Sidaguri Fix
Sidaguri Fix
PENDAHULUAN
1
atom nitrogen yang penyebarannya terbatas pada orgnisme hidup. Efek fisiologis
yang kuat dan selektifitas senyawa alkaloid menyebabkan senyawa alkaloid tersebut
sangat bermanfaat dalam hal pengobatan (Marek, 2007).
Sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya
dibidang kimia dan farmasi, telah mendorong para peneliti untuk menggali potensi
hutan Indonesia, penelitian dan percobaan ilmiah dibidang ini semakin mendapat
perhatian. Disamping itu, penelitian bermanfaat untuk mencari alternatif dalam hal
pengadaan bahan baku obat, validasi tumbuhan obat tradisional dan mencari
senyawa baru yang dapat dimanfaatkan sebagai model.
Tumbuhan sidaguri (Sida rhombifolia L.) termasuk dalam famili malvaceae
yang merupakan perdu tegak bercabang dengan tinggi mencapai 2 m dengan cabang
kecil berambur rapat dan menurut uji fitokimia tumbuhan ini mengandung senyawa
alkaloid. Tumbuhan ini banyak digunakan oleh masyarakat untuk mengatasi
influenza, demam, radang amandel, radang usus, disentri, sakit kuning, malaria, batu
aluran kencing, cacingan, terlambat haid, sariawan, bisul dan digigit serangga. Akar
dan kulit batang sidaguri sangat kuat sehingga dipakai untuk pembuatan tali
(Dalimarta, 2003).
Dalam tulisan ini akan dilaporkan tentang cara isolasi dan identifikasi senyawa
alkaloid dari daun sidaguri (Sida rhombifolia L.) dan diharapkan dapat diketahui
jenis senyawa alkaloid yang terdapat dalam tumbuhan tersebut serta kemungkinan
pemanfaatannya sebagai sumber obat.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa itu tanaman sidaguri ?
2. Senyawa alkaloid apa yang terdapat dalam tanaman sidaguri?
3. Bagaimana cara isolasi alkaloid daun sidaguri ?
1.3 Tujuan
1. Mahasiswa mengetahui tumbuhan sidaguri
2. Mahasiswa mengetahui senyawa alkaloid apa yang terdapat dalam tanaman
sidaguri
3. Mahasiswa mengetahui cara isolasi alkaloid daun sidaguri
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Dicotyledoneae
Bangsa : Malvales
Suku : Malvaceae
Marga : Sida
3
2.2 Morfologi Tumbuhan Sidaguri
Sidaguri tumbuh liar di tepi jalan, halaman berumput, hutan, ladang, dan di
tempat-tempat dengan sinar matahari cerah atau sedikit berlindung. Tumbuhan tersebar
pada daerah tropis diseluruh dunia dari dataran rendah sampai 1.450 m dpl. Perdu tegak
bercabang ini tingginya dapat mencapai 2 m dengan cabang kecil berambut rapat. Daun
tunggal, bergerigi, ujung runcing, pertulangan menyirip, bagian bawah berambut pendek
warnanya abu-abu, panjang 1,5 - 4 cm, lebar 1 - 1,5 cm. Bunga tunggal bewarna kuning
cerah yang keluar dari ketiak daun, mekar sekitar pukul 12 siang dan layu sekitar tiga jam
kemudian (Dalimarta, 2003).
tanin.
4
mengandung kalsium oksalat dan tannin. Akar mengandung alkaloid, dan steroid
(Dalimarta, 2003).
Fungsi dari alkaloida belum dapat dipastikan dengan baik untuk beberapa jenis
alkaloida, walaupun telah kita ketahui bahwa turunan - turunan dari pirimidin, purin dan
pterin memainkan peranan yang sangat baik dalam proses kehidupan manusia. Semua
alkaloida dapat dibuat dari poliketida asam sikimat atau bagian dari senyawa asam
mevalonat yang digabung dengan asam amino, yang secara otomatis dapat memberikan
sebuah sistematisasi yang tinggi secara rumus dan struktural yang akan menghasilkan
suatu senyawa. Dengan kata lainnya, komponen asam amino membentuk karakter dari
alkaloida dan klasifikasinya dapat dibuat dengan baik berdasarkan bentuk morfologinya.
5
Alkaloida juga digunakan sebagai penyebab proses solusi dan biogenetik dibandingkan
dengan beberapa jenis asam amino yang merupakan pembentuk alkaloida, seperti glisin
(di dalam pembentuk N-heterosiklik), asam glutamat, ornitin, lisin, fenilalanin, tirosin,
triptofan dan asam antralin. Kebanyakan alkaloida dapat ditemukan di dalam segala jenis
tumbuhan, dari tumbuhan tingkat tinggi sampai ke mikroorganisme. Beberapa alkaloida
dapat ditemukan dalam hewan, dan alkaloida juga dapat ditemukan di dalam biota laut
(Robinson, 1995). Sejak dahulu kala alkaloida telah digunakan dalam berbagai hal.
Kebanyakan alkaloida digunakan sebagai suatu zat beracun yang dapat menyebabkan
kematian seperti strysin. Strysin telah digunakan sebagai suatu zat pembunuh selama
beberapa abad dan juga merupakan suatu zat yang menyebabkan kematian pada beberapa
jenis unggas. Strysin merupakan suatu zat yang dapat merusak sel-sel tubuh yang
lamakelamaan dapat menyebabkan kematian. Koniin didalam Conium maculatum
digunakan oleh orang-orang Yunani untuk hukuman eksekusi, dan Sokrates adalah
pemimpin Yunani yang sering menggunakannya. Beberapa alkaloida dapat menyebabkan
halusinasi seperti grup opium di dalam Papaver somniferum, turunanturunan dari asam
lisergis dalam tumbuhan Claviceps purpurea, sebuah tumbuhan parasit (Torssell, 1983).
Pada bagian yang memaparkan sejarah alkaloida, jelas kiranya bahwa alkaloida
sebagai kelompok senyawa. Banyak usaha untuk mengklasifikasikan alkaloida. Sistem
klasifikasi yang paling banyak diterima, menurut Hegnauer, alkaloida dikelompokkan
sebagai :
6
(b) Protoalkaloida
Protoalkaloida merupakan amin yang relatif sederhana dalam mana nitrogen asam amino
tidak terdapat dalam cincin heterosiklis. Protoalkaloida diperoleh berdasarkan biosintesis
dari asam amino yang bersifat basa. Pengertian amin biologis sering digunakan untuk
kelompok ini. Contoh adalah meskalin, efedrin , dan N, Ndimetiltriptamin.
(c) Pseudoalkaloida
Pseudoalkaloida tidak diturunkan dari prekursor asam amino. Senyawa biasanya bersifat
basa. Ada dua seri alkaloida yang penting dalam klas ini, yaitu alkaloida stereoidal (
konessin, purin dan kaffein ) (Sastrohamijojo, 1996).
Ada juga yang mengklasifikasikan alkaloid berdasarkan bentuk inti dari molekulnya
yeng terdapat di alam, terbagi atas beberapa kelompok, yaitu :
1. Kelompok Feniletilamin
2. Kelompok Pirolidin
3. Kelompok piridin
4. Kelompok quinolin
5. Kelompok isoquinolin
- Lupinin alkaloida
- Tropane alkaloida
- Papaverin
7
- Morfin
- Amarilis alkaloida
- Caly canthin
- Quinin
- Vindolin
- Reserpin
- Ibogaine
Dari klasifikasi di atas dapat disimpulkan bahwa belum ada keseragaman dalam
pengklasifikasian senyawa alkaloida (Hendrikson,1965).
8
BAB III
PEMBAHASAN
Alat
Peralatan yang digunakan terdiri atas berbagai peralatan gelas laboratorium,
alat destilasi, bejana maserasi, kolom kromatografi, corong pisah, neraca
9
B. Ekstraksi dan Fraksinasi
Ekstraksi dilakukan dengan cara maserasi dimana serbuk daun sidaguri (Sida
rhombifolia L.) sebanyak 1 kg dimaserasi dengan metanol (3 x 5L) pada temperatur
kamar dan disaring lalu pelarut diuapkan dari ekstrak metanol dengan rotary
evaporator sehingga diperoleh ekstrak pekat metanol. Terhadap ekstrak metanol ini
dilakukan partisi cair-cair dengan n-heksana. Masing-masing ekstrak dipekatkan
kembali dengan rotary evaporator sehingga diperoleh residu kering dan dilanjutkan
dengan uji skrining fitokimia. Ekstrak metanol ditambahkan HCl 2M hingga
mencapai pH 2 dan didiamkan selama 24 jam, kemudian dicuci dengan dietileter.
Selanjutnya ditambahkan NH4OH pekat sampai pH 9-10, diekstraksi dengan dietileter
dan ekstrak dietileter tersebut diuapkan pelarutnya sehingga diperoleh ekstrak pekat
dietileter.
C. Pemisahan dan Pemurnian
Dari hasil skrining fitokimia dengan menggunakan reagent Mayer dan
reagent Dragendorf terhadap ekstrak dietileter daun sidaguri (Sida rhombifolia L.)
menunjukkan bahwa daun tumbuhan tersebut mengandung senyawa alkaloid.
Ekstrak pekat dietileter yang mengandung senyawa alkaloid kemudian
dipisahkan dengan menggunakan kromatografi kolom. Sebelum dilakukan
kromatografi kolom, terlebih dahulu terhadap fraksi dietileter tersebut dilakukan uji
Kromatografi Lapisan Tipis (KLT) analitik untuk menentukan jenis eluen yang
memiliki pola pemisahan paling baik yang akan digunakan pada kromatografi kolom.
Komposisi pelarut ditentukan berdasarkan pendekatan KLT. Isolasi senyawa
alkaloid dari daun sidaguri dilakukan dengan metoda kromatografi kolom
menggunakan silika gel 60 sebagai fasa diam dan kloroform : metanol sebagai fasa
gerak berdasarkan teknik “step gradient polarity” (SGP). Eluen yang digunakan
adalah kloroform : metanol dengan nilai perbandingan sebagai berikut (90:10;
80:20; 70:30;60:40; 40:60). Eluen ditampung dalam botol vial 5 ml dan dianalisis
dengan KLT. Fraksi-fraksi yang memiliki spot dengan nilai Rf yang sama digabung
dan pelarutnya diuapkan, selanjutnya dilakukan pemurnian.
10
D. Karakterisasi Senyawa Hasil Isolasi
Terhadap senyawa hasil isolasi yang telah murni dilakukan analisis dengan
11
dragendorf diperoleh noda tunggal.
Analisis spektrum FT-IR senyawa hasil isolasi (Gambar 1) menunjukkan
adanya vibrasi ulur N-H pada bilangan gelombang 3395,10 cm-1 dengan pita
serapan yang tajam dan vibrasi regang N-H pada 1508,27 cm-1. Hal ini didukung
oleh spektrum 1H- NMR (Gambar 2) yang menunjukkan adanya satu puncak
melebar pada pergeseran kimia δ 6,47-6,50 ppm yang diduga merupakan gugus NH
pada inti piperidin (Sastrohamidjojo, 1994).
gelombang 1628,21 dan 1491,27 cm-1 yang merupakan vibrasi C=C aromatik dan
pada pergeseran kimia δ 3,88 ppm terdapat puncak singlet yang diduga dari proton
gugus O-CH3 yang posisinya pada senyawa alkaloid hasil isolasi belum dapat
dipastikan (Jacobs, 1974).
12
Gambar 2. Spektrum 1H-NMR senyawa hasil isolasi
Pergeseran kimia pada daerah δ 1,25 ppm terdapat puncak singlet dengan
intensitas yang tinggi dari proton CH3 yang belum dapat dipastikan jumlahnya. Dan
pergeeran kimia pada daerah 1,38-2,35 ppm terdapat puncak multiplet dari proton CH
dan CH2 yang kemungkinan menunjukk adanya proton CH dan CH2 yang membentuk
cincin alifatis dari piperidin. Hal ini didukung oleh pita serapan pada dari spektrum IR
pada bilangan gelombang 2933,19 cm-1 yang menunjukkan adanya vibrasi ulur C-H
dan pada bilangan gelombang 1448,25 dan 1424,24 cm-1 yang menunjukkan adanya
vibrasi regang CH2 dan CH3.
13
BAB IV
PENUTUP
KESIMPULAN
alkaloid.
14
DAFTAR PUSTAKA
15