Anda di halaman 1dari 232

3 Hampiran dan Galat

Karena kebanyakan metode dalam buku ini jelas dalam penguraian dan penerapannya,
Anda mungkin akan sangat tergoda pada titik ini untuk langsung melangkah ke badan
utama dari buku teks dan mengajarkan Anda bagaimana memakai teknik-teknik ini.
Namun, galat (error) adalah demian hakiki terhadap pengertian dan penggunaaaan yang
efektif dari metode numerik sehingga kami telah memilih untuk mencurahkan bab yang
sekarang untuk topik ini.
Pentingnya galat (kesalahan) telah diperkenalkan dalam pembahasan tentang penerjum
payung dalam bab 1. Ingat kembali bahwa kecepatan jatuh penerjun payung ditentukan
dengan metode analitis maupun numeric. Walaupun teknik numerik menghasilkan
taksiran yang dekat ke penaksiran analitis yang eksak, tetapi terdapat ketidakcocokan, atau
galat, disebabkan oleh kenyataan bahwa metode numerik melibatkan suatu hampiran
(amproksimasi). Penyelesaian analitis mampu menghitung galat dengan cepat. Sering
terjadi pada soal-soal teknik terapan penyelesain analitis tidak tercapai. Sehingga galat
didalam metode numerik tidak dapat dihitung dengan tepat. Dalam hal ini kita harus
menerapkan hampiran atau taksiran dari galat.
Galat yang demikian merupakan ciri dari hampir semua teknik yang dipaparkan dalam
buku ini. Peryataan ini mula-mula kelihatannya bertentangan dengan apa yang biasanya
dibayangkan sebagai rekayasa yang sehat. Para mahasiswa dan insinyur praktisi dalam
profesi mereka berusaha terus sekuat tenaga untuk membatasi galat. Pada waktu
menempuh ujian atau menyelesaikan soal-soal pekerjaan rumah, Anda akan dihukum dan
bukan diberi penghargaan untuk galat anda. Dalam praktek profesional, galat bisa sangat
mahal dan kadangkala merupakan bencana yang besar. Jika suatu struktur atau piranti
gagal berfungsi, ia dapat mengakibatkan nyawa melayang.
Walaupun kesempurnaan adalah tujuan yang terpuji, tetapi sangat jarang tercapai.
Misalnya, sekalipun ada fakta bahwa model yang dikembangkan dari hukum Newton
yang kedua adalah suatu hampiran (aproksimasi) yang baik sekali, tetapi dalam praktek
model itu tidak pernah akan meramalkan secara eksak jatuhnya penerjun payung. Aneka
ragam faktor seperti angin dan perubahan sedikit dalam tahanan udara akan
menghasilkansimpangan dari ramalan. Jika simpangan (deviai) ini secara sistematis tinggi
atau rendah, maka mungkin perlu kita kembangkan suatu model baru. Namun, jika
simpangan itu berdistribusi secara acak (random) dan terkumpul secara rapat sekali
disekitar ramalan, maka simpangan-simpangan tersebut dapat diabaikan dan model
tersebut dianggap memadai. Hampiran numerik dapat memperkenalkan ketidakcocokan
serupa ke dalam analisis. Lagi-lagi, pertanyaannya adalah: Seberapa besar toleransi galat
yang dapat diterima?
Bab yang sekarang meliput topik-topik dasar yang berkaitan dengan pengenalan,
hitungan, dan peminimuman galat-galat ini. Imformasi umum yang berkenaan dengan
hitungan galat ditelaah ulang dalam pasal pertama. Ini diikuti oleh pasal tentang dua
bentuk galat numerik: galat pembulatan dan pemotongan.
Galat pembulatan (round-off error) disebabkan oleh fakta bahwa komputer hanya dapat
menyatakan besaran dengan sejumplah berhingga angka. Galat pemotongan (truncation
error) adalah ketidaksesuaian yang diperkenalkan oleh fakta bahwa metode numerik
menerapkan suatu hampiran untuk menyatakan operasi-operasi matematis dan besaran
yang eksak. Akhirnya, secara singkat dibahas galat yang tidak secara langsung berkaitan
dengan metode numerik itu sendiri. Ini mencakup kecerobohan, galat perumusan atau
model, dan ketidakpastian data.

3.1 ANGKA BENA (SIGNIFICANT FIGURE)


Buku ini hampir secara eksklusif menangani hampiran (aproksimasi) yang berkaitan
dengan manipulasi bilangan. Akhibatnya, sebelum membahas galat yang berhubungan
dengan metode numerik, adalah berguna untuk menelaah ulang konsep-konsep dasar yang
berkaitan dengan pernyataan hampiran dari bilangan itu sendiri.
Kapan saja kita menggunakan suatu bilangan dalam komputasi, kita harus
memastikan bahwa bilangan itu dapat digunakan secara meyakinkan. Sebagai contoh,
gambar 3.1 melukiskan sebuah speedometer dan onderdil mobil. Pengamatan speedometer
secara visual menunjukan bahwa kendaraan melaju antara 48 dan 49 km/jam. Karena
jarum menunjukan lebih tinggi daripada titik tengah antara tanda-tanda pada meteran,
dengan yakin kita dapat mengatakan bahwa kendaran melaju kira-kira 49 km/jam. Kita
yakin akan hasil ini karena dua orang dengan penalaran yang memadai, atau lebih dari dua
orang, yang membaca meteran ini akan sampai pada kesimpulan yang sama. Tetapi,
marilah kita katakan bahwa dituntut agar kecepatan ditafsir pada satu posisi desimal.
Untuk kasus ini, seseorang mungkin mengatakan 48,7, sedangkan yang lain mungkin
mengatakan 48,8 km/jam. Oleh sebab itu, karena keterbatasan alat ini, hanya dua angka
pertama yang dapat digunakan dengan keyakinan. Taksiran angka ketiga (atau lebih
tinggi) harus dicurigai. Akan sangat menggelikan untuk menyatakan bahwa, berdasarkan
speedometer ini, bahwa mobil tersebut melaju pada 48,7642138 km/jam. Sebaliknya,
odometer menyediakan sampai enam digit/angka pasti. Dari gambar 3.1, dapat
disimpulkan bahwa kendaraan telah menempuh kurang dari 87.324,5 km selama umur
hidupnya. Dalam kasus ini, angka ketujuh (dan lebih tinggi) tidak pasti.
Konsep angka bena (significant figure), atau digit, telah dikembangkan untuk secara
formal menandakan keandalan suatu nilai numerik. Angka bena (significant digits) adalah
angka yang dapat digunakan dengan pasti. Angka-angka ini berhubungan dengan
sejumplah angka tertentu ditambah satu angka taksiran. Contoh, speedometer dan
odometer gambar 3.,1 menunjukan 3 dan 7 angka bena berturut-turut. Pada speedometer
dua angka tertentu adalah 48. sudah menjadi kebiasaan menetepkan taksiran angka
setengah (1/2) skala pembagian terkecil pada alat pengukur. Jadi penunjukan speedometer
terdiri dari 3 angka bena : 48.5. sama halnya pada odometer 7 angka bena terbaca
87,324.45.
Meskipun prosedur gamblang menetapkan angka bena, pada beberapa soal terjadi
kekaburan. Contoh, nol tidak selalu sebagai angka bena karena nol mungkin saja mungkin
saja hanya perlu untuk melokasikan titik desimal.
Bilangan-bilangan 0,00001845; 0,0001845 dan 0,001845 semuanya mempunyai empat
angka bena. Bilamana angka nol dibelakang digunakan dalam bilangan besar, tidak jelas
berapa dari angka nol tersebut-jika ada- yang bena. Misalnya, bilangan 45,300 begitu saja
mungkin mempunyai tiga, empat, atau lima angka bena, tergantung pada apakah nol-nol
tersebut diketahui dengan keyakinan. Ketidakpastian yang demikian dapat dipecahkan
dengan memakai cara penulisan ilmiah dimana 4,45 x 104, 4,530 x 104, dan 4,5300 x 104
menandakan bilangan itu diketahui mempunyai tiga, empat dan lima angka bena.
Konsep angka bena mempunyai dua terapan penting untuk pengkajian metode
numerik:

GAMBAR 3.1 Odometer dan speedometer mobil yang melukiskan konsep angka bena.
1. Seperti diperkenalkan dalam masalah penerjun payung, metode numerik memberikan
hasil-hasil (aproksimasi). Karena itu harus dikembangkan kriteria untuk merinci
seberapa jauh hasil hampiran kita dapat dipercaya. Satu cara untuk melakukan ini
adalah dalam bentuk angka bena. Misalnya, kita dapat memutuskan bahwa hampiran
kita dapat diterima jika benar sampai empat angka bena-artinya kita yakin bahwa
empat angka pertama adalah benar.
2. Walaupun besaran seperti π , e, atau 7 menyatakan besaran-besaran tertentu,
bilangan – bilangan tersebut tidak dapat diungkapkan secara eksak dengan
menggunakan sejumplah berhingga angka. Misalnya, besaran adalah sama dengan
3,141592653589793238462643 . . .
sampai takhingga. Karena komputer hanya dapat menyimpan sejumplah tertentu
angka bena, bilangan-bilangan yang demikian tidak pernah dapat dinyatakan secara
ektrak. Pengabaian angka-angka bena sisanya dinamakan galat pembulatan (round-
off error).

Galat pembulatan dan juga penggunaan angka bena untuk mengungkapkan


keyakinan kita pada suatu hasil numerik akan diselidiki secara terinci dalam pasal-pasal
berikutnya. Selain itu konsep angka bena akan ada relevensinya dengan definisi kita
mengenai ketepatan (accuracy ) dan ketelitian (precision)dalam pasal berikutnya.

3.2 KETELITIAN DAN KETEPATAN

Galat yang berhubungan dengan perhitungan maupun pengukuran dapat dicirikan dengan
memperhatikan ketelitian dan ketepatannya. Ketelitian mengacu pada nilai yang
sebenarnya, yang dihitung atau diukur dengan teliti. Ketepatan mengacu pada nilai
individu yang sebenarnya, yang dihitung atau diukur secara teliti terhadap yang lain. Jadi,
ketepatan berarti (1) banyaknya angka bena yang menyatakan suatu besaran atau (2)
sebaran dalam penghitungan yang berulang-ulang atau pengukuran niali yang teliti.
Konsep ini dapat digambarkan secara grafik dengan menggunakan analogi dari
sasaran tembakan. Lubang tembakan pada tiap target dalam gambar 3.2 dapat dianggap
sebagai
ramalan suatu teknik numerik, sedangkan sasaran target menyatakan yang sebenarnya.
Ketidaktelitian (disebut juga bias atau berat sebelah) didefinisikan sebagai simpangan
sistematis dari yang sebenarnya. Jadi, walaupun tembakan-tembakan dalam gambar 3.2c
lebih terkelompok secara rapat ketimbang dalam gambar 3.2a, kedua kasus tersebut sama
berat sebelahnya karena keduanya terpusat pada kuadran kiri atas dari target. Sebaliknya,
ketepatan mengacu pada sejauh mana mereka terpencar. Karena itu, walaupun Gambar
3.2b dan 3.2d sama telitinya (yaitu, terpusat pada titik tengah sasaran), yang belakangan
lebih tepat karena tembakan-tembakan terkelompok secara rapat.
Metode numerik sehrusnya cukup teliti atau tidak berat sebelah untuk memenuhi
persyaratan suatu masalah rekayasa khusus. Metode numerik seharusnya cukup persis
untuk rancang-bangun rekayasa yang memadai. Dalam buku ini, akan kita gunakan istilah
kolektif galat untuk menyatakan ketidaktelitian dan ketidaktepatan ramalan kita. Dengan
latar belakang konsep ini, sekarang kita dapat membahas faktor-faktor yang menyebabkan
galat komputasi numerik.

3.3 DEFINISI GALAT

Galat numerik timbul dari penggunaan hampiran (aproksimasi) untuk menyatakan operasi
dan besaran matematis yang eksak. Ini mencakup galat pemotongan (truncation errors)
akan terjadi jika aproksimasi digunakan untuk menyatakan suatu prosedur matematis, dan
galat pembulatan, yang akan terjadi jika bilangan aproksimasi digunakan untuk
menyatakan bilangan eksak. Untuk kedua jenis galat tersebut, hubungan antara hasil yang
eksrak, atau yang sejati, dan aproksimasinya dapat dirumuskan sebagai

Nulai sejati (true value) = aproksimasi + galat (3.1)

Dengan menyusun kembali persamaan (3.1), kita dapatkan bahwa galat numerik sama
dengan ketidaksesuaian (discrepancy) antara yang sebenarnya dan aproksimasi, seperti
dalam
Et = nilai sejati – aproksimasi (3.2)

Di mana Et digunakan untuk menunjukan nilai eksak dari galat. Subskrip (tikalas) t
disertakan untuk menunjukan bahwa ini dalah galat “sejati” (true error). Ini bertentangan
dengan kasus lain, seperti yang akan diuraikan sebentar lagi, dimana suatu taksiran
aproksimasi dari galat harus diterapkan.
Kelemahan difinisi ini adalah bahwa tingkat besaran dari nilai yang diperiksa sama
sekali tidak diperhatikan. Misalnya, galat satu centimeter jauh lebih berarti jika yang
diukur adalah paku ketimbang jembatan. Satu cara untuk memperhitungkan besarnya
besaran yang sedang dievaluasi adalah menormalkan galat terhadap nilai sejati, seperti
dalam

galat
Galat relatif pegahan =
nilai sejati
di mana, seperti dirinci oleh persamaan (3.2), galat = nilai sejati – aprosimasi. Galat relatif
dapat juga dikalikan dengan 100 persen agar dapat diumgkapkan sebag ∈t =
galat sejati
100 % (3.3)
nilai sejati

dimana ∈ t menunjukan persen galat relatif yang sejati.

Perhatikan bahwa untuk persamaan (3.2) dan (3.3), E dan ∈ diberi tikalas t untuk
menekankan bahwa galat dinormalkan terhadap nilai sejati. Dalam contoh 3.1, nilai ini
tersedia untuk kita. Namun, dalam situasi yang sebenarnya, informasi yang demikian
jarang sekali tersedia. Untuk metode numerik, nilai sejati hanya akan diketahui bilamana
fungsi yang ditangani berupa fungsi yang dapat diselesaikan secara analis. Kasus yang
demikian akan merupakan kasus yang khas bilamana kita menyelidiki perilaku teoritis
suatu teknik khusus. Namun dalam terapan dunia-nyata, tentu saja jawab sejati tidak
diketahui sebelumnya. Untuk situasi-situasi ini, alternatifnya adalah menormalkan galat
dengan menggunakan

CONTOH 3.1
Perhitungan Galat
Pernyataan Masalah : Andaikan Anda ditugaskan untuk mengukur panjang sebuah
jembatan dan sebuah paku masing-masing 9999 dan 9 cm. Jika nialai sejati masing-
masing adalah 10.000 dan 10 cm, hitung (a) galat dan (b) persen galat relatif untuk setiap
kasus.
[
Penyelesaian : (a) Galat untuk pengukuran jembatan Persamaan (3.2) ]
Et = 10.000 – 9999 =1 cm
dan untuk paku
Et = 10 – 9 = 1 cm
(b) Persen galat relstif untuk jembatan [Persamaan(3.3)] adalah

1
∈t = 100% = 0,01 %
10.000
dan untuk paku

1
∈t = 100 % = 10 %
10
Jadi, walaupun kedua pengukuran mempunyai galat 1 cm, tetapi galat relatif untuk paku
jauh lebih besar. Kita akan menyimpulkan bahwa pengukuran jembatan telah dikerjakan
dengan layak, sedangkan taksiran untuk paku masih perlu dipertanyakan.

taksiran terbaik yang tersedia dari nilai sejati, yaitu terhadap aprosimasi itu sendiri, seperti
dalam

galat aproksimasi
∈a = 100 % (3.4)
aproksimasi
di mana tikalas a menandakan bahwa galat dinormalkan terhadap nilai aproksimasi.
Perhatikan juga bahwa untuk terapan dunia-nyata, Persamaan (3.2) tidak dapat digunakan
untuk menghitung suku galat untuk Persamaan (3.4). salah satu tantangan metode numerik
adalah menentukan taksiran galat tampa mengetahui nilai sejatinya. Misalnya, metode
numerik tertentu memakai pendekatan secara iterasi untuk menghitung jawaban. Dalam
pendekatan yang demikian, suatu aproksimasi sekarang dibuat berdasarkan aproksimasi
sebelumnya. Proses ini dilakukan secara berulang, atau secara iterasi, dengan maksut
secara beruntun menghitung aproksimasi yang lebih dan lebih baik. Untuk kasus yang
demikian, galat seringkali ditaksir sebagai selisih antara aproksimasi sebelumnya dengan
yang sekarang. Jadi, persen galat relatif ditentukan sesuai dengan

aproksimasi sekarang − aproksimasi sebelumnya


∈a = 100 % (3.5)
aproksimasi sekarang

Pendekatan ini dan lainnya untuk mengungkapkan galat akan diuraikan pada bab-bab
berikutnya.
Tanda Persamaan (3.2) sampai (3.5) boleh positif atau negatif. Jika aproksimasi
(hampiran)-nya lebih besar dari nilai sejati (atau aproksimasi sebelumnya lebih besar dari
pada aproksimasi sekarang), maka galatnya negatif, jika aproksimasinya lebih kecil dari
pada nilai sejati, maka galatnya positif. Juga, untuk persamaan (3.3) hingga (3.5),
penyebut mungkin lebih kecil dari nol, yang juga akan menyebabkan galat yang negatif.
Seringkali pada waktu melaksanakan komputasi, tanda galat tidak kita perdulikan, tetapi
kita lebih tertarik kepada apakah nilai mutlaknya lebih kecil daripada suatu toleranci ∈ s
yang telah ditetapkan sebelumnya. Karena itu, seringkali berguna untuk menerapkan nilai
mutlak dari Persamaan (3.2) sampai (3.5). untuk kasus yang demikian, Komputasi
diulangi sampai
∈ a < ∈s (3.6)
Jika hubungan ini terus bertahan, hasil kita dianggap berada dalam tingkat penerimaan ∈ s
yang telah dirinci sebelumnya.
Juga perlu mengaitkan galat-galat ini dengan banyaknya angka bena dalam
aproksimasi . Dapat diperlihatkan (Scaborough 1966) bahwa jika kriteria berikut dipenuhi,
kita akan yakin bahwa hasilnya benar sampai paling sedikit n angka bena.

∈ s = (0,5 x 10 2-n)% (3.7)

CONTOH 3.2
Taksiran Galat untuk Metode Iteratif
Pernyataan Masalah : Dalam matematika, fungsi-fungsi kerapkali dapat dinyatakan
oleh
deret takterhingga. Misalnya, fungsi rksponen dapat dihitung memakai

x2 x3 xn
ex = 1 + x + + + .... + ( E.3.2.1)
2! 3! n!

Jadi, dengan semakin banyaknya yang ditambah, suku dalam urutan (sequence) maka
aproksimasi menjadi taksiran yang semakin lebih baik dari nilai ex yang sebenarnya.
Persamaan (E3.2.1) dinamakan uraian deret Maclaurin.
Dimulai dengan versi yang paling sederhana, ex = 1, tambahan satu suku tiap kali
untuk menaksir e0,5 . setelah penambahan tiap suku baru dihitunglah persen galat relatif
yang sejati dan yang kira-kira (aproksimasi) masing-masing dengan Persamaan (3.3)
dan (3.5). perhatikan bahwa nilai yang sebenarnya adalah e0,5 = 1,648721271.

Tambahan suku-suku sampai nilai mutlak taksiran galat ∈ a berada dibawah kritria galat
∈ s yang ditetapkan sebelumnya, sesuai sampai tiga angka bena.

Penyelesaian : Pertama, Persamaan (3.7) dapat diterapkan untuk menentukan kriteria


galat yang akan memastikan adanya suatu hasil yang benar sampai paling sedikit tiga
angka bena:

∈ s = (0,5 x 10 2-3)% = 0,05%

Jadi, kita akan menambah suku-suku pada deret sampai ∈ a berada di bawah tingkat ini.
Taksiran pertama sama dengan Persamaan (E3.2.1) dengan satu suku tunggal. Jadi,
taksiran pertama sama dengan 1. maka taksiran kedua akan dihasilkan dengan
menambah suku kedua, seperti dalam

ex = 1 + x
atau x = 0,5

e 0,5 = 1 + 0.5 = 1,5


Ini merupakan persen galat relatif yang sebenarnya [Persamaan (3.3)]

1,648721271 − 1,5
∈t = 100% = 9,02%
1,648721271

Persamaan (3.5) dapat digunakan untuk menentukan suatu taksiran dari galat, seperti
dalam

1,5 − 1
∈a = 100% = 33,3%
1,5
Karena ∈ a tidak lebih kecil dari nilai ∈ s yang diisaratkan, kita akan melanjutkan
koputasinya dengan menambah suku lain, x2 /21, dan mengulangi perhitungan galatnya.
Proses ini dilanjutkan sampai ∈ a < ∈ s. Keseluruhan komputasi dapat diikhtisarkan
sebagai

Suku Hasil ∈ t,% ∈ a,%

1 1 39,3
2 1,5 9,02 33,3
3 1,625 1,44 7,69
4 1,645833333 0,175 1,27
5 1,648437500 0,0172 0,158
6 1,648697917 0,00142 0,0158
Jadi, setelah enam suku dimasukan, galat aproksimasi jatuh di bawah ∈ s = 0,05% , dan
komputasi dihentikan. Namun, perhatikan bahwa ketimbang tiga angka bena, ternyata
hasilnya teliti sampai lima! Ini berkenaan dengan kenyataan bahwa untuk kasus ini,

Persamaan (3.5) dan (3.7) keduanya konservatif. Artinya, kedua persamaan ini
menjamin bahwa hasilnya paling sedikit sebaik yang dirincinya. Walaupun ini bukan
selalu merupakan kasus untuk Persamaan (3.5), seperti dibahas dalam Bab 5, tetapi
kebanyakan selalu benar.

Dengan definisi-definisi di depan sebagai latar belakang sekarang kita dapat


melanjutkan dengan dua jenis galat yang secara langsung berkaitan dengan metode
numerik. Ini adalah galat pembulatan dan pemotongan.

3.4 GALAT PEMBULATAN

Seperti dibaha sebelumnya, galat pembulatan berasal dari kenyataan bahwa komputer
hanya mempertahankan sejumplah tetap angka bena (significant number) selama suatu
perhitungan. Bilangan-bilangan seperti π, e, atau 7 , tidak dapat diekspresikan oleh
sejumplah tetap angka bena. Oleh karena itu, bilangan-bilangan itu tidak dapat dinyatakan
secara eksak oleh komputer. Penyimpangan yang diperkenalkan oleh penghilangan angka
bena ini disebut galat pembulatan (rouding error).

3.4.1 Pernyataan Bilangan oleh Komputer

Galat pembulatan numeriksecara langsung berkaitan dengan cara bilangan disimpan


dalam komputer. Satuan mendasar untuk menyatakan informasi disebut word. Ini
merupakan kesatuan yang terdiri dari untaian angka biner, atau bit. Bilangan secara khas
disimpan dalam satu atau lebih word. Untuk memahami bagaimana hal ini dilaksanakan,
pertama-tama kita harus menelaah ulang beberapa bahan yang berkaitan dengan sistem
bilangan.

Sistem bilangan. Sistem bilangan semata-mata adalah suatu cara untuk menyajikan
bilangan. Karena kita mempunyai 10 jari tangan dan 10 jari kak, sistem bilangan yang
paling kita kenal adalah sistem desimal atau basis 10. suatu basis adalah bilangan yang
digunakan sebagai acuan untuk membangun sistem tersebut. Sistem basis 10 memakai 10
angka-0,1,2,3,4,5,6,7,8, dan 9-untuk menyatakan bilangan. Dengan sendirinya bilangan-
bilangan ini memadai untuk mencacah dari 0 sampai 9. untuk besaran yang lebih besar,
digunakan kombinasi angka-angka dasar ini, dengan nilai posisi atau tempat yang merinci
besarnya. Angka terkanan dalam suatu bilangan menyatakan bilangan dari 0 sampai 9.
angka kedua dari kanan menyatakan kelipatan 10. Angka ketiga dari kanan menyatakan
kelipatan 100 dan seterusnya. Misalnya, jika kita mempunyai bilangan 86409 maka kita
mempunyai delapan kelompok 10.000an, enam kelompok ribuan, empat kelompok
ratusan dan sembilan satuan, atau
(8 x 104) + (6 x 102) + (4 x 103) + (0 x 101) + (9 x 100) = 86.409
Gambar 3.3a menyajikan pernyataan visual mengenai bagaimana suatu bilangan
dirumuskan dalam sistem basis 10.
Sekarang, karena sistem basis 10 demikian lazim, tentunya tidak umum untuk
menyadari bahwa terdapat alternatif lainnya. Misalnya,jika manusia kebetulan mempunyai
delapan jari tangan dan kaki, niscaya kita telah mengembangkan pernyataan oktal, atau
basis 8. dengan alsan sama, komputer seperti seekor binatang dengan dua jari tangan
terbatas pada dua keadaaan 0 atau 1. ini berkaitan dengan kenyataan bahwa unit logika
utama komputer digital berupa komponen elektronika yang putus (perpadanan dengan 0)
atau tersambung (perpadanan dengan 1). Karenanya, bilangan pada komputer dinyatakan
denga sistem biner atau basis-2. sama halnya dengan sistem basis 10, tiap posisi
menyatakan pangkat-pangkat bilangan basis yang lebih tinggi. Misalnya, bilangan biner
11 setara dengan (1 x 21) + (1 x 20) = 2 + 1 = 3 dalam sistem basis 10. Gambar 3.3b
mengilustrasikan sebuah contoh yang lebih rumit.

Pernyataan Bilangan Bulat. Sekarang karena kita telah menelaah ulang bagaimana
bilangan basis 10 dapat dinyatakan pada komputer dalam bentuk biner, mudah untuk
memahami bagaimana bilangan bulat dinyatakan pada komputer. Pendekatan yang paling
langsung, yang disebut metode besaran bertanda, menggunakan bit pertama dari word
untuk menunjukan tandanya, dengan 0 untuk positif dan 1 untuk negatif. Bit-bit sisanya
dipakai untuk menyimpan bilangan. Misalnya, nilai bulat -173 akan disimpan pada
komputer 16-bit seperti pada Gb. 3.4.

104 103 102 101 100

8 6 4 0 9

9x 1= 9
0x 10= 0
4x 100= 400
(a) 6x 1000= 6000
8x 10000= 80000

86409
27 26 25 24 23 22 21 20

1 0 1 0 1 1 0 1

1 x 1= 1
0 x 2= 0
1 x 4= 4
1 x 8= 8
0 x 16= 0
1 x 32= 32
0 x 64= 0
1 x 128= 128
(b) 173
1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 0 1 0 0 1

Bilangan

Tanda
Gambar 3.4 Pernyataan bilangan bulat desimal – 173 pada komputer 16-bit dengan
memakai metode besaran bertanda.

CONTOH 3.3
Rentang Bilangan Bulat

Pernyataan Masalah: Tentukan rentang bilangan bulat dalam basis 10 yang dapat
dinyatakan pada komputer 16-bit.

Penyelesaian: Dari 16-bit itu, yang pertama menunjukan tandanya . 15 bit sisanya
dapat memegang bilangan biner dari 0 sampai 111111111111111. batas atas dapat
dialihkan ke bilangan bulat desimal seperti dalam

(1 x 214) + (1 x 213) + ... + (1 x 21) + (1 x 20)

yang sama dengan 32.767 (perhatikan bahwa ekspresi ini secara mudah dapat dihitung
sebagai 215 – 1). Jadi, komputer dengan 16 bit word dapat menyimpan bilangan bulat
desimal berkisar mulai dari -32767 sampai 32767. selain itu, karena nol telah
didefinisikan sebagai 0000000000000000 adalah berlebihan memakai bilangan
1000000000000000 untuk mendefinisikan ”minus nol”. Karenanya, ia biasa
digunakanuntuk menyatakan bilangan negatif tambahan -32.768, dan rentangnya
adalah dari -32768 sampai 32767.

Perhatikan bahwa metode besaran yang bertanda yang dijelaskan diatas tidak dipakai
untuk menyatakan bilangan bulat pada komputer konversional. Pendekatan yang lebih
disukai yang disebut teknik komplemen 2 secara langsung memasukan tanda ke besaran
bilangan tersebut ketimbang menyediakan ke bit terpisak untuk menyatakan minus atau
plus. Namun, contoh 3.3 tetap berfungsi untuk mengilustrasikan bagaimana semua
komputer digital terbatas kemampuannya untuk menyatakan bilangan bulat. Yakni,
bilangan-bilangan diatas atau dibawah rentang tidak dapat dinyatakan. Keterbatasan yang
lebih serius dijumpai dalam tempat penyimpanan dan manipulasi dari besaran pecahan
seperti diuraikan berikut ini.

Pernyataan Titik Kambang (Floating-Point Representation). Besaran pecahan secara


khas dinyatakan dalam komputer dengan memakai bentuk titik kambang. Dalam
pendekatan ini, bilangan diekspresikan sebagai suatu bagian pecahan, yang disebut mantis
atau signifikan, dan suatu bagian bulat, yang disebut pangkat atau karakteristik,seperti
dalam
m . be
dengan m adalah mantis, b adalah basis sistem bilangan yang sedang dipakai, dan e adalah
pangkatnya. Sebagai contoh, bilangan 156,78 dapat dinyatakan sebagai 0,15678 . 103
dalam sistem titik-kambang dengan basis 10.
Pangkat
bertanda

Mantis

Tanda
Gambar 3.5 Carabagaimana bilangan titik kambang disimpan pada sebuah word

Gambar 3.5 memperlihatkan satu cara bagaimana bilangan titik kambang dapat
disimpan dalam word. Bit pertama dicadangkan untuk tanda, deretan bit berikutnya untuk
pangkat bertanda, dan bit terakhir untuk mantis.

Perhatikan bahwa mantis biasanya dinormalkan jika angka permulaan nol.Misalnya,


andaikanlah besaran 1/34 = 0,029411765 ... disimpan dalam sistem titik kambang dengan
basis 10 yang membolehkan penyimpanan empat posisidesimal. Jadi 1/34 akan disimpan
sebagai
0,0294 . 100
Namun, dalam proses pengerjaan ini penyertaan nol yang nirguna (takguna) di kanan
tanda desimal memaksa kita untuk membuang angka 1 pada posisi ke lima. Bilangan itu
dapat dinormalkan umtuk menghilangkan nol pemula dengan mengalikan mantis dengan
10 dan menurunkan pangkat sebesar 1 untuk memberikan

0,2941 . 10-1
Jadi, kita mempertahankan angka bena tambahan pada waktu bilangan disimpan.
Konsekuensi penormalan adalah bahwa nilai mutlak m terbatas. Yakni,

1
≤ m<1 (3.8)
b
di mana b adalah basis. Misalnya, untuk sistem basis 10, m akan berkisar antara 0,1 dan 1,
dan untuk sistem basis 2, antara 0,5 dan 1.
Pernyataan titik kambang membolehkan pecahan maupun bilangan sangat besar
diekspresikan pada komputer. Namun, terdapat beberapa kekurangan. Misalnya, bilangan
titik kambang mengabil lebih banyak tempat dan mengambil waktu lebih lama untuk
diproses dari pada bilangan bulat. Namun secara lebih signifikan, penggunaannya
memperkenalkan sumber galat karena mantis hanya dapat memegang sejumplah
berhingga angka bena. Jadi, diperkenalkan suatu galat pembulatan.

CONTOH 3.4
Himpunan Hipotesis Bilangan Titik – Kambang

Pernyataan Masalah: Ciptakanlah himpunan bilangan titik-kambang untuk mesin


yang menyimpan informasi dengan menggunakan 7-bit word. Gunakan bit pertama
untuk tanda bilangan, tiga berikutnya untuk tanda dan besarnya pangkat, dan tiga
terakhir untuk besaran mantis (Gb. 3.6)

Penyelesaian: Bilangan positif terkecil yang mungkin dilukiskan pada Gb. 3.6. pemula
0 menunjukan bahwa besaran itu positif. Angka 1 pada tempat kedua menyatakan
bahwa pangkatnya bertanda negatif. Angka-angka 1 pada tempat keempat dan ketiga
memberikan nilai maksimun pada pangkat sebesar

1 x 21 + 1 x 20 = 3

Karena itu, pangkatnya (eksponen) akan bernilai – 3. akhirnya, mantis dirinci oleh 100
dalam tiga tempat terakhir yang sesuai dengan

1 x 2-1 + 0 x 2-2 + 0 x 2-3 = 0,5

Walaupun dimungkinkan mantis yang lebih kecil (yakni 000, 001, dan 011),
digunakan nilai 100 karena batas yang ditentukan oleh penormalan [Pers.(3.8)]. Jadi,
bilangan positif terkecil yang mungkin untuk sistem ini adalah

+ 0,5 x 2-3

GAMBAR 3.6 Bilangan titik-kambang terkecil yang mungkin dari contoh

21 20 2-1 2-2 2-3

0 1 1 1 1 0 0

Tanda bilangan Tanda Besarnya mantis


Pangkat
Besarnya pangkat

Yang sama dengan 0,0625 dalam sistem dengan basis 10. bilangan lebih besar
berikutnya dikembangkan dengan cara memperbesar mantis seperti dalam

0111101 = (1 x 2-1 + 0 x 2-2 + 1 x 2-3) x 2-3 = (0,078125)10

0111110 = (1 x 2-1 + 1 x 2-2 + 0 x 2-3) x 2-3 = (0,093750)10

0111111 = ( 1 x 2-1 + 1 x 2-2 + 1 x 2-3) x 2-3 = (0,109375)10

Perhatikan bahwa kesetaraan basis 10 ditempatkan secara sama dengan selang


(interval) sebesar 0,015625.
Pada titik ini, untuk melanjutkan perbesaran, kita harus memperkecil pangkatnya
menjadi 10 yang memberikan nilai

1 x 21 + 0 x 20 = 2
Mantis diperkecil kembali ke nilai terkecil sebesar 100. karenanya bilangan berikutnya
adalah

0110100 = (1 x 2-1 + 0 x 2-2 + 0 x 2-3) x 2-2 = (0,125000)10

Ini masih tetap menyatakan suatu celah (gap) sebesar 0,125000-0,109375 = 0,015625.
Namun, pada waktu dihasilkannya bilangan yang lebih tinggi dengan cara pembesaran
mantis, celahnya mangkin diperpanjang menjadi 0,03125,

0110101 = (1 x 2-1 + 0 x 2-2 + 1 x 2-3) x 2-2 = (0,125000)10


0110110 = (1 x 2-1 + 1 x 2-2 + 0 x 2-3) x 2-2 = (0,187500)10
0110111 = (1 x 2-1 + 1 x 2-2 + 1 x 2-3) x 2-2 = (0,218750)10

Pola ini diulang pada saat setiap besaran yang lebih besar diformulasikan sampai
dicapai bilangan maksimun,

0011111 = (1 x 2-1 + 1 x 2-2 + 1 x 2-3) x 23 = (7)10


Himpunan bilangan terakhir dilukiskan dalam Gb. 3.7.

Ganbar 3.7 menunjukan sejumplah aspek pertanyaan titik-kambang yang mempunyai


kepentingan ditinjau dari galat pembulatan komputer:

1. Terdapat Rentang Terbatas dari Besaran yang Boleh Dinyatakan. Sama seperti untuk
kasus bilangan bulat.terdapat bilangan positif dan negatif besar yang tidak bisa
dinyatakan. Percobaan yang menggunakan bilangan-bilanganini akan menghasilkan
apa yang disebut galat ”overflow”. Namun, selain besaran yang besar, pernyataan titik-
kambang mempunyai tambahan keterbatasan bahwa bilangan-bilangan yang sangat
kecil tidak dapat dinyatakan. Ini diilustrasikan oleh ”lubang” overflow diantara nol
dan bilangan positif yang petama pada Gb. 3.7. perlu diperhatikan bahwa lubang ini
diperbesar karena kendala penormalan Pers. (3.8).
2. Hanya Terdapat Sejumplah Berhingga Besaran yang Dapat Dinyatakan dalam
Rentang. Jadi, derajat kecermatan ternyata terbatas. Jelas, bilangan takrasional tidak
dapat dinyatakan. Selanjutnya, bilangan rasional yang tidak dapat secara eksak
mencocoki satu dari nilai-nilai dalam himpunan itu juga tidak dapat dinyatakan secara
persis. Galat yang diperkenalkan dengan mengaprosimasikan kedua kasus ini diacu
sebagai galat kwantifikasi. Aproksimasi yang sebernarnya dilaksanakan menurut salah
contoh dari dua cara: pemenggalan atau pembulatan. Sebagai contoh, andaikan bahwa
nilai π = 3,14159265358 ...
Pemenggalan

x-
Δx 1/2Δx 1/2Δx

Overflow

”Lubang” underflow pada nol

Gambar 3.7 Sistem bilangan hipotetis yang telah dikembangkan dalam contoh 3.4. tiap
nilai ditujukan dengan marka garis tegak pendek. Hanya bilangan-bilangan positif yang
diperlihtkan. Himpunan yang identik juga akan melebar ke arah negatif.

disimpan pada sistem bilangan basis 10 yang membawa tujuh angka bena. Satu metode
aproksimasi akan berupa semata-mata membuang atau ”memenggal” suku-suku
kedelapan dan yang lebih tinggi seperti dalam π = 3,141592, dengan pengenalan galat
yang berhubungan sebesar [Pers.(3.2)]

Et = 0,00000065 ...

Teknik mempertahankan hanya suku-suku bena ini dalam ungkapan komputer mila-
mula disebut ” pemotongan”. Kami lebih menyukai menyebutnya pemenggalan untuk
membedakan dari galat pemotongan yang dibahas di Pasal 3.5. Perhatikan bahwa
untuk sistenm bilangan basis 2 pada Gb. 3.7, pemenggalan berarti bahwa sembarang
besaran yang berada pada selang panjang Δx akan disimpan sebagai besaran pada
ujung selang yang lebih kecil. Jadi batas galat yang lebih atas untuk pemenggalan
adalah Δx . Tambahan pula, diperkenalkan suatu berat sebelah karena semua galat
positif. Kekurangan dari pemenggalan dapat dialamatkan pada kenyataan bahwa suku-
suku yang lebih tinggi dalam pernyataan desimal lengkap tidak berpengaruh pada
versi yang diperpendek. Misalnya, dalam contoh π kita, angka pertama yang dibuang
adalah 6. jadi angka terakhir yang dipertahankan seharusnya dibulatkan menjadi
3,141593. Pembulatan yang demikian mengurangi galat menjadi

Et = 0,00000035...
Akhirnya, pembulatan menghasilkan galat yang lebih rendah daripada untuk
pemenggalan Perhatikan bahwa untuk sistem bilangan dengan basis 2 pada Gb. 3.7,
pembulatan berarti bahwa sembarang besaranyang berada didalam selang panjang Δx
akan dinyatakan sebagai bilangan terdekat yang diperbolehkan. Jadi batas galat yang
lebih atas untuk pembulatan adalah Δx /2. Tambahan pula, tidak ada bias (berat
sebelah) yang terjadi karena beberapa galat positif dan beberapa negatif. Beberapa
komputer menerapkan pembulatan. Namun, hal ini menambah biaya operasi
komputer, dan akhibatnya banyak mesin menggunakan pemenggalan sederhana.
Pendekatan ini dibenarkan dengan anggapan pokok bahwa banyaknya anka bena
cukup besar sehingga galat pembulatan yang dihasilkan biasanya dapat diabaikan.

3. Selang antara Bilangan, Δx , Bertambah dengan Semakin Besarnya Bilangan. Tentu


saja ciri inilah yang memungkinkan pernyataan titik kambang mempertahankan angka
bena. Namum, ini juga berarti bahwa galat kuantisasi akan sebanding dengan besarnya
bilangan yang sedang dinyatakan. Untuk bilangan titik-kambang yang dinormalkan,
perbandingan ini dapat diekspresikan, untuk kasus dimana yang diterapkan adalah
pemenggalan, sebagai

Δx
≤ δ (3.9)
x
dan untuk kasus di mana yang diterapkan adalah pembulatan, sebagai

Δx δ
≤ (3.10)
x 2

dengan δ diacu sebagai episilon mesin yang dapat dihitung sebagai

δ = b 1-t (3.11)

dimana b adalah basis bilangan dan t adalah banyaknya angka bena dalam mantis.
Perhatikan bahwa ketaksamaan dalam Pers. (3.9) dan (3.10) menandakan bahwa ini
adalah batas-batas galat. Yakni, persamaan-persamaan itu merinci kasus yang buruk.

CONTOH 3.5
Epsilon Mesin

Pernyataan Masalah: tentukan epsilon dan periksa kebenaran efektifitasnya dalam


mencirikan galat sistem bilangan dari contoh 3.4. Asumsinkan bahwa dipakai
pemenggalan.

Penyelesaian: Sistem titk-kambang hipotesis dari contoh 3.4 menggunakan nilai basis
b = 2, dan banyaknya bit mantis t = 3. Oleh karena itu, epsilon mesin akan berupa
[Pers.(3.11)]
δ = 2 1-3 = 0,25
Akhibatnya, galat kuantisasi relatif seharusnya dibatasi oleh 0,25 untuk pemenggalan.
Galat relatif terbesar akan terjadi untuk besaran-besaran yang berada tepat dibawah
batas yang lebih atasdari selang pertama diantara bilangan-bilangan berjarak sama
yang beruntun (GB. 3.8). Bilangan yang berada dalam selang-selang lebih tinggi
berikutnya akan mempunyai nilai Δx yang sama tetapi dengan nilai x yang lebih besar,
dan karena itu akan mempunyai galat relatif lebih rendah. Seuah contoh galat
maksimun adalah nilai yang berada tepat dibawah batas atas selang diantara
(0,125000)10 dan (0,156250)10. Untuk kasus ini, galat akan lebih kecil dari

0,03125
= 0,25
0,125000

Jadi galat sebesaryang diramalkan oleh Pers. (3.9)

Galat relatif terbesar

GAMBAR 3.8 Galat kuantisasi terbesar akan terjadi untuk nilai-nilai yang berada
tepat dibawah batas atas dari deretan selang berjarak sama yang pertama

Ketergantungan besaran dari galat kuantisasi mempunyai sejumplah terapan praktis


dalam metode numerik. Kebanyakan dari hal ini berkaitn dengan operasi yang umumnya
dipakai dalam pengujian apakah dua bilangan sama. Ini terjadi pada waktu pengujian
kekonvergenan besaran dan juga dalam mekanisme penghentian untuk proses iteratif
(ingat kembali contoh 3.2). untuk kasus-kasus ini, seharusnya jelas bahwa ketimbang
menguji apakah besaran tersebut sama, disarankan untuk menguji apakah selisihnya lebih
kecil dari toleransi yang dapat diterima. Lebih lanjut, seharusnya juga mudah terlihat
bahwa yang dibandingkan adalah yang dinormalkan ketimbang selisih mutlak, khususnya
dalam menangani bilangan-bilangan besar. Sebagai tambahan, epsilon mesin dapat
digunakan dalam perumusan kriteria penghentian atau kekonvergenan. Ini menjamin
bahwa progam-progam itu bersifat protabel-yakni tidak tergantung pada komputer tempat
penerapannya. Gambar 3.9 mendaftarkan kode pseudo untuk menentukan epsilon mesin
dari suatu komputer biner secara otomatis.

Epsilon = 1
DOWHILE (epsilon+1 > 1)
Epsilon = epsilon /2
ENDDO
Epsilon = 2 * epsilon

GAMBAR 3.9 Kode pseudo untuk menentukan epsilon mesin untuk komputer biner.

Kecermatan yang Diperluas. Seharusnya dapat diperhatikan sekarang, bahwa walaupun


galat pembulatan dapat menjadi penting dalam konteks seperti pengujian kekonvergenan,
banyaknya angka bena yang ada pada kebanyakan komputer membolehkan kebanyakan
komputer rekayasa dilakukan dengan kecermatan yang melebihi daripada yang dapat
diterima. Misalnya, sistem bilangan hipotesis dalam gambar 3.7 merupakan pernyataan
kasar yang berlebihan yang diterapkanuntuk tujuan ilutrasi. Komputer komersial memakai
jauh lebih banyak word sehingga membolehkan bilangandiekspresikan dengan
kecermatan yang jauh lebih dari cukup. Misalnya, kelompok IBM PC membolehkan
dipakainya 24 bit untuk mantis* yang diterjemahkan menjadi kecermatan sekitar tujuh
angka bena dengan basis 10.
Namun, masih terdapat kasus dimana galat pembulatan menjadi kritis. Berdasar
alasan ini kebanyakan komputer membolehkan perincian kecermatan yang diperluas, yang
paling umum adalah presisi ganda, yang menerapkan word ekstra untuk menyimpan
tambahan angka bena mantis. Perhatikan bahwa beberapa komputer membolehkan presisi
tiga kali lipat dan lebih banyak dan yang lainnya membolehkan kecermatan lebih banyak
dalam eksponen dan juga dalam mantis dari bilangan titik-kambang.
Untuk mengilustrasikan perbaikan yang disebabkan presisi ganda baku, kita akan
memakai komputerhipotesis yang menggunakan 32 bit untuk menyimpan bilangan titik-
kambang. Untuk presisi tinggal, 1 bit akan dipakai untuk tanda, 7 untuk pangkat bertanda,
dan 24 untuk mantis. Seperti dinyatakan diatas, ini diterjemahkan menjadi sekitar 7 angka
bena dengan basis 10. Untuk presisi ganda, 32 bit ekstra akan dipakai untuk menciptakan
mantis 56 bi yang membolehkab sekitar 17 angka bena dengan basis 10. Oleh karena itu,
meskipun memakai kata ”ganda”, pertambahannya sebrtulnya lebih besar dari lipat dua
kecepatan dalam bentuk angka bena. Dalam banyak kasus, pemakaian besaran presisi
ganda sangat mengurangi pengaruh galat pembulatan. Namun, suatu harga harus dibayar
untuk pengobatan yang demikian dalam hal bahwa besaran presisi ganda juga
memerlukan lebih banyak memori dan waktu eksekusi yang lebih lama. Yang belakangan
diilustrasikan dalam contoh berikut

CONTOH 3.6
Waktu Eksekusi untuk Komputasi Presisi-Tunggal dan-Ganda

Pernyataan Masalah: Kami telah menyarankan bahwa komputasi presisi ganda


memerlukan waktu komputer lebih lama daripada komputasi presisi tunggal. Kita
dapat menyelidiki situasi ini dengan percobaan pada IBM PC.

Penyelesaian: Gambar 3.10 memperlihatkan progam BASICA sederhana untuk


menambahkan 1 pada akumulator SUM, untuk 10000 interasi dalam presisi tunggal
maupun presisi ganda. Versi presisi tunggal memerlukan waktu kira-kira 35 detik
sedangkan versi presisi ganda mengambil 45 detik.

100 SUM = 0 100 SUM# = 0


105 x = 1 105 x# = 1
110 FOR 1 = 1 TO 10000 110 FOR 1 = 1 TO 10000
115 SUM = SUM + x 115 SUM# = SUM# + x#
120 NEXT 1 120 NEXT 1
125 PRINT SUM 125 PRINT SUM#
130 END 130 END
(a) (b)
GAMBAR 3.10 Progam BASICA untuk menjumplahkan bilangan 10000. Presisi (a)
tunggal dan (b) ganda
Perbedaan waktu eksekusi untuk contoh barusan kelihatannya agak tidak berarti.
Namum, dengan semakin membesar dan semakin runitnya progam anda, tambahan waktu
eksekusi menjadi perlu dipertimbangkan dan mempunyai pengaruh negatif keefektivan
Anda sebagai pemecah masalah. Karenanya, kecermatan yang diperluas seharusnya tidak
digunakan secara sembrono. Seharusnya digunakan secara selektif sehingga akan
menghasilkan keuntungan maksimum dengan biaya termurah dalam bentuk waktu
eksekusi. Dalam pasal yang berikutnya, kita akan melihat lebih dekat bagaimana galat
pembulatanmempengaruhi komputasi dan dengan mengerjakan itu menyediakan dasar
pemahaman untuk membimbing Anda tentang kemampuan presisi ganda.

3.4.2 Manipulasi Arimetik Bilangan Komputer

Disamping keterbatasan sistem bilangan komputer, manipulasi hitungan sebenarnya yang


melibatkan bilangan-bilangan ini dapat juga menghasilkan galat pembulatan. Dalam pasal
berikut ini, pertama-tama akan kami ilustrasikan bagaimana operasi aritmetik yang umum
mempengaruhi galat pembulatan. Kemudian kita selidiki sejumplah manipulasi khusus
yang secara khusus sangat cenderung menghasilkan galat pembulatan.

Operasi Aritmetik Biasa. Karena kelazimannya, bilangan basis 10 yang dinormalkan akan
digunakan untuk mengilustrasikan pengaruh galat pembulatan padapenambahan,
pengurangan, perkalian, dan pembagian sederhana. Bilangan basis lain mempunyai
perilaku yang serupa. Untuk menyederhanakan pembahasannya, kita akan menggunakan
komputer desimal hipotesis dengan mantis 4-angka dan pangkat 1-angka. Sebagai
tambahan, dipakai pemenggalan. Pembulatan akan menghasilkan galat yang serupa
walaupun kurang dramatis.
Bilamana dua bilanan titik-kambang ditambahkan, mantis bilangan dengan pangkat
yang lebih kecil diubah sehingga pangkatnya sama. Ini mengkibatkan penggeseran titik
desimal. Misalnya, andaikan kita ingin menambahkan 0,1557 . 101 + 0,4381 . 10-1. Titik
desimal mantis bilangan kedua digeser ke kiri sejumplah posisi yang sama dengan selisih
eksponen [1 − (1 − 1) = 2] seperti dalam

0,4381 . 10-1 0,004381 . 10-1


Sekarang bilangan-bilangan itu dapat ditambahkan

0,1537 . 101
0,004381 . 101

0,160081 . 101
dan hasilnya dipenggal menjadi 0,1600 . 101. Perhatikan bahwa dua angka terakhir dari
bilangan kedua yang digeser ke kanan pada dasrnya telah hilang dari komputasi.
Pengurangan dilakukan secara identik seperti pada penambahan terkecuali bahwa
tanda pengurangan dibalik. Misalnya, andaikan saja kita mengurangkan 26,86 dari 36,41.
Yakni,
0,3641*102
-0,2686*102

0,0955*102
Untuk kasus ini hasilnya tidak dinormalkan, sehingga kita harusmenggeser desimal satu
tempat ke kanan untuk memberikan 0,9550 . 101. perhatikan bahwa nol tambahan pada
ujung mantis tidak signifikan tetapi semata-mata dipadatkan untuk mengisi ruang kosong
yang diciptakan oleh adanya penggeseran tersebut. Bahkan hasil-hasil yang lebih dramatis
akan diperoleh bilamana bilangan-bilangan sangat berdekatan seperti dalam

0,7642 . 103
-0,7641 . 103

0,0001 . 103
yang akan dikonversikam ke 0,1000 . 100. Jadi untuk kasus ini, ditambahkan tiga nol yang
tidak bena. Hal ini memperkenalkan galat komputasi yang cukup besar karena komputasi
berikutnya akan berlaku seolah-olah nol-nol ini bena. Seperti akan kita lihat dalam pasal
nantinya, hilangnya angka bena selama pengurngan bilangan yang hampir sama
merupakan sumber galat pembulatan terbesar dalam metode numerik.
Perkalian dan pembagian agak lebih gamblang dibandingkan penambahan atau
pengurangan. Pangkat ditambahkan dan mantis diperkalikan. Karena perkalian dua mantis
n-angka akan memberikan hasil (2n ) -angka, kebanyakan komputer memegang hasil-hasil
antara dalam register panjang-ganda. Misalnya,

0,1363 . 103 x 0,6423 . 10-1 = 0,08754549 . 102

Jika, seperti dalam kasus ini, diperkenalkan pemula nol, hasilnya dinomalkan,

0,08754549 . 102 0,8754549 . 101

dan dipenggal menjadi

0,8754 . 101

Pembagian dilakukan dengan cara yang serupa, tetapi mantisnya dibagi dan pangkat
dikurangkan. Kemudian hasil-hasilnya dinormalkan dan dipenggal.

Komputasi Besar. Metode-metode tentukan memerlukan sejumplah besar manipulasi


untuk sampai pada hasil akhirnya. Tambahan pula, komputasi ini sering berkaitan. Yakni,
penghitungan yang belakangan tergantung dari hasil yang terdahulu. Akhibatnya,
sekalipun galat pembulatan masing-masing kecil, pengaruh kumulatif selama pelaksanaan
komputasi besar dapat berarti.

CONTOH 3.7
Sejumplah Besar Komputasi yang Saling Bergantungan

Pernyataan Masalah: Selidiki pengaruh galat pembulatan pada sejumplah besar


komputasi yang saling bergantungan. Kembangkan progam untuk menjumplahkan
suatu bilangan sampai seratus ribu kali. Jumplahkan bilangan 1 dalam presisi tunggal
dan 0,00001 dalam presisi tunggal dan ganda.
Penyelesaian: Gambar 3.11 memperlihatkan progam BASICA untuk IBM PC yang
melakukan penjumplahan tersebut. Penjumplahan presisi tunggal dari 1 memberikan
hasil yang diharapakan, sedangkan penjumplahan presisi tunggal dari 0,00001
menghasilkan penyimpangan yang besar. Galat ini dikurangi secara signifikan
bilamana 0,00001 dijimplahkan dalam presisi ganda.

100 SUM1 = 0
105 SUM2 = 0
110 SUM3# = 0#
115 X1 = 1
120 X2 = .00001
130 FOR 1 = 1 TO 1000001
135 SUM1 = SUM1 + X1
140 SUM2 = SUM2 + X2
145 SUM3# = SUM3# + X3#
150 NEXT 1
155 PRINT SUM1
160 PRINT SUM2
165 PRINT SUM33
170 END
100000 GAMBAR 3.11 Progam BASICA mrnjumplahkan
1 . 00099 bilangan 1 seratus ribu kali. Menjumplahkan bilang-
9999999999998739 an 1 dalam presisi tunggal dan bilangan 0,00001 da-
lam presisi tunggal dan ganda.

Sumber penyimpangan adalah galat kuantisasi. Karena bilangan bulat 1 dapat


dinyatakan secara persis dalam komputer, maka ia dapat dijumplahkan secara eksak.
Sebaliknya 0,00001 tidak dapat dinyatakan secara eksak dan dikuantisasi oleh nilai
yang sedikit berbeda dibandingkan nilai sejatinya. Penyimpangan yang sangat kecil ini
akan dapat diabaikan untuk komputasi kecil, namun berakumutasi setelah
penjumplahan yang berulang kali. Masalahnya masih tetap terjadi dalam presisi ganda
tetapi sangat banyak diremdam karena galat kuantisasinya jauh lebih kecil.

Perhatikan bahwa tipe galat yang diilutrasikan oleh contoh sebelumnya agak tidak
khas dalam hal bahwa semua galat dalam operasi yang berulang itu bertanda sama. Dalam
kebanyakan kasus galat suatu komputasi panjang berganti tanda secara acak sehingga
sering saling mencoret. Namun, ada juga kejadian di mana galat-galat demikian tidak
saling mencoret tetap nyatanya menuju kehasil akhir yang lancung. Pasal yang menyusul
berikut ini dimaksudkan untuk memberikan wawasan tentang cara bagaimana hal ini
mungkin terjadi.

Menjumpahkan Bilangan Besar dan Kecil. Andaikan kita menambahkan bilangan kecil
0,0010 pada suatu bilangan yang besar 4000, dengan memakai komputer hipotesis kita
dengan mantis 4-angka dan pangkat 1-angka. Setelah memodifikasi bilangan yang lebih
kecilsehingga pangkatnya sesuai dengan yang lebih besar,
.
0,40000 104
.
0,0000001 104
.
0,4000001 104

yang dipenggal menjadi 0,4000 . 104. jika, lebih baik bila kita tidak melakukan
penambahan itu !
Galat tipe ini dapat terjadi dalam komputasi suatu deret tak berhingga. Suku awal
dalam deret yang demikian secara relatif seringkali besar dibandingkan suku berikutnya.
Jadi setelah beberapa suku ditambahkan, kita berada dalam situasi penambahan suku
besaran yang kecil terhadap suatu besaran yang besar.
Satu cara untuk meredam galat tipe ini adalah menjumplahkan deret dalam urutan
terbalik – yakni dalam urutan yang menaik ketimbang menurun. Dengan cara ini, setiap
suku baru akan sebanding besarnya dengan jumplah yang terakumulasi (lihat soal 3.4).

Pencoretan Pengurangan. Istilah ini mengacu pada galat pembulatan yang ditimbulkan
pada waktu mengurangkan dua bilangan titik kambang yang hampir sama.

CONTOH 3.8
Pencoretan Pengurangan (Subtractive Cancellation)

Pernyataan Masalah: Akar-akar dari

f ( x ) = 0 = ax 2 + bx + c

Diberikan oleh rumus kuadratis abc

− b ± b 2 − 4ac
x1
x2 =
2a

Hitunglah nilai-nilai akar tersebut untuk a = 1, b = 3000,001, dan c = 3. Periksalah


nilai-nilai yang terhitungitu terhadap akar-akar sejati x1 = −0,001 dan x 2 = −3000.

Penyesaian : Gambar 3.12 memperlihatkan progam BASICA untuk IBM PC yang


menghitung akar-akar R1 dan R2 berdasarkan rumus kuadratik. Perhatikan bahwa
diberikan versi presisi-tunggal maupun ganda. Hasil persen galat relatif untuk R2
memadai, namun untuk R1 jauh lebih buruk dngan ∈t masing-masing 1,18% dan
2,35% untuk presisi ganda dan tunggal. Tingkat-tingkat ini akan tidak memadai
untuk banyak masalah rekayasa terapan. Hasil ini secara khusus mengejutkan karena
kita memakai formula analisis untuk mendapatkan penyelesaiannya!
Hilangnya angka bena terjadi pada baris 120 dari dua progam itu dimana dua
bilangan yang relatif besar dikurangkan. Masalah serupa tidak terjadi pada waktu
bilangan-bilangan yang sama itu ditambahkan pada baris 130.
100 A = 1 100 A# = 1#
105 B = 3000.001 105 B# = 3000.001
110 C = 3 110 C# = 3#
115 D = SQR(B*B-4*A*C) 115 D# = SQR(B#*B#-4*A#*C#)
120 R1 = (-B+D) / (2*A) 120 R1# = (-B# +D#) / (2*A#)
125 R2 = (-B-D) / (2*A) 125 R2# = (-B# -D#) / (2*A#)
130 PRINT R1 130 PRINT R1#
135 PRINT R2 135 PRINT R2#
140 PRINT D 140 PRINT D#
145 PRINT A*R1*R1+B*R1+C 145 PRINT A#*R1#*R1#+B#*R1#+C#
150 PRINT A*R2*R2+B*R2+C 150 PRINT A#*R2#*R2#+B#*R2#+C#
155 END 155 END
-9.765625E-04 -9.882812499881766D04
-3000 -3000.00001171875
2999.999 2999.9990234375
.0703125 3.515623845404942D-02
0 3.515623835846782D-02
(a) (b)

Berdasarkan hal diatas, kita dapat menarik kesimpulan umum bahwa formula
kuadratis akan rentan terhadap pencoretan pengurangan bilaman b 2 >> 4ac. Satu
cara untuk mengatasi masalah ini adalah menyusun ulang rumus tersebut. Misalnya,
x1 dapat dihitung dengan cara lain dengan memakai

− 2c
x1 =
b + b 2 − 4ac
Ini akan memberikan galat yang jauh lebih kecil karena penderetan pengurangan
dihindari.
.

Perhatikan bahwa, seperti dalam contoh barusan, terdapat hal dimana pencoretan
pengurangan dapat diatasi dengan menggunakan transformasi. Namun, pemecahan yang
umum hanyalah dengan menerapkan kecermatan yang diperluas.

Pengolesan. Pengolesan (smearing) terjadi bilamana masing-masing suku dalam suatu


penjumplahan lebih besar daripada penjumplahan itu sendiri. Seperti dalam contoh
berikut, salah satu kasus terjadinya hal ini adalah dalam deret yang tandanya bercampur.

CONTOH 3.9
Perhitungan ex dengan memakai Deret Takberhingga

Pernyataan Masalah: Fungsi eksponen y = ex diberikan oleh deret tak berhingga

x2 x3 ...
y = 1+ x + + +
2! 3!
Kita bermaksud menghitung fungsi ini untuk x = 10 dan x = -10 dan waspada
terhadap masalah galat pembulatan.

Penyelesaian: Gambar 3.13a memberikan progam BASICA untuk menghitung e x


yang dituliskan untuk IMB PC. 1 adalah banyaknya suku dalam deret. TERM adalah
nilai suku sekarang yang ditambahkan pada deret, dan SUM adalah nilai kumulatif
deret. TEST adalah nilai kumulatif deret sebelum penambahan TERM. Deretnya
berhenti pada waktukomputer tidak dapat mendeteksi perbedaan antara TEST dan
SUM pada basis 130.
Gambar 3.13b memperlihatkan hasil pelaksanaan progam komputer tersebut untuk
x = 10 . Perhatikan bahwa kasus ini sangat memuaskan. Hasil akhir dicapai dalam 31
suku dimana deretnya identik tujuh angka bena dengan nilai fungsi pustaka.
Gambar 3.13c memperlihatkan hasil-hasil serupa untuk x = −10 . Namun dalam
kasus ini hasil-hasil perhitungan deretnya bahkan berlainan tanda dengan nilai yang
sejati. Nyatanya, hasil negatif menimbulkan pertanyaan serius karena e x tidak dapat
lebih kecil dari nol. Di sini masalahnya disebabkan oleh galat pembulatan. Perhatikan
bahwa banyak dari suku-suku yang membentuk jumplah tersebut mempunyai nilai
yang jauh lebih besar daripada hasil akhir jumplahnya. Lebih lanjut, tidak seperti
kasus sebelumnya, masing-masing suku tandanya bervariasi. Jadi sebetulnya kita
menambahkan dan mengurangkan bilangan-bilangan besar (masing-masing dengan
galat kecil) dan lebih memberikan perhatian pada bedanya – yakni, pencoretan
pengurangan. Jadi, kita dapat melihat, bahwa pelaku kejahatan dibelakang pengolesan
ini dalam kenyataan adalah pencoretan pengurangan. Untuk kasus yang demikian tepat
sekali untuk mencari strategi komputasim lain. Misalnya, dapat dicoba menghitung
y = e −10 sebagai y = (e −1 ) . Diluar perumusan ulang seperti itu, satu-satunya
10

penolong adalah perluasan kecernatan.

100 1 = 0
105 TERM = 1
110 SUN = 1
115 TEST = 0
120 INPUT "X = " ; X
125 PRINT " I " , "TREM", "SUM"
130 WHILE SUM <> TEST
135 PRINT 1 , TERM, SUM
140 1 = 1 + 1
145 TERM = TERM*X/1
150 TEST = SUM
155 SUM = SUM + TERM
160 WEND
165 PRINT "EXACT VALUE = " ,EXP( X )
170 END
(a)
X = ? 10 16 477.9478 21430.84
I TERM SUM 17 281.1458 21711.98
0 1 1 18 156.1921 21868.18
1 10 11 19 82.20636 21950.38
2 50 61 20 41.10318 21991.49
3 166.6667 227.6667 21 19.57294 22011.06
4 416.6667 644.3334 22 8.896792 22019.96
5 933.3334 1477.667 23 3.868171 22023.82
6 1388.889 2866.556 24 1.611738 22025.43
7 1984.127 4850.683 25 .6446951 22026.08
8 2480.159 7330.842 26 .2479597 22026.33
9 2755.732 10086.57 27 .0918369 22026.42
10 2755.732 12842.31 28 3.279889E-02 22026.45
11 2505.211 15347.52 29 1.130996E-02 22026.46
12 2087.676 17435.19 30 3.769988E-03 22026.47
13 1605.905 19041.1 31 1.216125E-03 22026.47
14 1147.075 20188.17 EXACT VALUE = 22026.47
15 764.7165 20952.89
(b)

X = ? -10 23 -3.868171 -1.147562


I TERM SUM 24 1.611738 .4641758
0 1 1 25 -.6446951 -.1805193
1 -10 -9 26 .2479597 6.744036E-02
2 50 41 27 -.0918369 -2.439654E-02
3 -166.6667 -125.6667 28 3.279889E-02 8.402355E-03
4 416.6667 291. 29 -1.130996E-02 -2.907608E-03
5 -833.3334 -542.3334 30 3.769988E-03 8.623798E-04
6 1388.889 8465557 31 -1.216125E-03 -3.537452E-04
7 -1984127 -1137.572 32 3.800391E-04 2.629386E-05
8 2480.159 1342.587 33 -1.151633E-04 -8.886949E-05
9 -2755.732 -1413.145 34 3.387157E-05 -5.499791E-05
10 2755.732 1342.587 35 -9.677592E-06 -6.467551E-05
11 -2505.211 -1162.624 36 2.68822E-06 -6.198729E-05
12 2087.676 925.0522 37 -7.265459E-07 -6.271384E-05
13 -1605.905 -680.8523 38 1.911963E-07 -6.252264E-05
14 1147.075 466.2223 39 -4.902469E-08 -6.257166E-05
15 -764.7165 -298.4942 40 1.225617E-08 -6.255941E-05
16 477.9478 179.4536 41 -2.989311E-09 -6.25624E-05
17 -281.1458 -101.6921 42 7.117406E-10 -6.256169E-05
18 156.1921 54.49994 43 -1.655211E-10 -6.256186E-05
19 -82.20636 -27.70642 44 3.761842E-11 -6.256182E-05
20 41.10318 13.39676 45 -8.35965E-12 -6.256183E-05
21 -19.57294 -6.176184 EXACT VALUE = 4.539993E-05
22 8.896792
(c)
GAMBAR 3.13 (a) Progam BASICA untukmenghitung e x dengan mengunakan
deret tak berhingga. (b) Perhitungan e10 dan (c) e −10 .
Hasil kali Dalam. Selayaknya jelas dari pasal terakhir, beberapa deret tak berhingga
secara khas cenderung pada galat pembulatan. Untunglah perhitungan deret bukannya
merupakan operasi yang lebih umum dalam metode numerik. Manipulasi yang jauh lebih
umum adalah perhitungan hasil kali dalam (inner products)

∑x y
i =1
i i = x1 y1 + x 2 y 2 + ... + x n y n

Operasi ini sangat umum, khususnya dalam penyelesaian persamaan aljabar linear
simultan. Penjumplahan yang demikian cukup rawan terhadap terjadinya galat
pembulatan. Akhibatnya, sering dikehendaki menghitung penjumplahan seperti itu dengan
kecermatan yang diperluas.
Pasal yang barusan seharusnyamenyediakan petunjuk praktis untuk meredam galat
pembulatan, namun belum menyediakan cara langsung kecuali cara coba-coba dan ralat
untuk dengan sebenarnya menentukan pengaruh galat yang demikian pada komputasi.
Dalam pasal berikutnya, kita akan memperkenalkan deret Taylor, yang akan menyediakan
pendekatan matematis guna menaksir pengaruh-pengaruh ini.

3.5 GALAT PEMOTONGAN ( TRUNCATION ERRORS)

Galat pemotongan adalah yang dihasilkan karena menggunakan suatu aproksimasi


ketimbang suatu prosedur matematis yang eksak. Misalnya, dalam Bab 1 turunan
kecepatan seorang penerjun yang jatuh kita aproksimasikan dengan memakai suatu
persamaan beda-terbagi-hingga yang terbentuk [Persamaan(1.10)]

dv Δv v(t i +1 ) − v(t i )
= = (3.12)
dt Δt t i +1 − t i

Galat pemotongan diperkenalkan kepada penyelesaian numerik karena persamaan beda


tersebut hanya mengaproksimasi (menghampiri) nilai turunan yang sebenarnya (Gambar
1.4). Agar memperoleh wawasan mengenai sifat-sifat galat yang demikian, sekarang kita
berpaling pada rumus matematis yang digunakan secara meluas dalam metode numerik
untuk menyatakan fungsi dalam gaya aproksimasi, yaitu deret Taylor.
KOTAK PT3.1: Teorema Taylor

Teorema Taylor: Jika ƒungsi ƒ dan n +1


f (3 ) (a )
Turunannya kontinu pada selang yang memuat + (x − a ) + ... (B3.1.1)
3!
a dan x maka nilai ƒunsi pada x diberikan oleh

f " (a ) f (n ) (a )
f ( x ) = f (a ) + f ' (a )( x − a ) + ( x − a )2 + ( x − a )n + R n
2! 3!

dengan sisa Rn didefinisikan sebagai

Rn = ∫
x ( x − t )n f (n +1) (t )dt (B3.1.2)
a n!

dengan t adalah perubahan boneka (dummy integral: Teorema kedua rata-rata untuk
variable). Persamaan (B3.1.1) disebut deret integral: Jika ƒunsi g dan h kontinu dan dapat
taylor atau rumus taylor. Jika sisanya diintegralkan x, dan h tidak berubah tanda
dihilangkan, ruas kanan Persamaan (B3.1.1) dalam selang itu, maka terdapat titik ξ di antara
adalah aproksimasi polinom terhadap ƒ(x), pada a dan x demikian sehingga
hakikatnya, teorema itu menyatakan bahwa funsi-
∫ g (t )h(t )dt = g (ξ ) ∫ ax h(t )dt
x
fungsi yang mulus dapat siaproksimasikan a (B3.1.4)
(dihampiri) oleh polinom.
Persamaan (B3.1.2), yang disebut bentuk Jadi Persamaan (B3.1.4) setara / ekivalen dengan
integral hanyalah salah satu cara bagaimana sisa Persamaan (B3.1.4) dengan h (t) =1.
dapat dinyatakan. Perumusan lain dapat Teorema kedua dapat diterapkan pada Persamaan
diturunkan berdasarkan teorema niali rata-rata (B3.1.2) dengan
integfral:
Teorema pertama rata-rata untuk integral:
Jika ƒungsi g kontinu dan dapat diintegralkan (x − t)n
g (t) = ƒ (n+1) ( t ) h(t ) =
pada selang yang memuat a dan x , maka n!
terdapat titik diantara a dan x sedemikian rupa
sehingga Seraya t berubah-ubah dari a ke x, h ( t )
kontinu dan tidak berubah tanda . Jika ƒ(n + 1) ( t )
∫ g (t )dt = g (ξ )(x − a )
x
(B3.13)
a kontinu , maka teorema nilai rata-rata integral
Dengan kata lain , teorema ini menyatakan berlaku dan
bahwa integral dapat dinyatakan oleh nilai rata-
rata untuk fungsi, g (ξ ) , kali panjang selang, x f (n +1) (ξ )
Rn = (x − a )n+1 (B3.1.5)
– a. Karena rata-rata itu harus terjadi antara nilai
minimum dan maksimum untuk selang itu, maka
(n + 1)!
terdapat titik x = ξ tempat fungsi bernilai Persamaan ini diacu sebagai bentuk turunan /
sebesar nilai rata-rata itu. perivatiƒ atau Lagrange dari sisanya.
Teorema pertama sebenarnya merupakan kasus
khusus dari teorema kedua nilai rata-rata untuk
3.5.1 Deret Taylor

Teorema Taylor (Kotak 3.1) dan formulanya yang berkaitan, yaiti deret Taylor, sangat
berguna dalam pengkajian metode numerik. Dalam intinya deet Taylor menyediakan
sarana untuk meramalkan nilai fungsi pada satu titik dalam bentuk nilai fungsi dan
turunan-tarunannya pada titik lain. Suatu cara yang berguna untuk mendapatkan wawasan
tentang deret Taylor adalah membangunnya suku demi suku. Misalnya, suku pertama
dalam deret itu adalah

f ( xi +1 ) ≅ f (x ) (3.13)

Hubungan ini, yang dinamakan aproksimasi orde-nol (zero-orde aproximation),


menunjukan bahwa nilai ƒ pada titik yang baru adalah sama seperti nilai pada titik yang
sama. Hasil ini secara intuisi masuk akal karena jika xi dan xi + 1 dekat satu sama lain
adalah mungkin bahwa nilai yang baru akan serupa terhadap nilai yang lain.

Persamaan 3.13 menyediakan taksiran yang sempurna jika fungsi yang sedang
diaproksimasi ternyata berupa konstanta. Namun, jika fungsi berubah pada seluruh selang,
diperlukan suku-suku tambahan dari deret Taylor untuk menyediakan taksiran yang lebih
baik. Misalnya, aproksimasi orde-pertama dikembangkan dengan penambahan suku lain
yang menghasilkan

f ( xi +1 ) ≅ f ( xi ) + f ' (xi )( xi +1 − xi ) (3.14)

Suku tambahan orde-pertama terdiri dari kemiringan (slope) ƒ′ (xi) dikalikan jarak antara
xi dan xi +1 . Sekarang ungkapan berbentuk garis lurus dan mampu untuk meramalkan
suatu penambahan atau pengurangan fungsi antara xi dan xi +1 .
Walaupun Persamaan (3.10) dapat meramalkan perubahan, tetapi akan eksak hanya
untuk trend garis lurus, atau linear. Karena itu, pada deret ditambahkan suku orde-kedua
agar menangkap beberapa dari kelengkungan yang mungkin dipertunjukan oleh fungsi:

f " ( xi )
f ( xi +1 ) ≅ f (xi ) + f ' (xi )( xi +1 − xi ) + (xi +1 − xi )2 (3.15)
2!

Dalam cara yang serupa, suku-suku tambahan dapat disertakan untuk mengembangkan
uraian deret Taylor yang lengkap.

f " ( xi )
f ( xi ) = f ( xi ) + f ' ( xi )( xi +1 − xi ) + (xi +1 − xi )2
2!

f ' " ( xi ) (n )
( )
+ (xi +1 − xi )3 + ... + f xi (xi +1 − xi )n + Rn (3.16)
3! n!

Perhatikan bahwa karena Persamaan (3.16) adalah deret takhingga, tanda sama
mengantikan tanda aproksimasi yang digunakan dalam Persamaan (3.13) sampai (3.15).
Suku sisa disertakan untuk memperhitungkan semua suku dari n + 1 sampai takhingga.
f (n +1) (ξ )
Rn = (xi +1 − xi )n+1 (3.17)
(n + 1)!
di mana tikalas n menunjukan bahwa ini adalah sisa untuk aproksimasi orde ke- n dan ξ
adalah nilai x yang tterletak sembarang antara xi dan xi +1 . Pengenalan ξ adalah
demikian pentingnya sehingga seluruh satu pasal sendiri (Pasal 3.5.2) akan dicurahkan
untuk penurunannya. Untuk saaat sekarang, cukup untuk diperhatikan bahwa terdapat
suatu nilai yang demikian yang memberikan taksiran sebenarnya dari galat.
Seringkali menguntungkan untuk menyederhanakan deret Taylor dengan cara
mendefinisikan suatu ukuran langkah h = xi +1 − xi dan menyatakan Persamaan (3.16)
sebagai
f " ( xi ) 2 f ' ' ' ( xi ) 3
f ( xi +1 ) = f ( xi ) + f ' ( xi )h + h + h + ... (3.18)
2! 3!

f (n ) (xi ) n
+ h + Rn
n!

di mana sekarang suku sisanya adalah

f (n +1) (ξ ) n +1
Rn = h (3.19)
(n + 1)!

CONTOH 3.10
Aproksimasi Deret Taylor dari Polinom

Pernyataan masalah: Gunakan uraian deret Taylor orde-nol sampai orde-empat


untuk mengaproksimasi fungsi
f ( x ) = −0,1x 4 − 0,15 x 3 − 0,5 x 2 − 0,25 x + 1,2
mulai dari xi = 0 dengan h = 1. Yaitu, ramalkan nilai fungsinya di xi +1 = 1.

Penyelesaian: Karena yang kita hadapi adalah suatu fungsi yang diketahui, maka
nilai-nilai f ( x ) antara x = 0 dan x = 1 dapat kita hitung. Hasilnya (Gambar 3.14)
menunjukan bahwa fungsi mulai pada f (0 ) = 1,2 dan kemudian melengkung ke
bawah ke f (1) = 0,2. Jadi nilai sebenarnya yang dicoba untuk diramalkan adalah 0,2.
[
Aproksimasi deret Taylor dengan n = 0 adalah Persamaan (3.13) . ]
f ( xi +1 ) ≅ 1,2
Jadi, seperti dalam Gambar 3.14, aproksimasi orde-nol adalah satu konstanta. Dengan
menggunakan rumus ini menghasilkan galat pemotongan
[ ]
ingat kembali Persamaan (3.2 ) sebesar
Et = 0,2 − 1,2 = −1,0
pada x = 1.
Untuk n = 1, harus ditentukan dan dihitung turunan pertama pada xi = 0 :
f ' (0) = −0,4(0,0) − 0,45(0,0) − 1,0(0,0) − 0,25 = 0,25
3 2

[ ]
Karena itu, aproksimasi orde-pertama Persamaan (3.14) adalah
f ( xi +1 ) ≅ 1,2 − 0,25h
yang dapat digunakan untuk menghitung f (1) = 0,95. Akhibatnya aproksimasi
(hampiran) mulai mencakup trayektori fungsi ke arah bawah dalam bentuk suatu garis
lurus miring (Gambar 3.14). ini menghasilkan berkurangnya galat pemotongan
menjadi
Et = 0,2 − 0,95 = −0,75
pada x = 1. Untuk n = 2, turunan kedua dihitung pada xi = 0 :
f " (0) = −1,2(0,0) − 0,9(0,0) − 1,0 = −1,0
2

Karena itu, menurut Persamaan (3.15)


f ( xi +1 ) ≅ 1,2 − 0,25h − 0,5h 2
dan, dengan mensubstitusi h = 1,
f (1) ≅ 0,45
Pernyataan turunan kedua sekarang menambah beberapa kelengkungan ke bawah
yang menghasilkan suatu perbaikan taksiran, seperti dalam Gambar 3.14. Galat
pemotongan berkurang lagi menjadi 0,2-0,45=-0,25.
Tambahan suku-suku akan lebih lagi memperbaiki aproksimasinya. Dalam
kenyataannya, penyertaan turunan ketuga dan keempat menghasilkan secara eksak
persamaan yang sama seperti yang kita mulai:
f ( xi +1 ) ≅ 1,2 − 0,25h − 0,5h 2 − 0,15h 3 − 0,10h 4
di mana suku sisanya adalah
f (5 ) (ξ ) 5
R4 = h
5!
Jadi, karena turunan kelima dari polinom derajat empat adalah nol, maka R4 = 0.
Ahkibatnya, perluasan deret Taylor sampai turunan keempat menghasilkan suatu
taksiran eksak pada xi +1 = 1 :
f (1) ≅ 1,2 − 0,25(1) − 0,5(1) − 0,15(1) − 0,10(1) = 0,2
2 3 4

Orde nol f ( xi +1 ) ≅ f (xi )

1,0
Orde pertama f ( xi +1 ) ≅ f (xi ) + f ' (xi )h

Orde kedua
f " (xi ) 2
0,5 f ( xi +1 ) ≅ f ( xi ) + f ' ( xi )h + h
2!
Sebenarnya

xi = 0 xi +1 = 1 x

GAMBAR 3.14 Aproksimasi dari f ( x ) = −0,1x − 0,5 x 2 − 0,25 x + 1,2 pada x = 1


4

memakai Taylor orde-nol,orde-pertama dan orde-kedua.


Umumnya, ekspansi deret Taylor orde ke − n akan eksak untuk polinom orde ke − n.
Untuk fungsi-fungsi lainnya yang dapat didiferensialkan dan kontinu, seperti misalnya
eksponen dan sinusoida, pemakaian sejumplah berhingga suku mungkin tidak akan
menghasilkan taksiran yang eksak. Tiap suku tambahan akan menyumbangkan perbaikan
pada aproksimasi, biarpun sedikit saja. Perilaku ini akan didemontrasikan dalam contoh
3.11. Hanya jika ditambahkan sejumplah takhinnga suku, barulah deret memberikan hasil
yang eksak.
Walaupun hal yang diatas benar, nilai praktis dari uraian deret Taylor dalam
kebanyakan kasus adalah, bahwa penyertaan hanya sedikit suku akan menghasilkan suatu
aproksimasiyang cukup dekat ke nilai yang sebenarnya untuk praktisnya. Penilaian berapa
banyak suku yang diperlukan untuk mendapatkan “cukup dekat” didasarkan pada suku
sisa dalam uarain. Ingat kembali bahwa suku sisa merupakan bentuk umum dari
Persamaan (3.19). hubungan ini mempunyai dua kelemahan utama. Pertama, ξ tidak
diketahui secara eksak tetapi hanya terletak antara xi dan xi +1. Kedua, agar dapat
mengevaluasi Persamaan (3.19), kita perlu menentukan turunan ke- (n + 1) dari f ( x ). .
Untuk melakukan ini, perlu diketahui f ( x ) . Namun, jika f (x ) diketahui tentu saja tidak
beralasan lagi untuk melaksanakan uraian deret Taylor ini.
Sekalipun ada dilema ini, Persamaan (3.19) tetap berguna untuk mendapatkan
pemahaman tentang galat pemotongan. Ini disebabkan karena suku h n +1 dalam persamaan
masih dapat kita kendalikan. Dengan perkataan lain, kita dapat memilih sampai seberapa
jauh dari xi kita menginginkan untuk mengevaluasi f ( x ), dan banyaknya suku yang
disertakan dalam uraian dapat kita kendalikan. Akhibatnya, Persamaan (3.19) biasanya
diungkapkan sebagai

( )
Rn = 0 h n +1
di mana tatanama (nomenklatur) 0(h n +1 ) berarti galat pemotongan mempunyai orde h n +1 .
Yakni, galat itu sebanding dengan ukuran langkah h dipangkatkan ke- (n + 1) . Walaupun
aproksimasi ini tidak menyiratkan apa pun berkenaan dengan besarnya turunan yang
mengalihkan h n +1 , tetapi ia sangat berguna dalam menilai galat relatif dari metode
numerik yang didasarkan atas ekspansi deret Taylor. Misalnya, jika galat adalah 0(h ) ,
maka pembagi-duaan ukuran langkah akan membagidua galat, sebaliknya jika galat
adalah 0(h 2 ) , maka pembagi-duaan ukuran langkah akan membagi empat galatnya.
Secara umum, bisanya kita dapat mengasumsikan bahwa galat pembulatan akan
mengecil dengan penambahan suku-suku pada deret Taylor. Selain itu, jika h cukup kecil,
suku-suku orde pertama dan yang lebih rendah biasanya menyebabkan persen galat yang
tinggi yang tidak seimbang. Jika, hanya sedikit suku yang diperlukan untuk memperoleh
taksiran yang memadai. Sifat ini diilustrasikan oleh contoh berikut.

CONTOH 3.11
Penggunaan Uraian Deret Taylor untuk Menghampiri Fungsi dengan Banyak
Turunan Takhingga

Pernyataan Masalah: Gunakan uraian deret Taylor dengan n = 0 sampai 6 untuk


mengaproksimasi
f ( x ) = cos x

di xi +1 = π / 3 berdasarkan nilai f ( x ) dan turunannya di xi = π / 4 . Perhatikan


bahwa ini berarti h = π / 3 − π / 4 = π / 12 .

Penyelesaian: Seperti dengan contoh 3.10, pengetahuan kita tentang fungsi yang
sebenarnya berarti bahwa nilai yang benar dari f (π / 3) = 0,5 dapat kita tentukan.
Aproksimasi orde-nol adalah [Persamaan3.13)] .

f (π / 3) ≅ cos(π / 4 ) = 0,707106781

Yang memberikan suatu persen galat relatif sebesar

0,5 − 0,707106781
∈t = 100% = −41,4%
0,5

Untuk aproksimasi orde-pertama, kita tambahkan suku turunan pertama dimana

f ' ( x ) = − sin x :

⎛π ⎞ ⎛π ⎞ ⎛ π ⎞⎛ π ⎞
f ⎜ ⎟ ≅ cos⎜ ⎟ − sin ⎜ ⎟⎜ ⎟ = 0,521986659
⎝3⎠ ⎝4⎠ ⎝ 4 ⎠⎝ 12 ⎠

Yang mempunyai ∈t = −4,40 persen.


Untuk aproksimasi orde-kedua, ditambahkan suku turunan kedua dimana
f " ( x ) = − cos x :

⎛ π ⎞⎛ π ⎞ cos (π / 4) ⎛ π ⎞
2
⎛π ⎞ ⎛π ⎞
f ⎜ ⎟ ≅ cos⎜ ⎟ − sin ⎜ ⎟⎜ ⎟ − ⎜ ⎟ = 0,497754491
⎝3⎠ ⎝4⎠ ⎝ 4 ⎠⎝ 12 ⎠ 2 ⎝ 12 ⎠

Dengan ∈t = 0,449 persen. Jadi penyertaan suku-suku tambahan menghasilkan


perbaikan taksiran.
Proses dapat dilanjutkan dan hasi-hasilnya dikumpulkan, seperti dalam tabel 3.1.
perhatikan bahwa turunan-turunan itu tidak pernah menuju nol seperti kasus polinom
dalam contoh 3.10. Oleh karena itu, tiap tambahan suku akan menghasilkan suatu
perbaikan pada taksiran. Namum, perhatikan juga bagaimana kebanyakan dari
perbaikan itu datang dengan suku-suku awal. Untuk kasus ini begitu kita
menambahkan suku orge-tiga galat akan berkurang menjadi 2,62 x 10-2 persen, yang
berarti kita telah mencapai 99,9738 persen dari nilai yang sebenarnya. Akibatnya,
walaupun penambahan lebih banyak suku akan mengurangi galat lebih lanjut, tetapi
perbaikannya sangat kecil dan dapat diabaikan.
TABEL 3.1 Aproksimasi deret Taylor dari f ( x ) = cos x pada xi +1 = π / 3 dengan memakai
titik dasar xi = π / 4. Nilai-nilainya diperlihatkan untuk pelbagai orde (n ) dari aproksimasi.

Orde n f (n ) (x ) f (π / 3) ∈t
0 cos x 0,707106781 -41,4
1 -sin x 0,521986659 -4,4
2 -cos x 0,497754491 0,449
3 sin x 0,499869147 2,62 x10 −2
4 cos x 0,500007551 -1,51 x10 −3
5 -sin x 0,500000304 -608 x10 −5
6 -cos x 0,499999988 2,40 x10 −6

3.5.2 Sisa untuk Uraian Deret Taylor

Sebelum mendemonstrasikan bagaimana deret Taylor sebenarnya digunakan untuk


menaksir galat-galat numerik, harus diterapkan mengapa argumen ξ kita ikutan dalam
Persamaan (3.19). ketimbang menyajikan penurunan matematis yang umum, akan kita
kembangkan penjelasan yang lebih sederhana berdasarkan pada taksiran yang lebih visual.
Kemudian kasus khas ini dapat diperluas ke rumus yang lebih umum.
Andaikan uraian deret Taylor [ Persamaan (3.18) ] kita potong setelah suku orde-nol
sehingga memberikan

f ( xi +1 ) ≅ f (xi )

Pemaparan visual dari peramalan orde-nol ini diperlihatkan dalam Gambar 3.15.
Sisa, atau galat, dari ramalan ini, yang diperlihatkan juga dalam ilustrasi, terdiri dari deret
takhingga suku-suku yang dipotong

f " ( xi ) 3
R0 = f ' ( xi )h + h + ...
2!

Jelas tidak berfaedah bekerja dengan sisa dalam bentuk takhingga ini. Satu
penyederhanaan mungkin adalah dengan memotong sisa itu sendiri, seperti dalam

R0 ≅ f ' (xi )h (3.20)

Seperti dinyatakan dalam pasal di depan, walaupun turunan-turunan orde-lebih rendah


biasanya merupakan sebab dari bagian yang lebih besar pada sisa dibandingkan suku-suku
orde lebih tinggi, hasil ini masih tetap tidak eksak karena pengabaian suku-suku orde-
kedua dan yang lebih tinggi. ”Ketakeksakan” ini tersirat oleh lambang kesamaan
aproksimasi (≅ ) yang digunakan dalam Persamaan (3.20).
Penyederhanaan lain yang mentransfomasikan aproksimasi ke suatu padanan
didasarkan pada pemahaman grafis. Perhatikan bahwa pada Gambar 3.15 galat R0 dapat
ditentukan jika lokasi nilai eksak kita ketahui. Jelas, bahwa nilai ini tidak diketahui karena
kalau tidak maka uraian deret Taylor akan tidak diperlukan. Namun, teorema nilai rata-
rata dari kalkulus menyediakan suatu cara untuk menyusun kembali masalah sehingga
dilema ini terelakkan secara sebagian.
Teorema nilai rata-rata derivatif menyatakan bahwa jika fungsi f ( x ) dan turunan
pertamanya kontinu pada selang mulai dari xi sampai xi +1 , maka terdapat paling sedikit
satu titik yang mempunyai kemiringan yang diberikan oleh f ' (ξ ) , yang sejajar dengan
garis yang menghubungkan f ( xi ) dan f (xi +1 ). . Parameter ξ menandai nilai x dimana
kemiringan ini terjadi (Gambar 3.16). Ilustrasi fisis teorema ini terlihat dalam kenyataan
bahwa jika Anda bepergian antara dua kota dengan kecepatan rata-rata, maka akan
terdapat paling sedikit satu saat selama menempuh perjalanan pada maka Anda akan
bergerak pada kecepatan rata-rata tersebut.
Dengan mengikutsertakan teorema ini akan mudah menyadari bahwa kemiringan
(slope) f ' (ξ ) adalah sama dengan kenaikan R0 dibagi oleh panjang h , seperti dilukiskan
dalam Gambar 3.16, atau

R0
f ' (ξ ) =
h

Yang dapat disusun kembali untuk memberikan

R0 = f ' (ξ )h (3.21)

Jadi,versi orde-nol dari Persamaan (3.19) telah diturunkan. Versi orde yang lebih tinggi
hanyalah suatu perluasan logis dari penalaran yang digunakan menurunkan Persamaan

f (x )

Ramalan eksak R0

Ramalan orde-nol

f ( xi )

xi h xi +1
Kemiringan =
f (x ) f ' (ξ )

R0
R0
Kemiringan =
h

xi ξ xi +1 x

h
Gambar 3.16 paparan grafis dari reorema nilai rata-rata

(3.21), Jadi orde-pertama adalah

f " (ξ ) 2
R1 = h (3.22)
2!

Untuk kasus ini, nilai ξ bersesuaian dengan nilai x yang berpadanan dengan turunan
kedua yang membuat Persamaan (3.22) aksak. Versi-versi orde lebih tinggi yang serupa
dapat dikembangkan dari Persamaan (3.19).

3.5.3 Menggunakan Deret Taylor untuk Menaksir Galat Pemotongan


(Truncation Errors)

Walaupun deret Taylor akan sangat berguna dalam penaksiran galat pemotongan
sepanjang buku ini, tetapi mungkin bagi Anda tidak cukup jelas bagaimana uraian itu
dapat dengan sebenarnya diterapkan pada metode numerik. Nyatanya, penerapan yang
demikian telah dikerjakan dalam contoh penerjun payung yang jatuh. Ingat kembali
bahwa tujuan Contoh 1.1 dan 1.2 adalah untuk meramalkan kecepatan sebagai suatu
fungsi dari waktu, artinya kita ingin menentukan v(t ) . Seperti yang dirinci oleh
Persamaan (3.16), v(t ) dapat diuraikan dalam deret Taylor:

v" (t i )
v(t i +1 ) = v(t i ) + v' (t i )(t i +1 − t i ) + (t i +1 − t i )2 + ... + Rn (3.23)
2!

Sekarang marilah kita potong deretnya setelah suku turunan pertama

v(t i +1 ) = v(t i ) + v' (t i )(t i +1 − t i ) + R1 (3.24)


Persamaan (3.24) dapat diselesaikan untuk

v(t i +1 ) − v(t i ) R1
v' (t i ) = − (3.25)
t i +1 − t i t i +1 − t i

Aproksimasi Galat
Orde-pertama pemotongan

Bagian pertama dari Persamaan (3.25) secara eksak merupakan hubungan sama yang telah
digunakan untuk mengaproksimasi turunan dalam Contoh 1.2 [ Persamaan (1.11)].
Namun, karena pendekatan deret Taylor, kita juga telah memperoleh suatu taksiran galat
pemotongan yang berhubungan dengan aproksimasi turunan ini. Penggunaan Persamaan
(3.17) dan 3.25 akan memberikan

R1 v" (ξ )
= (t i +1 − t i )
t i +1 − t i 2!

atau

R1
= 0(t i +1 = t i )
t i +1 − t i

Jadi, taksiran turunan [Persamaan (1.11) atau bagian pertama Persamaan (3.25)]
mempunyai galat pemotonga orde t i +1 − t i . Dengan kata lain, galat aproksimasi turunan
akan sebanding dengan ukuran langkah. Akibatnya, jika ukuran langkah kita bagi dua,
maka dapat kita harapkan bahwa galat turunan akan menjadi setengahnya.

CONTOH 3.12

Pengaruh Ketaklinearan dan Ukuran Langkah pada Aproksimasi Deret Taylor.

Peryataan Masalah: Gambar 3.17 adalah rajahan (plot) fungsi

f (x ) = x m
f (x )
15

10
m=4

m =3

5
m =2

m=1

0
1 2

Untuk m = 1,2,3, dan 4 pada rentang dari x = 1 ke 2. perhatikan bahwa untuk


m = 1 fungsinya adalah linear dan bahwa dengan bertambahnya m, fungsinya
semakin melengkung atau semakin taklinear. Gunakan deret Taylor orde-pertama
guna menghapiri (mengaproksimasi) funsi ini untuk beragam nilai pangkat m dan
ukuran langkah h .

Penyelesaian: Persamaan (E3.12.1) dapat diaproksimasi oleh ekspansi deret


Taylor orde-pertama seperti pada

f ( xi +1 ) ≅ f ( xi ) + mxim −1 h (E3.12.2)

Yang mempunyai sisa

f " ( x i ) 2 f (3 ) ( x i ) 3 f ( 4 ) ( x i ) 4
R1 = h + h + h + ...
2 3! 4!

Pertama, kita dapat memeriksa bagaimana aproksimasi (hampiran) dilaksanakan


seraya m bertambah-yakni begitu fungsinya menjadi lebih linear.
Untuk m = 1 , nilai sebenarnya dari fungsi pada x = 2 adalah 2. Deret Taylor
diatas menghasilkan

f (2 ) = 1 + 1(1) = 2
dan

R1 = 0

Sisanya adalah nol karena turunan kedua dan ketiga dari fungsi linear adalah nol.
Jadi, seperti yang diharapkan, ekspansi deret Taylor orde-pertama adalah sempurna
bilamana fungsi yang dibahas adalah linear.
Untuk m = 3, nilai sebenarnya adalah f (2 ) = 2 2 = 4. Aproksimasi deret Taylor
orde-pertama adalah

f (2 ) = 1 + 2(1) = 3

dan

2 2
R1 = (1) + 0 + 0 + ... = 1
2

Jadi, karena fungsinya berupa parabola, aproksimasi garis lurus menyebabkan


terjadinya penyimpangan (dikrepansi). Perhatikan bahwa sisanya ditentukan secara
eksak.
Untuk m = 3, nilai sebenarnya adalah f (2 ) = 2 3 = 8. Aproksimasi deret Taylor
orde-pertama adalah

f (2 ) = 1 + 3(1) (1) = 4
2

dan

6 2 6 3
R1 = (1) + (1) + 0 + 0 + ... = 4
2 6

Lagi-lagi terdapat penyimpangan yang dapat ditentukan secara eksak dari deret
Taylor.
Untuk m = 4, nilai sebenarnya adalah f (2 ) = 2 4 = 16. Aproksimasi deret Taylor
adalah

f (2 ) = 1 + 4(1) (1) = 5
3

dan

12 2 24 3 24 4
R1 = (1) + (1) + (1) + 0 + 0 + ... = 11
2 6 24
Berdasarkan empat kasus ini, kita amati bahwa R1 bertambah besar dengan semakin
taklinearnya fungsi. Lebih lanjut, R1 secara eksak merupakan sebab terjadinya
penyimpangan ini. Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa Persamaan (E3.12.1)
merupakan monomial sederhana dengan sejumplah berhingga turunan. Ini
memungkinkan penentuan sisa deret Taylor secara lengkap.
Selanjutnya, akan kita periksa Persamaan (E3.12.2) untuk kasus m = 4 dan
mengamati bagaimana R1 berubah begiti ukuran langkah h bervariasi. Untuk
m = 4, Persamaan (E3.12.2) adalah

f ( xi + h ) = f (xi ) + 4 xi3 h

Jika xi = 1, f (1) = 1 dan persamaan ini dapat diekspresikan sebagai

f (1 + h ) = 1 + 4h

dengan sisa sebesar

R1 = 6h 2 + 4h 3 + h 4

Ini memberikan kesimpulan bahwa penyimpangan (diskrepansi) akan berkurang


begitu h makin kecil. Juga pada nilai h yang cukup kecil, galatnya seharusnya
menjadi sebanding dengan h 2 . Yakni, bilamana h diparuh, galatnya akan menjadi
seperempatnya. Perilaku ini dikonfirmasikan oleh tabel 3.2 dan Gambar 3.18.

R1

10

0,1

1kemiringan 1=2
0,01
GAMBAR 3.18 Rajahan log-log sisa R1
dan pendekatan deret Taylor orde1fungsi
0,001 f ( x ) = x 4 >< ukuran langkah h . Garis
1 0,1 0,01 h dengan kemiringan 2 juga menggambarkan
Jika h naik, galat menjadi proporsional
terhadap h2
TABEL 3.2 Perbandingan nilai eksak fungsi f ( x ) = x 4 dengan aproksimasi deret
Taylor orde-pertama. Fungsi dan aproksimasinya dihitung pada x1 + h,
1 dengan x1 = 1

h Sejati Aproksimasi R1
Orde-pertama

1 16 5 11
0,5 5,0625 3 2,0625
0,25 2,441406 2 0,441406
0,125 1,601807 1,5 0,101807
0,0625 1,274429 1,25 0,024429
0,03125 1,130982 1,125 0,005982
0,015625 1,063980 1,0625 0,001480

Jadi, kita simpulkan bahwa galat dari aproksimasi deret Taylor orde-pertama
berkurang begitu m mendekati 1 dan begitu h mengecil. Secara intuisi, ini berarti
bahwa deret Taylor menjadi lebih akurat bilamana fungsi yang kita aproksimasi
(hampiri) menjadi lebih seperti garis lurus sepanjang selang yang diamati. Hal ini
dapat dilaksanakan dengan memendekan ukuran selang atau ”meluruskan” fungsi
dengan jalan memperkecil m. Tentu saja, pilihan yang belakangan biasanya tidak
tersedia dalam dunia nyata karena fungsi yang kita analissecara khas ditentukan oleh
konsteks masalah fisiknya. Akibatnya, kita tidak mempunyai kendali terhadap
ketidaklinearitasnya dan jalan satu-satunyabagi kita adalah mengurangi ukuran
langkahatau memasukan suku tambahan pada ekspansi deret Taylor.

3.5.4 Pendiferensialan Numerik

Persamaan (3.25) diberikan label yang formal dalam metode numerik – ia dinamakan
beda terbagi hingga (finite divided difference). Secara umum dapat dinyatakan

f (xi +1 ) − f ( xi )
f ' ( xi ) = + 0( xi +1 − xi ) (3.28)
xi +1 − xi

atau
Δf i
f ' ( xi ) = + 0(h ) (3.29)
h

di mana Δf i diacu sebagai bede maju pertama (first forward difference) dan h disebut
ukuran langkah, yakni panjang selang pada mana aproksimasi dibuat. Bentuk tersebut
diacu sebagai beda ”maju” karena memanfaatkan data pada i dan i + 1 untuk menaksir
turunannya (Gamba3.19 a ). Keseluruhan suku Δf i / h diacu sebagai beda terbagi hingga
pertama.
Beda terbagi maju ini hanyalah satu dari sekian banyak yang dikembangkan dari
deret Taylor untuk mengaproksimasi turunan-turunannya secara numerik. Misalnya,
aproksimasi beda mundur dan terpusat dari turunan pertama dapat dikembankan dalam
mode serupa seperti penurunan Persamaan (3.25). Yang pertama menggunakan data pada
xi −1 Gambar (3.19 b ), sedangkan yang belakangan memakai informasi yang berjarak sama
disekitar titik tempat aproksimasi ditaksir (Gambar 3.19 c ). Aproksimasi turunan pertama
yang lebih akurat dapat dikembangkan dengan menyertakan suku-suku orde yang lebih
tinggi dari deret Taylor. Akirnya, semua versidiatas juga dapat dikembangkan untuk
turunan-turunan kedua, ketiga, dan yang lebih tinggi. Pasal-pasal berikut menyajikan
ikhtisar singkat yang melukiskan bagaimana masing-masing tersebut diturunkan.

Aproksimasi Beda Mundur dari Turunan Pertama. Deret Taylordapt diperluas


mundur untuk menghitung suatu nilai sebelumnya berdasarkan pada suatu nilai sekarang,
seperti dalam

f " ( xi ) 2
f ( xi −1 ) = f ( xi ) − f ' ( xi )h + h − ... (3.30)
2

Dengan memotong persamaan ini setelah turunan pertama dan dengan menyusun kembali
akan memberikan

f (xi ) − f ( xi −1 ) ∇f i
f ' ( xi ) ≅ = (3.31)
h h

di mana galat adalah 0(h ) dan ∇f i diacu sebagai beda mundur pertama. Lihat Gambar
3.19 b untuk pernyataan grafis.
f (x ) turunan sejati

Aproksimasi

xi xi +1 x
(a )

f (x ) Turunan sejati

Aproksimasi

xi −1 xi x

(b )

f (x )
Turunan sejati

Aproksimasi

2h

xi −1 xi +1 x
(c )
GAMBAR 3.6 Lukisan grafis aproksimasi-aproksimasi beda-terbagi-hingga turunan pertama dengan
(a ) maju, (b ) mundur, dan (c ) terpusat.
Aproksimasi Beda Terpusat dari Turunan Pertama. Cara ketiga untuk mengaproksimasi
turunan pertama adalah mengurangkan Persamaan (3.30) dari uraian deret Taylor maju:

f " ( xi ) 2
f ( xi +1 ) = f (xi ) + f ' ( xi )h + h + ...
2
untuk memberikan

f ' ' ' (xi ) 3


f ( xi +1 ) = f ( xi ) + 2 f ' ( xi )h + h + ...
3
yang dapat dipecahkan untuk

f (xi +1 ) − f ( xi −1 ) f ' ' ' (xi ) 2


f ' ( xi ) = − h + ...
2h 6
atau

f (xi +1 ) − f (xi −1 )
f ' ( xi ) =
2h
( )
− 0 h2

Persamaan (3.33) adalah pernyataan beda terpusat (atau pusat) dari turunan pertama.
Perhatikan bahwa galat pemotongan mempunyai orde h 2 yang secara kontras
dibandingkan dengan aproksimasi-aproksimasi maju dan mundur dengan orde h .
Akibatnya, analisis deret Taylor menghasilkaan informasi praktis bahwa beda terpusat
(Gambar 3.19 c ). Misalnya, jika ukuran selang kita bagi dua dengan memakai beda maju
atau mundur, maka kira-kira kita akan membagi dua galat pemotongan, sedangkan untuk
beda terpusat, galat akan terbagi empat.

CONTOH 3.13

Hampiran Beda- Terbagi- Hingga dari Turunan

Pernyataan Masalah: Gunakan aproksimasi-aproksimasi beda maju dan mundur


orde 0(h ) dan aproksimasi beda terpusat orde 0(h 2 ) untuk menaksir turunan
pertama dari

f ( x ) = −0,1x 4 − 0,15 x 3 − 0,5 x 2 − 0,25 x + 1,2

pada x = 0,5 dengan memakai ukuran langkah h = 0,5. ulangi komputasinya


dengan memakai h = 0,25. Perhatikan bahwa turunannya secara langsung dapat
dihitung sebagai

f ' ( x ) = −0,4 x 3 − 0,45 x 2 − 1,0 x − 0,25

dan dapat digunakan untuk menghitung nilai sejati sebagai f ' (0,5) = −0,9125
Penyelesaian: Untuk h = 0,5 , fungsi tersebut dapat digunakan untuk menetapkan
xi −1 = 0 f ( xi −1 ) = 1,2
xi = 0 ,5 f ( xi ) = 0,925
xi +1 = 1,0 f ( xi +1 ) = 0,2

Data ini dapat dipakai untuk menghitung beda terbagi maju [ Persamaan (3.28) ],

0,2 − 0,925
f ' (0,5) ≅ = −1,45 ∈t = −58,9%
0,5
beda terbagi mundur [ Persamaan (3.31) ] :

0,925 − 1,2
f ' (0,5) ≅ = −0,55 ∈t = −3,9,7%
0,5
dan beda terbagi terpusat [ Persamaan (3.33) ] :

0,2 − 1,2
f ' (0,5) ≅ = −1,0 ∈t = 9,6%
1,0
Untuk h = 0,25 , datanya adalah
xi −1 = 0,25 f ( xi −1 ) = 1,10351563
xi = 0,50 f ( xi ) = 0,925
xi =1 = 0,75 f ( xi +1 ) = 0,63632813

yang dapat dipakai untuk menghitung beda terbagi maju:

0,63632813 − 0,925
f ' (0,5) ≅ = −1,155 ∈t = −26,5%
0,25
beda terbagi mundur:

0,925 − 1,10351563
f ' (0,5) ≅ = −0,714 ∈t = 21,7%
0,25
dan beda terbagi terpusat:

0,63632813 − 1,10351563
f ' (0,5) ≅ = −0,934 ∈t = −2,4%
0,5

Untuk kedua ukuran langkah, aproksimasi beda terpusat lebih teliti daripada beda
maju dan mundur. Juga, seperti diramalkan oleh analis deret Taylor, dengan
pembagi duaan ukuran langkah akan membagi dua galat dari beda-beda maju dan
mundur serta membagi empat galat dari beda terpusat.
Aproksimasi Beda Hingga dari Turunan yang Lebih Tinggi. Selain turunan pertama,
uraian deret Taylor dapat digunakan untuk menurunkan taksiran numerik turunan-turunan
yang lebih tinggi. Untuk melakukan ini, dituliskan uraian deret Taylor maju untuk f ( xi + 2 )
dalam bentuk f ( xi ) :

f " ( xi )
f ( xi + 2 ) = f ( xi ) + f ' (xi )(2h ) +
(2h )2 + ... (3.34)
2
Persamaan (3.32) dapat dikalikan dengan 2 dan dikurangkan dari Persamaan (3.34) untuk
memberikan

f ( xi + 2 ) − 2 f ( xi +1 ) = − f ( xi ) + f " (xi )h 2 + ...


yang dapat dipecahkan untuk

f ( xi + 2 ) − 2 f (xi +1 ) + f (xi )
f " (xi ) = + 0(h ) (3.35)
h2
Hubungan ini disebut beda terbagi hingga maju kedua (second forward finite divided
difiference). Manipulasi serupa dapat diterapkan untuk menurunkan versi beda mundur

f ( xi ) − 2 f ( xi −1 ) + f ( xi − 2 )
f " (xi ) = + 0(h )
h2
dan versi terpusat

f ( xi +1 ) − 2 f (xi ) + f (xi −1 )
f " ( xi ) =
h2
+ 0 h2 ( )
Seperti halnya dengan kasus aproksimasi turunan pertama, kasus terpusat lebih
akurat. Perhatikan juga bahwa versi terpusat dapat diekspresikan dengan cara lain sebagai

f ( xi +1 ) − f ( xi ) f ( xi ) − f ( xi − 1)

f " ( xi ) = h h
h
Jadi, sama seperti turunan kedua yang merupakan turunan dari turunan, aproksimasi
beda terbagi kedua adalah selisih dari dua beda terbagi pertama.
Kita akan kembali ke topik turunan numerik pada Bab 17. kita telah
memperkenalkan topik ini kepada Anda pada kesempatan sekarang karena aproksimasi
turunan merupakan contoh yang sangat baik bagaimana deret Taylor berperan dalam
metode numerik. Tambahan pula, beberapa dari rumus yang diperkenalkan dalam pasal ini
akan digunakan sebagai Bab 17.

3.6 PERAMBATAN GALAT (ERROR PROPAGATION)

Tujuan pasal ini adalah mengkaji bagaimana galat dalam bilangan dapat merambat
melalui fungsi marematis. Misalnya, jika kita mengkalikan dua bilangan yang mempunyai
galat, kita bermaksud menaksir galat dalam hasil kali ini.
3.1.1 3.6.1 Fungsi Stu Perubah

Andaikanlah kita mempunyai fungsi f ( x ) yang tergantung pada perubah bebas tunggal x
. Anggaplah bahwa x merupakan aproksimasi dari x . Oleh karena itu kita bermaksud
menilai pengaruh penyimpangan antara x dan ~ x pada nilai fungsi. Yakni, kita
bermaksud menaksir

Δf ( ~
x ) = f ( x ) − f (~
x)

Masalahnya dengan perhitungan Δf (~ x ) adalah bahwa f ( x ) tidak diketahui karena x


tidak diketahui. Kita dapat mengatasi kesukaran ini jika ~x dekat ke x dan f (~ x ) kontinu
dan dapat dideferensialkan. Jika kondisi ini berlaku, sebuah deret Taylor dapat digunakan
untuk menghitung f (x ) dekat f (~x ) , seperti dalam

f " (~
x)
f ( x ) = f (~
x ) + f ' (~
x )( x − ~
x)+ (x − ~x )2 + ...
2
Dengan membuang suku kedua dan yang lebih tinggi dan dengan menyusun ulang akan
dihasilkan

f ( x ) − f (~
x ) ≅ f ' (~
x )( x − ~
x)
atau

Δf ( ~
x ) = f ' (~
x ) Δ~
x (3.36)

di mana Δf (~
x ) = f ( x ) − f (~
x ) = menyatakan suatu taksiran galat fungsi dan Δ~
x = x−~
x
menyatakan taksiran galat dari x . Persamaan (3.36) menyediakan kemampuan untuk
menghampiri (mengaproksimasi) galat dalam f ( x ) jika diketahui turunan suatu fungsi
dan suatu taksiran galat dalam peubah bebasnya. Gambar 3.20 merupakan ilustrasi grafis
dari operasi tersebut.

CONTOH 3.14
Perambatan Galat dalam Fungsi Perubah

Pernyataan Masalah: Jika diketahui nilai ~ x =2,5 dengan galat Δ~


x =0,01, taksiran
galat yang dihasilkan dalam fungsi f ( x ) = x .
3

Penyelesaian: Dengan mengunakan Persamaan (3.36),


Δf (~x ) ≅ 3(2,5) (0,01) = 0,1975
2

Karena f (2,5) = 15,625, kita meramalkan bahwa


f (2,5) = 15,625 ± 0,1875
f (x )

Galat sejati
Galat tertaksir

~
x x x
Δ~
x
GAMBAR 3.20 Lukisan grafis perambatan galat orde-pertama.

atau bahwa nilai sejati terletak antara 15,4375 dan 15,8125. Dalam kenyataannya,
jika x sebenarnya 2,49 maka fungsinya dapat dihitung sebagai 15,4382 dan jika x
= 2,51 maka fungsinya adalah 15,8132. Untuk kasus ini, analis galat orde-pertama
memberikan taksiran yang cukup agak dekat ke galat sejati.

3.6.2 Fungsi Lebih dari Satu Peubah

Pendekatan diatas dapat dirampatkan (digeneralisasi) ke fungsi yang tergantung pada


lebih dari satu peubah bebas, ini dilaksanakan dengan versi peubag ganda dengan deret
Taylor. Misalnya, jika kita mempunyai fungsi dua peubah bebas, u dan v , deret
Taylornya dapat dituliskan sebagai

∂f
f (u i +1 , vi +1 ) ≅ f (u i , vi ) + (u i +1 − u i ) + ∂f (vi +1 − vi )
∂u ∂v

1 ⎡∂2 f ∂2 f
⎢ 2 (u i +1 − u i ) + 2 (u i +1 − u i )(vi +1 − vi )
2
+ (3.37)
2! ⎣ ∂u ∂u∂v

∂2 f ⎤
+ (vi +1 − vi )2 ⎥ + ...
∂v 2

dengan semua turunan parsial dihitung pada titik i . Jika semua suku orde-kedua dan yang
lebih tinggi dibuang, Persamaan (3.37) dapat dipecahkan untuk

∂f ~ ∂f ~
Δf (u~, v~ ) ≅ Δu+ Δv
∂u ∂v

dengan Δ u~ dan Δv~ masing-masing adalah taksiran galat-galat dalam u dan v .


Untuk n peubah bebas ~ xi , ~ x n . yang mempunyai galat-galat Δ~
x 2 ,...~ x1 , Δ~
x 2, ..., Δ~
xn,
berlaku hubungan umum berikut

∂f ~ ∂f ~ ∂f ~
Δf ( ~
x1 , ~ xn ) ≅
x 2 ,..., ~ Δx1 + Δx 2 + ... + Δx n (3.38)
∂x1 ∂x 2 ∂x n

CONTOH 3.15
Peramalan Galat dalam Fungsi Ganda-Peubah

Penyataan Masalah: Defleksi y dari puncak tiang perahu layar ( lihat studi kasus
22.3 ) adalah
FL4
y=
8 EI
dengan F adalah bebab samping seragam ( pon / kaki ), L adalah tinggi ( kaki ), E
adalah modulus kekenyalan ( pon / kaki 2 ), dan I adalah momen inersia ( kaki 4 ).
Taksiran galat dalam y bilaman diberikan data berikut:

~ ~
F = 50 pon/kaki ΔF = 2 pon/kaki
~ ~
L = 30 kaki ΔL = 0,1 kaki
~ ~
E = 1,5 x 10 8 pon/kaki ΔE = 0,01 x 10 8 pon/kaki
~ ~
I = 0,06 kaki 4 ΔI = 0,0006 kaki 4

Penyelesaian: Dengan menggunakan Persamaan (3.38) akan kita dapatkan

(
~ ~ ~ ~
Δy F , L , E , I ≅)∂y ~ ∂y
∂F
ΔF +
∂L
~ ∂y ~ ∂y ~
+ ΔL +
∂E
ΔE +
∂I
ΔI

atau
~ ~~ ~~ ~~
(
~ ~ ~ ~
)L 4 ~ FL3 ~ FL 4 ~ FL 4 ~
Δy F , L , E , I ≅ ~~ ΔF + ~~ ΔL + ~ 2 ~ ΔE + ~~ 2 ΔI
8 EI 2 EI 8E I 8 EI
dengan mensubstitusi milai-milai yang bersesuaian akan memberikan

Δy ≈ 0,0225 + 0,00375 + 0,005625 = 0,039375


Oleh karena itu, y = 0,5625 ± 0,039375. Dengan kata lain y berada diantara
0,523125 dan 0,601875 kaki. Kekahihan (validitas) taksiran ini dapat diperiksa
kebenarannya dengan mensubstitusi nilai-milai ekstrem untuk peubah-peubah itu ke
dalam persamaan untuk menghasilkan suatu minimum eksak sebesar

48(29,9 )
4
y min = = 0,52407
( )
8 1,51x10 8 0,0606
dan

52(30,1)
4
y maks = = 0,60285
(
8 1,49 x10 8 0,0594 )
Jadi, taksiran orde-pertamanya cukup dekat dengan nilai-nilai eksak.

TABEL 3.3 Batas-batas taksiran galat yang berhubungan


dengan operasi matematis yang umum dengan memakai
~ dan v~
bilangan-bilangan tak eksak u

Operasi Taksiran Galat

Penambahan Δ(u~ + v~ ) Δu~ + Δv~


Pengurangan Δ(u~ − v~ ) Δu~ + Δv~
Pengalian ( )
Δ u~ v~ u~ Δv~ + v~ Δu~

u~ Δv~ + v~ Δu~
Pembagian ( )
Δ u~ v~
v~
2

Persamaan (3.38) dapat digunakan untuk mendefiniskan hubungan perambatan galat


untuk operasi matematis yang umum. Hasil-hasilnya diringkaskan pada Tabel 3.3. kami
biarkan penurunan rumus-rumus ini sebagai pekerjaan rumah Anda.

3.6.3 Kestabilan dan Kondisi

Telah kita lihat bahwa beberapa komputasi numerik sangat peka terhadap galat
pembulatan sedangkan yang lain tidak. Kita katakan bahwa suatu komputasi tidak stabil
secara numerik terhadap galat pembulatan jika ketidakpastian ini nyata sekali diperbesar
dalam ketidakpastian hasil akhir. Kondisi komputasi mengacu pada kepekaan
(sensitivitas) terhadap ketidakpastian.
Ide ini dapat dipakai dengan menggunakan deret Taylor orde-pertama

f ( x ) ≅ f (~
x ) + f ' (~
x )( x − ~
x)

Kaitan ini dapat digunakan untuk menaksir galat relatif dari f ( x ) seperti pada

f ( x ) − f (~
x ) f ' (~
x )( x − ~
x)
∈ [ f ( x )] = ≅
f (x )
~ f (x )
~

Galat relatif dari x diberikan oleh

x−~
∈ (x ) =
x
~
x

Bilangan kondisi dapat didefinisikan sebagai rasio (nisbah) dari galat-galat relatif ini

x f ' (~
~ x)
Bilangan kondisi = (3.39)
f (x )
~

Bilangan Kondisi merupakan ukuran tingkat sejauh mana ketidakpastian dalam x


diperbesar oleh f ( x ) . Nilai 1 memberitahukan kepada kita bahwa galat relatif fungsi
identik dengan galat relatif dalam x . Nilai yang lebih besar daripada 1 memberitahu
kepada kita bahwa galat relatif itu diperkuat, sedangkan nilai yang lebih kecil daripada
1memberitahukan kepada kita bahwa galat tersebut diperlemah. Fungsi dengan nilai-nilai
yang sangat besar disebut berkondisi buruk (ill-conditioned). Kombinasi sembarang dari
faktor-faktor pada Persamaan (3.39) yang memperbesar nilai numerik dari bilangan kodisi
akan cenderung memperbesar ketidakpastian dalam komputasi f ( x ) .

CONTOH 3.16
Bilangan kondisi

Pernyataan Masalah: Hitung dan tafsirlah bilangan kondisi untuk


f (x ) = tan x untuk ~
x = π / 2 + 0,1(π / 2 )

f (x ) = tan x untuk ~
x = π / 2 + 0,01(π / 2 )

Penyelesaian: Bilangan kondisi dihitung sebagai

x (1 / cos 2 ~
~ x)
Bilangan kondisi = ~
tan x

x = π / 2 + 0,1(π / 2 )
Untuk ~
1,7279(40,86 )
Bilangan kondisi = = −11,2
− 6,314

Jadi, fungsinya berada dalam keadaan kondisi buruk. Untuk x = π / 2 + 0,01(π / 2 ) ,


situasinya bahkan lebih jelek:

1,5865(4053)
Bilangan kondisi = = −101
− 63,66

Untuk kasus ini, penyebab utama kondisi buruk tampaknya adalah turunan. Ini
masuk akal karena di sekitar π / 2 , tangennya mendekati positif dan negatif
takhingga.

3.7 GALAT NUMERIK TOTAL

Galat numerik total adalah jumplah galat-galat pemotongan dan pembulatan. Pada
umumnya, satu-satunya cara untuk meminimumkan galat pembulatan adalah
memperbesar banyaknya angka bena komputer. Lebih lanjut, telah kita perhatikan bahwa
galat pembulatan akan membesar dengan semakin bertambah banyaknya komputasi dalam
anlis. Sebaiknya, Contoh 3.13 membuktikan bahwa taksiran turunan dapat diperbaiki
dengan memperkecil ukuran langkah. Karena pengecilan ukuran langkah akan
menghasilkan bertambah banyaknya komputasi, maka galat pemotongan akan mengecil
ketika galat pembulatan bertambah. Karena itu, kita dihadapkan pada dilema berikut:
strategi untuk memperkecil satu komponen dari galat total akan menyebabkan
membesarnya komponen lainnya. Dalam satu komputasi, kita mungkin dapat
memperkecil ukuran langkah untuk meminimumkan galat pemotongan tetapi hanya
melakukan itu hanya menemukan bahwa galat pembulatan mulai mendominasi
penyelesaian dan galat total akan bertambah! Jadi, obat kita menjadi masalah (Gambar
3.21). satu tantangan yang dihadapi adalah menetapkan ukuran langkah yang cocok untuk
suatu komputasi tertentu. Kita ingin memilih ukuran langkah yang besar untuk
mengurangi banyaknya perhitungan dan galat pembulatan tampa mengalami kesukaran
dalam bentuk galat pemotongan yang besar. Jika galat total adalah seperti yang
diperlihatkan dalam Gambar 3.21, tantangannya adalah mengenali titik hasil yang
berkurang pada titik mana galat pembulatan mulai meniadakan keuntungan pengecilan
ukuran langkah.
Titik
hasil yang
berkurang

Galat Total

Galat long
Galat pemotongan
Galat pemotongan

Ukuran langkah long

GAMBAR 3.21 Lukisan grafis dari imbal balik antara galat pembulatan dan pemotongan yang kadangkala
mulai berlaku dalam suatu metode numerik. Diperlihatkan titik hasil yang berkurang, dimana galat
pembulatan mulai meniadakan keuntungan pengurangan ukuran langkah.

Namun dalam kasus-kasus yang sebenarnya, situasi yang demikian secara relatif
tidak biasa karena kebanyakan komputer mempunyai cukup angka bena sehingga galat
pembulatan tidak merupakan yang terbesar. Meskipun demikian, kadangkala situasi itu
terjadi dan menyarankan semacam ”prinsip ketidakpastian numerik” yang menempatkan
suatu batas mutlak pada ketelitian yang mungkin dapat diperoleh dengan memakai metode
numerik terkomputerisasi tertentu.
Karena kelemahan ini, terdapat batasan pada kemampuan kita untuk menaksir galat.
Akibatnya, penaksiran galat dalam metode numerik, sampai taraf tertentu, merupakan seni
yang sebagian tergantung pada penyelesaian coba dan ralat, dan intuisi serta pengalaman
penganalisis.
Walaupun bab yang sekarang telah dipusatkan pada satu jenis masalah numerik-
penyelesaian persamaan diferensial biasa-kesimpulan di atas mempunyai sangkut paut
umum dengan banyak teknis lain dalam buku ini. Namun, harus ditekankan suatu seni,
tetapi terdapat aneka metode yang dapat digunakan penganalisis untuk mengukur dan
mengendalikan galat dalam komputasi. Perluasan teknik-teknik ini akan memainkan
peranan penting dalam halaman-halaman berikutnya.

CONTOH 3.17

Perhitungan Galat Numerik Total pada Komputer

Pernyataan Masalah: Kita bermaksud menghitung taksiran numerik turunan dan


galat numerik total dari y = x 3 dengan memakai ukuran langkah yang lebih kecil
secara beruntun.

Penyesaian: Gambar 3.22 memperlihatkan progam BASICA untuk menghitung


turunan y = x 3 pada x = 10 dan keluaran yang diperoleh darinya. Nilai-nilai
aproksimasi diberikan oleh beda terbagi maju (forward divided difference)
dy y (x + h ) − y ( x )

dx h

di mana h bervariasi mualai dari 1 sampai 10 −10 . Hasil-hasilnya dibandingkan


dengan penyelesaian analisis yang diberikan oleh

dy
= 3 x 2 = 300
dx

LIST
100 B = 10
105 FOR A = 0 TO 10
110 H = 1/10 ^A
115 HPLUS = B + H
120 DIFF = HPLUS ∗ HPLUS ∗ HPLUS – B ∗ B ∗ B
125 DER = DIFF / H
130 PRINT H, DIFF, DER, ABS ((DER-3 ∗ B ∗ B) / (3 ∗ B ∗ B)) ∗ 100
135 NEXT A
140 END
Ok
RUN
1 331 331 10.33333
-1 30.30115 303.0115 1.003825
.01 3.003052 300.3052 .1017253
.001 .3001709 300.1709 5.696615E-02
.0001 .0300293 300.293 9.765625E-02
.00001 2.868652E-03 286.8652 4.378255
.000001 2.441406E-04 244.1406 18.61979
.0000001 0 0 100
1E-08 0 0 100
1E-09 0 0 100
1E-10 0 0 100
Ok
GAMBAR 3.22 Program BASICA untuk menghitung turunan y = x pada x = 10 dengan
3

menggunakan beda terbagi maju dengan nilai ukuran langkah H yang berlainan.

y = x ^3
102

101

GALAT
100 GAMBAR 3.23 Rajahan (plot) persen galat
Relatif sejati lawan ukuran langkah untuk
CONTOH 3.17 seperti dihitung dari progam
10-1 dalam Gambar 3.22.
10-2

10-6 10-5 10-4 10-3 10-2 10-1 100

UKURAN LANGKAH
Programnya mencetak ukuran lankah, DIFF \ y (x + h ) − y (x ) , taksiran turunan, dan
persentase galat relatif. Gambar 3.23 memperlihatkan rajahan (plot) galat lawan
ukuran langkah.
Perhatikan bahwa minimum galat yang nyata terjadi untuk ukuran langkah
h = 0,001. Ukuran langkah yang lebih besar memperbesar galat pemotongan. Pada
ukuran langkah antara h = 10 −6 dan h = 10 −7 , taksiran numerik turunan berubah dari
244,14 ke 0!. Ini merupakan contoh dramatis dari ketidakstabilan yang disebabkan
oleh galat pembulatan. Untuk h = 10 −7 , programnya tidak dapat mendeteksi
perbedaan antara y (x + h ) dan y (x ) . Oleh karena itu program itu memberikan DER
= 0 dan galat relatif 100 persen. Jelaslah, penurunan ukuran langkah untuk
menurunkan galat pemotongan dapat menjadi terlalu amat baik jika dilakukan terlalu
ektrim.

3.7.1 Pengendalian Galat Numerik (Control of Numerical Errors)

Untuk kebanyakan kasus praktis, kita tidak mengetahui galat eksak yang berkaitan dengan
metode numerik. Tentu saja, perkecualiannya adalah bilamana kita telah memperoleh
penyelesaian eksak yang membuat aproksimasi numerik kita tidak perlu. Oleh karena itu
untuk kebanyakan numerik kita harus bersedia menerima beberapa taksiran galat dalam
perhitungan kita.
Tidak terdapat pendekatan sistematik dan umum untuk menghitung galat numerik
untuk semua masalah. Dalam banyak kasus taksiran galat didasarkan pada pengalaman
dan pertimbangan para insinyur.
Walaupun analisis galat sampai batas tertentu merupakan suatu seni tersendiri,
terdapat beberapa pedoman pemrograman praktis yang dapat kami sarankan. Yang
pertama dan yang paling penting: hindari penguran dua bilangan yang hampir sama.
Hilangkan angka bena hampir selalu terjadi jika hal ini dikerjakan. Kadangkala Anda
dapat menyusun atau merumuskan ulang masalah guna menghindari pencoretan
pengurangan. Jika ini tidak dimungkinkan, Anda boleh jadi ingin memakai hitungan
presisi yang diperluas. Selain itu, pada waktu menambahkan dan mengurangkan bilangan,
paling baik mengurutkan bilangan-bilangan itu dan bekerja mulai dengan yang terkecil.
Ini menghindari hilangnya angka bena.
Di luar petunjuk komputasi ini, Anda boleh mencoba meramalkan galat numeric
total memakai perumusan teoretis. Deret Taylor merupakan piranti utama untuk
menganalisis galat pemotongan maupun pembulatan. Beberapa contoh telah disajikan
pada bab ini. Peramalan galat numeric total sangat rumit sekalipun untuk masalah
berukuran sedang dan cenderung pesimis. Karena itu biasanya dicoba hanya unuk tugas
skala kecil.
Ada tendensi untuk langsung saja dengan komputasi numeric dan mencoba
menaksir kecermatan hasil-hasil Anda. Kadangkala ini dapat dikerjakan dengan melihat
apakah hasil-hasilnya memenuhi kondisi atau persamaan tertentu sebagai pengecekan.
Atau bias saja mensubstitusi kembali hasil-hasilnya ke persamaan semula untuk
memeriksa apakah ia benar-benar terpenuhi.
Akhirnya Anda harus selalu siap untuk melaksanakan percobaan numerik
untukmenambah kewaspadaan Anda tentang galat komputasi dan masalah kondisi buruk.
Percobaan-percobaab demikian boleh jadi melibatkan pengulangan komputasi dengan
ukuran langkah atau metode yang berlainan dan membaandingkan hasil-hasilnya. Kita
boleh mengunakan anlisis sensitivitas untuk melihat bagaimana penyelesaian kita berubah
jika kita mengubah parameter model atau data masukannya. Kita boleh jadi mencoba
algoritma numeric yang berlainan yang mempunyai landasan teoritis yang berlainan,
didasarkan pada strategi komputasi yang berlainan, atau mempunyai sifat kekonvergenan
dan cirri kestabilan yang berlainan.
Jika hasil-hasilnya komputasi numeric sangat penting /kritis dan mungkin
melibatkan hilangnya nyawa manusia atau mempunyai percabangan ekonomi yang berat,
adalah tepat untuk melakukan persiiiiiapan khusus ini mungkin melibatkan pemakaian dua
kelompok bebas atau lebih untuk memecahkan masalah yang sama sehingga hasil-
hasilnya dapat dibandingkan.
Peranan galat akan merupakan topic dan analisis yang menarik dalam semua pasal
buku ini. Kita akan membiarkan penyelidikan ini untuk pasal khusus.

3.8 KECEROBAHAN, GALAT PERUMUSAN, DAN


KETIDAKPASTIAN DATA
Walaupun sumber-sumber galat berikut tidak secara langsung berkaitan dengan
kebanyakan metode numeric dalam buku ini, kadangkala memberikan pengaruh besar
pada keberhasilan usaha pemodelan. Jadi, sumber-sumber tersebut harus selalu diingat
dalam hati pada waktu menerapkan metode numerik yang berkenaan dengan masalah-
masalah dunia nyata.

3.8.1 kecerobahan
Kita semua kenal baik dengan galat besar atau “blunder” (kecerobohan). Pada masa dini
komputer, hasil numerik yang mengandung galat kadangkala disebabkan oleh kelemahan
komputer itu sendiri. Kini, sumber galat yang ini sangat tidak mungkin, dan kebanyakan
kecerobohan harus dipertalikan pada ketidaksempuraan manusia.
Kecerobohan dapat terjadi pada setiap tahap proses pemodelan matematis dan dapat
memberi sumbangan pada semua kompunen galat lainnya. Kecerobohan hanya dapat
dihindari dengan pengetahuan yang masuk akal dari prinsip-prinsip dasar yang kehati-
hatian dengan mana anda mendekati dan merancang penyelesaian untuk suatu masalah.
Kecerobohan biasanya tidak ditinjau dalam pembahasan metode numerik. Ini masuk
akal sesuai dengan kenyataan bahwa, sampai tingkat tertentu, kecerobohan tidak dapat
dihindari. Namun, kita percaya bahwa terdapat beberapa cara dimana kemunculan dapat
diusahakan sekecil mungkin. Khususnya, kebiasan baik pemrograman yang diberikan
secara garis besarnya dalam Bab 2 sangat berguna untuk mengurangi kecerobohan
pemrograman. Tambahan pula, biasanya terdapat cara mudah untuk memeriksa apakah
suatu metode numerik tertentu bekerja secara wajar. Dalam seluruh buku ini, dibahas
cara-cara untuk memeriksa hasil-hasil perhitungan numerik.
3.8.2 Galat Perumusan
Galat perumusan atau model berhubungan dengan bias yang dapat dianggap berasal dari
ketidaklengkapan model-model matematis. Sebuah contoh tentang galat perumusan yang
dapat diabaikan adalah kenyataan bahwa hukum kedua Newton tidak memperhitungkan
pengaruh kerelatifan. Ini tidak mengurangi kecukupan penyelesauan dalam contoh 1.1
karena galat-galat ini adalah minimal pada skala waktu dan ruang penerjun payung yang
jatuh.
Namun demikian, andaikan bahwa tahanan udara tidak berbanding lurus terhadap
kecepatan jatuh, sebagai dalam Persmaan (3.17), tetapi berupa suatu fungsi kuadrat dari
kecepatan. Jika ini adalah kasusnya, kedua penyelesaian analisis dan numerik yang
diperoleh dalam bab pertama akan salah karena adanya galat perumusan. Peninjauan yang
lebih jauh mengenai galat perumusan disertakan dalam beberapa studi kasus dalam sisa
buku ini. Anda seharusnya mengetahui masalah ini dan menyadari bahwa jika anda
bekerja dengan model yang disusun kurang baik, tidak ada metode numerik yang akan
menyediakan hasil-hasil yang memadai.

3.8.3 Ketidakpastian Data


Kadangkala galat masuk kedalam suatu analisis karena ketidakpastian dalam data fisis
pada mana model didasarkan. Misalnya, andaikata diinginkan menguji model penerjun
payung yang jatuh dengan meminta seseorang melompat berulang-ulang dan kemudian
mengukur kecepatannya setelah selang waktu yang ditentukan. Niscaya ketidakpastian
akan duhubungkan dengan pengukuran-pengukuran ini, karena penerjun akan jatuh lebih
cepat selama beberapa lompatan dibandingkan lompatan lainnya. Galat ini
memperlihatkan ketidaktelitian dan ketidaktepatan. Jika peralatan secara konsisten
menaksir kecepatan terlalu rendah atau terlalu tinggi, maka yang dihadapiadalah sarana
yang tidak teliti atau berat sebelah. Sebaliknya, jika pengukuran tinggi dan rendah secara
acak, maka yang dihadapi adalah pertanyaan ketepatan.
Galat pengukuran dapat diukur dengan meringkas data memakai satu atau lebih
statistik yang dipilih engan baik yang membawakan informasi sebanyak mungkin sesuai
dengan ciri khas data. Statistik deskriptif ini kebanyakan terpilih untuk menyatakan (1)
lokasi pusat distribusi data dan (2) derajat penyebaran data. Dengan demikian, masing-
masing menyediakan suatu ukuran ketidaktepatan dan berat sebelah. Topik tentang
perincian ketidakpastian data akan ditinjau lagi dalam Bab 4.
Walaupun Anda harus menyadari adanya kecerobohan, galat perunmusan, dan
ketidakpastian data, sebagian terbesar metode numerik yang digunakan untuk membangun
model dapat dikaji secara bebas dari galat-galat ini. Karenanya, sebagian terbesar buku ini
akan menganggap bahwa tidak terbuat galat besar, kita memiliki model yang layak, dan
kita menangani pengukuran yang tampa galat. Dibawah persamaan ini, galat numerik
dapat dikaji tampa faktor yang menyulitkan.

SOAL-SOAL
3.1 Susun program Anda sendiri berdasarkan Gambar 3.9 dan gunakan untuk menentukan epsilon mesin
komputer Anda.
3.2 Dalam gaya yang sama seperti pada gambar 3.9, tuliskan program pendek untuk menentukan bilangan
terkecil x min yang dipakai pada komputer yang akan Anda gunakan bersama dengan buku ini.
Perhatikan bahwa komputer Anda akan tidak mungkin untuk secara terandalkan membedakan antara
nol dan besaran yang lebih kecil dari pada bilangan ini.

3.3 Tentukan hubungan teoritis untuk meramalkan bilangan titik kambang terkecil untuk suatu komputer
digital berdasarkan parameter seerti ukuran wordnya, banyaknya bit mantis, banyaknya bit pangkat,
dan sebagainya.

3.4 Deret takhingga

N
1
f (N ) = ∑
n =1 n2

Konvergen pada nilai f ( N ) = π 2 / 6 untuk N menekati takhingga. Tuliskan sebuah program


untuk menghitung f ( N ) untuk N = 10000 dengan cara menghitung jumplah mulai n = 1 sampai
10000. kemudian ulangi komputasinya tetapi dalam urutan terbalik – yakni, mulai n = 10000
sampai 1 dengan menggunakan inkremen – 1. Jelaskan hasil-hasilnya.

3.5 Dalam contoh 3.2, digunakan deret takhingga

x2 x3
f (x ) = 1 + x + + + ...
2! 3!

untuk mengaproksimasi e .
x

(a) Buktikan bahwa uraian deret Maclaurin ini merupakan kasus khusus dari uraian deret Taylor
[Persamaan (3.18)] dengan xi = 0 dan h = x
(b) Gunakan deret Taylor untuk menaksir f ( x ) = e − x pada xi +1 = 2 untuk tiga kasus terpisah:
xi = 0,5; 1,0 dan 1,5. terapkan versi-versi tingkat nol, pertama, kedua dan ketiga serta hitung
∈t untuk masing-masing kasus.

3.6 Uraian deret Maclaurin untuk cos x adalah

x 2 x 4 x6 x8
Cos x = 1− + − + − ...
2! 4! 6! 8!
Dengan memulai dengan versi yang tersederhana, cos x ≅ 1 , tambahkan satu ssuku tiap kali guna
menaksir cos (π / 3) . Setelah masing-masing suku ditambahkan, hitung persen galat relatif sejati
dan aproksimasinya. Pakai kalkulator Anda untuk menentukan nilai sejati. Tambahkan suku-suku
sampai tercapai nilai mutlak dari aproksimasi galat berada dibawah suatu kriteria galat yang sesuai
dengan dua angka bena.

3.7 Laksanakan Komputasi yang sama seperti dalam Soal 3.7, tetapi gunakan uraian deret Maclaurin
untuk sin x
x3 x5 x7
Sin x = x− + − + ...
3! 5! 7!
untuk menaksir sin (π / 2 )
3.8 Gunakan uraian deret Taylor orde-nol sampaim orde-ketiga guna meramalkan f (3) untuk

f (x ) = 25 x 3 − 6 x 2 + 7 x − 88
Dengan menggunakan suatu titik dasar pada x = 2 . Hitung persen galat sejati untuk masing-masing
aproksimasi.

3.9 Gunakan uraian deret Taylor orde ke-nol sampai keempat guna meramalkan f (4 ) untuk f ( x ) =
in x dengan memakai titik dasar pada x = 2 . Hitung persen galat relatif ∈t untuk masing-masing
aproksimasi.

3.10 Gunakan uraian deret Taylor orde ke-nol sampai keempat guna meramalkan f (3) untuk f (x ) = e x
dengan memakai suatu titik dasar pada x = 1 . Hitung persen galat relatif ∈t untuk masing-masing
aproksimasai.

3.11 Gunakan aproksimasi beda maju dan mundur orde 0(h ) serta aproksimasi beda terpusat orde 0(h 2 )
untuk menaksir turunan pertama fungsi yang diperiksa dalam soal 3.8. Hitung turunan pada x = 2,5
dengan memakai ukuran langkah sebesar h = 0,25 . Bandingkan hasil-hasil Anda dengan nilai
turunan sejati pada x = 2,5 . Tafsirkan hasil-hasil Anda berdasarkan suku sisa dari uraian deret
Taylor.

3.12 Gunakan aproksimasi beda maju dan mundur orde 0(h 2 ) untuk menaksir turunan kedua fungsi yang
diperiksa dalam soal 3.8. Hitung lakukan pada x = 2,6 dengan memakai ukuran langkah sebesar
h = 0,2 . Bandingkan taksiran-taksiran Anda dengan nilai turunan kedua sejati pada x = 2,6.
Tafsirkan hasil-hasil Anda berdasarkan suku sisa dari uraian deret Taylor.

3.13 Ingat kembali bahwa kecepatan penerjun payung yang jatuh dapat dihitung dengan memakai
[Pers.(1.10)],

v=
gm
c
[
1 − e −(c / m )t ]
Gunakan analisa galat orde-pertama untuk menaksir galat v pada x = 7, jika g = 9,8 dan
m = 68,1 tetapi c = 12,5 ± 2.

3.14 Ulangi Soal 3.13 dengan g = 9,8, t = 7, c = 12,5 ± 2, dan m = 68,1 ± 0,5.

3.15 Hukum Stefan-Boltzmann dapat digunakan untuk menaksir laju radiasi enersi H dari permukaan,
seperti pada
H = AeoT 4
dengan H adalah watt, A adalah luas permukaan (m2), e adalah daya pancar yang mencirikan sifat
pemancaran permukaan (tampa dimensi), σ adalah konstanta universal yang disebut konstanta
Stefan-boltzmann (=5,67 x 10-8 W.m-2. K-4), dan T adalah suku mutlak (K). Tentukan galat dalam H
untuk plat baja dengan A = 0,1m 2 , e = 1,0, dan T = 600 ± 20. Bandingkan hasil Anda dengan
galat sejati. Ulangi komputasinya tetapi dengan T = 600 ± 40. Taksiran hasil Anda.

3.16 Ulangi Soal 3.15 tetapi untuk bola tembaga dengan radius ± 0,1 ± 0,01 m, e = 0,5 ± 0,05, dan
T = 500 ± 20.
3.17 Hitung dan taksirkan bilangan kondisi untuk

(a) f (x ) = x − 1 + 1 untuk x = 1,001


(b) f ( x ) = e − x untuk x = 10
(c) f (x ) = x 2 + 1 − x untuk x = 103
ex −1
(d) f (x ) = untuk x = 0,001
x
sin x
(e) f ( x ) = untuk x = 1,0001 π
1 + cos x
3.18 Dengan menggunakan gagasan dari Pasal 3.6, turunkan hubungan-hubungan pada Tabel 3.3.

3.19 Bagaimana epsilon mesin dapat digunakan untuk merumuskan kriteria penghentian ∈s untuk
program Anda? Berikan suatu contoh.

PT1.4 IMBAL-BALIK (TRADE-OFFS)

Metode numerik adalah imiah dalam pengertian bahwa metode numerik menyatakan
teknik-teknik sistematik untuk menyelesaikan masalah matematis. Namun, terdapat suatu
tingkat seni tertantu, pertimbangan subyektif, dan kompromi yamg dikaitkan dengan
penggunaan yang efektif dalam pratek rekayasa. Untuk masing-masing masalah, Anda
munkin dihadapkan dengan pilihan beberapa metode numerik dan banyak jenis komputer
yang berbeda. Jadi, keanggunan dan efisiensi berbagai pendekatan terhadap masalah
adalah sangat individualistis dan berkorelasi dengan kemampuan Anda untuk menetapkan
pilihan secara bijaksana. Sayangnya, seperti halnya dengan proses intuisi manapun,
faktor-faktor yang mempengaruhi pilihan ini sukar untuk dikomunikasikan. Hanya
pengalamanlah yang dapat membuat keteeerampilan ini dimengerti dan diasah
sepenuhnya. Namun, karena keterampilan ini memainkan peranan yang demikian
pentingnya dalam implementasi metode-metode tersebut dengan efektif, maka pasal ini
telah disertakan sebagai pendahuluan terhadap beberapa jenis untung-rugi (trade-offs)
yang harus Anda pertimbangkan pada waktu memilih metode numerik dan alat-alat untuk
menrapkan metode tersebut. Walaupun pada pembacaan yang pertama kali Anda
diperkirakan belum dapat melihat isyu-isyu yang mengikutinya, diharapkan bahwa
pembahasan itu akan mempengaruhi orientasi Anda pada waktu mendekati materi yang
berikutnya. Diharapkan juga bahwa Anda akan mengacu kembali pada materi ini pada
waktu dihadapkan dengan pilihan-pilihan dan imbal-balik dalam sisa buku ini.

Gambar PT1.4 melukiskan tujuh faktor atau imbal-balik yang berbeda, yang harus
dipertimbangkan pada waktu memilih metode numerik untuk suatu masalah khusus.
1. Jenis Masalah Matematis. Seperti digambarkan sebelumnya dalam Gambar PT1.2,
beberapa jenis masalah matematis dibahas dalam buku ini:
a. Akar-akar persamaan
b. Sistem persamaan aljabar linear
c. Pencocokan kurva (curve fitting)
d. Pengintegralan numerik
e. Persamaan diferensial biasa
f. Persamaan diferensial parsial

Kemungkinan Anda akan diperkenalkan pada aspek penerapan dari metode numerik
dengan menghadapi masalah dalam satu dari bidang-bidang diatas. Metode numerik akan
diperlukan karena masalah tersebut tidak dapat diselesaikan secara secara efisien dengan
menggunakan teknik-tenik analisis. Anda harus menyadari kenvataan bahwa kegiatan
profesi Anda akhirnya akan menyangkut masalah-masalah dalam semua bidang diatas.
Jadi, pengkajian metode numerik dan peralatan komputasi secara otomatis paling minimal
seharusnyamemandang jenis-jenis masalah dasar ini. Masalah-masalah yang lebih lanjut
boleh jadi memerlukan kemampuan untuk menangani penyelesaian sistem persamaan
aljabar taklinear, pencocokan kurva peubah ganda, pengoptimuman parameter,
pemrograman linear, masalah nilai karakteristik, dan persamaan diferensial parsial.
Bidang-bidang ini secara khas membutuhkan kemampuan komputasi yang lebih lanjut dan
metode-metode yang tidak dicakup dalam naskah ini. Acuan-acuan lain misalnya
Carnahan, Luther, dan Wilkes (1969); Hamming (1973); serta Ralston dan Robinowitz
(1978) harus dicari keterangannya untuk masalah-masalah yang diluar liputan buku ini.
Tamhan pula, pada akhir tiap bagian naskah ini, disertakan iktisar ringkas dan acuan untuk
metode lanjutan yang menyediakan kesempatan untuk Anda guna mengikuti pengkajian
metode numerik yang lebih lanjut.

2. Jenis Ketersediaan, Ketepatan, Biaya, dan Kecepatan Komputer. Anda mungkin


mempunyai pilihan bekerja dengan empat alat komputasi yang berlainan. Ini berkisar
mulai dari kalkulator saku sampai komputer mainframe besar. Tentu saja, alat yang
manapun dapat digunakan untuk mengimplementasikan sembarang metode numerik
(termasuk kertas dan pencil saja, yang tidak diikutkan dalam tabel). Biasanya petanyaan
bukan tentang kemampuan utama tetapi lebih tentang biaya, kemudahan, kecepatan,
ketergantungan, keberulangan, dan ketepatan. Walaupun tiap alat yang didaftarkan dalam
tabel 2.1 akan terus mempunyai kegunaan, tetapi kemajuan mutakhir yang cepat dapat
ditujukan oleh komputer pribadi telah mempunyai pengaruh yang kuat pada profesi
rekayasa. Diharapkan revolusi ini akan menyebar sebagai kelanjutan perbaikan teknologi,
karena komputer pribadi menawarkan kompromi yang ulang dalam kemudahan, biaya,
ketepatan, kecepatan, dan kapasitas penyimpanan. Lagi pula, teknik-teknik tersebut siap
diterapkan pada kebanyakan masalah rekayasa praktis. Karena itu, teknik-teknik dalam
buku ini dengan sengaja dipilih agar cocok dengan kelas komputer ini.

3. Pengembangan Program lawan Perangkat Lunak lawan Biaya Waktu-Run.


Segera setelah jenis masalah matematik yang harus diselesaikan telah diidentifikasi dan
sistem komputere telah dipilih, adalah tepat untuk mempertimbangkan perangkat lunak
dan biaya waktu-run. Pengembangan perangkat lunak boleh jadi merupakan usaha yang
besar dalam banyak proyek rekayasa dan oleh karena itu boleh jadi merupakan biaya yang
berarti. Dalam hal ini, khususnya sangat penting bahwa Anda kenal baik dengan aspek
teoristik dan praktis dari metode numerik yang bersangkutan. Perangkat lunak yang
dikembangkan secara profresional mungkin tersedia untuk sejumplah terbatas masalah-
masalah rekayasa dengan biaya yang perlu dipertimbangkan. Namun, program-program
ini harus digunakan dengan sangat hati-hati karena biasanya Anda tidak akan mengetahui
logika program dengan baik sekali. Sebagai kemungkinan lain, perangkat lunak kegunaan
umum biayanya murah (seperti yang dikaitkan dengan buku ini) tersedia untuk
mengimplementasikan metode numerik yang siap disesuaikan pada aneka ragam masalah.
Biaya pengembangan program dan biaya perangkat lunak dapat diperoleh kembali selama
eksekusi jika program-program dituliskan secara berdayaguna dan diuji dengan baik.

4. Ciri Metode Numerik. Bila biaya-biaya perangkat keras dan perangkat lunak
komputer mahal, atau jika ketersediaan komputer terbatas (misalnya, pada beberapa
sistem pemakai bersama), akan berguna untuk memilih secara seksama metode numerik
yang cocok dengan situasi. Sebaliknya, jika masalah masih berada pada tahap
penyelidikan dan akses komputer serta biaya tidak merupakan persoalan, boleh jadi cocok
bagi Anda untuk memilih metode numerik yang selalu berjalan tetapi mungkin bukan
yang paling berdayaguna secara komputasi. Metode numerik yang tersedia untuk
menyelesaikan tipe masalah khusus apa pun menyangkut jenis imbal-balik yang baru saja
dibahas dan yang lainnya:

TABEL PT1.2 Ringkasan Penjelasan Penting Bagian I

Prinsip Susunan
Susunan statis program dalam komputer yang berkaitan harus berhubungan sederhana dengan susunan
dinamis

Definisi-definisi Galat
Galat sejati (true error) Et = srjati − hampiran
sejati − hampiran
Persentase sejati Galat ∈t = 100%
sejati
relatif
hampiransekarang − hampiransebelumnya
Persentase hampiran galat ∈∂ = 100%
hampiransekarang
Relatif
Kriteria berhentu Hentikan penghitung jika
∈∂ < ∈s
Di mana ∈s adalah persentase galat relatif yang diminta

Deret Taylor

f " ( xi ) 2
Ekpansi deret Taylor f (xi+1 ) = f ( xi ) + f ' (xi )h + h
2!

f ' ' ' (xi ) 3 f ( n ) ( xi ) n


+ h + ... + h + Rn
3! n!
di mana
f (n+1) (ξ ) n+1
sisa Rn = h
(n + 1) !
atau

Rn = o(h n+1 )

Diferensiasi Numerik

f (xi +1 )
Turunan pertama f ' (xi ) = + o(h )
h
Beda terbagi berhingga
(beda terbagi yang lain diringkas pada bagian 3 dan 17).

Perambatan Galat
Untuk variabel (peubah) x1 , x2 ,..., xn mempunyai Δx1 , Δ,...Δxn , galat pada fungsi f dapat ditaksir
lewat:

∂f ~ ∂f ~ ∂f ~
Δf = Δx1 + Δx2 + ... + Δxn
∂x1 ∂x2 ∂xn

a. Banyak terkaan awal atau titik pemulai. Beberapa metode numerik untuk pencarian akar-akar
persamaan atau penyelesaian persamaan diferensial mensyaratkan pemakai untuk merinci terkaan awal
atau titik pemulai. Metode sederhana biasanya memerlukan satu nilai, sedangkan metode yang rumit
mungkin memerlukan lebih dari satu nilai. Anda harus mempertimbangkan imbal-baliknya; keuntungan
metode yang rumit yang secara komputasi berdayaguna mungkin saja diimbangioleh persyaratan untuk
titik pemulai yang lebih banyak. Anda harus memakai pengalaman dan pertimbangan Anda untuk tiap
masalah khusus.

b. Laju kekonvergenan. Metode-metode numeik tertentu konvergen secara lebih cepat dibandingkan yang
lain. Namun, kekonvergenan yang cepat ini mungkin memerlukan lebih banyak terkaan awal dan
pemrograman yang lebih rumit dari pada suatu metode dengan kekonvergenan yang lebih lambat. Lagi-
lagi Anda harus memakai pertimbangan Anda dalam memilih metode. Lebih cepat tidak selalu lebih
baik!

c. kestabilan. Beberapa metode numerik untuk pencarian akar-akar persamaan atau penyelesaian sistem
persamaan linear boleh jadi divergen ketimbang konvergen ke jawab yang benar untuk masalah-
masalah tertentu. Mengapa Anda sabar menghadapi kemungkinan ini pada waktu dihadapkan pada
perancangan atau perencanaan masalah? Jawabnya adalah bahwa metode-metode ini mungkin sangat
berdayaguna bilamana berjalan. Jadi muncul lagi imbal-balik. Anda harus memutuskan jika persyaratan
masalah Anda seimbang dengan usaha yang dibutuhkan untuk menerapkan suatu metode yang mungkin
tidak selalu komvergen.

d. Ketelitian dan Ketepatan. Beberapa metode numerik benar-benar lebih teliti atau tepat daripada yang
lainnya. Contoh-contoh bagus adalah aneka ragam persamaan yang tersedia untuk pengintegralan
numerik. Biasanya, wajah metode-metode yang ketelitiannya rendah dapat diperbaiki dengan
memperkecil ukuran langkah atau memperbanyak penerapan sepanjang selang yang diberikan. Apakah
lebih baik memakai suatu metode yang ketelitiannya rendah dapat diperbaiki dengan memperkecil
ukuran langkah atau memperbanyak penerapan sepanjang selang yang diberikan. Apakah lebih baik
memakai suatu metode yang ketelitiannya rendah dengan ukuran langkah kecil atau suatau metode yang
ketelitiannya tinggi dengan ukuran langkah besar? Pertanyaan ini harus dialamatkan berdasarkan kasus
demi kasus dengan mempertimbangkan faktor-faktor tambahan seperti biaya dan kemudahan
pemrograman. Tambahan pula, Anda harus memperhatikan galat pembulatan bilamana Anda berulang-
ulang memakai penerapan metode yang ketelitiannya rendah dan banyaknya komputasi menjadi besar.
Di sini banyaknya angka benayang ditangani oleh komputer boleh jadi merupakan faktor penentu.

e. Kelebaran penerapan. Beberapa metode numerik hanya dapat diterapkan pada sejumplah terbatas
masalah atau pada masalah yang memenuhi pembatasan-prmbatasan matematik tertentu. Metode-
metode lain tidak dipengaruhi oleh npembatasan yang demikian. Anda harus mengevaluasi apakah
sepadan nilainya dengan usaha Anda untuk mengembangkan program yang mengunakan teknik yang
hanya cocok untuk sejumplah terbatas masalah. Kenyataannya bahwa terknik-teknik yang demikian
mungkin dipakai secara meluas memberi gambaran bahwa seringkali teknik-teknik tersebut mempunyai
keuntungan yang seringkali lebih banyak dibanding kerugiannya. Jelas terjadi imbal-balik.

f. Persyaratan khusus. Beberapa teknik numerik mencoba menambah ketelitian dan laju kekonvergenan
dengan memakai informasi tamabhan atau khusus. Sebuah contoh akan berupa pemakaian nilai-nilai
taksiran galat atau teoritis untuk memperbaiki ketelitian. Namun, perbaikan ini umumnya tidak tercapai
tampa beberapa kesukaran dalam bentuk tambahan biaya komputer atau bertambahnya kerumitan
program.

g. Usaha pemrograman yang diperlukan. Usaha-usaha untuk memperbaiki laju kekonvergenan,


kestabilan, dan ketelitian dapat menjadi kreatif dan banyak akal. Bilamana perbaikan dapat dibuat
tampa menambah kerumitan pemrogaman, maka dapat dipandang anggun dan mungkin segera
mendapatkan pemakaian dalam profesi rekayasa. Namum, jika diperlukan program yang lebih rumit,
sekali lagi Anda dihadapkan dengan suatu situasi imbal-balik yang mungkin menyenangi metode yang
baru atau tidak.

Jelas bahwa pembahasan diatas yang berkenaan dengan suatu pilihan metode numerik menyempit menjadi
tentang biaya dan ketelitian. Biaya-biaya adalah yang bertalian dengan waktu komputer dan pengambangan
program. Ketelitian yang pantas merupakan pertanyaan tentang etika profesional dan pertimbangan.

5. Perilaku Matematis dari Fungsi, Persamaan, atau Data. Dalam memilih suatu metode numerik
khusus, jenis komputer, dan jenis perangkat lunak, harus dipertimbangkan kerumitan fungsi persamaan, atau
data Anda. Persamaan-persamaan sederhana atau data mulus boleh jadi cocok ditangani oleh algoritma
numerik sederhana dan komputer yang tidak mahal. Kebalikannya benar untuk persamaan-persamaan rumit
dan data-data yang memperlihatkan katakkontinuan.

6. Kemudahan Penerapan (Akrab-pemakai?) Beberapa metode numerik mudah diterapkan, yang lain
sukar. Ini mungkin menjadi pertimbangan pada waktu memilih satu metode daripada yang lain. Pemikiran
yang sama ini berlaku pada keputusan yang berkenaan dengan biaya-biaya pengembangan program lawan
perangkat lunak yang telah dikembangkan secara profesional. Boleh jadi memerlukan usaha yang perlu
dipertimbangkan untuk mengubah suatu program sukar menjadi program yang akrab-pemakai. Cara-cara
untuk melakukan ini diperkenalkan dalam Bab 2 dan dirinci dalam seluruh buku. Tambahan pula, perangkat
lunak TOOLKIT Elektronik yang menyertai naskah ini merupakan contoh dari pemrograman yang akrab
pemakai.

7. Pemeliharaan. Program untuk menyelesaikan masalah-masalah rekayasa memerlukan pemeliharaan


karena selama penerapan, tampa kecuali selalu terjadi kesukaran. Pemeliharaan mungkin memerlukan
perubahan kode program atau perluasan dokumentasi. Program sederhana dan algoritma numerik lebih
mudah untuk dipelihara.

Bab-bab yang berikutnya menyangkut pengembangan beraneka ragam metode numerik untuk beraneka tipe
masalah matematis. Beberapa pilihan metode akan diberikan pada tiap bab. Penyajian beraneka ragam
metode ini (ketimbang metode tunggal yang diplih pengarang) disebabkan karena tidak ada satu metode
yang ”terbaik.” Tidak terdapat metode-metode ”terbaik” karena terdapat banyak imbal-balik yang harus
dipertimbangkan bilamana menerapkan metode pada masalah praktis. Sebuah tabel yang menyoroti imbal-
balik yang terlibat dalam masing-masing metode akan dijumpai pada akhir dari tiap bagian buku. Tabel ini
seharusnya membantu Anda dalam memilih prosedur numerik yang cocok untuk konstek masalah Anda

PT1.5 HUBUNGAN-HUBUNGAN DAN RUMUS-RUMUS PENTING

Tabel PT1.2 meringkaskan keterangan penting yang disajikan dalam bagian 1. tabel tersebut dapat dilihat
untuk secara cepat mengases hubungan-hubungan dan rumus-rumus penting. Epilog dari tiap bagian buku
akan memuat ikhtisar yang demikian.

PT1.6 METODE LANJUTAN DAN ACUAN TAMBAHAN

Epilog dari tiap bagian buku juga akan menyertakan pasal yang dirancang untuk mempermudah dan
mendorong pengkajian metode numerik Anda yang lebih lanjut. Pasal ini akan mengacu buku-buku lain
pada subyek dan juga materi berkaitan dengan metode-metode yang lebih lanjut.*

Untuk memperluas latar belakang yang disediakan dalam Bagian 1, tersedia banyak buku petunjuk tentang
pemrograman komputer. Akan sukar untuk mengacu semua buku dan buku petunjuk ulung mengenai bahasa
dan komputer tertentu. Tambahan pula, kemungkinan Anda telah mempunyai materi dari pengenalan
pemrograman Anda yang sebelumnya. Namun demikian, jika ini merupakan pengalaman pertama Anda
dengan komputer, Chapra dan Canale (1986) menyediakan pengenalan umum yang bagus terhadap BAICA
dan FORTRAN. McCracken (1965), Merchant (1979), serta Marchant dan Strugul (1977), semuanya buku
yang berguna dalam FORTRAN. Pengajar Anda dan teman mahasiswa seharusnya juga mampu memberi
nasehat Anda berkenaan dengan buku-buku acuan yang bagus untuk komputer dan bahasa yang tersedia
dikampus Anda. Buku ini juga memuat pelengkap buku Turbo Pascal terbitan McGraw Hill. Pengajar dan
mahasiswa pasti juga dapat memberitahu mengenai buku-buku acuan yang baik di bidang mesin dan bahasa
komputer yang ada dikampus Anda.

Karena ditujukan sebagai analisis galat maka setiap buku pengajar kakulus yang baik akan memuat bahan-
bahan tambahan yang berhubungan dengan masalah ini seperti ekspansi deret Taylor. Buku karangan
Swokowski (1979), Thomas dan Dinney (1979), dan Simmons (1985) memberikan pembahasan yang
sederhana aras masalah ini. Lagi pula Taylor (1982) menyajikan pengantar analisis galat yang sangat baik.

Akhirnya, meskipun kita berharap bahwa buku ini sangat bermafaat bagi Anda, akan bermanfaat pula bila
kita mengacu pada sumber lain guna memahami pokok permasalahan yang baru.

Ralston dan Robinowitz (1978) dan Charnahan, Luther< dan Wilkes (1969) memberikan pembahasan yang
menyeluruh mengenai hampir seluruh materi metode numerik, yang mencakup metode-metode lanjutan
yang tidak akan dibahas dalam buku ini.
Buku lain yang menarik atas materi ini adalah Gerald dan Wheatley (1984), James, Smith, dan Wolford
(1985), Rice (1983), Cheney dan Kincaid (1985), Yakowitz dan Szidarovszky (1986) dan Al-Khafaji dan
Tooley (1986). Di samping itu, Prees dan kawan-kawan (1986) dan Atkinson dan Harley (1983) memuat
kode komputer untuk mengimplementasikan berbagai metode yang ada.
PT2.1 MOTIVASI
Bertahun-tahun yng lalu, Anda belajar memakai rumus
kuadrat
− b ± b 2 − 4ac
x= (PT2.1)
2a
Untuk menyelesaikan

f ( x ) = ax 2 + bx + c = 0 (PT2.2)

Nilai-nilai yang dihitung dengan Persamaan (PT2.1)


dinamakan ”akar” dari Persamaan (PT2.2). akar-akar
tersebut menggambarkan nilai-nilai x yang membuat
Persamaan (PT2.2) sama dengan nol. Jadi, kita dapat
mendifinisikan akar suatu Persamaan sebagai nilai x yang
memuat f ( x ) = 0 . Berdasarkan alasan ini, kadangkala
akar disrbut juga titik nol persaman.

Walaupun rumus kuadrat tersebut cukup ampuh untuk


menyelesaikan Persamaan (PT2.2), tetapi terdapat banyak
fungsi lain yang akarnya tidak dapat ditentukan secara
demikian mudah. Untuk kasus-kasus ini, metode numerik
yang digambarkan dalam Bab 4 dan 5 merupakan sarana
yang efisien untuk mencari jawabannya.

PT2.1.1 Metode Prakomputer untuk Menentukan


Akar

Sebelum ditemukannya komputer digital, terdapat


sejumplah cara untuk mencari akar-akar persamaan
aljabar dan transenden. Untuk beberapa kasus, akar-akar
dapat diperoleh dengan metode langsung, seperti telah
dilakukan pada Persamaan (PT2.1). walaupun ada
persamaan seperti ini yang dapat diselesaikan secara
langsung, masih ada banyak lagi yang tidak dapat.
Misalnya, bahkan suatu persamaan yang kelihatannya
sederhana seperti f ( x ) = e − x tidak dapat
−x

diselesaikan secara analis. Dalam kasus demikian, satu-


satunya alternaif adalah teknik penyelesaian hampiran
(approximate solution technique)
Satu metode untuk memperoleh penyelesaian hampiran
adalah memplotkan fungsinya dan menentukan
perpotongannya dengan sumbu x. Titik ini, yang
menggambarkan nilai x sehingga f ( x ) = 0 , adalah
akarnya. Tenik-teknik grafis akan dibahas pada awal Bab
4 dan 5.

Walaupun metode-metode grafis berguna untuk


memperoleh taksiran akar secara kasar, tetapi metode
tersebut terbatas karena ketidaktepatannya. Suatu
pendekatan terbatas alternatif adalah dengan cara coba-
coba.
”Teknik” ini dilakukan dengan menerka suatu nilai x dan mengevaluasi apakah f ( x ) adalah nol. Jika
tidak (yang kasusnya hampir selalu demikian), dibuat terkaan lain, dan f ( x ) dievaluasi lagi untuk
menentukan apakah nilai yang baru merupakan taksiran akar yang lebih baik. Proses ini diulangi sampai
diperoleh terkaan yang membuat f ( x ) dekat ke nol.

Metode serampangan yang demikian jelas tidak efisien dan tidak memadai untuk persyaratan pratek
rekayasa. Teknik-teknik yang digambarkan dalam Bagian II merupakan alternatif-alternatif yang juga
menghampiri tetapi menerapkan strategi bersistem untuk menuju kepada akar yang sejati. Tambahan pula,
teknik-teknik tersebut secara ideal cocok untuk diterapkan pada komputer pribadi. Seperti dirinci pada
halaman-halaman berikut, kombinasi metode sistematis ini dan komputer membuat penyelesaian dari
hampir semua masalah akar persamaan terapan merupakan tugas yang mudah dan efisien.

PT2.1.2 Akar Persamaan dan Praktek Rekayasa


Walaupun timbul dalam konteks masalah lain, akar pesamaan seringkali terjadi dalam bidang rancangan
rekayasa. Tabel II.1 mendaftar sejumplah prinsip dasar yang secara rutin dipakai dalam pekerjaan
rancangan. Sebagaimana diperkenalkan pada Bab 1 persamaan atau model matematik yang diturunkan dari
prinsip-prinsip ini dierapkan untuk meramal peubah takbebas sebagai suatu fungsi dari peubah bebas dan
parameter. Perhatikan bahwa dalam kasus ini, peubah bebas mencerminkan keadaan atau proses kerja sistem
tersebut, sedangkan parameternya menggambarkan sifat atau konposisinya.

Contoh model yang demikian adalah persamaan yang diturunkan dari hukum kedua Newton yang dipakai
dalam Bab 1 untuk kecepatan penerjun:

v=
gm
c
[
1 − e −(c / m )t ] (PT2.3)

di mana kecepatan (velocity) v adalah peubah takterbatas; waktu t adalah peubah bebas; dan konstanta
daya-tarik bumi g , koefisien pengerem c , dan masa m adalah parameter-parameter. Jika parameter-
parameternya diketahui, Persamaan (II.3) dapat digunakan untuk meramal kecepatan penerjun sebagai suatu
fungsi waktu. Komputasi yang demikian dapat dilaksanakan secara langsung karena v diungkapkan secara
eksplisit sebagai suatu fungsi waktu. Artinya, v terisolasi pada satu sisi dari tanda sama dengan.

Namun, andaikata bahwa kita perlu menentukan koefisien pengerem untuk seorang penerjun dengan masa
yang diketahui, agar mencapai suatu kecepatan yang telah ditemtukan sebelumnya dalam jangka waktu
tertentu. Walaupun persamaan (II.3) menyediakan suatu gambaran matematis dari hubungan timbal-balik
antara peubah dan parameter model, tetapi persamaan itu tidak dapat diselesaikan secara eksplisit untuk
koefisien pengerem. Cobalah. Tidak ada cara untuk menyusun kembali persamaan tersebut sehingga c
terisolasi pada satu sisi dari tanda sama dengan. Dalam kasus demikian, c dinamakan implisit.

Ini jelas merupakan suatu delema, karena banyak masalah rancangan rekayasamelibatkan rincian sifat atau
kompusisi suatu sistem (seperti yang dinyatakan oleh parameternya) untuk memastikan bahwa ia bekerja
sesuai dengan yang diinginkan (seperti yang digambarkan oleh peubah-peubahnya). Jadi, masalah-masalah
ini kerapkali memerlukan penentuan parameter-parameter yang implisit.

Pemecahan dilema tersebut diberikan oleh metode numerik untuk akar persamaan. Untuk menyelesaikan
masalahnya dengan menggunakan metode numerik, adalah biasa untuk mengungkapkan kembali persamaan
(II.3). Ini dikerjakan dengan mengurangkan peubah takterbatas v dari kedua ruas persamaan untuk
memberikan
f (c ) =
gm
c
[ ]
1 − e −(c / m )t − v (PT2.4)

Nilai c yang membuat f (c ) = 0 merpakan akar persamaan. Nilai ini juga menyatakan koefisien pengerem
yang menyelesaikan masalah rancangan.

Bagian II buku in menangani aneka ragam metode numerik dan grafis untuk menentukan akar-akar dari
hubungan-hubungan seperti Persamaan (II.4). Teknik-teknik ini selain dapat diterapkan pada masalah desain
rekayasa yang didasarkan pada prinsip dasar yang tertera dalam Tabel II.1, juga dapat diterapkan pada
banyak masalah lain yang secara rutin dihadapi dalam pratek rekayasa.

TABEL PT2.1 Prinsip dasar yang digunakan dalam masalah rancangan

Prinsip Peubah Peubah


Dasar takbebas bebas Parameter

Keseimbangan Suhu Waktu dan Sifat panas


Panas posisi materi dan
geometri sistem
Keseimbangan konsentrasi atau Waktu dan Perilaku kimiawi
massa banyaknya massa posisi materi, koefisien
perpindahan massa
dan geometri sistem
Keseimbangan Perubahan dalam Waktu dan Sifat panas, massa
energi energi kinetik dan posisi materi, dan geometri
potensial keadaan sistem
sistem
Hukum gerak Percepatan, Waktu dan Massa materi,
Newton kecepatan, atau posisi geometri sistem, dan
Lokasi parameter tak teratur
seperti gesekan
atau penahan
Hukum-hukum Arus dan tegangan Waktu Sifat listrik sistem
Kirchhoff dalam rangkaian seperti misalnya
Listrik tahanan kapasitansi
dan induktansi

PT2.2 LATAR BELAKANG MATEMATIS


Untuk hampir semua bidang dari buku ini, biasanya terdapat prasyarat latar belakang matematis yang
diperlukan agar berhasil menguasai topiknya. Misalnya, konsep taksiran galat dan uraian deret Taylor yang
dibahas dalam Bab 3 mempunyai pertalian langsung dengan pembahasan kita tentang akar persamaan.
Tambahan pula, sebelumnya telah disebutkan istilah persamaan “bersifat aljabar“ dan “transenden.”
Mungkin akan membantu untuk mendefinisikan istilah-istilah ini secara folmal dan membahas bagaimana
hubungannya dengan ruang lingkup bagian buku ini.

Menurut definisi, fungsi yang diberikan oleh y = f ( x ) bersifat aljabar jika dapat diungkapkan dalam
bentuk

f n y n + f n−1 y n−1 + ... + f1 y + f 0 = 0 (PT2.5)

dimana tiap f adalah polinom dalam x, Polinom adalah suatu kelas sederhana dari fungsi-fungsi aljabar yang
secara umum dinyatakan oleh
f n ( x ) = a0 + a1 x + ... + an x n (PT2.6)
di mana tiap a adalah konstanta. Beberapa contoh yang khas adalah

f ( x ) = 1 − 2,37 x + 7,5 x 2 (PT2.7)

dan

f (x ) = 5 x 2 − x 3 + 7 x 6 (PT2.8)

Fungsi transenden adalah fungsi yang bukan bersifat aljabar. Termasuk disini fungsi-funnsi trigonometri,
eksponen, logaritma, dan lainnya yang kurang terkenal. Contoh-contohnya adalah

f (x ) = e − x − x (PT2.9)

f ( x ) = sin x (PT2.10)

f ( x ) = In x 2 − 1 (PT2.11)

Walaupun terdapat berbagai kasus di mana akar-akar kompleks dari bukan polinom penting diperhatikan,
tetapi situasi yang demikian kurang umum dibandingkan dengan polinom. Sebagai akhibatnya, metode yang
baku untuk menemukan akar yang secara khas masuk kedalam dua bidang yang berkaitan tetapi juga
berbeda:
1. Penentuan akar-akar bilangan riil persamaan yang bersifat aljabar dan transenden. Teknik-teknik ini
dirancang untuk menentukan nilai suatu akar tunggal berdasar pengetahuan sebelumnya dari lokasi
hampirannya.
2. Penentuan semua akar bilangan riil dan kompleks polinom. Metode-metode ini secara khas dirancang
untuk polinom. Mereka secara sitematis menentukan semua akar polinom ketimbang satu akar tunggal
yang memberikan lokasi hampiran.

Dalam buku ini, pembahasan difokuskan pada bidang masalah yang pertama. Karena metode-metode yang
sengaja dirancang untuk polinom berada di luar camkupan buku ini, maka metode-metode tersebut tidak
akan dibahas. Namun, kita akan menjelaskan salah satu pendekatan itu, yakni metode Bairtow, ketika kita
membahas nilai karakteristik pada Bab 21.

PT2.3 ORIENTASI
Beberapa orientasi akan bermanfaat sebelum melanjutkan ke metode-metode numerik guna penentuan akar-
akar persamaan. Yang berikut dimaksudkan untuk memberi Anda suatu gambaran ikhtisar mengenai materi
dalam Bagian II. Selain itu, telah dimaksudkan beberapa tujuan untuk membantu memfokuskan usaha-usaha
Anda pada waktu mengkaji materi.

PT2.3.1 Ruang Lingkup dan Pengantar


Gambar PT2.1 memperlihatkan bagan organisasi Bagian II. Periksa gambar ini secara seksama, mulai dari
atas dan berjalan menurut arah putaran jarum jam. Setelah pendahuluan ini, Bab 4 dicurahkan pada metode-
metode pengurung (bracketing methods) untuk pencarian akar. Metode-metode ini mulai dengan terkaan-
terkaan yang mengurung atau memuat akar dan kemudian secara bersistem mengurangi lebar kurungan. Dua
metode khas akan diliput: bagidua (bisection) dan posisi palsu (false posision). Metode-metode grafis
dipakai untuk memberikan wawasan visual terhadap teknik tersebut. Rumus khusus dikembangkan untuk
membantu Anda menentukan seberapa banyak usaha komputasi yang diperlukan untuk menaksir akar
sampai tingkat ketepatan yang ditentukan sebelumnya.

Bab 5 meliput metode-metode terbuka (open methods). Metode-metode ini menyangkut iterasi coba-coba
yang sistematis tetapi tidak mensyaratkan bahwa terkaan awal mengurung akar. Akan tetapi lihat bahwa
metode-metode ini secara komputasi biasanya lebih efisien dari pada metode-metode pengurung, tetapi
bahwa metode-metode tersebut tidak selalu berhasil. Metode-metode iterasi satu titik, Newton-Raphson, dan
secant akan digambarkan. Metode grafis dipakai untuk menyediakan wawasan geometri untuk kasus dimana
metode-metode terbuka tidak berhasil. Rumus-rumus akan dikembangkan yang memberikan gagasan
seberapa cepat metode-metode terbuka menuju ke akar.

Bab 6 memperluas konsep-konsep diatas masalah rekayasa nyata. Studi kasus digunakan untuk melukiskan
kekuatan dan kelemahan masing-masing metode dan memberikan wawasan kedalam penerapan teknik-
teknik didalam praktek profesional. Studi kasus dalam Bab 6 juga menyoroti imbal-balik (seperti dibahas
dalam Bagian I ) yang bertalian dengan beragam metode Epilog. Epilog berisi perbandingan terinci tentang
metode-metode yang dibahas dalam Bab 4 dan 5. perbandingan ini mencakup uraian imbal-balik yang
berkaitan pada penggunaan yang tepat dari masing-masing teknik. Pasal ini juga menyediakan ikhtisar
rumus-rumus penting, bersama dengan acuan untuk beberapa metode numerik yang berada diluar cangkupan
buku ini.

PT2.3.2 Sasaran dan Tujuan


Tujuan bahasan. Setelah menyelesaikan Bagian II, Anda seharusnya mempunyai informasi cukup untuk
mendekati secara berhasil beragam luas masalah rekayasa yang berkenaan dengan akar-akar persamaan.
Secara umum, Anda seharusnya telah menguasai teknik-teniknya, telah belajar untuk menilai
kehandalannya, dan mampu memilih metode (atau metode-metode) terbaik untuk sebarang masalah tertentu.
Sebagai tambahan pada sasaran umum ini, konsep-konsep yang spesifik dalam Tabel II.2 harus
diasimilasikan untuk pemahaman yang lengkap mengenai materi dalam Bagian II.

Tujuan komputer. Buku ini memperlengkapi Anda dengan perangkat lunak, program komputer sederhana,
algoritma, dan bagan alir untuk mengimplementasikan teknik-teknik yang dibahas dalam Bagian II.
Semuanya mempunyai kegunaan sebagai alat belajar.

Perangkat lunak yang fakulatif TOLKIT Elektronik, adalah akrab-pemakai. Perangkat lunak tersebut berisi
metode bagidua untuk menentukan akar-akar bilangan riil dari persamaan-persamaan yang bersifat aljabar
dan transenden. Grafis yang dihubungkan dengan perangkat lunak akan memungkinkan Anda dengan
mudah membayangkan perilaku fungsi yang sedang dianalisis. Perangkat lunak tersebut dapat dipakai
dengan baik sekali untuk menentukan akar-akar persamaan sampai tingkat ketepatan berapa pun yang
diinginkan TOOLKIT Elektronik mudah diterapkan dalam menyelesaikan banyak masalah praktis dan dapat
dipakai untuk mengecek hasil-hasil program komputer yang mungkin Anda kembangkan sendiri.

TABEL PT2.2 Tujuan bahasan spesifik untuk Bagian II

1. Memahami tafsiran grafis suatu akar.


2. Mengetahui tafsiran grafis metode posisi palsu dan mengapa biasanya lebih unggul daripada metode bagidua.
3. Memahami perbedaan antara metode-metode pengurung dan terbuka untuk menemukan akar.
4. Memahami konsep kekonvergenan dan kedivergenan. Memakai metode grafis dua-kurva untuk memberikan
manifestasi visual dari konsep-konsep.
5. Mengetahui mengapa metode pengurung selalu konvergen, sedangkan metode-metode terbuka kadang-kadang
mungkin divergen.
6. Menyadari bahwa kekonvrgenan metode-metode terbuka lebih mungkin jika terkaan awal dekat ke akar yang
sebenarnya.
7. Memahami konsep kekonvergenan linear dan kuadrat dan implikasinya pada efisiensi dari metode-metode iterasi
satu titik dan Newton-Raphson.
8. Mengetahui perbedaan dasar antara metode-metode posisi-palsu dan secant dan bagaimana dihubungkan pada
kekonvergenan.
9. Memahami permasalahan yang diperagakan oleh akar-akar ganda dan modifikasi yang tersedia untuk
menguranginya.
10. Memahami bagaimana kita dapat memperluas pendekatan persamaan tunggal Newton-Rapshon guna
menyelesaikan sistem persamaan tak linear.
Program-program FORTRAN BASIC, dan Pascal untuk metode bagidua dan untuk iterasi satu-titik
sederhana juga dilengkapi secara langsung dalam buku teks ini. Selain itu, algoritma umum atau bagan alir
disediakan untuk hampir semua metode lainnya dalam Bagian II. Informasi ini akan memungkinkan Anda
untuk memperluas pustaka perangkat lunak Anda untuk mengikutkan program-program yang lebih efisien
dibandingkan dengan metode bagi-dua. Misalnya, Anda boleh jadi ingin mempunyai perangkat lunak sendiri
untuk teknik-teknik posisi-palsu, Newton-Raphson, dan secant yang biasanya lebih efisien daripada metode
bagidua.
4 Metode-Metode Pengurung

Bab tentang akar persamaan ini akan membahas metode-metode yang menfaatkan
kenyataan bahwa suatu fungsi secara khas bernganti tanda disekitar suatu akar. Teknik-
teknik ini disebut metode pengurung (bracketing method) karena diperlukan dua terkaan
awal untuk akar. Seperti yang tersirat oleh namanya, terkaan ini harus ”mengurung” atau
berada pada kedua sisi dari akar. Metode-metode khusus yang digambarkan disini
menerapkan strategi yang berbeda untuk secara sistematis mengurangi lebar kurungan dan
oleh karena itu menuju ke akar yang benar.
Sebagai awal dari teknik-teknik ini, secara singkat akan kita bahas metode grafis
untuk melukiskan fungsi dan akar-akarnya. Selain menyediakan terkaan kasar, teknik
grafis juga berguna untuk membayangkan sifat-sifat fungsi dan perilaku berbagai metode
numerik.

4.1 METODE GRAFIS (GRAFICAL METHOD)

Metode yang sederhana untuk memperoleh taksiran atas akar persamaan f ( x ) = 0 adalah
membuat gambar grafis fungsi dan mengamati dimana ia memotong sumbu x. Titik ini,
yang mewakili nilai x untuk mana f ( x ) = 0 , memberikan aproksimasi (hampiran) kasar
dari akar.

CONTOH 4.1

Pendekatan Grafis

Pernyataan Masalah: Gunakan pendekatan grafis untuk menentukan koefisien


hambatan c yang diperlukan oleh penerjun payung dengan massa m = 68,1 kg agar
mempunyai kecepatan 40 m/detik setelah jatuh bebas untuk waktu t = 10 detik.
Catatan: percepatan yang disebabkan gravitasi adalah 9,8 m/detik2.

Penyelesaian: Masalah ini dapat dipecahkan dengan cara menentukan akar Persamaan
(PT2.4) dengan memakai parameter t = 10, g = 9,8, v = 40, dan m = 6,8 :

9,8(68,1)
f (c ) =
c
( )
1 − e −(c / 68,1)10 − 40
atau

f (c ) =
667,38
c
(
1 − e −0,146843c ) − 40 (E4.1.1)
Beragam nilai c dapat disubstitusi ke ruas kanan persamaan ini untuk menghitung

c f(c)

4 34,115
8 17,653
12 6,067
16 -2,269
20 -8,401

f (c )
40

20

Akar

0
4 8 12 20

-10 GAMBAR 4.1 Pendekatan Grafis untuk menentukan akar-akar suatu per-
Samaan.

Titik-titik ini dirajah (diplot) pada Gambar 4.1. kurva yang dihasilkan memotong
sumbu c antara 12 dan 16. pemeriksaan visual rajahan tersebut menyediakan taksiran
akar yang kasar sebesar 14,75. kesahihan taksiran grafis dapat diperiksa dengan
mensubstitusikannya ke Persamaan (E4.1.1) untuk menghasilkan

667,38
f (14,75) =
14,75
(1 − e −0,146843(14,75) ) − 40
= 0,059
yang dekat ke nol. Kesahihan itu dapat pula diperiksa dengan mensubstitusikannya ke
persamaan (PT2.4) bersama dengan nilai-nilai parameter dari contoh ini untuk
memberikan

9,8(68,1)
v=
14,75
(1 − e −(14,75 / 68,1)10 ) = 40,059

yang sangat dekat ke kecepatan jatuh 40 m/detik yang dikehendaki.


Nilai praktis dari teknik-tenik grafis sangat terbatas karena kurang tepat. Namun,
metode grafis dapat dimanfaatkan untuk memperoleh taksiran kasar dari akar. Tafsiran-
tafsiran ini dapat diterapkan sebagai terkaan awal untuk metode numerik yang dibahas di
sini dan Bab berikutnya. Misalnya, perangkat lunak komputer TOOLKIT Elektronik yang
menyertai naskah ini membolehkan Anda untuk menggambarkan fungsi pada suatu
rentang tertentu. Gambaran ini dapat digunakan untuk memilih terkaan yang mengurung
akar sebelum mengimplementasikan metode numerik. Pilihan penggambaran akan sangat
meningkatkan kegunaan perangkat lunak tersebut.
Selain menyediakan terkaan kasar untuk akar, tafsiran grafis merupakan sarana yang
penting untuk memahami sifat-sifat fungsi dan mengantisipasi kesukaran-kesukaran yang
tersembunyi dari metode-metode numerik. Misalnya, Gambar 4.2 memperlihatkan
sejumplah cara dimana akar dapat muncul dalam suatu selang yang ditentukan oleh batas
bawah xl dan batas atas xu . Gambar 4.2b melukiskan kasus di mana satu akar tunggal
dikurung oleh nilai-nilai f ( x ) yang positif dan negatif. Namun, Gambar 4.2d, dimana
f ( xl ) dan f (xu ) mempunyai tanda yang berlawanan, maka dalam

f (x )

x
f (x ) (a)

x
f (x ) (b)

(c) x
f (x )

GAMBAR 4.2 Ilustrasi sejumplah cara umum bahwa suatu akar mungkin ter-
x jadi dalam selang yang ditentukan oleh batas bawah xl dan batas atas xu . Ba-
xl xu gian (a) dan (c) menunjukan bahwa f ( xl ) dan f ( xu ) keduanya bertanda sa-
ma, maka didalam selang tidak akan terdapat akar atau terdapat akar sebanyak -
(d) bilangan genap. Bagian (b) dan (d) menunjukan bahwa jika fungsi berbeda tan-
da pada titik-titk ujung, maka dalam selang akan terdapat akar sebanyak bilang-
an ganjil.
Selang itu terdapat akar sebanyak bilangan ganjil. Seperti ditunjukan oleh Gambar 4.2a
dan Gambar 4.2c, jika f ( xl ) dan f ( xu ) bertanda sama, maka diantara nilai-nilaitersebut
tidak terdapat akar sebanyak bilangan genap.
Walaupun perampatan (generalisasi) ini biasanya benar, tetapi terdapat kasus-kasus
dimana hal tersebut tidak berlaku. Misalnya, akar ganda, yakni fungsi yang
bersinggungan terhadap sumbu x (Gambar 4.3a), dan fungsi takkontinu (Gambar 4.3b)
dapat melanggar prinsip-prinsip ini. Contoh dari fungsi yang mempunyai akar ganda
adalah persamaan derajat tiga (cubic equation) f ( x ) = ( x − 2 )( x − 2 )(x − 4 ) . Perhatikan
bahwa x = 2 membuat dua faktor polinom ini sama dengan nol. Oleh karena itu, x = 2
dinamakan akar ganda. Pada akir Bab 5, akan disajikan teknik yang dngan sengaja
dirancang untuk melokasikan akar-akar ganda.
Keberadaan kasus-kasus dari jenis yang dilukiskan dalam Gambar 4.3 menimbulkan
kesukaran untuk mengembangkan algoritma-altoritma komputer umum yang menjamin
menemukan semua akar didalam suatu selang. Namun, jika ia dipakai bersama-sama
dengan pemdekatan grafis, metode-metode yang digambarkan dalam pasal-pasal berikut
sangat berguna untuk menyelesaikan banyak masalah akar-akar persamaan yang secara
rutin dihadapi oleh para insinyur dan matematikawan terpaan.

CONTOH 4.2
Pemakaian Grafik Komputer untuk Menemukan Akar

Pernyataan Masalah: Grafik komputer dapat memperlancar dan memberi keterangan


tentang usaha Anda dalam menemukan akar-akar persamaan. Contoh ini dikembangk-
an dengan manggunakan perangkat lunak TOOLKIT Elektronikyang tersedia. Namun,

f (x )

(a)

f (x )

x
xl xu
(b)
GAMBAR 4.3 Ilustrasi dari beberapa kekecualian terhadap kasus-kasus umum yang dilukiskan dalam
Gambar 4.2. (a) Akar ganda yang terjadi jika fungsi bersinggungan terhadap sumbu x . Untuk kasus ini,
walaupun titik-titik ujung berlawanan tanda, tetapi terdapat sejumplah bilangan genap akar untuk selang
tersebut. (b) Fungsi takkontinu di mana titk-titik ujung yang berlawanan tanda juga mengurung
sejumplah bilangan genap akar. Diperlukan strategi khusus guna menentukan akar-akar dalam kasus-
kasus ini.
wawasan dan gagasan yang ditimbulkan adalah releven terhadap grafik komputer pada
umumnya.
Fungsi
f ( x ) = sin 10 x + cos 3 x
mempunyai beberapa akar sepanjang rentang mualai dari x = -5 sampai x = 5.
gunakanlah grafik komputer untuk maendapatkan wawasan tentang perilaku fungsi
ini.

Penyelesaian: Seperti diilustrasikan sebelumnya dalam Contoh 2.1, TOOLKIT


Elektronik dapat dipakai untuk membangun gambar grafik. Gambar 4.4a adalah
gambar grafik f ( x ) mulai dari x = -5 sampai x = 5. gambar grafik ini memberi kesan
adanya beberapa buah akar, termasuk kemungkinan akar kembar disekitar x = 4,2
dimana f (x ) nampaknya menyinggung sumbu x. Gambaran yang lebih terinci tentang
perilaku f (x ) diperoleh dengan merubah rentang penggambaran mulai dari x = 3
sampai x = 5, seperti diperlihatkan dalam gambar 4.4b. Akhirnya, dalam gambar 4.4c,
skala tegak lebih dipersempit menjadi f (x ) =-0,15 sampai f ( x ) =0,15 dan skala
mendatar dipersempit menjadi x = 4,2 sampai 4,3. Gambar grfik ini seara jelas
memperlihatkan bahwa akar kembar tidak ada dalam daerah ini dan nyatanya terdapat
dua akar yang berlainan kira-kira x = 4,229 dan x =4,264.
Grafik komputer akan mempunyai kegunaan besar dalam studi metode numerik
Anda. Kemampuan ini juga mempunyai banyak penerapan lainnya, baik dalam kuliah
atau pun kegiatan profesional Anda lainnya.

4.2 METODE BAGI-DUA (BISECTION METHOD)

Pada waktu menerapkan teknik grafis dalam Contoh 4.1, Anda telah melihat (Gambar 4.1)
bahwa f (x ) berubah tanda pada pihak yang berlawanan dari akar. Secara umum, jika
f (x )

Bisection Method Bisection Method

f (x ) f (x )

x x

(a) (b)
Bisection Method

f (x )

(c)

GAMBAR 4.4 Pembesaran setahap demi setahap f ( x ) = sin 10x + cos 3x oleh komputer. Penggambaran
grafik secara interatif yang demikian membolehkan para analis untuk menetapkan bahwa terdapat dua akar x
= 4,2 dan x = 4,3

bernilai riil dan kontinu dalam selang mulai dari xl sampai xu serta f ( xl ) dan f (xu )
berlawanan tanda,yakni,

f ( xl ) f ( x u ) < 0 (4.1)

maka terdpat paling sedikit satu akar riil antara xl dan xu .


Metode pencarian yang semakin bertambah (incremental seach methods) memanfaat-
kan pengamatan ini dengan cara menemukan suatu selang tempat fungsi berubah tanda.
Kemudian lokasi perubahan tanda (dan sebab itu, akarnya) diidentifikasi secara lebih tepat
dengan cara membagi selang menjadi sejumlah selang –bagian (subinterval). Masing-
masing selang bagian ini diselidiki untuk menemukan perubahan tanda. Proses diulang
dan taksiran akar diperhalus dengan cara membagi selang-selang bagian menjadi pertam-
han yang lebih halus. Kita akan kembali ke topik umum tentang pencarian yang semakin
bertambah dalam Pasal 4.4.
Metode bagidua, yang juga dinamakan pemenggalan biner, pemaruhan selang, atau
metode Balzano, merupakan salah satu jenis metode pencarian inkremetal dalam mana
selang selalu dibagi dua. Jika suau fungsi berubah tanda pada suatu selang, maka nilai
fungsi dihitung pada titik tengah. Kemudian lokasi akar ditentukan sebagai terletak pada
titik tengah selang bagian tepat terjadinya perubahan tanda. Prosesnya diulang untuk
memperoleh taksiran yang diperhalus. Algoritma untuk bagidua didaftar pada Gambar 4.6
dan pelukisan grafis metode ini disajikan dalam Gambar 4.6. Contoh berikut bergerak
melalui komputasi aktual yang terlihat dalam metode.

Langkah 1: Pilih xl bawah dan xu puncak taksiran untuk akar, sehingga perubahan
fungsi mencakup seluruh interval. Hal ini dapat diperiksa dengan memas-
tikan f ( xl ) f ( xu ) < 0.
Langkah 2: Taksiran oleh x r ditentukan oleh

xl + xu
xr =
2

Langkah 3: buat evaluasi berikut untuk memastikan pada bagian interval mana akan
berada

a) Jika f ( xl ) f ( x r ) < 0 akar berada pada bagian interval bawah, maka


xu = x r dan kembali kelangkah 2.

b) Jika f ( xl ) f ( x r ) > 0 ,akan berada pada bagian interval atas maka xl


= x r dan kembali kelangkah 2.

c) Jika f ( xl ) f ( x r ) = 0 , akar setara x r , hentikan komputasi.

GAMBAR 4.5 Algoritma untuk bagidua. Prosedur ini diteruskan sampai taksiran akar cukup akurat
memenuhi syarat Anda.

112

GAMBAR 4.6 Penggambaran grafis metode bagidua. Gambar grafis ini sesuai dengan tiga iterasi pertama
dari Contoh 4.3.

CONTOH 4.3
Bagidua (Bisection)

Pernyataan Masalah: Gunakan bagidua untuk memecahkan masalah yang sama yang
didekati secara grafis pada Contoh 4.1.
Penyelesaian: Langkah pertama dalam bagidua adalah menerka dua nilai bilangan
anu (dalam masalah yang sekarang, c) yang memberikan nilai-nilai f (c ) berbeda
tanda. Dari Gmbar 4.1, kita dapat melihat bahwa fungsinya berubah tanda antara nilai
12 dan 16. karenanya taksiran awal akar x r terletak pada titik tengah selang
12 + 16
xr = = 14
2
Taksiran ini menyatakan galat relatif sejati ∈t = 5,3% perhatikan bahwa nilai sejati
akar adalah 14,7802). Selanjutnya kita hitung hasilkali nilai fungsi pada batas yang
lebih bawah dan pada titik tengah:

f (12 ) f (14 ) = 6,067(1,569) = 9,517

yang lebih besar dari nol, dan oleh karena itu tidak terjadi perubahan tanda antara
batas yang lebih bawah dan titik tengah. Akhibatnya, akar haruslah terletak antara 14
dan 16. Karena itu kita ciptakan selang baru dengan meredefinisi batas yang lebih
bawah sebagai 14 dan menentukan revisi taksiran akar sebagai
14 + 16
xr = = 15
2
yang menyatakan galat sejati sebesar ∈t = −1,5% . Prosesnya dapat diulang untuk
mendapatkan taksiran-taksiran yang diperhalus. Misalnya,

f (14 ) f (15) = 1,569(−0,425) = 0,666

Oleh karena itu akarnya berada antara 14 dan 15. Batas lebih atas diredefinisi sebagai
15, dan taksiran akar untuk iterasi ketiga dihitung sebagai
14 + 15
xr = = 14,5
2
yang menyatakan galat sebesar ∈t = −1,9% . Metode dapat diulang sampai hasil cukup
cermat untuk memenuhi keperluan Anda.

Dalam contoh sebelumnya, Anda mungkin memperhatikan bahwa galat sejati tidak
berkurang dengan setiap iterasi. Namun, dalam prosesnya, selang tempat letak akar akan
diparuh pada tiap langkah. Seperti dibahas dalam pasal berikutnya, lebar selang memberi-
kan suatu taksiran batas atas galat yang eksak untuk metode bagidua.

4.2.1 Kriteria Penghentian dan Taksiran Galat


Contoh 4.3 diakhiri dengan pernyataan bahwa metode dapat dilanjutkan agar diperoleh
suatu taksiran akar yang diperhalus. Sekarang harus dikembangkan kriteria obyektif untuk
menentukan kapan menghentikan metode itu.
Saran pertama mungkin adalah mengakhiri perhitungan bilamana galat berada
dibawah suatu tingkat yang telah dirinci sebelumnya. Misalnya, dalam contoh 4.3, galat
relatif berkurang dari 5,3 ke 1,9 persen selama pelaksanaan komputasi. Kita dapat
memutuskan bahwa kita harus berhenti bilamana galatnya jatuh dibawah misalnya 0,1
persen. Strategi ini mempunyai cacat karena taksiran galat dalam contoh didasarkan pada
pengetahuan tentang akar yang sejati dari fungsi. Hal ini tidak akan terjadi dalam situasi
yang nyata karena tidak ada gunanya menggunakan metode tersebut jika akarnya telah
kita ketahui.
Karena itu, kita perlukan taksiran galat yang tidak bergantung pada pengetahuan
sebelumnya tentang akar. Seperti sebelumnya dikembangkan dalam pasal 3.3, hampiran
galat relatif ∈a dapat dihitung sebagai dalam [ ingat kembali Persamaan (3.5) ]
x rbaru − x rlama
∈a = 100% (4.2)
x rbaru
dimana x rbaru adalah akar untuk iterasi sekarang dan x rlama adalah akar dari iterasi sebelum-
nya. Nilai mutlak dipakai, karena biasanya yang kita perhatikan adalah besaran ∈a ketim-
bang tandanya. bilamana ∈a menjadi lebih kecil daripada kriteria penghentian ∈s yang di-
tentukan sebelumnya, maka komputasi dihentikan.

CONTOH 4.4
Taksiran Galat untuk Bagidua

Pernyataan Masalah: Teruskan Contoh 4.3 sampai galat aproksimasi jatuh dibawah
kriteria berhenti dari ∈s = 0,5%. Persamaan (4.2) untuk menaksir galat untuk iterasi
Contoh 4.3.

Penyelesaian: Hasil dari dua taksiran pertama dari akar untuk Contoh 4.3 adalah 14
dan 15. Gunakan Persamaaan (4.2) untuk menghitung galat. Dengan mensubstitusikan
nilai-nilai ini ke dalam Persamaan (4.2) akan menghasilkan
15 − 14
∈a = 100% = 6,667%
15
Ingat kembali bahwa galat sejati untuk taksiran akar 15 adalah 1,5 persen. Jadi ∈a
lebih besar daripada ∈t . Perilaku ini ditunjukkan untuk iterasi-iterasi lainnya:

Iterasi xl xu xr ∈a ,% ∈a ,%
1 12 16 14 5,279
2 14 16 15 6,667 1,487
3 14 15 14,5 3,448 1,896
4 14,5 15 14,75 1,695 0,204
5 14,75 15 14,875 0,840 0,641
6 14,75 14,875 14,8125 0,422 0,219

Jadi sesudah enam iterasi ∈a akhirnya jatuh dibawah ∈s = 0,5% dan komputasi
bisa akhiri.
Hasil-hasil ini, bersama dengan yang untuk iterasi berikutnya, diikhtisarkan dalam
Gambar 4.7. sifat “tidak rata” dari galat sejati disebabkan karena kenyataan bahwa,
untuk bagidua, akar sejati dapat terletak dimana saja didalam selang yang dikurung.
Galat-galat sejati dan hampiran akan berdekatan bilamana selang kebetulan berpusat
pada akar sejati. Galat-galat tersebut berjauhan bilamana akar sejati berada pada salah
satu selang.

10

Hampiran

1,0

Benar

Persen galat relatif

0,1
0 3 6
Iterasi GAMBAR 4.7 Galat-galat untuk metode bagidua. Galat sejati
dan hampiran digambarkan terhadap banyaknya iterasi.

walaupun galat hampiran (approximate error) tidak memberikan suatu taksiran eksak
dari galat sejati, Gambar 4.7 memberi kesan bahwa ∈a mencakup trend ke bawah yang
umum dari ∈t . Tambahan pula, gambar grafik menunjukan ciri yang sangat menarik
bahwa ∈a selalu lebih besar dari pada ∈t . Jadi, bilangan ∈a jatuh di bawah ∈s , komputa-
si dapat dihentikan dengan kepercayaan bahwa akar diketahui paling sedikit seteliti
tingkat penerimaan yang dirinci sebelumnya.
Walaupun selalu berbahaya untuk menarik kesimpulan umum dari satu contoh,
tetapi dapat diperagakan bahwa untuk metode bagidua ∈a akan selalu lebih besar dari
pada ∈t . Ini disebabkan kenyataan bahwa tiap kali suatu hampiran akar ditemukan
memakai bagidua sebagai x r = (xl + xu ) / 2 , kita ketahui bahwa akar sejati terletak disuatu
tempat didalam selang selebar ( xu − xl ) / 2 = Δx / 2 . Karena itu, akar sejati harus terletak di
antara ± Δx / 2 dari taksiran kita (Gambar 4.8). Misalnya, pada waktu Contoh 4.3
dihentikan, kita dapat membuat pernyataan yang pasti bahwa

∈r = 14,5 ± 0,5

Karena Δx / 2 = x rbaru − x rlama (Gambar 4.9), persamaan (4.2) menyediakan batas atas
yang eksak pada galat sejati. Agar batas ini dilewati, akar sejati harus jatuh diluar selang
pengurung, yang menurut definisi, tidak pernah terjadi untuk metode bagi-dua. Sebagai
diilustrasikan dalam contoh berikutnya (Contoh 4.7), teknik lain dari penemuan akar tidak
selalu berperilaku sedemikian baiknya. Walaupun bagi-dua umumnya lebih lambat dari
pada metode-metode lainnya, kerapian analisis galatnya jelas merupakan aspek positif
yang dapat membuatnya menarik untuk penerapan rekayasa tertentu.
xl xr xu
(a)

xl xr xu
(b)

xl xr xu
(c)

Δx / 2 Δx / 2

Akar sejati

GAMBAR 4.8 Tiga cara bagaimana selang mungkin mengurung akar. Dalam (a) nilai sejati terletak pada
pusat selang, sedangkan dalam (b) dan (c) nilai sejati terletak dakat ekstrim. Perhatikan bahwa
ketidaksesuaian antara nilai sejati dan titik tengahselang tidak pernah melebihi setengah lebar selang, atau
Δx / 2 .

x rbaru − x rlama

Iterasi sekarang
x rlama
x rbaru
Iterasi sebelumnya

Δx / 2

GAMBAR 4.9 Penggambaran grafis tentang mengapa taksiran galat untuk bagidua (Δx / 2) setara
terhadap taksiran akar untuk iterasi yang sekarang (x baru
r ) dikurangi taksiran akar untuk iterasi sebelumnya
(x lama
r ).

Sebelum melangkah lebih jauh ke program komputer untuk bagidua, kita seharusnya
memperhatikan bahwa hubungan (Gambar 4.9)

xu − xl
x rbaru − x rlama =
2
dan (Gambar 4.2)

xl + xu
x rbaru =
2

dapat disubstitusi ke Persamaan (4.5) untuk mengembangkan perumusan alternatif untuk


aproksimasi galat

xu − xl
∈a = 100% (4.3)
xu + xl

Persamaan ini memberikan hasil yang identik terhadap Persamaan (4.2) untuk bagidua.
Tambahan pula, ia membolehkan kita untuk menghitung taksiran galat berdasarkan tebak-
an awal kita-yakni, pada iterasi pertama kita. Misalkan, pada iterasi pertama Contoh 4.2,
aproksimasi galat dapat dihitung sebagai

16 − 12
∈a = 100% = 14,29%
16 + 12

4.2.2 Program Komputer untuk Metode Bagidua


Algoritma dalam Gambar 4.5 sekarang dapat diperluas ke kode komputer. Gambar 4.10
memperlihatkan program BASIC yang telah didesain untuk sebuah modus interatif inple-
mentasi. Gambar 4.11 mendaftarkan kode FORTRAN dan Pascal yang dituliskan sebagai
subrutin. Program tersebut mengerjakan fungsi pemakai; terbatas untuk membuat
100 REM BISECTION (BASIC VERSION) 2 9 0 RETURN
105 REM 3 0 0 REM ******* SUBROUTINE BISEC ********
110 REM ************************************ 3 0 5 REM
115 REM * DEFINITION OF VARIABLES * 3 1 0 I TER=0
120 REM * 3 1 5 EA=1 . 1 *ES
125 REM * XL = LOWER GUESS * 3 2 0 WHILE EA>ES AND ITER< MAXIT
130 REM * XU = UPPER GUESS * 325 XR=( XL + XU ) / 2
135 REM * XR = ROOT ESTIMATE * 330 I TER = TER + 1
140 REM * ES = STOPPING CRI TERION(%) * 335 IF XL + XU<>0 THEN 340 ELSE 345
145 REM * EA = APPROXIMATE ERROR(%) * 340 EA=ABS((XU-XL) / (XL + XU)) * 100
150 REM * MAXIT= MAXIMUN I TERATIONS * 345 REM endif
155 REM * I TER = NUBER OF I TERATIONS * 350 TEST = FNF (XL) * FNF(XR)
160 REM ************************************ 355 IF TEST = 0 THEN 3 6 0 ELSE 3 7 0
165 REM 360 EA = 0
170 REM DEF FNF (X) = 9.8 * 6 8.1 / X * 365 GOTO 4 0 5
(1 – EXP(-X / 6 8.1 10))-4 0 370 REM else
175 CLS 375 IF TEST <0 THEN 3 8 0 ELSE 3 9 0
180 REM ********** SUBROUTINE INPUT ********* 380 XU = XR
185 REM 3 85 GOTO 4 0 0
190 GOSUB 2 5 0 ‘ input data 390 REM else
195 GOSUB 3 0 0 ‘perform bisection 395 XL = XR
200 GOSUB 4 5 0 ‘output results 400 REM endif
205 END 405 REM endif
250 REM ******** SUBROUTINE INPUT ********* 4 1 0 WEND
255 CLS 4 1 5 RETURN
260 INPUT “ Lower , upper guess = “;XL , XU 4 5 0 REM ******* SUBROUTINE OUPUT *******
265 WHILE FNF (XL) * FNF (XU) >=0 4 5 5 REM
270 INPUT “Lower , upper guess= “;XL , XU 4 6 0 CLS
275 WEND 4 6 5 PRINT : PRINT “ root , error , i terations:”
280 INPUT “maximun error (%) = “; ES 4 7 0 PRINT : PRINT XR , EA , I TER
285 INPUT “ maximun i terations = “; MAXIT 4 7 5 RETURN
GAMBAR 4.10 Program komputer interatif untuk bagidua ditulis dalam BASIC Microsoft.
lokasi akar dan evaluasi fungsi lebih efisien. Sebagai tambahan, limit atas ditentukan pada
jumplah dari iterasi. Akhirnya, pemeriksaan galat tercakup untuk memastikan bahwa
terkaan awal mengurung akar dan mencegah pembagian oleh nol selama evaluasi galat.
Demikianlah kasusnya bilamana selang pengurung berpusat di nol. Untuk situasi ini,
Persamaan (4.2) menjadi takhingga. Jika ini terjadi, program melewati evaluasi galat
untuk iterasi itu.
Program dalam Gambar 4.10 dan 4.11 tidak akrab dengan pemakai; program itu
dirancang semata-mata untuk memberikan jawaban. Dalam soal 4.13 pada akhir bab ini,
Anda akan ditugaskan untuk membuat kerangka kode komputer ini lebih mudah dipakai
dan dipahami. Contoh program yang akrab-pemakai untuk menemukan akar-akar
persamaan disertakan dalam perangkat lunak TOOLKIT Elektronik. Contoh berikut
memperagakan penggunaan perangkat lunak ini untuk penemuan akar. Perangkat lunak ini
juga menyediakan acuan yang baik untuk menilai dan menguji perangkat lunak kepunyaan
Anda sendiri.

CONTOH 4.5

Penemuan Akar dengan Memakai Komputer

Pernyataan soal: Program komputer yang akrab untuk menerapkan metode bagi-dua
terhadap pada perangkat lunak TOOLKIT Elektronik yang tersedia berikut bukumya.
Kita dapat menggunakan perangkat lunak ini untuk menyelesaikan soal rancangan
berikut contoh terjun payung yang dibahas pada contoh 4.1, 4.3, dan 4.4. Misalkan
Anda mnginginkan payung mencapai kecepatan 40 m/ det setelah jangka waktu 7
detik. Maka, Anda harus menemukan nilai c sedemikian, seperti
0 = f (c ) =
gm
c
[ ]
1 − e −(c / m )t − v (E.4.5.1)
dengan t = 7 det dan v = 4000 cm/det.
SUBROUTINE BISECT (XL, XU, ES, XR, EA. PROCEDURE BISECTION (VAR Xl , Xu, Es, Xr, Ea : real;
* MAXIT , ITER ) Maxit , Iter : integer) ;
********************************************
* DEFINITION OF VARIABLES * Definition of variables
* XL = LOWER GUESS * Xl = lower guess
* XU = UPPER GUESS * Xu = upper guess
* XR = ROOT ESTIMATE * Xr = root estimate
* ES = STOPPING CRITERION (%) * Es = stopping criteion (%)
* EA = APPROXIMATE ERROR (%) * Ea = approximate error (%)
* AXIT = MAXIMUM ITERATIONS * Maxit = maximum iterations
* ITER = NUBER OF ITERATIONS * Iter = numer of iterations
********************************************
ITER = 0 VAR
EA = 1, . 1, * ES Test : Real
J,0 IF (EA.GT.ES.AND.ITER. LT. MAXIT) THEN { produre Bisection}
XR = (XL + XU) / 2 Begin
ITER = ITER + 1, Iter : = 0 ;
IF (XL + XU . NE . O . ) THEN Ea : = 1, . 1, * ES ;
EA = ABS (XU – XL) / (XL – XU) *1,0 0 . While ( Ea + Es ) and (Iter < Maxit )
ENDIF Begin
TEST = F (XL) * F (XR) Xr : = (Xl + Xu ) / 2 ;
IF (TEST . LT . 0 . ) THEN Iter : = Iter + 1, ;
EA = 0 . If Xl + Xu < > 0 Then
ELSE Ea : = Abs ((Xu – Xl) / (Xl + Xu)) * 1,00 . ;
IF (TEST . LT . O . ) THEN Test : = F (Xl) * F (Xr) ;
XU = XR If (Test = 0 . 0 ) then
ELSE Ea : = 0
XL = XR Else if (Test < 0.0 ) Then
ENDIF Xu : = Xr
ENDIF Else { ( Test > 0.0 ) }
GO TO 1, 0 Xl : = Xr ;
ENDIF End ;
RETURN End ; { of procedure Bisection }
END (b)
(a)

GAMBAR 4.11 Panggilan rutin untuk bagidua ditulis dalam (a) Fortran 77 dan (b) Turbo Pascal.
Catatan : Pemakai harus menentukan fungsi.
Solve for root
Bisection Method

Maximum iterrations 30
Actual iterations 16
Maximum error (%) 001
f (x) Actual errot (%) 6.5527E-04
Lower bound for root 10
Upper bound for root 15
Value of root 11.64314
f (x) at root -1.0300E-04

x
(a) (b)

GAMBAR 4.12 (a) Gambar grafik Persamaan (E.4.5.1) dan (b) hasil-hasil memakai BISECTION untuk
menemukan koefisien pengerem untuk penerjun payung jatuh.

Penyelesaian: Agar dapat mengimplementasikan metode BAGIDUA, disyaratkan


bahwa kita memperoleh suatu selang awal yang mengurung nilai c yang memenuhi
Persamaan (E4.5.2). Tepat sekali untuk memilih selang ini dalam hubungannya
dengan pilihan gambar grafik BISECTION pada disket (pilihan 3). Programnya
meminta Anda memberikan nilai-nilai minimum dan maksimum baik untuk x maupun
f (x ) dan menghasilkan gambar grafik yang diperlihatkan dalam Gambar 4.12a
setelah Anda memasukkan dimensi gambar grafik. Terlihat bahwa ada suatu akar
antara 10.000 g/det, dan 15.000 g/det.
Program BISECTION meminta Anda memberikan maksimum banyaknya iterasi,
galat kekonvergenan ∈s , dan batas-batas bawah serta atas akar. Masukan-masukan ini,
bersama dengan akar terhitung sebesar 11643,14 g/det, diperlihatkan dalam Gambar
4.12b. Perhatikan bahwa suatu nilai taksiran akar dengan galat lebih kecil dari ∈s
diper-oleh dalam 16 iterasi. Lebih lanjut, komputer memperagakan pengecekan galat
sebesar
f (11,64314) = −1,0300 x10 −4
untuk mengkonfirmasi hasilnya. Jika, ketelitian yang disyaratkan tidak tercapai dalam
sejumplah iterasi yang dirinci sebelumnya, maka algoritma penyelesaian akan
dihentikan setelah 30 iterasi.
Hasil-hasil ini didasarkan pada algoritma ssederhana untuk metode BAGIDUA de-
ngan rutin masukan dan keluarkan yang akrab-pemakai. Algoritma yang diterapkan
serupa dengan yang ditunjukan dalam Gambar 4.10 dan 4.11. Anda harus mampu
menuliskan program Anda sendiri untuk metode bagidua. Jika Anda memperoleh
perangkat lunak kami, Anda dapat memakainya sebagai model dan memakainya untuk
mengecek kecukupan program kepunyaan Anda.
4.3 METODE POSISI PALSU

Walaupun bagidua merupakan suatu teknik yang benar-benar sahih untuk


menentukan akar, pendekatan “gaya-kasar”-nya secara relatif tidak efisien. Posisi palsu
merupakan alternatif perbaikan berdasarkan pada pengertian grafis.
Kekurangan metode bagidua adalah dalam membagi selang mulai dari xl sampai xu
menjadi paruhan sama, besarnya f ( xl ) dan f (xu ) tidak diperhitungkan. Misalnya, jika
f ( xl ) jauh lebih dekat ke nol daripada f ( xu ) , Kemungkinan besar akar lebih dekat ke xl
daripada ke xu (Gambar 4.13). metode alternatif yang memanfaatkan pengertian grafis ini
adalah menghubungkan titik-titik itu dengan sebuah garis lurus. Perpotongan garis ini
dengan sumbu x merupakan taksiran akar yang diperbaiki. Kenyataan bahwa penggantian
kurva oleh garis lurus memberikan suatu “posisi palsu” dari akar merupakan asal mula
dari nama metode posisi palsu (method of false position) atau dalam bahasa latinnya
regula falsi. Metode ini disebut juga metode interpolasi linear.
Dengan menggunakan segitiga-segitiga sebangun (Gambar 4.13), perpotongan garis
dan sumbu x dapat ditaksir sebagai

f (xl ) f ( xu )
= (4.4)
x r − xl x r − x u

yang dapat dipecahkan (lihat kotak 4.1 untuk rincian).

f (xu )( xl − xu )
x r = xu − (4.5)
f ( xl ) − f ( xu )

Ini adalah rumus posisi palsu. Nilai x r yang dihitung dengan Persamaan (4.5) kemudian
mengantikan salah satuterkaan awal xl atau xu , yang menghasilkan nilai fungsi yang
bertanda sama dengan f (x r ) . Dengan cara nilai-nilai xl dan xu selalu menguung akar
sejati.

f (x )

f (xu )

xr

xl x
xu
f ( xl )
GAMBAR 4.13 Pelukisan grafis metode posisi palsu. Segitiga-segitiga sebangun yang dipakai untuk
menurunkan rumus untuk metode diasir.

KOTAK PT4.1 Penurunan Metode Posisi Palsu

Kalikan-silang Persamaan (4.4) untuk menghasil Kemudian menambahkan dan mengurangkan xu


kan
pada ruas kanan:
f ( xl )( x r − xu ) = f ( xu )(x r − xl )
f ( xl )xu f ( xu )xl
Kumpulkan suku-suku dan susun kembali : x r = xu + - xu -
f ( xl ) − f ( xu ) f ( xl ) − f ( xu )
x r [ f ( xl ) − f (xu )] = xu f (xl ) − xl f ( xu )
Dengan mengumpulkan suku-sukunya dihasilkan
Bagi dengan f ( xl ) − f ( xu ) :
f ( xu )xu f ( xu )xl
x f ( xl ) − xl f ( xu ) x r = xu + −
xr = u (B.1.1) f ( xl ) − f ( x u ) f ( x l ) − f ( xu )
f ( xl ) − f ( xu )
Ini adalah satu bentuk dari metode posisi palsu. atau
Perhatikan bahwa bentuk tersebut membolehkan f (xu )( xl − xu )
x r = xu − (B4.1.2)
komputasi akar x r sebagai suatu funsi dari terka- f ( xl ) − f ( xu )
an bawah xl dan atas xu . Dapat dituliskan da-
lam bentuk lain dengan menguraikannya Yang sama seperti Persamaan (4.5). Bentuk ini
f ( xl )xu f ( xu )xl kita gunakan karena secara langsung dapat diban-
xr = − dingkan dengan metode secant yang dibahas dal-
f ( xl ) − f ( xu ) f ( xl ) − f ( xu ) am Bab 5.

Proses diulang sampai akar ditaksir secara memadai. Algoritma identik dengan yang untuk
bagidua itu (Gambar 4.5) dengan kekecualian bahwa Persamaan (4.5) digunakan untuk
langkah 2. tambahan pula, kriteria penghentian yang sama [Persamaaan (4.2)] dipakai
untuk menghentikan komputasi.

CONTOH 4.6
Posisi Palsu (False Position)

Pernyataan Masalah: Gunakan metode posisi-palsu untuk menentukan akar dari persa-
maan yang sama yang diselidiki pada Contoh 4.1 [ Persamaan (E4.1.1)].
Penyelesaian: Seperti dalam Contoh 4.3, awali komputasi dengan terkaan-terkaan xl =
12 dan xu = 16.
Iterasi pertama :
xl = 12 f ( xl ) = 6,0669
xu = 16 f ( xu ) = −2,2688
− 2,2688 (12 − 16 )
x r = 16 −
6,0669 − (− 2,2688)
Mempunyai galat relatif sejati 0,89 persen.
Iterasi kedua:
f ( xl ) f (x r ) = −1,5426
Oleh karena itu, akar terletak pada subselang pertama, dan x r menjadi batas atas untuk
iterasi berikutnya xu = 14,9113.
xl = 12 f ( xl ) = 6,0669
xu = 14,9113 f ( xu ) = −0,2543
− 0,2543 (12 − 14,9113)
x r = 14,9113 − = 14,7942
6,0669 − (− 0,2543)
Hasil ini mempunyai galat relatif sejati dan hampiran 0,09 dan 0,79 persen. Tambahan
Iterasi dapat dibentuk untuk membersihkan taksiran beberapa akar.

Perasaan untuk efisiensi relatif metode-metode bagidua dan posisi-palsu dapat dipa-
hami dengan mengacu pada Gambar 4.14, dimana telah digambarkan persen galat
relatif sejati untuk contoh 4.4 dan 4.6. Perhatikan bagaimana galat untuk posisi-palsu
berkurang jauh lebih cepat daripada untuk bagidua karena skema penemuan akar yang
lebih efisien dalam metode posisi-palsu.
Ingat kembali dalam metode bagidua bahwa selang antara xl dan xu menjadi
semakin kecil selama pelaksanaan komputasi. Karena itu, selang yang didefinisikan
oleh Δx / 2 = xu − xl / 2 menyediakan suatu ukuran galat untuk pendekatan ini. Untuk
metode posisi-palsu kasusnya tidak demikian karena salah satu terkaan awal mungkin
tetap tidak berubah selama komputasi, sedangkan terkaan lainnya konvergen ke akar.
Misalnya, dalam Contoh 4.6 terkaan bawah xl tetap berada pada nol, sedangkan xu
konvergen ke akar. Untuk kasus demikian, tidak mengerut tetapi mendekati suatu nilai
konstanta.
Contoh 4.6 memberi kesan bahwa Persamaan (4.2) menyatakan kriteria galat
yang sangat konservatif. Nyatanya, Persamaaaan (4.2) sebenarnya merupakan suatu
hampiran dari ketidaksesuaian iterasi sebelumnya. Ini merupakan fakta bahwa untuk
kasus seperti contoh 4.6, di mana metode konvergen secara cepat (misalnya, galat pada
setiap iterasi berkurang dengan orde hampir satu besaan), akar untuk taksiran sekarang
x rbaru adalah taksiran ari nilai sejati yang jauh lebih baik dari pada hasil iterasi
sebelumnya x rlama . Jadi,besaran di pembilang Persamaan (4.2) sebenarnya menyatakan-

10
Bagidua
1

10-1
Persamaan galat relatif sejati

10-2 Posisi palsu

10-3

10-4 GAMBAR 4.14 Perbandingan galat relatif dari metode


bagidua dengan metode posisi-palsu.
0 3 6
ketidaksesuaian iterasi sebelumnya. Akhibatnya, kita dapat yakin bahwa terpenuhinya
Persamaan (4.2) menegaskan bahwa akar akan diketahui dengan ketelitian yang lebih
besar dari pada toleransi yang ditentukan. Namun, seperti diberikan dalam pasal
berikutnya., terdapat kasus-kasus dimana posisi-palsukonvergen secara lambat. Untuk
kasus-kasus ini, Persamaan (4.2) menjadi takterhandalkan, dan harus dikembangkan
kriteria penghentian lain.

4.3.1 Tebakan Jabaran pada Metode Posisi Palsu


Walaupun metode posisi-palsu nampaknya akan selalu merupakan metode pengurung
akar yang lebih disukai, tetapi terdapat kasus dimana metode ini berjalan dengan buruk.
Kenyataannya, seperti dalam contoh berikut, terdapat kasus tertentudi mana bagidua
memberikan hasil yang lebih umggul.

CONTOH 4.7
Kasus Di mana Bagidua Lebih Disukai daripada Posisi Palsu
Pernyataan Maalah: Gunakan bagidua dan posisi-palsu untuk menemukan akar dari
f ( x ) = x10 − 1
antara x = 0 dan 1,3.
Penyelesaian: Dengan memakai bagidua, hasil-hasilnya dapat diikhtisarkan sebagai

Iterasi xl xu xr ∈t % ∈a %
1 0 1,3 0,65 35
2 0,65 1,3 0,975 2,5 33,3
3 0,975 1,3 1,1375 13,8 14,3
4 0,975 1,1375 1,05625 5,6 7,7
5 0,975 1,05625 1,015625 1,6 4,0

Jadi, stelah lima iterasi, galat sejati direduksi menjadi lebih kecil dari 2 persen untuk
posisi-palsu, diperoleh hasil yang sangat berbeda.

Iterasi xl xu xr ∈t % ∈a %
1 0 1,3 0,09430 90,6
2 0,09430 1,3 0,18176 81,8 48,1
3 0,18176 1,3 0,26287 73,7 30,9
4 0,26287 1,3 0,33811 66,2 22,3
5 0,33811 1,3 0,40788 59,2 17,1

Setelah lima iterasi, galat sejati hanya direduksisekitar 59 persen. Selain itu, perhatik-
an bahwa ∈a < (∈t ) . Jadi, galat hampirannya adalah menyesatkan. Pengertian
tentang hasil-hasil ini dapat diperoleh dengan memeriksa suatu gambaran grafik dari
fungsi. Seperti dalam Gambar 4.15, kurva tersebut melanggar premis yang
merupakan dasar dari posisi palsu –yakni, jika f ( xl ) jauh lebih dekat ke nol daripada
f ( xu ) , maka akarnya lebih dekat ke xl ketimbang ke xu (ingat kembali Gambar 4.13)
karena bentuk dari fungsi yang sekarang, sebaliknyalah yang benar.
Contoh diatas memberikan ilustrasi bahwa perampatan terselubung dengan meman-
dang metode-metode penemuam-akar biasanya tidak mungkin. Walaupun metode
seperti posisi-palsu biasanya lebih ulung terhadap bagidua, tampa kecuali terdapat
kasus-kasus khas yang melanggar kesimpulan umum. Karena itu, sebagai tambahan
pada penggunaan Persamaan (4.2), hasil-hasilnya dapat dicek dengan mensubtitusikan
taksiran akar ke dalam persamaan semula dan menentukan apakah hasilnya dekat ke
nol. Pengecekan yang demikian harus dimasukkan kedalam semua program komputer
untuk penemuan akar.

f (x )

10

0
1,0 x
GAMBAR 4.15 Gambaran grafik dari f ( x ) = x .
10

mengilustrasikan kekonvergenan lambat dari meode


Posisi palsu.

4.3.2 Program komputer untuk Metode Posisi Palsu


Program komputer untuk metode posisi-palsu secara langsung dapat dikembangkan
dari kode bagidua dalam Gambar 4.10 dan 4.11. Satu-satunya perubahan adalah
menggantikan Persamaan (4.5) dan menggunakan Persamaan (4.2) untuk menghitung
galat aproksimasi. Tambahan lagi, pengecekan nol yang disarankan dalam pasal yang
terakhir juga harus dimasukan ke dalam kode.

4.4 PENCARIAN INKREMENTAL DAN PENENTUAN TERKAAN


AWAL
Di samping pengecekan suatu jawaban individu, Anda harus menentukan apakah telah
ditemukan semua akar mungkin. Seperti dikatakan sebelumnya, biasanya gambaran
grafis fungsi sangat berguna untuk menuntun Anda dalam tugas ini. Pilihan lain adalah
memasukan suatu pencarian yang semakin bertambah pada awal program komputer.
Kasus ini dimulai pada satu ujung daerah yang diminati dan kemudian melakukan
evaluasi-evaluasi fungsi pada pertambahan kecil sepanjang daerah. Bilamana fungsi
berganti tanda, maka dianggap sebuah akar berada di dalam pertambahan tersebut.
Kemudian nilai x pada awal dan akhir pertambahan dapat diambil sebagai terkaan-
terkaan awal untuk salah satu teknik pengurung yang diperikan dalam bab ini.
Permasalahan yang potensial dengan suatu pencarian inkremental adalah pilihan
dari panjang inkremen (pertambahan). Jika terlalu kecil, pencarian dapat sangat
menghabiskan waktu. Sebaliknya, jika terlalu besar, ada kemungkinan akar-akar yang
letaknya berdekatan akan terlewati (Gambar 4.16). maalahnya diperumit lagi dengan
kemungkinan adanya akar-akar ganda. Untuk pemecahan parsial dari kasus-kasus yang
demikian, kita menghitung turunan pertama fungsi yaitu f ' (x ) pada ujung-ujung tiap
selang. Jika turunannya berganti tanda, ia memberikan kesan bahwa boleh jadi terjadi
suatu minimum atau maksimum dan bahwa selang harus diperiksa lebih seksama untuk
adanya suatu akar yang mungkin.
Walaupun modifikasi demikian atau penggunaan pertambahan yang sangat halus
dapat meringankan permasalahannya, hrus jelas bahwa metode-metode “gaya-kasar”
seperti pencarian inkremental tidak terlalu mudah dan aman. Anda harus bijaksana
untuk melengkapi teknik-teknik otomatis tersebut dengan keterangan lain yang
menyediakan pengertian tentang penemuan akar-akar. Keterangan demikian dapat
dijumpai dalam penggambaran grafik dan dalam pemahaman masalah fisis dari mana
persamaan berasal.

f (x )

x0 x1 x2 x3 x4 x5 x6 x

GAMBAR 4.16 Kasus di mana akar dapat terlewati karena panjang pertambahan dari prosedur
pencarian terlalu besar. Perhatikan bahwa akar yang terakhir adalah ganda dan akan terlewati tampa
menghiraukan panjang pertambahan.

SOAL-SOAL
Perhitungan Tangan
4.1 Tentukan akar-akar riil dari
f (x ) = −0,9 x 2 + 1,70 x + 2,5
(a) Secara grafis.
(b) Dengan memakai rumus kuadrat.
(c) Dengan menggunakan tiga iterasi metode bagidua untuk menentukan akar terbesar. Gunakan
terkaan-terkaaan awal xl = 2,8 dan xu = 3,0 . Hitung taksiran galat ∈a dan galat sejati ∈t setelah
tiap iterasi.
4.2 Tentukan akar-akar riil dari
f ( x ) = −2,0 + 6,2 x − 4,0 x 2 + 0,70 x 3
(a) Secara grafis
(b) Dengan memakai bagidua untuk menemukan akar terkecil. Gunakan terkaan-terkaan awal
xl = 0,4 dan xu = 0,6 dan interasikan sampai taksiran galat ∈a berada dibawah tingkat ∈s = 10
persen.
4.3 Tentukan akar-akar riil dari
f (x ) = −24 + 80 x − 90 x 2 + 42 x 3 − 8,7 4 + 0,66 x 5
(a) Secara grafis
(b) Dengan memakai bagidua untuk menentukan akar terbesar sampai ∈s = 1 %. Gunakan terkaan-
terkaan awal xl = 4,5 dan xu = 5.
(c) Lakukan komputasi yang sama seperti dalam (b) tetapi gunakan metode posisi-palsu.
4.4 Tentukan akar-akar riil dari
f (x ) = 9,34 − 21,97 x + 16,3x 2 + 3,7043
(a) Secara grafis.
(b) Dengan memakai metode posisi-palsu dengan nilai ∈s yang berpadanan sampai dua angka
bena untuk menentukan akar yang terkecil.
4.5 Lokasikan akar taktrivial yang pertama dari tan x = 1,2x di mana x dalam radial. Gunakan teknik
grafis dan bagidua dengan selang awal mulai dari 0,4 sampai 0,8. lakukan komputasi sampai ∈a
lebih kecil dari ∈s = 10 persen. Juga lakukan pengecekan galat dengan mensubtitusikan jawab akhir
Anda ke dalam persamaan semula.
4.6 Temtukan akar riil dari in x = 0,5.
(a) Secara grafis.
(b) Dengan memakai tiga iterasi dari metode bagidua dengan terkaan-terkaan awal xl = 1 dan
xu = 2.
(c) Dengan memakai tiga iterai dari metode posisi-palsu dan terkaan awal sama seperti di (b).
4.7 Tentukan akar riil dari
1 − 0,61x
f (x ) =
x
(a) Secara analisis.
(b) Secara grafis.
(c) Dengan memakai tiga iterasi dari metode posisi-palsu dan terkaan-terkaan awal sebesar 1,5 dan
2,0. hitung hampiran galat ∈a dan galat sejati ∈t setelah tiap iterasi.
4.8 Cari akar kuadrat dari 11 dengan memakai metode posisi-palsu sampai ∈s = 0,5 persen. Terapkan
terkaan-terkaan awal xl = 3 dan xu = 3,4.
4.9 Cari akar positif terkecil dari fungsi (x dalam radial)
x 2 sin x = 4,1
dengan memakai metode posisi-palsu. Untuk menemukan daerah letak akar, pertama gambarkan
grafik fungsi ini untuk nilai-nilai x antra 0 dan 4. lakukan komputasi sampai ∈a berada di bawah
∈s = 1 persen. Cek jawab akhir Anda dengan mensubtitusikannya ke dalam fungsi semula.
4.10 Cari akar riil positif dari
f ( x ) = x 4 − 8,5 x 3 − 35,50 x 2 + 465 x − 1000
dengan memakai metode posisi-palsu. Gunakan gambar grafik (plot) untuk membuat terkaan awal
Anda, dan lakukan komputasi sampai ∈s = 0,1 persen.
4.11 Tentukan akar riil dari
f ( x ) = x 3 − 98
(a) Secara analitis.
(b) Dengan metode posisi-palsu sampai ∈s = 0,1 persen.
4.12 Kecepatan seorang penerjun payung yang sedang jatuh diberikan oleh

v=
gm
c
[
1 − e −(c / m )t ]
di mana g = 9,8. Untuk penerjun payung dengan koefisien tarik c = 13,5 kg/detik, hitung masa m
sehingga kecepatan v = 3600 cm/det. Pada saat t = 6 det. Gunakan metode posisi-palsu untuk
menentukan m sampai tingkat ∈s = 0,1 persen.

Soal-soal yang Berkaitan dengan Komputer


4.13 Program ulang Gambar 4.10 atau 4.11 sehingga akrab-pemakai. Antara lain:
(a) Tempatkan pernyataan-pernyataan dukumentasi sepanjang program untuk memberi pengenal
apa yang dimaksutkan untuk dilaksanakan oleh tiap bagian.
(b) Beri pengenal masukan dan keluaran.
(c) Tambahkan suatu uji untuk menyakinkan bahwa terkaan-terkaan akar xl dan xu akan
mengurung akar.
(d) Tambahkan suatu pengecek yang mensubstitusi taksiran akar ke dalam fungsi semula untuk
mengecek apakah hasil akhir dekat ke nol.
4.14 Ujilah program yang Anda kembangkan dalam soal 4.13 dengan meniru komputasi dari contoh 4.3
4.15 Gunakan program yang Anda kembangkan dalam soal 4.13 untuk mengulangi soal-soal 4.1 sampai
4.6.
4.16 Ulangi soal-soal 4.14 dan 4.15, kecuali gunakan perangkat lunak TOOLKIT Elektronik yang
tersedia dengan buku ini. Gunakan kemampuan penggambaran gaafik program ini untuk memeriksa
kebenaran hasil-hasil Anda.
4.17 Gunakan perangkat lunak TOOLKIT Elektronik untuk mencari akar-akar riil dari dua fungsi
polinom pilihan Anda. Gambar setiap fungsai sepanjang rentang yang Anda tetapkan untuk
memperoleh batas-batas atas dan bawah akar-akar.
4.18 Ulangi soal 4.17 kecuali gunakan dua fungsi transenden pilihan Anda.
4.19 Soal ini hanya memakai kemampuan grafik perangkat lunak TOOLKIT Elektronik yang tersedia
bersama buku teks ini. Perangkat lunak menggambar grafik sepanjang selang yang semakin kecil
untuk menambah banyaknya angka bena pada mana suatu akar dapat ditaksir. Mulai dengan
f ( x ) = e x sin (10 x ) . Gambar grafik fungsi dengan rentang skala penuh sebesar x = 0 sampai x =
2,5. Taksir akar. Gambar lagi grafik fungsi dengan x = 0,5 sampai x = 1,0. Taksir akar. Akhirnya,
gambarkan grafik fungsi sepanjang rentang sebesar 0,6 sampai 0,7. Ini mengijinkan Anda untuk
menaksir akar sampai dua angka bena.
4.20 Kembangkan program akrab-pemakai untuk metode posisi-palsu berdasarkan pasal 4.3.,2. Ujilah
program tersebut dengan meniru Contoh 4.6.
4.21 Gunakan program yang Anda kembangkan dalam soal 4.20 untuk meniru komputasi Contoh 4.7.
lakukan beberapa kali run dengan iterasi sebanyak 5,10,15 dan lebih sampai persen galat relatif
sejati berada di bawah 0,1 persen. Gambarkan grafik persen galat relatif sejati dan hampiran
dibandingkan dengan banyaknya iterasi pada kertas semilog. Tafsirkan hasil-hasil Anda tersebut.
5 Metode Terbuka
Untuk metode-metode pengurung dalam bab selanjutnya, akarnya terdapat di dalam
suatu selang yang ditentukan oleh suatu batas atas dan bawah. Penerapan yang
berulang-ulang dari metode ini selalu menghasilkan taksiran nilai sejati dari akar yang
lebih dekat. Metode-metode demikian dinamakan konvergen karena bergerak semakin
dekat ke yang sebenarnya selama berlangsungnya komputasi (Gambar 5.1a)
Sebaliknya, metode terbuka (open methods) digambarkan dalam bab ini didasar-
kan pada rumus yang memerlukan satu atau dua nilai x yang tidak perlu mengurung
akar. Dengan demikian, metode-metode ini kadangkala divergen atau menjauhi akar
sejati selama berlangsungnya komputasi (Gambar 5.1b). Namum, jika metode-metode
terbuka tersebut konvergen (Ganbar 5.1c), mereka biasanya melakukan lebih banyak
dan lebih cepat daripada metode pengurung. Pembahasan mengenai teknik-teknik ter-
buka akan dimulai dengan sebuah versi sederhana yang berguna dalam melukiskan
bentuk umumnya dan juga untuk memperagakan konsep kekonvergenan.

5.1 ITERASI SATU-TITIK YANG SEDERHANA


Seperti disebutkan di atas, metode terbuka menggunakan rumus untuk meramal suatu
taksiran dari akarnya. Rumus yang demikian dapat dikembangkan untuk iterasi satu-itik
sederhana dengan penyusunan kembali fungsi f ( x ) = 0 sehingga x berada di ruas kiri
persamaan:
x = g (x )
Transformasi ini dapat dilaksanakan dengan manipulasi aljabar atau hanya dengan
menambahkan x pada kedua ruas persamaan semula. Misalnya,
x 2 − 2x + 3 = 0
dapat dengan mudah dimanipulasikan untuk memberikan
x2 + 3
x=
2
sedangkan sin x = 0 akan dinyatakan dalam bentuk Persamaan (5.1) dengan cara
menambahkan x pada kedua ruas untuk memberikan
x = sin x + x
Kegunaan Persamaaaaan (5.1) adalah bahwa ia memberikan suatu formula untuk
meramal suatu nilai x sebagai fungsi dari x. Jadi, jika diberikan suatu terkaan awal pada
akar xi , persamaan (5.1) dapat dipakai untuk menghitung taksiran baru xi +1, seperti yang
diungkapkan oleh rumus iterasi
xi +1, = g (xi )
Seperti halnya dengan rumus-rumus iterasi lainnya dalam buku ini, galat hampran
untuk persamaan ini dapat ditentukan dengan memakai penaksir galat [Persamaan
(3.5)] :
xi +1 − xi
∈a = 100%
xi +1

CONTOH 5.1
Iterasi Satu-Titik Sederhana
Pernyataan Masalah: Gunakan iterasi satu-titik sederhana untuk menemukan akar
f ( x ) = e − x − x.
Penyelesaian: Fungsi ini dapat secara langsung dipisahkan dan diungkapkan dalam
bentuk Persamaan (5.2) sebagai xi +1 = e − xi . Mulai dengan terkaan awal x0 = 0 ,
persamaan iterasi ini dapat diterapkan untuk menghitung:

Iterasi, i xi ∈t % ∈a %
0 0 100
1 1,000000 76,3 100,0
2 0,367879 35,1 171,8
3 0,692201 22,1 46,9
4 0,500473 11,8 38,3
5 0,606244 6,89 17,4
6 0,545396 3,83 11,2
7 0,579612 2,20 5,90
8 0,560115 1,24 3,48
9 0,571143 0,705 1,93
10 0,564879 0,399 1,11

Jadi, setiap iterasi menbuat taksiran semakin dekat ke nilai akarnya yang sejati, atau
0,56714329.
5.1.1 Kekonvergenan
Perhatikan bahwa galat relatif yang eksak untuk tiap iterasi dari Contoh 5.1 secara
kasar sebanding terhadap galat dari iterasi sebelumnya (oleh faktor kira-kira 0,5 sampai
0,6). Sifat ini, dinamakan kekonvergenan linear, merupakan ciri iterasi satu titik.
Selain daripada “laju “ kekonvergenan, pada kesempatan ini kita harus memberi-
kan komentar tentang “kemungkinan” kekonvergenan. Konsep kekonvergenan dan
kedivergenan dapat dilukiskan secara grafis. Ingat kembali bahwa dalam pasal 4.1, kita
telah menggrafikkan suatu fungsi agar menvisualisasikan struktur dan perilaku (contoh
4.1). Fungsi ini digambar grafiknya lagi dalam Gambar 5.2a untuk fungsi
f ( x ) = e − x − x. Pendektan grafis lain adalah memisahkan persamaan f ( x ) = 0 kedalam
dua bagian komponen, seperti dalam

f1 (x ) = f 2 (x )
Maka kedua persamaan

y1 = f1 (x ) (5.3)

dan

y 2 = f 2 (x ) (5.4)

dapat digambarkan grafiknya secara terpisah (Gambar 5.2b). Nilai-nilai x yang


berpadanan dengan perpotongan dari fungsi-fungsi ini menyatakan akar-akar f ( x ) = 0 .

f (x )
f ( x ) = e − x − x.

Akar

(a)
f (x )

f1 ( x ) = x

f 2 (x ) = e − x

Akar

x
(b)
GAMBAR 5.2 Dua alternatif metode grafis untuk menemukan akar dari f ( x ) = e − x. (a) akar
−x

pada titik di mana fungsi memotong sumbu x ; (b) akar pada perpotongan fungsi-fungsi komponen.
CONTOH 5.2
Metode Grafis Dua-Kurva
Pernyataan Masalah: Pisahkan persamaan e − x − x = 0 menjadi dua bagian dan
tentukan akarnya secara grafis.

Penyelesaian: Rumuskan kembali persamaan sebagai y1 = x dan y 2 = e − x . Nilai-


nilai berikut dapat dihitung:

x y1 y2

0,0 0,0 1,000


0,2 0,2 0,819
0,4 0,4 0,670
0,6 0,6 0,549
0,8 0,8 0,449
1,0 1,0 0,368

Titik-titik ini dirajah (diplot) pada Gambar 5.2b. perpotongan kedua kurva
menunjukkan suatu taksiran akar sebesar x ≅ 0,57 , yang berpadanan dengan titik di
mana kurva tunggal dalam Gambar 5.2a memotong sumbu x.

Sekarang metode dua-kurva dapat dipakai mengilustrasikan kekonvergenan dan


kedivergenan iterasi satu titik. Pertama-tama, Persamaan (5.1) dapat diungkapkan
kembali sebagai sepasang persamaan: y1 = x dan y 2 = g (x ) . Dua persamaan ini
kemudian dapat digambar grafiknya secara terpisah. Seperti kasus Persamaan (5.3) dan
(5.4), akar-akar f ( x ) = 0 berpadaan dengan nilai absis pada perpotongan dua kurva
tersebut. Fungsi y1 = x dan empat bentuk yang berlainan untuk y 2 = g (x ) digambar
grafiknya dalam Gambar 5.3.

y y

y1 = x y1 = x

y 2 = g (x )

y 2 = g (x )

x 2 x1 x0 x x0 x

(a) (b)
y y

y 2 = g (x ) y 2 = g (x )

y1 = x y1 = x

x0 x x0 x

(c) (d)
GAMBAR 5.3 Pelukisan dari kekonvergenan (a) dan (b) serta kedivergenan (c) dan (d) dari iterasi satu-
titik sederhana. Grafik (a) dan (c) dinamakan pola monoton, sedangkan (b) dan (d) dinamakan pola
berayun (oscillating) atau spiral. Perhatikan bahwa kekonvergenan terjadi jika g ' (x ) < 1 .

Untuk kasus pertama (Gambar 5.3a), terkaan awal x0 dipakai untuk menentukan
titik yang berpadaan [x0 , g ( x0 )] pada kurva y 2 . Titik-titk [x1 .x1 ] ditemukan dengan
bergerak ke kiri mendatar ke kurva y1 . Gerakan-gerakan ini setara dengan iterasi perta-
ma dalam metode satu-langkah:

x1 = g (x0 )

Jadi, dalam persamaan dan juga Gambar grafik, nilai yang mengawali x0 dipakai untuk
memperoleh taksiran x1 . Iterasi berikutnya terdiri atas memindahkan ke [x1 , g ( x1 )] dan
kemudian [x 2 .x 2 ] . Iterasi ini setara dengan persamaan

x 2 = g ( x1 )

Penyelesaian dalam Gambar 5.3a konvergen karena taksiran dari x bergerak pada tiap
iterasi semakin dekat ke akar. Hal yang sama berlaku untuk Gambar 5.3b. Namun,
tidak demikian halnya untuk Gambar 5.3c dan d, dimana iterasinya menjauhi akar.
Perhatikan bahwa kekonvergenan hanya terjadi jika nilai mutlak kemiringan y 2 = g (x )
lebih kecil daripada kemiringan y1 = x , yakni bilamana g ' (x ) < 1 . Kotak 5.1
menyediakan penurunan teoritis hasil ini.
KOTAK 5.1: Kekonvergenan dari Iterasi Satu-Titik

Dengan mengkaji Gambar 5.3, seharusnya jelas


bahwa iterasi satu-titik akan konvergen jika
dalam daerah yang diminati g ' (x ) < 1 . dinyatakan oleh g ' (ξ ) yang sejajar dengan
Dengan perkataan lain, kekonvergenan terjadi garis yang menghubungkan g (a ) dan g (b )
jika besarnya kemiringan (slope) g ( x ) lebih (Gambar 3.16) Sekarang, jika diandaikan
kecil daripada kemiringan garis f ( x ) = x . a = xi dan b = xr , ruas kanan Persamaan
Pengamatan ini dapat diperagakan secara (B5.1.1) dapat diungkapkan sebagai
teoritis. Ingat kembali bahwa persamaan
hampiran (aproximate equation) adalah g ( xr ) − g ( xi ) = ( xr − xi )g ' (ξ )
xi +1 = g ( xi )
di mana ξ antara xi dan xr . Hasil ini
Andaikan bahwa penyelesaian sejati adalah kemudian dimasukan ke dalam Persamaan
(B5.1.1) untuk memberikan
xr = g ( xr ) Dengan mengurangkan persamaan-
xr − xi +1 = (xr − xi )g ' (ξ ) (B5.1.3)
persamaan ini menghasilkan

xr − xi +1 = g (xr ) − g ( xi ) (B5.1.1)
Jika galat sejati untuk iterasi i didefinisikan
sebagai

Dalam kalkulus, terdapat prinsip yang


disebut teorema nilai rata-rata (Pasal 3.5.2).
Et ,1 = xr − xi
teorema tersebut menyatakan bahwa jika suatu
fungsi g ( x ) dan turunan pertamanya konstinu maka Persamaan (B5.1.3)
pada selang a ≤ x ≤ b , maka terdapat paling
Et ,1 = g ' (ξ )Et ,1
sedikit satu nilai x = ξ di dalam selang tersebut
sedemikian rupa sehingga
Akhibatnya, jika g ' (ξ ) < 1 , galat berkurang
g (b ) − g (a ) pada tiap iterasi. Untuk g ' (ξ ) > 1 galatnya
g ' (ξ ) = (B5.1.1)
b−a akan membesar. Perhatikan juga bahwa jika
turunannya positif, dan oleh karena itu
.Ruas kanan persamaan ini adalah kemiringan penyelesaian iterasi akan bersifat monoton.
(slope) garis yang menghubungkan g (a ) dan (Gambar 5.3a dan c). Jika turunan negatif, galat
g (b ) . jadi, teorema nilai rata-rata menyatakan akan berayun (Gambar 5.3b dan d).Suatu bagian
dari analisa adalah bahwa juga diperagakan
bahwa terdapat paling sedikit satu titik antara bahwa bilamana metode konvergen, maka galat
a dan b yang mempunyai kemiringan, yang secara kasar sebanding atau lebih kecil dari
galat langkah sebelumnya. Dengan alasan ini,
iterasi satu-titik sederhana disebut konvergen
secara linear.

5.1.2 Program komputer untuk Iterasi Satu-titik


Algoritma komputer untuk iterasi satu-titik sangat sederhana. Algoritma ini terdiri dari
sebuah loop yang secara berulang menghitung taksiran-taksiran baru bersama-sama
dengan sebuah pernyataaaan logis untuk mengecek apakah kriteria penghentian telah
terpenuhi. Gambar 5.4 menyajikan kode-kode FORTRAN dan BASIC untuk algorit-
ma. Mrtode-metode terbuka lainnya dapat diprogram dengan cara yang serupa,
modifikasi utamanya berupa perubahan rumus iterasi yang digunakan untuk menghit-
tung perkiraan akar yang baru.
INPUT x0 ( inital guess )
INPUT ∈s ( stoping criterion )
INPUT maxit (maximim iteration)
Iter = 0
∈a = 1.1 ∈s
DOWHILE ( ∈a > ∈s ) and ( iter < maxit )
iter = iter + 1
xiter = g (xiter )
IF (xiter ≠ 0)
xiter − xiter −1
∈a = .100%
xiter
ELSE ENDIF
ENDDO
OUTPUT xiter , ∈a and iter

GAMBAR 5.4 Kode pseudo untuk iterasi satu-titik. Perhatikan bahwa metode terbuka lainnya dapat
membuat dalam bentuk umum ini.

5.2 METODE NEWTON-RAPHSON


Barangkali yang paling luas dipakai di antara semua rumus penemuan-akar adalah
persamaan Newton-Raphson (Gambar 5.5). Jika terkaan awal pada akar adalah xi ,
sebuah garis singgung (tangen) dapat ditarik dari titik [xi , f ( xi )] . Titik di mana garis
singgung ini memotong sumbu x biasanya menyatakan taksiran angka yang lebih baik.
Metode Newton-Raphson dapat diturunkan berdasarkan tafsiran geometris ini
(metode lain berdasarkan deret Taylor diperikan dalam kotak 5.2). seperti halnya dalam
Gambar 5.5, turunan pertama di xi setara dengan kemiringan.

f (x )

Kemiringan= f ' ( xi )

f ( xi )

f (xi ) − 0

0
xi +1 xi x
xi − xi +1
GAMBAR 5.5 Pelukisan grafis metode Newton-Raphson. Garis singgung pada fungi di xi [yakni,
f ' ( xi ) ] diekstrapolasikan kebawah ke sumbu x untuk memberikan suatu taksiran akar di xi +1 .
f (x ) − 0
f ' ( xi ) = (5.5)
xi − xi +1

yang dapat disusun kembali untuk menghailkan

f ( xi )
xi +1 = xi − (5.6)
f ' ( xi )

yang dinamakan rumus Newton-Raphson.

KOTAK 5.2 Penurunan dan Analis Galat Metode Newton-Raphson dari urutan Daret
Taylor.

Selain dari penurunan geometri [Persamaan Ke dalam Persamaan (B5.2.1) akan menghasil-
(5.5) dan (5.6)], metode Newton-Raphson juga kan
dapat dikembangkan dari uraian deret Taylor. 0 = f ( xi ) + f ' ( xi ) (xr − xi )
Penurunan alternatif ini berguna dalam
f " (ξ )
memberikan wawasan
kekonvergenan metode.
tentang laju
+ (xi+1 − xi )2 (B5.23)
2
Ingat kembali dalam Bab 3 bahwa uraian
di mana suku orde ketiga dan yang lebih tinggi
(ekspansi) deret Taylor dapat disajikan sebagai tetap dihilangkan. Persamaan (B5.2.2) dapat
f (xi+1 ) = f (xi ) + f ' ( xi ) ( xi +1 − xi ) dikurangkan dari Persamaan (b5.2.3) untuk
f " (ξ ) memberika
+ (xi+1 − xi )2 (B5.2.1) f " (ξ )
2 0 = f ' ( xi ) (xr − xi+1 ) + (xr − xi )2
2
di mana ξ terletak sembarang dalam selang xi
(B5.2.4)
sampai xi +1 . Suatu versi hampiran dapat Sekarang, sadarilah bahwa galat adalah sama
dengan diskrepamsi (ketidaksesuaian) antara
diperoleh dengan memotong deret setelah suku
turunan pertama: xi +1 dan nilai sejati xr seperti dalam
f (xi +1 ) ≅ f ( xi ) + f ' ( xi ) ( xi +1 − xi ) Et ,i +1 = xr − xi +1
Pada perpotongan dengan sumbu x, f ( xi +1 ) dan Persamaan (B5.2.4) dapat diungkapkan
akan sama dengan nol,atau: sebagai
f " (ξ )
0 ≅ f (xi ) + f ' ( xi ) ( xi +1 − xi ) (B5.2.2) 0 = f ' (xi ) Et ,i +1 + Et ,i 2 (B5.2.5)
yang dapat diselesaikan untuk
2
f (xi ) Jika kita asumsikan kekonvergenan, xi dan ξ
xi +1 = xi −
f ' (xi ) pada akhirnya harus dihampiri oleh akar xr ,
yang identik dengan Persamaan (5.6). Jadi,kita dan Persamaan (B5.2.5) dapat disusun kembali
telah menurunkan rumus Newton-Raphson agar menghasilkan
dengan memakai deret Taylor. − f " ( xr )
Selain dari penurunan, deret Taylor juga Et ,i+1 ≅ E 2 (B5.2.6)
2 f ' xr t +1
dapat dipakai untuk menaksir galat rumus
tersebut. Ini dapat dikerjakan dengan menyadari Menurut Persamaan (B5.2.6), secara kasar galat
bahwa jika digunakan deret Taylor yang sebanding dengan kuadrat galat sebelumnya. Ini
lengkap, maka akan diperoleh hasil yang eksak. berarti bahwa banyaknya posisi desimal yang
benar kira-kira akan berlipat dua pada tiap
Untuk situasi ini xi+1 = xr , dimana xr adalah iterasi. Perilaku yang demikian diacu sebagai
nilai sejati dari akar. Dengan mensubstitusikan kekonvergenan kuadratis.Contoh 5.4 memani-
nilai ini bersama dengan f ( xr ) = 0 festasikan sifat ini.
CONTOH 5.3
Metode Newton-Raphson
Pernyataan Masalah: Gunakan metode Newton-Raphson untuk menaksir akar
dari e − x − x dengan menerapkan terkaan awal x0 = 0 .
Penyelesaian : Turunan petama fungsi itu dapat dievaliasi sebagai

f ' ( x ) = −e − x − 1

yang dapat disubstitusikan bersama-sama dengan fungsi semula ke dalam Persama-


an (5.6) untuk memberikan

e − xi − x i
xi +1 = xi −
− e − xi − 1

Mulai dengan terkaan awal x0 = 0 , persamaan iterasi ini dapat diterapkan untuk
menghitung:

Iterasi, i xi ∈t %

0 0 100
1 0,500000000 -11,8
2 0,566311003 0,147
3 0,567143165 0,0000220
4 0,567143290 < 10-8

Jadi, pendekatan secara cepat konvergen ke akar sejati. Perhatikan bahwa galat
relatif pada tiap iterasi berkurang jauh lebih cepat dibandingkan pada iterasi satu-
titik sederhana (bandingkan dengan Contoh 5.1)

5.2.1 Kriteria Penghentian (Termination Criteria) dan Taksiran Galat


Untuk metode-metode penemuan akar lainnya, Persamaan (3.5) dapat dipakai sebagai
kriteria penghentian. Namun, sebagai tambahan, penurunan metode dari deret Taylor
(kotak 5.2) meberikan wawasan teoritis berkenaan dengan laju kekonvergenan sebagai
yang diungkapkan oleh Ei +1 = 0(Ei2 ) . Jadi galat tersebut seharusnya sebanding (propor-
sional) terhadap kuadrat galat sebelumnya. Dengan perkataan lain, banyaknya angka
bena dari ketelitian kira-kira akan berlipat pada tiap iterasi. Perilaku ini akan diteliti
dalam contoh berikut.

CONTOH 5.4
Analisa Galat dari Metode Newton-Raphson
Pernyataan Masalah: seperti yang disimpulkan dalam Kotak 5.2, metode Newton-
Raphson akan konvergen secara kuadrat. Yakni, secara kasar galat sebanding deng-
an kuadrat galat sebelumnya, seperti dalam
f " (x r ) 2
Et ,i +1 ≅ − E t ,i (E5.4)
2 f ' (x r )

Periksa rumus ini dan lihat apakah ia dapat diterapkan untuk Contoh 5.3.

Penyelesaian: Turunan pertama dari f ( x ) = e − x − x adalah


f ' ( x ) = −e − x − 1
Yang dapat dievaluasi pada x r = 0,56714329 sebagai
f ' (0,56714329 ) = −1,56714329
Turunan kedua adalah
f " (x ) = e − x
yang dapat dievaliasi sebagai
f " (0,56714329) = 0,56714329
Hasil-hasil ini dapat disubstitusikan ke dalam Persamaan (E5.4.1) untuk menghasil-
kan
0,56714329 2
Et ,i +1 ≅ − E t ,i
2(− 1,56714329)
atau
2
Et ,i +1 ≅ 0,18095Et .i
Dari Contoh 5.3, galat awal (initial error) adalah Et ,0 = 0,56714329 , yang dapat
disubstitusikan ke dalam persamaan galat untuk meramal
Et ,1 ≅ 0,18095(0,56714329) = 0,0582
2

yang dekat ke galat sejatinya yang sebesar = 0,06714329. untuk iterasi berikutnya,
Et , 2 ≅ 0,18095(0,06714329) = 0,0008158
2

yang juga cocok dibandingkan dengan galat sejati sebesar 0,0008323. untuk iterasi
ketiga,
Et ,3 ≅ 0,18095(0,0008323) = 0,000000125
2

Yang ternyata tepat sekali merupakan galat yang diperoleh dalam Contoh 5.3.
taksiran galat akan makin membaik dalam cara ini karena bagian kita semakin
mendekat ke akar, xi dan ξ akan lebih baik diaproksimasikan oleh x r [ingat
kembali asumsi kita dalam beralih dari Persamaan (B5.2.5) ke Persamaan (B5.2.6)
dalam Kotak 5.2]. akhirnya,
Et , 4 ≅ 0,18095(0,000000125) = 2,83 x 10 −15
2

Jadi, contoh ini memberi gambaran bahwa galat dari metode Newton-Raphson
untuk kasus ini, nyatanya kira-kira sebanding (oleh faktor sebesar 0,18095) dengan
kuadrat galat dari iterasi sebelumnya.
5.2.2 Jebakan-jebakan yang Terdapat pada Metode Newton-
Raphson
Walaupun metode Newton-Raphson biasanya sangat efisien, terdapat situasi di mana ia
berjalan dengan buruk. Sebuah kasus yang khusus-yaitu akar ganda- akan dibicarakan
pada akhir bab ini. Namun, bahkan bilamana menangani akar-akar yang sederhana,
kadangkala timbul kesukaran, seperti dalam contoh berikut.

CONTOH 5.5
Contoh Fungsi yang Konvergen Secara Lambat dengan Memakai Metode
Newton-Raphson

Pernyataan Masalah: Tentukan akar positif dari f ( x ) = x10 − 1 dengan mengguna-


kan metode Newton-Raphson dan terkaan awal x = 0,5.

Penyelesaian: Rumus Newton-Raphson untuk kasus ini adalah


10
x −1
xi +1 = xi − i 9
10 xi
yang dapat dipakai untuk menghitung

Iterasi xi

0 0,5
1 51,65
2 46,485
3 41,8365
4 37,65285
5 33,887565

Jadi, setelah ramalan jelek petama, teknik konvergen ke akar sejati 1, tetapai pada
laju yang sangat lambat.

Selain dari kekonvergenan yang lambat karena sifat alami dari funsi tersebut,
kesukaran lain dapat timbul, seperti yang diilustrasikan dalam Gambar 5.6. Misalnya,
Gambar 5.6a melukiskan kasus dimana suatu titik balik (inflection point)-yakni
f " (x ) = 0 -terjadi disekitar suatu akar. Perhatikan bahwa iterasi dimulai pada x0 yang
semakin lama semakin mrnjauhi akar. Gambar 5.6b mengilustrasikan tendensi teknik
Newton-Raphson yang berayun, memutari suatu maksimum atau minimal lokal.
Ayunan ( oscillations) dapat terus berlangsung, atau seperti dalam Gambar 5.6b, suatu
kemiringan yang hampir nol dicapai yang mengakibatkan penyelesaiannya menjadi
daerah yang diminati. Gambar 5.6c memperlihatkan bagaimana suatu terkaan awal
yang dekat ke salah satu akar dapat meloncat ke suatu tempat beberapa akar lebih jauh.
Tendensi untuk bergerak menjauh dari daerah yang diminati ini disebabkan oleh kenya-
taan bahwa dijumpai kemiringan-kemiringan yang hampir nol. Jelaslah, suatu kemi-
ringan nol [ f ' ( x ) = 0] merupakan bencana yang nyata karena ia menyebabkan adanya
pembagian dengan nol dalam rumus Newton-Raphson [Persamaan (5.6)]. Secara grafis
( Gambar 5.6d), ini berarti bahwa penyelesaian melesetsecara mendatar dan tidak
pernah mengenai sumbu x.
Satu-satunya pengobatan untuk situasi ini adalah dengan mempunyai terkaan
awal yang dekat ke akar. Pengetahuan ini, tentu saja mendasarkan pada pengetahuan
tentang keadan masalah fisis atau sarana seperti grafik yang memberikan wawasan
berkenaan dengan perilaku penyelesaian. Disarankan juga bahwa perangkat lunak
komputer yang baik harus dirancang untuk mengenali kekonvergenan atau kediver-
genan yang lambat. Pasal berikutnya akan membahas beberapa persoalan ini.

5.2.3 Program Komputer untuk Metode Newton-Raphson


Suatu program komputer untuk metode Newton-Raphson segera diperoleh dengan
mensubstitusikan Persamaan (5.6) untuk rumus dengan diramal [Persamaan (5.2)] da-
lam Gambar 5.4. Namun, perhatikan bahwa program juga harus dimodifikasi untuk
menghitung turunan pertama. Dengan mudah ini dapat dilaksanakan dengan
menyertakan suatu fungsi yang didefinisikan pemakai (user-definet function).
Tambahan pula, mengingat pembahasan yang terdahulu tentang masalah potensi
dari metode Newton-Raphson, program akan diperbaiki dengan memasukan sejumplah
ciri-ciri tambahan:
1. Jika mungkin, suatu rutin penggambaran grafik harus diikutkan dalam program.
2. Pada akhir komputasi, taksiran akar terakhir harus selalu disubstitusi ke dalam
fungsi semula untuk menghitung apakah hasilnya dekat ke nol. Pengecekan ini
dilakukan sebagian untuk berjaga-jaga terhadap kasus-kasus di mana kekonvergen-
an yang lambat atau yang berayun mungkin menghasilkan suatu nilai ∈a yang
kecil, sedangkan penyelesaian masih jauh dari akar.
3. programnya harus selalu mengikutkan batas atas (upper limit) pada jumplah iterasi
untuk berjaga-jaga terhadap penyelesaian yang berayun, konvergen lambat, atau
divergen yang dapat berlangsung tidak berkesudahan.

f (x )

x1 x0 x2
x

(a)
f (x )

x0 x 2 x 4 x3 x1 x
(b)
f (x )

x2 x1
x0 x

(c)

f (x )

x0 x1 x
(d)

GAMBAR 5.6 Empat kasus di mana metode Newton-Raphson menunjukan kekonvergenan yang buruk

5.3 METODE SECANT


Masalah potensial dalam menerapkan metode Newton-Raphson adalah evaluasi dari
turunan. Walaupun ini tidk menyusahkan untuk polinom dan banyak fungsi lain, tetapi
terdapat fungsi-fungsi tertentu yang mungkin turunannya sangat sukar untuk dievalua-
si. Untuk kasus-kasus ini, turunan dapat dihampiri oleh beda hingga terbagi, seperti
dalam (Gambar 5.7)
f (xi +1 ) − f ( xi )
f ' ( xi ) ≅
xi +1 − xi
Hampiran (aproksimasi) ini dapat disubtitusi ke dalam Persamaan (5.6) untuk mengha-
silkan persamaan iteratif berikut:

f (xi )( xi +1 − xi )
xi +1 = xi − (5.7)
f (xi −1 ) − f (xi )

f (x )

f ( xi )

f ( xi −1 )

xi −1 xi x
GAMBAR 5.7 Pelukisan grafis metode secant. Yeknik ini serupa dengan teknik Newton-Raphson
(Gambar 5.5) dalam arti bahwa suatu taksiran akar diramal dengan mengekstrapolasi garis singgung
fungsi ke sumbu x. Namun, metode secant memakai suatu beda (difference) ketimbang turunan untuk
menaksir kemiringan.

Persamaan (5.7) adalah rumus untuk metode secant. Perhatikan bahwa pendekatan
tersebut memerlukan dua taksiran awal untuk x. Namun karena f ( x ) tidak disyaratkan
untuk bergnti tanda di antra taksiran-taksiran, maka metode ini tidak digolongkan seba-
gai metode pengurung.

CONTOH 5.6
Metode Secant

Pernyataan Masalah: Gunakan metode secant untuk menaksir akar f ( x ) = e − x − x.


mulai dengan taksiran-taksiran awal x −1 = 0 dan x0 = 1,0.

Penyelesaian: Ingat kembali bahwa akar sejati adalah 0,56714329...


Iterasi pertama:
x −1 = 0 f ( x −1 ) = 1,00000
x0 = 1 f ( x0 ) = −0,63212
− 0,63212(0 − 1)
x1 = 1 − = 0,61270 ∈t = 8,0%
1 − (− 0,63212)
Iterasi kedua:
x0 = 1 f ( x0 ) = −0,63212
x1 = 0,61270 f ( x1 ) = −0,07081
(Perhatikan bahwa sekarang kedua taksiran berada pada pihak yang sama dari akar).
− 0,07081(1 − 0,61270)
x 2 = 0,61270 − = 0,56384
− 0,63212 − (− 0,07081)
∈t = 0,58%
Iterasi ketiga:
x1 = 0,61270 f ( x1 ) = −0,07081
x 2 = 0,56384 f ( x 2 ) = 0,00518
0,00518(0,61270 − 0,56384)
x3 = 0,56384 − = 0,56717
− 0,07081 − (0,00518)
∈t = 0,0048%
5.3.1 Perbedaan Antara Metode Secant dan Posisi-Palsu (False-
Posisi)
Perhatikan keserupaan antara metode-metode secant dan posisi-palsu. Misalnya,
Persamaan (5.7) dan (4.5) yang didasarkan atas suku demi suku adalah identik.
Keduanya memakai dua taksiran awal untuk menghitung suatu hampiran dari kemi-
ringan fungsi yang digunakan untuk memproyeksikan ke sumbu x untuk taksiran akar
yang baru. Namun, perbedaan krisis antara keduanya berkaitan dengan bagaimana
nilai-nilai awal digantikan oleh taksiran yang baru. Ingat kembali bahwa metode posisi-
palsu, taksiran angka yang terakhir menggantikan nilai semula yang mana pun yang
menghasilkan suatu nilai fungsi dengan tanda yang sama seperti f (x r ) . Akhibatnya
dua taksiran selalu mengurung akar. Karena itu, untuk kepraktisannya, metode tersebut
selalu konvergen karena akarnya selalu dipertahankan didalam kurungan. Sebaliknya,
metode secant mengantikan nilai-nilai menurut urutan yang ketat, dengan nilai baru
xi +1 menggantikan xi dan xi menggantikan xi −1 . Sebagai akhibatnya, dua nilai tersebut
kadangkala dapat terletak pada pihak yang sama dari akar. Untuk kasus-kasus tertentu,
hal ini dapat menghasilkan kedivergenan.

CONTOH 5.7
Perbandingan Kekonvergenan Teknik-tenik Secant Posisi-Palsu
PernyataanMasalah: Gunakan metode-metode posisi-palsu dan secant untuk me-
naksir akar f ( x ) = In x . Mulailah komputasinya dengan nilai-nilai xi = xi −1 = 0,5 ,
dan xu = xi = 5,0.
Penyelesaian: Untuk metode posisi-palsu pengunaan Persamaan (4.5) dan kriteria
pengurungan untuk menggantikan taksiran akan menghasilkan iterasi berikut.

Iterasi xi xu xr
1 0,5 5,0 1,8546
2 0,5 1,8546 1,2163
3 0,5 1,2163 1,0585

Posisi Palsu Secant


f (x ) f (xu ) f (x ) f ( xl )

xr x xr x
f ( xl ) f ( xi −1 )

(a) (b)
(xi −1 )
f (x ) f (x )

f (xu ) f ( xi )
xr
xr x x
f ( xi )

(c) (d)

GAMBAR 5.8 Perbandingan metode-metode posisi-palsu dan secant. Iterasi pertama (a) dan (b)
untuk kedua teknik adalah identik. Namun, untuk iterasi kedua (c) dan (d), titik-titik yang digunakan
berbeda. Akhibatnya, metode secant dapat divergen, seperti ditunjukan dalam (d).

Seperti dapat dilihat (Gambar 5.8a dan c ), taksiran-taksiran akan konvergen pada
akar yang sejati = 1.
Untuk metode secant, dengan menggunakan Persamaan (5.7) dan kriteria urutan
untuk penggantian taksiran akan dihasilkan:

Iterasi xi −1 xi xi +1
1 0,5 5,0 1,8546
2 5,0 1,8546 -0,10438

Seperti dalam Gambar 5.8d, pendekatan tersebut adalah divergen.

Walaupun metode secant mungkin divergen, jika ia konvergen, biasanya berlang-


sung pada laju yang lebih cepat daripada metode posisi-palsu. Misalnya, Gambar 5.9,
membuktikan keunggulan metode secant. Kelemahan mutu metode pasisi-palsu ini
dikarenakan oleh kenyataan bahwa salah satu ujung terus tetap agar mempertahankan
pengurungan akar. Sifat ini, yang merupakan suatu keuntungan karena ia menhindari
kedivergenan, merupakan kelemahan jika ditinjau dari laju kekonvergenan: sifat ini
menyebabkan taksiran bede-hingga (finite-differences) suatu aproksimasi yang kurang
akurat terhadap turunan tersebut.
10

1
Persen galat relatif sejati
101
Newton-Raphson
10 −2
Bagidua
−3
10
Secant
10 −4 Posisi Palsu

10 −5

10 −6
20
GAMBAR 5.9 Perbandingan persen galat-galat relatif yang sejati ∈t bagi metode-metode untuk
menentukan akar-akar f (x ) = e −x
−x.

5.3.2 Program Komputer untuk Metode Secant


Seperti metode terbuka lainnya, program komputer untuk metode secant cukup diper-
oleh dengan cara memodifikasi Gambar 5.4 sehingga dua terkaan awal merupakan ma-
sukan dan dengan mensubstitusikan Persamaan (5.7) untuk menghitung akar. Selain
itu, pilihan yang disarankan dalam pasal 5.2.3 untuk metode Newton-Raphson juga
dapat diterapkan dengan baik untuk program secant.

5.4 AKAR-AKAR GANDA (MULTIPLE ROOTS)


Akar ganda berpadanan dengan suatu titik di mana fungsi menyinggung sumbu x .
Misalnya, akar ganda-dua dihasilkan dari

f ( x ) = ( x − 3)( x − 1)(x − 1) (5.8)

atau, dengan mengalikan faktor-faktornya,

f (x ) = x 3 − 5 x 2 + 7 x − 3 (5.9)

Persamaan tersebut mempunyai akar kembar karena satu nilai x mentebabkan dua fak-
tor dalam Persamaan (5.8) sama dengan nol. Secara grafis, iniberpadanan terhadap kur-
va yang menyentuh sumbu x secara bersinggungan pada akar kenbar tersebut. Periksa
Gambar 5.10a pada x = 1. Perhatikan bahwa fungsi tersebut pada akar menyentuh sum-
bu x tetapi tidak memotongnya.
Akar ganda-tiga (triple root) berpadanan dengan kaus dimana satu nilai x menye-
babkan tiga faktor dalam suatu persamaan sama dengan nol, seperti dalam

f ( x ) = ( x − 3)( x − 1)(x − 1)( x − 1)

atau, dengan mengalikan faktor-faktornya,

f ( x ) = x 4 − 6 x 3 + 12 x 2 − 10 x + 3

Perhatikan bahwa pelukisan grafis (Gambar 5.10b) lagi-lagi menunjukan bahwa fungsi
bersinggungan dengan sumbu x pada akarnya tetapi bahwa dalam kasus ini sumbu
dipotong. Umumnya, akar-akar kelipatan ganjil memotong sumbu, sedangkan yang
genap tidak. Misalnya, akar ganda-empat dalam gambar 5.10c tidak memotong sumbu.
Akar ganda menimbulkan sejumplah kesukaran untuk banyak metode numerik
yang digambarkan dalam bagian II:

f (x )
4 Akar
kembar

0
1 3 x

-4
(a)

f (x )
4 Akar
Ganda-tiga
0
1 3 x
-4

(b)

f (x )
4 Akar
Ganda-emoat

0
1 3 x

-4
(c)
GAMBAR 5.10 Contoh-contoh akar ganda ynag bersinggungan terhadap sumbu x . Perhatikan bahwa
fungsi tidak memotong sumbu pada salah satu pihak mana pun dari akar-akar ganda genap (a) dan (c),
sedangkan ia memotong sumbu untuk kasus ganda-ganjil (b).
1. kenyataan bahwa fungsi tidak berubah tanda pada akar ganda genap menghalangi
pengunaan metode-metode pengurung yang terandalkan yang dibahas dalam bab 4.
Jadi, dari metode-metode yang diliput dalam buku ini, Anda dibatasi pada metode-
metode terbuka yang mungkin divergen.
2. Permasalahan lain yang mungkin berkaitan dengan fakta bahwa tidak hanya f ( x )
tetapi juga f ' ( x ) menuju ke nol pada akar. Ini menimbulkan masalah untuk metode
Newton-Raphson maupun metode secant (talibusur), yang dua-duanya mengang-
dung turunan (taksirannya) pada penyebut rumus mereka masing-masing. Ini dapat
menghasilkan pembagian oleh nol pada waktu penyelesaian konvergen sangat dekat
ke akar. Cara sederhana untuk mengelakkan masalah ini didasarkan pada fakta bah-
wa secara teoristis dapat didemontrasikan (Ralston dan Rabinowitz, 1978) bahwa
f ( x ) akan selalu mencapai nol sebelum f ' (x ) . Karena itu, jika suatu pengecekan
nol untuk f ( x ) dimsukan dalam program komputer, maka komputasi dapat
dihentikan sebelum f ' (x ) mencapai nol.
3. Dapat dibuktikan bahwa metode-metode Newton-Raphson dan secant konvergen
secara linear, ketimbang secara kuadrat, untuk akar-akar ganda (Ralston dan
Robinowitz, 1978). Telah diusulkan beberapa modifikasi untuk memecahkan masa-
lah ini. Raiston dan Robinowitz (1978) telah menunjukan bahwa perubahan sedikit
dalam perumusan mengembalikannya ke kekonvergenan kuadrat, seperti dalam

f ( xi )
xi +1 = xi − m
f ' ( xi )

di mana m adalah multiplisitas akar (yaitu, m = 2 untuk akar kembar, m = 3 untuk


akar ganda-tiga, dan seterusnya). Tentu saja, ini mungkin merupakan alternatif
yang tidak memuaskan karena bergantung pada pengetahuan sebelumnya tentang
multiplisitas akar.

Alternatif lain, yang juga disarankan oleh Ralston dan Rabinowitz (1978), adalah
mendefinisikan suatu fungsi baru u (x), yaitu rasio (hasil bagi) fungsi terhadap turun-
annya, seperti dalam

f (x )
u(x ) = (5.10)
f ' (x )

Dapat diperlihatkan bahwa fungsi ini mempunyai akar pada lokasi yang sama seperti
fungsi semula. Oleh karena itu, Persamaan (5.10) dapat disubstitusikan ke dalam
Persamaaan (5.6) dengan maksud mengembangkan suatu bentuk alternatif dari metode
Newton-Raphson:

u ( xi )
xi +1 = xi − (5.11)
u ' ( xi )

Persamaan (5.10) dapat didiferensialkan untuk memberikan


f ' (x ) f ' (x ) − f (x ) f " (x )
u' (x ) = (5.12)
[ f ' (x )]−2
Persamaan (5.10) dan (5.12) dapat disubstitusikan ke dalam Persamaan (5.11) dan
hasilnya disederhanakan untuk menghasilkan

f ( x i ) f ' ( xi )
xi +1 = xi − (5.13)
[ f ' (xi )]−2 − f (xi ) f " (xi )

CONTOH 5.8
Metode Newton-Raphson yang Dimodifikasi untuk Akar Ganda

Pernyataan Masalah: Gunakan baik metode Newton-Raphson yang baku maupun ya-
ng dimodifikasi untuk menghitung akar ganda dari Persamaan (5.9), dengan terkaan
awal x0 = 0 .

Penyelesaian: turunan pertama dari Persaman (5.9) adalah f ' ( x ) = 3x 2 − 10 x + 7 ka-


rena itu metode Newton-Raphson yang baku untuk masalah ini adalah [Persamaan
(5.6)]

3 2
xi − 5 xi + 7 xi − 3
xi +1 = xi − 2
3xi − 10 xi + 7

yang dapat diselesaikan untuk

i xi ∈t %

0 0 100
1 0,428571429 57
2 0,685714286 31
3 0,832865400 17
4 0,913328983 8,7
5 0,955783293 4,4
6 0,977655101 2,2

Seperti diharapkan, metode tersebut konvergen secara linear terhadap nilai sejati 1,0.
Untuk metode yang dimodifikasi, turunan keduanya adalah f " (x ) = 6 x − 10 , dan
hubungan iteratifnya adalah [Persamaan (5.13)]

xi +1 = xi −
(x i
3 2
)( 2
− 5 xi + 7 xi − 3 3 xi − 10 xi + 7 )
(3x i
2
) (
2 3 2
)
− 10 xi + 7 − xi − 5 xi + 7 xi − 3 (6 xi − 10 )
yang dapat diselesaikan untuk

i xi ∈t %

0 0 100
1 1,105263158 11
2 1,003081664 0,31
3 1,000002382 0,00024

Jadi, rumus yang dimodifikasi konvergen secara kuadrat. Kedua metode itu dapat pu-
la dipakai untuk mencari akar tunggal pada x = 3. Perngunaan terkaan awal x0 = 4
akan memberikan hasil-hasil berikut:

i Baku, ∈t Modifikasi, ∈t

0 4 (33%) 4 (33%)
1 3,4 (13%) 2,636363637 (12%)
2 3,1 (33%) 2,820224720 (6,0%)
3 3,008695652 (0,29%) 2,961728211 (1,3%)
4 3,000074641 (2,5 x 10-3%) 2,998478719 (0,051%)
5 3,000000006 (2 x 10-7%) 2,999997682 (7,7 x 10-5%)

Jadi, kedua metode akan konvergen dengan cepat, dengan metode yang baku agak le-
bih efisien.

Contoh di atas mengilustrasikan trade-off (imbal-balik atau untung rugi) yang ter-
libat dalam pemilihan metode Newton-Raphson yang dimodifikasi. Walaupun metode
tersebut jauh lebih disenangi untuk akar ganda, namun ia agak kurang efisien dan
memerlukan usaha komputasi yang lebih banyak ketimbang metode baku untuk akar
sederhana.
Perlu diperhatikan bahwa suatu versi modifikasi dari metode secant yang cocok
untuk akar ganda juga dapat dikembangkan dengan cara mensubstitusikan Persamaan
(5.10) ke dalam Persamaan (5.7). Rumus yang dihasilkan adalah (Ralston-Rabinowitz,
1978)

u ( xi ) ( xi −1 − xi )
xi +1 = xi −
u (xi −1 ) − u (xi )
5.5 SISTEM PERSAMAAN TAKLINEAR
Sampai kini, kita telah memusatkan perhatian kita pada penentuan akar-kar satu persa-
maan tunggal. Suatu masalah yang berkaitan adalah melokasikan akar-akar himpunan
persamaan taklinear,
f 1 (x1 , x 2 ,..., x n ) = 0
f 2 ( x1 , x 2 ,..., x n ) = 0
. . (5.14)
. .
. .
f n ( x1 , x 2 ,..., x n ) = 0
Penyelesaian sistem ini terdiri dari himpunan nilai-nilai x yang secara simultan membe-
rikan semua persamaan tersebut nilai yang sama dengan nol.
Di Bagian Tiga, kita akan menyajikan metode-metode untuk kasus dalam hal se-
mua persamaan tersebut linear-yakni dapat dinyatakan dalam bentuk umum
f ( x ) = a1 x1 + a 2 x 2 + ... + a n x n − c = 0 (5.15)
Dengan c dan koefisien-koefisien a adalah konstanta. Persamaan-persamaan aljabar
dan transenden yang tidak cocok dengan bentuk ini disebut persamaan taklinear.
Misalnya,
x 2 + xy = 10
dan
y + 3 xy 2 = 57
adalah dua persamaan taklinear simultan dengan dua bilangan anu, x dan y. Persamaan-
persamaan itu dapat dinyatakan dalam bentuk Persamaan (5.14) sebagai
u ( x, y ) = x 2 + xy − 10 = 0 (5.16a)
v( x, y ) = y + 3 xy 2 − 57 = 0 (5.16b)
Jadi, penyelesaian akan berupa nilai-nilai x dan y yang membuat fungsi u (x, y) dan
v (x, y) sama dengan nol. Kebanyakan pendekatan untuk penentuan penyelesaian yang
demikian merupakan perluasan dari metode-metode terbuka untuk menyelesikan per-
samaan tunggal. Dalam pasal ini kita akan menyelidiki dua dari metode ini: satu titik
dan Newton-Raphson.

5.5.1 Iterasi Satu-Titik (One-Point Iterasion)


Pendekatan iterasi satu-titik (Pasal 5.1) dapat dimodifikasi untuk menyelesaikan dua
persamaan taklinear yang simultan. Pendekatan ini akan diilustrasikan dalam contoh
berikut.

CONTOH 5.9
Iterasi Satu-Titik untuk Sistem Taklinear
Pernyataan Msalah: Gunakan Iterasi satu-titik untuk menentukan akar-akar Per-
samaan (5.16). Perhatikan bahwa sepanjang akar yang benar adalah x = 2 dan y = 3.
Awali komputasinya dengan menebak x = 1,5 dan y = 3,5.

Penyelesaian: Persamaan (5.16a) dapat dipecahkan


10 − xi2
xi +1 = (E5.9.1)
yi
dan Persamaan (5.16b) dapat dipecahkan untuk
y i +1 = 57 − 3 xi y i2 (E5.9.2)
Perhatikan bahwa selanjutnya dalam contoh diatas kita akan membuang tikalas (
subskrip).
Berdasarkan tebakan awal, Persamaan (E5.9.1) dapat dipakai untuk menempat-
kan nilai x yang baru:
10 − (1,5)
2
x= = 2,21429
3,5
Hasil ini dan nilai y = 3,5 dapat disubstitusikan ke dalam Persamaan (E5.9.2) untuk
menentukan nilai y yang baru:
y = 57 − 3(2,21429)(3,5) = 24,37516
2

Jadi, pendekatan tersebut kelihatannya divergen. Perilaku ini lebih jelas lagi pada
iterasi yang kedua
10 − (2,21429)
2
x= = −0,20910
− 24,37516
y = 57 − 3(− 0,20910)(− 24,37516) = 429,709
2

Jelas, pendekatannya semakin buruk.


Sekarang kita akan mengurangi komputasinya tetai dengan persamaan semula
disusun dalam bentuk berbeda. Misalnya, perumusan lain Persamaan (5.16a)
adalah:
x = 10 − xy
dan Persamaan (5.16b) adalah
57 − y
y=
3x
Sekarang hasil-hasilnya lebih memuaskan
x = 10 − 1,5(3,5) = 2,17945
57 − 3,5
y= = 2,86051
3(2,17945)
x = 10 − 2,17945(2,86051) = 1,94053
57 − 2,86051
y= = 3,04955
3(1,94053)
x = 10 − 1,94053(3,04955) = 2,02046
57 − 3,04955
y= = 2,98340
3(2,0246)
Jadi pendekatan konvergen ke nilai-nilai sejati x = 0 dan y = 3.
Contoh sebelum ini menggambarkan kekurangan yang paling serius dari iterasi
satu titik sederhan-yakni bahwa kekonvergenan kerap kali tergantung pada bagaimana
persamaan-persamaan itu dirumuskan. Tambahan pula, sekalipun dalam situasi di-
mungkinkannya kekonvergenan, dapat saja terjadi kedivergenan jika tebakan awal
tidak cukup dekat kepenyelesaian sejati. Dengan penalaran yang serupa seperti pada
kotak 5.1, dapat diperagakan bahwa syarat yang perlu untuk kekonvergenan adalah
∂u ∂v
+ <1
∂x ∂∂x
dan
∂u ∂v
+ <1
∂y ∂y
Kriteria ini demikian terbatas (restriktif) sehingga iterasi satu-titik jarang sekali dipa-
kai dalam praktek.

5.5.2 Newton-Raphson
Ingat kembali bahwa metode Newton-Raphson didasarkan pada pemakaian turunan
(yakni kemiringan) suatu fungsi untuk menaksir perpotongannya dengan sumbu peubah
bebasnya-yakni akar (Gambar 5.5). Taksiran ini didasarkan pada uraian deret Taylor
(ingat kembali Kotak 5.2)
f ( xi +1 ) = f (xi ) + (xi +1 − xi ) f ' ( xi ) (5.17)
di mana xi adalah tebakan awal pada akarnya dan xi +1 adalah titik tempat garis sing-
gung memotong sumbu x. Pada perpotongan ini, f ( xi +1 ) yang didefinisikan sama de-
ngan nol, dapat disusun kembali untuk menghasilkan
f (xi )
xi +1 = xi − (5.18)
f ' (xi )
yang merupakan bentuk persamaan-tunggal dari metode Newton-Raphson.
Bentuk persamaan majemuk diturunkan dalam gaya yang identik. Namun, deret
Taylor dengan peubah majemuk harus dipakai dengan tujuan memperhitungkan kenya-
taan bahwa lebih dari satu peubah bebas menyumbang penentuan akar tersebut. Untuk
kasus dua peubah, deret Taylor orde pertama dapat dituliskan [ingat Persamaan (3.37)]
untuk masing-masing persamaan linear sebagai
∂u ∂u
u i +1 = u i + (xi +1 − xi ) i + ( y i +1 − y i ) i (5.19a)
∂x ∂y
dan
∂v ∂v
vi +1 = vi + ( xi +1 − xi ) i + ( y i +1 − y i ) i (5.19b)
∂x ∂y
Sama halnya seperti untuk versi persamaan tunggal, taksiran akar berpadanan dengan
titik-titik pada mana u i +1 dan vi +1 sama dengan nol. Untuk situasi ini, Persamaan (5.19)
dapat disusun ulang untuk memberikan
∂u i ∂u ∂u ∂u
xi +1 + i y i +1 = −u i + xi i + y i i (5.20a)
∂x ∂y ∂x ∂y
∂vi ∂v ∂v ∂v
xi +1 + i y i +1 = −vi + xi i + y i i (5.20b)
∂x ∂y ∂x ∂y

Karena semua nilai yang dengan tikalas i diketahui (berpadanan terhadap tebakan atau
hampiran yang terakhir), yang tidak diketahui adalah xi +1 dan y i +1 . Jadi, Persamaan
(5.20) berupa himpunan dua persamaan linear dengan dua bilangan anu [bandingkan
dengan Persamaan (5.15)]. Akhibatnya, dapat diterapkan manipulasi aljabar (misalnya
aturan Cramer) untuk memecahkan
∂v ∂u
u i i − vi i
∂y ∂y
xi +1 = xi − (5.21a)
∂u i ∂vi ∂u i ∂vi

∂x ∂y ∂y ∂x
dan

∂vi ∂u
ui − vi i
∂y ∂y
y i +1 = y i − (5.21b)
∂u i ∂vi ∂u i ∂vi

∂x ∂y ∂y ∂x
Penyebut dari masing-masing persamaan ini secara formal diacu sebagai determinan
Jacobi dari sistem tesebut .
Persamaan (5.21) adalah versi dua persamaan dari metode Newton-Raphson. Se-
perti dalam contoh berikut, persamaan-persamaan itu dapat diterapkan secara iteratif
untuk secara simultan berakhir pada akar-akar dari dua persamaan simultan tersebut.
Sebagai tambahan, Studi Kasus 6.6 juga menangani sistem taklinear.

CONTOH 5.10
Akar Persamaan Taklinear Simultan

Pernyataan Masalah: Gunakan metode Newton-Raphson persamaan majemuk untuk


menentukan akar-akar dari Persamaan (5.16). Catat bahwa sepanjang akar yang benar
adalah x =2 dan y = 3. Awali komputasi dengan tebakan x = 1,5 dan y = 3,5.

Penyelesaian: Pertama hitunglah turunan-turunan parsial dan hitung nilai-nilainya


pada tebakan-tebakan awal:
∂u 0
= 2 x + y = 2(1,5) + 3,5 = 6,5
∂x
∂u 0
= x = 1,5
∂x
∂u 0
= 3 y 2 = 3(3,5) = 36,75
2

∂x
∂u 0
= 1 + 6 xy = 1 + 6(1,5) = 32,5
∂x

Jadi, determinan Jacobi untuk iterasi pertama adalah


6,5(32,5) – 1,5(36,75) = 156,125

Nilai-nilai fungsi dapat dihitung pada tebakan-tebakan awal sebagai


u 0 = (1,5) + 1,5(3,5) − 10 = −2,5
2

v0 = 3,5 + 3(1,5)(3,5) − 57 = 1,625


2

Nilai-nilai ini dapat disubstitusikan ke Persamaan (5.21) untuk memberikan

− 2,5(32,5) − 1,625(1,5)
x1 = 1,5 − = 2,03603
156,125
dan
− 2,5(36,75) − 1,625(6,5)
x 2 = 3,5 + = 2,84388
156,125
Jadi, hasil-hasilnya konvergen pada nilai-nilai sejati x1 = 2 dan x 2 = 3. Komputasi
dapat diulang sampai deperoleh kecermatan yang dapat diterima.

Sama halnya seperti dengan iterasi satu-titik, pendekatan Newton-Raphson sering-


kali akan divergen jika tebakan-tebakan awal tidak cukup dekat ke akar-akar sejati. Un-
tuk penurunan tebakan-tebakan yang baik pada kasus persamaan tunggal dapat diterap-
kan metode grafis, sedangkan untuk versi multi- persamaan tidak tersedia prosedur
yang sederhana. Walaupun terdapat beberapa pendekatan lanjut untuk memperoleh
terkaan-terkaan pertama yang dapat diterima, seringkali tebakaan awal harus diperoleh
berdasarkan coba-coba dan berdasarkan pengetahuan tentang sistem fisik yang
dimodelkan.
Pendekatan Newton-Raphson dengan dua-persamaan dapat dirapatkan untuk meme-
cahkan n persamaan simultan. Karena cara yang paling efisien untuk melakukan ini
melibatkan aljabar matriks dan penyelesaian sistem persamaan linear, kita akan menun-
da pembahasan mengenai pendekatan yang umum sampai ke Bagian Tiga.

SOAL-SOAL
Perhitungan Tangan

5.1 Gunakan metode Newton-Raphson untuk menentukan akar yang terbesar dari
f (x ) = −0,9 x 2 + 1,7 x + 2,5
Terapkan terkaan awal xi = 3,1 . Laksanakan komputasi sampai ∈a kecil dari ∈s = 0,01 persen.
Laksankan juga pengecekan galat dari jawab akhir Anda.
5.2 Tentukan akar-akar riil dari
f (x ) = −20 + 6,2 x − 40 x 2 + 0,70 x 3
(a) Secara grafis.
(b) Dengan memakai metode Newton-Raphson sampai ∈s = 0,01 persen.
5.3 Terapkan metode Newton-Raphson untuk menetukan akar-akar riil untuk
f ( x ) = −24 + 80 x − 90 x 2 + 42 x 3
− 8,7 x 4 + 0,66 x 3
dengan memakai terkaan awal (a )xi = 3,5; (b )xi = 4,0; dan(c )xi = 4,5. Bahas dan guna-
kan metode grafis untuk menjelaskan keganjilan dalam hasil-hasil Anda.

5.4 Tentukan angka riil terkecil dari


f (x ) = −9,34 + 21,97 x + 16,3 x 2 − 3,704 x 3
(a) Secara grafis.
(b) Dengan memakai metode secant, sampai suatu nilai yang berpadanan dengan tiga angka bena.
5.5 Lokasikan akar positif pertama dari
f (x ) = 0,51x − sin x
dimana x dalam radial. Gunakan metode grafis dan kemudian gunakan tiga iterasi dari metode
Newton-Raphson dengan terkaan awal xi = 2,0 untuk menemukan akar. Ulangi komputasi tetapi
dengan terkaan awal xi = 1,0 . Gunakan metode grafis untuk menjelaskan hasil-hasil Anda.
5.6 Cari akar riil positif dari
f (x ) = x 4 − 8,5 x 3 − 35,50 x 2 + 465 x − 1000
dengan memakai metode secant. Terapkan terkaan awal xi −1 = 7 dan xi = 9 dan laksanakan
empat iterasi. Hitung ∈a dan taksiran hasil-hasil Anda.
5.7 Laksanakan komputasi yang sama seperti dalam soal 5.6 tetapi gunakan metode Newton-Raphson,
dengan terkaan awal xi = 7 .
5.8 Cari akar kuadrat positif dari 10 dengan menggunakan tiga iterasi dari
(a) Metode Newton-Raphson dengan terkaan awal xi = 3.
(b) Metode Secant, dengan terkaan awal xi −1 = 3 dan xi = 4
5.9 Tentukan akar riil dari
1 − 0,61x
f (x ) =
x
dengan menggunakan tiga iterasi metode secant dan terkaan awal xi −1 = 1,5 dan xi = 2,0 .
Hitung hampiran galat setelah iterasi yang kedua dan ketiga.
5.10 Tentukan akae riil dari
f ( x ) = x 3 − 98
Dengan metode secant, sampai ∈s = 0,1 persen.
5.11 Tentukan akar riil terbesar dari
f ( x ) = x 3 − 6 x 2 + 11x − 5,9
(a) Secara grafis.
(b) Dengan menggunakan metode bagidua (dua iterasi, xl = 2,5 dan xu = 3,5 )
(c) Dengan menggunakan metode posisi-palsu (dua iterasi xl = 2,5 dan xu = 3,5 )
(d) Dengan menggunakan metode Newton-Raphson (dua iterasi xi = 3,5 )
(e) Dengan menggunakan metode secant (dua iterasi xi −1 = 2,5 dan xi = 3,5 )
5.12 Gunakan metode Newton-Raphson untuk menetukan semua akar dari f ( x ) = x + 5,8 x − 11,45
2

sampai ∈s = 0,001 persen.


5.13 Tentukan akar riil terkecil dari
f (x ) = 9,34 − 21,97 x + 16,3 x 2 − 3,704 x 3
(a) Secara grafis.
(b) Dengan menggunakan metode bagidua(dua iterasi, xl = 0,5 dan xu = 1,05 )
(c) Dengan menggunakan metode posisi-palsu (dua iterasi xl = 0,5 dan xu = 1,05 )
(d) Dengan menggunakan metode Newton-Raphson (dua iterasi xi = 0,5 )
(e) Dengan menggunakan metode secant (dua iterasi xi −1 = 0,5 dan xi = 1,05 ).

5.14 Tentuksn akar riil positif terkecil dari


f ( x ) = x 3 − 4,8 x 2 + 7,56 x − 3,92
(a) Secara grafis.
(b) Dengan menggunakan metode paling efisien yang tersedia.Terapkan terkaan awal xl = xi −1 =
0,5 dan xu = xi = 1,5 dan laksanakan komputasi sampai ∈s = 15 persan.
5.15 Tentukan akar dari
f ( x ) = x 3 − 7 x 2 + 3,75 x − 12,5
(a) Secara grafis.
(b) Dengan menggunakan metode paling efisien sampai ∈s = 0,1 persan.
5.16 Ulangi soal 4.12, tetapi gunakan metode Newton-Raphson.
5.17 Ulangi soal 4.12, tetapi gunakan metode secant.
5.18 Tentukan akar-akar persamaan taklinear simultan
y = − x 2 + x + 0,5
y + 5 xy = x 3
5.19 Tentukan akar-akar persamaan taklinear simultan
y + 1 = x2
x2 = 5 − y2
Gunakan metode grafis untuk mendapatkan tebakan-tebakan awal. Tentukan taksiran-taksiran
yang diperhalus dengan metode Newton-Raphson dengan dua persamaan yang diuraikan dalam
Pasal 5.5.2

Soal-soal yang Berkaitan dengan Komputer


5.20 kembangkan program akrab-pemakai untuk metode Newton-Raphson berdasarkan Gambar 5.4
dan Pasal 5.2.3. Uji program tersebut dengan meniru komputasi contoh 5.3.
5.21 Gunakan program yang Anda kembangkan dalam soal 5.20 untuk meniru komputasi Contoh 5.5.
Tentukan akar dengan menggunakan terkaan awal xi = 0,5. Lakukan sejumplah run dengan
iterasi 5,10,15 dan lebih sampai persen galat relatif sejati jatuh dibawah 0,1 persen. Rajah persen
galat relatif galat sejati dan hampiran terhadap banyaknya iterasi pada kertas semilog. Taksiran
hasil-hasil Anda.
5.22 Gunakan program yang dikembangkan dalam soal 5.20 untuk menyelesaikan soal-soal 5.1 sampai
5.5. Untuk semua kasus, lakukan komputasi sampai toleransi ∈s = 0,001 persen.
5.23 Kembangkan program akrab-pemakai untuk metode secant berdasarkan Gambar 5.4 dan Pasal
5.3.2. Uji program tersebut dengan meniru komputasi Contoh 5.6.
5.24 Gunakan program yang Anda kembangkan dalam soal 5.23 untuk menyelesaikan Soal-soal 5.6,
5.9, dan 5.10. Untuk semua kasus, lakukan komputasi sampai toleransi ∈s = 0,001 persen.
5.25 Kembangkan program akrab-pemakai untuk metode Newton-Raphson dengan dua persamaan
berdasarkan pada Pasal 5.5. kemudian ujilah dengan cara memecah Contoh 5.10.
5.26 Gunakan program yang Anda kembangkan pada soal 5.25 untuk memecahkan soal 5.18 dan 5.19
dengan toleransi sebesar ∈s = 0,01%.
6 Studi Kasus : Akar-Akar Persamaan

Tujuan bab ini adalah untuk menggunakan prosedur numerik yang dibahas dalam Bab
4 dan 5 dalam menyelesaikan masalah-masalah rekayasa yang nyata. Teknik numerik
penting untuk terapan praktis karena para insinyur seringkali menghadapi masalah-
masalah yang tidak dapat didekati dengan menggunkan teknik-teknik analitis. Misal-
nya, model matematis sederhana yang dapat dipecahkan secara analitis mungkin tidak
dapat diterapkan pada waktu menangani masalah-masalah yang aktual. Jadi, model-
model yang lebih rumit harus diterapkan. Untuk kasus-kasus ini, adalah cocok untuk
mengimplementasikan suatu penyelesaian numerik pada komputer pribadi. Dalam
situasi lain, masalah-masalah desain rekayasa mungkin memerlukan pemyelesaian
untuk peubah implisit dalam persamaan-persamaan yang rumit (ingat kembali Persa-
maan (PT2.3) dan Contoh 4.5).
Studi kasus-studi kasus berikut adalah khas dari antara yang secra rutin ditemui
selama kuliah tingkat-akhir dan sarjana. Lebih lanjut, studi kasus tersebut mewakili
masalah-masalah yang harus Anda hadapi secara profesional. Masalah-masalahnya
diambil dari bidang umum rekayasaekonomi di samping dari empat disiplin rekayasa
utama: kimia, sipil, elektro, dan mesin. Studi kasus-studi kasus ini juga membantu
mengilustrasikan imbal-balik diantara beragam teknik numerik.
Misalnya, studi Kasus 6.1 memakai semua metode dengan kekecualian Newton-
Raphson untuk melaksanakan suatu analisis pulang-pokok (break-even). Metode New-
ton-Raphson tidak diterapkan karena fungsi dalam studi kasus sukar untuk didiferen-
sialkan. Contoh tersebut mendemontrasikan antara lain bagaimana metode secant
mungkin divergen jika terkaan awal tidak cukup dekat ke-akar.
Studi Kasus 6.2, yang diambil dari rekayasa kimia, memberikan suatu contoh
yang sangat baik mengenai bagaimana metode-metode penemuan akar membolehkan
Anda untuk memakai rumus-rumus realistis dalam praktek rekayasa. Tambahan pula,
studi kasus tersebut juga mendemontrasikan bagaimana efisiensi teknik Newton-
Raphson digunakan sebaik-baiknya jika diperlukan sejumplah besar komputasi
penemuan-akar.
Studi Kasus 6.3, 6.4, dan 6.5 merupakan masalah-masalah rancangan rekayasa
yang diambil dare rekayasa sipil, elektro, dan mesin. Studi Kasus 6.3 memakai tiga me-
tode berbeda. Studi Kasus 6.4 melaksanakan analisis serupa untuk rangkaian listrik.
Studi Kasus 6.5 menangani analisis getaran sebuah mobil. Selain menyelidiki efisiensi
beragam metode, contoh-contoh ini mempunyai ciri tambahan untuk mengilustrasikan
bagaimana metode-metode grafis memberikan wawasan dalam proses penemuan akar.
Akhirnya, Studi Kasus 6.6 memakai spreadsheet untuk menyelesaikan sistem persa-
maan taklinear.

6.1 STUDI KASUS 6.1 ANALISIS PULANG-POKOK (


REKAYASA UMUM )
Latar belakang: Praktek rekayasa yang baik mensyaratkan bahwa semua proyek, pro-
duksi, dan perencanaan harus didekati dengan cara yang efektif-biaya. Seorang
insinyur yang terlatih baik haruslah menguasai analisis biaya. Masalah ini dinamakan “
masalah pulang pokok.” Ia dipergunakan untuk menentukan titik pasa mana dua pilihan
alternatif bernilai setara. Pilihan-pilihan demikian dihadapi dalam semua bidang reka-
yasa. Walaupun dituliskan dalam istilah-istilah perorangan, srudi kasus ini merupakan
prototif masalah-masalah pulang-pokok lain yang mungkin harus Anda pecahkan
secara profesional.

TABEL 6.1 Biaya dan keuntungan untuk dua komputer pribadi. Tanda negatif menunjukan biaya atau
kerugian, sedangkan tanda positif menunjukan keuntungan.

KOMPUTER

Mesin Lean Ultimate

Biaya pembelian, $ -3000 -10.000


Bertambahnya biaya perawatan
tiap tahun, $ / thn / thn -200 -50
Keuntungan dan kenikmatan
tahunan, $ / thn 1000 4000

Anda sedang mempertimbangkan untuk membeli salah satu dari dua komputer
pribadi “Mesin Lean” dan “Ultimate.” Taksiran biaya dan keuntungan untuk tiap kom-
puter diikhtisarkan dalam Tabel 6.1. Jika saat ini dana dapat dipinjam dengan tingkat
bunga 20 persen (i = 0,20 ) , berapa lama mesin-mesin harus dimiliki sehingga mesin-
mesin tersebut akan mempunyai nilai setara? Dengan lain perkataan, berapa lama titik
pulang-pokoknya jika diukur dalam tahun?

Penyalesaian: Seperti umumnya dalam masalah ekonomi, kita mempunyai suatu cam-
puran biaya sekarang dan mendatang. Misalnya, seperti dilukiskan dalam Gambar
6.1,pembelian Mesin Lean menyangkut pengeluaran awal $3000. Selain dari biaya per-
olehan satu-kali ini, harus pula dikeluarkan uang tiap tahun untuk merawat mesin.
Karena biaya yang demikian cenderung bertambah dengan makin tuanya komputer,
maka biaya perawatan dianggapbertambah secara linear terhadap waktu. Misalnya,
setelah 10 tahun, diperlukan $2000 tiap tahun untuk menjaga agar mesin dalam kondisi
kerja (Gambar 6.1). Akhirnya, disamping biaya-biaya ini, Anda juga akan menarik
manfaat dengan memiliki komputer tersebut. Keungtungan tahunan dan kenikmatan
yang diperoleh dari Mesin Lean dicirikan oleh suatu pendapatan tahunan sebesar $1000
tiap tahun.
Agar dapat mempertimbangkan dua pilihan ini, kita harus mengkonversi biaya-
biaya ini ke ukuran yang dapat dibandingkan. Satu cara untuk melakukan ini adalah de-
ngan mengungkapkan semua biaya individual sebagai pembayaran tahunan yang
setara, yakni nilai dolar tahunan yang setara selama rentang hidup komputer. Keun-
tungan dan kenikmatan tahunan sudah dalam bentuk ini. Rumus-rumus ekonomi
tersedia untuk mengungkapkan biaya-biaya pembelian dan perawatan dengan cara yang
serupa. Misalnya, biaya pembelian awal dapat ditransformasikan ke dalam serangkaian
$1000
Keuntungan
Keuntungan tahunan
0 10 tahun Waktu
Biaya
Biaya
perwatan

Biaya pembelian $-2000

$-3000

GAMBAR 6.1 Diagram arus-tunai untuk biaya dan keuntungan komputer Mesin Lean. Absis menya-
takan banyaknya tahun Anda memiliki mesin ini. Arus-tunai diukur pada ordinat, dengan mengun-
tungkan positif dan biaya negatif.

pembayaran tahunan seragam dengan rumus (Gambar 6.2a)


i (1 + i )
n
AP = P (6.1)
(1 + i )n − 1
di mana AP adalah besarnya pembayaran tahunan (annual peyment), P biaya pembeli-
an, i tingkat bunga, dan n banyaknya tahun. Misalnya, pembayaran awal untuk Mesin
Lean adalah $-3000, di mana tanda negatifmenunjukan kerugian bagi Anda. Jika
tingkat bunga adalah 20 persen (i = 0,2)
0,2(1,2 )
n
AP = 300
1,2 n − 1
Misalnya, jika pembayaran awal harus disebar selama 10 tahun (n = 10), maka rumus
ini dapat dipakai untuk menghitung bahwa pembayaran tahunan yang setara akan $-
715,57 tiap tahun.
Biaya perawatan dinamakan deret hitung gradien karena pertambahannya meru-
pakan suatu laju konstanta. Konversi deret yang demikian menjadi laju tahunan Am da-
pat dilaksanakan dengan memakai rumus
⎡1 n ⎤
Am = G ⎢ − ⎥ (6.2)
⎣ i (1 + i ) − 1⎦
n

di mana G adalah laju hitung pertambahan perawatan. Seperti dilukiskan pada Gambar
6.2b, rumus ini mentransformasikan biaya perawatan yang terus meningkat ke dalam
serangkaian pembayaran tahunan tetap yang setara.

Biaya Pembayaran tahunan


Sebenarnya tetap yang setara
0 n 0 n

Pers. (6.1)

(a)
0 n 0 n

Pers.(6.2)

(b)
GAMBAR 6.2 Pelukisan grafis dari penggunaan suatu rumus ekonomi (a) untuk mentransformasikan
pembayaran awal ke serangkaian pembayaran tahunan yang setara dengan memakai Persmaan (6.1) dan
(b) untuk mentransformasikan suatu deret hitung gradien ke dalam serangkaian pembayaran tahunan
yang setara dengan memakai Persamaan (6.2)

Persamaan-prsamaan ini dapat digabungkan untuk mengungkapkan nilai tiap


komputer dalam bentuk serangkaian pembayaran yang seragam. Misalnya, untuk
Mesin Lean,
0,2(1,2 ) ⎡ 1 n ⎤
n
At = −3000 − 200⎢ − n ⎥ + 1000
1,2 − 1
n
⎣ 0,2 1,2 − 1⎦

Harga total = - biaya – biaya pemeliharaan + keuntungan / laba


di mana At menyatakan nilai tahunan total. Persamaan ini dapat disederhanakan deng-
an mengumpulkan suku-suku

− 600(1,2 )
n
200n
At = + n (6.3)
1,2 − 1
n
1,2 − 1

Dengan mensubstitusikan n = 2 ke dalam Persamaan (6.3) akan memberikan hasil yang


jika Anda memutuskan untuk membuang Mesin Lean setelah memilikinya selama
hanya 2 tahun, maka Anda akan menghabiskan biaya sebesar $1055 tiap tahun. Jika
komputer dibuang setelah 10 tahun ( n = 10), Persamaan (6.3) memberi indikasi bahwa
biayanyaakan sebesar $330 tiap tahun.
Serupa untuk Ultimate, persamaan untuk nilai tahunan dapat dikembangkan,
seperti dalam
− 2000(1,2 )
n
50n
At = + n + 3750 (6.4)
1,2 − 1
n
1,2 − 1
Nilanilai untuk Persamaan (6.4) untuk n = 2 dan n = 10 adalah $-2568 dan $+1461 tiap
tahun. Jadi, walaupun Ultimate lebih mahal berdasarkan jangka-pendek, jika dimiliki
cukup lama, tidak hanya akan lebih hemat-biaya tetapi sebenarnya akan menghasilkan
uang untuk Anda. Persamaan-persamaan (6.3) dan (6.4) dirajah untuk aneka nilai n da-
lam Gambar 6.3a.
Identifikasi titik tempat dua mesin mempunyai nilai setara menunjukan kapan
Ultimate menjadi pilihan yang lebih baik. Secara grafis, titik tersebut berpadanan deng-
an perpotongan dua kurva dalam Gambar 6.3a. dari sudut matematis, titik pulang-po-
kok (titik impas-break even) adalah nilai n untuk mana Perasamaan (6.3) dan (6.4)
setara, yaitu,
− 600(1,2 ) − 2000(1,2 )
n n
200n 50n
+ n = + n + 3750
1,2 − 1
n
1,2 − 1 1,2 − 1
n
1,2 − 1

$
2000 Ultimate

Mesin Lean Waktu


(thn)
-4000 Titik pulang-pokok

(a)

$
2000

2 6 8 10 Waktu
(thn)
-4000 Titik pulang-pokok

(b)
GAMBAR 6.3 (a) Kurva-kurva biaya bersih untuk komputer-komputer Mesin Lean [Persamaan (6.3)]
dan Ultimate [Persamaan (6.4)]. (b) Fungsi pulang-pokok [Persamaan (6.5)]

Dengan membawa semua suku persamaan ini ke satu ruas, masalahnya diredusir ke
pencarian akar dari
− 1400(1,2 )
n
150n
f (n ) = − n + 3750 = 0 (6.5)
1,2 − 1
n
1,2 − 1
Perhatikan bahwa karena cara bagaimana persamaan ini kita turunkan, Mesin Lean le-
bih hemat-biaya bilamana f (n ) < 0 , dan Ultimate lebih hemat-biaya bilamana f (n ) > 0
(Gambar 6.3b). akar-akar Persamaan (6.5) tidak dapat ditentukan secara analitis. Di pi-
hak lain, pembayaran tahunan yang setara mudah dihitung untuk suatu n yang diberi-
kan. Jadi, seperti dalam pembahasan Pasal PT2.1.2 aspek rancang-bangun masalah ini
menciptakan kebutuhan untuk pendekatan numerik.
Akar-akar persamaan (6.5) dapat dihitung dengan memakai beberapa metode
numerik yang digambarkan dalam bab 4 dan 5. Pendekatan pengurung dan metode
secant dapat diterapkan dengan usaha yang minimal, sedangkan metode Newton-Raph-
son akan canggung dipakai karena akan memakan waktu untuk menentukan df / dn da-
ri Persamaan (6.5).
Berdasarkan Gambar 6.3, kita ketahui bahwa akarnya berada antara n = 2 dan 10.
Nilai-nilai ini menyediakan nilai-nilai pemulai untuk metode bagidua. Pembagiduaan
selang dapat diulangi sampai 18 iterasi untuk memberikan suatu hasil dengan ∈a yang
lebih kecil dari 0,001 persen. Titik pulang-pokok terjadi pada n = 3,23 tahun. Hasil ini
dapat diperiksa dengan mensubstitusikan kembali ke dalam Persamaan (6.5) untuk
memeriksa kebenaran bahwa f (3,23) ≅ 0.
Pensubstirusian n = 3,23 ke dalam Persamaan (6.3) atau Persamaan (6.4) akan
memberikan hasil bahwa pada titik pulang-pokok kedua mesin tersebut memerlukan
biaya sekitar $542 tiap tahun. Di luar titik ini Ultimate menjadi akan lebih hemat-biaya.
Akhibatnya, jika Anda bermaksut memiliki mesin Anda selama lebih dari 3,23 tahun,
maka lebih baik membeli Ultimate.
Metode posisi-palsu juga dapat diterapkan secara mudah pada masalah ini. Akar
dan ketelitian yang serupa dicapai setelah 12 iterasi untuk selang pengurung yang sama
dari 2 sampai 10. dipihak lain, metode secantakan konvergen ke akar -24,83 unuk
selang pengurung yang sama ini. Namun, jika selang pengurung diperkecil menjadi 3
sampai 4, maka metode secant akan konvergen pada n = 3,23 hanya dalam lima iterasi.
Yang menarik, metode secant juga konvewrgen secara cepat ke akar yang tepat bila-
mana selang awal adalah 2 sampai 3 dan tidak mengurung akar. Hasil-hasil ini adalah
khas dari imbal-balik (trade-off) yang dibahas nantunya dalam epilog. Metode numerik
yang terbaik untuk masalah initergantung pada pertimbangan Anda berkenaan dengan
imbal-balik diantara faktor-faktor seperti efisiensi numerik, biaya komputer, dan
kehandalan metode.

6.2 STUDI KASUS 6.2 HUKUM-HUKUM GAS YANG IDEAL DAN


NON-IDEAL (TEKNIK KIMIA)

Latar-belakang: Hukum gas ideal diberikan oleh


pV = nRT (6.6)
dimana p adalah tekanan mutlak, v adalah vulume, dan n banyaknya mole. R adalah
konstanta gas universal, dan T adalah suhu mutlak. Walupun persamaan ini dipakai
secara meluas oleh para insinyur dan ilmuwan, persamaan tersebut hanya teliti pada
suatu rentang tekanan dan suhu terbatas. Lagi pula, Persamaan (6.6) lebih sesuai untuk
beberapa gas ketimbang untuk lainnya.
Alternatif lain dari persamaan keadaan gas diberikan oleh
⎛ a ⎞
⎜ p + 2 ⎟(v − b ) = RT (6.7)
⎝ v ⎠
Yang dikenal sebagai persamaan van der Waals, v = V / n adalah vulumr molal, a dan
b adalah konstanta empiris yang tergantung pada gas tertentu.
Proyek rancangan rekayasa kimia mensyaratkan bahwa Anda menaksir secara te-
liti vulume molar (v) dari karbon dioksida dan juga oksigen untuk sejumplah kombinasi
suhu dan terkaan yang berlainan sehingga dapat dipilih bejana penyimpan yang sesuai.
Juga menarik untuk memeriksa seberapa baik masing-masing gas memenuhi hukum
gas ideal dengan cara membandingkan vulume molal seperti yang dihitung dengan
menggunakan (6.6) dan (6.7). Data berikut disediakan:

R = 0,082054 L . atm/(mol . K)
a = 3,592
b = 0,04267 karbon dioksida
c = 1,360
b = 0,03183 oksigen
Tekanan-tekanan rancang-bangun yang diminati adalah 1, 10, dan 100 atm untuk
kombinasi suhu 300, 500, dan 700 K.

Penyelesaian: Vulume-vulume molal untuk kedua gas dihitung dengan memakai hu-
kum gas ideal, dengan n = 1. Misalnya, jika p = 1 atm dan T = 300K,

V RT L ⋅ atm300 K
v= = = 0,082054
n p mol ⋅ K1atm
v = 24,6162 L / mol
Perhitungan-perhitungan ini diulang untuk semua kombinasitekanan dan suhu dan disa-
jikan dalam Tabel 6.2

TABEL 6.2 Komputasi volume molal untuk Studi Kasus 6.2

Volume molal Volume molal


Volume molal (van der Waals) (van der Waals)
Suhu, Tekanan, (hukum gas karbon dioksida oksigen,
K atm ideal, L/mol L/mol L/mol

300 1 24,6162 24,5126 24,5928


10 2,4616 2,3545 2,4384
100 0,2462 0,0795 0,2264
500 1 41,0270 40,9821 41,0259
10 4,1027 4,0578 4,1016
100 0,4103 0,3663 0,4116
700 1 57,4378 57,4179 57,4460
10 5,7438 5,7242 5,4460
100 0,5744 0,5575 0,5842

Komputasi volume molal dari persamaan van der Waals dapat dilaksanakan deng-
an memakai sembarang metode numerik untuk penemuan akar persamaan yang dibahas
di Bab 4 dan 5, dengan

⎛ a ⎞
f (v ) = ⎜ p + 2 ⎟(v − b ) − RT (6.8)
⎝ v ⎠
Dalam kasus ini, turunan f (v ) mudah ditentukan dan metode Newton-Raphson akan
mudah dan efisien untuk diimplementasikan. Turunan f terhadap v diberikan oleh
a 2ab
f ' (v ) = p − 2 + 3
v v
Metode Newton-Raphson digambarkan oleh Persamaan (5.6):
f (vi )
vi +1 = vi −
f ' (vi )
yang dapat dipakai untuk menaksir akar. Misalnya, dengan memakai terkaan awal
24,6162, volume molal karbon dioksida pada 300 K dan 1 atm dihitung sebagai
24,5126 L/mol. Hasil ini diperoleh setelah dua iterasi dan mempunyai ∈a yang lebih
kecil dari 0,001 persen.
Komputasi-komputasi yang serupa untuk semua kombinasi suhu dan tekanan
untuk kedua gas disajikan dalam Tabel 6.2. Terlihat bahwa hasil untuk hukum gas ideal
berbeda dengan yang untuk persamaan van der Waals untuk kedua gas, tergantung
pada nilai-nilai spesifik untuk p dan T. Lagi pula, karena beberapa dari hasil-hasil ini
cukup berbeda, rancangan bejana penyimpan Anda akan agak berbeda, tergantung pada
persamaan pernyataan keadan mana yang dipakai.
Dalam kasus ini, suatu persamaan keadaan yang rumit diperiksa dengan memakai
metode Newton-Raphson. Hasil-hasilnya untuk beberapa kasus bervariasi secara signi-
fikan dari hukum gas ideal. Dari segi praktis, metode Newton-Raphson sesuai untuk
penerapan ini karena f ' (v ) mudah dihitung. Jadi, sifat-sifat kekomvergenan yang cepat
dari metode Newton-Raphson dapat dimanfaatkan.
Di samping mendemotrasikan keampuhannnya untuk komputasi tunggal, studi
kasus ini juga mengilustrasikan bagaimana metode Newton-Raphson teristimewa me-
narik bilamana diperlukan banyak komputasi. Karena kecepatan komputer pribadi,
efisiensi dari beragammetode numerik untuk hampir semua akar-akar persamaan tidak
dapat dibedakanuntuk satu komputasi tunggal. Bahkan perbedaan 10 detik antara pen-
dekatan kasar bagidua dan Newton-Raphson yang efisien tidak dipandang sebagai sua-
tu kerugian waktu yang berarti bilamana hanya dilaksanakan satu komputasi. Namun,
andaikan bahwa jutaan evaluasi akar diperlukan untuk menyelesaikan suatu masalah.
Dalam kasus ini, efisiensi metode dapat merupakan faktor penentu dalam memilih
suatu teknik.
Misalnya, andaikan Anda diminta merancang sebuah sistem pengatur otomatis
yang terkomputerisasi untuk suatu proses produksi kimia. Sistem ini mensyaratkan
taksiran yang akurat ari volume molal berdasar pada basis kontinu agar memproduksi
barang jadi secara benar. Disamping pengukur yang memberikan pembacaan tekanan
dan suhu dengan segera. Evaluasi dari v harus diperoleh untuk beragam gas yang
dipakai dalam proses.
Untuk penerapan yang demikian, metode-metode pengurung seperti bagidua atau
posisi-palsu mungkin akan memakan waktu. Tambahan pula, dua terkaan awal yang
diperlukan untuk pendekatan-pendekatan ini juga akan menyelipkan suatu penundaan
kritis dalam prosedur. Kelemahan ini menyangkut metode secant, yang juga memerlu-
kan dua taksiran awal.
Sebaliknya metode Newton-Raphson hanya mensyaratkan satu terkaan untuk
akar. Hukum gas idealdapat diterapkan untuk memperoleh terkaan ini pada waktu me-
mulai prosesnya. Kemudian, dengan menganggap bahwa kerangka waktunya cukup
pendak sehingga tekanan dan suhu tidak berubah-ubah dengan melonjak yang besar
diantara komputasi-komputasi, penyelesaian akar yang sebelumnya akan menyediakan
suatu terkaan bagus untuk penerapan berikutnya. Jadi, terkaan dekat yang sering meru-
pakan prasyarat untuk kekonvergenan metode Newton-Raphson akan tersedia secara
otomatis. Semua pertimbangan di atas akan sangat menganjurkan digunakan teknik
Newton-Raphson untuk masalah-masalah yamh demikian.

6.3 STUDI KASUS 6.3 KABEL KATENARI (TEKNIK SIPIL)


Latar belakang: Pada Bab 1, telah kita nyatakan bahwa keseimbangan gaya merupa-
kan hal mendasar untuk pengembangan model-model matematis dalam teknik sipil.
Dalam studi kasus yang sekarang, keseimbangan gaya digunakan untuk menurunkan
model untuk kabel katenari.
Kabel katenari adalah kabel yang digantung di antara dua titik dalam garis tegak
yang sama. Seperti yang dilukiskan pada Gambar 6.4a, kabel itu tampa beban selain
dari beratnya sendiri. Jadi, beratnya berlaku sebagai beban seragam sepanjang kabel, w
(N/m).
y

TB
B

A W =ws
w TA
y0
x

(a) (b)

GAMBAR 6.4 (a) Gaya-gaya yang bekerja pada bagian AB dari suatu kabel yang tergantung fleksibel.
Beban seragam sepanjang kabel (tetapi tidak seragam tiap jarak mendatar x). (b) Diagram badan-bebas
dari bagian AB.

Diagram badan-bebas dari bagian AB dilukiskan pada Gambar 6.4b. Perhatikan bahwa
bagian itu dikenal tiga gaya: TA tegangan mendatar A, TB tegangan tagensial yang
bekerja pada B, dan berat kabel, w = ws. Jika sistemnya dalam keadaan diam,
komponen gaya mendatar dan tegak haruslah seimbang: yakni

TB cos θ = T A TB sin θ = W
Dengan membagi persamaan-persamaan ini akan kita dapatkan
TB sin θ W
= tan θ =
TB cos θ TA
atau karena tan θ = dy / dx
dy ws
= (6.9)
dx T A
Panjang busur s dapat dihitung memakai (Thomas dan Finney, 1979)
2
⎛ dy ⎞
s = ∫ 1 + ⎜ ⎟ dx (6.10)
⎝ dx ⎠
Persamaan (6.9) dan (6.10) dapat didiferensialkan dan dikombinasikan untuk memberi-
kan
2
d2y w ⎛ dy ⎞
2
= 1+ ⎜ ⎟ (6.11)
dx TA ⎝ dx ⎠
Jadi, Persamaan (6.11) merupakan model matematis bagian AB dari kabel kate-
nari. Karena merupakan suatu persamaan diferensial orde-kedua, diperlukan dua kondi-
si untuk penyelesaiannya. Untuk kasus yang sekarang, kondisi yang pertama adalah
dy
= 0 pada x = 0
dx

Yakni, kabel mendatar pada A. Kondisi kedua adalah bahwa tinggi sama dengan
y 0 pada A ,
y = y 0 pada x = 0
Dengan kondisi-kondisi ini, kalkulus dapat digunakan untuk mendapatkan penyele-
saiannya
T ⎛w ⎞ T
y = A cosh ⎜⎜ x ⎟⎟ + y 0 − A (6.12)
w ⎝ TA ⎠ w
di mana kosinus hiperbolik dapat dihitung memakai
(
1
)
cosh x = e x + e − x
2
(6.13)
Sekarang model tersebut menyediakan sarana sederhana untuk meramalkan nilai
peubah takbebas, tinggi kabel y, jikadiketahui nilai nilai peubah bebas x dan parameter-
parameter TA, w dan y 0 . Misalnya, nilai-nilai w = 10, T A = 2000, dan y 0 = 1 digambar-
kan untuk menghitung tinggi kabel yang diperlihatkan pada Gambar 6.4a.
Namun, andaikan diperlukan menghitung nilai untuk parameter TA, jika diketahui
nilai-nilai parameter w = 10 dan y 0 = 5, sedemikian rupa sehingga kabelnya
mempunyai tinggi y = 12 pada x = 50. Untuk kasus ini, bilangan anu TA ternyata
implisit dan diperlukan metode numerik untuk memperoleh penyelesaian.

Penyelesaian: Walaupun FORTRAN mempunyai fungsi intrinsik untuk menghitung


kosinus hiperbolikus, tetapi Microsoft BASIC dan Turbo Pascal tidak memilikinya.
Oleh karena itu, untuk mempertahankan agar contoh ini seumum mungkin, kita akan
mensubstitusikan Persamaan (6.13) bersama nilai-nilai yang diberikan untuk meng-
hasilkan
T ⎧⎪ 1 ⎡ ⎛ 10 ⎞ ⎛ 10 ⎞⎤ ⎫⎪ T
12 = A ⎨ ⎢exp⎜⎜ 50 ⎟⎟ + exp⎜⎜ − 50 ⎟⎟⎥ ⎬ + 5 − A
10 ⎪⎩ 2 ⎣ ⎝ T A ⎠ ⎝ T A ⎠⎦ ⎪⎭ 10
Oleh karena itu, harus ditentukan suatu akar untuk
T ⎡ ⎛ 500 ⎞ ⎛ − 500 ⎞⎤ T
f (T A ) = A ⎢exp⎜⎜ ⎟⎟ + exp⎜⎜ ⎟⎟⎥ − 7 − A
20 ⎣ ⎝ T A ⎠ ⎝ T A ⎠⎦ 10
Fungsi ini dapat dirajah (diplot) (Gambar 6.5) untuk menentukan tegakan awal 1000
dan 5000. Dengan menggunakan bagi-dua (bisection) dengan kriteria penghentian
∈s = 0,1% akan memberikan hasil T A = 1797,852 dalam 12 iterasi.

f (T A )

0
5000 TA

GAMBAR 6.5 Rajahan funsi dari Studi Kasus 6.3 yang


pakai untuk menentukan suatu tekan awal.
6.4 STUDI KASUS 6.4 RANCANGAN SUATU RANGKAIAN
LISTRIK (REKAYASA ELEKTRO)

Latar belakang: Para insinyur elektro sering memakai hukum Kirchhoff untuk meng-
kaji perilaku “steady-state” (tidak berubah menurut waktu) dri rangkaian listrik. Peri-
laku steady-state yang demikian akan diperiksa dalam Studi Kasus 10.4. Kelas masalah
penting lainnya adalah bersifat sementara (transien) dan menyangkut rangkaian di ma-
na berlangsung perubahan sementara yang mendadak. Situasi demikian terjadi
menyusul penutupan switch dalam Gambar 6.6. Dalam kasus ini, akan terdapat periode
penye-suaian setelah penutupan switch begitu terjadi suatu steady-state baru. Lamanya
periode penyesuaian ini berkaitan erat dengan sifat-sifat penyimpan-muatan dari
kapasitor dan penyimpanan energi oleh induktor. Penyimpanan energi mungkin berosi-
lasi di antara dua elemen tersebut selama suatu periode sementara (transient period).
Namun, resistansi dalam rangkaian akan mengacaukan besaran osilasi.

- -
Batere VO Kapasitor Induktor
+ +

Penahan

GAMBAR 6.6 Sebuah rangkaian listrik. Bilamana sakelar (switch) ditutup, arus akan mengalami se-
rangkaian osilasi sampai tercapai suatu steady-state baru.

Aliran arus melalui penahan (resistor) akan menyebabkan turunnya voltase (VR)
yang diberikan oleh
V R = iR
di mana i adalah arus dan R adalah resistansi dari penahan. Bilamana R dalam satuan
ohm dari i dalam satuan ampere, maka VR dalam satuan volt.
Demikian pula, suatu induktor akan melawan perubahan arus, sedemikian rupa
sehingga voltase turun pada waktu melewati (VL ) adalah
di
VL = L
dt
di mana L adalah induktansi. Jika L dalam satuan henry dan i dalam satuan ampere,
maka VL dalam satuan volt dan t dalam satuan detik.
Turunnya voltase sepanjang kapasitor (VC ) tergantung pada muatan (q) padanya:
q
VC =
C
di mana C adalah kapasitansi. Muatan diungkapkan dalam satuan coulomb, statuan C
adalah farad.
Hukum kedua Kirchhoff menyatakan bahwa jumplah aljabar turunnya voltase se-
keliling suatu rangkaian tertutup adalah nol. Setelah switch (sakelar) ditutup:
di q
L + Ri + = 0
dt C
Namun, arus dikaitkan terhadap muatan menurut
dq
i=
dt
Oleh karena itu
d 2q dq q
L 2 +R + =0
dt dt C
Ini adalah persamaan diferensial linear tingkat dua yang dapat dipecahkan dengan me-
makai metode kalkulus. Penyelesaian ini diberikan oleh
⎛ 1 ⎛ R ⎞2 ⎞
q (t ) = q 0 e − Rt / 2 L
cos⎜ − t⎟
⎜ LC ⎜⎝ 2 L ⎟⎠ ⎟
(6.14)
⎝ ⎠
di mana t = 0, q = q 0 = V0 C , dan V0 adalah voltase bater pengisi. Persamaan (6.14)
memberikan variasi waktu muatan pada kapasitor. Penyelesaian q (t ) dirajah dalam
Gambar 6.7.

q (t )
q0

Waktu

GAMBAR 6.7 Muatan pada kapasitor sebagai fungsi waktu menyusul penutupan switch (sakelar)
dalam Gambar 6.6.

Suatu masalah khas desain teknik elektro mungkin melibatkan penentuan pena-
han yang tepat untuk menebarkan energi pada laju tertentu, dengan nilai-nilai L dan C
yang diketahui. Untuk studi kasus yang sekarang, anggaplah muatan harus dihambur-
kan sampai 1 persen dari nilai yang semula (q / q 0 = 0,01) dalam t = 0,05 detik, dengan
L = 5 H dan C = 10-4 F.

Penyelesaian: Adalah perlu untuk memecahkan Persamaan (6.14) untuk R, dengan ni


lai-nilai yang diketahui q, q 0 , L dan C . Namun, harus diterapkan suatu teknik ham-
piran numerik karena dalam Persamaan (6.14), R berupa peubah implisit. Metode bagi-
dua akan dipakai untuk keperluan ini. Metode-metode lain yang dibahas di Bab 4 dan 5
juga cocok, walaupun metode Newton-Raphson akan tidak praktis dipakai karena tu-
runan Persamaan (6.14) agak rumit. Dengan menyusun kembali Persamaan (6.14),

⎛ 1 ⎛ R ⎞2 ⎞ q
f (R ) = e − Rt / 2 L cos⎜ − t⎟−
⎜ LC ⎜⎝ 2 L ⎟⎠ ⎟ q 0
⎝ ⎠

atau, dengan menggunakan nilai-nilai numerik yang diberikan,

( )
f (R ) = e −0,005 cos 2000 − 0,01R 2 (0,05) − 0,01 (6.15)
Pemerikasaan persamaan ini menyarankan bahwa suatu rentang nilai awal yang wajar
untuk R adalah 0 sampai 400 Ω (karena 2000 – 0,01 R 2 harus lebih besar dari nol).
Gambar 6.8 yang merupakan suatu gambaran grafis dari Persamaan (6.15) mengkofir-
masikan hal ini. Dua puluh satu iterasi metode bagidua memberikan R = 328,1515Ω ,
dengan galat kecil dari 0,0001 persen.

f (R ) Akar ≅ 325

0,0
200 400 R

-0,2

-0,4

-0,6 GAMBAR 6.8 Gambaran grafik Persamaan (6.15) yang


dipakai untuk memperoleh terkaan-terkaan awal untuk R
yang mengurung akar.

Jadi, Anda dapat merinci suatu penahan dengan penilaian ini untuk rangkaian
yang diperlihatkan dalam Gambar 6.6 dan mengharapkan untuk mencapai hasil ham-
buran yang konsisten dengan persyaratan masalah. Masalah perancangan ini tidak da-
pat dipecahkan secara efisien tampa memakai metode-metode numerik di Bab 4 dan 5.

6.5 STUDI KASUS 6.5 ANALISIS GETARAN (REKAYASA


MESIN)

Latar belakang: Persamaan-persamaan deferensial sering dipakai untuk memodelkan


kelakuan sistem-sistem rekayasa. Suatu kelas tertentu dari model demikian yang secara
luas dapat diterapkan hampir semua bidang rekayasa adalah osilator harmonis. Bebera-
pa contoh dasar osilator harmonis adalah sebuah bandul sederhana, massa pada pegas,
dan induktansi- kapasitansi rangkaian listrik (Gambar 6.9). walaupun ini berupa sistem-
sistem fisis yang berbeda, osilasi-osilasinya dapat diberikan oleh model matematis
yang sama. Jadi, walaupun masalah yang sekarang menangani perancangan peredam
kejut mobil, pendekatan umum dapat diterapkan pada beragam masalah lain di semua
bidang rekayasa.
Seperti dilukiskan pada Gambar 6.10, sebuah mobil dengan massa m ditunjang
oleh pegas-pegas. Peredam kejut (shock absorber) memberikan tahanan pada gerakan
mobil yang sebanding terhadap kecepatan vertikal (gerakan ke atas dan ke bawah)
mobil. Gangguan kendaraan dari keseimbangan menyebabkan sistemnya bergerak de-
ngan suatu gerakan osilasi x(t ) . Pada sembarang saat gaya bersih yang bekerja pada m
adalah tahanan pegas dan gaya peredam dari peredam kejut. Tahanan pegas sebanding
terhadap konstanta pegas (k) dan jarak dari ekuilibrium (keseimbangan) (x):

Gaya pegas = -kx (6.16)

di mana tanda negatif menunjukan bahwa gaya perbaikan bertidak untuk mengembali-
kan kendaraan ke arah posisi keseimbangan. Gaya peredam dari peredam kejut diberi-
kan oleh

dx
Gaya peredam − c
dt
dimana c adalah koefisien peredam (damping coeficient) dan
dx / dt adalah kecepatan vertikal. Tanda negatif menunjukan
bahwa gaya peredam bekerja dalam arah yang berlawanan
terhadap kecepatan (velocity).
Persamaan-persamaan gerakan sistem diberikan oleh hu-
Bandul kum kedua Newton (F = m ) , untuk mana masalah yang seka-
rang diungkapkan sebagai

d 2x
m= 2
= −c
dx
+ (− kx )
dt dt

Massa x percepatan = gaya peredam + gaya pegas

atau

d 2 x c dx k
Pegas / massa + + x=0
dt 2 m dt m

Arus

GAMBAR 6.9 Tiga contoh osilasi harmonis sederhana. Anak panah dua
Rangkaian LC arah mengilustrasikan osilasi untuk tiap sistem.
Ini adalah persamaan diferensial linear orde-kedua yang dapat dipecahkan dengan me-
makai metode-metode kalkulus. Misalnya, jika kendaraan mengenai sebuah lubang
dijalan pada t = 0 , sedemikian rupa sehingga menyimpang dari keseimbangan dengan
x = x0 dan dx / dt = 0 , maka

x(t ) = e − nt ( x0 cos pt + x0 sin pt )


n
p
di mana n = c/(2m), p = k / m − c 2 /(4m 2 ) dan k / m > c 2 /( 4m 2 ) . Persamaan (6.17)
memberikan posisi vertikal kendaraan sebagai suatu fungsi waktu. Nilai-nilai parame-
ternya adalah c = 1,4 x 107 g/det, m = 1,2 x 106 g, dan k = 1,25 x 109 g/det. Jika x0 =0,3
m, pertimbangan desain rekayasa mekanis mensyaratkan bahwa taksiran-taksiran harus
diberikan untuk tiga kesempatan pertama kendaraan melewati titik keseimbangan.

Penyelesaian: masalah perancangan (rancang-bangun) ini harus dipecahkan dengan


menggunakan metode-metode numerik dari Bab 4 dan 5. metode-metode pengurung
atau secant lebih disukai karena turunan Persamaan (6.17) cukup rumit.
Taksiran-taksiran terkaan awal mudah diperoleh dengan mengacu pada Gambar
6.11, studi kasus ini mengilustrasikan bagaimana metode grafis seringkali menyediakan
informasi yang perlu untuk keberhasilan penerapan teknik-teknik numerik. Gambaran
grafik menunjukan bahwa masalah ini dipersulit oleh adanya beberapa akar. Jadi dalam
kasus ini,

x(t )

0,2

Akar 1 ≅ 0,055 Akar 3 ≅ 0,255

0
0,1 0,2 0,3 t,s

Akar 2 ≅ 0,155

-0,2

GAMBAR 6.11 Rajah (plot) dari posisi terhdap waktu untuk peredam kejut setelah roda mobil mem-
bentur lubang di jalan.

TABEL 6.3 Hasil-hasil pemakaian metode bagidua, posisi-palsu, dan secant untuk melokasikan tiga
akarpertama untuk getaran dari sebuah peredam kejut. Kriteri penghentian 0,1 persen dipakai untuk
memperoleh hasil-hasil ini. Perhatikan bahwa nilai eksak dari akar-akar adalah 0,0552095329; 0,154178-
13: dan 0,253146726.
PERSEN GALAT RELATIF
Terkaan Terkaan Taksiran Banyaknya
Metode bawah atas akar iterasi Hampiran Sejati

Bagidua 0,0 0,1 0,0552246 11 0,088 0,027


0,1 0,2 0,1541992 12 0,063 0,014
0,2 0,3 0,2533203 9 0,077 0,069

Posisi 0,0 0,1 0,0552095 5 0,002 0,0001


palsu 0,1 0,2 0,1541790 4 0,069 0,0006
0,2 0,3 0,2531475 4 0,043 0,0003

Secant 0,0 0,1 0,0552095 5 0,038 0,0001


0,1 0,2 0,1541780 5 0,020 0,0001
0,2 0,3 0,2531465 5 0,017 0,0001

selang-selang pengurung yang agak sempit harus digunakan menghindari adanya tum-
pang tindih.
Tabel 6.3 mendaftarkan hasil-hasil pemakaian metode bagidua, posisi-palsu, dan
secant, dengan kriteria penghentian 0,1 persen. Semua teknik akan konvergen dengan
cepat. Sesuai dengan yang diharapkan, metode posis-palsu dan secant lebih efisien
daripada metode bagidua.
Perhatikan bagaimana untuk semua metode, hampiran persen galat relatif lebih
besar daripada galat sejati. Jadi, hasil-hasilnya paling sedikit seteliti kriteria peng-
hentian 0,1 persen. Namun perhatikan juga bahwa metode-metode posisi-palsu dan
secant sangat konsevatif dalam tinjauan ini. Ingat kembali pembahasan kita dalam pa-
sal 4.3 bahwa kriteria penghentian biasanya mentatakan hampiran dari ketidaksesuaian
iterasi sebelumnya. Jadi, untuk pendekatan kekonvergenan secara cepat seperti metode
posisi-palsu dan secant, perbaikan dalam ketelitian di antara iterasi-iterasi yang be-
runtun adalah sedemikian besar sehingga ∈t biasanya akan jauh lebih kecil dari ∈a .
Kepentingan praktis dari perilaku ini kurang berarti bilamana menentukan akar tunggal.
Namun, jika menyangkut penemuan banyak akar, kekonvergenan yang cepat menjadi
suatu sifat yang berharga untuk dipertimbangkan pada waktu memilih suatu teknik
tertentu.

6.6 STUDI KASUS 6.6 PENYELESAIAN SPREADSHEET


UNTUK AKAR SISTEM TAK LINEAR

Latar belakang: spreadsheet dapat dipakai untuk menyelesaikan sistem persamaan


alja-bar taklinear. Studi kasus ini menerapkan metode Newton-Raphson dengan dua
peubah (Pasal 5.5.2) untuk memecahkan nilai-nilai x dan y yang memenuhi persamaan-
persamaan berikut,
f ( x. y ) = 4 − y − 2 x n
g (x. y ) = 8 − y − y m − 4 x
di mana n dan m adalah parameter. Bilamana n dan m bernilai 0 dan 1 sitem diatas
linear dan dapat dipecahkan secara analitis atau dengan memakai metode-metode yang
diuraikan di Bagian Tiga. Nilai-nilai n dan m lainnya menghasilkan sistem persamaan
taklinear yang harus dipecahkan secara numerik.

Penyelesaian: masukan disk yang menemani buku teks ini ke komputer IBM_PC atau
yang kompatibel dan ketikan NUMMET menyusul prompt A. Di layar monitor muncul
judul seperti yang diperlihatkan pada Gambar 6.12a. Tombol Return melanjutkan layar
ke menu utama seperti di perlihatkan dalam Gambar 6.12b. Kursor dapat digerakan
dengan memakai tombol anak panah atau tombol numerik untuk memilih suatu studi ka

SUPPLEMRNTARY SOFTWARE Numerical Methods using Spreadsheets

Numerical Methods for Engineers [1] Newton – Raphson Method


With Personal computer Applications [2] Gauss – Seidel Method
Written by [3] Newton ‘s Interpolation
S.C Chapra and R.P canale [4] Romberg Integration
[5] Trapezoidal – Simpson - Gauss
Developed by [6] Euler – Heun – Ralston
EnginComp Software. Inc. [7] Laplace Equation
(c) Copright 1987 [8] Exit Supplement

Published by McGraw – Hill, Inc.


Make seleection and enter [ Return ]
Enter [ Return ] to continue

(a) (b)

GAMBAR 6.12 (a) Layar judul dan (b) menu utama perangkat lunak spreadsheet pelengkap.

sus dalam disk. Gerakan kursor ke pilihan 1 dan tekan Return. Ini akan menghasilkan
spreadsheet yang akan muncul seperti yang diperlihatkan pada Gambar 6.13a. spre-
adsheet ini berisi penyelesaian persamaan-persamaan aljabar di atas dengan memakai
metode Newton-Raphson. Elemen-elemen spreadsheet dapat dilihat pada garis paling
bawah layar dengan cara menggerakan kursor memakai tombol anak panah. Pelajari isi
sel-sel kolom B secara saksama. Pertama, diperlukan nilai-nilai awal x dan y. Beri-
kutnya dihitung fungsi dan turunan-turunan parsial. Akhirnya elemen B19 dan B20
berisi persamaan yang menyatakan penyelesaian sistem linear setara seperti yang diper-
lukan oleh metodenya. Nilai-nilai x dan y yang baru ini secara beruntun dialihkan ke
baris 8 dan 9 dari colom C untuk melaksanakan iterasi berikutnya. Perhatikan bahwa di
layar diperlihatkan tujuh iterasi dengan kekonvergenan ke nilai eksak setelah lima ite-
rasi dengan nilai-nilai awal x = 0 dan y = 0.
Hanya terdapat lima sel pada spreadsheet yang dapat Anda ubah. Nilai elemen B3
dan B4 dapat dimodifikasi untuk memungkinkan Anda mengubah sifat fungsi. Pengu-
bahan nilai-nilai dalam elemen B8 dan B9 memungkinkan Anda mengubah nilai-nilai
awal x dan y. Nilai elemen B6 membolehkan Anda mengubah banyaknya iterasi.
Gerakan kursor dan ubah nilai pertama menjadi x = 10 dan y = 10. sekarang tekan
tombol [F3] untuk mengupdate semua elemen lain dari spreadsheet itu. Hasil komputa-
sinya diperlihatkan pada Gambar 6.13b dengan kekonvergenan dicapai dalam enam
iterasi. Sekarang ubah nilai menjadi x = 50 dan y = 50 dan catat kekonvergenan tak
lengkap dalam tujuh iterasi dengan x = 1,01794 dan y = 1,98197. alihkan nilai-nilai ini
ke sel B8 dan B9, ubah sel B6 menjadi 8, an tekan [F3]. Hasil Gambar 6.13c memper-
lihatkan kekonvergenan dalam sembilan iterasi.
Selanjutnya, kita dapat mempertahankan n = 2 dan m = 2 tetapi gunakan x = -5
dan y = 5. Perhatikan bahwa penyelesaian yang baru ditentukan pada x = -0,618034 dan
y = 3,23606. Hal ini dapat dikonfirmasikan dengan memverifikasi bahwa sel H11 dan
H12 dekat ke nol (lihat Gambar 6.13d).
Contoh di atas memperlihatkan bagaimana speadsheet dapat dipakai memecahkan
sistem persamaan aljabar taklinear. Satu keuntungan spreadsheet adalah bahwa nilai-
nilai semua komputasi antara akan tersedia bagi Anda. Ini membantu Anda memahami
metodenya secara lebih lenkap. Pemrograman tidak diperlukan, sehingga implementasi
mudah. Akhirnya, adalah menguntungkan mengubah nilai beberapa parameter secara
interatif. Ini memberanikan percobaan numerik. Sebaliknya, komputasi spreadsheet
lambat dan tidak efisien dibandingkan dengan algoritma yang secara khusus didesain
untuk mengimplementasikan metode yang diberikan. Akhirnya spreadsheet, mempu-
nyai jumplah sel terbatas yang dapat dilihat pada saat bersamaan, yang membatasi
ukuran sistem. Jadi spreadsheet paling baik dipakai sebagai alat belajar dan sebagai ca-
ra memecahkan masalah praktis berukuran terbatas di mana efisiensi komputasi bukan
merupakan isyu yang penting.

SOAL-SOAL
Rekayasa umum
6.1 Dengan memakai perangkat lunak Anda sendiri, tiruan komputasi yang dilaksanakan dalam studi
Kasus 6.1
6.2 Lakukan komputasi yang sama seperti dalam studi kasus 6.1, tetapi pakai tingkat bunga 17 persen
(i = 0,17). Jika, memungkinkan, gunakan perangkat lunak Anda untuk menentukan titik pulang-
pokok (breakeven point). Jika tidak, gunakan metode numerik apa saja yang dibahas di Bab 4 dan 5
untuk melaksanakan komputasi. Berikan alasan Anda memilih teknik tersebut.
6.3 Untuk studi kasus 6.1, tentukan lama tahun komputer Ultimate harus dimiliki agar menghasilkan
uang bagi Anda. Yaitu, hitunglah nilai n pada mana At untuk Persamaan (6.4) menjadi positif.
6.4 Dengan memakai pendekatan yang serupa dengan Studi Kasus 6.1, persamaan berikut dapat dikem-
bangkan untuk menentukan pendapatan tahunan total sebuah komputer pribadi:
− 1800(1,18)
n
45n
At = + + 3000
(1,18) − 1 (1,18)n 1
n

Tentukan nilai n sedemikian rupa sehingga At adalah nol.


6.5 Anda tertarik untuk membeli sebuah mobil dan telah mempersempit pilihan pada dua kemungkinan.
Sama seperti dalam Studi Kasus 6.1, penghasilan tahunan bersih dari pemilikan salah satu mobil
adalah gabungan dari biaya pembelian, biaya pemeliharaan, dan keuntungan:

Model mewah Model ekonomis

Biaya pembelian, $ -15.000 -5000


Pertambahan perawatan
$ / th / th -400 -200
Keuntungan dan kenikmatan
tahunan, $ 7500 3000

Jika tingkat bunga adalah 12,5 persen (i = 0,125), hitung titik pulang pokok (n) untuk kendaraan-
kendaraan tersebut.
6.6 anda membeli peralatan seharga $20.000 tampa uang muka dengan mencicil $5.000 tiap tahun
selama 5 tahun. Berapa tingkat bunga yang Anda bayar? Rumus yang mengaitkan nilai sekarang
(P), pembayaran tahunan (A), lama tahunan (n), dan tingkat bunga (i) adalah
i (1 + i )
n
A= p
(1 + i )n − 1
6.7 Karena banyak tabel rekayasa-ekonomi dikembangkan bertahun-tahun yang lalu, tabel-tabel terebut
tidak dirancang untuk menangani tingkat bunga tinggi yang lazim sekarang. Tambahan pula, sering-
kali tabel-tabel itu tidak dirancang untuk menangani tingkat bunga pecahan. Seperti dalam masalah
berikut, metode-metode numerik dapat dipakai untuk menentukan taksiran-taksiran ekonomis untuk
situasi-situasi yang demikian.
Sebuah kompleks hiburan yang baru ditafsir memerlukan biaya $10 juta dan menghasilkan pen-
dapatan bersih per tahun $2 juta. Jika hutang harus dilunasi dalam 10 tahun, pada tingkat bunga be-
rapa dana harus dipinjam? Biaya sekarang (P), pembayaran tahunan (A), dan tingkat bunga (i)
dikaitkan satu sama lain oleh rumus ekonomis berikut:
P (1 + i ) − 1
n
=
i (1 + i )
n
A
di mana n tahun pembayaran tahunan. Untuk myang sekarang,
P 10.000.000
= =5
A 2.000.000
Karena itu, persamaan menjadi

5=
(1 + i )10 − 1
i (1 + i )
10

Tingkat bunga yang memenuhi persamaan ini dapat ditentukan dengan mencari akar dari
(1 + i )10 − 1 − 5
f (i ) =
i (1 + i )
10

(a) Gambarkan sketsa f (i ) terhadap i untuk membuat suatu terkaan awal secara grafis pada akar.
(b) Selesaikan dengan mengunakan metode bagidua (hitung banyaknya iterasi)
(c) Selesaikan i dengan memakai metode posisi-palsu (hitung iterasi)
Dalam (b) dan (c), pakai terkaan-terkaan awal i = 0,1 dan 0,2. capai tingkat galat 0,2 persen untuk
kedua kasus tersebut.
6.8 “Tingkat hasil pengembalian” (Rate of Return) merupakan konsep yang dikenal baik untuk kebanya-
kan orang. Hasil pengembalian bunga $100 tiap tahun untuk mendeposito $1000 untuk dipahami
sebagai tingkat hasil 10%. Dalam kasus yang lebih rumit, tingkat hasil adalah bunga untuk mana ke-
tungan suatu kegiatan adalah setara dengan biayanya. Antara lain, tingkat hasil pengembalian meru-
pakan ukuran praktis untuk membandingkan pilihan-pilihan kegiatan. Misalnya, proyek rekayasa
dengan hasil 20% lebih unggul terhadap proyek dengan tingkat pengembalian 8%.
Penentuan tingkat hasil pengembalian suatu proyek seringkali diperumit oleh kenyataan bahwa
keuntungan dan biaya berlangsung pada waktu yang berbeda. Misalnya, penanaman modal awal
adalah biaya sekarang sedangkan laba dan biaya bertambah tiap tahun. Rumus ekonomi tersedia
untuk menyatakan nilai-nilai ini digabungkan untuk menetapkan keseimbangan antara pengeluaran
dan pendapatan, persamaan yang dihasilkan biasanya mempunyai lajubunga sebagai peubah impli-
sit. Jadi masalah harus dipecahkan secara coba dan ralat, atau lebih disenangi dedngan metode
numerik untuk menentukan akar persamaan itu.
Seluruh armada kendaraan perusahaan dapat dibeli seharga $210.000 Pemasukan yang diharap-
kan dari kendaraan tersebut adalah $100.000 tiap tahun dengan biaya langsung $55.000 tiap tahun.
Setelah 5 tahun, nilai pasaran mobil-mobil itu akan menjadi $80.000. berapakah hasil pengembalian-
nya?
6.9 Kecepatan keatas dari sebuah roket dapat dihitung dengan mamakai rumus berikut
m0
v = u In − gt
m0 − qt
di mana v adalah kecepatan ke atas, u kecepatan pada saat bahan bakar dikeluarkan relatif terhadap
roket, m0 massa awal roket pada saat t = 0, q laju pemakaian bahan bakar, dan g percepatan grafitasi
ke bawah (dianggap konstanta = 9,8 m/det2). Jika u = 2200 m/det. m0 = 160.000 kg, dan q = 2680
kg/det, hitung waktu pada saat v = 1000 m/det. Petunjuk: t berada di antara 10 dan 50 detik. Tentu-
kan hasil Anda sehingga berada di sekitar 1% dan nilai sejati. Periksa jawab Anda.

Rekayasa Kimia
6.10 Dengan memakai perangkat lunak Anda sendiri, tirukan komputasi yang dilaksanakan dalam Studi
Kasus 6.2.
6.11 Laksanakan komputasi yang sama seperti dalam Studi Kasus 6.2, tetapi untuk etil alkohol (a =
12,02 dan b = 0,08407) pada suhu 350 K dan p = 1,5 atm. Bandingkan hasil-hasil Anda dengan
hukum gas ideal. Jika mungkin, gunakan perangkat lunak komputer Anda untuk menentukan
volume molal. Jika tidak, pakai metode-metode numerik apa saja yang dibahas di Bab 4 dan 5
untuk melakukan komputasi tersebut. Berikan alasan teknik pilihan Anda.
6.12 Ulangi soal 6.11, tetapi pakai nitrous oksida (a = 3,782 dan b = 0,04415) pada suhu 450 K; p
=1.75 atm.
6.13 Suhu (dalam kelvin) suatu sistem bervariasi selama suatu hari menurut
2πt
T = 400 + 225 cos
1440
di mana t diungkapkan dalam menit. Tekanan yang hilang dari sistem mengikuti formula
p = p0 e − t /1440 Kembangkan program komputer untuk menghitung volume molal dari oksigen
pada selang menit sepanjang hari. Gambarkan secara grafik hasilnya. Jika Anda mempunyai ke-
mampuan komputer grafik, plotkan semua datanya. Jika tidak, gambarkan hasil-hasilnya dengan
memakai selang 60 menit. Latar belakang untuk masalah ini dapat dijumpai dalam Studi Kasus
6.2.
6.14 Dalam rekayasa kimia, sumbat arus reaktor (yakni, tempat fluida mengalir dari satu ujung ke ujung
lainnya dengan pencampuran minimal sepanjang sumbu membujur) seringkali dipakai untuk
mengkonversi reaktan menjadi barang jadi. Telah ditentukan bahwa efisiensi konversi kadang-
kadang dapat diperbaiki dengan mendaur-ulang sebagian dari aliran barang jadi sehingga kembali
ke tempat masuk untuk suatu perlewatan tambahan melalui reaktor (Gambar P6.14). tingkat daur-
ulang didefinisikan sebagai
volume fluida yang dikembalikan ke tempat masuk
R=
volume yang meninggalkan sistem

Umpan Reaktor sumbat arus Barang jadi

Daur-ulang

GAMBAR P6.14 Penggambaran skematis reaktor sumbat arus daur-ulang

Andaikan kita mengolah bahan kimia A untuk menghasilkan produk B. Untuk kasus dimana A
membentuk B menurut suatu reaksi otokatalis (yakni, dalam mana salah satu barang jadi bertindak
sebagai katalisator atau perangsang untuk reaksi), atau

A+B B+B

dapat diperlihatkan bahwa tingkat daur-ulang oktimal harus memenuhi


1 + R(1 − X Af ) R +1
In =
R (1 − X Af ) R[1 + R (1 − X Af )]
di mana X Af adalah bagian dari reaktan A yang dikonversikan ke produk B. Tingkat daur-ulang
oktimal berpadanan dengan reoktor ukuran minimum yang diperlukan untuk mencapai tingkat
komversi yang diinginkan.
Gunakan metode bagidua untuk mentukan perbandingan daur-ulang yang diperlukan untuk
meminimumkan ukuran reaktor untuk pecahan konversi sebesar
(a) X Af = 0,99
(b) X Af = 0,995
(c) X Af = 0,999
6.15 dalam proses rekayasa-kimia, uap air (H2O) dipanaskan sampai suhu tinggi secukupnya sehingga
berarti sebagian dari air diuraikan, atau dipecah, untuk membentuk oksigen (O2) dan Hidrogen
(H2):
H 2O = H 2 + 1 / O2
Jika dianggap bahwa hanya ini reaksi yang terlibat, pecahan mol (x) dari H 2O yang terurai dapat
dinyatakan oleh
x 2 pt
kp = (P6.15)
1− x 2 + x
di mana k p adalah konstanta keseimbangan reaksi dan pt adalah terkaan total dari campuran.
Jika pt = 2 atm dan k p = 0,04568 , tentukan nilai x yang memenuhi Persamaan (P6.15).
6.16 Persamaan berikut berkaitan dengan konsentrasi bahan kimia dalam reaktor yang dicampur secara
lengkap:
( )
c = cmsk 1 − e −0,05t + co e −0, 05t
Jika konsentrasi awal co = 5 dan konsentrasi masukkan cmsk = 20, hitunglah waktu yang
diperlukan untuk c agar menjadi 95 persen cmsk . Gunakan bagidua.
6.17 Reaksi kimia yang dapat dibalik
2A + b = C
dapat dicirikan oleh hubungan ekuilibrium
Cc
K=
C A2 C B
Andaikan bahwa kita definisikan peubah (variabel) x sebagai menyatakan banyaknya mole C ya-
ng dihasilkan. Kekekalan massa dapat dipakai untuk merumuskan ulang hubungan keseimbangan
itu sebagai

K=
(Cc.0 + x )
(C A.0 − 2 x )2 (C B.0 − x )
di mana tikalas 0 menunjukan konsentrasi awal tiap unsur. Jika K = 1,25 x 10-2, C A.0 = 50,
C B.o = 40, dan CC .o = 5, hitung x.
6.18 Reaksi kimia berikut berlangsung dalam sistem tertutup
2A + B = C
A+D=C
Pada keadaan ekuilibrium, reaksi-reaksi tersebut dapat dicirikan oleh
CC
K1 =
C A2 C D

CC
K2 =
C AC D
Jika x1 dan x2 adalah laju pembentukan C masing-masing menurut reaksi pertama dan kedua,
gunakan pendekatan yang serupa dengan soal 6.17 untuk merumuskan ulang hubungan ekuilibri-
um dalam bentuk konsentrasi awal dari unsur-unsur. Kemudian pakailah metode Newton-Raphson
untuk memecahkan pasangan persamaan taklinear simultan untuk x1 dan x2 jika K1 = 4 x 10-4,
K2 = 3,7 x 10-2, C A.0 = 50, C B.0 = 20, CC .0 = 5, C D.0 = 10. Gunakan pendekatan grafis untuk
mengembangkan tebakan-tebakan awal Anda.

Rekayasa Sipil
6.19 Dengan memakai perangkat lunak nda sendiri, tirukan komputasi Studi Kasus 6.3.
6.20 Laksanakan komputasi yang sama seperti dalam Studi Kasus 6.3, tetapi gunakan nilai dari w = 12
N/m.
6.21 Laksanakan komputasi yang sama seperti dalam Studi Kasus 6.3, tetapi pecahan untuk w di mana
y0 = 6, TA = 2000 dan y = 14 pada x = 40
6.22 Konsentrasi bakteri bahan pengotor C di sebuah danau berkurang sesuai dengan
C = 80e −2t + 20e −0,1t
Tentukan waktu yang diperlukan untuk bakteri agar redusir sampai 10 dengan memakai (a)
metode grafis dan (b) metode Newton-Raphson.
6.23 Banyak bidang rekayasa memerlukan taksiran populasi secara teliti. Misalnya, insinyur transpor-
tasi mungkin memerlukannya untuk secara terpisah menentukan kecenderungan pertumbuhan
populasi sebuah kota dan daerah pinggiran kota sekitarnya. Populasi daerah perkotaan menurun
menurut waktu sesuai dengan
Pu (t ) = Pu ,maks e − kut + Pu ,min
sedangkan populasi daerah pinggiran kota bertambah, seperti dalam
ps ,maks
ps (t ) =
⎛ ps ,maks ⎞ −kst
1 + ⎜⎜ 1⎟e
⎝ p0 ⎟⎠
di mana Pu ,maks , ku , Pu ,min, Ps ,maks , Po , dan k s adalah parameter-parameter yang diturunkan secara
empiris.
Tentukan waktu dan nilai-nilai Pu (t ) dan Ps (t ) yang berpadanan pada waktu populasi-popu-
lasinya sama nilai-nilai parameternya adalah Pu ,maks = 60000 ; ku = 0,04 tahun −1 ;
Pu ,min = 120000 ; Po = 5000 ; dan k s = 0,06 tahun −1 . Untuk memeperoleh penyelesaian
Anda, pakai (a) metode-metode grafis dan (b) posisi-palsu.
6.24 Pada rekayasa lingkungan (bidang khusus dalam rekayasa sipil) persamaan berikut ini dapat
digunakan untuk menghitung tingkat oksigen pada hilir sungai dari tempat pembuangan kotoran
(limbah):
(
c = 10 − 15 e −0,1x − e −0,5 x )
di mana x adalah jarak hilir sungai ke tempat pembuangan limbah. Tentukanlah jarak hilir sungai
tersebut bila pembacaan pertama pada alat pengukur tingkat oksigen adalah 4. (Petunjuk: ia ber-
ada 5 mi dari pembuangan). Tentukan jawaban Anda untuk galat 1%.
6.25 Simpangan suatu struktur didefinisikan oleh persamaan berikut untuk suatu osilasi yang diredam:
y = 10e − kt cos wt
di mana k = 0,5 dan w = 2.
(a) Pakai metode grafis untuk membuat suatu taksiran awal dari waktu yang diperlukan agar sim-
pangan berkurang menjadi 4.
(b) Gunakan metode Newton-Raphson untuk menentukan akar sampai ∈s = 0,01 persen.
(c) Gunakan metode secant menentukan akar sampai ∈s = 0,01 persen .
6.26 Gambar P6.20 memperlihatkan sebuah kanal terbuka yang dimensinya tetap dengan luas penam-
pang siku-empat A. Di bawah kondisi aliran seragam, berlaku hubungan berikut, didasarkan pada
persamaan Manning,
2/3
y B ⎛ yn B ⎞
Q = n ⎜⎜ ⎟ S 1/ 2 (P6.26)
n ⎝ B + 2 yn ⎟⎠

B
S
yn

Q GAMBAR P6.26
di mana Q adalah aliran y n kedalam normal, B lebar kanal, n koefisien kekasaran yang dipakai
untuk memparamterkan pengaruh gesekan bahan kanal, dan S adalah kemiringan kanal. Persama-
an ini digunakan oleh para insinyur fluida dan sumber-air untuk menentukan kedalaman normal.
Jika nilai ini lebih kecil dari kedalaman kritis,
1/ 3
⎛ Q2 ⎞
yc = ⎜⎜ 2 ⎟⎟
⎝B g⎠
di mana g adalah percepatan akibat gaya berat (980 cm/det2), lalu aliran menjadi subkritis. Gam-
bar metode grafis dan bagidua untuk menentukan y n . Jika Q = 14,15 m3 /det; B = 4,752 m; n =
0,017; dan S = 0,0015. hitunglah apakah aliran sub – atau superkritis.
6.27 Gambar P6.27a memperlihatkan batang seragam (unifrom beam) yang dikenai beban yang didis-
tribusikan bertambah secara linear. Persamaan untuk kurva elastis yang dihasilkan adalah (lihat
Gambar P6.27b)

y=
w0
120 EIL
(
− x 5 + 2 L2 x 3 − L4 x ) (P6.27)

Jika turunan kurva elastis adalah


dy
=
w0
dx 120 EIL
(
− 5 x 4 + 6 L2 x 2 − L4 )
gunakan bagidua untuk menentukan titik simpangan maksimum (yakni, nilai x dengan dy/dx = 0).
Kemudian subtitusikan nilai ini ke Pers. (P6.27) untuk menentukan nilai simpangan maksimum.
Pakailah nilai-nilai parameter berikut dalam komputasi Anda: L = 180 inci, E = 29 x 106 pon/inci2,
I = 723 inci4, dan w0 = 12 kips/kaki. Nyatakan hasil-hasil Anda dalam inci.

w0
(x = L, y = 0)
(x = 0, y = 0)
X
L

(a) (b)

6.28 Dalam teknik laut, persamaan untuk gelombang berdiri yang dipantulkan dalam pelabuhan diberi-
kan oleh
⎡ ⎛ 2πx ⎞ ⎛ 2πtv ⎞ −x ⎤
h = h0 ⎢sin ⎜ ⎟ cos⎜ ⎟+e ⎥
⎣ ⎝ λ ⎠ ⎝ λ ⎠ ⎦
Pecahan untuk x jika h = 0,5h0 , λ = 20, t = 10 dan v = 50.
6.29 Rumus secant mendefinisikan gaya per satuan luas P/A , yang menyebabkan tegangan maksimum
Om dalam batang dengan hasil bagi ketipisan Le/r yang diketahui
P Om
=
( )
A 1 + ec / r sec[1 / 2(P / EA)(Le / r )]
2

3
Jika E = 29 x 10 ksi, ec/r2 =0,2 dan Om = 36 ksi, hitung P/A untuk Le/r = 100. [ Petunjuk: Ingat
kembali bahwa sec x = 1/cos x ].

Rekayasa Elwktro
6.30 Dengan memakai perangkat lunak Anda sendiri, tirukan komputasi Studi Kasus 6.4.
6.31 Laksanakan komputasi yang sama seperti dalam Studi Kasus 6.4, tetapi anggap bahwa muatan ha-
rus dihamburkan sampai 3 persen dari nilainya yang semula dalam 0,04 detik.
6.32 Laksanakan komputasi yang sama seperti dalam Studi Kasus 6.4, tetapi tentukan waktu yang di-
perlukan oleh rangkaian untuk menghambur sampai 15 persen dari nilainya yang semula jika
−4
diberikan R = 300Ω, C = 10 F dan L = 4 H.
6.33 Laksanakan komputasi yang sama seperti dalam Studi Kasus 6.4, tetapi tentukan nilai L yang
diperlukan oleh rangkaian untuk menghmbur sampai 1 persen dari nilainya yang semula dalam
t = 0,05 detik, diberikan R = 280Ω, C = 10 −4 F .
6.34 Suatu arus osilasi dalam sebuah rangkaian listrik diperikan oleh
I = 10e −t sin (2π t ).
di mana t dalam detik. Tentukan semua nilai t sedemikian rupa sehingga I = 2.

Rekayasa Mesin
6.35 Dengan memakai perangkat lunak Anda sendiri, tirukan komputasi yang dilaksanakan dalam
Studi Kasus 6.5.
6.36 Laksanakan komputasi yang sama seperti dalam Studi Kasus 6.5, tetapi gunakan c = 1,7 x 107
g/det, k = 1,5 x 109 g/det2, dan m = 2 x 106 g.
6.37 Laksanakan komputasi yang sama seperti dalam Studi Kasus 6.5, tetapi tentukan nilai k sehingga
akar pertama terjadi pada t = 0,075 detik.
6.38 Laksanakan komputasi yang sama seperti dalam Studi Kasus 6.5, tetapi tentukan nilai m sehingga
akar pertama terjadi pada t = 0,03 detik.
6.39 Laksanakan komputasi yang sama seperti dalam Studi Kasus 6.5, tetapi tentukan nilai c sehingga
akar pertama terjadi pada t = 0,22 detik.

Spreadsheet
6.40 Gunakan program spreadsheet yang aktif sepenuhnya seperti TOOLKIT elektronik atau Lotus 123
untuk memecahkan persamaan berikut dengan memakai metode Newton-Raphson. Selidiki
perilaku sistem untuk beragam nilai awal x, y, z.
f (x, y, z ) = 4 x + 5 sin y + 0,1z − 5 = 0
g (x, y, z ) = x 2 + 2 y + exp(− 0,5 z ) − 5 = 0
h( x, y, z ) = x + y + z 2 − 12 = 0
6.41 Ulangi Soal 6.40 dengan
f ( x, y ) = 1 − x 2 − y 2 = 0
g (x, y ) = 10 + x − y = 0
6.42 Ubah fungsi pada disk yang melengkapi naskah dngan memakai n = 1,5 dan m = 2,5. periksa
efisiensi metode untuk kasus-kasus berikut:
(a) xlama = 1 dan ylama = 1.
(b) xlama = 2 dan ylama = 2.
(c) xlama = 4 dan ylama = 4.
(d) xlama = 1,2 dan ylama = 1,2.
Selidiki nilai-nilai xlama dan ylama lain. Bahas kekonvergenan metode berdasarkan hasil pengamat-
an Anda.
6.43 Ulangi Soal 6.42 dengan n = 0,5 dan m = 0,5 dengan nilai-nilai awal xlama dan ylama Anda sendiri.
6.44 Ulangi Soal 6.43 dengan n = 3 dan m = 3.
6.45 Ulangi Soal 6.43 dengan n = 0,5 dan m = 4.

Aneka Ragam
6.46 Baca semua studi kasus dalam Bab 6. berdsarkan pembacaan dan pengalaman Anda, buatlah studi
kasus Anda sendiri untuk salah satu bidang rekayasa. Ini mungkin menyangkut modifikasi atau
pengungkapan kembali salah satu dari studi kasus-studi kasus dalam Bab ini. Namun, mungkin
juga secara keseluruhan orisinil. Seperti halnya dengan contoh-contoh yang telah dibahas, studi
kasus harus diambil dari suatu konteks masalah rekayasa dan harus mendemontrasikan pemakaian
metode-metode numerik untuk penyelesaian akar-akar persamaan. Tulislah hasil-hasil Anda deng-
an memakai studi kasus-studi kasus yang telah dibahas diatas sebagai modelnya.
7 Regresi Kuadrat Terkecil
Jika terdapat banyak galat yang berhubungan dengan data, interpolasi polinom tedak
sesuai dan mungkin memberikan hasil-hasil yang tidak memuaskan bilamana dipakai
untuk meramalkan nilai-nilai antara. Data eksperimental seringkali berupa jenis ini.
Misalnya, Gambar 11-1a memperlihatkan tujuh butir data yang diturunkan secara eks-
perimental yang memperagakan ketidaktetapan (variabilitas) yang signifikan. Pemerik-
saan visual atas data memberi kesan suatu kaitan positif antara y dan x. Yaitu, keselu-
ruhan gejala menunjukan bahwa nilai y yang lebih besar berkaitan dengan nilai x yang
lebih besar. Sekarang, jika suatu polinom interpolasi orde keenam dicocokan pada data
ini (Gambar 11.1b), secara eksak polinom akan melalui semua titik. Namun, karena
ketidaktetapan (variabilitas) dalam data, kurva berayun secara tak terkendali dalam se-
lang di antara setiap titik. Khususnya, nilai-nilai interpolasi antara x = 1,5 dan x = 6,5
muncul diluar rentang yang ditunjukan oleh data tersebut.
Untuk kasus-kasus demikian strategi yang lebih sesuai adalah menurunkan sua-
tu fungsi hampiran yang “secara cukup” cocok dengan bentuk atau gejala umum data
tampa perlu cocok dengan titik-titik itu sendiri. Gambar 11.1c mengilustrasikan bagai-
mana garis lurus dapat secara umum dipakai untuk mencirikan trend (kecenderungan)
data tampa melalui sembarang titik tertentu.
Suatu cara untuk menentukan garis dalam Gambar 11.1c adalah secara visual
memeriksa data yang digambarkan grafiknya dan kemudian menggambarkan sketsa
garis “ terbaik” yang melalui titik-titik tersebut. Walaupun pendekatan “bola-mata”
yang demikian sangat menarik dan sahih untuk perhitungan “dibalik-amplop” pende-
katan tersebut kurang baik karena mereka sembarang. Yakni, terkecuali jika titik-titik
itu mendefinisikan sebuah garis lurus yang sempurna (sehingga iterpolasi akan sesuai),
maka penganalisis yang lainnya akan menarik garis yang berbeda.
Untuk menghilangkan kesubyektifan ini, harus diciptakan beberapa kriteria untuk
mengukur kecukupan dari kecocokan. Satu cara untuk melakukan ini adalah menurun-
kan kurva yang meminimumkan ketidaksesuaian antara titik-titik data dan kurva. Sebu-
ah teknik untuk melaksanakan tujuan ini yang dinamakan regresi kuadrat-terkecil,
akan dibahas dalam Bab yang ini.

7.1 11.1 REGRESI LINEAR


Contoh hampiran kuadrat-terkecil yang paling sederhana adalah pencocokan garis lurus
terhadap suatu himpunan pasangan pengamatan: ( x1 , y1 ), ( x 2 , y 2 ),..., ( x n , y n ). Ungkapan
matematis untuk garis lurus adalah
y = a 0 + a1 + E (11.1)
di mana a 0 dan a1 adalah koefisien-koefisien yang masing-masing mewakili perpo-
tongan (intercept) kemiringan (slope) dan e adalah galat, atau sisa (residu) antara model
dan pengamatan, yang dapat dinyatakan dengan penyusunan ulang Persamaan (11.1)
sebagai
E = y − a 0 − a1 x
Jadi galat atau sisa (residu), adalah ketidaksesuaian antara nikai yang sejati y dan nilai
hampiran, a 0 + a1 x , yang diramalkan oleh persamaan linear.
y

0
0 5 x
(a)

0
0 5 x

(b)

0
0 5 x GAMBAR 11.1 (a) data-data yang memperagakan galat yang
signifikan . (b) Pencocokan polinom berayun di luar rentang da
(c) ta. (c) Hasil-hasil yang lebih memuaskan dengan memakai pen
cocokan kuadrat terkecil.

7.1.1 11.1.1 Kriteria untuk Kecocokan “Terbaik” (Best Fit)


Satu strategi untuk mencocokan garis “terbaik” melalui data adalah meminimumkan
jumplah galat-galat sisa, seperti dalam,

n n

∑ ei = ∑ ( yi − a0 − a1 xi )
i =1 i =1
(11.2)

di mana n adalah jumplah ntotal dari titik-titik. Namun, ini merupakan kriteria yang
tidak memadai, seperti diilustrasikan oleh Gambar 11.2a, yang melukiskan pencocokan
garis lurus terhadap dua titik. Jelas, kecocokan terbaik (best fit) adalah garis yang
menghubungkan titik-titik itu. Namun, sembarang garis lurus yang melalui titik-tengah
garis penghubung (kecuali garis yang tegak secara sempurna) manghasilkan nilai
minimum dari Persamaan (11.2) sama dengan nol, karena galat-galatnya saling mem-
batalkan .
kriteria lainnya adalah peminimuman jumplah nilai-nilai mutlak ketidaksesuaian,
seperti dalam
n n

∑e i = ∑ ( y i − a 0 − a1 xi )
i =1 i =1
Gambar 11.2b memperagakan kenapa kriteria ini juga tidak memadai. Untuk keempat
titik yang diperlihatkan, sembarang garis lurus jatuh diantara garis-garis putus yang
akan meminimumkan nilai mutlak dari jumplah. Jadi, kriteria ini juga tidak menuju ke
satu kecocokan terbaik.
Strategi ketiga untuk mencocokan garis terbaik adalah kriteria minimaks. Dalam
teknik ini, garis yang dipilih meminimumkan jarak maksimum suatu titik dari garis ter-
sebut. Seperti dilukiskan dalam Gambar 11.2c, strategi ini tidak cocok untuk regresi
karena memberikan pengaruh yang tak semesinya pada titik terpencil, yaitu titik tung-
gal dengan galat besar. Harus diperlihatkan bahwa prinsip minimaks kadang-kadang
sesuai untuk pencocokan fungsi sederhana sampai fungsi rumit (Carnahan, Luther, dan
Wilkes, 1969).
Strategi untuk mengatasi kelemahan pendekatan tersebut diatas adalah memini-
mumkan jumplah kuadrat sisa, seperti dalam
n n 2

S r = ∑ ei2 = ∑ ( y i − a 0 − a1 xi ) (11.3)
i =1 i =1
Kriteria ini mempunyai sejumplah keuntungan, termasuk kenyataan bahwa ia mengha-
silkan garis yang unik untuk himpunan data yang diberikan. Sebelum membahas sift-
sifat ini, akan disajikan teknik untuk menentukan nilai-nilai a 0 dan a1 yang memini-
mumkan Persamaan (11.3)

Titik-tengah

x
(a)

x
(b)
y

X
(c)
GMBAR 11.2 Contoh beberapa kriteria untuk “kecocokan terbaik” yang sesuai untuk regresi: (a)
peminimuman jumplah sisa; (b) peminimuman jumplah nilai-nilai mutlak sisa; (c) peminimuman galat
maksimum dari sembarang titik individual.

7.1.2 11.1.2 Kecocokan Kuadrat- Terkecil dari Garis Lurus


Untuk menentukan nilai-nilai a 0 dan a1 , Persamaan (11.3) didiferensialkan terhadap
masing-masing koefisien:
∂S r
= −2∑ ( y i − a 0 − a1 x1 )
∂a 0
∂S r
= −2∑ [( y i − a 0 − a1 xi )xi ]
∂a 0
Perhatikan bahwa kita telah menyederhanakan simbul (lambang) penjumplahan; ter-
kecuali disebutkan secara lain, semua penjumplahan dimulai dari i = 1 sampai n . deng-
an menerapkan turunan-turunan ini sama dengan nol akan menghasilkan sebuah S r
yang minimum. Jika ini dilakukan, persamaan-persamaan dapat diungkapkan sebagai
0 = ∑ y i − ∑ a 0 − ∑ a1 xi
0 = ∑ y i xi − ∑ a 0 xi − ∑ a1 xi2
Sekarang, setelah melihat bahwa ∑a 0 = na 0 , persamaan-persamaannya dapat diung-
kapkan sebagai himpunan dua persamaan linear dengan dua bilangan anu ( a 0 dan a1 ):
na 0 + ∑ xi ai = ∑ y i (11.4)
∑x a +∑x
i 0
2
a = ∑ xi y i
i 1 (11.5)
Ini dinamakan persamaan-persamaan normal dan dapat dipecahkan secara simultan
untuk [ingat kembali Persamaan (7.10)]

n∑ xi y i − ∑ xi ∑ y i
a1 = (11.6)
n∑ xi2 − (∑ xi )
2

Hasil ini kemudian dipakai bersama-sama dengan Persamaan (11.4) untuk memecah-
kan

a 0 = y − a1 x (11.7)

di mana y dan x masing-masing adalah rata-rata (means) dari x dan y:


CONTOH 11.1
Regresi Linear
Pernyataan Masalah: Cocokan sebuah garis lurus pada nilai-nilai x dan y dalam
dua kolom pertama dari Tabel 10.1.

Penyelesaian: Besaran-besaran berikut dapat dihitung

n=7 ∑x y i i = 119,5 ∑x 2
i = 140
28
∑x i = 28 x=
7
=4
24
∑y i = 24 y=
7
= 3,428571429
TABEL 11.1 Komputasi untuk analisis galat kecocokan
linear

xi yi (y i −y )
2
( y i − a0 − a1 xi )2
1 0,5 8,5765 0,1687
2 2,5 0,8622 0,5625
3 2,0 2,0408 0,3473
4 4,0 0,3265 0,3265
5 3,5 0,0051 0,5896
6 6,0 6,6122 0,7972
7 5,5 4,2908 0,1993

∑ 24 22,7143 2,9911

Dengan memakai Persamaan (10.6) dan (10.7),

7(119,5) − 28(24 )
a1 = = 0,839285714
7(140 ) − (28)
2

a 0 = 3,428571429 − 0,839285714(4 ) = 0,07142857


Oleh karena itu, kecocokan kuadrat-terkecil adalah
y = 0,07142857 + 0,839285714x
Garis, bersama datanya diperlihatkan dalam Gambar 11.1c.

7.1.3 11.1.3 Pengukur Galat Regresi Linear


Sembarang garis selain yang dihitung dalam Contoh 11.1 menghasilkan jumplah kua-
drat sisa yang lebih besar. Jadi, garis terebut unik dan dalam istilah kriteria yang kita
pilih merupakan garis “terbaik” yang melalui titik-titik tersebut. Sejumplah sifat tam-
bahan untuk kecocokan ini dapat diuraikan dengan secara lebih dekat memeriksa bagai-
mana cara sisa-sisa (residu) itu dihitung. Ingat kembai bahwa jumplah kuadrat didefini-
sikan sebagai [Persamaan (11.3)]
n 2

S r = ∑ ( y i − a 0 − a1 xi ) (11.8)
i =1
Perhatikan keserupaan antara Persamaan (PT4.3) dan (11.8). dalam kasus yang
pertama, sisa-sisa terebut menyatakan kuadrat dari ketidaksesuaian antara data dan tak-
siran tunggal ukuran gejala pusat yaitu rata-rata. Dalam Persamaan (11.8), sisa-sisa me-
nyatakan kuadrat dari jarak tegak antara data dan ukuran gejala pusat lain-garis lurus
(Gambar 11.3).
Analogi tersebut dapat lebih diperluas untuk kasus-kasus di mana (1) sebaran
titik di sekeliling garis mempunyai besaran serupa sepanjang keseluruhan rentang data
dan (2) distribusi titik-titik ini disekitar garis adalah normal. Dapat diperlihatkan bahwa
jika kriteria ini terpenuhi, regresi kuadrat-terkecil akan menyediakan taksiran-taksiran
a 0 dan a1 yang terbaik (yakni, yang paling mungkin) (Draper dan Smith 1981). Dalam
statistik ini dinamakan prinsip maximum likelihood. Tambahan pula, jika kriteria ini
terpenuhi, “simpangan baku” untuk garis regresi dapat ditentukan sebagai [bandingan
dengan Persaman (PT4.3)].

Sr
Sy/x = (11.9)
n−2

di mana S y / x dinamakan galat taksiran baku (standard error of the estimate).Penulisan


tikalas“y/x” menunjukan bahwa galat adalah untuk nilai ramalan y yang berpadanan ter

y
Pengukuran
yi

y i − a 0 − a1 xi
Garis regresi
a 0 + a1 xi

GAMBAR 11.3 Sisa dalam garis regresi menyata-


xi x kan kuadrat jarak tegak antara titik data dan garis
lurus.

Hadap nilai x tertentu. Perhatikan juga bahwa sekarang kita membagi dengan n – 2 ka-
rena dua taksiran yang diturnkan dari data, a 0 dan a1 ,dipakai untuk menghitung S r ; jadi
sekarang kita telah kehilangan dua derajat kebebasan. Seperti halnya dengan pemba-
hasan tentang simpangan baku dalam Pasal PT4.2.1, pertimbangan lain untuk pembagi-
an denagan n – 2 adalah bahwasanya tidak terdapat apa yang dinamakan “sebaran data”
di sekeliling garis lurus yang menghubungkan dua titik. Jadi untuk kasus n = 2, Persa-
maan (11.9) memberikan hasil takhingga yang tidak ada artinya.
Sama halnya seperti halnya simpangan baku, galat taksiran baku mengukur sebaran
data. Namun, s y / x mengukur sebaran di sekeliling garis regresi, seperti diperlihatkan
dalam Gambar 11.4, sebagai lawan terhadap simpangan baku s y yang semula, yang
mengukur sebaran di sekeliling rata-rata (Gambar 11.4a).
Konsep-konsep di atas dapat dipakai untuk mengukur “kebaikan” (goodness) dari
pencocokan kita. Secara khusus ini berguna untuk perbandingan beberapa regresi (lihat
Gambar 11.5). untuk melakukan ini, kita kembali kedata semula dan mementukan jum-
plah kuadrat disekeliling rata-rata untuk peubah tak-bebas ( dalam kasus kita, y). Kita
dapat menamakan ini jumplah total kuadrat S t . Ini adalah besarnya sebaran dalam
peubah tak bebas yang ada sebelum regresi. Setelah melaksanakan regresi linear, dapat-

(a) (b)

GAMBAR 11.4 Regresi data menunjukan (a) penyebaran data di sekitar rata-rata variabel tak bebas dan
(b) penyebaran data di sekitar garis regresi yang sebenarnya. Pengurangan penyebaran dari a ke b seba-
gaimana ditunjukan oleh kurva yang berbentuk lonceng di sebelah kakan, mewakili kenaikan akibat
regresi linear.

x
(a)

x
GAMBAR 11.5 Contoh-contoh regresi linear dengan galat-
(b) galat sisa (a) kecil dan (b) besar.
dihtung S r , yang merupakan jumplah kuadrat sisa-sisa disekeliling garis regresi. Ini
menyatakan sebaran yang tertinggal setelah regresi. Selisih antara dua besaran tersebut,
atau S t − S r , mengukur perbaikan atau pengurangan galat sehubungan dengan model
garis-lurus. Selisih ini dapat dinormalkan terhadap galat total untuk memberikan

St − S r
r2 = (11.10)
St

( )
di mana r adalah koefisien korelasi dan r 2 adalah koefisien determinasi = r 2 . Untuk
kecocokan yang sempurna, S r = 0 dan r 2 = 1 , yang menandakan bahwa garis tersebut
menerangkan 100 persen dari ketidaktetapan (kevariabilitasan). Untuk r = r 2 = 0 ,
S r = S t kecocokan ini menyatakan tidak ada perbaikan.

n∑ xi y i − (∑ xi )(∑ xi )
r= (11.11)
n∑ y − (∑ y i ) n∑ y − (∑ y i )
2 2 2 2
i i

CONTOH 11.2
Taksiran Galat untuk Pencocokan Kuadrat-Terkecil Linear
Pernyataan Masalah: Hitung simpangan baku total, galat baku taksiran, dan koefi-
sien korelasi untuk data dalam Gambar 11.1.

Penyelesaian: Penjumplahan dilaksanakan dan disajikan dalam Tabel 11.1. Sim-


pangan baku total adalah [Persamaan (PT4.2)]
22,7143
sy = = 1,9457
7 −1
dan galat baku taksiran adalah [Persamaan (11.9)].
2,9911
sy/ x = = 0,7735
7−2
Jadi, karena a y / x < s y , model regresi linear mempunyai kebaikan. Tingkat perbaik-
an diukur oleh [Persamaan (11.10)]
22,7143 − 2,9911
r2 = = 0,868
22,7143
atau
r = 0,868 = 0,932
Hasil-hasil ini menunjukan bahwa 86,8 persen dari ketidakpastian yang semula
telah diterangkan oleh model linear tersebut.

Sebelum melangkah ke program komputer untuk regresi linear, kami perlu mem-
berikan kata peringatan. Walaupun koefisien korelasi menyediakan ukuran yang baik
dari kebaikan pencocokan, Anda harus berhati-hati untuk tidak memberikan arti yang
berlebihan daripada yang seperlunya. Hanya karena r “dekat” ke-1 tidak berarti bahwa
kecocokan perlu “baik.” Misalnya, adalah mungkin memperoleh nilai r yang relatif
tinggi bilamana hubungan yang ada antara y dan x bahkan tidak linear. Draper dan
Smith (1981) menyediakan paduan dan materi tambahan yang berkenaan dengan
penaksiran hasil-hasil regfresi linear. Selain itu, paling sedikit Anda harus selalu
mengawasi gambar grafik data bersama-sama dengan garis regresi Anda bilamana
Anda mencocokan kurva-kurva regresi. Seperti diuraikan dalam pasal yang berikut,
perangkat lunak TOOLKIT Elektrnik mengikutkan kemampuan yang demikian.

7.1.4 11.1.4 Program Komputer untuk Regresi Linear


Adalah hal yang relatif sepele mengembangkan program untuk regresi linear. Versi
BASIC termuat dalam Gambar 11.6 sebagai tambahan, subtrutin FORTRAN dan Pas-
cal didaftarkan dalam Gambar11.7. Karena kemampuan grafis dari komputer-komputer

100 REM LINEAR REGRESSION (BASIC VERSION) 440 FOR 1 = 1 TO N


110 REM 450 SUMX = SUMX + X(1)
120 REM ************************************** 460 SUMY = SUMY + Y(1)
130 REM * DEFINITION OF VARIABLES * 470 SUMXY = SUMXY + X(1)*Y(1)
140 REM * * 480 SUMX2 = SUMX2 + X(1) *X(1)
150 REM * N = NUMBER OF DATA POINS * 490 NEXT I
160 REM * X ( ) = INDEPENDENT VARIABLE * 500 XMEAN = SUMX/N
170 REM * Y ( ) = DEPENDENT VARIABLE * 510 YMEAN = SUMY/N
180 REM ************************************** 520 A1 = (N*SUMXY-SUMX*SUMY)/
190 REM (N*SUMX2-SUMX*SUMX)
200 DIM X (100) , Y (100) 530 A0 = YMEAN – A1 *XMEAN
210 REM 540 FOR I = 1 TO N
220 REM ********** MAIN PROGRAM ********** 550 ST = ST + (Y(I)-YMEAN)^2
230 REM 560 SR = SR + (Y(I)-A1*X(I)-AD)^2
240 GOSUB 300 ‘ input data 570 NEXT I
250 GOSUB 400 ‘ perform regression 580 SYX = SQR(SR/(N-2))
260 GOSUB 700 ‘ output results 590 R2 = (ST-SR)/ST
270 END 600 R = SQR(R2)
300 REM ******** SUBROUTINE INPUT ******** 610 RETURN
310 CLS 700 REM ******* SUBROUTINE OUTPUT *******
320 INPUT “NUMBER OF DATA POINS? “, N 710 REM
330 PRINT 720 CLS
340 FOR I = 1 TO N 730 PRINT : PRINT
350 INPUT “X,Y = “;X(I),Y(I) 740 PRINT “SLOPE = “;A1
360 NEXT I 750 PRINT “INTERCEPT = “;A0
370 RETURN 760 PRINT “STANDARD ERROR = “;SYX
400 REM ***** SUBROUTINE REGRESSION ***** 770 PRINT “CORRELATION COEFFICIENT(R) = “;R
410 REM 780 PRINT “COEFFICIENT DETERMINATION(R2) =”;
420 SUMX = 0: ST = 0 790 PRINT R2
430 SUMY = 0: SR = 0 800 RETURN

GAMBAR 11.6 Program Komputer interaktif untuk regresi linear ditulis dalam Microsoft BASIC.

pribadi sangat bervariasi, dalam program-progam ini tidak disertakan pengambaran


grafik. Namun, seperti diutarakan diatas, pilihan yang demikian adalah kritis terhadap
pemakaian yang efektif dan penafsiran regresi dan disrtakan dalam perangkat lunak
pelengkap TOOLKIT. Jika sistem komputer Anda mempunyai kemampuan pengam-
baran grafik, disarankan bahwa Anda memperluas program Anda untuk menyertakan
grafik y terhadap x yang memperlihtkan data maupun garis regresi. Penyertaan kemam-
puan tersebut akan sangat mempertinggi kegunaan program dalam konteks pemecahan-
masalah.
SUBROUTINE LINREG (X, Y, N, A0, A1, R2, SYX) PROCEDURE Linreg (X, Y: vector;
******************************************** N: interger;
* DEFINITION OF VARIABLES * VAR A1, A0: real;
* * VAR R2, Syx: real);
* N = NUMBER OF DATA POINTS * { Driver program type definitions
* X ( ) = INDEPENDENT VARIABLE * vector = a 1, dimensional real array }
* Y ( ) = DEPENDENT VARIABLE * { Definition of variables
******************************************** N = number of data points
DIMENSION X ( 1,00), Y (1,00) X ( ) = independent variable
SUMX = 0*0 Y ( ) = dependent variable }
SUMY = 0*0 VAR
SUMXY = 0*0 Sumx, Sumy, Sumxy, Sumx2 : real ;
SUMX2 = 0*0 Xmean, Ymean : real ;
ST = 0*0 St, Sr : real ;
SR = 0*0 Begin { procedur LinRegr}
D0 1,0 I = 1, N Sumx : = 0.0; Sumy : = 0.0;
SUMX = SUMX + X (I) Sumx2 : = 0.0 ; Sumy : = 0.0;
SUMY = SUMY + Y (I) St : = 0.0 ; Sr : = 0.0;
SUMXY = SUMXY + X (I) * Y (I) For i : 1 to N do
SUMX2 = SUMX2 + X (I) * X (I) Begin
1.0 CONTINUE Sumx : = Sumx + X [ i ];
X MEAN = SUMX / N Sumy : = Sumy + Y [ i ];
Y MEAN = SUMY / N Sumx2 : = Sumx2 + (x [ i ] * x [ i ]);
A1 = (N * SUMXY – SUMX * SUMY) / Sumxy : = Sumxy + (x [ i ] * y [ i ]);
* (N * SUMX2- SUMX *SUMX) End
A0 = Y MEAN – A1 * XMEAN Xmean : = Sumx / N;
D0 20 I = 1, N Ymean : = Sumy / N;
ST = ST + (Y(I) – YMEAN)**2 A1 : = (N*Sumxy-Sumx* Sumy) / (N*Sumx2-Sumx*Sumx);
SR = SR + (Y(I) – A1 * X (I) + A0)**2 A0 : = Ymean – A1*Xmean;
20 CONTINUE For i : = 1 to N do
SYX = SQRT (SR / (N-2)) Begin
R2 = (ST-SR) / ST St : = St + sqr (Y [ i ] – Ymean);
RETURN Sr : = Sr + sqr (Y [ i ] – A1*X [ i ]+A0);
END End;
R2 : = (St – Sr) / St;
Syx : = Sqrt (Sr / (N-2));
End; { of procedure LinReg}

GAMBAR 11.7 Subrutin untuk regresi linear di tulis dalam (a) FORTRAN 77 dan (b) Turbo Pascal.

CONTOH 11.3
regresi Linear dengan Menggunakan Komputer
Pernyataan Masalah: Program komputer akrab-pemakai untuk mengimplementasi-
kan regresi linear termuat dalam paket perangkat lunak TOOLKIT Elektronik yang
berkaitan dengan naskah ini. Perangkat lunak ini dapat dipakai untuk memecahkan
masalah pengujian hipotensis yang berhubungan dengan penerjun pajung yang
dibahas dalam Bab1. Model matematis teoritis untuk kecepatan penerjun diberikan
sebagai berikut [Persamaan (1.10)].
v(t ) =
gm
c
[
1 − e (−c / m )t ]
di mana v adalah kecepatan dalam sentimeter per detik, g konstanta grafitasi 980
cm/det2, m massa penerjun sama dengan 68100 g, dan c koefisien pengerem 12500
g/det. Model tersebut meramalkan kecepatan penerjun sebagai fungsi waktu, seperti
dipaparkan dalam Contoh 1.1. Gambar grafik variasi kecepatan dikembangkan dalam
Contoh 2.1.
model alternatif empiris untuk kecepatan penerjun diberikan sebagai berikut
gm ⎡ t ⎤
v(t ) = (E11.3.1)
c ⎢⎣ 3,75 + t ⎥⎦
Andaikan bahwa Anda bermaksud menguji dan membandingkan kecukupan
dua model matematis ini. Hal ini dapat dilaksanakan dengan mengukur kecepatan pe-
nerjun yang sebenarnya pada nilai-nilai waktu yang diketahui dan membandingkan
hasil-hasilnya dengan kecepatan yang diramalkan menurut masing-masing model.
Program pengumpulan-data-percobaan yang demikian diimplementasikan dan
hasil-hasilnya didaftarkan dalam kolom (a) Tabel 11.2. kecepatan yang dihitung
untuk tiap model didaftarkan dalam kolom (b) dan (c).

TABEL 11.2 Kecepatan Yang diukur dan dihitung untuk penerjun payung yang jatuh

∨ Terukur ∨ Model terhitung, ∨ Model terhitung


m/det m/det [Pers. (1.10)] m/det [Pers. (E11.3.1)]
Waaktu, det (a) (b) (c)

1 10,00 8,953 11,240


2 16,30 16,405 18,570
3 23,00 22,607 23,729
4 27,50 27,769 27,556
5 31,00 32,065 30,509
6 35,60 35,641 32,855
7 39,00 38,617 34,766
8 41,50 41,095 36,351
9 42,90 43,156 37,687
10 45,00 44,872 38,829
11 46,00 46,301 39,816
12 45,50 47,490 40,678
13 46,00 48,479 41,437
14 49,00 49,303 42,110
15 50,00 49,988 42,712

Penyelesaian: Kecukupan model dapat diuji dengan menggambarkan grafik kecepat-


an yang diukur terhadap kecepatan yang dihitung menurut modelnya. Regresi linear
dapat dipkai untuk menghitung garis kecenderungan untuk gambar grafiknya. Garis
kecenderungan ini akan mempunyai kemiringan 1 dan perpotongan 0 jika modelnya
secara sempurna cocok dengan data. Penyimpangan nilai-nlai ini dapat dipakai seba-
gai petunjuk ketidakcukupan model.
Gambar 11.8a dan b, masing-masing adalah gambar grafik dari garis dan data
untuk regresi kolom (a) terhadap kolom (b) dan (c). Gambar-gambar grafik ini menu-
njukkan bahwa regresi linear antara data dan tiap model sangat signifikan. Kedua
model membandingkan data dengan koefisien korelasi yang lebih besar dari 0,99.
Namun, model yang diberikan oleh Persamaan (1.10) memenuhi kriteria uji
hipotesis kita secara jauh lebih baik daripada yang diperikan oleh (E11.3.1) karena
kemiringan (slope) dan perpotongan (intercept) hampir lebih tepat sama dengan 1 dan
0. Jadi, walaupun tiap gambar grafik diuraikan secara baik oleh garis lurus, Persama-
an (E11.3.1)
Linear Regressi on Linear Regessi on
68 68

5 16 27 38 49 68 5 16 27 38 49 68

GAMBAR 11.8 (a) Hasil-hasil dengan memakai regresi linear untuk membandingkan nilai-nilai yang
diukur terhadap ramalan-ramalan model yang dihitung dengan Persamaan (1.9) teoritis. (b) Hasil-hasil
dengan memakai regresi linear untuk membandingkan nilai-nilai yang diukur terhadap ramalan-
ramalan yang dihitung dengan Persamaan (E11.3.1) empiris.

Pengujian dan pemilihan model adalah kegiatan yang umum dan sangat penting
yang dilakukan dalam semua bidang rekayasa. Latar belakang materi yang disediakan
untuk Anda dalam bab yang sekarang ini bersama dengan perangkat lunak memung-
kinkan Anda menghadapi banyak masalah praktis jenis ini.

7.1.5 11.1.5 Terapan Regresi Linear-Pelinearan Hubungan


Taklinear
regresi linear memberikan teknik yang ampuh untuk mencocokkan garis “terbaik” ter-
hadap data. Namun, tknik tersebut bergantung pada kenyataan bahwa kaitan antara pe-
ubah tak bebas dan bebas adalah linear. Kasusnya tidak selalu begini, dan langkah per-
tama dalam analisis regresi seharusnya berupa penggambaran grafik dan secara visual -

x
(a)
y

x
(b)
GAMBAR 11.9 (a) Data yang tak-cocok untuk regresi kuadrat-terkecil linear. (b) Petujuk bahwa
parabola lebih disenangi.

memeriksa data untuk memastikan apakah berlaku suatu model linear. Misalnya, Gam-
bar 11.9 memperlihatkan beberapa data yang jelas kurvilinear. Dalam beberapa kasus,
teknik-teknik seperti regresi polino, yang diuraikan dalan Pasal 11.2, adalah sesui.
Untuk lainnya, dapat dipakai transformasi untuk mengungkapkan data dalam bentuk
yang kompatibel dengan regresi linear.
Satu contoh adalah model eksponen (exponential model)
y = a1e b1x (11.12a)
di mana a1 dan b1 adalah konstanta. Model ini dipakai dalam banyak bidang rekayasa
untuk mencirikan besaran yang bertambah ( b1 positif) atau berkurang ( b1 negatif) pada
laju yang berbanding langsung terhadap besarannya sendiri. Misalnya, pertumbuhan
populasi atau peluluhan radioaktif dapat mempertunjukan perilaku yang demikian.
Seperti dilukiskan dalam Gambar 11.10a, persamaaaan tersebut menyatakan hubungan
taklinear antara y dan x (untuk b1 ≠ 0 ).
Contoh lain model taklinear adalah persamaan pangkat sederhana
y = a 2 x b2 (11.12b)
di mana a 2 dan b2 adalah koefisien konstanta. Model ini mempunyai kemampuan
penerapan luas di semua bidang rekayasa. Seperti dilukiskan dalam Gambar 11.10b,
persamaannya adalah taklinear (untuk b2 ≠ 0 atau 1).
Contoh ketiga model tak linear adalah persamaan laju pertumbuhan-jenuh (
saturation-growth-rate equation ) (lihat Persamaan (E11.3.1)

y y y

x
y = a1e b1x y = a 2 x b2 y = a3
b3 + x

x x x
(a) (b) (c)

In y log y 1/y

Kemiringan=b1 Kemiringan=b2 Kemiringan=


b3/a3
Perpotongan =In a1 Perpotongan 1/ a 2

x log x 1/x
Perpotongan = log a 2
(d) (e) (f)
GAMBAR 11.10 (a) Persamaan eksponen, (b) persamaan pangkat, dan (c) persamaan laju-pertumbuh-
an-jenuh. Bagian-bagian (d) , (e) dan (f) adalah versi-versi linear dari persamaan-persamaan ini yang
dihasilkan dari transformasi-transformasi sederhana.

x
y = a3 (10.13)
b3 + x
di mana a3 dan b3 adalah koefisien konstanta. Model ini, yang secara khas sangat
cocok untuk mencirikan laju pertumbuhan populasi dibawah kondisi pembatas, juga
menyatakan hubungan taklinear antara y dan x (Gambar 11.10c) yang mulai mendatar,
atau “jenuh” begitu x bertambah besar.
Teknik regresi taklinear tersedia untuk mencocokkan pesamaan-persamaan ini
secara langsung pada data eksperimental (Perhatikan bahwa kita akan membahas
regresi taklinear dalam Pasal 11.5.) Namun,alternatif yang lebih sederhana adalah
memakai manipulasi matematis untuk mentransformasikan persamaan ke bentuk linear.
Maka regresi linear sederhana dapat diterapkan untuk mencocokkan persamaan pada
data.
Misalnya, persamaan (11.11) dapat dilinearkan dengan cara mengambil logaritma
asli untuk menghasilkan
In y = In a1 + b1x In e
Tetapi karena In e = 1,
In y = In a1 + b1x (10.14)
Jadi gambar grafik semilog dari In y terhadap x akan menghasilkan garis lurus dengan
kemiringan b1 dan perpotongan In a1 (Gambar 11.10d).
Persamaan (11.12) dilinearkan dengan cara mengambil logaritma dasar 10 untuk
memberikan
log y = b2 log x + log a2 (10.15)
Jadi, gambar grafik log-log dari log y terhadap log x akan menghasilkan garis lurus
dengan kemiringan b2 dan perpotongan log a2 (Gambar 11.10e).
Persamaan (10.13) dilinearkan dengan membalikkannya sehingga memberikan
1 b3 1 1
= + (10.16)
y a3 x a3
Jadi suatu plot dari 1/y terhadap 1/x akan linear, dengan kemiringan b3 / a3 (Gambar
11.10f).
Dalam keadaan tertransfomasi,model-model ini dicocokkan dengan mengguna-
kan regresi linear untuk menghitung koefisien konstanta. Kemudian hasil-hasil tersebut
dapat dapat ditransformasikan kembali ke keadaan semula dan dipakai untuk keperluan
peramalan. Contoh 11.4 mengilustrasikan prosedur ini untuk Persamaan (11.12b).
Selain itu, Studi Kasus 14.2 dan 14.3 akan memberikan contoh rekayasa dari jenis
komputasi yang sama.

CONTOH 11.4
Pelinearan Persamaan Pangkat
Pernyataan Masalah: Cocokkan Pesamaan (11.12b) pada data dalam Tabel
11.3 dengan memakai transformasi logaritma data.
TABEL 11.3 Data yang harus dicocokkan terhadap
persamaan pangkat

x y log x log y

1 0,5 0 -0,301
2 1,7 0,301 0,226
3 3,4 0,477 0,534
4 5,7 0,602 0,753
5 8,4 0,699 0,922

Penyelesaian: Gambar 11.11a adalah gambar grafik data semula dalam keadaan
tidak transformasi. Gambar 11.11b memperlihatkan gambar grafik log-log dari data
yang ditransformasi. Regresi linear dari transformasi-log data memberikan hasil
Log y = 1,75 log x – 0,300
Jadi, perpotongan (intercept) log a2. sama dengan -0,300 dan oleh karena itu deng-
an mengambil antilogaritma a 2 = 10 −0,3 = 0,5. Kemiringannya adalah b2 = 1,75.
Akibatnya, persamaan pangkat adalah
y = 0,5 x1,75
Kurva ini, seperti yang digambarkan dalam Gambar 11.11a, menunjukkan kecocok-
kan yang baik.

7.1.6 11.16 Komentar Umum pada Regresi Linear


Sebelum melanjutkan ke regresi kurvalinear dan ganda linear, kita harus menekankan
sifat pendahuluan dari materi yang terdahulu pada regresi linear. Kita telah memfokus-
kan pada penurunan sederhana dan pemakaian praktis persamaan untuk mencocoki
data. Anda seharusnya sadar akan kenyataan bahwa terdapat aspek teoritis dari regresi
yang mempunyai kepentingn paktis tetapi berada di luar lingkup buku ini. Misalnya,
beberapa asumsi statistik yang melekat dalam prosedur kuadrat-terkecil linear adalah
1. x mempunyai nilai yang tetap (fixed value), tidak acak (tidak random) dan diukur
tampa galat.
2. Nilai-nilai y adalah peubah acak bebas dan semuanya mempunyai variasi sama
3. Nilai-nilai y untuk suatu x yang diberikan harus berdistribusi normal.

0
0 5 x
(a)
log y

0,5

0,05 log x GAMBAR 11.11. (a) Gambar grafik dari data yang tidak
tertransformasi bersama dengan persamaan pangkat yang
cocok dengan data. (b) Gambar grafik dari data yang
tertransformasi dipakai untuk menentukan koefisien-
koefisien persamaan pangkat.
(b)

Asumsi-asumsi yang demikian bertalian dengan penurunan dan pemakaian regre-


si yang sebernarnya. Misalnya, asumsi pertama berarti bahwa (1) x harus bebas-galat
dan (2) bahwa regresi y terhadap x tidak sama artinya dengan x terhadap y (coba Soal
10.4 pada akhir bab). Anda dianjurkan untuk mencari keterangan pada acuan-acuan
lain seperti Draper dan Smith (1981) agar menghargai aspek dan nuansa regresi yang
berada diluar cakupan buku ini.

7.2 11.2 REGRESI POLINOM


Dalam Pasal 11.1 dikembangkan suatu prosedur untuk menurunkan persamaan garis
lurus dengan memakai kriteria kuadrat-terkecil. Beberapa data rekayasa, walaupun
mempertunjukkan pola bermarka seperti yang terlihat dalam Gambar 11.9, secara
buruk diwakili oleh garis lurus. Untuk kasus-kasus ini, suatu kurva akan lebih tepat
untuk mencocoki datanya. Seperti dibahas dalam pasal sebelumnya, satu metode untuk
melaksanakan tujuan ini adalah memakai transformasi. Alternatif lain adalah menco-
cokkan polinom pada data dengan memakai regresi polinom.
Prosedur kuadrat-terkecil dapat segera diperluas untuk mencocokkan data terha-
dap polinom derajat ke-m:

y = a 0 + a1 x + a 2 x 2 + ... + a m x m + e

Untuk kasus ini jumplah kuadrat dari sisa-sisanya adalah [bandingkan dengan Persama-
an (11.3)]

( )
n
S r = ∑ y i − a 0 − a1 xi2 − ... − a m xim
2
(11.17)
i =1

Dengan mengikuti prosedur pasal sebelumnya, kita ambil turunan Persamaan (11.17)
terhadap masing-masing koefisien polinom, seperti dalam

∂S r
∂a 0
(
= −2∑ y i − a 0 − a1 xi − a 2 xi2 − ... − a m xim )
∂S r
∂a 0
(
= −2∑ xi y i − a 0 − a1 xi − a 2 xi2 − ... − a m xim )

∂S r
∂a 0
(
= −2∑ xi2 y i − a 0 − a1 xi − a 2 xi2 − ... − a m xim )

. .

. .

. .

∂S r
∂a 0
(
= −2∑ xim y i − a 0 − a1 xi − a 2 xi2 − ... − a m xim )

Persamaan-persamaan ini dapat diterapkan sama engan nol dan disusun ulang untuk
mengembangkan himpunan persamaan normal yang berikut:

a 0 n + a1 ∑ xi + a 2 ∑ xi2 + ... + a m ∑ xim = ∑ y i

a 0 ∑ xi + a1 ∑ xi2 + a 2 ∑ xi3 + ... + a m ∑ xim +1 = ∑ xi y i

a 0 ∑ xi2 + a1 ∑ xi3 + a 2 ∑ xi4 + ... + a m ∑ xim + 2 = ∑ xi2 y i (11.18)

a 0 ∑ xim + a1 ∑ xim +1 + a 2 ∑ xim + 2 + ... + a m ∑ xi2 m = ∑ xim y i

di mana semua penjumplahannya adalah mulai dari i = 1 sampai n. Perhatikan bahwa


m + 1 persamaan diatas adalah linear dan mempunyai m + 1 bilangan anu:
a 0 , a1 , a 2 ,..., a m . Koefisien-koefisien bilangan anu langsung dapat dihitung dari data
pengamatan. Jadi, masalah penentuan polinom kuadrat-terkecil derajat m setara dengan
pemecahan sistem m + 1 persamaan linear yang simultan. Teknik-teknik untuk me-
mecahkan persaman yang demikian dibahas dalam Bagian Tiga.
Sama seperti untuk regresi linear, galat untuk polinom regresi dapat diukur deng-
an galat baku dari taksiran:

Sr
sy/ x = (11.19)
n − (m + 1)
di mana m adalah orde dari polinom. Besaran ini dibagi dengan n − (m + 1) karena
m + 1 koefisienyang diturunkan dari data − a 0 , a1 ,..., a m − digunakan untuk menghitung
S r ; jadi kita telah kehilangan m + 1 derajat kebebasan. Selain galat baku, juga dapat
dihitung koefisien korelasi untuk regresi polinom dengan cara yang sama seperti untuk
kasus linear:

St − S r
r2 =
St

CONTOH 11.5
Regresi Polinom

Pernyataan Masalah: Cocokkan polinom orde kedua pada data dalam dua kolom
pertama Tabel 11.4.

TABEL 11.4 Komputasi untuk analisis galat kecocokkan


Kuadrat terkecil orde-kedua

xi yi (y i −y )
2
(y i − a 0 − a1 xi − a 2 xi2 )
2

0 2,1 544,44 0,14332


1 7,7 314,47 1,00286
2 13,6 140,03 1,08158
3 27,2 3,12 0,80158
4 40,9 239,22 0,61951
5 61,1 1272,11 0,09439

∑ 152,6 2513,39 3,74657

Penyelesaian: Dari data yang diberikan

m=2 ∑x i = 15 ∑ x = 979
4
i

n=6 ∑y i = 152,6 ∑ x y = 585,6


i i

x = 2,5 ∑x 2
i = 55 ∑ x y = 2488,8
2
i i

y = 25,433 ∑x 3
i = 225

Oleh karena itu, sistem persamaan linear yang simultan adalah

6a 0 + 15a1 + 55a 2 = 152,6


15a 0 + 55a1 + 225a 2 = 585,6
55a 0 + 225a1 + 979a 2 = 2488,8
Dengan menyelesaikan persamaan-persamaan ini melalui teknik seperti eliminasi
Gauss, akan memberikan
a 0 = 2,47857
a1 = 2,35929
a 2 = 1,86071
Karenanya, persamaan kuadrat-terkecil tingkat-dua untuk kasus ini adalah
y = 2,7857 + 2,35929 + 1,86071x 2
Galat baku dari taksiran berdasarkan polinom regresi adalah [Persamaan (11.19)]

3,74657
sy/ x = = 1,12
6−3

Koefisien determinan adalah

2513,39 − 3,74657
r2 = = 0,99851
2513,39

dan koefisien korelasi adalah

r = 0,99925

Hasil-hasil ini menunjukan bahwa 99,851 persen dari ketidakpastian yang semula
telah dijelaskan oleh model. Hasil ini mendukung kesimpulan bahwa persamaan
kuadrat tersebut memperlihatkan kecocokkan yang ulung, seperti juga jelas dari
Gambar 11.12.

50 Parabola
Kuadrat-terkecil

0 5 x

GAMBAR 11.12 Kecocokkan polinom orde-krdua.


7.2.1 11.2.1 Algoritma untuk Regresi Polinom
Algoritma untuk regresi polinom dipaparkan dalam Gambar 11.13. perhatikan bahwa
tugas utumanya adalah pembentukan koefisien-kofisien persamaan normal [Persamaan
(11.18)]. (Subrutin untuk melaksanakan ini disajikan dalam Gambar11.14). Maka, tek-
nik-teknik dari bagian Tiga, dapat diterapkan untuk memecahkan persamaan-persama-
an simultan ini untuk koefisien-koefisiennya.
Masalah yang mungkin yang berkaitan dengan pengimplementasian regresi poli-
nom pada komputer adalah bahwa persamaan-persamaan normal kadang-kadang
berkondisi buruk. Ini secara khas memang benar untuk versi-versi orde yang lebih
tinggi. Untuk kasus-kasus ini, koefisien yang dihitung boleh jadi sangat rentan terhadap
galat pembulatan, dan akibatnya, hasil-hasilnya dapat tidak teliti. Antara lain, masalah
ini dikaitkan terhadap kenyataan bahwa untuk polinom-polinom orde lebih-tinggi
persamaan normal dapat mempunyai koefisien-koefisien yang sangat besar dan sangat
kecil. Ini karena koefisien-koedisiennya merupakan penjumplahan dari data yang
dipangkatkan.
Walaupun beberapa strategi untuk mengurangi galat pembulatan yang telah diba-
has dalam Bagian Tiga, seperti pivoting dan persaman-persamaan galat, sebagian dapat
membantu memecahkan masalah ini, alternatif yang lebih sederhana adalah memakai
komputer dengan ketepatan yang lebih tinggi. Ini merupakan salah satu bidang di mana
komputer pribadi sekarang memiliki keterbatasan untuk mengimplementasikan yang
efektif dari metode numerik yang khas ini. Untunglah, hampir semua masalah praktis
dibatasi untuk polinom yang ordenya lebih rendah, yang biasanya mengabaikan pem-
bulatan. Dalam situasi yang mensyaratkan versi orde yang lebih tinggi, tersedia alterna-

Langkah 1: Masukkan orde polinom yang dicocokkan, m.


Langkah 2: Masukkan banyaknya titik data, n.
Langkah 3: Jika n ≤ m, cetak pesan galat bahwa regresi polinom tidak mungkin
dan hentikan proses. Jika n > m, lanjutkan.
Langkah 4: Hitunglah persamaan elemen-elemen normal dalam bentuk matriks
lengkap.
Langkah 5: Pecahkan matriks lengkap untuk koefisien-koefisien a 0 , a1 , a 2 ,..., a m ,
memakai metode eliminasi.
Langkah 6: Cetak koefisien-koefisien.

GAMBAR 11.13 Algoritma untuk implementasi.

DOFOR i = 1 to order + 1
DOFOR J = 1 to i
K = i + j - 2
Sum = 0
DOFOR 1 = 1 to n
Sum = sum + x ik
ENDO
a i , j = sum
a j ,i = sum

ENDO
sum = 0
DOFOR 1 = 1 to n
sum = sum + y1 .x1i −1
ENDO
a i ,order + 2 = sum
ENDO GAMBAR 11.14 Kode-pseudo untuk merakit elemen-ele-
men persamaan nolmal pada regresi polinom.

tif-alternatif lain untuk jenis-jenis data tertentu. Namun, teknik-teknik ini (seperti poli-
nom ortogonal) adalah diluar cakupan buku ini. Pembaca harus mencari keterangan
dari naskah tentang regresi seperti Draper dan Smith (1981) untuk informasi tambahan
berkenaan dengan masalah dan alternatif-alternatif yang mungkin.

7.3 11.3 REGRESI LINEAR GANDA


(MULTIPLE LINEAR REGRESSION)

Perluasan regresi ganda yang berguna adalah kasus di mana y berupa fungsi linear dari
dua peubah atau lebih. Misalnya y boleh jadi berupa fungsi x1 dan x 2 , seperti dalam

y = a 0 + a1 x1 + a 2 x 2 + e

Persamaan yang demikian secara khas berguna pada waktu mencocokkan data percoba-
an di mana peubah yang sedang dibahas seringkali berupa fungsi dua peubah lainnya.
Untuk kasus dimensi dua ini, “garis” regresi menjadi “bidang” (Gambar 11.15).
Seperti dalam kasus sebelumnya, nilai-nilai koefisien yang “terbaik” ditentukan
dengan cara menerapkan jumplah kuadrat-kuadrat sisa:

n
S r = ∑ ( y i − a 0 − a1 x1i − a 2 x 2i )
2

i =1

dan dengan mendiferensiasikannya terhadap tiap-tiap koefisien:

∂S r
= −2∑ ( y i − a 0 − a1 x1i − a 2 x 2i )
∂a 0

∂S r
= −2∑ x1i ( y i − a 0 − a1 x1i − a 2 x 2i ) (11.20)
∂a1

∂S r
= −2∑ x 2i ( y i − a 0 − a1 x1i − a 2 x 2i )
∂a 2
Koefisien-koefisien yang menghasilkan jumplah kuadrat sisa minimum diperoleh
dengan menetapkan turunan-turunan parasial sama dengan nol dan mengungkapkan
Persamaan (11.20) sebagai suatu himpunan dari persamaan linear yang simultan:

x1

GAMBAR 11.15 Pelukisan secara grafis regresi li-


near ganda dengan y fungsi linear dari x1 dan x 2 .

na 0 + ∑ x1i a1 + ∑ x 2i a 2 = ∑ y i

∑x 1i a 0 + ∑ x12i a1 + ∑ x1i x 2i a 2 = ∑ x1i y i

∑x 2i a 0 + ∑ x1i x 2i a1 + ∑ x 22i a 2 = ∑ x 2i y i

atau sebagai sebuah matriks:

⎡ n

∑ x1i ∑ x2i ⎤⎥ ⎧⎪a0 ⎫⎪ ⎧⎪ ∑ yi ⎫⎪
⎢ ∑ x1i ∑ x1i ∑ x1i x 2i ⎥ ⎨ a1 ⎬ = ⎨ ∑ x1i y i ⎬
2
(11.21)
⎢∑ x 2i ∑ x1i x 2i ∑ x 22i ⎥ ⎪⎩a 2 ⎪⎭ ⎪∑ x 2i y i ⎪
⎣ ⎦ ⎩ ⎭

CONTOH 11.6
Regresi Linear Ganda
Pernyataan Masalah: Data berikut dihitung dari persamaan y = 5 + 4 x1 − 3 x 2 .
x1 x2 y

0 0 5
2 1 10
2,5 2 9
1 3 0
4 6 3
7 2 27

Gunakanlah regresi ganda linear untuk menyesuaikan data ini.


TABEL 11.5 Komputasi yang disyaratkan untuk mengembangkan persamaan-
persamaan normal untuk Contoh 11.6

y x1 x2 x12 x 22 x1 x 2 x1 y x2 y

5 0 0 0 0 0 0 0
10 2 1 4 1 2 20 10
9 2,5 2 6,25 4 5 22,5 18
0 1 3 1 9 3 0 0
3 4 6 16 36 24 12 18
27 7 2 49 4 14 189 54

∑ 54 16,5 14 76,25 54 48 243,5 100

Penyelesaian: Penjumplahan-penjumplahan yang diperlukan untuk mengembang-


kan Persamaaaan (11.12) dihitung dari Tabel 11.5, yang selanjutnya dapat disubti-
tusikan ke Persamaan (11.21) untuk menghasilkan

⎡ 6 16,5 14 ⎤ ⎧a 0 ⎫ ⎧ 54 ⎫
⎢16,5 76,25 48⎥ ⎪ ⎪ ⎪ ⎪
⎢ ⎥ ⎨ a1 ⎬ = ⎨243,5⎬
⎢⎣ 14 48 54⎥⎦ ⎪a ⎪ ⎪ 100 ⎪
⎩ 2⎭ ⎩ ⎭

yang dapat dipecahkan, dengan menggunakan metode eliminasi Gauss dan mem-
berikan
a0 = 5 a1 = 4 a 2 = −3
yang konsisten dengan persamaan semula dari mana asal data diturunkan.

Regresi linear ganda dapat dirumuskan untuk kasus yang lebih umum,
y = a 0 + a1 x1 + a 2 x 2 + ... + a m x m + e
di mana koefisien-koefisien yang meminimumkan jumplah kuadrat sisa ditentukan
dengan memecahkan

⎡ ⎤
⎢ ⎥
⎢ ⎥
⎢ ⎥
⎢ ⎥
⎢ ⎥
⎢ ⎥
⎢ ⎥
⎢ ⎥
⎢ ⎥
⎣ ⎦
Galat baku taksiran untuk regresi linear ganda dirumuskan sebagai

Sr
sy/ x =
n − (m + 1)

dan koefisien korelasi dihitung seperti dalam Persamaan (11.10).


walaupun mungkin terdapat kasus-kasus tertentu di mana suatu peubah dikaitkan
secara linear terhadap dua peubah lainnya atau lebih, regresi linear ganda mempunyai
tambahan kegunaan dalam penurunan persamaan-persamaan pangkat yang mempunyai
bentuk umum,
y = a 0 x1a1 x 2a2 ...x mam
Persamaan-persamaan demikian sangat berguna pada waktu pencocokan data ekspe-
rimental. Agar supaya menggunakan regresi linear, persamaan tersebut ditransformasi-
kan dengan jalan mengambil logaritmanya untuk menghasilkan
log y = log a 0 + a1 log x1 + a 2 log x 2 + ... + a m log x m
Transformasi ini dalam intinya serupa dengan transformasi yang digunakan dalam
Pasal 11.15 dan Contoh 11.4 untuk mencocokkan persamaan pangkat jika y adalah
fungsi dari peubah tunggal x. Studi kasus 14.5 menyediakan contoh penyerapan yang
demikian.
Suatu algoritma berupa persamaan normal dituliskan pada Gambar 11.16.

DOFOR i = 1 to order + 1
DOFOR J = 1 to i
Sum = 0
DOFOR 1 = 1 to n
Sum = sum + xi −1,1 .x j −1,1
ENDO
a i , j = sum
a j ,i = sum
ENDO
sum = 0
DOFOR 1 = 1 to n
sum = sum + y1 .xi −1,1
ENDO
a i ,order + 2 = sum
ENDO

GAMBAR 11.16 Kode-pseundo untuk menarik elemen-elemen persamaan normal pada regresi ganda.
Catatan seiring penyimpanan variabel bebas pada x1,i , x 2 ,i dan seterusnya, 1 harus disimpan pada x 0 ,i
untuk kerja algoritma.

7.4 11.4 KUADRAT TERKECIL LINEAR UMUM


Hingga saat ini, kita telah menitik-beratkan pada uraian mengenai mekanisme untuk
memperoleh kesesuaian dari fungsi sederhana berdasarkan metode kuadrat-terkecil ter-
hadap datanya. Sebelum beralih ke pembahasan regresi taklinear, terdapat beberapa
masalah yang akan kita bahas untuk menambah pemahaman tentang materi yang telah
dibahas sebelumnya.

11.4.1 Perumusan Matriks Umum untuk Kuadrat Terkecil Linear


Pada uraian sebelumnya, kita telah mengenal tiga jenis regresi: linear sederhana, poli-
nomial, dan linear berganda sebenarnya, ketiga regresi tersebut berasal dari model
kuadrat-terkecil linear umum berikut ini:
y = a 0 z 0 + a1 z1 + a 2 z 2 + ... + a m z m + e (11.23a)
dengan z 0 , z ,......., z m merupakan m + 1 fungsi yang berbeda. Dapat dilihat dengan
mudah, bagaimana regresi linear yang sederhana dan berganda berada didalam model
ini-yaitu, z 0 = 1, z1 , = x1 , z 2 = x 2 ,......., z m = x m . Lebih lanjut, regresi polinomial juga
termasuk di dalam model ini, jika z merupakan funsi-monomial sederhana seperti
dalam z 0 = x 0 = 1, z1 , = x, z 2 = x 2 ,......., z m = x m . Perhatikan bahwa istilah “linear” han-
ya mengacu pada ketergantungan model terhadap parameternya-yaitu, nilai a. Sebagai-
mana pada regresi polinomial, maka fungsi-fungsinya itu sendiri dapat sama sekali tak
linear.
Persamaan (11.23a) dapat dnyatakan dalam notasi matriks sebagai

{Y } = [Z ]{A} + {E} (11.23b)

dengan [Z] merupakan matriks dari nilai variabel bebas yang ditinjau,

⎡ z 01 z11 . . . z m1 ⎤
⎢ ⎥
⎢ z 02 z12 . . . z m 2 ⎥
⎢ . ⎥
[Z ] = ⎢ ⎥
⎢ . ⎥
⎢ . ⎥
⎢ ⎥
⎢⎣ z 0 n z1n . . . z mn ⎥⎦

di mana m merupakan jumplah variabel di dalam model n merupakan jumplah data.


Vektor kolom {Y} berisi nilai variabel tak-bebas yang ditinjau.

{Y }T = [ y1 y 2 ... y n ]
vektor kolom {A} berisi koefisien anu

{A}T = [a1a 2 ...a n ]


dan vektor kolom {E} berisi residu

{E}T = [e1e2 ...en ]


Sebagaimana telah dilakukan di dalam bab ini, jumplah kuadrat dari bagian sisa-
nya untuk model ini dapat didefinisikan sebagai

2
n ⎛ m ⎞
Sr = ∑ ⎜ y i − ∑ a j z ji ⎟
⎜ ⎟
i =1 ⎝ j =0 ⎠

Besaran ini dapat dibuat minimum dengan menggunakan turunan parsial terhadap ma-
sing-masing koefisiennya dan selanjutnya menetapkan persamaan biasa yang dapat
dihasilkan sama dengan nol. Hasil dari proses ini akan berupa persamaan biasa yang
dapat dinyatakan secara ringkas dalm bentuk matriks sebagai
[Z ]T [Z ] {A} = [Z ]T {Y } (11.24)

Pembuktian persamaan (11.24) ini akan ditinggalkan untuk pekerjaan rumah Anda.
Sebenarnya, Persamaan (11.24) ini ekivalen dengan persamaan biasa yang telah diru-
muskan sebelumnya untuk regresi linear sederhana, polinomial dan regresi linear ber-
ganda.
Motivasi utama kita sejauh ini adalah mengilustrasikan kesamaan antar ketiga
pendekatan tersebut dan memperlihatkan bgaimana ketiganya dapat dinyatakan secara
sederhana dalam notasi matriks yang sama. Pembahasan tersebut juga menetapkan
tahapan pembahasan untuk pasal berikutnya di mana kita akan mendapatkan pengertian
yang lebih mendalam tentang strategi yang lebih disukai untuk menyelesaikan persa-
maan (11.24). Notasi matriks tersebut juga akan relevan apabila kita membahas regresi
tak-linear yang terdapat pada pasal terakhir dari bab ini.

7.4.1 11.4.2 Teknik Penyelesaian


Dalam pembahasan sebelumnya dalam bab ini kita telah mengabaikan masalah teknik
numerik kusus untuk menyelesaikan persamaan-persamaan normal. Sekarang setelah
kita mengembangkan kesatuan diantara beragam model itu, kita dapat mendalami
masalah ini secara lebih rinci.
Pertama, seharusnya jelas bahwa Gauss-Seidel tidak dapat diterapkan karena per-
samaan-persamaan normal tidak dominan secara diagonal. Sehingga yang tertinggal
hanyalah metode-metode eliminasi. Untuk keperluan sekarang, kita dapat membagi
teknik-teknik ini ke dalam tiga kategori: (1) metode-metode dekomposisi LU, termasuk
eliminasi Gauss, (2) metode Cholesky, dan (3) pendekatan matriks invers. Jelas ter-
dapat hal-hal yang tumpang tindih dalam pemisahan ini. Misalnya, metode Cholesky
dalam kenyataannya adalah suatu dekomposisi LU dan semua pendekatan itu dapat
dirumuskan sehingga dapat membangun matriks invers. Namun, pemisahan ini mem-
punyai manfaat dimana masing-masing kategori memberikan manfaat mengenai
penyelesaian dari persamaan-persamaan normal.
Dekomposisi LU. Jika Anda semata-mata tertarik dalam menerapkan pencocokan
kuadrat terkecil untuk kasus dimana model yang cocok diketahui sebelumnya, salah
satu dari pendekatan dekomposisi LU yang diuraikan pada bab 9 dapat diterima secara
sempurna. Nyatanya, perumusan bukan dekomposisi LU dari eliminasi Gauss yang
diuraikan dalam Bab 7 dapat juga diterapkan. Penggabungan salah satu metode ini ke-
dalam algoritma untuk kadrat terkecil merupakan suatu tugas pemrograman yang relatif
langsung. Nyatanya, jika diikuti pendekatan moduler, tugas ini dengan mudah sekali
dihasilkan.
Metode Cholesky. Algoritma dekomposisi Cholesky mempunyai beberapa keuntungan
dipandang dari penyelesaian masalah regresi linear umum. Pertama, algoritma ini
sengaja didesain untuk memecahkan matriks simetri seperti persamaan-persamaan
normal. Dengan demikian algoritma ini cepat dan memerlukan tempat penyimpanan
yang lebih sedikituntuk memecahkan sistem yang demikian. Kedua, algoritma ini
secara ideal cocok untuk kasus dalam hal orde modelnya [yakni nilai m dalam Persa-
maan (11.23a)] tidak diketahui sebelumnya (lihat Ralston dan Robinowitz, 1978).
Suatu kasus yang perlu diperhatikan adalah regresi polinom. Untuk kasus ini, secara
apriori mungkin kita tidak mengetahui apakah polinomnya linear, kuadrat, kubik, atau
orde yang lebih tinggi yang merupakan model “terbaik” untuk memberikan data kita.
Karena cara bagaimana persamaan-persamaan normal dibangun dan algoritma Choles-
ky berjalan (Gambar 9.11), kita dapat mengembangkan model-model dengan orde yang
lebih tinggisecara beruntun dengan cara yang sangat efisien. Pada setiap langkah kita
dapat memeriksa jumplah kuadrat sisa dari kuadrat galat (dan sebuah grafik) untuk
memeriksa apakah penyertaan suku-suku dengan orde yang lebih tinggi akan memper-
baiki kecocokkannya secara signifikan.
Situasi yang serupa untuk regresi linear ganda terjadi bilamana peubah-peubah
bebas ditambahkan pada model, satu peubah pada satu saat. Andaikata peubah tak-
bebas yang diminati berupa suatu fungsi sejumplah peubah bebas: katakanlah suhu,
kandungan cairan, tekanan dan sebagainya. Pertama kita dapat melakukan regresi
linear dengan temperatur dan menghitung galat sisa (residual error). Berikutnya, kita
dapat menyerakan kandungan cairan dengan melakukan regresi ganda dua-peubah dan
melihat apakah peubah tambahan menghasilkan perbaikan kecocokan. Metode Choles-
ky membuat proses ini efisien karena dekomposisi dari model linear semata-mata
hanya akan ditambahkan untuk menggabungkan suatu peubah baru.
Pendekatan Matriks Invers. Dengan mengingat kembali Persamaan (PT3.6) matriks
invers dapat diterapkan untuk memecahkan Perasamaan. (11.24) seperti dalam

{A} = [[Z ]T [Z ]] [Z ]T {Y }
−1
(11.25)

Masing-masing metode eliminasi dapat dipakai untuk menentukan invers (ingat kem-
bali Pasal 8.1.2 dan 9.5.1) dan karena itu dapat dipakai untuk menerapkan persamaan
(11.25). Namun, seperti telah kita pelajari di Bagian Tiga, ini adalah pendekatan yang
tidak efisien untuk pemecahan himpunan persamaan simultan. Sehingga jika kita ter-
tarik dalam pemecahan untuk koefisien-koefisien regresi, lebih disukai menerapkan
pendekatan dekomposisi LU tampa invers. Namun, dari segi statistika, terdapat
sejumplah alasan kenapa kita tertarik untuk memperoleh invers dan memeriksa
koefisien-koefisiennya. Alasan-alasan ini selanjutnya akan dibahas.

7.4.2 11.4.3 Aspek Statistis dari Teori Kuadrat-Terkecil


Dalam Pasal PT4.2.1, kita tinjau ulang sejumplah statistik dekriptif yang dapat diguna-
kan untuk menerapkan sampel. Ini mencakup rata-rata, simpangan baku, dan variasi.
Selain menghasilkan penyelesaian untuk koefisien-koefisien regresi, perumusan
matriks dari Persamaan (11.25) menyediakan taksiran-taksiran untuk data statistiknya.
Dapat diperlihatkan (Draper dan Smith, 1981) bahwa suku-suku diagonal dan bukan
diagonal darimatriks [[Z ] [Z ] ]
T −1
masing-masing memberikan varians dan kovarians*
dari koefisien-koefisien a. Jika elemen-elemen [Z ] [Z ] [ ]
T −1
dinyatakan z ii−1 maka
var(ai ) = z ii−1

dan

cov ai , a j = z ij−1

Statistik-statistik ini mempunyai sejumplah penerapan penting mencakup uji


hipotesa yang berkaitan dengan pencocokan kuadrat-terkecil. Anda dapat membaca
Draper dan Smith (1981) untuk informasi tambahan pada subyek ini.

7.5 REGRESI TAKLINEAR


Terdapat banyak kasus dalam rekayasa dimana model-model taklinear harus dicocokan
pada data. Dalam konstek yang sekarang, model-model ini didefinisikan sebagai model
yang mempunyai ketergantungan taklinear pada parameter-parameternya. Misalnya,

(
f ( x ) = a 0 1 − e − a1 x )
Tidak terdapat cara untuk memanipulasi persamaan ini sehingga sesuai dengan bentuk
umum Persamaan (11.23a).
Seperti halnya dengan kuadrat-terkecil, regresi taklinear didasarkan pada penen-
tuan nilai-nilai parameter yang meminimumkan jumplah kuadrat dari sisa (residual)-
nya. Namun, untuk kasus taklinear, penyelesaian haruslah berjalan dengan cara iterasi.
Seperti dengan pendekatan taklinear lainnya, penyelesaian-penyelesaian yang beruntun
seringkalitergantung pada tebakan-tebakan awal parameter.
Metode Gauss-Newton merupakan satu algoritma untuk meminimumkan jumplah
kuadrat sisa antara data dan persamaan taklinear. Konsep kunci yang mendasari teknik
tersebut adalah uraian deret Taylor yang digunakan untuk menyatakan persamaan
taklinear semula dalam suatu bentuk hampiran yang linear. Dengan demikian, teori
kuadrat terkecil dapat digunakan untuk memperoleh taksiran-taksiran baru dari
parameter-parameter yang bergerak dalam arah yang meminimumkan sisa tersebut.
Untuk mengilustrasikan bagaimana hal ini dikerjakan, pertama-tama kaitkan anta-
ra persamaan takliner dan data secara umum dapat dinyatakan sebagai

y i = f ( xi ; a 0 , a1 ,..., a m ) + ei

di mana y i adalah nilai terukur dari peubah takbebas, f ( xi ; a 0 , a1 ,..., a m ) adalah persa-
maan yang merupakan fungsi peubah bebasx dan funsi taklinear dari parameter-para-
meter a 0 , a1 ,..., a m setara ei adalah galat acak. Untuk memudahkan, model ini dapat
dinyatakan dalam bentuk ringkas dengan menghilangkan parameter-parameternya,

y i = f ( x i ) + ei (11.26)
Model taklinear itu dapat diuraikan menurut deret Taylor di sekitar nilai-nilai
parameter dan dihentikan setelah turunan-turunan pertama. Misalnya, untuk kasus dua
parameter,

∂f ( xi ) j ∂f ( x1 ) j
f ( xi ) j +1 = f ( xi ) j + Δa 0 + Δa1 (11.27)
∂a 0 ∂a1

di mana j adalah taksiran awal, j + 1 prediksi Δa 0 = a 0 , j +1 − a 0, j dan Δai = a1 , j +1 − ai , j .


Jadi kita telah melinearkan model semula terhadap parameter-parameternya. Persamaan
(11.27) dapat diaubtitusikan ke dalam Persamaan (11.26) untuk memberikan

∂f ( xi ) ∂f ( x1 ) j
y i − f (xi ) j = Δa 0 + Δa1 + ei
∂a 0 ∂a1

atau dalam bentuk matriks [bandingkan dengan Persamaan (11.23b)]

{D} = [Z ]{ΔA} + {E} (11.28)

[ ]
di mana Z j adalah matriks turunan-turunan parsial dari fungsi yang dihitung pada
tebakan awal j.

⎡ ∂f ∂f 1 ⎤
⎢ 1 ⎥
⎢ ∂a 0 ∂a1 ⎥
⎢ ∂f ∂f 2 ⎥⎥
⎢ 2
⎢ ∂a 0 ∂a1 ⎥
[Z ]
j

=⎢ . . ⎥

⎢ . . ⎥⎥

⎢ . . ⎥
⎢ ⎥
⎢ ∂f n ∂f n ⎥
⎢⎣ ∂a 0 ∂a1 ⎥⎦

di mana n adalah banyaknya titik data dan ∂f i / ∂a k adalah turuynan parsial fungsi
terhadap parameter ke-k yang dihitung pada titik data ke-i. Vektor {D} berisi beda-
beda antara pengukuran dan nilai fungsi
⎧ y1 − f ( x1 ) ⎫
⎪ y − f ( x )⎪
⎪ 2 2 ⎪

⎪⎪ . ⎪⎪
{D} = ⎨ ⎬
⎪ . ⎪
⎪ . ⎪
⎪ ⎪
⎩⎪ y n − f ( x n )⎭⎪

dan vektor {ΔA} berisi perubahan dalam nilai-nilai parameter

⎧Δa 0 ⎫
{ΔA} = ⎨ ⎬
⎩ Δa1 ⎭

Penerapan teori kuadrat-terkecil pada Persamaan (11.28) akan menghasilkan persama-


an-persamaan normal berikut [ingat kembali Persamaan (11.24)]

[[Z ] [Z ]] {ΔA} = [Z ] {D}


j
T
j j
T
(11.29)

Jadi, pendekatannya terdiri dari pemecahan Persamaan (11.29) untuk {ΔA} yang dapat
dipakai untuk menghitung nilai-nilai yang diperbaiki untuk parameter-parameter seper-
ti dalam

a 0. j +1 = a 0. j + Δa 0

dan

a 0. j +1 = a 0. j + Δa1

Prosedur ini diulang sampai penyelesaiannya konvergen-yakni sampai

a k . j +1 − a k . j
∈a k
= 100% (11.30)
a k . j +1

berada dibawah kriteria penghentian yang dapat diterima.

CONTOH 11.7
Metode Gauss-Newton
(
Pernyataan Masalah: Cocokkan fungsi f ( x; a 0 , a1 ) = a 0 1 − e − a1 x ) pada data:

x y
0,25 0,28
0,75 0,57
1,25 0,68
1,75 0,74
2,25 0,79

Gunakan tebakan-tebakan awal a 0 = 1,0 dan a1 = 1,0 untuk parameter-parameter.


Perhatikan bahwa untuk tebakan-tebakan ini jumplah kuadrat sisa awal adalah
0,0248.

Penyelesaian: Turunan-turunan parsial fungsi terhadap parameter-parameternya


adalah

∂f
= 1 − e −a1 x
∂a 0

dan

∂f
= 1 − e − a1 x
∂a1

Persamaan (E11.71) dan (E11.72) dapat digunakan untuk menghitung matriks

⎡0,2212 0,1947⎤
⎢ ⎥
⎢0,5276 0,3543⎥
[Z 0 ] = ⎢0,7135 0,3581⎥
⎢ ⎥
⎢ 0,8262 0,3041⎥
⎢ ⎥
⎣0,8946 0,2371⎦

Matriks ini jika dikalikan dengan transposenya akan menghasilkan

⎡ 0,9489 ⎤
[Z 0 ]T [Z 0 ] = ⎢ 2,3193 ⎥
⎢⎣0,9489 0,4404⎥⎦

yang kemudian dapat dibalikkan untuk menghasilkan

⎡− 7,8421⎤
[Z 0 ]T [Z 0 ]−1 = ⎢3,6397 ⎥
⎣⎢− 7,8421 19,1678⎦⎥
Vektor {D} terdiri dari perbedaan antara pengukuran dan prediksi model,

⎡0,28 − 0,2212⎤ ⎧ 0,0588 ⎫


⎢0,57 − 0,5276⎥ ⎪ 0,0424 ⎪
⎢ ⎥ ⎪ ⎪
{D} = ⎢0,68 − 0,7135⎥ = ⎪⎨− 0,0335⎪⎬
⎢ ⎥ ⎪ ⎪
⎢ 0,74 − 0,8262 ⎥ ⎪− 0,0862⎪
⎢⎣ 0,79 − 0,8946 ⎥⎦ ⎪⎩ − 0,1046 ⎪⎭
Jika dikalikan [Z 0 ] akan memberikan
T

− 0,1533 ⎫
[Z 0 ]T {D} = ⎧⎨ ⎬
⎩− 0,0365⎭

Vektor {ΔA} kemudian dihitung dengan memecahkan Persamaan (11.29) untuk

− 0,2714⎫
{ΔA} = ⎧⎨ ⎬
⎩− 0,5019 ⎭

yang dapat ditambahkan pada tebakan-tebakan parameter awal untuk menghasilkan

⎧a 0 ⎫ ⎧1,0⎫ ⎧− 0,2714⎫ ⎧0,7286⎫


⎨ ⎬ = ⎨ ⎬+⎨ ⎬=⎨ ⎬
⎩ a1 ⎭ ⎩1,0⎭ ⎩ 0,5019 ⎭ ⎩1,5019 ⎭

Jadi, taksiran yang diprbaiki dari parameter-parameternya adalah a 0 = 0,7286 dan


a1 = 1,5019 . Parameter-parameter baru itu menghasilkan jumplah kuadrat sisa sama
dengan 0,0242. persamaan (11.30) dapat digunakan untuk menghitung ∈0 dan ∈1 ,
masing-masing sama dengan 37 dan 38 persen. Komputasi kemudian akan diulang
sampai nilai-nilai ini berada dibawah kriteria penghentian yang dihentikan. Koefi-
sien-koefisien ini memberikan jumplah kuadrat sisa sebesar 0,000662.

Masalah potensial dengan metode Gauss-Newton seperti dikembangkan sampai


saat ini adalah turunan-turunan parsial fungsi, kemungkinan sukar dihitung.
Akhibatnya, banyak program komputer mengunakan persamaan diferensial untuk
menghampiri turunan-turunan parsial. Satu metode adalah

∂f i f ( xi ; a 0 ,..., a k + h,..., a m ) − f ( xi ; a 0 ,..., a k ,..., a m )


≅ (11.31)
∂a k h

di mana h adlah pertambahan kecil yang diterapkan sebelumnya.


Metode Gauss-Newton mempunyai sejumplah kemungkinan kekurangan lainnya:
1. Kekonvergenan mungkin lambat.
2. Kemungkinan ia berosilasi secara lebar, yakni berubah arah secara terus menerus.
3. Kemungkinan ia tidak akan konvergen sama sekali.

Modifikasi metode tersebut (Boots dan Peterson, 1958; Hartley, 1961) telah di-
kembangkan untuk mengobati kekurangan-kekurangan itu. Tambahan pula, metode-
metode lain seperti teknik “steepest descent” dan Levenberg-Marquardt telah dikem-
bangkan untuk mencocokkan persamaan-persamaan taklinear. Lihai Draper dan Smith
(1981) untuk pembahaan metode-metode ini.
SOAL-SOAL
Perhitungan Tangan
11.1 Jika diberikan data

0,95 1,42 1,30 1,55 1,63

1,32 1,15 1,47 1,95 1,66

1,46 1,47 1,92 1,35 1,05

1,85 1,74 1,65 1,78 1,71

2,39 1,82 2,06 2,14 2,27

tentukan (a) rata-rata (mean), (b) simpangan baku (standrad deviation), (c) varians (variance), dan
(d) koefisien variasi.
11.2 Bangun histogram untuk data dalam soal 11.1. Gunakanlah suatu rentang 0,6 sampai 2,4 dengan
selang (interval) 0,2.
11.3 Jika diberikan data

55 6 18 21 26 28 32

39 22 28 24 27 27 33

2 12 17 34 29 31 38

45 36 41 37 43 38 46

tentukan (a) rata-rata, (b) simpangan baku, (c) variasi, dan (d) koefisien variasi.
(e) Bangun histogram. Pakai rentang mulai dari 0 sampai 55 dengan pertambahan 5.
(f) Dengan anggapan bahwa distribusi adalah normal dan bahwa taksiran simpangan baku Anda
sahih, hitung rentang (yakni, nilai bawah dan atas) yang mencakup 68 persen pembacaan.
Tentukan apakah ini merupakan taksiran sahih untuk data dalam soal ini.
11.4 Gunakan regresi kuadrat-terkecil untuk mencocokan garis lurus terhadap

x 1 3 5 7 10 12 13 16 18 20
y 4 2 6 5 8 7 10 9 12 11

Bersama-sama dengan kemiringan (slope) dan perpotongan (intercept),hitunglah galat baku


taksirandan koefisien kolerasi. Gambarkan grafik data dan garis regresi. Kemudian ulangi soal,
tetapi regresikan x terhadap y-yakni, tukar peubah-peubah. Taksirkan hasil-hasil Anda.
11.5 Gunakan regresi kuadrat-terkecil untuk mencocokan garis lurus terhadap

x 4 6 8 10 14 16 20 22 24 28 28 34 36 38
y 30 22 22 28 14 22 16 8 20 8 14 14 0 4

Bersama-sama dengan kemiringan dan perpotongan, hitunglah galat baku taksirandan koefisien
kolerasi. Gambarkan grafik data dan garis regresi. Jika seseorang membuat pengukuran tambahan
x = 30, y = 30, apakah Anda akan menduga, berdasarkan penilaian visual dan galat baku, bahwa
pengukuran tersebut sahih atau salah? Berikan alasan kesimpulan Anda.
11.6 Gunakan regresi kuadrat-terkecil untuk mencocokan garis lurus terhadap

x 0 2 4 4 8 12 16 20 24 28 30 34
y 12 12 18 22 20 30 26 30 26 28 22 18
(a) Bersama-sama dengan kemiringan dan perpotongan, hitung galat baku taksiran dan koefisien
kolerasi. Gambarkan grafik data dan garis lurus tersebut. Berilah penilaian terhadap kecocokan
tersebut. (b) Hitung ulang (a), tetapi pakai regresi polinom untuk mencocokkan parabol terhadap
data. Bandingkan hasil-hasilnya dengan hasil (a).
11.7 Cocokan model laju-pertumbuhan-jenuh terhadap

x 1 2 2,5 4 6 8 8,5
y 0,4 0,7 0,8 1,0 1,2 1,3 1,4

Gambarkan grafik data dan persamaannya.


11.8 Cocokan persamaan pangkat terhadap data soal 10.7. Gambarkan grafik data dan persamaannya.
11.9 Cocokan parabola terhadap data soal 10.7. Gambarkan grafik data dan persamaannya.
11.10 Cocokan persamaan pangkat terhadap

x 2,5 3,5 5 6 7,5 10 12,5 1,5 17,5 20


y 5 3,4 2 1,6 1,2 0,8 0,6 0,4 0,3 0,3

Gambarkan grafik y terhadap x bersama-sama dengan persamaan pangkat tersebut.


11.11 Cocokan model eksponen terhadap

x 0,05 0,4 0,8 1,2 1,6 2,0 2,4


y 550 750 1000 1400 2000 2700 3750

Gambarkan grafik data dan persamaannya pada kertas grafik baku maupun semi-logaritma.
Bahaslah hasil-hasil Anda.
11.12 Cocokan persamaan pangkat terhadap data soal 11.11. Gambarkan grafik data dan persamaannya.
11.13 Cocokan parabola terhadap data soal 11.11. Gambarkan grafik data dan persamaannya.
11.14 Jika diberikan data

x 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50
y 17 25 30 33 36 38 39 40 41 42

Gunakan regresi kuadrat-terkecil untuk mencocokkan (a) garis lurus, (b) persamaan pangkat, (c)
persamaan laju pertumbuhan-jenuh, dan (d) parabola. Gambarkan grafik data bersama-sama
dengan semua kurva. Apakah salah satu kurva akan lebih unggul? Jika demikian, berikan
alasannya.
11.15 Cocokan parabola terhadap

x 0 2 4 6 9 11 13 15 17 19 23 25 28
y 1,2 0,6 0,4 -0,2 0 -0,6 -0,4 -0,2 -0,4 -0,2 -0,4 1,2 1,8

Hitunglah koefisien-koefisien, galat baku taksiran, dan koefisien kolerasinya. Gambarkan grafik
hasil-hasil dan berikan penilaian kecocokannya.
11.16 Gunakan regresi linear ganda untuk mencocokkan

x1 0 1 2 0 1 2
x2 2 2 4 4 6 6
y 19 12 11 24 22 15

Hitunglah koefisien-koefisien, galat baku taksiran, dan koefisien kolerasinya.


11.17 Gunakan regresi linear ganda untuk mencocokkan

x1 1 1 2 2 3 3 4 4
x2 1 2 1 2 1 2 1 2
y 18 12,8 25,7 20,6 35,0 29,8 45,5 40,3

Hitunglah koefisien-koefisien, galat baku taksiran, dan koefisien kolerasinya.


11.18 Gunakan regresi taklinear untuk mencocokan parabola dengan data pada soal 11.11.
11.19 Gunakan regresi taklinear untuk mencocokan persamaan laju pertumbuhan penyerapan dengan
data pada soal 11.14.
Soal-soal yang Berkaitan dengan Komputer
11.20 kembangkan program komputer akrab-pemakai untuk regresi linear berdasarkan Gambar 11.6
atau 11.7. Antara lain:
(a) Tambahkan pernyataan untuk mendokumentasikan kode.
(b) Buat masukan dan keluaran lebih terurai dan berorientasikan pada memakai.
(c) (Pilihan) Sertakan penggambaran grafik komputer data dan garis regresi.
(d) (Pilihan) Sertakan pilihan yang membolehkan penganalisaan persamaan-persamaan ekspo-
nen, pangkat, dan laju-pertumbuhan-jenuh.
11.21 kembangkan program komputer akrab-pemakai untuk regresi polinom berdasarkan Gambar 11.13
dan 11.14. ujilah program tersebut dengan menirukan komputasi-komputasi dari Contoh 11.5.
11.22 kembangkan program komputer akrab-pemakai untuk regresi ganda berdasarkan Gambar 11.3 dan
11.16.
11.23 Ulangi soal-soal 11.4 dan 11.5 dengan memakai program dari soal 11.20.
11.24 Pakai perangkat lunak TOOLKIT Elektronik untuk memecahkan soal 11.4, 11.5, dan 11.6a.
11.25 Ulangi soal-soal 11.9, 11.13, dan 11.15 dengan memakai program dari soal 11.21.
11.26 Ulangi soal-soal 11.16 dan 11.17 dengan memakai program dari soal 11.22.
8 12 Interpolasi

Anda akan sering berkesempatan untuk menaksir (mengestimasi) nilai antara (interme-
diate values) di antara titik-titik data yang tepat. Metode yang paling umum yang dipa-
kai untuk keperluan ini adalah interpolasi polinom.
Ingat kembali bahwa rumus umum untuk polinom orde ke-n adalah

f ( x ) = a 0 + a1 x + a 2 x 2 + ... + a n x n (12.1)

Untuk n + 1 titik data, terdapat satu dan hanya satu polinom orde n atau kurang yang
melalui semua titik. Misalnya, hanya terdapat satu garis lurus (yakni suatu polinom
orde pertama) yang menghubungkan dua titik (Gambar 12.1a), demikian pula, hanya
terdapat satu parabola yang menghubungkan himpunan tiga titik (Gambar 12.1b). inter-
polasi polinom terdiri atas penentuan polinom unik ored ke-n yang cocok dengan n + 1
titik data. Maka polinom ini menyediakan rumus untuk menghitung nilai antara
(intermediate values).
Walaupun terdapat satu, dan hanya satu, polinom orde ke-n yang cocok dengan
n + 1 titk, terdapat beragam bentuk matematik untuk pengungkapan polinom ini.
Dalam Bab yang sekarang ini, akan diuraikan dua alternatif yang amat sesuai untuk im-
plementasi pada komputer pribadi. Ini adalah polinom-polinom Newton dan Lagrange.

8.1 12.1 POLINOM INTERPOLASI BEDA-TERBAGI NEWTON


Seperti dinyatakan diatas, terdapat beragam bentuk alternatif untuk mengungkapkan
suatu polinom interpolasi. Polinom interpolasi beda-terbagi Newton termasuk bentuk
yang paling populer dan berguna. Sebelum menyajikan persamaan yang umum, kita
akan memperkenalkan versi-versi orde-pertama dan kedua karena taksiran visualnya
yang sederhana.

8.1.1 12.1.1 Interpolasi Linear


Bentuk inerpolasi yang paling sederhana adalah menghubungkan dua titik data dengan
garis lurus. Teknik ini, yang dinamakan interpolasi limear, dilukiskan secara grafis
dalam Gambar 12.2. Dengan memakai segitiga-segitiga sebangun,

f 1 ( x ) − f ( x0 ) f ( x1 ) − f (x0 )
=
x − x0 x1 − x0
GAMBAR 12.1 Contoh-contoh polinom interpolasi: (a) orde pertama (linear) menghubungkan dua
titik ; (b) orde-kedua (kuadrat atau parabola) menghubungkan tiga titik; dan (c) orde-ketiga (kubik)
menghubungkn empat titik.
(a) (b) (c)

f (x )

f ( x1 )

f1 (x )

f (x0 )

x0 x x1 x

GAMBAR 12.2 Plukisan grafis imterpolasi linear. Daerah yang diarsir menunjukan segitiga-segitiga
sebangun yang dipakai untuk menurunkan rumus interpolasi-linear [Persamaan (12.2)]

yang dapat disusun ulang untuk menghasilkan

f ( x1 ) \ f (x0 )
f1 (x ) = f ( x0 ) + (x − x0 )
x1 − x0

Yang merupakan rumus interpolasi linear. Cara menulisan f 1 (x ) menunjukan bahwa


ini adalah polinom interpolasi orde-pertama. Perhatikan bahwa disamping menyatakan
kemiringan garis yang menghubungkan titik-titik, bentuk [ f (x1 ) − f (x0 )] / ( x1 − x0 ) ada-
lah hampiran (aproksimasi) beda-hingga-terbagi dari turunan pertama [ingat kembali
Persamaan (3.28)]. Umumnya, semakin kecil selang diantara titik-titik data, semakin
baik hampirannya. Ciri ini diperagakan dalam contoh berikut.

CONTOH 12.1
Interpolsi Linear
Pernyataan Masalah: Taksiran logaritma asli dari 2 (In 2) dengan memakai
interpolasi linear. Pertama, lakukan komputasi antara In 1 = 0 dan In.6 =
1,7917595. kemudian, ulangi prosedurnya, tetapi dengan menggunakan selang yang
lebih kecil mulai dari In 1 In 4 (1,3862944). Perhatikan bahwa nilai sejati (true
value) dari In 2 adalah 0,69314718.

Penyelesaian: Dengan menggunakan Persamaan (12.2), interpolasi linear dari


x0 = 1 sampai x1 = 6 menberikan
1,7917595 − 0
f 1 (2 ) = 0 + (2 − 1) = 0,35835190
6 −1
yang menggabarkan persen galat sebesar ∈t = 48,3 persen. Dengan memakai selang
yang lebih kecil dari x0 = 1 sampai x1 = 4 akan dihasilkan
1,3862944 − 0
f 1 (2 ) = 0 + (2 − 1) = 0,46209813
4 −1
Jadi, pemakaian selang yang lebih kecil mengurangi persen galat relatif menjadi ∈t
= 33,3 persen. Kedua interpolasi tersebut diperlihatkan dalam Gambar 12.3
bersama de-ngan fungsi yang sebenarnya.

f (x )
f ( x ) = Inx
2

Nilai
1 sejati
Taksiran
Linear

0
0 5 x
GAMBAR 12.3 Dua interpolasi linear untuk menaksir In 2. Perhatikan bagaimana selang yang
lebih kecil menyajikan taksiran yang lebih baik.

8.1.2 12.1.2 Interpolasi Kuadrat


Galat dalam Contoh 12.1 disebabkan oleh kenyataan bahwa kurva dihampiri dengan
garis lurus. Akhibatnya, strategiuntuk memperbaiki taksiran adalah memperkenalkan
suatu kelengkungan ke garis yang menghubungkan titik-titik tersebut. Jika tersedia tiga
titik data, ini dapat dilaksanakan dengan polinom orde krdua (juga disebut polinom
kuadrat atau parabola). Bentuk secara khas yang cocok untuk maksut ini adalah

f 2 ( x ) = b0 + b1 ( x − x0 ) + b2 ( x − x0 )( x − x1 ) (12.3)

Perhatikan bahwa walaupun Persamaan (12.3) kelihatannya brlainan dalam polinom


umum [Persamaan (12.1)] kedua persamaan tersebut setara (ekivalen). Ini dapat diper-
lihatkan dengan memperkalikan suku-suku dalam Persamaan (12.3) untuk menghasil-
kan

f 2 ( x ) = b0 + b1 x − b1 x0 + b2 x 2 + b2 x0 x1 − b2 xx0 − b2 xx1

atau, dengan mengumpulkan suku-sukunya,

f 2 ( x ) = a 0 + a1 x + a 2 x 2

dengan

a 0 = b0 − b1 x0 + b2 x0 x1

a1 = b1 − b2 x0 − b2 x1

a 2 = b2

Jadi, Persamaan (12.1) dan (12.3) adalah perumusan-perumusan alternatif yang setara
dari polinom orde kedua yang unik yang menghubungkan tiga titik.
Suatu prosedur yang sederhana dapat dipakai untuk menentukan nilai koefisien-
koefisiennya. Untuk b0 , Persamaan (12.3) dengan x = x0 dapat dipakai untuk meng-
hitung

b0 = f ( x ) (12.4)

Persamaan (12.4) dapat disubstitusikan ke Persamaan (12.3), yang dapat dihitung pada
x = x1 untuk
f (x1 ) − f ( x0 )
b1 = (12.5)
x1 − x0
Akhibatnya, Persamaan (12.4) dan (12.5) dapat disubstitusikan ke Persamaan (12.3),
yang dapat dihitung pada x = x 2 dan dipecahkan (setelah melakukan manipulasi alja-
bar)
f ( x 2 ) − f ( x1 ) f (x1 ) − f ( x0 )

x 2 − x1 x1 − x0
b2 = (12.6)
x2 − x0

Perhatikan bahwa, sama halnya seperti dengan interpolasi linear, b1 tetap menya-
takan kemiringan garis yang menghubungkan titik-titik x0 dan x1 . Jadi, dua suku per-
tama Persamaan (12.3) setara terhadap interpolasi linear dari x0 sampai x1 , seperti
dirinci sebelumnya dalam persamaan (12.2). suku terakhir b2 ( x − x0 )( x − x1 ) , memper-
kenalkan kelengkungan orde kedua ke dalam rumus.
Sebelum mengilustrasikan bagaimana memakai Persamaan (12.3), kita perlu
memeriksa bentuk koefisien b2 , yang sangat serupa dengan hampiran beda-hingga-
terbagi dari turunan kedua yang sebenarnya diperkenalkan dalam Persamaan (3.35).
Jadi, Persamaan (12.3) mulai memanifestasikan struktur yang sangat serupa dengan
uraian deret Taylor. Pengamatan ini akan diselidiki lebih jauh pada waktu mengaitkan
polinom interpolasi Newton terhadap deret Taylor dalam Pasal 12.14. Tetapi pertama-
tama akan kita perlihatkan bagaimana Persamaan (12.3) dipakai untuk menginterpolasi
di antara tiga titik.

CONTOH 12.2
Interpolasi Kuadrat
Pernyataan Masalah: Cocokkan polinom orde kedua terhadap tiga titik yang
dipakai dalam Contoh 12.1:

x0 = 1 f (x0 ) = 0
x1 = 4 f ( x1 ) = 1,3862944
x2 = 6 f ( x 2 ) = 1,7917595

Pakailah polinom tersebut untuk menghitung In 2.

Penyelesaian: Dengan memerapkan Persamaan (12.4) akan dihasilkan

b0 = 0

Persamaan (12.5) menghasilkan

1,3862944 − 0
b1 = = 0,46209813
4 −1
dan Persamaan (12.6) memberikan

1,7917595 − 1,3862944
− 0,46209813
b2 = 6 − 4 = −0,51873116
6 −1

Dengan mensubstitusikan nilai-nilai ini ke Persamaan (12.3) dihasilkan rumus


kuadrat

f 2 ( x ) = 0 + 0,46209813(x − 1) − 0,05187311( x − 1)( x − 4 )

yang dapat dihitung x = 2 untuk


f 2 (2 ) = 0,56584436

yang menggambarkan persen galat relatif ∈t = 18,4 persen. Jadi, kelengkunan yang
diperkenalkan oleh rumus kuadrat (Gambar 12.4) akan memperbaiki interpolasi
dibandingkan denganhasil yang diperoleh dengan memakai garis lurus dalam
contoh 12.1 dan Gambar 12.3
f (x )
f ( x ) = Inx
2
f 2 (x )
Nilai
sejati
1
Taksiran kuadrat

Taksiran linear

0 5 x
GAMBAR 12.4 Pemakaian interpolasi kuadrat untuk menaksir In 2. Interpolasi linear dari x = 1
sampai 4 juga disertakan sebagai perbandingan.

8.1.3 12.1.3 Bentuk Umum Polinom Interpolasi Newton


Analisa di depan dapat dirapatkan untuk mencocokan polinom orde ke-n sampai n + 1
titik-titik data. Polinom orde ke-n tersebut adalah
f n ( x ) = b0 + b1 ( x − x0 ) + ... + bn ( x − x0 )( x − x1 )...(x − x n −1 ) (12.7)
Seperti telah dikerjakan sebelumnya dengan interpolasi linear dan kuadrat, titik-titik
data dapat dipakai untuk menghitung koefisien-koefisien b0 , b1 ,..., bn . untuk polinom
orde ke-n, diperlukan n + 1 titik-titik data: x0 x1 ,..., x n . Dengan memakai titik-titik data
ini, persamaan berikut dipakai untuk menghitung koefisien-koefisiennya:

b0 = f ( x0 ) (12.8)

b1 = f ( x1 , x0 ) (12.9)

b2 = f (x 2 , x1 , x0 ) (12.10)

.
.
.

bn = f [x n , x n −1 ,..., x1 , x0 ] (12.11)

di mana perhitungan fungsi dalam kurung siku adalah beda-terbagi hingga. Misalnya,
beda terbagi hingga pertama (first finite devided difference) dinyatakan secara umum
sebagai

f ( xi ) − f (x j )
[
f xi , x j = ] xi − x j
(12.12)
Beda terbagi hingga kedua, yang menggambarkan perbedaan dari dua beda terbagi
pertama, diungkapkan secara umum sebagai

f (xi , x j ) − f (x j , x k )
[ ]
f xi , x j , x k =
xi − x k
(12.13)

Demikian pula, beda terbagi hingga ke-n adalah

f ( x n , x n −1 ,..., x1 ) − f ( x n , x n − 2 ,..., x0 )
f [x n , x n −1 ,..., x1 , x0 ] = (12.14)
x n − x0

i xi f ( xi ) pertama kedua ketiga

0 x0 f (x0 ) f [x1 , x0 ] f [x 2 , x1 x0 ] f [x3 , x 2 .x1 , x0 ]


1 x1 f ( x1 ) f [x 2 , x1 ] f [x3 , x 2 x1 ]
2 x2 f (x2 ) f [x3 , x 2 ]
3 x3 f (x3 )

GAMBAR 12.5 Pelukisan grafis sifat rekursif beda-beda terbagi hingga.

Beda-beda ini dapat dipakai untuk menghitung koefisien-koefisien dalam persa-


maan (12.8) sampai (12.11), yang kemudian dapat disubstitusikan ke persamaan (12.7)
untuk menghasilkan polinom interpolasi,

f n ( x ) = f ( x0 ) + ( x − x0 ) f [x1 , x0 ] + ( x − x0 )( x − x1 ) f [x 2 , x1 , x0 ]
[
+ ... + ( x − x 0 )( x − x1 ) ... ( x − x n −1 ) f x n , x n −1 , .... , x0 ] (12.15)

yang disebut polinom interpolasi beda-terbagi Newton (devided-diference interpolaring


polynominal). Perlu diperhatikan bahwa titik-titik data yang dipakai dalam Persamaan
(12.15)tidak perlu berjarak sama atau bahwa nilai-nilai absis perlu dalam urutan me-
naik, seperti diilustrasikan dalam Contoh berikut. Perhatikan juga, bagaimana persama-
an (12.12) smpai (12.14) bersifat rekursif-yakni beda-beda tingkat yang lebih tinggi
disusun dari beda-beda tingkat yang lebih rendah (Gambar 12.5). sifat ini akan diman-
faatkan pada waktu mengembangkan program komputer yang efisien dalam Pasal
12.15 untuk mengimplementasikan metode tersebut.

CONTOH 12.3
Polinom Interpolasi Beda-Terbagi Newton
Pernyataan Masalah: Dalam contoh 12.2, titik-titik data pada x0 = 1, x1 = 4 dan
x 2 = 6 digunakan untuk menaksir In 2 dengan parabol. Sekarang dengan menam-
bahkan titik keempat [x3 = 5; f (x3 ) = 1,6094379] , taksiran In 2 dengan polinom
interpolasi beda-terbagi Newton orde-ketiga.
Penyelesaian: Polinom orde-ketiga, Persamaan (12.7) dengan n = 3, adalah

f 3 ( x ) = b0 + b1 (x − x0 ) + b2 (x − x0 )(x − x1 )
+ b3 (x − x0 ) (x − x1 ) (x − x 2 )

Beda-beda terbagi pertama untuk masalah tersebut adalah [Persamaan (12.12)]

1,3862944 − 0
f ( x1 , x0 ) = = 0,46209813
4 −1

1,7917595 − 1,3862944
f ( x 2 , x1 ) = = 0,20273255
6−4

1,6094379 − 1,7917595
f ( x3 x 2 ) = = 0,18232160
5−6

Beda-beda terbagi kedua adalah [Persamaan (12.13)]

0,20273255 − 0,46209813
f ( x 2 , x1 , x0 ) = = 0,051873116
6 −1

f (x ) f 3 (x )

2
f ( x ) = Inx

Nilai
sejati
1
Taksiran
kubik

0
0 5 x GAMBAR 12.6 Pemakaian interpolasi kubik untuk
menaksir In 2.

0,18232160 − 0,20273255
f ( x 2 , x1 , x0 ) = = 0,020410950
5−4

Beda terbagi ketiga adalah [Persamaan (11.14) dengan n = 3]

− 0,020410950 − (− 0,051873116 )
f ( x 2 , x1 , x0 ) =
5 −1
= 0,0078655415

Hasil-hasilnya untuk f [x1 , x0 ], f [x 2 , x1 , x0 ] , dan f [x3 , x 2 , x1 , x0 ] merupakan koefi-


sien-koefisien b1 , b2 , dan b3 dari Persamaan (12.7). bersama-sama dengan
b0 = f (x0 ) = 0,0 , Persamaan (12.7) adalah

f 3 ( x ) = 0 + 0,46209813( x − 1) − 0,051873116(x − 1)( x − 4 )

+ 0,0078655415( x − 1)( x − 4)( x − 6 )

yang dapat digunakan untuk menghitung

f 3 (2 ) = 0,62876869

yang menyatakan persen galat relatif ∈t = 9,3 persen. Polinom kubik lengkap diper-
lihatkan dalam Gambar (12.6)

8.1.4 12.1.4 Galat dari Polinom Interpolasi Newton


Perhatikan bahwa struktur Persamaan (12.15) serupa dengan uraian deret Taylor dalam
arti bahwa suku-sukunya ditambahkan secara sekuensial supaya menangkap perilaku
orde yang lebih tinggi dari fungsi yang mendasarinya. Suku-suku ini adalah beda
hingga dan karena itu menyatakan hampiran dari turunan-turunan dari orde yang lebih
tinggi. Akhibatnya, serupa dengan deret Taylor, Jika fungsi sejati yang dimaksudkan
adalah polinom orde ke-n, maka polinom interpolasi orde ke-n yang didasarkan pada n
+ 1 titik-titik data akan menunjukan hasil yang eksak.
Demikian pula, seperti halnya dengan deret Taylor, dapat diperoleh rumus untuk
galat perpotongan (truncation error). Ingat kembali Persamaan (3.17) bahwa galat
perpotongan untuk deret Taylor secara umum dapat diungkapkan sebagai

f (n +1) (ξ )
Rn = (x − x0 )(x − x1 ) ... (x − x n ) (12.16)
(n + 1)!
di mana ξ berada dalam selang yang mengandung bilangan anu dan datanya. Agar
rumus ini berguna , funsi yang dipertanyakan harus diketahui dan dapat didiferensiasi-
kan. Biasanya kasusnya tidak demikian. Untunglah, tersedia rumus alternatif yang tidak
mensyaratkan pengetahuan sebelumnya mengenai fungsi. Rumus tersebut memakai be-
da terbagi hingga untuk menghampiri turunan yang ke (n + 1),

Rn = f [x, x n , x n −1 ,...., x0 ](x − x0 )(x − x1 ) ... (x − x n ) (12.17)


di mana f [x, x n , x n −1 , x0 ] adalah beda terbagi hingga yang ke (n + 1). Karena Persama-
an (12.17) mengandung f ( x ) yang tidak diketahui, ia tidak dapat dipecahan untuk
galat tersebut. Namun, jika tersedia titik data tambahan f ( x n +1 ) , Persamaan (12.17)
dapat digunakan untuk menaksir galat, seperti dalam

Rn ≅ f [x n +1 , x n , x n −1 ,...., x0 ](x − x0 )(x − x1 ) ... (x − x n ) (12.18)

CONTOH 12.4
Taksiran Galat untuk Polinom Newton

Penyataan Masalah: Gunakan Persamaan (12.18) untuk menaksir galat untuk poli-
nom interpolasi orde kedua dari contoh 12.2. Pakai titik data tambahan
f ( x3 ) = f (5) = 1,6094379 untuk memperoleh hasil-hasil Anda.

Penyelesaian: Ingat kembali bahwa dalam contoh 12.2, polinom interpolasi orde
kedua tersebut memperkirakan suatu taksiran f (2 ) = 0,565844346 , yang ,menyaji-
kan galat 0,69314718-0,565844346 = 0,12730282. jika nilai sejati belum diketahui,
yang merupakan hal yang paling umum, Persamaan (12.18) bersama-sama dengan
nilai tambahan pada x3 , dapat dipakai untuk menaksir galat, seperti dalam

R2 = f [x3 , x 2 , x1 , x0 ]( x − x0 )( x − x1 )( x − x 2 )

atau

R2 = 0,0078655415( x − 1)(x − 4 )(x − 6 )

di mana nilai untuk beda terbagi hingga orde ketiga adalah seperti dihitung sebe-
lumnya dalam Contoh 12.3. hubungan ini dapat dihitung pada x = 2 untuk

R2 = 0,0078655415(2 − 1)(2 − 4)(2 − 6 ) = 0,062924332

yang mempunyai orde besaran yang sama seperti galat sejati (true-error).

Dari contoh sebelumnya dan Persamaan (12.18),taksiran galat untuk polinomial


orde ke-n akan hilang yaitu mirip dengan beda antara orde ke (n + 1) dan taksiran orde
ke-n. Yakni,

Rn = f n +1 ( x ) − f n ( x ) (12.19)
100 REM NEWTON’S POLYNOMIAL (BASIC VERSION) 325 FOR I = TO N-1
105 REM ***************************************** 330 PRINT “X(“;I;”) , F (“;I;”) = “;
110 REM * DEFINITION OF VARIABLES * 335 INPUT “X( I ) , F ( I )
115 REM * * 340 NEXT I
120 REM * N = NUMBER OF DATA POINTS * 345 RETURN
125 REM * X ( ) = INDEPENDENT VARIABLES * 350 REM *****SUBROUTINE DIFFERENCE *****
130 REM * F ( ) = DEPENDENT VARIABLES * 355 REM
135 REM * FDD( ) = FINITE DEVIDED- * 360 FOR I = 1 TO N
140 REM * DIFFERENCE TABLE * 365 FDD( I , 1 ) = F( I – 1)
145 REM * X I = X-VALUE FOR INTERPOLATION * 370 NEXT I
150 REM ***************************************** 375 FOR J = 2 TO N
155 REM 380 FOR I = 1 TO N-J+1
160 DIM X (10), F (10),FDD (10,10) 385 FDD(I,J)=(FDD(I+1,J-1)-FDD(I,J-1))/(X(I+J-2)-X(I-1))
165 REM 390 NEXT I
170 REM ********** MAIN PROGRAM ********** 395 NEXT J
175 REM 400 RETURN
180 GOSUB 300 ‘input data 450 REM ******** SUBROUTINE SOLVE ********
185 GOSUB 350 ‘compute finite differences 455 XTERM=1
190 CLS 460 FA (0) = FDD (1,1)
195 PRINT “SOLUTION? (Y OR N)”; 465 FOR ORDER = 1 TO N-1
200 INPUT CONTIN$ 470 XTERM=XTERM*(XI-X(ORDER-1))
205 WHILE CONTIN$ = “Y” OR CONTIN$ = “Y” 475 FA2=FA(ORDER-1)+FDD(1,ORDER+1)*XTERM
210 PRINT 480 ET(ORDER-1)+FDD(1,ORDER-1)
215 INPUT “INTERPOLATE AT”;XI 485 FA(ORDER)=FA2
220 CLS 490 NEXT ORDER
225 GOSUB 450 ‘ perfron interpolation 495 RETURN
230 GOSUB 500 ‘output results 500 REM ******** SUBROUTINE OUTPUT ********
235 PRINT 505 REM
240 PRINT “SOLUTION? (Y OR N)”; 510 PRINT “INTERPOLATION AT X = “;XI
245 INPUT CONTIN$ 515 PRINT
250 CLS 520 PRINT “ORDER F(X) ERROR”
255 WEND 525 PRINT
260 END 530 FOR I = ,FA(I),ET(I)
300 REM ******** SUBROUTINE INPUT ******** 535 PRINT I,FA(I),ET(I)
305 REM 540 NEXT I
310 CLS 545 PRINT N-1,FA(N-1)
315 INPUT “NUMBER OF POINTS?, N 550 RETURN
320 PRINT

GAMBAR 12.7 Program komputer interaktif untuk interpolasi Newton ditulis dalam Microsoft BASIC.

Dengan kata lain jumplah yang ditambahkan ke soal tentang bersamaan ordo n guna
menghasilkan ordo n+1 [yaiti Persamaan (12.18)] diinterpletasikan sebagai estimasi
galat ordo n. Hal ini tampak jelas melalui penyusunan kembali persamaan 12.19 guna
menghasilkan

f n +1 (x ) = f n (x ) + Rn

Validitas pendekatan in berdasarkan fakta bahwa deret tersebut sangat konvergen. Un-
tuk sitiasi demikian, maka ramalan ordo ke n +1 pasti lebih mendekti nilai aslinya dari
pada ramalan ordo n, akhibatnya, Persamaan (12.19) serupa dengan definisi baku kita
mengenai galat sebagai gambaran selisih antara nilai asli dan nilai hampiran. Tetapi,
perhatikan bahasa kalau semua estimasi galat lainnya untuk pendekatan interatif yang
telah diperkenalkan hingga saat ini telah ditetapkan sebagai peramalan saat ini minus
peramalan sebelumnya maka Persamaan (12.19) menyatakan ramalan dimasa depan
minus ramalan saat kini-Ini berarti bahwa untuk deret yang terkonvergen secara cepat,
perkiraan galat pada Persamaan (12.19) dapat lebih kecil dari galat aslinya. Keseluruh-
an ini akan mencerminkan kualitas ramalan yang sangat tidak menarik jika perkiraan
galat digunakan sebagai kriteria berhenti. Namun, sebagaimana akan dijelaskan pada
pasal berikut, interpolasi polinom ordo tinggi sangat peka terhadap galat data-yaitu,
kondisi ramalan tersebut sangat buruk. Bila digunakan untuk interpolasi, perkiraan
galat seringkali menghasilkan ramalan yang sangat berbeda dari nilai aslinya. Dengan
“meninjau kedepan” pada pengertian galat Persamaan (12.19) lebih peka terhadap
divergensi tersebut. Engan demikian akan lebih bermanfaat bagi kita untuk melakukan
analisis penelusuran data di mana fungsi polinom Newton sangat cocok.
Semua ciri diatas dapatdimanfaatkan dan dimasukkan kedalam program komputer
umum untuk mengimplementasikan polinom Newton (Gambar 12.7). Seperti halnya
dengan program-progeam lain dalam buku ini, versi tersebut tidak didokumentasi. Se-
lain itu, versi ini tidak menyertakan taksiran galat yang disebutkan dalam (3) diatas.
Salah satu tugas Anda dalam membuat program ini lebih akrab-pemakai (lihat soal
(12.11), adalah memasukkan persamaan galat tersebut. Kegunaan persamaan tersebut
diperagakan dalam contoh beriku

SUBROUTINE NEWTON ( X, F, FDD, N, XI, VI) PROCEDURE NEWTON (VAR Fdd: Matrix;
************************************************** VAR X, F, Fa, Et: Vector;
* DEFINITION OF VARIABLES * VAR Xi: Real ;
* * N : Interger ) ;
* N = NUMBER OF DATA POINTS *
* X( ) = INDEPEDENT VARIABLE * { Driver program type definitions
* F( ) = DEPENDENT VARIABLE * Matrix = a 2 dimensional real array
* FDD [ ] = FINITE DIVIDED-DIFFERENCES * Vector = a 1 dimensional real array
* XI = X-VALUE FOR INTERPOLATION * ( defined with zero subscript)
**************************************************
DIMENSION X (10), F (10), FDD (10,100) { Definnition of variables
DIMENSION FA (10), ET (10) N = number of data points
CALL DIVDIF (X, F, FDD, N ) X() = independent variables
DO 10 IORD = 1 , N – 1 F() = dependent variables
XTREM = XTREM * (XI – X (IORD )) Fdd [ ] = finite divided-difference table
FA2 = FA (IORD) + FDD (1, IORD+1) * XTREM Xi = X-value for interpolation
ET (IORD) = PA2 – FA (IORD)
FA (IORD+1) = FA2
10 CONTINUE VAR
RETURN i, j, k : integer ;
END
************************************************** PROCEDURE DivDiff ( VAR Fdd : matrix ;
SUBROUTINE DIVDIF (X, F, FDD, N ) X : vector):
DIMENSION X (10) , F (10) , FDD (10) VAR
DO 10 I = 0 , N – 1 i, j, k : Integer;
FDD ( I, 1 ) = F (I) Begin
10 CONTINUE For i : = 1 to N do
DO 20 J = 2, N Begin
DO 30 I = 1, N-J+1 Fdd [ i , 1 ] : = F [ i , 1 ];
FDD (I , J) = End;
* (FDD (I+1, J-1)-FDD (I, J -1)) For j : = 2 to N do
* / (X (I + J – 1) – X (I)) Begin
30 CONTINUE For i : = to N-j+1 do
20 CONTINUE Begin
RETURN Fdd [ i, j ] : = (Fdd [ i+1,j-1 ]-
END Fdd [ i, j-1 ]) / (X[i+1j-2]-X[i-1);
End;
End;
End; { of procedure DivDiff}
PROCEDURE NewtsPoly (XI : real;
VAR Fa, Et : vector ) ;
VAR
Fa2, Xterm : real;
Order : integer ;
Begin
Xterm : = 1 ;
Fa2 [ 0 ] : = Fdd [1,1] ;
For order : = 1 to N -1 do
Begin
Xterm : = Xterm *(xi-X[ order-1]);
Fa2 : = Fa [order-1]+Fdd [1,order+1]*Xterm;
Et [order-1] : = Fa2 – Fa [order -1];
Fa [order ] : = Fa2;
End; { of procedure NewtsPoly }
Begin { procedure Newton }
DivDiff ( Fdd, X );
NewsPoly (XI, Fa, Et );
End; { of procedure Newton }

GAMBAR 12.8 Subrutin untuk interpolasi polinom Newton ditukis dalam (a) Fortran 77 dan (b) Turbo
pascal

NUMBER OF POINT? 8 INTERPOLATION AT X = 2

X ( 0 ),F ( 0 ) = ? 1,0 ORDER F(X) ERROR


X ( 1 ),F ( 1 ) = ? 4 , 1 . 3862944
X ( 2 ),F ( 2 ) = ? 6 , 1 . 7917595 0 0 . 000000 0 . 462098
X ( 3 ),F ( 3 ) = ? 5 , 1 . 6094379 1 0 . 462098 0 . 103746
X ( 4 ),F ( 4 ) = ? 3 , 1 . 0986123 2 0 . 565844 0 . 062924
X ( 5 ),F ( 5 ) = ? 1 . 5 , 0 . 40546411 3 0 . 628769 0 . 046953
X ( 6 ),F ( 6 ) = ? 2 . 5 , 0 . 91629073 4 0 . 675722 0 . 021792
X ( 7 ),F ( 7 ) = ? 3 . 5 , 1 . 2527630 5 0 . 697514 -0 . 003616
6 0 . 693898 -0 . 000459
7 0 . 693439

SOLUTION? (Y OR N)? Y SOLUTION? (Y OR N)?

GAMBAR 12.9 Keluaran program BASIC untuk evaluasi pada x = 2.

8.1.5 12.1.5 Program Komputer untuk Polinom Interpolasi Newton


Tiga sifat membuat polinom interpolasi Newton sangat menarik untuk penerapan kom-
puter:
1. Seperti dalam Persamaan (12.7), versi-versi dengan orde yang lebih tinggi dapat
dikembangkan secara beruntun dengan menambahkan satu suku tunggal pada per-
samaan yang ordenya lebih rendah. Ini memudahkan perkembangan beberapa versi
yang ordenya berlainan dalam program yang sama. Kemampuan demikian secara
khas sangat berharga jika orde polinom tidak diketahui terlebih dahulu. Dengan
menambahkan suku-suku baru secara beruntun, dapat ditentukan sat tercapainya
titik balik-yakni, jika penambahan suku-suku orde yang lebih tinggi tidak lagi
secara signifikan memperbaiki taksiran atau dalam situasi tertentu malahan jadi
lebih buruk. Persamaan galat yang dibahas dalam (3) di bawah ini akan berguna
dalam menciptakan kriteria obyektif untuk mengidentifikasi titk balik ini.
2. beda-berda terbagi hingga yang membentuk koefisien-koefisien polinom [Persama-
an (11.8) sampai (12.11)] dapat dihitung dengan memakai hubungan yang ber-
ulang-ulang. Yaitu, seperti dalam Persamaan (12.14) dan Gambar 12.5, beda orde
yang lebih rendah dipakai untuk menghitung beda-beda orde yang lebih tinggi.
Dengan memanfaatkan informasi yang ditentukan sebelum ini, koefisien-koefisien-
nya dapat dihitung secara efisien. Program dalam Gambar 12.7 dan 12.8 berisi
skema yang demikian.
3. Persamaan galat [Persamaan (12.18)] diungkapkan dalam bentuk beda-beda terbagi
hingga yang telah dihitung untuk menentukan koefisien-koefisien polinom. Oleh
karena itu, jika informasi ini dipertahankan, taksiran galat dapat dihitung tampa
perlu menghitung lagi besaran-besaran ini.

CONTOH 12.5
Pemakaian Taksiran Galat untuk Menentukan Orde Interpolasi yang Sesuai
Pernyataan Masalah: Setelah memasukkan galat [Persamaan (12.18)], gunakan
program komputer yang diberikan dalam Gambar 12.7 dan informasi berikut untuk

menghitung f ( x ) = In x pada x = 2 :

x f ( x ) = In x
1 0
4 1 ,3862944
6 1 ,7917595
5 1 ,6094379
3 1 ,0986123
1,5 0 ,40546511
2,5 0 ,91629073
3,5 1 ,2527630

Penyelesaian: Hasil-hasil penerapan program dalam Gambar 12.7 untuk memper-


oleh penyelesaiannya diperlihatkan dalam Gambar 12.9. taksiran-taksiran galat,
bersama dengan galat sejati (berdasarkan kenyataan bahwa In 2 = 0,69314718),
dilukiskan dalam Gambar 12.10. perhatikan bahwa galat yang ditaksir dan galat
sejati adalah serupa dan bahwa kesesuaiannya makin membaik dengan meningkat-
kan orde. Dari Gambar grafik ini, dapat disimpulkan bahwa versi orde kelima
menghasilkan taksiran yang baik dan bahwa suku-suku yang ordenya lebih tinggi
tidak secara signifikan memperkaya ramalan tersebut.
Latihan ini juga mengilustrasikan pentingnya penempatan dan pengurutan titik-
titik. Misalnya, sampai dengan taksiran orde ketiga, laju perbaikan lambat karena
titik-titik yang ditambahkan (pada x = 4, 6, dan 5) berjauhan dan berada sepihak
terhadap titik yang dicari pada x = 2. Taksiran orde keempat memperlihatkan yang
agak lebih besar karena titik yang baru pada x = 3 lebih dekat ke yang tidak
diketahui. Namun, pengurangan dalam galat yang paling dramatis dikaitkan dengan
penyertaan suku orde-kelima dengan memakai titik data pada x = 1,5. Tidak saja
titik ini dekat ke yang tidak diketahui, tetapi juga terletak di pihak yang berlawanan
dari kebanyakan titik-titik lainnya. Sebagai konsekuensi, galat dikurangi hampir
sebesar orde besarannya.
Galat

Galat sejati (yang semula)

0,5

Galat taksiran (yang semula)

0
5 Orde

Galat taksiran (dibalik)

-0,5 GAMBAR 12.10 Persen galat relatif untuk


peramalan In 2 sebagai fungsi dari orde polinom
interpolasi.

Perhatikan posisi dan urutan data juga dapat diilustrasikan dengan memakai
data yang sama untuk memperoleh In 2, tetapi dengan memandang titik-titik dalam
urutan yang berlainan. Gambar 12.10 memperlihatkan hasil-hasil untuk kasus
perbalikan urut-an data yang semula, yaitu x0 = 3,5, x1 = 2,5, x3 = 1,5, dan
seterusnya. Karena titik-titik awal untuk kasus ini lebih dekat dan terletak pada sisi
yang berlainan terhadap In 2, maka galat berkurang dengan lebih cepat daripada
untuk situasi semula. Oleh suku orde kedua, galat telah dikurangi sampai tingkat
persen-relatif kurang dari ∈t = 2 persen. Kombinasi lain dapat diterapkan untuk
memperoleh laju kekonvergenan yang berlainan.

Contoh yang baru saja mengilustrasikan pentingnya pilihan titik-titik basis, seper-
ti seharusnya jelas secara intuisi, titik-titik harus dipusatkan di sekeliling dan sedekat
mungkinterhadap bilangan anu. Pengamatan ini juga didukung oleh pemeriksaan lang-
sung persamaan galat [Persamaan (12.17)]. Dengan menganggap bahwa beda terbagi
hingga tidak berubah secara mencolok sepanjang rentang data, maka galatnya adalah
sebanding terhadap hasil kali ( x − x0 )( x − x1 ) ... (x − x n ) . Jelaslah, semakin dekat titik-
titik basis ke x, semakin kecil hasil kali ini.

8.2 12.2 POLINOM INTERPOLASI LAGRANGE


Polinom Interpolasi Lagrange hanyalah peruusan ulang dari polinom Newton yang
menghindari komputasi beda-beda terbagi. Secara singkat ia dapat dinyatakan sebagai
n
f n ( x ) = ∑ Li ( x ) f (xi ) (12.20)
i =0
dengan
n
x − xj
Li (x ) = ∏ (12.21)
j =0 xi − x j
j ≠i

di mana ∏ menunjukan “hasil-kali” (product of). Misalnya, versi linear (n = 1) adalah

x − x1 x − x0
f1 (x ) = f (x0 ) + f (x1 ) (12.22)
x0 − x1 x1 − x0

dan versi orde kedua adalah

(x − x1 )(x − x2 ) ( ) (x − x0 )(x − x2 ) ( )
f 2 (x ) = f x + f x
(x0 − x1 )(x0 − x 2 ) 0 (x1 − x0 )(x1 − x 2 ) 1
(x − x0 )(x − x1 )
+ f (x ) (12.23)
(x 2 − x0 )(x2 − x1 ) 2
Persamaan (12.20) dapat diturunkan secara langsung dari polinom newton (kotak
12.1). Namun, penalaran yang mendasari rumus Lagrange dapat langsung ditangkap
dengan menyadari bahwa tiap suku Li (x) akan 1 pada x = xi dan 0 pada titik-titik
contoh lainnya. Jadi tiap-tiap hasilkali Li (x) f (xi) menerima nilai f(xi) pada titik contoh
xi. Akhibatnya, penjumplahan ke-n unik yang secara eksak melalui seluruh n + 1 titik
data.

KOTAK 12.1 Penurunan Bentuk Lagrange secara Langsung dari Polinom Interpolasi Newton

Polinom interpolasi Lagrange dapat diturunkan Yang diacu sebagai bentuk simetri. Dengan
langsung dari rumus Newton. Ini akan mensubstitusikan Persamaan (B12.1.2) ke
dilakukan untuk kasus orde-pertama, Persamaan (B12.1.1) akan dihasilkan
f 1 (x ) = f ( x0 ) + ( x − x0 ) f ( x1 , x0 ) (x − x0 )
f1 (x ) = f ( x0 ) + f (x )
(B12.1.1) (x1 − x0 ) 1
Supaya menurunkan bentuk Lagrange, beda-
(x − x0 )
beda terbagi dirumuskan ulang. Misalnya, beda + f (x )
terbagi pertama, (x0 − x1 ) 0
f ( x1 ) − f (x0 )
f [x1 , x0 ] = Akhirnya, dengan mengelompokkan suku-suku
x1 − x0 yang serupa dan penyederhanaan akan
dihasilkan bentuk Lagrnge,
dapat dirumuskan ulang sebagai
x − x1 x − x0
f ( x1 ) f (x0 ) f1 (x ) = f (x0 ) + f (x1 )
f [x1 , x0 ] = + (B12.1.2) x0 − x1 x1 − x0
x1 − x0 x0 − x1
150 Suku ketiga
Jumplah ketiga
100 suku = f 2 ( x )

50 suku Pertama

0
15 20 25 30
-50

Suku Kedua
-100

-150

GAMBAR 12.11 Gambar visual tentang alasan dibalik polinom lagrange. Gambar ini menunjukan Soal
ordo-2. Masing-masing dari ketiga suku pada persamaan (12.23) melewati salah satu titik data dan nol
pada kedua suku lainnya. Oleh karena itu, penjumplahan ketiga suku ini harus menjadi polinom f
2
(x )
ordo-2 yang unik melewati ketiga titik yang ada secara tepat.

CONTOH 12.6
Polinom Interpolasi Lagrange
Pernyataan Masalah: Gunakan polinom interpolasi Langrange orde pertama dan
ke-dua untuk menghitung In 2 berdasarkan data yang diberikan dalam Contoh 12.2:
x0 = 1 f (x0 ) = 0
x1 = 4 f ( x1 ) = 1,3862944
x2 = 6 f ( x 2 ) = 1,7917595
Penyelesaian: Polinom orde pertama [Persamaan (12.22)] adalah
x − x1 x − x0
f ( x1 ) = f ( x0 ) + f (x1 )
x0 − x1 x1 − x0
Karena itu taksiran pada x = 2 adalah
2−4 2 −1
f (x2 ) = 0+ 1,3862944 = 0,4620981
1− 4 4 −1
Dengan cara yang serupa, polinom orde kedua dikembangkan sebagai [Persamaan
(12.23)]
f 2 (2 ) =
(2 − 4)(2 − 6) 0 + (2 − 1)(2 − 6)1,3862944
(1 − 4)(1 − 6) (4 − 1)(4 − 6)
+
(2 − 1)(2 − 4)1,7917595 = 0,56584437
(6 − 1)(6 − 4)
Seperti yang diharapkan, kedua hasil ini secara dekat cocok dengan yang diperoleh
sebelumnya dengan memakai polinom interpolasi Newton.
Seperti dengan metode Newton, versi Lagrange mempunyai taksiran galat [Persamaan
(12.17)]
n
Rn = f [x, x n , x n −1 ,..., x0 ]∏ (x − xi )
i =0

Jadi, jika titik tambahan tersedia pada x = x n +1 , perkiraan galat dapat diperoleh. Meski-
pun demikian beda terbagi berhingga tidak dipakai sebagai bagian dari algoritma lagra-
nge, ini jarang terjadi.
Persamaan (12.20) dan (12.21) dapat diprogram dengan sederhana untuk imple-
mentasi pada komputer. Gambar 12.12 menunjukkan kode pseudo yang dapat dipakai
untuk maksud ini.

y = 0
DOFOR i = 0 to n
produc t = f i
DOFOR j = 0 to n
IF ( i ≠ j )
produc t = produc t . (x − x j ) / (xi − x j )
ELSE ENDIF
ENDDO
y = y + produc t
ENDDO

GAMBAR 12.12 Kode pseudo untuk implementasi lagrange. Algoritma ini dibuat untuk menghitung
ramalan tinggal orde-n, dimana n + 1 adalah angka pada titik data.

Ringkasnya, untuk kasus-kasus yang orde polinomnya tidak diketahui, metode


Newton mempunyai kelebihan oleh karena gagasan yang disediakannya pada kelakuan
rumus-rumus yang ordenya berlainan. Selain itu, taksiran galat yang disajikan oleh
Persamaan (12.18) biasanya dapat dipadukan secara mudah ke-dalam komputasi
penyelidikan tinggal, metode Newton seringkali lebih disukai.
Bilamana hanya satu interpolasi yang harus dilakukan, rumus Lagrange dan New-
ton memerlukan usaha komputasi yang sebanding. Namun, versi Lagrange agak lebih
mudah untuk diprogram. Karena ini dan karena tidak memerlukan komputasi dan
penyimpanan beda-beda terbagi, bentuk Lagrange sering dipakai jika orde polinomnya
diketahui terlebih dahulu.

CONTOH 12.7
Interpolasi Lagrange Memakai Komputasi
Pernyataan Masalah: Program komputer akrab-pemakai untuk
mengimplemenrasi-kan Lagrange termuat dalam paket perangkat lunak TOOLKIT
Elektronik yang dihubungkan dengan buku teks ini. Perangkat lunak ini dapat
dipakai untuk meng-kaji masalah analisis gejala yang berkaitan dengan penerjun
payung yang telah dikenal. Anggaplah bahwa peralatan untuk mengukur kecepatan
penerjun telah dikembangkan. Data terukur yang diperoleh untk suatu uji kasus
tertentu adalah
Waktu, Kecepatan terukur
detik v, cm/det
1 800
3 2310
5 3090
7 3940
13 4755

Masalah kita adalah menaksir kecepatan penerjun payung pada t = 10 detik untuk
menisi celah lebar dalam pengukuran antara t = 7 dan t = 13 detik. Kita harus
waspada bahwa perilaku polinom interpolasi tidak dapat diduga. Karena itu, akan
dibangun polnom-polinom orde 4,3,2, dan 1 dan membandingkan hasil-hasilnya.

Penyelesaian: Program TOOLKIT Elektronik dapat dipakai untuk membangun


polinom-polinom interpolasi ordde keempat, ketiga, kedua, dan pertama. Hasil-
hasilnya adalah

KOEFISIEN Nilai
Orde taksiran v

polinom orde ke-4 orde ke-3 orde ke-2 orde ke-1 orde ke-0 pada t = 10 dt.
4 -1,76302 44,87501 -392,87 1813,625 -663,867 5430,195
3 -4,498586 76,09375 1,239258 1742,656 4874,838
2 -36,14584 858,75 -300,1035 4672,812
1 135,8333 2989,167 4347,5

Polinom orde keempat dan data masukan dapat digambarkan secara grafis
seperti diperlihatkan dalam Gambar 12.13a. jelas dari Gambar grafik ini bahwa ni-
lai taksiran y pada x = 10 lebih tinggi dari keseluruhan trend (gejala ) data.
Gambar 12.13b sampai d memperlihatkan gambar grafis dari hasil komputasi
polinom-polinom interpolasi orde ketiga, kedua, dan pertama. Dapat dilihat bahwa
Semakin rendah orde polinom interpolasinya, semakin rendah taksiran nilai kece-
patan pada t = 10 detik. Gambar grafik polinom interpolasi menunjukan bahwa
polinom-polinom orde yang lebih tinggi cenderung untuk melampui data. Ini mem-
beri kesan bahwa polinom-polinom orde pertama dan kedua adalah yang paling
sesuai untuk analisis trend yang khas ini. Namun harus diingat bahwa karena yang
ditangani adalah data tak pasti, sebenarnya regresi akan lebih cocok.

8.3 12.3 KOEFISIEN DARI SUATU POLINOMIAL YANG


BERINTERPOLASI

Meskipun polinomial Newton maupun Lagrange sesuai untuk menentukan nilai tengah
di antara titik-titik, tetapi kedua metode ini tidak memberikan polinomial yang tepat
dari bentuk yang umum.

f ( x ) = a 0 + a1 x + a 2 x 2 + ... + a n x n (12.24)

Metode lengkap untuk menghitung koefisien polinomial ini adalah berdasarkan


fakta bahwa n + 1 titik data diperlukan untuk menentukan koefisien n + 1 . Jadi, persa-
maan aljabar linear simultan dapat digunakan untuk menghitung nilai a. Sebagai
contoh, anggaplah bahwa Anda ingin menghitung koefisien dari parabola

f ( x ) = a 0 + a1 x + a 2 x 2 (12.25)

Tiga titik data diperlukan : [x0 , f ( x0 )], [x1 , f ( x1 )] , dan [x 2 , f ( x 2 )] . Masing-masing data
ini dapat disubstitusikan ke dalam Persamaan (12.25) untuk menghasilkan.

f ( x0 ) = a 0 + a1 x0 + a 2 x02
f ( x1 ) = a 0 + a1 x1 + a 2 x12 (12.26)
f ( x 2 ) = a 0 + a1 x 2 + a 2 x 22

Jadi, untuk kasus ini, x merupakan nilai yang diketahui dan a merupakan nilai yang
tak-diketahui. Karena terdapat jumplah persamaan yang sama dengan jumplah anu,
maka Persamaan (12.26) dapat diselesaikan melalui metode eliminasi yang berasal dari
bagian tiga.
Haruslah diperhatikan bahwa pendekatan sebelumnya bukanlah merupakan meto-
de yang paling efisien yang tersedia untuk menentukan koefisien dari polinomial yang
berinterpolasi Persamaan dan kawan-kawan (1986) memberikan pembahasan dan kode
komputer untuk memperoleh pendekatan yang lebih efisien. Trknik apapun yang
digunakan, kami perlu memperingatkan Anda agar berhati-hati. Sistem seperti Persa-
maan (12.26) pasti berkondisai buruk. Apakah sistem tersebut diselesaikan dengan
metode eliminasi maupun dengan algoritma lain yang lebih efisien, ternyata koefisien
yang dihasilkannya dapat sangat tidak seksama, khususnya untuk n yang besar. Apabila
digunakan untuk interpolasi berikutnya, maka sistem tersebut akan memberikan hasil
yang salah.
Sebagai ringkasan, jika Anda ingin menentukan titik tengah, maka pakailah inter-
polasi Lagrange atau Newton. Jika Anda harus menentukan suatu persamaan yang
bentuknya seperti Persamaan (12.24), maka batasi perhitungan Anda hingga polinomial
orde-rendah dan periksa hasilnya secara seksama.

8.4 12.4 KOMENTAR TAMBAHAN


Sebelum melanjutkan ke pasal berikutnya, kita perlu membahas dua topik tambahan:
interpolasi dengan data berjarak sama dan ekstrapolasi.
Karena polinom Lagrange dan Newton kedua-duanya cocok dengan data yang ber-
jarak sembarang, Anda mungkin heran mengapa kita membicarakan kasus khusus data
yang berjarak sama (Kotak 12.2). Sebelum datangnya komputer digital, teknik-teknik-

KOTAK 12.2 Interpolasi dengn Data yang Berjarak Sama

Jika data berjarak sama dan dalam urutan Δf 2 ( x0 )


menaik, maka peubah-peubah bebas f [x0 , x1 , x 2 ] =
mempunyai nilai-nilai 2!h 2
x1 = x0 + h atau, secara umum,
Δf n ( x0 )
x 2 = x0 + 2h f [x0 , x1 ,..., x n ] = (B12.2.2)
. n!h n
. Dengan memakai Persamaan (B12.2.2),
. polinom interpolasi Newton [Persamaan
(12.15)] dapat diungkapkan untuk kasus data
x n = x0 + nh berjarak sama sebagai
di mana h adalah selang (interval), atau ukuran Δf ( x0 )
langkah, antara data-data. Berdasarkan ini, f n ( x ) = f ( x0 ) + (x − x0 )
beda-beda terbagi hingga dapat diungkapkan h
dalam bentuk ringkas. Misalnya, beda terbagi
maju kedua adalah Δ2 f ( x0 )
f ( x 2 ) − f ( x1 ) f ( x1 ) − f ( x0 ) + (x − x0 )(x − x0 − h ) + ...
− 2!h 2
x 2 − x1 x1 − x0
f [x0 , x1 , x 2 ] =
x 2 − x0 Δn f ( x0 )
+ (x − x0 )(x − x0 − h ) + ...
n!h n
Yang dapat diungkapkan sebagai
f ( x 2 ) − 2 f ( x1 ) + f ( x0 ) (B12.2.3)
f [x0 , x1 , x 2 ] = [x − x0 − (n − 1)h]
2h 2
(B12.2.1) + Rn
Karena di mana sisanya sama seperti Persamaan
x0 − x1 = x1 − x 2 = ( x0 − x 2 ) / 2 = h . (12.16). Persamaan ini dikenal sebagai rumus
Sekarang ingat kembali, bahwa beda maju Newton atau rumus newton-Gregory maju
kedua Δ2 f ( x0 ) adalah sama dengan
(Newton Gregory forward formula). Lebih jauh
ia dapat disederhanakan dengan mendefinisikan
[pembilang Persamaan (3.35)] besaran baru, α :
Δ2 f ( x0 ) = f (x 2 ) − f (x1 ) + f (x0 ) x − x0
Karena itu, Persamaan (B12.21) dapat disajikan
α=
h
sebagai
Definisi ini dapat dipakai untuk Δn f ( x0 )
mengembangkan ungkapan yang + ... + α (α − 1)...
disederhanakan berikut ini untuk suku-suku n!
dalam Persamaan (B12.2.3): (B12.2.4)
x − x 0 = αh (α − n + 1) + Rn
x − x0 − h = αh − h = h(α − 1) di mana
f (n +1) (ξ ) n +1
. Rn = h α (α − 1)(α − 2 )...(α − n )
. (n + 1)!
.
x − x0 − (n − 1)h = αh − (n − 1)h Cara penulisan ringkas ini akan mempunyai
= h(α − n + 1) kegunaan dalam penurunan dan analisis galat
rumus-rumus pengintegralan dalam Bab 15.
yang dapat disubstitusikan ke Persamaan Sebagai tambahan pada rumus maju,
(B12.2.3) untuk memberikan tersedia juga rumus-rumus Newton-Gregory
Δ2 f (x0 ) mundur dan pusat. Carnahan, Luther, dan
f n ( x ) = f (x0 ) + Δf ( x0 )α + α (α − 1) Wilkes (1969) dapat dibaca untuk informasi
2! lebih lanjut berkenaan dengan interpolasi untuk
data yang berjarak sama.

ini sangat berguna untuk interpolasi dari tabel-tabel dengan argumen yang berjarak
sama. Kenyataannya, kerangka kerja komputasi yang dikenal sebagai tabel beda-terba-
gi dikembangkan untuk memudahkan implementasi teknik-teknik ini. (Gambar 12.5
merupakan contoh tabel yang demikian).
Namun, karena rumus-rumus tersebut adalah sebagian dari skema Newton dan
Lagrange yang cocok dengan komputer dan karena tersedia banyak tabulasi fungsi-
fungsi sebagai pustaka subrutin-subrutin, maka kebutuhan akan versi-versi berjarak
sama telah pudar. Sekalipun demikian, teknik-teknik tersebut dicatumkan disini karena
hubungannya dengan bagian-bagian berikutnya dalam buku ini. Khususnya, teknik-
teknik tersebut dapat diterapkan untuk menurunkan rumus-rumus pengintegralan
numerik yang secara khas menerapkan data yang berjarak sama (Bab 15). Karena
rumus-rumus pengintegralan numerik mempunyai hubungan dengan penyelesaian
persaman-persamaan diferensial biasa, materi dalam Kotak 12.2 juga ada kepentingan-
nya terhadap Bab 20.
Ekstrapolasi adalah proses penaksiran nilai f ( x ) yang terletak di luar rentang
titik-titik basis yang diketahui, x0 , x1 ,..., x n (Gambar 12.14). Dalam pasal sebelumnya,
disebutkan bahwa interpolasi yang paling teliti biasanya diperoleh bilamana anunya
terletak dekat pusat titik-titik basis. Jelas, hal ini akan dilanggar jika bilangan anunya
terletak di luar rentang, dan akhibatnya, galat dalam ekstrapolasi dapat sangat besar.
Seperti dilukiskan dalam Gambar 12.14, keadaan ujung-terbuka dari ekstrapolasi
menyatakan tangga ke bilangan anu karena proses memperluas kurva di luar daerah
yang diketahui. Dengan demikian, kurva sejati dapat dengan mudah divergen dari
peramalan. Karena itu, Anda perlu berhati-hati jika muncul kasus di mana Anda harus
mengekstrapolasi. Studi kasus 12.1 dalam Bab berikutnya menyajikan contoh tentang
kekurangan yang terlibat dalam pemproyeksian di luar batas-batas data.
f (x ) Interpolasi Eksrapolasi

Kurva
sejati

Ekstrapolasi
dari polinom

x0 x1 x2 x GAMBAR 12.14 Ilustrasi kemungkinan kediver-


genan suatu ramalan yang diekstrapolasi. Ekstra-
polasi didasarkan pada pencocokan parabol mela-
lui tiga titik yang pertama.

8.5 12.5 INTERPOLASI SPLINE


Dalam pasal-pasal sebelumnya, polinom orde ke-n dipakai untuk menginterpolasi anta-
ra n + 1 titik-titik data. Misalnya, untuk delapan titik, dapat diturunkan polinom orde
ketujuh yang sempurna. Kurva ini akan menangkap semua belokan (paling sedikit sam-
pai dan termasuk turunan-turunan ketujuh) yang disarankan oleh titik-titik tersebut.
Namun, terdapat kasus di mana fungsi-fungsi ini memberikan hasil yang salah. Pende-
katan alternatifnya adalah menerapkan polinom-polinom orde yang lebih rendah pada
sebagian titik data. Polinom penghubung demikian disebut fungsi-fungsi spline.
Misalnya, kurva-kurva orde ketiga yang diterapkan untuk menghubungkan tiap
pasang titik data disebut spline kubik. Fungsi-fungsi ini mempunyai sifat tambahan
bahwa kaitan antara persamaan-persamaan kubik yang berdampingan secara visual a-
dalah mulus.Pada permukaannya akan tampak bahwa hampiran spline orde ketiga akan

f (x )

0 x
(a)

f (x )

0 x
(b)

f (x )

0 x
(c)

f (x )

0 x
(d)
GAMBAR 12.15 Penggambaran visual situasi di mana spline lebih unggul daripada polinom-polinom
interpolasi orde yang lebih tinggi. Fungsi yang harus dicocoki mengalami pertambahan mendadak pada x
= 0. bagian-bagian (a) sampai (c) menunjukan bahwa perubahan mendadak tersebut mendorong adanya
osilasi dalam polinom-polinom interpolasi. Sebaliknya, karena ia dibatasi pada kurva orde ketiga dengan
transisi yang mulus, spline kubik (d) menyediakan hampiran yang jauh lebih dapat diterima.

akan jelek terhadap ungkapan orde ketujuh. Anda mungkin heran mengapa spline jus-
tru akan lebig disenangi.
Gambar 12.15 mengilustrasikan situasi di mana spline dapat beroperasi lebih baik
ketimbang polinom orde yang lebih tinggi. Ini aalah kasus di mana fungsi yang secara
umum mulus tetapi mengalami perubahan mendadak sepanjang daerah yang diperhati-
kan. Pertambahan tangga yang dilukiskan dalan Gambar 12.15, merupakan contoh
ektrim tentang perubahan yang demikian dan bertindak untuk mengilustrasikan butir
tersebut.
Gambar12.15a sampai c mengilustrasikan bagaimana polinom-polinom orde yang
lebih tinggi cenderung untuk berayunmenurut osilasi liar disekitar suau perubahan
mendadak. Sebaliknya, spline juga menghubungkan titik-titik, tetapi karena dibatasi
sampai perubahan orde ketiga, osilasi-osilasinya dipertahankan sampai minimum.
Dengan demikian spline biasanya menyediakan hampiran yang lebih unggul mengenai
perilaku fungsi yang mempunyai perubahan-perubahan mendadak yang bersifat lokal.
Konsep spline bermula dari teknik pembuatan bagan yang memakai kepingan
fleksibel tipis (yang disebut spline) untuk menggambar kurva-kurva mulus melalui
sehimpunan titik. Proses tersebut dilukiskan dalam Gambar 12.16 untuk sederetan lima
paku payung (titik-titik data). Dalam teknik ini, juru gambar meletakkan selembar
kertas pada papan kayu dan memakukan paku atau paku payung ke kertas tersebut (dan
papan) pada lokasi titik data. Sebuah kurva kubik mulus dihasilkan dari penjalinan
kepingan tersebut di antara paku payung. Oleh karena itu, nama “spline kubik” telah
diterima untuk polinom-polinom jenis ini.
Dalam pasal ini, fungsi-fungsi linear sederhana akan dipakai pertama kali untuk
memperkenalkan beberapa konsep dasar dan masalah yang berhubungan dengan inter-
polasi spline.Kemudian diturunkan algoritma untuk mencocokkan spline-spline kuadrat
GAMBAR12.16Teknik penggambaran bagan dengan memakai spline untuk mengambarkan kurva-kurva
mulus melalui sederetan titik. Perhatikan bagaimana, pada titik-titik ujung,spline melurus ke luar. Ini
disebut spline “alamiah.”

pada data. Akhirnya, disajikan materi spline kubik, yang merupakan versi paling umum
dan berguna dalam pratek rekayasa.

8.5.1 12.5.1 Spline Linear


Kaitan yang paling sederhana antara dua titik berbentuk garis lurus (straight line).
Spline orde pertama untuk sekelompok titik data terurut dapat didefinisikan sebagai
himpunan

f ( x ) = f ( x 0 ) + m0 ( x − x 0 ) x0 ≤ x ≤ x1
f ( x ) = f (x1 ) + m1 ( x − x1 ) x1 ≤ x ≤ x 2
.
.
.
f ( x ) = f (x n −1 ) + mn −1 (x − x n −1 ) x n −1 ≤ x ≤ x n
di mana mi adalah kemiringan garis lurus yang menghubungkan titik-titik tersebut:
f ( xi +1 ) − f ( xi )
mi = (12.27)
xi +1 − xi
Persamaan ini dapat digunakan untuk menghitung fungsi pada sembarang titik
antara x0 dan x n dengan pertama-tama melokasikan selang tempat titik tersebut terkan-
dung. Kemudian persamaan yang cocok dipakai untuk menentukan nilai fungsi di
dalam selang tersebut. Jelas metode tersebut identik dengan interpolasi linear.
Pemeriksaan visual Gambar 12.17a menunjukan bahwa kekurangan utama spline-
spline bertemu (yang disebut simpul), kemiringannya berubah secara mendadak. Dalam
istilah formal, turunan pertama dari fungsi itu akan takkontinu pada titik-titik ini. Kele-

CONTOH 12.8
Spline Orde Pertama
Pernyataan Masalah: Cocokkan data dalam Tabel 12.1 dengan spline orde-
pertama. Hitunglah fungsi pada x = 5.

TABEL 12.1
Data yang harus
dicocokkan
dengan fungsi
spline

x f (x )

3,0 2,5
4,5 1,0
7,0 2,5
9,0 0,5
Penyelesaian: Data dapat dipakai untuk menentukan kemiringan antara titik-titik.
Mi-salnya,untuk selang dari x = 4,5 ke x = 7 kemiringan dapat dihitung memakai
Persamaan (12.27):

2,5 − 1,0
m= = 0,60
7,0 − 4,5

Kemiringan untuk selang-selang lainnya dapat dihitung, dan spline orde-pertama


yang dihasilkan digambarkan grafiknya dalam Gambar 12.17a. nilai pada x = 5
adalah 1,3.

f (x ) Spline
Orde-pertama
2

0
2 4 6 8 10 x
(a)

f (x ) Spline
Orde-kedua
2

0
x
(b)

f (x ) Spline kubik
Kubik penginterpolasi
2

0
x
(c)

GAMBAR 12.17 Pencocokan spline himpunan empat titik. (a) spline linear, (b) spline kuadrat, (c)
spline kubik, dengan polinom interpolasi kubik juga digambarkan grafiknya.

mahan ini ditanggulangi dengan pemakaian polinom spline orde yang lebih tinggi yang
menjamin kemulusan pada simpul dengan cara menyamakan turunan-turunan pada
titik-titik ini, seperti yang dibahas dalam pasal berikutnya.
8.5.2 12.5.2 Spline Kuadrat (Quadratic Splines)
Untuk memastikan bahwa turunan ke-m kontinu pada simpul-simpul, paling sedikit
harus dipakai spline orde ke m + 1. polinom-polinom orde ketiga atau spline kubik
yang memastikan turunan-turunan pertama dan kedua yang kontinu, sering dipakai da-
lam pratek. Walaupun turunan ketiga dan yang lebih tinggi dapat takkontinu bilamana
memakai spline kubik mereka, biasanya tak dapat dideteksi secara visual dan akhibat-
nya akan diabaikan.
Karena penurunan spline cukup banyak dilibatkan, kami telah memilih untuk
mengikutkannya dalam pasal yang selanjutnya. Telah diputuskan untuk pertama mengi
lustrasikan konsep inrterpolasi spline dengan memakai polinom-polinom orde kedua.
“Spline-spline” kuadrat ini mempunyai turunan pertama yang kontinu pada simpul-
simpulnya (knots). Walaupun spline-spline kuadrat tidak menjamin adanya turunan
kedua yang sama pada titik-titik simpul, secara manis spline tersebut bertindak untuk
mengilustrasikan prosedur yang umum untuk mengembangkan spline-spline orde yang
lebih tinggi.
Tujuan dalam spline-spline kuadrat adalah menurunkan polinom orde kedua
untuk tiap selang diantara titik-titk data. Polinom untuk tiap selang dapat dinyatakan
secara umum sebagai
f i ( x ) = ai x 2 + bi x + ci (12.28)
Gambar 12.18 telah disertakan untuk membantu menjelaskan cara penulisan tersebut.
Untuk n + 1 titik data ( i = 0,1,2,...,n ), terdapat n selang dan akibatnya harus dihitung
3n konstanta bilangan anu (bentuk-bentuk a,b, dan c). Karena itu, diperlukan 3n persa-
man atau kondisi untuk menghitung bilangan-bilangan anu tersebut. Ini adalah:

1. Nilai-nilai fungsi harus sama pada simpul-simpul dalam (interior knots). Kondisi
ini dapat disajikan sebagai
ai − xi2−1 + bi −1 xi −1 + ci −1 = f ( xi −1 ) (12.29)

ai xi2−1 + bi xi −1 + ci = f (xi −1 ) (12.30)


Untuk i = 2 sampai n. Karena hanya simpul-simpul dalam yang dipakai, Persama-
an (12.29) dan (12.30) masing-masing menyediakan n – 1 untuk keseluruhannya
2n – 2 kondisi.

a3 x 2 + b3 x + c3
f (x ) a 2 x 2 + b2 x + c 2
a1 x 2 + b1 x + c1
f ( x1 ) f ( x3 )
f (x0 ) f (x 2 )

Selang 1 selang 2 selang 3

x0 x1 x2 x3 x
i=0 i=1 i=2 i=3
GAMBAR 12.18 Cara penulisan yang dipakai untuk menurunkan spline kuadrat. Perhatikan
bahwa terdapat n selang dan n + 1 titik data. Contoh yang diperlihatkan adalah untuk n = 3.

2. Fungsi-fungsi yang pertama dan yang terakhir harus melalui titik-titik ujung. Ini
menambah dua tambahan persamaan:
a1 x02 + b1 x0 + c1 = f ( x0 ) (12.31)
a n x n2 + bn x n + c n = f ( x n ) (12.32)
seluruhnya menjadi 2n – 2 + 2 = 2n.

3. Turunan-turunan pertama pada simpul-simpul dalam harus sama. Turunan per-


tama Persamaan (12.28) adalah
f ' ( x ) = 2ax + b
Oleh karena itu, secara umum kondisi tersebut dapat disajikan sebagai
2ai −1 xi −1 + bi −1 = 2ai xi + bi (12.33)
Untuk i = 2 sampai n. Ini menyediakan n – 1 kondisi lainnya untuk seluruhnya
sejumplah 2n + n – 1 = 3n – 1. karena dipunyai 3n bilangan anu, masih kurang
satu kondisi. Terkecuali dipunyai beberapa informasi tambahan berkenaan deng-
an fungsi atau turunannya, haruslah dibuat pilihan sembarang agar berhasil meng-
hitung konstanta-konstanta tersebut. Walaupun terdapat sejumplah pilihan ber-
lainan yang dapat dibuat, kita akan memilih yang berikut ini:

4. Asumsikan bahwa turunan kedua adalah nol pada titik pertama. Karena turunan
kedua Persamaan (12.28) adalah 2ai , maka kondisi ini secara matematis dapat
diungkapkan sebagai

a1 = 0 (12.34)

Tafsiran visual dari kondisi ini adalah bahwa dua titik yang pertama akan dihu-
bungkan oleh garis lurus.

CONTOH 12.9
Spline Kuadrat

Pernyataan Masalah: Cocokkan spline kuadrat terhadap data yang sama yang dipa-
kai dalam contoh 12.8 (Tabel 12.1). Gunakan hasil-hasilnya untuk menaksir nilai
pada x = 5.

Penyelesaian: Untuk masalah yang sekarang, dipunyai empat titik data dan n = 3
selang. Oleh karena itu, harus ditentukan 3(3) = 9 bilangan anu. Persamaan (12.29)
dan (12.30) menghasilkan 2(3) – 2 = 4 kondisi.

20,25a1 + 4,5b1 + c1 = 1,0


20,25a 2 + 4,5b2 + c 2 = 1,0
49a 2 + 7b2 + c 2 = 2,5
49a3 + 7b3 + c3 = 2,5
Dengan melewatkan fungsi-fungsi pertama dan terakhir melalui nilai awal dan akir
akan menambahkan 2 lagi: [Persamaan (12.31)]
9a1 + 3b1 + c1 = 2,5
dan [Persamaan (12.32)]
81a3 + 9b3 + c3 = 0,5
Kekonvergenan turunan menciptakan tambahan 3 – 1 = 2 [Persamaan (12.33)]
9a1 + b1 = 9a 2 + b2
14a 2 + b2 = 14a3 + b3
Akhirnya, Persamaan (12.34) menyatakan bahwa a1 = 0 . Karena persamaan ini se-
cara eksak merinci a1 , masalahnya diredusir ke pemecahan delapan persamaan ya-
ng simultan. Kondisi-kondisi ini dapat diungkapkan dalam bentuk matriks sebagai

4,5 1,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 b1 1,0


0,0 0,0 20,25 4,5 1,0 0,0 0,0 0,0 c1 1,0
0,0 0,0 49,00 7,0 1,0 0,0 0,0 0,0 a2 2,5
0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 49,00 7,00 1,00 b2 2,5
3,0 1,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 c2 = 2,5
0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 81,00 9,00 1,00 a3 0,5
1,0 0,0 -9,00 -1,0 0,0 0,0 0,0 0,0 b3 0,0
0,0 0,0 14,00 1,0 0,0 -14,00 -1,00 0,0 c3 0,0

Persamaan-persamaan ini dapat dipecahkan dengan menggunakan teknik dari Bagi-


an III dengan hasil-hasil:
a1 = 0 b1 = −1 c1 = 5,5
a 2 = 0,64 b2 = −6,76 c 2 = 18,46
a 3 = 1,6 b3 = 24,6 c3 = −91,3
yang dapat disubstitusikan ke persamaan kuadrat semula untuk mengembangkan
hubungan-hubungan berikut untuk tiap selang:

f1 (x ) = − x5,5 3,0 ≤ x ≤ 4,5


f 2 ( x ) = 0,6 x − 6,7 x + 18,46
2
4,5 ≤ x ≤ 7,0
f 3 ( x ) = −1,6 x + 24,6 x − 91,3
2
7,0 ≤ x ≤ 9,0
Karena itu, ramalan untuk x = 5 adalah

f 2 (5) = 0,6(5) − 6,7(5) + 18,46 = 0,66


2

Keseluruhan pencocokan spline dilukiskan dalam Gambar 12.17b. Perhatikan


bahwa terdapat dua kelemahan yang diturunkan dari pencocokkan itu: (1) garis lu-
rus yang menghubungkan dua titik yang pertama dan (2) spline untuk selang tera-
khir nampaknya berayun terlalu tinggi. Spline-spline kubik dalam pasal berikutnya
tidak mempertunjukkan kelemahan-kelemahan ini dan sebagai akibat biasanya me-
rupakan metode-metode yang lebih baik untuk interpolasi spline.
8.5.3 12.5.3 Spline Kubik
Tujuan dalam spline kubik adalah menurunkan polinom orde ketiga untuk tiap selang
di antara simpul, seperti dalam

f i ( x ) = ai x 3 + bi x 2 + ci x + d i (12.35)

Jadi, untuk n + 1 titik data ( i = 0,1,2,...,n ), terdapat n selang dan akibatnya, harus
dihitung 4n konstanta anu. Sama seperti untuk spline kuadrat, diperlukan 4n kondisi
untuk menghitung bilangan-bilangan anu tersebut. Ini adalah:
1. Nilai-nilai fungsi harus sama pada simpul dalam (2n – 2 kondisi).
2. Fungsi-fungsi yang pertama dan terakhir harus melalui titik-titik ujung (2 kondisi).
3. Turunan-turunan pertama pada simpul dalam harus sama (n – 1 kondisi).
4. Turunan-turunan kedua pada simpul dalam harus sama (n – 1 kondisi).
5. Turunan-turunan kedua pada titik-titik ujung adalah nol (2 kondisi).

Taksiran visual dari kondisi 5 adalah bahwa fungsinya menjadi garis lurus pada simpul
ujung. Spesifikasi dari kondisi ujung yang demikian menghasilkan apa yang dinamakan
spline “alamiah.” Namun, ini diberikan karena spline penggambar secara alamiah ber-
perilaku dengan cara ini (Gambar 12.16). jika nilai turunan kedua pada simpul-simpul
ujung tak-nol (yaitu, terdapat kelengkungan), informasi ini dapat dipakai secara alter-
natif untuk memberikan dua kondisi yang diperlukan tersebut.
Kelima jenis kondisi di atas menberikan seluruhnya 4n persamaan yang perlu
dipecahkan untuk 4n koefisien. Walaupun tentu saja dimungkinkan untuk mengem-
bangkan spline-spline kubik dalam mode ini, akan disajikan teknik lain yang hanya
memerlukan penyelesaian dari n – 1 persamaan. Walaupun penurunan metode ini
(Kotak 12.3) agak kurang langsung dibandingkan dengan yang untuk spline kuadrat,
keuntungan dalam efisien cukup berguna.

KOTAK PT12.3 Penulisan Spline Kubik

Langkah pertama penurunan (Cheney dan pertama f " ( xi −1 ) dengan turunan kedua pada
Kincaid, 1985) didasarkan pada pengamatan
bahwa karena tiap pasang simpul dihubungkan simpul kedua f " ( xi ) .
oleh suatu kubik, maka turunn kedua didalam Selanjutnya, Persamaan (B12.3.1) dapat
tiap selang akan ber-bentuk garis lurus. diintegralkan dua kali untuk menghasilkan
Persamaan (12.35) dapat didiferensialkan dua ungkapan untuk f i ( x ) . Namun, ungkapan ini
kali untuk memeriksa kebenaran pengamatan
ini. Berdasrkan ini, turunan-turunan kedua akan mengandung dua konstanta pengintegralan
dapat dinyatakan oleh polinom interpolasi yang tak diketahui. Konstanta-komstanta ini
Lagrange orde pertama [Persamaan (2.22)] dapat dihitung dengan menerapkan kondisi
x − xi x − xi −1 kesamaan fungsi − f ( x ) harus sama dengan
f i " ( x ) f " ( xi −1 ) + f " ( xi )
xi−1 − xi xi − xi −1 f ( xi−1 ) pada xi −1 dan f ( x ) harus sama
(B12.3.1) dengan f ( xi ) pada xi . Dengan melaksanakan
di mana f "i ( x ) adalah nilai turunan kedua perhitungan ini, dihasilkan persamaan kubik
pada sembarang titik x d dalam selang ke-i. Jadi berikut:
persamaan ini berupa garis lurus yang f " ( xi−1 )
f i (x ) = (xi − x )3
menghubungkan turunan kedua pada simpul
6( xi − xi−1 )
Persamaan (B12.3.3) dapat didiferensialkan
f " ( xi ) untuk memberikan ungkapan untuk turunan
+ (x − xi−1 )3 (B12.3.2) pertama. Jika ini dikerjakan untuk selang ke-(i-
6(xi − xi −1 ) 1) dan juga selang ke-i dan kedua hasilnya
ditetapkan sama menurut Persamaan (B12.3.3),
⎡ f ( xi −1 ) f " ( xi −1 )( xi − xi−1 )⎤ akan dihasilkan hubungan berikut ini:
+⎢ − ⎥ ( xi − x )
⎣ xi − xi −1 6 ⎦ (xi − xi−1 ) f " (xi−1 ) + 2(xi+1 − xi−1 ) f " (xi )
+ (xi+1 − xi ) f " (xi +1 )
6
⎡ f ( xi ) f " ( xi )( xi − xi −1 ) ⎤ = [ f (x ) − f (xi )] (B12.3.4)
+⎢ − ⎥ ( x − xi −1 ) (xi+1 − xi ) i+1
⎣ xi − xi −1 6 ⎦ 6
+ [ f (x ) − f (xi )]
Sekarang, tak dapat disangkal, hubungan ini (xi − xi−1 ) i−1
merupakan ungkapan yang jauh lebih rumit
untuk spline kubik untuk selang ke-i daripada, Jika Persamaan (B12.3.4) dituliskan untuk
katakanlah, Persamaan (12.35). Namun, semua simpul dalam, maka dihasilkan n -1
perhatikan bahwa ubungan tersbut hanya persamaan simultan dengan n + 1 bilangan anu
memuat dua “koefisien” yang tak diketahui, turunan kedua. Namun, karena ini adalah spline
turunan-turunan kedua pada awal dan ujung kubik alamiah, turunan-turunan kedua pada
selang − f " ( xi −1 ) dan f " ( xi ) . Jadi, jika simpul-simpul ujung adalah nol dan
turunan kedua yang sesuai dapat ditentukan masalahnya diredusir ke n – 1 persama-an
dengan n – 1 bilangan anu. Selain itu,
pada tiap simpul, Persamaan (12.32) adalah
perhatikan bahwa sistem persamaannya akan
polinom orde-ketiga yang dapat dipakai untuk
menginterpolasi di antara selang tersebut. tridiagonal. Jadi, tidak hanya banyaknya
persamaan yang dikurangi, tetapi kita juga telah
Turunan-turunan kedua yang dapat
mengubahnya menjadi bentuk yang sangat
dihitung dengan menerapkan kondisi bahwa
turunan pertama pada simpul harus kontinu: mudah dipecahkan (ingat kembali Pasal 9.6).
f 'i −1 ( xi ) = f 'i ( xi ) (B12.3.3)

Penurunan dari Kotak 12.3 menghasilkan persamaan kubik berikut untuk tiap selang:
f " ( xi −1 ) ( )
f i (x ) = (xi − x )3 + f " xi (x − xi −1 )2
6( xi − xi −1 ) 6(xi − xi −1 )
⎡ f ( xi −1 ) f " ( xi −1 )( xi − xi−1 )⎤
+⎢ − ⎥ ( xi − x ) (12.36)
⎣ xi − xi −1 6 ⎦
⎡ f ( xi ) f " ( xi )( xi − xi −1 ) ⎤
+⎢ − ⎥ ( x − xi −1 )
⎣ xi − xi −1 6 ⎦

Persamaan ini hanya mengandung dua bilangan anu-turunan-turunan kedua pada ujung
tiap selang. Bilangan-bilangan anu ini dapat dihitung dengan memakai persamaan
berikut:

(xi − xi −1 ) f " (xi −1 ) + 2(xi +1 − xi −1 ) f " (xi ) + (xi +1 − xi ) f " (xi +1 )


(12.37)
6
= [ f (xi +1 ) − f (xi )] + 6 [ f (xi −1 ) − f (xi )]
(xi +1 − xi ) (xi − xi −1 )
Jika persamaan ini dituliskan untuk semua simpul dalam, dihasilkan n – 1 persamaan
dengan n – 1 bilangan anu. (Ingat turunan kedua pada ujung-ujung simpul adalah nol).
Penerapan persamaan ini akan diilustrasikan dalam contoh berikut.

CONTOH 12.10
Spline Kubik

Pernyataan Masalah: Cocokkan spline kubik pada data yang sama yang dipakai
dalam Contoh 12.8 dan 12.9 (Tabel 12.1). gunakan hasil-hasilnya untuk menaksir
nilainya pada x = 5.

Penyelesaian: Langkah pertama adalah menerapkan Persamaan (12.37) untuk


membentuk himpunan persamaan simultan yang akan digunakan untuk menentukan
turunan kedua pada simpul-simpul. Misalnya, untuk simpul dalam pertama dipakai
data berikut:

x0 = 3 f ( x0 ) = 2,5
x1 = 4,5 f ( x1 ) = 1
x3 = 7 f ( x 2 ) = 2,5
Nilai-nilai ini dapat disubstitusikan ke Persamaan (12.37) untuk memberikan

(4,5 − 3) f " (3) + 2(7 − 3) f " (4,5) + (7 − 4,5) f " (7 )


6
= (2,5 − 1) + 6 (2,5 − 1)
7 − 4,5 4,5 − 3
Karena kondisi spline alamiah, f " (3) = 0 , dan persaman berkurang menjadi
8 f " (4,5) + 2,5 f " (7 ) = 9,6
Dengan cara serupa, Persaman (12.37) dapat diterapkan pada titik dalam yang
kedua untuk memberikan
2,5 f " (4,5) + 9 f " (7 ) = 9,6
Dua persamaan ini secara simultan dapat dipeahkan untuk
f " (4,5) = 1,67909
f " (7 ) = 1,53308
Nilai-nilai ini kemudian dapat disubstitusikan ke Persamaan (12.36), bersama-
sama dengan nilai untuk x dan f ( x ) , yang menghasilkan

1,67909
f1 (x ) = (x − 3)3 + 2,5 (4,5 − x )
6(4,5 − 3) 4,5 − 3
⎡ 1 1,67909(4,5 − 3)⎤
⎢ 4,5 − 3 − 6 ⎥ ( x − 3)
⎣ ⎦
atau
f1 (x ) = 0,186566(x − 3) + 1,666667(4,5 − x ) + 0,246894( x − 3)
3
Persamaan ini adalah spline kubik untuk selang pertama. Penyulihan serupa dapat
dibuat untuk mengembangkan persamaan-persamaan selang kedua dan ketiga:
f 2 ( x ) = 0,111939(7 − x ) − 0,102205(x − 4,5)
3 3

− 0,299621(7 − x ) + 1,638783( x − 4,5)


dan
f 3 ( x ) = 0,127757(9 − x ) − 1,761027(9 − x ) + 0,25( x − 7 )
3

Ketiga persamaan tersebut kemudian dapat diterapkan untuk menghitung nilai-nilai


didalam tiap selang. Misalnya, nilai pada x = 5, yang jatuh di dalam selang kedua,
hitung sebagai
f 2 (5) = 0,111939(7 − 5) − 0,102205(5 − 4,5)
3 3

− 0,299621(7 − 5) + 1,638783(5 − 4,5) = 1,102886


Nilai-nilai lainnya dapat dihitung dan hasil-hasilnya digambarkan dalam Gambar
12.17c.

Hasil-hasil Contoh 12.8 sampai 12.10 diiktisarkan dalam Gambar 12.17. perhati-
kan perkembangan progresif kecocokan pada waktu bergerak dari spline linear ke
kuadrat ke kubik. Pada Gambar 12.17c juga telah dilapiskan polinom interpolasi kubik.
Walaupun spline kubik terdiri dari serangkaian kurva derajat tiga, kecocokkan yang
dihasilkan berbeda dari yang diperoleh dengan memakai polinom orde ketiga. Ini
disebabkan oleh kenyataan bahwa spline alamiah mensyaratkan turunan-turunan kedua
nol pada simpul-simpul ujung, sedangkan polinom kubik tidak mempunyai kendala
yang demikian.

8.5.4 12.5.4 Algoritma Komputer untuk Spline Kubik


Metode untuk menghitung spline kubik yang telah diuraikan pada pasal sebelumnya
adalah bersifat ideal untuk penerapan komputer. Ingat kembali bahwa melalui beberapa
manipulasi, metode tersebut dialokasi untuk menyelesaikan n – 1 buah persaman
simultan. Manfaat tambahan dari penurunan tersebut adalah, sebagaimana ditetapkan
oleh Persamaan (12.37) , sistem persamaan tersebut akan berbentuk tridiagonal. Seba-
gaimana dijelaskan, pada Pasal 9.6, tersedia algoritma yang berguna untuk menyelesai-
kan sistem semacam itu secara sangat efisien. Gambar 12.19 melukiskan kerangka
penghitungan yang menggabungkan keistimewaan ini.

Langkah 1 : Data Input


Langkah 2 : Terapan Persamaan (12.37) untuk menurunkan sistem persamaan
tridiagonal.
Langkah 3 : Selesaikan sistem persamaan tersebut untuk menentukan turunan kedua
terhadap anu dengan menggunakan algoritma yang diuraikan dalam
Pasal 9.6.
Langkah 4 : Pakailah Persamaan (12.36) untuk menginterpolasi spline kubik pada
nilai x tertentu.
Langkah 5 : Jika Anda memerlukan interpolasi lainnya, maka kembali ke langkah 4.
Jika tidak, akhiri perhitungannya.

GAMBAR 12.19 Algoritma untuk interpolasi spline kubik.


SOAL-SOAL
Perhitungan Tangan
12.1 Tasiran logaritma bilangan pokok 10 dari 4 (log 4) dengan memakai interpolasi linear.
(a) Interpolasi antara log 3 =0,4771213 dan log 5 = 0,6989700.
(b) Interpolasi antara log 3 dan 4,5 = 0,6532125 Untuk tiap interpolasi hitung persen galat
relatif berdasarkan pada nilai sejati log 4 = 0,6020600.
12.2 Cocokkan polinom interpolasi Newton orde-kedua untuk menaksir log 4 dengan memakai data
dari soal 12.1. hitung persen galat relatif.
12.3 Cocokkan polinom interpolasi Newton orde-ketiga untuk menaksir log 4 dengan memakai data
dari soal 12.1bersama dengan titik tambahan log 3,5 = 0,5440680. Hitung persen galat relatif.
12.4 Jika diberikan data

x 0 0,5 1,0 1,5 2,0 2,5

f (x ) 1 2,119 2,910 3,945 5,720 8,695


(a) Hitung f (1,6 ) memakai polinom-polinom interpolasi Newton orde 1 sampai 3. Pilih urut-
an titik-titik untuk taksiran Anda untuk mencapai ketelitian yang bagus.
(b) Gunakan Persamaan (12.18) untuk menaksir galat untuk tiap taksiran.
12.5 Jika diberikan data

x 1 2 3 5 6

f (x ) 4,75 4 5,25 19,75 36


Hitung f (3,5) memakai polinom-polinom interpolasi Newton orde 1 sampai 4. Pilih titik-titik
basis Anda untuk mencapai ketelitian yang bagus. Apa yang ditunjukkan oleh hasil-hasil Anda
sehubungan dengan orde polinom yang dipakai untuk membangun data dalam Tabel?
12.6 Ulangi soal 12.1 sampai 12.3 dengan memakai polinom Lagrange.
12.7 Ulangi soal 12.1 sampai 12.3 dengan memakai polinom Lagrange.
12.8 Ulangilah soal 12.5 dengan memakai polinom Lagrange orde 1 sampai 3.
12.9 Kembangkan spline-spline kuadrat untuk data dalam soal 12.5 dan ramalan f (3,5) .
12.10 Kembangkan spline-spline kubik untuk data dalam soal 12.5 dan ramalan f (3,5) .
12.11 Tentukan koefisien parabola yang melewati 3 titik pertama dalam Soal 12.4.
12.12 Tentukan koefisien persamaan kubik yang melewati 4 titik terakhir pada Soal 12.5.

Soal-soal yang Berhubungan dengan Komputer

12.13 Program ulang Gambar 12.7 atau 12.8 sehingga akrab-pemakai. Antara lain:
(a) Tempatkan pernyataaaan-pernyatan dokumentasi sepanjang program untuk mengenali apa
yang dimaksudkan untuk dilaksanakan oleh tiap bagian.
(b) Beri label masukan dan keluaran.
12.14 Uji program yang Anda kembangkan dalam Soal 12.13 dengan menirukan komputasi dari
contoh 12.5.
12.15 Gunakan program yang Anda kembangkan dalam Soal 12.13 untuk memecahkan Soal-soal 12.1
sampai 12.3.
12.16 Gunakan program yang Anda kembangkan dalam Soal 12.13 untuk memecahkan Soal12.4 dan
12.5. dalam Soal 12.5 gunakan semua data untuk mengembangkan polinom-polinom orde
pertama sampai kelim. Untuk kedua soal tersebut, gambarkan grafik taksiran galat terhadap
orde.
12.17 Ulangi soal 12.14 dan 12.15, tetapi gunakan perangkat lunak TOOLKIT Elektronik yang
tersedia dengan buku ini.
12.18 Gunakan perangkat lunak TOOLKIT Elektronik untuk menirukan Contoh 12.6 dan 12.7.
12.19 Kembangkan program yang mudah dicapai untuk interpolasi Lagrange. Ujilah dengan meniru
Contoh 12.7.
12.20 Kembangkan program yang mudah dicapai untuk interpolasi spline kubik berdasarkan Gambar
12.19 dan Pasal 12,5,4.
Ujilah program tersebut dengan meniru Contoh 12.10.
12.21 Gunakan perangkat lunak yang dikembangkan pada Soal 12.20 guna mencocokkan spline kubik
melalui data pada Soal 12.4 dan 12.5.
Untuk ke dua kasus ini, ramalkanlah f (2.25) .
9 13. Aproksimasi Fourier

Sampai kini, penyajian kita mengenai pencocokan kurva menekankan polinom-poli-


nom baku-yakni kombinasi linear monomial-monomial 1, x, x2, x,......,xm (Gb. 13.1a).
Sekarang kita berpaling ke pada kelas fungsi lainnya yang sangat penting dalam reka-
yasa. Ini adalah fungsi-fungsi trigonometri 1, cos x, cos 2 x,...., cos nx, sin x, sin 2 x,...., sin
mx (Gb.13.1b)
Para insinyur sering menghadapi sistem yang berosilasi atau bergetar. Seperti
yang mungkin Anda perkirakan, fungsi trigonometri memainkan peranan mendasar
dalam pemodelan konteks masalah yang demikian. Aproksimasi Fourier (Hampiran
Fourier) merupakan kerangka sistematis untuk menggunakan deret trigonometri untuk
tujuan ini.
Salah satu dasar penting analisis Fourier adalah bahwa analisis ini menangani
daerah definisi waktu dan frekuensi. Sayangnya, banyak insinyur yang tidak senang
dengan yang disebut belakangan. Untuk alasan ini, kita telah mencurahkan sebagaian
besar bahan berkutnya dengan pandangan umum dari aproksimasi (hampiran) Fourier.
Satu aspek pentimg dari pandangan sepintas ini adalah untuk membiasakan Anda
dengan daerah definisi frekuensi. Orientasi ini kemudian diikuti oleh pengantar metode
numerik untuk menghitung transformasi Fourier diskrit.

9.1 13.1 PENCOCOKAN KURVA DENGAN FUNGSI SINUSOID

Fungsi periodik f (t ) adalah fungsi memenuhi


f (t ) = f (t + T ) (13.1)
dimana T adalah konstanta yang disebut periode yang berupa nilai terkecil untuk berla-
kunya Persamaan (13.1). contoh-contoh sederhana mencakup bentuk-bentuk gelom-
bang misalnya gelombang persegi dan gigi gergaji (Gambar 13.2). yang paling men-
dasar adalah fungsi sinusoid.
Dalam pembahasan sekarang, kita akan memakai istilah sinusoid untuk menyata-
kan sembarang bentuk gelombang yang dapat dinyatakan sebagai suatu sinus atau
kosinus. Tidak terdapat perjanjian yang jelas bagaimana memilih salah satu fungsi itu
dan dalam hal apapun hasil-hasilnya akan identik. Untuk bab ini kita akan memakai
kosinus yang secara umum diekspresikan sebagai
f (t ) = A0 + C1 cos(ω 0 t + θ ) (13.2)
Jadi, empat parameter berfungsi mencirikan sinusoid itu (Gb.13.3). nilai rata-rata A0
menetapkan tinggi rata-rata diatas absis. Amplitudo C1 merinci tinggi osilasi. Frekuen-
si sudut ω 0 mencirikan seberapa sering terjadi daur ulang. Akhirnya, sudut fase atau
geseran fase θ memberikan gambaran sejauh mana sinusoid tergeser secara mendatar.
Ia dapat diukur sebagai jarak dalam radial dari t = 0 sampai ke titik tempat fungsi
kosinus memulai daur ulang. Seperti dilukiskan pada Gb.13.4a , nilai negatif diacu
sebagai sudut fase tertinggal (lagging phase angle) karena kurva cos (ω 0 t − θ ) memulai
daur baru θ radial sesudah cos (ω 0 ) . Sehingga cos (ω 0 t − θ ) dikatakan memperlambat
cos (ω 0 t ) . Sebaliknya, seperti pada Gb. 13.4b, suatu nilai positif diacu sebagai sudut
fase pemacu (leading phase angle).

f (x )
1

x4 x2 x x3
x2 x4

-1 1 x
x3

f (t )
1
cos 2t cos 2t

sin 2t sin t

−π π t
sin t sin 2t

cos t cos t

GAMBAR 13.1 Lima fungsi (a) menomial dan (b) trigonometri yang pertama. Perhatikan bahwa untuk
selang-selang yang diperlihatkan, kedua jenis fungsi tersebut nilainya berkisar antara – 1 dan 1. Namun,
perhatikan bahwa nilai-nilai puncak untuk monomial semua terjadi pada ekstrimnya. Sedangkan untuk
fungsi trigonometri puncaknya tersebar lebih seragam sepanjang selang.

(a)

T
(b)

(c)

(d)

GAMBAR 13.2 Selain fungsi-fungsi trigonometri seperti sinus dan kosinus, fungsi-fungsi periodik
mencakup bentuk gelombang seperti (a) gelombang persegi dan (b) gelombang gigi gergaji. Diluar
bentuk-bentuk yang diidealkan ini tanda-tanda yang bersifat periodik dapat berupa (c) tidk ideal dan (d)
di kontamintasi oleh bisingan. Fungsi-fungsi trigonometri dapat dipakai untuk menyatakan dan
menganalisis semua kasus-kasus ini.

y (t )

C1
2

1 A0
θ T
1 2 t.s

0 π 2π 3π ωt, rad
(a)

2
A0
1
B1 sin(ω 0 t )
0
A1 cos(ω 0 t )
-1
(b)
GAMBAR 13.3 (a) y (t ) = A0 + C1 cos(ω 0 t + θ ) . Untuk kasus ini
Grafik fungsi sinusoid
A0 = 1,7; C1 = 1; ω 0 = 2π / T = 2π /(1, 5) detik, θ = π / 3 radial = 1,0472 ( - 0, 25 detik ). Para-
meter-parameter lain yang dipakai menerangkan kurva adalah frekuensi f = ω 0 /( 2π ) , yang untuk
kasus ini adalah 1 daur/ (1, 5 detik) dan periode T = 1,5detik. (b) Pernyataan alternatif dari kurva yang
sama adalah y (t ) = A0 + A1 cos(ω 0 t ) + B1 sin(ω 0 t ) . Ketiga komponen dari fungsi ini dilukiskan
dalam (b) dengan A1 = 0,5 dan B1 = −0,866 . Penjumplahan ketiga kurva tunggal dalam (b)
menghasilkan kurva tunggal dalam (a).

π
cos(ω 0 t ) cos(ω 0 t + )
2

t
0
π
cos(ω 0 t − ) cos(ω 0 t )
2

GAMBAR 13.4 Lukisan grafis dari (a) sudut fase tertinggal dan (b) sudut fase mendahului. Catat
bahwa kurva tertinggal pada (a) secara alternatif dapat dijelaskan sebagai cos(ω 0 t + 3π / 2) . Dengan
kata lain, jika kurva tertinggal oleh sudut sebesar α , maka kurva tersebut dapat juga dinyatakan sebagai
didahului oleh 2π − α .

Anda mungkin juga menyukai