Karena kebanyakan metode dalam buku ini jelas dalam penguraian dan penerapannya,
Anda mungkin akan sangat tergoda pada titik ini untuk langsung melangkah ke badan
utama dari buku teks dan mengajarkan Anda bagaimana memakai teknik-teknik ini.
Namun, galat (error) adalah demian hakiki terhadap pengertian dan penggunaaaan yang
efektif dari metode numerik sehingga kami telah memilih untuk mencurahkan bab yang
sekarang untuk topik ini.
Pentingnya galat (kesalahan) telah diperkenalkan dalam pembahasan tentang penerjum
payung dalam bab 1. Ingat kembali bahwa kecepatan jatuh penerjun payung ditentukan
dengan metode analitis maupun numeric. Walaupun teknik numerik menghasilkan
taksiran yang dekat ke penaksiran analitis yang eksak, tetapi terdapat ketidakcocokan, atau
galat, disebabkan oleh kenyataan bahwa metode numerik melibatkan suatu hampiran
(amproksimasi). Penyelesaian analitis mampu menghitung galat dengan cepat. Sering
terjadi pada soal-soal teknik terapan penyelesain analitis tidak tercapai. Sehingga galat
didalam metode numerik tidak dapat dihitung dengan tepat. Dalam hal ini kita harus
menerapkan hampiran atau taksiran dari galat.
Galat yang demikian merupakan ciri dari hampir semua teknik yang dipaparkan dalam
buku ini. Peryataan ini mula-mula kelihatannya bertentangan dengan apa yang biasanya
dibayangkan sebagai rekayasa yang sehat. Para mahasiswa dan insinyur praktisi dalam
profesi mereka berusaha terus sekuat tenaga untuk membatasi galat. Pada waktu
menempuh ujian atau menyelesaikan soal-soal pekerjaan rumah, Anda akan dihukum dan
bukan diberi penghargaan untuk galat anda. Dalam praktek profesional, galat bisa sangat
mahal dan kadangkala merupakan bencana yang besar. Jika suatu struktur atau piranti
gagal berfungsi, ia dapat mengakibatkan nyawa melayang.
Walaupun kesempurnaan adalah tujuan yang terpuji, tetapi sangat jarang tercapai.
Misalnya, sekalipun ada fakta bahwa model yang dikembangkan dari hukum Newton
yang kedua adalah suatu hampiran (aproksimasi) yang baik sekali, tetapi dalam praktek
model itu tidak pernah akan meramalkan secara eksak jatuhnya penerjun payung. Aneka
ragam faktor seperti angin dan perubahan sedikit dalam tahanan udara akan
menghasilkansimpangan dari ramalan. Jika simpangan (deviai) ini secara sistematis tinggi
atau rendah, maka mungkin perlu kita kembangkan suatu model baru. Namun, jika
simpangan itu berdistribusi secara acak (random) dan terkumpul secara rapat sekali
disekitar ramalan, maka simpangan-simpangan tersebut dapat diabaikan dan model
tersebut dianggap memadai. Hampiran numerik dapat memperkenalkan ketidakcocokan
serupa ke dalam analisis. Lagi-lagi, pertanyaannya adalah: Seberapa besar toleransi galat
yang dapat diterima?
Bab yang sekarang meliput topik-topik dasar yang berkaitan dengan pengenalan,
hitungan, dan peminimuman galat-galat ini. Imformasi umum yang berkenaan dengan
hitungan galat ditelaah ulang dalam pasal pertama. Ini diikuti oleh pasal tentang dua
bentuk galat numerik: galat pembulatan dan pemotongan.
Galat pembulatan (round-off error) disebabkan oleh fakta bahwa komputer hanya dapat
menyatakan besaran dengan sejumplah berhingga angka. Galat pemotongan (truncation
error) adalah ketidaksesuaian yang diperkenalkan oleh fakta bahwa metode numerik
menerapkan suatu hampiran untuk menyatakan operasi-operasi matematis dan besaran
yang eksak. Akhirnya, secara singkat dibahas galat yang tidak secara langsung berkaitan
dengan metode numerik itu sendiri. Ini mencakup kecerobohan, galat perumusan atau
model, dan ketidakpastian data.
GAMBAR 3.1 Odometer dan speedometer mobil yang melukiskan konsep angka bena.
1. Seperti diperkenalkan dalam masalah penerjun payung, metode numerik memberikan
hasil-hasil (aproksimasi). Karena itu harus dikembangkan kriteria untuk merinci
seberapa jauh hasil hampiran kita dapat dipercaya. Satu cara untuk melakukan ini
adalah dalam bentuk angka bena. Misalnya, kita dapat memutuskan bahwa hampiran
kita dapat diterima jika benar sampai empat angka bena-artinya kita yakin bahwa
empat angka pertama adalah benar.
2. Walaupun besaran seperti π , e, atau 7 menyatakan besaran-besaran tertentu,
bilangan – bilangan tersebut tidak dapat diungkapkan secara eksak dengan
menggunakan sejumplah berhingga angka. Misalnya, besaran adalah sama dengan
3,141592653589793238462643 . . .
sampai takhingga. Karena komputer hanya dapat menyimpan sejumplah tertentu
angka bena, bilangan-bilangan yang demikian tidak pernah dapat dinyatakan secara
ektrak. Pengabaian angka-angka bena sisanya dinamakan galat pembulatan (round-
off error).
Galat yang berhubungan dengan perhitungan maupun pengukuran dapat dicirikan dengan
memperhatikan ketelitian dan ketepatannya. Ketelitian mengacu pada nilai yang
sebenarnya, yang dihitung atau diukur dengan teliti. Ketepatan mengacu pada nilai
individu yang sebenarnya, yang dihitung atau diukur secara teliti terhadap yang lain. Jadi,
ketepatan berarti (1) banyaknya angka bena yang menyatakan suatu besaran atau (2)
sebaran dalam penghitungan yang berulang-ulang atau pengukuran niali yang teliti.
Konsep ini dapat digambarkan secara grafik dengan menggunakan analogi dari
sasaran tembakan. Lubang tembakan pada tiap target dalam gambar 3.2 dapat dianggap
sebagai
ramalan suatu teknik numerik, sedangkan sasaran target menyatakan yang sebenarnya.
Ketidaktelitian (disebut juga bias atau berat sebelah) didefinisikan sebagai simpangan
sistematis dari yang sebenarnya. Jadi, walaupun tembakan-tembakan dalam gambar 3.2c
lebih terkelompok secara rapat ketimbang dalam gambar 3.2a, kedua kasus tersebut sama
berat sebelahnya karena keduanya terpusat pada kuadran kiri atas dari target. Sebaliknya,
ketepatan mengacu pada sejauh mana mereka terpencar. Karena itu, walaupun Gambar
3.2b dan 3.2d sama telitinya (yaitu, terpusat pada titik tengah sasaran), yang belakangan
lebih tepat karena tembakan-tembakan terkelompok secara rapat.
Metode numerik sehrusnya cukup teliti atau tidak berat sebelah untuk memenuhi
persyaratan suatu masalah rekayasa khusus. Metode numerik seharusnya cukup persis
untuk rancang-bangun rekayasa yang memadai. Dalam buku ini, akan kita gunakan istilah
kolektif galat untuk menyatakan ketidaktelitian dan ketidaktepatan ramalan kita. Dengan
latar belakang konsep ini, sekarang kita dapat membahas faktor-faktor yang menyebabkan
galat komputasi numerik.
Galat numerik timbul dari penggunaan hampiran (aproksimasi) untuk menyatakan operasi
dan besaran matematis yang eksak. Ini mencakup galat pemotongan (truncation errors)
akan terjadi jika aproksimasi digunakan untuk menyatakan suatu prosedur matematis, dan
galat pembulatan, yang akan terjadi jika bilangan aproksimasi digunakan untuk
menyatakan bilangan eksak. Untuk kedua jenis galat tersebut, hubungan antara hasil yang
eksrak, atau yang sejati, dan aproksimasinya dapat dirumuskan sebagai
Dengan menyusun kembali persamaan (3.1), kita dapatkan bahwa galat numerik sama
dengan ketidaksesuaian (discrepancy) antara yang sebenarnya dan aproksimasi, seperti
dalam
Et = nilai sejati – aproksimasi (3.2)
Di mana Et digunakan untuk menunjukan nilai eksak dari galat. Subskrip (tikalas) t
disertakan untuk menunjukan bahwa ini dalah galat “sejati” (true error). Ini bertentangan
dengan kasus lain, seperti yang akan diuraikan sebentar lagi, dimana suatu taksiran
aproksimasi dari galat harus diterapkan.
Kelemahan difinisi ini adalah bahwa tingkat besaran dari nilai yang diperiksa sama
sekali tidak diperhatikan. Misalnya, galat satu centimeter jauh lebih berarti jika yang
diukur adalah paku ketimbang jembatan. Satu cara untuk memperhitungkan besarnya
besaran yang sedang dievaluasi adalah menormalkan galat terhadap nilai sejati, seperti
dalam
galat
Galat relatif pegahan =
nilai sejati
di mana, seperti dirinci oleh persamaan (3.2), galat = nilai sejati – aprosimasi. Galat relatif
dapat juga dikalikan dengan 100 persen agar dapat diumgkapkan sebag ∈t =
galat sejati
100 % (3.3)
nilai sejati
Perhatikan bahwa untuk persamaan (3.2) dan (3.3), E dan ∈ diberi tikalas t untuk
menekankan bahwa galat dinormalkan terhadap nilai sejati. Dalam contoh 3.1, nilai ini
tersedia untuk kita. Namun, dalam situasi yang sebenarnya, informasi yang demikian
jarang sekali tersedia. Untuk metode numerik, nilai sejati hanya akan diketahui bilamana
fungsi yang ditangani berupa fungsi yang dapat diselesaikan secara analis. Kasus yang
demikian akan merupakan kasus yang khas bilamana kita menyelidiki perilaku teoritis
suatu teknik khusus. Namun dalam terapan dunia-nyata, tentu saja jawab sejati tidak
diketahui sebelumnya. Untuk situasi-situasi ini, alternatifnya adalah menormalkan galat
dengan menggunakan
CONTOH 3.1
Perhitungan Galat
Pernyataan Masalah : Andaikan Anda ditugaskan untuk mengukur panjang sebuah
jembatan dan sebuah paku masing-masing 9999 dan 9 cm. Jika nialai sejati masing-
masing adalah 10.000 dan 10 cm, hitung (a) galat dan (b) persen galat relatif untuk setiap
kasus.
[
Penyelesaian : (a) Galat untuk pengukuran jembatan Persamaan (3.2) ]
Et = 10.000 – 9999 =1 cm
dan untuk paku
Et = 10 – 9 = 1 cm
(b) Persen galat relstif untuk jembatan [Persamaan(3.3)] adalah
1
∈t = 100% = 0,01 %
10.000
dan untuk paku
1
∈t = 100 % = 10 %
10
Jadi, walaupun kedua pengukuran mempunyai galat 1 cm, tetapi galat relatif untuk paku
jauh lebih besar. Kita akan menyimpulkan bahwa pengukuran jembatan telah dikerjakan
dengan layak, sedangkan taksiran untuk paku masih perlu dipertanyakan.
taksiran terbaik yang tersedia dari nilai sejati, yaitu terhadap aprosimasi itu sendiri, seperti
dalam
galat aproksimasi
∈a = 100 % (3.4)
aproksimasi
di mana tikalas a menandakan bahwa galat dinormalkan terhadap nilai aproksimasi.
Perhatikan juga bahwa untuk terapan dunia-nyata, Persamaan (3.2) tidak dapat digunakan
untuk menghitung suku galat untuk Persamaan (3.4). salah satu tantangan metode numerik
adalah menentukan taksiran galat tampa mengetahui nilai sejatinya. Misalnya, metode
numerik tertentu memakai pendekatan secara iterasi untuk menghitung jawaban. Dalam
pendekatan yang demikian, suatu aproksimasi sekarang dibuat berdasarkan aproksimasi
sebelumnya. Proses ini dilakukan secara berulang, atau secara iterasi, dengan maksut
secara beruntun menghitung aproksimasi yang lebih dan lebih baik. Untuk kasus yang
demikian, galat seringkali ditaksir sebagai selisih antara aproksimasi sebelumnya dengan
yang sekarang. Jadi, persen galat relatif ditentukan sesuai dengan
Pendekatan ini dan lainnya untuk mengungkapkan galat akan diuraikan pada bab-bab
berikutnya.
Tanda Persamaan (3.2) sampai (3.5) boleh positif atau negatif. Jika aproksimasi
(hampiran)-nya lebih besar dari nilai sejati (atau aproksimasi sebelumnya lebih besar dari
pada aproksimasi sekarang), maka galatnya negatif, jika aproksimasinya lebih kecil dari
pada nilai sejati, maka galatnya positif. Juga, untuk persamaan (3.3) hingga (3.5),
penyebut mungkin lebih kecil dari nol, yang juga akan menyebabkan galat yang negatif.
Seringkali pada waktu melaksanakan komputasi, tanda galat tidak kita perdulikan, tetapi
kita lebih tertarik kepada apakah nilai mutlaknya lebih kecil daripada suatu toleranci ∈ s
yang telah ditetapkan sebelumnya. Karena itu, seringkali berguna untuk menerapkan nilai
mutlak dari Persamaan (3.2) sampai (3.5). untuk kasus yang demikian, Komputasi
diulangi sampai
∈ a < ∈s (3.6)
Jika hubungan ini terus bertahan, hasil kita dianggap berada dalam tingkat penerimaan ∈ s
yang telah dirinci sebelumnya.
Juga perlu mengaitkan galat-galat ini dengan banyaknya angka bena dalam
aproksimasi . Dapat diperlihatkan (Scaborough 1966) bahwa jika kriteria berikut dipenuhi,
kita akan yakin bahwa hasilnya benar sampai paling sedikit n angka bena.
CONTOH 3.2
Taksiran Galat untuk Metode Iteratif
Pernyataan Masalah : Dalam matematika, fungsi-fungsi kerapkali dapat dinyatakan
oleh
deret takterhingga. Misalnya, fungsi rksponen dapat dihitung memakai
x2 x3 xn
ex = 1 + x + + + .... + ( E.3.2.1)
2! 3! n!
Jadi, dengan semakin banyaknya yang ditambah, suku dalam urutan (sequence) maka
aproksimasi menjadi taksiran yang semakin lebih baik dari nilai ex yang sebenarnya.
Persamaan (E3.2.1) dinamakan uraian deret Maclaurin.
Dimulai dengan versi yang paling sederhana, ex = 1, tambahan satu suku tiap kali
untuk menaksir e0,5 . setelah penambahan tiap suku baru dihitunglah persen galat relatif
yang sejati dan yang kira-kira (aproksimasi) masing-masing dengan Persamaan (3.3)
dan (3.5). perhatikan bahwa nilai yang sebenarnya adalah e0,5 = 1,648721271.
Tambahan suku-suku sampai nilai mutlak taksiran galat ∈ a berada dibawah kritria galat
∈ s yang ditetapkan sebelumnya, sesuai sampai tiga angka bena.
Jadi, kita akan menambah suku-suku pada deret sampai ∈ a berada di bawah tingkat ini.
Taksiran pertama sama dengan Persamaan (E3.2.1) dengan satu suku tunggal. Jadi,
taksiran pertama sama dengan 1. maka taksiran kedua akan dihasilkan dengan
menambah suku kedua, seperti dalam
ex = 1 + x
atau x = 0,5
1,648721271 − 1,5
∈t = 100% = 9,02%
1,648721271
Persamaan (3.5) dapat digunakan untuk menentukan suatu taksiran dari galat, seperti
dalam
1,5 − 1
∈a = 100% = 33,3%
1,5
Karena ∈ a tidak lebih kecil dari nilai ∈ s yang diisaratkan, kita akan melanjutkan
koputasinya dengan menambah suku lain, x2 /21, dan mengulangi perhitungan galatnya.
Proses ini dilanjutkan sampai ∈ a < ∈ s. Keseluruhan komputasi dapat diikhtisarkan
sebagai
1 1 39,3
2 1,5 9,02 33,3
3 1,625 1,44 7,69
4 1,645833333 0,175 1,27
5 1,648437500 0,0172 0,158
6 1,648697917 0,00142 0,0158
Jadi, setelah enam suku dimasukan, galat aproksimasi jatuh di bawah ∈ s = 0,05% , dan
komputasi dihentikan. Namun, perhatikan bahwa ketimbang tiga angka bena, ternyata
hasilnya teliti sampai lima! Ini berkenaan dengan kenyataan bahwa untuk kasus ini,
Persamaan (3.5) dan (3.7) keduanya konservatif. Artinya, kedua persamaan ini
menjamin bahwa hasilnya paling sedikit sebaik yang dirincinya. Walaupun ini bukan
selalu merupakan kasus untuk Persamaan (3.5), seperti dibahas dalam Bab 5, tetapi
kebanyakan selalu benar.
Seperti dibaha sebelumnya, galat pembulatan berasal dari kenyataan bahwa komputer
hanya mempertahankan sejumplah tetap angka bena (significant number) selama suatu
perhitungan. Bilangan-bilangan seperti π, e, atau 7 , tidak dapat diekspresikan oleh
sejumplah tetap angka bena. Oleh karena itu, bilangan-bilangan itu tidak dapat dinyatakan
secara eksak oleh komputer. Penyimpangan yang diperkenalkan oleh penghilangan angka
bena ini disebut galat pembulatan (rouding error).
Sistem bilangan. Sistem bilangan semata-mata adalah suatu cara untuk menyajikan
bilangan. Karena kita mempunyai 10 jari tangan dan 10 jari kak, sistem bilangan yang
paling kita kenal adalah sistem desimal atau basis 10. suatu basis adalah bilangan yang
digunakan sebagai acuan untuk membangun sistem tersebut. Sistem basis 10 memakai 10
angka-0,1,2,3,4,5,6,7,8, dan 9-untuk menyatakan bilangan. Dengan sendirinya bilangan-
bilangan ini memadai untuk mencacah dari 0 sampai 9. untuk besaran yang lebih besar,
digunakan kombinasi angka-angka dasar ini, dengan nilai posisi atau tempat yang merinci
besarnya. Angka terkanan dalam suatu bilangan menyatakan bilangan dari 0 sampai 9.
angka kedua dari kanan menyatakan kelipatan 10. Angka ketiga dari kanan menyatakan
kelipatan 100 dan seterusnya. Misalnya, jika kita mempunyai bilangan 86409 maka kita
mempunyai delapan kelompok 10.000an, enam kelompok ribuan, empat kelompok
ratusan dan sembilan satuan, atau
(8 x 104) + (6 x 102) + (4 x 103) + (0 x 101) + (9 x 100) = 86.409
Gambar 3.3a menyajikan pernyataan visual mengenai bagaimana suatu bilangan
dirumuskan dalam sistem basis 10.
Sekarang, karena sistem basis 10 demikian lazim, tentunya tidak umum untuk
menyadari bahwa terdapat alternatif lainnya. Misalnya,jika manusia kebetulan mempunyai
delapan jari tangan dan kaki, niscaya kita telah mengembangkan pernyataan oktal, atau
basis 8. dengan alsan sama, komputer seperti seekor binatang dengan dua jari tangan
terbatas pada dua keadaaan 0 atau 1. ini berkaitan dengan kenyataan bahwa unit logika
utama komputer digital berupa komponen elektronika yang putus (perpadanan dengan 0)
atau tersambung (perpadanan dengan 1). Karenanya, bilangan pada komputer dinyatakan
denga sistem biner atau basis-2. sama halnya dengan sistem basis 10, tiap posisi
menyatakan pangkat-pangkat bilangan basis yang lebih tinggi. Misalnya, bilangan biner
11 setara dengan (1 x 21) + (1 x 20) = 2 + 1 = 3 dalam sistem basis 10. Gambar 3.3b
mengilustrasikan sebuah contoh yang lebih rumit.
Pernyataan Bilangan Bulat. Sekarang karena kita telah menelaah ulang bagaimana
bilangan basis 10 dapat dinyatakan pada komputer dalam bentuk biner, mudah untuk
memahami bagaimana bilangan bulat dinyatakan pada komputer. Pendekatan yang paling
langsung, yang disebut metode besaran bertanda, menggunakan bit pertama dari word
untuk menunjukan tandanya, dengan 0 untuk positif dan 1 untuk negatif. Bit-bit sisanya
dipakai untuk menyimpan bilangan. Misalnya, nilai bulat -173 akan disimpan pada
komputer 16-bit seperti pada Gb. 3.4.
8 6 4 0 9
9x 1= 9
0x 10= 0
4x 100= 400
(a) 6x 1000= 6000
8x 10000= 80000
86409
27 26 25 24 23 22 21 20
1 0 1 0 1 1 0 1
1 x 1= 1
0 x 2= 0
1 x 4= 4
1 x 8= 8
0 x 16= 0
1 x 32= 32
0 x 64= 0
1 x 128= 128
(b) 173
1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 0 1 0 0 1
Bilangan
Tanda
Gambar 3.4 Pernyataan bilangan bulat desimal – 173 pada komputer 16-bit dengan
memakai metode besaran bertanda.
CONTOH 3.3
Rentang Bilangan Bulat
Pernyataan Masalah: Tentukan rentang bilangan bulat dalam basis 10 yang dapat
dinyatakan pada komputer 16-bit.
Penyelesaian: Dari 16-bit itu, yang pertama menunjukan tandanya . 15 bit sisanya
dapat memegang bilangan biner dari 0 sampai 111111111111111. batas atas dapat
dialihkan ke bilangan bulat desimal seperti dalam
yang sama dengan 32.767 (perhatikan bahwa ekspresi ini secara mudah dapat dihitung
sebagai 215 – 1). Jadi, komputer dengan 16 bit word dapat menyimpan bilangan bulat
desimal berkisar mulai dari -32767 sampai 32767. selain itu, karena nol telah
didefinisikan sebagai 0000000000000000 adalah berlebihan memakai bilangan
1000000000000000 untuk mendefinisikan ”minus nol”. Karenanya, ia biasa
digunakanuntuk menyatakan bilangan negatif tambahan -32.768, dan rentangnya
adalah dari -32768 sampai 32767.
Perhatikan bahwa metode besaran yang bertanda yang dijelaskan diatas tidak dipakai
untuk menyatakan bilangan bulat pada komputer konversional. Pendekatan yang lebih
disukai yang disebut teknik komplemen 2 secara langsung memasukan tanda ke besaran
bilangan tersebut ketimbang menyediakan ke bit terpisak untuk menyatakan minus atau
plus. Namun, contoh 3.3 tetap berfungsi untuk mengilustrasikan bagaimana semua
komputer digital terbatas kemampuannya untuk menyatakan bilangan bulat. Yakni,
bilangan-bilangan diatas atau dibawah rentang tidak dapat dinyatakan. Keterbatasan yang
lebih serius dijumpai dalam tempat penyimpanan dan manipulasi dari besaran pecahan
seperti diuraikan berikut ini.
Mantis
Tanda
Gambar 3.5 Carabagaimana bilangan titik kambang disimpan pada sebuah word
Gambar 3.5 memperlihatkan satu cara bagaimana bilangan titik kambang dapat
disimpan dalam word. Bit pertama dicadangkan untuk tanda, deretan bit berikutnya untuk
pangkat bertanda, dan bit terakhir untuk mantis.
0,2941 . 10-1
Jadi, kita mempertahankan angka bena tambahan pada waktu bilangan disimpan.
Konsekuensi penormalan adalah bahwa nilai mutlak m terbatas. Yakni,
1
≤ m<1 (3.8)
b
di mana b adalah basis. Misalnya, untuk sistem basis 10, m akan berkisar antara 0,1 dan 1,
dan untuk sistem basis 2, antara 0,5 dan 1.
Pernyataan titik kambang membolehkan pecahan maupun bilangan sangat besar
diekspresikan pada komputer. Namun, terdapat beberapa kekurangan. Misalnya, bilangan
titik kambang mengabil lebih banyak tempat dan mengambil waktu lebih lama untuk
diproses dari pada bilangan bulat. Namun secara lebih signifikan, penggunaannya
memperkenalkan sumber galat karena mantis hanya dapat memegang sejumplah
berhingga angka bena. Jadi, diperkenalkan suatu galat pembulatan.
CONTOH 3.4
Himpunan Hipotesis Bilangan Titik – Kambang
Penyelesaian: Bilangan positif terkecil yang mungkin dilukiskan pada Gb. 3.6. pemula
0 menunjukan bahwa besaran itu positif. Angka 1 pada tempat kedua menyatakan
bahwa pangkatnya bertanda negatif. Angka-angka 1 pada tempat keempat dan ketiga
memberikan nilai maksimun pada pangkat sebesar
1 x 21 + 1 x 20 = 3
Karena itu, pangkatnya (eksponen) akan bernilai – 3. akhirnya, mantis dirinci oleh 100
dalam tiga tempat terakhir yang sesuai dengan
Walaupun dimungkinkan mantis yang lebih kecil (yakni 000, 001, dan 011),
digunakan nilai 100 karena batas yang ditentukan oleh penormalan [Pers.(3.8)]. Jadi,
bilangan positif terkecil yang mungkin untuk sistem ini adalah
+ 0,5 x 2-3
0 1 1 1 1 0 0
Yang sama dengan 0,0625 dalam sistem dengan basis 10. bilangan lebih besar
berikutnya dikembangkan dengan cara memperbesar mantis seperti dalam
1 x 21 + 0 x 20 = 2
Mantis diperkecil kembali ke nilai terkecil sebesar 100. karenanya bilangan berikutnya
adalah
Ini masih tetap menyatakan suatu celah (gap) sebesar 0,125000-0,109375 = 0,015625.
Namun, pada waktu dihasilkannya bilangan yang lebih tinggi dengan cara pembesaran
mantis, celahnya mangkin diperpanjang menjadi 0,03125,
Pola ini diulang pada saat setiap besaran yang lebih besar diformulasikan sampai
dicapai bilangan maksimun,
1. Terdapat Rentang Terbatas dari Besaran yang Boleh Dinyatakan. Sama seperti untuk
kasus bilangan bulat.terdapat bilangan positif dan negatif besar yang tidak bisa
dinyatakan. Percobaan yang menggunakan bilangan-bilanganini akan menghasilkan
apa yang disebut galat ”overflow”. Namun, selain besaran yang besar, pernyataan titik-
kambang mempunyai tambahan keterbatasan bahwa bilangan-bilangan yang sangat
kecil tidak dapat dinyatakan. Ini diilustrasikan oleh ”lubang” overflow diantara nol
dan bilangan positif yang petama pada Gb. 3.7. perlu diperhatikan bahwa lubang ini
diperbesar karena kendala penormalan Pers. (3.8).
2. Hanya Terdapat Sejumplah Berhingga Besaran yang Dapat Dinyatakan dalam
Rentang. Jadi, derajat kecermatan ternyata terbatas. Jelas, bilangan takrasional tidak
dapat dinyatakan. Selanjutnya, bilangan rasional yang tidak dapat secara eksak
mencocoki satu dari nilai-nilai dalam himpunan itu juga tidak dapat dinyatakan secara
persis. Galat yang diperkenalkan dengan mengaprosimasikan kedua kasus ini diacu
sebagai galat kwantifikasi. Aproksimasi yang sebernarnya dilaksanakan menurut salah
contoh dari dua cara: pemenggalan atau pembulatan. Sebagai contoh, andaikan bahwa
nilai π = 3,14159265358 ...
Pemenggalan
x-
Δx 1/2Δx 1/2Δx
Overflow
Gambar 3.7 Sistem bilangan hipotetis yang telah dikembangkan dalam contoh 3.4. tiap
nilai ditujukan dengan marka garis tegak pendek. Hanya bilangan-bilangan positif yang
diperlihtkan. Himpunan yang identik juga akan melebar ke arah negatif.
disimpan pada sistem bilangan basis 10 yang membawa tujuh angka bena. Satu metode
aproksimasi akan berupa semata-mata membuang atau ”memenggal” suku-suku
kedelapan dan yang lebih tinggi seperti dalam π = 3,141592, dengan pengenalan galat
yang berhubungan sebesar [Pers.(3.2)]
Et = 0,00000065 ...
Teknik mempertahankan hanya suku-suku bena ini dalam ungkapan komputer mila-
mula disebut ” pemotongan”. Kami lebih menyukai menyebutnya pemenggalan untuk
membedakan dari galat pemotongan yang dibahas di Pasal 3.5. Perhatikan bahwa
untuk sistenm bilangan basis 2 pada Gb. 3.7, pemenggalan berarti bahwa sembarang
besaran yang berada pada selang panjang Δx akan disimpan sebagai besaran pada
ujung selang yang lebih kecil. Jadi batas galat yang lebih atas untuk pemenggalan
adalah Δx . Tambahan pula, diperkenalkan suatu berat sebelah karena semua galat
positif. Kekurangan dari pemenggalan dapat dialamatkan pada kenyataan bahwa suku-
suku yang lebih tinggi dalam pernyataan desimal lengkap tidak berpengaruh pada
versi yang diperpendek. Misalnya, dalam contoh π kita, angka pertama yang dibuang
adalah 6. jadi angka terakhir yang dipertahankan seharusnya dibulatkan menjadi
3,141593. Pembulatan yang demikian mengurangi galat menjadi
Et = 0,00000035...
Akhirnya, pembulatan menghasilkan galat yang lebih rendah daripada untuk
pemenggalan Perhatikan bahwa untuk sistem bilangan dengan basis 2 pada Gb. 3.7,
pembulatan berarti bahwa sembarang besaranyang berada didalam selang panjang Δx
akan dinyatakan sebagai bilangan terdekat yang diperbolehkan. Jadi batas galat yang
lebih atas untuk pembulatan adalah Δx /2. Tambahan pula, tidak ada bias (berat
sebelah) yang terjadi karena beberapa galat positif dan beberapa negatif. Beberapa
komputer menerapkan pembulatan. Namun, hal ini menambah biaya operasi
komputer, dan akhibatnya banyak mesin menggunakan pemenggalan sederhana.
Pendekatan ini dibenarkan dengan anggapan pokok bahwa banyaknya anka bena
cukup besar sehingga galat pembulatan yang dihasilkan biasanya dapat diabaikan.
Δx
≤ δ (3.9)
x
dan untuk kasus di mana yang diterapkan adalah pembulatan, sebagai
Δx δ
≤ (3.10)
x 2
δ = b 1-t (3.11)
dimana b adalah basis bilangan dan t adalah banyaknya angka bena dalam mantis.
Perhatikan bahwa ketaksamaan dalam Pers. (3.9) dan (3.10) menandakan bahwa ini
adalah batas-batas galat. Yakni, persamaan-persamaan itu merinci kasus yang buruk.
CONTOH 3.5
Epsilon Mesin
Penyelesaian: Sistem titk-kambang hipotesis dari contoh 3.4 menggunakan nilai basis
b = 2, dan banyaknya bit mantis t = 3. Oleh karena itu, epsilon mesin akan berupa
[Pers.(3.11)]
δ = 2 1-3 = 0,25
Akhibatnya, galat kuantisasi relatif seharusnya dibatasi oleh 0,25 untuk pemenggalan.
Galat relatif terbesar akan terjadi untuk besaran-besaran yang berada tepat dibawah
batas yang lebih atasdari selang pertama diantara bilangan-bilangan berjarak sama
yang beruntun (GB. 3.8). Bilangan yang berada dalam selang-selang lebih tinggi
berikutnya akan mempunyai nilai Δx yang sama tetapi dengan nilai x yang lebih besar,
dan karena itu akan mempunyai galat relatif lebih rendah. Seuah contoh galat
maksimun adalah nilai yang berada tepat dibawah batas atas selang diantara
(0,125000)10 dan (0,156250)10. Untuk kasus ini, galat akan lebih kecil dari
0,03125
= 0,25
0,125000
GAMBAR 3.8 Galat kuantisasi terbesar akan terjadi untuk nilai-nilai yang berada
tepat dibawah batas atas dari deretan selang berjarak sama yang pertama
Epsilon = 1
DOWHILE (epsilon+1 > 1)
Epsilon = epsilon /2
ENDDO
Epsilon = 2 * epsilon
GAMBAR 3.9 Kode pseudo untuk menentukan epsilon mesin untuk komputer biner.
CONTOH 3.6
Waktu Eksekusi untuk Komputasi Presisi-Tunggal dan-Ganda
Operasi Aritmetik Biasa. Karena kelazimannya, bilangan basis 10 yang dinormalkan akan
digunakan untuk mengilustrasikan pengaruh galat pembulatan padapenambahan,
pengurangan, perkalian, dan pembagian sederhana. Bilangan basis lain mempunyai
perilaku yang serupa. Untuk menyederhanakan pembahasannya, kita akan menggunakan
komputer desimal hipotesis dengan mantis 4-angka dan pangkat 1-angka. Sebagai
tambahan, dipakai pemenggalan. Pembulatan akan menghasilkan galat yang serupa
walaupun kurang dramatis.
Bilamana dua bilanan titik-kambang ditambahkan, mantis bilangan dengan pangkat
yang lebih kecil diubah sehingga pangkatnya sama. Ini mengkibatkan penggeseran titik
desimal. Misalnya, andaikan kita ingin menambahkan 0,1557 . 101 + 0,4381 . 10-1. Titik
desimal mantis bilangan kedua digeser ke kiri sejumplah posisi yang sama dengan selisih
eksponen [1 − (1 − 1) = 2] seperti dalam
0,1537 . 101
0,004381 . 101
0,160081 . 101
dan hasilnya dipenggal menjadi 0,1600 . 101. Perhatikan bahwa dua angka terakhir dari
bilangan kedua yang digeser ke kanan pada dasrnya telah hilang dari komputasi.
Pengurangan dilakukan secara identik seperti pada penambahan terkecuali bahwa
tanda pengurangan dibalik. Misalnya, andaikan saja kita mengurangkan 26,86 dari 36,41.
Yakni,
0,3641*102
-0,2686*102
0,0955*102
Untuk kasus ini hasilnya tidak dinormalkan, sehingga kita harusmenggeser desimal satu
tempat ke kanan untuk memberikan 0,9550 . 101. perhatikan bahwa nol tambahan pada
ujung mantis tidak signifikan tetapi semata-mata dipadatkan untuk mengisi ruang kosong
yang diciptakan oleh adanya penggeseran tersebut. Bahkan hasil-hasil yang lebih dramatis
akan diperoleh bilamana bilangan-bilangan sangat berdekatan seperti dalam
0,7642 . 103
-0,7641 . 103
0,0001 . 103
yang akan dikonversikam ke 0,1000 . 100. Jadi untuk kasus ini, ditambahkan tiga nol yang
tidak bena. Hal ini memperkenalkan galat komputasi yang cukup besar karena komputasi
berikutnya akan berlaku seolah-olah nol-nol ini bena. Seperti akan kita lihat dalam pasal
nantinya, hilangnya angka bena selama pengurngan bilangan yang hampir sama
merupakan sumber galat pembulatan terbesar dalam metode numerik.
Perkalian dan pembagian agak lebih gamblang dibandingkan penambahan atau
pengurangan. Pangkat ditambahkan dan mantis diperkalikan. Karena perkalian dua mantis
n-angka akan memberikan hasil (2n ) -angka, kebanyakan komputer memegang hasil-hasil
antara dalam register panjang-ganda. Misalnya,
Jika, seperti dalam kasus ini, diperkenalkan pemula nol, hasilnya dinomalkan,
0,8754 . 101
Pembagian dilakukan dengan cara yang serupa, tetapi mantisnya dibagi dan pangkat
dikurangkan. Kemudian hasil-hasilnya dinormalkan dan dipenggal.
CONTOH 3.7
Sejumplah Besar Komputasi yang Saling Bergantungan
100 SUM1 = 0
105 SUM2 = 0
110 SUM3# = 0#
115 X1 = 1
120 X2 = .00001
130 FOR 1 = 1 TO 1000001
135 SUM1 = SUM1 + X1
140 SUM2 = SUM2 + X2
145 SUM3# = SUM3# + X3#
150 NEXT 1
155 PRINT SUM1
160 PRINT SUM2
165 PRINT SUM33
170 END
100000 GAMBAR 3.11 Progam BASICA mrnjumplahkan
1 . 00099 bilangan 1 seratus ribu kali. Menjumplahkan bilang-
9999999999998739 an 1 dalam presisi tunggal dan bilangan 0,00001 da-
lam presisi tunggal dan ganda.
Perhatikan bahwa tipe galat yang diilutrasikan oleh contoh sebelumnya agak tidak
khas dalam hal bahwa semua galat dalam operasi yang berulang itu bertanda sama. Dalam
kebanyakan kasus galat suatu komputasi panjang berganti tanda secara acak sehingga
sering saling mencoret. Namun, ada juga kejadian di mana galat-galat demikian tidak
saling mencoret tetap nyatanya menuju kehasil akhir yang lancung. Pasal yang menyusul
berikut ini dimaksudkan untuk memberikan wawasan tentang cara bagaimana hal ini
mungkin terjadi.
Menjumpahkan Bilangan Besar dan Kecil. Andaikan kita menambahkan bilangan kecil
0,0010 pada suatu bilangan yang besar 4000, dengan memakai komputer hipotesis kita
dengan mantis 4-angka dan pangkat 1-angka. Setelah memodifikasi bilangan yang lebih
kecilsehingga pangkatnya sesuai dengan yang lebih besar,
.
0,40000 104
.
0,0000001 104
.
0,4000001 104
yang dipenggal menjadi 0,4000 . 104. jika, lebih baik bila kita tidak melakukan
penambahan itu !
Galat tipe ini dapat terjadi dalam komputasi suatu deret tak berhingga. Suku awal
dalam deret yang demikian secara relatif seringkali besar dibandingkan suku berikutnya.
Jadi setelah beberapa suku ditambahkan, kita berada dalam situasi penambahan suku
besaran yang kecil terhadap suatu besaran yang besar.
Satu cara untuk meredam galat tipe ini adalah menjumplahkan deret dalam urutan
terbalik – yakni dalam urutan yang menaik ketimbang menurun. Dengan cara ini, setiap
suku baru akan sebanding besarnya dengan jumplah yang terakumulasi (lihat soal 3.4).
Pencoretan Pengurangan. Istilah ini mengacu pada galat pembulatan yang ditimbulkan
pada waktu mengurangkan dua bilangan titik kambang yang hampir sama.
CONTOH 3.8
Pencoretan Pengurangan (Subtractive Cancellation)
f ( x ) = 0 = ax 2 + bx + c
− b ± b 2 − 4ac
x1
x2 =
2a
Berdasarkan hal diatas, kita dapat menarik kesimpulan umum bahwa formula
kuadratis akan rentan terhadap pencoretan pengurangan bilaman b 2 >> 4ac. Satu
cara untuk mengatasi masalah ini adalah menyusun ulang rumus tersebut. Misalnya,
x1 dapat dihitung dengan cara lain dengan memakai
− 2c
x1 =
b + b 2 − 4ac
Ini akan memberikan galat yang jauh lebih kecil karena penderetan pengurangan
dihindari.
.
Perhatikan bahwa, seperti dalam contoh barusan, terdapat hal dimana pencoretan
pengurangan dapat diatasi dengan menggunakan transformasi. Namun, pemecahan yang
umum hanyalah dengan menerapkan kecermatan yang diperluas.
CONTOH 3.9
Perhitungan ex dengan memakai Deret Takberhingga
x2 x3 ...
y = 1+ x + + +
2! 3!
Kita bermaksud menghitung fungsi ini untuk x = 10 dan x = -10 dan waspada
terhadap masalah galat pembulatan.
100 1 = 0
105 TERM = 1
110 SUN = 1
115 TEST = 0
120 INPUT "X = " ; X
125 PRINT " I " , "TREM", "SUM"
130 WHILE SUM <> TEST
135 PRINT 1 , TERM, SUM
140 1 = 1 + 1
145 TERM = TERM*X/1
150 TEST = SUM
155 SUM = SUM + TERM
160 WEND
165 PRINT "EXACT VALUE = " ,EXP( X )
170 END
(a)
X = ? 10 16 477.9478 21430.84
I TERM SUM 17 281.1458 21711.98
0 1 1 18 156.1921 21868.18
1 10 11 19 82.20636 21950.38
2 50 61 20 41.10318 21991.49
3 166.6667 227.6667 21 19.57294 22011.06
4 416.6667 644.3334 22 8.896792 22019.96
5 933.3334 1477.667 23 3.868171 22023.82
6 1388.889 2866.556 24 1.611738 22025.43
7 1984.127 4850.683 25 .6446951 22026.08
8 2480.159 7330.842 26 .2479597 22026.33
9 2755.732 10086.57 27 .0918369 22026.42
10 2755.732 12842.31 28 3.279889E-02 22026.45
11 2505.211 15347.52 29 1.130996E-02 22026.46
12 2087.676 17435.19 30 3.769988E-03 22026.47
13 1605.905 19041.1 31 1.216125E-03 22026.47
14 1147.075 20188.17 EXACT VALUE = 22026.47
15 764.7165 20952.89
(b)
∑x y
i =1
i i = x1 y1 + x 2 y 2 + ... + x n y n
Operasi ini sangat umum, khususnya dalam penyelesaian persamaan aljabar linear
simultan. Penjumplahan yang demikian cukup rawan terhadap terjadinya galat
pembulatan. Akhibatnya, sering dikehendaki menghitung penjumplahan seperti itu dengan
kecermatan yang diperluas.
Pasal yang barusan seharusnyamenyediakan petunjuk praktis untuk meredam galat
pembulatan, namun belum menyediakan cara langsung kecuali cara coba-coba dan ralat
untuk dengan sebenarnya menentukan pengaruh galat yang demikian pada komputasi.
Dalam pasal berikutnya, kita akan memperkenalkan deret Taylor, yang akan menyediakan
pendekatan matematis guna menaksir pengaruh-pengaruh ini.
dv Δv v(t i +1 ) − v(t i )
= = (3.12)
dt Δt t i +1 − t i
f " (a ) f (n ) (a )
f ( x ) = f (a ) + f ' (a )( x − a ) + ( x − a )2 + ( x − a )n + R n
2! 3!
Rn = ∫
x ( x − t )n f (n +1) (t )dt (B3.1.2)
a n!
dengan t adalah perubahan boneka (dummy integral: Teorema kedua rata-rata untuk
variable). Persamaan (B3.1.1) disebut deret integral: Jika ƒunsi g dan h kontinu dan dapat
taylor atau rumus taylor. Jika sisanya diintegralkan x, dan h tidak berubah tanda
dihilangkan, ruas kanan Persamaan (B3.1.1) dalam selang itu, maka terdapat titik ξ di antara
adalah aproksimasi polinom terhadap ƒ(x), pada a dan x demikian sehingga
hakikatnya, teorema itu menyatakan bahwa funsi-
∫ g (t )h(t )dt = g (ξ ) ∫ ax h(t )dt
x
fungsi yang mulus dapat siaproksimasikan a (B3.1.4)
(dihampiri) oleh polinom.
Persamaan (B3.1.2), yang disebut bentuk Jadi Persamaan (B3.1.4) setara / ekivalen dengan
integral hanyalah salah satu cara bagaimana sisa Persamaan (B3.1.4) dengan h (t) =1.
dapat dinyatakan. Perumusan lain dapat Teorema kedua dapat diterapkan pada Persamaan
diturunkan berdasarkan teorema niali rata-rata (B3.1.2) dengan
integfral:
Teorema pertama rata-rata untuk integral:
Jika ƒungsi g kontinu dan dapat diintegralkan (x − t)n
g (t) = ƒ (n+1) ( t ) h(t ) =
pada selang yang memuat a dan x , maka n!
terdapat titik diantara a dan x sedemikian rupa
sehingga Seraya t berubah-ubah dari a ke x, h ( t )
kontinu dan tidak berubah tanda . Jika ƒ(n + 1) ( t )
∫ g (t )dt = g (ξ )(x − a )
x
(B3.13)
a kontinu , maka teorema nilai rata-rata integral
Dengan kata lain , teorema ini menyatakan berlaku dan
bahwa integral dapat dinyatakan oleh nilai rata-
rata untuk fungsi, g (ξ ) , kali panjang selang, x f (n +1) (ξ )
Rn = (x − a )n+1 (B3.1.5)
– a. Karena rata-rata itu harus terjadi antara nilai
minimum dan maksimum untuk selang itu, maka
(n + 1)!
terdapat titik x = ξ tempat fungsi bernilai Persamaan ini diacu sebagai bentuk turunan /
sebesar nilai rata-rata itu. perivatiƒ atau Lagrange dari sisanya.
Teorema pertama sebenarnya merupakan kasus
khusus dari teorema kedua nilai rata-rata untuk
3.5.1 Deret Taylor
Teorema Taylor (Kotak 3.1) dan formulanya yang berkaitan, yaiti deret Taylor, sangat
berguna dalam pengkajian metode numerik. Dalam intinya deet Taylor menyediakan
sarana untuk meramalkan nilai fungsi pada satu titik dalam bentuk nilai fungsi dan
turunan-tarunannya pada titik lain. Suatu cara yang berguna untuk mendapatkan wawasan
tentang deret Taylor adalah membangunnya suku demi suku. Misalnya, suku pertama
dalam deret itu adalah
f ( xi +1 ) ≅ f (x ) (3.13)
Persamaan 3.13 menyediakan taksiran yang sempurna jika fungsi yang sedang
diaproksimasi ternyata berupa konstanta. Namun, jika fungsi berubah pada seluruh selang,
diperlukan suku-suku tambahan dari deret Taylor untuk menyediakan taksiran yang lebih
baik. Misalnya, aproksimasi orde-pertama dikembangkan dengan penambahan suku lain
yang menghasilkan
Suku tambahan orde-pertama terdiri dari kemiringan (slope) ƒ′ (xi) dikalikan jarak antara
xi dan xi +1 . Sekarang ungkapan berbentuk garis lurus dan mampu untuk meramalkan
suatu penambahan atau pengurangan fungsi antara xi dan xi +1 .
Walaupun Persamaan (3.10) dapat meramalkan perubahan, tetapi akan eksak hanya
untuk trend garis lurus, atau linear. Karena itu, pada deret ditambahkan suku orde-kedua
agar menangkap beberapa dari kelengkungan yang mungkin dipertunjukan oleh fungsi:
f " ( xi )
f ( xi +1 ) ≅ f (xi ) + f ' (xi )( xi +1 − xi ) + (xi +1 − xi )2 (3.15)
2!
Dalam cara yang serupa, suku-suku tambahan dapat disertakan untuk mengembangkan
uraian deret Taylor yang lengkap.
f " ( xi )
f ( xi ) = f ( xi ) + f ' ( xi )( xi +1 − xi ) + (xi +1 − xi )2
2!
f ' " ( xi ) (n )
( )
+ (xi +1 − xi )3 + ... + f xi (xi +1 − xi )n + Rn (3.16)
3! n!
Perhatikan bahwa karena Persamaan (3.16) adalah deret takhingga, tanda sama
mengantikan tanda aproksimasi yang digunakan dalam Persamaan (3.13) sampai (3.15).
Suku sisa disertakan untuk memperhitungkan semua suku dari n + 1 sampai takhingga.
f (n +1) (ξ )
Rn = (xi +1 − xi )n+1 (3.17)
(n + 1)!
di mana tikalas n menunjukan bahwa ini adalah sisa untuk aproksimasi orde ke- n dan ξ
adalah nilai x yang tterletak sembarang antara xi dan xi +1 . Pengenalan ξ adalah
demikian pentingnya sehingga seluruh satu pasal sendiri (Pasal 3.5.2) akan dicurahkan
untuk penurunannya. Untuk saaat sekarang, cukup untuk diperhatikan bahwa terdapat
suatu nilai yang demikian yang memberikan taksiran sebenarnya dari galat.
Seringkali menguntungkan untuk menyederhanakan deret Taylor dengan cara
mendefinisikan suatu ukuran langkah h = xi +1 − xi dan menyatakan Persamaan (3.16)
sebagai
f " ( xi ) 2 f ' ' ' ( xi ) 3
f ( xi +1 ) = f ( xi ) + f ' ( xi )h + h + h + ... (3.18)
2! 3!
f (n ) (xi ) n
+ h + Rn
n!
f (n +1) (ξ ) n +1
Rn = h (3.19)
(n + 1)!
CONTOH 3.10
Aproksimasi Deret Taylor dari Polinom
Penyelesaian: Karena yang kita hadapi adalah suatu fungsi yang diketahui, maka
nilai-nilai f ( x ) antara x = 0 dan x = 1 dapat kita hitung. Hasilnya (Gambar 3.14)
menunjukan bahwa fungsi mulai pada f (0 ) = 1,2 dan kemudian melengkung ke
bawah ke f (1) = 0,2. Jadi nilai sebenarnya yang dicoba untuk diramalkan adalah 0,2.
[
Aproksimasi deret Taylor dengan n = 0 adalah Persamaan (3.13) . ]
f ( xi +1 ) ≅ 1,2
Jadi, seperti dalam Gambar 3.14, aproksimasi orde-nol adalah satu konstanta. Dengan
menggunakan rumus ini menghasilkan galat pemotongan
[ ]
ingat kembali Persamaan (3.2 ) sebesar
Et = 0,2 − 1,2 = −1,0
pada x = 1.
Untuk n = 1, harus ditentukan dan dihitung turunan pertama pada xi = 0 :
f ' (0) = −0,4(0,0) − 0,45(0,0) − 1,0(0,0) − 0,25 = 0,25
3 2
[ ]
Karena itu, aproksimasi orde-pertama Persamaan (3.14) adalah
f ( xi +1 ) ≅ 1,2 − 0,25h
yang dapat digunakan untuk menghitung f (1) = 0,95. Akhibatnya aproksimasi
(hampiran) mulai mencakup trayektori fungsi ke arah bawah dalam bentuk suatu garis
lurus miring (Gambar 3.14). ini menghasilkan berkurangnya galat pemotongan
menjadi
Et = 0,2 − 0,95 = −0,75
pada x = 1. Untuk n = 2, turunan kedua dihitung pada xi = 0 :
f " (0) = −1,2(0,0) − 0,9(0,0) − 1,0 = −1,0
2
1,0
Orde pertama f ( xi +1 ) ≅ f (xi ) + f ' (xi )h
Orde kedua
f " (xi ) 2
0,5 f ( xi +1 ) ≅ f ( xi ) + f ' ( xi )h + h
2!
Sebenarnya
xi = 0 xi +1 = 1 x
( )
Rn = 0 h n +1
di mana tatanama (nomenklatur) 0(h n +1 ) berarti galat pemotongan mempunyai orde h n +1 .
Yakni, galat itu sebanding dengan ukuran langkah h dipangkatkan ke- (n + 1) . Walaupun
aproksimasi ini tidak menyiratkan apa pun berkenaan dengan besarnya turunan yang
mengalihkan h n +1 , tetapi ia sangat berguna dalam menilai galat relatif dari metode
numerik yang didasarkan atas ekspansi deret Taylor. Misalnya, jika galat adalah 0(h ) ,
maka pembagi-duaan ukuran langkah akan membagidua galat, sebaliknya jika galat
adalah 0(h 2 ) , maka pembagi-duaan ukuran langkah akan membagi empat galatnya.
Secara umum, bisanya kita dapat mengasumsikan bahwa galat pembulatan akan
mengecil dengan penambahan suku-suku pada deret Taylor. Selain itu, jika h cukup kecil,
suku-suku orde pertama dan yang lebih rendah biasanya menyebabkan persen galat yang
tinggi yang tidak seimbang. Jika, hanya sedikit suku yang diperlukan untuk memperoleh
taksiran yang memadai. Sifat ini diilustrasikan oleh contoh berikut.
CONTOH 3.11
Penggunaan Uraian Deret Taylor untuk Menghampiri Fungsi dengan Banyak
Turunan Takhingga
Penyelesaian: Seperti dengan contoh 3.10, pengetahuan kita tentang fungsi yang
sebenarnya berarti bahwa nilai yang benar dari f (π / 3) = 0,5 dapat kita tentukan.
Aproksimasi orde-nol adalah [Persamaan3.13)] .
f (π / 3) ≅ cos(π / 4 ) = 0,707106781
0,5 − 0,707106781
∈t = 100% = −41,4%
0,5
f ' ( x ) = − sin x :
⎛π ⎞ ⎛π ⎞ ⎛ π ⎞⎛ π ⎞
f ⎜ ⎟ ≅ cos⎜ ⎟ − sin ⎜ ⎟⎜ ⎟ = 0,521986659
⎝3⎠ ⎝4⎠ ⎝ 4 ⎠⎝ 12 ⎠
⎛ π ⎞⎛ π ⎞ cos (π / 4) ⎛ π ⎞
2
⎛π ⎞ ⎛π ⎞
f ⎜ ⎟ ≅ cos⎜ ⎟ − sin ⎜ ⎟⎜ ⎟ − ⎜ ⎟ = 0,497754491
⎝3⎠ ⎝4⎠ ⎝ 4 ⎠⎝ 12 ⎠ 2 ⎝ 12 ⎠
Orde n f (n ) (x ) f (π / 3) ∈t
0 cos x 0,707106781 -41,4
1 -sin x 0,521986659 -4,4
2 -cos x 0,497754491 0,449
3 sin x 0,499869147 2,62 x10 −2
4 cos x 0,500007551 -1,51 x10 −3
5 -sin x 0,500000304 -608 x10 −5
6 -cos x 0,499999988 2,40 x10 −6
f ( xi +1 ) ≅ f (xi )
Pemaparan visual dari peramalan orde-nol ini diperlihatkan dalam Gambar 3.15.
Sisa, atau galat, dari ramalan ini, yang diperlihatkan juga dalam ilustrasi, terdiri dari deret
takhingga suku-suku yang dipotong
f " ( xi ) 3
R0 = f ' ( xi )h + h + ...
2!
Jelas tidak berfaedah bekerja dengan sisa dalam bentuk takhingga ini. Satu
penyederhanaan mungkin adalah dengan memotong sisa itu sendiri, seperti dalam
R0
f ' (ξ ) =
h
R0 = f ' (ξ )h (3.21)
Jadi,versi orde-nol dari Persamaan (3.19) telah diturunkan. Versi orde yang lebih tinggi
hanyalah suatu perluasan logis dari penalaran yang digunakan menurunkan Persamaan
f (x )
Ramalan eksak R0
Ramalan orde-nol
f ( xi )
xi h xi +1
Kemiringan =
f (x ) f ' (ξ )
R0
R0
Kemiringan =
h
xi ξ xi +1 x
h
Gambar 3.16 paparan grafis dari reorema nilai rata-rata
f " (ξ ) 2
R1 = h (3.22)
2!
Untuk kasus ini, nilai ξ bersesuaian dengan nilai x yang berpadanan dengan turunan
kedua yang membuat Persamaan (3.22) aksak. Versi-versi orde lebih tinggi yang serupa
dapat dikembangkan dari Persamaan (3.19).
Walaupun deret Taylor akan sangat berguna dalam penaksiran galat pemotongan
sepanjang buku ini, tetapi mungkin bagi Anda tidak cukup jelas bagaimana uraian itu
dapat dengan sebenarnya diterapkan pada metode numerik. Nyatanya, penerapan yang
demikian telah dikerjakan dalam contoh penerjun payung yang jatuh. Ingat kembali
bahwa tujuan Contoh 1.1 dan 1.2 adalah untuk meramalkan kecepatan sebagai suatu
fungsi dari waktu, artinya kita ingin menentukan v(t ) . Seperti yang dirinci oleh
Persamaan (3.16), v(t ) dapat diuraikan dalam deret Taylor:
v" (t i )
v(t i +1 ) = v(t i ) + v' (t i )(t i +1 − t i ) + (t i +1 − t i )2 + ... + Rn (3.23)
2!
v(t i +1 ) − v(t i ) R1
v' (t i ) = − (3.25)
t i +1 − t i t i +1 − t i
Aproksimasi Galat
Orde-pertama pemotongan
Bagian pertama dari Persamaan (3.25) secara eksak merupakan hubungan sama yang telah
digunakan untuk mengaproksimasi turunan dalam Contoh 1.2 [ Persamaan (1.11)].
Namun, karena pendekatan deret Taylor, kita juga telah memperoleh suatu taksiran galat
pemotongan yang berhubungan dengan aproksimasi turunan ini. Penggunaan Persamaan
(3.17) dan 3.25 akan memberikan
R1 v" (ξ )
= (t i +1 − t i )
t i +1 − t i 2!
atau
R1
= 0(t i +1 = t i )
t i +1 − t i
Jadi, taksiran turunan [Persamaan (1.11) atau bagian pertama Persamaan (3.25)]
mempunyai galat pemotonga orde t i +1 − t i . Dengan kata lain, galat aproksimasi turunan
akan sebanding dengan ukuran langkah. Akibatnya, jika ukuran langkah kita bagi dua,
maka dapat kita harapkan bahwa galat turunan akan menjadi setengahnya.
CONTOH 3.12
f (x ) = x m
f (x )
15
10
m=4
m =3
5
m =2
m=1
0
1 2
f ( xi +1 ) ≅ f ( xi ) + mxim −1 h (E3.12.2)
f " ( x i ) 2 f (3 ) ( x i ) 3 f ( 4 ) ( x i ) 4
R1 = h + h + h + ...
2 3! 4!
f (2 ) = 1 + 1(1) = 2
dan
R1 = 0
Sisanya adalah nol karena turunan kedua dan ketiga dari fungsi linear adalah nol.
Jadi, seperti yang diharapkan, ekspansi deret Taylor orde-pertama adalah sempurna
bilamana fungsi yang dibahas adalah linear.
Untuk m = 3, nilai sebenarnya adalah f (2 ) = 2 2 = 4. Aproksimasi deret Taylor
orde-pertama adalah
f (2 ) = 1 + 2(1) = 3
dan
2 2
R1 = (1) + 0 + 0 + ... = 1
2
f (2 ) = 1 + 3(1) (1) = 4
2
dan
6 2 6 3
R1 = (1) + (1) + 0 + 0 + ... = 4
2 6
Lagi-lagi terdapat penyimpangan yang dapat ditentukan secara eksak dari deret
Taylor.
Untuk m = 4, nilai sebenarnya adalah f (2 ) = 2 4 = 16. Aproksimasi deret Taylor
adalah
f (2 ) = 1 + 4(1) (1) = 5
3
dan
12 2 24 3 24 4
R1 = (1) + (1) + (1) + 0 + 0 + ... = 11
2 6 24
Berdasarkan empat kasus ini, kita amati bahwa R1 bertambah besar dengan semakin
taklinearnya fungsi. Lebih lanjut, R1 secara eksak merupakan sebab terjadinya
penyimpangan ini. Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa Persamaan (E3.12.1)
merupakan monomial sederhana dengan sejumplah berhingga turunan. Ini
memungkinkan penentuan sisa deret Taylor secara lengkap.
Selanjutnya, akan kita periksa Persamaan (E3.12.2) untuk kasus m = 4 dan
mengamati bagaimana R1 berubah begiti ukuran langkah h bervariasi. Untuk
m = 4, Persamaan (E3.12.2) adalah
f ( xi + h ) = f (xi ) + 4 xi3 h
f (1 + h ) = 1 + 4h
R1 = 6h 2 + 4h 3 + h 4
R1
10
0,1
1kemiringan 1=2
0,01
GAMBAR 3.18 Rajahan log-log sisa R1
dan pendekatan deret Taylor orde1fungsi
0,001 f ( x ) = x 4 >< ukuran langkah h . Garis
1 0,1 0,01 h dengan kemiringan 2 juga menggambarkan
Jika h naik, galat menjadi proporsional
terhadap h2
TABEL 3.2 Perbandingan nilai eksak fungsi f ( x ) = x 4 dengan aproksimasi deret
Taylor orde-pertama. Fungsi dan aproksimasinya dihitung pada x1 + h,
1 dengan x1 = 1
h Sejati Aproksimasi R1
Orde-pertama
1 16 5 11
0,5 5,0625 3 2,0625
0,25 2,441406 2 0,441406
0,125 1,601807 1,5 0,101807
0,0625 1,274429 1,25 0,024429
0,03125 1,130982 1,125 0,005982
0,015625 1,063980 1,0625 0,001480
Jadi, kita simpulkan bahwa galat dari aproksimasi deret Taylor orde-pertama
berkurang begitu m mendekati 1 dan begitu h mengecil. Secara intuisi, ini berarti
bahwa deret Taylor menjadi lebih akurat bilamana fungsi yang kita aproksimasi
(hampiri) menjadi lebih seperti garis lurus sepanjang selang yang diamati. Hal ini
dapat dilaksanakan dengan memendekan ukuran selang atau ”meluruskan” fungsi
dengan jalan memperkecil m. Tentu saja, pilihan yang belakangan biasanya tidak
tersedia dalam dunia nyata karena fungsi yang kita analissecara khas ditentukan oleh
konsteks masalah fisiknya. Akibatnya, kita tidak mempunyai kendali terhadap
ketidaklinearitasnya dan jalan satu-satunyabagi kita adalah mengurangi ukuran
langkahatau memasukan suku tambahan pada ekspansi deret Taylor.
Persamaan (3.25) diberikan label yang formal dalam metode numerik – ia dinamakan
beda terbagi hingga (finite divided difference). Secara umum dapat dinyatakan
f (xi +1 ) − f ( xi )
f ' ( xi ) = + 0( xi +1 − xi ) (3.28)
xi +1 − xi
atau
Δf i
f ' ( xi ) = + 0(h ) (3.29)
h
di mana Δf i diacu sebagai bede maju pertama (first forward difference) dan h disebut
ukuran langkah, yakni panjang selang pada mana aproksimasi dibuat. Bentuk tersebut
diacu sebagai beda ”maju” karena memanfaatkan data pada i dan i + 1 untuk menaksir
turunannya (Gamba3.19 a ). Keseluruhan suku Δf i / h diacu sebagai beda terbagi hingga
pertama.
Beda terbagi maju ini hanyalah satu dari sekian banyak yang dikembangkan dari
deret Taylor untuk mengaproksimasi turunan-turunannya secara numerik. Misalnya,
aproksimasi beda mundur dan terpusat dari turunan pertama dapat dikembankan dalam
mode serupa seperti penurunan Persamaan (3.25). Yang pertama menggunakan data pada
xi −1 Gambar (3.19 b ), sedangkan yang belakangan memakai informasi yang berjarak sama
disekitar titik tempat aproksimasi ditaksir (Gambar 3.19 c ). Aproksimasi turunan pertama
yang lebih akurat dapat dikembangkan dengan menyertakan suku-suku orde yang lebih
tinggi dari deret Taylor. Akirnya, semua versidiatas juga dapat dikembangkan untuk
turunan-turunan kedua, ketiga, dan yang lebih tinggi. Pasal-pasal berikut menyajikan
ikhtisar singkat yang melukiskan bagaimana masing-masing tersebut diturunkan.
f " ( xi ) 2
f ( xi −1 ) = f ( xi ) − f ' ( xi )h + h − ... (3.30)
2
Dengan memotong persamaan ini setelah turunan pertama dan dengan menyusun kembali
akan memberikan
f (xi ) − f ( xi −1 ) ∇f i
f ' ( xi ) ≅ = (3.31)
h h
di mana galat adalah 0(h ) dan ∇f i diacu sebagai beda mundur pertama. Lihat Gambar
3.19 b untuk pernyataan grafis.
f (x ) turunan sejati
Aproksimasi
xi xi +1 x
(a )
f (x ) Turunan sejati
Aproksimasi
xi −1 xi x
(b )
f (x )
Turunan sejati
Aproksimasi
2h
xi −1 xi +1 x
(c )
GAMBAR 3.6 Lukisan grafis aproksimasi-aproksimasi beda-terbagi-hingga turunan pertama dengan
(a ) maju, (b ) mundur, dan (c ) terpusat.
Aproksimasi Beda Terpusat dari Turunan Pertama. Cara ketiga untuk mengaproksimasi
turunan pertama adalah mengurangkan Persamaan (3.30) dari uraian deret Taylor maju:
f " ( xi ) 2
f ( xi +1 ) = f (xi ) + f ' ( xi )h + h + ...
2
untuk memberikan
f (xi +1 ) − f (xi −1 )
f ' ( xi ) =
2h
( )
− 0 h2
Persamaan (3.33) adalah pernyataan beda terpusat (atau pusat) dari turunan pertama.
Perhatikan bahwa galat pemotongan mempunyai orde h 2 yang secara kontras
dibandingkan dengan aproksimasi-aproksimasi maju dan mundur dengan orde h .
Akibatnya, analisis deret Taylor menghasilkaan informasi praktis bahwa beda terpusat
(Gambar 3.19 c ). Misalnya, jika ukuran selang kita bagi dua dengan memakai beda maju
atau mundur, maka kira-kira kita akan membagi dua galat pemotongan, sedangkan untuk
beda terpusat, galat akan terbagi empat.
CONTOH 3.13
dan dapat digunakan untuk menghitung nilai sejati sebagai f ' (0,5) = −0,9125
Penyelesaian: Untuk h = 0,5 , fungsi tersebut dapat digunakan untuk menetapkan
xi −1 = 0 f ( xi −1 ) = 1,2
xi = 0 ,5 f ( xi ) = 0,925
xi +1 = 1,0 f ( xi +1 ) = 0,2
Data ini dapat dipakai untuk menghitung beda terbagi maju [ Persamaan (3.28) ],
0,2 − 0,925
f ' (0,5) ≅ = −1,45 ∈t = −58,9%
0,5
beda terbagi mundur [ Persamaan (3.31) ] :
0,925 − 1,2
f ' (0,5) ≅ = −0,55 ∈t = −3,9,7%
0,5
dan beda terbagi terpusat [ Persamaan (3.33) ] :
0,2 − 1,2
f ' (0,5) ≅ = −1,0 ∈t = 9,6%
1,0
Untuk h = 0,25 , datanya adalah
xi −1 = 0,25 f ( xi −1 ) = 1,10351563
xi = 0,50 f ( xi ) = 0,925
xi =1 = 0,75 f ( xi +1 ) = 0,63632813
0,63632813 − 0,925
f ' (0,5) ≅ = −1,155 ∈t = −26,5%
0,25
beda terbagi mundur:
0,925 − 1,10351563
f ' (0,5) ≅ = −0,714 ∈t = 21,7%
0,25
dan beda terbagi terpusat:
0,63632813 − 1,10351563
f ' (0,5) ≅ = −0,934 ∈t = −2,4%
0,5
Untuk kedua ukuran langkah, aproksimasi beda terpusat lebih teliti daripada beda
maju dan mundur. Juga, seperti diramalkan oleh analis deret Taylor, dengan
pembagi duaan ukuran langkah akan membagi dua galat dari beda-beda maju dan
mundur serta membagi empat galat dari beda terpusat.
Aproksimasi Beda Hingga dari Turunan yang Lebih Tinggi. Selain turunan pertama,
uraian deret Taylor dapat digunakan untuk menurunkan taksiran numerik turunan-turunan
yang lebih tinggi. Untuk melakukan ini, dituliskan uraian deret Taylor maju untuk f ( xi + 2 )
dalam bentuk f ( xi ) :
f " ( xi )
f ( xi + 2 ) = f ( xi ) + f ' (xi )(2h ) +
(2h )2 + ... (3.34)
2
Persamaan (3.32) dapat dikalikan dengan 2 dan dikurangkan dari Persamaan (3.34) untuk
memberikan
f ( xi + 2 ) − 2 f (xi +1 ) + f (xi )
f " (xi ) = + 0(h ) (3.35)
h2
Hubungan ini disebut beda terbagi hingga maju kedua (second forward finite divided
difiference). Manipulasi serupa dapat diterapkan untuk menurunkan versi beda mundur
f ( xi ) − 2 f ( xi −1 ) + f ( xi − 2 )
f " (xi ) = + 0(h )
h2
dan versi terpusat
f ( xi +1 ) − 2 f (xi ) + f (xi −1 )
f " ( xi ) =
h2
+ 0 h2 ( )
Seperti halnya dengan kasus aproksimasi turunan pertama, kasus terpusat lebih
akurat. Perhatikan juga bahwa versi terpusat dapat diekspresikan dengan cara lain sebagai
f ( xi +1 ) − f ( xi ) f ( xi ) − f ( xi − 1)
−
f " ( xi ) = h h
h
Jadi, sama seperti turunan kedua yang merupakan turunan dari turunan, aproksimasi
beda terbagi kedua adalah selisih dari dua beda terbagi pertama.
Kita akan kembali ke topik turunan numerik pada Bab 17. kita telah
memperkenalkan topik ini kepada Anda pada kesempatan sekarang karena aproksimasi
turunan merupakan contoh yang sangat baik bagaimana deret Taylor berperan dalam
metode numerik. Tambahan pula, beberapa dari rumus yang diperkenalkan dalam pasal ini
akan digunakan sebagai Bab 17.
Tujuan pasal ini adalah mengkaji bagaimana galat dalam bilangan dapat merambat
melalui fungsi marematis. Misalnya, jika kita mengkalikan dua bilangan yang mempunyai
galat, kita bermaksud menaksir galat dalam hasil kali ini.
3.1.1 3.6.1 Fungsi Stu Perubah
Andaikanlah kita mempunyai fungsi f ( x ) yang tergantung pada perubah bebas tunggal x
. Anggaplah bahwa x merupakan aproksimasi dari x . Oleh karena itu kita bermaksud
menilai pengaruh penyimpangan antara x dan ~ x pada nilai fungsi. Yakni, kita
bermaksud menaksir
Δf ( ~
x ) = f ( x ) − f (~
x)
f " (~
x)
f ( x ) = f (~
x ) + f ' (~
x )( x − ~
x)+ (x − ~x )2 + ...
2
Dengan membuang suku kedua dan yang lebih tinggi dan dengan menyusun ulang akan
dihasilkan
f ( x ) − f (~
x ) ≅ f ' (~
x )( x − ~
x)
atau
Δf ( ~
x ) = f ' (~
x ) Δ~
x (3.36)
di mana Δf (~
x ) = f ( x ) − f (~
x ) = menyatakan suatu taksiran galat fungsi dan Δ~
x = x−~
x
menyatakan taksiran galat dari x . Persamaan (3.36) menyediakan kemampuan untuk
menghampiri (mengaproksimasi) galat dalam f ( x ) jika diketahui turunan suatu fungsi
dan suatu taksiran galat dalam peubah bebasnya. Gambar 3.20 merupakan ilustrasi grafis
dari operasi tersebut.
CONTOH 3.14
Perambatan Galat dalam Fungsi Perubah
Galat sejati
Galat tertaksir
~
x x x
Δ~
x
GAMBAR 3.20 Lukisan grafis perambatan galat orde-pertama.
atau bahwa nilai sejati terletak antara 15,4375 dan 15,8125. Dalam kenyataannya,
jika x sebenarnya 2,49 maka fungsinya dapat dihitung sebagai 15,4382 dan jika x
= 2,51 maka fungsinya adalah 15,8132. Untuk kasus ini, analis galat orde-pertama
memberikan taksiran yang cukup agak dekat ke galat sejati.
∂f
f (u i +1 , vi +1 ) ≅ f (u i , vi ) + (u i +1 − u i ) + ∂f (vi +1 − vi )
∂u ∂v
1 ⎡∂2 f ∂2 f
⎢ 2 (u i +1 − u i ) + 2 (u i +1 − u i )(vi +1 − vi )
2
+ (3.37)
2! ⎣ ∂u ∂u∂v
∂2 f ⎤
+ (vi +1 − vi )2 ⎥ + ...
∂v 2
⎦
dengan semua turunan parsial dihitung pada titik i . Jika semua suku orde-kedua dan yang
lebih tinggi dibuang, Persamaan (3.37) dapat dipecahkan untuk
∂f ~ ∂f ~
Δf (u~, v~ ) ≅ Δu+ Δv
∂u ∂v
∂f ~ ∂f ~ ∂f ~
Δf ( ~
x1 , ~ xn ) ≅
x 2 ,..., ~ Δx1 + Δx 2 + ... + Δx n (3.38)
∂x1 ∂x 2 ∂x n
CONTOH 3.15
Peramalan Galat dalam Fungsi Ganda-Peubah
Penyataan Masalah: Defleksi y dari puncak tiang perahu layar ( lihat studi kasus
22.3 ) adalah
FL4
y=
8 EI
dengan F adalah bebab samping seragam ( pon / kaki ), L adalah tinggi ( kaki ), E
adalah modulus kekenyalan ( pon / kaki 2 ), dan I adalah momen inersia ( kaki 4 ).
Taksiran galat dalam y bilaman diberikan data berikut:
~ ~
F = 50 pon/kaki ΔF = 2 pon/kaki
~ ~
L = 30 kaki ΔL = 0,1 kaki
~ ~
E = 1,5 x 10 8 pon/kaki ΔE = 0,01 x 10 8 pon/kaki
~ ~
I = 0,06 kaki 4 ΔI = 0,0006 kaki 4
(
~ ~ ~ ~
Δy F , L , E , I ≅)∂y ~ ∂y
∂F
ΔF +
∂L
~ ∂y ~ ∂y ~
+ ΔL +
∂E
ΔE +
∂I
ΔI
atau
~ ~~ ~~ ~~
(
~ ~ ~ ~
)L 4 ~ FL3 ~ FL 4 ~ FL 4 ~
Δy F , L , E , I ≅ ~~ ΔF + ~~ ΔL + ~ 2 ~ ΔE + ~~ 2 ΔI
8 EI 2 EI 8E I 8 EI
dengan mensubstitusi milai-milai yang bersesuaian akan memberikan
48(29,9 )
4
y min = = 0,52407
( )
8 1,51x10 8 0,0606
dan
52(30,1)
4
y maks = = 0,60285
(
8 1,49 x10 8 0,0594 )
Jadi, taksiran orde-pertamanya cukup dekat dengan nilai-nilai eksak.
u~ Δv~ + v~ Δu~
Pembagian ( )
Δ u~ v~
v~
2
Telah kita lihat bahwa beberapa komputasi numerik sangat peka terhadap galat
pembulatan sedangkan yang lain tidak. Kita katakan bahwa suatu komputasi tidak stabil
secara numerik terhadap galat pembulatan jika ketidakpastian ini nyata sekali diperbesar
dalam ketidakpastian hasil akhir. Kondisi komputasi mengacu pada kepekaan
(sensitivitas) terhadap ketidakpastian.
Ide ini dapat dipakai dengan menggunakan deret Taylor orde-pertama
f ( x ) ≅ f (~
x ) + f ' (~
x )( x − ~
x)
Kaitan ini dapat digunakan untuk menaksir galat relatif dari f ( x ) seperti pada
f ( x ) − f (~
x ) f ' (~
x )( x − ~
x)
∈ [ f ( x )] = ≅
f (x )
~ f (x )
~
x−~
∈ (x ) =
x
~
x
Bilangan kondisi dapat didefinisikan sebagai rasio (nisbah) dari galat-galat relatif ini
x f ' (~
~ x)
Bilangan kondisi = (3.39)
f (x )
~
CONTOH 3.16
Bilangan kondisi
f (x ) = tan x untuk ~
x = π / 2 + 0,01(π / 2 )
x (1 / cos 2 ~
~ x)
Bilangan kondisi = ~
tan x
x = π / 2 + 0,1(π / 2 )
Untuk ~
1,7279(40,86 )
Bilangan kondisi = = −11,2
− 6,314
1,5865(4053)
Bilangan kondisi = = −101
− 63,66
Untuk kasus ini, penyebab utama kondisi buruk tampaknya adalah turunan. Ini
masuk akal karena di sekitar π / 2 , tangennya mendekati positif dan negatif
takhingga.
Galat numerik total adalah jumplah galat-galat pemotongan dan pembulatan. Pada
umumnya, satu-satunya cara untuk meminimumkan galat pembulatan adalah
memperbesar banyaknya angka bena komputer. Lebih lanjut, telah kita perhatikan bahwa
galat pembulatan akan membesar dengan semakin bertambah banyaknya komputasi dalam
anlis. Sebaiknya, Contoh 3.13 membuktikan bahwa taksiran turunan dapat diperbaiki
dengan memperkecil ukuran langkah. Karena pengecilan ukuran langkah akan
menghasilkan bertambah banyaknya komputasi, maka galat pemotongan akan mengecil
ketika galat pembulatan bertambah. Karena itu, kita dihadapkan pada dilema berikut:
strategi untuk memperkecil satu komponen dari galat total akan menyebabkan
membesarnya komponen lainnya. Dalam satu komputasi, kita mungkin dapat
memperkecil ukuran langkah untuk meminimumkan galat pemotongan tetapi hanya
melakukan itu hanya menemukan bahwa galat pembulatan mulai mendominasi
penyelesaian dan galat total akan bertambah! Jadi, obat kita menjadi masalah (Gambar
3.21). satu tantangan yang dihadapi adalah menetapkan ukuran langkah yang cocok untuk
suatu komputasi tertentu. Kita ingin memilih ukuran langkah yang besar untuk
mengurangi banyaknya perhitungan dan galat pembulatan tampa mengalami kesukaran
dalam bentuk galat pemotongan yang besar. Jika galat total adalah seperti yang
diperlihatkan dalam Gambar 3.21, tantangannya adalah mengenali titik hasil yang
berkurang pada titik mana galat pembulatan mulai meniadakan keuntungan pengecilan
ukuran langkah.
Titik
hasil yang
berkurang
Galat Total
Galat long
Galat pemotongan
Galat pemotongan
GAMBAR 3.21 Lukisan grafis dari imbal balik antara galat pembulatan dan pemotongan yang kadangkala
mulai berlaku dalam suatu metode numerik. Diperlihatkan titik hasil yang berkurang, dimana galat
pembulatan mulai meniadakan keuntungan pengurangan ukuran langkah.
Namun dalam kasus-kasus yang sebenarnya, situasi yang demikian secara relatif
tidak biasa karena kebanyakan komputer mempunyai cukup angka bena sehingga galat
pembulatan tidak merupakan yang terbesar. Meskipun demikian, kadangkala situasi itu
terjadi dan menyarankan semacam ”prinsip ketidakpastian numerik” yang menempatkan
suatu batas mutlak pada ketelitian yang mungkin dapat diperoleh dengan memakai metode
numerik terkomputerisasi tertentu.
Karena kelemahan ini, terdapat batasan pada kemampuan kita untuk menaksir galat.
Akibatnya, penaksiran galat dalam metode numerik, sampai taraf tertentu, merupakan seni
yang sebagian tergantung pada penyelesaian coba dan ralat, dan intuisi serta pengalaman
penganalisis.
Walaupun bab yang sekarang telah dipusatkan pada satu jenis masalah numerik-
penyelesaian persamaan diferensial biasa-kesimpulan di atas mempunyai sangkut paut
umum dengan banyak teknis lain dalam buku ini. Namun, harus ditekankan suatu seni,
tetapi terdapat aneka metode yang dapat digunakan penganalisis untuk mengukur dan
mengendalikan galat dalam komputasi. Perluasan teknik-teknik ini akan memainkan
peranan penting dalam halaman-halaman berikutnya.
CONTOH 3.17
dy
= 3 x 2 = 300
dx
LIST
100 B = 10
105 FOR A = 0 TO 10
110 H = 1/10 ^A
115 HPLUS = B + H
120 DIFF = HPLUS ∗ HPLUS ∗ HPLUS – B ∗ B ∗ B
125 DER = DIFF / H
130 PRINT H, DIFF, DER, ABS ((DER-3 ∗ B ∗ B) / (3 ∗ B ∗ B)) ∗ 100
135 NEXT A
140 END
Ok
RUN
1 331 331 10.33333
-1 30.30115 303.0115 1.003825
.01 3.003052 300.3052 .1017253
.001 .3001709 300.1709 5.696615E-02
.0001 .0300293 300.293 9.765625E-02
.00001 2.868652E-03 286.8652 4.378255
.000001 2.441406E-04 244.1406 18.61979
.0000001 0 0 100
1E-08 0 0 100
1E-09 0 0 100
1E-10 0 0 100
Ok
GAMBAR 3.22 Program BASICA untuk menghitung turunan y = x pada x = 10 dengan
3
menggunakan beda terbagi maju dengan nilai ukuran langkah H yang berlainan.
y = x ^3
102
101
GALAT
100 GAMBAR 3.23 Rajahan (plot) persen galat
Relatif sejati lawan ukuran langkah untuk
CONTOH 3.17 seperti dihitung dari progam
10-1 dalam Gambar 3.22.
10-2
UKURAN LANGKAH
Programnya mencetak ukuran lankah, DIFF \ y (x + h ) − y (x ) , taksiran turunan, dan
persentase galat relatif. Gambar 3.23 memperlihatkan rajahan (plot) galat lawan
ukuran langkah.
Perhatikan bahwa minimum galat yang nyata terjadi untuk ukuran langkah
h = 0,001. Ukuran langkah yang lebih besar memperbesar galat pemotongan. Pada
ukuran langkah antara h = 10 −6 dan h = 10 −7 , taksiran numerik turunan berubah dari
244,14 ke 0!. Ini merupakan contoh dramatis dari ketidakstabilan yang disebabkan
oleh galat pembulatan. Untuk h = 10 −7 , programnya tidak dapat mendeteksi
perbedaan antara y (x + h ) dan y (x ) . Oleh karena itu program itu memberikan DER
= 0 dan galat relatif 100 persen. Jelaslah, penurunan ukuran langkah untuk
menurunkan galat pemotongan dapat menjadi terlalu amat baik jika dilakukan terlalu
ektrim.
Untuk kebanyakan kasus praktis, kita tidak mengetahui galat eksak yang berkaitan dengan
metode numerik. Tentu saja, perkecualiannya adalah bilamana kita telah memperoleh
penyelesaian eksak yang membuat aproksimasi numerik kita tidak perlu. Oleh karena itu
untuk kebanyakan numerik kita harus bersedia menerima beberapa taksiran galat dalam
perhitungan kita.
Tidak terdapat pendekatan sistematik dan umum untuk menghitung galat numerik
untuk semua masalah. Dalam banyak kasus taksiran galat didasarkan pada pengalaman
dan pertimbangan para insinyur.
Walaupun analisis galat sampai batas tertentu merupakan suatu seni tersendiri,
terdapat beberapa pedoman pemrograman praktis yang dapat kami sarankan. Yang
pertama dan yang paling penting: hindari penguran dua bilangan yang hampir sama.
Hilangkan angka bena hampir selalu terjadi jika hal ini dikerjakan. Kadangkala Anda
dapat menyusun atau merumuskan ulang masalah guna menghindari pencoretan
pengurangan. Jika ini tidak dimungkinkan, Anda boleh jadi ingin memakai hitungan
presisi yang diperluas. Selain itu, pada waktu menambahkan dan mengurangkan bilangan,
paling baik mengurutkan bilangan-bilangan itu dan bekerja mulai dengan yang terkecil.
Ini menghindari hilangnya angka bena.
Di luar petunjuk komputasi ini, Anda boleh mencoba meramalkan galat numeric
total memakai perumusan teoretis. Deret Taylor merupakan piranti utama untuk
menganalisis galat pemotongan maupun pembulatan. Beberapa contoh telah disajikan
pada bab ini. Peramalan galat numeric total sangat rumit sekalipun untuk masalah
berukuran sedang dan cenderung pesimis. Karena itu biasanya dicoba hanya unuk tugas
skala kecil.
Ada tendensi untuk langsung saja dengan komputasi numeric dan mencoba
menaksir kecermatan hasil-hasil Anda. Kadangkala ini dapat dikerjakan dengan melihat
apakah hasil-hasilnya memenuhi kondisi atau persamaan tertentu sebagai pengecekan.
Atau bias saja mensubstitusi kembali hasil-hasilnya ke persamaan semula untuk
memeriksa apakah ia benar-benar terpenuhi.
Akhirnya Anda harus selalu siap untuk melaksanakan percobaan numerik
untukmenambah kewaspadaan Anda tentang galat komputasi dan masalah kondisi buruk.
Percobaan-percobaab demikian boleh jadi melibatkan pengulangan komputasi dengan
ukuran langkah atau metode yang berlainan dan membaandingkan hasil-hasilnya. Kita
boleh mengunakan anlisis sensitivitas untuk melihat bagaimana penyelesaian kita berubah
jika kita mengubah parameter model atau data masukannya. Kita boleh jadi mencoba
algoritma numeric yang berlainan yang mempunyai landasan teoritis yang berlainan,
didasarkan pada strategi komputasi yang berlainan, atau mempunyai sifat kekonvergenan
dan cirri kestabilan yang berlainan.
Jika hasil-hasilnya komputasi numeric sangat penting /kritis dan mungkin
melibatkan hilangnya nyawa manusia atau mempunyai percabangan ekonomi yang berat,
adalah tepat untuk melakukan persiiiiiapan khusus ini mungkin melibatkan pemakaian dua
kelompok bebas atau lebih untuk memecahkan masalah yang sama sehingga hasil-
hasilnya dapat dibandingkan.
Peranan galat akan merupakan topic dan analisis yang menarik dalam semua pasal
buku ini. Kita akan membiarkan penyelidikan ini untuk pasal khusus.
3.8.1 kecerobahan
Kita semua kenal baik dengan galat besar atau “blunder” (kecerobohan). Pada masa dini
komputer, hasil numerik yang mengandung galat kadangkala disebabkan oleh kelemahan
komputer itu sendiri. Kini, sumber galat yang ini sangat tidak mungkin, dan kebanyakan
kecerobohan harus dipertalikan pada ketidaksempuraan manusia.
Kecerobohan dapat terjadi pada setiap tahap proses pemodelan matematis dan dapat
memberi sumbangan pada semua kompunen galat lainnya. Kecerobohan hanya dapat
dihindari dengan pengetahuan yang masuk akal dari prinsip-prinsip dasar yang kehati-
hatian dengan mana anda mendekati dan merancang penyelesaian untuk suatu masalah.
Kecerobohan biasanya tidak ditinjau dalam pembahasan metode numerik. Ini masuk
akal sesuai dengan kenyataan bahwa, sampai tingkat tertentu, kecerobohan tidak dapat
dihindari. Namun, kita percaya bahwa terdapat beberapa cara dimana kemunculan dapat
diusahakan sekecil mungkin. Khususnya, kebiasan baik pemrograman yang diberikan
secara garis besarnya dalam Bab 2 sangat berguna untuk mengurangi kecerobohan
pemrograman. Tambahan pula, biasanya terdapat cara mudah untuk memeriksa apakah
suatu metode numerik tertentu bekerja secara wajar. Dalam seluruh buku ini, dibahas
cara-cara untuk memeriksa hasil-hasil perhitungan numerik.
3.8.2 Galat Perumusan
Galat perumusan atau model berhubungan dengan bias yang dapat dianggap berasal dari
ketidaklengkapan model-model matematis. Sebuah contoh tentang galat perumusan yang
dapat diabaikan adalah kenyataan bahwa hukum kedua Newton tidak memperhitungkan
pengaruh kerelatifan. Ini tidak mengurangi kecukupan penyelesauan dalam contoh 1.1
karena galat-galat ini adalah minimal pada skala waktu dan ruang penerjun payung yang
jatuh.
Namun demikian, andaikan bahwa tahanan udara tidak berbanding lurus terhadap
kecepatan jatuh, sebagai dalam Persmaan (3.17), tetapi berupa suatu fungsi kuadrat dari
kecepatan. Jika ini adalah kasusnya, kedua penyelesaian analisis dan numerik yang
diperoleh dalam bab pertama akan salah karena adanya galat perumusan. Peninjauan yang
lebih jauh mengenai galat perumusan disertakan dalam beberapa studi kasus dalam sisa
buku ini. Anda seharusnya mengetahui masalah ini dan menyadari bahwa jika anda
bekerja dengan model yang disusun kurang baik, tidak ada metode numerik yang akan
menyediakan hasil-hasil yang memadai.
SOAL-SOAL
3.1 Susun program Anda sendiri berdasarkan Gambar 3.9 dan gunakan untuk menentukan epsilon mesin
komputer Anda.
3.2 Dalam gaya yang sama seperti pada gambar 3.9, tuliskan program pendek untuk menentukan bilangan
terkecil x min yang dipakai pada komputer yang akan Anda gunakan bersama dengan buku ini.
Perhatikan bahwa komputer Anda akan tidak mungkin untuk secara terandalkan membedakan antara
nol dan besaran yang lebih kecil dari pada bilangan ini.
3.3 Tentukan hubungan teoritis untuk meramalkan bilangan titik kambang terkecil untuk suatu komputer
digital berdasarkan parameter seerti ukuran wordnya, banyaknya bit mantis, banyaknya bit pangkat,
dan sebagainya.
N
1
f (N ) = ∑
n =1 n2
x2 x3
f (x ) = 1 + x + + + ...
2! 3!
untuk mengaproksimasi e .
x
(a) Buktikan bahwa uraian deret Maclaurin ini merupakan kasus khusus dari uraian deret Taylor
[Persamaan (3.18)] dengan xi = 0 dan h = x
(b) Gunakan deret Taylor untuk menaksir f ( x ) = e − x pada xi +1 = 2 untuk tiga kasus terpisah:
xi = 0,5; 1,0 dan 1,5. terapkan versi-versi tingkat nol, pertama, kedua dan ketiga serta hitung
∈t untuk masing-masing kasus.
x 2 x 4 x6 x8
Cos x = 1− + − + − ...
2! 4! 6! 8!
Dengan memulai dengan versi yang tersederhana, cos x ≅ 1 , tambahkan satu ssuku tiap kali guna
menaksir cos (π / 3) . Setelah masing-masing suku ditambahkan, hitung persen galat relatif sejati
dan aproksimasinya. Pakai kalkulator Anda untuk menentukan nilai sejati. Tambahkan suku-suku
sampai tercapai nilai mutlak dari aproksimasi galat berada dibawah suatu kriteria galat yang sesuai
dengan dua angka bena.
3.7 Laksanakan Komputasi yang sama seperti dalam Soal 3.7, tetapi gunakan uraian deret Maclaurin
untuk sin x
x3 x5 x7
Sin x = x− + − + ...
3! 5! 7!
untuk menaksir sin (π / 2 )
3.8 Gunakan uraian deret Taylor orde-nol sampaim orde-ketiga guna meramalkan f (3) untuk
f (x ) = 25 x 3 − 6 x 2 + 7 x − 88
Dengan menggunakan suatu titik dasar pada x = 2 . Hitung persen galat sejati untuk masing-masing
aproksimasi.
3.9 Gunakan uraian deret Taylor orde ke-nol sampai keempat guna meramalkan f (4 ) untuk f ( x ) =
in x dengan memakai titik dasar pada x = 2 . Hitung persen galat relatif ∈t untuk masing-masing
aproksimasi.
3.10 Gunakan uraian deret Taylor orde ke-nol sampai keempat guna meramalkan f (3) untuk f (x ) = e x
dengan memakai suatu titik dasar pada x = 1 . Hitung persen galat relatif ∈t untuk masing-masing
aproksimasai.
3.11 Gunakan aproksimasi beda maju dan mundur orde 0(h ) serta aproksimasi beda terpusat orde 0(h 2 )
untuk menaksir turunan pertama fungsi yang diperiksa dalam soal 3.8. Hitung turunan pada x = 2,5
dengan memakai ukuran langkah sebesar h = 0,25 . Bandingkan hasil-hasil Anda dengan nilai
turunan sejati pada x = 2,5 . Tafsirkan hasil-hasil Anda berdasarkan suku sisa dari uraian deret
Taylor.
3.12 Gunakan aproksimasi beda maju dan mundur orde 0(h 2 ) untuk menaksir turunan kedua fungsi yang
diperiksa dalam soal 3.8. Hitung lakukan pada x = 2,6 dengan memakai ukuran langkah sebesar
h = 0,2 . Bandingkan taksiran-taksiran Anda dengan nilai turunan kedua sejati pada x = 2,6.
Tafsirkan hasil-hasil Anda berdasarkan suku sisa dari uraian deret Taylor.
3.13 Ingat kembali bahwa kecepatan penerjun payung yang jatuh dapat dihitung dengan memakai
[Pers.(1.10)],
v=
gm
c
[
1 − e −(c / m )t ]
Gunakan analisa galat orde-pertama untuk menaksir galat v pada x = 7, jika g = 9,8 dan
m = 68,1 tetapi c = 12,5 ± 2.
3.14 Ulangi Soal 3.13 dengan g = 9,8, t = 7, c = 12,5 ± 2, dan m = 68,1 ± 0,5.
3.15 Hukum Stefan-Boltzmann dapat digunakan untuk menaksir laju radiasi enersi H dari permukaan,
seperti pada
H = AeoT 4
dengan H adalah watt, A adalah luas permukaan (m2), e adalah daya pancar yang mencirikan sifat
pemancaran permukaan (tampa dimensi), σ adalah konstanta universal yang disebut konstanta
Stefan-boltzmann (=5,67 x 10-8 W.m-2. K-4), dan T adalah suku mutlak (K). Tentukan galat dalam H
untuk plat baja dengan A = 0,1m 2 , e = 1,0, dan T = 600 ± 20. Bandingkan hasil Anda dengan
galat sejati. Ulangi komputasinya tetapi dengan T = 600 ± 40. Taksiran hasil Anda.
3.16 Ulangi Soal 3.15 tetapi untuk bola tembaga dengan radius ± 0,1 ± 0,01 m, e = 0,5 ± 0,05, dan
T = 500 ± 20.
3.17 Hitung dan taksirkan bilangan kondisi untuk
3.19 Bagaimana epsilon mesin dapat digunakan untuk merumuskan kriteria penghentian ∈s untuk
program Anda? Berikan suatu contoh.
Metode numerik adalah imiah dalam pengertian bahwa metode numerik menyatakan
teknik-teknik sistematik untuk menyelesaikan masalah matematis. Namun, terdapat suatu
tingkat seni tertantu, pertimbangan subyektif, dan kompromi yamg dikaitkan dengan
penggunaan yang efektif dalam pratek rekayasa. Untuk masing-masing masalah, Anda
munkin dihadapkan dengan pilihan beberapa metode numerik dan banyak jenis komputer
yang berbeda. Jadi, keanggunan dan efisiensi berbagai pendekatan terhadap masalah
adalah sangat individualistis dan berkorelasi dengan kemampuan Anda untuk menetapkan
pilihan secara bijaksana. Sayangnya, seperti halnya dengan proses intuisi manapun,
faktor-faktor yang mempengaruhi pilihan ini sukar untuk dikomunikasikan. Hanya
pengalamanlah yang dapat membuat keteeerampilan ini dimengerti dan diasah
sepenuhnya. Namun, karena keterampilan ini memainkan peranan yang demikian
pentingnya dalam implementasi metode-metode tersebut dengan efektif, maka pasal ini
telah disertakan sebagai pendahuluan terhadap beberapa jenis untung-rugi (trade-offs)
yang harus Anda pertimbangkan pada waktu memilih metode numerik dan alat-alat untuk
menrapkan metode tersebut. Walaupun pada pembacaan yang pertama kali Anda
diperkirakan belum dapat melihat isyu-isyu yang mengikutinya, diharapkan bahwa
pembahasan itu akan mempengaruhi orientasi Anda pada waktu mendekati materi yang
berikutnya. Diharapkan juga bahwa Anda akan mengacu kembali pada materi ini pada
waktu dihadapkan dengan pilihan-pilihan dan imbal-balik dalam sisa buku ini.
Gambar PT1.4 melukiskan tujuh faktor atau imbal-balik yang berbeda, yang harus
dipertimbangkan pada waktu memilih metode numerik untuk suatu masalah khusus.
1. Jenis Masalah Matematis. Seperti digambarkan sebelumnya dalam Gambar PT1.2,
beberapa jenis masalah matematis dibahas dalam buku ini:
a. Akar-akar persamaan
b. Sistem persamaan aljabar linear
c. Pencocokan kurva (curve fitting)
d. Pengintegralan numerik
e. Persamaan diferensial biasa
f. Persamaan diferensial parsial
Kemungkinan Anda akan diperkenalkan pada aspek penerapan dari metode numerik
dengan menghadapi masalah dalam satu dari bidang-bidang diatas. Metode numerik akan
diperlukan karena masalah tersebut tidak dapat diselesaikan secara secara efisien dengan
menggunakan teknik-tenik analisis. Anda harus menyadari kenvataan bahwa kegiatan
profesi Anda akhirnya akan menyangkut masalah-masalah dalam semua bidang diatas.
Jadi, pengkajian metode numerik dan peralatan komputasi secara otomatis paling minimal
seharusnyamemandang jenis-jenis masalah dasar ini. Masalah-masalah yang lebih lanjut
boleh jadi memerlukan kemampuan untuk menangani penyelesaian sistem persamaan
aljabar taklinear, pencocokan kurva peubah ganda, pengoptimuman parameter,
pemrograman linear, masalah nilai karakteristik, dan persamaan diferensial parsial.
Bidang-bidang ini secara khas membutuhkan kemampuan komputasi yang lebih lanjut dan
metode-metode yang tidak dicakup dalam naskah ini. Acuan-acuan lain misalnya
Carnahan, Luther, dan Wilkes (1969); Hamming (1973); serta Ralston dan Robinowitz
(1978) harus dicari keterangannya untuk masalah-masalah yang diluar liputan buku ini.
Tamhan pula, pada akhir tiap bagian naskah ini, disertakan iktisar ringkas dan acuan untuk
metode lanjutan yang menyediakan kesempatan untuk Anda guna mengikuti pengkajian
metode numerik yang lebih lanjut.
4. Ciri Metode Numerik. Bila biaya-biaya perangkat keras dan perangkat lunak
komputer mahal, atau jika ketersediaan komputer terbatas (misalnya, pada beberapa
sistem pemakai bersama), akan berguna untuk memilih secara seksama metode numerik
yang cocok dengan situasi. Sebaliknya, jika masalah masih berada pada tahap
penyelidikan dan akses komputer serta biaya tidak merupakan persoalan, boleh jadi cocok
bagi Anda untuk memilih metode numerik yang selalu berjalan tetapi mungkin bukan
yang paling berdayaguna secara komputasi. Metode numerik yang tersedia untuk
menyelesaikan tipe masalah khusus apa pun menyangkut jenis imbal-balik yang baru saja
dibahas dan yang lainnya:
Prinsip Susunan
Susunan statis program dalam komputer yang berkaitan harus berhubungan sederhana dengan susunan
dinamis
Definisi-definisi Galat
Galat sejati (true error) Et = srjati − hampiran
sejati − hampiran
Persentase sejati Galat ∈t = 100%
sejati
relatif
hampiransekarang − hampiransebelumnya
Persentase hampiran galat ∈∂ = 100%
hampiransekarang
Relatif
Kriteria berhentu Hentikan penghitung jika
∈∂ < ∈s
Di mana ∈s adalah persentase galat relatif yang diminta
Deret Taylor
f " ( xi ) 2
Ekpansi deret Taylor f (xi+1 ) = f ( xi ) + f ' (xi )h + h
2!
Rn = o(h n+1 )
Diferensiasi Numerik
f (xi +1 )
Turunan pertama f ' (xi ) = + o(h )
h
Beda terbagi berhingga
(beda terbagi yang lain diringkas pada bagian 3 dan 17).
Perambatan Galat
Untuk variabel (peubah) x1 , x2 ,..., xn mempunyai Δx1 , Δ,...Δxn , galat pada fungsi f dapat ditaksir
lewat:
∂f ~ ∂f ~ ∂f ~
Δf = Δx1 + Δx2 + ... + Δxn
∂x1 ∂x2 ∂xn
a. Banyak terkaan awal atau titik pemulai. Beberapa metode numerik untuk pencarian akar-akar
persamaan atau penyelesaian persamaan diferensial mensyaratkan pemakai untuk merinci terkaan awal
atau titik pemulai. Metode sederhana biasanya memerlukan satu nilai, sedangkan metode yang rumit
mungkin memerlukan lebih dari satu nilai. Anda harus mempertimbangkan imbal-baliknya; keuntungan
metode yang rumit yang secara komputasi berdayaguna mungkin saja diimbangioleh persyaratan untuk
titik pemulai yang lebih banyak. Anda harus memakai pengalaman dan pertimbangan Anda untuk tiap
masalah khusus.
b. Laju kekonvergenan. Metode-metode numeik tertentu konvergen secara lebih cepat dibandingkan yang
lain. Namun, kekonvergenan yang cepat ini mungkin memerlukan lebih banyak terkaan awal dan
pemrograman yang lebih rumit dari pada suatu metode dengan kekonvergenan yang lebih lambat. Lagi-
lagi Anda harus memakai pertimbangan Anda dalam memilih metode. Lebih cepat tidak selalu lebih
baik!
c. kestabilan. Beberapa metode numerik untuk pencarian akar-akar persamaan atau penyelesaian sistem
persamaan linear boleh jadi divergen ketimbang konvergen ke jawab yang benar untuk masalah-
masalah tertentu. Mengapa Anda sabar menghadapi kemungkinan ini pada waktu dihadapkan pada
perancangan atau perencanaan masalah? Jawabnya adalah bahwa metode-metode ini mungkin sangat
berdayaguna bilamana berjalan. Jadi muncul lagi imbal-balik. Anda harus memutuskan jika persyaratan
masalah Anda seimbang dengan usaha yang dibutuhkan untuk menerapkan suatu metode yang mungkin
tidak selalu komvergen.
d. Ketelitian dan Ketepatan. Beberapa metode numerik benar-benar lebih teliti atau tepat daripada yang
lainnya. Contoh-contoh bagus adalah aneka ragam persamaan yang tersedia untuk pengintegralan
numerik. Biasanya, wajah metode-metode yang ketelitiannya rendah dapat diperbaiki dengan
memperkecil ukuran langkah atau memperbanyak penerapan sepanjang selang yang diberikan. Apakah
lebih baik memakai suatu metode yang ketelitiannya rendah dapat diperbaiki dengan memperkecil
ukuran langkah atau memperbanyak penerapan sepanjang selang yang diberikan. Apakah lebih baik
memakai suatu metode yang ketelitiannya rendah dengan ukuran langkah kecil atau suatau metode yang
ketelitiannya tinggi dengan ukuran langkah besar? Pertanyaan ini harus dialamatkan berdasarkan kasus
demi kasus dengan mempertimbangkan faktor-faktor tambahan seperti biaya dan kemudahan
pemrograman. Tambahan pula, Anda harus memperhatikan galat pembulatan bilamana Anda berulang-
ulang memakai penerapan metode yang ketelitiannya rendah dan banyaknya komputasi menjadi besar.
Di sini banyaknya angka benayang ditangani oleh komputer boleh jadi merupakan faktor penentu.
e. Kelebaran penerapan. Beberapa metode numerik hanya dapat diterapkan pada sejumplah terbatas
masalah atau pada masalah yang memenuhi pembatasan-prmbatasan matematik tertentu. Metode-
metode lain tidak dipengaruhi oleh npembatasan yang demikian. Anda harus mengevaluasi apakah
sepadan nilainya dengan usaha Anda untuk mengembangkan program yang mengunakan teknik yang
hanya cocok untuk sejumplah terbatas masalah. Kenyataannya bahwa terknik-teknik yang demikian
mungkin dipakai secara meluas memberi gambaran bahwa seringkali teknik-teknik tersebut mempunyai
keuntungan yang seringkali lebih banyak dibanding kerugiannya. Jelas terjadi imbal-balik.
f. Persyaratan khusus. Beberapa teknik numerik mencoba menambah ketelitian dan laju kekonvergenan
dengan memakai informasi tamabhan atau khusus. Sebuah contoh akan berupa pemakaian nilai-nilai
taksiran galat atau teoritis untuk memperbaiki ketelitian. Namun, perbaikan ini umumnya tidak tercapai
tampa beberapa kesukaran dalam bentuk tambahan biaya komputer atau bertambahnya kerumitan
program.
Jelas bahwa pembahasan diatas yang berkenaan dengan suatu pilihan metode numerik menyempit menjadi
tentang biaya dan ketelitian. Biaya-biaya adalah yang bertalian dengan waktu komputer dan pengambangan
program. Ketelitian yang pantas merupakan pertanyaan tentang etika profesional dan pertimbangan.
5. Perilaku Matematis dari Fungsi, Persamaan, atau Data. Dalam memilih suatu metode numerik
khusus, jenis komputer, dan jenis perangkat lunak, harus dipertimbangkan kerumitan fungsi persamaan, atau
data Anda. Persamaan-persamaan sederhana atau data mulus boleh jadi cocok ditangani oleh algoritma
numerik sederhana dan komputer yang tidak mahal. Kebalikannya benar untuk persamaan-persamaan rumit
dan data-data yang memperlihatkan katakkontinuan.
6. Kemudahan Penerapan (Akrab-pemakai?) Beberapa metode numerik mudah diterapkan, yang lain
sukar. Ini mungkin menjadi pertimbangan pada waktu memilih satu metode daripada yang lain. Pemikiran
yang sama ini berlaku pada keputusan yang berkenaan dengan biaya-biaya pengembangan program lawan
perangkat lunak yang telah dikembangkan secara profesional. Boleh jadi memerlukan usaha yang perlu
dipertimbangkan untuk mengubah suatu program sukar menjadi program yang akrab-pemakai. Cara-cara
untuk melakukan ini diperkenalkan dalam Bab 2 dan dirinci dalam seluruh buku. Tambahan pula, perangkat
lunak TOOLKIT Elektronik yang menyertai naskah ini merupakan contoh dari pemrograman yang akrab
pemakai.
Bab-bab yang berikutnya menyangkut pengembangan beraneka ragam metode numerik untuk beraneka tipe
masalah matematis. Beberapa pilihan metode akan diberikan pada tiap bab. Penyajian beraneka ragam
metode ini (ketimbang metode tunggal yang diplih pengarang) disebabkan karena tidak ada satu metode
yang ”terbaik.” Tidak terdapat metode-metode ”terbaik” karena terdapat banyak imbal-balik yang harus
dipertimbangkan bilamana menerapkan metode pada masalah praktis. Sebuah tabel yang menyoroti imbal-
balik yang terlibat dalam masing-masing metode akan dijumpai pada akhir dari tiap bagian buku. Tabel ini
seharusnya membantu Anda dalam memilih prosedur numerik yang cocok untuk konstek masalah Anda
Tabel PT1.2 meringkaskan keterangan penting yang disajikan dalam bagian 1. tabel tersebut dapat dilihat
untuk secara cepat mengases hubungan-hubungan dan rumus-rumus penting. Epilog dari tiap bagian buku
akan memuat ikhtisar yang demikian.
Epilog dari tiap bagian buku juga akan menyertakan pasal yang dirancang untuk mempermudah dan
mendorong pengkajian metode numerik Anda yang lebih lanjut. Pasal ini akan mengacu buku-buku lain
pada subyek dan juga materi berkaitan dengan metode-metode yang lebih lanjut.*
Untuk memperluas latar belakang yang disediakan dalam Bagian 1, tersedia banyak buku petunjuk tentang
pemrograman komputer. Akan sukar untuk mengacu semua buku dan buku petunjuk ulung mengenai bahasa
dan komputer tertentu. Tambahan pula, kemungkinan Anda telah mempunyai materi dari pengenalan
pemrograman Anda yang sebelumnya. Namun demikian, jika ini merupakan pengalaman pertama Anda
dengan komputer, Chapra dan Canale (1986) menyediakan pengenalan umum yang bagus terhadap BAICA
dan FORTRAN. McCracken (1965), Merchant (1979), serta Marchant dan Strugul (1977), semuanya buku
yang berguna dalam FORTRAN. Pengajar Anda dan teman mahasiswa seharusnya juga mampu memberi
nasehat Anda berkenaan dengan buku-buku acuan yang bagus untuk komputer dan bahasa yang tersedia
dikampus Anda. Buku ini juga memuat pelengkap buku Turbo Pascal terbitan McGraw Hill. Pengajar dan
mahasiswa pasti juga dapat memberitahu mengenai buku-buku acuan yang baik di bidang mesin dan bahasa
komputer yang ada dikampus Anda.
Karena ditujukan sebagai analisis galat maka setiap buku pengajar kakulus yang baik akan memuat bahan-
bahan tambahan yang berhubungan dengan masalah ini seperti ekspansi deret Taylor. Buku karangan
Swokowski (1979), Thomas dan Dinney (1979), dan Simmons (1985) memberikan pembahasan yang
sederhana aras masalah ini. Lagi pula Taylor (1982) menyajikan pengantar analisis galat yang sangat baik.
Akhirnya, meskipun kita berharap bahwa buku ini sangat bermafaat bagi Anda, akan bermanfaat pula bila
kita mengacu pada sumber lain guna memahami pokok permasalahan yang baru.
Ralston dan Robinowitz (1978) dan Charnahan, Luther< dan Wilkes (1969) memberikan pembahasan yang
menyeluruh mengenai hampir seluruh materi metode numerik, yang mencakup metode-metode lanjutan
yang tidak akan dibahas dalam buku ini.
Buku lain yang menarik atas materi ini adalah Gerald dan Wheatley (1984), James, Smith, dan Wolford
(1985), Rice (1983), Cheney dan Kincaid (1985), Yakowitz dan Szidarovszky (1986) dan Al-Khafaji dan
Tooley (1986). Di samping itu, Prees dan kawan-kawan (1986) dan Atkinson dan Harley (1983) memuat
kode komputer untuk mengimplementasikan berbagai metode yang ada.
PT2.1 MOTIVASI
Bertahun-tahun yng lalu, Anda belajar memakai rumus
kuadrat
− b ± b 2 − 4ac
x= (PT2.1)
2a
Untuk menyelesaikan
f ( x ) = ax 2 + bx + c = 0 (PT2.2)
Metode serampangan yang demikian jelas tidak efisien dan tidak memadai untuk persyaratan pratek
rekayasa. Teknik-teknik yang digambarkan dalam Bagian II merupakan alternatif-alternatif yang juga
menghampiri tetapi menerapkan strategi bersistem untuk menuju kepada akar yang sejati. Tambahan pula,
teknik-teknik tersebut secara ideal cocok untuk diterapkan pada komputer pribadi. Seperti dirinci pada
halaman-halaman berikut, kombinasi metode sistematis ini dan komputer membuat penyelesaian dari
hampir semua masalah akar persamaan terapan merupakan tugas yang mudah dan efisien.
Contoh model yang demikian adalah persamaan yang diturunkan dari hukum kedua Newton yang dipakai
dalam Bab 1 untuk kecepatan penerjun:
v=
gm
c
[
1 − e −(c / m )t ] (PT2.3)
di mana kecepatan (velocity) v adalah peubah takterbatas; waktu t adalah peubah bebas; dan konstanta
daya-tarik bumi g , koefisien pengerem c , dan masa m adalah parameter-parameter. Jika parameter-
parameternya diketahui, Persamaan (II.3) dapat digunakan untuk meramal kecepatan penerjun sebagai suatu
fungsi waktu. Komputasi yang demikian dapat dilaksanakan secara langsung karena v diungkapkan secara
eksplisit sebagai suatu fungsi waktu. Artinya, v terisolasi pada satu sisi dari tanda sama dengan.
Namun, andaikata bahwa kita perlu menentukan koefisien pengerem untuk seorang penerjun dengan masa
yang diketahui, agar mencapai suatu kecepatan yang telah ditemtukan sebelumnya dalam jangka waktu
tertentu. Walaupun persamaan (II.3) menyediakan suatu gambaran matematis dari hubungan timbal-balik
antara peubah dan parameter model, tetapi persamaan itu tidak dapat diselesaikan secara eksplisit untuk
koefisien pengerem. Cobalah. Tidak ada cara untuk menyusun kembali persamaan tersebut sehingga c
terisolasi pada satu sisi dari tanda sama dengan. Dalam kasus demikian, c dinamakan implisit.
Ini jelas merupakan suatu delema, karena banyak masalah rancangan rekayasamelibatkan rincian sifat atau
kompusisi suatu sistem (seperti yang dinyatakan oleh parameternya) untuk memastikan bahwa ia bekerja
sesuai dengan yang diinginkan (seperti yang digambarkan oleh peubah-peubahnya). Jadi, masalah-masalah
ini kerapkali memerlukan penentuan parameter-parameter yang implisit.
Pemecahan dilema tersebut diberikan oleh metode numerik untuk akar persamaan. Untuk menyelesaikan
masalahnya dengan menggunakan metode numerik, adalah biasa untuk mengungkapkan kembali persamaan
(II.3). Ini dikerjakan dengan mengurangkan peubah takterbatas v dari kedua ruas persamaan untuk
memberikan
f (c ) =
gm
c
[ ]
1 − e −(c / m )t − v (PT2.4)
Nilai c yang membuat f (c ) = 0 merpakan akar persamaan. Nilai ini juga menyatakan koefisien pengerem
yang menyelesaikan masalah rancangan.
Bagian II buku in menangani aneka ragam metode numerik dan grafis untuk menentukan akar-akar dari
hubungan-hubungan seperti Persamaan (II.4). Teknik-teknik ini selain dapat diterapkan pada masalah desain
rekayasa yang didasarkan pada prinsip dasar yang tertera dalam Tabel II.1, juga dapat diterapkan pada
banyak masalah lain yang secara rutin dihadapi dalam pratek rekayasa.
Menurut definisi, fungsi yang diberikan oleh y = f ( x ) bersifat aljabar jika dapat diungkapkan dalam
bentuk
dimana tiap f adalah polinom dalam x, Polinom adalah suatu kelas sederhana dari fungsi-fungsi aljabar yang
secara umum dinyatakan oleh
f n ( x ) = a0 + a1 x + ... + an x n (PT2.6)
di mana tiap a adalah konstanta. Beberapa contoh yang khas adalah
dan
f (x ) = 5 x 2 − x 3 + 7 x 6 (PT2.8)
Fungsi transenden adalah fungsi yang bukan bersifat aljabar. Termasuk disini fungsi-funnsi trigonometri,
eksponen, logaritma, dan lainnya yang kurang terkenal. Contoh-contohnya adalah
f (x ) = e − x − x (PT2.9)
f ( x ) = sin x (PT2.10)
f ( x ) = In x 2 − 1 (PT2.11)
Walaupun terdapat berbagai kasus di mana akar-akar kompleks dari bukan polinom penting diperhatikan,
tetapi situasi yang demikian kurang umum dibandingkan dengan polinom. Sebagai akhibatnya, metode yang
baku untuk menemukan akar yang secara khas masuk kedalam dua bidang yang berkaitan tetapi juga
berbeda:
1. Penentuan akar-akar bilangan riil persamaan yang bersifat aljabar dan transenden. Teknik-teknik ini
dirancang untuk menentukan nilai suatu akar tunggal berdasar pengetahuan sebelumnya dari lokasi
hampirannya.
2. Penentuan semua akar bilangan riil dan kompleks polinom. Metode-metode ini secara khas dirancang
untuk polinom. Mereka secara sitematis menentukan semua akar polinom ketimbang satu akar tunggal
yang memberikan lokasi hampiran.
Dalam buku ini, pembahasan difokuskan pada bidang masalah yang pertama. Karena metode-metode yang
sengaja dirancang untuk polinom berada di luar camkupan buku ini, maka metode-metode tersebut tidak
akan dibahas. Namun, kita akan menjelaskan salah satu pendekatan itu, yakni metode Bairtow, ketika kita
membahas nilai karakteristik pada Bab 21.
PT2.3 ORIENTASI
Beberapa orientasi akan bermanfaat sebelum melanjutkan ke metode-metode numerik guna penentuan akar-
akar persamaan. Yang berikut dimaksudkan untuk memberi Anda suatu gambaran ikhtisar mengenai materi
dalam Bagian II. Selain itu, telah dimaksudkan beberapa tujuan untuk membantu memfokuskan usaha-usaha
Anda pada waktu mengkaji materi.
Bab 5 meliput metode-metode terbuka (open methods). Metode-metode ini menyangkut iterasi coba-coba
yang sistematis tetapi tidak mensyaratkan bahwa terkaan awal mengurung akar. Akan tetapi lihat bahwa
metode-metode ini secara komputasi biasanya lebih efisien dari pada metode-metode pengurung, tetapi
bahwa metode-metode tersebut tidak selalu berhasil. Metode-metode iterasi satu titik, Newton-Raphson, dan
secant akan digambarkan. Metode grafis dipakai untuk menyediakan wawasan geometri untuk kasus dimana
metode-metode terbuka tidak berhasil. Rumus-rumus akan dikembangkan yang memberikan gagasan
seberapa cepat metode-metode terbuka menuju ke akar.
Bab 6 memperluas konsep-konsep diatas masalah rekayasa nyata. Studi kasus digunakan untuk melukiskan
kekuatan dan kelemahan masing-masing metode dan memberikan wawasan kedalam penerapan teknik-
teknik didalam praktek profesional. Studi kasus dalam Bab 6 juga menyoroti imbal-balik (seperti dibahas
dalam Bagian I ) yang bertalian dengan beragam metode Epilog. Epilog berisi perbandingan terinci tentang
metode-metode yang dibahas dalam Bab 4 dan 5. perbandingan ini mencakup uraian imbal-balik yang
berkaitan pada penggunaan yang tepat dari masing-masing teknik. Pasal ini juga menyediakan ikhtisar
rumus-rumus penting, bersama dengan acuan untuk beberapa metode numerik yang berada diluar cangkupan
buku ini.
Tujuan komputer. Buku ini memperlengkapi Anda dengan perangkat lunak, program komputer sederhana,
algoritma, dan bagan alir untuk mengimplementasikan teknik-teknik yang dibahas dalam Bagian II.
Semuanya mempunyai kegunaan sebagai alat belajar.
Perangkat lunak yang fakulatif TOLKIT Elektronik, adalah akrab-pemakai. Perangkat lunak tersebut berisi
metode bagidua untuk menentukan akar-akar bilangan riil dari persamaan-persamaan yang bersifat aljabar
dan transenden. Grafis yang dihubungkan dengan perangkat lunak akan memungkinkan Anda dengan
mudah membayangkan perilaku fungsi yang sedang dianalisis. Perangkat lunak tersebut dapat dipakai
dengan baik sekali untuk menentukan akar-akar persamaan sampai tingkat ketepatan berapa pun yang
diinginkan TOOLKIT Elektronik mudah diterapkan dalam menyelesaikan banyak masalah praktis dan dapat
dipakai untuk mengecek hasil-hasil program komputer yang mungkin Anda kembangkan sendiri.
Bab tentang akar persamaan ini akan membahas metode-metode yang menfaatkan
kenyataan bahwa suatu fungsi secara khas bernganti tanda disekitar suatu akar. Teknik-
teknik ini disebut metode pengurung (bracketing method) karena diperlukan dua terkaan
awal untuk akar. Seperti yang tersirat oleh namanya, terkaan ini harus ”mengurung” atau
berada pada kedua sisi dari akar. Metode-metode khusus yang digambarkan disini
menerapkan strategi yang berbeda untuk secara sistematis mengurangi lebar kurungan dan
oleh karena itu menuju ke akar yang benar.
Sebagai awal dari teknik-teknik ini, secara singkat akan kita bahas metode grafis
untuk melukiskan fungsi dan akar-akarnya. Selain menyediakan terkaan kasar, teknik
grafis juga berguna untuk membayangkan sifat-sifat fungsi dan perilaku berbagai metode
numerik.
Metode yang sederhana untuk memperoleh taksiran atas akar persamaan f ( x ) = 0 adalah
membuat gambar grafis fungsi dan mengamati dimana ia memotong sumbu x. Titik ini,
yang mewakili nilai x untuk mana f ( x ) = 0 , memberikan aproksimasi (hampiran) kasar
dari akar.
CONTOH 4.1
Pendekatan Grafis
Penyelesaian: Masalah ini dapat dipecahkan dengan cara menentukan akar Persamaan
(PT2.4) dengan memakai parameter t = 10, g = 9,8, v = 40, dan m = 6,8 :
9,8(68,1)
f (c ) =
c
( )
1 − e −(c / 68,1)10 − 40
atau
f (c ) =
667,38
c
(
1 − e −0,146843c ) − 40 (E4.1.1)
Beragam nilai c dapat disubstitusi ke ruas kanan persamaan ini untuk menghitung
c f(c)
4 34,115
8 17,653
12 6,067
16 -2,269
20 -8,401
f (c )
40
20
Akar
0
4 8 12 20
-10 GAMBAR 4.1 Pendekatan Grafis untuk menentukan akar-akar suatu per-
Samaan.
Titik-titik ini dirajah (diplot) pada Gambar 4.1. kurva yang dihasilkan memotong
sumbu c antara 12 dan 16. pemeriksaan visual rajahan tersebut menyediakan taksiran
akar yang kasar sebesar 14,75. kesahihan taksiran grafis dapat diperiksa dengan
mensubstitusikannya ke Persamaan (E4.1.1) untuk menghasilkan
667,38
f (14,75) =
14,75
(1 − e −0,146843(14,75) ) − 40
= 0,059
yang dekat ke nol. Kesahihan itu dapat pula diperiksa dengan mensubstitusikannya ke
persamaan (PT2.4) bersama dengan nilai-nilai parameter dari contoh ini untuk
memberikan
9,8(68,1)
v=
14,75
(1 − e −(14,75 / 68,1)10 ) = 40,059
f (x )
x
f (x ) (a)
x
f (x ) (b)
(c) x
f (x )
GAMBAR 4.2 Ilustrasi sejumplah cara umum bahwa suatu akar mungkin ter-
x jadi dalam selang yang ditentukan oleh batas bawah xl dan batas atas xu . Ba-
xl xu gian (a) dan (c) menunjukan bahwa f ( xl ) dan f ( xu ) keduanya bertanda sa-
ma, maka didalam selang tidak akan terdapat akar atau terdapat akar sebanyak -
(d) bilangan genap. Bagian (b) dan (d) menunjukan bahwa jika fungsi berbeda tan-
da pada titik-titk ujung, maka dalam selang akan terdapat akar sebanyak bilang-
an ganjil.
Selang itu terdapat akar sebanyak bilangan ganjil. Seperti ditunjukan oleh Gambar 4.2a
dan Gambar 4.2c, jika f ( xl ) dan f ( xu ) bertanda sama, maka diantara nilai-nilaitersebut
tidak terdapat akar sebanyak bilangan genap.
Walaupun perampatan (generalisasi) ini biasanya benar, tetapi terdapat kasus-kasus
dimana hal tersebut tidak berlaku. Misalnya, akar ganda, yakni fungsi yang
bersinggungan terhadap sumbu x (Gambar 4.3a), dan fungsi takkontinu (Gambar 4.3b)
dapat melanggar prinsip-prinsip ini. Contoh dari fungsi yang mempunyai akar ganda
adalah persamaan derajat tiga (cubic equation) f ( x ) = ( x − 2 )( x − 2 )(x − 4 ) . Perhatikan
bahwa x = 2 membuat dua faktor polinom ini sama dengan nol. Oleh karena itu, x = 2
dinamakan akar ganda. Pada akir Bab 5, akan disajikan teknik yang dngan sengaja
dirancang untuk melokasikan akar-akar ganda.
Keberadaan kasus-kasus dari jenis yang dilukiskan dalam Gambar 4.3 menimbulkan
kesukaran untuk mengembangkan algoritma-altoritma komputer umum yang menjamin
menemukan semua akar didalam suatu selang. Namun, jika ia dipakai bersama-sama
dengan pemdekatan grafis, metode-metode yang digambarkan dalam pasal-pasal berikut
sangat berguna untuk menyelesaikan banyak masalah akar-akar persamaan yang secara
rutin dihadapi oleh para insinyur dan matematikawan terpaan.
CONTOH 4.2
Pemakaian Grafik Komputer untuk Menemukan Akar
f (x )
(a)
f (x )
x
xl xu
(b)
GAMBAR 4.3 Ilustrasi dari beberapa kekecualian terhadap kasus-kasus umum yang dilukiskan dalam
Gambar 4.2. (a) Akar ganda yang terjadi jika fungsi bersinggungan terhadap sumbu x . Untuk kasus ini,
walaupun titik-titik ujung berlawanan tanda, tetapi terdapat sejumplah bilangan genap akar untuk selang
tersebut. (b) Fungsi takkontinu di mana titk-titik ujung yang berlawanan tanda juga mengurung
sejumplah bilangan genap akar. Diperlukan strategi khusus guna menentukan akar-akar dalam kasus-
kasus ini.
wawasan dan gagasan yang ditimbulkan adalah releven terhadap grafik komputer pada
umumnya.
Fungsi
f ( x ) = sin 10 x + cos 3 x
mempunyai beberapa akar sepanjang rentang mualai dari x = -5 sampai x = 5.
gunakanlah grafik komputer untuk maendapatkan wawasan tentang perilaku fungsi
ini.
Pada waktu menerapkan teknik grafis dalam Contoh 4.1, Anda telah melihat (Gambar 4.1)
bahwa f (x ) berubah tanda pada pihak yang berlawanan dari akar. Secara umum, jika
f (x )
f (x ) f (x )
x x
(a) (b)
Bisection Method
f (x )
(c)
GAMBAR 4.4 Pembesaran setahap demi setahap f ( x ) = sin 10x + cos 3x oleh komputer. Penggambaran
grafik secara interatif yang demikian membolehkan para analis untuk menetapkan bahwa terdapat dua akar x
= 4,2 dan x = 4,3
bernilai riil dan kontinu dalam selang mulai dari xl sampai xu serta f ( xl ) dan f (xu )
berlawanan tanda,yakni,
f ( xl ) f ( x u ) < 0 (4.1)
Langkah 1: Pilih xl bawah dan xu puncak taksiran untuk akar, sehingga perubahan
fungsi mencakup seluruh interval. Hal ini dapat diperiksa dengan memas-
tikan f ( xl ) f ( xu ) < 0.
Langkah 2: Taksiran oleh x r ditentukan oleh
xl + xu
xr =
2
Langkah 3: buat evaluasi berikut untuk memastikan pada bagian interval mana akan
berada
GAMBAR 4.5 Algoritma untuk bagidua. Prosedur ini diteruskan sampai taksiran akar cukup akurat
memenuhi syarat Anda.
112
GAMBAR 4.6 Penggambaran grafis metode bagidua. Gambar grafis ini sesuai dengan tiga iterasi pertama
dari Contoh 4.3.
CONTOH 4.3
Bagidua (Bisection)
Pernyataan Masalah: Gunakan bagidua untuk memecahkan masalah yang sama yang
didekati secara grafis pada Contoh 4.1.
Penyelesaian: Langkah pertama dalam bagidua adalah menerka dua nilai bilangan
anu (dalam masalah yang sekarang, c) yang memberikan nilai-nilai f (c ) berbeda
tanda. Dari Gmbar 4.1, kita dapat melihat bahwa fungsinya berubah tanda antara nilai
12 dan 16. karenanya taksiran awal akar x r terletak pada titik tengah selang
12 + 16
xr = = 14
2
Taksiran ini menyatakan galat relatif sejati ∈t = 5,3% perhatikan bahwa nilai sejati
akar adalah 14,7802). Selanjutnya kita hitung hasilkali nilai fungsi pada batas yang
lebih bawah dan pada titik tengah:
yang lebih besar dari nol, dan oleh karena itu tidak terjadi perubahan tanda antara
batas yang lebih bawah dan titik tengah. Akhibatnya, akar haruslah terletak antara 14
dan 16. Karena itu kita ciptakan selang baru dengan meredefinisi batas yang lebih
bawah sebagai 14 dan menentukan revisi taksiran akar sebagai
14 + 16
xr = = 15
2
yang menyatakan galat sejati sebesar ∈t = −1,5% . Prosesnya dapat diulang untuk
mendapatkan taksiran-taksiran yang diperhalus. Misalnya,
Oleh karena itu akarnya berada antara 14 dan 15. Batas lebih atas diredefinisi sebagai
15, dan taksiran akar untuk iterasi ketiga dihitung sebagai
14 + 15
xr = = 14,5
2
yang menyatakan galat sebesar ∈t = −1,9% . Metode dapat diulang sampai hasil cukup
cermat untuk memenuhi keperluan Anda.
Dalam contoh sebelumnya, Anda mungkin memperhatikan bahwa galat sejati tidak
berkurang dengan setiap iterasi. Namun, dalam prosesnya, selang tempat letak akar akan
diparuh pada tiap langkah. Seperti dibahas dalam pasal berikutnya, lebar selang memberi-
kan suatu taksiran batas atas galat yang eksak untuk metode bagidua.
CONTOH 4.4
Taksiran Galat untuk Bagidua
Pernyataan Masalah: Teruskan Contoh 4.3 sampai galat aproksimasi jatuh dibawah
kriteria berhenti dari ∈s = 0,5%. Persamaan (4.2) untuk menaksir galat untuk iterasi
Contoh 4.3.
Penyelesaian: Hasil dari dua taksiran pertama dari akar untuk Contoh 4.3 adalah 14
dan 15. Gunakan Persamaaan (4.2) untuk menghitung galat. Dengan mensubstitusikan
nilai-nilai ini ke dalam Persamaan (4.2) akan menghasilkan
15 − 14
∈a = 100% = 6,667%
15
Ingat kembali bahwa galat sejati untuk taksiran akar 15 adalah 1,5 persen. Jadi ∈a
lebih besar daripada ∈t . Perilaku ini ditunjukkan untuk iterasi-iterasi lainnya:
Iterasi xl xu xr ∈a ,% ∈a ,%
1 12 16 14 5,279
2 14 16 15 6,667 1,487
3 14 15 14,5 3,448 1,896
4 14,5 15 14,75 1,695 0,204
5 14,75 15 14,875 0,840 0,641
6 14,75 14,875 14,8125 0,422 0,219
Jadi sesudah enam iterasi ∈a akhirnya jatuh dibawah ∈s = 0,5% dan komputasi
bisa akhiri.
Hasil-hasil ini, bersama dengan yang untuk iterasi berikutnya, diikhtisarkan dalam
Gambar 4.7. sifat “tidak rata” dari galat sejati disebabkan karena kenyataan bahwa,
untuk bagidua, akar sejati dapat terletak dimana saja didalam selang yang dikurung.
Galat-galat sejati dan hampiran akan berdekatan bilamana selang kebetulan berpusat
pada akar sejati. Galat-galat tersebut berjauhan bilamana akar sejati berada pada salah
satu selang.
10
Hampiran
1,0
Benar
0,1
0 3 6
Iterasi GAMBAR 4.7 Galat-galat untuk metode bagidua. Galat sejati
dan hampiran digambarkan terhadap banyaknya iterasi.
walaupun galat hampiran (approximate error) tidak memberikan suatu taksiran eksak
dari galat sejati, Gambar 4.7 memberi kesan bahwa ∈a mencakup trend ke bawah yang
umum dari ∈t . Tambahan pula, gambar grafik menunjukan ciri yang sangat menarik
bahwa ∈a selalu lebih besar dari pada ∈t . Jadi, bilangan ∈a jatuh di bawah ∈s , komputa-
si dapat dihentikan dengan kepercayaan bahwa akar diketahui paling sedikit seteliti
tingkat penerimaan yang dirinci sebelumnya.
Walaupun selalu berbahaya untuk menarik kesimpulan umum dari satu contoh,
tetapi dapat diperagakan bahwa untuk metode bagidua ∈a akan selalu lebih besar dari
pada ∈t . Ini disebabkan kenyataan bahwa tiap kali suatu hampiran akar ditemukan
memakai bagidua sebagai x r = (xl + xu ) / 2 , kita ketahui bahwa akar sejati terletak disuatu
tempat didalam selang selebar ( xu − xl ) / 2 = Δx / 2 . Karena itu, akar sejati harus terletak di
antara ± Δx / 2 dari taksiran kita (Gambar 4.8). Misalnya, pada waktu Contoh 4.3
dihentikan, kita dapat membuat pernyataan yang pasti bahwa
∈r = 14,5 ± 0,5
Karena Δx / 2 = x rbaru − x rlama (Gambar 4.9), persamaan (4.2) menyediakan batas atas
yang eksak pada galat sejati. Agar batas ini dilewati, akar sejati harus jatuh diluar selang
pengurung, yang menurut definisi, tidak pernah terjadi untuk metode bagi-dua. Sebagai
diilustrasikan dalam contoh berikutnya (Contoh 4.7), teknik lain dari penemuan akar tidak
selalu berperilaku sedemikian baiknya. Walaupun bagi-dua umumnya lebih lambat dari
pada metode-metode lainnya, kerapian analisis galatnya jelas merupakan aspek positif
yang dapat membuatnya menarik untuk penerapan rekayasa tertentu.
xl xr xu
(a)
xl xr xu
(b)
xl xr xu
(c)
Δx / 2 Δx / 2
Akar sejati
GAMBAR 4.8 Tiga cara bagaimana selang mungkin mengurung akar. Dalam (a) nilai sejati terletak pada
pusat selang, sedangkan dalam (b) dan (c) nilai sejati terletak dakat ekstrim. Perhatikan bahwa
ketidaksesuaian antara nilai sejati dan titik tengahselang tidak pernah melebihi setengah lebar selang, atau
Δx / 2 .
x rbaru − x rlama
Iterasi sekarang
x rlama
x rbaru
Iterasi sebelumnya
Δx / 2
GAMBAR 4.9 Penggambaran grafis tentang mengapa taksiran galat untuk bagidua (Δx / 2) setara
terhadap taksiran akar untuk iterasi yang sekarang (x baru
r ) dikurangi taksiran akar untuk iterasi sebelumnya
(x lama
r ).
Sebelum melangkah lebih jauh ke program komputer untuk bagidua, kita seharusnya
memperhatikan bahwa hubungan (Gambar 4.9)
xu − xl
x rbaru − x rlama =
2
dan (Gambar 4.2)
xl + xu
x rbaru =
2
xu − xl
∈a = 100% (4.3)
xu + xl
Persamaan ini memberikan hasil yang identik terhadap Persamaan (4.2) untuk bagidua.
Tambahan pula, ia membolehkan kita untuk menghitung taksiran galat berdasarkan tebak-
an awal kita-yakni, pada iterasi pertama kita. Misalkan, pada iterasi pertama Contoh 4.2,
aproksimasi galat dapat dihitung sebagai
16 − 12
∈a = 100% = 14,29%
16 + 12
CONTOH 4.5
Pernyataan soal: Program komputer yang akrab untuk menerapkan metode bagi-dua
terhadap pada perangkat lunak TOOLKIT Elektronik yang tersedia berikut bukumya.
Kita dapat menggunakan perangkat lunak ini untuk menyelesaikan soal rancangan
berikut contoh terjun payung yang dibahas pada contoh 4.1, 4.3, dan 4.4. Misalkan
Anda mnginginkan payung mencapai kecepatan 40 m/ det setelah jangka waktu 7
detik. Maka, Anda harus menemukan nilai c sedemikian, seperti
0 = f (c ) =
gm
c
[ ]
1 − e −(c / m )t − v (E.4.5.1)
dengan t = 7 det dan v = 4000 cm/det.
SUBROUTINE BISECT (XL, XU, ES, XR, EA. PROCEDURE BISECTION (VAR Xl , Xu, Es, Xr, Ea : real;
* MAXIT , ITER ) Maxit , Iter : integer) ;
********************************************
* DEFINITION OF VARIABLES * Definition of variables
* XL = LOWER GUESS * Xl = lower guess
* XU = UPPER GUESS * Xu = upper guess
* XR = ROOT ESTIMATE * Xr = root estimate
* ES = STOPPING CRITERION (%) * Es = stopping criteion (%)
* EA = APPROXIMATE ERROR (%) * Ea = approximate error (%)
* AXIT = MAXIMUM ITERATIONS * Maxit = maximum iterations
* ITER = NUBER OF ITERATIONS * Iter = numer of iterations
********************************************
ITER = 0 VAR
EA = 1, . 1, * ES Test : Real
J,0 IF (EA.GT.ES.AND.ITER. LT. MAXIT) THEN { produre Bisection}
XR = (XL + XU) / 2 Begin
ITER = ITER + 1, Iter : = 0 ;
IF (XL + XU . NE . O . ) THEN Ea : = 1, . 1, * ES ;
EA = ABS (XU – XL) / (XL – XU) *1,0 0 . While ( Ea + Es ) and (Iter < Maxit )
ENDIF Begin
TEST = F (XL) * F (XR) Xr : = (Xl + Xu ) / 2 ;
IF (TEST . LT . 0 . ) THEN Iter : = Iter + 1, ;
EA = 0 . If Xl + Xu < > 0 Then
ELSE Ea : = Abs ((Xu – Xl) / (Xl + Xu)) * 1,00 . ;
IF (TEST . LT . O . ) THEN Test : = F (Xl) * F (Xr) ;
XU = XR If (Test = 0 . 0 ) then
ELSE Ea : = 0
XL = XR Else if (Test < 0.0 ) Then
ENDIF Xu : = Xr
ENDIF Else { ( Test > 0.0 ) }
GO TO 1, 0 Xl : = Xr ;
ENDIF End ;
RETURN End ; { of procedure Bisection }
END (b)
(a)
GAMBAR 4.11 Panggilan rutin untuk bagidua ditulis dalam (a) Fortran 77 dan (b) Turbo Pascal.
Catatan : Pemakai harus menentukan fungsi.
Solve for root
Bisection Method
Maximum iterrations 30
Actual iterations 16
Maximum error (%) 001
f (x) Actual errot (%) 6.5527E-04
Lower bound for root 10
Upper bound for root 15
Value of root 11.64314
f (x) at root -1.0300E-04
x
(a) (b)
GAMBAR 4.12 (a) Gambar grafik Persamaan (E.4.5.1) dan (b) hasil-hasil memakai BISECTION untuk
menemukan koefisien pengerem untuk penerjun payung jatuh.
f (xl ) f ( xu )
= (4.4)
x r − xl x r − x u
f (xu )( xl − xu )
x r = xu − (4.5)
f ( xl ) − f ( xu )
Ini adalah rumus posisi palsu. Nilai x r yang dihitung dengan Persamaan (4.5) kemudian
mengantikan salah satuterkaan awal xl atau xu , yang menghasilkan nilai fungsi yang
bertanda sama dengan f (x r ) . Dengan cara nilai-nilai xl dan xu selalu menguung akar
sejati.
f (x )
f (xu )
xr
xl x
xu
f ( xl )
GAMBAR 4.13 Pelukisan grafis metode posisi palsu. Segitiga-segitiga sebangun yang dipakai untuk
menurunkan rumus untuk metode diasir.
Proses diulang sampai akar ditaksir secara memadai. Algoritma identik dengan yang untuk
bagidua itu (Gambar 4.5) dengan kekecualian bahwa Persamaan (4.5) digunakan untuk
langkah 2. tambahan pula, kriteria penghentian yang sama [Persamaaan (4.2)] dipakai
untuk menghentikan komputasi.
CONTOH 4.6
Posisi Palsu (False Position)
Pernyataan Masalah: Gunakan metode posisi-palsu untuk menentukan akar dari persa-
maan yang sama yang diselidiki pada Contoh 4.1 [ Persamaan (E4.1.1)].
Penyelesaian: Seperti dalam Contoh 4.3, awali komputasi dengan terkaan-terkaan xl =
12 dan xu = 16.
Iterasi pertama :
xl = 12 f ( xl ) = 6,0669
xu = 16 f ( xu ) = −2,2688
− 2,2688 (12 − 16 )
x r = 16 −
6,0669 − (− 2,2688)
Mempunyai galat relatif sejati 0,89 persen.
Iterasi kedua:
f ( xl ) f (x r ) = −1,5426
Oleh karena itu, akar terletak pada subselang pertama, dan x r menjadi batas atas untuk
iterasi berikutnya xu = 14,9113.
xl = 12 f ( xl ) = 6,0669
xu = 14,9113 f ( xu ) = −0,2543
− 0,2543 (12 − 14,9113)
x r = 14,9113 − = 14,7942
6,0669 − (− 0,2543)
Hasil ini mempunyai galat relatif sejati dan hampiran 0,09 dan 0,79 persen. Tambahan
Iterasi dapat dibentuk untuk membersihkan taksiran beberapa akar.
Perasaan untuk efisiensi relatif metode-metode bagidua dan posisi-palsu dapat dipa-
hami dengan mengacu pada Gambar 4.14, dimana telah digambarkan persen galat
relatif sejati untuk contoh 4.4 dan 4.6. Perhatikan bagaimana galat untuk posisi-palsu
berkurang jauh lebih cepat daripada untuk bagidua karena skema penemuan akar yang
lebih efisien dalam metode posisi-palsu.
Ingat kembali dalam metode bagidua bahwa selang antara xl dan xu menjadi
semakin kecil selama pelaksanaan komputasi. Karena itu, selang yang didefinisikan
oleh Δx / 2 = xu − xl / 2 menyediakan suatu ukuran galat untuk pendekatan ini. Untuk
metode posisi-palsu kasusnya tidak demikian karena salah satu terkaan awal mungkin
tetap tidak berubah selama komputasi, sedangkan terkaan lainnya konvergen ke akar.
Misalnya, dalam Contoh 4.6 terkaan bawah xl tetap berada pada nol, sedangkan xu
konvergen ke akar. Untuk kasus demikian, tidak mengerut tetapi mendekati suatu nilai
konstanta.
Contoh 4.6 memberi kesan bahwa Persamaan (4.2) menyatakan kriteria galat
yang sangat konservatif. Nyatanya, Persamaaaan (4.2) sebenarnya merupakan suatu
hampiran dari ketidaksesuaian iterasi sebelumnya. Ini merupakan fakta bahwa untuk
kasus seperti contoh 4.6, di mana metode konvergen secara cepat (misalnya, galat pada
setiap iterasi berkurang dengan orde hampir satu besaan), akar untuk taksiran sekarang
x rbaru adalah taksiran ari nilai sejati yang jauh lebih baik dari pada hasil iterasi
sebelumnya x rlama . Jadi,besaran di pembilang Persamaan (4.2) sebenarnya menyatakan-
10
Bagidua
1
10-1
Persamaan galat relatif sejati
10-3
CONTOH 4.7
Kasus Di mana Bagidua Lebih Disukai daripada Posisi Palsu
Pernyataan Maalah: Gunakan bagidua dan posisi-palsu untuk menemukan akar dari
f ( x ) = x10 − 1
antara x = 0 dan 1,3.
Penyelesaian: Dengan memakai bagidua, hasil-hasilnya dapat diikhtisarkan sebagai
Iterasi xl xu xr ∈t % ∈a %
1 0 1,3 0,65 35
2 0,65 1,3 0,975 2,5 33,3
3 0,975 1,3 1,1375 13,8 14,3
4 0,975 1,1375 1,05625 5,6 7,7
5 0,975 1,05625 1,015625 1,6 4,0
Jadi, stelah lima iterasi, galat sejati direduksi menjadi lebih kecil dari 2 persen untuk
posisi-palsu, diperoleh hasil yang sangat berbeda.
Iterasi xl xu xr ∈t % ∈a %
1 0 1,3 0,09430 90,6
2 0,09430 1,3 0,18176 81,8 48,1
3 0,18176 1,3 0,26287 73,7 30,9
4 0,26287 1,3 0,33811 66,2 22,3
5 0,33811 1,3 0,40788 59,2 17,1
Setelah lima iterasi, galat sejati hanya direduksisekitar 59 persen. Selain itu, perhatik-
an bahwa ∈a < (∈t ) . Jadi, galat hampirannya adalah menyesatkan. Pengertian
tentang hasil-hasil ini dapat diperoleh dengan memeriksa suatu gambaran grafik dari
fungsi. Seperti dalam Gambar 4.15, kurva tersebut melanggar premis yang
merupakan dasar dari posisi palsu –yakni, jika f ( xl ) jauh lebih dekat ke nol daripada
f ( xu ) , maka akarnya lebih dekat ke xl ketimbang ke xu (ingat kembali Gambar 4.13)
karena bentuk dari fungsi yang sekarang, sebaliknyalah yang benar.
Contoh diatas memberikan ilustrasi bahwa perampatan terselubung dengan meman-
dang metode-metode penemuam-akar biasanya tidak mungkin. Walaupun metode
seperti posisi-palsu biasanya lebih ulung terhadap bagidua, tampa kecuali terdapat
kasus-kasus khas yang melanggar kesimpulan umum. Karena itu, sebagai tambahan
pada penggunaan Persamaan (4.2), hasil-hasilnya dapat dicek dengan mensubtitusikan
taksiran akar ke dalam persamaan semula dan menentukan apakah hasilnya dekat ke
nol. Pengecekan yang demikian harus dimasukkan kedalam semua program komputer
untuk penemuan akar.
f (x )
10
0
1,0 x
GAMBAR 4.15 Gambaran grafik dari f ( x ) = x .
10
f (x )
x0 x1 x2 x3 x4 x5 x6 x
GAMBAR 4.16 Kasus di mana akar dapat terlewati karena panjang pertambahan dari prosedur
pencarian terlalu besar. Perhatikan bahwa akar yang terakhir adalah ganda dan akan terlewati tampa
menghiraukan panjang pertambahan.
SOAL-SOAL
Perhitungan Tangan
4.1 Tentukan akar-akar riil dari
f (x ) = −0,9 x 2 + 1,70 x + 2,5
(a) Secara grafis.
(b) Dengan memakai rumus kuadrat.
(c) Dengan menggunakan tiga iterasi metode bagidua untuk menentukan akar terbesar. Gunakan
terkaan-terkaaan awal xl = 2,8 dan xu = 3,0 . Hitung taksiran galat ∈a dan galat sejati ∈t setelah
tiap iterasi.
4.2 Tentukan akar-akar riil dari
f ( x ) = −2,0 + 6,2 x − 4,0 x 2 + 0,70 x 3
(a) Secara grafis
(b) Dengan memakai bagidua untuk menemukan akar terkecil. Gunakan terkaan-terkaan awal
xl = 0,4 dan xu = 0,6 dan interasikan sampai taksiran galat ∈a berada dibawah tingkat ∈s = 10
persen.
4.3 Tentukan akar-akar riil dari
f (x ) = −24 + 80 x − 90 x 2 + 42 x 3 − 8,7 4 + 0,66 x 5
(a) Secara grafis
(b) Dengan memakai bagidua untuk menentukan akar terbesar sampai ∈s = 1 %. Gunakan terkaan-
terkaan awal xl = 4,5 dan xu = 5.
(c) Lakukan komputasi yang sama seperti dalam (b) tetapi gunakan metode posisi-palsu.
4.4 Tentukan akar-akar riil dari
f (x ) = 9,34 − 21,97 x + 16,3x 2 + 3,7043
(a) Secara grafis.
(b) Dengan memakai metode posisi-palsu dengan nilai ∈s yang berpadanan sampai dua angka
bena untuk menentukan akar yang terkecil.
4.5 Lokasikan akar taktrivial yang pertama dari tan x = 1,2x di mana x dalam radial. Gunakan teknik
grafis dan bagidua dengan selang awal mulai dari 0,4 sampai 0,8. lakukan komputasi sampai ∈a
lebih kecil dari ∈s = 10 persen. Juga lakukan pengecekan galat dengan mensubtitusikan jawab akhir
Anda ke dalam persamaan semula.
4.6 Temtukan akar riil dari in x = 0,5.
(a) Secara grafis.
(b) Dengan memakai tiga iterasi dari metode bagidua dengan terkaan-terkaan awal xl = 1 dan
xu = 2.
(c) Dengan memakai tiga iterai dari metode posisi-palsu dan terkaan awal sama seperti di (b).
4.7 Tentukan akar riil dari
1 − 0,61x
f (x ) =
x
(a) Secara analisis.
(b) Secara grafis.
(c) Dengan memakai tiga iterasi dari metode posisi-palsu dan terkaan-terkaan awal sebesar 1,5 dan
2,0. hitung hampiran galat ∈a dan galat sejati ∈t setelah tiap iterasi.
4.8 Cari akar kuadrat dari 11 dengan memakai metode posisi-palsu sampai ∈s = 0,5 persen. Terapkan
terkaan-terkaan awal xl = 3 dan xu = 3,4.
4.9 Cari akar positif terkecil dari fungsi (x dalam radial)
x 2 sin x = 4,1
dengan memakai metode posisi-palsu. Untuk menemukan daerah letak akar, pertama gambarkan
grafik fungsi ini untuk nilai-nilai x antra 0 dan 4. lakukan komputasi sampai ∈a berada di bawah
∈s = 1 persen. Cek jawab akhir Anda dengan mensubtitusikannya ke dalam fungsi semula.
4.10 Cari akar riil positif dari
f ( x ) = x 4 − 8,5 x 3 − 35,50 x 2 + 465 x − 1000
dengan memakai metode posisi-palsu. Gunakan gambar grafik (plot) untuk membuat terkaan awal
Anda, dan lakukan komputasi sampai ∈s = 0,1 persen.
4.11 Tentukan akar riil dari
f ( x ) = x 3 − 98
(a) Secara analitis.
(b) Dengan metode posisi-palsu sampai ∈s = 0,1 persen.
4.12 Kecepatan seorang penerjun payung yang sedang jatuh diberikan oleh
v=
gm
c
[
1 − e −(c / m )t ]
di mana g = 9,8. Untuk penerjun payung dengan koefisien tarik c = 13,5 kg/detik, hitung masa m
sehingga kecepatan v = 3600 cm/det. Pada saat t = 6 det. Gunakan metode posisi-palsu untuk
menentukan m sampai tingkat ∈s = 0,1 persen.
CONTOH 5.1
Iterasi Satu-Titik Sederhana
Pernyataan Masalah: Gunakan iterasi satu-titik sederhana untuk menemukan akar
f ( x ) = e − x − x.
Penyelesaian: Fungsi ini dapat secara langsung dipisahkan dan diungkapkan dalam
bentuk Persamaan (5.2) sebagai xi +1 = e − xi . Mulai dengan terkaan awal x0 = 0 ,
persamaan iterasi ini dapat diterapkan untuk menghitung:
Iterasi, i xi ∈t % ∈a %
0 0 100
1 1,000000 76,3 100,0
2 0,367879 35,1 171,8
3 0,692201 22,1 46,9
4 0,500473 11,8 38,3
5 0,606244 6,89 17,4
6 0,545396 3,83 11,2
7 0,579612 2,20 5,90
8 0,560115 1,24 3,48
9 0,571143 0,705 1,93
10 0,564879 0,399 1,11
Jadi, setiap iterasi menbuat taksiran semakin dekat ke nilai akarnya yang sejati, atau
0,56714329.
5.1.1 Kekonvergenan
Perhatikan bahwa galat relatif yang eksak untuk tiap iterasi dari Contoh 5.1 secara
kasar sebanding terhadap galat dari iterasi sebelumnya (oleh faktor kira-kira 0,5 sampai
0,6). Sifat ini, dinamakan kekonvergenan linear, merupakan ciri iterasi satu titik.
Selain daripada “laju “ kekonvergenan, pada kesempatan ini kita harus memberi-
kan komentar tentang “kemungkinan” kekonvergenan. Konsep kekonvergenan dan
kedivergenan dapat dilukiskan secara grafis. Ingat kembali bahwa dalam pasal 4.1, kita
telah menggrafikkan suatu fungsi agar menvisualisasikan struktur dan perilaku (contoh
4.1). Fungsi ini digambar grafiknya lagi dalam Gambar 5.2a untuk fungsi
f ( x ) = e − x − x. Pendektan grafis lain adalah memisahkan persamaan f ( x ) = 0 kedalam
dua bagian komponen, seperti dalam
f1 (x ) = f 2 (x )
Maka kedua persamaan
y1 = f1 (x ) (5.3)
dan
y 2 = f 2 (x ) (5.4)
f (x )
f ( x ) = e − x − x.
Akar
(a)
f (x )
f1 ( x ) = x
f 2 (x ) = e − x
Akar
x
(b)
GAMBAR 5.2 Dua alternatif metode grafis untuk menemukan akar dari f ( x ) = e − x. (a) akar
−x
pada titik di mana fungsi memotong sumbu x ; (b) akar pada perpotongan fungsi-fungsi komponen.
CONTOH 5.2
Metode Grafis Dua-Kurva
Pernyataan Masalah: Pisahkan persamaan e − x − x = 0 menjadi dua bagian dan
tentukan akarnya secara grafis.
x y1 y2
Titik-titik ini dirajah (diplot) pada Gambar 5.2b. perpotongan kedua kurva
menunjukkan suatu taksiran akar sebesar x ≅ 0,57 , yang berpadanan dengan titik di
mana kurva tunggal dalam Gambar 5.2a memotong sumbu x.
y y
y1 = x y1 = x
y 2 = g (x )
y 2 = g (x )
x 2 x1 x0 x x0 x
(a) (b)
y y
y 2 = g (x ) y 2 = g (x )
y1 = x y1 = x
x0 x x0 x
(c) (d)
GAMBAR 5.3 Pelukisan dari kekonvergenan (a) dan (b) serta kedivergenan (c) dan (d) dari iterasi satu-
titik sederhana. Grafik (a) dan (c) dinamakan pola monoton, sedangkan (b) dan (d) dinamakan pola
berayun (oscillating) atau spiral. Perhatikan bahwa kekonvergenan terjadi jika g ' (x ) < 1 .
Untuk kasus pertama (Gambar 5.3a), terkaan awal x0 dipakai untuk menentukan
titik yang berpadaan [x0 , g ( x0 )] pada kurva y 2 . Titik-titk [x1 .x1 ] ditemukan dengan
bergerak ke kiri mendatar ke kurva y1 . Gerakan-gerakan ini setara dengan iterasi perta-
ma dalam metode satu-langkah:
x1 = g (x0 )
Jadi, dalam persamaan dan juga Gambar grafik, nilai yang mengawali x0 dipakai untuk
memperoleh taksiran x1 . Iterasi berikutnya terdiri atas memindahkan ke [x1 , g ( x1 )] dan
kemudian [x 2 .x 2 ] . Iterasi ini setara dengan persamaan
x 2 = g ( x1 )
Penyelesaian dalam Gambar 5.3a konvergen karena taksiran dari x bergerak pada tiap
iterasi semakin dekat ke akar. Hal yang sama berlaku untuk Gambar 5.3b. Namun,
tidak demikian halnya untuk Gambar 5.3c dan d, dimana iterasinya menjauhi akar.
Perhatikan bahwa kekonvergenan hanya terjadi jika nilai mutlak kemiringan y 2 = g (x )
lebih kecil daripada kemiringan y1 = x , yakni bilamana g ' (x ) < 1 . Kotak 5.1
menyediakan penurunan teoritis hasil ini.
KOTAK 5.1: Kekonvergenan dari Iterasi Satu-Titik
xr − xi +1 = g (xr ) − g ( xi ) (B5.1.1)
Jika galat sejati untuk iterasi i didefinisikan
sebagai
GAMBAR 5.4 Kode pseudo untuk iterasi satu-titik. Perhatikan bahwa metode terbuka lainnya dapat
membuat dalam bentuk umum ini.
f (x )
Kemiringan= f ' ( xi )
f ( xi )
f (xi ) − 0
0
xi +1 xi x
xi − xi +1
GAMBAR 5.5 Pelukisan grafis metode Newton-Raphson. Garis singgung pada fungi di xi [yakni,
f ' ( xi ) ] diekstrapolasikan kebawah ke sumbu x untuk memberikan suatu taksiran akar di xi +1 .
f (x ) − 0
f ' ( xi ) = (5.5)
xi − xi +1
f ( xi )
xi +1 = xi − (5.6)
f ' ( xi )
KOTAK 5.2 Penurunan dan Analis Galat Metode Newton-Raphson dari urutan Daret
Taylor.
Selain dari penurunan geometri [Persamaan Ke dalam Persamaan (B5.2.1) akan menghasil-
(5.5) dan (5.6)], metode Newton-Raphson juga kan
dapat dikembangkan dari uraian deret Taylor. 0 = f ( xi ) + f ' ( xi ) (xr − xi )
Penurunan alternatif ini berguna dalam
f " (ξ )
memberikan wawasan
kekonvergenan metode.
tentang laju
+ (xi+1 − xi )2 (B5.23)
2
Ingat kembali dalam Bab 3 bahwa uraian
di mana suku orde ketiga dan yang lebih tinggi
(ekspansi) deret Taylor dapat disajikan sebagai tetap dihilangkan. Persamaan (B5.2.2) dapat
f (xi+1 ) = f (xi ) + f ' ( xi ) ( xi +1 − xi ) dikurangkan dari Persamaan (b5.2.3) untuk
f " (ξ ) memberika
+ (xi+1 − xi )2 (B5.2.1) f " (ξ )
2 0 = f ' ( xi ) (xr − xi+1 ) + (xr − xi )2
2
di mana ξ terletak sembarang dalam selang xi
(B5.2.4)
sampai xi +1 . Suatu versi hampiran dapat Sekarang, sadarilah bahwa galat adalah sama
dengan diskrepamsi (ketidaksesuaian) antara
diperoleh dengan memotong deret setelah suku
turunan pertama: xi +1 dan nilai sejati xr seperti dalam
f (xi +1 ) ≅ f ( xi ) + f ' ( xi ) ( xi +1 − xi ) Et ,i +1 = xr − xi +1
Pada perpotongan dengan sumbu x, f ( xi +1 ) dan Persamaan (B5.2.4) dapat diungkapkan
akan sama dengan nol,atau: sebagai
f " (ξ )
0 ≅ f (xi ) + f ' ( xi ) ( xi +1 − xi ) (B5.2.2) 0 = f ' (xi ) Et ,i +1 + Et ,i 2 (B5.2.5)
yang dapat diselesaikan untuk
2
f (xi ) Jika kita asumsikan kekonvergenan, xi dan ξ
xi +1 = xi −
f ' (xi ) pada akhirnya harus dihampiri oleh akar xr ,
yang identik dengan Persamaan (5.6). Jadi,kita dan Persamaan (B5.2.5) dapat disusun kembali
telah menurunkan rumus Newton-Raphson agar menghasilkan
dengan memakai deret Taylor. − f " ( xr )
Selain dari penurunan, deret Taylor juga Et ,i+1 ≅ E 2 (B5.2.6)
2 f ' xr t +1
dapat dipakai untuk menaksir galat rumus
tersebut. Ini dapat dikerjakan dengan menyadari Menurut Persamaan (B5.2.6), secara kasar galat
bahwa jika digunakan deret Taylor yang sebanding dengan kuadrat galat sebelumnya. Ini
lengkap, maka akan diperoleh hasil yang eksak. berarti bahwa banyaknya posisi desimal yang
benar kira-kira akan berlipat dua pada tiap
Untuk situasi ini xi+1 = xr , dimana xr adalah iterasi. Perilaku yang demikian diacu sebagai
nilai sejati dari akar. Dengan mensubstitusikan kekonvergenan kuadratis.Contoh 5.4 memani-
nilai ini bersama dengan f ( xr ) = 0 festasikan sifat ini.
CONTOH 5.3
Metode Newton-Raphson
Pernyataan Masalah: Gunakan metode Newton-Raphson untuk menaksir akar
dari e − x − x dengan menerapkan terkaan awal x0 = 0 .
Penyelesaian : Turunan petama fungsi itu dapat dievaliasi sebagai
f ' ( x ) = −e − x − 1
e − xi − x i
xi +1 = xi −
− e − xi − 1
Mulai dengan terkaan awal x0 = 0 , persamaan iterasi ini dapat diterapkan untuk
menghitung:
Iterasi, i xi ∈t %
0 0 100
1 0,500000000 -11,8
2 0,566311003 0,147
3 0,567143165 0,0000220
4 0,567143290 < 10-8
Jadi, pendekatan secara cepat konvergen ke akar sejati. Perhatikan bahwa galat
relatif pada tiap iterasi berkurang jauh lebih cepat dibandingkan pada iterasi satu-
titik sederhana (bandingkan dengan Contoh 5.1)
CONTOH 5.4
Analisa Galat dari Metode Newton-Raphson
Pernyataan Masalah: seperti yang disimpulkan dalam Kotak 5.2, metode Newton-
Raphson akan konvergen secara kuadrat. Yakni, secara kasar galat sebanding deng-
an kuadrat galat sebelumnya, seperti dalam
f " (x r ) 2
Et ,i +1 ≅ − E t ,i (E5.4)
2 f ' (x r )
Periksa rumus ini dan lihat apakah ia dapat diterapkan untuk Contoh 5.3.
yang dekat ke galat sejatinya yang sebesar = 0,06714329. untuk iterasi berikutnya,
Et , 2 ≅ 0,18095(0,06714329) = 0,0008158
2
yang juga cocok dibandingkan dengan galat sejati sebesar 0,0008323. untuk iterasi
ketiga,
Et ,3 ≅ 0,18095(0,0008323) = 0,000000125
2
Yang ternyata tepat sekali merupakan galat yang diperoleh dalam Contoh 5.3.
taksiran galat akan makin membaik dalam cara ini karena bagian kita semakin
mendekat ke akar, xi dan ξ akan lebih baik diaproksimasikan oleh x r [ingat
kembali asumsi kita dalam beralih dari Persamaan (B5.2.5) ke Persamaan (B5.2.6)
dalam Kotak 5.2]. akhirnya,
Et , 4 ≅ 0,18095(0,000000125) = 2,83 x 10 −15
2
Jadi, contoh ini memberi gambaran bahwa galat dari metode Newton-Raphson
untuk kasus ini, nyatanya kira-kira sebanding (oleh faktor sebesar 0,18095) dengan
kuadrat galat dari iterasi sebelumnya.
5.2.2 Jebakan-jebakan yang Terdapat pada Metode Newton-
Raphson
Walaupun metode Newton-Raphson biasanya sangat efisien, terdapat situasi di mana ia
berjalan dengan buruk. Sebuah kasus yang khusus-yaitu akar ganda- akan dibicarakan
pada akhir bab ini. Namun, bahkan bilamana menangani akar-akar yang sederhana,
kadangkala timbul kesukaran, seperti dalam contoh berikut.
CONTOH 5.5
Contoh Fungsi yang Konvergen Secara Lambat dengan Memakai Metode
Newton-Raphson
Iterasi xi
0 0,5
1 51,65
2 46,485
3 41,8365
4 37,65285
5 33,887565
Jadi, setelah ramalan jelek petama, teknik konvergen ke akar sejati 1, tetapai pada
laju yang sangat lambat.
Selain dari kekonvergenan yang lambat karena sifat alami dari funsi tersebut,
kesukaran lain dapat timbul, seperti yang diilustrasikan dalam Gambar 5.6. Misalnya,
Gambar 5.6a melukiskan kasus dimana suatu titik balik (inflection point)-yakni
f " (x ) = 0 -terjadi disekitar suatu akar. Perhatikan bahwa iterasi dimulai pada x0 yang
semakin lama semakin mrnjauhi akar. Gambar 5.6b mengilustrasikan tendensi teknik
Newton-Raphson yang berayun, memutari suatu maksimum atau minimal lokal.
Ayunan ( oscillations) dapat terus berlangsung, atau seperti dalam Gambar 5.6b, suatu
kemiringan yang hampir nol dicapai yang mengakibatkan penyelesaiannya menjadi
daerah yang diminati. Gambar 5.6c memperlihatkan bagaimana suatu terkaan awal
yang dekat ke salah satu akar dapat meloncat ke suatu tempat beberapa akar lebih jauh.
Tendensi untuk bergerak menjauh dari daerah yang diminati ini disebabkan oleh kenya-
taan bahwa dijumpai kemiringan-kemiringan yang hampir nol. Jelaslah, suatu kemi-
ringan nol [ f ' ( x ) = 0] merupakan bencana yang nyata karena ia menyebabkan adanya
pembagian dengan nol dalam rumus Newton-Raphson [Persamaan (5.6)]. Secara grafis
( Gambar 5.6d), ini berarti bahwa penyelesaian melesetsecara mendatar dan tidak
pernah mengenai sumbu x.
Satu-satunya pengobatan untuk situasi ini adalah dengan mempunyai terkaan
awal yang dekat ke akar. Pengetahuan ini, tentu saja mendasarkan pada pengetahuan
tentang keadan masalah fisis atau sarana seperti grafik yang memberikan wawasan
berkenaan dengan perilaku penyelesaian. Disarankan juga bahwa perangkat lunak
komputer yang baik harus dirancang untuk mengenali kekonvergenan atau kediver-
genan yang lambat. Pasal berikutnya akan membahas beberapa persoalan ini.
f (x )
x1 x0 x2
x
(a)
f (x )
x0 x 2 x 4 x3 x1 x
(b)
f (x )
x2 x1
x0 x
(c)
f (x )
x0 x1 x
(d)
GAMBAR 5.6 Empat kasus di mana metode Newton-Raphson menunjukan kekonvergenan yang buruk
f (xi )( xi +1 − xi )
xi +1 = xi − (5.7)
f (xi −1 ) − f (xi )
f (x )
f ( xi )
f ( xi −1 )
xi −1 xi x
GAMBAR 5.7 Pelukisan grafis metode secant. Yeknik ini serupa dengan teknik Newton-Raphson
(Gambar 5.5) dalam arti bahwa suatu taksiran akar diramal dengan mengekstrapolasi garis singgung
fungsi ke sumbu x. Namun, metode secant memakai suatu beda (difference) ketimbang turunan untuk
menaksir kemiringan.
Persamaan (5.7) adalah rumus untuk metode secant. Perhatikan bahwa pendekatan
tersebut memerlukan dua taksiran awal untuk x. Namun karena f ( x ) tidak disyaratkan
untuk bergnti tanda di antra taksiran-taksiran, maka metode ini tidak digolongkan seba-
gai metode pengurung.
CONTOH 5.6
Metode Secant
CONTOH 5.7
Perbandingan Kekonvergenan Teknik-tenik Secant Posisi-Palsu
PernyataanMasalah: Gunakan metode-metode posisi-palsu dan secant untuk me-
naksir akar f ( x ) = In x . Mulailah komputasinya dengan nilai-nilai xi = xi −1 = 0,5 ,
dan xu = xi = 5,0.
Penyelesaian: Untuk metode posisi-palsu pengunaan Persamaan (4.5) dan kriteria
pengurungan untuk menggantikan taksiran akan menghasilkan iterasi berikut.
Iterasi xi xu xr
1 0,5 5,0 1,8546
2 0,5 1,8546 1,2163
3 0,5 1,2163 1,0585
xr x xr x
f ( xl ) f ( xi −1 )
(a) (b)
(xi −1 )
f (x ) f (x )
f (xu ) f ( xi )
xr
xr x x
f ( xi )
(c) (d)
GAMBAR 5.8 Perbandingan metode-metode posisi-palsu dan secant. Iterasi pertama (a) dan (b)
untuk kedua teknik adalah identik. Namun, untuk iterasi kedua (c) dan (d), titik-titik yang digunakan
berbeda. Akhibatnya, metode secant dapat divergen, seperti ditunjukan dalam (d).
Seperti dapat dilihat (Gambar 5.8a dan c ), taksiran-taksiran akan konvergen pada
akar yang sejati = 1.
Untuk metode secant, dengan menggunakan Persamaan (5.7) dan kriteria urutan
untuk penggantian taksiran akan dihasilkan:
Iterasi xi −1 xi xi +1
1 0,5 5,0 1,8546
2 5,0 1,8546 -0,10438
1
Persen galat relatif sejati
101
Newton-Raphson
10 −2
Bagidua
−3
10
Secant
10 −4 Posisi Palsu
10 −5
10 −6
20
GAMBAR 5.9 Perbandingan persen galat-galat relatif yang sejati ∈t bagi metode-metode untuk
menentukan akar-akar f (x ) = e −x
−x.
f (x ) = x 3 − 5 x 2 + 7 x − 3 (5.9)
Persamaan tersebut mempunyai akar kembar karena satu nilai x mentebabkan dua fak-
tor dalam Persamaan (5.8) sama dengan nol. Secara grafis, iniberpadanan terhadap kur-
va yang menyentuh sumbu x secara bersinggungan pada akar kenbar tersebut. Periksa
Gambar 5.10a pada x = 1. Perhatikan bahwa fungsi tersebut pada akar menyentuh sum-
bu x tetapi tidak memotongnya.
Akar ganda-tiga (triple root) berpadanan dengan kaus dimana satu nilai x menye-
babkan tiga faktor dalam suatu persamaan sama dengan nol, seperti dalam
f ( x ) = x 4 − 6 x 3 + 12 x 2 − 10 x + 3
Perhatikan bahwa pelukisan grafis (Gambar 5.10b) lagi-lagi menunjukan bahwa fungsi
bersinggungan dengan sumbu x pada akarnya tetapi bahwa dalam kasus ini sumbu
dipotong. Umumnya, akar-akar kelipatan ganjil memotong sumbu, sedangkan yang
genap tidak. Misalnya, akar ganda-empat dalam gambar 5.10c tidak memotong sumbu.
Akar ganda menimbulkan sejumplah kesukaran untuk banyak metode numerik
yang digambarkan dalam bagian II:
f (x )
4 Akar
kembar
0
1 3 x
-4
(a)
f (x )
4 Akar
Ganda-tiga
0
1 3 x
-4
(b)
f (x )
4 Akar
Ganda-emoat
0
1 3 x
-4
(c)
GAMBAR 5.10 Contoh-contoh akar ganda ynag bersinggungan terhadap sumbu x . Perhatikan bahwa
fungsi tidak memotong sumbu pada salah satu pihak mana pun dari akar-akar ganda genap (a) dan (c),
sedangkan ia memotong sumbu untuk kasus ganda-ganjil (b).
1. kenyataan bahwa fungsi tidak berubah tanda pada akar ganda genap menghalangi
pengunaan metode-metode pengurung yang terandalkan yang dibahas dalam bab 4.
Jadi, dari metode-metode yang diliput dalam buku ini, Anda dibatasi pada metode-
metode terbuka yang mungkin divergen.
2. Permasalahan lain yang mungkin berkaitan dengan fakta bahwa tidak hanya f ( x )
tetapi juga f ' ( x ) menuju ke nol pada akar. Ini menimbulkan masalah untuk metode
Newton-Raphson maupun metode secant (talibusur), yang dua-duanya mengang-
dung turunan (taksirannya) pada penyebut rumus mereka masing-masing. Ini dapat
menghasilkan pembagian oleh nol pada waktu penyelesaian konvergen sangat dekat
ke akar. Cara sederhana untuk mengelakkan masalah ini didasarkan pada fakta bah-
wa secara teoristis dapat didemontrasikan (Ralston dan Rabinowitz, 1978) bahwa
f ( x ) akan selalu mencapai nol sebelum f ' (x ) . Karena itu, jika suatu pengecekan
nol untuk f ( x ) dimsukan dalam program komputer, maka komputasi dapat
dihentikan sebelum f ' (x ) mencapai nol.
3. Dapat dibuktikan bahwa metode-metode Newton-Raphson dan secant konvergen
secara linear, ketimbang secara kuadrat, untuk akar-akar ganda (Ralston dan
Robinowitz, 1978). Telah diusulkan beberapa modifikasi untuk memecahkan masa-
lah ini. Raiston dan Robinowitz (1978) telah menunjukan bahwa perubahan sedikit
dalam perumusan mengembalikannya ke kekonvergenan kuadrat, seperti dalam
f ( xi )
xi +1 = xi − m
f ' ( xi )
Alternatif lain, yang juga disarankan oleh Ralston dan Rabinowitz (1978), adalah
mendefinisikan suatu fungsi baru u (x), yaitu rasio (hasil bagi) fungsi terhadap turun-
annya, seperti dalam
f (x )
u(x ) = (5.10)
f ' (x )
Dapat diperlihatkan bahwa fungsi ini mempunyai akar pada lokasi yang sama seperti
fungsi semula. Oleh karena itu, Persamaan (5.10) dapat disubstitusikan ke dalam
Persamaaan (5.6) dengan maksud mengembangkan suatu bentuk alternatif dari metode
Newton-Raphson:
u ( xi )
xi +1 = xi − (5.11)
u ' ( xi )
f ( x i ) f ' ( xi )
xi +1 = xi − (5.13)
[ f ' (xi )]−2 − f (xi ) f " (xi )
CONTOH 5.8
Metode Newton-Raphson yang Dimodifikasi untuk Akar Ganda
Pernyataan Masalah: Gunakan baik metode Newton-Raphson yang baku maupun ya-
ng dimodifikasi untuk menghitung akar ganda dari Persamaan (5.9), dengan terkaan
awal x0 = 0 .
3 2
xi − 5 xi + 7 xi − 3
xi +1 = xi − 2
3xi − 10 xi + 7
i xi ∈t %
0 0 100
1 0,428571429 57
2 0,685714286 31
3 0,832865400 17
4 0,913328983 8,7
5 0,955783293 4,4
6 0,977655101 2,2
Seperti diharapkan, metode tersebut konvergen secara linear terhadap nilai sejati 1,0.
Untuk metode yang dimodifikasi, turunan keduanya adalah f " (x ) = 6 x − 10 , dan
hubungan iteratifnya adalah [Persamaan (5.13)]
xi +1 = xi −
(x i
3 2
)( 2
− 5 xi + 7 xi − 3 3 xi − 10 xi + 7 )
(3x i
2
) (
2 3 2
)
− 10 xi + 7 − xi − 5 xi + 7 xi − 3 (6 xi − 10 )
yang dapat diselesaikan untuk
i xi ∈t %
0 0 100
1 1,105263158 11
2 1,003081664 0,31
3 1,000002382 0,00024
Jadi, rumus yang dimodifikasi konvergen secara kuadrat. Kedua metode itu dapat pu-
la dipakai untuk mencari akar tunggal pada x = 3. Perngunaan terkaan awal x0 = 4
akan memberikan hasil-hasil berikut:
i Baku, ∈t Modifikasi, ∈t
0 4 (33%) 4 (33%)
1 3,4 (13%) 2,636363637 (12%)
2 3,1 (33%) 2,820224720 (6,0%)
3 3,008695652 (0,29%) 2,961728211 (1,3%)
4 3,000074641 (2,5 x 10-3%) 2,998478719 (0,051%)
5 3,000000006 (2 x 10-7%) 2,999997682 (7,7 x 10-5%)
Jadi, kedua metode akan konvergen dengan cepat, dengan metode yang baku agak le-
bih efisien.
Contoh di atas mengilustrasikan trade-off (imbal-balik atau untung rugi) yang ter-
libat dalam pemilihan metode Newton-Raphson yang dimodifikasi. Walaupun metode
tersebut jauh lebih disenangi untuk akar ganda, namun ia agak kurang efisien dan
memerlukan usaha komputasi yang lebih banyak ketimbang metode baku untuk akar
sederhana.
Perlu diperhatikan bahwa suatu versi modifikasi dari metode secant yang cocok
untuk akar ganda juga dapat dikembangkan dengan cara mensubstitusikan Persamaan
(5.10) ke dalam Persamaan (5.7). Rumus yang dihasilkan adalah (Ralston-Rabinowitz,
1978)
u ( xi ) ( xi −1 − xi )
xi +1 = xi −
u (xi −1 ) − u (xi )
5.5 SISTEM PERSAMAAN TAKLINEAR
Sampai kini, kita telah memusatkan perhatian kita pada penentuan akar-kar satu persa-
maan tunggal. Suatu masalah yang berkaitan adalah melokasikan akar-akar himpunan
persamaan taklinear,
f 1 (x1 , x 2 ,..., x n ) = 0
f 2 ( x1 , x 2 ,..., x n ) = 0
. . (5.14)
. .
. .
f n ( x1 , x 2 ,..., x n ) = 0
Penyelesaian sistem ini terdiri dari himpunan nilai-nilai x yang secara simultan membe-
rikan semua persamaan tersebut nilai yang sama dengan nol.
Di Bagian Tiga, kita akan menyajikan metode-metode untuk kasus dalam hal se-
mua persamaan tersebut linear-yakni dapat dinyatakan dalam bentuk umum
f ( x ) = a1 x1 + a 2 x 2 + ... + a n x n − c = 0 (5.15)
Dengan c dan koefisien-koefisien a adalah konstanta. Persamaan-persamaan aljabar
dan transenden yang tidak cocok dengan bentuk ini disebut persamaan taklinear.
Misalnya,
x 2 + xy = 10
dan
y + 3 xy 2 = 57
adalah dua persamaan taklinear simultan dengan dua bilangan anu, x dan y. Persamaan-
persamaan itu dapat dinyatakan dalam bentuk Persamaan (5.14) sebagai
u ( x, y ) = x 2 + xy − 10 = 0 (5.16a)
v( x, y ) = y + 3 xy 2 − 57 = 0 (5.16b)
Jadi, penyelesaian akan berupa nilai-nilai x dan y yang membuat fungsi u (x, y) dan
v (x, y) sama dengan nol. Kebanyakan pendekatan untuk penentuan penyelesaian yang
demikian merupakan perluasan dari metode-metode terbuka untuk menyelesikan per-
samaan tunggal. Dalam pasal ini kita akan menyelidiki dua dari metode ini: satu titik
dan Newton-Raphson.
CONTOH 5.9
Iterasi Satu-Titik untuk Sistem Taklinear
Pernyataan Msalah: Gunakan Iterasi satu-titik untuk menentukan akar-akar Per-
samaan (5.16). Perhatikan bahwa sepanjang akar yang benar adalah x = 2 dan y = 3.
Awali komputasinya dengan menebak x = 1,5 dan y = 3,5.
Jadi, pendekatan tersebut kelihatannya divergen. Perilaku ini lebih jelas lagi pada
iterasi yang kedua
10 − (2,21429)
2
x= = −0,20910
− 24,37516
y = 57 − 3(− 0,20910)(− 24,37516) = 429,709
2
5.5.2 Newton-Raphson
Ingat kembali bahwa metode Newton-Raphson didasarkan pada pemakaian turunan
(yakni kemiringan) suatu fungsi untuk menaksir perpotongannya dengan sumbu peubah
bebasnya-yakni akar (Gambar 5.5). Taksiran ini didasarkan pada uraian deret Taylor
(ingat kembali Kotak 5.2)
f ( xi +1 ) = f (xi ) + (xi +1 − xi ) f ' ( xi ) (5.17)
di mana xi adalah tebakan awal pada akarnya dan xi +1 adalah titik tempat garis sing-
gung memotong sumbu x. Pada perpotongan ini, f ( xi +1 ) yang didefinisikan sama de-
ngan nol, dapat disusun kembali untuk menghasilkan
f (xi )
xi +1 = xi − (5.18)
f ' (xi )
yang merupakan bentuk persamaan-tunggal dari metode Newton-Raphson.
Bentuk persamaan majemuk diturunkan dalam gaya yang identik. Namun, deret
Taylor dengan peubah majemuk harus dipakai dengan tujuan memperhitungkan kenya-
taan bahwa lebih dari satu peubah bebas menyumbang penentuan akar tersebut. Untuk
kasus dua peubah, deret Taylor orde pertama dapat dituliskan [ingat Persamaan (3.37)]
untuk masing-masing persamaan linear sebagai
∂u ∂u
u i +1 = u i + (xi +1 − xi ) i + ( y i +1 − y i ) i (5.19a)
∂x ∂y
dan
∂v ∂v
vi +1 = vi + ( xi +1 − xi ) i + ( y i +1 − y i ) i (5.19b)
∂x ∂y
Sama halnya seperti untuk versi persamaan tunggal, taksiran akar berpadanan dengan
titik-titik pada mana u i +1 dan vi +1 sama dengan nol. Untuk situasi ini, Persamaan (5.19)
dapat disusun ulang untuk memberikan
∂u i ∂u ∂u ∂u
xi +1 + i y i +1 = −u i + xi i + y i i (5.20a)
∂x ∂y ∂x ∂y
∂vi ∂v ∂v ∂v
xi +1 + i y i +1 = −vi + xi i + y i i (5.20b)
∂x ∂y ∂x ∂y
Karena semua nilai yang dengan tikalas i diketahui (berpadanan terhadap tebakan atau
hampiran yang terakhir), yang tidak diketahui adalah xi +1 dan y i +1 . Jadi, Persamaan
(5.20) berupa himpunan dua persamaan linear dengan dua bilangan anu [bandingkan
dengan Persamaan (5.15)]. Akhibatnya, dapat diterapkan manipulasi aljabar (misalnya
aturan Cramer) untuk memecahkan
∂v ∂u
u i i − vi i
∂y ∂y
xi +1 = xi − (5.21a)
∂u i ∂vi ∂u i ∂vi
−
∂x ∂y ∂y ∂x
dan
∂vi ∂u
ui − vi i
∂y ∂y
y i +1 = y i − (5.21b)
∂u i ∂vi ∂u i ∂vi
−
∂x ∂y ∂y ∂x
Penyebut dari masing-masing persamaan ini secara formal diacu sebagai determinan
Jacobi dari sistem tesebut .
Persamaan (5.21) adalah versi dua persamaan dari metode Newton-Raphson. Se-
perti dalam contoh berikut, persamaan-persamaan itu dapat diterapkan secara iteratif
untuk secara simultan berakhir pada akar-akar dari dua persamaan simultan tersebut.
Sebagai tambahan, Studi Kasus 6.6 juga menangani sistem taklinear.
CONTOH 5.10
Akar Persamaan Taklinear Simultan
∂x
∂u 0
= 1 + 6 xy = 1 + 6(1,5) = 32,5
∂x
− 2,5(32,5) − 1,625(1,5)
x1 = 1,5 − = 2,03603
156,125
dan
− 2,5(36,75) − 1,625(6,5)
x 2 = 3,5 + = 2,84388
156,125
Jadi, hasil-hasilnya konvergen pada nilai-nilai sejati x1 = 2 dan x 2 = 3. Komputasi
dapat diulang sampai deperoleh kecermatan yang dapat diterima.
SOAL-SOAL
Perhitungan Tangan
5.1 Gunakan metode Newton-Raphson untuk menentukan akar yang terbesar dari
f (x ) = −0,9 x 2 + 1,7 x + 2,5
Terapkan terkaan awal xi = 3,1 . Laksanakan komputasi sampai ∈a kecil dari ∈s = 0,01 persen.
Laksankan juga pengecekan galat dari jawab akhir Anda.
5.2 Tentukan akar-akar riil dari
f (x ) = −20 + 6,2 x − 40 x 2 + 0,70 x 3
(a) Secara grafis.
(b) Dengan memakai metode Newton-Raphson sampai ∈s = 0,01 persen.
5.3 Terapkan metode Newton-Raphson untuk menetukan akar-akar riil untuk
f ( x ) = −24 + 80 x − 90 x 2 + 42 x 3
− 8,7 x 4 + 0,66 x 3
dengan memakai terkaan awal (a )xi = 3,5; (b )xi = 4,0; dan(c )xi = 4,5. Bahas dan guna-
kan metode grafis untuk menjelaskan keganjilan dalam hasil-hasil Anda.
Tujuan bab ini adalah untuk menggunakan prosedur numerik yang dibahas dalam Bab
4 dan 5 dalam menyelesaikan masalah-masalah rekayasa yang nyata. Teknik numerik
penting untuk terapan praktis karena para insinyur seringkali menghadapi masalah-
masalah yang tidak dapat didekati dengan menggunkan teknik-teknik analitis. Misal-
nya, model matematis sederhana yang dapat dipecahkan secara analitis mungkin tidak
dapat diterapkan pada waktu menangani masalah-masalah yang aktual. Jadi, model-
model yang lebih rumit harus diterapkan. Untuk kasus-kasus ini, adalah cocok untuk
mengimplementasikan suatu penyelesaian numerik pada komputer pribadi. Dalam
situasi lain, masalah-masalah desain rekayasa mungkin memerlukan pemyelesaian
untuk peubah implisit dalam persamaan-persamaan yang rumit (ingat kembali Persa-
maan (PT2.3) dan Contoh 4.5).
Studi kasus-studi kasus berikut adalah khas dari antara yang secra rutin ditemui
selama kuliah tingkat-akhir dan sarjana. Lebih lanjut, studi kasus tersebut mewakili
masalah-masalah yang harus Anda hadapi secara profesional. Masalah-masalahnya
diambil dari bidang umum rekayasaekonomi di samping dari empat disiplin rekayasa
utama: kimia, sipil, elektro, dan mesin. Studi kasus-studi kasus ini juga membantu
mengilustrasikan imbal-balik diantara beragam teknik numerik.
Misalnya, studi Kasus 6.1 memakai semua metode dengan kekecualian Newton-
Raphson untuk melaksanakan suatu analisis pulang-pokok (break-even). Metode New-
ton-Raphson tidak diterapkan karena fungsi dalam studi kasus sukar untuk didiferen-
sialkan. Contoh tersebut mendemontrasikan antara lain bagaimana metode secant
mungkin divergen jika terkaan awal tidak cukup dekat ke-akar.
Studi Kasus 6.2, yang diambil dari rekayasa kimia, memberikan suatu contoh
yang sangat baik mengenai bagaimana metode-metode penemuan akar membolehkan
Anda untuk memakai rumus-rumus realistis dalam praktek rekayasa. Tambahan pula,
studi kasus tersebut juga mendemontrasikan bagaimana efisiensi teknik Newton-
Raphson digunakan sebaik-baiknya jika diperlukan sejumplah besar komputasi
penemuan-akar.
Studi Kasus 6.3, 6.4, dan 6.5 merupakan masalah-masalah rancangan rekayasa
yang diambil dare rekayasa sipil, elektro, dan mesin. Studi Kasus 6.3 memakai tiga me-
tode berbeda. Studi Kasus 6.4 melaksanakan analisis serupa untuk rangkaian listrik.
Studi Kasus 6.5 menangani analisis getaran sebuah mobil. Selain menyelidiki efisiensi
beragam metode, contoh-contoh ini mempunyai ciri tambahan untuk mengilustrasikan
bagaimana metode-metode grafis memberikan wawasan dalam proses penemuan akar.
Akhirnya, Studi Kasus 6.6 memakai spreadsheet untuk menyelesaikan sistem persa-
maan taklinear.
TABEL 6.1 Biaya dan keuntungan untuk dua komputer pribadi. Tanda negatif menunjukan biaya atau
kerugian, sedangkan tanda positif menunjukan keuntungan.
KOMPUTER
Anda sedang mempertimbangkan untuk membeli salah satu dari dua komputer
pribadi “Mesin Lean” dan “Ultimate.” Taksiran biaya dan keuntungan untuk tiap kom-
puter diikhtisarkan dalam Tabel 6.1. Jika saat ini dana dapat dipinjam dengan tingkat
bunga 20 persen (i = 0,20 ) , berapa lama mesin-mesin harus dimiliki sehingga mesin-
mesin tersebut akan mempunyai nilai setara? Dengan lain perkataan, berapa lama titik
pulang-pokoknya jika diukur dalam tahun?
Penyalesaian: Seperti umumnya dalam masalah ekonomi, kita mempunyai suatu cam-
puran biaya sekarang dan mendatang. Misalnya, seperti dilukiskan dalam Gambar
6.1,pembelian Mesin Lean menyangkut pengeluaran awal $3000. Selain dari biaya per-
olehan satu-kali ini, harus pula dikeluarkan uang tiap tahun untuk merawat mesin.
Karena biaya yang demikian cenderung bertambah dengan makin tuanya komputer,
maka biaya perawatan dianggapbertambah secara linear terhadap waktu. Misalnya,
setelah 10 tahun, diperlukan $2000 tiap tahun untuk menjaga agar mesin dalam kondisi
kerja (Gambar 6.1). Akhirnya, disamping biaya-biaya ini, Anda juga akan menarik
manfaat dengan memiliki komputer tersebut. Keungtungan tahunan dan kenikmatan
yang diperoleh dari Mesin Lean dicirikan oleh suatu pendapatan tahunan sebesar $1000
tiap tahun.
Agar dapat mempertimbangkan dua pilihan ini, kita harus mengkonversi biaya-
biaya ini ke ukuran yang dapat dibandingkan. Satu cara untuk melakukan ini adalah de-
ngan mengungkapkan semua biaya individual sebagai pembayaran tahunan yang
setara, yakni nilai dolar tahunan yang setara selama rentang hidup komputer. Keun-
tungan dan kenikmatan tahunan sudah dalam bentuk ini. Rumus-rumus ekonomi
tersedia untuk mengungkapkan biaya-biaya pembelian dan perawatan dengan cara yang
serupa. Misalnya, biaya pembelian awal dapat ditransformasikan ke dalam serangkaian
$1000
Keuntungan
Keuntungan tahunan
0 10 tahun Waktu
Biaya
Biaya
perwatan
$-3000
GAMBAR 6.1 Diagram arus-tunai untuk biaya dan keuntungan komputer Mesin Lean. Absis menya-
takan banyaknya tahun Anda memiliki mesin ini. Arus-tunai diukur pada ordinat, dengan mengun-
tungkan positif dan biaya negatif.
di mana G adalah laju hitung pertambahan perawatan. Seperti dilukiskan pada Gambar
6.2b, rumus ini mentransformasikan biaya perawatan yang terus meningkat ke dalam
serangkaian pembayaran tahunan tetap yang setara.
Pers. (6.1)
(a)
0 n 0 n
Pers.(6.2)
(b)
GAMBAR 6.2 Pelukisan grafis dari penggunaan suatu rumus ekonomi (a) untuk mentransformasikan
pembayaran awal ke serangkaian pembayaran tahunan yang setara dengan memakai Persmaan (6.1) dan
(b) untuk mentransformasikan suatu deret hitung gradien ke dalam serangkaian pembayaran tahunan
yang setara dengan memakai Persamaan (6.2)
− 600(1,2 )
n
200n
At = + n (6.3)
1,2 − 1
n
1,2 − 1
$
2000 Ultimate
(a)
$
2000
2 6 8 10 Waktu
(thn)
-4000 Titik pulang-pokok
(b)
GAMBAR 6.3 (a) Kurva-kurva biaya bersih untuk komputer-komputer Mesin Lean [Persamaan (6.3)]
dan Ultimate [Persamaan (6.4)]. (b) Fungsi pulang-pokok [Persamaan (6.5)]
Dengan membawa semua suku persamaan ini ke satu ruas, masalahnya diredusir ke
pencarian akar dari
− 1400(1,2 )
n
150n
f (n ) = − n + 3750 = 0 (6.5)
1,2 − 1
n
1,2 − 1
Perhatikan bahwa karena cara bagaimana persamaan ini kita turunkan, Mesin Lean le-
bih hemat-biaya bilamana f (n ) < 0 , dan Ultimate lebih hemat-biaya bilamana f (n ) > 0
(Gambar 6.3b). akar-akar Persamaan (6.5) tidak dapat ditentukan secara analitis. Di pi-
hak lain, pembayaran tahunan yang setara mudah dihitung untuk suatu n yang diberi-
kan. Jadi, seperti dalam pembahasan Pasal PT2.1.2 aspek rancang-bangun masalah ini
menciptakan kebutuhan untuk pendekatan numerik.
Akar-akar persamaan (6.5) dapat dihitung dengan memakai beberapa metode
numerik yang digambarkan dalam bab 4 dan 5. Pendekatan pengurung dan metode
secant dapat diterapkan dengan usaha yang minimal, sedangkan metode Newton-Raph-
son akan canggung dipakai karena akan memakan waktu untuk menentukan df / dn da-
ri Persamaan (6.5).
Berdasarkan Gambar 6.3, kita ketahui bahwa akarnya berada antara n = 2 dan 10.
Nilai-nilai ini menyediakan nilai-nilai pemulai untuk metode bagidua. Pembagiduaan
selang dapat diulangi sampai 18 iterasi untuk memberikan suatu hasil dengan ∈a yang
lebih kecil dari 0,001 persen. Titik pulang-pokok terjadi pada n = 3,23 tahun. Hasil ini
dapat diperiksa dengan mensubstitusikan kembali ke dalam Persamaan (6.5) untuk
memeriksa kebenaran bahwa f (3,23) ≅ 0.
Pensubstirusian n = 3,23 ke dalam Persamaan (6.3) atau Persamaan (6.4) akan
memberikan hasil bahwa pada titik pulang-pokok kedua mesin tersebut memerlukan
biaya sekitar $542 tiap tahun. Di luar titik ini Ultimate menjadi akan lebih hemat-biaya.
Akhibatnya, jika Anda bermaksut memiliki mesin Anda selama lebih dari 3,23 tahun,
maka lebih baik membeli Ultimate.
Metode posisi-palsu juga dapat diterapkan secara mudah pada masalah ini. Akar
dan ketelitian yang serupa dicapai setelah 12 iterasi untuk selang pengurung yang sama
dari 2 sampai 10. dipihak lain, metode secantakan konvergen ke akar -24,83 unuk
selang pengurung yang sama ini. Namun, jika selang pengurung diperkecil menjadi 3
sampai 4, maka metode secant akan konvergen pada n = 3,23 hanya dalam lima iterasi.
Yang menarik, metode secant juga konvewrgen secara cepat ke akar yang tepat bila-
mana selang awal adalah 2 sampai 3 dan tidak mengurung akar. Hasil-hasil ini adalah
khas dari imbal-balik (trade-off) yang dibahas nantunya dalam epilog. Metode numerik
yang terbaik untuk masalah initergantung pada pertimbangan Anda berkenaan dengan
imbal-balik diantara faktor-faktor seperti efisiensi numerik, biaya komputer, dan
kehandalan metode.
R = 0,082054 L . atm/(mol . K)
a = 3,592
b = 0,04267 karbon dioksida
c = 1,360
b = 0,03183 oksigen
Tekanan-tekanan rancang-bangun yang diminati adalah 1, 10, dan 100 atm untuk
kombinasi suhu 300, 500, dan 700 K.
Penyelesaian: Vulume-vulume molal untuk kedua gas dihitung dengan memakai hu-
kum gas ideal, dengan n = 1. Misalnya, jika p = 1 atm dan T = 300K,
V RT L ⋅ atm300 K
v= = = 0,082054
n p mol ⋅ K1atm
v = 24,6162 L / mol
Perhitungan-perhitungan ini diulang untuk semua kombinasitekanan dan suhu dan disa-
jikan dalam Tabel 6.2
Komputasi volume molal dari persamaan van der Waals dapat dilaksanakan deng-
an memakai sembarang metode numerik untuk penemuan akar persamaan yang dibahas
di Bab 4 dan 5, dengan
⎛ a ⎞
f (v ) = ⎜ p + 2 ⎟(v − b ) − RT (6.8)
⎝ v ⎠
Dalam kasus ini, turunan f (v ) mudah ditentukan dan metode Newton-Raphson akan
mudah dan efisien untuk diimplementasikan. Turunan f terhadap v diberikan oleh
a 2ab
f ' (v ) = p − 2 + 3
v v
Metode Newton-Raphson digambarkan oleh Persamaan (5.6):
f (vi )
vi +1 = vi −
f ' (vi )
yang dapat dipakai untuk menaksir akar. Misalnya, dengan memakai terkaan awal
24,6162, volume molal karbon dioksida pada 300 K dan 1 atm dihitung sebagai
24,5126 L/mol. Hasil ini diperoleh setelah dua iterasi dan mempunyai ∈a yang lebih
kecil dari 0,001 persen.
Komputasi-komputasi yang serupa untuk semua kombinasi suhu dan tekanan
untuk kedua gas disajikan dalam Tabel 6.2. Terlihat bahwa hasil untuk hukum gas ideal
berbeda dengan yang untuk persamaan van der Waals untuk kedua gas, tergantung
pada nilai-nilai spesifik untuk p dan T. Lagi pula, karena beberapa dari hasil-hasil ini
cukup berbeda, rancangan bejana penyimpan Anda akan agak berbeda, tergantung pada
persamaan pernyataan keadan mana yang dipakai.
Dalam kasus ini, suatu persamaan keadaan yang rumit diperiksa dengan memakai
metode Newton-Raphson. Hasil-hasilnya untuk beberapa kasus bervariasi secara signi-
fikan dari hukum gas ideal. Dari segi praktis, metode Newton-Raphson sesuai untuk
penerapan ini karena f ' (v ) mudah dihitung. Jadi, sifat-sifat kekomvergenan yang cepat
dari metode Newton-Raphson dapat dimanfaatkan.
Di samping mendemotrasikan keampuhannnya untuk komputasi tunggal, studi
kasus ini juga mengilustrasikan bagaimana metode Newton-Raphson teristimewa me-
narik bilamana diperlukan banyak komputasi. Karena kecepatan komputer pribadi,
efisiensi dari beragammetode numerik untuk hampir semua akar-akar persamaan tidak
dapat dibedakanuntuk satu komputasi tunggal. Bahkan perbedaan 10 detik antara pen-
dekatan kasar bagidua dan Newton-Raphson yang efisien tidak dipandang sebagai sua-
tu kerugian waktu yang berarti bilamana hanya dilaksanakan satu komputasi. Namun,
andaikan bahwa jutaan evaluasi akar diperlukan untuk menyelesaikan suatu masalah.
Dalam kasus ini, efisiensi metode dapat merupakan faktor penentu dalam memilih
suatu teknik.
Misalnya, andaikan Anda diminta merancang sebuah sistem pengatur otomatis
yang terkomputerisasi untuk suatu proses produksi kimia. Sistem ini mensyaratkan
taksiran yang akurat ari volume molal berdasar pada basis kontinu agar memproduksi
barang jadi secara benar. Disamping pengukur yang memberikan pembacaan tekanan
dan suhu dengan segera. Evaluasi dari v harus diperoleh untuk beragam gas yang
dipakai dalam proses.
Untuk penerapan yang demikian, metode-metode pengurung seperti bagidua atau
posisi-palsu mungkin akan memakan waktu. Tambahan pula, dua terkaan awal yang
diperlukan untuk pendekatan-pendekatan ini juga akan menyelipkan suatu penundaan
kritis dalam prosedur. Kelemahan ini menyangkut metode secant, yang juga memerlu-
kan dua taksiran awal.
Sebaliknya metode Newton-Raphson hanya mensyaratkan satu terkaan untuk
akar. Hukum gas idealdapat diterapkan untuk memperoleh terkaan ini pada waktu me-
mulai prosesnya. Kemudian, dengan menganggap bahwa kerangka waktunya cukup
pendak sehingga tekanan dan suhu tidak berubah-ubah dengan melonjak yang besar
diantara komputasi-komputasi, penyelesaian akar yang sebelumnya akan menyediakan
suatu terkaan bagus untuk penerapan berikutnya. Jadi, terkaan dekat yang sering meru-
pakan prasyarat untuk kekonvergenan metode Newton-Raphson akan tersedia secara
otomatis. Semua pertimbangan di atas akan sangat menganjurkan digunakan teknik
Newton-Raphson untuk masalah-masalah yamh demikian.
TB
B
A W =ws
w TA
y0
x
(a) (b)
GAMBAR 6.4 (a) Gaya-gaya yang bekerja pada bagian AB dari suatu kabel yang tergantung fleksibel.
Beban seragam sepanjang kabel (tetapi tidak seragam tiap jarak mendatar x). (b) Diagram badan-bebas
dari bagian AB.
Diagram badan-bebas dari bagian AB dilukiskan pada Gambar 6.4b. Perhatikan bahwa
bagian itu dikenal tiga gaya: TA tegangan mendatar A, TB tegangan tagensial yang
bekerja pada B, dan berat kabel, w = ws. Jika sistemnya dalam keadaan diam,
komponen gaya mendatar dan tegak haruslah seimbang: yakni
TB cos θ = T A TB sin θ = W
Dengan membagi persamaan-persamaan ini akan kita dapatkan
TB sin θ W
= tan θ =
TB cos θ TA
atau karena tan θ = dy / dx
dy ws
= (6.9)
dx T A
Panjang busur s dapat dihitung memakai (Thomas dan Finney, 1979)
2
⎛ dy ⎞
s = ∫ 1 + ⎜ ⎟ dx (6.10)
⎝ dx ⎠
Persamaan (6.9) dan (6.10) dapat didiferensialkan dan dikombinasikan untuk memberi-
kan
2
d2y w ⎛ dy ⎞
2
= 1+ ⎜ ⎟ (6.11)
dx TA ⎝ dx ⎠
Jadi, Persamaan (6.11) merupakan model matematis bagian AB dari kabel kate-
nari. Karena merupakan suatu persamaan diferensial orde-kedua, diperlukan dua kondi-
si untuk penyelesaiannya. Untuk kasus yang sekarang, kondisi yang pertama adalah
dy
= 0 pada x = 0
dx
Yakni, kabel mendatar pada A. Kondisi kedua adalah bahwa tinggi sama dengan
y 0 pada A ,
y = y 0 pada x = 0
Dengan kondisi-kondisi ini, kalkulus dapat digunakan untuk mendapatkan penyele-
saiannya
T ⎛w ⎞ T
y = A cosh ⎜⎜ x ⎟⎟ + y 0 − A (6.12)
w ⎝ TA ⎠ w
di mana kosinus hiperbolik dapat dihitung memakai
(
1
)
cosh x = e x + e − x
2
(6.13)
Sekarang model tersebut menyediakan sarana sederhana untuk meramalkan nilai
peubah takbebas, tinggi kabel y, jikadiketahui nilai nilai peubah bebas x dan parameter-
parameter TA, w dan y 0 . Misalnya, nilai-nilai w = 10, T A = 2000, dan y 0 = 1 digambar-
kan untuk menghitung tinggi kabel yang diperlihatkan pada Gambar 6.4a.
Namun, andaikan diperlukan menghitung nilai untuk parameter TA, jika diketahui
nilai-nilai parameter w = 10 dan y 0 = 5, sedemikian rupa sehingga kabelnya
mempunyai tinggi y = 12 pada x = 50. Untuk kasus ini, bilangan anu TA ternyata
implisit dan diperlukan metode numerik untuk memperoleh penyelesaian.
f (T A )
0
5000 TA
Latar belakang: Para insinyur elektro sering memakai hukum Kirchhoff untuk meng-
kaji perilaku “steady-state” (tidak berubah menurut waktu) dri rangkaian listrik. Peri-
laku steady-state yang demikian akan diperiksa dalam Studi Kasus 10.4. Kelas masalah
penting lainnya adalah bersifat sementara (transien) dan menyangkut rangkaian di ma-
na berlangsung perubahan sementara yang mendadak. Situasi demikian terjadi
menyusul penutupan switch dalam Gambar 6.6. Dalam kasus ini, akan terdapat periode
penye-suaian setelah penutupan switch begitu terjadi suatu steady-state baru. Lamanya
periode penyesuaian ini berkaitan erat dengan sifat-sifat penyimpan-muatan dari
kapasitor dan penyimpanan energi oleh induktor. Penyimpanan energi mungkin berosi-
lasi di antara dua elemen tersebut selama suatu periode sementara (transient period).
Namun, resistansi dalam rangkaian akan mengacaukan besaran osilasi.
- -
Batere VO Kapasitor Induktor
+ +
Penahan
GAMBAR 6.6 Sebuah rangkaian listrik. Bilamana sakelar (switch) ditutup, arus akan mengalami se-
rangkaian osilasi sampai tercapai suatu steady-state baru.
Aliran arus melalui penahan (resistor) akan menyebabkan turunnya voltase (VR)
yang diberikan oleh
V R = iR
di mana i adalah arus dan R adalah resistansi dari penahan. Bilamana R dalam satuan
ohm dari i dalam satuan ampere, maka VR dalam satuan volt.
Demikian pula, suatu induktor akan melawan perubahan arus, sedemikian rupa
sehingga voltase turun pada waktu melewati (VL ) adalah
di
VL = L
dt
di mana L adalah induktansi. Jika L dalam satuan henry dan i dalam satuan ampere,
maka VL dalam satuan volt dan t dalam satuan detik.
Turunnya voltase sepanjang kapasitor (VC ) tergantung pada muatan (q) padanya:
q
VC =
C
di mana C adalah kapasitansi. Muatan diungkapkan dalam satuan coulomb, statuan C
adalah farad.
Hukum kedua Kirchhoff menyatakan bahwa jumplah aljabar turunnya voltase se-
keliling suatu rangkaian tertutup adalah nol. Setelah switch (sakelar) ditutup:
di q
L + Ri + = 0
dt C
Namun, arus dikaitkan terhadap muatan menurut
dq
i=
dt
Oleh karena itu
d 2q dq q
L 2 +R + =0
dt dt C
Ini adalah persamaan diferensial linear tingkat dua yang dapat dipecahkan dengan me-
makai metode kalkulus. Penyelesaian ini diberikan oleh
⎛ 1 ⎛ R ⎞2 ⎞
q (t ) = q 0 e − Rt / 2 L
cos⎜ − t⎟
⎜ LC ⎜⎝ 2 L ⎟⎠ ⎟
(6.14)
⎝ ⎠
di mana t = 0, q = q 0 = V0 C , dan V0 adalah voltase bater pengisi. Persamaan (6.14)
memberikan variasi waktu muatan pada kapasitor. Penyelesaian q (t ) dirajah dalam
Gambar 6.7.
q (t )
q0
Waktu
GAMBAR 6.7 Muatan pada kapasitor sebagai fungsi waktu menyusul penutupan switch (sakelar)
dalam Gambar 6.6.
Suatu masalah khas desain teknik elektro mungkin melibatkan penentuan pena-
han yang tepat untuk menebarkan energi pada laju tertentu, dengan nilai-nilai L dan C
yang diketahui. Untuk studi kasus yang sekarang, anggaplah muatan harus dihambur-
kan sampai 1 persen dari nilai yang semula (q / q 0 = 0,01) dalam t = 0,05 detik, dengan
L = 5 H dan C = 10-4 F.
⎛ 1 ⎛ R ⎞2 ⎞ q
f (R ) = e − Rt / 2 L cos⎜ − t⎟−
⎜ LC ⎜⎝ 2 L ⎟⎠ ⎟ q 0
⎝ ⎠
( )
f (R ) = e −0,005 cos 2000 − 0,01R 2 (0,05) − 0,01 (6.15)
Pemerikasaan persamaan ini menyarankan bahwa suatu rentang nilai awal yang wajar
untuk R adalah 0 sampai 400 Ω (karena 2000 – 0,01 R 2 harus lebih besar dari nol).
Gambar 6.8 yang merupakan suatu gambaran grafis dari Persamaan (6.15) mengkofir-
masikan hal ini. Dua puluh satu iterasi metode bagidua memberikan R = 328,1515Ω ,
dengan galat kecil dari 0,0001 persen.
f (R ) Akar ≅ 325
0,0
200 400 R
-0,2
-0,4
Jadi, Anda dapat merinci suatu penahan dengan penilaian ini untuk rangkaian
yang diperlihatkan dalam Gambar 6.6 dan mengharapkan untuk mencapai hasil ham-
buran yang konsisten dengan persyaratan masalah. Masalah perancangan ini tidak da-
pat dipecahkan secara efisien tampa memakai metode-metode numerik di Bab 4 dan 5.
di mana tanda negatif menunjukan bahwa gaya perbaikan bertidak untuk mengembali-
kan kendaraan ke arah posisi keseimbangan. Gaya peredam dari peredam kejut diberi-
kan oleh
dx
Gaya peredam − c
dt
dimana c adalah koefisien peredam (damping coeficient) dan
dx / dt adalah kecepatan vertikal. Tanda negatif menunjukan
bahwa gaya peredam bekerja dalam arah yang berlawanan
terhadap kecepatan (velocity).
Persamaan-persamaan gerakan sistem diberikan oleh hu-
Bandul kum kedua Newton (F = m ) , untuk mana masalah yang seka-
rang diungkapkan sebagai
d 2x
m= 2
= −c
dx
+ (− kx )
dt dt
atau
d 2 x c dx k
Pegas / massa + + x=0
dt 2 m dt m
Arus
GAMBAR 6.9 Tiga contoh osilasi harmonis sederhana. Anak panah dua
Rangkaian LC arah mengilustrasikan osilasi untuk tiap sistem.
Ini adalah persamaan diferensial linear orde-kedua yang dapat dipecahkan dengan me-
makai metode-metode kalkulus. Misalnya, jika kendaraan mengenai sebuah lubang
dijalan pada t = 0 , sedemikian rupa sehingga menyimpang dari keseimbangan dengan
x = x0 dan dx / dt = 0 , maka
x(t )
0,2
0
0,1 0,2 0,3 t,s
Akar 2 ≅ 0,155
-0,2
GAMBAR 6.11 Rajah (plot) dari posisi terhdap waktu untuk peredam kejut setelah roda mobil mem-
bentur lubang di jalan.
TABEL 6.3 Hasil-hasil pemakaian metode bagidua, posisi-palsu, dan secant untuk melokasikan tiga
akarpertama untuk getaran dari sebuah peredam kejut. Kriteri penghentian 0,1 persen dipakai untuk
memperoleh hasil-hasil ini. Perhatikan bahwa nilai eksak dari akar-akar adalah 0,0552095329; 0,154178-
13: dan 0,253146726.
PERSEN GALAT RELATIF
Terkaan Terkaan Taksiran Banyaknya
Metode bawah atas akar iterasi Hampiran Sejati
selang-selang pengurung yang agak sempit harus digunakan menghindari adanya tum-
pang tindih.
Tabel 6.3 mendaftarkan hasil-hasil pemakaian metode bagidua, posisi-palsu, dan
secant, dengan kriteria penghentian 0,1 persen. Semua teknik akan konvergen dengan
cepat. Sesuai dengan yang diharapkan, metode posis-palsu dan secant lebih efisien
daripada metode bagidua.
Perhatikan bagaimana untuk semua metode, hampiran persen galat relatif lebih
besar daripada galat sejati. Jadi, hasil-hasilnya paling sedikit seteliti kriteria peng-
hentian 0,1 persen. Namun perhatikan juga bahwa metode-metode posisi-palsu dan
secant sangat konsevatif dalam tinjauan ini. Ingat kembali pembahasan kita dalam pa-
sal 4.3 bahwa kriteria penghentian biasanya mentatakan hampiran dari ketidaksesuaian
iterasi sebelumnya. Jadi, untuk pendekatan kekonvergenan secara cepat seperti metode
posisi-palsu dan secant, perbaikan dalam ketelitian di antara iterasi-iterasi yang be-
runtun adalah sedemikian besar sehingga ∈t biasanya akan jauh lebih kecil dari ∈a .
Kepentingan praktis dari perilaku ini kurang berarti bilamana menentukan akar tunggal.
Namun, jika menyangkut penemuan banyak akar, kekonvergenan yang cepat menjadi
suatu sifat yang berharga untuk dipertimbangkan pada waktu memilih suatu teknik
tertentu.
Penyelesaian: masukan disk yang menemani buku teks ini ke komputer IBM_PC atau
yang kompatibel dan ketikan NUMMET menyusul prompt A. Di layar monitor muncul
judul seperti yang diperlihatkan pada Gambar 6.12a. Tombol Return melanjutkan layar
ke menu utama seperti di perlihatkan dalam Gambar 6.12b. Kursor dapat digerakan
dengan memakai tombol anak panah atau tombol numerik untuk memilih suatu studi ka
(a) (b)
GAMBAR 6.12 (a) Layar judul dan (b) menu utama perangkat lunak spreadsheet pelengkap.
sus dalam disk. Gerakan kursor ke pilihan 1 dan tekan Return. Ini akan menghasilkan
spreadsheet yang akan muncul seperti yang diperlihatkan pada Gambar 6.13a. spre-
adsheet ini berisi penyelesaian persamaan-persamaan aljabar di atas dengan memakai
metode Newton-Raphson. Elemen-elemen spreadsheet dapat dilihat pada garis paling
bawah layar dengan cara menggerakan kursor memakai tombol anak panah. Pelajari isi
sel-sel kolom B secara saksama. Pertama, diperlukan nilai-nilai awal x dan y. Beri-
kutnya dihitung fungsi dan turunan-turunan parsial. Akhirnya elemen B19 dan B20
berisi persamaan yang menyatakan penyelesaian sistem linear setara seperti yang diper-
lukan oleh metodenya. Nilai-nilai x dan y yang baru ini secara beruntun dialihkan ke
baris 8 dan 9 dari colom C untuk melaksanakan iterasi berikutnya. Perhatikan bahwa di
layar diperlihatkan tujuh iterasi dengan kekonvergenan ke nilai eksak setelah lima ite-
rasi dengan nilai-nilai awal x = 0 dan y = 0.
Hanya terdapat lima sel pada spreadsheet yang dapat Anda ubah. Nilai elemen B3
dan B4 dapat dimodifikasi untuk memungkinkan Anda mengubah sifat fungsi. Pengu-
bahan nilai-nilai dalam elemen B8 dan B9 memungkinkan Anda mengubah nilai-nilai
awal x dan y. Nilai elemen B6 membolehkan Anda mengubah banyaknya iterasi.
Gerakan kursor dan ubah nilai pertama menjadi x = 10 dan y = 10. sekarang tekan
tombol [F3] untuk mengupdate semua elemen lain dari spreadsheet itu. Hasil komputa-
sinya diperlihatkan pada Gambar 6.13b dengan kekonvergenan dicapai dalam enam
iterasi. Sekarang ubah nilai menjadi x = 50 dan y = 50 dan catat kekonvergenan tak
lengkap dalam tujuh iterasi dengan x = 1,01794 dan y = 1,98197. alihkan nilai-nilai ini
ke sel B8 dan B9, ubah sel B6 menjadi 8, an tekan [F3]. Hasil Gambar 6.13c memper-
lihatkan kekonvergenan dalam sembilan iterasi.
Selanjutnya, kita dapat mempertahankan n = 2 dan m = 2 tetapi gunakan x = -5
dan y = 5. Perhatikan bahwa penyelesaian yang baru ditentukan pada x = -0,618034 dan
y = 3,23606. Hal ini dapat dikonfirmasikan dengan memverifikasi bahwa sel H11 dan
H12 dekat ke nol (lihat Gambar 6.13d).
Contoh di atas memperlihatkan bagaimana speadsheet dapat dipakai memecahkan
sistem persamaan aljabar taklinear. Satu keuntungan spreadsheet adalah bahwa nilai-
nilai semua komputasi antara akan tersedia bagi Anda. Ini membantu Anda memahami
metodenya secara lebih lenkap. Pemrograman tidak diperlukan, sehingga implementasi
mudah. Akhirnya, adalah menguntungkan mengubah nilai beberapa parameter secara
interatif. Ini memberanikan percobaan numerik. Sebaliknya, komputasi spreadsheet
lambat dan tidak efisien dibandingkan dengan algoritma yang secara khusus didesain
untuk mengimplementasikan metode yang diberikan. Akhirnya spreadsheet, mempu-
nyai jumplah sel terbatas yang dapat dilihat pada saat bersamaan, yang membatasi
ukuran sistem. Jadi spreadsheet paling baik dipakai sebagai alat belajar dan sebagai ca-
ra memecahkan masalah praktis berukuran terbatas di mana efisiensi komputasi bukan
merupakan isyu yang penting.
SOAL-SOAL
Rekayasa umum
6.1 Dengan memakai perangkat lunak Anda sendiri, tiruan komputasi yang dilaksanakan dalam studi
Kasus 6.1
6.2 Lakukan komputasi yang sama seperti dalam studi kasus 6.1, tetapi pakai tingkat bunga 17 persen
(i = 0,17). Jika, memungkinkan, gunakan perangkat lunak Anda untuk menentukan titik pulang-
pokok (breakeven point). Jika tidak, gunakan metode numerik apa saja yang dibahas di Bab 4 dan 5
untuk melaksanakan komputasi. Berikan alasan Anda memilih teknik tersebut.
6.3 Untuk studi kasus 6.1, tentukan lama tahun komputer Ultimate harus dimiliki agar menghasilkan
uang bagi Anda. Yaitu, hitunglah nilai n pada mana At untuk Persamaan (6.4) menjadi positif.
6.4 Dengan memakai pendekatan yang serupa dengan Studi Kasus 6.1, persamaan berikut dapat dikem-
bangkan untuk menentukan pendapatan tahunan total sebuah komputer pribadi:
− 1800(1,18)
n
45n
At = + + 3000
(1,18) − 1 (1,18)n 1
n
Jika tingkat bunga adalah 12,5 persen (i = 0,125), hitung titik pulang pokok (n) untuk kendaraan-
kendaraan tersebut.
6.6 anda membeli peralatan seharga $20.000 tampa uang muka dengan mencicil $5.000 tiap tahun
selama 5 tahun. Berapa tingkat bunga yang Anda bayar? Rumus yang mengaitkan nilai sekarang
(P), pembayaran tahunan (A), lama tahunan (n), dan tingkat bunga (i) adalah
i (1 + i )
n
A= p
(1 + i )n − 1
6.7 Karena banyak tabel rekayasa-ekonomi dikembangkan bertahun-tahun yang lalu, tabel-tabel terebut
tidak dirancang untuk menangani tingkat bunga tinggi yang lazim sekarang. Tambahan pula, sering-
kali tabel-tabel itu tidak dirancang untuk menangani tingkat bunga pecahan. Seperti dalam masalah
berikut, metode-metode numerik dapat dipakai untuk menentukan taksiran-taksiran ekonomis untuk
situasi-situasi yang demikian.
Sebuah kompleks hiburan yang baru ditafsir memerlukan biaya $10 juta dan menghasilkan pen-
dapatan bersih per tahun $2 juta. Jika hutang harus dilunasi dalam 10 tahun, pada tingkat bunga be-
rapa dana harus dipinjam? Biaya sekarang (P), pembayaran tahunan (A), dan tingkat bunga (i)
dikaitkan satu sama lain oleh rumus ekonomis berikut:
P (1 + i ) − 1
n
=
i (1 + i )
n
A
di mana n tahun pembayaran tahunan. Untuk myang sekarang,
P 10.000.000
= =5
A 2.000.000
Karena itu, persamaan menjadi
5=
(1 + i )10 − 1
i (1 + i )
10
Tingkat bunga yang memenuhi persamaan ini dapat ditentukan dengan mencari akar dari
(1 + i )10 − 1 − 5
f (i ) =
i (1 + i )
10
(a) Gambarkan sketsa f (i ) terhadap i untuk membuat suatu terkaan awal secara grafis pada akar.
(b) Selesaikan dengan mengunakan metode bagidua (hitung banyaknya iterasi)
(c) Selesaikan i dengan memakai metode posisi-palsu (hitung iterasi)
Dalam (b) dan (c), pakai terkaan-terkaan awal i = 0,1 dan 0,2. capai tingkat galat 0,2 persen untuk
kedua kasus tersebut.
6.8 “Tingkat hasil pengembalian” (Rate of Return) merupakan konsep yang dikenal baik untuk kebanya-
kan orang. Hasil pengembalian bunga $100 tiap tahun untuk mendeposito $1000 untuk dipahami
sebagai tingkat hasil 10%. Dalam kasus yang lebih rumit, tingkat hasil adalah bunga untuk mana ke-
tungan suatu kegiatan adalah setara dengan biayanya. Antara lain, tingkat hasil pengembalian meru-
pakan ukuran praktis untuk membandingkan pilihan-pilihan kegiatan. Misalnya, proyek rekayasa
dengan hasil 20% lebih unggul terhadap proyek dengan tingkat pengembalian 8%.
Penentuan tingkat hasil pengembalian suatu proyek seringkali diperumit oleh kenyataan bahwa
keuntungan dan biaya berlangsung pada waktu yang berbeda. Misalnya, penanaman modal awal
adalah biaya sekarang sedangkan laba dan biaya bertambah tiap tahun. Rumus ekonomi tersedia
untuk menyatakan nilai-nilai ini digabungkan untuk menetapkan keseimbangan antara pengeluaran
dan pendapatan, persamaan yang dihasilkan biasanya mempunyai lajubunga sebagai peubah impli-
sit. Jadi masalah harus dipecahkan secara coba dan ralat, atau lebih disenangi dedngan metode
numerik untuk menentukan akar persamaan itu.
Seluruh armada kendaraan perusahaan dapat dibeli seharga $210.000 Pemasukan yang diharap-
kan dari kendaraan tersebut adalah $100.000 tiap tahun dengan biaya langsung $55.000 tiap tahun.
Setelah 5 tahun, nilai pasaran mobil-mobil itu akan menjadi $80.000. berapakah hasil pengembalian-
nya?
6.9 Kecepatan keatas dari sebuah roket dapat dihitung dengan mamakai rumus berikut
m0
v = u In − gt
m0 − qt
di mana v adalah kecepatan ke atas, u kecepatan pada saat bahan bakar dikeluarkan relatif terhadap
roket, m0 massa awal roket pada saat t = 0, q laju pemakaian bahan bakar, dan g percepatan grafitasi
ke bawah (dianggap konstanta = 9,8 m/det2). Jika u = 2200 m/det. m0 = 160.000 kg, dan q = 2680
kg/det, hitung waktu pada saat v = 1000 m/det. Petunjuk: t berada di antara 10 dan 50 detik. Tentu-
kan hasil Anda sehingga berada di sekitar 1% dan nilai sejati. Periksa jawab Anda.
Rekayasa Kimia
6.10 Dengan memakai perangkat lunak Anda sendiri, tirukan komputasi yang dilaksanakan dalam Studi
Kasus 6.2.
6.11 Laksanakan komputasi yang sama seperti dalam Studi Kasus 6.2, tetapi untuk etil alkohol (a =
12,02 dan b = 0,08407) pada suhu 350 K dan p = 1,5 atm. Bandingkan hasil-hasil Anda dengan
hukum gas ideal. Jika mungkin, gunakan perangkat lunak komputer Anda untuk menentukan
volume molal. Jika tidak, pakai metode-metode numerik apa saja yang dibahas di Bab 4 dan 5
untuk melakukan komputasi tersebut. Berikan alasan teknik pilihan Anda.
6.12 Ulangi soal 6.11, tetapi pakai nitrous oksida (a = 3,782 dan b = 0,04415) pada suhu 450 K; p
=1.75 atm.
6.13 Suhu (dalam kelvin) suatu sistem bervariasi selama suatu hari menurut
2πt
T = 400 + 225 cos
1440
di mana t diungkapkan dalam menit. Tekanan yang hilang dari sistem mengikuti formula
p = p0 e − t /1440 Kembangkan program komputer untuk menghitung volume molal dari oksigen
pada selang menit sepanjang hari. Gambarkan secara grafik hasilnya. Jika Anda mempunyai ke-
mampuan komputer grafik, plotkan semua datanya. Jika tidak, gambarkan hasil-hasilnya dengan
memakai selang 60 menit. Latar belakang untuk masalah ini dapat dijumpai dalam Studi Kasus
6.2.
6.14 Dalam rekayasa kimia, sumbat arus reaktor (yakni, tempat fluida mengalir dari satu ujung ke ujung
lainnya dengan pencampuran minimal sepanjang sumbu membujur) seringkali dipakai untuk
mengkonversi reaktan menjadi barang jadi. Telah ditentukan bahwa efisiensi konversi kadang-
kadang dapat diperbaiki dengan mendaur-ulang sebagian dari aliran barang jadi sehingga kembali
ke tempat masuk untuk suatu perlewatan tambahan melalui reaktor (Gambar P6.14). tingkat daur-
ulang didefinisikan sebagai
volume fluida yang dikembalikan ke tempat masuk
R=
volume yang meninggalkan sistem
Daur-ulang
Andaikan kita mengolah bahan kimia A untuk menghasilkan produk B. Untuk kasus dimana A
membentuk B menurut suatu reaksi otokatalis (yakni, dalam mana salah satu barang jadi bertindak
sebagai katalisator atau perangsang untuk reaksi), atau
A+B B+B
K=
(Cc.0 + x )
(C A.0 − 2 x )2 (C B.0 − x )
di mana tikalas 0 menunjukan konsentrasi awal tiap unsur. Jika K = 1,25 x 10-2, C A.0 = 50,
C B.o = 40, dan CC .o = 5, hitung x.
6.18 Reaksi kimia berikut berlangsung dalam sistem tertutup
2A + B = C
A+D=C
Pada keadaan ekuilibrium, reaksi-reaksi tersebut dapat dicirikan oleh
CC
K1 =
C A2 C D
CC
K2 =
C AC D
Jika x1 dan x2 adalah laju pembentukan C masing-masing menurut reaksi pertama dan kedua,
gunakan pendekatan yang serupa dengan soal 6.17 untuk merumuskan ulang hubungan ekuilibri-
um dalam bentuk konsentrasi awal dari unsur-unsur. Kemudian pakailah metode Newton-Raphson
untuk memecahkan pasangan persamaan taklinear simultan untuk x1 dan x2 jika K1 = 4 x 10-4,
K2 = 3,7 x 10-2, C A.0 = 50, C B.0 = 20, CC .0 = 5, C D.0 = 10. Gunakan pendekatan grafis untuk
mengembangkan tebakan-tebakan awal Anda.
Rekayasa Sipil
6.19 Dengan memakai perangkat lunak nda sendiri, tirukan komputasi Studi Kasus 6.3.
6.20 Laksanakan komputasi yang sama seperti dalam Studi Kasus 6.3, tetapi gunakan nilai dari w = 12
N/m.
6.21 Laksanakan komputasi yang sama seperti dalam Studi Kasus 6.3, tetapi pecahan untuk w di mana
y0 = 6, TA = 2000 dan y = 14 pada x = 40
6.22 Konsentrasi bakteri bahan pengotor C di sebuah danau berkurang sesuai dengan
C = 80e −2t + 20e −0,1t
Tentukan waktu yang diperlukan untuk bakteri agar redusir sampai 10 dengan memakai (a)
metode grafis dan (b) metode Newton-Raphson.
6.23 Banyak bidang rekayasa memerlukan taksiran populasi secara teliti. Misalnya, insinyur transpor-
tasi mungkin memerlukannya untuk secara terpisah menentukan kecenderungan pertumbuhan
populasi sebuah kota dan daerah pinggiran kota sekitarnya. Populasi daerah perkotaan menurun
menurut waktu sesuai dengan
Pu (t ) = Pu ,maks e − kut + Pu ,min
sedangkan populasi daerah pinggiran kota bertambah, seperti dalam
ps ,maks
ps (t ) =
⎛ ps ,maks ⎞ −kst
1 + ⎜⎜ 1⎟e
⎝ p0 ⎟⎠
di mana Pu ,maks , ku , Pu ,min, Ps ,maks , Po , dan k s adalah parameter-parameter yang diturunkan secara
empiris.
Tentukan waktu dan nilai-nilai Pu (t ) dan Ps (t ) yang berpadanan pada waktu populasi-popu-
lasinya sama nilai-nilai parameternya adalah Pu ,maks = 60000 ; ku = 0,04 tahun −1 ;
Pu ,min = 120000 ; Po = 5000 ; dan k s = 0,06 tahun −1 . Untuk memeperoleh penyelesaian
Anda, pakai (a) metode-metode grafis dan (b) posisi-palsu.
6.24 Pada rekayasa lingkungan (bidang khusus dalam rekayasa sipil) persamaan berikut ini dapat
digunakan untuk menghitung tingkat oksigen pada hilir sungai dari tempat pembuangan kotoran
(limbah):
(
c = 10 − 15 e −0,1x − e −0,5 x )
di mana x adalah jarak hilir sungai ke tempat pembuangan limbah. Tentukanlah jarak hilir sungai
tersebut bila pembacaan pertama pada alat pengukur tingkat oksigen adalah 4. (Petunjuk: ia ber-
ada 5 mi dari pembuangan). Tentukan jawaban Anda untuk galat 1%.
6.25 Simpangan suatu struktur didefinisikan oleh persamaan berikut untuk suatu osilasi yang diredam:
y = 10e − kt cos wt
di mana k = 0,5 dan w = 2.
(a) Pakai metode grafis untuk membuat suatu taksiran awal dari waktu yang diperlukan agar sim-
pangan berkurang menjadi 4.
(b) Gunakan metode Newton-Raphson untuk menentukan akar sampai ∈s = 0,01 persen.
(c) Gunakan metode secant menentukan akar sampai ∈s = 0,01 persen .
6.26 Gambar P6.20 memperlihatkan sebuah kanal terbuka yang dimensinya tetap dengan luas penam-
pang siku-empat A. Di bawah kondisi aliran seragam, berlaku hubungan berikut, didasarkan pada
persamaan Manning,
2/3
y B ⎛ yn B ⎞
Q = n ⎜⎜ ⎟ S 1/ 2 (P6.26)
n ⎝ B + 2 yn ⎟⎠
B
S
yn
Q GAMBAR P6.26
di mana Q adalah aliran y n kedalam normal, B lebar kanal, n koefisien kekasaran yang dipakai
untuk memparamterkan pengaruh gesekan bahan kanal, dan S adalah kemiringan kanal. Persama-
an ini digunakan oleh para insinyur fluida dan sumber-air untuk menentukan kedalaman normal.
Jika nilai ini lebih kecil dari kedalaman kritis,
1/ 3
⎛ Q2 ⎞
yc = ⎜⎜ 2 ⎟⎟
⎝B g⎠
di mana g adalah percepatan akibat gaya berat (980 cm/det2), lalu aliran menjadi subkritis. Gam-
bar metode grafis dan bagidua untuk menentukan y n . Jika Q = 14,15 m3 /det; B = 4,752 m; n =
0,017; dan S = 0,0015. hitunglah apakah aliran sub – atau superkritis.
6.27 Gambar P6.27a memperlihatkan batang seragam (unifrom beam) yang dikenai beban yang didis-
tribusikan bertambah secara linear. Persamaan untuk kurva elastis yang dihasilkan adalah (lihat
Gambar P6.27b)
y=
w0
120 EIL
(
− x 5 + 2 L2 x 3 − L4 x ) (P6.27)
w0
(x = L, y = 0)
(x = 0, y = 0)
X
L
(a) (b)
6.28 Dalam teknik laut, persamaan untuk gelombang berdiri yang dipantulkan dalam pelabuhan diberi-
kan oleh
⎡ ⎛ 2πx ⎞ ⎛ 2πtv ⎞ −x ⎤
h = h0 ⎢sin ⎜ ⎟ cos⎜ ⎟+e ⎥
⎣ ⎝ λ ⎠ ⎝ λ ⎠ ⎦
Pecahan untuk x jika h = 0,5h0 , λ = 20, t = 10 dan v = 50.
6.29 Rumus secant mendefinisikan gaya per satuan luas P/A , yang menyebabkan tegangan maksimum
Om dalam batang dengan hasil bagi ketipisan Le/r yang diketahui
P Om
=
( )
A 1 + ec / r sec[1 / 2(P / EA)(Le / r )]
2
3
Jika E = 29 x 10 ksi, ec/r2 =0,2 dan Om = 36 ksi, hitung P/A untuk Le/r = 100. [ Petunjuk: Ingat
kembali bahwa sec x = 1/cos x ].
Rekayasa Elwktro
6.30 Dengan memakai perangkat lunak Anda sendiri, tirukan komputasi Studi Kasus 6.4.
6.31 Laksanakan komputasi yang sama seperti dalam Studi Kasus 6.4, tetapi anggap bahwa muatan ha-
rus dihamburkan sampai 3 persen dari nilainya yang semula dalam 0,04 detik.
6.32 Laksanakan komputasi yang sama seperti dalam Studi Kasus 6.4, tetapi tentukan waktu yang di-
perlukan oleh rangkaian untuk menghambur sampai 15 persen dari nilainya yang semula jika
−4
diberikan R = 300Ω, C = 10 F dan L = 4 H.
6.33 Laksanakan komputasi yang sama seperti dalam Studi Kasus 6.4, tetapi tentukan nilai L yang
diperlukan oleh rangkaian untuk menghmbur sampai 1 persen dari nilainya yang semula dalam
t = 0,05 detik, diberikan R = 280Ω, C = 10 −4 F .
6.34 Suatu arus osilasi dalam sebuah rangkaian listrik diperikan oleh
I = 10e −t sin (2π t ).
di mana t dalam detik. Tentukan semua nilai t sedemikian rupa sehingga I = 2.
Rekayasa Mesin
6.35 Dengan memakai perangkat lunak Anda sendiri, tirukan komputasi yang dilaksanakan dalam
Studi Kasus 6.5.
6.36 Laksanakan komputasi yang sama seperti dalam Studi Kasus 6.5, tetapi gunakan c = 1,7 x 107
g/det, k = 1,5 x 109 g/det2, dan m = 2 x 106 g.
6.37 Laksanakan komputasi yang sama seperti dalam Studi Kasus 6.5, tetapi tentukan nilai k sehingga
akar pertama terjadi pada t = 0,075 detik.
6.38 Laksanakan komputasi yang sama seperti dalam Studi Kasus 6.5, tetapi tentukan nilai m sehingga
akar pertama terjadi pada t = 0,03 detik.
6.39 Laksanakan komputasi yang sama seperti dalam Studi Kasus 6.5, tetapi tentukan nilai c sehingga
akar pertama terjadi pada t = 0,22 detik.
Spreadsheet
6.40 Gunakan program spreadsheet yang aktif sepenuhnya seperti TOOLKIT elektronik atau Lotus 123
untuk memecahkan persamaan berikut dengan memakai metode Newton-Raphson. Selidiki
perilaku sistem untuk beragam nilai awal x, y, z.
f (x, y, z ) = 4 x + 5 sin y + 0,1z − 5 = 0
g (x, y, z ) = x 2 + 2 y + exp(− 0,5 z ) − 5 = 0
h( x, y, z ) = x + y + z 2 − 12 = 0
6.41 Ulangi Soal 6.40 dengan
f ( x, y ) = 1 − x 2 − y 2 = 0
g (x, y ) = 10 + x − y = 0
6.42 Ubah fungsi pada disk yang melengkapi naskah dngan memakai n = 1,5 dan m = 2,5. periksa
efisiensi metode untuk kasus-kasus berikut:
(a) xlama = 1 dan ylama = 1.
(b) xlama = 2 dan ylama = 2.
(c) xlama = 4 dan ylama = 4.
(d) xlama = 1,2 dan ylama = 1,2.
Selidiki nilai-nilai xlama dan ylama lain. Bahas kekonvergenan metode berdasarkan hasil pengamat-
an Anda.
6.43 Ulangi Soal 6.42 dengan n = 0,5 dan m = 0,5 dengan nilai-nilai awal xlama dan ylama Anda sendiri.
6.44 Ulangi Soal 6.43 dengan n = 3 dan m = 3.
6.45 Ulangi Soal 6.43 dengan n = 0,5 dan m = 4.
Aneka Ragam
6.46 Baca semua studi kasus dalam Bab 6. berdsarkan pembacaan dan pengalaman Anda, buatlah studi
kasus Anda sendiri untuk salah satu bidang rekayasa. Ini mungkin menyangkut modifikasi atau
pengungkapan kembali salah satu dari studi kasus-studi kasus dalam Bab ini. Namun, mungkin
juga secara keseluruhan orisinil. Seperti halnya dengan contoh-contoh yang telah dibahas, studi
kasus harus diambil dari suatu konteks masalah rekayasa dan harus mendemontrasikan pemakaian
metode-metode numerik untuk penyelesaian akar-akar persamaan. Tulislah hasil-hasil Anda deng-
an memakai studi kasus-studi kasus yang telah dibahas diatas sebagai modelnya.
7 Regresi Kuadrat Terkecil
Jika terdapat banyak galat yang berhubungan dengan data, interpolasi polinom tedak
sesuai dan mungkin memberikan hasil-hasil yang tidak memuaskan bilamana dipakai
untuk meramalkan nilai-nilai antara. Data eksperimental seringkali berupa jenis ini.
Misalnya, Gambar 11-1a memperlihatkan tujuh butir data yang diturunkan secara eks-
perimental yang memperagakan ketidaktetapan (variabilitas) yang signifikan. Pemerik-
saan visual atas data memberi kesan suatu kaitan positif antara y dan x. Yaitu, keselu-
ruhan gejala menunjukan bahwa nilai y yang lebih besar berkaitan dengan nilai x yang
lebih besar. Sekarang, jika suatu polinom interpolasi orde keenam dicocokan pada data
ini (Gambar 11.1b), secara eksak polinom akan melalui semua titik. Namun, karena
ketidaktetapan (variabilitas) dalam data, kurva berayun secara tak terkendali dalam se-
lang di antara setiap titik. Khususnya, nilai-nilai interpolasi antara x = 1,5 dan x = 6,5
muncul diluar rentang yang ditunjukan oleh data tersebut.
Untuk kasus-kasus demikian strategi yang lebih sesuai adalah menurunkan sua-
tu fungsi hampiran yang “secara cukup” cocok dengan bentuk atau gejala umum data
tampa perlu cocok dengan titik-titik itu sendiri. Gambar 11.1c mengilustrasikan bagai-
mana garis lurus dapat secara umum dipakai untuk mencirikan trend (kecenderungan)
data tampa melalui sembarang titik tertentu.
Suatu cara untuk menentukan garis dalam Gambar 11.1c adalah secara visual
memeriksa data yang digambarkan grafiknya dan kemudian menggambarkan sketsa
garis “ terbaik” yang melalui titik-titik tersebut. Walaupun pendekatan “bola-mata”
yang demikian sangat menarik dan sahih untuk perhitungan “dibalik-amplop” pende-
katan tersebut kurang baik karena mereka sembarang. Yakni, terkecuali jika titik-titik
itu mendefinisikan sebuah garis lurus yang sempurna (sehingga iterpolasi akan sesuai),
maka penganalisis yang lainnya akan menarik garis yang berbeda.
Untuk menghilangkan kesubyektifan ini, harus diciptakan beberapa kriteria untuk
mengukur kecukupan dari kecocokan. Satu cara untuk melakukan ini adalah menurun-
kan kurva yang meminimumkan ketidaksesuaian antara titik-titik data dan kurva. Sebu-
ah teknik untuk melaksanakan tujuan ini yang dinamakan regresi kuadrat-terkecil,
akan dibahas dalam Bab yang ini.
0
0 5 x
(a)
0
0 5 x
(b)
0
0 5 x GAMBAR 11.1 (a) data-data yang memperagakan galat yang
signifikan . (b) Pencocokan polinom berayun di luar rentang da
(c) ta. (c) Hasil-hasil yang lebih memuaskan dengan memakai pen
cocokan kuadrat terkecil.
n n
∑ ei = ∑ ( yi − a0 − a1 xi )
i =1 i =1
(11.2)
di mana n adalah jumplah ntotal dari titik-titik. Namun, ini merupakan kriteria yang
tidak memadai, seperti diilustrasikan oleh Gambar 11.2a, yang melukiskan pencocokan
garis lurus terhadap dua titik. Jelas, kecocokan terbaik (best fit) adalah garis yang
menghubungkan titik-titik itu. Namun, sembarang garis lurus yang melalui titik-tengah
garis penghubung (kecuali garis yang tegak secara sempurna) manghasilkan nilai
minimum dari Persamaan (11.2) sama dengan nol, karena galat-galatnya saling mem-
batalkan .
kriteria lainnya adalah peminimuman jumplah nilai-nilai mutlak ketidaksesuaian,
seperti dalam
n n
∑e i = ∑ ( y i − a 0 − a1 xi )
i =1 i =1
Gambar 11.2b memperagakan kenapa kriteria ini juga tidak memadai. Untuk keempat
titik yang diperlihatkan, sembarang garis lurus jatuh diantara garis-garis putus yang
akan meminimumkan nilai mutlak dari jumplah. Jadi, kriteria ini juga tidak menuju ke
satu kecocokan terbaik.
Strategi ketiga untuk mencocokan garis terbaik adalah kriteria minimaks. Dalam
teknik ini, garis yang dipilih meminimumkan jarak maksimum suatu titik dari garis ter-
sebut. Seperti dilukiskan dalam Gambar 11.2c, strategi ini tidak cocok untuk regresi
karena memberikan pengaruh yang tak semesinya pada titik terpencil, yaitu titik tung-
gal dengan galat besar. Harus diperlihatkan bahwa prinsip minimaks kadang-kadang
sesuai untuk pencocokan fungsi sederhana sampai fungsi rumit (Carnahan, Luther, dan
Wilkes, 1969).
Strategi untuk mengatasi kelemahan pendekatan tersebut diatas adalah memini-
mumkan jumplah kuadrat sisa, seperti dalam
n n 2
S r = ∑ ei2 = ∑ ( y i − a 0 − a1 xi ) (11.3)
i =1 i =1
Kriteria ini mempunyai sejumplah keuntungan, termasuk kenyataan bahwa ia mengha-
silkan garis yang unik untuk himpunan data yang diberikan. Sebelum membahas sift-
sifat ini, akan disajikan teknik untuk menentukan nilai-nilai a 0 dan a1 yang memini-
mumkan Persamaan (11.3)
Titik-tengah
x
(a)
x
(b)
y
X
(c)
GMBAR 11.2 Contoh beberapa kriteria untuk “kecocokan terbaik” yang sesuai untuk regresi: (a)
peminimuman jumplah sisa; (b) peminimuman jumplah nilai-nilai mutlak sisa; (c) peminimuman galat
maksimum dari sembarang titik individual.
n∑ xi y i − ∑ xi ∑ y i
a1 = (11.6)
n∑ xi2 − (∑ xi )
2
Hasil ini kemudian dipakai bersama-sama dengan Persamaan (11.4) untuk memecah-
kan
a 0 = y − a1 x (11.7)
n=7 ∑x y i i = 119,5 ∑x 2
i = 140
28
∑x i = 28 x=
7
=4
24
∑y i = 24 y=
7
= 3,428571429
TABEL 11.1 Komputasi untuk analisis galat kecocokan
linear
xi yi (y i −y )
2
( y i − a0 − a1 xi )2
1 0,5 8,5765 0,1687
2 2,5 0,8622 0,5625
3 2,0 2,0408 0,3473
4 4,0 0,3265 0,3265
5 3,5 0,0051 0,5896
6 6,0 6,6122 0,7972
7 5,5 4,2908 0,1993
∑ 24 22,7143 2,9911
7(119,5) − 28(24 )
a1 = = 0,839285714
7(140 ) − (28)
2
S r = ∑ ( y i − a 0 − a1 xi ) (11.8)
i =1
Perhatikan keserupaan antara Persamaan (PT4.3) dan (11.8). dalam kasus yang
pertama, sisa-sisa terebut menyatakan kuadrat dari ketidaksesuaian antara data dan tak-
siran tunggal ukuran gejala pusat yaitu rata-rata. Dalam Persamaan (11.8), sisa-sisa me-
nyatakan kuadrat dari jarak tegak antara data dan ukuran gejala pusat lain-garis lurus
(Gambar 11.3).
Analogi tersebut dapat lebih diperluas untuk kasus-kasus di mana (1) sebaran
titik di sekeliling garis mempunyai besaran serupa sepanjang keseluruhan rentang data
dan (2) distribusi titik-titik ini disekitar garis adalah normal. Dapat diperlihatkan bahwa
jika kriteria ini terpenuhi, regresi kuadrat-terkecil akan menyediakan taksiran-taksiran
a 0 dan a1 yang terbaik (yakni, yang paling mungkin) (Draper dan Smith 1981). Dalam
statistik ini dinamakan prinsip maximum likelihood. Tambahan pula, jika kriteria ini
terpenuhi, “simpangan baku” untuk garis regresi dapat ditentukan sebagai [bandingan
dengan Persaman (PT4.3)].
Sr
Sy/x = (11.9)
n−2
y
Pengukuran
yi
y i − a 0 − a1 xi
Garis regresi
a 0 + a1 xi
Hadap nilai x tertentu. Perhatikan juga bahwa sekarang kita membagi dengan n – 2 ka-
rena dua taksiran yang diturnkan dari data, a 0 dan a1 ,dipakai untuk menghitung S r ; jadi
sekarang kita telah kehilangan dua derajat kebebasan. Seperti halnya dengan pemba-
hasan tentang simpangan baku dalam Pasal PT4.2.1, pertimbangan lain untuk pembagi-
an denagan n – 2 adalah bahwasanya tidak terdapat apa yang dinamakan “sebaran data”
di sekeliling garis lurus yang menghubungkan dua titik. Jadi untuk kasus n = 2, Persa-
maan (11.9) memberikan hasil takhingga yang tidak ada artinya.
Sama halnya seperti halnya simpangan baku, galat taksiran baku mengukur sebaran
data. Namun, s y / x mengukur sebaran di sekeliling garis regresi, seperti diperlihatkan
dalam Gambar 11.4, sebagai lawan terhadap simpangan baku s y yang semula, yang
mengukur sebaran di sekeliling rata-rata (Gambar 11.4a).
Konsep-konsep di atas dapat dipakai untuk mengukur “kebaikan” (goodness) dari
pencocokan kita. Secara khusus ini berguna untuk perbandingan beberapa regresi (lihat
Gambar 11.5). untuk melakukan ini, kita kembali kedata semula dan mementukan jum-
plah kuadrat disekeliling rata-rata untuk peubah tak-bebas ( dalam kasus kita, y). Kita
dapat menamakan ini jumplah total kuadrat S t . Ini adalah besarnya sebaran dalam
peubah tak bebas yang ada sebelum regresi. Setelah melaksanakan regresi linear, dapat-
(a) (b)
GAMBAR 11.4 Regresi data menunjukan (a) penyebaran data di sekitar rata-rata variabel tak bebas dan
(b) penyebaran data di sekitar garis regresi yang sebenarnya. Pengurangan penyebaran dari a ke b seba-
gaimana ditunjukan oleh kurva yang berbentuk lonceng di sebelah kakan, mewakili kenaikan akibat
regresi linear.
x
(a)
x
GAMBAR 11.5 Contoh-contoh regresi linear dengan galat-
(b) galat sisa (a) kecil dan (b) besar.
dihtung S r , yang merupakan jumplah kuadrat sisa-sisa disekeliling garis regresi. Ini
menyatakan sebaran yang tertinggal setelah regresi. Selisih antara dua besaran tersebut,
atau S t − S r , mengukur perbaikan atau pengurangan galat sehubungan dengan model
garis-lurus. Selisih ini dapat dinormalkan terhadap galat total untuk memberikan
St − S r
r2 = (11.10)
St
( )
di mana r adalah koefisien korelasi dan r 2 adalah koefisien determinasi = r 2 . Untuk
kecocokan yang sempurna, S r = 0 dan r 2 = 1 , yang menandakan bahwa garis tersebut
menerangkan 100 persen dari ketidaktetapan (kevariabilitasan). Untuk r = r 2 = 0 ,
S r = S t kecocokan ini menyatakan tidak ada perbaikan.
n∑ xi y i − (∑ xi )(∑ xi )
r= (11.11)
n∑ y − (∑ y i ) n∑ y − (∑ y i )
2 2 2 2
i i
CONTOH 11.2
Taksiran Galat untuk Pencocokan Kuadrat-Terkecil Linear
Pernyataan Masalah: Hitung simpangan baku total, galat baku taksiran, dan koefi-
sien korelasi untuk data dalam Gambar 11.1.
Sebelum melangkah ke program komputer untuk regresi linear, kami perlu mem-
berikan kata peringatan. Walaupun koefisien korelasi menyediakan ukuran yang baik
dari kebaikan pencocokan, Anda harus berhati-hati untuk tidak memberikan arti yang
berlebihan daripada yang seperlunya. Hanya karena r “dekat” ke-1 tidak berarti bahwa
kecocokan perlu “baik.” Misalnya, adalah mungkin memperoleh nilai r yang relatif
tinggi bilamana hubungan yang ada antara y dan x bahkan tidak linear. Draper dan
Smith (1981) menyediakan paduan dan materi tambahan yang berkenaan dengan
penaksiran hasil-hasil regfresi linear. Selain itu, paling sedikit Anda harus selalu
mengawasi gambar grafik data bersama-sama dengan garis regresi Anda bilamana
Anda mencocokan kurva-kurva regresi. Seperti diuraikan dalam pasal yang berikut,
perangkat lunak TOOLKIT Elektrnik mengikutkan kemampuan yang demikian.
GAMBAR 11.6 Program Komputer interaktif untuk regresi linear ditulis dalam Microsoft BASIC.
GAMBAR 11.7 Subrutin untuk regresi linear di tulis dalam (a) FORTRAN 77 dan (b) Turbo Pascal.
CONTOH 11.3
regresi Linear dengan Menggunakan Komputer
Pernyataan Masalah: Program komputer akrab-pemakai untuk mengimplementasi-
kan regresi linear termuat dalam paket perangkat lunak TOOLKIT Elektronik yang
berkaitan dengan naskah ini. Perangkat lunak ini dapat dipakai untuk memecahkan
masalah pengujian hipotensis yang berhubungan dengan penerjun pajung yang
dibahas dalam Bab1. Model matematis teoritis untuk kecepatan penerjun diberikan
sebagai berikut [Persamaan (1.10)].
v(t ) =
gm
c
[
1 − e (−c / m )t ]
di mana v adalah kecepatan dalam sentimeter per detik, g konstanta grafitasi 980
cm/det2, m massa penerjun sama dengan 68100 g, dan c koefisien pengerem 12500
g/det. Model tersebut meramalkan kecepatan penerjun sebagai fungsi waktu, seperti
dipaparkan dalam Contoh 1.1. Gambar grafik variasi kecepatan dikembangkan dalam
Contoh 2.1.
model alternatif empiris untuk kecepatan penerjun diberikan sebagai berikut
gm ⎡ t ⎤
v(t ) = (E11.3.1)
c ⎢⎣ 3,75 + t ⎥⎦
Andaikan bahwa Anda bermaksud menguji dan membandingkan kecukupan
dua model matematis ini. Hal ini dapat dilaksanakan dengan mengukur kecepatan pe-
nerjun yang sebenarnya pada nilai-nilai waktu yang diketahui dan membandingkan
hasil-hasilnya dengan kecepatan yang diramalkan menurut masing-masing model.
Program pengumpulan-data-percobaan yang demikian diimplementasikan dan
hasil-hasilnya didaftarkan dalam kolom (a) Tabel 11.2. kecepatan yang dihitung
untuk tiap model didaftarkan dalam kolom (b) dan (c).
TABEL 11.2 Kecepatan Yang diukur dan dihitung untuk penerjun payung yang jatuh
5 16 27 38 49 68 5 16 27 38 49 68
GAMBAR 11.8 (a) Hasil-hasil dengan memakai regresi linear untuk membandingkan nilai-nilai yang
diukur terhadap ramalan-ramalan model yang dihitung dengan Persamaan (1.9) teoritis. (b) Hasil-hasil
dengan memakai regresi linear untuk membandingkan nilai-nilai yang diukur terhadap ramalan-
ramalan yang dihitung dengan Persamaan (E11.3.1) empiris.
Pengujian dan pemilihan model adalah kegiatan yang umum dan sangat penting
yang dilakukan dalam semua bidang rekayasa. Latar belakang materi yang disediakan
untuk Anda dalam bab yang sekarang ini bersama dengan perangkat lunak memung-
kinkan Anda menghadapi banyak masalah praktis jenis ini.
x
(a)
y
x
(b)
GAMBAR 11.9 (a) Data yang tak-cocok untuk regresi kuadrat-terkecil linear. (b) Petujuk bahwa
parabola lebih disenangi.
memeriksa data untuk memastikan apakah berlaku suatu model linear. Misalnya, Gam-
bar 11.9 memperlihatkan beberapa data yang jelas kurvilinear. Dalam beberapa kasus,
teknik-teknik seperti regresi polino, yang diuraikan dalan Pasal 11.2, adalah sesui.
Untuk lainnya, dapat dipakai transformasi untuk mengungkapkan data dalam bentuk
yang kompatibel dengan regresi linear.
Satu contoh adalah model eksponen (exponential model)
y = a1e b1x (11.12a)
di mana a1 dan b1 adalah konstanta. Model ini dipakai dalam banyak bidang rekayasa
untuk mencirikan besaran yang bertambah ( b1 positif) atau berkurang ( b1 negatif) pada
laju yang berbanding langsung terhadap besarannya sendiri. Misalnya, pertumbuhan
populasi atau peluluhan radioaktif dapat mempertunjukan perilaku yang demikian.
Seperti dilukiskan dalam Gambar 11.10a, persamaaaan tersebut menyatakan hubungan
taklinear antara y dan x (untuk b1 ≠ 0 ).
Contoh lain model taklinear adalah persamaan pangkat sederhana
y = a 2 x b2 (11.12b)
di mana a 2 dan b2 adalah koefisien konstanta. Model ini mempunyai kemampuan
penerapan luas di semua bidang rekayasa. Seperti dilukiskan dalam Gambar 11.10b,
persamaannya adalah taklinear (untuk b2 ≠ 0 atau 1).
Contoh ketiga model tak linear adalah persamaan laju pertumbuhan-jenuh (
saturation-growth-rate equation ) (lihat Persamaan (E11.3.1)
y y y
x
y = a1e b1x y = a 2 x b2 y = a3
b3 + x
x x x
(a) (b) (c)
In y log y 1/y
x log x 1/x
Perpotongan = log a 2
(d) (e) (f)
GAMBAR 11.10 (a) Persamaan eksponen, (b) persamaan pangkat, dan (c) persamaan laju-pertumbuh-
an-jenuh. Bagian-bagian (d) , (e) dan (f) adalah versi-versi linear dari persamaan-persamaan ini yang
dihasilkan dari transformasi-transformasi sederhana.
x
y = a3 (10.13)
b3 + x
di mana a3 dan b3 adalah koefisien konstanta. Model ini, yang secara khas sangat
cocok untuk mencirikan laju pertumbuhan populasi dibawah kondisi pembatas, juga
menyatakan hubungan taklinear antara y dan x (Gambar 11.10c) yang mulai mendatar,
atau “jenuh” begitu x bertambah besar.
Teknik regresi taklinear tersedia untuk mencocokkan pesamaan-persamaan ini
secara langsung pada data eksperimental (Perhatikan bahwa kita akan membahas
regresi taklinear dalam Pasal 11.5.) Namun,alternatif yang lebih sederhana adalah
memakai manipulasi matematis untuk mentransformasikan persamaan ke bentuk linear.
Maka regresi linear sederhana dapat diterapkan untuk mencocokkan persamaan pada
data.
Misalnya, persamaan (11.11) dapat dilinearkan dengan cara mengambil logaritma
asli untuk menghasilkan
In y = In a1 + b1x In e
Tetapi karena In e = 1,
In y = In a1 + b1x (10.14)
Jadi gambar grafik semilog dari In y terhadap x akan menghasilkan garis lurus dengan
kemiringan b1 dan perpotongan In a1 (Gambar 11.10d).
Persamaan (11.12) dilinearkan dengan cara mengambil logaritma dasar 10 untuk
memberikan
log y = b2 log x + log a2 (10.15)
Jadi, gambar grafik log-log dari log y terhadap log x akan menghasilkan garis lurus
dengan kemiringan b2 dan perpotongan log a2 (Gambar 11.10e).
Persamaan (10.13) dilinearkan dengan membalikkannya sehingga memberikan
1 b3 1 1
= + (10.16)
y a3 x a3
Jadi suatu plot dari 1/y terhadap 1/x akan linear, dengan kemiringan b3 / a3 (Gambar
11.10f).
Dalam keadaan tertransfomasi,model-model ini dicocokkan dengan mengguna-
kan regresi linear untuk menghitung koefisien konstanta. Kemudian hasil-hasil tersebut
dapat dapat ditransformasikan kembali ke keadaan semula dan dipakai untuk keperluan
peramalan. Contoh 11.4 mengilustrasikan prosedur ini untuk Persamaan (11.12b).
Selain itu, Studi Kasus 14.2 dan 14.3 akan memberikan contoh rekayasa dari jenis
komputasi yang sama.
CONTOH 11.4
Pelinearan Persamaan Pangkat
Pernyataan Masalah: Cocokkan Pesamaan (11.12b) pada data dalam Tabel
11.3 dengan memakai transformasi logaritma data.
TABEL 11.3 Data yang harus dicocokkan terhadap
persamaan pangkat
x y log x log y
1 0,5 0 -0,301
2 1,7 0,301 0,226
3 3,4 0,477 0,534
4 5,7 0,602 0,753
5 8,4 0,699 0,922
Penyelesaian: Gambar 11.11a adalah gambar grafik data semula dalam keadaan
tidak transformasi. Gambar 11.11b memperlihatkan gambar grafik log-log dari data
yang ditransformasi. Regresi linear dari transformasi-log data memberikan hasil
Log y = 1,75 log x – 0,300
Jadi, perpotongan (intercept) log a2. sama dengan -0,300 dan oleh karena itu deng-
an mengambil antilogaritma a 2 = 10 −0,3 = 0,5. Kemiringannya adalah b2 = 1,75.
Akibatnya, persamaan pangkat adalah
y = 0,5 x1,75
Kurva ini, seperti yang digambarkan dalam Gambar 11.11a, menunjukkan kecocok-
kan yang baik.
0
0 5 x
(a)
log y
0,5
0,05 log x GAMBAR 11.11. (a) Gambar grafik dari data yang tidak
tertransformasi bersama dengan persamaan pangkat yang
cocok dengan data. (b) Gambar grafik dari data yang
tertransformasi dipakai untuk menentukan koefisien-
koefisien persamaan pangkat.
(b)
y = a 0 + a1 x + a 2 x 2 + ... + a m x m + e
Untuk kasus ini jumplah kuadrat dari sisa-sisanya adalah [bandingkan dengan Persama-
an (11.3)]
( )
n
S r = ∑ y i − a 0 − a1 xi2 − ... − a m xim
2
(11.17)
i =1
Dengan mengikuti prosedur pasal sebelumnya, kita ambil turunan Persamaan (11.17)
terhadap masing-masing koefisien polinom, seperti dalam
∂S r
∂a 0
(
= −2∑ y i − a 0 − a1 xi − a 2 xi2 − ... − a m xim )
∂S r
∂a 0
(
= −2∑ xi y i − a 0 − a1 xi − a 2 xi2 − ... − a m xim )
∂S r
∂a 0
(
= −2∑ xi2 y i − a 0 − a1 xi − a 2 xi2 − ... − a m xim )
. .
. .
. .
∂S r
∂a 0
(
= −2∑ xim y i − a 0 − a1 xi − a 2 xi2 − ... − a m xim )
Persamaan-persamaan ini dapat diterapkan sama engan nol dan disusun ulang untuk
mengembangkan himpunan persamaan normal yang berikut:
Sr
sy/ x = (11.19)
n − (m + 1)
di mana m adalah orde dari polinom. Besaran ini dibagi dengan n − (m + 1) karena
m + 1 koefisienyang diturunkan dari data − a 0 , a1 ,..., a m − digunakan untuk menghitung
S r ; jadi kita telah kehilangan m + 1 derajat kebebasan. Selain galat baku, juga dapat
dihitung koefisien korelasi untuk regresi polinom dengan cara yang sama seperti untuk
kasus linear:
St − S r
r2 =
St
CONTOH 11.5
Regresi Polinom
Pernyataan Masalah: Cocokkan polinom orde kedua pada data dalam dua kolom
pertama Tabel 11.4.
xi yi (y i −y )
2
(y i − a 0 − a1 xi − a 2 xi2 )
2
m=2 ∑x i = 15 ∑ x = 979
4
i
x = 2,5 ∑x 2
i = 55 ∑ x y = 2488,8
2
i i
y = 25,433 ∑x 3
i = 225
3,74657
sy/ x = = 1,12
6−3
2513,39 − 3,74657
r2 = = 0,99851
2513,39
r = 0,99925
Hasil-hasil ini menunjukan bahwa 99,851 persen dari ketidakpastian yang semula
telah dijelaskan oleh model. Hasil ini mendukung kesimpulan bahwa persamaan
kuadrat tersebut memperlihatkan kecocokkan yang ulung, seperti juga jelas dari
Gambar 11.12.
50 Parabola
Kuadrat-terkecil
0 5 x
DOFOR i = 1 to order + 1
DOFOR J = 1 to i
K = i + j - 2
Sum = 0
DOFOR 1 = 1 to n
Sum = sum + x ik
ENDO
a i , j = sum
a j ,i = sum
ENDO
sum = 0
DOFOR 1 = 1 to n
sum = sum + y1 .x1i −1
ENDO
a i ,order + 2 = sum
ENDO GAMBAR 11.14 Kode-pseudo untuk merakit elemen-ele-
men persamaan nolmal pada regresi polinom.
tif-alternatif lain untuk jenis-jenis data tertentu. Namun, teknik-teknik ini (seperti poli-
nom ortogonal) adalah diluar cakupan buku ini. Pembaca harus mencari keterangan
dari naskah tentang regresi seperti Draper dan Smith (1981) untuk informasi tambahan
berkenaan dengan masalah dan alternatif-alternatif yang mungkin.
Perluasan regresi ganda yang berguna adalah kasus di mana y berupa fungsi linear dari
dua peubah atau lebih. Misalnya y boleh jadi berupa fungsi x1 dan x 2 , seperti dalam
y = a 0 + a1 x1 + a 2 x 2 + e
Persamaan yang demikian secara khas berguna pada waktu mencocokkan data percoba-
an di mana peubah yang sedang dibahas seringkali berupa fungsi dua peubah lainnya.
Untuk kasus dimensi dua ini, “garis” regresi menjadi “bidang” (Gambar 11.15).
Seperti dalam kasus sebelumnya, nilai-nilai koefisien yang “terbaik” ditentukan
dengan cara menerapkan jumplah kuadrat-kuadrat sisa:
n
S r = ∑ ( y i − a 0 − a1 x1i − a 2 x 2i )
2
i =1
∂S r
= −2∑ ( y i − a 0 − a1 x1i − a 2 x 2i )
∂a 0
∂S r
= −2∑ x1i ( y i − a 0 − a1 x1i − a 2 x 2i ) (11.20)
∂a1
∂S r
= −2∑ x 2i ( y i − a 0 − a1 x1i − a 2 x 2i )
∂a 2
Koefisien-koefisien yang menghasilkan jumplah kuadrat sisa minimum diperoleh
dengan menetapkan turunan-turunan parasial sama dengan nol dan mengungkapkan
Persamaan (11.20) sebagai suatu himpunan dari persamaan linear yang simultan:
x1
na 0 + ∑ x1i a1 + ∑ x 2i a 2 = ∑ y i
∑x 2i a 0 + ∑ x1i x 2i a1 + ∑ x 22i a 2 = ∑ x 2i y i
⎡ n
⎢
∑ x1i ∑ x2i ⎤⎥ ⎧⎪a0 ⎫⎪ ⎧⎪ ∑ yi ⎫⎪
⎢ ∑ x1i ∑ x1i ∑ x1i x 2i ⎥ ⎨ a1 ⎬ = ⎨ ∑ x1i y i ⎬
2
(11.21)
⎢∑ x 2i ∑ x1i x 2i ∑ x 22i ⎥ ⎪⎩a 2 ⎪⎭ ⎪∑ x 2i y i ⎪
⎣ ⎦ ⎩ ⎭
CONTOH 11.6
Regresi Linear Ganda
Pernyataan Masalah: Data berikut dihitung dari persamaan y = 5 + 4 x1 − 3 x 2 .
x1 x2 y
0 0 5
2 1 10
2,5 2 9
1 3 0
4 6 3
7 2 27
y x1 x2 x12 x 22 x1 x 2 x1 y x2 y
5 0 0 0 0 0 0 0
10 2 1 4 1 2 20 10
9 2,5 2 6,25 4 5 22,5 18
0 1 3 1 9 3 0 0
3 4 6 16 36 24 12 18
27 7 2 49 4 14 189 54
⎡ 6 16,5 14 ⎤ ⎧a 0 ⎫ ⎧ 54 ⎫
⎢16,5 76,25 48⎥ ⎪ ⎪ ⎪ ⎪
⎢ ⎥ ⎨ a1 ⎬ = ⎨243,5⎬
⎢⎣ 14 48 54⎥⎦ ⎪a ⎪ ⎪ 100 ⎪
⎩ 2⎭ ⎩ ⎭
yang dapat dipecahkan, dengan menggunakan metode eliminasi Gauss dan mem-
berikan
a0 = 5 a1 = 4 a 2 = −3
yang konsisten dengan persamaan semula dari mana asal data diturunkan.
Regresi linear ganda dapat dirumuskan untuk kasus yang lebih umum,
y = a 0 + a1 x1 + a 2 x 2 + ... + a m x m + e
di mana koefisien-koefisien yang meminimumkan jumplah kuadrat sisa ditentukan
dengan memecahkan
⎡ ⎤
⎢ ⎥
⎢ ⎥
⎢ ⎥
⎢ ⎥
⎢ ⎥
⎢ ⎥
⎢ ⎥
⎢ ⎥
⎢ ⎥
⎣ ⎦
Galat baku taksiran untuk regresi linear ganda dirumuskan sebagai
Sr
sy/ x =
n − (m + 1)
DOFOR i = 1 to order + 1
DOFOR J = 1 to i
Sum = 0
DOFOR 1 = 1 to n
Sum = sum + xi −1,1 .x j −1,1
ENDO
a i , j = sum
a j ,i = sum
ENDO
sum = 0
DOFOR 1 = 1 to n
sum = sum + y1 .xi −1,1
ENDO
a i ,order + 2 = sum
ENDO
GAMBAR 11.16 Kode-pseundo untuk menarik elemen-elemen persamaan normal pada regresi ganda.
Catatan seiring penyimpanan variabel bebas pada x1,i , x 2 ,i dan seterusnya, 1 harus disimpan pada x 0 ,i
untuk kerja algoritma.
dengan [Z] merupakan matriks dari nilai variabel bebas yang ditinjau,
⎡ z 01 z11 . . . z m1 ⎤
⎢ ⎥
⎢ z 02 z12 . . . z m 2 ⎥
⎢ . ⎥
[Z ] = ⎢ ⎥
⎢ . ⎥
⎢ . ⎥
⎢ ⎥
⎢⎣ z 0 n z1n . . . z mn ⎥⎦
{Y }T = [ y1 y 2 ... y n ]
vektor kolom {A} berisi koefisien anu
2
n ⎛ m ⎞
Sr = ∑ ⎜ y i − ∑ a j z ji ⎟
⎜ ⎟
i =1 ⎝ j =0 ⎠
Besaran ini dapat dibuat minimum dengan menggunakan turunan parsial terhadap ma-
sing-masing koefisiennya dan selanjutnya menetapkan persamaan biasa yang dapat
dihasilkan sama dengan nol. Hasil dari proses ini akan berupa persamaan biasa yang
dapat dinyatakan secara ringkas dalm bentuk matriks sebagai
[Z ]T [Z ] {A} = [Z ]T {Y } (11.24)
Pembuktian persamaan (11.24) ini akan ditinggalkan untuk pekerjaan rumah Anda.
Sebenarnya, Persamaan (11.24) ini ekivalen dengan persamaan biasa yang telah diru-
muskan sebelumnya untuk regresi linear sederhana, polinomial dan regresi linear ber-
ganda.
Motivasi utama kita sejauh ini adalah mengilustrasikan kesamaan antar ketiga
pendekatan tersebut dan memperlihatkan bgaimana ketiganya dapat dinyatakan secara
sederhana dalam notasi matriks yang sama. Pembahasan tersebut juga menetapkan
tahapan pembahasan untuk pasal berikutnya di mana kita akan mendapatkan pengertian
yang lebih mendalam tentang strategi yang lebih disukai untuk menyelesaikan persa-
maan (11.24). Notasi matriks tersebut juga akan relevan apabila kita membahas regresi
tak-linear yang terdapat pada pasal terakhir dari bab ini.
{A} = [[Z ]T [Z ]] [Z ]T {Y }
−1
(11.25)
Masing-masing metode eliminasi dapat dipakai untuk menentukan invers (ingat kem-
bali Pasal 8.1.2 dan 9.5.1) dan karena itu dapat dipakai untuk menerapkan persamaan
(11.25). Namun, seperti telah kita pelajari di Bagian Tiga, ini adalah pendekatan yang
tidak efisien untuk pemecahan himpunan persamaan simultan. Sehingga jika kita ter-
tarik dalam pemecahan untuk koefisien-koefisien regresi, lebih disukai menerapkan
pendekatan dekomposisi LU tampa invers. Namun, dari segi statistika, terdapat
sejumplah alasan kenapa kita tertarik untuk memperoleh invers dan memeriksa
koefisien-koefisiennya. Alasan-alasan ini selanjutnya akan dibahas.
dan
cov ai , a j = z ij−1
(
f ( x ) = a 0 1 − e − a1 x )
Tidak terdapat cara untuk memanipulasi persamaan ini sehingga sesuai dengan bentuk
umum Persamaan (11.23a).
Seperti halnya dengan kuadrat-terkecil, regresi taklinear didasarkan pada penen-
tuan nilai-nilai parameter yang meminimumkan jumplah kuadrat dari sisa (residual)-
nya. Namun, untuk kasus taklinear, penyelesaian haruslah berjalan dengan cara iterasi.
Seperti dengan pendekatan taklinear lainnya, penyelesaian-penyelesaian yang beruntun
seringkalitergantung pada tebakan-tebakan awal parameter.
Metode Gauss-Newton merupakan satu algoritma untuk meminimumkan jumplah
kuadrat sisa antara data dan persamaan taklinear. Konsep kunci yang mendasari teknik
tersebut adalah uraian deret Taylor yang digunakan untuk menyatakan persamaan
taklinear semula dalam suatu bentuk hampiran yang linear. Dengan demikian, teori
kuadrat terkecil dapat digunakan untuk memperoleh taksiran-taksiran baru dari
parameter-parameter yang bergerak dalam arah yang meminimumkan sisa tersebut.
Untuk mengilustrasikan bagaimana hal ini dikerjakan, pertama-tama kaitkan anta-
ra persamaan takliner dan data secara umum dapat dinyatakan sebagai
y i = f ( xi ; a 0 , a1 ,..., a m ) + ei
di mana y i adalah nilai terukur dari peubah takbebas, f ( xi ; a 0 , a1 ,..., a m ) adalah persa-
maan yang merupakan fungsi peubah bebasx dan funsi taklinear dari parameter-para-
meter a 0 , a1 ,..., a m setara ei adalah galat acak. Untuk memudahkan, model ini dapat
dinyatakan dalam bentuk ringkas dengan menghilangkan parameter-parameternya,
y i = f ( x i ) + ei (11.26)
Model taklinear itu dapat diuraikan menurut deret Taylor di sekitar nilai-nilai
parameter dan dihentikan setelah turunan-turunan pertama. Misalnya, untuk kasus dua
parameter,
∂f ( xi ) j ∂f ( x1 ) j
f ( xi ) j +1 = f ( xi ) j + Δa 0 + Δa1 (11.27)
∂a 0 ∂a1
∂f ( xi ) ∂f ( x1 ) j
y i − f (xi ) j = Δa 0 + Δa1 + ei
∂a 0 ∂a1
[ ]
di mana Z j adalah matriks turunan-turunan parsial dari fungsi yang dihitung pada
tebakan awal j.
⎡ ∂f ∂f 1 ⎤
⎢ 1 ⎥
⎢ ∂a 0 ∂a1 ⎥
⎢ ∂f ∂f 2 ⎥⎥
⎢ 2
⎢ ∂a 0 ∂a1 ⎥
[Z ]
j
⎢
=⎢ . . ⎥
⎥
⎢ . . ⎥⎥
⎢
⎢ . . ⎥
⎢ ⎥
⎢ ∂f n ∂f n ⎥
⎢⎣ ∂a 0 ∂a1 ⎥⎦
di mana n adalah banyaknya titik data dan ∂f i / ∂a k adalah turuynan parsial fungsi
terhadap parameter ke-k yang dihitung pada titik data ke-i. Vektor {D} berisi beda-
beda antara pengukuran dan nilai fungsi
⎧ y1 − f ( x1 ) ⎫
⎪ y − f ( x )⎪
⎪ 2 2 ⎪
⎪⎪ . ⎪⎪
{D} = ⎨ ⎬
⎪ . ⎪
⎪ . ⎪
⎪ ⎪
⎩⎪ y n − f ( x n )⎭⎪
⎧Δa 0 ⎫
{ΔA} = ⎨ ⎬
⎩ Δa1 ⎭
Jadi, pendekatannya terdiri dari pemecahan Persamaan (11.29) untuk {ΔA} yang dapat
dipakai untuk menghitung nilai-nilai yang diperbaiki untuk parameter-parameter seper-
ti dalam
a 0. j +1 = a 0. j + Δa 0
dan
a 0. j +1 = a 0. j + Δa1
a k . j +1 − a k . j
∈a k
= 100% (11.30)
a k . j +1
CONTOH 11.7
Metode Gauss-Newton
(
Pernyataan Masalah: Cocokkan fungsi f ( x; a 0 , a1 ) = a 0 1 − e − a1 x ) pada data:
x y
0,25 0,28
0,75 0,57
1,25 0,68
1,75 0,74
2,25 0,79
∂f
= 1 − e −a1 x
∂a 0
dan
∂f
= 1 − e − a1 x
∂a1
⎡0,2212 0,1947⎤
⎢ ⎥
⎢0,5276 0,3543⎥
[Z 0 ] = ⎢0,7135 0,3581⎥
⎢ ⎥
⎢ 0,8262 0,3041⎥
⎢ ⎥
⎣0,8946 0,2371⎦
⎡ 0,9489 ⎤
[Z 0 ]T [Z 0 ] = ⎢ 2,3193 ⎥
⎢⎣0,9489 0,4404⎥⎦
⎡− 7,8421⎤
[Z 0 ]T [Z 0 ]−1 = ⎢3,6397 ⎥
⎣⎢− 7,8421 19,1678⎦⎥
Vektor {D} terdiri dari perbedaan antara pengukuran dan prediksi model,
− 0,1533 ⎫
[Z 0 ]T {D} = ⎧⎨ ⎬
⎩− 0,0365⎭
− 0,2714⎫
{ΔA} = ⎧⎨ ⎬
⎩− 0,5019 ⎭
Modifikasi metode tersebut (Boots dan Peterson, 1958; Hartley, 1961) telah di-
kembangkan untuk mengobati kekurangan-kekurangan itu. Tambahan pula, metode-
metode lain seperti teknik “steepest descent” dan Levenberg-Marquardt telah dikem-
bangkan untuk mencocokkan persamaan-persamaan taklinear. Lihai Draper dan Smith
(1981) untuk pembahaan metode-metode ini.
SOAL-SOAL
Perhitungan Tangan
11.1 Jika diberikan data
tentukan (a) rata-rata (mean), (b) simpangan baku (standrad deviation), (c) varians (variance), dan
(d) koefisien variasi.
11.2 Bangun histogram untuk data dalam soal 11.1. Gunakanlah suatu rentang 0,6 sampai 2,4 dengan
selang (interval) 0,2.
11.3 Jika diberikan data
55 6 18 21 26 28 32
39 22 28 24 27 27 33
2 12 17 34 29 31 38
45 36 41 37 43 38 46
tentukan (a) rata-rata, (b) simpangan baku, (c) variasi, dan (d) koefisien variasi.
(e) Bangun histogram. Pakai rentang mulai dari 0 sampai 55 dengan pertambahan 5.
(f) Dengan anggapan bahwa distribusi adalah normal dan bahwa taksiran simpangan baku Anda
sahih, hitung rentang (yakni, nilai bawah dan atas) yang mencakup 68 persen pembacaan.
Tentukan apakah ini merupakan taksiran sahih untuk data dalam soal ini.
11.4 Gunakan regresi kuadrat-terkecil untuk mencocokan garis lurus terhadap
x 1 3 5 7 10 12 13 16 18 20
y 4 2 6 5 8 7 10 9 12 11
x 4 6 8 10 14 16 20 22 24 28 28 34 36 38
y 30 22 22 28 14 22 16 8 20 8 14 14 0 4
Bersama-sama dengan kemiringan dan perpotongan, hitunglah galat baku taksirandan koefisien
kolerasi. Gambarkan grafik data dan garis regresi. Jika seseorang membuat pengukuran tambahan
x = 30, y = 30, apakah Anda akan menduga, berdasarkan penilaian visual dan galat baku, bahwa
pengukuran tersebut sahih atau salah? Berikan alasan kesimpulan Anda.
11.6 Gunakan regresi kuadrat-terkecil untuk mencocokan garis lurus terhadap
x 0 2 4 4 8 12 16 20 24 28 30 34
y 12 12 18 22 20 30 26 30 26 28 22 18
(a) Bersama-sama dengan kemiringan dan perpotongan, hitung galat baku taksiran dan koefisien
kolerasi. Gambarkan grafik data dan garis lurus tersebut. Berilah penilaian terhadap kecocokan
tersebut. (b) Hitung ulang (a), tetapi pakai regresi polinom untuk mencocokkan parabol terhadap
data. Bandingkan hasil-hasilnya dengan hasil (a).
11.7 Cocokan model laju-pertumbuhan-jenuh terhadap
x 1 2 2,5 4 6 8 8,5
y 0,4 0,7 0,8 1,0 1,2 1,3 1,4
Gambarkan grafik data dan persamaannya pada kertas grafik baku maupun semi-logaritma.
Bahaslah hasil-hasil Anda.
11.12 Cocokan persamaan pangkat terhadap data soal 11.11. Gambarkan grafik data dan persamaannya.
11.13 Cocokan parabola terhadap data soal 11.11. Gambarkan grafik data dan persamaannya.
11.14 Jika diberikan data
x 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50
y 17 25 30 33 36 38 39 40 41 42
Gunakan regresi kuadrat-terkecil untuk mencocokkan (a) garis lurus, (b) persamaan pangkat, (c)
persamaan laju pertumbuhan-jenuh, dan (d) parabola. Gambarkan grafik data bersama-sama
dengan semua kurva. Apakah salah satu kurva akan lebih unggul? Jika demikian, berikan
alasannya.
11.15 Cocokan parabola terhadap
x 0 2 4 6 9 11 13 15 17 19 23 25 28
y 1,2 0,6 0,4 -0,2 0 -0,6 -0,4 -0,2 -0,4 -0,2 -0,4 1,2 1,8
Hitunglah koefisien-koefisien, galat baku taksiran, dan koefisien kolerasinya. Gambarkan grafik
hasil-hasil dan berikan penilaian kecocokannya.
11.16 Gunakan regresi linear ganda untuk mencocokkan
x1 0 1 2 0 1 2
x2 2 2 4 4 6 6
y 19 12 11 24 22 15
x1 1 1 2 2 3 3 4 4
x2 1 2 1 2 1 2 1 2
y 18 12,8 25,7 20,6 35,0 29,8 45,5 40,3
Anda akan sering berkesempatan untuk menaksir (mengestimasi) nilai antara (interme-
diate values) di antara titik-titik data yang tepat. Metode yang paling umum yang dipa-
kai untuk keperluan ini adalah interpolasi polinom.
Ingat kembali bahwa rumus umum untuk polinom orde ke-n adalah
f ( x ) = a 0 + a1 x + a 2 x 2 + ... + a n x n (12.1)
Untuk n + 1 titik data, terdapat satu dan hanya satu polinom orde n atau kurang yang
melalui semua titik. Misalnya, hanya terdapat satu garis lurus (yakni suatu polinom
orde pertama) yang menghubungkan dua titik (Gambar 12.1a), demikian pula, hanya
terdapat satu parabola yang menghubungkan himpunan tiga titik (Gambar 12.1b). inter-
polasi polinom terdiri atas penentuan polinom unik ored ke-n yang cocok dengan n + 1
titik data. Maka polinom ini menyediakan rumus untuk menghitung nilai antara
(intermediate values).
Walaupun terdapat satu, dan hanya satu, polinom orde ke-n yang cocok dengan
n + 1 titk, terdapat beragam bentuk matematik untuk pengungkapan polinom ini.
Dalam Bab yang sekarang ini, akan diuraikan dua alternatif yang amat sesuai untuk im-
plementasi pada komputer pribadi. Ini adalah polinom-polinom Newton dan Lagrange.
f 1 ( x ) − f ( x0 ) f ( x1 ) − f (x0 )
=
x − x0 x1 − x0
GAMBAR 12.1 Contoh-contoh polinom interpolasi: (a) orde pertama (linear) menghubungkan dua
titik ; (b) orde-kedua (kuadrat atau parabola) menghubungkan tiga titik; dan (c) orde-ketiga (kubik)
menghubungkn empat titik.
(a) (b) (c)
f (x )
f ( x1 )
f1 (x )
f (x0 )
x0 x x1 x
GAMBAR 12.2 Plukisan grafis imterpolasi linear. Daerah yang diarsir menunjukan segitiga-segitiga
sebangun yang dipakai untuk menurunkan rumus interpolasi-linear [Persamaan (12.2)]
f ( x1 ) \ f (x0 )
f1 (x ) = f ( x0 ) + (x − x0 )
x1 − x0
CONTOH 12.1
Interpolsi Linear
Pernyataan Masalah: Taksiran logaritma asli dari 2 (In 2) dengan memakai
interpolasi linear. Pertama, lakukan komputasi antara In 1 = 0 dan In.6 =
1,7917595. kemudian, ulangi prosedurnya, tetapi dengan menggunakan selang yang
lebih kecil mulai dari In 1 In 4 (1,3862944). Perhatikan bahwa nilai sejati (true
value) dari In 2 adalah 0,69314718.
f (x )
f ( x ) = Inx
2
Nilai
1 sejati
Taksiran
Linear
0
0 5 x
GAMBAR 12.3 Dua interpolasi linear untuk menaksir In 2. Perhatikan bagaimana selang yang
lebih kecil menyajikan taksiran yang lebih baik.
f 2 ( x ) = b0 + b1 ( x − x0 ) + b2 ( x − x0 )( x − x1 ) (12.3)
f 2 ( x ) = b0 + b1 x − b1 x0 + b2 x 2 + b2 x0 x1 − b2 xx0 − b2 xx1
f 2 ( x ) = a 0 + a1 x + a 2 x 2
dengan
a 0 = b0 − b1 x0 + b2 x0 x1
a1 = b1 − b2 x0 − b2 x1
a 2 = b2
Jadi, Persamaan (12.1) dan (12.3) adalah perumusan-perumusan alternatif yang setara
dari polinom orde kedua yang unik yang menghubungkan tiga titik.
Suatu prosedur yang sederhana dapat dipakai untuk menentukan nilai koefisien-
koefisiennya. Untuk b0 , Persamaan (12.3) dengan x = x0 dapat dipakai untuk meng-
hitung
b0 = f ( x ) (12.4)
Persamaan (12.4) dapat disubstitusikan ke Persamaan (12.3), yang dapat dihitung pada
x = x1 untuk
f (x1 ) − f ( x0 )
b1 = (12.5)
x1 − x0
Akhibatnya, Persamaan (12.4) dan (12.5) dapat disubstitusikan ke Persamaan (12.3),
yang dapat dihitung pada x = x 2 dan dipecahkan (setelah melakukan manipulasi alja-
bar)
f ( x 2 ) − f ( x1 ) f (x1 ) − f ( x0 )
−
x 2 − x1 x1 − x0
b2 = (12.6)
x2 − x0
Perhatikan bahwa, sama halnya seperti dengan interpolasi linear, b1 tetap menya-
takan kemiringan garis yang menghubungkan titik-titik x0 dan x1 . Jadi, dua suku per-
tama Persamaan (12.3) setara terhadap interpolasi linear dari x0 sampai x1 , seperti
dirinci sebelumnya dalam persamaan (12.2). suku terakhir b2 ( x − x0 )( x − x1 ) , memper-
kenalkan kelengkungan orde kedua ke dalam rumus.
Sebelum mengilustrasikan bagaimana memakai Persamaan (12.3), kita perlu
memeriksa bentuk koefisien b2 , yang sangat serupa dengan hampiran beda-hingga-
terbagi dari turunan kedua yang sebenarnya diperkenalkan dalam Persamaan (3.35).
Jadi, Persamaan (12.3) mulai memanifestasikan struktur yang sangat serupa dengan
uraian deret Taylor. Pengamatan ini akan diselidiki lebih jauh pada waktu mengaitkan
polinom interpolasi Newton terhadap deret Taylor dalam Pasal 12.14. Tetapi pertama-
tama akan kita perlihatkan bagaimana Persamaan (12.3) dipakai untuk menginterpolasi
di antara tiga titik.
CONTOH 12.2
Interpolasi Kuadrat
Pernyataan Masalah: Cocokkan polinom orde kedua terhadap tiga titik yang
dipakai dalam Contoh 12.1:
x0 = 1 f (x0 ) = 0
x1 = 4 f ( x1 ) = 1,3862944
x2 = 6 f ( x 2 ) = 1,7917595
b0 = 0
1,3862944 − 0
b1 = = 0,46209813
4 −1
dan Persamaan (12.6) memberikan
1,7917595 − 1,3862944
− 0,46209813
b2 = 6 − 4 = −0,51873116
6 −1
yang menggambarkan persen galat relatif ∈t = 18,4 persen. Jadi, kelengkunan yang
diperkenalkan oleh rumus kuadrat (Gambar 12.4) akan memperbaiki interpolasi
dibandingkan denganhasil yang diperoleh dengan memakai garis lurus dalam
contoh 12.1 dan Gambar 12.3
f (x )
f ( x ) = Inx
2
f 2 (x )
Nilai
sejati
1
Taksiran kuadrat
Taksiran linear
0 5 x
GAMBAR 12.4 Pemakaian interpolasi kuadrat untuk menaksir In 2. Interpolasi linear dari x = 1
sampai 4 juga disertakan sebagai perbandingan.
b0 = f ( x0 ) (12.8)
b1 = f ( x1 , x0 ) (12.9)
b2 = f (x 2 , x1 , x0 ) (12.10)
.
.
.
bn = f [x n , x n −1 ,..., x1 , x0 ] (12.11)
di mana perhitungan fungsi dalam kurung siku adalah beda-terbagi hingga. Misalnya,
beda terbagi hingga pertama (first finite devided difference) dinyatakan secara umum
sebagai
f ( xi ) − f (x j )
[
f xi , x j = ] xi − x j
(12.12)
Beda terbagi hingga kedua, yang menggambarkan perbedaan dari dua beda terbagi
pertama, diungkapkan secara umum sebagai
f (xi , x j ) − f (x j , x k )
[ ]
f xi , x j , x k =
xi − x k
(12.13)
f ( x n , x n −1 ,..., x1 ) − f ( x n , x n − 2 ,..., x0 )
f [x n , x n −1 ,..., x1 , x0 ] = (12.14)
x n − x0
f n ( x ) = f ( x0 ) + ( x − x0 ) f [x1 , x0 ] + ( x − x0 )( x − x1 ) f [x 2 , x1 , x0 ]
[
+ ... + ( x − x 0 )( x − x1 ) ... ( x − x n −1 ) f x n , x n −1 , .... , x0 ] (12.15)
CONTOH 12.3
Polinom Interpolasi Beda-Terbagi Newton
Pernyataan Masalah: Dalam contoh 12.2, titik-titik data pada x0 = 1, x1 = 4 dan
x 2 = 6 digunakan untuk menaksir In 2 dengan parabol. Sekarang dengan menam-
bahkan titik keempat [x3 = 5; f (x3 ) = 1,6094379] , taksiran In 2 dengan polinom
interpolasi beda-terbagi Newton orde-ketiga.
Penyelesaian: Polinom orde-ketiga, Persamaan (12.7) dengan n = 3, adalah
f 3 ( x ) = b0 + b1 (x − x0 ) + b2 (x − x0 )(x − x1 )
+ b3 (x − x0 ) (x − x1 ) (x − x 2 )
1,3862944 − 0
f ( x1 , x0 ) = = 0,46209813
4 −1
1,7917595 − 1,3862944
f ( x 2 , x1 ) = = 0,20273255
6−4
1,6094379 − 1,7917595
f ( x3 x 2 ) = = 0,18232160
5−6
0,20273255 − 0,46209813
f ( x 2 , x1 , x0 ) = = 0,051873116
6 −1
f (x ) f 3 (x )
2
f ( x ) = Inx
Nilai
sejati
1
Taksiran
kubik
0
0 5 x GAMBAR 12.6 Pemakaian interpolasi kubik untuk
menaksir In 2.
0,18232160 − 0,20273255
f ( x 2 , x1 , x0 ) = = 0,020410950
5−4
− 0,020410950 − (− 0,051873116 )
f ( x 2 , x1 , x0 ) =
5 −1
= 0,0078655415
f 3 (2 ) = 0,62876869
yang menyatakan persen galat relatif ∈t = 9,3 persen. Polinom kubik lengkap diper-
lihatkan dalam Gambar (12.6)
f (n +1) (ξ )
Rn = (x − x0 )(x − x1 ) ... (x − x n ) (12.16)
(n + 1)!
di mana ξ berada dalam selang yang mengandung bilangan anu dan datanya. Agar
rumus ini berguna , funsi yang dipertanyakan harus diketahui dan dapat didiferensiasi-
kan. Biasanya kasusnya tidak demikian. Untunglah, tersedia rumus alternatif yang tidak
mensyaratkan pengetahuan sebelumnya mengenai fungsi. Rumus tersebut memakai be-
da terbagi hingga untuk menghampiri turunan yang ke (n + 1),
CONTOH 12.4
Taksiran Galat untuk Polinom Newton
Penyataan Masalah: Gunakan Persamaan (12.18) untuk menaksir galat untuk poli-
nom interpolasi orde kedua dari contoh 12.2. Pakai titik data tambahan
f ( x3 ) = f (5) = 1,6094379 untuk memperoleh hasil-hasil Anda.
Penyelesaian: Ingat kembali bahwa dalam contoh 12.2, polinom interpolasi orde
kedua tersebut memperkirakan suatu taksiran f (2 ) = 0,565844346 , yang ,menyaji-
kan galat 0,69314718-0,565844346 = 0,12730282. jika nilai sejati belum diketahui,
yang merupakan hal yang paling umum, Persamaan (12.18) bersama-sama dengan
nilai tambahan pada x3 , dapat dipakai untuk menaksir galat, seperti dalam
R2 = f [x3 , x 2 , x1 , x0 ]( x − x0 )( x − x1 )( x − x 2 )
atau
di mana nilai untuk beda terbagi hingga orde ketiga adalah seperti dihitung sebe-
lumnya dalam Contoh 12.3. hubungan ini dapat dihitung pada x = 2 untuk
yang mempunyai orde besaran yang sama seperti galat sejati (true-error).
Rn = f n +1 ( x ) − f n ( x ) (12.19)
100 REM NEWTON’S POLYNOMIAL (BASIC VERSION) 325 FOR I = TO N-1
105 REM ***************************************** 330 PRINT “X(“;I;”) , F (“;I;”) = “;
110 REM * DEFINITION OF VARIABLES * 335 INPUT “X( I ) , F ( I )
115 REM * * 340 NEXT I
120 REM * N = NUMBER OF DATA POINTS * 345 RETURN
125 REM * X ( ) = INDEPENDENT VARIABLES * 350 REM *****SUBROUTINE DIFFERENCE *****
130 REM * F ( ) = DEPENDENT VARIABLES * 355 REM
135 REM * FDD( ) = FINITE DEVIDED- * 360 FOR I = 1 TO N
140 REM * DIFFERENCE TABLE * 365 FDD( I , 1 ) = F( I – 1)
145 REM * X I = X-VALUE FOR INTERPOLATION * 370 NEXT I
150 REM ***************************************** 375 FOR J = 2 TO N
155 REM 380 FOR I = 1 TO N-J+1
160 DIM X (10), F (10),FDD (10,10) 385 FDD(I,J)=(FDD(I+1,J-1)-FDD(I,J-1))/(X(I+J-2)-X(I-1))
165 REM 390 NEXT I
170 REM ********** MAIN PROGRAM ********** 395 NEXT J
175 REM 400 RETURN
180 GOSUB 300 ‘input data 450 REM ******** SUBROUTINE SOLVE ********
185 GOSUB 350 ‘compute finite differences 455 XTERM=1
190 CLS 460 FA (0) = FDD (1,1)
195 PRINT “SOLUTION? (Y OR N)”; 465 FOR ORDER = 1 TO N-1
200 INPUT CONTIN$ 470 XTERM=XTERM*(XI-X(ORDER-1))
205 WHILE CONTIN$ = “Y” OR CONTIN$ = “Y” 475 FA2=FA(ORDER-1)+FDD(1,ORDER+1)*XTERM
210 PRINT 480 ET(ORDER-1)+FDD(1,ORDER-1)
215 INPUT “INTERPOLATE AT”;XI 485 FA(ORDER)=FA2
220 CLS 490 NEXT ORDER
225 GOSUB 450 ‘ perfron interpolation 495 RETURN
230 GOSUB 500 ‘output results 500 REM ******** SUBROUTINE OUTPUT ********
235 PRINT 505 REM
240 PRINT “SOLUTION? (Y OR N)”; 510 PRINT “INTERPOLATION AT X = “;XI
245 INPUT CONTIN$ 515 PRINT
250 CLS 520 PRINT “ORDER F(X) ERROR”
255 WEND 525 PRINT
260 END 530 FOR I = ,FA(I),ET(I)
300 REM ******** SUBROUTINE INPUT ******** 535 PRINT I,FA(I),ET(I)
305 REM 540 NEXT I
310 CLS 545 PRINT N-1,FA(N-1)
315 INPUT “NUMBER OF POINTS?, N 550 RETURN
320 PRINT
GAMBAR 12.7 Program komputer interaktif untuk interpolasi Newton ditulis dalam Microsoft BASIC.
Dengan kata lain jumplah yang ditambahkan ke soal tentang bersamaan ordo n guna
menghasilkan ordo n+1 [yaiti Persamaan (12.18)] diinterpletasikan sebagai estimasi
galat ordo n. Hal ini tampak jelas melalui penyusunan kembali persamaan 12.19 guna
menghasilkan
f n +1 (x ) = f n (x ) + Rn
Validitas pendekatan in berdasarkan fakta bahwa deret tersebut sangat konvergen. Un-
tuk sitiasi demikian, maka ramalan ordo ke n +1 pasti lebih mendekti nilai aslinya dari
pada ramalan ordo n, akhibatnya, Persamaan (12.19) serupa dengan definisi baku kita
mengenai galat sebagai gambaran selisih antara nilai asli dan nilai hampiran. Tetapi,
perhatikan bahasa kalau semua estimasi galat lainnya untuk pendekatan interatif yang
telah diperkenalkan hingga saat ini telah ditetapkan sebagai peramalan saat ini minus
peramalan sebelumnya maka Persamaan (12.19) menyatakan ramalan dimasa depan
minus ramalan saat kini-Ini berarti bahwa untuk deret yang terkonvergen secara cepat,
perkiraan galat pada Persamaan (12.19) dapat lebih kecil dari galat aslinya. Keseluruh-
an ini akan mencerminkan kualitas ramalan yang sangat tidak menarik jika perkiraan
galat digunakan sebagai kriteria berhenti. Namun, sebagaimana akan dijelaskan pada
pasal berikut, interpolasi polinom ordo tinggi sangat peka terhadap galat data-yaitu,
kondisi ramalan tersebut sangat buruk. Bila digunakan untuk interpolasi, perkiraan
galat seringkali menghasilkan ramalan yang sangat berbeda dari nilai aslinya. Dengan
“meninjau kedepan” pada pengertian galat Persamaan (12.19) lebih peka terhadap
divergensi tersebut. Engan demikian akan lebih bermanfaat bagi kita untuk melakukan
analisis penelusuran data di mana fungsi polinom Newton sangat cocok.
Semua ciri diatas dapatdimanfaatkan dan dimasukkan kedalam program komputer
umum untuk mengimplementasikan polinom Newton (Gambar 12.7). Seperti halnya
dengan program-progeam lain dalam buku ini, versi tersebut tidak didokumentasi. Se-
lain itu, versi ini tidak menyertakan taksiran galat yang disebutkan dalam (3) diatas.
Salah satu tugas Anda dalam membuat program ini lebih akrab-pemakai (lihat soal
(12.11), adalah memasukkan persamaan galat tersebut. Kegunaan persamaan tersebut
diperagakan dalam contoh beriku
SUBROUTINE NEWTON ( X, F, FDD, N, XI, VI) PROCEDURE NEWTON (VAR Fdd: Matrix;
************************************************** VAR X, F, Fa, Et: Vector;
* DEFINITION OF VARIABLES * VAR Xi: Real ;
* * N : Interger ) ;
* N = NUMBER OF DATA POINTS *
* X( ) = INDEPEDENT VARIABLE * { Driver program type definitions
* F( ) = DEPENDENT VARIABLE * Matrix = a 2 dimensional real array
* FDD [ ] = FINITE DIVIDED-DIFFERENCES * Vector = a 1 dimensional real array
* XI = X-VALUE FOR INTERPOLATION * ( defined with zero subscript)
**************************************************
DIMENSION X (10), F (10), FDD (10,100) { Definnition of variables
DIMENSION FA (10), ET (10) N = number of data points
CALL DIVDIF (X, F, FDD, N ) X() = independent variables
DO 10 IORD = 1 , N – 1 F() = dependent variables
XTREM = XTREM * (XI – X (IORD )) Fdd [ ] = finite divided-difference table
FA2 = FA (IORD) + FDD (1, IORD+1) * XTREM Xi = X-value for interpolation
ET (IORD) = PA2 – FA (IORD)
FA (IORD+1) = FA2
10 CONTINUE VAR
RETURN i, j, k : integer ;
END
************************************************** PROCEDURE DivDiff ( VAR Fdd : matrix ;
SUBROUTINE DIVDIF (X, F, FDD, N ) X : vector):
DIMENSION X (10) , F (10) , FDD (10) VAR
DO 10 I = 0 , N – 1 i, j, k : Integer;
FDD ( I, 1 ) = F (I) Begin
10 CONTINUE For i : = 1 to N do
DO 20 J = 2, N Begin
DO 30 I = 1, N-J+1 Fdd [ i , 1 ] : = F [ i , 1 ];
FDD (I , J) = End;
* (FDD (I+1, J-1)-FDD (I, J -1)) For j : = 2 to N do
* / (X (I + J – 1) – X (I)) Begin
30 CONTINUE For i : = to N-j+1 do
20 CONTINUE Begin
RETURN Fdd [ i, j ] : = (Fdd [ i+1,j-1 ]-
END Fdd [ i, j-1 ]) / (X[i+1j-2]-X[i-1);
End;
End;
End; { of procedure DivDiff}
PROCEDURE NewtsPoly (XI : real;
VAR Fa, Et : vector ) ;
VAR
Fa2, Xterm : real;
Order : integer ;
Begin
Xterm : = 1 ;
Fa2 [ 0 ] : = Fdd [1,1] ;
For order : = 1 to N -1 do
Begin
Xterm : = Xterm *(xi-X[ order-1]);
Fa2 : = Fa [order-1]+Fdd [1,order+1]*Xterm;
Et [order-1] : = Fa2 – Fa [order -1];
Fa [order ] : = Fa2;
End; { of procedure NewtsPoly }
Begin { procedure Newton }
DivDiff ( Fdd, X );
NewsPoly (XI, Fa, Et );
End; { of procedure Newton }
GAMBAR 12.8 Subrutin untuk interpolasi polinom Newton ditukis dalam (a) Fortran 77 dan (b) Turbo
pascal
CONTOH 12.5
Pemakaian Taksiran Galat untuk Menentukan Orde Interpolasi yang Sesuai
Pernyataan Masalah: Setelah memasukkan galat [Persamaan (12.18)], gunakan
program komputer yang diberikan dalam Gambar 12.7 dan informasi berikut untuk
menghitung f ( x ) = In x pada x = 2 :
x f ( x ) = In x
1 0
4 1 ,3862944
6 1 ,7917595
5 1 ,6094379
3 1 ,0986123
1,5 0 ,40546511
2,5 0 ,91629073
3,5 1 ,2527630
0,5
0
5 Orde
Perhatikan posisi dan urutan data juga dapat diilustrasikan dengan memakai
data yang sama untuk memperoleh In 2, tetapi dengan memandang titik-titik dalam
urutan yang berlainan. Gambar 12.10 memperlihatkan hasil-hasil untuk kasus
perbalikan urut-an data yang semula, yaitu x0 = 3,5, x1 = 2,5, x3 = 1,5, dan
seterusnya. Karena titik-titik awal untuk kasus ini lebih dekat dan terletak pada sisi
yang berlainan terhadap In 2, maka galat berkurang dengan lebih cepat daripada
untuk situasi semula. Oleh suku orde kedua, galat telah dikurangi sampai tingkat
persen-relatif kurang dari ∈t = 2 persen. Kombinasi lain dapat diterapkan untuk
memperoleh laju kekonvergenan yang berlainan.
Contoh yang baru saja mengilustrasikan pentingnya pilihan titik-titik basis, seper-
ti seharusnya jelas secara intuisi, titik-titik harus dipusatkan di sekeliling dan sedekat
mungkinterhadap bilangan anu. Pengamatan ini juga didukung oleh pemeriksaan lang-
sung persamaan galat [Persamaan (12.17)]. Dengan menganggap bahwa beda terbagi
hingga tidak berubah secara mencolok sepanjang rentang data, maka galatnya adalah
sebanding terhadap hasil kali ( x − x0 )( x − x1 ) ... (x − x n ) . Jelaslah, semakin dekat titik-
titik basis ke x, semakin kecil hasil kali ini.
x − x1 x − x0
f1 (x ) = f (x0 ) + f (x1 ) (12.22)
x0 − x1 x1 − x0
(x − x1 )(x − x2 ) ( ) (x − x0 )(x − x2 ) ( )
f 2 (x ) = f x + f x
(x0 − x1 )(x0 − x 2 ) 0 (x1 − x0 )(x1 − x 2 ) 1
(x − x0 )(x − x1 )
+ f (x ) (12.23)
(x 2 − x0 )(x2 − x1 ) 2
Persamaan (12.20) dapat diturunkan secara langsung dari polinom newton (kotak
12.1). Namun, penalaran yang mendasari rumus Lagrange dapat langsung ditangkap
dengan menyadari bahwa tiap suku Li (x) akan 1 pada x = xi dan 0 pada titik-titik
contoh lainnya. Jadi tiap-tiap hasilkali Li (x) f (xi) menerima nilai f(xi) pada titik contoh
xi. Akhibatnya, penjumplahan ke-n unik yang secara eksak melalui seluruh n + 1 titik
data.
KOTAK 12.1 Penurunan Bentuk Lagrange secara Langsung dari Polinom Interpolasi Newton
Polinom interpolasi Lagrange dapat diturunkan Yang diacu sebagai bentuk simetri. Dengan
langsung dari rumus Newton. Ini akan mensubstitusikan Persamaan (B12.1.2) ke
dilakukan untuk kasus orde-pertama, Persamaan (B12.1.1) akan dihasilkan
f 1 (x ) = f ( x0 ) + ( x − x0 ) f ( x1 , x0 ) (x − x0 )
f1 (x ) = f ( x0 ) + f (x )
(B12.1.1) (x1 − x0 ) 1
Supaya menurunkan bentuk Lagrange, beda-
(x − x0 )
beda terbagi dirumuskan ulang. Misalnya, beda + f (x )
terbagi pertama, (x0 − x1 ) 0
f ( x1 ) − f (x0 )
f [x1 , x0 ] = Akhirnya, dengan mengelompokkan suku-suku
x1 − x0 yang serupa dan penyederhanaan akan
dihasilkan bentuk Lagrnge,
dapat dirumuskan ulang sebagai
x − x1 x − x0
f ( x1 ) f (x0 ) f1 (x ) = f (x0 ) + f (x1 )
f [x1 , x0 ] = + (B12.1.2) x0 − x1 x1 − x0
x1 − x0 x0 − x1
150 Suku ketiga
Jumplah ketiga
100 suku = f 2 ( x )
50 suku Pertama
0
15 20 25 30
-50
Suku Kedua
-100
-150
GAMBAR 12.11 Gambar visual tentang alasan dibalik polinom lagrange. Gambar ini menunjukan Soal
ordo-2. Masing-masing dari ketiga suku pada persamaan (12.23) melewati salah satu titik data dan nol
pada kedua suku lainnya. Oleh karena itu, penjumplahan ketiga suku ini harus menjadi polinom f
2
(x )
ordo-2 yang unik melewati ketiga titik yang ada secara tepat.
CONTOH 12.6
Polinom Interpolasi Lagrange
Pernyataan Masalah: Gunakan polinom interpolasi Langrange orde pertama dan
ke-dua untuk menghitung In 2 berdasarkan data yang diberikan dalam Contoh 12.2:
x0 = 1 f (x0 ) = 0
x1 = 4 f ( x1 ) = 1,3862944
x2 = 6 f ( x 2 ) = 1,7917595
Penyelesaian: Polinom orde pertama [Persamaan (12.22)] adalah
x − x1 x − x0
f ( x1 ) = f ( x0 ) + f (x1 )
x0 − x1 x1 − x0
Karena itu taksiran pada x = 2 adalah
2−4 2 −1
f (x2 ) = 0+ 1,3862944 = 0,4620981
1− 4 4 −1
Dengan cara yang serupa, polinom orde kedua dikembangkan sebagai [Persamaan
(12.23)]
f 2 (2 ) =
(2 − 4)(2 − 6) 0 + (2 − 1)(2 − 6)1,3862944
(1 − 4)(1 − 6) (4 − 1)(4 − 6)
+
(2 − 1)(2 − 4)1,7917595 = 0,56584437
(6 − 1)(6 − 4)
Seperti yang diharapkan, kedua hasil ini secara dekat cocok dengan yang diperoleh
sebelumnya dengan memakai polinom interpolasi Newton.
Seperti dengan metode Newton, versi Lagrange mempunyai taksiran galat [Persamaan
(12.17)]
n
Rn = f [x, x n , x n −1 ,..., x0 ]∏ (x − xi )
i =0
Jadi, jika titik tambahan tersedia pada x = x n +1 , perkiraan galat dapat diperoleh. Meski-
pun demikian beda terbagi berhingga tidak dipakai sebagai bagian dari algoritma lagra-
nge, ini jarang terjadi.
Persamaan (12.20) dan (12.21) dapat diprogram dengan sederhana untuk imple-
mentasi pada komputer. Gambar 12.12 menunjukkan kode pseudo yang dapat dipakai
untuk maksud ini.
y = 0
DOFOR i = 0 to n
produc t = f i
DOFOR j = 0 to n
IF ( i ≠ j )
produc t = produc t . (x − x j ) / (xi − x j )
ELSE ENDIF
ENDDO
y = y + produc t
ENDDO
GAMBAR 12.12 Kode pseudo untuk implementasi lagrange. Algoritma ini dibuat untuk menghitung
ramalan tinggal orde-n, dimana n + 1 adalah angka pada titik data.
CONTOH 12.7
Interpolasi Lagrange Memakai Komputasi
Pernyataan Masalah: Program komputer akrab-pemakai untuk
mengimplemenrasi-kan Lagrange termuat dalam paket perangkat lunak TOOLKIT
Elektronik yang dihubungkan dengan buku teks ini. Perangkat lunak ini dapat
dipakai untuk meng-kaji masalah analisis gejala yang berkaitan dengan penerjun
payung yang telah dikenal. Anggaplah bahwa peralatan untuk mengukur kecepatan
penerjun telah dikembangkan. Data terukur yang diperoleh untk suatu uji kasus
tertentu adalah
Waktu, Kecepatan terukur
detik v, cm/det
1 800
3 2310
5 3090
7 3940
13 4755
Masalah kita adalah menaksir kecepatan penerjun payung pada t = 10 detik untuk
menisi celah lebar dalam pengukuran antara t = 7 dan t = 13 detik. Kita harus
waspada bahwa perilaku polinom interpolasi tidak dapat diduga. Karena itu, akan
dibangun polnom-polinom orde 4,3,2, dan 1 dan membandingkan hasil-hasilnya.
KOEFISIEN Nilai
Orde taksiran v
polinom orde ke-4 orde ke-3 orde ke-2 orde ke-1 orde ke-0 pada t = 10 dt.
4 -1,76302 44,87501 -392,87 1813,625 -663,867 5430,195
3 -4,498586 76,09375 1,239258 1742,656 4874,838
2 -36,14584 858,75 -300,1035 4672,812
1 135,8333 2989,167 4347,5
Polinom orde keempat dan data masukan dapat digambarkan secara grafis
seperti diperlihatkan dalam Gambar 12.13a. jelas dari Gambar grafik ini bahwa ni-
lai taksiran y pada x = 10 lebih tinggi dari keseluruhan trend (gejala ) data.
Gambar 12.13b sampai d memperlihatkan gambar grafis dari hasil komputasi
polinom-polinom interpolasi orde ketiga, kedua, dan pertama. Dapat dilihat bahwa
Semakin rendah orde polinom interpolasinya, semakin rendah taksiran nilai kece-
patan pada t = 10 detik. Gambar grafik polinom interpolasi menunjukan bahwa
polinom-polinom orde yang lebih tinggi cenderung untuk melampui data. Ini mem-
beri kesan bahwa polinom-polinom orde pertama dan kedua adalah yang paling
sesuai untuk analisis trend yang khas ini. Namun harus diingat bahwa karena yang
ditangani adalah data tak pasti, sebenarnya regresi akan lebih cocok.
Meskipun polinomial Newton maupun Lagrange sesuai untuk menentukan nilai tengah
di antara titik-titik, tetapi kedua metode ini tidak memberikan polinomial yang tepat
dari bentuk yang umum.
f ( x ) = a 0 + a1 x + a 2 x 2 + ... + a n x n (12.24)
f ( x ) = a 0 + a1 x + a 2 x 2 (12.25)
Tiga titik data diperlukan : [x0 , f ( x0 )], [x1 , f ( x1 )] , dan [x 2 , f ( x 2 )] . Masing-masing data
ini dapat disubstitusikan ke dalam Persamaan (12.25) untuk menghasilkan.
f ( x0 ) = a 0 + a1 x0 + a 2 x02
f ( x1 ) = a 0 + a1 x1 + a 2 x12 (12.26)
f ( x 2 ) = a 0 + a1 x 2 + a 2 x 22
Jadi, untuk kasus ini, x merupakan nilai yang diketahui dan a merupakan nilai yang
tak-diketahui. Karena terdapat jumplah persamaan yang sama dengan jumplah anu,
maka Persamaan (12.26) dapat diselesaikan melalui metode eliminasi yang berasal dari
bagian tiga.
Haruslah diperhatikan bahwa pendekatan sebelumnya bukanlah merupakan meto-
de yang paling efisien yang tersedia untuk menentukan koefisien dari polinomial yang
berinterpolasi Persamaan dan kawan-kawan (1986) memberikan pembahasan dan kode
komputer untuk memperoleh pendekatan yang lebih efisien. Trknik apapun yang
digunakan, kami perlu memperingatkan Anda agar berhati-hati. Sistem seperti Persa-
maan (12.26) pasti berkondisai buruk. Apakah sistem tersebut diselesaikan dengan
metode eliminasi maupun dengan algoritma lain yang lebih efisien, ternyata koefisien
yang dihasilkannya dapat sangat tidak seksama, khususnya untuk n yang besar. Apabila
digunakan untuk interpolasi berikutnya, maka sistem tersebut akan memberikan hasil
yang salah.
Sebagai ringkasan, jika Anda ingin menentukan titik tengah, maka pakailah inter-
polasi Lagrange atau Newton. Jika Anda harus menentukan suatu persamaan yang
bentuknya seperti Persamaan (12.24), maka batasi perhitungan Anda hingga polinomial
orde-rendah dan periksa hasilnya secara seksama.
ini sangat berguna untuk interpolasi dari tabel-tabel dengan argumen yang berjarak
sama. Kenyataannya, kerangka kerja komputasi yang dikenal sebagai tabel beda-terba-
gi dikembangkan untuk memudahkan implementasi teknik-teknik ini. (Gambar 12.5
merupakan contoh tabel yang demikian).
Namun, karena rumus-rumus tersebut adalah sebagian dari skema Newton dan
Lagrange yang cocok dengan komputer dan karena tersedia banyak tabulasi fungsi-
fungsi sebagai pustaka subrutin-subrutin, maka kebutuhan akan versi-versi berjarak
sama telah pudar. Sekalipun demikian, teknik-teknik tersebut dicatumkan disini karena
hubungannya dengan bagian-bagian berikutnya dalam buku ini. Khususnya, teknik-
teknik tersebut dapat diterapkan untuk menurunkan rumus-rumus pengintegralan
numerik yang secara khas menerapkan data yang berjarak sama (Bab 15). Karena
rumus-rumus pengintegralan numerik mempunyai hubungan dengan penyelesaian
persaman-persamaan diferensial biasa, materi dalam Kotak 12.2 juga ada kepentingan-
nya terhadap Bab 20.
Ekstrapolasi adalah proses penaksiran nilai f ( x ) yang terletak di luar rentang
titik-titik basis yang diketahui, x0 , x1 ,..., x n (Gambar 12.14). Dalam pasal sebelumnya,
disebutkan bahwa interpolasi yang paling teliti biasanya diperoleh bilamana anunya
terletak dekat pusat titik-titik basis. Jelas, hal ini akan dilanggar jika bilangan anunya
terletak di luar rentang, dan akhibatnya, galat dalam ekstrapolasi dapat sangat besar.
Seperti dilukiskan dalam Gambar 12.14, keadaan ujung-terbuka dari ekstrapolasi
menyatakan tangga ke bilangan anu karena proses memperluas kurva di luar daerah
yang diketahui. Dengan demikian, kurva sejati dapat dengan mudah divergen dari
peramalan. Karena itu, Anda perlu berhati-hati jika muncul kasus di mana Anda harus
mengekstrapolasi. Studi kasus 12.1 dalam Bab berikutnya menyajikan contoh tentang
kekurangan yang terlibat dalam pemproyeksian di luar batas-batas data.
f (x ) Interpolasi Eksrapolasi
Kurva
sejati
Ekstrapolasi
dari polinom
f (x )
0 x
(a)
f (x )
0 x
(b)
f (x )
0 x
(c)
f (x )
0 x
(d)
GAMBAR 12.15 Penggambaran visual situasi di mana spline lebih unggul daripada polinom-polinom
interpolasi orde yang lebih tinggi. Fungsi yang harus dicocoki mengalami pertambahan mendadak pada x
= 0. bagian-bagian (a) sampai (c) menunjukan bahwa perubahan mendadak tersebut mendorong adanya
osilasi dalam polinom-polinom interpolasi. Sebaliknya, karena ia dibatasi pada kurva orde ketiga dengan
transisi yang mulus, spline kubik (d) menyediakan hampiran yang jauh lebih dapat diterima.
akan jelek terhadap ungkapan orde ketujuh. Anda mungkin heran mengapa spline jus-
tru akan lebig disenangi.
Gambar 12.15 mengilustrasikan situasi di mana spline dapat beroperasi lebih baik
ketimbang polinom orde yang lebih tinggi. Ini aalah kasus di mana fungsi yang secara
umum mulus tetapi mengalami perubahan mendadak sepanjang daerah yang diperhati-
kan. Pertambahan tangga yang dilukiskan dalan Gambar 12.15, merupakan contoh
ektrim tentang perubahan yang demikian dan bertindak untuk mengilustrasikan butir
tersebut.
Gambar12.15a sampai c mengilustrasikan bagaimana polinom-polinom orde yang
lebih tinggi cenderung untuk berayunmenurut osilasi liar disekitar suau perubahan
mendadak. Sebaliknya, spline juga menghubungkan titik-titik, tetapi karena dibatasi
sampai perubahan orde ketiga, osilasi-osilasinya dipertahankan sampai minimum.
Dengan demikian spline biasanya menyediakan hampiran yang lebih unggul mengenai
perilaku fungsi yang mempunyai perubahan-perubahan mendadak yang bersifat lokal.
Konsep spline bermula dari teknik pembuatan bagan yang memakai kepingan
fleksibel tipis (yang disebut spline) untuk menggambar kurva-kurva mulus melalui
sehimpunan titik. Proses tersebut dilukiskan dalam Gambar 12.16 untuk sederetan lima
paku payung (titik-titik data). Dalam teknik ini, juru gambar meletakkan selembar
kertas pada papan kayu dan memakukan paku atau paku payung ke kertas tersebut (dan
papan) pada lokasi titik data. Sebuah kurva kubik mulus dihasilkan dari penjalinan
kepingan tersebut di antara paku payung. Oleh karena itu, nama “spline kubik” telah
diterima untuk polinom-polinom jenis ini.
Dalam pasal ini, fungsi-fungsi linear sederhana akan dipakai pertama kali untuk
memperkenalkan beberapa konsep dasar dan masalah yang berhubungan dengan inter-
polasi spline.Kemudian diturunkan algoritma untuk mencocokkan spline-spline kuadrat
GAMBAR12.16Teknik penggambaran bagan dengan memakai spline untuk mengambarkan kurva-kurva
mulus melalui sederetan titik. Perhatikan bagaimana, pada titik-titik ujung,spline melurus ke luar. Ini
disebut spline “alamiah.”
pada data. Akhirnya, disajikan materi spline kubik, yang merupakan versi paling umum
dan berguna dalam pratek rekayasa.
f ( x ) = f ( x 0 ) + m0 ( x − x 0 ) x0 ≤ x ≤ x1
f ( x ) = f (x1 ) + m1 ( x − x1 ) x1 ≤ x ≤ x 2
.
.
.
f ( x ) = f (x n −1 ) + mn −1 (x − x n −1 ) x n −1 ≤ x ≤ x n
di mana mi adalah kemiringan garis lurus yang menghubungkan titik-titik tersebut:
f ( xi +1 ) − f ( xi )
mi = (12.27)
xi +1 − xi
Persamaan ini dapat digunakan untuk menghitung fungsi pada sembarang titik
antara x0 dan x n dengan pertama-tama melokasikan selang tempat titik tersebut terkan-
dung. Kemudian persamaan yang cocok dipakai untuk menentukan nilai fungsi di
dalam selang tersebut. Jelas metode tersebut identik dengan interpolasi linear.
Pemeriksaan visual Gambar 12.17a menunjukan bahwa kekurangan utama spline-
spline bertemu (yang disebut simpul), kemiringannya berubah secara mendadak. Dalam
istilah formal, turunan pertama dari fungsi itu akan takkontinu pada titik-titik ini. Kele-
CONTOH 12.8
Spline Orde Pertama
Pernyataan Masalah: Cocokkan data dalam Tabel 12.1 dengan spline orde-
pertama. Hitunglah fungsi pada x = 5.
TABEL 12.1
Data yang harus
dicocokkan
dengan fungsi
spline
x f (x )
3,0 2,5
4,5 1,0
7,0 2,5
9,0 0,5
Penyelesaian: Data dapat dipakai untuk menentukan kemiringan antara titik-titik.
Mi-salnya,untuk selang dari x = 4,5 ke x = 7 kemiringan dapat dihitung memakai
Persamaan (12.27):
2,5 − 1,0
m= = 0,60
7,0 − 4,5
f (x ) Spline
Orde-pertama
2
0
2 4 6 8 10 x
(a)
f (x ) Spline
Orde-kedua
2
0
x
(b)
f (x ) Spline kubik
Kubik penginterpolasi
2
0
x
(c)
GAMBAR 12.17 Pencocokan spline himpunan empat titik. (a) spline linear, (b) spline kuadrat, (c)
spline kubik, dengan polinom interpolasi kubik juga digambarkan grafiknya.
mahan ini ditanggulangi dengan pemakaian polinom spline orde yang lebih tinggi yang
menjamin kemulusan pada simpul dengan cara menyamakan turunan-turunan pada
titik-titik ini, seperti yang dibahas dalam pasal berikutnya.
8.5.2 12.5.2 Spline Kuadrat (Quadratic Splines)
Untuk memastikan bahwa turunan ke-m kontinu pada simpul-simpul, paling sedikit
harus dipakai spline orde ke m + 1. polinom-polinom orde ketiga atau spline kubik
yang memastikan turunan-turunan pertama dan kedua yang kontinu, sering dipakai da-
lam pratek. Walaupun turunan ketiga dan yang lebih tinggi dapat takkontinu bilamana
memakai spline kubik mereka, biasanya tak dapat dideteksi secara visual dan akhibat-
nya akan diabaikan.
Karena penurunan spline cukup banyak dilibatkan, kami telah memilih untuk
mengikutkannya dalam pasal yang selanjutnya. Telah diputuskan untuk pertama mengi
lustrasikan konsep inrterpolasi spline dengan memakai polinom-polinom orde kedua.
“Spline-spline” kuadrat ini mempunyai turunan pertama yang kontinu pada simpul-
simpulnya (knots). Walaupun spline-spline kuadrat tidak menjamin adanya turunan
kedua yang sama pada titik-titik simpul, secara manis spline tersebut bertindak untuk
mengilustrasikan prosedur yang umum untuk mengembangkan spline-spline orde yang
lebih tinggi.
Tujuan dalam spline-spline kuadrat adalah menurunkan polinom orde kedua
untuk tiap selang diantara titik-titk data. Polinom untuk tiap selang dapat dinyatakan
secara umum sebagai
f i ( x ) = ai x 2 + bi x + ci (12.28)
Gambar 12.18 telah disertakan untuk membantu menjelaskan cara penulisan tersebut.
Untuk n + 1 titik data ( i = 0,1,2,...,n ), terdapat n selang dan akibatnya harus dihitung
3n konstanta bilangan anu (bentuk-bentuk a,b, dan c). Karena itu, diperlukan 3n persa-
man atau kondisi untuk menghitung bilangan-bilangan anu tersebut. Ini adalah:
1. Nilai-nilai fungsi harus sama pada simpul-simpul dalam (interior knots). Kondisi
ini dapat disajikan sebagai
ai − xi2−1 + bi −1 xi −1 + ci −1 = f ( xi −1 ) (12.29)
a3 x 2 + b3 x + c3
f (x ) a 2 x 2 + b2 x + c 2
a1 x 2 + b1 x + c1
f ( x1 ) f ( x3 )
f (x0 ) f (x 2 )
x0 x1 x2 x3 x
i=0 i=1 i=2 i=3
GAMBAR 12.18 Cara penulisan yang dipakai untuk menurunkan spline kuadrat. Perhatikan
bahwa terdapat n selang dan n + 1 titik data. Contoh yang diperlihatkan adalah untuk n = 3.
2. Fungsi-fungsi yang pertama dan yang terakhir harus melalui titik-titik ujung. Ini
menambah dua tambahan persamaan:
a1 x02 + b1 x0 + c1 = f ( x0 ) (12.31)
a n x n2 + bn x n + c n = f ( x n ) (12.32)
seluruhnya menjadi 2n – 2 + 2 = 2n.
4. Asumsikan bahwa turunan kedua adalah nol pada titik pertama. Karena turunan
kedua Persamaan (12.28) adalah 2ai , maka kondisi ini secara matematis dapat
diungkapkan sebagai
a1 = 0 (12.34)
Tafsiran visual dari kondisi ini adalah bahwa dua titik yang pertama akan dihu-
bungkan oleh garis lurus.
CONTOH 12.9
Spline Kuadrat
Pernyataan Masalah: Cocokkan spline kuadrat terhadap data yang sama yang dipa-
kai dalam contoh 12.8 (Tabel 12.1). Gunakan hasil-hasilnya untuk menaksir nilai
pada x = 5.
Penyelesaian: Untuk masalah yang sekarang, dipunyai empat titik data dan n = 3
selang. Oleh karena itu, harus ditentukan 3(3) = 9 bilangan anu. Persamaan (12.29)
dan (12.30) menghasilkan 2(3) – 2 = 4 kondisi.
f i ( x ) = ai x 3 + bi x 2 + ci x + d i (12.35)
Jadi, untuk n + 1 titik data ( i = 0,1,2,...,n ), terdapat n selang dan akibatnya, harus
dihitung 4n konstanta anu. Sama seperti untuk spline kuadrat, diperlukan 4n kondisi
untuk menghitung bilangan-bilangan anu tersebut. Ini adalah:
1. Nilai-nilai fungsi harus sama pada simpul dalam (2n – 2 kondisi).
2. Fungsi-fungsi yang pertama dan terakhir harus melalui titik-titik ujung (2 kondisi).
3. Turunan-turunan pertama pada simpul dalam harus sama (n – 1 kondisi).
4. Turunan-turunan kedua pada simpul dalam harus sama (n – 1 kondisi).
5. Turunan-turunan kedua pada titik-titik ujung adalah nol (2 kondisi).
Taksiran visual dari kondisi 5 adalah bahwa fungsinya menjadi garis lurus pada simpul
ujung. Spesifikasi dari kondisi ujung yang demikian menghasilkan apa yang dinamakan
spline “alamiah.” Namun, ini diberikan karena spline penggambar secara alamiah ber-
perilaku dengan cara ini (Gambar 12.16). jika nilai turunan kedua pada simpul-simpul
ujung tak-nol (yaitu, terdapat kelengkungan), informasi ini dapat dipakai secara alter-
natif untuk memberikan dua kondisi yang diperlukan tersebut.
Kelima jenis kondisi di atas menberikan seluruhnya 4n persamaan yang perlu
dipecahkan untuk 4n koefisien. Walaupun tentu saja dimungkinkan untuk mengem-
bangkan spline-spline kubik dalam mode ini, akan disajikan teknik lain yang hanya
memerlukan penyelesaian dari n – 1 persamaan. Walaupun penurunan metode ini
(Kotak 12.3) agak kurang langsung dibandingkan dengan yang untuk spline kuadrat,
keuntungan dalam efisien cukup berguna.
Langkah pertama penurunan (Cheney dan pertama f " ( xi −1 ) dengan turunan kedua pada
Kincaid, 1985) didasarkan pada pengamatan
bahwa karena tiap pasang simpul dihubungkan simpul kedua f " ( xi ) .
oleh suatu kubik, maka turunn kedua didalam Selanjutnya, Persamaan (B12.3.1) dapat
tiap selang akan ber-bentuk garis lurus. diintegralkan dua kali untuk menghasilkan
Persamaan (12.35) dapat didiferensialkan dua ungkapan untuk f i ( x ) . Namun, ungkapan ini
kali untuk memeriksa kebenaran pengamatan
ini. Berdasrkan ini, turunan-turunan kedua akan mengandung dua konstanta pengintegralan
dapat dinyatakan oleh polinom interpolasi yang tak diketahui. Konstanta-komstanta ini
Lagrange orde pertama [Persamaan (2.22)] dapat dihitung dengan menerapkan kondisi
x − xi x − xi −1 kesamaan fungsi − f ( x ) harus sama dengan
f i " ( x ) f " ( xi −1 ) + f " ( xi )
xi−1 − xi xi − xi −1 f ( xi−1 ) pada xi −1 dan f ( x ) harus sama
(B12.3.1) dengan f ( xi ) pada xi . Dengan melaksanakan
di mana f "i ( x ) adalah nilai turunan kedua perhitungan ini, dihasilkan persamaan kubik
pada sembarang titik x d dalam selang ke-i. Jadi berikut:
persamaan ini berupa garis lurus yang f " ( xi−1 )
f i (x ) = (xi − x )3
menghubungkan turunan kedua pada simpul
6( xi − xi−1 )
Persamaan (B12.3.3) dapat didiferensialkan
f " ( xi ) untuk memberikan ungkapan untuk turunan
+ (x − xi−1 )3 (B12.3.2) pertama. Jika ini dikerjakan untuk selang ke-(i-
6(xi − xi −1 ) 1) dan juga selang ke-i dan kedua hasilnya
ditetapkan sama menurut Persamaan (B12.3.3),
⎡ f ( xi −1 ) f " ( xi −1 )( xi − xi−1 )⎤ akan dihasilkan hubungan berikut ini:
+⎢ − ⎥ ( xi − x )
⎣ xi − xi −1 6 ⎦ (xi − xi−1 ) f " (xi−1 ) + 2(xi+1 − xi−1 ) f " (xi )
+ (xi+1 − xi ) f " (xi +1 )
6
⎡ f ( xi ) f " ( xi )( xi − xi −1 ) ⎤ = [ f (x ) − f (xi )] (B12.3.4)
+⎢ − ⎥ ( x − xi −1 ) (xi+1 − xi ) i+1
⎣ xi − xi −1 6 ⎦ 6
+ [ f (x ) − f (xi )]
Sekarang, tak dapat disangkal, hubungan ini (xi − xi−1 ) i−1
merupakan ungkapan yang jauh lebih rumit
untuk spline kubik untuk selang ke-i daripada, Jika Persamaan (B12.3.4) dituliskan untuk
katakanlah, Persamaan (12.35). Namun, semua simpul dalam, maka dihasilkan n -1
perhatikan bahwa ubungan tersbut hanya persamaan simultan dengan n + 1 bilangan anu
memuat dua “koefisien” yang tak diketahui, turunan kedua. Namun, karena ini adalah spline
turunan-turunan kedua pada awal dan ujung kubik alamiah, turunan-turunan kedua pada
selang − f " ( xi −1 ) dan f " ( xi ) . Jadi, jika simpul-simpul ujung adalah nol dan
turunan kedua yang sesuai dapat ditentukan masalahnya diredusir ke n – 1 persama-an
dengan n – 1 bilangan anu. Selain itu,
pada tiap simpul, Persamaan (12.32) adalah
perhatikan bahwa sistem persamaannya akan
polinom orde-ketiga yang dapat dipakai untuk
menginterpolasi di antara selang tersebut. tridiagonal. Jadi, tidak hanya banyaknya
persamaan yang dikurangi, tetapi kita juga telah
Turunan-turunan kedua yang dapat
mengubahnya menjadi bentuk yang sangat
dihitung dengan menerapkan kondisi bahwa
turunan pertama pada simpul harus kontinu: mudah dipecahkan (ingat kembali Pasal 9.6).
f 'i −1 ( xi ) = f 'i ( xi ) (B12.3.3)
Penurunan dari Kotak 12.3 menghasilkan persamaan kubik berikut untuk tiap selang:
f " ( xi −1 ) ( )
f i (x ) = (xi − x )3 + f " xi (x − xi −1 )2
6( xi − xi −1 ) 6(xi − xi −1 )
⎡ f ( xi −1 ) f " ( xi −1 )( xi − xi−1 )⎤
+⎢ − ⎥ ( xi − x ) (12.36)
⎣ xi − xi −1 6 ⎦
⎡ f ( xi ) f " ( xi )( xi − xi −1 ) ⎤
+⎢ − ⎥ ( x − xi −1 )
⎣ xi − xi −1 6 ⎦
Persamaan ini hanya mengandung dua bilangan anu-turunan-turunan kedua pada ujung
tiap selang. Bilangan-bilangan anu ini dapat dihitung dengan memakai persamaan
berikut:
CONTOH 12.10
Spline Kubik
Pernyataan Masalah: Cocokkan spline kubik pada data yang sama yang dipakai
dalam Contoh 12.8 dan 12.9 (Tabel 12.1). gunakan hasil-hasilnya untuk menaksir
nilainya pada x = 5.
x0 = 3 f ( x0 ) = 2,5
x1 = 4,5 f ( x1 ) = 1
x3 = 7 f ( x 2 ) = 2,5
Nilai-nilai ini dapat disubstitusikan ke Persamaan (12.37) untuk memberikan
1,67909
f1 (x ) = (x − 3)3 + 2,5 (4,5 − x )
6(4,5 − 3) 4,5 − 3
⎡ 1 1,67909(4,5 − 3)⎤
⎢ 4,5 − 3 − 6 ⎥ ( x − 3)
⎣ ⎦
atau
f1 (x ) = 0,186566(x − 3) + 1,666667(4,5 − x ) + 0,246894( x − 3)
3
Persamaan ini adalah spline kubik untuk selang pertama. Penyulihan serupa dapat
dibuat untuk mengembangkan persamaan-persamaan selang kedua dan ketiga:
f 2 ( x ) = 0,111939(7 − x ) − 0,102205(x − 4,5)
3 3
Hasil-hasil Contoh 12.8 sampai 12.10 diiktisarkan dalam Gambar 12.17. perhati-
kan perkembangan progresif kecocokan pada waktu bergerak dari spline linear ke
kuadrat ke kubik. Pada Gambar 12.17c juga telah dilapiskan polinom interpolasi kubik.
Walaupun spline kubik terdiri dari serangkaian kurva derajat tiga, kecocokkan yang
dihasilkan berbeda dari yang diperoleh dengan memakai polinom orde ketiga. Ini
disebabkan oleh kenyataan bahwa spline alamiah mensyaratkan turunan-turunan kedua
nol pada simpul-simpul ujung, sedangkan polinom kubik tidak mempunyai kendala
yang demikian.
x 1 2 3 5 6
12.13 Program ulang Gambar 12.7 atau 12.8 sehingga akrab-pemakai. Antara lain:
(a) Tempatkan pernyataaaan-pernyatan dokumentasi sepanjang program untuk mengenali apa
yang dimaksudkan untuk dilaksanakan oleh tiap bagian.
(b) Beri label masukan dan keluaran.
12.14 Uji program yang Anda kembangkan dalam Soal 12.13 dengan menirukan komputasi dari
contoh 12.5.
12.15 Gunakan program yang Anda kembangkan dalam Soal 12.13 untuk memecahkan Soal-soal 12.1
sampai 12.3.
12.16 Gunakan program yang Anda kembangkan dalam Soal 12.13 untuk memecahkan Soal12.4 dan
12.5. dalam Soal 12.5 gunakan semua data untuk mengembangkan polinom-polinom orde
pertama sampai kelim. Untuk kedua soal tersebut, gambarkan grafik taksiran galat terhadap
orde.
12.17 Ulangi soal 12.14 dan 12.15, tetapi gunakan perangkat lunak TOOLKIT Elektronik yang
tersedia dengan buku ini.
12.18 Gunakan perangkat lunak TOOLKIT Elektronik untuk menirukan Contoh 12.6 dan 12.7.
12.19 Kembangkan program yang mudah dicapai untuk interpolasi Lagrange. Ujilah dengan meniru
Contoh 12.7.
12.20 Kembangkan program yang mudah dicapai untuk interpolasi spline kubik berdasarkan Gambar
12.19 dan Pasal 12,5,4.
Ujilah program tersebut dengan meniru Contoh 12.10.
12.21 Gunakan perangkat lunak yang dikembangkan pada Soal 12.20 guna mencocokkan spline kubik
melalui data pada Soal 12.4 dan 12.5.
Untuk ke dua kasus ini, ramalkanlah f (2.25) .
9 13. Aproksimasi Fourier
f (x )
1
x4 x2 x x3
x2 x4
-1 1 x
x3
f (t )
1
cos 2t cos 2t
sin 2t sin t
−π π t
sin t sin 2t
cos t cos t
GAMBAR 13.1 Lima fungsi (a) menomial dan (b) trigonometri yang pertama. Perhatikan bahwa untuk
selang-selang yang diperlihatkan, kedua jenis fungsi tersebut nilainya berkisar antara – 1 dan 1. Namun,
perhatikan bahwa nilai-nilai puncak untuk monomial semua terjadi pada ekstrimnya. Sedangkan untuk
fungsi trigonometri puncaknya tersebar lebih seragam sepanjang selang.
(a)
T
(b)
(c)
(d)
GAMBAR 13.2 Selain fungsi-fungsi trigonometri seperti sinus dan kosinus, fungsi-fungsi periodik
mencakup bentuk gelombang seperti (a) gelombang persegi dan (b) gelombang gigi gergaji. Diluar
bentuk-bentuk yang diidealkan ini tanda-tanda yang bersifat periodik dapat berupa (c) tidk ideal dan (d)
di kontamintasi oleh bisingan. Fungsi-fungsi trigonometri dapat dipakai untuk menyatakan dan
menganalisis semua kasus-kasus ini.
y (t )
C1
2
1 A0
θ T
1 2 t.s
0 π 2π 3π ωt, rad
(a)
2
A0
1
B1 sin(ω 0 t )
0
A1 cos(ω 0 t )
-1
(b)
GAMBAR 13.3 (a) y (t ) = A0 + C1 cos(ω 0 t + θ ) . Untuk kasus ini
Grafik fungsi sinusoid
A0 = 1,7; C1 = 1; ω 0 = 2π / T = 2π /(1, 5) detik, θ = π / 3 radial = 1,0472 ( - 0, 25 detik ). Para-
meter-parameter lain yang dipakai menerangkan kurva adalah frekuensi f = ω 0 /( 2π ) , yang untuk
kasus ini adalah 1 daur/ (1, 5 detik) dan periode T = 1,5detik. (b) Pernyataan alternatif dari kurva yang
sama adalah y (t ) = A0 + A1 cos(ω 0 t ) + B1 sin(ω 0 t ) . Ketiga komponen dari fungsi ini dilukiskan
dalam (b) dengan A1 = 0,5 dan B1 = −0,866 . Penjumplahan ketiga kurva tunggal dalam (b)
menghasilkan kurva tunggal dalam (a).
π
cos(ω 0 t ) cos(ω 0 t + )
2
t
0
π
cos(ω 0 t − ) cos(ω 0 t )
2
GAMBAR 13.4 Lukisan grafis dari (a) sudut fase tertinggal dan (b) sudut fase mendahului. Catat
bahwa kurva tertinggal pada (a) secara alternatif dapat dijelaskan sebagai cos(ω 0 t + 3π / 2) . Dengan
kata lain, jika kurva tertinggal oleh sudut sebesar α , maka kurva tersebut dapat juga dinyatakan sebagai
didahului oleh 2π − α .