Anda di halaman 1dari 28

AUDIT PENGADAAN BARANG DAN JASA

I. Dasar Hukum Pengadaan Barang dan Jasa


Peraturan atau Dasar hukum untuk pengadaan barang dan jasa meliputi:
a) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
b) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2003 tentang Perbendaharaan Negara
c) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
d) Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi
e) Keputusan Presiden Nomor 42 Tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara
f) Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah
g) Keputusan Republik Indonesia Nomor 61 tahun 2004 tentang Perubahan Atas Keppres
Nomor 80 Tahun 2003 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah
h) Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Ketentuan Mengenai Tata Cara
Pembebasan Tanah.
i) Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2011, dan
perubahan kedua dengan Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012.

II. Gambaran Umum Pengadaan Barang dan Jasa


Pengadaan barang/jasa pemerintah merupakan bagian dari kegiatan pengelolaan
barang milik negara/daerah sebagaimana telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 70
Tahun 2012 (perubahan kedua atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010) yang
merupakan dasar pelaksanaan pengelolaan barang milik negara/daerah. Ruang lingkup
pengelolaan barang milik negara/daerah meliputi semua aktivitas yang berkaitan dengan
barang milik negara/daerah terdiri dari perencanaan kebutuhan dan penganggaran,
pengadaan, penggunaan, pemanfaatan, pengamanan dan pemeliharaan, penilaian,
penghapusan, pemindahtanganan, penatausahaan, pembinaan, pengawasan dan pengendalian.
Pengadaan barang/jasa pemerintah adalah kegiatan pengadaan barang/jasa pemerintah yang
dibiayai dengan APBN/APBD, baik yang dilaksanakan secara swakelola maupun oleh
penyedia barang/jasa.

Pengadaan barang/jasa pemerintah meliputi beberapa jenis pengadaan, yaitu barang,


jasa pemborongan, jasa konsultansi dan jasa lainnya yang pengertiannya sebagai berikut:
1. Barang adalah setiap benda baik berwujud maupun tidak berwujud, bergerak maupun
tidak bergerak, yang dapat diperdagangkan, dipakai, dipergunakan atau dimanfaatkan
oleh Pengguna Barang.
2. Pekerjaan Konstruksi adalah seluruh pekerjaan yang berhubungan dengan pelaksanaan
kontruksi bangunan atau pembuatan wujud fisik lainnya.
3. Jasa Konsultansi adalah jasa layanan profesional yang membutuhkan keahlian tertentu di
berbagai bidang keilmuan yang mengutamakan adanya olah piker (brainware).
4. Jasa Lainnya adalah jasa yang membutuhkan kemampuan tertentu yang mengutamakan
keterampilan (skillware) dalam suatu sistem kelola yang telah dikenal luas di dunia usaha
untuk menyelesaikan suatu pekerjaan atau segala pekerjaan dan penyediaan jasa selain
Jasa Konsultasi, pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi, dan Pengadaan Barang.

Pihak-pihak yang terkait dalam pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah adalah :


1. Pengguna Anggaran (PA)
Pengguna Anggaran adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan anggaran
Kementerian Negara/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah;
2. Kuasa Pengguna Anggaran (KPA)
Kuasa Pengguna Anggaran adalah pejabat yang ditunjuk oleh Pengguna Anggaran untuk
menggunakan APBN atau ditetapkan oleh Kepala Daerah untuk menggunakan APBD;
3. Pejabat Pembuat Komitmen (PPK)
Pejabat Pembuat Komitmen adalah pejabat yang ditetapkan oleh PA/KPA dan
bertanggung jawab atas pelaksanaan pengadaan barang/jasa.
4. Unit Layanan Pengadaan (Procurement Unit)
Unit Layanan Pengadaan (Procurement Unit) adalah unit organisasi
Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah/Institusi yang berfungsi melaksanakan
Pengadaan Barang/Jasa yang bersifat permanen serta memberikan pelayanan/pembinaan,
dapat berdiri sendiri atau melekat pada unit yang sudah ada.
5. Pejabat Pengadaan
Pejabat Pengadaan adalah personil yang ditunjuk untuk melaksanakan Pengadaan
Langsung.
6. Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan
Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan adalah panitia/pejabat yang ditetapkan oleh
PA/KPA yang bertugas memeriksa dan menerima hasil pekerjaan.
7. Aparat Pengawasan Intern Pemerintah
APIP adalah aparat yang melakukan pengawasan melalui audit, reviu, evaluasi,
pemantauan, dan kegiatan pengawasan lain terhadap penyelenggaraan tugas dan fungsi
organisasi.
8. Penyedia Barang/Jasa
Penyedia barang/jasa adalah badan usaha/orang perseorangan yang kegiatan usahanya
menyediakan barang/layanan jasa.

Beberapa pengertian mengenai cara pelaksanaan berdasarkan jenis pengadaan


barang/jasa pemerintah pemborongan/jasa lainnya dan jasa konsultansi, adalah sebagai
berikut :
1. Pengadaan barang/jasa pemerintah pemborongan/jasa lainnya
Pemilihan penyedia barang/jasa pemborongan/jasa lainnya pada prinsipnya dilakukan
melalui pelelangan umum, dimana pemilihan penyedia barang/jasa ini dilakukan secara
terbuka dengan pengumuman secara luas sekurang-kurangnya di satu surat kabar nasional
dan/atau satu surat kabar provinsi. Selain metoda pelelangan umum, pemilihan penyedia
barang/jasa pemborongan/jasa lainnya dapat juga dilakukan sebagai berikut:
a) Pelelangan Terbatas
Dalam hal jumlah penyedia barang/jasa yang mampu melaksanakan diyakini terbatas
dan untuk pekerjaan yang kompleks, maka pemilihan penyedia barang/jasa dapat
dilakukan dengan metoda pelelangan terbatas dan diumumkan secara luas sekurang-
kurangnya di satu surat kabar nasional dan/atau satu surat kabar provinsi dengan
mencantumkan penyedia barang/jasa yang mampu, guna memberi kesempatan kepada
penyedia barang/jasa lainnya yang memenuhi kualifikasi
b) Pemilihan langsung
Dalam hal metoda pelelangan umum atau pelelangan terbatas dinilai tidak efisien dari
segi biaya pelelangan, maka pemilihan penyedia barang/jasa dapat dilakukan dengan
metoda pemilihan langsung, yaitu pemilihan penyedia barang/jasa yang dilakukan
dengan membandingkan sebanyak-banyaknya penawaran, sekurang-kurangnya 3 (tiga)
penawaran dari penyedia barang/jasa yang telah lulus prakualifikasi serta dilakukan
negosiasi baik teknis maupun biaya serta harus diumumkan minimal melalui papan
pengumuman resmi untuk penerangan umum dan bila memungkinkan melalui internet;
c) Penunjukan langsung
Dalam keadaan tertentu dan keadaan khusus, pemilihan penyedia barang/jasa dapat
dilakukan dengan cara penunjukan langsung terhadap 1 (satu) penyedia barang/jasa
dengan cara melakukan negosiasi baik teknis maupun biaya sehingga diperoleh harga
yang wajar dan secara teknis dapat dipertanggungjawabkan. Kriteria penunjukan
langsung dalam keadaan tertentu dan dalam keadaan khusus yang ditentukan dalam
Keputusan Presiden (Keppres) No. 80 Tahun 2003 telah mengalami perubahan
beberapa kali, terakhir dengan Peraturan Presiden (Perpres) No. 95 Tahun 2007
(sampai dengan 20 Oktober 2008).
2. Pengadaan jasa konsultansi
Pemilihan penyedia jasa konsultansi pada prinsipnya harus dilakukan melalui seleksi
umum. Seleksi umum merupakan metoda pemilihan penyedia jasa konsultansi yang
daftar pendek (short-list) pesertanya dipilih melalui proses prakualifikasi yang
diumumkan secara luas sekurangkurangnya di satu surat kabar nasional dan/atau satu
surat kabar provinsi. Selain metoda seleksi umum, pemilihan penyedia jasa konsultansi
dapat juga dilakukan sebagai berikut :
a) Seleksi terbatas
Merupakan metoda pemilihan penyedia jasa konsultansi untuk pekerjaan yang
kompleks dan diyakini jumlah penyedia jasa yang mampu melaksanakan pekerjaan
tersebut jumlahnya terbatas, dan diumumkan secara luas sekurang-kurangnya di satu
surat kabar nasional dan/atau satu surat kabar provinsi dengan mencantumkan
penyedia jasa yang mampu guna memberikan kesempatan kepada penyedia jasa
lainnya yang memenuhi kualifikasi
b) Seleksi langsung
Dalam hal metoda seleksi umum atau seleksi terbatas dinilai tidak efisien dari segi
biaya seleksi, maka pemilihan penyedia jasa konsultansi dapat dilakukan dengan
seleksi langsung, yaitu: metoda pemilihan penyedia jasa konsultansi yang daftar
pendek pesertanya ditentukan melalui proses prakualifikasi terhadap penyedia jasa
konsultansi yang dipilih langsung dan diumumkan sekurang-kurangnya di papan
pengumuman resmi untuk penerangan umum dan diupayakan diumumkan di website
pengadaan nasional;
c) Penunjukan langsung
Dalam keadaan tertentu dan khusus, pemilihan penyedia jasa konsultansi dapat
dilakukan dengan menunjuk satu penyedia jasa konsultansi yang memenuhi kualifikasi
dan dilakukan negosiasi baik dari segi teknis maupun biaya sehingga diperoleh biaya
yang wajar dan secara teknis dapat dipertanggungjawabkan. Kriteria penunjukan
langsung dalam keadaan tertentu dan dalam keadaan khusus yang ditentukan dalam
Keppres No. 80 Tahun 2003 telah mengalami perubahan beberapa kali, terakhir
dengan Perpres No 95 Tahun 2007 (sampai dengan 20 Oktober 2008).

III. Etika dan Prinsip Dasar Pengadaan Barang dan Jasa


Dalam melaksanakan pengadaan barang/jasa pemerintah ada etika yang harus
dipatuhi oleh pelaksana yang mengadakan pengadaan barang/jasa pemerintah, etika tersebut
adalah sebagai berikut:
1. Melaksanakan tugas secara tertib, disertai rasa tanggungjawab untuk mencapai sasaran
kelancaran dan ketepatan tercapainya tujuan pengadaan barang/jasa;
2. Bekerja secara profesional dan mandiri atas dasar kejujuran, serta menjaga kerahasiaan
dokumen pengadaan barang/jasa pemerintah yang seharusnya dirahasiakan untuk
mencegah terjadinya penyimpangan dalam pengadaan barang/jasa pemerintah;
3. Tidak saling mempengaruhi baik langsung maupun tidak langsung untuk mencegah dan
menghindari terjadinya persaingan tidak sehat;
4. Menerima dan bertanggugjawab atas segala keputusan yang ditetapkan sesuai dengan
kesepakatan para pihak;
5. Menghindari dan mencegah terjadinya pertentangan kepentingan para pihak yang terkait,
langsung maupun tidak langsung dalam proses pengadaan barang/jasa pemerintah (conflict
of interest);
6. Menghindari dan mencegah terjadinya pemborosan dan kebocoran keuangan negara dalam
pengadaan barang/jasa pemerintah;
7. Menghindari dan mencegah penyalahgunaan wewenang dan/atau kolusi dengan tujuan
untuk kepentingan pribadi, golongan atau pihak lain yang secara langsung atau tidak
langsung merugikan negara;
8. Tidak menerima, tidak menawarkan, atau tidak menjanjikan untuk member atau menerima
hadiah atau imbalan berupa apa saja kepada siapapun yang diketahui atau patut dapat
diduga berkaitan dengan pengadaan barang/jasa pemerintah.
Pengadaan barang/jasa harus dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip yang dipraktikkan secara
internasional yaitu prinsip efisien, efektif, terbuka dan bersaing, transparan, adil/tidak
diskriminasi dan akuntabel. Pengertian masing-masing prinsip tersebut, sebagai berikut:
1. Efisien
Pengadaan barang/jasa pemerintah harus diusahakan dengan menggunakan dana dan daya
yang terbatas untuk mencapai sasaran yang ditetapkan dalam waktu sesingkat-singkatnya
dan dapat dipertanggungjawabkan;
2. Efektif
Pengadaan barang/jasa pemerintah harus sesuai dengan dengan kebutuhan yang telah
ditetapkan dan dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya sesuai dengan yang
ditetapkan;
3. Terbuka dan bersaing
Pengadaan barang/jasa pemerintah harus terbuka bagi penyedia barang/jasa yang
memenuhi persyaratan, dilakukan melalui persaingan yang sehat di antara para penyedia
barang/jasa yang setara dan memenuhi syarat/kriteria tertentu berdasarkan ketentuan dan
prosedur yang jelas dan transparan;
4. Transparan
Semua ketentuan dan informasi mengenai pengadaan barang/jasa pemerintah, termasuk
syarat teknis administrasi pengadaan, tata cara evaluasi, hasil evaluasi, serta penetapan
calon penyedia barang/jasa yang berminat maupun masyarakat luas pada umumnya;
5. Adil/tidak diskriminatif
Memberikan perlakuan yang sama bagi semua calon penyedia barang/jasa dan tidak
mengarah untuk memberikan keuntungan kepada pihak tertentu dengan cara dan/atau
alasan apapun;
6. Akuntabel
Pengadaan barang/jasa pemerintah harus mencapai sasaran baik fisik, keuangan maupun
manfaat bagi kelancaran pelaksanaan tugas umum pemerintahan dan pelayanan
masyarakat sesuai dengan prinsip-prinsip dan ketentuan yang berlaku dalam pengadaan
barang/jasa pemerintah.

IV. Proses Pengadaan Barang dan Jasa

Proses Pengadaan adalah rangkaian kegiatan untuk mencapai kesepakatan harga dan
kesepakatan lainnya dalam rangka memperoleh layanan jasa konsultansi, layanan jasa
semborongan/barang/jasa lainnya. Secara umum proses pengadaan barang/jasa pemerintah
dapat dikelompokkan dalam dua tahap, yaitu tahap persiapan dan tahap pelaksanaan. Proses
pengadaan barang/jasa pemerintah dapat dilihat dalam bagan alur pada gambar berikut :
TAHAP PROSES PENGADAAN
BARANG/JASA PEMERINTAH
Dari bagan alur tersebut, proses pengadaan barang/jasa pemerintah dapat dijabarkan secara rinci
berikut ini:
1. Tahap persiapan pengadaan barang/jasa pemerintah meliputi kegiatan:
a. Perencanaan Pengadaan barang/jasa pemerintah
Perencanaan pengadaan barang /jasa pemerintah merupakan tahap awal kegiatan yang
peranannya sangat strategik dan menentukan. Kegiatan ini bertujuan untuk mempersiapkan
secara detail mengenai hal sebagai berikut:
1) Merencanakan Pemaketan Pekerjaan
2) Merencanakan Jadwal Pelaksanaan Pekerjaan
3) Biaya Pengadaan
4) Pelaksana Pengadaan
5) Mengumumkan Paket-Paket Pengadaan
b. Pembentukan Panitia Pengadaan atau Penunjukan Pejabat Pengadaan
Panitia pengadaan/pejabat pengadaan merupakan unsur pelaksana pengadaan yang
personilnya harus memahami tatacara pengadaan, substansi pekerjaan dan bidang lain yang
diperlukan. Panitia pengadaan/pejabat pengadaan diangkat oleh PA/KPA.
c. Penetapan sistem pengadaan yang dilaksanakan penyedia barang/jasa
dengan mempertimbangkan jenis, sifat, dan nilai barang/jasa serta kondisi lokasi,
kepentingan masyarakat dan jumlah penyedia barang/jasa yang ada, panitia/pejabat
pengadaan bersama dengan PPK terlebih dahulu harus menetapkan sistem pengadaan yang
meliputi sebagai berikut:
1) Metode pemilihan penyedia barang/jasa
2) Metode penyampaian dokumen penawaran
3) Metode evaluasi penawaran
4) Jenis Kontrak

d. Penyusunan jadwal pelaksanaan pengadaan


Penyusunan jadwal pelaksanaan pengadaan disesuaikan dengan waktu yang diperlukan &
memperhatikan alokasi waktu yang diperlukan untuk tiap tahapan proses pengadaan.
Jadwal pengadaan mulai dari pengumuman s/d penunjukan penyedia barang/jasa.
e. Penyusunan Harga Perhitungan Sendiri (HPS)
Penyusunan HPS oleh panitia/ personel yg memahami dan disahkan oleh PPK dan harus
diperhitungkan penggunaan produksi dalam negeri
f. Penyusunan Dokumen Pengadaan barang/jasa pemerintah
Dokumen pengadaan disiapkan oleh Panitia dan di sahkan oleh PPK. Nilai jaminan
penawaran ditetapkan Panitia (1% - 3%). Dokumen pengadaan untuk penyedia barang/jasa
meliputi undangan, petunjuk/instruksi kepada peserta lelang, syarat umum kontrak, syarat
khusus kontrak, daftar kuantitas dan harga, spesifikasi teknis dan gambar, bentuk
penawaran, bentuk kontrak, bentuk surat jaminan penawaran, bentuk surat jaminan
pelaksanaan dan bentuk surat jaminan uang muka.
Dokumen pengadaan untuk jasa konsultansi terdiri dari:
1) Dokumen pemilihan penyedia jasa yang meliputi :
a) Surat Undangan;
b) KAK yang sudah disetujui PPK;
c) Rencana kerja dan syarat;
d) Konsep kontrak;
2) Dokumen prakualifikasi yang berupa formulir isian yang memuat data administrasi
keuangan, personil dan pengalaman kerja.
2. Tahap pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah meliputi kegiatan:
a. Pemilihan penyedia barang/jasa
Pemilihan penyedia barang/jasa pemborongan/jasa lainnya pada prinsipnya dilakukan
melalui Pelelangan Umum. Selain pelelangan umum, pemilihan penyedia barang/jasa
pemerintah dapat juga dilakukan melalui Pelelangan Terbatas, Pemilihan Langsung dan
Penunjukan Langsung, dengan rincian tahapan sebagai berikut:
1) Pelelangan Umum
a) Pengumuman dan Pendaftaran Peserta;
Panitia/Pejabat pengadaan harus mengumumkan secara luas melalui media cetak,
papan pengumuman resmi dan bila memungkinkan melalui media elektronik.
b) Pasca Kualifikasi dan Prakualifikasi;
Penilaian kualifikasi atas kompetensi dan kemampuan usaha peserta lelang dilakukan
dengan Pasca Kualifikasi, untuk pekerjaan yang kompleks dapat dilakukan dengan
Prakualifiaksi.
c) Penyusunan Daftar Peserta Lelang, Penyampaian Undangan dan Pengambilan
Dokumen Pemilihan Penyedia Barang/Jasa;
Daftar peserta lelang yang disahkan oleh PPK harus diundang untuk mengambil
dokumen pemilihan penyedia barang/jasa dan hanya penyedia barang/jasa yang
diundang sebagai peserta lelang yang diperkenankan memasukkan penawaran.
d) Penjelasan Lelang;
Penjelasan lelang dihadiri oleh para penyedia barang/jasa yang terdaftar dalam daftar
peserta lelang. Bila diperlukan panitia/pejabat pengadaan dapat memberikan
penjelasan dengan melakukan peninjauan lapangan. Berita Acara Penjelasan (BAP)
harus ditandatangani oleh panitia/pejabat pengadaan dan minimal 1 (satu) wakil
peserta yang hadir.
e) Penyampaian dan Pembukaan Dokumen Lelang;
Metoda penyampaian dokumen penawaran yang akan digunakan harus dijelaskan
pada waktu penjelasan. Pada akhir batas waktu penyampaian dokumen penawaran,
panitia/pejabat pengadaan menolak dokumen penawaran yang terlambat dan/atau
tambahan dokumen penawaran yang masuk. Saat pembukaan, panitia harus meminta
kesediaan sekurang-kurangnya 2 (dua) wakil dari peserta lelang yang hadir sebagai
saksi.
f) Evaluasi Penawaran;
Evaluasi dilakukan terhadap semua penawaran masuk yang meliputi evaluasi
administrasi, teknis dan harga.
g) Pembuktian Kualifikasi;
Pada penyedia barang/jasa yang diusulkan sebagai pemenang dan pemenang
cadangan dilakukan verifikasi data dan informasi dengan meminta asli dokumen yang
sah dan bila diperlukan dilakukan konfirmasi dengan pihak terkait.
h) Pembuatan Berita Acara Hasil Lelang;
Panita/Pejabat Pengadaan membuat kesimpulan dari hasil evaluasi administrasi,
teknis dan harga dalam Berita Acara Hasil Pelelangan (BAHP). BAHP memuat hasil
pelaksanaan pelelangan dan bersifat rahasia sampai penandatanganan kontrak.
i) Penetapan Pemenang Lelang;
Panitia/Pejabat Pengadaan membuat dan menyampaiakan laporan kepada PPK untuk
menetapkan pemenang. Laporan disertai usulan calon pemenang lelang yang
menguntungkan bagi negara.
j) Pengumuman Pemenang Lelang;
Pemenang lelang diumumkan dan diberitahukan oleh panitia/pejabat pengadaan pada
peserta selambat-lambatnya 2(dua) hari kerja setelah diterima surat penetapan
penyedia barang/jasa dari pejabat berwenang.
k) Sanggahan Peserta Lelang dan Pengaduan Masyarakat;
Keberatan atas penetapan pemenang lelang diberi kesempatan mengajukan sanggahan
secara tertulis selambat-lambatnya 5 (lima) hari kerja setelah pengumuman pemenang
lelang. Sanggahan disampaikan kepada pejabat yang menetapkan pemenang lelang
disertai bukti penyimpangan dan untuk yang disampaikan bukan pada pejabat
berwenang yang menetapkan pemenang dianggap sebagai pengaduan dan tetap harus
ditindaklanjuti. Panitia/pejabat pengadaan wajib menyampaikan bahan-bahan yang
berkaitan dengan sanggahan kepada pejabat berwenang dan memberikan jawaban
sanggahan.
l) Penerbitan Surat Penunjukan Penyedia Barang/Jasa;
Pejabat Pembuat Komitmen mengeluarkan Surat Penunjukan Penyedia Barang/Jasa
(SPPBJ) sebagai pelaksana pekerjaan yang dilelangkan.
m) Pelelangan Gagal dan Pelelangan Ulang;
Pelelangan dapat dinyatakan gagal dengan beberapa kondisi diantaranya penawaran
yang masuk kurang dari 3 (tiga) atau pelelangan tidak sesuai dengan ketentuan.
Dalam hal pelelangan dinyatakan gagal, PPK memerintahkan pelelangan ulang
dengan beberapa prosedur.
n) Penandatanganan Kontrak.
Setelah SPPBJ terbit, PPK menyiapkan dan menandatangani kontrak pelaksanaan.
2) Pelelangan Terbatas
Pada prinsipnya sama dengan pelelangan umum kecuali dalam pengumuman
dicantumkan kriteria peserta dan nama penyedia barang/jasa yang diundang.
3) Pemilihan Langsung
a) Penetapan Calon Peserta;
Panitia/pejabat pengadaan wajib melakukan prakualifikasi dan harus diumumkan.
b) Undangan, Permintaan Penawaran dan Evaluasi;
Panitia/pejabat pengadaan mengundang sebanyak-banyaknya calon peserta yang lulus
prakualifikasi dan menyusun penawaran sebagai dasar melakukan klarifikasi serta
negosiasi. Berita acara klarifikasi dan negosiasi dijadikan dasar panitia/pejabat pengadaan
membuat surat usulan penetapan penyedia barang/jasa pada pejabat berwenang.
c) Penetapan Pemenang;
Berdasarkan usulan dari panitia/pejabat pengadaan, pejabat yang berwenang menetapkan
pemenang pemilihan langsung.
d) Sanggahan dan Pengaduan;
Mekanisme dan prosedur sanggarahan dan pengaduan mengikuti ketentuan seperti yang
ditetapkan pada proses pelelangan.
e) Penunjukan Pemenang;
PPK menerbitkan surat penunjukan penyedia barang/jasa untuk melaksanakan pekerjaan
f) Penandatanganan Kontrak.
PPK menyiapkan dan menandatangani kontrak pelaksanaan pekerjaan.
4) Penunjukan Langsung
a) Penilaian Kualifikasi;
Panitia/pejabat pengadaan melakukan prakualifikasi terhadap penyedia barang/jasa yang
akan ditunjuk untuk pekerjaan kompleks.
b) Permintaan Penawaran dan Negosiasi Harga;
Panitia /pejabat pengadaan mengundang penyedia barang/jasa untuk mengajukan
penawaran secara tertulis dan melakukan evaluasi, klarifikasi, negosiasi teknis dan harga,
serta membuat berita acara hasil evaluasi, klarifikasi dan negosiasi.
c) Penetapan Penunjukan Langsung;
Panitia/pejabat pengadaan mengusulkan hasil evaluasi, klarifikasi dan negosiasi kepada
pejabat yang berwenang untuk ditetapkan.
d) Penunjukan Penyedia Barang/Jasa;
Berdasarkan surat penetapan, panitia/pejabat pengadaan mengumumkan di papan
pengumuman resmi dan PPK menerbitkan SPPBJ pada penyedia barang/jasa yang ditunjuk.
e) Pengaduan;
Masyarakat dapat menyampaikan pengaduan apabila dalam proses penunjukan langsung
dipandang tidak transparan, tidak adil dan terdapat indikasi KKN.
f) Penandatanganan Kontrak.
Penandatanganan kontrak mengikuti ketentuan sebagaimana diatur dalam proses
pelelangan.

b. Penyusunan dan penandatanganan kontrak Kegiatan terakhir pada proses pelelangan adalah
penandatanganan kontrak pekerjaan, yang meliputi nilai pekerjaan, hak dan kewajiban kedua
belah pihak, serta waktu pelaksanaan pekerjaan yang ditentukan secara pasti.
Penandatanganan kontrak selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak
diterbitkan surat keputusan penetapan penyedia barang/jasa.

c. Pelaksanaan kontrak/penyerahan barang/jasa


Setelah penandatangan kontrak, PPK segera melakukan pemeriksaan lapangan bersama
dengan penyedia barang/jasa dan membuat berita acara keadaan lapangan/serah terima
lapangan. Barang/jasa yang diserahkan harus sesuai dengan spesifikasi yang tertuang dalam
dokumen lelang. Penyerahan dapat dilakukan secara bertahap atau menyeluruh dan diakhiri
dengan penyerahan final setelah masa pemeliharaan selesai.

V. Tujuan dan Ruang Lingkup Audit Pengadaan Barang dan Jasa


Jenis audit pengadaan barang/jasa pemerintah (APBJ) adalah audit dengan tujuan
tertentu, (vide penjelasan Pasal 4 ayat 4 Undang-undang No. 15 Tahun 2004 tentang
Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara).1 Audit dengan tujuan
tertentu ini merupakan audit ketaatan terhadap ketentuan pengadaan barang/jasa yang
dilaksanakan selama proses pelaksanaan pengadaan barang/jasa, dengan pendekatan Probity.

Ruang lingkup audit adalah setiap kegiatan pengadaan barang/jasa di lingkungan


Kementerian/Lembaga/Institusi dan Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota dalam satu tahun
anggaran atau lebih, antara lain: Satuan Kerja /SKPD, Kantor, Dinas, Unit Pelaksana Teknis
Pusat/Daerah, BI/BHMN/BUMN/BUMD dan Badan Usaha Lainnya, termasuk pemanfaatan
barang/jasa.
Kegiatan pengadaan barang/jasa dimaksud dimulai dari perencanaan, persiapan
pemilihan penyedia, pelaksanaan pemilihan penyedia, penandatanganan kontrak, pelaksaaan
kontrak sampai dengan pemanfaatan barang/jasa.

Tujuan dan Sasaran Audit

Audit pengadaan barang/jasa ini bertujuan untuk meyakinkan bahwa pelaksanaan


pengadaan barang/jasa telah dilakukan oleh pelaksana pengadaan berdasarkan kejujuran,
integritas dan kebenaran untuk mentaati prinsip pengadaan sesuai ketentuan yaitu efisien,
efektif, terbuka dan bersaing, transparan, adil/tidak diskriminatif, dan akuntabel.

Sasaran probity audit adalah:

1) Meyakinkan bahwa pengadaan barang/jasa dilakukan secara benar sesuai dengan


kebutuhan yang benar, baik segi jumlah, kualitas, waktu dan nilai pengadaan yang
menguntungkan negara.

2) Meyakinkan bahwa prosedur pengadaan barang/jasa yang digariskan dalam Pedoman


Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa telah diikuti dengan benar sesuai ketentuan
perundang-undangan yang berlaku.

3) Meyakinkan bahwa kuantitas, kualitas dan harga barang/jasa yang diperoleh melalui
proses pengadaan telah sesuai dengan ketentuan dalam kontrak serta diserahterimakan
tepat waktu.

4) Meyakinkan bahwa barang yang diperoleh telah ditempatkan di lokasi yang tepat,
dipertanggungjawabkan dengan benar, dan dimanfaatkan sesuai tujuan penggunaannya.

5) Mencegah penyimpangan dalam kegiatan pengadaan barang/jasa.

6) Mengidentifikasi kelemahan sistem pengendalian intern atas pengadaan barang/jasa


guna penyempurnaan sistem tersebut.
VI. Proses Pelaksanaan Audit Pengadaan Barang dan Jasa

1) Tahapan Audit

Audit pengadaan barang/jasa pemerintah dilakukan melalui tahapan sebagai berikut:

1) Persiapan audit, yang merupakan tahapan yang harus dilakukan oleh APIP untuk
merancang penugasan probity audit dan penyusunan tim termasuk koordinasi
dengan auditan, sesuai dengan kebijakan masing-masing instansi.

Audit dilaksanakan oleh tim berdasarkan surat tugas yang diterbitkan oleh APIP
K/L/D/I sesuai dengan rencana penugasan.

Audit dapat dilakukan terhadap keseluruhan tahapan proses pengadaan atau


terhadap tahapan tertentu yang telah ditetapkan.

2) Pelaksanaan audit, sesuai dengan program audit rinci dalam pedoman ini.

3) Pelaporan hasil audit, sesuai dengan tahapan yang diaudit dan mengacu pada
kebijakan pelaporan masing-masing instansi.

2) Dasar Hukum Pemeriksaan


Pemeriksaan atas pengadaan barang/jasa pemerintah merupakan pemeriksaan dengan
tujuan tertentu dengan prosedur eksaminasi yang mengacu kepada:
1. Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2003 Nomor 4286);
2. Undang-Undang No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2003 Nomor 4355);
3. Undang-Undang No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung
Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 4400);
4. Undang-Undang No. 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan Republik
Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 85, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 4654);
5. Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Nomor 1 Tahun 2007 tentang Standar
Pemeriksaan Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor
4707);
6. Keputusan Badan Pemeriksa Keuangan Nomor 1/K/I-XIII.2/2/2008 tanggal 19
Februari 2008 tentang Panduan Manajemen Pemeriksaan.
3) Standar Pemeriksaan
Standar pemeriksaan atas pengadaan barang/jasa pemerintah adalah Standar Pemeriksaan
Keuangan Negara (SPKN) yang ditetapkan oleh Badan Badan Pemeriksa Keuangan yang
mengatur Standar Umum, Standar Pelaksanaan Pemeriksaan dan Standar Pelaporan.

Tahapan Audit Pengadaan Barang/ Jasa


Petunjuk Perencanaan Pemeriksaan Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah
Perencanaan pemeriksaan terdiri atas 5 (lima) langkah yaitu:
1. Pemahaman Tujuan dan Harapan Penugasan,
2. Pemahaman Kegiatan Pengadaan Barang/Jasa (entitas),
3. Penilaian Risiko dan SPI, 4. Penetapan Kriteria Pemeriksaan, dan 5.
Penyusunan Program Pemeriksaan dan Program Kerja Perorangan 1. Pemahaman Tujuan
Pemeriksaan dan Harapan Penugasan Tujuan pemeriksaan atas pengadaan barang/jasa
pemerintah adalah untuk meyakinkan bahwa pengadaan tersebut telah sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan menilai apakah:
a. Apakah penyusunan rencana kebutuhan barang/jasa didasarkan pada kebutuhan riil
entitas dengan mempertimbangkan program-program yang ingin dicapai;
b. Apakah penyusunan anggaran telah mempertimbangkan rencana kebutuhan barang
yang telah disusun;
c. Apakah proses pengadaan barang/jasa telah sesuai dengan pedoman pelaksanaan
pengadaan barang/jasa pemerintah;
d. Apakah penyedia telah memenuhi kewajibannya untuk menyerahkan barang/jasa
kepada pemerintah sesuai dengan kontrak/perjanjian, baik dari aspek kualitas, kuantitas,
dan waktu penyerahan;
e. Apakah barang/jasa hasil pengadaan telah dimanfaatkan pemerintah sesuai dengan
tujuan pengadaannya.
4. Penetapan Kriteria Pemeriksaan
5. Penyusunan P2 dan PKP
A. Dalam rangka pencapaian tujuan, penugasan atas pemeriksaan dengan tujuan tertentu
memiliki harapan-harapan dari pemberi tugas. Pemeriksa harus memperoleh harapan-
harapan penugasan secara tertulis dari pemberi tugas melalui suatu komunikasi yang
intensif. Hal ini untuk menghindari harapan-harapan yang tidak dapat dipenuhi oleh
pemeriksa. Harapan dari pemberi tugas tersebut harus didokumentasikan. Dokumentasi
atas harapan penugasan menjadi salah satu dasar dalam penyusunan program
pemeriksaan dan penentuan kebutuhan pemeriksa.
B. Pemahaman atas kegiatan pengadaan barang/jasa pemerintah (entitas) Pemahaman
kegiatan pengadaan barang/jasa pemerintah yang diperiksa dapat dilakukan dengan
perolehan data dan informasi dari laporan hasil pemeriksaan sebelumnya, Kertas Kerja
Pemeriksaan (KKP) sebelumnya, hasil komunikasi dengan pemeriksa sebelumnya dan
database entitas pemeriksaan mengenai (1) tujuan entitas/program/kegiatan, (2) aktivitas
utama entitas/program/kegiatan, (3) sistem akuntansi entitas, (4) prosedur pelaksanaan
dan pengawasan aktivitas, (5) sumber daya yang digunakan untuk melaksanakan
aktivitas, dan (6) hasil pemeriksaan dan studi lain yang sebelumnya telah dilaksanakan
berkaitan dengan pengadaan barang/jasa pemerintah.
Pemeriksa harus memperoleh informasi tindak lanjut yang telah dilakukan
berkaitan dengan temuan dan rekomendasi yang signifikan dari entitas yang diperiksa
atas pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, pemeriksaan dengan tujuan tertentu
atau studi lain yang sebelumnya telah dilaksanakan berkaitan dengan hal yang diperiksa.
Informasi yang diperoleh digunakan untuk menentukan: (1) periode pemeriksaan
sebelumnya yang harus diperhitungkan, (2) lingkup pekerjaan yang diperlukan untuk
memahami tindak lanjut temuan signifikan, dan (3) pengaruh periode dan lingkup
pekerjaan tersebut terhadap penilaian risiko dan prosedur pemeriksaan dalam
perencanaan pemeriksaan.
Pemahaman pemeriksa atas entitas harus didokumentasikan dalam KKP. Contoh
dokumentasi pemahaman pemeriksa atas entitas dapat dilihat pada Lampiran III.2.
C. Penilaian Resiko dan SPI
Penilaian risiko dan SPI untuk menentukan area-area yang berisiko tinggi yang akan
dijadikan fokus pemeriksaan. Langkah-langkah dalam penilaian risiko adalah sebagai
berikut:
a. Mengidentifikasi risiko yang dihadapi entitas serta dampak risiko tersebut terhadap
pencapaian tujuan entitas. Langkah ini di dokumentasikan dalam kertas kerja yang dapat
dilihat pada lampiran III.3;
b. Mempertimbangkan pengaruh peraturan perundangan dan risiko kecurangan yang
mungkin terjadi;
c. Memastikan apakah entitas telah memiliki sistem pengendalian yang memadai untuk
mengidentifikasi dan memitigasi risiko-risiko yang tersebut. Jika entitas diketahui
memiliki sistem pengendalian yang lemah, maka pemeriksa dapat: (1) menghentikan
pengujian SPI dan membuat simpulan atas SPI atau (2) melakukan pengujian substantive
dengan memperluas lingkup pemeriksaan dan pengumpulan bukti. Langkah ini di
dokumentasikan dalam kertas kerja yang dapat dilihat pada lampiran III.4.;
d. Menentukan fokus pemeriksaan yang memiliki potensi risiko tinggi untuk dilakukan
pemeriksaan lebih lanjut setelah mempertimbangkan point a,b,c tersebut di atas yang
berpengaruh terhadap pengadaan barang/jasa pemerintah. Untuk menentukan area kunci,
pemeriksa melakukan penilaian (pemahaman dan pengujian) SPI terhadap potensi risiko
dalam pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah secara uji petik berdasarkan
tingkat risiko.
Penilaian sistem pengendalian intern dilakukan berdasarkan pemahaman atas
sistem pengendalian intern yang dapat membantu pemeriksa untuk (1) Mengidentifikasi
unsur-unsur pengendalian (pencegahan, penanggulangan, dan pemulihan); (2)
Mengidentifikasi dampak penting; (3) Mempertimbangkan faktor-faktor yang
mempengaruhi risiko terjadinya dampak penting; (4) Mendesain pengujian sistem
pengendalian intern, dan (5) Mendesain prosedur pengujian terinci.
Langkah-langkah penilaian SPI
a. Reviu dokumen baik dokumen eksternal maupun dokumen internal untuk memastikan
bahwa SPI yang dirancang sudah memadai. Dokumen eksternal mencakup antara lain
surat atau memorandum yang diterima oleh entitas, faktur (invoice) dari penyedia
barang/jasa, leasing, kontrak, laporan pemeriksaan internal dan eksternal, serta
konfirmasi pihak ketiga. Dokumen internal bersumber dari dalam organisasi entitas,
mencakup antara lain catatan akuntansi, fotokopi surat keluar, deskripsi tugas, rencana,
anggaran, laporan dan memorandum internal, rangkuman kinerja, dan prosedur dan
kebijakan internal;
b. Diskusi dengan pimpinan/manajemen entitas dan/atau komite audit entitas;
c. Diskusi dengan personil satuan kerja pengawas intern dan membaca laporan
pemeriksaan intern;
d. Observasi Fisik, yaitu mengamati dan mencatat berbagai situasi dalam proses
pengadaan barang/jasa pemerintah;
e. Pengujian Pengendalian, yaitu melakukan pengujian terhadap pengendalian dengan
memastikan apakah pengendalian telah dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang telah
ditentukan.
Langkah dalam penilaian risiko dan penilaian SPI dapat dilakukan melalui pemeriksaan
pendahuluan.Pemeriksa melakukan penentuan materialitas dan penentuan uji petik
dengan mengacu pada juknis terkait. Berdasarkan langkah-langkah dalam penilaian risiko
dan SPI, pemeriksa mengetahui area-area berisiko yang akan dijadikan sebagai fokus
pemeriksaan.
Seluruh langkah didokumentasikan dalam formulir penilaian risiko dan SPI. Formulir
tersebut dapat dilihat pada lampiran III.3.
D. Penetapan Kriteria Pemeriksaan
Penetapan kriteria dalam pemeriksaan pengadaan barang/jasa pemerintah pemerintah
diperlukan sebagai alat komunikasi dalam tim pemeriksa mengenai sifat pemeriksaan dan
alat komunikasi dengan entitas yang diperiksa, juga sebagai penghubung antara tujuan
pemeriksaan dengan program pemeriksaan, dasar penyusunan prosedur pemeriksaan,
pengumpulan data dan temuan pemeriksaan.
Langkah penentuan kriteria pemeriksaan yang ada dalam pemeriksaan pengadaan
barang/jasa pemerintah diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Menentukan jenis dan sumber penentuan kriteria seperti dasar hukum yang berlaku,
tujuan pengadaan barang/jasa pemerintah yang dikerjakan, dll;
b. Menentukan teknik pengembangan kriteria.
Seluruh langkah dalam penetapan kriteria didokumentasikan dalam formulir penetapan
kriteria. Formulir tersebut dapat dilihat pada lampiran III.5.
E. Penyusunan Program Pemeriksaan (P2) dan Program Kerja
Perorangan (PKP) Berdasarkan persiapan pemeriksaan di atas, program pemeriksaan
disusun untuk mempermudah dan memperlancar pemeriksa dalam pelaksanaan tugas
pemeriksaan, sedangkan PKP disusun untuk pembagian tugas anggota tim agar lebih
fokus dan alokasi tanggung jawab dalam rangka pelaksanaan tugas pemeriksaan jelas.
Program pemeriksaan mengungkapkan antara lain
a. Dasar Hukum Pemeriksaan,
b. Standar Pemeriksaan,
c. Tujuan Pemeriksaan,
d. Entitas yang Diperiksa,
e. Lingkup Pemeriksaan,
f. Hasil Pemahaman Sistem Pengendalian Intern,
g. Sasaran Pemeriksaan,
h. Kriteria Pemeriksaan,
i. Alasan Pemeriksaan,
j. Metoda Pemeriksaan,
k. Petunjuk Pemeriksaan,
l. Jangka Waktu Pemeriksaan,
m. Susunan Tim dan Rincian Biaya Pemeriksaan,
n. Kerangka Laporan Hasil Pemeriksaan,
o. Waktu Penyampaian dan Distribusi Laporan Hasil Pemeriksaan.
Tahapan pada proses pengadaan barang/jasa pemerintah indikasi penyimpangan yang
perlu diperhatikan dalam menyusun program pemeriksaan pengadaan barang/jasa
pemerintah, dapat dilihat pada lampiran III.6.
Bentuk P2 dan PKP mengacu pada PMP dapat dilihat pada lampiran III.7

Petunjuk Pelaksanaan Pemeriksaan Pengadaan Barang/Jasa


Pemerintah
Pelaksanaan pemeriksaan atas pengadaan barang/jasa pemerintah pemerintah meliputi 3
(tiga) langkah, yaitu:
(1) Pengumpulan dan Analisis Bukti,
(2) Penyusunan Temuan Pemeriksaan, dan
(3) Penyampaian Temuan Pemeriksaan
Kepada Entitas yang Diperiksa. Dalam tahap ini, temuan pemeriksaan belum merupakan
laporan pemeriksaan melainkan berupa kumpulan permasalahan yang ditemukan selama
pelaksanaan pemeriksaan. Permasalahan ini akan dianalisa untuk memperoleh simpulan
yang memadai atas asersi yang diuji.
1. Pengumpulan dan Analisis Bukti
Pengumpulan dan analisis bukti dilakukan guna mengetahui kesesuaian suatu program,
kegiatan, atau hal lain yang dilakukan oleh entitas yang diperiksa terhadap kriteria yang
ditetapkan, dengan tujuan untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti pemeriksaan
sebagai pendukung temuan dan simpulan pemeriksaan.
Langkah-langkah yang dilakukan dalam pengumpulan dan analisis bukti adalah:
a. Pengumpulan Bukti Pemeriksaan dilakukan dengan 1) Reviu Dokumen (Document
Review), 2) Wawancara dan 3) Observasi Fisik, observasi fisik dilakukan untuk
menentukan keberadaan atau kondisi aset fisik. Observasi langsung juga mencatat
berbagai situasi dan kegiatan terinci yang dilakukan oleh staf entitas dan apakah kegiatan
tersebut sesuai dengan wewenang yang dimiliki.
b. Analisis Bukti Pemeriksaan, mempertimbangkan Jenis dan sumber bukti yang diuji,
serta Waktu dan biaya yang diperlukan untuk menguji bukti. Langkah yang dilakukan
dalam pengujian bukti adalah membandingkan hasil pengujian bukti-bukti pemeriksaan
dengan kriteria pemeriksaan, dan jika terdapat perbedaan yang signifikan antara kondisi
dan kriteria, pemeriksa dapat menggunakan model analisis sebab akibat (causalitas
analysis) untuk mengidentifikasi bukti tersebut.
c. Penyusunan Kertas Kerja Pemeriksaan, langkah-langkah dalam pelaksanaan
pemeriksaan harus didokumentasikan bentuk KKP. Dokumentasi pemeriksaan yang
terkait dengan pelaksanaan pemeriksaan harus berisi informasi yang cukup untuk menjadi
bukti yang mendukung pertimbangan dan simpulan pemeriksa dan menggambarkan
catatan penting mengenai kegiatan yang dilaksanakan oleh pemeriksa sesuai dengan
standar. Secara rinci dapat dilihat pada petunjuk pelaksanaan KKP. Apabila dalam
pengujian analitis pemeriksa menemukan indikasi kecurangan dan penyimpangan dari
ketentuan peraturan perundangundangan yang secara material mempengaruhi hal yang
diperiksa, pemeriksa harus menerapkan prosedur tambahan untuk memastikan bahwa
kecurangan dan/atau penyimpangan tersebut telah terjadi dan menentukan dampaknya
terhadap hal yang diperiksa. Rincian pengujian terinci atas pemeriksaan pengadaan
barang/jasa pemerintah pemerintah dapat dilihat pada lampiran III.8
2. Penyusunan Temuan Pemeriksaan
Konsep Temuan Pemeriksaan atas pengadaan barang/jasa pemerintah pemerintah
merupakan kumpulan indikasi permasalahan yang ditemukan oleh pemeriksa selama
proses pemeriksaan sebagai hasil pengumpulan dan pengujian bukti di lapangan dan
perlu dikomunikasikan kepada entitas yang diperiksa. Penyusunan temuan pemeriksaan
dilakukan dengan langkah sebagai berikut:
a. Analisis hasil pengujian bukti untuk mengidentifikasi adanya perbedaan yang
signifikan antara kondisi dan kriteria.
b. Jika terdapat perbedaan yang signifikan antara kondisi dengan kriteria, identifikasikan
dampak yang ditimbulkan dari perbedaan untuk mengetahui akibat dan sebab dari
perbedaan tersebut
c. Unsur sebab tidak wajib muncul, namun jika unsur sebab akan dimunculkan, unsur
sebab tersebut harus merupakan unsur sebab yang berkaitan erat dengan akibat.
d. Susun unsur-unsur temuan pemeriksaan tersebut sehingga menjadi suatu temuan
pemeriksaan.
Konsep temuan pemeriksaan disusun oleh anggota tim atau ketua tim pemeriksa pada
saat pemeriksaan berlangsung di lokasi entitas yang diperiksa. Khusus untuk konsep
temuan pemeriksaan yang disusun oleh anggota tim pemeriksa, konsep tersebut harus
mendapatkan koreksi/persetujuan dari ketua tim pemeriksa.
Seluruh langkah dalam Penyusunan Temuan Pemeriksaan didokumentasikan dalam suatu
Kertas Kerja Pemeriksaan (KKP). 16 3. Penyampaian Temuan Pemeriksaan Kepada
Entitas Konsep Temuan Pemeriksaan disampaikan ketua tim pemeriksa kepada entitas
atau penanggung jawab kegiatan entitas yang bersangkutan, penyampaian konsep temuan
pemeriksaan ini harus diberi ‘watermark’ dengan kata KONSEP.
Ketua tim menyampaikan temuan pemeriksaan kepada pejabat entitas yang berwenang.
Penyampaian temuan pemeriksaan atas pengadaan barang/jasa pemerintah tersebut
merupakan akhir dari pekerjaan lapangan pemeriksaan. Hal ini merupakan batas
tanggung jawab pemeriksa terhadap program/kegiatan yang diperiksa. Pemeriksa tidak
dibebani tanggung jawab atas suatu kondisi yang terjadi setelah tanggal pekerjaan
lapangan tersebut.
Tanggal penyampaian temuan pemeriksaan tersebut merupakan tanggal laporan hasil
pemeriksaan
Petunjuk Pelaporan Pemeriksaan Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah
Hasil pelaksanaan pemeriksaan yang dilakukan oleh pemeriksa dituangkan secara tertulis ke
dalam suatu bentuk laporan yang disebut dengan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP). Pelaporan
hasil pemeriksaan atas pengadaan barang/jasa pemerintah pemerintah meliputi 3 (tiga) kegiatan,
yaitu:
1. Penyusunan Konsep LHP,
2. Perolehan Tanggapan dan Tindakan Perbaikan yang Direncanakan, dan
3. Penyusunan Konsep Akhir dan Penyampaian LHP.
1. Penyusunan Konsep Laporan Hasil Pemeriksaan.
Konsep laporan hasil pemeriksaan disusun oleh ketua tim pemeriksa dan disupervisi oleh
pengendali teknis. Konsep LHP disusun berdasarkan temuan pemeriksaan yang
merupakan jawaban dari tujuan pemeriksaan. Konsep LHP mengacu pada format dan tata
cara penyusunan yang disajikan dalam juklak pelaporan pemeriksaan. Hal penting untuk
diperhatikan adalah adanya ‘time gap’ antara penyampaian TP dengan penyampaian LHP
maka dimungkinkan bahwa temuan yang sudah disampaikan dalam TP dapat saja tidak
disajikan dalam LHP jika manajemen entitas yang diperiksa dapat memberikan bukti
yang kemudian dapat diyakini oleh pemeriksa.
Konsep LHP dibahas secara berjenjang mulai dari ketua tim pemeriksaan hingga
penanggung jawab dengan tujuan (1) penjaminan mutu LHP agar sesuai standar dan
prosedur pemeriksaan serta (2) menentukan simpulan yang akan dimuat dalam LHP.
Keseluruhan hasil pemeriksaan tersebut dilengkapi dengan tanggapan dari pejabat entitas
yang berwenang dan simpulan terhadap temuan pemeriksaan yang termuat di dalam
konsep hasil pemeriksaan tersebut.
Pengendali teknis menyampaikan konsep LHP yang telah dianalisis dan direviu kepada
penanggung jawab. Penanggung jawab mengidentifikasi unsur LHP yang merupakan
informasi rahasia dan indikasi Tindak Pidana Korupsi (TPK). Sesuai SPKN dan
ketentuan yang berlaku, informasi rahasia tidak dapat diungkapkan dalam LHP. Namun,
LHP harus mengungkapkan sifat informasi yang tidak dilaporkan dan ketentuan
perundang-undangan yang menyebabkan tidak dilaporkannya informasi tersebut.
Penanggung jawab menyampaikan konsep LHP yang telah dianalisis dan direviu kepada
Tortama/Kalan, termasuk informasi rahasia dan indikasi TPK. Laporan Hasil
Pemeriksaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang merupakan Pemeriksaan Dengan
Tujuan Tertentu terdiri dari:
a. Simpulan Hasil Pemeriksaan atas hal yang diuji dan temuan pemeriksa atas pengujian
bukti-bukti selama pelaksanaan pemeriksaan.
b. Temuan ketidakpatuhan terhadap peraturan perundangan yang mengungkapkan yang
akan mempengaruhi simpulan pemeriksaan.
c. Simpulan mengenai kelemahan SPI yang ditemukan selama proses pemeriksaan
Laporan Hasil Pemeriksaan yang berupa hasil pemeriksaan harus memuat hal-hal berikut:
a. Pernyataan bahwa pemeriksaan dilakukan sesuai dengan Standar Pemeriksaan.
Pemeriksa dalam menjalankan tugas pemeriksaannya diwajibkan untuk mengikuti standar
pemeriksaan yang ada. Dalam pelaksanaan pemeriksaan keuangan negara, pemeriksa
BPK dan/atau yang berkerja untuk dan atas nama BPK berpegang pada SPKN.
b. Tujuan, lingkup, dan metodologi pemeriksaan. Suatu laporan hasil pemerikaan harus
memuat tujuan, lingkup, dan metodologi pemeriksaan. Pemeriksa harus menjelaskan
alasan mengapa suatu entitas diperiksa, apa yang diharapkan tercapai dari pelaksanaan
pemeriksaan, apa yang diperiksa, dan bagaimana cara pemeriksaan itu
dilakukan.
c. Hasil temuan berupa temuan pemeriksaan dan simpulan. Salah satu bagian pokok dari
LHP merupakan temuan pemeriksaan yang merupakan ‘potret’ kenyataan yang ditemui
pemeriksa dalam melaksanakan suatu pemeriksaan kinerja. Selain itu LHP juga harus
memuat suatu simpulan pemeriksaan.
d. Tanggapan pejabat yang bertanggung jawab atas hasil pemeriksaan.
Tanggapan tertulis dan resmi harus didapatkan pemeriksa atas temuan, simpulan dan
pemeriksaan.
e. Tindakan perbaikan yang direncanakan entitas. Pemeriksa harus memperoleh tindakan
perbaikan yang direncakan entitas atas temuan dan simpulan pemeriksa. Tindakan
tersebut harus diungkapkan dalam laporan.
f. Pelaporan informasi rahasia bila ada. Berdasarkan ketentuan perundangan
dimungkinkan beberapa informasi yang bersifat rahasia tidak diungkapkan dalam LHP.
2. Perolehan Tanggapan dan Tindakan Perbaikan yang Direncanakan.
Konsep LHP yang telah disetujui penanggung jawab selanjutnya dibahas bersama dengan
manajemen entitas yang diperiksa untuk memperoleh tanggapan dan rencana perbaikan
yang akan dilakukan, secara resmi dan tertulis. Tujuan pembahasan adalah untuk
membicarakan simpulan hasil pemeriksaan secara menyeluruh dan kemungkinan
tindakan perbaikan yang direncanakan oleh manajemen entitas. Hasil pembahasan
Konsep LHP harus dituangkan dalam Risalah Pembahasan Konsep LHP yang
ditandatangani oleh kedua belah pihak dan harus didokumentasikan. Pemeriksa harus
meminta tanggapan tertulis dari pimpinan atau pejabat yang bertanggung jawab dalam
entitas yang diperiksa mengenai temuan dan simpulan serta tindakan perbaikan yang
direncanakan. Dalam hal terdapat temuan yang bersifat kecurangan, pemeriksa
diperkenankan untuk tidak meminta tanggapan dari pejabat entitas yang berwenang
dengan pertimbangan bahwa permintaan tanggapan tersebut akan mengganggu proses
penyidikan di masa yang akan datang dan untuk temuan yang berupa kerugian negara,
pemeriksa harus memasukkan tindakan otomatis dari auditee sebagai tindak lanjut atas
temuan tersebut.
3. Penyusunan Konsep Akhir dan Penyampaian Laporan Hasil Pemeriksaan.
Penyusunan LHP diawali dengan mengevaluasi tanggapan yang berupa suatu janji atau
rencana untuk tindakan perbaikan tidak boleh diterima sebagai alasan untuk
menghilangkan temuan yang signifikan atau simpulan yang diambil. Setelah ada
kesesuaian antara tanggapan dengan konsep LHP, LHP Final yang telah disusun
kemudian direviu dan ditandatangani oleh penanggung jawab dan harus dilengkapi
dengan tanggapan yang berupa tindakan perbaikan yang direncanakan dari pejabat entitas
yang bertanggung jawab.
LHP Final yang telah ditandatangani oleh penanggung jawab didistribusikan kepada
pihak yang secara resmi berkepentingan atau pihak yang telah disepakati sebagai
penerima laporan antara lain:
a. Lembaga Perwakilan: DPR/DPD atau DPRD.
b. Entitas yang diperiksa.
c. Pihak yang bertanggung jawab untuk melakukan tindak lanjut pemeriksaan.
d. Pihak lain yang diberi wewenang untuk menerima LHP sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
e. Pimpinan Departemen/Lembaga Negara yang terkait dengan entitas yang diperiksa.
f. Dan pihak terkait lainnya yang telah ditentukan sebelumnya sesuai dengan ketentuan
yang berlaku.

Anda mungkin juga menyukai