Anda di halaman 1dari 7

SIALOLIT

A. Definisi
Sialolit adalah suatu yang berklasifikasi dan merupakan bahan organik yang
terjadi di dalam kelenjar parenkim atau pada duktus kelenjar ludah major maupun
minor.

B. Etiologi

 Meskipun penyebab pasti sialolithiasis masih belum jelas, beberapa batu


saliva mungkin berhubungan dengan infeksi kronis (Staphylococcus aureus ,
Streptococcus viridans) dari kelenjar

 Sjögren's sindrom dan atau peningkatan kalsium, dehidrasi, yang


meningkatkan viskositas saliva

 Asupan makanan berkurang, yang menurunkan permintaan untuk saliva,


atau obat yang menurunkan produksi saliva, termasuk anti histamin tertentu,
anti 16 hipertensi (diuretic) dan anti psikotik, tetapi dalam banyak kasus dapat
timbul secara idiopatik.

C. Patogenesis
Adanya ekresi dari intracellularmicrocalculi ke dalam saluran duktus dan
menjadi nidus kalsifikasi. Kedua, dugaan adanya substansi dan bakteri dari
rongga mulut yang migrasi ke dalam duktus salivary dan menjadi nidus kalsifikasi.
Kedua hipotesis ini sebagai pemicu nidus organik yang kemudian berkembang
menjadi penumpukan substansi organik dan inorganik. Hipotesis lainnya
mengatakan bahwa terdapat proses biologi terbentuknya batu, yang ditandai
menurunnya sekresi kelenjar, perubahan elektrolit, dan menurunnya sintesis
glikoprotein. Hal ini terjadi karena terjadi pembusukan membransel akibat proses
penuaan.

D. Gambaran klinis dan Epidemiologi


Gambar 1. Pemeriksaan klinis tampak sialolit pada kelenjar saliva

 Rasa sakit dan adanya pembengkakan secara intermiten di daerah kelenjar


ludah major. Keadaan ini bertambah parah pada waktu makan dan kembali
hilang setelah makan. Rasa sakit ini berasal dari tersumbatnya air ludah
dibelakang pembatuan.

 Sebagian besar (80% - 90%) sialolithiasis terjadi di duktus submandibula


(warthon’s duct) karena struktur anatomi duktus dan karakteristik kimiawi
darisekresi kelenjar saliva. Kedua faktor ini mendukung terjadinya proses
kalsifikasi padaduktus submandibula sehingga muncul sialolithiasis.

 Diperkirakan terdapat 1,2% dalam populasi. Perbandingan angka kejadian


pada laki – laki dan perempuan adalah 1,04 : 1, dan usia paling banyak
terjadi antara 25 – 50 tahun.

 Sialolitiasis biasanya berhubungan dengan suatu peradangan kelenjar liur


( sialadenitis ) yang disebabkan oleh terbentuknya batu atau sebagai akibat
sumbatan duktus kelenjar liur. Dari 80% - 90% kasus sialolitiasis kelenjar liur
ditemukan pada kelenjar submandibular, 6% pada kelenjar parotis, 2% pada
kelenjar sublingual, dan 2% pada kelenjar liur minor. Sebanyak 85 % terletak
di duktus wharton’s kelenjar submandibula. Dari kasus yang ditemukan batu
kelenjar liur biasanya unilateral dan dapat berbentuk tunggal atau lebih

E. Pemeriksaan penunjang

 Pemeriksaan Radiologis
Teknik radiografi yang banyak digunakan adalah teknik radiograf oklusal
dan panoramik (OPG), namun tidak semua sialolith dapat terlihat melalui
pemeriksaan radiografis konvensional karena sebagian kecil batu saliva
tersebut mengalami hipomineralisasi dan superimposisi dengan jaringan lain
yang bersifat radiodense.
 Sialografi
Sialografi merupakan pemeriksaan untuk melihat kondisi duktus dengan
menggunakan kontras. Dengan pemeriksaan ini kita dapat mengidentifikasi
adanya iregularitas pada dinding duktus, identifikasi adanya polip, mucous
plug atau fibrin, serta area granulomatosa. Selain itu dapat pula diidentifikasi
adanya kemungkinan obstruksi duktus maupun stenosis.
Pemeriksaan dimulai dengan melakukan identifikasi terhadap duktus
Stensen dan Wharton. Langkah selanjutnya adalah dilakukan dilatasi duktus.
Saat dilatasi duktus sudah maksimal, maka dapat dimasukkan kateter
sialografi.
Pada pemeriksaan sialografi ini digunakan kontras, yang bisa berupa
etiodol atau sinografin. Sialografi dapat memberikan pemandangan yang
jelas pada duktus secara keseluruhan dan dapat memberikan informasi
mengenai area yang tidak dapat dijangkau dengan sialoendoskop, misalnya
pada area di belakang lekukan yang tajam dan striktur. Kekurangan dari
pemeriksaan sialografi adalah paparan radiasi dan hasil positif palsu pada
pemeriksaan batu karena adanya air bubble (gelembung udara).

 Tomografi computer
Pemeriksaan ini merupakan salah satu pilihan untuk mengevaluasi
sistem duktus dan parenkim pada kelenjar saliva. Identifikasi dapat dilakukan
pada potongan aksial, koronal maupun sagital. Dengan pemeriksaan ini
dapat diidentifikasi adanya iregularitas pada dinding duktus dengan melihat
adanya penebalan dan penyangatan pada dinding duktus. Pada obstruksi
yang disebabkan karena batu, kalsifikasi dapat dilihat berupa masa
hiperdens tanpa penyangatan pada pemeriksaan tomografi komputer.
Adanya penyangatan dapat merupakan indikasi adanya obstruksi sialodenitis
akut.

 Sialografi Tomografi Komputer


Pemeriksaan ini merupakan kombinasi antara pemeriksaan sialografi
dengan menggunakan kontras dan pemeriksaan tomografi komputer.
Pemeriksaan dilakukan dengan memasukkan kateter pada duktus, kemudian
mengisinya dengan kontras, lalu dilakukan pemeriksaan tomografi komputer.
Pemeriksaan ini digunakan untuk mengevaluasi parenkim secara detail.

 Magnetic resonance imaging dan magnetic resonance sialography


Pemeriksaan dengan MRI juga dapat mengidentifikasi adanya kelainan
pada kelenjar saliva. Dengan pemeriksaan ini akan tampak perbedaan antara
struktur duktus dan parenkim. Pemeriksaan Magnetic Resonance
Sialography dapat digunakan untuk mengidentifikasi struktur duktus pada
kelenjar parotis dan submandibula dengan melakukan sialografi dengan
menggunakan kontras Magnetic Resonance.

 Ultrasonografi
Dalam mendiagnosis kelainan pada kelenjar saliva terkadang diperlukan
pemeriksaan ultrasonografi dengan resolusi tinggi. Pemeriksaan dengan
ultrasonografi bermanfaat dalam mengidentifikasi massa dan membedakan
konsistensi massa tersebut, apakah padat atau kistik. Ultrasonografi yang
digunakan pada pemeriksaan kelenjar saliva adalah ultrasonografi dengan
transduser beresolusi tinggi, yaitu 7,5-10,0 MHz.
Pada kasus abses atau massa kistik kelenjar saliva terkadang dilakukan
aspirasi jarum halus. Pada kasus ini, ultrasonografi dapat dimanfaatkan untuk
menjadi panduan dalam aspirasi. Pemeriksaan ultrasonografi juga penting
dilakukan untuk melihat adanya kelokan atau cabang-cabang duktus, yang
bisa menimbulkan komplikasi pada proses obstruksi.
Kekurangan pada pemeriksaan dengan ultrasonografi adalah, alat ini
tidak dapat memvisualisasi kelenjar saliva secara keseluruhan. Pada
penegakan kelainan obstruksi kelenjar saliva menggunakan ultrasonografi
sering sulit untuk menentukan ukuran batu secara tiga dimensi begitu juga
dengan struktur stenosisnya. Selain itu, pemeriksaan dengan alat ini tidak
dapat memberikan informasi yang cukup jelas mengenai diameter bagian
distal obstruksi sehingga sulit memastikan apakah duktusnya cukup lebar
dan lurus sehingga memungkinkan masuknya instrumen pada endoskopi
terapeutik.

F. Diagnosa banding
Ada beberapa penyakit yang perlu dibedakan dengan sialolitiasis, infeksi
akut kelenjar liur sering disebabkan oleh infeksi virus terutama virus mumps.
Selain itu dapat disebabkan oleh virus Coxsockie A, parainfluenzae, bisa juga
peradangan pada kelenjar parotis seperti sialadenitis bakterial akut yang
disebabkan oleh Staphylococcus aureus atau pyogens, Streptococcus viridans
atau pneumoniae atau Hemophilus influenzae. Infeksi kronik yaitu sialadenitis
kronis yang berulang akibat infeksi bakteri non pyogenik atau penyakit
limphoepiteial seperti Sjorgen’s syndrome.

G. Perawatan

 Tanpa pembedahan

1) Pengobatan klasik silolithiasis (medical treatment) adalah penggunaan


antibiotik dan anti inflamasi. pengobatan yang diberikan adalah
simptomatik, nyeri diobati denganNSAID (e.g ibuprofen, 600 mg setiap 8
jam selama 7 hari) dan infeksi bacteria diobati dengan antibiotik golongan
penicillin dan Cephalosporins, (875mgamoxicillin dan asam klavulanat
125 mg setiap 8 jam untuk jangka waktu satu minggu )

2) Diet kaya protein dan cairan asam termasuk makanan dan minuman juga
dianjurkan untuk menghindari pembentukan batu lebih lanjut dalam
kelenjar saliva.

 Pembedahan

1) Bila lokasi batu di belakang ostium duktus maka bisa dilakukan tindakan
simple sphincterotomy dengan anestesia lokal untuk mengeluarkannya.

2) Pada batu yang berada di tengah-tengah duktus harus dilakukan diseksi


pada duktus dengan menghindari injury pada n. lingualis.

 Minimal invasiv

1) Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL) ESWL merupakan terapi


dengan pendekatan non invasive yang cukup efektif pada sialolithiasis.
Indikasi ESWL bisa dilakukan pada semua sialolithiasis baik dalam
glandula maupun dalam duktus, kecuali posisi batu yang dekat dengan
struktur n. facialis.Inflamasi akut merupakan kontra indikasi lokal dan
inflamasi kronis bukan merupakan kontra indikasi, sedangkan kelainan
pembekuan darah (haemorrhagic diathesis), kelainan kardiologi, dan
pasien dengan pacemaker merupakankontraindikasi umum ESWL.
Metode ini tidak menimbulkan nyeri dan tidak membutuhkan anestesia,
pasien duduk setengah berbaring (semi-reclining position)

2) Sialendoskopi merupakan teknik endoskopi untuk memeriksa duktus


kelenjar saliva. Teknik ini termasuk minimal invasive terbaru yang dapat
digunakan untuk diagnosis sekaligus manajemen terapi pada ductal
pathologies seperti obstruksi,striktur, dan sialolit.

Gambar 2. Sialendoskopi melalui karunkula sublingual

Gambar 3. Gambaran Sialolit di dalam duktus submandibular

Table 1. Bagan Penanganan evaluasi dan managemen sialolithiasis

SUMBER :
Elvia, Yusuf M. 2011. DIAGNOSIS DAN TERAPI SIALOLITIASIS KELENJAR LIUR. FKG
UNAIR. Surabaya.
Lewis, Michael A.O dan Richard C.K Jordan. 2017. Oral Medicine: A Colour Handbook, 2nd
Ed. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai