Di susun oleh :
TIM MAHASISWA GAWAT DARURAT
RSU D KEBUMEN
A. Pengkajian
Tanggal : 22 april 2013
Hari : Senin
Jam : 07.30
1. Identitas Klien
Nama : Tn N
Usia : 47 tahun
Jenis kelamin : Laki - laki
Pendidikan : SMA
Suku bangsa : Jawa / indonesia
Alamat : tanah sari
Agama : islam
Diagnosa medis : CKD
2. Pengkajian Primer
1. Airway
Pasien penurunan kesadaran, sulit bernafas, nampak sesak, ada sedikit secret, tidak ada muntahan
di rongga mulut, terdengar adanya bunyi aliran udara pernafasan, bunyi auskultasi paru ronkhi,
terasa adanya aliran udara pernafasan
2. Breathing
Istri klien mengatakan tidak ada trauma abdomen dan tidak ada trauma dada.
Do.
RR 50 x per menit
Udara terasa berhembus
Perkembangan dada seimbang
Ada retraksi dinding dada
Perkembangan dinding dada cepat
3. Circulation
Istri klen mengatakan tanggal 22 april 2013, hari ini pukul 05.00 pasinya muntah 3 kali, riwayat
HD 1 bulan yang lalu
Do .
KU lemah
Nadi 120x permenit, TD 260/160
Akral dingin warna kulit pucat, piting edema 2mm
Nadi terasa lemah dan cepat
Tidak ada indikasi pendarahan
4. Disability
Istri Klien mengatakan Tn N tidak memiliki riwayat trauma kepala, terkadang mengeluh pusing
jika terlalu capek saat dirumah
Do.
Ku lemah, kesadaran Sopor, GCS E 2 M 1 V 1
A : klien kesadaran sopor
V : tidak ada respon suara
P : respon nyeri tidak ada
Reflek cahaya pupil ada
5. Eksposure
DO :
klien memakai kaos oblong, clana panjang
tidak ada luka ditubuh klien
Tidak ada indikasi pendarahan
Suhu 35, 5 C
3. Pengkajian Sekunder
TTV
TD 260/160
N 140x permenit
S 35, 5
RR 50x permenit
Pemeriksaan Fisik
a. Kepala
bentuk bulat, rambut hitam ,sedikit beruban, tidak ada luka, tidak ada kerontokan
b. Mata
Mata selalu menutup, berkedip – kedip tidak sadar saat bernafas, konjungtiva anemis, sclera
bening, pupil simetris, reflek cahaya tidak berespon.
c. Hidung
Tidak ada secret yang mengganggu, bersih, ada cuping hidung
d. Telinga
Simetris, bersih, tidak terlihat adanya benjolan
e. Mulut
Klien tidak memakai gigi palsu, tidak ada pendarahan atau muntahan di rongga nafas, mukosa
bibir anemis
f. Leher
Tidak ada pembesaran tiroid , tidak ada pembesaran kelenjar limfoid, tidak ada peningkatan JVP
g. Dada
1) Paru – paru
I : nampak tidak ada lesi
P . nafas
P : retraksi dinding dada, perkembangan dada seimbang
A : bunyi nafas paru
2) Jantung
I : dada simetris
A : S1 S2 takikardi
P : nadi perifer teraba lebih jelas
P : redup
h. Abdomen
I : datar
A : bising usus 12 x per menit
P : timpani
P : tidak ada masa abnormal dalam tubuh
i. Ekstremitas
Ektremitas atas dan bawah tidak ada kelemahan, adanya pitting edema pada ekstremitas bawah
2mm
j. Genetalia
Tidak ada hernia scrotalis, testis lengkap
4. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
Pemeriksaan sementara cito didapatkan data :
Creatinin : 122, 9
WBC : 17, 74
HGB : 9,8
b. Radiologi
Hasil belum dibacakan
c. EKG : sinus takikardi
5. Terapy
Transfusi set dengan RL 12 tpm
Pukul 07.45 mendapat diazepam
Pukul 08.00 ektra lasix 1 ampul
Pukul 08.30 injeksi lasix1 ampul
Terpasang dc no 16 dengan urine tampung 200cc
B. Analisa data
No Data Problem etiologi
Ds. Bersihan jalan nafas Obstruksi jalan nafas
Istri klien mengatakan tn N tidak efektif dan produksi secret
pukul 05.00 kejang dan sesak
nafas
Do.
Ku lemah
Nampak sulit bernafas
Auskultasi paru ronkhi
Nafas spontan RR 50 x permenit
Terdapat retraksi dinding dada
Terdapat otot bantu pernafasan
saat bernafas
Perkembangan dada cepat
CRT> 2 detik
Terpasang kanul O2 4lpm
Do.
Ku lemah
Nadi 120x per menit
TD 260/160 mm hg
Akral dingin pucat
Pitting edema 2mm
Nadi cepat
Auskultasi paru ronkhi
Creatinin 122, 9
C. Intervensi
No tanggal Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
1 22.4.2013 NOC NIC
1. Respiratory status : Airway Management
ventilation Pantau Ku pasien
2. Respiratory status : airway R/ mendapat data masalah
patency Buka jalan nafas, look, listen n feel
3. aspiration control R/ Mengetahui apakah jalan nafasnya
setelah dilakukan tindakan terganggu
keperawatan segera, pasien Kelola oksigenasi sesuai advice
menunjukan keefektifan dokter
jalan nafas Airway Suctioning
Kriteria Hasil : Pastikan kebutuhan suction
Bernafas dengan mudah R/ memonitor kebutuhan
Suara nafas bersih Monitor status oksgenasi
Tidak ada sianosis R/ mengetahui kebutuhan o2 pasien
Frekuensi nafas dalam bradikardi hentikan dulu jangan di
rentan normal suction
Tidak muncul otot bantu R/ agar tidak membahayakan pasien
nafas saat bernafas
2 NOC NIC
1. Electrolit and Acid base Fluid Management
balance Memantau keadaan umum klien
2. Fluid balance R/ mengetahui masalah
3. Hidration Monitor status hidrasi, mukosa, tekanan
Tujuan : darah dan laborat
Setelah dilakukan tindakan R/ Melihat penyebab edema
keperawatan segera, Pasang Dc sesuai ukuran
kelebihan volume cairan R/ Memudahkan eliminasi dan balance
teratasi. cairan
Kriteria Hasil : Berikan diuretik sesuai advice dokter
Nadi perifer teraba jelas R/ mengurangi cairan berlebih
JVP tidak nampak
Intake dan output NIC
seimbang Fluid Monitoring
Tidak ada edema perifer Monitor mukosa, turgor kulit, crt
tidak haus abnormal R/ mengetahui status pasien terhadap
Tidak ada sunken eyes cairan
monitor input dan output cairan
R/ sebagai balance cairan
D. Implementasi
Waktu No implementasi Respon Ttd
Dx
07.20 Menerima pasien dan mengantar pasien Masuk dibawa
masuk IGD brankart, KU
lemah
E. Evaluasi
Diagnosa keperawatan Evaluasi Ttd
Bersihan jalan nafas tidak S :-
efektif O:
KU lemah
Kesadaran sopor
Tidak ada muntahan
Secret bersih
Auskultasi paru ronkhi
Spontan RR 50x per menit
Terpasang kanul 02 4lpm
TD 210/120
S 35,9 C
RR 55x per menit
Terpasang NGT
P. lanjutkan intervensi
Monitor status pernafasan klien
Pantau bersihan jalan nafas
Rencanakan pemakaian sungkup
Rencanakan pemakaian mayo
Pasang oksimetri
P. Lanjutkan intervensi
Kelola terapi farmakologis sesuai advice
Monitor intake dan output
Monitor balance cairan
Konsulkan spesialis dalam
Rencana tindak lanjut
Keperawatan Kolaboratif
CI LAHAN CI INSTITUSI
( ) ( )
I.
IDENTITAS KLIEN
Nama : An. P No. Reg. : 13 69 89
Umur : 6 thn Tgl. MRS :11-07-2012
JenisKelamin : Perempuan Diagnosa :Trauma capitis
Suku/Bangsa: Bugis
Agama : Islam
Pekerjaan : Pelajar
Pendidikan : SD
Alamat : Kompleksperhubungan
Penanggung : Orang tuaklien
II. TRIAGE
RiwayatSebelumSakit:
∙ Penyakitberat yang pernahdiderita :-
∙ Obat-obat yang biasadikonsumsi: antibiotic (amocixilin,paramex,bodrex )
∙ Kebiasaanberobat : KePuskesmas
∙ Alergi :-
RiwayatPenyakitSekarang
∙ Keluhanutama MRS : nyeripadabagiankepala
∙ Keluhanutamasaatini :
klienmasukrumahsakitdenganlukapadabagiankepaladanmatasetelahditabrakdari motor.
Terdapat hematoma padabagiankepaladanmata
Tanda-tanda vital, TB dan BB:
TD : 120/90 mmHg
S : 36,50C (axilla)
N : 68x/mnt, teratur, lemah.
R : 24x/mnt, normal
III. PENGKAJIAN
Pengkajian primer
Airway : jalan naps normal, obstruksi (-), secret (-), ronchi
e athing : frekwensinapas 24 x/menit, pergerakan dada simetriskiri-kanan,
kliennampaklemahdanmeringiskesakitan.
rculation : TD 120/90 mmhg, N : 68 x/menit, perdarahanaktif-Cyanosis (-).
ntegrity : GCS 13 (E:3 M:5 V: 5)
posure : S : 36,50 C
Pengkajiansekunder
amnesa : perempuan 6tahun mengeluh luka robek di bagian kepala.
pala : mesocephal, simetris, tersebar merata,bersih, tidak mudah tercabut, massa
dan nyeri tekan (+), nampak hematoma pada regio frontalis ukuran + 3x2 cm
a : hematoma pada bagian mata kanan
ung : simetris kanan-kiri, pernapasan normal, massa dan nyeri tekan (-), fungsi penciuman
baik.
ut & Tenggorokan : bibir tampak pucat, mukosa membran lembab, kesulitan menelan (-), caries (+).
aru-paru : bunyi napas bronkovesikuler, bunyi tambahan(-) ronchi (-), sesak napas (-),
sekret(-), dada simetris kanan/kiri, massa dan nyeri tekan (-)
& Sirkulasi : bunyi jantung S1 & S2 murni, reguler, clubbing finger (-), acral hangat.
A : Peristaltik (+) frekwensi 10 x/detik.
P : Massa (-), Nyeri tekan (-) H/L tidak teraba.
: Tympani.
etalia dan reproduksi : laki-laki.
us neurologis : kesadaran Semikoma,GCS 13 ( E:4 M:5 V).
emitas :Massa otot normal, kekuatan lemah, edema(-).
DATA MASALAH
DS : NYERI
1. Klienmengeluhnyeripadabagiankepala.
2. Ibu Klienmengatakananakx di tabrak
motor dan tertarik 10 m
3. Ibu klien mengatakan takut akan
keadaan anaknya
DO :
1. Kliennampaklemah
2. Kliennampakkesakitan ( meringis )
3. Skalanyeri 7-10berat
4. Nyeritekan (+)
5. TTV :
∙ S : 36,5 0C (axilla)
∙ N : 68x/mnt
∙ TD : 120/90 mmHg
∙ R : 24x/mnt
NO.DX
IMPLEMENTASI DAN HASIL EVALUASI
& JAM
21.15wita 21.25 wita
1. 1. Mengkajitingkatdanlokasinyeri S :
Hasil : skalanyeri 7-10 (berat) Klienmengeluhnyerimasihterasan
lokasinyeripadadaerahkepala yeri (skalanyeri 4-6) nyerisedang
2. Mengobservasi TTV O : Kliennampaktegangdan
Hasil : masihmeringiskesakitan N 68x/i, P :
TD : 120/90 mmHg 24x/i
S : 36,5 C 0 A : Masalahbelumteratasi
N : 60 x/i P : Lanjutkanintervensi
P : 20x/i
3. Memberikanposisi yang nyamanpadaklien
Hasil :
klientetapdalamposisiterlentangselamaberada
di ruangtindakan
4.
Menganjurkanteknikrelaksasitariknapasdalam
Hasil : klienmengikutianjuran yang diberikan
5. Penatalaksanaapemeberiananalgetik
Hasil : Lidocaine 1 ampul
Keterolac 1 ampul/8 jam/IV
Ranitidin 1ampul/8 jam/IV
FORMAT LAPORAN RUANG GAWAT DARURAT
Nama Mahasiswa : Tanggal Pengkajian :
Nama Pasien : Ny.x
Diagnosa Medis : Head Injury (GCS15)
1. Resume Kasus
Cidera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai
atau tanpa disertai perdarahan interstiil dalam substansi otak tanpa diikuti
terputusnya kontinuitas otak. Cedera kepala menurut patofisiologi dibagi menjadi
dua, yaitu: cedera kepala primer, akibat langsung pada mekanisme dinamik
(acelerasi - decelerasi rotasi ) yang menyebabkan gangguan pada jaringan, cedera
kepala sekunder.
Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan gangguan irama jantung,
sehingga terjadi perubahan pada pola napas, kedalaman, frekuensi maupun
iramanya, bisa berupa Cheyne Stokes atau Ataxia breathing. Napas berbunyi,
stridor, ronkhi, wheezing ( kemungkinana karena aspirasi), cenderung terjadi
peningkatan produksi sputum pada jalan napas.
Efek peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanan darah bervariasi.
Tekanan pada pusat vasomotor akan meningkatkan transmisi rangsangan
parasimpatik ke jantung yang akan mengakibatkan denyut nadi menjadi lambat,
merupakan tanda peningkatan tekanan intrakranial. Perubahan frekuensi jantung
(bradikardia, takikardia yang diselingi dengan bradikardia, disritmia).
Gangguan kesadaran merupakan salah satu bentuk manifestasi adanya gangguan
otak akibat cidera kepala. Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar
kejadian, vertigo, sinkope, tinitus, kehilangan pendengaran, baal pada ekstrimitas.
Bila perdarahan hebat/luas dan mengenai batang otak akan terjadi gangguan pada
nervus cranialis. Pada cidera kepala sering terjadi gangguan berupa retensi,
inkontinensia uri, ketidakmampuan menahan miksi.
A. PENGKAJIAN
1. Identitas
a. Identitas Pasien
Nama : Ny. T
Umur : 71 tahun
Dx Medis : Hipoglikemia pada Diabetus Mellitus
Tanggal / jam : Rabu, 6 November 2013/ 15.00 WIB
b. Identitas Penanggung Jawab
Nama : Tn. S
Pekerjaan : PNS
Hubungan : Anak
2. Pengkajian primer
GCS. E: 2 V: 1 M: 5
Airway : Tidak ada sumbatan jalan nafas,
Breathing : Nafas Spontan dengan suport O2 4 lpm, RR = 28 x/menit
Circulation : TD = 160/100 mmHg , N = 92 x/menit , CRT = 3 detik, keluar keringat dingin dan penurunan
kesadaran
Disability : KU : Lemah, Kesadaran Somnolen, GCS E2V1M5
Exposure : Tidak ada Trauma/Cidera pada tubuh pasien
3. Pengkajian Sekunder
S :
Sign: pasien lemas hanya tiduran, keluar keringat dingin, dan tidak nafsu makan
Simptom: Pasien terlihat sesak nafas, terdapat penurunan kesadaran
A : Keluarga mengatakan pasien tidak memiliki alergi obat/makanan
M : Tahun lalu pasien pernah dirawat di rumah sakit karena Diabetus Mellitus.
P : Pasien memiliki riwayat penyakit Diabetus Mellitus sejak 7 tahun terakhir
L : Keluarga mengatakan pasien terahir makan tadi pagi itupun hanya sedikit karena tidak mau.
E : Keluarga mengatakan sejak tadi pagi pasien lemas hanya tidur, keluar keringat dingin, dan tidak
nafsu makan.
4. Pemeriksaan Fisik
Kepala : Mesosepal, Tidak ada lesi
Rambut : Beruban, tidak ada kerontokan
Mata : pupil isokor, konjungtiva anemis, sklera putih
Hidung : bersih, Pernafasan cuping hidung (-)
Paru : I . simetris, Tidak ada lesi, terdapat penggunaan otot intercosta
P. Pengembangan dada kanan= kiri
P. Bunyi Sonor
A. Suara vesikuler
Jantung : I. Iktus kordis tidak tampak
P. Tidak ada pembesaran jantung
P. Bunyi pekak
A. Terdengar bunyi jantung S1 dan S2
Abdomen : I. Simetris, tidak ada benjolan, tidak ada distensi
A.Bising usus 9 x/menit
P. Bunyi Timpani
P. Tidak teraba massa
Kulit : Lembab, akral dingin, crt = 3 detik
Ekstremitas : tidak ada oedem
5. Riwayat Penyakit
a. Riwayat Penyakit Sekarang
Keluarga mengatakan sejak tadi pagi pasien lemas hanya tidur, keluar keringat dingin, dan tidak
nafsu makan.
b. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien memiliki riwayat penyakit Diabetus Mellitus sejak 7 tahun terakhir
c. Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga mengatakan, Ibu pasien pernah menderita Diabetus Mellitus
B. DATA FOKUS
1. Data Subjektif
a. Keluarga mengatakan pasien lemas sejak tadi pagi karena akhir – akhir ini tidak mau makan
2. Data Objektif
a. Kesadaran Somnolen
b. GCS E2V2M5
c. Pasien tampak lemas
d. Pasien tampak kesulitan bernafas
e. TTV : TD : 160/100 mmHg, N. 92 x/menit, RR. 28 x/menit
f. GDS : 53 mg/dl
g. Terdapat penggunaan otot intercosta
C. ANALISA DATA
No
Data Fokus Problem Etiologi
Dx
1 S.- Ketidakefektifan Depresi pusat
O. - RR: 28 x/menit
pola nafas pernafasan
- Pasien tampak kesulitan bernafas
- Kesadaran somnolen
- GCS E2V2M5
- Terdapat penggunaan otot
intercosta
D. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan pola nafas b.d depresi pusat pernafasan
2. Gangguan fungsi cerebri b.d Hipoglikemi
E. INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa 1 : Ketidakefektifan pola nafas b.d depresi pusat pernafasan
Tujuan & KH Intervensi Rasional
Setelah dilakukan tindakan - Observasi tingkat kesadaran Mengetahui adanya hipoksia
Menunjukkan usaha untuk
keperawatan selama 1x 60 pasien
- Observasi frekuensi nafas, mendapatkan oksigen
menit pola nafas kembali
efektif ekspansi paru dan
Kriteria hasil Membantu memenuhi
penggunaan otot bantu
- RR. 16 – 20 x/menit
kebutuhan oksigen
- Tidak ada penggunaan otot pernafasan
Membuka jalan nafas
- Kolaborasi pemberian terapi
bantu pernafasan
- Pernafasan teratur oksigen
- Posisikan ekstensi
F. IMPLEMENTASI
No Tgl/Jam Implementasi Respon TTD
Dx
1 6/11/13 - Mengekstensikan kepala S.-
15.00 O. Posisikepala ekstensi
pasien
1,2 15.00 S.-
- Memberikan terapi O2 4 lpm
O. Terpasang canul oksigen
- Mengobservasi TTV, pola dengan terapi O2 4 lpm
1,2 15.05
S.Pasien mengangguk saat
nafas dan tingkat kesadaran
ditanya sesak atau tidak
O.
- TTV. TD : 160/100 mmHg
N. 92 x/Menit, RR. 28 x/menit
- Kesadaran somnolen
- Pola nafas lebih teratur setelah
diberikan O2
- Melakukan pemeriksaan
15.10 GDS - Penggunaan otot bantu nafas
intercosta
2 - Melakukan pemeriksaan
S:-
15.15
EKG O : GDS = 53 mg / dl
- Memasang infus dengan D
1,2 15.15
S. –
10% dan bolus D 40%
O. Keadaan jantung baik
2
S. –
15.30
O. Terpasang infus D10 % dan
- Menganjurkan keluarga
2 bolus D 40 % sebanyak 75 cc
untuk menyiapkan teh manis
S. Keluarga pasien bersedia
untuk siberika pada pasien O.-
16.00 S:
jika kesdaran sudah mulai
O : KU : lemah, kesadaran :
1,2 membaik
apatis, pasien sudah bisa
- Mengevalusi keadaan pasien
membuka mata secara spontan,
GCS : E4 V1 M5, pernafasan
mulai teratur, RR : 22 kali/menit,
tidak menggunakan oto bantu
pernafasan intercostalis,
G. EVALUASI
No Dx Tgl/ Jam Evaluasi TTD
1 S. -
O. RR : 22 kali/ menit, tidak menggunakan otot bantu
pernapasan, pernapasan teratur
A. Masalah belum teratasi
P. Intervensi dilanjutkan
- Berikan terapi oksigen 2 lpm
- Posisikan pasien semi fowler dengan bantal
2 S. -
O. KU : lemah, kesadaran : apatis, pasien sudah bisa
membuka mata secara spontan, GCS : E4 V1 M5
TTV : TD. 160/100 mmHg
N. 92 x/menit
RR. 22 x/menit
A. Masalah belum teratasi
P. Intervensi dilanjutkan
- anjurkan keluarga untuk memberikan nutrisi
- Motivasi keluarga agar pasien rawat inap sebagai upaya
pemulihan
I. Konsep Dasar
1. Pengertian
a. Kejang demam : bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (Rectal di atas 38 o C) yang
disebabkan oleh proses ekstrakranium (Ngastiyah, 1997: 229)
b. Kejang demam : bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu tubuh rectal di atas 38 o
C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium (Mansjoer, A.dkk. 2000: 434)
c. Kejang demam : kejang yang terjadi pada suhu badan yang tinggi yang disebabkan oleh kelainan
ekstrakranium (Lumban tobing, 1995: 1)
d. Kejang demam : gannguan sementara yang terjadi pada anak-anak yang ditandai dengan demam (Wong,
D.T. 1999: 182)
e. Kejang demam adalah terbebasnya sekelompok neuron secara tiba-tiba yang mengakibatkan suatu
kerusakan kesadaran, gerak, sensasi atau memori yang bersifat sementara (Hudak and Gallo,1996).
f. Kejang demam adalah serangan pada anak yang terjadi dari kumpulan gejala dengan demam (Walley
and Wong’s edisi III,1996).
g. Kejang demam adalah bangkitan kejang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38° c) yang
disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang demam sering juga disebut kejang demam tonik-
klonik, sangat sering dijumpai pada anak-anak usia di bawah 5 tahun. Kejang ini disebabkan oleh adanya
suatu awitan hypertermia yang timbul mendadak pada infeksi bakteri atau virus. (Sylvia A. Price, Latraine
M. Wikson, 1995).
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi karena
peningkatan suhu tubuh yaitu 38o C yang sering di jumpai pada usia anak dibawah lima tahun.
2. Etiologi
Penyebab Febrile Convulsion hingga kini belum diketahui dengan Pasti, demam sering disebabkan
oleh infeksi saluran pernafasan atas, otitis media, pneumonia, gastroenteritis dan infeksi saluran kemih.
Kejang tidak selalu tinbul pada suhu yang tinggi. Kadang-kadang demam yang tidak begitu tinggi dapat
menyebabkan kejang (Mansjoer, 2000).
Kejang dapat terjadi pada setiap orang yang mengalami hipoksemia (penurunan oksigen dalam
darah)
berat, hipoglikemia, asodemia, alkalemia, dehidrasi, intoksikasi air, atau demam tinggi. Kejang
yang
2001).
3. Patofisiologi
Kelangsungan hidup sel atau organ otak memerlukan energi yang merupakan hasil metabolisme. Pada
keadaan demam, metabolisme dan kebutuhan oksigen terjadi peningkatan. Pada anak kebutuhan
sirkulasi otak lebih besar dibandingkan orang dewasa. Oleh karena itu kondisi perbedaan potensial
membran terganggu akan terjadi lebih besar pada anak dibandingkan pada orang dewasa sebagai
dampak terganggunya metabolisme. Dampak dari terganggunya potensial membran akan menyebabkan
terjadinya pelepasan muatan listrik. Lepasnya muatan listrik dapat meluas ke seluruh sel maupun ke
membran sel sekitarnya dengan bantuan neurotarnsmiter sehingga menimbulkan kejang.
4. Manifestasi Klinis
- Tonik : mata ke atas, kesadaran hilang dengan segera, bila berdiri jatuh ke lantai atau tanah, kaku, lengan
fleksi, kaki/kepala/leher ekstensi, tangisan melengking, apneu, peningkatan saliva
- Klonik : gerakan menyentak kasar pada saat tubuh dan ekstremitas berada pada kontraksi dan relaksasi
yang berirama, hipersalivasi, dapat mengalami inkontinensia urin dan feses
- Tonik Klonik
d. Umumnya kejang berhenti sendiri, anak akan terbangun dan sadar kembali tanpa adanya kelainan saraf
5. KLASIFIKASI
a. Kejang demam sederhana : yaitu kejang berlangsung kurang dari 15 menit dan umum. Adapun pedoman
untuk mendiagnosa kejang demam sederhana dapat diketahui melalui criteria Livingstone, yaitu :
- Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu normal tidak menunjukan kelainan.
Kejang kompleks adalah tidak memenuhi salah satu lebih dari ketujuh criteria Livingstone. Menurut
Mansyur ( 2000: 434) biasanya dari kejang kompleks diandai dengan kejang yang berlangsung lebih dari
15 menit, fokal atau multiple ( lebih dari 1 kali dalam 24jam). Di sini anak sebelumnya dapat mempunyai
kelainan neurology atau riwayat kejang dalam atau tanpa kejang dalam riwayat keluarga.
6. Komplikasi
Pada penderita kejang demam yang mengalami kejang lama biasanya terjadi hemiparesis.
Kelumpuhannya sesuai dengan kejang fokal yang terjadi. Mula – mula kelumpuhan bersifat flasid, tetapi
setelah 2 minggu timbul spastisitas.
Kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis di otak sehingga
terjadi epilepsi.
Ada beberapa komplikasi yang mungkin terjadi pada klien dengan kejang demam :
a. Pneumonia aspirasi
b. Asfiksia
c. Retardasi mental
7. Penatalaksanaan / Pengobatan
a. Primary Survey :
Airway : Kaji apakah ada muntah, perdarahan, benda asing dalam mulut seperti lendir dan dengarkan
bunyi nafas.
Menilai koma (coma = C) atau kejang (convulsion = C) atau kelainan status mental lainnya
A: sadar (alert)
V: memberikan reaksi pada suara (voice)
Baringkan klien pada tempat yang rata dan jangan melawan gerakan klien saat kejang
Bila klien muntah miringkan klien untuk mencegah aspirasi ludah atau muntahan.
- Bersihkan jalan nafas dari lendir dengan suction atau manual dengan cara finger sweep dan posisikan
kepala head tilt-chin lift (jangan menahan bila sedang dalam keadaan kejang)
> 10 kg = 10 mg
Bila kejang tidak berhenti
Kejang Berhenti
Berikan dosis awal Fenobarbital
Neonatus = 10 mg IM
1 bln - 1 thn = 50 mg IM
> 1 thn = 50 mg IM
Pengobatan Rumat
4 Jam kemudian
Bia diazepam tidak tersedia langsung memakai fenobarbital dengan dosis awal selanjutnya diteruskan
dengan dosis rumat.
memberikan cairan yang cukup bila kejang berlangsung cukup lama (> 10 menit) dengan IV : D5 1/4, D5
1/5, RL.
A. Pengkajian
Hal-hal yang perlu dikaji pada pasien dengan kejang demam menurut Greenberg (1980 : 122 – 128),
Paula Krisanty (2008 : 223) :
1. Riwayat Kesehatan :
a. Saat terjadinya demam : keluhan sakit kepala, sering menangis, muntah atau diare, nyeri batuk, sulit
mengeluarkan dahak, sulit makan, tidak tidur nyenyak. Tanyakan intake atau output cairan, suhu tubuh
meningkat, obat yang dikonsumsi
2. Pengkajian fisik
a. Tanda-tanda vital
b. Status hidrasi
d. Adanya peningkatan : suhu tubuh, nadi, dan pernafasan, kulit teraba hangat
g. Adanya kejang
h. Pada pemeriksaan laboratorium darah ditemukan adanya peningkatan kalium, jumlah cairan cerebrospiral
meningkat dan berwarna kuning
c. Akibat hospitalisasi
4. Pengetahuan keluarga
a. Fungsi lumbal
B. Diagnosa Keperawatan
Menurut Doengoes, dkk (1999 : 876), Angram (1999 : 629 – 630), carpenito (2000 : 132) dan Krisanty P.,
dkk (2008 : 224) diagnosa yang mungkin muncul pada pasien dengan kejang demam :
1. Resiko terhadap cidera b.d aktivitas kejang
5. Kurang pengetahuan orang tua tentang kondisi, prognosis, penatalaksanaan dan kebutuhan pengobatan
bd kurangnya informasi
C. Intervensi Keperawatan
Indkator skala :
1 = tidak adekuat
2 = sedikit adekuat
3 = kadang-kadang adekuat
4 = adekuat
5 = sangat adekuat
a. Identifikasi faktor kognitif atau psikis dari pasien yang dapat menjadiakn potensial jatuh dalam setiap
keadaan
c. Fontanel rata
NOC : Themoregulation
c. Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak warna kulit dan tidak pusing
Indicator skala
1 : ekstrem
2 : berat
3 : sedang
4 : ringan
4. DX 4 : Perfusi jaringan cerebral tidakefektif berhubungan dengan reduksi aliran darah ke otak
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan suplai darah ke
otak dapat kembali normal , dengan kriteria hasil :
a. TD sistolik dbn
b. TD diastole dbn
Indicator skala :
1 = Ekstrem
2 = Berat
3 = Sedang
4 = Ringan
5 = tidak terganggu
d. monitor GCS
5. DX 4 : Kurang pengetahuan orang tua tentang kondisi, prognosis, penatalaksanaan dan kebutuhan
pengobatan b.d kurang informasi
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan keluarga mengerti tentang kondisi pasien
a. Keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit kondisi prognosis dan program pengobatan
c. Keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat/ tim kesehatan lainya
Indicator skala :
2. Jarang dilakukan
3. Kadang dilakukan
4. Sering dilakukan
5. Selalu dilakukan
a. Berikan penilaian tentang penyakit pengetahuan pasien tentang proses penyakit yang spesifik
b. Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan dengan anatomi fisiologi dengan
cara yang tepat
c. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit, dengan cara yang tepat
D. Evaluasi
Merupakan fase akhir dari proses keperawatan adalah evaluasi terhadap asuhan keperawatan
yang diberikan (Gaffar, 1997). Evaluasi asuhan keperawatan adalah tahap akhir proses keperawatan yang
bertujuan untuk menilai hasil akhir dari keseluruhan tindakan keperawatan yang dilakukan.
Hasil akhir yang diinginkan dari perawatan pasien Kejang Demam meliputi pola pernafasan
kembali efektif, suhu tubuh kembali normal, anak menunjukkan rasa nymannya secara verbal maupun
non verbal, kebutuhan cairan terpenuhi seimbang, tidak terjadi injury selama dan sesudah kejang dan
pengatahuan orang tua bertambah.
Evaluasi ini bersifat formatif, yaitu evaluasi yang dilakukan secara terus menerus untuk menilai
hasil tindakan yang dilakukan disebut juga evaluasi tujuan jangka pendek. Dapat pula bersifat sumatif
yaitu evaluasi yang dilakukan sekaligus pada akhir dari semua tindakan yang pencapaian tujuan jangka
panjang.
Pencapaian dengan target tunggal merupakan meteran untuk pengukuran. Bila kriteria hasil telah
dicapai, kata “ Sudah Teratasi “ dan datanya ditulis di rencana asuhan keperawatan. Jika kriteria hasil
belum tercapai, perawat mengkaji kembali klien dan merevisi rencana asuhan keperawatan.
Faktor – faktor yang mempengaruhi pencapaian kriteria hasil dapat terjadi di seluruh proses
keperawatan.
3) Instruksi perawatan tidak selaras dengan kriteria hasil pada tahap tiga
Krisanty P,. Dkk (2008), Asuhan Keperawatan Gawat darurat, Trans info Media, Jakarta
Arif Mansjoer, dkk (2000), Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 2, Media Aesculapius, Jakarta
Doenges, Marillyn E, dkk (2000), Penerapan Proses Keperawatan dan Diagnosa Keperawatan, EGC, Jakarta
Doenges, Marillyn E, et all (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, EGC, Jakarta
Sylvia A. Price, dkk (1995), Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, Edisi 4, EGC, Jakarta
ASUHAN KEPERAWATAN KEJANG DEMAM PADA An. R DI MELATI 2 INSKA RSUP DR. SARDJITO
DEFINISI
Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal > 38ºC) yang
disebabkan oleh proses ekstrakranium.
KLINIS
Kejang demam terjadi pada 2-4% anak berusia 6 bulan - 5 tahun. Kejang disertai demam pada bayi < 1
bulan tidak termasuk kejang demam. Jika anak berusia < 6 bulan atau > 5 tahun mengalami kejang
didahului demam, pikirkan kemungkinan lain seperti infeksi SSP, atau epilepsi yang kebetulan terjadi
bersama demam. Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang saat demam,
tidak termasuk dalam kejang demam.
Kejang demam dibagi atas 2 jenis:
1. Kejang demam sederhana (simple febrile seizure); yaitu :
Kejang demam yang berlangsung singkat, < 15 menit dan umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berupa
kejang umum tonik atau klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang demam tidak berulang dalam 24 jam. Kejang
jenis ini merupakan 80% dari seluruh kejang demam
2. Kejang demam kompleks (complex febrile seizure); yaitu :
Kejang dengan salah satu ciri berikut :
a. Kejang lama > 15 menit
b. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial
c. Berulang atau lebih dari satu kali dalam 24 jam
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin; dilakukan untuk evaluasi penyebab demam,
atau keadaan lain; misalnya pemeriksaan darah perifer, elektrolit dan gula darah. Punksi lumbal
dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan
kemungkinan meningitis; risiko meningitis bakterialis adalah 0.6% - 6.7 %. Jika yakin klinis bukan
meningitis, tidak perlu dilakukan.
Mengingat manifestasi klinis meningitis sering tidak jelas pada bayi maka pada:
1. Bayi < 12 bulan sangat dianjurkan punksi lumbal
2. Bayi antara 12 – 18 bulan dianjurkan
EEG tidak direkomendasikan karena tidak dapat memprediksi berulangnya kejang atau memperkirakan
risiko epilepsi dikemudian hari. Pemeriksaan EEG dapat dilakukan pada kejang demam tak khas; misalnya
pada anak usia > 6 tahun atau kejang demam fokal.
Pencitraan seperti foto X ray, CT scan atau MRI kepala hanya dilakukan jika ada:
1. Kelainan neurologik fokal menetap (misal hemiparesis)
2. Paresis n.VI (n. abdusens) - bola mata tidak dapat melirik ke lateral
3. Papiledema
PENATALAKSANAAN
Saat kejang
Umumnya kejang berlangsung singkat dan berhenti sendiri. Jika masih kejang diberikan diazepam
intravena 0.3 – 0.5 mg/kg.bb iv diberikan dalam waktu 3 – 5 menit, dosis maksimal 20 mg. Atau
diazepam per rektal 5 mg. untuk anak dengan berat badan < 10 kg,. dan 10 mg. jika berat badan > 10 kg.
Atau diazepam per rektal 5 mg. untuk usia < 3 tahun dan 7.5 mg. untuk usia > 3 tahun. Jika setelah
pemberian diazepam per rektal kejang belum berhenti, dapat diulang dengan dosis sama setelah selang
waktu 5 menit. Jika setelah dua kali pemberian diazepam per rektal masih belum berhenti, dianjurkan ke
rumah sakit.
Di rumahsakit :
Diberikan diazepam intravena 0.3 – 0.5 mg/kg.bb. Jika masih tetap kejang, berikan fenitoin intravena 10-
20 mg/kg.bb/kali dengan kecepatan 1 mg/menit atau < 50 mg/menit. Jika berhenti dosis selanjutnya
fenitoin 4-8 mg/kg.bb/hari dimulai 12 jam setelah dosis awal. Jika masih belum berhenti, rawat di ruang
intensif.
Pengobatan rumat/pencegahan/profilaksis
Diberikan jika:
1. Kejang lama > 15 menit
2. Ada kelainan neurologis nyata sebelum atau sesudah kejang, misalnya paresis Todd, cerebral palsy,
retardasi mental, hidrosefalus.
3. Kejang fokal
Dipertimbangkan jika:
1. Kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam
2. Terjadi pada bayi < 12 bulan
3. Kejang demam ≥ 4 kali/tahun
Jenis obat :
Pilihan pertama saat ini ialah asam valproat dengan dosis 15-40 mg/kg.bb/hari dibagi 2-3 dosis; atau
fenobarbital 3-4 mg/kg. bb/hari dibagi dalam 1-2 dosis. Asam valproat dapat menyebabkan gangguan
fungsi hati pada sebagian kecil kasus terutama pada usia < 2 tahun; fenobarbital dapat menimbulkan
gangguan perilaku dan kesulitan belajar pada 40% - 50% kasus.
Lama pengobatan:
Diberikan selama 1 tahun bebas kejang; kemudian dihentikan bertahap dalam 1-2 bulan.
PROGNOSIS
Risiko cacad akibat komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan. Perkembangan mental dan
neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang sebelumnya normal. Ada penelitian retrospektif
yang melaporkan kelainan neurologis pada sebagian kecil kasus, biasanya terjadi pada kasus dengan
kejang lama atau kejang berulang. Kematian akibat kejang demam tidak pernah dilaporkan.
Risiko berulang
Faktor risiko berulangnya kejang demam :
1. Riwayat kejang demam dalam keluarga
2. Usia < 12 bulan
3. Suhu rendah saat kejang demam
4. Cepatnya kejang setelah demam
Jika semua faktor risiko ada , risiko berulang 80%; jika tidak ada hanya 10-15%. Sebagian besar berulang
pada tahun pertama (setelah kejang).
Risiko epilepsi
Faktor risiko epilepsi adalah jika ada :
1. Kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang demam pertama.
2. Kejang demam kompleks
3. Riwayat epilepsi pada orangtua atau saudara kandung.
Masing-masing faktor risiko meningkatkan risiko epilepsi sampai 4% – 6%; kombinasi faktor risiko
tersebut meningkatkan risiko epilepsi menjadi 10%– 49%. Risiko epilepsi tidak dapat dicegah dengan
pemberian obat rumat/profilaksis pada kejang demam.
PENGKAJIAN
A. Identitas Klien
Umur : 10 bulan.
Suku : Jawa
Orang Tua/Wali
B. Keluhan Utama
Satu HSMRS anak demam, tidak muntah, tidak batuk, tidak pilek, kemudian diberi paracetamol ½
sendok teh tetapi demam masih tinggi.
HMRS anak muntah 2 kali seperti yang dimakan tidak muncrat, BAB encer 1 kali, demam tinggi, tidak ada
edema. Anak kejang saat di UGD selam 2 menit, berhenti dengan diazepam 5 mg suspensi dan 2 kali
dumin suspensi masuk.
1. Prenatal
Sebelumnya ibu KB suntik selama 9 bulan. Selama hamil ibu kontrol rutin setiap 4 minggu di dokter
Sp.OG tiap bulan sejak usia kehamilan 2 bulan, tidak imunisasi, USG, mendapat suplemen tambah darah
dan vitamin. Selama hamil tidak mengalami masalah, tidak mual muntah berlebihan, tidak demam, tidak
ada edema dan tidak mengalami hipertensi.
Anak lahir spontan pervaginam di dokter Sp.OG pada usia kehamilan 9 bulan 10 hari, presentasi kepala,
ketuban jernih, setelah lahir anak langsung menangis. Gerak aktif, tidak biru dan tidak kuning. Berat
badan lahir 3400 gr panjang badan 52 cm. Post natal anak kontrol dan mendapat imunisasi di Puskesmas
3. Penyakit yang pernah diderita : Sebelumnya anak belum pernah menderita penyakit
berat.
7. Imunisasi : Hepatitis B 1 kali, BCG 1 kali pada usia 2 minggu, DPT 4 kali
pada usia 2, 3, 4 bulan, Polio 3 kali pada usia 2, 3, 4 bulan, campak pada usia 9 bulan.
E. Riwayat Sosial
2. Hubungan dengan anggota keluarga : Hubungan anak dengan anggota keluarga yang lain
baik. Selama dirawat di RS anak sering dijengauk oleh saudara.
baya : Oleh ibu anak sering diajak bermain dengan teman sebayanya.
F. Riwayat Keluarga
1. Sosial ekonomi : Anak tinggal dengan orang tua dan saudara kandung di
rumah sendiri ayah bekerja dibidang swasta dan ibu bekrja sebagai guru TK. Pendapatan perbulan ± Rp
1.000. 000,-
3. Penyakit keluarga :
3. Bahasa :
4. Motorik Kasar :
Anak dapat miring mulai usia 3 bulan, Anak dapat tengkurap muali usia 4 bulan, Anak dapat merangkak
mulai usia 6-7 bulan, Anak dapat duduk mulai usia 7 bulan, Anak dapat berdiri muali usia 7 bulan
4. Tidur dan istirahat : an. R tidur mulai jam 08.00 hingga jam 06.00, kadang
tertidur kembali. Siang tidur 3-4 jam/hari.
: urine spontan, BAB lunak 1 kali. Output ± 120 cc/hari
C. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum
: tidak ada edema palpebra, konjungtiva tidak pucat, scelera tidak ikterik.
D. Pemeriksaan Diagnostik
Tanggal Jenis Hasil Satuan Nilai normal Interpretasi
Kimia darah
Cairan otak
Kejernihan Jernih
Jumlah sel 0
Eritrosit 0
Leukosit berinti 0
polimorf
Limfosit
0
Albumin
0
Percobaan Pady
0
Kadar protein 0
Glukosa 73 mg%
Na 139
Cl 122
BJ 1.010
pH 7,0
uro Normal
Glukosa -
Protein -
Bilirubin -
Leukosit -
E. Terapi Farmaka
1. Zinc 1 x 20 mg
2. Dialac 2 x 1 sachet
5. Diazepam 0,1 mg/kg BB per oral jika suhu > 38,5 °C (0,8 mg).
ANALISA DATA
DO:
- Kulit merah.
DO:
RUMUSAN MASALAH
RENCANA KEPERAWATAN
Diagnosa
Tgl/Jam Outcome Intervensi
Keperawatan
Kolaborasikan pemberian
antipiretik.
Berikan cairan.
RENCANA KEPERAWATAN
14/4 ‘09 Risiko cedera Vital signs status: Vital signs monitoring:
berhubungan
08.00 dengan fungsi Temperatur dalam Monitor adanya hipertermia.
regulatori rentang normal.
Catat tren dan fluktuasi
biokimia peningkatan suhu.
(hipertermi dan
konvulsi). Knowledge: personal Monitor nadi dan respirasi.
safety
Mampu menjelaskan
langkah-langkah Environment Management
pencegahan risiko. Sediakan lingkungan yang aman
Mampu menjelaskan untuk pasien
langkah-langkah Identifikasi kebutuhan
kedaruratan saat di keamanan pasien, sesuai
rumah. dengan kondisi fisik dan fungsi
kognitif pasien dan riwayat
penyakit terdahulu pasien
Memindahkan barang-barang
yang dapat membahayakan
Discharge planning:
Identifikasi pengetahuan
keluarga.
Diskusikan dengan keluarga
tentang tatalaksana post
hospital.
Diskusikan dengan keluarga
untuk melakukan rujukan ke
pelayanan kesehatan
sehubungan perawatan klien.
CATATAN PERKEMBANGAN
A:
Memotivasi ibu untuk tetap memberikan
ASI atau cairan peroral lainnya. Hipertermi belum teratasi.
09.00
P:
Memonitor tanda vital klien: suhu axila Monitor perubahan tanda vital
37,6 °C, rr 30 x/m dan nadi 124 x/m. ekstrim.
O:
Memberikan cairan/PASI personde 20 cc. Intake hingga jam 13.00 ± 120 cc.
Monitor input-output.
11.00
Motivasi pemberian intake peroral.
CATATAN PERKEMBANGAN
P:
CATATAN PERKEMBANGAN
Tingkatkan hidrasi.
A:
Memberikan ASI 40 cc. Defisit cairan tidak terjadi.
Mengelola pemberian dialac 1 sachet. P:
Memonitor pengeluaran urine ± 20cc. Monitor input-output.
17.00
Motivasi pemberian intake peroral.
Memberikan cairan/PASI 55 cc.
20.00
21.00
DAFTAR PUSTAKA
http://www.aidsinfonet.org/factsheet_detail.php?fsnumber=504
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000568.htm
Betz, Cecily L dan Sowden, Linda L. 2002.Keperawatan Pediatrik, Edisi 3, EGC: Jakarta.
Johnson, M., Maas, M., 2000. Nursing Outcome Classification (NOC) 2nd ed. Mosby, Inc. St. Louis, Missouri.
McCloskey, J., Bulechek, G., 2000. Nursing Interventions Classification (NIC), 4th ed. Mosby, Inc. St. Louis,
Missouri.
NANDA. 2005. Nursing Diagnosis: Definition and Classification 2005-2006. NANDA International. Philadelphia.
Pusponegoro HD, Widodo DP, Ismael S. 2006. Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam. UKK Neurologi IDAI
CDK 165/vol.35 no.6/September - Oktober 2008