Makalah Penatalaksanaan Fraktur
Makalah Penatalaksanaan Fraktur
DI SUSUN OLEH :
KELOMPOK 6
ABDUL KHAFIDZ NAYIU
NADILLAH ADJAMI
SANGRILA LAGARUSU
SUMIRA UMANAHU
A. PENATALAKSANAAN KONSERVATIF
1. PEMBALUTAN
Proteksi tanpa reposisi dan imobilisasi digunakan pada penanganan fraktur dengan
dislokasi fragmen patahan yang minimal atau dengan dislokasi yang tidak akan
menyebabkan kecacatan dikemudian hari. Contoh adalah pada fraktur kosta, fraktur
klavikula pada anak-anak, fraktur vertebrae dengan kompresi minimal.
Istilah pembalut merujuk pada aplikasi secara luas maupun secara sempit
pembalutan untuk tujuan terapeutik. Apapun alasannya, perlu diingat bahwa jika tidak
diterapkan dengan benar, membalut dapat lebih cepat dan mudah menyebabkan injury.
Tekanan pembalutan harus tidak melebihi tekanan hidrostatik intravaskuler, jika membalut
bertujuan untuk mengurangi pembentukan edema tanpa meningkatkan tahanan vaskuler
yang dapat merusak aliran darah.
Tujuan:
Prosedur pembalutan
1) Perhatikan tempat atau letak yang akan dibalut dengan menjawab pertanyaan,
a. Bagian dari tubuh yang mana ?
b. Apakah ada luka terbuka atau tidak ?
c. Bagaimana luas luka tersebut ?
d. Apakah perlu membatasi gerak bagian tubuh tertentu atau tidak?
2) Pilih jenis pembalut yang akan dipergunakan, dapat salah satu atau kombinanasi.
3) Sebelum dibalut, jika luka terbuka perlu diberi desinfektan atau dibalut dengan pembalut
yang mengandung desinfektan. Jika terjadi disposisi/dislokasi perlu direposisi. Urut-urutan
tindakan desinfeksi luka terbuka:
Letakkan sepotong kasa steril di tengah luka (tidak usah ditekan) untuk melindungi luka
selama didesinfeksi.
Kulit sekitar luka dibasuh dengan air, disabun dan dicuci dengan zat antiseptik.
Kasa penutup luka diambil kembali. Luka disiram dengan air steril untuk membasuh
bekuan darah dan kotoran yang terdapat di dalamnya.
Dengan menggunakan pinset steril (dibakar atau direbus lebih dahulu) kotoran yang tidak
hanyut ketika disiram dibersihkan.
Tutup lukanya dengan sehelai sofratulle atau kasa steril biasa. Kemudian di atasnya dilapisi
dengan kasa yang agak tebal dan lembut.
Kemudian berikan balutan yang menekan.
Apabila terjadi pendarahan, tindakan penghentian pendarahan dapat dilakukan
dengan cara:
Pembalut tekan, dipertahankan sampai pendarahan berhenti atau sampai pertolongan yang
lebih mantap dapat diberikan.
Penekanan dengan jari tangan di pangkal arteri yang terluka. Penekanan paling lama 15
menit.
Pengikatan dengantourniquet.
Digunakan bila pendarahan sangat sulit dihentikan dengan cara biasa.
Lokasi pemasangan: lima jari di bawah ketiak (untuk pendarahan di lengan) dan lima jari di
bawah lipat paha (untuk pendarahan di kaki)
Cara: lilitkan torniket di tempat yang dikehendaki, sebelumnya dialasi dengan kain atau
kasa untuk mencegah lecet di kulit yang terkena torniket. Untuk torniket kain, perlu
dikencangkan dengan sepotong kayu. Tanda torniket sudah kencang ialah menghilangnya
denyut nadi di distal dan kulit menjadi pucat kekuningan.
Setiap 10 menit torniket dikendorkan selama 30 detik, sementara luka ditekan dengan kasa
steril.
Elevasi bagian yang terluka
4) Tentukan posisi balutan dengan mempertimbangkan :
Dapat membatasi pergeseran atau gerak bagian tubuh yang memang perlu difiksasi
Sesedikit mungkin membatasi gerak bagian tubuh yang lain
Usahakan posisi balutan yang paling nyaman untuk kegiatan pokok penderita
Tidak mengganggu peredaran darah, misalnya pada balutan beriapis, lapis yang paling
bawah letaknya disebelah distal
Tidak mudah kendor atau lepas
1. Cara membalut dengan mitella
a. Pembalut mitella dilipat-lipat dari salah satu sisi sehingga berbentuk pita dengan masing-
masing ujung lancip
b. Bebatkan pada tempat yangakan dibalut sampai kedua ujungnya dapat diikatkan
c. Diusahakan agar balutan tidak mudah kendor dengan cara sebelum diikat arahnya saling
menarik
d. Kedua ujungnya diikatkan secukupnya
a. Berdasar besar bagian tubuh yang akan dibalut maka dipilih pembalutan pita ukuran lebar
yang sesuai
b. Balutan pita biasanya beberapa lapis, dimulai dari salaah satu ujung yang diletakkan dari
proksimal ke distal menutup sepanjang bagian tubuh , yang akan dibalut kemudian dari
distal ke proksimal dibebatkan dengan. arah bebatan saling menyilang dan tumpang tindih
antara bebatan yang satu dengan bebatan berikutnya
c. Kemudian ujung yang dalam tadi (b) diikat dengan ujung yang lain secukupnya
Prinsip-prinsip pembalutan
1) Balutan harus rapat rapi jangan terialu erat karena dapat mengganggu sirkulasi.
2) Jangan terialu kendor sehingga mudah bergeser atau lepas.
3) Ujung-ujung jari dibiarkan terbuka untuk merigetahui adanya gangguan sirkulasi.
4) Bila ada keluhan balutan terialu erat hendaknya sedikit dilonggarkan tapi tetap rapat,
kemudian evaluasi keadaan sirkulasi.
2. BIDAI
Bidai atau spalk adalah alat dari kayu, anyaman kawat atau bahan lain yang kuat
tetapi ringan yang digunakan untuk menahan atau menjaga agar bagian tulang yang patah
tidak bergerak (immobilisasi).
Tujuan Pembidaian
Macam-macam Bidai
1. Bidai keras
Umumnya terbuat dari kayu, alumunium, karton, plastik atau bahan lain yang kuat dan
ringan. Pada dasarnya merupakan bidai yang paling baik dan sempurna dalam keadaan
darurat. Kesulitannya adalah mendapatkan bahan yang memenuhi syarat di lapangan.
2. Bidai improvisasi
Bidai yang dibuat dengan bahan yang cukup kuat dan ringan untuk penopang.
Pembuatannya sangat tergantung dari bahan yang tersedia dan kemampuan improvisasi si
penolong. Contoh : majalah, koran, karton dan lain-lain.
Prinsip Pembidaian
1. Lakukan pembidaian pada tempat dimana anggota badan mengalami cidera ( korban yang
dipindahkan)
2. Lakukan juga pembidaian pada persangkaan patah tulang, jadi tidak perlu harus dipastikan
dulu ada tidaknya patah tulang
3. Melewati minimal dua sendi yang berbatasan
Indikasi Pembidaian
1. Adanya fraktur, baik terbuka maupun tertutup
2. Adanya kecurigaan terjadinya fraktur
3. Dislokasi persendian
Persiapan Alat
1. Bidai sesuai kebutuhan (untuk ekstremitas atas 2 bidai, untuk ekstremitas bawah 3 bidai)
2. Kassa gulung atau elastis bandage
3. Gunting
4. Kassa steril
5. Plester
6. Sarung tangan
7. Bantalan
Pelaksanaan
1. Perkenalan, identifikasi pasien, penjelasan prosedur dan inform consent
2. Jaga privasi dan keamanan klien
3. Dekatkan alat ke pasien
4. Cuci tangan
5. Pakai sarung tangan
6. Bagian ekstremitas yang cedera harus terlihat seluruhnya, pakaian harus dilepas, jika perlu
digunting dan lakukan pengkajian area cedera
7. Periksa nadi, fungsi motorik, dan sensorik (PMS) ekstremitas bagian distal dari tempat
cedera sebelum pemasangan bidai
8. Jika ekstremitas tampak pucat dan nadi tidak teraba, coba luruskan dengan tarikan perlahan
secukupnya, hingga nadi teraba, tetapi bila terasa ada tahanan jangan diteruskan
9. Bila curiga adanya dislokasi pasang bantalan atas bawah (lokasi dislokasi) jangan mencoba
untuk diluruskan
10. Bila ada patah tulang terbuka, tutup bagian tulang yang keluar dengan kasa steril dan
jangan memasukkan tulang yang keluar ke dalam
11. Pasang balut bidai dalam posisi tersebut dengan melewati 2 sendi, jangan terlalu ketat dan
terlalu kendor
12. Periksa nadi, fungsi motoric, dan sensorik (PMS) ekstremitas bagian distal dari tempat
cedera setelah pemasangan bidai
13. Bereskan alat dan cuci tangan
3. PEMASANGAN GIPS
Gips dalam bahasaa latin disebut kalkulus, dalam bahasa ingris disebut plaster of
paris, dan dalam belanda disebut gips powder. Gips merupakan mineral yang terdapat di
alam berupa batu putih yang mengandung unsur kalsium sulfat dan air. Gips adalah alat
imobilisasi eksternal yang kaku yang di cetak sesuai dengan kontur tubuh tempat gips di
pasang.Gips adalah balutan ketat yang digunakan untuk imobilisasi bagian tubuh dengan
mengunakan bahan gips tipe plester atau fiberglass. Jadi gips adalah alat imobilisasi
eksternal yang terbuat dari bahan mineral yang terdapat di alam dengan formula khusus
dengan tipe plester atau fiberglass.
Tujuan
Untuk mengimobilisasi bagian tubuh dalam posisi tertentu dan memberikan tekanan yang
merata pada jaringan lunak yang terletak didalamnya.
Jenis-jenis Gips
Kondisi yang ditangani dengan gips menentukan jenis dan ketebalan gips yang
dipasang. Jenis-jenis gips sebagai berikut:
1) Gips lengan pendek Gips ini dipasang memanjang dari bawah siku sampai lipatan telapak
tangan, dan melingkar erat didasar ibu jari.
2) Gips lengan panjang Gips ini dipasang memanjang. Dari setinggi lipat ketiak sampai
disebelah prosimal lipatan telapak tangan. Siku biasanya di imobilisasi dalam posisi tegak
lurus.
3) Gips tungkai pendek Gips ini dipasang memanjang dibawah lutut sampai dasar jari kaki,
kaki dalam sudut tegak lurus pada posisi netral,
4) Gips tungkai panjang, gips ini memanjang dari perbatasan sepertiga atas dan tengah paha
sampai dasar jari kaki, lutut harus sedikit fleksi.
5) Gips berjalan. Gips tungkai panjang atau pendek yang dibuat lebih kuat dan dapat disertai
telapak untuk berjalan
6) Gips tubuh Gips ini melingkar di batang tubuh
7) Gips spika gips ini melibatkan sebagian batang tubuh dan satu atau dua ekstremitas (gips
spika tunggal atau ganda)
8) Gips spika bahu Jaket tubuh yang melingkari batang tubuh, bahu dan siku
9) Gips spika pinggul Gips ini melingkari batang tubuh dan satu ekstremitas bawah (gips
spika tunggal atau ganda).
Bahan-bahan Gips
a) Plester.
Gips pembalut dapat mengikuti kontur tubuh secara halus. Gulungan krinolin
diimregasi dengan serbuk kalsium sulfat anhidrus ( Kristal gypsum ). Jika basah terjadi
reaksi kristalisasi dan mengeluarkan panas. Kristalisasi menghasilkan pembalut yang kaku .
kekuatan penuh baru tercapai setelah kering , memerlukan waktu 24-72 jam untuk
mongering. Gips yang kering bewarna mengkilap , berdenting, tidak berbau,dan kaku,
sedangkan gips yang basah berwarna abu-abu dan kusam, perkusinya pekak, terba lembab,
dan berbau lembab.
b) Nonplester.
Secara umum berarti gips fiberglass, bahan poliuretan yang di aktifasi air ini
mempunyai sifat yang sama dengan gips dan mempunyai kelebihan karna lebih ringan dan
lebih kuat, tahan air dan tidak mudah pecah.di buat dari bahan rajuutan terbuka, tidak
menyerap, diimpregnasi dengan bahan pengeras yang dapat mencapai kekuatan kaku
penuhnya hanya dalam beberapa menit.
c) Nonplester berpori-pori,
Dengan pemasangan gips ini masalah kulit dapat di hindari. Gips ini tidak menjadi
lunak jika terkena air,sehingga memungkinkan hidro terapi. Jika basah dapat dikeringkan
dengan pengering rambut.
Persiapan
Bahan gips dengan ukuran sesuai ekstremitas tubuh yang akan di gips
Baskom berisi air hangat
Gunting perban
Bengkok
Perlak dan alasnya
Waslap/duk
Pemotong gips
Kasa dalam tempatnya
Alat cukur
Sabun dalam tempatnya
Handuk
Krim kulit
Spons rubs ( terbuat dari bahan yang menyerap keringat)
Padding (pembalut terbuat dari bahan kapas sintetis)
Persiapan pasien
Pasien dikaji secara umum sebelum pemasangan gips terhadap gejala dan tanda,
status emosional, pemahaman tujuan pemasangan gips, dan kondisi bagian tubuh yang
akan di pasang gips, termasuk status neurovaskuler, lokasi pembengkakan, memar, dan
adanya abrasi. Data yang harus terpenuhi antara lain adanya rasa gatal atau nyeri
,keterbatasan gerak, rasa panas pada daerah yang di pasang gips dan apakah ada luka di
bagian yang akan digips. Misalnya luka operasi, luka akibat patah tulang; apakah ada
sianosis : apakah ada pendarahan; apakah ada iritasi kulit; apakah ada bau atau cairan yang
keluar dari bagian dari bagian tubuh yang di akan di gips.Bila ada luka dirawat dan ditutup
kassa, ukur TD, nadi dan RR.
Persiapan lingkungan
Prosedur
Prosedur Rasional
A. Siapkan klien dan jelaskan pada prosedur yang ·Membuat pasien mengerti akan
akan dikerjakan. prosedur tindakan yang akan dilakukan
sehingga dapat mengurangi cemas.
B. Siapkan alat-alat yang akan digunakan untuk ·Membantu agar tindkana berjalan
pemasangan gips dengan mudah.
C. Daerah yang akan di pasang gips dicukur,
dibersihkan,dan di cuci dengan sabun,
kemudian dikeringkan dengan handuk dan di ·Membuat permukaan yang akan
beri krim kulit (bila perlu). dipasang gips lembab, bersih, sehingga
D. Sokong ekstremitas atau bagian tubuh yang pemasangan gips tidak akan merusak
akan di gips. integritas kulit klien.
·Meminimalkan gerakan,
E. Posisikan dan pertahankan bagian yang akan mempertahankan reduksi dan
di gips dalam posisi yang di tentukan dokter kesegarisan, meningkatkan
selama prosedur. kenyamanan.
Mudah didapatkan.
Murah dan mudah dipergunakan oleh setiap dokter.
Dapat diganti setiap saat.
Dapat dipasang dan dibuat cetakan sesuai bentuk anggota gerak.
Dapat dibuat jendela/lubang pada gips untuk membuka jahitan atau perawatan luka selam
imobiliasi.
Koreksi secara bertahap jaringan lunak dapat dilakukan membuat sudut tertentu.
Gips bersifat rediolusen sehingga pemeriksaan foto rontgen tetap dapat dilakukan
walaupun gips terpasang.
Merupakan terapi konservatif pilihan untuk menghindari operasi.
Kekurangan pemasangan Gips :
Pemasangan gips yang ketat akan memberikan gangguan atau tekanan pada pembuluh
darah, saraf atau tulang itu sendiri.
Pemasangan yang lama dapat menyebabkan kekakuan pada sendi dan mungkin dapat
terjadi.
Alergi dan gatal-gatal akibat gips.
Berat dan tidak nyaman dipakai oleh penderita.
Perawatan
Gips tidak boleh basah oleh air atau bahan lain yang mengakibatkan kerusakan gips.
Setelah pemasangan gips harus dilakukan pemantauan yang teratur, tergantung dari lokasi
pemasangan.
Gips yang mengalami kerusakan atau lembek pada beberapa tempat, harus diperbaiki.
4. TRAKSI
Ada 2 cara :
1) Traksi kulit
Skin traksi merupakan penarikan bagian tulang yang mengalami fraktur dengan
menempelkan plaster dengan teknik pembebatan secara langsung pada kulit untuk
mempertahankan bentuk, dalam jangka waktu pendek antara 48 jam sampai 72 jam.
Contoh pada fraktur suprakondelier pada anak-anak, fraktur femur, HNP dan kontraktur
sendi.
Traksi kulit digunakan untuk mengontrol spasme kulit dan memberikan imobilisasi.
Bila dibutuhkan beban traksi yang berat dan dalam waktu yang lama, sebaiknya gunakan
traksi skelet. Traksi kulit terjadi akibat beban menarik tali, spon karet atau bahan kanvas
yang diletakkan kekulit. Traksi pada kulit meneruskan traksi kestruktur muskulosketal.
Beratnya beban yang dapat dipasang sangat terbatas, tidak boleh melebihi toleransi kulit,
tidak lebih dari 2-3 kg. Traksi pelvis umumnya 4,5-9 kg, tergantung berat badan klien.
Beban tarikan pada traksi kulit tidak boleh melebihi 5 kg, karena bila beban berlebih
kulit dapat mengalami nekrosis akibat tarikan yang terjadi karena iskemia kulit. Pada kulit
yang tipis, beban yang diberikan bahkan lebih kecil lagi dan pada orang tua tidak boleh
dilakukan traksi kulit. Traksi kulit banyak dipasang pada anak-anak karena traksi skelet
pada anak dapat merusak cakram episifis. Jadi beratnya beban traksi kulit antara 2-5 kg.
Traksi kulit dapat mengakibatkan iritasi kulit .Kulit yang Sensitive dan rapuh pada lansia
harus diidentifikasi pada lansia harus diidentifikasi pada pengkajian awal. Reaksi kulit
yang berhubungan langsung dengan plester dan spon harus dipantau ketat.
Traksi kuli tharus dipasang dengan kuat agar kontak dengan plester dan spon tetap
erat. Gaya geseran pada kulit harus dicegah. Plester traksi harus dipalpasi setiap hari untuk
mengetahui adanya nyeri tekan.Pada ekstremitas bawah, tumit, dan tendon Achilles harus
diinspeksi beberapa sekali.
Boot spon harus diangkat untuk melakukan inspeksi tiga kali sehari perlu bantuan
perawat lain untuk menyangga ekstremitas selama inspeks. Lakukan perawatan punggung
minimal tiap dua jam untuk mencegah ulkus dekubitus. Gunakan kasur udara, busa
densitas pada untuk meminimalkan terjadinya ulkus kulit.
Lama traksi, baik traksi kulit maupun traksi skelet bergantung pada tujuan traksi.
Traksi sementara untuk imobilisasi biasanya hanya beberapa hari, sedangkan traksi untuk
reposisi beserta imobilisasi lamanya sesuai dengan lama terjadinya kolus fibrosa. Setelah
terjadi kolus fibrosa, ekstremitas imobilitas dengan gips. Traksi kulit apendikuler( hanya
pada ekstremitas ) digunakan pada orang dewasa, termasuk traksi ekstensi Buck, traksi
Russel, dan traksi Dunlop.
Kontraindikasi
Hipermobilitas : Hipermobilitas pada sendi tidak boleh diberikan teknik ini kecuali dengan
pertimbangan bahwa fisioterapis dapat menjaga dalam batasan gerak yang normal pada
sendi tersebut. Selain itu tidak boleh diaplikasikan pada pasien yang mempunyai potensial
nekrose pada ligament dan kapsul sendi.
Efusi Sendi : Efusi sendi tidak boleh dilakukan mobilisasi. Hal ini dikarenakan pada kapsul
yang ditraksi akan mengalami penggelembungan karena menampung cairan dari luar.
Keterbatasan ini berasal dari perubahan yang terjadi dari laur dsan respon otot terhadap
nyeri bukan karena pemendekan otot.
Inflamasi : Pada tahap ini tidak boleh dilakukan traksi karena menimbulkan nyeri serta
memperberat kerusakan pada jaringan.
Fraktur humeri dan osteoporosis
Keseleo akut, strain, dan peradangan
Ketidakstabilan tulang belakang
Kehamilan
Hernia hiatus
Claustrophobia
Prinsip Traksi Efektif
Pada pemasangan traksi, harus dipikirkan adanya kontraksi, yaitu gaya yang bekerja
dengan arah yang berlawanan. Umumnya berat badan pasien dan pengaturan posisi tempat
tidur mmnpu memberi kontraksi. Yang harus diperhatikan dalam hal pemasangan traksi ini,
antara lain:
1. Berikan tindakan kenyamanan ( contoh: sering ubah posisi, pijatan punggung ) dan
aktivitas terapeutik.
2. Berikan obat sesuai indikasi contoh analgesik relaksan otot.
3. Berikan pemanasan lokal sesuai indikasi.
4. Beri penguatan pada balutan awal/ pengganti sesuai dengan indikasi, gunakan teknik
aseptic dengan tepat.
5. Pertahankan linen klien tetap kering, bebas keriput.
6. Anjurkan klien menggunakan pakaian katun longgar.
7. Dorong klien untuk menggunakan manajemen stress, contoh: bimbingan imajinasi, nafas
dalam.
8. Kaji derajat imobilisasi yang dihasilkan
9. Identifikasi tanda atau gejala yang memerlukan evaluasi medik, contoh: edema, eritema.
Persiapan alat
Mencuci tangan
Memakai handscone
Beri tanda batas pemasangan plester gips menggunakan bolpoint
k/p beri balsam perekat
Ambil skintraksi kit lalu rekatkan plester gips pada bagian medial dan lateral kaki secara
simetris dengan tetap menjaga immobilisasi fraktur
Pasang katrol lurus dengan kaki bagian fraktur
Masukkan tali pada pulley katrol
Sambungkan tali pada beban ( 1/7 BB = maksimal 5 kg
k/p pasang bantalan contertraksi atau bantal penyangga kaki
Atur posisi pasien nyaman dan rapikan
Beritahu pasien bahwa tindakan sudah selesai dan pesankan untuk manggil perawat bila
ada keluhan
Buka tirai/ pintu
Alat dikembalikan, dibersihkan dan dirapikan
Sarung tangan dilepas
Mencuci tangan
Traksi Kulit
Cuci tangan
Atur posisi klien dalam posisi lurus di tempat tidur untuk mempertahankan tarikan traksi
yang optimal
Buka set ganti balut, cairan pembersih dan gunakan sarung tangan steril
Bersihkan pin serta area kulit sekitar pin, menggunakan lidi kapas dengan teknik menjauh
dari pin (dari dalam ke luar)
Beri salep anti bakteri jika diperlukan sesuai protokol RS
Tutup kassa di lokasi penusukan pin
Lepas sarung tangan
Buang alat – alat yang telah dipakai ke dalam plastik khusus infeksius
Cuci tangan
Anjurkan klien menggunakan trapeze untuk membantu dalam pergerakan di tempat tidur
selama ganti alat dan membersihkan area punggung/ bokong
Berikan posisi yang tepat di tempat tidur
a) Menunjukan tidak ada tanda iritasi kulit, ekstremitas warna normal, dan hangat, tidak
bengkak, dan nadi teraba.
b) Menunjukan tidak terdapat tanda infeksi: suhu dibawah 37oC, jumlah sel darah putih 5000-
10.000/mm3, tidak ada nyeri pada luka, tidak ada tanda kemerahan dan drainase pada sisi
pin.
c) Menggunakan mekanisme koping efektif
d) Menyebutkan peningkatan kenyamanan:
e) Kadang-kadang meminta analgesia oral
f) Melakukan aktivitas perawatan diri, memerlukan sedikit bantuan pada saat memenuhi
kebutuhan sehari-hari.
g) Pola eliminasi defekasi teratur, dan perut lemas.
h) Klien mengerti dengan program terapi, klien menunjukkan pemahaman terhadap program
terapi (menjelaskan tujuan traksi, berpartisipasi dalam rencana perawatan).
i) Klien mengekspresikan perasaan dengan aktif, dan tingkat ansietas klien menurun.
j) Nyeri berkurang, klien mampu mengubah posisi sendiri sesering mungkin sesuai
kemampuan traksi, klien dapat beristirahat nyenyak.
k) Mobilitas klien meningkat, klien melakukan latihan yang dianjurkan, menggunakan alat
bantu yang aman.
l) Tidak ditemukan adanya dekubitus dan nyeri tekan. Kulit tetap utuh, atau tidak terjadi luka
tekan lebih luas.
B. PENATALAKSANAAN OPERASI
1. ORIF
ORIF adalah suatu bentuk pembedahan dengan pemasangan internal fiksasi pada
tulang yang mengalami fraktur. ORIF (Open Reduksi Internal Fiksasi), open reduksi
merupakan suatu tindakan pembedahan untuk memanipulasi fragmen-fragmen tulang yang
patah / fraktur sedapat mungkin kembali seperti letak asalnya. Internal fiksasi biasanya
melibatkan penggunaan plat, sekrup, paku maupun suatu intramedulary (IM) untuk
mempertahan kan fragmen tulang dalam posisinya sampai penyembuhan tulang yang solid
terjadi.
⁻ Reposisi anatomis.
⁻ Mobilisasi dini tanpa fiksasi luar.
⁻ Ketelitian reposisi fragmen-fragmen fraktur.
⁻ Kesempatan untuk memeriksa pembuluh darah dan saraf di sekitarnya.
⁻ Stabilitas fiksasi yang cukup memadai dapat dicapai.
⁻ Perawatan di RS yang relatif singkat pada kasus tanpa komplikasi.
⁻ Potensi untuk mempertahankan fungsi sendi yang mendekati normal serta kekuatan otot
selama perawatan fraktur.
⁻ Setiap anastesi dan operasi mempunyai resiko komplikasi bahkan kematian akibat dari
tindakan tersebut.
⁻ Penanganan operatif memperbesar kemungkinan infeksi dibandingkan pemasangan gips
atau traksi.
⁻ Penggunaan stabilisasi logam interna memungkinkan kegagalan alat itu sendiri.
⁻ Pembedahan itu sendiri merupakan trauma pada jaringan lunak, dan struktur yang
sebelumnya tak mengalami cedera mungkin akan terpotong atau mengalami kerusakan
selama tindakan operasi.
Indikasi ORIF :
a. Fraktur yang tidak bisa sembuh atau bahaya avasculair necrosis tinggi. Misalnya :
⁻ Fraktur talus
⁻ Fraktur collum femur.
b. Fraktur yang tidak bisa di reposisi tertutup. Misalnya :
⁻ Fraktur avulsi
⁻ Fraktur dislokasi.
c. Fraktur yang dapat di reposisi tetapi sulit dipertahankan. Misalnya :
- Fraktur Monteggia.
- Fraktur Galeazzi
- Fraktur antebrachii
- Fraktur pergelangan kaki
d. Fraktur yang berdasarkan pengalaman member hasil yang lebih baik dengan operasi,
misalnya ; fraktur femur.
b. Prosedur Operasi :
- Pasien sudah teranastesi GA
- Tim bedah melakukan cuci tangan (Scrub)
- Tim bedah telah memakai baju operasi (Gloving)
- Lakukan disinfeksi pada area yang akan dilakukan sayatan dengan arah dari dalam keluar,
alkohol 2x, betadine 2x
- Pasang duk pada area yang telah di disinfeksi (Drapping)
- Hidupkan cuter unit
- Lakukan sayatan dengan hand mest dengan arah paramedian
- Robek subkutis dengan menggunakan cuter hingga terlihat tulang yang fraktur
- Lakukan pengeboran pada tulang
- Pasang platina
- Lakukan pembersihan bagian yang kotor dengan cairan NaCl
- Jahit subkutis dengan plain 2/0
- Jahit bagian kulit dengan side 2/0
- Tutup luka dengan kassa betadine, setelah itu diberi hepafik
2. OREF
OREF adalah reduksi terbuka dengan fiksasi internal di mana prinsipnya tulang
ditransfiksasikan di atas dan di bawah fraktur , sekrup atau kawat ditransfiksi di bagian
proksimal dan distal kemudian dihubungkan satu sama lain dengan suatu batang lain.
Fiksasi eksternal digunakan untuk mengobati fraktur terbuka dengan kerusakan
jaringan lunak . Alat ini memberikan dukungan yang stabil untuk fraktur kominutif (hancur
atau remuk). Pin yang telah terpasang dijaga agar tetap terjaga posisinya , kemudian
dikaitkan pada kerangkanya. Fiksasi ini memberikan rasa nyaman bagi pasien yang
mengalami kerusakan fragmen tulang.
Indikasi
- Fraktur terbuka grade II dan III
- Fraktur terbuka yang disertai hilangnya jaringan atau tulang yang parah.
- Fraktur yang sangat kominutif ( remuk ) dan tidak stabil.
- Fraktur yang disertai dengan kerusakan pembuluh darah dan saraf.
- Fraktur pelvis yang tidak bisa diatasi dengan cara lain.
- Fraktur yang terinfeksi di mana fiksasi internal mungkin tidak cocok. Misal : infeksi
pseudoartrosis ( sendi palsu ).
- Kadang – kadang pada fraktur tungkai bawah diabetes melitus.
Persiapan OREF
- Persiapan psikologis
Penting sekali mempersiapkan pasien secara psikologis sebelum dipasang fiksator
eksternal Alat ini sangat mengerikan dan terlihat asing bagi pasien. Harus diyakinkan
bahwa ketidaknyamanan karena alat ini sangat ringan dan bahwa mobilisasi awal dapat
diantisipasi untuk menambah penerimaan alat ini, begitu juga keterlibatan pasien pada
perawatan terhadap perawatan fiksator ini.
C. Kebutuhan Nutrisi
Kebutuhan nutrisi yang baik untuk pasien fraktur adalah dengan melakukan diet TKTP
( Tinggi Kalori Tinggi Protein ).
Kebutuhan kalori dan protein pada setiap orang berbeda-beda tergantung pada umur
dan berat badan masing-masing orang.
Sumber makanan yang berprotein tinggi (per 100gram)
Protein adalah kelompok makronutrisi berupa senyawa asam amino yang berfungsi
sebagai zat pembangun dan pendorong metabolisme. Zat ini tidak bisa dihasilkan sendiri
oleh manusia kecuali lewat makanan.
Kalori adalah satuan energi. Dalam nutrisi danbahasa sehari-hari, kalori mengacu
pada konsumsi energi melalui makan dan minum danpenggunaan energi melalui aktivitas
fisik.
Brunicardi FC, Anderson DK, Billiar TR Dunn DL, Huter JG, Pollock RE. Orthopaedics.
Dalam: Brunicardi FC, Anderson DK, Billiar TR Dunn DL, Huter JG, Pollock RE. Schwartz's
Principle of Surgery. The McGraw-Hill Companies: USA. 2004.
Departemen Kesehatan RI. Penanggulangan Penderita Gawat Darurat Jakarta Departemen
Kesehatan. 2003.
Gangguan System Moskuloskeletal. Jakarta : Selemba Medika.
Klingensmith ME, Chen LE, Glasgow SC, Goers, TA, Melby SJ. Dalam: Klingensmith ME,
Chen LE, Glasgow SC, Goers, TA, Melby SJ. Washington Manual of Surgery, The 5th
Edition. USA: Lippincott Williams & Wilkins. 2008.
Perry, Peterson, Potter; Buku Saku Keterampilan dan Prosedur Dasar Azis Alimul Hidayat,
S.Kp; Buku Saku Praktikum KDM
Salter RB. Textbook Disorders and Injuries of The Muskuloskeletal System Third Edition.
USA: Lippincott Williams and Wilkins. 1999.
Stone,Keith. Current Diagnosisi & Treatment: Emergency Medicine. 6th Ed. Lange.2008.