Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sintesis senyawa organik merupakan reaksi dari pembentukan senyawa
organik. Dibandingkan dengan sintesis senyawa anorganik, sisntesis organik
jauh lebih sukar. Kelahiran kimia organik dinisbahkan pada sintesis urea
CO(NH2)2 yaitu suatu senyawa organik umum. Selanjutnya banyak sekarang
ini ditemukan di laboratorium tentang penemuan-penemuan senyawa organik
dan sebagian besar banyak dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari. Ada
diantaranya yang berwujud bahan makanan, bahan sandang, obat-obatan,
kosmetik, dan berbagai jenis plastik. Bahkan dalam tubuh pun banyak
terdapat sejumlah senyawa organik dengan fungsi yang beragam pula.
Berbagai cara dilakukan untuk mensintesa senyawa organik tersebut yang
melibatkan beberapa reaksi dan pada reaksi tersebut umumnya terjadi
pertukaran gugus fungsi.
Mekanisme reaksi yang terjadi pada sintesis senyawa organik merupakan
gambaran terperinci dari semua langkah-langkah reaksi yang berlangsung
mulai dari reaktan dan substrat sampai produk akhir. Data faktual dari kimia
organik sangatlah banyak, sehingga pemahaman tentang mekanisme reaksi
akan sangat membantu mahasiswa dalam mengingat fakta-fakta tersebut,
selain itu pemahaman tentang mekanisme reaksi sangat membantu dalam
merancang suatu sintesis senyawa tertentu serta membantu menyiapkan
mahasiswa mengikuti perkembangan dalam bidang kimia organik.
Mekanisme reaksi tersebut dapat terjadi melalui beberapa macam reaksi
diantaranya yairu reaksi substitusi, eliminasi, adisi, reaksi senyawa karbonil
dan nitril.
Pada makalah ini, akan disajikan informasi tentang sintesis umum untuk
pembuatan alkil halida yaitu pembuatan tertier butil klorida dengan
mereaksikan tertier butil alkohol dan asam klorida dengan mekanisme reaksi

1
substitusi nukleofilik. Pada makalah ini juga akan memuat informasi
mengenai perbedaan antara substitusi jenis SN1 dan SN2.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana cara penyusunan dan penggunaan alat yang diperlukan
dalam pembuatan senyawa organik berwujud cair ?
2. Bagaimana asas-asas reaksi substitusi nukleofilik alifatik ?
3. Apakah perbedaan yang khas antara substitusi jenis SN1 dan SN2 ?
C. Tujuan Percobaan
Pada akhir percobaan mahasiswa diharapkan mahir mengenai hal-hal
berikut:
1. Cara penyusunan dan penggunaan alat yang diperlukan dalam
pembuatan senyawa organik berwujud cair seperti ekstraksi pelarut,
menggunakan corong pisah, pengeringan, penyaringan, dan destilasi.
2. Asas-asas reaksi substitusi nukleofilik alifatik.
3. Perbedaan yang khas antara substitusi jenis SN1 dan SN2.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2
Gugus fungsi dalam tersier alkohol adalah gugus yang paling mudah
disubstitusi dan hal ini yang menyebabkan alkohol tersebut bereaksi dengan HCl
pada suhu kamar. Reaksi tersebut adalah reaksi substitusi nulkeofilik tipe SN 1
yang melibatkan pemebentukan senyawa antara karbonion yang relatif stabil.
CR3 −¿ OH + H+ ⇌ CR3 – OH2 ⇌ R3C + H2O
R3C+ + Cl- ⇌ CR3 −¿ Cl
Alkohol sekunder, apalagi yang primer memerlukan kondisi untuk melakukan
reaksi substitusi, yang biasanya memerlukan pemanasan campuran alkohol asam
dan seng klorida anhidrat. Bila alkoholnya berupa alkohol asiklik, dianjurkan
menggunakan CaCl2 anhidrat sebagai pengganti ZnCl2. Reaksi yang menggunakan
HCl - ZnCl2 merupakan reaksi substitusi, terutama untuk alkohol primer.

+¿
R −¿ OH + HCl + ZnCl2 → Zn Cl 2−Cl R−O H 2¿
¿

+¿
Zn Cl 2−Cl R−O H 2¿ → ZnCl2 + R – Cl + H2O
¿
(Tim Dosen, 2014:14)
Dalam reaksi substitusi nukleofil dari suatu alkil halida, ion halida mudah
diganti dinamakan gugus yang meninggalkan- leaving group. Ion halida adalah
gugus yang meninggalkan sangat baik, karena gugus ini adalah suatu basa lemah
sehingga dalam larutan sangat stabil. Ion yang lebih stabil sukar diganti.

“gugus yang meninggalkan”

(Yang lemah)

CH3CH2O- HO-

“gugus yang meninggalkan”

3
(Yang kuat)

Cl- Br I-
Ion iodida adalah “ion yang meninggalkan –leaving group” yang lebih baik
daripada ion bromida datau ion klorida karena ion klorida lebih lemah sifat
basanya. Penyebab lemahnya sifat basa adalah ion lebih stabil karena ukurannya
yang besar sehingga muatan negatifnya lebih terdelokalisasi
(Fessenden, 2010: 298-299).

Reaksi yang terpenting pada alkil halida adalah pergantian (substitusi) atom
halogen oleh atom atau gugus lain. Atom karbon yang mengikat halogen pada
suatu alkil halida mempunyai muatan positif parsial, sehingga atom karbon ini
mudah anion atau spesi lain yang mempunyai pasangan elektron bebas pada kulit
terluarnya dan mengakibatkan terjadi reaksi substitusi, karena pereaksi
penyerangan tersebut berupa anion atau spesies yang mempunyai pasangan
elektron bebas, maka disebut nukleofil, sehingga reaksi yang terjadi dinamakan
substitusi nulkeofilik (Parlan dan Wahjudi, 2003: 104).
Konsep yang digunakan untuk membahas reaksi nukleofilik adalah konsep
putus atau pembentukan ikatan heterolitik. Jelas konsep ini tidak dapat
menjelaskan mengapa pada reaksi substitusi adakalanya alkil halida primer dan
sekunder memberi hasil yang lebih banyak dari pada alkil halida tersier. Disisi lain
alkil halida lebih banyak dari pada alkil halida primer dan sekunder. Untuk itu,
teori kimia organik harus diperluas agar hal tersebut diatas dapat dijelaskan.
1. Mekanisme SN2
Apabila 2- bromobutana dengan hidroksida(OH) direaksikan:

Maka akan diperoleh fakta-fakta sebagai berikut:


a. Kecepatan reaksi bergantung pada konsentrasi alkil bromidan dan
konsentrasi OH-
b. Apabila (R) 2 bromo butana digunakan sebagai reaktan, maka
produk yang dihasilkan adalah (S) - 2-butanol.

4
c. Apabila digunakan nulkeofil dan gugus sis atau lepas yang sama,
kecepatan reaksinya lebih besar untuk substrat berupa halida primer dan
sekunder dibandingkan dengan substrat berupa halida tersier ( Rasyid,
2009:115).
d. Atom C berada dalam kieadaan hibrida sp2 dengan orbital p yang
kosong,atom Br berada dalam keadaan keadaan tidak terhibridisasikan
dengan orbital p terisi dua elektron dan atom O berada dalam hibrida sp 3
dengan orbital sp3 retisi dua elektron. Ketiga orbital tersebut saling
bersinggungan, keadaan ini menggambarkan putus atau pembentukan ikatan
secara serentak. Karena kompleks transisi melibatkan OH - dan alkil halida
( Rasyid, 2009:115).
Apabila orbital Br dilepas ,maka orbital sp 3dari O akan bertumpang tidih
dengan orbital p dari atom C dari sisi yang berlawanan akibat produk tang
dihasilkan haruslah (S) - 2-butanol.
CH3 CH3
NU C X NU C X
H H CH3 CH3
Struktur I Struktur II
Pada struktur I Nu X hanya berdekatan denagn satu gugus CH 3, sedangkan
pada struktur II nu dan X berdekatan dengan 3 gugus CH3. Jadi pendapat bahwa
karena faktor sterik struktur I lebih mantap dari pada struktur II dasspat diterima
( Rasyid, 2009:115-116).

2. Mekanisme SN1
Ditinjau reaksi 3-bromo 3-metil heksana dengan air yang persamaan
kecepatan reaksinya dapat ditulis sebagai berikut :

5
Ternyata dari percobaan, diperoleh fakta berikut:
a. Kecepatan reaksi tidak bergantung pada konsentrasi air.
b. Produk yang dihasilkan tidak mempunyai sifat optis aktif.
e. Apabila dari reaksi diatas rektan alkil halida tersier diganti alkil
halida primer , maka reaksi akan berjalan lambat.
Karena fakta-fakta yang dijumpai sangat berbeda dengan fakta-fakta pada
mekanisme SN2, maka untuk menjelaskan fakta ini diperlukan mekanisme baru
(Rasyid, 2009:117). Menurut Prabawati, dkk (2012:33-35) dirancang
mekanisme melalui dua tahap. Tahap pertama adalah putus ikatan :
C Br (kompleks transisi) C+ + Br-

Tahap kedua melibatkan pembentukan ikatan:

C+ + H2O (kompleks transisi) C OH + H+

Produk
Sintesis senyawa 1,4-bis (2 hidroksi- metoksi-5-metanal-fenil) piperazin
melibatkan reaksi mannich ganda. Tahap pertama adalah tahap pembentukan
ion iminium dari piperazin dan formaldehida. Mekanisme reaksi yang terjadi
sebagai berikut:

6
( Prabawati, 2012: 32-33).
Pada mekanisme reaksi tahap pertama ini terjadi reaksi substitusi
nukleofilik dari atom piperazin ke C karbonil dari formaldehid. Atom nitrogen
memiliki pasangan elektron bebas (PEB) sehingga bersifat nukleofilik karena
kekuatan elektronegativitasnya yang kuat dari atom O sehingga awan elektron
akan mengalarah ke atom O yang meyebabkan atom C bersifat elektrofil.
Tahap kedua yaitu:

( Prabawati, 2012: 34-35).


Pada mekanisme reaksi tahap kedua ini adalah terjadi reaksi substitusi
nukleofilik pada cincin aromatik dari vanilin. Elektrofil berasal dari iminium
yuang terbentuk pada tahap I. Reaksi kedua membentuk senyawa target dan 2
ion H+ .

Perbandingan mekanisme SN1 dan mekanisme SN2 yakni:


SN2 SN1
Struktur halida
primer Terjadi tidak
Sekunder kadang-kadang kadang-kadang
Tersier tidak Terjadi
Stereo kimia Pembalikan Rasemisasi
Nukleofil Kecepatan bergantung Kecepatan tidak
pada konsentrasi bergantung pada
nukleofil, mekanisme konsentrasi nukleofil,

7
memilih nukleofil kuat mekanisme memilih
nukleofil lemah
Pelarut Kecepatan sedikit Kecepatan sangat
dipengaruhi kepolaran dipengaruhi kepolaran
pelarut pelarut
(Rasyid, 2009:115-119).
Suatu gugus yang terikat pada karbon memungkinkan diganti dengan gugus
yang lain memungkinkan terjadi dengan cara substitusi serempak. Pereaksi dapat
dapat sebuah elektrofil (SE2) atau sebuah nukleofil (SN2). Reaksi SN2 secara umum
bereaksi dapat dinyatakan seperti berikut :

(Firdaus, 2012: 30-31).


Dengan Nu adalah nukleofil dan 6p adalah gugus pergi. Urutan relativitas dari
gugus- gugus pergi yang berbeda adalah I > Br > F. Urutan relativitas gugus alkil
adalah primer > sekunder > tersier, hal ini terjadi karena naiknya efek rintangan
sterik untuk mendekati atom karbon yang lebih tersubstitusi.

(Firdaus, 2012: 30-31).

BAB III
METODE PERCOBAAN
A. Alat dan Bahan
1. Alat
a. Corong pisah 250 mL 1 buah
b. Gelas kimia 800 mL 1 buah
c. Erlenmeyer 250 mL 1 buah
d. Gelas ukur 50 mL 1 buah
e. Corong biasa 2 buah
f. Gelas kimia 200 mL 1 buah
g. Pipet tetes 2 buah
h. Labu semprot 1 buah
i. Lapa kasar dan lap halus 1 buah

8
j.Statif dan klem 1 buah
2. Bahan
a. Kalsium klorida (CaCl2) anhidrat
b. Asam klorida (HCl) pekat
c. Tersier butil alkohol ((CH3)3COH)
d. Natrium bikarbonat (NaHCO3) 5 %
e. Aquades (H2O)
f. Aluminium foil
g. Tissue
B. Prosedur Kerja
1. Mengisi corong pisah 250 mL dengan 12,58 gram (0,17 mol)
tersier butil alkohol (titik didih 82-83 ° C ) dan 42,5 mL HCl pekat.
2. Mengocok campuran dari waktu ke waktu selama 20 menit.
3. Tiap pengocokan melonggarkan kran corong pisah untuk
mengurangi tekanan.
4. Membiarkan campuran selama beberapa menit sampai lapisannya
memisah sempurna.
5. Mengambil dan membuang lapisan asam bagian bawah.
6. Mencuci halida tersebut dengan 10 mL larutan NaHCO3 5 %,
kemudian dengan 10 mL air.
7. Mengeringkan dengan CaCl2 anhidrat.
8. Menyaring cairan yang kering melalui corong yang dilengkapi
kertas saring berlipat.
9. Mengukur volume tersier butil klorida yang diperoleh.
C. Hasil Pengamatan
1. 16 mL (CH3)3COH + 42,5 mL HCl (CH3)3CCl + H2O
( bening ) (bening) (putih keruh dan berasap)
dikocok
2. (CH3)CCl + H2O 20 menit dua lapisan, lapisan atas (halida

jernih) dan lapisan bawah (asam) dan berasap.


3. Lapisan asam dibuang.
4. Halida jernih + 10 mL NaHCO3 5 % terbentuk dua lapisan +
10 mL H2O terbentuk dua lapisan (lapisan atas halida jernih dan
lapisan bawah keruh).
5. Halida + CaCl2 dikeringkan

larutan (CH3)3CCl (keruh) dan

tampak endapan disaring



13 mL (CH3)3CCl (bening).

9
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Percobaan
Pada percobaan ini, mula-mula 16 mL tertier butil alkohol ((CH3)3COH)
bening ditambahkan dengan asam klorida (HCL) bening sebanyak 42,5 mL
sehingga menghasilkan larutan tertier butil klorida dengan air (putih keruh
dan berasap). Larutan tertier butil klorida dengan air tersebut kemudian
dikocok selama 20 menit sehingga terbentuk 2 lapisan, lapisan atas
merupakan halida (putih keruh, jernih), dan lapisan bawahnya merupakan
asam (berasap).
Lapisan asam yang diperoleh kemudian dibuang. Sedangkan yang
tersisa hanya halida jernih. Halida jernih ini kemudian ditambahkan natrium
karbonat (NaHCO3) 5% sehingga terbentuk 2 lapisan. Kedua lapisan yang
terbentuk ini kemudian ditambahkan lagi dengan air (H 2O) sebanyak 10 mL
sehingga terbentuk lagi 2 lapisan dimana pada lapisan atas merupakan halida
jernih, dan lapisan bawah berwarna keruh.
Halida yang diperoleh kemudian dikeringkan dengan kalsium klorida
(CaCl2) sehingga menghasilkan larutan tertier butil klorida ((CH 3)3CCl) keruh
dan terdapat endapan. Larutan ini kemudian disaring sehingga diperoleh
larutan tertier butil klorida (bening) sebanyak 13 mL.
B. Analisis Data
Diketahui :
ρ (CH3)3COH = 0,78 g/mL
n (CH3)3COH = 0,17 mol
Mr (CH3)3COH = 74 g/mol
ρ (CH3)3CCl = 0,74 g/mL
Mr (CH3)3CCl = 92,45 g/mol
ρ HCl = 1,18 g/mL

10
V HCl = 42,5 mL
Mr HCl = 36,45 g/mol
massa (CH3)3COH = 12,5 g
Ditanyakan :
% rendemen =…… ?
Penyelesaian :
1. Volume (CH3)COH
Massa = mol × Mr
Massa = 0,17 mol × 74 g/mol
Massa = 12,58 gram
massa
ρ=
volume
massa
V=
ρ

massa
ρ=
V

12,58 gram
V=
12,78 gram/mL

V = 16,13 mL

V = 16 mL

2. Massa HCl
massa
ρ=
volume
massa= ρ× volume
g
massa=1,18 × 42,5mL
mL
massa=50,15 gram

Mol HCl
massa
mol=
Mr
50,15 gram
mol=
gram
36,45
mol
mol=1,38 mol
(CH3)3COH + HCl CH3)3CCl + H2O

11
Molmula-mula : 0,17 mol 1,38 mol - -
Molbereaksi : 0,17mol 0,17 mol 0,17 mol 0,17 mol
Sisa : - 1,21 mol 0,17 mol 0,17 mol
3. Massa (CH3)3CCl Teori
massa=mol × Mr
massa=0,17 mol ×92,45 gram/mol
massa=15,7 gram
4. Massa (CH3)3CCl Praktek
massa
ρ=
volume
massa= ρ× volume
g
massa=0,74 × 13 mL
mL
massa=9,62 gram
5. % Rendemen (CH3)3CCl
massa praktek
Rendemen= × 100
massa teori
9,62 g
Rendemen= ×100
15,7 g
Rendemen=0,613 ×100
Rendemen=61,3
C. Pembahasan
Percobaan ini pertama-tama mengambil tersier butil alkohol yang
merupakan bahan utama pembuatan tersier butil klorida , selanjutnya
mengambil HCl pekat di lemari asam. Hal ini dilakukan agar asap yang
bahaya dari HCl pekat bisa langsung disedot keluar melalui ventilator di
bagian atas karena pada saat pencampuran dihasilkan uap berupa asap. Hal ini
dikarenakan terjadi reaksi eksoterm yaitu pelepasan energi atau kalor dari
sistem ke lingkungan sehingga menyebabkan panas. Selanjutnya larutan
dikocok selama 20 menit dan saat pengocokan harus memiliki kecepatan
yang konstan dan satu arah agar pemisahan lebih maksimal. Adapun tujuan
dari pengocokan yakni untuk memudahkan larutan bercampur secara
keseluruhan dan memudahkan pemisahan larutan berdasarkan perbedaan

12
massa jenis semakin maksimal pengocokan maka akan semakin banyak hasil
reaksi yang diperoleh. Selama pengocokan berlangsung sesekali kran dari
corong pisah dilonggarkan atau dibuka agar dapat menurunkan tekanan dalam
corong pisah akibat dari pengocokan. Tujuan kran corong pisah sesekali
dibuka atau dilonggarkan yakni untuk menghindari terjadinya ledakan pada
corong pisah. Produk yang dihasilkan dari pencampuran antara tersier butil
alkohol dan HCl pekat adalah tertier butil klorida dan H2O.
Pada akhir pengocokan, maka akan terbentuk dua lapisan dimana lapisan
atas adalah tertier butil klorida sedangkan pada lapisan bawah adalah air. Hai
ini dikeranakan adanya perbedaan massa jenis dan kepolaran antara dua
larutan tersebut. Dimana air bersifat polar dan tertier butil klorida bersifat non
polar.
Mekanisme SN1 untuk reaksi tersier butil klorida.

Tahap 1, ionisasi ( dalam urutan, yang paling lambat):

Tahap pertama

( CH3)3 C OH + H+ ( CH3)3 C +
OH + H ( CH 3)3 Cl ++ H2O

Tahap kedua

( CH3)3 + + Cl - ( CH3)3 CCl

13
Reaksi pembentukan tersier butil klorida
Akhir percobaan yakni pada bagian atas terdapat tertier butil klorida dan
bagian bawah adalah air . Hal ini dikarenakan massa jenis tertier butil klorida
lebih kecil dari pada air dimana massa tertier butil klorida 0,74 gram/mL
sedangkan massa jenis air adalah 1 gram/mL. Dimana kita ketahui prinsip
kerja dari corong pisah ini adalah memisahkan larutan atau campuran
berdasarkan pada massa jenis dan kepolaran. Tahap selanjutnya yaitu lapisan
bawah pada corong pisah dibuang sedangkan larutan pada bagian atas dicuci
dengan NaHCO3 5%. Penambahan NaHCO3 ini berfungsi untuk mengikat
sisa-sisa asam yang masih tersisa karena NaHCO 3 ini merupakan senyawa
yang bersifat alkaloid (basa) sehingga mampu menetralkan dan mengikat sisa
asam pada tertier butil klorida agar dapat menghasilkan tertier butil klorida
yang lebih murni. Setelah pencampuran dilakukan akan dihasilkan garam
NaCl, gas karbon dioksida dan air. Berdasarkan mekanisme reaksi seperti ini:
NaHCO3(aq) + HCl(aq) NaCl(aq) + CO2(g) + H2O(l)

14
Kemudian pada corong pisah akan nampak dua lapisan dimana pada lapisan
atas yaitu tertier butil klorida dan pada lapisan bawah adalah garam dan air,
selanjutnya lapisan pada bagian bawah ini dibuang dan dipisahkan dari tertier
butil klorida.
Tahap selanjutnya tertier butil klorida dimasukkan kedalam gelas kimia
kemudian ditambahkan air, penambahn air disini berfungsi untuk melarutkan
sisa garam yang masih bersisa dari tahap sebelumnya sehingga akan
dihasilkan tertier butil klorida yang lebih murni, selanjutnya akan terbentuk
lagi dua lapisan pada lapisan bawah yaitu air dan bagian atas adalah tertier
butil klorida. Tahap selanjutnya yaitu ditambahkan CaCl 2 sampai larutannya
jenuh atau sampai CaCl2 tidak larut lagi dalam tertier butil klorida.
Penambahan CaCl2 anhidrat ini berfungsi untuk mengikat air dari tahap
sebelumnya karena CaCl2 anhidrat merupakan garam kristal tanpa air yang
bersifat higroskopis sehingga baik bereaksi dengan air membentuk endapan
garam. Berdasarkan reaksi:

Tahap selanjutnya dilakukan dekantasi, yaitu pemisahan komponen-


komponen dalam campuran zat cair dan zat padat dengan cara dituang secara
didiamkan terlebih dahulu hingga jelas terpisah lalu menuangkan ke dalam
wadah lain secara hati-hati supaya padatan terpisah dari cairan, untuk
memudahkan digunakan batang pengaduk saat menuang cairan. Proses
dekantasi pada percobaan ini menggunakan kertas saring untuk memisahkan
antara garam hidrat dan tertier butil klorida murni 90%, pada akhir percobaan
tidak dilakukan destilasi karena melihat volume tertier butil klorida yang
dihasilkan sangat sedikit.
Tersier butil klorida merupakan suatu senyawa hasil dari reaksi substitusi
antara tersier butil alkohol dan asam klorida yang melibatkan reaksi
nukleofilik tipe SN1. Reaksi nukleofilik jenis SN 1 terjadi pada struktur halida
tersier atau alkil halida tersier dengan memilih atau menggunakan nukleofilik
lemah yakni HCl. Reaksi SN1 teramati dalam percobaan ini karena pelarut

15
yang digunakan adalah pelarut non polar yaitu HCl dan selain itu HCl juga
digunakan sebagai nukleofil atau reagen dalam substitusi nukleofilik ini.
Penggunaan HCl pekat sebagai pelarut yakni dengan tujuan mendapatkan ion-
ion Cl yang lebih banyak karena saat pengocokan bisa menyebabkan
menguapnya ion Cl sehingga akan berdampak pada sedikitnya hasil reaksi
yang diperoleh.
Dalam percobaan ini diperoleh 13 mL (10,14 gram) tertier butil klorida
sehingga rendemen yang didapat sebesar 61,3%. Hasil ini cukup jauh berbeda
dari nilai teori yang seharusnya yaitu 21,2 mL (15,7 gram) inilah salah satu
faktor tidak dilakukan destilasi sebab volume minimal untuk destilasi yaitu 20
mL atau 95% dari volume teori.

16
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pada pembuatan tersier butil klorida digunakan teknik pemisahan
meggunakan corong pisah, pengeringan dan penyaringan.
2. Asas-asas reaksi nukleofilik yaitu pemutusan ikatan dan
pembentuk ikatan heterolitik.
3. Perbandingan mekanisme SN1 dan mekanisme SN2 yakni:

SN2 SN1
Struktur halida
Primer Terjadi Tidak
Sekunder Kadang-kadang Kadang-kadang
Tersier Tidak Terjadi

Stereo kimia Pembalikan Rasemisasi


Nukleofil Kecepatan bergantung Kecepatan tidak
pada konsentrasi bergantung pada
nukleofil, mekanisme konsentrasi
memilih nukleofil nukleofil,
kuat mekanisme
memilih nukleofil
lemah
Pelarut Kecepatan sedikit Kecepatan sangat
dipengaruhi kepolaran dipengaruhi
pelarut kepolaran pelarut

B. Saran
Adapun saran dalam percobaan ini yaitu praktikan diharapkan lebih teliti
dalam mengukur volume, memisahkan, mengocok dan menggunakan alat. Saat
pengocokan sesekali tutup corong pisah dilepas agar tekanan tidak terlalu besar
sehingga dapat menghindari ledakan pada corong pisah.

DAFTAR PUSTAKA

17
Fessenden, Ralph J dan Joan S. Fessenden. 2010. Dasar- Dasar Kimia Organik.
Tangerang: Binarupa Akasara

Firdaus. 2012. Kimia Organik Sintesis 1. Makassar : LKPP UNHAS.

Parlan dan Wahjudi. 2003. Kimia Organik 1. Jakarta : Diknas, Dikti

Prabawati,Fajar dan Fauzia. 2012. Sintesis Senyawa 1,4 bis (2-hidroksi-3-metoksi


-5-formaldehid-fenil metil) Piperazin dari Bahan Dasar Vanilin dan Uji
Aktivitasnya Sebagai Zat Antioksidan. Vol.VIII. No.1 : 30-43

Rasyid, Muhaidah. 2009. Kimia Organik 1.Makassar : Badan Penerbit UNM

Tim Dosen Kimia Organik. 2014. Penuntun Praktikum Kimia Organik 1.


Makassar : Jurusan Kimia FMIPA UNM

JAWABAN PERTANYAAN

A. PERTANYAAN
1. Dapatkah n-butil alkohol dan sec-butil alkohol diubah menjadi
kloridanya dengan cara hanya mengocoknya dengan HCl pekat ? Jelaskan.
2. Asam halida mana yang lebih mudah bereaksi dengan alkohol
membentuk halidnya ?

18
3. Apa yang akan terjadi jika tersier butil alcohol dipanaskan dengan
larutan NaOH ? jelaskan
B. JAWABAN
1. n-butil alcohol dan sec-butil alcohol tidak dapat diubah menjadi kloridanya
jika hanya diocok dengan HCl pekat karena memiliki sifat yang sangat sulit
larut dalam air, tapi n-butil alcohol dan sec-butil alcohol dapat diubah
menjadi kloridanya jika dilakukan pemanasan (suhu tinggi) dan
menggunakan katalis ZnCl2 karena HCl kurang bereaksi dengan n-butil
alcohol dan sec-butil alcohol.
2. Asam halida yang sangat mudah bereaksi dengan alkohol membentuk
halidanya adalah iodida, karena ion iodida paling mudah digantikan pada
reaksi substitusi nukleofilik karena ion iodida adalah basa yang lemah
sehingga ion iodida merupakan gugus pergi yang baik.
3. Jika t-butil alcohol dipanaskan dengan NaOH maka akan dihasilkan garam
alkoksida. Adapun reaksi yang terjadi, yaitu :
CH3 CH3
H3C- C –O--H+ + Na+-OH- H3C-C-O-Na + H2O C(CH3)3ONa
+ CH3 CH3
garam alkoksida
+ H2O

19

Anda mungkin juga menyukai