Anda di halaman 1dari 392

Prosiding

Simposium Nasional Inovasi dan


Pembelajaran Sains 2013

Bandung, 3 - 4 Juli 2013

ISBN : 978-602-19655-4-2

Penerbit :
Program Studi Magister Pengajaran Fisika
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Teknologi Bandung

2013
Prosiding
Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Prosiding

Simposium Nasional Inovasi dan


Pembelajaran Sains 2013

Bandung, 3- 4 Juli 2013

Himpunan Fisika Indonesia (HFI)


Himpunan Fisika dan Fisika Terapan Indonesia (HF2TI)
Program Magister Pengajaran MIPA ITB
http://portal.fi.itb.ac.id/snips2013

ISBN 978-602-19655-4-2
Prosiding
Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Panitia Penyelenggara
Acep Purqon
Fourier D.E. Latief
Fatimah A. Noor
Novitrian
Syeilendra Pramuditya
Agus Suroso
Nina Siti Aminah
Wahyu Hidayat
Sidik Permana
Neni Suryetni
Ahmad Rosikhin
Memoria Rosi
Aghust Kurniawan

Dewan Pengarah
Prof. Dr.rer.nat. Umar Fauzi
Dr. Siti Nurul Khotimah, M.Sc
Prof. Dr. I Made Arcana
Prof. Dr. Roberd Saragih

Editor
Acep Purqon
Fourier D.E. Latief
Sparisoma Viridi
Syeilendra Pramuditya
Dede Enan

ISBN 978-602-19655-4-2
Prosiding
Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Foto-foto SNIPS 2013

ISBN 978-602-19655-4-2
Prosiding
Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Kata Pengantar

Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013) yang telah dilaksanakan
pada 3-4 Juli 2013 di kota Bandung merupakan suatu kegiatan ilmiah yang terselenggara berkat
dukungan dari Prorgam Studi Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut
Teknologi Bandung. Simposium ini merupakan tempat bertukar pikiran para pelaku bidang
pembelajaran sains dan matematika yang meliputi para guru, mahasiswa, dosen, dan peneliti.

Seminar ini diikuti oleh sejumlah peserta yang terdiri dari 4 orang pembicara kunci yang berasal
dari Institut Teknologi Bandung (ITB), dan 93 presenter yang terbagi dalam empat kelompok
presentasi paralel serta partisipan dari berbagai kalangan. Topik-topik yang disampaikan cukup
beragam, di mana sebagian besar dari topik-topik tersebut merupakan hasil penelitian dan
inovasi dalam bidang pengajaran dan pendidikan. Lebih dari 100 peserta dari beberapa kota di
Indonesia seperti Jakarta, Bogor, Bandung, Palangkaraya dan Yogyakarta telah berpartisipasi
dalam SNIPS 2013 ini.

Upaya penyuntingan Prosiding ini telah diupayakan sebaik mungkin, Kami menyadari
sepenuhnya, bahwa masih terdapat kesalahan dan kekurangan dalam penyusunan prosiding ini.
Kritik dan saran sangat kami harapkan guna perbaikan pada penerbitan yang akan datang.

Kami selaku panitia mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah mendukung
dan membantu terselenggaranya acara SNIPS 2013 dan terselesaikannya penyuntingan dan
penerbitan Prosiding ini. Semoga acara SNIPS 2013 dan penerbitan Prosiding ini bermanfaat bagi
kita semua. Sampai jumpa dalam SNIPS berikutnya.

Acep Purqon
Ketua SNIPS 2013

ISBN 978-602-19655-4-2 i
Prosiding
Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Jadwal Simposium

ISBN 978-602-19655-4-2 ii
Prosiding
Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Denah Ruang Simposium

Lokasi: Campus Center Timur Institut Teknologi Bandung


Jalan Ganesha 10, Bandung 40132, Indonesia

U
Toilet
Rump

Ruang 2 Ruang 3

Pintu 2 Pintu 3

Ruan
gS

Ruang 4
Pintu 1

Ruang 1 Ruang Pintu 4


R

Ruang
P

Denah pembagian ruang di Campus Center Timur ITB. Terdapat empat ruang presentasi, yaitu
Ruang 1 – 4. Dua pintu masuk dan keluar, yaitu Pintu 1 dan 2. Dua buah pintu darurat, yaitu
Pintu 3 dan 4. Toilet terletak di luar Campus Center Timur.

Ruang 1 : tempat presentasi paralel


Ruang 2 : tempat presentasi paralel
Ruang 3 : tempat presentasi paralel
Ruang 4 : tempat presentasi utama dan paralel, pembukaan dan penutupan simposium
Ruang P : tempat poster dipasang dan dipresentasikan
Ruang R : tempat makan siang dan rehat kopi
Ruang S : tempat sekretariat SNIPS 2013, meja registrasi terletak di depan Pintu 1

Kapasitas Ruang 1 : 25 orang


Kapasitas Ruang 2 : 25 orang
Kapasitas Ruang 3 : 25 orang
Kapasitas Ruang 4 : 150 orang

ISBN 978-602-19655-4-2 iii


Prosiding
Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

DAFTAR ISI

Kata Pengantar i

Jadwal Simposium ii

Denah Ruang Simposium iii

Daftar Isi iv

Refleksi, Penyadaran, dan Sikap sebagai Tujuan Pembelajaran Kuliah 1


A. Rusli

Pengembangan Model Pembelajaran On-line (e-learning) Menggunakan LMS (Learning 5


Management System) untuk Pembelajaran Fisika di Sekolah Menengah
Abdul Rajak, Amali Putra, dan Pakhrur Razi

Pengembangan Alat Penilaian Kinerja pada Pembelajaran Sains Berbasis Fuzzy 10


Grading System
Ade Gafar Abdullah, Ana, dan Dadang Lukman Hakim

Pengembangan Alat Praktikum Dasar Otomasi Industri Modular 14


Ade Gafar Abdullah, Mochamad Riza Novian, Irfan Indrawan, Erik Haritman, dan
Dandhi Kuswardhana

Pengaruh Bahan Metamaterial Terhadap Perambatan Gelombang Elektromagnetik 18


Afnar Delivery

Studi Literatur Mengenai Diagnosa Pembusukan Pada Kaki Penderita Diabetes 21


Melitus Dengan Menggunakan Metode Liquid Crystal Thermography (LCT)
Afnar Delivery

Hasil dan Analisis percobaan Hukum Ohm, Jembatan Wheatstone dan Rangkaian 25
RLC
Albar Rabak Pabianan dan Euis Sustini

Identifikasi Parameter Kerapatan dan Kekentalan Terhadap Tinggi Zat Cair Yang Naik 29
Pada Kaki Pipa U serta Pipa Y dengan Menggunakan Konsep Tekanan
Andi Asgar Wahyu dan Inge Magdalena

Pembuatan Media Pembelajaran Berupa Animasi Berbasis Komputer Untuk 33


Meningkatkan Pemahaman Siswa SMA/MA Kelas X Pada Mata Pelajaran Kimia
Konsep Ikatan Kimia
Andri Agustina, Ida Farida Ch. dan Cucu Zenab Subarkah

Analisis Keterampilan Proses Sains Siswa Melalui Pembelajaran Berbasis Proyek 37


pada Konsep Pemisahan Campuran
Andri Arifiadi, Cucu Zenab S, Risa Rahmawati S

ISBN 978-602-19655-4-2 iv
Prosiding
Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Studi Awal Sintesis Material Katoda Lithium Besi Fosfat (LiFePO4) dengan Metode 41
Solvotermal pada Konsentrasi Tinggi
Anies Sayyidatun Nisa dan Ferry Iskandar

Eksplorasi Konsep Barisan dengan Metode Pembelajaran Berbasis Komputer 45


Anjani Kusumaningsih dan Agus Yodi Gunawan

Analisis Keterkaitan Kecerdasan Majemuk Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis 49


Siswa SMA Setelah Diterapkan Pembelajaran Berbasis Kecerdasan Majemuk
Aprianti Opi Ceisar, Winny Liliawati, dan Judhistira Aria Utama

Rancang Bangun Instrumen Akuisisi Data Temperatur Menggunakan IC LM35DZ 53


dan Mikrokontroler ATMEGA8535 Berbasis Perangkat Lunak LabVIEW
Arsul Rahman, Hendro, dan Neny Kurniasih

Profil Motivasi dan Tingkat Partisipasi Mahasiswa Calon Guru Fisika dalam 58
Pembuatan Instrumen Soal Pilihan Ganda dan Esei
Asep Sutiadi, Dadi Rusdiana, Andi Suhandi, dan Nuryani R. Rustaman

Penerapan Pembelajaran Berbasis Proyek Pada Materi Daur Ulang Minyak Jelantah 62
Assyifa Junitasari; Cucu Zenab S; dan Risa Rahmawati S

Aplikasi Metode Disipasi Termal untuk Analisis Karakteristik Filamen dan Efektivitas 66
Pencahayaan Berbagai Produk Lampu Pijar
Budi Sigit Purwono dan Enjang Jaenal Mustopa

Meningkatkan Kemampuan Multi Representasi dan Translasi Antar Modus 71


Representasi Konsep-Konsep Listrik Magnet Pada Program Preservice Guru Fisika
P.Sinaga, Andi Suhandi, dan Liliasari

Pengembangan Aplikasi Lagu Sistem Periodik Unsur dalam Bentuk Macromedia 76


Flash pada Materi Sistem Periodik
Eka Yusmaita dan Bayharti

Profil Kemampuan Inkuiri Siswa dalam Penerapan Model Pembelajaran Level of 80


Inquiry
Erlina Megawati, Purwanto, dan Winny Liliawati

Penerapan Pemberian Tugas Awal “ Integrated Reading And Writing” dalam 84


Pembelajran Berbasis Masalah Untuk Meningkatkan Literasi Fisika SMP
Ermawati Dewi, Selli Feranie dan Saeful Karim

Penerapan Strategi Membaca dan Menulis pada Tugas Awal dalam Pembelajaran IPA 88
Bertema Ultrasound untuk Meningkatkan Literasi Fisika Siswa SMP
Esti Maras Istiqlal, Saeful Karim dan Selly Feranie

Analisis Karakter Peserta Didik Menggunakan Tes Dilema Moral pada Tema Gunung 92
Meletus
Fanni Zulaiha, Winny Liliawati, dan Taufik Ramlan Ramalis

Motor Solenoid Sebagai Alat Bantu dalam Pembelajaran Elektromagnetisme: Studi 95


Pengaruh Tegangan dan Panjang Kumparan Terhadap Kecepatan Rotasi
Samuel Kamajaya, Bianca Maria Hasiandra, Richard Jason, dan Fourier Dzar
Eljabbar Latief

ISBN 978-602-19655-4-2 v
Prosiding
Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Pengaruh Pengenceran HidrogenTerhadap Hasil Penumbuhan Silikon Nanowire 99


dengan Metode HWC-in Plasma-VHF-PECVD Berbantuan Nanokatalis Perak
Gilang Mardian Kartiwa, Rahmat Awaluddin Salam, Diki Anggoro, dan Toto Winata

Penerapan Pembelajaran Terpadu Model Webbed Tema Polusi Cahaya dengan 103
Menggunakan Model Pembelajaran Susan-Loucks untuk Meningkatkan Hasil Belajar
Siswa SMP
Hayyah Fauziah, Winny Liliawati, dan Judhistira Aria Utama

Penerapan Hands On Activity pada Pembelajaran IPA Bertema Operasi LASIK untuk 107
Meningkatkan Literasi Fisika Siswa SMP
Henita Septiyani Pertiwi*, Saeful Karim, Selly Feranie

Penerapan Video Based Laboratory pada Materi Getaran dan Gelombang untuk 111
Meningkatkan Kemampuan ICT Siswa SMP
Herni Yuniarti Suhendi, Selly Feranie, dan Ika Mustika Sari

Analisis Kemampuan Metakognitif Siswa Dengan Menerapkan Strategi Metakognitif 115


dalam Pembelajaran Fisika
Hilman Imadul Umam, Iyon Suyana, dan Agus Danawan

Analisis Karakter Peserta Didik Menggunakan Tes Dilema Moral pada Tema Efek 119
Penggunaan Rokok di SMP
Ifa Rifatul Mahmudah, Taufik Ramlan Ramalis, dan Winny Liliawati

Studi Perambatan Retakan Pada Material Bertakik Akibat Gaya Tarik Menggunakan 122
Perangkat Lunak ABAQUS FEA
Irfan Dwi Aditya, Widayani, Sparisoma Viridi, dan Siti Nurul Khotimah

Upaya Meningkatkan Kemampuan Creative Problem Solving Matematis Siswa SMA 126
melalui Situation-Based Learning
Isrok’atun

Perancangan Alat Pengukuran Keasaman (pH Meter) Menggunakan Sensor Kapasitif 130
dan Jembatan Schering
Jubaidah, Abdul Rajak, Khairiah, Tri S., Yuni W., Apit N., dan Mitra Djamal

Pemodelan Transmittansi Elektron pada Kapasitor MOS bermassa Isotropik dengan 134
Menggunakan Pendekatan Fungsi Gelombang Airy
Khairiah, Fatimah A. Noor, Mikrajuddin Abdullah, dan Khairurrijal

Perbandingan Penerapan Model Pembelajaran Guided Inquiry Dengan Model 138


Pembelajaran Interactive Demonstration Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Fisika
Siswa SMA
Khumaedah Khasanah, Parlindungan Sinaga, dan Dedi Sasmita

Physics Modeling for Medical Purposes: Molecular Dynamics Simulation on Malaria- 142
Infected Blood Flow in 2-D Channel
Luman Haris, Siti Nurul Khotimah, Freddy Haryanto, Sparisoma Viridi

Sintesis Nanopartikel Ekstrak Temulawak Berbasis Polimer Kitosan-TPP dengan 146


Metode Emulsi
Mersi Kurniati, Tyas Wulandary, Laksmi Ambarsari dan Latifah K Darusman

ISBN 978-602-19655-4-2 vi
Prosiding
Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Pengaruh Doping Fe pada Oksida Kobalt Perovskit Sr0.775Y0.225CoO3- 150


Millaty Mustaqima, Inge Magdalena Sutjahja, Febry Berthalita, Daniel Kurnia,
Agustinus Agung Nugroho

Pengembangan Model Pembelajaran Fisika Berorientasi Kemampuan Berargumentasi 154


dan Pemahaman Konsep Calon Guru Fisika
Muslim, Andi Suhandi dan Ida Kaniawati

Kemampuan Siswa Menghubungkan Tiga Level Representasi Melalui Model MORE 159
(Model-Observe-Reflect-Explain)
Neng Tresna Umi Culsum, Ida Farida dan Imelda Helsy

-Module Pembelajaran Minyak Bumi Berbasis Lingkungan Untuk Mengembangkan 164


Kemampuan Literasi Kimia Siswa
Nevi Nurzaman, Ida Farida Ch dan Ratih Pitasari

Analisis Konsepsi Mahasiswa Terhadap Materi Elektrolisis Menggunakan Instrumen 168


Tes Three Tier Multiple Choice
Nia Tresnasih, Ida Farida dan Ratih Pitasari

Pembuktian Hukum Boyle pada Gas Ideal Berbantuan Data Studio Software dalam 172
Praktikum Termodinamika
Nofitri, Hadyan Akbar, Sinta Sri Ismawati, Herlin Verina, Vivi Nur Huda Lyjamil,
Mohamad Soleh, Robi Sobirin, dan Irzaman

Penggunaan Macromedia Flash Untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep Siswa 176


Pada Materi Perkembangan Teori Atom
Nur Alamsah, Heni Rusnayati, dan Chaerul Rochman

Model Dinamika Elemen Volume Air pada Self-Siphon dengan Pendekatan Analitik 180
serta Konfirmasi Eksperimen dan Numerik untuk Konstruksi Ruang Kerja
Parameternya
Nurhayati, Wahyu Hidayat, Novitrian, Fourier Dzar Eljabbar Latief, Sparisoma Viridi,
dan Freddy Permana Zen

Representasi Konsep Larutan Penyangga dalam Buku Teks Pelajaran Kimia SMA 184
Nurul Fajriyah, Cucu Zenab Subarkah dan Siti Suryaningsih

Pengaruh Pemberian Integrated Reading and Writing Task pada Pembelajaran 188
Berbasis Masalah dengan Tema Mesin Uap terhadap Peningkatan Literasi Fisika
Siswa SMP
Pandu Grandy Wangsa P., Selly Feranie, dan Dedi Sasmita

Pengaruh Perlakuan Refluks dalam Pembuatan Sol-Gel Nanokristal ZnO Terhadap 192
Peningkatan Karakteristik Sel Surya Hibrid-nya
Pardi Sampe Tola, Waode Sukmawati, Rahmat Hidayat

Peningkatan Hasil Belajar Siswa Kelas IV SD Karunadipa Palu Pada Konsep 196
Kelipatan Persekutuan Terkecil (KPK) DAN Faktor Persekutuan Terbesar (FPB)
Melalui Pendekatan Kontekstual
Pathuddin

Penerapan Strategi Literasi Pada Pembelajaran IPA Bertema Pelangi Untuk 201
Meningkatkan Literasi Fisika
R. Sinta Harosah, Ridwan Efendi, Selly Feranie

ISBN 978-602-19655-4-2 vii


Prosiding
Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Permutasi dengan Panjang n Yang Tidak Memuat Pola dengan Panjang Tiga 205
Rachmad Lasaka dan Djoko Suprijanto

Model Percobaan Sederhana untuk Pembelajaran tentang Pengukuran Efisiensi 208


Konversi dari Energi Mekanik menjadi Energi Listrik
Firman Iqro’ Bismillah, Zamzam Multazam, dan Rahmat Hidayat

Perancangan Automatic Gain Control pada Modem Orthogonal Frequency Division 212
Multiplexing (OFDM) dalam rentang Frekuensi Audio
Rifki Muhendra dan Maman Budiman

Analisis Buku Teks Kimia SMA pada Konsep Kesetimbangan Kimia Ditinjau dari 216
Kriteria Representasi
Rita Sugiarti dan Ida Farida, Ch.

Model Kompartemen untuk Kontaminan Timbal pada Tubuh Manusia dengan Metode 220
Beda Hingga
Sesya Sri Purwanti, Siti Nurul Khotimah, Freddy Haryanto

Pembelajaran Inkuiri dengan Mengkombinasikan Metode “Tigata-tigati Bermain Peran 224


dengan Saitem”
Ruswanto

“Monopoli Napza dan Pedeman” Sebagai Upaya Meningkatkan Aktifitas dan Hasil 229
Belajar Biologi Pada Materi Sistem Syaraf dan Peredaran Darah
Ruswanto

Penentuan Percepatan Gravitasi Bumi Dari Eksperimen Bandul Matematis Pada 235
Simpangan Sudut Besar
Safrudin Kiayi, Neny Kurniasih, dan Hendro

Studi Penggunaan Micro-CT Skyscan 1173 untuk Mengetahui Struktur Tulang Kaki 239
Ayam
Saumi Zikriani Ramdhani, Siti Nurul Khotimah, dan Freddy Haryanto

Analisis Prinsip Hukum Charles pada Operasi Mesin Kalor Menggunakan Heat 243
Engine Apparatus
Sinta Sri Ismawati, Hadyan Akbar, Nofitri, Herlin Verina, Vivi Nur Huda Lyjamil,
Mohamad Soleh, Robi Sobirin, dan Irzaman

Kajian Sifat Termal Dan Kristalografi Nanopartikel Biomassa Rotan Sebagai Filler 247
Bionanokomposit
Siti Nikmatin

Pemanfaatan Kulit Rambutan (Nephelium sp.) Untuk Bahan Pembuatan Briket Arang 251
Sebagai Bahan Bakar Alternatif
Sitti Rahmawati

Konversi Energi Listrik (Joule) Menjadi Energi Panas (Kalori) Menggunakan Alat 256
Electrical Equivalent of Heat (EEH)
Mohamad Soleh, Vivi N. H. Lyjamil, Hadyan Akbar, Sinta S. Ismawati, Nofitri, Herlin
Verlna, Robi Sobirin, dan Irzaman

Desain Sensor Keseimbangan Ban Mobil Berbasis Sensor Magnetik Giant 260
Magnetoresistance
Sony Wardoyo dan Mitra Djamal

ISBN 978-602-19655-4-2 viii


Prosiding
Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

An Observation of a Circular Motion using Ordinary Appliances: Train Toy, Digital 265
Camera, and Android based Smartphone
Sparisoma Viridi, Tarex Moghrabi, and Meldawati Nasri

Rancang Bangun Alat dan Sintesis Material Lithium Besi Fosfat LiFePO4 dengan 269
Metode Hidrotermal
Sri Septiyanty Marpaung dan Ferry Iskandar

Pembelajaran Konsep Teorema Sisa Pada Pembagian Suku Banyak Dengan Pembagi 273
Berbentuk ax – b
Sukarni Ali dan Iwan Pranoto

Tinjauan Penyusunan Partikel Granular Berbentuk Cakram Lingkaran di Bawah 277


Vibrasi Vertikal
Trisna Utami, Fakhrul Rozi Ashadi, Siti Nurul Khotimah, Sparisoma Viridi

Uji Sifat Optik Pada Film Tipis Ba0,55Sr0,45TiO3 280


Umar, Faanzir, Abd. Wahidin Nuayi, Ridwan Siskandar, Heriyanto Syafutra, Husin
Alatas dan Irzaman

Profil Kecerdasan Majemuk Siswa Setelah Diterapkan Pembelajaran Berbasis 285


Kecerdasan Majemuk dalam Konsep Tata Surya
Utami Widyaiswari, Winny Liliawati, Taufik Ramlan R.

Analisis Coefficient of Performance (COP) pada Pompa Kalor dengan menggunakan 290
Piranti Termolistrik
Vivi Nur Huda Lyjamil, Nofitri, Hadyan Akbar, Sinta Sri Ismawati, Herlin Verina,
Mohamad Soleh, Robi Sobirin dan Irzaman

Desain Alat Ukur untuk Mengukur Kadar Larutan Porfirin+ Fe berbasis GMR 294
Aisyah Amin dan Mitra Djamal

Keanekaragaman spesies reptil di Pulau Banggai Provinsi Sulawesi Tengah 298


Akhmad dan Djoko Tjahjono Iskandar

Pemisahan Tetrafenilporfirin Menggunakan Kromatografi Kolomflash 302


Aldih Taangga, Alpin Lainua, Phutri Milana, Ciptati, Irma Mulyani dan Veinardi
Suendo

Pembuatan Komposit Papan Serat dari Tandan Kosong Kelapa Sawit dan 306
Karakterisasi Sifat Fisis dan Mekanisnya
Bernart Taangga, dan Widayani

Penerapan Model Pembelajaran Inkuiri Laboratorium Terbimbing Pada Konsep 310


Garam Terhidrolisis
Enok Aas, Risa Rahmawati S, dan Yunita

Dinamika Fluida Pada Aliran Laminar di Dalam Pipa Melalui Program Aplikasi 313
Tinjauan Comsol Multiphysics 4.2
Erwin Abd.Rauf dan Suparno Satira

Analisis Struktur Kristal pada Lapis Tipis Ba0,55Sr0,45TiO3 317


Faanzir, Umar, Ridwan Siskandar, Abdul Wahidin Nuayi, Heriyanto Syafutra, Husin
Alatas, dan Irzaman

ISBN 978-602-19655-4-2 ix
Prosiding
Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Analisis Efesiensi Energi Pada Tungku Berbahan Bakar Sekam Padi 321
Mukhlis, Indah Rodianawati, Heriyanto Syafutra, Husain Alatas, dan Irzaman

Pengembangan Materi Praktikum Elektrokimia Skala Kecil Beserta Video Animasi 325
Tiga Dunia
Firdaus dan Muhamad Abdulkadir Martoprawiro

Konverter DC-AC dengan Multivibrator Digital Untuk Kebutuhan Energi Listrik 329
Rumah Tangga
Firman Laurensius Nadeak dan Suprijadi

Eksperimen Hukum-Hukum Radiasi Termal: Hukum Kuadrat Terbalik, Hukum 333


Stefan-Boltzmann serta Pengaruh Warna Permukaan terhadap Radiasi Termal
Hadyan Akbar, Vivi Nur Huda, Sinta Sri Ismawati, Mohamad Soleh, Nofitri, Herlin
Verina, Robi Sobirin, dan Irzaman

Pembelajaran Tekanan Hidrostatik, Kapilaritas, dan Debit Zat Cair Melalui Power 338
Point, Video, dan Modul Eksperimen
Islamiani Safitri dan Siti Nurul Khotimah

Rancang Bangun Turbin Angin Vertikal Untuk Menggerakkan Pompa Air Skala Kecil 343
Jasirus Panjaitan dan Widayani

Koefisien Gesekan Per Satuan Massa Antara Udara Dan Air Yang Keluar dari Lubang 347
Kecil Pada Tangki Air
Marten Rantelai dan Triyanta

Dekarboksilasi Asam Amino: Sintesis Kadaverin Menggunakan Lisin 351


Masita, Didin Mujahidin, dan Rino R.Mukti

Studi Komputasi Reaksi-Reaksi Kimia Sederhana Dan Visualisasinya Untuk 355


Pembelajaran Ilmu Kimia
Ridwan dan Muhamad Abdulkadir Martoprawiro

Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Instruction untuk Meningkatkan 359


Prestasi Belajar Siswa pada Pembelajaran Fisika
Stevida Sendi, Sutrisno, dan Parlindungan Sinaga

Simulasi Pencarian Basis Data dengan Algoritma Grover 363


Suhadi, J S Kosasih, dan F P Zen

Ekstraksi, Isolasi, Pemurnian, dan Karakterisasi Antosianin dari Ubi Jalar Ungu 367
(Ipomoea batatas L.)
Suryo Jadmiko dan Ciptati

Studi awal sintesis partikel CaO dengan menggunakan EG route yang dibantu dengan 371
pemanasan Microwave
Verry Anggara Musriana, Pipit Uky Vivitasari, dan Ferry Iskandar

Pemodelan Sederhana Analisis Hilangnya Energi Listrik pada Proses Transmisi 375
Listrik Jarak Jauh Sebagai Pelengkap Pemahaman Konsep Listrik Pada Proses
Pembelajaran
Zainuddin dan Euis Sustini

ISBN 978-602-19655-4-2 x
Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Refleksi, Penyadaran, dan Sikap sebagai Tujuan Pembelajaran Kuliah


A. Rusli

Abstrak
Sains dan teknologi telah dan makin cepat berkembang sejak awal abad ke 20, dan dampaknya terhadap
hidup sehari-hari makin jelas. Agar masyarakat dapat menyikapi dan mengendalikan dampak sains dan
teknologi itu dengan efektif dan bijaksana, pembelajaran sains memang memerlukan inovasi agar sesuai
dengan perkembangan jaman, baik dari segi sainsnya maupun dari segi sifat mahasiswa yang
mempelajarinya. Pada ICMNS tahun 2008 dan 2010 telah dilaporkan pola penugasan mingguan dalam
perkuliahan Fisika Dasar, yang mengusahakan efektivitas pembelajaran tersebut. Presentasi ini hendak
melaporkan hasil penyempurnaan pola penugasan mingguan tersebut sejak semester ganjil 2012-2013,
yang mengusahakan efektivitas maupun kebijaksanaan mahasiswa, untuk dapat ikut berperan positif di
masyarakat yang akan makin kompleks di masa depan. Penyempurnaan tersebut adalah, dengan
mempertajam arah salah satu dari tiga butir laporan mingguan tersebut, yaitu ‘pendapat pribadi/kelompok’.
Tujuan awalnya adalah untuk terutama memperoleh umpan balik tentang pendapat mahasiswa akan
pelaksanaan perkuliahan dalam minggu sebelumnya. Karena adanya masukan berupa pedagogi reflektif
yang bertujuan menyentuh segi afektif mahasiswa dan siswa, telah dilakukan penajaman butir ‘pendapat
pribadi/kelompok’ itu menjadi tiga butir, yaitu berupa ‘hasil refleksi tentang segi manfaat’ materi perkuliahan
minggu sebelumnya, ‘hasil refleksi tentang segi risikonya’, dan berdasarkan hasil refleksi itu, ‘niat
menerapkan hasil pembelajaran minggu sebelumnya, melalui tindakan kecil tetapi konkret yang dapat
membantu kepentingan umum, terlebih pihak yang lebih lemah’. Ternyata refleksi tentang segi positif dan
segi risiko itu dapat menimbulkan tanggapan yang menunjukkan adanya kesadaran, tumbuhnya sikap positif,
dan upaya merefleksi mahasiswa, tetapi ternyata rumusan ‘niat’ masih menunjukkan kesimpangsiuran
pemahaman. Maka untuk semester ganjil 2013-2014 direncanakan perbaikan perumusan tiga butir baru ini.

Kata-kata kunci: pembelajaran refleksi, penyadaran, sikap


menangani alat elektronik seperti komputer, laptop,
Pendahuluan
dan tablet, dan cara menanganinya tampak
Refleksi, penyadaran, dan sikap merupakan menunjukkan kemampuan “multi-tasking”,
langkah pembelajaran fisika yang dapat berpindah-pindah dari kegiatan yang satu ke
menghadapi makin pesatnya perkembangan ilmu kegiatan yang berikutnya, yang mengindikasikan
dan teknologi pada jaman ini. Hipotesis ini tampak pula kebiasaan “cepat-beralih-perhatian” (short
agak terdukung oleh pengamatan selama studi span of attention). dan sebagainya.
yang dilaporkan ini. Bahwa ilmu dan teknologi
Dua pertimbangan ini dengan jelas
makin pesat berkembang, dapat dilihat dari makin
mengindikasikan perlunya pola pembelajaran di
tebalnya jilid jurnal ilmiah terkenal seperti Physical
kelas diubah, kalau efektivitasnya ingin
Review Letters, Journal of Rheology yang saya
dipertahankan, malahan jika dimungkinkan,
langgan, malah terindikasi juga dari jumlah
malahan dipertinggi pula, untuk dapat menjadi
makalah yang diterima website penampung artikel
modal masa depan yang lebih berharga bagi
arXiv.org [1] yang dirawat oleh perpustakaan
mahasiswa sebagainya.
Cornell University, Amerika Serikat. Sebagai
gambaran, tampak di arXiv.org bahwa pada satu Perubahan ini tampaknya perlu bersifat
hari saja, tanggal 8 Juli 2013, dilaporkan ada 46 pengalihan [3] dari upaya mencapai pemahaman
makalah yang diterima hari Kamis dan Jumat sains dan pemahaman cara ilmiah (science literacy
sebelumnya (4 dan 5 Juli 2013), terdiri atas 27 dan scientific literacy), menjadi upaya yang
makalah termasuk tentang Pendidikan Fisika, 6 esensinya adalah memperoleh peta kawasan ilmu
buah dari bidang khusus lainnya, dan 13 buah dan penyadaran tentang cara ilmiah, bukannya
yang diperbaharui oleh penulisnya karena menjadi ahli di kawasan ilmu dan cara ilmiah itu.
diperbaiki dan sebagainya. Dengan memiliki suatu peta itu, kiranya lebih
mudah menyadari ahli apa yang perlu dikonsultasi;
Di pihak lain, angkatan muda yang sedang ini lebih efisien daripada perlu menangani semua
belajar di sekolah dan perguruan tinggi, disebutkan masalah sendirian saja di dunia yang makin
tergolong “Generasi Milenium” yang berbeda kompleks ini.
cirinya dengan angkatan-angkatan sebelumnya [2].
Salah satu perbedaan yang teramati adalah, Untuk dapat memperoleh peta dan
bahwa mahasiswa masa kini cukup gesit penyadaran tersebut, komponen “refleksi” dalam

ISBN 978-602-19655-4-2 1
Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

pendidikan perlu ditingkatkan penguasaannya. berdiskusi antar-mahasiswa sebagai pengakaran-


Refleksi merupakan suatu kegiatan mental yang pendalaman dan penyadaran suatu konsep dan
didasarkan pada data dan observasi serta lainnya. Di akhir pertemuan, dosen perlu menulis
informasi yang dimiliki, mengolahnya dengan nalar beberapa istilah esensial, dan merangkum esensi
(rationality) [4], menilai kebenaran dan kuliah tersebut, serta mengingatkan beberapa
kebijaksanaannya dengan hati nurani (conscience) konsekuensi praktisnya.
[5]. Hasil refleksi ini adalah suatu kepahaman
Dengan pola pedagogi reflektif ini [7]
tentang konsep atau konsep-konsep terkait, dan
tampaknya penyadaran pada mahasiswa dapat
kaitan-tautannya dengan beberapa hal lain di
ditumbuhkan, dan semoga secara jangka panjang
lingkungannya. Hasil refleksi ini sebaiknya diikuti
sikap hidup reflektif dan terbuka-konstruktif
tindakan berupa suatu pilihan dan suatu tindakan,
tertumbuhkan pula padanya. Dengan demikian,
bukannya hanya berhenti pada pemikiran saja,
laju perkembangan ilmu dan teknologi dapat
agar manfaat bagi masyarakat dapat menjadi lebih
dihadapinya dengan lebih baik dan bijaksana.
konkret.
Rujukan yang digunakan pada laporan ini Peran Dosen
sengaja mengutamakan Wikipedia, karena
keterandalannya yang, walaupun tidak 100%, Peran dosen di kelas, walaupun sudah
tetapi diperkirakan andal setidaknya 90%, untuk dilakukan upaya student-centred, tetap amat
mengajak pembaca ikut memanfaatkannya penting. Sikap dosen yang sengaja (atau secara
sebagai rujukan-cepat-mudah, yang lalu alamiah) menunjukkan sifat reflektif, sikap terbuka
seperlunya dapat dipakai untuk menemukan (juga dalam menerima sebarang pertanyaan, dan
dengan www.scholar.google.com), rujukan yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh untuk
lebih ilmiah. menawarkan jawabannya, dan jika masih gagal
menemukan jawab yang memuaskan, rela
Pembelajaran di Kuliah menjanjikan upaya yang lebih efektif pada sesi
berikutnya, setidaknya menunjukkan pustaka atau
Pembahasan ini difokuskan pada perkuliahan topik Wikipedia yang dapat membantu, senantiasa
fisika, tetapi kiranya sifatnya cukup generik bersikap konstruktif (bukan defensif, egosentris,
sehingga mudah diadaptasi pada pelajaran di melainkan meletakkan kepentingan mahasiswa
sekolah menengah, dan mungkin juga secara sebagai pusat upayanya secara bersahabat)
terbatas di sekolah dasar. kiranya dapat menunjang keberhasilan jangka
Agar menjadi berfokus pada mahasiswa panjang (sering disebut “outcome”) perkuliahannya.
(student-centred), perlu disediakan setidaknya satu Refleksi dosen tentang topik-topik esensial
pustaka (sedapatnya e-book yang gratis), agar beserta kemudian tautannya satu dengan lainnya,
mahasiswa dapat membandingkan bahasan di dan tidak melupakan kesadaran akan luasnya
kelas dengan pustaka itu, dan mempertanyakan lingkungan manusia di Bumi, dan luasnya jagad
perbedaan yang ditemuinya. Melayani pertanyaan- dibandingkan dengan Bumi, dapat menumbuhkan
pertanyaan ini merupakan kesempatan bagus bagi pada diri mahasiswa suatu sikap kagum dan sikap
dosen untuk berangsur meningkatkan rendah hati. Sebaliknya, kesadaran akan
keterampilannya menjawab pertanyaan secara kompleksitas manusia, baik secara fisik sampai ke
efektif, dan menemukan pemikiran-pemikiran yang atom dan inti atom yang membentuk dirinya,
lebih mendalam dan matang tentang materi maupun secara mental-spiritual tentang
kuliahnya. kemampuannya membayangkan hal ihwal Bumi
Dengan dukungan pustaka itu, dosen lalu dan jagad, atom dan inti atom, ihwal benar dan
lebih mudah memusatkan pembahasannya pada keliru, ihwal baik dan buruk, kiranya dapat
beberapa saja dari konsep esensial yang ada di menuntunnya ke kesadaran tingginya martabat
pustaka itu, dengan tidak lupa menunjukkan kaitan seorang manusia. Satu langkah berikutnya adalah
dan tautan antar-konsep itu, dan menjawab kesadaran tentang ihwal bagaimana sains dan
pertanyaan dengan sekonstruktif mungkin. iman kepercayaan intuitif akan Tuhan Pencipta
Mahasiswa dapat lalu ditugasi menelusuri lebih Alam dapat saling mengasah dan saling
lanjut kaitan-kaitan antar konsep itu. Latar melengkapi. Hal ini dapat menuntunnya pada
belakang sejarah dan tautan dengan laporan- penghargaan pada setiap kehidupan dan pada
laporan ilmu dan teknologi yang dapat ditemukan setiap manusia, lepas dari saling berbedanya
di koran, akan terasa manfaatnya, di samping dalam fisik ataupun pemikiran dan kepercayaan.
semoga memperpanjang juga rentang perhatian Hal ini pun akan mendukungnya dalam
mahasiswa. Yang menjadi komponen penting pula menghadapi dunia yang kompleks yang masih
di kelas adalah pelatihan soal dan pembahasan banyak didera konflik dan kesalahpahaman ini.
contoh konkret, menggunakan flashcards [6] Akhirnya, sebagai pelatihan aspek psikomotorik
seperti juga dibahas Pak Tony Sumaryada di mahasiswa, ditugaskan tugas mingguan seperti
SNIPS 2013 ini (EDU-18), memberi kesempatan berikut ini.

ISBN 978-602-19655-4-2 2
Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Tugas Mingguan efektif atau jelas. Tanggapan terhadap “demi


kepentingan umum” tampak amat mudah
Sejak memberi kuliah pada tahun 1969, telah
bergaung di benak mahasiswa, sedangkan
ditemui masalah “bagaimana mengakarkan ilmu”
“perhatian pada pihak yang lebih lemah” ada juga
pada para mahasiswa. Sekitar tahun 1993an,
menimbulkan komentar “jangan memanjakan
mulai diadakan tugas tertulis mingguan berupa
mereka”.
satu halaman maksimal [8], mula-mula bagi
kelompok ~5 mahasiswa agar menumbuhkan Yang juga menarik adalah bahwa umumnya
suasana diskusi, tetapi akhirnya dinilai kelompok mahasiswa setuju bahwa kaum miskin dan kaum
berdua-dua menjadi format yang optimal, dari segi difabel (different ability, cacat) tergolong kaum
efektivitas melatih bekerja-baik pada diri lemah dan patut dibantu, dan perempuan juga
mahasiswa, juga dari segi meringankan beban tergolong pihak yang lebih lemah; tetapi ada juga
kerja mahasiswa dan dosen. yang berpendapat bahwa sepatutnya perempuan
dianggap lemah karena memang demikian
Tugas mingguan itu mula-mula terdiri atas
hakikatnya (!). Jelaslah bahwa masih ada
“intisari kuliah minggu sebelumnya”, “satu
pekerjaan rumah dalam meluruskan beberapa
pertanyaan”, dan “pendapat pribadi kelompok”.
sikap dan pandangan yang terpengaruh budaya-
“Intisari” merupakan latihan menemukan esensi
budaya tertentu, yang belum konsisten dengan
dalam suatu kuliah, dan menjadi butir yang paling
sains yang ada.
sering dinyatakan berharga oleh mahasiswa. Bagi
dosen, butir ini menjadi umpan balik tentang
Kesimpulan
efektivitas kuliahnya. “Pertanyaan” menjadi latihan
kekritisan, menemukan hal yang belum jelas dalam Laporan ini telah membahas temuan yang
kuliah. Bagi dosen, butir ini menjadi alat melatih diperoleh dari tugas mingguan, yang telah
menjawab secara ringkas tetapi efektif, dan picu diperluas dari 3 butir menjadi 5 butir. Secara umum
untuk belajar lebih lanjut tentang suatu topik. walaupun hanya secara kualitatif, disimpulkan
“Pendapat pribadi menjadi umpan balik pula bagi bahwa perluasan ini cukup efektif, walaupun
dosen, tentang cara membawakan kuliahnya. diyakini bahwa baru setelah beberapa tahun
sebagainya. dampaknya akan dapat teramati pada mahasiswa
Akan tetapi sejak setahun yang lalu, setelah yang sudah lulus sarjana (atau magister).
menemukan pustaka tentang pedagogi reflektif Beberapa kelemahan akibat kekurangjelasan
tersebut [7], butir ketiga di atas dikembangkan instruksi tentang “niat konkret” dalam tugas
demi pertimbangan “refleksi” itu, menjadi 3 butir: mingguan ini, direncanakan diperhatikan pada
“Hasil refleksi tentang manfaat isi kuliah minggu semester selanjutnya.
lalu”, “hasil refleksi tentang risiko isi kuliah minggu Refleksi sebagai pendalaman pemahaman,
lalu”, dan “satu niat kecil yang dapat dilakukan dan penyadaran sebagai dampaknya, termasuk
berdasarkan refleksi itu, yang berguna bagi pertautan antar-konsep esensial materi
kepentingan umum, terlebih bagi pihak yang lebih perkuliahan, diperkirakan akan dapat ditumbuhkan
lemah”. Dua butir pertama merupakan latihan sebagai suatu sikap hidup, asalkan disertai teladan
merefleksi dan menalarkan sisi positif dan sisi oleh dosen, dalam segala keterbatasannya.
negatif setiap hal yang dipelajari. Butir terakhir
melatihkan sikap mengkonkretkan tindakan atas Perhatian pada kepentingan umum, dan pihak
yang lebih lemah, tampak masih perlu dijabarkan
dasar refleksi itu. Syarat “untuk kepentingan
umum” melatihkan sikap berpikir dari sudut di masa selanjutnya.
kepentingan masyarakat, untuk mengurangi sikap
egosentris yang secara alamiah ada pada diri Ucapan terima kasih
manusia. Syarat “pihak yang lebih lemah” hendak Terima kasih diucapkan kepada Lembaga
menarik perhatian pada fakta bahwa kaum yang Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat
lebih kuat dapat lebih membela kepentingan Universitas Katolik Parahyangan, untuk dukungan
dirinya, tetapi kaum yang lebih lemah seringkali dana, sehingga dapat mengembangkan laporan ini.
tidak berkemampuan menolong dirinya sendiri, Terima kasih pula diucapkan atas kesempatan
sehingga merekalah yang lebih memerlukan yang diberikan mempresentasikan laporan ini pada
perhatian. Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran
Sains (SNIPS) 2013 tanggal 3 dan 4 Juli 2013 di
Pengalaman selama dua semester yang lalu Campus Centre Timur, ITB, Bandung.
menunjukkan bahwa empat dari lima butir isi tugas
mingguan ini cukup mudah ditangkap mahasiswa. Referensi
Hanya perumusan “niat” yang menghasilkan
rumusan yang beraneka ragam, dari penasihatan [1] Cornell University Library,
kepada Pemerintah atau pihak lain, sampai ke isi http://arxiv.org/list/physics/new, terakses 8
yang memang sesuai dengan yang diminta. Juli 2013
Rupanya petunjuk yang diberikan dosen kurang

ISBN 978-602-19655-4-2 3
Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

[2] William Strauss & Neil Howe (2003, 2007). http://en.wikipedia.org/wiki/Flashcards,


“Millenials Go To College: Strategies for a terakses 8 Juli 2013
New Generation on Campus”. American [7] J. Subagya, 2012. Paradigma Pedagogi
Association of Collegiate Registrars and Reflektif – Mendampingi Peserta Didik
Admissions Offices (AACRAO) and Life Menjadi Cerdas dan Berkarakter, edisi revisi”,
Course Associates. Washington, DC terjemahan “Ignatian Pedagogy, A Practical
[3] A Rusli, 2010, “A Format for the Basic Approach”, G S Prakash, India. Kanisius,
Physics Lecture – Aiming at Science Jogjakarta.
Awareness: Some Study Results”. [8] A Rusli, 2008. “Improving the Learning
Proceedings of the 3rd International Process of Under- and Postgraduate
Conference on Mathematics and Natural Students: Some Study Results”. Proceedings
Sciences (ICMNS), FMIPA, ITB, Bandung. of the 2nd International Conference on
579 – 586. Mathematics and Natural Sciences (ICMNS),
[4] Wikipedia. Rationality. FMIPA, ITB, Bandung. 1314 – 1320.
http://en.wikipedia.org/wiki/Rationality,
terakses 8 Juli 2013
[5] Wikipedia. Conscience. A. Rusli
http://en.wikipedia.org/wiki/Conscience, Jurusan Fisika
terakses 8 Juli 2013 Fakultas Teknologi Informasi dan Sains
[6] Wikipedia. Flashcard. Universitas Katolik Parahyangan, Bandung
arusli@unpar.ac.id

ISBN 978-602-19655-4-2 4
Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Pengembangan Model Pembelajaran On-line (e-learning)


Menggunakan LMS (Learning Management System) untuk
Pembelajaran Fisika di Sekolah Menengah
Abdul Rajak*, Amali Putra, dan Pakhrur Razi

Abstrak
Penelitian ini berawal dari kenyataan di sekolah bahwa guru masih mengalami kesulitan dalam
pembelajaran fisika khususnya materi termodinamika antara lain: sarana laboratorium yang kurang
mendukung, minimnya bahan ajar berbasis ICT, ketersediaan waktu jam pelajaran yang diberikan tidak
sesuai dengan padatnya materi yang akan disampaikan. Mengingat fasilitas ICT seperti komputer dan
internet pada umumnya sudah memadai di sekolah, maka salah satu alternatif adalah menerapkan
pembelajaran berbasis ICT dengan mengembangkan model pembelajaran secara online yang disajikan
dalam paket portal/situs pembelajaran online fisika (e-learning physics). Penelitian ini bertujuan untuk
menghasilkan model pembelajaran online yang valid, efektif dan layak serta dapat mengatasi permasalahan
dalam pembelajaran fisika selama ini. Berdasarkan analisis produk dan data yang telah dilakukan dapat
dikemukakan empat hasil penelitian ini. Pertama, model pembelajaran online yang dihasilkan berupa portal
e-learning yang di dalamnya terdiri dari: pretes, bahan ajar (halaman web, animasi dan video) dan postes
untuk empat kali pertemuan. Kedua, model pembelajaran online memiliki tingkat validitas dengan kategori
baik sekali dengan nilai rata-rata 86,14 untuk uji pakar dosen dan 91,32 untuk uji pakar guru. Ketiga, model
pembelajaran online dapat meningkatkan motivasi belajar siswa dilihat dari perolehan rata-rata nilai motivasi
71,91 sebelum menggunakan bahan ajar online dan 76,20 sesudah menggunakan bahan ajar online.
Keempat, pada ranah kognitif didapat perolehan nilai rata-rata pretes 79,88 dan nilai rata-rata postes 85,77.
Dengan uji statistik t diperoleh thitung = 4,62 dan ttabel = 2,04 yang menunjukkan bahwa bahan ajar online
dapat meningkatkan hasil dan motivasi belajar siswa.
Kata kunci : model pembelajaran online, e-learning physics
banyak digunakan untuk mengakses situs-situs
Pendahuluan umum seperti jejaring sosial (facebook dan twitter)
yang seharusnya tidak mendominasi aksesnya
Fisika merupakan salah satu bagian dari setiap hari. Dalam pembelajaran fisika khususnya,
sains yang diharapkan dapat memberi kontribusi
internet banyak memberikan manfaat, salah
dalam membangun sumber daya manusia yang satunya adalah dapat dijadikan sebagai wahana
berkualitas karena fisika memegang peranan belajar baru di dunia maya dimana siswa dapat
penting dalam perkembangan ilmu pengetahuan mengakses materi pembelajaran fisika berupa
dan teknologi. Mengingat begitu besarnya peranan bahan ajar, modul, lks dan bentuk lainnya yang
fisika dalam menjawab tantangan global dan
dapat memberikan banyak informasi mengenai
penunjang kemajuan teknologi, maka dituntut fisika dengan mudah dan ekonomis. Berdasarkan
adanya perubahan ke arah yang lebih baik pada data statistik yang disajikan pada gambar 1,
proses pembelajaran fisika, sehingga dapat
memperlihatkan bahwa penggunaan fasilitas
meningkatkan mutu pendidikan. Pada kenyataan internet didominasi pada tingkat pendidikan
saat ini pembelajaran fisika di sekolah masih menengah atas dan perguruan tinggi.
rendah dalam segi kualitas. Salah satu hal yang
menunjukkan rendahnya mutu pembelajaran fisika
di sekolah adalah padatnya materi pembelajaran
yang tidak sesuai dengan waktu proses belajar
mengajar di kelas, sehingga menyebabkan
kegiatan pembelajaran tidak efektif dan efisien.
Saat ini layanan internet sudah dapat
dinikmati di lingkungan sekolah baik oleh siswa
maupun guru, selain dari pada itu perangkat yang
mendukung seperti laptop, komputer pun sudah
bukan merupakan barang asing lagi, rata-rata guru
dan siswa sudah memilikinya. Namun, terkadang Gambar 1. Persentase penggunaan internet
fasilitas tersebut belum termanfaatkan secara berdasarkan tingkat pendidikan [1].
maksimal untuk hal-hal yang sifatnya ke arah
pembelajaran. Fasilitas internet oleh siswa saat ini

ISBN 978-602-19655-4-2 5
Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Teori Dasar pembelajaran serta dapat dikembangkan sesuai


dengan kebutuhan pengguna (user needs).
Sistem pembelajaran yang memanfaatkan
Selanjutnya Clark [6] juga menambahkan LMS
fasilitas internet sebagai media dan sumber belajar
sangat cocok untuk pembelajaran yang dilakukan
bagi siswa adalah sistem pembelajaran e-learning
secara jarak jauh (long distance learning) baik itu
(electronic learning). Pembelajaran e-learning
formal maupun non formal, dimana seluruh
merupakan pembelajaran dengan menggunakan
aktivitas siswa dapat dimonitor (monitoring) lewat
jasa bantuan perangkat elektronik, khususnya
kelas digital (virtual classroom) yang dapat
perangkat komputer. Dalam dunia pendidikan saat
dirasakan seperti kelas nyata (real classroom)
ini internet sangat dibutuhkan untuk menggali
dengan tatap muka langsung.
sumber-sumber belajar yang up to date. Istilah e-
learning memiliki definisi yang sangat luas. E- Secara umum Fitur yang ada pada LMS
learning terdiri dari huruf e yang merupakan antara lain:
singkatan dari electronic dan kata learning yang a. Fitur Kelengkapan Belajar Mengajar: Daftar
artinya pembelajaran [2]. Beberapa ahli memiliki mata pelajaran, Silabus, Materi belajar
persepsi masing-masing dalam mendefinisikan e- (Berbasis Text atau Multimedia), Daftar
learning, akan tetapi secara garis besar terdapat Referensi atau Bahan Bacaan
dua persepsi dasar e-learning seperti yang b. Fitur Diskusi dan Komunikasi: Forum Diskusi
dikemukakan oleh Munir [3] yakni : atau Mailing List, Instant Messenger untuk
Komunikasi Realtime, Papan Pengumuman,
a. Electronic based learning adalah
Porfil dan Kontak Instruktur, File and Directory
pembelajaran yang memanfaatkan teknologi
Sharing
informasi dan komunikasi, terutama perangkat
c. Fitur Ujian dan Penugasan: Ujian Online
yang berupa elektronik seperti OHP, Slide,
(Exam), Tugas Mandiri (Assignment), Rapor
LCD projector, tape dan lain-lain.
dan Penilaian
b. Internet based learning, adalah pembelajaran
yang menggunakan fasilitas internet yang
Metode Penelitian
bersifat online sebagai instrumen utamanya
(berbasis web). Jenis penelitian yang dilakukan adalah
penelitian dan pengembangan (Research and
Perbedaan pembelajaran konvensional
Development/R&D). Pengertian R&D menurut
dengan e-learning yaitu: pada pembelajaran
Sugiyono [7] adalah metode penelitian yang
konvensional guru dianggap sebagai orang yang
digunakan untuk menghasilkan produk tertentu,
serba tahu dan ditugaskan untuk menyalurkan ilmu
dan menguji keefektifan produk tersebut.
pengetahuan kepada pelajarnya, sedangkan di
dalam pembelajaran e-learning fokus utamanya Pada penelitian ini ada dua hal yang menjadi
adalah pelajar. Pelajar mandiri pada waktu tertentu objek penelitian. Pertama adalah pada model
dan bertanggungjawab untuk pembelajarannya [4]. pembelajaran online yang disajikan dalam portal
pembelajaran online fisika (e-learning physics)
Dengan memaksimalkan pemanfaatan
yang dikembangkan dengan software LMS Moodle
internet di dunia pendidikan melalui pembelajaran
versi 1.9.9. Dan kedua adalah siswa kelas XI SMA
e-learning diharapkan dapat mengubah era lama
Negeri 3 Padang. Siswa yang menjadi objek
dan menciptakan era baru dengan pembelajaran
penelitian adalah satu kelas dari 2 kelas XI IPA
yang lebih modern dan berkualitas. Hal ini tentu
yang statusnya kelas internasional. Kelas yang
perlu proses dalam pelaksanaanya, sehingga
diambil adalah kelas XI IPA 1 dengan jumlah siswa
dibutuhkan kerja keras dari berbagai segi praktisi
sebanyak 31 orang dengan kemampuan awal
pendidikan untuk dapat mewujudkannya. Untuk
yang dianggap telah mewakili kelas XI IPA yang
mewujudkan hal tersebut, maka dibutuhkan suatu
ada di SMA N 3 Padang.
software berbasis internet yang dapat mendukung
pembelajaran secara online, software tersebut Penelitian yang dilakukan ini terdiri atas lima
adalah LMS (Learning Management System). tahapan sesuai yang digambarkan oleh Razi [5]
yakni : 1) Tahap Studi Pendahuluan, 2) Tahap
LMS adalah perangkat lunak yang digunakan
Pengembangan, 3) Tahap Evaluasi, 4) Tahap
untuk membuat materi pembelajaran online
Revisi, 5) Tahap Implementasi (uji coba).
(berbasis web) dan sekaligus mengelola proses
pembelajaran. Salah satu software LMS adalah Sedangkan instrumen yang digunakan untuk
Moodle. Moodle itu sendiri adalah singkatan dari mengumpulkan data terdiri dari tiga bagian yaitu:
Modular Object Oriented Dynamic Learning lembaran penilaian hasil validasi dari tenaga ahli
Environment yang berarti tempat belajar dinamis (dosen dan guru fisika), angket motivasi belajar
dengan menggunakan model berorientasi objek. yang diberikan kepada siswa sebelum dan
Razi [5] berpendapat bahwa aplikasi LMS sesudah menggunakan produk dan uji keefektifan
memungkinkan siswa untuk masuk ke dalam dari tes hasil belajar (pretes dan postes).
‘ruang kelas’ digital dan mengakses materi-materi

ISBN 978-602-19655-4-2 6
Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Hasil dan Diskusi pretes dan postes sebanyak 20 soal. Tampilan


Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini halaman evaluasinya dapat dilihat pada gambar 4.
terbagi menjadi 2 yakni :
1. Bentuk tampilan portal e-learning
Bentuk tampilan home dari portal e-learning
yang telah dihasilkan dalam pengembangan ini
disajikan pada gambar 2 berikut.

Gambar 4. Tampilan halaman evaluasi yang


sedang dikerjakan oleh siswa.
Kemudahan lain yang diberikan oleh portal
e-learning yang dikembangkan adalah
disediakannya menu chating antar siswa dan guru
sehingga memungkinkan untuk berdiskusi
Gambar 2. Tampilan halaman depan (home) portal mengenai materi pelajaran yang tidak dimengerti
pembelajaran online fisika. dan pengelolaan nilai-nilai latihan dan tugas-tugas
siswa. Tampilan pengolahan nilai disajikan pada
Pada halaman depan moodle sudah tersedia gambar 5.
daftar materi pelajaran yang akan diikuti, untuk
dapat mengikuti pembelajaran peserta diharuskan
untuk registrasi (login) terlebih dahulu, data login
(user name dan password) diberikan oleh
admin yang sekaligus sebagai guru yang
mengelola portal e-learning.
Setelah siswa masuk ke dalam menu
pembelajaran yang disediakan, siswa dapat
mempelajari dan mengunduh (download) bahan-
bahan pembelajaran yang sudah disajikan dalam
bentuk file pdf, powerpoint, flash, dan video. Siswa
juga dapat membaca bahan ajar yang sudah
disediakan dalam bentuk halaman web (web Gambar 5. Tampilan tabel perolehan nilai evaluasi
page). Selengkapnya tampilan bahan ajar yang siswa (tampilan untuk guru sebagai admin)
sudah diakses siswa seperti disajikan pada
gambar 3. 2. Hasil Perolehan Data Penelitian
Deskripsi data hasil uji validitas disajikan pada
tabel 1 berikut ini.
Tabel 1. Hasil validitas angket dari pakar dosen
dan guru fisika
Nilai Validasi
Aspek yang
No. oleh Ket.
dinilai
Dosen Guru
Baik
1 Validitas Isi 89,00 90,00
sekali
Desain Baik
2 83,08 92,31
Instruksional sekali
Gambar 3. Tampilan bahan ajar yang disajikan Komunikasi Baik
3 87,00 91,00
dalam p ortal pembelajaran online. Visual sekali
Baik
Dalam hal evaluasi, siswa disajikan soal 4 Kebahasaan 85,50 92,00
sekali
pretes dan postes dengan tingkat kesulitan yang Baik
sama dan ditampilkan secara random. Siswa diberi Rata-rata 86,14 91,32
sekali
waktu selama 30 menit untuk mengerjakan soal Deskripsi nilai rata-rata isian angket motivasi
belajar yang diisi oleh siswa sebelum dan sesudah

ISBN 978-602-19655-4-2 7
Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

menggunakan model pembelajaran online yang lengkap. Namun dalam hal kognitif,
ditunjukkan pada tabel 2, dan nilai rata-rata peningkatan nilai yang diperoleh kurang signifikan
perolehan pretes dan postes siswa untuk empat dari segi analisa statistik (diperoleh p-value dari T-
kali pertemuan untuk ditunjukkan pada tabel 3. test sebesar 5%). Hal ini dikarenakan peneliti
mengambil sampel siswa pada kelas unggul yang
Tabel 2. Nilai Rata-rata data Angket Motivasi
sudah memiliki pengetahuan yang cukup baik
Belajar Siswa.
tentang materi yang diajarkan. Untuk penelitian
No. Instrumen Angket Nilai Rata-rata kedepannya, peneliti menyarankan untuk validasi
1. Sebelum 71,91 juga dilakukan kepada siswa yang menggunakan
2. Sesudah 76,20 model pembelajaran ini, agar diperoleh data yang
lebih lengkap dan akurat.
Tabel 3. Nilai rata-rata pretes dan postes siswa
untuk empat kali pertemuan di kelas online Ucapan Terima Kasih
Rata-rata kelas Pertemuan ke- Rata- Penulis mengucapkan terimakasih kepada
Tes rata berbagai pihak yang telah membantu penelitian ini,
1 2 3 4
Total diantaranya kepada pihak SMAN 3 Padang dan
Pre kepada kedua dosen pembimbing penulis.
84,68 70,32 84,84 79,68 79,88
Tes
Pos Referensi
91,13 75,81 93,55 82,58 85,77
Tes
[1] Hasbullah, “Perancangan dan Implementasi
Selanjutnya dari hasil perolehan data pada Model Pembeajaran E-Learning Untuk
tabel 3 dilakukan uji t dengan persamaan berikut Meningkatkan Kualitas Pembelajaran di JPTE
[8]. FPTK UPI”, Jurnal Peningkatan kualitas
Md (1) pembelajaran UPI (1999).
t [2] A. Herman, “Mengenal E-Learning”, (2005).,
 X d2 http://www.asep-hs.web.ugm .ac.id (diakses
N ( N  1) tanggal 28 Mei 2010).
dengan: [3] Munir, “Pembelajaran Jarak Jauh Berbasis
Teknologi Informasi dan Komunikasi”,
Md 
d (2) Bandung: Alfabeta (2009)
N [4] Niam. “Menuju Pembelajaran Online (E-
Learning)”, (2009). http://www.scribd.
dimana : com/doc/3365808/Pembelajaran-eLearning
d = perbedaan pretes dengan postes (diakses tanggal 28 Mei 2010).
(postes – pretes) [5] Pakhrur Razi, “Pengembangan E-Learning
Md = mean dari d Physics Menggunakan Learning Management
Xd = deviasi masing-masing subjek (d-Md) System (LMS) Untuk Meningkatkan Efektifitas
∑X2d = jumlah kuadrat deviasi Belajar Mahasiswa Mata Kuliah
N = jumlah subjek pada sampel (siswa) Termodinamika Jurusan Fisika” Prosiding
Dari hasil perhitungan berdasarkan Seminar Nasional Fisika Universitas Andalas
persamaan 1 dan 2 diperoleh thitung sebesar 4,62. (SNFUA, 2009).
Harga ttabel yang didapatkan pada buku Arikunto [6] Clark, Ruth Colvin, “E-Learning and The
[8] dengan derajat kebebasan 30 (jumlah siswa Science of Instruction”, (2003) http://www. e-
dikurang 1), dan dengan taraf signifikansi 5 % learningguru.com/books/science_instruction.p
diperoleh ttabel = 2,04. df (diakses tanggal 28 Agustus 2010).
[7] Sugiyono, “Metoda Penelitian Kuantitatif
Kesimpulan Kualitatif dan R&D”, Bandung: Alfabeta
(2008).
Telah dihasilkan model pembelajaran online
[8] A. Suharsimi, “Prosedur Penelitian Suatu
(e-learning) yang disajikan dalam portal
Pendekatan Praktik”, Jakarta: Rineka Cipta.
pembelajaran dengan software LMS Moodle.
(2006).
Produk yang dihasilkan memiliki tingkat validitas
yang baik sekali setelah diuji oleh pakar ahli (86,14
untuk dosen dan 91,32 untuk guru). Model
pembelajaran online dapat meningkatkan motivasi
belajar siswa. Dari hasil perolehan nilai kognitif
siswa dapat disimpulkan bahwa secara umum
model pembelajaran online layak dan efektif
diterapkan di sekolah-sekolah menengah yang
sudah memiliki fasilitas komputer dan internet

ISBN 978-602-19655-4-2 8
Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Abdul Rajak*
Jurusan Pendidikan Fisika, FMIPA
Universitas Negeri Padang
rajakphysics89@gmail.com

Amali Putra
Jurusan Pendidikan Fisika, FMIPA
Universitas Negeri Padang
amali_p@yahoo.com

Pakhrur Razi
Jurusan Pendidikan Fisika, FMIPA
Universitas Negeri Padang
rajakphysics89@gmail.com
rozifiitb@yahoo.com

*Corresponding author

ISBN 978-602-19655-4-2 9
Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Pengembangan Alat Penilaian Kinerja pada Pembelajaran Sains


Berbasis Fuzzy Grading System
Ade Gafar Abdullah*, Ana, dan Dadang Lukman Hakim

Abstrak
Makalah ini memaparkan hasil pengembangan alat penilaian kinerja pada pembelajaran sains melalui
pendekatan pembelajaran project based laboratory (probaslab) berbasis Fuzzy Grading System. Metode ini
dikembangkan untuk mendapatkan suatu proses penilaian kinerja yang bebas dari unsur subyektifitas.
Penelitian ini menggunakan metode pengungkapan pendapat. Proses penilaian kinerja FGS ini telah
menghasilkan proses penilaian yang tidak kaku, lebih adil dan objektif. Unsur pemberian nilai secara
subjektif dalam penilaian kinerja dapat dihindari oleh dosen karena keputusan akhir dapat ditentukan
melalui proses defuzzifikasi yang sepenuhnya diputuskan oleh sistem perangkat lunak.
Kata-kata kunci: fuzzy grading system, project based laboratory, penilaian kinerja, pembelajaran sains.
mahasiswa bersama-sama menghasilkan dasar
Pendahuluan
tata acuan dan kriteria penilaian. Kemudian kriteria
Penilaian atas kinerja mahasiswa dalam yang telah disetujui disusun dalam skala fuzzy.
pembelajaran sains merupakan tugas penting
Himpunan fuzzy A dalam semesta
dalam proses pembelajaran. Perkembangan
pembicaraan dinyatakan dengan fungsi
terbaru di dalam proses pembelajaran telah
mengalami pergeseran yang awalnya keanggotaan (membership function)  A , yang
menempatkan guru sebagai pusat proses belajar harganya berada dalam interval [0,1]. Secara
menjadi siswa sebagai pusat dari proses belajar matematika hal ini dinyatakan dengan [11] :
[1]. Pembelajaran yang berpusat pada siswa salah  A : U   0,1 (1)
satunya dapat dilangsungkan dalam wujud project
based laboratory (probaslab) [2]-[4]. Teknik Himpunan fuzzy A dalam semesta
penilaian kinerja pada pembelajaran probaslab pembicaraan U biasa dinyatakan sebagai
seringkali mengabaikan kaidah-kaidah sistem sekumpulan pasangan elemen u (u anggota U)
evaluasi yang objektif dan adil bagi mahasiswa. dan besarnya derajat keanggotaan (grade of
Makalah ini menyajikan suatu metode membership) elemen tersebut sebagai berikut [11]:
penilaian kinerja yang disimulasikan pada A  u,  A (u )  / u  U  (2)
pembelajaran sains berbasis komputasi cerdas
menggunakan logika fuzzy. Aplikasi logika fuzzy Tanda ‘/’ digunakan untuk menghubungkan
untuk penilaian proses pembelajaran sebuah elemen dengan derajat keanggotaannya.
diperkenalkan dengan istilah fuzzy grading system Jika U adalah diskrit,maka A bisa dinyatakan
(FGS) [5]. Himpunan fuzzy merepresentasikan dengan [11]:
“ketidakjelasan konsep” cara menilai variable n
subjektif dalam evaluasi pembelajaran [1]. A    A  ui / ui  (3)
Penelitian terkini terkait aplikasi logika fuzzy untuk i 1

penilaian pembelajaran [6]–[10] membuktikan


dan jika U adalah kontinyu, maka himpunan fuzzy
bahwa penilaian yang bersifat otentik dan adil
dapat dinyatakan dengan [11]:
sangat dibutuhkan saat ini, tidak terkecuali untuk
penilaian pembelajaran sains. A    A u  / u
U (4)
Metode
Untuk membuat model penilaian kinerja
Pengembangan alat penilaian kinerja pada berbasis FGS dapat dilakukan melalui langkah -
pembelajaran sains dengan menggunakan FGS ini langkah : fuzzifikasi., inferencing (rule base) dan
diterapkan pada pembelajaran yang menggunakan deffuzifikasi.
pendekatan probaslab, Misalnya pada proses
praktikum fisika, biologi ataupun kimia. Penelitian Fuzzifikasi merupakan suatu proses
ini menggunakan metode teknik pengungkapan mengubah variabel non fuzzy (variabel numerik)
pendapat dengan tujuan mendorong para menjadi variabel fuzzy (variabel linguistik).
mahasiswa mengambil bagian di dalam Misalnya telah sepakati kriteria nilai untuk aspek
keseluruhan proses pembelajaran. Dosen dan kerjasama kelompok : SB: Sangat Baik, B: Baik, S:

ISBN 978-602-19655-4-2 10
Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Sedang, K: Kurang, dan SK: Sangat Kurang. Jika input penilaian kinerja praktikum fisika
Maka hubungan kriteria nilai tersebut dengan dasar adalah : kerjasama dalam kelompok (KDK),
fungsi keanggotaannya dapat ditulis : produk hasil proyek (DHP) dan presentasi hasil
proyek (PHP) dan output penilaian kinerja adalah
 0 0  u  80
 Nilai Kinerja Praktikum (NKP), maka rule basenya
SB  u  (u  80) / 5 80  u  85 (5) dapat disusun seperti contoh berikut :
 85  u  100
 1 Rule (1): IF KK=SK AND HP=SK AND PHP=SK THEN NKP=E.

 0 0  u  70 Rule (2): IF KK=SK AND HP=SK AND PHP=K THEN


NKP=E. ....dan seterusnya.
 u  70 / 5
  70  u  75
Proses defuzzifikasi merupakan proses
B  u   1 75  u  80 pengubahan data-data fuzzy tersebut menjadi
 85  u  / 5 80  u  85 data-data numerik yang dapat dijadikan

 0 85  u  100 kesimpulan hasil penilaian. Terdapat dua metode
(6) defuzzifikasi yaitu metode Mamdani dan metode
Sugeno. Pada penelitian ini digunakan metode
 0 0  u  50
 u  70 / 5 defuzzifikasi Maksimum of Mean (MOM) dari
  50  u  55 Mamdani, yang didefinisikan sebagai [11]
S  u   1 55  u  70 (7) j
 85  u  / 5 vj
70  u  75 vo   (10)
 j 1 J
 0 75  u  100
v j  v v  v  (11)
 0 0  u  35
 u  70 / 5
  35  u  40 Dimana :
K  u   1 40  u  50 (8) vo
 85  u  / 5 : nilai keluaran
50  u  55
 J : jumlah harga maksimum
 0 55  u  100 vj : nilai keluaran maksimum ke-j



1 0  u  35
 v v 
SK  u   40  u  / 5 35  u  40 (9) : derajat keanggotaan elemen-elemen
 pada fuzzy set v
 0 40  u  100
v : semesta pembicaraan
Hubungan antara tingkatan level dengan
fungsi keanggotaan fuzzy terlihat pada gambar 1 Hasil dan Diskusi
yang dibuat dengan menggunakan fungsi
keanggotaan model trapesium. Aplikasi FGS dalam penilaian kinerja
pembelajaran probaslab disimulasikan pada
Setelah proses fuzzifikasi, tahapan proses praktikum fisika dasar. Input dan ouput
selanjutnya adalah tahapan inferencing, dimana penilaian kinerja ditentukan seperti pada Tabel 1.
pada umunya aturan fuzzy dinyatakan dalam
bentuk “IF THEN” yang merupakan inti dari relasi Tabel 1. Input dan Output Penilaian Kinerja
fuzzy. Pada tahapan ini dibuat tabel hubungan Variabel Range
antara input dan output sehingga dapat dibuat Kerjasama Dalam Kelompok
rule-base dari program fuzzy-nya. Input (KDK) 0-100
Produk Hasil Proyek (DHP) 0-100
Presentasi Hasil Proyek (PHP) 0-100
Output Nilai Kinerja Praktikum (NKP) 0–100

Langkah berikutnya adalah melakukan


fuzzifikasi input dan output berdasarkan variabel
dan range nilai yang telah ditentukan seperti pada
tabel 1. Dengan menggunakan toolbox fuzzy logic
pada Matlab maka proses fuzzifikasi dapat
dilakukan dengan mudah. Gambar 2
memperlihatkan proses fuzzifikasi input dan output
Gambar 1. Hubungan antara tingkatan level penilaian.
dengan fungsi keanggotaan fuzzy.

ISBN 978-602-19655-4-2 11
Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

(a) Fuzzifikasi variabel kerjasama dalam kelompok

Gambar 3. Inferensing penilaian kinerja


mahasiswa.
Gambar 4 memperlihatkan surface viewer
yaitu suatu gambar yang menunjukkan kehalusan
dari gradasi warna pada perubahan tingkatan
(b) Fuzzifikasi variabel produk hasil proyek
fuzzy dari rule base yang telah dibuat. Dari
gambar tersebut kita dapat menakar kualitas
aturan penilaian yang telah ditentukan. Perubahan
gradasi warna yang semakin halus berarti
menunjukkan bahwa semakin bagus aturan
penilaian yang dibuat.

(c) Fuzzifikasi variabel presentasi hasil proyek

(d) Fuzzifikasi variabel nilai kinerja praktikum


Gambar 4. Surface viewer hasil penilaian kinerja
Gambar 2. Fuzzifikasi input dan output penilaian
berbasis FGS.
kinerja praktikum fisika dasar.
Untuk mendapatkan output dari proses
Seperti terlihat pada gambar 2. Kita tidak
komputasi melalui algoritma FGS maka diperlukan
terikat untuk mempergunakan salah satu fungsi
defuzzifikasi sebagai proses untuk mendapatkan
keanggotaan, tetapi bisa menggunakan lebih dari
keluaran yang sesuai dengan statment input dan
satu fungsi keanggotaan seperti terlihat pada
output yang dibuat. Hasil defuzzifikasi ini dapat
gambar 2(b) yang memperlihatkan campuran
digunakan sebagai aplikasi akhir untuk
fungsi keanggotaan trapesium dan triangular untuk
memutuskan hasil penilaian kinerja, seperti terlihat
fuzzifikasi variabel DHP. Rentang nilai yang dibuat
pada gambar 5. Dari aplikasi ini kita dapat
dapat didiskusikan secara langsung antara dosen
langsung memutuskan hasil penilaian berbasis
dan mahasiswa, sehingga dapat terwujud peran
FGS ini.
serta mahasiswa dalam proses evaluasi.
Setelah proses fuzzifikasi maka dilakukan
proses inferensing. Untuk membangun kriteria
pada proses ini mahasiswa dapat juga dilibatkan.
Gambar 3 memperlihatkan hasil inferensing,
dimana terbangun 125 rule IF..THEN yang akan
dijadikan patokan dalam hal keputusan penilaian
kinerja.

ISBN 978-602-19655-4-2 12
Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

[5] J. R. Echauz, and G. J. Vachtsevanos, “Fuzzy


Grading System, IEEE Transactions on
Education”, 38(2), 158-165, (1995).
[6] S. Ingoley and J.W. Bakal, “Use of Fuzzy
Logic in Evaluating Students Learning
Achievement”, International Journal on
Advanced Computer Engineering and
Communication Technology (IJACECT), 1(2),
47-54, (2012).
[7] T. C. Hsieh, T. I Wang, C. Y. Su and M. C.
Lee, “A Fuzzy Logic-based Personalized
Learning System for Supporting Adaptive
English Learning”, Educational Technology &
Society’ 15 (1), 273–288, (2012).
Gambar 5. Defuzzifikasi penilaian kinerja
[8] L. R. Gupta and A. K. Dhawan, “Diagnosis,
probaslab.
Modeling and Prognosis of Learning System
using Fuzzy Logic and Intelligent Decision
Kesimpulan Vectors”, International Journal of Computer
Proses penilaian kinerja pada pembelajaran Applications, 37(6), 25-29, (2012).
sains dengan pendekatan pembelajaran probaslab [9] R. Rekik and I. Kallel, “Fuzz-Web: A
berbasis FGS telah menghasilkan proses Methodology Based on Fuzzy Logic for
penilaian yang tidak kaku, lebih adil dan objektif. Assessing Web Sites”, International Journal
Unsur pemberian nilai secara subjektif dalam of Computer Information Systems and
penilaian proses kinerja dapat dihindari oleh dosen Industrial Management Applications, 5, 126-
karena keputusan akhir dapat ditentukan melalui 136, (2013).
proses defuzzifikasi yang sepenuhnya diputuskan [10] P. Dewi, O. Sudana and D.
oleh sistem perangkat lunak. Putra, ”Comparing Scoring and Fuzzy Logic
Method for Teacher Certification DSS in
Ucapan terima kasih Indonesia”, International Journal of Computer
Science Issues, 9(6:2), 309-316, (2012).
Penulis mengucapkan terima kasih kepada [11] S. Kuswadi, Kendali Cerdas Teori dan
Universitas Pendidikan Indonesia yang telah Aplikasi Praktisnya, Penerbit Andi,
memberikan hibah penelitian inovasi pembelajaran. Yogyakarta, (2007).
Referensi
[1] J. Ma, and D. Zhou, “Fuzzy Set Approach to Ade Gafar Abdullah*
Jurusan Pendidikan Teknik Elektro
the Assessment of Student-Centered Universitas Pendidikan Indonesia
Learning”, IEEE, 43(2) , 237-241 (2000). ade_gaffar@upi.edu
[2] C. S. Lee, J. H. Su, K. E. Lin, J. H. Chang and
G. H. Lin, “A Project-based Laboratory for Ana
Learning Embedded System Designs with Jurusan Pendidikan Kesejahteraan Keluarga
Support from the Industry”, 38th ASEE/IEEE Universitas Pendidikan Indonesia
Frontiers in Education Conference, 22-25 ana_syarief@yahoo.co.id
Oktober, Saratoga Springs, New York, pp1-5,
(2008). Dadang Lukman Hakim
Jurusan Pendidikan Teknik Elektro
[3] Z. Nedic, A. Nafalski and J. Machotka, Universitas Pendidikan Indonesia
“Motivational project-based laboratory for a dadanglh@yahoo.com
common first year electrical engineering
course”, European Journal of Engineering *Corresponding author
Education,35( 4), 379–392, (2010).
[4] R. Hong Chu, D. Dah-Chuan Lu, S.
Sathiakumar, “ Project-Based Lab Teaching
for Power Electronic and Drives” , IEEE
Transaction On Education, 51(1), 108-113,
(2008).

ISBN 978-602-19655-4-2 13
Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Pengembangan Alat Praktikum Dasar


Otomasi Industri Modular
Ade Gafar Abdullah*, Mochamad Riza Novian, Irfan Indrawan,
Erik Haritman, dan Dandhi Kuswardhana

Abstrak
Makalah ini memaparkan hasil penelitian tentang pengembangan alat praktikum dalam bidang otomasi
industri berbasis perangkat pengontrol terprogram. Peralatan ini dibuat dengan konsep real mobile plant
trainer dan bersifat modular, yaitu peralatan praktikum dasar otomasi industri yang betul-betul nyata seperti
sistem otomasi di industri dan memudahkan ketika berpindah-pindah tempat (bersifat mobile), selain itu alat
praktikum ini bersifat modular yaitu dapat dibongkar pasang sesuai dengan pekerjaan otomasi yang akan
dilakukan. Peralatan praktikum dasar otomasi industri ini memiliki dua kelompok peralatan, yang pertama
peralatan utama yang terdiri dari modul PLC , modul I/O dan modul catu daya, kedua peralatan real plant
yang terdiri dari modul-modul yang digunakan untuk melatih logika dan aplikasi otomasi di industri, modul-
modul ini dapat secara leluasa diperbanyak sesuai dengan kebutuhan pembelajaran. Perangkat modul-
modul real plant dirancang untuk meningkatkan kemampuan aplikasi logika dasar dalam proses otomasi
industri.
Kata-kata kunci: alat praktikum, logika dasar,modular, otomasi industri, real mobile plant.
dikembangkan [3]. Terdapat juga penelitian terkait
Pendahuluan
pengembangan simulator sistem otomasi untuk
Penyelesaian masalah pengontrolan sistem pengukuran listrik tiga phasa yang diintegrasikan
otomasi industri yang riil terjadi di industri sering dengan perangkat lunak Labview. [4]. Penelitian
kali tidak diberikan dalam pembelajaran sehingga lainnya telah mengembangkan suatu simulator
kurang memberikan pengalaman kontekstual untuk mempermudah mahasiswanya memahami
kepada peserta didik. Sumber belajar dan prinsip kerja suatu magnet permanen pada motor
peralatan praktek sangat minim menjadi penyebab stepper. Dalam penelitiannya tersebut
utama, sehingga peserta didik bekerja tidak direkomendasikan bahwa simulator ini sangat
optimal karena perangkat otomasi industri yang tepat untuk digunakan pada proses pembelajaran
dipunyai laboratorium tidak memadai, sedangkan desain mekatronika [5]. Selain itu terdapat juga
untuk menambah fasilitas praktikum dihadapkan penelitian yang mengembangkan perangkat lunak
pada biaya peralatan yang sangat mahal karena yang dilengkapi dengan tampilan grafis untuk
biasanya perangkat praktikum otomasi industri interaksi komplek dalam sistem komunikasi dan
merupakan produk import. Permasalahan ini timbul fungsi database. Perangkat lunak ini digunakan
disebabkan belum berkembangnya inovasi-inovasi untuk mengembangkan proses pembelajaran
media pembelajaran untuk bidang otomasi industri. tentang otomasi sistem manufaktur [6].
Lembaga pendidikan masih sangat bergantung
kepada peralatan praktikum produksi luar negeri Material dan Metode
yang berharga mahal.
Langkah pertama sebelum perakitan dimulai
Desain peralatan praktikum dibidang teknologi adalah melakukan identifikasi peralatan dan bahan
otomasi sebagai penunjang pembelajaran banyak yang akan digunakan. Tabel 1. memperlihatkan
dikembangkan. Kerjasama antara universitas peralatan dan bahan yang digunakan.
Arizona dengan Motorolla telah menghasilkan
suatu perangkat lunak untuk management training
course [1]. Telah dikembangkan pula suatu
perangkat keras untuk mendukung pembelajaran
mikroprosessor, dengan membuat suatu pesawat
latih yang mempermudah mahasiswa merancang
suatu personal mikrokomputer [2]. Laboratorium
virtual untuk keperluan praktikum sistem kontrol
dengan contoh kasus couple tank apparatus yang
mempunyai multi input-multi output (MIMO) yang
dilengkapi dengan simulator pengontrolan PID
(Proportional Integral Derivative), general state-
space dan Fuzzy Logic Control juga sudah

ISBN 978-602-19655-4-2 14
Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

penggunaan dan beberapa jobsheet untuk uji


Tabel 1. Alat dan bahan utama yang digunakan
coba peralatan.
dalam perakitan modul latih.
8) Setelah buku petunjuk dan jobsheet selesai
Nama Peralatan Spesifikasi dibuat maka tahap selanjutnya adalah
PLC CP1L 20 I/O melakukan ujicoba kinerja alat secara langsung
Personal Komputer Acer Quadcore pada proses pembelajaran.
Acrilyc 1 m2 tebal 50mm
Frame Stainless 3m Pada saat makalah ini dibuat pekerjaan penelitian
Seven segmen 1 buah baru sampai pada langkah no 4.
Pilot lampu 24Vdc
Soket banana Kuning, merah, hitam Hasil dan diskusi
Push button 2 buah
Alat praktikum dasar otomasi industri yang
Buzzer 1 buah
dirancang berkonsep mobile, yaitu mudah dibawa
Togle switch ON – 8 buah
sehingga pengguna tidak mengalami kesulitan jika
OFF
menginginkan mengadakan simulasi di depan
MCB 2A
kelas ataupun di tempat yang lain. Secara lengkap
Voltmeter 1 buah
gambaran desain kontruksi modul latih tersebut
Tempat penelitian dilaksanakan di terlihat pada Gambar 1. Kerangka modul latih ini
Laboratorium Elektronika Industri Jurusan memiliki panjang 1300 mm , lebar 500 mm dan
Pendidikan Teknik Elektro FPTK UPI. Kegiatan tinggi 1200 mm. Diatas meja terdapat rak yang
penelitian lebih difokuskan pada proses desain, memiliki dua tingkat, dimana tingkat pertama
perakitan dan uji coba. Prosedur penelitian ini disediakan untuk slot modul utama dan tingkat
dapat dijelaskan sebagai berikut : kedua digunakan untuk slot modul riil plant.
1) Tahap awal yang dilakukan adalah dengan Gambar 2 memperlihatkan frame dudukan tempat
melakukan analisis pengembangan perangkat menyimpan modul utama dan modul real plant.
simulator, dengan tujuan untuk Masing-masing tingkat dapat menampung 3 modul
mengembangkan modul-modul latih logika latih.
lanjut.
2) Tahap rancang bangun simulator logika lanjut,
dilakukan dengan melakukan proses desain
modul latih menggunakan perangkat lunak
microsoft visio, kemudian diimplementasikan
secara ketat dengan alat dan bahan sesuai
perencanaan.
3) Setelah perangkat keras selesai dibuat, maka
tahap berikutnya membuat rancangan dan
implementasi sistem kontrol waktu nyata
berbasis perangkat lunak open sources dan
perangkat lunak wonderware intouch.
4) Pengujian kinerja alat meliputi pengujian pada
keadaan statis dan pengujian pada keadaan
dinamis. Gambar 1. Desain kontruksi modul latih otomasi
industri terintegrasi HMI
5) Optimalisasi perangkat simulator dengan
melakukan pengujian kinerja oleh para pakar Peralatan terbagi atas dua kelompok yang
dalam bidang otomasi industri, media pertama kelompok modul utama yang terdiri dari
pembelajaran dan desain produk. Pengujian ini modul PLC , modul I/O dan modul catu daya,
bertujuan untuk mendapatkan masukan- kedua kelompok modul real plant yang terdiri dari
masukan untuk memperbaiki kinerja simulator. modul-modul yang digunakan untuk melatih logika
dan aplikasi otomasi di industri. Gambar 2
6) Masukan dari para pakar digunakan sebagai memperihatkan rancangan modul utama dan
bahan perbaikan simulator dan selanjutnya Gambar 3 memperlihatkan rancangan modul real
dilakukan berbagai optimalisasi baik pada plant.
aspek perangkat keras maupun perangkat
lunaknya.
7) Pembuatan buku manual dan jobsheet sangat
penting dilakukan, karena sebagai produk
inovasi baru memerlukan buku petunjuk

ISBN 978-602-19655-4-2 15
Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

tingkat kompetensi yang ingin dicapai. Dalam


1
INPUT
2 3 1
SWITCH
2 9 1
OUTPUT
2 3 penelitian ini diberikan tiga contoh modul real plant
4 5 6 10 4
yang terdiri dari modul latih logika dasar, dan dua
3 4 5 6

7 8 9 5 6 11 7 8

10 11 12 7 8 12
COM modul aplikasi industri.
Modul latih logika dasar dibuat dengan tujuan
untuk melatih kemampuan membangun logika
dasar dalam pemrograman PLC sedangkan modul
latih aplikasi industri dibuat dengan tujuan untuk
memperlihatkan secara riil bagaimana proses
kontrol yang terjadi di industri. Secara rinci
gambaran alat praktikum ini sebagai berikut :
 Modul real plant, dibuat dengan 3 kasus proses
kontrol industri dengan tingkat kesulitan yang
bertahap mulai dari melatih kemampuan logika
dasar sampai aplikasi timer dan counter yang
dicontohkan pada modul-modul aplikasi industri.
 PLC yang digunakan adalah PLC OMRON
Gambar 2. Desain modul utama. CP1L dengan jumlah I/O 20 buah dan
Modul utama disesuaikan dengan jenis PLC perangkat lunak Cx Programmer. Modul
yang digunakan, pada desain awal modul ini komunikasi yang digunakan menggunakan
menggunakan PLC OMRON dengan tipe CP1L kabel USB.
yang memiliki 12 terminal input dan 8 terminal
 Modul Monitor kontrol menggunakan software
output. PLC CP1L ini cukup sederhana dan
human machine interface standar industri yaitu
sangat cocok untuk dijadikan perangkat latih
CX Designer dan Wonderware Intouch
sederhana untuk pembelajaran otomasi industri di
perguruan tinggi. Modul catu daya terdiri dari Mini  Peralatan praktikum dilengkapi sebuah
Circuit Braker (MCB), power indicator dan personal komputer yang diperuntukkan sebagai
instrumen penunjuk tegangan, tegangan kerja alat pemrogram PLC.
yang digunakan sebesar 220Volt. Modul catu daya
ini dapat digunakan untuk jenis PLC apapun.
Modul I/O dibuat sesuai dengan jumlah I/O PLC
yang digunakan. Modul ini disediakan untuk
mempermudah menghubungkan perangkat PLC
dengan real plant-nya. Pengguna tinggal
menggunakan kabel konektor untuk
menghubungkan terminal-terminal input ataupun
output dari modul riil plan yang digunakan.
Gambar 4. Modul real plant logika dasar dan
visualisasi sistem kontrol real time-nya.
Gambar 4. Memperlihatkan bentuk fisik Modul
real plant logika dasar. Modul ini dibuat dengan
tujuan untuk mempermudah pengguna pemula
dalam memahami sistem logika dasar dalam
pemograman PLC. Modul berisikan deretan lampu
24 VDC dengan jumlah sesuai dengan jumlah
output PLC Omron CP1L. Modul dilengkapi
dengan komponen seven segmen dengan tujuan
untuk mengetahui cara membuat aplikasi dengan
membentuk angka yang ada di seven segment.
Modul traffic light dibuat dengan tujuan untuk
mengetahui sistem kerja lalu lintas di pertigaan
dan untuk mengetahui sistem kontrol traffic light
Gambar 3. Desain modul real plant. dalam pemograman PLC. Gambar 5.
memperlihatkan bentuk fisik modul tersebut serta
Modul-modul real plant dapat dikembangkan contoh visualisasi sistem kontrol realtime-nya.
sebanyak mungkin sesuai dengan kebutuhan Modul ini berisikan lampu 24 VDC dengan jumlah
pembelajaran, tetapi harus mempertimbangkan sesuai dengan jumlah output PLC Omron CP1L.

ISBN 978-602-19655-4-2 16
Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Referensi
[1] J. S. Collofello, “University/Industry
Collaboration in Developing A Simulation
Based Software Project Management
Training Course”, IEEE Transaction on
Education, 43(4), (2000).
[2] J. W. Jeon, “Designing and Implementing
Personal Microcomputer”, IEEE Trans. on
Education, 43(4), (2000)
[3] C. C. Ko, B. M. Chen, Y. Zhuang, K. C. Tan,
“Development of a Web Based Laboratory for
Control Experiment on a Coupled Tank
Apparatus”, IEEE Trans. on Education, 44,
76-86, (2001).
[4] T. J. Goulart and D. Consonni, “Automated
System for Measuring Electrical Three-Phase
Gambar 5. Modul real plant traffic light dan Power Components”, IEEE Trans. on
visualisasi sistem kontrol real time-nya. Education, 44(4), 336-341, (2001).
Gambaran utuh peralatan praktikum dasar [5] T. Kikuchi, T. Kenjo, S. Fukuda, Developing
otomasi industri yang telah dibuat terlihat pada on Educational Simulation Program for the
gambar 6. PM Stepping Motor, IEEE Trans. onEducation,
45(1), 70-79, (2002).
[6] Y.Chen, “A Real Time Control Simulator
Design for Automated Manufacturing System
Using Petri Nets”, Proceeding of The 1991
IEEE International Conference on Robotics
and Automation Sacramento, California,
(1991).

Ade Gafar Abdullah*


Jurusan Pendidikan Teknik Elektro
Universitas Pendidikan Indonesia
ade_gaffar@upi.edu
Gambar 6. Peralatan praktikum dasar otomasi
industri modular. Mochamad Riza Novian
Program Studi Teknik Elektro
Kesimpulan Universitas Pendidikan Indonesia
rizanovian@yahoo.com
Peralatan praktikum dasar otomasi industri
modular ini sangat direkomendasikan untuk Irfan Indrawan
dipergunakan sebagai peralatan praktikum sistem Program Studi Pendidikan Teknik Elektro
kontrol berbasis PLC dan dapat mendukung Universitas Pendidikan Indonesia
eksperimen sistem kontrol yang lebih kompleks. irvanindrawan@yahoo.co.id
Integrasi PLC dengan perangkat HMI dilakukan
Erik Haritman
untuk memenuhi tuntutan perkembangan teknologi Jurusan Pendidikan Teknik Elektro
sistem otomasi industri yang sedang berkembang. Universitas Pendidikan Indonesia
Sehingga peralatan praktikum ini diharapkan erikharitman@upi.edu
dapat meningkatkan kompetensi penggunanya.
Produk ini dapat dimanfaatkan sebagai pendukung Dandhi Kuswardhana
utama pembelajaran otomasi industri di perguruan Jurusan Pendidikan Teknik Elektro
tinggi. Universitas Pendidikan Indonesia
dandhi@upi.edu
Ucapan terima kasih
*Corresponding author
Penulis mengucapkan terima kasih kepada
Universitas Pendidikan Indonesia, yang telah
memberikan bantuan dana penelitian melalui skim
Hibah Penelitian Berpotensi HKI.

ISBN 978-602-19655-4-2 17
Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Pengaruh Bahan Metamaterial Terhadap Perambatan Gelombang


Elektromagnetik
Afnar Delivery

Abstrak
Pada tahun 1968 Victor Veselago seorang fisikawan asal Uni Soviet mempublikasikan suatu tulisan di jurnal
fisika Uni Soviet edisi Januari – Februari 1968. Dalam tulisan itu Veselago menjabarkan dampak, apa yang
terjadi apabila permitivitas, dan permeabilitas suatu bahan atau materi bernilai negatif, bahan ini disebut
juga metamaterial. Dalam dekade terakhir ini asumsi Veselago ini menimbulkan suatu wacana baru
mengenai studi tentang indeks bias negatif. Pada makalah ini akan dicoba untuk menganalisa bagaimana
pengaruh bahan atau materi yang permitivitas dan permeabilitasnya bernilai negatif, terhadap gelombang
elektromagnetik yang arah datangnya tegak lurus terhadap bahan, juga pengaruh bahan tersebut pada
energi gelombang elektromagnetik. Metode yang digunakan untuk menganalisa, adalah dengan melakukan
perhitungan analitik menggunakan teori perambatan gelombang elektromagnetik pada bahan. Hasil dari
perhitungan menunjukan bahwa hukum kekekalan energi tetap berlaku pada metamaterial, dibuktikan
dengan jumlah koefisien refleksi dan transmisi yang bernilai satu. Perbedaan yang mendasar yang
membedakan metamaterial dengan bahan lain terdapat nilai koefisien transmisi dari bahan ini yang bernilai
negatif, sehingga menimbulkan asumsi bahwa koefisien refleksi dari bahan ini, nilainya lebih dari satu.
Kata kunci : Veselago, metamaterial, permitivitas, permeabilitas, indeks bias negatif.

1. Pendahuluan 2.Dasar Teori


Pada tahun 1968, Victor Veselago, seorang
fisikawan asal Uni Soviet mempublikasikan suatu 2.1 Permitivitas, permeabilitas, dan kaitannya
makalah. Dalam makalah itu Veselago membuat dengan indeks bias.
suatu asumsi, yaitu apa yang terjadi apabila Permitivitas dilambangkan dengan  , adalah
permitivitas, dan permeabilitas suatu bahan atau kemampuan suatu bahan non-konduktor
materi bernilai negatif. Bagaimanakah sifat bahan (dielektrik) untuk menyimpan energi potensial
tersebut apabila terpapar gelombang listrik[2].
elektromagnetik[1]. Pada saat itu, asumsi dari
Veselago ini merupakan suatu hal yang Permeabilitas dilambangkan dengan 
revolusioner, karena tidak ada bahan adalah kemampuan suatu bahan magnetik untuk
alamiataupun buatan yang nilai permitivitas, dan mengubah fluks magnetik di dalam area yang
permeabilitasnya bernilai negatif. Untuk dipengaruhi medan magnet[2]. Fluks magnetik
kedepannya bahan ini disebut bahan sendiri didefinisikan sebagai penunjuk seberapa
metamaterial. besar atau banyak medan magnet yang
menembus tegak lurus suatu bidang[2].
Asumsi dari Veselago ini menimbulkan suatu
wacana baru mengenai perkembangan studi Indeks bias atau n, adalah perbandingan
mengenai bahan metamaterial. antara kecepatan cahaya dengan kecepatan
rambat gelombang saat memasuki medium, yang
Pada perkembangan berikutnya, hasil asumsi
dirumuskan dengan persamaan :
dari Veselago menjadi dasar untuk pembahasan
dan perkembangan bahan berindeks bias negatif. c
Dalam makalah ini, akan dicoba untuk n= . (1a)
v
menganalisa bagaimana pengaruh bahan atau
materi yang permitivitas, dan permeabilitasnya Selain melalui persamaan (1a), indeks bias juga
bernilai negatif terhadap gelombang elektromag dapat dirumuskan dengan persamaan :
netik yang arah datangnya tegak lurus n 2 =  .. (1b)
terhadap permukaan bahan. Kondisi tersebut
digunakan untuk menganalisa apakah hukum n    . . (1c)
kekekalan energi berlaku pada bahan Dari Persamaan (1c) inilah kemudian
metamaterial atau tidak. Hukum kekekalan energi dikembangkan ide bahwa permitivitas, dan
merupakan salah satu hukum fisika yang harus permeabilitas suatu bahan dapat bernilai negatif.
selalu dipenuhi pada setiap kondisi.

ISBN 978-602-19655-4-2 18
Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia


2.2 Perambatan gelombang elektromagnetik T  E
E  0T x (5)
pada bahan yang memiliki  dan 

positif, nilai  1 berbeda dengan  2. T  1 E
B  0T y (6)
v2
Untuk melakukan analisa pengaruh bahan
yang permitivitas, dan permeabilitasnya bernilai Karena semua komponen sejajar dengan
negatif terhadap gelombang elektromagnetik yang permukaan antara medium (kedua medium linear
arah datangnya tegak lurus terhadap permukaan satu sama lain), maka berlaku persamaan:
bahan, mari tinjau dulu suatu kasus mengenai B1 B 2
 , dimana B 
E0
(7)
gelombang elektromagnetik yang arah datang 1  2 v
tegaknya lurus yang merambat pada suatu bahan
yang permitivitas, dan permeabilitasnya bernilai  0I  E
E  0R  E
 0T (8)
positif, dan nilai permeabilitas medium satu,
berbeda dengan medium dua. Jumlahkan persamaan gelombang B :
I  B
B R  B
T (9)
Maka akan diperoleh persamaan :
 0I  E
E  0 R   .E
 0T (10)

Eliminasi persamaan 9 dengan persamaan 10,


 0 I dengan E
untuk mencari hubungan antara E  0R ,

dan E 0I dengan E 0T .
 0T   2 
(11)
E   E 0I
 1  
Gambar 1. Gelombang elektromagnetik yang arah  0R  E
2E  0T (1   ) (12)
datangnya tegak dengan medium[2].
Dari hasil eliminasi, didapat hubungan antara E  0I
Pada gambar 1, anggap bidang x dan y
membentuk suatu batas antara dua medium yang dengan E  0T melalui persamaan 11, sedangkan
berhubungan, kemudian ada suatu gelombang hubungan E  0 I dengan E  0 R diperoleh dari
dengan frekuensi ω, merambat pada arah z dan  0T dengan E
 0I
terpolarisasi pada arah x, gelombang merambat persamaan 12 dengan substitusi E
dari kiri ke kanan (dari permukaan satu ke dari hasil persamaan 11.
permukaan dua). Dengan kondisi medium satu  0R   1    E
 (13)
nilai  dan  positif, dan medium dua juga memiliki
E   0I
1  
kondisi nilai  dan  positif, nilai  medium satu
berbeda dengan  medium dua ( 1   2 ). Setelah Kemudian hitung koefisien refleksi dan koefisien
transmisi dari bahan tersebut.
itu dihitung nilai koefisien refleksi (R) dan koefisien
a. Koefisien refleksi.
transmisi (T) bahan tersebut, dan dianalisa apakah
berlaku hubungan R + T = 1. 1
 1.v1.E 0 2 R
IR 2
Asumsikan z = 0. Persamaan gelombang E R  , dimana R  (14)
II 1
dan B yang datang menjadi :  1.v1.E 0 2 I
 2
I  E
E  0I x (1) 2
  2.v 2   1.v1 
 R  (15)
I  1 E
B  0I y (2)   2.v 2   1.v1 
v1
Persamaan gelombang E dan B yang terpantul b. Koefisien transmisi.
menjadi : 1
 2.v 2.E 0 2 T
 IT 2
R  E
 0r x T  , dimana T  (16)
E (3) II 1
 1.v1.E 0 2 I
 2
R   1 E
B  0r y (4)
v1 4 2 .v 2 . 1.v1
T (17)
Persamaan gelombang E dan B yang diteruskan  2 2.v 2 2  2. 2 .v 2 .1.v1   12.v12
menjadi :

ISBN 978-602-19655-4-2 19
Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Jumlahkan koefisien refleksi dengan koefisien   2.v 2   1.v1 


2

transmisi ( R + T). R  (24)


22.v22  2.2 .v2 .1.v1  12.v12   2.v 2   1.v1 
R T  2 2  1 (18)
2 .v2  2.2 .v2 .1.v1  12.v12 b. Koefisien Transmisi.
1
  2.v 2.E 0 2 T
IT
3. Hasil dan Analisa T  , dimana T  2 (25)
II 1
3.1 Perambatan gelombang elektromagnetik  1.v1.E 0 2 I
pada bahan yang memiliki  dan  2
negatif, nilai |  1| berbeda dengan |  2|. 4 2 .v 2 .1.v1
T 26)
 2 2.v 2 2  2. 2 .v 2 .1.v1   12.v12
Untuk mengetahui apakah hukum kekekalan
energi berlaku pada bahan metamaterial, analisa  22.v22  2. 2 .v2 .1.v1  12.v12
dan perhitungan yang dilakukan berdasarkan pada R T  1 (27)
 22.v22  2. 2 .v2 .1.v1  12.v12
bagian II.2, namun ada beberapa kondisi yang
berbeda. Dari persamaan (27) dapat diketahui bahwa
hukum kekekalan energi berlaku pada bahan
Diasumsikan bahwa gelombang
metamaterial, namun ada perbedaan yang
elektromagnetik merambat dari medium satu yang
mendasar pada bahan ini, dibanding dengan
memiliki permitivitas, dan permeabilitas positif ( 
bahan biasa yang permitivitas, dan
dan  = +), ke medium dua yang memiliki permeabilitasnya bernilai positif, yaitu pada bahan
permitivitas, dan permeabilitas negatif ( dan  = - metamaterial, nilai koefisien R>1, sedangkan nilai
). Nilai permeabilitas medium satu berbeda dengan koefisien T<0, atau negatif.
permeabilitas medium dua, kedua nilai
permeabilitas apabila dimutlakkan, nilai keduanya 4. Kesimpulan
juga berbeda. Pada kondisi ini:
Hukum kekekalan energi berlaku pada bahan
B1 B2 E0
 , dimana B  (19) metamaterial. Hal tersebut dibuktikan melalui
1 2 v perhitungan yang dilakukan untuk mengetahui nilai
Jumlahkan persamaan gelombang B seperti pada hasil penjumlahan koefisien refleksi dan koefisien
persamaan 21, maka akan diperoleh persamaan : transmisi dari gelombang elektromagnetik yang
 0I  E
 0 R    .E
 0T merambat pada materi tersebut.
E (20)
Makna fisis dari nilai koefisien R>1 dan T<0,
Eliminasi persamaan 8 dengan persamaan 20, harus ditelusuri lebih lanjut, belum dapat diketahui
untuk mencari hubungan antara E  0 I dengan E 0R , secara pasti apa makna dari hal tersebut, dan apa
dan E  0 I dengan E  0T . Hasilnya akan berupa dampak hal tersebut pada gelombang
elektromagnetik yang merambat pada bahan
persamaan :
metamaterial.
 0T   2  E  (21)
E   0I
 1   Referensi
 0R  E
2E  0T (1   ) (22) [1] V. Veselago, “The Electrodynamics Of
substances With Simultaneously Negative
 0I Values of  and  negative”, Soviet Physics
Dari hasil eliminasi, didapat hubungan antara E
Uspekhi, 10(4), (1968).
dengan E  0T melalui persamaan 21, sedangkan
[2] D. Griffiths, “Introduction to Electrodynamics”,
hubungan E  0 I dengan E  0 R diperoleh dari The Prentice Hall, New Jersey, (1999).
persamaan 22 dengan substitusi E  0T dengan E
 0I [3] J.B. Pendry dan D.R. Smith, “Physics Today”,
dari hasil persamaan 21. 57(6), (2004).

 0R   1    E
 (23)
E   0I
 1    Afnar Delivery
Program Studi Fisika,
Setelah didapat hubungan antara E  0 I dengan E
 0R , Institut Teknologi Bandung,
dan E  0 I dengan E 0T , kemudian hitung koefisien Jl.Ganesha No.10 Bandung 40132, Indonesia
refleksi dan koefisien transmisi dari bahan Email: afnardelivery@gmail.com
tersebut.
a. Koefisien refleksi.

ISBN 978-602-19655-4-2 20
Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Studi Literatur Mengenai Diagnosa Pembusukan Pada Kaki Penderita


Diabetes Melitus Dengan Menggunakan Metode Liquid Crystal
Thermography (LCT)
Afnar Delivery

Abstrak
Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit yang menyebabkan penyakit komplikasi pada
penderitanya. Salah satu jenis penyakit komplikasinya adalah Peripheral Vascular Disease (PVD). Penyakit
ini dapat menyebabkan gejala kerusakan saraf, yang dapat menimbulkan rasa sakit seperti tertusuk,
terbakar, dan terjepit. PVD dapat menimbulkan pembusukan, misalnya pada bagian kaki apabila mengalami
trauma atau benturan, namun seringkali penderita diabetes tidak mengetahui bahwa dirinya mengalami
PVD. Hal ini dapat dicegah dengan melakukan diagnosa pada penderita diabetes melitus dengan
menggunakan metode LCT (Liquid Crystal Thermography). Metode LCT menggunakan Thermochromic
Liquid Crystal (TLC) untuk melakukan diagnosa tersebut. TLC merupakan suatu jenis materi kristal cair yang
peka terhadap perubahan suhu. Karakteristik dari TLC inilah yang dimanfaatkan pada metode LCT untuk
mengukur suhu telapak kaki, sebagai referensi dalam melakukan diagnosa. Pada makalah ini akan dicoba
untuk melakukan studi literatur mengenai kepresisian penggunaan metode LCT sebagai suatu cara untuk
mendiagnosa penderita diabetes apakah terserang PVD atau tidak. Eksperimen pada referensi yang dirujuk
dilakukan dengan membandingkan suhu telapak kaki rata-rata penderita diabetes dengan PVD, penderita
diabetes tanpa PVD, dan non-penderita diabetes dengan pencitraan panas kristal cair. Hasil dari studi
literatur yang dilakukan, menunjukan bahwa penyakit komplikasi PVD pada penderita diabetes dapat
didiagnosa dengan metode LCT.
Kata kunci : diabetes melitus, PVD, LCT, TLC.
diskusi yang akan membahas mengenai hasil
Pendahuluan penelitian dari paper yang dirujuk. Kesimpulan
yang akan membahas apakah metode LCT ini
Penelitian untuk menemukan suatu metode
layak dikedepankan atau tidak, serta saran untuk
yang dapat mendiagnosa penderita diabetes yang metode penelitian lain yang dapat digunakan untuk
mengalami komplikasi PVD terus dikembangkan. mendiagnosa PVD pada penderita diabetes.
PVD dapat didiagnosa melalui beberapa metode
seperti pencitraan panas, pencitraan optik, dan
Dasar Teori
MRI, namun metode-metode ini membutuhkan
biaya yang cukup besar. Pengembangan yang Diabetes Melitus adalah suatu kondisi dimana
kemudian dilakukan adalah dengan menggunakan tubuh tidak dapat menggunakan glukosa sebagai
materi TLC, dari materi ini kemudian sumber energi bagi sel tubuh secara normal.
dikembangkan suatu metode yang disebut dengan Kadar glukosa di dalam darah dikontrol oleh
LCT. Beberapa penelitian sudah dilakukan untuk hormon insulin, yang dihasilkan oleh pankreas.
menguji metode ini [1]-[2], dari hasil penelitian Insulin membantu glukosa masuk ke dalam sel
tersebut disimpulkan bahwa metode LCT layak tubuh[2]. Pada penderita diabetes, pankreas tidak
dikedepankan untuk mendiagnosa PVD pada dapat membuat cukup insulin, merupakan diabetes
penderita diabetes melitus, dikarenakan tipe 1 atau tubuh tidak berespon secara normal
kepresisian, kepraktisan, dan biaya yang relatif terhadap insulin yang diproduksi merupakan
lebih kecil apabila dibandingkan dengan metode diabetes tipe 2, hal ini menyebabkan kadar
lain. glukosa dalam darah meningkat, sehingga timbul
gejala banyak buang air kecil, sangat haus,
Pada makalah ini akan dicoba untuk
turunnya berat badan, dan lain-lain[2].
menjelaskan bagaimana metode LCT dapat
digunakan untuk mendiagnosa PVD pada Selain itu, penderita diabetes juga sangat
penderita diabetes, serta mengkaji ulang hasil dari rentan terhadap penyakit-penyakit lain yang
penelitian mengenai metode LCT ini. Makalah ini ditimbulkan dari gangguan sistem metabolisme,
terdiri dari dasar teori yang akan menjelaskan salah satunya antara lain PVD, penyakit ini
mengenai diabetes melitus, serta cara kerja dari menyebabkan perubahan aliran nutrisi dalam
TLC. Metode penelitian yang akan membahas darah dan dapat mengganggu pasokan nutrisi ke
eksperimen pada makalah yang dirujuk. Hasil dan bagian bawah kaki, hal ini dapat mengakibatkan

ISBN 978-602-19655-4-2 21
Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

bagian kaki lebih rentan terhadap pembusukan arah/orientasi molekul akan berulang kembali, dan
apabila adanya faktor pemicu seperti luka atau pantulan warna yang dihasilkan oleh TLC
benturan[2]. PVD umumnya terjadi pada penderita tergantung pada jarak ini[3]. Pantulan cahaya atau
diabetes tipe 2, pada perkembangannya untuk warna akan berubah dengan berubahnya suhu,
mendiagnosa PVD pada penderita diabetes, sifat dari kristal cair cholesteric ini menjadi prinsip
digunakan suatu metode yang disebut LCT[1]. kerja alat yang menggunakan suhu sebagai
parameter utamanya[3], dan hal inilah yang
Metode LCT menggunakan bahan TLC yang
dimanfaatkan metode LCT untuk mendiagnosa
dapat memantulkan warna dari suatu benda
pembusukan pada kaki penderita diabetes.
sebagai representasi dari suhunya[2] untuk
melakukan diagnosa. TLC merupakan bagian dari TLC dapat menentukan suhu suatu benda
kristal cair. Kristal cair ditemukan pertama kali oleh berdasarkan warna yang dipantulkan dari benda,
Frederick Reinitzer pada tahun 1888, dia hal ini dikarenakan pada TLC terdapat fenomena
menemukan bahwa zat kolestril benzoat meleleh difraksi Bragg[3]. Peristiwa difraksi merupakan
pada 145,5C dan menjadi cairan pada 178,5C. pembelokan cahaya oleh benda yang dilalui
Pada rentang temperatur tersebut, kolestril cahaya, dalam difraksi Bragg, pembelokan cahaya
benzoat mengalir seperti cairan dan memiliki sifat terjadi akibat cahaya melalui atom-atom pada
optik seperti padatan[3]. Keadaan suatu zat antara benda, sehingga terjadi pembelokan cahaya[4].
bersifat cair dan padat disebut mesofase atau Pada TLC, fenomena difraksi Bragg terjadi akibat
disebut kristal cair. benda yang bersentuhan dengan TLC terkena
paparan sinar sehingga TLC kemudian
Berdasarkan karakteristiknya, kristal cair memantulkan warna yang merepresentasikan suhu
dibedakan menjadi 2 jenis yaitu thermotropic dan dari benda tersebut.
lyotropic, pada metode LCT, jenis kristal cair yang
digunakan adalah jenis kristal cair thermotropic,
hal ini dikarenakan jenis kristal cair ini memiliki
sifat memantulkan warna suatu materi
berdasarkan temperaturnya, sedangkan kristal cair
lyotropic tidak memiliki sifat ini[3]. Kristal cair
thermotropic berdasarkan strukturnya dibedakan
menjadi dua jenis, yaitu jenis smectic, dan
nematic. Pada metode LCT, struktur kristal cair
yang digunakan adalah nematic, hal ini
diakarenakan susunan kristal pembentuknya
memiliki bentuk, ukuran, dan susunan yang tidak
teratur, sehingga range warna yang dihasilkan dari
Gambar 2. Difraksi Bragg pada TLC[5].
proses pemantulan cahaya, akan lebih banyak
dibanding pada bentuk kristal smectic, yang (T) panjang gelombang cahaya yang merupakan
memiliki bentuk, ukuran, dan susunan kristal yang fungsi dari temperatur, dan p (T), yaitu kedalaman
lebih teratur[3]. Struktur kristal nematic pun, dibagi bidang planar TLC yang juga merupakan suatu
menjadi dua jenis yaitu jenis kristal cholesteric, dan fungsi dari temperatur, merepresentasikan
yang bersifat nematic[3] semakin tinggi temperatur maka panjang
gelombang cahaya yang dipantulkan akan
semakin pendek, dari panjang gelombang cahaya
terpanjang yaitu merah, sampai dengan panjang
gelombang cahaya terpendek yaitu ungu, jadi bisa
diasumsikan, semakin tinggi temperatur dari suatu
benda yang diukur suhunya, maka warna dari
benda tersebut akan semakin menuju ungu, dan
pada TLC, pemantulan akan terjadi pada bidang
planar yang semakin dalam[5].

Gambar 1. Perbedaan antara jenis liquid crystal


nematic, smectic, dan cholesteric[5].
Pada kristal cair berbentuk cholesteric,
molekul berjajar dalam lapisannya, setiap lapisan
dalam stuktur kolesterik mempunyai arah molekul
yang berbeda dengan lapisan di atas dan di
bawahnya, setelah beberapa lapisan,

ISBN 978-602-19655-4-2 22
Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

tersebut, diantaranya kondisi fisik dan psikologis


sampel yang diambil, kondisi alat pencitraan
thermography yang digunakan, serta kemungkinan
faktor peradangan pada kaki penderita diabetes
PVD yang belum pada kondisi yang parah.
Penelitian terakhir yang dilakukan pada tahun
2011 [7], mengemukakan bahwa metode
thermography belum cukup untuk mengetahui
apakah seseorang mengalami PVD atau tidak,
perlu metode lain untuk memperkuat diagnosa
tersebut, diantaranya adalah metode
ultrasonography, untuk mengetahui kondisi kulit
sampel yang diamati, apakah kakinya berpotensi
mengalami peradangan atau pembusukan atau
Gambar 3. Representasi suhu pada suhu[5]. tidak. Namun untuk diagnosa awal, metode
thermography dapat digunakan, walau ketepatan
Metode Penelitian diagnosanya belum terlalu baik.
Berdasarkan pada makalah yang dirujuk
eksperimen dilakukan pada tiga kategori, yaitu
penderita diabetes dengan PVD, penderita Tabel 1. Hasil pengukuran dengan metode LCT[1]
diabetes non-PVD, dan non penderita diabetes
melitus[1]. Daerah temperatur permukaan kaki Penderita Diabetes
yang diukur suhunya, menggunakan metode LCT
digambarkan pada gambar berikut ini :
PVD Non-PVD Non-
penderita
diabetes

Jumlah 20 30 33
sampel

MFT (C) 25,61,9 28,22,9 25,72,1

Kesimpulan
Gambar 4. Parameter permukaan kaki yang diukur
Metode LCT dapat digunakan untuk
suhunya menggunakan metode LCT[1].
mendiagnosa penderita diabetes apakah
Eksperimen dilakukan dengan menggunakan mengidap PVD atau tidak Metode ini layak
suatu seri dari Novatherm detectors. Setiap dikedepankan sebagai suatu langkah awal untuk
detektor terdiri dari membran lateks yang lapisan mendiagnosa penderita diabetes apakah
dalamnya dilapisi lembaran kristal cair, yang mengalami komplikasi PVD atau tidak, kelebihan
dipasang pada suatu kotak kedap udara yang lain dari metode ini adalah, metode ini lebih murah
terdapat sumber cahaya di dalamnya[1]. dan praktis apabila dibandingkan dengan metode-
Permukaan telapak kaki yang akan diukur suhunya metode lain seperti thermal imaging, optical
kemudian ditempelkan pada detektor ini selama 10 imaging, ataupun MRI.
detik, dan direkam pencitraan panasnya dengan
kamera polaroid[1]. Hasil dari pencitraan panas Saran
tersebut kemudian dihitung suhu rata-ratanya, dan
dibandingkan hasilnya. Untuk menentukan MFT, penulis
menyarankan metode lain yang dapat digunakan
sebagai metode alternatif, yaitu dengan
Hasil dan diskusi
menggunakan termometer kristal cair.
Dari Tabel 1, Mean Foot Temperature (MFT)
atau suhu rata-rata telapak kaki yang diukur
dengan metode LCT dapat membedakan
penderita diabetes PVD dengan penderita
diabetes non-PVD, namun MFT pada penderita
diabetes PVD, dan non-penderita diabetes
ternyata hampir sama. Belum diketahui secara
pasti apa yang menyebabkan hal ini, namun ada
beberapa faktor yang mungkin menyebabkan hal

ISBN 978-602-19655-4-2 23
Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

the Diabetic Foot”, Bournemouth University,


(2007).
[3] Hallcrest corporation, Handbook of
Thermochromic Liquid Crystal technology,
(1991).
[4] Beiser, Arthur, “Concept of Modern Physics”,
Tata McGraw-Hill, New York, (2003).
[5] http://wiki.epfl.ch/me301-
tdm/documents/Cours/Mesures%20de%20te
mp%C3%A9rature/slides_liquid%20crystal%2
0thermography%20lct.pdf. Diakses pada 20
Gambar 5. Termometer kristal cair[6]. Mei 2013.
[6] http://www.sisweb.com/lab/telatemp-liq-crys-
Termometer kristal cair dapat digunakan therm.htm. Diakses pada 20 Mei 2013.
untuk mengukur suhu telapak kaki, yang kemudian [7] Takashi Nagase, Hiromi Sanada, Makoto Oe,
dihitung suhu kaki rata-ratanya, namun metode Kimie Takehara, Kaoru Nishide and Takashi
belum dapat dibuktikan ketepatannya dalam Kadowaki, “Screening of Foot Inflammation in
mendiagnosa, karena belum pernah diujicobakan. Diabetic Patients by Non-Invasive Imaging
Untuk kedepannya mungkin hal ini layak untuk Modalities, Global Perspective on Diabetic
dikedepankan. Foot Ulcerations”, Dr. Thanh Dinh (Ed.),
(2001). ISBN: 978-953-307-727-7, InTech,
Referensi DOI: 10.5772/28225.
[1] Susan J. Benbow, Ah W. Chan, David R.
Bowsher, Gareth Williams, Ian A. Macfarlane,
Afnar Delivery
“The Prediction of Diabetic Neuropathic
Program Studi Fisika, Institut Teknologi Bandung
Plantar foot Ulceration by Liquid-Crystal
Jl. Ganesha No.10 Bandung 40132, Indonesia
Contact Thermography”, Diabetes Care, 17:
Email: afnardelivery@gmail.com
835-839, (1994).
[2] Bharara, Manish, “Liquid Crystal
Thermography in Neuropathic Assessment of

ISBN 978-602-19655-4-2 24
Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Hasil dan Analisis Percobaan Hukum Ohm, Jembatan Wheatstone


dan Rangkaian RLC
Albar Rabak Pabianan*, Euis Sustini

Abstrak
Pada makalah ini dibahas tentang hasil pembuatan dan percobaan Kit praktikum elektronika yang
terintegrasi. Percobaan yang dilakukan antara lain: (1) Pembuktian Hukum Ohm, (2) Jembatan Wheatstone,
(3) Rangkaian RLC Arus Bolak-Balik. Pada pembuktian hukum Ohm dengan variasi sumber tegangan,
semakin besar tegangan semakin besar pula arus listrik dengan nilai pembandingnya adalah nilai resistor.
Pada rangkaian jembatan Wheatstone, nilai RX dapat ditentukan jika arus listrik pada galvanometer = 0 (nol)
itu artinya nilai Rb ~ nilai RX. Pada rangkaian arus bolak-balik RLC seri variasi frekuensi signal generator
pada saat terjadi frekuensi resonansi antara induktor dengan kapasitor, terjadi keluaran istimewa yakni;
tegangan yang minimum, arus listrik yang maksimum, impedansi yang minimum, beda fasa antara tegangan
dengan arus listrik adalah nol (sefasa) dan daya yang maksimum. Pada rangkaian RLC paralel saat terjadi
frekuensi resonansi antara induktor dengan kapasitor, terjadi keluaran yakni; tegangan yang maksimum,
arus listrik yang minimum, impedansi yang maksimum, beda fasa antara tegangan dengan arus listrik adalah
nol (sefasa) dan daya yang maksimum.
Kata-kata kunci: Kit elektronika, terintegrasi, resonansi

Pendahuluan 1. Pembuktian Hk. Ohm


Judul
Pelajaran fisika di sekolah terdapat dua hal Percobaan 2. Jembatan Wheatstone
penting yang saling terkait yaitu eksperimen dan 3. Rangkaian RLC
teori. Siswa diharuskan memahami konsep Alat dan
kemudian diberikan bimbingan melalui Bahan
Desain Kit
pengembangan keterampilan ilmiah, agar harapan
siswa mampu mengambil suatu kesimpulan.
Pelaksanaan eksperimen bisa berjalan jika
didukung sarana dan prasarana.
Permasalahannya adalah “bagaimana merancang
suatu Kit praktikum elektronika yang terintegrasi
dari beberapa judul percobaan rangkaian listrik ac-
dc”. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis
termotivasi untuk merancang suatu Kit praktikum
elektronika yang terintegrasi pada rangkaian listrik
searah (DC) dan rangkaian listrik bolak-balik (AC)
di tingkat SMP dan SMA.

Teori
Pada percobaan ini Kit dibuat sebagai berikut:
Gambar 1. Alur pelaksanaan penelitian

Hukum Ohm
Pada percobaan hk.Ohm dilakukan dengan
memvariasikan sumber tegangan yang
dihubungkan dengan satu hambatan (R)..
Keluaran yakni: tegangan (V) dan arus listrik (I)
yang melalui hambatan (R) diukur dengan
menggunakan voltmeter dan amperemeter. Nilai
hambatan (R) dapat ditentukan dari grafik dengan
menggunakan persamaan berikut:
V . (1)
R  ta n  
I

ISBN 978-602-19655-4-2 25
Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Jembatan Wheatstone  1 1 
  
Pada percobaan jembatan Wheatstone  C
X X L 
. (9)
tg  
dilakukan dengan memvariasikan hambatan (Rb) 1
maupun hambatan (Rx). Kontak pada batang R
konduktor digeser-geser agar jarum galvanometer  Daya
menunjuk angka nol (tidak ada arus listrik yang
melalui galvanometer). Maka nilai suatu hambatan V2
(Rx) pada gambar 2 dapat ditentukan dengan P  C os  . (10)
Z
persamaan:
Resonansi Dalam Rangkaian RLC
Rb . (2)
L2
Rx  Pada rangkaian RLC impedansi bergantung
L1
pada frekuensi, seperti yang diperlihatkan oleh
Rangkaian RLC persamaan (4) untuk rangkaian seri dan
persamaan (8) untuk rangkaian paralel. Pada
Pengambilan data pada rangkaian RLC seri
rangkaian ini ada kondisi istimewa yaitu kondisi
dan RLC paralel dengan memvariasikan frekuensi
resonansi dengan frekuensi resonansi dicapai jika
(f) signal generator sedangkan resistor, induktor,
XL dan XC sama.
dan kapasitor tidak diubah-ubah serta frekuensi
resonansi RLC seri = 1582,5 Hz, frekuensi f 
1
resonansi RLC paralel = 4099,85 Hz. 2 LC . (11)
a. RLC Seri
Hasil dan diskusi
Pada rangkaian RLC seri dapat menentukan
beberapa besaran antara lain dengan Hukum Ohm
menggunakan persamaan:
 Tegangan Nilai R diperoleh dari grafik dengan
menggunakan persamaan (1) pada gambar 8.
berikut:
R   X L  XC  . (3)
2 2
V  I

 Impedansi

R   XL  XC  .
2 2
Z  (4)

 Beda fasa

tg  
XL  XC 
R . (5)
Gambar 2. Hubungan antara tegangan dengan
 Daya arus listrik
P  I 2 x Z C os . (6) Pada gambar diatas terlihat bahwa
b. RLC Paralel kemiringan dari grafik adalah merupakan nilai
hambatan (R) yang konstan, sesuai dengan hk.
Pada rangkaian RLC paralel dapat Ohm.
menentukan beberapa besaran antara lain dengan Jembatan Wheatstone
menggunakan persamaan:
 Arus listrik
Hasilnya seperti pada tabel 1. berikut:
2
 1 
2
 1  1 Tabel 1. Hasil eksperimen dan analisis jembatan
I V     - 
 R   XC XL  Wheatstone.
. (7)
No Rb (Ω) L1 (cm) L2 (cm) RX (Ω)
 Impedansi
1 0,3 3,0 3,0 0,30
1
Z  2 0,6 3,1 2,9 0,56
2
 1 
2
 1  1
    -  3 0,7 3,0 3,0 0,70
 R   X C X L  . (8) 4 2,3 3,1 2,9 2,15
 Beda fasa 5 2,9 3,1 2,9 2,71

ISBN 978-602-19655-4-2 26
Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Pada tabel diatas bahwa jarum galvanometer


dapat menunjuk angka nol apabila nilai Rb ~ nilai
Rx.

Rangkaian RLC
a. RLC Seri
Diperoleh grafik hubungan antara tegangan,
kuat arus listrik, impedansi, beda fasa dan daya
dengan frekuensi dapat dilihat pada gambar
berikut:
Gambar 7. Hubungan daya dengan frekuensi.
Pada gambar-gambar diatas bahwa saat
terjadi frekuensi resonansi, maka terjadi keluaran
yaitu; tegangan yang minimum, arus listrik yang
maksimum, impedansi yang minimum, beda fasa
nol, dan daya yang maksimum.
b. RLC Paralel
Diperoleh grafik hubungan antara tegangan,
kuat arus listrik, reaktansi, impedansi, beda fasa,
Gambar 3. Grafik hubungan antara tegangan dan daya dengan frekuensi dapat dilihat pada
dengan frekuensi. gambar berikut:

Gambar 4. Hubungan antara kuat arus listrik


dengan frekuensi. Gambar 8. Hubungan antara tegangan dengan
frekuensi.

Gambar 5. Hubungan antara impedansi dengan


frekuensi.
Gambar 9. Hubungan antara arus listrik dengan
frekuensi.

Gambar 6. Hubungan antara beda fasa dengan


frekuensi.
Gambar 10. Hubungan antara impedansi dengan
frekuensi.

ISBN 978-602-19655-4-2 27
Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

4. Rangkaian RLC paralel pada variasi frekuensi


signal generator pada saat terjadi frekuensi
resonansi antara induktor dengan kapasitor
didapatkan tegangan yang maksimum, kuat
arus listrik yang minimum, impedansi yang
maksimum, beda fasa nol, dan daya yang
maksimum.

Ucapan terima kasih


Gambar 11. Hubungan antara impedansi dengan Penulis mengucapkan terima kasih kepada
frekuensi. Pemda Provinsi Sulawesi Tengah atas bantuan
beasiswa yang diberikan dan kepada semua pihak
yang telah memberi peranan yang besar baik
bimbingan, motivasi, inspirasi serta diskusi yang
membangun dalam menyelesaikan tulisan ini.

Referensi
[1] Sutrisno, “Fisika Dasar, Listrik Magnet dan
Termofisika Listrik”, ITB, Bandung (1979).
[2] Young and Freedman, “Fisika Universitas”,
edisi kesepuluh, jilid 2, Erlangga, Jakarta,
Gambar 12. Hubungan antara impedansi dengan (2000).
frekuensi. [3] Eka Jati B.M dan Priyambodo TK, “Fisika
Dasar, Listrik-Magnet, Optika, Fisika Modern”,
Pada gambar-gambar diatas bahwa saat Andi, Yokyakarta, (2010).
terjadi frekuensi resonansi, maka terjadi keluaran [4] Ahmad Zaelani. dkk, “Bimbingan Pemantapan,
yaitu; tegangan yang maksimum, arus listrik yang Fisika Untuk SMA/MA”, Yrama Widya,
minimum, impedansi yang maksimum, beda fasa Bandung, (2006).
nol, dan daya yang maksimum. [5] Y. Zemansky, “University Physics”, Part II,
Sixth Edition, Addison-Wesley Publishing
Kesimpulan Company, Inc, New York, (1981).
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan [6] Robbins and Miller,….., Circuit Analysis
maka dapat disimpulkan sebagai berikut: Theory and Practice, 2nd Edition.
1. Perbandingan antara tegangan dengan kuat
arus listrik menghasilkan nilai hambatan
(resistansi) yang konstan. Albar Rabak Pabianan*
Magister Pengajaran Fisika
2. Rangkaian jembatan Wheatstone dapat Institut Teknologi Bandung
menentukan nilai suatu hambatan (Rx). aqilah_albr@ymail.com
3. Rangkaian RLC seri pada variasi frekuensi
signal generator pada saat terjadi frekuensi Euis Sustini
resonansi antara induktor dengan kapasitor Fisika Material Elektronik
didapatkan tegangan yang minimum, kuat arus Institut Teknologi Bandung
listrik yang maksimum, impedansi yang euis@fi.itb.ac.id
minimum, beda fasa nol, dan daya yang
maksimum. *Corresponding author

ISBN 978-602-19655-4-2 28
Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Identifikasi Parameter Kerapatan dan Kekentalan Terhadap Tinggi Zat


Cair Yang Naik Pada Kaki Pipa U serta Pipa Y Dengan Menggunakan
Konsep Tekanan
Andi Asgar Wahyu* dan Inge Magdalena

Abstrak
Pada proyek akhir ini dilakukan eksperimen untuk melihat pengaruh nilai-nilai koefisien kerapatan dan
kekentalan fluida pada tinggi zat cair yang naik pada kaki-kaki pipa U dan pipa Y berdasarkan konsep
tekanan fluid. Metode yang digunakan adalah pengukuran langsung dengan menggunakan pipa U dan pipa
Y serta perhitungan dengan menggunakan konsep variasi tekanan terhadap ketinggian fluida. Hasil
eksperimen menunjukkan bahwa zat cair yang paling mudah ditarik, yaitu dilihat dari tinggi naiknya zat cair
tersebut pada kaki-kaki pipa, berturut-turut adalah air laut, oli SAE 40, minyak goreng dan minyak tanah.
Selanjutnya hasil analisa data menunjukkan bahwa untuk zat cair yang memiliki nilai koefisien kerapatan
mendekati kerapatan aquades, perbedaan ketinggian zat cair yang naik pada kaki-kaki pipa antara data
hasil eksperimen dan data hasil perhitungan memiliki nilai yang kecil dan positif. Di sisi lain, untuk zat cair
yang memiliki nilai koefisien kerapatan jauh lebih besar dari kerapatan aquades, perbedaan ketinggian zat
cair yang naik pada kaki-kaki pipa antara data hasil eksperimen dan data hasil perhitungan memiliki nilai
yang besar dan negatif. Hal ini menunjukkan bahwa selain nilai kerapatan, faktor lain yang mempengaruhi
tinggi kenaikan zat cair pada kaki-kaki pipa adalah nilai koefisien kekentalannya; nilai koefisien kekentalan
zat cair yang semakin besar menandai gaya gesek yang semakin besar pula antara zat cair dengan dinding
pipa.
Kata-kata kunci : zat cair, koefisien kerapatan, koefisien kekentalan, tekanan, gaya gesek.

Pendahuluan Variasi Tekanan Pada Zat Cair Statik


Mekanika fluida berkaitan dengan fenomena Tinjau suatu elemen zat cair dengan luas
fluida dalam keadaan statis maupun dinamis [2,4]. penampang A, berada pada kedalaman d ke d + h
Dalam statika fluida, berat cairan merupakan sifat dimana nilai  sama pada semua elemen zat cair.
yang penting, sebab dalam kondisi kesetimbangan Elemen zar cair tersebut mendapatkan gaya dari
diasumsikan semua gaya eksternal yang berkerja zat cair diluarnya yang tegak lurus terhadap
pada fluida adalah nol sehingga gaya yang bekerja permukaannya. Resultan gaya untuk arah
hanyalah gaya internal atau gaya berat fluida itu horizontalnya bernilai nol, sedangkan untuk arah
sendiri. Sedangkan dalam aliran fluida sifat yang vertikanya bekerja gaya-gaya permukaan dan
penting adalah rapat massa (kerapatan), tekanan gaya berat elemen zat cair itu sendiri. Gaya yang
dan kekentalan fluida bersangkutan. bekerja pada permukaan bagian bawah elemen
Berdasarkan pemikiran diatas, maka akan zat cair tersebut adalah p0 Aˆj sedangkan pada
dikaji pengaruh kerapatan dan kekentalan fluida
bagian atasnya  p0 Aˆj seperti Gambar 1.
pada tinggi zat cair yang naik pada kaki-kaki pipa
U dan pipa Y berdasarkan konsep tekanan.

Koefisien Kerapatan ()


Kerapatan () didefiniskan sebagai massa
per-satuan volum [1,3,7] secara matematis
dituliskan :
m Gambar 1. Elemen kecil zat cair dalam bejana.
 (1) Gaya netto yang bekerja pada elemen zat cair ini
V harus nol karena berada dalam keseimbangan[6].
Nilai koefisien kerapatan suatu zat cair Oleh karena elemen zat cair berada dalam
bervariasi cukup besar antara satu zat cair dengan kesetimbangan maka besar tekanan p0 pada
zat cair lainnya. Umumnya zat cair mengembang kedalaman h dibawah suatu titik dalam cairan
saat temperatur naik dan menyusut saat yang tekanannya p0 lebih besar sebanyak gh.
temperatur rendah, tetapi pengaruh temperatur ini Dengan demikian dapat dituliskan menjadi:
sangat kecil sehingga seringkali diabaikan.

ISBN 978-602-19655-4-2 29
Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

p  p0  gh Dari Gambar 2 (b) dapat dilihat bahwa setelah


(2)
katub jarum suntik sejauh ditarik x maka zat cair
akan bergerak naik setinggi h. Hal ini dilakukan
Koefisien Kekentalan () secara berulang untuk beberapat titik.
Kekentalan () adalah suatu pernyataan Sebagai langkah awal zat cair yang
“tahanan untuk mengalir” dari suatu sistem yang digunakan adalah aquades, dimana nilai
mendapatkan suatu tekanan. Secara umum kerapatannya adalah  = 995 kg/m3, percepatan
koefisien kekentalan suatu zat cair dapat gravitasinya ( g ) adalah 9,8 m/s2. Nilai perubahan
ditentukan salah satunya dengan menggunakan tekanan (p) pada kaki pipa U sebagai hasil
persamaan Poiseuille[5], yakni : pergeseran katub jarum suntik (x) ditentukan dari
 r 4 p pengamatan tinggi zat cair yang naik dan hasilnya
 (3) tertera pada Tabel 2.
8QL
Tabel 2. Data pengukuran ketinggian zat cair
Data dan Pembahasan aquades dan perhitungan nilai perubahan tekanan.
Data yang disajikan pada tebel berikut terdiri No x ( 0,05) (cm) heks. ( 0,05) (cm) p = gh
atas data kerapatan beberapa jenis zat cair yang (Pa)
1 0,1 0,6 59
ditentukan melalui pengukuran langsung (kolom 2) 2 0,2 1,2 117
dan kerapatan yang diperoleh dari beberapa 3 0,3 2,0 195
literatur (kolom 3) serta data kekentalan zat cair 4 0,4 2,5 244
5 0,5 3,1 302
berdasarkan beberapa literatur (kolom 4). 6 0,6 3,8 371
7 0,7 4,4 429
Tabel 1. Data kerapatan zat cair yang digunakan 8 0,8 5,1 497
dengan pengukuran langsung menggunakan 9 0,9 5,7 556
10 1,0 6,4 624
Areometer Boume dan kerapatan serta kekentalan 11 1,1 7,0 683
zat cair berdasarkan beberapa literatur. 12 1,2 7.7 751
13 1,3 8.3 809
Data Eksperimen Data Dari Literatur 14 1,4 8.9 868
Jenis zat Cair
 (5 kg/m3)  (5 kg/m3)  (cps)
aquades 995 1000 (*) 1 (**) Data perubahan tekanan (p) pada Tabel 2
Air Laut 1070 1025 (*) 1,07  10-3 (***) digunakan sebagai pembanding untuk zat cair
Minyak Tanah 830 820 (*) 1,85 (***)
lainnya. Perubahan tekanan pada eksperimen ini
diasumsikan sama besar antara aquades dengan
Minyak Goreng 910 924 (*) 80 (**)
zat cair lainnya karena katub jarum suntik digeser
Oli SAE 40 875 887 (*) 556 **)
dengan jarak x yang sama besar saat mengukur
Sumber : [8,9,10] ketinggian aquades yang naik pada pipa. Selain
dengan pengukuran langsung, tinggi zat cair yang
Pengukuran dan Perhitungan Tinggi Zat Cair naik pada pipa juga dapat ditentukan secara
Dengan Menggunakan Pipa U analitik dengan menggunakan persamaan (2).
Data ekperimen dan perhitungan untuk beberapa
Pada eksperimen ini, fluida yang dimasukkan jenis zat cair ditampilakan pada Tabel 3.
dalam pipa U hanya satu jenis kemudian pada
salah satu kaki pipa tersebut disambungkan Tabel 3 Data pengukuran dan perhitungan tinggi
dengan tabung jarum suntik seperti Gambar 2, beberapa jenis zat cair yang naik pada kaki pipa U.
untuk memberikan perubahan tekanan pada kolom
pipa.

Gambar 2. Skema pengukuran dengan pipa U (a)


Tabung pipa U dalam keadaan setimbang, (b)
Salah satu kaki pada tabung pipa U disambungkan Data h eksperimen (heks.) pada Tabel 3 untuk
dengan pipa jarum suntik, dimana bila katub jarum beberapa jenis zat cair kemudian diplot dalam
suntik ditarik sejauh x maka zat cair pada kaki pipa garfik seperti pada Gambar 3.
U tersebut akan naik sejauh h.

ISBN 978-602-19655-4-2 30
Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

cair terukur. Ketika katub jarum suntik digeser


sebesar x maka tekanan pada kolom pipa berubah
sebesar p, akibatnya zat cair pada kedua kaki
pipa Y tersebut akan bergerak naik setinggi h1
(untuk aquades) dan h2 (untuk zat cair lainnya)
seperti pada Gambar 4.

Gambar 3. Grafik perubahan tekanan terhadap


ketinggian beberapa jenis zat cair.
Data pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa untuk
air laut selisih (selisih = heks. – hhit.) antara heks dan
hhit. adalah selalu bernilai positif dengan selisih
yang relatif kecil, sedangkan minyak tanah, minyak Gambar 4. Skema pengukuran kerapatan dengan
goreng dan oli SAE 40 selisih antara heks. dan hhit. tabung pipa Y.
selalu bernilai negatif dengan selisih yang relatif
kecil. Hasil eksperimen menunjukkan bahwa selain Dari Gambar 4 dapat dilihat bahwa tinggi zat
kerapatan zat cair, hal lain yang mempengaruhi cair yang naik pada pipa bergantung pada
tinggi kenaikan zat cair pada pipa adalah besarnya perubahan tekanan pada kolom pipa Y
kekentalannya. Semakin besar kekentalan zat cair, dimana besar perubahan tekanan bergantung
gaya gesek (gaya adhesi) juga semakin besar, pada jarak pergeseran katub jarum suntik. Selain
dimana gaya gesek tersebut bekerja berlawanan pengukuran dengan pipa Y, tinggi zat cair yang
arah dengan arah gerak zat cair, sehingga pada naik pada kaki 2 (h2) pipa juga dapat ditentukan
tekanan yang sama antara satu zat cair dengan secara analitik dengan menggunakan persamaan
zat cair lainnya ketinggian yang dicapai masing- (2) sebagai dasar analisanya. Persamaan (2)
masing zat cair tersebut berbeda. Dengan dapat dituliskan kembali menjadi :
demikian pada sistem tersebut selain gaya berat
1
zat cair bersangkutan, gaya gesek adhesi juga h2  h (4)
memberikan pengaruh yang besar terhadap tinggi 2 1
kenaikan zat cair yang naik pada kedua kaki pipa.
Dari eksperimen dan perhitungan yang dilakukan
Pada prinsipnya penggunakan tabung pipa U, diperoleh data-data pada tabel-tabel bertikut.
selain perbandingan ketinggian zat cair, kerapatan
Tabel 4 Data pengukuran dan perhitungan tinggi
untuk masing-masing zat cair juga dapat
beberapa zat cair terhadap aquades.
ditentukan dengan syarat perubahan tekanan ( p)
dan ketinggian (h) zat cair diketahui. Syarat ini
berlaku untuk zat cair dengan nilai koefisien
kekentalan yang tidak jauh berbeda dengan
referensi (eksperimen ini menggunakan aquades
sebagai referensi). Sedangkan untuk zat cair yang
nilai koefisien kekentalan jauh lebih besar dari
referensi diperlukan suatu faktor koreksi sebelum
menentukan kerapatan zat cair tersebut. Hal ini
dapat dilihat dari Gambar 3 dimana regresi linier
antara data eksperimen dan data perhitungan
hampir sama dan cukup baik (R2 > 0,998x).

Pengukuran dan Perhitungan Tinggi Zat Cair


Dengan Menggunakan Pipa Y
Data hasil eksperimen yang diperoleh pada Tabel
Eksperimen menggunakan pipa Y dilakukan 4, kemudian diplot dalam grafik seperti pada
dengan memberikan perubahan tekanan udara gambar 5.
pada kolom pipa yang kedua kakinya telah
dicelupkan pada zat cair berbeda yakni aquades
sebagai referensi dan zat cair lainnya sebagai zat

ISBN 978-602-19655-4-2 31
Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Kesimpulan
Dari eksperimen dan perhitungan yang
dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa selisih
nilai ketinggian antara hasil eksperimen dan
perhitungan untuk air laut selalu bernilai positif
dengan nilai yang relatif kecil, sedangkan untuk
minyak tanah, minyak goreng, dan oli SAE 40
selisihnya selalu bernilai negatif dengan nilai yang
relatif besar, pada suatu nilai tekanan tertentu,
tinggi zat cair yang naik pada kaki-kaki pipa U
berturut-turut adalah air laut, oli SAE 40, minyak
goreng dan minyak tanah, tinggi zat cair yang naik
pada kaki-kaki pipa bergantung pada nilai
koefisien kerapatannya.

Referensi
Gambar 5. Grafik perbandingan tinggi beberapa
jenis zat cair terhadap aquades. [1] Benjamin.E.W, Streeter L.V., “Mekanika
Fluida”, Edisi Delapan jilid 1, Erlangga,
Hasil eksperimen pada Tabel 4 menunjukkan Jakarta, (1986).
bahwa ketinggian zat cair air laut antara hasil [2] Genick B.M., “Basics of Fluids Mechanics”,
ekperimen dengan perhitungan selisihnya selalu 7449 North Washtenaw Ave Chicago, (2011).
bernilai positif, sedangkan untuk minyak tanah, [3] Halliday D., et al., “Fundamentals of Physics”,
minyak goreng, oli SAE 40 antara hasil eksperimen 9th Edition, John Wiley dan Sons, USA,
dan hasil perhitungan selisihnya selalu bernilai (2011).
negatif. Hal ini memberikan gambaran bahwa jika [4] Munson.B.R, Young. F.D, Okiishi H.T.,
kekentalan zat cair mendekati kekentalan aquades “Fundamentals of Fluid Mechanichs” edisi
(referensi), maka gaya gesek adhesi antara terjemahan, Erlangga, Jakarta, (2004).
dinding pipa dengan cair tersebut sangat kecil. [5] Mikrajuddin, “Fisika Dasar I”, ITB Bandung,
Sedangkan jika kekentalan zat cair lebih besar dari (2007).
kekentalan aquades maka gaya gesek adhesi [6] Serwey, Jewett, “Fisika untuk Sains dan
antara dinding pipa dengan zat cair tersebut Teknik”, Salemba Teknika, Jakarta, (2009).
sangat besar. Hal ini terbukti saat pipa Y diangkat [7] Tipler.P.A., “Physics for Scientists and
keluar dari wadah ketinggian zat cair aquades dan Engineers” 5th Edition, W.H. Freeman and
air laut pada kedua kaki pipa turun sedikit. Company, New York, (2004).
Sedangkan saat aquades dengan minyak tanah [8] *http://www.engineeringtoolbox.com/liquids-
ketinggian aquades pada pipa menurun sementara densities-d_743.html (12 /4/2013, Jam 14:47
ketinggian minyak tanah tidak berubah, demikian wib)
halnya dengan zat cair minyak goreng dan oli SAE [9] **http://www.vp-scientific.com/Viscosity/
40. Dengan demikian pada sistem zat cair tersebut Tables.htm (04-12-2013, Jam11:48 wib)
selain gaya berat zat cair bersangkutan, gaya [10] ***http://www.engineersedge.com/fluid_flow/fl
gesek adhesi juga memberikan pengaruh yang uid_data.htm (04/12/2012 Jam : 11:57 wib)
besar terhadap tinggi kenaikan zat cair pada
kedua kaki pipa. Andi Asgar Wahyu*
Dari Gambar 5 tampak bahwa linearitas grafik Magister Pengajaran Fisika
Institut Teknologi Bandung
eksperimen sangat baik (nilai R2 mendekati angka
andi.asgar79@yahoo.co.id
1). Dengan demikian tabung pipa Y ini pada
prinsipnya dapat digunakan untuk menentukan
Inge Magdalena Sutjahja
perbandingan kerapatan antara dua zat cair yang
KK Fisika Magnetik dan Fotonik
belum diketahui, asalkan koefisien kekentalan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
kedua zat cair tersebut tidak terlalu jauh berbeda. Institut Teknologi Bandung,
Dalam hal ini nilai perbandingan kerapatan antara e-mail : inge@fi.itb.ac.id
dua zat cair tersebut adalah koefisien regresi linear
dari grafik. Sedangkan bila nilai koefisien *Corresponding author
kekentalan kedua zat cair sangat jauh berbeda
diperlukan faktor koreksi untuk ketinggian zat cair
yang naik pada kedua kaki pipa Y, sebelum nilai
perbandingan kerapatan antara dua zat cair
tersebut ditentukan.

ISBN 978-602-19655-4-2 32
Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Pembuatan Media Pembelajaran Berupa Animasi Berbasis Komputer


Untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa SMA/MA Kelas X Pada Mata
Pelajaran Kimia Konsep Ikatan Kimia
Andri Agustina, Ida Farida Ch, dan Cucu Zenab Subarkah

Abstrak
Konsep ikatan kimia merupakan konsep yang mendasar dan penting untuk memahami berbagai topik dalam
ilmu kimia. Konsep tersebut dinilai sulit oleh siswa. Kesulitan tersebut terletak pada ketidakmampuan siswa
dalam mengorganisasikan ketiga level pengetahuan secara sistematis. Pada konsep ikatan kimia khususnya,
siswa tidak dapat memvisualisasikan yang terjadi pada level submikroskopik (molekuler) kemudian
menghubungkannya dengan level makroskopik (laboratorium) dan simbolik. Hal tersebut juga diakibatkan
proses belajar yang masih berpusat pada guru, dan kurangnya media pembelajaran yang menarik. Peran
media pembelajaran sebagai alat bantu dapat menjembatani konsep abstrak seolah menjadi konkret
melalui visualisasi. Salah satu teknik visualisasi adalah dengan menggunakan media komputer berupa
animasi. Animasi pada tingkat molekuler dapat mendorong proses pembelajaran yang efektif. Penelitian ini
bertujuan untuk menghasilkan media pembelajaran berupa animasi yang digunakan untuk pembelajaran
ikatan kimia di kelas. Penelitian ini menggunakan metode Research and Development (R&D), model
pemrosesan informasi audiovisual digunakan untuk mendesain animasi pembelajaran. Pre-test dan post-test
digunakan untuk mengetahui efektivitas penggunaan media animasi dalam pembelajaran konsep ikatan
kimia. Hasil yang diperoleh menunjukan bahwa penggunaan media animasi dapat meningkatkan
pemahaman siswa pada konsep ikatan kimia.
Kata-kata kunci: media pembelajaran, animasi, ikatan kimia
alat bantu dapat menjembatani konsep abstrak
Pendahuluan
seolah menjadi konkret melalui visualisasi. Salah
Ilmu kimia akan menjadi pengetahuan yang satu teknik visualisasi adalah dengan
utuh manakala mampu menjelaskan fenomena menggunakan media komputer berupa animasi.
kimia melalui tiga level representasi meliputi Animasi pada tingkat molekuler dapat mendorong
representasi makroskopik, submikroskopik dan proses pembelajaran yang efektif (Tasker, 2006)
simbolik (Jhonstone dalam Chittleborough et al,
Berdasarkan uraian di atas, peneliti
2002). Konsep ikatan kimia merupakan konsep
mengadakan penelitian pembuatan media
yang mendasar dan penting untuk memahami
pembelajaran dalam bentuk animasi berbasis
berbagai topik dalam ilmu kimia, juga memiliki
komputer pada konsep ikatan kimia. Dengan
ketiga level representasi tersebut. Berdasarkan
pembuatan media pemebelajaran tersebut
hasil studi pendahuluan di Madrasah Aliyah Negeri
diharapkan dapat membantu siswa dalam
Jampangtengah terhadap 20 orang siswa kelas X
memahami konsep ikatan kimia.
semester I menunjukan sebagian besar siswa
mengalami kesulitan ketika diminta menjelaskan
Metode
proses yang terjadi pada terbentuknya ikatan kimia.
Kesulitan tersebut terletak pada ketidakmampuan Metode penelitian yang digunakan adalah
siswa dalam mengorganisasikan ketiga level penelitian dan pengembangan (Research and
pengetahuan secara sistematis. Siswa tidak dapat Development/R&D). Pembuatan media animasi
memvisualisasikan yang terjadi pada level dilakukan dalam tiga tahap. Tahap I, perencanaan:
molekuler (submikroskopik) kemudian 1). Menganalisis kurikulum supaya media yang
menghubungkannya dengan level makroskopik dibuat tidak melenceng dari kurikulum. 2).
dan simbolik (Tasker, 2006). Hal tersebut juga Menganalisis buku teks dari berbagai sumber,
diakibatkan proses belajar yang masih berpusat seperti buku teks kimia mengenai konsep ikatan
pada guru, dan kurangnya media pembelajaran kimia serta dari sumber lain yang mendukung
yang menarik. Dalam suatu proses belajar dengan tujuan menggali konsep yang akan
mengajar, dua unsur yang amat penting adalah dikembangkan. 3). Pembuatan skenario atau alur
metode mengajar dan media pembelajaran. Media cerita yang menjadi panduan dalam pembuatan
pembelajaran dapat memperjelas penyajian pesan media animasi. 4).Pembuatan story board atau
dan informasi sehingga dapat memperlancar dan papan cerita, dimaksudkan agar mempermudah
meningkatkan proses dan hasil belajar pembacaan isi cerita secara visual. Tahap II,
(Azhar,2002). Peran media pembelajaran sebagai pengintegrasian elemen-elemen media

ISBN 978-602-19655-4-2 33
Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

menggunakan program aplikasi macromedia flash proses pembelajaran. Tahap-tahap proses


professional 8. Pembuatan media ini menuntut pemproduksian media pembelajaran meliputi,
berbagai presentasi grafis, video, dan audio. analisis wacana buku teks, identifikasi elemen
Pengintegrasian gambar untuk objek tak bergerak media, transformasi hasil analisis wacana ke
dari hasil photo atau scan dan pembuatan gambar dalam bentuk presentasi, pembuatan skenario,
vector dengan menggunakan aplikasi Adobe dan pengintegrasian seluruh elemen media
Photoshop cs dan Coreldraw X4. Tahap III, uji menggunakan program aplikasi macromedia flash
coba media: tahap ini merupakan tahap uji coba professional 8.
terbatas dengan menggunakan desain Single one
Media pembelajaran ini menyajikan
shot Case Study dan pemberian angket. Media
presentasi dalam bentuk grafis, audio, video dan
pembelajaran dalam bentuk animasi tahap awal
animasi. Meliputi proses pembentukan ikatan ion,
(prototype) yang telah dihasilkan, diujikan kepada
ikatan kovalen, pelarutan senyawa ionik, dan
siswa kelas X Madrasah Aliyah Negeri
polarisasi ikatan. Berikut tabel hasil yang diperoleh
Jampangtengah untuk mendapatkan data. Uji pre-
setelah pengujian dilakukan terhadap siswa kelas
test dan post-test kemudian dianalisis
X Madrasah Aliyah Negeri Jampangtengah
menggunakan N-gain untuk mengetahui
kabupaten Sukabumi (N = 40).
signifikansi pembelajaran dengan berbantuan
media. Pemberian angket dilakukan untuk Tabel 1. Hasil Uji Pre-test dan Post-test
mengetahui tanggapan dari siswa. Apabila
hasilnya tidak signifikan, maka dilakukan perbaikan Konsep/sub Pre-test Post-test N-
berdasarkan respon siswa. Sehingga dihasilkan Konsep M SD M SD gain
media pembelajaran animasi berbasis komputer Pembentukan
yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran 4,3 0,6 6,7 0,9 0,4
ikatan ion
ikatan kimia di kelas. Pelarutan
3,8 1,0 6,6 0,8 0,5
Tahapan tersebut diatas dapat digambarkan senyawa ion
seperti berikut: Pembentukan
3,5 0,6 5,8 0,6 0,4
ikatan kovalen
Polarisasi ikatan
3,4 0,5 5,5 0,5 0,3
kovalen
Rerata 3,7 0,7 6,1 0,7 0,4
Berdasarkan Tabel 1. di atas, dapat
diinterpretasikan bahwa terdapat peningkatan
pemahaman siswa terbukti dengan peningkatan
skor rerata (M) pre-test terhadap rerata (M) post-
test dengan rerata N-gain sebesar 0,4 kategori
sedang. Skor N-gain terkecil atau nilai dibawah
rerata diperoleh pada konsep polarisasi ikatan
kovalen yaitu sebesar 0,3 dari rerata N-gain 0,4.
Sementara itu skor N-gain tertinggi diatas rerata
diperoleh pada konsep pelarutan senyawa ion
yaitu sebesar 0,5. Sedangkan konsep
pembentukan ikatan ion dan pembentukan ikatan
kovalen memperoleh skor sama dengan rerata
yaitu sebesar 0,4. Dibawah ini adalah grafik yang
menunjukan rerata peningkatan pre-test terhadap
post-test.

Gambar 1. Tahapan Penelitian Pembuatan Media


Pembelajaran berupa Animasi berbasis Komputer
pada Konsep Ikatan Kimia.

Hasil dan diskusi


Tahapan proses pemproduksian media
animasi dilakukan secara sistematis dan
berkesinambungan, supaya dihasilkan media
pembelajaran yang benar-benar efektif ketika Gambar 2. Grafik rerata skor pre-test dan post-test.
diaplikasikan dan digunakan oleh guru dalam

ISBN 978-602-19655-4-2 34
Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Sementara itu, diperoleh tanggapan siswa mengkoding, mengelaborasi dan


melalui angket, seperti yang ditunjukan pada tabel mengintegrasikan materi yang sedang dipelajari
dibawah ini: sebagai pengetahuan yang tersimpan dengan baik
di memori jangka panjang. Penyajian secara audio
Tabel 2. Tanggapan siswa terhadap media
visual dinilai mampu membantu siswa memahami
pembelajaran yang telah dibuat.
konsep yang selama ini dianggap sulit. Menurut
Mayer (1997), bahwa multimedia pembelajaran
Persentase harus mempunyai beberapa prinsip dasar
diantaranya: 1). multiple representation principle.

Kurang
Sangat

Cukup

Buruk
No Kriteria

Baik
baik
Penjelasan yang menuntut multi representasi baik
visual maupun verbal. 2). contiguity principle.
Penjelasan multimedia harus mempunyai
1 penggunaan 47 47 6 0 0 keterhubungan yang sesuai. 3). split attention
navigasi principle. Kata-kata yang disajikan secara auditori
(diucapkan) lebih baik dari pada secara visual
2 interface (bentuk 46 48 6 0 0
berupa teks dalam layar.
tampilan)
3 kejelasan atau 26 50 24 0 0 Tanggapan siswa mengenai kualitas media,
kualitas isi secara umum memperoleh tanggapan positif.
Sehingga media yang dibuat layak digunakan
4 bentuk grafis 46 39 15 0 0 untuk membantu proses pembelajaran di kelas.
(gambar diam) Tampilan grafis dalam suatu multimedia bertujuan
5 bentuk animasi 72 22 6 0 0 untuk memvisualisasikan konsep yang ingin
(objek bergerak) disampaikan kepada siswa, dan bentuk tampilan
yang menarik bagi siswa dapat membangkitkan
6 kecepatan akses 26 60 14 0 0 minat dan perhatian (Azhar, 2002). Namun
data. demikian masih terdapat kekurangan terutama
7 kesesuaian 26 63 8 3 0 pada tampilan berupa ukuran teks sebesar 19%
warna menyatakan kurang sisanya 22% menyatakan
cukup dan 59% menyatakan baik, sehingga
8 ukuran teks 0 59 22 19 0 perbaikan media masih harus dilakukan.
9 gaya bahasa 27 41 26 6 0
Kesimpulan
10 pertanyaan dan 37 37 20 6 0
format latihan Proses pembuatan media dilaksanakan
melalui tiga tahap, diantaranya tahap perencanaan,
Tanggapan siswa mengenai kualitas media tahap pengintegrasian media, dan tahap uji coba
menunjukan bahwa: penggunaan navigasi media. Bentuk visualisasi yang digunakan adalah
(tombol-tombol petunjuk), interface (bentuk teks, grafis, dan animasi. Pembelajaran dengan
tampilan), kejelasan atau kualitas isi materi, bentuk bantuan media animasi dapat meningkatkan
grafis, animasi, kecepatan akses data, kesesuaian pemahaman siswa pada konsep ikatan kimia
warna, ukuran teks, gaya bahasa, pertanyaan dan kategori sedang dengan rerata N-gain sebesar 0,4.
format latihan, secara umum menyatakan baik.
Ucapan terima kasih
Konsep pembentukan ikatan ion, pelarutan
senyawa ionik, pembentukan ikatan kovalen, dan Penulis mengucapkan terima kasih kepada
polarisasi ikatan kovalen, sesungguhnya Euis Nursaadah, M.Pd atas bimbingan dan
merupakan konsep abstrak yang terkadang siswa dikusinya yang bermanfaat.
sulit untuk memahaminya. Dengan
memvisualisaikan (teknik animasi) pada konsep Referensi
tersebut, dapat memperlihatkan hubungan yang
[1] Chittleborough, Gail D et all., “Constrain to
terjadi pada tingkat submikroskopik dengan tingkat
the development of first year university
makroskopik. Menurut Sweller (dalam Tasker,
chemistry student’s mental model of chemical
2006), tingkat kompleksitas informasi atau materi
phenomena”, Theaching and Learning Forum
yang sedang dipelajari (muatan kognitif intrinsik),
2002: Focusing on the Student, (2002).
dapat diminimumkan melalui teknik penyajian
[2] R. Tasker and D.. Rebecca, “Reasearch into
materi yang baik. Ketika muatan kognitif intrinsik
practice: visualization of the molecular world
menjadi minimum, diikuit oleh muatan kognitif
using animation”, Journal of Chemistry
ekstrinsik (teknik penyajian materi), maka besar
Education Research and Practice, 7(2), 141-
kemungkinan untuk terjadinya proses konstruksi
159, (2006).
(akuisisi skema) pengetahuan, sehingga memori
kerja dapat mengorganisasikan, mengkonstruksi,

ISBN 978-602-19655-4-2 35
Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

[3] A. Arsyad, “Media Pembelajaran”, Rajawali [8] Anonim, “Ionic Bonds” URL
press, Jakarta, (2002). http://g.web.umkc.edu/gounevt/Animations/An
[4] R. E. Mayer, dan M. Roxana, “A Cognitive imations211/IonicvsCovalentBonds.swf,
Theory of Multimedia Learning: Implication for [diakses tanggal 5 April 2012]
Design Principles”, Journal of Educational
Technologies, (24) 345-376, (1997).
[5] M. Yayon and R. Mamlok, “Characterizing Andri Agustina*
and Representing Student’s Conceptual MAN Jampangtengah Purabaya
Knowledge of Chemical Bonding”, Journal of agustina.andri3@gmail.com
Chemistry Education Research and Practice,
(2012). Ida Farida Ch.
[6] Anonim, “Simulasi Uji Larutan Elektrolit”, URL Pendidikan Kimia UIN Sunan Gunung Djatii Bandung
http://www.agussuwasono.com/ilearning/Elekt farchemia65@gmail.com
rolit.swf, [diakses tanggal 5 April 2012]
[7] Anonim, “Chemical Bonds”, URL Cucu Zenab Subarkah
http://www.bcs.whfreeman.com/thelifewire/co Pendidikan Kimia UIN Sunan Gunung Djati Bandung
zenabsc@gmail.com
ntent/chp02/0201s.swf,
[diakses tanggal 5 April 2012]
*Corresponding author

ISBN 978-602-19655-4-2 36
Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Analisis Keterampilan Proses Sains Siswa Melalui Pembelajaran


Berbasis Proyek pada Konsep Pemisahan Campuran
Andri Arifiadi*, Cucu Zenab S, dan Risa Rahmawati S

Abstrak
Penelitian ini bertujuan menganalisis keterampilan proses sains siswa berdasarkan tahapan pembelajaran
berbasis proyek pada konsep pemisahan campuran dengan metode destilasi. Model pembelajaran berbasis
proyek terdiri dari tiga tahap yaitu perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Metode penelitian yang
digunakan adalah metode penelitian kelas dan subjek penelitiannya adalah siswa kelas VII SMP Negeri 2
Talaga kabupaten Majalengka yang terdiri dari 21 orang siswa. Instrumen penelitian terdiri dari deskripsi
pembelajaran, lembar kerja siswa dan penilaian lembar observasi. Data yang diperoleh diolah menggunakan
statistik deskriptif. Berdasarkan analisis data hasil belajar siswa pada tahap perencanaan mendapat nilai
100, tahap pelaksanaan mendapat nilai 67,42 , dan evaluasi mendapat nilai 80.
Kata-kata kunci: Keterampilan proses sains; pembelajaran berbasis proyek; pemisahan campuran

Pendahuluan Teori
Keterampilan Proses Sains (KPS) Proyek jika diartikan mempunyai makna
merupakan suatu pendekatan belajar- maksud atau rencana.
mengajar yang mengarah pada pengertian pembelajaran proyek adalah
pengembangan sejumlah keterampilan salah satu cara pemberian pengalaman
tertentu pada diri siswa agar mampu belajar dengan menghadapkan anak
memproses informasi atau hal-hal baru yang dengan persoalan sehari-hari yang harus
bermanfaat baik berupa fakta, konsep, dipecahkan secara berkelompok (Wena,
maupun pengembangan sikap dan nilai 2011).
(Dwiyanti, 2005).
Sehingga siswa mempunyai kemandirian
Berdasarkan penjelasan tersebut, maka perlu dalam menyelesaikan tugas yang dihadapi.
suatu proses pembelajaran yang dapat Pembelajaran berbasis proyek, dapat disimpulkan
mengembangkan KPS. Pembelajaran yang bahwa pembelajaran berbasis proyek merupakan
memungkinkan terjadinya hal tersebut adalah pembelajaran yang memberikan kesempatan
dengan pembelajaran berbasis proyek. Beberapa kepada siswa untuk menyalurkan,
penelitian mengenai metode proyek sebagai salah mengembangkan dan meningkatkan kreativitas
satu metode pembelajaran, diantaranya yaitu: siswa.
Donnel (2007) menerapkannya dalam kimia
selain itu pembelajaran berbasis proyek
analitik untuk melatih keterampilan proses sains.
memuat tugas yang kompleks berdasarkan
Sedangkan Rahmadani (2012) menerapkannya
kepada pertanyaan dan menuntut siswa
dalam konsep pemisahan campuran untuk
untuk merancang, membuat keputusan,
meningkatkan keterampilan proses sains dan
melakukan observasi serta memberikan
penguasan konsep.
kesempatan kepada siswa untuk bekerja
Berdasarkan studi pendahuluan di SMP secara mandiri (Thomas dalam Wena, 2011).
Negeri 2 Talaga kabupaten Majalengka
Karakteristik dari pembelajaran berbasis
memperlihatkan bahwa dalam pembelajaran IPA,
proyek ini menunjukan bahwa pembelajaran
siswa cendrung menghafal teori, konsep, dan
tersebut berhubungan erat dengan KPS siswa,
prinsip tanpa menghubungkannya dengan
dimana pembelajaran berbasis proyek ini
pengetahuan dalam kehidupan sehari-hari, serta
membantu siswa agar memiliki kemampuan untuk
masih adanya pembelajaran yang berpusat pada
mengembangakan KPS seperti dalam hal
guru dalam pembelajaran IPA. Selain itu disekolah
merencanakan percobaan, melakukan
tersebut tidak ada alat praktikum kimia yang
pengamatan dan menerapkan konsep.
mendukung untuk melakukan praktikum
pemisahan campuran khususnya dengan metode Dengan mengembangakn keterampilan
destilasi. proses anak mampu menemukan dan
mengembangakan sendiri fakta dan konsep
serta menumbuhkan dan mengembangakan

ISBN 978-602-19655-4-2 37
Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

sikap dan nilai yang dituntut (Semiawan et.al, prosedur mereka sesuai. Setelah alat destilasi
1992). sederhana selesai dan bahan telah tersedia, setiap
kelompok melaksanakan proyek pemisahan
Salah satu konsep yang memungkinkan untuk
campuran dengan menggunakan metode destilasi
diterapkan dalam pembelajaran berbasis proyek
sesuai prosedur yang telah mereka buat dengan
adalah konsep pemisahan campuran. Hal ini
bimbingan guru. Selama mengerjakan proyek,
sesuai dengan kompetensi dasar pada konsep
siswa dibimbing oleh guru untuk mengarahkan
pemisahan campuran.
siswa.
Salah satu metode pemisahan campuran
yang dapat digunakan dalam kehiduapn Evaluasi
sehari-hari adalah prinsip destilasi (Sarifudin,
2002). Setiap kelompok mempresentasikan di depan
Destilasi yaitu metode pemisahan campuran kelas, lalu sesi tanya jawab dari anggota kelompok
yang didasarkan pada perbedaan titik didih. Cara lain. Guru menilai persentasi siswa.
ini dapat digunakan untuk memisahkan campuran
yang mempunyai titik didih berbeda. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini
Prosedur adalah penelitian kelas. Metode ini dipakai karena
Penelitian yang dilakukan dibagi menjadi tiga sesuai dengan kebutuhan peneliti yaitu untuk
tahap, yaitu: mendapatkan informasi secara mendalam
mengenai perkembangan keterampilan proses
Perencanaan sains pada model pembelajarn berbasis proyek.

Guru membagi siswa kedalam beberapa kelompok. Subjek Penelitian


Pembagian kelompok berdasarkan hasil nilai Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VII
ulangan sebelumnya. SMP Negeri 2 Talaga sebanyak satu kelas
berjumlah 21 siswa yang tebagi 11 orang siswa
Guru menjelaskan secara rinci rencana proyek laki-laki dan 10 orang siswa perempuan.
yang akan dikerjakan. Hal ini penting dilakukan
agar pada saat mengerjakan proyek, siswa lebih Tempat dan Waktu
mengerti prosedur kerja yang akan dikerjakannya.
Siswa mencari literatur tentang pemisahan Penelitian dilakukan di SMP Negeri 2 Talaga
campuran serta teknik pemisahan campuran dan di kabupaten Majalengka. Penelitian dilaksanakan
mencari alat bahan yang diperlukan untuk pada hari senin pada tanggal 6 dan 13 Mei 2013.
dijadikan sebagai literatur dan untuk Waktu yang dilaksanakan dalam penelitian ini
menyelesaikan permasalahan proyeknya. adalah 2x40 menit setiap pertemuan.

Pelaksanaan Teknik Pengumpulan Data


Adapun teknik pengumpulan data dalam
Guru memberikan wacana berdasarkan kelompok penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini:
proyek. Dari wacana tersebut, siswa akan
mengidentifikasi masalah dan merumuskannya Tabel 1. Teknik Pengumpulan Data
dalam sebuah proyek. Wacana yang diberikan
kepada siswa berupa permasalahan yang dapat
mereka temukan sehari-hari. Dari masalah-
masalah tersebut, siswa diharapakan dapat
memecahkan dan memilih dan menggunakan
metode pemisahan campuran yang tepat yaitu
melalui metode destilasi.

Setiap siswa bersama anggota kelompoknya


membuat alat destilasi sederhana sesuai dengan
langkah-langkah yang mereka buat. Guru Hasil dan Diskusi
membimbing setiap kelompok dan memberikan
bantuan apabila siswa memerlukannya. Setiap Keterampilan proses sains siswa pada setiap
kelompok berdiskusi untuk merancang prosedur tahap model pembelajaran berbasis proyek dapat
percobaan yang akan mereka lakukan. Setelah dianalisis berdasarkan perolehan nilai LKS yang
rancangan selesai, rancangan tersebut diberikan dalam setiap tahap. Analisis hasil belajar
dikonsultasikan kepada guru untuk melihat apakah siswa pada seluruh tahapan pembelajaran untuk

ISBN 978-602-19655-4-2 38
Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

setiap kelompok belajar tersaji dalam Tabel 2


berikut:
Tabel 2. Nilai rata-rata KPS berdasarkan LKS pada
setiap tahap pembelajaran berbasis proyek
berdasarkan kelompok belajar

Gambar 2. Grafik nilai rata-rata KPS secara


keseluruhan tahapan pembelajaran berbasis
proyek berdasarkan kelompok belajar.
Analisis terhadap aspek proses dilakukan
berdasarkan nilai LKS dalam setiap tahap
pembelajaran terlihat bahwa LKS pada tahap
perencanaan mendapatkan nilai rata-rata terbaik
dengan nilai 100 yang termasuk kategori baik
sekali. Ini berarti pada tahap perencanaan, yaitu
KPS yang dikembangkan adalah menerapakan
konsep atau prinsip yang memiliki karakteristik
Berdasarkan Tabel 2 di atas, terlihat bahwa menjelaskan sesuatu peristiwa dengan
tahap perencanaan merupakan tahap terbaik bagi menggunakan konsep yang telah dimiliki berarti
siswa, hal itu dapat dilihat dari perolehan nilai KPS siswa sangat baik.
rata-rata LKS pada tahap tersebut yang lebih
besar daripada LKS yang lain, yaitu mencapai 100. Nilai rata-rata paling rendah terdapat pada
Sedangkan tahap pelaksanaan merupakan tahap tahap pelaksanaan, nilai rata-rata pada tahap
yang perolehan nilainya paling rendah, yaitu hanya tersebut hanya mencapai 67,42 dengan perolehan
mencapai 67,42. nilai tertinggi didapatkan oleh kelompok satu yaitu
hanya mencapai 70,97dan nilai terendah
Kelompok belajar yang memperoleh nilai rata- didapatkan oleh kelompok dua dengan nilai 63,87.
rata LKS paling tinggi adalah kelompok satu Ini terjadi karena pada tahap pelaksanaan aspek
dengan perolehan nilai 83,66. Sedangkan KPS yang dikembangkan sangat kompleks. Aspek
kelompok yang memperoleh nilai paling rendah KPS yang dikembangkan adalah: a) melakukan
adalah kelompok empat dengan perolehan nilai pengamatan yang memiliki karakteristik
rata-rata 80,79. Secara keseluruhan, nilai rata-rata menggunakan indera penglihat, pendengar,
yang diperoleh dapat dikategorikan baik sekali, pengecap, pembau, dan peraba serta
yaitu dengan nilai 82,47. Tabel di atas dapat menggunakan fakta yang relevan dan memadai; b)
dituangkan ke dalam Gambar 1 berikut: menafsirkan pengamatan yang memiliki
karakteristik mencatat setiap pengamatan,
menghubungkan–hubungkan hasil pengamatan
dan menyimpulkan; c) merencenakan percobaan
atau penyelidikan yang memiliki karakteristik
menentukan alat dan bahan, menentukan langkah
kerja, menentukan cara mengolah data dan
menentukan apa yang diamati, diukur atau ditulis.
Tahap evaluasi untuk mengembangkan aspek
KPS berkomunikasi yang memiliki karakteristik
membaca grafik atau diagram dan menjelaskan
Gambar 1. Grafik nilai rata-rata KPS berdasarkan
hasil percobaan mendapatkan nilai rata-rata 80
LKS pada setiap pembelajaran berbasis proyek
dengan perolehan nilai tertinggi didapatkan oleh
berdasarkan kelompok belajar.
kelompok tiga yaitu mencapai 86,67 dan nilai
Nilai rata-rata setiap kelompok belajar secara terendah didapatkan oleh kelompok empat dengan
keseluruhan dapat disajikan ke dalam Gambar 2 nilai 73,33.
berikut:
Hal ini menunjukan bahwa secara umum rata-
rata keterampilan proses sains siswa yang dikaji
dalam penelitian ini dikategorikan baik sekali.
Pembelajaran berbasis proyek merupakan
pembelajaran yang meberikan kesempatan

ISBN 978-602-19655-4-2 39
Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

kepada siswa untuk menyalurkan, Referensi


mengembangkan dan meningkatkan kreativitas
[1] Donnel, M.C., O’Connor, C. and Serry, M.K.,
siswa.
“Developing Practical Chemistry Skills by
Sejalan dengan pendapat Thomas (dalam Means of Students-driven Problem Based
Wena, 2011:144) kerja proyek memuat Learning Mini-Projects”, Journal Chemistry
tugas-tugas yang kompleks berdasarkan Education Research and Practice 8(2), 130-
kepada pertanyaan dan permasalahan yang 139, (2007).
sangat menantang, dan menuntut siswa [2] Dwiyanti Gebi dan Siswaningsih,
untuk merancang, memecahkan masalah, “Keterampilan Proses Sains Siswa Smu
membuat keputusan, melakukan kegiatan Kelas II Pada Pembelajaran Kesetimbangan
insvestigasi, serta memberi kesempatan Kimia Melalui Metoda Praktikum Kimia”, Tesis
kepada siswa untuk bekerja secara mandiri. Magister, Universitas Pendidikan Indonesia,
Penerapannya dalam pembelajaran berbasis (2005).
proyek siswa dapat bekerja sama, saling [3] Rahmadani Sri, “Pembelajaran Berbasis
menghargai dan berkomunikasi dengan teman Proyek untuk meningaktkan Keterampilan
kelompoknya. Melalui pembelajaran berbasis Proses Sains dan Penguasan Konsep Siswa
proyek siswa merancang sendiri proyek yang SMK Pada Pemisahn Campuran”, Tesis
harus mereka kerjakan, sehingga akan timbul rasa Magister, Universitas Pendidikan Indonesia,
ingin tahu dari setiap siswa dan akan melakukan (2012).
yan terbaik untuk menyelesaikan tugasnya. [4] Sarifudin Asep, “Alat Destilasi Sederhana
Sebagai Wahana Pemanfaatan Barang
Kesimpulan Bekas dan Media Edukasi Bagi Siswa SMA
untuk Berwirausaha Di Bidang Pertania”,
Kemampuan siswa dalam menyelesaikan Skripsi Sarjana, Institut Pertanian Bogor,
lembar kerja siswa (LKS) setiap tahap pada model (2002).
pembelajaran berbeda-beda tetapi secara [5] Semiawan Conny dkk, “Pendekatan
keseluruahan nilai yang didapatkan baik. Pada Keterampilan Proses”, Rasindo, Jakarta,
tahap perencanaan mendapat nilai rata-rata 100 (1992).
dengan kategori baik sekali, tahap pelaksanaan [6] Wena Made, “Strategi Pembelajaran Inovatif
mendapat nilai rata-rata 67,42 dengan kategori Kontemporer”, Bumi Aksara, Jakarta, (2011).
baik, tahap evaluasi menadapat nilai rata-rata 80
dengan kategori baik sekali. Keterampilan proses
sains siswa setelah mengikuti proses
pembelajaran berbasis proyek dikategorikan baik Andri Arifiadi*
sekali dengan nilai rata-rata 82,47. Dengan Prodi Pendidikan Kimia
demikian hasil belajar seluruh kelompok Fakultas Tarbiyah dan Keguruan
dikategorikan baik sekali. UIN SGD Bandung
andriarifiadi@ymail.com
Ucapan terima kasih
Cucu Zenab Subarkah
Sebagai rasa syukur, penulis mengucapkan Prodi Pendidikan Kimia
terima kasih kepada Prodi Pendidikan Kimia Fakultas Tarbiyah dan Keguruan
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN SGD UIN SGD Bandung
Bandung atas dukungannya pada penelitian ini.
Risa Rahmawati S.
Prodi Pendidikan Kimia Fakultas Tarbiyah dan Keguruan
UIN SGD Bandung

*Corresponding author

ISBN 978-602-19655-4-2 40
Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Studi Awal Sintesis Material Katoda Lithium Besi Fosfat (LiFePO4)


dengan Metode Solvotermal pada Konsentrasi Tinggi
Anies Sayyidatun Nisa, dan Ferry Iskandar*

Abstrak
Lithium Besi Fosfat (LiFePO4) yang merupakan material katoda baterai lithium ion telah berhasil disintesis
dengan metode solvotermal. Proses sintesis dilakukan pada konsentrasi tinggi untuk meningkatkan efisiensi
sintesis. Bahan prekursor yang digunakan ialah LiOH·H2O, FeSO4·7H2O, H3PO4 dan asam sitrat dengan
perbandingan mol 3:1:1:0,5. Penambahan asam sitrat dilakukan untuk meminimalisasi kemungkinan
oksidasi pada Besi (II) menjadi Besi (III). Hasil sampel dikarakterisasi menggunakan XRD dan didapatkan
puncak-puncak difraksi LiFePO4. Dengan menggunakan karakterisasi spektrometer FT-IR diketahui bahwa
terbentuk ikatan Fe-O, PO4 dan ikatan karbon pada sampel.
Kata kunci: Baterai lithium ion, konsentrasi tinggi, LiFePO4, solvotermal.
karena itu dalam penelitian ini akan dilakukan
Pendahuluan
sintesis dengan konsentrasi tinggi agar prosesnya
Lithium Besi Fosfat (LiFePO4) merupakan lebih efisien.
material katoda dari baterai lithium ion yang
memiliki kapasitas teoritik yang cukup tinggi yaitu Teori
170 mAh/g. Selain itu LiFePO4 memiliki kelebihan
Material katoda LiFePO4 memiliki struktur
tegangan stabil di ~3,5 V, murah karena bahan
berbentuk olivine dengan simetri orthorhombic.
dasarnya (besi) melimpah di alam, tidak memiliki
Struktur olivine terdiri dari FeO6 yang berbentuk
efek memori, dan ramah lingkungan. Namun
octahedra dan PO4 yang berbentuk tetrahedra.
material ini memiliki kekurangan yaitu konduktivitas
Lithium berada pada kisi kosong dekat dengan
elektronik dan koefisien difusi ion lithiumnya yang
FeO6. FeO6 dan PO4 saling menempel dan
rendah. Ada banyak cara yang sudah
membentuk zigzag skeleton. Pada kedua bentuk
dikembangkan untuk meningkatkan konduktivitas
ini terjadi sharing oksigen.
elektronik dan ionik dan meningkatkan performa
katoda seperti coating karbon, coating dengan PO4 melakukan edge-sharing dengan 1 FeO6
logam atau logam oksida, doping dengan ion, dan dan 2 LiO6. Struktur PO4 ini yang membuat fasa
optimasi ukuran partikel dan morfologi [1]. Sintesis LiFePO4 tetap stabil saat proses pelepasan ion
LiFePO4 telah dilakukan dengan berbagai metode lithium pada interkalasi [9]. Dalam proses
seperti solid state [2], sol-gel [3], spray pyrolisis [4], deinterkalasi pada katoda, ketika ion lithium
microwave [5], karbotermal [6], hidrotermal [7], meninggalkan katoda maka akan dihasilkan satu
solvotermal [8]. bentuk fasa FePO4 yaitu isostruktural dengan
heterosite. Proses pelepasan ion lithium ini terjadi
Metode solvotermal merupakan metode yang
karena adanya kontraksi pada bidang ab. Proses
baik digunakan untuk sintesis material ini karena
yang terjadi saat interkalasi dan deinterkalasi pada
menghasilkan produk yang baik terutama dari segi
katoda LiFePO4 adalah sebagai berikut.
kemurniannya. Selain itu dengan menggunakan
metode ini maka akan memudahkan variasi kondisi
seperti suhu pemanasan dan waktu pemanasan
yang memengaruhi kualitas produk yang LiFePO4  Li(1 x ) FePO4  xLi   xe  (1)
didapatkan. Dari penelitian-penelitian sebelumnya
telah dilakukan pengamatan mengenai faktor suhu, Pelepasan ion lithium ini terjadi melalui proses
bi-phasic yang menghasilkan struktur akhir FePO4.
waktu pemanasan dan pH larutan prekursor [8].
Namun, belum ada penelitian mengenai pengaruh Struktur FePO4 ini mengalami penyusutan volume
peningkatan konsentrasi larutan prekursor dan sebesar 6.8% dan kenaikan rapat massa sebesar
2.59% dibandingkan dengan struktur LiFePO4
sintesis material dari larutan prekursor
berkonsentrasi tinggi. Sintesis yang dilakukan sebelumnya. Namun, perubahan ini tidak terlalu
harus memiliki efisiensi yang tinggi agar energi berpengaruh pada katoda dan dikategorikan stabil.
Proses penyisipan dan pelepasan ion lithium pada
yang digunakan tidak banyak terbuang. Salah satu
cara mengefisienkan proses sintesis ini adalah LiFePO4 terbatas sampai 0,6 Li+/mol dengan
dengan meningkatkan konsentrasi larutan keadaan arus rendah [10].
prekursor yang digunakan agar mendapatkan
produk dengan kuantitas yang lebih besar. Oleh

ISBN 978-602-19655-4-2 41
Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

digunakan juga FT-IR untuk mengetahui ikatan


Eksperimen kimia yang ada pada material dan fasa material.
Prekursor yang digunakan dalam eksperimen FT-IR yang digunakan memiliki spesifikasi
ini terdiri dari LiOH·H2O (Merck), FeSO4·7H2O spektrometer Bruker ALPHA.
(Merck), H3PO4 (Bratachem) dan asam sitrat
(Bratachem) dengan perbandingan mol 3:1:1:0,5. Hasil dan Diskusi
Asam sitrat berfungsi untuk meminimalisasi Gambar 2 merupakan serbuk sampel setelah
oksidasi Fe2+ menjadi Fe3+. Bahan-bahan melalui proses pengeringan. Serbuk berwarna abu
dilarutkan dalam pelarut yang terdiri dari ethylene kehijauan yang menandakan Fe2+ tidak teroksidasi
glycol dan air dengan perbandingan 3:2 di 100 ml. menjadi Fe3+. Jika Fe2+ teroksidasi maka serbuk
Prekursor dimasukkan ke dalam autoclave dan yang dihasilkan cenderung berwarna coklat
dilakukan pemanasan pada suhu 180°C selama 8 kemerahan. Hal ini menunjukan bahwa asam sitrat
jam dengan proses pengadukan. Selanjutnya benar berfungsi untuk meminimalisasi proses
larutan didinginkan, disentrifugasi selama 30 menit oksidasi besi.
pada 2500 rpm. Endapan yang didapatkan dicuci
menggunakan aquadest, disaring dan dikeringkan
pada suhu 70°C selama 30 menit.

Gambar 2. Serbuk sampel LiFePO4 hasil


pengeringan.
FT-IR berfungsi sebagai karakterisasi awal
untuk mengetahui ikatan-ikatan yang terbentuk
pada sampel. Dari hasil FT-IR (gambar 3, dan 4) 2
jenis larutan yang berbeda konsentrasi didapatkan
bahwa sampel sudah sama dengan referensi FT-
IR LiFePO4. Selain itu didapatkan juga bahwa
sudah terbentuk ikatan Fe-O pada rentang 500-
640 cm-1, PO4 pada rentang 940-1120 cm-1. Pada
konsentrasi Li 0.3 M muncul puncak ikatan karbon
di rentang 1200-1800 cm-1. Hal ini dimungkinkan
adanya ethylene glycol yang tidak tercuci dengan
baik sehingga muncul puncak karbon.

Gambar 1. Skema metode sintesis LiFePO4.


Variasi konsentrasi prekursor yang telah
berhasil disintesis ialah:
Tabel 1. Variasi konsentrasi prekursor.

Bahan
Larutan Asam
Li Fe PO4
Sitrat
(M) (M) (M)
(M)
A 0.3 0.1 0.1 0.05
B 0.6 0.2 0.2 0.1
Perbandingan 3 1 1 0.5 Gambar 3. Hasil FT-IR larutan prekursor dengan
konsentrasi LiOH 0.3 M.
Karakterisasi material yang digunakan ialah
dengan menggunakan XRD Philips Analytical
PW1710 BASED dengan spesifikasi radiasi Cu Kα
(λ = 1.54 Å) pada 40 kV dan 35 mA untuk
menentukan jenis material yang dihasilkan dan
untuk mengukur diameter kisi kristal. Selain itu

ISBN 978-602-19655-4-2 42
Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

maka kemurnian dan kristalinitasnya cenderung


meningkat. Sintesis ini masih memungkinkan
dilakukan pada konsentrasi yang lebih tinggi.

Ucapan terima kasih


Penelitian ini dibiayai oleh ”Program Mobil
Listrik Nasional” tahun 2013 dari DIKTI Mendiknas.

Referensi
[1] Y. Zhang, Q.-Y. Huo, & P.-p. Du, “Advances
in new cathode material LiFePO4 for lithium-
ion batteries”, Synthetic Metals 162, 1315-
1326 (2012).
Gambar 4. Hasil FT-IR larutan prekursor dengan [2] A. K. Padhi, K. S. Nanjundaswamy, and J. B.
konsentrasi LiOH 0.6 M. Goodenough, “Phospho-olivines as Positive-
Electrode Materials for Rechargeable Lithium
Hasil XRD yang didapatkan pada gambar 5 Batteries”, J. Electrochem. Soc.144, 4 (1997).
menunjukan kecocokan dengan referensi [3] F. Croce, A. D’Epifanio, J. Hassoun, A.
JCPDS#81-1173 pada sampel dengan konsentrasi Deptula, T. Olczac, and B. Scrosati, “A Novel
LiOH 0.3 M dan 0.6 M. Dapat disimpulkan bahwa Concept for the Synthesis of an Improved
sintesis ini sudah berhasil dilakukan pada LiFePO4 Lithium Battery Cathode”,
konsentrasi cukup tinggi yaitu 6 kali lipat Electrochemical and Solid-State Letters 5, A-
dibandingkan yang dilakukan oleh Miao dkk [11]. 47-A50 (2002).
Dari data diharapkan semakin tinggi konsentrasi [4] S. L. Bewlay, K. Konstantinov, G. X. Wang, S.
prekursornya maka kristalinitasnya cenderung X. Dou, and H. K. Liu, “Conductivity
semakin tinggi. Selain itu impuritas yang Improvements to Spray-Produced LiFePO4 by
didapatkan pun diharapkan akan semakin Addition of a Carbon Source”, Material Letters
berkurang dengan meningkatnya konsentrasi 58, 1788-1791 (2004).
prekursor. Dengan menggunakan persamaan [5] M. Higuchi, K. Katayama, Y. Azuma, M.
Scherrer dari sudut intensitas tertinggi (25,6°) Yukawa, and M. Suhara, “Synthesis of
untuk masing-masing konsentrasi didapatkan LiFePO4 Cathode Material by Microwave
ukuran kristal ialah 55.92 nm dan 73.15 nm. Processing”, Journal of Power Source 119-
121, 258-261 (2003).
[6] J. Barker, M. Y. Saidi, and J. L. Swoyer,
“Lithium Iron(II) Phospho-Olivines Prepared
by a Novel Carbothermal Reduction Method”,
Electrochemical and SolidState Letters 6, A-
53-A55 (2003).
[7] S. Yang, P. Y. Zavalij, and M. S. Wittingham,
“Hydrothermal Synthesis of Lithium Iron
Phosphate Cathodes”, Electrochemistry
Communications 3, 505-508 (2001).
[8] L. Wang, W. Sun, X. Tang, & X. Huang,
“Nano particle LiFePO4 prepared by
solvothermal process”, Journal of Power
Sources , 1-7 (2013)
[9] O. Toprakci, A.K. Toprakci, X. Zhang,
“Fabrication and Electrochemical
Characteristics of LiFePO4 Powders for
Gambar 5. Hasil XRD tiga jenis sampel. Lithium Ion Batteries”, KONA Powder and
Particle Journal (2010)
Kesimpulan [10] G.-A. Nazri, & Gianfranco, “Lithium Batteries
Material LiFePO4 telah berhasil disintesis Science and Technology”, Springer
dengan metode solvotermal pada [11] W. Miao, W. Zhaohui, & Y. LiXia,
konsentrasi LiOH dalam larutan prekursor 0.3 M “Morphology-controllable solvothermal
dan 0.6 M. Dari hasil FT-IR didapatkan bahwa synthesis of nanoscale LiFePO4 in binary
terbentuk ikatan Fe-O, PO4. Dari hasil XRD solvent”, Chinese Science Bulletin , 4170-
didapatkan bahwa sampel sudah sesuai dengan 4175 (2012).
data JCPDS#81-1137. Semakin tinggi konsentrasi

ISBN 978-602-19655-4-2 43
Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Anies Sayyidatun Nisa


Kelompok Keahlian Fisika Material Elektronik, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Teknologi Bandung
anies.s.nisa@s.itb.ac.id

Ferry Iskandar*
Kelompok Keahlian Fisika Material Elektronik,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Teknologi Bandung
ferry@fi.itb.ac.id

*Corresponding author

ISBN 978-602-19655-4-2 44
Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Eksplorasi Konsep Barisan Dengan Metode Pembelajaran Berbasis


Komputer
Anjani Kusumaningsih* dan Agus Yodi Gunawan

Abstrak
Perkembangan ilmu dan teknologi sangat mempengaruhi dunia pendidikan saat ini. Telah banyak
diperkenalkan model pembelajaran berbasis teknologi, yaitu pembelajaran berbasis komputer atau CBL
(Computer Based Learning), dengan tujuan mempermudah penyampaian materi tanpa mengurangi inti dari
materi tersebut. Dengan media komputer di dalam proses pembelajaran, diharapkan proses belajar
mengajar menjadi lebih kreatif dan kompetitif, khususnya dalam bidang matematika diharapkan siswa dapat
mengeksplorasi kemampuannya dalam bermatematika serta menginterpretasikannya dalam kehidupan
sehari-hari. Dalam penelitian ini kita akan membahas salah satu topik pembelajaran matematika pada
tingkat sekolah menengah, yakni mengenai konsep-konsep dasar teori barisan yang difokuskan pada
barisan Fibonacci dan barisan yang diturunkan dari persamaan beda, ditinjau dari aspek geometris dan
analitis. Selanjutnya, akan dibuat simulasi sederhana menggunakan aplikasi komputer untuk
memvisualisasikan konsep barisan tersebut.
Kata Kunci : CBL (Computer Based Learning), Barisan, Fibonacci, Persamaan Beda, Geometris, Analitis
Pada bilangan real, suatu barisan dapat
Pendahuluan
dinyatakan sebagai suatu fungsi pada bilangan
Penelitian dilakukan berdasarkan studi literatur asli,  , dengan daerah hasil (range) dalam
mengenai konsep dasar barisan dan peranannya bilangan real, R . Jadi, barisan adalah fungsi
dalam berbagai aspek. Pada penelitian ini  :   R dimana untuk setiap n   nilai
fungsi n  ditulis sebagai
difokuskan pada barisan Fibonacci dan barisan
yang diturunkan dari persamaan beda, yang
kemudian dibuat simulasinya. Pemahaman konsep
barisan dan persamaan beda merujuk pada buku   n  : xn ,
[1-3], pembahasan simulasi numerik merujuk pada
buku [4], dan proses pemrograman untuk dan disebut suku ke- n barisan  . Notasi yang
membuat simulasi merujuk pada buku [5-6]. digunakan adalah
Tujuan dari penelitian ini adalah membuat  ,  xn  ,  xn : n   .
suatu program simulasi sederhana mengenai
konsep dasar barisan yang dapat dikembangkan Dalam barisan, salah satu metode untuk
siswa untuk mengeksplorasi macam-macam menentukan suku ke- n adalah dengan metode
bentuk barisan. Visualisasi dari simulasi ini penting rekursif yaitu metode matematika yang digunakan
untuk membantu siswa dalam memahami konsep untuk menentukan suku dalam barisan
kekonvergenan suatu barisan. Konsep-konsep menggunakan satu atau lebih suku-suku
dasar teori barisan yang terkait akan dijelaskan sebelumnya. Barisan yang menggunakan fungsi
dalam bagian Teori dan hasilnya akan dibicarakan rekursif adalah barisan Fibonacci. Barisan ini
dalam bagian Hasil dan diskusi. pertama kali dipelajari oleh Leonardo da Pisa
ketika membahas pertumbuhan ideal dari populasi
Teori kelinci.
Di sekolah menengah barisan diperkenalkan Sepasang kelinci dewasa melahirkan
sebagai kumpulan bilangan yang terurut dengan sepasang bayi kelinci hanya satu kali setiap
pola atau aturan tertentu. Barisan memiliki anggota bulan. Setiap pasang bayi kelinci
yang disebut suku, dimana setiap suku berikutnya membutuhkan waktu satu bulan untuk
bergantung pada suku-suku sebelumnya sesuai tumbuh menjadi kelinci dewasa dan
dengan aturan dalam barisan tersebut. Pada kemudian melahirkan sepasang bayi kelinci
dasarnya barisan merupakan sebuah fungsi lagi bulan berikutnya. Tentukan banyaknya
dengan anggota himpunan asal (domain) adalah pasangan seluruh kelinci dewasa setelah
himpunan bilangan asli dan anggota himpunan beberapa bulan jika diasumsikan setiap
kawan (kodomain) adalah himpunan suku-suku kelinci tidak pernah mati.
barisan tersebut.

ISBN 978-602-19655-4-2 45
Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Misalkan fn adalah banyaknya pasangan kelinci sehingga diperoleh solusi yang memenuhi adalah
dewasa pada bulan ke-n dan bn adalah banyaknya
pasangan bayi kelinci pada bulan ke- n . Kita
 
  1  5 2  1.618033 . Dengan demikian,
asumsikan pada saat bulan ke-0 hanya ada kita peroleh
sepasang bayi kelinci, sehingga f 0  0 . Maka fn 
r  lim     1.618033 .
berlaku f n  f n 1  bn 1 . Karena bn 1  f n  2 , maka n  f n 1  n 1
diperoleh
f n  f n 1  f n  2 , (1) Bilangan r  1.618033 tersebut disebut dengan
golden ratio.
dengan f 0  0 dan f1  1 . Selanjutnya, persamaan beda menggambar-
kan perubahan waktu dari suatu fenomena atau
Tabel 1. Banyaknya pasangan bayi kelinci, bn , kejadian. Pada penelitian ini membahas mengenai
persamaan beda yang menggambar-kan
banyaknya pasangan kelinci dewasa, f n , dan perubahan suatu waktu bergantung tepat pada
banyaknya total pasangan kelinci,  bn  f n  , kejadian sebelumnya.
sebagai fungsi dari n bulan. Misalkan x n adalah banyaknya populasi pada
n bn fn bn  f n  n bn fn bn  f n  generasi ke- n , maka banyaknya populasi pada
0 1 0 1 6 5 8 13 generasi ke- n  1 , x n 1 , adalah sebuah fungsi dari
1 0 1 1 7 8 13 21 generasi ke- n , yaitu x n .
2 1 1 2 8 13 21 34
3 1 2 3 9 21 34 55 x n 1  f  x n  . (2)
4 2 3 5 10 34 55 89
5 3 5 8 11 55 89 144 Misalkan x0 adalah nilai awal, maka dapat
Barisan dari banyaknya pasangan kelinci dibentuk sebuah barisan
dewasa pada bulan ke- n ,
x0 , f  x0 , f 2
x0 , f 3 x0 ,
 f n   0,1,1,2,3,5,8, , inilah yang kemudian
disebut dengan barisan Fibonacci dan persamaan dengan
(1) dikenal sebagai fungsi rekursif untuk barisan
Fibonacci.  
f 2  x0   f  f  x0   , f 3  x0   f f  f  x0   ,
Hal menarik dari barisan Fibonacci adalah rasio dst.
dari barisan ini yang mendekati ke suatu konstanta
tertentu untuk n yang besar, sehingga barisan
Jika fungsi f pada persamaan (2) kita ganti
akan mendekati barisan Geometri dengan rasio r .
dengan fungsi g , yaitu fungsi dari dua variabel
Tabel 2: Rasio barisan Fibonacci, f n f n 1 .
g :    R  R dengan   adalah himpunan
n fn f n f n 1 n fn f n f n 1 bilangan bulat tak negatif dan R adalah himpunan
bilangan real, maka kita peroleh:
0 0 - 8 21 1.61539
1 1 - 9 34 1.61905 x n 1  g n, x n  . (3)
2 1 1 10 55 1.61768
3 2 2 11 89 1.61818
Kasus sederhana persamaan beda linear untuk
4 3 1.5 12 144 1.61798
persamaan (3), yang disebut sebagai persamaan
5 5 1.66667 13 233 1.61806 beda linear homogen orde satu, dapat ditulis
6 8 1.6 14 377 1.61803 sebagai berikut:
7 13 1.625 15 610 1.61804
x n 1  a n x n , x n0  x 0 , 0  n0  n , (4)
Misalkan fn   n , maka berdasarkan
persamaan (1) kita peroleh
dengan solusi
 n   n 1   n  2
 n 1 
2   1 xn   ai  x0 .
 i  n0 
 2   1  0

ISBN 978-602-19655-4-2 46
Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Dan persamaan beda linear tak homogen dapat x n 1  x n  hg n, x n  . (7)


ditulis sebagai berikut:

y n 1  a n y n  bn , y n0  y 0 , 0  n0  n , (5) Persamaan (7) inilah yang kemudian digunakan


untuk memperoleh solusi numerik untuk
menghampiri solusi persamaan diferensial yang
dengan solusi
sebenarnya.
 n 1  n 1  n 1 
yn   ai  y0     ai b j . Hasil dan diskusi
 i  n0  j  n0  i  j 1 
Hasil baru dalam penelitian ini adalah membuat
alat bantu visualisasi konsep barisan dalam bentuk
Dengan asumsi bahwa a n  0 dan an dan bn program sederhana (Visual Basic), dimana
adalah fungsi yang bernilai real untuk 0  n0  n . program ini dapat dipahami oleh siswa tingkat
sekolah menengah.
Pada persamaan diferensial, skema numerik Beberapa simulasi dibuat untuk menampilkan
digunakan untuk mendekati solusi dari persamaan grafik dari beberapa contoh barisan. Pada Gambar
diferensial. Skema numerik ini akan mendiskritisasi 1 memperlihatkan plot untuk ilustrasi barisan
persamaan diferensial menjadi sebuah persamaan Fibonacci, f n  f n 1  f n  2 . Dapat diduga bahwa
beda. Pada penelitian ini digunakan Metode Euler
untuk mencari solusi numerik dari persamaan barisan ini merupakan barisan divergen. Pada
diferensial biasa orde satu. Gambar 2, memperlihatkan plot untuk rasio
barisan Fibonacci, f n f n 1 . Terlihat bahwa grafik
Misalkan diberikan persamaan diferensial orde
satu sebagai berikut: menuju suatu nilai tertentu, sehingga untuk nilai n
yang sangat besar barisan Fibonacci merupakan
x 't  g  t , xt  , (6) bentuk barisan Geometri. Pada Gambar 3,
memperlihatkan plot untuk persamaan beda linear
dengan kondisi awal xt0  x 0 dan dalam selang homogen orde satu, x n 1  a n x n , dengan n  10 ,

waktu t 0  t  b . x1  5 , dan a  3 , dimana barisan monoton naik


dan tak terbatas. Dan pada Gambar 4,
Diskritisasi interval t 0 , b dengan membagi memperlihatkan plot untuk solusi persamaan
sebanyak N subinterval dengan ukuran yang diferensial, x' t  kxt , dengan k  5 , x0  2 ,
sama, yang didefinisikan sebagai h  0.01 , dan n  100 , yang memperlihatkan
bahwa solusi numerik akan mendekati solusi
b  t0
h , analitik.
N
Dari simulasi yang telah dibuat siswa dapat
mengeksplorasi pemahamannya mengenai konsep
sehingga waktu t didefinisikan sebagai
barisan beserta peranannya, dengan cara
t 0 , t1 , t 2 , , t N dengan t j  t 0  jh . mengubah input sendiri dan membuat analisis
mengenai perubahan yang terjadi pada barisan
Metode Euler akan mengaproksimasi tersebut.
persamaan diferensial sebagai
x xt  h  xt
x 't    g  t , xt  ,
t h

sehingga diperoleh

xt  h  xt  hg t , xt  ,

dimana t  t 0  nh untuk n  0,1,2,  , N  1 ,


sehingga diperoleh


xt0 n 1h  xt0  nh  hg t 0  nh, xt0  nh . 
Gambar 1. Simulasi barisan Fibonacci, n = 11, , a
Selanjutnya, dengan mensubstitusikan
= b = 1, f 0  0 , dan f 1  1 .
xt0  nh  x n diperoleh persamaan beda

ISBN 978-602-19655-4-2 47
Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Kesimpulan
Melalui visualisasi dengan menggunakan
media komputer dari simulasi konsep barisan yang
telah dibuat, siswa dapat mengeksplorasi
kemampuannya mengenai barisan sehingga siswa
mengetahui macam-macam bentuk barisan dan
kekonvergenannya.
Berbagai macam bentuk barisan dengan pola
atau aturan yang kompleks membuat siswa
mengetahui bahwa barisan tidak hanya terbatas
pada barisan Aritmatika dan barisan Geometri saja.

Gambar 2. Simulasi rasio barisan Fibonacci, Referensi


n  11 , a  b  1 , dan f 0  f 1  1 . [1] Dunlap, Richard A., “The Golden Ratio and
Fibonacci Numbers”, World Scientific
Publishing Co.Pte.Ltd., London, (1997).
[2] Elaydi, Saber, “An Introduction to Difference
Equations Third Edition”, Springer
Science+Business Media, Inc., USA, (2005).
[3] Kelley, Walter G. and Allan C. Peterson,
“Difference Equations An Introduction with
Applications”, 2nd Edition, Academic Press,
USA, (2001).
[4] Mathews, John H., “Numerical Methods for
Mathematics, Science, and Engineering”, 2nd
Edition, Prentice Hall, Inc., USA, (1987).
[5] Suryantoro, FI. Sigit, “Visual Basic 2010
Programming”, Wahana Komputer, Semarang,
Gambar 3. Simulasi persamaan beda linear
(2012).
homogen orde satu, n  10 , x1  5 , dan a  3 . [6] Zak, Diane, “Programming With Microsoft
Visual Basic 2010”, Course Technology,
Boston, USA, (2012).

Anjani Kusumaningsih*
Program Studi Magister Pengajaran Matematika
Institut Teknologi Bandung
anjanikusumaningsih.ssi@gmail.com

Agus Yodi Gunawan


KK Matematika Industri dan Keuangan
Institut Teknologi Bandung
aygunawan@math.itb.ac.id
Gambar 4. Simulasi solusi persamaan diferensial,
x't  kxt , dengan k  5 , x0  2 , h  0.01 , dan *Corresponding author
n  100 .

ISBN 978-602-19655-4-2 48
Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Analisis Keterkaitan Kecerdasan Majemuk Terhadap Kemampuan


Berpikir Kritis Siswa SMA Setelah Diterapkan Pembelajaran Berbasis
Kecerdasan Majemuk
Aprianti Opi Ceisar*, Winny Liliawati, dan Judhistira Aria Utama

Abstrak
Siswa SMA cenderung memiliki pemahaman yang rendah mengenai materi astronomi. Salah satu
penyebabnya adalah kegiatan belajar mengajar yang berlangsung di kelas belum dapat menumbuhkan
minat siswa untuk mempelajari astronomi. Sebagian besar Guru mengalami kesulitan dalam mengajarkan
materi astronomi, padahal materi astronomi sangat penting untuk dipelajari dan digali potensinya karena
astronomi memiliki daya tarik yang sangat kuat sehingga dapat menumbuhkan minat siswa untuk
mempelajari sains. Untuk menumbuhkan minat siswa dalam belajar dapat dilakukan dengan menciptakan
kegiatan belajar mengajar yang menyenangkan, sesuai dengan kebutuhan, dan tepat sasaran. Menurut
Howard Gardner, setiap individu memiliki kecerdasan yang kompleks dan beragam. Setiap individu
memungkinkan untuk dapat memiliki lebih dari satu jenis kecerdasan. Untuk mengetahui profil kecerdasan
yang dikemukakan oleh Howard Gardner dapat dilakukan dengan mengisi angket profil kecerdasan
majemuk yang diadaptasi dari angket kecerdasan majemuk Thomas Amstrong. Pembelajaran berbasis
kecerdasan majemuk merupakan suatu pembelajaran yang menggabungkan aspek-aspek kecerdasan
majemuk dengan materi yang akan diajarkan, yaitu materi astronomi. Keterkaitan antara kecerdasan
majemuk dengan kemampuan berpikir kritis siswa dapat terlihat di dalam kegiatan belajar mengajar yang
dapat ditinjau langsung dengan lembar observasi aktivitas kecerdasan majemuk dan lembar observasi
aktivitas kemampuan berpikir kritis. Untuk dapat lebih mengetahui keterkaitan antara kecerdasan majemuk
dengan kemampuan berpikir kritis siswa, pada tahap akhir pembelajaran dilakukan test kemampuan berpikir
kritis siswa yang terdiri dari beberapa sub-kemampuan berpikir kritis siswa. Dalam pembelajaran ini, siswa
benar-benar dituntut untuk berperan aktif, karena aktivitas siswa dalam kegiatan belajar mengajar sangat
mempengaruhi hasil penelitian yang diperoleh.
Kata-kata kunci: Kecerdasan Majemuk, Berpikir Kritis, Astronomi.
kecerdasan majemuk diharapkan dapat membuat
Pendahuluan
siswa lebih tertarik dan antusias dalam kegiatan
Siswa SMA cenderung memiliki pemahaman pembelajaran sehingga akan berpengaruh pada
yang rendah mengenai materi astronomi. Salah kemampuan memahami materi yang diajarkan.
satu penyebabnya adalah kegiatan belajar Pada tahapan selanjutnya, peneliti menganalisis
mengajar yang terkesan seadanya. Hal tersebut keterkaitan kecerdasan majemuk yang dimiliki oleh
sesuai dengan penelitian sebelumnya yang siswa terhadap kemampuan berpikir kritis siswa
menyatakan bahwa sebagian besar Guru kesulitan setelah diterapkan pembelajaran berbasis
dalam mengajarkan materi Astronomi di sekolah kecerdasan majemuk.
(Winny, 2008 dalam Taufik Ramlan et al., 2009).
Sebagian besar Guru mengalami kesulitan dalam Teori
mengajarkan materi astronomi karena dampak dari
Teori kecerdasan majemuk merupakan salah
perubahan kurikulum 2006 (KTSP) yang kembali
satu perkembangan yang paling penting dan
menggabungkan materi astronomi ke dalam mata
paling menjanjikan dalam dunia pendidikan. Hal
pelajaran geografi dengan proporsi yang jauh lebih
tersebut selaras dengan apa yang dikatakan oleh
sedikit jika dibandingkan dengan materi kebumian.
Julia Jasmine dalam bukunya ”Mengajar dengan
Berdasarkan hal tersebut, kami mencoba Metode Kecerdasan Majemuk” yang menyatakan
menerapkan suatu pembelajaran berbasis bahwa teori kecerdasan majemuk merupakan
kecerdasan majemuk dalam materi astronomi. validasi tertinggi bahwa perbedaaan individu
Teori kecerdasan majemuk merupakan suatu teori adalah penting. Teori kecerdasan majemuk
kecerdasan yang dikemukakan oleh Howard memandang bahwa kecerdasan yang dimiliki oleh
Gardner. Pembelajaran berbasis kecerdasan setiap individu bersifat kompleks dan beragam.
majemuk merupakan suatu pembelajaran yang Dengan kata lain, setiap individu memungkinkan
menggabungkan aspek-aspek kecerdasan memiliki lebih dari satu jenis kecerdasan.
majemuk dengan materi astronomi yang akan
Howard Gardner menyatakan delapan jenis
diajarkan. Penerapan pembelajaran berbasis
kecerdasan yang mungkin di miliki oleh setiap

ISBN 978-602-19655-4-2 49
Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

individu, diantaranya: kecerdasan Verbal- berperan aktif di dalam kegiatan pembelajaran.


Linguistik; kecerdasan Logis-Matematis; Sebagai contoh, pada tahap aktivitas kecerdasan
kecerdasan Visual-Spasial; kecerdasan Kinestetik; musikal, Guru menyajikan beberapa lagu dan
kecerdasan Musikal; kecerdasan Interpersonal; video mengenai Tata surya. Pada tahap aktivitas
kecerdasan Intrapersonal; dan kecerdasan kecerdasan kinestesis, siswa membuat pemodelan
Naturalis. Selaras dengan pernyataan Howard tata surya secara sederhana, dan sebagainya.
Gardner, Mark R. Kaser mendeskripsikan
Setelah dilakukan pembelajaran berbasis
kecerdasan majemuk seperti gambar dibawah ini :
kecerdasan majemuk, dilakukan analisis mengenai
keterkaitan kecerdasan majemuk yang dimiliki oleh
siswa terhadap kemampuan berpikir kritis siswa.
Menurut Ennis (2010) berpikir kritis adalah berpikir
secara rasional (beralasan) dan reflektif dengan
menekankan pembuatan keputusan pada sesuatu
yang harus diyakini atau dilakukan. Terdapat dua
belas sub-kemampuan berpikir kritis
dikelompokkan oleh Costa (1985, dalam Yuniar
2010), diantaranya: memfokuskan pertanyaan,
menganalisis argumen, bertanya dan menjawab
pertanyaan klarifikasi dan pertanyaan yang
menantang, mempertimbangkan apakah sumber
Gambar 1. Kecerdasan Majemuk oleh Mark R. dapat dipercaya atau tidak, mengobservasi dan
Kaser mempertimbangkan hasil observasi, mendeduksi
dan mempertimbangkan hasil deduksi,
Berdasarkan gambar tersebut, dapat dijelaskan menginduksi dan mempertimbangkan hasil induksi,
bahwa kecerdasan verbal-linguistik merupakan membuat dan mengkaji nilai-nilai hasil
kemampuan individu dalam menggunakan bahasa pertimbangan, mendefinisikan istilah dan
baik lisan maupun tulisan secara tepat dan akurat. mempertimbangkan definisi, memutuskan suatu
Kecerdasan logis-matematis merupakan tindakan, berinteraksi dengan orang lain,
kemampuan ilmiah suatu individu dalam berhitung, mengidentifikasi asumsi.
menggunakan angka-angka dan berpikir kritis. Untuk mengetahui kemampuan berpikir kritis
Kecerdasan visual-spasial merupakan kemampuan yang dimiliki oleh masing-masing siswa, pada
individu untuk memahami bentuk dan gambar juga tahap akhir penelitian dilakukan post test berupa
kemampuan untuk menginterpretasikan dimensi soal astronomi yang mengandung beberapa aspek
ruang yang tidak dapat dilihat. Kecerdasan kemampuan berpikir kritis. Selain itu, aspek-aspek
kinestetik kemampuan individu dalam kemampuan berpikir kritis juga digabungkan
menggunakan seluruh bagian tubuh untuk dengan kegiatan pembelajaran yang dilakukan.
menyelesaikan masalah atau membuat sesuatu. Sebagai contoh, aspek sub-kemampuan berpikir
Kecerdasan musikal merupakan kapasitas yang kritis siswa mengenai berinteraksi dengan orang
dimiliki oleh individu dalam memahami pola musik lain dapat ditinjau dalam kegiatan diskusi.
dan irama. Kecerdasan interpersonal berkaitan
dengan kemampuan individu dalam konsep Hasil dan Diskusi
interaki dengan olang lain disekitarnya.
Kecerdasan intrapersonal berkaitan dengan Pada tahap awal penelitian, sebanyak 35 siswa
kemampuan yang dimiliki oleh masing-masing mengisi angket profil kecerdasan majemuk yang
individu dalam hal memahami dirinya sendiri. diadaptasi dari angket kecerdasan majemuk
Sedangkan kecerdasan naturalistik berkaitan Thomas Amstrong. Berikut ini merupakan
dengan kemampuan individu dalam memahami gambaran profil kecerdasan majemuk siswa kelas
alam semesta. X.7 SMAN di Kota Bandung.
Setiap jenis kecerdasan majemuk memiliki
aspek-aspek tertentu, sehingga untuk membuat
suatu pembelajaran berbasis kecerdasan majemuk
diperlukan pengkajian dari masing-masing aspek
kecerdasan majemuk yang kemudian dikaitkan
dengan materi pelajaran dan kegiatan
pembelajaran. Pembelajaran berbasis kecerdasan
majemuk merupakan suatu pembelajaran yang
mengupayakan penggabungan aspek-aspek
kecerdasan majemuk dengan materi pembelajaran
yang akan diberikan, dan menuntut siswa untuk

ISBN 978-602-19655-4-2 50
Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

yang melibatkan kecerdasan musikal, terlihat dari


nilai presentase yang dimiliki oleh masing-masing
kelompok dengan kecerdasan majemuk yang
dominan. Data presentase aktivitas kecerdasan
majemuk yang dominan dapat disajikan dalam
bentuk lain, seperti berikut ini :

Gambar 2. Profil Kecerdasan Majemuk.

Data tersebut menunjukkan bahwa siswa memiliki


jenis kecerdasan yang beragam. Hasil tersebut
menunjukkan adanya beberapa siswa yang Gambar 3. Aktivitas Kecerdasan Majemuk.
memiliki lebih dari satu jenis kecerdasan. Jenis
kecerdasan yang paling dominan dimiliki oleh Semua kelompok kecerdasan majemuk yang
siswa adalah kecerdasan naturalis dengan dominan memiliki partisipasi yang sangan besar
presentase 21% sedangkan jenis kecerdasan dalam kegiatan pembelajaran yang melibatkan
yang paling sedikit dimiliki oleh siswa adalah kecerdasan musikal. Kelompok dengan
kecerdasan visual-spasial dengan presentase presentase tertinggi adalah kelompok kecerdasan
sebesar 4%. musikal dengan presentase sebesar 81%.
Pada tahap selanjutnya, dilakukan Kegiatan pembelajaran yang dilakukan memang
pembelajaran berbasis kecerdasan majemuk. banyak menyajikan lagu-lagu dan video-video
Pada tahap ini digunakan 2 jenis lembar observasi yang berhubungan dengan materi astronomi.
yaitu lembar observasi aktivitas kecerdasan Penyajian lagu dan video seperti ”the planets
majemuk dan lembar observasi aktivitas song” dan pembentukan tata surya dalam
kemampuan berpikir kritis. Seperti yang telah pembelajaran dirasakan besar manfaatnya. Musik
dijelaskan sebelumnya bahwa pembelajaran dan video yang disajikan dapat merangsang
berbasis kecerdasan majemuk merupakan inovasi kemauan siswa untuk belajar dan membantu siswa
pembelajaran yang menggabungkan karakteristik dalam memahami materi yang diajarkan. Sebagai
dari masing-masing aspek kecerdasan dengan contoh, siswa dapat lebih mudah dalam
materi astronomi yang akan diajarkan, sehingga memahami karakter dari masing-masing planet
pada pelaksanaannya aktivitas siswa mengenai melalui musik dan video yang ditayangkan.
kecerdasan majemuk dinilai melalui lembar Selain lembar observasi aktivitas kecerdasan
observasi untuk mengetahui berapa besar majemuk, pada kegiatan pembelajaran juga
partisipasi dan antusias siswa dalam kegiatan digunakan lembar observasi aktivitas kemampuan
pembelajaran. Berikut ini tabel data mengenai berpikir kritis siswa. Masing-masing sub-aspek
aktivitas kecerdasan majemuk siswa kelas X.7 kemampuan berpikir kritis tersebut dihubungkan
SMAN di Kota Bandung. dengan kegiatan pembelajaran yang akan
Tabel 1. Presentase Aktivitas Kecerdasan dilaksanakan. Diperoleh presentase aktivitas
Majemuk. kemampuan berpikir kritis sebagai berikut :
Kecerdasan
Majemuk yang
dicapai Verbal - Logis - Visual -
Kinestetis Musikal Interpersonal Intrapersonal Naturalis
Linguistik Matematis Spasial
Dominan

Logis Matematis 36% 48% 43% 40% 75% 41% 70% 35%
Kinestetis 33% 43% 49% 45% 80% 49% 73% 30%
Visual-Spasial 27% 33% 35% 50% 75% 61% 67% 17%
Naturalis 32% 38% 39% 55% 73% 35% 64% 27%
Interpersonal 37% 44% 40% 59% 75% 39% 67% 44%
Musikal 36% 49% 49% 53% 81% 38% 79% 31%
Intrapersonal 44% 36% 42% 50% 67% 63% 67% 50%
Verbal-Linguistik 27% 44% 38% 44% 75% 44% 67% 25%

Data tersebut menunjukkan bahwa masing-masing


aspek kecerdasan majemuk terlaksana dengan
persentase partisipasi siswa yang berbeda-beda
Gambar 4. Aktivitas Kemampuan Berpikir Kritis.
dalam setiap kegiatan pembelajarannya. Antusias
tertinggi siswa terjadi pada tahap pembelajaran

ISBN 978-602-19655-4-2 51
Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Masing-masing siswa ikut berpartisipasi dalam melakukan test kemampuan berpikir kritis.
aktivitas kemampuan berpikir kritis. Partisipasi Kecerdasan yang dominan dimiliki oleh siswa
tertinggi berasal dari kelompok dengan adalah kecerdasan naturalis dengan presentase
kecerdasan visual-spasial yang dominan dengan 21% dan yang terendah adalah kecerdasan visual-
presentase sebesar 51%. Setelah dianalisis, spasial sebesar 4%. Semua kelompok memiliki
kelompok ini memiliki nilai presentase tertinggi presentase aktivitas kecerdasan majemuk paling
karena dalam pembelajaran terdapat banyak tinggi pada aspek kecerdasan musikal, dengan
kegiatan yang menampilkan video yang menuntut perolehan tertinggi sebesar 81% yaitu kelompok
siswa untuk dapat mengobservasi dan dominan kecerdasan musikal. Aktivitas
mempertimbangkan hasil observasinya. Masing- kemampuan berpikir kritis siswa dimiliki oleh
masing sub-aspek kemampuan berpikir kritis kelompok visual-spasial sebesar 51%. Masing-
memiliki proporsi yang berbeda-beda pada setiap masing siswa dalam kelompok kecerdasan tertentu
pertemuannya karena disesuaikan dengan materi memiliki presentase test kemampuan berpikir kritis
yang diajarkan. yang cukup baik. Presentase terbesar dimiliki oleh
kelompok dominan kecerdasan interpersonal
Setelah dilaksanakan kegiatan pembelajaran,
sebesar 67% dan presentase terendah dimiliki
tahap akhir dari penelitian ini adalah tahap tes
oleh kelompok dominan kecerdasan intrapersonal
kemampuan berpikir kritis. Soal dengan 6 aspek
sebesar 59%.
kemampuan berpikir kritis dibuat dalam 31 soal
pilihan ganda, dan diperoleh hasil sebagai berikut :
Referensi
[1] W. Liliawati dan D. Herdiwijaya, “Analisis
Kebutuhan Astronomi Terintegrasi Berbasis
Kecerdasan Majemuk (TKM) untuk
Membekalkan Literasi Astronomi. Bandung”,
Prosidings Seminar Himpunan Astronomi
Indonesia, (2011).
[2] Muhammad Yaumi, “Pembelajaran Berbasis
Multiple Intelligences”, Jakarta, Dian Rakyat,
cetakan pertama, (2012)
[3] Yuniar, Ratna. 2010. Keterampilan Berpikir
Kritis. Online : http://fisikasma-
Gambar 5. Kemampuan Berpikir Kritis. online.blogspot.com/2010/12/keterampilan-
berpikir-kritis.html, diakses 23 Mei 2012 09:03
Masing-masing siswa dalam kelompok kecerdasan pm.
tertentu memiliki presentase test kemampuan
berpikir kritis yang cukup baik. Presentase terbesar
dimiliki oleh kelompok dominan kecerdasan Aprianti Opi Ceisar*
interpersonal sebesar 67% dan presentase Jurusan Pendidikan Fisika
terendah dimiliki oleh kelompok dominan Universitas Pendidikan Indonesia
apriantiopiceisar@gmail.com
kecerdasan intrapersonal sebesar 59%. Kelompok
dominan kecerdasan intrapersonal memiliki Winny Liliawati
presentase yang kecil karena pada proses Jurusan Pendidikan Fisika
pembelajaran, kelompok ini pun memiliki Universitas Pendidikan Indonesia
presentase aktivitas yang kecil. Sementara itu, winny_liliawaty@yahoo.co.id
presentasi yang tinggi dimiliki oleh kelompok
dominan kecerdasan interpersonal karena menurut Judhistira Aria Utama
mereka materi yang diberikan cukup dapat Jurusan Pendidikan Fisika
dipahami dengan mudah, meskipun nilai Universitas Pendidikan Indonesia
judhistira@yahoo.com
presentasi aktivitas kelompok ini tidak terlalu besar
hanya sebesar 45%. *Corresponding author

Kesimpulan
Untuk mengetahui keterkaitan antara
kecerdasan majemuk dan kemampuan berpikir
kritis siswa, peneliti menggunakan angket
kecerdasan majemuk, melaksanakan
pembelajaran berbasis kecerdasan majemuk
dengan meninjau aktivitas kecerdasan majemuk
dan aktivitas kemampuan berpikir kritis, kemudian

ISBN 978-602-19655-4-2 52
Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3 - 4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Rancang Bangun Instrumen Akuisisi Data Temperatur


Menggunakan IC LM35DZ dan Mikrokontroler ATMEGA8535
Berbasis Perangkat Lunak LabVIEW
Arsul Rahman*, Hendro, dan Neny Kurniasih

Abstrak
Telah dibuat instrumen akuisisi data temperatur dengan menggunakan sebuah komputer. Sistem instrumen
ini terdiri dari perangkat keras dan perangkat lunak. Sistem perangkat keras yang dimaksud adalah sensor
temperatur LM35DZ, pengkondisi sinyal, mikrokontroler ATMEGA8535, dan sebuah komputer. Sedangkan
perangkat lunak yang digunakan untuk mengolah dan memperagakan hasil pengukuran adalah berbasis
LabVIEW. Informasi temperatur ditampilkan dalam bentuk digital, analog, dan grafik secara real time.
Kelebihan lain dari instrumen ini ialah data temperatur dapat disimpan ke dalam format file. Berdasarkan
analisis data, instrumen ini memiliki spesifiaksi akurasi 99,6 %, presisi 0,1C, resolusi 0,1C, dan sensitivitas
50 mV/C, dengan jangkauan pengukuran 0C – 100C.
Kata-kata kunci: temperatur, akuisisi data temperatur, mikrokontroler, sensor temperatur
menampilkan besaran temperatur, menampilkan
Pendahuluan
grafik temperatur terhadap waktu secara real time,
Salah satu besaran fisis di alam adalah melakukan proses pencuplikan, dan penyimpanan
temperatur. Temperatur sering digunakan dalam data. Dalam perancangan instrumen ini dibatasi
penelitian baik di bidang ilmu fisika, kimia, biologi hanya menggunakan satu masukan (input)
dan ilmu lainnya. Seiring dengan kemajuan temperatur.
teknologi, alat ukur temperatur mulai
menggunakan sistem akuisisi data. Sistem akuisisi Teori
data merupakan sistem instrumentasi elektronik
Untuk membuat instrumen ini, maka beberapa
yang terdiri dari sejumlah elemen yang secara
elemen atau komponen dan rangkaian elektronika
bersama-sama bertujuan melakukan pengukuran,
harus diintegrasikan agar dapat saling
menyimpan, dan mengolah hasil pengukuran.
berhubungan satu dengan yang lain melakukan
Secara sederhana, sistem akuisisi data terdiri dari
suatu kerja sehingga tujuan atau fungsi sistem
sensor, perangkat keras akusisi data, dan sebuah
tercapai. Secara keseluruhan diagram blok
komputer [1]. Jika dibandingkan dengan
instrumen ini ditunjukkan pada Gambar 1 berikut :
pengukuran konvensional, sistem akuisisi data
berbasis komputer dapat melakukan pengolahan, Program
Program ADC
visualisasi, dan penyimpanan data pengukuran [2]. LabVIEW
Salah satu perangkat lunak yang dapat digunakan
dalam membuat sistem akuisisi data berbasis sensor pengkondisi ADC mikrokontroler
komputer
temperatur Sinyal ATMEGA8535
komputer yang cukup terkenal adalah LabVIEW.
Perangkat lunak ini dibuat oleh perusahaan
USART Serial Com
National Instrument (NI). Dengan memakai
pemrograman ini pembuatan program instrumen Gambar 1. Diagram blok sistem akuisisi data
akuisisi data menjadi lebih mudah dan cepat. dengan komputer.
Perusahaan National Instrumen juga memproduksi
perangkat keras akuisisi data. Namun harganya Pada Gambar 1 sensor temperatur yang
mahal sehingga menyulitkan untuk kegiatan digunakan dengan tipe LM35DZ. Sensor
eksperimental dalam penelitian yang bersifat temperatur ini memiliki keistimewaan yaitu memiliki
mandiri. Penelitian tentang akuisisi data yang sensitivitas linear sebesar 10 mV/oC dan
berhubungan dengan LabVIEW sebenarnya telah jangkauan maksimal operasi temperatur antara -
pernah dilakukan oleh Didik K, Katherin I [3], 55oC sampai +150oC [4]. Pada penelitian ini
namun masih pada tahap perancangan sistem tegangan keluaran sensor ini dijadikan sebagai
perangkat keras akuisisi data. temperatur referensi.
Pada penelitian ini dilakukan suatu Mikrokontroler adalah sebuah rangkaian
perancangan sistem instrumen akuisisi data terintegrasi yang di dalamnya terkoneksi
temperatur yang cukup murah dan memiliki fungsi mikroprosesor, memori, port I/O, dan peripheral
umum. Fungsi umum tersebut antara lain dapat lainnya. Dalam penelitian ini digunakan

ISBN 978-602-19655-4-2 53
Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3 - 4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

mikrokontroler keluarga AVR tipe ATMEGA8535. rentang skala temperatur yang dibuat adalah 0oC
Salah satu kelebihan dari mikrokontroler ini adalah sampai 100 oC dimana ketika temperaturnya 100
o
telah terintegrasi dengan rangkaian ADC (Analog C tegangan keluaran sensor sebesar 1000 mV,
to Digital Converter) dan memiliki USART yang maka penguatan rangkaian pengkondisi sinyal
telah terprogram untuk komunikasi serial dengan harus diatur sebesar 5 kali.
interface lain. Dalam penelitian ini jumlah pin dari
Untuk mengolah dan menampilkan data yang
port ADC yang digunakan hanya satu pin karena
dikirimkan oleh mikrokontroler digunakan program
sensor temperatur yang digunakan hanya satu.
perangkat lunak LabVIEW. Program LabVIEW
Agar ADC mikrokontroler ATMEGA8535 tersebut terdiri dari jendela Block Diagram dan
dapat bekerja, maka dibuat alur program ADC jendela Front Panel.,
seperti ditunjukkan pada Gambar 2.

Mulai

Inisialisasi port A,
ADC, USART

Baca sensor temperatur

Gambar 4. Jendela Block Diagram.


Konversi ADC

N Konversi
ADC selesai

Baca data digital


hasil konversi

Kirim data digital


ke komputer

Gambar 5. jendela Front Panel.


Selesai
Perancangan program LabVIEW dibagi atas
Gambar 2. Alur kerja pemrograman mikrokontroler beberapa bagian. Pertama, program komunikasi
ATMEGA8535. serial yang berfungsi untuk membuka komunikasi
data dengan mikrokontroler, Kedua, program
Untuk membuat program ADC mikrokontroler dari konversi ADC ke temperatur, Ketiga, program
gambar 2 dalam penelitian ini digunakan indikator, terdiri atas penampil besaran temperatur
perangkat lunak CodeVision AVR. dalam mode digital dan analog, penampil grafik
Sinyal keluaran dari sensor temperatur harus temperatur terhadap waktu, dan penampil
disesuaikan dengan kebutuhan input ADC temperatur maksimum dan minimum. Program
mikrokontroler. Untuk menyesuaikannya dibuat yang terakhir adalah program kontrol, terdiri atas
rangkaian pengkondisi sinyal (Signal Conditioning). program penyimpanan data, program pengatur
Skema rangkaiannya ditampilkan pada Gambar 3. temperatur maksimum-minimum dan program
pencuplikan data.
VCC

VCC
Dalam penelitian ini program LabVIEW tidak
 memberikan perintah kepada mikrokontroler, tetapi
1  1K5 10K 8
3
2 + 1 hanya menerima input data dari mikrokontroler
3 2 - LM358
LM35DZ
4
R2 =10K
Agar program LabVIEW dapat mengkonversi
150K
150K data keluaran ADC menjadi besaran temperatur
300 nF vo maka dibuat persamaan konversinya. Persamaan
R1 = 2K
0,1 F konversi ini diperoleh melalui eksperimen
menggunakan medium air dan es dengan cara
mencatat temperatur yang diperoleh dari sensor
temperatur yang dimulai dari 0 oC sampai
mencapai titik didih air dan secara bersamaan
Gambar 3. Rangkaian pengkondisi sinyal.
mencatat data keluaran ADC di komputer. Dari
Pada Gambar 3, besar penguatan bergantung hubungan data keluaran ADC (dADC) terhadap
pada tegangan maksimum masukan ADC sebesar temperatur keluaran sensor (Ts) dapat ditentukan
5 V. Karena dalam rancangan instrumen ini, persamaan konversinya melalui grafik. Dalam

ISBN 978-602-19655-4-2 54
Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3 - 4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

aplikasinya persamaan konversi tersebut menggunakan program LabVIEW diperlihatkan


dimasukan ke dalam program LabVIEW untuk pada Gambar 7.
diolah menjadi besaran temperatur yang
ditampilkan melalui monitor komputer.
Selanjutnya adalah melakukan karakterisasi
instrumen. Karakterisasi instrumen terdiri atas
beberapa bagian. Pertama membuat grafik dari
pengukuran temperatur yang diperoleh dari
monitor komputer/instrumen (Tins) terhadap
temperatur keluaran dari sensor (Ts) secara
bersamaan. Kedua, menentukan besaran
spesifikasi instrumen yang dibuat. Besaran
spesifikasi tersebut terdiri dari besaran presisi, Gambar 7. Tampilan instrumen akuisisi data
akurasi, resolusi dan sensitivitas. Penentuan temperatur menggunakan program LabVIEW.
besaran presisi dan akurasi dilakukan dengan
Hasil pengukuran hubungan antara data
mengukur temperatur yang ditampilkan di monitor
keluaran ADC (dADC) terhadap temperatur yang
komputer secara berulang. Besaran presisi
diperoleh dari keluaran sensor temperatur (Ts)
diketahui dari hasil perhitungan kesalahan mutlak
ditampilkan melalui Gambar 8 berikut.
temperatur (ST) menggunakan program aplikasi
Microsoft Excel. Untuk besaran akurasi diperoleh
dari perhitungan kesalahan relatif temperatur yang
ditampilkan di monitor komputer dengan
menggunakan persamaan :
S
Kesalahan relatif  T x 100 % . (1)
T
Besaran resolusi diperoleh dari perbandingan
antara rentang skala temperatur dari
instrumen yang dibuat sebesar 100oC terhadap Gambar 8. Grafik hubungan dADC - Ts.
resolusi ADC mikrokontroler ATMEGA8535
sebesar 10 bit. Sedangkan besaran sensitivitas Pada Gambar 8 diperoleh persamaan grafik
ditentukan dengan mengukur tegangan yang seperti ditunjukkan pada Persamaan (2).
dimasukkan ke ADC (vinADC) terhadap temperatur
yang ditampilkan di monitor komputer (Ts). d  10,14T  1,89 . (2)
Kemudian dibuat grafik hubungan antara tegangan ADC s
temperatur di monitor komputer terhadap tegangan
Persamaan (2) dapat dituliskan ke dalam bentuk
yang dimasukkan ke ADC. Selanjutnya
Persamaan (3) yang merupakan persamaan
menentukan persamaan grafiknya.
konversi.
Hasil dan Diskusi d  1,89
T  ADC . (3)
Dari hasil perancangan perangkat keras s 10,14
akuisisi data temperatur diperoleh rangkaian
seperti Gambar 6. Hasil pengujian temperatur yang ditampilkan
di monitor komputer (Tins) terhadap temperatur
keluaran dari sensor temperatur (Ts) diperlihatkan
pada Gambar 9.

Gambar 6. Rangkaian perangkat keras akuisisi


data.
Gambar 9. Grafik karakterisasi Tins - Ts.
Sedangkan hasil perancangan program
perangkat lunak akusisi data temperatur

ISBN 978-602-19655-4-2 55
Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3 - 4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Dari grafik pada Gambar 9 diperoleh hubungan


dari kedua variabel yang dituliskan pada
persamaan (4).

T  1,000T  0,055 . (4)


ins s
Pengujian karakterisasi instrumen diperoleh
hasil antara lain : Pengujian tingkat presisi dari
instrumen di tampilkan melalui Gambar 10.

Gambar 12 Grafik hubungan antara Tins – vin ADC


Pada Gambar 12 diperoleh persamaan seperti
dituliskan melalui Persamaan (5).

T  20,14v  0,126 . (5)


ins in ADC
Pada Persamaan (5) diperoleh sensitivitas
instrumen adalah 20,14C/V  20C/V. Nilai
besaran sensitivitas tersebut dapat dituliskan
dalam bentuk lain yaitu 0,02C/mV atau 50 mV/ C.

Gambar 10. Grafik kesalahan mutlak pengukuran Kesimpulan


temperatur melalui instrumen. Instrumen akuisisi data temperatur dengan
Pada Gambar 10 diketahui bahwa kesalahan menggunakan komputer, sensor temperatur IC
mutlak terkecil sebesar 0oC saat temperatur 0 oC LM35DZ, mikrokontroler ATMEGA8535, serta
dan kesalahan mutlak terbesar adalah 0,195 oC perangkat lunak LabVIEW, diperoleh hasil
saat temperatur 36,0 oC. Hasil perhitungan pengukuran dengan akurasi 99,4 %, presisi 0,1 C,
kesalahan mutlak rata-rata 0,036 C, sehingga resolusi 0,1 C, dan sensitivitas 50 mV/C atau 5
dapat diketahui bahwa tingkat kepresisian mV/0,1C dengan jangkauan pengukuran 0C
instrumen ini sebesar ± 0,095 C  ± 0,1 C. Hasil sampai 100C.
pengujian tingkat akurasi instrumen ditampilkan
melalui Gambar 11 berikut. Ucapan terima kasih
Penulis mengucapkan terima kasih kepada
Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah yang telah
memberikan bantuan beasiswa selama pendidikan
berlangsung.

Referensi
[1] Larsen, “LabVIEW for Engineers”, Holly Stark
(editor), Penerbit Prentice Hall, New Jersey,
p.142, (2011).
[2] National Instruments, ”What Is Data
Gambar 11. Grafik Kesalahan relatif pengukuran Acquisition”, http://www.ni.com/data-
temperatur menggunakan instrumen. acquisition/what-is/. [accessed 28 June 2013]
[3] D. Kusanto, K. Indriawati, "Perancangan
Pada Gambar 11 terlihat kesalahan relatif Sistem Akuisisi Data Sebagai Alternatif Modul
terendah adalah 0 % pada temperatur 0C, dan DAQ LabVIEW Menggunakan Mikrokontroler
kesalahan relatif tertinggi adalah 4,7 % pada ATMEGA8535", URI
temperatur 2C. Hasil perhitungan kesalahan http://digilib.its.ac.id/public/ITS-
relatif rata-rata diperoleh 99,56 %, sehingga dapat Undergraduate-12713-Paper.pdf [accessed
diketahui bahwa tingkat akurasi instrumen ini 28 June 2013]
adalah 99,6 %. Dari hasil perhitungan diperoleh [4] Afrie S, “20 Aplikasi mikrokontroler
pula tingkat resolusi instrumen sebesar 0,1 C. ATMEGA8535 & ATMEGA16 menggunakan
Untuk hasil pengukuran sensitivitas ditampilkan BASCOM-AVR”, Penerbit Andi, Yogyakarta, p.
melalui grafik seperti ditunjukkan pada Gambar 12. 41, (2011).

ISBN 978-602-19655-4-2 56
Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3 - 4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Arsul Rahman*

Hendro
KK Fisika Teori Energi Tinggi dan Instrumentasi
Program Studi Fisika FMIPA – ITB
e-mail : hendro@fi.itb.ac.id

Neny Kurniasi
KK Fisika Bumi dan Sistem Kompleks
Program Studi Fisika FMIPA – ITB
e-mail : neny@fi.itb.ac.id

* Correspondens author

ISBN 978-602-19655-4-2 57
Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Profil Motivasi dan Tingkat Partisipasi Mahasiswa Calon Guru Fisika


dalam Pembuatan Instrumen Soal Pilihan Ganda dan Esei
Asep Sutiadi*, Dadi Rusdiana, Andi Suhandi, dan Nuryani R. Rustaman

Abstrak
Tujuan penulisan ini mendeskripsikan dan menganalisis profil motivasi dan tingkat partisipasi mahasiswa
calon guru fisika dalam pembuatan instrumen soal pada perkuliahan Evaluasi Pembelajaran Fisika (EPF).
Subyek penelitian deskriptif ini melibatkan seluruh mahasiswa yang mengikuti perkuliahan EPF semester
ganjil 2012/2013, yaitu 15 orang. Perkuliahan dirancang berbentuk workhshop. Data dikumpulkan
menggunakan kuisioner model Glynn dan Koballa, kemudian diolah menggunakan kriteria persentase. Hasil
analisis menunjukkan bahwa (i) profil pencapaian motivasi calon guru fisika dalam membuat instrumen soal
pilihan ganda dan esei berkatagori sedang; (ii) profil partisipasinya juga berkatagori sedang, (iii) kemampuan
mahasiswa dalam membuat instrumen soal PG termasuk katagori tinggi, sedangkan kemampuan membuat
instrumen soal esei termasuk sedang; (iv) motivasi dan tingkat partisipasi mahasiswa berkecenderungan
kuat dan berpengaruh positif terhadap kemampuan membuat instrumen soal PG dan esei.
Kata-kata kunci: Motivasi, tingkat partisipasi, calon guru fisika, instrumen soal.

Pendahuluan Metode Penelitian


Tujuan matakuliah Evaluasi Pembelajaran Penelitian deskriptif-analisis ini melibatkan
Fisika (EPF) adalah membekali calon guru fisika seluruh mahasiswa yang sedang mengikuti
untuk memiliki kemampuan dalam merancang dan perkuliahan Evaluasi Pembelajaran Fisika (EPF)
membuat instrumen penilaian [1]. Faktor penentu semester ganjil 2012/2013, yaitu sebanyak 15
untuk mencapai keberhasilan tujuan dalam orang. Subyek penelitian terdiri dari 11 orang laki-
perkuliahan EPF bukan hanya dari faktor dosen laki dan 4 orang wanita yang kesemuanya sudah
saja, tetapi dibutuhkan partisipasi [2] dan motivasi menyelesaikan matakuliah prasyarat. Calon guru
[3] mahasiswa calon guru fisika sebagai pebelajar. fisika tersebut dilatihkan tentang cara-cara menulis
Motivasi merupakan sesuatu yang dibutuhkan soal dalam bentuk pilihan ganda dan bentuk esei.
untuk melakukan aktivitas [4]. Hal lainnya yang Sebelumnya mahasiswa juga diperkenalkan
dibutuhkan dalam proses belajar adalah dengan karakteristik dan teknik pembuatan soal-
partisipasi aktif pebelajar dalam setiap tahapan soal bentuk pilihan ganda dan esei.
proses belajar [5,6].
Kegiatan perkuliahan dirancang dalam bentuk
Calon guru fisika diharapkan ketika mengikuti workshop [1]. Data motivasi dikumpulkan
perkuliahan EPF, cukup termotivasi [7] dan menggunakan kuisioner motivasi hasil rancangan
berpartisipasi aktif [8]. Dua faktor tersebut yang Glynn dan Koballa (2006), terdiri dari 4 skala
akan menjadi pembeda setelah lulus nanti. jawaban, yaitu sangat kuat, kuat, lemah, dan
Motivasi yang lebih baik dalam belajar akan sangat lemah. Jumlah item kuisioner adalah 30
menunjukkan hasil yang baik [9]. Motivasi item pernyataan. Kuisioner terbagi menjadi lima
merupakan kekuatan, baik dari dalam maupun dari faktor, yaitu faktor 1 intrinsic motivation and
luar yang mendorong seseorang untuk mencapai personal relevance (10 item); faktor 2 self efficacy
tujuan tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya and assessment anxiety (9 item); faktor 3 self
[10]. Keaktifan pebelajar ditunjukkan dengan determination (4 item); faktor 4 career motivation
partisipasinya. Keaktifan itu dapat terlihat dari (2 item); dan faktor 5 grade motivation (5 item).
beberapa perilaku misalnya mendengarkan, Pernyataan unfavourable terdapat pada faktor 3
mendiskusikan, membuat sesuatu, menulis sebanyak 5 item.
laporan, dan sebagainya [3]. Jerrold [2]
berpendapat bahwa partisipasi dapat diwujudkan Data terkait partisipasi juga dikumpulkan
dengan berbagai hal, diantaranya (a) keaktifan menggunakan kuisioner, yang terbagi menjadi tiga
pebelajar di dalam kelas. Misalnya aktif mengikuti kelompok pernyataan, yaitu partisipasi kelas
pelajaran, memahami penjelasan, bertanya, secara individual, partisipasi dalam diskusi
mampu menjawab pertanyaan dan sebagainya. (b) kelompok, dan pernyataan bebas tentang kegiatan
kepatuhan terhadap norma belajar. Misalnya apasaja yang biasa dilakukan selama perkuliahan.
mengerjakan tugas sesuai dengan perintah, Jawaban kuisioner partisipasi kesatu dan kedua
datang tepat waktu, memakai pakaian sesuai terdiri dari empat skala jawaban, yaitu selalu,
dengan ketentuan, dan sebagainya. sering, kadang-kadang, dan tidak pernah.
Data kuisioner dianalisis menggunakan kriteria

ISBN 978-602-19655-4-2 58
Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

persentase. Butir soal buatan calon guru fisika


dianalisis dengan menggunakan kaidah analisis
butir soal yang dibuat oleh Direktorat
Pengembangan SMA tahun 2010 yang terdiri dari
aspek materi, konstruksi dan bahasa/budaya.
Masing-masing aspek analisis butir soal tersebut
dikembangkan lagi menjadi 18 kriteria untuk
analisis butir soal PG dan 13 kriteria untuk analisis
butir soal esei.
Gambar 2. Capaian lima faktor motivasi.
Hasil dan diskusi
Secara garis besar komponen yang terkait
Profil Motivasi
motivasi adalah intrinsik dan ekstrinsik. Namun
Rerata capaian motivasi calon guru fisika kedua komponen tersebut dapat diperluas.
dalam proses pembuatan instrumen soal pilihan Sebagai contoh Personal Relevance bisa
ganda dan esei adalah 76,50% dan ini masuk merupakan intrinsik jika pebelajar telah
katagori sedang. Pengelompokkan kriteria motivasi menetapkan tujuannya sebelum pembelajaran.
responden menjadi motivasi tinggi, sedang dan Tapi jika pebelajar menetapkannya setelah melihat
rendah dapat dilihat pada gambar 1. Berdasarkan pebelajar lain, maka termasuk ekstrinsik. Self
gambar 1 diperoleh fakta bahwa responden determination, career motivation dan grade
mengelompok pada kelompok motivasi sedang. motivation merupakan bagian dari intrinsik, karena
pebelajar berkewajiban bertanggung jawab dalam
hasil pembelajarannya. Self efficacy bisa
merupakan intrinsik jika peserta didik memang
telah memiliki kepribadian percaya diri pada setiap
kondisi. Tapi bisa menjadi ekstrinsik jika ia memiliki
percaya diri akibat dari pengaruh luar, misalnya ia
merasa yang paling pintar daripada peserta didik
yang lain. Anxiety bisa dirasakan peserta didik dari
dalam (intrinsik) jika ia merasa tidak bisa mengikuti
pelajaran. Tapi bisa menjadi ektrinsik jika ia
melihat peserta didik yang lain lebih baik dalam
pelajaran dibandingkan dengannya.
Gambar 1. Capaian tingkat motivasi. Profil Partisipasi
Berdasarkan jenis kelamin diproleh informasi Rerata capaian partisipasi calon guru fisika
bahwa rerata capaian motivasi perempuan lebih dalam proses pembuatan instrumen soal pilihan
tinggi dari capaian motivasi laki-laki, yaitu 81% ganda dan esei adalah 65,30% dan ini masuk
berbanding 75%. Namun keduanya berada pada katagori sedang. Pengelompokkan kriteria
katagori sedang. partisipasi responden berdasarkan item partisipasi
Instrumen motivasi rancangan Glynn dan yang diamati pada tabel 1.
Koballa (2006) tersusun atas 5 faktor, yaitu (i) Berdasarkan tabel 1 diperoleh fakta bahwa
Faktor 1 motivasi instrinsik dan tujuan pribadi partisipasi responden dalam perkuliahan EPF
belajar (intrinsic motivation and personal masih didominasi dengan hanya mendengarkan
relevance); (ii) Faktor 2 kepercayaan diri dan (85%). Partisipasi dalam bentuk mengajukan
kecemasan penilaian (self efficacy and pertanyaan muncul 68%, mengorganisasikan ide
assessment anxiety); (iii) Faktor 3 penentuan 65%, dan ikut serta aktif mengorganisasi kelompok
nasib sendiri (self determination); (iv) Faktor 4 58%. Namun mahasiswa juga mengakui bahwa
motivasi kerja (career motivation); dan (v) Faktor 5 mereka sering kacaukan suasana diskusi (43%),
motivasi berprestasi (grade motivation). Profil melamun (43%), dan mengajukan topik lain di luar
capaian kelima faktor motivasi ditampilkan pada yang sedang dibahas (38%).
gambar 2.

ISBN 978-602-19655-4-2 59
Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

bahwa profil partisipasi memiliki rerata lebih kecil


Tabel 1. Tingkat partisipasi mahasiswa.
dibandingkan dengan rerata profil motivasinya.
Dengan kata lain motivasi individual mahasiswa
Jenis Partisipasi Persentase lebih baik baik daripada tingkat partisipasinya.
Mendengarkan 85
Ajukan pertanyaan 68
Mengorganisasi ide 65
Mengorganisasi
kelompok 58
Kacaukan kegiatan 43
Melamun 43
Ajukan topik lain 38

Apa yang dilakukan mahasiswa calon guru


fisika saat berdiskusi untuk membuat instrumen Gambar 4. Motivasi dan partisipasi mahasiswa.
soal PG dan esei? Fakta yang teramati masih Profil capaian tingkat motivasi, partisipasi,
menunjukkan fenomena baik, yaitu dibuktikan kemampuan membuat soal PG, dan kemampuan
dengan masih mengusulkan ide (72%), membuat soal esei ditampilkan pada gambar 5.
berpendapat terhadap topik yang dibahas (85%), Berdasarkan Gambar 5 terlihat bahwa rerata
dan tetap fokus berdiskusi hingga diperoleh capaian motivasi 76,50% dan rerata capaian
kesepakatan (83%). Namun pada saat harus partisipasi mahasiswa 65,30%. Capaian rerata
melaporkan hasil diskusi mahasiswa calon guru kemampuan membuat soal PG 80,71% dan
langsung sibuk masing-masing (77%). kemampuan membuat soal esei 72,02% [1].
Ketika mahasiswa ditanya terkait kegiatan
apa saja yang biasa mereka lakukan selain yang
ditanyakan dalam kuisioner, maka deskripsinya
ditampilkan pada gambar 3. Kondisi ini cukup
memprihatinkan, karena jumlah anggota kelas
tidak banyak dan kegiatan kuliah dirancang dalam
bentuk workshop. Asumsinya setiap mahasiswa
mengikuti setiap tahapan workshop. Namun masih
ada yang sms-an (40%), mengerjakan tugas lain
(6,67%), mengantuk (33,33%) dan ikut charge
hp/laptop secara gratis (6,67%). Dikhawatirkan
kondisi ini akan berpengaruh negatif terhadap
pencapaian kemampuan mereka dalam
merancang dan membuat instrumen penilaian Gambar 5. Profil motivasi dan partisipasi serta
prestasi belajar. kemampuan membuat instrumen.
Hasil uji statistik [11] menunjukkan bahwa
motivasi dan partisipasi berpengaruh terhadap
kemampuan calon guru fisika dalam membuat
instrumen soal PG sebesar 54%. Sedangkan
kemampuan membuat instrumen soal esei secara
statistik dipengaruhi oleh motivasi dan partisipasi
sebesar 50%. Fakta ini sudah cukup untuk
menyimpulkan bahwa tingkat motivasi dan
partisipasi berkecenderungan kuat dan
berpengaruh positif terhadap kemampuan calon
guru fisika dalam membuat instrumen soal PG dan
esei.
Gambar 3. Kegiatan mahasiswa selain mengikuti
Kesimpulan
kuliah.
Profil motivasi calon guru fisika dalam
Gambaran tingkat motivasi dan tingkat
membuat instrumen soal bentuk PG dan esei
partisipasi mahasiswa calon guru dalam
adalah 76,50% dengan katagori sedang.
perkuliahan EPF ketika membuat instrumen soal
PG dan esei ditampilkan pada gambar 4. Terlihat

ISBN 978-602-19655-4-2 60
Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Profil tingkat partisipasi calon guru fisika [8] Slameto, “Belajar dan Faktor-Faktor yang
dalam membuat instrumen soal PG dan esei Mempengaruhinya”, Penerbit Rineka Cipta,
adalah 65,30% dengan katagori sedang. Jakarta, (2010).
[9] Oemar Hamalik, “Proses Belajar Mengajar”,
Profil kemampuan calon guru fisika dalam
Penerbit PT Bumi Aksara, Jakarta, (2011).
membuat instrumen soal PG sebesar 80,71% dan
[10] HB Uno, “Teori Motivasi dan Pengukurannya”,
instrumen soal esei sebesar 72,02%.
Penerbit PT Bumi Aksara, Jakarta, (2006).
Motivasi dan tingkat partisipasi [11] Suharsimi Arikunto, “Prosedur Penelitian
berkecenderungan kuat dan berpengaruh positif suatu Pendekatan Praktik”, Penerbit PT
terhadap kemampuan membuat instrumen soal PG Rineka Cipta, Jakarta, (2006).
sebesar 54% dan untuk soal esei 50%.

Referensi
[1] Asep Sutiadi, “Analisis Kemampuan Calon Asep Sutiadi*
Guru Fisika dalam Membuat Instrumen Soal Jurusan Pendidikan Fisika
PG dan Esei”, Prosiding Seminar Nasional Universitas Pendidikan Indonesia
Pendidikan Fisika 2013 (LPF 2013), 8 Juni, aseps@upi.edu
IKIP PGRI, Semarang, Indonesia.
[2] Moh Usman dan Lilis Setiawati, “Upaya Dadi Rusdiana
Optimalisasi Kegiatan Belajar Mengajar”, Jurusan Pendidikan Fisika
Penerbit PT Remaja Rosdakarya, Bandung, Universitas Pendidikan Indonesia
(2002).
[3] AM Sardiman, “Interaksi dan Motivasi Belajar Andi Suhandi
Mengajar”, Penerbit Rajawali, Jakarta, (1990). Jurusan Pendidikan Fisika
[4] Asri Laksmi Riani, “Dasar-Dasar Universitas Pendidikan Indonesia
Kewirausahaan”, Penerbit UNS Press,
Surakarta, (2005). Nuryani R. Rustaman
[5] Sri Esti, “Psikologi Pendidikan”, Penerbit Jurusan Pendidikan Biologi
Grafindo, Jakarta, (1989). Universitas Pendidikan Indonesia
[6] E. Nasution, “Teknologi Pendidikan”, Penerbit
PT Bumi Aksara, Bandung, (1982).
[7] Elida Prayitno, “Motivasi dalam Belajar”, *Corresponding author
Penerbit P2LPTK, Jakarta, (1989).

ISBN 978-602-19655-4-2 61
Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Penerapan Pembelajaran Berbasis Proyek


Pada Materi Daur Ulang Minyak Jelantah
Assyifa Junitasari*; Cucu Zenab S; Risa Rahmawati S

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kinerja mahasiswa dalam pembelajaran berbasis proyek pada
materi daur ulang minyak jelantah. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kelas.
Subjek penelitian adalah mahasiswa Semester 2 Prodi Pendidikan Kimia UIN Sunan Gunung Djati Bandung
yang berjumlah 90 orang. Instrumen penelitian terdiri dari deskripsi pembelajaran, rubrik penilaian proyek,
lembar pemandu kegiatan. Data yang diperoleh diolah menggunakan statistik deskriptif. Berdasarkan
analisis data, nilai rata-rata kinerja mahasiswa sebesar 146,8 dari skor ideal 177. Sedangkan untuk setiap
tahapannnya, perencanaan proyek mencapai nilai rata-rata sebesar 26,5 dari skor ideal 40, pengerjaan
proyek mencapai nilai rata-rata sebesar 22 dari skor ideal 22, penyajian hasil proyek mencapai nilai rata-rata
sebesar 10,3 dari skor ideal 12, dan pengerjaan laporan proyek mencapai nilai rata-rata sebesar 80,2 dari
skor ideal 100.
Kata Kunci : Pembelajaran berbasis proyek, daur ulang minyak jelantah
Misalnya dalam proyek menghasilkan suatu zat
Pendahuluan
baru dalam praktikum, merancang alat praktikum,
Kelompok mata pelajaran IPA, termasuk di menyusun prosedur praktikum, dan lain-lain. Model
dalamnya kimia, diselenggarakan di sekolah dalam pembelajaran berbasis proyek menyajikan lima
rangka mengenalkan IPA secara utuh baik proses tahapan pembelajaran. Tahap pertama adalah
maupun produk kepada para peserta didik, penyajian tugas proyek, tahap kedua adalah
begitupun di perguruan tinggi. Mata kuliah Kimia pengoganisasian mahasiswa untuk belajar, tahap
diharapkan dapat menjadi wahana bagi ketiga adalah penanaman pemahaman konsep,
mahasiswa untuk mempelajari diri sendiri dan alam tahap keempat adalah pembuatan dan penyajian
sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut tugas proyek, tahap kelima adalah penguatan dan
untuk penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. tindak lanjut belajar.
Mata kuliah Kimia juga merupakan salah satu mata
kuliah dalam rumpun MIPA yang diharapkan dapat Teori
menjadi jembatan pengetahuan mahasiswa untuk
Belajar berbasis proyek (project-based
dapat menganali lingkungan sekitarnya. Karena
learning) adalah sebuah model atau strategi
sebagian besar materi yang terdapat dalam kimia
pembelajaran yang inovatif, yang menekankan
sangat erat hubungannya dengan kehidupan
belajar kontekstual melalui kegiatan-kegiatan yang
sehari-hari, sehingga setelah mahasiswa
kompleks. Fokus pembelajaran terletak pada
mempelajari kimia, selain menguasai dan
konsep-konsep dan prinsip-prinsip inti dari suatu
memahami teori yang disampaikan pada
disiplin studi, melibatkan siswa dalam investigasi
perkuliahan, mahasiswa juga diharapkan dapat
pemecahan masalah dan kegiatan tugas-tugas
mengaplikasikan teori-teori tersebut kedalam
bermakna yang lain, memberi kesempatan siswa
kehidupan sehari-hari.
bekerja secara otonom mengkonstruk
Hasil studi pendahuluan pada mahasiswa pengetahuan mereka sendiri, dan mencapai
pendidikan kimia menunjukkan bahwa ternyata puncaknya menghasilkan produk nyata [1].
masih banyak mahasiswa yang belum
Pembelajaran berbasis proyek memiliki
mendapatkan motivasi untuk belajar. Praktikum
potensi yang amat besar untuk membuat
masih dianggap sebagai tugas tambahan kuliah
pengalaman belajar yang lebih menarik dan
saja, tidak menjadikan jembatan untuk memahami
bermakna untuk siswa usia dewasa, seperti siswa,
suatu teori, dan ternyata masih banyak mahasiswa
apakah mereka sedang belajar di perguruan tinggi
yang belum mendapatkan pemahaman yang
maupun pelatihan transisional untuk memasuki
mendalam bahwa teori kimia dapat diterapkan
lapangan kerja [2]. Di dalam pembelajaran
dalam kehidupan sehari-hari.
berbasis proyek siswa menjadi terdorong lebih aktif
Salah satu model pembelajaran yang didalam belajar mereka, instruktut berposisi di
menyajikan tantangan berupa tugas proyek diawal belakang dan siswa berinisiatif, instruktur memberi
pembelajaran adalah model Pembelajaran kemudahan dan mengevaluasi proyek baik
Berbasis Proyek (Project-Based Learning). kebermaknaannya maupun penerapannya untuk

ISBN 978-602-19655-4-2 62
Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

kehidupan mereka sehari-hari. Produk yang dibuat kelompok berkurang. Selain itu waktu pengerjaan
siswa selama proyek memberikan hasil yang proyek cenderung kurang cukup, sehingga
secara otentik dapat diukur oleh guru atau mahasiswa mengerjakan proyek kurang maksimal.
instruktur di dalam pembelajarannya. Oleh karena
Tahap perencanaan proyek adalah tahap
itu, di dalam Pembelajaran Berbasis Proyek, guru
yang termasuk kedalam fase ketiga yaitu
atau instruktur tidak lebih aktif dan melatih secara
penanaman pemahaman konsep, pada tahap ini
langsung, akan tetapi instruktur menjadi
mahasiswa dituntut untuk merencanakan secara
pendamping, fasilitator, dan memahami pikiran
garis besar, mengenai hal-hal yang harus
siswa.
diperhatikan dalam pengerjaan proyek. Pada
Cara-cara daur ulang minyak jelantah tahap perencanaan proyek mahasiswa diberikan
diantaranya melalui pemanfaatan arang lembar pemandu kegiatan untuk memudahkan
tempurung kelapa, tepung beras, mengkudu, lidah aktivitas pengerjaan proyek selanjutnya. Hasil
buaya, bawang merah dan pembuatan biodiesel tahap perencanaan proyek pada kinerja
dari jelantah. mahasiswa dalam pembelajaran berbasis proyek
dapat dilihat pada Tabel 2.
Hasil dan Diskusi
Tabel 2. Nilai Tahap Perencanaan Proyek
Kinerja Mahasiswa dalam Pembelajaran
Skor
Berbasis Proyek dinilai pada saat pembelajaran
No. Perencanaan Nilai Interpretasi
berlangsung baik saat pertemuan tatap muka
Proyek
secara langsung maupun pertemuan secara
IA 20 50 Rendah
mandiri, penilaian ini dicantumkan pada rubrik
penilaian proyek perkelompok kerja. Pada IB 28 70 Sedang
pertemuan tatap mula ke-1 dilakukan penilaian IIA 29 72,5 Sedang
pada tahapan perencanaan proyek, pada IIB 34 85 Tinggi
pertemuan tatap muka ke-2 dilakukan penilaian IIIA 26 65 Sedang
pada tahapan penyajian hasil proyek dan tahapan IIIB 28 70 Sedang
pengerjaan laporan proyek, dan pada pertemuan IVA 35 87,5 Tinggi
secara mandiri dilakukan penilaian pada tahapan IVA 28 70 Sedang
pengerjaan proyek. Hasil kinerja mahasiswa dalam VA 21 52,5 Sedang
pembelajaran berbasis proyek dapat dilihat pada VB 16 40 Rendah
Tabel 1.
Berdasarkan Tabel 2 terlihat bahwa tahap
Tabel 1. Hasil Kinerja Mahasiswa dalam
perencanaan proyek pada kinerja mahasiswa
Pembelajaran Berbaisis Proyek.
dalam pembelajaran berbasis proyek, kelompok
Skor kerja mahasiswa yang mendapatkan nilai terendah
No. Kinerja Nilai Interpretasi sebesar 40 yaitu pada kelompok kerja VB dan nilai
Mahasiswa tertinggi sebesar 87,5 yaitu pada kelompok kerja
IA 136 76,8 Rendah IVA. Sedangkan nilai rata-rata keseluhan sebesar
IB 150 84,7 Sedang 66,25. Kesulitan sebagian besar mahasiswa untuk
IIA 153 86,4 Sedang mencapai skor ideal terdapat dalam jenis kegiatan
IIB 152 85,9 Sedang menyusun langkah-langkah yang akan dilakukan
IIIA 146 82,5 Sedang untuk menyelesaikan proyek, kebanyakan
IIIB 145 81,9 Sedang mahasiswa tidak melampirkan sumber relevan
IVA 159 89,8 Tinggi pada kajian teori yang merupakan salah satu
IVB 153 86,4 Sedang indikator ketercapaian kegiatan proyek, sehingga
VA 140 79,1 Sedang nilai yang didapatkan tidak bisa mencapai hasil
sempurna, hal ini disebabkan karena mahasiswa
VB 134 75,7 Rendah
kurang memiliki pengetahuan secara luas
mengenai proyek yang dikerjakan.
Berdasarkan Tabel 1 terlihat bahwa kinerja
mahasiswa dalam pembelajaran berbasis proyek, Tahap pengerjaan proyek adalah tahap yang
mendapatkan nilai terendah sebesar 75,7 yaitu termasuk kedalam fase keempat yaitu pembuatan
pada kelompok kerja VB dan nilai tertinggi sebesar dan penyajian tugas proyek, pada tahap ini
89,8 yaitu pada kelompok kerja IVA. Sedangkan mahasiswa dituntut untuk mengerjakan proyek
nilai rata-rata keseluhan sebesar 82,9. Hal ini secara mandiri dengan melakukan uji coba
disebabakan karena adanya beberapa mahasiswa eksperimen. Karena pada tahap ini, mahasiswa
yang belum terbiasa dengan pembelajaran melakukan pertemuan secara mandiri dengan
berbasis pyoyek dan ada juga beberapa kelompok kerja masing-masing, maka mahasiswa
mahasiswa yang tidak terbiasa belajar secara harus merekam seluruh kegiatan yang dilakukan
berkelompok, sehingga kerjasama antar anggota dengan video, dan diserahkan kepada peneliti

ISBN 978-602-19655-4-2 63
Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

dalam jangka waktu yang telah ditentukan, untuk Tabel 4. Nilai Tahap Penyajian Hasil Proyek
dilakukan penilaian. Pada tahap pengerjaan Skor
proyek mahasiswa diberikan lembar pemandu Penyajian
kegiatan untuk memudahkan aktivitas pengerjaan No. Nilai Interpretasi
Hasil
proyek selanjutnya. Hasil tahap pengerjaan Proyek
proyek pada kinerja mahasiswa dalam IA 11 91,67 Sedang
pembelajaran berbasis proyek dapat dilihat pada IB 9 75 Rendah
Tabel 3. IIA 11 91,67 Sedang
Tabel 3. Nilai Tahap Pengerjaan Proyek. IIB 9 75 Rendah
IIIA 10 83,3 Sedang
Skor
IIIB 10 83,3 Sedang
No. Pengerjaan Nilai Interpretasi
IVA 11 91,67 Sedang
Proyek
IVA 12 100 Tinggi
IA 22 88 Sedang
VA 10 83,3 Sedang
IB 23 92 Tinggi
VB 10 83,3 Sedang
IIA 22 88 Sedang
IIB 22 88 Sedang
Berdasarkan Tabel 4 terlihat bahwa tahap
IIIA 22 88 Sedang
penyajian hasil proyek pada kinerja mahasiswa
IIIB 21 84 Rendah
dalam pembelajaran berbasis proyek, kelompok
IVA 23 92 Tinggi kerja mahasiswa yang mendapatkan nilai terendah
IVA 22 88 Sedang sebesar 75 yaitu pada kelompok kerja IB dan IIB
VA 22 88 Sedang dan nilai tertinggi sebesar 100 yaitu pada
VB 21 84 Rendah kelompok kerja IVB. Sedangkan nilai rata-rata
keseluhan sebesar 85,8. Kesulitan sebagian besar
Berdasarkan Tabel 3 terlihat bahwa tahap mahasiswa untuk mencapai skor ideal terdapat
pengerjaan proyek pada kinerja mahasiswa dalam dalam jenis kegiatan mempresentasikan produk
pembelajaran berbasis proyek, kelompok kerja proyek yang telah diuji di depan kelas dengan
mahasiswa yang mendapatkan nilai terendah menggunakan media, kebanyakan mahasiswa
sebesar 84 yaitu pada kelompok kerja IIIB dan VB kesulitan dalam penyampain isi materi dan
dan nilai tertinggi sebesar 92 yaitu pada kelompok kesesuaian isi materi itu sendiri yang merupakan
kerja IB dan IVA. Sedangkan nilai rata-rata salah satu indikator ketercapaian kegiatan proyek,
keseluhan sebesar 88. Kesulitan sebagian besar sehingga nilai yang didapatkan tidak bisa
mahasiswa untuk mencapai skor ideal terdapat mencapai hasil sempurna, hal ini disebabkan
dalam jenis kegiatan menguji kualitas produk yang karena masih kurangnya kemampuan mahasiswa
telah dibuat, kebanyakan mahasiswa kesulitan dalam berkomunikasi di depan kelas, dan
dalam membandingankan kejernihan minyak kurangnya sumber relevan yang didapatkan untuk
jelantah awal dengam hasil daur ulang yang telah melengkapi isi materi yang disampaikan dalam
dilakukan yang merupakan salah satu indikator presentasi.
ketercapaian kegiatan proyek, sehingga nilai yang
didapatkan tidak bisa mencapai hasil sempurna, Tahap pengerjaan laporan proyek adalah
hal ini disebabkan karena tidak adanya alat khusu tahap yang termasuk kedalam fase kelima yaitu
untuk menguji kejernihan suatu zat misalnya penguatan dan tindak lanjut belajar, pada tahap ini
sperektofotometri. mahasiswa dituntut untuk membuat laporan dari
hasil proyek yang telah dibuat dan telah diperbaiki
Tahap penyajian hasil proyek adalah tahap setelah melakukan presentasi. Pada tahap
yang termasuk kedalam fase keempat yaitu pengerjaan proyek mahasiswa diberikan lembar
pembuatan dan penyajian tugas proyek, pada pemandu kegiatan untuk memudahkan aktivitas
tahap ini mahasiswa dituntut untuk menyajikan pengerjaannya. Hasil tahap pengerjaan laporan
hasil proyek yang sudah dikerjakan pada tahap proyek pada kinerja mahasiswa dalam
sebelumnya dengan melaukan presentasi di depan pembelajaran berbasis proyek dapat dilihat pada
kelas dengan menggunakan media berserta video Tabel 5.
pengerjaan proyek yang telah dibuat sebelumnya.
Pada tahap pengerjaan proyek mahasiswa
diberikan lembar pemandu kegiatan untuk
memudahkan aktivitas pengerjaan proyek
selanjutnya. Hasil tahap penyajian hasil proyek
pada kinerja mahasiswa dalam pembelajaran
berbasis proyek dapat dilihat pada Tabel 4.

ISBN 978-602-19655-4-2 64
Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Tabel 5. Nilai Tahap Pengerjaan Laporan Proyek. sebagaian besar kelompok mencapai interpretasi
sedang dengan nilai rata-rata sebesar 82,8.
Skor Sedangkan untuk setiap tahapannnya, perecanaan
Pengerjaan proyek mencapai nilai rata-rata sebesar 66,25,
No. Nilai Interpretasi
Laporan pengerjaan proyek mencapai nilai rata-rata
Proyek sebesar 88, penyajian hasil proyek mencapai nilai
IA 83 83 Rendah rata-rata sebesar 85,8, dan pengerjaan laporan
IB 90 90 Sedang proyek mencapai nilai rata-rata sebesar 88.
IIA 91 91 Tinggi
IIB 87 87 Sedang Ucapan terima kasih
IIIA 88 88 Sedang
Penulis mengucapkan terima kasih kepada
IIIB 86 86 Sedang
Alloh SWT yang telah memberikan kemudahan
IVA 90 90 Sedang
dalam penyelesaian penelitian ini, orang tua
IVA 91 91 Tinggi penulis yang telah memberikan do’a dan dukungan,
VA 87 87 Sedang dosen pembimbing yang telah senantiasa
VB 87 87 Sedang memberikan saran untuk perbaikan penelitian ini.
Penulis juga berterima kasih kepada panitia
Berdasarkan Tabel 5 terlihat bahwa tahap penyelenggara SNIPS 2013 atas dikusinya yang
pembuatan laporan proyek pada kinerja bermanfaat.
mahasiswa dalam pembelajaran berbasis proyek,
kelompok kerja mahasiswa yang mendapatkan Referensi
nilai terendah sebesar 83 yaitu pada kelompok
kerja IA dan nilai tertinggi sebesar 91 yaitu pada [1] Gaer, S., “What is a project-based learning ?”,
kelompok kerja IIA dan IVB. Sedangkan nilai rata- Jakarta: PT Gramedia Pustaka, (1989).
rata keseluhan sebesar 88. Kesulitan sebagian [2] Hung, D.W., & Wong, A.F.L., “Activity Theory
besar mahasiswa untuk mencapai skor ideal as a Framework for Project Work In learning”,
terdapat indikator ketercapaian kegiatan proyek, Enfironment. Educational Technology, 40 (2),
yaitu kajian teori, manfaat produk, simpulan dan 33-37, (2000).
saran, serta cara penulisan, sehingga nilai yang
didapatkan tidak bisa mencapai hasil sempurna,
hal ini disebabkan karena sebagian besar
mahasiswa tidak mencantumkan sumber rujukan Assyifa Junitasari*
pada kajian teori, tidak mencantumkan manfaat Mahasiswa Prodi Pendidikan Kimia
yang lebih luas pada manfaat produk, pada bagian UIN Sunan Gunung Djati Bandung
assyifajunitasari@hotmail.com
simpulan dan saran hanya mencantumkan
sebagian kecil dari keseluruhan, dan cara
penulisan yang belum sesuai dengan standar Cucu Zenab S.
Dosen Pembimbing Prodi Pendidikan Kimia
penulisan ilmiah. UIN Sunan Gunung Djati Bandung
zenabsc@gmail.com
Kesimpulan
Risa Rahmawati S.
Berdasarkan hasil analisis data, hasil temuan, Dosen Pembimbing Prodi Pendidikan Kimia
dan pembahasan yang telah dikemukakan dapat UIN Sunan Gunung Djati Bandung
ditarik kesimpulan bahwa penerapan model sunaryarisar@gmail.com
pembelajaran berbasis proyek dapat
mengembangkan kinerja dalam belajar pada *Corresponding author
materi daur ulang minyak jelantah pada tingkat
mahasiswa. Hal ini ditunjukkan dengan nilai

ISBN 978-602-19655-4-2 65
Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Aplikasi Metode Disipasi Termal untuk Analisis Karakteristik Filamen


dan Efektivitas Pencahayaan Berbagai Produk Lampu Pijar
Budi Sigit Purwono*, dan Enjang Jaenal Mustopa

Abstrak
Lampu pijar sebagai alat penerangan buatan tidak hanya menghasilkan energi cahaya, proporsi energi kalor
yang dihasilkan lebih besar. Dengan menggunakan metode disipasi termal, dapat dipisahkan nilai kalor yang
dihasilkan filamen lampu pijar. Pada penelitian ini akan diteliti bagaimana perubahan nilai resistansi filamen
lampu pijar ketika menyala. Metode ini juga dapat mengetahui tingkat kenaikan suhu filamen lampu ketika
menyala. Sekaligus akan diteliti proporsi energi kalor (termal) lampu terhadap energi listrik yang diserap
lampu pijar. Tingkat proporsi energi kalor lampu pijar terhadap energi listrik yang diserap menunjukkan
tingkat efektivitas pencahayaan lampu pijar. Akan dianalisis pula pengaruh pola bentuk filamen terhadap
resistansi dan efisiensi lampu pijar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tiap kelompok daya lampu
memberikan perbedaan dalam menghasilkan proporsi energi kalor lampu, terhadap tingkat kenaikan
resistansi filamen, terhadap nilai kenaikan suhu filamen, dan terhadap efisiensi pencahayaan lampu pijar.
Juga dianalisis pengaruh pelilitan (coiling) filamen terhadap efektivitas pencahayaan lampu pijar.
Kata kunci: Disipasi Termal, Efektivitas Lampu Pijar, Filamen
Alat dan bahan yang digunakan adalah:
Pendahuluan
1. Lampu pijar
Hingga kini, lampu pijar masih banyak 2. Termometer digital (ketelitian 0,1°C)
digunakan oleh masyarakat di Indonesia, karena 3. Kalorimeter untuk diisi air dan lampu pijar
sangat ekonomis dan tidak berbahaya pada saat 4. Stopwatch
proses produksi [1]. Berbagai merk dan jenis 5. Multimeter digital
produk lampu pijar beredar di masyarakat dibuat 6. Neraca CMC (ketelitian 0,01 gram)
dengan spesifikasi fabrikasi yang berbeda,
termasuk di dalamnya adalah tingkat energi panas
yang dianggap sebagai energi residu [2].
Merujuk pada hukum pergeseran Wien
tentang radiasi benda hitam, bahwa semakin tinggi
suhu benda semakin besar proporsi radiasi
gelombang cahaya tampak [3]. Tujuan utama
penelitian ini adalah menyelidiki proporsi energi
cahaya yang dihasilkan oleh berbagai produk
lampu pijar di Indonesia. Akan diteliti nilai kenaikan
resistansi filamen lampu pijar ketika penyalaan;
nilai kenaikan temperatur kawat filamen. Di
samping itu juga akan diteliti pengaruh bentuk Gambar 1. Diagram Rangkaian Kalorimeter
filamen terhadap resistansi dan efektivitas
A. Pengukuran Kenaikan Resistansi Filamen
pencahayaan lampu pijar.
Lampu Pijar
Metode Penelitian Pengukuran hambatan awal (Ra)
menggunakan ohm-meter saat lampu off.
Disipasi termal diterapkan untuk memisahkan
Kemudian saat penyalaan dalam kalorimeter, ukur
dan menghitung energi kalor yang dihasilkan
arus (I) dan tegangan (V). Hambatan kerja (Rr)
lampu pijar menggunakan kalorimeter khusus.
dengan persamaan Rr = V/I. Sehingga rasio
Lampu yang diteliti adalah yang ada di pasaran
kenaikan resistansi filamen adalah Rr/Ra.
Indonesia pada daya lampu 15 Watt, 25 Watt, dan
40 Watt. Diwakili oleh produk dari 12 merk (tiap B. Pengukuran Kenaikan Temperatur Filamen
merk diwakili oleh 5 buah lampu) jenis kaca lampu Lampu Pijar
bening (clear envelope). Merk lampu pijar diganti
Mengacu pada sifat kenaikan linear resistansi
menggunakan kode huruf secara acak untuk
terhadap temperatur suatu bahan, dengan
menghindari hal-hal yang merugikan produsen.
persamaan:
R  Ra  T (1) 

ISBN 978-602-19655-4-2 66
Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Atau:
Rr  Ra   Ra  T  T0  (2)

Dengan nilai α Tungsten 4, 5 x 10-3 /°C, maka nilai


kenaikan temperatur filamen saat menyala (∆T)
dapat ditentukan dengan persamaan:

T 
Rr  Ra  (3)
Ra

C. Menghitung Proporsi Energi Kalor (Q) dan


Energi Cahaya (Ec) Lampu Pijar
Langkah untuk menghitung proporsi energi Gambar 2. Perbandingan hambatan awal (Ra) dan
kalor (Q) dan energi cahaya (Ec) lampu pijar hambatan riil (Rr) pada lampu pijar 15 Watt.
adalah sebagai berikut:  

1. Menentukan besar energi listrik yang diserap


lampu pijar (WL) selama proses penyalaan
selama 10 menit (600 s), menggunakan
persamaan:
WL  V I t (4)

2. Menghitung besar energi kalor (Q) yang


dihasilkan oleh lampu pijar dalam kalorimeter,
menggunakan persamaan:
Qlepas  (m.a.T
 (ma ca  mAl c Al  mk ck  mcu ccu (5)
 m p c p )(T  T0 ) Gambar 3. Perbandingan hambatan awal (Ra) dan
Keterangan indeks: hambatan riil (Rr) pada lampu pijar 25 Watt.
a = air pengisi kalorimeter
Al = Alumunium kalorimeter dan ulir lampu
k = kaca lampu
Cu = tembaga kabel dan penyangga filamen
P = plastik pembungkus kabel
3. Membandingkan nilai energi kalor terhadap
energi listrik yang diserap lampu pijar:
 Q  (6)
%Q     100%
 WL 

Maka, proporsi energi cahaya yang dihasilkan


oleh lampu pijar dapat dinyatakan :
W Q  Gambar 4. Perbandingan hambatan awal (Ra) dan
% Ec   L   100% (7)
hambatan riil (Rr)pada lampu pijar 40 Watt.
 WL 

Rerata tingkat kenaikan nilai resistansi filamen


Hasil dan Diskusi
pada 15 W adalah 9,22x; pada 25 W adalah
A. Pengukuran Kenaikan Resistansi Filamen 12,48x; sedangkan pada lampu 40 W adalah
Lampu Pijar 13,05x.
Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh nilai Terlihat hubungan yang berbanding lurus.
kenaikan resistansi filamen tiap kelompok daya Semakin besar daya listriknya, semakin besar
lampu yang digambarkan pada Gambar 2, 3, dan 4 rasio kenaikan resistansi. Dalam kata lain, semakin
berikut: besar arus pada filamen, semakin tinggi
suhunya[4], maka akan menghasilkan pemuaian
panjang filamen yang lebih besar, dan resistansi
filamen lebih besar[5].
Sifat ini disebut sebagai sifat linearitas
hambatan bahan terhadap temperatur, seperti

ISBN 978-602-19655-4-2 67
Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

dinyatakan dalam Persamaan 1. Dimana R adalah lampu 15 Watt adalah 1.826,45 °C, pada 25 Watt
resistansi akhir, R0 adalah resistansi hambatan sebesar 2.550,79 °C, sedangkan pada 40 Watt
awal, dan α adalah koefisien pertambahan sebesar 2.677,46 °C. Dari nilai rerata pertambahan
hambatan terhadap suhu, dan ∆T adalah kenaikan suhu, terlihat pola semakin besar nilai daya listrik
suhu bahan. lampu, semakin besar nilai kenaikan suhu filamen
lampu pijar tersebut.
B. Kenaikan Suhu Filamen Lampu Pijar
Dengan mengetahui nilai koefisien hambatan C. Proporsi Energi Kalor Lampu Pijar
suatu bahan terhadap temperatur, diperoleh nilai Pada bagian ini, akan diteliti nilai
kenaikan suhu (∆T) kawat filamen. Nilai rerata tiap perbandingan besar energi kalor (Q) yang
kelompok daya listrik adalah sebagai berikut: dihasilkan lampu pijar bila dibandingkan terhadap
Tabel 1. Rerata kenaikan suhu filamen pada lampu energi listrik (WL) yang diserap oleh lampu pijar
15 Watt. ketika beroperasi. Sama seperti pada bagian
sebelumnya, kelompok lampu 15 W sebanyak 6
merk; kelompok 25 W sebanyak 9 merk; dan
kelompok 40 W sebanyak 6 merk.
Hasilnya terlihat pada Gambar 5, 6, dan 7
berikut:

Tabel 2. Rerata kenaikan suhu filamen pada lampu


25 Watt.

 
Gambar 5. Proporsi Energi kalor (Q) terhadap
Energi Cahaya (Ec) pada lampu pijar 15W.
 

Tabel 3. Rerata kenaikan suhu filamen pada lampu


40 Watt.

Gambar 6. Proporsi Energi kalor (Q) terhadap


Energi Cahaya (Ec) pada lampu pijar 25W.
 

Nilai ralat tingkat kenaikan suhu filamen


lampu (ralat ∆T) diperoleh dari standar deviasi
pada pengambilan data berulang nilai perhitungan
kenaikan suhu (∆T) filamen lampu. Dari Tabel 1, 2,
dan 3 di atas, rerata nilai pertambahan suhu pada

ISBN 978-602-19655-4-2 68
Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Di mana h adalah jarak antara lilitan kawat, dan


h
nilai Rasio Pitch (Kp) adalah . Sedangkan
2.r
m
Rasio Mandrel (Km) didefinisikan . Dalam
2.r
penelitian yang dilakukan oleh Agrawal (2011),
menyebutkan bahwa peningkatan nilai resistansi
karena faktor-faktor rasio pelilitan tergolong kecil
[6].
Faktor reaktansi induktif juga hanya menambah
Gambar 7. Proporsi Energi kalor (Q) terhadap resistansi filamen dengan orde 10-4 ohm, sangat
Energi Cahaya (Ec) pada lampu pijar 40W. kecil. Tetapi faktor pelilitan berpengaruh signifikan
terhadap peningkatan suhu filamen. Pada kuat
Dari Gambar 5, 6, dan 7, rerata proporsi arus listrik yang sama, panas yang dihasilkan oleh
energi kalor lampu pijar pada tiap kelompok lampu tiap satu lilit kawat akan saling memanasi lilitan
pijar 15 Watt sebesar 96,52%, pada 25 Watt kawat terdekatnya. Pelilitan kawat juga
sebesar 95,20%, dan pada 40 Watt sebesar memperbesar permukaan tangkap (covered area)
94,93%. Terlihat pola hubungan antara daya listrik radiasi panas yang dihasilkan oleh filamen [6].
lampu terhadap nilai proporsi energi kalor yang Sehingga temperatur kawat filamen yang digulung
dihasilkan adalah berbanding terbalik. Semakin lebih tinggi dibandingkan tanpa pelilitan. Dengan
besar daya listrik lampu pijar, maka nilai suhu filamen lampu yang lebih tinggi maka
persentase kalor yang dihasilkan semakin kecil. semakin besar proporsi energi cahaya tampak
D. Pengaruh Pelilitan Filamen Terhadap Efisiensi yang dihasilkan suatu lampu pijar [3], [7].
Lampu Pijar
Hasil penelitian menunjukkan bahwa efisiensi Kesimpulan
lampu pijar dipengaruhi oleh faktor pelilitan Kenaikan nilai resistansi filamen lampu pijar
(coiling) kawat filamen. Pada kelompok daya 40 kelompok daya listrik 15 Watt adalah 9,22 kali
Watt memiliki diameter lilitan filamen besar, pada hambatan semula; pada 25 Watt sebesar 11,21
25 Watt lebih kecil, dan pada lampu 15 Watt kali; dan pada 40 Watt sebesar 13,05 kali. Rerata
berlilitan. Diperoleh nilai pada daya 40 Watt nilai pertambahan suhu filamen pada lampu 15
menghasilkan efisiensi pencahayaan 5,07%, pada Watt adalah 1.826,45 °C, pada 25 Watt sebesar
25 Watt 4,80%, dan 15 Watt adalah 3,48%. Jika 2.550,79 °C, sedangkan pada 40 Watt sebesar
dibandingkan dengan pengukuran langsung 2.677,46 °C. Rerata proporsi energi kalor yang
menggunakan lux-meter, metode disipasi termal dihasilkan oleh lampu pijar pada kelompok daya
menghasilkan nilai yang lebih tinggi rata-rata 2,3%. listrik 15 Watt adalah 96,52 %; pada 25 Watt
Hal ini dikarenakan metode disipasi termal lebih adalah 95,20 %; dan pada 40 Watt sebesar
dikhususkan untuk pengukuran energi kalor lampu, 94,93%. Metode disipasi termal dapat digunakan
dan energi cahaya yang dihitung tidak hanya pada untuk pendekatan pengukuran efisiensi
spektrum cahaya tampak. pencahayaan lampu pijar dengan faktor koreksi
Agrawal (2011) dalam jurnal penelitiannya rerata +2,3%.
menyebutkan dua buah parameter pada bentuk
penggulungan filamen (coiling factor), yakni “rasio Referensi
pitch” dan “rasio mandrel” [6]. [1] Istiawan, Saptono, “Ruang Artistik Dengan
Pencahayaan” Niaga Swadaya, Jakarta,
(2006)
[2] Maclsaac, Dan, Gary Karner, and Graydon
Anderson, "Basic Physics of the Incandesent
Lamp (Lightbulb)". The Physics Teacher 37,
no. 9 (December 1999): 520 – 525, (1999).
[3] Tipler, Paul A, “Fisika Untuk Sains dan
Teknik”, (Terjemah), Jilid 1. Erlangga. Jakarta.
637, (1991).
[4] Marikani, A., “Physics”, PHI Learning Pvt. Ltd.
New Delhi. p: 104 (2009).
[5] Hewitt, Paul G. “Conceptual Physics” (11th
Edition). Pearson Longman. Singapore, 538,
Gambar 8. Parameter dalam gulungan kawat
(2010).
filamen. (Agrawal: 2011).

ISBN 978-602-19655-4-2 69
Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

[6] Agrawal D. C., “The Coiling Factor in the Budi Sigit Purwono*
Tungsten Filament Lamps”, Department of Magister Pengajaran Fisika
Farm Engineering, Banaras Hindu University, Institut Teknologi Bandung
5, June: 444, (2011). budisp81@gmail.com
[7] Peet, Mathew, “Tungsten Filament Lamp, A
Case Study. Department of Engineering Enjang Jaenal Mustopa
Material”, University of Sheffield. 4th Ed., p.2, Kelompok Keilmuan Fisika Bumi dan Sistem
(1999). Kompleks, FMIPA
Institut Teknologi Bandung
enjang@fi.itb.ac.id

*Corresponding author

ISBN 978-602-19655-4-2 70
Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3 - 4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Meningkatkan Kemampuan Multi Representasi dan Translasi Antar


Modus Representasi Konsep-Konsep Listrik Magnet Pada Program
Preservice Guru Fisika
P. Sinaga, Andi Suhandi, dan Liliasari
 
Abstrak
Program persiapan guru perlu mempertimbangkan tuntutan sekolah saat ini dan basis pengetahuan yang
berkembang. Memahami tentang bagaimana proses belajar dan strategi pengajaran apa yang mendukung belajar
tingkat tinggi serta mengevaluasi pendekatan apa untuk mempersiapkan guru yang dapat membantu mereka
mendapatkan body of knowledge dan keterampilan. Permasalahan dalam penelitian ini ialah bagaimanakah
meningkatan kemampuan membuat multi representasi konsep dan kemampuan mentranslasi antar jenis
modus representasi mahasiswa program preservice guru Metode penelitian yang digunakan ialah pre
eksperimen dengan desain one group pre test post- test . Data penelitian diperoleh dengan menggunakan
instrumen penelitian berupa soal uraian terbatas , angket, dan one on one semi structure interview. Hasil
pengolahan data menunjukkan bahwa kemampuan membuat multi representasi konsep pada pokok
bahasan listrik magnet meningkat dengan rata rata prosentase gain yang dinormalisasi <g> = 70% dengan
kriteria tinggi. Kemampuan mentranslasi meningkat dengan rata rata persentase gain yang dinormalisasi
<g>=40% dengan kritria sedang. Hubungan korelasional antara kemampuan mahasiswa dalam membuat
multi representasi konsep dengan kemampuan translasi antara jenis modus representasi dinyatakan dengan
harga koefisien korelasi r = 0,31 dan harga koefisien determinasi 9,6% yang menyatakan bahwa
kemampuan dalam membuat multi representasi sedikit pengaruhnya terhadap kemampuan mentranslasi
antar modus representasi.
Kata kunci : multi representasi , translasi antar modus representasi, modus representasi konsep
mentranslasi antar jenis modus representasi
Latar Belakang konsep fisika
Ketika menyajikan berbagai informasi kepada
Teori
siswa, representasi tunggal tidak dapat
menyampaikan semua informasi yang diperlukan Pendidikan dirasa semakin penting bagi
dan karenanya multi representasi harus digunakan keberhasilan individu dan bangsa, dan semakin
jika pelajar diharapkan mampu melakukan banyak bukti menunjukkan bahwa diantara semua
melampaui tingkat yang paling dasar [1], [2]. sumber pendidikan khususnya kemampuan guru
Mengingat kemampuan siswa dalam memahami merupakan kontributor penting untuk siswa
konsep fisika salah satu faktornya ditentukan oleh belajar. Selain itu, tuntutan pada guru semakin
bagaimana konsep itu direpresentasikan baik meningkat. Para guru tidak semata harus mampu
secara lisan maupun tulisan maka sangat penting untuk menjaga ketertiban dan memberikan
para calon guru dipersiapkan agar memiliki informasi berguna kepada siswa, namun mereka
kompetensi membuat multi representasi konsep juga harus memiliki kemampuam untuk
atau hukum hukum fisika dan mampu mentranslasi mempasilitasi para siswa untuk mempelajari materi
dari satu modus representasi ke jenis modus yang lebih kompleks dan untuk mengembangkan
representasi yang lain.. keterampilan lebih luas.
Permasalahan dalam penelitian ini ialah 1) Program persiapan guru perlu
Bagaimanakah peningkatan kemampuan membuat mempertimbangkan tuntutan sekolah saat ini dan
multi representasi konsep dan kemampuan basis pengetahuan yang berkembang. Memahami
mentranslasi antar jenis modus representasi pada tentang bagaimana proses belajar dan strategi
pokok bahasan listrik magnet mahasiswa antara pengajaran apa yang mendukung belajar tingkat
sebelum dan sesudah embedding writing in the tinggi dan untuk mengevaluasi pendekatan apa
disciplinea activity pada perkuliahan fisika sekolah untuk mempersiapkan guru yang dapat membantu
III .2) Kesulitan kesulitan apakah yang dialami oleh mereka mendapatkan body of knowledge dan
mahasiswa dalam membuat multi representasi keterampilan.Tujuan dari program persiapan guru
konsep fisika dan mentranslasi antar jenis modus adalah untuk membantu melengkapi semua siswa
representasi konsep fisika dan 3) Bagaimanakah mencapai potensi terbesarnya, menimbulkan
relasi korelasional antara kemampuan membuat sejumlah pertanyaan penting, misalnya:1) Apa
multi representasi konsep dengan kemampuan jenis pengetahuan yang harus dimiliki guru , materi

ISBN 978-602-19655-4-2 71
Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3 - 4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

subjek apa yang perlu dikuasai dan pengetahuan Metodologi Penelitian


tentang proses belajar dan perkembangan siswa?
Berdasarkan permasalahan dan pertanyaan
2) Keterampilan apa yang diperlukan guru dalam
penelitian yang dikaji maka dipilih metode
rangka memberikan pengalaman pembelajaran
penelitian pre eksperimen dengan desain one
produktif' untuk suatu kelompok siswa yang
group pre test post test. Sample penelitian ialah
beragam , untuk menawarkan umpan balik
mahasiswa program preservice guru fisika peserta
informatif pada ide-ide siswa, dan kritis
perkuliahan Fisika Sekolah III yang jumlahnya 18
mengevaluasi praktek pengajaran mereka sendiri
orang. Instrumen pre test dan post test berupa
dan memperbaiki diri sendiri? 3) Apa komitmen
soal uraian terbatas pada domain listrik magnet.
guru profesional yang perlu untuk membantu
Jumlah soal 22 buah dengan perincian 6 soal
setiap anak sukses dan terus mengembangkan
untuk mengukur multi representasi konsep dan 16
pengetahuan dan keterampilan mereka sendiri,
soal lainnya untuk mengukur kemampuan
baik sebagai individu maupun sebagai anggota
mentranslasi antar jenis modus representasi
suatu profesi kolektif? [3]
Instrumen lain yang digunakan ialah angket
Siswa belajar dengan berbagai cara, (questioner) dan one on one semi structure
representasi yang berbeda cocok (compatible) interview. sedangkan data hasil angket
dengan cara belajar yang berbeda. Besaran dideskripsikan.
besaran fisika dan konsep konsep fisika dapat
divisualisasikan dan dipahami lebih baik dengan Hasil dan Pembahasan
representasi yang kongkrit. Tiap representasi
konsep fisika dan penggunaan konsep konsep Peningkatan kemampuan multi representasi
kunci dari fisika dapat membantu pemahaman konsep
siswa, namun di pihak lain dapat juga menyulitkan Data hasil pre test dan post test, persentase
siswa. Penelitian sebelumnya yang berkaitan rata rata dan gain yang dinormalisasi dari
dengan kesulitan siswa terhadap jenis kemampuan multirepresentasi konsep konsep
representasi tertentu di antaranya ialah terdapat listrik magnet untuk hukum coulomb dinyatakan
dalam, [4], [5], [6], [7] . dalam Gambar 1 Persentase rata rata pre test
ialah 43,7% , persentase rata rata post test ialah
Fungsi multi presentasi dapat dibagi ke
dalam tiga kelas yang luas. Pertama, multi 83,3% dan persentase rata rata gain yang
representasi dapat mendukung pembelajaran dinormalisasi ialah 70% dengan kategori tinggi.
yang memungkinkan untuk informasi tambahan  
atau peranannya melengkapi (peran 90
komplementer). multi representasi dalam hal ini p
memungkinkan informasi yang berbeda untuk 80
e
direpresentasikan dengan cara yang yang paling r 70
sesuai dengan kebutuhan peserta didik. Kedua, s 60
multi representasi dapat digunakan sehingga satu e 50
modus representasi mengatasi keterbatasan n 40
interpretasi dari modus representasi lain.
t
Seringkali peserta didik dapat menemukan 30
a
representasi kompleks bentuk baru dan
kemungkinan salah menafsirkankan informasi s 20
yang terkandung didalamnya. Dalam hal ini siswa e  10
dapat menggunakan modus representasi yang 0
kedua, yang lebih akrab atau mudah untuk pre post gain  
ditafsirkan. Cara kedua yang menghambat  
interpretasi dapat dicapai dengan mengandalkan Gambar 1. Gain multi representasi konsep.
sifat inherent dari satu representasi untuk
membantu peserta didik mengembangkan Untuk melihat adakah faktor lain yang
interpretasi yang dimaksudkan dari representasi mempengaruhi kemampuan mahasiswa dalam
kedua. Ketiga Multi representasi dapat mendukung membuat multi representasi konsep tersebut,
pembangunan pemahaman yang lebih mendalam ketika mahasiswa diberikan test yang sama untuk konsep
pebelajar menghubungan representasi representasi yang berbeda yaitu pada konsep medan listrik,
tersebut untuk mengidentifikasi fitur invarian apa ternyata persentase jumlah mahasiswa yang
yang di bagi dari domain dan apa sifat representasi menjawab benar untuk tiap jenis modus
individual [8]. representasi masing masing pada konsep Hk
Coulomb dan medan listrik hasilnya berbeda,
seperti pada Tabel 1. Data penelitian ini
menunjukkan bahwa kemampuan membuat multi

ISBN 978-602-19655-4-2 72
Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3 - 4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

representasi konsep fisika selain bergantung pada 60%, dan persentase rata rata gain yang
domainnya juga bergantung pada pemahaman dinormalisasi ialah 40% dengan kriteria sedang.
konsep fisikanya.
Untuk melihat lebih detail tentang
Tabel 1. Kemampuan multi representasi untuk kemampuan translasi antar jenis modus
konsep yang berbeda. representasi, Gambar 3 menampilkan secara rinci
gain untuk tiap tanslasi. Kemampuan mentranslasi
Jenis modus representasi  Hk  Medan  dari modus teks (narasi) ke modus representasi
Coulomb    Listrik  lainnya (diagram piktorial, grafik, persamaan
Teks (narasi)  75%  50%  matematik, dan tabel) persentase rata rata gain
Modus grafik  94%  31%  yang dinormalisasinya ialah 56% dengan kriteria
Modus persamaan  100%  81%  sedang. Kemampuan mentranslasi dari modus
matematik  representasi gambar ke jenis modus representasi
Modus gambar  63%  25%  lainnya (teks, dan diagram piktorial) persentasi
Modus diagram piktorial  81%  25%  rata rata gain yang dinormalisasinya ialah 64%
Modus tabel  69%  56%  dengan kriteria sedang. Kemampuan mentranslasi
dari modus representasi persamaan matematik ke
  jenis modus representasi lainnya (teks, diagram
Hal itu sesuai dengan penelitian sebelumnya piktorial, grafik, dan gambar) prosentase rata rata
oleh [9] dan [10] yang menyatakan bahwa gain yang dinormalisasinya ialah 18% dengan
meskipun representasi eksternal memberikan banyak kriteria rendah.
manfaat untuk siswa, namun ada kesulitan tambahan Kemampuan mentranslasi dari modus
yang dialami siswa. Siswa tidak hanya harus memahami representasi diagram piktorial ke jenis modus
representasi individu dan hubungan mereka ke domain, representasi lainnya (teks, matematik dan tabel)
tetapi juga hubungan antara beberapa representasi. persentase rata rata gain yang dinormalisasinya
Karena kesulitan yang dihadapi peserta didik ketika 36% dengan kriteria sedang. Kemampuan
mencoba untuk memahami dan menerjemahkan antara translasi dari modus representasi FBD ke jenis
beberapa representasi, peserta didik sering mengabaikan representasi lainnya (teks, matematik) prosentase
multi representasi dan cenderung memperlakukan rata rata gain yang dinormalisasinya ialah 41%
representasi dalam isolasi. Hasil angket dan dengan kriteria sedang. Kemampuan mentranslasi
wawancara tentang membuat multi representasi dari modus representasi grafik ke jenis modus
konsep setelah mahasiswa mempelajari , berlatih representasi lainnya (teks , matematik) dengan
dan mengerjakan tugas tugas yang berkaitan persentase rata rata gain yang dinormalisasinya
dengan membuat multi representasi konsep fisika, 23% dengan kriteria sedang. Berdasarkan
sebagian besar menyatakan bahwa pemahaman penelitian ini ditemukan bahwa untuk domain listrik
mendalam terhadap konsep fisika yang mau magnet translasi dari modus representasi
direpresentasikan sangat menentukan matematika ke jenis modus representasi lainnya
kemampuan mereka dalam membuat multi merupakan translasi yang paling sulit yang dialami
representasi. Kesulitan lain yang dialami oleh mahasiswa.
mahasiswa dalam membuat multi representasi
misalnya ketika membuat representasi hukum 60
60
Coulomb dengan menggunakan jenis modus P
representasi tabel, mereka semuanya mengalami e 50
kesulitan dalam hal : membuat tabel sedemikian 40
r 40
hingga pembaca dapat dengan jelas melihat s 33
langsung hubungan antara variabel yang e 30
tercantum dalam tabel tersebut, dan menentukan n 20
variabel apa saja yang akan ditampilkan dalam t
tabel. Tenyata bahwa tiap jenis modus a 10
representasi ada kesulitannya tersendiri yang s 0
dihadapi oleh mahasiswa. pre  post  gain

Kemampuan mentranslasi antar modus  


representasi  
Kemampuan mahasiswa program preservice Gambar 2. Peningkatan kemampuan translasi
guru fisika dalam membuat translasi antar modus antar modus representasi.
representasi pada domain listrik magnet
dinyatakan pada Gambar 2 . Persentase rata rata  
pre test 33%, persentase rata rata post test ialah  

ISBN 978-602-19655-4-2 73
Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3 - 4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

kemampuan translasi antara jenis modus


P representasi dinyatakan dengan harga koefisien
e determininasi 9,6% yang menyatakan bahwa
r kemampuan mahasiswa dalam membuat multi
s representasi konsep fisika hampir tidak
e berpengaruh terhadap kemampuan mentranslasi
n antar modus representasi.
t
a Ucapan Terima Kasih
s Ucapan terimakasih kami sampaikan kepada
e bapak Dr. Aloysius Rusli yang telah menyediakan
waktu untuk mendiskusikan artikel ini dan atas
saran saran yang berharganya.

Referensi
  [1] T. de Jong, et al., "Acquiring knowledge in
Gambar 3. Kemampuan mentranslasi dari tiap science and mathematics: the use of multiple
jenis modus representasi. representations in technology-based learning
environments," in Learning with multiple
Hasil angket dan wawancara yang berkaitan representations, M. W. Van Someren, et al.,
dengan translasi antar jenis modus representasi Eds., ed Oxford: Elsevier Science Ltd., p.9,
sebagian besar mahasiswa (87%) menyatakan (1998).
kadang kadang mengalami kesulitan tergantung [2] D. H. Jonassen, "Implications of multi-image
pada apakah mereka memahami konsep yang for concept acquisition," Education
terkandung pada modus representasi asal yang Communication and Technology Journal, 27,
diberikan. Apabila mereka tidak memahami 291-302, (1979).
konsepnya maka mereka tidak memiliki ide untuk [3] Linda Darling Hammond & John Bransford,
melakukan translasi dari modus representasi asal “Preparing Teachers for a Changing World,
ke modus representasi lainnya. what teachers should learn and be able to
Hubungan korelasional antar kemampuan do”. Jossey – Bass a wiley Inprint, (2005).
membuat multi representasi dan kemampuan [4] Meltzer, D.E., The relationship between
translasi antar jenis modus representasi mathematics preparation and conceptual
dinyatakan oleh persamaan regresi Y = 37 + 0,26 learning gains in physics: A possible “hidden
X, dengan koefisien korelasi r = 0,31 dan harga variable” in diagnostic pretest scores. Am. J.
koefisien determinasinya ialah 9,6%. Hal itu Phys., 70, (2002).
menyatakan bahwa kemampuan mahasiswa [5] Nguyen, N. and D.E. Meltzer, “Initial
dalam membuat multi representasi kecil understanding of vector concepts among
pengaruhnya terhadap kemampuan mahasiswa students in introductory physics courses”, Am.
dalam mentranslasi antar modus representasi J. Phys., 71, (2003).
[6] Beichner, R.J., “Testing student interpretation
Kesimpulan of kinematics graphs”, Am. J.Phys., 62,
(1994).
Kemampuan membuat multi representasi [7] Flores, S., S.E. Kanim, and C.H. Kautz,
konsep pada pokok bahasan listrik magnet “Student use of vectors in introductory
meningkat dengan rata rata persentase gain yang mechanics”, Am. J. Phys., 72, (2004).
dinormalisasi 70% dengan kriteria tinggi. [8] Ainsworth, "The functions of multiple
Kemampuan membuat multi representasi konsep representations," Computers & Education, 33,
fisika dipengaruhi oleh pemahaman mahasiswa 131-152, (1999).
terhadap konsep fisika yang mau [9] Sinaga, Andi Suhandi, dan Liliasari,
direpresentasikan dan juga tiap jenis modus “Meningkatkan Kemampuan penggunaan
representasi memiliki kesulitan yang berbeda representation tool pada pokok bahasan
beda. Kemampuan mentranslasi antar modus gelombang melalui writing in the discipline
representasi meningkat dengan kriteria gainnya activity”, Prosiding seminar nasional
sedang. Kemampuan mentranslasi antar modus penelitian, pendidikan dan penerapan MIPA.
representasi sangat dipengaruhi oleh tingkat UNY, (2013).
pemahaman mahasiswa terhadap konsep fisika [10] Ainsworth, "DeFT: A conceptual framework
yang mau direpresentasikan secara verbal. for considering learning with multiple
Hubungan korelasional antara kemampuan representations," Learning and Instruction,
membuat multirepresentasi konsep dengan 16, 183-198, (2006).

ISBN 978-602-19655-4-2 74
Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3 - 4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

P. Sinaga*
Jurusan Pendidikan Fisika FPMIPA UPI
e-mail : parlinsinagabdg@yahoo.com

Andi Suhandi
Jurusan Pendidikan Fisika FPMIPA UPI

Liliasari
Jurusan Pendidikan Fisika FPMIPA UPI

*Corresponding author

ISBN 978-602-19655-4-2 75
Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Pengembangan Aplikasi Lagu Sistem Periodik Unsur dalam Bentuk


Macromedia Flash pada Materi Sistem Periodik
Eka Yusmaita*, dan Bayharti

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk merancang aplikasi lagu sistem periodik dalam bentuk macromedia flash agar
siswa dapat mengenal nama dan lambang unsur dengan mudah dan menyenangkan. Sistem periodik
merupakan salah satu materi kimia yang dirasakan sulit oleh siswa karena memiliki perbendaharaan kata
yang khusus. Pada materi sistem periodik, siswa kesulitan untuk mengenali dan menyebutkan unsur-unsur
yang terdapat pada golongan atau periode tertentu. Berdasarkan kondisi tersebut, salah satu solusi yang
ditawarkan oleh guru di sekolah adalah menyusun jembatan keledai sistem periodik unsur dengan metode
mnemonik. Pada kenyataanya, pemanfaatan metode ini masih terbatas pada unsur-unsur tertentu. Oleh
karena itu, dirancanglah suatu aplikasi lagu sistem periodik dengan metode mnemonik. Lagu tersebut
berjudul Periodic Table Song (Dicta Song). Berdasarkan analisis psikologi siswa pada sekolah menengah,
maka tema yang diangkatkan pada lirik lagu ini adalah persahabatan. Jenis penelitian ini adalah penelitian
pengembangan yang meliputi 3 tahap yaitu pendefinisian (define), perancangan (design) dan
pengembangan (develop). Perolehan analisis data melalui uji coba terbatas terhadap 24 orang siswa SMA
sebesar 81,11%. Hal ini menunjukkan bahwa lagu Dicta Song layak untuk digunakan pada pembelajaran
kimia di sekolah.
Kata-kata kunci: lagu, sistem periodik unsur, mnemonik

Pendahuluan Teori
Kimia merupakan salah satu bidang Ilmu Aplikasi lagu sistem periodik unsur
Pengetahuan Alam (IPA) yang sering terkesan sulit. merupakan suatu media pembelajaran kimia yang
Salah satu alasan dari kesan sulit ini adalah kimia mengkombinasikan unsur sains dan seni. Psikolog
memiliki perbendaharaan kata yang khusus [1]. Rauscher dan Shaw (1994) dari University of
Berdasarkan wawancara yang dilakukan kepada California membuktikan bahwa terdapat hubungan
guru kimia SMA diketahui bahwa siswa sangat yang signifikan antara musik dengan penguasaan
bergantung pada tabel Sistem Periodik Unsur keterampilan sains siswa. Penelitian dari kedua
(SPU). Hal ini dibuktikan dengan seringnya siswa pakar ini menunjukkan bahwa siswa yang
menanyakan boleh atau tidaknya membawa tabel mendapat program musik, inteligensinya
SPU saat ulangan harian maupun ujian semester. meningkat sebasar 46% dibandingkan siswa yang
tidak mendapat program musik. Di samping itu,
Sebagai alternatif bagi siswa dalam
Schiller menyatakan bahwa mendengarkan musik
menghafal unsur–unsur pada tabel SPU maka
dapat mengurangi stres, mengaktifkan kedua
dirancanglah suatu aplikasi lagu sistem periodik
belahan otak, dan meningkatkan penalaran
yang diberi nama Periodic Table Song (Dicta
temporal spasial. Musik dapat memberikan banyak
Song). Tujuan dari pembuatan aplikasi lagu sistem
manfaat seperti merangsang pikiran, memperbaiki
periodik ini adalah untuk mempermudah siswa
konsenstrasi dan ingatan, meningkatkan aspek
dalam menyebutkan nama dan lambang unsur-
kognitif, dan membangun kecerdasan emosional
unsur kimia. Aplikasi ini dibuat dalam bentuk
[2]. Menurut penelitian yang dilakukan oleh
macromedia flash terdiri dari dua versi. Kedua
Hariyadi [3], dan Salbiah [4] diketahui bahwa
versi lagu tersebut memiliki irama yang sama,
musik juga dapat meningkatkan daya ingat, dan
yaitunya irama jazz dengan durasi 3 menit 35 detik.
konsentrasi siswa. Musik dapat meningkatan
Versi pertama lagu ini menampilkan lambang
produksi hormon endorphin yang diproduksi oleh
unsur-unsur beserta cara pelafalannya sesuai
bagian hipotalamus otak [5].
kaidah IUPAC, sedangkan versi kedua dari lagu ini
dirancang dengan metode mnemonic. Lirik lagu Analisis yang dilakukan terhadap media
yang diciptakan pada versi kedua mengangkat sistem periodik yang beredar melalui video you
tema persahabatan yang didasarkan pada kondisi tube, charta, dan poster menunjukkan bahwa
psikologi siswa sekolah menengah. media tersebut belum cukup memadai untuk
membantu siswa mengetahui seluruh unsur pada
tabel SPU. Di samping itu, metode jembatan
keledai yang diterapkan oleh guru di kelas masih
terbatas pada unsur-unsur golongan tertentu. Oleh

ISBN 978-602-19655-4-2 76
Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

sebab itu, sebagai alternatif bagi siswa dalam Pada setiap tingkat, materi ini memiliki Standar
menghafal unsur–unsur pada tabel SPU maka Kompetensi (SK) dan kompetensi Dasar (KD) yang
dirancanglah suatu aplikasi lagu sistem periodik berbeda. Pada kelas X Standar Kompetensi yang
agar siswa dapat mengenal nama dan lambang harus dicapai adalah memahami struktur atom,
unsur-unsur dengan mudah dan menyenangkan. sifat-sifat periodik unsur dan ikatan kimia. Pada
kelas XI Standar Kompetensinya adalah
Penelitian ini merupakan penelitian
memahami struktur atom untuk meramalkan sifat–
pengembangan. Pengembangan perangkat
sifat periodik unsur, struktur molekul, dan sifat-sifat
penelitian ini disarankan oleh Thiagarajan, semmel
senyawa. Sedangkan pada kelas XII Standar
dan semmel (1974) yang dikenal dengan model 4-
Kompetensi yang harus dicapai adalah memahami
D meliputi 4 tahap yaitu pendefinisian (define),
karakteristik unsur–unsur penting, kegunaan dan
perancangan (design) pengembangan (develop)
bahayanya, serta terdapatnya di alam. Siswa akan
dan Penyebaran (desseminate) [6]. Pelaksanaan
mengalami kesulitan di kelas XII jika materi
pada penelitian ini dibatasi sampai uji coba
prasyarat sistem periodik dari kelas X dan XI tidak
terbatas pada tahap pengembangan.
mereka pahami. Analisis konsep ini dilakukan
dengan tujuan mengidentifikasi konsep-konsep
Hasil dan Diskusi utama yang diajarkan dan menyusunnya secara
Luaran dari penelitian ini adalah terciptanya sistematis sesuai dengan urutan penyajiannya.
aplikasi lagu sisem periodik unsur yang dirancang Konsep penyusunan lirik lagu sistem periodik
dengan menggunakan software makromedia flash. unsur ini disusun dari atas ke bawah berdasarkan
golongan. Golongan yang terdapat pada tabel
Ada 3 tahap yang dilalui dalam penelitian ini. SPU terdiri dari 2 yakni, golongan A (utama) dan
Tahap pertama adalah pendefinisian (define) yang golongan B (transisi).
meliputi, (1) analisis kebutuhan, (2) analisis siswa
dan (3)analisis konsep. Analisis kebutuhan adalah Tahap kedua dari penelitian ini adalah
analisis mengenai kesenjangan antara hal-hal perancangan (design). Tujuan tahap ini adalah
yang sudah diketahui siswa dengan apa yang untuk menyiapkan prototipe aplikasil lagu sistem
seharusnya akan dicapai siswa [6]. Berdasarkan periodik unsur. Tahap ini terdiri atas 3 langkah
hasil interview siswa kelas XI diketahui bahwa yaitu, (1) pembuatan story board, (2) proses
materi sistem periodik unsur tergolong materi rekaman dan (2) perancangan media. Berikut
yang cukup sulit. Menanggapi permasalahan tampilan aplikasi lagu sistem periodik dalam
tersebut, upaya yang telah dilakukan oleh guru bentuk macromedia flash.
adalah membuat jembatan keledai unsur, namun
pemanfaatan metode ini masih terbatas pada
unsur-unsur golongan tertentu. Oleh sebab itu,
untuk menutupi kesenjangan tersebut maka
dirancanglah sebuah lirik lagu sistem periodik
unsur dengan metode mnemonik.
mnemonic adalah suatu cara menghafal atau
metode ’Jembatan keledai’ untuk mengingat
informasi. Jembatan keledai sering berupa
kata atau suku kata yang ditambahkan pada
susunan kata yang ingin dihafal agar
terbentuk kalimat dengan arti yang menarik
atau masuk akal [7]
Berdasarkan analisis siswa, secara psikologis
perlakuan pada anak usia remaja memerlukan
pendekatan yang berbeda dalam proses Gambar 1. Versi I aplikasi lagu sistem periodik
pembelajaran. Salah satu perkembangan bahasa dalam bentuk macromedia flash.
dan kognitif siswa pada masa remaja awal adalah Pada versi I lagu ini, semua unsur pada tabel
menggemari literatur yang mengandung sisi SPU ditampilkan. Agar mempermudah fokus siswa
fantastik dan estetik [8]. Kedua sisi ini dapat melihat tampilan versi I ini, ketika unsur tertentu
diterapkan pada musik. Musik dapat dijadikan dinyanyikan maka secara otomatis ada stick yang
suatu media dalam pembelajaran jika di dalam berfungsi sebagai penunjuk lambang unsur. Pada
penyampaian musik itu sendiri terdapat informasi bagian bawah tabel SPU terdapat teks yang
pengajaran. menunjukkan cara pelafalan masing-masing unsur.
Berdasarkan analisis konsep, materi sistem
periodik unsur merupakan materi yang diajarkan
secara berkelanjutan dari kelas X sampai kelas XII.

ISBN 978-602-19655-4-2 77
Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

aplikasi lagu sistem periodik unsur mendapat


tanggapan yang positif. Lagu Dicta song yang
disusun berdasarkan metode mnemonic menurut
siswa sangat menyenangkan sehingga siswa
menjadi termotivasi dan semangat untuk belajar
kimia. Mereka menginginkan agar metode ini dapat
juga diterapkan pada pembelajaran materi yang
lain.
Tabel 1. Rekapitulasi tanggapan siswa terhadap
aplikasi lagu sistem periodik unsur.
% rata-
No Kisi-kisi angket Kategori
rata
Kesesuaian
1 tampilan 83.06 setuju
Gambar 2. Versi II aplikasi lagu sistem periodik penyajian
dalam bentuk macromedia flash. Kesesuaian
2 81.67 setuju
Versi II aplikasi lagu sistem periodik ini dengan kurikulum
menampilkan lirik lagu dengan tema persahabatan. 3 Kepraktisan 79.33 setuju
Lambang masing-masing unsur ditampilkan secara Bahasa yang
bergantian berdasarkan lirik lagu yang 4 79.17 setuju
komunikatif
dinyanyikan.
Tahapan terakhir adalah tahap Melalui tabel tersebut dapat diketahui bahwa
pengembangan (develop), tujuan dari tahapan ini persentase tanggapan siswa terhadap media
adalah untuk menghasilkan perangkat aplikasi lagu sistem periodik unsur dalam bentuk
pembelajaran yang sudah direvisi berdasarkan macromedia flash secara keseluruhan adalah
masukan para ahli. Tahap ini meliputi: (1) validasi setuju, perolehan rata-ratanya sebesar 81,11%.
media, (2) revisi media, (3) uji coba terbatas.
Setelah proses perancangan selesai, aplikasi lagu Kesimpulan
sistem periodik unsur dalam bentuk macromedia Periodic Table Song (Dicta Song) dirancang
flash divalidasi oleh validator yang terdiri atas guru sebagai alternatif bagi siswa dalam menghafal
dan dosen. Tujuan validasi ini adalah melihat unsur–unsur pada tabel SPU. Berdasarkan
aspek kesesuaian media dengan kurikulum, aspek tanggapan siswa yang diperoleh dari hasil angket
tampilan dan tata bahasa media, serta aspek dapat disimpulkan bahwa siswa memberikan
kepraktisan media tersebut. Masukan dari validator tanggapan positif (baik) terhadap media aplikasi
menjadi rujukan dalam melakukan revisi terhadap lagu sistem periodik unsur tersebut.
media tersebut. Uji coba terbatas dilakukan
terhadap 24 orang siswa SMA. Uji coba ini Ucapan terima kasih
dilakukan dengan cara memutarkan aplikasi lagu
sistem periodik secara keseluruhan dihadapan Penulis mengucapkan terima kasih kepada
siswa dan kemudian meminta mereka untuk Dikti yang telah mendanai penelitian ini dalam
mengisi angket terkait tanggapan mereka Program Kreatifitas Mahasiswa Penelitian. Penulis
terhadap tampilan lagu. juga berterima kasih kepada Hartati, Neneng dan
Olan Yoga Pratama sebagai rekan penulis dalam
Angket tanggapan siswa disusun dalam pembuatan aplikasi lagu sistem periodik unsur.
bentuk skala Likert. Data yang diperoleh melalui
angket dalam bentuk skala kualitatif dikonversi Referensi
menjadi skala kuantitatif. Untuk pernyataan yang
bersifat positif kategori SS (sangat setuju) diberi [1] Chang, Raymond, “Kimia Dasar, Konsep-
skor 5, ST (Setuju) diberi skor 4, RG (Ragu-ragu) Konsep Inti”, Jakarta: Erlangga, (2005).
diberi skor 3, TS (Tidak Setuju) diberi skor 2 dan [2] Schiller, Pam, “Star Smart, Memompa
STS(Sangat Tidak Setuju) diberi skor 1 [9]. Kecerdasan Sejak Dini”, alih bahasa
Damaring Tyas. Jakarta: Erlangga, (2005)
Ada 15 item pernyataan yang diberikan pada [3] Hariyadi, Ajie, “Efektivitas Penggunaan Media
angket ini, semua pernyataan tersebut Audio Program Musik Terhadap Peningkatan
dikelompokkan berdasarkan kisi-kisi angket. Kemampuan Daya Ingat Siswa”, Skripsi pada
Penyebaran angket ini dilakukan di luar jam FIP UPI Bandung: tidak diterbitkan, (2010).
pembelajaran. [4] Salbiah, Septia, “Pengaruh Musik Klasik
Berdasarkan sebaran angket yang telah Terhadap Konsentrasi Belajar Anak di Dalam
diberikan kepada siswa menunjukkan bahwa

ISBN 978-602-19655-4-2 78
Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Kelas”, Skripsi pada FIP UPI Bandung: tidak


diterbitkan, (2012).
Eka Yusmaita*
[5] Campbell, D., “Efek Mozart,, Memanfaatkan
Mahasiswa Pendidikan Kimia
Kekuatan Musik untuk Mempertajam Pikiran, Universitas Negeri Padang
Meningkatkan kreativitas, dan menyehatkan ekayusmaita@gmail.com
tubuh”, Jakarta : Gramedia, (2001).
[6] Trianto, “Model Pembelajaran Terpadu: Bayharti
konsep, strategi, dan implementasinya dalam Dosen jurusan kimia
kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP)”, Universitas Negeri Padang
Jakarta: Bumi Aksara, (2012).
[7] Santrock, John W., “Psikologii Pendidikan” *Corresponding author
Alih Bahasa : Tri Wibowo. Jakarta: Prenada
Media Group, (2008).
[8] Toharudin, Uus, “Membangun Literasii Sains
Peserta Didik”, Bandung: humaniora, (2011).
[9] Sugiyono, “Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan
R&D” Bandung: Alfa Beta, (2012).

ISBN 978-602-19655-4-2 79
Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Profil Kemampuan Inkuiri Siswa dalam Penerapan Model Pembelajaran


Level of Inquiry
Erlina Megawati, Purwanto, dan Winny Liliawati

Abstrak
Pembelaran Fisika pada umumnya masih menggunakan metode ceramah. Akibatnya siswa cenderung pasif
dan kemampuan inkuiri siswa tidak terlatih. Hal ini bertentangan dengan ketentuan Badan Standar Nasional
Pendidikan (BNSP) yang menyatakan bahwa pembelajaran fisika harus dilaksanakan secara inkuiri ilmiah
untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta berkomunikasi. Maka dilakukan
penelitian pembelajaran fisika dengan menggunakan model pembelajaran level of inquiry untuk melihat
kemampuan inkuiri siswa. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu deskriptif sedangkan desain
penelitiannya yaitu One-Shot Case Design. Lembar observasi dan Lembar Kerja Sisiwa (LKS) digunakan
sebagai instrumen untuk mengukur kemampuan inkuiri siswa. Sampel dalam penelitian diambil dengan
teknik purposive sample. Hasil penelitian yang dilakukan pada 30 siswa menunjukan kemampuan inkuiri
siswa dalam penerapan model level of inquiry berada pada kategori terampil dengan nilai IPK sebesar
81,68%. Kemampuan inkuiri siswa pada level discovery learning sebesar 80,93%. Kemampuan inkuiri siswa
pada level interactive demonstration sebesar 77,22%. Kemampuan inkuiri siswa pada level inquiry lesson
sebesar 88.83%. IPK kemampuan inkuiri siswa pada level inquiry lab 78,125% dan IPK pada level
hypothetical inquiry sebesar 77,29%.Berdasarkan analisis data tersebut maka dapat disimpulkan bahwa
dengan menggunakan model pembelajaran level of inquiry kita dapat melatih dan mengembangkan
kemampuan inkuiri siswa.
Kata kunci: Level of Inquiry, Kemampuan inkuiri.
interactive demonstration, inquiry lesson, inquiry
Pendahuluan
lab dan hypothetical inquiry.
Pembelajaran Fisika pada hakekatnya
Kemampuan - kemampuan siswa yang
dilaksanakan secara inkuiri ilmiah
seharusnya muncul dalam pembelajaran fisika
(BNSP,2006:159-160). Model pembelajaran yang
tersebut diklasifikasikan kedalam lima jenis
dianggap sesuai adalah Level of inquiry melatih
kemampuan (Wenning, 2010) yang ditunjukan
kemampuan berinkuri siswa dari tingkat paling
tabel berikut:
rendah sampai tingkat paling tinggi. Hal ini sesuai
dengan yang dikemukakan Wenning (2010) pada Level inkuiri Kemampuan Siswa yang
jurnal “Levels of inquiry: Using inquiry spectrum Kemampuan paling dasar
 Mengamati
learning sequences to teach science”.
 Merumuskan konsep
Discovery
Hasil studi pendahuluan di salah satu SMA  Memperkirakan
learning
Negeri di kota Bandung menunjukan hal yang  Menarik kesimpulan
berbeda dengan ketentuan di atas. Pembelajaran  Mengkomunikasikan hasil
fisika di sekolah ini masih menggunakan metode  Mengelompokkan hasil
ceramah dan bersifat teacher centre dan Kemampuan dasar
kemampuan inkuiri siswa tiddak muncul. Sehingga  Memprediksi
berdasarkan literatur tersebut, maka peneliti  Menjelaskan
malakukan penelitian dengan menerapkan model  Memperoleh dan mengolah data
Demonstrasi
 Merumuskan dan merevisi
level of inquiry dalam pembelajaran fisika. interaktif
penjelasan ilmiah menggunakan
Tujuannya adalah untuk mengetahu kemampuan logika dan bukti
siswa dalam berinkuiri.  Mengenali dan menganalisis
penjelasan pergantian dan model
Teori kemampuan menengah
 Mengukur
Wenning (2010) dalam jurnal “Levels of
 Mengumpulkan dan mencatat
inquiry: Using inquiry spectrum learning sequences data
to teach science” mengelompokan inkuiri ke dalam Inkuiri leson  Membangun sebuah tabel data
lima level berdasarkan peningkatan kecerdasan  Merancang dan melakukan
intelektual siswa dan pergeseran pengontrol penyelidikan ilmiah
pembelajaran dari guru ke siswa. Kelima level  Menggunakan teknologi dan
inkuiri tersebut adalah discovery learning, matematika selama investigasi

ISBN 978-602-19655-4-2 80
Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

 Mendeskripsikan hubungan Sampel tersebut diambil dengan menggunakan


Kemampuan terpadu: teknik sampling purposive yang merupakan salah
 Mengukur besaran satu jenis teknik nonprobability sampling.
 Menetapkan hukum empiris
berdasarkan bukti dan logika Hasil dan Diskusi
Inquiry lab
 Merancang dan melakukan
penyelidikan ilmiah Gambaran mengenai kemampuan berinkuiri
 Menggunakan teknologi dan siswa yang terlihat selama proses pembelajaran
matematika selama investigasi dengan menggunakan model pembelajarn level of
Kemampuan lanjutan: inquiry untuk setiap level kegiatan berinkuiri
 Sintesis penjelasan hipotetis secara rinci ditunjukkan pada tabel 3 berikut ini.
kompleks
 Menganalisis dan mengevaluasi
argumen ilmiah Tabel 3. Rekapitulasi Nilai IPK Kemampuan inkuiri
Hypothetical
 Menghasilkan prediksi melalui Siswa
inquiry
proses deduksi
 Merevisi hipotesis dan prediksi Level Inquiry NIlai IPK Kategori
dalam terang bukti baru Discovery learning 83,2% Terampil
 memecahkan masalah yang Interactive
77,22 % Terampil
kompleks dunia nyata demonstration
Inquiry lesson 88,83% Terampil
Jika berdasarkan tingkat kemampuan siswa Inquiry lab 78,125% Terampil
maka siswa akan memperoleh nilai paling tinggi Hypothetical Inquiry 77,29% Terampil
pada awal penerapan level of inquiry atau pada Rata – rata
level discovery learning dan memperoleh nilai Kemampuan Inkuiri 80,93% Terampil
kemampuan inkuiri paling rendah pada level paling Siswa
tinggi dari level of inquiry, yaitu level hypothetical
inquiry.
Data pada Tabel 3 disajikan kemabali dalam
Penilaian kemampuan inkuiri siswa dilakukan bentuk grafik sebagai berikut :
dengan mencari Indeks Prestasi Kelompok (IPK).
Kemuadian IPK yang merupakan data kualiatif
diinterpretasikan menurut Panggabean pada tebel 88,83 
90
sebagai berikut : Discovery
85 83,2  Learning
Nilai IPK ( % ) 

Tabel 2. Kategori Tafsiran Indeks Prestasi Interactive


Kelompok. 78,125 77,29  demonstration
80 77,22 
Inquiry lesson
Kategori IPK Interpretasi
0,00% - 30% Sangat kurang terampil 75
Inquiry lab
31,00% - 54% Kurang terampil
70
55,00% - 74% Cukup terampil Aspek Kemampuan Inkuiri 
75% - 89,00% Terampil
90% - 100,00% Sangat terampil
Peneliti menggunakan kelima level inkuiri Gambar 1. Grafik Rekapitulasi IPK Kemampuan
dalam pembelajaran fisika sselama empat kali Inkiri Siswa pada 88,83 Setiap Level.
pertemuan. Pada pertemuan pertama diterapkan
dua level inkuiri yaitu discovery learning dan Dari Gambar 1 diperoleh informasi bahwa
interactive demonstration. Pada hari kedua sampai kemampuan inkuiri siswa yang terlihat selama
keempat berurutan dari inquiry lesson sampai proses pembelajaran dengan menggunakan model
hypothetical inquiry. pembelajaran level of inquiry berada pada kategori
terampil dengan rata-rata nilai IPK sebesar 80,93%.
Pertanyaan penelitian yang muncul adalah Diperoleh informasi pula dari tabel 4.7 bahwa
“Bagaimana profil kemampuan inkuisi siswa SMA kelima level inkuiri tersebut berada pada kategori
pada setiap level inkuiri dalam penerapan model yang sama yaitu terampil. Hasil penelitian tersebut
level of inquiry?” menunjukan bahwa IPK dari level inkuiri terendah
Metode penelitian yang digunanakan dalam ke level inkuiri tertinggi mengalami penurunan dan
penelitian ini adalah metode deskriptif. Sedangkan peningkatan.
desain penelitian yang digunakan peneliti adalah Berdasarkan tabel 2, discovery learning tidak
one -shoot case study. menjadi level dengan IPK tertinggi sebagaimana
Sampel dalam penelitian ini semua siswa di dijelaskan dalam teori. Begitupun dengan
salah satu kelas X di SMAN di Kota Bandung. hypothetical inquiry yang tidak menjadi level

ISBN 978-602-19655-4-2 81
Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

dengan IPK terendah. IPK terendah justru diakibatkan siswa kurang memahami hukum
diperoleh siswa pada level interactive demontration. kekakalan energi tentang kesetaraan kalor listrik
yang berkaitan dengan permasalahan yang
Dari tabel terlihat terjadinya penurunan IPK
disajikan oleh guru. Pada penerapan level ini guru
dari level discovery learning ke level interactive
menyajikan permaalahan bagaimana prinsip kerja
demonstration. Hal ini dikarenakan mulai terjadinya
teko listrik dan membuktikan kesetaraan kalor
pergeseran pihak pengontrol pembelajaran dari
listrik.
guru ke siswa. Pergeseran ini menuntut siswa
dengan kemampuan intelektual yang lebih tinggi
Kesimpulan
dibading ketika siswa masih berada pada level
discovery learning. Keadaan yang demikian Berdasarkan data hasil maka diperoleh
membuat siswa yang belum terbiasa berinkuiri kesimpulan sebagai beriku :
mengalami kesulitan. Selain itu, waktu
pembelajaran yang mendesak pada saat Profil kemampuan inkuiri siswa pada level
penerapan level interactive demonstration discovery learning berada pada ketegori terampil
membuat guru juga mengalami kesulitan untuk dengan IPK sebesar 83,2%. Pada level interactive
memaksimalkan perannya untuk memberikan demonstration, kemampuan inkuiri siswa berada
bimbingan sebagaimana mestinya. Mendesaknya pada kategori terampil dengan IPK 77,22%.
waktu pembelajaran dikarenakan penerapan level Dengan IPK sebesar 88,83%, maka profil
discovery learning yang melebihi ketentuan kemampuan inkuiri siswa pada level inquiry lesson
sehingga waktu untuk penerapan level interactive berada pada kategori terampil. Sedangkan profil
demonstration menjadi berkurang. Waktu yang inkuiri siswa pada level inquiry lab dan hypothetical
mendesak membuat kelas tidak kondusif karena inquiry juga berada pada kategori terampil dengan
konsentrasi siswa mulai terpecah memikirkan IPK masing – masing sebesar 78,125% dan
pelajaran yang selanjutnya. 77,29%.
Dari level interactive demonstration ke level
inquiry lesson, IPK kemampuan inkuiri siswa Berdasarkan profil setiap level inkuiri tersebut,
mengalami kenaikan. Hal ini dikarenakan siswa maka diperoleh profil rata – rata kemampuan
dapat memaksimalkan kemampuannya untuk inkuiri siswa berada pada kategori terampil dengan
berperan sebagai pihak yang mengontrol IPK sebesar 80,93%.
pembelajaran sesuai ketentuan pada level inquiry
lesson. Kemampuan siswa ini tidak terlepas dari Ucapan terima kasih
akibat dari penerapan dua level sebelumnya yang Penulis mengucapkan terima kasih kepada Mr.
membuat siswa mulai terbiasa berinkuiri. Selain itu, Wenning serta kang Rahmat, Ibu Yusnim, dan
guru dapat mengoptimalkan penerapan level siswa – siswi X-9, SMAN 6 Kota Bandung, Jurusan
inquiry lesson dengan alokasi waktu yang tersedia. Pendidikan Fisika Universitas Pendidikan
Kondisi kelas cukup kondusif, sehingga guru dan Indonesia, Institut Teknologi Bandung, serta teman
siswa dapat melaksakan perannya masing – – teman semua yang telah banyak membantu
masing sesuai ketentuan level inquiry lesson. dalam penelitian ini.
Penurunan IPK kembali terjadi ketika level
inkuiri meningkat dari inquiry lesson ke inquiry lab. Referensi
Diketahui bahwa IPK inquiri lab hanya 72,125%. [1] S. Arikunto, “Dasar-Dasar Evaluasi
Penurunan IPK ini disebabkan karena Pendidikan”, (edisi revisi). Jakarta: PT. BUMI
permasalahan yang disajikan dalam pembelajaran AKSARA, (2011).
semakin kompleks dan kontrol guru semakin [2] BSNP, “Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan
berkurang. Level ini menuntut kemampuan Dasar Dan Menengah”, Jakarta:BSNP, (2006),
intelektual siswa yang lebih tinggi dan menuntut [Tersedia Online ]
siswa untuk dapat mengintrol pembelajaran. http://litbang.kemdikbud.go.id/sekretariat/cont
Tuntutan dalam level ini belum sepenuhnya dapat ent/BUKUST~1(4).pdf [12-03-2013]
dipenuhi oleh siswa. [3] Depdiknas, “Kurikulum 2004 Standar
Dari level inquiry lab ke hypothetical inquiry, Kompetensi Mata Pelajaran Fisika”, (2003), .
IPK kemampuan inkuiri siswa kembali mengalami [Tersedia Online]
penurunan walaupun tidak signifikan. Penyebab http://sasterpadu.tripod.com/sas_store/Fisika.
penurunan IPK ini hampir sama dengan penyebab pdf [23 -02-2013]
penuruan IPK pada level inquiry lesson. [4] R. R. Hake, “Analizing Change/Gain Score”,
Perbedaannya, pada level ini siswa yang USA: Dept: Of Physics, Indiana University,
dihadapkan dengan permasalahan yang lebih (1998).
kompleks lagi mengalami kesulitan untuk dapat [5] R. Hidayat, “Profil Kemampuan Berinkuiri
memecahkan masalah tersebut. Kesulitan ini Siswa SMP Dan Hasil Belajar Siswa Setelah
Diterapkan Model Pembelajaran Level Of

ISBN 978-602-19655-4-2 82
Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Inkquiry”, Skripsi Jurusan Pendidikan FIsika http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2011/0


FPMIPA UPI. Bandung: tidak diterbitkan, 9/12/pembelajaran-inkuiri/ [30-01-2013]
(2012). [12] Sugiyono, “Metode Penelitian Pendidikan”,
[6] Kamus Bahasa Indonesia Onlie [Tersedia Bandung: Alfabeta, (2010).
Online] [13] C.J. Wenning, “Levels of inquiry: Hierarchies
http://kamusbahasaindonesia.org/motivasi#ix of pedagogical practices and inquiry
zz2JTIzSZIC [ 31-01-2013 ] processes”, Journal Of Physics Teacher
[7] S. Munaf, “Evaluasi Pendidikan Fisika”, Education Online, (2005). [Tersedia Online] :
Bandung : Jurusan Pendidikan Fisika http://www.phy.ilstru.edu/jpteo [30-01-2013]
FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia, [14] C.J. Wenning, (2012). The Levels of Inquiry
(2001). Model of Science Teaching, Journal Of
[8] L. P. Panggabean, “Penelitian Pendidikan”, Physics Teacher Education, (2012), Online.
Bandung : Jurusan Pendidikan Fisika [Tersedia Online]:
FPMIPA UPI Bandung, (1996). http://www.phy.ilstru.edu/jpteo [30-01-2013]
[9] N. Rustaman, “Perkembangan Penelitian
Pembelajaran Berbasis Inkuiri Dalam
Pendidikan Sains”, (2005), [Tersedia Online]
http://file.upi.edu/Direktori/SPS/PRODI.PENDI Erlina Megawati
DIKAN_IPA/195012311979032- Purwanto
NURYANI_RUSTAMAN/PenPemInkuiri.pdf Winny Liliawati
[12-03-2013]
[10] A. Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan.
Jakarta: RAJAGRAFINDO PERSADA, (2009). *Corresponding author
[11] A. Sudrajat, “Pembelajaran Inkuiri”, (2011),
[Tersedia Online]:

ISBN 978-602-19655-4-2 83
Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Penerapan Pemberian Tugas Awal “ Integrated Reading And Writing”


dalam Pembelajran Berbasis Masalah Untuk Meningkatkan Literasi
Fisika SMP
Ermawati Dewi, Selli Feranie, dan Saeful Karim
Abstrak
Pengetahuan awal sebelum pembelajaran dapat menentukan hasil pembelajaran yang dilakukan oleh siswa.
Pengetahuan awal dapat diperoleh melalui kegiatan membaca teks sains sebelum pembelajaran dimulai.
Hasil studi pendahuluan mengungkapkan bahwa kemampuan pemahaman membaca teks sains siswa
salah satu SMP di Bandung rendah. Rendahnya pemahaman membaca teks sains menyebabkan kurangnya
pengetahuan awal yang diperoleh siswa sehingga dapat mempengaruhi pemahaman konsep dan scientific
inquiry. Kemampuan membaca, pemahaman konsep dan scientific inquiry berkaitan dengan kemampuan
literasi siswa. Artinya, jika kemampuan membaca, pemahaman konsep dan scientific inquiry rendah, maka
kemampuan literasi fisikanya rendah. Kemampuan literasi fisika meliputi aspek context, knowledge,
competencies, sesuai dengan kemapuan literasi IPA yang diukur PISA 2006. Salah satu usaha untuk
meningkatkan kemampuan literasi fisika adalah memberikan tugas awal integrated reading and writing
(pemberian bahan bacaan IPA yang disertai dengan didalamnya tercangkup strategi membaca dan menulis
yang diberikan sebelum pembelajaran) sebagai pengetahuan awal, serta dengan menerapkan pembelajaran
berbasis masalah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan kemampuan literasi fisika siswa
SMP setelah diterapkan strategi literasi pada pembelajaran berterma alat ukur gerak pada kendaraan
bermotor. Penelitian ini menggunakan metode quasi eksperimen dengan desain penelitian one grup pretest
posttest design. Instrumen yang digunakan untuk mengukur kemampuan literasi sain merujuk pada jenis
soal PISA 2006, dengan tema “Alat Ukur Gerak Pada Kendaraan Bermotor”. Sampel yang digunakan dalam
penelitian ini adalah siswa kelas VII SMPN di kota Bandung. Hasil analisis data diperoleh rata – rata nilai
hasil posttest sebesar 74,48 lebih tinggi dibanding dengan rata-rata pretest sebesar 48,38, artinya terdapat
peningkatan kemampuan literasi fisika setelah diterapkan strategi literasi pada pembelajaran bertema “ Alat
Ukur Gerak pada Kendaraan Bermotor” dengan bersarnya nilai peningkatan 0,51 pada kategori.
Kata-kata kunci: integrated reading and writing, literasi fisika.
difokuskan pada satu tema yaitu “ Alat Ukur Gerak
Pendahuluan
Pada Kendaraan Bermotor ”
Kebiasaan teks book dalam pembelajaran
fisika seharusnya dapat membatu anak –anak Literasi Fisika Integreted Reading and Writing,
untuk meningkatkan pemahaman konsep dan Pembelajaran Berbasis Masalah literasi fisika
scientific inquiry. Namun, berdasarkan studi
literasi fisika merupakan kemampuan untuk
pendahuluan terungkap bahwa kemampuan
memahami konsep fisika, menjelaskan fenomena
pemahaman membaca anak Indonesia rendah. Ini
fisika secara ilmiah, dan mengaplikasikan konsep
secara tidak langsung menunjukkan kemampuan
fisika untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi
literasi fisika rendah Pengembangan pembelajaran
dalam kehidupan sehari-hari.
untuk meningkatkan kemampuan literasi siswa
telah banyak dilakukan. Hanya saja Literasi fisika menuntut siswa memahami
pengembangan belum terfokus pada penerapan secara keseluruhan. Hobson (2003) dalam
strategi literasi. Douglas Fisher, et.al jurnalnya yang berkaitan dengan pembelajaran
mengungkapkan ada tujuh strategi literasi yang untuk meningkatkan kemampuan literasi fisika
dapat diterapkan untuk meningkatkan kemampuan yaitu :
literasi fisika (1).
1. Harus konseptual, tidak hanya terpaku pada
Makalah ini membahas tentang penerapan aljabar saja. Misalnya, mengaplikasikan sistem
strategi literasi dalam pembelajaran. Penerapan metriks dan grafik untuk memperkirakan
strategi literasi pada penelitian ini terintegrasi kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi.
dalam dua tahap pembelajaran, yaitu tahap pra
pembelajaran berupa tugas awal Integrated 2. Menggunakan pembelajaran interaktif atau
Reading and Writing dan tahap pelaksanaan teknik berinkuiri sehingga siswa terlibat dalam
proses pembelajaran sains.
pembelajaran menggunakan pembelajaran
berbasis masalah. Agar mendapatkan keutuhan 3. Fokus terhadap tema yang relevan.
pemahaman konsep, pembelajaran literasi

ISBN 978-602-19655-4-2 84
Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

4. Melatihkan kebiasaan sains. Melatihkan siswa sesuai dengan tuntutan literasi sains. Model
untuk selalu bertanya “ Bagaimana cara pembelajaran yang dirasa cocok dan dapat
kerjanya?” mengintegrasikan strategi literasi adalah model
pembelajran berbasis masalah. Model
5. Tidak hanya mengajarkan fisika kontemporer.
pembelajaran berbasis masalah Pembelajaran
6. Terdapat topik sosial tentang energi dan berbasis masalah ditandai dengan adanya
lingkungan. pemberian masalah dalam pembelajaran. Masalah
yang dihadirkan dalam pembelajaran merupakan
Berdasarkan pemaparan diatas, jelaslah masalah nyata yang ada dalam kehidupan sehari –
bahwa secara keseluruhan pembelajaran literasi
hari. Menurut Gallagher (dalam Wahyuni : 2010)
fisika harus tematik agar peningkatan kemampuan pembelajaran ini melibatkan peserta didik dalam
literasi fisika dapat tercapai.awal Integrated proses pembelajaran yang aktif, kolaboratif,
Reading and Writing merupakan tugas awal yang berpusat kepada mahasiswa, yang
diberikan kepada siswa berupa tugas membaca mengembangkan kemampuan pemecahan
dan menulis yang disertai instruksi-instruksi untuk
masalah dan kemampuan belajar mandiri. Heller et
mengkonstruksi pemahaman konsep melalui al (1999) berpendapat bahwa yang terpenting
bacaan. Tugas awal ini berfungsi untuk dalam pembelajaran berbasis masalah adalah
memberikan pengetahuan awal pada siswa. Tugas
pemahaman terhadap masalah yang disajikan
awal Intergrated Reading and Writing ini diadaptasi sehingga siswa dapat menyelesaikan malasalah
dari jurnal ‘ Improving Middle school Students lain dengan baik. Kemampuan yang paling penting
Science Literacy through Reading Fusion (Zhihui
dalam pembelajaran berbasis masalah adalah
Fang, 2010) dengan format: memvisualisikan situasi, mengidentifikasi masalah
1. Part A Reading, Pada Bagian ini siswa sebenarnya dan mengidentifikasi masalah yang
diberikan sumber bacaan yang berkaitan relevan (1999 :19).
dengan materi yang akan diajarkan saat Adapun strategi pembelajaran berbasis
pembelajaran dikelas berlangsung.. Bahan masalah menurut Heller et al. (1999:2) yang
acaan dapat dimbil dari buku teks fisika atau
dikembangkan di Universitas Minnesota mencakup
lebih baik guru yang membuat sendiri diantaranya adalah:
disesuaikan dengan kondisi siswa.
1. Memvisualisasikan masalah, masalah di
2. Part B Conceptual Contruction. Bagian ini siswa
visualisasikan berdasarkan pengetahuan yang
diberikan pertanyaan – pertanyan untuk dimiliki secara kualitatif termasuk didalamnya
mengkonstruksi konsep yang ada pada bacaan. mencari informasi terkait masalah.
Siswa diharuskan menulis jawaban – jawaban
dari pertanyaan tersebut. Pertanyaan yang 2. Mengaitkan permasalahan dengan konsep
disusun berkaitan dengan sumber bacaan yang fisika, pada strategi ini memungkinkan siswa
ada pada part A. untuk menyederhanakan masalah berdasarkan
konsep – konsep fisika yang dimilikinya.
3. Part C Concept Mapping and Conclusion. Pada
Bagian ini siswa diminta untuk menuliskan peta 3. Merencanakan solusi, setelah
konsep dari sumber bacaan yang diberikan. merepresentasikan masalah, selanjutnya
Selain itu siswa juga diminta memberikan meraencanakan solusi terhadap masalah yang
kesimpulan berdasarkan bacaan tersebut. diberikan sesuai dengan pengetahuan yang
logis.
Berdasarkan format integrated reading and
writing yang diberikan diatas, terlihat bahwa siswa 4. Menjalankan rencana solusi, melaksanakan
tidak hanya dilatihkan untuk memahami bacaan, apa yang sudah direncanakan termasuk
tetapi juga untuk menuliskan kembali apa yang didalamnya melakukan pengamatan,
dibaca. Larry dkk berpendapat bahwa kemampuan pengukuran dan eksplorasi yang disajikan
membaca dan menulis itu saling berkaitan. dalam bentuk data.
Membaca dan menulis merupakan langkah
5. Menafsirkan dan mengevaluasi solusi,
pembelajaran yang dinamis ( Shawn dkk :1997).
mengecek keteraksanaan rencana solusi
Sesson et.al. ( NSTA 2013) dalam handbook
dengan mengevaluasi terlebih dahulu solusi
presentasinya mengungkapkan bahwa
yang dilakukan apakah masuk akal atau tidak.
kemampuan membaca dan menulis point penting
dalam berinkuari. Lebih lanjut, diungkapkannya
Hasil dan Diskusi
bahwa membaca dan menulis merupakan bagian
dari pekerjaan ilmuan. Pelaksanaan penelitian dengan menerapkan
strategi literasi berlangsung selama empat kali
Sesuai tuntutan literasi fisika yang menuntut
pertemuan, dengan dua kali pertemuan digunakan
siswa untuk memiliki pengetahuan yang itu,
untuk test dan dua kali pertemuan digunakan
diperlukan sebuah model pembelajaran yang
untuk treatment. Sebelum pelaksanaan

ISBN 978-602-19655-4-2 85
Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

pembelajaran dikelas dengan menggunakan strategi literasi dapat diketahui. Hal ini dapat dilihat
Problem Based Learning, siswa diberikan tugas dari hasil pengisian soal berupa pernyataan yang
rumah berupa Integrated Reading and Writing bertujuan untuk mengetahui ketertarikan siswa
yang merupakan teks bacaan yang didalamnya terhadap pembelajaran bertema alat ukur gerak
terdapat strategi membaca dan menulis sesuai pada kendaraan bermotor yang telah dipelajari.
dengan materi pembelajaran. Tugas Integrated Banyaknya soal berjumlah tiga buah berupa
Reading and Writing untuk treatment pada pernyataan yang menunjukan kondisi ketertarikan
pertemuan kedua diberikan pada pertemuan siswa. Adapun rekapitulasi hasil kemampuan
pertama setelah dilaksanakannya pretest. literasi untuk aspek attitude dapat dilihat pada
Sedangkan tugas Integrated Reading and Writing tabel dibawah ini.
pada pertemuan ketiga diberikan setelah
Tabel 2. Rekapitulasi Hasil Peningkatan
pembelajaran pada pertemuan kedua selesai.
Kemampuan Literasi aspek Atittude.
Setiap pertemuan disampaikan materi yang
berbeda-beda sesuai dengan rencana
pembelajaran yang dibuat. Selain itu materi yang
disampaikan disesuaikan dengan tema yang dipilih,
yaitu alat ukur gerak pada kendaraan bermotor
Tes dilakasanakan pada pertemuan pertama
sebelum pembelajaran dan pertemuan terakhir
setelah pembelajaran. Soal yang digunakan pada
pretest sama dengan soal yang digunakan pada
postes yang berjumlah 15 soal. Soal yang dibuat
disesuaikan dengan tema pembelajaran.
Peningkatan literasi siswa dapat dilihat
berdasarkan hasil pretest dan postest. Adapun
rekapitulasi presentasi peningkatan litersi sain
siswa sebelum dan sesudah diterapkannya
strategi literasi pada pembelajaran bertema “ Alat
Ukur Gerak pada Kendaraan Bermotor” dapat Secara umum, setelah pembelajaran siswa
dilihat pada tabel 4.1 mengalami peningkatan kemampuan literasi fisika.
Selain itu berdasarkan aspek attitude diperoleh
Tabel 1. Rekapitulasi Hasil Peningkatan
bahwa siswa merasa tertarik mempelajari fisika
Kemapuan Literasi Fisika.
dengan penggunaan integrated reading and writing
dengan pembelajaran bertema. Pada grafik dapat
dilihat bahwa setelah diterapkannya treatment
siswa yang merespon penting meningkat. Ini
membuktikan bahwa adanya respon positif siswa
terhadap pembelajran yang telah dilaksanakan.
Dari Tabel 1 dapat diketahui apakah siswa Ketertarikan siswa dalam mempelajari fisika
mengalami peningkatan literasi atau tidak setelah merupakan hal positif. Pembelajaran akan lebih
mendapatkan treamen berupa penerapan strategi bermakna ketika siswa memberikan respon yang
literasi pada pembelajaran bertema “ Alat Ukur baik. Pada penelitian ini ketertarikan siswa pada
Gerak Pada Kendaraaan Bermotor”. Hasil pembelajaran dikarenakan siswa lebih memahami
rekapilutasi secara lengkap dapat dilihat pada bacaan pada tugas awal yang diberikan, karena
lampiran. Secara umum, setelah pembelajaran pertanyaan – pertanyaan pengarah pada bacaan
siswa mengalami peningkatan kemampuan literasi, merupakan bagian dari pemberian strategi
hal ini ditunjukan dengan meningkatnya skor membaca. Pemberian pertanyaan pengarah ini
presentase siswa sebelum dan sesudah dimaksudkan untuk mengcontruksi pemahaman
dilaksanakannya treatment. Peningkatan skor siswa sehingga,
presantase sebesar 26,67 % dari hasil pretest.
pemberian tugas awal ini tidak hanya
Setelah dilakukan pengolahan data, diperoleh juga
membatu siswa dalam memahami bacaan, tetapi
nilai gain ternormalisi sebesar 0,5109. Gain
membantu siswa memahami konsep-konep yang
ternormalisasi ini menunjukan angka peningkatan
ada pada tugas awal. Hal ini dapat mempermudah
kemapuan literasi setelah dilaksanakannya
siswa melaksanakan pembelajaran dikelas karena
treatment. Artinya, peningkatan kemapuan literasi
secara umum siswa sudah memiliki pengetahuan
siswa secara umum sebesar 51,09 % pada
awal. Hanya saja, masih ada siswa yang belum
kategori sedang.
terbiasa mendapatkan tugas awal berupa
Tingkat literasi fisika untuk aspek attitudes Integreted Reading and Writing, ada beberapa
setelah pembelajaran dengan menggunakan siswa yang tidak mengerjakannya secara

ISBN 978-602-19655-4-2 86
Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

makasimal. Pembelajaran menggunakan PBM Referensi


sangat mempengaruhi kemampuan literasi fisika.
[1] D. Fisher, et.al., “Seven Literacy Strategies
Dalam PBM, siswa diberikan masalah yang
That Work”. 28, (3), 70-73, (2002).
berkaitan dengan tema pembelajaran. Tema
[2] Z. Fang, “Improving Middle School Student
pembelajaran ini dibuat se-contextual mungkin
Science Literacy Through Reading Infusion”.
agar siswa merasa tertarik dan merasa sangat
Journal of Education Research.103, 262-
penting mempelajari fisika. Dengan pembelajaran
273.Kho Ping Hoo dan Bastian Tito, “Wiro
menggunakan PBM, dapat meningktkan
Sableng mantu di pulau Es”, Penerbit Cerita
kemampuan scientific inquiry siswa. Pembelajaran
Silat, Solo, Cetakan Ketiga, 1985, p. 23,
berbasis masalah yang dilakukan lebih efektif
(2010).
karena siswa sebelumnya sudah memiliki
[3] Hobson, Art., “Physics Literacy, Energy and
pengetahuan awal. Pengetahuan awal membantu
The Environment”. Journal IOP Journal of
guru untuk melaksanakan pembelajaran secara
Physics Education, 38, 109-114, (2003).
efektif . Pengetahuan awal yang dimiliki siswa juga
[4] P. Heller, and K. Heller, “Cooperative group
membantu meningkatkan rasa percaya diri siswa.
problem solving in physics”, University of
Hal ini terlihat dari antusias siswa dalam
Minnesota, (1999), Full text available online
melaksanakan pembelajaran. Siswa lebih mudah
at:
menyelesaikan permasalahan yang diberikan.
http://groups.physics.umn.edu/physed/Resear
ch/CGPS/GreenBook.html
Kesimpualan
[5] Larry, et al., “Reading to Learn – Writting to
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan science activities from the elementary school
terhadap siswa kelas VII di salah satu SMP Negeri classrom”. AETS Conference Proceding,
di Kota Bandung mengenai penerapan pemberian (1997).
tugas awal integrated reading and writting ada [6] Sesson, et.al., “Integreting Literacy Strategis
pembelajaran bertema Alat ukur gerak pada into the Science Intruction Program”,
kendaraan bermotor untuk meningkatkan literasi Handbook presentasion From Carolina
fisika siswa SMP dapat disimpulkan bahwa: Curriculum Ledership Series, (2013).
Literasi fisika siswa untuk aspek context,
competencies dan knowledge setelah
Ermawati Dewi*
diterapkannya strategi literasi pada pembelajaran
Jurusan Pendidikan Fisika FPMIPA
bertema “Alat ukur Gerak pada Kendaraan
Universitas Pendidikan Indonesia
Bermotor” di SMP mengalami peningkatan dengan
ermawatiidewii@gmail.com
kriteria sedang.
Ketertarikan siswa terhadap materi Selli Feranie
pembelajaran bertema alat ukur gerak pada Jurusan Pendidika Fisika FPMIPA
kendaraan bermotor setelah diterapkannya Universitas Pendidikan Indonesia
pemberian tuga awal “ Integrated Reading and
Writting” pada pembelajaran berbasis masalah Saeful Karim
Siswa mengalami respon yang positif dari siswa. Jurusan Pendidikan Fisika FPMIPA
Universitas Pendidikan Indonesia
Ucapan Terima Kasih
Penulis mengucapkan terima kepada Jurusan
Pendidikan Fisika FPMIPA UPI atas sarana dan
* Corresponing author
prasarananya dalam melakukan penelitian ini.
Terima kasih juga kepada rekan – rekan yang
tergabung dalam penelitian ini.

ISBN 978-602-19655-4-2 87
Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Penerapan Strategi Membaca dan Menulis


pada Tugas Awal dalam Pembelajaran IPA Bertema Ultrasound
untuk Meningkatkan Literasi Fisika Siswa SMP
Esti Maras Istiqlal*, Saeful Karim, dan Selly Feranie

Abstrak
Berdasarkan studi pendahuluan dalam pembelajaran IPA pada siswa SMP di Kota Bandung diketahui
bahwa pemahaman bacaan sains siswa masih rendah, ini berdampak pada kemampuan scientific inquiry
dan pemahaman konsep pembelajaran IPA yang dimiliki siswa. Tiga kemampuan ini dapat meningkatkan
kemampuan literasi siswa. Oleh karena itu, diperlukan strategi pembelajaran yang dapat meningkatkan
kemampuan tersebut yaitu dengan cara menerapkan strategi membaca dan menulis pada pemberian tugas
awal. Strategi membaca dan menulis pada pemberian tugas awal dalam penelitian ini, yaitu pemberian tugas
awal terdiri dari bahan bacaan yang meliputi strategi membaca dan menulis dengan menggunakan metode
SQRW (Survey, Question, Reading and Writing) dan model pembelajaran yang dapat meningkatkan
kemampuan scientific inquiry dan pemahaman konsep, yang difokuskan pada materi pembelajaran fisika.
Kemampuan literasi yang diukur, yakni competencies, knowledge, context dan attitude (PISA, 2006).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan strategi membaca dan menulis pada pemberian tugas
awal dalam pembelajaran IPA bertema ultrasound untuk meningkatkan literasi fisika. Bentuk penelitian yang
digunakan Quasi Experiment, dengan rancangan one group pretest posttest design. Sampel penelitianya
yaitu siswa SMP kelas VIII di Kota Bandung. Berdasarkan hasil analisis data diperoleh N-gain sebesar 0,61,
artinya terdapat peningkatan kemampuan literasi dalam kategori sedang setelah diterapkannya strategi
membaca dan menulis pada pemberian tugas awal. Sebagai tambahan diperoleh nilai rata-rata posttest
sebesar 80,54 lebih tinggi dibanding nilai rata-rata pretest yaitu 50,45. Penerapan strategi membaca dan
menulis pada tugas awal dapat meningkatkan literasi fisika siswa.
Kata-kata kunci: strategi membaca dan menulis, literasi fisika
tersebut diharapkan dapat meningkatkan literasi
Pendahuluan
fisika.
Berdasarkan studi literasi internasional PISA
Penelitian yang dilakukan oleh beberapa
(Programme International Student Assessment)
peneliti sebelumnya membahas strategi membaca
tahun 2006 menunjukkan kemampuan literasi
dan menulis terhadap prestasi belajar siswa.
sains anak Indonesia yang berumur 15 tahun,
Penelitian ini ingin mengetahui pemberian tugas
berada pada peringkat 50 dari 57 negara peserta
awal strategi membaca dan menulis pada dalam
(Balitbang, Kemdikbud: 2011) [9]. Selama Program
pembelajaran IPA bertema ultrasound untuk
Pengalaman Lapangan (PPL) di salah satu
meningkatkan literasi fisika siswa SMP.
Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri di Kota
Bandung, penulis melakukan studi pendahuluan
Teori
capaian literasi fisika terhadap 40 siswa, jumlah ini
sudah cukup mewakili populasi berdasarkan buku Membaca menurut Anderson adalah
Sugiyono dengan menggunakan teknik purposive melafalkan lambang-lambang bahasa tulis.
sampling. Sedangkan menurut Poerwodarminto membaca
adalah melihat sambil melisankan suatu tulisan
Abad ke-21 dikenal dengan abad
dengan tujuan ingin mengetahui isinya [6,7]. Dapat
pengetahuan. Kemampuan belajar, kemampuan
disimpulkan kalau membaca adalah proses
berpikir, membuat keputusan dan memecahkan
melisankan/melafalkan serta memahami bacaan
masalah sangat diperlukan dalam kehidupan.
atau sumber bacaan untuk memperoleh pesan
Selain itu juga setiap pelajaran tidak luput dari
yang ingin disampaikan penulis.
kegiatan membaca dan menulis, tidak terkecuali
dengan pelajaran IPA [6]. Dengan pendidikan IPA Tujuan utama membaca yaitu untuk mencari
diharapkan dapat memiliki memberikan dan memperoleh informasi, mencakup isi serta
pengalaman nyata kepada siswa dan membantu memahami makna bacaan [9]. Strategi membaca
untuk memiliki kemampuan scientific inquiry, dan menulis ini menggunakan metode membaca
pemahaman konsep dan pemahaman membaca SQRW (Survey, Question, Reading, Writing) [3]
[1], yang difokuskan pada materi pembelajaran yang diberikan sebelum proses pembelajaran
fisika. Siswa yang memiliki ketiga kemampuan sebagai tugas awal baca-tulis yang bertujuan

ISBN 978-602-19655-4-2 88
Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

untuk mengetahui pengetahuan awal siswa. membaca dan menulis yang diujikan, dilihat dari
Menurut Pintrinch mengatakan bahwa perbedaan nilai tes kelompok eksperimen sebelum
pengetahuan awal yang tidak akurat dapat diberi perlakuan. Penelitian ini hanya
menghalangi perkembangan siswa dan menggunakan satu sampel penelitian yaitu,
kekurangan pengetahuan awal tidak kelompok kelas eksperimen saja tanpa
memungkinkannya untuk maju [6,7]. Dari menggunakan kelas kontrol sebagai pembanding.
pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa Kelompok eksperimen merupakan kelompok yang
pengetahuan awal sangat berperan sekali dalam diberi perlakuan yaitu penerapan strategi
proses pembelajaran. Sedangkan ketika proses membaca dan menulis pada tugas awal.
pembelajaran berlangsung penelitian ini Sedangkan desain penelitian yang digunakannya
menggunakan model pembelajaran berbasis adalah one group pretest-posttest design. Secara
masalah. umum digambarkan pada tabel berikut:
Pembelajaran berbasis masalah adalah Tabel 1. Design Penelitian.
model pembelajaran yang menggunakan masalah
dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa Pretest Treatment Posttest
untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan
O1 X O2
keterampilan masalah, serta untuk memperoleh
pengetahuan dan konsep yang esensial dari Keterangan :
materi pembelajaran [6,7,8]. Peran guru dalam O1 = Test awal sebelum diberi perlakuan
pembelajaran berbasis masalah adalah X = Treatment ( Perlakuan dengan menerapkan
menyajikan masalah, mengajukan masalah tidak strategi membaca dan menulis pada
dapat dilaksanakan tanpa guru mengembangkan tugas awal)
lingkungan kelas yang memungkinkan terjadinya O2 = Test akhir setelah diberi perlakuan
pertukaran ide secara terbuka. Dalam tahapan
PBM siswa diharapkan untuk mencapai Pembelajaran dilaksanakan sebanyak dua
kemampuan berpikir tingkat tinggi (higher order kali pertemuan pada bulan Mei 2013. Populasi
thinking skills). pada penelitian ini yaitu kelas VIII salah satu SMP
PBM memiliki karakteristik-karakteristik Negeri di Kota Bandung. Instrument yang
sebagai berikut: (1) belajar dimulai dengan suatu digunakan sebagai tes awal (pretest) dan tes akhir
masalah, (2) memastikan bahwa masalah yang (posttest) dalam penelitian ini telah di-judgement
diberikan berhubungan dengan dunia nyata siswa, dan diujicobakan terlebih dahulu, berupa soal
(3) mengorganisasikan pelajaran diseputar pilihan ganda sebanyak 15 soal untuk mengukur
masalah, bukan diseputar disiplin ilmu, (4) kemampuan literasi fisika. Pada penelitian ini data
memberikan tanggungjawab yang besar kepada yang dianalisis adalah data hasil tes literasi fisika
pebelajar dalam membentuk dan menjalankan untuk aspek context, competencies dan knowledge.
secara langsung proses belajar mereka sendiri, (5) Untuk aspek attitudes dianalisis secara terpisah,
menggunakan kelompok kecil, dan (6) menuntut bentuk soal berupa pernyataan untuk mengetahui
pebelajar untuk mendemonstrasikan apa yang ketertarikan/respon siswa pada materi fisika
telah mereka pelajari dalam bentuk suatu produk tersebut.
atau kinerja [3]. Untuk melihat peningkatan literasi fisika
Berdasarkan pemaparan diatas bahwa secara keseluruhan maka dihitung nilai gain <g>
dengan menerapkan strategi membaca dan dengan menggunakan skor pretest dan posttest.
menulis pada tugas awal diharapkan siswa dapat Nilai gain yang dinormalisasi merupakan
memiliki kemampuan literasi. Konsep scientific perbandingan antara persentase nilai gain yang
literacy mendasari penelitian yang dilakukan oleh diperoleh siswa dengan persentase nilai gain
Korpan et al. (Toharudin dkk, 2011:4), termasuk maksimum yang diperoleh.
pemahaman mengenai cara siswa membaca
bahan bacaan sains untuk dapat menggali Hasil dan diskusi
informasi dan melakukan penelitian secara kritis
Aspek literasi fisika dalam penelitian ini
terhadap bahan bacaan tersebut [6,7,8]. Siswa
meliputi aspek context, competencies, knowledge
yang memiliki kemampuan pemahaman bacaan
dan attitudes (PISA, 2006). Persentase rata-rata
yang baik maka akan memiliki kemampuan
tes literasi fisika dengan menerapkan strategi
scientific inquiry dan kemampuan pemahaman
membaca dan menulis pada tugas awal dalam
konsep fisika yang baik juga.
pembelajaran bertema ultrasound disajikan pada
Adapun metode yang digunakan dalam tabel 1 berikut.
penelitian ini adalah metode eksperimen semu
(quasi experiment). Dengan menggunakan metode
ini, keberhasilan atau keefektifan strategi

ISBN 978-602-19655-4-2 89
Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Tabel 1. Persentase rata-rata tes literasi fisika. Dari hasil data rata-rata untuk semua aspek
literasi fisika dapat dikatakan bahwa secara umum
Pretest Posttest N-gain literasi fisika siswa mengalami peningkatan setelah
(%) (%) (%) diterapkannya strategi membaca dan menulis.
50,45 80,54 0,61 Peran strategi membaca dan menulis pada tugas
awal yang diberikan sebelum pembelajaran dapat
membantu siswa ketika pembelajaran berlangsung
Persentase rata-rata tes literasi tersebut dengan menggunakan model pembelajaran
hanya untuk tiga aspek, yaitu context, berbasis masalah.
competencies dan knowledge. Sedangkan aspek
Dengan pengetahuan yang didapat siswa dari
attitudes diolah secara terpisah. Soal literasi ini
tugas awal tersebut, siswa dapat menyelesaikan
diberikan pada saat pretest dan posttest, jumlah
masalah yang dihadapinya dengan cara
soal sebanyak 15 soal dengan lima pengecoh.
mengaitkan pengetahuan fisika yang dipelajari
Berdasarkan tabel 1. Diatas tampak bahwa rata-
dengan fenomena-fenomena yang terjadi di
rata pretest(%) yaitu sebesar 50,45 lebih kecil
lingkungan sekitar. Serta memperoleh pengalaman
daripada rata-rata posttest(%) yaitu sebesar 80,54.
belajar yang menjadikan proses belajar lebih
Hal ini menunjukkan bahwa terdapat peningkatan
bermakna. Salah satu bukti dari teori Bruner,
persentase rata-rata pretest dan posttest.
bahwa dengan penemuan maka siswa akan lebih
Besarnya peningkatan literasi fisika ini juga
lama mengingat pengetahuan yang dimilikinya.
ditunjukkan oleh peningkatan nilai gain
ternormalisasi, yaitu sebesar 0,61 dalam kategori Seperti hasil strategi membaca dan menulis
sedang. pada tugas awal dapat dilihat pada tabel 3 dalam
kategori cukup yang menunjukkan peningkatan
Nilai gain yang diperoleh dalam penelitian ini
pengetahuan awal yang dimiliki siswa selama
dalam kategori sedang. Hal ini dapat disebabkan
proses pembelajaran. Dapat digambarkan pada
beberapa hal diantaranya, siswa baru pertama kali
saat proses pembelajaran yang tiap pertemuannya
mendapatkan soal literasi fisika, strategi membaca
bereksperimen dalam satu kelompok para siswa
dan menulis ini belum secara umum digunakan
memahami masalah yang dihadapi, mengaitkan
oleh guru bahkan model pembelajaran berbasis
permasalahan, memprediksi solusi dan
masalah jarang digunakan guru untuk tingkat SMP.
menjalankan rencana solusi terlebih dahulu untuk
Hasil aspek attitudes bertujuan untuk mengisi LKS berbasis masalah yang diberikan oleh
mengetahui respon/ketertarikan siswa terhadap guru, sehingga data yang teramati sesuai dengan
isu-isu atau penyelidikan ilmiah. Sama halnya prediksi atau dapat menghasilkan data yang akurat.
dengan tiga aspek literasi diatas, aspek attitudes Data yang didapat kemudian dipresentasikan di
ini juga diberikan pada saat pretest dan posttest. depan kelas kemudian berdiskusi bersama-sama
Aspek ini terdiri dari tiga butir pernyataan yang dengan kelompok yang lain. Para siswa menjadi
memiliki empat pilihan, yaitu sangat penting (SP), tertarik terhadap pembelajaran seperti ini sehingga
penting (P), kurang penting (KP) dan tidak penting pelajaran fisika terasa lebih bermakna.
(TP). Hasil rata-rata aspek attitudes disajikan pada
Tabel 3. Rata-rata nilai tugas awal tiap pertemuan.
tabel 2 berikut.
Nilai Rata-rata
Tabel 2. Hasil pretest dan posttest aspek attitudes. Pertemuan Ke- Tugas Awal
1. 61,01
Kategori
Pernyataan SP P (%) KP TP 2. 77,52
No. Skor (%) (%) (%) Rerata Nilai 69,27
pretest 2,78 61,11 25,00 11,11 Tugas Awal
1.
posttest 27,78 72,22 2,78 0,00
52,78 27,78 13,89
pretest 5,56 Strategi membaca dan menulis ini efektif
2.
66,67 5,56 0,00
posttest 30,56 untuk memiliki kemampuan pemahaman bacaan
pretest 5,56 58,33 25,00 11,11 teks sains, scientific inquiry dan pemahaman
3.
posttest 33,33 66,67 2,78 0,00 konsep untuk meningkatkan kemampuan literasi
fisika. Keuntungan pembelajaran fisika dengan
Tabel 2. diatas menunjukkan adanya strategi membaca dan menulis pada tugas awal
peningkatan dari tiap pernyataan untuk aspek diantaranya: (1) membuat siswa memiliki
attitudes. Peningkatan ini menunjukkan bahwa pengalaman untuk mengaitkan pengetahuan
secara keseluruhan penerapan strategi membaca dengan masalah dunia nyata; (2) membentuk
dan menulis pada tugas awal ini dapat membuat sikap ilmiah; (3) dapat mengkonstruksi
siswa tertarik untuk mempelajari materi pengetahuan awal siswa; (4) memiliki kemampuan
pembelajaran bertema ultrasound khususnya dan memprediksi.
materi pelajaran fisika lainnya.

ISBN 978-602-19655-4-2 90
Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Kesimpulan pada FPMIPA UPI Bandung, (2013). tidak


diterbitkan.
Berdasarkan hasil analisis soal literasi fisika
[5] M. Hastia, “Penerapan Model Pembelajaran
diperoleh bahwa kemampuan literasi fisika siswa
Inkuiri Terbimbing Untuk Meningkatkan
SMP setelah diterapkannya strategi membaca dan
Literasi Sains Siswa SMP”, Skripsi Sarjana
menulis pada tugas awal dalam pembelajaran IPA
pada FPMIPA UPI Bandung, (2012), tidak
bertema ultrasound mengalami peningkatan
diterbitkan.
dengan diperoleh nilai gain sebesar 0,61 dengan
[6] Badan Penelitian dan Pengembangan,
kategori sedang. Besarnya peningkatan literasi
“Kajian Kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran
fisika ditunjukkan oleh hasil nilai rata-rata posttest
IPA”, Jakarta: Departemen Pendidikan
sebesar 80,54 lebih tinggi dibanding nilai rata-rata
Nasional, (2007).
pretest yaitu 50,45. Ini menunjukkan bahwa
[7] Program for Internasional Student
penerapan strategi membaca dan menulis pada
Assessment. Assessing Scientific, Reading
tugas awal dapat meningkatkan literasi fisika siswa.
and Mathematical Literacy. By the
government of Organisation for Economic Co-
Ucapan terima kasih operation Development, (2006).
Penulis mengucapkan terima kasih kepada
SMP Negeri 45 Bandung atas dukungannya dalam
proses penelitian ini. Esti Maras Istiqlal*
Jurusan Pendidikan Fisika FPMIPA
Referensi Universitas Pendidikan Indonesia
esti.canopus38@gmail.com
[1] Z. Fang, “Improving Middle School Student
Science Literacy Through Reading Infusion”. Saeful Karim
Journal of Education Research, 103, 262-273, Jurusan Pendidikan Fisika FPMIPA
(2010).
Universitas Pendidikan Indonesia
[2] Hobson, Art., “Physics Literacy, Energy and ainindiyadinantiputri@yahoo.co.id
The Environment”. Journal IOP Journal of
Physics Education, 38, 109-114, (2003). Selly Feranie
[3] S. Arikunto, “Dasar-Dasar Evaluasi Jurusan Pendidikan Fisika FPMIPA
Pendidikan”, Jakarta: Bumi Aksara, (2009). Universitas Pendidikan Indonesia
[4] M. D., Gardiantari, ”Penerapan Strategi sferanie@yahoo.com
Pembelajaran Problem Solving Dengan
Reading Infusion Untuk Meningkatkan *Corresponding author
Prestasi Belajar Siswa SMP”, Skripsi Sarjana

ISBN 978-602-19655-4-2 91
Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Analisis Karakter Peserta Didik Menggunakan Tes Dilema Moral pada


Tema Gunung Meletus
Fanni Zulaiha*, Winny Liliawati, dan Taufik Ramlan Ramalis

Abstrak
Fenomena sosial seperti kenakalan remaja, kurangnya rasa toleransi terhadap perbedaan, kurangnya
kepekaan terhadap masalah sosial, dan berbagai kasus moral lainnya, telah menjadi masalah yang tak
kunjung selesai hingga kini. Sesungguhnya, masalah tersebut dapat diatasi melalui kontribusi pendidikan,
khususnya pada pembelajaran SAINS. Ternyata, pembelajaran SAINS tidak hanya dapat digunakan untuk
meningkatkan kemampuan kognitif peserta didik. Namun, pembelajaran SAINS juga dapat digunakan untuk
mengetahui karakter peserta didik selama pembelajaran. Untuk dapat menganalisis karakter siswa dalam
suatu pembelajaran SAINS, dapat digunakan instrumen berupa Tes Dilema Moral. Tujuan dari penelitian ini
adalah mengetahui karakter yang tertanam selama proses pembelajaran dengan tema gunung meletus.
Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan menggunakan instrumen Tes Dilema
Moral. Tes Dilema Moral merupakan instrumen yang bertujuan untuk mengetahui karakter yang dimiliki oleh
peserta didik. Sampel penelitian ini adalah 31 orang siswa sebuah sekolah menengah pertama negeri di
kota bandung yang dipilih secara random. Hasil penelitian menunjukan bahwa 87,96% siswa memiliki moral
knowing (pengetahuan moral), dan 75,60 % siswa memiliki moral feeling (perasaan moral). Berdasarkan
hasil yang diperoleh tersebut, dapat disimpulkan komponen karakter yang baik yang terlihat setelah proses
pembelajaran SAINS adalah moral knowing (pengetahuan moral) dan moral feeling (perasaan moral). Selain
itu, instrumen Tes Dilema Moral ini dapat digunakan sebagai alternative instrumen untuk mengetahui
karakter peserta didik selama proses pembelajaran.
Kata-kata kunci: Pembelajaran SAINS, Karakter Peserta, Tes Dilema Moral.
pembelajaran yang didalamnya mengintegrasikan
Pendahuluan
karakter baik pada peserta didik untuk mencapai
Dari sekian banyak masalah yang dihadapi tujuan sistem pendidikan nasional. Namun, untuk
oleh sekolah, masalah yang sangat dapat mengetahui apakah dalam inovasi-inovasi
mengkhawatirkan adalah masalah tentang pembelajaran SAINS tersebut sudah terlihat atau
kenakalan remaja. Salah satu contoh kenakalan belum karakter yang baik pada peserta didik,
remaja yang sering terjadi adalah tawuran antar tentunya membutuhkan instrumen yang dapat
pelajar. Data dari Komnas Anak, jumlah tawuran melihat hal tersebut. Dalam penelitian ini,
pelajar sudah memperlihatkan kenaikan pada instrumen yang digunakan untuk dapat melihat
enam bulan pertama tahun 2012. Hingga bulan karakter yang baik dari suatu proses pembelajaran
Juni, sudah terjadi 139 tawuran kasus tawuran di SAINS adalah dengan menggunakan instrumen
wilayah Jakarta. Sebanyak 12 kasus Tes Dilema Moral.
menyebabkan kematian. Pada 2011, ada 339
kasus tawuran menyebabkan 82 anak meninggal Teori
dunia [4]. Melihat fenomena ini, sudah jauh-jauh
Karakter adalah cara berpikir dan berperilaku
hari pemerintah melalui UU No 20 Tahun 2003
yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup
tentang sisdiknas pasal 3 yang berisi pendidikan
dan bekerjasama, baik dalam lingkup keluarga,
nasional berfungsi untuk mengembangkan
masyarakat, bangsa, dan negara [5]. Karakter
kemampuan dan membentuk karakter serta
menggambarkan tingkah laku dengan
peradaban bangsa yang bermartabat dalam
menonjolkan nilai (benar-salah, baik-buruk) baik
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Jadi,
secara eksplisit maupun implisit. Untuk
sudah jelas bahwa salah satu fungsi dari system
mengetahui adanya karakter baik dalam diri
pendidikan nasional adalah membentuk karakter
peserta didik, pada penelitian ini, peneliti
siswa [1].
menggunakan instrumen berupa Tes Dilema Moral.
Melihat kenyataan tersebut, ternyata adanya Tes Dilema Moral merupakan instrumen yang
ketidaksesuaian antara fakta yang terjadi dengan bertujuan untuk mengetahui karakter yang dimiliki
fungsi dari sistem pendidikan nasional itu sendiri. oleh peserta didik [6]. Komponen karakter yang
Artinya, bahwa fungsi sistem pendidikan nasional baik menurut Lickona yaitu, moral feeling
belum berfungsi secara baik. Disinilah kemudian (perasaan moral), moral knowing (pengetahuan
muncul ide-ide dalam melakukan inovasi dalam moral) dan moral action (tindakan moral) [2].

ISBN 978-602-19655-4-2 92
Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Komponen karakter yang baik tersebut memiliki Tabel 1. Persentase Aspek Moral Knowing
aspek-aspkek moral. Aspek-aspek moral knowing (Pengetahuan Moral) Peserta Didik di SMP.
(pengetahuan moral) antara lain yaitu kesadaran
Aspek Moral Knowing
moral, mengetahui nilai moral, penentuan No Persentase
perspektif, pemikiran moral, pengambilan (Pengetahuan Moral)
keputusan, dan pengetahaun pribadi. Sedangkan Moral awareness
1  100%
untuk aspek moral feeling (perasaan moral), yaitu (Kesadaran moral)
hati nurani, harga diri, empati, mencintai hal yang
Knowing moral values
baik, kendali diri, dan kerendahan hati. Komponen 2  46,20%
karakter yang baik yang terakhir adlah moral action. (Mengetahui nilai moral)
Aspek moral action (tindakan moral) yaitu Perspective taking
kompetensi, keinginan, dan kebiasaan [3]. Soal 3  97,90%
(Penentuan perspektif)
Tes Dilema Moral yang digunakan dalam
penelitian ini merupakan soal Tes Dilema Moral Moral reasoning
4  100%
yang sudah mengalami modifikasi dari bentuk Tes (Pemikiran moral)
Dilema Moral yang ada.
Decision making
Sampel penelitian pada penelitian ini yaitu 31 5  95,70%
(Pengambilan Keputusan)
siswa kelas VIII di sekolah menengah pertama
negeri (SMPN) di kota Bandung. Pemilihan sampel    Rata-rata 87, 96 %
dilakukan secara acak (random sampling).
Dari tabel 1, diketahui bahwa tidak semua
Penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif. aspek Moral Knowing terlihat pada peserta didik.
Model pembelajaran yang digunakan ketika
Aspek Moral Knowing (Pengetahuan Moral) yang
melakukan Pembelajaran terpadu model webbed
dominan terlihat adalah moral awareness
tema gunung meletus adalah Susan-Louck (kesadaran moral) dan moral reasoning (pemikiran
Hoursley. Pada tahap invited dan purpose of
moral). Sebaliknya, aspek moral knowing
thinking, peserta didik diberikan pengalaman
(pengetahuan moral) yaitu knowing moral values
melalui video yang ditampilkan oleh guru pada (mengetahui nilai moral) kurang terlihat dominan.
saat pembelajaran [6]. Video tersebut berupa
Artinya hanya sebagian peserta didik saja yang
video proses gunung meletus, peristiwa hujan abu, sudah mengetahui nilai-nilai moral dalam
dan kondisi wilayah serta korban di pengungsian. kehidupan. Nilai-nilai moral yang dimaksud seperti
Penayangan video ini bertujuan untuk menstimulus
tanggung jawab, kejujuran, dan lain sebagainya.
munculnya karakter baik dari diri peserta didik. Ternyata diperlukan adanya pemasukan nilai-nilai
Pada akhir pembelajaran, peserta didik diberikan
moral dalam kehidupan pada saat pembelajaran.
satu soal Tes Dilema Moral. Tes ini merupakan
salah satu alternative instrument yang dapat Tabel 2. Persentase Aspek Moral Feeling
digunakan oleh para pendidik yang ingin (Perasaan Moral) Peserta Didik di SMP.
mengetahui karakter peserta didiknya selain
Aspek Moral Feeling
menggunakan instrument lembar observasi. No Persentase
(Perasaan Moral)
Hasil dan Diskusi Conscience
1 86%
(Hati nurani)
Setelah melakukan penelitian selama tiga kali
pertemuan, diketahui bahwa hanya dua komponen Empathy
2 62,40%
karakter yang baik saja yang muncul setelah (empati)
pembelajaran, yaitu moral knowing (pengetahuan
Loving the good
moral) dan moral feeling (perasaan moral). Moral 3 78,50%
action hanya bisa diketahui jika adanya (mencintai hal yang baik)
penambahan jam untuk melakukan kegiatan di luar Rata-rata 75,60%
lingkungan sekolah, atau dibuat sebuah kegiatan
yang dapat memunculkan komponen karakter baik Seperti halnya aspek moral knowing
tersebut. Persentase terlihatnya aspek moral (pengetahuan moral), ternyata aspek moral feeling
knowing (pengetahuan moral) dan moral feeling (perasaan moral) pun tidak semuanya terlihat
(perasaan moral) dapat dilihat pada tabel di bawah pada peserta didik. Hanya ada tiga aspek moral
ini. feeling (perasaan moral) yang dominan terlihat,
yaitu conscience (hati nurani), emphaty (empati)
dan loving the good (mencintai hal yang baik). Dari
ketiga aspek yang terlihat ternyata tidak ada satu
pun aspek moral feeling (perasaan moral) yang
terlihat pada semua peserta didik. Hal ini berkaitan
dengan data dari Tabel 1 yang menyatakan bahwa

ISBN 978-602-19655-4-2 93
Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

peserta didik kurang mengetahui nilai-nilai moral [2] T. Lickona, “Educating for character. Jakarta”,
dalam kehidupan. Sehingga, tentu saja hal ini PT Bumi Aksara, (2012).
berpengaruh terhadap aspek moral feeling yang [3] http://edukasi.kompasiana.com/2013/05/20/p
dimiliki oleh peserta didik. ancasila-sebagai-paradigma-pembangunan-
pendidikan-557806.html [accessed 22 June
Selain hal-hal tersebut di atas, kurang
2013]
terlihatnya beberapa aspek komponen karakter
[4] http://hizbut-
yang baik ini disebabkan pada saat pembelajaran,
tahrir.or.id/2012/11/05/kriminalitas-remaja-di-
peserta didik tidak memperhatikan dengan baik
sekitar-kita/ [accessed 22 June 2013]
video yang ditampilkan oleh guru, padahal tujuan
[5] http://pustaka.pandani.web.id/2013/03/penger
dari ditayangkannya video tersebut salah satunya
tian-karakter.html [accessed 22 June 2013]
yaitu untuk menstimulus munculnya karakter baik
[6] Z. Darmiyati, “Pendidikan Karakter”,
dari diri peserta didik.
Yogyakarta: UNY Press, (2011).
Kesimpulan
Komponen karakter yang terlihat dari peserta Fanni Zulaiha*
didik adalah moral knowing (pengetahuan moral) Jurusan Pendidikan Fisika
dan moral feeling (perasaan moral). Aspek Universitas Pendidikan Indonesia
komponen karakter yang baik yang dominan fanni.zulaiha@gmail.com
terlihat yaitu kesadaran moral dan pemikiran moral.
Selain itu, instrumen tes dilema moral ini dapat Winny Liliawati
digunakan sebagai alternative instrumen untuk Jurusan Pendidikan Fisika
Universitas Pendidikan Indonesia
mengetahui karakter peserta didik selama proses
pembelajaran.
Taufik Ramlan Ramalis
Jurusan Pendidikan Fisika
Referensi Universitas Pendidikan Indonesia
[1] R. Apriliaswati, “Strategi mebangun
kecerdasan moral dalam pembelajaran
bahasa di sekolah”, Jurnal Visi Ilmu *Corresponding author
Pendidikan, 228-240.

ISBN 978-602-19655-4-2 94
Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Motor Solenoid Sebagai Alat Bantu dalam Pembelajaran


Elektromagnetisme: Studi Pengaruh Tegangan dan Panjang Kumparan
Terhadap Kecepatan Rotasi
Samuel Kamajaya, Bianca Maria Hasiandra, Richard Jason, dan Fourier Dzar Eljabbar Latief*

Abstrak
Topik bahasan elektromagnet dalam mata pelajaran fisika merupakan salah satu topik yang cukup penting
karena sangat banyak teknologi saat ini yang berbasis pada prinsip elektromagnetisme. Namun demikian
seringkali topik ini agak sukar dipahami dan menjadi kurang menarik. Perangkat motor solenoid dapat
menjadi salah satu piranti yang digunakan dalam menyampaikan topik bahasan mengenai
elektromagnetisme. Teknologi motor solenoid ini dapat ditemukan pada kipas angin dan pompa. Prinsip
kerja alat ini adalah mengubah energi yang dihasilkan solenoid menjadi energi kinetik. Sejumlah energi
hilang akibat adanya gaya gesek dalam bentuk energi panas,sehingga motor solenoid harus didesain agar
seefektif mungkin. Pada penelitian ini, akan ditentukan pengaruh tegangan dan panjang kumparan pada
kecepatan rotasi dari solenoid sehingga dapat didesain motor soleonoid yang lebih efisien. Pada motor
solenoid, terdapat banyak variabel yang dapat mempengaruhi kecepatan rotasi dari motor solenoid sehingga
akan ditentukan beberapa batasan penelitian. Pertama, lengan poros memiliki panjang 1 cm. Listrik yang
digunakan berasal dari sumber tegangan searah. Jumlah solenoid yang diteliti sebanyak 3 buah dengan
jarak antar solenoid dibuat sama panjang. Panjang bahan ferromagnetik yang digunakan besarnya sama.
Kumparan divariasikan pada nilai panjang 3 cm dan 5 cm. Sedangkan tegangan divariasikan pada beberapa
nilai pada selang 10.5 V – 18 V. Dari hasil percobaan, diperoleh bahwa kumparan dengan panjang 3 cm
menghasilkan kecepatan yang lebih besar. Semakin tinggi arus yang digunakan, semakin besar pula
kecepatan putaran motor tersebut. Pada kumparan 3 cm, pertambahan kecepatan terhadap tegangan
adalah 1,22 (rad/s)/V. pertambahan kecepatan teradap tegangan pada kumparan 5 cm adalah sebesar
1,65(rad/s)/V. Hubungan-hubungan antar parameter tersebut dapat digunakan pada proses pembelajaran di
kelas, di mana siswa dapat melakukan percobaan sendiri, melakukan pengambilan data, representasi data
dan pengolahannya, serta mengambil kesimpulan dari percobaan tersebut
Kata-kata kunci: motor solenoid, elektromagnetisme, kumparan, elektromekanik.
kerja motor solenoid (dalam hal ini adalah
Pendahuluan
kecepatan putaran), yang dapat dijadikan
Topik bahasan fenomena elektromagnetisme pengembangan bahan ajar materi elektromag-
dalam mata pelajaran fisika merupakan salah satu netisme, khususnya terkait kemampuan penga-
topik yang cukup penting karena sangat banyak matan dan analisis.
teknologi saat ini yang berbasis pada prinsip
tersebut. Namun demikian seringkali topik ini agak Teori
sukar dipahami dan menjadi kurang menarik.
Medan magnet akan terbentuk di sekitar
Padahal sangat banyak sekali perangkat sehari-
kawat konduktor yang dialiri oleh arus listrik. Pada
hari yang menggunakan prinsip tersebut, misalnya
sebuah batang besi yang dililit dengan kawat
kipas angin, pompa air, mesin cuci, yang bekerja
konduktor akan terbentuk lintasan arus kecil yang
berdasar pada prinsip kerja motor solenoid. Energi
memiliki ukuran sebesar atom. Ketika sebuah
yang digunakan oleh motor solenoid ini tidak
elektron mengorbit di sekitar inti atom, maka akan
seluruhnya berubah menjadi energi kinetik, tetapi
terbentuk sebuah loop arus listrik yang sangat kecil.
ada energi yang hilang akibat adanya gaya gesek
Semua bagian batang besi ini akan bersifat
dalam bentuk energi panas. Untuk meningkatkan
magnetik karena sebuah loop arus listrik
jumlah energi yang digunakan untuk rotasi, motor
mempunyai medan magnet dan semua atom
solenoid ini harus didesain sedemikian rupa
memiliki elektron yang berevolusi pada orbitnya.
sehingga jumlah energi yang hilang dalam bentuk
Pergerakan elektron pada orbitnya dan spin (rotasi
energi panas dapat dibuat sekecil mungkin.
elektron di sekitar sumbu porosnya) dari elektron
Penelitian ini bertujuan menentukan penga- tersebutlah yang berpengaruh terhadap
ruh tegangan dan panjang kumparan pada terbentuknya medan magnet.
kecepatan rotasi dari solenoid. Tujuan lain dari
penelitian ini adalah mengamati parameter-
parameter apa saja yang terkait dengan performa

ISBN 978-602-19655-4-2 95
Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

keseluruhan motor solenoid ini adalah: panjang 25


Solenoid elektromekanik cm, tinggi 25 cm.
Solenoid elektromekanik terdiri dari kumpar- Sistem Elektrik: pada setiap percobaan
an yang terinduksi secara elektromagnetik, yang digunakan tiga buah solenoid dengan masing –
menyelubungi piston yang dapat bergerak. Pis-ton masing 1000 lilitan percobaan pertama
ini harus terbuat dari bahan ferromagnetik. menggunakan solenoid dengan tinggi 3 cm dan
Kumparan didesain sedemikian rupa agar piston percobaan kedua menggunakan solenoid dengan
tersebut dapat bergerak keluar masuk kumparan. tinggi 5 cm. Pada saat poros engkol berputar,
Skema solenoid elektromekanik dapat dilihat pada lengan poros engkol akan mengenai sikat
Gambar 1. disekitarnya yang berbentuk setengah lingkaran.
Sikat ini berfungsi sebagai saklar untuk
mengalirkan arus dari poros engkol ke solenoid.
Saat solenoid mendapat arus maka timbul medan
magnet di dalam solenoid yang menarik paku yang
menyebabkan poros engkol berputar. Saat paku
sudah ada pada posisi paling rendah, kontak poros
engkol dengan sikat terlepas sehingga paku dapat
berputar naik keatas karena tidak tertarik medan
magnet solenoid. Mekanisme ini diilustrasikan
pada Gambar 2.

Gambar 1. Solenoid elekromekanik [1].


Gaya yang diberikan pada piston berbanding
lurus dengan perubahan induktansi kumparan
yang terjadi karena perbedaan posisi piston dan
arus yang mengalir pada kumparan. Gaya yang
diberikan pada piston akan menyebabkan piston
bergerak ke arah yang menyebabkan induktansi
kumparan membesar. Solenoid elektromekanik ini
disebut juga solenoid linear apabila piston Gambar 2. Skema mekanisme sikat dan poros
bergerak secara linear. Solenoid linear memiliki engkol.
tiga jenis yaitu: pull force, push force, dan hold
force. Saat solenoid diberi tenaga, jenis pull akan Alat Pengukur Kecepatan: untuk mengukur
menarik piston, jenis hold akan mempertahankan kecepatan putaran motor solenoid, digunakan
posisi piston sedangkan jenis push akan sistem sensor fotodioda. LED inframerah dan
mendorong piston. Besarnya gaya yang dihasilkan fotodioda dipasang bersebelahan pada rangka
dipengaruhi berbagai faktor diantaranya: jumlah kayu menghadap roda gila. Prinsip dari alat
lilitan kumparan, ukuran solenoid, karakter pengukur kecepatan ini adalah ketika fotodioda
magnetik dari piston, rongga antara solenoid menerima cahaya inframerah hasil pantulan dari
dengan piston, dan langkah piston. Dapat roda gila maka terjadi perubahan potensial listrik.
dikatakan bahwa besarnya gaya berbanding Perubahan potensial listrik ini lalu diolah oleh IC
terbalik dengan jarak kuadrat piston dari solenoid LM 393 menjadi data “high” dan “low” yang keluar
(rongga) [2]. dari pin 1. Pin 1 ini kemudian disambung-kan
dengan komputer melalui port audio. Skema
Desain motor solenoid fotodioda pengukur kecepatan dapat dilihat pada
Gambar 3.
Motor solenoid yang digunakan dalam
percobaan ini dapat dibagi menjadi tiga bagian
sistem, yaitu: sistem mekanik, sistem elektrik, dan
alat pengukur kecepatan.
Sistem Mekanik: pada motor solenoid, silinder
yang digunakan berjumlah tiga buah, setiap
silinder menggunakan paku yang dihubungkan ke
poros engkol. Poros engkol yang digunakan
dibentuk menjadi tiga lengan dengan sudut antar
lengan sebesar 120 derajat dan radius sepanjang
1 cm. Pada ujung poros dipasangkan roda gila
(flywheel) sebagai penstabil putaran. Dimensi
Gambar 3. Skema sensor fotodioda.

ISBN 978-602-19655-4-2 96
Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Bagian sisi dalam roda gila (flywheel) dilapis frame yang dibutuhkan untuk membentuk 10
dengan kertas berwarna hitam, lalu diberi garis gelombang penuh tersebut (mis: tf). Nilai periode T
putih seperti pada Gambar 4. Sedangkan wujud diperoleh dari tf/(384000×10). Kecepatan motor
motor solenoid setelah semua sistem dirangkai solenoid dapat dihitung dengan persamaan
pada rangka kayu tampak pada Gambar 5. berikut:
  2 T . (1)
Dalam percobaan ini, dilakukan pengukuran
kecepatan motor solenoid dengan kumparan dan
tegangan yang berbeda-beda. Pengukuran dibagi
menjadi dua tahap. Pertama mengukur kecepatan
motor solenoid dengan panjang kumparan 5cm.
Kedua mengukur kecepatan motor solenoid
dengan panjang kumparan 3cm. Setiap jenis
kumparan dicoba dengan catu daya DC
Gambar 4. Sisi sebelah dalam dari roda gila. bertegangan 12 V, 17 V, 21 V, 25 V. Setiap
percobaan diulangi sebanyak tiga kali.

Hasil dan Diskusi


Dalam setiap percobaan, Sumber tegangan
dihubungkan dan ditunggu sampai motor berpu-tar
dengan kecepatan konstan, kemudian te-gangan
dan arus diukur. Data hasil percobaan dapat
dilihat pada Tabel 1. Plot antara tegangan dengan
kecepatan sudut untuk masing-masing panjang
lilitan solenoid 3 cm dan 5 cm dapat dilihat pada
Gambar 6.

Gambar 5. Tampak keseluruhan motor solenoid.


Bagian sisi yang berwarna putih akan
memantulkan sinar inframerah sehingga dapat
diterima oleh fotodioda. Fotodioda akan
menangkap sinar inframerah satu kali selama roda
gila berputar satu putaran. Saat motor solenoid
sudah berputar dengan kecepatan konstan,
komputer lalu merekam data yang dihasilkan oleh
IC LM 393 dengan software Audacity. Rekaman Gambar 6. Grafik besar tegangan terhadap
tersebut memiliki sample rate sebesar 44100 kecepatan sudut putaran motor solenoid.
sampel perdetik. Dengan demikian, periode roda
gila dapat diukur dari data yang telah direkam. Dari hasil regresi didapatkan bahwa
pertambahan kecepatan untuk tegangan yang
Data yang dihasilkan oleh alat pengukur berbeda-beda adalah sekitar 1,2225 (rad/s)/V
kecepatan kemudian direkam ke komputer dalam untuk kumparan 3 cm; dan sekitar 1.6557 (rad/s)/V
bentuk audio digital. Dalam percobaan ini, untuk kumparan 5cm. Tegangan yang terukur
perangkat lunak Audacity berguna untuk merekam berbeda dengan tegangan catu daya. Hal ini
dan menampilkan bentuk gelombang suara. dikarenakan hambatan dalam catu daya tidak
Rekaman tersebut lalu difilter untuk berbeda jauh dengan hambatan dalam motor
menghilangkan noise dengan menggunakan effect solenoid sehingga tegangan catu yang keluar dari
low pass filter. Noise ini kemungkinan terjadi catu daya mengalami penurunan.
karena kontak antara sikat dan poros engkol yang
menyebabkan bunga api. Bunga api menghasilkan Hal ini juga disebabkan karena arus yang
gelombang elektromagnetik yang dapat mengalir masuk ke kapasitor lebih kecil dari pada
mengganggu medan listrik di sekitar sensor. arus yang keluar dari kapasitor, sehingga kapasitor
Selanjutnya, dari rekaman tersebut dipilih sepuluh yang harusnya menjadi penstabil tegangan tidak
gelombang penuh dan dihitung berapa jumlah dapat menstabilkan tegangan.

ISBN 978-602-19655-4-2 97
Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Tabel 1. Hasil pengukuran kecepatan sudut motor dengan menggunakan kumparan 3 dan 5 cm.

Panjang solenoid 3 cm Panjang solenoid 5 cm


perc. Teg.
arus waktu frek kec.sdt Arus waktu frek kec.sdt
ke (V)
(A) (s) (Hz) (rad/s) (A) (s) (Hz) (rad/s)
1 1.7395 5.74877 36.121 1.93607 5.16511 32.4533
2 10.5 0.46 1.72653 5.79195 36.392 0.48 1.96047 5.10083 32.0494
3 1.73453 5.76526 36.224 2.04016 4.90157 30.7975
rata-rata (kec.sdt) 36.24555 ± 0,06% 31.76676 ± 0,43%
1 1.56952 6.37138 40.033 1.60804 6.21873 39.0735
2 13.5 0.54 1.57071 6.36654 40.002 0.6 1.60179 6.243 39.2259
3 1.56566 6.3871 40.131 1.60017 6.24935 39.2658
rata-rata (kec.sdt) 40.05536 ± 0,02% 39.18840 ± 0,04%
1 1.47339 6.78707 42.644 1.54859 6.45748 40.5736
2 16 0.57 1.52362 6.56331 41.239 0.63 1.53424 6.51786 40.953
3 1.4781 6.76545 42.509 1.53726 6.5051 40.8728
rata-rata (kec.sdt) 42.13047 ± 0,29% 40.79975 ± 0,08%
1 1.35718 7.36822 46.296 1.3958 7.16437 45.015
2 18 0.6 1.39002 7.19414 45.202 0.65 1.4003 7.14133 44.8703
3 1.36755 7.31236 45.945 1.40039 7.14086 44.8674
rata-rata (kec.sdt) 45.81431 ± 0,19% 44.91757 ± 0,03%

Arus yang terukur sebenarnya berubah-ubah Referensi


karena kontak sikat dengan poros engkol tidak
menyala secara konstan sehingga multimeter [1] http://en.wikipedia.org/wiki/File:Commercial_S
menghitung rata-rata arus tersebut berdasarkan olenoid_Dawes_1920.png. Diakses pada
sampel yang dia ukur per-detiknya. Hal ini juga Minggu, 14 April 2013 pukul 15.52.
menyebabkan arus yang terukur jauh lebih kecil [2] http://www.gwlisk.com/design-guide.aspx.
daripada jika dihitung menggunakan V = I R. Diakses Senin, 8 Juli 2013 pukul 19.08

Kesimpulan dan usulan pengembangan Samuel Kamajaya


Program Studi Teknik Tenaga Listrik
Dalam percobaan ini dapat disimpulkan Sekolah Teknik Elektro dan Informatika, ITB
beberapa hal sebagai berikut: pada tegangan yang samuel.kamajaya@gmail.com
sama, panjang kumparan 3 cm akan menghasilkan
kecepatan yang lebih besar dibandingkan panjang Bianca Maria Hasiandra
kumparan 5 cm. Hal ini bersesuaian dengan Program Studi Teknik Telekomunikasi
perumusan medan magnet pada solenoid yang Sekolah Teknik Elektro dan Informatika, ITB
berbanding terbalik dengan panjang lilitan. Pada Institut Teknologi Bandung
kumparan 3 cm, pertam-bahan kecepatan ter- bianca.hasiandra@students.itb.ac.id
hadap tegangan adalah 1,22 (rad/s)/V. Pertam-
bahan kecepatan teradap tegangan pada kum- Richard Jason
Program Studi Teknik Tenaga Listrik
paran 5 cm adalah sebesar 1,65 (rad/s)/V. Untuk
Sekolah Teknik Elektro dan Informatika
mengembangkan percobaan ini lebih lanjut dapat Institut Teknologi Bandung
dicoba percobaan inti besi yang berbeda richard_jazon@yahoo.com
ukurannya atau poros engkol yang berbeda
panjang lengannya. Direkomendasikan pula untuk Fourier Dzar Eljabbar Latief*
melakukan pengukuran kecepatan sudut putaran Fisika Bumi dan Sistem Kompleks
menggunakan sensor cahaya yang memiliki Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
ketelitian yang tinggi. Institut Teknologi Bandung
fourier@fi.itb.ac.id

*Corresponding author

ISBN 978-602-19655-4-2 98
Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Pengaruh Pengenceran HidrogenTerhadap Hasil Penumbuhan Silikon


Nanowire dengan Metode HWC-in Plasma-VHF-PECVD Berbantuan
Nanokatalis Perak
Gilang Mardian Kartiwa*, Rahmat Awaluddin Salam, Diki Anggoro, dan Toto Winata

Abstrak
Telah ditumbuhkan material silicon nanowire (SiNW) diatas substrat gelas dengan metode HWC-in plasma-
VHF-PECVD dan berbantuan nanokatalis perak. Dua jenis nanokatalis masing-masing dibuat dengan
menguapkan 10 dan 2,5 mg perak dianil pada suhu 3800C dengan durasi yang berbeda, yaitu 40 menit dan
1 menit. Nanokatalis ini kemudian dipakai untuk penumbuhan nanowire dengan metode HWC-in plasma-
VHF-PECVD. Selama proses penumbuhan, akan dicoba dialirkan gas hidrogen dengan flowrate tertentu.
Hal ini lazim disebut dilution atau pengenceran. Sementara itu, parameter penumbuhan lain seperti suhu,
tekanan, dan daya rf dibuat tetap dan dipilih sesuai dengan parameter optimal dari penelitian yang telah
dilakukan sebelumnya. Kemudian dilakukan karakterisasi SEM, FTIR, dan XRD, dan disimpulkan bahwa
hidrogen dengan flowrate 35 sccm dapat mengurangi jumlah ikatan Si  H dan Ag  O serta
memunculkan satu buah peak Si dan empat peak Ag pada hasil XRD, sementara dilution dengan flowrate
hidrogen diatas 40 sccm akan membuat plasma tidak bisa dinyalakan.
Kata-kata kunci: pengenceran hidrogen, penumbuhan berkatalis, silikon nanowire

Pendahuluan Eksperimen
Istilah nanowire biasa digunakan untuk Penumbuhan silikon nanowire dilakukan
menunjukkan material berstruktur wire dalam dengan menggunakan bantuan nanokatalis.
ukuran nano. Dalam hal ini, diameter nanowire Nanokatalis yang digunakan dibuat dengan cara
ideal adalah sekitar 1 hingga 100 nm dan panjang menganiling lapisan tipis perak yang dibuat
hingga beberapa μm[1]. karena ukurannya yang dengan metode evaporasi termal. Pada penelitian
berskala nano, maka dimensi nanowire ini akan kali ini disiapkan dua jenis lapisan tipis perak,
bersesuaian dengan skala karakteristik dari dimana masing-masing dibuat dengan
berbagai fenomena menarik yang ada pada dunia menguapkan 10 mg dan 2,5 mg perak sehingga
fisika zat padat antara lain panjang gelombang didapat lapisan tipis dengan ketebalan yang
cahaya, jari-jari exciton Bohr, mean free path dari berbeda. Kedua lapisan tipis ini kemudian dianiling
fonon, dan lain-lain[2]. Hal ini menyebabkan pada suhu 3800C selama 40 menit untuk lapisan
banyak sifat fisis material nanowire yang berbeda tipis 10 mg perak dan 1 menit untuk lapisan tipis
dari sifat fisis material yang sama dalam ukuran 2,5 mg perak.Lapisan tipis yang diberi perlakuan
besar (bulk). Beberapa aplikasi nanowire yang aniling akan terpecah dan membentuk droplet
dimungkinkan antara lain sebagai material berukuran nano yang disebut nanokatalis.
elektronik seperti sel surya[3], dan fotokatalis[4]. Nanokatalis ini berfungsi sebagai tempat
tumbuhnya wire. Kemudian kedua nanokatalis ini
Beberapa penelitian mengenai penumbuhan
dipakai pada proses penumbuhan silikon nanowire.
silikon nanowire yang pernah dilakukan dengan
metode HWC-in plasma-VHF-PECVD ini adalah Penumbuhan silikon nanowire dilakukan
penelitian oleh Hidayat (2012), Anggoro (2012), dengan metode HWC-in plasma-VHF-PECVD.
dan Salam (2013). Ketiga penelitian tersebut telah Nilai parameter penumbuhan yang dipakai
berhasil menumbuhkan silikon nanowire namun merupakan nilai optimum yang didapat dari
dengan laju penumbuhan yang terbatas. Diduga penelitian sebelumnya[5]. Secara umum, penelitian
hal ini diakibatkan oleh adanya oksida perak pada yang dilakukan kali ini dapat dilihat pada tabel 1:
nanokatalis yang bersifat menghambat proses
Tabel 1. Rancangan percobaan
penumbuhan. Hasil dari ketiga penelitian
sebelumnya juga menunjukkan silikon nanowire Q Hidrogen
yang masih berstruktur amorf. Karena itu, pada Sampel Katalis
(sccm)
penelitian kali ini akan dicoba penumbuhan silikon
nanowire dengan dilution atau pengenceran oleh A 35 10 mg
gas hidrogen. B 0 2,5 mg
C 41 2,5 mg

ISBN 978-602-19655-4-2 99
Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Hasil dan Diskusi Nanokatalis lalu digunakan dalam proses


penumbuhan, dengan urutan eksperimen seperti
Diameter nanokatalis yang digunakan akan
yang tertera pada tabel 1. Ketiga sampel nanowire
sangat mempengaruhi struktur wire yang didapat,
tersebut kemudian dikarakterisasi dengan
karena diameter wire akan mengikuti diameter
menggunakan FTIR, XRD, dan SEM. Hasil
nanokatalisnya. Hasil penumbuhan nanokatalis
karakterisasi dari sampel nanowire ini kemudian
yang dibuat dengan menganiling lapisan tipis
dianalisis. Hasil karakterisasi FTIR terlhat sebagai
perak pada suhu 3800C selama 40 menit dapat
berikut:
dilihat pada gambar berikut:

Gambar 3. Kurva FTIR sampel A (merah), sampel


B (hijau), dan nanokatalis (biru).
Kurva diatas menunjukkan ikatan Si - H pada
wilayah 810 hingga 950 cm-1. Namun peak pada
daerah tersebut dapat juga merupakan peak milik
Ag = O[6](850-1010 cm-1). Meskipun tidak dapat
ditentukan secara pasti, namun perbandingan
kurva transmitansi sampel A dan B pada wilayah
tersebut menunjukkan bahwa sampel A (dengan
dilute) memiliki puncak yang lebih kecil, dan hal ini
sesuai dengan yang diharapkan karena pada
kasus ini, baik ikatan Si – H maupun Ag = 0
Gambar 1. Citra SEM nanokatalis yang dianiling merupakan ikatan yang ingin direduksi dengan
selama 40 menit. perlakuan pengenceran hidrogen. Sementara itu,
puncak pada wilayah 600 hingga 800 cm-1
Dari gambar diatas terlihat bahwa nanokatalis
merupakan puncak milik Ag – H yang berasal dari
yang terbentuk masih memiliki ukuran yang kurang
nanokatalis. Pengurangan puncak ini terjadi
ideal (diatas 100 nm). Setelah dilakukan
sebagai akibat dari pengenceran hidrogen, karena
pengelompokan, diketahui bahwa jumlah
ikatan H – H memiliki energi ikat yang lebih kuat
nanokatalis berkisar pada ukuran 80 hingga 120
dibandingkan Si – H maupun Ag = 0, sehingga
nm. Sebaran diameter nanokatalis yang terbentuk
kehadiran gas hidrogen selama penumbuhan akan
pada sampel ini dapat dilihat pada grafik berikut:
memutus kedua ikatan tersebut.
Sementara itu, hasil XRD yang dilakukan
pada kedua sampel juga menunjukkan perbedaan
yang signifikan. Sampel A menunjukkan satu
puncak Si dan empat Ag, sedangkan sampel B
tidak menujukkan puncak difraksi sama sekali.
Perbandingan hasil XRD kedua sampel dapat
dilihat pada grafik 4:

Gambar 2. Sebaran ukuran nanokatalis perak.

ISBN 978-602-19655-4-2 100


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Diketahui Ag = 0 berikatan lebih lemah


daripada Si – H sehingga lebih mudah terputus
selama proses pengenceran, hal ini menjelaskan
mengapa puncak Ag muncul lebih banyak
daripada puncak Si.
Terakhir, dilakukan pula karakterisasi SEM
kepada kedua sample. Hasil citra SEM dapat
dilihat pada gambar berikut:

Gambar 4. Perbandingan hasil XRD sampel A


(biru) dan B (merah).
Seperti dijelaskan sebelumnya, kehadiran gas
hidrogen akan memutus ikatan Si – H maupun Ag
= 0. Ikatan Si – H akan memberikan struktur amorf
seperti yang terlihat pada hasil XRD sampel B.
Pemutusan ikatan oleh gas hidrogen membuat Si
dan Ag yang sudah tidak berikatan akan berikatan
dengan sesamanya, membentuk ikatan Si – Si
dan Ag – Ag yang akan memberikan struktur
berupa kristal. Akibatnya, pengenceran akan Gambar 5. Citra SEM sampel A.
memunculkan puncak pada hasil XRD yang
menunjukkan tingkat kristalinitas yang lebih baik. Perbedaan yang cukup signifikan dapat dilihat dari
Perubahan struktur kimia yang terjadi dapat perbandingan hasil SEM kedua sampel. Sampel A
dijelaskan sebagai berikut: yang ditumbuhkan dengan melakukan
pengenceran menunjukkan adanya struktur wire
2SiH  H 2  2 Si  2 H 2 yang tumbuh, meskipun diameternya masih cukup
2 AgO  2 H 2  2 Ag  2 H 2 O . besar (sekitar 120 nm) sehingga masuk ke dalam
kategori whisker. Sementara pada sampel B yang
ditumbuhkan tanpa pengenceran, struktur wire
Puncak yang muncul pada grafik 4 dapat dilihat nampak tak teramati bahkan dengan perbesaran
pada tabel berikut: 40.000 kali.

Tabel 2. Daftar puncak yang muncul pada Gambar


4.
2 Unsur dan indeks hkl
0
38.1 Ag (111)
44.40 Ag (200)
70.50 Si (400)
77.30 Ag (311)
81.50 Ag (222)

ISBN 978-602-19655-4-2 101


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

ion-ion dan radikal dari silan. Rasio hidrogen


terhadap silan yang berlebihan menunjukkan
kerapatan silan yang sangat rendah sehingga tidak
sanggup untuk memunculkan plasma. Akibatnya
penumbuhan tidak dapat dilakukan.

Kesimpulan
Dari percobaan diatas, disimpulkan bahwa
pengenceran hidrogen dapat meningkatkan laju
penumbuhan silikon nanowire dengan
membersihkan oksida yang ada pada nanokatalis.
Pengenceran hidrogen juga mengurangi ikatan
Si  H dan Ag  O sehingga sekaligus
meningkatkan kristalinitas wire. Namun pemberian
hidrogen yang terlalu besar justru akan
menyebabkan plasma tidak dapat muncul dan
penumbuhan tidak dapat dilakukan..

Ucapan terima kasih


Penulis mengucapkan terima kasih kepada
Prof. Toto Winata, Ph.D selaku pembimbing,
Rahmat A. Salam, M.Si , dan Diki Anggoro,M.Si
atas segala dukungan dan bantuan hingga
eksperimen ini dapat terlaksana.
Gambar 6. Citra SEM sampel B.
Referensi
Yang menarik adalah, bahwa pada percobaan kali
ini flowrate total  QH 2  QSiH 4  dijaga tetap [1] Hochbaum, A.I, and Yang, P. Chem. Rev,
110, 527-546 (2010).
sebesar 70 sccm . Artinya penumbuhan sampel B [2] Law, M., Goldberger, J., Yang, P. D.Annu.
(tanpa pengenceran) dilakukan dengan flowrate ReV. Mater. Res., 34, 83 (2004)
silan sebesar 70 sccm sementara penumbuhan [3] Garnett, E.C, Brongersma, M.L, Cui, Y., and
sampel A hanya menggunakan 35 sccm gas silan McGehee: Annu. Rev. Matter. Res., 41, 269-
namun dengan dicampur hidrogen sebesar 35 295 (2011).
sccm pula. Artinya laju penumbuhan nanowire [4] A. Fujishimam and K. Honda, Nature, 238, 37
tidak selalu ditentukan oleh tingkat flowrate silan. (1972).
Perbedaan laju penumbuhan kedua sampel [5] Anggoro, D.”Studi Awal Penumbuhan Silikon
dapat dijelaskan sebagai berikut: seperti yang Nanowire dengan Metode HWC-in plasma-
sudah dijelaskan bahwa pengenceran hidrogen VHF-PECVD Berbantuan Nanokatalis Perak
dapat meningkatkan kristalinitas nanokatalis perak Dengan Optimasi Daya”, Magister
dengan menghilangkan oksidanya. Sementara itu, Thesis,Institut Teknologi Bandung, Bandung,
gas silan yang sudah terdeposisi akan lebih p.26. (2012).
mudah untuk berdifusi masuk kedalam nanokatalis [6] Stuart, Barbara. ”Infrared Spestroscopy:
yang sudah “bersih” karena ikatan Si – O lebih Fundamentals and Applications”, John Wiley
mudah terbentuk daripada Ag – Si. Penghilangan & Sons, Ltd, p.98, (2004).
oksida dari nanokatalis membuat Si lebih mudah
berdifusi. Secara keseluruhan, pengenceran
hidrogen akan meningkatkan laju penumbuhan Gilang Mardian Kartiwa*
nanowire. Adapun ukuran wire yang tidak ideal gilangmk@gmail.com
pada sampel A disebabkan karena diameter
nanokatalis yang memang kurang baik. *Corresponding author
Berbeda dengan Sampel A dan B. Sampel C
yang ditumbuhkan dengan dilute 41 sccm gas
hidrogen gagal dilakukan karena plasma tidak
menyala. Kemungkinan, nilai 41 sccm hidrogen
dan 29 sccm silan merupakan rasio yang tidak
ideal dimana hidrogen terlalu mendominasi ruang
dalam chamber. Karena plasma yang muncul
selama proses penumbuhan merupakan kumpulan

ISBN 978-602-19655-4-2 102


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Penerapan Pembelajaran Terpadu Model Webbed Tema Polusi Cahaya


Dengan Menggunakan Model Pembelajaran Susan-Loucks
untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Smp
Hayyah Fauziah*, Winny Liliawati, dan Judhistira Aria Utama

Abstrak
Model pembelajaran terpadu merupakan salah satu model implementasi kurikulum yang dianjurkan dalam
tujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan. Sebagaimana salah satu prinsip yang tertera dalam KTSP,
yaitu beragam dan terpadu. Untuk mewujudkan hal ini, maka model pembelajaran yang dilakukan dapat
disajikan secara terpadu. Namun, berdasarkan hasil studi pendahuluan menunjukkan bahwa implementasi
dari pembelajaran terpadu masih belum banyak diterapkan oleh pihak sekolah. Oleh karena itu, dilakukan
penelitian dengan menerapkan pembelajaran terpadu model webbed tema polusi cahaya untuk
meningkatkan hasil belajar siswa SMP. Pada pelaksanaannya, model pembelajaran yang digunakan yaitu
model pembelajaran Susan-Loucks yang terdiri dari empat tahap, yaitu : tahap Invited, tahap explore and
discover, tahap propose explanations and solutions, dan yang terkahir tahap taking action. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah quasi experimental design dengan desain penelitian one group
pretest-postest design. Sampel pada penelitian ini yaitu salah satu kelas VIII SMP Negeri di Kabupaten
Bandung. Data penelitian diperoleh melalui hasil belajar yang berdasarkan pada lima ranah dalam new
taxonomy for sains education. Namun hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa siswa di sekolah
tersebut mengalami peningkatan yang rendah dalam hasil belajar mengenai Polusi Cahaya dengan nilai
rata-rata gain dinormalisasi sebesar 0,221 dengan kategori rendah. Berdasarkan hasil yang diperoleh
tersebut, dapat disimpulkan bahwa penerapan pembelajaran terpadu model webbed pada tema polusi
cahaya belum dapat meningkatkan hasil belajar siswa dan penanaman karakter siswa SMP.
Kata Kunci :New Taxonomy For Science Education, Model Belajar Susan-Loucks, Hasil Belajar.
pelajaran yang berlandaskan pada suatu tema.
Pendahuluan Melalui pembelajaran terpadu ini beberapa konsep
yang relevan untuk dijadikan tema tidak perlu
Pembelajaran terpadu merupakan salah satu dibahas berulang kali dalam bidang kajian yang
implementasi kurikulum yang dianjurkan untuk berbeda, sehingga penggunaan waktu untuk
digunakan pada semua jenjang pendidikan untuk
pembahasannya lebih efisien dan pencapaian
dapat meningkatkan mutu pendidikan. Seperti tujuan pembelajaran pun diharapkan akan tercapai
yang diungkapkan oleh Zuhdan (2007), “….selama secara efektif. Konsep pembelajaran tematik
ini sebagian besar pembelajaran didasarkan pada dipandang sebagai model pembelajaran yang
tiga ranah Taksonomi Bloom dengan berorientasi dapat memberikan pengalaman yang bermakna
pada contents maupun procces. Namun, dalam kepada siswa.
pelaksanaanya pun tidak seimbang. Oleh karena
itu, lima ranah pendidikan dalam new taxonomy for Karakteristik dari pembelajaran terpadu model
science education dipandang sebagai acuan webbed diantaranya, berpusat pada siswa,
pengembangan tiga ranah Bloom yang mampu pemberian pengalaman langsung, pembelajaran
meningkatkan aktivitas pembelajaran dan sikap bermakna, holistik (memahami suatu fenomena
positif terhadap mata pelajaran itu”. [5] dari segala sisi), dan fleksibel (dapat dikaitkan
dengan lintas mata pelajaran, dan penentuan topik
Berdasarkan studi literatur tersebut, penulis atau tema dapat menggunakan lebih dari satu
meneliti tentang penerapan pembelajaran terpadu cara).
model webbed dengan menggunakan model
pembelajaran Susan-Loucks pada tema polusi Pembelajaran sains yang didasarkan pada
cahaya untuk meningkatkan hasil belajar siswa. tiga ranah dalam Taksonomi Bloom dengan
Sampel pada penelitian ini adalah siswa SMP berorientasi baik pada konten maupun proses,
kelas VIII di salah satu sekolah di Kabupaten nyatanya dilaksanakan secara tidak seimbang
Bandung Barat. karena lebih menitikberatkan pada ranah kognitif
saja. Sehingga pembelajaran pun terkesan kurang
Teori menyenangkan, monoton, siswa menjadi pasif,
kreatifitas siswa tidak berkembang dan
Pembelajaran terpadu model webbed pembelajaran menjadi kurang efektif.
merupakan suatu pembelajaran yang
mengintegrasikan dua atau lebih bidang mata

ISBN 978-602-19655-4-2 103


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Untuk mengurangi permasalahan tersebut,


dikenal taksonomi baru yang dikembangkan oleh Studi Perancangan Pengembangan
Allan J.MacComark dan Robert E.Yager yaitu new Pendahuluan Program Program
taxonomy for science educationsebagai
pengembangan dari taksonomi Bloom yang terdiri Studi Penyusunan Pengujian
Kepustakaan : Perencanaan Program :
dari lima ranah atau lima domain, yaitu domain Pembelajaran
knowing and understanding, domain science - KTSP dan Terpadu : Judgement ahli
process skill, domain imagine and creativity, kurikulum 2013 terhadap
domain attitude and value, dan yang terakhir - Pembelajaran - Penetapan Instrumen
IPA Terpadu Tema
domain connection and applying. - New Taxonomy Penghubung
for Science - Penetapan - Revisi
Sebagai implementasi dari taksonomi untuk Education SK, KD dari
pendidikan sains, digunakan model pembelajaran berbagai mata
Susan-Loucks Horsley. Model pembelajaran ini pelajaran
dipandang sebagai salah satu model pembelajaran - Penyusunan - Uji Coba
perangkat Instrumen
yang berorientasi konstruktivistik yang baik dan pembelajaran
merefleksikan keunikan kualitas sains dan - Penetapan
teknologi secara bersamaan melalui empat populasi dan
tahapan pembelajaran.[5] Tahapan - tahapan sampel - Analisis
pembelajaran tersebut, yaitu : tahap Invited (tahap
mengundang anak untuk belajar), tahap explore Studi Lapangan Draft Program
and discover (tahap anak menggali pengetahuan : Pembelajaran : - Uji Coba
dan temuan mereka), tahap propose explanations - Tuntutan Instrumen
and solutions (tahap saat siswa menyiapkan pengembangan - RPP Terbatas
kurikulum - Instrumen tes
penjelasan atas apa yang mereka pelajari), dan - Pembelajaran - Lembar Pelaksanaan
yang terkahir tahap taking action (tahap saat siswa IPA di Observasi Program :
mencari tahu kegunaan temuan mereka). lapangan - Pretest
- Treatment
Metode penelitian yang digunakan pada penerapan
penelitian ini yaitu Pre-Experimental Design. pembelajaran
Sedangkan desain penelitian yang digunakan yaitu terpadu
- Postest
One Group Pretest-Postest Design. Penelitian
dilakukan dengan perlakuan atau treatment
sebanyak tiga kali pertemuan. Sebelum dilakukan Gambar 1. Alur Penelitian Research and
perlakuan (treatment), siswa diberikan pretest Development (R& D Design).
terlebih dahulu untuk mengetahui sejauh mana
pengetahuan siswa mengenai polusi cahaya. Adapun instrument yang digunakan dalam
Setelah semua perlakuan (treatment) selesai penelitian ini terdiri dari instrumen tes soal terpadu
dilakukan, siswa diberi posttest untuk mengukur untuk domain knowedge dan lembar observasi
sejauh mana peningkatan atau perubahan untuk procces of science domain serta lembar
pengetahuan siswa berkaitan dengan polusi keterlaksanaan model pembelajaran Susan-
cahaya. Loucks.
Penelitian ini menggunakan desain prosedur Pengolahan data dilakukan terhadap data tes
penelitian yang mengacu padadesain Research soal pilihan ganda pretest dan postest. Teknik
and Development ( R&D Design ) dari Brog & Gall pengolahan data instrumen adalah dengan
dalam Yeni H, yang sudah mengalami modifikasi menggunakan analisis kuantitatif yaitu menghitung
(gambar 1). gain yang dinormalisasikan yaitu perbandingan
dari skor gain aktual dengan skor gain maksimum.
T2  T1
g 
S i  T1

Dengan T1 adalah skor tes awal (pretest),


T2 adalah skor tes akhir (posttest),
Si adalah skor ideal.

selanjutnya menentukan kriteria efektivitas model


pembelajaran berdasarkan kriteria rata-rata gain
ternormalisasi yang tercantum pada tabel berikut.

ISBN 978-602-19655-4-2 104


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

dimaksudkan untuk mengetahui perbandingan gain


Tabel 1. Kriteria rata-rata nilai gain (R.R. Hake,
dari setiap kelompok tersebut.
1998).
Tabel 2. Rata-rata Skor Pretest dan Posttest
GAIN KLASIFIKASI
Berdasarkan Kelompok Tinggi, Sedang dan
TINGGI Rendah.
SEDANG
Kelompok Tinggi
RENDAH
Nama <g> Kategori

Hasil dan diskusi NR 0.636 Sedang


KNA 0.545 Sedang
Pada penelitian ini, Perlakuan atau treatment
NCA 0.334 Sedang
dilakukan sebanyak tiga kali pertemuan.
Pertemuan pertama membahas materi dengan WO 0.25 Rendag
judul mengenal polusi cahaya, terdiri dari definisi SI -0.199 Rendah
polusi cahaya, sumber cahaya, sifat cahaya, SN 0.364 Sedang
proses pembentukan dan penyebab terjadinya YM 0.364 Sedang
polusi cahaya. Pertemuan kedua membahas
ZK 0.364 Sedang
materi dengan judul dampak polusi cahaya
terhadap berbagai bidang yaitu bidang astronomi, SA 0.222 Rendah
ekologi, lingkungan, biotik, kesehatan manusia dan Rata-rata 0,320 Sedang
bidang ekonomi. Selanjutnya, pertemuan ketiga
membahas materi dengan judul pencegahan polusi Kelompok Sedang
cahaya, terdiri dari fungsi pencahayaan, jenis
polusi cahaya, tindakan pencegahan, jenis lampu, Nama <g> Kategori
dan jenis tudung lampu. TNF 0.125 Rendah
Model pembelajaran Susan-Loucks yang NSF 0.000 Rendah
digunakan terdiri dari empat tahap. Tahap pertama
AR 0.384 Sedang
disebut dengan tahap invited, yaitu berupa
penyajian demonstrasi atau fenomena. Tahap ANA 0.333 Sedang
kedua disebut dengan tahap explore and discover ET 0.273 Rendah
yaitu menyelidiki, mengamati dan menemukan
solusi untuk menjawab pertanyaan mereka sendiri SN 0.199 Rendah
terkait dengan fenomena atau demonstrasi yang IS 0.111 Rendah
dimunculkan. Tahap ketiga, murid menyiapkan
ATKD 0.000 Rendah
penjelasan dan penyelesaian, berkaitan dengan
apa yang mereka pelajari. Tahap terakhir yaitu ZNM 0.000 Rendah
memberi kesempatan kepada murid untuk mencari Rata-rata 0.158 Rendah
kegunaan temuan mereka dari pembelajaran yang
telah dilakukan dan menerapkannya dalam
kehidupan sehari-hari. Kelompok Rendah
Nama <g> Kategori
Hasil belajar merupakan kemampuan individu
RSK -0.143 Rendah
yang diperoleh setelah proses belajar berlangsung.
ATIP 0.308 Sedang
Hasil belajar yang diperoleh tersebut dapat berupa
perubahan tingkah laku, pengetahuan, LRN 0.250 Rendah
pemahaman, sikap dan keterampilan siswa MR 0.181 Rendah
sehingga lebih baik dari sebelumnya. Data hasil HNA 0.231 Rendah
penelitian untuk mengukur hasil belajar diperoleh MMS 0.230 Rendah
dari tes berisi 28 soal berkaitan dengan tema
VEP 0.000 Rendah
polusi cahaya yang digunakan untuk mengukur
domain dalam new taxonomy for science GSA 0.000 Rendah
education, yaitu knowledge domain (pengetahuan GN 0.000 Rendah
dan pemahaman). Rata-rata 0.117 Rendah
Berdasarkan nilai posttest yang diperoleh, Dari hasil pengelompokkan tersebut, gain
siswa dikelompokkan ke dalam tiga kelompok, ternormalisasi pada kelompok tinggi bernilai 0,320
yaitu kelompok tinggi, kelompok sedang dan dengan kategori sedang, kelompok sedang bernilai
kelompok rendah dengan masing-masing 0,158 dengan kategori rendah dan kelompok kecil
kelompok berjumlah 9 orang. Pengelompokkan ini bernilai 0,117 dengan kategori rendah. Secara
keseluruhan diluar pengelompokkan, nilai gain

ISBN 978-602-19655-4-2 105


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

ternormalisasi untuk penelitian ini yaitu 0,22117 Cahaya”, Semarang. Jurnal Pendidikan Fisika
dengan kategori rendah Indonesia, (2009).
[4] M. Yasin, “Implikasi Pembelajaran Sains
Kesimpulan Terpadu (Integrated Science Instruction) di
SMP”, Jurnal Pemikiran Alternatif
Berdasarkan data hasil penelitian yang Kependidikan, (2009).
diperoleh pada penerapan pembelajaran terpadu
[5] Zuhdan K. Prasetyo, “Taksonomi untuk
model webbed pada tema polusi cahaya dengan Pendidikan Sains dan Implementasinya
menggunakan model pembelajaran Susan-Loucks, dalam Model Pembelajaran SLH”,
nilai gain ternormalisasi yang diperoleh yaitu
Yogyakarta. Seminar Nasional MIPA-
0,22117 dengan kategori sedang. Dengan begitu, FPIMIPA UNY, (2007).
penerapan pembelajaran ini belum menunjukkan
adanya peningkatan hasil belajar yang siginfikan
terhadap hasil belajar siswa SMP.
Hayyah Fauziah*
Ucapan terima kasih Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu
Penulis ingin mengucapkan terima kasih Pengetahuan Alam
siswa-siswa kelas 8 SMP Negeri 1 Lembang yang Universitas Pendidikan Indonesia
turut membantu dan mendukung dalam hayyah.fauziah@students.upi.edu
penyelesaian penelitian ini.
Winny Liliawati
Referensi Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam
[1] Cage, Bob & Turpin Tammye, “The Effects of Universitas Pendidikan Indonesia
an Integrated, Activity-Based Science
Curriculum on Students Achievement, Judhistira Aria Utama
Sciences Procces Skill, and Science Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu
Atitudes”, Lousiana (USA) Pengetahuan Alam
[2] Depdiknas, “Model Pembelajaran Terpadu Universitas Pendidikan Indonesia
IPA, SMP/MTs /SMP LB”, Puskur Kurikulum judhistira@yahoo.co.id
Balitbang Diknas, (2006).
[3] Muqoyyanah, et.al., “Efektivitas dan Efisiensi
Model Pembelajaran IPA Terpadu Tipe *Corresponding author
Integrated Dalam Pembelajaran Tema

ISBN 978-602-19655-4-2 106


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Penerapan Hands On Activity pada Pembelajaran IPA Bertema Operasi


LASIK untuk Meningkatkan Literasi Fisika Siswa SMP
Henita Septiyani Pertiwi*, Saeful Karim, dan Selly Feranie

Abstrak
Berdasarkan hasil studi pendahuluan dalam pembelajaran IPA disalah satu SMP di Kota Bandung,
ditemukan fakta bahwa kemampuan berhipotesis siswa masih rendah. Hal ini menyebabkan pemahaman
konsep siswa dalam pembelajaran IPA masih rendah. Kemampuan berhipotesis dan pemahaman konsep ini
merupakan sebagian dari kemampuan literasi. Dengan demikian, kemampuan literasi siswa juga menjadi
rendah. Untuk meningkatkan kemampuan literasi siswa, penulis menerapkan strategi pembelajaran hands
on activity yaitu dengan memberikan lembar kerja siswa yang diawali dengan pemberian masalah serta
prediksi dan penerapan model pembelajaran yang dapat meningkatkan pemahaman konsep, yang
difokuskan pada materi pembelajaran fisika. Kemampuan literasi fisika yang diukur terdiri dari empat aspek,
yaitu context, knowledge, competencies, dan attitudes. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui bagaimana
peningkatan literasi fisika siswa setelah diterapkannya hands on activity pada pembelajaran IPA bertema
operasi LASIK. Penelitian ini menggunakan metode quasi eksperimen dengan desain penelitian adalah one
group pretest posttest design. Sampel dari penelitian ini adalah kelas VIII salah satu SMP Negeri di Kota
Bandung tahun pelajaran 2012/2013. Hasil penelitian yang diperoleh setelah diterapkan hands on activity
yaitu hasil tes literasi fisika dengan rata-rata nilai pretest 62,63 dan rata-rata nilai posttest 90,10. Hal ini
berarti hasil tes literasi fisika siswa mengalami peningkatan sebesar 0,74 dengan kategori tinggi. Jadi secara
umum dapat disimpulkan bahwa penerapan hands on activity dapat meningkatkan literasi fisika siswa SMP.
Kata-kata kunci: Hands On Activity, Literasi Fisika, SNIPS 2013, prosiding
pemahaman konsep merupakan bagian dari
Pendahuluan
literasi, maka literasi fisika siswa juga rendah. Oleh
Berdasarkan survei internasional PISA karena itu penulis ingin mengetahui peningkatan
(Programme for International Student Assessment) literasi fisika siswa setelah diterapkannya hands on
yang dilaksanakan oleh OECD (Organisation for activity.
Economic Co-operation and Development)
menunjukkan kemampuan literasi sains anak Teori
Indonesia yang sampelnya diambil secara acak
Hands on activity adalah suatu pembelajaran
berada pada tingkat rendah. Skor rata-rata
yang dirancang untuk melibatkan siswa dalam
prestasi literasi membaca di negara Indonesia
menggali informasi dan bertanya, beraktivitas dan
berada pada peringkat ke 48 dari 56 negara
menemukan, mengumpulkan data dan
peserta. Sedangkan skor rata-rata literasi sains di
menganalisis, serta membuat kesimpulan sendiri
negara Indonesia berada pada peringkat ke 50
[6]. Siswa diberi kebebasan dalam membangun
dari 57 negara peserta [5]. Berdasarkan hasil
pemikiran dan hasil temuan selama melakukan
Balitbang 2011, penulis ingin mengetahui
aktivitas. Kegiatan ini menunjang sekali
bagaimana literasi fisika siswa di Kota Bandung.
pembelajaran kontekstual dengan karakteristik
Pada saat Program Pengalaman Lapangan (PPL)
yaitu kerjasama, saling menunjang, gembira,
disalah satu SMP Negeri di Kota Bandung, penulis
belajar dengan bergairah, pembelajaran
melakukan studi pendahuluan literasi fisika kepada
terintegrasi, menggunakan berbagai sumber, siswa
satu kelas yang berjumlah 40 siswa.[5] Penulis
aktif, menyenangkan, tidak membosankan, sharing
memberikan soal literasi yang berisi teks bacaan
dengan teman, siswa kritis, dan guru kreatif.(Hatta
dan beberapa soal untuk menguji kemampuan
dalam Dedi: 2010).[6]
berhipotesis siswa serta pemahaman konsep
mereka. Ternyata dari hasil jawaban siswa, hanya Pengertian hands-on yang dikutip dari tulisan
27% siswa yang menjawab dengan benar. David L Haury and Peter Rillero, 1994 sebagai
berikut:
Berdasarkan hasil studi literatur, penulis
menemukan fakta bahwa kemampuan berhipotesis - Hands on adalah seluruh aktivitas dan
siswa di kelas ini masih rendah. Rendahnya pengalaman langsung siswa dengan fenomena
kemampuan berhipotesis ini menandakan alam.
rendahnya pemahaman membaca dan
pemahaman konsep. Karena kemampuan
berhipotesis, pemahaman membaca, dan

ISBN 978-602-19655-4-2 107


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

- Hands on sains adalah belajar dari materi-materi Pada penelitian ini penulis mengambil tema
(benda-benda) dan proses alam melalui literasi tentang menangani resiko masyarakat
observasi langsung dan eksperimen. dengan teknologi yaitu operasi LASIK. Penulis
mengadopsi soal literasi fisika dari PISA 2006
- Hands on membiarkan siswa untuk
yang menyatakan bahwa literasi fisika yang diukur
mempraktikan sains secara menyeluruh.
terdiri dari empat aspek, yaitu context, knowledge,
- Hands on adalah suatu aktivitas dimana siswa competencies, dan attitudes [1]. Objek penelitian
memiliki objek (makhluk hidup maupun benda ini adalah siswa kelas VIII di salah satu SMP
mati) yang secara langsung dapat dipergunakan Negeri di Kota Bandung. Penulis memberikan satu
untuk penelitian.[7] set soal literasi yang didalamnya mencakup
strategi pembelajaran hands on activity. Soal yang
Strategi pembelajaran hands on memiliki diberikan berupa teks bacaan, soal pilihan ganda,
beberapa kelebihan sebagai berikut: kolom sikap, serta LKS (Lembar Kerja Siswa) yang
- Dapat meningkatkan pembelajaran membantu siswa untuk mengaplikasikan
- Dapat meningkatkan motivasi untuk belajar pengetahuan awal yang dimiliki siswa dalam
- Dapat kesenangan dalam belajar menyelesaikan masalah yang dihadapi.
Pengetahuan awal siswa ini didapat dari tugas
- Dapat meningkatkan keterampilan dan keahlian bacaan teks sains yang diberikan sebelum
dalam komunikasi pembelajaran berlangsung. Teks bacaan ini
- Dapat meningkatkan cara berfikir sendiri dan berfungsi untuk mengkonstruk pengetahuan siswa
mengambil keputusan sendiri berdasarkan yang terdiri dari bahan bacaan, pemahaman
penemuan langsung dan eksperimen konsep, dan kemampuan siswa dalam membuat
peta konsep serta membuat kesimpulan.
- Dapat meningkatkan kreativitas dan daya
tangkap/persepsi LKS yang diberikan berisi masalah yang
harus dipecahkan oleh siswa, kolom prediksi
Dalam pembelajaran sains khususnya fisika sebelum siswa membuktikan solusinya dengan
harus diajarkan dengan cara mengilhami bereksperimen, dan hasil jawaban pemecahan
pemahaman dan antusiasme siswa, serta relevan masalah dari eksperimen yang telah dilakukan.
dengan kebutuhan budaya dan sosial siswa dan Kemudian siswa menyamakan apakah hasil
masyarakat. Secara khususnya pembelajaran prediksi siswa sebelum dilakukan eksperimen
fisika harus bersifat konseptual, melibatkan siswa dengan hasil jawaban siswa setelah dilakukan
dalam proses pembelajaran, difokuskan pada eksperimen sama atau tidak. Sebagai evaluasinya
beberapa tema, kebiasaan ilmiah yang siswa diberi posttest berupa teks bacaan literasi
menanamkan pikiran dengan tema berulang fisika dengan pilihan ganda. Sebelum
seperti ”bagaimana kita tahu?”, mencakup tema- pembelajaran dimulai, siswa diberi pretest juga
tema sosial seperti energi, sumber daya, dan untuk mengetahui pengetahuan awal siswa.
lingkungan. Topik sosial yang sesuai dengan fisika Peningkatan literasi siswa dilihat dari hasil pretest
yaitu: dan posttest siswa.
- Materialis dan mekanik Newtonian semesta Penelitian ini dilakukan menggunakan metode
- Otomotif quasi eksperimen. Metode ini merupakan metode
- Efisiensi transportasi penelitian yang masih terdapat variabel luar yang
- Uap listrik – Pembangkit listrik (bagaimana cara ikut berpengaruh terhadap terbentuknya variabel
kerjanya, aliran energi, efisiensi energinya) terikat. Metode ini digunakan karena penulis tidak
- Penggunaan sumber daya dan pertumbuhan mampu mengontrol semua variabel yang ikut
penduduk berpengaruh terhadap hasil yang ingin dicapai.
- Penipisan ozon Karena jumlah kelas yang diberikan perlakuan
- Pemanasan global hanya satu kelas dan tanpa ada kelompok
- Pencarian kecerdasan diluar angkasa dan pembanding maka desain penelitian yang
pertanyaan Fermi (dimana semua orang? Dan digunakan dalam penelitian ini adalah one group
akankan peradaban teknologi bertahan?) pretest posttest design.
- Penafsiran fisika kuantum dan kontras dengan
fisika Newton Hasil dan Diskusi
- Radioaktif dan usia geologi
- Paparan radiasi pengion Peningkatan literasi fisika siswa diukur melalui
- Menangani resiko masyarakat dengan teknologi rata-rata gain yang dinormalisasi dari hasil skor
- Sejarah energi fisi pretest dan posttest. Instrumen yang digunakan
- Proyek Manhattan (fisi pertama) untuk mengukur literasi fisika siswa berjumlah 15
- Senjata fusi butir soal yang terdiri dari aspek context,
- Bukti untuk Big Bang knowledge, competencies dan kolom attitudes.
- Masa depan energi.[1] Hasil literasi fisika siswa pada aspek knowledge,

ISBN 978-602-19655-4-2 108


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

competencies dan attitudes ditunjukkan pada tabel Nilai Rata-Rata LKS Siswa
berikut. Pertemuan Nilai Rata-
Prediksi
Hasil Pretest dan Posttest ke rata
Nilai Sesuai : 80%
1
Tes Rata- <g> Kategori 88,3 Tidak Sesuai :
Rata 20%
Pretest 62,63 Sesuai : 90%
0,74 Tinggi
Posttest 90,10 2 92,2 Tidak Sesuai :
10%
Berdasarkan tabel di atas, tampak bahwa rata-rata
skor tes akhir (posttest) literasi fisika siswa lebih Berdasarkan tabel di atas, tampak bahwa
besar daripada rata-rata skor tes awal (pretest). sebagian besar siswa memiliki kemampuan
Peningkatan literasi fisika siswa ditunjukkan memprediksi (hipotesis) yang baik setelah
dengan perolehan nilai gain sebesar 0,74 dengan diterapkannya hands on activity. Siswa dapat
kategori tinggi. mengerjakan LKS melalui bimbingan dari guru
ketika pembelajaran berlangsung.
Hasil literasi fisika siswa pada aspek attitudes
ditunjukkan pada tabel berikut. Deskripsi pelaksanaan pembelajaran hands
Pretest dan Posttest Aspek Attitudes on activity dijelaskan sebagai berikut: Guru
Pernyataan SP P KP TP memulai pembelajaran dengan memberikan LKS
Pembelajaran Pre Pre Pre Pre yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang
fisika membuat test: test: test: test: membangkitkan rasa ingin tahu siswa serta
saya ingin 18,1 81,82 - - membimbing siswa untuk mengajukan hipotesis.
mempelajari 8% % Setelah siswa berhipotesis, siswa melakukan
lebih banyak Post Post Post Post penyelidikan untuk menguji hipotesis. Setelah
mengenai test: test: test: test: siswa melalukan percobaan atau penyelidikan,
pemanfaatan 51,5 48,48 - - siswa berdiskusi dan menarik kesimpulan dari hasil
operasi LASIK. 2% % percobaan. Selama diskusi guru memberikan
Pelajaran fisika Pre Pre Pre Pre kebebasan kepada siswa untuk bertanya ataupun
membuat saya test: test: test: test: memberikan tanggapan. Guru membimbing siswa
tahu 48,4 39,40 12,1 - menarik kesimpulan dengan memberikan kata
bagaimana 8% % 2% kunci atau pertanyaan pancingan. Di akhir
cara kerja pembelajaran, guru membimbing siswa untuk
Post Post Post Post
operasi LASIK. menyimpulkan hasil kegiatan pembelajaran dan
test: test: test: test:
memberikan tes evaluasi kepada siswa. Dalam
78,7 21,21 - -
model ini, kemampuan literasi fisika siswa dilatih
9% %
selama proses penyelidikan. Model seperti yang
Saya dapat Pre Pre Pre Pre
dijelaskan tersebut mampu menumbuhkan
menyelesaikan test: test: test: test:
kemampuan berhipotesis siswa serta
masalah 12,1 27,27 60,6 -
meningkatkan literasi fisika siswa.
sederhana 2% % 1%
dalam Post Post Post Post
Kesimpulan
kehidupan test: test: test: test:
sehari-hari 36,3 63,64 - - Penerapan hands on activity dalam
yang berkaitan 6% % pembelajaran IPA khususnya fisika, mampu
dengan konsep meningkatkan kemampuan literasi fisika siswa. Hal
alat optik. itu ditunjukkan selama pembelajaran terjadi
peningkatan jumlah siswa yang menjawab hasil
Keterangan:
prediksi sesuai dengan kesimpulan setelah
SP: Sangat Penting P : Penting
penyelidikan. Agar diperoleh hasil yang lebih baik,
KP: Kurang Penting TP: Tidak Penting
disarankan agar guru lebih selektif dalam
Berdasarkan tabel di atas, tampak bahwa literasi penentuan pemberian masalah yang akan
fisika siswa pada aspek attitudes menunjukkan diberikan serta untuk meningkatkan kerja sama,
respon yang sangat baik. Sebagian besar siswa bertanya ataupun memberikan tanggapan,
tertarik dengan pembelajaran bertema Operasi diperlukan variasi metode dalam mengajar
LASIK. menggunakan strategi pembelajaran hands on
activity, sehingga literasi fisika siswa dapat
Hasil jawaban LKS siswa pada saat
ditingkatkan.
pembelajaran dengan menerapkan hands on
activity dapat dilihat pada tabel berikut.

ISBN 978-602-19655-4-2 109


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

http://ayoetea.blogspot.com/2010/07/hands-
Ucapan terima kasih on-activity-dalam-pembelajaran.html.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada [2 Juni 2013].
Ibu Selly Feranie atas dukungan finansialnya pada [7] Haury, David L, dkk., “Perspectives of Hands
penelitian ini dan Bapak Saeful Karim atas on Science Teaching”, (1994), [Online].
dukungannya dalam keikutsertaan dalam kegiatan http://www.ncrel.org/sdrs/areas/issues/conten
ilmiah ini. Penulis juga berterima kasih kepada t/cntareas/science/eric/eric-toc.html.
teman-teman fisika yang telah berkontribusi [2 Juni 2013].
terhadap selesainya penelitian ini.

Referensi Henita Septiyani Pertiwi*


Jurusan Pendidikan Fisika
[1] Hobson, Art, “Physics Literacy, energy and Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan
the environment”, Journal of Physics Alam
Education 38 (2), 109-114 (2003). Universitas Pendidikan Indonesia
[2] Amir Sahri, Pirus Lidas, dan Kika Kari, heni_forsyte@yahoo.com
“Penerapan parameter tak tentu dalam
statistik pendidikan”, Prosiding Seminar
Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains Saeful Karim
2013 (SNIPS 2013), 22-23 Juni, Bandung, Jurusan Pendidikan Fisika
Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Indonesia, pp. 111-114.
Alam
[3] S. Arikunto, “Dasar-Dasar Evaluasi Universitas Pendidikan Indonesia
Pendidikan”, Jakarta: Bumi Aksara, (2009). ainindiyadinantiputri@yahoo.co.id
[4] Program for Internasional Student
Assessment. (2006). Assessing Scientific, Selly Feranie
Reading and Mathematical Literacy. By the Jurusan Pendidikan Fisika
government of Organisation for Economic Co- Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan
operation Development. Alam
[5] Badan Penelitian dan Pengembangan. (2011). Universitas Pendidikan Indonesia
Survei Internasional PISA. Jakarta: sferanie@yahoo.com
Depdikbud.
[6] Dedi, “Hands On Activity Dalam *Corresponding author
Pembelajaran Sains”, (2010), [Online].
Tersedia:

ISBN 978-602-19655-4-2 110


Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Penerapan Video Based Laboratory pada Materi Getaran dan


Gelombang untuk Meningkatkan Kemampuan ICT Siswa SMP
Herni Yuniarti Suhendi*, Selly Feranie, dan Ika Mustika Sari

Abstrak
Berdasarkan studi lapangan di salah satu SMP Negeri di kabupaten Bandung, ditemukan bahwa proses
pembelajaran masih berpusat pada guru dan lebih menekankan pada transfer pengetahuan dari guru
kepada siswa sehingga tidak menempatkan siswa sebagai pengkontruksi pengetahuan. Selain itu,
pengetahuan mereka dalam bidang ICT-pun masih rendah. Oleh karena itu, dilakukan penelitian penerapan
Video Based Laboratory untuk mengetahui peningkatan kemampuan ICT siswa. Alat pengumpul data
berupa soal tes kemampuan ICT. Penelitian ini menggunakan metode quasy experiment dengan desain
penelitian one group pretest-posttest design dan sampel penelitiannya adalah kelas VIII salah satu SMP
Negeri di Kabupaten Bandung tahun ajaran 2010/2011. Pengolahan data kemampuan ICT dilakukan dengan
menghitung rata-rata-rata gain ternormalisasi skor pretest dan posttest. Hasil penelitian menunjukan bahwa
terdapat peningkatan kemampuan ICT siswa berdasarkan nilai rata-rata gain ternormalisasi, diperoleh gain
ternormalisasi sebesar 0,89. Hal ini menunjukkan bahwa penerapan Video Based Laboratory dapat
meningkatkan kemampuan ICT siswa.
Kata-kata kunci: Video Based Laboratory, kemampuan ICT
beberapa tahun terakhir ini dengan pengenalan
Pendahuluan
pengolahan video yang rendah biaya, terlihat dari
[5] yang mendemontrasikan bagaimana QuickTime
Hampir semua bidang pekerjaan di dunia telah dapat menganalisis video gerak tabrakan mobil
dikendalikan oleh komputer. Siswa yang tidak dari Physics and Automobile Collisions Videodisc
memiliki kecakapan dalam mengoperasikan [6] dengan mengumpulkan data gerak dari
program-program komputer diperkirakan akan
tabrakan tersebut ke program Excel menghasilkan
mengalami kesulitan yang lebih besar untuk grafik dan analisis gerak dari peristiwa tersebut.
menghadapi kehidupannya pada masa kini dan Penelitian lain yang dilakukan oleh [7]
masa yang akan datang. Oleh karena itu,
menggunakan MBL dapat dengan mudah
kemampuan untuk mengoperasikan aplikasi mengumpulkan data dua dimensi benda/bagian
komputer harus dilatihkan. Selain itu, sudah dari benda yang menjadi objek dalam video itu.
menjadi pendapat umum bahwa fisika merupakan
Dan terakhir [8] menggunakan Video Analyzer and
salah satu pelajaran yang kurang diminati [1]. Visual Space-Time yang memungkinkan siswa
Salah satu penyebabnya adalah fisika banyak untuk mengumpulkan, menganalisis, dan data
mempunyai konsep yang bersifat abstrak sehingga
model gerak dua dimensi dari peristiwa yang
sukar membayangkannya. Agar konsep-konsep diamati terjadi di luar kelas.
yang abstrak itu lebih mudah dipahami diperlukan
penyajian langsung berupa menunjukkan
Terkait dengan studi literatur telah dilakukan
fenomena. Penunjukkan fenomena dapat berupa
penulis mencoba untuk memberi solusi untuk
demonstrasi, simulasi, model, grafik real-time dan
menyelesaikan masalah tersebut dengan
video. Teknik-teknik visualisasi tidak hanya
menerapkan Video Based Laboratory. Kesulitan
memungkinkan siswa untuk mengamati
untuk melakukan praktikum karena penggunaan
bagaimana benda berperilaku dan berinteraksi,
laboratorium terbatas hanya di sekolah dan tidak
tetapi juga memberikan visualisasi yang mereka
semua konsep fisika dapat dieksperimenkan di
dapat tangkap, dan mempertahankan esensi dari
laboratorium dapat teratasi karena pada saat
fenomena fisik itu lebih efektif daripada deskripsi
proses pembelajaran guru menyajikan masalah
verbal [2]. Untuk proses visualisasi, komputer
berupa video yang berisi eksperimen bandul
menjaga peran penting. Penelitian menggunakan
sederhana. Kemudian video eksperimen tersebut
komputer untuk menangkap gambar dari video
diolah oleh sebuah perangkat lunak yang bernama
diawali oleh [3], Siswa beichner menangkap
tracker sehingga menghasilkan data dan grafik.
beberapa serial gambar dan menggunakan
Dari video dan data hasil tracker tersebut siswa
bahasa pemograman komputer untuk
dapat mengetahui dan menjelaskan variabel-
mengumpulkan data jarak terhadap waktu
variabel getaran dan gelombang. Tak hanya itu,
sehingga mereka bisa menganalisis gerak dengan
pada saat penerapan Video Based Laboratory ini
data tersebut. Penggunaan peralatan video-based
siswa dilatihkan untuk mengoperasikan ms. office
laboratory atau VBL [4] telah meningkat di
excel dan ms. office powerpoint. Dengan begitu

ISBN 978-602-19655-4-2 111


Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

akhirnya siswa tidak hanya menghapal konsep


yang ada tetapi paham terhadap konsep yang
diajarkan. Konsep-konsep yang tadinya abstrak-
pun menjadi konkret karena adanya visualisasi dari
video tersebut. Ditambah lagi kemampuan ICT
siswa bisa meningkat dalam hal mengoperasikan
software. Tujuan umum penelitian ini adalah
mengetahui peningkatan kemampuan ICT siswa
pada konsep getaran dan gelombang setelah
diterapkan Video Based Laboratory.

Teori
Metode yang digunakan dalam penelitian ini Gambar 1. Contoh video eksperimen yang
adalah eksperimen semu. Metode penelitian digunakan.
eksperimen semu adalah metode penelitian yang
secara khas meneliti mengenai keadaan praktis
yang di dalamnya tidak mungkin untuk mengontrol
semua variabel yang relevan. Tujuannya adalah
untuk memperoleh informasi yang merupakan
perkiraan bagi informasi yang dapat diperoleh
dengan eksperimen yang sebenarnya dalam
keadaan yang tidak memungkinkan untuk
mengontrol atau memanipulasi semua variabel
yang relevan [9]. Metode eksperimen semu
digunakan untuk menyelidiki pengaruh penerapan
Video Based Laboratory dalam meningkatkan
kemampuan ICT. Adapun desain penelitian yang
digunakan adalah One Group Pretest-Posttest Gambar 2. Software Tracker yang digunakan untuk
Design yaitu dengan memberikan perlakuan menganalisis video eksperimen.
kepada subyek penelitian tanpa dibandingkan
dengan kelas kontrol atau dengan kata lain suatu Pengaruh penerapan Video Based Laboratory
rancangan pretest dan posttest yang dilaksanakan dalam pembelajaran Fisika terhadap peningkatan
pada satu kelompok saja tanpa pembanding. kemampuan ICT ditinjau berdasarkan
Kelas ini mendapatkan dua kali tes yaitu tes perbandingan rata-rata gain yang dinormalisasi
sebelum mendapat perlakuan (pretest) dan tes dari nilai pretes dan postes yang dicapai oleh
setelah mendapatkan perlakuan (posttest). Subyek kelompok eksperimen. Untuk perhitungan gain
penelitian ini adalah siswa kelas VIII pada salah yang dinormalisasi, g, dan pengklasifikasiannya
satu SMP Negeri di kabupaten Bandung tahun digunakan persamaan yang dirumuskan oleh [10]
ajaran 2010/2011 berjumlah 27 orang yang dipilih seperti berikut:
secara purposive sampling.
<g> = (1)
Instrumen yang digunakan dalam seluruh
rangkaian kegiatan penelitian ini, terdiri atas : satu
set tes konseptual getaran dan gelombang untuk Spost, Spre dan SMI adalah skor tes akhir, skor tes
mengevaluasi konsepsi siswa pada saat sebelum awal dan skor maksimum ideal.
dan sesudah pembelajaran, satu set tes
kemampuan ICT untuk mengevaluasi kemampuan Hasil dan diskusi
siswa dalam mengoperasikan ms. office excel dan
ms. office powerpoint pada saat sebelum dan Kemampuan ICT siswa yang dikembangkan
sesudah pembelajaran, video eksperimen seperti dalam penelitian ini meliputi : kemampuan untuk
ditunjukkan pada Gambar 1, serta software mengoperasikan sistem teknologi, sistem teknologi
Tracker untuk menyajikan gejala fisika secara ini dibatasi yaitu hanya mengoperasikan ms. office
nyata beserta representasinya baik berupa data excel dan ms. office powerpoint. Secara
kuantitatif dan grafiknya secara simultan hasil keseluruhan, peningkatan aspek kemampuan ICT
analisis dari video eksperimen seperti yang dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
ditunjukkan pada Gambar 2.

ISBN 978-602-19655-4-2 112


Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Tabel 1. Rekapitulasi rata-rata gain yang Tabel 4. Rekapitulasi rata-rata gain yang
dinormalisasi untuk kemampuan ICT siswa. dinormalisasi untuk aspek Kemampuan ICT Siswa
dalam Mengoperasikan Ms. Office Excel.
Kelas <g> Kategori
Persentase Aspek kemampuan ICT dalam
Eksperimen 0.89 Tinggi rata-rata mengoperasikan Ms. Office Excel
ketercapaian
m.e1 m.e2 m.e3 m.e4
skor
Berdasarkan Tabel 1, melalui penerapan Video
Pretest 1.96 1.56 1.00 1.78
Based Laboratory, peningkatan kemampuan ICT
mempunyai nilai rata-rata gain yang dinormalisasi postest 2.89 2.70 2.67 2.85
pada kategori tinggi yaitu berkisar antara <g> 0.74 0.76 0.78 0.80
0,7<g≤1,0. Sehingga, dapat dikatakan bahwa Kategori Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi
penerapan Video Based Laboratory dapat
meningkatkan kemampuan ICT siswa. Data pada Tabel 5 dapat diubah ke dalam bentuk
diagram seperti di bawah ini:
Peningkatan aspek kemampuan ICT dalam
mengoperasikan ms. office excel pada setiap
pembelajaran dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 2. Rekapitulasi rata-rata gain yang
dinormalisasi untuk kemampuan ICT pada aspek
mengoperasikan ms. office excel.
Kelas <g> Kategori
Eksperimen 0.83 Tinggi

Sedangkan untuk peningkatan aspek


kemampuan ICT dalam mengoperasikan ms. office
powerpoint pada setiap pembelajaran dapat dilihat
pada tabel di bawah ini:
Tabel 3. Rekapitulasi rata-rata gain yang Gambar 3. Diagram batang nilai rata-rata gain
dinormalisasi untuk kemampuan ICT pada aspek yang dinormalisasi untuk aspek kemampuan ICT
mengoperasikan ms. office powerpoint. siswa dalam mengoperasikan ms. office excel.
Kelas <g> Kategori Dari Tabel 4 dan gambar 3 di atas terlihat
Eksperimen 0.93 Tinggi bahwa secara umum setiap aspek kemampuan
ICT siswa dalam mengoperasikan ms. office excel
Berdasarkan Tabel 2 dan 3, kedua mengalami peningkatan yang diperlihatkan melalui
kemampuan ini mempunyai nilai rata-rata gain nilai rata-rata gain ternormalisasi yang memiliki
yang dinormalisasi pada kategori tinggi yaitu kategori tinggi yaitu berkisar antara 0,7<g≤1,0.
berkisar antara 0,7<g≤1,0. Sehingga, dapat Adapun peningkatan tersebut terjadi karena
dikatakan bahwa penerapan Video Based beberapa hal dibawah ini :
Laboratory dapat meningkatkan kemampuan siswa 1. LKS yang dibuat sudah jelas dan runut.
dalam mengoperasikan ms. office excel dan ms. 2. Ketika mengerjakan LKS panduan guru
office powerpoint. membimbing siswa dengan melakukan
Adapun aspek kemampuan ICT dalam simulasi yang sesuai dengan perintah dari
mengoperasikan ms. office excel yang dimaksud LKS panduan.
meliputi aspek memasukkan data, membuat grafik,
Adapun untuk peningkatan kemampuan ICT
menganalisis grafik dan menyimpan data.
siswa dalam mengoperasikan ms. office
Sedangkan untuk aspek kemampuan ICT dalam
powerpoint dapat dilihat pada tabel berikut :
mengoperasikan ms. office powerpoint yang
dimaksud meliputi aspek membuat tulisan pada Tabel 5. Rekapitulasi rata-rata gain yang
slide powerpoint, sistematika penulisan, membuat dinormalisasi untuk aspek Kemampuan ICT Siswa
tabel, menyalin grafik, mendesain slide powerpoint, dalam Mengoperasikan Ms. Office Powerpoint.
membuat animasi, menyimpan data. Peningkatan Persentase Aspek kemampuan ICT dalam mengoperasikan Ms. Office Powerpoint
rata-rata
yang dihasilkan dalam setiap pembelajaran dapat ketercapaian m.p1 m.p2 m.p3 m.p4 m.p5 m.p6 m.p7
dilihat pada dua tabel dibawah ini: skor
Pretest 2 2 1.26 1 1.22 1.07 1,78
postest 3 2.8 2.81 2.78 3 2.93 2,89
<g> 1 0.8 0.91 0.89 0.93 0.89 0,76
Kategori Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi

ISBN 978-602-19655-4-2 113


Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Data pada Tabel 5 dapat diubah ke dalam kasih kepada Douglas Brown atas sofware tracker
bentuk diagram seperti di bawah ini: yang bermanfaat.

Referensi
[1] Afrizal Mayub, “E-Learning Fisika Berbasis
Macromedia Flash MX”, Penerbit Graha Ilmu,
Yogyakarta, 2005, p. 2
[2] R. R. Jr. Cadmus, “A video technique to
facilitate the visualization of Physical
Phenomena”, American Journal of Physics
58(4), 397-399 (1990).
[3] R. J. Beichner, “The effect of simultaneous
motion presentation and graph generation in
a kinematics lab”, The Physics Teacher 27:
803-815 (1990).
[4] A. Rubin, “Communication Association of
Computing Machinery”, 36(5), 64 (1993).
[5] D. L. Wagner, “Using digitized video for
motion analysis”, The Physics teacher 32:
240-243 (1994).
Gambar 4. Diagram batang nilai rata-rata gain [6] D. A. Zollman, “Physics and Automobile
yang dinormalisasi untuk aspek kemampuan ICT Collisions Video Disc”, Wiley Distributed by
siswa dalam mengoperasikan ms. office Ztek Co , New York, 1984.
powerpoint. [7] P. W. Laws, “Calculus-based physics without
Dari Tabel 5 dan gambar 4 di atas terlihat lectures”, Physics Today Vol 24, Number 24-
bahwa secara umum setiap aspek kemampuan pp. 1 (1991).
ICT siswa dalam mengoperasikan ms. office [8] L. T. Escalada, R. Grabhorn, and D. A.
powerpoint mengalami peningkatan yang Zollman, “Applications of interactive digital
diperlihatkan melalui nilai rata-rata gain video in a physics classroom”, Journal of
ternormalisasi dengan kategori tinggi yaitu berkisar Educational Multimedia and Hypermedia 5(1),
antara 0,7<g≤1,0, peningkatan tersebut terjadi 73-97 (1996).
karena beberapa hal dibawah ini : [9] Luhut P. Panggabean, “Penelitian Pendidikan
1. LKS yang dibuat sudah jelas dan runut. (Diktat)”, Jurusan Pendidikan Fisika Fakultas
2. Ketika mengerjakan LKS panduan guru Pendidikan Matematika dan Ilmu
membimbing siswa dengan melakukan Pengetahuan Alam Universitas Pendidikan
simulasi yang sesuai dengan perintah dari Indonesia, Bandung, 1996. P. 21
LKS panduan. [10] R. R. Hake, “Interactive-Engagement Versus
Tradisional Methods : A Six Thousand-
Kesimpulan Student Survey of Mechanics Tes Data For
Introductory Physics Course”, Am. J. Phys. 66
Berdasarkan pengolahan dan analisis
(1) 64-74 (1998).
terhadap data hasil penelitian dapat diperoleh
kesimpulan bahwa setelah diterapkan video based
laboratory, kemampuan ICT siswa meningkat Herni Yuniarti Suhendi*
Pendidikan Fisika Sekolah Pascasarjana
dengan kategori peningkatan tinggi yang Universitas Pendidikan Indonesia
diindikasikan oleh nilai rata-rata gain ternormalisasi herni.suhendi144713@yahoo.com
sebesar 0,89. Adapun kemampuan ICT terbagi
menjadi dua bagian, yaitu : kemampuan dalam Selly Feranie
mengoperasikan ms. office excel dan power point Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan
dengan masing-masing nilai rata-rata gain Alam
ternormalisasinya adalah 0,83 dan 0,93. Universitas Pendidikan Indonesia
sferanie@yahoo.com
Ucapan terima kasih
Ika Mustika Sari
Penulis mengucapkan terima kasih atas DIA Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan
BERMUTU Batch III Jurusan Pendidikan Fisika Alam
Universitas Pendidikan Indonesia atas dukungan Universitas Pendidikan Indonesia
finansialnya pada penelitian ini dan SNIPS ITB Ikafis02@yahoo.com
2013 atas dukungannya dalam keikutsertaan
dalam kegiatan ilmiah ini. Penulis juga berterima *Corresponding author

ISBN 978-602-19655-4-2 114


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Analisis Kemampuan Metakognitif Siswa Dengan Menerapkan


Strategi Metakognitif dalam Pembelajaran Fisika
Hilman Imadul Umam*, Iyon Suyana, dan Agus Danawan

Abstrak
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh rendahnya kesadaran dan kemampuan siswa dalam mengontrol
kemampuan kognitifnya sehingga kesadaran siswa untuk belajar sangat rendah dan menyebabkan prestasi
belajar khususnya pada pelajaran fisika menjadi kurang maksimal. Proses pembelajaran belum bisa
memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengetahui bagaimana seharusnya ia belajar, mengetahui
kemampuan dan modalitas yang dimiliki, dan mengetahui strategi terbaik untuk belajar efektif sehingga
menyebabkan kemandirian siswa untuk belajar sangat rendah. Kemandirian belajar dapat dibangun ketika
siswa memiliki kesadaran dalam mengelola dan mengatur kemampuan kognitifnya dalam merespon situasi
atau persoalan. Kesadaran tersebut dapat dimiliki oleh siswa ketika ia memiliki kemampuan metakognitif.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat peningkatan kemampuan metakognitif siswa SMA setelah
diterapkannya strategi pembelajaran metakognitif. Kemampuan metakognitif yang diukur dalam penelitian ini
terkait pada pengetahuan dan keterampilan metakognitif. Pengetahuan metakognitif meliputi pengetahuan
deklaratif, prosedural, dan kondisional. Sedangkan untuk keterampilan metakognitif meliputi keterampilan
mengidentifikasi, merencanakan, monitoring tindakan, dan evaluasi. Metode penelitian yang digunakan pada
penelitian ini adalah pre-eksperimental dengan desain penelitian One-Group Pretest-Posttest Design.
Instrumen yang digunakan untuk pengambilan data adalah tes pengetahuan metakognitif, jurnal belajar, dan
lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran. Hasil penelitian menunjukan adanya peningkatan
pengetahuan metakognitif dilihat dari nilai N-gain. Sedangkan untuk keterampilan metakognitif terlihat
adanya peningkatan dari persentase jumlah siswa yang melakukan tiap tahapan keterampilan metakognitif.
Peningkatan kemampuan metakognitif tersebut terjadi karena strategi pembelajaran metakognitif dapat
diimplementasikan dengan kategori sangat baik berdasarkan hasil observasi. Dengan kata lain strategi
pembelajaran metakognitif mampu meningkatkan kemampuan metakognitif siswa SMA khususnya pada
pembelajaran fisika.
Kata kunci: Strategi pembelajaran metakognitif, Kemampuan metakognitif.
Salah satu strategi pembelajaran yang mampu
Pendahuluan
meningkatkan kesadaran siswa untuk memahami
Proses pembelajaran yang berlangsung harus apa yang mereka perlukan dalam pembelajaran
mampu memberikan kesepatan kepada siswa adalah strategi metakognitif [4]. Strategi
merekontruksi pengetahuannya secara sadar [1]. metakognitif merupakan cara untuk meningkatkan
Kesadaran siswa dalam melakukan aktivitas kesadaran mengenai proses berpikir tentang
pembelajaran sangat menentukan minat dan aktivitas belajar yang dilakukan oleh seseorang,
kemauan siswa untuk lebih memahami dan sehingga ketika kesadaran tersebut terwujud maka
memaknai apa yang mereka pelajari [2]. Upaya orang tersebut akan mampu mengawal
untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman pemikirannya dengan merancang, memantau, dan
terhadap proses pembelajaran harus dilakukan menilai apa yang dipelajarinya [1]. Ketika siswa
dengan langkah-langkah strategi kreatif dari mampu merancang, memantau, dan merefleksi
pendidik dalam melangsungkan proses proses belajar mereka secara sadar, maka siswa
pembelajaran [3]. Namun pada kenyataanya, hasil akan lebih percaya diri dan lebih mandiri dalam
studi empirik yang dilakukan peneliti menunjukan belajar. Kemandirian belajar dapat dibangun ketika
bahwa proses pembelajaran belum bisa siswa memiliki kesadaran dalam mengelola
memberikan kesempatan kepada siswa untuk kemampuan kognitifnya dalam merespon
mengetahui bagaimana seharusnya ia belajar, persoalan. Kesadaran tersebut dapat dimiliki oleh
mengetahui kemampuan dan modalitas yang siswa ketika ia memiliki kemampuan metakognitif
dimiliki, serta mengetahui strategi terbaik untuk [5]. Sehingga bisa dikatakan bahwa strategi
belajar efektif, yang menyebabkan kesadaran pembelajaran metakognitif mampu meningkatkan
siswa untuk belajar sangat rendah. kemampuan metakognitif siswa.
Berdasarkan studi empirik tersebut maka
diperlukan strategi pembelajaran yang mampu
membimbing siswa berperan aktif dalam
merekontruksi pengetahuannya secara sadar.

ISBN 978-602-19655-4-2 115


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

pretest adalah melakukan langkah-langkah


Teori
pembelajaran dengan menggunakan strategi
Kemampuan metakognitif merupakan metakognitif. Siswa diberikan jurnal belajar
pengetahuan seseorang tentang kognisinya sendiri sebagai bahan catatan kegiatan belajarnya.
serta kemampuan dalam mengatur dan Didalam jurnal tersebut ada kolom-kolom yang
mengontrol aktivitas kognisinya dalam belajar [1]. harus diisi terkait mengidentifikasi persoalan,
Kemampuan metakognitif meliputi dua komponen, merancang apa yang akan dilakukan,
yaitu pengetahuan metakognitif (metacognitive memonitoring, dan mengevaluasi apa yang sudah
knowledge), dan pengalaman atau regulasi dilakukan siswa
metakognitif (metacognitive experience or
regulation) [6]. Sedangkan menurut Mulbar Hasil dan Diskusi
(2008), kemampuan metakognitif dapat dibedakan
Pelaksanaan penelitian dilakukan selama tiga
menjadi pengetahuan metakognitif dan
kali pertemuan pembelajaran. Keterlaksanaan
keterampilan metakognitif. Pengetahuan
strategi metakognitif selama proses pembelajaran
metakognitif meliputi pengetahuan deklaratif,
memiliki peranan sangat penting karena akan
prosedural, dan kondisional. Sedangkan
mempengaruhi peningkatan kemampuan
keterampilan metakognitif meliputi keterampilan
metakognitif siswa. Hasil pengamatan observer
identifikasi, perencanaan, monitoring tindakan, dan
mengenai keterlaksanaan strategi metakognitif
evaluasi.
dalam pembelajaran disajikan pada tabel 2 berikut
Pada penelitian ini kemampuan metakognitif ini:
yang menjadi tinjauan adalah kemampuan
Table 2. Rekapitulasi hasil observasi keterlaksana-
metakognitif menurut Mulbar, yang meliputi
an proses pembelajaran.
Pengetahuan dan keterampilan metakognitif.
Instrumen penelitian yang digunakan adalah Keterlaksanaan
instrumen tes pengetahuan metakognitif, jurnal Pembelajaran
belajar untuk menilai keterampilan metakognitif, Kegiatan Kegiatan
dan lembar observasi keterlaksanaan strategi Guru Siswa
pembelajaran metakognitif. Langkah-langkah Pertemuan I 100% 82%
strategi pembelajaran metakognitif yang
dilaksanakan pada penelitian ini adalah langkah- Pertemuan II 91% 91%
langkah strategi pembelajaran metakognitif Pertemuan III 100% 100%
menurut Blakey&Spence (1990) yang meliputi (1)
Mengidentifikasi “apa yang kamu ketahui” dan
“apa yang kamu tidak ketahui”, (2) berbicara Dari hasil observasi, keterlaksanaan strategi
tentang berpikir, (3) membuat jurnal berpikir, (4) pembelajaran metakognitif sudah dikategorikan
membuat perencanaan dan regulasi diri, (5) sangat baik, hal tersebut dapat terlihat dari
melaporkan kembali proses berpikir, dan (6) persentase kegiatan guru dan siswa yang sudah
evaluasi diri [7]. terlaksana lebih dari 80%. Baiknya keterlaksanaan
strategi pembelajaran metakognitif sangat
Metode penelitian yang digunakan pada mempengaruhi kemampuan metakognitif siswa.
penelitian ini adalah pre-eksperimental dengan Pengetahuan metakognitif siswa yang meliputi
desain penelitian One-Group Pretest-Posttest pengetahuan deklaratif, pengetahuan prosedural,
Design. Desain yang digunakan dalam penelitian dan pengetahuan kondisional mengalami
ini dapat digambarkan pada tabel 1 berikut: peningkatan skor tes setelah diberikan
Table 1. Desain penelitian one-group pretest- pembelajaran dengan menggunakan strategi
postest design. metakognitif. Berikut disajikan hasil pretest dan
postest untuk setiap komponen pengetahuan
Pretest Treatment Postest metakognitif pada diagram berikut ini:
O1 X O2
O1 = Pretest (sebelum diberi perlakuan)
O2 = Postest (setelah diberi perlakuan)
X = Treatment atau perlakuan terhadap
sempel
Adanya peningkatan kemampuan
metakognitif dapat dilihat dari peningkatan
pengetahuan dan keterampilan metakognitif siswa.
Peningkatan pengetahuan metakognitif dapat
diihat dari hasil pretest dan postest pengetahuan
metakognitif. Kegiatan yang dilakukan setelah

ISBN 978-602-19655-4-2 116


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Rerata Persentase Jumlah Siswa yang 
Melakukan Identifikasi
93,5
100 77,4 83,9

50 22,6 16,1
6,5
0
Pertemuan I Pertemuan II Pertemuan III
Melakukan  Tidak Melakukan
Gambar 1. Skor Pretest dan postest pengetahuan
metakognitif. Gambar 2. Rerata persentase jumlah siswa yang
melakukan identifikasi.
Dari diagaram tersebut terlihat bahwa setiap
komponen pengetahuan metakognitif mengalami Dari diagram tersebut terlihat bahwa
peningkatan setelah diterapkanya strategi persentase jumlah siswa yang melakukan
pembelajaran metakognitif. Dari hasil pretest dan identifikasi dari tiap pertemuan meningkat. Hal
postest kemudian ditentukan nilai N-gain untuk tersebut menunjukan bahwa strategi metakognitif
melihat seberapa besar peningkatan dari setiap mampu meningkatkan keterampilan identifikasi
komponen metakognitif tersebut. Nilai N-gain yang dari siswa.
didapat dari setiap komponen metakognitif dapat Setelah siswa melakukan identifikasi
dilihat dari tabel 3 berikut ini: persoalan, kemudian siswa diintruksikan untuk
Pengetahuan Metakognitif membuat rencana tindakan sebagai bentuk
persiapan dalam menghadapi pembelajaran
Deklaratif Prosedural Kondisional berikutnya. Persentase jumlah siswa yang
Nilai membuat perencanaan dapat dilihat dari diagram
N-gain 0,72 0,66 0,54 dibawah ini,

Rerata Persentase Jumlah Siswa yang 
Nilai N-gain paling besar didapat oleh Membuat Perencanaan
pengetahuan deklaratif, hal tersebut menunjukan 83,9 87,1
100 70,9
bahwa strategi pembelajaran metakognitif dapat 29,1
50 16,1 12,9
melatih siswa untuk bisa mengaitkan dan
menggunakan pengetahuan yang mereka miliki 0
dalam menyelesaikan suatu persoalan yang Pertemuan I Pertemuan II Pertemuan III
sedang dihadapi. Secara keseluruhan setiap Membuat Tidak Membuat
komponen pengetahuan metakognitif memiliki
peningkatan yang cukup besar, sehingga
menunjukan bahwa strategi pembelajaran Gambar 3. Rerata persentase jumlah siswa yang
metakognitif mampu meningkatkan pengetahuan membuat perencanaan.
metakognitif siswa. Dari diaram tersebut menunjukan bahwa
Selain pengetahuan metakognitif, strategi metakognitif mampu meningkatkan
keterampilan metakognitif dari siswa pun keterampilan siswa dalam membuat perencanaan.
mengalami peningkatan dari tiap pertemuan. Kemudian setelah siswa membuat rencana
Peningkatan keterampilan metakognitif tersebut tindakan, tahap berikutnya siswa melakukan
dilihat dari persentase jumlah siswa yang monitoring tindakan dari perencanaan yang sudah
melakukan setiap komponen keterampilan dibuat. Siswa melaksanakan apa yang sudah
metakognitif. Komponen keterampilan metakognitif direncanakannya kemudian mengontrol dan
pada penelitian ini meliputi keterampilan memonitoring rencana tindakannya dengan cara
mengidentifikasi, keterampilan perencanaan, mencecklist dilembar monitoring, rencana mana
keterampilan monitoring tindakan, dan saja yang dilaksanakan dan tidak dilaksanakan.
keterampilan mengevaluasi. Untuk keterampilan Peningkatan dari tahapan monitoring tindakan ini
mengidentifikasi peningkatan persentase jumlah dapat dilihah pada diagram berikut ini.
siswa yang melakukan identifikasi persoalan yang
diberikan bisa diliha dari diagram berikut :

ISBN 978-602-19655-4-2 117


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

dalam melaksanakan pembelajaran. Jika


Rerata Persentase Jumlah Siswa yang  dibandingkan dengan metode atau strategi lain,
Melakukan Evaluasi strategi metakognitif ini sangat student oriented
74,2
87,1 karena lebih berfokus pada pengembangan
100
45,1 54,9 kesadaran dan kemandirian siswa untuk belajar.
50 25,8
12,9
Pada saat strategi ini diterapkan maka siswa akan
sadar akan pentingnya belajar.
0
Pertemuan I Pertemuan II Pertemuan III Ucapan terima kasih
Melakukan Tidak melakukan
Penulis mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang sudah membantu dalam
Gambar 4. Rerata persentase monitoring tindakan kegiatan ilmiah ini, khususnya kepada Bpk. Iyon
tiap pertemuan. Suyana yang selalu membimbing dalam penulisan
karya ilmiah ini dan umumnya kepada jurusan
Pada tahap monitoring tindakan, data yang pendidikan fisika UPI Bandung.
didapat dibagi menjadi tiga kategori, yaitu rencana
tindakan yang dilakukan seluruhnya, sebagian, Referensi
dan tidak dilakukan seluruhnya. Dari diagram
tersebut terlihat adanya peningkatan jumlah siswa [1] Romli, M., “Strategi Membangun Metakognisi
yang melaksanakan seluruh rencananya dari tiap Siswa SMA dalam Pemecahan Masalah
pertemuan. Hal itu menunjukan bahwa strategi Matematika”. Jurnal Aksioma. 2(2), 1-16
metakognitif mampu meningkatakan kesadaran (2010).
siswa dalam melakukan kontrol dan monitoring [2] Hamdani. “Strategi Belajar Mengajar”,
tindakan. Penerbit Pustaka Setia, Bandung, (2011).
[3] Arikunto, S. “Manajemen Penelitian”. Penerbit
Setelah siswa melakukan identifikasi sampai Rineka Cipta, Jakarta, (2006).
melaksanakan rencana tindakannya, tahapan akhir [4] Daryaee, A. Malkhalifeh-Rostamy, M.
yang dilakukan siswa adalah mengevaluasi semua Amiripour, P. “Executive Actions with
tindakan yang sudah dilakukan. Sama seperti Emphasis on Meta-Cognitive Skills for
keterampilan metakognitif lainnya, pada tahap Mathematics classrooms”. Modern Journal of
evaluasi ini juga persentase jumlah siswa yang Education. 1, (4/5), 16-22 (2012)..
melakukan evaluasi meningkat dari tiap [5] Lidinillah. “Perkembangan Metakognitif dan
pertemuan. Peningkatan jumlah siswa yang Pengaruhnya Pada Kemampuan Belajar
melakukan evaluasi dapat dilihat dari diagram Anak”. URL:
berikut ini. http://file.upi.edu/Direktori/KD- [Accessed 6
Januari 2013]
Rer a ta  P er s en ta s e Ju m l a h  Si s w a  ya n g  [6] Livingston, J.A. “Metacognition: An Overview”.
M el a ku ka n  Eva l u a s i URL
100 87,1 http://gse.buffalo.edu/fas/shuell/cep564/Metac
74,2
45,1 54,9 og.html
50 25,8
12,9 [Accessed 13 November 2012]
0 [7] Blakey, Elaine & Spence, Sheila, “Developing
Pe rte m u a n  I Pe rte m u a n  I I Pe rte m u a n  I I I Metacognition”. New York: ERIC
Me l a ku ka n T i d a k  m e l a k u k a n
Clearinghouse on Information Resources
Syracusa NY, (1990).
Gambar 5. Rerata jumlah siswa yang melakukan
evaluasi. Hilman Imadul Umam*
Pendidikan Fisika
Kesimpulan Universitas Pendidikan Indonesia
Hilman.imadul@student.upi.edu
Penelitian ini menyimpulkan bahwa strategi
metakognitif mampu meningkatkan kemampuan Iyon Suyana
metakognitif siswa. Hal tersebut terlihat dari Pendidikan Fisika
adanya peningkatan pengetahuan metakognitif Universitas Pendidikan Indonesia
dan keterampilan metakognitif siswa. Peningkatan
pengetahuan metakognitif dapat dilihat dari nilai N- Agus Danawan
gain dari setiap komponen pengetahuan Pendidikan Fisika
metakognitif. Keuntungan dari strategi metakognitif Universitas Pendidikan Indonesia
ini ketika diterapkan dalam pembelajaran adalah
meningkatnya kesadaran akan pentingknya belajar *Corresponding author
yang dirasakan siswa, sehingga siswa bisa mandiri

ISBN 978-602-19655-4-2 118


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Analisis Karakter Peserta Didik Menggunakan Tes Dilema Moral pada


Tema Efek Penggunaan Rokok di SMP
Ifa Rifatul Mahmudah*, Taufik Ramlan Ramalis, dan Winny Liliawati

Abstrak
Pendidikan karakter merupakan hal yang sangat penting dalam membentuk karakter seseorang. Namun,
krisis moral yang terjadi saat ini menyuguhkan fakta terbalik dari yang seharusnya. Tidak bisa menutup mata,
masih banyak, masih banyak krisis moral yang menggemparkan dunia pendidikan, salah satunya berkaitan
dengan perilaku merokok di kalangan peserta didik SMP. Penanaman karakter di lingkungan sekolah sangat
perlu karena akan menetaskan generasi mendatang yang mencerminkan karakter bangsa tersebut. Untuk
mengetahui sejauh mana penanaman karakter yang dapat ditanamkan pada peserta didik, sebanyak 27
peserta didik di salah satu SMP di Kota Bandung diberikan pembelajaran menggunakan pembelajaran
terpadu model Webbed dengan perangkat pembelajaran model pembelajaran Sousan Loucks Horsley. Pada
akhir proses kegiatan belajar mengajar, peserta didik diberikan alat evaluasi berupa 3 buah soal tes dilema
moral dengan tema efek penggunaan rokok. Tes dilema moral adalah tes studi kasus yang dapat mengukur
moral feeling, moral knowing, dan moral behavior peserta didik. Dengan adanya tes dilema moral ini, peneliti
mendapatkan profil karater peserta didik dengan menganalisis jawaban setiap peserta didik secara garis
besar. Dari hasil penelitian, diketahui sebanyak 87,63% peserta didik memiliki moral knowing dan 82,09%
memiliki moral feeling. Berdasarkan hasil yang diperoleh tersebut, dapat disimpulkan bahwa karakter
peserta didik dapat dianalisis menggunakan tes dilema moral.
Kata Kunci : Karakter peserta didik, Tes Dilema Moral, Moral feeling, dan Moral knowing

Pendahuluan Karakter dan Tes Dilema Moral

Berdasarkan UU nomor 20 tahun 2003 Karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau
tentang Sisdiknas pasal 3 menyebutkan bahwa kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil
Pendidikan Nasional berfungsi untuk internalisasi berbagai kebajikan (virtues) yang
mengembangkan kemampuan dan membentuk diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk
karakter serta peradaban bangsa yang cara pandang, berpikir, bersikap, dan bertindak [4].
bermartabat dalam rangka mencerdaskan Mendidik karakter adalah mendidik tiga aspek
kehidupan bangsa [1]. Sejalan dengan tujuan itu, kepribadian manusia: moral knowing, moral feeling
pendidikan karakter mulai diterapkan dalam sistem or attitudes, dan moral behavior [5]. Karakter yang
pendidikan Indonesia. Sebagai bagian dari medan baik memiliki tiga komponen berupa moral knowing,
pendidikan, pendidikan sains bersama unsur moral feeling, dan moral action. Ketiga komponen
pendidikan lainnya turut mengembangkan karakter tersebut terdiri dari aspek-aspek yang berbeda.
untuk mengatasi carut marut moral peserta didik Moral knowing terdiri dari kesadaran moral,
Indonesia. Di salah satu SMP Kayuagung, warga mengetahui nilai moral, penentuan perspektif,
sekolah dikejutkan oleh sejumlah peserta didik pemikiran moral, pengambilan keputusan dan
merokok di lingkungan sekolah [2]. Perilaku pengetahuan pribadi. Moral feeling terdiri dari hati
merokok ternyata sudah dilakukan banyak remaja, nurani, harga diri, empati, mencintai hal yang baik,
bahkan dari penggunanya semakin meningkat. kenali diri, dan kerendahan hati. Moral action terdiri
Dari data dari Tobacco Control Support Center, dari kompetensi, keinginan, dan kebiasaan [6].
Jumlah perokok remaja (15-19 tahun) mengalami
Pada proses penelitian, sebanyak 27 orang
peningkatan 12,9% dalam waktu 15 tahun (1995-
peserta didik SMP di Kota Bandung dipilih secara
2010) [3]. Dari fakta tersebut, terlihat bahwa
acak sebagai sampel penelitian. Sampel diberikan
karakter yang baik belum tertanam di kalangan
pembelajaran dengan materi bertema efek
remaja, khususnya peserta didik SMP. Padahal
penggunaan rokok yang dikemas menggunakan
seharusnya, karakter yang baik harus memiliki
pembelajaran terpadu model webbed dan
komponen moral knowing, moral feeling, dan moral
perangkat pembelajaran menggunakan model
action dalam setiap tingkah laku dalam kehidupan
pembelajaran Susan Loucks-Horsley. Di setiap
sehari-hari.
akhir pembelajaran, sampel diberikan satu buah
Berdasarkan permasalahan di atas, peneliti instrumen tes dilema moral yang berkaitan dengan
bermaksud menganalisis karakter peserta didik tema. Tes dilema moral merupakan tes studi kasus
melalui tes dilema moral. yang berbentuk uraian. Tes ini dimaksudkan untuk

ISBN 978-602-19655-4-2 119


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

melihat karakter yang terdapat dalam diri siswa dapat memposisikan dirinya menjadi orang lain
setelah dilakukannya pembelajaran. Pembelajaran dalam suatu kondisi. Hal ini terjadi karena
yang diberikan dikemas sedemikian rupa sehingga pembelajaran yang diberikan sebagai upaya
dapat menstimulus munculnya karakter setiap stimulus untuk membangkitkan karakter belum
peserta didik. Tes Hasil jawaban peserta didik maksimal.
dikelompokkan dan dianalisis menjadi sebuah
Tabel 2. Persentase moral feeling yang dimiliki
deskripsi yang menceritakan karakter peserta didik.
peserta didik.
Hasil dan Diskusi No. Aspek Moral Feeling Persentase
Setelah peserta didik diberikan instrumen tes 1 Hati nurani 100%
dilema moral, akan didapatkan jawaban yang 2 Empati 88.89%
bervariasi dari setiap peserta didik. Jawaban- 3 Mencintai Hal yang Baik 87.65%
jawaban inilah yang kemudian dianalisis apakah 4 Kerendahan Hati 51.85%
sudah mengandung aspek-aspek karakter yang
Total 328.39%
baik ataukah belum terlihat. Peneliti membatasi
moral-moral yang teramati, yakni hanya moral Rata-rata 82.09%
knowing dan moral feeling. Hal ini dikarenakan Moral feeling yang sudah terlihat dalam diri peserta
untuk moral action berkaitan dengan tindakan didik dalam penelitian ini adalah hati nurani,
nyata yang harus dilakukan sampel penelitian empati, mencintai hal yang baik, dan kerendahan
sehingga bila pengukurannya hanya hati. Tidak semua aspek dari moral feeling terlihat
menggunakan sebuah tes berupa soal, hasil yang dalam diri siswa. Hal ini dikarenakan soal tes yang
didapat kurang dapat mewakili karakter diberikan belum cukup menggali aspek-aspek
sesungguhnya yang dimiliki siswa. lainnya.
Dari penelitian ini, dapat diketahui persentase Aspek hati nurani yang terlihat dalam diri
aspek-aspek yang sudah terlihat dalam diri peserta peserta didik memiliki persentase terbesar. Hal ini
didik yang tersaji dalam tabel di bawah. menandakan bahwa peserta didik sudah
Tabel 1. Persentase moral knowing yang dimiliki mengetahui apa yang baik dan melakukan apa
peserta didik. yang baik dalam sebuah kondisi. Sedangkan untuk
aspek kerendahan hati, belum semua peserta didik
Aspek moral menyisipkan aspek kerendahan hati dalam
No. Persentase
knowing bertingkah laku. Hal ini terjadi karena
1 Kesadaran Moral 96.29% pembelajaran yang diberikan sebagai upaya
2 Mengetahui nilai 80.16% stimulus untuk membangkitkan karakter belum
moral maksimal.
3 Penentuan 66.67%
perspektif Kesimpulan
4 Pemikiran moral 96.29%
Dari hasil penelitian, dapat disimpulkan
5 Pengambilan 98.76%
bahwa ada beberapa aspek karakter yang baik
keputusan
dalam diri peserta didik. Aspek yang terlihat dari
Total 396.04% moral knowing adalah kesadaran diri,
Rata-rata 87.63% pengetahuan nilai moral, penentuan perspektif,
Moral knowing yang sudah terlihat dalam diri pemikiran moral, dan pengambilan keputusan.
peserta didik dalam penelitian ini adalah Sedangkan untuk moral feeling, aspek yang
kesadaran moral, mengetahui nilai moral, terlihat adalah hati nurani, empati, mencintai hal
penentuan perspektif, pemikiran moral, dan yang baik, dan kerendahan hati.
pengambilan keputusan. Tidak semua aspek dari
moral knowing terlihat dalam diri siswa. Hal ini Ucapan terima kasih
dikarenakan soal tes yang diberikan belum cukup Penulis mengucapkan terima kasih kepada
menggali aspek-aspek lainnya. Bapak Medianta Tarigan atas bimbingannya dan
Aspek pengambilan keputusan yang terlihat kerja samanya sehingga penelitian ini dapat
dalam diri peserta didik memiliki persentase berjalan dengan lancar.
terbesar. Hal ini menandakan bahwa kemampuan
peserta didik dalam mengambil keputusan dalam Referensi
suatu kondisi yang dialaminya sangat tinggi serta [1] UU sistem pendidikan nasional, p. 3
dapat memikirkan konsekuensi dari keputusan [2] Tribunnews, "Guru Aniaya Peserta didik yang
yang diambilnya. Namun, aspek penentuan Merokok di sekolah", update 06.02.2013, URI
perspektif dalam diri peserta didik masih rendah http://id.berita.yahoo.com/guru-aniaya-siswa-
yang menandakan bahwa peserta didik belum

ISBN 978-602-19655-4-2 120


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

yang-merokok-di-sekolah-221421221.html Ifa Rifatul Mahmudah*


[accessed 6 Feb 2013] Jurusan Pendidikan Fisika
[3] Arman, "Jumlah perokok anak semakin Universitas Pendidikan Indonesia
meningkat", update 3.06.2013, URI ifa.rifatul@student.upi.edu
http://www.indonesiatobacco.com/2013/06/ju
mlah-perokok-anak-semakin-meningkat.html Taufik Ramlan Ramalis
[accessed 3 June 2013] Jurusan Pendidikan Fisika
Universitas Pendidikan Indonesia
[4] Deni Kurniawan, "Pembelajaran Terpadu",
Penerbit Pustaka Cendikia Utama, Bandung,
2011, p. 13 Winny Liliawati
Jurusan Pendidikan Fisika
[5] Darmiyati Zuchdi, "Pendidikan Karakter", Universitas Pendidikan Indonesia
Penerbit UNY Pres, Yogyakarta, 285, (2011).
[6] Thomas Lickona, "Educating for Character", *Corresponding author
Penerbit UNY Pres, Jakarta, 86, (2013).

ISBN 978-602-19655-4-2 121


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Studi Perambatan Retakan Pada Material Bertakik Akibat Gaya Tarik


Menggunakan Perangkat Lunak ABAQUS FEA
Irfan Dwi Aditya*, Widayani, Sparisoma Viridi, dan Siti Nurul Khotimah

Abstrak
Studi mengenai mekanika patahan (fracture mechanics) sangat penting untuk memahami peristiwa
kerusakan pada material. Perangkat lunak ABAQUS FEA yang berbasiskan metoda beda hingga cukup baik
digunakan untuk mempelajari mikromekanik material. Dengan program ini, distribusi stress dan strain pada
material yang mendapat gaya luar dapat diperlihatkan. Dengan adanya takik pada bahan, secara umum
takik akan menjadi lokasi pusat stress sehingga menjadi tempat awal retakan. Pada penelitian ini dilakukan
studi perambatan retakan pada material epoxy bertakik akibat gaya tarik melalui simulasi 3 dimensi. Sampel
bertakik ditahan di satu ujung dan diberi gaya tarik pada ujung yang lain. Dari hasil simulasi diketahui bahwa
distribusi stress berubah terhadap waktu sedangkan perambatan retakan cenderung mengarah ke ujung
yang ditarik. Proses retakan yang terjadi dijelaskan dengan keseimbangan energi antara energi yang
diserap sampel dan energi yang dilepas sampel pada saat terbentuknya retakan.
Kata-kata kunci: ABAQUS FEA, epoxy, perambatan retakan, takik, simulas
tepat dibandingkan pendekatan tinjauan stress
Pendahuluan
disekitar retakan.
Pada tahun 1983, the National Bureau of
Standards (sekarang National Institute for Science
and Technology) dan Battelle Memorial Institute [1]
mengestimasi kerugian akibat retakan di Amerika
berkisar 119 milyar dollar per tahun pada tahun
1982. Untuk mengantisipasi hal ini, maka
dilakukan studi mengenai mekanika retakan yang
diinisiasi salah satunya oleh A.A Griffith (1893-
1963). Sekitar tahun 1920, Griffith melakukan studi
mengenai retakan pada kaca. Dengan
memanfaatkan studi tentang retakan sebelumnya
yang dilakukan oleh Inglis mengenai konsentrasi
stress disekitar lubang berbentuk elips [2], Griffith
melakukan studi mengenai prediksi perilaku Gambar 1. Daerah yang tidak terbebani di sekitar
retakan. Hingga saat ini, telah banyak studi retakan [4].
mengenai mekanika retakan. Diantaranya Ketika retakan telah merambat dengan
dilakukan oleh Sansoz dkk, yang pada kedalaman a, maka daerah di sekitar retakan yang
penelitiannya dilakukan studi mengenai
berdekatan dengan permukaan bebas terlepas
perambatan retakan dari takik dengan metoda
dari beban (load).
beda hingga dua-dimensi [3].
Gambar 1 menunjukkan ilustrasi dari proses
Pada penelitian kali ini kami melakukan studi
ini. Ketika retakan menjalar, daerah segitiga di
mengenai perambatan retakan pada material
bertakik dengan metoda beda hingga tiga- dimensi sekitar retakan, dengan lebar a serta tinggi βa
dengan menggunakan perangkat lunak Abaqus akan terlebas dari beban sedangkan bagian
yang berbasiskan metoda beda hingga sebagai material lainnya akan tetap mengalami tekanan
fondasi analisanya. penuh σ (full stress). Parameter β dipilih agar
memenuhi solusi Inglis, yaitu β=π. Total energi
Teori dan Model regangan (strain energy, U) yang dilepas pada
proses perambatan retakan pada kedua daerah
a. Teori segitiga dinyatakan dengan
Retakan terjadi ketika stress pada tingkat 2
atomik melebihi kekuatan kohesi material [4]. Pada U  . a 2 (1)
2E
studinya Griffith mengemukakan gagasan bahwa
dalam memprediksi retakan pada material
pendekatan melalui kesetimbangan energi lebih dengan σ ialah nilai stress yang diaplikasikan, dan
E ialah Modulus Young material.

ISBN 978-602-19655-4-2 122


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Dalam pembentukan retakan, ikatan antar σ


atom pada suatu material harus diputus, hal
tersebut memerlukan energi. Energi yang diserap
oleh material untuk melepas ikatan ini, disebut
juga energi permukaan (surface energy, S) ialah
S  2a , (2)

di mana γ merupakan energi permukaan


(joule/meter2) dan faktor 2 diperlukan karena
dihasilkan dua buah permukaan bebas yang
terbentuk dari retakan. Seperti ditunjukkan oleh
Gambar 2, energi total yang terlibat pada proses
pembentukan retakan ini ialah penjumlahan energi
yang diserap untuk membentuk permukaan baru
Gambar 3. Spesifikasi dimensi model (ketebalan
(positif) dengan strain energy yang dilepaskan
0.005 m).
(negatif).
Tabel 1. Nilai karakteristik mekanik material
(epoxy) [7].

Sifak mekanik Nilai


Massa Jenis 1.25 Mg m-3
Modulus Young 3.5 GPa
Poisson Ratio 0.39
Max Principal Stress Damage 50 Mpa
Fracture Energy 0.3 kJ m-2

Hasil dan diskusi


a. Distribusi stress pada material bertakik

Gambar 2. Kurva kesetimbangan energi retakan, Hasil simulasi distribusi stress pada material
yaitu jumlah energi regangan U dan energi bertakik ditunjukkan dalam Gambar 4 berikut.
permukaan S [4].
b. Simulasi
Simulasi pada studi ini dilakukan dengan σ
menggunakan perangkat lunak ABAQUS FEA.
ABAQUS FEA [5-6] (sebelumnya ABAQUS) adalah
paket perangkat lunak untuk analisis elemen
hingga, awalnya dirilis pada tahun 1978.
Gambar 4. Distribusi Stress pada material bertakik.
Adapun spesifikasi dimensi model simulasi
diberikan dalam Gambar 3. Sedangkan spesifikasi Nampak bahwa stress lebih terkonsentrasi
mekanik material yang digunakan, dalam simulasi  
pada daerah takik. Semakin jauh dari daerah takik,
ini epoxy, parameter fisisnya diberikan dalam stress semakin kecil. Hal ini sesuai dengan teori
Tabel 1. yang ditunjukkan oleh Gambar 1 dimana daerah
di sekitar retakan akan terbebas dari beban (load)
Dengan menggunakan perangkat lunak dan garis beban akan bertumpuk pada daerah
ABAQUS FEA, model simulasi dibagi menjadi
ujung takik.
mesh dengan ukuran yang bervariasi. Mesh pada
bagian takik dibuat lebih halus (kecil) agar analisa b. Perambatan retakan
pada bagian tersebut lebih rinci. Sedangkan gaya
Pada simulasi perambatan retakan,
yang digunakan pada pengujian material simulasi
digunakan metoda XFEM sebagai dasar
ini ialah stress (σ) sebesar 5 x 107 Pa.
analisanya, karena metoda ini dapat melibatkan
diskontinuitas pada sistem. Berikut hasil simulasi
perambatan retakan pada ABAQUS FEA.

ISBN 978-602-19655-4-2 123


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

(a)

Gambar 6. Plot energi strain terhadap waktu.

Kesimpulan
Dari studi simulasi perambatan retakan pada
(b) material bertakik diperoleh informasi yang sesuai
Gambar 5. Distribusi stress serta penjalaran dengan teori dimana konsentrasi stress akan lebih
retakan (a) awal simulasi (increment: 3; step time: banyak pada daerah takik. Pada proses
0.15) dan (b) akhir simulasi (increment:104; step perambatan retakan, distribusi stress berubah
time :1). terhadap waktu karena proses penyeimbangan
energi retakan pada material. Energi strain pada
Nampak dalam proses perambatan retakan, material seiring berjalannya waktu simulasi
tekanan di sekitar retakan menurun hingga semakin besar dengan tren polinomial pangkat
mencapai nilai yang stabil seperti Gambar 5(b) dua sesuai dengan teori.
sebagaimana dilaporkan sebelumnya [3]. Hal ini
juga berkaitan dengan pelepasan energi strain Ucapan terima kasih
yang dilakukan material sehingga daerah sekitar
retakan tidak terbebani. Material yang Penulis mengucapkan terima kasih kepada
disimulasikan bersifat linier =E, maka apabila Institut Teknologi Bandung atas dukungan
nilai strain menurun, maka nilai stress pun akan finansialnya pada penelitian ini melalui Program
menurun. Riset RIK-ITB tahun 2013.

Sedangkan arah retakan ditentukan dengan Referensi


proses kesetimbangan energi pada material
tersebut. Setelah proses retakan dimulai, [1] Anderson, T.L., “Fracture Mechanics:
gerakannya ditentukan dengan menyeimbang-kan Fundamentals and Applications”, CRC Press,
energi yang hilang karena adanya gaya eksternal Boca Raton, (1991).
hingga tampak seperti Gambar 5(b) Hal ini sesuai [2] Barsom, J.M., ed., “Fracture Mechanics
dengan apa yang dikemukakan Goldman pada Retrospective, American Society for Testing
penelitiannya [8]. and Materials”, Philadelphia, (1987).
[3] F. Sansoz, B. Brethes, dan A. Pineau,
Dengan memplot energi strain terhadap waktu, “Propagation of short fatigue cracks from
nampak bahwa energi strain dari sistem semakin notches in a Ni base superalloy: experiments
besar seiring berjalannya waktu hingga akhir and modelling”, Fatigue Fract Engng Mater
simulasi dimana terjadi kesetimbangan stress. Struct 25, 41–53, 41-53, (2011).
Namun karena energi strain ini merupakan proses [4] Anderson T.L. “Fracture Mechanics
pelepasan energi, maka diberi tanda negatif Fundamentals and Applications”, Third
sehingga diperoleh kurva sebagai berikut seperti Edition. Taylor &Francis,173-254, (2005).
dalam Gambar 6. [5] Product Index". SIMULIA web site. Dassault
Energi strain membesar dengan tren Systèmes. Archived from the original on 29
polinomial pangkat dua. Hal ini sesuai dengan teori May 2010. Retrieved 7 July 2010.
yang ditunjukkan pada Persamaan (1) dan [6] "Abaqus FEA". SIMULIA web site.
Gambar 2. Karena energi strain pada simulasi ini Dassault [accessed 15 June 2013].
berubah dengan tren polinomial pangkat dua [7] Hull, D. and Clyne, T.W., “An Introduction to
terhadap waktu (sama seperti tren perubahan Composite Materials” 2nd ed, Cambridge
energi strain terhadap panjang retakan), maka University Press, (1996).
dapat disimpulkan bahwa panjang retakan [8] T. Goldman, A. Livne, dan J. Fineberg, Phys.
berubah secara linier terhadap waktu. Rev. Lett. 104,114301, (2010).

ISBN 978-602-19655-4-2 124


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Irfan Dwi Aditya*


Kelompok Keilmuan Fisika Nuklir dan Biofisika
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Teknologi Bandung
irfan.aditya@fi.itb.ac.id

Widayani
Kelompok Keilmuan Fisika Nuklir dan Biofisika
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Teknologi Bandung
widayani@fi.itb.ac.id

Sparisoma Viridi
Kelompok Keilmuan Fisika Nuklir dan Biofisika
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Teknologi Bandung
dudung@fi.itb.ac.id

Siti Nurul Khotimah


Kelompok Keilmuan Fisika Nuklir dan Biofisika
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Teknologi Bandung
nurul@fi.itb.ac.id

*Penulis korespondensi

ISBN 978-602-19655-4-2 125


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Upaya Meningkatkan Kemampuan Creative Problem Solving Matematis


Siswa SMA melalui Situation-Based Learning
Isrok’atun*

Abstrak
Pada pembelajaran di kelas, frekuensi guru bertanya kepada siswa jauh lebih tinggi jika dibandingkan siswa
yang bertanya kepada guru. Pembelajaran lebih menekankan pada belajar menjawab pertanyaan daripada
belajar menyajikan pertanyaan, sehingga menyebabkan kurangnya kesadaran siswa terhadap masalah. Hal
ini mengakibatkan lemahnya kemampuan problem finding, sehingga kemampuan idea finding dan problem
solving siswa juga lemah. Oleh karenanya, kemampuan creative problem solving (CPS) menjadi sangat
perlu dikembangkan dalam pembelajaran matematika. Aspek-aspek kemampuan CPS yaitu objective finding,
fact finding, problem finding, idea finding, solution finding, dan acceptance finding. Keenam aspek tersebut
merupakan tahapan proses berpikir CPS. Untuk tujuan tersebut, diperlukan pembelajaran matematika yang
lebih menggali kemampuan dalam menyajikan masalah serta menyelesaikan permasalahan yang
dimunculkan oleh siswa itu sendiri, yaitu dengan menggunakan Situation-Based Learning (SBL). Penelitian
ini didesain secara quasi eksperimen dengan mengggunakan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.
Kelompok eksperimen mendapatkan perlakuan berupa pembelajaran SBL dan kelompok kontrol
mendapatkan pembelajaran konvensional. Dari hasil penelitian ini, diperoleh kesimpulan bahwa peningkatan
kemampuan CPS matematis siswa yang mendapat pembelajaran SBL lebih baik daripada siswa yang
mendapat pembelajaran konvensional secara signifikan. Kemampuan CPS matematis terkuat yang dimiliki
siswa yaitu pada aspek objective finding, sementara kemampuan CPS matematis terlemah yang dimiliki
siswa pada aspek acceptance finding.
Kata-kata kunci: CPS matematis, situation-based learning, aspek CPS terkuat, aspek CPS terlemah
diterapkan melalui bahan ajar yang didesain
Pendahuluan
berdasarkan karakteristik situation-based learning,
Dalam pembelajaran di kelas, guru banyak supaya siswa lebih mengembangkan kreativitas
bertanya kepada siswa dengan frekuensi yang dan produktivitas berpikirnya. Tugas guru di sini
tinggi tetapi dengan level yang rendah. Metode lebih berperan sebagai motivator dan fasilitator.
pembelajaran yang digunakan lebih pada belajar
untuk menjawab, daripada belajar untuk Teori
menyajikan permasalahan sehingga tidak
1. Situation-Based Learning (SBL)
mengembangkan kesadaran siswa terhadap
masalah dan kemampuan dalam problem solving Situation-Based Learning merupakan
(menyelesaikan masalah). Oleh sebab itu, pendekatan baru yang kuat dan fleksibel dalam
kemampuan Creative Problem Solving (CPS) membangun paradigma pembelajaran yang
menjadi hal yang sangat perlu untuk konstruktivistik [5]. Menurut Lave; Lave dan
dikembangkan dalam pembelajaran matematika. Wenger; Greeno, Smith, dan Moore, hal ini karena
Kemampuan CPS matematis adalah kemampuan ada banyak hal yang dapat siswa pelajari dari
matematis yang terdiri atas kemampuan: 1) sebuah situasi, tempat di mana ia belajar [6].
objective finding; 2) fact finding; 3) problem finding; Tujuan dari SBL adalah untuk mengembangkan
4) idea finding; 5) solution finding; dan 6) kemampuan siswa dalam problem posing, problem
acceptance finding. Untuk setiap aspek understanding, dan problem solving dari sudut
kemampuan tersebut, siswa memulainya dengan pandang matematika.
aktivitas berpikir divergen dan diakhiri dengan Situation-Based Learning adalah
aktivitas berpikir konvergen [1]; [2]; [3]; [4]. pembelajaran yang terdiri dari 4 tahapan proses
Guna mengembangkan kemampuan tersebut, pembelajaran, yaitu 1) creating mathematical
perlu kiranya melakukan pembelajaran matematika situations; 2) posing mathematical problem; 3)
yang lebih menggali kemampuan siswa dalam solving mathematical problem; dan 4) applying
menyajikan masalah serta menyelesaikan mathematics, sebagaimana digambarkan dalam
permasalahan yang dimunculkan oleh siswa itu diagram berikut [7]; [8]; [9]; [10].
sendiri secara kreatif. Salah satu pembelajaran
yang dapat mengatasi permasalahan ini, yaitu
dengan menggunakan Situation-Based Learning
(SBL). Proses pembelajaran SBL ini dapat

ISBN 978-602-19655-4-2 126


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

2. Pembelajaran konvensional
Pembelajaran konvensional yang dimaksud
pada penelitian ini adalah model pembelajaran
yang digunakan oleh guru dalam proses
pembelajaran sedemikian hingga peranan siswa
masih kurang, pengajaran lebih berpusat pada
guru, dan proses belajar lebih mengutamakan
pada metode ekspositori (memberi informasi).
Gambar 1. Model Situation-Based Learning. 3. Kemampuan CPS matematis siswa
Creating mathematical situations adalah Kemampuan CPS matematis mempunyai 6
prasyarat. Posing mathematical problem adalah aspek, setiap aspek dimulai dari aktivitas divergen
inti, sedangkan solving mathematical problem dan diakhiri dengan aktivitas konvergen. Aspek
adalah tujuan, sementara applying mathematics kemampuan dalam proses CPS matematis adalah
adalah penerapan proses pembelajaran terhadap sebagai berikut [1]; [2]; [3]; [4]. Osborn-Parnes
situasi baru. Adapun langkah-langkah creative problem solving process (OFPISA):
pembelajaran SBL adalah sebagai berikut [10]. 1) Objective finding
1) Guru mengkreasi sebuah situasi Upaya mengidentifikasi situasi ke dalam bentuk
Pada langkah ini, guru mengkreasi suatu situasi yang menantang.
matematis. Dari situasi matematis tersebut, 2) Fact finding
diharapkan muncul berbagai pertanyaan dari Upaya mengidentifikasi semua data-data yang
siswa, tentunya pertanyaan yang bersifat masih berkaitan dengan konteks situasi,
matematis, melalui kegiatan mengobservasi mencari dan mengidentifikasi informasi yang
dan menganalisis. Situasi di sini dimulai dari tidak terdapat pada situasi tetapi penting.
situasi yang sederhana, kemudian berkembang 3) Problem finding
ke situasi yang lebih kompleks. Upaya mengidentifikasi semua statement
2) Siswa menyajikan problem matematis problem yang mungkin, kemudian memilah-
Dengan kegiatan menyelidiki dan menebak, milah mana yang penting.
siswa melakukan kegiatan problem posing 4) Idea finding
matematis. Tugas guru di sini adalah Upaya mengidentifikasi beberapa solusi dari
menempatkan masalah-masalah yang statement problem, yang mungkin.
dimunculkan siswa ke dalam level-level tertentu, 5) Solution finding
sesuai dengan tingkat kesulitannya. Menggunakan daftar solusi yang telah dipilih
3) Siswa menyelesaikan problem matematis pada tahap idea finding, memilih solusi yang
Dari permasalahan yang telah dikemukakan terbaik untuk menyelesaikan problem.
oleh siswa pada langkah pembelajaran ke-2, 6) Acceptance finding
guru bersama siswa memilah-milah level Upaya meningkatkan daya dukung, melakukan
masalah yang ada, masalah manakah yang rencana aksi, dan mengimplementasikan solusi.
sekiranya perlu ditindak lanjuti untuk
diselesaikan. Masalah yang diselesaikan 4. Tujuan penelitian
diawali dari masalah sederhana sampai pada
masalah kompleks. Guru di sini berperan untuk Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
membimbing, mengarahkan, dan merangsang apakah peningkatan kemampuan CPS matematis
siswa dengan teknik scaffolding. Teknik siswa yang mendapat pembelajaran SBL lebih
scaffolding dilakukan dengan cara memberi baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran
petunjuk/arah/cara penyelesaian akan tetapi konvensional.
tidak secara langsung. 5. Populasi dan sampel penelitian
4) Applying mathematics
Adalah sebuah proses penerapan (applying) Populasi pada penelitian ini adalah seluruh
konsep matamatika yang telah siswa temukan siswa SMA di Jawa Tengah pada kategori sekolah
melalui kegiatan no.2 dan no.3. Langkah peringkat tinggi. SMA N 1 Tegal kelas XI IPA
pembelajaran applying mathematics ini terpilih sebagai subyek pada penelitian ini. Dari
diharapkan dapat menjadi kebiasaan positif, seluruh kelas XI IPA yang ada, dipilih 2 kelas
yang akhirnya menjadi sebuah (atau salah secara acak sebagai sampel penelitian, yaitu 1
satu) cara siswa dalam menyelesaikan setiap untuk kelas eksperimen dan 1 untuk kelas kontrol.
permasalahan matematis. Ditetapkan bahwa, kelas XI IPA 3 (30 siswa)
sebagai kelas eksperimen, dengan mendapatkan
pembelajaran SBL dan kelas XI IPA 1 (29 siswa)
sebagai kelas kontrol dengan mendapatkan
pembelajaran konvensional.

ISBN 978-602-19655-4-2 127


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

6. Desain penelitian statistik. Adapun hasil uji statistik yang dimaksud,


adalah sebagai berikut:
Penelitian ini adalah penelitian quasi
eksperimen dengan menggunakan kelompok Tabel 2. Uji statistik terhadap gain kemampuan
eksperimen dan kelompok kontrol yang dikenal CPS matematis.
dengan pretest–postest control group design [11];
[12]; [13]. Kelompok eksperimen mendapatkan
perlakuan berupa pembelajaran SBL dan
kelompok kontrol mendapatkan pembelajaran
konvensional. Adapun desain penelitian ini, dapat
digambarkan sebagai berikut.
Dari tabel di atas, dapat dijelaskan bahwa
peningkatan kemampuan CPS matematis
kelompok siswa yang mendapatkan pembelajaran
Gambar 2. Desain Penelitian
SBL lebih baik daripada kelompok siswa yang
Keterangan:
mendapatkan pembelajaran konvensional secara
O = pretes=postes
signifikan.
X = pembelajaran SBL
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa
Hasil dan diskusi meskipun kedua kelompok siswa memiliki
kemampuan CPS matematis awal yang sama,
Setelah kedua kelas diberi perlakuan berbeda,
tetapi kelompok siswa yang mendapatkan
yaitu pembelajaran SBL di kelas eksperimen dan
pembelajaran SBL dapat melampaui kemampuan
pembelajaran konvensional di kelas kontrol, maka
yang dicapai oleh kelompok siswa kontrol pada
diperoleh hasil pencapaian kemampuan CPS
saat postes,. Hal ini diperjelas lagi, bahwa
matematis sebagai berikut.
peningkatan (gain ternormalisasi) kemampuan
Tabel 1. Kemampuan CPS matematis siswa. CPS matematis yang dicapai oleh kelompok siswa
yang mendapatkan pembelajaran SBL lebih baik
daripada kelompok siswa yang mendapatkan
pembelajaran konvensional.
Penjelasan mengenai perolehan skor siswa di
kelas eksperimen dalam tiap aspek kemampuan
CPS matematis, serta pada aspek manakah
Berdasarkan hasil pretes, kedua kelompok kemampuan CPS matematis siswa ini yang terkuat
berangkat dengan kemampuan CPS matematis atau bahkan terlemah, adalah sebagai berikut.
awal yang sama secara signifikan (telah diuji
statistik). Rerata kemampuan CPS matematis awal Tabel 3. Kemampuan CPS matematis siswa di
kelompok siswa yang mendapatkan pembelajaran kelas eksperimen dilihat per aspek.
SBL (16,07) tidak berbeda dengan kelompok siswa
yang mendapatkan pembelajaran konvensional
(15,66). Setelah postes, rerata kemampuan CPS
matematis akhir kelompok siswa yang
mendapatkan pembelajaran SBL (84,23) lebih
tinggi daripada kelompok siswa yang
mendapatkan pembelajaran konvensional (63,14).
Kedua kelompok mengalami peningkatan
(gain ternormalisasi) kemampuan CPS matematis
yang berarti. Kelompok siswa yang mendapatkan
pembelajaran SBL mengalami peningkatan
kemampuan CPS matematis (0,67) pada kategori
sedang dan peningkatan kemampuan CPS
matematis kelompok yang mendapatkan
pembelajaran konvensional sebesar 0,46, juga
Persentase perolehan skor untuk tiap aspek
berada pada kategori sedang.
kemampuan CPS matematis siswa, dapat dilihat
Untuk dapat mengetahui peningkatan pada pada Tabel 3. Aspek CPS matematis terkuat yang
kelompok mana yang lebih baik, apakah kelompok dimiliki siswa adalah aspek objective finding
siswa yang mendapatkan pembelajaran SBL (65,5%). Objective finding merupakan aspek
ataukah kelompok siswa yang mendapatkan kemampuan CPS matematis melalui upaya
pembelajaran konvensional, maka dilakukan uji mengidentifikasi situasi ke dalam bentuk yang
menantang, dengan indikator kemampuan, yaitu

ISBN 978-602-19655-4-2 128


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

mampu menganalisis dan mengidentifikasi apa Department of Mathematics Education-FMIPA


yang diketahui dari suatu situasi yang dihadapi. UNY, pp. MP 437-MP 448.
Sementara aspek CPS matematis terlemah yang [5] A.U. Tarek, D. Thomas, M. Hermann, dan P.
dimiliki siswa adalah aspek acceptance finding Maja, “Situation Learning or What Do
(38%). Acceptance finding merupakan aspek Adventure Games and Hypermedia Learning
kemampuan CPS matematis melalui upaya have in Common”, (2000), Available at
meningkatkan daya dukung jawaban yang http://www. google. co.id/ search?
diperoleh, melakukan rencana aksi penyelesaian, q=situations-based+learning [Accessed 17
serta mengimplementasikan solusi, dengan April 2012].
indikator kemampuan yaitu mampu [6] J.R. Anderson, L.M. Reder, dan H.A. Simon,
mengembangkan rencana aksi penyelesaian, “Situated Learning and Education”, Journal of
mempertimbangkan rencana-rencana yang Educational Researcher 25 (4), 5-11 (1996).
mendukung perolehan jawaban sebelumnya, serta [7] X. Xia, C. LÜ, B. Wang, dan Y. Song,
mengungkapkan rencana dukungan jawaban “Experimental Research on Mathematics
tersebut. Teaching of “Situated Creation and Problem-
based Instruction” in Chinese Primary and
Kesimpulan Secondary School", Journal of Front. Educ 2
(3), 366-377 (2007).
Peningkatan kemampuan CPS matematis [8] X. Xia, C. LÜ, dan B. Wang, “Research on
kelompok siswa yang mendapatkan pembelajaran Mathematics Instruction Experiment Based
SBL lebih baik daripada kelompok siswa yang
Problem Posing”, Journal of Mathematics
mendapatkan pembelajaran konvensional. Aspek Education 1 (1), 153-163 (2008).
CPS matematis terkuat yang dimiliki siswa adalah [9] Isrok’atun, “Meningkatkan Kesadaran Siswa
aspek objective finding, sedangkan aspek CPS
terhadap Adanya Masalah Matematis melalui
matematis terlemah yang dimiliki siswa adalah Pembelajaran Situated Creation and
aspek acceptance finding Problem-Based Instruction (SCPBI)”.
Rusgianto, et al (Editor), Let’s Have Fun with
Ucapan terima kasih Mathematics, 2012, Yogyakarta, HIMA-
Ucapan terima kasih kepada DIKTI atas FMIPA UNY, pp. 333-343.
bantuan hibah disertasi. Ucapan terima kasih juga [10] Isrok’atun, “Situation-Based Learning untuk
diberikan kepada kepala sekolah, guru matematika, Meningkatkan Kesadaran Siswa terhadap
dan siswa SMA N 1 Tegal, Jawa Tengah atas Adanya Masalah Matematis”, Jurnal
bantuan, kerja sama, dan partisipasi dalam Penelitian dan Pembelajaran Matematika V
penelitian ini. (2), 61-68 (2012).
[11] J.C. Fraenkel dan N.E. Wallen, “How to
Referensi Design and Evaluate Research in Education”,
McGraw-Hill Inc., New York, (1990).
[1] G. Ellyn, “Creative Problem Solving”, The Co- [12] H.E.T. Ruseffendi, “Statistika Dasar untuk
Creativity Institute, Illinois, (1995). Penelitian Pendidikan”, IKIP Bandung Press.,
[2] W.E. Mitchell dan T.F. Kowalik, “Creative Bandung,(1998).
Problem Solving”, Genigraphict Inc., [13] Sugiyono, “Metode Penelitian Kombinasi
NUCEA,(1999). (Mixed Methods)”, Alfabeta, Bandung, 2011.
[3] T. Proctor, “Theories of Creativity and the
Creative Problem Solving Process” (2007),
Available at http:// www.google. co.id/ Isrok’atun*
search?q=proctor. [Accessed 12 April 2012]. SPs Prodi Pendidikan Matematika
[4] Isrok’atun, “Creative Problem Solving (CPS) Universitas Pendidikan Indonesia
Matematis”. Rusgianto, et al (Editor), isrokatun@gmail.com
Kontribusi Pendidikan Matematika dan
Matematika dalam Membangun Karakter
Guru dan Siswa, 2012, Yogyakarta, *Corresponding author

ISBN 978-602-19655-4-2 129


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Perancangan Alat Pengukuran Keasaman (pH Meter)


Menggunakan Sensor Kapasitif dan Jembatan Schering
Jubaidah*, Abdul Rajak, Khairiah, Tri S., Yuni W., Apit N., dan Mitra Djamal

Abstrak
Kadar keasaman merupakan salah satu parameter fisika yang harus dipantau karena sifatnya yang korosif.
Untuk itu diperlukan suatu alat ukur untuk menentukan tingkat keasaman cairan dengan menggunakan
prinsip pengukuran konduktivitas cairan. Alat ukur yang rancang menggunakan sensor kapasitif plat
tembaga dan diterintegrasikan dengan Jembatan Schering dan mikrokontroler ATMEGA8535 sebagai
pengkondisi sinyal. Hasil pengukuran kadar keasaman air tersebut diperoleh melalui interface (antarmuka)
port serial dan diproses dengan software (perangkat lunak) code vision AVR, sehingga dapat ditampilkan
pada LCD digital. Dalam pengujian alat, pengambilan data dilakukan dengan pengukuran secara langsung
dan divalidasi menggunakan pH meter digital sebagai pembanding. Diperoleh hubungan antara nilai pH
dengan tegangan keluaran pada jembatan schering adalah berbanding terbalik, yang berarti bahwa semakin
tinggi kadar keasaman larutan, maka semakin tinggi pula tegangan keluaran yang dihasilkan. Sensor
kapasitif plat tembaga hanya mampu mengukur kadar keasaman larutan sampai konsentrasi 25 %.
Kata-kata kunci: tingkat keasaman, pH meter, jembatan schering.

Pendahuluan Teori
Tingkat keasaman berhubungan erat dengan Syarat kesetimbangan dalam suatu rangkaian
konduktivitas dan tekanan osmotik air. jembatan arus bolak-balik dapat dicapai apabila
Konduktivitas dari larutan bergantung pada jumlah tanggapan detektor adalah nol atau menunjukan
ion dan mobilitas ion di dalam larutan. Kekuatan harga nol. Pengaturan setimbang untuk
konduktivitas larutan dinyatakan melalui mendapatkan tanggapan nol, dilakukan dengan
pergerakan ion-ion di dalam medan listrik. Jika mengubah salah satu atau lebih dari lengan
jumlah ion meningkat, maka aliran arus di dalam lengan jembatan [3].
larutan juga meningkat [1]. Kemampuan kapasitor
dalam menyimpan suatu muatan listrik disebut
kapasitansi. Pada umumnya, nilai kapasitansi
sebuah kapasitor ditentukan oleh bahan dielektrik
yang digunakan. Air merupakan salah satu bahan
dielektrik yang apabila diletakkan diantara dua plat
kapasitor keping sejajar akan mempengaruhi nilai
kapasitansi dari kapasitor tersebut. Penelitian
analisis sensor kapasitif sebelumnya yang telah
dilakukan oleh A. Nawawi [2] menggunakan plat
seng untuk mengukur derajat keasaman
menggunakan rangkaian pengkondisi sinyal Gambar 1. Rangkaian jembatan arus bolak-balik
jembatan schering. Namun, alat yang dihasilkan [4].
masih memiliki kelemahan yaitu untuk derajat
keasaman yang tinggi, alat belum berfungsi Persyaratan kesetimbangan jembatan arus bolak-
dengan baik. balik pada gambar 1 terjadi bila:
Dari latar belakang tersebut maka peneliti I1 Z 1  I 2 Z 2 (1)
merancang dan merealisasikan serta menguji
sensitifitas suatu alat ukur tingkat keasaman suatu Agar arus detektor nol (kondisi setimbang),
cairan menggunakan prinsip pengukuran maka:
konduktivitas dengan sensor plat tembaga yang Z1Z4  Z2 Z3 (2)
terintegrasi dengan Jembatan Schering sebagai
pengkondisi sinyal berbasis mikrokontroler atau jika menggunakan admitasi sebagai
ATMega8535 dan hasil pengukuran kadar pengganti impedansi, maka:
keasaman air tersebut diperoleh melalui inter-face
(antarmuka) yang ditampilkan melalui sebuah Y1Y4  Y2Y3 (3)
display.

ISBN 978-602-19655-4-2 130


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Persamaan (2) adalah persamaan umum menggunakan kapasitansimeter. Sehingga


untuk kesetimbangan arus bolak-balik dan komponen variabel di ruas kanan dapat ditentukan
persamaan (3) digunakan bila terdapat komponen- dengan nilai yang diharapkan, dalam hal ini kami
komponen paralel dalam lengan-lengan jembatan. memilih R2 sebagai hambatan variabel.
Rangkaian jembatan schering merupakan Rancangan alat yang dibuat terdiri beberapa
salah satu rangkaian jembatan arus bolak balik blok rangkaian yaitu sensor kapasitif, rangkaian
yang dipakai secara luas untuk pengukuran pengkondisi sinyal jembatan schering, rangkaian
kapasitansi. Sebuah rangkaian jembatan schering peyearah, rangkaian ADC (Analog to Digital
ditunjukan pada gambar 2 berikut. Converter), mikrokontroler, dan display digital.

Gambar 2. Rangkaian jembatan schering. Gambar 3. Blok diagram rancangan alat.

Lengan 1 mengandung suatu kombinasi Sensor yang akan dirancang terbuat dari
paralel dari sebuah tahanan dan sebuah kapasitor, plastik berbentuk balok, dan pada kedua sisinya
lengan 3 berisi sebuah kapasitor standar. akan dipasang plat tembaga secara sejajar, seperti
Kesetimbangan terjadi bila jumlah sudut fasa yang diperlihatkan pada gambar 4. Sensor
lengan 1 dan lengan 4 sama dengan jumlah sudut kapasitif dihubungkan pada rangkaian jembatan
fasa lengan 2 dan lengan 3, yaitu 900 . biasanya schering sebagai pengganti dari kapasitansi Cx.
dalam pengukuran besaran yang tidak diketahui, Sensor kapasitif yang akan dirancang terbuat plat
akan memilki sudut fasa yang lebih kecil dari 900, tembaga (Cu)
maka lengan 1 perlu diberi suatu sudut kapasitif
yang kecil dengan menghubungkan kapasitor C1
paralel terhadap R1.
Syarat kesetimbangan dalam rangkaian
jembatan schering dapat dicapai apabila
tanggapan detektor adalah nol. Pengaturan
kesetimbangan untuk mendapatkan tanggapan nol
dapat dilakukan dengan mengubah salah satu
atau lebih dari lengan-lengan jembatan [3].
Sehingga kapasitor C1 atau resistor R2 dibuat
variabel untuk mengatur kesetimbangan.
Alternatif lain untuk mendapatkan nilai
kesetimbangan dari jembatan schering adalah Gambar 4. Rancangan sensor kapasitif.
dengan cara menurunkan persamaan Rangkaian jembatan schering dihubungkan
kesetimbangan dengan cara memasukan nilai-nilai pada sumber tegangan AC, dengan menggunakan
impedansi dan admitansi ke dalam persamaan (2) trafo CT 2 Ampere sebagai penurun tegangan
yang memenuhi kedalam persamaan : (step down). Sensor kapasitif yang telah dirancang
Z x  Z 2 Z3Y1 (4) (gambar 4), dihubungkan ke rangkaian jembatan
schering sebagai pengganti dari kapasitansi Cx.
Sesuai dengan gambar di atas, maka dapat Larutan asam cuka (CH3COOH) kemudian
diketahui masing impedansi dari lengan-lengan dimasukan ke dalam sensor kapasitif, maka akan
jembatan schering sehingga diperoleh : diperoleh nilai tegangan (Vd) yang terbaca pada
display sebagai nilai tegangan pada bahan (asam
R1 cuka) yang terpolarisasi.
Cx  C3 (5)
R2

Persamaan (5) dapat digunakan untuk


membuat rangkaian jembatan schering menjadi
seimbang dengan catatan nilai Cx dalam hal ini
kapasitansi sampel sudah terukur dengan

ISBN 978-602-19655-4-2 131


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Tabel 1. Hasil pengukuran pH larutan asam


dengan menggunakan pHmeter digital sebagai pH
referensi.

No Konsentrasi Asam (%) pH Suhu (oC)


1 5 2,88 26,6
2 10 2,67 26,7
3 15 2,58 26,73
4 20 2,52 26,8
5 25 2,47 26,83
6 30 2,42 26,87
Gambar 5. (a) Rangkaian jembatan schering, (b) 7 35 2,39 26,9
sensor kapasitansi 8 40 2,35 26,93
Bahasa yang digunakan untuk pemrograman 9 45 2,33 26,97
mikrokontroler ATMega8535 adalah bahasa 10 50 2,31 27,03
assembler menggunakan software CodeVision-
AVR dibuat sebagai perangkat lunak yang
dirancang agar dapat menampilkan data pada Nilai kapasitansi cairan juga diukur sebanyak
display. tiga kali pengukuran. Nilai rata-ratanya seperti
pada tabel berikut.
Hasil dan Diskusi Tabel 2. Hasil pengukuran nilai kapasitansi dan
Hasil rangkaian yang sudah dibuat kemudian nilai hambatan R2 yang harus disetting.
dikemas dalam box plastik dengan ukuran (30 x
20) cm. Lebih detail hasil alat yang telah dibuat Konsentrasi Rata-Rata Nilai R2
diperlihatkan pada gambar berikut ini : No Larutan Asam
Cs (nF) (KΩ)
(%)
1 5 1,4 710
2 10 2,39 420
3 15 2,75 360
4 20 3,04 330
5 25 3,98 250
6 30 4,64 220
7 35 5,06 200
8 40 4,86 210
9 45 7,43 130
10 50 9,08 110

Dengan menggunakan persamaan {16} maka


Gambar 6. Alat pengukuran kadar keasaman
diperoleh nilai hambatan R2 yang harus disetting
larutan yang telah dibuat.
agar diperoleh kesetimbangan.
Data pH referensi diperoleh dari hasil
pengukuran cairan asam menggunakan pH meter
standar tipe SevenCompact di laborato-rium
Sekolah Farmasi ITB . Data diambil dengan tiga
kali pengukuran yang rata-ratanya ditampil-kan
pada tabel berikut ini.

Gambar 7. Kurva hubungan antara konsentrasi


larutan 5-50% dan tegangan keluaran.

ISBN 978-602-19655-4-2 132


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Dari kurva di atas terlihat ada hubungan linear Kesimpulan


antara larutan di konsentrasi 5% - 25% dan 30% -
Telah direalisasikan alat pengukur kadar
50%. Dilihat dari tabel untuk pengukuran ke-1, 2
keasaman larutan dengan menggunakan sensor
dan 3 pada konsentrasi 30% - 50% terdapat
kapasitif. Diperoleh hubungan antara nilai pH
fluktuatif yang tidak signifikan, peneliti mengambil
dengan tegangan keluaran pada jembatan
kesimpulan bahwa pada konsentrasi tersebut
schering adalah berbanding terbalik, yang berarti
kadar keasaman larutan sudah tinggi dan tidak
bahwa semakin tinggi kadar keasaman larutan,
dapat lagi dibaca oleh sensor. Sehingga kami
maka semakin tinggi pula tegangan keluaran yang
membatasi untuk hubungan kelinearan antara
dihasilkan. Dari data pengukuran kapasitansi
konsentrasi dan tegangan hanya sampai pada
diperoleh semakin tinggi konsentrasi larutan asam,
konsentrasi 25%. Sehingga kurvanya menjadi :
maka kapasitansinya semakin tinggi, karena
larutan asam memiliki sifat konduktifitas yang baik.
Sensor kapasitif plat tembaga yang dibuat hanya
mampu mengukur kadar keasaman larutan sampai
konsentrasi 25 %.

Ucapan Terima Kasih


Penulis menucapkan terima kasih kepada
Laboratorium Farmasi ITB yang telah
menyediakan pH meter digital untuk digunakan
sebagai alat ukur pembanding standar. Serta
terkhusus terima kasih penulis sampaikan kepada
Ahmad Nawawi atas diskusinya yang bermanfaat.
Gambar 8. Tandline hubungan antara pH larutan
dengan tegangan dan persamaan yang dihasilkan Referensi
kurva. [1] Kuswandi, B, E Pisesidartha, H Budianto,
Dari kurva di atas diperoleh hubungan antara Maisara dan N Novita, “Pemanfaatan Baterai
tegangan dengan nilai pH larutan, yaitu Bekas Sebagai Elektroda Konduktansi
berbanding terbalik. Dari garis trendline tersebut Sederhana”, Jurnal Ilmu Dasar, 2(1), 34-40
didiperoleh persamaan antara tegangan dan pH (2001).
larutan asam yaitu : [2] Nawawi, Ahmad, “Realisasi Alat Ukur Tingkat
Keasaman Air Menggunakan Plat Sejajar
y = 0,025 x2 – 0,247 x + 3,09 Berbasis Komputer Dengan Komunikasi
dimana : Serial”, Skripsi Jurusan Fisika. Fakultas MIPA
Universitas Lampung, Bandar Lampung
y : pH larutan
(2011).
x : tegangan keluaran
[3] Cooper, W. D., “Instrumentasi Elektronik dan
Dari persamaan inilah yang akan menjadi Teknik Pengukuran”, Edisi ke 2. Erlangga.
dasar untuk pemograman di komputer untuk hasil Jakarta, (1994).
tampilan pada display. [4] Jones, L.D. dan A. Foster Chin, “Elektronik
Instrumens and Measurements”, Second
Tabel 3. Perbandingan pengujian pengukuran alat
Edition. Prentice-Hall international. Singapore
dengan referensi.
(1995).

Jubaidah*, Tri S., Yuni W., Mitra Djamal


Fisika Teoritik Energi Tinggi dan Instrumentasi
Institut Teknologi Bandung
jubaidah@students.itb.ac.id

Abdul Rajak, Khairiah, Apit N.,


Fisika Material Elektronik
Institut Teknologi Bandung

Keterangan : *Corresponding author


Error = |pH referensi-pH terukur|/(pH referensi)
×100%

ISBN 978-602-19655-4-2 133


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Pemodelan Transmittansi Elektron pada Kapasitor MOS bermassa


Isotropik dengan Menggunakan Pendekatan Fungsi Gelombang Airy
Khairiah, Fatimah A. Noor, Mikrajuddin Abdullah, dan Khairurrijal

Abstrak
Pada makalah ini telah dikembangkan pemodelan transmittansi elektron pada kapasitor metal-oksida-
semikonduktor (MOS) berbasis material konstanta dielektrik tinggi (high-k material) dengan menggunakan
struktur n+Poly-Si/HfSiOxN/Trap/SiO2/Si bermassa isotropik. Lapisan HfSiOxN/SiO2 berskala nanometer yang
digunakan sebagai gerbang oksida dalam kapasitor MOS menyebabkan terbentuknya perangkap muatan
pada antarmuka HfSiOxN/SiO2. Hal ini merupakan salah satu masalah utama dalam penggunaan material
high-k pada divais MOS karena dapat mempengaruhi kinerja divais. Untuk itu diperlukan pemodelan
transmittansi yang melibatkan efek perangkap muatan. Transmittansi dimodelkan secara analitik dengan
menggunakan pendekatan fungsi gelombang Airy dimana dalam pemodelannya melibatkan efek kopling
antara energi kinetik longitudinal dan transversal yang direpresentasikan oleh kecepatan fasa elektron di
gerbang. Transmittansi dihitung untuk beberapa variasi parameter yaitu, kecepatan elektron, lebar dan
kedalaman perangkap muatan. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa transmittansi bertambah seiring
dengan berkurangnya kecepatan elektron, dan mencapai nilai tertinggi saat dihitung tanpa melibatkan efek
kopling. Diperoleh pula bahwa transmittansi membesar seiring dengan bertambahnya lebar dan kedalaman
perangkap muatan. Lebih lanjut, pemodelan transmittansi yang telah dikembangkan dapat digunakan untuk
menghitung arus bocor dalam divais MOSFET.
Kata kunci: Transmittansi, kecepatan elektron, massa isotropik, fungsi Airy.
bahan yang diharapkan untuk menggantikan SiO2
Pendahuluan
[2,3]. Namun, masalah penting dari menggunakan
Sekarang ini perkembangan divais elektronik HfSiOxN adalah terbentuknya perangkap muatan
berskala nanometer berkembang dengan sangat pada antar muka HfSiOxN/SiO2 [4].
pesat dengan kinerja yang semakin mengagumkan. Beberapa model telah dikembangkan untuk
Peningkatan untuk kerja divais ini dipicu oleh mempelajari transmitansi dan arus bocor dalam
jumlah transistor yang semakin banyak dalam MOSFET berbasis material high-κ [4-7]. Namun
sebuah chip rangkaian terpadu (integrated circuit). adanya perangkap muatan disertai dengan efek
Kerapatan transistor yang semakin besar akan kopling antara energi kinetik transversal dan
diperoleh jika ukuran transistor semakin kecil. longitudinal dari gerak elektron tidak dibahas
Usaha pengecilan ukuran transistor diikuti dengan dalam pemodelan-pemodelan tersebut. Dalam
peningkatan untuk kerjanya suatu saat akan makalah ini, dikembangkan pemodelan
mencapai titik jenuh ketika ukuran transistor tidak transmittansi dalam kapasitor MOS bermassa
dapat diperkecil lagi sedangkan tuntutan isotropik berbasis material high-κ (HfSiOxN)
peningkatan untuk kerja tidak berhenti [1]. Oleh dengan melibatkan efek kopling dan perangkap
karena itu, saat ini, ruang lingkup penelitian muatan pada antar muka high-κ /SiO2 dengan
material sebagai komponen utama divais menggunakan pendekatan fungsi gelombang Airy.
diarahkan pada pencarian material baru yang Struktur n+ Poly-
memiliki sifat-sifat unggul yang bersesuaian Si/HfSiOxN/perangkap/SiO2/Si(100) digunakan
dengan divaisnya. dalam perhitungan transmittansi.
Saat ini, transistor efek medan metal-oksida-
Teori
semikonduktor (MOSFET) dibuat sangat kecil
untuk mencapai kinerja yang baik dengan biaya Gambar 1 menampilkan profile potensial yang
rendah. Akibatnya, pengurangan ukuran dari digunakan dalam pemodelan yang kami lakukan
MOSFET akan menyebabkan penyusutan lapisan yang secara matematika dapat dinyatakan sebagai
SiO2 sampai berukuran nanometer. Hal ini akan berikut
menimbulkan hal yang tidak diinginkan di mana 0 z 0
arus bocor yang besar akan timbul dan disipasi    z 0  z  d1
daya menjadi tinggi bila ketebalan SiO2 kurang dari  a t b

1,5 nm [2]. HfSiOxN dengan konstanta dielektrik V z   h  bd1a  t   ab z d1  z  d2


tinggi (high-κ) merupakan    d       d        z d  z  d
b t 1 a t a 2 t b a1 t 2 3

 eVox z  d3.


(1)

ISBN 978-602-19655-4-2 134


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

eVox Hasil dan diskusi


di mana,   ,
d1 t  b  d 2  d1  a b  d3  d 2  a b
Untuk menghitung transmittansi dalam
a dan b adalah ketinggian penghalang HfSiOxN kapasitor n+ Poly-Si/HfSiOxN/trap/SiO2/Si(100)
dan SiO2, h adalah kedalaman perangkap muatan. digunakan parameter sebagai berikut: a = 1.5 eV,
Ketebalan HfSiOxN, perangkap, dan SiO2 adalah b= 3.34 eV, d1= 2.5 nm, (d3-d2)= 0.5 nm, a= 13.5,
d1, (d2-d1), dan (d3-d2).  1 ,  2 , and  3 adalah and b= 3.9 [2]. Massa efektif elektron di dalam
konstanta dielektrik HfSiOxN, trap, dan SiO2, e HfSiOxN, perangkap, dan SiO2 digunakan sebesar
adalah muatan elektron, dan Vox adalah tegangan as 0.20 m0, 0.35 m0, dan m0. Gambar 2
oksida. mengilustrasikan transmitansi elektron sebagai
fungsi energi elektron untuk variasi kedalaman
perangkap muatan. Lebar perangkap (w) dan
V(z) kecepatan fasa elektron (ve) adalah 0,1 nm dan
1x105 m/s. Dari gambar terlihat bahwa
transmittansi meningkat seiring dengan
bertambahnya energi elektron. Terlihat juga bahwa
saat energi lebih besar dari penghalang potensial,
n+polySi transmittansi berosilasi seperti yang ditunjukkan
SiO2 dalam inset. Dari gambar terlihat juga bahwa
HfSiOxN transmittansi yang dihitung tanpa melibatkan efek
Ef=0 perangkap muatan memberikan hasil yang lebih
rendah dari yang mempertimbangkan efek
Trap perangkap muatan, untuk energi kurang dari 1 eV.
p-Si eVOX

I II III IV V

0 d1 d2 d3
z

Gambar 1. Profil potensial dari kapasitor n+poly-


Si/HfSiOxN/perangkap(trap)/SiO2/p-Si ketika
diberikan tegangan bias mundur.

Fungsi gelombang untuk masing-masing


daerah I, II, III, IV dan V dalam Gambar 1 adalah

 A exp( i 1 ( z )  B exp( i 1 ( z ) z  0


CA ( ( z )  DB ( ( z ) 0  z  d1
 i i

  z    EAi ( ( z )  FBi ( ( z ) d1  z  d 2
GA ( ( z )  HB ( ( z ) d 2  z  d3
 i i
Gambar 2. Hubungan antara Transmittansi dengan
 I exp( i 5 z ) z  d3.
Energi Elektron dengan variasi kedalaman
(2) perangkap muatan.

Pemodelan diawali dari persamaan


Hamiltonian yang menggambarkan gerak elektron
dalam material isotropik seperti yang diberikan
dalam Ref. [8]. Persamaan Schrödinger pdalam
arah-z, yang mengandung bentuk kopling antara
transversal dan longitudinal yang diwakili oleh
kecepatan elektron di dalam n+ Poly-Si, mudah
didapat dengan menggunakan metode separasi
variable. Dengan menggunakan syarat batas di
setiap antar muka [9] dan mengikuti metode dalam
Refs. [2,7], transmittansi dengan mudah dapat
diperoleh.

ISBN 978-602-19655-4-2 135


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

1 gambar terlihat juga bahwa seiring dengan


‐1
berkurangnya kecepatan elektron, transmittansi
10 membesar, dan mencapai nilai maksimum saat
1
10‐2 10‐1‐2 dihitung dengan tanpa melibatkan efek kopling.
10‐3

Transmittansi
10‐4
10‐3 10‐5 Kesimpulan
Transmittansi

10‐6
10‐4 10‐7 Dalam paper ini telah dikembangkan
10‐8
10‐9 pemodelan transmittansi elektron dalam struktur
10‐5 10 ‐ n+Poly-Si/HfSiOxN/trap/SiO2/Si(100) bermassa
3 4 5 6 7 8 9 10 isotropik dengan melibatkan efek kopling antara
10‐6 Tanpa Trap Energi Elektron(Ev)
energi kinetik transversal dan longitudinal, yang
w1 = 0.1 nm
10‐7
Si (100) direpresentasikan oleh kecepatan elektron di
w2 = 0.2 nm
ve = 1x105 m/s n+Poly-Si, dan perangkap muatan. Diperoleh
‐8
10 w3 = 0.3 nm h = 0,1 eV bahwa transmittansi cenderung membesar seiring
dengan bertambahnya kedalaman dan lebar
‐ 10‐9
0 2 4 6 8 10 perangkap muatan. Transmitansi mencapai nilai
tertinggi saat elektron bergerak tegak lurus
Energi Elektron(eV)
terhadap antar muka lapisan. Diperoleh pula
bahwa transmittansi bertambah seiring dengan
Gambar 3. Transmittansi vs energi elektron untuk
berkurangnya kecepatan elektron, dan mencapai
variasi lebar perangkap muatan.
nilai tertinggi saat dihitung tanpa melibatkan efek
Pengaruh lebar perangkap muatan terhadap kopling. Lebih lanjut, pemodelan transmittansi
transmittansi ditunjukkan dalam Gambar 3. yang telah dikembangkan dapat digunakan untuk
Kedalaman perangkap muatan dan kecepatan menghitung arus bocor dalam divais MOSFET.
elektron digunakan sebesar 0,1 eV dan 1x105 m/s.
Dari gambar terlihat bahwa transmittansi Ucapan Terima Kasih
cenderung membesar seiring dengan
bertambahnya lebar perangkap muatan dan Penelitian ini didukung secara finansial oleh
berosilasi saat elektron bergerak dengan energi Hibah Desentralisasi DIKTI dan Riset Inovasi KK
lebih besar dari penghalang potensial. ITB tahun 2013.

Referensi
10-4
Tanpa efek kopling [1] Khairurrijal, “Material dan Devais MOS:
ve =1x105 m/s Keadaan Kini dan Perspektif Masa depan”,
Pidato Ilmiah Guru Besar, Institut Teknologi
Bandung, 27 Mei 2011.
Transmittansi

ve=2x105 m/s 10-6 ve =3x105 m/s


[2] F. A. Noor, M. Abdullah, Sukirno, Khairurrijal,
A. Ohta, and S. Miyazaki, “Electron and hole
components of tunneling currents through an
interfacial oxide-high-k gate stack in metal-
10-8
oxide-semiconductor capacitors”, Journal of
Applied Physics 108, 093711-1/4 (2010).
[3] N. A. Chowdhury and D. Misra, “Charge
Trapping at Deep States in Hf–Silicate Based
High-k Gate Dielectrics”, Journal of
10-10 Electrochemical Society 154(2), G30-G37
-80 -60 -40 -20 0 20 40 60 80 (2007).
Sudut Elektron(0) [4] A. Bouazra, S. A. –B. Nasrallah, A. Poncet,
and M. Said, “Current tunnelling through MOS
Gambar 4. Transmittansi elektron sebagai fungsi devices”, Materials Science and Engineering
dari sudut datang elektron untuk variasi kecepatan 28(5), 662-665 (2008).
elektron. [5] G. D. Wilk, R. M. Wallace, and J. M.
Gambar 4 menunjukkan pengaruh sudut Anthony," High-k Gate Dielectrics: Current
datang elektron dan kecepatan elektron terhadap Status and Materials Properties
transmittansi. Terlihat bahwa elektron memiliki nilai Considerations”, Journal of Applied Physics
transmittansi terbesar saat elektron bergerak 89(10), 5243-5275 (2001).
menembus penghalang pada sudut 0o. Hal ini [6] Y. Zhao and M. H. White, “Modeling of Direct
berarti bahwa elektron dapat mudah menembus Tunneling Current through Interfacial Oxide
penghalang saat elektron bergerak dalam arah and High-k Gate Stacks”< Solid State
tegak lurus terhadap antar muka lapisan. Dari Electronics 48(10-11), 1801-1807 (2004).

ISBN 978-602-19655-4-2 136


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

[7] F. A. Noor, M. Abdullah, Sukirno, and Khairiah


Khairurrijal, “Comparison of Electron Kelompok Keilmuan Fisika Material Elektronik
Transmittances and Tunneling Currents in an Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Anisotropic TiNx/HfO2/SiO2/p-Si(100) Metal– Institut Teknologi Bandung
Oxide–Semiconductor (MOS) Capacitor”, Khairiah.1214@gmail.com
Journal of Semiconductors 31(12), 124002-
Fatimah A. Noor*
1/5 (2010).
Kelompok Keilmuan Fisika Material Elektronik
[8] L. F. Mao, “The effects of the injection- Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
channel velocity on the gate leakage current Institut Teknologi Bandung
of nanoscale MOSFETs”, IEEE Electron fatimah@fi.itb.ac.id
Devices Letters 28(2), 161-163 (2007).
[9] K. –Y. Kim and B. Lee, “Transmission Mikrajuddin Abdullah
Coefficient of an Electron through a Kelompok Keilmuan Fisika Material Elektronik
Heterostructure Barrier Grown on Anisotropic Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Materials”, Physical Review B 58(11), 6728- Institut Teknologi Bandung
6731 (1998). din@fi.itb.ac.id

Khairurrijal
Kelompok Keilmuan Fisika Material Elektronik
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Teknologi Bandung
krijal@fi.itb.ac.id

*Corresponding author

ISBN 978-602-19655-4-2 137


Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Perbandingan Penerapan Model Pembelajaran Guided Inquiry Dengan


Model Pembelajaran Interactive Demonstration Untuk Meningkatkan
Prestasi Belajar Fisika Siswa SMA
Khumaedah Khasanah*, Parlindungan Sinaga, dan Dedi Sasmita

Abstrak
Pembelajaran fisika yang dikehendaki Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) ialah pembelajaran
melalui proses penemuan dan menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung sehingga
dapat meningkatkan prestasi belajar. Berdasarkan studi pendahuluan ditemukan bahwa sebagian besar
pembelajaran fisika untuk kelas XI dilaksanakan dengan metode ceramah. Dalam metode ceramah
pembelajaran berlangsung satu arah dan lebih menekankan penyampaian materi pembelajaran, akibatnya
proses pembelajaran menjadi kurang bermakna bagi siswa, hal ini dilihat dari hasil belajar siswa yang
rendah dari hasil nilai ulangan siswa kelas XI IPA pada Ujian Akhir Semester (UAS) tahun ajaran 2012/2013
sebanyak 68,3% siswa masih berada di bawah KKM, sehingga dapat dikatakan bahwa prestasi belajar
siswa masih tergolong rendah. Pembelajaran dengan inquiry dapat dijadikan solusi dari permasalahan
tersebut. Interactive demonstration dan guided inquiry merupakan model pembelajaran inquiry sederhana
yang dalam proses pembelajarannya lebih menekankan pencarian pengetahuan secara aktif yang dapat
dijadikan salah satu alternatif untuk meningkatkan prestasi belajar siswa. Tujuan penelitian ini untuk
meningkatkan prestasi belajar siswa dan untuk mengetahui model pembelajaran mana yang lebih signifikan
dalam meningkatkan prestasi belajar siswa. Sampel penelitian adalah siswa kelas XI IPA 2 dan XI IPA 5
salah satu SMA negeri di kota Bandung tahun ajaran 2012/2013 yang berjumlah 40 orang siswa pada
masing-masing kelas. Penelitian ini menggunakan metode penelitian quasi experiment dengan
menggunakan the static group pretest-posttest design. Hasil penelitian menunjukkan bahwa prestasi belajar
siswa meningkat dengan peningkatan rata-rata nilai gain yang dinomalisasi yaitu sebesar 0,753 dan 0,683.
Pada pembelajaran sains berorientasi inquiry, model pembelajaran guided inquiry lebih signifikan dalam
meningkatkan prestasi belajar siswa dibandingkan model pembelajaran interactive demonstration dengan
taraf signifikansi 1%.
Kata-kata kunci: interactive demonstration, guided inquiry, prestasi belajar siswa
Semester (UAS) tahun ajaran 2012/2013
Pendahuluan
sebanyak 68,3% siswa masih berada di bawah
IPA adalah studi mengenai alam sekitar, KKM, sehingga dapat dikatakan bahwa prestasi
dalam hal ini berkaitan dengan cara mencari tahu belajar siswa masih tergolong rendah.
tentang alam secara sistematis, sehingga IPA
Salah satu model pembelajaran yang
bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan
dipandang dapat membantu dan memfasilitasi
yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau
siswa untuk menguasai konsep melalui belajar
prinsip-prinsip saja, tetapi juga merupakan suatu
penemuan sehingga dapat meningkatkan prestasi
proses penemuan [1], hal itu diperkuat oleh Bruner
belajar siswa adalah dengan menggunakan model
menurut Bruner belajar bermakna hanya dapat
pembelajaran inquiry. Pembelajaran inquiry
terjadi melalui belajar penemuan. Pengetahuan
merupakan model pembelajaran fisika yang perlu
yang diperoleh melalui belajar penemuan dapat
dikembangkan di sekolah dasar dan menengah.
bertahan lama dan mempunyai efek transfer yang
Dari aspek psikologi dan falsafah, mengajarkan
lebih baik. Belajar penemuan dapat meningkatkan
Fisika dengan model pembelajaran inquiry
penalaran dan kemampun berpikir secara bebas,
memungkinkan siswa untuk menggunakan segala
dan melatih keterampilan-keterampilan kognitif
potensinya (kognitif, afektif, dan psikomotor) [3].
untuk menemukan dan memecahkan masalah [2].
Berdasarkan studi pendahuluan ditemukan bahwa
Teori
sebagian besar pembelajaran fisika untuk kelas XI
dilaksanakan dengan metode ceramah. Dalam Inkuiri merupakan proses bertahap, bertingkat
metode ceramah pembelajaran berlangsung satu dan berkesinambungan dan dalam
arah dan lebih menekankan penyampaian materi pembelajarannya harus disesuaikan dengan
pembelajaran, akibatnya proses pembelajaran kemampuan siswa. Wenning menyatakan terdapat
menjadi kurang bermakna bagi siswa, hal ini dilihat lima model pembelajaran bertingkat dalam
dari hasil belajar siswa yang rendah dari hasil nilai kegiatan pembelajaran sains berorientasi inquiry
ulangan siswa kelas XI IPA pada Ujian Akhir yaitu discovery learning, interactive demonstration,

ISBN 978-602-19655-4-2 138


Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

inquiry lesson, inquiry lab (guided inquiry lab,


bounded inquiry lab, dan free inquiry lab), dan
Kelas eksperimen 1
hypothetical inquiry (pure hypothetical inquiry dan
apllied hypothetical inquiry), Dari kelima model
pembelajaran bertingkat dalam kegiatan
100
pembelajaran sains berorientasi inquiry,
80

Presentase
pembelajaran inquiry yang sederhana yang dapat
meningkatkan prestasi belajar siswa dan dalam 60
proses pembelajarannya melakukan kegiatan 40 82,9 74,5
praktikum adalah model pembelajaran interactive 50,75
20 32,2
demonstration dan model pembelajaran guided
inquiry [4]. 0

Perbedaan dari kedua model pembelajaran Pretest Postest gain <g>


tersebut terletak pada proses yang dilakukan Nilai
dalam pemecahan masalah melalui belajar
penemuan yang dilakukan melakukan kegiatan
praktikum. Pada guided inquiry proses yang Gambar 1. Diagram peningkatan prestasi belajar
dilakukan dalam pemecahan masalah melalui kelas eksperimen 1.
belajar penemuan yang dilakukan melakukan Berdasarkan hasil tes pada kelas eskperimen
kegiatan praktikum dilakukan langsung oleh siswa 2 diperoleh perbandingan antara nilai pretest,
sedangkan model pembelajaran interactive postest, gain, dan gain yang dinormalisasi seperti
demonstration proses pembelajaran dengan pada gambar 2. Peningkatan prestasi belajar
menggunakan eksperimen yang dilakukan oleh siswa yang diambil berdasarkan tes diperoleh gain
guru melalui kegiatan demonstrasi. E. Usman yang dinormalisasi sebesar 0,674. Kesimpulan
Effendi dan Juhaya S Praja menyatakan Prestasi yang dapat diambil adalah penerapan model
belajar yang utama adalah pola tingkah laku yang pembelajaran Interactive demonstration dapat
bulat. Prestasi belajar ditandai dengan perubahan meningkatkan prestasi belajar siswa dengan
seluruh aspek tingkah laku yaitu aspek motorik, kriteria sedang [7].
aspek kognitif sikap, kebiasaan, keterampilan
maupun pengetahuannya [5].
Penelitian ini menggunakan metode penelitian Kelas ekperimen 2
quasi experiment dengan menggunakan the static
group pretest-posttest design [6]. Sampel
penelitian adalah siswa kelas XI IPA 2 dan XI IPA 80
5 salah satu SMA negeri di kota Bandung tahun
Presentase

60
ajaran 2012/2013 yang berjumlah 40 orang siswa
pada masing-masing kelas. Kelas eksperimen 1 40 77,5 67,4
diberikan perlakuan berupa penerapan model 20 47,2
30,3
pembelajaran guided inquiry dan kelas eksperimen
2 diberikan perlakuan berupa penerapan model 0
pembelajaran interactive demonstrasi, masing- Pretest Postest gain <g>
masing kelas mendapat diberikan, untuk mengukur
prestasi belajar siswa. Instrumen yang digunakan Nilai
yaitu berupa soal pilihan ganda sebanyak 25 soal
G
mengenai materi fluida statis.
ambar 2. Diagram peningkatan prestasi belajar
kelas eksperimen 2.
Hasil dan diskusi
2. Perbandingan Peningkatan Prestasi Belajar
1. Peningkatan Prestasi Belajar Siswa Siswa Pada Model Pembelajaran Guided
Berdasarkan hasil tes pada kelas eksperimen Inquiry Dan Interactive Demonstration.
1 diperoleh perbandingan antara nilai pretest, Analisis ini dilakukan untuk mengetahui
postest, gain, dan gain yang dinormalisasi seperti apakah treatment yang diberikan, yaitu model
pada gambar 1. Peningkatan prestasi belajar pembelajaran guided inquiry di kelas eksperimen 1
siswa yang diambil berdasarkan tes diperoleh gain mampu meningkatkan prestasi belajar siswa
yang dinormalisasi sebesar 0,748. Kesimpulan secara signifikan, dibandingkan dengan model
yang dapat diambil adalah penerapan model pembelajaran interactive demonstration di kelas
pembelajaran guided inquiry dapat meningkatkan eksperimen2,maka dilakukan uji hipotesis proses
prestasi belajar siswa dengan kriteria tinggi [7]. pengujian hipotesis ini dilakukan dalam dua
tahapan yaitu uji normalitas dan uji t.

ISBN 978-602-19655-4-2 139


Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

1) Uji Normalitas belajar siswa (kelas eksperimen 1) dibanding


penggunaan model pembelajaran interactive
Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui
demonstration (kelas eksperimen 2).
apakah data gain ternormalisasi pada kedua kelas
eksperimen terdistribusi normal ataukah tidak.
3. Peningkatan prestasi belajar Siswa Pada
Penentuan normalitas data pada kedua kelas
Setiap Ranah Kognitif yang di Uji
eksperimen ini ditentukan melalui nilai Chi-kuadrat.
Hasil pengolahan data Chi-kuadrat ditunjukkan Peningkatan prestasi belajar ini juga dianalisis
pada Tabel 1. dari peningkatan tiap jenjang kognitif menurut
Tabel 1. Hasil Uji Normalitas terhadap skor postest. Bloom [2], yang pada penelitian ini dibatasi hanya
dari jenjang Hapalan (C1) sampai dengan jenjang
Normalitas analisis (C4). Cara menganalisisnya adalah
kelas
 2
hitung  2 tabel Distribusi dengan mengelompokkan instrumen tes prestasi
belajar berdasarkan tiap jenjang kognitifnya,
Kelas
9,36 11,34 Normal kemudian dihitung nilai gain yang dinormalisasinya.
eksperimen 1
Berikut ini adalah rekapitulasi rata-rata skor pretest,
Kelas posttest, serta gain yang dinormalisasi untuk tiap
10,32 13,28 Normal
eksperimen 2 jenjang kognitif.
2) Uji Homogenitas Dua Variansi Tabel 4. Rekapitulasi Skor prestasi belajar siswa
tiap aspek Kelas Eksperimen 1.
Uji homogenitas dua variansi bertujuan untuk
mengetahui apakah data gain ternormalisasi pada Pretest Postest
kedua kelas eksperimen benar-benar homogen Rerata Rerata Rerata
atau tidak. Hasil uji homogenitas dua variansi dari Aspek
Skor Skor <g>
gain ternormalisasi ditunjukkan pada tabel 2 di (%) (%)
bawah ini.
Hafalan, C1 26,25 85 0,76
Tabel 2. Hasil Uji Homogenitas dua variansi.
Pemahaman, C2 18 80 0,74
Homogenitas
Kelas Penerapan, C3 38 85 0,7
Fhitung Ftabel Interpretasi
Analisis, C4 34,4 70 0,5
Kelas
eksperimen 1
1,17 2,14 Homogen
Kelas
Untuk kelas ekperimen 2 rekapitulasi rata-
eksperimen 2
rata skor pretest, posttest, serta gain yang
dinormalisasi untuk tiap jenjang kognitif dapat
Berdasarkan hasil uji homogenitas pada dilihat pada tabel 5
Tabel 2 maka dapat dikatakan bahwa data gain
ternormalisasi pada kedua kelas eksperimen Tabel 5. Rekapitulasi Skor prestasi belajar siswa
adalah homogen. tiap aspek Kelas Eksperimen 1.
Berdasarkan tabel 2, data kedua kelas terdistribusi Aspek Pretest Postest Rerata
normal dan homogen. Jadi dilakukan uji t. Uji t Rerata Rerata <g>
dilakukan pada taraf kepercayaan 99% Skor Skor
(signifikansi 0,01) (%) (%)
Hafalan, C1 36 82 0,7
Pemahaman, C2 20 72,5 0,65
Tabel 3 Hasil uji hipotesis dengan uji t. Penerapan, C3 30 90,4 0,8
Jenis Nilai t Hasil Nilai t Kesimpulan Analisis, C4 27 66 0,41
Pengujian perhitungan dari
Referensi
tabel
Dari hasil pengolahan data, gambaran
Uji t 3,46 2,64 Signifikan
peningkatan setiap aspek prestasi belajar tia
jenjang kognitif untuk kelas eksperimen dapat
dilihat pada gambar 3
Hasil uji hipotesis yang ditunjukkan pada
tabel 3, menyatakan bahwa terdapat perbedaan
yang signifikan antara peningkatan prestasi belajar
siswa kelas eksperimen 1 dan dikelas eksperimen
2, Dengan kata lain, dapat disimpulkan bahwa
pada taraf kepercayaan 99% (signifikansi 0,01),
model pembelajaran guided inquiry secara
signifikan dapat lebih meningkatkan prestasi
ISBN 978-602-19655-4-2 140
Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Referensi
80 76
70
74 80
70
Gain yang dinormalisasi
65 [1] Depdiknas, “Kurikulum Tingkat Satuan
70
Pendidikan Sekolah Menengah Atas”,
60 50 Jakarta: Depdiknas, (2006).
50 41 [2] Sukmadinata, NS., “Metode Penelitian
40 Pendidikan. Bandung”, PT Remaja
Kelas 
30 eksperimen 1 Rosdakarya, (2011).
20 [3] Mazdarwan.2011.Beberapa metode belajar
10 Kelas  Fisika [online]. tersedia :
0 eksperimen 2 http://www.scribd.com/doc/77307110/Bebera
pa-Metode-Belajar-Fisika[12-05-2012
C1  C2  C3  C4  [4] Wenning, CJ. (2012). The Levels of Inquiry
(%) (%) (%) (%) model of Science Teaching. Journal Of
Physics Teacher Education Online. [Online].
jenjang kognitif
Tersedia : http://www.phy.ilstru.edu/jpteo [17-
05-2012]
[5] Hipni,R. 2011. Pengertian prestasi belajar.
Gambar 3. Diagram peningkatan prestasi belajar [online]. tersedia :
http://hipni.blogspot.com/2011/10/pengertian-
tiap jenjang kognit.
prestasi-belajar-definisi.html [30-0-2012]
Berdasarkan gambar 3, tampak bahwa pada [6] S. Arikunto, ”Dasar-dasar Evaluasi
umumnya kelas eksperimen 1 mengalami Pendidikan”, Jakarta: Bumi Aksara, (2012).
peningkatan yang lebih besar dibandingkan [7] Hake, RR. (2002). Relationship of Individual
dengan kelas eksperimen 2, hanya pada aspek Student Normalized Learning Gains in
penerapan (C3) kelas eksperimen 1 lebih rendah Mechanic with Gender, High-School Physics,
dari kelas eksperimen 2 . Perbedaan peningkatan and Pretest Scores on Mathematics and
paling besar terjadi pada aspek penerapan (C3) Spatial Visualization. [Online] Tersedia:
dengan selisih gain yang dinormalisasi 10 (dalam http://www.physics.indiana.edu/~hake/PERC2
persen). Selain itu, jika diperhatikan lagi ternyata 002h-Hake.pdf [21-05-2012]
terdapat perbedaan kecenderungan peningkatan [8] Margono, S., “Metodologi Penelitian
pada kedua kelas tersebut. Peningkatan yang Pendidikan”, Jakarta : PT. Rineka Cipta,
terjadi di kelas eksperimen 1 cenderung menurun (2004).
seiring semakin tingginya tingkatan kognitif, artinya
semakin tinggi tingkatan kognitif yang diujikan,
semakin kecil peningkatanya. Sedangkan pada
kelas eksperimen 2, hal ini tidak terjadi karena
aspek penerapan (C3) nilainya jauh lebih besar Khumaedah Khasanah*
hafalan (C1) dan pemahaman (C2) artinya tidak Fakultas Pendidikan Matematikan dan IPA
ada hubungan antara besarnya peningkatan Universitas Pendidikan Indonesia
dengan tingkatan kognitif yang diujikan. uum_kk@yahoo.co.id

Kesimpulan Parlindungan Sinaga


Fakultas Pendidikan Matematikan dan IPA
Penerapan model pembelajaran guided
Universitas Pendidikan Indonesia
inquiry dapat meningkatkan prestasi belajar siswa
dengan rata-rata nilai gain yang dinormalisasi
Dedi Sasmita
sebesar 0,748 dan Penerapan model
Fakultas Pendidikan Matematikan dan IPA
pembelajaran interactive demonstration dapat
Universitas Pendidikan Indonesia
meningkatkan prestasi belajar dengan rata-rata
nilai gain yang dinormalisasi sebesar 0,674. Model *Corresponding author
pembelajaran guided inquiry secara signifikan
lebih dapat meningkatkan prestasi belajar fisika
siswa SMA dibandingkan dengan model
pembelajaran interactive demonstration dengan
taraf signifikansi 1%.

ISBN 978-602-19655-4-2 141


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Physics Modeling for Medical Purposes: Molecular Dynamics


Simulation on Malaria-Infected Blood Flow in 2-D Channel
Luman Haris*, Siti Nurul Khotimah, Freddy Haryanto, dan Sparisoma Viridi

Abstract
Physics modeling has been widely used in many fields including biophysics. It utilizes numerical method and
physics law to mimic the original system. It has benefits as well as unique features that differ with the case.
This work uses malaria blood flow as study case to explain the step of physics modeling in which molecular
dynamics was used. Through two dimensional physics model, initial orientation angle and initial vertical
position dependence was found. There was also an indication that the cluster had the tendency to rotate as
a response to the obstructed channel. Final angle of 00 and 1800 are favorable for unhindered cluster.
Kata-kata kunci: physics modeling, real system, model, unique features.
caused by the protein expressed on the blood cell
Introduction
surface, enabling it to bind the other blood cells.
Physics modeling has been widely used in Further readings on malaria can be obtained in
medical field to discover new features of some some parasitology literatures [4-7].
existing medical tools and diseases [1-3]. It utilizes
There are several things that must be noted.
numerical methods as its governing mechanism.
First, the objects can be classified into two groups
Physics modeling can be used to simulate a
which are normal and infected. Second, the
condition that is otherwise difficult to achieve.
expressed proteins on the blood cell surface
Physics model can also simplify sophisticated
enable them to bind the surrounding blood cells.
medical system through analogy and assumptions.
Third, protein also exists on endothelial cell, a. k. a
Aside from these benefits, there are also some
capillary wall, enabling the wall to bind blood cells.
features of the model itself although it is also
depends on the case. This work aims to explain Having assessed the involved objects and the
the step needed to create and utilize physics phenomenon, it is high time to construct the
model for medical purposes. Malaria blood flow corresponding physics analogy. The goal is to
simulation using molecular dynamics technique will transform the previous model, shown in figure 1,
be used as study case. The focus would be the into a much simpler physics model. First, blood cell
unique features generated by physics model of geometry is simplified into perfect sphere called
malaria blood flow. grains. Then, proteins are represented as charge
that is uniformly spreading inside or outside the
Methods grain. Hence, allowing the grain to interact with the
other grains forming clumping. The different value
The first step in physics modeling is assessing
of charge will determine the interaction types.
the real system behavior. The understanding of its Malaria infection only affects erythrocyte and
mechanism must be grasped in order to reanimate platelet; therefore, the model can be further
it in physics point of view. In this case, we have to
simplified resulting in figure 2. Moreover, the wall
assess blood flow mechanism within capillary can also be represented by two charged plates in
vessel due to malaria. This mechanism is order to simplify the calculation that is encountered
illustrated in figure 1.
in the previously created model where the wall is
considered as considerably large sphere [8].

Figure 1. Biological model of malaria blood flow [4].


This model involves several hematocrites; Figure 2. Physics model created based on
erythrocyte, leukocyte, and platelet, both normal biological model. It also shows all of the possible
and infected. The flow is interrupted due to the interactions between blood cells. E, T, Tz, and S
clumping formed by blood cell interaction resulting represent erythrocyte, platelet, Trophozoite, and
in capillary clogging and rupture. This interaction is Schizont respectively.

ISBN 978-602-19655-4-2 142


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Once physics model has been constructed, it There is one quantity that is of note; binary
is time to set parameters and numerical method angle   . Rotation unexpectedly appeared as
along with its governing equations. Currently, there torque is not considered in the governing laws.
are not any literatures that are able to point out the Hence, it is advisable to check its relation with the
exact value of infected blood cells’ parameters. other quantities. In this work, the relation between
However, their value, relative to normal binary angle and vertical position will be
erythrocytes, can be approximated; giving a certain considered. The simulation will be carried out over
degree of freedom in determining the value. They 1000 with five variations of grain binary vertical
have been given in the previous paper [8, 9]. Since position and 19 angle variations from   0 to 180 .
we will be using molecular dynamics method to The binary angle is defined according to the
determine the blood cells movement, we have to illustration in figure 4.
determine the corresponding physics law to mimic
the real system mechanism. In accordance with
the previously created model, it is easier just to use
electrostatic force or Coulomb force to mimic the
interactions between blood cells, and Stokes force
to mimic plasma flow within the channel. There is
also normal force that is used for numerical
purposes. By applying Newton’s 2nd law of motion,
acceleration may be obtained which will be
integrated numerically to acquire the grains’ next
position. In this work, Euler method will be used as Figure 4. Binary angle definition.
the numerical integration method. The molecular
dynamics numerical algorithm, both forces All of the necessary parameters can be seen in
formulation and Euler method formulation, can be the undergraduate thesis [10].
seen in the previous paper [9].
The last step in physics modeling is Result and Discussion
recognizing the unique features of the proposed The results of the simulation are given in
model. Simulation must be carried out to obtain figure 5. They show the dependency between
these features. In this work, two dimensions binary angle   and vertical position (y). If both
simulation had been done using simplified form of
quantities are independent of each other, the result
three dimensions model depicted in figure 2.
would be exactly the same. Although some binary
Furthermore, four grains and two interactions will
angles appears to give out the same result for
be involved in it. The illustration is provided within
each variations of binary vertical position, the
figure 3. The scheme involves a pair of grains
overall result shows that these quantities are
resembling rosetting interaction which will be called
dependent of each other.
grain binary afterward, and two schizonts that is
bound to the wall resembling cytoadherence
interaction. The initial position of all of the grains
are given exactly as shown in figure 3. The binary
grain center of mass will be varied vertically (y)
between 0.175 h and 0.825 h where the value of h
can be anything. In this work, h is given value of 2.
On the contrary, the position of both schizonts is
fixed during the simulation.

(a)

Figure 3. Two dimensions simulation scheme for


recognizing the model features. Red grain, purple
grain, and blue grains are normal erythrocyte,
trophozoite stadium erythrocyte, and schizont
stadium erythrocytes respectively.

ISBN 978-602-19655-4-2 143


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

binary angle tends to change to a certain value


before saturating.

(b)

Figure 6. Binary angle changes over t = 1000. It


shows that binary angle fluctuates and saturated
for t > 100.

Supporting this finding, some visualizations have


been made as qualitative proofs. They are
narrowed down to show only  0  0 , 50 , and 80 .
The result in figure 6 will be simplified into that in
figure 7 while the visualizations themselves will be
provided in figure 8.
(c)

Figure 7. Reduced result of binary changes to only


(d) 0 (red), 50 (green), and 80 (blue).

Figure 8. From left collumn to right collumn, binary


changes for initial binary angle  0  0 , 50 , and
80 respectively.
(e)
They are taken at different time scale with
Figure 5. Binary angle changes at (a) y0 = 0.5 h, simulation time due to technical limitation. The
(b) y0 = 0.575 h, (c) y0 = 0.65 h, (d) y0 = 0.725 h,
visualizations for  0  0 are taken (upper to
and (e) y0 = 0.8 h. Schizonts’ charge (q) = 0.
lower) at t=0, t=4, t=8, and t=11,  0  50 are taken
It is also shown in figure 6 (emphasizing the
phenomenon shown also in figure 5) that the at t=0, t=5, t=7, and t=34, while  0  80 are taken
at t=0, t=3, t=7, and t=34.

ISBN 978-602-19655-4-2 144


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Conclusion [7] Schofield, L. and G.E. Grau, "Immunological


processes in malaria pathogenesis", Nat Rev
Physics model has been made for malaria
Immunol, 5(9), 722-735, (2005).
blood flow case. It exhibits two unique features
[8] Haris, L., et al., "Two-Dimensional Coulomb
such as binary angle and vertical position
Model of Capillary Vessel in the Case of
dependency and grain binary tendency to rotate to
Cerebral Malaria Using Molecular Dynamics",
get through obstructed channel. It is also found
12th AOCMP and 10th SEACOMP
that final binary angles 0 and 180 are favorable to
Proceedings, The Convergence of Imaging
pass through it. and Therapy,12, 170-172, (2012).
[9] Haris, L., S. Viridi, and S.N. Khotimah,
Acknowledgement Formulasi Interaksi antara Eritrosit dan
The authors would like to give the utmost Trombosit pada Peristiwa Malaria Serebral
thanks to Simposium Nasional Inovasi dan menggunakan Metode Dinamika Molekular.
Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013) and Prosiding Simposium Nasional Inovasi
FMIPA for the opportunity to present this paper as Pembelajaran dan Sains 2012, (2012).
well as to Riset dan Inovasi KK ITB with contract [10] Haris, L., Molecular Dynamics Simulation in
no. 241/I.1.C01/PL/2013 for supporting this work. Determining Clogging Probability within
Capillary Vessel due to Cerebral Malaria, in
References Physics Department, Institut Teknologi
Bandung: Bandung, 98, (2013)
[1] Guang-Mao, L., et al., "Numerical Simulation
of LVAD Inflow Cannulas with Different Tip", Luman Haris*
International Journal of Chemical Engineering Nuclear Physics and Biophysis Research Division
(1687806X), 1-8, (2012). Institut Teknologi Bandung
[2] Liu, Y., et al., "Numerical investigations of ignlumen@gmail.com
MRI RF field induced heating for external
fixation devices", BioMedical Engineering Siti Nurul Khotimah
OnLine, 12(1), 1-14 (2013). Nuclear Physics and Biophysis Research Division
[3] Park, Y., et al., "Refractive index maps and Institut Teknologi Bandung
membrane dynamics of human red blood nurul@fi.itb.ac.id
cells parasitized by Plasmodium falciparum",
Proceedings of the National Academy of Freddy Haryanto
Sciences, 105(37): p. 13730-13735, (2008). Nuclear Physics and Biophysis Research Division
Institut Teknologi Bandung
[4] Dhangadamajhi, G., S.K. Kar, and M. Ranjit, freddy@fi.itb.ac.id
"The Survival Strategies of Malaria Parasite in
the Red Blood Cell and Host Cell
Sparisoma Viridi
Polymorphisms", Malaria Research and Nuclear Physics and Biophysis Research Division
Treatment, 9, (2010). Institut Teknologi Bandung
[5] Gilles, H.M. and D.A., "Warrell, Bruce- dudung@fi.itb.ac.id
Chwatt's Essential Malariology. An Arnold
Publication Series", Hodder Arnold. 12-44, * Penulis korespondensi
(1999).
[6] John, D.T., et al., "Markell And Voge's
Medical Parasitology", Saunders Elsevier.
102-112, (2006).

ISBN 978-602-19655-4-2 145


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Sintesis Nanopartikel Ekstrak Temulawak Berbasis Polimer Kitosan-TPP


dengan Metode Emulsi
Mersi Kurniati*, Tyas Wulandary, Laksmi Ambarsari dan Latifah K Darusman

Abstrak
Telah dilakukan penyalutan ekstrak temulawak dengan mengunakan kitosan. Penyalutan dengan
menggunakan partikel nano dapat mengoptimalisasi penyerapan ekstrak temulawak dalam mencapai target.
Salah satu metode yang dapat digunakan untuk pembuatan nanopartikel ekstrak temulawak adalah emulsi
dengan perlakuan sonikasi menggunakan ultrasonics processor (Cole-Parmer 20 kHz 130 watt). Penelitian
ini menggunakan variasi konsentrasi TPP (0,5% dan 1%) dan waktu sonikasi (30 menit dan 60 menit). Hasil
penelitian menunjukkan bahwa pada penambahan 0,5% TPP dengan waktu sonikasi 30 menit menghasilkan
ukuran partikel sebesar 430 nm hingga 2900 nm dan untuk waktu sonikasi selama 60 menit sebesar 422 nm
hingga 4700 nm, sedangkan pada konsentrasi TPP 1% dengan waktu sonikasi 30 menit ukuran partikel
yang dihasilkan adalah 444 nm hingga 4200 nm dan untuk waktu sonikasi selama 60 menit sebesar 418 nm
hingga 2300 nm. Hasil menggunakan SEM memperlihatkan bahwa partikel yang dihasilkan berupa bulatan
menyerupai bola dan berkerut, hasil analisis XRD menunjukkan adanya struktur amorf, dan keberadaan
ekstrak temulawak dalam penyalut dapat diketahui berdasarkan hasil FTIR. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa sampel dengan konsentrasi TPP 1% dengan waktu sonikasi 60 menit, menunjukkan
hasil yang terbaik berdasarkan ukuran, kehomogenan, dan keberadaan ekstrak temulawak dalam penyalut
kitosan.
Kata-kata kunci: sonikasi, temulawak, kitosan, TPP

Pendahuluan Teori
Indonesia merupakan salah satu negara Perkembangan teknologi nanopartikel
megabiodiversitas terbesar di dunia dan juga semakin dinamis setelah diketahui bahwa sistem
dikenal sebagai gudangnya tumbuhan obat nanopartikel sangat bermanfaat dalam bidang
(herbal). Salah satu tanaman herbal yang dapat medis [6] telah membuktikan bahwa nanosuspensi
dimanfaatkan dalam teknologi nanobiomedis Cuscuta chinensis yang merupakan herbal
adalah temulawak. Ekstrak temulawak diketahui tradisional Cina dapat mengurangi resiko
memiliki khasiat sebagai antibakteri [1], antijamur hepatotoksisitas secara signifikan pada tikus akibat
[2], dan antioksidan [3]. Akan tetapi, konsumsi konsumsi asetaminofen.
ekstrak temulawak secara oral dapat mengurangi
Metode yang umum digunakan dalam
efisiensi penyerapan oleh tubuh disebabkan
pembuatan nanopartikel adalah atrisi dan pirolisis.
hilangnya sebagian senyawa aktif ekstrak
Metode lain yang berkembang yaitu metode
temulawak akibat proses pencernaan. Salah satu
sonokimia dengan memanfaatkan gelombang
upaya yang telah dikembangkan untuk mengatasi
ultrasonik. Penggunaan gelombang ultrasonik
permasalahan tersebut adalah penyalutan dengan
diyakini dapat menghasilkan material mikro/nano
metode enkapulasi. Enkapsulasi dengan
dengan dispersi yang seragam [7] dengan metode
menggunakan partikel nano menyebabkan ekstrak
emulsifikasi jika dibandingkan penggunaan
mudah menyebar dalam darah dan lebih akurat
magnetik stirer yang hanya menghasilkan
dalam mencapai target [4]. Salah satu penyalut
mikrosfer.
yang aman digunakan adalah kitosan yang
merupakan hasil ekstraksi limbah kulit hewan Enkapsulasi dalam ukuran kecil memiliki
golongan Crustacea [5]. keuntungan, antara lain melindungi senyawa dari
penguraian dan mengendalikan pelepasan
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan
senyawa aktif, misalnya obat. Pelepasan obat
kelarutan ekstrak temulawak dengan metode
terkendali dilakukan agar penggunaan obat lebih
nanoenkapsulasi sehingga diharapkan dapat
efisien, untuk memperkecil efek samping, serta
meningkatkan penyerapan dalam tubuh. Metode
untuk mengurangi frekuensi penggunaan [8].
ini merupaka modifikasi metode menurut Kim et al.
Senyawa aktif yang dienkapsulasi umumnya yang
2006 yang diawali dengan pembuatan nanokitosan
mudah bereaksi dengan senyawa lain atau
kemudian nanokitosan dicampur ekstrak
cenderung tidak stabil, atau memiliki waktu paruh
temulawak dan selanjutnya disonikasi.
eliminasi yang singkat. Polimer yang bisa
digunakan pada proses enkapsulasi suatu

ISBN 978-602-19655-4-2 146


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

senyawa aktif adalah yang bersifat kompatibel dan


biodegradabel. Polimer yang digunakan dalam
penelitian ini adalah kitosan [9].
Semakin lama waktu pemberian gelombang
ultrasonik pada suatu larutan, proses terpotongnya
rantai kimiawi bahan juga terus berjalan.
Degradasi ultrasonik tercepat terjadi pada polimer
dengan molekul terbesar [10]. Semakin lama
proses sonikasi ini akan menyamaratakan energi
yang diterima partikel diseluruh bagian sisi larutan,
sehingga ukuran partikel semakin homogen.
2 theta
Hasil dan Diskusi
Gambar 1. Pola XRD nanopartikel temulawak.
Metode penelitian dilakukan dengan tahapan
sebagai berikut: ekstraksi temulawak, pembuatan
nanopartikel kitosan [11], pembuatan nanopartikel
temulawak [3] dan terakhir karakterisasi XRD,
SEM dan FTIR. Ekstrak temulawak dengan alkohol
70%, kitosan dengan derajat deasetilasi 80,45%
dan bobot molekul 800 kD. Variasi waktu sonikasi
dan konsentrasi TPP diberikan seperti pada Tabel
1.
Tabel 1. Pengkodean sampel.
Kode Waktu A1
TPP(%)
sampel (menit)
A1 0.5 30
A2 0.5 60
A3 1.0 30
A4 1.0 60
Penambahan tripolifosfat (TPP) bertujuan untuk
membentuk ikatan silang ionik antara molekul
kitosan sehingga dapat digunakan sebagai bahan A2
penjerap [12].
Hasil XRD (Gambar 1), menunjukkan
keempat sampel bersifat amorf karena terdapat
pola difraksi dengan puncak 21,04° pada sampel
A1; 20,62° pada sampel A2; 20,14° pada sampel
A3; dan 19,48° pada sampel A4. Hal tersebut
bersesuaian dengan data kitosan dan kurkumin
dalam JCPDS. Pergeseran puncak yang terlihat
A3
pada keempat sampel menunjukkan bahwa
keempat sampel telah mengalami perubahan
struktur kristal menjadi bentuk amorf. Nilai derajat
kristalinitas yang diperoleh untuk sampel A1
25,99%; sampel A2 25,99%; sampel A3 26,50%;
dan sampel A4 29,34%. Besarnya nilai derajat
kristalinitas bertambah besar seiring dengan
banyaknya konsentrasi TPP dan lamanya waktu
sonikasi
A4
Gambar 2. Morfologi SEM.
Pada Gambar 2 terlihat bahwa sampel A4
menghasilkan ukuran partikel yang paling kecil dan
distribusi ukuran partikelnya lebih homogen
dibandingkan dengan kode sampel A1, A2, dan A3.

ISBN 978-602-19655-4-2 147


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Kerutan pada partikel semakin berkurang dengan menunjukkan hasil yang lebih baik dengan ukuran
bertambahnya TPP dan waktu sonikasi. 418 nm hingga 2300 nm . Hasil XRD menunjukkan
Perbedaan ukuran yang diperoleh memperlihatkan pola kristalografi dengan struktur amorf, morfologi
bahwa penambahan TPP dan waktu sonikasi SEM menunjukkan partikel berbentuk bola dan
cenderung mempengaruhi ukuran partikel dan berkerut. Hal ini menyatakan bahwa temulawak
meningkatkan kehomogenan ukurannya. Distribusi belum tersalut optimal oleh kitosan-TPP. Spektrum
ukuran partikel dilakukan dengan PSA. Tabel 2 FTIR memperlihatkan munculnya gugus fungsi
menunjukkan distribusi ukuran partikel pada temulawak dan kitosan.
keempat sampel.
Ucapan terima kasih
Tabel 2. Distribusi ukuran partikel.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada
Kode Diameter
Hibah Penelitian Unggulan IPB atas dukungan
sampel (nm)
finansial pada penelitian ini.
A1 430 - 2900
A2 422 - 4700 Referensi
A3 444- 4200 [1] Rukayadi Y, Hwang JK., “In vitro activity of
A4 418 - 2300 xanthorrhizol against Streptococcus mutans
biofilms”, Journal Compilation The Society for
Karakterisasi FTIR dalam penelitian ini
Appl. Microbiol. 42:400–404, (2006).
digunakan untuk mengetahui keberadaan ekstrak
[2] Rukayadi Y, Hwang JK., “In vitro antimycotic
temulawak yang disalut oleh kitosan.
activity of xanthorrhizol isolated from
Hasil FTIR yang diperoleh (Gambar 3), Curcuma xanthorrhiza Roxb. against
menunjukkan bahwa keempat sampel terdapat opportunistic filamentous fungi”, Phytother.
gugus fungsi hidroksil pada bilangan gelombang Res. 21: 434–438, (2007).
masing-masing 3350,62 cm-1; 3370,05 cm-1; [3] Lim et al., “Antioxidant and antiinflammatory
3341,62 cm-1; dan 3378,00 cm-1. Gugus fungsi activities of xanthorrhizol in hippocampal
amida pada penelitian ini muncul dalam bilangan neurons and primary cultured microglia”, J. of
gelombang 1567,15 cm-1 pada sampel A1; 1564,70 Neurosci. Res. 82:831–838, (2005).
cm-1 pada sampel A2; 1557,33 cm-1 pada sampel [4] Poulain N, Nakache E., “Nanoparticles from
A3; dan 1559,86 cm-1 pada sampel A4. Gugus vesicles polymerization II. evaluation of their
fungsi khas yang dimiliki kurkumin seperti C=O, encapsulation capacity”, J. Polym. Sci. 36:
C=C, C-O, dan C-H tekuk juga terdapat pada 3035–3043, (1998).
keempat sampel. Terjadi sedikit perubahan [5] Hu Z, Chan WL, Szeto YS., “Nanocomposite
bilangan gelombang dari keempat sampel, hal ini of chitosan and silver oxide and its
menunjukkan adanya interaksi kembali antar antibacterial property”, J Appl Polym Sci. 108:
gugus fungsi akibat penambahan TPP dan waktu 52–56, (2007).
sonikasi. [6] Yen FL, Wu TH, Lin LT, Cham TM, Lin CC.,
“Nanoparticles formulation of Cuscuta
17.4 Laboratory Test Result
chinensis prevents acetaminophen-induced
16 hepatotoxicity in rats”, Food and Chem Tox.
15

14 46:1771–1777, (2008).
13

12
[7] Hielscher, T. “Ultrasonic Production of Nano-
11

10
Size Dispersions and Emulsions”, dalam:
9

%T 8
Proceedings of European Nanosystems
7

6
Conference ENS’05., (2005).
5

4
[8] Babtsov et al. penemu; Tagra
3 Biotechnologies Ltd. 30 Sept 2002. Method of
2

1
Kitosan 2%+TPP 0.5%+temulawak 5% (30mnt)
Kitosan 2%+TPP 1%+temulawak 5% (30 mnt)
microencapsulation. US patent 6 932 984.
Kitosan 2%+TPP 0.5%+temulawak 5% (60mnt)
[9] UI-Ain Q, Sharma S, Khuller GK, Garg SK.,
0
Kitosan 2%+TPP 1%+temulawak 5% (60mnt)
-1.0
4000.0 3600 3200 2800 2400 2000 1800 1600 1400 1200 1000 800 600 450.0

“Alginate-based oral drug delivery system for


tuberculosis pharmakokinetics and
Gambar 3. Pola spektra FTIR sampel A1, A2, A3, therapeutics effects”, (2003).
A4 [10] Jin Li, Jun Cai, Lihong Fan. “Effect of
Sonolysis on Kinetics and Physicochemical
Kesimpulan Properties of Treated Chitosan”, Journal of
Applied Polymer Science, 109, 2417-2425
Kelarutan ekstrak temulawak meningkat Aristoteles Rancha, diskusi, 17 May 2013,
dengan penambahan kitosan-TPP. Konsentrasi (2008).
TPP 1% dan waktu sonikasi 60 menit

ISBN 978-602-19655-4-2 148


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

[11] M. Kurniati, AL. Kencana, Jajang J, A. Tyas Wulandary


Maddu, “Chitosan against sonication Department of Physics
treatment. viscosity and molecular weight Faculty of Mathematics and Natural Sciences
chitosan”, Prosiding. Seminar Nasional Sains Institut Pertanian Bogor
II : 293-301, (2010).
[12] Mi FL, Shyu SS, Lee ST, Wong TB., “Kinetic Laksmi Ambarsari
study of chitosan-tripolyphosphate complex Department of Biochemistry
reaction and acid-resistive properties of the Faculty of Mathematics and Natural Sciences
chitosan-tripolyphosphate gel beads prepared Institut Pertanian Bogor
by in-liquid curing method”, J Polym Sci.
37:1551-1564, (1999). Latifah K Darusman
Pusat Studi Biofarmaka
Institut Pertanian Bogor
Mersi Kurniati*
Biophysics Division
Institut Pertanian Bogor *Corresponding author
mersi_kurniati@yahoo.com

ISBN 978-602-19655-4-2 149


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Pengaruh Doping Fe pada Oksida Kobalt Perovskit Sr0.775Y0.225CoO3-


Millaty Mustaqima, Inge Magdalena Sutjahja*, Febry Berthalita,
Daniel Kurnia, Agustinus Agung Nugroho

Abstrak
Oksida kobalt perovskit berbentuk polikristalin dengan komposisi senyawa Sr0.775Y0.225CoO3- dan Sr0.775Y0.225
(Co0.9Fe0.1)O3- telah berhasil disintesis dengan metode reaksi padatan (solid-state reaction). Kondisi
preparasi senyawa adalah tekanan atmosfer dan dua kali proses pemanasan, yaitu pada temperatur 10000C
dan 11000C masing-masing selama 10 jam dan 20 jam yang disertai dengan penggerusan berulang.
Karakterisasi struktur dilakukan melalui pengukuran XRD dan analisis datanya menggunakan program
Rietica for Windows version 1.7.7. Hasil refinement menunjukkan bahwa material ini mempunyai stuktur
tetragonal dengan space group I4/mmm dengan konstanta kisi untuk Sr0.775Y0.225CoO3- adalah a = 7,689 Å
dan c = 15,33 Å; sedangkan untuk Sr0.775Y0.225 (Co0.9Fe0.1)O3- adalah a = 7,680 Å dan c = 15,30 Å.
Karakterisasi sifat elektrik material dilakukan dengan cara pengukuran resistivitas terhadap temperatur
dengan metoda 4-titik (4-point probe). Sistem pengukuran menggunakan closed-cycle refrigerator cryogenic
dengan pendinginan gas Helium dan program LabView untuk automatisasi pengumpulan data. Analisa data
menunjukkan bahwa senyawa doping Fe memiliki nilai hambatan jenis (resistivitas) yang lebih tinggi
dibandingkan dengan senyawa asalnya. Di sisi lain, doping Fe memberikan pengaruh pada pelebaran
daerah hopping konduksi menurut model Variable Range Hopping (VRH) 3D.
Kata-kata kunci: perovskit, ferromagnetik, temperatur Curie, resistivitas, metoda 4-titik, VRH, XRD

Pendahuluan Selain mempengaruhi sifat kemagnetan,


kadar oksigen dalam sampel (nilai ) juga diketahui
Oksida metal transisi dengan struktur sangat berpengaruh pada sifat kelistrikan sistem,
perovskit menunjukkan fenomena yang menarik yaitu dari sifat insulator-semikonduktor [2,4]
dan berragam. Salah satu di antaranya yaitu sampai dengan konduktor [3]. Dengan demikian,
perovskit berbasis ion kobalt (Co) yang sistem Sr1-xYxCoO3- ini merupakan salah satu
menunjukkan fenomena trasisi keadaan spin pada sistem yang menjanjikan aplikasi penting untuk
sistem LnCoO3 [1], ferromagnetik temperatur ruang divais spintronik di masa mendatang,
pada sistem Sr1-xYxCoO3 [2-4], serta giant menggantikan devais elektronik yang memiliki
termoelektrik pada sistem Bi2Sr2Co2O8 [5]. beberapa kekurangan [8]. Pada presentasi ini
Oksida SrxLn1-xCoO3- (Ln = Y atau ion dilaporkan hasil kajian doping Fe pada Co untuk
lantanida/tanah jarang baris pertama) merupakan sampel polikristalin Sr0.775Y0.225CoO3-, untuk
sistem perovskit tunggal ABO3 yang ditemukan mempelajari efek sifat kelistrikan yang
oleh Withers [6] dan Istomin [7] secara terpisah. Di dihasilkannya.
antara elemen tanah jarang lainnya, yttrium
banyak digunakan sebagai doping pada oksida Eksperimen
perovskit kobalt, SrxY1-xCoO3- (Ln=Y) karena Sampel polikristalin Sr0.775Y0.225CoO3- dan
menunjukkan sifat transport, magnetik, dan
Sr0.775Y0.225 (Co0.9Fe0.1)O3- disintesis dengan
struktur yang menarik. Dalam kondisi ambient,
metode reaksi padatan (solid-state reaction).
sistem SrxY1-xCoO3- dapat disintesis hingga level Starting material yang digunakan adalah SrCO3,
x0,4. Kobayashi et al [2] melaporkan bahwa Y2O3, Co3O4, dan Fe2O3. Sebagai langkah awal,
sampel SrxY1-xCoO3- dalam rentang 0,2≤x≤0,25 bahan-bahan SrCO3, Y2O3, Co3O4, dan Fe2O3
merupakan ferromagnetik bulk pada temperatur masing-masing dipanaskan pada temperatur
ruang, dengan transisi ferromagnetik-paramagnetik 4000C secara terpisah untuk menghilangkan uap
pada nilai temperatur Curie TC = 335 K yang air. Kemudian bahan-bahan tersebut ditimbang
merupakan nilai temperatur transisi paling tinggi di sesuai dengan komposisi stiokiometrinya,
antara oksida perovskit kobalt lainnya. Selain itu dicampur dan digerus selama 3 jam. Pemanasan
dilaporkan pula oleh peneliti yang sama bahwa sampel terdiri dari dua tahap yaitu kalsinasi pada
sampel dengan x=0,225 menunjukkan magnetisasi temperatur 10000C selama 10 jam dan sintering
yang paling besar di antara sampel dengan pada temperatur 11000C selama 20 jam, masing-
rentang 0,2≤x≤0,25 yaitu mencapai nilai 0.25 masing dilakukan dalam furnace chamber di
B/Co pada suhu 10 K. atmosfer udara biasa dan proses pendinginan di
dalam furnace. Sebelum masing-masing proses

ISBN 978-602-19655-4-2 150


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

pemanasan, sampel dicetak menjadi pelet pada


tekanan tinggi yaitu sekitar 5 ton untuk
meningkatkan proses difusi partikel. Diantara
kedua proses pemanasan tersebut juga dilakukan
penggerusan ulang selama 3 jam untuk
meningkatkan homogenitas sampel.
Sampel dalam bentuk powder dikarakterisasi
X-ray diffraction (XRD) pada rentang 2 = 100 –
1000 untuk diketahui strukturnya menggunakan
sumber radiasi Cu Kα dari mesin Philips. Hasil
XRD dianalisis berdasarkan hasil refinement data
menggunakan program Rietica for Windows
version 1.7.7.
Karakteristik sifat elektrik sampel dilakukan
dengan pengukuran resistivitas terhadap
temperatur pada rentang suhu 48-300 K
menggunakan metoda 4-titik (4-point probe) Gambar 2. Pola XRD sampel polikristalin (a)
seperti tampak pada Gambar 1(a). Pengukuran Sr0.775Y0.225(Co0.9Fe0.1)O3- dan (b)
resistivitas dilakukan menggunakan sistem closed- Sr0.775Y0.225CoO3-.
cycle refrigerator cryogenic dengan pendinginan
gas Helium. Berbeda dengan sistem pengukuran Selanjutnya hasil refinement data XRD
resistivitas konvensional yang lazim menggunakan menggunakan program Rietica for Windows
sumber arus DC, pada pengukuran ini digunakan version 1.7.7 ditampilkan pada Gambar 3 dan nilai-
sumber arus AC yang dihasilkan dari sumber nilai parameter kisi yang ditunjukkan pada Tabel 1.
tegangan AC dari Lock-in ((Lock-in Stanford Dari data yang diperoleh terlihat bahwa nilai-nilai
Research System Model SR830), dengan skema parameter kisi tersebut berbeda dengan parameter
yang ditunjukkan pada Gambar 1(b). Penggunaan kisi sampel Sr0.775Y0.225CoO3- yang dilakukan oleh
lock-in juga memberi keuntungan pada sensitivitas Kobayashi et al dan Balamurugan [2,4]. Selain itu,
respons yang dihasilkan, terutama untuk signal kualitas fitting yang ditunjukkan oleh nilai-nilai
respons yang kecil atau lemah. Pengumpulan data parameter Rp, Rwp, dan  menunjukkan hasil
dilakukan secara automatis menggunakan refinement yang belum terlalu baik atau adanya
program Labview versi 8.5. impuritas/second phase pada sampel yang dikaji.

Gambar 1. (a) metode 4-titik (4-point probe) untuk


pengukuran resistivitas dan (b) skema sistem
Gambar 3. Hasil refinement data XRD sampel a)
pengukuran.
Sr0.775Y0.225CoO3- dan (b) Sr0.775Y0.225
Hasil dan Diskusi (Co0.9Fe0.1)O3-

Hasil karakterisasi XRD untuk sampel


Sr0.775Y0.225CoO3- dan Sr0.775Y0.225 (Co0.9Fe0.1)O3-
ditunjukkan oleh gambar 2.

ISBN 978-602-19655-4-2 151


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Tabel 1: Parameter kisi dan kualitas fitting hasil detail pada kadar oksigen dari sampel yang dikaji.
refinement data XRD Dari gambar tersebut terlihat pula bahwa
resistivitas kedua sampel secara umum memiliki
Parameter Tanpa doping Dengan doping
pola semikonduktor, dimana nilai resistivitas
Fe Fe menurun seiring dengan kenaikan temperatur.
a(Å) 7,689 7,680 Lebih jauh, nilai resistivitas sampel dengan doping
c(Å) 15,33 15,30 Fe lebih besar dibandingkan dengan parent
Rp 19,46 19,31 compound-nya untuk seluruh rentang nilai
Rwp 15,31 19,34 temperatur pengukuran.
 0,0099 0,3103
Data -T selanjutnya dianalisa berdasarkan
Gambar 4 di bawah menunjukkan kurva I-V model Variable Range Hopping 3-dimensi (VRH 3-
untuk sampel Sr0.775Y0.225 (Co0.9Fe0.1)O3- yang D) dari Mott [9],
diambil pada nilai temperature ruang dan 1
temperature 44 K. Dari gambar tersebut, untuk  T 4
   0 exp  0  (1)
nilai T = 44 K, daerah ohmik dibatasi oleh nilai arus T 
sekitar 0,2 mA.
dimana ρ adalah resistivitas sampel, T adalah
temperatur, ρ0  dan T0 adalah suatu konstanta.
Hasil fitting model tersebut pada data eksperimen
ditampilkan pada Gambar 6.

Gambar 4. Kurva I-V sampel Sr0.775Y0.225


(Co0.9Fe0.1)O3- pada a) temperatur ruang dan b)
T= 44 K.
Selanjutnya kebergantungan resistivitas
terhadap temperatur untuk kedua sampel
ditunjukkan pada Gambar 5.

Gambar 6. Kurva ln ρ vs T -1/4 yang menunjukkan


hasil fitting data -T menggunakan model (VRH 3-
D).
Berdasarkan kelinearan kurva ln (ρ) terhadap
T-1/4, model VRH 3D dapat dipenuhi pada rentang
temperatur 80≤T≤300 K untuk sampel
Sr0.775Y0.225CoO3-. Sedangkan untuk sampel
Sr0.775Y0.225 (Co0.9Fe0.1)O3-, model VRH dipenuhi
pada rentang yang lebih besar, yaitu 50≤T≤300 K.
Hasil ini menunjukkan bahwa hopping konduksi
dominan terjadi pada rentang temperatur tertentu
yang berbeda untuk kedua sampel. Selain itu,
Gambar 5. Kebergantungan resistivitas listrik, ρ,
nilai-nilai konstanta ρ0  dan T0 masing-masing
terhadap temperatur.
adalah 1,17×10-8 Ohm.cm dan 1,9×107 K untuk
Secara umum grafik resistivitas yang sampel parent compound serta 4,77×10-8 Ohm.cm
diperoleh untuk sampel Sr0.775Y0.225CoO3- serupa dan 1,55×107 K untuk sampel dengan doping Fe.
dengan hasil yang dilaporkan oleh Kobayashi et al
dan Bulumurugan [2,4], namun dengan perbedaan Kesimpulan
yang jelas pada besarnya nilai resistivitas.
Perbedaan nilai resistivitas ini disebabkan oleh Sampel Sr0.775Y0.225 CoO3- dan Sr0.775Y0.225
perbedaan parameter dan keadaan lingkungan (Co0.9Fe0.1)O3- telah berhasil disintesis
pada waktu sintesis sampel, atau secara lebih menggunakan metode reaksi padatan. Hasil XRD

ISBN 978-602-19655-4-2 152


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

menunjukkan bahwa adanya doping Fe tidak [7] S. Ya. Istomin, J. Grins, G. Svensson, O. A.
mengubah struktur parent compound Sr0.775Y0.225 Drozhzhin, V. L. Kozhevnikov, E. V. Antipov,
CoO3- yaitu tetragonal dengan grup ruang and J. P. Attfield, Chem. Mater. 15, 4012
I4/mmm. Dari hasil pengukuran resisitivitas, (2003); S. Ya. Istomin, O. A. Drozhzhin, G.
ditunjukkan bahwa kedua sampel memiliki pola Svensson, and E. V. Antipov, Solid State Sci.
semikonduktor. Adanya doping Fe dapat 6, 539 (2004).
memperluas daerah hopping konduksi 3D. [8] S. A. Wolf D. D. Awschalom,R. A. Buhrman, J.
M. Daughton, S. von Molnár, M. L. Roukes, A.
Ucapan terima kasih Y. Chtchelkanova, D. M. Treger, “Spintronics:
A Spin-Based Electronics Vision for the
Penelitian ini didanai oleh Science and Future”, Science Vol. 294 no. 5546 pp. 1488-
Technology Research Grant dari Indonesia Toray 1495, 16 November 2001.
Science Foundation (ITSF) 2013 dan Program [9] Shklovskii B. I. and A. L. Efros, Electronic
Penelitian Riset dan Inovasi KK ITB 2013 dengan properties of doped semiconductors, Springer
nomor kontrak: 229/I.1.C01/PL/2013. (1984).
Referensi
[1] J.  Q.  Yan, J.S.  Zhou,  and  J.B.  Goodenough, 
“Bond‐length  fluctuations  and  the  spin-state Millaty Mustaqima
Program Studi Fisika
transition in LCoO3 (L = La, Pr, and Nd) ” Institut Teknologi Bandung
Phys. Rev. B 69, 134409 (2004). millaty.mustaqima@gmail.com
[2] W. Kobayashi, S. Ishiwata, I. Terasaki, M.
Takano, I Grigoraviciute, H. Yamauchi, and M. Inge Magdalena Sutjahja*
Karppinen, “Room-temperature KK Fisika Magnetik dan Fotonik
ferromagnetism in Sr1-xYxCoO3-”, Physical Institut Teknologi Bandung
Review B 72, 104408 (2005). inge@fi.itb.ac.id
[3] S. Balamurugan and E. Takayama-
Febry Berthalita
Muromachi, ”Structural and magnetic KK Fisika Magnetik dan Fotonik
properties of high-pressure/high-temperature Institut Teknologi Bandung
synthesized in (Sr1-xRx)CoO3 (R= Y and Ho) etha_lita@yahoo.com
perovskites”, Journal of Solid State Chemistry
179, 2231-2236 (2006) Daniel Kurnia
[4] S. Bulumurugan, “Physical-properties of KK Fisika Magnetik dan Fotonik
oxygen-deficient Co-based perovskites: Institut Teknologi Bandung
daniel@fi.itb.ac.id
Co(Sr1-xYx)O3- (0.05≤x≤0.4)
[5] R. Funahashi. & M. Shikano, “Bi2Sr2Co2Oy Agustinus Agung Nugroho
Whiskers with High Thermoelectric Figure of KK Fisika Magnetik dan Fotonik
Merit”, Appl. Phys. Lett., 81, 1459-1461 Institut Teknologi Bandung
(2002). nugroho@fi.itb.ac.id
[6] L. Withers, M. James, and D. J. Goosens, J.
Solid State Chem. 174, 198 (2003); M. James, *Corresponding author
D. Cassidy, D. J. Goosens, and R. L. Withers,
J. Solid State Chem. 177, 1886 (2004).

ISBN 978-602-19655-4-2 153


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Pengembangan Model Pembelajaran Fisika Berorientasi Kemampuan


Berargumentasi dan Pemahaman Konsep Calon Guru Fisika
Muslim*, Andi Suhandi dan Ida Kaniawati

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk melihat dampak penerapan model pembelajaran fisika terhadap peningkatan
kemampuan berargumentasi dan pemahaman konsep calon guru fisika. Penelitian dilakukan menggunakan
desain penelitian dan pengembangan (R & D) Metode penelitian menggunakan kuasi eksperimen dengan
desain pretest-postest control group. Subyek penelitian adalah mahasiswa jurusan pendidikan fisika pada
salah satu LPTK di Bandung sebanyak 50 orang. Data kemampuan berargumentasi dan pemahaman
konsep dijaring melalui tes. Data dianalisis menggunakan gain yang dinormalisasi dan uji statistik. Hasil
penelitian menunjukkan rerata skor gain yang dinormalisasi kemampuan berargumentasi dan pemahaman
konsep mahasiswa pada kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol.Uji beda rerata
skor gain yang dinormalisasi pada kemampuan berargumentasi dan pemahaman konsep melalui uji t
menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan antara peningkatan kemampuan berargumentasi maupun
pemahaman konsep pada kelas eksperimen dibandingkan dengan kelas kontrol. Model pembelajaran fisika
yang telah dikembangkan lebih efektif dalam meningkatkan kemampuan berargumentasi dan pemahaman
konsep calon guru fisika dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional.
Kata-kata kunci: Model pembelajaran fisika, kemampuan berargumentasi, pemahaman konsep
2007 tentang standar kompetensi guru, maka
Pendahuluan
tuntutan kompetensi guru fisika, antara lain: (1)
Pendidikan memegang peran yang sangat memahami konsep-konsep, hukum-hukum, dan
penting dalam proses peningkatan kualitas sumber teori-teori fisika serta penerapannya secara
daya manusia. Guru merupakan salah satu kunci fleksibel; (2) memahami proses berpikir fisika
utama dalam menggerakkan kemajuan dan dalam mempelajari proses dan gejala alam; (3)
perkembangan dunia pendidikan. Agar proses Bernalar secara kualitatif maupun kuantitatif
pembelajaran berhasil dan mutu pendidikan tentang proses dan hukum fisika; (4) memahami
meningkat, maka diperlukan guru yang lingkup dan kedalaman fisika sekolah; (5) Kreatif
profesional. Sumedi (2009) mengungkapkan dan inovatif dalam penerapan dan pengembangan
bahwa pengembangan profesionalisme guru bidang ilmu fisika dan ilmu-ilmu yang terkait
diutamakan pada peningkatan kompetensi (Depdiknas, 2007).
keilmuan dan kompetensi pedagogis. Peningkatan
Berdasarkan studi pendahuluan terindikasi
dua kompetensi guru tersebut dengan sendirinya
bahwa hasil belajar mahasiswa ditinjau dari
langsung maupun tidak langsung memberikan
kemampuan berargumentasi dan pemahaman
kontribusi bagi peningkatan kualitas proses
konsep pada perkuliahan fisika sekolah masih
pembelajaran dan mutu pendidikan. Untuk
rendah. Berdasarkan hasil pengamatan terhadap
mewujudkan guru yang profesional maka
pelaksanaan perkuliahan fisika sekolah
Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan
menunjukkan bahwa pembelajaran cenderung
(LPTK) sebagai institusi pencetak calon guru
monoton, kurang menantang, dan tidak ada variasi
memiliki peran yang sangat strategis dalam
dalam mengembangkan pembelajaran. Strategi
meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia
pembelajaran yang diterapkan belum membekali
melalui peningkatan mutu calon guru, tak
mahasiswa untuk memberdayakan kemampuan
terkecuali calon guru fisika yang
berpikir khususnya kemampuan berargumentasi
berkesinambungan.
dan tidak dilatih untuk aktif membangun konsep.
Dalam kurikulum pendidikan fisika di LPTK, Fakta ini sejalan dengan temuan hasil penelitian
mahasiswa dibekali salah satu mata kuliah Xie & Mui So (2012) yang menyimpulkan bahwa
keahlian program studi yaitu fisika sekolah yang calon guru sains memiliki pemahaman terbatas
bertujuan agar mampu menguasai struktur dan tentang argumentasi, dan kemampuan untuk
materi fisika sekolah relevan dengan tuntutan menyusun argumentasi ilmiah juga lemah.
kompetensi dalam standar nasional pendidikan.
Fakta berdasarkan hasil studi pendahuluan
Fisika sekolah merupakan salah satu mata kuliah
dan hasil penelitian mengindikasikan perlunya
penting dalam struktur kurikulum pendidikan fisika
upaya pembenahan terhadap perkuliahan fisika
di LPTK yang mampu menunjang kompetensi guru
sekolah. Mahasiswa hendaknya diberi kesempatan
fisika. Berdasarkan Permendiknas No. 16 tahun

ISBN 978-602-19655-4-2 154


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

menggali pemahaman, membangun argumentasi berorientasi kemampuan berargumentasi dan


ilmiah, dan mengembangkan kemampuan berpikir. pemahaman konsep (MPF-BKBPK) yang
Osborne (2007) mengungkapkan bahwa arah diterapkan pada mata kuliah fisika sekolah. MPF-
pendidikan sains untuk abad 21, diantaranya BKBPK diadopsi dari model pembelajaran
adalah penekanan pada pengembangan pembangkit argumen (Sampson & Gerbino, 2010)
keterampilan berpikir termasuk kemampuan yang dapat digunakan guru atau dosen sains
berargumentasi. Oleh karena itu mengembangkan untuk membangkitkan argumentasi ilmiah di kelas.
kemampuan mahasiswa untuk memahami dan Sintaks MPF-BKBPK meliputi empat fase, yaitu:
mempraktekkan cara-cara berargumentasi dalam identifikasi masalah, pembangkitan argumen
konteks ilmiah melalui pembelajaran fisika menjadi tentatif, sesi argumentasi, dan penulisan argumen.
penting. Model ini dirancang untuk memberikan
kesempatan kepada mahasiswa mengemukakan
Kemampuan berargumentasi yaitu
dan menguji suatu klaim dari permasalahan fisis
kemampuan dalam memberikan alasan (data,
berdasarkan data-data yang telah dianalisis
pembenaran, dukungan) untuk memperkuat atau
sebagai bagian dari aktivitas kelompok.
menolak suatu klaim (McNeill, Lizotte & Krajcik,
2006; Osborne, Erduran, & Simon, 2004). Toulmin
Metode
(Eduran & Jimenez, 2008) mengajukan skema
yang menggambarkan struktur suatu argumentasi. Penelitian dilakukan menggunakan desain
Langkah pertama dalam setiap argumentasi penelitian dan pengembangan (R & D) melalui
menurut Toulmin adalah menyatakan suatu langkah-langkah 4D: Define-Design-Develop-
pendirian (standpoint) berupa klaim. Selanjutnya, Disseminate (Thiagarajan, et al., 1974). Pada
klaim yang diajukan harus didukung oleh data. penelitian ini hanya dilakukan sampai tahap
Hubungan antara data dengan klaim dijembatani develop. Tahap define dilakukan dengan
oleh pembenaran (warrant). Pola argumentasi menganalisis kebutuhan melalui studi
Toulmin terdiri atas: data (data), klaim (claim), pendahuluan untuk memperoleh informasi terkait
pembenaran (warrant), dukungan (backing), dengan permasalahan pembelajaran fisika
kualifikasi (qualifier) dan sanggahan (rebuttal). sekolah. Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini
Data merupakan fenomena yang digunakan meliputi studi lapangan dan studi literatur. Tahap
sebagai bukti untuk mendukung klaim. Klaim design dilakukan dengan merancang perangkat
adalah hasil dari nilai-nilai yang ditetapkan, MPF-BKBPK. Tahap develop dilakukan dengan
pendapat mengenai nilai situasi yang ada, dan mengembangkan produk MPF-BKBPK melalui
penegasan dari sudut pandang. Pembenaran validasi ahli, uji coba terbatas dan uji coba luas.
adalah aturan dan prinsip-prinsip yang Metode yang digunakan dalam penelitian ini
menjelaskan hubungan antara data dan klaim. adalah kuasi eksperimen dengan desain pretest-
Dukungan adalah dasar asumsi yang melandasi postest control group.
pembenaran tertentu. Kualifikasi adalah rentang
situasi tertentu di mana pernyataan akurat. Subjek dalam penelitian ini adalah mahasiswa
calon guru fisika semester III tahun akademik
Sanggahan (rebuttal) adalah penolakan terhadap
argumen-argumen yang berbeda (Simon et al, 2012/2013 program studi pendidikan fisika salah
2006; Yan & Erduran, 2008; Eduran & Jimenez, satu LPTK di Bandung sebanyak 50 orang yang
terbagi menjadi dua kelas, yaitu kelas eksperimen
2008).
yang menggunakan MPF-BKBPK sebanyak 26
Argumentasi merupakan komponen penting orang dan kelas kontrol yang menggunakan
dalam literasi ilmiah. Argumentasi yang digunakan pembelajaran konvensional sebanyak 24 orang.
dalam pembelajaran sains tidak hanya dapat Instrumen yang digunakan pada penelitian ini
meningkatkan keterampilan mahasiswa untuk kritis adalah: (1) Tes untuk mengukur kemampuan
dan melakukan investigasi ilmiah, tetapi juga berargumentasi berbentuk uraian sebanyak 20
memberikan makna praktis dalam perkembangan soal. Tes ini mencakup empat indikator unsur
mahasiswa (Yan & Erduran, 2008). Kemampuan kemampuan beragumentasi, yaitu: klaim, data,
berargumentasi yang dimilki memungkinkan pembenaran (warrant) dan dukungan (backing)
mahasiswa dapat mengembangkan pemahaman (Sampson & Gerbino, 2010); (2) Tes untuk
konsep, karena dengan kemampuan mengukur pemahaman konsep berbentuk pilihan
berargumentasi mahasiswa dapat mengkonstruksi ganda sebanyak 50 soal. Tes ini mencakup tiga
pengetahuan, dan memperdalam konsep-konsep indikator aspek pemahaman konsep, yaitu
fisika sekolah sehingga melahirkan argumentasi interpretasi, komparasi, dan eksplanasi (Anderson
ilmiah yang merepresentasikan pemahaman. et al, 2001). Materi fisika sekolah yang yang
diujikan pada kedua tes mencakup lima topik, yaitu
Mencermati pentingnya mahasiswa calon
kinematika, gerak melingkar, dinamika, optik
guru fisika memiliki kemampuan berargumentasi
geometri, dan listrik dinamis.
dan pemahaman konsep, maka pada penelitian ini
dikembangkan model pembelajaran fisika

ISBN 978-602-19655-4-2 155


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Efektivitas penerapan MPF-BKBPK Tabel 2. Uji Normalitas, Uji Homogenitas, dan Uji
ditentukan berdasarkan perolehan rerata skor gain beda Dua Rerata Skor Gain yang Dinormalisasi
yang dinormalisasi (<g>) antara kelas eksperimen <g> Peningkatan Kemampuan Berargumentasi
yang menggunakan MPF-BKBPK dan kelas kontrol dan Pemahaman Konsep.
yang menggunakan pembelajaran konvensional
(Hake, 1998). Signifikansi peningkatan
kemampuan berargumentasi dan pemahaman
konsep diuji melalui uji beda dua rerata skor gain
yang dinormalisasi (<g>).

Hasil dan Diskusi


Hasil penelitian menunjukkan bahwa rerata
skor gain yang dinormalisasi (<g>) kemampuan
berargumentasi dan pemahaman konsep
mahasiswa pada kelas eksperimen lebih tinggi dari
kelas kontrol masing-masing dengan selisih Dengan demikian pembelajaran fisika melalui
sebesar 0,20 dan 0,25 seperti terlihat pada Tabel 1. MPF-BKBPK lebih efektif dalam meningkatkan
Tabel 1. Rekapitulasi Rerata Skor Gain yang kemampuan berargumentasi dan pemahaman
Dinormalisasi (<g>) Kemampuan Berargumentasi konsep calon guru fisika dibandingkan dengan
dan Pemahaman Konsep antara Kelas pembelajaran konvensional.
Eksperimen dan Kelas Kontrol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rerata
skor gain yang dinormalisasi (<g>) untuk indikator
tiap unsur kemampuan berargumentasi (klaim,
data, pembenaran, dan dukungan) yang dicapai
kelas eksperimen lebih tinggi dari kelas control
seperti terlihat pada Gambar 1.

Distribusi skor gain yang dinormalisasi


peningkatan kemampuan berargumentasi dan
peningkatan pemahaman konsep mahasiswa, baik
pada kelas eksperimen maupun kelas kontrol
berdistribusi normal dan variansnya homogen. Gambar 1. Perbandingan Rerata Skor Gain yang
Hasil uji t menunjukkan terdapat perbedaan yang Dinormalisasi <g> Indikator Tiap Unsur
signifikan antara peningkatan kemampuan Kemampuan Berargumentasi.
berargumentasi dan peningkatan pemahaman
Perolehan rerata skor gain yang dinormalisasi
konsep untuk mahasiswa yang memperoleh MPF-
(<g>) untuk indikator tiap aspek pemahaman
BKBPK dan mahasiswa yang memperoleh
konsep (interpretasi, komparasi, dan eksplanasi)
pembelajaran konvensional seperti terlihat pada
yang dicapai kelas eksperimen lebih tinggi dari
Tabel 2.
kelas kontrol seperti terlihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Perbandingan Rerata Skor Gain yang


Dinormalisasi <g> Indikator Tiap Aspek
Pemahaman Konsep.

ISBN 978-602-19655-4-2 156


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Dengan demikian pembelajaran melalui MPF- [4] Hake, R.R., “Interactive-Engagement versus
BKBPK mampu meningkatkan pencapaian Traditional Methods: A Six-Thousand-Student
indikator tiap unsur kemampuan berargumentasi Survey of Mechanics Test Data for
dan tiap aspek pemahaman konsep calon guru Introductory Physics Courses”. American
fisika dibandingkan dengan pembelajaran Journal Physics. 66, (1), (1998).
konvensional. [5] Kolsto, S. D., & Ratcliffe, M., “Social aspects
of argumentation”. In S. Erduran & M.P.
Tahapan MPF-BKBPK mendorong
Jiménez-Aleixandre (Eds.), Argumentation in
mahasiswa terlibat aktif mengkomunikasikan
science education: perspectives from
gagasan dan mengevaluasi informasi sehingga
classroom-based research(pp.114-133).
berharga untuk mengembangkan kebiasaan
Berlin, Germany: Springer, (2008).
berpikir. Memunculkan terjadinya pertukaran
[6] McNeill, K. L., Lizotte, D. J., & Krajcik, J.,
gagasan dalam aktivitas diskusi kelompok dan
“Supporting Students’ Construction of
diskusi kelas dalam proses pembelajaran
Scientific Explanations by Fading Scaffolds in
mempengaruhi proses konstruksi pengetahuan.
Instructional Materials”. The Journal of the
Sifat argumentasi berpotensi untuk
Learning Sciences, 15(2), 153-191, (2006).
pengembangan kolektifitas dan penerimaan klaim
[7] Osborne, J., Erduran, S., & Simon, S.,
ilmiah (Kolsto & Ratcliffe, 2008).
“Enhancing The Quality of Argumentation in
Tahapan MPF-BKBPK sesuai dengan teori School Science”. Journal of Research in
konstruksi sosial Vigotsky tentang Zone of Science Teaching, 41(10), 994-1020, (2004).
Proximal Development (ZPD) yang dapat [8] Osborne, J., “Science Education for the
digunakan sebagai basis pembelajaran sains Twenty First Century”. Eurasia Journal of
sehingga pada mahasiswa akan terjadi revolusi Mathematics, Science & Technology
perkembangan dari proses alami ke proses mental Education. 3, (3), 173-184, (2007).
yang lebih tinggi melalui peer collaboration dalam [9] Sampson, V. & Gerbino, F., “Two Instructional
tatanan konstruksi sosial. Vigotsky (Blake & Pope, Models That Teachers Can Use to Promote
2008) mengungkapkan bahwa belajar yang efektif and Support Scientific Argumentation in the
terjadi jika mahasiswa bekerja sama dengan suatu Biology Classroom”. The American Biology
lingkungan dimana interaksi sosial terjadi. Dengan Teacher. 72, (7), 427–431, (2010).
demikian konstruksi argumentasi dan pemahaman [10] Simon, S., Erduran, S. & Osborne, J.,
konsep dapat dibangun melalui penerapan MPF- “Learning to Teach Argumentation: Research
BKBPK sehingga akan terbentuk argumentasi and Development in The Science Classroom”.
ilmiah sebagai hasil proses berpikir yang akan International Journal of Science Education,
menghasilkan pemahaman konseptual. 28, (2-3), 235–260, (2006).
[11] Sumedi, P.AS. “Pengembangan Program
Kesimpulan Pendidikan Guru Dalam Rangka
Menghasilkan Lulusan Yang Bermutu dalam
Penerapan MPF-BKBPK lebih efektif dalam Pengembangan Profesionalisme Guru”,
meningkatkan kemampuan berargumentasi dan Jakarta: Uhamka Press, (2009).
pemahaman konsep calon guru fisika [12] Thiagarajan, S., Semmel, D. S., & Semmel,
dibandingkan dengan pembelajaran konvensional. M., “Instructional Development for Training
Teachers of Exceptional Children”, Source
Ucapan terima kasih Book. Bloominton: Center for Innovation on
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Teaching the Handicapped, (1974).
Bapak A. Rusli atas diskusinya yang bermanfaat. [13] Xie, Q and Mui So, W.W., “Understanding
and practice of argumentation: A pilot study
Referensi with Mainland Chinese pre-service teachers
in secondary science classrooms”, Asia-
[1] Blake, B and Pope, T., “Developmental Pacific Forum on Science Learning and
Psychology: Incorporating Piaget’s and Teaching, Volume 13, Issue 2, (2012).
Vygotsky’s Theories in Classrooms”. Journal [14] Yan, X. & Erduran, S., “Arguing Online: Case
of Cross-Disciplinary Perspectives in Studies of Pre-Service Science Teachers’
Education. 1, (1), 59 – 67, (2008). Perceptions of Online Tools in Supporting
[2] Depdiknas, Lampiran Permendiknas No. 16 The Learning of Arguments”, Journal of
Tahun 2007: Standar Kualifikasi Akademik Turkish Science Education, 5,(3), 2-31,
dan Kompetensi Guru. Jakarta: Depdiknas, (2008).
(2007).
[3] Erduran, S., & Jimenez-Aleixandre, M.P..
Argumentation in Science Education. Florida
State University-USA: Spinger, (2008)

ISBN 978-602-19655-4-2 157


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Muslim*
Jurusan Pendidikan Fisika
Universitas Pendidikan Indonesia
mus_upi@yahoo.co.id

Andi Suhandi
Jurusan Pendidikan Fisika
Universitas Pendidikan Indonesia

Ida Kaniawati
Jurusan Pendidikan Fisika
Universitas Pendidikan Indonesia

*Korespondensi Penulis

ISBN 978-602-19655-4-2 158


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Kemampuan Siswa Menghubungkan Tiga Level Representasi Melalui


Model MORE (Model-Observe-Reflect-Explain)
Neng Tresna Umi Culsum*, Ida Farida dan Imelda Helsy

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan kemampuan siswa menghubungkan tiga level representasi
pada konsep hidrolisis garam melalui model pembelajaran MORE (Model-Observe-Reflect-Explain). Melalui
metode penelitian kelas, model pembelajaran diimplementasikan terhadap 39 orang siswa kelas XI IPA 6 di
salah satu SMA Negeri di Bandung. Data proses dan hasil belajar diperoleh dari lembar kerja siswa dan tes
two tier multiple choice yang mengukur sepuluh indikator kemampuan tiga level representasi kimia. Hasil
penelitian pada tahap model menunjukan sebagian besar siswa belum mampu membuat model susunan
partikel dengan tepat, pada tahap observe siswa mampu menyelidiki sifat larutan garam melalui percobaan
dengan sangat baik, pada tahap reflect dengan bantuan animasi, siswa mampu memperbaiki kemampuan
pemodelan dengan baik dan pada tahap explain siswa mampu menjelaskan hubungan representasi
makroskopik ke simbolik dengan baik. Dari data tes, 66% siswa mampu menghubungkan level makroskopik
ke level submikroskopik, 12% siswa mampu menghubungkan level submikroskopik ke level makroskopik,
dan hanya 10% siswa mampu menghubungkan level simbolik ke level submikroskopik. Dengan demikian
dapat disimpulkan siswa dapat memperbaiki kemampuan representasi submikroskopik, namun belum
sepenuhnya dapat menghubungkan tiga level representasi pada konsep hidrolisis garam.

Kata-kata kunci: Tiga Level Representasi, Model MORE, Hidrolisis Garam.

Pendahuluan Melalui makalah ini dijelaskan bagaimana


Konsep hidrolisis garam merupakan salah kemampuan siswa menghubungkan tiga level
satu materi yang harus dipelajari siswa di SMA. representasi pada konsep hidrolisis garam melalui
Berdasarkan hasil studi pendahuluan, umumnya model pembelajaran MORE (Model-Observe-
tujuan pembelajaran di kelas lebih menekankan Reflect-Explain)
pada level representasi makroskopik dan simbolik,
sementara dari segi prosesnya yang berkaitan Teori
dengan representasi submikroskopik tidak Model MORE (Model-Observe-Reflect-
dikembangkan dengan baik. Akibatnya, siswa Explain) merupakan salah satu model
hanya secara parsial menguasai konsep hidrolisis pembelajaran yang melibatkan siswa dalam
garam. Sejalan dengan hasil penelitian Ayas1 yang penyelidikan dan perilaku partikel. Model MORE
menyatakan siswa mempunyai pemikiran “reaksi (Model-Observe-Reflect-Explain) menekankan
netralisasi tidak menghasilkan ion OH- atau H3O+ siswa untuk membangun pengetahuannya sendiri
dalam larutan”. Pemikiran siswa yang lain secara aktif dan diharapkan siswa dapat
mengenai reaksi netralisasi adalah “reaksi menghubungkan antara pengamatan makrosopik
netralisasi asam dan basa selalu menghasilkan dan perilaku partikel (atom, ion atau molekul) 2
garam yang bersifat netral”. Hal ini menunjukkan
bahwa siswa mempunyai pemikiran asam dan Metode yang digunakan dalam penelitian ini
basa mengkonsumsi satu sama lain dalam semua adalah metode penelitian kelas, karena bertujuan
reaksi netralisasi. untuk memperbaiki pembelajaran di kelas6.
Subyek penelitian adalah siswa kelas XI IPA 6 di
Berdasarkan uraian diatas, untuk mengatasi salah satu SMA Negeri di Bandung berjumlah 39
lemahnya kemampuan siswa menghubungkan tiga orang. Adapun langkah pembelajaran dengan
level representasi dalam mempelajari konsep menggunakan model MORE adalah sebagai
hidrolisis garam, maka peneliti mencoba untuk berikut : 1) Tahap model, pada tahap model siswa
menerapkan suatu model pembelajaran yang dibimbing untuk membuat model awal model
dapat mencakup ketiga level representasi kimia. susunan partikel beberapa larutan garam. 2)
Salah satu model pembelajaran yang dapat Tahap observe, pada tahap observe, siswa secara
mencakup ketiga level representasi dalam berkelompok membuktikan model awal yang telah
pembelajaran kimia adalah model MORE (Model- dibuat dengan menyelidiki sifat larutan garam
Observe-Reflect-Explain). melalui praktikum. 3)Tahap reflect, pada tahap
reflect, siswa menghubungkan hasil praktikum

ISBN 978-602-19655-4-2 159


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

dengan interpretasi proses hidrolisis garam melalui Berikut perbandingan model awal yang dibuat
bantuan media animasi. 4) Tahap explain, pada siswa untuk larutan garam natrium asetat
tahap explain siswa menjelaskan konsep hidrolisis (CH3COONa) pada tahap model dengan model
garam dan membuat hubungan level representasi akhir pada tahap reflect :
makroskopik ke simbolik. Setelah diterapkan
model pembelajaran MORE, diberikan tes two tier
multiple choice. Terdapat empat pola jawaban Tipe 1 Model awal (Sebelum
yaitu pola A : jawaban benar dan alasan benar disajikan animasi proses tranfer proton
artinya siswa dapat menghubungkan tiga level antara anion garam dengan molekul air)
representasi kimia, pola B : jawaban benar dan
alasan salah atau jawaban salah dan alasan benar
artinya siswa secara parsial dapat
menghubungkan tiga level representasi, pola C : Model akhir
jawaban salah dan alasan salah artinya siswa (Setelah disajikan animasi proses tranfer
belum mampu menghubungkan tiga level proton antara anion garam dengan
representasi. molekul air)

Hasil dan diskusi Gambar 1. Perbandingan Model Awal dengan


Model Akhir Larutan Garam CH3COONa Tipe 1
Kemampuan representasi siswa pada proses
pembelajaran diperoleh dari nilai lembar kerja Keterangan :
siswa (LKS) pada setiap tahapan model MORE.
Secara keseluruhan kemampuan representasi : model larutan CH3COOH
siswa pada setiap tahap dalam pembelajaran
MORE disajikan pada tabel 1 berikut :
: model larutan NaOH
Tabel 1. Nilai Lembar Kerja Siswa pada Setiap
Tahapan Model MORE
: model ion OH-
No Tahapan Pembelajaran Rata‐Rata
Pada tipe 1, model awal yang dibuat siswa
1 Model 47 berupa asam basa pembentuk garam (CH3COOH
2 Observe 82 dan NaOH). Ini mengindikasikan siswa mengalami
3 Reflect 85 miskonsepsi dalam menentukan sifat larutan
garam, karena sifat larutan garam di tentukan dari
4 Explain 79 asam konjugat atau basa konjugat yang bersifat
kuat bukan dari asam basa pembentuk garam.
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa pada Adapun model perbaikan yang dibuat berupa ion-
tahap model nilai rata-rata siswa paling rendah. ion yang dihasilkan setelah proses hidrolisis
Siswa belum mampu membuat susunan partikel garam (transfer proton). Ini menunjukkan siswa
larutan garam dengan tepat. Kebenaran model mempunyai pemikiran bahwa peraksi habis dan
awal siswa tidak ditekankan, model awal tidak terjadi kesetimbangan. Padahal seharusnya
dimaksudkan untuk membantu siswa menyadari ion-ion yang terdapat dalam larutan adalah
pemahamannya1. Pada tahap observe, siswa CH3COO-, H2O, OH- dan CH3COOH. Perbedaan
mampu menyelidiki sifat larutan garam melalui pemikiran siswa disebabkan siswa mempunyai
praktikum dengan baik yang ditunjukan dengan penafsiran yang berbeda terhadap animasi yang
perolehan nilai sebesar 82. Pada tahap reflect, disajikan. Sejalan dengan Wu (dalam Soika 2010 :
diperoleh nilai rata-rata siswa paling tinggi. 2) yang menyatakan bahwa pemahaman tentang
Tingginya nilai siswa pada tahap reflect karena animasi bisa berbeda-beda tergantung kepada
siswa menyadari kekeliruan gambaran awal kemampuan masing-masing.
mereka pada tahap model yang didukung data
hasil praktikum dan dengan bantuan media
animasi. Ini menunjukan bahwa animasi dapat
membantu siswa untuk memahami proses pada
tingkat molekul yang sulit dibayangkan7. Pada
tahap explain, nilai yang diperoleh siswa
mengalami penurunan karena siswa menjawab
dengan tidak lengkap. Meskipun mengalami
penurunan, siswa mampu membuat hubungan
level makroskopik ke simbolik dengan baik.

ISBN 978-602-19655-4-2 160


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Tipe 2 Model awal


(Sebelum disajikan animasi proses tranfer proton
antara anion garam dengan molekul air)

Model akhir
(Setelah disajikan animasi proses tranfer proton
antara anion garam dengan molekul air) Gambar 3. Persen Sebaran Pola Jawaban Siswa
Setiap Indikator Menghubungkan Tiga Level
Gambar 2. Perbandingan Model Awal dengan Representasi.
Model Akhir Larutan Garam CH3COONa Tipe 2
Keterangan indikator tes evaluasi
Keterangan : 1. Menginterpretasi sifat larutan garam dengan
menentukan representasi submikroskopik yang
tepat.
: model ion CH3COO- 2. Menjelaskan sifat asam suatu garam melalui
perbandingan Ka dan Kw disertai gambar
: model ion Na+ submikroskopik yang tepat
3. Memilih representasi submikroskopik larutan
garam yang mengalami hidrolisis anion dengan
: model ion H3O+
memberikan penjelasan yang tepat
4. Menentukan persamaan reaksi dari larutan
Pada tipe 2, model awal yang dibuat siswa
garam yang mengalami hidrolisis anion dengan
berupa ion ion-ion garam dan molekul air yang
memberikan representasi submikroskopik yang
terionisasi (ion CH3COO- dan ion Na+). Ini
tepat.
mengindikasikan siswa tidak memahami reaksi
5. Memprediksi reaksi transfer proton yang lebih
hidrolisis yang terjadi, karena siswa tidak
dominan berlangsung pada larutan garam
mempertimbangkan jumlah ion H3O+ dan ion OH- .
yang terhidrolisis total disertai alasan
Sejalan dengan hasil penelitian Ayas (2004 : 12)
perbandingan harga Ka dan Kb
yang menyatakan bahwa siswa memiliki pemikiran
6. Menghitung pH larutan garam yang mengalami
reaksi hidrolisis garam tidak menghasilkan ion OH- hidrolisis anion dengan memberikan alasan
atau H3O+ dalam larutan, karena siswa tidak
perhitungan yang tepat.
menyadari peran air dalam reaksi hidrolisis garam.
7. Menentukan representasi submikroskopik dari
Sementara model perbaikan sudah tepat yang larutan garam yang mengalami hidrolisis total
menunjukkan siswa menyadari penentu sifat
dengan memberikan penjelasan yang tepat
larutan garam adalah ion OH- yang dihasilkan dari
8. Menghitung pH larutan garam yang mengalami
hidrolisis anion dan siswa sudah memperhatikan hidrolisis total dengan memberikan alasan
komposisi dengan tepat.
perhitungan yang tepat.
Setelah diimplementasikan model MORE, 9. Memilih gambar yang sesuai dengan pH larutan
kemudian siswa diberikan tes hasil belajar dalam garam dengan memberikan penjelasan yang
bentuk two tier multiple choice yang mengukur tepat.
sepuluh indikator kemampuan siswa. 10.Menentukan sifat larutan garam yang tidak
terhidrolisis dengan memilih representasi
submikroskopik yang tepat

Berdasarkan gambar 1, 1) Sebagian besar


siswa (rerata 66 %) mampu menghubungkan level
makroskopik ke level submikroskopik yang
tercermin pada indikator 1,2, 9 dan 10. Ini terlihat
dari proses pembelajaran pada tahap observe dan
reflect, siswa mampu menghubungkan hasil
praktikum dengan interpretasi animasi. 2)
Sebagian besar siswa (66 %) mampu
menghubungkan level makroskopik ke level

ISBN 978-602-19655-4-2 161


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

simbolik yang tercermin pada indikator 6. Namun, menghubungkan level makroskopik ke


pada indikator 8 dengan pola yang sama, hanya submikroskopik. Sedangkan pencapaian indikator
sedikit siswa (21%) menjawab benar. Ini yang masih kurang adalah indikator
menunjukan siswa kurang mampu membedakan menghubungkan level representasi simbolik ke
perhitungan pH larutan garam pada hidrolisis level submikroskopik (10%) dan indikator
parsial dan hidrolisis total karena siswa cenderung menghubungkan level submikroskopik ke level
menghafal rumus jadi tanpa menurunkan makroskopik (12%). Dengan demikian siswa dapat
persamaannya. 3) Sebagian kecil siswa (rerata 12 memperbaiki kemampuan representasi
%) mampu menghubungkan level submikroskopik submikroskopik, namun belum sepenuhnya dapat
ke level makroskopik yang tercerminpada indikator menghubungkan tiga level representasi pada
3 dan 7. Pencapaian yang masih kurang karena konsep hidrolisis garam.
siswa tidak cukup menguasai level
submikroskopik, sehingga siswa tidak mampu Ucapan terima kasih
menghubungkan level submikroskopik ke level
Penulis mengucapkan terimakasih kepada
makroskopik. Sejalan dengan Chittleborough &
Treagust3 yang menyatakan bahwa SMA 16 Bandung yang telah membantu
ketidakmampuan merepresentasikan aspek memfasilitasi penelitian. Penulis juga
berterimakasih kepada ibu Ida farida dan Imelda
submikroskopik dapat menghambat kemampuan
memecahkan permasalahan yang berkaitan Hesly atas bimbingan, saran dan dukungannya.
dengan fenomena makroskopik dan representasi
simbolik. 4) Sebagian besar siswa (46%) mampu Referensi
menghubungkan level submikroskopik ke level [1] Ayas, et al., “Conceptual Change Achieved
simbolik yang tercermin pada indikator 5. Siswa Through A New Teaching Program On Acids
mampu menjelaskan proses yang terjadi pada And Bases”, Chemistry Education Research
level submikroskopik karena pada proses and Practice, 6 (1), 36-51, (2005).
pembelajaran di tahap reflect disajikan media [2] Carillo, L. et al., “Enhancing Science
animasi 5) Sebagian kecil siswa (10 %) mampu Teaching by Doing A Framework to Guide
menghubungkan level simbolik ke level Chemistry Student’ Thinking In The
submikroskopik yang tercermin pada indikator 4. Laboratory”, The Science Teacher. 11, 60-64,
Ini mengindikasikan siswa belum mampu (2005).
menghubungkan level simbolik ke level [3] Chittleborough, G.D.& Treagust D.F., “The
submikroskopik. Diduga karena kurangnya modeling ability of non-major chemistry
penguasaan siswa pada level submikroskopik student and their understanding of the sub-
berdampak pada penguasaaan siswa di level microscopic level”, Chemistry Education
simbolik. Dugaan tersebut diperkuat oleh Research and Practice, 8 :274-292, (2007).
pernyataan Dori4 yang menyimpulkan bahwa [4] Dori, J.Y. & Mira Hameiri, “Multidimensional
pengetahuan simbolik membutuhkan pemahaman Anlysis System For Quantitative Chemsitry
konseptual dari struktur substansi dan pemahaman Problems Symbol, Macro, Micro And Process
dalam bahasa simbol. Aspect. “Journal Of Research In Science
Pencapaian yang belum maksimal Teaching, 40(3). 278-302, (2003).
disebabkan karena kemampuan siswa berbeda- [5] Gilbert, J.K. & Treagust, D.F., “Introduction:
beda dan belum terbiasanya siswa pada level Macro, sub-micro and symbolic
submikroskopik. Sejalan dengan Johnstone (dalam representations and the relationship between
Gilbert dan Treagust5) kontribusi kemampuan them”, Key models in chemical education.,
siswa menghubungkan tiga level representasi (2009).
dalam mengembangkan kemampuan berpikir [6] Hopkins. (2008). Teacher Guide Classroom
siswa sangat besar. Namun, menghubungkan tiga Research. My Doom Maiden Hood Open
level representasi adalah hal yang sulit. Pendapat University
tersebut diperkuat Gabel (dalam Gilbert dan Press.[Online].Tersedia:http//www.TeacherRe
Treagust5) bahwa siswa tidak mampu bergerak search.net/R.BookReview4htm.[27 desember
diantara tiga level representasi. 2012]
[7] Soika, Katrin. Priit Reiska, Rain Mikser, “The
Importance Of Animation As A Visual Method
Kesimpulan
In Learning Chemistry”, Proc. of Fourth Int.
Model MORE dapat digunakan untuk Conference on Concept Mapping, (2010).
mengembangkan kemampuan siswa
menghubungkan tiga level representasi. Sebagian
besar siswa (41%) mampu menghubungkan tiga
level representasi pada konsep hidrolisis garam.
Pencapaian indikator paling tinggi adalah indikator

ISBN 978-602-19655-4-2 162


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Neng Tresna Umi Culsum*


Prodi Pendidikan Kimia
UIN SGD Bandung
nengtresna.umiculsum@gmail.com

Ida Farida
Prodi Pendidikan Kimia
UIN SGD Bandung
idafaridach@uinsgd.ac.id

Imelda Helsy
Prodi Pendidikan Kimia
UIN SGD Bandung
gunawanimelda@ymail.com

*Corresponding author

ISBN 978-602-19655-4-2 163


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

E-Module Pembelajaran Minyak Bumi Berbasis Lingkungan Untuk


Mengembangkan Kemampuan Literasi Kimia Siswa
Nevi Nurzaman*, Ida Farida Ch dan Ratih Pitasari

Abstrak
Melalui desain penelitian dan pengembangan (R&D) telah dikembangkan produk berupa E-Module
pembelajaran berbasis lingkungan untuk mengembangkan kemampuan literasi kimia siswa SMA/MA pada
konsep minyak bumi. Tahapan penelitian meliputi: analisis kebutuhan, pengembangan desain, validasi
konten dan uji coba terbatas. Dari hasil penelitian diperoleh E-Module yang memiliki karakteristik :
pemaparan konten bersifat interaktif melalui teks, gambar, animasi, video dan pertanyaan-pertanyaan yang
mengacu pada indikator literasi kimia yang mencakup aspek konteks, konten, proses dan sikap sains.
Validasi konten dan uji coba terbatas dilakukan agar diperoleh umpan balik mengenai aspek isi materi dan
tampilan serta kelayakan penggunaannya sesuai tujuan pembuatan produk. Secara umum, hasil penelitian
menunjukan bahwa penyajian isi materi dan tampilan E-Module layak dipakai sebagai sumber belajar untuk
mengembangkan kemampuan literasi kimia siswa di SMA/MA pada konsep minyak bumi.
Kata kunci : E-Module pembelajaran berbasis lingkungan , kemampuan literasi kimia siswa, minyak bumi

Pendahuluan Metode Penelitian


Kemampuan literasi kimia merupakan salah Penelitian ini menggunakan desain penelitian
satu kemampuan yang perlu dikembangkan dalam dan pengembangan (Research and development)
pembelajaran minyak bumi. Hal itu bertujuan agar yang dimodifikasi dari Gall et al [5]. Tahapan
siswa dapat memiliki informasi ilmiah dan cara penelitian yang dilakukan meliputi, : tahap
berpikir ilmiah dalam menyelesaikan suatu pengembangan desain produk, tahap validasi dan
fenomena alam yang berkaitan dengan konsep uji coba terbatas. Instrumen yang digunakan pada
minyak bumi [1]. Menurut Shwartz, et al [2] tahap validasi dan uji coba terbatas adalah :
Indikator-indikator literasi kimia yang harus dimiliki angket uji kelayakan E-Module pembelajaran yang
oleh seorang siswa itu terdiri dari proses, konteks, diberikan kepada ahli multimedia, ahli bidang studi,
konten dan sikap sains. Pengembangan dan mahasiswa.
kemampuan literasi kimia dalam pembelajaran
minyak bumi akan tercapai jika dalam proses Hasil dan diskusi
pembelajarannya dilakukan secara efektif, efisien
dengan memanfaatkan berbagai macam media Tahapan Pembuatan E-Module Pembelajaran.
pembelajaran dan sumber belajar seperti modul Tahapan pembuatan E-Module pembelajaran
pembelajaran [3]. Tetapi penggunaan modul minyak bumi ini mengacu pada CAI (Computer
pembelajaran ini ternyata memililki banyak Assisted Instruction) design model tutorial [6], yang
kekurangan terutama dalam pembelajaran konsep telah dimodifikasi sehingga secara umum tahapan
minyak bumi. Hal ini disebabkan karena dalam pembuatan E-Module ini terdiri dari tahap analisis
modul cetak tersebut tidak ada visualisasi seperti dan tahap pengembangan desain yang dijelasakan
gambar, audio dan video. Padahal pada konsep di bawah ini, sebagai berikut :
minyak bumi sendiri, banyak materi yang perlu
visualisasi [4]. Tahap Analisis
Menanggulangi masalah di atas, maka Tahap analisis ini terdiri dari : 1) analisis
dibuatlah E-Module pembelajaran minyak bumi konsep dan pembuatan peta konsep minyak bumi
yang mengacu pada indikator-indikator literasi berdasarkan kurikulum. Hal ini bertujuan untuk
kimia itu sendiri. Pemilihan E-Module ini sendiri menghasilkan materi minyak bumi yang sesuai
dikarenakan media pembelajaran ini mempunyai dengan E-Module yang dibuat. 2) analisis wacana
karakteristik dan komponen-komponen konsep minyak yang disesuaikan dengan
pembangunnya yang begitu lengkap sebagai kemampuan literasi kimia yang dikembangkan Hal
bahan pembelajaran mandiri. Penggunaan E- ini bertujuan agar dapat menentukan tujuan
Module ini dapat mempermudah penyampaian pembelajaran yang akan dicapai.
materi yang berupa langkah-langkah atau
prosedur dengan menggunakan gambar, simulasi
animasi dan video tutorial.

ISBN 978-602-19655-4-2 164


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Tabel 1. Resume analisis wacana. Tabel 2. Indikator-indikator literasi kimia yang


dikembangkan.
Kemampuan literasi
Materi Tujuan Materi Indikator Literasi Kimia Siswa
kimia
Proses Berdasarkan Proses : Proses Mengidentfikasi proses
pemben- video keterampilan pembentukan pembentukan minyak bumi
tukan pembentuka mengidentifikasi minyak bumi
n minyak Konteks : diberikan Distilasi Mengklasifikasi produk hasil
bumi, siswa video proses bertingkat distilasi bertingkat
dapat pembentukan Cracking Menafsirkan prinsip kerja
mengidentifi minyak cracking
kasi proses Konten : materi Reforming Menafsirkan prinsip kerja
pembentuka proses reforming
n minyak pembentukan Polimerisasi Menafsirkan prinsip kerja
bumi Sikap : sikap polimerisasi
menghemat dan Treating Menafsirkan prinsip kerja treating
memanfaatkan Hujan asam Memprediksi dampak hujan
sumber daya alam asam
berupa minyak bumi Pemanasan Mempredikasi dampak
dan gas alam global pemanasan global
Proses Berdasarkan Proses : Efek rumah Mengkomunikasikan gas
pengolah animasi keterampilan kaca penyebab efek rumah kaca
-an proses menafsirkan Catalytic Menfasirkan prinsip kerja
pengolahan Konteks : diberikan converter catalytic converter
minyak bumi animasi mengenai
siswa dapat proses pengolahan Tahap analisis ini harus dilakukan karena
menafsirkan Konten : materi pembuatannya berfungsi untuk mengidentifikasi
prinsip proses pengolahan karakteristik siswa, kemampuan siswa yang akan
kerjanya Sikap : sikap dikembangkan dan materi yang akan dijelaskan [7].
menghemat dan
memanfaatkan Tahap Pengembangan Desain
sumber daya alam Pada tahap ini, dibuat desain alur kerja atau
berupa minyak bumi alur suatu pemrosesan informasi berdasarkan flow
dan gas alam chart dan peta situs (story board). Hal ini bertujuan
Pencema Berdasarkan Proses : untuk mempermudah proses pembuatan produk.
ran video atau keterampilan
lingkung- animasi memprediksi
an pencemaran Konteks : diberikan
lingkungan video atau animasi
siswa dapat pencemaran
memprediksi lingkungan
dampak Konten : materi
negatifnya pencemaran
lingkungan
Sikap : sikap
menjaga kelestarian
lingkungan sekitar
Catalytic Berdasarkan Proses :
converter animasi keterampilan
catalytic menafsirkan
conveter, Konteks : diberikan
siswa dapat video atau animasi
menafsrikan Konten : materi Gambar 1. Diagram Alur (Flow Chart) E-Module
prinsip kerja catalytic converter Pembelajaran Minyak Bumi.
catalytic Sikap : sikap
converter mensyukuri Setelah selesai membuat flow chart dan story
kekayaan alam board, selanjutnya dibuatlah desain E-Module
dalam bentuk visualisasi.
Berdasarkan analisis wacana ini, dapat
dikembangkan indikator literasi kimia.

ISBN 978-602-19655-4-2 165


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Tabel 3. Visualisasi materi minyak bumi. yang akan dicapai, 8) evaluasi sikap berisi
mengenai evaluasi sikap sains siswa terhadap
Jenis
Konsep Sumber fenomena yang berkaitan dengan materi minyak
Media
bumi, 9) daftar pustaka berisi mengenai sumber
Proses Video http://www.youtube.co yang dipergunakan dalam membuat naskah materi,
pembentuka dan m/watch?v=- animasi serta video yang digunakan.
n minyak gambar _36ojlfBY4
bumi Pengembangan desain ini selalu dilakukan
Distilasi Animasi http://www.adventuresi dalam pembuatan sebuah produk yang
bertingkat nergy.org/Refining- menggunakan komputer atau berbantuan teknologi.
Oil/Distilling.html Hal ini dimaksudkan agar programmer memiliki
Cracking Animasi http://www.adventuresi acuan dan akan mempermudah dalam proses
nergy.org/Refining- pembuatan produknya [7].
Oil/Cracking.html
Reforming Animasi http://www.adventuresi Hasil Uji Validasi
nergy.org/Refining-
Tabel 4. Rata-rata Penilaian Validator Ahli
Oil/Reforming.html
Terhadap Aspek Penyajian Isi Materi.
Polimerisasi Animasi http://www.youtube.co
m/watch?v=3gpLM8UI Persentase (%)
Aspek Isi Materi
A_w Ya Tidak
Treating Animasi http://www.adventuresi Urutan penyajian materi 100 0
nergy.org/Refining- Kejelasan materi 100 0
Oil/Treating.html Umpan Balik Materi 75 25
Hujan asam Video http://www.youtube.co Soal Evaluasi 86,52 13,48
m/watch?v=XOZ6MM Persen rata-rata 90,38 9,62
_D4PI
Pemanasan Video http://www.youtube.co Berdasarkan tabel 4 di atas, penilaian
global m/watch?v=wknj48cjlj Validator ahli terhadap aspek penyajian isi materi
Q minyak bumi ini 90,38% menyatakan setuju dan
Efek rumah Animasi http://www.dirgantaral 9,62% menyatakan tidak setuju. Keterangan ini
kaca dan apa.co.id/jizonpolud/i mengindikasikan bahwa secara umum materi yang
gambar mages/animasigrk.swf ada di E-Module pembelajaran ini sangat layak
Catalytic Animasi http://www.youtube.co dipakai sebagai sumber belajar.
converter dan m/watch?v=W6dlsC_e
Tabel 5. Rata-rata Penilaian Validator Ahli
gambar
Terhadap Aspek Tampilan E-Module.
Secara umum halaman - halaman yang
Persentase (%)
terdapat pada E-Module pembelajaran ini terdiri Aspek Tampilan E-Module
Ya Tidak
dari : 1) home merupakan halaman yang berisi
Tampilan E-Module 100 0
tentang link-link dan identitas materi, 2) petunjuk
Layout E-Module 88,4 11,6
penggunaan merupakan halaman yang berisi
Tombol navigasi 100 0
tentang petunjuk-petunjuk bagaimana cara
Link yang disediakan 100 0
menggunakan E-Module pembelajaran, 3) tujuan
pembelajaran berisi tentang tujuan pembelajaran Persen rata-rata 97,06 2,94
pada konsep minyak bumi, 4) ayat al-quran yang
berhubungan dengan materi minyak bumi seperti Berdasarkan tabel 5 di atas, penilaian validator ahli
surat Al-‘ala ayat 1-5, surat Ar-rum ayat 41 dan terhadap aspek tampilan E-Module pembelajaran
surat An-nahl ayat 12, 5) wacana lingkungan berisi minyak bumi 97,06% menyatakan setuju dan
tentang wacana-wacana yang berkaitan dengan 2,94% tidak setuju. Keterangan tersebut
materi minyak bumi terdiri dari wacana kota mengindikasikan bahwa secara umum aspek
Balikpapan, wacana pencemaran lingkungan dan tampilan yang disajikan layak digunakan.
wacana catalytic converter, 6) materi berisi Pada tahap validasi oleh tiga orang ahli
mengenai konsep minyak bumi berdasarkan tujuan pembelajaran dan satu orang ahli multimedia,
pembelajaran yang mengacu pada indikator literasi bahwa aspek penyajian isi materi dan tampilan e-
kimia, materi yang dijelaskan terdiri dari proses module yang terdiri dari tujuan pembelajaran yang
pembentukan minyak bumi, proses pengolahan akan dicapai, umpan balik kepada siswa, materi
minyak bumi, pencemaran lingkungan dan catalytic minyak bumi yang dijelaskan, ukuran modul, tata
converter, 7) evaluasi pembelajaran berisi tentang letak, ukuran dan jenis huruf, ilustrasi pada modul,
evaluasi mengenai materi minyak bumi yang telah test evaluasi dan daftar pustaka pada e-module,
dipelajari oleh siswa, evaluasi ini terdiri dari secara umum hasilnya 90-97% menyatakan setuju
sepeluh soal berdasarkan tujuan pembelajaran terhadap produk E-Module pembelajaran yang

ISBN 978-602-19655-4-2 166


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

dibuat dan sudah layak digunakan sebagai sumber Kesimpulan


belajar, karena kelengkapan komponen-komponen
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan
yang ada pada modul tersebut. Hal ini
kesimpulan yang didapat, bahwa secara umum
membutktikan bahwa pada dasarnya modul atau
dari tahap validasi dan tahap uji coba kepada para
buku teks dalam penyusunannya harus
mahasiswa, E-Module pembelajaran yang dibuat
memperhatikan prinsip atau komponen dasar
sudah layak digunakan. Hal ini bisa dibuktikan
dalam proses pembuatannya [8].
dengan persentase yang diperoleh dari uji validasi
yaitu 90-97% dan hasil dari uji coba terbatas
Hasil Uji coba terbatas kepada mahasiswa
dengan persentase 90-98% menyatakan setuju
Tabel 6. Rata-rata Penilaian Mahasiswa Terhadap terhadap produk E-Module pembelajaran yang
Aspek Penyajian materi. dibuat.
Persentase (%)
Aspek Isi Materi Referensi
Ya Tidak
Urutan penyajian materi 100 0 [1] Zuriyani, Elsy, “Literasi Sains Pendidikan”,
Kejelasan materi 100 0 (2012), [Online]. Tersedia :
Umpan Balik Materi 93,84 6.16 isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/101092841.pdf
Soal Evaluasi 100 0 [Diakses 20 Februari 2013].
Persen rata-rata 98,46 1,54 [2] Shwartz, et al., “The use of Scientific Literacy
Taxonomy for Assessing the Development of
Berdasarkan tabel 6 di atas, penilaian dari 20 Chemical Literacy Among High-School
orang mahasiswa sebanyak 98,46% menyatakan Students”, Journal of Chemistry Education
setuju dan 1,54% tidak setuju. Keterangan Research and Practice. 7(4), 203-225, (2006).
tersebut mengindikasikan bahwa secara umum [3] Warsita, B., “Teknologi Pembelajaran:
materi yang ada di produk E-Module pembelajaran Landasan & Aplikasinya”, Jakarta: PT Rineka
ini layak dipakai sebagai sumber belajar. Cipta, (2008).
[4] Khoir, A., “Buku Ajar Penyebab Siswa
Tabel 7. Rata-rata Penilaian Mahasiswa Terhadap Kesulitan Belajar Sains, (2007), [Online].
Aspek Tampilan E-Module. Tersedia : www.ejournal-
Persentase (%) unisma.net/ojs/index.php/.../107 [Diakses 20
Aspek Tampilan E-Module Februari 2013].
Ya Tidak
Tampilan E-Module 80 20 [5] Gall, et al., “Educational Research”, United
Layout E-Module 80 20 States of America : Pearson Education,
Tombol navigasi 100 0 (2003).
Link yang disediakan 100 0 [6] Darmawan, D., “Teknologi Pembelajaran”,
Bandung : PT Remaja Rosda Karya, (2012).
Persen rata-rata 90 10 [7] Hannafin, et al., “The Design, Development
and Evaluation of Instructional Software.
Berdasarkan tabel 7 di atas, penilaian mahasiswa Newyork”, Macmillan Publishing Company,
terhadap aspek tampilan E-Module pembelajaran (1986).
minyak bumi 90% menyatakan setuju dan 10% [8] Sitepu, B.P. “Penulisan Buku Teks Pelajaran”,
tidak setuju. Keterangan tersebut mengindikasikan Bandung : PT Remaja Rosda Karya, (2012).
bahwa secara umum aspek tampilan yang
disajikan layak digunakan.
Pembuatan teori dan praktik dalam desain, Nevi Nurzaman*
pengembangan dan pemanfaatan teknologi dapat Pend. Kimia UIN Sunan Gunung Djati Bandung
memfasilitasi pembelajaran agar lebih efektif, Nevi.Nurzaman@gmail.com
efisien, menyenangkan dan meningkatkan Ida Farida Ch
motivasi belajar siswa. Teori ini benar adanya Pend. Kimia UIN Sunan Gunung Djati Bandung
karena pada saat dilakukan uji coba terbatas idafaridauinsgd.ac.id
produk E-Module pembelajaran kepada
mahasiswa, secara umum 90-98% menyatakan Ratih Pitasari
setuju karena E-Module pembelajaran tersebut SMAN XVI Kota Bandung
dapat membuat siswa tertarik dan menumbuhkan (ratih.pitasari@yahoo.com)
motivasi untuk belajar [3].
*Corresponding author

ISBN 978-602-19655-4-2 167


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Analisis Konsepsi Mahasiswa Terhadap Materi Elektrolisis


Menggunakan Instrumen Tes Three Tier Multiple Choice
Nia Tresnasih*, Ida Farida dan Ratih Pitasari

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis konsepsi mahasiswa calon guru kimia terhadap materi
elektrolisis serta mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhinya. Studi deskriptif dilakukan terhadap 50
mahasiswa semester VI di salah satu LPTK di Bandung menggunakan tes berbentuk three tier multiple
choice yang mengukur 14 indikator. Tes tersebut dapat membedakan antara mahasiswa paham dan tidak
paham konsep serta mengalami miskonsepsi. Hasil penelitian secara keseluruhan menunjukan: 16%
mahasiswa paham konsep, 51% tidak paham konsep serta 33% mengalami miskonsepsi. Indikator yang
paling banyak dipahami oleh 36 % mahasiswa adalah pergerakan elektron dalam elektrolisis, sedangkan
indikator lainnya di bawah 36%. Mahasiswa mengalami miskonsepsi pada aspek kuantitatif elektrolisis, yaitu
menghitung massa zat hasil elektrolisis dengan waktu yang berbeda (70%) dan tidak paham mengenai
aplikasi elektrolisis pada proses Hall (86%). Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa konsepsi
mahasiswa dipengaruhi oleh faktor internal mahasiswa, proses perkuliahan dan buku teks yang digunakan.
Hendaknya hasil penelitian ini menjadi landasan untuk tindak lanjut perbaikan mutu calon guru.
Kata Kunci: Konsepsi mahasiswa, three tier multiple choice, elektrolisis, diagnosis miskonsepsi
et.al [5] pada konsep panas dan suhu, Pesman [6]
Pendahuluan
pada konsep listrik serta Cetin et.al pada konsep
Ilmu kimia merupakan ilmu yang sangat asam basa. Pada makalah ini akan dibahas hasil
penting dalam kehidupan sehari-hari. Tetapi dalam penelitian yang bertujuan untuk menganalisis
mempelajarinya, seringkali menimbulkan kesulitan konsepsi mahasiswa calon guru kimia terhadap
yang mengakibatkan miskonsepsi. Menurut materi elektrolisis serta mengetahui faktor-faktor
Hofstein [1] ada beberapa faktor yang yang mempengaruhinya.
menyebabkan miskonsepsi yaitu faktor siswa dan
faktor guru. Sedangkan menurut Barke et.al [2] Metode Penelitian
yang dapat menyebabkan miskonsepsi
Desain penelitian yang digunakan adalah
diantaranya pengetahuan awal siswa (students’
penelitian deskriptif kepada 50 mahasiswa calon
preconcepts), miskonsepsi yang disebabkan
guru kimia tingkat III. Dalam mengembangkan soal
sistem di sekolah (school-made misconceptions),
three tier multiple choice pada materi elektrolisis,
gambaran siswa dan bahasa sains (student’
langkah pertama yang dilakukan adalah mengkaji
concepts and scientific language) dan strategi
materi elektrolisis serta laporan penelitian yang
efektif dalam mengajar dan mendidik (effective
relevan guna mengetahui karakteristik konsep.
strategies for teaching and learning).
Langkah selanjutnya menyusun soal three tier
Salah satu materi yang banyak menimbulkan multiple choice yang mengukur 14 indikator
miskonsepsi adalah elektrolisis [3]. Faktor yang dengan 15 soal. Data dianalisis sehingga
menyebabkannya diantaranya adalah sebagian didapatkan kesimpulan mahasiswa yang
besar peserta didik hanya memahami elektrolisis memahami konsep, tidak paham konsep serta
dari segi makroskopiknya saja [4]. Mahasiswa mengalami miskonsepsi dengan beberapa tipe.
calon guru kimia diharapkan memahami konsep
Indikator yang diukur meliputi rangkaian sel
kimia dengan benar dan terhindar dari miskonsepsi
elektrolisis, reaksi redoks yang terjadi dengan
agar kelak mampu mentransfer belajar pada siswa
berbagai variasi (jenis elektrode dan jenis senyawa
dengan benar pula. Karenanya perlu diidentifikasi
elektrolit yang berbeda), menentukan aliran
potensi miskonsepsi yang mungkin terjadi pada
elektron, perhitungan aspek kuantitatif
mahasiswa calon guru, mengingat secara internal
menggunakan hukum Faraday serta aplikasi
konsep elektrolisis merupakan konsep yang sulit
elektrolisis dalam bidang industri (proses Hall dan
dipelajari sebagaimana dinyatakan Garnet dan
pemurnian logam).
Treagust. Diharapkan hasil analisis dapat
digunakan untuk memperbaiki mutu calon guru. Soal three tier multiple choice ini berupa soal
Salah satu instrumen yang dapat digunakan untuk pilihan ganda dengan 3 tier (tingkat) pertanyaan
mengidentifikasi miskonsepsi adalah tes three tier dimana tier pertama menanyakan materi, tier
multiple choice. Beberapa penelitian yang pernah kedua menanyakan alasan dari jawaban tier
menggunakan instrumen ini diantaranya Erylmaz pertama dan tier ketiga berupa indeks keyakinan

ISBN 978-602-19655-4-2 168


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

mahasiswa dalam menjawab. Mahasiswa dengan Pada indikator kesebelas, mahasiswa dituntut
indeks CRI tinggi (>2,5 dari skala 5) dan untuk menghitung massa zat hasil elektrolisis dua
jawabannya benar maka dikategorikan paham sel elektrolisis dengan waktu yang berbeda yang
konsep sedangkan apabila jawabannya salah kemudian hasil perhitungannya dikorelasikan
mahka dikategorikan miskonsepsi. Sedangkan dengan faktor yang mempengaruhi perbedaan
apabila jawaban salah dengan indeks CRI rendah massa zat kedua sel tersebut. Mahasiswa terkecoh
(<2,5 dari skala 5) maka dikategorikan tidak dengan data konsentrasi yang diberikan sehingga
paham konsep. menganggap konsentrasi berpengaruh terhadap
massa hasil elektrolisis. Selain itu, sebagian
Tabel 1. Skala dan Kriteria CRI [7].
mahasiswa melakukan penebakan karena tidak
CRI KRITERIA ada korelasi antara jawaban pada tier pertama
0 Totally guessed answer (menebak) dengan tier kedua sehingga diindikasikan
1 Almost guessed (hampir menebak) mahasiswa dengan kriteria seperti ini dikategorikan
tidak paham konsep..
2 Not sure (tidak yakin)
3 Sure (yakin) Pada indikator keduabelas, mahasiswa diberi
4 Almost certain (hampir pasti) soal mengenai rangkaian sel elektrolisis seri.
Sebagian besar mahasiswa tidak mampu
5 Certain (pasti)
mengkorelasikan gambar yang diberikan dengan
Wawancara dilakukan kepada masing-masing arus yang mengalir pada sel tersebut. Pada
3 orang dari tiga kelompok dengan tingkat dasarnya, pada rangkaian seri arus listrik yang
intelektual yang berbeda. Wawancara ini mengalir adalah sama besar. Menurut hasil
membantu dalam menganalisis jawaban wawancara pada beberapa mahasiswa mengenai
mahasiswa serta menemukan penyebab indikator ini, mayoritas mahasiswa tidak
miskonsepsi yang terjadi. Oleh karena itu, menurut mengetahui jenis rangkaian yang dimaksud
Moleong, pedoman wawancara yang digunakan padahal mereka mengetahui mengenai konsep
berupa pedoman wawancara tak terstruktur arus listrik dalam rangkaian seri. Hal tersebut
sehingga dari hasil wawancara tersebut terjadi karena berdasarkan kajian dari beberapa
didapatkan informasi yang lebih mendalam literatur, tidak ditemukan pembahasan mengenai
mengenai konsepsi mahasiswa. rangkaian sel elektrolisis seri sehingga mereka
baru mengetahui bahwa sel elektrolisis bisa
Hasil dan Diskusi dirangkai secara seri.

Dalam proses analisis data, mahasiswa dibagi Secara keseluruhan, apabila dilihat dari
ke dalam tiga kelompok berdasarkan tingkat analisis pola jawaban yang telah dibuat
intelektual menjadi kelompok tinggi, sedang dan sebelumnya, sebagian besar mahasiswa tidak bisa
rendah. Langkah pertama yang dilakukan adalah menentukan katode dan anode sehingga reaksi
melakukan penskoran terhadap jawaban redoks yang terjadi tidak bisa dituliskan dengan
mahasiswa pada 2 tier pertama sedangkan tier benar. Hal tersebut terjadi karena mahasiswa tidak
ketiga tidak diikutsertakan. Jawaban mendapat memahami current flow (aliran arus listrik)
skor satu jika jawaban 2 tier pertama benar. sehingga tidak mampu mengkorelasikan antara
Apabila salah satu atau keduanya salah, maka kutub sumber arus dengan muatan elektrode
skornya 0. Dari hasil perhitungan, skor tertinggi seperti yang dikemukakan oleh Garnet et.al [8].
dicapai oleh mahasiswa dari kelompok rendah Elektrode yang terhubung dengan kutub negatif
dengan skor 12. Sedangkan skor terendah dicapai sumber arus menjadi katode dan elektrode yang
oleh mahasiswa dari kelompok tinggi dan rendah terhubung dengan kutub positif sumber arus
dengan skor 0. Berdasarkan hasil tersebut, menjadi anode.
tersebut dapat disimpulkan bahwa mahasiswa Pengelompokkan jawaban mahasiswa juga
dengan IPK tinggi belum tentu memahami materi dilakukan untuk mengetahui persentase
lebih baik daripada mahasiswa dengan IPK rendah, mahasiswa yang paham konsep, tidak paham
dalam hal ini materi elektrolisis. Selain itu, konsep serta yang mengalami miskonsepsi
berdasarkan penskoran ini indikator yang paling dengan pola jawaban yang diadaptasi dari
mudah dimengerti adalah indikator keempat yaitu Salirawati [9]. Pada pengelempokkan ini semua
indikator pergerakan elektron dengan skor 54 dari tier dilibatkan.
100. Mahasiswa mengalami kesulitan pada
indikator kesebelas dan keduabelas mengenai
perhitungan massa zat hasil elektrolisis dengan
skor masing-masing 0 dari 100. Artinya pada
indikator ini tidak ada mahasiswa yang menjawab
benar. Kesulitan ini mengakibatkan miskonsepsi .

ISBN 978-602-19655-4-2 169


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Tabel 1. Rekapitulasi Kriteria Konsepsi Mahasiswa. Aplikasi elektrolisis (indikator 13 dan 14)
dalam dunia industri memiliki tingkat
Kriteria Konsepsi (%) ketidakpahaman sangat tinggi baik itu di kelompok
Indikator Tidak tinggi, sedang maupun rendah. Presentase
Paham Miskonsepsi ketidakpahaman mahasiswa mencapai presentase
Paham
1 16 44 40 74-86%. Hal tersebut terjadi karena subkonsep ini
2 30 28 42 biasanya dipelajari secara sekilas. Meskipun pada
3 24 12 56 tingkat universitas seringkali dilakukan praktikum
4 36 32 32 electroplating, tapi mahasiswa tidak memahami
5 18 40 42 proses yang terjadi secara submikroskopik
6 2 42 56 sehingga kuantitas praktikum tersebut tidak
7 10 40 50 mampu meng-upgrade pemahaman mereka
8 18 30 52 mengenai proses tersebut. Adapun dengan proses
9 16 40 44 Hall yang merupakan indikator aplikasi elektrolisis
10 34 26 40 yang memiliki persentase ketidakpahaman
11 0 70 30 tertinggi (86%), konsep ini jarang sekali dipelajari
12 2 28 70 sehingga sebagian besar mahasiswa menebak
13 4 10 86 dalam menentukan reaksi yang terjadi. Pada buku
14 14 12 74 textbook yang sering digunakan pun indikator ini
total 16 33 51 jarang dibahas. Faktor lain yang menyebabkan hal
tersebut terjadi karena mahasiswa tidak dapat
Berdasarkan tabel di atas, tingkat mengkorelasikan prinsip elektrolisis pada senyawa
pemahaman mahasiswa yang paling tinggi (36 %) elektrolit lelehan dengan tujuan dari proses Hall
pada indikator pergerakan elektron. Meskipun sendiri. Seperti yang dikemukakan Chang [10]
Indikator Ini merupakan indikator dengan tingkat bahwa pada elektrolisis lelehan yang akan
pemahaman paling tinggi di antara indikator lain, mengalami reaksi redoks adalah unsur-unsur
tingkat miskonsepsi dan tidak paham masih penyusun garam itu sendiri. Proses Hall
dominan. Mahasiswa dengan indeks CRI tinggi merupakan proses sintesis logam alumunium
beranggapan bahwa elektron bergerak di dalam sehingga apabila garam yang digunakan adalah
larutan. Dari hasil wawancara, mahasiswa Na3AlF3 maka fasa garam yang digunakan adalah
menganggap bahwa elektron bergerak dari kation lelehan. Miskonsepsi yang terjadi pada indikator ini
menuju anion. Diindikasikan mahasiswa merupakan gabungan dari miskonsepsi yang
mengkaitkan pergerakan elektron ini dengan ditimbulkan oleh komponen-komponen perkuliahan
konsep serah terima elektron pada materi redoks. yakni pemahaman peserta didik, strategi
Sehingga dapat disimpulkan bahwa miskonsepsi pembelajaran yang diterapkan oleh pendidik serta
yang terjadi disebabkan oleh kesalahan berpikir buku yang kurang memberikan informasi
yang diakibatkan karena konsep prasyarat yang mengenai aplikasi elektrolisis terutama proses Hall
tidak terpenuhi. seperti yang dikemukakan oleh Barke et.al dan
Indikator yang paling banyak menyebabkan Hofstein mengenai hal-hal yang dapat
miskonsepsi adalah indikator kesebelas. yaitu menyebabkan miskonsepsi.
pada aspek kuantitatif elektrolisis, yaitu Secara umum, 16% mahasiswa paham
menghitung massa zat hasil elektrolisis dengan konsep, 33% mengalami miskonsepsi.serta 51%
waktu yang berbeda (70%). Pada tahap penskoran tidak paham konsep. Tingkat pemahaman yang
yang telah dijelaskan di atas, mahasiswa yang rendah tentang materi elektrolisis ini merupakan
menjawab salah pada indikator ini diindikasikan akibat dari beberapa faktor, baik itu kesulitan
tidak paham konsep, tetapi ketika melihat ke dalam memahami maupun ketidaktercapaian dan
indeks CRI yang dipilih lebih dari 2,5 maka kurangnya pendukung perkuliahan. Diantara
mahasiswa dikategorikan mengalami miskonsepsi. penyebab itu adalah faktor internal mahasiswa,
Hal tersebut terjadi karena mahasiswa terkecoh proses perkuliahan dan buku teks yang digunakan.
dengan pilihan bahwa yang berpengaruh terhadap Faktor internal mahasiswa meliputi cara
massa zat hasil reaksi adalah konsentrasi dan mahasiswa yang salah atau kurang tepat dalam
waktu. Konsentrasi tidak berpengaruh terhadap memahami suatu materi sehingga terjadi
massa yang dihasilkan karena berapapun miskonsepsi. Ini bisa disebabkan karena materinya
konsentrasi larutan yang dipakai, massa ekuivalen yang sulit untuk dipahami karena memerlukan
larutan tersebut tetap sama, yang membedakan daya imajinasi (seperti submikroskpik dalam kimia)
adalah massa zat yang terkandung dalam larutan dan bisa juga karena cara siswa yang salah dalam
tersebut. Seperti yang dikemukakan oleh Garnet memahami suatu konsep. Faktor yang
bahwa konsentrasi berpengaruh terhadap reaksi mempengaruhi dalam proses perkuliahan dalam
mana yang terjadi. hal ini meliputi kemampuan pedagogik pengajar,
materi dan textbook. Kemampuan pedagogik ini

ISBN 978-602-19655-4-2 170


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

merupakan kemampuan pengajar yang meliputi [3] Garnett P. J. dan Treagust D. F.,
pendekatan dan model pembelajaran yang “Conceptual Difficulties Experienced by
digunakan. Adapun faktor materi menentukan Senior High School Students of
bagaimana cara penyampaian guru kepada siswa. Electrochemistry: Electrochemical (Galvanic)
Setiap materi membutuhkan pendekatan and Electrolytic Cells”, Journal of Research In
penyampaian yang berbeda-beda. Penyampaian Science Teaching, 29, 1080, (1992).
yang salah akan menyebabkan persepsi yang [4] Nursya’adah, E. Pembelajaran Elektrolisis
salah dengan kata lain dapat menyebabkan Berbantuan Multimedia Untuk Meningkatkan
miskonsepsi. Faktor penggunaan buku teks juga Pemahaman Representasi Submikroskopik
berpengaruh karena buku teks menjadi buku Keterampilan Generik Sains dan
pedoman mahasiswa. Sehingga apabila terdapat Keterampilan Berpikir Kritis Mahasiswa Calon
kesalahan dalam penyampaian informasi dalam Guru Kimia. Tesis. UPI Bandung, 2, (2011).
buku ataupun ketidaklengkapan materi maka akan [5] Cetin, A., Dindar & Geban, O., “Development
berdampak kepada pemahaman siswa. Hal ini juga of A-Three Tier Test to Assess High School
seperti yang dinyatakan oleh De Posada dalam Students’ Understanding of Acids and Bases”
Geban dan Pabuccu [11]. Elsevier, 15, 601, (2011).
[6] Pesman, H., “Development Of A Three-Tier
Kesimpulan Test To Assess Ninth Grade Students’
Misconceptions About Simple Electric
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Circuits” Tesis. Turki, (2005).
terdapat beberapa kesimpulan yang didapat
[7] Hasan, S., et al., “Misconceptions and the
bahwa secara keseluruhan sebanyak 16% Certainty of Responden Index (CRI)”. Journal
mahasiswa paham konsep elektrolisis, 33% of Physic Education, 297, (1999).
miskonsepsi serta 51% tidak paham konsep
[8] Garnett P. J. dan Treagust D. F., “Conceptual
elektrolisis. Secara umum, Indikator yang paling Difficulties Experienced by Senior High
banyak dipahami oleh 36 % mahasiswa adalah School Students of Electrochemistry:
konsep pergerakan elektron. Miskonsepsi tertinggi
Electrochemical (Galvanic) and Electrolytic
yaitu indikator menghitung massa zat hasil Cells” Journal Of Research In Science
elektrolisis dengan waktu yang berbeda (70%) dan Teaching, 29, 1092, (1992).
tidak paham mengenai aplikasi elektrolisis pada
[9] Salirawati, D., “Pengembangan Model
proses Hall (86%). Berdasarkan hasil wawancara Instrumen Pendeteksi Miskonsepsi Kimia
diketahui bahwa konsepsi mahasiswa dipengaruhi Pada Peserta Didik SMA”, Disertasi. UNY.
oleh faktor internal mahasiswa, proses perkuliahan p.68, (2010).
dan buku teks yang digunakan. Berdasarkan [10] Chang, R., Kimia Dasar Edisi Ketiga Jilid 2.
temuan tersebut, pembelajaran elektrolisis
Terjemahan oleh Suminar S.A, dkk. Jakarta :
sebaiknya melibatkan aspek submikroskopik Erlangga, 219, (2005).
sehingga mahasiswa lebih memahami konsep. [11] Geban, Ö. dan Pabuçcu, A., “Remediating
Pembelajaran elekrolisis juga sebaiknya tidak
misconceptions concerning chemical bonding
hanya berkutat pada reaksi yang terjadi pada sel Through conceptual change text”, Journal of
elektrolisis tetapi aspek aplikasi elektrolisis juga Education, 30, 2, (2006).
diberikan secara mendalam. Selain itu, mahasiswa
hendaknya mempunyai strategi kognitif (seperti
jembatan keledai) sehingga mampu
Nia Tresnasih*
mengkonstruksi pemahaman sendiri supaya lebih Pendidikan Kimia
memahami konsep tanpa harus dipaksa untuk UIN Sunan Gunung Djati Bandung
memahami dengan gaya orang lain. Nay_she_linglung@yahoo.com

Referensi Ida Farida Ch


Pendidikan Kimia
[1] Hofstein, A., Nahum, T. L., Naaman, Mamlok,
UIN Sunan Gunung Djati Bandung
R., dan Bardov, Z., “Can Final Examinations idafaridach@uinsgd.ac.id
Amplify Students’ Misconceptions in
Chemistry?”. Journal of Chemistry Education: Ratih Pitasari
Research and Practice, 5,(3) , 301, (2004). SMAN 16 Bandung
[2] Barke, H.D., Hazari, A., Yitbarek, S., ratih.pitasari@gmail.com
“Misconceptions in Chemistry”. Jerman:
Springer, 21-27, (2009).

ISBN 978-602-19655-4-2 171


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Pembuktian Hukum Boyle pada Gas Ideal Berbantuan Data Studio


Software dalam Praktikum Termodinamika
Nofitri*, Hadyan Akbar, Sinta Sri Ismawati, Herlin Verina , Vivi Nur Huda Lyjamil,
Mohamad Soleh , Robi Sobirin, dan Irzaman

Abstrak
Gas Ideal terjadi disuatu volume yang terjadi tumbukan gas antara atom – atom dan molekul elastis
sempurna dan tidak ada gaya tarik menarik antar molekul.. Karakteristik Gas Ideal meliputi tiga variabel
yaitu tekanan (P), Suhu (T) dan Volume (V) Praktikum ini bertujuan untuk mendemontrasikan hukum-hukum
gas ideal khususnya Hukum Boyle menggunakan software data studio. Pada Hukum Boyle tekanan yang
bekerja pada volume jika suhu tetap dalam sistem tertutup. Apabila suhu gas dijaga agar selalu konstan,
maka ketika tekanan gas bertambah, volume gas semakin berkurang Bahan yang digunakan pada
eksperimen ini diantaranya: Small Piston Heat Engine, Pressure Sensor (CI-6532A), Science Workshop
Computer Interface, Data Studio Software . Metode yang digunakan pada pengujian hukum Boyle dengan 2
kali ulangan, dengan sumber tekanan awal yang berbeda. Pembuktian ini dengan cara memberi sumber
tekanan konstan pada pipa yang menghubungkan pressure sensor dengan software. Ketika diberi tekanan,
maka mengakibatkan Small Piston akan turun ke bagian dasar dari posisi awalnya pada ketinggian
maksimum. Maka, didapat hubungan antara volume dan tekanan yang berbanding terbalik serta hubungan
tekanan dan waktu berbanding lurus. Hasil penelitian ini sesuai dengan teori termodinamika yang
pada.Hukum Boyle memiliki tekanan yang berbanding terbalik dengan volume pada suatu massa dan suhu
gas yang tetap.
Kata kunci :Boyle, Gas Ideal, Data Studio Software
bertambah, maka volume gas semakin berkurang.
Pendahuluan
Demikian juga sebaliknya ketika tekanan gas
Gas Ideal terjadi disuatu volume yang terjadi berkurang, maka volume gas semakin
tumbukan gas antara atom – atom dan molekul bertambah[3].
elastis sempurna dan tidak ada gaya tarik menarik
Hukum Boyle dan Gay-Lussac menyatakan
antar molekul [1]. Karakteristik Gas Ideal meliputi
bahwa untuk kuantitas dari suatu gas ideal
tiga variabel yaitu tekanan (P), Suhu (T) dan
(beratnya) hasil kali dari volume dan tekanannya
Volume (V). Hukum Boyle menyatakan, “produk
dibagi dengan temperatur mutlaknya adalah
volume gas kali tekanannya adalah konstan pada
konstan [4].Jika Hukum Boyle,dan Gay-Lussac
suhu tertentu” [2].
digabungkan dengan hukum Avogadro (bahwa
Terkait dengan literatur gas ideal yang ada, volume yang sama gas memiliki jumlah molekul
dilakukanlah praktikum termodinamika untuk yang sama), untuk menghasilkan hukum gas ideal
membuktikan hukum Boyle. Praktikum ini [5]. Sesuai persamaan
menggunakan bantuan Data Studio Software
PV=nRT (1)
dalam pencatatan data secara digital. Pembuktian
berupa grafik hubungan tekanan dan volume. Persamaan (1) dijelaskan bahwa konstanta C
Memberikan tekanan yang konstan untuk setiap dalam Hukum Boyle adalah sebanding dengan n
pengulangan menggunakan suntikan tetapi [5]. Hukum Boyle ini terjadi pada proses isotermis,
dengan sumber tekanan awal yang berbeda. Hal yaitu proses yang terjadi pada suhu gas selalu
ini untuk membandingkan hasil yang didapat agar tetap (T = tetap) [6].Dinyatakan dengan
pembuktian Hukum Boyle lebih akurat persamaan :
P1V1 = P2V2 (2)
Teori
Data Studio Software merupaka software
Gas merupakan satu dari tiga wujud zat, Teori
sederhana yang biasa digunakan di laboraturium.
Kinetik Gas merupakan setiap zat yang terdiri dari
Tidak semua data praktikum bisa diambil secara
atom-atom atau molekul-molekul dan bergerak
manual, untuk data yang sulit dicatat secara
terus menerus secara sembarangan. Teori kinetik
manual, bisa digunakan Data Studio Software.
gas didasari atas 3 hukum utama yakni hukum
Software ini bisa mencatat data – data praktikum
Charles, hukum Boyle dan hukum Gay-Lussac [1].
yang kita butuhkan dengan menggunakan sensor
Boyle menemukan bahwa apabila suhu gas dijaga
yang sesuai dengan praktikum. Mampu mencatat
agar selalu konstan, maka ketika tekanan gas

ISBN 978-602-19655-4-2 172


Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

data mulai 0.1 sekon dan memberikan data berupa Metode yang digunakan pada pengujian
tabel dan grafik hukum Boyle dengan 2 kali ulangan, dengan cara
memberi sumber tekanan konstan pada pipa yang
Eksperimen menghubungan pressure sensor dengan Heat
Engine. Tekanan awal yang diberikan antara
Dalam pembuktian hukum-hukum gas ideal, pengulangan pertama dan kedua divariasikan agar
dilakukan praktikum termodinamika berbantuan
dapat membuktikan Hukum Boyle secara akurat.
Data Studio Software. Praktikum ini menggunakan Piston akan turun kebawah ketika diberikan
Small Piston Heat Engine, Pressure Sensor (CI- tekanan, dari keadaan awalnya berada pada
6532A), Science Workshop Computer Interface,
ketinggian maksimum ketika sebelum diberi
Data Studio dan Software. tekanan. Kemudian didapat hubungan antara
volume dan tekanan . Hasilnya akan terbaca pada
Data Studio Software. Namun untuk volume, diolah
sendiri menggunakan Microsoft Excell
menggunakan data. Pada software hanya tercatat
nilai tekanan dan waktu saja.

Hasil dan Diskusi


Pada Hukum Boyle, apabila suhu gas dijaga
agar selalu konstan, maka ketika tekanan gas
bertambah, volume gas semakin berkurang.
Demikian juga sebaliknya ketika tekanan gas
berkurang, volume gas semakin bertambah. Dalam
membuktikan hukum Boyle ini, dilakukan praktikum
termodinamika berbantuan data Studio Software.
Menghubungkan sensor tekanan dengan software
yang diberikan, tetapi terlebih dahulu sensor
Gambar 1. Set-up Small Piston dan Heat Engine. tekanan sudah terhubung dengan Science
Workshop Computer Interface yang juga
terhubung dengan small piston. Sehingga,
didapatkan grafik hubungan antara tekanan dan
volume pada Boyle berbanding terbalik dengan
dua kali pengulangan. Setiap pengulangan
diberikan tekanan yang konstan menggunakan
suntikan, tetapi dengan tekanan awal yang
berbeda. Tekanan awal yang diberikan melebihi
150 KPa dan kisaran 100 KPa. Memberikan dua
tekanan yang berbeda namun dengan perlakuan
yang sama, akan membuktikan keakuratan pada
pembuktian Hukum Boyle ini.

Gambar 2. Set-up praktikum hukum Boyle.


Gambar 1 merupakan set up Small Piston dan
Heat Enginet yang digunakan pada praktikum
termodinamika ini. Set alat untuk Small Piston dan
Heat Engine beserta pipa – pipa yang akan
digunakan pada pembuktian Hukum Boyle.
Sedangkan Gambar 2 merupakan set up untuk
Hukum Boyle yang sudah dihubungkan dengan.
Gambar 3 Grafik hubungan tekanan dan volume
Pressure Sensor (CI-6532A). Sensor tekanan
dengan tekanan awal diatas 150 Kpa.
langsung dihubungkan dengan Science Workshop
Computer Interface yang kemudian
menghubungkannya dengan Data Studio Software
pada computer yang digunakan untuk pembuktian
Hukum Boyle.

ISBN 978-602-19655-4-2 173 http://proceedings.fi.itb.ac.id/cps/


Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Data Studio Software hanya memberikan


pencatatan data tekanan dan waktu saja, karena
sensor yang digunakan dan dihubungkan ke
software yang ada pada komputer hanya sensor
ini saja. Untuk volume tidak ada sensor tersendiri,
tetapi kita bisa melihat perubahan volume ketika
diberi tekanan yang ditandai oleh perubahan posisi
pistonnya. Hasil yang diperoleh sesuai dengan
literatur yang menyatakan bahwa pada hukum
Boyle terdapat hubungan antara tekanan dan
volume adalah berbanding terbalik, walaupun
Gambar 4. Grafik hubungan tekanan dan volume grafik yang dihasilkan belum ideal. Semakin besar
dengan tekanan awal sekitar 100 Kpa. tekanannya, maka volumenya semakin kecil.
Berlaku sebaliknya, ketika tekanan yang diberikan
Dilakukan dua variasi tekanan pada praktikum semakin kecil, maka volume yang dihasilkan
termodinamika ini. Gambar 3 diberikan sumber semakin besar.
tekanan yang cukup besar, melebihi 150 KPa.
Sedangkan pada gambar 4 diberikan sumber Kesimpulan
tekanan awal yang tidak terlalu besar hanya
kisaran 100 KPa. Sehingga dihasilkan volume Grafik pembuktian Hukum Boyle berbantuan
yang berbeda-beda. Namun, untuk grafik Data Studio Software adalah benar sesuai literatur
perbandingan antara tekanan dan volume adalah bahwa semakin besarnya tekanan maka
sama yaitu berbanding terbalik. Jika dilihat, grafik volumenya semakin kecil karena tekanan
yang dihasilkan tidak ideal yang dikarenakan tidak berbanding terbalik dengan volume. Tetapi grafik
terlalu jelasnya perubahan volume ketika yang dihasilkan belum ideal sesuai dengan grafik
diberikannya tekanan pada saat pratikum. literaturnya. Tidak ideal karena perubahan volume
Sehingga hanya hubungan tekanan dan volume yang tidak begitu jelas ketika diberikan tekanan.
yang berbanding terbalik saja yang terlihat Pada pembuktian Hukum Boyle, semakin besarnya
sedangkan grafik yang mencerminkan gas ideal tekanan maka volumenya semakin kecil.
tidak terlihat. Seperti pada literature dibawah ini :
Ucapan terima kasih
Penelitian ini didanai oleh hibah insentif riset
SINAS KMNRT Republik Indonesia dengan nomor
kontrak 38/SEK/INSINAS/PPK/I/2013.

Referensi
[1] Peter R. Anstey, “Robert Boyle and the
heuristic value of mechanism, Stud. Hist.
Phil. Sci., (2002).
[2] Djarwadi, Didiek, “Pengaliran Pada Inti
Bendungan Tipe Urugan Pada
Penggenangan Pertama Waduk (The flow
through the core of fill dams during first
Gambar 5. Grafik literatur gas ideal untuk hokum impoundment)”, Dinamika Teknik Sipil, 6(2),
Boyle. 63 – 70, (2006).
[3] Keith D. Putirka, “IGE Model:An Extension of
Gambar 3 dan Gambar 4 merupakan grafik The Idea Gas Model to Include Chemical
yang didapat dengan menggunakan Microsoft Composition as Part of The Equilibrium
Excell. Data yang dipakai didapat dari pencatatan State”, Jurnal of Thermodynamics, 2012,
data secara digital menggunakan Data Studio Article ID 870631, (2012).
Software. Data Studio Software hanya [4] Carlin, Laurence, “Studies in history and
memberikan pencatatan data tekanan dan waktu philosophy of science”, Boyle’s teleological
saja,tidak termasuk volume maupun grafiknya. mechanism and the myth of immanent
Sehingga untuk volume diolah sendiri teleology, (2011).
menggunakan Microsodt Excell. Setelah didapat [5] Keith D. Putirka, “Thermometers And
volume, maka grafik hubungan tekanan dan Barometers For Volcanic Systems”, Reviews
volume bisa dihasilkan menggunakan Microsoft in Mineralogy & Geochemistry, 69, 61-120,
Excell. (2008).

ISBN 978-602-19655-4-2 174 http://proceedings.fi.itb.ac.id/cps/


Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

[6] Zemansky, M.W & R.H Dittman, alih bahasa Mohamad soleh
The Houw Liong. “Kalor dan Termodinamika”, Mahasiswa S1 Departemen Fisika
Bandung: ITB, (1986). Institut Pertanian Bogor
Mohamaadsoleh89@yahoo.com

Nofitri* Hadyan Akbar


Mahasiswa S1 Departemen Fisika Mahasiswa S1 Departemen Fisika
Institut Pertanian Bogor Institut Pertanian Bogor
nofitrifisika47ipb@gmail.com hadyanakbar@ymail.com

Sinta Sri Ismawati Robi Sobirin


Mahasiswa S1 Departemen Fisika Mahasiswa S1 Departemen Fisika
Institut Pertanian Bogor Institut Pertanian Bogor
sintasriismawati@ymail.com Robifisika46ipb@gmail.com

Herlin Verina Irzaman


Mahasiswa S1 Departemen Fisika Staf Pengajar Departemen Fisika
Institut Pertanian Bogor Institut Pertanian Bogor
herlinverina@yahoo.co.id irzaman@ipb.ac.id
Vivi Nur Huda
Mahasiswa S1 Departemen Fisika *Corresponding author
Institut Pertanian Bogor
vivifisika47ipb@gmail.com

ISBN 978-602-19655-4-2 175 http://proceedings.fi.itb.ac.id/cps/


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Penggunaan Macromedia Flash


Untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep Siswa
Pada Materi Perkembangan Teori Atom
Nur Alamsah*, Heni Rusnayati, dan Chaerul Rochman

Abstrak
Penelitian ini dilatarbelakangi karena guru kurang memanfaatkan media berbasis komputer khususnya
aplikasi Macromedia Flash dan penguasaan konsep siswa yang masih rendah. Untuk mengatasi masalah
tersebut, maka digunakan Macromedia Flash dengan tujuan untuk melihat pengaruh penggunaan
Macromedia Flash terhadap penguasaan konsep siswa. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui:
(1) keterlaksanaan pembelajaran yang menggunakan Macromedia Flash pada materi perkembangan teori
atom di SMA Negeri 1 Cisolok. (2) penguasaan konsep siswa dengan menggunakan Macromedia Flash
pada materi Perkembangan Teori Atom di SMA Negeri 1 Cisolok. Metode yang digunakan dalam penelitian
ini adalah metode quasi eksperiment. Penelitian dilakukan di SMAN 1 Cisolok Kabupaten Sukabumi dengan
sampel sebanyak 36 yang dipilih dengan menggunakan teknik simple random sampling. Data
keterlaksanaan penggunaan Macromedia Flash diperoleh dari lembar aktivitas guru dan siswa, peningkatan
penguasaan konsep siswa diperoleh dari pretest-postes dengan tes berbentuk pilihan ganda, sedangkan
tanggapan siswa diperoleh dari angket. Berdasarkan pengolahan data keterlaksanaan aktivitas guru dan
siswa dan output Paired Samples Test melalui SPSS 17.0 for Windows, maka diperoleh kesimpulan: (1)
Terdapat peningkatan pada tiap pertemuan keterlaksanaan aktivitas siswa dan guru selama mengikuti
pembelajaran fisika menggunakan macromedia flash dengan rata-rata keterlaksanaan 91,68%. Nilai ini
termasuk dalam kategori sangat baik. (2) Terdapat peningkatan penguasaan konsep siswa yang signifikan
setelah diterapkannya pembelajaran dengan menggunakan macromedia flash. Besarnya peningkatan
penguasaan konsep rata-rata yang ditunjukkan oleh indeks normal gain adalah sebesar 0,59. Nilai ini
termasuk dalam kategori sedang.
Kata-kata kunci: macromedia flash, penguasaan konsep, perkembangan teori atom
pada penelitian ini akan menyelediki pengaruh
Pendahuluan
penggunaan Macromedia Flash pada penguasaan
Menurut hasil penelitian Nursofi dan konsep siswa pada materi Perkembangan Teori
Budiyono, (2011) penerapan media pembelajaran Atom.
berbasis Macromedia Flash dapat meningkatkan
Hasil wawancara terhadap beberapa orang
hasil belajar teknik pelapisan dan korosi
siswa di SMA Negeri Cisolok, pengajar lebih
mahasiswa pendidikan teknik mesin. Berdasarkan
banyak menggunakan metode ceramah dengan
hasil penelitian Wahyudi, (2009) bahwa
hanya menggunakan media papan tulis. Sebagian
pemanfaatan media animasi makromedia flash
kecil dari pengajar sudah mulai menggunakan
dapat meningkatkan hasil belajar Fisika pada
media powerpoint tetapi untuk Macromedia Flash
materi Gerak Translasi, Rotasi dan Keseimbangan
pengajar di SMA Negeri Cisolok khususnya
Benda Tegar. Selain itu hasil penelitian Muslih,
pengajar fisika belum menggunakannya. Masalah
(2009) penerapan pendekatan pembelajaran
lain yang sering terjadi di SMA Negeri 1 Cisolok,
berbasis TIK dengan bahan ajar software Adobe
siswa kurang terlibat secara aktif dalam proses
flash, dapat meningkatkan keaktifan peserta didik
kegiatan belajar mengajar. Guru terkadang hanya
dalam mempelajari fisika modern, menjadikan
menjelaskan materi pelajaran, sedangkan siswa
suasan belajar yang menyenangkan,
hanya dilibatkan sebagai pendengar, penulis dan
meningkatkan kualitas pembelajaran, dan dapat
masih kurangnya kesempatan siswa untuk
meningkatkan hasil belajar. Hasil penelitian
berpartisipasi secara aktif dalam proses
Kristanta, (2007) bahwa penyajian materi
pembelajaran. Hal ini boleh jadi dikarenakan guru
pembelajaran dengan memvisualisasikan proses-
kurang memaksimalkan peran media dalam
proses fisika non visible (khususnya tentang listrik
pembelajaran khususnya dalam pembelajaran
statis) dengan menggunakan Macromedia Flash
fisika. Berdasarkan pendahuluan tersebut, maka
dapat meningkatkan pemahaman siswa tentang
dilakukan penelitian yang berjudul “Penggunaan
konsep listrik statis. Peneletian yang dilakukan
Macromedia Flash untuk Meningkatkan
oleh beberapa peneliti sebelumnya membahas
Penguasaan Konsep Siswa pada Materi
tentang penerapan Macromedia Flash pada materi
Perkembangan Teori Atom”
fisika Listrik Statis dan materi lainnya, sehingga

ISBN 978-602-19655-4-2 176


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Metode Tabel 1 jika disajikan dalam bentuk grafik sebagai


berikut:
Metode yang digunakan dalam penelitian ini
adalah metode quasi eksperiment (eksperimen Aktivitas Guru dan Siswa
semu) dengan menggunakan satu sampel
penelitian yaitu kelas eksperimen saja tanpa ada
kelompok kontrol atau pembanding. Alasan
penggunaan metode quasi eksperiment dalam 100
penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh 95
penggunaan penggunaan macromedia flash 90
terhadap penguasaan konsep siswa pada materi
perkembangan teori atom. Populasi dalam
85
penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XII IPA 80
SMAN 1 Cisolok Kabupaten Sukabumi sebanyak 75
dua kelas berjumlah 74 orang. Sampel dalam

‐1

‐2

‐3
penelitian ini adalah kelas XII IPA-1 yang

Ke

Ke

Ke


berjumlah 36 orang.

ua

ua
ua

m
m
Jenis data yang digunakan dalam penelitian

rte

rte
r te
ini adalah data kualitatif dan data kuantitatif

Pe

Pe

Pe
a. Data kualitatif diperoleh dari deskripsi lembar
observasi yang digunakan untuk memberikan Gambar 1. Persentase Aktivitas Guru dan Siswa
gambaran proses pembelajaran fisika pada Pertemuan Kesatu, Kedua, dan Ketiga.
materi pokok Perkembangan Teori Atom Data penguasaan konsep siswa yang
melalui pembelajaran yang menggunakan diperoleh melalui pretest dan postest mengalami
Macromedia Flash di kelas XII SMA Negeri 1 peningkatan sebesar 51,04 antara sebelum dan
Cisolok Sukabumi yang meliputi aktivitas sesudah pembelajaran dengan menggunakan
siswa dan guru dan jawaban alasan siswa Macromedia Flash. Rata-rata skor penguasaan
terhadap komponen-komponen Macromedia konsep siswa sebelum pembelajaran dengan
Flash. Selain itu data kualitatif diperoleh dari menggunakan Macromedia Flash adalah 18,89,
data angket tanggapan siswa terhadap sedangkan setelah menggunakan Macromedia
macromedia flash yang digunakan dalam Flash adalah 65,93.
pembelajaran.
b. Data kuantitatif berupa data hasil tes siswa Distribusi skor penguasaan konsep siswa
yang diperoleh dari pretest dan postest, dapat ditunjukan dengan membandingkan skor
digunakan untuk mengukur ada atau tidaknya rata-rata pretes-postes, dan N-Gain setiap aspek
peningkatan penguasaan konsep siswa kognitif pada materi perkembangan teori atom.
sebelum atau sesudah pembelajaran fisika Peningkatan penguasaan konsep siswa dari data
pada materi Perkembangan Teori Atom hasil pretest dan postest tertera pada tabel 2.
melalui pembelajaran mengunakan Tabel 2. Skor Pretest, Postest dan Normal Gain
Macromedia Flash. untuk Tiap Aspek Kognitif.

Hasil dan Diskusi Rata-rata


Aspek N- Interpre-
Pretest Postest
Berdasarkan hasil analisis keterlaksanaan Kognitif Gain tasi
(%) (%)
aktivitas guru dan siswa pembelajaran dengan C1 11,11 63,43 0,59 Sedang
menggunaka macromedia flash dari setiap C2 26,86 80,55 0,72 Tinggi
pertemuan mengalami peningkatan. Adapun setiap
C3 18,75 57,64 0,48 Sedang
peningkatan tersebut dapat dilihat pada tabel 1
C4 30,56 68,06 0,54 Sedang
dibawah ini.
Rata-
21,82 67,42 0,58 Sedang
Tabel 1. Persentase Aktivitas Guru dan siswa rata
Pertemuan Pertama, Kedua, dan Ketiga.
Distribusi skor penguasaan konsep siswa
Tahapan Keterlaksanaan Interpretasi dapat ditunjukan dengan membandingkan skor
Pertemuan rata-rata pretest dan postest siswa pada materi
85,71 % Sangat Baik
pertama Perkembangan Teori Atom, hasil peningkatan
Pertemuan penguasaan konsep siswa pada setiap aspek
91,08 % Sangat Baik kognitif dapat dilihat pada gambar 1 berikut ini:
kedua
Pertemuan
98,26 % Sangat Baik
ketiga

ISBN 978-602-19655-4-2 177


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

80.00 Persentase Peningkatan 
Penguasaan Konsep Siswa
60.00 Pretes
22.22 2.78
40.00
Postes
20.00 Rendah
N‐Gain
0.00 Sedang
75
C1 C2 C3 C4 Tinggi

Gambar 2. Skor Rata-Rata Penguasaan Konsep


Tiap Aspek Kognitif. Gambar 3. Persentase Siswa Tiap Kategori
Peningkatan.
Rincian peningkatan penguasaan siswa terhadap
konsep yang dipelajari disajikan pada tabel 3 Uji normalitas data pada pretest diperoleh sig.
berikut ini: (2-tailed) 0,08 > 0,05, pada postest diperoleh sig.
(2-tailed) 0,23 > 0,05. Hal ini menunjukkan kedua
Tabel 3. Persentase Konsep Setiap Kategori data berdistribusi normal, karena data
Peningkatan. berdistribusi normal maka pengolahan data
Rata-rata N- Interpr- dilanjutkan ke uji-t menggunakan N-Gain, uji
Konsep normalitas N-Gain menunjukan bahwa sig. (2-
Pretest Postest Gain etasi
tailed) 0,509 > 0,05. Hal ini menunjukkan data
Model
berdistribusi normal.
atom 13,89 75,00 0,71 Tinggi
Dalton Berdasarkan output Paired Samples Test,
Model dengan α = 95 %, menghasilkan bahwa nilai Sig. =
atom 14,81 67,59 0,62 Sedang 0,000 < α = 0,05 sehingga H0 ditolak dan Ha
Thomso diterima. Artinya terdapat peningkatan
Model penguasaan konsep siswa pada materi
atom 22,22 74,07 0,67 Sedang perkembangan teori atom antara sebelum dan
Rutherford sesudah mengikuti pembelajaran dengan
Model menggunakan Macromedia Flash.
19,79 61,11 0,52 Sedang
atom Bohr
Indikator aspek kognitif yang mengalami
kenaikan tertinggi adalah indikator aspek kognitif
Rincian banyaknya siswa yang mengalami C2. Hal ini dikarenakan siswa mampu
peningkatan tiap kategori peningkatan disajikan mengkonstruk makna dari materi pembelajaran.
pada tabel 4 dibawah ini: Ketika seorang siswa sudah memahami sebuah
Tabel 4. Persentase banyaknya siswa setiap konsep, maka siswa tersebut dapat memecahkan
kategori peningkatan. sebuah permasalahan yang dalam hal ini siswa
mampu untuk mengisi dengan benar soal pilihan
Banyaknya ganda. Selain itu siswa disuguhkan dengan
Persentase Kategori
Siswa beberapa animasi pada pembeljaran yang
1 2,78 % Rendah sejatinya menambah pemahaman siswa mengenai
suatu konsep. Indikator yang mengalami kenaikan
27 75,00 % Sedang terendah terdapat pada indikator aspek kognitif C3.
Apabila seorang siswa dapat memahami suatu
8 22,22 % Tinggi konsep, tetapi belum pasti siswa tersebut dapat
mangaplikasikannya. Seperti halnya saja
seseorang yang sangat tahu betul konsep
Berdasarkan tabel diatas, maka persentase mengemudikan mobil, tetapi belum pasti orang
peningkatan penguasaan konsep siswa tertinggi tersebut dapat mengemudikan mobil di jalan raya.
adalah pada kategori ”sedang” yaitu sebesar Oleh karena itu, untuk lebih dapat menguasai
75,00%, sedangkan persentase peningkatan indikator kognitif C3 (mengaplikasikan) perlu
penguasaan konsep siswa terendah terdapat adanya latihan soal yang intens kepada siswa.
pada ketegori ”rendah”. Artinya, hanya terdapat Soal yang mengalami peningkatan penguasaan
2,78% siswa yang mengalami kenaikan konsep terendah terdapat pada soal nomor 13
penguasaan konsep dengan peningkatan dengan dengan indikator aspek kognitif C3. Hal ini
taraf rendah, sisanya mengalami peningkatan dikarenakan siswa lupa untuk mengkonversi dari
penguasaan konsep dengan signifikan, tabel 4 satuan (Ev) ke satuan (Joule). Oleh karena itu
diilustrasikan pada gambar 2 berikut:

ISBN 978-602-19655-4-2 178


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

perlu penekanan kepada siswa oleh guru untuk [4] Ratna Wilis Dahar, “Teori-teori Belajar dan
lebih teliti ketika mengerjakan soal tes. Pembelajaran”, Penerbit Erlangga, Bandung,
(2011).
Kesimpulan [5] Oemar Hamalik, “Perencanaan Pengajaran
Berdasarkan Pendekatan Sistem”, Penerbit
Berdasarkan pengolahan dan analisis data Bumi Aksara, Jakarta, (2009).
hasil penelitian yang telah dilakukan di SMA
[6] Yanti Herlanti, “Tanya Jawab Seputar
Negeri 1 Cisolok mengenai penggunaan Penelitian Pendidikan Sains”, Penerbit UIN
macromedia flash untuk meningkatkan Syarif Hidayatullah, Jakarta, (2006).
penguasaan konsep siswa pada materi
[7] Yudhi Munadi, “Media Pembelajaran”,:
perkembangan teori atom, diperoleh kesimpulan: Penerbit Persada Press, Jakarta, (2010).
(1) Terdapat peningkatan pada tiap pertemuan [8] Uus Ruswandi, “Media Pembelajaran”,
keterlaksanaan aktivitas siswa dan guru selama Penerbit Insan Mandiri, Bandung, (2008).
mengikuti pembelajaran fisika menggunakan [9] Syaiful Sagala, “Konsep dan Makna
macromedia flash dengan rata-rata keterlaksanaan
Pembelajaran”, Penerbit Alfabeta, Bandung,
91,68%. Nilai ini termasuk dalam kategori sangat (2010).
baik. (2) Terdapat peningkatan penguasaan [10] Slameto “Belajar dan Faktor-faktor yang
konsep siswa yang signifikan setelah
Mempengaruhinya”, Penerbit Rineka Cipta,
diterapkannya pembelajaran dengan Jakarta, (2003).
menggunakan macromedia flash. Besarnya [11] Sugiyono, “Statistika untuk Penilaian”,
peningkatan penguasaan konsep rata-rata yang
Alfabeta, Bandung, (2008).
ditunjukkan oleh indeks normal gain adalah [12] Sugiyono, “Metode Penelitian Kuantitatif
sebesar 0,59. Nilai ini termasuk dalam kategori Kualitatif dan R&D”, Penerbit Alfabeta,
sedang.
Bandung, (2012).
[13] M. Sobri Sutikno dan Rosyidah Ida, “Media
Ucapan terima kasih Pembelajaran”, Penerbit Prospect, Bandung,
Penulis mengucapkan terima kasih kepada (2009).
Lilik Frilantika, S.Pd. dan Diah Mulhayatiah, S.Si., [14] Yusman Wiyatmo, “Fisika Atom”, Penerbit
M.Pd. yang telah membimibing dalam pembuatan Pustaka Pelajar, Yogyakarta, (2008).
media pembelajaran berbasis Macromedia Flash.

Referensi Nur Alamsah


Universitas Islam Negeri SGD Bandung
[1] Lorin W Anderson dan David R Krathwohl,.
“Kerangka Landasan untuk Pembelajaran, Heni Rusnayati
Pengajaran, dan Asesmen: Revisi Taksonomi Universitas Pendidikan Indonesia
Pendidikan Bloom”, Penerbit Pustaka Pelajar,
Yogyakarta, (2001). Chaerul Rochman
[2] Suharsimi Arikunto, “Dasar-dasar Evaluasi Universitas Islam Negeri SGD Bandung
Pendidikan (revisi)”, Penerbit Bumi Aksara,
Jakarta, (2010). *Corresponding author
[3] Azhar Arsyad, “Media Pembelajaran”,
Penerbit Raja Grafindo Persada, Jakarta,
(2007).

ISBN 978-602-19655-4-2 179


Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Model Dinamika Elemen Volume Air pada Self-Siphon dengan


Pendekatan Analitik serta Konfirmasi Eksperimen dan Numerik untuk
Konstruksi Ruang Kerja Parameternya
Nurhayati*, Wahyu Hidayat, Novitrian, Fourier Dzar Eljabbar Latief,
Sparisoma Viridi, dan Freddy Permana Zen

Abstrak
Siphon adalah suatu desain pipa, yang umumnya berbentuk menyerupai huruf-U terbalik yang digunakan
untuk mengalirkan fluida melampaui ketinggian tertentu dengan memanfaatkan perbedaan tekanan dan
energi potensial gravitasi. Siphon terdiri dari tiga segmen. Segmen I berbentuk pipa lurus vertikal, memiliki
panjang yang dapat diubah-ubah yang dibentuk dari beberapa potongan pipa. Segmen II merupakan pipa
setengah lingkaran dengan jari-jari kelengkungan sebesar 1 cm. Segmen III juga berbentuk pipa lurus
vertikal yang panjangnya 15 cm. Penelitian terjadinya aliran air pada siphon telah dilakukan secara analitik
dari model persamaan gerak. Model persamaan gerak berupa persamaan diferensial linear orde dua tak
homogen pada segmen I dan III, sedangkan pada segmen II berupa persamaan diferensial nonlinear orde
dua tak homogen. Dalam penelitian ini, beberapa metode yang telah dicoba dalam menyelesaikan model
persamaan gerak di segmen II diantaranya adalah linierisasi, pendekatan deret Taylor, pendekatan deret
MacLaurin, dan fungsi elliptik Jacobi. Metode-metode tersebut gagal dalam menyelesaikan persamaan
diferensial pada segmen II. Dengan demikian, model persamaan gerak pada segmen II dapat diselesaikan
secara numerik dengan metode Euler, dimana pasangan nilai ∆h dan ∆t yang memprediksikan ada tidaknya
aliran sesuai dengan eksperimen adalah 10-4 m dan 10-7 s dengan t maksimum 5.6 × 10-3 s pada segmen I,
1.5 × 10-3 s pada segmen II, dan 7 × 10-3 s pada segmen III.
Kata-kata kunci: siphon, model persamaan gerak, solusi analitik, metode Euler

Pendahuluan Model Persamaan Gerak


Penelitian mengenai cara kerja siphon telah Berdasarkan pertimbangan pengaruh gaya
banyak diperbincangkan oleh peneliti [1-4]. gravitasi bumi, gaya gesek, dan gaya tekanan
Penelitian yang telah dilakukan seperti prinsip hidrostatik pada elemen volume air, suatu lapisan
model rantai (chain model principle) [5]. Meskipun tipis air yang merupakan antarmuka antara air dan
demikian, prinsip ini tidak dapat menjelaskan aliran udara, maka model persamaan gerak pada
yang terjadi dalam siphon saat siphon yang segmen II adalah [18]:
digunakan memiliki diameter selang yang berbeda
[2]. Bentuk yang lebih kompleks dari siphon ialah d 2 8h d g
self-siphon, dimana self-siphon didefinisikan   cos 
dt 2
m dt R , (1)
sebagai siphon yang dapat mengalirkan fluida
 gA sin   gAL
dengan sendirinya [6]. Beberapa percobaan telah   0
dilakukan untuk mengamati terjadinya aliran air m mR
pada self-siphon yang disertai dengan
pemodelannya [7], simulasi dengan menggunakan dengan η ialah viskositas air (N.s/m2), ρ ialah
dinamika molekuler [8], serta eksperimen dan massa jenis air (kg/m3), ∆h ialah ketebalan elemen
simulasi dalam memprediksi terjadinya aliran air volume air (m), ∆m ialah massa elemen volume air
dalam konfigurasi self-siphon tersegmentasi [9]. (kg), g ialah percepatan gravitasi bumi (m/s2), R
Selain itu, telah pula dibuat media pembelajaran adalah jari-jari kelengkungan pipa (m), dan L
mengenai ruang kerja self-siphon [10]. Penelitian adalah panjang pipa di atas permukaan air pada
sebelumnya juga telah dilakukan simulasi pada segmen I (m).
segmen tegak siphon [11] yang dilanjutkan dengan Persamaan (1) dapat dituliskan sebagai
eksperimen dan simulasi pada keseluruhan
segmen siphon [12]. d 2 d
2
 C1  C2 cos   C3 sin   C4  0 , (2)
Dalam penelitian ini dipaparkan beberapa dt dt
metode analitik yang telah dicoba dalam menye-
dengan C1  8h m , C2  g R , C3    gA m ,
lesaikan model persamaan gerak di segmen II.
dan C4    gAL mR .

Persamaan (2) dapat ditransformasi menjadi

ISBN 978-602-19655-4-2 180


Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

d 2 dt 2  C1 d dt  C5 sin    C4  0 , (3) d 2 dt 2  2bn d dt   n 2  K n . (10)

di mana   tan 1  C2 C3   . Persamaan (10) diselesaikan dengan mencari


akar-akar persamaan dari bentuk homogennya,
Solusi Analitik misalnya ditinjau pada diameter d = 4 mm yaitu
Beberapa metode analitik yang telah dicoba bn 2   n 2 , n  1, 2,  , 9 , (11)
dalam menyelesaikan persamaan diferensial non
linear orde dua tak homogen pada segmen II
sebagaimana dipaparkan dalam bagian ini. maka bn 2   n 2 adalah imajiner. Solusi total
Persamaan (10) untuk posisi dan kecepatannya
Linearisasi adalah
Solusi analitik menggunakan metode
linearisasi dilakukan dengan memecahkan
n  cn ebntn sin  n tn   n    p,n , (12)
persamaan diferensial orde dua menjadi dua
dan
persamaan diferensial orde satu. Persamaan (3)
dapat diubah menjadi persamaan diferensial ni   n   p ,n   bn   n cot   n tni   n   .(13)
nonlinear orde satu tak homogen seperti
ditunjukkan pada Persamaan (4) dan (5). Solusi umum untuk waktu awal tiap sub
d segmen diperoleh dari persamaan posisi sudut
f  ,     , (4) dalam Persamaan (12) dengan
dt

g  ,    d dt    C1  C5 sin  C4  , (5)  i  t  n  


sin   n tn   n  =im  e n n . (14)
 
Persamaan (4) dan (5) dapat ditulis dalam bentuk
Namun, pengambilan nilai seperti pada
 f  ,     0 1     0  Persamaan (14) tidak berlaku untuk semua sistem,
       , (6)
g  ,     0 C1      C5 sin   C4 
 sehingga nilai tersebut tidak dapat diterapkan.
  
suku homogen suku gangguan Pada bagian setengah dari segmen II

Namun hal tersebut tetap tidak dapat bn 2   n 2 , n  1, 2,  , 9 , (15)


diselesaikan walaupun dengan memisahkan suku
sebagai gangguan.
maka bn 2   n 2 adalah real dan kurang dari b
Pendekatan Deret Taylor akar-akar persamaan adalah negatif. Solusi total
Persamaan (10) untuk posisi dan kecepatannya
Pendekatan deret Taylor dilakukan dengan
adalah
membagi segmen II ke dalam n sub segmen dan
pendekatan orde satu pada bagian sinus dan   Ae
 n tn
 Be
 n tn
  p,n , (16)
kosinusnya. Sehingga selisih posisinya adalah
    0 , (7) dan
ntn  ntn
n  n Ae  n Be . (17)
di mana θ adalah posisi sudut di sub segmen
setiap saat, θ0 ialah posisi sudut di sub segmen
awal, dan ∆θ adalah selisih posisi sudut. Dengan Pendekatan deret MacLaurin
menggunakan uraian deret Taylor, maka nilai sinus Penerapkan deret MacLaurin dilakukan untuk
dan cosinus pada Persamaan (2) dapat didekati memperoleh solusi waktu pada Persamaan (11),
dengan dimana fungsi eksponensial didekati dengan orde
pertama dan fungsi sinus didekati dengan orde
 
sin   sin  n    n cos  n , (8) ketiga sehingga diperoleh

dan f  t   ebt  1  bt , (18)

 
cos   cos  n    n sin  n . (9) dan

Selanjutnya, Persamaan (2) dapat ditulis


dalam bentuk sederhana yaitu

ISBN 978-602-19655-4-2 181


Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

g  t   sin   t     sin      cos    t dengan posisi sebagai fungsi waktu adalah


. (19)   3.1239 o . Nilai  ditransformasikan kembali ke
t2 t3
  2 sin      3 cos    dalam bentuk  seperti ditunjukkan pada
2! 3!
Persamaan (26)
Persamaan (12) menjadi
    tan 1  C2 C3   3.6968 o . (26)
  n cos 
3
  
 n  t 4  
n
bn  n 3 cos  Fungsi eliptik Jacobi hanya dapat
 3!  menyelesaikan pada bagian homogen dan posisi
 
 bn  n sin  n  
nf 2
3!  yang diperoleh terbatas pada 0 o    3.6968 o .
 
 2!  Segmen II memiliki rentang posisi
  n 2 sin
  n   b   0     180  yang berada di luar daerah
tnf3 
2!
n n cos  n  tnf2 ,(20) keberlakuan solusi menggunakan fungsi eliptik
  Jacobi.
bn sin  n   t  D  sin   0
 nf  n  n 
 Hasil dan Diskusi

  n cos  n   Solusi analitik yang diberikan oleh Persamaan
(20) dapat digunakan untuk memperkirakan waktu
yang dibutuhkan air untuk menempuh keseluruhan

dengan Dn   nf   p , n  cn . siphon dan kecepatan rata-rata aliran air. Hasil
perhitungan numerik dan perkiraan eksperimen
Persamaan (20) diselesaikan untuk sebagai pembanding disajikan dalam Tabel 1.
mendapatkan waktu yang dibutuhkan untuk
menempuh satu sub segmen dalam segmen II. Tabel 1. Nilai kecepatan dan waktu dari solusi
analitik, eksperimen, dan numerik.
Pendekatan deret MacLaurin Analitik Eksperimen Numerik
Fungsi eliptik Jacobi didefinisikan sebagai v (m/s) 9 0.256 19.8
kebalikan dari integral eliptik jenis pertama [20]. t (s) 0.003 0.0068 0.006
Integral eliptik jenis pertama seperti di bawah ini
 Dalam Tabel 1 terdapat ketidakkonsistenan antara
d
u  F  , k   0 1  k 2 sin 2 
, (21) hasil analitik, eksperimen, dan numerik. Di mana
nilai kecepatan yang diperoleh dalam solusi
analitik dan numerik ialah satu orde lebih tinggi
di mana 0  k 2  1 , dengan k merupakan modulus dari hasil eksperimen.
elastik dari u dan  . Fungsi eliptik Jacobi diberikan Selanjutnya, beberapa pendekatan analitik
oleh memiliki beberapa kekurangan seperti ditunjukkan
pada Tabel 2.
  F 1  u, k   amp  u, k  . (22)
Tabel 2. Pendekatan beberapa metode analitik.
Penerapan fungsi ini dilakukan pada bentuk No. Pendekatan Hasil
persamaan homogen dari Persamaan (3)
suku sin  sebagai
d  2

dt 2  C5 sin    0 . (23) 1 Linierisasi gangguan tidak dapat
dipisahkan
Nilai batas bawah dan batas atas integral adalah 2 Deret Taylor tidak diperoleh nilai waktu
0  8.9059 o dan   87.1985 o yang diperoleh dari
nilai kecepatan dan waktu
hubungan sin 2   1  cos  2k 2 . Dengan
Deret yang diperoleh tidak
menggunakan syarat batas tersebut dapat 3
MacLaurin sesuai dengan hasil
diperoleh nilai F  , k  eksperimen
 87.1985 hanya dapat diselesaikan
d Fungsi di bagian homogennya
F  , k   
0 8.9059 1  k 2 sin 2 
=1.3664 . (24) 4 Elliptik dan posisi yang diperoleh
Jacobi
terbatas 0 o    3.6968 o
Nilai waktu dapat diperoleh adalah

t  F  , k  C5  1.3664 105  0.0043 s ,(25)

ISBN 978-602-19655-4-2 182


Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Persamaan (3) tidak dapat diselesaikan secara [10] Masterika, F., Novitrian, dan Viridi, S.,
analitik [13]. Dengan menggunakan Tabel 1 dan “Eksperimen Aliran Fluida Menggunakan Self
Tabel 2, maka Persamaan (3) hanya dapat Siphon”, Prosiding Simposium Nasional
diselesaikan secara numerik misalnya pendekatan Inovasi Pembelajaran Sains, p. 47, (2011).
metode Euler [12]. [11] Nurhayati, Hidayat, W., Viridi. S., dan Zen, F.
P., “Pemodelan Aliran Fluida dalam Pipa
Kesimpulan Lurus Vertikal Bagian dari Sifon
Menggunakan Dinamika Newton”, dalam
Tidak terdapatnya solusi analitik pada Cristian Fredy Naa (Ed.), Prosiding
segmen II. Pasangan nilai ∆h dan ∆t yang
Simposium Nasional Inovasi dan
memprediksikan ada tidaknya aliran sesuai Pembelajaran Sains, p. 73, (2012).
dengan eksperimen adalah 10-4 m dan 10-7 s [12] Nurhayati, Hidayat, W., Novitrian, Viridi. S.,
dengan t maksimum 5.6 × 10-3 s pada segmen I, and Zen, F. P., “Simulation of Fluid Flow in A
1.5 × 10-3 s pada segmen II, dan 7 × 10-3 s pada U-Shape Self-Siphon and Its Working Space”,
segmen III.
Proceeding of the Fourth International
Conference on Mathematics and Natural
Ucapan terima kasih Sciences, in review, (2012).
Penulis mengucapkan terima kasih kepada [13] Gitterman, M., “The Chaotic Pendulum”,
FMIPA Institut Teknologi Bandung, Riset Hibah World Scientific Publishing Co. Pte. Ltd, p. 11,
Kompetisi Dikti 2012 atas dukungan finansialnya (2010).
pada kegiatan SNIPS 2013, serta Laboratorium
Fisika Teoretik dan Energi Tinggi.
Nurhayati*
Referensi Laboratorium Fisika Teoretik dan Energi Tinggi
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
[1] Potter, A. dan Barnes, F. H., “The Siphon”, Institut Teknologi Bandung
Physics Education, 6: 362 (1971). fisika.nurhayati@yahoo.com
[2] Planinsic, G. dan Slisko, J., “The Pulley
Analogy Does Not Work for Every Siphon”, Wahyu Hidayat
Physics Education, 45: 356, (2010). Fisika Teoretik Energi Tinggi dan Instrumentasi
[3] Hughes, S. W., “The Secret Siphon”, Physics Indonesia Center for Theoretical and Mathematical
Education, 46: 298, (2011). Physics (ICTMP)
[4] Nanayakkara, N. W. K. T. R. dan Rosa, S. R. Institut Teknologi Bandung
wahid@fi.itb.ac.id
D., “Revisiting the Physics behind Siphon
Action”, Proceedings of the Technical
Novitrian
Sessions, 28: 106, (2012).
Fisika Nuklir dan Biofisika
[5] Hughes, S. W., “A Practical Example of A Indonesia Center for Theoretical and Mathematical
Siphon at Work”, Physics Education, 45: 162, Physics (ICTMP)
(2010). Institut Teknologi Bandung
[6] Masterika, F., “Eksperimen Aliran Fluida novit@fi.itb.ac.id
Menggunakan Self Siphon”, Tesis Magister
Institut Teknologi Bandung, Bandung, (2011). Fourier Dzar Eljabbar Latief
[7] Masterika, F., Novitrian, dan Viridi, S., “Self Fisika Bumi dan Sistem Kompleks
Siphon Exsperiments and Its Mathematical Institut Teknologi Bandung
Modelling Using Parametric Equation”, fourier@fi.itb.ac.id
Proceeding of the Third International
Conference on Mathematics and Natural Sparisoma Viridi
Sciences, p. 608, (2010). Fisika Nuklir dan Biofisika
[8] Viridi, S., Suprijadi., Khotimah, S. N., Indonesia Center for Theoretical and Mathematical
Physics (ICTMP)
Novitrian, dan Masterika, F., “Self-Siphon
Institut Teknologi Bandung
Simulation Using Molecular Dynamics dudung@fi.itb.ac.id
Method”, Recent Development in Computer
Science, 2: 9, (2011). Freddy Permana Zen
[9] Viridi, S., Novitrian, Masterika, F., Hidayat W., Fisika Teoretik Energi Tinggi dan Instrumentasi
dan Zen, F. P., “Segmented Self Siphon: Indonesia Center for Theoretical and Mathematical
Experiments and Simulations”, In The 5th Physics (ICTMP)
International Conference on Research and Institut Teknologi Bandung
Education in Mathematics, Edited By E. T. fpzen@fi.itb.ac.id
Baskoro et. al., AIP Conference Proceedings,
1450: 190, (2011). *Corresponding author

ISBN 978-602-19655-4-2 183


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Representasi Konsep Larutan Penyangga


dalam Buku Teks Pelajaran Kimia SMA
Nurul Fajriyah*, Cucu Zenab Subarkah dan Siti Suryaningsih

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi apakah struktur konsep larutan penyangga dan keterhubungan
representasinya dalam buku teks pelajaran kimia sudah sesuai dengan standar. Representasi kimia dalam
buku teks pelajaran dievaluasi menggunakan kriteria yang dikembangkan oleh Gkitzia dan dibandingkan
dengan standar, buku teks Chemistry The Central Science. Metode yang digunakan dalam penelitian ini
berupa studi deskriptif terhadap tiga buah buku teks pelajaran kimia yang paling banyak digunakan di
SMA/MA Negeri di Kota Bandung bagian Timur. Hasil penelitian menunjukan bahwa dua dari tiga buku teks
pelajaran kimia SMA menyajikan konsep larutan penyangga dalam bab yang terpisah dengan konsep KSP
yang juga merupakan aplikasi dari kesetimbangan larutan; ketiga buku yang diteliti tidak menjelaskan efek
ion senama yang merupakan konsep prasyarat untuk mempelajari larutan penyangga. Mengenai
representasi kimia dalam buku teks pelajaran, hasil temuan menunjukan bahwa pada Buku I tidak
disediakan representasi kimia kecuali pada halaman awal bab, pada Buku II , dari total 6 representasi
16,66% merupakan representasi multipel (simbolik-submikroskopik), 16,66% simbolik dan 66,6% makro.
Sedangkan pada Buku III, dari total 4 representasi, 50% diantaranya merupakan representasi makro, 25%
multiple dan sisanya (25%) merupakan representasi hybrid (simbolik-makroskopik).
Kata-kata kunci : Buku teks Pelajaran, Larutan Penyangga, Representasi

Pendahuluan Teori

Buku teks merupakan salah satu atribut Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif,
penting dalam pembelajaran, bahkan sering dengan subjek penelitian berupa 3 buah buku
dikatakan sebagai sumber pengajaran utama [1]. pelajaran kimia SMA kelas XI yang paling banyak
Karena setiap fenomena kimia dapat dijelaskan digunakan siswa di SMA/MA Negeri di kota
melalui tiga aspek representasi kimia (makro, Bandung Bagian Timur. Buku 1 merupakan salah
submikro dan simbolik), maka selain teks, satu Buku Sekolah Elektronik (BSE) yang
representasi kimia merupakan bagian tak diterbitkan oleh dinas Pendidikan, sedangkan
terpisahkan dari berbagai macam materi Buku 2 dan Buku 3 merupakan buku dari dua
pengajaran kimia, termasuk dalam buku teks Penerbit Komersial. Penelitian diawali dengan
sekolah [2]. Larutan Penyangga adalah salah satu studi pendahuluan mengenai peggunaan buku
konsep kimia yang dimuat dalam buku teks teks pelajaran oleh siswa SMA/MA Negeri di
pelajaran Kimia SMA. Konsep ini merupakan wilayah kota Bandung Bagian Timur.
konsep abstrak [3]. Penelitian sebelumnya Dalam penelitian ini buku teks dievaluasi
menunjukan bahwa sebagian besar siswa tidak dengan membandingkannya dengan buku
mampu menghubungkan aspek makroskopis, Chemistry The Central Science sebagai standar.
mikroskopis, dan simbolis mereka mengenai Pemilihan standar dilakukan dengan
larutan penyangga [3]. mempertimbangkan kelengkapan konten dan
Menurut Stake [4], buku teks pelajaran dapat keragaman jenis representasi yang ada. Selain itu
menjadi salah satu sumber miskosepsi siswa, oleh dalam mengevaluasi buku teks digunakan pula
karena itu evaluasi terhadap buku teks diperlukan kriteria representasi Kimia yang dikembangkan
sehingga baik guru dan siswa dapat menentukan Gkitzia (2010). Kriteria reprsentasi ini
buku mana yang tepat dan dapat digunakan mengevaluasi 5 hal, yaitu tipe representasi (R1),
sebagai sumber belajar. Menurut Athineva [5] buku Kejelasan karakter penyusun representasi (R2),
teks dapat dianalisis berdasarkan keterpaduan keterkaitan dan keterhubungan representasi
konten materi, keterpaduan antar materi, dengan teks (R3), keberadaan caption (R4) dan
kesesuaian gambar dengan teks yang disediakan, derajat keterhubungan antar representasi
serta contoh dan latihan. Dalam makalah ini penyusun suatu multiple representasi (R5).
dijelaskan salah satu cara mengevaluasi buku Tipologi untuk setiap karakteristik dapat dilihat
teks pelajaran yang bukan hanya pada Tabel 1.
memperhitungkan konten buku tetapi juga kriteria
representasi kimia.

ISBN 978-602-19655-4-2 184


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Tabel 1. Karakteristik Evaluasi Representasi Kimia. representasi kimia kecuali pada sampul Bab. Hasil
analisis terhadap Buku 2 dapat dilihat pada Tabel
Kriteria Tipologi 2.
R1 a. Makro   Tabel 2. Analisis Representasi Kimia Buku 2.
b. Submikro
c. Simbolik Gambar Kategori Representasi
d. Multiple Gambar 1 : R1 :(a) makro
e. Hybrid Representasi R2 :(a) Eksplisit
f. Mixed makro larutan R3 :(b)Sepenuhnya terkait &
R2 penyangga dalam tidak terhubung
a. Explisit  
Buku 2 R4 :(a) terdapat caption yang
b. Implisit memadai
c. Ambigu R5 : -
R3 a. Sepenuhnya terkait dan  Gambar 2 : R1 :(d) multiple
Representasi R2 :(a) Eksplisit
terhubung.   multiple cara R3 :(a) sepenuhnya terkait &
b. Sepenuhnya terkait dan tidak kerja larutan terhubung
terhubung. penyangga ketika R4 :(a) terdapat caption yang
c. Sebagian terkait dan terhubung ditambahkan memadai
d. Sebagian terkait dan tidak sejumlah kecil R5 :(a) terhubung dengan
terhubung. asam dalam jelas
e. Tidak terkait. Buku 2
Gambar 3: R1 :(a) simbolik
Representasi R2 :(a) Eksplisit
R4 a. Adanya keterangan yang sesuai.   simbolik cara R3 : (b)sepenuhnya terkait &
b. Adanya keterangan yang kerja larutan tidak terhubung
bermasalah. penyangga ketika R4 : (a) terdapat caption yang
c. Tidak ada keterangan. ditambahkan memadai
sejumlah kecil R5 : -
R5 a. Cukup terhubung.   asam atau basa
b. Kurang terhubung. dalam Buku 2
c. Tidak terhubung. Gambar 4 : R1 :(a) makro
Representasi R2 :(a) Eksplisit
makro fungsi R3 :(d)Terkait sebagian &
Pengambilan data untuk analisis represntasi larutan tidak terhubung
kimia dilakukan melalui metode dokumentasi [6]. penyangga dalam R4 :(a)terdapat caption yang
Setelah data terkumpul, selanjutnya data dianalisis penelitian memadai
dengan mempersentasekan masing-masing jumlah biokimia pada R5 : -
tipologi yang muncul terhadap jumlah total Buku 2
representasi yang ada dalam suatu buku. Setelah Gambar 5 : R1 :(a) makro
persentase didapatkan akan terlihat Representasi R2 :(a) Eksplisit
kecenderungan pada masing-masing buku. makro fungsi R3 :(d)Terkait sebagian &
larutan tidak terhubung
Disamping itu konten masing-masing buku juga
penyangga dalam R4 :(a) terdapat caption yang
dibandingkan dengan konten buku standar. industri makanan memadai
kemasan R5 : -
Hasil dan Diskusi Gambar 6 : R1 :(a) makro
Represntasi R2 :(b) Eksplisit
Hasil penelitian menunjukan bahwa pada
makro larutan R3 :(d) Terkait sebagian &
buku 1 dan Buku 3 konsep larutan penyangga amonia dalam tidak terhubung
disajikan dalam satu bab tersendiri, sedangkan Buku 2. R4 : (a) terdapat caption yang
pada buku 2 konsep larutan penyangga memadai
merupakan sub bab dari Kesetimbangan Ion R5 : -
dalam Larutan. Jika dibandingkan dengan standar,
buku 2 lebih sesuai karena didalam buku standar, Data pada Tabel 2 menunjukan bahwa jenis
konsep larutan penyangga merupakan subab dari representasi (R1) yang cenderung digunakan
bab “Additional Aspect of Aqueous Equilibria”. Hal adalah makro (66,6%), surface feature untuk
lain yang teramati adalah pembahasan konsep setiap representasi (R2) cenderung eksplisit,
“Kapasitas larutan penyangga” yang hanya ada hanya 16,66 % representasi yang terkategori
dalam Buku 3, sementara konsep efek ion senama terkait dan terhubung sisanya kuarang terkait dan
yang ada pada konten buku standar tidak dibahas tidak terhubung (33,33%) dan Kurang terkait tapi
sama sekali dalam ketiga buku. Analisis terhubung (50%). Karena hanya terdapat satu
representasi kimia hanya dilakukan terhadap buku multiple representasi, maka hanya satu gambar
2 dan 3 karena pada buku 1 tidak terdapat yang dapat dievaluasi dengan R5, dimana setiap
level representasi terhubung dengan jelas.

ISBN 978-602-19655-4-2 185


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Hasil analisis representasi kimia terhadap Tabel 4. Perbandingan hasil analisis representasi
Buku 3 dapat dilihat pada Tabel 3. kimia.
Tabel 3. Analisis Representasi Kimia Larutan Persentase (%)
Kriteria
penyangga Buku 3. Buku 2 Buku 3
Gambar Kategori Representasi R1 Makro 66,6 50
Simbolik 16,6 -
Gambar 1 : R1 :(a) Makro Multiple 16,6 25
Sifat larutan R2 :(a) Eksplisit Hybrid - 25
penyangga R3 :(a) Sepenuhnya terkait - -
& terhubung R2 Eksplisit 83,32 75
R4 :(a) terdapat caption Implisit 16 25
yang memadai Ambigu - -
R5 :- R3 Sepenuhnya terkait 16,66 25
Gambar 2 : R1 :(d) Hybrid dan terhubung :
komponen R2 :(a) Eksplisit Sepenuhnya terkait 33,33 50
larutan R3 :(b) Sepenuhnya terkait dan tidak terhubung :
penyangga & tidak terhubung Kurang terkait tapi 50 25
asam R4 : (a) terdapat caption terhubung :
yang memadai R4 Terdapat caption 100 100
R5 : (b) kurang tehubung yang memadai :
Gambar 3: R1 :(e) Hybrid R5 Terhubung dengan 16,6 25
Komponen R2 :(a) Eksplisit jelas
larutan R3 :(b) Sepenuhnya terkait
penyangga & tidak terhubung Berdasarkan data jenis representasi (R1),
basa R4 :(a) terdapat caption diketahui bahwa jumlah representasi jenis multiple
yang memadai sangatlah minim. Padahal hubungan eksplisit antar
R5 : - representasi pada satu multiple representasi
Gambar 4 : R1 :(a) makro sistem penyangga akan lebih komprehensip dalam
Aplikasi larutan R2 :(b) implisit membantu siswa mengembangkan pemahaman
penyangga R3 :(d) Terkait sebagian konseptualnya jika dibandingkan dengan
dalam kalibrasi & tidak terhubung penggunaan representasi tunggal [3]. Hasil analsis
pH meter R4 :(a)terdapat caption R2 menunjukan buku 2 dan 3 sepenuhnya eksplisit
yang memadai dalam menjelaskan fitur-fitur pada setiap
R5 : - representasi kimia, hal ini sesuai dengan pendapat
Gkitzia, bahwa setiap elemen yang ada pada
Data yang diperlihatkan pada Tabel 3 representasi harus dijelaskan dengan rinci [2].
menujukan bahwa jenis representasi yang
Analisis keterhubungan gambar dengan teks
digunakan di dalam buku 2 adalah Hybrid (makro-
menunjukkan bahwa hanya 16,6% pada buku 2
simbolik) dan makro. Representasi Hybrid adalah
dan 25 % pada buku 3 atau masing-masing 1
representasi yang disusun oleh dua level
representasi untuk buku 1 dan Buku 3 yang
representasi, misalnya untuk menjelaskan
terkategori sepenuhnya terkait dan terhubung,
representasi komponen larutan penyangga,
sementara sisanya termasuk kategori sepenuhnya
diberikan representasi gelas kimia berisi air
terkait namun tidak terhubung atau sedikit terkait
(makro) dan zat terlarut yang dinyatakan dengan
dan tidak terhubung. Hal ini menunjukan bahwa
simbol kimia (simbolik). Surface feature masing-
masing-masing penulis kurang sejalan dengan
masing representasi cenderung eksplisit,
pendapat Levin dan Mayer [2] bahwa representasi
representasi cenderung terkait namun tidak
visual harus berhubungan dengan teks, dan
terhubung degan teks (75%). Semua representasi
memiliki karakteristik yang hubungannya dapat
yang ada disertai dengan caption yang memadai.
dengan mudah dipahami oleh pembaca. Selain itu,
Namun, karena tidak ada satupun representasi
teks harus terkait dengan representasi visual, dan
jenis multiple, maka tidak ada yang dapat diuji
karakteristiknya harus sesuai dengan jenis
dengan kriteria R5.
representasi visual yang disediakan. Untungnya,
Perbandingan hasil analisis representasi hasil analisis R4 mnunjukkan bahwa baik pada
kimia pada buku 2 dan 3 dapat dilihat pada Tabel Buku 2 maupun Buku 3 setiap representasi
4. dilengkapi dengan caption yang sesuai. Menurut
Gkitzia [2], penyediaan caption yang sesuai sangat
penting, terlebih lagi jika gambar/ representasi
yang digunakan kurang terkait dengan topik yang
dibahas dalam teks. Sementara itu, kriteria R5

ISBN 978-602-19655-4-2 186


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

(yang menguji keterhubungan antar representasi Royal Society of Chemistry 9, 131–143,


penyusun suatu multiple representasi) hanya (2008).
dapat digunakan pada masing-masing 1 [4] Gökhan Demircioğlu.,et.al, ”Conceptual
representasi pada buku 2 dan buku 3 saja. change achieved through a new teaching
program on acids and bases”, Journal of The
Kesimpulan Royal Society of Chemistry 6 (1), 36-51
(2005).
Berdasarkan data hasil analisis konten [5] A. Ahtineva, “Textbook Analysis In The
maupun representasi kimia yang telah dilakukan, Service Of Chemistry Teaching”, Journal of
Buku 2 merupakan buku yang paling sesuai
Education 11, 25-33 (2005).
dengan buku standar dan kriteria Buku teks [6] Suharsimi Arikunto, “Prosedur Penelitian
menurut Gkitzia. Suatu Pendekatan Praktik” Penerbit PT.
Rineka Cipta, Jakarta, (2010).
Ucapan terima kasih
Penulis mengucapkan terima kasih kepada
sejumlah SMA/MA Negeri di wilayah kota Bandung
Bagian Timur. Nurul Fajriyah*
Prodi Pendidikan Kimia
Referensi UIN Sunan Gunung Djati Bandung
albiruniquest12345@gmail.com
[1] Lise-Lotte Österlund, Anders Berg and
Margareta Ekborg, “Redox models in Cucu Zenab Subarkah
chemistry textbooks for the upper secondary Prodi Pendidikan Kimia
school: friend or foe?”, Journal of The Royal UIN Sunan Gunung Djati Bandung
Society of Chemistry 11, 182–192 (2010). ZenabSC@gmail.com
[2] Vasiliki Gkitzia, Katerina Salta and Chryssa
Tzougraki, “Development and application of Siti Suryaningsih
suitable criteria for the evaluation of chemical Prodi Pendidikan Kimia
representations in school textbooks”, Journal UIN Sunan Gunung Djati Bandung
asih_suryaningsih@yahoo.com
of The Royal Society of Chemistry , 12, 5–14
(2011).
[3] MaryKay Orgill and Aynsley Sutherland.
Undergraduate Chemistry Students’ *Corresponding author
Perceptions Of And Misconceptions About
Buffers And Buffer Problems. Journal of The

ISBN 978-602-19655-4-2 187


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Pengaruh Pemberian Integrated Reading and Writing Task pada


Pembelajaran Berbasis Masalah dengan Tema Mesin Uap terhadap
Peningkatan Literasi Fisika Siswa SMP
Pandu Grandy Wangsa P.*, Selly Feranie, dan Dedi Sasmita

Abstrak
Berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan pada salah satu sekolah menengah pertama diperoleh
bahwa tingkat pemahaman bacaan siswa rendah. Hal ini akan berpengaruh pada pemahaman konsep serta
kemampuan scientific inquiry. kemampuan tersebut berkaitan erat dengan kemampuan literasi sain. Literasi
sain siswa SMP rendah dapat disebabkan siswa SMP masih belum mengetahui strategi membaca dan
menulis dengan baik. Oleh karenanya peneliti telah melakukan penelitian untuk melihat pengaruh
pemberian IRWT (Integrated Reading Writing Task) sebelum pembelajaran untuk meningkatkan literasi
sains kepada kelas eksperimen dengan penerapan model pembelajaran berbasis masalah dengan tema
‘Mesin Uap’. IRWT adalah Pemberian bahan bacaan fisika yang disertai dengan strategi membaca dan
menulis. Kemudian dibandingkan peningkatan literasi fisika siswa dengan kelas kontrol dengan penerapan
model pembelajaran berbasis masalah dengan tema ‘Mesin Uap’ yang sama tetapi tanpa pemberian IRWT.
Penelitian ini menguji hipotesis antara kelas eksperimen dengan kelas kontrol sebagai berikut Ho: Tidak ada
perbedaan yang signifikan dalam meningkatkan literasi fisika antara kelas yang diberi IRWT dan kelas yang
tidak diberi IRWT pada pembelajaran berbasis masalah dengan tema Mesin uap. Kemampuan literasi fisika
yang di ukur mengacu pada aspek literasi sains PISA tahun 2006 yaitu competencies, knowledge, context
dan attitude. Metode penelitian ini adalah Quasi Experiment dengan desain penelitiannya Pretest-Postest
Control Group Design. Pada desain penelitian ini menggunakan dua sampel yakni, kelas kontrol dan
eksperimen yang masing masing terdiri dari 30 siswa. Berdasarkan hasil pengolahan data didapatkan
bahwa gain ternormalisasi kelas eksperimen adalah 0,44 dengan kategori sedang, sedangkan gain
ternormalisasi kelas kontrol adalah 0,29 dengan kategori rendah. Setelah diuji normalitas dan homogenitas
kemudian dilakukan uji-t untuk menentukan apakah hipotesis yang dibuat diterima atau tidak. Hasil dari uji-t
menunjukan thitung (9,7) ttabel (2,002) itu membuktikan bahwa H0 ditolak dan H1 diterima.
Kata kunci : Integrated reading and writing task, literasi fisika, pembelajaran berbasis masalah
sehingga ilmu yang didapatkan dalam
Pendahuluan
pembelajaran dapat membantu dalam
“Ilmu pengetahuan alam (IPA) berhubungan memecahkan masalah-masalah yang ada di dunia
dengan cara mencari tahu tentang alam secara nyata. Salah satu penelitian yang dilakukan oleh
sistematis, sehingga IPA bukan Hanya Mega Hastia (2012) untuk meningkatkan literasi
penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa sains siswa dengan menerapkannya model
fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip pembelajaran inkuiri terbimbing didapatkan nilai
saja tetapi juga merupakan suatu proses gain sebesar 0,41 dengan kategori sedang [2].
penemuan. Pendidikan IPA menekankan pada
Berdasarkan studi pendahuluan yang
pemberian pengalaman secara langsung untuk
dilakukan pada salah satu smp di bandung
mengembangkan kompetensi agar siswa mampu
mendapatkan bahwa pemahaman membaca siswa
menjelajahi dan memahami alam sekitar secara
itu rendah, hal itu akan mempengaruhi pada
alamiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk mencari
pemahaman konsep dan kemampuan berinkuiri
tahu dan berbuat sehingga dapat membantu siswa
siswa. Ketiga kemampuan tersebut berhubungan
untuk memperoleh pemahaman yang mendalam
dengan literasi sains yang diungkapkan oleh Jon
tentang alam sekitar [1].” Dalam pernyataan
Miller “defines ‘civic scientific literacy’ as (1) an
tersebut hampir selaras dengan literasi sains.
understanding of basic scientific concepts such as
Literasi sains atau scientific literacy didefinisikan
the molecule and the structure of the solar system,
PISA sebagai kapasitas untuk menggunakan
(2) an understanding of the nature of scientific
pengetahuan ilmiah, mengidentifikasi pertanyaan-
inquiry, and (3) a pattern of regular information
pertanyaan dan untuk menarik kesimpulan
consumption, such as reading and understanding
berdasarkan bukti-bukti agar dapat memahami dan
popular science books [3].” Berdasarkan uraian
membantu membuat keputusan tentang dunia
tadi peneliti telah melakukan penelitian tentang
alami dan interaksi manusia dengan alam [1].
strategi literasi yang dapat meningkatkan literasi
Dengan kata lain pembelajaran IPA memiliki tujuan
siswa. Strategi tersebut diterapkan dalam model
agar siswa memiliki literasi sains yang tinggi

ISBN 978-602-19655-4-2 188


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

pembelajaran berbasis masalah. Selain dapat siswa tidak hanya membaca tetapi harus
meningkatkan pemahaman konsep dalam model memahami isi dari teks tersebut.
ini juga dapat melatih kemampuan berinkuiri siswa. b. Part B conceptual contruction, pada bagian ini
Pada penelitian ini peneliti lebih berfokus pada siswa dituntut untuk memberikan judul
literasi fisika. maupun sub judul yang sudah ditentukan
dalam teks serta menulis pertanyaan dan
Teori menjawab pertanyaan tujuan untuk melihat
sejauh mana siswa paham tentang isi teks
Berdasarkan jurnal“seven literacy strategies tersebut.
that work” terdapat 7 strategi literasi [4] yaitu :
c. Part C concept mapping, pada bagian ini
(1) Read alouds, siswa membaca sebuah teks siswa disuruh mengisi peta konsep/bagan
yang dikemas secara menarik dan untuk yang kosong yang disesuaikan dengan
membangun pengetahuan awal siswa yang bacaan yang ada pada teks.
diberikan oleh guru d. Part D conclusion, pada bagaian ini siswa
(2) K-W-L chart, merupakan salah satu strategi membuat kesimpulan yang sesuai
membaca, namun dalam penelitian yang telah berdasarkan teks tersebut.
dilakukan digunakan strategi membaca Pembelajaran berbasis masalah (PBM)
SQRW (survey, question, read, write)
merupakan pembelajaran yang menuntut siswa
(3) graphic organizer merupakan penulisan untuk memecahkan permasalahan yang terjadi
dalam bentuk representasi grafis dari dalam dunia nyata berdasarkan informasi yang
konsep/materi yang telah mereka pelajari.
didapat yang kemudaian akan dianalisis dan
(4) vocabulary instruction merupakan salah satu dicarikan sebuah solusi yang berkaitan dengan
ketrampilan untuk memahami isi bacaan masalah tersebut. PBM mencakup 3 strategi
dengan memahami kosakata yang
literasi yaitu (1) write to learn (2) structured
berhubungan dengan materi yang dipelajari. notetaking (3) Reciprocal teaching. dalam setiap
(5) write to learn, merupakan strategi yang model pembelajaran memiliki sintak tersendiri.
berada diawal, pertengahan atau akhir kelas
sintak yang digunakan dalam penelitian ini memiliki
untuk membantu siswa bertanya, 5 tahap yaitu : tahap 1 memberikan orientasi
mengklarifikasi, atau mencerminkan isis tentang permasalahannya pada siswa, tahap 2
konten. Strategi ini dapat membantu siswa
mengorganisasi siswa untuk meneliti, tahap 3
fokus pada topik. membantu investigasi mandiri dan kelompok,
(6) structured notetaking, siswa membuat tahap 4 mengembangkan dan mempersentasikan
catatan sendiri ide maupun kata kunci yang artefak dan exhibit, tahap 5 menganalisis dan
ada pada suatu materri serta menulis mengevaluasi proses mengatasi-masalah [5].
ringkasan singkat.
(7) reciprocal teaching, merupakan cara yang Penelitian ini difokuskan pada literasi sains
paling efektif untuk melibatkan pembaca pada materi fisika, karena fisika merupakan ilmu
denganteks. Dengan menggunakan timbal sains yang sangat mendasar dibandingkan ilmu
balik pengajaran, sswa dapat membaca dan pengetahuan lainnya. Literasi fisika merupakan
memahami lebih banyak dari pada ketika kemampuan untuk menggunakan konsep fisika,
mereka membaca teks sendiri. menjelaskan fenomena secara ilmiah
danmengaplikasikan konsep fisika untuk
Penerapan strategi literasi ini dalam pembelajaran menyelesaikan masalah yang ada dalam
dibagi kedalam 2 bagian, strategi yang ada di kehidupan.
IRWT dan strategi yang ada di pembelajaran
berbasis masalah. Pengukuran literasi fisika siswa, mengacu
pada PISA 2006 yang mengukur 4 aspek yaitu
Integrated reading and writing task (IRWT) aspek kowledge, context, competencies dan
yang merupakan Pemberian bahan bacaan fisika
atittude [6]. Untuk 3 aspek (kowledge, context,
yang disertai dengan strategi membaca dan competencies) bentuk instrumennya berupa pilihan
menulis sebagai pengetahuan awal siswa yang ganda sedangkan atittude merupakan pernyataan
diberikan sebelum pembelajaran. IRWT ini
untuk mengetahui sejauh mana siswa menerima
mencakup 4 strategi literasi yaitu (1) read alouds informasi dalam pembelajaran.
(2) K-W-L chart (3) graphic organizer dan (4)
vocabulary instruction. Dalam IRWT ini memiliki 4 Sampel yang digunakan merupakan siswa
part yaitu : sekolah menengah pertama yang berjumlah 60
siswa yang dibagi menjadi dua kelas yaitu kelas
a. Part A Reading, pada bagian ini siswa
eksperimen 30 siswa dan kelas kontrol 30 siswa.
membaca teks yang diberikan oleh guru Dalam penelitian ini kelas eksperimen diberikan
berupa materi yang akan disampaikan pada perlakuan berupa IRWT sedangkan pada kelas
pembelajaran dikelas. Dalam bagian ini juga

ISBN 978-602-19655-4-2 189


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

kontrol hanya diberikan tugas membaca pada uji F. Hasil uji F dapat dilihat dari tabel 4 dibawah
buku paket tertentu. ini:
Penelitian ini juga menguji hipotesis sebagai Tabel 4. Hasil uji homogenitas.
berikut, Ho: Tidak ada perbedaan yang signifikan Variansi Variansi
dalam meningkatkan literasi fisika antara kelas Fhitun
kelas kelas Ftabel Kesimpul-an
yang diberi IRWT dan kelas yang tidak diberi IRWT eksperimen kontrol g

pada pembelajaran berbasis masalah dengan Variansi


sampel
tema Mesin uap
0,004 0,003 1,35 1,85 dalam
keadaan
Hasil dan Diskusi homogen

Pada peneltian ini didapat hasil rerata IRWT Berdasarkan tabel 4 terbukti bahwa sampel
tiap kali pertemuan yang dapat dilihat pada tabel 1 dalam keadaan homogen. Setelah data
dibawah ini : terdistribusi normal, homogen baru kemudian diuji
hipotesis menggunakan uji-t. Hasil uji hipotesis
Tabel 1. Hasil Rata-Rata Nilai Tiap IRWT.
dapat dilihat pada tabel 5 dibawah ini :
Nilai rata-rata
Pertemuan IRWT Tabel 5. Hasil uji hipotesis.
IRWT
1 48,33
2 67,03
3 69,35
Rerata nilai IRWT 61,57

Berdasarkan tabel 1 terlihat bahwa hasil IRWT dari Tabel 5 di atas terlihat bahwa ttabel < thitung itu
pertemuan 1-3 meningkat sedangkan untuk rerata membuktikan bahwa H0 ditolak sedangkan H1
nilai IRWT hanya 61,57 yang termasuk pada diterima. Berarti ada perbedaan antara
kategori cukup [8]. pembelajaran berbasis masalah yang diberikan
IRWT dengan pembelajaran berbasis masalah
Hasil pretest dan postest kelas eksperimen
yang hanya diberikan tugas membaca untuk
dan kelas kontrol pada aspek kowledge, context,
meningkatkan literasi fisika pada tema mesin uap.
competencies memiliki perbandingan skor rata-rata
pretest, postest dan N-gain yang berbida. Hal Aspek atittude siswa diberikan 3 pernyataan
tersebut dapat dilihat dari tabel 2 dibawah ini : untuk mengetahui sejauh mana informasi yang
siswa dapat. Lihat tabel 6 dibawah ini :
Tabel 2. perbandingan skor rata-rata pretest,
postest dan N-gain Tabel 6. pernyataan aspek atittude.
Pretest Postest
Kelas N-gain Kriteria
(%) (%)
Kontrol 45,7 61,7 0,29 Rendah
Eksperimen 45,2 69,8 0,44 Sedang

Pada tabel 2 terlihat bahwa kelas eksperimen


memilki nilai N-gain lebih besar dibandingkan nilai
N-gain kelas kontrol. Untuk mengetahui apakah
kedua sampel tersebut berditribusi normal atau
tidak maka dilakukanlah uji normalitas dengan
persamaan Chi-kuadrat. Maka didapatlah nilai
yang dapat dilihat pada tabel 3 dibawah ini :
Tabel 3. Hasil uji Normalitas.
Kelas table Kesimpulan Untuk melihat hasil aspek atittude kedua
kelas ini bisa dilihat dari tabel 6 dan tabel 7
Terdistribusi
eksperimen 13,2 42,6 dibawah ini:
normal
Terdistribusi
kontrol 14,6 42,6
normal

Pada tabel 2 terlihat bahwa kedua sampel


tersebut terdistribusi normal. Setelah sampel
tersebut diuji normalitas maka dilakukan uji
homogenitas untuk melihat apakah sampel memilki
perbedaan varian atau tidak. Maka digunakanlah

ISBN 978-602-19655-4-2 190


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Tabel 7. Hasil Pretest Dan Postest Kelas Kontrol ternyata dapat menigkatkan literasi fisika siswa
Pada Aspek Atittude. dengan tema mesin uap.

Ucapan Terimakasih
Penulis mengucapkan terima kasih SMP
Negeri 1 Kutawaluya atas dukungannya dalam
proses penelitian ini.

Referensi
[1] Badan Penelitian dan Pengembangan. Kajian
Kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran IPA.
Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional,
(2007).
[2] Hastia, Mega, “Penerapan Model
Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Untuk
Meningkatkan Literasi Sains Siswa SMP”.
Tabel 8. Hasil Pretest Dan Posttest Kelas Skripsi Sarjana pada FPMIPA UPI Bandung:
Eksperimen Pada Aspek Atittude. tidak diterbitkan (2012).
[3] Hobson, Art., “Physics Literacy, Energy and
The Environment”. Journal IOP Journal of
Physics Education, 38, 109-114, (2003).
[4] Fisher. Douglas, Nancy Frey and Douglas
Williams, “Seven literacy strategies that work”,
60(3), 70-73 (2002).
[5] Arends, Richard, “Learning to teach”.
Yogyakarta : Pustaka Pelajar, (2008).
[6] Program for Internasional Student
Assessment, Assessing Scientific, Reading
and Mathematical Literacy. By the
government of Organisation for Economic Co-
operation Development, (2006).
Aspek atittude juga melihat respon siswa terhadap [7] Arikunto, S., “Dasar-Dasar Evaluasi
isu-isu ilmiah dalam mendukung penyelidikan Pendidikan”, Jakarta: Bumi Aksara, (2009).
ilmiah.
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini yaitu
Pandu Grandy Wangsa P.*
nilai N-gain kelas eksprimen lebih besar
Pendidikan Fisika FPMIPA
dibandingkan kelas eksperimen,ini menunjukkan
Universitas Pendidikan Indonesia
bahwa IRWT dalam pembelajaran berbasis
pandu.grandy@yahoo.com
masalah dapat meningkatkan literasi fisika siswa
dengan tema mesin uap. Selisih antara nilai N-gain
Selly Feranie
kelas eksperimen dengan kelas kontrol tidak terlalu
Pendidikan Fisika FPMIPA
jauh, hal ini bisa disebabkan dengan hasil IRWT
Universitas Pendidikan Indonesia
yang termasuk dengan kategori cukup, siswa yang
sferanie@yahoo.com
belum terbiasa dengan soal-soal literasi fisika dan
bisa disebabkan keterlaksanaan pembelajaran
Dedi Sasmita
berbasis masalah masih kurang.
Pendidikan Fisika FPMIPA
Universitas Pendidikan Indonesia
Kesimpulan desas459@gmail.com
Berdasarkan hasil dari penelitian yang telah
dilakukan dapat disimpulkan bahwa strategi literasi
dalam pemelajaran berbasis masalah yang *Corresponding author
menggunakan pengetahuan awal berupa IRWT

ISBN 978-602-19655-4-2 191


Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Pengaruh Perlakuan Refluks dalam Pembuatan Sol-Gel Nanokristal ZnO


Terhadap Peningkatan Karakteristik Sel Surya Hibrid-nya
Pardi Sampe Tola, Waode Sukmawati, dan Rahmat Hidayat

Abstrak
Telah dilakukan preparasi lapisan tipis ZnO dan ZnO terdoping aluminum (AZO) dengan perlakuan refluks
dan aplikasinya pada sel surya hibrid berbasis persambungan bulk polimer P3HT (sebagai donor) dan
PCBM (sebagai akseptor). Sel surya tersebut memiliki konfigurasi terbalik (inverted) berbentuk
ITO/ZnO(atau AZO)/P3HT:PCBM/PEDOT:PSS/Ag, dimana lapisan ZnO dan AZO berperan sebagai lapisan
penghantar elektron (electron transport layer, ETL). Perlakuan refluks saat pembuatan prekursor ZnO dan
AZO dengan proses sol-gel dalam pelarut ethanol ternyata memberi pengaruh yang signifikan pada sifat dan
struktur nanokristal ZnO yang terbentuk. Hasil karakterisasi spektroskopi UV-Vis menunjukkan pengaruh
perlakuan refluks yang meningkatkan sifat transparansi optik ZnO. Di samping itu, hasil pengukuran XRD
menunjukkan bahwa derajad kristalinitas menjadi lebih baik dengan perlakuan refluks, yang bersesuaian
dengan hasil pengamatan dengan Scanning Electron Microscopy (SEM). Pengukuran kurva rapat fotoarus
vs tegangan (J-V) menunjukkan fungsi kinerja yang lebih baik pad a sel surya dengan lapisan ZnO atau AZO
yang dipreparasi dengan perlakuan refluks. Perbaikan tersebut diperkirakan sebagai akibat berkurangnya
pemerangkapan (trapping) dan rekombinasi non-geminate pada bidang batas polimer P3HT dan ZnO (atau
AZO).
Kata-kata kunci: metal oksida, ZnO, AZO, electron transfer layer, sel surya hibrid
pada jenis senyawa prekursor dan metode
Pendahuluan
preparasinya, seperti CVD, MOCVD,
Sel surya hibrid berbasis polimer terkonjugasi elektrodeposisi, sol-gel, dll [4,5]. Penggunaan
akhir-akhir ini menarik perhatian banyak grup riset, struktur nano pada divais dapat meningkatkan
hal ini dikarenakan keunggulan sifat dan daerah kontak sehingga pemisahan muatan dari
berpotensi memberikan nilai efisiensi yang tinggi. lapisan aktif menjadi lebih efisien [6]. Di antara
Sel surya hibrid memadukan material organik dan beragam metode preparasinya, proses sol-gel
anorganik dalam struktur divaisnya, sehingga menawarkan beberapa keunggulan, diantaranya
memberikan keunggulan yang dimiliki material prosesnya mudah, penambahan material dopan
organik dan anorganik seperti kemudahan mudah dilakukan, dan tidak membutuhkan
fabrikasinya, murah, ringan, stabil, dan mobilitas peralatan mahal.
elektron yang tinggi [1]. Pemanfaatan material
Pada paper ini akan dipaparkan hasil kajian
anorganik dalam sel surya berbasis polimer
preparasi lapisan transparan ZnO dan ZnO
terkonjugasi dilatar belakangi oleh keterbatasan
terdoping aluminum (AZO) dengan proses sol-gel,
material organik seperti panjang difusi eksiton
dan aplikasinya pada sel surya hibrid. Dalam
yang kecil (5-20 nm) dan efisiensi disosiasi eksiton
kajian ini, metode sol gel yang dilakukan memiliki
yang rendah. Selain itu sifat asam dari material
tahapan khusus yang berupa perlakuan refluks.
organik dapat memicu ketidak stabilan antarmuka
Perlakuan tersebut diduga sangat berperan dalam
lapisan aktif dan korosi pada elektroda ITO [2,3].
pembentukan partikel awal dan penumbuhan
Untuk meningkatkan stabilitas antarmuka dan
struktur kristal sehingga diperkirakan akan
mencegah degradasi divais, salah satu
mempengaruhi kristanilitas nanokristal ZnO dan
pendekatan yang menarik adalah dengan
nano-morfologi lapisan yang dibentuknya, serta
membentuk struktur terbalik (inverted), dimana ITO
fungsi kerja dari sel surya hibrid yang dibentuk.
berperan sebagai anoda. Modifikasi struktur
tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan
Eksperimen
logam oksida, yang salah satunya adalah ZnO.
Pemanfaatan ZnO itu dikarenakan ZnO memiliki Lapisan tipis ZnO dan AZO dibuat dari
level energi yang dekat dengan level energi ITO, senyawa logam organiknya, zinc acetate dihydrate
mobilitas elektron yang tinggi, dan transparan [Zn(CH3COO)2.2H2O], yang berperan sebagai
pada daerah cahaya tampak, sehingga cocok prekursor dan etanol sebagai pelarut.
untuk diaplikasikan sebagai lapisan transpor Diethanolamine (DEA) digunakan sebagai
elektron (electron transpor layer, ETL). stabilizer, sedangkan AlCl3 sebagai sumber dopan
Keunggulan lain dari ZnO adalah dapat dibentuk aluminumnya. Larutan dari senyawa-senyawa
ke dalam struktur nano yang beragam bergantung tersebut kemudian dikenai proses sol-gel seperti

ISBN 978-602-19655-4-2 192


Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

dijelaskan di atas. Pengadukan dan perlakuan Newport AM 1.5 (100 mW/cm2) yang terkoneksi
refluks dilakukan rata-rata selama 30 menit. dengan Digital Electrometer Keithley 2400.
Skema perlakuan refluks diperlihatkan pada
Gambar 1.

Gambar 2. Struktur dan level energi sel surya


hibrid.

Hasil dan diskusi


Dari hasil karakterisasi resistivitas didapatkan
nilai hambatan sheet (Rs), yang ditunjukkan dalam
Gambar 1. Diagram alir preparasi larutan prekursor Tabel 1. Mengingat ketebalan lapisan berkisar
ZnO, di dalam sistem refluks. beberapa ratus nanometer saja, maka nilai
Deposisi lapisan tipis ZnO dan AZO dilakukan hambatan sheet tersebut diperkirakan terkait
dengan metode spin coating di atas substrat gelas dengan hambatan jenisnya berkisar ~10 Ω cm,
atau ITO yang telah dibersihkan. Lapisan tipis yang berarti termasuk ke dalam kategori bahan
kemudian dipanaskan untuk menghilangkan semikonduktor.
pelarut dan kontaminan serta memfasilitasi Tabel 1. Hasil pengukuruan hambatan sheet
pembentukan kristal. Pemanasan dilakukan secara lapisan tipis ZnO dan AZO.
bertahap, yakni mula-mula pada suhu 150 ºC dan
kemudian pada 450 ºC, masing-masing selama 15 Sampel Rs (GΩ/)
menit. Lapisan tipis ZnO dan AZO dengan dan ZnO tanpa refluks 14,6
tanpa perlakuan refluks digunakan pada sel surya,
lalu diamati bagaimana pengaruhnya pada ZnO dengan refluks 8,01
karakteristik fungsi kerja sel surya tersebut. AZO tanpa refluks 19,2
Polimer komposit yang terdiri dari poly(3-
AZO dengan refluks 0,12
hexylthiophene) (P3HT) dan [6,6]-phenyl C61
butyric acid methyl (PCBM) digunakan sebagai Perlakuan refluks dan penambahan dopan Al
lapisan aktif donor-akseptor dalam sistem sel membuat nilai Rs lapisan tipis yang dihasilkan
surya hibrid yang akan dikaji. Lapisan tipis blen menjadi lebih baik, dimana nilai Rs terendah
P3HT:PCBM itu dideposisikan di atas lapisan ZnO ditunjukan oleh lapisan AZO dengan perlakuan
(AZO) tadi dengan metode spin coating. Untuk refluks yang berkisar 0,12 GΩ/.
lapisan transpor hole digunakan PEDOT:PSS,
yang dideposisi dengan metode spin coating. Spektrum XRD dalam Gambar 3
Untuk katoda digunakan perak (Ag) yang memperlihatkan kristalinitas terjadi dengan baik
dideposisi dengan metode evaporasi termal. untuk lapisan tipis ZnO dan AZO dengan
Gambar 2 menunjukkan struktur dan diagram level perlakuan refluks, sedangkan AZO tanpa
energi dari sel surya hibrid yang dibuat. perlakuan refluks tidak memperlihatkan kristalinitas
yang baik. Hal ini ditafsirkan karena dalam kondisi
Karakterisasi resistivitas lapisan tipis ZnO dan tanpa perlakuan refluks reaksi yang terjadi sangat
AZO dilakukan dengan metode two-point probe cepat sehingga cenderung mengakibatkan
method. Sifat transparansi optik lapisan tipis dikaji aglomerasi partikel yang berstruktur amorf.
dengan spektroskopi UV-Vis. Karakterisasi XRD Kristalinitas yang lebih baik akan meningkatkan
dilakukan dengan dengan mengunakan Philip konduktivitas sebagai akibat berkurangnya efek
Analytical PW 1710 diffractometer, dengan Cu κα hamburan pembawa muatan. Spektrum XRD
monochromatic X-ray (λ = 0,154 nm). Untuk kajian tersebut memperlihatkan lapisan tipis dengan
morfologi dilakukan karakterisasi SEM. Kajian struktur polikristal, dengan intensitas difraksi
karakteristik sel surya hibrid dilakukan dengan berasal dari kristal dengan orientasi kristal (100),
pengukuran fotoarus vs. tegangan (J-V) (002) dan (101).
menggunakan perangkat solar simulator (Oriel

ISBN 978-602-19655-4-2 193


Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

a b

(002)
(100) (101)
c d

Gambar 4. Nano-morfologi dari lapisan tipis (a dan


b) ZnO dan (c dan d) AZO.
(002) 1.2 1.2
(100) (101) 1.1
Film tipis ZnO an-reflux
Film tipis ZnO reflux
1.1
Film tipis AZO reflux
Film tipis AZO an-reflux
1.0 1.0

0.9 0.9

0.8 0.8

Absorbansi

Absorbansi
0.7 0.7

0.6 0.6

0.5 0.5

0.4 0.4

0.3 0.3

0.2 0.2

0.1 0.1

0.0 0.0
300 400 500 600 700 800
300 400 500 600 700 800
Panjang gelombang (nm) Panjang gelombang (nm)

Gambar 5. Absorbansi lapisan tipis ZnO dan AZO.


Struktur kristal nano ZnO yang dihasilkan juga
berpengaruh pada sifat transparansi optiknya yang
Gambar 3. Pola XRD lapisan tipis ZnO dan AZO. teramati pada spektrum UV-Vis-nya. ZnO memiliki
Dari karakterisasi SEM teramati bahwa sifat transparansi yang baik pada daerah cahaya
perlakuan refluks sangat mempengaruhi ukuran tampak. Pita absorbansi di daerah panjang
partikel dan morfologi lapisan ZnO dan AZO, gelombang < 400 nm berasal dari serapan cahaya
seperti diperlihatkan pada Gambar 4. Untuk ZnO oleh partikel-partikel ZnO, sedangkan absorbansi
tanpa perlakuan refluks partikel ZnO membentuk panjang gelombang > 400 nm berasal dari
aglomerasi menyerupai jejaring berbentuk karang hamburan cahaya oleh partikel-partikel ZnO.
dengan ukuran 40 nm serta membentuk pori-pori Transparansi ZnO terkait dengan kualitas lapisan,
(rongga) dalam lapisan yang terbentuk, seperti struktur kristal, dan ukuran partikel nano. Susunan
terlihat pada Gambar 4.a. Sedangkan ZnO dengan yang lebih rapat dan ukuran partikel nano yang
perlakuan refluks strukturnya berupa bulir dengan lebih kecil dapat mengurangi efek hamburan
ukuran 30 nm, terdistribusi merata, dan tidak sehingga sifat transparansinya lebih baik. ZnO
membentuk pori-pori, seperti terlihat pada Gambar dengan perlakuan refluks dan tanpa refluks
4.b. memperlihatkan sifat transparansi yang baik,
seperti terlihat pada Gambar 5.a. Akan tetapi, AZO
Penambahan dopan Al sangat berpengaruh tanpa perlakuan refluks memperlihatkan efek
pada stabilitas larutan, dimana pada kondisi ruang hamburan yang besar pada daerah cahaya
larutan akan membentuk fasa koloid akibat tampak, seperti terlihat pada Gambar 5.b., yang
aglomerasi dan mempengaruhi kualitas lapisan disebabkan oleh terbentuknya aglomerasi partikel
tipis AZO yang terbentuk. Hal ini teramati dari citra seperti dijelaskan di atas,
SEM dari lapisan AZO tanpa perlakuan refluks,
dimana terbentuk gumpalan partikel berupa batang Hasil karakterisasi fungsi kerja sel surya hibrid
yang berukuran 200 nm, seperti terlihat pada dengan lapisan tipis ZnO atau AZO diperlihatkan
Gambar 4.c. Sedangkan lapisan AZO yang pada Gambar 6.
dihasilkan dari perlakuan refluks tidak membentuk
gumpalan dan partikel terdistribusi merata dengan
ukuran 20 nm, seperti terlihat pada Gambar 4.d.
Perlakuan refluks pada larutan AZO dapat
memperlambat terbentuknya fasa koloid sehingga
kualitas lapisan tipis yang dihasilkan lebih
homogen.

Gambar 6. Kurva I-V sel surya hibrid.

ISBN 978-602-19655-4-2 194


Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Perlakuan refluks pada lapisan ZnO tampak hibrid yang menggunakan lapisan tipis ZnO dan
jelas berpengaruh pada peningkatan fungsi kerja AZO dengan perlakuan refluks memperlihatkan
sel surya yang dibentuknya. Hal ini dikarenakan fungsi kerja sel surya yang lebih baik. Efisiensi
morfologi ZnO dengan perlakuan refluks yang terbesar yang dihasilkan adalah 2,42% untuk sel
lebih baik dapat meningkatkan daerah kontak surya menggunakan lapisan AZO dengan
lapisan ZnO dan lapisan aktif sehingga transfer perlakuan refluks.
muatan terjadi dengan lebih baik, pori pada
struktur nano ZnO tanpa perlakuan refluks Ucapan Terima Kasih
cenderung lebih mudah memicu terjadinya
Penulis mengucapkan terima kasih atas
pemerangkapan (trapping) elektron dan
rekombinasi non-geminate yang mengurangi dukungan finansial dari Asahi Glass Foundation
efisiensi pemisahan muatan. dalam bentuk Overseas Research Grants
2010/2011.
Dalam hal lapisan AZO, teramati bahwa
penambahan dopan Al meningkatkan fungsi kerja Referensi
sel surya dikarenakan sifat konduktifnya yang lebih
baik. AZO dengan perlakuan refluks memberikan [1] Kang Hyuck L., et al., “Optimazition of an
nilai efisiensi tinggi hal ini terkait dengan electron transport layer to enhance the power
konduktivitas dan struktur nano yang dimiliki AZO. conversion efficincy of flexible inverted
Namun penambahan jumlah lapisan dapat organic solar cell”, Nanoscale Res Lett. 5,
berakibat pada efek hamburan cahaya yang lebih 1908-1912, (2010).
besar pada lapisan AZO, sebagai akibat terjadinya [2] M. Joegensen and K. Norrman., Sol. Energy
aglomerasi larutan prekursor. Hal ini akan Mater, Sol. Cell 92, 686, (2008)
mempengaruhi efektifitas serapan cahaya oleh [3] L.M. Chen., et al., Adv. Mater. 21, 1434,
lapisan aktif (donor), yang terindikasi dari (2009).
menurunnya rapat fotoarus. [4] Lukas S., Judith L.M., “ZnO-nanostructures,
defects, and devices”, Materials Today. 10(5),
Tabel 3. Hasil pengukuran Jsc, Voc dan efesiensi (2007).
sel surya hibrid yang dibuat. [5] Hadis Morkoc and Umit Ozgur., “Zinc Oxide:
Lapisan ETL Jsc (mA/cm2) Voc (V)  (%) Fundamentals”, Materials and Device
Technology, Wiley-VCH. ISBN: 978-3-527-
ZnO tanpa refluks 8,06 0,14 0,364 40813-9, (2007).
ZnO cara I 8,09 0,16 0,39 [6] Spanhel L., “Colloidal ZnO nanostructures
and functional coatings: A survey”, J Sol-Gel
ZnO cara II 15 0,33 1,64
Sci Techn. 39, 7–24, (2006).
AZO tanpa refluks 9,35 0,27 0,784
AZO cara I 11,2 0,22 0,81
AZO cara II 16,1 0,45 2,29 Pardi Sampe Tola
Kelompok Keahlian Fisika Magnetik dan Fotonik
Kesimpulan Institut Teknologi Bandung
tola@student.itb.ac.id
Perlakuan refluks pada proses sol-gel
nanokristal ZnO dan AZO ternyata sangat Waode Sukmawati
mempengaruhi sifat optik dan listrik lapisan tipis Kelompok Keahlian Fisika Magnetik dan Fotonik
ZnO dan AZO yang terbentuk. Larutan prekursor Institut Teknologi Bandung
ZnO dan AZO dengan perlakuan refluks wdsukmawati@gmail.com
menghasilkan lapisan tipis dengan transparansi
yang tinggi pada daerah cahaya tampak. Lapisan Rahmat Hidayat
tipis AZO dengan perlakuan refluks Kelompok Keahlian Fisika Magnetik dan Fotonik
memperlihatkan sifat konduktif yang baik. ZnO dan Institut Teknologi Bandung
AZO dengan perlakuan refluks memiliki kristalinitas rahmat@fi.itb.ac.id
yang baik dan struktur nano yang homogen, AZO
tanpa perlakuan refluks menghasilkan lapisan tipis
yang tidak homogen yang menghasilkan efek *Corresponding author
hamburan yang besar pada daerah cahaya
tampak. Dalam aplikasinya sebagai ETL, sel surya

ISBN 978-602-19655-4-2 195


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Peningkatan Hasil Belajar Siswa Kelas IV SD Karunadipa Palu Pada


Konsep Kelipatan Persekutuan Terkecil (KPK) DAN Faktor Persekutuan
Terbesar (FPB) Melalui Pendekatan Kontekstual
Pathuddin

Abstrak
Materi Kelipatan Persekutuan Terkecil (KPK) dan Faktor Persekutuan Terbesar (FPB) merupakan konsep
dasar matematika yang harus dikuasai oleh siswa, banyak permasalahan dalam matematika, bidang lain,
maupun dalam kehidupan sehari-hari berkaitan dengan materi tersebut. Meskipun demikian, kenyataan di
lapangan menunjukkan bahwa hasil belajar siswa terhadap materi KPK dan FPB masih rendah.
Usaha untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada materi materi KPK dan FPB dapat dilakukan melalui
pembelajaran matematika berorientasi pada pendekatan kontekstual. Pendekatan kontekstual merupakan
suatu konsepsi yang membantu guru mengaitkan isi materi pelajaran dengan keadaan dunia nyata. Dengan
model pembelajaran ini diharapkan dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa dalam matematika.
Hal ini karena siswa dapat menghubungkan pengetahuan yang diperoleh di kelas dan penerapannya dalam
kehidupan siswa sebagai anggota keluarga, sebagai warga masyarakat, dan nantinya sebagai tenaga kerja.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa hasil observasi pengamat terhadap aktivitas siswa dan
aktivitas guru dalam kegiatan pembelajaran mencapai kriteria sangat baik terhadap materi pembelajaran,
sehingga dapat memberikan dampak dalam upaya meningkatkan hasil dan proses dalam pembelajaran
matematika. Selain itu, hasil analisis tes formatif tindakan setiap siklus, pada tindakan siklus I persentase
nilai rata-rata daya serap siswa mencapai 69,50% dengan persentase ketuntasan belajar secara klasikal
50% dari seluruh siswa yang mendapat nilai ≥70 atau 5 orang siswa yang tuntas dan 5 orang siswa yang
belum tuntas. Sedangkan pada tindakan siklus II, persentase nilai rata-rata daya serap siswa mencapai 83%
dengan persentase ketuntasan belajar secara klasikal 90% dari seluruh siswa yang mendapat nilai ≥ 70 atau
9 orang siswa yang tuntas dan 1 orang siswa yang belum tuntas terhadap materi pembelajaran. Hal ini telah
menunjukkan peningkatan yang berarti dalam upaya meningkatkan pemahaman dan hasil belajar siswa
terhadap materi KPK dan FPB.
Agar pembelajaran matematika melalui pendekatan kontekstual dapat lebih efektif dan menyenangkan,
maka guru dituntut memiliki kompetensi, kreativitas, dan beberapa keterampilan seperti kemampuan
menyusun materi pembelajaran dalam paket-paket atau unit-unit pelajaran beserta alat tes dan disain yang
menarik, serta kemampuan mengkaitkan konsep matematika dengan fakta-fakta dalam kehidupan sehari-
hari atau bersifat kontekstual, yang pada gilirannya dapat meningkatkan proses dan hasil belajar matematika.
Kata-kata kunci: Materi KPK dan FPB, Hasil Belajar, Pendekatan Kontekstual
pengetahuan dasar dalam pembelajaran
Pendahuluan matematika lebih lanjut, banyak digunakan dalam
kehidupan sehari-hari dan dalam bidang lain.
Matematika merupakan ilmu universal yang
mendasari perkembangan teknologi modern, Kebanyakan siswa mengalami kesulitan
mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dalam mengaplikasikan matematika mereka ke
dan memajukan daya pikir manusia Matematika dalam situasi kehidupan nyata. Hal ini yang
memiliki objek yang bersifat abstrak. Karena objek menyebabkan sulitnya topik KPK dan FPB bagi
matematika bersifat abstrak itu, sehingga banyak siwa, mungkin pembelajaran matematika kurang
siswa mengalami kesulitan dalam belajar bermakna, kurang menarik, dan kurang
matematika. Hasil pantauan penulis di SD menyenangkan bagi siswa atau guru dalam
Karunadipa menunjukkan, bahwa materi ajar pembelajarannya di kelas seolah-olah siswa
matematika topik pecahan merupakan materi yang belajar matematika yang sama sekali terlepas
sangat sulit, kesulitan tersebut disebabkan dengan lingkungan hidupnya. Pentingnya
kurangnya pemahaman tentang KPK (Kelipatan mengaitkan pengalaman kehidupan nyata siswa
Persekutuan Terkecil) dan FPB (Faktor dengan ide-ide matematika dalam pembelajaran di
Persekutuan Terbesar) atau sekitar 75% siswa kelas disampaikan oleh guru, bila siswa belajar
yang belum menguasai dengan baik KPK dan FPB. matematika terpisah dari pengalaman belajar
Padahal KPK dan FPB merupakan materi mereka sehari-hari maka siswa akan cepat lupa
matematika sangat penting,karena merupakan dan tidak dapat mengaplikasikan matematika [1].

ISBN 978-602-19655-4-2 196


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Berdasarkan pendapat di atas, maka dalam Metodologi Penelitian


pembelajaran matematika, khususnya KPK dan
Setting dan Karakteristik Subyek Penelitian
FPB di kelas penekanan pada keterkaitan antara
konsep-konsep KPK dan FPB dalam matematika Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan
dengan pengalaman siswa dalam kehidupan Kelas (PTK) yang dilakukan untuk meneliti tentang
sehari-hari dan menerapkan kembali konsep peningkatan hasil belajar siswa pada konsep KPK
tersebut sesuai dengan skemata yang telah dimiliki dan FPB melalui pendekatan kontekstual.
siswa pada kehidupan sehari-hari atau pada
bidang lain, sangat penting dilakukan. Adapun subyek dalam penelitian ini adalah
seluruh siswa kelas IV SD Karunadipa Palu yang
Dalam upaya menjembatani kondisi dari terdaftar pada tahun ajaran 2011/2012.
permasalahan di atas, salah satu langkah penting
yang harus dilakukan agar siswa lebih mudah Prosedur Penelitian
memahami materi pembelajaran, lebih menarik,
kreatif, dan menyenangkan, serta berpartisifasi Prosedur dan proses pelaksanaan PTK ini
aktif dalam kegiataan diskusi kelompok dalam menggunakan model penelitian yang
pembelajaran terhadap konsep KPK dan FPB dikembangkan Kemmis & Taggart yang
adalah dengan menggunakan strategi merupakan alur pelaksanaan yang berlangsung
pembelajaran yang berorientasi pada pendekatan dalam siklus yang diulang. Penerapan Model
kontekstual. Pembelajaran Siklus Belajar (Learning cycle) dapat
meningkatkan keterampilan proses belajar siswa
Pendekatan kontekstual merupakan suatu dan akhirnya akan meningkatkan hasil belajar
konsepsi yang membantu guru mengaitkan isi siswa [4]. Dalam penelitian ini siklus direncanakan
materi pelajaran dengan keadaan dunia nyata [2]. minimal dua siklus. Tiap siklus terdiri atas 4
Pembelajaran kontekstual memungkinkan siswa tahapan, yaitu: perencanaan, Tindakan, observasi,
dapat menghubungkan isi pembelajaran dengan dan refleksi.
konteks kehidupan sehari-hari untuk menemukan
makna [3]. Adapun prosedur penelitian dapat diuraikan
setiap tahap berikut ini:
Pembelajaran matematika hendaknya dimulai
dengan pengenalan masalah yang sesuai dengan 1. Perencanaan
situasi (contextual problem). Dengan mengajukan Dalam perencanaan, peneliti menyiapkan
masalah kontekstual, peserta didik secara segala sesuatu yang diperlukan sehubungan
bertahap dibimbing untuk menguasai konsep dengan pelaksanaan tindakan. Adapun persiapan-
matematika. Meskipun pembelajaran dengan persiapan sebelum pelaksanaan tindakan adalah
menggunakan pendekatan kontekstual secara sebagai berikut: Menyusun rencana pembelajaran,
teoritis sangat menjanjikan dalam membelajarkan Menyiapkan materi dan media yang dibutuhkan,
siswa secara maksimal, tetapi masih kurangnya Menyiapkan lembar observasi aktivitas guru dan
guru yang mau menerapkan di dalam kelas. Oleh siswa dalam pembelajaran dan
sebab itu, penulis tertarik ingin mencoba Menyiapkan/menyusun tes atau alat penilaian.
menerapkan pembelajaran tersebut dalam konsep
KPK dan FPB. Dengan pendekatan kontekstual 2. Tindakan
dalam pembelajaran matematika, diharapkan Pelaksanaan tindakan adalah dengan
siswa tidak hanya sekedar belajar dengan cara menggunakan pendekatan kontekstual sesuai
menghafal, tetapi siswa dapat memahami dengan rencana pembelajaran yang telah disusun.
pelajaran dengan baik melalui konteks kehidupan Pelaksanaan tindakan dilakukan melalui 2 (dua)
nyata siswa, yang pada akhirnya dapat siklus. Pada siklus I melaksanakan tindakan kelas
meningkatkan proses dan hasil belajar siswa dengan materi konsep KPK melalui pendekatan
dalam matematika. kontekstual;.Pelaksanaan siklus II ini akan
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka dilakukan jika kegiatan pada siklus awal belum
penulis tertarik menerapkan pendekatan berhasil. Adapun kegiatan yang dilakukan pada
kontekstual dalam pembelajaran KPK dan FPB siklus II adalah sebagai berikut: merumuskan
dan memandang perlu untuk melakukan penelitian tindakan baru dengan memperhatikan kekurangan
dengan judul “Peningkatan Hasil Belajar Siswa pada siklus I; melaksanakan tindakan kelas
Kelas IV SD Karunadipa Palu Pada Konsep KPK dengan materi konsep FPB melalui pendekatan
dan FPB Melalui Pendekatan Kontekstual”. kontekstual. Pada tiap siklus dilaksanakan tes
Dengan rumusan masalah apakah dengan akhir, mengevaluasi hasil tes akhir dan
penerapan pendekatan kontekstual pada konsep melaksanakan analisis terhadap hasil penilaian.
KPK dan FPB dapat meningkatkan hasil belajar 3. Observasi
siswa kelas IV SD Karunadipa Palu?
Observasi dilakukan selama kegiatan
pelaksanaan tindakan berlangsung. Objek yang

ISBN 978-602-19655-4-2 197


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

diamati meliputi aktivitas guru dan siswa selama b. Daya serap secara klasikal
kegiatan pembelajaran berlangsung. Pengamatan Skor total peserta tes
dilakukan berdasarkan lembar observasi yang % daya serap secara klasikal  x 100%
telah disiapkan dan selanjutnya dievaluasi. Skor ideal seluruh soal

4. Refleksi c. Ketuntasan belajar secara klasikal.


Refleksi dilakukan untuk melihat keseluruhan Jumlah siswa yang tuntas
proses pelaksanaan tindakan dan hasil belajar % ketuntasanbelajar  x 100%
Jumlah seluruh siswa
siswa. Merefleksi adalah menganalisis data-data
yang diperoleh dari observasi. Tahap refleksi Peserta dikatakan tuntas belajar secara klasikal
meliputi kegiatan memahami, menjelaskan dan bila memperoleh persentase daya secara klasikal
menyimpulkan data. Proses pembelajaran  80 %
dikatakan baik jika telah tercapai indikator d. Rata-rata hasil belajar
keberhasilan tindakan sesuai yang telah
ditetapkan. Jumlah nilai yang diperoleh seluruh siswa
Nilai rata  rata 
Jumlah siswa
Teknik Pengumpulan Data
Data yang akan diraih dalam penelitian ini Kriteria Keberhasilan Penelitian
adalah: (1) lembar observasi yang digunakan
adalah untuk mengamati aktivitas guru dan Kriteria keberhasilan tindakan adalah sebagai
aktivitas siswa pada saat pembelajaran berikut: minimal 80% aktivitas guru dan aktivitas
berlangsung, (2) tes yang digunakan untuk melihat siswa dalam kegiatan pembelajaran memiliki
hasil pekerjaan siswa terhadap tes yang telah kriteria baik dan sangat baik, minimal 80% dari
diberikan. seluruh siswa yang dikenai tindakan memperoleh
nilai lebih dari atau sama dengan 70 (persentase
Teknik Analisis Data nilai daya serap individual minimal 70 %) dan
dikatakan tuntas belajar secara klasikal, jika 80 %
Teknik analisis data yang dilakukan dengan atau lebih siswa tuntas belajar
menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif.
Data kualitatif diperoleh dengan mengumpulkan Hasil dan Pembahasan
informasi dari data hasil observasi aktivitas guru,
dan observasi aktivitas siswa pada saat Pengamatan aktivitas siswa dalam proses
pembelajaran berlangsung. Data kuantitatif, belajar mengajar pada tindakan siklus I masih
diperoleh dari hasil evaluasi yang diberikan pada terdapat kekurangan-kekurangan yang dilakukan
setiap akhir tindakan yang kemudian menjadi siswa dalam kegiatan pembelajaran. Hal ini
bahan menentukan hasil belajar siswa. [5]. disebabkan bahwa strategi pembelajaran melalui
Selanjutnya dilakukan penarikan kesimpulan pendekatan kontekstual masih hal baru bagi siswa.
dengan pengungkapan akhir dari setiap tindakan, Oleh karena itu, perlu dibiasakan siswa belajar
sehingga dapat diperoleh data yang akurat dan dengan konteks kehidupan mereka, agar siswa
dapat dipertanggungjawabkan. dapat memahami pentingnya matematika dalam
kehidupan sehari-hari.
Dalam penelitian tindakan kelas,
peningkatan hasil belajar siswa sebagai hasil Hasil analisis data observasi aktivitas guru
tindakan merupakan aspek paling diharapkan. dan siswa selama kegiatan pembelajaran
Oleh sebab itu analisis yang dipergunakan berlangsung pada siklus 1 dan 2, dapat
berkaitan erat dengan analisis tentang hasil belajar diklasifikasikan pada Tabel 1 di bawah ini:
siswa seperti : analisis daya serap, ketuntasan Tabel 1. Klasifikasi Hasil Analisis Data Observasi
belajar, dan nilai rata-rata [6]. Adapun rumus yang Aktivitas Guru dan Siswa Siklus I dan Siklus II
digunakan [7] sebagai berikut:
Skor Jmh Persen-
Observasi Kriteria
Maksimal skor tase
a. Daya serap individu
Aktivitas Guru
Skor yang diperoleh peserta 85 75 88,24% Baik
siklus I
% daya serap individu  x 100%
Skor maksimal soal Aktivitas Siswa
95 84 88,42% Baik
Siklus I
Aktivitas Guru Sangat
Ketuntasan belajar secara individu. 85 82 96,47% Baik
siklus II
Peserta dikatakan tuntas belajar secara individu Aktivitas Siswa Sangat
95 91 95,79%
bila memperoleh persentase daya serap individu  siklus 2 Baik
70 %

ISBN 978-602-19655-4-2 198


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Ketika siswa belajar dalam kelompok, siswa Mereka sangat aktif bekerja dalam kelompok
kurang aktif bekerja sama dan kurang aktif masing-masing dan aktif dalam melakukan diskusi.
berdiskusi dalam kelompok, siswa yang memiliki Semua siswa antusias mengikuti kegiatan
kemampuan tinggi mendominasi diskusi kelompok pembelajaran yang dilaksanakan. Hal ini terlihat
tanpa memperhatikan anggota kelompoknya, dilain dari aktivitas siswa dalam diskusi kelompok,
pihak siswa yang memiliki kemampuan rendah pengerjaan tugas individual maupun pada
merasa minder dengan anggota kelompoknya. pengerjaan tugas secara kelompok (maju di depan
Untuk mengatasi kekurangan yang terjadi dalam kelas) di papan tulis. Hal ini sesuai dengan
kelompok, maka setiap anggota dalam kelompok karakteristik pembelajaran melalui pendekatan
diberikan tugas yang berbeda pada masing- kontekstual adalah: kerjasama, saling menunjang,
masing anggota kelompok, di samping itu, dapat menyenangkan tidak membosankan, belajar
diatasi dengan pendekatan sosiologis bahwa dengan bergairah, pembelajaran terintegrasi,
manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan menggunakan berbagai sumber, siswa aktif, dan
orang lain. Oleh sebab itu, siswa merasa perlu sharing dengan teman [8].
bekerja sama dan berlatih bekerja sama dalam
Semua butir sasaran yang terdapat dalam
belajar secara kelompok secara kooperatif.
lembar pengamatan guru terhadap peneliti telah
Dalam pembentukan kelompok secara dilakukan dengan baik, sehingga kegiatan
kooperatif dilihat dari latar belakang kemampuan pembelajaran pada tindakan siklus II dapat
akademik yang berbeda, baik dari kemampuan berjalan dengan lancar. Hal ini dapat dibuktikan
rendah, sedang, maupun tinggi, sehingga para dengan hasil pengamatan guru terhadap aktivitas
siswa yang mempunyai kemampuan berbeda siswa dalam kegiatan pembelajaran mencapai
dimasukkan dalam kelompok yang sama, maka kriteria sangat baik. Selain itu, pengamatan
siswa yang berkemampuan rendah dan sedang aktivitas guru dalam kegiatan belajar mengajar
akan termotivasi dalam belajar, sedangkan siswa dapat menciptakan suasana yang kondusif dalam
yang berkemampuan tinggi akan semakin menyusun skenario pembelajaran, sehingga siswa
meningkat kemampuan komunikasi verbalnya. aktif mengikuti pembelajaran. Hal ini sesuai
dengan hakekat pembelajaran yang menyatakan
Adapun kekurangan yang lain dalam kegiatan
bahwa suatu kegiatan dilakukan oleh guru
siswa dalam pembelajaran adalah siswa kurang
sehingga terjadi perubahan tingkah laku siswa kea
aktif memberikan jawaban dari guru dan kurang
rah yang lebih baik. Perubahan hasil belajar
aktif mengajukan pertanyaan. Dalam upaya
merupakan salah satu indikator perubahan tingkah
mengatasi kekurangan tersebut, sebaiknya siswa
laku siswa [9].
dibiasakan untuk mengajukan pertanyaan dan
menjawab pertanyaan-pertanyaan yang Hasil analisis tes formatif tindakan siklus I
dilontarkan oleh guru kepada siswa, sehingga hanya mencapai daya serap 69,50% dan
siswa merasa terbiasa untuk bertanya dan ketuntasan belajar secara klasikal hanya mencapai
menjawab pertanyaan yang timbul dalam kegiatan target 50%, jika dibandingkan pada siklus II
pembelajaran. persentase daya serap 83% dengan ketuntasan
belajar secara klasikal mencapai target 90%.
Hasil analisis observasi pengamat terhadap
Berdasarkan hasil analisis yang diperoleh siswa
aktivitas guru dan aktivitas siswa selama kegiatan
memberikan gambaran terhadap adanya tingkat
pembelajaran pada tindakan siklus I, telah
kemajuan prestasi belajar siswa dalam matematika
mencapai taraf keberhasilan sesuai kriteria yang
dengan menggunakan pembelajaran melalui
telah ditetapkan, yaitu berada dalam kategori baik.
pendekatan kontekstual. Materi yang diajarkan
Tetapi karena hasil tes formatif tindakan siklus I
sangat berguna bagi mereka, karena mengandung
belum mencapai indikator keberhasilan sesuai
masalah kontekstual dan nyata bagi mereka. Hal
kriteria yang ditetapkan atau minimal 80% siswa
ini sesuai karakteristik dalam pembelajaran
yang mendapat nilai ≥ 70, sedangkan hasil
kontekstual adalah pembelajaran bermakna;
perolehan siswa terhadap hasil belajar
pembelajaran dirasakan terkait dengan kehidupan
berdasarkan persentase ketuntasan belajar secara
nyata atau siswa mengerti manfaat isi
klasikal 50% atau ada 5 orang siswa yang telah
pembelajaran, serta penerapan pengetahuan;
tuntas dan 50% atau ada 5 orang siswa yang
siswa memahami apa yang dipelajari dan
belum tuntas. Hasil analisis observasi pengamat
diterapkan dalam kehidupan sekarang atau masa
terhadap aktivitas guru dan aktivitas siswa pada
depan [10].
tindakan siklus II, mengalami peningkatan, dimana
taraf keberhasilan tindakan telah sesuai kriteria Berdasarkan uraian di atas, dapat ditarik
yang ditetapkan, yaitu berada dalam kategori suatu kesimpulan bahwa pembelajaran materi KPK
sangat baik. Hal ini terlihat adanya perubahan dan FPB melalui pendekatan kontekstual dapat
yang berarti dalam upaya peningkatan hasil belajar meningkatkan hasil belajar siswa terhadap materi
siswa. Siswa nampak sangat senang dalam belajar. pembelajaran. Hasil analisis data menunjukkan
Siswa sangat senang bekerja dalam kelompok. bahwa baik dari keterlibatan siswa maupun dari

ISBN 978-602-19655-4-2 199


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

segi hasil belajar. Hasil penelitian ini ternyata Negeri 3 Surakarta tahun pelajaran
sejalan dengan penelitian yang dilakukan 2010/2011”, Jurnal Pendidikan, 1(1), 1-11,
sebelumnya bahwa pembelajaran kontekstual (2011).
mampu meningkatkan hasil belajar siswa [11], [12]. [5] Arikunto, S., “Prosedur Penelitian Suatu
Pendekatan Praktek”, Jakarta: Reneka
Kesimpulan Cipta, (2002).
[6] Depdiknas, “Penerapan model
Pembelajaran matematika melalui
Konstruktivisme Pada Pembelajaran IPA
pendekatan kontekstual akan dapat Menggunakan Teknik Probing”, Jakarta :
mengakrabkan matematika dengan lingkungan,
Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah,
situasi belajar menjadi lebih dinamis sehingga (2006).
siswa kelas IV SD Karunadipa merasa senang dan [7] Depdikbud, “Petunjuk pelaksanaan
tertarik belajar matematika. Pembelajaran ini Penelitian Pendidikan”, Palu : Bagian
sangat bermakna karena terkait dengan Proyek Peningkatan Pendidikan, BPG,
pengetahuan awal siswa, dan akan tumbuh rasa
(1996).
saling menghargai pendapat orang lain dan [8] Nurhadi & Senduk A.G., “Pendekatan
kemampuan menyampaikan gagasan melalui kerja
Kontekstual (Contextual Teaching and
kelompok, sehingga hasil belajar siswa kelas IV
Learning (CTL))”, Malang: Universitas
SD Karunadipa meningkat. Hasil analisis tes pada Negeri Malang, (2002).
tindakan siklus I persentase nilai rata-rata daya [9] Darsono, M., “Belajar dan Pembelajaran”,
serap siswa mencapai 69,50% dengan persentase
Semarang: IKIP Semarang Pres., (2001).
ketuntasan belajar secara klasikal 50% dari [10] Rustana, Cecep E., “Manajemen
seluruh siswa yang mendapat nilai ≥70 meningkat
Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah:
pada tindakan siklus II, persentase nilai rata-rata
Pembelajaran dan Pengajaran Kontekstual”,
daya serap siswa menjadi 83% dengan persentase Jakarta: Dirjen Dikdasmen, (2002).
ketuntasan belajar secara klasikal 90%. [11] Nur, Mohamad, dkk., “Laporan
Pengembangan Perangkat Pembelajaran
Daftar Pustaka Kontekstual untuk MIPA bagi Siswa SLTP”,
[1] Soedjadi, R., “Kiat Pendidikan Matematika di Laporan penelitian tidak dipublikasikan,
Indonesia, Konstatasi Keadaan Masa Kini (2002).
Menuju Harapan Masa Depan”. Jakarta: [12] Widodo, Wahono, “Laporan Pengembangan
Depdiknas, (2000). Perangkat Pembelajaran Kontekstual untuk
[2] Suyanto, Kasiani K.E., Latief, Adnan, dan MIPA bagi Siswa SLTP Kelas I Cawu 1”,
Nurhadi, “Pembelajaran Berbasis CTL (2002), Laporan penelitian tidak
(Contextual Teaching and Learning)”. dipublikasikan.
Makalah disajikan dalam Kegiatan
Sosialisasi CTL bagi Dosen UM. Malang, 15
Pebruari, (2002). Pathuddin
[3] Johnson, Elaine B., “Contextual Teaching Program Studi Pendidikan Matematika,
and Learning: What it is and why it’s here to PMIPA FKIP Universitas Tadulako
stay”, California, Corwin Press, Inc, (2002). Kampus Bumi Tadulako Tondo,
[4] Bowo Sugiharto, “Penerapan Model Jl. Sukarno Hatta Km. 9 Palu Sulawesi Tengah
Pembelajaran Siklus Belajar (Learning email: pathuddin@yahoo.com
cycle) untuk meningkatkan keterampilan
proses belajar sains siswa kelas X-2 SMA

ISBN 978-602-19655-4-2 200


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Penerapan Strategi Literasi Pada Pembelajaran IPA Bertema Pelangi


Untuk Meningkatkan Literasi Fisika
R. Sinta Harosah, Ridwan Efendi, dan Selly Feranie

Abstrak
Berdasarkan studi pendahuluan pada siswa salah satu SMP di Kota Bandung diperoleh bahwa pemahaman
bacaan IPA siswa rendah. Hal ini dapat menyebabkan pemahaman konsep dan kemampuan scientific
inquiry rendah. Ketiga kemampuan tersebut sangat berhubungan erat dengan literasi fisika. Oleh karena itu
diperlukan strategi literasi yang dapat meningkatkan kemampuan literasi fisika. Strategi literasi yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan memberikan Integrated Reading Writing Task yaitu berupa
tugas yang terdiri dari bahan bacaan IPA yang disertai strategi membaca dan menulis, serta menerapkan
model pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan scientific inquiry. Adapun kemampuan literasi fisika
yang diukur yaitu context, knowledge, competencies, dan attitudes. Tujuan penelitian ini yaitu untuk
mengetahui efektivitas peningkatan literasi fisika siswa setelah diterapkan strategi literasi pada pembelajaran
IPA bertema pelangi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Quasi Experiment dengan
rancangan One Group Pretest Posttest Design sedangkan sampel penelitian yaitu siswa SMP Kelas VIII di
Kota Bandung. Hasil yang diperoleh saat penelitian mengalami peningkatan sebesar 0,46 kategori sedang.
Hasil penelitian memperlihatkan nilai gain sedang karena siswa masih belum mengetahui bentuk soal literasi
fisika. Peningkatan hasil penelitian ini dapat dilihat dari adanya peningkatan nilai rata-rata pretest dan nilai
rata-rata posttest yaitu dari sebesar dari 46,36 menjadi 71,21.
Kata-kata kunci: strategi literasi, literasi fisika.
Melalui kompetensi itu, siswa akan mampu belajar
Pendahuluan
lebih lanjut dan hidup di masyarakat yang saat ini
Banyak guru telah melakukan inovasi banyak dipengaruhi oleh perkembangan sains dan
pembelajaran namun keaktifan siswa saat proses teknologi yang berguna bagi dirinya dan
pembelajaran masih kurang. Hal ini dapat terjadi masyarakat. Kompetensi itulah yang dimaksud
karena salah satu faktor, yaitu kurangnya sebagai literasi sains menurut Programme for
pengetahuan awal yang dimiliki siswa saat International Student Assessment (PISA). Dalam
mengikuti pembelajaran dan siswa juga kurang studi literasi internasional PISA (Programme for
memanfaatkan sumber bacaan lain seperti buku- Internatinal Student Assessment) yang
buku cetak IPA SMP. Kurikulum Tingkat Satuan dilaksanakan oleh OECD (Organisation for
Pendidikan (KTSP) memberikan suasana baru Economic Co-operation and Development) pada
dalam dunia pendidikan terutama untuk mata tahun 2006 [3] menunjukkan kemampuan literasi
pelajaran IPA, yang memungkinkan baik guru sains anak Indonesia yang beumur 15 tahun, yang
maupun siswa dapat memberdayakan potensi dan sampelnya diambil secara acak berada pada
kemampuan yang ada. KTSP merupakan sebuah tingkat rendah. Indonesia menduduki peringkat 50
kurikulum yang menuntut suatu kegiatan dari 57 negara peserta (Balitbang-kemdikbud,
pembelajaran yang bersifat student centered. 2011) [9]. Kemampuan literasi sains yang diukur
Dalam kegiatan belajar mengajar, guru berperan oleh PISA dibagi kedalam empat aspek yaitu
sebagai fasilitator. Siswa diharuskan untuk context, knowledge, competencies, dan attitudes.
mendapat prinsip dan pengalaman proses ilmiah
Berdasarkan studi pendahuluan yang telah
yang lebih banyak. Dengan adanya KTSP maka
dilakukan, pelaksanaan pembelajaran masih
kurikulum pendidikan IPA telah dirancang sebagai
didominasi dengan metode yang terpusat dari guru,
pembelajaran yang berdimensi kompetensi. KTSP
sehingga pembelajaran berlangsung dengan
memiliki tujuan yang sejalan dengan tujuan
komunikasi satu arah. Selama Program
pendidikan IPA saat ini, yaitu untuk mencapai
Pengalaman Lapangan (PPL) di salah satu
manusia yang melek sains (Scientific Literacy).
Sekolah Menengah Pertama di Kota Bandung,
Salah satu upaya untuk meningkatkan
penulis melakukan studi pendahuluan capaian
perkembangan sains dan teknologi pada
literasi fisika siswa yang terdiri atas kemampuan
pembelajaran IPA dalam KTSP yang menyatakan
pemahaman membaca siswa dengan persentase
bahwa, “proses pembelajarannya menekankan
35%, kemampuan berhipotesis siswa dengan
pada pemberian pengalaman langsung untuk
persentase 27%, dan pemahaman konsep siswa
mengembangkan kompetensi agar menjelajahi
dengan persentase 15%. Siswa hanya mampu
dan memahami alam sekitar secara ilmiah” [9].
mengerjakan 3 soal dari 10 soal literasi fisika [6-8].

ISBN 978-602-19655-4-2 201


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Selain itu, kemampuan pemahaman membaca, membaca), graphic organizer (strategi menulis)
kemampuan berhipotesis, dan pemahaman dan vocabulary instruction terintegrasi dalam
konsep siswa pun masih rendah. Hal ini terlihat pemberian tugas awal Integrated Reading-Writing.
saat pembelajaran, dimana pembelajaran Pemberian tugas awal Integrated Reading-Writing
berlangsung terpusat hanya dari guru saja. Siswa yang adalah tugas rumah baca-tulis instruksional
belum mampu mengaitkan konsep fisika dengan yang diberikan pada siswa untuk menambah
fenomena-fenomena dalam kehidupan sehari-hari. pengetahuan awal siswa sebelum pembelajaran
Berdasarkan data studi pendahuluan diatas dapat dimulai. Pengetahuan awal ini sangatlah penting
disimpulkan bahwa literasi fisika siswa tersebut dalam proses pembelajaran. Integrated Reading-
masih rendah. Writing yang diadaptasi dari jurnal ‘Improving
Middle school Students Science Literacy through
Teori Reading Infusion [1] dengan format: Part A:
Reading, Pada Bagian ini siswa membaca sumber
Hubungan antara proses pembelajaran dan bacaan yang berkaitan dengan materi yang akan
pembelajaran siswa adalah kunci dari rencana
diajarkan. Bahan bacaan dapat diambil dari buku
pengembangan. Guru professional perlu teks fisika. Part B: Conceptual Contruction. Pada
pengembangan berkelanjutan yang bagian ini siswa harus menulis jawaban
memungkinkan untuk pertumbuhan keahlian di
pertanyaan-pertanyaan pengarah yang disusun
departemen dan dengan pengalaman bertahun- oleh guru yang berkaitan dengan sumber bacaan
tahun mengajar. Semua guru perlu untuk untuk mengkontruksi konsep dari sumber bacaan.
mempelajari setiap strategi, berlatih dalam kelas
Part C: Concept Mapping and Conclusion. Pada
mereka dengan dukungan teman sebaya, dan Bagian ini siswa harus menuliskan peta konsep
akhirnya memikul tanggung jawab untuk dari sumber bacaan yang diberikan dan juga
memberikan pengembangan masa depan siswa.
kesimpulan/inti sari dari bacaannya. Sedangkan
Setelah meninjau bukti penelitian tentang tiga strategi literasi lainnya termasuk ke dalam
kemanjuran dari strategi, dengan cepat guru pembelajaran berbasis masalah.
mengadopsi frase tujuh strategi literasi sebagai
bagian dari pembelajaran sekolah tersebut. Oleh karena itu, penulis menggunakan
Strategi Literasi merupakan strategi yang memiliki strategi literasi dalam pembelajaran karena di
tujuan untuk mengetahui seberapa besar efek dalam ketujuh strategi literasi yang digunakan
peningkatan literasi fisika siswa. Strategi literasi ini terdapat beberapa komponen Integrated Reading-
memiliki tujuh strategi. Tujuh strategi literasi Writing dan pembelajaran berbasis masalah yang
tersebut diintegrasikan dalam paket pembelajaran bertujuan untuk mengetahui pengetahuan awal
yang terdiri dari pemberian tugas awal Integrated siswa dan mengetahui peningkatan literasi fisika.
Reading-Writing dan pembelajaran berbasis Dengan diterapkan strategi literasi pada
masalah. Strategi literasi ini dilakukan pada saat pembelajaran yang disertai dengan pemberian
pembelajaran berlangsung dengan menggunakan tugas awal Integrated Reading-Writing pada siswa,
model pembelajaran berbasis masalah dan diharapkan dapat meningkatkan kemampuan
Integrated Reading-Writing. Ketujuh strategi ini literasi fisika siswa. Pembelajaran ini diterapkan
diantaranya read-alouds (membaca keras), K-W-L pada model pembelajaran berbasis masalah,
chart/SQRW (strategi membaca), graphic sehingga disini siswa ditanamkan kemampuan
organizer (strategi menulis), vocabulary instruction, untuk menyelesaikan masalah secara
writing to learn, structured notetaking, reciprocal bekerjasama dengan teman kelompoknya dalam
teaching [1]. menyelesaikan berbagai persoalan fisika yang
diberikan oleh guru. Selain itu, pada model
Sedangkan literasi fisika merupakan pembelajaran ini materi ajar dijelaskan oleh siswa
kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk pada kegiatan presentasi berdasarkan
memahami fisika, menggunakan keterampilan
pengetahuan awal yang dimilikinya sebelum
proses fisika, serta menerapkan pengetahuan dan pembelajaran dimulai, guru hanya berperan dalam
keterampilan proses fisika untuk menyelesaikan meluruskan konsep yang dijelaskan oleh siswa.
permasalahan dalam kehidupan sehari-hari. Untuk
Sehingga pembelajaran pun tidak terpusat pada
mengetahui seberapa besar peningkatan literasi aktifitas guru, melainkan adanya keaktifan dari
fisika, digunakan alat ukur berupa tes soal pilihan siswanya sendiri saat pembelajaran berlangsung
ganda yang mengadopsi pada pengembangan dan guru lebih dominan berperan sebagai
soal literasi sains yang dibuat oleh PISA tahun fasilitator saja. Adapun metode yang digunakan
2006 yang berdasarkan empat aspek literasi sains,
oleh penulis yaitu Quasi Experiment dengan
yaitu context, knowledge, competencies, serta rancangan one group pretest-posttest design.
attitudes untuk mengetahui respon siswa terhadap Dalam penelitian ini hanya digunakan satu kelas
pembelajaran.
eksperimen saja. Kelompok eksperimen
Empat strategi literasi diatas, yaitu read- merupakan kelompok yang diberi perlakuan yaitu
alouds (membaca keras), K-W-L chart (strategi penerapan strategi literasi. Sedangkan desain

ISBN 978-602-19655-4-2 202


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

penelitian yang digunakannya adalah one group


pretest-posttest design seperti dijelaskan dalam
Sugiyono [3]. Secara umum digambarkan pada Persentase Nilai
tabel berikut: 71,21%
80,00%
60,00% 46,36% 46,00%
Tabel 1. Design Penelitian. 40,00%
Pretest Treatment Posttest 20,00%
0,00%
O1 X O2
Pretest Posttest N‐Gain

Keterangan : Gambar 1. Persentase nilai literasi fisika.


O1 = Test awal sebelum diberi perlakuan Aspek attitudes adalah suatu aspek untuk
X = Treatment (menerapkan strategi literasi) mengetahui respon atau ketertarikan siswa
O2 = Test akhir setelah diberi perlakuan terhadap pembelajaran yang telah diberikan.
Sama halnya dengan ketiga aspek literasi lainnya,
Untuk melihat peningkatan literasi fisika secara aspek attitudes juga diberikan saat pembelajaran
keseluruhan maka dihitung nilai gain <g> dengan melalui pretest dan posttest. Aspek ini terdiri dari 3
menggunakan skor pretest dan posttest. Nilai gain pernyataan, yaitu pernyataan pertama mengenai
yang dinormalisasi merupakan perbandingan ketertarikan siswa terhadap pembelajaran,
antara persentase nilai gain yang diperoleh siswa pernyataan kedua yaitu mengenai prinsip kerja
dengan persentase nilai gain maksimum yang berdasarkan tema yang diberikan guru, dan
diperoleh. pernyataan ketiga yaitu mengenai menyelesaikan
masalah berdasarkan tema dengan menggunakan
Hasil dan Diskusi konsep ilmiah. Pernyataan-pernyataan diberikan
dengan empat pilihan, yaitu sangat penting (SP),
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan penting (P), kurang penting (KP), dan tidak penting
setelah diterapkannya strategi literasi dalam (TP). Hasil aspek ini dapat dilihat dari tabel 2
pembelajaran IPA bertema pelangi didapat dibawah dalam persentase nilai pretest dan
peningkatan literasi fisika siswa. Hal ini dapat posttest aspek attittudes.
dilihat dari adanya peningkatan nilai rata-rata
pretest dan nilai rata-rata posttest yaitu dari Tabel 2. Persentase nilai aspek attitudes.
sebesar dari 46,36 menjadi 71,21. Peningkatan
Pernyataan SP KP TP
literasi fisika siswa dapat terlihat dari nilai pretest Skor P (%)
no. (%) (%) (%)
dan posttest siswa. Tes yang diberikan pada siswa
1 pretest 39,39 54,54 6,06 -
berupa soal pilihan ganda yang diberikan pada
awal pertemuan pembelajaran dan akhir posttest 45,45 54,54 - -
pertemuan pembelajaran dengan jumlah seluruh 2 pretest 51,51 48,48 - -
soal adalah 10 soal. Hasil penelitian dapat dilihat posttest 66,67 33,33 - -
dari tabel 1 dibawah ini: 3 pretest 6,06 60,60 30,30 3,03
posttest 21,21 60,60 18,18 -
Tabel 1. Persentase nilai literasi fisika siswa.
Dari tabel 2 diatas dapat dilihat bahwa
Pretest (%) Posttest (%) n-gain terdapat nilai persentase aspek attitudes terhadap
46.36 71.21 0,46 setiap pernyataan yang diberikan kepada siswa.
Hal ini menunjukkan adanya respon atau
Soal literasi fisika yang dimaksud adalah soal- ketertarikan siswa terhadap pembelajaran IPA
soal yang didalamnya terdapat kemampuan untuk bertema pelangi setelah diterapkannya strategi
mengidentifikasi isu ilmiah fisika, menjelaskan literasi dengan memberikan integrated reading
fenomena fisika secara ilmiah, dan menggunakan writing dengan menggunakan model pembelajaran
bukti ilmiah itu dalam kehidupan sehari-hari berbasis masalah.
berdasarkan konsep fisika. Dalam penelitian ini
Hasil penelitian ini memiliki nilai gain
aspek yang diteliti yaitu aspek context, knowledge,
ternormalisasi sebesar 0,46 dalam kategori sedang.
competencies, dan attitudes. Persentase nilai rata-
Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor,
rata pretest dan posttest diatas hanya untuk 3
diantaranya yaitu siswa belum terbiasa
aspek literasi saja, yaitu aspek context, knowledge,
menyelesaikan soal literasi fisika, siswa dan guru
dan competencies. Sedangkan untuk aspek
belum terbiasa dengan model pembelajaran
attitudes diolah secara terpisah. Setelah
berbasis masalah, dan guru belum mengetahui
menormalisasikan nilai gain didapat nilai n-gain
bentuk soal literasi fisika dengan baik.
sebesar 0,46 dengan kategori sedang. Hal ini
Berdasarkan data hasil penelitian diatas, secara
dapat dilihat dari gambar 1 dibawah ini dalam
umum dapat disimpulkan bahwa terdapat
persentase nilai persentase literasi fisika siswa.

ISBN 978-602-19655-4-2 203


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

peningkatan literasi fisika siswa dalam seluruh Hastia, Mega, “Penerapan Model Pembelajaran
aspek. Inkuiri Terbimbing Untuk Meningkatkan Literasi
Sains Siswa SMP”, Skripsi Sarjana pada FPMIPA
Kesimpulan UPI Bandung: tidak diterbitkan, (2012).
Fisher. Douglas, Nancy Frey and Douglas Williams,
Penerapan strategi literasi dalam “Seven literacy strategies that work”, 60(3), 70-73
pembelajaran IPA bertema pelangi meliputi
(2002).
pemberian tugas awal Integrated Reading-Writing Fang, Zhihui, “Improving Middle School Student
yang diberikan sebelum pembelajaran Science Literacy Through Reading Infusion”.
berlangsung dengan menggunakan model
Journal of Education Research, 103, 262-273,
pembelajaran berbasis masalah selama proses (2010).
pembelajaran menunjukkan peningkatan literasi Hobson, Art., “Physics Literacy, Energy and The
fisika. Peningkatan literasi fisika tersebut dapat Environment”. Journal IOP Journal of Physics
dilihat dari peningkatan nilai rata-rata pretest siswa Education. 38, 109-114, (2003).
sebesar 46,36% menjadi nilai rata-rata posttest
Arikunto, S., “Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan”,
siswa sebesar 71,21%. Besarnya peningkatan Jakarta: Bumi Aksara, (2009).
literasi fisika ini ditunjukkan pula oleh nilai gain Sugiyono, “Metode Penelitian Kuantitaif Kualitatif
yang ternormalisasi yaitu sebesar 0,46 dalam
dan R & D”, Bandung : Alfabeta, (2012).
kategori sedang.
R. Sinta Harosah*
Ucapan terima kasih Pendidikan Fisika FPMIPA
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Universitas Pendidikan Indonesia
SMP Negeri 19 Bandung atas dukungannya dalam raden.sinta@yahoo.com
proses penelitian ini, dan rekan-rekan yang telah
membantu dalam keikutsertaan pada penelitian ini. Ridwan Efendi
Pendidikan Fisika FPMIPA
Referensi Universitas Pendidikan Indonesia
readonee@yahoo.com
Badan Penelitian dan Pengembangan, “Kajian
Kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran IPA”, Jakarta: Selly Feranie
Departemen Pendidikan Nasional, (2007). Pendidikan Fisika FPMIPA
Program for Internasional Student Assessment, Universitas Pendidikan Indonesia
“Assessing Scientific”, Reading and Mathematical sferanie@yahoo.com
Literacy. By the government of Organisation for
Economic Co-operation Development, (2006). *Corresponding author

ISBN 978-602-19655-4-2 204


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Permutasi dengan Panjang n yang Tidak Memuat


Pola dengan Panjang Tiga
Rachmad Lasaka, dan Djoko Suprijanto

Abstrak
Permutasi p dikatakan memuat suatu pola-q, jika p memiliki sedikitnya sebuah subbarisan yang unsur-
unsurnya saling berkorespondensi dengan unsur-unsur di q. Jika tidak terdapat subbarisan seperti itu pada
permutasi p, maka p disebut tidak memuat pola-q. Pola-q dikatakan memiliki panjang tiga jika q terdiri atas
tiga unsur.
Dalam makalah ini akan kami tinjau kembali bagaimana menentukan banyaknya permutasi yang tidak
memuat pola dengan panjang tiga.
Kata kunci : permutasi, pola-q, pola dengan panjang tiga.

Unsur a, b, dan c disebut membentuk pola-


Pendahuluan
132 karena unsure a, b, c dan angka 1, 2, 3 saling
Misalkan terdapat n orang anak dengan tinggi berkorespondensi.
badan yang berbeda-beda. Misalkan 1,2,3,…, n
menyatakan anak-anak tersebut yang diurut Contoh 2 :
berdasarkan tinggi badan, jadi 1 adalah anak yang Permutasi p=25641387 dikatakan memuat pola-
terpendek, dan n adalah anak yang tertinggi. 132 karena terdapat (2,6,4) yang saling
Mereka membuat suatu permainan unik dengan berkorespondensi dengan unsur 132.
membentuk satu barisan berbanjar dengan aturan
sebagai berikut : Definisi 3 :
 setiap anak menghadap punggung teman Misalkan p adalah sebuah permutasi. Jika tidak
yang mendahuluinya, dan terdapat tiga unsur di p yang membentuk pola-132,
 setiap anak harus dapat melihat semua anak maka p disebut tidak memuat pola-132.
yang lebih pendek dan mendahului dirinya.
Jika anak-anak tersebut membentuk barisan Contoh 4 :
1423567, maka barisan tersebut bukanlah barisan Permutasi t = 456312 tidak memuat pola-132
yang tepat, karena anak nomor 2 atau 3 terhalang karena tidak ada tiga unsur di t yang
oleh anak nomor 4 sehingga tidak dapat melihat berkorespondensi dengan 132.
temannya yang nomor 1 yang lebih pendek
Dari definisi dan contoh-contoh di atas, dapat
sekaligus mendahului mereka.
dikatakan bahwa suatu permutasi p dikatakan
Namun barisan 6723415 merupakan salah
memuat suatu pola-q, jika p memiliki sedikitnya
satu barisan yang tepat, sebab setiap anak dalam
sebuah subbarisan yang unsur-unsurnya saling
barisan tersebut dapat melihat semua anak yang
berkorespondensi dengan unsur-unsur di q.
lebih pendek dan mendahului dirinya.
Secara matematis, uraian di atas dapat
Lantas, bagaimanakah cara anak-anak didefinisikan sbb :
membentuk barisan tersebut? dan berapa banyak
barisan yang dapat mereka bentuk ? Definisi 5 :
Anak-anak dapat membentuk barisan tersebut Misalkan q = q1q2 … qk  Sk adalah permutasi
jika tidak terdapat tiga orang anak dalam barisan dengan panjang k dan p = p1p2 … pn  Sn adalah
itu, misalkan a, b, c sedemikian hingga a < c < b. permutasi dengan panjang n, dengan k  n.
Artinya, a adalah anak yang terpendek, b anak Permutasi p dikatakan memuat pola-q jika terdapat
yang tertinggi, dan c anak yang memiliki tinggi subbarisan pi1 p12  pik di p sedemikian hingga
diantara keduanya. i1  i2    ik dan pia  pib jika dan hanya jika

Definisi 1 : qa  qb , dimana a  1, k  b .
Misalkan a, b, dan c adalah tiga unsur permutasi
(dalam urutan kiri ke kanan, tapi tidak harus Dalam makalah ini, penulis meninjau
berurutan). Jika a < c < b, maka unsur a, b, dan c kembali cara menentukan banyaknya permutasi
disebut membentuk pola-132. dengan panjang n yang tidak memuat pola dengan
panjang tiga.

ISBN 978-602-19655-4-2 205


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Banyaknya Permutasi dengan Panjang n yang 1. Sn(213)


Tidak Memuat Pola 132 Definisi 6 (balikan permutasi) :
Misalkan p = p1p2 … pn adalah permutasi dengan
panjang n. Balikan dari p adalah permutasi
pr = pnpn-1 ... p1
Berdasarkan definisi tersebut, 231
merupakan balikan dari 132. Dengan demikian
terdapat bijeksi antara himpunan permutasi yang
tidak memuat pola-231 dengan himpunan
permutasi yang tidak memuat pola-132. Sehingga
jika suatu permutasi tidak memuat pola-132, maka
balikan dari permutasi tersebut tidak memuat pola-
231, dan sebaliknya. Dengan demikian,
Sn(231) = Sn(132)

2. Sn(312)
Definisi 7 (komplemen permutasi) :
Misalkan p = p1p2 … pn adalah permutasi dengan
panjang n. Komplemen dari p adalah permutasi pc
yang unsur ke-i nya adalah n+1-pi.
Berdasarkan definisi tersebut, 312
merupakan komplemen dari 132. Dengan demikian
Banyaknya permutasi dengan panjang n terdapat bijeksi antara himpunan permutasi yang
yang tidak memuat pola-132 sama dengan tidak memuat pola-312 dengan himpunan
banyaknya lintasan terpendek dari A ke B yang permutasi yang tidak memuat pola-132. Sehingga
tidak memotong garis l : y = x + 1. Banyaknya jika suatu permutasi tidak memuat pola-132, maka
permutasi ini dilambangkan dengan Sn(132). komplemen dari permutasi tersebut tidak memuat
pola-312, dan sebaliknya. Dengan demikian,
Misalkan m adalah lintasan terpendek dari A Sn(312) = Sn(132)
ke B yang memotong garis l. T adalah titik potong
pertama antara m dengan l. Misalkan m1 adalah 3. Sn(213)
bagian m yang berada di antara A dan T, Karena 213 merupakan balikan dari 312
sedangkan m2 adalah bagian m yang berada di sekaligus merupakan komplemen dari 231, maka :
antara T dan B. Sn(213) = Sn(132)
Jika m1 direfleksikan terhadap l, maka
bayangan A adalah G, dan bayangan m1 adalah
m’1, yaitu lintasan terpendek dari G ke T. 4. Sn(123)
Akibatnya, jika m’1 dihubungkan dengan m2, maka Definisi 8 (left-to-right minimum) :
akan diperoleh lintasan terpendek dari G ke B. Suatu unsur permutasi yang lebih kecil dari semua
unsur yang mendahuluinya disebut left-to-right
Perhatikan bahwa setiap lintasan terpendek minimum.
dari G ke B haruslah berpotongan dengan l,
sehingga T dapat berada di titik manapun di Untuk membangun bijeksi f dari himpunan
sepanjang l. Oleh karena itu, melalui refleksi permutasi yang tidak memuat pola-132 ke
prapeta dari setiap lintasan terpendek dapat himpunan permutasi yang tidak memuat pola-123,
diperoleh. Dengan demikian, terdapat bijeksi digunakan langkah-langkah sebagai berikut :
antara lintasan m dengan lintasan terpendek dari 1) Ambil sembarang permutasi p yang tidak
G ke B. memuat pola-132.
2) Tetapkan semua unsur left-to-right minimum
Jadi, banyaknya lintasan terpendek dari A ke
dari p
B yang tidak memotong garis l sama dengan
3) Hapus semua unsur p yang bukan left-to-right
selisih antara banyaknya seluruh lintasan
minimum.
terpendek dari A ke B dengan banyaknya lintasan
4) Dimulai dari kiri ke kanan, letakkan kembali
terpendek dari A ke B yang memotong garis l. Atau
unsur-unsur yang bukan left-to-right minimum
dapat dituliskan :
tadi ke tempat kosong di antara left-to-right
 2n  minimum dalam urutan menurun.
  5) Setelah semua tempat kosong terisi, maka
  
2 n 2 n  n
S n (132)  cn        . diperoleh permutasi baru f(p) yang merupakan
 n   n  1 n  1 hasil peta dari permutasi p.
Bilangan cn ini disebut dengan Bilangan Catalan.

ISBN 978-602-19655-4-2 206


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Sekarang akan dibuktikan bahwa f bijeksi Penutup


dengan menunjukkan inversnya. Untuk itu, akan Permutasi p dikatakan memuat suatu pola-
digunakan langkah-langkah sebagai berikut : q, jika p memiliki sedikitnya sebuah subbarisan
1) Ambil sembarang permutasi q yang tidak yang unsur-unsurnya saling berkorespondensi
memuat pola-123. dengan unsur-unsur di q. Jika p tidak memiliki
2) Tetapkan semua unsur left-to-right minimum subbarisan yang dimaksud, maka p dikatakan tidak
dari q memuat pola-q.
3) Hapus semua unsur q yang bukan left-to-right Banyaknya permutasi dengan panjang n
minimum. yang tidak memuat pola dengan panjang tiga
4) Dimulai dari kiri ke kanan, letakkan kembali  2n 
unsur-unsur yang bukan left-to-right minimum  
adalah   .
n
tadi ke tempat kosong di antara left-to-right
minimum, sedemikian hingga setiap unsur n 1
yang ditempatkan merupakan unsur terkecil
dari semua unsur yang belum ditempatkan, Daftar Pustaka
namun lebih besar dari left-to-right minimum
yang mendahuluinya. [1] Bona, M., A Walk Through Combinatorics,
5) Setelah semua tempat kosong terisi, maka Second Edition, World Scientific, (2006).
diperoleh permutasi baru g(q) yang merupakan [2] Bona, M., The Absence of A Pattern and The
hasil peta dari permutasi q. Occurrences of Another. Discrete
Mathematics and Theoretical Computer
Hal ini membuktikan bahwa g(f(p)) = p, Science. 12(2), 89-102, (2010)
sehingga f bijeksi. Jadi, berdasarkan uraian di [3] Bona, M., Combinatorics of Permutations,
atas, Second Edition, CRC Press, (2012).
Sn(123) = Sn(132) [4] Bona, M., Surprising Symmetries in Objects
Counted by Catalan Numbers, The Electronic
5. Sn(321) Journal of Combinatorics 19, #P62. (2012).
Karena 321 merupakan balikan sekaligus
komplemen dari 123, maka :
Sn(213) = Sn(132)
Dengan demikian telah diperoleh bahwa :
Rachmad Lasaka
S n (132)  Sn (231)  S n (312)  Program Studi Magister Pengajaran Matematika
 2n  FMIPA-ITB
  Jl. Ganesha No.10 Bandung
S n (213)  Sn (123)  Sn (321)   
n
rachmadlasaka@yahoo.co.id
n 1
Djoko Suprijanto
Artinya bahwa banyaknya permutasi dengan Kelompok Keahlian Matematika Kombinatorika
panjang n yang tidak memuat pola dengan FMIPA-ITB
panjang tiga adalah sama. Jl. Ganesha No.10 Bandung,
djoko@math.itb.ac.id

ISBN 978-602-19655-4-2 207


Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Model Percobaan Sederhana untuk Pembelajaran tentang Pengukuran


Efisiensi Konversi dari Energi Mekanik menjadi Energi Listrik
Firman Iqro’ Bismillah, Zamzam Multazam, dan Rahmat Hidayat

Abstrak
Kebutuhan akan energi alternatif dan terbarukan semakin besar akhir-akhir ini. Oleh karena itu, pegenalan
dan pembelajaran tentang energi alternatif dan terbarukan hendaknya diperkenalkan sejak dini, bahkan
sejak di bangku sekolah menengah. Energi alternatif dan terbarukan yang bersumberkan pada air, angin
ataupun ombak didasari pada konversi dari energi mekanik menjadi energi kinetik. Salah satu parameter
penting dari konversi energi itu adalah efisiensi. Sebuah model percobaan sederhana dengan
memanfaatkan motor listrik dan proses akuisisi data secara real time telah dibuat sebagai media
pembelajaran terkait proses konversi energi dan efisiensinya. Proses akusisi data secara real time
memungkinkan untuk menghitung energi keluaran meski tegangan dan arus keluarannya berubah-ubah
terhadap waktu. Efisiensi kemudian dapat dihitung dari perbandingan energi listrik keluaran terhadap
perubahan energi mekanik dari sistem.

Kata kunci: energi alternatif, efisiensi, motor listrik, generator, model percobaan praktikum

jatuh dan memutar katrol, energi potensial dari


Pendahuluan
beban akan diubah menjadi energi kinetik translasi
Permasalahan energi di Indonesia telah beban dan energi kinetik rotasi katrol. Energi
menjadi bahasan penting di kalangan pendidikan. kinetik rotasi katrol tersebut digunakan untuk
Solusi dari contoh permasalahan tersebut, seperti memutar kumparan dalam generator sehingga
krisis dan efisiensi energi, telah banyak kita akan menghasilkan tegangan induksi.
ketahui, yaitu penggunaan energi alternatif dan
terbarukan. Namun pengajaran dan pengenalan
hal tersebut pada jenjang pendidikan sekolah
menengah dan perguruan tinggi di Indonesia
masih kurang. Oleh karena itu pembuatan model
pembelajaran mengenai energi ini sangat penting.
Percobaan ini merupakan model sederhana
dari pembangkit listrik yang menggunakan energi
input berupa energi mekanik, misalnya turbin PLTA
dan kincir angin. Dalam model ini energi mekanik
yang diberikan berupa energi potensial awal suatu
beban pada ketinggian tertentu. Nilai efisiensi Gambar 1. Alur konversi energi mekanik menjadi
konversi dipengaruhi oleh kondisi sistem generator. listrik.
Variasi parameter yang dilakukan adalah massa. Perubahan energi sistem total merupakan
Besaran mekanik dan listrik menjadi parameter perubahan energi mekanik ditambah energi listrik,
penting dalam analisis efisiensi konversi energi yakni:
mekanik menjadi energi listrik.
∆Esistem = ∆Emek + Elistrik (1)
Konsep Percobaan
Perubahan energi mekanik (∆Emek) merupakan
Generator listrik merupakan sebuah alat yang penjumlahan dari perubahan energi potensial,
digunakan untuk menghasilkan energi listrik dari perubahan energi kinetik dan energi hilang akibat
sumber mekanik. Prinsip kerja dari generator listrik gerak mekanik, yakni
adalah induksi elektromagnetik akibat adanya
perubahan fluks magnet. Untuk menghasilkan ∆Emek = ∆Epot + ∆Ekin + Eloss (2)
perubahan fluks magnet dapat dilakukan dengan Energi kinetik yang dihasilkan akan dikonversi
memutar kumparan, gaya yang digunakan untuk menjadi energi listrik oleh model generator itu.
memutar kumparan tersebut berasal dari luar Energi listrik yang dihasilkan kemudian digunakan
generator pada percobaan ini berasal dari energi untuk menyalakan LED dan sebagian menjadi
gerak beban yang dijatuhkan (Energi potensial energi hilang listrik pada rangkaian.
gravitasi). Ketika katrol dilepaskan maka akan

ISBN 978-602-19655-4-2 208


Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Elistrik = ELED + Eloss (3)


Besarnya efisiensi konversi energi mekanik
menjadi listrik dapat ditentukan dengan
menghitung perbandingan antara energi yang
digunakan oleh lampu LED (listrik) dan perubahan
energi potensial sistem.
ELED
 (4)
E pot

Dengan melakukan percobaan ini, kita dapat


memperkirakan efisiensi konversi dengan
membandingkan energi gerak yang dihasilkan oleh
beban dengan energi yang listrik yang dihasilkan.
Jika diasumsikan energi listrik yang dihasilkan
oleh model generator itu seluruhnya hanya
terdisipasi di beban listrik (yakni lampu LED), maka Gambar 1. Skema model percobaan sederhana
energi yang dihasilkan (=WLED) selama selang yang memanfaatkan motor listrik dan katrol.
waktu beban bergerak jatuh dapat dihitung cara
seperti berikut ini. Jika V dan I selalu konstan,
maka
WLED  Pt  Vit (5)

Jika V dan I tidak konstan, maka


WLED   V (t )i (t )dt (6)

atau

WLED   V (t )i (t )dt (7)

Keterangan: Gambar 2. Sistem generator listrik yang terdiri dari


motor listrik, katrol dan beban.
WLED : energi yang digunakan oleh lampu
LED, yang diasumsikan sama dengan Susunan setup pengukuran tegangan dan
energi yang dihasilkan oleh model generator arus, yang dilakukan secara real time saat beban
P(t) : daya sesaat jatuh, ditunjukkan dalam Gambar 3 dan Gambar 4.
V(t) : tegangan sesaat Hubungkan kabel USB untuk akusisi data arus
i(t) : arus sesaat dari digital multimeter ke komputer. Jalankan
program komputer untuk mengakusisi data
tersebut. Kemudian pasanglah beban yang terlebih
Metode dan Prosedur Percobaan dahulu telah ditimbang beratnya pada katrol.
Putarlah katrol sehingga beban berada pada
Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini posisi yang tertinggi. Lepaskanlah beban secara
yaitu satu set generator listrik yang terbuat dari bersamaan dengan menekan tombol akusisi data
sebuah motor yang tergandeng dengan sebuah dalam program. Ukur pula waktu gerak beban
katrol, multimeter digital yang terkoneksi dengan hingga menyentuh lantai. Percobaan dilakukan
komputer, lampu LED, set beban, dan kabel-kabel dua kali untuk setiap beban untuk pengukuran
penghubung. Energi listrik yang dihasilkan dari tegangan dan arus. Variasi data dilakukan dengan
energi gerak (energi potensial gravitasi) yang mengubah jenis LED dan nilai beban yang
berasal dari beban yang terkait dengan katrol berbeda. Plot grafik tegangan terhadap waktu,
(Gambar 1). Data yang didapat berupa tegangan arus terhadap waktu dan daya terhadap waktu.
dan arus yang diukur secara real time ketika beban
bergerak jatuh ke bawah. Besar beban dipilih agar
putaran katrol tidak terlalu cepat, tetapi masih
cukup untuk menghasilkan tegangan yang
diperlukan untuk menyalakan lampu LED.

ISBN 978-602-19655-4-2 209


Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Gambar 3. Setup pengukuran tegangan

Gambar 5. Kurva tegangan yang terukur pada LED


terhadap waktu.

Gambar 4. Setup pengukuran arus.

Hasil dan Diskusi


Data pengukuran mekanik yang dilakukan
adalah massa beban, ketinggian beban, dan waktu.
Beban divariasikan dengan tiga nilai massa yang
berbeda. Waktu dihitung dengan aplikasi
penghitung waktu yang terintegrasi dengan
pencatat nilai tegangan dan arus. Energi mekanik
yang dimiliki oleh beban adalah energi potensial
awal sebelum beban dijatuhkan. Maka dengan
persamaan energi potensial dapat dihitung energi
potensial untuk tiga massa beban yang berbeda,
dapat dilihat pada Tabel 1. Gambar 6. Kurva kuat arus listrik yang terukur
pada LED terhadap waktu.
Data pengukuran listrik yang didapatkan
adalah nilai tegangan dan arus yang dicatat secara
real time. Grafik kedua besaran tersebut terhadap
waktu ditunjukkan pada gambar 6 dan gambar 7.
Terlihat bahwa nilai keduanya bervariasi setiap
waktunya. Variasi ini masih berada pada rentang
arus dan tegangan searah (DC), yaitu diatas nol.
Sesuai dengan persamaan 5 untuk menentukan
nilai daya yang dihasilkan, maka didapatkan grafik
daya seperti pada gambar 7. Nilai energi listrik
yang dihasilkan adalah luas di bawah grafik
tersebut. Secara numerik dapat dihitung dengan
mengalikan nilai daya yang dihasilkan tiap
waktunya dengan selang waktu pengambilan data,
sehingga akan didapatkan nilai energi listrik sesaat
tiap selang waktunya. Kemudian energi listrik total Gambar 7. Kurva daya listrik yang dihasilkan
dihitung dengan menjumlahkan keseluruhan terhadap waktu.
energi listrik sesaat.
Efisiensi konversi dihitung dengan persamaan
4 dan didapatkan hasil seperti pada Tabel 1. Nilai
efisiensi bervariasi terhadap massa yang diberikan.
Terdapat dua regu yang berbeda yang telah
melakukan percobaan dengan variasi massa
tertentu pada dua set generator yang berbeda.
Hasil keduanya menunjukkan kecenderungan nilai
efisiensi terhadap variasi massa yang saling
berkebalikan, yaitu untuk regu A nilai efisiensi

ISBN 978-602-19655-4-2 210


Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

sebanding dengan massa sedangkan untuk regu Model percobaan ini cukup sederhana untuk
B nilai efisiensi berbanding terbalik terhadap memodelkan proses konversi energi mekanik
massa. menjadi energi listrik. Untuk pengembangan lebih
lanjut dan lebih menarik, model ini dapat
Tabel 1. Contoh hasil pengolahan data dari dua
dimodifikasi dengan menggunakan energi input
regu praktikum yang berbeda.
berupa aliran fluida atau angin sehingga
Perubahan menyerupai pembangkit listrik pada umumnya.
Energi
Massa Energi
No Listrik Efisiensi
(gram) Potensial Kesimpulan
(J)
(J)
Model percobaan sederhana ini telah dapat
Regu A menunjukkan bagaimana proses konversi energi
mekanik menjadi energi listrik dan cara mengukur
1 79,3 0,136 1,399 20,6 %
efesiensi konversinya dengan mudah. Model ini
2 35,2 0,045 0,620 14,0 % juga bisa dimodifikasi lebih lanjut sehingga dapat
diajarkan dan diperkenalkan mulai dari sekolah
Regu B menengah hingga perguruan tinggi.
1 58,0 0,185 1,160 15,9 %
Ucapan Terima Kasih
2 79,4 0,165 1,580 10,4 %
Penulis berterima kasih kepada
3 123,5 0,166 24,664 6,7 % teknisi/laboran Laboratorium Fisika Dasar (LFD)
FMIPA ITB atas bantuan pembuatan setup modul
percobaan ini.
Massa beban ternyata dapat mempengaruhi
nilai efisiensi dengan cara yang berbeda. Pada Referensi
regu B, hal ini berkaitan dengan gesekan. Semakin
besar massa beban yang digunakan maka laju [1] Halliday, D., Resnick, R., Walker, J.,
putar katrol juga lebih cepat. Sedangkan intensitas Fundamental of Physics, John Willey & Sons,
gesekan pada sistem gear dipengaruhi oleh laju 2007.
translasinya sehingga semakin besar massa maka
kemungkinan terjadi gesekan hingga slip pada
katrol juga semakin besar. Sedangkan pada regu
A nilai efisiensi sebanding dengan massa karena
sistem generator yang digunakan lebih sedikit Firman Iqro’ Bismillah
terjadi gesekan. Energi gesekan dalam sistem Laboratorium Fisika Dasar
generator ini merupakan energi hilang mekanik. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Teknologi Bandung
Motor listrik yang berfungsi sebagai generator firman.iqro.b@students.itb.ac.id
juga memiliki karakteristik efisiensi tersendiri dalam
mengkonversi energi kinetik menjadi energi listrik. Zamzam Multazam
Karakteristik tersebut tidak linear terhadap energi Laboratorium Fisika Dasar
mekanik (input) yang diberikan. Oleh karena itu Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
suatu sistem generator akan memiliki kondisi Institut Teknologi Bandung
efisiensi optimal pada nilai energi input tertentu. zamzam@students.itb.ac.id

Untuk menambah nilai efisiensi konversi perlu Rahmat Hidayat


dilakukan perbaikan pada sistem gear agar Laboratorium Fisika Dasar
meminimalisasi besar energi hilang mekanik Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
berupa gesekan. Hal ini akan menambah energi Institut Teknologi Bandung
kinetik yang dapat dihasilkan sehingga efisiensinya rahmat@fi.itb.ac.id
meningkat. Selain itu energi hilang ini dapat
diminimalisasi dengan menggunakan katrol dan
*Corresponding author
motor listrik yang seporos.

ISBN 978-602-19655-4-2 211


Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Perancangan Automatic Gain Control pada Modem Orthogonal


Frequency Division Multiplexing (OFDM)
dalam rentang Frekuensi Audio
Rifki Muhendra*, dan Maman Budiman

Abstrak
Orthogonal frequency-division multiplexing (OFDM) merupakan metode modulasi digital di mana sebuah
sinyal dibagi menjadi beberapa saluran subcarrier pada frekuensi yang berbeda. Teknologi ini cocok untuk
televisi digital, dan sedang dipertimbangkan sebagai metode untuk mendapatkan kecepatan tinggi transmisi
data digital melalui saluran telepon konvensional. Pada penelitian ini sistem ini akan diaplikasikan untuk
mengirimkan suara secara real time. Salah satu permasalahan dalam pengembangan sistem OFDM ialah
masalah peningkatan data rate OFDM dengan menggunakan Mapping 64 QAM dan penambahan
Automatic Gain Control (AGC) untuk memperbaiki performa sinyal pada receiver. Dengan peningkatan
Mapping pada sistem diharapkan jumlah sinyal yang dioperasikan menjadi lebih besar mencapai 8 kpps.
Berdasarkan hasil simulasi dan implementasi Automatic Gain Control pada modem OFDM dalam jangkauan
frekuensi audio dapat disimpulkan Automatic Gain Control dapat mengatasi fluktuasi sinyal suara yang
diterima setelah melewati kanal terutama dalam penggunaan modulasi yang cukup besar seperti 64 QAM.
Hasil simulasi menunjukkan kemampuan Automatic Gain Control dengan metode ini mampu secara efektif
memperbaiki performa suara pada walaupun dari sisi jumlah bit error masih menunjukkan hasil yang kurang
baik terhadap variasi frekuensi offset, panjang FFT dan variasi frekuensi sampling.
Kata-kata kunci: Automatic Gain Control, OFDM, mapping, FFT
(bandwidth < 3 kHz). Dengan memanfaatan
Pendahuluan
frekuensi audio sebagai carrier maka sistem ini
OFDM (Orthogonal Frequency Division dapat digunakan sebagai modem universal yang
Multiplexing) merupakan teknik modulasi yang dapat disambungkan pada berbagai alat
menggunakan banyak frekuensi pembawa komunikasi yang telah ada seperti telepon kabel,
(multicarrier), dimana antar subcarrier satu dengan telepon cellular, radio komunikasi dsb. Modem ini
yang lain saling ortogonal. Karena sifat dapat digunakan untuk mengirim suara, gambar,
ortogonalitas ini, maka antar subcarrier yang teks maupun data file. Pada penelitian ini sistem ini
berdekatan tidak saling berinterferensi. Hal ini akan diaplikasikan untuk mengirimkan suara
akan membuat sistem OFDM mempunyai efisiensi secara real time. Salah satu permasalahan dalam
spektrum yang lebih tinggi jika dibandingkan pengembangan sistem OFDM ialah masalah
dengan teknik modulasi multicarrier konvensional. peningkatan data rate OFDM dengan
menggunakan Mapping 64 QAM dan penambahan
Pada saat ini, OFDM telah dijadikan standar Automatic Gain Control (AGC) untuk memperbaiki
dan dioperasikan di Eropa yaitu pada proyek DAB
performa sinyal pada receiver. Dengan
(Digital Audio Broadcast), selain itu juga digunakan peningkatan Mapping pada sistem diharapkan
pada HDSL (High Bit-rate Digital Subscriber Lines; jumlah sinyal yang dioperasikan menjadi lebih
1.6 Mbps)[1], VHDSL (Very High Speed Digital
besar mencapai 8 kpps. Pada penelitian ini
Subscriber Lines; 100 Mbps)[2], HDTV (High diharapkan dapat meningkatkan kualitas system
Definition Television)[3] dan juga komunikasi radio. OFDM yang pernah dirancang sebelumnya oleh
Teknologi ini sebenarnya sudah pernah diusulkan Rianto (2009).
pada sekitar tahun 1950, dan penyusunan teori-
teori dasar dari OFDM sudah selesai sekitar tahun Modem OFDM akan disimulasikan dengan
1960. Pada tahun 1966, OFDM telah dipatenkan di menggunakan software Simulink pada MATLAB
Amerika[2]. Kemudian pada tahun 1970-an, 2010a dan selanjutnya diimplementasikan pada
muncul beberapa paper yang mengusulkan untuk OMAP L-137 TMS320C6747 Texas Instrument.
mengaplikasikan DFT (Discrete Fourier Transform)
pada OFDM, dan sejak tahun 1985 muncul
beberapa paper yang memikirkan pengaplikasian
teknologi OFDM ini pada komunikasi wireless.
Melihat kelebihan yang dimiliki teknik OFDM
ini, maka penulis tertarik untuk mengembangkan
sistem OFDM ini pada jangkauan frekuensi audio

ISBN 978-602-19655-4-2 212


Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

 n | X ( f ) |2
Teori n
x 2 (t ) 
n
Secara umum, komponen yang membentuk
sistem komunikasi wireless terdiri dari bagian Dimana X ( f )  FFT {x(t )} dan n adalah
transmitter, channel, dan receiver. Demikan juga jumlah sampel x(t)
halnya dengan sistem OFDM.
Dalam kasus ini, nilai RMS secara komputasi
dalam domain waktu sama dengan domain
frekuensi yaitu :
2
1 1 X(f )
RMS   x 2 (t ) 
n n
 | X ( f ) |2 
n n

n n

Perancangan Sistem OFDM


Untuk memudahkan pengujian algoritma dan
desain sistem serta implementasi pada OMAP
L137 TMS320C6747, maka sistem dimodelkan
dan simulasikan dengan menggunakan software
simulink pada MATLAB 2010a.
Gambar 1. Desain OFDM[4].
Perancangan Simulasi OFDM
Sebuah sinyal carrier OFDM terdiri dari
Simulasi dilakukan untuk menganalisa
sejumlah orthogonal subcarrier. Data baseband
performa dari automatic gain control pada sistem
pada masing-masing subcarrier dimodulasi
OFDM yang telah dirancang. Performa automatic
menggunakan teknik modulasi yang umum, seperti
gain control disimulasikan dengan melewatkan
Quadrature Amplitude Modulation (QAM) atau
sinyal OFDM pada kanal transmisi berupa noise,
Phase Shift Keying (PSK)[4].IFFT dihitung pada
delay dan frekuensi offset. Performa dari automatic
setiap set simbol, memberikan satu set sampel
gain control diukur berdasarkan jumlah bit error
kompleks pada domain waktu. Set sampel ini
pada penerima. Dalam simulasi ini jumlah bit yang
kemudian dicampur (mixed) secara kuadratur
dikirim adalah sebanyak 10000 bit.
untuk passband .
Pada sisi receiver, dilakukan proses yang
berkebalikan dengan proses yang terjadi pada sisi
transmitter . FFT digunakan untuk mengubah
kembali ke domain frekuensi. Aliran data kembali
paralel, yang masing-masing dikonversi menjadi
aliran biner menggunakan detektor simbol yang
sesuai. Aliran simbol ini kemudian kembali
digabungkan menjadi aliran serial s[n] yang Gambar 2. Perancangan Simulasi OFDM[10].
merupakan aliran biner asli dari transmitter
Pengujian Sistem Modem OFDM
Automatic Gains Control (AGC)
Modem OFDM yang telah dirancang dan
Automatic gain control dapat diartikan sebuah disimulasikan kemudian ditanam pada board
sistem yang secara otomatis dapat memvariasikan TMS320C6747. Pada pengujian dilakukan proses
penguatan frekuensi penerima terhadap perekaman suara output receiver untuk
perubahan sinyal pada masukan. membandingkan kualitas suara yang dihasilkan
AGC[5] dengan metoda RMS (Root Mean seperti yang ditunjukkan pada gambar 3.
Square) berguna ketika sinyal perlu untuk kompres
atau dibatasi, namun masih mempertahankan
cukup banyak sensasi dinamis, dan lebih mungkin
untuk digunakan dengan sinyal musik yang lebih
kompleks.
Untuk mencari RMS suatu sinyal dalam
domain frekuensi dapat di jelaskan dengan teori
Parseval
Gambar 3. Pengujian sistem modem OFDM.

ISBN 978-602-19655-4-2 213


Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Hasil dan Diskusi Gambar 5. menunjukkan hasil pengujian


dengan menggunakan 64 QAM dengan panjang
Performa Automatic Gain Control
FFT 64 dan frekuensi sampling 8 kHz.
Performa OFDM dengan dan tanpa Automatic
Gain Control ditunjukkan dengan grafik jumlah bit
error terhadap besarnya frekuensi offset dengan
variasi SNR dari 10 dB sampai 60 dB seperti pada
Gambar 4. Banyaknya data yang disimulasikan
adalah 10000 bit.

Gambar 5. Output suara pada receiver dengan


variasi mapping. 64 QAM (atas: tanpa AGC,
bawah: dengan AGC).
Untuk jenis mapping 64 QAM mempunyai
kualitas suara yang lebih baik dari 16 QAM.
semakin besar modulasi yang digunakan maka
performa Automatic Gain Control semakin bagus
karena kualitas suara menjadi lebih stabil dan kuat.
Grafik 1. Performa OFDM (a) tanpa Automatic Namun demikian, kemampuan suatu digital signal
Gain Control (b) dengan Automatic Gain Control. prosesor (DSP) memiliki batas kecepatan siklus
Dengan peningkatan frekuensi offset pada instruksi. Hasil pengujian pada DSP
simulasi yang dilakukan cendrung mengalami TMS320C6747 buatan Texas Instrument dapat
penurunan perbandingan sinyal dan noise dalam berjalan hingga frekuensi sampling 8 kHz pada
pengujian. Sistem OFDM tanpa menggunakan panjang FFT 64.
Automatic Gain Control lebih baik dalam
mengatasi efek inter carrier interference (ICI) dari Kesimpulan
pada OFDM yang menggunakan Automatic Gain Berdasarkan hasil simulasi dan implementasi
Control. Automatic Gain Control pada dasarnya Automatic Gain Control pada modem OFDM dalam
mengurangi variasi amplitudo yang terjadi pada jangkauan frekuensi audio dapat disimpulkan
sinyal yang dapat menyebabkan hilangnya Automatic Gain Control dapat mengatasi fluktuasi
informasi yang di tangkap pada receiver. Tetapi sinyal suara yang diterima setelah melewati kanal
jika dibandingkan jumlah data yang dikirim dengan terutama dalam penggunaan modulasi yang cukup
jumlah error yang ditimbulkan pada penggunaan besar seperti 64 QAM. Hasil simulasi menunjukkan
Automatic Gain Control, nilai error yang didapat kemampuan Automatic Gain Control dengan
sekitar 0,3 persen. metode ini mampu secara efektif memperbaiki
Selanjutnya dapat kita lihat konstelasi performa suara pada walaupun dari sisi jumlah bit
performa OFDM dengan perubahan frekuensi error masih menunjukkan hasil yang kurang baik
offset terhadap variasi frekuensi offset, panjang FFT dan
variasi frekuensi sampling. Selanjutnya pada
simulasi ini efek ICI juga akan semakin besar jika
jarak antar subcarrier semakin kecil, sehingga
performa Automatic Gain Control yang paling
optimal yaitu pada frekuensi sampling 8 kHz
dengan panjang FFT 64.

Referensi
[1] IEEE Standard for Local and metropolitan
area networks Part 16: Air Interface for Fixed
(a) (b) and Mobile BWA Systems-Amendment 2 and
Gambar 4. Konstelasi OFDM dengan Automatic Corrigendum 1. 2005.
Gain Control (a) frekuensi offset 1 Hz (b) frekuensi [2] IEEE Standard for Local and metropolitan
offset 3 Hz. area networks-Part 16: Air Interface for Fixed
Broadband Wireless Access Systems. 2004.
Analisa performa Automatic gain control terhadap [3] I. C. Msadaa, F. Filali, and F. Kamoun. An
pengujian sistem OFDM Adaptive QoS Architecture for IEEE 802.16

ISBN 978-602-19655-4-2 214


Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Broadband Wireless Networks. To be


published in Proc. Of MASS 2007, (2007).
[4] J. Chen, W. Jiao, and H. Wang. A Service
Flow Management Strategy for IEEE 802.16 Rifki Muhendra*,
Broadband Wireless Access Systems in TDD Laboratorium Elektronika dan Instrumentasi,
Mode. In Proc. of ICC2005, (2005). Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
[5] D. Cho, J. Song, M. Kim, and K. Han. Institur Teknologi Bandung
Performance Analysis of IEEE 802.16 Jl. Ganesa 10 Bandung 40132
Wireless Metropolitan Area Network. In Proc. rifki_seru@yahoo.com
of DFMA’05, pp. 130-137, (2005).
[6] K. Wongthavarwat and A. Ganz. Packet
Scheduling for QoS support in IEEE 802.16 Maman Budiman
broadband wireless access systems. Laboratorium Elektronika dan Instrumentasi,
International Journal of Communication Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
systems, 16:8196, (2003). Institur Teknologi Bandung
[7] A. Sayenko, O. Alanen, J. Karhula, and T. Jl. Ganesa 10 Bandung 40132
Hämäläinen. Ensuring the QoS requirements maman@fi.itb.ac.id
in 802.16 Scheduling. In Proc. ofMSWIM
2006, pp. 108-117, (2006).
[8] A. E. Xhafa, S. Kangude, and X. Lu. MAC
performance of IEEE 802.16e. In Proc. of *Corresponding author
VTC-2005-Fall, vol. 1, pp. 685-689, 2005.
[9] http://elchusany.blogspot.com/2011/03/ofdm-
orthogonal-frequency-division.html
[10] Rianto, Perancangan Carrier recovery pada
Modem OFDM dalam range frekuensi radio.
2009. ITB

ISBN 978-602-19655-4-2 215


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Analisis Buku Teks Kimia SMA pada Konsep Kesetimbangan Kimia


Ditinjau dari Kriteria Representasi
Rita Sugiarti* dan Ida Farida, Ch.

Abstrak
Penelitian ini bertujuan menganalisis buku teks kimia SMA pada konsep kesetimbangan kimia menggunakan
lima kriteria representasi buku dari Gkitzia, et al yaitu jenis representasi (R1); fitur interpretasi (R2):
keterkaitan teks, (R3): keberadaan keterangan gambar (R4):, derajat keterhubungan antara komponen
multiple representasi (R5). Sebagai buku standar digunakan buku teks kimia “Chemistry” karangan Mc Murry.
Analisis dilakukan terhadap Buku Sekolah Elektronik Kimia (buku A), dan buku kimia yang banyak
digunakan sebagai buku pengayaan (buku B). Hasil analisis menunjukkan: dari segi representasi gambar,
buku A memuat tiga representasi dengan jenis (R1) makroskopik (33%) dan multiple (67 %) ; fitur eksplisit,
implisit dan ambigu sebanding (R2 33%) ; keterkaitan teks (R3 66%), keterangan sesuai (R4 66%) dan R5
tak terhubung (66%). Buku B, memuat enam representasi dengan jenis (R1) makroskopik (17%);
submikroskopik (17%) dan multiple (66%), fitur eksplisit (R2 : 83%), keterkaitan teks (R3 83%), keterangan
sesuai (R4 83% ) dan R5 tidak terhubung (17%) .Dari segi kesesuaian representasi konsep, Kedua buku
yang diteliti tidak menjelaskan fungsi nilai tetapan kesetimbangan Kc dan hanya buku B yang menjelaskan
fungsi nilai Qc dan Kc. Dibandingkan dengan buku A, buku B menyajikan konsep hampir sesuai dengan
buku standar dan hampir memenuhi lima standar kriteria representasi buku.
Kata-kata kunci : Representasi Kimia, Kesetimbangan Kimia, Analisis Buku Teks Kimia
dari buku ke buku. Sehingga diperlukan adanya
Pendahuluan
selektifitas dalam memilih buku teks pelajaran
Kimia sering dianggap sulit, salah satu yang tepat, termasuk dalam memilih buku
alasannya yaitu beberapa konsep pada kimia pelajaran kimia yang memiliki banyak konsep
bersifat abstrak [1]. Salah satu materi dalam ilmu abstrak. Ahtineva [4] mengajukan metode analisis
kimia adalah kesetimbangan kimia. Pada materi buku, khususnya buku kimia yaitu dengan cara
kesetimbangan kimia banyak terdapat konsep- klasifikasi konsep inti dan klasifikasi aktifitas atau
konsep abstrak yang cenderung tidak mudah kegiatan berdasarkan tingkat kesulitan tugas.
dipahami. Hal ini memungkinkan terjadinya Selanjutnya ada enam pendekatan yang diajukan
kesalahan konsep pada siswa sebagaimana Ahtineva [4] dalam menganalisis konsep inti, yaitu:
ditemukan oleh oleh Adaminata dan Marsih [2], 1) Mendefinisikan konsep inti; 2) Mengaitkan
yaitu: 1) keadaan kesetimbangan akan tercapai dengan pengetahuan lain; 3) Melengkapi konsep
jika konsentrasi pereaksi sama dengan konsentrasi dengan gambar; 4) Memberikan contoh atau
hasil reaksi, 2) tidak dapat mengkaitkan nilai K latihan yang terkait dengan konsep; 5) Empiris
dengan komposisi kimia saat kesetimbangan, 3) (dapat dibuktikan); 6) Menghubungkan konsep
pada suhu tetap penambahan padatan atau cairan dengan kehidupan faktual.
murni akan menggeser kesetimbangan heterogen;
Dalam mengevaluasi representasi kimia pada
4) tidak dapat menentukan pengaruh dari suatu
buku teks, terdapat lima kriteria yang diajukan oleh
gangguan terhadap kesetimbangan; 5)
Gkitzia, et al., [5]. Yang selanjutnya dirinci, sebagai
penambahan katalis akan meningkatkan nilai K.
berikut: (R1) Jenis representasi, terdiri dari enam
Kesulitan siswa belajar konsep bukan hanya tipologi: a) makroskopik, b) submikroskopik, c)
disebabkan oleh proses belajar saja , namun juga simbolik, d) multiple, e) hybrid, d) mixed; (R2) fitur
dapat dipengaruhi buku teks yang digunakannya. interprestasi, terdiri dari tiga tipologi: a) eksplisit, b)
Representasi kimia berupa teks dan gambar pada implisit, c) ambigu; (R3) Keterkaitan dengan teks,
buku teks pelajaran kimia SMA bisa menjadi salah terdiri dari lima tipologi: a) sepenuhnya terkait dan
satu penyebab munculnya permasalahan tersebut, terhubung, b) sepenuhnya terkait dan tidak
sehingga diperlukan adanya evaluasi representasi terhubung, c) sebagian terkait dan terhubung, d)
kimia pada buku teks kimia SMA agar calon guru sebagian terkait dan tidak terhubung, e) tidak
dapat memilih bahan ajar yang tepat bagi siswa terkait; (R4) ada atau tidaknya keterangan gambar,
sehingga kemungkinan kesalahan konsep yang terdiri dari tiga tipologi: a) adanya keterangan yang
disebabkan oleh buku teks dapat diperkecil atau sesuai, b) adanya keterangan yang bermasalah, c)
bahkan dapat dihilangkan. Menurut Dahar [3] tidak ada keterangan (R5) Derajat keterhubungan
jumlah konsep-konsep yang disajikan dan antara komponen multiple representasi, terdiri dari
ketepatan uraian suatu konsep sering berbeda tiga tipologi: a) cukup terhubung, b) kurang

ISBN 978-602-19655-4-2 216


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

terhubung, c) tidak terhubung. Standar kriteria memuat representasi kimia paling sesuai dengan
representasi gambar yang baik dalam buku teks standar kriteria representasi buku dan pada
kimia menurut Gkitzia adalah (R1) multiple, (R2) akhirnya kita dapat mengetahui buku yang paling
eksplisit, (R3) sepenuhnya terkait dan terhubung, berkualitas dan paling cocok diterapkan dalam
(R4) adanya keterangan yang sesuai, (R5) cukup pembelajaran kimia sehingga dapat meningkatkan
terhubung. pemahaman siswa.
Makalah ini membahas mengenai hasil
Hasil dan Diskusi
analisis buku teks kimia SMA pada konsep
kesetimbangan kimia menggunakan lima kriteria Berdasarkan analisis, teks standar memuat
representasi buku yang diajukan Gkitzia, et al. konsep kunci: 1) keadaan setimbang, 2) tetapan
Setelah tahap analisis, kemudian diadakan kesetimbangan Kc, 3) tetapan kesetimbangan Kp,
perbandingan antar buku teks kimia SMA hingga 4) kesetimbangan homogen, 5) kesetimbangan
didapatkan buku yang hampir memenuhi standar heterogen, 6) asas Le Chatelier, 7) faktor-faktor
kriteria. yang mempengaruhi keadaan kesetimbangan.
Semua konsep ini dilengkapi dengan representasi
Metode Penelitian gambar yang memenuhi standar kriteria
representasi buku. Selain itu juga, konsep-konsep
Penelitian ini menggunakan metode penelitian
pada teks standar dilengkapi dengan contoh soal
deskriptif yang bertujuan untuk mendeskripsikan
yang jawabannya terperinci dengan jelas sehingga
hasil analisis representasi kimia pada materi
konsep yang dijelaskan dapat dengan mudah
kesetimbangan kimia yang terdapat dalam dalam
dipahami oleh pembaca.
buku teks kimia SMA kelas XI, yang kemudian
dibandingkan dengan buku teks kimia lain yang Berikut ini hasil analisis Buku A dan Buku B:
sebagai teks standar. Dari segi representasi konsep pada buku A,
hampir semua konsep kunci pada teks standar
Subjek penelitian ini adalah dua jenis buku
juga dijelaskan pada buku A, tetapi penjelasan
teks kimia SMA yaitu buku Kimia untuk SMA/ MA
pada buku A lebih singkat dan tidak mendalam,
Kelas XI Program Ilmu Alam karangan Budi Utami,
contohnya dalam menjelasan konsep
dkk. (2009) yang kemudian disebut Buku A, dan
kesetimbangan heterogen, pada teks standar
buku Kimia untuk SMA Kelas XI karangan Michael
diberikan pengertian kesetimbangan heterogen,
Purba (2007) yang kemudian disebut sebagai
contoh reaksinya, serta aturan penentuan
Buku B. Alasan pemilihan kedua buku ini karena
persamaan tetapan kesetimbangan Kc dan Kp
berdasarkan studi pendahuluan, Buku A dan Buku
dalam reaksi kesetimbangan heterogen, selain itu
B merupakan buku yang paling banyak digunakan
juga diberikan gambar representasi multiple dalam
di sekolah-sekolah sebagai sumber pembelajaran.
melengkapi penjelasan, dan tentunya juga
Teks standar dibuat dengan menganalisis konsep
dilengkapi dengan contoh soal. Sedangkan dalam
kesetimbangan kimia pada Textbook Chemistry
menjelaskan konsep kesetimbangan heterogen,
fourth edition karya Mc Murry Fay [6]. Isi Textbook
buku A hanya memberikan contoh reaksinya saja,
karya Mc Murry Fay ini hampir memenuhi seluruh
tanpa dilengkapi dengan penjelasan apapun dan
kriteria pendekatan yang diajukan oleh Ahtineva
juga tidak memberikan contoh soal. Selain itu,
[4].
dalam menjelaskan tetapan kesetimbangan Kc,
Data-data dikumpulkan menggunakan teknik buku A tidak menjelaskan fungsi tetapan
dokumentasi check-list, dimana peneliti kesetimbangan Kc, padahal konsep ini penting
memberikan tanda di setiap pemunculan gejala untuk mengetahui ketuntasan reaksi. Buku A juga
yang dimaksud [7]. Langkah pertama adalah tidak menjelaskan konsep Qc, padahal konsep Qc
menganalisis teks standar menggunakan tabel penting untuk memprediksi arah reaksi.
kategorisasi teks dan tabel kategorisasi gambar.
Dari segi representasi konsep buku B
Selanjutnya dianalisis representasi materi subjek
menunjukan bahwa hampir semua konsepnya
pada Buku A dan Buku B. Representasi kimia
menjelaskan konsep-konsep kunci yang ada
berupa gambar yang ada di dalam buku teks
dalam teks standar. Tetapi buku B tidak terlalu
ditelaah dan dianalisis menggunakan standar
banyak memberikan contoh soal seperti pada teks
kriteria representasi buku Gkitzia, et al. [5],
standar. Sama halnya seperti buku A, buku B juga
selanjutnya diklasifikasikan berdasarkan tipologi
tidak memberikan penjelasan fungsi nilai tetapan
yang sesuai dari R1-R5. Setelah itu, hasil analisis
kesetimbangan Kc. Walaupun begitu, konsep yang
representasi gambar dipersentasekan dengan
dijelaskan pada buku B lebih lengkap dan
menghitung jumlah tipologi yang muncul dan
terperinci bila dibandingkan dengan buku A.
membaginya dengan jumlah total tipologi dikali
Misalnya, pada Buku B dijelaskan konsep Qc
seratus persen. Hasil persentase tersebut
dalam memprediksi arah reaksi, sedangkan Buku
kemudian dibandingkan dengan persentase buku
A tidak menjelaskannya. Untuk melengkapi
lain, sehingga dapat diketahui buku mana yang
penjelasannya, Buku B juga lebih banyak

ISBN 978-602-19655-4-2 217


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

memberikan representasi gambar bila Tabel 2. Analisis representasi gambar Buku B.


dibandingkan dengan Buku A.
Gambar Tipe representasi
Berikut ini hasil analisis representasi gambar kurva perubahan R1d. Multiple
menggunakan kriteria Gkitzia et,al. [4]. konsentrasi pada R2a. Eksplisit
Buku A memuat tiga representasi gambar, reaksi kesetimbangan R3a. Sepenuhnya terkait
(1) dan kurva dan terhubung
yaitu gambar yang : 1). menunjukkan proses
perubahan laju reaksi R4a. Adanya keterangan
kesetimbangan dinamis air dalam sistem tertutup;
2) mengilustrasikan proses tercapainya pada kesetimbangan yang sesuai
(2) R5a. Cukup terhubung
kesetimbangan dinamis N2O4 dari segi
submikroskopik R1b. Submikro
makroskopik dan submakroskopik, dan 3)
menunjukkan skema pembuatan asam sulfat Keadaan reaksi R2a Eksplisit
setimbang pada R3a. Sepenuhnya terkait
dengan cara proses kontak. Berikut ini tipe
representasi untuk setiap gambar. keadaan awal dan dan terhubung
pada keadaan akhir R4c. Tidak ada
Tabel 1. Analisis representasi gambar Buku A. (3) keterangan
R5c. Tidak terhubung
Gambar Tipe representasi
Pengaruh perubahan R1d. Multiple
Proses R1d. Multiple tekanan dan volume R2a. Eksplisit
kesetimbangan R2c. Ambigu
pada kesetimbangan R3b. Sepenuhnya terkait
dinamis air dalam R3a. Sepenuhnya terkait
campuran N2, H2, dan dan tidak terhubung
sistem tertutup (1) dan terhubung NH3 (4) R4a. Adanya keterangan
R4a. Adanya keterangan
yang sesuai
yang sesuai
R5b. Kurang terhubung
R5c. Tidak terhubung Kurva hubungan R1d. Multiple
Proses R1d. Multiple antara konsentrasi R2b. Implisit
tercapainya R2b. Implisit dengan waktu yang R3a. Sepenuhnya terkait
kesetimbangan R3a. Sepenuhnya terkait menunjukan dan terhubung
dinamis N2O4 dari dan terhubung perbedaan pencapaian R4a. Adanya keterangan
segi makroskopik R4a. Adanya keterangan kesetimbangan reaksi yang sesuai
dan yang sesuai tanpa katalis dan R5a. Cukup terhubung
submakroskopik R5a. Cukup terhubung dengan katalis (5)
(2) Skema pembuatan R1d. Multiple
ammonia skala industri R2a. Eksplisit
Skema pembuatan R1a. Makroskopik melalui proses Haber- R3a. Sepenuhnya terkait
asam sulfat R2a. Eksplisit Bosch (6) dan terhubung
dengan cara R3c. Sebagian terkait dan R4a. Adanya keterangan
proses kontak (3) terhubung yang sesuai
R4b. Adanya keterangan R5a. Cukup terhubung
yang bermasalah
R5c. Tidak terhubung Berdasarkan analisis diatas, dapat terlihat
bahwa jumlah representasi gambar pada Buku B
juga sangat berbeda dengan teks standar, tetapi
Berdasarkan analisis diatas, dapat terlihat bila dibandingkan dengan buku A, buku B memuat
bahwa Buku A memiliki perbedaan yang sangat representasi gambar dua kali lipat lebih banyak
jauh dengan teks standar dalam hal jumlah daripada buku A. Sama halnya dengan teks
representasi gambar. Buku A hanya memuat tiga standar, buku B memiliki representasi yang
representasi gambar, sedangkan teks standar cenderung menampilkan representasi multiple
memuat duapuluh dua representasi gambar dalam serta memiliki representasi yang sepenuhnya
menjelaskan konsep kesetimbangan kimia. Sama terkait dan terhubung. Selain itu, buku B juga tidak
halnya dengan gambar pada teks standar, memiliki representasi ambigu dan tidak memiliki
representasi Buku A cenderung menampilkan representasi yang ada keterangan bermasalah.
representasi multiple serta memiliki representasi Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa buku B
yang sepenuhnya terkait dan terhubung dengan lebih banyak memunculkan representasi yang
teks. Tetapi Buku A memiliki representasi ambigu sesuai dengan standar kriteria representasi buku
dan terdapat representasi yang ada keterangan dan hampir memiliki kesesuaian representasi yang
bermasalah. Lain halnya dengan teks standar, sama dengan teks standar. Adapun perbandingan
tidak terdapat representasi ambigu dan juga tidak representasi gambar buku A dan buku B dengan
terdapat representasi yang ada keterangan teks standar secara nyata dapat dilihat pada Tabel
bermasalah. 3:

ISBN 978-602-19655-4-2 218


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Tabel 3. Perbandingan persentase representasi Kesimpulan


buku A, buku B dan teks standar sesuai degan
Dari segi kesesuaian representasi konsep,
tipologi representasi yang muncul.
Kedua buku yang diteliti tidak menjelaskan fungsi
Tipologi
Teks
Buku A
Buku nilai tetapan kesetimbangan Kc dan hanya buku B
Standar B yang menjelaskan fungsi nilai Qc dan Kc. Dari
Makroskopik (R1a) 13% 33% - segi representasi gambar, bila dibandingkan
Sub-mikroskopik dengan buku A, buku B lebih banyak
5% - 17%
(R1b) memunculkan representasi yang sesuai dengan
Simbolik (R1c) 9% - -
standar kriteria representasi buku dan hampir
Multiple (R1d) 68% 67% 83%
memiliki kesesuaian representasi yang sama
Mixed (R1e) 5% - -
Eksplisit (R2a) 59% 33% 83%
dengan teks standar
Implisit (R2b) 32% 33% 17%
Ambigu (R2c) 9% 33% - Saran
Sepenuhnya Bagi calon penulis buku teks kimia SMA
terkait & 85% 67% 83%
hendaknya memperhatikan keberadaan
terhubung(R3a)
Sepenuhnya
representasi kimia dalam melengkapi penjelasan
terkait & tidak 5% - 17% setiap konsep. Kriteria representasi buku yang
terhubung(R3b) diajukan Gkitzia, et al.dapat dijadikan standar
Sebagian terkait & dalam penyusunan buku teks kimia.
5% 33% -
terhubung(R3c)
Sebagian terkait & Referensi
tidak 5% - -
terhubung(R3d) [1] Chang, R., “Kimia Dasar Konsep-Konsep Inti”,
Adanya ket. sesuai Edisi Ketiga Jilid 1. Jakarta: Erlangga, (2004).
77% 67% 83% [2] Adaminata, M. dan Marsih, I. ”Analisis
(R4a)
Adanya ket. Kesalahan Konsep Siswa SMA pada Pokok
- 33% -
bermasalah (R4b) Bahasan Kesetimbangan Kimi”, Prosiding
Tidak ada Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran
23% - 17%
keterangan (R4c) dan Sains 2011 (SNIPS 2011) Bandung,
Cukup Indonesia.
32% 33% 66%
terhubung(R5a) [3] Dahar, R.W., “Teori-Teori Belajar”, Jakarta:
Kurang
41% - 17% Erlangga, (1996).
terhubung(R5b)
Tidak
[4] A. Ahtineva, “Textbook Analysis In The
27% 67% 17% Service Of Chemistry Teaching”, Journal of
terhubung(R5c)
Education 11, 25-33 (2005).
Standar kriteria representasi gambar yang [5] Gkitzia, V., Salta, K,. dan Tzougraki, C.
baik dalam buku teks kimia menurut Gkitzia adalah “Development and Application of Suitable
(R1) multiple, (R2) eksplisit, (R3) sepenuhnya Criteria for the Evaluation of Chemical
terkait dan terhubung, (R4) adanya keterangan Representations in School Textbooks”,
yang sesuai, (R5) cukup terhubung. Pada (R1) Chemistry Education Research and Practice,
multiple, buku B memiliki persentase paling tinggi 12, 5-14, (2010).
yaitu 83%. Pada R2, buku B lebih banyak memiliki [6] Mc Murry. J. dan Fay, R., Chemistry (fourth
representasi eksplisit (83%) daripada buku A edition). New York: Pretrice Hall, (2006).
(33%). Pada R3, buku B lebih banyak memiliki [7] Arikunto, S., “Prosedur Penelitian Suatu
representasi sepenuhnya terkait dan terhubung Pendekatan Praktik”, Jakarta: PT. Rineka
(83%) daripada buku A (67%). Pada R4, buku B Cipta, (2010).
lebih banyak memiliki representasi adanya
keterangan sesuai (83%) daripada buku A(67%).
Pada R5, buku B lebih banyak memiliki Rita Sugiarti*
representasi cukup terhubung (66%) daripada Program Studi Pendidikan Kimia
buku A(33%). Dari hasil analisis representasi UIN Sunan Gunung Djati Bandung
gambar dapat ditarik kesimpulan bahwa buku B ritha.alfaruq@gmail.com
lebih banyak memunculkan representasi yang
sesuai dengan standar kriteria representasi buku. Ida Farida, Ch.
Program studi pendidikan Kimia
Berdasarkan hasil analisis yang telah UIN Sunan Gunung Djati Bandung
dilakukan, buku kimia SMA di Indonesia belum ada idafaridach@uinsgd.ac.id
yang memenuhi standar kriteria Gkitzia.

ISBN 978-602-19655-4-2 219


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Model Kompartemen untuk Kontaminan Timbal pada Tubuh Manusia


dengan Metode Beda Hingga
Sesya Sri Purwanti*, Siti Nurul Khotimah, dan Freddy Haryanto

Abstrak
Timbal merupakan salah satu polutan logam berat yang banyak terdapat di lingkungan sekitar, dan
berpeluang besar mengkontaminasi tubuh manusia. Menurut proses metabolismenya, timbal masuk ke
dalam tubuh manusia dengan 2 cara, yaitu inhalasi dan injesi, dan kemudian menyebar ke seluruh tubuh.
Model kompartemen dapat digunakan untuk menggambarkan proses metabolisme timbal, dan juga dapat
mengetahui laju konsentrasinya dari setiap bagian tubuh tempat timbal terakumulasi yaitu pada darah,
jaringan lunak, dan tulang. Untuk menyederhanakan permasalahan, digunakanlah model 2 kompartemen
yang menggambarkan pertukaran zat secara reversible antara kompartemen darah dan bagian lainnya di
dalam tubuh. Kemudian digunakan model 3 kompartemen yang lebih mendekati permasalahan, dengan
darah sebagai kompartemen sentral, sedangkan tulang dan jaringan menjadi 2 kompartemen lainnya.
Metode perhitungan yang digunakan untuk mengetahui laju konsentrasi dari setiap kompartemen pada
penelitian ini adalah metode beda hingga. Pada model 2 kompartemen, dilakukan perbandingan antara hasil
perhitungan metode beda hingga dengan hasil analitik. Pada perhitungan laju konsentrasi timbal dalam
darah, kurva error terhadap nilai Δt (time step) memiliki nilai terkecil 1,2410‐5  %  pada  Δt =  310-4 hari.
Sedangkan pada model 3 kompartemen, hasil metode beda hingga dibandingkan dengan hasil referensi
yang dilakukan oleh Rabinowitz (1976). Laju konsentrasi untuk kompartemen darah yang dihasilkan metode
beda hingga naik lebih cepat jika dibandingkan dengan referensi, namun demikian secara umum memiliki
pola yang sama.
Kata-kata kunci: Kompartemen, Laju Konsentrasi, Metode Beda Hingga, Timbal.
konsentrasi timbal yang terakumulasi di beberapa
Pendahuluan
bagian tubuh.
Keracunan logam berat merupakan salah satu
masalah kesehatan yang masih banyak timbul di Metode
negara negara berkembang, termasuk Indonesia,
Sebelum membuat model kompartemen ini,
terutama di kota kota besar. Hal tersebut terjadi
hal yang harus terlebih dahulu dipahami adalah
karena pada negara berkembang terdapat banyak
bagaimana proses sebenarnya dari metabolisme
kegiatan industri yang dilakukan sehingga banyak
timbal dalam tubuh. Timbal masuk ke dalam tubuh
terjadi pencemaran lingkungan, salah satunya
manusia melalui dua cara, pertama yaitu dengan
adalah pencemaran logam berat.
cara inhalasi (saluran pernafasan), dengan sumber
Pada studi yang dilakukan oleh Lestari dan timbal berupa asap kendaraan bermotor dan cat
Edward (2004), ditemukan bahwa air laut di pantai tembok. Sebanyak 35 % dari timbal yang terhirup
Ancol mengandung kadar logam berat di atas akan masuk ke dalam peredaran darah.
kadar ambang batas yang telah ditetapkan oleh Sedangkan yang kedua adalah dengan cara injesi
kementrian lingkungan hidup, dengan konsentrasi (saluran pencernaan), dengan sumber berupa
terbesar adalah 0,55 ppm untuk timbal[1]. Selain limbah industri, dan sebanyak 8 % dari timbal yang
itu berdasarkan survey yang dilakukan oleh Rachel tertelan akan masuk ke dalam peredaran darah.
Albalak dkk(2003), pada 397 orang siswa SD di Selain dapat masuk dan terakumulasi di dalam
daerah Jakarta. Sebanyak 35% memiliki kadar tubuh, timbal juga dapat keluar melalui beberapa
timbal di atas 10 µg/dl yang merupakan kadar jalur ekskresi, diantaranya urine, feses, keringat,
ambang batas untuk anak anak dan bahkan 2.4% dan rambut[3].
sangat tinggi yaitu diatas 20 µg/dl[2].
Untuk menggambarkan proses metabolisme
Berdasarkan kedua survei tersebut, dapat dan mengetahui laju konsentrasi timbal yang
disimpulkan bahwa timbal merupakan polutan terakumulasi dalam beberapa bagian di dalam
logam berat yang memiliki konsentrasi yang tinggi tubuh, dapat digunakan model kompartemen.
di lingkungan dan masih berpotensi cukup besar Model kompartemen pertama yang diuji adalah
dalam mengkontaminasi tubuh manusia. Maka, model 2-kompartemen yang menggambarkan
tujuan dari penelitian ini adalah untuk pertukaran zat antar kompartemen darah dan
mengevaluasi model kinetika untuk metabolisme kompartemen bagian lain dalam tubuh selain
timbal pada tubuh manusia, serta menentukan

ISBN 978-602-19655-4-2 220


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

darah, yang bersifat reversible, seperti terlihat


pada Gambar 1.

Gambar 1. Model 2-kompartemen dengan proses


reversible.
Laju konsentrasi dari setiap kompartemen Gambar 2. Model 3-kompartemen (Darah, Tulang,
dapat dirumuskan dengan Persamaan (1) dan (2). dan Jaringan Lunak) dengan 1 jalan masuk dan 2
jalan keluar.
dC 1
 k 21C 2  k 12C 1 (1)
dt Laju konsentrasi dari masing kompartemen dapat
dirumuskan dengan Persamaan (3) , (4), dan (5).
dC 2
 k 12C 1  k 21C 2 (2)
dC
dt
dt A k C  k C  k C
1
 21 2 12 1 31 3
(3)
Dengan C1 adalah konsentrasi timbal pada k C  k C
13 1 1o 1
kompartemen 1 yaitu darah, C2 merupakan
konsentrasi timbal pada kompartemen 2 yaitu dC
bagian lain pada tubuh selain darah, dapat berupa
2
 k 12C 1  k 21C 2  k 2oC 2 (4)
dt
jaringan/tulang, sedangkan k12 adalah konstanta
transfer untuk zat yang berpindah dari
kompartemen 1 (darah) ke kompartemen 2
dC 3
 k 13C 1  k 31C 3 (5)
(tulang/jaringan), dan k21 sebaliknya. Kondisi awal dt
yang digunakan, yaitu C1(0) = 1, yang
menggambarkan kompartemen isi dan C2(0) = 0, Dengan A merupakan jumlah zat yang masuk
yang menggambarkan kompartemen kosong. kedalam tubuh melalui udara dan makanan, indeks
Besarnya konstanta transfer yang digunakan 1 pada simbol C1 merupakan penunjukan untuk
adalah k12 yanng bernilai 5,7810-3 /hari, dan k21 kompartemen 1 / kompartemen darah, sedangkan
dengan nilai 3,2510-5/hari . Lamanya pengamatan indeks 2 menunjukan kompartemen 2 yaitu
yaitu 630 hari, karena pada saat tersebut kompartemen jaringan, sedangkan indeks 3 untuk
konsentrasi dari masing masing kompartemen menunjukan kompartemen tulang, dan k1o
sudah relatif stabil. merupakan konstanta transfer dari kompartemen 1
ke luar system, begitupun dengan k2o. Keadaan
Langkah berikutnya, untuk lebih mendekati awal yang digunakan pada model ini didasarkan
keadaan yang sebenarnya, model tersebut dapat pada referensi yang didapat, yaitu studi yang
dikembangkan menjadi model 3-kompartemen. dilakukan oleh Rabinowitz (1976) untuk
Pada model ini, kompartemen darah dianggap pengukuran kadar timbal dalam darah pada 5
sebagai kompartemen sentral, dan kompartemen orang pria dewasa. Saat t=0 hari, salah satu
tulang/jaringan pada model sebelumnya, dapat pasien tersebut memiliki konsentrasi timbal dalam
dibagi menjadi 2 kompartemen yang berbeda. Hal darah / C1(0) sebesar 0,17 µg/g. Sedangkan C2(0)
tersebut dapat dilakukan karena masing masing dan C3(0) adalah 0 µg/g. Waktu pengamatan yang
kompartemen memiliki nilai konstanta transfer digunakan yaitu 10 hari, sesuai dengan waktu
yang berbeda. Selain itu, pada model 3- yang digunakan pada referensi. Pasien tersebut di
kompartemen terdapat satu jalan masuk timbal ke berikan masukan timbal sebanyak 142 µg/hari
dalam tubuh yaitu melalui makanan dan udara, yang berasal dari makanan dan minuman, dan 68
serta 2 jalan keluar yaitu melalui urine yang keluar µg berupa tracer yang diberikan hanya pada hari
melalui kompartemen darah, dan rambut serta pertama[4].
keringat yang keluar melalui kompartemen jaringan.
Untuk dapat lebih jelasnya, dapat dilihat pada Untuk menyelesaikan persamaan persamaan
Gambar 2. tersebut, metode yang digunakan yaitu metode
beda hingga dengan bentuk forward, karena waktu
pengamatan yang dilakukan hanya dari t=0 hari
hingga[5]. Pada model 2-kompartemen hasil
perhitungan akan dibandingkan dengan hasil
analitik, dengan beberapa variasi nilai time step
(Δt), dan kemudian melakukan variasi nilai
konstanta transfer. Sedangkan untuk model 3-
kompartemen, hasil perhitungan metode beda

ISBN 978-602-19655-4-2 221


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

hingga dibandingkan dengan hasil referensi yaitu digunakan, maka semakin akurat data / semakin
studi yang dilakukan oleh Rabinowitz (1976). kecil error yang dihasilkan.
Tabel 1. Variasi nilai time step dengan % error
Hasil dan diskusi
yang dihasilkan.
Hasil pada model 2-kompartemen dapat
dilihat pada Gambar 3 yang menunjukan bahwa Time step (Δt) Error
tidak nampak perbedaan yang besar antara grafik 10 hari 8,60%
hasil perhitungan metode beda hingga dengan 5 hari 4,33%
hasil analitik, jika dilihat dari grafik konsentrasi 3 hari 2,61%
terhadap waktu. Namun, jika dilihat dari data, akan 2,8610-4 hari 1,2410-5 %
terdapat perbedaan yang bervariasi setiap
waktunya. Pada saat t = 630 hari, dengan time Selain itu, pada model 2 kompartemen juga
step sebesar 2,8610-4 hari, didapatkan error dilakukan variasi nilai konstanta transfer (kij).
Dapat dilihat pada Gambar 4, bahwa jika k12
sebesar 1,2410-5 %. Time step tersebut
diperbesar dengan tidak mengubah nilai k21 , maka
menghasilkan nilai error terkecil yang dapat
laju konsentrasi dari masing masing kompartmen
dicapai.
akan semakin cepat. Sebaliknya, jika k21
diperbesar tanpa merubah nilai k12 , maka laju
konsentrasi akan melambat.

(a)

(a)

(b)
Gambar 4. Variasi nilai kij , saat time step = 3 hari:
(a) k12 di perbesar 10 kali dan k21 tetap, (b) k21 di
perbesar 1000 kali dan k12 tetap.
Hal tersebut menunjukan bahwa besarnya
konstanta transfer akan berpengaruh pada
(b) besarnya time step yang digunakan. Jika semakin
Gambar 3. Grafik konsentrasi terhadap waktu cepat laju konsentrasi yang dihasilkan akibat dari
model 2 kompartemen : (a) metode beda hingga, nilai konstanta transfer, maka untuk mendapatkan
(b) analitik. data yang lebih akurat nilai time step yang
digunakan harus cukup kecil, dan begitupun
Beberapa nilai time step (Δt) sudah diuji, sebaliknya.
diantaranya 10 hari, 5 hari, dan 3 hari.
Berdasarkan hasil dari beberapa nilai time step Sedangkan hasil untuk model 3-kompartemen
tersebut, dapat disimpulkan bahwa pada model 2- dengan penggunaan time step sebesar 0,4 hari,
kompartemen ini, semakin kecil time step yang dapat dilihat pada Gambar 5. Besarnya time step

ISBN 978-602-19655-4-2 222


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

ini diambil karena menghasilkan data yang cukup Kesimpulan


optimum dengan % error yang kecil, yiatu sebesar
Pada model 2-kompartemen error paling kecil
4,41%. Pada gambar tersebut dapat terlihat
adanya perbedaan pada kecepatan naiknya grafik yaitu 1,2410-5 % dapat dicapai dengan time step
untuk kompartemen darah. Pada hasil metode sebesar 2,8610-4 hari. Sedangkan pada model 3-
beda hingga, terlihat grafik naik lebih tajam jika kompartemen, grafik yang didapat dari hasil
dibandingkan dengan hasil referensi. Namun jika perhitungan sudah menyerupai hasil referensi,
dilihat dari segi bentuk sudah cukup menyerupai. walaupun masih terdapat sedikit perbedaan pada
kemiringan untuk grafik total timbal.

Referensi
[1] Lestari, Edward, Dampak Pencemaran
Logam Berat Terhadap Kualitas Air Laut dan
Sumber Daya Perikanan. Makara Sains, 8(2),
52-58 (2004).
[2] Rachel Albalak, Blood Lead Levels and Risk
Factors for Lead Poisoning Among Children
in Jakarta, Indonesia. The Science of the
Total Environment, 301, 75-85, (2003).
[3] Frederika E. Steyn, Stephen V. Joubert,
Charlotta E. Coetzee,, A Discreet
Compartemental Model for Lead Metabolism
in the Human Body, (2008).
[4] Michael Rabinowitz, George Wetherill, and
Joel D. Kopple, Kinetic Analysis of Lead
Metabolism in Healthy Humans. The Journal
(a) of Clinical Investigation, 58, (1976).
[5] Olver, J Peter, Introduction to Partial
Differential Equations: Chapter 5. Numerical
Methods: Finite Differences, (2012).

Sesya Sri Purwanti*


KK Fisika Nuklir dan Biofisika
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Teknologi Bandung
echacha29@gmail.com

Freddy Haryanto
KK Fisika Nuklir dan Biofisika
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Teknologi Bandung
freddy@fi.itb.ac.id

Siti Nurul Khotimah


KK Fisika Nuklir dan Biofisika
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
(b) Institut Teknologi Bandung
nurul@fi.itb.ac.id
Gambar 5. Grafik konsentrasi terhadap waktu
model 3 kompartemen : (a) metode beda hingga,
* Penulis korespondensi
(b) referensi (disadur dari studi Rabinowitz et.al.,
1976).

ISBN 978-602-19655-4-2 223


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Pembelajaran Inkuiri dengan Mengkombinasikan Metode


“Tigata-tigati Bermain Peran dengan Saitem”
Ruswanto*

Abstrak
Mengkombinasikan metode Inkuiri Tigata-tigati Bermain Peran dengan Saitem, merupakan langkah nyata
yang dapat dilakukan oleh guru biologi untuk meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi dan
meningkatkan dan hasil belajar siswa di SMA N 1 Purbalingga. Hasil penelitian menunjukkan bahwa:
1).Pembelajaran Inkuiri dengan Mengkombinasikan Metode “Tigata-tigati Bermain Peran dengan Saitem”
dapat meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa kelas X-3 di SMA Negeri 1 Purbalingga.
Kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa dikatakan meningkat jika jumlah persentase pertanyaan dan
jawaban tingkat tinggi siswa pada siklus II lebih besar dari siklus I. Persentase pertanyaan tingkat tinggi
siswa siklus I sebesar 42,86%, sedangkan persentase pertanyaan tingkat tinggi siswa siklus II sebesar
57,89%. Persentase jawaban dengan kemampuan analisis tinggi siklus I sebesar 51,43%, sedangkan
persentase jawaban dengan kemampuan analisis tinggi siklus II sebesar 59,08%. 2).Hasil belajar siswa
dikatakan meningkat jika persentase peningkatan hasil belajar pada siklus II lebih besar dari siklus I. Rata-
rata skor post-tes siklus I sebesar 77,55, sedangkan rata-rata skor post-tes siklus II sebesar 87,95.
Persentase peningkatan ketuntasan belajar siswa siklus I sebesar 60,52%, sedangkan persentase
peningkatan ketuntasan belajar siswa siklus II sebesar 89,47%.3).Penerapan pembelajaran ini dapat
membuat siswa lebih aktif dalam proses pembelajaran. Berdasarkan data yang diperoleh persentase rata-
rata siswa yang memilih ″ya″ sebesar 73,67 %, sedangkan dalam ketentuan yang sudah dibuat dikatakan
jika persentase rata-rata mencapai lebih dari 50 % maka pembelajaran yang dilakukan mendapat respons
positif dari siswa.
Kata-kata kunci: Inkuiri. “Tigata-tigati Bermain Peran dengan Saitem”
dalam dunia yang memiliki tiga komponen yaitu
Pendahuluan
sains, teknologi dan masyarakat. Pendekatan
Pembelajaran IPA akan lebih bermakna jika Saitem (Sains Teknologi Masyarakat) adalah suatu
siswa diberi kesempatan untuk tahu dan terlibat usaha untuk menyajikan sains (IPA) melalui
secara aktif dalam menemukan konsep dari fakta- pemanfaatan masalah-masalah dalam kehidupan
fakta yang dilihat dari lingkungan dengan sehari-hari. Pendekatan sains teknologi dan
bimbingan guru. Oleh karena itu pembelajaran masyarakat melibatkan siswa dalam penentuan
yang cocok adalah pembelajaran dengan tujuan pembelajaran, prosedur pelaksanaan
penemuan (inkuiri). pembelajaran, pencarian informasi bahan
Role playing atau bermain peran adalah sejenis pembelajaran dan bahkan pada evaluasi belajar.
permainan gerak yang didalamnya ada tujuan, Tujuan utama pendekatan sains teknologi dan
aturan dan sekaligus melibatkan unsur senang (Jill masyarakat (Saitem) yaitu agar dihasilkan siswa-
Hadfield, 1986). Dalam role playing murid siswa yang memiliki bekal ilmu dan pengetahuan
dikondisikan pada situasi tertentu di luar kelas, agar nantinya mampu mengambil keputusan-
meskipun saat itu pembelajaran terjadi di dalam keputusan terkait masalah-masalah dalam
kelas. Selain itu, role playing sering kali masyarakat.
dimaksudkan sebagai suatu bentuk aktivitas Pembelajaran Inkuiri merupakan rangkaian
dimana pembelajar membayangkan dirinya seolah- kegiatan pembelajaran yang menekankan pada
olah berada di luar kelas dan memainkan peran proses berpikir secara kritis dan analitis untuk
orang lain (Basri Syamsu, 2000). mencari dan menemukan sendiri jawaban dari
Model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay masalah yang dipertanyakan, sedangkan Saitem
Two Stray dikembangkan pertama kali oleh merupakan salah satu pendekatan pembelajaran
Spencer Kagan (1990). Dengan struktur kelompok yang mengintegrasikan antara isu-isu (masalah)
kooperatif seperti tipe two stay two stray ini dapat sains, teknologi dan masyarakat. Penggabungan
memberikan kesempatan kepada tiap kelompok strategi Tiga tamu tiga tinggal dengan bermain
untuk saling berbagi informasi dengan kelompok- peran diharapkan siswa dapat berkomunikasi aktif
kelompok lain. saat bertamu dalam suasana yang menyenangkan
Saitem (Sains Teknologi Masyarakat) dengan menggunakan skenario yang di buat
merupakan suatu pendekatan yang memusatkan kelompoknya. meningkatkan kemampuan berpikir
atau memfokuskan permasalahan yang nyata tingkat tinggi dan hasil belajar biologi siswa.

ISBN 978-602-19655-4-2 224


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Alasan ini mendasari penerapan pembelajaran Lapisan IV Spons / Kapas


inkuiri dengan mengkombinasikan metode “Tigata-
tigati Bermain Peran dengan Saitem”

Pelaksanaan Pembelajaran

Rancangan Alat
Kompetensi dasar siswa yang harus dicapai BAGI
pada materi pencemaran lingkungan adalah siswa
mampu memberikan contoh kegiatan-kegiatan
manusia untuk mengurangi pencemaran Gambar 3. Rancangan Biofilter Udara.
lingkungan. Untuk mencapai kompetensi tersebut,
maka diperlukan alat-alat :
1. Biofilter Air untuk materi Pencemaran Air
2. Biofilter Udara untuk materi Pencemaran Udara
3. Pot-pot Organik untuk materi Pencemaran
Tanah
4. The Inovative Pest Traps untuk Pencemaran
Kimia
Berikut ini uraian Rancangan alat yang di
gunakan untuk mencapai kompetensi dasar pada
konsep alat yang dapat memberikan pemahaman Gambar 4. Rancangan Biofilter Udara.
ke siswa tentang kegiatan manusia dalam
mengatasi pencemaran Air, Udara, Tanah dan Susunan komposisi bahan penyerap dan penjerap
Kimia. yang terdiri dari campuran kompos, arang aktif,
serpihan kayu, dan zeolit alam ditunjukkan pada
Gambar yang menunjukkan irisan melintang
biofilter sehingga tampak bagian dalam
penyusunnya

.
Gambar 1. Rancangan Biofilter Air.

Gambar 5. Rancangan Garbex.

Gambar 2. Biofilter Air.

Struktur alat perjernih air alat perjernih air terbuat


dari pipa pralon yang diisi oleh 4 lapisan dari
bahan-bahan :
Lapisan I Spons / Kapas Gambar 6. Garbex.
Lapisan II Batu Ziolit Nama Garbex itu sendiri diambil dari
Lapisan III Arang Tempurung kelapa perpaduan antara bahasa jawa dengan nama

ISBN 978-602-19655-4-2 225


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

polibag, " Istilah ini berasal dari kata"gar" gar itu sebagai media penjebak dan penanpung hama
"Sigar" dalam bahasa Jawa, dalam bahasa yang telah tersengat oleh aliran listrik.
Indonesianya "belah" dan "Bex" berasal dari kata
Selain ketiga komponen utama diatas,
polibag, jadi supaya mudah diingat orang jari "Gar"
Perangkap 3 in 1 juga menggunakan perangkat
dan "Bex". Garbex memiliki sifat hampir sama
tambahan berupa atap. Perangkat ini bertujuan
dengan gunting yakni bisa terbelah, ini
untuk melindungi dari hujan karena
dimaksudkan agar mempermudah mengeluarkan
penggunaannya yang berada di alam terbuka.
tanah beserta tanaman. (Leonardo 2010).
Desin atap dibuat agak melebaragar aliran air
Alat ini diciptakan untuk mewujudkan 0% hujan tidak mengenai bagian Light Trap dan
Iimbah pertanian, Plastik polibag merupakan Electric Trap yang dapat menyebabkan kerusakan.
Iimbah pertanian karena hanya digunakan sekali Bahan yang digunakan sebagai atap ini bersifat
pakai untuk satu benih tanaman sesudah itu transparan agar tidak menghalangi pancaran
dibuang dan menjadi sampah. GARBEX cahaya dari Light trap sehingga luas jangkauan
digunakan untuk menggantikan plastik polibag dan cahaya semakin besar.
dapat digunakan berkai-kali.
Hasil dan Diskusi
Cara pembuatannya dengan cara memotong
paralon besi yang meudian di las menyerupai pot. Pembelajaran Inkuiri Mengkombinasikan
Alat ini di desain dapat dibuka dan di tutup. Metode “Tigata-tigati Bermain Peran dengan
Saitem” Melalui Media Aneka Biofilter, Pot Organik,
dan Perangkap 3 in 1 ini dapat mengaktifkan siswa
dan penerapannya siswa dituntut untuk
menemukan sendiri konsep-konsep yang dipelajari
berdasarkan pengamatan yang dilakukan siswa.
Pembelajaran ini melatih siswa untuk
menerapkan dan mengkaitkan konsep dan proses
yang dipelajari dalam Sains dengan masalah
kehidupan nyata siswa, sehingga tepat bagi siswa
dan menjadi pengalaman bermakna. Hal ini sesuai
dengan pendapat Wulandari (2006) yang
menyatakan bahwa siswa yang melakukan
pembelajaran dengan pendekatam SAINS dapat
menemukan konsep yang berguna dalam
kehidupan siswa sendiri, selain itu siswa
Gambar 7. Rancangan Prangkap 3 in 1. senantiasa dapat mengkaitkan konsep dengan
situasi yang baru. Jika siswa mempunyai
kemampuan untuk menganalisis dan
mengevaluasi suatu masalah maka siswa mampu
menciptakan suatu hal yang baru yang mungkin
berguna dalam kehidupannya, dengan demikin
siswa dapat dikatakan berpikir tingkat tinggi.
Penelitian tindakan kelas di SMA Negeri 1
Purbalingga Mengkombinasikan Metode “Tigata-
tigati Bermain Peran dengan Saitem, ini siswa
lebih cakap dalam menghadapi masalah yang
timbul di lingkungan masyarakat kemudian dapat
meningkatkan keaktifan siswa kelas X-3 di SMA
Negeri 1 Purbalingga dalam belajar Biologi. Hal ini
disebabkan siswa terlibat langsung dalam proses
pebelajaran yang dilakukan, mulai dari
Gambar 8. Perangkap 3 in 1.
mempersiapkan bahan yang akan dipelajari,
Light Trap adalah media perangkap yang kemudian siswa merumuskan masalah dan
menggunakan cahaya sebagai media penjebak. menyusun hipotesis sendiri, hingga siswa terlibat
Penggunaan Electric Trap bertujuan untuk aktif dalam proses pengamatan dan menyimpulkan
membunuh hama yang tertarik oleh pancaran hasil kegiatan yang telah dilakukan. Pembelajaran
cahaya dari Light Trap. Water Trap merupakan tersebut menjadikan siswa lebih aktif mencari
perangkap yang diletakan pada bagin paling informasi-informasi berhubungan dengan materi
bawah. perangkap ini berisi air yang berfungsi yang sedang dipelajari. Pembelajaran ini membuat
siswa tidak hanya terpaku pada buku teks yang

ISBN 978-602-19655-4-2 226


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

sudah ada, melainkan siswa yang mengelola 2). Hasil Belajar Siswa
informasi-informasi yang diperoleh, dengan
Hasil belajar adalah perubahan-perubahan
demikian memugkinkan siswa mampu
tingkah laku siswa yang dikehendaki benar-benar
menciptakan konsep-konsep baru dari hasil
terjadi setelah siswa mengalami proses belajar.
temuan mereka sendiri.
Hasil belajar sering disebut dengan prestasi
Mengkombinasikan Metode “Tigata-tigati belajar. Prestasi belajar siswa atau hasil belajar
Bermain Peran dengan Saitem di SMA Negeri 1 siswa biasanya dinyatakan dalam skor hasil tes.
Purbalingga dapat meningkatkan kemampuan Hasil belajar dalam penelitian ini dinyatakan
berpikir tingkat tinggi dan hasil belajar siswa. dengan hasil tes yang diberikan pada awal siklus
Disamping itu, dapat meningkatkan hasil belajar belajar, disebut sebagai pre-tes yang diberikan
dan kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa kelas sebelum pembelajaran dan disebut post-tes yang
X-3. Hal tersebut dapat terjadi karena pada proses diberikan setelah pembelajaran berakhir. Skor
pembelajaran siswa terlibat aktif menggunakan yang diperoleh siswa dalam pre-tes dan post-tes
proses berpikirnya sehingga dapat meningkatkan dapat digunakan sebagai indiktor peningkatan
kemampuan berpikir tingkat tinggi. Selain itu hasil belajar siswa pada penelitian ini. Adanya
karena siswa terlibat aktif dalam proses peningkatan skor siswa dari pre-tes ke post-tes
pembelajaran menyebabkan pengetahuan siswa dan skor siswa dari siklus I ke siklus II dapat
bertambah, hal inilah yang menyebabkan hasil menggambarkan peningkatan hasil belajar siswa
belajar siswa meningkat. pada ranah kognitif. Berdasarkan pendapat
Haryono (2006) penilaian hasil belajar dapat
Tigata-tigati merupakan istilah yang penulis
mengungkapkan semua aspek domain
adopsi dari model pembelajaran Two Stay Two
pembelajaran. Sopyan (2006) menyatakan sistem
Stray (Spencer Kagan, 1992). Merupakan model
evaluasi yang ada sekarang perlu dikembangkan
pembelajaran yang memberi kesempatan kepada
sesuai dengan teknik pembelajaran yang selaras
kelompok untuk membagikan hasil dan informasi
dengan tujuan pendidikan IPA itu sendiri.
dengan kelompok lainnya dengan cara bertamu.
Pada Two Stay Two Stray yaitu dua tamu dua Berdasarkan penelitian yang dilakukan
tinggal, sedangkan pada model TIGATA-TIGATI diperoleh data bahwa Skor rata-rata post-tes pada
yaitu Tiga Tamu Tiga Tinggal. Proses pelaksanaan. siklus I mencapai 77,55 dan siklus II mencapai
Tiga siswa dikelompoknya menerima tamu yang 87,95. Berdasarkan analisis data tersebut
datang dan member informasi kepada tamunya. diketahui bahwa terjadi peningkatan skor rata-rata
Sementara tiga tamu yang datang menanyakan post-tes dari siklus I ke siklus II, dengan demikian
kepada tiga yang tinggal di kelompok. dapat dikatakan ada peningkatan hasil belajar.
Adanya peningkatan hasil belajar tersebut dapat
Hasil yang Diperoleh dari Pembelajaran
diketahui bahwa pembelajaran dengan
Inkuiri Mengkombinasikan Metode “Tigata-tigati
Pembelajaran Inkuiri Mengkombinasikan Metode
Bermain Peran dengan Saitem Melalui Media
“Tigata-tigati Bermain Peran dengan Saitem”
Aneka Biofilter, Pot Organik, dan Perangkap 3 in 1”
Melalui Media Aneka Biofilter, Pot Organik, dan
1). Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Perangkap 3 in 1”dapat meningkatkan hasil
belajar siswa. Menurut Ibrahim (2005) hasil belajar
Kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa dapat adalah nilai yang diperoleh siswa setelah kegiatan
diukur melalui pertanyaan dan jawaban yang
pembelajaran. Sedangkan menurut Wulandari
diajukan oleh siswa. Pertanyaan yang diajukan (2006) hasil belajar adalah hasil yang dicapai
oleh siswa kemudian dianalisis sesuai tingkat siswa dalam proses pembelajaran yaitu dengan
kognitifnya. Berdasarkan analisis persentase data
adanya peningkatan persentase hasil belajar
diperoleh hasil bahwa persentase pertanyaan dalam hal konsep, kretivitas, keterampilan proses,
tingkat tinggi siswa pada siklus II lebih besar dari aplikasi dan sikap siswa terhadap pembelajaran.
pada siklus I. Selain itu jawaban siswa dengan
Syarat ketuntasan belajar siswa telah ditetapkan
kemampuan analisis tinggi pada siklus II sebesar 85%, dengan ketuntasan masing-masing
persentasenya lebih besar dari pada siklus I. siswa sebesar 70. Pada siklus I ketuntasan belajar
Adanya peningkatan persentase kemampuan
klasikal mencapai 42,10%, dengan demikian pada
berpikir tingkat tinggi siswa dari siklus I ke siklus II siklus I dapat dikatakan bahwa siswa tidak
dapat digunakan sebagai indikator bahwa mencapai ketuntasan belajar. Persentase
pembelajaran yang diterapkan berhasil, dengan ketuntasan pada siklus II mencapai 89,47%,
demikian dapat dikatakan bahwa Pembelajaran dengan demikian pada siklus II siswa mencapai
Inkuiri Mengkombinasikan Metode “Tigata-tigati
ketuntasan belajar. Hal ini membuktikan bahwa
Bermain Peran dengan Saitem” Melalui Media dengan adanya perbedaan ketuntasan belajar dari
Aneka Biofilter, Pot Organik, dan Perangkap 3 in siklus I ke siklus II dapat dijadikan indikator adanya
1” yang dilakukan di SMA Negeri 1 Purbalingga
peningkatan hasil belajar siswa.
dapat meningkatkan kemampuan berpikir tingkat
tinggi siswa.

ISBN 978-602-19655-4-2 227


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui peningkatan ketuntasan belajar siswa siklus II
bahwa Pembelajaran Inkuiri Mengkombinasikan sebesar 89,47%. 3). “Metode Pembelajaran
Metode “Tigata-tigati Bermain Peran dengan “PEPES TERI” Melalui Media Aneka Biofilter, Pot
Saitem”Melalui Media Aneka Biofilter, Pot Organik, Organik, dan Perangkap 3 in 1” mendapat respons
dan Perangkap 3 in 1” mampu meningkatkan hasil positif dari siswa kelas X-3 SMA Negeri 1
belajar siswa kelas X-3 SMA Negeri 1 Purbalingga . Penerapan pembelajaran ini dapat
PURBALINGGA. Meningkatnya hasil belajar ini membuat siswa lebih aktif dalam proses
dikarenakan dalam proses pembelajaran yang pembelajaran.
dilakukan dalam penelitian siswa berperan aktif
dalam proses pembelajaran. Adanya peningkatan Ucapan Terima Kasih
hasil belajar siswa dapat dijadikan sebagai
indikator bahwa siswa sudah melakukan proses Penulis mengucapkan terima kasih kepada
belajar. Selain itu, materi Pencemaran Lingkungan seluruh civitas SMA N 1 Purbalingga atas
sangat cocok jika diajarkan dengan “Metode dukungan finansialnya pada penelitian ini dan
SMA N 1 Purbalingga dukungannya dalam
Pembelajaran “PEPES TERI” Melalui Media
Aneka Biofilter, Pot Organik, dan Perangkap 3 in keikutsertaan dalam kegiatan ilmiah ini.
1” sehingga membuat siswa lebih mudah dalam
memahaminya. Referensi

Respons Siswa terhadap Pembelajaran Inkuiri [1] http://www.blackxperience.com/index.php?pa


Mengkombinasikan Metode “Tigata-tigati Bermain ge=events-detail&aeid=1704
Peran dengan Saitem” Melalui Media Aneka [2] Haryanto, “Penerapan Metode Discoveri-
Biofilter, Pot Organik, dan Perangkap 3 in 1” Inkuiri pada Pembelajaran IPA Meningkatkan
Kerja R 34ah Siswa Kelas IV SemR 11 2
Berdasarkan data yang diperoleh persentase Tahun Pelajaran 2004-2005 Sekolah dasar
rata-rata siswa yang memilih ″ya″ sebesar 80,83%, Negeri pasinan III Kecamatan Lekok
sedangkan dalam ketentuan yang sudah dibuat Pasuruan”. Skripsi tidak diterbitkan. Malang:
dikatakan jika persentase rata-rata mencapai lebih Program Sarjana Strata 1 UM, (2006).
dari 50 % maka pembelajaran yang dilakukan [3] Ibrahim, Salim, Djabid, “Penerapan
mendapat respons positif dari siswa. Berdasarkan Pembelajaran dengan Pendekatan SAINS
hal tersebut dapat disimpulkan bahwa siswa untuk Meningkatkan Hasil belajar Konsep
mempunyai tanggapan atau respons positif Bioteknologi dan Respons Siswa Kelas X
terhadap penerapan Pembelajaran Inkuiri SMA Negeri 2 Ternate Tahun Pelajaran
Mengkombinasikan Metode “Tigata-tigati Bermain 2004/2005”, Tesis tidak diterbitkan. Malang:
Peran dengan Saitem”Melalui Media Aneka Program Pascasarjana UM, (2005).
Biofilter, Pot Organik, dan Perangkap 3 in 1” [4] Mas’udah, Y. 2005. Penerapan pendekatan
SAINS (Sains, Teknologi, Masyarakat) untuk
Kesimpulan Meningkatkan Hasil Belajar Biologi Pokok
Bahasan Bioteknologi Pada Siswa SMUN 01
“Pembelajaran Inkuiri Mengkombinasikan
Batu Kelas X”, Tesis tidak diterbitkan.
Metode “Tigata-tigati Bermain Peran dengan
Malang: Program Pascasarjana UM, (2005).
Saitem”” dapat meningkatkan kemampuan berpikir
[5] Sopyan,Ahmad, “Pengaruh Tehnik
tingkat tinggi siswa kelas X-3 di SMA Negeri 1
Pembelajaran Kreatif dan Kemampuan
Purbalingga. Kemampuan berpikir tingkat tinggi
Penalaran Terhadap Hasil Belajar Siswa
siswa dikatakan meningkat jika jumlah persentase
SMP”, (2006). (Online),
pertanyaan dan jawaban tingkat tinggi siswa pada
(http://wijayalabs.wordpress.com/2008/01/10/
siklus II lebih besar dari siklus I. Persentase
penelitian-kuantitatif/, diakses 18 Januari
pertanyaan tingkat tinggi siswa siklus I sebesar
2008).
42,86%, sedangkan persentase pertanyaan tingkat
tinggi siswa siklus II sebesar 57,89%. Persentase
jawaban dengan kemampuan analisis tinggi siklus
I sebesar 51,43%, sedangkan persentase jawaban
dengan kemampuan analisis tinggi siklus II Ruswanto
SMA N 1 Purbalingga
sebesar 59,08% .
rswt_sij@yahoo.com
Hasil belajar siswa dikatakan meningkat jika http://www.ruswanto.com/
persentase peningkatan hasil belajar pada siklus II
lebih besar dari siklus I. Rata-rata skor post-tes
siklus I sebesar 77,55, sedangkan rata-rata skor
post-tes siklus II sebesar 87,95. Persentase
peningkatan ketuntasan belajar siswa siklus I
sebesar 42,10%, sedangkan persentase

ISBN 978-602-19655-4-2 228


Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

“Monopoli Napza dan PeDeMaN” Sebagai Upaya


Meningkatkan Aktifitas dan Hasil Belajar Biologi
Pada Meteri Sistem Syaraf dan Peredaran Darah
Ruswanto*

Abstrak
Dewasa ini narkoba telah menjadi momok bagi masyarakat dan pemerintah sebagai sesuatu yang sangat
membahayakan. Penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika, psikotropika dan bahan berbahaya
lainnya (narkoba) dengan berbagai implikasi dan dampak negatifnya merupakan suatu masalahnya
internasional maupun mengancam kehidupan masyarakat, bangsa dan negara serta dapat melemahkan
ketahanan nasional yang pada mulanya dapat menghambat jalannya pembangunan. Menghadirkan
MONOPOLI NAPZA pada materi Sistem Syaraf, merupakan salah satu upaya untuk melahirkan sumber
daya manusia berkualitas yang bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan membangun manusia
Indonesia bebas Narkoba. Adapun MONOPOLI PeDeMan merupakan hasil pembelajaran yang didapatkan
setelah siswa mendapatkan materi monopoli sebelumnya.
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan aktivitas belajar dan hasil belajar Biologi materi belajar Biologi
pada materi Pengaruh NAPZA terhadap Sistem Syaraf dan Sistem Peredaran Darah Manusia kelas XI
IPA5 SMA Negeri 1 Purbalingga Tahun Pelajaran 2010/2011. Hasil penelitian menunjukan: 1).
Pembelajaran dengan menggunakan Media Monopoli dapat meningkatkan hasil belajar siswa di SMA Negeri
1 Purbalingga. Pada siklus II telah dilaksanakan pembelajaran dengan menggunakan Monopoli yang
dibuat oleh siswa Hasil belajar dan Aktifitas siswa mengalami peningkatan dibandingkan dengan siklus
I. Pada siklus 1 nilai post test sebesar 72,14 sedangkan pada siklus ke 2 sebesar 93,71. 2). Pembelajaran
dengan menggunakan Media Monopoli dapat meningkatkan Aktifitas siswa di SMA Negeri 1 Purbalingga.
Aktivitas belajar Biologi mengalami peningkatan dibandingkan dengan siklus I. Aktifitas berdasarkan
Kualifikasi pada siklus 1 yang mempunyai nilai kurang sebesar 42,86%, nilai cukup 48,57%, nilai baik 8,57%,
dan sangat baik 0%. Sedangkan pada siklus2 yang mempunyai nilai kurang 0%, nilai cukup 8,57%, nilai
baik 42,86%, sangat baik 48,57%.
Kata-kata kunci: NAPZA dan PeDeMan, Aktifitas, Hasil Belajar Biologi
Sistem Peredaran Darah biasa disampaikan guru
Pendahuluan dalam bentuk ceramah
Monopoli adalah salah satu permainan papan
Prosedur Tindakan
yang paling terkenal di dunia. Tujuan permainan ini
adalah untuk menguasai semua petak di atas Penelitian ini dilakukan dengan metode
papan melalui pembelian, penyewaan dan Penelitian Tindakan Kelas terdiri dari 2 siklus.
pertukaran properti dalam sistem ekonomi yang Tindakan dalam setiap siklus saling berkaitan
disederhanakan. http://id.wikipedia.org/ Monopoli. erat. Pada siklus I pembelajaran dilakukan
Setiap pemain melemparkan dadu secara dengan penggunaan Monopoli secara kelompok
bergiliran untuk memindahkan bidaknya, dan dengan bentuk permainan di siapkan oleh guru,
apabila ia mendarat di petak yang belum dimiliki sedangkan pada siklus II penggunaan Monopoli
oleh pemain lain, ia dapat membeli petak itu secara kelompok dibuat oleh siswa. Siklus I dan II
sesuai harga yang tertera. Bila petak itu sudah berlangsung pada 6 pertemuan (6 jam pelajaran).
dibeli pemain lain, ia harus membayar pemain itu Variabel yang diteliti adalah penggunaan Monopoli
uang sewa yang jumlahnya juga sudah ditetapkan. sebagai penyebab serta aktivitas belajar dan hasil
belajar sebagai akibat. Langkah-langkah dalam
“MONOPOLI NAPZA” singkatan dari Monopoli
tiap siklus terdiri dari (1) membuat perencanaan
Narkotika Psikotropika, dan Zat Adiktif. Media ini
tindakan, (2) melaksanakan tindakan sesuai yang
sengaja penulis hadirkan, disebabkan konsep
direncanakan, (3) melakukan pengamatan
pengaruh Napza terhaap sistem syaraf biasa
terhadap tindakan yang dilakukan, dan (4)
disampaikan dalam bentuk ceramah, LCD, dan
merefleksi deskriptif komparatif. Langkah-langkah
Poster. “MONOPOLI PeDe Man” singkatan dari
tersebut sebagai berikut:
Monopoli Peredaran Darah Manusia. Media ini
sengaja penulis hadirkan, disebabkan konsep

ISBN 978-602-19655-4-2 229


Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Siklus I Tahap Tindakan


1. Perencanaan (planning)
a. Hasil Pengamatan
2. Pelaksanaan Tindakan (Acting)
3. Pengamatan (Observing) Ulangan harian dalam bentuk tes tertulis
4. Refleksi (Reflecting) dilakukan pada akhir siklus I untuk mendapatkan
data hasil belajar siswa. Berikut adalah tabel hasil
Siklus II belajar pada siklus 1
1. Perencanaan (planning) Jmlh Skor Test Jumlah Siswa yang Tuntas
2. Pelaksanaan Tindakan (Acting) KELOMPOK
Pre-Test Post-Test
Pre-Test Post-Test
Sudah Belum Sudah Belum
3. Pengamatan (Observing) Miras A 350 370 2 3 2 3
4. Refleksi (Reflecting) Miras B 355 360 1 4 2 3
Miras C 300 340 1 4 2 3
Miras D 345 360 2 3 3 2
Hasil Penelitian dan Pembahasan Narkotik 1 360 360 1 4 2 3
Narkotik 2 340 370 1 4 2 3
Monopoli ini di desain untuk memahami Psikotropika 365 365 2 3 2 3
tentang dunia Napza. Pada pembahasan ini akan JUMLAH 2415 2525 10 25 15 20
dibuat secara runut tentang cara memahami dunia Rata-rata 69 72.14 28.6 71.43 42.9 57.14

Napza. Artinya, dengan media monopoli ini pemain % 28.57 42.86

dapat memahami tentang Narkoba, dampak


penyalahgunaan, faktor penyebab Berdasarkan Tabel 4.1 diketahui bahwa skor
penyalahgunaan, strategi penanganan, dan peran rata-rata post-tes pada siklus I mencapai 72.14.
pemuda dalam menangani masalah narkoba. Dari 35 siswa yang mengikuti pre-tes, siswa yang
nilainya ≥ 75 sebanyak 10 siswa dan untuk post-
Bahan permainan Monopoly terdiri dari:
tes dari 35 siswa yang nilainya ≥ 75 adalah 20
papan, uang, token, dua jenis kartu ( Dana Umum
siswa. Berdasarkan skor hasil pre-tes dan post- tes
dan Kesempatan), 2 buah dadu, Kartu hak milik
pada siklus I dapat diketahui persentase
tanah dan bangunan, 32 rumah dan 12 hotel.
ketuntasan belajar siswa pada saat post-tes yaitu
mencapai 42.86%. Persentase ketuntasan belajar
yang diperoleh siswa kurang dari 85 %, dengan
demikian pada siklus I dapat dikatakan siswa
belum mencapai ketuntasan belajar.
b. Hasil Pengamatan Aktivitas Belajar Biologi
Pada siklus I pembelajaran menggunakan
Monopoli yang dibuat oleh guru. Permainan
Gambar 1: Media monopoli NAPZA yang dibuat berjalan kurang lancar karena siswa kesulitan
oleh guru sabagai model. menjawab pertanyaan yang ada pada Kartu
Kesempatan dan Dana Umum. Diskusi kelompok
Kartu Dana Umum dan Kesempatan adalah berjalan cukup baik. Kerjasama yang baik dalam
kartu dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan dan kelompok terlihat pada kelompok Miras A, siswa
pemahaman tentang Sistem Syaraf pada manusia, dalam kelompok terlihat sangat antusias mengikuti
Undang-Undang RI No 22/1997 tentang permainan. Kelompok Narkotik 2 didominasi oleh 1
NARKOTIKA, Undang-undang RI Nomor 5 Tahun anggotanya, sementara anggota yang lain kurang
1997 tentang PSIKOTROPIKA. Adakalanya aktif. Aktivitas belajar Biologi pada pembelajaran
pemain mendapat hadiah dari Bank atau bahkan menggunakan Monopoli secara kelompok diamati
membayar denda ke Bank atau ke tiap pemain. dengan menggunakan lembar observasi siswa.
Siswa di perkenalkan nyanyian tentang Napza. Ada tugas aspek yang diamati, yaitu diskusi,
Lirik lagu sebagai berikut: kerjasama, dan keaktifan. Hasil pengamatan
aktivitas belajar nampak pada tabel berikut.

Sampun wancinipun kito sami mbasmi miras, KELOMPOK


Kualifikasi
Jumlah
Miras niku dados saraf kito mboten waras, K C B S.B
Miras A 1 3 1 0 5
Sampun wanci nipun kito ngadoh ko Narkoba. Miras B 2 3 0 0 5
Narkoba niku dados ngrusak generasi Miras C 3 2 0 0 5
muda.Mugi monopoli niki saged migunani. Miras D 1 3 1 0 5
Narkotik 1 2 3 0 0 5
Kagem muda-mudi ingkang bade mbangun
Narkotik 2 4 1 0 0 5
negri Psikotropika 2 2 1 0 5
JUMLAH 15 17 3 0 35
42.86 48.57 8.57 0.00

ISBN 978-602-19655-4-2 230


Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

yang dilengkapi model permainan Monopoli


5
4 yang di susun oleh siswa.
3
2
Kurang Pelaksanaan Tindakan
1 Cukup
0 Baik Tindakan yang dilakukan pada pembelajaran
Sangat Baik mengacu pada perencanaan tindakan yang telah

ka
M C

rk D

Ps ko 1
ro 2
M sA
M sB

Na o tik
ik tik
s
Na ras

pi
dibuat. Materi ajar yang disajikan pada siklus
ira
ira
ira
i
M

ot
r
adalah Sistem Peredaran Darah.
Apersepsi: -Guru menyiapkan peserta didik
Refleksi secara psikis dan fisik untuk mengikuti proses
pembelajaran. -Guru memberikan pertanyaan awal
Refleksi Aktivitas Belajar Biologi. Pada siklus I untuk mengetahui pengetahuan siswa mengenai
telah dilaksanakan pembelajaran dengan materi Sistem peredaran darah.
menggunakan Monopoli yang dibuat oleh guru,
aktivitas belajar Biologi mengalami peningkatan b. Kegiatan Inti
dibandingkan dengan kondisi awal. Refleksi
Hasil Belajar Biologi Pada siklusI telah 1. Eksplorasi.
dilaksanakan pembelajaran dengan menggunakan -Guru membagi peserta didik ke dalam kelompok
Monopoli yang dibuat oleh guru pada materi kooperatif.
Sistem syaraf, hasil belajar siswa mengalami -Guru membagikan gambar-gambar yang
peningkatan dibandingkan dengan kondisi awal. berkaitan dengan sistem peredaran darah.
Refleksi Tindakan Siklus I Dalam pelaksanaan -Guru melibatkan peserta didik mencari
tindakan ada beberapa hal yang menjadi catatan, menggunting dan menempel gambar-gambar
yaitu:
1. Guru perlu memberikan perhatian lebih
kepada anggota kelompok yang cenderung
individual, sehingga tidak terjadi dominasi 1
atau 2 siswa.
2. Guru perlu lebih tegas menegur siswa yang
cenderung pasif atau tidak serius, bercakap- Siswa diminta untuk membuat kartu dana umum
cakap dan bahkan bermain-main dengan dan kartu kesempatan yang dimasukan ke dalam
teman. amplop
3. Papan monopoli perlu dibuat oleh siswa.
4. Siswa membuat pertanyaan dan jawaban yang
ada di kartu kesempatan dan Dana Umum
5. Pertanyaan dan jawaban yang ada di kartu
dana umum dan kesempatan di bacakan
secara bergilir.
6. Untuk meningkatkan aktivitas belajar, maka
semua siswa perlu mendapatkan daftar yang
berisi pertanyaan-pertanyaan pada kartu,
Siswa sedang menukar amplop yang berisi
sehingga semua siswa dapat terlibat secara
aktif dalam proses pembelajaran. pertanyaan dan jawaban kartu dana umum dan
7. Siswa memainkan monopoli karya siswa yang kesempatan
lain. Guru memfasilitasi terjadinya interaksi antar
peserta didik serta antar peserta didik dengan guru.
Deskripsi Hasil Siklus II Elaborasi -Guru memberi kesempatan peserta
a. Tahap Perencanaan didik untuk berpikir, menganalisis, dan
Tahap perencanaan tindakan yang dilakukan menyelesaikan masalah dari pertanyaan yang di
buat oleh siswa pada kartu Dana Umum dan
pada siklus II meliputi penyusunan rencana
pelaksanaan pembelajaran, daftar pertanyaan, Kesempatan. -Kelompok mendiskusikan jawaban
gambar-gambar yang berkaitan dengan Sistem dari pertanyaan kartu Dana Umum dan
Kesempatan -Guru memfasilitasi peserta didik
Peredaran Darah. Adapun lembar observasi
aktivitas belajar siswa menggunakan format yang dalam pembelajaran kooperatif dan kolaboratif
sama dengan siklus I. Penyusunan rencana dengan mengarahkan jalannya permainan
Monopoli.-Guru memfasilitasi peserta didik untuk
pelaksanaan pembelajaran (RPP) dilakukan
dengan cara memperbaiki dengan menyesuaikan menyajikan hasil kerja kelompok
program pembelajaran yang telah dibuat di awal Konfirmasi -Guru memberikan umpan balik positif
dan penguatan dalam bentuk lisan dan tertulis
semester. RPP disusun sesuai dengan model RPP
terhadap keberhasilan peserta didik. Guru

ISBN 978-602-19655-4-2 231


Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

memberikan konfirmasi terhadap hasil eksplorasi


dan elaborasi. -Guru memfasilitasi peserta didik KELOMPOK
Kualifikasi
Jumlah
K C B S.B
untuk memperoleh pengalaman belajar yang
Miras A 0 1 3 1 5
bermakna dalam mencapai kompetensi dasar Miras B 0 0 2 3 5
dengan memberi informasi untuk bereksplorasi Miras C 0 1 3 1 5
lebih jauh. Miras D 0 0 2 3 5
Narkotik 1 0 0 2 3 5
Penutup.-Guru memberikan penghargaan Narkotik 2 0 1 3 1 5

kepada kelompok yang hasilnya bagus. -Guru Psikotropika 0 0 0 5 5


JUMLAH 0 3 15 17 35
bersama-sama dengan peserta didik membuat % 0 8.57 42.86 48.57
rangkuman/ simpulan pelajaran-Guru memberikan
umpan balik terhadap proses dan hasil 5
4
pembelajaran. 3
Kurang
2
1 Cukup
Hasil Pengamatan 0 Baik
Sangat Baik

M C
rk D
Ulangan harian dalam bentuk tes tertulis

ka
Ps rko 1
ro 2
M sA
M sB

Na o tik
ik tik
s
Na ras

pi
ira
ira
ira
i
M
dilakukan pada akhir siklus 2 untuk mendapatkan

ot
data hasil belajar siswa. Berikut adalah tabel
hasil belajar pada siklus 2 :

Jmlh Skor Test Jumlah Siswa yang Tuntas Refleksi


KELOMPOK Pre-Test Post-Test
Pre-Test Post-Test
Sudah Belum Sudah Belum a. Refleksi Aktivitas Belajar Biologi
Miras A 340 400 4 1 4 1
Miras B 300 450 4 1 5 0
Pada siklus II telah dilaksanakan
Miras C 420 460 4 1 5 0 pembelajaran dengan menggunakan Monopoli
Miras D 380 500 5 0 5 0 yang dibuat oleh siswa. Aktivitas belajar Biologi
Narkotik 1 420 480 3 2 5 0 mengalami peningkatan dibandingkan dengan
Narkotik 2 385 490 3 2 5 0 siklus I. Aktifitas berdasarkan Kualifikasi pada
Psikotropika 360 500 4 1 5 0 siklus 1 yang mempunyai nilai kurang sebesar
JUMLAH 2605 3280 27 8 34 1
42,86%, nilai cukup 48,57%, nilai baik 8,57%, dan
Rata-rata 74.43 93.71 77.14 22.86 97.14 2.86
% 77.14 97.14
sangat baik 0%. Sedangkan pada siklus2 yang
mempunyai nilai kurang 0%, nilai cukup 8,57%,
nilai baik 42,86%, sangat baik 48,57%.
Berdasarkan Tabel 4.2 diketahui bahwa skor
rata-rata post-tes pada siklus 2 mencapai 93,71.
Dari 35 siswa yang mengikuti pre-tes, siswa yang b. Refleksi Hasil Belajar Biologi
nilainya ≥ 75 sebanyak 8 siswa dan untuk post-tes
dari 35 siswa yang nilainya ≥ 75 adalah 34 siswa. Pada siklus II telah dilaksanakan pembelajaran
Berdasarkan skor hasil pre-tes dan post- tes pada dengan menggunakan Monopoli yang dibuat oleh
siklus I dapat diketahui persentase ketuntasan siswa Hasil belajar dan Aktifitas siswa
belajar siswa pada saat post-tes yaitu mencapai mengalami peningkatan dibandingkan dengan
97,14%. Persentase ketuntasan belajar yang siklus I. Pada siklus 1 nilai post test sebesar
diperoleh siswa lebih dari 85 %, dengan demikian 72,14 sedangkan pada siklus ke 2 sebesar 93,71.
pada siklus 2 dapat dikatakan siswa mencapai Hal ini berarti ada kenaikan sebesar 21,57%
ketuntasan belajar.
c. Refleksi Tindakan Siklus II
Hasil Pengamatan Aktivitas Belajar Biologi Dalam pelaksanaan tindakan ada beberapa
Pembelajaran menggunakan Monopoli yang hal yang menjadi catatan, yaitu: Permainan
dibuat oleh siswa dapat mempengaruhi aktifitas Monopoli berjalan lancar, siswa sudah
siswa, hal ini dapat dilihat karena siswa lancar memahami aturan permainan; siswa antusias
menjawab pertanyaan yang ada pada Kartu mengikuti permainan, anggota kelompok terlibat
Kesempatan dan Dana Umum. Diskusi kelompok aktif.
berjalan baik. Kerjasama yang baik dalam
kelompok terlihat pada semua kelompok. Aktivitas Pembahasan
belajar Biologi pada pembelajaran menggunakan
Sebagian permasalahan dalam penelitian ini
Monopoli secara kelompok diamati dengan
adalah rendahnya aktivitas dan hasil belajar
menggunakan lembar observasi siswa. Ada tugas
Biologi. Hal tersebut karena guru belum
aspek yang diamati, yaitu diskusi, kerjasama, dan
menggunakan media yang tepat untuk membantu
keaktifan. Hasil pengamatan aktivitas belajar
siswa mempelajari materi Biologi. Untuk mengatasi
nampak pada tabel berikut.

ISBN 978-602-19655-4-2 232


Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

hal tersebut guru perlu pemilihan media yang tepat (2006) hasil belajar adalah hasil yang dicapai
untuk memecahkan masalah tersebut. Media siswa dalam proses pembelajaran yaitu dengan
Monopoli dalam penelitian tindakan kelas ini terdiri adanya peningkatan persentase hasil belajar
dari 2 siklus, penggunaan media monopoli yang di dalam hal konsep, kretivitas, keterampilan proses,
buat oleh guru pada siklus I dan monopoli yang aplikasi dan sikap siswa terhadap pembelajaran.
dibuat oleh siswa pada siklus II Media permainan Syarat ketuntasan belajar siswa telah ditetapkan
Monopoli dapat meningkatkan Aktifitas dan Hasil sebesar 85%, dengan ketuntasan masing-masing
belajar siswa, hal ini sependapat dengan Yati siswa sebesar 75. Pada siklus I ketuntasan belajar
Kurniwati 2010, bahwa permainan Game Kertu klasikal mencapai 42,86%, dengan demikian pada
dengan menggunakan Kartu Doli dapat siklus I dapat dikatakan bahwa siswa tidak
Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Listrik mencapai ketuntasan belajar. Persentase
Pada Siswa Kelas IX E SMP Negeri 7 ketuntasan pada siklus II mencapai 97,14%,
SalatigaTahun Pelajaran 2010/2011. dengan demikian pada siklus II siswa mencapai
ketuntasan belajar. Hal ini membuktikan bahwa
Pemilihan media pembelajaran yang tepat
dengan adanya perbedaan ketuntasan belajar dari
dapat membantu meningkatkan Hasil Belajar siswa.
siklus I ke siklus II dapat dijadikan indikator adanya
Pada permainan Monopoli ini siswa terlihat
peningkatan hasil belajar siswa.
antusias dan aktif. Hal ini sependapat dengan
Susiana, 2007 bahwa Media pembelajaran yang Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui
tepat dapat melibatkan siswa berperan secara aktif bahwa Media Monopoli yang dibuat oleh siswa
baik secara fisik, mental maupun emosional. Media mampu meningkatkan hasil belajar siswa kelas
pembelajaran dapat menarik minat dan gairah XIIPA 5-3 SMA Negeri 1 Purbalingga.
belajar siswa. Hasil belajar adalah perubahan- Meningkatnya hasil belajar ini dikarenakan dalam
perubahan tingkah laku siswa yang dikehendaki proses pembelajaran yang dilakukan dalam
benar-benar terjadi setelah siswa mengalami penelitian siswa berperan aktif dalam proses
proses belajar. Hasil belajar sering disebut dengan pembelajaran. Adanya peningkatan hasil belajar
prestasi belajar. Prestasi belajar siswa atau hasil siswa dapat dijadikan sebagai indikator bahwa
belajar siswa biasanya dinyatakan dalam skor hasil siswa sudah melakukan proses belajar.
tes. Hasil belajar dalam penelitian ini dinyatakan Respons Siswa terhadap pembelajaran
dengan hasil tes yang diberikan pada awal siklus Monopoli, dalam penelitian ini diukur dengan
belajar, disebut sebagai pre-tes yang diberikan menggunakan angket. Angket respons siswa
sebelum pembelajaran dan disebut post-tes yang mencakup tanggapan siswa terhadap
diberikan setelah pembelajaran berakhir. Skor “Pembelajaran dengan Menggunakan Media
yang diperoleh siswa dalam pre-tes dan post-tes Monopoli”. Berdasarkan data yang diperoleh
dapat digunakan sebagai indiktor peningkatan persentase rata-rata siswa yang memilih ″ya″
hasil belajar siswa pada penelitian ini. Adanya sebesar 100%, sedangkan dalam ketentuan yang
peningkatan skor siswa dari pre-tes ke post-tes sudah dibuat dikatakan jika persentase rata-rata
dan skor siswa dari siklus I ke siklus II dapat mencapai lebih dari 50 % maka pembelajaran
menggambarkan peningkatan hasil belajar siswa yang dilakukan mendapat respons positif dari
pada ranah kognitif. Berdasarkan pendapat siswa. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan
Haryono (2006) penilaian hasil belajar dapat bahwa siswa mempunyai tanggapan atau respons
mengungkapkan semua aspek domain positif terhadap penerapan “Media Monopoli”.
pembelajaran. Sopyan (2006) menyatakan sistem
evaluasi yang ada sekarang perlu dikembangkan Kesimpulan
sesuai dengan teknik pembelajaran yang selaras
dengan tujuan pendidikan IPA itu sendiri. Pembelajaran dengan menggunakan Media
Monopoli dapat meningkatkan hasil belajar siswa
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di SMA Negeri 1 Purbalingga. Pada siklus II telah
diperoleh data bahwa Skor rata-rata post-tes pada dilaksanakan pembelajaran dengan menggunakan
siklus I mencapai 72.14 dan siklus II mencapai Monopoli yang dibuat oleh siswa Hasil belajar
93.71. Berdasarkan analisis data tersebut dan Aktifitas siswa mengalami peningkatan
diketahui bahwa terjadi peningkatan skor rata-rata dibandingkan dengan siklus I. Pada siklus 1 nilai
post-tes dari siklus I ke siklus II, dengan demikian post test sebesar 72,14 sedangkan pada siklus ke
dapat dikatakan ada peningkatan hasil belajar. 2 sebesar 93,71.
Adanya peningkatan hasil belajar tersebut dapat
diketahui bahwa pembelajaran dengan Pembelajaran dengan menggunakan Media
menggunakan media monopoli yang di buat oleh Monopoli dapat meningkatkan Aktifitas siswa di
siswa dapat meningkatkan hasil belajar siswa. SMA Negeri 1 Purbalingga. Aktivitas belajar
Menurut Ibrahim (2005) hasil belajar adalah nilai Biologi mengalami peningkatan dibandingkan
yang diperoleh siswa setelah kegiatan dengan siklus I. Aktifitas berdasarkan Kualifikasi
pembelajaran. Sedangkan menurut Wulandari pada siklus 1 yang mempunyai nilai kurang
sebesar 42,86%, nilai cukup 48,57%, nilai baik

ISBN 978-602-19655-4-2 233


Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

8,57%, dan sangat baik 0%. Sedangkan pada


siklus2 yang mempunyai nilai kurang 0%, nilai
cukup 8,57%, nilai baik 42,86%, sangat baik
48,57%.

Ucapan Terima Kasih


Penulis mengucapkan terima kasih kepada
Organisasi Badan Narkotika Kabupaten
Purbalingga atas dukungan finansialnya pada
penelitian ini dan Polres Purbalingga atas
dukungannya dalam keikutsertaan dalam kegiatan
ilmiah ini. Penulis juga berterima kasih kepada
Kapolres Purbalingga atas dikusinya yang
bermanfaat.

Referensi
[1] Http://id.wikipedia.org/wiki/monopoli
[2] Hamalik,O. 2004.Psikologi Belajar Mengajar.
Bandung: Sinar Baru Algensindo.
[3] Nasution. 2003. Berbagai Pendekatan dalam
Proses Belajar dan Mengajar. Jakarta: Bumi
Aksara
[4] Nasution.1995. Didaktik Asas-asas Mengajr.
Jakarta: Bumi Aksara.

Ruswanto*
SMA N 1 Purbalingga
Rswt_sij@yahoo.com
http://www.ruswanto.com/

ISBN 978-602-19655-4-2 234


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Penentuan Percepatan Gravitasi Bumi


dari Eksperimen Bandul Matematis
Pada Simpangan Sudut Besar
Safrudin Kiayi*, Neny Kurniasih, dan Hendro

Abstrak
Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan percepatan gravitasi bumi dari eksperimen bandul matematis
berdasarkan faktor koreksi periode osilasi solusi eksaknya. Eksperimen dilakukan dengan merancang
sebuah alat sederhana berupa ayunan bandul untuk diambil data periode osilasinya dengan parameter
simpangan awal dan panjang tali ayunan. Sebelum koreksi periode dilakukan, semakin besar sudut
simpangan awal bandul semakin kecil nilai percepatan gravitasi bumi. Tetapi setelah koreksi periode
dilakukan, nilai percepatan gravitasi bumi menunjukkan nilai yang sama untuk berbagai sudut simpangan
awal. Koreksi periode ditentukan dari solusi eksak dan pendekatan deret. Nilai rata-rata percepatan gravitasi
bumi sebelum dikoreksi adalah (9,65  0,03) m/s2, sedangkan nilainya setelah dikoreksi adalah (9,78  0,03)
m/s2. Menurut perhitungan teoretik diperoleh nilai percepatan gravitasi bumi sebesar 9,77868m/s2. Nilai rata-
rata percepatan gravitasi bumi sebelum dikoreksi menunjukkan kesalahan relatif 1,32 % dan setelah
dikoreksi 0,01 % terhadap percepatan gravitasi bumi teoretik.
Kata-kata kunci : bandul matematis, faktor koreksi, periode, percepatan gravitasi bumi

Pendahuluan Teori
Penentuan percepatan gravitasi bumi Solusi Eksak dengan Pendekatan Sudut Kecil
seringkali diperoleh melalui eksperimen bandul
Persamaan diferensial yang dibentuk melalui
matematis [1]. Eksperimen bandul matematis di
Hukum II Newton yang diterapkan pada osilasi
Sekolah Menengah Atas (SMA) umumnya
bandul adalah [3,4,5]:
dilakukan dengan pendekatan sudut kecil
( 100 ) ; sangat jarang eksperimen dilakukan 2
d θ
  sin θ ,
2
(1)
tanpa pendekatan sudut kecil ( 10 ) . Materi
0 2
dt 0

pelajaran bandul matematis, khususnya tentang


solusi eksak tanpa pendekatan sudut kecil, tidak dengan  sebagai perpindahan sudut, t adalah
diajarkan kepada siswa SMA karena persoalan 12
g
matematiknya yang sulit dipahami oleh siswa. Oleh waktu dan  0    , dengan l merupakan
karena itu, eksperimen yang dikenalkan kepada l
siswa hanya didasarkan pada solusi eksak dengan panjang tali bandul dan g adalah percepatan
pendekatan sudut kecil atau solusi osilasi gravitasi bumi.
harmonik sederhana.
Bila sudut simpangan kecil, sin   
Dalam penelitian ini penulis menentukan sehingga Persamaan (1) dapat disederhanakan
percepatan gravitasi bumi dari eksperimen bandul menjadi :
matematis berdasarkan faktor koreksi periode
osilasi solusi eksaknya. Eksperimen dilakukan 2
d θ
 
2
dengan merancang sebuah alat sederhana berupa θ , (2)
2
ayunan bandul untuk diambil data periode dt 0

osilasinya dengan parameter simpangan awal dan Solusi Persamaan (2) dapat ditulis sebagai berikut
panjang tali ayunan. Sebagai pembanding, penulis [3,6]:
melakukan pengukuran menggunakan Gravity
Meter Lacoste & Romberg tipe G-928 dan juga θ  θ 0 cos (ω 0 t   ) . (3)
perhitungan teoretik berdasarkan referensi [2]
untuk mengetahui tingkat keakuratan eksperimen dengan θ0 adalah posisi sudut awal dan 
yang dilakukan. adalah tetapan fasenya.

ISBN 978-602-19655-4-2 235


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Dengan menggunakan kaitan  0  2 T Hasil dan Diskusi


0
diperoleh periode osilasi harmonik sederhana Berdasarkan data eksperimen dengan sudut
0 0 0 0
sebagai berikut [6] : simpangan awal 5 , 10 , 20 , dan 30 , massa
12 bandul 0,225 kg dan panjang tali 0,6 m telah
l dibuatkan grafik hubungan posisi bandul dengan
T0  2   . (4) waktu, seperti terlihat pada Gambar 2 berikut.
g
Dari Persamaan (4) dapat ditentukan percepatan
gravitasi bumi dengan variasi panjang tali yang
berbeda. Eksperimen dilakukan di Laboratorium
Fisika Dasar (LFD) ITB dengan rancangan
eksperimen bandul matematis seperti ditunjukkan
oleh Gambar 1.

Gambar 2. Grafik hubungan posisi terhadap waktu


hasil eksperimen untuk sudut simpangan awal
0 0 0 0
5 , 10 , 20 , dan 30 , massa bandul 0,225 kg,
dan panjang tali 0,6 m
Berdasarkan Gambar 2 terlihat bahwa
semakin besar sudut simpangan awal bandul
maka semakin besar periodenya, sehingga perlu
dilakukan koreksi periode.
Gambar 1. Rancangan eksperimen bandul
matematis.

Solusi Eksak tanpa Pendekatan Sudut Kecil


Belendez, dkk, telah menyelesaikan
Persamaan (1) sehingga diperoleh solusi eksak
sebagai berikut [7]:

 θ0   θ0  θ0 
sn  K  sin   ω0 t ; sin  (5)
2 2
θ(t)  2 arcsin sin
 2   2  2 
dengan K merupakan fungsi integral elliptik dan sn
adalah fungsi Jacobian elliptik.
Jika amplitudo tidak kecil, persamaan umum
periodenya dapat didekati dengan deret tak Gambar 3. Grafik hubungan kuadrat periode
berhingga berikut [5]: terhadap panjang tali dengan sudut simpangan
0
awal 5
 1 0 9 0 
T  T0  1    ...  . (6)
2 4
sin sin
 4 2 64 2 
Berdasarkan Persamaan (5) dan (6) dapat
ditentukan faktor koreksi periode (T T0 ) yang
merupakan rasio periode osilasi tanpa pendekatan
sudut kecil (amplitudo tidak kecil) terhadap periode
osilasi dengan pendekatan sudut kecil (amplitudo
kecil) [8].

ISBN 978-602-19655-4-2 236


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

tali adalah sekitar 99,99%. Persamaan garis terkait


 4,0378l  0,0997 s dengan
2 2
Gambar 3 adalah T
gradien grafik sebesar 4,0378 s 2 m .

Percepatan gravitasi bumi diperoleh dari nilai


gradien grafik untuk sudut simpangan awal yang
berbeda. Percepatan gravitasi bumi yang diperoleh
harus dikoreksi berdasarkan faktor koreksi periode
menggunakan pendekatan deret maupun
berdasarkan solusi eksak. Nilai percepatan
gravitasi bumi secara eksperimen dan teoretik
serta kesalahan relatif rata-rata percepatan
gravitasi bumi [9] ditunjukkan oleh Tabel 1.
Gambar 4. Grafik hubungan kuadrat periode Tabel 1. Perbandingan nilai percepatan gravitasi
terhadap panjang tali dengan sudut simpangan bumi hasil eksperimen dan perhitungan teoretik.
0
awal 10 .
g  g  m/s 2 g  g  m s2
 0 0  sebelum dikoreksi setelah dikoreksi
dengan pendekatan deret dengan solusi eksak

5 9,777 ± 0,030 9,787 ± 0,030 9,789 ± 0,030


10 9,747 ± 0,023 9,784 ± 0,023 9,786 ± 0,023
20 9,62 ± 0,04 9,77 ± 0,04 9,77 ± 0,04
30 9,45 ± 0,04 9,78 ± 0,04 9,78 ± 0,04
g  g 9,65 ± 0,03 9,78 ± 0,03 9,78 ± 0,03
e (%) g terhadap
a 1,34 0,02 0,02
g Gravitymeter

e (%) g terhadap
b
1,32 0,01 0,01
g teoretik

a 2 b 2
g Gravity meter  9 , 7815549 m/s [8] dan g teoretik  9 , 77868 m/s [2]

Gambar 5. Grafik hubungan kuadrat periode Berdasarkan Tabel 1, terlihat bahwa sebelum
terhadap panjang tali dengan sudut simpangan koreksi dilakukan, semakin besar sudut simpangan
0 awal bandul semakin kecil nilai percepatan
awal 20 .
gravitasi buminya. Tetapi setelah koreksi dilakukan,
nilai percepatan gravitasi bumi menunjukkan nilai
yang sama untuk berbagai sudut simpangan awal.

Kesimpulan
Dari hasil pembahasan di atas dapat
disimpulkan bahwa sebelum koreksi dilakukan,
semakin besar sudut simpangan awal bandul
semakin kecil nilai percepatan gravitasi bumi.
Tetapi setelah koreksi dilakukan, nilai percepatan
gravitasi bumi menunjukkan nilai yang sama untuk
berbagai sudut simpangan awal. Nilai rata-rata
percepatan gravitasi bumi sebelum dikoreksi
(9,65  0,03) m/s
2
adalah sedangkan nilainya
setelah dikoreksi adalah (9,78  0,03) m/s . Nilai
2
Gambar 6. Grafik hubungan kuadrat periode
terhadap panjang tali dengan sudut simpangan rata-rata percepatan gravitasi bumi sebelum
0
awal 30 . dikoreksi menunjukkan kesalahan relatif 1,32 %
dan setelah dikoreksi 0,01 % terhadap percepatan
Berdasarkan Gambar 3, 4, 5, dan 6, terlihat gravitasi bumi teoretik.
bahwa terdapat hubungan linear antara kuadrat
periode dengan panjang tali. Sebagai contoh, nilai Ucapan terima kasih
R  0,9999 pada Gambar 3 menyatakan bahwa
2

Kami mengucapkan terima kasih kepada


variansi linear kuadrat periode terhadap panjang Program Studi Fisika selaku penyelenggara

ISBN 978-602-19655-4-2 237


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran


Sains tahun 2013.
Safrudin Kiayi*
Referensi Magister Pengajaran Fisika
Institut Teknologi Bandung
[1] Khairurrijal, Eko Widiatmoko, Wahyu Safrudin_kiayi@yahoo.co.id
Srigutomo, dan Neny Kurniasih,
“Measurement Of Gravitational Acceleration Neny Kurniasih
Using A Computer Microphone Port”, Fisika Bumi dan Sistem Kompleks
Indonesia, IOP Science, Physics Education. Institut Teknologi Bandung
47709, p. 711, (2012). neny@fi.itb.ac.id
[2] Kaye, G. W. C, M.A. D.Sc. F.R.S., dan Laby,
T. H, M.A. Sc.D. F.R.S., : “Tables of Physical Hendro
and Chemical Constants and Some Fisika Teoritik Energi Tinggi dan Instrumentasi
Mathematical Functions”, Eleventh Edition, Institut Teknologi Bandung
Longmans, Green and Co LTD, p.18, (1956). hd.hendro@gmail.com
[3] Serway, R., dan Jewet, J., Chriswan
Sungkono‚ “Fisika untuk Sains dan Teknik“, *Corresponding author
Buku I Edisi 6, Penerbit Salemba Teknika,
Jakarta, pp. 708-709, (2009).
[4] Young, H. D., dan Freedman, R. A. “Sears
dan Zemansky Fisika Universitas“, Edisi
Kesepuluh Jilid I, Penerbit Erlangga, Jakarta,
p. 405, (2002).
[5] Pain, H.J., “The Physics Of Vibration And
Waves“, Sixth Edition, John Wiley Sons ltd,
Chichester, West Sussex, England, p. 459, Lampiran 1
(2005).
[6] Ferdinand P.B., Russell Jhonston Jr., dan Tabel Data faktor koreksi periode dari kurva solusi
William E. Clausen., “Vector Mechanics for eksak dengan faktor koreksi periode
Engineers: Dynamics“, 8th Edition, Mc Graw menggunakan pendekatan deret untuk berbagai
Hill Higher Education, USA, p. 1218, (2007). sudut simpangan awal
[7] Belendez, A., Pascual, C., Mendez, D. I.,
Belendez, T., dan Neipp, C.,”Exact Solution Faktor koreksi periode T T0 
0  
for The Nonlinear Pendulum”, Brazil, Revista No 0
Solusi Pendekatan deret
Brasileira de Ensino de Fisica., 29, pp. 645-
648, (2007). eksak 2 suku 3 suku 4 suku
[8] Kiayi, Safrudin., “Penentuan Percepatan 1,0006 1,0005 1,0005 1,0005
1 5
Gravitasi Bumi Dari Eksperimen Bandul
Matematis Berdasarkan Faktor Koreksi 2 10 1,0020 1,0019 1,0019 1,0019
Periode Osilasi Solusi Eksaknya”, Proyek 3 20 1,0077 1,0075 1,0077 1,0077
Akhir, Institut Teknologi Bandung, Bandung,
p. 8, (2013). 4 30 1,0174 1,0167 1,0174 1,0174
[9] Halliday, D., Resnick R., dan Walker, J., ;
Euis Sustini‚ Sparisoma Viridi, Ferry Iskandar,
Fatimah Arofiati Noor “Fisika Dasar“, Edisi 7
Jilid 1, Penerbit Erlangga, Jakarta, p. 9,
(2010).

ISBN 978-602-19655-4-2 238


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran dan Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Studi Penggunaan Micro-CT Skyscan 1173 untuk Mengetahui Struktur


Tulang Kaki Ayam
Saumi Zikriani Ramdhani*, Siti Nurul Khotimah, dan Freddy Haryanto

Abstrak
Micro-computed tomography (micro-CT) merupakan sebuah alat pencitraan non destruktif dengan sumber
radiasi sinar-x dan dapat digunakan untuk studi pre-klinik. Pada studi ini akan dibahas penggunaan Micro-
CT Skyscan 1173 pada obyek berupa tulang kaki bagian Tibia dan Metatarsus ayam pejantan. Proses
akuisisi dilakukan pada tegangan 25 kV, arus 100 A, dan waktu paparan 250 ms. Resolusi kamera yang
digunakan adalah 1120 x 1120 piksel dengan image piksel sebesar 71,25 m. Hasil proyeksi yang diperoleh
direkonstruksi menggunakan software khusus. Agar citra yang dihasilkan memiliki kualitas yang baik maka
dilakukan beberapa koreksi untuk mengurangi artefak yang muncul seperti beam hardening dan artefak
cincin. Hasil citra yang diperoleh berupa potongan lintang obyek. Informasi yang dibutuhkan dapat diketahui
dengan menganalisa menggunakan software CTAn dan membuat ROI (Region of Interest) pada masing-
masing bagian tulang kaki dengan ketebalan 100 slice sehingga diperoleh perbandingan volume antara
tulang dan soft tissue pada ROI tersebut.
Kata-kata kunci: kaki ayam, micro-CT Skyscan 1173, sinar-x, tulang
Atenuasi linier dipengaruhi oleh energi dan
Pendahuluan
densitas dari material yang digunakan. Pada sinar-
Studi pre-klinik yang mengarah pada studi x energi tinggi, berkas sinar lebih banyak yang
diagnostik dengan memodelkan penyakit manusia diteruskan sehingga nilai koefisien atenuasinya
kedalam hewan telah banyak berkembang saat ini. menurun dibandingkan dengan menggunakan
Salah satu modalitas yang digunakan adalah energi rendah. Material yang memiliki densitas
micro-CT scan karena mempunyai resolusi spasial tinggi akan lebih banyak menyerap sinar-x
hingga 10 µm sehingga dapat memberikan sedangkan material densitas rendah cenderung
informasi yang lebih detail [1]. Obyek yang untuk meneruskan berkas.
digunakan tidak terbatas pada hewan tetapi juga
dapat dilakukan dengan menggunakan phantom
untuk menguji performansi kerjanya untuk kontras
densitas rendah [2,3] .
Pada studi ini akan dilakukan pengamatan
dengan menggunakan ayam sebagai obyek pada
micro-CT Skyscan 1173. Bagian yang akan diteliti
adalah struktur tulang kaki ayam pada daerah
Tulang Tibia dan Tulang Metatarsus.

Teori dan Eksperimen


a. Teori
Gambar 1. Grafik koefisien atenuasi massa
Sumber energi yang digunakan pada micro-CT terhadap perubahan energi pada tulang dan
Skyscan 1173 adalah sinar-x. Micro-CT Skyscan jaringan lunak [4].
1173 bekerja dengan menggunakan prinsip dasar
rekonstruksi proyeksi citra berdasarkan atenuasi Gambar 1 menunjukkan nilai koefisien atenuasi
sinar-x. Berkas sinar-x yang melewati obyek massa terhadap energi sinar-x yang digunakan
mengalami atenuasi sehingga intensitasnya pada tulang dan soft tissue (jaringan lunak).
berkurang sesuai dengan Hukum Lambert-Beer Berdasarkan gambar tersebut dapat dilihat bahwa
berikut : semakin besar energi sinar-x yang digunakan
maka koefisien atenuasi massa untuk tulang dan
I  I 0 exp (  x) . (1) soft tissue (jaringan lunak) akan memberikan nilai
yang hampir sama yang ditunjukkan dari kurva
dengan I menyatakan intensitas berkas setelah keduanya yang berhimpit. Berdasarkan gambar
menembus obyek, I0 adalah intensitas awal berkas tersebut kontras atau perbedaan antara tulang
sinar-x, dan  adalah koefisien atenuasi linier pada dengan jaringan lunak terlihat jelas pada energi
material obyek dengan ketebalan x. dibawah 40 keV. Oleh karena itu digunakan sinar-x

ISBN 978-602-19655-4-2 239


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran dan Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

dengan energi rendah untuk diagnostik agar dapat


terlihat perbedaan antara satu jaringan dengan
jaringan lainnya sehingga tidak terjadi kesalahan
interpretasi.
Pada Micro-CT Skyscan 1173, berkas sinar-x
akan ditransmisikan menuju obyek yang diletakkan
pada stage yang dapat berputar hingga 360.
Informasi berupa intensitas berkas sinar setelah
melewati obyek akan dideteksi oleh detektor panel
datar. Detektor ini terdiri dari sejumlah array yang
bekerja berdasarkan proses sintilasi. Hasil
pembacaan dari detektor kemudian diolah
sehingga menghasilkan proyeksi tunggal obyek
pada sudut tertentu. Kumpulan dari proyeksi
obyek pada setiap sudut putaran akan menjadi
sinogram. Gambar 2. Sistem rangka pada ayam [7].
Rekonstruksi citra dilakukan dengan b. Eksperimen
menggunakan software nRecon yang bekerja
dengan metode FBP (Filtered backprojection) [5]. Obyek dibersihkan dari bulu halus yang
Hasil dari rekonstruksi berupa penampang lintang melekat kemudian dipotong menjadi 2 bagian yaitu
obyek dalam bidang x-y. Citra yang dihasilkan paha bawah dan ceker seperti terlihat pada
memiliki kedalaman 8 bit dengan skala keabuan Gambar 3.(a). Obyek kemudian diletakkan dalam
dari 0 sampai 255. Untuk mendapatkan informasi wadah berisi es untuk mencegah pembusukan.
digunakan CT number yang dapat menunjukan Selang waktu antara pemotongan hingga akuisisi
suatu material atau jaringan tertentu. Nilai CT yang data antara 4-5 jam. Pada saat akan dilakukan
diukur adalah hasil kalibrasi nilai skala keabuan ke akuisisi, obyek dikeluarkan kemudian dikeringkan
dalam satuan Hounsfield (HU). untuk mengurangi kadar air akibat diletakkan
dalam es. Obyek diletakan pada arah sumbu-z
Hounsfield Unit (HU) merupakan nilai yang dalam wadah yang terbuat dari kertas karton dan
digunakan pada CT sebagai karakteristik dari direkatkan pada dinding wadah untuk mencegah
koefisien atenuasi suatu material obyek yang obyek bergerak pada saat akuisisi data
dikonversi terhadap medium air. Nilai (HU) berlangsung (Gambar 3(b)). Setelah obyek
memiliki rentang dari -1000 sampai dengan +1000. diletakkan dalam wadah kemudian dimasukan ke
Soft tissue memiliki rentang nilai HU dari +40 dalam chamber untuk selanjutnya dilakukan
sampai +80 sedangkan tulang memiliki rentang proses akuisisi (Gambar 3(c)).
nilai HU dari +400 sampai +1000 [6].
Obyek yang digunakan untuk studi ini adalah
ayam pejantan (Gallus domesticus). Ayam
pejantan memiliki ukuran yang lebih kecil
dibandingkan dengan ayam broiler maupun ayam
kampung. Bagian yang akan dilihat strukturnya
terletak pada bagian kaki ayam, yaitu Tulang Tibia
dan Tulang Metatarsus.Tulang Tibia terletak pada
bagian paha bawah dan Tulang Metetarsus (a) (b)
merupakan tulang panjang yang terletak pada
bagian ceker kaki ayam. Sistem rangka dari ayam
pejantan dapat dilihat pada Gambar 2.

(c)
Gambar 3.(a) Obyek yang telah dibersihkan (b)
obyek direkatkan pada wadah (c) obyek diletakan
pada chamber Micro-CT.

ISBN 978-602-19655-4-2 240


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran dan Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Akuisisi data dilakukan pada resolusi medium Tabel 1. Analisa 2D dan 3D bagian tulang pada
(1120 x 1120 piksel) dengan tegangan sebesar 25 Tulang Metatarsus penampang ke-0827 sampai
kV, arus 100 µA, dan waktu paparan 25 mAs. 0926.
Proses akuisisi data berlangsung selama 1 jam 32
menit. Untuk mengurangi artefak yang muncul Parameter Satuan 2D 3D
dilakukan koreksi beam hardening sebesar 50% Total Volum ROI mm3 169,23 168,89
dan ring artefak 2 tingkat pada hasil proyeksi Volume Obyek mm3 73,07 72,28
sebelum dilakukan proses rekonstruksi. Hasil Persen Obyek % 43,16 42,28
rekonstruksi yang didapatkan sebanyak 1412 Total Vol. Pori mm3 - 96,54
penampang (slice). Penomoran penampang
Luas Obyek mm2 339,83 292,23
dimulai dari bagian bawah ke atas seperti
Luas obyek per
ditunjukkan pada Gambar 4(a). Dalam setiap
penampang mm2 10,24 -
penampang terdapat bagian Tulang Tibia pada
bagian paha bawah serta Tulang Metatarsus pada Tabel 2. Analisa 2D dan 3D bagian tulang pada
bagian ceker seperti terlihat pada Gambar 4(b). Tulang Tibia penampang ke-0827 sampai 0926.
Parameter Satuan 2D 3D
Total Volum ROI mm3 225,72 225,19
Volume Obyek mm3 111,97 111,09
Persen Obyek % 49,60 49,33
3
Total Vol. Pori mm - 114,09
Luas obyek mm2 340,79 303,68
Luas obyek per
penampang mm2 15,69 -
Berdasarkan Tabel 1 dan Tabel 2, analisa
dengan cara 2D dan 3D untuk beberapa
parameter memiliki hasil yang sedikit berbeda. Hal
(a) (b) ini dikarenakan perhitungan secara 2D dilakukan
Gambar 4.(a) Hasil proyeksi (b) hasil rekonstruksi pada masing-masing penampang. Sehingga untuk
penampang ke-0926. luas obyek secara 2D merupakan penjumlahan
dari luas obyek pada setiap penampang.
Analisa dilakukan menggunakan software Perhitungan dengan analisis secara 3D
CTAn pada penampang ke-0827 sampai berdasarkan rendering surface volume. Selain itu
penampang ke-0926 yang berjumlah 100 buah terdapat beberapa parameter yang hanya dapat
penampang. Bagian ini terdiri dari Tulang Tibia diketahui dengan menggunakan metode analisis
yang berongga serta bagian Tulang Metatarsus tertentu. Parameter yang hanya dapat diketahui
yang belum mengalami percabangan. ROI (Region dari analisa 2D adalah luas obyek pada setiap
of Interest) yang digunakan melingkupi bagian penampang sedangkan pada analisa 3D yaitu
tulang seperti terlihat pada Gambar 5 untuk Tulang volum total pori. Volum pori merupakan volum
Metatarsus. Analisa dilakukan secara 2D dan 3D jaringan lain yang berada diluar nilai HU yang
untuk melihat perbandingan antara tulang dan soft ditetapkan pada ROI tersebut.
tissue untuk bagian Tulang Tibia dan Tulang
Metatarsus. Tabel 3. Perbandingan tulang dan soft tissue pada
Tulang Metatarsus pada penampang ke-0827
sampai 0926
Soft
Parameter Satuan Tulang
tissue
Total Volum ROI mm3 168,8 168,8
Volum obyek mm3 72,28 1,35
Persen volum
obyek % 42,81 0,79
Gambar 5. Penentuan ROI pada Tulang Luas obyek mm2 292,23 121,41
Metatarsus.

Hasil dan Diskusi


Analisa 2D dan 3D untuk bagian tulang
menggunakan software CTAn untuk masing-
masing ROI dapat dilihat pada tabel berikut :

ISBN 978-602-19655-4-2 241


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran dan Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Tabel 4. Perbandingan tulang dan soft tissue Ucapan terima kasih


Tulang Tibia pada penampang ke-0827 sampai Penulis mengucapkan terima kasih Bapak
0926. Fourier Dzar El Jabbar atas bantuannya dalam
Soft penggunaan alat Micro-CT Skyscan 1173 di
Parameter Satuan Tulang laboratorium BSC-A ITB.
tissue
Total Volum ROI mm3 225,2 225,2
Referensi
Volum Obyek mm3 111,09 3,13
Persen volum [1] M. Ling Jan, Y. Ching Ni, K. Wei Chen, H.
obyek % 49,33 1,38 Ching Liang, K. Shih Chuang, dan Y. Kai Fu,
Luas obyek mm2 303,68 213,01 “A Combined Micro-PET/CT Scanner for
Small Animal Imaging”, Journal of Nuclear
Analisa yang digunakan untuk mengetahui Instruments and Methods in Physics
perbandingan antara tulang dan soft tissue pada Research, A 569, p. 314-318.
Tabel 3 dan Tabel 4 adalah analisa 3D. [2] Sari Marlia, “Studi Hounsfield Unit dan
Berdasarkan data pada Tabel 3, volum tulang Koefisien Atenuasi dari Struktur Hewan
pada Tulang Metatarsus lebih banyak Jangkrik Berdasarkan Pemindaian dan
dibandingkan soft tissue pada kondisi volum ROI Rekonstruksi Citra Hasil Micro CT
yang sama. Hal ini dikarenakan pada bagian Skyscan1173”, Skripsi Sarjana, Institut
tersebut lebih banyak tulang padat dan soft tissue Teknologi Bandung, Indonesia, 2013.
hanya melekat pada bagian luar tulang. [3] Wa Ode Sriwayu, "Evaluasi Performa
Sedangkan pada Tulang Tibia berdasarkan Tabel Mikrotomografi Skyscan 1173 untuk Material
4, komposisi tulang mencapai lebih dari 49% pada Densitas Rendah", Tesis Magister, Institut
volum ROI yang sama dibandingkan dengan soft Teknologi Bandung, Indonesia, 2012.
tissue. Meskipun demikian total volum tulang dan [4] Cole,H. Dan C.P Lewinsi, “Development in
soft tissue tidak sampai setengah dari volum ROI. Radiography and Fluoroscopy”, Imaging,18,
Jika diperhatikan pada Gambar 4(b), bagian yang p.75-81.
dijadikan ROI merupakan tulang yang berbentuk [5] SkyScan, NV,”SkyScan 1173 User Guide”,
seperti cincin berongga yang didalamnya terdapat Belgia, 2011.
jaringan atau material lainnya.
[6] -, “Chapter 1 Introduction to CT Physics”,
URlhttp://web.archive.org/web/200709262312
41/http://www.intl.elsevierhealth.com/e-
books/pdf/940.pdf [accessed 13 Juni 2013]
[7] Jacob,Jaque, Tony Pescatore, dan Austin
Cantor, “The avian skeletal system”,
University of Kentucky, 2011,
(a) (b) (c)
Gambar 6.(a) Penampang ke-0820 (b) penampang
ke-0755 (c) penampang ke-0720
Berdasarkan citra hasil rekonstruksi diketahui Saumi Zikriani Ramdhani*
KK Fisika Nuklir dan Biofisika
pada bagian Tulang Metatarsus terjadi
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
percabangan tulang. Hal ini dapat dilihat pada Institut Teknologi Bandung
Gambar 6 pada area yang diberi kotak merah. saumi.ramdhani@gmail.com
Tulang metatarsus mulai terlihat jelas terpisah
pada penampang ke-0755 dan pada penampang Siti Nurul Khotimah
ke-0720 terlihat masing-masing tulang yang akan KK Fisika Nuklir dan Biofisika
terhubung ke cakar ayam terpisah menjadi 3 Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
bagian. Institut Teknologi Bandung
nurul@fi.itb.ac.id
Kesimpulan
Freddy Haryanto
Micro-CT dapat digunakan untuk mengetahui KK Fisika Nuklir dan Biofisika
struktur kaki ayam pada Tulang Tibia dan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Metatarsus. Komposisi dari ROI tidak hanya terdiri Institut Teknologi Bandung
dari tulang padat saja tetapi juga soft tissue yang freddy@fi.itb.ac.id
menempel pada tulang. Pada tulang metatarsus
ditemukan percabangan pada ujung tulang utama
yang akan terhubung ke bagian cakar ayam. * Penulis korespondensi

ISBN 978-602-19655-4-2 242


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Analisis Prinsip Hukum Charles pada Operasi Mesin Kalor


Menggunakan Heat Engine Apparatus
Sinta Sri Ismawati*, Hadyan Akbar, Nofitri, Herlin Verina, Vivi Nur Huda Lyjamil,
Mohamad Soleh, Robi Sobirin, dan Irzaman
Abstrak

Hukum Charles merupakan salah satu hukum gas ideal yang menyatakan bahwa pada tekanan konstan,
volume suatu massa atau kuantitas tertentu gas bervariasi langsung terhadap suhu mutlak. Tujuan
praktikum ini adalah untuk mendemonstrasikan operasi mesin kalor dan membuktikan hukum-hukum gas
ideal (Hukum Charles). Pada praktikum kali ini kami melakukan dua macam percobaan, yakni operasi mesin
kalor dan hukum Charles. Alat dan bahan yang digunakan yaitu Heat Engine Apparatus, massa 50-70 gram,
termometer digital, es batu, dan air. Tahapan praktikum dimulai dari operasi mesin kalor dengan
menggunakan 3 variasi massa yaitu 50, 60, dan 70 gram. Dengan menggunakan prinsip kerja pompa
hidrolik, massa disini berperan sebagai tekanan (P) untuk mengetahui pengaruh perubahan suhu (∆T)
terhadap daya angkat piston (∆h). Sehingga operasi mesin kalor ini menggunakan prinsip hukum Charles,
yakni volume (V) berbanding lurus dengan suhu (T). Selanjutnya, percobaan hukum Charles dengan
mengasumsikan tekanan dalam keadaan konstan 1 atm dengan mengatur posisi Small piston pada Heat
Engine Apparatus dalam keadaan horizonal. Hasil percobaan pada operasi mesin kalor, dari ketiga massa
yang digunakan, massa 50 dan 60 gram menunjukkan besarnya perbedaan suhu (∆T) berbanding lurus
dengan pertambahan tinggi piston (∆h). Sedangkan untuk massa 70 gram tidak linier sempurna karena ada
pengaruh suhu lingkungan dan faktor waktu yang terlalu cepat sehingga suhu yang terukur belum merata.
Terlepas dari itu, dari 3 variasi massa yang digunakan dapat terlihat bahwa volume piston bertambah seiring
bertambahnya suhu yang diberikan. Hal tersebut menunjukkan adanya prinsip hukum Charles dalam operasi
mesin kalor. Begitupun pada percobaan hukum Charles, ketika tekanan konstan (1 atm), volume (V)
berbanding lurus dengan suhu. Hasil tersebut sekaligus membuktikan teori hukum Charles.
Kata kunci : hukum Charles, massa, tekanan, suhu, volume
Pendahuluan Teori
Jacques Charles (1746-1823) menyelidiki Gas ideal merupakan kumpulan dari sel-sel
hubungan antara suhu dan volume gas. Tekanan yang tidak berinteraksi satu sama lain, dimana
gas dijaga konstan, suhu mutlak gas bertambah tidak ada pengaruh dari luar terhadap gas secara
dan ketika suhu mutlak gas berkurang, maka non-relativistik [2]. Pada umumnya, gas yang kita
volume gas berkurang. Selain ditentukan oleh temui di alam bebas dapat dianggap ideal. Agar
tekanan, volume gas dalam ruang tertutup juga dapat dianggap menjadi ideal, molekul dan atom
dipengaruhi oleh suhu. Jika suhu dinaikkan, maka dalam gas harus dimodelkan sebagai partikel titik
gerak partikel-partikel gas akan semakin cepat yang hanya berinteraksi melalui tumbukan elastis
sehingga volumenya bertambah. Apabila tekanan antara partikel satu sama lain atau antara pasrtikel
tidak terlalu tinggi dan dijaga konstan, volume gas dengan lingkungannya. Adapun gerak dan
akan bertambah terhadap kenaikan suhu. Aplikasi tumbukan partikel yang sebagian tidak memenuhi
hukum charles pada pemuaian zat padat, zat cair sifat-sifat gas ideal itu disebabkan oleh jarak antar
dan gas. Jika wadah ditempati oleh sampel gas partikel terlalu dekat [3].
pada tekanan konstan maka volume berbanding
lurus dengan suhu [1]. Hukum Charles menyatakan bahwa pada saat
tekanan konstan, volume akan sebanding dengan
Terkait dengan literatur, dilakukan praktikum suhu [4].
termodinamika ini untuk membuktikan hukum
Charles. Pengambilan data secara manual, PV  nRT (1)
sebanyak lima kali pengulangan menggunakan
Pada tekanan konstan, diperoleh:
Heat Engine Apparatus. Pada operasi mesin kalor,
data yang diambil berupa grafik yang V  cT (2)
menggambarkan hubungan antara perubahan
suhu terhadap pertambahan tinggi piston. Persamaan (1) merupakan persamaan gas ideal,
Sedangkan pada hukum charles, pembuktian dimana P (Pa) adalah tekanan gas, V (m3) adalah
berupa grafik yang menggambarkan hubungan volume gas, n (mol) adalah jumlah substansi gas
suhu dan volume pada tekanan konstan. (juga dikenal sebagai jumlah mol), T (K) adalah

ISBN 978-602-19655-4-2 243


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

suhu gas dan R (=8.3145 J/mol K) adalah biasa yang bersifat dua arah, kemudian untuk
konstanta gas umum, sama dengan perkalian menimbulkan efek tekanan konstan (1 atm), small
antara konstanta Boltzmann dan konstanta Piston diatur dalam posisi horizontal. Selain itu,
Avogadro (=6.0221 x 1023 /mol). Sedangkan pada pengambilan data dilakukan setelah suhu
persamaan (2) menceritakan V (m3) adalah dibiarkan setimbang yaitu ketika mencapai batas
volume gas, T (K) adalah suhu mutlak, dan c maksimum volume pada silinder dalam small
adalah konstanta. piston.
Heat Engine Apparatus memiliki komponen
Hasil dan Diskusi
utama yaitu small piston, pada umumnya piston
digunakan dalam industri untuk mengurangi emisi
gas buang bagi pekerja. Massa pada piston dapat Operasi Mesin Kalor
berfungsi sebagai tekanan yang bersifat seperti
pompa hidrolik.[5] Mangkuk piston digunakan Operasi mesin kalor pada dasarnya merupakan
untuk merinci prediksi pemodelan sebagai suhu proses perpindahan kalor dari suhu tinggi ke suhu
silinder dan distribusi tekanan, kecepatan gas, dan rendah dan menghasilkan energi. Pada percobaan
fraksi massa bahan bakar [6]. operasi mesin kalor, digunakan prinsip hukum
Charles. Dimana, variasi massa 50, 60 dan 70
Kalor merupakan suatu perpindahan energi gram diberikan sebagai tekanan konstan.
internal. Kalor mengalir dari satu bagian sistem ke Pengambilan data berupa tinggi dan suhu dengan
bagian yang lain atau dari sistem ke sistem yang ulangan sebanyak lima kali, diperoleh data dan
lain karena terdapat perbedaan temperatur [7]. grafik yang menunjukkan hubungan linier antara
Operasi mesin kalor digunakan pada praktikum kali selisih suhu dingin dan panas ∆T dan
ini dengan menerapkan prinsip hukum Charles di pertambahan tinggi piston ∆h pada Heat Engine
dalamnya, dimana perbedaan suhu yang ada Apparatus.
menimbulkan energi pendorong piston sehingga
volume udara dalam silinder bertambah.
Hukum Charles dapat diuji dengan
pembacaan volume gas dalam jarum suntik yang
direndam pada suhu tertentu [8]. Dalam praktikum
ini gas berasal dari tabung udara yang direndam
dalam kontainer air panas dan dingin, kemudian
mengalir melalui pipa menuju small piston.

Eksperimen
Gambar 1. Grafik hubungan selisih suhu ∆T dan
pertambahan tinggi piston ∆h dengan massa 50
Praktikum dilakukan pada bulan Januari-Juni
gram sebanyak 5 kali ulangan.
2013 di laboratorium Eksperimen Fisika IPB.
Bahan yang digunakan yaitu air dan es batu.
Sedangkan alat yang digunakan adalah Heat
Engine Apparatus, termometer digital, kontainer air
dingin dan air panas, heatter, massa 50-70 gram.
Metode yang dilakukan, praktikum terbagi
menjadi dua percobaan, yaitu operasi mesin kalor
dan hukum Charles. Pada operasi mesin kalor,
set-up Heat Engine Apparatus menggunakan pipa
bercabang yang terdapat one way check valve
pada percabangannya dan variasi massa 50, 60 Gambar 2. Grafik hubungan selisih suhu ∆T dan
dan 70 gram sebagai sistem yang memberi pertambahan tinggi piston ∆h dengan massa 60
tekanan konstan. Untuk memperoleh selisih suhu, gram sebanyak 5 kali ulangan.
tabung udara dimasukkan kedalam kontainer air
dingin, kemudian dimasukkan kedalam air panas
sehingga udara dalam tabung berekspansi dan
mendorong piston naik. Adanya one way check
valve yang bersifat mengalirkan satu arah,
membantu mencegah piston turun ketika tabung
udara dimasukkan kedalam kontainer air dingin
lagi. Proses pencelupan dilakukan hingga massa
terangkat sempurna. Sedangkan pada percobaan
hukum Charles, pipa yang digunakan adalah pipa

ISBN 978-602-19655-4-2 244


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Gambar 3. Grafik hubungan selisih suhu ∆T dan


pertambahan tinggi piston ∆h dengan massa 70
gram sebanyak 5 kali ulangan. Kesimpulan
Dari grafik di atas, adanya variasi massa yang
digunakan sebagai tekanan pada small piston Dari dua percobaan yang telah dilakukan, dapat
menyebabkan terjadinya perbedaan nilai diambil kesimpulan bahwa terbukti adanya prinsip
hukum Charles pada operasi mesin kalor. Dimana
pertambahan tinggi piston ∆h. Dimana, pada
massa 50 gram hanya dengan 2 kali pencelupan pada saat tekanan konstan, volume suatu massa
kedalam air dingin dan air panas, massa pada berbanding lurus dengan suhu mutlaknya. Terbukti
dari percobaan operasi mesin kalor, dari 3 variasi
platform piston sudah terangkat sempurna.
Sedangkan ketika massa yang digunakan semakin massa yang diberikan sebagai tekanan, volume
besar, yakni 60 dan 70 gram maka daya angkat udara dalam silinder berbanding lurus dengan
piston atau pertambahan tinggi piston semakin suhu yang diberikan. Begitu pula pada percobaan
lambat, sehingga data yang diperoleh sampai hukum Charles, terbukti bahwa volume berbanding
lurus dengan suhu pada tekanan konstan.
massa terangkat sempurna semakin banyak. Pada
massa 70 gram, grafik yang tebentuk tidak linier,
hal tersebut disebabkan adanya pengaruh suhu Ucapan terima kasih
lingkungan dan faktor waktu yang terlalu cepat Penelitian ini didanai oleh hibah insentif riset
sehingga suhu yang terukur oleh termometer SINAS KMNRT Republik Indonesia dengan nomor
belum merata. Terlepas dari itu, data yang kontrak 38/SEK/INSINAS/PPK/I/2013.
diperoleh dari 3 variasi massa sebagai tekanan
menunjukkan bahwa volume udara dalam silinder Referensi
berbanding lurus suhu yang diberikan.
[1] Halliday dan Resnick, “Fisika Jilid I”.
Hukum Charles Terjemahan. Jakarta: Erlangga, (1991).
[2] Arnaud, Jacques, Laurent Chusseau and
Pada percobaan hukum charles, ketika Fabrice Philippe. On Classical Ideal Gases.
digunakan pipa tanpa one way check valve udara Entropy 2013, 15, 960-971;
dapat mengalir dua arah. Ketika tabung udara doi:10.3390/e15030960
dipanaskan, udara berekspansi mengalir melalui [3] Mujriati, Annisa., dan Abdul Basid, “Simulasi
pipa menuju small piston dan menimbulkan energi Tumbukan Partikel Gas Ideal dengan Model
atau gaya untuk mengangkat piston sehingga Cellular Automata Dua Dimensi”, Jurnal
volume bertambah. Dengan menganggap gas Neutrino, 2(2) 134-140, (2010).
yang ada ideal, maka pada tekanan konstan [4] Doyle, John, Physics of Gases and Fluids: A
jumlah partikel sama meski volume bertambah. Clinical Perspective. Ohio : Department of
General Anesthesiology, Cleveland Clinic
Foundation, 9500 Euclid Avenue E31, (2011).
[5] Al-Helou, Bassam A. “Evolving an Inverted
Extruction Piston” Journal of Applied
Sciences, 4(1), 171-176, (2004).
[6] Bell, TM (dkk), “Investigating Diesel Engine
Performance and Emission Using CFD”,
Energy and Power Engineering, 5, 171-180,
(2013).
[7] Nabawiyah, Khilfatin dan Ahmad Abtokhi,
“Penentuan Nilai Kalor dengan Bahan Bakar
Gambar 4. Grafik hubungan antara volume dan Kayu Sesudah Pengarangan Serta
suhu pada tekanan konstan 1 atm dengan lima kali Hubungannya dengan Nilai Porositas Zat
ulangan. Padat”, Jurnal Neutrino, 3(1), 46, (2010).
Gambar 4 menunjukkan bahwa dari lima kali [8] Chang, Tzyh-lee, Chang Pi-ling and Cheung,
ulangan yang dilakukan, diperoleh data yang “A Connection Of Ideal Gas Laws by
sesuai dengan literatur, yaitu volume berbanding Experiment”, Journal of National Taipei
lurus dengan suhu pada tekanan konstan 1 atm. Teacher College, XIV, 529-542, (2001).
Tekanan diasumsikan sebesar 1 atm karena posisi
small piston horizontal sehingga tekanan di dalam
sama dengan tekanan di luar. Hasil praktikum ini
sekaligus membuktikan teori hukum Charles yang
menyatakan bahwa ‘pada tekanan konstan,
volume suatu massa atau kuantitas tertentu gas
bervariasi langsung terhadap suhu mutlak’.

ISBN 978-602-19655-4-2 245


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Sinta Sri Ismawati* Mohamad soleh


Mahasiswa S1 Departemen Fisika Mahasiswa S1 Departemen Fisika
Institut Pertanian Bogor Institut Pertanian Bogor
sintasriismawati@ymail.com Mohamaadsoleh89@yahoo.com

Nofitri Hadyan Akbar


Mahasiswa S1 Departemen Fisika Mahasiswa S1 Departemen Fisika
Institut Pertanian Bogor Institut Pertanian Bogor
nofitrifisika47ipb@gmail.com hadyanakbar@ymail.com

Herlin Verina Robi Sobirin


Mahasiswa S1 Departemen Fisika Mahasiswa S1 Departemen Fisika
Institut Pertanian Bogor Institut Pertanian Bogor
herlinverina@yahoo.co.id robifisika46ipb@gmail.com

Vivi Nur Huda Lyjamil Irzaman


Mahasiswa S1 Departemen Fisika Staf Pengajar Departemen Fisika
Institut Pertanian Bogor Institut Pertanian Bogor
vivifisika47ipb@gmail.com irzaman@ipb.ac.id

*Corresponding author

ISBN 978-602-19655-4-2 246


Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Kajian Sifat Termal Dan Kristalografi Nanopartikel Biomassa Rotan


Sebagai Filler Bionanokomposit
Siti Nikmatin*

Abstrak
Pengembangan teknologi bionanokomposit di Indonesia memiliki prospek yang sangat potensial karena
ketersediaan sumber daya alam khususnya hasil pertanian dan limbahnya yang melimpah dan dapat
diperoleh sepanjang tahun. Kulit rotan merupakan salah satu biomassa pertanian yang dapat dimanfaatkan
sebagai bahan pengisi untuk bionanokomposit. Tujuan penelitian ini adalah menganalisa sifat termal dan
kristalografi nanopartikel biomassa rotan sebagai filler bionanokomposit yang akan digunakan untuk
menggantikan fiber glass pada komposit aplikasi komponen sepeda motor. Nanopartikel kulit rotan dibuat
dengan metode High Energy Milling (HEM) variasi waktu milling 1, 5, 10 jam dan sintesa bionanokomposit
menggunakan alat injeksi molding dengan matrik polipropillen, coupling agent PPMA (1%). Hasil
karakterisasi kristalografi dengan X-Ray Diffraction (XRD) pada sintesa nanopartikel optium (HEM 5 jam)
adalah memiliki struktur kristal monoklinik dengan a= 7.87 ; b=10.31 ; c=10.13; == 90, =120, berfasa 
selulose, memiliki puncak tertinggi pada 2θ = 22 derajat dengan intensitas difraksi 400 count. Sementara itu
hasil sintesa bionanokomposit optimum (filler kulit rotan 5%) menunjukkan struktur kristal monoklinik dan
ortorombik (a=14.5, b= 5.6, c= 7.4, ===90) dengan puncak difraksi pada 2θ = 16 derajat dengan
intensitas 600 count (hkl = 110). Kajian sifat termal bionanokomposit menggunakan DTA menghasilkan
puncak endoterm 171.1 ºC (∆H = + 468.3 K-1 J/g ), puncak eksoterm 1 = 255.6 oC (∆H = + 467.5 K-1J/g),
eksoterm 2 = 335.3 oC (∆H = - 230 K-1J/g), eksoterm 3 = 356.5 oC (∆H = -185.9 K-1J/g), eksoterm 4 = 386 oC
(∆H = - 697.2 K-1J/g), eksoterm 5 = 460.4 oC (∆H = - 692.37 K-1J/g) dan kapasitas panas (Cp) 0.0585 J/ºC.

Kata-kata kunci: Bionanokomposit, nanopartikel, biomassa rotan, filler, matrik.


pasar, dan sisanya dibakar [2]. Oleh sebab itu
Pendahuluan
perlu adanya revolusi teknologi rekayasa material
Inovasi teknologi pemanfaatan biomasa melalui pengolahan limbah secara optimal dan
pertanian berkelanjutan berbasis sumber daya mempunyai nilai ekonomi tinggi yaitu menjadi filler
lokal dengan nanoteknologi mempunyai peran bionanokomposit. Tujuan penelitian ini adalah
yang strategis dalam perekonomian nasional. menganalisa sifat termal dan kristalografi
Peran strategis tersebut dapat diwujudkan melalui nanopartikel serat kulit rotan (SKR) yang dibuat
kontribusi nyata dalam menghasilkan rekayasa dengan metode High Energy Milling (HEM)
material guna menyelamatkan lingkungan, sebagai filler bionanokomposit pada aplikasi
meningkatkan nilai ekonomi biomassa pertanian komponen sepeda motor dengan matrik
sebagai bahan baku industri, daya saing produk polipropillen. Penelitian sebelumnya adalah
impor, sumber devisa negara dan berujung pada eksplorasi data sifat fisis-mekanik, kulit dan batang
peningkatan kesejahteraan petani. Rotan rotan masak tebang dari Kalimantan [3], kemudian
merupakan komoditas pertanian yang dapat ekstraksi selulosa kulit rotan dengan metode
dibengkokkan tanpa deformasi yang nyata dan fermentasi kapang dan karakterisasinya pada
memberi kehidupan bagi 2 juta petani di parameter optimum proses [4], selanjutnya sintesa
Kalimantan, Sulawesi dan Sumatera. Indonesia nanopartikel SKR dengan membandingkan
adalah negara penghasil rotan terbesar yang metode ultrasonikasi dan HEM [5] dan pembuatan
memberikan sumbangan 85% kebutuhan rotan bionanokomposit filler SKR dengan metode injeksi
dunia. Tahun 2012, produksi rotan di Indonesia molding [6].
mencapai lebih dari 1 juta ton/th dengan
kebutuhan industri rotan Indonesia jauh Teori
dibawahnya Cirebon, sebagai kawasan industri
Komposit di definisikan sebagai kombinasi
pengolahan rotan terbesar, hanya memiliki
dua material atau lebih yang secara makroskopis
kapasitas 240.000 ton/th [1].
berbeda bentuknya, komposisi kimianya, dan tidak
Jika 70% batang rotan diekspor, 30%
saling melarutkan dimana material yang satu
digunakan untuk kecukupan dalam negeri, maka
berperan sebagai penguat (filler) dan yang lainnya
biomasa rotan (kulit) menumpuk dilingkungan
sebagai pengikat (matrik), sehingga akan
tempat tinggal petani yang pemanfaatannya masih
terbentuk material baru yang lebih baik dari
relatif terbatas. Saat ini petani menggunakannya
material penyusunnya. Filler dapat berupa struktur,
sebagai atap rumah, ikat tali sayuran yang dijual di

ISBN 978-602-19655-4-2 247


Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

partikel atau serat yang berfungsi sebagai penguat


dimana distribusi tegangan yang diterima oleh
komposit akan diteruskan ke filler. Sementara itu
matrik, digolongkan kedalam tiga kelompok besar
yaitu logam, polimer, dan keramik [7]. Komposit
filler nanopartikel menggunakan partikel sebagai
penguat yang homogen dan terdistribusi secara
merata dalam matriksnya dan sekaligus
mengikatnya dengan ikatan interfase secara a
bersama-sama. Komposit ini memiliki keunggulan
terhadap sifat mekanik dengan luas permukaan
(surface area) yang semakin meningkat seiring
dengan mengecilnya ukuran serat [8].
Biomassa rotan diperoleh dari desa Madusari
Pontianak Kalimantan sementara itu matrik
polipropillen (PP7032EMCC) dan coupling agent
PPMA (Licocene) didapatkan dari industri b
komponen kendaraan bermotor. Proses perlakuan
awal adalah kulit rotan dibersihkan dan direbus
(1000C ; 15 menit) lalu dikeringkan. Hal ini
bertujuan untuk menghilangkan impuritas,
melunakkan kulit rotan dan meregangkan ikatan
nonselulosa. Selanjutnya kulit rotan dimilling dan
diayak secara mekanik hingga mencapai ukuran
75 µm. Alat milling yang digunakan adalah pen c
disk milling dan elektrmagnetic shaker. Selanjutnya
partikel kulit rotan dimilling menggunakan HEM Gambar 1. High Energy Milling SKR dan pengujian
guna mendapatkan partikel berukuran nanometer. PSA sampel milling 1 jam (a), 5 jam (b), dan 10
Variasi yang dilakukan selama proses milling jam (c).
adalah 1, 5, dan 10 jam, perbandingan Ball Berdasarkan hasil analisis kristalografi SKR
Powder Rasio 5:1 dengan kecepatan 1000 rpm. dengan menggunakan alat XRD dan JCPDS
Hasil akhir nanopartikel SKR dilakukan pengujian dihasilkan 1 puncak struktur kristal pada 2θ = 22
struktur kristal dengan Partikel Size Analyser derajat dengan intensitas difraksi 400 count
(PSA) dan XRD. berstruktur monoklinik (hkl 002). Semakin lama
Ukuran partikel terkecil ditimbang dengan waktu milling dihasilkan intensitas difraksi yang
konsentrasi 5%, 10%, 15% terhadap % berat total semakin turun dan makin lebar puncak difraksi
komposit. Pembuatan bionanokomposit yang dihasilkan. Hal ini disebabkan karena kristal
menggunakan injeksi molding Toshiba GS Series. yang berukuran besar dengan satu orientasi
Suhu yang digunakan selama proses pelelehan menghasilkan puncak difraksi yang mendekati
adalah konstan meliputi 5 zona yaitu 170-2000C. sebuah garis vertikal. Kristal yang sangat kecil
Sedangkan suhu pendinginan adalah 440C selama menghasilkan puncak difraksi yang sangat lebar.
30 detik.. Bionanokomposit yang dihasilkan Lebar puncak difraksi tersebut memberikan
selanjutnya dilakukan pengujian terhadap sifat informasi tentang ukuran kristal yang dapat
termal dan X-Ray Diffraction . diprediksi dengan perumusan interferensi celah
banyak melalui aproksimasi Schererer (Gambar 2).
Hasil dan diskusi
Berdasarkan analisis pengujian PSA
menggunakan metode commulant (number
distribution) dihasilkan SKR milling 1 jam dengan
ukuran partikel 22.39 nm (distribusi 10%), milling 5
jam menghasilkan ukuran partikel 16.22 nm
dengan distribusi 10%, dan milling 10 jam ukuran
partikel mencapai 81.30 pada distribusi 1%
(Gambar 1).

Gambar 2. Hasil XRD nanopartikel SKR variasi


waktu milling HEM.

ISBN 978-602-19655-4-2 248


Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

dan 15%. Pada Bionanokomposit filler 5%


a dihasilkan puncak endoterm pada temperatur
171.1 oC dimana terjadi perubahan wujud padat
menjadi cair. Selanjutnya terjadi puncak eksoterm
1 = 255.6 oC (∆H = + 467.5 K-1J/g), eksoterm 2 =
335.3 oC (∆H = - 230 K-1J/g), eksoterm 3 = 356.5
o
C (∆H = -185.9 K-1J/g), eksoterm 4 = 386 oC (∆H
= - 697.2 K-1J/g), eksoterm 5 = 460.4 oC (∆H = -
692.37 K-1J/g), kapasitas panas (Cp) 0.0585 J/ºC.
Puncak eksoterm 1 sampai ke-3 menunjukkan
proses dekomposisi komposit yang mengalami
proses penguapan bahan secara keseluruhan
T hingga puncak eksoterm 5 dan berubah fasa
menjadi gas. ∆H adalah perubahan kalor yang
terjadi selama proses penerimaan atau pelepasan
b kalor sedangkan Cp adalah jumlah panas yang
diperlukan untuk menigkatkan temperatur padatan
sebesar satu derajat Kelvin.
Pada Gambar 3b menunjukkan puncak
endoterm komposit filler 10% pada temperatur
167.1 oC (∆H = + 468.3 K-1 J/g) dengan eksoterm 1
= 249.7 oC (∆H = - 252 K-1J/g), eksoterm 2 = 311.6
o
C (∆H = - 460.8 K-1J/g), eksoterm 3 = 354 oC (∆H
= -1030.7 K-1J/g), eksoterm 4 = 477.5 oC (∆H = -
11811 K-1J/g). Cp = 0.0173 J/ºC.
Pada gambar 3c menunjukkan sifat termal
bionanokomposit filler 15% dengan puncak
endoterm 167.9 oC (∆H = + 517.2 K-1 J/g),
eksoterm 1 = 247.5 oC (∆H = - 162 K-1J/g),
c eksoterm 2 = 268.4 oC (∆H = - 61.6 K-1J/g),
eksoterm 3 = 291.6 oC (∆H = -2173.6 K-1J/g),
eksoterm 4 = 362 oC (∆H = - 500.6 K-1J/g),
eksoterm 5 = 471.8 oC (∆H = - 15705.6 K-1J/g).
Kapasitas panas (Cp) 0.0832 J/ºC.
Pola XRD bionanokomposit pada variasi filler
5% (Gambar 4a) menunjukkan struktur kristal
monoklinik (a= 7.87, b=10.31, c=10.13,
==90,=120) dan ortorombik (a=14.5, b= 5.6, c=
7.4, ===90). Puncak difraksi terdapat pada 2θ
= 16 derajat dengan intensitas 600 count (hkl =
110).
d Pola difraksi sampel komposit sintetis
berpenguat fiber glass (Gambar 4a) menunjukkan
struktur kristal dengan puncak dan intensitas
difraksi yang hampir sama dengan
bionanokomposit filler SKR (Gambar 4b) demikian
juga dengan analisa termal menggunakan alat
DTA (Gambar 3d), kemampuan komposit sintetis
dalam menyerap dan melepaskan panas dari
wujud padat hingga gas berada pada kisaran yang
hampir sama. Komposit sintetis standar industri
dibutuhkan fiber glass dengan konsentrasi 10%,
sementara itu pada bionanokomposit didapatkan
Gambar 3. Grafik DTA pada bionanokomposit dilai optimum termal dan kristalografi pada
variasi filler 5% (a), 10% (b), dan 15% (c), dan konsentrasi filler 5%. Hal ini disebabkan karena
komposit filler fiber glass 10% (d). nanopartikel memiliki densitas ringan dengan
Pada Gambar 3a menunjukkan analisis termal surface area yang besar
bionanokomposit berdasarkan variasi filler 5, 10

ISBN 978-602-19655-4-2 249


Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

I(count) nanopartikel pengganti serat sintetis”, Jurnal


Biofisika, 7 (1), 41-49 (2011).
[6] S. Nikmatin, “Analisis struktur selulosa kulit
rotan sebagai filler bionanokomposit dengan
difraksi sinar x”, Jurnal Sains Material
Indonesia,13 (2), 97-102 (2012).
[7] K. Myrtha. Alternatif pemanfaatan tandan
kosong kelapa sawit: sebagai penguat
komposit plastik dan aplikasinya untuk
komponen otomotif. Laporan Akhir Kompetitif
LIPI (Periode 2005 s.d 2007) Pusat Peneliti
Fisika. Dipa Biro Perencanaan Dan
2θ Keuangan LIPI dan Pusat Peneliti Informatika
(a) LIPI.
I (count) [8] V. R. Monlezum. “Through-thickness
ultrasonic characterization of wood and
agricultural”, Journal Fiber Composites.
Forest Products 54, 233-239 (2004).
[9] Febrianto, “Influence of wood flour and
modifier contents on the physical and
mechanical properties of wood-recycle
polypropylene composites”, Jurnal Biological
Sciences 6, 337-343 (2006).
[10] A. Khalil, Ismail, “Polypropylene/Silica/ Rice
Husk Ash hybrid composites: A Study on the
2θ mechanical. water absorption and
(b) morphological properties”, Journal
Thermoplastic Composite Materials, 16, 121-
Gambar 4. Pola XRD bionanokomposit filler 5%
137 (2003).
dan komposit filler fiber glass 10%.
[11] Ongo, J. T Astuti, “Chemical properties and
morphology of some local banana fiber and
Kesimpulan their prospects”, Proceedings of Technology
Seminar. Yogyakarta. C7 (2003) 1-7.
Nanopartikel optimum dihasilkan pada waktu [12] R. Shaler, M. A. Jamaludin, “Properties of
HEM 5 jam dengan ukuran 16.22 nm distribusi medium density fibreboard from oil palm
10%. Bionanokomposit optimum dihasilkan pada empty fruit bunch fibre”, Journal. of Oil Palm
konsentrasi filler SKR 5% dengan karakteristik Research 14, 34-40 (2002).
termal endoterm pada temperatur 171.1 oC, [13] A. Selenkovyski, "Solid ion epitaxy", Skripsi
eksoterm 1 = 255.6 sampai eksoterm 5 = 460.4 oC Sarjana, Institut Teknologi Lembang,
(∆H = - 692.37 K-1J/g) dan Cp = 0.0585 J/ºC. Indonesia, 1997, p. 50
Bionanokomposit memiliki struktur kristal dengan [14] A. Selenkovyski, "Uniaxial solid ion epitaxy",
sistem monoklinik dan ortorombik. Tesis Magister, Institut Teknologi Lembang,
Indonesia, 1999, p. 113
Referensi [15] A. Selenkovyski, "Unisotropic solid ion
[1] J. N Supriana. The resistant of eight rattan epitaxy", Desertasi Doktor, Institut Teknologi
species against the powder post beetle Lembang, Indonesia, 2002, p. 44
dinoderus minutes Farb. Proceding of The
Fourth International Conference of Wood Siti Nikmatin*
Science. Wood Technology and Foresty. Fisika FMIPA Institut Pertanian Bogor (IPB)
Missenden Abbey. 14th – 16Th (1999). Kampus Dramaga Bogor, Indonesia
sitinikmatin@yahoo.co.id
[2] S. Nikmatin, “Karakterisasi kulit dan batang
rotan”,Jurnal Biofisika, 2 (1),7-12 (2009).
*Corresponding author
[3] S. Nikmatin, “Pengaruh fermentasi kapang
terhadap rendemen selulosa kulit
rotan”,Jurnal Biofisika, 4 (2), 41-49 (2010).
[4] S. Nikmatin, “Karakterisasi selulosa kulit rotan
sebagai material pengganti serat sintetis”,
Jurnal Agrotek UNEJ. 5 (1), 40-47, (2011).
[5] S. Nikmatin, “Analisa struktur mikro
pemanfaatan limbah kulit rotan menjadi

ISBN 978-602-19655-4-2 250


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Pemanfaatan Kulit Rambutan (Nephelium sp.) Untuk Bahan Pembuatan


Briket Arang Sebagai Bahan Bakar Alternatif
Sitti Rahmawati

Abstrak
Rambutan adalah buah musiman yang tumbuh cukup subur di Indonesia. Kulit rambutan mengandung
tannin dan saponin yang merupakan bahan mudah terbakar. Hal ini menjadi sebuah indikasi bahwa kulit
rambutan dapat diolah menjadi bahan bakar alternatif. Salah satu cara pengolahan menjadi bahan bakar
alternative adalah limbah kulit rambutan diolah sebagai briket arang. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pembuatan briket arang dari limbah kulit rambutan dan mengkarakterisasi briket arang yang
dihasilkan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif dengan menghitung dan
menguji berbagai aspek yang terdapat dalam briket arang pada umumnya. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa energy panas yang dihasilkan dari briket arang yang terbuat dari limbah kulit rambutan adalah
sebesar 6.302,775 kal/gr dengan 0,59 gr/cm3 – 0,62 gr/cm3, laju pembakaran 0,13 gr/s, kadar air 6,21%, dan
kadar abu 4,19% serta kadar zat yang mudah menguap 78,48%. Hal ini menunjukkan bahwa kulit rambutan
dapat dimanfaatkan untuk bahan pembuatan briket arang sebagai bahan bakar alternatif.
Kata kunci : Briket arang, Kulit Rambutan
diperbaharui, dan produknya mudah digunakan
Pendahuluan oleh seluruh manusia, misalnya limbah organik
padat yang biasa disebut biomassa. Biomasa
Rambutan adalah buah musiman yang memiliki kandungan bahan volatil tinggi namun
tumbuh cukup subur di Indonesia. Saat musim kadar karbon rendah. Kadar abu biomasa
buah Rambutan datang, tidak dapat dipungkiri
tergantung dari jenis bahannya, sementara nilai
bahwa limbah dari kulit rambutan akan bertebaran kalornya tergolong sedang. Tingginya kandungan
dimana-mana dan kurang termanfaatkan. Padahal, senyawa volatil dalam biomassa menyebabkan
Sampah tumbuhan tersebut apabila diolah dengan
pembakaran dapat dimulai pada suhu rendah [2].
zat pengikat polutan akan menjadi suatu bahan
bakar padat buatan yang lebih luas Biomassa tersebut memiliki potensi untuk
penggunaannya [1]. diolah menjadi sumber energi alternatif dengan
kandungan energi yang relatif besar. Salah satu
Sumber energi utama bahan bakar yang limbah organik padat (biomassa) yang sangat
digunakan oleh manusia selama ini adalah bahan berlimpah dan kurang termanfaatkan adalah
bakar fosil karbon. Namun ketersediaan bahan
limbah kulit rambutan. Rambutan merupakan salah
bakar fosil karbon tidak sebanding dengan satu jenis buah yang mudah dijumpai dan selama
meningkatnya laju populasi manusia dan laju ini kulit buah rambutan hanya dianggap sebagai
industri di berbagai Negara di dunia khususnya
limbah, padahal kulit buah rambutan mengandung
Indonesia. Hal tersebut menimbulkan kekhawatiran senyawa flavonoid, tanin dan saponin [3]. Bahan-
terjadinya krisis bahan bakar. Di samping itu bahan ini merupakan bahan yang mudah terbakar.
kepedulian manusia terhadap lingkungannya
Hal ini menjadi sebuah indikasi bahwa kulit
memunculkan pemikiran penggunaan energi rambutan dapat diolah menjadi bahan bakar
alternatif yang bersih pengganti bahan bakar fosil. alternative. Salah satu cara pengolahan menjadi
Selain kelangkaan, penggunaan bahan bakar bahan bakar alternatif adalah limbah kulit
fosil juga mengakibatkan pencemaran lingkungan rambutan diolah sebagai briket arang. Briket arang
yang berdampak langsung terhadap polusi udara. tersebut dapat digunakan sebagai pengganti
Polusi udara tersebut akibat sisa gas bebas dari bahan bakar minyak tanah harganya cukup mahal,
pembakaran dan aktivitas bahan bakar fosil. Untuk serta dapat mengatasi masalah timbunan limbah
itu, muncul berbagai pemikiran penggunaan energi kulit rambutan saat musimnya tiba.
alternatif yang bersih dan aman untuk lingkungan. Berdasarkan latar belakang diatas maka
Salah satu solusi yang ditawarkan adalah penelitian ini bertujuan menggunakan limbah kulit
briket arang yang sudah familiar pada masyarakat rambutan sebagai bahan briket arang sebagai
Indonesia sehingga bisa dimaksimalkan bahan bakar alternatif.
pemanfaatannya. Briket arang sebagai pengganti
sumber energi alternatif ini harus didasarkan pada
bahan baku yang mudah diperoleh, dapat

ISBN 978-602-19655-4-2 251


Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Kerapatan (densitas)
Metode Penelitian
Kerapatan suatu bahan adalah jumlah massa
Pembuatan arang suatu bahan setiap satuan volumenya. Kerapatan
dipengaruhi oleh besarnya tekanan pengempaan
Limbah kulit rambutan dijemur selama tiga yang diberikan dan hal ini berpengaruh pada
hari hingga benar-benar kering. Tempat efisiensi pembakaran briket sebagai bahan bakar.
pembuatan arang yang digunakan adalah kaleng
Prinsip penentuan kerapatan atau berat jenis
cat yang besar, kemudian pada tutupnya dibuat dinyatakan dalam hasil perbandingan antara berat
lubang diameter sekitar 15 cm. Limbah kulit
rambutan yang sudah kering dimasukkan ke dalam dan volume briket.
kaleng, kemudian dibakar hingga semua limbah Berat(gram)
kulit rambutan telah terbakar menjadi arang yang Kerapatan= (1)
Volume (cm3 )
ditandai dari tidak keluarnya lagi asap. Menimbang
arang yang diperoleh, kemudian membuat menjadi Laju Pembakaran
tepung dengan cara menumbuk dan menampung
Prinsip yang digunakan adalah untuk
dalam baskom sebelum mengolah menjadi arang
mengetahui berat briket terbakar habis per satuan
briket
waktu. Laju pembakaran ini terkait dengan
kerapatan briket. Laju pembakaran dinyatakan
Pembuatan arang briket
dengan persamaan berikut :
Arang hasil pembakaran limbah kulit
Mt
rambutan yang sudah dihaluskan dimasukkan ke v (2)
dalam baskom pencampur. Sagu ditimbang t
sebanyak 300 gram dan menambahkan air
dimana : v = Laju pembakaran briket(gr/det), Mt =
sebanyak 480 ml, selanjutnya mengaduk-aduk
Massa briket yang terbakar (gram) dan t = Waktu
hingga sagu tercampur baik dengan air. Mengukur
pembakaran (detik)
air sebanyak 3360 ml, kemudian memasukkan ke
dalam panci masak dan menunggu hingga Penetapan Kadar Abu
mendidih. Memasukkan sagu yang telah dicampur Cawan porselin yang masih kosong
dengan air ke dalam air yang sedang mendidih ditempatkan dalam tanur listrik pada suhu 600 °C
dan mengaduk-aduk hingga menghasilkan gel. sampai berat cawan konstan. Kemudian contoh
Memasukkan gel yang dihasilkan ke dalam dimasukkan ke dalam cawan porselin tersebut.
baskom yang berisi tepung arang, mengaduknya Cawan berisi contoh ditempatkan kembali dalam
hingga tercampur dengan baik. Memasukkan tanur listrik dengan suhu 600 °C selama 3 jam.
campuran arang dengan gel sagu ke dalam Selanjutnya didinginkan dalam eksikator dan
cetakan dan ditekan hingga padat. Mengeringkan ditimbang.
briket yang dihasilkan dengan sinar matahari
wa  wc
hingga kering (memerlukan waktu sekitar 2 sampai Kadar Abu   100% (3)
3 hari) ws  wc

Pengujian arang briket yang dihasilkan dimana : wa, berat cawan + abu; wc, berat cawan
kosong; ws , berat cawan + contoh mula-mula.
Parameter utama uji mutu produk briket yang
diteliti pada penelitian adalah: nilai kalor, Kadar abu berbanding terbalik dengan nilai
kerapatan (densitas), laju pembakaran serta kalor. Makin kecil kadar abu kualitasnya makin
kemudahan penggunaan produk briket yang baik.
dihasilkan.
Penetapan Kadar Zat Menguap
Penentuan nilai kalor Prinsip penetapan kadar zat menguap
Nilai kalor suatu bahan bakar adalah jumlah adalah dengan menguapkan bahan yang tidak
energi panas yang dapat dilepaskan pada setiap termasuk air dengan menggunakan energi panas.
satu satuan massa bahan bakar tersebut apabila Cawan porselin yang berisi contoh yang berasal
terbakar habis dengan sempurna (dalam satuan dari penentuan kadar air dipanaskan dalam tanur
kkal/kg). Prinsip penentuan nilai kalor adalah listrik dengan suhu 950 °C selama 6 menit dan
mengukur energi yang ditimbulkan pada didinginkan dalam eksikator selanjutnya ditimbang.
pembakaran satu gram arang dengan mengukur
A B
perubahan suhu pada volume tetap. Kadar Zat Mudah Menguap   100% (4)
C

ISBN 978-602-19655-4-2 252 http://proceedings.fi.itb.ac.id/cps/


Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

dimana A berat contoh kering dari kadar air; B diperoleh sebanyak 1,265 kilo gram kemudian
berat contoh kering; C berat contoh mula-mula ditumbuk dan dihaluskan hingga menjadi serbuk
pada kadar air. arang. Serbuk arang ini nantinya akan diolah
menjadi arang briket. Kehalusan briket sangat
Penetapan Kadar Karbon Terikat berpengaruh terhadap kualitas briket yang
dihasilkan.
Prinsip penetapan kadar karbon terikat adalah
dengan menghitung fraksi karbon dalam briket, Pencampuran Serbuk Arang dengan Perekat
tidak termasuk zat menguap dan abu. Kadar Tujuan pencampuran serbuk dengan
karbon terikat dapat dihitung dengan rumus perekat adalah untuk memberikan lapisan tipis dari
Kadar Karbon Terikat = perekat pada permukaan partikel arang.
Penggunaan bahan perekat dimaksudkan agar
100 – (Kadar abu + Kadar zat menguap)% (5) ikatan antar partikel akan semakin kuat. Kriteria
Penetapan Kadar Air untuk menilai ketepatan komposisi bahan pengikat
dalam briket adalah meratanya campuran,
Prinsip penetapan kadar air adalah dengan
campuran dapat digumpalkan, air tidak merembes
menguapkan bagian air bebas yang terdapat keluar pada saat pencetakan, dan peregangan
dalam briket sampai terjadi keseimbangan antara kembali briket tidak terlalu besar setelah proses
kadar air briket dengan udara sekitar dengan
pengeringan [5]. Tahap ini merupakan tahapan
menggunakan energi panas. Contoh sebanyak penting dan menentukan mutu briket yang
satu gram (bobot kering udara) ditempatkan di dihasilkan. Perekat yang digunakan sebaiknya
dalam cawan porselin yang telah diketahui bobot
yang mempunyai bau yang baik bila dibakar,
keringnya. Cawan yang telah berisi contoh kemampuan merekat yang baik, harganya murah,
tersebut dipanaskan di dalam oven bersuhu 105 dan mudah diperoleh [6].
°C selama 3 jam.
Pada penelitian ini, digunakan bahan
w0  wk perekat dengan jenis bahan perekat tepung sagu
Kadar Air   100% (6) karena memenuhi beberapa kriteria tersebut.
w0

Dimana w0 berat contoh mula-mula; wk berat Pencetakan Briket dan Pengeringan Briket
contoh setelah dikeringkan. Serbuk arang yang telah dicampurkan
dengan gel sagu dimasukkan ke dalam cetakan
Hasil Dan Pembahasan dan ditekan hingga padat. Semakin tinggi tekanan
yang diberikan akan semakin baik kerapatan
Proses Pembuatan Briket Arang dari Limbah briket. Dalam percobaan kali ini, cetakan yang
Kulit Rambutan digunakan adalah cetakan berbentuk silinder
sehingga briket arang yang dihasilkan menjadi
Penjemuran Limbah Kulit Rambutan lebih padat dan teratur bentuknya. Briket yang
Limbah kulit rambutan yang telah telah dicetak, kemudian dijemur kembali di bawah
dikumpulkan, dijemur di bawah panas matahari panas matahari selama dua hari.
selama tiga hari. Kulit rambutan yang telah dijemur
dipastikan harus benar-benar kering hingga Pengujian Karakteristik Briket
berwarna cokelat kehitaman. Proses penjemuran
Kerapatan
diharapkan dapat mengurangi kadar air dan
kelembapan dari kuliit rambutan sehingga dapat Kerapatan menunjukkan perbandingan
menghasilkan arang yang mudah dihaluskan dan antara massa dan volume briket arang. Besar
dapat diolah menjadi briket yang mempunyai kecilnya kerapatan dipengaruhi oleh ukuran serbuk
kualitas tinggi. dan kekuatan tekanan saat proses pencetakkan.
Nilai kerapatan berpengaruh terhadap laju
Pembuatan Serbuk Arang
pembakaran dan nilai kalor briket. Kerapatan
Arang adalah residu yang berbentuk dipengaruhi oleh homogenitas campuran perekat
padatan yang merupakan sisa dari pengkarbonan dengan arang, dengan pengadukan yang semakin
bahan berkarbon dengan kondisi terkendali di merata, maka briket arang yang dihasilkan akan
dalam ruangan tertutup seperti dapur arang [4]. semakin kuat, hal ini menyebabkan partikel arang
Limbah kulit rambutan yang telah dikeringkan cukup merata [7].
kemudian dibakar dalam kaleng cat besar. Kulit Kerapatan briket yang dihasilkan berkisar
rambutan dibakar dengan api yang cukup kecil antara 0,59 gr/cm3 – 0,62 gr/cm3. Nilai ini telah
agar hasilnya menjadi arang bukan abu. Kulit memenuhi standar kerapatan briket Indonesia
rambutan dibiarkan terbakar hingga seluruh kulit yang berkisar 0,44 gr/cm3. Semakin tinggi
rambutan menjadi arang yang ditandai tidak timbul kerapatan,maka semakin laju pembakarannya,
asap lagi. Arang yang telah terbentuk dibiarkan dan semakin baik kualitas briket tersebut.
hingga dingin kemudian ditimbang. Arang yang

ISBN 978-602-19655-4-2 253 http://proceedings.fi.itb.ac.id/cps/


Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Laju Pembakaran Tabel 4. Perbandingan mutu briket dari berbagai


Perhitungan laju pembakaran adalah Negara [1].
sebagai berikut: Kualifikasi Briket
Sifat Briket
Mt 165,8gram Jepang Inggris Amerika Indonesia
v  Kadar air
t 21menit 50sekon 6–8 3–4 6 7,75
(%)
165,8gram gr Kadar
  0,13 3–6 8 – 10 18 5,51
1260sekon s abu(%)
Kadar zat
Laju pembakaran berhubungan dengan menguap 15 – 30 16 19 16,14
kerapatan briket. Karena kerapatan yang telah (%)
dihitung cukup besar yaitu berkisar antara 0,59 Kadar
gr/cm3 – 0,62 gr/cm3 maka laju pembakarannya karbon 60 – 80 75 58 78,35
juga akan semakin lambat. Semakin besar terikat (%)
Kerapatan
kerapatan (density) biobriket maka semakin lambat 3 1–2 0,84 1 0,4407
(g/cm )
laju pembakaran yang terjadi. Namun, semakin Keteguhan
besar kerapatan briket menyebabkan semakin tekan 60 12,7 62 0,46
tinggi pula nilai kalornya [2]. (kg/cm2)
Nilai Kalor Nilai kalori 6000 -
6500 7000 6814,11
(kal/g) 7000
Penetapan nilai kalor bakar briket merupakan
salah satu parameter untuk menentukan kualitas
briket dalam penggunaannya, layak atau tidak Kadar Air
digunakan sebagai bahan bakar. Nilai kalor Kadar air briket berpengaruh terhadap nilai
merupakan parameter utama pengukuran kualitas kalor. Semakin kecil nilai kadar air maka semakin
bahan bakar, bertujuan untuk mengetahui nilai bagus nilai kalornya. Briket arang mempunyai sifat
panas pembakaran yang dihasilkan briket. higroskopis yang tinggi. Sehingga penghitungan
Semakin tinggi nilai kalor, semakin baik kualitas kadar air bertujuan untuk mengetahui sifat
briket yang dihasilkan dan harga jualnya pun akan higroskopis briket arang hasil penelitian. Kadar air
tinggi [7]. Semakin besar kerapatan briket dihitung berdasarkan persamaan (6) sebagai
menyebabkan semakin tinggi pula nilai kalornya berikut:
[2]. 2, 0027  1,8783
Kadar Air   100%
Untuk menentukan nilai kalor briket arang 2, 0027
hasil penelitian digunakan bomb calorimeter yang  6, 2%
berada di laboratorium FKIP kimia UNTAD.
Perhitungan nilai kalor menggunakan rumus: Berdasarkan perhitungan di atas kadar air
yang dihasilkan 6,21%, Nilai ini telah memenuhi
(T xCv )  koreksi kawat standar kadar air, yaitu briket Amerika 6,2%.
Nilai Kalor 
m
Kadar Abu
[(29,84  27, 65) x1707, 46]  20,7
 Abu merupakan bagian yang tersisa dari
0,59
proses pembakaran yang sudah tidak memiliki
 6302,775 kal / gr unsure karbon lagi. Kadar abu briket arang
Berdasarkan hasil perhitungan, nilai kalor briket dipengaruhi oleh kandungan abu, silika, bahan
arang yang dihasilkan pada penelitian ini berkisar baku, dan kadar perekat yang digunakan. Salah
6302.775 kal/gr. Nilai ini telah memenuhi standar satu unsure utama penyusun abu adalah silika dan
kalor briket, yaitu briket Jepang 6000-7000, pengaruhnya kurang baik terhadap nilai kalor
Amerika 6230, Indonesia 6814 kal/gr. briket arang yang dihasilkan. Kadar abu dihitung
berdasarkan persamaan (3) sebagai berikut:
82,9898  82,9058
Kadar Abu = x 100%
84,9096  82,9058
0, 0840
 x 100%  4,19%
2, 0038

Berdasarkan Perhitungan di atas kadar abu


yang dihasilkan 4,19%, Nilai ini telah memenuhi
standar kadar abu, yaitu briket Jepang 3-6.

ISBN 978-602-19655-4-2 254 http://proceedings.fi.itb.ac.id/cps/


Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Semakin tinggi kadar abu maka semakin rendah Kesimpulan


kualitas briket karena kandungan abu yang tinggi
Berdasarkan hasil penelitian kulit rambutan
dapat menurunkan nilai kalor briket arang.
dapat dimanfaatkan menjadi briket arang sebagai
Kadar Zat Mudah Menguap bahan padat alternative briket arang guna
Kadar zat mudah menguap adalah zat menghasilkan energi panas sebagai sumber
(volatile matter) yang dapat menguap sebagai energi dengan nilai kalor sebesar 6302,775 kal/gr.
hasil dekomposisi senyawa-senyawa yang masih Hasil pengujian mutu produk briket dari kulit
terdapat di dalam arang selain air. Kandungan rambutan, diperoleh: kerapatan 0,59 gr/cm3 – 0,62
kadar zat menguap yang tinggi di dalam briket gr/cm3, laju pembakaran 0,59 gr/cm3 – 0,62 gr/cm3,
arang akan menyebabkan asap yang lebih banyak kadar air 6,21%, kadar abu 4,19%, dan kadar zat
pada saat briket dinyalakan. Kandungan asap mudah menguap 79,48%.
yang tinggi disebabkan oleh adanya reaksi antar
karbon monoksida (CO) dengan turunan alcohol Daftar Pustaka
[8]. Tinggi rendahnya kadar zat menguap briket [1] Widarti, Enik Sri, “Studi Eksperimental
arang yang dihasilkan dipengaruhi oleh jenis Karakteristik Briket Organik Dengan Bahan
bahan baku, sehingga perbedaan jenis bahan Baku dari PPLH Seloliman”, Institut Teknologi
baku berpengaruh nyata terhadap kadar zat Sepuluh November, Surabaya, (2010).
menguap briket arang [9]. [2] Siti Jamilatun, “Sifat-Sifat Penyalaan dan
Nilai kadar zat menguap dari penelitian briket Pembakaran Briket Biomassa, Briket
arang dari limbah kulit rambutan adalah 16,33%. Batubara dan Arang Kayu”, Jurnal Rekayasa
Nilai ini telah memenuhi standar kualitas dengan Proses, 2(2), (2008).
kadar zat menguap briket arang buatan Jepang [3] Dalimartha, S., “Atlas Tumbuhan Obat
(15%-30%) dan SNI (16,14%). Kadar zat mudah Indonesia”, Jakarta. Puspa Swara, (2003).
menguap dapat dihitung berdasarkan persamaan [4] Wijayati, Sundari Diah, “Karakteristik Briket
(4) sebagai berikut: Arang dari Serbuk Gergaji dengan
Penambahan Arang Cangkang Kelapa
1,8783  1,5512 Sawit”, Skripsi, Fakultas Pertanian
Kadar Zat menguap   100% Universitas Sumatera Utara, (2009).
2, 0027   [5] Lina Lestari, Aripin, Yanti, Zainudin,
 16,333 Sukmawati, Marliani, “Analisis Kualitas Briket
Arang Tongkol Jagung Yang Menggunakan
Tinggi rendahnya kadar zat menguap pada Bahan Perekat Sagu dan Kanji”, Jurnal
briket arang diduga disebabkan oleh Aplikasi Fisika, 6(2), (2010).
kesempurnaan proses karbonisasi dan juga [6] Karch, G. E. dan M. Boutette, “Charcoal
dipengaruhi oleh waktu dan suhu pada proses Small Scale Production and Use. German
pengarangan [8]. Semakin besar suhu dan waktu Approriate Technology Exchange”, Federal
pengarangan maka semakin banyak zat menguap Republic of German, (1983).
yang terbuang, sehingga pada saat pengujian [7] Natsir Usman, “Mutu Briket Arang Kulit Buah
kadar zat menguap akan diperoleh kadar zat Kakao Dengan Menggunakan Kanji Sebagai
menguap yang rendah. Perekat” Jurnal Perennial, 3(2), 55-58,
Kadar karbon terikat UNHAS. Makassar, (2007).
[8] Triyono, A., “Karakteristik Briket Arang dari
Karbon terikat (fixed carbon) yaitu fraksi Campuran Serbuk Gergajian Kayu Afrika dan
karbon (C) yang terikat di dalam arang selain fraksi Sengon dengan Penambahan Tempurung
air, zat menguap, dan abu. Keberadaan karbon Kelapa”, Sskripsi, Fakultas Kehutanan,
terikat di dalam briket arang dipengaruhi oleh nilai Institut Pertanian Bogor, (2006).
kadar abu dan kadar zat menguap. Kadarnya akan [9] Hendra, D., “Pembuatan Briket Arang dari
bernilai tinggi apabila kadar abu dan kadar zat Campuran Kayu, Bambu, Sabut Kelapa dan
menguap briket arang tersebut rendah. Karbon Tempurung Kelapa sebagai Sumber
terikat berpengaruh terhadap nilai kalor bakar Alternatif” Jurnal Penelitian Hasil Hutan 25:
briket arang. Nilai kalor briket akan tinggi apabila 242-255, (2007).
nilai karbon terikatnya tinggi. Briket arang yang
baik diharapkan memiliki kadar karbon terikat yang Sitti Rahmawati
tinggi. Adapun kadar karbon terikat yang diperoleh Prodi Pendidikan Kimia, PMIPA FKIP UNTAD
dari penelitian ini adalah 79,48 %. Nilai ini telah Kampus Bumi Tadulako Tondo,
memenuhi standar kualitas dengan kadar karbon Jl. Sukarno Hatta Km. 9 Palu Sulawesi Tengah
terikat briket arang buatan Jepang (60-80). email: sittirahmawati@yahoo.com

ISBN 978-602-19655-4-2 255 http://proceedings.fi.itb.ac.id/cps/


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Konversi Energi Listrik (Joule) Menjadi Energi Panas (Kalori)


Menggunakan Alat Electrical Equivalent of Heat (EEH)
Mohamad Soleh, Vivi N. H. Lyjamil, Hadyan Akbar, Sinta S. Ismawati, Nofitri,
Herlin Verlna, Robi Sobirin, dan Irzaman.

Abstrak
Energi dapat ditransfer dari suatu tempat ke tempat lain dengan arus listrik. Salah satu efek penting arus
listrik adalah efek pemanasan ketika arus listrik dalam konduktor sebagian energi lisrik dikonversi menjadi
energi panas. Faktor konversi antara energi listrk yang diukur dalam joule dan energi panas yang diukur
dalam kalori disebut ekivalen listrik-panas (Je).Tujuan dari eksperimen ekivalensi listrik-panas ini
menentukan nilai Je serta menentukan efisiensi lampu pijar Pada eksperimen ini menggunakan metode
campuran untuk mengubah energi listrik dari lampu menjadi energi panas yang diserap air dengan
mengunakan alat EEH serta dilakukan empat variasi. Ketika arus listrik melalui filament lampu pijar sebagian
energi diubah menjadi energi cahaya dan sisanya diubah menjadi energi panas. Proses konversi energi
listrik menjadi energi panas dari lampu pijar pada eksperimen tidak semua diubah menjadi energi panas
namun ada energi yang hilang akibat konduksi, konveksi dan radiasi. Besar dari nilai konversi energi listrik
panas yaitu 4.186 J/kal dan nilai efisiensi lampu pijar pada alat PASCO antara 10% -15%. Berdasarkan
eksperimen didapatkan bahwa besar ekivalen listrik panas yaitu 4.295 J/kal, 4.282 J/kal, 4.344 J/kal, dan
4.235 J/kal serta efisinsi lampu pijar 12.723%, 11.843%, 10.820% dan 11.232,. Besar ekivalensi listrik panas
hasil eksperimen nilainya lebih besar dari literatur.
Kata Kunci : energi , efisinsi lampu, kalor, konversi energi, listrik.

Berdasarkan prinsip kekekalan energi, bahwa


Pendahuluan
kerja yang dilakukan dalam mendorong muatan
Hukum kekekalan energi mengatakan bahwa listrik melewati hambatan (resistor) sebanding
energi tidak dapat dibuat dan energi tidak dapat dengan energi panas yang dihasilkan. Pernyataan
dihancurkan, energi hanya dapat diubah dari satu ini merupakan hasil dari Hukum I Termodinamika,
bentuk ke bentuk lain [1]. Salah satunya energi yang menyatakan:
dapat ditransfer dari suatu tempat ke tempat lain
W∝H
dengan arus listrik. Salah satu efek penting arus
listrik adalah efek pemanasan ketika arus listrik atau
dalam konduktor sebagian energi lisrik dikonversi
menjadi energi panas. Faktor konversi antara W = JeH. (1)
energi listrik yang diukur dalam joule dan energi Pada persamaan (1) bahwa W merupakan
panas yang diukur dalam kalori disebut ekivalen Kerja (energi listrik) dalam Joule dan H energi
listrik-panas (Je) [2]. panas dalam kalori. Faktor konversi antara energi
Berdasarkan hukum kekekalan energi ini listrik yang diukur dalam joule dan energi panas
menjadi dasar utama dalam melakukan dalam kalori disebut ekivalen listrik-panas.
eksperimen ekivalensi listrik-panas Tujuan dari Penggunaan simbol Je untuk factor konversi ini
eksperimen ini menentukan nilai Je serta adalah penghargaan bagi James Joule orang
menentukan efisiensi lampu dengan mengunakan pertama yang mendemonstrasikan validitas
electrical equivalent of heat apparatus. persamaan 1 di atas.
Pada kondisi ideal, dimana tidak ada energi
Teori panas bertukar antara sistem lingkungan udara,
Termodinamika membahas sistem dalam semua energi panas yang dihasilkan di dalam
keseimbangan Ilmu ini dapat digunakan untuk resistor diserap oleh air. Jika menyamakan energi
meramalkan energi yang diperlukan untuk yang dihasilkan di dalam resistor (Joules) dengan
merubah sistem dari suatu keadaan seimbang ke energi yang diterima oleh air (kalori), dapat
keadaan seimbang lain, tetapi tidak meramalkan ditentukan ekivalen listrik-panas, yaitu
kecepatan perpindahan itu disebabkan waktu Je = W/H = 4.186 Joules/kal.
proses perpindahan berlangsung sistem dalam
keadaan seimbang Konversi energi adalah proses “Ekivalen listrik-panas memiliki nilai yang
perubahan energi. sama seperti ekivalen mekanik- panas, yaitu 1 cal
= 4.186 Joules.”

ISBN 978-602-19655-4-2 256


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Ilmu perpindahan panas menjelaskan Peralatan pendukung yang digunakan dalam


bagaimana energi kalor berpindah dari satu benda eksperimen ini yaitu: Power supply, 3 A pada 12 V,
ke benda lain dan meramalkan laju perpindahan Volt-Ammeter digital untuk mengukur input daya ke
yang terjadi pada kondisi-kondisi tertentu. lampu dan kabel penghubung. Stopwatch untuk
Perpindahan panas terjadi oleh karena adanya menentukan energi listrik yang mengalir ke dalam
perbedaan temperatur, dimana panas mengalir lampu (energi = daya x waktu), termometer atau
dari benda bertemperatur tinggi ke benda probe termistor. Timbangan untuk mengukur
bertemperatur lebih rendah. Perpindahan panas massa air.
terjadi dengan tiga cara yaitu: konduksi, konveksi
Eksperimen ini dilakukan empat variasi
dan radiasi [3].
variabel secara acak untuk mendapatkan nilai Je
Konduksi adalah proses dengan mana panas dan efisiensi lampu. Adapun set-up alat dapat
mengalir dari daerah yang bersuhu tinggi ke dilihat pada gambar 1.
daerah yang bersuhu lebih rendah di dalam suatu
medium (padat, cair, gas) atau antara medium-
medium yang berlainan yang bersinggungan
secara langsung. Konveksi adalah proses transpot
energi dengan kerja gabungan dari konduksi,
penyimpanan energi dan gerakan campuran [4].
Radiasi adalah proses mengalirnya panas
yang bersuhu tinggi ke benda yang bersuhu
rendah bila benda tersebut didalam ruang, bahkan
terdapat ruang hampa diantara benda-benda Gambar 1. Set-up alat eksperimen
tersebut. Radiasi adalah pemancaran energi dari
permukaan suatu benda [5]. Pada eksperimen Ekivalensi listrik-panas EEH
jar di isi air dingin dengan suhu antara 6-12 0C
Eksperimen mengenai ekivalensi listrik panas yang dicampur sedikit tinta india. Penggunaan tinta
dimulai pada tahun 1818 oleh James Prescott india agar air terlihat buram sehingga air sangat
Joule. Berdasarkan eksperimennya bahwa : efektif dalam menyerap kalor yang dilepaskan
1 Kalori = 4,2 Joule lampu EEH. Pasang kalorimetr pada EEH dan Set-
up seperti Gambar 2. Selanjutnya hidupkan power
dan supply dengan tegangan antara maksimum 13 V,
1 Joule = 0,24 Kalori dan arus maksimum 3 A. Catat Waktu yang
diperlukan untuk memanaskan air sampai suhu air
Efisiensi lampu didefinisikan sebagai energi diatas suhu kamar.
yang dikonversi menjadi cahaya tampak dibagi
dengan energi listrik total yang dialairkan ke Prosedur untuk eksperimen kedua dalam
lampu. Nilai efisiensi lampu pijar pada alat PASCO menentukan nilai efisiensi lampu pijar sama seperi
antara 10% -15% [1]. Dengan membuat asumsi mencari nilai konversi listrik panas, namun pada
bahwa semua energi yang tidak berkontribusi eksperimen ini tidak menggunakan tinta india dan
terhadap nilai H dilepaskan sebagai cahaya kalorimeter.
tampak, persamaan untuk efisiensi lampu menjadi:
Hasil dan Diskusi
Efisiensi (η) = x 100% (2) Ketika arus listrik melalui filamen lampu pijar
sebagian energi diubah menjadi cahaya, sisanya
Eksperimen diubah menjadi panas. Elektron-elektron yang
mengalir di dalam rangkaian mengambil energinya
Metode yang digunakan untuk mengubah dari sumber tegangan. Ketika elektron-elektron
energi listrik dari lampu menjadi energi panas yang tersebut melintasi kawat tembaga, mereka
diserap air yaitu dengan mengunakan metode bertumbukan dengan atom-atom tembaga di
campuran. Metode ini menggunakan EEH dalam kawat dan kehilangan sebagian energinya
apparatus. pada setiap tumbukan. Energi yang ditransfer ke
atom-atom menghasilkan kenaikan suhu kawat.
Daya rata-rata P yang terdisipasi oleh arus
dan mengalikannya dengan waktu arus mengalir di
dalam rangkaian untuk mengambil energi listrik
yang dikonversi oleh resistor. Sehingga besar
energi listrik dari lampu sebesar W = VI∆t. Pada
kondisi ideal, dimana tidak ada energi panas
Gambar 1. Electrical Equivalent of Heat Apparatus. bertukar antara sistem lingkungan udara, semua

ISBN 978-602-19655-4-2 257


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

energi panas yang dihasilkan di dalam resistor itu air yang dibuat hitam menggunakan tinta india
diserap oleh air[2]. agar cahaya lampu tidak ada yang diradiasikan,
namun masih terlihat sinar lampu pada lubang
Tabel 1. Data empat variasi acak percobaan
yang memungkinkan adanya radiasi dari sistem
ekivalen listrik panas.
maupun dari lingkungan.
Variasi Tabel 2. Data empat variasi acak prercobaan
Variabel
1 2 3 4 efisiensi lampu pijar.
V (Volt) 11,02 10,9 10,9 10,5
I (A) 2,56 2,54 2,54 2,5 Variasi
Variabel
1 2 3 4
∆ t (s) 662 830 840 971
V (Volt) 10,9 10,9 10,9 10,4
Mt (gr) 217,4 214,7 214,2 200,6 I (A) 2,54 2,54 2,54 2,5
Tr (0C) 27 28 28 29 ∆ t (s) 975 949 949 1116
To (0C) 12 7 7 6 Mt (gr) 219,4 216,36 215,78 202,74
Tf (0C) 32 32 32 36 Tr (0C) 27 28 28 29
∆T (0C) To (0C) 6 6 6 6
20 25 25 30
H (kal) 4348 5366,3 5354,3 6018,9 Tf (0C) 31 31 31 36
∆T (0C) 25 25 25 30
E (J) 18676 22979 23256 25489
H (kal) 5485 5409 5394,5 6082,2
Je (J/kal) 4,295 4,282 4,344 4,235 E (J) 26994 26274 26274 29016
K(%) 97,39 97,70 96,24 98,84 Hj (J) 23560 23162 23431 25757
Berdasarkan percobaan bahwa besar Je dari η (%) 12,723 11,843 10,820 11,232
empat variasi yaitu 4.295 J/kal, 4.282 J/kal, 4.344
J/kal, dan 4.235 J/kal, dengan nilai ketepatan (K) Berdasarkan data yang didapatkan bahwa
masing-masing diatas 96 % (tabel 1). Hal ini nilai efisiensi lampu mencapai 12,723%, 11,843%,
karena energi yang diserap air yang dicampur tinta 10,820%, dan 11,232%. Nilai efisiensi yang
india mengakibatkan air menyerap kalor dengan didapatkan sangat kecil karena dalam eksperimen
sempurna (asumsi keadaan ideal). Berdasarkan cahaya tampak tidak diserap seluruhnya oleh air
data bahwa nilai Je yang paling mendekati literatur karena air yang transparan (jernih) dan EEH jar
ketika dilakukan variasi ke empat pada suhu awal tidak ditutup kalorimeter sehingga adanya radiasi
60C yaitu 4,234 J/kal. dari sistem ke lingkungan.
Energi listrik berupa cahaya tampak dari Kejernihan air yang digunakan akan
lampu pijar akan diserap air yang merupakan mempengaruhi nilai Je dan efisiensi lampu pijar.
penyerap radiasi inframerah yang baik. Sebagian Semakin jernih air yang digunakan maka nilai Je
besar energi yang terpancarkan sebagai cahaya semakin besar, namun efisiensinya semakin kecil.
tampak akan memberikan konstribusi untuk besar Nilai efisinsi ini didapatkan dari energi yang
kalor yang diserap air (H). Total energi yang hilang dikonversi menjadi cahaya tampak dibagi dengan
pada lampu merupakan jumlah energi cahaya energi listrik total yang dialairkan ke lampu. Pada
tampak dan energi panas yang diserap air. Untuk eksperimen ini menggunakan nilai konversi listrik-
mendapatkan hasil yang akurat, maka massa yang panas untuk menentukan nilai efisiensi lampu pada
digunakan untuk perhitungan kalor yang diserap masing-masing variasi. Nilai efisiensi lampu
yaitu dari penjumlahan massa air dan Me berada pada interval 10%-15% yang menandakan
(Kapasitas panas EEH Jar ekivalen dengan kira- bahwa lampu pijar tersebut masih dalam keadaan
kira 23 gram air). baik karena sesuai dengan nilai efisiensi literatur
Besar Je hasil eksperimen nilainya lebih alat tersebut (PASCO).
besar dari literatur dengan Je literatur sebesar
4,186 J/Kal. Hal ini karena tidak semua energi Kesimpulan
listrik diserap menjadi energi panas karena adanya Berdasarkan eksperimen yang dihasilkan
energi yang hilang akibat perpindahan energi yaitu bahwa nilai konversi listrik-panas lebih besar
konduksi, konveksi dan radiasi. Energi yang hilang dibandingkan dengan literatur karena adanya
akibat konduksi karena EEH apparatus memiliki transfer panas dari sitem ke lingkungan. Nilai Je
lubang untuk meletakan termometer sehingga yang paling mendekati literatur ketika dilakukan
kalor akan ditrasfer melaui termometer dan akan variasi ke empat pada suhu awal 60C yaitu 4,234
kontak dengan lingkungan, selain itu kalor tidak J/kal dengan nilai ketepatan 98,836% dan nilai
hanya diserap air, namun akan diserap oleh wadah efisiensi lampu pijar mencapai 11,232%.
(Jar) dari Lampu. Lubang pada EEH apparatus ini Kejernihan air mempengaruhi nilai Je dan efisiensi.
juga mempengaruhi terjadinya konveksi karena Semakin jernih maka nilai Je semakin besar,
adanya udara yang keluar- masuk sistem. Selain namun nilai efisiensi semakin kecil. Hal ini karena

ISBN 978-602-19655-4-2 258


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

air yang jernih akan meningkatkan radiasi lampu Mohamad Soleh*


pijar dari sistem ke lingkungan sehingga air yang Mahasiswa S1 Departemen Fisika
diserap lebih kecil. Nilai efisiensi lampu berada Institut Pertanian Bogor
pada interval 10%-15% yang menandakan bahwa Mohamaadsoleh89@yahoo.com
lampu pijar tersebut masih dalam keadaan baik
karena sesuai dengan literatur alat. Nofitri
Mahasiswa S1 Departemen Fisika
Ucapan Terima Kasih Institut Pertanian Bogor
nofitrifisika47ipb@gmail.com
Penelitian ini didanai oleh hibah insentif riset
SINAS KMNRT Republik Indonesia dengan nomor
Sinta Sri Ismawati
kontrak 38/SEK/INSINAS/PPK/I/2013. Mahasiswa S1 Departemen Fisika
Institut Pertanian Bogor
Referensi sintasriismawati@ymail.com
[1] Satria Ugahari. Studi Eksperimental Energi
Bangkitan Vibration energi recovery system Herlin Verina
(VERS) Generasi II dan Pengaruhnya Mahasiswa S1 Departemen Fisika
Terhadap Reformam Suspensi Mobil Isuzu Institut Pertanian Bogor
dan Panther. Jurusan Teknik Mesin, ITS herlinverina@yahoo.co.id
[2] Pasco Scientific, Instruction Manual and
Experiment Guide for the PASCO scientific Vivi Nur Huda Lyjamil
Model TD-8552 : Electrical Equivalent of Mahasiswa S1 Departemen Fisika
Heat . 012-02833D 5/94, (1987). Institut Pertanian Bogor
[3] Ekadewi Anggraini Handoyo, “Pengaruh vivifisika47ipb@gmail.com
Tebal Isolasi Termal Terhadap Efektivitas
Plate Heat Exchanger”, Jurnal Teknik Mesin Hadyan Akbar
Volume 3 No 73-78, (2000). Mahasiswa S1 Departemen Fisika
[4] Aklis, Nur, “Studi heat losses pada isobaric Institut Pertanian Bogor
zone reaktor HYL III direct reduction plant PT. hadyanakbar@ymail.com
Krakatau Steel”, Jurnal Media Mesin, 7(2),
63-69. (2006). Irzaman
[5] Kiran, S. Ravi, “Electro-thermal modelling of Staf Pengajar Departemen Fisika
infrared microemitters using PSPIC”, Journal Institut Pertanian Bogor
Sensors and Actuators, A72 110–114, (1999). irzaman@ipb.ac.id

*Corresponding author

ISBN 978-602-19655-4-2 259


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Desain Sensor Keseimbangan Ban Mobil


Berbasis Sensor Magnetik Giant Magnetoresistance
Sony Wardoyo* dan Mitra Djamal

Abstrak
Putaran ban yang tidak seimbang dapat mengakibatkan efek getaran pada mobil. Hal ini ditimbulkan akibat
gaya sentrifugal yang dikeluarkan oleh ban yang tidak seimbang. Efek getaran yang dihasilkan sangat
mempengaruhi performa dari mobil, sehingga perlu dilakukan balancing pada ban. Pada kenyataannya
pengemudi mobil hanya bisa merasakan getaran melalui setir tanpa adanya suatu penanda getaran.
Didesain dan dirancang suatu sensor yang dapat mendeteksi ketidakseimbangan putaran ban mobil. Pada
penelitian ini model desain sensor ban mobil di padukan dengan tipe suspensi MacPherson dan berbasis
Giant Magnetoresistance pada sensor getarannya. Prototipe berupa ban depan serta suspensinya dengan
skala 1:10. Dimana akan disimulasikan putaran ban yang tidak seimbang. Ban dalam kondisi seimbang akan
diberi massa pengganggu 3, 6, dan 9 gram untuk menghasilkan putaran yang tidak seimbang. Sensor GMR
mendeteksi ketidakseimbangan putaran melalui pergeseran pegas pada suspensi.
Kata-kata kunci: Giant Magnetoresistance, Getaran, Prototipe, Sensor, Suspensi MacPherson
harus dikompensasi dengan gaya tambahan yang
Pendahuluan
sama tapi arahnya berlawanan.
Dalam perkembangan dunia otomotif, banyak
ditekankan fitur keamanan dan kenyamanan untuk
pengendaranya. Salah satu penekanannya
terdapat pada sistem suspensi dan roda, sistem
utama ini merupakan komponen vital sehingga
perhatian khusus dalam penanganannya. Sistem
suspensi dan roda mempunyai pengaruh yang
sangat besar dalam hal manuver dan stabilitas
kendaraan.
Dalam penelitian ini didesain sensor
keseimbangan ban mobil tipe suspensi
MacPherson, yang mana tipe suspensi ini banyak
digunakan dan terkenal karena kesederhanaan
dan fleksibilitasnya dalam kendaraan roda empat.
Penggunaan sensor magnetik giant
magnetoresistance oleh karena tingkat kepekaan
dan kestabilan dalam berbagai kondisi suhu.

Teori
Gambar 2. Model getaran dari putaran ban tidak
Ketidakseimbangan pada roda kendaraan seimbang (Sumber : Jaya, Suhardjono, 2004).
terjadi bila pusat massa tidak sesumbu dengan
Pada gambar 2. Sumber massa unbalance
sumbu putarnya, pada gambar 1.
yang terjadi pada roda kendaraan disebabkan oleh
beberapa faktor diantaranya ketidaksempurnaan
proses manufaktur velg dan ban serta keausan
yang tidak merata pada ban akibat kondisi
kekasaran jalan raya yang berbeda. Ban yang
bagian distribusi massa yang besar, cenderung
menghasilkan gaya sentrifugal yang besar pula
dibandingkan bagian ban yang distribusi
massanya kecil. Hal inilah yang menyebabkan
Gambar 1. Pusat massa berpindah akibat distribusi terjadinya getaran.
massa ban yang tidak merata.
Persamaan diferensial gerak sistem dapat
Agar roda kendaraan dapat berputar ditulis sebagai berikut :
seimbang, maka gaya sentrifugal yang timbul

ISBN 978-602-19655-4-2 260


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

y  r. y  k . y  Fu .sin .t
m. (1.1)

Dengan asumsi gaya unbalance (u) dan respon


getaran harmonik, maka
ˆ it  Fˆu eit
(m 2  ir   k ). ye (1.2)

Dimasa yang akan datang ban mobil


mempunyai sifat yang cerdas, karena mampu
memonitor kondisi ban seperti tekanan, deformasi,
beban yang dialami ban, gesekan, serta tingkat
keausan ban. (Matsuzaki, Todoroki, 2008). Untuk
menghasilkan kendaraan yang mempunyai sistem
penyeimbang, tentunya membutuhkan analisis
dinamika kendaraan dan sistem kontrol. (Arndt
dkk, 2011). Gambar 4. Rangkaian penguat sensor GMR.
Pada sensor GMR, rangkaian penguat yang
Hasil dan diskusi
digunakan terdapat pada gambar 4, yang mana
Desain yang dibuat seperti pada gambar 2.16 komponen yang digunakan : Op-Amp TL071, R1 =
merupakan kombinasi dari ban mobil, peredam R3 = 4,27 kΩ, dan R2 = R4 = 4,7 kΩ. Dan tipe
guncangan (shock absorber), suspensi tipe sensor GMR yang digunakan adalah AA002-02
MacPherson dan sensor GMR. Untuk ban, low-field magnetic produksi NVE (www.nve.com).
peredam guncangan dan suspensi tidak digunakan
Pada gambar 5, merupakan hasil konfigurasi
pada kondisi yang sesungguhnya, melainkan
posisi sensor pada simulator, pada kondisi ini jarak
material yang digunakan adalah rasio diperkecil 1 :
maksimal antara magnet dan sensor adalah 8 mm
10 (dalam kondisi sesungguhnya perlu penelitian
dengan ketinggian 10 mm. Hasil ini berdasarkan
lebih lanjut).
linearitas output sensor yang digunakan pada
sensor jarak (gambar 6).

Gambar 5. Desain posisi sensor pada simulator


Gambar 3. Desain balancing dan sensor
berdasarkan data.
keseimbangan GMR serta suspensi.
Eksperimen sensor GMR dalam bentuk
Untuk mengkondisikan putaran ban yang tidak
sensor jarak, dilakukan untuk mendapatkan posisi
seimbang, velg pada ban akan di pasang benda
yang tepat dalam konfigurasi posisi sensor dan
pengganggu putaran diantaranya 3, 6 dan 9 gram.
aktuator pada simulator suspensi. Sehingga
Pada simulator (gambar 3), posisi sensor dapat
daerah jangkauan dari pergeseran pegas dapat
diatur sedemikian rupa berdasarkan hasil
diketahui melalui keluaran pada sensor
pengukuran sensor jarak.

ISBN 978-602-19655-4-2 261


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Gambar 6. Konfigurasi magnet dan sensor GMR


pada sensor jarak dan Grafik.

Gambar 8. Eksperimen putaran ban tidak


seimbang.
Pada posisi awal sensor berada pada posisi 6
mm atau pada keluaran 0.225 volt. Hal ini
dilakukan agar posisi magnet berada ditengah-
tengah jangkauan sensor. Digunakan 3 massa
pengganggu dengan beban yang berbeda-beda.

Gambar 7. Hasil rancangan simulator suspensi


dan sensor GMR.
Pada gambar 7. memperlihatkan hasil
rancangan simulator suspensi dan sensor GMR.
Gambar 9. Pergeseran pegas vs Rotasi ban
Hasil rancangan yang didapat merupakan dengan massa pengganggu 3 gram.
prototip yang kemungkinan kesalahan pengukuran
pasti ada. Tahap perancangan ada beberapa
kesulitan yang di dapat, diantaranya mendapatkan
material seperti ban dan suspensi yang tidak di
buat untuk kondisi bahan riset. Hal ini terlihat pada
peredam kejut yang cukup keras sehingga pada
saat pengambilan data tidak terlalu maksimal,
walaupun didapat hasil sedikit sesuai dengan
prediksi.
Pada gambar 8. eksperimen dilakukan
dengan mendeteksi pergeseran pegas suspensi
melalui keluaran dari sensor GMR yang terlihat
pada voltmeter. Gambar 10. Pergeseran pegas vs Rotasi ban
dengan massa pengganggu 6 gram.

ISBN 978-602-19655-4-2 262


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Gambar 11. Pergeseran pegas vs Rotasi ban Gambar 13. Pergeseran suspensi vs Rotasi ban
dengan massa pengganggu 9 gram. dengan massa penyeimbang 3 gram.
Dari hasil eksperimen didapat bahwa sensor Kondisi awal 0.225 volt berada pada posisi 6 mm,
mampu mendeteksi pergeseran pegas akibat dari dengan massa penyeimbang 6 gram
putaran ban yang tidak seimbang. Hal ini terlihat
pada posisi normal 6 mm, pegas suspensi
bergeser pada 7 mm jangkauan (amplitudo)
terkecil dan 10 mm pada jangkauan (amplitudo)
terbesar. Dengan hasil desain, rancangan dan
eksperimen, dihasilkan sensor magnetik GMR
untuk mendeteksi ketidakseimbangan putaran ban
mobil.
Pada gambar 12. eksperimen dilakukan dengan
pemasangan massa penyeimbang pada ban yang
di balancing, keluaran dari sensor akan tercatat
pada voltmeter, yang mana jika kondisi ban telah
seimbang maka tidak terjadi getaran.

Gambar 14. Pergeseran suspensi vs Rotasi ban


dengan massa penyeimbang 6 gram.
Kondisi awal 0.225 volt berada pada posisi 6 mm,
dengan massa penyeimbang 9 gram

Gambar 12. Eksperimen balancing ban yang tidak


seimbang.
Kondisi awal 0.225 volt berada pada posisi 6 mm,
dengan massa penyeimbang 3 gram.

Gambar 15. Pergeseran suspensi vs Rotasi ban


dengan massa penyeimbang 9 gram

Kesimpulan
Dari hasil eksperimen didapat bahwa dengan
pemasangan massa penyeimbang 3, 6 dan 9 gram
dalam kondisi tak seimbang ban, di dapat putaran
ban menjadi seimbang. Hal ini dapat dilihat dari

ISBN 978-602-19655-4-2 263


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

keluaran sensor yang nyaris tidak terjadi [5] DongHun, L., BongGun, C., DongRak, L., dan
perubahan, pergeseran suspensi tidak terjadi Kwangsuck, B., (2008), Development of A
fluktuasi sebagai akibat dari kondisi ban yang telah Displacement Sensor for Intelligent
seimbang putarannya. Suspension, Regional Industrial Technology
Program by the Ministry of Commerce
Referensi Industry and Energy (MOCIE) of The Korean
Government, 1-7 p.
[1] Arndt, D., Bobrow, J.E., Peters, S., Iagnemma,
K., dan Dubowsky, S., ”Two-Wheel Self-
Balancing of a Four-Wheeled Vehicle”, IEEE
Control System Magazine, (2011).
Sony Wardoyo*
[2] Beard, J.E., dan Sutherland, J.W., Robust
Fisika Teoritik Energi Tinggi dan Instrumentasi
Suspension System Design. DE-Vol. 65-1,
Institut Teknologi Bandung
Advance in Design Automation-Volume 1,
sonywardoyo@gmail.com
ASME. 1-3, (1993).
[3] Caruso, M.J., Bratland, T., Smith, C.H., dan
Mitra Djamal
Schneider, R. (1998). A New Perspective on
Fisika Teoritik Energi Tinggi dan Instrumentasi
Magnetic Field Sensing. Honeywell, SSEC.,
Institut Teknologi Bandung
Nonvolatile Electronics, Inc. 1-16 p.
mitra@fi.itb.ac.id
[4] Djamal, M., Ramli, Wirawan, R., dan Sanjaya,
E. (2012). Sensor Magnetik GMR, Teknologi
dan Aplikasi Pengembangannya. Prosiding
Pertemuan Ilmiah XXV HFI Jateng & DIY. 1 p.
*Corresponding author

ISBN 978-602-19655-4-2 264


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

An Observation of a Circular Motion using Ordinary Appliances: Train


Toy, Digital Camera, and Android based Smartphone
Sparisoma Viridi*, Tarex Moghrabi, and Meldawati Nasri

Abstract
Using a digital camera (Sony DSC-S75) in its video mode and a smartphone (Samsung GT-N700) equipped
with an acceleration sensor, observation of a uniform circular motion of a toy train (Thomas & Friends, Player
World, CCF No. 2277-13) is conducted. From the first observation average centripetal acceleration about
0.154 m/s2 is obtained, while the second gives 0.350 m/s2 of average centripetal acceleration by assuming
ideal condition, where measured accelerations in z direction is not interpreted.
Keywords: circular motion, smartphone, acceleration sensor, physics teaching.
(1) and (2), but the orientation of x' and y' depend
Introduction
on value of ωt.
Uniform linier motion (ULM), non-uniform
linear motion (NLM), simple harmonic motion
(SHM), and Uniform circular motion (UCM) are
examples of simple motion that is usually taught in
teaching motion in physics and they are related to
Newton equations of motion (NEM) [1]. ULM, NLM, y
and SHM can be derived smoothly from NEM but
not UCM, since the last requires finding solution of x
two second order differential equations that are
coupled [2]. Other problem with UCM is when O
observation taken place at the moving object,
since its frame of reference (FR) is not inertial to ωt
laboratory FR, that means a fiction force must be
applied in order to maintain the validity of NEM [3]. y'
Current information technology innovation in a form
of smartphone equipped with acceleration sensor
opens an opportunity to measure acceleration of O'
moving object with only a few difficulties [4]. Other x'
way to observe motion of an object is by analyzing
its recorded movie [5, 6]. Observation of a UCM Figure 1. Two different RF: O for laboratory and O'
using a digital camera in video mode and a for moving object.
smartphone with its acceleration sensor is reported
in this work. Using relation between RFs, it can be written that
x  X  x'
Theoretical background
  X 0  R cos 0  , (3)
Let us define two FR that are labeled with O
 R cos t  0   x '
and O', where O stands for laboratory FR and O'
for moving object FR. Along with O there are x, y, y Y  y'
and z coordinates and also with O' there are x', y',
and z'. For a 2-d UCM that moves only in xy plane  Y0  R cos 0  . (4)
with constant angular velocity ω, origin of moving  R cos t  0   y '
object FR can be written as
X   X 0  R cos 0   R cos t  0  , (1) If the moving object is placed on the origin (x' = 0, y'
= 0) and is always at rest according to O', then x
Y  Y0  R sin 0   R sin  t  0  , (2) and y from Equations (3) and (4) will be equal to
Equations (1) and (2).
where X = X0 and Y = Y0 at t = 0. Actually, moving Until now, the force that maintains the object
object RF in this case is not easily defined since it to moving with O' has not yet been discussed. If
rotates while the object moves as it is illustrated in there is no net force according to O, then the
Figure 1. Position of O' is simply given by Equation object can not stick and then moves together with

ISBN 978-602-19655-4-2 265


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

O'. On the other side, there should be no net force Classic (version 6.4.9.1 rev 86) with Δt = 0.5 s
according to O' since the object is always at rest. accuracy. A smartphone (Samsung GT-N700) is
Suppose that there are net forces Fx' and Fy' equipped K3DH acceleration sensor and
according to O' (they will be later proved to be acquisition software SensorLogger (10 ms
zero), then NEM in O' are sampling rate) and Sensor Ex (100 ms sampling
rate). The smartphone is attached on top of the
d2x' train toy and it recorded the acceleration as the
m  Fx ' , (5)
dt 2 train performed a circular motion.

d2y' Results and discussion


m  Fy ' . (6)
dt 2
Observation of train toy motion using digital
camera in its video mode will produce a series of
According to O there must be also net forces, with images, where four of them are given as illustration
similar form to Equation (5) and (6). Deriving in Figure 2. The times when the train toy arrives at
Equations (3) and (4) two times with respect to every quarter of circle circumference are recorded
time t and then substitute Equation (5) and (6) and and these data are listed in Table 1. Values in
also for Fx and Fy, will produce most right column in the table are obtained from
Fx ' Fx the other two columns using Equation (12) by
   2 R cost   0  , (7) assuming an ideal condition from Equation (11).
m m
Average tangential velocity vT is found about 0.235
Fy ' Fy m/s, which produces 0.154 m/s2 for centripetal
   2 R sin t   0  . (8) acceleration through Equations (9) and (10).
m m
The terms Fx'/m and Fy'/m will be measured by Table 1. Observed elapsed distance s from
acceleration sensor while average ω will be recorded video and calculate tangential velocity vT
obtained from recorded observation video. for time t.

An object that performs a circular motion with t (s) s (m) vT ( m/s)


tangential velocity vT at radius R will give angular 0 0.000 0.188
velocity 3 0.565 0.283
vT 5 1.131 0.188
 (9) 8 1.696 0.283
R
10 2.262 0.188
and centripetal acceleration 13 2.827 0.283
15 3.393 0.188
aC   2 R . (10) 18 3.958 0.283
20 4.524 0.188
Tangential velocity vT is calculated for every 23 5.089 0.283
quarter of circle circumference 25 5.655 0.188
s t  t   s t  28 6.220 0.283
vT  , (11) 30 6.786 0.188
t
33 7.351 0.283
where for ideal condition, the relation 35 7.917 0.188
38 8.482 0.283
R
vT  (12) 40 9.048 0.188
2 t 43 9.613 0.283
45 10.179 0.188
will hold with Δt is the time needed for the moving
48 10.744 0.283
object to elapse length of a quarter of circle
circumference. 50 11.310 0.188
53 11.875 0.283
Experimental setup 55 12.441 0.188
58 13.006 0.283
Train toy (Thomas & Friends, Player World,
60 13.572 0.226
CCF No. 2277-13) has track radius r = 36 cm and
track width Δr = 3 cm. Motion of the train is
recorded from above using a digital camera (Sony
DSC-S75) with 160 px × 112 px video size and 25
fps. The video is then analyzed using Media Player

ISBN 978-602-19655-4-2 266


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

acceleration in x, y, and z direction as given in


Figure 3. Two different softwares, which are
SensorLogger and Sensor Ex, are used for
obtaining acceleration data. They seem to produce
similar data as illustrated in Figure 3. Measured
acceleration in z direction must be first subtracted
with gravitation acceleration g since the sensor
also measures g. Even acceleration data in this
direction is not so important but it is a good sign
that the sensor reports reading values that have
physical meaning. Averaged values for ax', ay', and
az'-g are -0.336 m/s2, -0.097 m/s2, and -0.481 m/s2,
respectively.
For ideal condition, average of Equations (7)
Figure 2. Train toy performs a clockwise circular and (8) will give acceleration in x and y direction in
motion at time t: (a) 13 s, (b) 15 s, (c) 18 s, and (d) lab FR, respectively. By assuming this condition for
20 s. data in Figure 3 (top) and (middle), value of total
acceleration 0.350 m/s2 is obtained according to lab
FR, which consist only the centripetal acceleration.
Both values of obtained centripetal
acceleration 0.154 m/s2 and 0.350 m/s2 can not be
guaranteed too much, since they are much smaller
than the fluctuated measured values in Figure 3
(top) and (middle). More improvement is needed to
overcome this problem. One of the suggestions is
by driving the toy train with higher tangential
velocity to produce higher centripetal force
compared to the fluctuation.

Conclusion
Observations of train toy performing a circular
motion have been conducted using video and
acceleration sensor. From both observations
different values of averaged centripetal
acceleration are obtained, which are 0.154 m/s2 and
0.350 m/s2. These values are still too small
compare to fluctuation observed in the acceleration
sensor, which means both values are still
questionable to be trusted. Improvement is needed
to overcome this problem.

Acknowledgments
SV would like to thank Prof. Mikrajuddin
Abdullah, Dr. Suprijadi, and Mr. Agus Suroso for
fruitful discussion atmosphere in analyzing the data
and also for research program Riset Inovasi KK
ITB (RIK-ITB) in year 2013 with contract number
248/I.1.C01/PL/2013 for supporting this work.

References
[1] D. Halliday, R. Resnick, and J. Walker,
“Principle of Physics”, John Wiley & Sons,
Figure 3. Acceleration measured by K3DH
Hoboken, 9th Edition, International Student
acceleration sensor for: x' (top), y' (middle), and z'
Version, 22-72, (2011).
(bottom) direction using SensorLogger (O) and
[2] L. I. S. F. Yani, S. N. Khotimah, dan S. Viridi,
Sensor Ex (×) software in moving object FR.
"Merumuskan Gaya Sentripetal pada Gerak
Acceleration sensor in the smartphone Melingkar Beraturan Menggunakan Hukum
attached on the train toy produces time series for Kedua Newton dan Gaya Magnetik",

ISBN 978-602-19655-4-2 267


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Prosiding Seminar Nasional Fisika 2010, Ed. Sparisoma Viridi*


E. Sustini et al., 11-12 Mei 2010, Bandung, Nuclear Physics and Biophysis Research Division
Indonesia, pp. 453-461. Institut Teknologi Bandung
[3] J. Ramadas, S. Barve, and A. Kumar, dudung@gmail.com
“Alternative Conceptions in Galilean
Relativity: Inertial and Non ‐ Inertial Tarex Moghrabi
Mechatronics Engineer, Sensor Ex, TarCo,
Observers”, International Journal of Science
URI sites.google.com/site/tarsensorics
Education 18 (5), 615-629 (1996). tarexmo@gmail.com
[4] P. Vogt and J. Kuhn, “Analyzing Free Fall with
a Smartphone Acceleration Sensor”, The Meldawati Nasri
Physics Teacher 50 (3), 182-183 (2012). Sukma Bangsa Bireun High School, Bireun,
[5] R. J. Beichner, “The Impact of Video Motion Aceh 24251, Indonesia
Analysis on Kinematics Graph Interpretation cimemeloge@yahoo.com
Skill”, American Journal of Physics 64 (10),
1272-1277 (1996). *Corresponding author
[6] D. Brown and A. J. Cox, “Innovative Uses of
Video Analysis”, The Physics Teacher 47 (3),
145-150 (2009).

ISBN 978-602-19655-4-2 268


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Rancang Bangun Alat dan Sintesis Material Lithium Besi Fosfat LiFePO4
dengan Metode Hidrotermal
Sri Septiyanty Marpaung dan Ferry Iskandar*

Abstrak
Pada penelitian ini, telah dilakukan perancangan alat yang digunakan untuk sintesis material LiFePO4 pada
temperatur dan tekanan tinggi. Alat yang digunakan terdiri atas autoclave, pengontrol suhu, dan pengaduk
magnetik. LiFePO4 disintesis dengan menggunakan alat yang telah dirancang. Sintesis LiFePO4 dilakukan
dengan menggunakan metode hidrotermal pada suhu 180°C selama 5 jam. Bahan yang digunakan yaitu
LiOH·H2O, FeSO4·7H2O, H3PO4, dan asam sitrat sebagai material prekursor. Dari hasil karakterisasi FT-IR,
ditunjukkan adanya ikatan Fe-O, PO4, dan ikatan karbon pada sampel yang disintesis yang mengindikasikan
terbentuknya LiFePO4.
Kata-kata kunci: autoclave, baterai lithium-ion, LiFePO4, metode hidrotermal

Pendahuluan Teori
Penelitian mengenai teknologi baterai Baterai lithium-ion terdiri dari elektroda positif
semakin dikembangkan hingga saat ini seiring (katoda), elektroda negatif (anoda), elektrolit, dan
dengan diproduksinya baterai lithium-ion dengan separator. Katoda memegang peranan penting
material katoda lithium kobalt oksida (LiCoO2) oleh pada performa baterai lithium-ion. Pada umumnya,
Sony, Co pada tahun 1991 [1]. Salah satu faktor katoda baterai lithium-ion tersusun dari material
yang menentukan performa baterai lithium-ion LiMO2, dengan M merupakan logam transisi
adalah material katodanya. Padhi, dkk telah sehingga mudah teroksidasi atau tereduksi pada
melakukan penelitian mengenai material lithium proses interkalasi [11].
besi fosfat (LiFePO4) yang berpotensi digunakan
sebagai material katoda baterai lithium-ion Interkalasi ditandai dengan adanya pelepasan
menggantikan LiCoO2 [2]. Akan tetapi, material dan penyisipan ion pada struktur elektroda [12].
LiFePO4 memiliki konduktivitas ionik dan elektronik Pada proses pengisian (charging), ion lithium dari
yang masih rendah [3]. Konduktivitas ionik dan katoda akan bergerak menuju anoda dan
elektronik mempengaruhi kapasitas baterai lithium- menempati kisi-kisi material anoda. Sebaliknya
ion. Di samping itu, besi sebagai material pada saat proses pengosongan (discharging), ion
penyusun sangat mudah teroksidasi. Oleh karena lithium akan bergerak meninggalkan anoda dan
itu, dilakukan penambahan karbon untuk kembali ke katoda. Reaksi yang terjadi di katoda,
mengatasi kekurangan tersebut [4]. anoda, dan reaksi total pada saat proses
interkalasi ditunjukkan pada persamaan di bawah
Berbagai metode sintesis material LiFePO4 ini.
telah dilakukan, diantaranya metode solid state [2],
sol-gel [5], spray pyrolysis [6], microwave [7], LiMO2  Li1 x MO2  xLi   xe  (1)
karbotermal [8], dan hidrotermal [9]. Pada sintesis
material dengan menggunakan metode 6C  xLi   xe   Lix C6 (2)
hidrotermal, dilakukan proses pemanasan pada
temperatur yang relatif rendah jika dibandingkan LiMO2  6C  Li1 x MO2  Lix C6 (3)
dengan metode solid-state. Hasil sintesis dengan Persamaan (1) menunjukkan reaksi yang
metode hidrotermal memiliki kemurnian yang tinggi terjadi pada katoda saat proses pengisian. Terjadi
dan tidak terjadi aglomerasi partikel [10]. Oleh oksidasi logam transisi M yang menyebabkan
karena itu, dilakukan sintesis material LiFePO4 terlepasnya ion lithium. Persamaan (2)
dengan menggunakan metode hidrotermal. Akan menunjukkan reaksi yang terjadi pada anoda saat
tetapi, metode sintesis ini memiliki kekurangan proses pengisian. Ion lithium akan berikatan
yaitu alat sintesis yang relatif mahal. Selain itu, alat dengan kisi karbon yang merupakan material
sintesis tersebut tidak dilengkapi dengan penyusun anoda. Persamaan (3) menunjukkan
pengaduk sehingga hasil sintesis menjadi kurang reaksi total yang terjadi pada saat proses
homogen. Oleh karena itu, dilakukan rancang pengisian.
bangun alat berupa sistem pemanas yang
dilengkapi dengan pengaduk magnetik untuk Material lithium besi fosfat merupakan
sintesis material LiFePO4 menggunakan metode material katoda baterai lithium-ion yang memiliki
hidrotermal. kapasitas teoretik yang tinggi yaitu mencapai 170

ISBN 978-602-19655-4-2 269


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Ah/kg [13]. Lithium besi fosfat memiliki struktur


olivine yang terdiri dari struktur besi tetrahedral
FeO6 yang terpisah dari bagian oktahedral PO4
[14]. Ion lithium menempati kekosongan antara
kisi-kisi kristal tersebut sehingga pada saat terjadi
proses pengisian, ion lithium akan meninggalkan
kekosongan tersebut.
Tabel 1. Ukuran dan volume sel kristal LiFePO4
dan FePO4 [14].

Parameter LiFePO4 FePO4


a (Å) 6,008 5,792
b (Å) 10,334 9,821
c (Å) 4,693 4,778
Volume (Å3) 291,392 273,357
Gambar 1. Alat sintesis berupa sistem pemanas.
Pada Tabel 1 ditunjukkan ukuran sel kristal Sintesis LiFePO4 dilakukan dengan
LiFePO4 dan FePO4. Katoda akan mengalami mencampurkan bahan LiOH·H2O (Merck),
penyusutan volume pada saat proses pengisian FeSO4·7H2O (Merck), H3PO4 (Bratachem) dan
karena ion lithium meninggalkan katoda dan hanya sumber karbon yang dilarutkan di dalam air
tersisa kristal FePO4 saja. dengan perbandingan mol 3:1:1:0,5. Sumber
Kelebihan material lithium besi fosfat karbon yang digunakan yaitu asam sitrat (C6H8O7)
dibandingkan material katoda lainnya seperti dan D-glucose (C6H12O6). Prekursor dipanaskan di
LiCoO2, LiNiO2, dan LiMn2O4 adalah rapat dalam autoclave pada temperatur 180°C selama 5
energinya yang tinggi [15]. Selain itu besi bersifat jam. Setelah melalui proses pemanasan, larutan
tidak beracun dan juga keberadaannya di alam disaring dan dikeringkan di dalam oven pemanas
sangat melimpah. Oleh karena itu, banyak pada temperatur 100°C selama 30 menit.
penelitian yang dilakukan untuk meningkatkan Kemudian didapatkan serbuk LiFePO4 berwarna
performa lithium besi fosfat (LiFePO4) sebagai abu-abu kehijauan.
material katoda baterai lithium-ion. Tabel 2. Komposisi bahan pada setiap sampel.
Karbon merupakan salah satu bahan Konsentrasi Bahan
tambahan yang umumnya digunakan pada sintesis Sumber
material LiFePO4. Penambahan karbon ke dalam Sampel LiOH FeSO4 H3PO4
karbon
prekursor dilakukan untuk meminimalisasi oksidasi (g) (g) (ml)
(g)
Fe(II) menjadi Fe(III). Sedangkan untuk
A 1,077 4,1703 22,5 1,441
meningkatkan konduktivitas ionik dan elektronik
B 0,215 0.834 3 0.288
LiFePO4, dilakukan coating karbon.
C 1,077 4,1703 22,5 1,486
Eksperimen
Pada Tabel 2 ditunjukkan konsentrasi bahan pada
Alat sintesis dirancang untuk pemanasan setiap sampel. Pada sampel A dan B, digunakan
larutan prekursor pada sintesis material LiFePO4 asam sitrat sebagai sumber karbon. Sedangkan
menggunakan metode hidrotermal. Alat sintesis pada sampel C, digunakan D-Glucose sebagai
terdiri dari autoclave, selimut glass wool, stirrer, sumber karbon.
pengontrol temperatur, dan multimeter. Autoclave
terbuat dari bahan stainless steel yang berisi Sampel dikarakterisasi dengan menggunakan
tabung teflon di dalamnya dengan kapasitas 400 alat Fourier Transform Infra Red Spectrometer
ml. Tekanan di dalam autoclave dapat mencapai 5 (FTIR) Bruker ALPHA untuk mengidentifikasi
MPa. Pada bagian dalam selimut glass wool, ikatan-ikatan kimia yang terdapat pada sampel.
terdapat lilitan kawat yang berfungsi sebagai Dari karakterisasi FTIR didapatkan grafik %
pemanas autoclave. Glass wool berfungsi untuk transmitansi terhadap bilangan gelombang (cm-1).
menahan panas di sekitar autoclave agar tetap
stabil. Temperatur pemanasan dikontrol dengan Hasil dan Diskusi
power relay yang terhubung dengan termokopel Karena besi memiliki sifat yang mudah
sebagai detektor temperatur bagian luar autoclave. teroksidasi, dilakukan identifikasi warna sampel.
Multimeter digunakan untuk mendeteksi Sampel A, B, dan C berwarna abu-abu kehijauan
temperatur di dalam autoclave. Stirrer ditempatkan yang mengindikasikan tidak terjadinya oksidasi
di bawah bagian autoclave dan digunakan untuk Fe(II) menjadi Fe(III). Besi yang teroksidasi akan
mengaduk prekursor selama proses pemanasan.

ISBN 978-602-19655-4-2 270


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

menghasilkan larutan yang cenderung berwarna


merah.
Gambar 2 menunjukkan adanya ikatan Fe-O
pada rentang bilangan gelombang 500−640 cm-1
dan ikatan PO4 pada rentang bilangan gelombang
940−1080 cm-1 pada Sampel A.

Gambar 4. Hasil karakterisasi FTIR sampel C.


Pola ikatan kimia melalui karakterisasi FTIR
pada Sampel B telah mendekati referensi yang
ditunjukkan dengan adanya ikatan karbon pada
rentang bilangan gelombang 1400−1600 cm-1.
Ikatan karbon tidak terbentuk pada Sampel A dan
Sampel C karena adanya perbedaan konsentrasi
Gambar 2. Hasil karakterisasi FTIR sampel A.
larutan. Konsentrasi larutan Sampel A dan C lebih
Hasil karakterisasi FTIR pada sampel B tinggi dibandingkan dengan Sampel B. Hal
menunjukkan adanya ikatan Fe-O pada rentang tersebut juga mengindikasikan material yang
bilangan gelombang 500−640 cm-1, ikatan PO4 belum homogen.
pada rentang bilangan gelombang 940−1120 cm-1,
dan ikatan karbon pada rentang bilangan
gelombang 1400−1600 cm-1 yang ditunjukkan
pada Gambar 3.

Gambar 5. Hasil karakterisasi XRD sampel A


Gambar 5 menunjukkan pola difraksi pada
sampel A yang dikarakterisasi menggunakan XRD.
Hasil tersebut menunjukkan sampel A belum
Gambar 3. Hasil karakterisasi FTIR sampel B.
homogen dan terdapat puncak difraksi LiFe5O4
Hasil karakterisasi FTIR pada sampel C dan PO4. Oleh karena itu, perlu dilakukan
menunjukkan adanya ikatan Fe-O pada rentang pengadukan lebih cepat pada saat proses
bilangan gelombang 500−680 cm-1 dan ikatan PO4 pemanasan. Kecepatan rotasi pengadukan dapat
pada rentang bilangan gelombang 940−1120 cm-1 ditingkatkan menjadi 600−700 rpm agar
yang ditunjukkan pada Gambar 4. didapatkan hasil yang lebih baik.

Kesimpulan
Alat sintesis berupa sistem pemanas telah
berhasil dirancang. Sistem pemanas telah
digunakan untuk sintesis material LiFePO4 pada

ISBN 978-602-19655-4-2 271


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

temperatur 180°C selama 5 jam. Dari hasil [8] J. Barker, M. Y. Saidi, and J. L. Swoyer,
karakterisasi FTIR, ditunjukkan bahwa Sampel B “Lithium Iron(II) Phospho-Olivines Prepared
memiliki pola yang mendekati referensi sehingga by a Novel Carbothermal Reduction Method”,
dapat disimpulkan bahwa sumber karbon asam Electrochemical and SolidState Letters 6, A-
sitrat lebih baik dibandingkan dengan D-Glucose. 53-A55 (2003).
Untuk memperoleh material yang homogen pada [9] S. Yang, P. Y. Zavalij, and M. S. Wittingham,
konsentrasi tinggi, dilakukan pengadukan dengan “Hydrothermal Synthesis of Lithium Iron
kecepatan rotasi antara 600−700 rpm. Phosphate Cathodes”, Electrochemistry
Communications 3, 505-508 (2001).
Ucapan terima kasih [10] Y. Wang, J. Wang, J. Yang, and Y. Nuli,
“High-Rate LiFePO4 Electrode Material
Penelitian ini dibiayai oleh DIKTI Kementrian Synthesized by a Novel Route from
Pendidikan dan Kebudayaan dalam Program Mobil FePO4·4H2O”, Advanced Functional Materials
Listrik Nasional Tahun 2013. 16, 2135-2140 (2006).
[11] M. S. Whittingham, “Material Challengers
Referensi Facing Electrical Energy Storage” MRS
[1] T. Nagura and K. Tozawa, “Program Batteries Bulletin 33, 411-419 (2010).
and Solar Cell”, 10, 218 (1991). [12] O. Toprakci, H. A. Toprakci, L. Ji, and X.
[2] A. K. Padhi, K. S. Nanjundaswamy, and J. B. Zhang, “Fabrication and Electrochemical
Goodenough, “Phospho-olivines as Positive- Characteristic of LiFePO4 Powders for
Electrode Materials for Rechargeable Lithium Lithium-Ion Batteries”, KONA Powder and
Batteries”, J. Electrochem. Soc.144, 4 (1997). Particle Journal 28, 50-73 (2010).
[3] Y. Zhang, Q. Huo, P. Du, L. Wang, A. Zhang, [13] H. Huang, S. C. Yin, and L. F. Nazar,
Y. Song, Y. Lv, and G. Li, “Advances in New “Approaching Theoretical Capacity of
Cthode Material LiFePO4 for Lithium-Ion LiFePO4 at Room Temperature at High
Batteries”, Synthetic Metals 162, 1315-1326 Rates”, Electrochem. Solid State Lett. 4,
(2012). A170-A172 (2001).
[4] J. Chen and M. S. Whittingham, [14] P. P. Prosini, “Iron Phosphate Materials as
“Hydrothermal Synthesis of Lithium Iron Cathodes for Lithium Batteries”, Springer,
Phosphate”, Electrochemistry London, p. 4-5 (2011).
Communications 8, 855-858 (2006). [15] B. Scrosati and J. Garche “Lithium Batteries :
[5] F. Croce, A. D’Epifanio, J. Hassoun, A. Status, Prospects, and Future” Journal of
Deptula, T. Olczac, and B. Scrosati, “A Novel Power Sources 195, 2419-2430 (2012).
Concept for the Synthesis of an Improved
LiFePO4 Lithium Battery Cathode”,
Electrochemical and Solid-State Letters 5, A-
47-A50 (2002). Sri Septiyanty Marpaung
Kelompok Keahlian Fisika Material Elektronik
[6] S. L. Bewlay, K. Konstantinov, G. X. Wang, S. Institut Teknologi Bandung
X. Dou, and H. K. Liu, “Conductivity septimarpaung@gmail.com
Improvements to Spray-Produced LiFePO4 by
Addition of a Carbon Source”, Material Letters Ferry Iskandar*
58, 1788-1791 (2004). Kelompok Keahlian Fisika Material Elektronik
[7] M. Higuchi, K. Katayama, Y. Azuma, M. Institut Teknologi Bandung
Yukawa, and M. Suhara, “Synthesis of ferry@fi.itb.ac.id
LiFePO4 Cathode Material by Microwave
Processing”, Journal of Power Source 119- *Corresponding author
121, 258-261 (2003).

ISBN 978-602-19655-4-2 272


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Pembelajaran Konsep Teorema Sisa Pada Pembagian Suku Banyak


Dengan Pembagi Berbentuk ax – b
Sukarni Ali* dan Iwan Pranoto

Abstrak
Dalam artikel ini disampaikan tentang pembelajaran konsep teorema sisa pada pembagian suku banyak
dengan pembagi berbentuk ax  b . Pertama, dalam penelitian ini dilakukan diagnosa terhadap pemahaman
siswa tentang konsep teorema sisa. Khususnya, tingkat pemahaman yang diharapkan sampai tahap
pembuktian. Penelitian kualitatif ini dilakukan di kelas XII pada salah satu SMA di Bandung. Hasil tes
diagnostik menunjukkan bahwa siswa belum mampu menjelaskan, menerapkan dan membuktikan konsep
teorema sisa. Kedua, setelah dilakukan diagnosa, diterapkan pembelajaran yang mendalam melibatkan
proses pembuktian. Setelahnya, dilakukan evaluasi, ternyata pengetahuan siswa yang diteliti dalam
menjelaskan, menerapkan, dan membuktikan konsep teorema sisa dapat ditingkatkan.
Kata-kata kunci: Pembelajaran, konsep, teorema sisa, pemahaman.
kedua, siswa dapat belajar matematika dengan
Pendahuluan
pemahaman. Belajar ditingkatkan di dalam kelas
Matematika adalah disiplin ilmu yang dengan cara siswa diminta untuk menilai ide-ide
mengembangkan tata cara berpikir dan mengolah mereka sendiri atau ide-ide temannya, didorong
logika baik secara kualitatif maupun secara untuk membuat dugaan tentang matematika lalu
kuantitatif. Konsep pembelajaran matematika mengujinya dan mengembangkan keterampilan
mempertimbangkan siswa sebagai pembelajar dan beralasan yang logis [3].
proses yang melibatkan pengembangan berpikir
Namun kenyataan di lapangan tidak jarang
dan belajar. Sebagaimana tercantum dalam
ditemui di sekolah-sekolah pada saat ini,
Standar Isi, salah satu tujuan pembelajaran
pembelajaran hanya menekankan pada contoh
matematika adalah agar peserta didik memiliki
dan latihan soal khususnya pada materi Teorema
kemampuan untuk memahami konsep,
Sisa. Sehingga banyak siswa yang mengeluh pada
menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan
saat guru memberikan soal latihan atau Pekerjaan
mengaplikasikan konsep atau algoritma secara
Rumah (PR) yang berbeda dengan contoh yang
luwes, akurat, efisien dan tepat dalam pemecahan
telah diberikan atau dijelaskan. Hal ini terjadi
masalah [1].. Tuntutan ini tidak akan tercapai bila
karena siswa cenderung untuk sekedar meniru
pembelajaran hanya berbentuk hafalan, latihan
atau menjiplak langkah-langkah penyelesaian
mengerjakan soal rutin serta proses pembelajaran
masalah matematika yang melibatkan konsep
yang tidak menuntut siswa untuk mengoptimalkan
yang sama, sehingga jika dibutuhkan modifikasi
daya pikirannya untuk mencapai suatu
dari masalah yang diberikan, siswa kebingungan
pemahaman. Siswa yang menghafal fakta atau
dan hilang akal untuk menentukan langkah
prosedur tanpa pemahaman, sering tidak yakin
penyelesaian yang diharapkan. Artinya bahwa apa
kapan atau bagaimana menggunakan apa yang
yang terbentuk pada siswa selama ini lebih
mereka ketahui, dan belajar seperti itu sering kali
menekankan pada memahami langkah-langkah
cukup rapuh. Branfor, dkk dalam [2].
menyelesaikan soal-soal, tanpa melihat lebih
National Council of Teachers of Mathematics dalam mengapa langkah-langkah tersebut dapat
(NCTM) merekomendasikan satu prinsip dilakukan.
pembelajaran matematika yaitu: ”Para siswa harus
Oleh karena itu, penulis tertarik untuk
belajar matematika dengan pemahaman, secara
melakukan penelitian tentang bagaimana
aktif mengembangkan pengetahuan baru dari
membelajarkan konsep teorema sisa pada
pengalaman dan pengetahuan sebelumnya”[2].
pembagian suku banyak dengan pembagi yang
Prinsip ini didasarkan pada dua ide dasar. Yang
berbentuk ax – b. Melalui pembelajaran ini
pertama, belajar dengan pemahaman adalah
diharapkan siswa tidak hanya sekedar
penting. Belajar matematika tidak hanya
menggunakan teorema tersebut, tetapi juga
memerlukan keterampilan menghitung tetapi juga
memberikan makna dengan pendekatan
memerlukan kecakapan untuk berpikir dan
membelajarkan bukti.
beralasan secara matematis untuk menyelesaikan
soal-soal baru dan mempelajari ide-ide yang akan
dihadapi siswa di masa yang akan datang. Yang

ISBN 978-602-19655-4-2 273


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

diagnostik. Tes diagnostik yang diberikan


Teori mencakup pengukuran tentang kemampuan siswa
menjelaskan sisa pembagian suku banyak,
Hubungan pegetahuan konsep, prosedur dan kemampuan menggunakan teorema sisa dalam
pemahaman menentukan sisa pembagian suku banyak dan
Dalam mempelajari matematika, pengetahuan kemampuan membuktikan teorema sisa. Adapun
konsep, prosedur dan pemahaman tidak dapat hasil dari tes diagnostik tersebut dapat
dipisahkan. Pengetahuan konsep adalah digambarkan sebagai berikut:
pengetahuan yang berisi banyak hubungan atau a) Mengukur kemampuan siswa menjelaskan
jaringan ide. Hieber & Carpenter dalam [4] juga tentang sisa pembagian suku banyak.
menyatakan “pengetahuan konsep adalah
pengetahuan yang dipahami. Sedangkan 1. Diberikan persamaan sebagai berikut:
pengetahuan prosedur tentang matematika adalah p( x)  ( x 2  1)( x  2)  ( x 3  1)
pengetahuan tentang aturan atau cara yang
Apakah x  1 merupakan sisa dari
3
digunakan untuk menyelesaikan tugas-tugas
matematika”. Sehingga untuk membagun pembagian suku banyak p (x) oleh
pemahaman siswa tidak hanya sekedar
mengetahui prosedur tetapi yang terpenting adalah x 2  1 . Jelaskan jawaban anda.
memiliki pengetahuan konsep. Sebab prosedur
tanpa konsep merupakan aturan tanpa alasan
yang seringkali membawa kesalahan pada
pemahaman. Hieber & Carpenter dalam [4])
“mendefinisikan Pemahaman sebagai ukuran
kualitas dan kuantitas hubungan suatu ide dengan
ide yang telah ada. Ide yang dipahami Gambar 1:Jawaban siswa tentang makna sisa.
dihubungkan dengan banyak ide yang lain oleh
Pada soal nomor 1 ini dari tiga subjek
jaringan konsep dan prosedur yang bermakna”.
penelitian hanya satu orang yang
Belajar matematika adalah suatu proses menjawab benar sedangkan dua
psikologis berupa kegiatan aktif dalam upaya orang menjawab salah. Hasil tes ini
seseorang untuk mengkonstruksi, memahami atau menunjukkan bahwa subjek penelitian
menguasai materi matematika agar tercapai tujuan belum mengerti tentang sisa
belajar. Pada pembelajaran matematika untuk pembagian suku banyak karena
pemahaman lebih menekankan pada penjelasan, mereka tidak dapat menjelaskan
penafsiran, penerapan, dan memiliki self- dengan benar. Dari jawaban subyek
knowledge. Hal ini berarti bahwa seseorang dapat ini menunjukkan bahwa subjek masih
dikatakan paham tentang ide-ide atau gagasan menghafal bahwa suatu suku banyak
matematika ketika mereka dapat menjelaskan, dapat dituliskan dalam bentuk
dapat menafsirkan, dapat menerapkan dan pembagi dikali hasil bagi ditambah
memiliki self-knowledge terhadap ide-ide atau sisa sehingga menyebabkan mereka
gagasan tersebut. salah dalam menjawab.
Berdasarkan uraian di atas, maka b) Mengukur kemampuan siswa
pemahaman konsep sangat penting dalam menggunakan teorema sisa dalam
pembelajaran matematika. Untuk mengetahui menentukan sisa pembagian suku banyak.
bahwa seseorang memahami konsep dalam
matematika, dapat dilihat ketika mereka dapat 2. Apa sisanya jika x 20  1 dibagi oleh
menjelaskan, menginterpretasikan, x 2  3x  2 .
mengaplikasikan dan memiliki self-knowledge
terhadap konsep yang dipelajarinya. Implikasinya
adalah bagaimana seharusnya guru merancang
pembelajaran dengan baik sehingga mampu
membantu siswa membangun pemahaman
terhadap konsep yang dipelajarinya.

Hasil

Diagnosa
Untuk mendiagnosa pemahaman siswa Gambar 2. Jawaban siswa tentang penggunaan
tentang teorema sisa, maka dilakukan tes Teorema Sisa.

ISBN 978-602-19655-4-2 274


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Dari hasil tes ini diperoleh bahwa ketiga membelajarkan konsep teorema sisa melalui
subyek penelitian tidak ada yang pembuktian teorema.
menjawab dengan benar. Hal ini
Dalam membelajarkan Teorema Sisa, penulis
mungkin karena siswa hanya dapat
merujuk pada buku terbitan Luar Negeri yaitu
menggunakan pembagian cara
“Advance Level Mathematics 2 & 3 (High Neill and
bersusun dan cara sintesis sehingga
Douglar Quadling)”. Di mana, penulis
untuk soal seperti ini sulit bagi siswa
membelajarkan konsep teorema sisa melalui bukti
untuk menentukan sisanya. Dengan
teorema dengan terlebih dahulu membandingkan
demikian dapat disimpulkan bahwa
subjek penelitian belum dapat antara sisa pembagian suku banyak f (x ) oleh
menggunakan teorema sisa dalam x  b dengan nilai fungsi. Suku banyak f (x)
menyelesaikan masalah. dapat dipandang sebagai fungsi lalu mensubstitusi
c) Mengukur kemampuan siswa nilai x  b untuk memperoleh nilai f (b) yang
membuktikan teorema sisa. merupakan materi prasyarat dalam membelajarkan
konsep teorema sisa. Dengan cara ini siswa dapat
dibimbing untuk membuat dugaan tentang sisa
pembagian suku banyak. Untuk meyakinkan
subyek atas dugaan tersebut, barulah penulis
membimbing subyek untuk membuktikan teorema.
Bimbingan ini mengarahkan subyek untuk
menemukan sendiri bukti dari teorema tersebut
yang dibangun dari pemahaman tentang defisini
pembagian dua suku banyak dan nilai suatu suku
banyak yang telah dipelajari sebelumnya. Yang
pada akhirnya subyek merasa senang dengan apa
yang mereka lakukan karena berhasil
membuktikan teorema tersebut.
Adapun pendekatan yang digunakan dalam
pembelajaran ini adalah melalui pembuktian
teorema. Karena melalui pembuktian dapat
merangsang penalaran siswa, membiasakan siswa
berpikir deduktif dan menanamkan rasa percaya
diri siswa. Karena diawal penelitian ini, terlihat
bahwa siswa kurang percaya diri dalam
mengekspresikan ide dan hasil pemikiran mereka
kedalam bahasa matematika. Secara umum,
ketika ditanya subyek menjawab secara singkat
baik secara lisan maupun tertulis tanpa disertai
Gambar 3. Jawaban siswa tentang pembuktian alasan. Dengan metode tanya jawab guru dapat
Teorema. melatih kemampuan siswa, untuk
Dari hasil tes ini diperoleh bahwa ketiga mengkomunikasikan apa yang mereka ketahui
subyek penelitian tidak dapat mengisi sehingga akan terbentuk pemahaman yang
kotak dengan jawaban yang benar. Ini bermakna dan untuk membangun pemahaman
menunjukkan bahwa ketiga siswa tidak baru tentang konsep teorema sisa.
dapat melengkapi uraian pembuktian yang
di berikan. Dengan demikian dapat Evaluasi
dikatakan bahwa ketiga siswa tidak Untuk mengukur pemahaman siswa setelah
memiliki kemampuan untuk membuktikan membelajarkan konsep teorema sisa melalui bukti
teorema sisa. teorema, penulis memberikan tes evaluasi.
Dengan hasil tes evaluasi sebagai berikut:
Pembelajaran
1. Mengukur kemampuan siswa menjelaskan
Dari hasil tes diagnostik di atas menunjukkan makna sisa.
bahwa subyek penelitian belum dapat menjelaskan,
menggunakan, dan membuktikan teorema sisa.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
subyek penelitian belum memahami konsep
teorema sisa. Oleh karena itu sebagai tindak lanjut,
maka peneliti melakukan pembimbingan dengan

ISBN 978-602-19655-4-2 275


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Kesimpulan
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan
bahwa membelajarkan teorema sisa dengan
mengkaji konsep terlebih dahulu tampaknya
menunjukkan hasil yang baik. Pendekatan ini tentu
masih perlu dikaji lebih mendalam dengan ukuran
Gambar 4. Jawaban siswa tentang makna sisa. populasi subyek yang lebih besar dan umum.
Dari soal nomor 1, diperoleh bahwa ketiga
Ucapan Terima Kasih
siswa dapat menjelaskan pemahamannya
tentang sisa pembagian suku banyak. Penulis pertama mengucapkan terima kasih
kepada Iwan Pranoto dan Sapto Wahyu Indratno,
2. Mengukur kemampuan siswa menerapkan
yang telah memberikan bimbingan.
teorema sisa.
Referensi
[1] BSNP, “Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan
Dasar dan Menengah”, Jakarta, Depdiknas,
p.146, (2006).
[2] NCTM, “Principles and Standars for School
Mathematics”, Reston,VA, National Council
Gambar 5. Jawaban siswa tentang pemggunaan of Teachers of Mathematics.p.20, (2000).
Teorema Sisa. [3] John A. Van de Walle, “Matematika Sekolah
Dari jawaban ketiga siswa pada soal nomor Dasar dan Menengah”, Pengembangan
2, diperoleh bahwa ketiga siswa dapat Pengajaran. Jakarta, Erlangga, p.26, 29,
menerapkan teorema sisa dalam (2008).
penyelesaian masalah dengan jawaban [4] Grant Wiggins and Jay Mc Tighe,
dilengkapi alasan “Understanding by Design”, USA, Association
for Supervision and Curriculum Development
3. Mengukur kemampuan siswa membuktikan (ASCD).p.84, (2005).
teorema sisa. [5] Alan Sultan & Alice F.Artzt, “The Mathematic
That Every secondary School Math Teacher
Needs To Know”, New York, Routledge, p.49,
(2011).
[6] High Neill and Douglar Quadling, “Advance
Level Mathematics 2 & 3”, Cambridge,
University of Cambridge.p.11, (2008),
Gambar 6. Jawaban siswa tentang bukti teorema.
Dari jawaban siswa pada soal nomor 3
diperoleh bahwa ketiga siswa dapat
membuktikan teorema sisa serta siswa Sukarni Ali*
sudah dapat berargumen dalam Program Studi Magister Pengajaran Matematika Institut
menyelesaikan pembuktian tersebut. Teknologi Bandung
sukarniali@yahoo.co.id
Dengan membandingkan hasil yang diperoleh
pada tes diagnostik dan tes evaluasi, tampaknya Iwan Pranoto
pendekatan ini berhasil. Dengan demikian maka Kelompok Keahlian Matematika Industri dan Keuangan
pendekatan yang diterapkan sangat efektif Institut Teknologi Bandung
digunakan karena dapat melatih nalar siswa, iwanpranoto@ymail.com
membiasakan siswa berpikir deduktif, siswa
memiliki sikap positif terhadap matematika karena
memahami konsep yang dipelajarinya.

ISBN 978-602-19655-4-2 276


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2012, Bandung, Indonesia

Tinjauan Penyusunan Partikel Granular Berbentuk


Cakram Lingkaran di Bawah Vibrasi Vertikal
Trisna Utami, Fakhrul Rozi Ashadi, Siti Nurul Khotimah, dan Sparisoma Viridi

Abstrak
Kami melakukan percobaan dan mengamati fenomena penyusunan partikel granular berbentuk cakram
lingkaran dibawah getaran vertikal di dalam wadah berbentuk persegi panjang. Kami mengamati mayoritas
setelah selang waktu tertentu yang bergantung pada jumlah partikel, frekuensi dan amplitodo vibrasi,
medium akan membentuk suatu penyunan yang disebut “compact packing” dimana partikel berada di titik
sudut dan titik pusat dari segi enam sama sisi dengan sisi berukuran dua kali jari-jari cakram.
Kata-kata kunci: kisi heksagonal, penyusunan granular, vibrasi vertikal.

Pendahuluan Compact Packing

Fenomena penggetaran suatu assembli dari Penyusunan cakram-cakram lingkaran di


medium granular merupakan suatu fenomena dalam suatu bidang berdimensi dua dikatakan
yang banyak diamati. Pada prakteknya, ada compact apabila setiap cakram D menyentuh
banyak pendekatan (terutama yang berkaitan suatu barisan cakram-cakram D1 , D2 , , Dn
dengan teori tumbukan biner) yang digunakan sedemikian sehingga cakram D1 akan menyentuh
untuk menjelaskan berbagai macam perilaku yang cakram Di 1 untuk i = 1,2,3,…,n dengan Dn 1  D1 .
diperlihatkan medium granular. Sementara itu, di
sisi lain, terdapat suatu teori yang berhubungan Dalam tinjauan awal kita seluruh cakram memiliki
banyak dengan peninjauan penyusunan beberapa radius sama sehingga satu-satunya kemungkinan
objek geometri dalam suatu wadah terbatas. Pada “compact packing” adalah kisi segitiga dimana
penelitian ini, tinjauan ini dipakai untuk setiap cakram dikelilingi oleh enam cakram yang
mengkarakterisasi penyusunan suatu medium lain. Dari sudut pandang geometri kombinatorial
granular yang digetarkan . hasil ini dinyatakan oleh teorema Thue yaitu :

Metode Teorema (Axel Thue). Kisi Heksagonal adalah


satu-satunya kemungkinan pola penyusunan yang
Kami melakukan serangkaian eksperimen membentuk “complete packing” untuk cakram
dengan rancangan sebagai berikut. Suatu wadah berbentuk lingkaran dengan berjari-jari sama.
berbentuk kotak berukuran 20cm x 13 cm diisi
dengan objek berbentuk cakram lingkaran dengan Bukti dari teorema ini dapat dilihati di [1].
diameter 0,7 cm(selanjutnya kita sebut partikel
granular) dengan ukuran tinggi diambil
ketebalan kotak sedemikian sehingga eksperimen
dapat direduksi ke dalam tinjauan dimensi dua.
Kotak berisi granular ini selanjutnya dipasangkan
ke suatu alat penggetar. Pada kondisi awal
sebelum diberikan getaran granular dimasukkan
sehingga menempati posisi acak di dalam wadah
kotak. Percobaan dilakukuan dengan berbagai
variasi frekuensi dan jumlah partikel granular.
Secara empirik diperoleh hasil bahwa dibawah Gambar 1. Kisi heksagonal.
pengaruh gangguan luar, secara kualitatif dapat Dalam tinjauan fisis, istilah “complete packing”
disimpulkan, dalam setelah selang waktu tertentu dapat dipahami sebagai pola penyusunan dengan
sejak wadahnya digetarkan partikel granular akan kerapatan yang paling tinggi. Dalam hal ini untuk
bergerak untuk menempati posisi yang sedemikian cakram dengan jari-jari yang serba sama, tidak
sehingga secara kolektif partikel-partikel ini hanya pola penyusunan ini memiliki kerapatan
membentuk pola penyusunan yang disebut paling tinggi namun juga nilainya homogen
“compact packing”. disetiap titik tinjauan.
Fenomena penyusunan sempurna di bawah
pengaruh ganguan luar berupa getaran pada arah
vertikal dapat kita jelaskan dengan beberapa

ISBN 978-602-19655-4-2 277


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2012, Bandung, Indonesia

argumentasi sederhana. Pertama, sistem partikel hanya ada sembilan nilai perbandingan antara
granular dapat kita pandang sebagai sistem klasik. ukuran jari-jari ini dan setiap perbandingan ini
Di bawah pengaruh getaran vertikal, dinamika dari menuntut barisan penyusunan dengan pola
partikel-partikel granular khususnya posisi partikel tertentu dari kedua jenis cakram tersebut. Dengan
dapat kita gambarkan melalui statistika klasik yaitu demikian secara umum fenomena penyusunan
statistika Maxwell-Boltzmann yaitu : sempurna adalah fenomena yang jarang dapat
E terpenuhi oleh suatu sistem granular biner.
1 kbT
P(r )  e Dalam bagian dua juga telah dijelaskan
Z
bahwa mustahil vibrasi dengan frekuensi dan
P(r) = probabilitas posisi partikel granular, Z = amplitudo yang mendorong suatu sistem granular
fungsi partisi yang sekaligus bekerja sebagai bergerak menuju “compact packing” dapat
konstanta normalisasi, E adalah energi partikel sekaligus menjadi vibrasi yang merusak
dalam hal ini dinyatakan oleh energy potensial, k penyusunan itu sendiri. Berbeda dengan kasus
= kontanta Boltzmann, dan T = Temperatur, maka, dengan intruder dimana terdapat partikel granular
secara sederhana lain dengan ukuran berbeda, maka meskipun
ukuran partikel tersebut bersesuaian dengan
E syarat “compact packing” namun konfigurasi yang
max P(r )  min dihasilkan tidaklah tunggal sehingga kita
kb T
mengamati fenomena dimana jika mula-mula
Dapat kita lihat, jika getaran yang diberikan relatif intruder berada di dasar wadah maka di bawah
beramplitudo kecil dan berfrekuensi rendah maka frekuensi dan amplitudo yang bersesuaian kita
setelah suatu selang waktu berhingga sejak awal akan mengamati intruder tersebut bergerak ke atas.
digetarkan, partikel-partikel granular dapat
dipandang bergerak dengan kecepatan seragam. Data Eksperimen
Karena kecepatan partikel penyusun medium
Dalam ekperimen yang kami lakukan
berbanding lurus dengan suhu dari medium maka
diperoleh penyusunan pertikel berlangsung dalam
berdasarkan ini kita dapat mengambil suku
skala waktu logaritmik. Sejumlah data yang
bernilai konstan. Kondisi ini dipenuhi oleh
diperoleh sebagai berikut:
“compact packing”.
Feneomena lain terkait dengan “compact
packing” adalah apabila kondisi ini telah terpenuhi
maka teramati bahwa tidak ada perubahan posisi
dalam kisi untuk partikel relatif terhadap partikel
yang lain. Hal ini dapat dipahami karena di bawah
kondisi “compact packing” perubahan posisi
partikel di dalam kisi membutuhkan energy yang
tinggi dalam hal ini frekuensi dan amplitudo vibrasi.
Karena vibrasi berlangsung dangan amplitudo dan
frekuensi konstan maka mustahil vibrasi yang
menghasilkan“compact packing” akan dapat
merusak susunan itu sendiri.

Kasus dengan Intruder


Pada bagian dua kita telah menjelaskan
secara sederhana fenomena penyusunan yang
disebut “compact packing” untuk suatu sistem Gambar 2. Data pada frekuensi 40 Hz untuk
granular di bawah pengaruh vibrasi eksternal. sistem dengan 16 lapisan.
Sepintas lalu fenomena ini dapat disebut sebagai
peristiwa homogenisasi, namun perlu dicatat
bahwa fenomena homogenisasi adalah fenomena
umum dalam artian ada banyak pola penyusunan
yang lain dimana medium granular bisa kita sebut
homogen.
Selanjutnya tinjau kasus dimana kita
menempatkan satu partikel granular lain berjari-jari
lebih besar dibandingkan dengan medium di
sekitarnya. Untuk tinjauan penyusunan kelompok
cakram jari-jari berbeda, dari [2] kita pelajari bahwa

ISBN 978-602-19655-4-2 278


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2012, Bandung, Indonesia

dalam suatu penyusunan sempurna. Fenomena ini


dapat kita bayangkan seperti rengkahan-
rengkahan di tanah atau dinding.
Kasus yang terakhir ini tentu saja menarik jika
kita mempertanyakan lebih jauh tentang fenomena
pengelompokan ini misalnya bagaimana
mekanisme pengelompokan (clustering) ini terjadi,
bagaimana interaksi dan dinamika antar kelompok
dan sebagainya.
Pada kasus dengan intruder berbentuk
lingkaran dengan jari-jari lebih besar dari cakram,
teramati fenomena di mana di bawah getaran,
partikel yang lebih besar akan bergerak ke atas.Ini
lazim dikenal dengan sebutan Brazil Nut Effect.

Referensi
[1] Chang,H-C,, Wang, L.-C., ,A Simple Proof of
Gambar 3. Data pada frekuensi 60 Hz untuk Thue's Theorem on Circle Packing,
sistem dengan 10 lapisan. arXiv:1009.432.v1.
[2] Kennedy, T.,Compact Packing of The Plane
Data-data ini didapatkan dengan mengamati
with Two Sizes of Dics. Discrete
granular yang divibrasi secara vertikal selama lebih
Computational Geometry, 2006.
kurang 10 detik. Setelah partikel mencapai
DOI:10.1007/s00454-005-1172-4, p. 255-267.
keadaan compact packing, dihitung ada berapa
[3] Clement, E., et al. Granular Packing Under
partikel pada masing-masing lapisan yang
Vibration. Europhysics News, 1998. DOI:
memenuhi susunan “compact packing” relatif
10.1007/s00770-998-0107-z
terhadap partikel-partikel pada lapisan di
bawahnya.
Pada eksperimen ini, jika kita melihat secara Trisna Utami
sederhana data yang dihasilkan, diperoleh Kelompok Keilmuan Fisika Nuklir dan Biofisika
mayoritas grafik waktu vs frekuensi menghasilkan Institut Teknologi Bandung
pola yang dapat didekati oleh suatu fungsi meta_utami@s.itb.ac.id
(logaritmik), dimana terlihat terdapat hubungan
antara laju penyusunan partikel dengan jumlah Fakhrul Rozi Ashadi
partikel, frekuensi dan amplitudo vibrasi. Kelompok Keilmuan Fisika Nuklir dan Biofisika
Institut Teknologi Bandung
Kesimpulan dan Saran rozi.fakhrul@gmail.com

Di bawah pengaruh gravitasi dan vibrasi


vertikal, teramati suatu sistem granular yang terdiri Siti Nurul Khotimah
dari partikel-partikel berbentuk cakram lingkaran Kelompok Keilmuan Fisika Nuklir dan Biofisika
mengalami fenomena penyusunan sempurna dan Institut Teknologi Bandung
dalam kebanyakan kasus yang diamati nurul@fi.itb.ac.id
menunjukkan fenomena jamming dimana medium
teramati mengalami peningkatan rapat massa atau
dengan kata lain memadat. Sparisoma Viridi
Tentu saja hasil di atas adalah suatu Kelompok Keilmuan Fisika Nuklir dan Bifisika
idealisasi dari ekperimen. Pada kenyataannya, kita Institut Teknologi Bandung
juga mendapatkan kasus-kasus dimana partikel- dudung@fi.itb.ac.id
partikel penyusun medium granular kita tersusun
berkelompok seperti gumpalan-gumpalan namun
teramati bahwa setiap gumpalan tetap muncul

ISBN 978-602-19655-4-2 279


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Uji Sifat Optik Pada Film Tipis Ba0,55Sr0,45TiO3


Umar*, Faanzir, Abd. Wahidin Nuayi, Ridwan Siskandar, Heriyanto Syafutra,
Husin Alatas dan Irzaman*

Abstrak
Telah dilakukan penumbuhan film tipis Ba0,55 Sr0.45Tio3 (BST)1 M dengan waktu penahanan annealing
selama 15 jam pada suhu 750 oC dan 775oC diatas subtract Si (100) tipe p dengan menggunakan metode
chemical solution decomposition (CSD) yang diikuti proses spin coating pada kecepatan 3000 rpm selama
30 detik. Uji sifat optik berupa analisis absorbansi dan transmitansi, menunjukkan bahwa peningkatan suhu
annealing dapat meningkatkan sifat absorbansi dan energi gap dari BST. Energi gap yang diperoleh dengan
menggunakan metode tauc plot, sebesar 3,05 eV untuk suhu annealing 750 oC dan 3,225 eV untuk suhu
annealing 775oC.
Katakunci: sifat optik, film tipis, BaxSrx-1Ti03, absorbansi, energy gap, CSD

Aplikasi bahan ferroelectric untuk peralatan


Pendahuluan optoelektronika seperti sel surya, fotoreseptor,
Lapisan film tipis ferroelectric telah digunakan sensor warna memerlukan informasi tentang
untuk berbagai macam aplikasi pada bidang karakteristik optik dari material tersebut, seperti
elektronik dan listrik-optik. Diantara bahan sifat absorbansi dan sifat transmittansi [2]. Pada
ferroelectric tersebut, barium stronsium titanate makalah ini, disampaikan hasil penelitian tentang
(BST) adalah merupakan bahan ferroelectric yang pembuatan lapisan film tipis Ba0,55Sr0,45TiO3 (BST)
sangat menarik karena memiliki rugi optik yang dengan menggunakan metode chemical solution
rendah, konstanta dielektrik dan kapasitas decomposite (CSD) yang diikuti dengan proses
penyimpanan muatan yang tinggi [1,6,10], spin coating pada kecepatan 3000 rpm dan proses
sehingga dapat digunakan sebagai ferroelectric anealling pada suhu 750oC dan 775oC selama 15
random access (FRAM). Selain itu sifat hysteresis jam diatas subtrat silicon (100) type p. Film tipis
dan konstanta dielektrik yang tiggi juga dapat yang didapatkan dikarakterisasi sifat optiknya
diterapkan pada sel memori dynamic random meliputi pengukuran nilai asorbansi dan
acces memory (DRAM) dengan kapasitas transmitansi film BST.
penyimpanan melampaui 1 Gbit [1,2,3,6,10]. Sifat
piezoelectric dan piroelectric memungkinkan BST Metodologi Penelitian
digunakan untuk aplikasi sensor[5], sedangkan 1. Alat dan bahan
sifat elektro-optiknya dapat diterapkan pada switch
termal infra merah [1,6]. Kelebihan-kelebihan BST Alat yang digunakan pada penelitian ini
tersebut menyebabkan BST menjadi pusat berupa neraca analitik model Sartonius BL6100,
penelitian untuk dikembangkan menjadi devais reaktor spin coater, Spektroskopi UV-VIS-NIR
generasi baru [6,7,9]. OceanOptics. Furnace merek Vulcan TM-3000, dan
Ultrasonik model Branson 2510. Sedangkan bahan
Pembuatan BST dapat dilakukan dengan yang digunakan berupa bubuk barium asetat
berbagai teknik, diantaranya dengan Chemical [Ba(CH3COO)2, 99%], stronsium asetat
Solution Deposition (CSD), Pulsed Laser [Sr(CH3COO)2, 99%], titanium isopropoksida
Deposition (PLD), sputtering, dan Metallo-Organic [Ti(C12O4H28), 97.999%], 2-metoksietanol
Chemical Vapor Deposition (MOCVD) [2,6,8]. [H3COOCH2CH2OH, 99%], etanol 96%, Substrat Si
Chemical solution deposition telah dikenal sebagai tipe-p (100), aquades atau di water (deionisasi
suatu metode deposisi film semikonduktor sejak water), HF 5%.
tahun 1869. Metode ini merupakan cara
pembuatan film tipis dengan mendeposisikan 2. Persiapan film tipis
larutan kimia di atas subtrat dan kemudian
dipreparasi dengan menggunakan spin coating Pada penelitian ini digunakan substrat Silikon
pada kecepatan tertentu. Kelebihan dari metode ini (Si) tipe p (100) yang dipotong dengan
adalah lebih murah, sederhana, suhu rendah dan menggunakan pemotong kaca dengan ukuran 1
proses yang cepat [2,8]. Masalah utama pada cm2. Substrat tersebut kemudian dicuci dengan
metode ini adalah kestabilan larutan, dimana menggunakan campuan asam florida (HF)
terkadang terjadi endapan selama penyimpanan. aquadestilasi selama 3 detik dan kemudian dicuci
lagi dengan menggunakan aquadestilasi murni

ISBN 978-602-19655-4-2 280


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

selama 30 detik. Substrat Si tersebut ditimbang hv=energi foton (eV)


untuk mendapatkan berat substrat silikon. n=menyatakan transisi electron pada
semikonduktor bernilai ½ untuk transisi
3. Pembuatan Larutan BaxSr1-xTiO3 langsung dan 2 untuk transisi langsung.
Pembuatan larutan BST yang ditumbuhkan Energi gap diperoleh dengan membuat
pada permukaan subtrat Si dilakukan dengan plotting hubungan antara (αhv)1/n terhadap hv.
menggunakan metode Chemical Solution Ekstrapolasi dilakukan pada kurva yang meningkat
Decomposition (CSD), yaitu dengan tajam untuk mendapatkan nilai Eg yang sesuai.
mencampurkan Barium Acetate ,Ba(CH3COO)2, Metode ini dikenal dengan metode Tauch [10].
Stronsium Acetate Sr(CH3COOH)2 dan Titanium
Jika gelombang cahaya mengenai suatu
Isopropoxide Ti(C3H7O)4 dengan menggunakan 2-
material, maka intnsitas gelombang cahaya
metilethanol C3H8O2 sebagai pelarut. Fraksi molar
tersebut akan diredam. Amplitude gelombang akan
Ba adalah 0,55, dan Sr adalah 0,45. Larutan yang
berkurang secara eksponensial. Salah satu
dibuat selanjutnya melalui proses sonikasi selama
parameter untuk mengetahui efek peredaman
90 menit untuk mendapatkan campuran BST yang
tersebut adalah konstanta redaman. Besar
homogen.
konstanta redaman dihitung menggunakan
persamaan [12]:
4. Prosedur Penumbuhan Film Tipis.
k  ( ) /(4 ) (2)
Campuran BST selanjutnya diteteskan pada Selain nilai Absorbansi dan Trasmitansi, hasil
subtrak silikon dan diputar dengan menggunakan pengukuran dengan menggunakan spectrometer
spin coating selama 30 detik dengan kecepatan juga mendapatkan nilai refrektansi. Nilai refrektansi
3000 rpm. Proses pelapisan BST pada substrat Si digunakan untuk menghitung indeks bias
dilakukan 3 kali dengan waktu jeda selama 30 berdasarkan persamanan [13];
detik. Setelah semua sampel telah dilapisi dengan
BST, lapisan tipis film selanjutnya ditimbang n  1  
R / 1 R  (3)

5. Proses Annealling. Hasil Dan Pembahasan

Proses annealing dilakukan dengan 1. Sifat Absorbsi dan Transmitansi


menggunakan furnance model vulcan TM-300 yang Uji absorbansi dan transmitansi dilakukan
bertujuan untuk mendifusikan larutan BST pada untuk melihat spektrum serapan BST, yang
substrat. Proses annealing pada suhu yang selanjutnya dijadikan dasar untuk memilih sumber
berbeda akan menghasilkan karakterisasi film BST cahaya yang akan digunakan ketika film BST
yang berbeda dalam hal struktur kristal, ketebalan dijadikan sensor, terutama sensor cahaya.
dan ukuran butir. Substrat Si tipe p yang telah
0.9
ditumbuhi lapisan BST diannelling pada suhu suhu 750
725oC dan 775 oC, selama 15 jam dengan 0.85 suhu 775
kenaikan temperatur 1,67 oC/menit.
0.8
Absorbansi(%)

6. Karakterisasi Optik Film Tipis BST 0.75

0.7
Pengujian absorbansi dilakukan untuk melihat
0.65
spektrum serapan film tipis BST. Sumber cahaya
yang digunakan adalah sumber cahaya tampak, 0.6
sedangkan alat yang digunakan untuk dalam
0.55
karakterisasi ini adalah spektroskopi optik VIS-NIR
model ocean optics DT-mini-2. Spektroskopi optik 0.5
400 500 600 700 800 900
yang digunakan dapat mendeteksi sifat Panjang Gelombang(nm)
absorbansi, transmitansi dan reflektansi film tipis
BST. Data yang diperoleh dari hasil pengukuran ini Gambar 1. Karakteristik absorbansi film tipis
selanjutnya diolah untuk mendapatkan barium stronsium titanat (BST).
karakteristik absorbansi dan reflektansi dari BST.
Nilai koefisien absorbansi merupakan fungsi
dari panjang gelombang dan fungsi energi foton
yang dituliskan dalam bentuk persamaan [4,8]:
  (h  Eg ) n (1)
dengan:

ISBN 978-602-19655-4-2 281


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

135
38
suhu 750 130
36 suhu 775

ahv(0.5) (eV cm-1)0,5


125
34
Transmitansi (%)

120

32 115

30 110

28 105 3.05

26 100
2.6 2.8 3 3.2 3.4
Eg (eV)
24
400 500 600 700 800 900 Gambar 3. Energi gap film tipis barium stronsium
Panjang Gelombang(nm)
titanat (BST) pada suhu annealing 750oC
Gambar 2. Karakteristik transmitansi film tipis Gambar 3 menunjukkan bahwa energi gap
barium stronsium titanat (BST). untuk BST dengan suhu annealing 750oC adalah
Hasil karakeristik absorbansi pada gambar 1 3,05 eV, sedangkan untuk suhu annealing 775oC
menunjukkan bahwa sampel dengan suhu diperoleh energi gap sebesar 3,225 eV, hal ini
annealing 750 oC maksimum menyerap cahaya disebabkan peningkatan nilai absorbansi BST
dengan panjang gelombang 450nm dan minimum pada suhu 775oC menyebabkan energi gap untuk
menyerap cahaya pada panjang gelombang BST pada suhu 775oC memiliki energi gap yang
750nm. Sampel dengan suhu 775oC mempunyai lebih besar dibandingkan dengan BST pada suhu
titik maksimum penyerapan cahaya yang cukup 750oC
lebar, yaitu 510 nm – 620nm, sedangkan titik 130
minimum absorbsi berada pada panjang
gelombang kurang dari 500nm dan lebih besar dari 125
800nm.
ahv(0.5) (eV cm-1)0,5

120
Sifat transmitansi dari BST diperlihatkan pada
gambar 2. Sampel dengan suhu 750oC memiliki 115
titik transmitansi maksimum pada panjang
110
gelombang 750 nm dan titik transmitansi minimum
terjadi pada 440nm. sedangkan untuk subtrak 105
dengan suhu annealing 775oC memiliki titik 3.225
transmitansi minimim pada panjang gelombang 100
3 3.1 3.2 3.3 3.4 3.5 3.6
550nm dan transmitansi maksimum pada Eg (eV)
gelombang kurang dari 400nm dan lebih dari 850
nm. Pada titik transmitansi minimum ini Gambar 4. Energi gap film tipis barium stronsium
menunjukkan bahwa elektron tidak dapat titanat (BST) pada suhu annealing 775oC
menyerap energi pada panjang gelombang
tersebut sehingga energi yang diberikan hanya 3. Konstanta peredaman (k)
dilewatkan saja. 0.03
suhu 750
Peningkatan suhu annealing menyebabkan
suhu 775
semakin bertambah besarnya grand sized dan 0.025
Koefisien Peredaman (k)

strain mikro film BST yang ditumbuhkan [11]. Hal


ini menyebabkan kemampuan absobsi cahaya 0.02
oleh BST dengan suhu annealing juga meningkat
seperti yang diperlihatkan pada gambar 1. 0.015

2. Energi gap (Eg) 0.01

Gambar 3 dan 4 menunjukkan hubungan


(αhv)0.5 sebagai fungsi hv. Nilai Eg diperoleh 0.005
400 500 600 700 800 900
dengan melakukan ekstrapolasi pada masing- Panjang Gelombang(nm)
masing grafik tersebut.
Gambar 5. Konstanta peredaman(k) film tipis
barium stronsium titanat (BST) pada suhu
annealing 775oC.

ISBN 978-602-19655-4-2 282


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Dari gambar 5, terlihat bahwa konstanta [3] Bud Noren, Thin Film Barium Stronsium
peredaman dari BST dengan suhu annealing Titanate (BST) For New Class Of Tunable RF
775oC lebih tinggi dibandingkan dengan BST Components, Microwave Journal, 2004,
dengan suhu annealing 750oC. Hal ini disebabkan Horizon House Publication.
bahwa nilai absorbansi dari BST 775 oC lebih [4] Abd. Wahidin Nuayi, Peningkatan Absorbsi
besar karena pengaruh bertambahnya grand sized Foton Pada Film Tipis Semikonduktor BaxSr1-
dan strain mikro BST ketika suhu annealingnya xTiO3 Dengan Menggunakan Kristal Fotonik,
ditingkatkan. Thesis, Departemen Fisika, Fakultas
Matematikan Dan Ilmu Pengetahuan Alam
4. Indeks bias IPB, 2013.
[5] A. Ardian et al, Penerapan Film Tipis
Gambar 5 menunjukkan hubungan antara Ba0,6Sr0,4TiO3 (BST) yang Didadah Ferium
indeks bias sampel sebagai fungsi dari panjang Oksida Sebagai Sensor Suhu Berbantukan
gelombang. Dari gambar tersebut terlihat bahwa Mikrikontroler, Jurnal Berkala Fisika Vol 13
indeks bias sampel dengan suhu annealing 775oC No. 2 (C53-C64), 2010.
lebih kecil dari indeks bias sampel dengan suhu [6] Ayub Imanuel A.S, Pembuatan Dan
annealing 750oC. Karakterisasi Film Ba0,4Sr0,6TiO3
5 dibandingkan dengan Film Ba0,5Sr0,5TiO3,
suhu 750 skripsi, Departemen Fisika, Fakultas
suhu 775
Matematikan Dan Ilmu Pengetahuan Alam
4.5 IPB, 2012.
[7] M. Enhessari et al, Synthesis And
Characterization Of Barium Stronsium
ahv(0.5)

4
Titanate (BST) micro/nanostructures
Prepared By Improved Methods, International
3.5 Journal Of Nano Dimension, 2011, (85-103).
[8] S.Bobby Singh et al, Optical And Structural
Properties Of Nano-Sized Barium Stronsium
3
400 500 600 700 800 900 Titanate (Ba0,6Sr0,4TiO3) Thin Film, Modern
Eg(eV) Physics Letters, Vol. 22 No.9, 2008, (693-70).
Gambar 5. Indeks bias film tipis barium stronsium [9] Thomas Remmel et al, Characterization Of
titanat (BST) pada suhu annealing 750oC dan Barium Strontium Titanate Using XRD,
775oC. JCPDS, 1999.
[10] M.Romzie, Studi Konduktivitas Listrik, Kurva
Kesimpulan I-V dan Celah Energi Fotodioda Berbasis Film
Tipis Ba0,75Sr0,25TiO3 (BST) yang Didadah
Film tipis Ba0,55Sr0,45TiO3 (BST) yang Galium (BSGT) Menggunakan Metode
ditumbuhkan diatas subtrak Si tipe p memiliki Chemical Solution Deposition (CSD), Skripsi,
spektrum absorbansi cahaya pada gelombang Departemen Fisika Fakultas Matematikan
yang lebar sehingga memungkinkan untuk Dan Ilmu Pengetahuan Alam IPB, 2008.
diaplikasikan sebagai sensor cahaya. [11] Irzaman et al, Microstrain, particle size and
lattice constant of CaCO3 ceramic by Rietveld
Peningkatan suhu annealing meningkatkan
Analysis. International Publication of The
sifat absorbansi dan energi gap serta menurunkan
Malaysia Nuclear Society (MNS), page 43-46
indeks bias dari BST.
(2007).
[12] Akhiruddin Maddu, Pengaruh Ketebalan
Ucapan terima kasih
Terhadap Sifat Optik Lapisan Semikonduktor
Dirjen Dikti Kemendikbud atas dana hibah CuO2 yang dideposisikan dengan Chemical
Pekerti Unkhair-IPB. Bath Dposition.

Referensi
[1] Irzaman, Studi Fotodiode Film Tipis
Semikonduktor Ba0,6Sr0,4TiO3 Di Dadah
Tantalum, Jurnal Sains Material Indonesia
2008 vol 10, No.1 (18-22).
[2] Ananto Yudi H, Sifat Optik Film Tipis
Ba0,6Sr0,4TiO3 Doping Fe2O3, Skripsi, Fakultas
Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam IPB,
2008.

ISBN 978-602-19655-4-2 283


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Umar* Heriyanto Syafutra


Teknik Elektro Universitas Khairun Departemen Fisika FMIPA
Kampus II, Gambesi- Kota Ternate Institut Pertanian Bogor
umarmh@yahoo.com
Husin Alatas
Faanzir Departemen Fisika FMIPA
Teknik Elektro Universitas Khairun Institut Pertanian Bogor
Kampus II, Gambesi- Kota Ternate
Irzaman*
Abdul Wahidin Nuayi Departemen Fisika FMIPA – IPB
Mahasiswa S2 Biofisika Departemen Fisika FMIPA email:irzaman@ipb.ac.id, irzaman@yahoo.com
Institut Pertanian Bogor.

Ridwan Siskandar *Corresponding author


Mahasiswa S2 Biofisika Departemen Fisika FMIPA
Institut Pertanian Bogor.

ISBN 978-602-19655-4-2 284


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Profil Kecerdasan Majemuk Siswa Setelah Diterapkan Pembelajaran


Berbasis Kecerdasan Majemuk dalam Konsep Tata Surya
Utami Widyaiswari*, Winny Liliawati, dan Taufik Ramlan R.

Abstrak
Penelitian dilakukan untuk memfasilitasi siswa agar dapat mempelajari konsep Tata Surya melalui berbagai
cara dan dengan memperhatikan serta memanfaatkan berbagai kecerdasan yang dapat dikembangkan, oleh
karena itu diterapkan pembelajaran berbasis kecerdasan majemuk. Penelitian dilakukan di salah satu SMP
di Bandung pada kelas IX. Dalam penelitian ini, data diperoleh dari hasil penilaian diri siswa berupa angket
kecerdasan majemuk sebelum dan sesudah penerapan pembelajaran. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
sebelum diterapkan pembelajaran berbasis kecerdasan majemuk, setiap siswa dalam satu kelas memiliki
kecerdasan dominan yang berbeda-beda. Kecerdasan kinestetik memiliki persentase tertinggi, sedangkan
kecerdasan verbal menunjukkan persentase terendah. Setelah diterapkan pembelajaran berbasis
kecerdasan majemuk, ternyata siswa memiliki kecenderungan peningkatan kecerdasan interpersonal. Hal ini
ditunjukkan oleh tingginya persentase kecerdasan interpersonal dibandingkan kecerdasan lainnya. Hasil
tersebut menunjukkan bahwa kecerdasan majemuk siswa dapat dikembangkan melalui penerapan
pembelajaran berbasis kecerdasan majemuk.
Kata-kata kunci: kecerdasan majemuk, tata surya, pembelajaran
yang mereka miliki. Oleh karena itu, diperlukan
Pendahuluan
pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif
Kecerdasan majemuk adalah sebuah agar siswa dapat mengembangkan
perubahan cara pandang terhadap definisi kemampuannya dalam memahami materi tersebut
kecerdasan yang dikemukakan oleh Howard melalui berbagai cara dan memanfaatkan berbagai
Gardner pada tahun 1983. Kecerdasan majemuk kecerdasan. Maka perlu dilakukan penelitian yang
mulai digunakan sebagai salah satu pendekatan menerapkan pembelajaran berbasis kecerdasan
atau metode dalam pembelajaran dan penilaian majemuk dalam materi Tata Surya. Untuk melihat
seperti penelitian terdahulu yang dilakukan bagaimana pemahaman siswa dan melihat
Jinchen Xie dan Ruilin Lin [1]. Hasil penelitian kecenderungan kecerdasan majemuk yang
tersebut menunjukkan bahwa pembelajaran mereka miliki.
berbasis kecerdasan majemuk dapat
meningkatkan efektivitas pembelajaran. Hasil Teori
lainya dari penelitian tersebut menyatakan bahwa
Kecerdasan menurut Howard Gardner adalah
siswa dalam suatu kelompok memiliki kecerdasan
bahasa-bahasa yang dibicarakan oleh semua
dominan yang berbeda-beda dan guru perlu
orang dan sebagian dipengaruhi oleh kebudayaan
memfasilitasi mereka untuk mengembangkan
dimana individu itu berada (Santika, 2008) [2].
pengetahuannya dengan memaksimalkan
kecerdasan tersebut dan didukung dengan Delapan jenis kecerdasan menurut Gardner
kecerdasan lainnya. Perbedaan kecerdasan (dalam Armstrong, 2009), adalah sebagai berikut:
dominan setiap individu juga dikemukakan oleh Kecerdasan Bahasa (Linguistic Intelligence);
Howard Gardner (1993), menurutnya, setiap Kecerdasan Logika-Matematika (Logical-
individu memiliki tingkatan yang berbeda-beda Mathematical Intelligence); Kecerdasan Visual-
dalam tiap kecerdasan, individu memiliki Spasial (Visual-Spatial Intelligence); Kecerdasan
perbedaan tingkatan kecerdasan yang merupakan Kinestetik (Bodily-Kinesthetic Intelligence);
kombinasi dari beberapa jenis kecerdasan. Kecerdasan Musikal (Musical Intelligence);
Kecerdasan Interpersonal (Interpersonal
Tata surya sebagai salah satu bagian dari
Intelligence); Kecerdasan Intrapersonal
sains dalam kurikulum Sekolah Menengah
(Intrapersonal Intelligence); dan Kecerdasan
Pertama (SMP) merupakan salah satu materi IPBA.
Naturalis (Naturalist Intelligence) [3].
Berdasarkan hasil wawancara saat studi
pendahuluan, materi Tata Surya disampaikan oleh Tata surya diambil sebagai materi yang
guru dan murid hanya menerima secara pasif, dan dibelajarkan dalam penelitian kali ini karena
bahkan terkadang siswa hanya ditugaskan untuk banyaknya peristiwa yang berkaitan dengan tata
membaca dan membuat rangkuman mengenai surya belakangan ini. Salah satu yang terbaru
Tata Surya. Padahal, untuk memahami Tata Surya, adalah peristiwa Supermoon yang terjadi pada
siswa dapat memanfaatkan berbagai kecerdasan tanggal 23 Juni 2013 lalu. Untuk menyadari

ISBN 978-602-19655-4-2 285


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

peristiwa tersebut diperlukan kecerdasan naturalis. Hasil dan diskusi


Kecerdasan ini membantu siswa peka terhadap
Berdasarkan identifikasi kecerdasan majemuk
peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan tata
siswa, diperoleh data kecerdasan dominan tiap
surya. Kecerdasan lainnya pun tak kalah
siswa. Data tersebut kemudian direkap dan
pentingnya. Seperti pentingnya kecerdasan visual-
dipersentasekan dalam tabel berikut.
spasial untuk membayangkan posisi benda langit
saat terjadi gerhana, pentingnya kecerdasan Tabel 1. Persentase Jumlah Siswa yang Dominan
logika-matematika untuk menganalisis alasan untuk Tiap Kecerdasan Berdasarkan Identifikasi
Pluto bukan lagi planet dalam tata surya, dan lain Kecerdasan Majemuk.
sebagainya. Ini menunjukkan bahwa banyak
kecerdasan yang bisa dikembangkan dalam Jumlah
mempelajari materi tata surya. Dengan menggali Siswa
Kecerdasan Persentase
kecerdasan majemuk siswa, diharapkan yang
kecerdasan siswa di tiap jenis kecerdasan dapat Dominan
dikembangkan, seperti yang dikemukakan oleh Verbal-
2 6%
Armstrong, linguistik
Most people can develop each intelligence Logika
3 9%
to an adequate level of competency [4]. Matematika
Visual
Metode yang digunakan dalam penelitian ini 3 9%
Spasial
adalah metode deskriptif dengan pendekatan Kinestetik 8 24%
kualitatif. Penelitian dilakukan dengan menerapkan
pembelajaran berbasis kecerdasan majemuk Musikal 5 15%
dalam materi tata surya di salah satu SMP di Interpersonal 3 9%
Bandung. Langkah pembelajaran yang dilakukan
disesuaikan dengan Standar Proses dalam Intrapersonal 3 9%
Permendiknas No. 41 Tahun 2007 dengan Naturalis 7 21%
menggunakan metode cooperative learning,
dimana setiap siswa bekerja dalam kelompok. Tabel di atas menunjukkan jumlah siswa yang
Pembelajaran berkelompok dilakukan guna dominan untuk masing-masing jenis kecerdasan.
menciptakan pembelajaran yang interaktif sesuai Satu siswa dapat memiliki dua atau lebih
dengan amanat UU No. 20 Tahun 2003 dan kombinasi kecerdasan majemuk yang dominan.
Peraturan Pemerintah No. 19 Bab IV Tantang Berdasarkan tabel di atas, kecerdasan kinestetik
Standar Proses. Sampel yang terlibat dalam merupakan kecerdasan dominan yang dimiliki
penelitian ini sebanyak 23 siswa yang mengikuti paling banyak siswa, namun tidak sampai
secara keseluruhan rangkaian penelitian dan setengah dari keseluruhan jumlah siswa sampel.
pembelajaran. Mula-mula dilakukan identifikasi Dua kecerdasan lainnya yang banyak menjadi
kecerdasan majemuk yang dimiliki siswa melalui kecerdasan dominan siswa adalah kecerdasan
pengisian angket identifikasi kecerdasan majemuk. naturalis dan kecerdasan musikal. Sedangkan
Angket yang digunakan untuk identifikasi jumlah siswa yang dominan pada kecerdasan
kecerdasan majemuk diadaptasi dari daftar cek verbal-linguisitik paling sedikit jika dibandingkan
identifikasi kecerdasan majemuk yang dengan kecerdasan lainnya.
dikemukakan Armstrong [5]. Setelah itu, diterapkan
pembelajaran berbasis kecerdasan majemuk Tabel tersebut merupakan hasil identifikasi
selama tiga pertemuan yang setiap pertemuannya awal kecerdasan majemuk sebelum penerapan
memanfaatkan berbagai cara belajar yang pembelajaran berbasis kecerdasan majemuk.
memanfaatkan berbagai kecerdasan yang dimiliki Sedangkan hasil identifikasi aktivitas kecerdasan
siswa. Setelah selesai pembelajaran, siswa majemuk siswa melalui angket aktivitas
melakukan penilaian diri kembali melalui pengisian kecerdasan majemuk setelah pembelajaran
angket aktivitas kecerdasan majemuk yang ditunjukkan pada tabel 2.
bertujuan untuk melihat kecerdasan mana saja
yang mampu ditingkatkan siswa. Angket aktivitas
kecerdasan majemuk yang digunakan berbeda
dengan angket yang digunakan saat identifikasi.
Angket aktivitas kecerdasan majemuk berisi
pernyataan yang berkaitan dengan kegiatan
selama pembelajaran. Hasil penelitian diolah
secara kualitatif dan disajikan dalam bentuk tabel
dan diagram.

ISBN 978-602-19655-4-2 286


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Tabel 2. Persentase Jumlah Siswa yang Dominan


untuk Tiap Kecerdasan Berdasarkan Hasil
Aktivitas Kecerdasan Majemuk.
Jumlah
Siswa
Kecerdasan Persentase
yang
Dominan
Verbal-
1 4%
linguistik
Logika
1 4%
Matematika
Visual
1 4%
Spasial
Kinestetik 0 0%
Musikal 1 4%
Interpersonal 19 73% Gambar 1. Diagram Persentase Ketercapaian
Aktivitas Kecerdasan Majemuk.
Intrapersonal 0 0%
Naturalis 3 12% Gambar di atas menunjukkan bahwa
ketercapaian aktivitas tertinggi diperoleh oleh
kecerdasan interpersonal yaitu sebesar 91%.
Tabel di atas menunjukkan persentase siswa yang Artinya, siswa banyak menggunakan kecerdasan
dominan untuk tiap kecerdasan setelah dilakukan interpersonalnya selama pembelajaran.
pembelajaran berbasis kecerdasan majemuk. Sedangkan untuk kecerdasan lainnya rata-rata
Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa ketercapaiannya sebesar 52%. Dari Gambar 1
mayoritas siswa memiliki kecerdasan dominan juga terlihat bahwa untuk kecerdasan selain
interpersonal. Tidak ada siswa yang dominan pada kecerdasan interpersonal, tidak ada perbedaan
kecerdasan kinestetik dan kecerdasan yang jauh antar kecerdasan yang satu dengan
intrapersonal. Hal ini tidak berarti bahwa siswa yang lain. Gambar tersebut menunjukkan bahwa
tidak melakukan aktivitas kecerdasan kinestetik pembelajaran mampu mengembangkan setiap
dan kecerdasan intrapersonal, hanya saja tidak kecerdasan siswa meskipun masih ada
ada siswa yang paling banyak melakukan aktivitas kecerdasan yang mendominasi.
kecerdasan tersebut selama pembelajaran. Ini
berarti, dalam pembelajaran siswa banyak Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
menggunakan kecerdasan interpersonal mereka. setelah dilaksanakan pembelajaran, kecerdasan
Hal ini wajar terjadi karena selama proses naturalis, kecerdasan visual-spasial, kecerdasan
pembelajaran siswa selalu bekerja bersama logika-matematika, dan kecerdasan verbal-
kelompok, sehingga siswa harus terus linguistik belum berkembang pesat, padahal
membangun kemampuan mereka dalam kecerdasan tersebut yang banyak bersinggungan
berinteraksi dengan orang lain yang berkaitan dengan materi tata surya. Kurang berkembangnya
dengan kecerdasan interpersonal. kecerdasan naturalis disebabkan kurangnya
kesadaran siswa dalam mengamati gejala alam
Hasil tersebut menunjukkan bahwa siswa yang terjadi di sekitarnya, kurangnya waktu untuk
yang dominan di salah satu kecerdasan tidak mengajak dan menyadarkan siswa agar gemar
berarti lemah dan tidak dapat mengembangkan mengamati fenomena alam yang berkaitan dengan
kecerdasan lainnya. Masing-masing kecerdasan tata surya. Untuk menanggulangi hal tersebut,
dapat dilatihkan dan dikembangkan oleh masing- perlu diberikan kesadaran dan pembiasaan
masing individu. kepada siswa untuk lebih peka terhadap
Seperti yang telah dikatakan sebelumnya, lingkungannya mulai dari tingkat sekolah dasar.
persentase yang ditunjukkan pada Tabel 2 Selain itu, kurangnya waktu dan alat untuk
tersebut tidak mewakili ketercapaian aktivitas melaksanakan pengamatan terhadap fenomena
kecerdasan majemuk siswa. Ketercapaian aktivitas astronomi secara langsung menjadi kendala dalam
kecerdasan majemuk siswa diperoleh dari jawaban mengembangkan dan melatih kecerdasan
setuju siswa terhadap pernyataan untuk tiap naturalis siswa. Dibutuhkan waktu tambahan di
kecerdasan. Jumlah siswa yang menjawab ‘ya’ luar jam pelajaran untuk melaksanakan
kemudian dipersentasekan dan digambarkan pada pengamatan terhadap benda langit atau fenomena
Gambar 1. astronomi lainnya. Kecerdasan visual-spasial tidak
berkembang pesat seperti kecerdasan
interpersonal karena siswa sulit membayangkan

ISBN 978-602-19655-4-2 287


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

sesuatu yang bentuknya tiga dimensi seperti lainnya. Kecerdasan siswa dapat dikembangkan
kedudukan bumi, bulan, matahari, dan planet- dengan menerapkan pembelajaran yang
plenat lainnya yang mengelilingi matahari mengakomodasi beberapa jenis kecerdasan.
sekaligus berputar pada porosnya. Untuk Untuk memfokuskan pembelajaran, dapat
menanggulangi hal ini siswa perlu dilatih mengkhususkan jenis kecerdasan yang ingin
kemampuan perspektifnya. Kemampuan ini dapat dikembangkan.
dikembangkan dalam mata pelajaran lainnya.
Kecerdasan logika-matematika ketercapaiannya Ucapan terima kasih
hanya sebatas rata-rata karena kemampuan siswa
Penulis mengucapkan terima kasih kepada
dalam memberikan argumen masih kurang. Untuk
menanggulanginya, siswa perlu dibiasakan pembimbing yang telah membimbing dan
memberikan argumen baik secara lisan maupun membantu penelitian dan penulisan karya ini.
tulisan yang berkaitan dengan kecerdasan verbal- Penulis juga berterima kasih kepada pihak sekolah
linguistik siswa. Selain itu, kemampuan siswa dan siswa yang menjadi sampel yang telah
mendukung terlaksananya penelitian ini, dan tak
dalam berpikir kritis perlu ditingkatkan karena
berpikir kritis berkaitan dengan logika siswa dalam lupa pula kepada keluarga dan seluruh pihak yang
menganalisis argumen dan mengambil keputusan terlibat dalam penyelesaian penyusunan karya
ilmiah ini.
mana yang benar dan mana yang harus dilakukan
[6]. Armstrong juga mengaitkan berpikir kritis
dengan kecerdasan logika matematika, dalam Referensi
bukunya ia menuliskan bahwa berpikir kritis [1] Jingchen Xie dan Ruilin Lin, “Research on
merupakan salah satu contoh aktivitas Multiple Intelligences Teaching and
pembelajaran logika-matematika [7]. Untuk melihat Assessment”. Asian Journal of Management
keterkaitan keduanya perlu dilakukan penelitian and Humanity Sciences 4, (2-3), 106-124
lebih lanjut mengenai keterkaitan antara (2009), URL:
kecerdasan logika-matematika dengan http://www.asia.edu.tw/ajmhs/vol_4_2and3/3.
kemampuan berpikir kritis. pdf [diakses 12 September 2012]
Kecerdasan kinestetik, kecerdasan musikal, [2] Ninong Santika, “Mengajarkan IPA Berbasis
dan kecerdasan intrapersonal persentase Kecerdasan Majemuk”, Penerbit Tinta Emas
ketercapaiannya juga hanya di sekitar persentase Publishing, Bandung, 2008.
rata-rata. Hal ini dapat terjadi karena kecerdasan [3] Thomas Armstrong, “Multiple Intellgences in
tersebut hanya digunakan untuk beberapa bagian the Classroom”, [PDF], 2009, p. 6-7, URL:
dalam materi tata surya. Untuk itu perlu dibiasakan http://www.slideshare.net/mikrop_2/multiple-
menggunakan kecerdasan tersebut agar siswa intelligences-in-the-classroom-3-ed [diakses
memiliki lebih banyak pertimbangan dari sudut 21 Oktober 2012]
pandang berbagai kecerdasan ketika akan [4] Thomas Armstrong, “Multiple Intellgences in
menyelesaikan permasalahan. the Classroom”, [PDF], 2009, p. 15, URL:
http://www.slideshare.net/mikrop_2/multiple-
Agar profil kecerdasan yang siswa yang intelligences-in-the-classroom-3-ed [diakses
berkembang terlihat lebih jelas dan lebih akurat, 21 Oktober 2012]
maka diperlukan penelitian lebih lanjut yang [5] Bassham, Irwin, Nardone, Wallace, “Critical
menerapkan penilaian kecerdasan majemuk. Thinking; A Student’s Introduction”, Penerbit
McGraw-Hill, Fourth Edition, 2010, p. 22-26
Kesimpulan [6] Bassham, Irwin, Nardone, Wallace, “Critical
Thinking; A Student’s Introduction”, Penerbit
Berdasarkan hasil penelitian yang telah
McGraw-Hill, Fourth Edition, 2010, p. 1
dibahas, dapat disimpulkan bahwa kecerdasan
[7] Thomas Armstrong, “Multiple Intellgences in
majemuk dapat dilatih dan dikembangkan melalui
the Classroom”, [PDF], 2009, p. 58, URL:
pembelajaran berbasis kecerdasan majemuk.
http://www.slideshare.net/mikrop_2/multiple-
Dalam penelitian ini kecerdasan yang
intelligences-in-the-classroom-3-ed [diakses
ketercapainnya paling tinggi adalah kecerdasan
21 Oktober 2012]Jaka Sembung, "Kiat-kiat
interpersonal sebagai dampak dari pembelajaran
menulis", Antologi penulis pemula, Dian
yang kegiatannya dilaksanakan secara
Sastro (editor), Penerbit Aneka, Solo, 1997, p.
berkelompok. Individu yang cerdas dominan di
150
salah satu kecerdasan tidak selalu cerdas
dominan pada kecerdasan yang sama ketika
sebuah pembelajaran diterapkan karena setiap
jenis kecerdasan dapat dilatihkan dan
dikembangkan. Siswa yang cerdas dominan di
salah satu kecerdasan tidak berarti tidak bisa
mengembangkan dan memaksimalkan kecerdasan

ISBN 978-602-19655-4-2 288


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Utami Widyaiswari*
Mahasiswa Jurusan Pendidikan Fisika
Universitas Pendidikan Indonesia
widyaiswari_utami@yahoo.com

Winny Liliawati,
Jurusan Pendidikan Fisika
Universitas Pendidikan Indonesia

Taufik Ramlan Ramalis


Jurusan Pendidikan Fisika
Universitas Pendidikan Indonesia

*Corresponding author

ISBN 978-602-19655-4-2 289


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Analisis Coefficient of Performance (COP) pada Pompa Kalor dengan


menggunakan Piranti Termolistrik
Vivi Nur Huda Lyjamil*, Nofitri, Hadyan Akbar, Sinta Sri Ismawati, Herlin Verina,
Mohamad Soleh, Robi Sobirin dan Irzaman

Abstrak
Mesin pendingin mempunyai peranan penting dalam kehidupan sehari-hari, baik untuk keperluan rumah
tangga maupun dunia industri. Pada mesin kalor, kalor mengalir secara alami mengalir dari reservoir panas
ke dingin. Namun pada pompa kalor bekerja kebalikan dari mesin kalor, pompa kalor bekerja memompa
kalor dari reservoir panas ke reservoir dingin sehingga dibutuhkan input energi. Tujuan dari eksperimen ini
adalah menentukan Coefficient of Performance (COP) pompa kalor dengan menggunakan piranti
termolistrik. Piranti yang digunakan pada eksperimen ini adalah Thermal Efficiency Aparatus (TD-8564).
Metode yang digunakan yaitu dengan menaikkan daya input yang bervariasi, pengambilan data dilakukan
sebanyak lima kali pengulangan. Ketika input daya yang diberikan berturut-turut adalah 12.17 Watt, 16.09
Watt, 20.55 Watt, 25.31 Watt, dan COP yang dihasilkan adalah 2.37, 2.42, 2.48, 2.56. Hasil eksperimen
menunjukkan bahwa terjadi kenaikan suhu pada reservoir panas terlihat dari nilai resistansi yang menurun
sehingga sudah sesuai dengan teori. Namun pada reservoir dingin mengalami kenaikan suhu sehingga tidak
sesuai dengan teori, hal itu dikarenakan pada reservoir dingin terjadi interaksi panas dengan lingkungan
karena sistem pada reservoir dingin tidak tertutup.
Kata kunci : Pompa kalor, COP, piranti termolistrik
besar perbedaan temperatur, menyebabkan
Pendahuluan
terjadinya kenaikan bilangan performansi [3].
Mesin pendingin atau pompa kalor saat ini
Pompa kalor adalah suatu alat yang
mempunyai peranan yang sangat penting bagi
mentransfer panas dari media bertemperatur
kebutuhan rumah tangga maupun industri. Mesin
rendah ke media bertemperatur tinggi. Tujuan dari
pendingin dapat berfungsi sebagai refrigerator,
mesin pendingin adalah untuk menjaga ruang
freezer, chiller yang digunakan untuk kebutuhan
refrigerasi tetap dingin dengan meyerap panas dari
Air Condition dalam menunjang proses produksi.
ruang tersebut. Pompa kalor adalah sistem
Gedung-gedung bertingkat tanpa jendela sangat
tertutup yang dihubungkan satu dengan ainnya
membutuhkan mesin pendingin untuk
dengan sistem pempipaan [4].
menkodisikan udara di dalam gedung.

Teori
Mesin pendingin bekerja berdasarkan prinsip
Hukum Termodinamika II yang dinyatakan oleh
Clausius, yaitu bahwa tidak ada suatu peralatan
yang bekerja dengan siklus yang dapat
memindahkan panas dari benda bertemperatur
rendah ke benda bertemperatur tinggi dengan
sendirinya, selalu diperlukan input energi dari luar.
Input energi ini biasanya berupa energi listrik [1].
Efek termoelektrika adalah hubungan antara
energi panas dan energi listrik yang terjadi pada Gambar 1. Prinsip kerja pompa kalor.
titik temu antara dua jenis logam yang berbeda.
efek termoelektrik ini kini dikembangkan dalam Thermal Efficiency Aparatus adalah mesin
suatu alat yang disebut elemen Peltier. Elemen panas nyata yang dapat digunakan untuk
peltier atau pendingin termoelektrik adalah alat menyelidiki dan mengklarifikasi prinsip-prinsip
yang dapat menimbulkan perbedaan suhu antara yang bekerja di mesin panas yang ideal Carnot.
kedua sisinya jika dialiri arus listrik searah pada Seperti Model Carnot, dapat dioperasikan sebagai
kedua kutub materialnya, dalam hal ini mesin panas, mengkonversi panas menjadi kerja,
semikonduktor [2]. Pada pompa kalor, besarnya atau dioperasikan secara terbalik sebagai pompa
bilangan performansi sebanding dengan besarnya panas/mesin pendingin. Thermal Efficiency
perbedaan temperatur kedua reservoir. Semakin Aparatus (TD-8564) dibangun dengan piranti
termolistrik yang disebut piranti Peltier. Salah satu

ISBN 978-602-19655-4-2 290


Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

piranti Peltier ditetapkan pada suhu dingin kostan kalor secara paksa) sehingga air tersebut menjadi
dengan air es yang dipompa dari luar, dan sisi lebih dingin. Kalor yang diambil dari air tersebut
lainnya ditetapkan pada suhu panas konstan dilepaskan ke lingkungan oleh pompa, kemudian
menggunakan resistor pemanas di dalam blok air yang telah diambil kalornya dikembalikan
dengan mengalir arus dari luar. Suhu-suhu diukur kedalam bejana sehingga seharusnya air pada
dengan termistor yang terdapat di dalam blok-blok bejana menjadi lebih dingin dan pada reservoir
panas dan dingin [5]. panas menjadi semakin panas, sedangkan pada
reservoir dingin menjadi semakin dingin.
Untuk kerja sebuah pompa kalor diberikan
oleh Coefficient of Performance (COP), yaitu Tabel 1. Hasil pengukuran ulangan 1
jumlah kalor yang dipompa dari reservoir dingin ke
reservoir panas dibagi dengan kerja yang V I Rh Rc Th Tc
COP
(V) (A) (kΩ) (kΩ) (oC) (oC)
diperlukan untuk memompa kalor tersebut [6] yang
6.0 2.05 4.26 141 104 17 2.36
dapat ditulis dengan
7.0 2.28 2.55 127 104 19 2.41
СОР = Qe / Win (1)
8.0 2.64 1.94 118 104 21 2.47
selain itu, COP maksimum sebuah pompa kalor 9.0 2.87 1.12 106 104 23 2.53
hanya bergantung pada suhu-suhu reservoir,
sehingga dapat ditulis Tabel 2. Hasil pengukuran ulangan 2
Κmaks = Tc / (Th – Tc) (2) V I Rh Rc Th Tc
COP
(V) (A) (kΩ) (kΩ) (oC) (oC)
dengan suhu dalam Kelvin.
6.0 2.03 4.18 137 104 19 2.41
7.0 2.27 2.56 124 104 20 2.44
Eksperimen
8.1 2.54 1.55 111 104 22 2.50
Eksperimen ini bertujuan untuk mencari nilai
9.0 2.73 1.05 99.2 104 25 2.56
COP dengan menggunakan piranti termoelektrik.
Pengambilan data dilakukan dengan melakukan Tabel 3. Hasil Pengukuran ulangan 3
lima kali pengulangan dengan besar input daya
listrik yang bervariasi yaitu 12.17 Watt, 16.09 Watt, V I Rh Rc Th Tc
COP
20.55 Watt dan 25.31 Watt serta konsidi awal air (V) (A) (kΩ) (kΩ) (oC) (oC)
pada bejana dengan suhu 15oC dan waktu 6.0 1.95 3.56 134 104 19 2.41
pemberian daya listrik masing-masing selama 5 7.1 2.27 2.41 123 104 20 2.44
menit. 8.0 2.47 1.58 111 104 22 2.50
9.1 2.76 1.01 99 104 25 2.60
Hasil dan Diskusi
Tabel 4. Hasil pengukuran ulangan 4
Telah diketahui bahwa panas akan berpindah
dari media bertemperatur tinggi ke media V I Rh Rc Th Tc
COP
bertemperatur rendah dengan spontan. (V) (A) (kΩ) (kΩ) (oC) (oC)
Pernyataan Clausius tidak mengimplikasikan 6.1 2.06 4.04 141 104 17 2.35
bahwa membuat sebuah alat siklus yang dapat 7.0 2.29 2.55 128 104 19 2.41
memindahkan panas dari media bertemperatur
8.1 2.53 1.54 114 104 21 2.47
rendah ke media bertemperatur tinggi adalah tidak
mungkin dibuat. Hal tersebut mungkin terjadi 9.2 2.79 0.99 101 104 24 2.56
asalkan ada efek luar yang dalam kasus tersebut Tabel 5. Hasil pengukuran ulangan 5
dilakukan/diwakili oleh kompresor yang mendapat
energi dari energi listrik misalnya. V I Rh Rc Th Tc
COP
(V) (A) (kΩ) (kΩ) (oC) (oC)
Berdasarkan Hukum Termodinamika II yang
6.0 2.02 4.36 150 104 19 2.33
menjelaskan bahwa tidak ada suatu peralatan
yang bekerja dengan siklus yang dapat 7.1 2.32 2.48 133 104 20 2.41
memindahkan panas dari benda bertemperatur 8.1 2.56 1.58 120 104 22 2.47
rendah ke benda bertemperatur tinggi dengan 9.1 2.79 1.06 109 104 25 2.53
sendirinya, selalu diperlukan input energi dari luar.
Pada eksperimen kali ini, waktu pemberian daya
masing-masing selama 5 menit dengan
pengambilan data dilakukan dengan lima kali
pengulangan.
Pompa kalor bekerja berkebalikan dengan
mesin kalor. Air dingin yang diambil dari bejana
kemudian diambil panasnya oleh pompa (melepas

ISBN 978-602-19655-4-2 291


Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

ditunjukkan dengan nilai hambatan pada termistor


yang semakin rendah pada reservoir panas
(Gambar 4). Namun pada reservoir dingin juga
mengalami kenaikan suhu (Gambar 3), hal ini
bertolak belakang dengan teori. Suhu pada
reservoir bertambah panas karena air pada bejana
berada pada sistem terbuka sehingga terjadi
transfer panas antara air dengan lingkungan
sehingga suhu air meningkat. Panas yang dilepas
air secara paksa oleh pompa kalor lebih kecil
dibandingkan dengan kalor yang diterima air dari
lingkungan.
Gambar 2. Suhu pada reservoir panas.

Gambar 6. Nilai Coefficient of Performance (COP)


Nilai COP pada eksperimen mengalami
Gambar 3. Suhu pada reservoir dingin. kenaikan karena adanya perubahan suhu pada
reservoir panas dan reservoir dingin. Namun nilai
COP yang didapatkan kurang akurat karena
keterbatasan konversi data dari termistor pada
Thermal Efficiency Aparatus (TD-8564). Nilai suhu
maksimum untuk konversi hambatan ke suhu
adalah 104oC dengan nilai resistansi sebesar 4.91
kOhm, padahal hasil pengukuran menujukkan
resestansi dibawah 4.91 kOhm. COP didapatkan
dari perbandingan suhu pada reservoir dingin
dibagi dengan selisih suhu pada reservoir panas
dan reservoir dingin. nilai COP semakin meningkat
karena perbedaan suhu antara reservoir dingin
dan reservoir panas semakin kecil sehingga nilai
COP meningkat. semakin besar perbedaan suhu
Gambar 4. Resistansi pada reservoir panas. antara reservoir panas dan reservoir dingin maka
kerja masukan yang dibuthkan juga semakin besar
dan nilai COP semakin kecil.

Kesimpulan
COP didapatkan dari perbandingan suhu
pada reservoir dingin dibagi dengan selisih suhu
pada reservoir panas dan reservoir dingin. Ketika
daya input yang diberikan adalah 12.17 Watt,
16.09 Watt, 20.55 Watt, 25.31 Watt, maka COP
yang dihasilkan adalah 2.37, 2.42, 2.48 dan 2.56.
Kenaikan suhu pada reservoir dingin dikarenakan
sistemnya terbuka sehingga terjadi pertukaran
panas anrata air dengan lingkungan. Semakin
Gambar 5. Resistansi pada reservoir dingin. besar perbedaan suhu reservoir panas dan
reservoir dingin maka nilai COP semakin kecil dan
Berdasarkan data yang diperoleh, didapatkan suhu kerja yang dibutuhkan semakin besar.
pada reservoir panas bertambah panas,

ISBN 978-602-19655-4-2 292


Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Ucapan Terima Kasih Vivi Nur Huda Lyjamil*


Departemen Fisika
Penelitian ini didanai oleh hibah insentif riset
Institut Pertanian Bogor
SINAS KMNRT Republik Indonesia dengan nomor
vivi.oncy@gmail.com
kontrak 38/SEK/INSINAS/PPK/I/2013.
Nofitri
Referensi
Departemen Fisika
[1] Ekadewi A. H. dan Agus Lukito, “Analisis Institut Pertanian Bogor
Pengaruh Pipa Kapiler Yang Dililitkan Pada nofitrifisika47ipb@gmail.com
Line Section Terhadap Performansi Mesin
Pendingin”. Jurnal Teknik Mesin. 4 (2), 94– Sinta Sri Ismawati
98, (2002). Departemen Fisika
[2] R. Umboh, J. O. Wuwung, E. Kendek Allo, Institut Pertanian Bogor
B.S. Narasiang, “Perancangan Alat sintasriismawati@ymail.com
Pendinngin Portable Menggunakan Elemen
Peltier”. 1-6, (2005). Herlin Verina
[3] Halaudin, “Penentuan Bilangan Performan Departemen Fisika
Pompa Kalor Berdasarkan Perbedaan Institut Pertanian Bogor
Temperatur”. Jurnal Gradien. I (I). 16-19, herlinverina@yahoo.co.id
(2005).
[4] R. Suwarno, “Pengering Suhu Rendah Untuk Mohamad Soleh
Menjaga Mutu Bahan Pertanian”. Jurnal Departemen Fisika
Teknologi Dan Industri Pertanian. 16 (2), 168- Institut Pertanian Bogor
173, (2005). Mohamaadsoleh89@yahoo.com
[5] Instruction Manual and Experiment Guide for
the PASCO scientific Model TD- Hadyan Akbar
8564.PASCO. Departemen Fisika
[6] Muhammad Hasan Basri, “Efek Perubahan Institut Pertanian Bogor
Laju Aliran Massa Air Pendingin Pada hadyanakbar@ymail.com
Kondensor Terhadap Kinerja Mesin
Refrigerasi Focus 808”. Jurnal Smartek. 7 (3), Irzaman
197-203, (2009). Departemen Fisika
Institut Pertanian Bogor
irzaman@ipb.ac.id

*Corresponding author

ISBN 978-602-19655-4-2 293


Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Desain Alat Ukur untuk Mengukur Kadar Larutan


Porfirin+ Fe berbasis GMR
Aisyah Amin1 dan Mitra Djamal2

Abstrak
Banyak metode yang digunakan untuk memberikan indikasi tentang kesehatan dalam pengukuran
konsentrasi dari suatu biomolekul. Biosensor merupakan perangkat untuk mendeteksi biomolekul akan suatu
zat kimia tertentu. Biomolekul yang memiliki bahan magnet dalam kandungannya dapat diukur sifat
kemagnetannya dengan menggunakan sensor yang peka terhadap sifat magnet, sedangkan untuk
biomolekul yang tidak mengadung bahan magnet dapat dilabeli dengan ion-ion magnet seperti yang
dilakukan pada porfirin. Porfirin adalah senyawa aromatik heterosiklik makrosiklik yang tersusun oleh empat
cincin pirol dan dihubungkan oleh jembatan metin interpirol. Dalam penelitian ini dibuat desain alat untuk
mengukur konsentrasi larutan Porfirin+Fe berbasis GMR dengan parameter konsentrasi larutan dan medan
magnet luar. Hasil yang didapat pada pengukuran yaitu semakin besar konsentrasi dan medan magnet luar
yang diberikan maka semakin besar nilai tegangan keluarannya. Konsentrasi porfirin dalam tubuh akan
mempengaruhi kadar hemoglobin dalam darah, yang berfungsi mengangkut oksigen dari paru-paru
keseluruh tubuh. Semakin besar kadar hemoglobin dalam darah semakin baik untuk kesehatan.
Pengembangan alat ukur ini dengan parameter-parameter tersebut akan mejadi acuan untuk
mengembangkan GMR sebagai sensor magnetik serta prospek GMR sebagai biosensor.
Kata-kata kunci: biomolekul, porfirin, hemoglobin, biosensor, GMR, sensor magnetik.
akibat dari respon terhadap keberadaan medan
Pendahuluan
magnet dari luar. Fenomena dari efek GMR ini
Giant magneto-resistance (GMR) sangat pertama kali dilakukan oleh Baibich, dkk (1988)[2].
berpotensi untuk dikembangkan menjadi berbagai Perubahan yang terjadi pada resistansi GMR
devices pendeteksi medan magnet untuk sebagai akibat keberadaan magnet luar dapat
pekermbangan masa mendatang (next generation dirumuskan dalam persamaan :
magnetic field detection devices). Sehingga
R = f (B) (1)
pengembangan GMR dapat diaplikasikan sebagai
sensor magnetik. Banyak penelitian sebelumnya dimana R = resistansi (Ω), B = medan magnet (T).
yang menggunakan aplikasi sensor berbasis GMR
Efek GMR merupakan efek mekanika kuantum
diantaranya sensor medan mangetik, sensor arus,
yang diamati dalam struktur lapisan tipis yang
sensor putaran dan biosensor[1].
terdiri dari lapisan-lapisan feromagnetik yang
Melihat perkembangan yang terjadi secara dipisahkan oleh lapisan nonmagnetik. Efek ini
signifikan pada sensor-sensor tersebut, penulis berhubungan dengan kenyataan bahwa spin
tertarik untuk mencoba mengembangkan sensor elektron memiliki dua nilai yang berbeda (spin up
magnetik untuk bisa diaplikasikan pada bidang dan spin down). Ketika spin-spin tersebut melintasi
kesehatan (biosensor). Sesuai dengan material yang telah termagnetisasi, maka salah
perkembangan divais GMR yang menunjukkan satu jenis spin mungkin mengalami hambatan
potensi yang sangat besar sebagai elemen untuk (resistance) yang berbeda daripada jenis spin
mendeteksi biomolekul dimana hambatan sensor lainnya. Sifat ini menunjukkan adanya hamburan
GMR berubah bila medan magnet dikenakan pada bergantung spin (spin-dependent scattering).
sensor sehingga biomolekul yang dilabeli secara Dalam multilayer magnetik terjadi dua jenis
magnetis yang dapat menimbulkan sinyal. hamburan yaitu hamburan bergantung spin dan
Meninjau karakteristik GMR yang bisa hamburan pembalikan spin (spin flip scattering).
diintegrasikan dengan elektronik dan mikrofluida
Hamburan bergantung spin ini menyebabkan
untuk mendeteksi banyak analit yang berbeda
timbulnya GMR, sedangkan hamburan pembalikan
pada sebuah chip tunggal. Salah satu contoh
spin merusak timbulnya GMR. Kedua jenis
penerapan biosensor GMR adalah pendeteksian
hamburan ini dibedakan berdasarkan perubahan
hemoglobin pada darah dan DNA.
arah perambahan elektron.
Teori Perbedaan sifat konduksi mayoritas dan
minoritas dari spin elektron dalam logam
Prinsip kerja dari magnetoresistance (MR)
feromagnetik diamati oleh Mott yang menjelaskan
merupakan perubahan resistivitas material sebagai
2 hal[17] yakni kondukvitas listrik dalam logam

ISBN 978-602-19655-4-2 294


Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

dapat diuraikan dalam hubungan dengan dua


saluran konduksi bebas, dimana hubungan
pertama dengan elektron spin up dan hubungan
yang lainnya dengan elektron spin down
sedangkan pada logam feromagnetik laju
hamburan dari spin up dan spin down elektronnya
berbeda-beda. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
kajian fisika dari GMR dilihat berdasarkan
pengaruh spin terhadap sifat konduksi dan sifat
penerobosannya.
Menurut Mott arus listrik yang terjadi semata-
mata dibawa oleh elektron-elektron dari pita
valensi sp dengan massa efektif yang rendah dan
mempunyai mobilitas tinggi. Pita valensi d
bertugas menyediakan keadaan akhir untuk
hamburan elektron-elektron dalam pita sp. Pita d
untuk feromagnetik adalah bertukar-pisah
(exchange-split), sehingga rapat keadaan electron-
elektron pada tingkat energi fermi tidak sama
untuk spin up ataupun spin down. Peluang
hamburan dalam keadaan ini sebanding dengan
kerapatannya, sehingga laju hamburan bergantung
Gambar 1. Struktur lapisan tipis GMR, (a).
pada spin, sehingga hamburan akan berbeda
sandwich, (b), spin valve, (c) multilayer[3].
untuk kedua sifat konduksi diatas.
Porfirin adalah suatu senyawa organik yang
Struktur sensor GMR terdiri atas struktur
banyak terdapat di alam. Porfirin juga dikenal
sandwich, spin valve (sandwich pinned) dan
sebagai pigmen dalam sel darah merah. Porfirin
multilayer. Stuktur sandwich adalah struktur yang
adalah senyawa aromatik heterosiklik makrosiklik
paling dasar dari GMR yang terdiri dari 3 lapisan
yang tersusun oleh empat cincin pirol dan
dengan susunan bahan magnetic yaitu
dihubungkan oleh jembatan metin interpirol[4].
ferromagnetic-non magnetic-ferromagnetic (FM-
Struktur cincin tetrapirol pada porfirin ditunjukkan
NM-FM). Struktur spin valve merupakan struktur
pada gambar 10.
sandwich yang diberi lapisan pengunci (pinning
layer), sedangkan untuk struktur multilayer
merupakan struktur pengulangan lapisan
ferromagnetic-non magnetic-ferromagnetic
(FM/NM)n dengan n merupakan indeks
pengulangan. Gambar dibawah ini merupakan
struktur dari lapisan GMR beserta lapisannya.

Gambar 2. Struktur Porfirin ( C20H14N4).


Porfirin mempunyai karakteristik berupa kristal
berwarna ungu tua yang dalam kloroform akan
memberi larutan tersebut berwarna ungu
kemerahan dan menunjukkan fluorensi merah
yang kuat pada radiasi ultraviolet. Propirin juga
merupakan senyawa berbentuk planar, larut
sempurna dalam pelarut organik dan tidak larut air
(hal ini dikarenakan sifat hidrofobiknya).
Sifat khas porfirin adalah atom nitrogennya
mampu mengikat ion logam[5]. Contohnya pada
heme pada Hb dan mengikat Fe, sedangkan pada
tumbuhan hijau klorofil mengikat Mg. Salah satu
jenis porfirin yang paling dikenal dalam ilmu
kesehatan adalah heme, pigmen sel darah merah.
Heme merupakan kofaktor dari protein hemoglobin.

ISBN 978-602-19655-4-2 295


Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Heme merupakan kompleks senyawa dilakukan untuk melihat seberapa besar pengaruh
protoporfirin IX dengan logam besi yang medan magnet luar pada proses magnetisasi yang
merupakan gugus prostetik berbagai protein terjadi sehingga bisa di deteksi oleh sensor GMR.
seperti hemoglobin, mioglobin, katalase, Hasil pengukuran porfirin+Fe(III) ditunjukkan pada
peroksidase, sitokrom c dan triptophan pirolase. grafik 1,2 dan gambar 4.
Kemampuan hemoglobin dan mioglobin mengikat
Tabel 1. Hasil pengukuran Larutan porfirin dilabeli
oksigen tergantung pada gugus prostetik ini yang 2+
sekaligus memberi warna khas pada kedua dengan (Fe ).
hemeprotein tersebut. Propirin + (Fe 2+) Konsentrasi (M) Vo (Volt)
Heme terdiri atas bagian organik dan suatu Tanpa Pengenceran 0.00143 1.275
atom besi. Bagian organik protoporfirin tersusun Pengenceran 3 kali 0.000476 1.181
dari empat cincin pirol. Keempat nya terikat satu Pengenceran 6 kali 0.000238 0.643
sama lain melalui jembatan metenil, membentuk Pengenceran 10 kali 0.000143 0.411
cincin tetrapirol. Empat rantai samping metil, dua Pengenceran 50 kali 0.0000286 0.342
rantai samping vinil dan dua rantai samping Pengenceran 100 kali 0.0000143 0.129
propionil terikat kecincin tetrapirol tersebut . Pengenceran 200 kali 0.00000715 0.117
Pengenceran 500 kali 0.00000286 0.053
Atom besi didalam heme mengikat keempat
Pengenceran 1000 kali 0.000000143 0.004
atom nitrogen dipusat cincin protoporfirin. Atom
2+ 3+
besi dapat berbentuk fero (Fe ) atau feri (Fe ) Tabel 2. Hasil pengukuran Larutan porfirin dilabeli
3+
sehingga untuk hemoglobin yang bersangkutan dengan (Fe ).
disebut juga sebagai ferohemoglobin dan
ferihemoglobin atau methemoglobin[6]. Hanya bila Propirin + (Fe 3+)  Konsentrasi (M) Vo (Volt)
besi dalam bentuk fero, senyawa tersebut dapat Tanpa Pengenceran 0.00143 1.279
mengikat oksigen. Pengenceran 3 kali 0.000476 1.188
Pengenceran 6 kali 0.000238 0.651
Pengenceran 10 kali 0.000143 0.441
Pengenceran 50 kali 0.0000286 0.387
Pengenceran 100 kali 0.0000143 0.146
Pengenceran 200 kali 0.00000715 0.121
Pengenceran 500 kali 0.00000286 0.066
Pengenceran 1000 kali 0.000000143 0.0041

Gambar 3. Heme B; porfirin mengikat logam Fe[7].


Pada penelitian ini porfirin diberi label dengan
atom besi sehingga ketika diberi magnet luar akan
terjadi magnetisasi sehingga bisa dideteksi dengan
sensor magnet berbasis GMR.
Gambar 19. Hasil pengukuran larutan porfirin+Fe.
Hasil dan Diskusi Hasil yang didapat menunjukkan bahwa
Pada porfirin ketika dilabeli dengan atom besi rentang deteksi GMR sangat besar, terlihat pada
(Fe) maka atom besi tersebut dapat berbentuk fero larutan propirin+Fe tanpa pengenceran didapat
2+ 3+
(Fe ) atau feri (Fe ) sehingga untuk hemoglobin tegangan keluaran sebesar 1,279 V dan untuk
yang bersangkutan disebut juga sebagai pengenceran 1000 kali masih bisa terdeteksi oleh
ferohemoglobin dan ferihemoglobin atau GMR yakni sebesar 0,004 V. Dari hasil ini kita
methemoglobin. Larutan porfirin yang tersedia dapat melihat bahwa rentang deteksi dari GMR
2+ 3+ sangat baik.
untuk diukur juga dilabeli dengan (Fe ) dan (Fe ).
Hasil pengukuran yang didapat menunjukkan
Hasil yang didapat dari pengukuran bahwa GMR dapat memberikan nilai tegangan
porfirin+Fe(III) dengan memvariasikan konsentrasi keluaran yang berhubungan dengan konsentrasi
porfirin hingga 1000 kali pengenceran didapat hasil porfirin+Fe. Semakin besar tegangan keluaran
yang cukup signifikan. Medan magnet luar yang maka semakin banyak konsentrasi porfirin yang
diberikan cukup besar yakni 0,833 T. Hal ini

ISBN 978-602-19655-4-2 296


Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

terdeteksi. Hasil ini akan mempermudah mengangkut oksigen dari paru-paru ke seluruh
penentuan kadar hemoglobin dalam darah bila tubuh. Apabila konsentrasi porfirin yang didapat
dibandingkan dengan penentuan hemoglobin dari pengukuran berbasis GMR bisa diaplikasikan
secara konvensional. Kemampuan GMR dalam menjadi biosensor yang dapat mengantikan
mendeteksi sifat magnet pada porfirin menjadi pengukuran kadar hemoglobin secara
acuan untuk pengembangan biosensor dalam konvensional.
mengetahui kadar hemoglobin pada manusia.
GMR dapat dikembangkan agar nantinya cara Referensi
konvensional pengukuran kadar hemoglobin,
[1] M. Djamal, Ramli, R. Wirawan, E. Sanjaya.
dengan mengambil sampel darah lalu diuji
laboratorium digantikan dengan alat kesehatan Sensor Magnetik GMR, Teknologi dan
yang hanya dengan cara menempelkan alat yang Aplikasi Pengembangannya. Prosiding
berisi GMR pada tubuh manusia, dapat Pertemuan Ilmiah XXV HFI Jateng dan DIY.
memberikan hasil pengukuran kadar hemoglobin 2011.
[2] M. Djamal, Ramli. Giant Magnetoresistance.
yang diinginkan.
Dalam Kapita Selekta Fisika teoritik Energi
Kesimpulan Tinggi dan Instrumentasi. ITB Bandung. 2009.
[3] M. N. Baibich, et. al, Giant Magnetoresistance
Sensor magnetik berbasis GMR merupakan
of (001) Fe/(001) Cr Magnetic Superlattices, J,
sensor yang bekerja berdasarkan efek perubahan
Phys. Rev. Lett. 68 pp 2472-2475, 1988.
resistansi yang sangat besar pada bahan logam
[4] A. Fert, A. Barthelemy and F. Petroff, Spin
bila berada dalam medan magnet luar. Sehingga
Transport in Magnetic Multilayers and Tunnel
GMR memiliki potensial sebagai pengindera
Juction, Elsevier B.V, Amsterdam, 2006.
medan magnet yang cukup potensial, karena
[5] Milgrom R. Lionel. An Introduction to the
karakteristik yang memiliki ratio magnetoresistansi
Chemistry of Porphyrin and Related
yang tinggi, sifat-sifat magnetik dan merupakan
Compounds. Oxford University Press. 1997.
elektrik yang baik. Teknologi nano memungkinkan
[6] Murray, RK. Porfirin dan pigmen empedu.
GMR dibuat dalam ukuran sekecil mungkin dengan
Dalam: Andry Hartono, penerjemah. Harper’s
biaya produksi yang lebih murah. Potensi
Biochemistry. 25th ed. Eds. R.K. Murray, D.K.
pengembangan GMR ke depan sebagai biosensor
Granner, P.A. Mayes, V.W. Rodwell.
sangat potensial terutama untuk instrument
McGraw-Hill Companies, New York, 2006:
biomedis.
342 - 9.
Biosensor merupakan perangkat [7] Mardiani, Helvi. Metabolisme Heme. Fakultas
instrumentasi analitik yang menggunakan Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
biomolekul (enzim, antibodi, jaringan, sel dan 2010.
mikroba) untuk melakukan pengenalan/deteksi/
rekognisi akan suatu zat (bio) kimia tertentu.
Hambatan sensor GMR akan berubah jika medan
magnet diberikan pada sensor, sehingga
biomolekul yang dilabeli secara magnetis akan
menghasilkan sinyal. Dibandingkan dengan Aisyah Amin,
Program Master of Teaching Physics,
pendeteksi optik tradisional yang banyak
Institut Teknologi Bandung,
digunakan dalam biomedis, sensor GMR lebih baik Jl. Ganesha 10 Bandung, 40132.
karena lebih sensitif, portabel dan memberikan 1chaluvautis@yahoo.com
pembacaan elektronik sepenuhnya.
Mitra Djamal*)
Sebagai langkah awal untuk melakukan
KK Fisika Teori Energi Tinggi dan Instrumentasi
pengembangan sensor GMR pada biomolekul di Institut Teknologi Bandung,
lakukan magnetisasi larutan porfirin yang telah Jl. Ganesha 10 Bandung, 40132.
dilabeli oleh ion Fe2+ dan Fe3+ lalu dideteksi E-mail : mitra@fi.itb.ac.id
polarisasi medan magnet dalam larutan tersebut.
Hasil dari pengukuran didapatkan bahwa semakin
besar konsentrasi sebuah larutan maka nilai
tegangan keluaran akan semakin besar pula, *) Corresponding author
begitu juga ketika diberi medan magnet luar yang
divariasikan, semakin besar medan magnet yang
diberikan nilai tegangan keluarannya juga besar.
Porfirin sangat berpengaruh pada kadar
hemoglobin dalam darah, jika konsentrasi porfirin
besar maka kadar hemoglobin juga besar. Dalam
ilmu kesehatan hemoglobin berfungsi untuk

ISBN 978-602-19655-4-2 297


Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Keanekaragaman Spesies Reptil di Pulau Banggai


Provinsi Sulawesi Tengah
Akhmad* dan Djoko Tjahjono Iskandar

Abstrak
Penelitian mengenai keanekaragaman reptil di Pulau Banggai, menggunakan metode Visual Encounter
Survey dengan teknik pengambilan sampel menggunakan perangkap lubang dan perangkap lem.
Pengambilan sampel di lakukan dari tanggal 19 Desember 2012 sampai tanggal 31 Februari 2013, berhasil
mengumpulkan 16 spesies reptil dengan jumlah total 232 individu. Secara umum keanekaragaman spesies
reptil di Pulau Banggai di kategorikan rendah bila di bandingkan dengan hasil penelitian dari kawasan lain
yang termasuk dalam kawasan Wallacea. Keanekaragaman spesies terendah terdapat pada habitat kebun
cengkeh (H’=1,79). Sedangkan keanekaragaman tertinggi terdapat pada habitat hutan sekunder (H’=2,23).
Indeks kemerataan terendah terdapat pada habitat hutan bekas tebangan (E=0,79). Sedangkan
kemerataan spesies tertinggi terdapat pada habitat kebun cengkeh (E=0,92). Rendahnya keanekaragaman
spesies reptil di Pulau Banggai karena adanya aktivitas konversi hutan primer yang merupakan habitat alami
spesies reptil, menjadi lahan perkebunan dan kegiatan pemanfaatan hutan lainnya.
Kata kunci : Keanekaragaman, habitat, Pulau Banggai, reptil, konversi hutan dan aktivitas manusia.
sangat diperlukan (Iskandar dan Erdelen., 2006).
Pendahuluan
Penduduk Pulau Banggai sebagian besar adalah
Menurut Biodiversity Action Plan for Indonesia, petani, maka penebangan hutan untuk dijadikan
Indonesia termasuk negara yang memiliki lahan perkebunan, untuk keperluan bahan
keanekaragaman hayati yang sangat besar, yang bangunan, perluasan perkampungan, pembukaan
mana terdapat sekitar 16 % reptil dan amfibi dunia. jalan baru, dan kegiatan lainnya , memanfaatkan
Khusus spesies reptil saja, Indonesia memiliki hutan yang ada di pulau tersebut. Pemanfaatan
lebih dari 600 spesies yang merupakan peringkat hutan seperti ini diperkirakan mempengaruhi
ketiga dunia (Bappenas,1993). keanekaragaman spesies reptil yang hidup di
dalamnya.
Seiring dengan cepatnya konversi lahan di
Asia Tenggara, termasuk Pulau Sulawesi di Dengan melakukan kajian mengenai
Indonesia, menjadikan Pulau Sulawesi penting keanekaragaman reptil di Pulau Banggai,
untuk konservasi, karena memiliki diharapkan akan didapatkan informasi mengenai :
keanekaragaman spesies yang sangat tinggi (1). keanekaragaman reptil di Pulau Banggai. (2).
terutama untuk spesies yang endemik (Wanger et Mengetahui kelimpahan populasi tiap spesies reptil
al., 2011). di berbagai tipe habitat yang dikaitkan dengan
gangguan manusia, sehingga dapat menjadi
Letak Pulau Banggai yang terpencil, dan informasi untuk membantu upaya - upaya
dikelilingi oleh lautan yang secara geografis penanggulangan kerusakan lingkungan hidup di
terpisah dari Pulau Sulawesi memiliki tipe – tipe wilayah ini.
habitat yang beragam seperti hutan mangrove,
hutan pantai, dan hutan dataran rendah. Letak Teori
geografis dan keanekaragaman tipe habitat seperti
ini memungkinkan terdapat keanekaragaman Keanekaragaman hayati, atau biodiversitas,
satwa liar yang endemik termasuk reptil. adalah suatu istilah yang digunakan untuk
menggambarkan semua bentuk kehidupan diatas
Pengetahuan tentang reptil Sulawesi bumi ini mulai dari makhluk sederhana seperti
diantaranya bersumber dari publikasi penelitian jamur dan bakteri hingga makhluk yang mampu
oleh Iskandar dan Tjan (1996) yang mencatat lebih berpikir seperti manusia, serta berbagai materi
dari 115 spesies reptil, banyak di antaranya genetik yang dikandungnya dan keanekaragaman
bersifat endemik. Namun setelah itu survey dan sistem ekologi di mana mereka hidup.(Bappenas,
penelitian tentang keberadaan reptil Sulawesi dan 2004).
pulau – pulau sekitarnya relatif sangat sedikit
(Gillespie et al., 2005). Keanekaragaman hayati di golongkan ke
dalam tiga tingkat (Bappenas, 2004) yakni :
Meninjau dari cepatnya penebangan dan
pengalihan fungsi hutan, maka usaha untuk 1. Keanekaragaman ekosistem, mencakup
melindungi komponen biologi termasuk reptil eanekaragaman bentuk dan susunan bentang

ISBN 978-602-19655-4-2 298


Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

alam, daratan maupun perairan, yang mana luas kawasan 2.179,91 km² diperoleh 13 Famili
makhluk hidup (tumbuhan, hewan dan dan 54 spesies (Wanger et al.,2011).
mikroorganisme) berinteraksi dan membentuk
Kekayaan spesies yang terdapat pada tiap
keterkaitan dengan lingkungan fisiknya.
pulau tersebut dibandingkan dengan luas masing –
2. Keanekaragaman spesies, adalah masing pulau Gambar (1). MacArthur dan Wilson
keaneragaman spesies organisme yang (dalam Campbell et al., 2003) menyatakan
menempati suatu ekosistem, di darat maupun kekayaan spesies meningkat seiring dengan
di perairan. Dengan demikian masing – ukuran pulau, namun kemungkinan bertambahnya
masing organisme mempunyai ciri yang jumlah spesies yang akan ditemukan di Pulau
berbeda satu dengan yang lain. Banggai masih akan terjadi bila waktu pengamatan
diperpanjang. Gambar (2).
3. Keanekaragaman genetis, adalah
keanekaragaman individu di dalam suatu Keanekaragaman spesies reptil dari berbagai
spesies. Keanekaragaman ini disebabkan oleh tipe habitat di Pulau Banggai dapat digambarkan
perbedaan genetis antar individu. Gen adalah sebagai berikut : Nilai indeks Keragaman
faktor pembawa sifat yang dimiliki setiap (Shannon – Wiener) mulai dari nilai terendah
organisme dan dapat diwariskan dari satu sampai nilai tertinggi yaitu nilai terendah terdapat
generasi ke generasi berikutnya. pada tipe habitat kebun cengkeh sebesar
(H’=1,79), kebun cokelat (H’=1,83) dan hutan
Untuk mendeskripsikan keanekaragaman
bekas tebangan (H’=1,95) sedangkan nilai
spesies reptil menggunakan beberapa ukuran
Indeks Keragaman tertinggi terdapat pada habitat
(Krebs, 1989) yaitu :
hutan sekunder, yaitu dengan nilai sebesar
1. Kekayaan pesies (Species Richness) diukur (H’=2,23).
menggunakan Indeks Kekayaan Shannon -
Faktor yang menyebabkan tingginya
Wiener. Indeks Shannon-Wiener : H’ = - ∑ keanekaragaman spesies pada habitat hutan
Pi ln Pi sekunder, karena vegetasi yang terdapat pada
2. Kemerataan spesies (Evennes), formula habitat hutan sekunder lebih beragam dengan
indeks kemerataan adalah : struktur umur yang bervariasi. Keragaman vegetasi
pada habitat hutan sekunder dan hutan bekas
H, H' tebangan dapat menyediakan sumber makanan
E atau yang lebih banyak dan bervariasi, sebagai tempat
H maks ln s bernaung dan berlindung yang baik, juga tempat
yang baik bagi satwa liar termasuk reptil untuk
Hasil dan diskusi berkembang biak, kondisi seperti ini tidak terdapat
1. Keanekaragaman spesies. pada kebun cengkeh dan kebun cokelat
2. Kemerataan spesies ( Evenness)
Pengamatan dan pengumpulan sampel dari
tiap lokasi berhasil menemukan 16 spesies reptil Hasil perhitungan Indeks kemerataan spesies
dengan jumlah total 232 individu, dua spesies dari semua lokasi pengamatan adalah (E=0,49)
ditemukan di luar plot pengamatan sebagai sedangkan nilai Indeks kemerataan dari masing –
tambahan, yaitu Crysopelea paradisi celebensis masing habitat dari yang terendah sampai yang
satu individu, dan Varanus salvator satu individu tertinggi adalah, hutan bekas tebangan (E=0,79),
sehingga keseluruhan spesies reptil yang dicatat kebun cokelat (E=0,83), hutan sekunder (E=0,87)
dalam penelitian ini adalah 18 spesies yang dan kebun cengkeh (E=0,92).
tergabung dalam lima famili, dengan jumlah total Hasil perhitungan tersebut memiliki nilai
234 individu. Daftar spesies reptil yang ditemukan kurang dari 1, hal ini berarti komposisi spesies
dari berbagai tipe habitat di Pulau Banggai. Secara yang terdapat pada habitat yang diamati tidak
umum kekayaan spesies reptil yang diperoleh dari merata, terdapat beberapa spesies memiliki jumlah
Pulau Banggai dalam penelitian ini tergolong individu yang melimpah sedangkan jumlah individu
rendah, dibandingkan dengan hasil penelitian dari spesies lainnya terdapat dalam jumlah yang
terdahulu dari pulau – pulau lain yang termasuk relatif lebih kecil. Eutropis multifasciata dan
dalam kawasan Wallacea, maupun dari pulau Lamprolepis smaragdina ditemukan pada semua
lainnya. Pulau Buton Sulawesi Tenggara dengan lokasi yang diamati dalam jumlah yang relatif
luas 4.400 km² terdapat 13 Famili dan 55 Spesies, melimpah dibandingkan spesies yang lainnya.
Pulau Kabaena dengan luas 1000 km² terdapat 28 Hasil ini menunjukan bahwa semua habitat yang
spesies (Gillespie et al., 2005) dan dari pulau diamati telah terganggu oleh adanya aktivitas
Waigeo seluas 3.155 km² terdapat 32 spesies manusia. Menurut Wanger et al, (2010) dalam
(Hamidy dan Setiadi, 2006) sedangkan dari Taman habitat yang masih utuh atau belum terganggu
Nasional Lore Lindu di Sulawesi Tengah dengan memiliki kelimpahan spesies yang relatif merata

ISBN 978-602-19655-4-2 299


Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

sedang dalam habitat yang sudah terganggu yang mana ditemukan 18 spesies dari 5 famili.
kelimpahan beberapa spesies lebih menonjol. Keanekaragaman terendah terdapat pada habitat
kebun cengkeh (H’=1,79) dan keanekaragaman
tertinggi terdapat pada habitat hutan sekunder
(H’=2,23). Sedang kemerataan terendah terdapat
Jumlah Jumlah individu per pada habitat hutan bekas tebangan (E=0,79) dan
individu habitat
Spesies kemerataan tertinggi terdapat pada habitat kebun
Semua
cengkeh (E=0,92).
habitat
KCH HBT KCT HTS
Ucapan Terima Kasih
Ahaetulla prasina 9 2 2 - 5
Penulis mengucapkan terima kasih atas
Dendrelaphis
pictus
4 - 2 - 2 beasiswa yang diberikan oleh Pemerintah Provinsi
Sulawesi Tengah melalui Dinas Pendidikan dan
Psammodynastes Kebudayaan.
pulverulentus
1 - 1 - -
Referensi
Chrysopelea
paradisi 1 - - - - [1] Campbell, N. A., Reece, J. B., dan Mitchell, L.
celebensis* G. “Biologi” Edisi ke-5 – Jilid 3. Jakarta:
Penerbit Erlangga, (2003).
Varanus salvator* 1 - - - - [2] Gillespie, G., Howard, S., Lockie, D.,
Sphenomorphus
Scroggie, M., dan Boeadi, “Hepertofaunal
nigrilabris
11 2 3 3 3 richness and community structure of off –
shore island of Sulawesi”, Indonesia.
Emoia sp 6 - - 3 3 Biotropica, 37: 279 – 290, (2005).
Emoia ruficauda 11 - 6 - 5 [3] Hamidy, A., dan Setiadi, M. I, “Jenis – jenis
hepertofauna di pulau Halmahera. Pusat
Emoia Studi Biodiversitas dan konservasi
26 7 5 7 7
caeruleocauda Universitas Indonesia dan Musium
Zoologicum Bogoriense”, Puslit Biologi
Eutropis
68 16 22 14 16 Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia,
multifasciata (2006).
[4] Heyer, W. R., Donnelly, M. A., McDiarmid, R.
Lamprolepis
smaragdina
58 12 17 13 16 W., Hayek, L. C., dan Foster, M. S.
“Measuring and Monitoring Biological
Gehyra mutilata 10 3 1 2 4 Diversity Standar Methods for Amphibians”,
Washington: Smithsonian Institution Press,
(1994).
Gehyra variagata 5 - 2 1 2 [5] Iskandar, D. T., dan Erdelen, W. R.,
Conservation of amphibians and reptiles in
Hemidactylus
frenatus
1 - - 1 - Indonesia : Issues and problems. Amphibian
and Reptile Conservation. 4(1): 60 – 93,
Cyrtodactylus sp 1 - - - 1 (2006).
[6] Iskandar, D. T., dan Tjan, K. N., “The
Amphibians and Reptiles of Sulawesi, with
Gekko monarchus 1 - 1 - - notes on the Distribution and Chromosomal
Number of frogs”. In Kitchener, D. J., Suyanto,
Gekko smithii 1 - - - 1 A. (Eds), First international conference in
eastern Indonesia – Australian vertebrate
Draco rhytisma 19 4 7 3 5 fauna, Manado, 1994. Western Australian
Museum, pp : 39 – 46, (1996).
Menurut Molles (2008) keanekaragaman [7] Krebs, C. J., “Ecology The Experimental
spesies akan lebih tinggi pada lingkungan yang Analysis of Distribution and Abundance
lebih kompleks. Ecological Methodology”, New York : Harper
and Row Publisher, (1989).
Kesimpulan [8] Molles, M. C.Jr., “Ecology Concepts and
aplication”, 4th Edition. McGraw Hill New York,
Keanekaragaman spesies reptil dari berbagai America, (2008).
tipe habitat di Pulau Banggai bila di bandingkan [9] Mumpuni, “Pedoman pengumpulan data
dengan keanekaragaman spesies dari daerah lain keanekaragaman fauna”, Bogor : Bidang
dalam kawasan Wallacea masih tergolong rendah,

ISBN 978-602-19655-4-2 300


Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

zoologi Pusat Penelitian Biologi. Lembaga Sulawesi”, Indonesia Salamandra. 47 (1) : 17


Ilmu Pengetahuan Indonesia, (2004). – 29, (2011).
[10] Wanger, T. C., Iskandar, D. T., Motzke, I.,
Brook, B. W., Sodhi, N. S., Clough, Y., dan
Tscharntke, T., “Land-use change affects Akhmadi*
community composition and traits of tropical SMA Negeri 1 Banggai, Sulawesi Tengah
amphibians and reptiles in Sulawesi bioakmad@yahoo.co.id
(Indonesia)”. Conservation Biology. 24 (3) :
795 – 802, (2010a). Djoko Tjahjono Iskandar
[11] Wanger, T. C., Motzke, I., Shahabuddin, S., Sekolah Ilmu Teknologi Hayati
Iskandar, D. T., “The amphibians and reptiles Institut Teknologi Bandung
of the Lore Lindu National Park area Central
*Corresponding author

ISBN 978-602-19655-4-2 301


Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Pemisahan Tetrafenilporfirin Menggunakan Kromatografi Kolomflash


Aldih Taangga, Alpin Lainua, Phutri Milana, Ciptati, Irma Mulyani dan Veinardi Suendo*

Abstrak
Porfirin dan turunannya telah banyak dipelajari sebagai fotosensitizer pada sel surya dan agen fotodinamik
terapi untuk pengobatan kanker maupun tumor. Salah satu turunan senyawa porfirin yang banyak
dikembangkan yaitu tetrafenilporfirin (TPP). Sintesis TPP dilakukan dengan menggabungkan metode
solventless dan metode Microwave-Assisted Organic Synthesis (MAOS). Pada penelitian ini dilakukan
pemisahan senyawa hasil sintesis menggunakan kromatografi kolom flashtermodifikasi dengan tujuan untuk
mengoptimasi pemisahan agar lebih efisien, baik dalam pemisahan maupun penggunaan pelarut.
Kromatografi kolom flash ini didesain tersambung dengan pompa vakum. Perbedaan tekanan udara akan
membuat laju pemisahan 3 kali lebih cepat dan volume sampel yang dapat dipisahkan menjadi 10 kali lebih
banyak dibandingkan kromatografi kolom gravitasi.Spektrum UV-Vismenunjukan bahwa senyawa
TPPmenyerap kuat pada panjang gelombang 419 nm (pita soret) dan serapan lemahnya (pita Q) pada
panjang gelombang 515, 547, 592, dan 648 nm.Penentuan struktur senyawa hasil sintesis ditetapkan
berdasarkan data spektroskopi infra-merah, Raman, dan Resonansi Magnetik Inti (NMR). Serapan FT-IR
menunjukkan terbentuknya cincin porfirin dengan teramatinya vibrasi ulur N-H asimetrik dan simetrikdalam
cincinpada 3317 cm-1dan 3383 cm-1.Mode-mode vibrasi pada spektrum Raman, yaitu pada 336 cm-1 dan
406 cm-1 yang menyatakan mode vibrasi ulur N-H dalam cincin porfirin, 1001 cm-1 yang menyatakan vibrasi
ulur breathing pirol, 1293 cm-1 dan 1382 cm-1 yang masing-masing menyatakan vibrasi ulur setengah cincin
pirol dan seperempat cincin pirol. Kelima mode vibrasi ini menunjukkan telah terbentuknya cincin porfirin
pada produk reaksi (TPP). Spektrum proton NMR tetrafenilporfirin menunjukkan sinyal proton pirol terdapat
pada δ 8,843 ppm, sinyal proton orto-fenil pada δ 8,22 ppm, dan sinyal proton meta dan para fenil pada δ
7,77 ppm. Proton pirol yang sangat terlindung (shielding) dalam cincin porfirin memberikan sinyal dibawah
TMS yaitu -2,768 ppm. Produk dari pemisahan senyawa hasil sintesis menggunakan kromatografi kolom
flash termodifikasi dihasilkan kristal berwarna ungu sebanyak 1,1363 gram dengan rendemen 18,23 %.
Kata kunci : Microwave-Assisted Organic Synthesis (MAOS), porfirin, sintesis tetrafenilporfirin, UV-Vis,
kromatografi flash.
sulit untuk dipisahkan. Hal ini dapat diatasi dengan
Pendahuluan menggunakan resolusi pemisahan yang tinggi.
Porfirin dan turunannya telah banyak Dari penelitian sebelumnya, telah dilakukan
dipelajari sebagai fotosensitizer pada sel surya pemisahan TPP dari hasil sintesis menggunakan
dan agen fotodinamik terapi untuk pengobatan kromatografi kolom gravitasi yang berdiameter 1
kanker maupun tumor [1].Sintesis porfirin pertama cm dengan volume sampel 0,5 mL dan massa
kali dilaporkan oleh Paul Rothemund, dimana silika 8,5 g [4]. Hal tersebut menghasilkan
kondisi reaksinya yaitupemanasan pada suhu 145 pemisahan yang baik namun masih terdapat
–155oC selama 30 jam dan menggunakan pelarut beberapa kelemahan, antara lain waktu
piridin dan metanol, menghasilkan senyawa pengerjaan relatif lama, sampel yang dipisahkan
porfirin dengan rendemen ~10% [2].Salah satu sedikit, menggunakan banyak pelarut serta
turunan senyawa porfirin yang banyak menghasilkan band tailingsehingga pemisahannya
dikembangkan yaitu tetrafenilporfirin (TPP). kurang baik [5]. Pada penelitian ini, dikembangkan
Sintesis TPP dilakukan melalui reaksi kondensasi suatu desain kromatografi kolom flash
pirol dengan aldehid menggunakan katalis termodifikasi untuk memisahkan senyawa hasil
asam.Padapenelitian ini sintesis TPP dilakukan sintesis dengan bahan uji yang digunakan yaitu
dengan menggabungkan metode solventless tetrafenilporfirin (TPP).
dengan metode Microwave Assisted Organic
Synthesis (MAOS). Penggunaan MAOS dinilai Teori
lebih efektif karena mempunyai beberapa
Tetrafenilporfirin merupakan porfirin sintesis
keuntungan, antara lain mengurangi waktu reaksi,
dengan subtituen berupa empat gugus fenil yang
meningkatkan hasil reaksi, dan mengurangi
simetrik. Sintesis tetrafenilporfirin dilakukan
penggunaan pelarut (green chemistry) [3].
dengan menggunakan metode MAOS,yang
Pemisahan TPP hasil sintesis menjadi kendala
dikembangkan sejak 20 tahun yang lalu [6].MAOS
yang serius karena produk samping hasil reaksi
merupakan metode yang memanfaatkan energi
mempunyai kepolaran yang hampir mirip sehingga
elektromagnetik dengan frekuensi rendah yaitu

ISBN 978-602-19655-4-2 302


Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

0.3-300 GHz.Materi atau molekul memiliki terlihat pada gambar 3a. Hasil uji KLT menunjukan
kemampuan yang berbeda untuk dipanaskan oleh bahwa masih dihasilkan banyak noda pada hasil
gelombang mikro tergantung pada sifat molekul itu sintesis sehingga diperlukan pemisahan
sendiri. Pemanasan secara gelombang mikro lebih menggunakan kromatografi kolom flash
efisien karena gelombang mikro dapat mentranfer termodifikasi. Kromatografi kolom flash
energi langsung pada molekul pereaksi [7]. termodifikasi ini dilengkapi dengan kran yang
dapat mengatur laju pemisahan pita-pita senyawa.
Teknik yang paling umum digunakan dalam
Selain itu, diameter kolom tidak terlalu besar (3
pemisahan senyawa yaitu kromatografi kolom
cm) membuat fasa diam (silika) lebih tinggi (13,5
gravitasi. Teknik pemisahan ini masih mempunyai
cm) sehingga meningkatkan kualitas pemisahan
kekurangan yaitu waktu yang diperlukan untuk
(resolusi yang lebih tinggi). Hasil pemisahan
pemisahan relatif lama dan sampel yang akan
menggunakan kromatografi kolom flash tersebut
dipisahkan sedikit. Harwood mengembangkan
diperoleh beberapa pita-pita senyawa seperti
teknik pemisahan yaitu kolom kering flash Dengan
telihat pada gambar 3b. Pita berwarna ungu
diameter kolom 10 – 13cm seperti terlihat pada
terelusi lebih dahulu dan diduga bahwa pita ungu
gambar 1a. Metode ini mampu memisahkan
tersebut merupakan pita senyawa tetrafenilporfirin
senyawa dengan baik, mudah diterapkan pada
karena tetrafenilporfirin bersifat nonpolar dan
kromatografi skala besar (hingga 100 g) dan cepat
berwarna ungu.
[8]. Namun pemisahan ini dianggap kurang baik
karena membutuhkan sejumlah adsorben dan
pelarut. Selanjutnya Pedersen dan Rosenbohm
mengembangkan suatu alat kromatografi vakum
kering namun alat tersebut mempunyai
kekurangan yaitu tidak dapat mengatur laju
pemisahan pita-pita senyawanya [9]. Seperti
terlihat pada gambar 1b.

a b
Gambar 2. (a) Hasil KLT awal setelah ekstraksi, (b)

Hasil pemisahan TPP.


Kromatografi kolom flash termodifikasi sangat
(a) (b) (c) cocok untuk pemurnian sampel porfirin dalam
skala besar karena dapat memisahkan senyawa
Gambar 1. (a) Kromatografi yang disarankan oleh dalam jumlah besar, yaitu 10 kali lebih banyak dan
L. M. Harwood (b) Kromatografi yang disarankan kecepatan pemisahannya 3 kali lebih cepat dari
oleh Pedersen dan Rosenbohm dan (c) desain kromatografi kolom gravitasi. Selain itu, pemisahan
kromatografi kolom flash termodifikasi. dengan menggunakan kromatografi kolom
Pada penelitian ini, dikembangkan suatu flashdapat mengurangi penggunaan pelarut
desain kromatografi kolom flash termodifikasi pada sampai dengan 50% dan silika gel hingga 30%,
gambar 1c, untuk memisahkan senyawa hasil seperti terlihat pada tabel 1.
sintesis dalam jumlah besar dengan Materi uji Tabel 1. Perbandingan pemisahan TPP
yang digunakan yaitu tetrafenilporfirin. menggunakan kromatografi kolom flash dan
kromatografi kolom gravitasi
Hasil dan Diskusi
Kromatografi Kromatografi
Sintesis TPP dilakukan dengan mereaksikan Perlakuan
kolom flash kolom gravitasi
benzaldehid dan pirol dalam wadah mortar Diameter kolom 3 cm 1 cm
menggunakan fasa pendukung silika gel. Jumlah silika gel 60 gram 8,5 gram
Campuran reaksi diradiasi gelombang mikro Volume sampel 5 mL 0,5 mL
dengan daya 100% selama 2 x 5 menit. Hal ini Waktu 30 menit 90 menit
bertujuan untuk mencegah terjadinya letupan Volume eluen 240 mL 50 mL
(bumping) selama reaksi karena pemanasan yang Larutan ungu yang dihasilkan dari pemisahan
berlebihan.Senyawa hasil sintesis diekstraksi menggunakan kromatografi kolom flash modifikasi
dengan etil asetat, selanjutnya dievaporasi pada kemudian dievaporasi dan dikristalisasi untuk
tekanan rendah untuk menguapkan pelarutnya. tahap pemurnian dengan menggunakan
Analisis awal hasil sintesis dilakukan dengan diklorometana sehingga diperoleh kristal ungu
menggunakan kromatografi lapis tipis (KLT) kemerahan seperti terlihat pada gambar a. Untuk
dengan eluen n-heksana : etil asetat (7:1) seperti melihat morfologi dari kristal TPP yang diperoleh,

ISBN 978-602-19655-4-2 303


Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

selanjutnya dilakukan analisis Scanning Electron


Microscopy (SEM) dan dihasilkan bentuk morfologi
Tabel 3. Jenis vibrasi pada spektrum FT-IR
kristal TPP dengan berbagai pembesaran sebagai
berikut ; Bilangan
Jenis Vibrasi Literatur
gelombang (cm-1)
2855 asim (H-fenil) 2855
a b c asim (H-fenil)
2923 2922
2970 sim (H-fenil) 2957
3022 sim (Cβ-H) 3027
3055 sim (Cβ-H) 3056
3317 3018
asim (N-H porfirin)
Gambar 3. Scanning Electron Microscopy (a)
Kristal TPPdengan pembesaran 50 kali (b) Sudut
Kristal dengan pembesaran 500 kali (3) patahan Pada penelitian ini dilakukan analisis spektroskopi
kristal dengan pembesaran 5000 kali. proton NMR untuk mengidentifikasi senyawa
tetrafenilporfirin hasil sintesis.
Karakterisasi senyawa hasil sintesis
menggunakan Spektrum UV-sinar tampak Tabel 4. Hasil pengukuran proton NMR
menunjukkan bahwa senyawa tetrafenilporfirin
hasil sintesis dalam toluen menyerap cahaya pada Proton Integritas Multiplisitas δ (ppm)
panjang gelombang 419 nm serapan maksimum H-pirol 8H siglet 8,843
(pita soret) dan serapan lemahnya (pita Q) pada H-orto fenil 8H doblet 8.22
panjang gelombang 515, 547, 592, dan 648. H-meta dan 12H multiplet 7,77
sedangkan spektrum emisi senyawa para fenil
tetrafenilporfirin hasil penelitian dalam larutan H-pirol dalam 2H singlet -2,768
toluen menunjukkan puncak emisi yaitu pada cincin
panjang gelombang yaitu 651 nm.Pengukuran
Raman diperoleh mode-mode vibrasi seperti
Tabel 4 menunjukan sinyal proton pirol
terlihat pada tabel 2.
terdapat pada δ 8,843 ppm (8H, s), sinyal proton
Tabel 2. Mode-mode vibrasi dari spektrum Raman orto-fenil pada δ 8,22 ppm (8H, d), dan sinyal
proton meta dan para fenil pada δ 7,77 ppm (12H,
Bilangan
Jenis vibrasi Literatur m).Proton pirol pada cincin porfirin sangat tidak
gelombang (cm-1)
terlindungi (deshielding) karena adanya efek arus
1385 (seperempat 1382
cincin pirol) cincin seperti yang terjadi pada hidrogen fenil
1296  (setengah cincin 1293 sedangkan proton pirol yang berada dalam cincin
pirol) porfirin sangat terlindungi (shielding) sehingga
1001 (pirol breathing) 1002
memberikan sinyal dibawah TMS yaitu -2,768 ppm
(2H, s).Hal ini disebabkan karena adanya efek
406  (N-H) 407
anisotropik. Elektron π terdelokalisasi di sekitar
336  (N-H) 336
cincin akan berputar ke arah medan magnet
Vibrasi Raman pada bilangan gelombang 336 sehingga menghasilkan medan magnet imbasan
cm-1 dan 406 cm-1 merupakan mode vibrasi ulur N- yang berlawan dengan medan magnet luar.
H dalam cincin porfirin, 1001 cm-1 menunjukkan Karena proton berada pada sumbu magnet
vibrasi ulur breathing pirol, 1293 cm-1 dan 1382 imbasan, maka proton pirol menjadi terlindungi.
cm-1 masing-masing menyatakan vibrasi ulur Hal ini yang mengakibatkan proton dalam cincin
setengah cincin pirol dan seperempat cincin pirol. porfirin muncul pada upfield. Data spektrum proton
Kelima mode vibrasi ini menunjukkan telah NMR ini membuktikan terbentuknya cincin porfirin
terbentuknya cincin porfirin pada produk reaksi pada produk reaksi (TPP).
(TPP).Spektrum serapan FT-IR menunjukkan pada
bilangan gelombang 3317 cm-1merupakan vibrasi Kesimpulan
asimetri pada cincin porfirin. Vibrasi ini Pemisahan TPP menggunkan kromatografi
menunjukan terbentuknya cincin pirol pada kolom flash termodifikasi sangat cepat (3 kali lebih
senyawa hasil sintesis. cepat) dan kapasitas sampel yang dipisahkan 10
kali lebih banyak dibandingkan kromatografi kolom
gravitasi. Sehingga dengan kapasitas sampel yang
sama dapat disimpulkan bahwa laju pemisahan 30
kali lebih cepat, mengurangi penggunaan pelarut
hingga 50% dan silika gel hingga 25-30%. Produk
kristal TPP yang dihasilkan dari pemisahan
menggunakan kromatografi kolom flash

ISBN 978-602-19655-4-2 304


Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

termodifikasi sebanyak 1,1363 gr dengan [9] D.S. Pedersen, C. Rosenbohm,“Dry Column


rendemen 18,23%. Karakterisasi senyawa hasil Vacuum Chromatography”, Shyntesis, New
sintesis menggunakan spektroskopi FTIR, Raman, York,(16) 2431-2434 2001.
dan proton NMR menunjukan bahwa senyawa
yang dihasilkan merupakan senyawa
tetrafenilporfirin.

Ucapan Terima Kasih


Aldih Taangga
Penulis mengucapkan terima kasih kepada SMAN 1 Lembo,
Prof. Dr. Yana M. Syah atas pengukuran Jl. Protokol No. 2, Kec.Lembo,
spektroskopi proton NMR. Penilitian ini didukung Kabupaten Morowali,
secara finansial oleh Program Riset Inovasi dan Propinsi Sulawesi Tengah.
KK ITB 2011 (No. 225/I.1.C01/PL/2011), Hibah taanggaaldih@yahoo.co.id
Riset DIKTI-DIKNAS 2013, serta Riset Inovasi dan
KK ITB 2013 (No. 218/I.1.C01/PL/2013). Alpin Lainua
SMKN 1 Petasia, Kabupaten Morowali,
Daftar Pustaka Sulawesi Tengah.
AlpinLainua@yahoo.com
[1] R. Bonnett, “Chemical Aspects of
Photodynamic Therapy”, Gordon and Breach Phutri Milana
Science Publishers. Amsterdam.159,166-168 Organic Chemistry Research Division,
(2000). Faculty of Mathematics and Natural Sciences,
[2] P. Rothemund, A New Porphyrin Synthesis. Institut Teknologi Bandung.
“The Synthesis of Porphyrin”,Journal of mphutri@yahoo.com
American Chemical Society, 58 (4),625-627,
(1936) Ciptati
[3] D.R. Sauer, D. Kalvin,K.M. Phelan, Organic Chemistry Research Division,
“Microwave-Assisted Synthesis Utilizing Faculty of Mathematics and Natural Sciences,
Supported Reagents: A Rapid and Efficient Institut Teknologi Bandung.
Acylation Procedure”, Organic Letter,5,4721- ciptati@chem.itb.ac.id
4724, (2003).
[4] Putri Milana, “Synthesis and Characterization Irma Mulyani
of Tetraphenylporphyrin and Its Derivative Inorganic and Physical Chemistry Research
Using Microwave-Assisted Organic Synthesis Division,
(MAOS)”, Tesis Magister, Institut Teknologi Faculty of Mathematics and Natural Sciences,
Bandung, 2012, p.22. Institut Teknologi Bandung.
[5] W.C. Still, M. Kahn, A. Mitra, “Rapid irma@chem.itb.ac.id
Chromatographic Technique for Preparative
Separations with Moderate Resolution”, Veinardi Suendo*
Journal of Organic Chemistry,43, 2923-2925 Inorganic and Physical Chemistry
(1978). Research Division,
[6] R.Martinez-Palou, “Ionic Liquid and Faculty of Mathematics and Natural Sciences,
Microwave-Assisted Organic Synthesis:A Institut Teknologi Bandung.
“Green” and Synergic Couple”,Journal of National Research Center for Nanotechnology,
Mexico Chemical Society,51(4), 252-246. InstitutTeknologi Bandung.
(2007). vsuendo@chem.itb.ac.id
[7] D.E. Sternberg, D. Dolphin, “Porphyrin-based
Photosensitizers forUse in Photodynamic
Therapy”, Tetrahedron,54, 4151–4202, *Corresponding author
(1998).
[8] L.M Harwood, “Dry column vacuum
chromatography”, Aldrichimica Acta, 8, 25
(1985)

ISBN 978-602-19655-4-2 305


Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Pembuatan Komposit Papan Serat dari Tandan Kosong Kelapa Sawit


dan Karakterisasi Sifat Fisis dan Mekanisnya
Bernart Taangga*, dan Widayani

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk membuat dan mempelajari sifat fisis dan mekanis komposit berupa papan
serat berbasis tandan kosong kelapa sawit (TKKS). Pada penelitian ini dibuat komposit menggunakan
perekat dengan konsentrasi 1,96 %, 3,85 %, 5,66 %. Persiapan serat TKKS dilakukan dengan perendaman
dalam larutan NaOH 4 % dan lama perendaman 72 jam. Hasil pengujian sifat fisis papan serat dengan
konsentrasi perekat 1,96 %; 3,85 %; dan 5,66 % berturut-turut diperoleh (a) massa jenis 1,142 g/cm3; 1,131
g/cm3; 1,190 g/cm3, (b) kadar air 10,14 %; 10,48 %; dan 9,83 %, (c) daya serap air 65,31 %; 59,39 %; 63,69
%, dan (d) pengembangan tebal 60,14 %; 49,36 %; 58,66 %. Dari pengujian sifat mekanis diperoleh kuat
tarik, keteguhan lentur, dan keteguhan patah berturut-turut dalam rentang (75,83 – 123,38) kgf/cm2,
(15921,58 – 24009,85) kgf/cm2, dan (197 – 260,39) kgf/cm2. Hasil penelitian menunjukan bahwa komposit
papan serat dengan konsentrasi perekat 3,85 % mempunyai kekuatan mekanis yang lebih tinggi
dibandingkan dengan yang lainnya.
Kata kunci : TKKS, rendaman alkali, perekat UF, komposit papan serat, sifat fisis,sifat mekanis

Pendahuluan Hemiselulosa
Salah satu limbah terbesar yang dihasilkan Hemiselulosa termasuk dalam kelompok
oleh pabrik/industri minyak kelapa sawit adalah polisakarida heterogen yang dibentuk melalui
limbah tandan kosong kelapa sawit (TKKS). biosintetis yang berbeda dengan selulosa.
Produksi minyak kelapa sawit kasar Indonesia Hemiselulosa relatif mudah dihidrolisasi oleh
mencapai 6 juta ton per tahun. Secara bersamaan asam menjadi komponen-komponen monomernya
dihasilkan pula limbah TKKS dengan potensi (Sjotrom, 1995).Hemiselulosa menyebabkan serat
sekitar ± 2,5 juta ton per tahun (Anonim, 1999). bersifat lentur sehingga mempermudah dalam
proses penggilingan pulp.
Salah satu usaha untuk mengatasi hal
tersebut adalah dengan memanfaatkan TKKS
Lignin
menjadi produk yang berguna dan bernilai tambah,
misalnya dengan mengolahnya menjadi papan Lignin termasuk dalam kelompok polimer
serat. Papan serat banyak digunakan sebagai komplek yang mempunyai bobot molekul yang
bahan konstruksi, peralatan listrik, dan produk- tersusun atas satuan-satuan fenil propane yaitu
produk panel lainnya. senyawa yang bersifat menghambat pertumbuhan
cendawan tanpa mematikannya. Lignin terdapat
Teori diantara sel-sel dan dinding sel dan berfungsi
sebagai perekat antara sel agar tetap bersama-
Kandungan kimia tandan kosong kelapa sawit
sama, memberikan ketegaran pada sel serta
menurut Irawadi (1991) terdiri dari 32,55 %
memperkecil perubahan dimensi sehubungan
selulosa, 31,70 % hemiselulosa, 28,54 % lignin,
dengan perubahan kadar air (Haygreen dan
5,35 % lemak dan 4,45 % protein yang dihitung
Bowyer,1989)
berdasarkan berat serat saat dipanaskan dalam
oven. Selain dari senyawa di atas dalam TKKS
Pengujian Sifat Fisis Papan Serat
juga terdapat zat ekstraktif yang berupa minyak
dan lemak.
Kerapatan
Selulosa Pengujian kerapatan dilakukan pada kondisi
kering udara dan kering oven. Massa contoh uji
Selulosa adalah polisakarida yang dihasilkan
oleh sitoplasma sel tanaman yang membentuk ditimbang terlebih dahulu ( M 1 ), kemudian panjang,
dinding sel, dan jumlahnya yang cukup besar. lebar dan tebalnya diukur untuk menghitung
Bobot molekulnya tinggi, strukturnya teratur dan volumenya (V1). Sedangkan massa untuk
merupakan polimer linier (Achmadi, 1990) kerapatan kering oven (M2) dan volume diukur
setelah dikeringkan dalam oven (V2).

ISBN 978-602-19655-4-2 306


Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

M1 lenturnya contoh uji diukur tebal ( l ) dan lebarnya


Kerapatan (g/cm3)= (1)
V1 ( b ). besar nilai keteguhan lentur dihitung dengan
rumus:
Kadar Air
PL3
Contoh uji yang digunakan sama dengan MOE(kg/cm2)= (6)
4Ybl 3
contoh uji kerapatan. Contoh uji kering udara
ditimbang ( M 1 ) kemudian dikeringkan dalam oven Keterangan :
pada suhu 103 0C ( M 2 ). Nilai kadar air contoh uji MOE = keteguhan lentur
dihitung dengan rumus sebagai berikut : P = Beban pada batas proporsi (kg)
L = Jarak sangga (14 cm)
M1  M 2
Kadar air(%) =  100% (2) Y = Defleksi P (cm)
M2 b = Lebar contoh uji (cm)
l = Tebal contoh uji (cm)
Pengembangan tebal
Keteguhan Patah
Dimensi tebal contoh uji dalam keadaan
kering udara diukur dengan caliper (jangka Pengujian keteguhan patah menggunakan
sorong). Tebal contoh uji diukur pada sisinya ( t1 ), contoh uji yang sama dengan contoh uji keteguhan
lentur. Pengujiannya juga menggunakan mesin
kemudian contoh uji direndam dalam air secara Amsler dan dilakukan dalam kondisi kering udara.
horizontal pada ketinggian 3 cm dibawah Nilai MOR dihitung dengan rumus :
permukaan air selama 24 jam. Setelah itu tebal
contoh uji diukur kembali tepat ditempat 3PL
pengukuran sebelumnya ( t 2 ). Nilai MOR (kg/cm2) = (7)
2bl 2
pengembangan tebal contoh uji dihitung dengan
rumus sebagai berikut : Keterangan :
t 2  t1 MOR = Keteguhan patah
Pengembangan Tebal (%) =  100% ...(3) P = Beban pada batas proporsi (kg)
t1
L = Jarak sangga (12 cm)
B = Lebar contoh uji (cm)
Daya Serap Air L = Tebal contoh uji (cm)Teori
Contoh uji daya serap air sama dengan
contoh uji pengembangan tebal. Contoh uji Hasil dan Diskusi
ditimbang dahulu massanya ( B1 ) kemudian
Hasil uji sifat fisis dan mekanis papan serat.
direndam dalam air dan ditimbang kembai
massanya ( B 2 ). Nilai daya serap air dihitung Tabel 1. Hasil uji kerapatan papan serat kering
udara (KU) dan kering oven (KO).
dengan rumus sebagai berikut:
B2  B1 Konsentrasi Kerapatan Kerapatan
Daya Serap air =  100 % (4)
Perekat (%) KU (g/cm3) KO (g/cm3)
B1
1.96 1.14 1.13
Uji Tarik 3.85 1.13 1.10
Contoh uji diukur panjang ( l ), lebar ( b ), dan 5.66 1.19 1.17
tebal ( d ) kemudian dilekatkan pada mesin uji Hasil pengukuran massa jenis kering udara
dengan posisi tegak lurus dan diberi beban tegak dan massa jenis kering oven yang diperoleh
lurus permukaan (ditarik) hingga contoh uji putus menunjukan bahwa massa jenis kering udara lebih
(beban maksimum P ). mesin yang digunakan besar dibandingkan massa jenis kering oven. Hal
untuk uji ini adalah suisze dengan beban 150 kg ini disebabkan pada saat contoh uji dikeringkan
dalam oven, kadar air contoh uji akan berkurang
P dan terjadi penyusutan sehingga massa dan
KT = (5)
bl volume contoh uji akan berkurang. Dengan
demikian maka massa jenis kering oven akan lebih
Keteguhan Lentur (MOE) kecil dari massa jenis kering udara.

Pengujian keteguhan lentur diuji dengan alat


uji simadzu autograph. Sebelum diuji keteguhan

ISBN 978-602-19655-4-2 307


Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Tabel 2. Hasil uji kadar air papan serat. penyebaran perekat pada saat pencampuran
perekat dengan pulp TKKS saat pembentukan
Konsentrasi lembaran papan serat tersebar merata
Kadar Air (%)
perekat (%) dibandingkan pada konsentrasi perekat 1,96 %
dan konsentrasi perekat 5,66 %.
1.96 10.41
3.85 10.48 Tabel 6. Hasil uji keteguhan lentur papan serat.
5.66 9.83 Konsentrasi Keteguhan
Hasil pada tabel 2 menunjukkan bahwa kadar perekat (%) lentur (kgf/cm2)
air pada papan dengan konsentrasi perekat 5,66 1,96 1,81 × 104
% lebih kecil dibandingkan pada konsentrasi
perekat 1,96 % dan konsentrasi perekat 3,85 %. 3,85 2,40 × 104
Hasil menunjukkan bahwa semakin besar massa 5,66 1,59 × 104
jenis papan serat, kadar airnya semakin rendah.
Hasil pengujian Keteguhan Lentur papan
Tabel 3. Hasil uji daya serap air papan serat. serat diperoleh nilai yang bervariasi dan tertinggi
berada pada konsentrasi perekat perekat 3,85 %
Konsentrasi Daya serap air dan terendah pada konsentrasi perekat 5,66 %.
Perekat (%) (%) Hasil tersebut menunjukkan bahwa penggunaan
konsentrasi perekat yang lebih besar tidak
1.96 65.31
mempengaruhi keteguhan lentur papan serat.
3.85 59.39 Kekuatan papan serat tergantung pada jalinan
5.66 63.69 serat yang terbentuk saat pembentukan lembaran
(Maloney, 1977) sedangkan pemberian perekat
Daya serap air papan serat berkisar antara pada saat pembentukan lembaran hanya untuk
59.39 – 65.31 % . Meningkatnya nilai daya serap memperbaiki ikatan antar serat (Koch, 1985).
air dapat diakibatkan oleh penggunaan NaOH
yang relatif tinggi. Penggunaan NaOH yang terlalu Tabel 7. Hasil uji keteguhan patah papan serat.
tinggi dapat meningkatkan kemampuan serat
untuk menyerap air akibat rusaknya struktur Konsentrasi Keteguhan patah
kristalin dari rantai selulosa, Widya Fatriasari perekat (%) (kgf/cm2)
(2001). 1,96 199,20
Tabel 4. Hasil uji pengembangan tebal papan 3,85 260,39
serat. 5,66 197,08

Konsentrasi Pengembangan Nilai keteguhan patah yang diperoleh pada


Perekat (%) tebal (%) konsentrasi perekat 3,85 % lebih besar dari nilai
pada konsentrasi perekat 1,96 % dan konsentrasi
1.96 60.14
perekat 5,66 %. Seperti halnya pada keteguhan
3.85 49.36 lentur, pendistribusian perekat yang merata pada
5.66 58.66 saat pencampuran perekat dengan pulp TKKS
akan menghasilkan keteguhan patah yang lebih
Pengembangan tebal papan serat dapat juga baik.
disebabkan oleh tingginya konsentrasi NaOH pada
perendaman pulp sehingga makin intensifnya Dalam pembuatan papan serat digunakan
degradasi selulosa. Degradasi selulosa metode pembuatan papan serat berkerapatan
menyebabkan ikatan antara serat dalam lembaran sedang namun pada saat pengujian kerapatan,
menjadi lemah, Widya Fatriasari (2001). hasil yang diperoleh termasuk dalam golongan
papan serat berkerapatan tinggi. Hal ini
Tabel 5. Hasil uji kuat tarik papan serat. kemungkinan disebabkan oleh pemberian tekanan
yang tidak terkontrol pada saat pembentukan
Konsentrasi Kuat Tarik lembaran papan serat.
Perekat (%) (kgf/cm2)
Hasil uji kadar air, kuat tarik, keteguhan
1.96 82.01 lentur, dan keteguhan patah tidak memenuhi
3.85 123.38 standar FAO (1966) untuk papan serat
5.66 75.83 berkerapatan tinggi namun semuanya memenuhi
standar FAO (1966) untuk papan serat
Pada penelitian ini diperoleh nilai kuat tarik berkerapatan sedang dan untuk daya serap air
papan serat tertinggi pada konsentrasi perekat dan pengembangan tebal tidak memenuhi standar
3,85 %, hal ini menunjukkan kemungkinan

ISBN 978-602-19655-4-2 308


Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

FAO (1966) baik untuk papan serat berkerapatan Referensi


tinggi maupun papan serat berkerapatan sedang.
[1] Anonim, “Project proposal: Pulp and paper
Tabel 8. Standar yang digunakan. Sifat fisis dan from empty oil-palm bunches”, PT Triskisatrya
mekanis Standar FAO (1966). Daya Pratanma. Jakarta, Indonesia, (1999).
[2] Achmadi, S. S., “Kimia Kayu”, Departemen
Standar FAO (1966) Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat
Sifat fisis dan Papan Pendidikan Tinggi. PAU Ilm u Hayat. Institut
Papan serat
mekanis serat Pertanian Bogor, (1990).
berkerapatan
berkerapat [3] Sjostrom, E. 1995. Kimia Kayu. Dasar-dasar
sedang
an tinggi dan Penggunaan. Edisis 2. Terjemahan
Hardjono Sastromidjojo. Gajahmada
Kerapatan (g/cm3) 0,42-0,80 0,90 – 1,20 University Prees. Yogyakarta.
[4] Haygreen, J. G and J. L. Bowyer. 1989. Hasil
Kadar Air (g/cm3) - - Hutan dan Ilmu Kayu Suatu Pengantar.
Diterjemahkan oleh Dr. Ir. Sutjipto A.
Keteguhan patah Hadikusumo. Gajah Mada University Press :
105-280 300 – 550
(Kgf/cm2) Yogyakarta.
Keteguhan lentur 14.000- 28.000 – [5] Asdar, M. 1998. Pengaruh Asetilisasi Pulp
(Kgf/cm2) 49.000 56.000 Kayu Akasia dan Sengon terhadap sifat Fisis
Mekanis Papan Serat Berkerapatan Sedang.
Keteguhan tarik Fakultas Pasca Sarjana IPB. Bogor.
85-210 210 – 400
(Kgf/cm2) [6] Darmoko dan Erwinsyah. 2000. Papan
Daya serap air Partikel dari Tandan Kosong Kelapa Sawit.
6-40 10 – 30 Universitas Winaya Mukti. Jatinangor.
(%)
[7] Widya fatriasari. 2001. Pengaruh Perlakuan
Pengembangan
4 -15 Alkali Pada Pulp Tandan Kosong Kelapa
tebal (%)
Sawit Terhadap morfologi Serat Dan Sifat
Fisis Mekanis Serat Berkerapatan Sedang.
Kesimpulan Skripsi Fahutan IPB. Bogor.
Dari hasil uji kerapatan, papan serat yang [8] Maloney, T. M. 1977. Modern Particle Board
dihasilkan adalah termasuk dalam golongan papan and Dry Prodess Fibreboard Manufacturing.
serat berkerapatan tinggi. Hasil uji karakterisasi Miller Freeman Publications. San Fransisco
papan serat untuk uji kadar air, kekuatan tarik, [9] Koch, P. 1985. Utilization of Hardwoods
keteguhan lentur, dan keteguhan patah tidak Growing on Southern Pine Sites. Vol III U. S.
memenuhi standar untuk papan serat departemen of Agriculture. Forest Service
berkerapatan tinggi namun semuanya memenuhi Washington DC.
standar untuk papan serat berkerapatan sedang
hal ini disebabkan karena dalam pembentukan Bernart Taangga*
papan serat menggunakan metode papan serat Guru SMK Negeri 1 Petasia
berkerapatan sedang. Kab. Morowali Sulawesi Tengah
bernarttaangga@yahoo.co.id
Ucapan Terima Kasih
Widayani
Penulis mengucapkan terima kasih kepada KK Fisika Nuklir dan Biofisika
Pemda Sulawesi Tengah atas Program kerja sama Institut Teknologi Bandung
dengan FMIPA Institut Teknologi Bandung untuk widayani@fi.itb.ac.id
beasiswa yang telah diberikan dan kepada Dinas
Pendidikan Daerah Kabupaten Morowali yang *Corresponding author
telah memberikan izin untuk belajar di ITB dan
kepada semua pihak yang telah membantu
sehingga penelitian ini dapat berjalan dengan
lancar.

ISBN 978-602-19655-4-2 309


Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Penerapan Model Pembelajaran Inkuiri Laboratorium Terbimbing


Pada Konsep Garam Terhidrolisis
Enok Aas*, Risa Rahmawati S, dan Yunita

Abstrak
Model pembelajaran inkuri laboratorium terbimbing terdiri dari lima tahap yaitu orientasi, eksplorasi,
penemuan konsep, aplikasi dan penutup merupakan model pembelajaran yang bisa menjadi alternatif untuk
mengefektifkan pembelajaran berbasis parktikum. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis keterampilan
proses sains siswa pada setiap tahap model pembelajaran inkuri laboratorium terbimbing. Metode penelitian
yang digunakan adalah metode penelitian kelas dan subjek penelitiannya adalah siswa kelas XI SMA Negeri
Jatinangor yang terdiri dari 34 orang siswa. Instrumen penelitian terdiri dari deskripsi pembelajaran, lembar
kerja siswa dan penilaian psikomotor. Data yang diperoleh diolah menggunakan statistik deskriptif.
Berdasarkan analisis data hasil belajar siswa pada tahap orientasi mendapat nilai 94, tahap eksplorasi
mendapat nilai 65,7, tahap penemuan konsep mendapat nilai 56, tahap aplikasi mendapat nilai 61, dan
penutup mendapat nilai 65,7.
Kata-kata kunci: format manuscript, SNIPS 2013, prosiding
menyelidiki. (Martinello dan Cook dalam McBride
Pendahuluan
et.al 2004:1).[2]
Model pembelajaran inkuri laboratorium
Tahapan model pembelajaran inkuiri
terbimbing menekankan pada pemahaman konsep
laboratorium terbimbing ini merujuk pada tahapan
berdasarkan pengalaman belajar siswa. Tahapan
model pembelajaran inkuri terbimbing dengan
model pembelajaran ini menggunakan tahapan
menggunakan learning cycle (Hanson D.M dalam
learning cycle yang dikemukakan oleh Hanson
Megadommani, 2011:15 )
yaitu, orientasi, eksplorasi, penemuan konsep dan
penutup. Penelitian sebelumnya dilakukan oleh
Tahap 1: Orientasi
Megadommani (2010)[1] menunjukkan model
pembelajaran inkuiri laboratorium terbimbing dapat Pada tahap ini guru mempersiapkan siswa
meningkatkan penguasaan konsep siswa. untuk belajar, dan memberi motivasi yang kreatif
sehingga siswa merasa ingin tahu.
Berdasarkan studi pendahuluan di SMA
Negeri Jatinangor, praktikum dirasakan kurang
efektif dalam hal waktu pembelajraan sehingga Tahap 2:Eksplorasi
perlu adanya model pembelajaran yang tepat. Pada tahap ini siswa melakukan penyelidikan,
Salah satunya, adalah inkuri laboratorium berupa mengamati, menganalisis data, melakukan
terbimbing. Sehingga peneliti melakukan penelitian percobaan, menghubungkan hasil penyelidikan,
di SMA Negeri Jatinangor pada konsep garam bertanya dan menguji hipotesis.
terhidrolisis. Penelitian ini dilakukan di kelas XI IPA
1, dalam dua kali pertemuan yaitu pada tanggal 7- Tahap 3:Penemuan Konsep
8 mei 2013. Metode penelitian yang di gunakan
adalah metode penelitian kelas. Hasilnya Siswa menemukan konsep dibantu dengan
kemudian dianalisis dengan statistik deskriptif dan inkuri terbimbing berupa pertanyaan-pertanyaan
dijelaskan secara kualitatif dan kuantitatif. yang kritis dan dapat membuat siswa menganalisis,
sehingga dapat membantu siswa dalam
Teori menemukan konsep, menghubungkan konsep dan
membantu siswa dalam menemukan kesimpulan
Model Pembelajaran Inkuri Laboratorium
Terbimbing Tahap 4: Aplikasi

Inkuiri berasal dari bahasa inggris “inquiry” Pada tahap ini pengetahuan siswa diperluas
yang artinya penyelidikan. Inkuiri adalah proses dengan memberikan wacana yang dihubungkan
dimana anak secara aktif di dunia melalui dengan fenomena yang terjadi. Sehingga siswa
pertanyaan dan mencari jawaban atas pertanyaan. akan lebih yakin terhadap pamahaman konsep
Proses ini ditandai dengan tindakan seperti yang dimilikinya.
bertanya, mencari, mengeksplorasi dan

ISBN 978-602-19655-4-2 310


Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

dirata-ratakan nilai yang paling tinggi diperoleh


Tahap 5:Penutup kelomok 1. Untuk memperjelas perbedaan dari
Pada tahap ini siswa dan guru merefleksi dan setiap kelompok dalam setiap tahapan bisa dilihat
memvalidasi apa yang telah dipelajari selama pada gambar 1 dibawah ini.
pembelajaran tentang garam terhidrolisis.

Garam Terhidrolisis
Kata “hidrolisis” diturunkan dari kata Yunani
(hidro) yang berarti ”air” dan lisis yang berarti
“membelah” (Chang, 2005:116). Garam adalah
senyawa ionik yang terbentuk oleh reaksi antara
asam dan basa. (Chang, 2005:116). Istilah garam
terhidrolisis adalah reaksi antara anion dan kation
dari suatu garam dengan air. Peristiwa garam
terhidrolisis biasanya mempengaruhi pH.
Sifat-sifat larutan garam ditentukan oleh asam
dan basa konjugat pembentuknya. Apabila anion
dan kation pembentuk garam berekasi dengan air
maka akan terjadi kesetimbangan disosiasi yang
mengakibatkan terjadinya transfer proton antara
spesi-spesi menurut reaksi asam basa bronsted
lowry.

Hasil dan diskusi


Penerapan model pembelajaran inkuri
laboratorium terbimbing dilaksanakan dengan cara
membentuk siswa dalam lima kelompok belajar.
Hasil belajar siswa pada setiap tahap model
pembelajaran ini dianalisis berdasarkan lembar Gambar 1. Diagram Nilai Setiap Kelompok Belajar
kerja siswa (LKS) yang telah diisi oleh siswa. Nilai Berdasarkan Tahapan Inkuiri Laboratorium
setiap kelompok untuk setiap tahapan dapat dilihat Terbimbing.
pada tabel 4 Nilai LKS pertahapan untuk setiap
kelompok belajar. Nilai rata-rata yang paling besar pada tahap
orientasi dengan nilai rata-rata 94 dan merupakan
Tabel 1. Nilai LKS Pertahapan untuk Setiap nilai yang sangat baik, tetapi rata-rata nilai yang
kelompok Belajar. paling rendah pada tahap penemuan konsep
Kelompok dengan nilai rata-rata 56.
Rata-
Tahap Jml
Rata Proses pembelajaran menggunakan model
1 2 3 4 5
pembelajaran inkuri laboratorium terbimbing
1 96 92 92 94 96 470 94 dibantu dengan menggunakan LKS yang dibuat
2 73 60 69 65 63 330 66 sesuai dengan tahapan model pembelajaran.
3 56 55 54 57 59 281 56.2
Tujuannya untuk mengetahui kemampuan siswa
dalam menyelesaikan soal yang berhubungan
4 61 63 58 62 64 308 61.6 dengan konsep garam terhidrolisis secara
5 60 69 66 64 67 326 65.2 bertahap dan terarah.
Jml 346 339 339 342 349 Analisis data hasil kemampuan siswa dalam
Rata- menyelesaikan lembar kerja siswa (LKS) di setiap
Rata 69 68 68 68.4 69.8
tahapan model pembelajaran inkuri labaoratorium
terbimbing dapat dilihat pada tabel 4 Nilai LKS
Berdasarkan nilai yang diperoleh setiap pertahapan setiap kelompok belajar. Dari tabel
kelompok dalam setiap tahapan terlihat bahwa tersebut dapt dilihat bahwa nilai tertinggi ada pada
pada tahap eksplorasi dan orientasi kelompok 1 tahap orientasi dengan nilai rata-rata 94 dan nilai
mempunyai nilai paling besar yaitu 96 dan 72. rata-rata terendah pada tahap penemuan konsep
Pada tahap penemuan konsep dan aplikasi nilai dengan nilai 56. Kelompok yang memiliki nilai
yang paling tinggi diperoleh kelompok 5 dengan tertinggi pada tahap orientasi adalah kelompok 1
nilai 59 dan 63 sedangkan pada tahap penutup dan 5, sedangkan kelompok yang memiliki nilai
nilai yang paling besar diperoleh kelompok 3. Bila

ISBN 978-602-19655-4-2 311


Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

terendah pada tahap penemuan konsep adalah dengan model ini memperoleh hasil dengan
kelompok 2 dan 3. kategori baik. Pada tahap orientasi mendapat nilai
94 dengan kategori sangat baik, tahap eksplorasi
Berdasarkan data nilai yang diperoleh dapat
mendapat nilai 65,7 dengan kategodri baik, tahap
dilihat bahwa nilai rata-rata setiap kelompok
penemuan konsep mendapat nilai 56 dengan
beragam. Hal ini disebabkan karena kemampuan
kategori sukup, tahap aplikasi mendapat nilai 61
siswa yang beragam, bila dirata-ratakan nilai rata-
dengan kategori baik, dan penutup mendapat nilai
rata yang didapatkan adalah 67. Jika pada tahap
65,7 dengan kategori baik.
orientasi nilai tertinggi diperoleh kelompok 1 dan 5
maka pada tahap eksplorasi diperoleh kelompok 1
Ucapan Terima Kasih
dengan nilai 72, nilai ini menunjukkan bahwa
kelompok 5 dalam tahap eksplorasi kurang aktif. Penulis mengucapkan terima kasih kepada
Allah swt atas segala nikmatnya, staf dosen
Penemuan konsep merupakan tahap ketiga,
pendidikan kimia Universitas Islam Negeri Sunan
pada tahap ini kelompok yang mempunyai nilai
Gunung Djati Bandung atas segala dukungan dan
tertinggi adalah kelompok 5 dengan nilai 59 dan
masukannya dalam penelitian ini. Penulis juga
nilai terendah didapatkan oleh kelompok 2 dan 3.
berterimaksih kepada pihak sekolah yang telah
Pada tahap aplikasi nilai tertinggi diperoleh
mendukung dan memfasilitasi dalam penelitian,
kelompok 5 dengan niali 63 dan nilai terendah
sahabat-sahabat yang senantiasa berdiskusi
diperoleh kelompok 3 dengan nilai 58. Pada tahap
dalam penelitian.
penutup nilai terrendah diperoleh kelompok 1 dan
nilai tertinggi diperoleh kelompok 2. Nilai-nilai yang
didapatkan setiap kelompok tersebar secara Referensi
merata, tetapi pada umunya nilai terbesar [1] Megadommani, A., “Model Pembelajaran
diperoleh kelompok 1 dan 5 dan nilai terendah Inkuiri Laboratorium Terbimbing Untuk
diperoleh kelompok 2 dan 3 kecuali untuk tahap Meningkatkan Penguasaan Konsep Dan
penutup kelompok 2 memiliki nilai tertinggi. Keterampilan Generik Siswa SMA Pada
Perdedaan nilai dari setiap kelompk tidak Materi Kelarutan Dan Hasil Kali Kelarutan.
Tesis.Universitas Pendidikan Indonesia.
terlalu berbeda. Nilai yang diperoleh lebih rendah
dari KKM yaitu 77. Nilai perorangan yang Tidak Diterbitkan, (2011).
didapatkan oleh setiap siswa paling besar [2] Mc.Bride et.al. Using an inquiry approach to
teach science to secondary school. Physics
diperoleh oleh siswa yang bernama Mey dari
kelompok 1 dengan nilai 76,4, siswa ini juga Education.39(5)
secara kelompok prestasi termasuk siswa dengan [3] Chang, Raymond, “Kimia Dasar: Konsep-
kelompok prestasi sedang. Siswa dengan Konsep Inti”, Jilid 2 (Ed.Ketiga). Terjemahan
kelompok prestasi tinggi yang mempunyai nilai pleh Suminar Setiati Achmadi. Jakarta:
Erlangga, (2005).
tertinggi 74, sedangkan siswa dengan kategori
rendah mempunyai nilai paling tinggi 68. Nilai ini
menunjukkan bahwa model pembelajaran inkuiri
Enok Aas Nurhayat
laboratorium terbimbing cocok untuk siswa dengan Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan MIPA
motivasi belajar yang tinggi dan kemampuan Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung
interaksi yang baik. Beeluphandri@gmail.com
Perolahan nilai dari setiap kelompok bukan
Risa Rahmawati
merupakan hasil akhir dari pembelajaran inkuiri Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan MIPA
laboratorium terbimbing karena selanjutnya peneliti Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung
memberikan tes tertulis pada siswa setelah Sunaryarisar@gmail.com
pembelajaran selesai.
Yunita
Kesimpulan Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan MIPA
Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung
Berdasarkan hasil penelitian terhadap
penerapan model pembelajaran inkuiri
laboratorium terbimbing pada konsep garam *Corresponding author
terhidrolisis di kelas XI IPA 1 SMA Negeri
Jatinangor diperoleh kesimpulan bahwa hasil
belajar siswa pada konsep garam terhidrolisis

ISBN 978-602-19655-4-2 312


Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Dinamika Fluida Pada Aliran Laminar di Dalam Pipa Melalui Program


Aplikasi Tinjauan Comsol Multiphysics 4.2
Erwin Abd.Rauf* dan Suparno Satira

Abstrak
Dinamika fluida adalah salah satu disiplin ilmu yang mempelajari perilaku dari zat cair dan gas dalam
keadaan diam ataupun bergerak dan interaksinya dengan benda padat. Dalam kajian dinamika fluida
membahas berbagai karakteristik fluida. Tiga pendekatan kajian (teori, eksperimen, dan komputasi)
dilakukan orang dari berbagai disiplin ilmu termasuk fisika untuk memahami karakteristik tersebut. Meskipun
diketahui bahwa kebanyakan aliran adalah turbulen dibandingkan laminar, tetapi akan dijelaskan fluida
yang mengalir dalam pipa yang dikhususkan aliran laminar berkembang penuh. Pemahaman sederhana
dalam pembahasan dinamika fluida dengan membuat analisa menggunakan program Comsol Multiphysics
4.2 untuk persamaan Navier – Stokes pada aliran fluida untuk aliran tunak laminar di dalam pipa.
Pengamatan dilakukan untuk mengetahui distribusi dan profil kecepatan dan tekanan serta parameter aliran
fluida di dalam pipa. Hasil yang diperoleh bahwa kecepatan dan tekanan di dalam pipa dipengaruhi oleh
kecepatan awal(v0), dan nilai viskositas (μ) dari jenis fluida yang mengalir.
Kata-kata kunci :dinamika fluida, aliran laminar, Comsol Multiphysic 4.2
dalam ruangan cenderung konstan, meskipun
Pendahuluan
masing-masing partikel dapat berubah baik dalam
Komputasi dinamika fluida (CFD) adalah besar maupun arah selama gerakannya. [2]
suatu cabang dinamika fluida yang menggunakan
metode numerik dan algoritma untuk memecahkan Bilangan Reynolds
dan menganalisa masalah-masalah yang
Aliran fluida di dalam sebuah pipa mungkin
melibatkan aliran fluida. Pembahasan karakteristik
merupakan aliran laminar atau turbulen. Secara
fluida yang mengalir di dalam pipa yang panjang,
kuantitatif, pengelompokan aliran atas aliran
dengan diameter konstan dari sebuah pipa
laminar dan turbulen dapat dilakukan dengan
menjadi aliran berkembang penuh yang
menghitung suatu parameter tak berdimensi yang
menunjukkan bahwa profil kecepatannya sama
disebut bilangan Reynolds dan didefenisikan
pada setiap penampang manapun dari pipa
sebagai :
tersebut. Meskipun diketahui bahwa kebanyakan
aliran adalah turbulen dibandingkan laminar, vd (1)
Re 
tetapi akan dijelaskan fluida yang mengalir dalam 
pipa yang dikhususkan aliran laminar berkembang
penuh. Dilihat dari kecepatan aliran, menurut Reynolds
Berdasarkan pemikiran diatas, maka akan diasumsikan atau dikategorikan laminar bila aliran
dibuat analisa dengan menggunakan program tersebut mempunyai bilangan Reynolds (Re) <
Comsol Multiphysics 4.2 untuk persamaan Navier 2300 aliran Laminar, untuk aliran transisi berada
– Stokes pada aliran fluida untuk aliran tunak 2300 < Re < 4000 sedangkan aliran turbulen
laminar di dalam pipa. mempunyai bilangan Reynolds (Re) > 4000 [1]

Aliran Fluida Persamaan Navier-Stokes

Suatu aliran dikatakan kental bila terjadi gerak Persamaan Navier Stokes dianggap sebagai
relatif antara berbagai lapisan yang bergerak persamaan diferensial pengatur dari gerakan fluida
sejajar, terjadi gesekan internal sehingga terjadi Newtonian tak mampu-mampat.Persamaan ini
disipasi energi. Bila gesekan internal ini tak terjadi memberikan suatu gambaran matematis yang
maka aliran disebut sebagai aliran tak kental. lengkap dari aliran fluida Newtonian tak mampu-
Aliran internal ini dinyatakan dalam parameter mampat. Maka diperoleh persamaan untuk arah x
viskositas. Pada aliran tidak kental, aliran fluida [3].
dapat dikategorikan aliran laminar, aliran  u u u  p   2u  2u  (2)
transisi,dan turbulen.   u  v     g x    2  2 
 t x y  x  x y 
Dalam aliran tunak, setiap elemen yang
melalui titik tertentu akan mengikuti pola yang
sama, maka laju aliran fluida pada berbagai titik dan untuk arah y

ISBN 978-602-19655-4-2 313


Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

 v v v  p   2 v  2 v  (3) Besarnya gradient tekanan,  p  lebih besar


   u  v     g y    2  2 
 t x y  y  x y   x 
didaerah masuk dari pada di daerah berkembang
Ketika aliran telah berkembang penuh (fully penuh, dimana gradien tersebut merupakan
developed), persamaan Navier-Stokes dapat sebuah konstanta.
disederhanakan. Jika alirannya tunak dan memiliki
karakteristik kecepatan maka persamaan
momentum searah sumbu x dapat dituliskan
kembali menjadi :
p   2u  (4)
    2   0
y  y 
Gambar 2. Distribusi tekanan sepanjang pipa
Melalui proses dua kali pengintegralan terhadap y horizontal [3].
dan beberapa asumsi diperoleh persamaan yang
menggambarkan profil kecepatan parabolik : Aliran fluida di dalam pipa pada gambar 2
merupakan salah satu kasus yang penting untuk
1 p 2 (5)
u ( y  h2 ) ditinjau guna memahami sifat dasar pergerakan
2  x
fluida. Hal ini dikatakan demikian karena
Dari persamaan (4) dapat pula diperoleh laju setidaknya aliran di dalam pipa adalah contoh
volume aliran(q), yang melewati pipa sebagai aliran internal dengan kondisi batas yang
berikut sederhana.
h
q   udy (6) Data dan Pembahasan
h

diperoleh persamaan Data yang disajikan berikut terdiri atas data


pengamatan untuk profil dan distribusi kecepatan
2h 3  p  (7) serta tekanan. Spesifikasi geometri dari simulasi
q  
3  x  adalah panjang pipa 20 m dan berdiameter 1 m.
Spesifikasi aliran adalah fluida jenis gliserin yang
Gradien tekanan  p  adalah negatif, karena memiliki  = 1260 kg/m3, viskositas dinamik (μ) =
 x  1,5 Pa.s. Geometrinya diasumsikan fluida
tekanan berkurang dalam arah aliran. Jika kita Newtonian,aliran laminar, Incompressible fluid,
tetapkan Δp mewakili penurunan tekanan antara Steady state flow dan kondisi isothermal.
dua titik yang terpisah sejauh l , maka
p  p  (8)
 
l  x 

hubungan-hubungan dalam penurunan tekanan


sebanjang pipa dan laju aliran atau kecepatan
rata-rata. Kecepatan maksimum, umax terjadi di
tengah-tengah pipa yaitu pada y = 0, sehingga dari
persamaan (4) diperoleh
h2  p  3 (9) (a) (b)
u max     atau u max  v
2  x  2 Gambar 3. (a) Distribusi kecepatan v0 = 1m/s, (b)
Pada daerah masuk terdapat keseimbangan Profil kecepatan v0 = 1m/s
antara gaya-gaya tekanan, viskos dan inersia
(percepatan). Hasilnya adalah distribusi tekanan
sepanjang pipa horizontal seperti yang ditunjukkan
pada gambar 1 di bawah ini

Gambar 1. Distribusi tekanan sepanjang pipa


horizontal [4]. Gambar 4. Daerah aliran masuk dan daerah aliran
berkembang penuh.

ISBN 978-602-19655-4-2 314


Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

daerah dengan kecepatan tinggi ke daerah


kecepatan rendah, sehingga menimbulkan sebuah
Dalam daerah aliran yang tidak berkembang
gaya dalam arah aliran fluida. Gaya ini adalah
penuh, seperti pada daerah masuk sebuah pipa,
tegangan geser viskos. Pada daerah aliran
fluida mengalami percepatan atau perlambatan
turbulen, lapisan fluida yang jelas tidak lagi terlihat
selagi mengalir (profil kecepatan berubah dari
karena hampir semua aliran berbentuk linier dan
profil seragam pada bagian masuk pipa menjadi
pada dinding pipa dan lapisan batas berkembang
profil berkembang penuh pada ujung akhir daerah
pada sisi masuk. Lapisan batas mengisi
masuk), pada daerah masuk terdapat
keseluruhan pipa, dan aliran disebut berkembang
keseimbangan antara gaya-gaya tekanan, viskos
penuh.
dan inersia (percepatan).
Pengamatan dilakukan dengan merubah
Untuk mendapatkan profil kecepatan pada
kecepatan awal dari 1 m/s sampai dengan 5 m/s.
daerah masuk dan daerah aliran berkembang
Untuk perubahan kecepatan awal yang diikuti
penuh, maka diplot pada salah satu titik pada
dengan perubahan kecepatan maksimum pada
kedua daerah tersebut dan diperoleh profil
tengah pipa dihitung secara analitik dengan
kecepatan untuk daerah masuk sebagai berikut.
menggunakan persamaan (9) dan dibandingkan
dengan hasil simulasi disajikan pada tabel 1
sebagai berikut :

Kecepatan Hasil Secara


Awal Simulasi Analitik
No.
Umax
Vo (m/s)
Umax (m/s) (m/s)
1 1 1.4984 1.5
2 2 2.9969 3
3 3
(a) (b) 4.4955 4,5
4 4 5.9941 6
Gambar 5. (a) Plot profil kecepatan di titik x = 2 m,
(b) Profil kecepatan di titik x = 2 m. 5 5 7.4928 7.5

Untuk daerah aliran berkembang penuh adalah: Pada gambar 3 dapat dilihat bahwa
kecepatan aliran fluida yang paling besar terjadi
pada bagian tengah pipa untuk v0 2m/s dengan
nilai sebesar 2,9969 m/s atau setara dengan 3,0
m/s. Hal ini dapat terjadi karena besar kecilnya
pengaruh faktor gesek antara fluida dengan
dinding pipa. Pada bagian tengah yang jaraknya
lebih jauh dari dinding pipa mengalami tekanan
yang lebih besar hal ini diakibatkan pengaruh
gesekan dengan dinding pipa lebih kecil bahkan
bisa dikatakan nol. Sedangkan kecepatan aliran
fluida yang dekat dengan dinding pipa jauh lebih
(a) (b) kecil, hal ini diakibatkan faktor gesekan yang lebih
Gambar 5. (a) Plot profil kecepatan di titik x = 18 m, besar antara fluida dengan dinding pipa, sehingga
(b) Profil kecepatan di titik x = 18 m. akan menghambat gerakan fluida yang
berpengaruh pada kecepatan aliran fluida yang
Bentuk relatif profil kecepatan pada aliran menjadi lebih kecil
laminar berbentuk parabola. Sedangkan bentuk
profil aliran turbulen profilnya berbentuk linier di Distribusi dan Profil Tekanan
dekat dinding. Bentuk linier ini karena adanya
sublapisan laminar pada dinding. Diluar sublapisan Selain distribusi kecepatan dan profil
ini, profil kecepatan lebih rata jika dibandingkan kecepatan pada aliran fluida juga dilakukan
dengan profil laminar. Mekanisme fisik dari simulasi terhadap distribusi tekanan. Dengan
viskositas adalah sebuah pertukaran momentum. spesifikasi geometri yang sama untuk fluida jenis
Misalkan aliran adalah laminar, molekul bisa gliserin dengan tekanan masuk diberikan sebesar
berpindah dari satu lamina ke lamina lainnya, 200 Pa sebagai berikut.
membawa momentum sesuai dengan kecepatan
aliran. Terdapat momentum yang bergerak dari

ISBN 978-602-19655-4-2 315


Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Kesimpulan
Pada aliran laminar di dalam pipa diketahui
bahwa kecepatan tertinggi berada pada daerah
tengah pipa sedangkan kecepatan terkecil berada
pada daerah yang lebih dekat dengan dinding pipa
dan profil dari kecepatan adalah berbentuk
parabolik.
Distribusi tekanan pada aliran laminar di
dalam pipa mengalami differensiasi tekanan
(a) secara merata. Tekanan terbesar terletak pada
bagian inlet dan tekanan terkecil berada pada
bagian outlet
Dari hasil pengamatan diperoleh bahwa sifat
suatu aliran fluida dapat dinyatakan bahwa aliran
merupakan aliran laminar, digunakan beberapa
parameter yang berkaitan dengan analisa bilangan
Reynolds yaitu kecepatan awal , viskositas, dan
besarnya tekanan yang dialami aliran fluida
(b)
Gambar 4. (a) Distribusi Tekanan, (b) Profil Referensi
Tekanan. [1] Frank M. White., “Mekanika Fluida”
Berdasarkan gambar 4 simulasi di atas dapat (terjemahan ) edisi kedua jilid 1. Erlangga,
diketahui bahwa tekanan yang masuk pada pipa Jakarta.
(inlet) semakin lama besarnya semakin menurun. [2] Hallyday & Resnick, “Fisika” edisi ketiga Jilid
Semakin menjauh dari inlet, besarnya tekanan satu. Erlangga, Jakarta, (1999).
fluida semakin kecil nilainya karena aliran fluida [3] Munson. B. R, Young.F.D, Okiishi H.T.,
menjadi semakin stabil sehingga kecepatan “Mekanika Fluida” (terjemahan) edisi keempat
semakin teratur dan tekanan semakin kecil pula, di jilid 1 .Erlangga, Jakarta, (2003).
mana tekanan paling kecil terdapat pada daerah [4] Munson. B.R, Young. F.D, Okiishi H.T.,.
outlet sebesar 0 Pa. Penurunan tekanan pada pipa “Mekanika Fluida” (terjemahan) edisi
hasil simulasi ditunjukkan pada tabel 2 sebagai keempat jilid 2 .Erlangga, Jakarta, (2003).
berikut :
Tabel 2. Perhitungan gradien tekanan.

Erwin Abd.Rauf*
Magister Pengajaran Fisika
Institut Teknologi Bandung
erwin_raufsma4pl@yahoo.com

Suparno Satira
KK Fisika Teoretik Energi Tinggi dan Instrumentasi
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Teknologi Bandung,
suparno@fi.itb.ac.id

*Corresponding author
Perhitungan gradian tekanan pada tabel 2
digunakan persamaan (8) Besarnya gradient
tekanan,  p  lebih besar didaerah masuk dari
 x 
pada di daerah berkembang penuh, dimana
gradien tersebut merupakan sebuah konstanta
Sifat alamiah aliran pipa sangat bergantung
apakah aliran tersebut laminar atau turbulen.

ISBN 978-602-19655-4-2 316


Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Analisis Struktur Kristal pada Lapis Tipis Ba0,55Sr0,45TiO3


Faanzir1, Umar1, Ridwan Siskandar2 ,Abdul Wahidin Nuayi2,Heriyanto Syafutra3,
Husin Alatas3, dan Irzaman3

Abstrak
Telah dilakukan penumbuhan film tipis Ba0,55Sr0,45TiO3 (BST) 1 M dengan waktu penahanan annealing
Selama 15 jam pada suhu tetap 800, 850, 900 0C diatas subtract Si (100) tipe p dengan menggunakan
metode chemical solution deposition (CSD) yang diikuti proses spin coating pada 3000 rpm selama 30 detik.
Analisis struktur Kristal Ba0,55Sr0,45TiO3menggunakan metode XRD menunjukkan bahwa struktur Kristal
Ba0,55Sr0,45TiO3 berbentuk pseudo tetragonal.
Kata kunci : Struktur Kristal, film tipis, Ba0,55Sr0,45TiO3, Spin Coating, XRD, Pseudo tetragonal.

Pendahuluan Bahan dan Metode Penelitian


Penguasaan ilmu dasar dan teknologi film
Alat dan Bahan
tipis sangat penting dalam pengembangan ilmu
bahan massa mendatang. Peranan bahan 1. Pelarut metoksi etanol, Barium asetat
pyroelektrik LiTaO3, BaxSr1-xTiO3, BGNT dan bahan (Ba(CH3COO)2), Stronsium asetat
sensor foton MCT, HgCdTe, GaAs/AlGaAs sangat (Sr(CH3COO)2), Titanium isopropoksida
menarik untuk diteliti karena dalam penerapannya (Ti(OC3H7)4),
dapat digunakan sebagai sensor cahaya untuk 2. Subtrat /Si(100),
pengembangan teknologi robotik. 3. Alat timbangan Sartorius,
4. Alat pemanas Furnace Nabertherm Model
Model teoritis dan eksperimen untuk
S27,
meningkatkan mutu film tipis BST dengan metode
5. Seperangkat peralatan sistem reaktor Spin
Chemical Solution Deposition (CSD) dan spin
coating,
coating berdasarkan penelitian yang telah
6. Seperangkat alat X-Ray Diffraction (XRD) tipe
dilakukan oleh Frutos et.al,8 Lim et.al,9 dan IBM J.
7000 merk SHIMADZU
Res. Develop10, kemudian dimodifikasi dengan
memperhitungkan faktor-faktor meliputi tegangan
permukaan, viskositas film, kerapatan larutan, Metode Penelitian
kecepatan alir fluida, kecepatan berputar, waktu 1. Penyiapan bahan silikon sebagai subtrat pada
penumbuhan, bentuk substrat, dan proses ukuran 1x1 cm
penguapan pelarut.11,12,13,14,15 2. Dilakukan pencucian pada aquades dan HF
Komponen utama XRD yaitu terdiri dari 3. Menimbang subtrat Silikon yang telah dicuci
tabung katoda (tempat terbentuknya sinar-X), 4. Proses pembuatan larutan BST dengan
sampel holder dan detektor. XRD memberikan konsentrasi 1 M Ba0.55Sr0.45TiO3 (BST) diawali
dengan pencampuran Asetat (Ba(CH3COO)2)
data-data difraksi dan kuantisasi intensitas difraksi
pada sudut-sudut dari suatu bahan. Data yang 99.999%, Strontium Asetat (Sr(CH3COO)2)
diperoleh dari XRD berupa intensitas difraksi sinar- 99.995%, asam asetat (CH3COOH) dengan
massa tertentu, dikocok dengan sonifikasi.
X yang terdifraksi dan sudut-sudut 2θ. Tiap pol
ayang muncul pada pola XRD mewakili satu 5. Proses spin coating diawali dengan penetesan
bidang kristal yang memiliki orientasi tertentu. larutan BST (murni atau doping) pada : Si
(silicon) diputar dengan kecepatan 3000 rpm
Persamaan yang disebut dengan hukum Bragg selama 30 detik.
adalah : 6. Proses annealing, dilakukan pada suhu
Beda lintasan (δ) = n λ (1) annealing (800 0C, 850 0C dan 9000 C), untuk
proses pembentukan kristal BST.
nλ = 2dsinθ (2) 7. XRD (X-Ray Diffraction) tipe 7000 merk
dengan λ merupakan panjang gelombang, d SHIMADZU untuk menganalisa parameter kisi,
adalah jarak antar bidang, n adalah bilangan bulat grain size dan strain mikro.
(1,2,3, …) yang menyatakan orde berkas yang
dihambur, dan θ adalah sudut difraksi. Hasil dan Pembahasan
Pola difraksi sinar-X film yang dihasilkan
pada Gambar 1, menunjukan puncak-puncak

ISBN 978-602-19655-4-2 317


Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

difraksi yang terbentuk mengindikasikan partikel lapisan Ba0.55Sr0.45TiO3 yang terbentuk sehingga
film Ba0.55Sr0.45TiO3 memiliki distribusi orientasi sinar-X mampu menembus film, dengan demikian
kristal. Teramati adanya puncak Si. Munculnya hamburan yang dihasilkan berasal dari Si.
puncak Si dikarenakan masih terlalu tipisnya

Gambar 1. Pola difraksi film Ba0.55Sr0.45TiO3.

Tabel 1. Parameter kisi film, grain size dan strain film Ba0.55Sr0.45TiO3

Suhu Parameter kisi JCPDS


Grain size
Annealing Strain
(0A)
(0C) a (0A) c (0A) c/a a (0A) c (0A)

800 4.1722 3.9951 0.9576 425.569 0.00157

850 4.2107 3.9268 0.9326 427.933 0.00158 3.977 3.988

900 4.1862 3.9427 0.9418 167.634 0.01156

(200). Hal ini disebabkan oleh banyaknya bidang


Indeks miller film Ba0.55Sr0.45TiO3 ditentukan
pendifraksi pada bidang (200) yang memiliki
dari puncak-puncak difraksi dengan menganggap
parameter kisi sama dengan jarak yang
struktur kristal film Ba0.55Sr0.45TiO3 adalah struktur
berdekatan, sehingga gelombang-gelombang
kubik1. Indeks miller yang diperoleh digunakan
yang mengalami difraksi tidak terlalu berbeda
untuk menentukan parameter kisi dengan
fasa, dan cenderung konstruktif3.
menganggap film BST dalam struktur tetragonal2.
Tabel 1 memperlihatkan nilai parameter kisi a dan Perbedaan dari tiga film Ba0.55Sr0.45TiO3 yang
c dari film BST berturut-turut 4.1722Å, 4.2107Å, disintesa terlihat pada tinggi dan rendahnya
4.1862Å dan 3.9951Å, 3.9268Å, 3.9427Å. intensitas difraksi pada masing-masing film
Parameter kisi c lebih kecil dari parameter kisi a, Ba0.55Sr0.45TiO3. Secara keseluruhan intensitas
dengan nilai c/a masing-masing film BST berturut- difraksi tertinggi dimiliki oleh sampel dengan suhu
turut 0.9576, 0.9326 dan 0.9418, sehingga annealing 8500C. Intensitas difraksi terendah
diperoleh c/a untuk masing-masing film BST dimiliki oleh sampel dengan suhu annealing
kurang dari 1. Disimpulkan bahwa struktur film 9000C. Disimpulkan film dengan annealing 8500C
Ba0.55Sr0.45TiO3 yang dibuat adalah peusedo adalah sampel yang memiliki struktur kristal paling
tetragonal. Hal tersebut menunjukan telah baik dibanding kedua sampel lainnya. Hal ini
terjadinya perubahan fasa pada film dikarenakan semakin tinggi puncak intensitas
Ba0.55Sr0.45TiO3 dari struktur tetragonal menjadi difraksi maka semakin menunjukan banyaknya
peusedo tetragonal. jumlah bidang pendifraksi yang seragam dalam
orientasi bidang yang sama4. Perbedaan lainnya
Suatu kristal mengandung beberapa bidang
yaitu terlihat adanya sedikit pergeseran sudut
atom. Bidang-bidang ini mempengaruhi sifat dan
difraksi pada sebagian bidang yang terlihat
perilaku material, sehingga bermanfaat untuk
berbeda disetiap film Ba0.55Sr0.45TiO3. Hal ini
mengidentifikasi berbagai bidang dalam kristal.
Difraksi kuat tiap film BST terjadi pada bidang

ISBN 978-602-19655-4-2 318


Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

dikarenakan adanya pengaruh perbedaan [2] JCPDS, “International Centre for Diffraction
perlakuan suhu annealing yang berbeda. Data”, USA: Campus Boulevard, (1997).
[3] Tipler P. A., “Physics for Scientist and
International Centre for diffraction Data
Engineers”, Worth Publisher Inc., (1991).
(JCPDS) memaparkan bahwa film BST memiliki
[4] Suhandi A, Sutanto H, Arifin P, Budiman M,
parameter kisi a adalah 3.977 0A, sedangkan c
Barmawi, “Karakteristik Film Tipis GaAs
adalah 3.988 0A2. Nilai parameter kisi masing-
yang ditumbuhkan dengan Metode MOCVD
masing film Ba0.55Sr0.45TiO3 ditunjukan pada Tabel
Menggunakan Sumber Metal Organik
1. Suhu annealing 8500C memiliki nilai parameter
TDMAAs (Trisdimethylaminoarsenic)”, J
kisi dan grain size paling besar. Kristalitas lapisan
Matematika dan Sains 10, 11-15, (2005).
film sebanding dengan bertambahnya ukuran
[5] S. Youssef, R. Al Asmar, J. Podlecki, B. Sorli
grain. Ini berarti bahwa semakin besar grain size
and A. Foucaran, “Structural and optical
dari suatu morfologi film, kualitas kristalnya
characterization of oriented LiTaO3 thin
semakin baik5. Perlakuan panas menggunakan
films”, Eur. Phys. J. Appl. Phys. 43, 65-71,
suhu annealing yang bervariasi dapat
(2008).
berpengaruh terhadap mikrostruktur bahan6.
[6] V. Kumar, S. K. Sharma, T. P. Sharma, V.
Semakin tinggi suhu annealing, semakin besar
Singh, “Band gap determination in thick films
ukuran grain. Pertumbuhan grain terjadi karena
from reflectance measurement”, Optical
peningkatan suhu memperbesar energi vibrasi
Material. 12, 115-119, (1999).
termal, yang kemudian mempercepat difusi atom
[7] K. Muktavat, A. K. Upadhayaya, “Applied
melintasi batas ukuran grain dari grain yang kecil
physics”, International Publishing House Pvt.
menuju grain yang besar7.
Ltd. New Delhi, (2010).
Ketika suhu annealing dinaikan menjadi [8] Frutos, J., A.M. Gonzales, M.C. Duro, F.
9000C nilai parameter kisi dan grain sizenya Lopez, J. Meneses, A.J. de Castro and J.
menurun. Hal ini menunjukan fungsi annealing Melendez. New Environmental Infrared
maksimum pada suhu 8500C. Annealing pada Sensors. IEEE Electron Device Letters. P.
suhu 9000C mempengaruhi ukuran grain film 203 – 206 (1998).
menjadi lebih kurang rapat, kurang kompak, [9] Lim, S.S. M.S. Han, S.R. Hahn and S.G.
kurang teratur dan kurang homogen, sehingga Lee. Dielectric and Pyroelectric Properties of
menurunkan grain size dari suatu morfologi film, (Ba,Sr,Ca)TiO3 Ceramics for Uncolled
sehingga kualitas kristalnya menjadi kurang baik. Infrared Detectors. Jpn. J. Appl. Phys. 39 (8),
Semakin tinggi suhu annealing akan p. 4835 – 4838 (2000).
mengakibatkan ukuran butir kristal film [10] Washo, B.D. Reology and Modelling of the
membesar. Membesarnya ukuran butir Spin Coating Process. IBM Res. Develop.
mempengaruhi jarak atom-atom dalam kristal page 190 – 198 (1977).
yang semakin berdekatan sehingga akan [11] Meyerhofer, D. Characteristics of Resist
mengakibatkan parameter kisi menurun. Films Produced by Spining. J. Appl. Phys.
49 (7), p. 3993 – 3997 (1978).
Kesimpulan [12] Daughton, W.J. and F.L. Givens. An
Investigation of the Thickness Variation of
Perbedaan perlakuan suhu annealing Spun-on Thin Films Commonly Associated
menyebabkan pergeseran sudut difraksi pada with the Semiconductor Industry. J.
sebagian bidang yang terlihat berbeda disetiap electrochem. Soc., p. 173 – 179, (1982).
film Ba0.55Sr0.45TiO3. Partikel film Ba0.55Sr0.45TiO3 [13] Scriven, L.E. Physics and Application Dip
memiliki distribusi orientasi kristal. Terjadinya Coating and Spin Coating. Mat. Res. Soc.
perubahan fasa pada film Ba0.55Sr0.45TiO3 dari Symp. Proc. 121, page 717 – 729, (1988).
struktur tetragonal menjadi peusedo tetragonal [14] Fitrilawati, F., M.O. Tjia, J. Zieger, C.
(c/a < 1). Bubeck. Effects of Solvent and Processing
Parameters on the Surface and Optical
Ucapan Terima Kasih Qualities of Sincoated PVK Films. (1999),
Dirjen Dikti Kemendikbud atas dana Hibah internal publication.
Pekerti untuk Unkhair-IPB. [15] Walsh, C.B., and E.I. Franses. Thickness
and Quality of Spin Coated Polymers Films
by Two Angle Ellisopmeter. Thin Solid Films.
Referensi 347, p. 167 - 177 (1999).
[1] Suvorova N. A, Lopez, C. M, Irenea, E. A.,
“Comparison of Interfaces for (BaSr)TiO3
Film Deposited on Si and SiO2/Si
Substrates”, J of applied physics 9, 2672-
2673, (2004).

ISBN 978-602-19655-4-2 319


Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Faanzir*
Teknik Elektro Universitas Khairun Heriyanto Syafutra
Kampus II, Kelurahan Gambesi Departemen Fisika FMIPA
Kec. Ternate Selatan – Kota Ternate Institut Pertanian Bogor
anzir_unkhair@yahoo.co.id
Husin Alatas
Umar Departemen Fisika FMIPA
Teknik Elektro Universitas Khairun Institut Pertanian Bogor
Kampus II, Kelurahan Gambesi
Kec. Ternate Selatan – Kota Ternate Irzaman
Departemen Fisika FMIPA
Ridwan Siskandar Institut Pertanian Bogor
S2 Biofisika Departemen Fisika FMIPA email:irzaman@ipb.ac.id, irzaman@yahoo.com
Institut Pertanian Bogor.

*Corresponding author
Abdul Wahidin Nuayi
Mahasiswa S2 Biofisika Departemen Fisika
FMIPA Institut Pertanian Bogor.

ISBN 978-602-19655-4-2 320


Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Analisis Efesiensi Energi Pada Tungku Berbahan Bakar Sekam Padi


Mukhlis1, Indah Rodianawati1, Heriyanto Syafutra2, Husain Alatas2, dan Irzaman2

Abstrak
Telah berhasil dibuat tungku berbahan sekam sebagai energy alternative dengan variari tinggi behel 5 cm
dan 2 cm. Sekam padi merupakan limbah penggilingan padi yang meliputi kariopsis, terdiri dari dua belahan
(lemma dan Palea) yang saling bertautan limbah sekam padi berhasil dimanfaatkan sebagai bahan bakar
alternative untuk memasak dengan bantuan tungku pembakaran yang disebut tungku sekam. Tungku sekam
digunakan dalam proses pembakaran sekam dengan bantuan aliaran udara pada tungku tersebut. Analisa
efesiensi energi tungku sekam diperoleh nilai rentan 7,37 sampai 8,85 %.
Kata kunci : energi alternatife, efesiensi tungku sekan, sekam padi
2008; Rohaeti dkk, 2010; Darmasetiawan dkk,
Pendahuluan 2010; Puspita dkk, 2010). Di tengah-tengah
kerucut, ada kendi yang berlubang bagian atas
Melihat potensi yang besar pada sekam,
dan bawahnya. Di dalam kendi, dipasang seng
sangat memungkinkan untuk memasyarakatkan berbentuk silinder yang sisi-sisinya diberi lubang-
penggunaan sekam sebagai bahan bakar untuk lubang kecil. Cara kerja tungku ini, yaitu dengan
rumah tangga dan warung sebagai pengganti
memasukan sekam dari atas ke kerucut terbalik
energi kayu atau minyak tanah. Penggunaan tersebut dan api dimasukan pada lubang tungku.
sekam sebagai sumber energi telah banyak diteliti. Kemudian, tinggal mengatur oksigen dari lubang
sekam mempunyai nilai kalor 3300 kkal/g. Hal itu tungku itu. Residu dari tungku yang berupa abu
menunjukkan sekam dapat digunakan sebagai bisa dijadikan abu gosok untuk mencuci. Adapun
sumber energi alternatif. Untuk kebutuhan rumah
spesifikasi tungku sekam sbegai berikut:
tangga telah diteliti dan ditemukan tungku dengan
bahan sekam. Kelebihan tungku adalah sangat
hemat karena sekam tersedia sangat banyak di
lapangan.
Penelitian yang telah dilakukan adalah
pengembangan tungku sekam IPB yang hasil
energinya dapat menggantikan pula kompor
minyak tanah maupun gas untuk ketahanan energi
nasional. Kebaharuan tungku sekam adalah
penampung sekam berbentuk kerucut terbalik, di Gambar 1. Spesifikasi Tungku Sekam hasil
mana sekam hanya ditaburkan saja. Dengan Rancangan Departemen Fisika FMIPA IPB
memberikan pembakaran awal agar terbentuk bara (Irzaman dkk, 2008, Rohaeti dkk, 2010;
sekam di bagian bawah tungku maka bara sekam Darmasetiawan dkk, 2010; Puspita dkk, 2010).
akan menyusut, sedang sekam yang terdapat di
atasnya yang belum terbakar secara gravitasi akan Keterangan gambar :
turun. Setiap bulir sekam yang menyentuh bara A. Penampung sekam berbentuk kerucut terbalik
sekam akan menghasilkan api yang baik. B. Silinder pembakaran sekam
Dari gambaran penelitian sebelumnya C. Isolator kompor sekam
maka dilakukan pengembangan penelitian dengan D. Badan kompor sekam
membandingkan jumlah energy yang dihasilkan E. Lubang udara
tungku sekam dan efesiensi tungku sekam dengan F. Penampungan abu sekam sementara
variasi tinggi behel 5 cm dan 2 cm dalam
memanaskan 2 liter air. Tujuanya untuk
mengetahui jumlah enegri yang butuhkan tungku Perhitungan efesiesni tungku sekam
sekam dan mengetahui dimensi behel yang lebih Dalam perhitungan efesiensi tungku sekam
efesien dalam pemanfaatan sekam padi sebagai harus mengetahui laju bahan bakar dengan
energi alternatife persamaan berikut:

Teori FCR=mt/t . (1)

Spesifikasi tungku sekam hasil rancangan Keterangan:


Departemen Fisika FMIPA IPB (Irzaman dkk, FCR = laju bahan bakar

ISBN 978-602-19655-4-2 321


Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Mt = massa terpakai Metode Penelitian


T = waktu memasak
Penelitian ini dilakukan tiga tahap yaitu: (1)
sedangkan jumlah energi yang dibutuhkan untuk
preparasi tungku sekam yakni mereparasi 2 buah
memasak dengan menggunakan persamaan
tungku sekap dengan masing-masing tinggi behel
(belonio, 1985)
5 cm dan 2 cm. Reservoir tungku diisi dengan
sekam padi dan apinya dinyalakan sampai stabil.
Jika sekam padi telah beruba jadi abu, maka perlu
dilakukan penggantian dengan sekam padi yang
(2) baru. (2) pengukuran lama pendidihan air yakni
Keterangan : panci berisi 2 liter air diletakkan diatas tungku. Air
Qn = laju energi yang dibutuhkan (kcal/jam) dididihkan sampai suhu mencapai 100 0C dan
Mf = massa makanan (kg) waktunya dicatat. Pengulanag dilakukan sebanyak
Es = Energi spesifik (kcal/Kg) 3 kali untuk masing-masing tungku tinggi behel 5
t = Waktu pemasakan (jam) cm dan 2 cm. (3) Perhitungan efesiensi tungku
sedangkan untuk menentukan efesiensi bahan sekam yakni untuk menghitung efesiensi bahan
bakar dapat dihitung menggunakan persamaan bakar perlu dicari terlebih dahulu laju energi yang
berikut ; dibutuhkan untuk memasak

. .....................(3) Hasil dan Pembahasan


Keterangan;
Hasil pengukuran parameter sistem tungku
sekam berbahan sekam padi untuk mendidihkan
= Efesiensi Bahan Bakar (%)
air 2 liter air dengan jenis tungku yang berbeda
FCR = (Fuel Comsumption Rate) laju bahan
bakar yang dibutuhkan (kg/jam)
Qn = laju energy yang dibutuhkan (kcal/kg) a. Tungku dengan tinggi behel 5 cm
HVf = (heat Value Fuel) Energi yang
terkandung dalam bahan bakar (kcal/kg)

Tabel 1. Hasil pengukuran efesiensi tungku dengan tinggi behel 5 cm

laju
Massa sekam padi (Kg) Waktu waktu energi yang efesiensi
Suhu Suhu bahan
Percobaan 0 0 mendidih mendidih dibutuhkan tungku
panci C arang C bakar
(menit) (jam) (kcal/jam) (%)
(kg/jam)
maw ms mar mt

I 1 0.50 0.20 0.30 100.10 308.80 12.80 0.21 1.41 342.19 7.37

II 1 0.52 0.19 0.29 100.40 300.10 12.26 0.20 1.42 357.26 7.63

III 1 0.51 0.21 0.28 100.60 310.10 13.01 0.22 1.29 336.66 7.90
Mf = 1 Kg Es = 73 kcal/kg HVF = 3300 kcal/kg

sekitar 1.41, 1.42, dan 1.29 kg/jam, (4) efesiensi


Tabel 1 memperlihatakan bahwa hasil 3 kali
tungku sekitar 7.37, 7.36, dan 7.90 %
percobaan pada tungku sekam tinggi behel 5 cm
di dapatkan bahwa untuk memanasakan 2 liter air
b. tungku dengan tinggi behel 2 cm
diperoleh : (1) massa sekam terbakar sekitar 0.30,
0.29, dan 0,28 kg, (2) waktu mendidih sekitar
0.21, 0.20, dan 0.22 jam, (3) laju bahan bakar

Table 2. Hasil pengukuran efesiensi tungku dengan tinggi behel 2 cm

Massa sekam padi (Kg) Waktu waktu laju


Suhu Suhu energi yang efesiensi
Percobaan mendidih mendidih bahan
panci arang dibutuhkan tungku
(menit) (jam) bakar
maw ms mar mt

I 1 0.60 0.15 0.25 103.30 309.20 9.29 0.15 1.61 471.47 8.85

II 1 0.58 0.16 0.26 103.80 306.10 9.26 0.15 1.68 473.00 8.51

III 1 0.59 0.16 0.25 104.90 308.10 9.31 0.16 1.61 470.46 8.85

ISBN 978-602-19655-4-2 322


Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Mf = 1 Kg Es = 73 kcal/kg HVF = 3300 kcal/kg

Karbon (Asap) Dengan Metode Kavitasi”,


Tabel 2 memperlihatkan hasil 3 kali
Prosiding Pertemuan Ilmiah XXV Himpunan
percobaan pada tungku sekam tinggi behel 2 cm di
Fisika Indonesia Jawa Tengah - DI
dapatkan bahwa untuk memanasakan 2 liter air di
Yogyakarta, halaman 145 – 147, (2011).
peroleh : (1) massa sekam terbakar sekitar 0.25,
[3] Belonio, Rice Huso gas store handbook”
0.26, dan 0.25 kg, (2) waktu mendidih sekitar
0.15, 0.15, dan 0.16 jam, (3) laju bahan bakar Approriate Technology Centre.
sekitar 1.61, 1.68, dan 1.61 kg/jam, (4) efesiensi Departement of Agricultural Engineering
tungku sekitar 8.85, 8.51, dan 8.85 %. and Environmental Management.
Collage, (1985).
Dari table tersebut dapat dilihat persentase
[4] E. Rohaeti, N.G. Pamungkas, Irzaman,
perbandingan tungku sekam dengan tinggi behel 5
“Kajian Efisiensi Energi Proses Penyulingan
cm dan 2 cm yakni pada tabel 1 dapat dilihat hasil
dan Sifat Fisik Hasil Penyulingan Minyak
rata-rata 3 kali percobaan efisiensi tungku sekam
Serai Dapur menggunakan Tungku Sekam
dengan tinggi behel 5 cm pada pemaskan air 2
dan Heating Mantel”, Berkala Fisika, Jurusan
liter ialah membutuhkan waktu rata-rata sekitar
Fisika FMIPA Universitas Diponeoro
0,21jam serta memilki laju konsumsi bahan bakar
Semarang, 13(2) h C13 – C20, (2010).
(FCR) sebesar 1,37 Kg/jam sedangkan energi
[5] H. Darmasetiawan, Irzaman, Demijati,
panas yang dibutuhkan (Qn) untuk mendidihkan
Siswadi, “Kajian Hasil Pembuatan Tiga
air sebanyak 2 liter adalah 345,37 Kcal /jam
Macam Ukuruan Lubang Berbentuk Persegi
sehingga diperoleh efisiensi tungku sekam
Panjang pada Tubuh Tungku Sekam”,
sebesar 7.63% dan data tabel 2 dapat dilihat
Berkala Fisika, Jurusan Fisika FMIPA
hasil rata-rata 3 kali percobaan efisiensi tungku
Universitas Diponeoro Semarang, 13(2) h. C1
sekam dengan tinggi behel 2 cm pada pemaskan
– C4, (2010).
air 2 liter ialah membutuhkan waktu rata-rata
[6] Irzaman, H. Darmasetiawan, H. Alatas,
sekitar 0,15 jam serta memilki laju konsumsi bahan
Irmansyah, A.D. Husin, M.N. Indro, 22 – 24
bakar (FCR) sebesar 1,63 Kg/jam sedangkan
July 2008, Workshop on Renewable Energy
energi panas yang dibutuhkan (Qn) untuk
Technology Applicaitons to Support E3i
mendidihkan air sebanyak 2 liter adalah 471.64
Village, Jakarta Indonesia.
Kcal /jam sehingga diperoleh efisiensi tungku
[7] Irzaman, H. Darmasetiawan, H. Alatas,
sekam sebesar 8.74 %.
Irmansyah, A. D. Husin, M. N. Indro, 1 – 2
November 2008, Optimization of Energy
Kesimpulan Efficiency of Cooking Stove with Rice-Husk
Persentase efesiensi tungku dengan tinggi Fuel. Presented in JAPAN – INDONESIA
behel 6 cm memiliki efesiensi rata-rata 7.63 %, SYMPOSIUM & EXPO 2008, Kemayoran,
Sedangkan untuk tinggi behel 2 cm memiliki Indonesia.
efesiensi rata-rata 8,74 %. Ini artinya bahwa tinggi [8] Irzaman. Bless Stove. 19 – 21 September
behel 2 cm lebih efesien dalam memanaskan 2 2011, Intel DST Asia Pacific Challenge, Asian
liter air. Pacific Incubator Network, Bangalore India.
[9] M. Rifki, Irzaman, H. Alatas, “Optimasi
Ucapan Terima kasih Efisiensi Tungku Sekam dengan Ventilasi
Lubang Utama pada Badan Kompor”,
Penelitian didanai oleh Direktorat Jenderal Prosiding Seminar Nasional Sains, FMIPA
Pendidikkan Tinggi,Departemen Pendidikkan IPB, halaman 155 – 161, (2008).
Nasional sesuai surat perjanjian Pelaksanaan [10] R.D. Puspita, Desna, A.D. Husin, Irzaman, H.
Hibah Pekerti tahun 2013 Darmasetiawan, Siswadi, “Tungku Sekam
sebagai Bahan Bakar Alternatif pada
Referensi Sterilisasi Media Jamur Tiram”, Berkala
[1] A.D. Husin, M. Misbakhusshudur, Irzaman, Fisika, Jurusan Fisika FMIPA Universitas
Jajang Juansah, Sobri Effendy, “Pemanfaatan Diponeoro Semarang, 13(2) h. C45 – C48,
dan Kajian Termal Tungku Sekam Untuk (2010).
Penyulingan Minyak Atsiri Dari Daun [11] R. Ridwan, “Giliran Sekam untuk Bahan
Cengkeh Sebagai Pengembangan Produk Bakar Alternatif”, Warta Penelitian dan
dan Energi Alternatif Terbarukan”, Prosiding Pengembangan Pertanian, 28(2), (2006).
Seminar Nasional Sains III FMIPA IPB,
halaman 364 – 372, (2010).
[2] Asnan, Irzaman, Pudji Untoro, “Efisiensi
Energi dari Tungku Sekam dengan Kompor
Bahan Bakar Campuran Air, Minyak dan Gas

ISBN 978-602-19655-4-2 323


Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

ISBN 978-602-19655-4-2 324


Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Mukhlis Husain Alatas


Teknik Mesin Universitas Khairun Departemen Fisika FMIPA
Kampus II, Kelurahan Gambesi Kec. Ternate Institut Pertanian Bogor
Selatan – Kota Ternate
mukhlis_unkhairternate@yahoo.co.id Irzaman
Departemen Fisika FMIPA
Indah Rodianawati Institut Pertanian Bogor
Teknik Pertanian Universitas Khairun email:irzaman@ipb.ac.id, irzaman@yahoo.com
Kampus II, Kelurahan Gambesi Kec. Ternate
Selatan – Kota Ternate

Heriyanto Syafutra
Departemen Fisika FMIPA
Institut Pertanian Bogor
*Corresponding author

ISBN 978-602-19655-4-2 325


Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Pengembangan Materi Praktikum Elektrokimia Skala Kecil


Beserta Video Animasi Tiga Dunia
Firdaus* dan Muhamad Abdulkadir Martoprawiro

Abstrak
Kendala mendasar yang menghambat pembelajaran kimia adalah kondisi laboratorium sekolah yang
berbeda-beda, dengan peralatan praktikum yang tidak mencukupi, bahkan di beberapa sekolah tidak
tersedia sama sekali karena sulit dan mahalnya. Selain itu terdapat beberapa materi kimia yang sulit
dipahami siswa karena memerlukan pemahaman perilaku di tingkat atom, seperti elektrokimia. Pada
penelitian ini, dibuat alat praktikum kimia skala kecil (small-scale chemistry), yang diterapkan ke dalam paket
pembelajaran yang mencakup video dengan animasi, dan penjelasan berbasis metode 3-dunia
(makroskopik, sub-mikroskopik, dan simbol). Hal ini dilakukan untuk memudahkan siswa mempelajari dan
memahami elektrokimia khususnya sel Galvani. Langkah-langkah yang dilakukan meliputi tahap persiapan
yaitu pembuatan microplate dan jembatan garam dengan menggunakan alat suntik, gabus, tisu dan pipet.
Selanjutnya tahap pencarian nilai konsentrasi terkecil bahan yang masih memberikan harga E sel yaitu
membuat variasi konsentrasi larutan Cu2+, Zn2+, Fe2+ dan Al3+, dengan rentang konsentrasi 1 M - 0,01M.
Potensial sel diukur dengan multimeter digital mini untuk sistem Cu2+- Zn2+, Cu2+- Fe2+, Cu-Al, dan Fe2+-Zn2+.
Pada penelitian ini juga dilakukan variasi konsentrasi yang berbeda dari logam yang tereduksi dan logam
teroksidasi. Hal ini dilakukan untuk menentukan kecenderungan sifat reduksi dan oksidasi logam tersebut
terhadap nilai potensial yang dihasilkan. Dari konsentrasi minimal yang didapatkan, dibuat video percobaan
dan animasinya dengan menggunakan software Animasi. Penjelasan disusun dengan metode 3-dunia, yang
selanjutnya dirangkum dalam satu paket pembelajaran utuh menggunakan software Windows Movie Maker.
Dari pengukuran potensial sel, diperoleh konsentrasi terkecil untuk sistem Cu2+-Zn2+ yang masih
memberikan pembacaan potensial yang baik adalah 0,04 M dengan volume 5 mL dengan nilai potensial sel
1,08 V. Hasil untuk sistem lain berturut-turut Cu2+- Fe2+ konsentrasi 0,3 M pada volume 20 mL dengan
potensial sel = 0,72 V, Fe2+-Zn2+ konsentrasi 0,06 M dengan potensial sel = 0,35 V. Data percobaan sel
Galvani sistem Cu-Zn, Fe-Zn, Cu-Fe dan Cu-Al menunjukkan bahwa semakin besar konsentrasi ion logam
teroksidasi, semakin kecil potensial selnya. Penelitian ini menghasilkan alat praktikum berupa microplate dan
paket pembelajaran sel Galvani skala kecil yang utuh mencakup video dengan animasi dan penjelasan
berbasis metode 3-dunia. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kesempatan yang sama kepada
siswa-siswa di berbagai daerah untuk melaksanakan praktikum di sekolahnya, serta memberikan
kemudahan untuk memahami prinsip maupun fenomena yang terjadi pada sel Galvani. Selain itu, produk
penelitian ini juga diharapkan menarik perhatian guru untuk mengembangkan alat praktikum kimia skala
kecil dan paket pembelajaran yang serupa untuk materi kimia lainnya.
Kata kunci : kimia skala kecil, elektrokimia, 3-dunia, sel Galvani.
dihadapkan kesalahpahaman mahasiswa secara
Pendahuluan
dramatis menurunkan proporsi siswa secara
Materi elektrokimia yang dipelajari di SMA konsisten menunjukkan kesalahpahaman bahwa
cukup sulit dan sering menimbulkan kesalahan elektron dapat melakukan perjalanan melalui
konsep bagi siswa, konsep yang sulit tersebut larutan air. Namun pada kondisi tertentu animasi
diantaranya konsep potensial reduksi [1]. Pada komputer dan simulasi harus menghilangkan
umumnya siswa hanya mengetahui data potensial beberapa bagian eksperimen nyata karena alat
reduksi yang terdapat dalam tabel tanpa tidak mampu menggantikan pengamatan langsung
mengetahui dengan baik makna konsep tersebut fenomena dalam eksperimen yang dapat
serta bagaimana mendapatkan datanya. Sanger dijalankan di lingkungan sekolah (Ruang kelas,
dan Greenbowe telah mengidentifikasi laboratorium). Orla dan Finlayson (2011)
'kesalahpahaman mahasiswa dalam elektrokimia menyatakan bahwa kerja praktek sekarang
[2]. Salah satu kesalahpahaman umum adalah menjadi bagian utama dari rencana pengajaran
gagasan bahwa aliran elektron melalui jembatan kimia. Pengurangan penggunaan bahan kimia ke
garam dan elektrolit solusi untuk menyelesaikan tingkat minimum di mana eksperimen dapat
sirkuit. Burke et al. (1999) menyarankan bahwa dilakukan secara efektif dikenal sebagai kimia
menggunakan komputer animasi yang mikro atau skala kecil. Namun, itu adalah
menggambarkan reaksi kimia pada tingkat tantangan nyata untuk menemukan waktu untuk
molekuler dan pendekatan pengajaran yang melakukan semua percobaan, bertindak sebagai

ISBN 978-602-19655-4-2 325


Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

teknisi laboratorium dengan mempersiapkan untuk kecil 12 mL dan ukuran besar 25 mL. Bahan yang
pekerjaan praktis dan menjaga ketersediaan digunakan meliputi lempeng tembaga, seng, besi,
bahan, menjaga keamanan di laboratorium juga almunium, garam tembaga sulfat, garam seng
jadi hal utama [3]. Namun dalam mengajarkan sulfat, garam besi sulfat, garam almunium sulfat,
konsep-konsep dasar kimia dengan metode garam natrium klorida. Dalam penelitian ini dibuat
praktikum dan animasi perlu dikaitkan dengan microplate dari bahan gabus dan alat suntik
metode tiga dunia. Hal ini menjadi sesuatu yang sebagai wadah reaksi. Untuk meminimalkan
juga sangat penting karena materi kimia tidak penggunaan bahan dalam praktikum sel Galvani
terlepas dari 3-dunia yaitu dunia nyata maka dalam tahap research dilakukan kegiatan
(makroskopik), dunia atom (submikroskopik), dan pencarian konsentrasi bahan-bahan dan volume
dunia lambang. Pendekatan 3-Dunia adalah hasil sekecil mungkin yang masih dapat memberikan
kesepakatan American Chemical Society yang potensial sel mendekati nilai potensial sel literatur.
dijadikan sebagai disiplin ilmu untuk memberikan Larutan yang digunakan Cu2+, Zn2+, Fe2+, Al3+,
kemudahan dalam mempelajari dan memaknai dengan rentang konsentrasi : 1M-0,01M.
ilmu kimia. Konstruktivis-animasi instruksi Percobaan yang dilakukan direkam dengan
menyediakan animasi visual yang jelas untuk menggunakan kamera aiptek AHD 500 yang
memfasilitasi pemahaman siswa yang kompleks, memiliki spesifikasi Full HD Camcorder dengan
konsep-konsep imajinasi dan dinamis di tingkat kekuatan 16 megapixel. Rekaman video dilakukan
presentasi simbolis, makroskopik dan mikroskopik. pada percobaan pada sistem larutan sel Galvani
perkembangan pesat ilmu pengetahuan dan yang konsentrasinya paling kecil. Software
teknologi seiring dengan perubahan dalam struktur Windows Movie Maker digunakan untuk menyusun
masyarakat mempengaruhi sistem pendidikan. video percobaan dan animasi yang dibuat dengan
Kecenderungan itu membawa usaha baru dan software animasi.
kebutuhan dalam hal proses kegiatan belajar-
mengajar. Di antara upaya-upaya baru adalah Hasil dan diskusi
penggunaan komputer dalam usaha pembelajaran
Mikroplate didesain sedemikian rupa terbuat
karena mereka dianggap sebagai alat komunikasi
yang efektif [4]. Dalam hal tertentu praktikum dari bahan yang mudah didapatkan dan murah
digunakan untuk melihat persoalan dan yaitu dengan menggunakan gabus dan suntik
bekas. Mikroplate tersebut dapat dilihat pada
mengembangkan pola konsep teori, namun bukan
untuk mengilustrasikan teori yang bersifat imajinasi, gambar IV.1.
begitu pula halnya dengan animasi tidak dapat
menggantikan praktikum yang bersifat nyata.
Selain itu pembelajaran kimia perlu dikaitkan
dengan konsep tiga dunia. Dengan demikian
dalam pembelajaran kimia perlu dipadukan antara
teori, eksperimen dan deskripsi yang dapat dibuat
dalam satu paket pembelajaran utuh.
Animasi sel Galvani telah dibuat dengan judul
Voltaic Cell dan Constructivist Animation Sel Gambar 1. Microplate.
Galvani, Namun dalam pembuatannya tidak Selanjutnya jembatan garam dibuat dengan
memperhatikan pendekatan 3-Dunia sehingga menggunakan pipet yang dimasukkan dengan
masih bercampur baur antara dunia tissue sebagai media dari larutan NaCl. Jembatan
submikroskopik dan simbolik, selain itu dunia garam ini memiliki kelebihan bahan yang
makroskopik ditampilkan dalam bentuk animasi digunakan mudah didapatkan, biaya murah, dan
yang seharusnya dunia makroskopik merupakan lebih praktis penggunaannya.
fenomena nyata yang dapat diamati. Sehingga
hasil penelitian menunjukkan 80% responden
menganggap bahwa animasi komputer “cukup”
untuk memberikan pemahaman ditingkat sekolah
menengah, tetapi hampir semua siswa setuju
animasi komputer dan simulasi tidak bisa
menggantikan percobaan sesungguhnya (96%
responden) [5].
Gambar 2. Jembatan garam.
Teori
Telah banyak diproduksi oleh pabrik, tetapi
Dalam penelitian ini alat yang digunakan harganya yang mahal,dan kesulitan
meliputi : multimeter digital mini, gabus, pisau, pengadaannya membuat banyak sekolah tidak
penggaris, pensil, tissue, pipet, alat suntik ukuran memilikinya, utamanya sekolah yang berada

ISBN 978-602-19655-4-2 326


Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

didaerah terpencil. Pada penelitian ini, alat peraga Layar pelajaran terdiri dari empat tombol
yang dihasilkan dapat dibuat dan dikembangkan utama yaitu tombol ‘alat sel Galvani’, Cu-Zn, Fe-Zn
oleh guru maupun siswa. Jika dibandingkan dan Cu-Fe. Setiap tombol utama dilengkapi
dengan alat makro yang sudah ada, penggunaan dengan 3 tombol pelengkap yaitu ‘play’dan
alat praktikum ini sangat praktis dan mudah 'Restart animasi'. Guru dan siswa bisa mengontrol
sehingga waktu yang digunakan lebih efisien, animasi dengan menggunakan tombol-tombol ini,
dengan demikian siswa dapat mengikuti pelajaran ulangi setiap tahap animasi atau restart animasi
dengan baik. Selain itu menggunakan sedikit dari awal lagi bila diperlukan. Pada titik ini,
bahan kimia sehingga menghasilkan sedikit limbah. penjelasan guru melalui diskrit serta animasi
Alat ini juga aman digunakan karena terbuat dari lengkap akan memfasilitasi dan mempromosikan
plastik. kejelasan dan masuk akalnya ide-ide baru, yang
meningkatkan pemahaman siswa. Sebagai contoh,
Untuk sel Galvani sistem Cu2+-Fe2+,
animasi menunjukkan siswa aliran elektron,
digunakan volume 20 mL, karena pada keadaan
perubahan kimia dan fisik dari sel Galvani dari
standar konsentrasi 1 M potensial sel memberikan
waktu ke waktu.
data yang nilainya mendekati literature yaitu
sebesar 0,75 V. Hasil yang diperoleh untuk sistem Upaya untuk menyamakan animasi ini dengan
Cu2+- Zn2+ adalah konsentrasi 0,04 dengan volume fakta, prinsip dan fenomena yang sebenarnya
5 mL memberikan harga potensial sel = 1,08 V, terjadi pada sel Galvani dilakukan agar siswa bisa
Cu2+- Fe2+ konsentrasi 0,3 M dengan volume 20 membedakan dunia makroskopik, dunia
mL memberikan harga potensial sel = 0,72 V, Fe2+- submikroskopik dan dunia simbolik. Seperti arus
Zn2+ konsentrasi 0,06 M memberikan harga elektron yang mengalir dari katoda ke anoda pada
potensial sel = 0,35 V.Pada percobaan sel Galvani, animasi-animasi yang sudah ada selalu
jumlah bahan yang digunakan pada umumnya digambarkan dengan huruf e- yang bergerak pada
( volume 100 mL konsentrasi 1 M ), zat yang kawat, yang tentu saja hal ini dapat menimbulkan
digunakan sebanyak 1 M x 100 mL = 100 mM. miskonsepsi. Siswa akan menganggap bahwa
Sedangkan dalam penelitian ini, untuk sistem elektron berada pada dunia simbolik berupa huruf
Cu2+-Fe2+ zat yang digunakan sebanyak 40 ml x e-. Untuk itu dalam pembuatan animasi ini untuk
0,3 M = 12 mM, sistem Zn2+-Cu2+ sebanyak 0,04 M menghindari miskonsepsi elektron diilustrasikan
x 10 ml = 0,4 mM, dan sistem Fe2+-Zn2+ sebanyak sebagai dua buah bulatan kecil yang
0,06 M x 10 ml = 0,6 mM. Berdasarkan menggambarkan bahwa elektron memiliki bentuk
perhitungan hasil percobaan tersebut, maka bukan sebagai huruf yang digunakan dalam dunia
apabila dibandingkan dengan jumlah bahan yang simbolik. Penggambaran ion-ion positif dan negatif
pada umumnya digunakan, Apabila dibandingkan pada larutan dan jembatan garam memiliki
dengan jumlah bahan yang digunakan pada perbedaan, begitupun dengan warna pada
umumnya ( volume 100 mL konsentrasi 1 M ), elektroda dan perubahan warna yang terjadi pada
untuk sistem Cu2+-Fe2+ kita dapat menghemat 1/8 larutan perlu disesuaikan dengan warna pada
kali lipat lebih hemat, sistem Zn2+-Cu2+ 1/250 kali percobaan yang dilakukan agar siswa tidak
lipat lebih hemat, sedangkan sistem Fe2+-Zn2+ kebingungan. Paket pembelajaran ini diharapkan
1/167 kali lipat lebih hemat. dapat membantu siswa untuk dapat memahami
prinsip dan fenomena yang terjadi dalam materi
Hasil Rekaman percobaan digunakan untuk
elektrokimia dari sisi 3-dunia (makroskopik,
memenuhi dunia makroskopik sedangkan untuk
submikroskopik, dan simbolik), khususya pada sel
dunia sub-mikroskopik dan simbolik dibuat dengan
Galvani. Berikut gambar tampilan salah satu video
software animasi. Berikut gambar layar paket
animasi 3-dunia untuk sistem Cu-Zn.
pembelajaran yang dibuat :

Gambar 4. Dunia makroskopik.

Gambar 3. Layar Utama Paket Pembelajaran


Video Animasi Berbasis 3-Dunia.

ISBN 978-602-19655-4-2 327


Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Ucapan Terima Kasih


Penulis mengucapkan terima kasih kepada
Ibu Wiwit, Ibu Mimin Aminah, dan Pak Yayat Yang
banyak membantu penulis dalam memenuhi
kebutuhan penelitian.

Referensi
[1] Fitriani, W., “Praktikum Skala-Kecil Dengan
Alat Sederhana Untuk Mengukur Potensial
Reduksi Baku Dan Tak-Baku”, Master Theses
Gambar 5. Dunia makroskopik + dunia atom. from JBPTITBPP, 1-2, (2008).
[2] Michael J. Sanger and Thomas J. Greenbowe,
Department of Chemistry, University of
Northern Iowa, Cedar Falls, IA 50614-0423,
Journal of Chemical Education, 76, 853.,
(1999).
[3] Burke, K. A., Greenbowe, T. J., and
Windschltl, M. A., “Developing and using
conceptual computer animations for chemistry
instruction”, Journal of Chemical Education,
75, 1658–1661, (1999).
[4] Ersen Çıgrık dkk. Procedia Sosial dan Ilmu
Perilaku 1 (2009) 2470-2474 2473.
[5] Bayrak, C., ”Effects of Computer Simulations
Programs on University Students,
Achievments in Physics”, Journal of Distance
Gambar 6. Dunia makroskopik + dunia atom + Education-TOJDE, 9, 1302-6488, (2008).
dunia simbol.

Kesimpulan Firdaus*
Kelompok Keilmuan Kimia Organik dan Fisik
Apabila dibandingkan dengan jumlah bahan
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
yang digunakan pada umumnya ( volume 100 mL Institut Teknologi Bandung
konsentrasi 1 M ), untuk sistem Cu2+-Fe2+ kita firdausmardhan@yahoo.co.id
dapat menghemat 1/8 kali lipat lebih hemat, sistem
Zn2+-Cu2+ 1/250 kali lipat lebih hemat, sedangkan Muhamad Abdulkadir Martoprawiro Ph.D.
sistem Fe2+-Zn2+ 1/167 kali lipat lebih hemat. Kelompok Keilmuan Kimia Organik dan Fisik
Penelitian ini menghasilkan alat praktikum berupa Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
microplate dan paket pembelajaran sel Galvani Institut Teknologi Bandung
yang didalamnya mencakup video percobaan, muhamad@chem.itb.ac.id
animasi dan penjelasan berbasis metode 3-dunia.
*Corresponding author

ISBN 978-602-19655-4-2 328


Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Konverter DC-AC dengan Multivibrator Digital Untuk Kebutuhan


Energi Listrik Rumah Tangga
Firman Laurensius Nadeak* dan Suprijadi

Abstrak
Kondisi pedesaan di Indonesia masih banyak yang belum tersentuh energi listrik terutama dalam hal
penerangan. Misalnya, di Sulawesi Utara terdapat 54 desa yang belum dialiri listrik PLN. Untuk itu,
diperlukan energi alternatif seperti energi matahari, air dan angin. Energi listrik yang bersumber dari sinar
matahari akan disimpan dalam bentuk muatan listrik di aki. Masalah yang timbul adalah tegangan aki berupa
tegangan DC 6-12 volt. Oleh karena itu, diperlukan inverter yang dapat menghasilkan tegangan AC 220
volt. Pada makalah ini akan dibahas tentang konverter DC-AC yang berbasis multivibrator CD 4047B .
Berdasarkan design dan rancang bangun rangkaian ini diperoleh inverter yang mampu menyalakan lampu
pijar 40 watt dengan normal.
Kata-kata kunci: energi alternatif, konverter DC-AC, multivibrator
pada suatu temperatur menunjukkan karakteristik
Pendahuluan
tertentu dan perubahan bentuknya sangat
Sebanyak 54 desa di Sulawesi Utara belum bergantung pada temperatur. Pada tahun 1900
dialiri listrik. Rumah penduduk di desa ini Plank melaporkan penemuan formulanya yang
menggunakan penerangan dengan lampu secara teliti menerangkan spektra radiasi benda
berbahan bakar minyak dan listrik swadaya hitam untuk semua panjang gelombang dan suhu
masyarakat. Akibatnya, lampu menyala dalam [4],[5],[6][7] .
waktu beberapa jam saja, sehingga kebutuhan
Efek fotolistrik adalah peristiwa terlepasnya
energi listrik sering menjadi masalah utama bagi
elektron-elektron dari permukaan logam
penduduk. Masalah ini bisa diatasi dengan
(dinamakan elektron foto) ketika logam tersebut
memanfaatkan berbagai sumber energi alternatif
dikenai gelombang elektromagnetik.[5],[7],[8]
seperti biodiesel, tenaga angin, biogas,
pembangkit listrik energi pasang surut dan Prinsip kerja sel surya silikon adalah
pembangkit listrik tenaga surya. [1],[2]. berdasarkan konsep semikonduktir p-n junction.
Sel terdiri dari lapisan semikonduktor doping-n dan
Intensitas radiasi matahari di desa ini sama
doping-p yang membentuk p-n junction, lapisan
dengan intensitas radiasi matahari rata-rata
antirefleksi, dan substrat logam sebagai tempat
diseluruh Indonesia yaitu sekitar 4.8 kWh/m2 per
mengalirnya arus dari lapisan tipe-n (elektron) dan
hari, hal ini menjadi salah satu alternatif sumber
tipe-p (hole). Semikonduktor tipe-n didapat dengan
energi listrik yang dapat dimanfaatkan.energi listrik
mendoping silikon dengan unsur dari golongan V
yang diperoleh sel surya berupa tegangan DC,
sehingga terdapat kelebihan elektron valensi
sehingga untuk digunakan dalam peralatan listrik
dibanding atom sekitar. Pada sisi lain
rumah tangga tegangan tersebut harus diubah
semikonduktor tipe-p didapat dengan doping oleh
terlebih dahulu menjadi tegangan AC. Salah satu
golongan III sehingga elektron valensinya defisit
cara mengubah tegangan DC menjadi AC adalah
satu dibanding atom sekitar. Ketika dua tipe
menggunakan Inverter multivibrator.[2], [3]. Pada
material tersebut mengalami kontak maka
makalah ini akan dibahas analisis dan eksperimen
kelebihan elektron dari tipe-n berdifusi pada tipe-p.
pengembangan inverter DC-AC berbasis
Sehingga area doping-n akan bermuatan positif
multivibrator digital dengan menggunakan IC CD
sedangkan area doping-p akan bermuatan negatif.
4047 B.
Medan elektrik yan terjadi antara keduanya
mendorong elektron kembali ke daerah-n dan hole
Teori ke daerah-p. Pada proses ini telah terbentuk p-n
Fenomena pemancaran cahaya (gelombang junction. Dengan menambahkan kontak logam
elektromagnetik) dari suatu bahan yang pada area p dan n maka telah terbentuk dioda,
dipanaskan pada suhu tinggi, seperti pada besi cara kerja sel surya ditunjukkan pada Gambar 1.
dalam sebuah tungku atau elemen pemanas pada [4],[6].
kompor listrik dikenal sebagai radiasi termal.
Pengukuran spektroskopi terhadap intensitas
gelombang elektromagnetik yang dipancarkan
sebagai fungsi panjang gelombang λ atau
frekuensi f menghasilkan bentuk karakteristik dari
spektra tersebut. Spektra radiasi benda hitam

ISBN 978-602-19655-4-2 329


Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Gambar 1.cara kerja sel surya[4],[6].


Panel surya atau Panel photovoltaik (PV
Panel) adalah perangkat rakitan sel-sel fotovoltaik
yang mengkonversi sinar matahari menjadi listrik.
Komponen utama panel photovoltaik adalah modul
yang merupakan unit rakitan beberapa sel surya.
Tegangan keluaran panel surya berupa tegangan Gambar 3. Skema rangkaian inverter
DC.[4],[6] Skema perubahan energi matahari
menjadi energi listrik ditunjukkan pada Gambar 2. Komponen-komponen yang digunakan dalam
eksperimen adalah:
U1 : IC CD 4047 B
D1=D2 : dioda VF 4007
U2=U3 : mosfet IRFP 460
V1 : LM 7812
T1 : transformator CT
C1 : kapasitor 100 nF
R1 : potensiometer 500 kohm
A : keluaran IC CD4047 B
B : keluaran IC CD4047 B
Parameter yang diukur dalam eksperimen
adalah tegangan sumber (aki), arus masukan ke
inverter, tegangan output (transformator) dan arus
keluaran.
Arus listrik yang dihasilkan pada rangkaian
didapat dari baterai basah sering disebut dengan
aki.

Gambar 2. skema perubahan energi matahari Energi yang diubah oleh mutan (q) yang
menjadi energi listrik.[9]. bergerak melintasi beda potensial (V) adalah qV.
Maka daya (P), yang diubah oleh peralatan listrik
Untuk mengubah tegangan DC 12 volt merupakan kecepatan perubahan energi, adalah
menjadi 220 volt AC digunakan inverter. Inverter
yang telah dirancang menggunakan multivibrator P  daya 
energi yang diubah qV
 [10]
digital berbasis IC CD4047B. arus listrik dari energi waktu t
matahari disimpan di Aki dalam bentuk muatan
listrik yang bertegangan DC. Karena muatan yang mengalir persatuan
waktu (q/t) merupakan arus listrik (I) maka
Skema rangkaian yang digunakan untuk diperoleh
mendapatkan tegangan AC ditunjukkan dalam
Gambar 3. P = IV (1)
Persamaan (1) juga menyatakan daya yang
diberikan oleh sumber teganangan seperti baterai
[10]
Kecepatan perubahan energi pada hambatan
R dapat dituliskan dengan menggunakan hukum
Ohm (V= IR), dalam dua cara [10], yaitu:
P  I 2R (1-a)

ISBN 978-602-19655-4-2 330


Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

V2
P (1-b)
R
Untuk uji coba performansi inverter digunakan
rumus energi listrik (w) adalah perkalian antara
daya (P) dengan waktu (t).
W = P.t (2)

Hasil dan diskusi


Sinyal keluaran multivibrator IC CD4047B
berupa gelombang kotak dengan frekuensi 57 Hz
diperoleh dengan menggunakan osiloskop
ditunjukkan pada Gambar 4.

Gambar 4. Sinyal keluaran multivibrator IC CD


4047B.
Sinyal keluaran dari IC CD4047B akan
dikuatkan oleh mosfet IRFP 460 yang selanjutnya
dihubungkan dengan transformator step-up.
Transformator diberi beban lampu pijar 5 watt, 25
watt, 40 watt, 60 watt dan 100 watt. Foto uji coba
rangkaian inverter yang dibuat ditunjukkan pada Gambar 5. Foto ujicoba rangkaian inverter (a)
Gambar 5. sebelum dihubungkan aki (b) setelah dihubungkan
aki.
Ujicoba rangkaian inverter menggunakan
baterai aki 12 volt 5 Ah. Hubungan tegangan
output lampu pijar 5 watt (a), 25 watt (b) dan 40
watt (c) dengan waktu ditunjukkan pada Gambar 6.
Masing –masing lampu menyala dengan normal
untuk tegangan 220 volt, sesuai dengan teori yaitu
lampu pijar dengan daya kecil akan menyala lebih
lama dibandingkan dengan daya besar.

Gambar 6. Hubungan tegangan keluaran dengan


waktu untuk 3 buah lampu pijar.

ISBN 978-602-19655-4-2 331


Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Untuk lampu pijar dengan daya diatas 40 watt, Referensi


seperti lampu pijar 60 watt dan 100 watt tegangan
[1] https://www.google.co.id/search/beritamanad
keluaran yang dihasilkan lebih kecil dari 220 volt,
o.com. diakses 17 Januari 2013 pukul 10.28
sehingga nyala lampu pijar tersebut redup dengan
am.
durasi lebih kecil dari satu menit. Hal ini
[2] www.oocities.org/markal_bppt/publish/.../plrah
disebabkan daya masukan aki yang digunakan
ard.pdf/ analisis potensi pembangkit listrik
terlalu kecil, yaitu 5Ah. Hubungan tegangan
tenaga surya di indonesia. diakses 17 januari
keluaran dengan waktu untuk lampu pijar 60 watt
2013 pukul 11.20 am
ditunjukkan pada Gambar 7.
[3] http://www.electroschematics.com/diakses 2
februari 2013 pukul 8.13 am
[4] Wilman Septina dkk, Pembuatan Prototipe
Solar Cell Murah dengan Bahan Organik-
Inorganik (Dye-sensitized Solar Cell), Institut
Teknologi Bandung, Bandung 2007.
[5] Serway Jewett, Fisika untuk Sains dan Teknik
(Physics for Scientists and Engineers with
Modern Physics), Penerjemah Chriswan
Sungkowo, Salemba Jakarta
[6] Wulandari Handini, Performansi sel
Surya,Skripsi FT UI, Jakarta, 2008.
[7] Kenneth Krane, Fisika Modern, Penerjemah
Gambar 7. Hubungan tegangan keluaran dengan Hans J Wospakrik, Penerbit Universitas
waktu untuk lampu pijar 60 watt. Indonesia, 2011.
[8] Serway Jewet,Physics for Scientists and
Performansi inverter yang dikembangkan
engineers with modern physics ,seventh
terlihat pada Tabel 1.
edition
Tabel 1. Nilai parameter ujicoba performansi [9] http://www.google.co.id/imgres?imgurl=http://
rangkaian solarenergylive.com/images/solar_power_ho
me_system.jpg&imgrefurl=http://solarenergyli
daya(watt)  waktu(menit)  ve.com/ diakses 1/14 2013 pukul 2.34 pm
5  35  [10] Douglas C. Giancoli, “Fisika 2”, Penerjemah
Yuhilza Hanum dan Irwan Arifin, Penerbit
25  17 
Erlangga, Jakarta, Edisi Kelima, 2001, p. 74.
40  10 
60  <1 
Rangkaian inverter yang dibuat mampu
menyalakan lampu secara normal selama 10 menit Firman Laurensius Nadeak*
untuk lampu pijar 40 watt, 17 menit untuk lampu Magister Pengajaran Fisika
pijar 25 watt dan 35 menit untuk lampu pijar 5 Institut Teknologi Bandung
watt. Email: firmanlaurensius@yahoo.com

Kesimpulan
Suprijadi
Telah berhasil dibuat rangkaian inverter KK Fisika Teori Energi Tinggi dan Instrumentasi
tegangan DC menjadi AC berbasis multivibrator IC Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
CD4047 dengan menggunakan baterai 12 volt 5 Institut Teknologi Bandung
AH mampu menyalakan lampu pijar 40 watt secara E-mail : supri@fi.itb.ac.id
normal selama 10 menit.

*Corresponding author

ISBN 978-602-19655-4-2 332


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Eksperimen Hukum-Hukum Radiasi Termal:


Hukum Kuadrat Terbalik, Hukum Stefan-Boltzmann
serta Pengaruh Warna Permukaan terhadap Radiasi Termal
Hadyan Akbar*, Vivi Nur Huda, Sinta Sri Ismawati, Mohamad Soleh, Nofitri,
Herlin Verina, Robi Sobirin, dan Irzaman

Abstrak
Semua permukaan bahan memancarkan radiasi termal yang intensitasnya bergantung pada temperatur dan
karakteristik permukaan bahan tersebut. Tujuan penelitian ini adalah membahas pembuktian hukum radiasi
termal meliputi hukum kuadrat terbalik, hukum Stefan-Boltzmann serta pengaruh warna permukaan terhadap
radiasi termal. Sumber radiasi termal yang digunakan adalah kubus radiasi termal dan lampu Stefan-
Boltzmann. Pengambilan data dilakukan sebanyak lima kali ulangan untuk setiap eksperimen. Dari
eksperimen hukum kuadrat terbalik, terlihat bahwa radiasi sebanding dengan kuadrat terbalik jarak. Untuk
eksperimen hukum Stefan-Boltzmann, didapatkan bahwa radiasi yang dipancarkan lampu Stefan-Bolzmann
sebanding dengan pangkat empat temperatur filamen. Sedangkan pengaruh warna terhadap radiasi termal
terlihat bahwa warna putih mengemisikan radiasi termal dengan intensitas terbesar dibandingkan warna
hitam, kusam, atau silver.
Kata-kata kunci: kuadrat terbalik, radiasi termal, Stefan-Boltzmann, temperatur filamen
Eksperimen ini menggunakan set-up peralatan
Pendahuluan
sensor radiasi, kubus radiasi termal, lampu Stefan-
Energi panas dapat ditransfer dalam tiga Boltzmann, multimeter, dan penggaris. Sensor
bentuk, yaitu konveksi, konduksi, dan radiasi. radiasi (PASCO TD-8553) merupakan elemen
Radiasi termal merupakan fenomena radiasi pendeteksi yang menghasilkan voltase sebanding
gelombang elektromagnetik yang disebabkan oleh dengan intensitas radiasi. Sensor ini dapat
temperatur suatu permukaan bahan. Pemanfaatan menghasilkan tegangan dengan range mikrovolt
pengetahuan mengenai radiasi termal sangat sampai dengan 100 milivolt. Kubus radiasi termal
berkembang pesat seiring perkembangan (PASCO TD-8554A) merupakan kubus dengan
teknologi. empat permukaan berbeda dan dapat dipanaskan
sampai temperatur 120°C. Temperatur dapat
Tulisan ini berisi hasil eksperimen dari hukum-
dihitung dengan mengukur nilai hambatan pada
hukum radiasi termal yang meliputi hukum kuadrat kubus yang dapat dikonversi menjadi temperatur.
terbalik, hukum Stefan-Boltzmann serta pengaruh Lampu Stefan-Boltzmann (PASCO TD-8555)
warna permukaan terhadap radiasi termal dengan merupakan sumber radiasi panas temperatur tinggi
ulangan sebanyak lima kali. (dapat mencapai 3000°C). Temperatur filamen
dapat dihitung dengan mengukur tegangan dan
Teori arus [2].
Semua permukaan bahan memancarkan Pada dasarnya eksperimen Stefan-Boltzmann
radiasi termal yang spektrum intensitasnya dapat dilakukan dengan mengganti sumber radiasi
bergantung pada temperatur dan karakteristik termal (lampu Stefan-Boltzmann) dengan lampu
permukaan bahan tersebut. Karakteristik radiasi pijar komersial dengan daya yang bervariasi dan
termal dari permukaan bahan mengikuti hukum akan didapatkan hasil yang sesuai dengan teori [3].
kuadrat terbalik dan hukum Stefan-Boltzmann.
Hukum Stefan-Boltzmann menyatakan bahwa Radiasi termal dapat diaplikasikan dalam
energi radiasi total yang dipancarkan keluar dari banyak hal seperti pada sistem pembangkit
bagian terbuka per satuan waktu sebanding termofotovoltaik [4]. Selain itu, radiasi termal juga
dengan pangkat empat temperatur mutlaknya. berperan penting dalam proses industri polimer.
Kualitas produk akhir bergantung pada faktor
Perpindahan kalor radiasi menyangkut sistem kontrol panas [5].
mekanisme fisik adalah perambatan energi
elektromagnetik yang dipancarkan suatu benda
Hasil dan diskusi
karena temperaturnya. Angka emisivitas termal
akan bertambah dengan naiknya temperatur dan Pada eksperimen hukum kuadrat terbalik,
semakin bertambah pula jika permukaannya digunakan lampu Stefan-Boltzmann dengan power
semakin gelap [1]. supply 10 V. Jarak divariasikan mulai dari 2.5cm
sampai 100cm (atau sampai radiasi yang terbaca

ISBN 978-602-19655-4-2 333


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

pada voltmeter bernilai 0). Jarak diukur dari ujung


sensor sampai filamen pada lampu (radiasi panas
terbesar berasal dari filamen). Dari data
didapatkan semakin jauh jarak lampu dengan
sensor, maka radiasi yang diterima semakin kecil.
Jika dilihat grafik antara radiasi terhadap jarak
maka terlihat hubungan eksponensial negatif
(Gambar 1). Apabila diplot grafik radiasi dengan
kuadrat terbalik jarak didapatkan garis yang linier
dan sesuai dengan teori yang ada (Gambar 2).

Gambar 3. Grafik radiasi terhadap temperatur


filamen.

Gambar 1. Grafik radiasi terhadap jarak.

Gambar 4. Grafik radiasi terhadap temperatur


pangkat empat fiamen.
Dari eksperimen pengaruh warna terhadap
radiasi panas digunakan sumber panas berupa
kubus radiasi termal dengan variasi daya 5W,
6.5W, 8W, dan High. Disimpulkan bahwa semakin
besar daya maka radiasi termal yang tertangkap
sensor semakin besar, dengan masing-masing
permukaan dengan warna yang berbeda
Gambar 2. Grafik radiasi terhadap kuadrat terbalik
memberikan nilai yang berbeda. Permukaan warna
jarak.
putih mengemisikan radiasi termal lebih besar
Pada eksperimen hukum Stefan-Boltzmann dibandingkan warna hitam, kusam, maupun silver.
digunakan lampu Stefan Boltzmann dengan catu Hasil ini sedikit berbeda dengan literatur yang ada
daya bervariasi dari 1V sampai dengan 12V dimana warna hitam mengemisikan radiasi termal
sehingga didapatkan temperatur filamen yang 100% dan warna putih 96.86% [2].
berbeda dan berakibat perbedaan pembacaan
Tabel 1. Pengaruh warna dan daya lampu
radiasi termal oleh sensor. Jarak antara sumber
terhadap radiasi termal.
termal dengan sensor disusun konstan dengan
jarak 6cm (agar tidak ada efek hukum kuadrat Daya Putih Hitam Kusam Silver
terbalik). Dari data yang didapat jika diplot grafik
radiasi dengan temperatur maka terlihat 5 1.58 1.44 0.58 0.2
eksponensial positif (Gambar 3). Apabila diplot 6.5 1.86 1.82 0.72 0.24
grafik radiasi terhadap temperatur pangkat empat 8 2.22 2.14 0.84 0.24
maka didapatkan garis yang linier (Gambar 4). Hal
ini sesuai dengan hukum Stefan-Boltzmann. High 2.54 2.48 0.98 0.28

Kesimpulan
Hasil dari keseluruhan eksperimen sesuai
dengan teori dari hukum kuadrat terbalik dan
hukum Stefan-Boltzmann. Untuk eksperimen
pengaruh warna terhadap radiasi terlihat bahwa

ISBN 978-602-19655-4-2 336


Prosiding Simposium Nasional Inovasi dan Pembelajaran Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

warna putih dapat ditembus radiasi termal dengan Hadyan Akbar*


intensitas terbesar dibandingkan warna hitam, Mahasiswa Departemen Fisika
kusam, atau silver. Institut Pertanian Bogor
hadyanakbar@ymail.com
Ucapan Terima Kasih
Vivi Nur Huda
Penulis mengucapkan terima kasih atas
Mahasiswa Departemen Fisika
bimbingan dari Irzaman selaku dosen ahli dan Institut Pertanian Bogor
teman-teman asisten praktikum yang telah hadyanakbar@ymail.com
membantu, serta kepada Departemen Fisika
Institut Pertanian Bogor atas dukungan Sinta Sri Ismawati
penyediaan laboratorium dan peralatan dalam Mahasiswa Departemen Fisika
eksperimen ini. Institut Pertanian Bogor
hadyanakbar@ymail.com
Referensi
[1] FA. Rusdi Sambada, “Pengaruh Warna Mohamad Soleh
terhadap Emisivitas Termal pada Kaca”, Mahasiswa Departemen Fisika
SIGMA, Vol.4 , No.2. ISSN 1410-5888 (2001) Institut Pertanian Bogor
[2] Bruce Lee and Eric Ayres, “Instruction Manual hadyanakbar@ymail.com
and Experiment Guide for PASCO Scientific
Model TD-8553/ 8554A/ 8555 Thermal Nofitri
Radiation System”. PASCO Scientific. Mahasiswa Departemen Fisika
[3] Imtiaz Ahmad, Sidra Khalid, and Ehsan E. Institut Pertanian Bogor
Khawaja, “Filamen Temperatur of Low Power hadyanakbar@ymail.com
Incandesecent Lamps : Stefan-Boltzmann
Law”, Journal Physic Education, Vol.4 , No.1. Herlin Verina
ISSN 1870-9095 (2010). Mahasiswa Departemen Fisika
[4] Makoto Shimizu and Hiroo Yugami, “Thermal Institut Pertanian Bogor
Radiation Control by Surface Gratings as an hadyanakbar@ymail.com
Advance Cooling System for Electronic
Device”, Journal of Thermal Science and Robi Sobirin
Technology, Vol.6, No.2. DOI : 10.1299 /jtst. Mahasiswa Departemen Fisika
6.297 (2011). Institut Pertanian Bogor
[5] Stanford Shateyi and Sandile Sydney Motsa, hadyanakbar@ymail.com
“Thermal Radiation Effect on Heat and Mass
Transfer over an Unsteady Stretching Irzaman
Surface”, Research Article, Volume 2009, Staff Pengajar Departemen Fisika
DOI : 10.1155/ 2009/965603. Institut Pertanian Bogor
irzaman@ipb.ac.id, irzaman@yahoo.com

*Corresponding author

ISBN 978-602-19655-4-2 337


Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Pembelajaran Tekanan Hidrostatik, Kapilaritas, Dan Debit Zat Cair


Melalui Power Point, Video, dan Modul Eksperimen
Islamiani Safitri* dan Siti Nurul Khotimah

Abstrak
Masalah yang sering dihadapi di beberapa sekolah adalah kesulitan guru dalam mentransfer bahan ajar
fisika kepada siswanya. Untuk mengatasi masalah tersebut, dapat dilakukan desain perangkat pembelajaran
fluida statik dan dinamik berupa power point, video, dan modul eksperimen. Penentuan tinggi permukaan
dua jenis cairan dalam pipa U ditentukan dengan prinsip tekanan hidrostatika, sedangkan penentuan sudut
kontak dan kenaikan kapilaritas dilakukan dengan memvariasikan diameter pipa kapiler. Penentuan laju dan
debit aliran pada fluida dinamik dilakukan dengan menggunakan beaker yang berlubang di bagian samping.
Percobaan menghasilkan persen beda tinggi permuakaan cairan adalah 5,3% - 14,4%, serta kenaikan
kapilaritas sebesar 0,00425 m untuk pipa berdiameter 0,0025 m dan 0.00555 m untuk pipa berdiameter
0,002 m. Besar sudut kontak air yang didapatkan adalah 68,90-69,90. Dengan menghitung debit dari grafik
volume sebagai fungsi waktu, didapatkan laju aliran yang keluar lubang beaker mengecil terhadap waktu.
Hasil percobaan yang diperoleh dibandingkan dengan hitungan fluks volume serta hukum Torricelli. Jarak
terjauh jatuhnya air di lantai juga ditentukan.
Kata-kata kunci:kapilaritas, sudut kontak, debit, dan laju aliran
ini, topik fisika yang menjadi bahasan adalah
Pendahuluan “Fluida Statik dan Fluida Dinamik.”
Guru fisika yang profesional harus memiliki
Teori
beberapa kompetensi dalam perencanaan dan
pelaksanaan proses pembelajaran untuk mencapai Fluida Statik
tujuan pendidikan nasional. Untuk itu guru dituntut
Fluida adalah suatu zat yang dapat mengalir
mampu menyampaikan bahan ajar dengan sebaik
karena tidak dapat menahan tegangan geser.
mungkin, yaitu wajib menguasai konsep dan
Dalam alirannya, fluida dapat menyesuaikan diri
prinsip dasar fisika, terampil dan mampu
dengan bentuk sembarang wadah yang
mengembangkan diri, kreatif dalam mengajar,
ditempatinya. [1].
serta dapat membawa siswanya untuk
menyenangi pelajaran fisika. Setiap fluida memiliki densitas yang berbeda-
beda. Densitas atau massa jenis (ρ) merupakan
Namun persiapan itu saja tidaklah cukup
ukuran konsentrasi zat yang dinyatakan dalam
dalam mengajarkan fisika. Kasus yang sering
massa per satuan volume. Sifat ini ditentukan
dihadapi di berbagai instansi pendidikan adalah
dengan cara menghitung perbandingan massa zat
kesulitan guru fisika dalam mentransfer bahan ajar
yang terkandung dalam suatu bagian tertentu
kepada siswanya. Fasilitas laboratorium yang
terhadap volume bagian tersebut.
kurang lengkap dan rendahnya kreativitas
mengajar menjadikan guru tidak produktif dalam m
 (1)
mengembangkan pedagogik siswa di bidang fisika. V
Akibatnya, siswa merasa bosan dan tidak tertarik
untuk belajar sehingga berimbas pada kurangnya Tabel 1. Densitas dari berbagai cairan[2].
pemahaman konsep fisika. Suhu (± Densitas (±
Nama Zat
Untuk membantu mengatasi kasus tersebut, 0,5 0C) 0,0025 g/cm3)
dibutuhkan perangkat pembelajaran untuk Oli SAE 40 25 0,88
mempermudah guru fisika dalam mentransfer
Minyak Kelapa 25 0,91
bahan ajarnya sehingga siswa memiliki
pemahaman konsep dasar fisika yang baik. Lebih Air 25 1,00
dari itu, guru juga dengan mudah dapat menggali Gliserin 25 1,26
kreativitas siswa sehingga muncul inovasi baru
dan bermanfaat. Perangkat pembelajaran yang Tekanan zat cair dalam keadaan statik dan
dimaksud meliputi pembuatan ringkasan materi hanya disebabkan oleh beratnya sendiri disebut
ajar dalam power point yang dilengkapi dengan tekanan hidrostatika. Adapun persamaan tekanan
video dan modul eksperimennya. Pada penelitian hidrostatika adalah sebagai berikut.

ISBN 978-602-19655-4-2 338


Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

p  p0   gh (2) h. Ketika penutup lubang dibuka, ketinggian air


berkurang dengan laju aliran v2.
Sudut Kontak dan Kapilaritas Untuk menentukan v2 pada lubang, dapat
Pertemuan gas-cairan umumnya membentuk diterapkan persamaan Bernoulli. Titik 1 terletak
lengkungan ke atas atau ke bawah di dekat pada permukaan beaker dan titik 2 pada
permukaan padat. Sudut θ yang dibentuk oleh permukaan lubang. Karena diameter lubang jauh
lengkungan tersebut adalah sudut kontak (contact lebih kecil dari diameter beaker, maka kecepatan
angel) dan kurva permukaan cairan disebut air dipermukaan gelas dianggap 0 (v1 = 0).
meniscus. Ketika gaya kohesi antar partikel lebih Permukaan gelas beaker dan permukaan lubang
kecil daripada gaya adhesinya, maka cairan akan dalam kondisi terbuka sehingga tekanan keduanya
membasahi atau melekat pada permukaan padat. sama dengan tekanan atmosfir, P1 = P2 = Pu.
Bidang batas cairan-gas tersebut akan membentuk dengan demikian persamaan Bernoulli untuk
kurva yang melengkung ke bawah (cekung) dan kasus ini adalah sebagai berikut.
memiliki sudut kurang dari 90o. 1 2 1
p1   gy1   v1  p2   gy2   v22
2 2
1 1
pi   gh1   (0) 2  pu   gh2   v22
2 2

Gambar 1. Sudut kontak air dan raksa [3]. v2  2 gh (4)

Tegangan permukaan menyebabkan


Fluks Volume
terbentuknya bagian yang tinggi dan rendah pada
cairan dalam tabung yang sempit. Efek inilah yang Laju aliran pada lubang juga dapat dicari
disebut dengan kapilaritas, yaitu peristiwa naik dengan pemdekatan analitik fluks volume. Jika
atau turunnya permukaan zat cair pada pipa volume awal air dalam gelas beaker adalah A1h1
kapiler. dan volume air per satuan waktu yang mengalir
pada lubang adalah A2v2, maka volume yang
2 cos 
h (3) tersisa di dalam gelas beaker A1h. Sehingga dapat
rg diturunkan sebagai berikut.
Vol awal – Vol mengalir = Vol terisa
Fluida Dinamik
A1h1  A2 v2 t  A1h
Hukum Torricelli
Jika t = 0, maka volume awal sama dengan
Jika air di dalam wadah mengalami volume tersisa. Namun, jika t = t, maka
kebocoran, kelajuan air yang memancar keluar penurunannya adalah:
dari lubang tersebut dapat dihitung. Berdasarkan
Hukum Toricelli, jika diameter lubang kebocoran A2 v2 t  A1h1  A1h
pada dinding wadah sangat kecil dibandingkan
A1 (h1  h)
diameter wadah, kelajuan air yang keluar dari v2  (5)
lubang sama dengan kelajuan yang diperoleh jika A2 t
air tersebut jatuh bebas dari ketinggian h.
Persamaan 5 merupakan laju aliran air pada
lubang dengan menggunakan pendekatan analisa
h
fluks volume.
h1

Eksperimen

Tekanan Hidrostatik
Dua jenis cairan dengan densitas yang
Gambar 2. Aliran fluida pada gelas beaker berbeda dimasukkan ke dalam pipa U, kemudian
berlubang diamati tinggi permukaan cairan pada tabung kiri
Gambar 2. menunjukkan sebuah wadah berisi (air dan minyak) dan kanan (air dan gliserin).
air dengan ketinggian tertentu dalam keadaan
awal statis. Pada bagian dinding bawah diberi
lubang dengan luas penampang A2, berbeda
dengan luas penampang wadah A1. Ketinggian
antara permukaan air dengan pusat lubang adalah

ISBN 978-602-19655-4-2 339


Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Pada tabung sebelah kanan, baik air maupun


gliserin akan selalu berada di posisi paling bawah
hA hB
jika dicampur dengan oli atau minyak kelapa. Hal
ini terjadi karena air dan gliserin memiliki densitas
lebih besar dibandingkan dengan densitas minyak
kelapa dan oli. Namun, jika gliserin dicampur
dengan air, maka gliserin terlihat berada di posisi
Gambar 3. Tinggi permukaan dua jenis cairan
paling bawah, hal ini terjadi karena densitas
pada Pipa U.
gliserin lebih besar dibandingkan dengan densitas
air. Cairan dengan densitas yang lebih besar akan
Kapilaritas selalu berada di posisi paling bawah.
Pipa kapiler dengan diameter yang berbeda- Di bawah ini adalah data hasil pengamatan
beda (0,2 cm, 0,25 cm, dan 0,45 cm) dicelupkan kenaikan kapilaritas pada air.
satu per satu ke dalam beaker berisi air, kemudian
diamati kenaikan kapilaritasnya. Tabel 3. Hasil pengamatan kapilaritas
Diameter Pipa o
h air (m) θ air ( )
kapiler (m)
0,0045 0 -
0,0025 0,00425 68,9
0,0020 0,00555 69,9
Gambar 4. Kenaikan kapilaritas pada air. Data table 3 menyatakan bahwa jika pipa
kapiler dicelupkan ke dalam air, terjadi kenaikan
Debit Zat Cair kapilaritas. Dimana semakin kecil diameter pipa,
Dua beaker berdiameter 8,5 cm dan 11,5 cm maka semakin tinggi pula kenaikan kapilaritasnya.
yang memiliki lubang masing-masing 3 mm dan 1 Namun, pada pipa kapiler berdiameter 0,0045 m
mm. Beaker diisi air ketika lubang dalam keadaan tidak teramati adanya kenaikan kapilaritas. Hal ini
tertutup. Kemudian penutup di buka (lihat Gambar terjadi karena rentang untuk diameter pipa kapiler
2) dan diamati jarak maksimum (x) air pertama kali yang mungkin masih teramati kenaikan
jatuh dan perubahan tinggi h sebagai fungsi waktu. kapilaritasnya adalah 0,0005 m - 0,003 m.
Jika γ air, percepatan gravitasi g, dan ρ air
Hasil dan Diskusi masing-masing adalah 0,0756 m [4], 9,8 m/s2, dan
1000 kg/m3, maka sudut kontak air untuk pipa
Fluida Dinamik kapiler berdiameter 0,002 m dan 0,0025 m adalah
Berdasarkan eksperimen fluida statik untuk 68,90 dan 69,90, artinya gaya kohesi air lebih kecil
pengamatan tinggi permukaan dua jenis cairan dari gaya adhesinya sehingga air membasahi
pada pipa U yang dilakukan, diperoleh data dinding.
sebagai berikut.
Fluida Dinamik
Tabel 2. Data pengukuran dua jenis cairan pada
Pipa U. Berikut ini grafik hasil eksperimen fluida
dinamik.
hA hB hit. hB eks %
Jenis Fluida
(cm) (cm) (cm) Beda
Minyak
Air 6,6 7,2 8,3 14,4
kelapa
Air Oli 7,0 7,9 8,4 5,6
Gliserin Oli 7,4 10,6 11,0 3,8
Gliserin Air 9,2 11,6 12,9 11,2
Minyak
Gliserin 9,6 13,3 14,0 5,3
kelapa

Data tabel 2 menyatakan bahwa tinggi awal


permukaan cairan (air atau gliserin) yang belum
dicampur dengan cairan lain adalah sama, artinya Gambar 5. Grafik laju v air pada lubang
hA sama dengan hB. Namun, ketika cairan tersebut berdiameter 3 mm sebagai fungsi waktu.
dicampur dengan cairan lain, permukaan hA lebih
rendah dari permukaan hB.

ISBN 978-602-19655-4-2 340


Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Tabel 3. Data pengukuran jarak maksimum aliran


air yang jatuh.
diameter
Xmaks eksp. Xmaks hit.
lubang -2 -2 % Beda
(x 10 m) (x 10 m)
(x 10-3 m)
1 3,8 4,3 11,6
3 6,5 5,1 27,0

Data tabel 3 menyatakan bahwa jarak


Gambar 6. Grafik laju v air pada lubang maksimum air jatuh pada diameter lubang yang
berdiameter 1 mm sebagai fungsi waktu. lebih besar akan lebih jauh, namun persen
Titik dimana t = 0 merupakan kondisi awal bedanya semakin besar. Hal ini terjadi karena laju
ketika penutup lubang tepat akan dibuka, yaitu air pada saat pertama kali mengalir sangat cepat
tepat air akan mengalir. Berdasarkan h (t) dan sehingga cukup sulit untuk mengamati jarak
volume tertampung yang diperoleh dari hasil maksimum air ketika jatuh.
eksperimen, dapat dihitung debit aliran air dan laju
aliran v2 (t) praktek. Debit aliran Q diperoleh dari
perubahan volume sebagai fungsi waktu yaitu Kesimpulan
dV
Q  A2 v2  A1v1 , sedangkan v2 (t) praktek Dua jenis cairan dalam pipa U baik
dt berdiameter sama maupun berbeda, cairan yang
diperoleh dari perbandingan Q terhadap A2, maka densitasnya lebih besar akan selalu berada di
v2 
Q
. Dengan menggunakan h (t) yang posisi paling bawah. Densitas gliserin   air >
A2  minyak   oli SAE 40
diperoleh dari eksperimen, dapat dihitung v2 (t)
Toricelli dan v2 (t) fluks volume sebagai Terjadi kenaikan kapilaritas air pada pipa
pembanding. berdiameter 0,002 m dan 0,0025 m, dimana
kenaikan kapilaritas pada pipa yang berdiameter
Grafik pada Gambar 5 dan 6 menunjukkan
lebih kecil akan lebih tinggi. Besar sudut kontak θ
sebuah laju aliran air yang kontinu terhadap satu
air adalah 68,90 dan 69,90.
satuan waktu. Dalam penghitungan v2 (t) Torricelli
dan v2 (t) fluks volume, h (t) yang digunakan Laju aliran v2 (t) torricelli selalu lebih besar
adalah h (t) yang diperoleh dari eksperimen dari v2 (t) eksperimen. Persen beda antara v2 (t)
sebagai pembanding untuk v2 (t) praktek. Dari praktek dengan v2 (t) fluks volume adalah 13,8% -
grafik terlihat bahwa v2 (t) Torricelli selalu lebih 56,4% untuk diameter lubang 3 mm dan 0,1% -
besar dari v2 (t) praktek, hal ini dikarenakan ada 21,5% untuk diameter lubang 1 mm.
perbedaan kondisi antara eksperimen dengan
Persen beda antara xmaks praktek dan xmaks
Torricelli. Hukum Toricelli digunakan jika
hitung adalah 11,6% untuk diameter lubang 1 mm
perbandingan luas wadah dengan lubang adalah
dan 27% untuk diameter lubang 3 mm.
sangat besar sehingga v1 = 0, namun pada
eksperimen masih teramati tinggi air pada wadah
Referensi
yang terus berkurang sehingga v1 tidak dapat
dianggap nol. [1] Hallyday dan Resnick, “Dasar-dasar Fisika”,
Jilid 1 Versi Diperluas. Tangerang: Binarupa
Untuk v2 (t) fluks volume juga terlihat lebih
Aksara Publisher, 568, (2010).
besar dari v2 (t) praktek dengan persen beda
[2] Safitri, Islamiani, “Perangkat Pembelajaran
13,8% - 56,4% untuk diameter lubang 3 mm dan
Fluida Statik dan Dinamik Berupa Power point,
0,1% - 21,5% untuk diameter lubang 1 mm. Hal ini
Video, dan Modul Eksperimen”, Proyek akhir
terjadi karena fluks volume digunakan pada aliran
Magister, ITB, 2013, hal.22.
yang benar-benar stabil, artinya tepat pada saat air
[3] http://nsaadah75.wordpress.com/2011/02/28/
mengalir dengan mulus. Sedangkan pada v2 (t)
kapilaritas/ accesed 14 Juny 2013, 01:11 am
praktek, perhitungan laju aliran dilakukan pada
[4] Young dan Freedman. 2002. Fisika
kondisi awal hingga akhir aliran air sehingga laju
Universitas, Edisi Kesepuluh Jilid 1. Jakarta:
aliran tidak stabil di kondisi tertentu.
Erlangga. Hal. 436.

ISBN 978-602-19655-4-2 341


Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Islamiani Safitri*
Program Magister Pengajaran Fisika
Institut Teknologi Bandung
Islamiani.s@s.itb.ac.id

Siti Nurul Khotimah


KK Fisika Nuklir dan Biofisika
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Teknologi Bandung
nurul@fi.itb.ac.id

*Corresponding author

ISBN 978-602-19655-4-2 342


Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Rancang Bangun Turbin Angin Vertikal


Untuk Menggerakkan Pompa Air Skala Kecil
Jasirus Panjaitan*, dan Widayani

Abstrak
Semakin menipisnya energi fosil yang menjadi bahan baku utama dalam menggerakkan mesin-mesin
penghasil tenaga listrik di Indonesia, membuat para peneliti berusaha untuk mencari pengganti energi fosil
dengan energi-energi lain yang terbarukan. Salah satu energi terbarukan adalah energi angin. Angin dapat
menggerakkan turbin, dimana turbin angin dalam penggunaannya dapat dipakai untuk menggerakkan
pompa air. Tujuan penelitian ini adalah membuat turbin angin vertikal yang dapat menggerakkan pompa air
skala kecil, dimana pompa ini nantinya akan menaikkan air dari kedalaman tertentu dengan debit air yang
tertentu pula. Adapun penelitian ini dimulai dari pembuatan turbin angin jenis vertikal, kemudian dilakukan uji
unjuk kerja turbin angin vertikal dengan menggunakan angin buatan yang dihasilkan dari kipas angin
bermerek Tornado berukuran 18 inci. Pada pengujian ini turbin digunakan untuk menaikkan air setinggi
40 cm. Pengamatan menunjukkan bahwa turbin yang dibuat mampu menaikkan air. Analisis hasil pengujian
menunjukkan bahwa debit air yang dihasilkan bergantung pada laju angin. Hasil perhitungan dengan
menggunakan data yang diperoleh menunjukkan bahwa pada kecepatan angin 4 m/s, 5 m/s dan 6 m/s
dihasilkan debit air berturut-turut 12,1 ml/s; 16,8 ml/s dan 22,0 ml/s
Kata kunci: energi angin, turbin angin vertikal, pompa skala kecil
pemanfaatannya saat ini misalnya sebagai
Pendahuluan
pembangkit listrik, pemompaan air untuk irigasi,
Dengan semakin menipisnya cadangan pengering atau pencacah hasil panen, aerasi
bahan bakar fosil, pencanangan hemat energi tambak ikan/udang [Adityo Putranto,dkk, 2011].
listrik terus disampaikan oleh pemerintah lewat Pemanfaatan energi angin dapat dilakukan di
iklan media cetak maupun elektronik. Persoalan mana-mana, baik di daerah dataran rendah
yang dihadapi adalah kebutuhan listrik yang terus maupun dataran tinggi, juga dapat di terapkan di
meningkat baik rumah tangga maupun kalangan laut.
industri tetapi penyediaan energi listrik tidak
berubah secara seimbang dengan kebutuhan yang Teori
diperlukan [Akhwan Bastomi,2010]. Ini disebabkan
energi listrik yang ada di Indonesia berasal dari 1. Energi Angin
generator yang dibangkitkan melalui tenaga diesel,
dimana generator diesel membutuhkan bahan Angin adalah udara yang bergerak akibat
bakar bensin atau solar, sedangkan bensin dan adanya rotasi bumi dan perbedaan tekanan udara
di sekitarnya. Angin bergerak dari tempat
solar berasal dari bahan bakar fosil. Oleh karena
itu diperlukan cadangan energi yang cukup untuk bertekanan udara tinggi ke bertekanan udara
menghasilkan energi listrik atau menggantikan rendah. Jika dipanaskan, udara akan memuai
sehingga massa jenisnya turun, sehingga akan
energi listrik [ Pan Horan, 2005].
naik. Akibat naiknya udara yang suhunya tinggi,
Penelitian yang dikembangkan untuk mencari tekanan udara akan turun karena udaranya
sumber energi alternatif selain dari bahan bakar berkurang. Udara dingin disekitarnya akan
fosil adalah pemanfaatan energi matahari, angin, menggantikan daerah yang ditinggalkan. Akibat
air dan biogas. Pemanfaatan tenaga angin aliran udara panas naik dan udara dingin turun,
dilakukan dengan membuat kincir angin yang akan terjadi siklus perputaran udara atau disebut
mengubah energi kinetik angin menjadi energi angin. Daerah Indonesia yang dilintasi garis
listrik atau energi angin tersebut digunakan untuk katulistiwa yang memiliki suhu tinggi, sehingga
menggerakkan alat. Oleh karena itu pemahaman udara dikhatulistiwa akan naik keatas. Sebaliknya
mengenai proses konversi energi angin menjadi di daerah kutub yang dingin, udaranya bersuhu
energi lain dapat menjadi bahan pertimbangan rendah dan turun ke bawah kemudian bergerak
dalam mengembangkan energi angin menjadi mengisi kekosongan udara di daerah khatulistiwa.
salah satu sumber energi alternatif yang Udara panas yang semula naik di khatulistiwa
terbarukan dan tidak menimbulkan polusi bagi akan bergerak ke arah kutub. Dengan demikian
lingkungan. Pemanfaatan tenaga angin sebagai terjadi suatu perputaran udara, berupa
sumber energi terbarukan banyak dipakai untuk perpindahan udara bersuhu rendah dari kutub ke
berbagai keperluan. Pengembangan garis katulistiwa menyusuri permukaan bumi, dan

ISBN 978-602-19655-4-2 343


Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

sebaliknya suatu perpindahan udara bersuhu sudu propeller menghadap arah datang angin.
tinggi dari daerah katulistiwa kembali ke kutub (Alamsyah, 2007). Daya maksimal dapat diperoleh
utara, melalui lapisan udara yang lebih tinggi. apabila angin yang datang dengan daerah yang
(Daryanto Y, 2007). melawati putaran sudu. Untuk turbin sumbu
horisontal, daerah yang melewati rotor sudu
2. Energi Kinetik Angin adalah:
Energi kinetik angin adalah yang energi

dihasilkan karena adanya pergerakan angin dan A D2
secara matematis dituliskan: 4

E K  mv 2 dimana D adalah diameter rotor (m)


dimana:
Ek = energi kinetik angin (J)
m = Massa udara (kg) b.Turbin Angin Vertikal (Darrieus)
v = Kecepatan udara (m/s)
Turbin angin Darrieus adalah jenis turbin
Massa udara didefinisikan sebagai perkalian angin berporos. Turbin angin ini pertama kali
antara Volume udara dengan kerapatan udara : ditemukan oleh GJM Darrieus tahun 1920 .
Keuntungan dari turbin jenis Darrieus adalah tidak
m  V memerlukan pengarah sudu seperti pada turbin
angin propeller. (Alamsyah, 2007). Mukund R.
dimana: Patel menambahkan, untuk turbin angin Darrieus-
m = massa udara (kg) sumbu vertikal, penetapan luas sapuan rotor rumit
V = Volume (m3)
karena melibatkan integral elips. Namun, dengan
ρ = Kepadatan/ kerapatan udara (kg/m3) menganggap blade sebagai parabola
Daya adalah energi persatuan waktu. Oleh karena persamaannya menjadi sederhana:
itu, daya dapat diturunkan sebagai berikut:
2
P
dEk A  (lebar maksimum rotor) x (tinggi rotor)
dt 3
1 d
 .
2 dt

m.v 2  Turbin angin memiliki ukuran dan efisiensi
yang berbeda. Karenanya diperlukan pengetahuan
1 d
 .
2 dt

 .V .v 2  dan pengalaman yang baik untuk mendapatkan
fungsinya yang tepat. Turbin angin yang sudunya
1 dV 2 banyak (soliditas tinggi) memiliki torsi yang besar.
 . . .v
2 dt Turbin angin seperti ini banyak digunakan untuk
1 keperluan mekanik seperti pemompaan air,
 . . A.v 3 pengolahan hasil pertanian dan aerasi tambak.
2
Sedangkan turbin angin dengan sudu sedikit
dimana: misalnya dua sudu atau tiga sudu (soliditas
A = daerah yang melawati rotor sudu (m2) rendah) memiliki torsi rendah. Turbin angin ini
banyak digunakan untuk keperluan pembangkitan
listrik.(Daryanto, 2007).
3. Turbin Angin
4. Pompa air
3.1 Jenis Turbin Angin
Pompa merupakan mesin yang bekerja
Berdasarkan bentuk susunan sudunya, Turbin memindahkan zat cair atau gas melalui pipa dari
angin dibagi menjadi dua jenis yaitu turbin angin suatu tempat ke tempat yang lain. Dalam prinsip
horizontal (propeller) dan turbin angin vertikal kerjanya pompa membuat perbedaan tekanan
(darrieus). Dalam penerapannya kedua jenis turbin antara tekanan masuk dan tekanan keluar, dimana
ini terus dikembangkan pemanfaatnya baik fungsinya mengubah tenaga mekanis berupa
sebagai pembangkit energi listrik maupun sebagai gerakan pompa menjadi tenaga kinetis yaitu
pemompa air. kecepatan aliran zat cair atau gas yang keluar dari
pompa.[Kurnianto Heri, 2008]
a.Turbin Angin Horisontal (Propeller)
Volume air yang dapat dialirkan oleh pompa
Turbin angin Propeller adalah turbin angin dalam waktu tertentu disebut debit air, dengan
dengan poros horisontal dan sudunya bentuknya persamaan:
seperti baling – baling pesawat terbang. Turbin
angin propeller menggunakan pengarah sudu agar

ISBN 978-602-19655-4-2 344


Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

dV
Q
dt
Dimana Q adalah Debit air yang mengalir
(ml/s), V adalah volume air yang terangkat (ml).

Hasil dan diskusi


Turbin angin yang dibuat adalah turbin angin
vertikal dengan tiga buah sudu yang tiap sudunya
berukuran lebar 40 cm, tinggi 80 cm dengan
kelengkungan sudu berjarak 25 cm dari antar lebar
sudu. Tinggi keseluruhan kincir angin vertikal
adalalah 230 cm. Berat turbin angin (poros + Gambar 1. Grafik perolehan debit air pada
lengan sudu + sudu) adalah 7070 gram. kecepatan angin 4 m/s, 5 m/s, 6 m/s.
Pengambilan data dilakukan dengan
menggunakan sumber pembangkit tenaga angin
dari kipas angin bermerek regency berukuran 18
inci dengan jarak kipas angin pada turbin angin Dari gambar 1 juga nampak bahwa jika laju
adalah 40 cm. Data yang diambil adalah angin semakin besar, maka debit air semakin
banyaknya volume air yang dapat diangkat oleh besar. Dari regresi linier diperoleh debit air untuk
pompa setinggi 40 cm dalam selang waktu tiap 30 laju angin 4 m/s; 5 m/s dan 6 m/s berturut-turut
detik. Pengujian dilakukan dengan variasi adalah 12,093 ml/s; 16,796 ml/s dan 22,004 ml/s.
kecepatan angin yaitu: 4 m/s ; 5 m/s dan 6 m/s.
Data yang diperoleh dalam unjuk kerja seperti Tabel 1. Volume air yang dihasilkan dengan
ditampilkan dalam tabel 1. kecepatan angin 4 m/s, 5 m/s, dan 6 m/s.
Pengujian yang dilaksanakan menunjukkan No Waktu Volume air Volume air Volume air
bahwa pompa air yang dibuat dapat bekerja pada saat pada saat pada saat
(s) kecepatan kecepatan kecepatan
dengan baik, yaitu mampu menarik air ke atas. angin 4 angin 5 angin 6
Kemampuan angkat air pada pompa yang dibuat m/s (ml) m/s (ml) m/s (ml)
lebih rendah dari pompa yang dibuat pada
1 30 350 490 680
penelitian sebelumnya. Pompa air tenaga angin
telah dibuat oleh Taufik dkk [Taufik.A dan Beny 2 60 660 1030 1380
Yudiantoro. B, 2004] untuk mengakomodasi 3 90 920 1570 2030
kebutuhan air sawah lahan kering. Pompa tersebut
mampu menghasilkan debit air yang dihasilkan 4 120 1440 2050 2710
adalah 97,92 ml/s. Penelitian lain dilakukan oleh 5 150 1800 2550 3370
Nanang dkk [Nanang Okta Viyanto, dkk, 2004]
6 180 2150 3030 4010
yaitu studi pembuatan prototipe pompa kapiler
mekanik tenaga angin jenis savenious untuk 7 210 2510 3560 4660
persawahan lahan kering. Banyaknya debit air 8 240 2890 4060 5360
yang dihasilkan oleh pompa tersebut adalah
201,35 ml/s. 9 270 3240 4560 6000

10 300 3590 5040 6660


Gambar 1 menunjukkan grafik volume air yang
dinaikkan oleh turbin terhadap waktu untuk tiga 11 330 3950 5510 7340
laju angin berbeda. Gambar tersebut menunjukkan 12 360 4330 6040 7980
bahwa untuk semua nilai laju angin, jumlah volume
air yang dinaikkan bertambah secara linier 13 390 4680 6570 8630
terhadap waktu. Hal ini berarti pompa berfungsi 14 420 5040 7070 9310
secara konsisten. Dengan gambaran ini, maka
15 450 5400 7570 9960
pompa yang dibuat berpeluang untuk
mendapatkan debit air lebih besar jika digunakan 16 480 5750 8070 10600
di lapangan terbuka, khususnya di tempat yang 17 510 6130 8520 11260
laju anginnya besar.
18 540 6490 9110 11940

19 570 6840 9630 12600

20 600 7190 10130 13250

ISBN 978-602-19655-4-2 345


Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Pembuatan turbin angin vertikal ini masih [4] Daryanto, Y., “Kajian Potensi Angin untuk
perlu terus disempurnakan untuk memperoleh Pembangkit Listrik Tenaga Bayu”, Balai
hasil yang lebih baik. Perlu dilakukan pengujian di PPTAGG – UPT – LAGG, Yogyakarta, (2007)
lapangan untuk mendapatkan karakteristik pompa [5] Hery Kurnianto, “Rancang Bangun dan uji
air tenaga turbin angin. Dengan kondisi angin unjuk Kerja Pompa Gear Pada suhu 70 0C,
dilapangan yang berubah –ubah akan dapat pula Fakultas Tehnik”, Universitas Diponegoro,
diuji ketahanan pompa. (2008).
[6] Karnowo, “Pengaruh perubahan overlap sudu
Kesimpulan terhadap torsi yang dihasilkan turbin savonius
tipe U”, Majalah ilmiah STTR Cepu, simetriS
Berdasarkan hasil dan pembahasan yang No.8,Sep-Des 2008.
telah dilakukan, dapat diambil beberapa [7] Nanang Okta. V, dkk, studi pembuatan
kesimpulan : 1) Turbin angin vertikal yang prototipe pompa kapiler mekanik tenaga
dirancang dan dibuat telah dapat menggerakkan angin jenis savonius untuk persawahan lahan
pompa air sehingga dapat menaikkan air setinggi
kering di Propinsi Lampung.
40 cm. 2). Debit air yang dihasilkan adalah 12.093 [8] Pan Horan, “The cost efficiency of Kyoto
ml/s pada kecepatan angin 4 m/s, 16,796 ml/s flexible mechanisms: a top-down study with
debit air yang dihasilkan pada kecepatan angin 5
the GEM-E3 world model”, International
m/s dan 22,004 ml/s debit air yang dihasilkan pada Journal of Environmental Modelling &
kecepatan angin 6 m/s. 3). Dari data yang Software, 20, 1401–1411, (2005).
dihasilkan nampak bahwa semakin cepat kelajuan
[9] Taufik. A, dkk, “Teknologi Pemanfaatan
angin semakin besar debit air yang dihasilkan. Ini energi angin dengan pompa kapiler mekanik”,
menandakan bahwa turbin angin vertikal dapat makalah lomba TTG, Balitbang, Propinsi
bekerja dengan besar kecepatan angin yang
Lampung, (2004).
berubah-ubah. 4). Studi yang dilakukan [10] Taufik A dan Yudiantoro B, “Pompa air
menunjukkan bahwa turbin angin vertikal tenaga angin : hasil survey dan Pemodelan,
berpotensi untuk membantu ketersediaan air
yayasan pijar cendikiawan”, Bandar Lampung,
dalam rangka penghematan energi listrik, dimana (2004).
hal ini adalah sesuai dengan manfaat penelitian. [11] Yudiantoro B, dkk, “Pembuatan prototype
pompa kapiler mekanik tenaga angin
Ucapan terima kasih (PKMTA) untuk persawahan masyarakat
Penulis mengucapkan terima kasih atas pedesaan lahan kering di Propinsi Lampung”,
Depertemen Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Universitas Lampung, (2004).
Sulawesi Tengah atas beasiswa yang diberikan.

Referensi
[1] Adityo Putranto, dkk, “Rancang bangun turbin Jasirus Panjaitan*
angin vertikal untuk penerangan rumah SMP Negeri 2 Parigi, Sulawesi Tengah
tangga”, Universitas Diponegoro, Semarang, E-mail : uchookjasirus@gmail.com
(2011).
[2] Akhwan Bastomi, “Simulasi konversi energi Widayani
angin menjadi energi listrik pada turbin angin KK Fisika Nuklir dan Biofisika
sumbu horizontal dengan menggunakan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Matlab”, Universitas Islam Negeri Maulana Institut Teknologi Bandung
Malik Ibrahim, Malang, (2010). E-mail : widayani@fi.itb.ac.id
[3] Alamsyah, Hery, “Pemanfaatan Turbin Angin
Dua Sudu Sebagai Penggerak Mula *Corresponding author
Alternator Pada Pembangkit Listrik Tenaga
Angin”, Skripsi, Pendidikan Teknik Elektro,
Universitas Negeri Semarang, (2007).

ISBN 978-602-19655-4-2 346


Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Koefisien Gesekan Per Satuan Massa Antara Udara Dan Air Yang Keluar
Dari Lubang Kecil Pada Tangki Air
Marten Rantelai*, dan Triyanta

Abstrak
Pada umumnya benda yang bergerak mengalami hambatan dari medium yang dilewatinya. Hambatan
tersebut diungkapkan dalam bentuk sebuah gaya yang disebut gaya gesekan. Di sini kita meninjau model
gaya gesekan yang sebanding dengan kecepatan benda, f=−kv, untuk kasus gerak air yang keluar dari
lubang kecil pada tangki air. Set percobaan Toricelli yang telah dimodifikasi dibangun untuk menentukan
koefisien gesekan per satuan massa air. Handycam dan movie maker dimanfaatkan untuk mendapatkan
data posisi dan waktu jatuh air yang lebih akurat. Kami menggunakan nilai percepatan gravitasi
g=9,76±0,035 m/s2 yang diperoleh melalui percobaan bandul matematis. Kami peroleh bahwa besar
koefisien gesekan persatuan massa air adalah k/m=103,73±0,007/s. Kami juga peroleh bahwa untuk
ketinggian permukaan air tangki yang tetap terhadap lantai, jarak horisontal jatuh terjauh terjadi ketika
lubang tangki berada di tengah-tengah antara lantai dan permukaan air tangki. Ini sama dengan kasus tanpa
gesekan, namun dengan jarak jatuh yang lebih pendek. Hasil di atas diperoleh melalui pendekatan
ungkapan fungsi eksponensial sebagai deret pangkat sampai orde keempat. Nilai kt/m yang besar (>1) dan
perbedaan signifikan antara nilai jarak jatuh hasil eksperimen dan hasil teori menunjukkan pendekatan
tersebut masih sangat kasar. Pendekatan lebih halus tidak dilakukan karena perolehan nilai k/m menjadi
tidak mudah.
Kata Kunci : Koefisien gesekan, gerak proyektil, Hukum Toricelli

Pendahuluan Teori
Gerak benda jatuh dibahas di buku-buku Pancaran air dapat dipandang sebagai
fisika dasar [1-5] dengan tanpa memperhitungkan kumpulan benda-benda kecil (elemen-elemen air)
gesekan udara karena tingkat kerumitan yang bergerak di bawah pengaruh gaya gravitasi
matematika terlalu tinggi untuk mahasiswa mg dan gaya gesekan antara air dengan udara
program sarjana tahun pertama. Gesekan udara f = - kv (m adalah massa elemen air dan k
baru diperhitungkan pada buku-buku mekanika koefisien gesekan antara elemen air dan udara).
untuk mahasiswa tingkat lanjut, misalnya [6-7]. Pada saat keluar dari lubang kecil setiap elemen
Demikian pula pada pembahasan pancaran air air memiliki laju dengan g adalah percepatan
dari sebuah lubang kecil pada sebuah tangki. gravitasi dan h adalah tinggi permukaan air dalam
Pada pembahasan pancaran air dengan gesekan tangki terhadap lubang. Laju tersebut merupakan
udara diabaikan diungkapkan bahwa bila tinggi laju awal pancaran air yang keluar dan jatuh ke
permukaan air pada tangki air dibuat tetap maka lantai. Dengan posisi lubang berada di bagian
air akan jatuh di lantai pada jarak horisontal terjauh samping tangki maka kecepatan awal air berarah
bila posisi lubang kecil tempat keluarnya air berada horisontal. Persamaan gerak elemen air adalah
di tengah-tengah antara lantai dan permukaan air
dalam tangki. max  kvx , may  mg  kvy . (1)

Makalah ini akan membahas pancaran air Dalam ungkapan di atas, m adalah massa titik air,
yang keluar dari lubang kecil pada sebuah tangki k adalah koefisien gesekan antara titik air dan
dengan memperhitungkan gesekan udara.
Diasumsikan bahwa gesekan udara sebanding udara, serta vx dan v y adalah komponen mendatar
dengan kecepatan air. Kombinasi analisis teoretis dan vertikal dari kecepatan titik air
dan percobaan Toricelli yang dimodifikasi akan sedangkan ax dan a y adalah komponen mendatar
memberikan nilai koefisien gesekan per satuan dan vertikal dari percepatan titik air. Dengan notasi
massa antara air dan udara. Percobaan juga akan tersebut maka kecepatan awal titik air dinyatakan
memberikan pola jarak horizontal air jatuh dengan
fraksi posisi lubang terhadap lantai dan posisi oleh v0 x  2 gh , v0 y  0. Dengan mengambil sumbu
permukaan air dalam tangki terhadap posisi horisontal berada pada lantai dan sumbu vertikal
lubang. Pola ini kemudian dibandingkan dengan memotong lubang pada ketinggian yo maka solusi
pola yang sama untuk kasus tanpa gesekan. dari persamaan di atas adalah

ISBN 978-602-19655-4-2 347


Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

2 gh e   ,
 k /m t sedangkan desain dan susunan alat percobaan
vx  (2)
dapat dilihat pada Gambar 2. Ketidakpastian

 
dalam pengukuran mengacu pada [8,9].
1 e   ,
mg  k /m t
vy   (3)
k

x
m
k

2 gh 1  e 
 k / m t
,  (4)
(a) (b) (c) (d) (e)

mg  m 2 g  Gambar 1. Alat dan bahan (a) Tangki air (b) Statif


y  yo 
k  k  
t   2  1  e  ( k / m )t .  (5) bermeteran (c) Meteran (d) mistar (e) handycam
 
Besaran t di atas menyatakan waktu tempuh
titik air dihitung dari saat titik air lepas dari lubang.
Untuk selanjutnya kita tinjau t sebagai saat titik air
sampai di lantai, atau t sebagai lama waktu titik air
berada di udara. Pada saat tersebut y=0 sehingga
persamaan terakhir dapat dituliskan menjadi

t
ky0 m

 1  e ( k / m)t .
mg k
 (6)

Besaran-besaran pada persamaan di atas Gambar 2 Desain dan alat eksperimen.


yang dapat diukur langsung adalah t dan y0.
Percepatan gravitasi g diukur dengan Hasil dan diskusi
menggunakan bandul matematis. Besaran m dan k
1. Percobaan I
tidak dapat diukur secara langsung. Dengan
besaran-besaran yang dapat diukur kita dapat Pengukuran besar percepatan gravitasi Bumi
menentukan nilai perbandingan antara koefisien yang berlaku di tempat pelaksanaan percobaan
gesekan dan massa titik air, k/m, melalui dilakukan dengan percobaan gerak bandul
persamaan di atas dengan menggunakan sederhana (gerak ayunan). Panjang tali yang
pendekatan digunakan 150 cm dan simpangan maksimum
5
diambil 3 cm dari titik kesetimbangan sehingga
kt ( kt ) 2 ( kt )3 ( kt ) 4  kt  persyaratan gerak harmonik dipenuhi. Pengukuran
e  kt / m  1      0   . (7)
m 2! m 2 3! m3 4! m 4 m waktu diukur untuk setiap 10 kali ayunan agar
diperoleh periode ayunan (T) yang akurat.
Pendekatan sampai orde pangkat empat Pengukuran dilakukan sebanyak 10 kali kemudian
tersebut diambil karena inilah orde terbesar yang dirata-ratakan. Setelah dihitung dengan
dapat memberikan formula k/m. Pendekatan ini menggunakan persamaan diperoleh nilai
hanya baik bila nilai kt/m yang diperoleh cukup percepatan gravitasi Bumi yang berlaku pada
kecil. Pendekatan ini memberikan nilai k/m: tempat pelaksanaan percobaan g  9, 76m / s 2

k  2 2 6 y 0  2 gt 2 . dengan g  0, 0035m / s 2 , setelah memperhatikan


 m  1,2  t  2 (8) aturan penulisan ketidakpastian pengukuran.
  t g
2 Percobaan II
Formula di atas akan digunakan untuk Dalam percobaan ini diambil h tetap
memperoleh koefisien gesekan per satuan massa (0,350  0,0005 m) dan diukur lama waktu titik air
antara titik air dan udara di udara untuk beberapa posisi y0 yang berbeda
(Lihat Tabel 1). Dengan memanfaatkan persamaan
Percobaan (8) diperoleh nilai k/m seperti tampak pada tabel di
Percobaan yang dilakukan terdiri dari bawah.
Percobaan I untuk menentukan percepatan
gravitasi Bumi, Percobaan II merancang dan
melakukan percobaan sederhana model
percobaan Toricelli dengan sedikit modifikasi yaitu
mengubah-ubah ketinggian lubang air diukur dari
dasar meja (lantai) ke lubang air, Percobaan III
melaksanakan percobaan Toricelli pada ketinggian
(y) tetap. Alat dan bahan yang digunakan dalam
percobaan ini dapat dilihat pada Gambar 1

ISBN 978-602-19655-4-2 348


Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Tabel 2.1. Nilai koefisien gesekan persatuan 3.Percobaan III


massa antara udara dan air yang keluar pada Sebagai pembanding dalam mendukung
lubang kecii pada tangki air pada beberapa pelaksanaan percobaan ini adalah dengan
ketinggian melakukan percobaan percobaan Toricelli dalam
menentukan jarak terjauh yang dapat ditempuh
h y0 k/m  k / m  KTP relatif AB oleh air. Kemudian membandingkannya dengan
0,350 0,600 101,17 0,008 8,17E-05 5,08 jarak tempuh secara teori. Dalam kasus ini tinggi
0,350 0,500 102,91 0,008 7,44E-05 5,12 permukaan air pada tangki dibuat tetap sedangkan
0,350 0,400 104,92 0,007 6,79E-05 5,17 jarak lubang terhadap permukaan air dibuat
0,350 0,300 105,58 0,007 6,17E-05 5,21 bervariasi. Data hasil pengukuran dan perhitungn
0,350 0,200 102,90 0,006 5,84E-05 5,23 dapat dilihat dalam tabel di bawah ini.
0,350 0,100 104,91 0,005 5,20E-05 5,22 Ungkapannya dalam grafik dapat dilihat dalam
Rata-rata 103,73 0,007 6,59E-05 5,18 Gambar 3.1.
Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa nilai Tabel 3.1. Data jarak tempuh air secara
rata-rata koefisien gesekan persatuan massa eksperimen ( xeks) dan secara teori (xteori) pada
antara udara dan air yang keluar dari lubang kecil tinggipermukaan air tetap (y) 50 cm.
pada tangki air pada beberapa ketinggian lubang
Y (m) Yo h y0 / h x (m)
air adalah k/m=103,73/s dengan KTP relatif
(m) (m) xeks(m) xteori (m)
6,59514E-05 dan 5 angka berarti sehingga
pelaporannya dapat dituliskan k/m=103,73 ± 0,50 0,40 0,10 4,000000 0,269 0,400000
0,007/s. 0,50 0,35 0,15 2,333333 0,309 0,458258
0,50 0,30 0,20 1,500000 0,328 0,489898
Di samping itu data waktu dapat dimanfaatkan 0,50 0,25 0,25 1,000000 0,352 0,500000
untuk menentukan posisi jatuh air sebagai xteori, 0,50 0,20 0,30 0,666667 0,300 0,489898
dengan menggabungkan persamaan (4) dan (8), 0,50 0,15 0,35 0,428571 0,458258
0,272
yaitu
   
m 1 6 y 0  2 gt a2    (9)
xteori  vox 1  exp   2  1   .
k    ta g  
    

Hasilnya kemudian kita bandingkan dengan


posisi jatuh titik air yang diperoleh langsung dari
percobaan sebagai xeks, lihat Tabel 2
Tabel 2.2. Jarak tempuh air secara percobaan dan
secara teori Gambar 3..1 Grafik antara jarak tempuh air secara
eksperimen (xeks) dan secara teori (xteori) vs
y0 V0x k/m t g xeksp Xteori yo / h .
(m) (m/s) (1/s) a(s) (m/s2) (m) (m)
0,60 2,614 101,17 0,12 9,76 0,545 0,258 Hasil di atas memberikan kesimpulan yang
0,50 2,614 102,91 0,11 9,76 0,494 0,252 sama dengan percobaan sebelumnya bahwa
0,40 2,614 104,92 0,11 9,76 0,420 0,247 xeksp>xteori. Selain itu diperoleh bahwa baik
0,30 2,614 105,58 0,10 9,76 0,362 0,248 berdasarkan xeksp maupun xteori jarak jatuh
0,20 2,614 102,90 0,09 9,76 0,279 0,246 terjauh terjadi pada nilai perbandingan y0 dan h
0,10 2,614 104,91 0,08 9,76 0,161 0,246 sekitar satu, artinya jarak terjauh diperoleh ketika
posisi lubang berada di tengah-tengah antara
Perbandingan jarak tempuh air secara percobaan permukaan air dalam tangki dan lantai.
dan secara teori memiliki perbedaan yang sangat Kesimpulan ini sama dengan kesimpulan bila gaya
signifikan. Ini menggambarkan bahwa keakurasian gesekan tidak ada, tetapi tentunya dengan
antara eksperiemen maupun teori masih rendah. perbedaan nilai jarak jatuh.
Nilai rendahnya akurasi disebabkan oleh
diperolehnya nilai k/m dalam orde ratusan Kesimpulan
sedangkan selang waktu dalam orde puluhan
sehingga nilai kt/m belum cukup kecil dan Berdasarkan hasil percobaan dan hasil
menyebabkan pendekatan melalui persamaan (7) pengolahan data dapat disimpulkan: Percepatan
kurang baik. Sayangnya bila kita mengikutkan gravitasi Bumi yang berlaku di tempat pelaksanaan
suku-suku pangkat lebih tinggi dari empat percobaan bernilai g = 9,76±0,035 m/s2 dan besar
penentukan besaran k/m sulit dilakukan. Dengan koefisien gesekan persatuan massa antara udara
demikian inilah hasil terbaik yang bisa didapatkan. dan air yang keluar dari lubang kecil pada tangki
air untuk beberapa ketinggian lubang air adalah
sebesar k/m 103,73 ± 0,007/s. Di sini kami

ISBN 978-602-19655-4-2 349


Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

menggunakan model gaya gesekan yang Referensi


sebanding dengan kecepatan.
[1] Hewit, P.G., “Conceptual physics”, Addison
Pengaruh terhadap nilai kt/m yang besar Wesley, (2006).
mengakibatkan timbulnya perbedaan signifikan [2] Sutrisno, “Fisika Dasar Mekanika”, Penerbit
antara teori dan eksperimen untuk jarak tempuh ITB, (1997).
horizontal titik air yang keluar pada lubang kecil [3] Halliday, D., Resnick, R., and Walker, J.
sampai di tanah. Hal ini karena nilai kt/m yang “Fundamentals of Physics”, 8th ed. John
besar membuat pendekatan eksponensial hanya Wiley & Sons, (2007).
sampai orde keempat saja menjadi sebuah [4] Serway, R.A., Jewett, J.W. “Physics for
pendekatan yang amat kasar. Kami tetap Scientists and Engineers”, Cengage Learning,
menggunakan pendekatan sampai orde keempat (2010).
karena peningkatan orde pendekatan membuat [5] Giancoli, D.C., “Physics”, 6th ed., Prentice
sulitnya (atau bahkan tidak mungkin) mendapatkan Hall, (2005).
nilai k/m yang merupakan tujuan utama makalah [6] Arya, Atam P, ( 1998), Introduction to
ini. Classical Mechanics 2nd ed., Prentice Hall
[7] Symon, K.R., “Mechanics”, Addison Wesley,,
Untuk ketinggian permukaan air yang tetap,
(1971).
jarak horizontal yang ditempuh titik air diamati
[8] Djonoputro, D., “Teori Ketidakpastian”, ITB
untuk variasi perbandingan ketinggian lubang dan
Bandung, (1984).
jarak antara lubang dan permukaan air dalam
[9] Young, H. D., “Statistical treatment of
tangki. Diperoleh bahwa jarak horizontal bernilai
experimental data”, McGraw-Hill, New York,
maksimum bila tinggi lubang air (y0) terhadap
(1962).
lantai sama dengan tinggi permukaan air (h)
terhadap lubang. Kesimpulan ini berlaku untuk
xeksp maupun xteori. Hal yang menarik bahwa
MartenRanteala*
kesimpulan ini sama dengan kesimpulan pada
Magister Pengajaran Fisika, FMIPA, ITB
percobaan Toricelli tanpa gesekan udara yang
Jl. Ganesha No.10 Bandung40132
diungkapkan dalam sejumlah buku referensi..
SMA Negeri 1 Lembo Kec. Lembo Kab. Morowali
Sul-Teng 94666
Ucapan terima kasih
email: marten.ranteala@yahoo.com
Penulis mengucapkan terima kasih kepada
FMIPA-ITB dan Pemprov Sulawesi Tengah yang Triyanta
memungkinkannya mengikuti pendidikan di KK Fisika Teoretik Energi Tinggi dan Instrumentasi,
Program magister Pengajaran Fisika FMIPA-ITB. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Teknologi Bandung
E-mail: triyanta@fi.itb.ac.id

*Corresponding author

ISBN 978-602-19655-4-2 350


Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Dekarboksilasi Asam Amino:


Sintesis Kadaverin Menggunakan Lisin
Masita*, Didin Mujahidin, dan Rino Rakhmata Mukti

Abstrak
Reaksi dekarboksilasi asam amino merupakan salah satu reaksi penting dalam mendapatkan senyawa
amina. Disamping karena jumlahnya yang berlimpah di alam, asam amino juga memberikan keragaman
gugus samping pada senyawa amina yang dihasilkan. Salah satu senyawa amina yang bisa disintesis
melalui reaksi dekarboksilasi asam amino lisin adalah kadaverin atau dikenal 1,5-diaminopentana. Senyawa
kadaverin dapat dipergunakan sebagai kerangka pengarah struktur pada zeolit atau yang lebih dikenal
sebagai SDA (Structure Directing Agent). Senyawa ditetrapropilamonium (di-TPA) yang disintesis dari
kadaverin akan mengarahkan struktur pada sintesis zeolit dengan menghasilkan struktur zeolit MFI
(Mordenit Framework Inverted). Pada penelitian ini, penelitian diawali dengan mencampur lisin dengan
kalsium oksida yang telah dipanaskan dan disimpan dalam desikator terlebih dahulu. Kemudian, dilanjutkan
dengan penggerusan campuran beberapa menit dengan tujuan untuk mempermudah terjadinya reaksi.
Setelah itu, campuran dimasukkan ke dalam labu pemanas yang diletakkan dalam penangas minyak silikon
dan ditutup rapat agar tidak terjadi penguapan. Selanjutnya, dipanaskan dengan menggunakan pemanas
listrik selama 48 jam. Adapun suhu diukur menggunakan termometer yang dipasang pada wadah
penangas silikon oil pada penunjukkkan suhu 170℃. Pada penelitian ini telah berhasil disintesis senyawa
kadaverin dari hasil dekarboksilasi lisin menggunakan pereaksi kalsium oksida. Reaksi berlangsung pada
suhu 170 ℃ selama 48 jam. Produk yang dihasilkan berupa larutan yang berwarna kuning. Proses
selanjutnya, produk tersebut dikarakterisasi menggunakan NMR dan kromatografi gas.
Kata-kata kunci : Dekarboksilasi asam amino, Kadaverin, Lisin, Zeolit MFI.

Pendahuluan Berdasarkan dari berbagai cara untuk


mendapatkan amina-kadaverin, maka peneliti
Kadaverin (1,5-diaminopentana) adalah tertarik mensintesis kadaverin dengan metode
amina primer yang terdiri dari dua gugus amina dekarboksilasi menggunakan lisin. Metode ini
atau biasa disebut diamina. Kadaverin dalam menggunakan pereaksi yang mudah didapatkan
berbagai sintesis senyawa banyak dimanfaatkan, dan relatif murah, dan prosesnya relatif sederhana.
diantaranya kadaverin sebagai inhibitor dan
sebagai prekursor[1]. Kadaverin dapat Teori
dipergunakan sebagai kerangka pengarah struktur
pada zeolit atau yang lebih dikenal sebagai SDA Dekarboksilasi adalah reaksi dimana asam
(Structure Directing Agent). Dekarboksilasi asam karboksilat kehilangan CO2. Meskipun stabilitas
amino adalah salah satu metode yang efektif untuk yang tidak biasa dari karbon dioksida
memperoleh sejumlah senyawa amino. Secara menunjukkan bahwa dekarboksilasi dari asam
umum, dekarboksilasi asam amino telah dilakukan bersifat eksotermik, namun dalam prakteknya,
dengan berbagai cara yakni, penggunaan katalis, reaksi dekarboksilasi tidak selalu mudah untuk
pemanasan suhu tinggi, pelarut dengan sinar UV, dilaksanakan karena reaksi yang terjadi sangat
pemanasan dalam pelarut difenilmetana dan lambat, oleh karena itu dibutuhkan molekul khusus
melalui penggunaan bakteri [2]. Menurut penelitian (katalis) yang harus mempercepat laju reaksi [5].
yang dilakukan oleh Gale, (1944) [3] memberikan Hal tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:
penjelasan bahwa ke dalam larutan dextrosa O
dimasukkan Enterobacteriaceae kemudian
dekarboksilasi R H + CO2
ditambahkan lisin sehingga akan diperoleh
R OH
kadaverin. Namun, pada penelitian tersebut hanya
mengetahui ada tidaknya kandungan kadaverin. Gambar 1. Reaksi dekarboksilasi.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Hashimoto
dkk (1986) [4], kadaverin dapat disintesis dari Sebanyak 5,0 gram lisin dicampurkan dengan
asam amino dengan metode dekarboksilasi 25,0 gram kalsium oksida kemudian digerus
menggunakan katalis keton (2-cyclohexen-1-one), hingga halus. Setelah itu dimasukkan ke dalam
diperoleh hasil 87,8%, namun katalis yang labu pemanas dan dipanaskan dalam penangas
digunakan harganya mahal dan sulit didapatkan. silicon oil pada suhu 170℃selama 48 jam atau
hingga tidak terbentuk produk lagi. Produk

ISBN 978-602-19655-4-2 351


Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

kadaverin yang terbentuk dikarakterisasi 1H NMR, pada atom karbon dan memiliki coupling 4 H. Pada
dengan menggunakan pelarut deuteriokloroform sinyal kedua terdapat pada geseran kimia 3,500
(CDCl3). Karakterisasi juga dilakukan dengan ppm menunjukkan integrasi 4H yang terikat pada
menggunakan kromatografi gas (GC). atom Nitrogen dan mempinyai coupling 10 H.
Selain itu dilakukan pula uji kualitatif Berdasarkan dari hasil analisa yang
sederhana dengan tanpa menggunakan ditunjukkan pada spektrum 1H NMR telah
spektroskopi yakni: Menguji asam amino, asam diperoleh hasil sintesis yaitu kadaverin. Diketahui
karboksilat, dan amina. Pengujian sederhana ini bahwa kadaverin adalah salah satu amina primer,
dapat diterapkan di sekolah yang belum dimana amina mempunyai geseran kimia yang
dilengkapi dengan alat spektroskopi. berada pada 1 – 5 ppm. Adapun spektrum 1H
NMR terdapat pada Gambar 3 berikut ini:
Sebanyak 5 tetes lisin dimasukkan ke dalam
tabung reaksi 1 dan sebanyak 5 tetes kadaverin
dimasukkan dalam tabung reaksi 2. kemudian
ditambahkan masing-masing 1-2 tetes ninihidrin
untuk uji asam amino, natrium bikarbonat unuk uji
asam karboksilat dan dragendorff untuk pengujian
amina.

Hasil dan diskusi


Pada penelitian ini, reaksi yang terjadi pada
proses dekarboksilasi berlangsung sangat lambat.
Oleh karena itu digunakan kalsium oksida sebagai
pereaksi yang mudah didapatkan dan relatif aman.
Reaksi yang terjadi yaitu pemutusan ikatan pada
lisin dengan melepaskan karbon dioksida dan
selanjutnya karbon dioksida yang terbentuk
bereaksi dengan kalsium oksida membentuk
kalsium karbonat dapat dilihat pada gamber
berikut:
 H2N CH COOH

CH2
170oC
CH2
CaO
kalsium oksida
H2 N NH2
+ CaCO3 Gambar 3. Spektrum 1H NMR kadaverin.
kadaverin Kalsium karbonat
CH2 Di samping itu, dilakukan juga pengukuran
CH2
kromatografi gas untuk kadaverin standar
sebagaimana yang ditunjukkan pada Gambar 4
NH2
berikut ini:
Lisin

Gambar 2. Reaksi Dekarboksilasi Lisin.


Dari sintesis yang telah dilakukan melalui
pemanasan pada suhu 170 ℃ selama 48 jam
diperoleh hasil kadaverin berupa larutan kuning
sebanyak 0,856 g dengan rendemen sebesar
24,64%. Kurangnya hasil yang diperoleh di
karenakan wadah atau labu penangas yang
digunakan agak kekecilan yang mengakibatkan
luas permukaan zat kecil sehingga pada saat
reaksi terjadi kurang maksimal. Selain itu,
kadaverin yang terbentuk ada yang menempel di
dinding wadah.
Hasil yang telah diperoleh dikarakterisasi
dengan menggunakan spektroskopi 1H NMR.
Berdasarkan resolusi alat NMR yang digunakan,
diperoleh data spektrum 1H NMR dengan hasil
pengukuran NMR yang menunjukkan adanya 2
sinyal. Sinyal pertama muncul pada geseran kimia
1,631 ppm mempunyai integrasi 10 H yang terikat

ISBN 978-602-19655-4-2 352


Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

adanya zat yang menempel pada dinding saat


injeksi dilakukan.
Selain itu, dilakukan pula pengujian kualitatif.
Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui adanya
asam amino, asam karboksilat dan amina.
Pengujian sederhana ini dapat diterapkan di
sekolah menengah yang belum menggunakan alat
spektroskopi. Pada pengujian asam amino,
digunakan larutan ninhidrin yang diteteskan pada
lisin dan kadaverin hasil sintesis, setelah itu
dipanaskan beberapa menit dan akan terlihat
perubahan warna pada larutan lisin dengan warna
awal yang bening berubah menjadi warna biru
keunguan yang menunjukkan adanya asam amino
primer. Sedangkan pada kadaverin tidak terjadi
perubahan warna. Hasil ini menunjukkan bahwa
kadaverin bukanlah asam amino melainkan
termasuk salah satu amina primer.
Uji kualitatif untuk mengetahui adanya asam
karboksilat dengan menggunakan natrium
bikarbonat yang diteteskan pada lisin dan
kadaverin. Hasil yang diperoleh pada lisin terdapat
Gambar 4. Kromatogram Kadaverin Standar.
adanya gelembung gas CO2, sedangkan pada
Gambar 5 berikut ini menunjukkan Hasil kadaverin tidak menunjukkan adanya perubahan.
kromatogram kadaverin hasil sintesis Pengujian dilanjutkan dengan tes pH yang
menunjukkan bahwa pH lisin adalah 6, sedangkan
pH kadaverin adalah 8. Hasil pengujian ini
menunjukkan bahwa lisin memiliki asam
karboksilat sedangkan kadaverin memiliki basa
amina.
Pada pengujian amina, digunakan dragendorff
yang diteteskan pada lisin dan kadaverin. Hasil
yang ditunjukkan pada lisin dan kadaverin adalah
terdapatnya endapan putih kekuningan. Hasil ini
sesuai dengan teori bahwa lisin dan kadaverin
mempunyai gugus amina. Adapun hasil perlakuan
di lihat pada Tabel 1 berikut ini:
Tabel 1 Hasil pengujian senyawa lisin dan
kadaverin.

Gambar 5. Kromatogram Kadaverin Hasil Sintesis.


Hasil pengukuran spektrum kromatografi gas
menunjukkan puncak pada waktu retensi 1,355
dengan persen area 98,45064%. Berdasarkan
kesesuaian kromatogram kadaverin hasil sintesis
dengan kromatogram kadaverin standar yang
menunjukkan waktu retensi 1,140 dengan persen
area 100%. Melalui perbandingan waktu retensi
dengan standar (0,215) dan memperhatikan +/- 0,5
dari waktu retensi standar tersebut, maka hasil ini
menunjukkan bahwa telah dihasilkan kadaverin.
Adanya perbedaan waktu retensi, dipengaruhi oleh
cepat lambatnya pada saat injeksi dan juga karena

ISBN 978-602-19655-4-2 353


Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

[4] .Hashimoto, M., Eda, Y., Osanai, Y., Iwai, T


Kesimpulan and Aoki, S., “Amino Acid Decarboxylation
Pada penelitian ini, kadaverin dapat disintesis Catalyzed by 2-Cyclohexen-1-One”,
dengan metode dekarboksilasi lisin menggunakan Chemistry Letters. 893-896, 91986).
kalsium oksida. [5] Solomon G. T. W dan Fryhle. B C. I “Organic
Chemistry Tenth Edition”, John Willey & sons,
Ucapan Terima Kasih inc, 754, (2011).

Terima kasih kepada Prof. Yana M. Syah dan


Rian Pebriana, M.Si untuk diskusi dan
karakrterisasi senyawa organik. Masita*
Magister Pengajaran Kimia, FMIPA
Referensi Institut Teknologi Bandung
Masita.alimuddin@yahoo.co.id
[1] Cornelius, K., Dsouza, N. R., dan Werner, M.
N., “Cucurbituril-Mediated Supramolecular Didin Mujahidin
Acid Catalysis”, School of Engineering and Kelompok Keilmuan Kimia Organik
Science, Jacobs University Bremen, Campus Institut Teknologi Bandung
Ring 1, Germany. Org. Lett. 11 (12), 2595- didin@chem.itb.ac.id
2598, (2009).
[2] Gilles, L dan Bernardi, T.G., “One-pot Rino R. Mukti
Sequence for the Decarboxylation of a-Amino Kelompok Keilmuan Kimia Anorganik dan Kimia Fisik
Acids”, School of Natural Sciences - Institut Teknologi Bandung
Chemistry, Bedson Building, University of rino@chem.itb.ac.id
Newcastle upon Tyne, Newcastle upon Tyne.
Synlett., 4, 0542-0546, (2003). *Corresponding author
[3] Gale E.F., “Studies on bacterial amino acid
decarboxylases 1. l lysine decarboxylase”,
Journal Biochem. J. 38(3) 232 42, (1994).

ISBN 978-602-19655-4-2 354


Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Studi Komputasi Reaksi-Reaksi Kimia Sederhana Dan Visualisasinya


Untuk Pembelajaran Ilmu Kimia
Ridwan dan Muhamad Abdulkadir Martoprawiro *

Abstrak
Pelajaran ilmu kimia yang bersifat membutuhkan imajinasi perilaku di tingkat atom yang amat kecil,
menyebabkan kimia sulit dipelajari dan kurang diminati siswa. Oleh karena itu guru dituntut untuk
menciptakan suasana pembelajaran yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis dan dialogis dengan
menggunakan sarana yang ada. Komputer mampu memvisualisasikan reaksi kimia, menentukan sifat
molekul, dan struktur molekul melalui perhitungan kimia komputasi. Penelitian ini bertujuan membuat media
pembelajaran tentang reaksi-reaksi kimia, yang dibangun berdasarkan studi komputasi reaksi-reaksi kimia
sederhana, dan memvisualisasikannya. Perhitungan dilakukan dengan perangkat lunak komputasi molekul
secara kuantum, yaitu NwChem 6.1 dengan metode SCF basis 6-31G. Visualisasi dilakukan dengan
perangkat lunak Jmol sehingga dapat dilihat gambar struktur pereaksi, maupun hasil reaksi, selain itu
didapat parameter panjang ikatan, sudut ikatan dan sudut dihedral. Untuk pengembangan media
pembelajaran, yang lebih banyak diperlukan adalah hasil visualisasi struktur hasil perhitungan di atas, yang
sebagiannya ditampilkan dalam bentuk gambar tiga dimensi, dan sebagian lainnya digunakan sebagai dasar
untuk membuat animasi reaksi dengan tampilan tiga dimensi
Kata-kata kunci: Visualisasi, Kimia komputasi, Optimasi geometri
guru (pemakai) multimedia dapat melakukan
Pendahuluan
navigasi, berinteraksi, berkreasi dan
Pembelajaran ilmu kimia membutuhkan berkomunikasi [3]. Pada kondisi saat ini
metode yang bersifat eksprimental daripada hanya pemanfaatan komputer sebagai media untuk
sekedar pengajaran deskriptif. Ilmu kimia yang struktur model molekul.
bersifat abstrak menyebabkan kimia sulit dipelajari
Hasil perhitungan yang dilakukan pada
dan kurang diminati siswa [1], oleh karena itu
komputasi ditampilkan dalam bentuk visualisasi
diperlukan eksprimen dan pemodelan molekul.
gambar tiga dimensi yang nantinya akan ditam-
Pemodelan molekul dapat yang telah dilakukan
pilkan dalam pembelajaran reaksi kimia di sekolah
adalah pemodelan dengan molymood dan
sebagai media pembelajaran. Visualisasi
pemanfaatan software kimia komputasi.
dikembangkan dengan menggunakan software
Pemodelan dengan dengan pemanfaatan
animasi dengan praktis juga murah karena
perangkat lunak kimia komputasi dapat dilaku-kan
software yang digunakan adalah software yang
dengan berbagai software yang dapat digunakan
tidak dibeli (gratis) dapat didownload secara bebas.
pada aplikasi visualisasi struktur molekul [2].
Pada penelitian ini telah dikaji studi komputasi
Reaksi kimia adalah suatu proses alam yang
reaksi-reaksi kimia sederhana yang dibahas pada
selalu menghasilkan peruba-han senyawa kimia.
tingkat SMU dan memvisualisasikannya, dan
Senyawa-senyawa awal yang terlibat dalam reaksi
membuat media ajar sehingga dapat membantu
disebut seba-gai pereaksi. Reaksi kimia biasanya
siswa memahami reaksi kimia dalam pembelajaran
dikarakterisasikan dengan perubahan kimia, dan
kimia. Penelitian ini bertujuan membuat media
akan menghasilkan satu atau lebih hasil-rea-
pembelajaran tentang reaksi-reaksi kimia, yang
ksi yang biasanya memiliki ciri-ciri yang berbeda
dibangun berdasarkan studi komputasi reaksi-
dari reaktan. Perkembangan teknologi komputer
reaksi kimia sederhana, dan visualisasinya.
seiring dengan perkembangan dalam ilmu kimia
yaitu muncul bidang kimia komputasi. Dengan
Teori
kimia komputasi dapat membantu kimiawan dalam
berbagai hal yaitu: menentukan sifat dari molekul, Ikatan kimia adalah daya tarik-menarik antara
struktur dan perhitungan kimia kompu-tasi dalam atom yang menyebabkan suatu senyawa kimia
berbagai parameter struktur antara lain: panjang dapat bersatu. Kekuatan daya tarik–menarik ini
ikatan, sudut ikatan, sudut dihedral. Komputer menentukan sifat-sifat kimia suatu zat, dan cara
sebagai media pendidikan akan sangat menunjang ikatan kimia berubah jika suatu zat bereaksi
pencapaian tujuan pem-belajaran karena komputer digunakan untuk mengetahui jumlah energi yang
mampu mengga-bungkan teks, grafik, audio, dilepas atau diabsorbsi selama terjadi reaksi.
gambar bergerak (video dan animasi) menjadi satu
kesatuan dengan link dan tool yang tepat sehingga Besarnya energi stabilisasi yang berkaitan
dengan sebuah molekul disebut energi ikatan.

ISBN 978-602-19655-4-2 355


Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Energi ikatan sama dengan energi disosiasi. Dalam perhitungan energi digunakan perangkat
Energi potensial (Etotal) suatu molekul pada atom lunak NwChem 6.1 dengan teori SCF (Self
sebagai fungsi dari jarak antar inti. Etotal mencakup Consistant Field).
energi elektron (Eel) yang diperoleh dari
persamaan Schrodinger dan energi tolakan inti Hasil dan diskusi
(VNN) seperti pada persamaan 1.
Hasil penelitian ini terdiri dari dua bagian
E tot = E el + V NN (1) yaitu: satu energi hasil optimasi , kedua struktur
hasil optimasi. Bagian satu, energi hasil optimasi
Keadaan dasar sebuah molekul dua atom
dengan menggunakan perangkat lunak NWChem
bukan merupakan energi minimum dari energi
6.1 energi yang didapat ada dua yaitu: 1. Energi
potensial adiabatik sehingga energi total untuk
elektronik, 2.Entalpi termal koreksi. Untuk reaksi
pemutusan ikatan (energi disosiasi) Do dinyatakan
subtitusi 2:
dengan persamaan 2.
CH3CH2Cl+CH3OH→ CH3CH2OCH3+HCl
Do = De - E (2)
Ev ⁰ adalah Entalpi termal koreksi pada suhu 0 1. Energi Elektronik
yang dinyatakan dari osilator harmonik seperti Energi elektronik peraksi= energi elektronik peraksi1 +
persamaan 3, energi elektronik peraksi2
= -538,080179047274H+(-114,988165633188H )
E  = 1/2 h (3) =- 653,068344680462 H
Energi elektronik hasil-reaksi = Energi elektronik hasil-
ʋ adalah frekuensi vibrasi pada keadaan dasar. reaksi 1 + Energi elektronik hasil-reaksi 2
Perhitungan frekuensi dapat memberikan informasi =-193,019564397842H+(-460,037173212983 H )
struktur keadaan transisi. Energi pereaksi dan hasil = -653,056737610825H
reaksi optimasi dengan syarat seperti pada Jadi energi elektronik reaksi = Energi elektronik
persamaan 4,
hasil-reaksi - Energi elektronik pereaksi

E /q = 0 dan  2 E /q12 > 0 . (4) =-653,056737610825 H-(-653,068344680462) H


= 0,011607069637 H
= 0,011607069637 H × 2625,5 kJ/mol
E = energi struktur dan q adalah parameter =30,47545495kJ/mol
struktur. Struktur keadaan transisi diperkirakan dari = 30,48 kJ/mol
struktur pereaksi dan hasil reaksi dengan memilih
parameter struktur yang berbeda diantara kedua 2. Entalpi termal koreksi
struktur tersebut. Struktur keadaan transisi Entalpi termal koreksipereaksi=Entalpi termal
dioptimasi dengan syarat–syarat pada perhitungan koreksipereaksi1+ Entalpi termal koreksiperaksi2
energi pereaksi dan energi hasil reaksi, tetapi =47,937kkal/mol+37,071kkal/mol
untuk salah satu parameter struktur, dengan syarat = 85,008 kkal/mol
harus berbeda pada persamaan 5. Energi termal koreksihasil-reaksi=Entalpi termal
koreksihasil-reaksi1+Entalpi termal koreksi hasil-reaksi 2
E 2 /q 2  0 (5)
= 76,913 kkal/mol+6,252kkal/mol
Nilai frekuensi bernilai negatif disebabkan =83,165 kkal/mol
oleh getaran vibrasi ke arah pereaksi dalam reaksi Energi termal koreksireaksi = Etermal koreksi hasil-
satu arah dan ke hasil reaksi pada arah yang lain. reaksi–Etermalkoreksipereaksi

Keadaan transisi (tereksitasi) terjadi akibat adanya =83,165kkal/mol–85,008kkal/mol


promosi elektron ke orbital yang lebih tinggi = - 1,843 kkal/mol
energinya. Akibat molekul dalam keadaan =-1,843kkal/mol×4,186kJ/mol
tereksitasi mempunyai energi ikatan yang lebih = -7,714,798 kJ/mol
rendah dan panjang ikatan yang lebih panjang [5]. = -7.715 kJ/mol
∆Hreaksi = E elektronikreaksi + E termal koreksi reaksi
Pada penelitian ini telah dikaji studi komputasi ∆Hreaksi = 30,48 kJ/mol+ (-7.715 kJmol)
reaksi-reaksi kimia sederhana yang dibahas pada =+ 22,79 kJ/mol
tingkat SMU dan memvisualisasikannya, dan
membuat media ajar sehingga dapat membantu Berdasarkan hasil perhitungan didapat
siswa memahami reaksi kimia dalam pembelajaran perubahan entalpi reaksi adalah +22,79 kJ/mol.
kimia. Reaksi-reaksi kimia yang dikaji adalah Perubahan entalpi ini menandakan bahwa ada
rekasi substitusi, reaksi eliminasi, reaksi adisi, dan kenaikan energi potensial dari zat-zat pada reaksi
reaksi esterifikasi. Metode kerja dalam penelitian tersebut. Dengan perhitungan yang sama untuk
ini dibagi menjadi beberapa tahap, yaitu :1. Tahap reaksi substitusi 1, eliminasi 2, eliminasi 1, adisi
persiapan, 2. Tahap optimasi, 3. Tahap dan esterifikasi didapat ∆H reaksi pada Tabel 1
perhitungan energi, 4. Tahap pembuatan media.

ISBN 978-602-19655-4-2 356


Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Tabel 1. Hasil perhitungan energi dengan metode Struktur hasil optimasi keadaan transisi
SCF 6-31G. divisualisasikan dengan menggunakan perangkat
lunak Jmol. Pada reaksi elimnasi 2 hasil
Reaksi ∆Hreaksi Jenis reaksi
visualisasinya dapat dilihat pada gambar 5 adalah
(kJ/mol) pereaksi, gambar 6 adalah keadaan transisi,
SN 2 +22,79 Endoterm gambar 7 adalah hasil-reaksi
SN 1 +49,06 endoterm
E2 -89,48 eksoterm
E1 +191,26 endoterm
Adisi -116,51 eksoterm
Esterifikasi +34,23 kJ endoterm
Bagian kedua, struktur hasil optimasi divisua-
lisasi dengan menggunakan perangkat lunak Jmol.
Untuk reaksi substitusi 2 visualisasi hasil optimasi
pada gambar 1, dan gambar2.
Gambar 5. struktur (CH3)2CHBr dan CH3CH2ONa.

Gambar 1. Struktur CH3CH2Cl dan: Struktur


CH3OH.

Gambar 3. Struktur CH3CH2OCH3 dan Struktur


HCl.

Keadaan transisi Gambar 6. Keadaan transisi.


Untuk perhitungan energi pada keadaan
transisi hanya pada reaksi eliminasi 2 karena pada
reaksi ini keadaan transisi hasil optimasi sudah
didapat , sedangkan reaksi yang lain belum
didapat saat pencarian.
CH3CH2Br+CH3ONa→CH3CH=CH2+ CH3CH2OH +
NaBr

Energi elektronik = –2831,08397549 H


=-2831,08397549H –( -2831,0643086)H
= -0,0196669 H
= ‐0,00196669 H × 2625,5 kJ/mol
= -51,6354474 kJ/mol
Energi termal koreksi = 0,179203 kkal/mol - Gambar 7. Struktur produk CH3CH=CH2 ,
0,181867 kkal/mol CH3CH2OH & NaBr.
= -1,744 kkal/mol
= -1,744 kkal/mol × 4,186 kJ/mol Hasil perhitungan optimasi dengan IRC
= -7,300384 kJ/mol divisualisasikan dengan menggunakan perangkat
Energi aktivasi keadaan transisi = Energi elektronik lunak Jmol, sehingga akan didapat struktur setiap
+ Entalpi termal koreksi energi kemudian energi yang didapat diambil
= -69,87707786 kJ/mol + (-7,300384) kJ/mol gambar strukturnya kemudian setiap gambar
= -77,17767268 kJ/mol tersebut digabung dalam software animasi
sehingga kelihatan struktur setiap keadaan dari

ISBN 978-602-19655-4-2 357


Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

pereaksi, keadaan transisi sampai menjadi hasil- [10] Depdiknas, Standar Kompetensi dan
reaksi, dengan kecepatan tertentu akan menjadi Kompetensi Dasar Mata Pelajaran Kimia.
gambar bergerak sehingga dapat dijadikan Direktorat Pembinaan SMA, (2003).
sebagai media pembelajaran. [11] Grant, “Computational Chemistry”, Oxford
Science Publication Oxford University Press,
Kesimpulan (1995).
[12] Jensen. F., “Introdution to Computational
Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan Chemistry”, 2ed, Departement of Chemistry,
bahwa dari berbagai teori sederhana dalam University of Southem Denmark Odense,
perhitungan energi optimasi dipilih teori SCF basis
Denmark, John Wiley & Sons, Ltd., (2007).
6-31G karena penghematan waktu 2 kali dan hasil
[13] Leach, A.R., “Molecular modelling principle
perhitungan energinya sesuai dengan data ekspe- and aplications”, Addison Wishley Logman,
rimen secara kualitatif, reaksi substitusi 1 & 2, (2001).
reaksi eliminasi 1 dan reaksi esterifikasi adalah [14] Mulyanta, Leong M., Tutorial membangun
reaksi endoterm, sedangkan reaksi eliminasi 2 dan
multimedia interaktif Media Pembelajaran,
reaksi adisi adalah reaksi eksoterm, energi Universitas Atma Jaya Yogya-karta, (2009).
pengaktifan reaksi eliminasi 2 adalah - [15] Ohno, K., “Quantum Chemistry”, Buku teks
77,17767268 kJ/mol membuat visualisasi hasil
online Penerjemah Bambang Prijam-boedi,
optimasi reaksi eliminasi 2 dengan menggabung Iwanami Shoten, Publisers, Tokyo, (2004).
gambar struktur tersebut. [16] Oxtoby, D.W., Gillis H.P., Nachtrieb, N.H.,
“Principle of modern chemistry 2”, 4ed,
Referensi Penerjemah Suminar Setiati A,PT. Erlangga
[1] Dahar. R.W., “Teori-teori belajar”, PT. Jakarta, (1999).
Erlangga Jakarta, (1996). [17] Pranjoto, U.M., “Adaptasi kurikulum kimia
[2] Prianto,B., “Pemodelan kimia komputasi”, SMA bertaraf Internasional terhadap
artikel berita dirgantara 8 No 1, 8-9. (diakses kurikulum di negara OECD (Organization for
24 Okt 2012: 11.28), (2007). Economic Cooperation adan Devemploment)”,
[3] Yuliani, D., “Studi komputasi sifat dan prilaku Makalah disampaikan pada kegiatan
berbagai molekul sederhana dan peranannya Pengabdian Pada Masya-rakat FMIPA
dalam pembelajaran kimia”, Tesis Program Universitas Negeri Yokyakarta, (2011).
Magister Pengajaran, Institut Teknologi [18] Saito T, “Muki kagaku”, Buku teks online
Bandung, (2009). Penerjemah Ismunandar, Iwanami Shoten,
[4] Iqmal T, Makalah seri kimia komputasi, Publisers, Tokyo, (1996).
Pemanfaatan Software Kimia Komputasi [19] Solomon, T,W. Graham, “Organic Chemistry”,
untuk Pembelajaran Ilmu Tingkat SMU 10th ed, John Wiley & Sons, Inc, (2011).
Melalui Visualisasi Model Molekul. Jurusan
kimia FMIPA UGM, (2008).
[5] Robert. A.A, Farington., “Physical Chemistry”,
5th ed, SI version Penerjemah N.M. Surdia, Ridwan
M.Sc. dkk, PT. Erlangga Jakarta, (1992). Magister Pengajaran Kimia
[6] Ashadi, “Kesulitan belajar kimia bagi siswa FMIPA, Institut Teknologi Bandung
Sekolak Menegah”, UPT Perpustakaan UNS.
(akses 26 Sep 2012 : 10.26), (2009). Muhamad Abdulkadir Martoprawiro *
[7] Chang, R., “General Chemistry”, The KK Kimia Fisik dan Anorganik
FMIPA, Institut Teknologi Bandung
Essential Concepts,Third ed, McGraw-Hill,
muhamad@chem.itb.ac.id
Boston, penerjemah: M. Abdulkadir M, dkk,
PT. Erlangga. Jakarta, (2003).
[8] Cramer, C.J., “Essentials of Computational
Chemistry Theories and Models”, 2nd ed. *Corresponding author
Jhon Wiley & Sons,Ltd, (2004).
[9] Dekock, R.J., “Chemical Structure and
Bonding”, First Ed.University Science books,
Sausalito, California, (1989).

ISBN 978-602-19655-4-2 358


Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Instruction untuk


Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa pada Pembelajaran Fisika
Stevida Sendi, Sutrisno, dan Parlindungan Sinaga

Abstrak
Tujuan mata pelajaran Fisika tercantum dalam Permendiknas tentang standar isi. Namun, fakta di lapangan
pembelajaran fisika di sekolah belum sesuai dengan tujuan yang tercantum dalam standar isi. Berdasarkan
hasil studi pendahuluan di salah satu SMA Negeri di kota Bandung, yang diperoleh melalui penyebaran
angket dan wawancara bahwa pembelajaran fisika di sekolah masih berpusat pada guru, sementara siswa
masih cenderung pasif dan kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah masih tergolong rendah. Hal
ini berakibat pada prestasi belajar siswa yang dapat dilihat dari persentase siswa yang nilainya mencapai
Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) hanya 15% dari jumlah siswa, nilai KKM yang telah ditetapkan yaitu
sebesar 75, sehingga prestasi belajar siswa masih tergolong rendah. Untuk mengatasi permasalahan
tersebut penerapan model Pembelajaran Problem Based Instruction dapat dijadikan sebagai salah satu
alternatif, karena dalam model ini siswa dituntut untuk terlibat secara langsung dalam menyelesaikan
masalah yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari melalui penyelidikan. Metode penelitian yang
digunakan adalah metode kuasi eksperimen dengan desain penelitian pretest and posttest group design.
Instrumen yang digunakan adalah tes berupa soal pilihan ganda dengan nilai reliabilitas sebesar 0.83.
Sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI di salah satu SMA Negeri di Kota Bandung semester
genap tahun pelajaran 2012/2013 sebanyak 38 siswa. Berdasarkan hasil penelitian, prestasi belajar siswa
mengalami peningkatan. Hal tersebut terlihat dari skor rata-rata yang diperoleh siswa sebelum diberikan
perlakuan sebesar 26.97, sedangkan setelah diberikan perlakuan berupa penerapan model Pembelajaran
Problem Based Instruction mengalami peningkatan menjadi 82.80 dengan rata-rata gain ternormalisasi
sebesar 0,76 yang berada pada kriteria tinggi. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa model
Pembelajaran Problem Based Instruction dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.
Kata kunci : Problem Based Instruction, Prestasi Belajar
jumlah siswa, nilai KKM yang telah ditetapkan yaitu
Pendahuluan
sebesar 75, sehingga prestasi belajar siswa masih
Mata pelajaran fisika merupakan salah satu tergolong rendah. Untuk mengatasi masalah
cabang mata pelajaran IPA yang dimaksudkan tersebut diperlukan suatu model pembelajaran
sebagai wahana untuk menumbuhkan yang memfasilitasi siswa untuk dapat
kemampuan berpikir yang berguna untuk memecahkan masalah. Salah satu model
memecahkan masalah di dalam kehidupan sehari- pembelajaran yang sesuai adalah model
hari [1]. Berdasarkan kutipan tersebut jelas bahwa pembelajaran Problem Based Instruction.
pembelajaran fisika di sekolah harus lebih
menekankan pembelajaran yang berpusat pada Teori
siswa yang berarti bahwa seharusnya siswa ikut
“Problem Based Instruction merupakan suatu
terlibat aktif dalam proses pembelajaran agar
model pembelajaran yang didasarkan pada
siswa dapat memecahkan masalah dengan
banyaknya permasalahan yang membutuhkan
pemahamannya sendiri, sehingga pembelajaran
penyelidikan autentik yakni penyelidikan yang
akan lebih bermakna.. Hal ini sesuai dengan
membutuhkan penyelesaian nyata dari
pendapat Bruner (1966) yaitu ‘berusaha sendiri
permasalahan yang nyata” [3]. Dalam model
untuk mencari pemecahan masalah serta
pembelajaran Problem Based Instruction
pengetahuan yang menyertainya, menghasilkan
permasalahan yang disajikan berkaitan dengan
pengetahuan yang benar-benar bermakna’ [2].
materi pembelajaran yang akan dipelajari.
Hasil studi pendahuluan menunjukkan bahwa Permasalahan ini diberikan pada awal
pembelajaran fisika di sekolah masih berpusat pembelajaran, sehingga siswa dilatih melalui
pada guru di mana guru masih menggunakan proses berpikir dan keterampilan dalam
metode ceramah, sehingga siswa cenderung pasif memecahkan masalah yang akhirnya siswa akan
dan kemampuan siswa dalam menyelesaikan dapat membangun pengetahuanya sendiri melalui
masalah masih tergolong rendah. Hal ini berakibat penyelidikan.
pada prestasi belajar siswa yang dapat dilihat dari
Model pembelajaran Problem Based
persentase siswa yang nilainya mencapai Kriteria
Instruction tidak lahir dan berkembang dengan
Ketuntasan Minimum (KKM) hanya 15% dari

ISBN 978-602-19655-4-2 359


Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

sendirinya, tetapi memiliki landasan teori. Teori Pada setiap pertemuan sebelum memulai
yang melandasi Model pembelajaran Problem pembelajaran yaitu sebelum diterapkan model
Based Instruction yaitu konstruktivisme, belajar pembelajaran Problem Based Instruction, siswa
penemuan dan cooperative learning. diberi tes awal (pretest) untuk mengetahui
pengetahuan dan kemampuan awal siswa
Model pembelajaran Problem Based
mengenai materi yang akan dipelajari. Perlakuan
Instruction memiliki lima tahapan, yaitu: (1)
berupa penerapan model pembelajaran Problem
orientasi siswa pada masalah, (2)
Based Instruction dilaksanakan setelah pemberian
mengorganisasikan siswa untuk belajar, (3)
tes awal (pretest) sesuai dengan tahapan-tahapan
membimbing penyelidikan individual maupun
model pembelajaran Problem Based Instruction.
kelompok, (4) mengembangkan dan menyajikan
Setelah pembelajaran selesai, guru memberikan
hasil karya, dan (5) menganalisis dan
posttest untuk kemampuan siswa setelah diberi
mengevaluasi proses pemecahan masalah [4].
perlakuan (treatment) berupa penerapan model
Model pembelajaran Problem Based pembelajaran Problem Based Instruction.
Instruction merupakan model pembelajaran yang
Pengolahan data prestasi belajar siswa
melibatkan siswa secara aktif, sehingga model ini
ditunjukkan melalui data hasil Pretest dan Posttest
dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.
yang dianalisis dengan cara menentukan nilai
Poerwanto (1986:28) memberikan pengertian gain dan nilai rata-rata gain ternormalisasi dengan
prestasi belajar yaitu: “hasil yang dicapai oleh menggunakan rumus:
seseorang dalam usaha belajar sebagaimana
(%  S f  %  Si )
yang dinyatakan dalam raport” [5]. Prestasi belajar  g 
merupakan hasil dari pengukuran terhadap (100  %  Si )
peserta didik pada aspek kognitif setelah mengikuti
proses pembelajaran yang diukur dengan Hasil dan diskusi
menggunakan instrumen tes yang dinyatakan
dengan nilai atau angka. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan,
prestasi belajar siswa mengalami peningkatan.
Benyamin Bloom, mengklasifikasikan aspek Peningkatan prestasi belajar siswa ditunjukkan
kognitif ke dalam enam jenjang kemampuan dengan rekapitulasi hasil pengolahan skor pretest
secara hirarkis, yaitu pengetahuan (C1), dan posttest yang dapat dilihat pada Tabel 2 di
pemahaman (C2), penerapan (C3), analisis (C4), bawah ini.
sintetis (C5) dan evaluasi (C6) [6].
Tabel 2. Rekapitulasi Pengolahan Data Prestasi
Metode penelitian yang digunakan adalah Belajar Siswa.
metode eksperimen semu (quasi experimentI) dan
desain penelitian yang digunakan yaitu pretest and
posttest group design dengan pola sebagai % <Si> % <Sf> <g> Kriteria
berikut. 26.975 82.8 0.764 Tinggi
Tabel 1. Desain Penelitian Pre-test and post-test Peningkatan prestasi belajar tersebut dapat
group design digambarkan dalam bentuk diagram batang seperti
pada gambar berikut.
Pre-test Treatment Post-test
01 X 02
Sampel yang digunakan adalah salah satu 100
kelas XI IPA di salah satu SMA Negeri di kota
Bandung yang dipilih secara acak dengan jumlah 80
siswa sebanayak 38 orang. 60
Instrumen yang digunakan untuk mengetahui 40
peningkatan prestasi belajar siswa yaitu instrumen
tes berupa soal pilihan ganda sebanyak 38 soal. 20
sebelum soal digunakan, soal diuji coba dengan 0
nilai reliabilitas yang diperoleh sebesar 0.83. dari
38 soal hanya 28 soal yang digunakan sebagai Pretest Posttest <g>
instrumen penelitian.
Gambar 1. Diagram Peningkatan Prestasi Belajar.
Penelitian ini dilaksanakan selama tiga kali
Berdasarkan Tabel 2 dan Gambar 1 diketahui
pertemuan dengan materi fluida statik. Di mana
bahwa persentase rata-rata skor pretest yang
pokok bahasan pada setiap pertemuan masing-
diperoleh sebelum diterapkan model pembelajaran
masng yaitu tekanan hidrostatis, hukum pascal
Problem Based Instruction yaitu sebesar 26.975%,
dan hukum archimedes.
sementara setelah diberikan perlakuan berupa

ISBN 978-602-19655-4-2 360


Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

penerapan model pembelajaran Problem Based pemahaman (C2) mengalami peningkatan yang
Instruction persentase rata-rata skor posttest paling tinggi hal ini sesuai dengan teori yang
meningkat menjadi 82.8%. Hal ini menunjukkan dikemukakan oleh Brunner bahwa berusaha
bahwa terdapat peningkatan prestasi belajar siswa sendiri untuk mencari pemecahan masalah serta
setelah diberikan perlakuan berupa penerapan pengetahuan yang menyertainya, menghasilkan
model pembelajaran Problem Based Instruction. pengetahuan yang benar-benar bermakna [2].
Dalam hal itu siswa berusaha sendiri mencari
Hasil penelitian tersebut, sesuai dengan hasil
pemecahan masalah melalui penyelidikan
penelitian sebelumnya yang berjudul Problem
sehingga siswa benar-benar memahami
Based Instruction sebagai alternatif Model
pengetahuan yang diperolehnya dan pengetahuan
Pembelajaran Fisika di SMA bahwa setelah
tersebut akan lebih lama diingat.
diterapkan model pembelajaran Problem Based
Instruction hasil belajar siswa mengalami Berdasarkan teori Brunner dapat dikatakan
peningkatan, di mana rata-rata hasil pretest bahwa model pembelajaran Problem Based
sebelum diberikan treatment untuk kelompok Instruction dapat meningkatkan prestasi belajar
rendah sebesar 3.25 dan untuk kelompok tinggi siswa pada jenjang pemahaman (C2) dengan
sebesar 4.25, sementara rata-rata hasil posttest peningkatan yang lebih besar dibandingkan
setelah diberikan treatment berupa penerapan dengan peningkatan pada jenjang kognitif yang
model pembelajaran Problem Based Instruction lainnya.
untuk kelompok rendah sebesar 7.25 dan untuk
Jenjang kognitif yang mengalami peningkatan
kelompok tinggi sebesar 9.75 [9].
paling kecil adalah jenjang pengetahuan (C1) yaitu
Peningkatan prestasi belajar siswa juga dapat 0.67 yang berada pada kriteria sedang, hal ini
dianalisis pada setiap jenjang kognitif dari jenjang terjadi karena tujuan utama dari model
pengetahuan (C1) sampai jenjang analisis (C4) pembelajaran Problem Based Instruction bukan
yang dapat dilihat pada tabel 2. hanya untuk mengingat informasi sebanyak
mungkin, melainkan mendidik siswa untuk dapat
Tabel 3. Peningkatan Prestasi Belajar Siswa tiap
menyelesaikan permasalahan dalam kehidupan
Jenjang Kognitif.
sehari-hari melalui penyelidikan. Untuk jenjang
Jenjang % % Nilai pemahaman (C2), Penerapan (C3), dan analisis
Kriteria (C4) berada pada kriteria tinggi, yang menunjukkan
Kognitif <Si> <Sf> <g>
Pengetahua bahwa siswa sudah mampu untuk memahami,
24 75.56 0.67 Sedang menerapkan dan menganalisis materi yang telah
n (C1)
Pemahaman dipelajari.
33.25 88.99 0.83 Tinggi
(C2)
Penerapan Kesimpulan
20.17 79.38 0.74 Tinggi
(C3) Model pembelajaran Problem Based
Analisis (C4) 26.97 83.55 0.77 Tinggi Intrsuction dapat meningkatkan prestasi belajar
Peningkatan prestasi belajar tersebut dapat siswa pada pokok bahasan fluida statik, hal ini
digambarkan dalam bentuk diagram batang seperti ditunjukkan dengan perolehan rata-rata gain
pada gambar berikut: ternormalisasi <g> sebesar 0.76 yang berada pada
kriteria tinggi. Adapun peningkatan prestasi belajar
siswa dapat dilihat pada setiap jenjang kognitif
yang meliputi jenjang pengetahuan (C1),
pemahaman (C2), penerapan (C3), dan analisis
(C4). Untuk jenjang pengetahuan (C1) perolehan
rata-rata gain ternormalisasi <g> sebesar 0.67
yang berada pada kriteria sedang, untuk jenjang
pemahaman (C2) perolehan rata-rata gain
ternormalisasi <g> sebesar 0.83 yang berada pada
kriteria tinggi, untuk jenjang penerapan (C3)
perolehan rata-rata gain ternormalisasi <g>
sebesar 0.74 yang berada pada kriteria tinggi dan
untuk jenjang analisis (C4) perolehan rata-rata gain
Gambar 2. Diagram Peningkatan Prestasi Belajar
ternormalisasi <g> sebesar 0.77 yang berada pada
Siswa Tiap Jenjang Kognitif.
kriteria tinggi.
Pada Tabel 3 dan Gambar 2 dapat dilihat
bahwa urutan peningkatan prestasi belajar siswa Referensi
untuk setiap jenjang kognitif dari yang paling tinggi
[1] Litbang, Kemdikbud. (2006). Standar Isi.
adalah jenjang pemahaman (C2), analisis (C4),
[online]. Tersedia: http://litbang.kemdikbud.
penerapan (C3), dan pengetahuan (C1). Jenjang

ISBN 978-602-19655-4-2 361


Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

go.id/content/BUKUST~1(4).pdf. [24 Mei [11] Sanjaya, Wina, “Strategi Pembelajaran


2012] Berorientasi Standar Proses Pendidikan”,
[2] Dahar, Ratna Wilis, “Teori-teori Belajar”, Jakarta: Kencana, (2010).
Jakarta: Erlangga, (1989). [12] Sugiyono, “Metode Penelitian Pendidikan”,
[3] Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif Bandung: Alfabeta, (2011).
Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi [13] Trianto, “Mendesain Model Pembelajaran
Pustaka Publisher, (2007). Inovatif-Progresif”, Jakarta: Kencana, (2011).
[4] Arends, Richard I. “Learning to Teach Belajar [14] Arikunto, Suharsimi, “Dasar-dasar Evaluasi
untuk Mengajar”, Yogyakarta: Pustaka Pendidikan”, Jakarta: Bumi Aksara., (2012).
Pelajar, (2007).
[5] Sunartombs. (2009). Pengertian Prestasi
belajar. [online]. Tersedia:
http://sunartombs.wordpress.com/2009/01/05/
pengertian-prestasi-belajar/. [1 November Stevida Sendi*
2012] Jurusan Pendidikan Fisika FPMIPA
[6] Munaf, Syambasri, “Evaluasi Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia
Fisika”, Bandung : Jurusan Pendidikan Fisika Tetev.vita@gmail.com
FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia,
(2001). Sutrisno
[7] Arikunto, Suharsimi, “Prosedur Penelitian”, Jurusan Pendidikan Fisika FPMIPA
Universitas Pendidikan Indonesia
Jakarta: Rineka Cipta, (2002).
[8] Hake, R. R. (1998). Interactive Engagement
Methods In IntroductoryMechanics Courses. Parlindungan Sinaga
Jurusan Pendidikan Fisika FPMIPA
[online]. Tersedia :
Universitas Pendidikan Indonesia
http://www.physics.indiana.edu/~sdi/IEM- parlinsinagabdg@yahoo.com
2b.pdf. [27 September 2012]
[9] Prayekti,. “Problem Based Instruction sebagai
alternatif Model Pembelajaran Fisika di SMA”,
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, 16(1),
51-63, (2010). *Corresponding author
[10] Koes, Supriyono, “Strategi Pembelajaran
Fisika”. Bandung: Jurusan Pendidikan Fisika
FPMIPA UPI, (2003).

ISBN 978-602-19655-4-2 362


Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Simulasi Pencarian Basis Data dengan Algoritma Grover


Suhadi*, Jusak S. Kosasih, Freddy P. Zen

Abstrak
Dikaji ulang algoritma Grover pada komputasi kuantum untuk pencarian data dalam suatu basis
data. Selain itu, dengan simulasi yang menggunakan bahasa pemrograman Java ditunjukkan
bahwa pencarian/query pada basis data N data tak terurut dengan kompleksitas waktu   N .
Kata-kata kunci: query,basis data, algoritma Grover.
2n 1
Pendahuluan   1  k (3)
N k0;1
Komputasi Kuantum dapat diimplementasikan
berdasarkan serangkaian gerbang kuantum [1] n
yang beroperasi secara uniter [2][3][4][5] Dalam dengan N  2 di mana n adalah jumlah qubit.
mekanika kuantum operasi uniter ini diperlukan Superposisi pada persamaan (2) dapat dilakukan
agar probabilitas sistem setelah operasi tidak dengan menggunakan gerbang Hadamard
beruba [6] dan sifat ini digunakan sebagai dasar
1 1 
operasi berkebalikan pada Komputasi Kuantum H  1
  . (4)
selain prinsip superposisi yang menjadikan 2 1 1
Komputasi Kuantum lebih powefull terhadap
komputer klasik [2]. Salah satu contoh sukses Pada pencarian M data suatu basis data
n
besar Komputasi Kuantum adalah algoritma sepanjang N  2 entri data tak terurut, algoritma
Grover [7] pada masalah pencarian M data dari Grover terdiri dari dua register [9]. Register
sejumlah N entri tak terurut dari suatu basis data pertama  merupakan superposisi semua
dengan kompleksitas waktu   N . Pada kemungkinan state vektor yang ada seperti
persamaan (3), sementara register kedua
makalah ini kami tinjau ulang tentang algoritma
Grover tersebut, dan dibuat aplikasi untuk  merupakan register yang mengkodekan solusi.
mensimulasikan algoritma ini dalam bahasa Secara sederhana, algoritma Grover adalah :
pemrograman Java. Bagian teori makalah ini 1. Siapkan sistem dalam keadaan
adalah tinjauan ulang mengenai algoritma Grover, superposisi seperti persamaan (3).
bagian simulasi berisi tentang simulasi dalam 2. Lakukan perulangan untuk operasi :
bahasa pemrograman Java, dan bagian hasil dan a.  '  O  (5)
diskusi menjelaskan hasil dari simulasi yang
diperoleh. b.  ''  D  ' (6)
3. Lakukan pengukuran terhadap  '' .
Algoritma Grover
Perulangan akan behenti jika  ''   , jika tidak
Representasi data pada komputer klasik
ulangi langkah 2. Oracle O pada persamaan (5)
dituliskan dalam bentuk bilangan biner 0 dan
didefinisikan
1 yang disebut bit [8]. Sementara data pada
Komputasi Kuantum dituliskan dalam bentuk O  I 2   (7)
1 0 yang bekerja pada register pertama  seperti
0   , 1   (1)
0 1
 1 ; k 
yang disebut qubit (quantum bit) [2]. Jika bit hanya O  , (8)
 1 ; k 
dapat berada pada keadaan 0 dan 1 , maka qubit
dapat berada pada keadaan 0 dan 1 seperti yang berfungsi mem-flip-kan state vektor kepada
solusi. Sementara operator D pada persamaan (6)
0 1 0 1 didefinisikan seperti
  ,   (2)
2 2
D  2  I (9)
atau secara umum dapat ditulis
atau dapat ditulis dalam bentuk matrik

ISBN 978-602-19655-4-2 363


Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

 2 2 2  0.500  0.500  ‐0.500  0.500 
 1   0.500  0.500  0.500  ‐0.500
N N N 
 2 2  13. +++ Iterasi ke : 1 
 1    Psi  : 
D N N . (10)
      0.000  0.000  0.000  1.500 
  14. Psi  akhir pada Iterasi ke : 1 
 2 2 2 
  1 0.000  0.000  0.000  1.500 
 N N N 
Pada aplikasi simulasi tersebut terdapat
Simulasi pembulatan aplitudo state vektor yang dicari.
Guna mensimulasikan algoritma Groverm, Pembulatan ini ditujukan untuk memilih seberapa
dibuat Source code dalam bahasa pemrograman besar probabilitas state vektor akhir yang kita
Java terdiri dari prosedur utama yaitu : inginkan. Jika kita memilih pembulatan ini sama
1. public  void  construct(double  N){ ... } yang denga satu, artinya kita menginginkan amplitudo
digunakan untuk menyiapkan sistem. kesuksesan untuk state vektor yang kita cari.
2. public  void  operasi(Matrix  psi,  Matrix  oracle, 
Hasil dan Diskusi
Matrix  difusi){...  } yang digunakan untuk
Pada bagian sebelumnya telah disimulasikan
melakukan langkah pada algoritma.
pencarian data dengan indek 3   0 0 0 1
T
3. public  void  ukur(Matrix  psi){  ...  } yang
digunakan ukur mengukur sistem setelah pada basis data dengan jumlah data N  4 ,
operasi. dengan hasil bahwa state vektor yang dicari
Source code lengkap dapat dilihat pada ditemukan paad iterasi ke 1. Hasil simulasi untuk
lampiran. jumlah data N  4 sampai N  4096 diberikan
Berikut contoh penggunaan aplikasi ini untuk oleh Tabel.1.
pencarian data dengan indek 3   0 0 0 1
T
Tabel 1. Hasil simulasi algoritma Grover.
pada basis data dengan jumlah data N  4 :
1. >>  Masukkan  panjang  Database  (lebih  dari  2) 
atau  
[1] untuk Simulasi Banyak input  
[0] untuk keluar. 
2. Input oleh pengguna : 4
3. Siapkan Sistem ... 
Panjang database : 4.0 
Jumlah qubit : 2 
Dimensi ruang Hilbert : 4.0 x 4.0 
4. Masukkan item yang dicari dalam range  0; 3  
5. Input oleh pengguna : 3 Adapun data pada tabel tersebut dapat dilihat
6. Target :  pada Gambar 1.
0.000 0.000 0.000 1.000 
7. Pilihan pembulatan amplitudo : 
[1] > 0.550 
[2] > 0.750 
[3] > 0.950 
[4] = 1.000
8. Input oleh pengguna : 3
9. Psi  : 
0.500  0.500  0.500  0.500 
10. Estimasi Iterasi : 2 
11. Oracle : 
1.000  0.000  0.000  0.000 
0.000  1.000  0.000  0.000 
0.000  0.000  1.000  0.000  Gambar 1. Plot data hasil simmulasi algoritma
0.000  0.000  0.000  ‐1.000 Grover.
12. Difusi :  Gambar 1 merupakan plot dari iterasi yang
‐0.500  0.500  0.500 0.500  diperlukan pada simulasi algortima Grover untuk
0.500  ‐0.500  0.500  0.500  berbagai pembulatan amplitudi state vektor yang

ISBN 978-602-19655-4-2 364


Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

dicari. Dari gambar terlihat untuk pembulatan J S Kosasih


A  0.65 , A  0.85 dan A  0.95 jumlah iterasi Laboratorium Fisika Teoritik dan Energi Tinggi,
yang diperlukan lebih kecil dari   N , akan
Indonesian Center for Theoretical and
Mathematical Physics
tetapi untuk probabilitas sukses menemukan Institut Teknologi Bandung
jusak@fi.itb.ac.id
data 100% , untuk jumlah data 4  N  128
jumlah iterasi yang dibbutuhkan lebih besar F P Zen
dari   N , sedangkan untuk jumlah data Laboratorium Fisika Teoritik dan Energi Tinggi,
Indonesian Center for Theoretical and
N  256 jumlah iterasi yang diperlukan Mathematical Physics
  N . Dari hasil simulasi yang telah
Institut Teknologi Bandung
jusak@fi.itb.ac.id
dilakukan dapatlah disimpulkan bahwa untuk
kesuksesan pencarian 100% , algoritma Grover *Corresponding author
berhasil diterapkan untuk pencarian data
Lampiran
dengan jumlah data yang besar khusunya
untuk N  256 . import Jama.Matrix; 
import Quantum.Quantum; 
import java.io.*; 
Ucapan terima kasih import java.util.*; 
public class GAbDi { 
public double input; 
Penulis, mengucapkan ucapan terima kasih public int n, item, sama, prec; 
kepada rekan - rekan Laboratorium Fisika Teoretik public Matrix oracle, difusi, ketPsi, psiUkur, target, I; 
InputStreamReader isr; 
ITB atas diskusi yang telah dilakukan. BufferedReader br; 
public ArrayList listData, listEstimasi, listIterasi055, listIterasi075, listIterasi095; 
public GAbDi(){ 
Referensi System.out.println(); 
System.out.println(" $$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$"); 
[1] Jordan S P, “Quantum Computation Beyond System.out.println("      Simulasi Algoritma Grover"); 
System.out.println("$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$$"); 
the Circuit Model”, [quant-ph], isr = new InputStreamReader(System.in); 
br = new BufferedReader(isr); 
arXiv:0809.2307v1, 2008 listData = new ArrayList(); 
[2] NielsenMA. and Chuang I L., “Quantum listEstimasi = new ArrayList(); 
listIterasi055 = new ArrayList(); 
Computation and Quantum Information 10th listIterasi075 = new ArrayList(); 
Anniversary Edition”, Cambridge University listIterasi095 = new ArrayList(); 

Press, 2010. public void setInput(){ 
[3] Harrow A W., Hassidim A and Lloyd S, try{ 
System.out.println(); 
“Quantum Algorithm for Linear Systems of System.out.println(">> Masukkan panjang Database   (lebih dari 2) atau \n [1] untuk 
Simulasi Banyak   input \n [0] untuk keluar"); 
Equations”, Phys. Rev. Lett, 103, 150502, input=Integer.parseInt(br.readLine()); 
(2009). }catch(Exception e){ 
e.printStackTrace(); 
[4] Pittenger A O., “An Introduction to Quantum } 
Computing Algorithms”, Birkhäuser Boston, } 
public double getInput(){ return input; } 
2000. public void construct(double N){ 
[5] Perry R T., “The Temple of Quantum n=0; 
System.out.println(" Siapkan Sistem ..."); 
Computing Version 1.2”, 2010. System.out.println(" Panjang database : "+N); 
int tmpn = (int) Math.floor(Math.log(N)/Math.log(2)); 
[6] Greiner W, Müller B, “Quantum Mechanics if(Math.log(N)/Math.log(2)%tmpn==0) n=tmpn; else n=tmpn+1; 
Symetries”, Springer, 1989. System.out.println(" Jumlah qubit : "+n); 
System.out.println(" Dimensi ruang Hilbert : "+Math.pow(2, n) 
[7] Grover L K, “A fast quantum mechanical   +" x "+Math.pow(2, n)); 
algorithm for database search”, Proc. 28th System.out.println(); int ratas = (int) Math.pow(2, n)‐1; 
System.out.println(" Masukkan item yang dicari dalam range {0 ; "+ratas+"}"); 
Annual ACM Symposium on the Theory of try{ 
Computing (STOC), May (1996) 212- 219. item=Integer.parseInt(br.readLine()); 
}catch(Exception e){ 
[8] Suhadi, “Adiabatic Quantum Computing e.printStackTrace(); 

tesis”, Institut Teknologi Bandung, 2013. target = new Matrix((int)Math.pow(2, n),1); target.set(item, 0, 1); 
[9] Lavor C., Manssur L.R.U., Portugal R., System.out.println(" Target : "); 
target.transpose().print(4, 3); 
“Grover’s Algorithm: Quantum Database ketPsi = new Matrix((int)Math.pow(2, n),1); 
Search”, arXiv:quant-ph/0301079v1, 2003. for(int i=0;i<ketPsi.getRowDimension();i++){ 
ketPsi.set(i, 0, 1/Math.sqrt(Math.pow(2, n))); 

try{ 
prec=Integer.parseInt(br.readLine()); 
}catch(Exception e){ 
e.printStackTrace(); 
Suhadi* } 
Laboratorium Fisika Teoritik dan Energi Tinggi } 
public int getPrec(){ return prec; } 
Institut Teknologi Bandung public void autoConstruct(double N, int item, int prec){ 
Suhadi_03@yahoo.co.id this.item=item; n=0; 

ISBN 978-602-19655-4-2 365


Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

int tmpn = (int) Math.floor(Math.log(N)/Math.log(2));  for(int prec=1;prec<=3;prec++){ 
if(Math.log(N)/Math.log(2)%tmpn==0) n=tmpn; else n=tmpn+1;  double p=0; 
target = new Matrix((int)Math.pow(2, n),1);  if(prec==1){ p=0.650; }else if(prec==2){ p=0.850; } 
target.set(this.item, 0, 1);  else if(prec==3){ p=1.000; } 
ketPsi = new Matrix((int)Math.pow(2, n),1);  System.out.println(); 
for(int i=0;i<ketPsi.getRowDimension();i++){  System.out.println(" ==> Untuk pembulatan >"+p+"\n"); 
ketPsi.set(i, 0, 1/Math.sqrt(Math.pow(2, n)));  int j=4; 
}  while(j<multiN){ 
I = Matrix.identity((int)Math.pow(2, n), (int)Math.pow(2, n));  System.out.println(" Sedang mencari untuk N : "+j+"==> item " +(j‐1)+" ... "); 
this.prec=prec;  g.autoConstruct(j, j‐1, prec); 
}  int i=0; int it=0; 
public int getNQBit(){ return n; }  int k = (int)(Math.round((Math.PI/4)*Math.sqrt(Math.pow(2, g.getNQBit())))); 
public int getItem(){ return item; }  while(i<k){ 
public Matrix getKetPsi(){ return ketPsi; }  it=i+1; 
public Matrix getTarget(){ return target; }  g.operasi(g.getKetPsi(), g.Oracle(), g.Difusi()); 
public int getFlag(){ return sama; }  g.cekPsi(g.getTarget(), g.getItem(), g.getKetPsi(),g.getPrec()); 
public Matrix Oracle(){ I.set(item, item, ‐1); return oracle = I; }  if(g.getFlag()==g.getKetPsi().getRowDimension()){break;} 
public Matrix Difusi(){  i++; 
Matrix tmp = new Matrix((int)Math.pow(2, n), (int)Math.pow(2, n));  } 
for(int i=0; i<tmp.getRowDimension(); i++){  if(prec==1){ 
for(int j=0;j<tmp.getColumnDimension();j++){  g.addList(j, k); g.getListIterasi055().add(it); 
if(i==j){ tmp.set(i, j, (2/Math.pow(2, n))‐1);  }else if(prec==2){ 
}else{ tmp.set(i, j, 2/Math.pow(2, n)); }  g.getListIterasi075().add(it); 
}  }else if(prec==3){ 
}  g.getListIterasi095().add(it); 
return difusi=tmp;  } 
}  j=2*j; 
public void operasi(Matrix psi, Matrix oracle, Matrix difusi){  } 
psi = oracle.times(psi);  } 
psi = difusi.times(psi);  System.out.println(); 
ketPsi=psi;  g.cetakList(g.getListData(), g.getEstimasi(), g.getListIterasi055(), 
}  g.getListIterasi075(), g.getListIterasi095()); 
public void cekPsi(Matrix target, int item, Matrix psi, int prec){  System.out.println(" *********************************************"); 
double precc = 0;  g.setInput(); 
if(prec==1){ precc=0.650; }else if(prec==2){ precc=0.850; }  }else if(g.getInput()==2){ 
else if(prec==3){ precc=1.000; }  System.out.println(" Panjang database tidak sesuai"); 
sama = 0;  g.setInput(); 
BigDecimal bd = new BigDecimal(psi.get(item, 0));  }else if(g.getInput()>2){ 
bd = bd.setScale(3,BigDecimal.ROUND_UP);  g.construct(g.getInput()); System.out.println(" Psi : "); 
for(int i=0;i<target.getRowDimension();i++){  g.getKetPsi().transpose().print(4, 3); 
if((Math.round(target.get(i, 0))==Math.round(psi.get(i, 0))) && (bd.doubleValue()  int i=0; int it=0; 
>= precc)){ sama++; }  int k = (int)(Math.round((Math.PI/4)*Math.sqrt(Math.pow(2, g.getNQBit())))); 
}  System.out.println(" Estimasi Iterasi : "+k); 
}  if(Math.pow(2, g.getNQBit())<=16){ 
public void ukur(Matrix psi){  System.out.println(" Oracle : "); 
for(int i=0;i<psi.getRowDimension();i++){  g.Oracle().print(5, 3); 
psi.set(i, 0, Math.round(psi.get(i, 0)*psi.get(i, 0)));  System.out.println(" Difusi : "); 
}  g.Difusi().print(5, 3); 
psiUkur=psi;  }else{ 
}  System.out.println(" Oracle dan Difusi tidak ditampilkan ... "); 
public Matrix getPsiUkur(){ return psiUkur; }  } 
public void addList(double nQubit, double estimasi){  while(i<k){ 
  listData.add(nQubit);listEstimasi.add(estimasi); }  System.out.println(" ============================================"); 
public ArrayList getListData(){ return listData; }  it=i+1; 
public ArrayList getEstimasi(){ return listEstimasi; }  System.out.println(" +++ > Iterasi ke : "+it); 
public ArrayList getListIterasi055(){ return listIterasi055; }  g.operasi(g.getKetPsi(), g.Oracle(), g.Difusi()); 
public ArrayList getListIterasi075(){ return listIterasi075; }  g.cekPsi(g.getTarget(), g.getItem(), g.getKetPsi(), g.getPrec()); 
public ArrayList getListIterasi095(){ return listIterasi095; }  System.out.println(" Psi : "); 
public void cetakList(ArrayList listData, ArrayList estimasi, ArrayList listIterasi055,  g.getKetPsi().transpose().print(4, 3); 
  ArrayList listIterasi075, ArrayList listIterasi095){  if(g.getFlag()==g.getKetPsi().getRowDimension()){ break; } i++; } 
System.out.println("\tN \t\t\tk* \t\tP* >0.650 \tP* >0.850 \tP* =1.000");  System.out.println(" =============================================="); 
System.out.println(" ============================================");  System.out.println("**********************************************"); 
for(int i=0;i<listData.size();i++){  System.out.println(" Psi akhir pada iterasi ke : "+it); 
System.out.println("\t"+listData.get(i)+"\t\t\t"+estimasi.get(i)+"\t\t"+listIterasi055. g.ukur(g.getKetPsi()); 
  get(i)+"\t\t"+listIterasi075.get(i)+" \t\t"+listIterasi095.get(i));  g.getPsiUkur().transpose().print(4, 3); 
}  System.out.println("**********************************************"); 
System.out.println(" =================================================);  g.setInput(); 
System.out.println(" Keterangan : *\n k : Estimasi Iterasi\n P : Pembulatan Amplitudo  } 
  state vektor");  }else{ 
}  g.setInput(); 
}  } 
  } 
package groveralgorithm;  } 
import java.io*;  } 
import java.util.logging.*; 
public class Main { 
public static void main(String[] args) { 
GAbDi g = new GAbDi(); 
g.setInput(); 
while (g.getInput()>0){ 
if(g.getInput()==1){ 
g.getListData().clear(); 
g.getEstimasi().clear(); 
g.getListIterasi055().clear(); 
g.getListIterasi075().clear(); 
g.getListIterasi095().clear(); 
System.out.println(" Masukkan banyak panjang database ( > 4 )"); 
InputStreamReader isr = new InputStreamReader(System.in); 
BufferedReader br = new BufferedReader(isr); 
int multiN=0; //int prec=0; 
try { 
multiN = Integer.parseInt(br.readLine()); 
} catch (IOException ex) { 
printStackTrace(); 

ISBN 978-602-19655-4-2 366


Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Ekstraksi, Isolasi, Pemurnian, dan Karakterisasi Antosianin dari Ubi


Jalar Ungu (Ipomoea batatas L.)
Suryo Jadmiko* dan Ciptati

Abstrak
Antosianin merupakan metabolit sekunder dari golongan flavonoid, yang memiliki aktivitas sebagai
antioksidan, antimutagenik, antihipertensi, dan dapat digunakan sebagai pewarna makanan. Penelitian ini
bertujuan untuk melakukan ekstraksi, isolasi, pemurnian, karakterisasi dan uji aktivitas antosianin dari ubi
jalar ungu (Ipomoea batatas L.). Ekstraksi sampel menggunakan pelarut etanol-HCl 0,01%, menghasilkan
padatan ekstrak kasar sebesar 2,74 g/100 g sampel basah. Isolasi antosianin menggunakan kromatografi
kolom flash termodifikasi dengan fasa diam poliamida CC-6 dan fasa gerak air dan etanol. Antosianin yang
didapatkan sebesar 0,132 g/100 g sampel basah. Kromatogram HPLC dengan pelarut air-asam format 5%
dan asetonitril-asam format 5% menunjukkan sampel mengandung berbagai jenis antosianin. Spektrum UV-
Vis dalam metanol-HCl 0,01%, menunjukkan serapan pada panjang gelombang 206, 329, dan 527 nm.
Spektrum transmisi FT-IR menunjukkan gugus-gugus utama yang terdapat dalam struktur antosianin.
Spektrum 1H NMR menunjukkan aglikon antosianin ialah petunidin. Spektrum LCMS menunjukkan aglikon
ialah petunidin dan sianidin.
Kata kunci : Antosianin, ubi jalar ungu (Ipomoea batatas L.), kromatografi kolom flash, poliamida CC-6.

Pendahuluan Teori
Antosianin adalah metabolit sekunder dalam Antosianin memiliki stabilitas yang rendah.
kelompok flavonoid. Antosianin merupakan Stabilitas antosianin sangat dipengaruhi oleh
pigmen tumbuhan yang dapat larut dalam air konsentrasi antosianin, pH, suhu, keberadaan
maupun pelarut polar lain dan menyebabkan enzim, oksigen dan cahaya, serta keberadaan
warna biru, ungu dan merah pada jaringan senyawa lain seperti asam askorbat, pigmen,
tumbuhan. Biasanya ditemukan sebagai glikosida protein, logam dan gula. Untuk mencegah
atau asilglikosida, keduanya merupakan terjadinya degradasi, perlu penambahan asam
representasi dari aglikon antosianidin. Jenis pada pelarut yang digunakan (Rodrigues-Saona
antosianin yang paling sering dijumpai di alam dan Wrolstad, 2001).
ialah cyanidin (Cy), delphinidin (Dp), petunidin (Pt),
Ekstraksi sampel dilakukan secara maserasi
peonidin (Pn), pelargonidin (Pg), dan malvidin (Mv).
dengan merendam sampel dalam pelarut etanol-
Antosianin menarik perhatian para peneliti karena
HCl 0,01% selama 14 jam pada suhu ruang.
aktivitasnya sebagai antioksidan, antimutagenik,
Pemisahan antosianin dari ekstrak sampel
melindungi fungsi hati dan antihipertensi.
dilakukan dengan kromatografi kolom flash
Pemurnian antosianin dari ekstrak tumbuhan termodifikasi dengan poliamida CC-6 sebagai fasa
dapat dilakukan dengan berbagai macam resin, diam dan sebagai fasa gerak ialah air dan etanol.
misalnya resin penukar ion, poliamida, dan gel Untuk mengetahui jumlah senyawa antosianin
(Rodrigues-Saona dan Wrolstad, 2001). dalam sampel, dilakukan High Performance Liquid
Antosianin tipe cyanidin, peonidin dan pelargonidin Chromatography (HPLC). HPLC menggunakan
ditemukan dalam jumlah yang berbeda pada ubi fasa diam C18 dan fasa gerak gradien pelarut air :
jalar ungu varietas Stokes Purple, NC 415 dan asam format (95:5) dan asetonitril : asam format
Okinawa (Truong, dkk, 2010). Uji aktivitas (95:5). Selanjutnya antosianin dihidrolisis dengan
antioksidan dengan metode DPPH diketahui HCl 2 N dalam penangas air selama 100 menit
bahwa nilai IC50 antosianin yang diisolasi dari ubi untuk menghasilkan aglikon (antosianidin). Untuk
jalar ungu (Ipomoea batatas L.) varietas mengetahui sifat optik antosianin hasil pemisahan
ayamurasaki ialah 24 μg/mL ( Kano, dkk, 2005). dilakukan pengukuran spektrum UV-Vis dan untuk
Dalam Penelitian ini peneliti melakukan ekstraksi, mengetahui struktur antosianidin dilakukan
isolasi, pemurnian dan karakterisasi serta menguji pengukuran spektrum inframerah,
aktivitas antioksidan antosianin dari ubi jalar ungu spektrofotometer massa dan resonansi magnetik
(Ipomoea batatas L.). Sampel yang diteliti ialah ubi inti. Bioaktivitas antosianin hasil pemisahan diukur
jalar ungu yang dibudidayakan oleh masyarakat di dengan uji antioksidan menggunakan metode 1,1-
sekitar Gunung Kawi, Jawa Timur. difenil-2-pikrilhidrazil.

ISBN 978-602-19655-4-2 367


Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Hasil dan diskusi terelusi terlebih dahulu berwarna kecoklatan


hingga coklet kemerahan. Fraksi etanol tampak
Sampel ubi jalar ungu (Ipomoea batatas L.)
sebagai pita ungu yang terelusi pada kolom
yang diteliti memiliki kadar air sebesar 59 – 65%.
kromatografi. (Gambar 2.a). Tiap fraksi
Sampel dibersihkan dan diserut hingga berukuran
dikumpulkan dalam wadah berbeda berdasarkan
± 3 x 3 x 30 mm . Kemudian dimaserasi selama ±
nilai Rf. KLT dalam sistem pelarut n-butanol : asam
14 jam dalam pelarut etanol-HCl 0,01%.
asetat : air (4:2:1), dihasilkan nilai Rf fraksi air,
Dibutuhkan 1,8 L pelarut untuk tiap kilogram
fraksi campuran, fraksi etanol berturut-turut adalah
sampel dan dihasilkan 1,5–1,6 L ekstrak kasar
0,58 ; 0,5 dan 0,58 ; 0,5 dan 0,57. Jika
untuk tiap kilogram sampel. Ekstrak kasar yang
dibandingkan dengan nilai Rf ekstrak, maka hasil
dihasilkan berwarna ungu kemerahan. Ekstrak
tesebut menunjukkan adanya pemisahan yang
kasar didiamkan dalam lemari pendingin pada
cukup baik.
suhu ± 5 oC agar pati dapat mengendap, kemudian
didekantasi. Ekstrak dipisahkan dari pati dengan
cara dekantasi.
Sebagian ekstrak yang telah bebas dari pati
dilakukan kering beku (freeze dry), menghasilkan
rendemen sebesar 2,74 g/100 g sampel basah.
HPLC yang dilakukan terhadap ekstrak
menunjukkan 10 puncak dengan 3 puncak utama
pada waktu retensi 31,79 ; 43,64 ; dan 45,54 menit
berturur-turut sebesar 28,84% ; 13,65%; dan (a) (b)
30,48%.
Untuk menghilangkan kandungan flavon Gambar 2. (a). Pita ungu antosianin yang terelusi
lainnya dalam ekstrak, dilakukan ekstraksi pelarut dalam kolom kromatografi, (b). Fraksi-fraksi yang
dengan etil asetat. Fraksi etil asetat berwarna dihasilkan oleh kromatografi kolom flash.
kekuningan. Spektrum UV-Vis fraksi etil asetat dan Spektrum UV-Vis fraksi air, fraksi campuran
fraksi air (ekstrak) ditunjukkan oleh Gambar 1. dan fraksi etanol ditunjukkan oleh Gambar 3. Dari
Dari kedua spektrum tersebut dapat diprediksikan spektrum tersebut dapat dilihat bahwa fraksi air
bahwa senyawa yang larut dalam kedua fraksi tidak mengandung antosianin, yang ditunjukkan
merupakan senyawa yang berbeda. Adanya tidak adanya puncak pada panjang gelombang
puncak serapan pada 526 nm dari ekstrak sekitar 520 nm. Sedangkan fraksi campuran
menunjukkan bahwa ekstrak mengandung menyerap pada 524 nm dan fraksi etanol
antosianin. menyerap pada 527 nm.

Gambar 1. Spektrum serapan UV-Vis ekstrak dan Gambar 3. Spektrum UV-Vis fraksi hasil
fraksi etil asetat. pemisahan dengan kromatografi kolom flash.
Pemisahan antosianin yang terkandung Fraksi etanol yang diindikasikan sebagai
dalam ekstrak dilakukan dengan kromatografi antosianin selanjutnya diuapkan dengan rotary
kolom fasa terbalik karena antosianin merupakan evaporator hingga didapatkan pasta. Fraksi etanol
senyawa polar. Untuk memisahkan gula bebas tidak dapat kering dengan baik karena antosianin
dan senyawa polar lainnya, digunakan air sebagai mengandung gugus gula. Rendemen fraksi etanol
eluen. Sedangkan etanol digunakan untuk yang dihasilkan dari kromatografi kolom flash
mengelusi antosianin. Proses elusi dalam kolom sebesar 0,132 g/100 g sampel basah.
dilakukan dengan memasukkan eluen sedemikian
rupa secara berurutan : air kemudian etanol. HPLC yang dilakukan pada fraksi etanol
Proses ini menghasilkan tiga fraksi yaitu fraksi air, menunjukkan 13 puncak dengan 3 puncak utama
fraksi campuran, dan fraksi etanol. Fraksi air yang pada waktu retensi 31,54 ; 43,31 ; dan 45,20 menit

ISBN 978-602-19655-4-2 368


Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

dengan persentase masing-masing sebesar


23,58%, 17,06% dan 33,66%. Hasil ini sama
dengan puncak-puncak yang dihasilkan pada
HPLC ekstrak. Perbedaan terlihat pada puncak
dengan waktu retensi 32,56 dan 49,87 menit yang
terdapat pada kromatogram HPLC fraksi etanol.
Puncak tersebut sebenarnya terlihat pada
kromatogram HPLC ekstrak namun tidak terbaca
oleh alat instrumen. Hasil ini menunjukkan bahwa
pemisahan antosianin dengan kromatografi kolom
flash dengan fasa diam poliamida CC-6 tidak
menyebabkan perubahan komposisi senyawa
antosianin yang terkadung dalam sampel. Gambar 5. Spektrum UV-Vis fraksi etanol dan
aglikonnya.
Dari spektrum transmisi inframerah fraksi
etanol (antosianin) hasil kolom kromatografi dan
aglikon (antosianidin) tampak bahwa terdapat
vibrasi gugus-gugus pada bilangan gelombang
3426,84 cm-1; 1950,3 cm-1, 1619,88 cm-1; dan
1278,33 cm-1 (Gambar 6). Gugus –OH bervibrasi
pada bilangan gelombang ± 3500 cm-1. Adanya
gugus –OH pada struktur antosianin maupun
aglikonnya menyebabkan adanya transmisi energi
pada bilangan gelombang 3426,84 cm-1. Namun
vibrasi gugus –OH ini tidak dapat dijadikan
petunjuk bahwa senyawa yang diukur merupakan
antosianin, sebab adanya uap air yang terserap
oleh sampel juga menunjukkan vibrasi pada
bilangan gelombang sekitar 3500 cm-1. Vibrasi dari
ikatan karbonil (C=O+) pada cincin aromatik pada
Gambar 4. Kromatogram HPLC ekstrak (atas), dan
struktur antosianin dan aglikonnya teridentifikasi
fraksi etanol hasil pemisahan dengan kromatografi
pada bilangan gelombang 1619,88 cm-1,
kolom flash (bawah).
sedangkan gugus CH teridentifikasi pada 1950,3
Fraksi etanol (antosianin) selanjutnya cm-1. Pita serapan CO teridentifiksi pada bilangan
dihidrolisis sehingga dihasilkan aglikon gelombang 1278,33 cm-1. Perbedaan yang tampak
(antosianidin). Spektrum UV-Vis fraksi etanol dan dari kedua spektrum IR tersebut ialah adanya
aglikon ditunjukkan oleh Gambar 5. Dari spektrum puncak ganda pada bilangan gelombang 1950 cm-
1
serapan UV-Vis fraksi etanol (antosianin) dan hasil yang dimiliki oleh aglikon.
hidrolisis fraksi etanol (aglikon) tampak bahwa
perbedaan utama ialah serapan pada daerah sinar
tampak. Antosianin menyerap pada panjang
gelombang 527 nm, sedangkan aglikon menyerap
energi pada 530,5 nm (inzet) dengan absorbansi
yang sangat lemah. Adanya gugus gula yang
terikat pada cincin C menyebabkan elektron lebih
mudah mengalami eksitasi. Gugus gula dapat
bertindak sebagai pendorong elektron ke arah
cincin C, sehingga cincin C lebih kaya elektron dan
jarak ikatan menjadi lebih pendek. Hal ini
menyebabkan elektron pada ikatan rangkap yang
terkonjugasi menjadi lebih mudah mengalami
eksitasi. Gambar 6. Spektrum FTIR fraksi etanol
(antosianin) dan aglikon (antosianidin).
Pengukuran 1H NMR aglikon menghasilkan
geseran kimia (δ) H pada 6,0 – 8,5 ppm yang
menunjukkan bahwa adanya proton yang terikat
pada cincin aromatik. Struktur antosianidin ditandai
dengan adanya puncak H singlet yang terikat pada
C-4 (8,24 ppm). Nilai δ H-6 ialah 6,85 ppm (dd)
dan H-8 adalah 7,14 ppm (d). Sedangkan nilai δ H-

ISBN 978-602-19655-4-2 369


Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

2’ adalah 7,52 ppm (d) ; H-3’ 6,26 ppm (dd) ; H-5’ (Ipomoea batatas L.)”, African Journal of
7,02 ppm (m) ; dan H-6’ 8,46 ppm. Selain itu Biotechnology 11(27), 7046 – 7054 (2012)
terdapat puncak metoksi pada δ 3,70 ppm (s). [3] Jusuf, M., Rahayuningsih, A., Ginting, E., “Ubi
Adanya proton metoksi pada struktur aglikon, Jalar Ungu”, Warta Penelitian dan
diperkirakan bahwa jenis antosianidin (aglikon) Pengembangan Pertanian, Balitkabi, Vol 30,
ialah petunidin, namun hal ini perlu dikonfirmasi No 4 (2008).
lebih lanjut dengan spektroskopi massa. [4] Kano, M., Takayanagi, T., Harada, K., Makino,
Sedangkan pengukuran dengan spektroskopi K., Ishikawa, F., “Antioxidative Activity of
massa (MS) terhadap aglikon menunjukkan Anthocyanins from Purple Sweet Potato,
adanya sianidin (m/z = 217,5) dan petunidin (m/z = Ipomoera batatas Cultivar Ayamurasaki”,
317,25). Bioscience, Biotechnology and Biochemistry,
69 (5), 979 – 988 (2005).
Pengukuran aktivitas antioksidan terhadap
[5] Mateus, N., de Freitas, V., “Anthocyanins as
ekstrak kasar dan fraksi etanol (antosianin) dengan
Food Colorants”, Anthocyanins, Biosynthesis,
metode DPPH menghasilkan nilai IC50 untuk
Function and Applications, Gould, K., Davies,
ekstrak kasar sebesar 34,43 ppm dan IC50 fraksi
K., dan Winefield, C. (editor), Springer
etanol sebesar 5,62 ppm. Nilai tersebut
Science + Business Media, LLC. (2009),
dibandingkan dengan nilai IC50 asam askorbat
p.284-304
yaitu sebesar 9,84 ppm. Menurut kriteria Blois,
[6] Molyneux, P.,”The Use of The Stable Free
maka ekstrak kasar maupun fraksi etanol
Radical Diphenylpicrylhydrazyl (DPPH) for
merupakan jenis antioksidan yang sangat kuat.
Estiming Antioxidant Activity”, Songklanakarin
Aktivitas antioksidan fraksi etanol lebih kuat
Journal of Science and Technology, 26. 211 –
daripada ekstrak kasar karena ekstrak kasar masih
219 (2004).
mengandung gula bebas
[7] Rodrigues-Saona, L.E., dan Wrolstad, R.E.
“Extraction, Isolation and Purification of
Kesimpulan Anthocyanin, Current Protocols in Food
Antosianin telah berhasil dipisahkan dengan Analytical Chemistry”, John Wiley & Sons Inc,
kromatografi kolom flash berfasa diam poliamida F1.1.1–F1.1.11, (2001).
CC-6 dan fasa gerak air dan etanol. Ekstrak kasar [8] Truong, V., Deighton, N., Thompson, R.T.,
dan fraksi etanol yang telah dipisahkan merupakan McFeeters, R.F., Dean, L.O., Pecota, K.V.,
antioksidan yang sangat kuat. dan Yencho, G.C., “Characterization of
Anthocyanins and Anthocyanidins in Purple-
Ucapan Terima Kasih Fleshed Sweetpotatoes by HPLC-DAD/ESI-
MS/MS, Journal of Agricultural and Food
Penulis mengucapkan terimakasih pada Chemistry”, 58, 404-410. (2010).
Pemerintah Daerah Sulawesi Tengah atas
beasiswa dalam studi dan dukungan finansial pada
penelitian ini. Penulis juga mengucapkan
terimakasih kepada pembimbing yang telah
memberikan masukan dalam diskusi yang telah Suryo Jadmiko*
dilakukan. Magister Pengajaran Kimia
Fakultas Matematika dan Ilmu Pegetahuan Alam
Referensi Institut Teknologi Bandung
suryojadmiko@yahoo.com
[1] Davies, K., “Modifying Anthocyanins
Production in Flowers”, Anthocyanins,
Ciptati
Biosynthesis, Function and Applications, Kelompok Keahlian Kimia Organik
Gould, K., Davies, K., dan Winefield, C. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
(editor), Springer Science + Business Media, Institut Teknologi Bandung
LLC. (2009), p. 50 – 83 ciptati@chem.itb.ac.id
[2] Jiao, Y., Jiang, Y., Zhai, W., Yang, Z.,
“Studies on antioxidant capacity of *Corresponding author
anthocyanin extract from purple sweet potato

ISBN 978-602-19655-4-2 370


Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Studi awal sintesis partikel CaO dengan menggunakan EG route yang


dibantu dengan pemanasan Microwave
Verry Anggara Musriana, Pipit Uky Vivitasari, dan Ferry Iskandar.

Abstrak
CaO telah lama digunakan sebagai desulfurizing agent yang banyak diaplikasikan sebagai filter untuk
mengurangi polusi gas SOx pada flue-gas yang dihasilkan industri. Performa partikel CaO sebagai
desulfurizing agent salah satunya ditentukan oleh luas area permukaan pada partikel tersebut. Pada
penelitian ini telah berhasil disintesis partikel CaO dengan menggunakan bahan dasar (prekursor) Ca(NO3)2
dan NaOH, melalui EG route yang dibantu dengan pemanasan microwave untuk membantu reaksi sintesis.
Hasil akhir eksperimen berupa serbuk putih CaO yang kemudian dikarakterisasi dengan metode FTIR, XRD
dan BET. Hasil karakterisasi FTIR menunjukan adanya ikatan Ca-O, Ca(OH)2, dan CaCO3. karakterisasi
XRD menunjukan puncak spectrum perpaduan antara Ca(OH)2 dan CaO.
Kata-kata kunci: Desulfurizing-agent, CaO, Microwave-assisted method,
metode thermal decomposition [2]. Dan yang lain
Pendahuluan
adalah dengan metode sol-gel. Metode thermal
Pembangkit listrik tenaga batu bara decomposition merupakan metode yang paling
menjanjikan potensi yang sangat besar untuk sering digunakan untuk produksi serbuk CaO
Indonesia. Ini dikarenakan harga batubara yang dalam jumlah banyak, dikarenakan prosesnya
relatif lebih murah, dan jumlahnya yang melimpah yang mudah, dan murah. Hanya saja metode ini
di Indonesia. Saat ini terdapat 5 pembangkit listrik menghasilkan partikel CaO yang besar (>100 nm)
tenaga batu bara milik pemerintah, dan 15 yang akan menyebabkan luas surface area dari
pembangkit milik swasta. 35 unit lagi akan partikel yang diperoleh tidak terlalu besar.
dibangun sampai tahun 2019 dengan kapasitas Sedangkan metode sol-gel mampu menghasilkan
total 10,000 MW, 10 unit di Jawa, 25 unit di CaO dengan uluran partikel yang sangat kecil (~14
Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua [1]. nm), hanya saja metode ini kurang praktis untuk
Namun pembakaran batu bara menyisakan digunakan untuk produksi massal serbuk CaO
beberapa kelemahan, antara lain adalah dikarenakan prosesnya yang rumit, memakan
pelepasan gas SOx. SOx merupakan gas yang waktu lama dan biaya pembuatan yang mahal.
terbentuk dari bahan bakar yang mnegandung
Sementara itu, metode sintesis material
sulfur seperti batu bara dan minyak bumi. Gas SOx
melalui metode EG-Route telah banyak digunakan
ini mudah teroksidasi untuk membentuk sulfate
untuk pembentukan partikel berukuran nano
dan bereaksi dengan uap air di udara membentuk
karena terbukti dapat membantu reaksi partikel
sulfuric acid, yang kemudian akan menjadi hujan
dalam ukuran yang lebih kecil dengan mencegah
asam yang dapat gas SOx juga dapat
penggumpalan partikel prekursor. Selain itu
menyebabkan gangguan pernapasan akut, dan
metode pemanasan Microwave juga sedang
dapat meracuni tanaman, hewan, dan manusia.
populer belakangan ini sebab metode ini dapat
Kandungan SOx dari pembakaran batubara
digunakan untuk mengakselerasi reaksi kimia dan
dihilangkan dengan cara desulfurization. Metode
dikenal sebagai yang cepat, mudah, energy-
ini menggunakan desulfurizing agent, yaitu suatu
efficient, dan waktu singkat [3][4]. Transfer energy
adsorbent yang dapat memiliki surface area yang
dari microwave ke material terjadi melalui
tinggi dan dapat menyerap zat-zat tertentu ke
resonansi dan relaksasi partikel yang
permukaannya melalui gaya-gaya intermolekuler.
menyebabkan pemanasan dalam waktu cepat, dan
Proses desulfurization ini menggunakan material
lebih merata pada seluruh bagian material. [5] [6]
adsorbent sebagai desulfurizing agent. Adsorbent
yang baik memiliki beberapa kriteria, antara lain ; Pada penelitian ini kami akan meneliti
selektif, kapasitas penyerapan yang tinggi, surface mengenai pembuatan CaO untuk menghasilkan
area yang tinggi, tidak beracun, dan biaya produksi partikel dengan surface area yang lebih tinggi
murah. dengan menggabungkan metode EG-route, dan
Microwave heating, yang kemudian akan
CaO merupakan material adsorbent yang
diaplikasikan sebagai desulfurizing agent.
telah cukup lama digunakan sebagai desulfurizing-
agent untuk bahan-bahan kimia berbahaya.
Secara umum ada 2 metode yang digunakan
untuk mensintesis CaO. Yang pertama adalah

ISBN 978-602-19655-4-2 371


Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Eksperimen larutan dipanaskan dengan microwave. Diperoleh


larutan yang berwarna putih, warna putih ini
Prekursor yang digunakan pada eksperimen disebabkan adanya telah terbentuknya partikel
ini adalah Ca(NO3)2 . 4H2O, dan NaOH yang Ca(OH)2 didalam larutan. Hal ini menandakan
diperoleh dari Bratachem. Selain itu digunakan bahwa pemanasan microwave berhasil memicu
juga Ethylene Glycol (Merck) sebagai surfactant terjadinya reaksi. Setelah melalui treatment
untuk reaksi, serta aquades dan ethanol 95% berikutnya (filtrasi, pencuciam, pengeringan, dan
untuk mencuci material. kalsinasi). Hasil akhir berupa serbuk putih
kemudian dikarakterisasi dengan metode FTIR,
BET, dan XRD.
Hasil analisis FTIR digunakan untuk melihat
jenis-jenis ikatan yang terdapat pada material CaO
yang dibentuk. Berikut adalah hasil gambar yang
diperoleh beserta jenis ikatan yang diperoleh

Gambar 1. Prosedur Eksperimen untuk sintesis


CaO
Prosedur eksperimen yang digunakan
dijelaskan dalam skema pada Gambar 1.
Prekursor dipersiapkan dengan melarutkan 5.902
gr Ca(NO3)2.4H2O dalam larutan EG untuk
membentuk larutan 50 ml dan terus diaduk dengan
menggunakan magnetic stirrer, kemudian 1.404 gr
NaOH dilarutkan dalam aquades untuk
membentuk larutan 50 ml. kemudian larutan NaOH
ditritrasi menggunakan pipet tetes kedalam larutan
Ca(NO3)2 yang terus diaduk secara perlahan.
Pencampuran ini akan menghasilkan larutan yang
kental dan bening kekuningan. Larutan ini Gambar 2. Grafik data absorbsi dari hasil
kemudian dimasukan kedalam oven Microwave karakterisasi FT-IR.
(MW) dgn frekuensi 2.45 GHz selama 3 menit
Dari data FTIR yang diperoleh tersebut
dengan daya 180 MW. Pemanas MW ini akan
secara garis besar diperoleh puncak-puncak yang
membuat larutan yang tadinya bening menjadi
dirangkum dalam tabel berikut :
berwarna putih. Setelah itu larutan disaring
menggunakan corong dan kertas saring kemudian Tabel 1. Afiliasi peak-position pada hasil FT-IR
dicuci menggunakan aquades dan ethanol. dengan jenis ikatan dan fasa sesuai dengan
Kemudian hasil presipitasi dikeringkan dalam oven referensi [7][8][9][10]
bersuhu 120oC dalam waktu 2 jam, kemudian di
kalsinasi dengan suhu 900oC dalam furnace Peak Position
Ikatan Fasa
selama 4 jam. Setelah dikalsinasi makan akan (cm-1)
diperoleh hasil akhir berupa serbuk putih halus. 3643 OH Ca(OH)2
1476 (CO3)-2 CaCO3
Serbuk CaO yang diperoleh kemudian 870 (CO3)-2 CaCO3
dikarakterisasi dan dianalisa dengan
menggunakan 3 metode. Struktur kristal dianalisis 553 Ca-O CaO
dengan menggunakan X-ray diffractograms (XRD), Dari data tersebut terlihat bahwa ikatan CaO
surface area dihitung dengan menggunakan cukup dominan. Namun dari data yang diperoleh
Brunauer-Emmett-Teller (BET). Dan Fourrier terlihat beberapa puncak yang menggambarkan
Transform Infra-Red (FT-IR). ikatan Ca(OH)2 dan CaCO3. Ca(OH)2 ini terbentuk
karena CaO yang bereaksi dengan H2O yang ada
Hasil dan Diskusi di udara. Sedangkan CaCO3 terbentuk karena
Pada eksperimen yang telah dilakukan reaksi dengan ethanol yang terjadi saat pencucian.
pencampuran larutan Ca(NO3)2.4H2O yang telah Pada karakterisasi BET. Data yang diambil
dilarutkan dalam EG dan NaOH yang telah pada 11 titik dengan tekanan yang berbeda. Grafik
dilarutkan dalam air menghasilkan larutan yang yang diperoleh terlihat pada gambar diatas. Dari
bening, hal ini menandakan bahwa belum terjadi data terseput kemudian dihitung dengan
reaksi antara Ca(NO3)2.4H2O dan NaOH. Setelah menggunakan single point BET menggunakan

ISBN 978-602-19655-4-2 372


Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

software ASIQWin. Dari hasil perhitungan Ukuran kristal (D) dihitung dengan menggunakan
didapatkan nilai surface area sebesar 45.420 m2/g persamaan Scherrer[11] berikut :
0.9
D . (1)
1/ 2 cos 
Dimana λ adalah panjang gelombang X-ray,
β1/2 adalah lebar angular pada intensitas half-
maximum, dan Ɵ adalah sudut Bragg.
Dengan menganalisis data XRD yang ada,
kita peroleh parameter berikut ;
λ = 0.1540598 nm
β1/2 = 0.00579 rad
Ɵ = 17.0475 o
Dari data tersebut kita peroleh ukuran kristal
sebesar 25.271 nm, ini merupakan ukuran kristal
yang cukup kecil (nano-kristal).
Gambar 3. Grafik data perbandingan volume
nitrogen yang terikat dan relative pressure pada Kesimpulan
karakterisasi BET. Serbuk CaO telah berhasil disintesi dengan
Nilai surface area yang diperoleh ini menggunakan prekursor Ca(NO3)2 dan NaOH
merupakan nilai yang cukup tinggi bila menggunakan perpaduan EG-Route dan
dibandingkan dengan laporan-laporan lain yang Microwave heating. Analisis FTIR, BET dan XRD
pernah didapatkan sebelumnya. menunjukan bahwa sampel yang dibentuk berupa
CaO partikel dengan ukuran kristal 25.271 nm.
Pada hasil analisis XRD, diperoleh grafik Metode ini merupakan metode yang relative simpel
berikut : dan efisien untuk memproduksi partikel CaO
dengan ukuran kecil dan surface area yang relatif
tinggi. Langkah berikutnya yang akan kami
lakukan adalah dalam penelitian ini adalah
melakukan optimasi dengan memvariasikan
berbagai variabel dalam penelitian ini (seperti
molaritas, dan temperatur) untuk mendapatkan
partikel CaO dengan surface area yang lebih tinggi

Ucapan terima kasih


Penelitian ini didanai oleh KITECH (Korea
Insitute of Industrial Technology) pada tahun 2013
sebagai bentuk kerjasama joint-research antara
KITECH dan Institut Teknologi Bandung.

Referensi
[1] ‘Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik
PT PLN (Persero) 2010-2019’. PT PLN
(Persero), 2010.
Gambar 4. Grafik data XRD. [2] I. R. Bellobono, E. Selli and L. Righetto, ’Flow
Hasil analisis XRD menunjukan bahwa dynamical charecterization of sorbents
terdapat puncak CaO dan Ca(OH)2 namun dari immobilized as composites in membranes
hasil XRD tersebut terlihat bahwa yang lebih prepared by photochemical grafting onto
dominan terlihat adalah puncak Ca(OH)2. Hal ini polymers’. Mater.Chem. Phys. 19, 131 (1988).
disebabkan karena pada rentang waktu antara [3] I. R. Bellobono, L. Castellano and A.
sintesis dan karakterisasi XRD, material telah Tozzi. ’Sulphur dioxide control by reactive
menyerap cukup banyak uap air dari udara. photografted membranes immobilizing high
Namun uap air ini dapat dihilangkan dengan surface area calcium oxide’. Mater. Chem.
memanaskan kembali material di oven dengan Phys. 28, 69 (1991).
suhu diatas 100oC.

ISBN 978-602-19655-4-2 373


Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

[4] D. M. P. Mingo, P. Baghurst, David R. ray powder diffraction and IR studies’. J. Eur.
‘Microwaves in Chemical Synthesis’ . New Ceram. Soc. 17, 963 (1997).
Chem. 67-75 (2000). [10] A. R. West, Solid State Chemistry and its
[5] D.M.P. Mingo and P. Whittaker. ’Microwave Applications (Wiley, New York, 1989).
Dielectric Heating Effects in Chemical [11] A. Klug and L. Alexander, ’X-ray Diffraction
Synthesis’. G. Chem. Extreme Non-Classical Procedure’ (Wiley, New York, 1962).
Cond. (1997).
[6] Arup Joy and J. Bhattacharya, ’Microwave-
Assisted Synthesis and Characterization of Verry Anggara Musriana
CaO Nanoparticles’. International Journal of Fisika Material Elektronik
Nanoscience. Vol. 10, No. 3 (2011). 413-418. Institut Teknologi Bandung
[7] R. A. Nyquist and R. O. Rageli, Handbook of verry.anggara@students.itb.ac.id
Infrared and Raman Spectra of Inorganic
Compounds and Organic Salts., Vol. 4 Pipit Uky Vivitasari
(Infrared Spectra of Inorganic Compounds Fisika Material Elektronik
3800_4500 cm_1) (Academic, San Diego, Institut Teknologi Bandung
pipituky @students.itb.ac.id
1997), pp. 207.
[8] G. Penel, G. Leroy, C. Rey, B. Sombert, J. P.
Ferry Iskandar
Huvenne and E. Bres, ’Infrared and Raman
Fisika Material Elektronik
microspectroscopy study of flour-flour hydroxy Institut Teknologi Bandung
and hydroxy-apatite’. J. Mater. Sci. 8, 271 ferry@fi.itb.ac.id
(1997).
[9] Y. Sargin, M. Kizilyalli, C. Telli and H. Guler, ’
A new method for the solid-state synthesis of
tetracalcium phosphate, a dental cement: X-

ISBN 978-602-19655-4-2 374


Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Pemodelan sederhana analisis hilangnya energi listrik


pada proses transmisi listrik Jarak Jauh sebagai pelengkap pemahaman
konsep listrik pada proses pembelajaran
Zainuddin* dan Euis Sustini

Abstrak
Penelitian ini merupakan jaringan listrik dalam skala kecil yang menggunakan komponen bahan kaca mika
dengan ukuran 75 cm x 50 cm, transformator input 110 Volt, 220 Volt dan 240 Volt dengan output 12 Volt,
15 Volt, 18 Volt, 24 Volt dan 30 Volt sebagai pembangkit tegangan (TR-1), Transformator Step-Up (TR- 2)
dengan perbandingan 1 : 2 dan Transformator Step-Down (TR-2) dengan perbandingan 3 : 1, Power Suply
Model GPS 3030D (Accu 12 Volt), kawat nikrom 1 = 0,40 mm dengan resistansi 11,2 Ω/m,  2 = 0,60 mm
dengan resistansi 4,79 Ω/m dan 3 = 0,80 mm dengan resistansi 2,44 Ω/m, panjang kawat nikrom 95 cm,
lampu perces 12 Volt 5 watt. Hasil eksperimen diperoleh besarnya nilai regulasi tegangan (VR) pada kawat
transmisi berdiamter 0,40 mm > 0,60 mm > 0,80 mm yaitu 18,47 % < 4,27 % < 2,38 % untuk tegangan 30
Volt untuk ketiga jenis diameter kawat transmisi listrik tegangan rendah. Besarnya nilai P(rugi daya) adalah
1,13 Watt, 0,30 Watt dan 0,16 Watt dengan efisiensi transmisi 84,35 %, 95,59 % dan 97,95 % untuk ketiga
jenis diameter kawat transmisi listrik tegangan rendah. Besarnya nilai regulasi tegangan (VR) pada kawat
transmisi berdiamter 0,40 mm > 0,60 mm > 0,80 mm yaitu 2,43 % > 1,07 % > 0,40 % untuk tegangan 30 Volt
untuk ketiga jenis diameter kawat transmisi listrik tegangan tinggi. Besarnya nilai P (Rugi daya) adalah 0,12
Watt, 0,05 Watt dan 0,02 Watt dengan efisiensi transmisi 97,26 %, 98,86 % dan 99,54 % untuk ketiga jenis
diameter kawat transmisi listrik tegangan tinggi.
Kata-kata kunci: Transformator, Transmisi Daya, Hukum Joule, Hukum Ohm.

Pendahuluan
Arus listrik didefinisikan banyaknya muatan
yang mengalir dalam sebuah kawat penghantar
tiap satuan waktu. Elektron bebas dan ion dalam
konduktor bergerak karenapengaruh medan listrik Gambar 1. Aliran arus pada suatu konduktor
yang dapat dihubungkan dengan beda potensial. dengan luas penampang.
Dalam bahan isolator, elektron bebas terikat kuat Hukum Ohm adalah kuat arus yang mengalir pada
pada masing-masing atom sehingga bahan suatu penghantar, sebanding dengan beda
isolator tidak dapat menghantarkan arus.Jika potensial antara ujung-ujung penghantar, asalkan
akibat beda potensial dV mengalir muatan dQ suhu penghantar tetap. Berdasarkan hukum ohm,
pada suatu permukaan dA dalam waktu dt, maka rapat arus sebanding dengan medan listrik yang
didefinisikan arus listrik[1]. menimbulkannya, maka[2]:
dQ J  E (4)
I (1)
dt
untuk logam berpenarnpang serba sarna dialiri
Rapat arus (J) adalah kuat arus per satuan luas arus I dihubungkan dengan panjang l dan
penampang.dinamakan kerapatan arus, maka tegangan V, sebagai berikut:
kerapatan arus listrik didefinisikan sebagai:
I
J (2)
A

atau
J nev (3)
Gambar 2. Konduktivitas arus dalam logam.
persamaan untuk besar hambatan listrik
penghantar :
l
R (5)
A

ISBN 978-602-19655-4-2 375


Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

Jika kawat pemanas dimasukan kedalam cairan perbandingan 1:2 dan transformator penurun
yang lebih dingin makaakan terjadi pemindahan tegangan (step-Down) yang mempunyai
panas dari kawat ke cairan. Bila sebatang logam perbandingan 3:1 yang dihubungkan dengan
dialiri arus listrik, maka tumbukan oleh pembawa menggunkan kawat nikrom sebagai kawat
muatan dalam logam mendapat energi sehingga transmisi yang berdiameter masing-masing 0,40
menjadi panas dan atom-atom akan bergerak mm, 0,60 mm dan 0,80 mm. Transformator adalah
semakin kuat. Daya listrik yang diubah menjadi sebuah alat untuk menaikkan atau menurunkan
getaran atom dalam logam, dikenal sebagai energi tegangan listrik bolak-balik AC. Transformator
hilang sebagai kalor. Ini dapat dipahami bahwa merupakan komponen elektronika yang dapat
muatan dQ yang bergerak pada tempat dengan menghubungkan jaringan listrik yang mempunyai
beda potensial V akan menggunakan energi berbagai macam tegangan, sehingga teganga
sebesardW = VdQ, karena arus dan kecepatan listrik dapat didistribusikan secara meluas dan
tetap, maka energi yang hilang persatuan berfungsi untuk mengubah tegangan[6].
waktu[3]:
Transformator step-up adalah transformator
dW  V dQ (6) yang memiliki lilitan sekunder lebih banyak
daripada lilitan primer, sehingga berfungsi sebagai
persamaan daya listrik pada proses transmisi penaik tegangan, sedangkan Transformator step-
adalah: down memiliki lilitan sekunder lebih sedikit
daripada lilitan primer, sehingga berfungsi sebagai
P V . I (7) penurun tegangan[7].

Sehingga diperoleh rugi daya:


2
P  I .R (8)
Gambar 3. (a) Simbol transformator step-up, (b)
Sumber listrik yang mengalirkan energi listrik imbol transformator step-down.
kerumah-rumah berasal dari pusat pembangkit
tenaga listrik. Pada pusat pembangkit tenaga listrik Teori
ini, energi gerak diubah menjadi energi listrikLetak Penelitian ini adalah untuk menghitung nilai
pusat pembangkit listrik sangat jauh dari rumah regulasi tegangan, rugi daya dan persentase rugi
pelanggang, sehingga dibutuhkan kawat yang daya di dalam kawat transmisi, jika daya listrik
sangat panjang sebagai penghantar.Kita sudah ditransmisikan dengan tegangan rendah, arus
mempelajari bahwa makin panjang kawat besar dan tegangan tinggi, arus kecil dan faktor
penghantar, makin besar hambatan listriknya. yang mempengaruhi besarnya rugi daya dalam
Hambatan yang terlalu besar dapat menyebabkan kawat nikrom dimana ada beberapa variabel yang
banyak energi listrik yang berubah menjadi energi terkait diantaranya transformator, kawat nikrom,
panas dalam perjalannya.Demikian pula, jika Accu, lampu perces dan Inverter, sehingga
kawat penghantar itu mempunyai kuat arus yang dibutuhkan beberapa instrument diantaranya :
terlalu besar, energi listrik berubah menjadi energi
panas. Hambatan yang terlalu besar dapat 1.Menentukan daya yang akan ditransmisikan.
menyebabkan banyak energi listrik yang berubah
menjadi energi panas dalam perjalannya.
Demikian pula, jika kawat penghantar itu
mempunyai kuat arus yang terlalu besar, energi
listrik berubah menjadi energi panas. Pada saluran 2.Mentransmisikan daya listrik dengan tegangan
proses transmisi listrik serta pada beban atau rendah dan arus besar.
hambatan dan faktor daya yang digunakan. 3.Menentukan rugi daya jika ditransmisikan
Regulasi tegangan (voltage regulation) atau jatuh dengan tegangan rendah.
tegangan. Selama dalam proses transmisi listrik
besar daya yang ditransmisikan dari pangkal
pengiriman dan besar daya yang diterima pada
ujung pangkal penerimaan akan diperoleh besar
rugi daya yang hilang dan efisiensi selama proses 4.Menentukan regulasi tegangan, rugi daya dan
trnasmisi listrik[5]. efisiensi listrik jika ditransmisikan dengan
Dalam kegiatan penelitian tersebut digunakan tegangan rendah.
tiga transformator yaitu: transformator pembangkit 5.Menentukan rugi daya jika ditransmisikan
tegangan dengan sumber tegangan 12 Volt, 15 dengan tegangan tinggi.
Volt, 18 Volt, 24 Volt dan 30 Volt, transformator
penaik tegangan (step-up) yang mempunyai

ISBN 978-602-19655-4-2 376


Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

menggunakan trafo penaik tegangan (Step Up)


dan trafo penurun tegangan (Step Down) dan
hanya menggunakan sumber tegangan
pembangkit saja, hasil tersebut terlihat seperti
grafik 2. di bawah ini:
Hasil dan Diskusi
Kegiatan 1. Mentransmisikan daya listrik
dengan tegangan rendah dan arus besar.
Kegiatan 2 .Menentukan rugi daya jika
ditransmisikan dengan tegangan rendah.
Berdasarkan kegiatan 1 dan 2, diperoleh hasil
bahwa regulasi tegangan untuk kawat yang
berdiameter 0,40 mm, 0,60 mm dan 0,80 mm,
besarnya nilai tegangan dan diameter kawat yang
digunakan dapat mempengaruhi besarnya nilai
regulasi tegangan yang terjadi, terlihat bahwa Grafik 2. Diagram efisiensi transmisi listrik
semakin besar diameter kawat yang digunakan tegangan dengan variasi diameter kawat transmisi
dan tegangan yang ditransmisikan maka semakin tegangan rendah.
kecil regulasi tegangan yang akan terjadi atau
kawat transmisi berdiamter 0,40 mm > 0,60 mm > Berdasarkan kegiatan 3 dan 4, diperoleh hasil
0,80 mm pada transmisi listrik tegangan rendah. bahwa terlihat hasil regulasi tegangan untuk kawat
Agar hambatan listrik tidak terlalu besar maka yang berdiameter 0,40 mm, 0,60 mm dan 0,80 mm,
kawat nikrom yang digunakan tidak terlalu kecil, besarnya nilai tegangan dan diameter kawat yang
hasil tersebut seperti grafik 1. di bawah ini: digunakan dapat mempengaruhi besarnya nilai
regulasi tegangan yang terjadi, terlihat bahwa
semakin besar diameter kawat dan tegangan yang
ditransmisikan maka semakin kecil nilai regulasi
tegangan yang akan terjadi atau kawat transmisi
berdiamter 0,40 mm > 0,60 mm > 0,80 pada
kawat transmisi listrik tegangan tinggi. Agar
hambatan listrik tidak terlalu besar maka kawat
nikrom yang digunakan tidak terlalu kecil, hasil
tersebut terlihat pada grafik 3. di bawah ini:

Grafik 1. Diagram regulasi tegangan dengan


variasi diameter kawat transmisi tegangan rendah.
Kegiatan 3. Mentransmisikan daya listrik dengan
tegangan rendah dan arus besar.
Kegiatan 4. Menentukan rugi daya jika
ditransmisikan dengan tegangan tinggi dan arus
kecil.
Berdasarkan pengolahan data rugi daya dan
efisiensi selama dalam proses transmisi listrik Grafik 3. Diagram regulasi tegangan dengan
tegangan rendah, terlihat perbedaan efisiensi diameter kawat transmisi tegangan tinggi.
transmisi listrik antara ketiga jenis diameter kawat Berdasarkan pengolahan data rugi daya dan
transmisi yang digunakan dengan variasi tegangan efisiensi selama dalam proses transmisi listrik
12 Volt, 15 Volt, 18 Volt, 24 Volt dan 30 Volt tegangan tinggi, terlihat perbedaan efisiensi
sehingga diperoleh hasil rugi daya dan efisiensi transmisi listrik antara ketiga jenis diameter kawat
maksimal sebagai berikut: kawat transmisi yang transmisi yang digunakan dengan variasi tegangan
berdiameter 0,40 mm memiliki rugi daya 1,13 Watt 12 Volt, 15 Volt, 18 Volt, 24 Volt dan 30 Volt
dengan efisiensi 84,35%, kawat transmisi yang sehingga diperoleh hasil rugi daya dan efisiensi
berdiameter 0,60 mm memiliki rugi daya 0,30 Watt maksimal sebagai berikut: kawat transmisi yang
dengan efisiensi 95,99% dan kawat transmisi berdiameter 0,40 mm memiliki rugi daya 0,06 Watt
yang berdiameter 0,80 mm memiliki rugi daya 0,16 dengan efisiensi 98,45 %, kawat transmisi yang
Watt dengan efisiensi 97,95 %. Dari hasil tersebut berdiameter 0,60 mm memiliki rugi daya 0,03 Watt
kawat transmisi yang berdiameter 0,80 mm dengan efisiensi 99,03 % dan kawat transmisi
memiliki efisiensi yang ideal, dengan sistem yang berdiameter 0,80 mm memiliki rugi daya 0,02
transmisi listrik jarak jauh yang tidak Watt dengan efisiensi 99,54 %. Dari hasil tersebut

ISBN 978-602-19655-4-2 377


Prosiding Simposium Nasional Inovasi Pembelajaran dan Sains 2013 (SNIPS 2013)
3-4 Juli 2013, Bandung, Indonesia

kawat transmisi yang berdiameter 0,60 dan 0,80 Ucapan Terima Kasih
mm memiliki efisiensi yang ideal sedangkan kawat
Penulis mengucapkan terima kasih kepada
yang berdiamter 0,40 mm pada tegangan 12 Volt
Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Tengah
sudah mendekati nilai efisiensi ideal, hal ini
yang telah memberikan dukungan pembiayaan
disebabkan adanya sistem transmisi listrik jarak
melalui program Beasiswa KERMA Sul-Teng.
jauh yang menggunakan trafo penaik tegangan
(Step Up) dan trafo penurun tegangan (Step
Down) yang diasumsikan sebagai sistem transmisi Referensi
tegangan tinggi dan arus kecil yang sangat [1] Sears dan Zemansky, Fisika Universitas Edisi
berpengaruh terhadap rugi daya dan efisiensi ke sepuluh, jilid 2. Penerbit Erlangga 2003.
sistem transmisi listrik, hasil tersebut terlihat pada [2] Josepsh A.Edminister, Theory and Problems
grafik 4. di bawah: of Electromagnetics, Schaum’s Otline Series
1993.
[3] http://www.scribd.com/doc/39996100/Hukum-
Joule, di akses mulai September 2012
[4] Sri Sulastri, Bilingual Physics Science,
penerbit Erlangga 2012.
[5] Eliza Andayani, Pembuatan miniatur transmisi
daya listrik sebagai media pembelajaran
fisika SMA pada kelas X, 2008.
[6] Dunia-listrik.blogspot.com/2008/12/sistem-
distribusi-tenaga-listrik.html, di akses mulai
bulan juli 2012.
[7] Rinawan Abadi, Panduan pendidik Fisika
Grafik 4. Diagram efisiensi transmisi listrik Untuk SMA/MA Kls XII, Intan Pariwara
tegangan dengan diameter kawat transmisi Bandung 2010.
tegangan tinggi

Kesimpulan
Zainuddin*
Berdasarkan hasil dan diskusi dari
Dikjar pendididkan dan kebudayaan Kab. Donggala
pengolahan data yang dilakukan, dapat simpulan Zainuddiin045@yahoo.com
bahwa: Kualitas kawat tembaga yang digunakan
pada lilitan transformator sangat berpengaruh Euis Sustini
terhadap nilai efisiensi transformator, Fisika Material Elektronika
penggunakan transformator Step-Up dan Step- Institut Teknologi Bandung
Down sangat mempengaruhi system transmisi euis@fi.itb.ac.id
listrik jarak jauh, besarnya tegangan sumber input
dan diameter kawat transmisi akan mempengaruhi
besarnya intensitas cahaya, regulasi tegangan,
rugi daya dan efisiensi transmisi listrik jarak jauh * Corresponding author
dan penggunaan tegangan tinggi pada sistem
transmisi lstrik dapat memperkecil rugi daya yang
terjadi.

ISBN 978-602-19655-4-2 378


© 2013 Program Studi Magister Pengajaran Fisika
FMIPA - ITB

Anda mungkin juga menyukai