Anda di halaman 1dari 55

PEDOMAN PRAKTIS KESEHATAN REPRODUKSI

PADA PENANGGULANGAN BENCANA DI INDONESIA

DAFTAR ISI

Sambutan Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat ........................... 3


Kata Pengantar Direktur Bina Kesehatan Ibu............................. 5

Bab I Pendahuluan
1.1. Latar Belakang ....................................................... 7
1.2. Dasar Hukum ......................................................... 9
1.3. Pengertian Dasar .................................................. 10
1.4. Tujuan ................................................................. 10
1.5. Sasaran ................................................................ 11

Bab II Tahap-tahap bencana ................................................. 12

Bab III Pengorganisasian tim siaga bencana Kesehatan


Reproduksi ................................................................. 14
3.1. Pengorganisasian badan penanggulangan
bencana di Indonesia ........................................... 14
3.2. Pengorganisasian tim siaga kesehatan reproduksi
pada badan penanggulangan Bencana di
Indonesia ............................................................. 14
3.3. Pembagian tanggung jawab pada masing-masing
badan penanggulangan bencana .......................... 17
3.4. Pembagian tugas dan tanggung jawab ................ 19
3.5. Pembagian tugas sub tim siaga Kesehatan
Reproduksi .......................................................... 19

1
Bab IV Langkah-langkah penanganan kesehatan reproduksi
tiap tahapan penanggulangan bencana .................... 20
4.1. Tahap pra bencana .............................................. 20
4.2. Saat tanggap bencana .......................................... 24
4.2.1. Panduan tindakan operasional .................... 24
4.2.2. Tahapan tindakan operasional ................... 25
4.3. Pasca bencana .................................................... 26

Bab V Monitoring dan evaluasi ............................................ 28

Daftar Lampiran ...................................................................... 30


Daftar Apendiks ...................................................................... 40
Form Surveillans ...................................................................... 52

2
2
SAMBUTAN
DIREKTUR JENDERAL
BINA KESEHATAN MASYARAKAT

Mengingat kondisi negara Indonesia yang secara geografis


maupun sosial sangat rentan tehadap bencana baik bencana alam
maupun bencana yang diakibatkan oleh perbuatan manusia,
Departemen Kesehatan beserta jajarannya sangat diharapkan untuk
lebih bersiap diri dalam menghadapi akibat dari semua bencana
tersebut termasuk dampak bencana terhadap status kesehatan
masyarakat pada umumnya dan status kesehatan reproduksi
masyarakat pada khususnya. Dengan adanya paradigma baru
dalam penanganan bencana saat ini, upaya tidak hanya difokuskan
pada respon terhadap bencana melainkan juga difokuskan pada
pengurangan risiko bencana melalui kesiapan penanggulangan
bencana (emergency preparedness).

Upaya kesiapan penanggulangan bencana dapat dilaksanakan


melalui penyusunan rencana kesiapsiagaan di bidang kesehatan
reproduksi di tiap tingkatan mulai dari tingkat Kabupaten/Kota,
Provinsi maupun Nasional. Tersusunnya Pedoman Praktis Kesehatan
Reproduksi dalam Penanggulangan Bencana di Indonesia yang
dilengkapi dengan rencana kesiapsiagaan ini, diharapkan respon
bencana yang cepat, tepat dan efisien melalui penerapan Paket
Pelayanan Awal Minimum (PPAM) untuk kesehatan reproduksi dapat
dilaksanakan sejak mulai fase awal bencana. Dengan adanya rencana
kesiapsiagaan maka segala kebutuhan dalam penanggulangan
bencana termasuk mekanisme koordinasi yang selama ini masih
menjadi kendala sudah bisa dipersiapkan sebelum peristiwa bencana
itu terjadi, sehingga bila terjadi bencana tinggal mengoperasionalkan
rencana kesiapsiagaan yang sudah dibuat. Dalam pedoman ini,
dipaparkan langkah-langkah yang harus dilakukan pada tiap tahapan
bencana termasuk penyusunan tim siaga kesehatan reproduksi dan
penyusunan rencana kesiapsiagaan.

3
Saya menyambut baik terbitnya buku ini, dan mengharapkan
semua jajaran Departemen Kesehatan di setiap tingkatan sudah
mulai menyusun langkah kesiapsiagaan pada penanggulangan
bencana di wilayah masing-masing. Hal ini juga harus disertai
dengan upaya peningkatan kesadaran masyarakat maupun di dalam
jajaran Departemen Kesehatan sendiri akan pentingnya penyediaan
pelayanan kesehatan reproduksi, mengingat selama ini pelayanan
kesehatan reproduksi pada fase awal bencana dianggap tidak penting
dan masih belum tersedia.

Mudah-mudahan dengan adanya buku pedoman praktis ini


akan memudahkan upaya kita dalam mempersiapkan diri lebih baik
pada penanganan dampak bencana terutama di bidang kesehatan
reproduksi.

4
4
KATA PENGANTAR

Pengalaman di Indonesia untuk penanganan permasalahan


dalam situasi bencana di lapangan yang paling krusial adalah
ketidaksiapan lokal mulai dari pengurangan dampak risiko melalui
tahap kesiapsiagaan hingga tahap rehabilitasi. Paradigma baru
dalam penanggulangan bencana saat ini adalah upaya tidak hanya
difokuskan pada respon terhadap bencana melainkan juga fokus
pada pengurangan risiko bencana melalui kesiapan penanggulangan
bencana (emergency preparedness) dengan penyusunan rencana
kesiapsiagaannya.

Kesehatan Reproduksi dalam kondisi darurat sering kali tidak


tersedia karena tidak dianggap sebagai kebutuhan yang mendesak
dan bukan merupakan prioritas. Padahal pada kondisi darurat, tetap
saja ada ibu-ibu hamil yang membutuhkan pertolongan, tetap ada
proses kelahiran yang tidak bisa ditunda ataupun adanya kebutuhan
akan layanan keluarga berencana. Dengan mengintegrasikan Paket
Pelayanan Awal Minimum (PPAM) atau Minimum Initial Service
Package (MISP) Kesehatan Reproduksi ke dalam setiap penanganan
bencana di bidang kesehatan, diharapkan kebutuhan tersebut dapat
terpenuhi.

Departemen Kesehatan telah menerbitkan Pedoman Teknis


Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Bencana (Technical
Guidelines for Health Crisis Response on Disaster) yang diadopsi
dari pedoman-pedoman teknis serta referensi yang telah ada. Selain
itu, khusus untuk kesehatan reproduksi, juga telah ada Referensi
bagi Pengelolaan program. Namun untuk mendukung penerapannya
di lapangan, masih diperlukan manajemen penanganan yang lebih
spesifik dan lebih praktis, terutama bagi pengelola program. Untuk
itu, dengan dukungan UNFPA, Departemen Kesehatan telah menyusun
Pedoman Praktis Kesehatan Reproduksi pada Penanggulangan
Bencana di Indonesia. Pedoman ini berisi tentang informasi mengenai

5
penanggulangan bencana, langkah-langkah pengorganisasian tim
siaga bencana kesehatan reproduksi, dan langkah-langkah yang harus
dilakukan pada setiap tahapan bencana, termasuk kesiapsiagaan
dalam penerapan PPAM kesehatan reproduksi.

Akhirnya, diharapkan agar pedoman praktis kesehatan reproduksi


dalam penanggulangan bencana ini dapat membantu pengelola
program dalam manajemen penanganan kesehatan reproduksi pada
situasi bencana di Indonesia dan pedoman ini kelak akan dimasukkan
dalam adendum Pedoman Teknis Penanggulangan Krisis Kesehatan
Akibat Bencana.

6
6
BAB I. PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Indonesia merupakan salah satu negara yang rawan terhadap


semua jenis bencana yang tidak semuanya dapat diperkirakan
datangnya dan tidak semuanya dapat dicegah. Bencana tersebut dapat
berupa bencana alam maupun bencana akibat perbuatan manusia.
Konflik antar pemeluk agama maupun antar etnis telah beberapa
kali terjadi di Indonesia seperti konflik yang terjadi di Kabupaten
Sampit dan Sambas di Kalimantan, konflik antar agama di Ambon
dan Sulawesi Tengah (Kota Palu dan Kabupaten Poso), dll.

Diantara semua jenis bencana, bencana alam merupakan bencana


yang paling sering terjadi dan kerap menyebabkan korban jiwa dan
dampak kerusakan yang hebat. Tsunami yang melanda provinsi
Nangroe Aceh Darusalam (NAD) dan Sumatera Utara pada akhir tahun
2004 menyebabkan kematian lebih dari 160,000 orang, 37,000 orang
hilang dan 500.000 penduduk kehilangan rumah. Menyusul Tsunami,
Gempa besar melanda Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan
Jawa Tengah (Jateng) pada akhir bulan Mei 2006 dan merusak lebih
dari 550.000 rumah penduduk, 5.760 korban jiwa dan 37,000 korban
luka. Setelah kejadian dua bencana besar tersebut, bencana lain
datang silih berganti seperti tsunami di pantai selatan Pangandaran,
Cilacap sampai Yogyakarta, dan tanah longsor di Sumatera Barat dan
beberapa bencana di daerah lainnya .

Banyak pihak telah berupaya memberikan pelayanan kesehatan


pada kondisi krisis akibat bencana di atas, namun masih terbatas
pada penanganan masalah kesehatan secara umum; sedang
kesehatan reproduksi masih belum menjadi prioritas dan sering kali
tidak tersedia. Padahal pada kondisi darurat, tetap saja ada ibu-ibu
hamil yang membutuhkan pertolongan, tetap ada proses kelahiran
yang tidak bisa ditunda ataupun adanya kebutuhan akan layanan
keluarga berancana temasuk juga kebutuhan khusus perempuan.

7
Dalam kondisi darurat resiko terjadinya kekerasan berbasis jender
cenderung untuk meningkat oleh karena itu perlu adanya upaya
pencegahan maupun penanganannya.

Guna mewujudkan tersedianya pelayanan kesehatan reproduksi


yang berkualitas pada situasi apapun terutama situasi emergensi
diperlukan kesiapsiagaan semua pihak lintas sektor dan lintas program,
baik dari pemerintah maupun non pemerintah. Departemen Kesehatan
RI telah menterjemahkan dan mengadopsi buku “Reproductive Health
in refugee situation” yang disusun oleh Inter Agency Working Group on
Reproductive Health in emergency situation menjadi buku pedoman:
“Kesehatan Reproduksi bagi pengungsi” dan juga telah memulai
program kegiatan program penanggulangan kekerasan berbasis
gender sejak tahun 2003 sebagai upaya untuk meningkatkan kesiapan
dan pelaksanaan program kesehatan reproduksi dalam penanganan
bencana. Namun demikian, penerapan panduan tersebut di lapangan
masih sangat kurang dan program kesehatan reproduksi masih kerap
terabaikan.

Oleh karena itu, untuk memudahkan pemahaman dan penerapan


program kesehatan reproduksi dalam situasi bencana, Departemen
Kesehatan dengan dukungan dari United Nations Population Fund
(UNFPA) telah menyusun pedoman praktis pelaksanaan program
kesehatan reproduksi dalam situasi bencana bencana. Pedoman ini
merupakan buku pelengkap dari buku “Kesehatan Reproduksi
bagi pengungsi” dan buku tersebut diterjemahkan dalam bentuk
langkah-langkah singkat dalam membentuk Tim Siaga Kesehatan
Reproduksi dan mempersiapkan Tim Siaga Kesehatan Reproduksi
dalam melaksanakan program pelayanan kesehatan reproduksi
pada saat bencana, saat tanggap bencana dan pasca bencana.
Pemakai buku pedoman ini diharapkan untuk memahami terlebih
dahulu buku pedoman “Kesehatan Reproduksi bagi pengungsi”
sebelum mempelajari buku pedoman praktis ini.

8
8
1.2. DASAR HUKUM

Dasar hukum penanganan kesehatan reproduksi pada penyelenggaraan


penanggulangan kesehatan reproduksi adalah:
a. Undang-Undang Nomor 4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan
Anak.
b. Undang-Undang Nomor 7 tahun 1984 tentang Ratifikasi
CEDAW (Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap
Perempuan).
c. Undang-Undang Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan.
d. Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan
di Daerah.
e. Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak.
f. Undang-Undang Nomor 23 tahun 2003 tentang Penghapusan
Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT).
g. Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun 2000 tentang
Pelimpahan Tugas dan Wewenang.
h. Inpres Nomor 9 tahun 2000 tentang Pengarusutamaan
Gender.
i. Kepmenkes Nomor 131/II/2004 tentang Sistem Kesehatan
Nasional.
j. UU no 21 tahun 2007 tentang Trafiking.
k. Undang – Undang Nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan
Bencana. Pasal 55, ayat (1) menyatakan bahwa perlindungan
terhadap kelompok rentan sebagaimana dimaksud dalam
pasal 48 huruf e dilakukan dengan memberikan prioritas
kepada kelompok rentan berupa penyelamatan, evakuasi,
pengamanan, pelayanan kesehatan, dan psikososial. Ayat (2)
menyebutkan bahwa kelompok rentan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) terdiri atas: a. bayi, balita, dan anak-anak; b.
ibu yang sedang mengandung atau menyusui; c. penyandang
cacat; dan d. orang lanjut usia.
l. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
145/MENKES/SK/I/2007 tentang Pedoman Penanggulangan
Bencana Bidang Kesehatan.

9
1.3. PENGERTIAN DASAR

a. Bencana
Adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam
dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat
yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan atau faktor
non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan
timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan,
kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
Berdasarkan UU Nomor 24 tahun 2007, bencana dibagi menjadi
bencana alam, bencana non alam dan bencana sosial.

b. Penanggulangan Bencana (Disaster Management)


Adalah seluruh kegiatan yang meliputi aspek perencanaan
penanggulangan bencana pada sebelum, saat dan sesudah
terjadi bencana mencakup tanggap darurat, pemulihan,
pencegahan, mitigasi dan kesiapsiagaan.

c. Kesehatan Reproduksi
Adalah keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial secara utuh,
tidak semata-mata terbebas dari penyakit atau kecacatan dalam
semua hal yang berhubungan dengan sistem reproduksi,
fungsi dan prosesnya.

1.4. TUJUAN

Tujuan Umum
Meningkatkan kesiapsiagaan dan kualitas pelaksanaan
pelayanan Kesehatan Reproduksi dalam situasi bencana.

Tujuan Khusus
1. Terbentuk dan terkoordinasinya tim yang melibatkan seluruh
pihak yang terkait baik dari pemerintah maupun non
pemerintah termasuk komponen masyarakat
2. Tersedianya rencana kesiapsiagaan di masing-masing
tingkatan.

10
10
3. Terjaminnya pelaksanaan Paket Pelayanan Awal Minimum
untuk Kesehatan Reproduksi pada fase awal bencana.

1.5. SASARAN

Panduan ini diperuntukkan bagi :


1. Penanggung jawab dan pengelola program Kesehatan
Reproduksi beserta komponen-komponennya.
2. Penanggung jawab dan pengelola lintas program dan lintas
sektor baik pemerintah maupun non pemerintah termasuk
lembaga donor dan badan – badan PBB.
3. Penanggung jawab dan pengelola bidang kesehatan pada
Badan Penanggulangan Bencana (BPB).

11
BAB II. TAHAP-TAHAP BENCANA

Menurut Undang – Undang No. 24 Tahun 2007 tahapan bencana


dibagi menjadi 3 tahap.

Tahap – tahap tersebut meliputi :

1. Pra Bencana
Tahap pra bencana, dibagi menjadi;
a. Fase kesiapan (situasi normal)
b. Fase kesiapsiagaan (situasi dimana dinyatakan adanya
potensi bencana)

Perbedaan antara kedua situasi tersebut terletak pada kondisi


masing – masing wilayah pada suatu waktu. Ketika pihak yang
berwenang menyatakan bahwa suatu wilayah berpotensi akan
terjadi suatu bencana maka situasi yang semula dinyatakan
tidak terjadi bencana akan secara otomatis berubah menjadi
situasi terdapat potensi bencana.

2. Saat Tanggap Darurat


Keadaan yang mengancam nyawa individu dan kelompok
masyarakat luas sehingga menyebabkan ketidakberdayaan
yang memerlukan respon intervensi sesegera mungkin guna
menghindari kematian dan atau kecacatan serta kerusakan
lingkungan yang luas. (SK Menkes no 145 tahun 2007,
Pedoman Penanggulangan Bencana di bidang kesehatan).

Pada masa tanggap bencana ditandai dengan besarnya angka


kematian kasar di daerah bencana sebesar ≥1 per 10,000
penduduk per hari.

Status tanggap darurat akan ditentukan oleh pemerintah


berdasarkan rekomendasi dari Badan Penanggulangan
Bencana.

12
12
3. Pasca Bencana
Transisi dari fase tanggap bencana ke fase pasca bencana
tidak secara tegas dapat ditetapkan. Keadaan pasca bencana
dapat digambarkan dengan keadaan:
a) Angka kematian sudah menurun hingga <1 per 10,000
penduduk per hari;
b) Ditandai dengan sudah terpenuhinya kebutuhan dasar
dari penduduk, kondisi keamanan sudah membaik dan
pelayanan kesehatan sudah mulai kembali ke normal.

(Berdasarkan manual pelatihan PPAM jarak jauh/MISP distance


learning-Reproductive Health in Crisis Situation dan buku
Kesehatan Reproduksi Bagi Pengungsi).

Tahapan bencana akan ditentukan oleh pemerintah berdasarkan


rekomendasi dari Badan Penanggulangan Bencana.

13
BAB III. PENGORGANISASIAN TIM SIAGA KESEHATAN
REPRODUKSI DALAM PENANGGULANGAN BENCANA

3.1. PENGORGANISASIAN BADAN PENANGGULANGAN


BENCANA DI INDONESIA

Pembentukan struktur organisasi Badan Penanggulangan Bencana


menurut UU No. 24 tahun 2007 dibagi dalam 3 tingkatan kewenangan
sesuai dengan susunan kepemerintahan, yaitu;
a. Pada Tingkat Nasional dibentuk Badan Nasional Penanggulangan
Bencana (BNPB).
b. Pada Tingkat Propinsi dibentuk Badan Penanggulangan
Bencana Daerah (BPBD) tingkat propinsi.
c. Pada Tingkat Kabupaten/Kota dibentuk Badan Penanggulangan
Bencana Daerah (BPBD) tingkat kabupaten/kota.

Penanggulangan bencana di bidang kesehatan adalah menjadi


tanggung jawab dari Pusat Penanggulangan Krisis (PPK) Departemen
Kesehatan dibawah koordinasi Badan Nasional Penanggulangan
Bencana di tingkat pusat.

3.2. PENGORGANISASIAN TIM SIAGA KESEHATAN REPRODUKSI


DI BAWAH KOORDINASI PUSAT PENANGGULANGAN
KRISIS, DEPKES PADA BADAN PENANGGULANGAN
BENCANA

Berikut ini adalah struktur organisasi penanggulangan bencana


berdasarkan UU no. 24 tahun 2007. Keberadaan tim siaga kesehatan
reproduksi di tingkat pusat direkomendasikan berada dibawah
struktur dan koordinasi Pusat Penanggulangan Krisis Depkes di
bawah struktur dari Badan Pelaksana Penanggulangan Bencana.

14
14
Bagan Posisi Tim Kesehatan Reproduksi
dalam Penanganan Bencana di Tingkat Nasional

Tingkat Pusat
Badan Nasional Penanggulangan Bencana

Departemen Kesehatan - Pusat Penanggulangan Krisis (PPK)

Tim Siaga Kesehatan Reproduksi

Koordinator Tim Siaga Kesehatan Reproduksi

Bidang Data dan informasi


Bidang Pelayanan Kesehatan Reproduksi dan GBV
Bidang Logistik
Bidang Capacity Building
Bidang Promosi (KIE)

Tingkat Propinsi dan Kabupaten

Badan Nasional Penanggulangan Bencana

Unit Pelaksana Teknis (regional) BNPB

PPK regional

Dinas Kesehatan Propinsi/Kabupaten

Sub din Yankes/P2M

Tim Siaga Kesehatan Reproduksi

15
Catatan:
Pusat Penanggungan Krisis Depkes telah mendirikan 9 regional
untuk penanggulangan bencana di seluruh Indonesia. Regional PPK
berfungsi sebagai unit fungsional di daerah yang ditunjuk untuk
mempercepat dan mendekatkan fungsi bantuan pelayanan kesehatan
dalam penanggulangan kesehatan dan berfungsi sebagai pusat
pengendali bantuan kesehatan, pusat rujukan kesehatan dan pusat
informasi kesehatan.
Ke-9 regional tsb adalah:
1. Sumatera Utara, Pusat di Medan dengan wilayah: NAD, Sumatera
Utara, Riau, Kepulauan Riau dan Sumatera Barat
2. Sumatera Selatan, Pusat di Palembang dengan wilayah: Sumatera
Selatan, Jambi, Bangka Belitung dan Bengkulu
3. DKI Jakarta, Pusat di Jakarta, dengan wilayah DKI Jakarta, Banten,
Jawa Barat. Lampung dan Kalimantan Barat
4. Jawa Tengah, Pusat di Semarang, dengan wilayah: Jawa Tengah
dan DI Yogyakarta
5. Jawa Timur, Pusat di Surabaya, dengan wilayah: Jawa Timur
6. Kalimantan Selatan, Pusat di Banjarmasin, dengan wilayah:
Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur
7. Bali, Pusat di Denpasar, dengan wilayah Bali, NTB dan NTT
8. Sulawasi Utara, Pusat di Menado, dengan wilayah Sulawesi Utara,
Gorontalo dan Maluku Utara
9. Sulawesi Selatan, Pusat di Makasar dengan wilayah Sulawesi
Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara,
Maluku dan sub regional Papua dengan pusat di Jayapura dan
mencakup wilayah Papua dan Irian Jaya Barat.

16
16
3.3. PEMBAGIAN TANGGUNG JAWAB PADA MASING–MASING
BADAN PENANGGULANGAN BENCANA

1. Upaya penanganan masalah kesehatan reproduksi pada


manajemen bencana ada pada tingkat kabupaten/kota adalah
tanggung jawab tim siaga kesehatan reproduksi bekerja sama
dengan dinas kesehatan kabupaten setempat.
2. Tanggung jawab upaya penanganan masalah kesehatan
reproduksi pada tingkatan provinsi bersifat suportif dan
rujukan (referal) kepada tim siaga kesehatan reproduksi
kabupaten/kota.
3. Tim siaga kesehatan reproduksi pusat bersifat suportif dan
rujukan kepada tim kesehatan reproduksi Propinsi.

Struktur Tim Siaga Kesehatan Reproduksi


Tim siaga Kesehatan Reproduksi terdiri dari beberapa bidang,
dimana setiap bidang terdiri dari koordinator dan anggota. Pemilihan
koordinator maupun anggota tim sedapat mungkin berdasarkan
bidang kerja dan kemampuan dalam mengelola program kesehatan
reproduksi.

Koordinator Tim
Kespro
Penanggung Jawab Wakil Koord: dari non
Kespro .... pemerintah yang
Sektor Kesehatan memiliki peran &
fungsi yang relevan

Bidang Bidang Bidang Bidang Bidang


data Pelayanan Logistik Capacity Promosi
dan Kespro Building (KIE)
informasi dan GBV

17
Bagan 2. Tim Siaga Kesehatan Reproduksi
Di bawah ini adalah struktur tim siaga Kesehatan Reproduksi yang
direkomendasikan:
a. Rekomendasi anggota bidang Data dan Informasi
- Kesga
- Surveilans
- IBI
- NGO/INGO bidang kespro
- Jejaring PPKtP (Program Penanggulangan Kekerasan terhadap
Perempuan)
- Lain-lain
b. Rekomendasi anggota bidang Pelayanan Kespro dan GBV
- Dokter RS- Puskesmas-IDI
- Bidan RS- Puskesmas-IBI
- POGI
- Jejaring PPKtP
- Lain-lain
c. Rekomendasi anggota bidang logistik
- Kesga
- TU dinkes
- IBI
- BKKBN daerah
- PMI
- Lain-lain
d. Rekomendasi anggota bidang capacity building
- Kesga
- IBI
- P2KP/P2KS/ POGI
- Anggota jejaring PPKtP
- Perguruan Tinggi
- Lain-lain

18
18
e. Rekomendasi bidang promosi (KIE)
- Promkes
- IBI
- NGO/INGO
- PKK Kader
- BKKBN daerah
- Jejaring PPKtP
- Lain-lain

Catatan:
Daftar anggota tersebut adalah bersifat rekomendasi dan penentuannya
dapat disesuaikan dengan kondisi di masing-masing daerah.

3.4. PEMBAGIAN TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB

Pembagian tugas dan tanggung jawab tim siaga kesehatan


reproduksi:
Fungsi dari tim siaga Kesehatan Reproduksi adalah sebagai pelaksana
kegiatan kesehatan Reproduksi dalam kondisi bencana

3.5. PEMBAGIAN TUGAS MASING-MASING BIDANG DI


BAWAH TIM SIAGA KESEHATAN REPRODUKSI

Pembagian tugas sub tim pada tiap tahap bencana dapat dilihat pada
lampiran 1.

19
BAB IV. LANGKAH-LANGKAH PENANGANAN KESEHATAN
REPRODUKSI PADA TIAP TAHAPAN PENANGGULANGAN
BENCANA

Tiap-tiap fase bencana memiliki karakteristik/kondisi yang tertentu.


Oleh karena itu diperlukan langkah-langkah yang berbeda untuk
setiap tahapan bencana.

Agar kegiatan dapat berjalan dengan terarah, maka rencana yang


disusun oleh Tim Siaga Kesehatan Reproduksi harus bersifat spesifik
untuk tiap tahapan bencana yaitu:
1. Pada Tahap Prabencana baik dalam situasi normal dan potensi
bencana, dilakukan penyusunan Rencana kesiapsiagaan yang
dapat dipergunakan untuk segala jenis bencana.
2. Pada Tahap Tanggap Bencana, dilakukan pengaktifan Rencana
Operasi (Operational Plan) yang merupakan operasionalisasi
Rencana Kesiapsiagaan.
3. Pada Tahap Pasca Bencana, dilakukan Penyusunan Rencana
Pemulihan (Recovery Plan) yang meliputi rencana rehabilitasi
dan rekonstruksi.

4.1. TAHAP PRABENCANA

Tindakan yang dilakukan adalah penyusunan rencana kesiapsiagaan


kesehatan reproduksi pada setiap tingkat pemerintahan, mulai dari
tingkat kabupaten/kota, propinsi dan tingkat pusat.

Rencana Kesiapsiagaan
Adalah rencana kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi
bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat
guna dan berdaya guna.

Tujuan rencana Kesiapsiagaan


1. Membangun kesadaran stakeholder agar turut aktif dalam program
penanganan bencana.

20
20
2. Memastikan koordinasi yang efektif dari respon bencana.
3. Memastikan respon bencana yang cepat, tepat dan efisien melalui
penerapan Paket Pelayanan Awal Minimum untuk Kesehatan
Reproduksi sejak fase awal bencana.

Waktu penyusunan
- Pada kondisi normal sebelum terjadi bencana
Rencana kesiapsiagaan disusun pada kondisi normal sebelum
terjadi bencana dan harus direview dan direvisi secara berkala
sesuai dengan perkembangan kondisi daerah setempat (minimal
1 tahun sekali).
- Pada saat terdapat potensi bencana
Rencana kesiapsiagaan harus disesuaikan dengan kondisi daerah
setempat. Pada saat terdapat potensi bencana dimana sering
terjadi perubahan kondisi daerah, maka frekuensi review dan
revisi rencana kesiapsiagaan harus ditingkatkan. Disamping itu
harus pula ditingkatkan persiapan operasionalisasi dari rencana
kesiapsiagaan tersebut.

Tahap penyusunan rencana kesiapsiagaan


1. Tahap persiapan
a. Pembentukan tim kesehatan reproduksi (telah dijelaskan
pada bab III).
b. Mengadakan pertemuan/lokakarya untuk mendapatkan
kesepahaman tentang konsep PPAM (Paket Pelayanan Awal
Minimum) dan penerapannya dalam penyusunan rencana
kesiapsiagaan pada tahap berikutnya.
Penjelasan PPAM dapat dilihat pada apendiks 2 dan pada
buku Pedoman Kesehatan Reproduksi bagi Pengungsi.
2. Tahap penyusunan rencana kesiapsiagaan
a. Identifikasi data-data kesehatan reproduksi (baik data
cakupan maupun data sarana yang ada), termasuk data
kerentanan di wilayah tsb.
b. Pembuatan peta.

21
c. Tindakan untuk mengurangi kerentanan dan risiko kesehatan
reproduksi.
d. Penyiapan komponen rencana kesiapsiagaan.

Proses identifikasi kerentanan kesehatan reproduksi dalam masyarakat


melalui langkah;
1. Menilai status kesehatan reproduksi setempat berdasarkan
indikator kesehatan reproduksi yang ada seperti angka
kematian ibu, dll.
(selengkapnya lihat apendiks 3)
2. Mengenali faktor – faktor kerentanan kesehatan reproduksi
seperti faktor kemiskinan, akses terbatas ke pelayanan
kesehatan reproduksi, ketrampilan tenaga kesehatan dll.
(selengkapnya lihat appendix 4 dan pencatatan hasil penilaian
pada lampiran 2)

Peta Kerentanan dan Risiko


Peta adalah salah satu dari cara terbaik untuk mempresentasikan
hasil dari penilaian kerentanan, dan analisa risiko.

Langkah – Langkah Menggambar Peta


1. Membuat simbol – simbol yang menggambarkan;
a. Kelompok – kelompok rentan seperti ibu hamil dan bayi .
b. Kelompok risiko tinggi kesehatan reproduksi pada populasi
yang ada dalam wilayah setempat seperti : wilayah dengan
prevalensi HIV, IMS, dll.
c. Masalah kesehatan reproduksi pada masyarakat seperti
tingginya jumlah kematian ibu, bayi dll.
d. Tenaga kesehatan khususnya dalam bidang kesehatan
reproduksi.
e. Fasilitas kesehatan dan alur rujukan pelayanan kesehatan
reproduksi (puskesmas PONED dan Rumah sakit PONEK)
2. Menggambar alur yang menghubungkan antara populasi
setempat dengan fasilitas layanan kesehatan reproduksi

22
22
terdekat dan alur rujukan antar fasilitas layanan
kesehatan reproduksi.

Penyiapan Komponen Kesiapan Penanggulangan Bencana


Komponen kesiapan penanggulangan bencana meliputi;
1. Sumber daya manusia
Tim siaga kesehatan reproduksi bertanggung jawab untuk
menyiapkan kemampuan sumber daya manusia untuk
pelaksanaan rencana kesiapsiagaan sesuai bidangnya
masing-masing.
2. Pengorganisasian: sesuai pengorganisasian pada bab II
3. Fasilitas, alat dan bahan
Langkah-langkah:
a. Mengidentifikasi kebutuhan logistik kesehatan
reproduksi
b. Mengidentifikasi tempat penyimpanan logistik
c. Mengidentifikasi tempat pelayanan
d. Mengidentifikasi institusi/organisasi (nasional/
internasional) yang memiliki potensi dalam
penyediaan logistik dan fasilitas kesehatan reproduksi.
Penyediaan dan penyiapan kebutuhan material Kesehatan
Reproduksi yang terdiri dari:
a. RH kit
b. Bidan kit (di luar paket RH kit)
c. Individual kit: hygiene kit, kit bayi, kit ibu hamil, kit ibu
bersalin
d. Peralatan penunjang Kesehatan Reproduksi: tenda,
generator, lampu penerangan dll
Selengkapnya lihat pada appendiks 5 dan lampiran 3.
4. Perencanaan anggaran
Tiap tingkatan pemerintahan perlu menyiapkan alokasi
anggaran dan memobilisasi anggaran untuk membiayai
rencana kegiatan pada rencana kesiapsiagaan.

23
5. Komunikasi, Informasi dan Edukasi
Langkah yang dilakukan adalah:
Penyusunan materi KIE yang berkaitan dengan situasi bencana
seperti:
o Bagaimana mendapatkan pelayanan dalam kondisi
bencana
o Tempat-tempat pelayanan yang tersedia dll
Dan menyebarkannya secara luas kepada masyarakat.
6. Penyiapan Mekanisme Respon
Penyiapan mekanisme respon dapat dilakukan dengan
melakukan gladi/simulasi pelaksanaan pelayanan kesehatan
reproduksi dalam situasi tanggap bencana.
Simulasi pelaksanaan berdasarkan rencana kesiapsiagaan
dan tindakan operasional yang akan dibahas pada bagian
berikutnya.

Tindak Lanjut Pasca Penyusunan Rencana Kesiapsiagaan


1. Pengesahan dan penetapannya dengan landasan hukum
2. Sosialisasi kepada pihak-pihak terkait
3. Pelaksanaan rencana kesiapsiagaan

4.2. SAAT TANGGAP BENCANA

4.2.1 Panduan Tindakan Operasional

Tindakan yang dilakukan:


- operasionalisasi dari rencana kesipasiagaan dibawah
koordinasi koordinator tim siaga kesehatan reproduksi.

Tujuan pelaksanaan tindakan operasional :


Untuk memberikan respon yang cepat, tepat dan sistematis segera
setelah dan selama tanggap bencana, sehingga efek yang ditimbulkan
bencana terhadap kesehatan reproduksi dapat seminimal mungkin.

24
24
4.2.2 Tahapan Tindakan Operasional

Tindakan operasional dari rencana kesiapsiagaan dibedakan menjadi


respon awal dan respon lanjutan.

1. Respon Awal
a. Penentuan Tingkat wewenang penanganan bencana: tingkat
kabupaten/propinsi/nasional

Tim Siaga Tim Siaga


BENCANA Kesehatan Tidak
Kesehatan
Reproduksi tertangani Reproduksi
Kabupaten Propinsi

Tidak
tertangani

Tim Siaga Kesehatan Reproduksi Tidak tertangani PPK regional


PPK Pusat setempat

Keterangan
Dalam hal terjadi bencana, maka tanggung jawab pertama upaya
penanganan kesehatan reproduksi ada pada tingkatan kabupaten/kota,
Manakala masalah Kesehatan Reproduksi yang timbul tidak tertangani oleh
tim tingkat kabupaten, maka upaya penanganan akan mendapat dukungan
dari tingkat di atasnya.

b. Mengintegrasikan tim siaga kespro ke dalam tim koordinasi


Badan Penanggulangan Bencana

2. Mobilisasi tim siaga kesehatan reproduksi untuk melakukan


penilaian awal dan kegiatan lain secara simultan sesuai fungsi
dari masing-masing sub tim.
Penilaian Awal Kesehatan Reproduksi secara Cepat
a. Tujuan:
- untuk mengukur besarnya masalah yang berkaitan dengan
kesehatan reproduksi akibat bencana, dampak yang
terjadi maupun yang mungkin terjadi terhadap kesehatan
reproduksi.

25
- menjadi acuan bagi upaya kesehatan reproduksi yang
tepat dalam penanggulangan dampak bencana terhadap
kesehatan reproduksi.
b. Penanggung jawab: koordinator bidang penilai pada tim
siaga kesehatan reproduksi
c. Waktu pelaksanaan: terintegrasi dengan penilaian kesehatan
secara umum, dan waktu pelaksanaannya tidak lebih dari
72 jam setelah bencana terjadi.
Penilaian awal kesehatan secara cepat dilakukan melalui
alur sebagai berikut;

Koordinator Tim Siaga Kesehatan Reproduksi

Bidang Data dan Informasi


Mereview sumber informasi yang tersedia, berdasarkan
rencana kesiapsiagaan

Mengunjungi daerah bencana dan mengumpulkan


informasi yang dibutuhkan dengan cara;
Mengisi form penilaian cepat kesehatan reproduksi
untuk PPAM pada lampiran 4

Menganalisa informasi yang terkumpulkan dengan cepat

Memberikan rekomendasi kepada koordinator Tim Siaga


Kesehatan Reproduksi untuk operasionalisasi rencana
kesiapsiagaan sesegera mungkin

4.3. PASCA BENCANA

Kegiatan difokuskan pada upaya pemulihan kondisi kesehatan


reproduksi. Secara definisi pemulihan adalah serangkaian kegiatan
untuk mengembalikan kondisi masyarakat dan lingkungan hidup
yang terkena bencana dengan memfungsikan kembali kelembagaan,

26
26
prasarana, dan sarana dengan melakukan upaya rehabilitasi dan
rekonstruksi dan difokuskan pada perencanaan pelaksanaan
kesehatan reproduksi komprehensif.
Pelayanan kespro komprehensif meliputi :
a. KIA
b. KB
c. IMS, HIV dan AIDS
d. Kespro Remaja
e. Kespro usia lanjut
f. Kasus kekerasan berbasis gender termasuk kekerasan
seksual

Kegiatan Pemulihan ini meliputi kegiatan:


1. Melakukan assessment untuk menilai kesiapan pelayanan
Kesehatan Reproduksi sesuai kondisi normal
Penanggung jawab: Koordinator bidang data & informasi
Data yang dikumpulkan meliputi:
a. Validasi data penduduk pasca bencana (mengacu pada
apendiks 3)
b. Lihat data-data awal kesehatan reproduksi sebelum
bencana
c. Mengidentifikasi sarana dan pra sarana (fasilitas
kesehatan, ketersediaan staff, termasuk ketersediaan
alat dan bahan) yang dapat direhabilitasi dan
dikembangkan untuk pelaksanaan pelayanan RH yang
komprehensif terpadu.
2. Perencanaan pelaksanaan Kesehatan Reproduksi komprehensif
terpadu
Perencanaan disusun berdasarkan hasil dari proses
assessment. Komponen perencanaan meliputi : sumber daya
manusia, fasilitas, alat dan bahan, anggaran.
3. Pelaksanaan Upaya Pemulihan Kesehatan Reproduksi
Operasionalisasi dari perencanaan pelaksanaan kespro
komprehensif terpadu.

27
BAB V. MONITORING DAN EVALUASI

Tujuan keseluruhan dari Monitoring dan evaluasi adalah untuk


mengukur efektifitas program, identifikasi permasalahan, mendapat
pelajaran, dan meningkatkan performance secara keseluruhan.
Aktivitas M&E digunakan untuk menilai kemajuan dari pelaksanaan
hasil perencanaan dan menemukan kelemahan dalam penyusunan
rencana.

Format monitoring dan evaluasi dapat dilihat pada lampiran 5.

28
28
DAFTAR LAMPIRAN

1. Lampiran 1 : Pembagian tugas sub tim kesehatan reproduksi


2. Lampiran 2 : Hasil identifikasi kerentanan kesehatan reproduksi
3. Lampiran 3 : Hasil checklist stok logistik RH kit
4. Lampiran 4 : formulir penilaian cepat
5. Lampiran 5 : formulir monitoring - evaluasi

DAFTAR APPENDIKS

1. Appendiks 1 : Glossary
2. Appendiks 2 : Pelaksanaan PPAM
3. Appendiks 3 : Indikator Kesehatan Reproduksi
4. Appendiks 4 : Faktor kerentanan
5. Appendiks 5 : RH supplies

29
30
30
Lampiran 1. Pembagian Tugas Sub Tim Siaga Kesehatan Reproduksi

Pra Bencana Tanggap Darurat Pasca Bencana


Dalam situasi tidak ada Dalam situasi terdapat
bencana potensi bencana

Koordinator • Melakukan koordinasi Mengkoordinasikan: • Sebagai focal point • Melakukan


Tim Siaga menyusun rencana program Kespro koordinasi,
Kespro penanganan kesehatan
• proses penilaian rehabilitasi dan
bahaya, kerentanan • Memberikan bantuan rekonstruksi
reproduksi dalam
dan resiko kespro teknis dan saran
penanggulangan
bagi Koord. siaga
bencana. • pembuatan kespro dan seluruh
rencana
• Mengorganisasikan organisasi yang
kesiapsiagaan
pelaksanaan terkait bidang kespro;
tindak lanjut hasil
perencanaan
• Berkoordinasi
dengan pemerintah
• Memantau pusat dan regional
pelaksanaan dalam perencanaan
monitoring dan dan pelaksanaan
evaluasi pelaksanaan program Kespro
hasil tindak lanjut
• Meyakinkan akan
pentingnya
memasukkan
komponen kespro
dalam agenda
pertemuan koordinasi
kesehatan
Bidang • Melakukan penilaian • Menggunakan
Data dan bahaya, kerentanan dan indikator standar
Informasi analisa resiko Kespro untuk memonitor
hasil PPAM;
• Mempersiapkan data
dasar SDM, sarana dan • Mengumpulkan,
prasarana kespro menganalisa, dan
• Membuat Pemetaan mendistribusikan
Wilayah Kespro data hasil penilaian
cepat untuk
digunakan pihak
yang berkepentingan;
• Melakukan evaluasi
pelaksanaan PPAM
Kespro

Bidang • Merencanakan sistem • Memastikan • Memastikan pelayanan


Pelayanan rujukan Kespro dalam kesiapan PPAM untuk kelompok
dan kondisi darurat dgn Tim pelayanan spesifik: ibu hamil,
Kekerasan menunjuk RS tertentu menyusui dll.
berbasis sbg pusat rujukan
• Mengadaptasi dan
Gender memperkenalkan
• Mempersiapkan
kerjasama RS swasta formulir sederhana
maupun pemerintah untuk memonitor
untuk menjadi RS aktivitas Kespro
rujukan dalam kondisi selama fase
emergency Keputusan kegawatdaruratan
Menteri Kesehatan yang dapat menjadi
(Kepmenkes) lebih komprehensif

31
32
32
• Advokasi Kepmen bila program tersebut
untuk memasukan sudah berkembang;
pelayanan Kespro dan
Kekerasan berbasis
• Melapor secara
teratur kepada
Gender dalam situasi
tim koordinasi
bencana.
kesehatan.
• Sosialisasi protokol • Memastikan masing–
standard untuk
masing koordinator
pelayananan
lapangan dan
Kesehatan Reproduksi
anggotanya yang
• Pemantapan jejaring mempunyai
tanggung jawab
pada pelaksanaan
pelayanan kesehatan
reproduksi telah
berada di masing –
masing tempat
• mengaktifkan
tim gerak cepat
menempatkan
posko-posko
pelayanan kespro

Bidang • Merencanakan • Menjamin • Distribusi Logistik • Pemantauan


Logistik pengadaan alat ketersediaan Kespro pemakaian
& bahan untuk Logistik untuk logistik
persediaan pelayanan kespro
• Pencatatan dan
pelaporan • Pencatatan dan
pelaporan
(stockpiling kondisi • Membuat sistem • Memastikan
emergency dan pencatatan dan ketersedian fasilitas
penyimpanan pelaporan distribusi untuk memenuhi
maupun pengisian logistik kebutuhan
ulang. reproduksi.
• Menentukan titik
• Pengadaaan barang distribusi
• Menyusunan
mekanisme distribusi
• Pencatatan dan
pemeliharaan RH Kits
(minimal 6 bulan
untuk obat-obatan
yang akan kadaluarsa
untuk dikirimkan ke
Puskesmas)
• Pengadaan barang
sistem pre-order

Bidang • Melakukan Pendidikan • Menginventaris


Capacity dan pelatihan proses
Building manajemen bencana pembelajaran
(lessons learnt)
• Membentuk tim gerak untuk perbaikan
cepat kespro
ke depan
• Melatih tim gerak
cepat kespro

33
34
34
• Menyusun
rencana
kebutuhan
pelatihan
(manajemen
dan teknis) di
bidang
Kesehatan
Reproduksi

Bidang KIE • Menyusun materi- Sosialisasi materi KIE Melakukan kegiatan • Mengevaluasi
materi KIE untuk yang sudah di susun KIE di daerah materi
masyarakat: bagaimana pengungsian bekerja yang ada
mendapatkan sama dengan bidang berdasarkan
pelayanan saat kondisi Pelayanan pengalaman
darurat, tempat-tempat masa darurat
yang bisa melayani dan melakukan
dalam kondisi darurat revisi sesuai
(sesuai perjanjian kebutuhan
kerjasama dengan RS
dan layanan yang lain)
• Penyusun
materi KIE
• Sosialisasi materi KIE situasi pasca
yang sudah di susun bencana

• Pendidikan tentang • Pemberdayaan


keterlibatan masyarakat
masyarakat dalam
mendukung pelayanan
Kespro pada saat
bencana.
Lampiran 2. Hasil Identifikasi Kerentanan Kesehatan Reproduksi
Kondisi
Faktor Kerentanan Kesehatan Reproduksi Data Pendukung
Kesehatan Reproduksi Sumber Daya Pelayanan Keluaran
Manusia Program
Akar Masalah
Tekanan Dinamis
Keadaan Lingkungan

Lampiran 3. Hasil Cek List Stok Logistik RH Kit


Jenis RH Kit Tersedia Tempat Penyimpanan Kebutuhan Pasokan Keterangan
Ya Tidak

Lampiran 4. Form Penilaian Cepat

Area Wilayah: Batas Wilayah


Tanggal Asesmen/penilaian: Penilai
Latar belakang
Total Populasi saat ini Total Populasi sebelumnya
Distribusi Umur dan Sex

35
No. Korban Hidup Jumlah

36
36
A Korban Hidup

Bayi 0-1 tahun


Anak 2-5 tahun
Anak: 6-14 tahun
Wanita usia reproduksi: 15-49 tahun
Wanita: ≥ 50 tahun
B Safe Motherhood
ibu hamil
C IMS dan pencegahan transmisi HIV dan AIDS
Perkiraan Kebutuhan Blood Transfussion

Fasilitas dan tenaga kesehatan Jumlah Kondisi (Layak atau Tidak Layak) Deskripsikan

1 RS yang mempunyai fasilitas obstetrik emergensi


2 Jumlah dan lokasi Sakit dengan PONEK
3 Jumlah dan lokasi puskesmas dengan PONEK
4 Ahli kebidanan
5 Ahli anestesi
6 Ahli bedah
7 Dokter umum
8 Bidan

9 Perawat
Lampiran 5. Tabel Monitoring - Evaluasi

Lembar Monitoring - Evaluasi Kegiatan Tim Siaga Kesehatan Reproduksi

Tahapan Indikator Pencapaian Target (Nilai Minimal)


Bencana
Jenis Elemen
Indikator
Prabencana Masukan Struktur Organisasi Ada
Kelengkapan Organisasi Ada
Proses Penilaian Kerentanan Dilakukan
Penyiapan Komponen Kesiapan Bencana Idem
Lokakarya Rencana kesiapsiagaan Idem
Kegiatan Tindak Lanjut Minimal (sosialisasi dan
pengesahan) setidaknya 1
(kegiatan koordinatif)
Dokumen Rencana kesiapsiagaan Ada

37
38
38
Tanggap Masukan Ket: seluruh output dalam indikator adalah
Bencana masukan bagi tanggap bencana
Keluaran Seluruh koordinator sub tim kesehatan reproduksi
berfungsi dibawah koordinasi koordinator Tim
Logistik untuk PPAM tersedia dan data kesehatan
terkumpulkan
Mengkoordinasikan semua sub tim untuk
mencegah kekerasan seksual
Staf terlatih dalam upaya pencegahan kekerasan
seksual dan penanganannya
Logistik mencukupi dan tersedia untuk
melaksanakan Universal Precaution
Staf mendapat pelatihan tentang pengetahuan
mengenai Universal Precaution
Kondom tersedia
Darah untuk transfusi secara konsisten
dilakukan screening
Kit untuk persalinan yang bersih tersedia dan
terdistribusi
Menghitung jumlah paket persalinan bersih yang
dibutuhkan untuk kelahiran selama 3 bulan
Rumah sakit rujukan dinilai dan mendukung upaya
pemenuhan staf yang berkualifikasi, peralatan dan
kebutuhan suplai
Sistem rujukan untuk kegawatdaruratan berfungsi
24 jam setiap hari
Pasca Masukan
Bencana Proses Rekapan rutin penilaian statistik
Pengumpulan data dan informasi Prevalensi
pemakaian kontrasepsi dan metode yang disukai
pengumpulan data dan informasi pengetahuan Minimal satu dari: Diskusi
kesehatan reproduksi, sikap dan perilaku dari Kelompok terfokus, Wawancara
populasi setempat mendalam, survey berbasis
masyarakat
Mengidentifikasi lokasi yang sesuai bagi Dilakukan
pelaksanaan pelayanan RH yang komprehensif
Menilai kapasitas staf untuk menyelenggarakan Dilakukan
pelayanan kesehatan reproduksi yang
komprehensif
Penyusunan hasil penilaian dan rekomendasi
Keluaran Data Mortalitas Maternal dan Neonatus
Hasil penilaian dari pengetahuan dan Ada
perilaku Kesehatan Reproduksi
Rekomendasi Ada

39
Appendiks 1. Glossary

BENCANA ALAM
Adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian
peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi,
tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah
longsor.

BENCANA NON ALAM


Adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian
peristiwa nonalam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal
modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit.

BENCANA SOSIAL
Adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian
peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial
antarkelompok atau antarkomunitas masyarakat, dan teror.

KESIAPSIAGAAN
Adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi
bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat
guna dan berdaya guna.

MITIGASI
Adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik
melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan
kemampuan menghadapi ancaman bencana.

TANGGAP DARURAT
Adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat
kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan,
yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta
benda, pemenuhan kebutuhan dasar, pelindungan, pengurusan
pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan sarana.

40
40
PEMULIHAN
Pemulihan adalah serangkaian kegiatan untuk mengembalikan
kondisi masyarakat dan lingkungan hidup yang terkena bencana
dengan memfungsikan kembali kelembagaan, prasarana, dan sarana
dengan melakukan upaya rehabilitasi.

REHABILITASI
Adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau
masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pascabencana
dengan sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya secara
wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada
wilayah pascabencana.

REKONSTRUKSI
Adalah pembangunan kembali semua prasarana dan sarana,
kelembagaan pada wilayah pascabencana, baik pada tingkat
pemerintahan maupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan
berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya
hukum dan ketertiban, dan bangkitnya peran serta masyarakat dalam
segala aspek kehidupan bermasyarakat pada wilayah pascabencana.

RAWAN BENCANA (KERENTANAN)


Adalah kondisi atau karakteristik geologis, biologis, hidrologis,
klimatologis, geografis, sosial, budaya, politik, ekonomi, dan
teknologi pada suatu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang
mengurangi kemampuan mencegah, meredam, mencapai kesiapan,
dan mengurangi kemampuan untuk menanggapi dampak buruk
bahaya tertentu.

RISIKO BENCANA
Adalah potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana pada suatu
wilayah dan kurun waktu tertentu yang dapat berupa kematian, luka,
sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan
atau kehilangan harta, dan gangguan kegiatan masyarakat.

41
PENILAIAN KERENTANAN
Adalah suatu prosedur untuk mengidentifikasi bahaya dan menentukan
kemungkinan – kemungkinan efeknya yang dapat mempengaruhi
komunitas, aktivitas, dan organisasi.

ANALISA RESIKO
Adalah suatu proses menentukan asal dan skala dari dampak
(berkenaan dengan bencana) yang dapat diantisipasi pada suatu
daerah pada kurun waktu tertentu.

Analisa resiko melibatkan kombinasi dari teori dan data empiris yang
berkaitan dengan kemungkinan dari bahaya bencana yang diketahui
akibat kekuatan tertentu atau intensitas yang terjadi pada tiap area
(“pemetaan bahaya”) dan dampak (baik fisik maupun fungsi) akibat
dari hasil tiap unsur resiko di tiap area yang diakibatkan masing –
masing potensi bahaya bencana (penilaian kerentanan dan perkiraan
dampak yang mungkin timbul)

42
42
Apendiks 2.

Paket Pelayanan Awal Minimal Kesehatan Reproduksi (selanjutnya


akan disebut sebagai PPAM).

a. Definisi
PPAM adalah paket intervensi minimum yang diperlukan untuk
memenuhi kebutuhan dasar kesehatan reproduksi pada situasi
bencana.

b. Tujuan
1. Mengidentifikasi satu atau beberapa organisasi dan individu
yang mampu mengkoordinasi dan menyelenggarakan PPAM
2. Mencegah dan mengelola kekerasan seksual dan akibatnya
3. Menekan penularan HIV melalui:

• Melaksanakan tindakan pencegahan umum (Universal


Precaution) terhadap HIV/AIDS

• Menjamin tersedianya kondom secara gratis

4. Mencegah peningkatan morbiditas dan mortalitas maternal


dan bayi baru lahir dengan:

• Menyediakan kit yang berisi alat persalinan yang bersih


untuk dapat digunakan oleh ibu guna menjamin persalinan
bersih di rumah.

• Menyediakan kit persalinan guna menjamin persalinan yang


bersih dan aman, dan

• Memantapkan sistem rujukan untuk mengelola kasus gawat


bencana kebidanan

5. Merencanakan pelayanan kesehatan reproduksi komprehensif,


terintegrasi dengan puskesmas dan rumah sakit.

43
c. Komponen PPAM

1. Identifikasi organisasi dan individu untuk memfasilitasi


koordinasi dan implementasi PPAM
Focal point ditunjuk untuk mengkoordinasikan kegiatan
kesehatan reproduksi sejak awal untuk mengatasi keadaan
gawat darurat. Focal point akan bekerja dibawah koordinator
umum bidang kesehatan.
Semua organisasi pemberi bantuan harus bekerja sesuai
dengan tugasnya dan siap siaga terhadap keadaan darurat.
Kepekaan terhadap aspek kesehatan reproduksi dan gender
harus selalu ditekankan dalam setiap pelatihan sumber daya
manusia. Tenaga kesehatan yang berpengalaman dalam
bidang kesehatan reproduksi harus ditempatkan paling sedikit
selama 6 bulan, sesuai dengan waktu yang diperkirakan
untuk memantapkan pelayanan kesehatan reproduksi
komprehensif.

2. Pencegahan dan manajemen kekerasan seksual dan


akibatnya
Semua petugas yang terlibat dalam penggulangan keadaan
darurat harus sensitif akan masalah kekerasan seksual. Langkah-
langkah untuk membantu korban kekerasan seksual, termasuk
perkosaan, harus telah disusun pada fase awal keadaan
darurat. Korban kekerasan seksual harus segera dirujuk ke
fasilitas kesehatan dan pihak yang berwajib harus terlibat untuk
memberikan perlindungan dan dukungan hukum.

3. Pencegahan morbiditas dan mortalitas maternal dan bayi baru


lahir
a. Penyediaan kit persalinan bersih untuk ibu dalam upaya
meningkatkan persalinan bersih di rumah.
Kit persalinan sederhana harus disediakan sehingga setiap
saat dapat dipergunakan untuk persalinan yang terpaksa
dilakukan dirumah.

44
44
b. Penyediaan kit persalinan bidan untuk membantu persalinan
bersih dan aman.
Pada fase awal keadaan darurat, persalinan sering terjadi
diluar fasilitas kesehatan sehingga kit persalinan bidan
penting untuk menjamin persalinan yang bersih dan
aman.
c. Penyusunan sistem rujukan untuk mengelola gawat darurat
kebidanan
Diperkirakan 5% – 10% persalinan akan membutuhkan bedah
Caesar. Kasus komplikasi lainnya seperti komplikasi aborsi
juga harus di rujuk ke rumah sakit yang mampu memberikan
pelayanan darurat kebidanan komprehensif (PONEK).
Oleh karena itu, sistem rujukan yang mampu menangani
komplikasi kebidanan 24 jam sehari harus segera tersedia.
Untuk itu diperlukan koordinasi dengan pemerintah
setempat mengenai kebijakan dan prosedur sistem
rujukan.
Alat transportasi, tenaga yang terampil, alat dan suplai
harus tersedia.

4. Menekan penularan HIV


a. Mematuhi dan melaksanakan kewaspadaan universal/
universal precaution terhadap HIV dan AIDS Tindakan
kewaspadaan universal harus ditekankan pada pertemuan
pertama dengan para koordinator kesehatan. Dalam
keadaan darurat, terdapat kecenderungan mengabaikan
tindakan kewaspadaan universal sehingga membahayakan
pasien dan juga petugas kesehatan.

b. Menjamin ketersediaan kondom gratis


Ketersediaan kondom harus dijamin sejak awal dalam
jumlah cukup. Ketersediaan kondom di fasilitas kesehatan
dan fasilitas lainnya juga harus diinformasikan kepada
masyarakat.

45
c. Mencegah peningkatan morbiditas dan mortalitas maternal
dan bayi baru lahir.

5. Perencanaan pelayanan kesehatan reproduksi komprehensif


yang terintegrasi dalam pelayanan kesehatan dasar
Rencana pengintegrasian pelayanan kesehatan reproduksi
ke dalam pelayanan kesehatan dasar dilakukan sejak awal
pelaksanaan PPAM, meliputi kegiatan-kegiatan sebagai
berikut :
a. Pengumpulan informasi kematian maternal dan bayi
baru lahir, prevalensi IMS/HIV dan prevalensi pemakaian
kontrasepsi
b. Identifikasi fasilitas kesehatan yang memadai untuk
pelayanan kesehatan reproduksi komprehensif dengan
memperhatikan faktor keamanan, keterjangkauan, privasi,
ketersediaan alat dan suplai, ketersediaan air bersih dan
sanitasi serta kondisi asepsis.

d Evaluasi PPAM Kesehatan Reproduksi

Langkah-langkah yang dilakukan:

1. Menetapkan ruang lingkup evaluasi

2. Melakukan evaluasi

3. Menganalisa

4. Mengambil Kesimpulan

5. Mendokumentasikan

6. Melaporkan Hasil

46
46
Apendiks 3. Indikator Kesehatan Reproduksi

Berdasar profil kesehatan reproduksi tahun 2003, di Indonesia secara


umum didapatkan beberapa masalah kesehatan reproduksi yang
membutuhkan penanganan segera, antara lain:

■ Angka komplikasi dan angka kematian ibu yang masih tinggi


■ Pelayanan serta perawatan selama masa kehamilan dan
persalinan masih belum optimal.
■ Sistem rujukan dan penanganan kegawatdaruratan obstetrik
yang masih sering tertunda karena beberapa faktor.
■ Status kesehatan reproduksi dan akses pelayanan KB masih
kurang terpenuhi dan kurang terjangkau oleh sebagian
wanita.
■ Resiko terjangkitnya IMS dan HIV dan AIDS meningkat baik pada
wanita maupun pria

Adapun indikator kesehatan reproduksi meliputi :

1. Data populasi dasar

■ Total penduduk
■ Jumlah ibu hamil
■ Jumlah wanita usia subur
■ Jumlah ibu bersalin
■ Jumlah pria usia subur
■ Jumlah ibu menyusui

2. Kesehatan ibu dan anak

■ Angka kematian ibu


■ Cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan terlatih
■ Angka kematian bayi

47
■ Proporsi penanganan kasus komplikasi obstetri terhadap
persalinan total
■ Indikator lain :
o Angka kelahiran kasar
o Cakupan perawatan postpartum
o Angka lahir mati
o Insidens komplikasi kebidanan
o Cakupan pelayanan Ante Natal Care/ANC K1 dan K4
o Insidens aborsi tidak aman dan spontan

3. Keluarga Berencana

■ Unmet Need (Kebutuhan yang tidak terpenuhi) KB

■ Cakupan pelayanan KB CPR/Contraceptive Prevalence Rate

■ Persentase kegagalan dan komplikasi pemakaian kontrasepsi

■ Persentase dari tiap jenis kontrasepsi yang digunakan

4. Pencegahan dan penanggulangan IMS, termasuk HIV dan AIDS :

■ Insidens kasus IMS

■ Insidens kasus HIV dan AIDS

5. GBV (Kekerasan Berbasis Jender)

■ Insidens kasus GBV (Kekerasan Berbasis Jender)

48
48
Apendiks 4. Faktor Kerentanan Kesehatan Reproduksi

a. Akar masalah meliputi; Kemiskinan, Akses yang terbatas pada


pelayanan Kespro, sebaran usia reproduksi dan penyakit yang
berkaitan dengan kesehatan reproduksi.

b. Tekanan dinamis meliputi; Kekurangan (Institusi pelayanan


kespro, Pelatihan terhadap tenaga kesehatan, Kemampuan tenaga
kesehatan dan Informasi mengenai permasalahan kespro) dan
Tekanan makro (Pertumbuhan populasi dan urbanisasi yang cepat,
Pembiayaan kesehatan).

c. Keadaan lingkungan meliputi; Lingkungan fisik yang rapuh


(Lokasi pelayanan kespro yang rawan, Bangunan dan infrastruktur
pelayanan kespro yang tidak terlindungi), Keadaan Ekonomi yang
rapuh berupa tingkat pendapatan yang rendah, Kelompok khusus
yang beresiko tinggi terhadap masalah kespro, Prevalensi output
program kesehatan reproduksi dan Aksi Publik berupa kurangnya
persiapan terhadap datangnya bencana.

49
Apendiks 5

Identifikasi logistik RH Kit

Blok 1

Kit Isi Kode Warna Jumlah Keterangan


Boks
Kit 0 Kit Administrasi Oranye 1
Kit 1 Kondom Merah
a Kondom pria 4
b Kondom wanita 1
Kit 2 Persalinan Bersih Biru Tua
a Individual 4/unit 50/box
b Penolong persalinan 1
Kit 3 Kit Pengelolaan Merah 1 1 unit/box
Perkosaan Jambu
Kit 4 Kit alat kontrasepsi Putih 1
oral dan injeksi
Kit 5 Kit Pengelolaan IMS Turquoise/ 1
Biru
Kehijauan

50
50
Blok 2

Kit Isi Kode Warna Jumlah Keterangan


Boks
Kit 6 Kit Persalinan Klinis Coklat 6/unit 5/6
(dengan sterilisator) (disimpan
di suhu
dingin)
Kit 7 IUD Kit Hitam 1
Kit 8 Pengelolaan abortus Kuning 2/unit 2/2 cool
dan komplikasi (disimpan
pasca abortus (tanpa di suhu
sterilisator) dingin)
Kit 9 Pengelolaan robekan Ungu 1
jalan lahir (cerviks
dan vagina) dan
pemeriksaan per
vagina(tanpa
sterilisator)
Kit 10 Kit vakum ekstraktor Abu-abu 1

Blok 3

Kit Isi Kode Warna Jumlah Keterangan


Boks
Kit 11 Kit rujukan kesehatan Hijau
reproduksi Terang
a Pakai ulang 1
b Obat-obatan dan alat 34 34/34
habis pakai (disimpan
di suhu
dingin)
Kit 12 Kit tranfusi darah Hijau Tua 2 2/2
(disimpan
di suhu
dingin)

51
Contoh Formulir Surveilans Kesehatan Reproduksi
Pada Fase Emergensi

Bulan: _________________ Tahun: _________________


Lokasi: _________________ WUS: _________________
Total Populasi: _________________

Safe Motherhood – Perawatan


Antepartum <19 >19 Total
1 tahun tahun
1a Jumlah kunjungan antenatal (K1) 0
1b Jumlah kunjungan antenatal (K4) 0
1c Total kunjungan antenatal 0

1d Jumlah ibu hamil mendapat screening 0


syphilis

1e Jumlah ibu hamil dengan test positif 0


syphilis

Safe Motherhood – RS Puskesmas Rumah Total


2 Perawatan Intrapartum
Jumlah persalinan oleh 0
2a
tenaga kesehatan terampil
Jumlah persalinan oleh 0
2b tenaga non kesehatan
(dukun, dll)
2c Jumlah kelahiran hidup 0
Jumlah lahir mati 0
2d
(>24 minggu kehamilan)
2e Jumlah BBLR (<2500 gram) 0
Jumlah kematian neonatal 0
2f
(≤ 28 hari)
2g Jumlah komplikasi aborsi ter- 0
tangani (spontan atau elektif)
2h Jumlah komplikasi obstetri 0
lain yang tertangani
2i Jumlah kematian maternal 0

52
52
3 Safe Motherhood – Perawatan Postpartum Number

3a Jumlah kunjungan post partum (periode 42


hari pasca persalinan)

4 Kekerasan Seksual Number


4a Jumlah kekerasan seksual yang dilaporkan
Jumlah kasus yang mendapat perawatan
4b
medis dalam waktu 3 hari pasca kejadian

5 IMS dan HIV/AIDS Jumlah

5a Jumlah unit darah yang


ditransfusikan
Jumlah unit darah transfusi yang
5b
di test HIV
Jumlah kondom yang
5c
didistribusikan
5d Jumlah kasus IMS yang ditangani Laki Perempuan Total
- urethral dischrage/duh uretra
- ulkus genital
- vaginal discharge/duh vagina

6 KB
6a Jumlah Akseptor KB
Dengan metode Akseptor Akseptor Dropouts Total
Baru Lama
- Suntik
- Pil
- IUD
- MOW/MOP
Total

53
54
54

Anda mungkin juga menyukai