Anda di halaman 1dari 43

ALKIL HALIDA

SAKTI HIDAYATI FIKRIYA


Introduction
 Alkil halida adalah alkana yang satu atom H-nya digantikan
oleh gugus halogen (-X).
 Berdasarkan letak halogen terikat, alkil halida diklasifikasikan
menjadi alkil halida primer, sekunder, dan tersier.
 Posisi ini berperan penting dalam reaksi kimia.
 Senyawa organohalogen yang terikat dengan atom C sp2 atau ikatan pi terbagi
menjadi vinil halida dan aril halida.
 Vinil halida memiliki halogen yang terikat pada ikatan karbon rangkap dua.
 Aril halida memiliki halogen yang terikat pada cincin benzena.
Tata Nama
Aturan IUPAC: alkil halida dinamakan sebagai alkana dengan substituen halogen (haloalkana).
1. Tentukan rantai karbon terpanjang yang terdapat substituen halogen.
2. Beri nomor dengan substituen halogen sekecil mungkin.
3. Beri nama dengan urutan: nomor substituen (alkil atau halogen) – nama substituen – nama
rantai alkana
Trivial/umum: digunakan untuk alkil halida sederhana.
1. Namakan semua atom karbon dalam molekul sebagai gugus alkil.
2. Namakan halogen yang terikat dengan alkil dengan mengubah akhiran –in pada halogen
dengan –ida.
3. Gabungkan kedua nama dengan spasi di antara keduanya.
Contoh
IUPAC: kloroetana || Trivial: etil klorida

IUPAC: 2-kloro-2-metilpropana || Trivial: tert-butil iodida

IUPAC: 2-iodobutana || Trivial: sec-butil iodida

IUPAC: 1-etil-2-fluorosiklopentana || Trivial: –


Sifat Fisis
Alkil halida memiliki kepolaran yang lemah akibat interaksi dipol-dipol pada
ikatan C – X.
Pengaruh Ikatan Polar C – X
 Ikatan polar C – X memengaruhi reaksi kimia yang terjadi. Keelektronegatifan
dari halogen menyebabkan terjadinya polarisasi sehingga atom C yang terikat
dengan halogen akan mengalami kekurangan elektron. Atom C ini disebut
atom C elektrofilik.
 Oleh karena itu, reaksinya akan terjadi dengan reagen kaya elektron seperti
nukleofilik dan basa.
Reaksi Kimia
 Reaksi yang dapat terjadi pada alkil halida, yaitu reaksi substitusi dan eliminasi.
 Reaksi substitusi (penggantian)
R – X + :Nu–  R – A + – X
– X = gugus pergi.
:Nu– = nukleofil atau spesi penyerang alkil halida yang memiliki pasangan elektron
bebas. Umumnya nukleofil adalah basa Lewis.
 Reaksi eliminasi (kehilangan atom/ion)
Alkil halida + basa kuat  alkena + ion halida
Gugus Pergi
Nukleofil dan Basa
 Secara struktur, nukleofil dan basa sama, yaitu memiliki pasangan elektron
menyendiri.
 Keduanya berbeda dalam hal spesi yang mereka serang. Basa menyerang
proton (basa Bronsted-Lowry), sedangkan nukleofil menyerang atom yang
kekurangan elektron (biasanya karbon).
Nukleofilisitas vs Kebasaan
Nukleofilisitas sejalan dengan kebasaan pada tiga hal berikut.
1. Untuk 2 nukleofil dengan atom nukleofil sama, basa yang lebih kuat adalah
nukleofil yang lebih kuat. Contoh: –OH dan CH3COO–, 2 nukleofil oksigen ditentukan
dari nilai pKa asam konjugasinya (H2O dan CH3COOH). CH3COOH (pKa = 4,8) adalah
asam yang lebih kuat dari H2O (pKa = 15,7), jadi –OH merupakan basa dan nukleofil
yang lebih kuat dari CH3COO–.
2. Nukleofil yang bermuatan negatif selalu lebih kuat dari asam konjugasinya.
Contoh: –OH adalah basa dan nukleofil yang lebih kuat dari H2O, asam konjugasinya.
3. Dari kanan ke kiri pada periode
kedua, nukleofilisitas meningkat
ketika kebasaan meningkat.
 Nukleofilisitas tidak sejalan dengan kebasaan ketika terjadi halangan sterik.
 Halangan sterik menyebabkan penurunan reaktivitas akibat adanya kumpulan
gugus di sekitar pusat reaksi.
 Contoh: meski pKa tert-butoksida [(CH3)3CO–] menunjukkan senyawa tersebut basa
yang lebih kuat dari etoksida (CH3CH2O–), etoksida adalah nukleofil yang lebih kuat.
Tiga gugus CH3 di sekitar atom O tert-butoksida membuat halangan sterik sehingga
relatif lebih sulit dalam menyerang atom karbon.
Efek Pelarut pada Nukleofilisitas
Pelarut polar protik
 Pelarut polar protik mampu membentuk ikatan hidrogen karena terdapat
ikatan O – H atau N – H. Contohnya adalah air dan alkohol (ROH)
 Pelarut ini dapat melarutkan kation dan anion dengan baik. Kation disolvasi
oleh interaksi ion-dipol, sedangkan anion disolvasi oleh ikatan hidrogen.
 Contoh: garam NaBr digunakan sebagai sumber nukleofilik Br– dalam H2O.
 Dalam pelarut polar protik, nucleofilitas semakin meningkat pada unsur-unsur
segolongan dari atas ke bawah, sesuai peningkatan ukuran anion. Hal ini
berlawanan dengan kebasaan.
 Anion kecil dan elektronegatif seperi F– sangat tersolvasi dengan baik oleh
ikatan hidrogen sehingga menghalanginya dari reaksi. Dan sebaliknya terjadi
pada I–, nukleofil mungkin untuk memberikan pasangan elektron dalam reaksi.
Pelarut Polar Aprotik
 Pelarut polar aprotic
tidak memiliki ikatan O
– H atau N – H sehingga
tidak mampu
membentuk ikatan
hidrogen. Contohnya
adalah aseton.
 Pelarut ini hanya dapat
melarutkan kation
dengan baik.
 Dalam pelarut polar aprotik, anion tidak terlarut dengan baik sehingga tidak
perlu dipertimbangkan apakah molekul dapat menyembunyikan anion atau
tidak.
 Pada keadaan ini, nukleofilisitas sejalan dengan kebasaan.
 Semakin kuat basa, semakin kuat nukleofilisitasnya.
I– Br– Cl– ROH H2O –CN –OH –OR

Naiknya kebasaan

H2O ROH Cl– Br– –OH –OR I– –CN

Naiknya nukleofilisitas
Reaksi Substitusi Nukleofilik
Ada dua kemungkinan reaksi:
1. Pemutusan dan pembentukan ikatan terjadi secara bersamaan (satu langkah)

2. Pemutusan ikatan terjadi sebelum pembentukan ikatan (dua langkah)


Reaksi Substitusi SN2 (Substitusi
Nukleofilik Bimolekular)
 Nukleofilik menabrak bagian belakang dari karbon.
 Terjadi dua peristiwa bersamaan: terbentuknya ikatan C – Nu dan pemutusan
ikatan C – X.
 Sebelum terbentuk produk, dihasilkan keadaan transisi yang berenergi tinggi (tidak
stabil).
 Urutan reaktivitas senyawa: CH3–X > 1° > 2°. (3° alkil halida tidak dapat bereaksi).
Diagram Energi Reaksi

Ea

ΔH
Stereokimia SN2
 Penyerangan atom C dari belakang mengajubatkan gugus yang terikat pada
karbon berubah menjadi rata dalam keadaan transisi, kemudian membalik ke
sisi lain. Peristiwa ini disebut inversi konfigurasi atau inversi Walden.
 Produk yang dihasilkan substitusi SN2 adalah produk inversi antara senyawa
(R) dan (S) menurut sistem Chan – Ingold – Prelog.

(R)-2-bromoktana (S)-2-oktanol
Reaksi Substitusi SN1 (Substitusi
Nukleofilik Unimolekular)
Produk yang dihasilkan adalah produk rasemik.

Reaksi yang terjadi


berorde 1 karena reaksi
hanya dipengaruhi
pemutusan ikatan C – X
Diagram Energi Reaksi
Stereokimia SN1
Geometri karbokation pada keadaan transisi:

Konsekuensinya:
Senyawa B dan C adalah
enantiomer. Pada
proses ini terjadi
rasemisasi, yaitu
pembentukan dua produk
enantiomer dengan
jumlah yang sama dari
satu material awal.
Contoh:
Reaktivitas Relatif dalam Reaksi SN1
3° alkil halida menjalani reaksi SN1 dengan cepat. Metil halida dan 1° alkil halida
tidak menjalani reaksi SN1.

Karbokation
terstabilkan oleh
efek induksi
Reaksi Substitusi SN2 atau SN1?
Ada empat faktor yang
menentukan reaksi SN2 atau
SN1, yaitu sebagai berikut.
1. Alkil halida: CH3X, RCH2X,
R2CHX, atau R3CX
2. Nukleofil: kuat atau lemah
3. Gugus pergi: baik atau
buruk
4. Pelarut: protik atau
aprotik
Reaksi Eliminasi
Alkil halida menjalani
reaksi eliminasi dengan
basa Brønsted–Lowry,
misalnya alkoksida.
 Produk yang terbentuk dari reaksi eliminasi adalah alkena diastereoisomer
(alkena dengan isomer cis dan trans).
 Jika gugus sesisi, terbentuk cis, sedangkan jika berseberangan, terbentuk
trans.
 Produk mana yang terbentuk, tergantung dari stabilitas alkena yang terbentuk.
 Trans alkena umumnya lebih stabil dari cis alkena karena gugus-gugus saling
berjauhan sehingga menghalangi interaksi sterik.
 Kestabilan alkena meningkat seiring dengan semakin banyaknya gugus –R yang
terikat pada atom C rangkap dua. Hal ini karena atom C sp2 lebih mungkin
menerima rapatan elektron dan atom C sp3 lebih mungkin untuk mendonorkan
rapatan elektron.
Reaksi E2
 Pada reaksi ini, semua ikatan putus dan terbentuk dalam satu langkah.
 Biasanya basa yang digunakan adalah basa kuat.
 Contoh:

1. Basa –OH mendesal proton dari atom C β membentuk H2O


2. Pasangan elektron pada ikatan C β – H membentuk ikatan π baru.
3. Gugus pergi –Br lepas dengan membawa pasangan elektron pada ikatan C – Br.
Diagram Energi Reaksi
 Karena ikatan gugus pergi putus secara parsial pada keadaan transisi, semakin
baik gugus pergi, reaksi E2 berlangsung lebih cepat.
 Pelarut polar aprotik meningkatkan laju reaksi E2 karena pelarut ini tidak
melarutkan anion dengan baik sehingga muatan negatif basa tidak
tersembunyi dan basa menjadi lebih kuat. Semakin kuat basa akan
meningkatkan laju reaksi.
Reaksi Bersaing SN2 vs E2
 Reaksi substitusi dan eliminasi cenderung bersaing, tergantung pada struktur
alkil halida, kekuatan basa, jenis pelarut, dan suhu.
 Reaksi SN2 bersaing dengan reaksi E2.
 Ketika jumlah gugus R pada karbon dengan gugus pergi meningkat, laju reaksi
E2 juga meningkat. Hal ini karena pada keadaan transisi, ikatan rangkat secara
parsial terbentuk sehingga peningkatan stabilitas ikatan rangkat dengan
substituen alkil menstabilkan keadaan transisi.
Aturan Saytseff
Produk mayor adalah produk yang lebih stabil, yaitu produk yang memiliki ikatan
rangkap dengan banyak substituen.
Reaksi E1
Reaksi dua langkah: ikatan pada gugus pergi putus sebelum ikatan pi terbentuk.
Diagram Energi Reaksi
Laju reaksi E1 meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah gugus –R pada
karbon dengan gugus pergi.
Reaksi Bersaing SN1 vs E1
 Reaksi SN1 dan E1 memiliki langkah pertama yang sama, yaitu membentuk
karbokation. Perbedaannya pada apa yang terjadi dengan karbokation.
 Karena reaksi E1 sering bersaing dengan reaksi E1, reaksi E1 alkil halida tidak
terlalu berguna dibandingkan reaksi E2.
Stereokimia E2
 Pada keadaan transisi, basa
yang menyerang dan gugus
yang pergi umumnya
sejauh mungkin atau anti.
Oleh karena itu, eliminasi
E2 sering disebut
antieliminasi.
 Pengaturan ini
memungkinkan molekul
untuk bereaksi dalam
konformasi goyang yang
berenergi lebih rendah.
Reaksi Eliminasi E1 atau E2?
Kekuatan basa adalah faktor yang paling penting dalam menentukan mekanisme
eliminasi. Basa kuat cenderung ke arah mekanisme reaksi E2, sedangkan basa
lemah cenderung ke arah mekanisme reaksi E1.

Anda mungkin juga menyukai