Anda di halaman 1dari 17

Tanggal Percobaan Tanggal Pengumpulan

19 April 2021 26 April 2021

PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK IDENTIFIKASI DAN SINTESIS


REAKSI SUBSTITUSI NUKLEOFILIK (SN1)

SINTESIS ALKIL HALIDA DAN PENENTUAN MEKANISME REAKSI (SN1/SN2)

NAMA : Anasya Layla


NO. REG : 1303619046
KELOMPOK :5

DOSEN PENGAMPU : Elsa Vera Nanda, S.Pd., M.Si


ASISTEN LAB : 1. Lita Amalia (1303617007)
2. Tifania Putri Setyaningrum (1303617001)

Laporan Awal Laporan Akhir Total

Pendidikan Kimia A 2019

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri

Jakarta 2021
PERCOBAAN IV
REAKSI SUBSTITUSI NUKLEOFILIK (SN1)
SINTESIS ALKIL HALIDA DAN PENENTUAN MEKANISME REAKSI (SN1/SN2)

A. TUJUAN PERCOBAAN
1. Memahami prinsip reaksi substitusi nukleofilik (SN1).
2. Mengidentifikasi penentuan mekanisme reaksi SN1/SN2 menggunakan reaksi dengan NaI
dalam aseton.
3. Mengidentifikasi sintesis alkil halida menggunakan larutan ters-butil alkohol dan HCl.
4. Mengidentifikasi penentuan mekanisme reaksi SN1/SN2 menggunakan reaksi AgNO3
dalam etanol.
5. Mengidentifikasi pengaruh pelarut terhadap kereaktifan reaksi SN1 melalui solvolisis.

B. TEORI DASAR
Reaksi yang berlangsung karena pergantian (substitusi) satu atom atau gugus atom dalam
suatu senyawa oleh atom atau gugus atom lain disebut reaksi substitusi (Suja, 2003). Reaksi
substitusi dapat terjadi pada substrat karbon yang bermuatan positif (karbonium) dengan spesi yang
menyenangi muatan positif atau spesi yang kelebihan elektron (muatan negatif) atau yang dikenal
dengan nukleofil, sehingga reaksi yang terjadi disebut dengan reaksi substitusi nukleofilik (SN).
(Frieda, 2004).
Reaksi substitusi terjadi ketika dua reaktan bereaksi menghasilkan dua produk baru, misalnya
reaksi alkana dengan Cl2, dengan adanya radiasi ultraviolet menghasilkan alkil klorida. suatu atom
Cl dari Cl2 menggunakan posisi H pada alkana dan dua produk terbentuk. Ikatan rangkap dua
bersifat nukleofilik karena ikatannya kaya elektron dan dapat dengan mudah digunakan untuk
menarik reaktan. Dengan demikian, reaksi yang melibatkan alkena adalah reaksi antara ikatan
rangkap dua yang kaya elektron dengan reaktan yang kekurangan elektron (Prasojo,2012).
Senyawa karbon terbagi menjadi beberapa golongan secara garis besar, pembagian didasarkan
pada jenis rantainya, yaitu: rantai terbuka (alifatik), rantai tertutup (siklik) dan rantai aromatik
(benzene dan turunannya). Klasifikasi senyawa karbon didasarkan jenis ikatannya terdiri dari
senyawa karbon berikatan tunggal, ikatan rangkap dua, dan ikatan rangkap tiga. Alkana merupakan
contoh senyawa karbon ikatan tunggal, alkena contoh ikatan rangkap dua, dan alkuna untuk ikatan
rangkap tiga. Sifat non polar menurunsecara berurutan sedangkan reaktifitasnya naik berurutan. Hal
ini berkaitandengan jenis ikatannya (Asmara, 2016).
Alkil halida mempunyai berat molekul yang lebih besar dari pada alkana yang bersesuaian,
sehingga alkil halida mempunyai titik didih yang lebih besar dari pada alkana. Titik didih
bertambah dengan naiknya berat molekul. Naiknya titk didih berkisar 20-30°C setiap penambahan
satu atom karbon, kecuali untuk seri homolog akan menurunkan titik didihnya. Alkil halida
mempunyai sifat fisik, yaitu merupakan senyawa nonpolar dan mempunyai interaksi dipol yang
rendah atau berkaitan dengan gaya Van der Waals. Alkil halida tidak larut dalam air, tetapi larut
dalam pelarut organik (Riswiyanto, 2009).
Metabolit yang terhasil termasuklah hidrokarbon tepu, alkil halida, alkohol dan hidrokarbon
tidak tepu. Kebanyakan metabolit yang dihasilkanadalah hidrokarbon tepu, Tetrakosana, ikosana
dan 10 metilkosana adalah metabolit yang paling banyak dikenal pasti manakala heptadeka dan 2,4-
dimetil undekana adalah yang paling sedikit. Kajian ini merupakan kajian pertama penghasilan
metabolit sekunder dari A. nomius melalui penggunaan GC-MS dan FTIR. Hasil kajian ini
mengesahkan kebolehan mikro untuk menghasilkan berbagai metabolit termasuk hidrokarbon tepu.
Dalam substitusi nukleofilik alifatik, pendonor elektron memberikan pasangan elektron
kepada substrat dan menggunakan pasangan elektron ini untuk membentuk ikatan yang baru
sedangkan gugus pergi (nucleofuge) pergi dengan membawa pasangan elektron. Reaksi yang terjadi
dapat digambarkan seperti berikut.: Nukleofil Y harus memiliki sepasang pasangan elektron bebas,
sehingga semua nukleofil termasuk basa Lewis (Smith & March, 2007).

C. ALAT DAN BAHAN


Alat:
• Corong pemisah 125 ml
• Tabung reaksi
• Penangas air

Bahan:
• Metanol • Indikator Fenolftalein
• Aseton • Waterbath
• Ters-butil alkohol • CaCl2
• NaHCO3 5% • Etanol
• NaOH • NaCl
• AgNO3 1% • Alkil halida
• NaI 18%
D. MSDS
1. Natrium Klorida
Nama Rumus Titik Indeks Massa Sifat Fisika dan Kimia Bahaya
Bahan Kimia Didih/Leleh Bias Jenis
Natrium NaCl Titik didih: 1.5441 2,16 Bentuk: padat  Bahan ini tidak
Klorida 1.461°C g/cm3 Warna: putih diklasifikasikan
pH: 4,5 - 7,0 pada 100 g/l 20 sebagai berbahaya
Titik leleh: °C menurut undang-
801°C undang Uni Eropa.
Titik nyala: Tidak berlaku
Tekanan uap: 1,3 hPa pada
865°C
Densitas: 2,17 g/cm3 pada 20
°C
Kelarutan dalam air: 358 g/l
pada 20°C
Suhu dapat membakar
sendiri: 309°C
Suhu penguraian: > 275 °C
Viskositas, dinamis: Tidak
tersedia informasi
Sifat peledak: Tidak
diklasifikasikan sebagai
mudah meledak.
Sifat oksidator: tidak ada

2. Aquades
Nama Rumus Titik Indeks Massa Sifat Fisika dan Kimia Bahaya
Bahan Kimia Didih/Leleh Bias Jenis
Aquadest H2O Titik didih: 100 1,331 ± 1,01 Bentuk: cair  Bahan ini tidak
°C 0,004 g/cm3 Warna: tidak berwarna diklasifikasikan
Bau: Tak berbau sebagai berbahaya
Titik leleh: menurut undang-
pH: pada 20 °C netral
0 °C undang Uni Eropa.
Titik nyala: Tidak berlaku
Laju penguapan: Tidak
tersedia informasi
Terendah batas ledakan:
Tidak berlaku
Tertinggi batas ledakan:
Tidak berlaku
Tekanan uap: 23 hPa pada 20
°C
Kerapatan (densitas) uap
relatif: Tidak tersedia
informasi.
Densitas: 1,00 g/cm3
Kelarutan dalam air: larut
sepenuhnya
Viskositas, dinamis: 0,952
mPa.s pada 20 °C
Sifat peledak: Tidak
diklasifikasikan sebagai
mudah meledak
Sifat oksidator: tidak ada

3. NaOH
Nama Rumus Titik Indeks Massa Sifat Fisika dan Kimia Bahaya
Bahan Kimia Didih/Leleh Bias Jenis
Natrium NaOH Titik didih: 1,3576 2,13 Bentuk: padat  Korosif terhadap logam.
Hidroksida 1388°C g/cm3 Warna: putih  Menyebabkan kulit
Bau: Tak berbau terbakar yang parah dan
Titik leleh: pH kira-kira: > 14 pada 100 kerusakan mata.
323°C g/l 20 °C
Titik nyala: Tidak berlaku
Tekanan uap: pada 20 °C
Tidak berlaku
Densitas: 2,13 g/cm3 pada 20
°C
Kerapatan (den-sitas) relatif:
Tidak tersedia informasi
Kelarutan dalam air: 1.090
g/l pada 20 °C
Sifat peledak: Tidak
diklasifikasikan sebagai
mudah meledak.
Sifat oksidator: Tidak ada

4. HCl
Nama Rumus Titik Indeks Massa Sifat Fisika dan Kimia Bahaya
Bahan Kimia Didih/Leleh Bias Jenis
Asam HCl Titik didih: 1,371 1,179 Bentuk: padat  Menyebabkan gangguan
Klorida 85°C g/cm3 Warna: putih pada kulit
Bau: Tak berbau  Menyebabkan gangguan
Titik leleh: mata berat
pH kira-kira: > 14 pada 100
-20°C
g/l 20 °C
Titik nyala: Tidak berlaku
Tekanan uap: pada 20 °C
Tidak berlaku
Densitas: 2,13 g/cm3 pada 20
°C
Kerapatan (den-sitas) relatif:
Tidak tersedia informasi
Kelarutan dalam air: 1.090
g/l pada 20 °C
Sifat peledak: Tidak
diklasifikasikan sebagai
mudah meledak.
Sifat oksidator: Tidak ada
5. Etanol

Nama Rumus Titik Indeks Massa Sifat Fisika dan Kimia Bahaya
Bahan Kimia Didih/Leleh Bias Jenis
Etanol C2H5OH Titik didih: 1.361 0,78945 Bentuk: cair  Cairan dan uap amat
78,3 °C g/cm3 Warna: tidak berwarna mudah menyala.
Bau: seperti alkohol  Menyebabkan iritasi
Titik leleh: mata yang serius
pH: 7,0 pada 10 g/l
-114,5 °C
Titik nyala 12 °C
Terendah batas ledakan: 3,1
%(V)
Tertinggi batas ledakan: 27,7
%(V)
Tekanan uap: 59 hPa
pada 20 °C
Kerapatan (densitas) uap
relative: 1,6
Densitas: 0,790-0,793 g/cm3
pada 20 °C
Kelarutan dalam air: pada 20
°C tercampur sepenuhnya
Sifat peledak: Tidak
diklasifikasikan sebagai
mudah meledak.
Sifat oksidator: tidak ada

6. Metanol
Nama Rumus Titik Indeks Massa Sifat Fisika dan Kimia Bahaya
Bahan Kimia Didih/Leleh Bias Jenis
Metanol CH3OH Titik didih: 1.3289 0,792 Bentuk: cair  Cairan dan uap amat
64,5°C g/cm3 Warna: tidak berwarna mudah menyala.
Bau: ciri khas  Toksik bila tertelan,
Titik leleh: terkena kulit atau bila
pH: Tidak tersedia informasi.
-98 °C terhirup.
Titik nyala: 10 °C
 Menyebabkan
Laju penguapan: 6,3 kerusakan pada organ
Terendah batas ledakan: 5,5 (Mata).
%(V)
Tertinggi batas ledakan: 44
%(V)
Tekanan uap: 128 hPa pada
20 °C
Kerapatan (densitas) uap
relatif: 1,11
Densitas: 0,792 g/cm3 pada
20 °C
Kelarutan dalam air: pada 20
°C Larut
Suhu dapat membakar
sendiri: 455 °C
Viskositas, dinamis: 0,597
mPa.s
pada 20 °C
Sifat peledak: Tidak
diklasifikasikan sebagai
mudah meledak.
Sifat oksidator: tidak ada

7. AgNO3
Nama Rumus Titik Indeks Massa Sifat Fisika dan Kimia Bahaya
Bahan Kimia Didih/Leleh Bias Jenis
Perak AgNO3 Titik didih: 1.744 4,35 Bentuk: cair  Sangat toksik pada
Nitrat 444°C g/cm3 Warna: tidak berwarna kehidupan perairan
Bau: Tak berbau dengan efek jangka
Titik leleh: panjang.
pH: kira-kira 4 – 5 pada 20
212 °C
°C
Titik nyala: Tidak berlaku
Tekanan uap: Tidak tersedia
informasi.
Densitas: 1,01 g/cm3 pada 20
°C
Kerapatan (den-sitas) relatif:
Tidak tersedia informasi.
Kelarutan dalam air: pada 20
°C larut
Suhu penguraian: Tidak
tersedia informasi.
Viskositas, dinamis: Tidak
tersedia informasi.
Sifat peledak: Tidak
diklasifikasikan sebagai
mudah meledak.
Sifat oksidator: tidak ada

8. CaCl2
Nama Rumus Titik Indeks Massa Sifat Fisika dan Kimia Bahaya
Bahan Kimia Didih/Leleh Bias Jenis
Kalsium CaCl2 Titik didih: 1,52 2,15 Bentuk: padat  Menyebabkan iritasi
Klorida 1.935°C g/cm3 Warna: putih mata yang serius.
Bau: Tak berbau
Titik leleh: pH kira-kira: 8 - 10 pada 100
772°C
g/l 20 °C
Titik nyala: tidak menyala
Tekanan uap: Tidak tersedia
informasi.
Densitas: 2,15 g/cm3
pada 20 °C
Kelarutan dalam air: 740 g/l
pada 20 °C
Sifat peledak: Tidak
diklasifikasikan sebagai
mudah meledak.
Sifat oksidator: tidak ada

9. Aseton
Nama Rumus Titik Indeks Massa Sifat Fisika dan Kimia Bahaya
Bahan Kimia Didih/Leleh Bias Jenis
Aseton (CH3)2CO Titik didih: 1,37 0,784 Bentuk: cair  Cairan dan uap amat
56,2°C g/cm3 Warna: tidak berwarna mudah menyala.
Bau: seperti buah  Menyebabkan iritasi
Titik leleh: mata yang serius.
pH: 5 – 6 pada 395 g/l 20 °C
-95,4°C  Dapat menyebabkan
Titik nyala: < -20 °C
mengantuk dan
Terendah batas ledakan: 2,6
pusing.
%(V)
 Pendedahan berulang-
Tertinggi batas ledakan: 12,8 kali dapat
%(V) menyebabkan kulit
Tekanan uap: 233 hPa pada kering atau pecah-
20 °C pecah.
Kerapatan (densitas) uap
relatif: 2,01
Densitas: 0,79 g/cm3 pada 20
°C
Kelarutan dalam air: pada 20
°C larut
Viskositas, dinamis: 0,32
mPa.s pada 20 °C
Sifat peledak: Tidak
diklasifikasikan sebagai
mudah meledak.
Sifat oksidator: tidak ada

10. Klorobenzena
Nama Bahan Rumus Titik Indeks Massa Sifat Fisika dan Kimia Bahaya
Kimia Didih/Leleh Bias Jenis
Klorobenzena C6H5Cl Titik didih: 1,52 1,11 Bentuk: cair  Cairan dan uap mudah
132°C g/cm3 Warna: tidak berwarna menyala.
Bau: lemah  Menyebabkan iritasi
Titik leleh: kulit.
Titik nyala: 27 °C
-45°C  Berbahaya jika
Tertinggi batas ledakan: 11
%(V) terhirup.
 Toksik pada
Terendah batas ledakan: 1,3
kehidupan perairan
%(V)
dengan efek jangka
Tekanan uap: 12,05 hPa panjang
pada 20 °C
Densitas uap: Data tidak
tersedia
Kerapatan (densitas) relatif:
1,11 g/cm3 pada 20 °C -
Kelarutan dalam air: 0,207
g/l pada 20 °C
Viskositas, dinamis: Data
tidak tersedia
Sifat peledak: Data tidak
tersedia
Sifat oksidator: Data tidak
tersedia

E. TABEL LANGKAH KERJA DAN HASIL PENGAMATAN


1. Sintesis ters-Butil Klorida (dilakukan didalam lemari asam dan digunakan sarung
tangan)

Langkah Kerja Hasil Pengamatan


10 ml ters-butil klorida dan 30 ml HCl pekat
- Ditambahkan ke dalam corong pisah 125ml, Setelah penambahan HCl dan dikocok
kemudian dikocok selama 20 menit. pada corong pisah, menghasilkan fasa air
- Sesekali, kran dibuka dan gas dibuang dalam corong berada dibawah fasa organik.
pisah untuk mengurangi tekanan.
- Setelah pengocokkan selesai, corong pisah
didiamkan agar terjadi pemisahan fasa.
- Fasa air dikeluarkan, kemudian fasa organik dicuci Terbentuk dua lapisan dengan warna
dengan 10 ml larutan NaHCO3 5% dan 10 mL bening diatas dan bening kental dibawah.
larutan NaCl jenuh secara berurutan.
Persamaan Reaksi:
- Fasa organik diambil kembali dan disaring. NaHCO + HCl → NaCl + H O
3(aq) (aq) (aq) 2 (l)
- Fasa organik dikeringkan dengan penambahan CaCl2 + CO2(g)
kemudian didekantasi.
- Fasa organik yang diperoleh ditimbang kemudian
digunakan sedikit untuk pengukuran indeks bias.
Dipastikan tidak terjadi kesalahan
- Fasa organik (ters-butil klorida) akan digunakan pada penentuan fasa organik dan fasa air.
percobaan berikutnya.

2. Penentuan Mekanisme Reaksi SN1/SN2


Reaksi dilakukan terhadap 1-klorobutana, 2-klorobutana, ters-butil klorida, klorobenzena,
benzil klorida, atau alkil halida lain yang ada di laboratorium sehingga Anda melakukan percobaan
terhadap 5 sampel alkil halida.
a. Rekasi dengan NaI dalam Aseton
Langkah Kerja Hasil Pengamatan

5 tetes alkil halida yang telah ditentukan


- Dimasukkan ke dalam tabung reaksi berbeda
kemudian ditambahkan 10 tetes larutan NaI 18%
dalam aseton.
- Tabung reaksi digoyangkan kemudian dicatat waktu Tingkat kekeruhan:
yang diperlukan untuk pembentukan endapan.
Ters-butil klorida > 1-klorobutana > 2-
- Jika dalam 5 menit tidak terbentuk endapan, klorobutana > klorobenzena
dipanaskan tabung reaksi dalam penangas air pada
suhu 40-50℃.
- Diamati perubahan yang terjadi.

b. Reaksi dengan AgNO3 dalam etanol

Langkah Kerja Hasil Pengamatan

5 tetes alkil halida yang telah ditentukan


- Dimasukkan ke dalam 5 tabung reaksi berbeda
kemudian ditambahkan 10 tetes larutan AgNO3 1%
dalam etanol.
- Digoyangkan tabung reaksi kemudian dicatat waktu
yang diperlukan untuk pembentukan endapan.
- Jika dalam 5 menit tidak terbentuk endapan, tabung tabung reaksi dipanaskan dalam penangas
reaksi dipanaskan dalam penangas air. air pada suhu 40-50℃.
- Diamati perubahan yang terjadi.

- Untuk mengetahui pengaruh pelarut terhadap reaksi Hasil perbandingan pelarut:


SN1, dilakukan reaksi yang sama untuk alkil halida • 2-klorobutana + AgNO3 dalam etanol =
dengan AgNO3 1% dalam etanol-air 1:1.
• larutan agak kekuningan
• 2-klorobutana + AgNO3 dalam
etanol:air 1:1 = larutan lebih bening
• ters-butil klorida + AgNO3 dalam
etanol = ada endapan putih dan larutan
bening
• ters-butil klorida + AgNO3 dalam
etanol:air 1:1 = ada endapan putih dan
larutan keruh
c. Kerekatifan reaksi SN1 (Solvolisis)
Langkah Kerja Hasil Pengamatan

Campuran etanol, metanol, aseton, dengan air masing


masing pada perbandingan 1:1, 3:2, 7:3 sebanyak 2 ml
- Disiapkan.
saat ditambahkan larutan NaOH,
- Ditambahkan 3 tetes larutan NaOH 0,5M yang telah dipastikan warna indikator cukup terlihat.
mengandung sedikit indikator fenolftalein.
Water bath atau penangas air bersuhu
- Dihangatkan tabung reaksi dalam water bath. 30℃.
- Setelah larutan mencapai suhu 30℃, ditambahkan 3
tetes ters-butil klorida kemudian digoyangkan dan
disimpan kembali dalam penangas air.
- Dicatat waktu yang diperlukan untuk menghilangkan
warna indikator fenolftalein.

F. PENGOLAHAN DATA
- Tidak ada pengolahan data pada percobaan ini

G. PEMBAHASAN
Mekanisme reaksi adalah gambaran tahap demi tahap peristiwa terjadinya suatu reaksi kimia
(Tastan, O., Yalcinkaya, E., & Boz, 2010). Peristiwa terjadinya reaksi kimia merupakan kejadian
pada level molekuler dimana melibatkan elektron pada kulit terluarnya (Ahiakwo & Macson J.,
2012).
Reaksi substitusi pada senyawa halogen organik melibatkan kehadiran nukleofilik dalam
mekanisme reaksinya. Nukleofilik merupakan suatu spesies (atom/ ion/ molekul) yang kaya akan
elektron sehingga ia tidak suka akan elektron tetapi suka akan nukleus (inti yang kekurangan
elektron). Reaksi substitusi ini lebih dikenal dengan nama reaksi substitusi nukleofilik.
Reaksi substitusi nukleofilik terdiri dari dua mekanisme reaksi, yaitu mekanisme reaksi
substitusi SN1 dan SN2. Mekanisme reaksi SN1 ialah suatu proses substitusi dimana prosesnya
meliputi dua tahap. Sedangkan mekanisme reaksi SN2 hanya terdiri dari satu tahap (Adriani, 2017).
Percobaan kali ini bertujuan untuk memahami prinsip reaksi substitusi nukleofilik (SN 1),
mengidentifikasi penentuan mekanisme reaksi SN1/SN2 menggunakan reaksi dengan NaI dalam
aseton, mengidentifikasi sintesis alkil halida menggunakan larutan ters-butil alkohol dan HCl,
mengidentifikasi penentuan mekanisme reaksi SN1/SN2 menggunakan reaksi AgNO3 dalam etanol,
dan mengidentifikasi kereaktifan reaksi SN1 dalam solvolisis.
1. Sintesis ters-Butil Klorida (dilakukan dalam lemari asam dan gunakan sarung tangan)
Percobaan ini bertujuan untuk mensintesis senyawa ters-butil klorida dari bahan dasar ters-
butil alkohol dan HCl atau asam klorida. Prinsip percobaan ini menggunakan prinsip reaksi
substitusi nukleofilik, yaitu menggunakan 2 tahap utama. Tahap 1 adalah pelepasan (leaving group)
yang akan menjadi karbokation, dan tahap 2 adalah penyerangan oleh nukleofil terhadap
karbokation tersebut.
Langkah kerja yang dilakukan yaitu pertama, ditambahkan 10 ml ters-butil alkohol dan 30 ml
HCl pekat dalam corong pisah 125 ml, kemudian dikocok selama 20 menit. Sesekali, kran dibuka
dan gas dibuang dalam corong pisah untuk mengurangi tekanan dan mengeluarkan gas yang
terbentuk. Hal ini bertujuan untuk mencampurkan kedua senyawa agar dapat saling berinteraksi
satu sama lain. Setelah pengocokan selesai, campuran tersebut didiamkan hingga kedua fasa
terpisah sempurna. Berdasarkan literatur, gas tersebut merupakan uap air (H 2O) yang terbentuk
akibat proses disosiasi ion ters-Butiloksonium.
Berdasarkan literatur, lapisan yang terbentuk dari hasil pemisahan ini yaitu lapisan atas yang
berupa lapisan organik dan lapisan bawah yang berupa lapisan air. Terbentuknya lapisan organik
yang berada di atas dan lapisan organik yang berada di bawah ini diakibatkan terdapatnya
perbedaan massa jenis antar keduanya, dimana massa jenis senyawa organik yang dihasilkan lebih
ringan dibandingkan dengan massa jenis lapisan air.
Setelah itu, fasa air dikeluarkan, kemudian fasa organik dicuci dengan 10 ml larutan NaHCO 3
5% dan 10 mL larutan NaCl jenuh secara berurutan. Penambahan NaHCO 3 bertujuan untuk menarik
adanya air yang mungkin terdapat pada campuran tersebut, dan penambahan NaCl berfungsi
sebagai penetral dari asam yang kemungkinan masih tersisa dari HCl setelah reaksi berlangsung.
Sebelumnya dipastikan terlebih dahulu bahwa tidak terjadi kesalahan penentuan fasa organik dan
fasa air. Lalu, fasa organik diambil kembali dan disaring. Setelah itu, fasa organik dikeringkan
dengan penambahan CaCl2 kemudian didekantasi. Setelah itu, fasa organik yang diperoleh
ditimbang, kemudian digunakan sedikit untuk pengukuran indeks bias. Fasa organik (ters-butil
klorida) akan digunakan pada percobaan berikutnya.
Berdasarkan literatur (Fitria, dkk., 2016), mekanisme reaksi yang terjadi dalam percobaan ini
adalah sebagai berikut:
Pada mekanisme reaksi yang terjadi, pertama-tama terjadi pembentukan ion t-Butiloksonium.
Pembentukan karbokation ini diakibatkan adanya atom H pada HCl yang diserang oleh elektron
bebas atom O pada ters-butil alkohol, sehingga ikatan H-Cl akan putus. Reaksi ini berlangsung
dengan cepat. Setelah itu, terjadi pelepasan H2O oleh ters-butil alkohol, dan menghasilkan ion ters-
Butiloksonium. Reaksi ini berjalan lambat. Setelah terbentuk karbokation, atom Cl-dari HCl akan
menyerang atom C positif yang dimiliki oleh ters-Butiloksonium yang pada akhirnya membentuk
senyawa ters-Butil Klorida.

2. Penentuan Mekanisme Reaksi SN1/SN2


Percobaan ini bertujuan untuk menentukan mekanisme reaksi SN1/SN2. Pada percobaan ini
digunakan senyawa-senyawa alkil halida yang memiliki perbedaan dalam struktur senyawanya,
yaitu letak alkil halida dalam senyawa tersebut. Senyawa yang akan diuji tersebut adalah 1-
klorobutana yang merupakan alkil halida primer (halida terikat pada C primer), 2-klorobutana yang
merupakan alkil halida sekunder (halida terikat pada C sekunder), ters-butil klorida yang
merupakan alkil halida tersier (halida terikat pada C tersier), dan klorobenzena, atau alkil halida lain
yang ada di laboratorium sehingga praktikan melakukan percobaan terhadap 5 sampel alkil halida.
Pemilihan zat-zat tersebut bertujuan untuk mengetahui kereaktifan setiap zat dengan berbagai letak
gugus halida untuk membentuk reaksi substitusi yang akan terjadi, SN1 atau SN2.

a. Reaksi dengan NaI dalam Aseton.


Percobaan ini bertujuan untuk menguji kereaktifan SN2. Langkah kerja yang dilakukan yaitu
pertama, 5 tetes alkil halida yang telah ditentukan dimasukkan ke dalam 5 tabung reaksi berbeda,
kemudian ditambahkan 10 tetes larutan NaI 18% dalam aseton.
Pada percobaan ini, aseton berfungsi sebagai pelarut. Pelarut aseton digunakan karena aseton
bersifat aprotik, yang mana tidak dapat membentuk ikatan hidrogen, sehingga mempermudah
mekanisme reaksi SN2 karena mencegah ion iodida (sebagai nukleofil pada percobaan) dapat
tersolvolisis oleh pelarut sebelum reaksi terjadi.
Selain itu, NaI 18% berfungsi sebagai nukleofil yang menyerang substrat alkil halida (I -) dan
sebagai indikator terjadinya reaksi SN2. Ion iodida dipilih sebagai nukleofil karena merupakan
nukleofil yang kuat disebabkan oleh keelektronegatifannya yang relatif lebih rendah dibandingkan
halida lain, dan secara teori, nukleofil yang kuat dibutuhkan pada proses penggantian dalam reaksi
SN2. Kation Na+ sebagai pasangan I- digunakan sebagai indikator, karena kelarutan NaI dalam
aseton besar.
Goyangkan tabung reaksi kemudian catat waktu yang diperlukan untuk pembentukan
endapan. Jika dalam 5 menit tidak terbentuk endapan, panaskan tabung reaksi dalam penangas air
pada suhu 40-50oC dengan tujuan mempercepat laju reaksi yang terjadi, sehingga dapat
diidentifikasi substrat alkil halida yang tidak mengalami reaksi SN 2 (tidak membentuk endapan
meskipun telah dipanaskan). Terakhir, diamati perubahan yang terjadi.

b. Reaksi dengan AgNO3 dalam etanol.


Percobaan ini bertujuan untuk menguji kereaktifan senyawa alkil halida dalam membentuk
reaksi SN1. Langkah kerja yang dilakukan yaitu pertama, 5 tetes alkil halida yang telah ditentukan
dimasukkan ke dalam 5 tabung reaksi berbeda, kemudian tambahkan 10 tetes larutan AgNO 3 1%
dalam etanol.
Pada percobaan ini, etanol berfungsi sebagai pelarut. Pelarut etanol digunakan karena etanol
merupakan pelarut protik, sehingga memiliki kemampuan melakukan ikatan hidrogen yang akan
membuat kestabilan khusus untuk ion halida mulai dari saat terbentuknya ion. Selain itu, pada
percobaan ini, penambahan AgNO3 berfungsi sebagai indikator terjadinya reaksi SN1.
Selanjutnya, tabung reaksi digoyangkan, dan dicatat waktu yang diperlukan untuk
pembentukan endapan. Pada percobaan ini, saat AgNO3 ditambahkan, maka ion Ag+ akan
membentuk endapan dengan ion halida ketika ion tersebut mulai terpisah dari substratnya.
Terbentuknya endapan inilah yang menjadi indikator terjadinya reaksi SN1. Selain berfungsi
sebagai indikator terjadinya reaksi SN1, garam AgNO3 dipilih karena memiliki anion yang

merupakan nukleofil yang bersifat lemah, yaitu NO3-, sehingga tidak akan mampu bersaing dengan
nukleofil halida yang bersifat kuat. Jika anion yang digunakan adalah nukleofil yang lebih kuat
daripada nukleofil yang digunakan, maka reaksi yang akan terjadi adalah reaksi SN2.
Jika dalam 5 menit tidak terbentuk endapan, panaskan tabung reaksi dalam penangas air pada
suhu 40-50oC. Hal ini bertujuan untuk mempercepat laju reaksi yang terjadi, sehingga dapat
diidentifikasi substrat alkil halida yang tidak akan mengalami reaksi SN1. Terakhir, diamati
perubahan yang terjadi. Untuk mengetahui pengaruh pelarut terhadap reaksi SN 1, dilakukan reaksi
yang sama untuk alkil halida dengan larutan AgNO3 1% dalam etanol-air 1:1.
Pada reaksi alkil halida dengan larutan AgNO3 1% dalam etanol-air 1:1, hasil perbandingan
pelarutnya yaitu:
• 2-klorobutana + AgNO3 dalam etanol = larutan agak kekuningan
• 2-klorobutana + AgNO3 dalam etanol:air 1:1 = larutan lebih bening
• ters-butil klorida + AgNO3 dalam etanol = ada endapan putih dan larutan bening
• ters-butil klorida + AgNO3 dalam etanol:air 1:1 = ada endapan putih dan larutan keruh
c. Kereaktifan reaksi SN1 (Solvolisis).
Percobaan ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh pelarut terhadap kereaktifan reaksi
SN1 melalui solvolisis. Solvolisis merupakan salah satu tipe dalam reaksi substitusi nukleofilik
dimana nukleofilnya merupakan suatu molekul pelarut.
Prinsip percobaan ini adalah membandingkan laju solvolisis pelarut dalam reaksi SN1
berdasarkan teori bahwa akan terbentuk suatu asam kuat yang dilepaskan dalam reaksi tersebut.
Untuk menentukan waktu ketika reaksi berlangsung selama selang waktu tertentu, sejumlah basa
ditambahkan ke dalam campuran reaksi untuk menetralisasi sejumlah kecil fraksi asam yang
dihasilkan.
Langkah kerja yang dilakukan yaitu pertama, dalam tabung reaksi disiapkan campuran etanol,
metanol, dan aseton dengan air masing-masing pada perbandingan 1:1, 3:2, dan 7:3 sebanyak 2 ml.
Lalu, ditambahkan 3 tetes larutan NaOH 0,5 M yang telah mengandung sedikit indikator
fenolftalein. Pada tahap ini, dipastikan terlebih dahulu warna indikator cukup terlihat untuk
melakukan pengamatan. Kemudian, tabung reaksi dihangatkan dalam water bath atau penangas air
bersuhu 30oC, dengan tujuan agar laju reaksi menjadi lebih cepat.
Setelah larutan mencapai suhu 30oC, ditambahkan 3 tetes ters-butil klorida, kemudian
digoyangkan dan disimpan kembali dalam penangas air. Terakhir, dicatat waktu yang diperlukan
untuk menghilangkan warna indikator fenolftalein.
Berdasarkan literatur, diketahui bahwa larutan yang paling cepat mengalami perubahan warna
menjadi bening dari yang awalnya berwarna merah muda/ungu adalah etanol. Hal ini disebabkan
karena etanol memiliki struktur geometri yang mirip dengan air. Selain itu, hal ini juga disebabkan
karena etanol bersifat polar. Setelah itu dilanjut dengan metanol dan yang terakhir adalah aseton.
Aseton paling lama mengalami perubahan warna menjadi bening karena aseton adalah senyawa
nonpolar dan aseton tidak memiliki kemiripan geometri dengan air. Keadaan pelarut-air 1:1
merupakan keadaan yang paling baik, karena rata-rata waktu yang dibutuhkan paling kecil. Untuk
pelarut aseton, semakin besar perbandingan untuk pelarut maka waktu yang dibutuhkan untuk
perubahan warna akan semakin lama.
Basa yang digunakan adalah NaOH, namun dalam jumlah yang sedikit. Sehingga dengan
penambahan indikator fenolftalein, dapat terlihat laju solvolisis yang terjadi. Pada percobaan, ke
dalam setiap campuran pelarut ditambahkan fenolftalein, maka larutan akan berwarna sedikit ungu
disebabkan larutan bersifat basa (terdapat NaOH) yang kemudian akan ditambahkan substrat alkil
halida (ters-butil klorida). Saat reaksi SN1 terjadi, maka campuran reaksi perlahan-lahan akan
semakin asam yang merupakan hasil reaksi SN1 yang membuat warna larutan menjadi bening.
Perbedaan waktu untuk mencapai warna larutan yang bening dapat menjadi indikator pelarut yang
baik dalam proses SN1. Substrat ters-butil klorida dipilih karena merupakan alkil halida tersier yang
secara teori memiliki laju reaksi solvolisis yang tinggi sehingga mudah diamati.

H. KESIMPULAN
1. Reaksi substitusi nukleofilik adalah reaksi substitusi yang dapat terjadi pada substrat karbon
yang bermuatan positif (karbonium) dengan spesi yang menyenangi muatan positif atau
spesi yang kelebihan elektron (muatan negatif) atau yang dikenal dengan nukleofil.
2. Prinsip reaksi substitusi nukleofilik yaitu menggunakan 2 tahap utama. Tahap 1 adalah
pelepasan (leaving group) yang akan menjadi karbokation, dan tahap 2 adalah penyerangan
oleh nukleofil terhadap karbokation tersebut.
3. Pada percobaan sintesis ters-butil klorida, gas yang keluar dari corong pisah merupakan uap
air (H2O) yang terbentuk akibat proses disosiasi ion ters-Butiloksonium.
4. Pada percobaan sintesis ters-butil klorida, penambahan CaCl2 pada proses pengeringan
bertujuan untuk mengikat air yang masih tersisa dalam halida.
5. Pada percobaan reaksi dengan NaI dalam aseton, Pelarut aseton digunakan karena bersifat
aprotik, yang mana tidak dapat membentuk ikatan hidrogen, sehingga mempermudah
mekanisme reaksi SN2 karena mencegah ion iodida dapat tersolvolisis oleh pelarut sebelum
reaksi terjadi.
6. Pada percobaan reaksi dengan NaI dalam aseton, NaI 18% berfungsi sebagai nukleofil yang
menyerang substrat alkil halida (I-) dan sebagai indikator terjadinya reaksi SN2.
7. Pada percobaan reaksi dengan AgNO3 dalam etanol, pelarut etanol digunakan karena etanol
merupakan pelarut protik, sehingga memiliki kemampuan melakukan ikatan hidrogen yang
akan membuat kestabilan khusus untuk ion halida mulai dari saat terbentuknya ion.
8. Pada percobaan reaksi dengan AgNO3 dalam etanol, AgNO3 berfungsi sebagai indikator
terjadinya reaksi SN1.
9. Pada percobaan sintesis ters-butil klorida, kran dibuka dan gas dibuang dalam corong pisah
dengan tujuan untuk mencampurkan kedua senyawa agar dapat saling berinteraksi satu sama
lain.
10. Pada percobaan pengaruh pelarut terhadap kereaktifan reaksi SN 1 melalui solvolisis, larutan
yang paling cepat mengalami perubahan warna menjadi bening adalah etanol, karena etanol
memiliki struktur geometri yang mirip dengan air.
I. DAFTAR PUSTAKA
Adriani, Nina, dkk. 2017. Mekanisme Reaksi Substitusi Nukleofilik SN1 dan SN2 dengan
Senyawa Halogen Organik. Tanjung Pinang: Universitas Maritim Raja Ali Haji.
Ahiakwo & Macson J. 2012. Organic Reaction Mechanism Controversy: Pedagogical
Implication for Chemical Education. AJCE, 2 (2), pp. 51–65.
Asmara, A. P. 2016. Kajian Integrasi Nilai-Nilai Karakter Islam dengan Kimia dalam Materi
Kimia Karbon. Jurnal Pendidikan Sains. 4 (2): 6.
Fitria, Nur Yasmine, dkk. 2016. Sintesis Tersier Butil Klorida. Depok: Fakultas MIPA
Universitas Indonesia.
Nurlita, Frieda. 2004. Buku Ajar Praktikum Kimia Organik. Singaraja: IKIP Negeri Singaraja.
Prasojo, dan Stefanus L. 2012. Kimia Organik Jilid 1. Yogyakarta: Universitas Sanata Darma.
Riswiyanto. 2009. Kimia Organik. Jakarta: Erlangga.
Suja, I. Wayan dan I Wayan Muderawan. 2003. Buku Ajar Kimia Organik Lanjut (Stereokimia,
Struktur & Reaktivitas, Mekanisme Reaksi). Singaraja: IKIP Negeri Singaraja.
Smith, B. Michael dan Jerry March. 2007. March’s Advanced Organic Chemistry: Reactions,
Mechanisms, and Structure 6th Edition. New Jersey: John Wiley and Sons, Inc.
Tastan, O., Yalcinkaya, E., & Boz, Y. 2010. Pre-service Chemistry Teachers’ Ideas about
Reaction Mechanism. Journal of Turkish Science Education. 7 (1), pp. 47–60.

Anda mungkin juga menyukai