Anda di halaman 1dari 8

Perawatan pada kelainan kelenjar saliva.

1.Sialolithiasis

Sialolith adalah suatu kalsifikasi yang berkembang pada sistem saluran saliva. Sialolit ini diyakini berasal
dari deposisi garam kalsium. Diagnosis batu kelenjar saliva mudah dilakukan bila terletak di distal,
bagian rongga mulut dari duktus. Sialolit bisa ditemukan pada duktus mandibularis di dasar mulut, bisa
dilihat atau diraba, ataupun difoto secara radiografis. Sialolith ini bisa juga terbentuk pada kelenjar
saliva minor. Bentuk batu sangat bervariasi baik dari segi ukuran, bentuk, dan kemampuannya hanyut ke
dalam lumen atau menempel pada dinding duktus. Sialolith yang berada pada atau dekat dengan orifice
duktus dapat dihilangkan dengan cara meminta pasien untuk minum air yang dicampur dengan tetesan
jeruk nipis atau lemon sehingga terjadi peningkatan aliran saliva, kemudian dokter gigi dapat memijat
glandula saliva dengan pelembab yang hangat dan mendorong batu agar keluar dari duktus (Vorvick,
2011). Namun, apabila sialolith terletak lebih dalam dari orifice duktus, maka dapat dilakukan operasi
untuk pengambilan sialolith. Sialolith yang terletak pada intraglandula, maka perawatan yang dianjurkan
adalah dengan mengambil seluruh glandula saliva yang terkena.

Terapi Sialolithiasis:

a.Tanpa pembedahan

Pengobatan klasik silolithiasis (medical treatment) adalah penggunaan antibiotik dan anti inflamasi,
dengan harapan batu keluar melalui caruncula secara spontan.Pada beberapa kasus dimana batu berada
di wharton papillae, dapat dilakukan tindakan marsupialization (sialodochoplasty). Sering kali batu masih
tersisa terutama bila berada di bagian posterior Warton’s duct, sehingga pendekatan konservatif sering
diterapkan.

b. Pembedahan

Sebelum teknik endoskopi dan lithotripsi berkembang pesat, terapi untuk mengeluarkan batu pada
sialolithiasis submandibula delakukan dengan pembedahan, terutama pada kasus dengan diameter batu
yang besar (ukuran terbesar sampai 10 mm), atau lokasi yang sulit. Bila lokasi batu di belakang ostium
duktus maka bisa dilakukan tindakan simple sphincterotomy dengan anestesia lokal untuk
mengeluarkannya. Pada batu yang berada di tengah-tengah duktus harus dilakukan diseksi pada duktus
dengan menghindari injury pada n. lingualis. Hal ini bisa dilakukan dengan anestesi lokal maupun
general, tapi sering menimbulkan nyeri berat post operative. Harus dilakukan dengan anestesi general,
bila lokasi batu berada pada gland's pelvis. Pada kasus ini harus dilalakukan submaxilectomy dengan
tingkat kesulitan yang tinggi, karena harus menghindari cabang-cabang dari n. facialis.
1. Gambaran eksisi dari intraoral. 2. Sialolith yang telah diambil

c. Minimal invasive

 Lithotripsi Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL)

merupakan terapi dengan pendekatan non invasive yang cukup efektif pada sialolithiasis. Setelah
berhasil untuk penanganan batu di saluran kencing dan pankreas, ESWL menjadi alternatif penanganan
batu pada saluran saliva, dimulai tahun 1990- an. Tujuan ESWL untuk mengurangi ukuran calculi menjadi
fragmen yang kecil sehingga tidak mengganggu aliran seliva dan mengurangi simptom. Diharapkan juga
fragmen calculi bisa keluar spontan mengikuti aliran saliva. Indikasi ESWL bisa dilakukan pada semua
sialolithiasis baik dalam glandula maupun dalam duktus, kecuali posisi batu yang dekat dengan struktur
n. facialis. Inflamasi akut merupakan kontra indikasi lokal dan inflamasi kronis bukan merupakan kontra
indikasi, sedangkan kelainan pembekuan darah (haemorrhagic diathesis), kelainan kardiologi, dan pasien
dengan pacemaker merupakan kontraindikasi umum.

 ESWL.

Metode ini tidak menimbulkan nyeri dan tidak membutuhkan anestesia, pasien duduk setengah
berbaring (semi-reclining position) seperti terlihat pada Gb.(a). Shockwave benar-benar fokus dengan
lebar 2,5 mm dan kedalaman 20mm sehingga lesi jaringan sekitarnya sangat minimal. Energi yang
digunakan disesuaikan dengan batu pada kelenjar saliva, yaitu antara 5 -30 mPa. Tembakan dilakukan
120 impacts per menit, bisa dikurangi sampai 90 atau 60 impacts per menit. Setiap sesion sekitar 1500 +
/ - 500 impacts dan antar sesion terpisah minimal satu bulan. Keberhasilan ESWL tergantung pada
dimensi, lokasi, dan jumlah calculi. Ketepatan posisi (pinpointing) calculi bisa dipandu dengan
ultrasonography, echography probe 7,5 Mhz. Calculi dengan ukuran > 10 mm sulit dipecah menjadi
fragmen. Beberapa penelitian telah melakukan pengamatan dan follow up atas keberhasilan
penggunaan ESWL, antara lain Escidier et al mengamati 122 kasus dimana 68% pasien terbebas dari
simptom setelah difollow up selama 3 tahun, Cappaccio et al dengan 322 kasus melaporkan 87,6%
pasien terbebas dari simptom setelah diamati 5 tahun sejak pengoabatan menggunakan ESWL.

 Sialendoskopi

Sialendoskopi merupakan teknik endoskopi untuk memeriksa duktus kelenjar saliva. Teknik ini termasuk
minimal invasive terbaru yang dapat digunakan untuk diagnosis sekaligus manajemen terapi pada ductal
pathologies seperti obstruksi, striktur, dan sialolith. Prosedur yang dapat dilakukan dengan
Sialendoskopi merupakan complete exploration ductal system yang meliputi duktus utama, cabang
sekunder dan tersier. Indikasi diagnostik dan intervensi dengan Sialendoskopi adalah semua
pembengkakan intermitten pada kelenjar saliva yang tidak jelas asalnya.

 Teknik Intervensi Sialendoskopi.

Sialendoskopi dilakukan dengan anestesi lokal, papila untuk mencapai kelenjar diinjeksi dengan bahan
anestesi (xylocaine 1% dengan epinephrine 1:200000). Papila dilebarkan bertahap dengan probe yang
bertambah besar sampai sesuai dengan diameter sialendoskop. Kemudian sialendoskop dimasukkan ke
dalam duktus kelenjar saliva diikuti pembilasan dengan cairan isotonik melalui probe. Pembilasan ini
dimaksudkan untuk dilatasi duktus dan irigasi debris. Duktus kelenjar saliva ini dioservasi mulai dari
duktus utama sampai cabang tersier hingga probe tidak bisa masuk lagi, dengan catatan menghindari
trauma dan perforasi dinding duktus. Bila didapatkan obstruksi, kita bisa menggunakan beberapa teknik
untuk mengatasinya. Untuk pengambilan batu dengan diameter < 4 mm pada kelenjar submandibula
atau < 3mm pada klenjar parotis, kita dekatkan sialendoskop ke sialolith kemudian kita masukkan ke
dalam working chanel sebuah forsep penghisap yang fleksibel dengan diameter 1 mm atau stone
extractor (wire basket forcep). Berikutnya batu dihisap dan sialendoskop ditarik dengan forcep
penghisapnya. Pada kasus dengan batu yang lebih besar, kita memasukkan probe laser helium ke dalam
working chanel dan batu dipecah menjadi beberapa bagian kecil-kecil. Kemudian bagian kecil tersebut
ambil (removed) dengan teknik yang sama. Sedangkan pada kasus mucus plug, sekret yang lengket
dimobilisasi dengan pembilasan dan penghisapan. Setelah intervensi Sialendoskopi, dilakukan stenting
pada duktus submandibular menggunakan stent plastik (sialostent) selama 2 sampai 4 minggu dengan
tujuan menghindari striktur, mencegah obstruksi karena udema sekitar orifisium, dan sebagai saluran
irigasi partikel-partikel batu kecil oleh aliran saliva. Pemberian hydrocortisone 100 mg injeksi intraductal
atau langsung pada daerah striktur juga dapat mempercepat proses penyembuhan pasca sialoendokopi.

d.Decision Tree

Pada tindakan minimal invasive terdapat beberapa pilihan diagnostik maupun terapi untuk managemen
sebuah kasus dengan gejala klinis adanya obstruksi pada saluran kelenjar saliva. Bila didapatkan batu
ukuran kecil (< 4 mm submandibular atau < 3 mm parotis) maka dapat diintervensi dengan Wire Basket
Extraxion. Pada batu dengan ukuran > 4 mm submandibula atau > 3 mm parotis, batu harus dipecah
menjadi bagian yang lebih kecil menggunakan Laser Lithotripsy kemudian dikeluarkan dengan Wire
Basket Extraxion. Sedangkan stenosis pada sistem duktus cukup dilakukan dilatasi menggunakan metalic
dilator (main duct) atau dengan balloon catheter bila stenosis terjadi pada cabang duktus.

2. Ranula

Ranula adalah bentuk kista akibat obstruksi glandula saliva mayor yang terdapat pada dasar mulut yang
akan berakibat pembengkakan di bawah lidah yang berwarna kebiru-biruan. Ranula merupakan
fenomena retensi duktus pada glandula sublingualis (yang kadang-kadang menunjukkan adanya lapisan
epitel), dengan gambaran khas pada dasar mulut. Mukosa di atasnya terlihat tipis, meregang, dan
hampir transparan. Ukuran ranula dapat membesar, dan apabila tidak segera diatasi akan memberikan
dampak yang buruk, karena pembengkakannya dapat mengganggu fungsi bicara, mengunyah, menelan,
dan bernafas dan kadang menyebabkan terangkatnya lidah. Diklasifikasikan menjadi 2 tipe yaitu
1).ranula superficial atau simple ranula dan 2). Ranula dissecting /plunging ranula.

1. Gambaran Ranula Superficial. 2. Gambaran Ranula dissecting/ Plunging Ranula

Perawatan ranula

umumnya dilakukan untuk mengurangi dan menghilangkan gangguan fungsi mulut yang dirasakan
pasien akibat ukuran dan keberadaan massa. perawatan yang dilakukan meliputi penanggulangan faktor
penyebab dan pembedahan massa. penanggulangan faktor penyebab dimaksudkan untuk
menghindarkan terjadinya rekurensi. Etiologi ranula biasanya karena trauma akibat kebiasaan buruk
atau trauma lokal atau mekanik yang terjadi terus menerus dapat menyebabkan terjadinya rekurens
iranula.

Penatalaksaan pasien penderita ranula atau plunging ranula dapat dilakukan dengan berbagai cara
antara lain dengan teknik marsupialisasi dan eksisi yaitu Suatu tindakan operasi membuat “outlet” pada
kista retensi kelenjar liur sublingual dengan membuang sebagian dinding kista yang paling sedikit
vaskularisasinya pada daerah sublingual.Penatalaksanaan denganpembedahan merupakan pilihan
utama. Kejadian rekurensi sangat tergantung dengan metode yang dilakukan.

Berikut ini merupakantahap-tahap prosedur marsupialisasi serta komplikasi yang ditimbulkan :

Menjelang operasi

a. Penjelasan kepada penderita dan keluarganya mengenai tindakan operasi yang akan dijalani
serta resiko komplikasi disertai dengan tandatangan persetujuandan permohonan dari
penderita untuk dilakukan operasi. (Informed consent).
b. Memeriksa dan melengkapi persiapan alat dan kelengkapan operasi.
c. Penderita puasa minimal 6 jam sebelum operasi.
d. Antibiotika profilaksis, Cefazolin atau Clindamycin kombinasi dengan Garamycin,dosis
menyesuaikan untuk profilaksis.

Tahapan operasi
a. Dilakukan dalam kamar operasi, penderita dalam narkose umum dengan intubasi nasotrakheal
kontralateral dari lesi, atau kalau kesulitan bisa orotrakeal yang diletakkan pada sudut mulut
serta fiksasinya kesisi kontralateral, sehingga lapangan operasi bisa bebas.
b. Posisi penderita telentang sedikit “head-up” (20-250) dan kepala menoleh kearah kontralateral,
ekstensi (perubahan posisi kepala setelah didesinfeksi).
c. Desinfensi intraoral dengan Hibicet setelah dipasang tampon steril di orofaring.
d. Desinfeksi lapangan operasi luar dengan Hibitane-alkohol 70% 1:1000
e. Mulut dibuka dengan menggunakan spreader mulut, untuk memudahkan mengeluarkan lidah/
dijulurkan maka bisa dipasang teugel pada lidah dengan benang sutera 0/1.

f. Lakukan eksisi bentuk elips pada mukosa dasar mulut yang membesar akibat kistatersebut dan
pilih yang paling sedikit vaskularisasinya, kemudian rawatperdarahan yang terjadi, lakukan
sondase atau palpasi, sebab kadang adasedimentasi/ sialolithiasis, atau sebab lain sehingga
menimbulkan sumbatan padasaluran kelenjar liur sublingual. Tepi eksisi dijahit marsupialisasi
dengan Dexon0/3 agar tidak menutup lagi.

g. .Apabila masih teraba kista maka bisa dilakukan memecahkan septa yang ada sehingga isinya
bisa ter-drainase. Pada kista yang cukup besar setelah dievaluasi tidak ada kista lagi maka bisa
dipasang tampon pita sampai keujungnya dipertahankan sampai 5 hari sebagai tuntunan
epitelialisasi pada permukaan kista tadi dan tidak obliterasi lagi.
h. .Apabila didapat sebagian ranula dibawah m. milohioid, maka memerlukan pendekatan yang
lebih bagus dari ekstra oral. Dan yang perlu diperhatikan adalah preservasi nervus hipoglossus,
nervus lingualis. Pasang redon drain apabila melakukan pendekatan ekstra oral.
i. Evaluasi ulang untuk perdarahan yang terjadi.
j. Lapangan operasi dicuci dengan kasa-PZ steril, luka operasi yang diluar ditutup dengan kasa
steril dan di hipafiks.
k. Tampon orofaring diambil, sebelum ekstubasi.
l. Buat laporan operasi dan surat pengantar untuk pemeriksaan PA.

Komplikasi operasi

 Perdarahan
 Kerusakan nervus hipoglosus atau nervus lingualis
 Infeksi
 Fistel orokutan pada operasi yang pendekatannya intra dan extra oral
 Residif

Perawatan Pasca Bedah

 Infus Ringer Lactate dan Dextrose 5% dengan perbandingan 1 : 4 (sehari)


 Setelah sadar betul bisa dicoba minum sedikit-sedikit, setelah 6 jam tidak mual bisa diberi
makan.
 Pada penderita yang terpasang drain redon dilepas jika produksinya < 10 cc/24 jam.
 Luka operasi dirawat dan ganti perban pada hari ke-3.
 Pada penderita yang dipasang kasa dengan tampon steril pada saat operasi pada bekas kista
sublingual maka tampon dipertahankan sampai hari ke 5, dan kemudian dicabut sehingga
mengurang kemungkinan tertutup lagi kista kelenjar liur tersebut. Penderita dipulangkan sehari
setelah angkat drain dan tampon, anjurkan dan angkat jahitan pada hari ke-7 setelah operasi.
 Follow-Up iiap minggu sampai luka operasi sembuh baik

3. Mucocle.

MucoceleBerasal dari kelenjar saliva minor tipe mucus. Terjadi karena mucusmengisi ruangan dalam
jaringan ikat dengan cara menembus dinding salurankelenjar saliva ekstravasasi). Pembengkakan
biasanya berbentuk kubah, dengan diameter 1-2 mm hingga lebih. Permukaan mukosa dapat
terlihat kebiruan dantranslusen. Ciri khas lesi ini adalah fluctuant, namun pada beberapa kasus
mucocele dapat terasa keras saat dipalpasi. Mucocele dapat hilang timbul, yang kadang-kadang
pecah sehinggacairannya keluar. Biasanya mucocele tidak disertai rasa sakit. Terjadi oleh karena
trauma local atau dapat juga terjadi karena penyumbatan pada saluran kelenjar liur minor.
Gambaran mucocle

Perawatan Mucocle.

Tindakan perawatan mucocle

Mucocele adalah lesi yang tidak berumur panjang, bervariasi dari beberapa hari hingga beberapa
minggu, dan dapat hilang dengan sendirinya. Namun banyak juga lesi yang sifatnya kronik dan
membutuhkan pembedahan eksisi. Pada saat di eksisi, dokter gigi sebaiknya mengangkat
semuakelenjar liur minor yang berdekatan.Selain dengan pembedahan, mucocele juga dapat
diangkat dengan laser.

Eksisi mucocele

di eksisi dengan memakai modifikasi teknik elips, menebus mukosa, diluar batas permukaan dari
lesi. Batas mucocele dengan jaringan sehat mudah diidentifikasi, lesidipotong dengan teknik
gunting, pengambilan gl.mukos asesoris, penutupan dengan jahitan terputus.Terkadang dapat
sembuh dengan sendirinya. Akan tetapi, jika dibiarkan tanpa perawatan akan meninggalkan luka
parut. Beberapa dokter saat ini ada juga yang menggunakan menggunakan injeksi
Kortikosteroidsebelum melakukan pembedahan, ini terkadang dapat mengempiskan
pembengkakan. Jika berhasil, maka tidak perlu dilakukan pembedahan.

4.Pemberian antibiotic

Dilakukan apabila terdapat kelainan pada glandula saliva yang diakibatkan oleh infeksi bakteri yang
menghasilkan pus atau demam, contohnya pada sialadenitis. Antibiotik yang diberikan pertamakali (first
line) harusnya antibiotik dengan spektrum yang luas (broad spectrum) seperti golongan Penicillin.
Antibiotik yang termasuk ke dalam golongan penicillin yaitu Ampicilin dan Amoksisilin yang aktif
melawan bakteri gram negatif dan positif. Untuk pemberian oral, amoksisilin merupakan obat pilihan
karena diabsorbsi lebih baik daripada ampisilin. Dosis yang umumnya digunakan adalah 500 mg tiap 8
jam dengan waktu pengobatan minimal 5 hari. Antibiotik yang lain adalah golongan Clindamycin yang
efektif terutama terhadap bakteri gram negatif. Pada 48 jam pertama diberikan melalui intravena
dengan dosis 900 mg/8 jam, kemudian dilanjutkan pemberian secara oral dengan dosis 300 mg/8 jam.
Apabila terapi antibiotik belum berhasil, dapat diberikan antibiotik golongan lain yaitu sefalosporin.
Second line terapi antibiotik adalah dengan kultur sensitifitas untuk mengetahui nama bakteri spesifik
penyebab infeksi dan antibiotik yang sensitif terhadap bakteri tersebut.
5.Radioterapi.

Terapi radiasi pada umumnya diberikan pada pembengkakan glandula salivarius dan lesi-lesi maligna.
Pada pembengkakan glandula parotis yang disebabkan oleh infeksi HIV diberikan terapi radiasi eksternal
dengan dosis 24 Gy.

S Hasan Hatta.2009.Penanganan Sialolithiasis. Dentofasial, Vol.8, No1.1, April 2009:35-39

http://bedah.usu.ac.id/images/Modul/Modul_KL/12-EKSISI-DAN-MARSUPIALISASI-RANULA.pdf

https://www.scribd.com/doc/39587059/MUCOCELE

http://www.perhati-kl.or.id/v1/wp-content/uploads/2012/01/Sialoendoscopy-2-dr-susy-Endang-Final-edit-
anjar-2.pdf

Anda mungkin juga menyukai