ABSTRAK
tergolong tidak mampu dan tidak kerja pada perawat RSUD Kota
memiliki biaya untuk berobat. Hal Bekasi. Hal ini terbukti dari mayoritas
tersebut membuat semakin minimnya karakteristik subyek dalam penelitian
dana yang dimiliki oleh RSUD Kota ini yang memiliki tingkat stres kerja
Bekasi sehingga berdampak pada gaji yang rendah yaitu sebesar 38% (14
yang diberikan pada pegawainya orang). Hal ini dimungkinkan karena
termasuk perawat. Dengan gaji yang faktor dukungan sosial antar sesama
minim, seorang perawat harus perawat yang cukup tinggi. dari hasil
memutar otak untuk memenuhi segala wawancara dengan enam orang
kebutuhannya sehingga apabila perawat di RSUD Kota Bekasi,
sebagian kebutuhannya tidak terpenuhi ditemukan bahwa sebagian besar
maka perawat tersebut akan perawat merasa nyaman berada di
mengalami stres. lingkungan kerjanya. Hubungan yang
Selain itu, RSUD Kota Bekasi erat dan saling mendukung dengan
merupakan rumah sakit pemerintah, cara membagi problem-problem dan
yang tentu saja menjadi pilihan atau kegembiraan dengan sesama anggota
alternatif utama bagi masyarakat Kota perawat membuat stres kerja yang
Bekasi terutama bagi pasien yang mereka alami menurun. Dessler (2007)
kurang mampu. Hal ini karena biaya menyatakan bahwa membangun
yang dikenakan lebih terjangkau hubungan yang bermanfaat,
dibandingkan dengan rumah sakit menyenangkan dan kooperatif dengan
swasta, bahkan bagi pasien kurang para kolega dan karyawan dapat
mampu yang memiliki kartu mengurangi tekanan pekerjaan.
jamkesmas maupun surat keterangan Dukungan sosial ini telah terbukti
lain yang menyatakan kurang mampu mengurangi stres diantara individu
dapat diberikan potongan biaya atau yang bekerja. dukungan sosial dapat
gratis sama sekali. Dengan demikian, berbentuk dukungan emosi, dukungan
seringkali jumlah pasien yang berobat penilaian, dan dukungan informasi
justru melebihi kapasitas atau daya (memberi nasihat, saran, dan
tampung rumah sakit. Hal ini juga pengarahan).
berdampak pada kondisi fisik dan Hubungan antara stres kerja
psikologis perawat. Jumlah perawat dengan burnout pada perawat RSUD
yang tidak seimbang dengan jumlah Kota Bekasi, menunjukkan hasil
pasien yang berobat setiap harinya koefisien korelasi sebesar r=0.596 dan
membuat perawat harus bekerja ekstra tingkat signifikansi 0.000 (p<0.05)
keras untuk memberikan pelayanan sehingga Ho ditolak. Hal tersebut
bagi pasien. Hal ini apabila terjadi menunjukkan bahwa terdapat
setiap hari dan terus menerus maka hubungan positif dan signifikan antara
akan menguras emosi perawat dan variabel stres kerja dengan variabel
menimbulkan tekanan yang burnout pada perawat RSUD Kota
mengakibatkan perawat mengalami Bekasi. Ini berarti semakin tinggi
stres kerja. tingkat stres kerja seseorang maka
Akan tetapi faktor-faktor semakin tinggi pula burnoutnya. Hal
tersebut pada kenyataannya tidak ini sesuai dengan karakteristik subyek
cukup mempengaruhi tingkat stres yang mayoritas memiliki tingkat stres
kerja yang tergolong rendah yaitu 38% yang tepat agar perawat memperoleh
(14 orang) dan tingkat burnout yang suasana baru dan kepuasan kerja
juga tergolong rendah yaitu 38 % (14 setinggi mungkin serta dapat
orang). menunjukkan prestasi yang lebih
Hal ini diperkuat dengan tinggi. Dari data yang diperoleh dalam
pengaruh stres kerja terhadap burnout penelitian, hampir sebagian besar
yang memiliki koefisien determinan perawat yang bekerja di ruang IGD
(r2) sebesar 0.368 atau 36.8% sehingga dan ICU mengaku sudah lama tidak
dapat dikatakan bahwa variabel stres mengalami pertukaran tempat (rotasi
kerja mempengaruhi variabel burnout kerja) dengan perawat lainnya. Hal ini
sebesar 36.8%. Selain faktor stres tentu saja menimbulkan kebosanan
kerja yang telah dijabarkan di atas, karena setiap hari perawat tersebut
masih terdapat 63.2% faktor lain yang harus menghadapi ruang kerja yang
mempengaruhi burnout. Menurut sama dan pekerjaan yang sama. Hal ini
Cherniss (1991), Maslach (1982) dan sesuai dengan karakteritik mayoritas
Sullivan (1989) (dalam Lumongga, subyek yang memiliki masa kerja
2009), sumber penyebab burnout lebih dari 11 tahun di ruang IGD dan
terdiri dari empat faktor, yaitu faktor ICU tanpa pernah dipindah ke ruang
keterlibatan dengan pelanggan, faktor lain.
lingkungan kerja, faktor individu, dan Dari faktor-faktor yang
faktor sosial budaya. dikemukakan tersebut, ternyata tidak
Seorang perawat tentu saja sesuai dengan karakteristik tingkat
memiliki keterlibatan yang tinggi burnout yang dialami oleh perawat.
dengan pasien. Hal ini karena Dari data yang diperoleh, mayoritas
merekalah yang terjun langsung perawat RSUD Kota Bekasi memiliki
menangani pasien. Berbagai tingkat burnout yang tergolong rendah
permasalahan yang timbul karena yaitu 38% (14 orang). Hal ini
keterlibatan ini membuat perawat kemungkinan karena faktor
mengalami kelelahan secara fisik lingkungan kerja yaitu faktor
maupun emosional. Selain itu, dukungan dari rekan kerja yang cukup
karakteristik subyek yang mayoritas baik sehingga mampu menurunkan
bekerja lebih dari enam tahun dan burnout yang dialami oleh perawat.
setiap hari diharuskan memberikan Dari hasil wawancara terhadap enam
pelayanan pada orang lain tanpa orang perawat RSUD Kota Bekasi
mendapatkan timbal balik dari mengungkapkan bahwa hubungan
pelanggan membuat perawat antar sesama perawat terjalin cukup
mengalami kebosanan. baik. kondisi yang saling mendukung
Burnout yang terjadi pada antar sesama perawat dapat
perawat RSUD Kota Bekasi juga dapat menurunkan burnout yang dialami
terjadi karena faktor tidak efektifnya perawat. Hal ini sesuai dengan
perputaran kerja (rotasi kerja). pendapat dari Kanner, dkk (dalam
Menurut (Martoyo, dalam Simamora, Etzion, 1984; Andarika, 2004) yang
2008), rotasi kerja bertujuan untuk mengatakan bahwa dukungan sosial
menempatkan perawat pada tempat secara langsung berhubungan dengan
burnout. Semakin tinggi dukungan Dengan pergantian sihft ini, tidak ada
sosial, maka semakin rendah burnout. perawat yang merasa paling tinggi jam
Pendapat ini diperkuat dengan kerjanya karena setiap perawat
penelitian yang dilakukan oleh Rita memiliki pergantian sihft yang sama.
Andarika (2004) terhadap perawat Pergantian shitf ini menyebabkan
puteri di RS St Elizabeth, yang burnout yang dialami perawat di
memperoleh hasil hubungan yang RSUD Kota Bekasi menjadi rendah.
negatif dan signifikan antara dukungan Hubungan antara self efficacsy
sosial dengan burnout sehingga dengan burnout pada perawat RSUD
semakin tinggi dukungan sosial maka Kota Bekasi, menunjukkan hasil
semakin rendah burnout yang dialami koefisien korelasi sebesar r=-0.470
oleh perawat puteri. dan tingkat signifikansi 0.003 (p<0.05)
Selain itu, di tempat penelitian sehingga Ho ditolak. Hal tersebut
ini yaitu di RSUD Kota Bekasi, menunjukkan bahwa terdapat
terdapat tiga shitf (pergantian waktu hubungan negatif antara variabel self
kerja) yang harus dilaksanakan oleh efficacy dengan variabel burnout pada
perawat. Perawat tersebut akan perawat RSUD Kota Bekasi. Ini
berganti sihft sesuai waktu yang berarti semakin tinggi tingkat self
ditentukan, yaitu perawat yang bekerja efficacy perawat maka semakin rendah
pada sihtf pagi bekerja dari pukul burnoutnya. Hal ini sesuai dengan
07.00-14.00 WIB, perawat yang karaktersitik subyek yang mayoritas
bekerja sihft sore bekerja dari pukul memiliki tingkat self efficacy yang
14.00-22.00 WIB, sedangkan perawat tergolong sedang yaitu sebesar 49%
yang bekerja sihft malam bekerja dari (18 orang) dan tingkat burnout yang
pukul 22.00-07.00 WIB. Pergantian tergolong rendah yaitu sebesar 38%
sifth ini sangat menguntungkan bagi (14 orang).
perawat karena semakin banyak waktu Dari hipotesis yang diajukan,
libur untuk mereka. Apabila perawat maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
tidak dikenakan sihft kerja, maka ia Ho ditolak dalam keseluruhan
hanya memiliki waktu libur satu hari hipotesis. Hal ini menandakan bahwa
saja dalam satu minggu, tetapi apabila terdapat hubungan antara self efficacy
perawat dikenakan sifth kerja maka dengan stres kerja, terdapat hubungan
hari kerjanya hanya empat hari dan antara stres kerja dengan burnout,
satu hari libur, begitu seterusnya. serta terdapat hubungan antara self
Beban kerja yang tinggi dialami oleh efficacy, stres kerja, dan burnout.
perawat yang bekerja pada sihft pagi, Selain itu, ditemukan juga hubungan
hal ini karena pencatatan dan di luar hipotesis, yaitu terdapat
pemeriksaan kondisi pasien dilakukan hubungan antara self efficacy dengan
hanya pada sifht pagi, sedangkan pada burnout
sihft sore dan sifth malam tidak
dilakukan pencatatan berkas karena
sudah dilakukan oleh perawat yang
bekerja sihft pagi, mereka hanya
memeriksa kondisi pasien sehingga
beban kerjanya tidak terlalu tinggi.