Anda di halaman 1dari 32

PERCOBAAN I

PENGARUH BATAS UKUR TERHADAP HASIL PENGUKURAN

1.1 Tujuan Percobaan


1. Untuk mengetahui pengaruh batas ukur terhadap hasil pengukuran.
2. Dapat mempergunakan alat ukur Amperemeter dan Voltmeter dengan
benar.
1.2 Tinjauan Pustaka
1.2.1 Alat Ukur
Alat pengukuran adalah alat untuk memungkinkan mengamati besaran
listrik yang akan diukur, yang secara jelas mentransformasikan besaran listrik pada
skala yang tertentu. Alat ukur jenis ini disebut alat penunjuk. Ada beberapa jenis
alat penunjuk listrik, seperti contohnya jenis kumparan putar yang bekerja akibat
adanya gaya elektromagnetik antara medan magnit suatu magnit tetap dan arus.
Sedangkan untuk jenis penyearah menggunakan prinsip kerja kombinasi suatu
pengubah memakai penyearah semi konduktor dan suatu alat ukur jenis kumparan
putar dan jenis yang lainnya serta yang lainnya.
Secara umum, yang paling banyak digunakan adalah jenis kumparan putar
dimana gerakan jarum alat ukur disebabkan oleh adanya interaksi antara arus listnk
yang diukur dan medan magnet, dimana interaksi antara arus listr`ik yang mengalir
dalam kumparan dan medan magnet memungkinkan dikonstruksi alat ukur besaran
listrik tersebut. Prinsip dan gerakan alat ukur adalah adanya momen gerak yang
merupakan momen simpangan kumparan yang dialiri arus listrik dalam medan
magnet.

Gambar 1.1 Kontruksi alat ukur kumparan putar

1
2

Dari gambar 1.1, terlihat bahwa induksi magnet ditimbulkan oleh medan
magnet permanen, arah induksi magnet dan kutub U ke kutub S, sehingga kawat
kumparan dalam daerah CD akan mengalami gaya ke arah x, sedangkan kawat
dalam daerah AB akan mengalami gaya kearah x, dimana kedua gaya tersebut sama
besamya dan arahnya berlawanan dan tidak dalam satu garis kerja, sehingga
membentuk suatu momen yang akan memutar kumparan dengan besar momen
kopel:
𝑇 = 𝐵𝐼𝐿 ......................................................... (1.1)
Gerak kumparan ini akan ditentang oleh torsi yang ditimbulkan oleh konduktor F
yang berupa pita tipis, sehingga simpangan kumparan akan dibatasi oleh torsi yang
ditimbulkan oleh F, dan besamya simpangan kumparan ini akan sebanding dengan
kuat arus yang melewatinya.
Kuat arus yang melewati kumparan akan mempengaruhi ketepatan
pengukuran, yang berkaitan dengan kepekaan alat ukur itu sendiri (Current
Sensitivity of Measurement Device) yaitu besar arus dalam kumparan alat ukur yang
dapat menimbulkan simpangan satu cahaya yang dipantulkan cermin besar satu
milimeter pada jarak 1 meter dari alat ukur, dimana momen penggerak ini hanya
ditentukan oleh besarnya arus dan tidak tergantung sudut putar dari jarum penunjuk,
maka bila sudut perputaran dan penunjuk dalam keadaan keseimbangan antara
momen penggerak dan momen pengontrol maka arus yang melalui alat ukur dapat
dinyatakan pada harga skala dimana penunjuk berhenti.
1.2.2 Alat Ukur Analog
Alat ukur listrik analog merupakan alat ukur generasi awal dan sampai saat
ini masih digunakan. Bagiannya banyak komponen listrik dan mekanik yang saling
berhubungan. Bagian listrik yang penting adalah, magnet permanen, tahanan meter
dan kumparan putar. Bagian mekanik meliputi jarum penunjuk, skala dan sekrup
pengatur jarum penunjuk gambar 1.2. Mekanik pengatur jarum penunjuk
merupakan dudukan poros kumparan putar yang diatur kekencangannya. Jika
terlalu kencang jarum akan terhambat, jika terlalu kendor jarum akan mudah
goncang. Pengaturan jarum penunjuk sekaligus untuk memposisikan jarum pada
skala nol meter.
3

Gambar 1.2 Alat Ukur Analog


Alat ukur analog memiliki komponen putar yang akan bereaksi begitu
mendapat sinyal listrik. Cara bereaksi jarum penunjuk ada yang menyimpang dulu
baru menunjukkan angka pengukuran.

Gambar 1.3 Alat Ukur Analog


Atau jarum penunjuk bergerak ke angka penunjukan perlahan-lahan tanpa
ada penyimpangan. Untuk itu digunakan peredam mekanik berupa pegas yang
terpasang pada poros jarum atau bilah sebagai penahan gerakan jarum berupa bilah
dalam ruang udara. Pada meter dengan kelas industri baik dari jenis kumparan putar
maupun jenis besi putar seperti meter yang dipasang pada panel meter banyak
dipakai peredam jenis pegas.

Gambar 1.4 Peredaman Alat Ukur


4

Alat ukur digital saat sekarang banyak dipakai dengan berbagai


kelebihannya, murah, mudah dioperasikan dan praktis. Multimeter digital mampu
menampilkan beberapa pengukuran untuk arus miliAmper, temperatur 0° C,
tegangan miliVolt, resistansi Ohm, frekuensi Hz, daya listrik mW sampai
kapasitansi nF.
1.2.3 Jenis-Jenis Alat Ukur
1.2.3.1 Amperemeter
Ampere meter arus searah atau sering disebut amperemeter DC adalah alat
ukur yang berfungsi untuk mengetahui besarnya arus listrik (DC) yang mengalir
pada suatu beban listrik atau rangkaian elektronika. Ampere meter menggunakan
gerak d’Arsonval yaitu gerakan dasar PMMC (permanent magnet moving coil) atau
sering juga dikenal dengan galvanometer PMMC. Gerakan dasar dari sebuah
ampermeter arus searah adalah galvanometer PMMC. Karena gulungan kumparan
dari sebuah gerakan dasar adalah kecil dan ringan dia hanya dapat mengalirrkan
arus yang kecil. Bila yang akan diukur adalah arus besar, sebagian besar dari arus
tersebut perlu dialirkan ke sebuah tahanan yang disebut shunt.

Gambar 1.5 Rangkaian hambatan Shunt (Rsh)

Besar hambatan shunt yang dipasang pada Ampermeter tersebut adalah:

1
𝑅𝑠ℎ = 𝑅𝐴 …………..…..……….. (1.2)
(𝑛−1)

Dimana:
Rsh = Hambatan Shunt (Ω)
n = Kelipatan batas ukur
RA = Hambatan dalam Amperemeter
5

1.2.3.2 Voltmeter
Voltmeter adalah suatu alat yang berfungsi untuk mengukur tegangan
listrik. Dengan ditambah alat multiplier akan dapat meningkatkan kemampuan
pengukuran alat voltmeter berkali-kali lipat. Gaya magnetik akan timbul dari
interaksi antar medan magnet dan kuat arus. Gaya magnetik tersebut akan mampu
membuat jarum alat pengukur voltmeter bergerak saat ada arus listrik. Semakin
besar arus listrik yang mengelir maka semakin besar penyimpangan jarum yang
terjadi. Pemasangan Volt meter yaitu secara paralel dengan bebannya, seperti
gambar dibawah:

Gambar 1.6 Rangkaian Voltmeter

1.2.3.4 Ohm Meter


Ohm-meter adalah alat pengukur hambatan listrik, yaitu daya untuk
menahan mengalirnya arus listrik dalam suatu konduktor. Besarnya satuan
hambatan yang diukur oleh alat ini dinyatakan dalam ohm. Alat ohm-meter ini
menggunakan galvanometer untuk mengukur besarnya arus listrik yang lewat pada
suatu hambatan listrik (R), yang kemudian dikalibrasikan ke satuan ohm. Skala dari
galvanometer ditandai pada ohm, karena voltase tetap dari baterai memastikan
bahwa hambatan menurun, arus yang melalui meter akan meningkat. Ohmmeter
dari sirkui itu sendiri, oleh karena itu mereka tidak dapat digunakan tanpa sirkuit
yang terakit. Tipe yang lebih akurat dari ohmmeter memiliki sirkuit elektronik yang
melewati arus constant (I) melalui hambatan, dan sirkuti lainnya yang mengukur
voltase (V) melalui hambatan.
6

1.2.4 Istilah dalam Alat Ukur


Ada beberapa istilah dan definisi pengukuran listrik yang harus dipahami,
diantaranya alat ukur, akurasi, presisi, kepekaan, resolusi dan kesalahan.
1. Alat ukur, adalah perangkat untuk menentukan nilai atau besaran dari
kuantitas atau variabel.
2. Akurasi, kedekatan alat ukur membaca pada nilai yang sebenarnya dari
variabel yang diukur.
3. Presisi, hasil pengukuran yang dihasilkan dari proses pengukuran, atau
derajat untuk membedakan satu pengukuran dengan lainnya.
4. Kepekaan, ratio dari sinyal output atau tanggapan alat ukur perubahan input
atau variabel yang diukur
5. Resolusi, perubahan terkecil dari nilai pengukuran yang mampu ditanggapi
oleh alat ukur.
6. Kesalahan, angka penyimpangan dari nilai sebenarnya variabel yang diukur.
1.2.5 Kesalahan Pengukuran
Pembacaan skala yang tepat dan teliti pada alat ukur dipengaruhi oleh
paralax pembaca yang juga tergantung pada pembagian skala minimal dan besaran
listrik yang akan diukur. Hal ini karena tidak mungkin menghasilkan suatu
ketelitian yang tinggi dengan mempergunakan hanya satu batas ukur yang lebar
karena akan terjadi banyak kesalahan paralax dengan cara seperti itu, sehingga
pembentukan partisi atau pembagian batas ukur kedalam range-range yang lebih
kecil dalam beberapa batas ukur akan menghasilkan suatu kesalahan paralax yang
lebih kecil sehingga kesalahan relatifnya dapat ditoleransikan sedemikian rupa
sehingga ketepatan pengukuran akan dipengaruhi oleh besaran listrik yang akan
kita ukur serta batas ukur yang kita pergunakan dalam pengukuran. Jenis-jenis
kesalahan pengukuran adalah :
7

1.2.5.1 Kesalahan Sistem


Kesalahan sistem bersumber pada alat pengukur/alat praktikum, sehingga
seringkali dinamakan kesalahan konstan. Kesalahan sistem dapat terjadi karena:
1. Kesalahan kalibrasi disebabkan karena cara memberi nilai skala pada saat
pembuatan alat tidak tepat, sehingga setiap kali alat digunakan ada suatu
ketidak pastian pada hasil pengukurannya. Kesalahan ini dapat diketahui
dengan cara membandingkan alat yang salah tersebut dengan alat baku.
2. Kesalahan titik nol artinya jarum penunjuk skala tidak tepat berada di titik
nol alat ukur.
3. Kelelahan komponen alat ukur contohnya seperti pegas dimana pegas yang
sering dipakai lama-kelamaan akan melembek sehingga dapat
mempengaruhi gerak jarum penunjuk skala.
4. Kondisi lingkungan kerja contohnya seperti suhu, tekanan, kelembaban
dan perubahan tegangan listrik berpengaruh terhadap ketepatan
pengukuran.
1.2.5.2 Kesalahan Pengamat
1. Kesalahan paralak adalah kesalahan yang timbul apabila saat membaca
skala posisi pengamat tidak tegak lurus dengan jarum penunjuk skala.
2. Kesalahan penafsiran adalah kesalahan yang terjadi karena salah tafsir
terhadap bagian skala alat ukur. Pada peralatan yang rumit operasinya,
pengamat harus memahami cara penggunaan alat dengan baik sebelum
melakukan percobaan sehingga tidak terjadi kesalahan pengukuran.
1.3 Daftar Komponen dan Alat :
1. Kit Praktikum 1 buah
2. Voltmeter High Impedansi 1 buah
3. Amperemeter Low Impedansi 1 buah
4. Kabel Konektor 12 buah
5. Lampu5 Watt/220 Volt - 240 Volt 1 buah
6. Lampu 10 Watt/220 Volt - 240 Volt 2 buah
7. Lampu 15 Watt/220 Volt - 240 Volt 1 buah
8. Lampu25 Watt/220 Volt - 240 Volt 1 buah
8

9. Lampu40 Watt/220 Volt - 240 Volt 1 buah


10. Lampu 60 Watt/220 Volt - 240 Volt 1 buah
11. Lampu100 Watt/220 Volt - 240 Volt 3 buah
12. Meja Bench Top Console 1 buah
1.4 Cara Kerja

Gambar 1.7 Rangkaian Pengukur Arus dan Tegangan


1.4.1 Pengukuran Arus Listrik
1. Siapkan alat yang dipergunakan.
2. Pasang alat ukur Amperemeter pada A1, dan Voltmeter pada V1.
3. Pasang beban pada masing-masing fiting L1, L2, L3, L4, dan L5, sesuai
dengan tabel 1.1
4. Arahkan saklar MCB pada posisi On atau OFF demikian juga saklar kontak
S1 dan S2 pada posisi OFF.
5. Atur batas ukur untuk Voltmeter pada posisi AC-300 Volt
6. Atur batas ukur untuk Amperemeter pada posisi A (AC) - 150 mA.
7. Hubungkan supply AC 220 Volt ke input rangkaian, dimana supply ini
diambil dari stop kontak Bench Top Console.
8. Hubungkan MCB dengan mengarahkan sakiar ke 1.
9. Hidupkan beban 5 Watt dengan jalan menekan anak saklar 1 pada saklar S1.
10. Amati besar tegangan yang mengalir serta besar arus yang mengalir, dan
catat hasilnya pada tabel 1.1
11. Lepaskan anak saklar 1 pada saklar S1, lalu ubahlah batas ukur
Amperemeter pada posisi A (AC) - 300 mA.
9

12. Hidupkan beban 5 Watt dengan jalan menekan anak saklar S1, amati besar
arus yang mengalir dan usahakan menjaga tegangan supply agar tetap
konstan, dan catat hasilnya pada tabel 1.1.
13. Ulangi langkah 11 dan 12 untuk batas ukur yang lainnya sesuai dengan tabel
1.1.
14. Ulangi langkah 6 dan 12 untuk beban sesuai dengan tabel 1.1.
15. Hitunglah perbedaan antara I Teori dengan I Hasil Pengukuran atau besar dari pada
persentase kesalahan relatifnya denga rumus:
𝐼 −𝐼𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖
% 𝐾𝑒𝑠𝑎𝑙𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑅𝑒𝑙𝑎𝑡𝑖𝑓 = [| 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑢𝑘𝑢𝑟𝑎𝑛 |] × 100% ................................ (1.3)
𝐼 𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖

16. Buatlah kurva daya sebagai fungsi arus danpada I Teori dengan arus hasil
pengukuran dan masing - masing batas ukur, dan hitung serta dapatkan
persamaan regresi liniernya.
17. Berikan analisa penyebabnya berdasarkan grafik dan data di atas serta
berikan kesimpulan anda.
1.4.2 Pengukuran Tegangan Listrik
1. Siapkan alat yang dipergunakan.
2. Pasang alat ukur Amperemeter pada A1, dan Voltmeter pada V2.
3. Pasang beban pada masing - masing fiting L1, L2, L3, L4 dan L5 sesuai
dengan tabel 1.2.
4. Arahkan saklar MCB pada posisi On atau OFF demikian juga saklar kontak
S1 dan S2 pada posisi OFF.
5. Atur batas ukur untuk Voltmeter pada posisi AC-300 Volt
6. Atur batas ukur untuk Amperemeter pada posisi A (AC) - 300 mA.
7. Hubungkan supply AC 220 Volt ke input rangkaian, dimana supply ini
diambil dari stop kontak Bench Top Console.
8. Hubungkan MCB dengan mengarahkan saklar ke 1.
9. Hidupkan beban 5 Watt dengan jalan menekan anak saklar 1 pada sakiar S1.
10. Amati besar tegangan yang mengalir serta besar arus yang mengalir, dan
catat hasilnya pada tabel 1.2.
10

11. Lepaskan anak saklar 1 pada saklar S1, lalu ubahlah batas ukur Voltmeter
pada posisi V (AC) - 500 Volt.
12. Hidupkan beban 5 Watt dengan jalan menekan anak saklar 1 pada saklar S1,
amati besar tegangan yang mengalir dan usahakan menjaga arus agar tetap
konstan, dan catat hasilnya dalam tabel 1.2.
13. Ulangi langkah 11 sampai 12 untuk batas ukur yang lainnya sesuai dengan
tabel 1.2.
14. Ulangi langkah 6 sampai 12 untuk beban sesuai dengan tabel 1.2.
15. Hitunglah perbedaan antara V Teori dengan V Hasil Pengukuran atau besar
daripada persentase kesalahan relatifnya dengan rumusan:
𝑉𝑝𝑒𝑛𝑔𝑢𝑘𝑢𝑟𝑎𝑛 −𝑉𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖
% 𝐾𝑒𝑠𝑎𝑙𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑅𝑒𝑙𝑎𝑡𝑖𝑓 = [| |] × 100% ..................... (1.3)
𝑉𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖

16. Buatlah kurva daya sebagal fungsi tegangan dan pada V Teori dengan
tegangan hasil pengukuran dari masing-masing batas ukur, dan hitung serta
dapatkan persamaan regresi liniernya.
17. Berikan analisa penyebabnya berdasarkan, grafik dan data diatas serta
berikan kesimpulan anda.
11

1.5 Data Hasil Percobaan


1.5.1 Pengukuran Arus Listrik
Tabel 1.1 Hasil Pengukuran Arus Listrik
Batas Ukur (mA) Beban (Watt)
Iteori Total
Saklar 1 Saklar 2
(mA) 100 1000 10000 (Watt)
L1 L2 L3 L4 L5
68,1 69,1 60 50 15 - - - - 15
250 237,4 226 220 15 40 - - - 55
363 344,0 332 320 15 40 25 - - 80
818 Overload 746 730 15 40 25 100 - 180
1272 Overload 1156 1140 15 40 25 100 100 280

1.5.2 Pengukuran Tegangan Listrik


Tabel 1.2 Hasil Pengukuran Tegangan Listrik
Batas Ukur (V) Beban (Watt)
Vteori Total
Saklar 1 Saklar 2
(V) 100 1000 (Watt)
L1 L2 L3 L4 L5
220 214,1 213 15 - - - - 15
220 213,5 214 15 40 - - - 55
220 213,4 213 15 40 25 - - 80
220 212,8 213 15 40 25 100 - 180
220 211,9 213 15 40 25 100 100 280
12

1.6 Analisis Data Hasil Percobaan


1.6.1 Pengukuran Arus Listrik
Secara teori besarnya daya listrik dapat dicari dengan menggunakan
persamaan 𝑃 = 𝑉. 𝐼. cos 𝜑 , dengan cos φ diabaikan atau cos φ = 1. Maka dengan
diketahui daya atau beban dan tegangan pada rangkaian kuat arus yang mengalir
pada rangkaian dapat dihitung dengan persamaan
𝑃
𝐼 = 𝑉 ..................................................................... (1.4)

Dimana V secara teori adalah 220 Volt. Dengan menggunakan persamaan 1.4
didapat besar arus pada masing – masing beban adalah sebagai berikut:
A. Beban 15 watt
𝑃 15
Iteori = = = 68,1 mA
𝑉 220
B. Beban 55 watt
𝑃 55
Iteori = = = 250 mA
𝑉 220
C. Beban 80 watt
𝑃 80
Iteori = = = 363,6 mA
𝑉 220
D. Beban 180 watt
𝑃 180
Iteori = = = 818,2 mA
𝑉 220
E. Beban 280 watt
𝑃 280
Iteori = = = 1272,7mA
𝑉 220
Berdasarkan perhitungan nilai arus secara teori, didapatkan datahasil seperti
pada tabel 1.3 sebagai berikut:
Tabel 1.3 Hasil Perhitungan I Teori di Masing - Masing Beban
Beban Tegangan (V) I Teori(mA)
15 W 220 68,1
55 W 220 250
80 W 220 363,6
180 W 220 818,2
280 W 220 1272,7
13

1.6.1.1 Perbandingan ITeori dengan IPengukuran pada Batas Ukur 100 mA


Adapun tabel perbandingan nilai arus berdasarkan pengukuran dan
perhitungan secara teori pada batas ukur 100 mA dapat dilihat pada tabel 1.4
sebagai berikut:
Tabel 1.4 Perbandingan I Teori dengan I Pengukuran Batas Ukur 100 mA
Beban I Teori (mA) I Pengukuran (mA)
15 W 68,1 69,1
55 W 250 237,4
80 W 363,6 344
180 W 818,2 Overload
280 W 1272,7 Overload

Berdasarkan tabel 1.6 dapat dihitung besar persentase kesalahan relatif pada
pengukuran dengan batas ukur 100 mA pada masing – masing beban dengan
menggunakan persamaan 1.3sebagai berikut:
A. Pada Beban 15 Watt
69,1 − 68,1
%𝐾𝑒𝑠𝑎𝑙𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑅𝑒𝑙𝑎𝑡𝑖𝑓 = [| |] × 100% = 1,46
68,1
B. Pada Beban 55 Watt
237,4 − 250
%𝐾𝑒𝑠𝑎𝑙𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑅𝑒𝑙𝑎𝑡𝑖𝑓 = [| |] × 100% = 5,04%
250
C. Pada Beban 80 Watt
344 − 363,6
%𝐾𝑒𝑠𝑎𝑙𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑅𝑒𝑙𝑎𝑡𝑖𝑓 = [| |] × 100% = 5,39%
363,6
Berdasarkan perhitungan persentase kesalahan pada masing-masing beban
pada pengukuran arus dengan batas ukur 100 mA, maka hasil persentase kesalahan
dapat dinyatakan dalam tabel 1.5 sebagai berikut:
14

Tabel 1.5 Kesalahan Relatif pada Batas Ukur 100 mA


Beban I Teori (mA) I Pengukuran (mA) Kesalahan Relatif
15 W 68,1 69,1 1,46 %
55 W 250 237,4 5,04 %
80 W 363,6 344 5,39%
180 W 818,2 Overload -
280 W 1272,7 Overload -

Berdasarkan tabel 1.5 dapat dilihat bahwa pada batas ukur 100 mA,
kesalahan pengukuran yang terjadi pada beban 15 W sebesar 1,46 %, pada beban
55 W sebesar 5,04 % dan pada beban 80 W kesalahan relatif sebesar 5,39%,
sedangkan untuk beban 180 W dan 280 W tidak didapatkan hasil pada pengukuran
dengan batas ukur 100 mA dikarenakan arus yang mengalir pada rangkaian dengan
beban tersebut melebihi batas ukur yaitu 100 mA dengan kata lain dapat dikatakan
overload. Persentase kesalahan terbesar terdapat pada beban 80 W dengan besar
persentasenya adalah 5,39%.
Berdasarkandata hasil pengukuran arus pada batas ukur 100 mA seperti
pada tabel 1.5, diperoleh grafik sebagai berikut:

Gambar 1.8 Grafik Pengukuran Arus dengan Batas Ukur 100 mA

Pada gambar 1.8 terlihat bahwa garis berwarma merah menyatakan nilai
arus berdasarkan teori dan garis berwarna biru menyatakan nilai arus berdasarkan
pengukuran. Hasil data pengukuran arus pada saat praktikum sudah hampir
15

memiliki nilai yang sama dengan hasil data arus secara teori. Perbedaan hasil data
arus ini disebabkan karena kurangnya ketelitian praktikkan pada saat membaca
skala hasil pengukuran dan kurang presisinya alat ukur yang digunakan pada saat
pengukuran arus pada beban yang lebih dari 80 Watt alat ukur mengalami
overloaddikarenakan nilai arusnya melebihi kapasitas batas ukur 100 mA yaitu
maksimal 500 mA yang terhitung pada AVO meter digital.
1.6.1.2 Perbandingan I Teori dengan I Pengukuran pada Batas Ukur 1000 mA
Adapun tabel perbandingan nilai arus berdasarkan pengukuran dan
perhitungan secara teori pada batas ukur 1000 mA dapat dilihat pada tabel 1.6
sebagai berikut:
Tabel 1.6 Perbandingan I Teori dengan I Pengukuran Batas Ukur 1000 mA

Beban I Teori (mA) I Pengukuran (mA)


15 W 68,1 60
55 W 250 226
80 W 363,6 332
180 W 818,2 746
280 W 1272,7 1156

Berdasarkan tabel 1.6 dapat dihitung besar persentase kesalahan relatif pada
pengukuran dengan batas ukur 1000 mA pada masing – masing beban dengan
menggunakan persamaan 1.3 sebagai berikut:
A. Pada Beban 15 Watt
60 − 68,1
%𝐾𝑒𝑠𝑎𝑙𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑅𝑒𝑙𝑎𝑡𝑖𝑓 = [| |] × 100% = 11,89 %
68,1
B. Pada Beban 55 Watt
226 − 250
%𝐾𝑒𝑠𝑎𝑙𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑅𝑒𝑙𝑎𝑡𝑖𝑓 = [| |] × 100% = 9,80%
250
C. Pada Beban 80 Watt
344 − 363,6
%𝐾𝑒𝑠𝑎𝑙𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑅𝑒𝑙𝑎𝑡𝑖𝑓 = [| |] × 100% = 5,39%
363,6
16

D. Pada Beban 180 Watt


764 − 818,2
%𝐾𝑒𝑠𝑎𝑙𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑅𝑒𝑙𝑎𝑡𝑖𝑓 = [| |] × 100% = 6,62%
818,2
E. Pada Beban 280 Watt
1156 − 1272,7
%𝐾𝑒𝑠𝑎𝑙𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑅𝑒𝑙𝑎𝑡𝑖𝑓 = [| |] × 100% = 9,16%
1272,7
Berdasarkan perhitungan persentase kesalahan pada masing-masing beban
pada pengukuran arus dengan batas ukur 1000 mA, maka hasil persentase kesalahan
dapat dinyatakan dalam tabel 1.7 sebagai berikut:
Tabel 1.7 Kesalahan Relatif pada Batas Ukur 1000 mA.
Beban I Teori (mA) I Pengukuran (mA) Kesalahan Relatif
15 W 68,1 60 11,89%
55 W 250 226 9,80%
80 W 363,6 332 5,39%
180 W 818,2 746 6,62%
280 W 1272,7 1156 9,16%

Berdasarkan tabel 1.7 dapat dilihat bahwa pada batas ukur 1000 mA,
kesalahan pengukuran yang terjadi pada beban 15 W sebesar 11,89%, pada beban
55 W sebesar 9,80% dan pada beban 80 W kesalahan relatif sebesar 5,39%,
sedangkan untuk beban 180 W sebesar 4,39% dan 280 W sebesar 6,62%. Persentase
kesalahan terbesar terdapat pada beban 280 W dengan besar persentasenya adalah
9,16%.
Berdasarkandata hasil pengukuran arus pada batas ukur 1000 mA seperti
pada tabel 1.7, diperoleh grafik sebagai berikut:
17

Gambar 1.9 Grafik Pengukuran Arus dengan Batas Ukur 1000 mA

Berdasarkan grafik 1.9 terlihat bahwa garis berwarma merah menyatakan


nilai arus berdasarkan teori dan garis berwarna biru menyatakan nilai arus
berdasarkan pengukuran. Semakin tinggi beban maka semakin besar pula
simpangan antara grafik pengukuran arus secara praktikum dengan grafik arus
secara teori, sehingga semakin besar pula kesalahan relatifnya. Pada gambar 1.9
terlihat bahwa hasil data pengukuran arus pada saat praktikum sudah hampir
memiliki nilai yang sama dengan hasil data arus secara teori. Perbedaan hasil data
arus ini disebabkan karena kurangnya ketelitian praktikkan pada saat membaca
skala hasil pengukuran dan kurang presisinya alat ukur yang digunakan.
1.6.1.3 Perbandingan I Teori dengan I Pengukuran pada Batas Ukur 10000 mA
Adapun tabel perbandingan nilai arus berdasarkan pengukuran dan
perhitungan secara teori pada batas ukur 10000 mA dapat dilihat pada tabel 1.8
sebagai berikut:
Tabel 1.8 Perbandingan I Teori dengan I Pengukuran Batas Ukur 10000 mA

Beban I Teori (mA) I Pengukuran (mA)


15 W 68,1 50
55 W 250 220
80 W 363,6 320
180 W 818,2 730
280 W 1272,7 1140
18

Berdasarkan tabel 1.8 dapat dihitung besar persentase kesalahan relatif pada
pengukuran dengan batas ukur 1000 mA pada masing – masing beban dengan
menggunakan persamaan 1.3 sebagai berikut:
A. Pada Beban 15 Watt
50 − 68,1
% 𝐾𝑒𝑠𝑎𝑙𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑅𝑒𝑙𝑎𝑡𝑖𝑓 = [| |] × 100% = 26,57%
68,1
B. Pada Beban 55 Watt
220 − 250
% 𝐾𝑒𝑠𝑎𝑙𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑅𝑒𝑙𝑎𝑡𝑖𝑓 = [| |] × 100% = 12,00%
250
C. Pada Beban 80 Watt
320 − 363,6
% 𝐾𝑒𝑠𝑎𝑙𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑅𝑒𝑙𝑎𝑡𝑖𝑓 = [| |] × 100% = 12,00%
363,6
D. Pada Beban 180 Watt
730 − 818,2
% 𝐾𝑒𝑠𝑎𝑙𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑅𝑒𝑙𝑎𝑡𝑖𝑓 = [| |] × 100% = 10,77%
818,2
E. Pada Beban 280 Watt
1140 − 1272,7
% 𝐾𝑒𝑠𝑎𝑙𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑅𝑒𝑙𝑎𝑡𝑖𝑓 = [| |] × 100% = 10,42%
1272,7
Berdasarkan perhitungan persentase kesalahan pada masing-masing beban
pada pengukuran arus dengan batas ukur 10000 mA, maka hasil persentase
kesalahan dapat dinyatakan dalam tabel 1.9 sebagai berikut:
Tabel 1.9 Kesalahan Relatif pada Batas Ukur 10000 mA
Beban I Teori (mA) I Pengukuran (mA) Kesalahan Relatif
15 W 68,1 50 26,57%
55 W 250 220 12,00%
80 W 363,6 320 12,00%
180 W 818,2 730 10,77%
280 W 1272,7 1140 10,42%

Berdasarkan tabel 1.9 dapat dilihat bahwa pada batas ukur 10000 mA,
kesalahan pengukuran yang terjadi pada beban 15 W 26,57%, pada beban 55 W
sebesar 12% dan pada beban 80 W kesalahan relatif sebesar 12,00%, sedangkan
untuk beban 180 W sebesar 10,77% dan 280 W sebesar 10,42%. Persentase
19

kesalahan terbesar terdapat pada beban 55 W dan 80 W dengan besar persentasenya


adalah 12,00%.
Berdasarkandata hasil pengukuran arus pada batas ukur 10000 mA seperti
pada tabel 1.9, diperoleh grafik sebagai berikut:

Gambar 1.10 Grafik Pengukuran Arus dengan Batas Ukur 10000 mA

Berdasarkan grafik 1.10 terlihat bahwa garis berwarma merah menyatakan


nilai arus berdasarkan teori dan garis berwarna biru menyatakan nilai arus
berdasarkan pengukuran. Semakin tinggi selisih batas ukur dan sesuatu yang diukur
maka semakin besar pula simpangan antara grafik pengukuran arus secara
praktikum dengan grafik arus secara teori, sehingga semakin besar pula kesalahan
relatifnya. Pada gambar 1.10 terlihat bahwa hasil data pengukuran arus pada saat
praktikum sudah hampir memiliki nilai yang sama dengan hasil data arus secara
teori. Perbedaan hasil data arus ini disebabkan karena kurangnya ketelitian
praktikkan pada saat membaca skala hasil pengukuran dan kurang presisinya alat
ukur yang digunakan.
20

Adapun perbandingan antara persentase kesalahan relatif pada batas ukur


100 mA, 1000 mA dan 10000 mA dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 1.10 Perbandingan Persentase Kesalahan masing-masing Batas Ukur
Batas Ukur
Beban
100 mA 1000 mA 10000 Ma
15 W 1,46 % 11,89% 11,89%
55 W 5,04 % 9,80% 12,00%
80 W 5,39% 5,39% 12,00%
180 W - 6,62% 10,77%
280 W - 9,16% 10,42%

Berdasarkan tabel 1.10 dapar dilihat bahwa persentase kesalahan


pengukuran arus pada batas ukur 100 mA relatif lebih kecil dibandingkan dengan
persentase kesalahan perngukuran arus dengan batas ukur 1000 mA dan 10000 mA.
Semakin besar batas ukur yang digunakan pada pengukuran arus maka semakin
besar pula kesalahan relatifnya. Pengukuran arus dengan menggunakan batas ukur
yang kecil akan menghasilkan hasil yang lebih presisi. Sehingga semakin kecil
batas ukur yang digunakan maka akan semakin presisi atau semakin akurat data
yang diperoleh. Namun dengan semakin kecilnya batas yang digunakan, besar
kemungkinan overload akan meningkat.
1.6.2 Pengukuran Tegangan Listrik
Pada pengukuran tegangan listrik digunakan tegangan sebesar 220V yang
merupakan tegangan normal. Hal ini disebabkan karena tegangan yang
distandarkan atau digunakan di Indonesia dan yang ditransmisikan oleh PLN
sebagai penyedia listrik menggunakan listrik 3 fasa sebesar 380 Volt dan untuk
mendapatkan tegangan 1 fasanya, besar tegangan pada 3 fasa dikalikan dengan √3
sehingga menjadi √3 × 380𝑉 = 220 𝑉 dan beban akan bekerja dengan baik ketika
mendapatkan tegangan sebesar itu. Hal ini dapat dikarenakan karena nilai tegangan
yang di-supply sebenarnya konstan yaitu sebesar 220 Volt dengan nilai toleransi 5
%, sehingga saat pengukuran nilai tegangannya diantara 209-231 Volt.
21

1.6.2.1 Perbandingan V Teori dan V Pengukuran dengan Batas Ukur 100 V


Adapun tabel perbandingan nilai tegangan berdasarkan pengukuran dan
perhitungan secara teori pada batas ukur 100 V dapat dilihat pada tabel 1.11 sebagai
berikut:
Tabel 1.11 Perbandingan VTeori dengan VPengukuran Batas Ukur 100 V

Beban V Teori (v) V Pengukuran (v)


15 W 220 214,1
55 W 220 213,5
80 W 220 213,4
180 W 220 212,8
280 W 220 211,9

Berdasarkan perbandingan antara tegangan hasil perhitungan teori dan


tegangan hasil pengukuran, maka diperoleh besar persentase kesalahan relatif yang
dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 1.3 yaitu sebagai berikut:
A. Pada Beban 15 Watt
214,1 − 220
%𝐾𝑒𝑠𝑎𝑙𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑅𝑒𝑙𝑎𝑡𝑖𝑓 = [| |] × 100% = 2,68%
220
B. Pada Beban 55 Watt
213,5 − 220
%𝐾𝑒𝑠𝑎𝑙𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑅𝑒𝑙𝑎𝑡𝑖𝑓 = [| |] × 100% = 2,95%
220
C. Pada Beban 80 Watt
213,4 − 220
%𝐾𝑒𝑠𝑎𝑙𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑅𝑒𝑙𝑎𝑡𝑖𝑓 = [| |] × 100% = 3,00%
220
D. Pada Beban 180 Watt
212,8 − 220
%𝐾𝑒𝑠𝑎𝑙𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑅𝑒𝑙𝑎𝑡𝑖𝑓 = [| |] × 100% = 3,27%
220
E. Pada Beban 280 Watt
211,9 − 220
%𝐾𝑒𝑠𝑎𝑙𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑅𝑒𝑙𝑎𝑡𝑖𝑓 = [| |] × 100% = 8,10%
220
Berdasarkan perhitungan persentase kesalahan pada masing-masing beban
pada pengukuran tegangan dengan batas ukur 100 V, maka hasil persentase
kesalahan dapat dinyatakan dalam tabel 1.12 sebagai berikut:
Tabel 1.12 Kesalahan Relatif pada Batas Ukur 100 V
22

Beban V Teori (v) V Pengukuran (v) Kesalahan Relatif


15 W 220 214,1 2,68%
55 W 220 213,5 2,95%
80 W 220 213,4 3,00%
180 W 220 212,8 3,27%
280 W 220 211,9 8,10%

Berdasarkan tabel 1.12 dapat dilihat bahwa pada batas ukur 100 V,
kesalahan pengukuran yang terjadi pada beban 15 W 2,68%, pada beban 55 W
sebesar 2,95% dan pada beban 80 W kesalahan relatif sebesar 3,00%, sedangkan
untuk beban 180 W sebesar 3,27% dan 280 W sebesar 8,10%. Persentase kesalahan
terbesar terdapat pada beban 280 W dengan besar persentasenya adalah 8,10%.
Pada pengukuran tegangan diatas batas skala menyebabkan akurasi alat pengukuran
menurun dan terjadinya overload.
Berdasarkandata hasil pengukuran tegangan pada batas ukur 100 V seperti
pada tabel 1.12, diperoleh grafik sebagai berikut:

Gambar 1.11 Grafik Pengukuran Tegangan dengan Batas Ukur 100 V

Berdasarkan gambar grafik 1.11 terlihat bahwa garis berwarma merah


menyatakan nilai tegangan berdasarkan teori dan garis berwarna biru menyatakan
nilai tegangan berdasarkan pengukuran. Dapat dilihat hasil pengukuran tegangan
pada praktikum tidak konstan, dimana semakin besar beban maka hasil pengukuran
tegangan akan semakin mendekati besarnya tegangan yang sebenarnya. Perbedaan
23

data hasil pengukuran dengan perhitungan secara teori yang meyebabkan bentuk
grafik pengukuran tidak konstan disebabkan karena kurangnya ketelitian
praktikkan pada saat membaca skala hasil pengukuran dankurang presisinya alat
ukur yang digunakan.
1.6.2.2 Perbandingan V Teori dan V Pengukuran dengan Batas Ukur 1000 V
Adapun tabel perbandingan nilai tegangan berdasarkan pengukuran dan
perhitungan secara teori pada batas ukur 1000 V dapat dilihat pada tabel 1.13
sebagai berikut:
Tabel 1.13 Perbandingan VTeori dengan VPengukuran Batas Ukur 1000 V
Beban V Teori (v) V Pengukuran (v)
15 W 220 213
55 W 220 214
80 W 220 213
180 W 220 213
280 W 220 213

Berdasarkan perbandingan antara teganganhasil perhitungan teori dan


tegangan hasil pengukuran, maka diperoleh besar persentase kesalahan relatif yang
dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 1.3 yaitu sebagai berikut:
A. Pada Beban 15 Watt
213 − 220
%𝐾𝑒𝑠𝑎𝑙𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑅𝑒𝑙𝑎𝑡𝑖𝑓 = [| |] × 100% = 3,18%
220
B. Pada Beban 55 Watt
214 − 220
%𝐾𝑒𝑠𝑎𝑙𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑅𝑒𝑙𝑎𝑡𝑖𝑓 = [| |] × 100% = 2,72%
220
C. Pada Beban 80 Watt
213 − 220
%𝐾𝑒𝑠𝑎𝑙𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑅𝑒𝑙𝑎𝑡𝑖𝑓 = [| |] × 100% = 3,18%
220
D. Pada Beban 180 Watt
213 − 220
%𝐾𝑒𝑠𝑎𝑙𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑅𝑒𝑙𝑎𝑡𝑖𝑓 = [| |] × 100% = 3,18%
220
E. Pada Beban 280 Watt
24

213 − 220
%𝐾𝑒𝑠𝑎𝑙𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑅𝑒𝑙𝑎𝑡𝑖𝑓 = [| |] × 100% = 3,18%
220
Berdasarkan perhitungan persentase kesalahan pada masing-masing beban
pada pengukuran tegangan dengan batas ukur 1000 V, maka hasil persentase
kesalahan dapat dinyatakan dalam tabel 1.14 sebagai berikut:
Tabel 1.14 Kesalahan Relatif pada Batas Ukur 1000 V
Beban V Teori (V) V Pengukuran (V) Kesalahan Relatif
15 W 220 217 3,18
55 W 220 216 2,72
80 W 220 215 3,18
180 W 220 215 3,18
280 W 220 215 3,18

Berdasarkan tabel 1.14 dapat dilihat bahwa pada batas ukur 100 V,
kesalahan pengukuran yang terjadi pada beban 15 W 3,18%, pada beban 55 W
sebesar 2,72% dan pada beban 80 W kesalahan relatif sebesar 3,18%, sedangkan
untuk beban 180 W sebesar 3,18% dan 280 W sebesar 3,18%. Pada pengukuran
tegangan dengan batas ukur 1000 V memiliki persentase kesalahan relatif yang
lebih besar dari pengukuran tegangan dengan batas ukur 100 Vdimana persentase
kesalahan terbesar terdapat pada beban 15 W, 80 W, 180 W dan 280 W dengan
besar persentasenya adalah 3,18%.
Berdasarkan data hasil pengukuran tegangan pada batas ukur 1000 V seperti
pada tabel 1.14, diperoleh grafik sebagai berikut:
25

Gambar 1.12 Grafik Pengukuran Tegangan dengan Batas Ukur 1000 V

Dari gambar 1.12 terlihat bahwaterlihat bahwa garis berwarma merah


menyatakan nilai tegangan berdasarkan teori dan garis berwarna biru menyatakan
nilai tegangan berdasarkan pengukuran. Semakin besar beban maka hasil
pengukuran tegangan akan semakin menjauhi besarnya tegangan yang sebenarnya.
Perbedaan hasil data hasil pengukuran tegangan berdasarkan teori dengan
pengukuran disebabkan karena kurangnya ketelitian praktikkan pada saat membaca
skala hasil pengukuran dan kurang presisinya alat ukur yang digunakan. Semakin
kecil batas ukur yang digunakan maka akan semakin akurat dan presisi hasil
pengukuran yang didapatkan.
26

1.7 Pertanyaan dan Jawaban


1.7.1 Pertanyaan
1. Apa sebabnya untuk V yang kecil penggunaan batas ukur yang mengecil
mengakibatkan kesalahan relatif yang semakin kecil?
2. Apa sebabnya untuk V yang besar penggunaan batas ukur yang mengecil
mengakibatkan kesalahan relatif yang semakin besar?
3. Apa sebabnya untuk I yang kecil penggunaan batas ukur yang mengecil
mengakibatkan kesalahan relatif yang semakin kecil?
4. Apa sebabnya untuk I yang besar penggunaan batas ukur yang mengecil
mengakibatkan kesalahan relatif yang semakin besar?
5. Dalam pengamatan di atas, digunakan supply AC 220 Volt dengan frekuensi
50 Hz, berpengaruhkah frekuensi ini terhadap penunjukan jarum
penunjuk?Berikan alasannya!
6. Presisikah hasil pengamatan yang anda lakukan tersebut di atas? Jelaskan
untuk pengamatan pengukuran arus Iistrik dan pengamatan tegangan listrik.
7. Kenapa untuk pengukuran tegangan listrik pada percobaan diatas, Jikalau
dilakukan pengukuran tegangan dengan menggunakan pengukuran
beberapa alat ukur secara paralel, dapat memperbesar kesalahan?. Jelaskan!
8. Mengapa alat ukur Voltmeter yang memiliki sensitivitas yang Iebih besar
akan menghasilkan pengukuran yang lebih baik terutama pengukuran pada
jaringan - jaringan tenaga?
1.7.2 Jawaban Pertanyaan :
1. Tegangan (V) yang kecil dengan menggunakan batas ukur yang kecil akan
menyebabkan kesalahan relatif yang semakin kecil, hal ini terjadi karena
semakin kecil nilai batas ukur pada alat ukur yang digunakan maka akan
semakin besar tingkat ketelitiannya sehingga lebih mudah untuk diamati dan
hasil yang didapatkan lebih akurat lebih akurat sehingga kesalahan relatif
yang didapatkan semakin kecil.
2. Tegangan (V) yang besar dengan menggunakan batas ukur yang kecil akan
mengakibatkan kesalahan relatif yang semakin besar, hal ini terjadi karena
batas ukur yang kecil tidak dapat membaca arus dan tegangan yang besar.
27

Karena keterbatasannya tersebut maka alat ukur tersebut hanya dapat


mengukur nilai tegangan yang tidak melebihinilai batas ukur yang
digunakan. Namun biasanya tegangan selalu tetap sedangkan yang
mempengaruhi hasil pengukuran adalah arus. Sehingga kesalahan relatif
tergantung arus yang masuk dan arus batas ukur pada alat ukur.
3. Untuk arus (I) yang kecil penggunaan batas ukur mengecil akan
mengakibatkan kesalahan relatif yang semakin kecil karena semakin kecil
batas ukur yang digunakan maka tingkat ketelitiannya semakin tinggi
sehingga data lebih mudah diamati. Hasil pengukuran yang didapatkan
jugaakan semakin akurat sehingga kesalahan relatif yang dihasilkan akan
semakin kecil.
4. Untuk arus (I) yang besar menggunakan batas ukur yang mengecil
menyebabkan kesalahan relatif yang besar karena skala jarum penunjuk dari
alat ukur yang memiliki batas ukur yang kecil tidak mampu mengukur arus
yang besar sehingga besar arus akan melampaui batas ukur dan arus yang
diukur tidak terbaca oleh alat ukur. Kondisi ini dinamakan overload yang
dapat menyebabkan kesalahan relatif semakin besar.
5. Dalam hal ini frekuensi tidak berpengaruh terhadap pengamatan tersebut
karena pada alat ukur sendiri memiliki frekuensi yang sama besarnya
dengan frekuensi tersebut.
6. Untuk pengamatan pengukuran arus listrik dalam percobaan tersebut, hasil
yang didapat sangat menyimpang pada batas ukur yang kecil dan adanya
pengukuran yang menghasilkan overload. Terdapat perbedaan antara hasil
perhitungan arus secara teori dengan hasil pengamatan, ini menunjukkan
bahwa alat-alat ukur yang digunakan kurang presisi sehingga terjadi
kesalahan relatif dalam pengukuran arus.Untuk pengamatan tegangan hasil
pengukuran yang dihasilkan juga berbeda dengan hasil perhitungan secara
teori yang disebabkan karena alat ukur yang digunakan kurang presisi.
7. Karena pada masing – masing alat ukur menghasilkan hasil yang berbeda.
Jadi jika semakin banyak menggunakan alat ukur secara pararel kesalahan
yang muncul akan semakin besar. Dan jikalau sebuah rangkaian tersusun
28

pararel maka semakin sulit diamati dan semakin sulit perhitungannya


dibandingkan yang tersusun secara seri.
8. Jika sebuah alat ukur memiliki sensitivitas yang lebih besar akan
menghasilkan pengukuran yang lebih baik karena hasil pengukuran yang
akan didapatkan akan lebih akurat, dan mendekati kebenarannya secara
teori, dan kesalahan relatifnya semakin kecil. Itulah sebabnya alat ukur
voltmeter yang memiliki sensitifitas yang lebih besar akan menghasilkan
pengukuran lebih baik.
29

1.8 Simpulan.
Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan, dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut:
1. Berdasarkan pada hasil analisis pengukuran arus, didapatkan nilai over-load
untuk pengukuran nilai arus 180 mA dan 280 mA dengan batas ukur 100
mA. Hal ini disebabkan kesalahan menggunakan batas ukur pada alat ukur,
yang menyebabkan nilai arus secara teori tidak dapat diukur dengan alat
ukur. Dapat disimpulkan berdasarkan perbandingan batas ukur yang
digunakan yaitu 100 mA, 1.000 mA, 10.000 mA semakin kecil batas ukur
yang digunakan untuk mengukur arus pada percobaan, maka akan semakin
akurat data yang dihasilkan dengan nilai persentase kesalahan yang kecil dan
semakin presisi alat ukur dalam pengukuran arus.
2. Berdasarkan pada hasil analisis pengukuran tegangan dapat disimpulkan
berdasarkan batas ukur yang digunakan yaitu 100 Volt, dan 1.000 Volt,
semakin jauh batas ukur dengan nilai tegangan dalam percobaan, maka akan
semakin tinggi nilai persentase kesalahan dan semakin tidak presisi alat ukur
dalam pengukuran tegangan.
3. Perbedaan data hasil pengukuran dengan hasil perhitungan secara teori dapat
disebabkan kurangnya ketelitian praktikan dalam membaca hasil
pengukuran, maupun kurangnya presisi pada alat ukur yang digunakan.
30

SYNTAX MATLAB PERCOBAAN 1


PENGARUH BATAS UKUR TERHADAP HASIL PENGUKURAN

1. Syntax MATLAB Perbandingan Arus Pengukuran dan Teori Pada


Batas Ukur 100 mA.

clc, clear all, close all;


A = [15 55 80 180 280]; %Beban
B = [69.1 237.4 344 0 0]; %Pengukuran
C = [68.18 250 363.6 818.2 1272.7];%Perhitungan secara teori
figure;
H = plot(A,B,'r--o',A,C,'b-o');
set(H,'LineWidth',2);
legend('(merah)Arus Pengukuran','(biru)Arus Teori');
set(gca,'xtick', [0 15 55 80 180 280]);
set(gca,'ytick', [0 50 150 250 350 850 1300]);
axis([5 300 -50 1400]);
grid on;
xlabel('Beban (Watt)');
ylabel('Arus (mA)');
title({'Perbandingan Arus Teori dan Pengukuran Pada Batas Ukur
100 mA'' I Made Mudiarta 1605541116- Kelompok 7'});

2. Syntax MATLAB Perbandingan Arus Pengukuran dan Teori Dengan


Batas Ukur 1000 mA.

clc, clear all, close all;


A = [15 55 80 180 280]; %Beban
B = [60 226 332 746 1156]; %Pengukuran
C = [68.18 250 363.6 818.2 1272.7]; %Teori
figure;
H = plot(A,B,'r--o',A,C,'b-o');
set(H,'LineWidth',1.5);
legend('(merah)Arus Pengukuran','(biru)Arus Teori');
grid on;
set(gca,'xtick', [0 15 55 80 180 280]);
set(gca,'ytick', [0 68 250 363.63 761 818.18 1182 1272.7]);
axis([5 300 0 1400]);
grid on;
xlabel('Beban (Watt)');
ylabel('Arus (mA)');
title({'Perbandingan Arus Teori dan Pengukuran Pada Batas Ukur
1000 mA'' I Made Mudiarta 1605541116- Kelompok 7'});
31

3. Syntax MATLAB Perbandingan Arus Pengukuran dan Teori Dengan


Batas Ukur 10.000 mA.

clc, clear all, close all;


A = [15 55 80 180 280]; %Beban
B = [50 220 320 730 1140]; %Pengukuran
C = [68.18 250 363.6 818.2 1272.7]; %Teori
figure;
H = plot(A,B,'r--o',A,C,'b-o');
set(H,'LineWidth',2);
legend('(merah) = Arus Pengukuran','(biru) = Arus Teori');
grid on;
set(gca,'xtick', [0 15 55 80 180 280]);
set(gca,'ytick', [0 60 250 363.63 750 818.18 1190 1272.7]);
axis([5 300 0 1400]);
grid on;
xlabel('Beban (Watt)');
ylabel('Arus (mA)');
title({'Perbandingan Arus Teori dan Pengukuran Pada Batas Ukur
1000 mA'' I Made Mudiarta 1605541116- Kelompok 7'});

4. Syntax MATLAB Perbandingan Tegangan Pengukuran dan Teori


Dengan Batas Ukur 100 V.

clc, clear all, close all;


A = [15 55 80 180 280]; %Beban
B = [218.2 217.7 217.5 217.4 217.0];%Pengukuran
C = [220 220 220 220 220]; %Teori
figure;
H = plot(A,B,'r-o',A,C,'b--o');
set(H,'linewidth',2);
legend('Merah:Pengukuran','Biru:Teori');
grid on;
set (gca,'xtick',[ 15 55 80 180 280 ]);
axis ([0 300 210 230]);
xlabel('Beban (Watt)');
ylabel('Tegangan (Volt)');
title({'Perbandingan Arus Teori dan Pengukuran Pada Batas Ukur
100 V'' I Made Mudiarta 1605541116- Kelompok 7'});
32

5. Syntax MATLAB Perbandingan Tegangan Pengukuran dan Teori


Dengan Batas Ukur 1.000 V.

A = [15 55 80 180 280];%Beban


B = [217 216 215 215 215]; %Pengukuran
C = [220 220 220 220 220]; %Teori
figure;
H = plot(A,B,'r--o',A,C,'b-o');
set(H,'LineWidth',2);
legend('(merah)Tegangan Pengukuran','(biru)Tegangan Teori');
grid on;
set (gca,'xtick',[ 15 55 80 180 280 ]);
axis ([0 300 210 225]);
xlabel('Beban (Watt)');
ylabel('Tegangan (Volt)');
title({'Grafik Perbandingan Tegangan Teori dan Pengukuran Pada
Batas Ukur 1000V'
'I Made Mudiarta 1605541116- Kelompok 7'});

Anda mungkin juga menyukai