Laporan Pendahuluan CVA ICH
Laporan Pendahuluan CVA ICH
Oleh :
M. SOFI ILYASA AM
NIM : 2017.04.051
TAHUN 2018
LEMBAR PENGESAHAN
NIM : 2017.04.051
Malang, . . . . . . . . . . . . . . .2018
Mahasiswa
( )
(....................................................) (..............................................)
Kepala Ruangan
(.......................................................)
1. KONSEP PENYAKIT
A. Pengertian
CVA (Cerebro Vascular Accident) merupakan kelainan fungsi otak yang timbul
mendadak yang disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran darah otak yang dan
bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja dengan gejala-gejala berlangsung selama 24
jam atau lebih yang menyebabakan cacat berupa kelumpuhan anggota gerak, gangguan
bicara, proses berpikir, daya ingat dan bentuk-bentuk kecacatan lain hingga
menyebabkan kematian (Muttaqin, 2013).
Stroke adalah disfungsi neurologis yang umum dan timbul secara mendadak sebagai
akibat dari adanya gangguan suplai darah ke otak dengan tanda dan gejala sesuai dengan
daerah otak yang terganggu (WHO, 1989). Gangguan suplai oksigen ini disebabkan oleh
2 hal, yaitu iskemik (85% kasus) dan hemoragik (15% kasus). Stroke iskemik terjadi
akibat pembuluh darah mengalami sumbatan, sehingga mengakibatkan hipoperfusi pada
jaringan otak. Sedangkan stroke hemoragik terjadi akibat adanya ekstravasasi
darah/perdarahan pada otak (Smeltzer and Barre, 2010).
ICH adalah suatu keadaan perdarahan yang terjadi dalam substansi otak, Perdarahan
yang terjadi biasanya pada pembuluh darah arteri dan berada pada lobus serebral,
ganglia basalis, thalamus, batang otak (terutama pons), serta serebelum. Stroke
perdarahan intraserebral atau perdarahan intraserebral primer adalah suatu sindroma
yang ditandai adanya perdarahan spontan ke dalam substansi otak (Gilroy, 2009).
C. Epidemiologi
Stroke masih merupakan masalah medis yang menjadi penyebab kesakitan dan
kematian nomor 2 di Eropa serta nomor 3 di Amerika Serikat. Seperti yang dilaporkan
oleh National Center for Health Statistic pada tahun 2002, 163.538 orang meninggal
akibat stroke, dan setiap 3 menit satu orang meninggal akibat stroke. Sebanyak 10%
penderita stroke mengalami kelemahan yang memerlukan perawatan. Perdarahan
intraserebral dua kali lebih banyak dibanding perdarahan subarakhnoid (PSA) dan lebih
berpotensi menyebabkan kematian atau disabilitas dibanding infark serebri atau PSA
(Broderick dkk, 1999). Sekitar 10% kasus stroke disebabkan oleh PIS. Sumber data dari
Stroke Data Bank (SDB), (Caplan, 2000) menyebutkan bahwa setidaknya 1 dari 10
kasus stroke disebabkan oleh perdarahan parenkim otak. Populasi dimana frekuensi
hipertensinya tinggi, seperti Amerika-Afrika dan orang-orang Cina, Jepang dan
keturunan Thai, memiliki frekuensi yang tinggi terjadinya PIS.
D. Etiologi
Stroke PIS (perdarahan intra serebri) biasanya terjadi pada saat seseorang sedang
aktif bekerja. PIS dapat mengganggu fungsi motorik volunter karena perdarahannya
biasanya terjadi di arteri dalam (arteri cerebri) yang berdekatan dengan ganglia basalis
dan kapsula interna. Gangguan yang terjadi pada PIS biasanya adalah paralisis dan
kerusakan korteks motorik. Beberapa penyebab Perdarahaan Intra Serebrum (PIS):
1. Perdarahan intracerebrum hipertensif
2. Perdarahan subaraknoid (PSA)
- Ruptura aneorisma sakular (berry)
- Ruptura malformasi arteriovena (MAV)
- Trauma
Keterangan:
1. Paralisis
2. Pulsus Parsus
3. Pinpoint pupil
4. Pyreksia
5. Periode respiration
h. Perdarahan medulla oblongata : Ini jarang terjadi, bila haematoma sub epidermal
dan bila lesi massa akan pulih kembali.
i. Perdarahan serebellum
Gangguan okulomotor, gangguan keseimbangan
Nistagmus / singulus
Tidak dijumpai hemiparesis dan hemiplegia
Peringkat klinik klien berupa gejala berikut:
√ Tingkat I : asimptomatik
√ Tingkat II : nyeri kepala hebat, defisit neurologik, paralysis nervus kranialis.
√ Tingkat III : somnolent dan defisit ringan
√ Tingkat IV : stupor, hemiparesis, hemiplegia, rigiditas awal dan gangguan vegetatif.
√ Tingkat V : koma, rigiditas desebrasi dan meninggal dunia.
G. Pathway
H. Pemeriksaan penunjang
1. Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara apesifik seperti
perdarahan arteriovena atau adanya ruptur.
2. CT Scan
Memperlihatkan secara spesifik letak oedema, posisi hematoma, adanya
jaringan otak yang infark atau iskemia serta posisinya secara pasti. CT scan
merupakan pemeriksaan paling sensitif untuk PIS dalam beberapa jam pertama
setelah perdarahan. CT-scan dapat diulang dalam 24 jam untuk menilai stabilitas.
3. Pungsi lumbal
Tekanan yang meningkat dan di sertai dengan bercak darah pada cairan
lumbal menunjukkan adanya haemoragia pada sub arachnoid atau perdarahan pada
intrakranial. Peningkatan jumlah protein menunjukan adanya proses inflamasi.
4. MRI (Magnetic Imaging Resonance)
Dengan menggunakan gelombang magnetic untuk menentukan posisi serta
besar/ luas terjadinya perdarahan otak.
5. USG Dopler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem karotis).
6. EEG
Melihat masalah yang timbul dampak dari jaringan yang infark sehingga
menurunnya impuls listrik dalam jaringan otak.
Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan darah lengkap
Untuk mengetahui adanya anemia, trombositopenia dan leukositosis
yang dapat menjadi factor risiko stroke hemoragik
b. Pemeriksaan glukosa darah
Untuk mengetahui kadar glukosa darah sebagai sumber bahan bakar
untuk metabolism sel otak. Apabila kadar glukosa darah yang terlalu rendah
maka akan dapat terjadi kerusakan pada jaringan otak
c. Pemeriksaan analisa gas darah
Untuk mengetahui gas darah yang disuplai ke jaringan otak sebagai
sumber untuk metabolisme
d. Pemeriksaan serum elektrolit
Pemeriksaan Reflek
Pemeriksaan aktifitas refleks dengan ketukan pada tendon menggunakan refleks
hammer. Skala untuk peringkat refleks yaitu :
0 = tidak ada respon
1 = hypoactive / penurunan respon, kelemahan (+)
2 = normal (++)
3 = lebih cepat dari rata-rata, tidak perlu dianggap abnormal (+++)
4 = hyperaktif, dengan klonus (++++)
Refleks-refleks yang diperiksa adalah :
a. Refleks patella
Pasien berbaring terlentang, lutut diangkat ke atas sampai fleksi kurang lebih
300. Tendon patella (ditengah-tengah patella dan tuberositas tibiae) dipukul dengan
refleks hammer. Respon berupa kontraksi otot quadriceps femoris yaitu ekstensi dari
lutut.
b. Refleks biceps
Lengan difleksikan terhadap siku dengan sudut 900 , supinasi dan lengan
bawah ditopang pada alas tertentu (meja periksa). Jari pemeriksa ditempatkan pada
tendon m. biceps (diatas lipatan siku), kemudian dipukul dengan refleks hammer.
Normal jika timbul kontraksi otot biceps, sedikit meningkat bila terjadi fleksi
sebagian dan gerakan pronasi. Bila hyperaktif maka akan terjadi penyebaran gerakan
fleksi pada lengan dan jari-jari atau sendi bahu.
c. Refleks triceps
Lengan ditopang dan difleksikan pada sudut 900 , tendon triceps diketok
dengan refleks hammer (tendon triceps berada pada jarak 1-2 cm diatas olekranon).
Respon yang normal adalah kontraksi otot triceps, sedikit meningkat bila ekstensi
ringan dan hyperaktif bila ekstensi siku tersebut menyebabkanar keatas sampai otot-
otot bahu atau mungkin ada klonus yang sementara.
d. Refleks achilles
Posisi kaki adalah dorsofleksi, untuk memudahkan pemeriksaan refleks ini
kaki yang diperiksa bisa diletakkan / disilangkan diatas tungkai bawah kontralateral.
Tendon achilles dipukul dengan refleks hammer, respon normal berupa gerakan
plantar fleksi kaki.
e. Refleks abdominal
Dilakukan dengan menggores abdomen diatas dan dibawah umbilikus. Kalau
digores seperti itu, umbilikus akan bergerak keatas dan kearah daerah yang digores.
Bila ada peradangan selaput otak atau di rongga sub arachnoid terdapat benda asing
seperti darah, maka dapat merangsang selaput otak.
1. Kaku kuduk dengan cara : Tangan pemeriksa ditempatkan di bawah kepala
pasien yang sedang berbaring Kemudian kepala ditekukkan (fleksi) dan diusahakan
agar dagu mencapai dada. Selama penekukan ini diperhatikan adanya tahanan, bila
terdapat kaku kuduk kita dapatkan tahanan dan dagu tidak mencapai dada. Kaku
kuduk dapat bersifat ringan atau berat. Pada kaku kuduk yang berat, kepala tidak
dapat ditekuk, malah sering kepala terkedik ke belakang. Pada keadaan yang ringan,
kaku kuduk dinilai dari tahanan yang dialami waktu menekukkan kepala.
2. Tanda laseque : Pasien berbaring lurus, lakukan ekstensi pada kedua tungkai.
Kemudian salah satu tungkai diangkat lurus, di fleksikan pada sendi panggul.
Tungkai yang satu lagi harus berada dalam keadaan ekstensi / lurus. Normal : Jika
kita dapat mencapai sudut 70 derajat sebelum timbul rasa sakit atau tahanan. Laseq
(+) = bila timbul rasa sakit atau tahanan sebelum kita mencapai 70
3. Tanda Kerniq : Pasien berbaring lurus di tempat tidur. Pasien difleksikan pahanya
pada sendi panggul sampai membuat sudut 90o, Setelah itu tungkai bawah
diekstensikan pada persendian lutut. Biasanya dapat dilakukan ekstensi sampai
sudut 135 o, antara tungkai bawah dan tungkai atas. Tanda kerniq (+) = Bila
terdapat tahanan dan rasa nyeri sebelum tercapai sudut 135̊
4. Tanda Brudzinsky I : Pasien berbaring di tempat tidur. Dengan tangan yang
ditempatkan di bawah kepala pasien yang sedang berbaring, kita tekukkan kepala
sejauh mungkin sampai dagu mencapai dada. Tangan yang satunya lagi sebaiknya
ditempatkan di dada pasien untuk mencegah diangkatnya badan. Brudzinsky I (+)
ditemukan fleksi pada kedua tungkai.
5. Tanda Brudzinsky II : Pasien berbaring di tempat tidur.
Satu tungkai di fleksikan pada sendi panggul, sedang
tungkai yang satu lagi berada dalam keadaan lurus.
Brudzinsky I (+) ditemukan tungkai yang satu ikut pula
fleksi, tapi perhatikan apakah ada kelumpuhan pada tungkai.
I. Penatalaksanaan
Menurut American Hearth Association (AHA), algorithm CVA sebagai berikut :
Untuk mengobati keadaan akut perlu diperhatikan faktor-faktor kritis sebagai
berikut:
1. Berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan:
a. Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan lendir yang
sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi, membantu pernafasan.
b. Mengontrol tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk usaha
memperbaiki hipotensi dan hipertensi.
2. Berusaha menemukan dan memperbaiki aritmia jantung.
3. Merawat kandung kemih, sedapat mungkin jangan memakai kateter.
4. Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat mungkin
pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-latihan gerak pasif.
Pengobatan Konservatif