Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH RESUME KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

PADA TN. Z DENGAN GANGGUAN SISTEM NEUROLOGI :


CEDERA KEPALA BERAT
DI UGD RSU SIAGA MEDIKA BANYUMAS
Disusun untuk memenuhi tugas Praktek Klinik Keperawatan Gawat Darurat

Disusun oleh:

Anjar Setyawan A01101584


Hesti Sururoh A01101582
Nuzula Syifaul Khujun A01101553
Rosyid Alhaq A01101551
Wahdatun Nikmah A01101586

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH
GOMBONG
2014
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian
Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang
disertai atau tanpa disertai perdarahan interstitial dalam substansi otak tanpa
diikuti terputusnya kontinuitas otak. (Arif Muttaqin, 2008)
Cedera kepala atau trauma kepala adalah gangguan fungsi normal otak
karena trauma baik trauma tumpul maupun trauma tajam. Defisit neorologis
terjadi karena robeknya substansia alba, iskemia dan pengaruh massa karena
hemoragig, serta edema cereblal disekitar jaringan otak. (B. Batticaca, 2008)
Cedera kepala adalah cedera yang meliputi trauma kulit kepala,tengkorak
dan otak. Cedera kepala paling sering dan penyakit neurologik yang serius
diantara penyakit neurologik dan merupakan proporsi epidemic sebagai hasil
kecelakaan jalan raya. (Suzanne C. Smeltzer, 2001).
Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa
cedera kepala adalah suatu kerusakan pada kepala yang disebabkan oleh
trauma atau benturan fisik dari luar yang dapat mengurangi atau mengubah
kesadaran.
B. Penyebab
Cedera kepala menurut Ginsberg (2007) disebabkan oleh beberapa
faktor, antara lain yaitu:
1. Kecelakaan lalu lintas
2. Jatuh
3. Trauma benda tumpul
4. Kecelakaan kerja
5. Kecelakaan rumah tangga
6. Kecelakaan olahraga
7. Trauma tembak dan pecahan bom
C. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala yang biasanya muncul pada pasien dengan cedera
kepala diantaranya adalah:
1. Nyeri yang menetap atau setempat.
2. Bengkak pada sekitar fraktur sampai pada fraktur kubah cranial.
3. Fraktur dasar tengkorak: hemorasi dari hidung, faring atau telinga dan darah
terlihat di bawah konjungtiva, memar diatas mastoid (tanda battle),
otoreaserebro spiral (cairan cerebrospiral keluar dari telinga),
minoreaserebrospiral (les keluar dari hidung).
4. Laserasi atau kontusio otak ditandai oleh cairan spinal berdarah.
5. Penurunan kesadaran.
6. Pusing / berkunang-kunang.
7. Absorbsi cepat les dan penurunan volume intravaskuler
8. Peningkatan TIK
9. Dilatasi dan fiksasi pupil atau paralysis edkstremita.
10. Peningkatan TD, penurunan frek. Nadi, peningkatan pernafasan
D. Patofisiologi
Menurut Tarwoto (2007) adanya cedera kepala dapat mengakibatkan
kerusakan struktur, misalnya kerusakan pada paremkim otak, kerusakan
pembuluh darah,perdarahan, edema dan gangguan biokimia otak seperti
penurunan adenosis tripospat,perubahan permeabilitas faskuler. Patofisiologi
cedera kepala dapat di golongkan menjadi 2 yaitu cedera kepala primer dan
cedera kepala sekunder. Cedera kepala primer merupakan suatu proses
biomekanik yang dapat terjadi secara langsung saat kepala terbentur dan
memberi dampak cedera jaringan otak. Cedera kepala primer adalah kerusakan
yang terjadi pada masa akut, yaitu terjadi segera saat benturan terjadi.
Kerusakan primer ini dapat bersifat (fokal) local, maupun difus. Kerusakan
fokal yaitu kerusakan jaringan yang terjadi pada bagian tertentu saja dari
kepala, sedangkan bagian relative tidak terganggu. Kerusakan difus yaitu
kerusakan yang sifatnya berupa disfungsi menyeluruh dari otak dan umumnya
bersifat makroskopis.
Cedera kepala sekunder terjadi akibat cedera kepala primer, misalnya
akibat hipoksemia, iskemia dan perdarahan.Perdarahan cerebral menimbulkan
hematoma, misalnya Epidoral Hematom yaitu adanya darah di ruang Epidural
diantara periosteum tengkorak dengan durameter,subdural hematoma akibat
berkumpulnya darah pada ruang antara durameter dengan sub arakhnoit dan
intra cerebal hematom adalah berkumpulnya darah didalam jaringan cerebral.
E. Klasifikasi
Cedera kepala dapat diklasifikasikan dalam berbagai aspek yang secara
deskripsi dapat dikelompokkan berdasar mekanisme, morfologi, dan beratnya
cedera kepala. (IKABI, 2004)
1. Berdasarkan mekanismenya cedera kepala dikelompokkan menjadi dua,
yaitu:
a. Cedera Kepala Tumpul
Cedera kepala tumpul biasanya berkaitan dengan kecelakaan lalu lintas,
jatuh/pukulan benda tumpul. Pada cedera tumpul terjadi akselerasi 7 dan
decelerasi yang menyebabkan otak bergerak didalam rongga kranial dan
melakukan kontak pada protuberas tulang tengkorak.
b. Cedera Tembus
Cedera tembus disebabkan oleh luka tembak atau tusukan.
2. Berdasarkan morfologi cedera kepala
Cedera kepala menurut (Tandian, 2011). Dapat terjadi diarea tulang
tengkorak yang meliputi
a. Laserasi Kulit Kepala
Laserasi kulit kepala sering didapatkan pada pasien cedera kepala. Kulit
kepala/scalp terdiri dari lima lapisan (dengan akronim SCALP) yaitu
skin, connective tissue dan perikranii. Diantara galea aponeurosis dan
periosteum terdapat jaringan ikat longgar yang memungkinkan kulit
bergerak terhadap tulang. Pada fraktur tulang kepala, sering terjadi
robekan pada lapisan ini. Lapisan ini banyak mengandung pembuluh
darah dan jaringan ikat longgar, maka perlukaan yang terjadi dapat
mengakibatkan perdarahan yang cukup banyak.
b. Fraktur Tulang Kepala
Fraktur tulang tengkorak berdasarkan pada garis fraktur dibagi menjadi
1) Fraktur Linier
Fraktur linier merupakan fraktur dengan bentuk garis tunggal atau
stellata pada tulang tengkorak yang mengenai seluruh ketebalan tulang
kepala. Fraktur lenier dapat terjadi jika gaya langsung yang bekerja
pada tulang kepala cukup besar tetapi tidak menyebabkan tulang
kepala bending dan tidak terdapat fragmen fraktur yang masuk
kedalam rongga intrakranial.
2) Fraktur Diastasis
Fraktur diastasis adalah jenis fraktur yang terjadi pada sutura tulamg
tengkorak yang mengababkan pelebaran sutura-sutura tulang 8 kepala.
Jenis fraktur ini sering terjadi pada bayi dan balita karena sutura-
sutura belum menyatu dengan erat. Fraktur diastasis pada usia dewasa
sering terjadi pada sutura lambdoid dan dapat mengakibatkan
terjadinya hematum epidural.
3) Fraktur Kominutif
Fraktur kominutif adalah jenis fraktur tulang kepala yang meiliki lebih
dari satu fragmen dalam satu area fraktur.
4) Fraktur Impresi
Fraktur impresi tulang kepala terjadi akibat benturan dengan tenaga
besar yang langsung mengenai tulang kepala dan pada area yang
kecal. Fraktur impresi pada tulang kepala dapat menyebabkan
penekanan atau laserasi pada duremater dan jaringan otak, fraktur
impresi dianggap bermakna terjadi, jika tabula eksterna segmen yang
impresi masuk dibawah tabula interna segmen tulang yang sehat.
5) Fraktur Basis Kranii
Fraktur basis kranii adalah suatu fraktur linier yang terjadi pada dasar
tulang tengkorak, fraktur ini seringkali diertai dengan robekan pada
durameter yang merekat erat pada dasar tengkorak. Fraktur basis
kranii berdasarkan letak anatomi di bagi menjadi fraktur
fossa anterior, fraktur fossa media dan fraktur fossa posterior. Secara
anatomi ada perbedaan struktur di daerah basis kranii dan tulang
kalfaria. Durameter daerah basis krani lebih tipis dibandingkan daerah
kalfaria dan durameter daerah basis melekat lebih erat pada tulang
dibandingkan daerah kalfaria. Sehingga bila terjadi fraktur daerah
basis dapat menyebabkan robekan durameter. Hal ini dapat
menyebabkan kebocoran cairan cerebrospinal yang menimbulkan
resiko terjadinya infeksi selaput otak (meningitis). Pada pemeriksaan
klinis dapat ditemukan rhinorrhea dan raccon eyes sign (fraktur basis
kranii fossa anterior), atau ottorhea dan batle’s sign (fraktur basis
kranii fossa media). Kondisi ini juga 9 dapat menyebabkan lesi saraf
kranial yang paling sering terjadi adalah gangguan saraf penciuman
(N,olfactorius). Saraf wajah (N.facialis) dan saraf pendengaran
(N.vestibulokokhlearis). Penanganan dari fraktur basis kranii meliputi
pencegahan peningkatan tekanan intrakranial yang mendadak
misalnya dengan mencegah batuk, mengejan, dan makanan yang tidak
menyebabkan sembelit. Jaga kebersihan sekitar lubang hidung dan
telinga, jika perlu dilakukan tampon steril (konsultasi ahli THT) pada
tanda bloody/ otorrhea/otoliquorrhea. Pada penderita dengan tanda-
tanda bloody/otorrhea/otoliquorrhea penderita tidur dengan posisi
terlentang dan kepala miring ke posisi yang sehat.
c. Cedera kepala di area intrakranial
Menurut (Tobing, 2011) yang diklasifikasikan menjadi cedera otak
fokal dan cedera otak difus Cedera otak fokal yang meliputi:
1) Perdarahan Epidural atau Epidural Hematom (EDH)
Epidural hematom (EDH) adalah adanya darah di ruang epidural yitu
ruang potensial antara tabula interna tulangtengkorak dan durameter.
Epidural hematom dapat menimbulkan penurunan kesadaran adanya
interval lusid selama beberapa jam dan kemudian terjadi defisit
neorologis berupa hemiparesis kontralateral dan gelatasi pupil
itsilateral. Gejala lain yang ditimbulkan antara lain sakit kepala,
muntah, kejang dan hemiparesis.
2) Perdarahan Subdural Akut atau Subdural Hematom (SDH) Akut
Perdarahan subdural akut adalah terkumpulnya darah di ruang
subdural yang terjadi akut (6-3 hari). Perdarahan ini terjadi akibat
robeknya vena-vena kecil dipermukaan korteks cerebri. Perdarahan
subdural biasanya menutupi seluruh hemisfir otak. Biasanya
kerusakan otak dibawahnya lebih berat dan 10 prognosisnya jauh
lebih buruk dibanding pada perdarahan epidural.
3) Perdarahan Subdural Kronik atau SDH Kronik
Subdural hematom kronik adalah terkumpulnya darah diruang
subdural lebih dari 3 minggu setelah trauma. Subdural hematom
kronik diawali dari SDH akut dengan jumlah darah yang sedikit.
Darah di ruang subdural akan memicu terjadinya inflamasi sehingga
akan terbentuk bekuan darah atau clot yang bersifat tamponade.
Dalam beberapa hari akan terjadi infasi fibroblast ke dalam clot dan
membentuk noumembran pada lapisan dalam (korteks) dan lapisan
luar (durameter). Pembentukan neomembran tersebut akan di ikuti
dengan pembentukan kapiler baru dan terjadi fibrinolitik sehingga
terjadi proses degradasi atau likoefaksi bekuan darah sehingga
terakumulasinya cairan hipertonis yang dilapisi membran semi
permeabel. Jika keadaan ini terjadi maka akan menarik likuor diluar
membran masuk kedalam membran sehingga cairan subdural
bertambah banyak. Gejala klinis yang dapat ditimbulkan oleh SDH
kronis antara lain sakit kepala, bingung, kesulitan berbahasa dan
gejala yang menyerupai TIA (transient ischemic attack) disamping itu
dapat terjadi defisit neorologi yang berfariasi seperti kelemahan otorik
dan kejang.
4) Perdarahan Intra Cerebral atau Intra Cerebral Hematom (ICH)
Intra cerebral hematom adalah area perdarahan yang homogen dan
konfluen yang terdapat didalam parenkim otak. Intra cerebral
hematom bukan disebabkan oleh benturan antara parenkim otak
dengan tulang tengkorak, tetapi disebabkan oleh gaya akselerasi dan
deselerasi akibat trauma yang menyebabkan pecahnya pembuluh
darah yang terletak lebih dalam, yaitu di parenkim otak atau pembuluh
darah kortikal dan subkortikal. Gejala klinis yang ditimbulkan oleh
ICH antara lain adanya 11 penurunan kesadaran. Derajat penurunan
kesadarannya dipengaruhi oleh mekanisme dan energi dari trauma
yang dialami.
5) Perdarahan Subarachnoid Traumatika (SAH)
Perdarahan subarahnoit diakibatkan oleh pecahnya pembuluh darah
kortikal baik arteri maupun vena dalam jumlah tertentu akibat trauma
dapat memasuki ruang subarahnoit dan disebut sebagai perdarahan
subarahnoit (PSA). Luasnya PSA menggambarkan luasnya kerusakan
pembuluh darah, juga menggambarkan burukna prognosa. PSA yang
luas akan memicu terjadinya vasospasme pembuluh darah dan
menyebabkan iskemia akut luas dengan manifestasi edema cerebri.
3. Klasifikasi cedera kepala berdasarkan beratnya
Cedera kepala berdasarkan beratnya cedera, menurut (Arif Mansjoer,
2000) dapat diklasifikasikan penilaiannya berdasarkan skor GCS dan
dikelompokkan menjadi:
a. Cedera kepala ringan dengan nilai GCS 14 – 15
1) Pasien sadar, menuruti perintah tapi disorientasi.
2) Tidak ada kehilangan kesadaran.
3) Tidak ada intoksikasi alkohol atau obat terlarang.
4) Pasien dapat mengeluh nyeri kepala dan pusing.
5) Pasien dapat menderita laserasi, hematoma kulit kepala.
b. Cedera kepala sedang dengan nilai GCS 9 – 13
1) Pasien bisa atau tidak bisa menuruti perintah, namun tidak memberi
respon yang sesuai dengan pernyataan yang di berikan.
2) Amnesia paska trauma.
3) Muntah.
4) Tanda kemungkinan fraktur cranium (tanda Battle, mata rabun,
hemotimpanum, otorea atau rinorea cairan serebro spinal).
5) Kejang.
c. Cedera kepala berat dengan nilai GCS sama atau kurang dari 8.
1) Penurunan kesadaran sacara progresif.
2) Tanda neurologis fokal.
3) Cedera kepala penetrasi atau teraba fraktur depresi cranium.
F. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi jalan
nafas.
2. Ketidakefektifann perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan gangguan
transport O2.
3. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik.
4. Resiko cedera berhubungan dengan penurunan TIK.
G. Fokus Intervensi
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi jalan
nafas.
Intervensi:
1. Monitor adanya obstruksi jalan nafas.
2. Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah suctioning.
3. Lakukan oral hygiene atau suctioning bila perlu.
4. Pasang OPA bila perlu.
5. Kolaborasikan perlunya pemasangan ET.
2. Ketidakefektifann perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan gangguan
transport O2.
Intervensi:
1. Monitor balance cairan.
2. Posisikan pasien head up (15-20o) tanpa bantal.
3. Lakukan pemasangan dan perawatan kateter.
4. Bebaskan jalan nafas klien dan pertahankan jalan nafas yang paten.
5. Kolaborasikan pemberian vasodilator pembuluh darah (aspilet, dll.).
3. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik.
Intervensi:
1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif.
2. Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau.
3. Gunakan teknik komunikasi terapeutik.
4. Ajarkan teknik non farmakologi untuk mengurangi nyeri.
5. Kolaborasikan pemberian analgetik.
4. Resiko cedera berhubungan dengan penurunan TIK.
Intervensi:
1. Sediakan lingkungan yang aman untuk pasien.
2. Lakukan pemasangan restrain bila perlu.
3. Pasang side rail pada tempat tidur.
4. Pindahkan barang-barang yang dapat membahayakan pasien.
5. Kolaborasikan pemberian obat penenang.
H. Penatalaksanaan
Pada cedera kulit kepala, suntikan prokain melalui sub kutan
membuatluka mudah dibersihkan dan diobati. Daerah luka diirigasi
untuk mengeluarkan benda asing dan miminimalkan masuknya infeksi
sebelumlaserasi ditutup.
1. Menilai jalan nafas : bersihkan jalan nafas dari debris dan muntahan;
lepaskan gigi palsu, pertahankan tulang servikal segaris dgn badan
dgnmemasang collar cervikal, pasang OPA bila dapat ditolerir. Jika cedera
orofasial mengganggu jalan nafas,maka pasien harus diintubasi.
2. Menilai pernafasan : tentukan apakah pasien bernafas spontan/tidak.
Jikatidak beri O2 melalui masker O2. Jika pasien bernafas spontan selidiki
danatasi cedera dada berat spt pneumotoraks
tensif,hemopneumotoraks.Pasang oksimeter nadi untuk menjaga saturasi
O2minimum 95%. Jika jalan nafas pasien tidak terlindung bahkan
terancan/memperoleh O2 ygadekuat ( Pa O2 >95% dan Pa CO2<40%
mmHg serta saturasi O2 >95%)atau muntah maka pasien harus diintubasi
serta diventilasi oleh ahlianestesi.
3. Menilai sirkulasi : otak yg rusak tdk mentolerir hipotensi. Hentikan
semua perdarahan dengan menekan arterinya. Perhatikan adanya cedera
intraabdomen/dada.Ukur dan catat frekuensidenyut jantung dan tekanan
darah pasang EKG.Pasang jalur intravena yg besar.Berikan larutan
koloidsedangkan larutan kristaloid menimbulkan eksaserbasi edema.
4. Obati kejang : Kejang konvulsif dpt terjadi setelah cedera kepala dan
harusdiobati mula-mula diberikan diazepam 10mg intravena perlahan-lahan
dandpt diulangi 2x jika masih kejang. Bila tidak berhasil diberikan
fenitoin15mg/kgBB.
5. Menilai tingkat keparahan : CKR,CKS,CKB
6. Pada semua pasien dengan cedera kepala dan/atau leher,lakukan fototulang
belakang servikal ( proyeksi A-P,lateral dan odontoid ),kolar servikal baru
dilepas setelah dipastikan bahwa seluruh servikal normal (C1-C7)
7. Pada semua pasien dg cedera kepala sedang dan berat :- Pasang infus dgn
larutan normal salin ( Nacl 0,9% ) atau RL cairanisotonis lebih efektif
mengganti volume intravaskular daripada cairanhipotonis dan larutan ini tdk
menambah edema cerebri- Lakukan pemeriksaan : Ht, periksa darah perifer
lengkap, trombosit, kimia darah. Lakukan CT scanPasien dgn CKR, CKS,
CKB harusn dievaluasi adanya : Hematoma epidural, Darah dalam sub
arachnoid dan intraventrikel, Kontusio dan perdarahan jaringan otak, Edema
cerebri, Pergeseran garis tengah, Fraktur kranium.
8. Pada pasien yg koma ( skor GCS <8) atau pasien dgn tanda-tanda
herniasilakukan : Elevasi kepala 30, Hiperventilasi, Berikan manitol 20%
1gr/kgBB intravena dlm 20-30 menit. Dosis ulangan dapat diberikan 4-6
jam kemudian yaitu sebesar ¼ dosis semulasetiap 6 jam sampai maksimal
48 jam I- Pasang kateter foley-Konsul bedah saraf bila terdapat indikasi
opoerasi (hematom epidural besar,hematom sub dural,cedera kepala
terbuka,fraktur impresi >1 diplo).
I. Daftar Pustaka
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan
Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta : Salemba Medika.
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner
& Suddarth Edisi 8. Jakarta: EGC.
Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta:
EGC.
RESUME KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
PADA TN. Z DENGAN CEDERA KEPALA BERAT
DI UNIT GAWAT DARURAT RSU SIAGA MEDIKA BANYUMAS
Nama Pengkaji : kelompok 2
Ruang : IGD RSU SIAGA MEDIKA
A. Pengkajian
Tanggal : 6 Mei 2014
Hari : selasa
Jam : 19.30
1. Identitas Pasien
Nama : Tn. Z
Usia : 50 tahun
Jenis Kelamin : laki-laki
Pendidikan : SMP
Suku Bangsa : Jawa
Agama : Islam
Alamat : Purwokerto, Banyumas
Diagnosa Medis : Cedera Kepala Berat
NO.RM : 142783

2. Pengkajian Primer
1. Airway
Terpasang neckcolar,tidak ada sekret, tidak ada sumbatan benda
asing, tidal ada darah, tidak terpasang OPA, jalan nafas paten
2. Breathing
Dada simetris, tidak ada jejas, tidak menggunakan otot bantu nafas,
terpasang NRM 7liter/mnit, RR 12x/mnit,tidak ada krepitasi dan
nyeri tekan, auskultasi paru vesikuler, perkusi sonor.
3. Circulation
Perdarahan pada kedua telinga, terdapat brille hematom pada mata
kanan, terdapat hematom pada lobus parietal dekstra, mukosa bibir
kering, tidak sianosis,akral teraba hangat, ekstremitas tidak
terdapat edema, CRT<2 detik, TD 158/84 mmHg N 78x/mnit, RR
12x/mnit, SpO2 98% SB 36,7 C.
4. Disability
Kesadaran somnolen, GCS 11 E3 M4 V4, pupil anisokor
3mm/4mm,reflek cahaya +/- klien muntah,amnesia, meracau dan
gelisah.
3. Pengkajian Sekunder
1. Pemeriksaan fisik head to toe
a. Kepala :Bentuk mesocepal, terdapat hematom pada lobus
parietal dekstra, rambut hitam, kulit kepala kotor.
b. Mata : sklera unikterik, konjungtiva unanemis, terdapat braille
hematom pada mata kanan, pupil anisokor 3//4mm, reflek
cahaya +/-.
c. Telinga : simetris, terdapat perdarahan pada kedua telinga.
d. Ekstremitas
–Atas : tangan kiri terpasang IV line NaCl 20tpm dan tangan
kiri terpasang IV line RL 20 tpm+tramadol 1ampul.

2. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai normal
Hemoglobin 12,5 P:12-14. L:13-16 g/dl
Hematokrit 36 P:37-43. L:40-48
Leukosit 15.300 5.000-10.000
Trombosit 184.000 150.000-400.000/mm
Eritrosit 4.130.000 P:4-5 jt. L:4,5-5,5 jt
Waktu Perdarahan 2‘ 1-3 menit
Waktu Pembekuan 2’ 30” 3-6 menit
SGOT 23 P:6-31. L:6-37 u/l
SGPT 17 P:4-32. L:4-62 u/l
Ureum 26 10-50 mg/dl
Kreatinin 1,02 0,5-1,2 mg/dl
GDS 167 70-180 mg/dl
Kalium 3,56 3,6-5,5 mmol/l
Natrium 146,2 135-155 mmol/l
Klorida 108,4 95-106 mmol/l
HbsAg Negatif Negatif
Gol.darah O A,B,O,AB

b. Rontgen
Kesan : cor dan paru dalam batas normal
c. CT Scan
Kesan : Contusio cerebri, edema cerebri
d. EKG
Kesan : Sinus Rhytm

3. Terapi
Nama Obat Dosis
Ranitidine 1x25mg
Ketorolac
Vit K 1x10mg
Ceftriaxone 1x1000mg
Tramadol 3x100mg
Kalnex
NB5000 1x3ml
Soholin 1x100mg
Fenitoin 1x100mg
Manitol 1x150ml
RL 3x500ml
NaCl 0,9 % 1x500ml

B. Analisa Data
Tanggal Data fokus problem Etiologi
6 mei DS : - Ketidakefektifan Gangguan
2014 DO: pupil unishokor ¾, reaksi perfusi jaringan transport
cahaya +/-, GCS : 11 dengan E:3 cerebral osigen
M4 V:4, gambaran CT scan kesan
: edema cerebri, contusio cerebri.
Terdapat breal hematom pada
mata sebelah kanan. Terdapat
perdarahan pada kedua telinga.
Terdapat hematom pada lobus
parietal dekstra. Td: 158/84
mmHg, N:78 x/m, RR: 12
x/m,Spo2 : 98 %, S:36,7 C
6 mei DS: - Resiko injuri Penurunan
2014 DO: klien mengalamai amnesia kesadaran
dan retrograde. Klien tampak
meracau dan gelisah. Kesadaran
somnolen dengan GCS 11 E:3
M:4 V:4

C. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifa perfusi jaringan cerebral b.d gangguan transport
oksigen
2. Resiko injuri b.d penurunan kesadaran
D. Intervensi Keperawatan
tanggal No.dx Tujuan intervensi ttd
6 mei 1 Setelah dilakukan Periperal sensation
2014 tindakan keperawatan management:
selama 1x30 menit a. Batasi gerakan pada
diharapkan perfusi kepala, leher dan
jaringan cerebral efektif punggung
dengan kriteria hasil : b. Monitor kemampuan
- Berkomunikasi jelas BAB
dan sesuai c. Monitor adanya parastesi
kemampuan d. Monitor adanya daerah
- Menunjukan fungsi tertentu yang hanya peka
sensori motori cranial terhadap
yang utuh (tingkat panas/dingin/tajam
kesadaran membaik, /tumpul
tidak ada gerakan- e. Gunaka sarung tangan
gerakan involunter) untuk proteksi
f. Kolaborasi pemberian
analgetik dan manitol
6 Mei 2 Setelah dilakukan Environtment manajement:
2014 tindakan keperawatan a. Sediakan ligkungan yang
selama 1x30 menit aman untuk pasien
diharapkan tidak terjadi b. Hindarkan dari
injuri dengan kriteri hasil: lingkungan yang
- Klien terbebas dari berbahaya (barang pecah
cidera belah, benda tajam)
- Klien dapat c. Pasang side rail tempat
menghindari tidur
tindakan/lingkungan d. Anjurkan keluarga untuk
yang dapat berisiko menemani pasien
terjadi cidera e. Pasang restrai bila perlu

E. Implementasi Keperawatan
tanggal No.dx implementasi Respon tt
d
6 mei 2 - Memasang restrai dan side - Pasien gelisah dengan
2014 rail tempat tidur kesadaran somnolen
1 - Menggunakan sarung tangan - Keluar darah dari
untuk proteksi kedua telinga klien
1 - Memasang infus - Infus terpasang
ditangan kanan dan
kiri
1 - Memberikan terapi sesuai - Ketorolac, ranitidine,
advice vitamin k, kalnek,
soholin, fenitoin,
manitol, tramadol,
NB 5000
1 - Melakukan skin test - Ceftriaxone melalui
IC sebanyak 0,1 cc
1 - Memposisikan head up - Posisi head up 20 ‘
1 - Memberikan terap oksigen - 7 lpm masker NRM
1 - Memonitor tanda-tanda vital - TD : 158/84, N :
78x/m, RR:12x/m,
S:36’7 C
1 - Mengambil sampel darah - Sampel diambil
sebanyak 4 cc
1 - Melakukan pemeriksaan CT- - Kesan : edema
scan cerebri, contusio
cerebri
1 - Memberikan antibiotik - Ceftriaxone 1 gr
masuk intravena
- Memindahkan ke ruang icu

F. Evaluasi
Tanggal No.dx evaluasi ttd
6 mei 1 S:-
2014 O: terdapat brail hematom, kesadaran somnolen dengan
GCS 11 E:3 M:4 V:4
A :masalah ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral
belum teratasi
P: hitung balance cairan dan monitor hemodinamik
pasien
2 S: -
O :pasien tmapak tenang, tidak meracau, pasien
terpasang restrain
A : masalah resiko injuri teratasi
P: pertahankan intervensi, lanjutkan pemberian obat
penenang tramadol (drip)

G. Rencana Tindak Lanjut


No Tindakan keperawatan Tindakan kolaboratif
1. Hitung balance cairan Kolaborasi pemberian obat
penenang
2. Monitor hemodinamik pasien Kolaborasi rencana pemberian
diuretik

Anda mungkin juga menyukai