Anda di halaman 1dari 5

I.

Tujuan
I.1 Memahami proses in vivo dan perkembangan kadar obat dalam darah
setelah pemberian obat secara bolus intravena.
I.2 Mampu memplot data kadar obat dalam fungsi waktu pada skala
semilogaritmik.
I.3 Mampu menentukan berbagai parameter farmakokinetika obat yang
berkaitan dengan pemberian obat secara bolus intravena.

II. Prinsip
II.1 Kompartemen
II.2 Ekstraselular dan Intraselular
II.3 Intravena Bolus
Intravena bolus adalah memberikan obat dari jarum suntik secara
langsung kedalam saluran/jalan infus.

III. Teori Dasar


Secara garis besar, obat diberikan dengan cara ekstravaskuler maupun
intravaskuler. Pada pemberian secara intravaskuler, obat diberikan langsung
kedalam darah melalui injeksi intravena atau intraarteri. Obat yang diberikan
secara intravena tidak mengalami proses absorpsi sehingga obat langsung masuk
ke dalam aliran sistemik. Sedangkan pada pemberian ekstravaskuler, obat
terlebih dahulu mengalami proses absorbsi sebelum masuk ke aliran sistemik.
Contoh rute pemberian ekstravaskuler antara lain melalui oral, subkutan,
intramuskular, pulmonar, per-rektal, bukal dan sublingual[4].
Tubuh manusia terbagi menjadi beberapa kompartemen. Kompartemen
merupakan suatu entitas yang dapat dijelaskan dengan volume dan konsentrasi
obat yang terkandung dalam volume tersebut. Kompartemen dibagi menjadi:
1. Kompartemen Sentral
Kompartemen sentral mencakup darah dan organ dan jaringan dengan
perfusi tinggi seperti jantung, otak, paru-paru, hati, dan ginjal[1].
2. Kompartemen Perifer
Kompartemen perifer mencakup organ dengan perfusi yang rendah,
seperti adiposa dan otot skeletal[1].
3. Kompartemen Khusus
Kompartemen khusus mencakup beberapa bagian tubuh diantaranya
cairan serebrospinal dan sistem saraf pusat[1].
Untuk menggambarkan dan meramalkan disposisi obat seara kinetik,
dibutuhkan suatu model farmakokinetika yang memperhitungkan rute
pemakaian dan kinetika obat didalam tubuh. Model kompartemen berguna untuk
menggambarkan proses farmakokinetika obat dalam tubuh seperti distribusi dan
eliminasi. Adanya model kompartemen disposisi obat dalam tubuh dapat
digambarkan dengan sederhana dengan menganggap obat diinjeksikan dalam
suatu kotak atau kompartemen, dan serentak terdistribusi homogen kedalam
kompartemen. Dalam pandangan pemodelan, rute pemakaian obat yang paling
sederhana adalah injeksi bolus intravena[5].
Model kompartemen dapat dibagi menjadi dua yaitu model
kompartemen tunggal dan model kompartemen ganda (dua atau tiga). Pada
model kompartemen tunggal, tubuh dianggap sebagai 1 ruang, dimana obat
secara serentak terdistribusi ke semua jaringan. Sedangkan pada kompartemen
dua, tubuh dibagi menjadi 2 kompartemen yaitu kompartemen sentral dan
perifer[6].

Figure 1 grafik semilog laju eliminasi obat dalam: a. kompartemen satu dan b. kompartemen dua [3])

Pemberian obat secara intravena dapat mengikuti model kompartemen


tunggal maupun kompartemen ganda. Pada model kompartemen tunggal obat
dianggap langsung terdistribusi ke sirkulasi sistemik tanpa memasuki
kompartemen lain (jaringan). Sedangkan pada model kompartemen ganda obat
digambarkan terdistribusi ke berbagai kompartemen [5].
Figure 2 grafik kadar obat-waktu pada berbagai rute pemberian obat

Farmakokinetika yang mempelajari absorpsi, distribusi, metabolisme


dan ekskresi obat diterangkan oleh 3 parameter untuk mengukur perubahan
variabel fisiologi yaitu parameter primer, sekunder, dan turunan lainnya.
Parameter-parameter tersebut tergantung dari parameter yang lainnya. Parameter
yang harganya dipengaruhi secara langsung oleh satu atau lebih variabel
fisiologi terkait adalah parameter primer yang meliputi: konstanta kecepatan
absorpsi (Ka) fraksi obat terabsorpsi (fa), volume distribusi (Vd), dan kliren
(Cl). Parameter yang harganya dipengaruhi oleh parameter primer dinamakan
parameter sekunder yang meliputi: tetapan kecepatan ekskresi (ke), waktu paruh
eliminasi (t½ eliminasi), dan fraksi obat utuh yang diekskresi lewat urin (fe).
Selain itu juga terdapat parameter turunan yang lain, yaitu luas di bawah kurva
kadar obat utuh terhadap waktu pengambilan darah (AUC), kadar obat pada
keadaan tunak (C) dan availabilitas oral (F). Harga parameter AUC berguna
sebagai ukuran dari jumlah total obat utuh yang mencapai sirkulasi sistemik.
Harga parameter AUC dan C tergantung dari dosis dan kecepatan pemberian
obat [5], [4].
Menurut Elisabeth (2013), berikut faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi farmakokinetika dan farmakodinamik obat:
Figure 3 Faktor-faktor yang mempengaruhi farmakokinetik dan farmakodinamik suatu obat. Di satu sisi efek
obat ditentukan oleh sifat fisiko-kimia dan di sisi lain dipengaruhi oleh sifat sistem biologis yang terlibat[2].

IV. Alat dan Bahan


IV.1 Alat
IV.1.1 Beaker glass
IV.1.2 Buret
IV.1.3 Kertas semilogaritmik
IV.1.4 Klem
IV.1.5 Kompor listrik
IV.1.6 Pompa peristaltik
IV.1.7 Spektrofotometer
IV.1.8 Statif
IV.1.9 Stopwatch
IV.1.10Syringe
IV.1.11 Vial

IV.2 Bahan
IV.2.1 Aquades
IV.2.2 CTM
V. Prosedur
Alat dan bahan disiapkan lalu dibuat larutan obat CTM 1 mg/mL sebanyak
5 mL. Sebanyak 250 mL aquades dalam beaker glass dipanaskan untuk cairan
pengganti cuplikan. Buret dipasang pada statif, dijepit dengan klem kemudian
diisi dengan aquadest. Beaker glass dengan kran dan pompa peristaltic diisi
aquades sebanyak 250 mL. Rongga antara beaker dalam dan luar diisi dengan
aquadest. Beaker (e) diletakkan diatas kompor listrik lalu dinyalakan hingga
suhu mendekati 370 dan dimatikan apabila suhu terlalu tinggi. Dibawah kran
beaker (e) diletakan beaker 100 mL untuk menampung aquades yang keluar dari
kran. Semua larutan obat (b) dimasukkan ke dalam beaker (e) lalu diaduk
dengan menggunakan batang pengaduk. Kran beaker (e) dibuka untuk
pengeluaran cairan dan kran buret (d) untuk pemasukan cairan pengganti secara
bersamaan, kemudian nyalakan stopwatch. Cuplikan diambil menggunakan
syringe sebanyak 5 mL, pada waktu 15, 30, 45, 60, 90 dan 120 menit setelah
rangkaian alat dijalankan, cuplikan dimasukan ke dalam vial. Setiap kali
pengambilan cuplikan, aquades dari beaker (c) sejumlah 5 mL ditambahkan.
Kadar obat dalam cuplikan ditentukan dengan spektrofotometer pada gelombang
260 nm, absorbansi kemudian dimasukan ke dalam persamaan baku. Data kadar
obat kemudian diplot terhadap waktu pada kertas semilogaritmik. Profil
farmakokinetik obat seperti CO, K, Vd, Cl, dan t1/2 dihitung.

DAFTAR PUSTAKA
1) Ahmed, Tarek A. 2015. Basic Pharmacokinetic Concepts and Some
Clinical Applications. Available Online at:
https://www.intechopen.com/books/basic-pharmacokinetic-concepts-and-
some-clinical-applications [Accessed at 28 March 2018].
2) Elisabeth De Lange. 2013. The mastermind approach to CNS drug
therapy: translational prediction of human brain distribution, target site
kinetics, and therapeutic effects. Fluids Barriers CNS, 10(12).
3) Jambhekar, S., and P. J. Breen. 2009. Basic pharmacokinetics. London:
Chicago.
4) Rowland, M., dan RN Tozer. 2011. Clinical Pharmacokinetics 4th ed.
Lippincott Williams & Wilkins.
5) Shargel, L. Wu-Pong, S. dan Yu, A. B. C. 2012. Applied Biopharmaceutics
and Pharmacokinetics 5th edition. Surabaya: Universitas Airlangga.
6) Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja. 2007. Obat-Obat Penting: Khasiat,
Penggunaan, dan Efek-Efek Sampingnya Edisi 6. Jakarta: Gramedia.

Anda mungkin juga menyukai