MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH
Matematika Ekonomi Lanjut
yang dibina oleh Bapak Drs. Ir. Yohanes Hadi Soesilo, S.Th., M.Div., ME
Oleh:
1. Idam Maulana 160432600750
Puji dan syukur kepada Allah SWT berkat dan rahmat-Nya sehingga karya
tulis dengan judul “Analisis Investasi dan Depresiasi” dapat terselesaikan.
1. Bapak Yohanes Hadi Soesilo, selaku Dosen dari Mata Kuliah Matematika
Ekonomi Lanjut yang telah member bimbingan dan pengarahan dalam
menyusun karya tulis ini.
Karya tulis ini sepenuhnya tanggung jawab penulis. Penulis telah berusaha
secara maksimal untuk menyusun karya tulis ini. Penulis memohon maaf jika
penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna. Dengan kesadaran tersebut,
penulis membuka diri untuk semua kritik dan saran yang membangun demi
perbaikan dan penyempurnaan karya tulis ini.
3
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR......................................................................................... ii
DAFTAR ISI...................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah............................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah...................................................................... 1
4
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan................................................................................. 29
DAFTAR RUJUKAN......................................................................................... 30
5
6
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam karya tulis ini penulis akan membahas rumusan masalah tentang:
BAB II
PEMBAHASAN
Dalam rangka menentukan suatu kriteria tentang layak tidaknya suatu proyek,
telah dikembangkan berbagai macam kriteria. Disamping itu, kriteria investasi ini
dapat juga dipakai untuk menentukan prioritas atau urutan ranking dari berbagai
usulan investasi menurut tingkat keuntungan masing-masing. Perkembangan metode
pemilihan investasi secara umum dapat digolongkan ke dalam dua kelompok besar,
yaitu perhitungan investasi statis dan perhitungan investasi dinamis.
Contohnya, seperti pada contoh soal di atas, jika kapasitas produksi pabrik A
sebesar 21.000 unit per tahun dan harga satuan penjualan masing-masing produksi
sama, yaitu Rp 10.000 per unit, pabrik mana yang akan dipilih?
2.1.1.3 Rentabilitas
Keuntungan
Rentabilitas= × 100
Modal
95.000 .000
Rebtabilitas → A= ×100 =23,75
400.000 .000
61.000 .000
Rebtabilitas → B= ×100 =12,20
500.000 .000
2.1.1.4 Amortisasi
Amortisasi adalah waktu yang diperlukan mulai awal kegiatan proyek hingga
biaya-biaya dan modal yang dikeluarkan sama dengan pendapatan dari penjualan
produk. Jika waktu amortisasi dinotasikan sebagai TA, maka waktu amortisasi
dinyatakan dalam hubungan berikut ini:
I
TA = + TK
R−C
Dimana, I = Investasi
R = Pendapatan penjualan
TK = Waktu konstruksi
Contoh 21.
11
Diketahui,
= Rp. 1.500.000.000
Waktu amortisasi
I 3.000 .000.000
TA = + TK= +3
R−C 2.000 .000 .000−1.500 .000 .000
Ada 5 (lima) kriteria investasi dinamis yang dibicarakan dalam bab ini. Uraian
berikut akan menjelaskan masing-masing kriteria tersebut.
waktu sekarang. Semua biaya yang telah didiskon dijumlah dan dikurangkan pada
pendapatan diskon akan terdapat selisih (nilai sekarang) pendapatan bersih.
Secara matematis, nilai NPV dari arus-arus benefit dan biaya dapat dituliskan
sebagai berikut:
1+i¿ 1
1+i¿
1
1+i ¿
2 3
1+i ¿ ¿ 1+i ¿
1
1+i¿ n
NPV = [ B¿ + ¿
B2 + ¿
B3 + ....... + ¿ ] -[ C¿ +
1 ¿ 1
¿ ¿ ¿ Bn−1 ¿
¿
1 1+i¿ t
1+i¿ ¿
1+i¿ 2
1+i¿ 3 ¿ ¿
¿ ¿ 1+i¿ n Bt −C
+ + ....... + ] =
t
C1 C3 ¿ ¿
¿ ¿
¿ ¿ C n−1 n
¿ ∑¿
t =1
Keterangan :
NPV < 0 = Proyek ditolak, artinya ada penggunaan lain yang lebih
menguntungkan untuk sumber – sumber yang diperlukan.
IRR (Internal Rate of Return) adalah faktor diskon yang dapat menjadikan
NPV sama dengan nol, atau nilai sekarang jumlah arus pendapatan yang diharapkan
di kemudian hari sama dengan biaya proyek tersebut. Jika pada kriteria NPV suku
bunga ditentukan lebih dahulu, maka pada perhitungan IRR ini justru yang akan
dicari suku bunga (r%) yang menjadikan arus pendapatan dan biaya tersebut
berjumlah nol.
t t
1+r ¿ 1+r ¿
¿ ¿
¿ ¿
Bt Ct
NPV = ¿ ]– ¿ ] = 0 sehingga:
¿ ¿
n n
∑¿ ∑¿
t=1 t=1
1+r ¿t
¿
¿
Bt −C
NPV = ]=0
t
¿
¿
n
∑¿
t=1
nilai NPV1 dengan sebarang r1, lalu dicari lagi untuk NPV2 pada suku bunga r2.
Asalkan salah satu kedua perkiraan NPV tidak terlalu jauh dari nol (yang baik jika
NPV1 dan NPV2 berlawanan tanda), maka perkiraan nilai IRR dapat dipecahkan
dengan interpolasi sebagai berikut:
Kurva lengkung pada gambar 1.1 di atas akan memotong sumbu r untuk nilai NPV =
0 dan harga r adalah IRR yang kita cari. Dengan cara interpolasi gambar tersebut
dapat dipandang bahwa segitiga-segitiga r1-IRR-NPV1 dan r2-IRR-NPV2 dianggap
mempunyai sisi-sisi lurus, yaitu garis NPV1-IRR-NPV2 dianggap garis lurus. Dengan
mengetahui nilai NPV1 dengan sembarang r1 dan nilai NVP2 dengan sembarang r2
maka secara sistematis pernyataan ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
15
NPV 1
IRR = r1 + (r2 – r1)
NPV 1−NPV 2
Atau
NPV 2
IRR = r2 + (r2 – r1)
NPV 1−NPV 2
Jika:
IRR < i : Proyek ditolak. Ada penggunaan lain yang lebih menguntungkan
untuk sumber-sumber yang diperlukan.
Kriteria IRR ini dapat diartikan bahwa suatu kegiatan investasi dapat diterima
jika nilai IRR lebih besar dari suku bunga sosial ataupun bila IRR lebih besar
daripada biaya modal.
Analisis Net B/C adalah variasi dari Net Present Value. Kriteria ini digunakan
pada proyek-proyek pemerintah yang seringkali nilai benefit (manfaat) atau biaya
yang terjadi pada proyek sulit diperoleh. Pada proyek pemerintah, benefit memiliki
pengertian yang luas daripada profit (keuntungan) pada proyek swasta. Manfaat yang
ditimbulkan oleh suatu proyek publik adalah benefit tanpa melihat kepada siapa
manfaat tersebut diberikan.
[ ]
n
Bt−C t
∑ (1+ i)
t
… [ Bt −C t ] >0
t=1
Net B /C=
C t −Bt … [ Bt −C t ] <0
∑[ ]
n
t
t−1 (1+ i)
Nilai Net B/C dapat dihitung jika terdapat paling sedikit salah satu dari angka
[ B t−C t ]< 0 (negatif). Jika tidak demikian, maka nilai Net B/C maupun nilai IRR
akan menjadi tak terhingga.
Contoh:
Seorang investor akan melakukan investasi pada suatu proyek. Diperkirakan umur
proyek 20 tahun. Jumlah pendapatan (manfaat) dan biaya dari proyek disajikan pada
tabel di bawah ini:
Dalam rupiah
Tahun Biaya Manfaat (Benefit)
1 45.000.000 0
2 15.000.000 25.000.000
3 15.000.000 25.000.000
4 15.000.000 25.000.000
5-15 15.000.000 25.000.000
6-20 15.000.000 25.000.000
Jika digunakan tingkat suku bunga diskonto 18%, hitunglah a. NPV, b. IRR, dan
c.Net B/C dari proyek tersebut dan berikan analisis apakah proyek tersebut layak
diteruskan atau tidak.
[ ]
n
Bt
∑ (1+i)
t
t −1
Gross B/ C=
∑[ ]
n
Ct
t
t −1 (1+i)
Rumus ini sangat berbeda dengan rumus Net B/C, karena arus pendapatan
kotor dan arus pengeluaran kotor di diskonto secara terpisah yang menyebabkan
Gross B/C sangat peka terhadap berbagai perubahan pada pos-pos biaya rutin
terhadap benefit kotor tiap tahun. Dengan demikian, sebagai salah satu kriteria
penilaian proyek, kriteria Gross B/C ratio hendaknya tidak dipakai dalam analisis
benefit-cost.
[ ]
n
Bt −Ct
∑ (1+i)t
t−1
Profita−ility Indeks( PI )= n
∑ Kt
t−1
Angka PI umumnya lebih mendekati Net B/C Ratio. Jika benefit dan biaya rutin
mulai muncul hanya sesudah proses investasi selesai yaitu jika biaya tahunan pertama
suatu proyek hanya pada biaya modal saja maupun biaya rutinnya tidak lebih dari
benefit kotornya, maka indeks ini akan sama dengan Net B/C ratio-nya.
Contoh:
Jika suku bunga i = 18% sedangkan harga-harga investasi awal sama, hitunglah Gross
B/C ratio dan Profitability Indeks nya.
Dengan melihat hasil-hasil perhitungan yang tertuang dalam tabel, maka hasil
perhitungan di depan antara lain:
Rp105.715 .000,−¿=1,167
a. Gross B/C Ratio Rp123.367 .000,− ¿
¿
¿¿
[ ]
n
Bt −Ct n
b. Besaran ∑ t
=55,788 juta dan ∑ K t =38,136 (juta) sehingga
t =1 (1+i) t =1
Contoh:
Seorang pengusaha akan melakukan investasi pada suatu proyek. Diperkirakan umur
proyek 10 tahun. Jumlah pendapatan dan biaya dari proyek disajikan pada tabel
dibawah ini. Jika digunakan tungkat suku bunga diskonto 17%, hitunglah:
a. NPV
b. IRR
c. Net B/C
d. Gross B/C
e. Profitability Indeks (PI)
20
NPV 32
b. IRR ¿ 32 + (33 −32 )
NPV 32 −NPV 33
0,979
¿ 32 + ∗1
0,797−(−3,315)
¿ 32 +0,194
¿ 32,194
Rp 277.741 .000
c. Net B/C Ratio pada 17 = =1,625
Rp 170.940 .000
Rp 350.070 .000
d. Gross B/C Ratio ¿ =1,439
Rp 243.269 .000
n
e. Pembentukan modal : ∑ K t =( 170.940 .000+7.305 .000 )=178.245 .000
t =1
Rp 277.741.000
sehingga, PI ¿ =1,1558
Rp 178.245 .000
2.2 Depresiasi
Metode garis lurus adalah metode penyusutan yang paling sederhana dan
mudah sehingga paling sering digunakan dalam praktik. Dalam metode ini kita
mengasumsikan bahwa kegunaan suatu asset tetap akan mengalami penurunan secara
linier atau tetap/konstan untuk setiap periode masa manfaatnya. Berdasarkan asumsi
22
tersebut, biaya penyusutan per periode akan sama besar dan dapat dinyatakan dengan
persamaan:
C−S
Rk =
n
W
Rk =
n
B
Sedangkan akumulasi penyusutan (D k ) dan nilai buku (¿¿ k ) dinyatakan
¿
dengan persamaan berikut:
Dk =k−R k
B k =C−k . Rk
Contoh:
C=Rp 40.000.000
n=5Tahun
W =C−S
W
Rk =
n
23
Rp 36.000 .000
¿
5
¿ Rp7.200 .000
Dasar Akumulasi
Penyusutan Nilai Buku
Tahun Penyusutan Penyusutan
(Rp) (Rp)
(Rp) (Rp)
- - - 40.000.000
1 36.000.000 7.200.000 7.200.000 32.800.000
2 36.000.000 7.200.000 14.400.000 25.600.000
3 36.000.000 7.200.000 21.600.000 18.400.000
4 36.000.000 7.200.000 28.800.000 11.200.000
5 36.000.000 7.200.000 36.000.000 4.000.000
d=1−
√
n S
C
Sedangkan biaya penyusutan per tahun dihitung dengan mengalihkan tarif penyusutan
yang didapat dengan nilai buku aset pada akhir tahun sebelumnya. Persamaan untuk
menghitung biaya penyusutan adalah sebagai berikut:
Rk =d . Bk−1
Biaya penyusutan dengan metode ini semakin lama semakin kecil nilainya. Pada awal
tahun pertama, nilai buku suatu aset tetap sama dengan harga perolehannya, dan pada
akhir tahun pertama besarnya biaya penyusutan didapat dari mengalikan tarif
penyusutan dengan harga perolehan. Sedangkan pada akhir tahun kedua, besarnya
biaya penyusutan didapat dari mengalikan tarif penyusutan dengan nilai buku aset
pada akhir tahun pertama. Perhitungan ini berlaku seterusnya sepanjang umur aset
yang bersangkutan. Mencari biaya penyusutan dan nilai buku aset secara lengkap per
akhir tahun dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1 dC C−Cd−( 1−d ) C
2 d (1−d) C ( 1−d ) C−d ( 1−d ) C−d (1−d)2 C
3 d (1−d)2 C (1−d)2 C−d (1−d )2 C−d (1−d )3 C
k d (1−d)k C (1−d)k−1 C−d (1−d )k−1 C−d (1−d )k C
Pada tabel diatas, terlihat bahwa apabila perhitungan biaya penyusutan dan
nilai buku aset kita lanjutkan sampai tahun k, maka nilai buku aset pada akhir tahun k
akan dapat dihitung dengan persamaan berikut:
k
B k =(1−d ) C
Sedangkan nilai akumulasi penyusutan atau Dk pada akhir tahun k dapat dihitung
dengan persamaan berikut:
k
D k =C−(1−d ) C
25
Contoh:
C=Rp300.000 .000
d=30 =0,3
Akumulasi
Tahun Penyusutan (Rp) Nilai Buku (Rp)
Penyusutan (Rp)
- - 300.000.000
1 90.000.000 90.000.000 210.000.000
2 63.000.000 153.000.000 147.000.000
3 44.100.000 197.100.000 102.900.000
R
c. Biaya penyusutan untuk tahun ke- (¿¿ 5) dapat dihitung dengan
¿
menggunakan persamaan:
Rk =d . Bk−1
R5=( 0,3 )∗B5−1
¿ ( 0,3 )∗Rp 72.030 .000
¿ Rp21.609 .000
Contoh 8.5
Jawab :
Contoh 8.6
27
Hitung nilai buku sebuah kendaraan yang dibeli dengan harga Rp.
250.000.000 pada akhir tahun kedua jika masa manfaat adalah 4 tahun dan nilai sisa
adalah Rp. 50.000.000.
Jawab :
d = 2 x ¼ x 100%
= 50% = 0,5
K =2
B4 = C (1 – d)2
= 62.500.000
Metode jumlah angka tahun akan menghasilkan pola penyusutan yang sama
dengan metode saldo menurun atau saldo menurun ganda dalam arti biaya penyusutan
akan semakin kecil dari tahun ke tahun. Perbedaannya adalah metode ini
menggunakan dasar penyusutan (selisih harga perolehan dengan nilai sisa) dan tidak
menggunakan nilai buku seperti pada metode saldo menurun.
Untuk mencari besar biaya penyusutan pada tahun k (Rk) dengan metode
jumlah angka tahun dapat digunakan persamaan:
n – k +1
Rk = (C – S)
S
Seperti metode saldo menurun, metode ini dipakai untuk menghitung biaya
penyusutan aset tetap yang memberikan kontribusi yang besar di tahun – tahun awal
masa manfaat.
Contoh 8.7
Jawab :
C = Rp. 5.000.000
S = Rp. 500.000
W =C–S
= Rp. 4.500.000
n = 5 tahun
n – k +1
Rk = (C – S)
S
29
= Rp. 600.000
= Rp. 300.000
Dalam lima metode yang telah dibahas sebelumnya, taksiran masa manfaat
dinyatakan dalam satuan waktu. Dalam metode unit produksi, estimasi masa manfaat
asset tetap dinyatakan denga satuan unit produksi. Unit produksi tersebut dapat
dinyatakan dalam bentuk jam pemakaian, kilometer pemakaian, jumlah output dan
lain-lain.
31
(Rk) = tarif x (C – S)
(Rk) = tarif x W
Contoh :
a. Dasar penyusutan.
b. Tarif penyusutan per jam.
c. .biaya penusutan per tahun dan tabelnya.
Jawab:
C = Rp 15.000.000
S = Rp 2.500.000
n = 20.000 jam
32
a. Dasar penyusutan:
W =C–S
= Rp 15.000.000 – Rp 2.500.000
= Rp 12.500.000
W
Tarif =
n
Rp 12.500 .000
¿
20.000
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
33
Suatu investasi dilakukan dengan harapan bahwa, kegiatan investasi itu akan
menghasilkan keuntungan di kemudian hari. Jumlah pendapatan, biaya dan lain-lain
yang terjadi akan menentukan seorang investor mau mengeluarkan modal atau tidak.
Perkembangan metode pemilihan investasi secara umum dapat digolongkan ke dalam
dua kelompok besar, yaitu perhitungan investasi statis dan perhitungan investasi
dinamis.
Disamping itu, terdapat penyusutan, yang akan dialami setiap aset. Penyusutan
(depreciation) adalah alokasi biaya perolehan atau sebagian besar harga perolehan
suatu aset tetap selama masa manfaat aset itu. Besar nilai yang dapat disusutkan
adalah selisih antara harga perolehan dengan nilai sisa, yaitu nilai aset itu pada akhir
masa manfaatnya. Besar penyusutan untuk setiap periode dapat ditentukan dengan
menggunakan beberapa metode, yaitu:
DAFTAR RUJUKAN