Terapi Cairan Pada Kegawat Daruratan Anak PDF
Terapi Cairan Pada Kegawat Daruratan Anak PDF
Mohammad Hariadi
Jl. Menganti No. 456 Gresik Jawa Timur
TERAPI CAIRAN PADA KEGAWAT DARURATAN ANAK
PENDAHULUAN
Asupan air dirangsang oleh rasa haus sebagai respon terhadap kekurangan air
(hipertonik) melalui osmoreseptor di mid‐hipotalamus, pankreas, dan vena porta
hepatika.
Hipovolemia dan hipotensi juga merangsang haus melalui baroreseptor di atrium dan
pembuluh darah besar atau melalui peningkatan angiotensin II. Ekskresi atau
pengeluaran
air dapat berupa kehilangan cairan insensible (+30%), urin (+60%), dan sedikit cairan
tinja
(+10%). Hal ini menggambarkan jumlah yang harus diminum perhari untuk
mempertahankan
keseimbangan cairan. Kehilangan cairan insensible bisa melalui kulit (2/3) dan paru
(1/3),
tergantung faktor‐faktor yang mempengaruhi energy expenditure (tidak tergantung
keadaan
cairan tubuh). Ini berbeda dengan kehilangan cairan melalui keringat (sensible water
and
electrolyte losses) yang biasanya terjadi bila suhu tubuh dan/atau lingkungan
meningkat.
Kehilangan cairan melalui keringat ini diatur oleh sistem saraf otonom. Pengeluaran urin
penting untuk mengatur osmolalitas dan komposisi cairan ekstraseluler. Jumlah dan
kadar
urin dikendalikan oleh aksis neurohypophyseal‐renal, yaitu anti diuretic hormone
(ADH).
Distribusi antar kompartemen dipengaruhi permeabilitas membran dan gradien
osmolalitas,
tetapi keseimbangannya menganut hukum iso‐osmolaritas, neutralitas elektron, dan
keseimbangan asam basa.
Osmolalitas plasma dapat dihitung dengan rumus:
Anak‐anak memerlukan cairan dan elektrolit relatif lebih banyak daripada orang
dewasa sehingga mudah mengalami gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.
Kebutuhan cairan per hari didasarkan pada insensible water loss (IWL) + urin + cairan
tinja.
Bisa juga diperkirakan berdasarkan energy expenditure, bahwa setiap 1 kcal = 1 ml
H2O.
Berdasarkan perhitungan energy expenditure rata‐rata pasien yang dirawat di
rumah
sakit didapatkan kebutuhan cairan perhari sebagai berikut:
− Natrium : 2 – 4 mEq/100mlH2O/hari
− Kalium : 1 – 2 mEq/100mlH2O/hari
− Klorida : 2 – 4 mEq/100mlH2O/hari
Aplikasi tata laksana terapi cairan pada kegawat daruratan anak yang sering
terjadi
adalah pada kasus Dehidrasi dan Syok.
A. DEHIDRASI
1. Berat badan
Perubahan berat badan yang cepat menggambarkan perubahan cairan tubuh
total. Berat badan diperlukan untuk menentukan banyaknya cairan
pengganti
yang dibutuhkan.
2. Anamnesis
o Kehilangan cairan:
Muntah, diare, perdarahan, luka bakar, drainase bedah (seberapa banyak
dan/atau seberapa sering).
o Masukan cairan:
Jenis cairan, berapa banyak, dan bagaimana keberhasilannya.
o Produksi urin.
3. Pemeriksaan fisis
Status mental, nadi, frekuensi nadi, tekanan darah, membran mukosa, turgor
kulit, warna kulit, perabaan perifer, dan capillary refill.
4. Laboratorium
Kimia serum, hematokrit, urin lengkap.
2. Berapa banyak?
Untuk memperbaiki volume sirkulasi efektif diberikan 10‐20 ml/kg BB
dalam 10‐
30 menit. Evaluasi perbaikan klinis meliputi status mental, tanda vital, dan
produksi urin. Bila masih diperlukan bisa diulang. Bila belum membaik
setelah
diberikan 60 ml/kgBB, pertimbangkan pemasangan central venous pressure
(CVP)
untuk menen‐tukan volume intravaskuler yang lebih tepat.
Jumlahkan semua kebutuhan air dan elektrolit dari sisa defisit, kehilangan cairan
yang masih berlangsung (ongoing losses), dan kebutuhan rumatan. Kemudian
tentukan jenis cairannya berdasarkan jumlah total air dan elektrolit yang
diperlukan dan juga kalori untuk diberikan dalam 24 jam. Pertimbangkan juga
kondisi klinis penderita seperti adanya kelainan jantung dan kelainan ginjal.
Nilai defisit dapat dihitung berdasar:
Untuk mempermudah perencanaan dapat dibuat format baku untuk tata laksana
kebutuhan cairan seperti Tabel 3 di bawah ini.
Syok adalah sindrom klinis akibat kegagalan sistem sirkulasi dengan akibat
ketidakcukupan pasokan oksigen dan substrat metabolik lain ke jaringan serta
kegagalan pembuangan sisa metabolisme. Berdasarkan komponen sistem
sirkulasi,
terdapat 3 jenis syok yaitu syok hipovolemik, kardiogenik, dan distributif.
Adapun
prinsip‐prinsip penatalaksanaannya adalah sebagai berikut:
Syok sipovolemik
Pemberian cairan kristaloid 10 ml/kgBB secara bolus (secepatnya) dapat
dilakukan
sambil menilai respon tubuh. Pada syok hipovolemik, maka peningkatan volume
intravaskular akan meningkatkan isi sekuncup disertai penurunan frekuensi
jantung.
Pada kasus yang berat, pemberian cairan dapat diulangi 10 ml/kgBB sambil
menilai
respon tubuh. Pada umumnya anak dengan syok hipovolemik mempunyai nilai
CVP
kurang dari 5 mmHg. Pemberian cairan harus diteruskan hingga mencapai
normovolemik. Kebutuhan cairan untuk mengisi ruang intravaskular umumnya
dapat
dikurangi bila digunakan cairan koloid.
Syok kardiogenik
Curah jantung merupakan fungsi isi sekuncup dan frekuensi. Bayi mempunyai
ventrikel yang relatif noncompliant dengan kemampuan meningkatkan isi
sekuncup
amat terbatas. Karena itu curah jantung bayi amat bergantung pada frekuensi.
Syok
kardiogenik pada penyakit jantung bawaan tidak dibahas di sini.
Isi sekuncup dipengaruhi oleh preload, afterload, dan kontraktilitas
miokardium. Sesuai dengan hukum Starling, peningkatan preload akan
berkorelasi
positif terhadap curah jantung hingga tercapai plateau. Karena itu, sekalipun
pada
gangguan fungsi jantung, mempertahankan preload yang optimal tetap harus
dilakukan. Penurunan curah jantung pasca bolus cairan menunjukkan bahwa
volume
loading harus dihentikan. Upaya menurunkan afterload terindikasi pada keadaan
gagal jantung dengan peningkatan resistensi vaskular sistemik yang berlebihan.
Untuk tujuan ini dapat digunakan vasodilator.
Diuretik digunakan pada kasus dengan tanda kongestif paru maupun
sistemik. Untuk tujuan ini dapat digunakan diuretik loop, atau kombinasi dengan
bumetanid, tiazid atau metolazon.
Berbagai kondisi yang memperburuk fungsi kontraktilitas miokardium harus
segera diatasi, seperti hipoksemia, hipoglikemia, dan asidosis. Untuk
memperbaiki
fungsi kontraktilitas ini, selanjutnya dapat digunakan obat inotropik (seperti
dopamin, dobutamin, adrenalin, amrinon, milrinon). Untuk mencapai fungsi
kardiovaskular yang optimal, dengan pengaturan preload, penggunaan obat
inotropik dan vasodilator (seperti sodium nitroprusid, nitrogliserin), dibutuhkan
pemantauan tekanan darah, curah jantung, dan resistensi vaskular sistemik.
DAFTAR PUSTAKA
1. Kavanagh BP, Meyer LJ. Normalizing physiological variables in acute illness:
five
reasons for caution. Intensive Care Med. 2005, 31:1161‐1167.
2. Adelman RD, Solhaug MJ. Pathophysiology of body fluids and fluid therapy. In:
Berhman RE, Kliegman RM, Jenson HB. Nelson Textbook of Pediatrics, 16th ed.
Philadelphia : WB Saunders, 2000: 189‐227.
3. Paschall JA, Melvin T. Fluid and electrolyte therapy. Dalam: Holbrook PR.
Textbook of pediatric critical care. Philadelphia: WB Saunders, 1993: 653‐
702.
4. Barkin RM, Rosen P. Emergency pediatrics: A guide to ambulatory care, 4th ed.
St
Louis: Mosby, 1994: 69‐73.
5. Souid AK, Schneiderman H. Principles of pediatric fluid therapy. Diakses dari
http://www.ec.hscsyr.edu/peds/fluid_manual, tanggal 27 Nopember 2000.
6. Ambalavanan N. Fluid, electrolyte, and nutrition management of the newborn.
Diakses dari wysiwyg://213/http://www.emedicine.com/ped/topic2554, tanggal
23 Mei 2002.
7. Stewart PA. How to understand acid‐base. Diakses dari http://www.
qldanaesthesia.com, 20 Mei 2003
8. Oh MS, Carroll HJ. Regulation of Intracellular and Extracellular Volume. Dalam:
Arieff AI, DeFronzo RA. Fluid, electrolyte, and acid‐base disorders, 2nd ed. New