalam Modul-4 dan Modul-5 akan dibahas secara berurutan jenis-jenis penelitian yang
dapat digunakan untuk memecahkan masalah kesehatan di rumahsakit, baik yang sifatnya
observasional maupun eksperimental. Secara rinci juga akan dibahas mulai dari syarat-
1. PENDAHULUAN
Observasional Eksperimental
3. PENELITIAN DESKRIPTIF
Hasil penelitian di atas hanya merupakan deskripsi tanpa memberikan pengujian hipotesis
ataupun membuktikan penyebab. Hasil tersebut memberikan informasi yang cukup baik
Contoh lain penelitian deskriptif adalah penelitian tentang sebab utama kematian
menurut kelompok umur berdasar pada SKRT tahun 1992 sebagai berikut:
Pada studi cross-sectiona/potong lintang atau juga dikenal sebagai studi prevalensi
maka status eksposur (paparan) dan status penyakit diukur pada waktu yang bersamaan
pada suatu populasi. Studi prevalensi yang menitikberatkan pada etiologi biasanya
dilakukan untuk mempelajari kemungkinan faktor risiko dari suatu penyakit yang onsetnya
lambat dan durasinya panjang.
Dalam penelitian potong lintang, peneliti biasanya “memotret” frekuensi dan
karakter penyakit, serta paparan faktor penelitian pada suatu populasi dan pada suatu saat
tertentu. Data yang dihasilkan penelitian potong lintang adalah data prevalensi dan bukan
Dapat juga dibandingkan prevalensi pneumonia akibat penggunaan alat medik di suatu
rumah sakit vs. rumahsakit yang lain. Untuk jenis studi ini dapat juga kita
membandingkan risiko terjadinya pneumonia akibat alat medik pada laki-laki vs. wanita.
b. Pengukuran eksposur
Untuk mengukur adanya paparan pada subyek penelitian dapat dilakukan antara lain
dengan menggunakkan kuesioner, catatan medik, hasil pemeriksaan laboratorium,
maupun hasil pemeriksaan fisik.
Salah satu contoh pengukuran eksposur adalah pada kasus flebitis. Pasien yang dirawat
inap di rumahsakit adalah subyek penelitian. Selanjutnya diamati berapa yang mendapat
terapi melalui infus. Diantara yang mendapat terapi infus, berapa yang kemudian
terbukti mengalmi flebitis. Dalam hal ini tentu ada juga pasien-pasien yang mendapat
Numerator di sini adalah jumlah total orang yang sakit pada suatu saat, tanpa
memperhitungkan sejak kapan yang bersangkutan sakit. Sedangkan denominator
adalah jumlah total populasi pada saat itu, termasuk yang sehat maupun yang sakit.
Point prevalence juga dapat digunakan untuk menghitung prevalensi penyakit pada
kelompok umur dan jenis kelamin tertentu, misalnya adalah prevalensi penyakit pada
laki-laki usia 45-54 tahun, maka formulanya adalah sebagai berikut
Jumlah laki-2 umur 45-54 tahun yang sakit pada suatu saat
----------------------------------------------------------------------- X 1000
Jumlah populasi laki-2 umur 45-54 pada saat itu
Seperti telah diuraikan sebelumnya, keterbatasan dari penelitian cross sectional adalah
tidak dapat digunakan untuk mencari sebab-akibat antara eksposur dengan penyakit.
Yang dapat dilakukan adalah menghitung/estimasi adanya kemungkinan hubungan atau
asosiasi antara 2 variabel. Dalam hal ini maka besarnya risiko terjadinya suatu penyakit
akibat eksposur dinyatakan dengan RR atau relative risk atau risiko relatif.
Penyakit
Ya Tidak
Ya a b a+b
Eksposur
Tidak c d c+d
a+c b+d N
a
-------
a+b
RR =
c
-------
c+d
Sebagai contoh adalah kemungkinan adanya hubungan antara obesitas dengan kejadian
osteoartritis.
Osteoartritis
Ya Tidak
Ya 20 80 100
Obese
Tidak 50 450 500
70 530 600
4. PENELITIAN ANALITIK
Secara sederhana penelitian analitik dapat dilakukan dengan 2 pendekatan, yaitu (1) case-
control study atau studi kasus-kontrol, dan (2) cohort study.
Case-control study selalu dimulai dari kasus. Seorang peneliti yang tertarik pada suatu
kasus/penyakit, yang insidensinya relatif jarang dan ingin mengetahui apa saja yang
menyebabkan timbulnya suatu penyakit dapat menggunakan design penelitian ini. Mengapa
demikian?
Bayangkan jika kita menemukan suatu sindrom, katakan Reye syndrome, yang diduga ada
kaitannya dengan konsumsi aspirin pada bayi. Laporan kasus menyatakan bahwa insidensi
sindrom Reye sangat jarang, yaitu 1 di antara 2500 bayi yang mendapat aspirin. Untuk
mencari hubungan sebab akibat antara aspirin dengan sindrom Reye maka tidak mungkin
kita melakukan studi prospektif, karena untuk menemukan 1 kasus saja kita harus
menunggu hingga ada minimal 2500 bayi yang mendapat aspirin. Padahal diketahui bahwa
untuk mendapatkan bayi dengan terapi aspirin saja sangat sulit diperoleh. Dengan demikian
tentu tidak mungkin kita melakukan studi observasional prospektif, karena di samping akan
membuang-buang waktu, biaya, dan kesempatan, hasilnyapun belum tentu dapat menjawab
pertanyaan penelitian kita.
Eksposur (+)
Kasus
Eksposur (-)
Eksposur (+)
Kontrol
Eksposur (-)
Meskipun secara sepintas terlihat sederhana, rancangan studi case control ini harus dibuat
secara sangat hati-hati, oleh karena rentan terhadap risiko bias. Sebagai contoh adalah jika
ingin mencari hubungan antara merokok dan Ca pulmo, maka eksposur dalam bentuk
merokok harus diukur dengan sangat cermat, oleh karena beberapa faktor seperti jumlah
rokok yang dihisap per hari (heavy vs. light smoker), jenis rokok, lamanya merokok, apakah
pernah punya riwayat merokok (past smoker) atau saat ini masih merokok (current user).
Masing-masing variabel tersebut akan berfungsi sebagai confounder.
Dalam studi case control maka kasus harus didefinisikan secara sangat rinci, antara lain
adalah:
• apa yang dimaksud dengan kasus atau penyakit,
• bagaimana menegakkan diagnosis penyakit tersebut,
• kriteria apa saja yang harus ada untuk dapat dikatakan sebagai kasus
• dari mana dan kapan (periode waktu) kasus diambil
• bagaimana cara memperoleh kasus
• dsb
Demikian pula halnya dengan kontrol yang juga harus didefinisikan secara rinci. Kontrol
harus bersifat independen dari kasus.
Masalah yang sering menyertai suatu studi case control adalah potensi untuk terjadinya bias
atau confounding. Apa yang dimaksud dengan bias dan apa pula yang dimaksud dengan
confounding?
Selection bias, yaitu bias yang terjadi pada saat seleksi subyek. Sebagai contoh adalah
ketika ingin mengetahui hubungan antara merokok dan Ca pulmo, maka peneliti cenderung
memasukkan orang-orang yang secara nyata memang perokok. Akibatnya ketika dilakukan
analisis, seolah-olah memang rokoklah penyebab Ca pulmo.
Measurement bias, yaitu bias yang terjadi pada saat pengukuran eksposur. Sebagai contoh,
ketika ingin mengetahui hubungan sebab akibat antara stroke dan hipertensi, pemeriksa
yang berbeda melakukan pengukuran tekanan darah dengan cara yang berbeda atau
menggunakan alat ukur yang tidak sama. Akibatnya hasil pengukuran menjadi tidak valid.
Information bias, yaitu bias yang terjadi pada saat peneliti menggali informasi dari subyek.
Sebagai contoh, ketika pemeriksa mengetahui bahwa subyek menderita Ca pulmo, maka
pertanyaan mengenai merokok pada subyek tersebut dilakukan secara mendalam,
sedangkan yang bukan penderita Ca pulmo, pertanyaan dilakukan secara pintas lalu.
Recall bias, yaitu bias dalam menjaring informasi dari responden. Sebagai contoh adalah
ketika peneliti ingin mengetahui apakah terjadinya low birth weight disebabkan oleh intake
makanan yang buruk selama kehamilan. Lalu dilakukanlah interview untuk menanyakan apa
saja yang dimakan dalam 2 minggu terakhir. Kalaupun dijawab oleh responden, maka
jawaban tersebut tidaklah valid, karena kemampuan untuk mengingat setiap subyek sangat
terbatas.
Confounder. Kadar kolesterol ataupun kadar trigliserida yang tinggi merupakan confounder
untuk terjadinya stroke pada penderita hipertensi. Mengapa demikian? Oleh karena pada
penderita hipertensi yang disertai kadar kolesterol atau kadar trigliserida yang tinggi
memiliki risiko menderita stroke yang lebih besar dari pada jika hanya menderita hipertensi
saja.
Mengendalikan risiko terjadinya bias bukan merupakan cara yang sederhana, namun hal ini
harus dilakukan untuk menjamin validitas hasil penelitian. Beberapa upaya yang dapat
dilakukan antara lain adalah:
Restriksi. Dalam hal ini peneliti dapat saja membatasi populasi penelitian agar tidak terlalu
banyak memiliki faktor-faktor risiko untuk terjadinya outcome. Sebagai contoh, stroke dapat
terjadi pada seorang penderita hipertensi, hiperkolesterolemia, hipertrigliserida, obesitas,
stress, dan diabetes mellitus. Untuk mengurangi risiko terjadinya bias, dapat saja penderita
dengan obesitas dan stress dikeluarkan dari penelitian.
Randomisasi. Cara ini dimaksudkan untuk menghindari bias karena setiap subyek
mempunyai kesempatan yang sama untuk terpilih. Randomisasi juga dilakukan untuk
menjamin agar heterogenitas kedua populasi (kasus dan kontrol) dapat terjaga.
Matching. Jika umur merupakan confounder untuk terjadinya suatu penyakit (misalnya umur
tua berisiko untuk terjadinya Alzheimer disease), maka dapat dilakukan matching. Dalam hal
ini setiap 1 kasus dipadankan (matched) dengan 1 atau lebih kontrol dengan usia yang
hampir sama.
Stratifikasi. Sebagai contoh adalah angka kematian bayi hingga umur 28 hari, yang salah
satu confoundernya adalah low birth weight atau berat badan lahir rendah. Untuk itu maka
ketika melakukan analisis dilakukan stratifikasi, mereka yang memiliki berat badan lahir
kurang dari 2500 gram dikelompokkan sendiri dan dibandingkan dengan yang berat lahirnya
di atas 2500 gram.
4.1.4. Analisis
Jika pada penelitian cross-sectional kita dapat mengukur risiko relatif maka dalam penelitian
case-control yang dihitung adalah Odds Ratio (OR), yang formulanya adalah sbb:
Odds Ratio ini menyatakan adanya hubungan sebab akibat antara eksposur dan outcome,
yang dinyatakan dengan berapa kali risiko untuk terjadinya outcome pada kelompok
eksposur dibandingkan dengan kelompok tanpa eksposur.
4.2. COHORT
Jika penelitian case control selalu berawal dari kasus atau penyakit, maka penelitian cohort
bermula dari eksposur. Sebagai contoh, ketika kita sedang membeli bensin akan terlihat
banyak anak kecil yang menjajakan koran dan makanan. Mengingat bahwa di sekitar pom
bensin tentu banyak kandungan timbalnya, maka pertanyaannya adalah apa yang akan
terjadi pada anak-anak tersebut setelah sekian lama terpapar lingkungan pom bensin yang
notabene mengandung banyak timbal.
Atas dasar pertanyaan tersebut kemudian peneliti melakukan observasi secara prospektif
pada anak-anak yang berada di sekitar pom bensin dan diamati hingga muncul outcome,
baik berupa penyakit atau hanya gejala sakit. Sedangkan kelompok kontrol adalah anak-
anak yang sama sekali tidak terpapar oleh timbal, atau tidak bekerja di sekitar pom bensin.
Follow up
Eksposur (+)
Outcome (+)
Eksposur (-)
Eksposur (+)
Outcome (-)
Eksposur (-)
DAFTAR PUSTAKA
Kelsey JL, Whittemore AS, Evans AS, Thomson WD (1996) Methods in Observational
Epidemiology. 2nd Ed. Oxford University Press, New York, pp 244-268
Troidi H, McKneally MF, Mulder DS, Wechsler AS, McPeek B, Spitzer WO (1998) Surgical
Research. Basic Principles and Clinical Practice. 3rd Ed. Springer Verlag, Heidelberg, pp 223-
234.
DAFTAR BACAAN
1. Abramson JH. (1998) Cross sectional studies. In: R Detels, WW Holand, J McEwen,
GS Omenn. Oxford Text Book of Public Health. 3rd Ed Vol 2. New York. Oxford
University Press, pp: 517-535
2. Rothman KJ and Greenland S. (1998) Causation and causal inference. In: KJ
Rothman and S Greenland. Modern Epidemiology. Philadelphia (PA), Lippincott-
Raven, pp:7-28.