BAB I
KARAKTERISTIK ALAT UKUR
Dalam mengukur satuan besaran, baik besaran listrik maupun non listrik perlu sekali
dan beberapa definisi mengenai sistem pengukurannya. Sifat dari alat ukur listrik sudah
Maksud dari suatu pengukuran tidak lain untuk mengetahui berapa harga dari suatu besaran
yang sedang diukur. Dalam hal ini harga yang diinginkan tentu saja harga yang benar (“True
Value”). Harga benar ini tidak mungkin akan didapatkan, yang paling mungkin hanyalah
pendekatan dari harga benar tersebut. Pendekatan ini didapat dengan mengambil harga rata-
rata dari suatu sample pengukuran yang jumlahnya tidak terhingga, dengan asumsi deviasi
positif sama (hampir sama) dengan deviasi negatifnya. Harga pendekatan tersebut dapat
disebut juga sebagai harga exact atau harga terbaik (Exact Valu/Best Value).
Guna mendapatkan harga exact perlu diketahui definisi dari “Akurat (Accuracy)” dan
mendapatkan harga yang paling mendekati harga sebenarnya. Presisi didefinisikan sebagai
pengukuran tingkat keberhasilan dalam mendapatkan suatu harga dari suatu sistem
pengukuran. Untuk lebih jelas nya dapat diberikan contoh sebagai berikut : Ada 2 buah kotak
tahan dekade A dan B dengan harga masing-masing dekade 1, 10, 100, 1000 Ohm/step.
Kotak A mempunyai garansi yang tinggi dengan 0,1 persen (%) dan kotak B mempunyai
garansi 1 persen (%). Kedua kotak tersebut dapat dikatakan mempunyai presisi yang sama,
karena keduanya harga terkecil yang dapat dibaca adalah 1 Ohm/step. Akan tetapi keduanya
tidak mempunya akurat yang sama, kotak A lebih akurat dibandingkan kotak B.
2
Bagi alat ukur, keakuratan merupakan hal yang paling penting karena merupakan
tingkat kemampuan alat tersebut untuk mengukur/membaca harga yang benar, Oleh karena
itu timbul masalah kesalahan (error) yang didefinisikan sebagai selisih (perbedaan) antara
δA =A 1− A
δA =kesalahan
A1=harga pengukuran
A=hargabenar
Koreksi didefinisikan sebagai selisi antara harga benar dengan harga pengukuran
δC =A− A 1
δC =koreksi
δC =−δA
Suatu alat ukur tidak akan mencapai titik keseimbangan secara langsung sesaat
setelah suatu besaran (fungsi) diukur. Sistem akan ber”transien” terlebih dahulu sebelum
mencapai posisi akhir. Sifat/kelakuan alat ukur yang demikian ini disebut sebagai kelakuan
dinamik (dynamic behavior) dan pada alat ukur perlu sekali dianalisa. Beberapa macam
fungsi masukan yang dapat diteliti kelakuan dinamik nya. Fungsi-fungsi tersebut antara lain:
3
a) Fungsi step (Step Function), dalam hal ini harga masukan secara tiba-tiba berubah
b) Fungsi linier (Linier Function) dalam hal ini harga masukan berubah secara linier
c) Fungsi Sinus (Sinusoidal Function) dalam hal ini harga masukan berubah secara
sinusoidal terhadap waktu dengan harga maksimum yang konstan (Gbr. 1.1.c).
Kesalahan dinamik didefinisikan sebagai perbedaan harga yang ditunjukkan dengan harga
sebenarnya. Pada protses dinamik ini tentu saja diharapkan bahwa bentuk keluaran sama
dengan bentuk masukan. Kemampuan suatu alat untuk mencapai tingkat yang demikian
disebut “fidelitas”. Perbedaan phasa atau ketebelakangan waktu tidak tercakup dalam
fidelitas ini.
Sebagai contoh, bila suatu besaran masukan sinusoidal dan keluaranya juga sinusoidal
walaupun terjadi perbedaan phasa dana tau waktu, maka tingkat fidelitas alat ukur tersebut
sama dengan 100%. Dengan demikian harga kesalahan dinamik total adalah kombinasi dari
fidelitas, kelambatan waktu, dan pergerseran phasa antara besaran masukan dan keluaran.
4
Response dinamik suatu sistem tergantung pada konstruksi magnitude dan type
ini adalah:
- Response waktu; yaitu persyaratan waktu untuk mencapai keadaan seimbang (posisi
akhir) setelah besaran masukan dipasang pada alat ukur. Untuk fungsi step, response waktu
dinyatakan sebagai waktu yang dipergunakan untuk mencapai presentase specific dari
besaran yang diukur setelah masukan dipasangkan. Presentase specific ini dapat 90% s/d
99%.
- Untuk alat ukur portable harga prosentase specific ini dapat ± 0,3% dari skala penuh,
- Kecepatan response dinyatakan sebagai kecepatan alat ukur mencapai harga yang
diukur.
ukur untuk mencapai response harga yang diukur. Umumnya keterlambatan ini kecil sekali,
akan tetapi bila terjadi keterlambatan yang lama, maka perlu adanya pengurangan waktu
keterlambatan tersebut.
Waktu mati (Dead time) didefinisikan sebagai waktu yang dipergunakan suatu sistem
pengukuran untuk mulai response ke harga yang diukur. Kenyataannya waktu mati ini adalah
waktu sebelum alat ukur (penunjuk) mulai bergerak setelah besaran masukan dipasangkan.
Sedang daerah mati adalah perbedaan terbesar dari besaran yang diukur sampai sesaat
sebelum response terjadi. Penyebab terjadinya daerah mati ini antara lainkarena rugi-rugi
5
hysterisis dana tau gesekan yang mana momen gerak masih belum mampu menggerakkan
jarum penunjuknya. Untuk lebih jelas nya dapat dilihat pada Gbr. 1.2.
Gbr. 1.2.
Daerah & waktu mati
Contoh soal:
1. Suatu Voltmeter searah menunjukkan harga 120,5 Volt sedangkan harga benarnya
120,23 Volt.
Berapa kesalahan dan koreksi dari Voltmeter tersebut?
Jawab:
δV =V 1−V
δV =120,5−120,23=0,27 Volt
Koreksi δC =−δV =−0,27 Volt .
2. Suatu jembatan wheatstone dalam keadaan seimbang. Bila tahanan yang tidak
diketahui berubah sebesar 6 Ohm, Galvanometer akan berdefleksi sebesar 3mm. Berapa
sensitivitas jembatan tersebut?
Jawab:
Magnitude Harga
Sensitivitas=
Magnitude Response
6
Sensitivitas= mm=2 Ohm/ mm
3
6
BAB II
KESALAHAN PENGUKAN
2.1 KESALAHAN
Keakuratan dan kepresisian suatu alat sangat tergantung desain, material dan kemapuan orang yang
membuat alat tersebut. makin akurat alat tersebut maka semakin baik alat tersebut. Akan tetapi
makin akurat suatu alat ukur makin mahal pembuatanya. Hal ini karena di perlukan suatu desain
material dan kemampuan membuat yang tinggi. Pada alat ukur defleksi garansi keakuratan ini
Perbedaan harga benar dengan harga pengukurannya dinyatakan sebagai kesalahan (Spt, Bab. I).
Sebenarnya dalam suatu pengu an nilai .kesalahan tidak sangat berarti, karena beIum me -
adalah perbandingan nilai kesalahan tersebut dangan nilai sebenarnya sebagai contoh suatu
pengukuran tahanan sebesar 2 ohm, harga tersebut tidak sangat berarti bila tahanan diukur 1 kΩ
dan berarti bila tahanan diukur 10 Ω. Perbandingan antara kesalahan dengan harga sebenarnya
Kesalahan relative =
er = harga kesalahan
harga benar
er = Δa
A . . . . (1)
7
b. Pengurangan
Y =u – y
dY du dv
= −
y y y
dY u du v dv
= x − x
y y u y v
8
jika kesalahan u, v adalah ± δu, δv maka pada kasus diatas harga kesalahan u adalah + δu dan
v adalah – δv. Sehingga harga kesalahan δy terhadap y adalah :
dY u du v dv
=±( x + x ) .............................................................(2-5)
y y u y v
Y =±u ± v ± w
dengan mengambil analogi pers. Pada a & b maka :
∂Y u ∂u v ∂ v w ∂ w
=±( x + x + x ) .........................................(2-6)
y y u y v y w
d. Perkalian
y=u . v
ln y=ln u+ln v
e. Pembagian
u
y=
v
ln y=ln u−ln v
didefenrensilir terhadap y
1 1 du 1 dv
= . − .
y u dy v dy
dy du dv
= −
y u v
dy ∂u ∂v
=± ±
y u v
Kesalahan relatif :
dy ∂u ∂v
=± ±
y u v
g. Pangkat
n
y=u
ln y=ln u+ln v
Didiferensilir terhadap y :
1 1 du
=n .
y u dy
dy du
=n
y u
Kesalahan relatif :
∂y du
=±n
y w
h. Perkalian pangkat
y=u . v m
n
ln y=n ln u+m ln v
1 n du m dv
= . + .
y u dy v dy
dy du dv
=n + m
y u v
Kesalahan relatif :
10
∂y du dv
=±(n + m )
y u v
Dalam suatu pengukuran tidak dapat dihindari adanya kesalahan akan tetapi harus diusahakan
kesalan sekecil mungkin. studi masalah ini kesalahan ini penting artinya khusus untuk
Kesalahan besar
Bentuk kesalahan yang dapat diklasifikasikan ke macam kesalahan besar ini adalah segala
kesalahan manusia dalam memakai, membaca dan menghitung/ mencatat dari suatu pengukuran.
Kesalahan ini mungkin sekali terjadi, untuk menghindarinya perlu adanya koreksi hasil pengukuran.
Kesalahan ini mudah sekali diketahui, berbeda dengan bentuk kesalahan lainnya. Bagi pemula
kesalahan ini paling umum terjadi. Contoh penyearah kesalahan ini antara lain, kesalahan rangkaian,
kesalahan. untuk mengurangi adanya edek pemmbeberan, perlu adanya pengetahuan yang lebih
mendalam dari system pengukuran. ketelitian dan kecerobohan merupakan hal yang paling sering
penyebab kesalahan. kesalahan ini benar tidak dapat digitung dengan pendekatan matematik tetapi
dapat dikurangi dengan banyaknya latihan, meningkatkan ketelitian dan sabar dalam melakukan
percobaan.
Kesalahan sistematik
11
Kesalahan statistik dapat dibagi dalam 2 katagori yaitu kesalahan alat dan kesalahan
pengorasian alat, pengatur nol (zero adjustment), konstanta pegas dll. Kesalahan alat dapat
- memilih peralatan yang sesuai dengan macam macam pengukuran yang dilakukan.
Kesalahan lingkungan merupakan kesalah diluar alat yang disebabkan antara lain panas,
tekanan, kelembaban, vibrasi polusi, medan magnit, medan listrik dll. Kesalahan ini dapat
dikurangi dengan membuat sistem pendingin udara (air conditioning), shielding magnet,
Kesalahan Random
random. Suatu desian pengukuran yang baik dapat mengurangi kesalahan ini, tetapi juga
perlu ditunjang mengenai keakuratan kerja, dan bekerja di bawah batas batas yang
pengukuran.
Arithmatic mean adalan harga yang paling mungkin dari se-jumlah hasil pengukuran.
Pendekatan yang baik bila jumlah pengukurannya tak terhingga, walaupun dengan jumlah
Deviasi rata-rata mengatakan tingkat ke,presisian dari suatu alat dalam pengukuran..Suatu
alat diryatakan sangat presisi bila harga deviasi rata-rata sangat. DeViasi rata-rata dinyatakan
Standar deviasi atau kwadrat rata-rata deviasi (root mean square deviation) dinyatakan
sebagai.
Untuk pengukuran yang berhingga jumlah pengamatannya standar deviasinya dinyatas sbb :
pengamatan yang tak terhingga adalah kurva Gauss kurva tersebut secara matematis
dinyatakan sbb :
h
y=
√π
suatu deviasi x)
h = konstanta
14
Gbr.2.1
Kurva (probabilitas) Gauss
Kurva diatas simetris terhadap harga rata rata aritmatik, (aritmatic mean) dan luas daerah
dibawah.
h
Misal harga
√π
= A , jika jumlah pengamatan sebesar n , kemungkinan kejadian sebesar
∆n
∆n = n y ∆x
= n Ae-h2x2 ∆x
−∞
2 2
nA ∫ e−h x = n
+∞
−∞
2 2
A ∫ e−h x = 1 ………………………....………………………………………………….(2-20)
+∞
Jumlah (fraksi/bagian) pengamatan terhadap total dari suatu harga antara x1 dan x2 akan sama
dengan luas di bawah bagian kurva yang berada antara harga x tersebut.
x2
h 2 2
n1-2 =
√π ∫ e−h x dx .……………………………………………………………........……(2-
x1
21)
Jika harga n1-2 = 0,5 berarti 50% dari deviasi jatuh antara x1 dan x2.
x❑
h 2 2
n0-x =
√π
∫ e−h x dx…………...............…………..……………....……………………... (2-
0❑
22)
untuk x = 0
h
y= …………....…………………………………………………..……(2-23)
√π
Jelas bahwa harga maksimum y tergantung pada h. Makin besar h, makin curam/runcing
kurva Gauss tersebut, hal ini juga dapat dilihat dari penurunan kurva yang merupakan fungsi
dari –h2, harga h ini juga mengakatakan tingkat kepresisian suatu alat, makin besar h makin
presisi alat tersebut. Dengan melihat gambar 2.1, diambil 2 batas x sebesar –r dan r. Harga r
ini diatur/diletakkan pada posisi dimana luas daerah di awah kurva yang dibatasi oleh x = r
16
dan x = -r sama dengan 0.5 atau dengan kata lain 50% deviasi berada antara x = ± r atau
dengan lain perkataan kesempatan untuk mendapatkan harga yang mempunyai deviasi
+r❑
h 2 2
√п
∫ e−h x dx = 0,5
−r ❑
r
2h
2п ∫ e−h2 x2dx = 0,5
0
0,4769
r= ………………………………… ……………………………………......(2-24)
h
D= ∫ [ x ] ydx ……………………………………………………………………(2-25)
−∞
∞❑
2h 2 2
D=
√п
∫ e−h x xdx
−∞❑
∞❑
1 2 2
D=
√п h
∫ e−h x (−2 h2 x)dx
0❑
1
D= ......………………...... …………………..……………………………….. (2-26)
√п h
Dengan memasukkan pers. (2-24) ke (2-26) maka:
r
D= ………………………….......…………………………………………………….
0,8453
(2-27)
Pers. (2-27)
17
Ʃ d2
σ2 =
n
∞❑
2h 2 2
2
σ =
√п
∫ e−h x x 2
0
1
σ2 =
2h 2
1
σ= …...…………………….....………………………………………………… (2-28)
√2 h
r
σ= ……………………………………....…………………….……………… (2-29)
0,6745
Dari kurva Gbr. 2.1, menyatakan bahwa luas daerah di bawah kurva yang dibatasi oleh suatu
interval harga menyatakan bagia (fraksi) jumlah pengamatan yang mempunyai kesalahan
maksimum sebesar interval tersebut dari rata-rata arithmatiknya.
Bila diambil interval harga sebesar standard deviasi σ maka luas daerah di bawah kurva yang
Tabel 2.1 di bawah ini menyatakan hubungan antara deviasi dan bagian luasi di bawah kurva.
didapatkan:
r = 0,6745
18
d1 2+d 2 2+ …+d n 2
r = 0,6745
√ n
d1 2+d 2 2+ …+d n 2
r1 = 0,6745
√ n−1
………………………………………………………………
(2-31)
1
rav = r1
√π
d1 2+d 2 2+ …+d n 2
rav = 0,6745
√ n (n−1)
Ʃ [d]
rav = 0,6745 ……………………………….........……………………………………
n(n−1)
(2-23)
Kemungkinan kesalahan (r) untuk beberapa variable dari suatu fungsi dinyatakan sbb :
misal y = f (u, v, w)
∂y
dyu = kemungkinan kesalahan y karena kesalahan pada u = du
∂u
∂y
dyv = kemungkinan kesalahan y kareana kesalahan pada v = dv
∂v
∂y
dyw = kemungkinan kesalahan w kareana kesalahan pada w = dw
∂w
maka:
Contoh soal:
19
1. Suatu Voltmeter 200 volt, dengan garansi keakuratan sebesar 1% pada skala penuh.
Tegangan yang diukur 100 Volt. Berapa presentase kesalahan.
Jawab:
∂ V =ɛ r × v
∂ V =0,01× 200=2 Volt
Tegangan yang diukur 100 Volt, maka kesalahan pada pengukuran tegangan tesebut
adalah:
v 2
ɛ r= = =0,02=2 %
v 100
2. Dua tahanan dipasang seri R1 = 250 ± 2,1 Ω, R2 = 100 ± 1,5 Ω. Berapa kesalahan
tahanan total (seri) dalam Ohm dan persen.
Jawab:
R1 = 250 ± 2,1 Ω
R2 = 100 ± 1,5 Ω
y = R s = R1 + R 2
Rs = (250 ± 2,1) + (100 ± 1,5) Ω
Rs = (350 ± 3,6) Ω
R1=250 ± 2,1 Ω
R2=100 ± 1,5 Ω
y=R s=R1 + R2
R s=(250 ±2,1)+(100 ± 1,5)Ω
R s=(350 ±3,6) Ω
Jawab :
a. Arithmatic mean
R1 + R2 +…+ R n
R=
n
R. d. d2.
101,2 -0,1 0,01
101,7 +0,4 0,16
101,3 0,0 0,00
101,0 -0,3 0,01
101,5 +0,2 0,01
101,3 0,0 0,01
101,2 -0,1 0,01
101,4 +0,1 0,01
101,3 0,0 0,01
101,1 -0,2 0,01
2
ƩR = 1013,0 Ʃ [d] = 1,4 Ʃd = 0,36
b. Standard deviasi :
Ʃ d2 0,36
σ=
√ n−1
=
9
=0,2 Ω
Ʃ d2 0,36
r 1=0,6745
n−1√ r 1=0,6745
√9
=0,1349 Ω
21
Ʃ d2 0,36
r av =0,6745
√ n ( n−1 ) √
r av =0,6745
10 ( 9 )
=0,0427 Ω
22
BAB III
PENGUKURAN DAYA
Gambar 3.1.
Pengukuran daya dengan Wattmeter
Bila di pakai kombinasi antara Voltmeter-Amperemeter dapat dilakukan sebagai berikut : (Gambar
3.2.)
(a) (b)
Pengukuran daya dengan Voltmeter-amperemeter
Jadi harga sebenarnya adalah selisih antara daya pengukuran dikurangi rugi-rugi dari voltmeternya.
Untuk rangkaian (b) ;Voltmeter mengukur tegangan sumber V =V L +V a dan amperemeter mengukur
arus sebenarnya I =I L . I V
P=I ×V
P=I L ( V L +V a )
P=I L ×V L + I L ×V a
I L × V L =P−I L .V a . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
(3.3)
Harga daya sebenarnya adalah antara daya pengukuran dikurangi rugi-rugi Amperemeter.
Dengan demikian baik rangkaian (a) maupun (b) selalu terjadi kesalahan dan koreksinya adalah daya
yang diserap oleh meter yang secara listrik berada didekat beban.
3.2. Daya Bolak-Balik
Pengukuran bolak balik agak berbeda dengan daya searah, karena harus diperhitungkan juga
harga cos beban.
Pengukuran daya bolak-balik dibedakan untuk 1 phasa dan 3 phasa.
3.2.1. Pengukuran Daya Bolak-Balik 1 Phasa
3.2.1.1. Pengukuran dengan Wattmeter 1 phasa.
Jika suatu system bolak-balik dinyatakan sbb:
e=E m sin ωt
i=I m sin (ωt −φ)
Dimana : e = tegangan sesaat
I = arus sesaat
P = daya sesaat
Maka : p=e ×i
p=E m I m sin ωt .sin (ωt−φ)
Daya rata-rata :
2π
1 Em I m 2 π cosφ−cos (2 ωt−φ)
p= ∫ E I sin ωt . sin(ωt−φ)p= 2 π ∫
2π 0 m m 0 2
Em I m sin ( 2 ωt−φ ) Em I m
p=
4π [
ωt cos φ−
2
p=
2 ]
cos φ p=E . I . cos φ
Dimana :
Em I
E= =teganganefektif I = m =arus efektif
√2 √2
Dari persamaan di atas terlihat bahwa suatu wattmetersatu phasa dapat langsung mengukur daya yang
diserap beban, karena semua besaran tegangan arus dan cos φ sudah tercakup di dalamnya. Rangkaian
pengukuran dengan wattmeter 1 phasa.
Gambar 3.3.
Rangkaian Wattmeter 1 Phasa
Kesalahan pada pengukuran wattmeter 1 phasa antara lain disebabkan sifat induktif kumparan
tegangan. Hal ini menyebabkan arus yang mengalir pada kumparan tegangan tidak sephasa dengan
tegangan yang diukur. Sifat kesalahan ini dapat dianalisa sebagai berikut :
Dengan melihat Gambar 3.3. diatas di mana :
Maka :
V ω Lp
i p= 2 tan β=
( r p + R ) +(ω L p ) (r p+ R )
Makin besar sifat resistivitasnya makin kecil harga β. Makin besar frekuensi yang diukur makin besar
harga β. Daya yang diukur oleh wattmeter sebanding dengan :
v
p=I .i p cos ( φ−β ) p=I . cos ( φ−β )
z
r p+ R
Di mana : z p=
cosβ
v
p=I cos β cos ( φ−β )
( r p+ R )
Iv
cos β
(r p + R) cos φ
=
Iv cos β cos (φ−β)
cos β cos( φ−β )
(r p + R)
Harga sebenarnya = harga koreksi × harga pengukuran
cos φ
Harga koreksi = .................................................
cos β cos (φ−β)
(3.11)
Harga kesalahan pengukuran.
cos φ
Maka e = 1− [ cos ( φ−β ) ]
×harga pengukuran
e=¿
e = ¿ . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (3.12)
1+tan 2 β
= ................................................
1+ tan φ tan β
(3.13)
hargabenar 1
=
harga pengukuran 1+tan φ tan β
Gambar. 3.4.
Hubungan factor koreksi dengan sudut phasa beban
Pada pengukuran daya bolak – balik 1 phasa, bila besaran yang diukur lebih besar dari batas ukur alat,
dapat dilakukan dengan pertolongan trafo arus dan trafo tegangan. Adapun rangkaian pengukurannya
seperti gambar 3.5.
Gambar 3.5. :
Hubungan Wattmeter 1 phasa dengan
CT & PT
Penggunaan kedua trafo ukur tersebut tentu saja juga mengakibatkan kesalahan pengukuran.
Kesalahan ini khususnya diakibatkan adanya pergeseran sudut phasa. Untuk lebih jelasnya
dapat dilihat vektor diagram trafo ukur, seperti Gambar 3.6 dibawah ini :
27
(a) (b)
Gambar 3.6
Dimana:
φ = sudut phasa beban
α = sudut phasa antara arus yang mengalir pada kumparan arus dan kumparan tegangan
δ = sudut phasa PT
θ = sudut phasa CT
28
Sudut phasa PT = δ dapat mendahului (+) atau terbelakang (-). Untuk δ mendahului maka,
cos φ
Harga faktor koreksi = k = . . . .. . .. . . .. . .. . . .. . .. . .. . . .. . .. . .(3.18)
cos β cos α
Pengukuran daya bolak-balik suatu phasa tidak hanya dapat dilakukan dengan
Gambar 3.7
Dari gambar diatas bila di asumsikan semua voltmeter ideal, dan R tahanan murni, maka
hubungan gambar 3.7 tersebut dapat dibuat diagram vektornya seperti gambar 3.8 di bawah
ini :
29
Gambar 3.8
V 21−V 22−V 23
Faktor kerja cos φ = . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (3.21)
2V 2 V 3
V2 = I R
V 21−V 22−V 23
cos φ =
2 I RV3
V 21−V 22−V 23
I V3 cos φ =
2R
V 21−V 22−V 23
P1 ∅ = . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (3.22)
2R
Gambar 3.9
Pengukuran daya 1 phasa dengan 3 amperemeter
Gambar 3.10
30
I 21−I 22−I 23
Faktor kerja cos φ = . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (3.24)
2I2 I3
V
I 2=
R
( I 21−I 22 −I 23 ) R
cos φ =
2V I 3
( I 21−I 22 −I 23 ) R
VI3cos φ = . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (3.25)
2
2 2 2
(I 1 −I −I ) R
2 3
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (3.26)
P1 ∅ =
2
Gambar 3.11
Dengan mengambil ketiga wattmeter tersebut identik dapat diharapkan tegangan netral buatan awal
sama dengan netral aslinya N.
Dari gambar 3.11 terlihat, bahwa wattmeter 1, 2 dan 3 masing-masing mengukur daya di phasa 1, 2
dan 3. Tegangan dan arus yang diukur masing-masing wattmeter adalah:
P1’=V1’ . I1
P2’=V2’ . I2
P3’=V3’ . I3
P1 =V1 . I1
P2=V2 . I2
P3=V3 . I3
V1 = V1’ + V V1’ = V1 – V
V2 = V2’ + V V2’ = V2 - V
V 3 = V 3’ + V V3’ = V3 – V
Maka
P1’ = (V1-V) i1
P2’ = (V2-V) i2
P3’ = (V3-V) i3
P1’+P2’+P3’ = V1.I1+V2.I2+V3.I3-V(I1+I2+I3)……………(3.27)
P1’+P2’+P3’=V1.i1+V2.i2+V3.i3=P1+P2+P3=P3ϴ
Gbr 3.12
Dari gambar diatas terlihat bahwa dalam keadan seimbang tenggangan c sama dengan terhingga v = 0
maka dari persamaan (3.28), yaitu :
Methode ini lazim disebut methoda ARON, dimana tegangan yang diambil kedua wattmeter adalah
tegangan phasa-phasa. Di bawah ini diuraikan untuk hubungan beban Y & Δ Hubungan bintang (Y)
seperti Gbr 3.13 dibawah ini.
Gbr. 3.13
Dari gambar diatas terlihat bahwa daya yang diukur oleh masing-masing wattmeter.
P1=i1 (V1-V3)
P2=i2 (V2-V3)
i3 = -(i1+i2)……………………………….…………………….(3.31)
P2 = V2 (i2 – i1)
P1+ P2 = V3 i3 + V2 i2 - i1 (V2 + V3 )
V1 + V2 + V3 = 0
V1= - ( V2 + V3)
P3 ᴓ = P1 + P2 = V3 i3 + V2 i2 + V1 i1
Pengukuran Aron lebih efisien, karena hanya menggunakan 2 wattmeter 1 phasa. Akan tetapi perlu
hati-hati dalam merangkai peralatan, khususnya polaritas. Dengan kesalahan merangkai
memungkinkan terjadi kesalahan pengukuran.
Untuk menjelaskan masalah ini semua dapat dilihat gbr. Dibawah ini
34
Gbr 3.15
Berdasarkan gambar vektor diatas dan gambar 3.13 didapat bahwa wattmeter P 1 mengukur arus I1 dan
tegangan V13 dan wattmeter P2 mengukur arus I2 dan tegangan V23 sedangkan sudut antara I1 dan V13 =
30° - ϴ dan sudut antara I2 dan V23 = 30° + ϴ, maka :
Dan
P1 + P2 = 3 VI cos ϴ …………………………………………………(3.38)
P1 – P2 = V3 VI sin ϴ…………………………………………………(3.40)
P1 = √ 3 VI cos (30° - ϴ)
3
P1 = √ 3 VI cos (30°) = VI
2
P2 = √ 3 VI cos (30° + ϴ)
Berdasarkan gambar vektor diatas dan gambar 3.13 didapat bahwa wattmeter P1 mengukur
arus I1 dan tegangan V13 dan wattmeter P2 mengukur arus I2 dan tegangan V23 sedangkan sudut
antara I1 dan V13 = 30° - ϴ dan sudut antara I2 dan V23 = 30° + ϴ, maka :
Dan
P1 + P2 = 3 VI cos ϴ …………………………………………………(3.38)
36
P1 – P2 = V3 VI sin ϴ…………………………………………………(3.40)
P 1−P 2 tan ϴ
= …..…………………………………………………..…………
P1+ P 2 √3
(3.41)
P 1−P 2
Tan ϴ = V3 ( )
P1+ P 2
p 1+ p 2
ϴ = arc tan √ 3 ( ) …………………………………………….………(3.42)
p 1+ p 2
P1 = √ 3 VI cos (30° - ϴ)
3
P1 = √ 3 VI cos (30°) = VI
2
P2 = √ 3 VI cos (30° + ϴ)
3
P2 = √ 3 VI cos (30°) = VI
2
3 3
P3ᴓ = P1 + P2 = VI + VI = 3 VI
2 2
Daya tersebut sama dengan daya 3 phasa untuk cos ϴ = 1
* untuk cos ϴ = 0,5 atau ϴ = 60° maka
P1 = √ 3 VI cos (30° - ϴ)
P2 = √ 3 VI cos (30° + ϴ)
P2 = 0
37
3 3
P3ᴓ = P1 + P2 = VI + 0= VI
2 2
P1 = √ 3 VI cos (30° - ϴ)
P1 =
√ 3 VI
2
P2 = √ 3 VI cos (30° + ϴ)
P2 = -
√ 3 VI
2
P3ᴓ = P1 + P2 =
√ 3 VI - √ 3 VI = 0
2 2
Daya tersebut sama dengan daya 3 phasa untuk cos ϴ = 0
Dari analisa tersebut di atas terlihat bahwa harga negatif bila cos ϴ < 0,5. Karena wattmeter
tidak dapat menunjukkan (berdefleksi) negatif, maka untuk mendapatkan harga pengukuran.
Pengukuran dengan membalik polaritas arus atau tegangan (salah satu) dari voltmeter
tersebut. Akan tetapi untuk mendapatkan harga pengukuran daya 3 phasanya, datanya yang
diukur oleh voltmeter yang dibalik polaritasnya tersebut harus bernilai negative. Dengan kata
lain untuk cos θ < 0,5 harga 3 phasa sama dengan selisih dari harga P 1-P2 nya. Oelh karena itu
pada pengukuran daya 3 phasa baik yang menggunakan cara Axon atau dengan wattmeter 3
phasa, perlu diperhatikan polaritas dari arus maupun tegangannya. Kesalahan dalam
menentukan polaritas dalam rangkaian dapat mengakibatkan kesalahan pengukuran.
Pengukuran daya 3 phasa dapat juga memakai 1 wattmeter 1 phasa dengan memakai prinsip
Aron tersebut. Rangkaian pengukuran tersebut dapat dilihat pada gambar 3.16 dibawah ini:
Analisa vector dari rangkaian tersebut dapat dilihat pada gambar 3.17 dibawah ini:
38
P1 = √ 3 V I cos ( 30 °−φ )
P2 = V12 I1 cos ( 30 ° +φ )
P2 = √ 3 V I cos ( 30 ° +φ )
Maka;
Pengukuran daya semu (VAR) dapat dilakukan baik untuk 1 phasa maupun 3 phasa dengan VAR
meter atau dengan wattmeter. Pada prinsipnya baik memekai VAR meter atau wattmeter adalah sama,
bedanya terletak pada macam rangkaian dan komponen tambahan yang dipakai pada VAR meter,
yaitu phase shifter.
Pada pengukuran daya semu satu phasa bila dilakukan dengan wattmeter harus di berikan komponen
L atau C guna mengubah beda sudut phasa sebesar 90° .
Pengunaan L atau C tergantung macam bebannya. Bila beban bersifat induktif (arus terbelakang
terhadap tegangan) maka komponen yang dipakai harus L demikian sebaliknya bila bahan kapasitif,
komponen tambahannya adalah C. Penambahan komponen ini dipasang seri dengan kumparan
tegangan dari wattmeter. Untuk lebih jelas dapat dilihat gambar 3.18(a) & (b).
39
Pengukuran daya semu 3 phasa dapat dilakukan dengan berbagai macam cara, antara lain :
a) Dengan wattmeter 3 biasa dengan bantuan outotrafo tegangan yang dihubungkan sebagai
delta terbuka (open-delta). Sistem delta terbuka ini berfungsi sebagai phasa shifter
(penggeseran phasa). Dalam hal ini perlu juga diperhatikan pengan polaritasnya.
b) Cara lain yang masih memakai penggeser phasa delta terbuka adalah menggunakan prinsip
Aron. Hanya saja tegangan yang diambil untuk kumparan tegangan kedua wattmeternya dari
delta terbuka tersebut, rangkaian lengkapnya dapat dilihat pada gambar 3.19 dibawah ini:
c) Pengukuran yang lebih sederhana yaitu dengan menggunakan rangkaian Aron 2 wattmeter.
Prinsip yang dipakai adalah :
Daya semu 1 phasa = V I sin φ
Daya semu 3 phasa = 3 V I sin φ
40
e) Pengukuran yang lebih sederhana yaitu dengan menggunakan rangkaian Aron 2 wattmeter.
Prinsip yang dipakai adalah :
Daya semu 1 phasa = V I sin φ
Daya semu 3 phasa = 3 V I sin φ
Contoh soal:
1) Suatu pengukuran daya searah dilakukan dengan Voltmeter amperemeter yang mempunyai
tahanan sebesar : Rv = 20kΩ; Ra = 0,04 Ω. Rangkaian pengukuran seperti gambar 3.2(a) &
(b) didapat pada masing-masing rangkaian harga I = 10 A & V = 220 Volt.
41
Jawab:
V2
= 2200 -
Rv
2202
= 2200 -
20.000
48.400
= 2200 –
20.000
= 2200 – 1.21
= 2198,79 Watt.
= 2200 – I 2 Ra
= 2200 – ¿ ¿)
= 2200 –4
= 2196 Watt.
2) Suatu sistem bolak-balik 1 phasa mempunyai beban dengan cos ϕ = 0,5 , tegangan dan arus
beban adalah 220 volt, 40 Ampere. Berapa besar kesalahan pengukuran energi dalam 1 tahun
bila beban konstan dan kesalahan sudut phasa pada kumparan tegangan (ß) = 1 o.
Jawab:
= 38,544 MW jam
Cos ϕ = 0,5 ϕ = 60o, berdasarkan kurva Gbr. 3.4 untuk ß = 1o & Q = 60o maka faktor
koreksi = 0,97 atau 97% kesalahan = 3%.
= 3% x 38,544 MW jam
42
= 1.156 KW jam.
3) Suatu pengukuran daya motor 3 phasa dengan cara ARON didapat wattmeter 2 sebesar 10
KW.
a) Bila kedua wattmeter
menunjukkan harga
positip, berapa daya dan
cos ϕ beban.
b) Bila salah satu
wattmeter dihubungkan
dengan polaritas terbalik
berapa daya dan cos ϕ beban.
Jawab:
a) P1 = 30 KW.
P2 = 10 KW.
P3ϕ = P1 + P2 = 30 + 10 = 40 KW.
P1 - P2 = 30 - 10 = 20 KW.
Dari pers. 3.42
( P1−P2)
ϕ = arctan √ 3
( P 1+ P 2)
(20)
ϕ = arctan √ 3
(40)
ϕ = arctan √ 3 x 0,5
ϕ = 40,89o
Cos ϕ = cos 40,89o = 0,756.
b) Bila salah satu wattmeter. (P2) berpolaritas terbalik maka :
P2 = -10 KW.
Jawab:
a) P1 = 30 KW.
P2 = 10 KW.
P3ϕ = P1 + P2 = 30 + 10 = 40 KW.
P1 - P2 = 30 - 10 = 20 KW.
Dari pers. 3.42
( P1−P2)
ϕ = arctan √ 3
( P 1+ P 2)
4) Suatu pengukuran dari beban 3 phasa 220/380 V seimbang seperti gambar dibawah ini. Pada
saat kontak K pada posisi 1 wattmeter menunjukkan 15.000 watt, bila K pada posisi 2
wattmeter menunjukkan harha 20.000 watt.
a) Berapa sudut phasa beban?
b) Berapa arus beban?
Jawab :
VRT
VR
IR VT
ϕ
VST
IT ϕ IS
VT ϕ
VS
√ 3 cotg ϕ + 1 = 1,5
√ 3 cotg ϕ = 0,5
cotg ϕ = 0,288
tan ϕ = 3,46
ϕ = 73,89o
20.000
IR =
V ST sin ϕ
20.000
IR = = 54,78 A
380 sin73,89
1) Suatu pengukuran daya 1
2) phasa dengan 3
3) Amperemeter seperti gambar 3.9 didapat I1 = 25 A , I2 = 7 A, I3 = 20 A, R = 30 A. Hitung cos
ϕ dan daya pemakaian !
44
Jawab :
I 12−I 22−I 32
Cos ϕ =
2. I 2. I 3
252−72 −202
Cos ϕ =
2 x 7 x 20
Cos ϕ =0.628
BAB IV
PENGUKURAN TAHANAN
4.1. PENDAHULUAN:
Pengukuran tahanan suatu penghantar / isolasi sangat berguna untuk menentukan kualitas dari
penghantar / isolasi tersebut. Dengan diketahuinya tahanan penghantar berarti dapat menentukan rugi-
rugi energi yang dapat terjadi selama penghantar tersebut dilalui arus, serta dapat ditentukan besar
tegangan jatuh yang akan terjadi. Penghantar yang baik mempunyai koefisien resistivitas ρ yang kecil.
Sampai saat ini jenis penghantar yang dipakai adalah tembaga dan alumunium, Karena dari kedua
jenis logam tersebut yang mempunyai ρ kecil. Kelemahan dari keduanya adalah mempunyai kekuatan
Tarik yang kecil.
Oleh Karena itu jenis penghantar untuk saluran transmisi diberi tambahan kekuatan Tarik dari baja
yang biasa disebut ACSR ( Alumunium Cable Steel Reinforced). Beda halnya pada isolasi, tahanan
isolasi diusahakan sangat besar, Karena harus mampu menahan tegangan kerja dengan baik.
Karena dalam sistem tenaga listrik dikenal berbagai macam tahanan, maka dalam pengukurannya juga
harus bermacam-macam juga. Prinsip pengukuran untuk tahanan kecil sangat berbeda dengan prinsip
pengukuran untuk tahanan besar.
Untuk dapat melakukan pengukuran dengan baik perlu adanya klasifikasi besar tahanan.
a). Tahanan kecil yaitu tahanan yang besarnya lebih kecil dari 1 ohm.
b). Tahanan sedang yaitu tahanan yang besarnya antara 1 ohm sampai dengan 100.000 ohm.
c). Tahanan besar yaitu tahanan yang besarnya lebih besar dari 100.000 ohm.
(I 12−I 22−I 3 2) R
4.2. PENGUKURAN TAHANAN P1ϕ = KECIL
2
Pengukuran tahanan kecil perlu memakai sistem yang teliti, Karena kesalahan tahanan yang
kecil misalnya : tahanan kawat kawat penyambung, tahanan kontak dapat mempengaruhi hasil
pengukuran. Kesalahan sebesar 0,005 ohm pada pengukuran tahanan sedang 100 ohm tidak sangat
berarti dibandingkan bila tahanan yang diukur 0,2 ohm.
Metode yang dapat digunakan untuk mengukur tahanan kecil tersebut adalah :
Methode ini menggunakan prinsip tegangan jatuh dari suatu konduktor yang dialiri arus. Untuk itu
diperlukan 4 terminal, yaitu 2 untuk terminal arus dan 2 untuk terminal tegangan. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat Gbr. 4.1 dibawah ini :
Gbr. 4.1.
Voltmeter Amperemeter
Tahanan yang diukur pada Gbr. 4.1 tersssebut diatas biasanya spotong kabel / kawat penghantar,
untuk diktahui tahanan per satuan panjangnya untuk suatu diameter tertentu.
V
RP = tahanan pengukuran =
I
IR = arus yang lewat tahanan yang diukur.
Maka :
46
V
Iv= I =Ir+ Iv
Rv
V
Tahanan pengukuran : Rp=
I
V
Rp=
Ir+ Iv
V
Rp=
V V
+
R Rv
R
Rp=
R
1+
Rv
R . Rp
+ Rp=R
Rv
R . Rp
Rp=R−
Rv
Rp
Rp=R (1− )
Rv
Rp
R=
Rp ………. …… …….. ( 4.1 )
(1− )
Rv
Untuk suatu tahanan kecil umumnya harga :
Rp << Rv maka
Rp
R=Rp (1+ ) ……..…………… ( 4.2 )
Rv
4.2.2. JEMBATAN THOMSON
Prinsip jembatan Thomson hampir sama dengan jembatan wheatstone, hanya saja untuk
mencapai keseimbangan lebih diperhalus beda tegangannya. Rangkai dari jembatan Thomson dapat
dilihat pada Gbr. 4.2 dibawah ini :
47
Gbr. 4.2
Jembatan Thomson
Dari Gbr. 4.2 terlihat terdapat 2 ratio (perbandingan tahanan) yaitu m, n dan p, q yang akan diatur
untuk mendapatkan keseimbangan yang didetekdi oleh galvanometer.
Ratio p, q untuk mengeliminasi kesalahan kontak antar r dengan x dan R. x tahanan yang diukur dan
R tahanan standard. Pada keadaan seimbang galvanometer menunjuk nol berarti tidak terjadi
perbedaan tegangan antara c dan G.
Vad=Vapc
m
Vad= Vab
m+ n
m p+q ) r
Vad= ( m+n ) I {R+ X + ( (p+q +r )
} …………… ( 4.3 )
Vad=Vap+Vpc
Vap=I X
p
Vpc=( )Vpq
p+q
( p+ q ) r
Vpq=I { Vab
p +q+ r
p ( p+ q ) r
Vpc= ( )
p+q
I{
p +q+ r
}
p+ q ) r
Vapc=I X + I ( p+qp ) { (p+q+ r}
p+ q ) r
Vapc=I X +[ ( p+qp ) { (p+q+ r }]
…………….. ( 4.4 )
qr
X =X R+ ¿) ……………. ( 4.5 )
p+ q+r
m p m p
Jika = maka − =0
n q n q
m
X= .R
n
X m p
= = ……………. ( 4.6 )
R n q
m p
Efek dari r tidak akan berpegaruh selama harga kedua ratio = . Bila harga kedua ratio tidak
n q
sama maka pers (4.5) dapat dipakai hanya saja diusahakan harga r yang sangat kecil. Untuk
menghilangkan adanya g.g.l thermos kopel dapat dilakukan dengan membalik polaritas sumbernya.
Ketiga methode ini yang akan dibicarakan, selain itu masih ada yaitu methode langsung
dengan ohmmeter yang tidak dibicarakan.
Gbr.
4.3
Voltmeter – Amperemeter
49
V
Rp=
I
Dimana Rp = tahanan pengukuran.
Akan tetapi harga sebenarnya bukan R akan tetapi harus perlu dikoreksi tergantung dari macam
rangkaiannya.
V =Va+ Vr
V Va+Vr
Rp= =
I I
I Ra+ I R
Rp= =R+ R
I
Harga sebenarnya R= Rp – Ra …………………… (4.7)
V
Iv=
Rv
dimana : Iv = arus yang lewat voltmeter
Rp = V/I
V
Rp=
Ir+ Iv
V
Rp = V V
+
R Rv
R
Rp = R
1+
Rv
Seperti bab sebelumnya maka :
Rp
R= Rp
1−
Rv
Untuk Rp <<< Rv
50
R = Rp (1+Rp/Rv) …..(4.8)
Gbr.4.4
Methoda Substitusi
Methoda ini sangat sederhana dan mempunyai ketelitian yang tinggi.Masalah yang mempengaruhi
pengukuran adalah tegangan sumbu diusahakan konstan selama pengukuran. Sistem ini banyak
dipakai pada sistem jembatan atau pada pengukuran sistem bolak-balik frekuensi tinggi.
-Switch K pada posisi 1 atau tahanan r agar amperemeter menunjukkan suatu skala tertentu.
-Switch K pindah ke posisi 2,dengan r tetap seperti di atas atau atur tahanan standar S sehingga
amperemeter menunjukkan arus seperti sebelumnya.
-Harga R=S.
4.3.3.JEMBATAN WHEATSTONE
Salah satu cara untuk mengukur tahanan sedang yaitu dengan jembatan Wheatstone.
Rangkaian sistem jembatan ini seperti Gbr.4.5 di bawah ini :
51
Gbr.4.5
Jembatan Wheatstone
Dari gambar 4.5 diatas terdapat 4 cabang masing-masing P,Q,R,S, dimana cabang P.Q disisipkan
cabang ratio (perbandingan),R tahanan yang diukur & S tahanan standard dan E sumber tegangan.
Vad = Vac
E
I 1=I 3=
I 2=I 4=
P+Q
E
R +S
}
………………………..(4.10)
EP ER
=
P+ Q R+ S
P R
=
P+ Q R+ S
P(R+S) = R(P+Q)
PR + PS = PR +RQ
PS= RQ
R P
= …………… …(4.11)
S Q
P
R = .S ………….(4.12)
Q
Oleh karena itu P,Q disebut cabang ratio.Kelihatannya dari pers. (4.11) & (4.12) sistem
jembatan Wheatstone ini sangat sederhana.
Akan tetapi bila ditelaah lebih dalam banyak sekali faktor yang mempengaruhi tingkat keakuratan dari
jembatan ini.Untuk itu perlu dibahas hubungan antara sensitivitas arus (Si) atau sensitivitas tegangan
(Sv).
52
Yang dimaksud sensitivitas jembatan (Sj) ini adalah sampai berapa besar terjadinya sudut
defleksi galvanometer (Ø) bila pada tahanan yang diukur berubah dari R menjadi R +ΔR ,maka :
EP
Vad = I1 . P =
P+ Q
Vac = I2 (R + ΔR)
E( R+ ΔR )
Vac =
R+ ΔR+ S
Akibatnya terjadi perbedaan tegangan antara :
Vac – Vad = e
R+ ΔR P
e=E - …………………. (4.13)
R + ΔR +S P+ Q
P R
Karena dalam keadaan seimbang = maka :
P+ Q R+ S
ER
e=e≈ ¿
R +S
Bila untuk orde 2 diabaikan maka :
ER ΔR ΔR
e≈
R +S {( 1+
R)(
1−
R+ S ) }
−1
ER ΔR ΔR Δ R2
e≈ (1- + − −¿ 1)
R +S R +S R R (R+ S)
ER ∆ RS
e ≈ {
R +S R(R +S ) }
e≈
E ∆ RS ………………………….(4.14)
¿¿
Ø = Sv.e
Ø=
Sv . S . E . ΔR ………..(4.15)
¿¿
∅
Sensitivitas jembatan Sj = ……….(4.16)
R/R
Substitusi (4.15) ke (4.16) didapat :
Sj =
Sv . S . E . ΔR
¿¿
Sj =
Sv . S . E . R ……………………….. (4.17)
¿¿
Sj =
Sv . E .
¿¿
Sv . E
Sj = R S …………………………(4.18)
+2+
S R
sDari persamaan 4.18 dapat diuraikan sebagai berikut :
-Sensitivitas jembatan Sj menjadi besar bila sensitivitas tegangan galvanometer Sv juga besar.
R S
= =1 ,karena dalam keadaan seimbang .
S R
P R P
= maka =1, berarti cabang ratio P,Q harus sama besarnya.
Q S Q
Pengaruh sensitivitas arus galvanometer terhadap sensitivitas jembatan dapat diuraikan dengan
pertolonga teori Thevenin. Dengan Thevenin dapat dicari berapa besar arus ig yang mengalir melalui
galvanometer akibat adanya perubahan tahanan sebesar ΔR dari keadaan seimbang.Teori Thevenin
dari gambar 4.5 untuk terminal CD dapat dilihat seperti Gbr.4.6 dibawah ini:
54
(a)
(b)
Gbr.4.6.
Teorema Thevenin
Gambar 4.6(a) untuk mencari tahanan Ro dilihat dari CD dengan sumber tegangan dihubungkan
singkat sedang gbr. 4.6(b) rangkaian ekuivalen Thevenin dari jembatan Wheatstone. Dengan
perubahan tahanan sebesar Δ akan terjadi beda tegangan antara C-D
e=
e = I2 R – I1 P
ER ❑
e= -
R +S P+ Q
❑ P
e=E - ………………………………………………………….(4.19)
R +S P+ Q
RS
Ro = …………………………………………….…...(4.20)
R +S
Dari gbr.4.6.(b) didapat :
e
ig = ………………………………………………………………..(4.21)
Ro+ Rg
dimana Rg = tahanan dalam galvanometer.
❑ θ
Sensitivitas arus galvanometer k = sedang sensitivitas tegangan galvanometer Sv =
ig e
55
θ (Ro+ Rg)θ
Si = =
e / ( Ro+ Rg ) e
Si = Sv (Ro + Rg)
Si
Sv = ………………………………………………………………(4.22)
(Ro+ Rg)
Persamaan (4.22) dimasukkan ke (4.15) didapatkan :
Si E 5 Δ
θ= ………………………………………………………(4.23)
( Ro+ Rq ) ( R +S )2
Masukkan (4.16) ke (4.23) didapat :
Si . E . R
Sj =
( Ro+ Rg )( R+ S )2
Si E
Sj = R S ……………………………………………………...(4.24)
( Ro+ Rg )( +2+ )
S R
Dari pers. (4.24) terlihat adanya kesamaan dengan (4.18), berarti sensitivitas jembatan juga
dipengaruhi oleh sensitivitas arus, serta tahanan dalam galvanometer dan tahanan-tahanan yang
dipakai/diukur.
Tahanan dalam galvanometer Rg yang kecil akan memperbesar sensitivitas jembatan, berarti
galvanometer akan menunjukkan simpangan bila tidak terjadi keseimbangan yang kecil sekalipun.
Dengan uraian diatas dapat diketahi bahwa dalam pengoperasian jembatan Wheatstone diusahakan
P
cabang ratio = 1.
Q
Hal ini sangat tergantung tahanan yang diukur tahanan standarnya, bila tahanan yang diukur masuk
dalam daerah tahanan standard maka usaha tersebut diatas dapat dilakukan.
Akan tetapi hal tersebut tidak selalu terjadi dalam pengukuran. Hal-hal lain yang perlu diperhatikan
agar mendapatkan kepresisian yang tiggi antara lain :
- Tahanan kawat penghubung, dalam hal ini diusahakan sependek mungkin kawan/penghantar
yang digunakan.
Kita ketahui bahwa tiap penghantar selalu mempunyai tahanan yang berbanding lurus dengan
panjang penghantar.
- Efek Thermo Electric yaitu adanya g.g.l. akibat panas
- Karena arus yang diinginkan berorde mikroampere, maka kesalahan akibat arus bocor sangat
dapat berpengaruh terhadap hasil pengukurannya. Untuk mengatasi kesalahan ini ditambah
suatu “guard circuit” yang rangkaiannya seperti gbr. 4.7(b).
- Arus bocor akan melalui guard circuit, sedang arus yang melalui tahanan yang diuji dideteksi
oleh µ ampermeternya.
- Dengan demikian harga tahanan isolasi dapat dinyatakan sebagai berikut :
56
V
R =
Ir
…………………………………………………………………(4.25)
Dimana R = tahanan isolasi yang diuji.
V = tegangan uji/ditunjukkan oleh voltmeter.
Ir = arus yang ditunjukkan oleh µ ampermeter.
Ib = arus bocor / lewat guard circuit.
Representasi rangkaian dari suatu pengukuran tahanan isolasi kaber seperti gbr. 4.6 &
4.9 dibawah ini :
Gbr. 4.8
Pengukuran tahanan isolasi kabel dengan metal sheath
57
Gbr, 4.9
Pada kedua system pengukuran gbr. 4.8 & 4.9 tersebut keduanya menggunakan guard
circuit untuk mengatasi kesalahan pengukuran akibat arus bocor.
Metode ini menggunakan kapasitor yang dipasang parallel dengan tahanan yang akan diukur
dan sumber tegangan searah. Pada saat kontak ditutup terjadi pemuatan kapasitor sampai tegangan
kapasitor sama dengan tegangan sumber. Saat kontak dibuka terjadi pelepasan muatan melalui
tahanan yang diukur, sehingga dapat diukur juga tegangan jatuh pada tahanan tersebut.
C = kapasitor.
Maka :
i =-
dq ……………………………………………………………………….(4.26)
❑
q =CV
dideferensiir partial dq = C dv + v dc
Karena C konstan dc = 0
C dv
i=- …………………………………………………………………………..(4.28)
dt
V
i= …………………………………………………………………………..(4.29)
R
(4.28) = (4.29)
V dv
=-C
R dt
V dv
+C =0
R dt
Solusi v = K e-t/RC
t =0 v=V
58
v = K e-0/RC = K
V =K
v = V e-t/RC
V
= et/RC
v
V t
ln =
v RC
t
R = V ……………………………………………………………………
C ln
v
(4.30)
0.4343 t
Atau R = V ………………………………………………………………...(4.31)
C log
v
Kurva tegangan v terhadap waktu t atau ln v terhadap waktu t seperti gbr. 4.11 (a) & (b)
Untuk tahanan yang lebih kecil , waktu yang diperlukan untuk dapat mendeteksi penurunan
tegangan juga kecil , sehingga dalam menganalisa hasil pengukuran lebih baik.
Tetapi bila tahanan yang diukur besar sekali waktu yang digunakan untuk mendeteksi penurunan
tegangan juga lama , bahkan kelihatannya menunjukkan kurva yang datar.
Dengan demikiran banyak terjadi kesalahan dalam pengukuran ini. Untuk mengatasinya dapat
dilakukan dengan mencari besar penurunan tegangan yang terjadi untuk suatu interval waktu dengan
galavanometer. Bila tegangan Galvanometer sebesar e berarti :
e=V–v
v=V–e
0,4343 t
R= V ………………………………………………… (4.32)
C ln
V −e
59
log
Untuk ini sebaiknya kurva yang dipakai ada kurva → terhadap waktu t seperti gbr.4.11
ln
(b).
Hasil pengukuran di atas mendekati harga benar bila tahanan Voltmeter yang dipakai sangat besar dan
tidak ada tahanan bocor dari kapasitor yang dipakai. Sebagai contoh bila yang ada hanya tahanan
bocor kapasitor R1, maka rangkaian ekivalennya seperti gambar 4.12 dibawah ini
Untuk itu dilakukan 2 kali pengujian, yaitu pengujian pertama dengan memasang R dan R 1 dengan
demikian :
0,4343 t
R’ = ……………………………………………..(4.33)
C log V /v
R . R1
R’ = …………………………………………………………………(4.34)
R + R1
Pengujian kedua dengan membuka R , berarti data yang didapat langsung R 1 . Dengan diketahuinnya
R1 dan R’ akan didapat R.
Prinsip dasar jembatan mega ohm ini sama dengan jembata wheatstone , hanya saja perlu
adanya tambahan guard circuit untuk mengurangi kesalahan. Diagram tahanan beserta guard
circuitnya dapat dilihat gbr.4.13 dibawah ini :
60
Guard circuit dihubungkan di G, Rangkaian jembatan yang tidak memakai guard circuit (gbr4.14) dan
yang memakai guard circuit (gbr.4.15) seperti dibawah ini:
Misalkan dalam pengukuran tanpa guarg circuit, sedang harga tahanan antara terminal A – B ; A – G
dan B – G masing-masing 100mΩ , maka tahanan yang diukur/dirasakan oleh jembatan tersebut
adalah :
Sedang seharusnya tahanan yang dirasakan oleh jembatan 100 MΩ , disini berarti terjadi
kesalahan sampai 30%. Dengan memasang guard circuit yaitu mengembungkan hokum G dan d
(gbr.4.15) berarti cabang a – d parallel dengan R GB. Tahanan yang diukur tetap RAB sebesar 100MΩ.
Untuk tahanan cabang a.d yang kecil 100kΩ = 0,1 MΩ
0,1 x 100
Rad // RAG = ≈ 0,1 MΩ≈ 100 kΩ
100+0,1
Berarti cabang a-d tidak banyak terjadi perubahan R BG yang parallel dengan galvanometer
mempengaruhi hasil pengukuran, hanya saja sensitivitas jembatan menurun.
61
Dari uraian diatas dapat dilihat bahwa tahanan yang diukur masih tetap harganya sedang cabang-
cabang lain tidak banyak terjadi perubahan. Dengan demikian, system guard circuit dapat
memperbaiki hasil pengukuran tahanan besar.
Pada beberapa kasus system tegangan searah, pengukuran tahanan isolasi kabel dapat
dilaksanakan secara langsung tanpa membuat system harus mati.
Pengukuran dilakukan 2 kali yaitu pengukuran tegangan antara positip dan tanah seperti gbr.4.16(a)
dan pengukuran tegangan antara negative dan tanah seperti Gbr.4.16(b).
Rv = tahanan voltmeter.
R1 RV
E = I1 (R2 + )
R 1+ R V
R 1 RV + R 1 R2 + R2 RV
E = I1 ( )
R 1+ R V
R1 RV
V1 = I1 ( )
R 1+ R V
E R1 R V + R 1 R 2 + R 2 R V
= ……………………………………………… (4.35)
V1 R1 R V
R2 RV
E = I2 (R1 + )
R 2+ R V
R 1 RV + R 1 R2 + R2 RV
E = I2 ( )
R 2+ R V
R2 RV
V2 = I2 ( )
R 2+ R V
E R1 R V + R 1 R 2 + R 2 R V
= ……………………………………………….(4.36)
V1 R2 R V
V 2 R2
=
V 1 R1
V2
R2 = R1
V1
atau: ……………………………………..(4.37)
V2
R2 = R1
V1
R2
E R 2 R v + R 1 (R1 + R v )
= V1
V1
R1 R v
R v. E = R v V 1 + R1 V 2 + R v V 2
R v { E−( R2 + Rv ) }
R1 = …………………………………(4.38)
V2
63
V1
E R 2 ( R2 + R v ) + R 2 . Rv
= V2
V1
R2 Rv
R v. E = R v V 1 + Rv V 1+ R v V 2
R2. V 1 = R v ¿
R2. V 1 = R v ¿ ¿ …………………………….(4.39)
Pengukuran ini berhasil baik bila tahanan voltmeter R v besar sekali & besar tahanan yang diukur lebih
besar dari 2 M ohm.
Pengukuran ini tidak dapat dilakukan bila salah satu dari feedernya ditanahkan.
SOAL – SOAL :
1) Suatu tahanan kecil diukur dengan jembatan Thomson seperti gambar 4.2. dalam keadaan
seimbang didapat harga-harga sebagai berikut :
JAWAB :
m qr m p
X= R+ ( − )
n p+ q+r n q
2) Pengukuran tahanan sedang seperti gbr 4.3(a) & (b) tahanan dalam ampere meter 0,01 Ω dan
tahanan dalam Voltmeter 2kΩ . Bila pada percobaan seperti gambar 4.3 (b) didapat I=2 A & V =
180 Volt.
a) Hitung harga tahanan sebenarnya !
64
JAWAB :
V
a) Rp =
I
180
Rp = = 90Ω
2
V
Arus lewat Voltmeter I v=
Rv
180
Iv = = 0,09 A
2000
I R = 2 – 0,09 = 1,91 A
V 180V
Tahanan sebenarnya R= = = 94,3Ω
I R 1,91 A
R P −R
b) Prosentase kesalahan = x 100%
R
90−94,3
= x 100%
94,3
= -4,56 %
3) Pengukuran tahanan isolasi kabel dengan method pelepasan muatan, suatu Voltmeter elektrostatik
digunakan pada pengukuran ini dan kapasitor sebesar 6 x 10−4µΩ.
Tegangan awal 250 Volt, setelah discharge selama 1 menit tegangan turun menjadi 92 Volt.
Hitung tahanan isolasi kabel :
0,4343.t
R= V
C log
V
0,4343 x 60
R= 250
6 x 10−10 log
92
R = 100.000 MΩ
65
4) Suatu Voltmeter 250 V dengan tahanan dalam sebesar 250 x 1000Ω/ Volt. Pengukuran tahanan
isolasi kabel dalam keadaan kerja didapat.
Tegangan sumber (feeder positip – negatip) = 218 V
Tegangan feeder positip – tanah = 188 Volt dan
Tegangan feeder negatip – tanah = 10 Volt.
Hitung tahanan isolasi kabel feeder positip dan negatip !
JAWAB :
RV = 250 x 1000Ω
RV = 250 kΩ
Persamaan (4.38) :
E−(V 1+V 2 )
R1 = RV
{ V2 }
218−( 188+10 )
R1 = 250 x 103
{ 10 }
R1 = 0,5 MΩ
Persamaan (4.39) :
E−(V 1+V 2 )
R2 = RV
{ V1 }
218−(188+10)
R2 = 250 x 103 { 188 }
R2 = 26,6 KΩ
66
BAB V
PENGUKURAN INDUKTANSI
5.1. PENDAHULUAN
Pendahuluan induktansi sangat penting dalam rangkain an listrik. Pengukuran dapat dilakukan
untuk induktansi sendiri L (self inductance) atau juga dapat dilakukan untuk induktansi bersama M
(Mutual Inductance). Pada umumnya dalam pengukuran induktansi ini digunakan jembatan arus
bolak-balik. Banyak macam rangkain jembatan arus bolak-balik yang dapat dipergunakan , untuk
memilih rangkain mana yang lebih cocok digunakan indicator factor kualitas Q. Faktor kualitas juga
disebut factor penyimpanan (storage factor) yaitu perbandingan harga reaktansi terhadap resistansi
dari induktor yang bersangkutan.
Jembatan arus bolak-balik mempunyai prinsip yang sama dengan jembatan Wheatstone,
hanya saja sumbernya tegangan bolak-balik.
Detektor keseimbangan lebih baik digunakan head phone untuk daerah frekuensi antara 500 Hz
sampai dengan 3000 Hz.
Sedangkan galvanometer Vibrasi lebih cocok untuk daerah frekwensi rendah sampai 100 Hz.
Secara umum jembatan arus bolak-balik dapat dilihat pada gambar 5.1. dibawah ini :
z1 z2
D
z3` z4
E3 E4
Gbr.5.1.
E = tegangan sumber.
I1, I2, I3, I4 = Arus yang melalui impedansi z1, z2, z3, z4.
E1, E2, E3, E4 = tegangan yang jatuh pada impedansi z1, z2, z3, z4.
E1=E2
I1 z1 = I2 z2……………………………………………………………...……………………..(5.1)
I1 = I3 = E/(z1 + z3)…………………………………………………………………………….(5.2)
I2 = I4 = E/(z2 + z4)…………………………………………………………………………….(5.3)
z1 z2 + z1 z4 = z1 z2 + z2 z3
z1 z4 = z2 z3…………………………………………………………………………….(5.4)
atau:
Y1 Y4 = Y2 Y3………………………………………………………………………….(5.5)
Impedansi z1, z2, z3, z4 masing-masing bilangan complex berarti untuk syarat keseimbangan.
Harga riil dan harga imajiner untuk kedua ruas harus sama. Bila masing-masing impedansi
dinyatakan dalam bentuk complex sebagai berikut:
z1 = R1 + j X1
z2 = R2 + j X2
z3 = R3 + j X3
z4 = R4 + j X4
untuk z1 z4 = z2 z3 :
R1 R4 - X1 X4 = R2 R3 - X2 X3…………………………………………………………(5.6)
X1 R4 + R1 X4 = X2 R3 + R2 X3……………………………………………………..…(5.7)
z1 = |z1|<θ1
z2 = |z2|<θ2
z3 = |z3|<θ3
z4 = |z4|<θ 4
z1 z4 = z 2 z3
Pengukuran induktansi sendiri yang dilakukan dengan jembatan arus bolak-balik terdiri dari
bermacam-macam rangkaian yaitu :
Gbr.5.2.
Gambar 5.2. (a) rangkaian pengukuran secdang 5.2. (b) diagram vertor kesaimbangan.
z1 = R1 + j ω L1
z2 = R2 + r2 + j ω L2
z3 = R3
z4 = R4
Keadaan seimbang z1 z4 = z2 z3
Harga riil :
Harga imajiner :
j ω L1 = (R3/R4) j ω L2
L1 = R3 L2/R4…………………………………………………………………………(5.11)
Pengukuran induktansi ini dilakukan dengan membandingkan dari suatu standard kapasitor.
Rangkaian pengukuran dan diagram vector keseimbangan dapat dilihat pada gbr.5.3 (a) dan (b)
dibawah ini :
70
Gbr.5.3.
R1 = Tahanan pada L1
C4 = kapasitor standard
z1 z4 = z 2 z3
R1 R4 + j ω L1 R4 = R2 R3 + jω C4 R4 R2 R3
Harga riil z1 z4 = z2 z3
R1 = R3 R2/R4………………………………………………………………………...(5.12)
Harga imajiner : jω L1 R4 = j ω C4 R4 R2 R3
L1 = C4 R2 R3……………………………………..( 5 . 12 )
Terlihat bahwa R4 dan C4 secara terpisah dalam menentukan keseimbangan, oleh karena itu
komponen variabelnya C4 dan R4 tersebut.
Q = ω L1
R1
Q = ω C4 R4…………………………………………………………( 5 . 13 )
Keuntungan jembatan ini adalah :
1). Untuk mendapatkan keseimbangan bagian riil dan imajiner dapar dipilih C 4 dan R4 sebagai
komponen variable. Sehingga untuk mendapatkan keseimbangan menjadi lebih mudah.
2). Tidak terpengaruh frekwensi, berarti dapat dioperasikan dari frekwensi rendah sampai dengan
frekwensi tinggi.
3). Harga R2 dan R3 umumnya merupakan kelipatan 10, sehingga bila dipilih harga R2 R3 - 106 maka
L1 = C4 x 106 .
71
Jembatan Hay merupakan modifikasi dari jembatan Maxwell. Dari gambar rangkaian di
bawah ini gambar 5.4 terlihat bahwa kapasitor terpasang seri untuk jembatan Hay dan paralel untuk
jembatan Maxwell.
Gbr 5 . 4
Jembatan Hay
Gambar 5. 4 (a) rangkaian pengukuran dan gambar 5 . 4 (b) diagram vektor keseimbangan.
Harga riil :
R1 R4 + L1 = R2 R3 ……………………………… (5 . 14)
72
Harga imajiner :
ω L1 R4 = R1
ω C4
L1 = R1 ……………………………………. (5 . 15)
ω2 C4 R4
atau :
R1 = ω2 L1 C4 R4 ……………………………. (5 . 16)
ω2 L1 C4 R42 + L1 = R2 R3
C4
ω2 C42 R42 L1 + L1 = R2 R3 C4
L1 (1 + ω 2 C42 R42 ) = R2 R3 C4
L1 = R 2 R3 C4 ……………………. ( 5 . 18 )
(1 + ω C4 R4 )
2 2 2
Q = ω L1
R1
Q = 1 …………………………….( 5 . 19 )
ω C4 R4
Untuk Q > 10 maka 1 < 0,01 dan dapat diabaikan oleh karena itu :
L1 = R2 R3 C4…………………………...( 5 . 22)
Kerugian jembatan Hay ini hanya bila dipakai untuk Q < 10. Untuk Q < 10 lebih baik digunakan
jembatan Maxwell.
5 . 3 . 4 . JEMBATAN ANDERSON :
Jembatan Anderson
I1 = I3
I2 = I4 + Ic
Vbc = Vec
I1 R3 = Ic 1
jω C
Ic = I1 R3 j ω C
Vab = Vade
I1 ( r1 + R1 + jω L1 ) = I2 R2 + Ic r
Vdec = Vdc
Ic ( r + 1 ) = ( I2 – Ic ) R4
jωC
Subtitusi (5 . 23 ) ke (5. 24 ) :
I1 (r1 + R1 + jω L1 ) = I2 R2 + I1 R3 j ω C
I1 (r1 + R1 + j ω L1 – j ω C R3 ) = I2 R2
Subtitusi (5 . 23) ke (5 . 24) :
I1 j ω C R3 (r + 1 ) = (I2 – I1 j ω C R3) R4
jωC
I1 (jω C R3 r + jω R3 R4 +R3 ) = I2 R4
I2 = (j ω C R3 + jω C R3 R4 + R3 ) I1
R4
R1 = R2 R3 - r1
R4
L1 = C R3 [ r (R4 + R2 ) + R2 R4 ]
R2
Dari persamaan (5.28) dan (5.29) terlihat sulitnya mendapatkan keseimbangan, alternative yang
paling mungkin adalah membuat r dan r1 variable.
5 . 3 . 5. JEMBATAN OWEN :
Rangkaian jembatan Owen dan diagram vector keseimbangannya dapat dilihat pada gbr 5.6
(a) & (b) di bawah ini :
C2 = Kapasitor variable
C4 = kapasitor standard
Z1 Z4 = Z2 Z3
Harga riil :
Harga imajiner :
WL1 = WC4R3R2
L1 = R2R3C4…………………………………………(5.31)
76
- Untuk mencapai keseimbangan jembatan mudah sekali karena varabel C2 dan R2 secara
terpisah dalam menentukan R1 dan L1 ( lihat gambar 5.30 dan 5.31)
- Tidak tergantung pada frekuensi
- Dapat dipakai untuk mengukur daerah induktansi yang lebar
- Memakai kapasitor variable yang harganya cukup mahal dan ke akuratannya sampai 1%
- Untuk Q yang besar diperlukan C2 yang besar juga, oleh karena itu lebih cocok untuk Q
sedang
Dua buah induktor yang di dekatkan satu dengan yang lain akan terjadi saling interaksi medan
magnit bila keduanya dialiri arus. Artinya bila induktor 1 dialiri arus bolak balik maka akan terjadi
induksi tegangan pada kumparan 2, demikian juga sebaliknya, besar induksi tegangan tersebut
tergantung pada besar induktansi bersamanya (mutual inductance = M).
Pengukuran induktansi bersama (M) dapat dilakukan dengan beberapa method antara lain:
Pengukuran M dengan method ini menganggap bahwa induktansi yang di ukur sebagai
induktansi sendiri (L). induktansi ini merupakan perjumlahan atau pengurangan dari induktansi yang
ada tergantung hubungan polaritas kedua induktornya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar
5.7 dibawah ini :
-
77
Pada gambar 5.7(a) hubungan polaritas kedua induktor saling menjumlah sedangkan gbr.5.7(b)
hubungan polaritas kedua induktor saling mengurangi.
Misalkan arus yang mengalir pada rangkaian 5.7(a) adalah i1 dan pada rangkaian 5.7(b) adalah i2
maka induktansi total Le1 dan Le2 dapat dihitung :
Le1 = L1 + L2 + 2 M……………………………………………….(5.32)
Le2 = L1 + L2 – 2M…………………………………………………(5.33)
Le1 – Le2 = 4 M
M = ¼ (Le1-Le2)……………………………………………………..(5.34)
System ini lebih baik bila kedua kumparannya memiliki induktansi bersama yang besar.
Pada gambar 5.7(a) hubungan polaritas kedua induktor saling menjumlah sedangkan gbr.5.7(b)
hubungan polaritas kedua induktor saling mengurangi.
78
Misalkan arus yang mengalir pada rangkaian 5.7(a) adalah i1 dan pada rangkaian 5.7(b) adalah i2
maka induktansi total Le1 dan Le2 dapat dihitung :
Le1 = L1 + L2 + 2 M……………………………………………….(5.32)
Le2 = L1 + L2 – 2M…………………………………………………(5.33)
Le1 – Le2 = 4 M
M = ¼ (Le1-Le2)……………………………………………………..(5.34)
System ini lebih baik bila kedua kumparannya memiliki induktansi bersama yang besar.
Mula mula posisi 1 maka akan mengalir arus searah. Sumber serarah V dan tahanan geser R1 posisi 2
yang berarti terjadi detik. Dengan adanya d I1 pada kumparan.
79
Maka :
d I1 = 2 I1………………………….. (5.36)
intergral e2 dt -2 = t1……………………….(5.37)
Q = integral I2 dt
Q = 2 M I1/R2+Rg+Rv…………………………. (5.38)
80
Q = kg. teta……………………(5.39)
2M I1/R2+Rg+Rv = Kg.teta
M = ( R2+Rg+Rv/2 I1)Kg.teta………………………..(5.40)
Dimana :
Rv = Tahanan beban
Kg = Konstanta galvanometer
R = tahanan variable
Bila kontak S mula-mula pada posisi 1 kemudian dipindah pada posisi -2 maka terjadi tegangan
induksi pada Mx sebesar Ex dan pada Mn sebesar En. Dengan mengatur R1 dan R2 di dapat arus yang
lewat galvanometer sama dengan nol.
Ex = Mx dI1/dt
Ex = ( Rx + R1) Ix
En= Mn di1/dt
En = (Rn+R2)In
Mn di1/dt=(Rn+R2)In,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,(5.42)
Untuk Ix = In = I maka :
(Rx+R1)/(Rn+R2)
82
Rx+ R 1
Mx = Mn…………..(5.43
Rn+ R 2
Pada metode ini harus diperhatikan polaritas kedua rangkaian yaitu M x dan MN. kesalahan
dalam penyambungan tidak akan dapat diseimbangkan.
Jembatan ini untuk mengukur M bila L diketahui. Rangkaian percobaannya seperti Gbr.5.10
dibawah ini :
Gbr. 5.10
Jembatan Heaviside
Gambar 5.10 (a) rangkaian percobaanya & gambar 5.10 (b) diagram vector keseimbanganya.
Dalam keadaan seimbang tegangan jatuh Vb-c sama dengan Vdc dan tengangan jatuh Vabc sama
dengan Vadc.
I1 = I3 & I2 = I4
Vbc = Vdc
I1 R3 = I2 R4
Dan
84
Jembatan ini dapat digunakan untuk mengukur kapasitansi bila induksi bersama diketahui dan
lazimnya disebut jembatan Carey Foster. Sedangkan Jembatan Heyd Weiller bila yang diukur adalah
induktansi bersama(M) dengan diketahuinya kapasitansi C lebih dahulu. Rangkaian jembatan dan
diagram vector keseimbangannya dapat dilihat gbr.5.11 dibawah ini
Gbr. 5.11
Jembatan Carey Foster/ Heyd Weiller.
Dari gambar 5 .11 tersebut diatas terlihat bahwa tegangan V ad = 0 berarti dalam keseimbangan Vab
juga sama dengan nol
85
Persamaan (5.50) & (5.51) untuk Heyd Weiller & persamaan (5.52) & (5.52) untuk carey foster.
Gbr. 5.12
Jembatan Campbell.
L1
=R 3
L2
Keseimabngan ini didapat dengan mengatur R3 (R4) dan R1 (R2).Percobaan kedua detector
dihubungkan ke b’ dan d; dengan membuat pengaturan percobaan pertama tetap.
M1 R3
=
M2 R4
R3
M 1=M 2 (5.55 )
R4
86
CONTOH SOAL :
1.Suatu jembatan induktansi-kapasitansi Maxwell seperti gbr 5.3 untuk mengukur induktansi
L1.Dalama keadaan seimbang didapatkan:
R 2=400 Ω R 3=600 Ω
R 4=1000 Ω C 4=0.5 µF
a) Hitung R1 & L1
b) Hitung factor kualitas Q,untuk F=1000 Hz
JAWAB:
a. Keadaan seimbang Z1 Z4 = Z2 Z3
( R 1+JωL 1 ) ¿
Persamaan 5.12 :
R3
R 1= R2
R4
400 X 600
R 1= =240 Ω
1000
Persamaan (5.13) :
L1 = R2 R3 C4
L1 = 0,12 H.
L1
1) Q =
R1
2 x 1000 x 0,12
Q= ≈ 3,14
240
2) Suatu pengukuran induktansi L dengan jembatan Owen pada f = 2000 Hz didapat keseimbangan
bila R3 100 Ω ; C4 = 0,1 μF. R2 = 834 Ω dan C2 = 0,124 μF. Hitung L1 R1 dan z1 .
Jawab:
Dalam keadaan setimbang:
z1 z4 = z 2 z3
1 1
(R1 + jωL1) ( ) = R3 (R2 + )
jωC 4 jωC 4
Persamaan (5.30) :
87
C4
R1 = R3
C2
0,1
R1 = 100
0,124
R1 = 80,7 Ω
Persamaan (5.31) :
L1 = R2 R3 C4
L1 = 8,34 mH
XL1 = 2π f L1
X1 = 104,5 Ω
Z1 = √ R 12−X 12
3) Jembatan Heyd Weiller untuk mengukur induktansi bersama M seperti gambar 5.11. Dalam
keadaan seimbang didapat : R1 = 200 Ω, R3 = 119,5 Ω , C3 = 0,918 μF dan R4 = 100 Ω.
Cabang a – d dihubungkan singkat dan detector pada b – d.
Hitung : M dan L1 !
Persamaan (5.50) : M = R1 R4 C3
M = 200 x 100 x 0,918 x 10-6
M = 18,36 mH
Persamaan (5.51) : L1 = R1 C3 (R3 + R4)
L1 = 200 x 0,918 x 10-6 (119,5 + 100)
L1 = 40,3 mH
88
BAB VI
PENGUKURAN KAPASITANSI
6.1. PENDAHULUAN :
Pengukuran kapasitansi sangat penting dalam tenaga listrik. Pengukuran ini dapat dilakukan
untuk mengukur kapasitansi suatu kapasitor atau suatu “sistem” yang mempunyai efek kapasitif.
Contoh dari kata “sistem” ini adalah suatu kabel, dimana isolasi kabel merupakan mediumnya.
Kegunaan dari pengukuran ini pada sistem tenaga listri adalah mencari letak kesalahan (putus) dari
suatu kabel dibawah tanah.
Dengan mengetahui besar kapasitansi kabel ditentukan dimana letak putus dari suatu
kabelyang diukur.selain dapat digunakan untuk mengukur kapasitansi, juga dapat digunakan untuk
mengukur dissipasi suatu kapasitor atau untuk mengukur permitivitas suatu bahan dielektrik. Sistem
pengukuran menggunakan jembatan arus bolak-balik diantaranya:
a) Jembatan Sauty.
b) Jembatan Modifikasi Sauty.
c) Jembatan Schering.
Jembatan ini merupakan sistem pembanding kapasitor. Rangkaian jembatan dan diagram
vector keseimbangan dapat dilihat pada gambar 6.1 (a) dan (b) dibawah ini:
Gambar 6.1
Jembatan Sauty.
C2 : kapasitor standard
R3 , R4 : Tahanan Murni.
Keadaan seimbang:
z1 z4 = z 2 z3
1 1
( ) R4 = ( ) R3
jωC1 jωC2
R3
C1 = C2………………………………….. (6.1)
R4
Keadaan seimbang akan didapat bila R3 dan R4 diatur, sehingga sifatnya sangat sederhana.
Akan tetapi kenyataannya pengaturan keseimbangan sulit dicapai bila kedua kapasitor (C 1,C2) tidak
bebas dari rugi-rugi dielektrik. Jadi methoda ini dapat digunakan bila kapasitor yang diukur C 1 dan
yang dipakai C2 adalah kapasitor dengan bahan dielektrik udara. Untuk mengetasi ini dilakukan
modifikasi jembatan Sauty ini.
Rangkaian dari jembatan modu=ifikasi Sauty dan diagram vector keseimbangan dapat dilihat
gambar 6.2 (a) dan (b) dibawah ini :
Gambar 6.2
Keadaan seimbang:
z1 z4 = z 2 z3
1 1
(R1 + r1 + ) R4 = (R2 + r2 + ) R3
jωC1 jωC2
R4 R3
(R1 + r1 ) R4 + = (R2 + r2 ) R3 +
jωC1 jωC2
Harga riil:
(R1 + r1 ) R4 = (R2 + r2 ) R3
R4 + r2 R4
= ……………………………………..(6.2)
R1 + r1 R3
Harga imajiner:
R4 R3
=
jωC1 j ωC2
C1 R4
= …………………………………………(6.3)
C2 R3
Dari (6.2) dan (6.3) maka :
C1 R2 +r2 R4
= = ………………………………….(6.4)
C2 R1 + r1 R3
Dari persamaan (6.4) harga keseimbangan dapat dicapai dengan mengatur R 1 , R2 , R3 , dan
R4. Gambar 6.2 (b) menunjuk kan dalam keaadan setimbang terdapat sudut phasa δ 1 dan δ2 pada C1
dan C2.
D1 = tan δ1 = ωC1 r1
D2 = tan δ2 = ωC2 r2
Dari :
C1 R2 +r2
=
C2 R1 + r1
C1 (R1 + r1) = C2 (R2+ r2)
C1 R1 + C1 r1 = C2 R2 +C2 r2
C2 r2 - C1 r1 = C1 R1 - C2 R2
Dari:
C1 R4
=
C2 R3
R4
C1 ¿ C2
R3
R1 - R4
Maka: D2 – D1 = ω C2 ( - R2) ………………………..(6.6)
R3
Rangkaian jembatan schering dan diagram vector keseimbangan dapat dilihat di gbr .6.3 (a) &
(b) dibawah ini
(a) (b)
Gbr .6.3
Jembatan Schering.
c1 = Transistor biasa yang terdiri dari medium gas/udara agar tidak ada rugi-rugi dielekrik.
C 4= Tegangan variable
92
Harga rill :
............................................................(6.7)
Harga imajiner :
............................................................(6.8)
Dengan mengambil R4 dan C 4 sebagai komponen variable berarti akan lebih mudah dicapai
keseimbangannya karena C 4 & R4 terpisah dalam menentukan keseimbangan faktor dissipi.
D1= tan S1
D1= ω c1 r 1
R4 C
D1=ω C 2 x 4 R3
R3 C2
D1= ω C 4 R4 (6.9)
93
Biasanya sebagai komponen variable C 4 dan R3 bukan C 4 dan R4 sedang C 2& R4 dibuat
tetap. Keuntungan dari system ini adalah:
-Dari persamaan :
R4
C 1= C
R3 2
Bila R4 & C 2 tetap, berarti harga C 1 dipengaruhi oleh harga R3. Dengan membuat R3yang akurat
akan didapat C 1yang akurat juga.
-Dari perasamaan D1= ω C 4 R4 , dengan membuat R4 tetap berarti harga factor dissipasi hanya
dipengaruhi C 4 saja (dengan frekwensi konstan).
Hal ini berarti dapat membuat keakuratan yang tinggi dalam mengukur D 1 dan membuat C 4 yang
lebih akurat.
Jembatan Schering merupakan jembatan arus bola-balik yang paling cocok untuk mengukur
kapasitansi. Kapasitansi ini bias berasal dari isolator, bushing dan lain-lain.
Pengukuran dapat dilakukan dengan frekwuensi tinggi atau tegangan tinggi. Rangkaian jembatan
Schering untuk tegangan tinggi seperti gbr. 6.4 dibawah ini :
Gbr. 6.4
a). Tegangan tinggi diambil dari trafo pengujian dengan f = 50 Hz. Detektor merupakan galvanometer
vibrasi. Cabang a-b & a-d hanya terdiri dari kapasitor yang memang direncana untuk (testing)
tegangan tinggi. Impedansi dengan cabang a-b & a – d jauh lebih besar dibandingkan dengan cabang
b – c& d -c.
b.) Tegangan jatuh di a -b & a-d jauh lebih besar dibandingkan b -c & d – c , oleh karena itu sebagai
titik pertahanannya adalah titik C. Tempat detector dan control akan lebih baik bila dipasang pada
cabang b-c dan d-c tersebut
c.) Bila ditakutkan terjadinya tegangan besar pada cabang b – c & d – c dapat dipasang “Spark-
gap” pada cabang tersebut yang diatur misalnya 50 volt dan 100 volt.
94
d). Walaupun kapasitor standar C 2 dari udara/gas yang tidak ada rugi-rugi dielektrik akan tetapi
akibat isolasi penyangga tidak dapat dihindarkan. Perlu diketahui disini bahwa arus kerja sangat kecil,
sehingga rugi-rugi arus bocor harus dihindarkan. Untuk menghindari kerugian/kesalahan ini harus
dipasang “guard ring” pada elektroda-elektroda kapasitor yang disangga.
e). Sheilding kasa yang ditanahkan untuk menghindari kesalahan yang terjadi Karena kapasitansi
sendiri antar cabang.
Jembatan Schering sangat berguna untuk mengukur permitivitas relative dari suatu beban dielektrik.
Kapasitor yang akan diukur permisitivitasnya dapat berbentuk plat pararel atau silinder kosentris.
Untuk plat pararel yang luasnya terbatas perlu ditambah guard circuit pada saat pengukuran.
Umumnya bentuk dari plat berupa disk. Specimen cair dapat juga ditest dengan memakai silinder
konsentris. Untuk suatu kapsaitor susunan plat pararel harga permitivitas relatif dapat dinyatakan
sebagai berikut :
Cs d
r= ………………………………………………………………………….(6.10)
ε0 A
Dimana :
C s = Harga kapasitansi untuk specimen bahan dielektrik yang diukur.
d = Jarak antara 2 elektroda.
A = Luas elektroda.
ε 0 = Permitivitas udara.
a). Suatu specimen dengan luas A dan tebal d akan mempunyai kapasitansi sebesar :
εr ε A
C s= r
……………………………………………..……………….…..(6.11)
d
Susunlah elektroda dibuat seperti gbr.6.5 dibawah ini :
Gbr 6.5
Susunan elektroda pada pengukuran
permitivitas relatip.
A = Luas elektroda/specimen.
d = Tebal specimen.
95
C s+C 0
εr ε0 A ε0 A
X
d t
C =
¿ εr ¿ ε0 A ε0 A
+
d t
ε r ε0 A
C = ………………………………………………………(6.12)
ε r t +d
b.) Specimen diambil, berarti kapasitansi C turun Karena hanya mempunyai medium udara.
Hal ini dapat dilihat pada penunjukan detector jembatan tidak menunjukan keseimbangan lagi. Atur
jarak antar elektroda (dikurangi sebesar X agar C naik lagi) sehingga detector menunjukan
keseimbangn. Dalam hal ini besar kapasitansi :
ε0 A
C= …………………………………………......(6.13)
d +t−X
CONTOH SOAL :
1. Suatu Specimen tebal d = 4,5 mm; diameter specimen = 12 cm diuji dengan jembatan
Schering pada f= 50 Hz. Dalam keadaan seimbang didapat:
1000
C = 106 ; R4 = ohm parallel dengan kapasitor:
π
C4 = 0,5 μF . Tahanan murni R3 = 260 )HM.
Hitung :
a) kapasitansi .
b) faktor dissipasi.
c). permivitas relative.
Jawab: Rangkaian jembatan scheringseperti gb 6.3.
R4
C1 = xC 2
R3
1000
C1 = x 160 x 10−12
π X 260
C1 =130 ρF
b). Faktor dissipasi D = ω C 1 r 1
D = 2 π x 50 x 130 x 10−12 x 1,23 x 106
D= 0,05
A
c) C = εr εo
d
c .d
εr =
εo x A
130 x 10−12 x 4,5 x 10−3
εr=
π 2
8,854 x 10−12 x ( 0,12 )
4
εr = 5,9
εo=8,854 x 10−12 F/m
97
BAB VII
PENGUKURAN MAGNET
7.1 PENDAHULUAN :
Hubungan antara listrik & magnet tidak dapat dipisah satu dengan yang lainnya.
Karakteristik mesin- mesinlistrik alat-alat ukur listrik hampir semuanya menyangkut
hubungan kedua besaran tersebut. Dalam suatu perencanaan hubungan listrik – magnet dari
suau material sangat penting. Material yang biasa digunakan adalah ferromagnetic.
Untuk mentukan Kualitas ferromagnetic tersebut perlu adanya pengukuran besaran magnet.
Sumber tegangan searah yang digunakan untuk menimbulkan gaya gerak magnit
( gggm) dan galvanometer ballistic atau fluxmeter untuk mengukur kerapatan flux
magnit. Dengan galvanometer ballistic tidak dapat langsung diperoleh kerapatan flux
magnitnya.
b) Pengujian arus bolak balik dapat digunakan pada berbagai frekuensi, dari freakuensi
daya (50HZ) sampai dengan audio. Pengukuran ini lazim untuk mengukur rugi rugi
hysteris & arus pusar.
c) Pengukuran ini untuk mendapatkan kerapatan flux magnit dari suatu rangkaian
magnit
- SWITCH S pada Posisi 1-1’ atur Rs sehingga arus yang mengalir sebesar I.
- Switch S dipindah pada posisi 2 – 2’ sehingga terjadi pembalikan arah arus I yang
menyebabkan flux magnit yang lewat specimen juga terbalik. Dalam hal ini terjadi
perubahan flux terhadap waktu sehingga pada search coil terjadi tegangan induksi sebesar
e. arus akan mengalir ke galvano meter ballistic yang menyebakan defleksi.
Bila :
∅ = Flux pada search coil
R = Tahanan total dari rangkaian galvanometer balistik
N = Jumlah lilitan search coil
T = waktu pembalikan polaritas
E = Tegangan induksi pada search coil
θ = Sudut defleksi galvanometer balistik
Kg = Konstanta galvanometer.
As = Luas Penampang specimen.
d∅
E= N
dt
2N ∅
E= ……………………………………………………………(7.1)
t
e
I=
R
99
2N ∅
I= …………………………………………..(7.2)
Rt
Muatan lewat Q = it
2N∅
Q= ……………………………………...(7.3)
R
Galvanometer ballistic mengukur muatan yang lewat :
Q = kg.θ ……………………………………………………(7.4)
Persamaan (7.3) sama dengan ( 7.4 ) :
2N ∅
=kg θ
R
R Kgθ
∅= ………………………………………………..(7.5)
2N
Kerapatan flux magnit :
∅
B=
A.s
R . Kg . θ
B= …………………………………………………...(7.6)
2 N . As
R4 C4
D 1=ω C2 x R
R3 C2 3
D1= ω C 4 R4 (6.9)
Biasanya sebagai komponen variable C 4 dan R3 bukan C 4 dan R4 sedang C 2& R4 dibuat
tetap. Keuntungan dari system ini adalah:
-Dari persamaan :
R4
C 1= C
R3 2
Bila R4 & C 2 tetap, berarti harga C 1 dipengaruhi oleh harga R3. Dengan membuat R3yang akurat
akan didapat C 1yang akurat juga.
-Dari perasamaan D1= ω C 4 R4 , dengan membuat R4 tetap berarti harga factor dissipasi hanya
dipengaruhi C 4 saja (dengan frekwensi konstan).
Hal ini berarti dapat membuat keakuratan yang tinggi dalam mengukur D 1 dan membuat C 4 yang
lebih akurat.
Jembatan Schering merupakan jembatan arus bola-balik yang paling cocok untuk mengukur
kapasitansi. Kapasitansi ini bias berasal dari isolator, bushing dan lain-lain.
Pengukuran dapat dilakukan dengan frekwuensi tinggi atau tegangan tinggi. Rangkaian jembatan
Schering untuk tegangan tinggi seperti gbr. 6.4 dibawah ini :
100
Gbr. 6.4
a). Tegangan tinggi diambil dari trafo pengujian dengan f = 50 Hz. Detektor merupakan galvanometer
vibrasi. Cabang a-b & a-d hanya terdiri dari kapasitor yang memang direncana untuk (testing)
tegangan tinggi. Impedansi dengan cabang a-b & a – d jauh lebih besar dibandingkan dengan cabang
b – c& d -c.
b.) Tegangan jatuh di a -b & a-d jauh lebih besar dibandingkan b -c & d – c , oleh karena itu sebagai
titik pertahanannya adalah titik C. Tempat detector dan control akan lebih baik bila dipasang pada
cabang b-c dan d-c tersebut.
101
c.) Bila ditakutkan terjadinya tegangan besar pada cabang b – c & d – c dapat dipasang “Spark-
gap” pada cabang tersebut yang diatur misalnya 50 volt dan 100 volt.
d). Walaupun kapasitor standar C 2 dari udara/gas yang tidak ada rugi-rugi dielektrik akan tetapi
akibat isolasi penyangga tidak dapat dihindarkan. Perlu diketahui disini bahwa arus kerja sangat kecil,
sehingga rugi-rugi arus bocor harus dihindarkan. Untuk menghindari kerugian/kesalahan ini harus
dipasang “guard ring” pada elektroda-elektroda kapasitor yang disangga.
e). Sheilding kasa yang ditanahkan untuk menghindari kesalahan yang terjadi Karena kapasitansi
sendiri antar cabang.
Jembatan Schering sangat berguna untuk mengukur permitivitas relative dari suatu beban dielektrik.
Kapasitor yang akan diukur permisitivitasnya dapat berbentuk plat pararel atau silinder kosentris.
Untuk plat pararel yang luasnya terbatas perlu ditambah guard circuit pada saat pengukuran.
Umumnya bentuk dari plat berupa disk. Specimen cair dapat juga ditest dengan memakai silinder
konsentris. Untuk suatu kapsaitor susunan plat pararel harga permitivitas relatif dapat dinyatakan
sebagai berikut :
Cs d
r= ………………………………………………………………………….(6.10)
ε0 A
102
Dimana :
C s = Harga kapasitansi untuk specimen bahan dielektrik yang diukur.
d = Jarak antara 2 elektroda.
A = Luas elektroda.
ε 0 = Permitivitas udara.
a). Suatu specimen dengan luas A dan tebal d akan mempunyai kapasitansi sebesar :
εr ε A
C s= r
……………………………………………..……………….…..(6.11)
d
Susunlah elektroda dibuat seperti gbr.6.5 dibawah ini :
Gbr 6.5
Susunan elektroda pada pengukuran
permitivitas relatip.
A = Luas elektroda/specimen.
d = Tebal specimen.
103
C s+C 0
εr ε0 A ε0 A
X
d t
C =
¿ εr ¿ ε0 A ε0 A
+
d t
ε r ε0 A
C = ………………………………………………………(6.12)
ε r t +d
b.) Specimen diambil, berarti kapasitansi C turun Karena hanya mempunyai medium udara.
Hal ini dapat dilihat pada penunjukan detector jembatan tidak menunjukan keseimbangan lagi. Atur
jarak antar elektroda (dikurangi sebesar X agar C naik lagi) sehingga detector menunjukan
keseimbangn. Dalam hal ini besar kapasitansi :
ε0 A
C= …………………………………………......(6.13)
d +t−X
CONTOH SOAL :
2. Suatu Specimen tebal d = 4,5 mm; diameter specimen = 12 cm diuji dengan jembatan
Schering pada f= 50 Hz. Dalam keadaan seimbang didapat:
1000
C = 106 ; R4 = ohm parallel dengan kapasitor:
π
C4 = 0,5 μF . Tahanan murni R3 = 260 )HM.
Hitung :
a) kapasitansi .
b) faktor dissipasi.
c). permivitas relative.
Jawab: Rangkaian jembatan scheringseperti gb 6.3.
104
105
R4
C1 = xC 2
R3
1000
C1 = x 160 x 10−12
π X 260
C1 =130 ρF
b). Faktor dissipasi D = ω C 1 r 1
D = 2 π x 50 x 130 x 10−12 x 1,23 x 106
D= 0,05
A
c) C = εr εo
d
c .d
εr =
εo x A
130 x 10−12 x 4,5 x 10−3
εr=
π 2
8,854 x 10−12 x ( 0,12 )
4
εr = 5,9
εo=8,854 x 10−12 F/m
106
Bab VII
Pengukuran Magnet
7.1 PENDAHULUAN :
Hubungan antara listrik & magnet tidak dapat dipisah satu dengan yang lainnya.
Karakteristik mesin- mesinlistrik alat-alat ukur listrik hampir semuanya menyangkut
hubungan kedua besaran tersebut. Dalam suatu perencanaan hubungan listrik – magnet dari
suau material sangat penting. Material yang biasa digunakan adalah ferromagnetic.
Untuk mentukan Kualitas ferromagnetic tersebut perlu adanya pengukuran besaran magnet.
Sumber tegangan searah yang digunakan untuk menimbulkan gaya gerak magnit
( gggm) dan galvanometer ballistic atau fluxmeter untuk mengukur kerapatan flux
magnit. Dengan galvanometer ballistic tidak dapat langsung diperoleh kerapatan flux
magnitnya.
e) Pengujian arus bolak balik dapat digunakan pada berbagai frekuensi, dari freakuensi
daya (50HZ) sampai dengan audio. Pengukuran ini lazim untuk mengukur rugi rugi
hysteris & arus pusar.
f) Pengukuran ini untuk mendapatkan kerapatan flux magnit dari suatu rangkaian
magnit
- SWITCH S pada Posisi 1-1’ atur Rs sehingga arus yang mengalir sebesar I.
- Switch S dipindah pada posisi 2 – 2’ sehingga terjadi pembalikan arah arus I yang
menyebabkan flux magnit yang lewat specimen juga terbalik. Dalam hal ini terjadi
perubahan flux terhadap waktu sehingga pada search coil terjadi tegangan induksi sebesar
e. arus akan mengalir ke galvano meter ballistic yang menyebakan defleksi.
Bila :
∅ = Flux pada search coil
- SWITCH S pada Posisi 1-1’ atur Rs sehingga arus yang mengalir sebesar I.
- Switch S dipindah pada posisi 2 – 2’ sehingga terjadi pembalikan arah arus I yang
menyebabkan flux magnit yang lewat specimen juga terbalik. Dalam hal ini terjadi
perubahan flux terhadap waktu sehingga pada search coil terjadi tegangan induksi sebesar
e. arus akan mengalir ke galvano meter ballistic yang menyebakan defleksi.
Bila :
∅ = Flux pada search coil
R = Tahanan total dari rangkaian galvanometer balistik
108
d∅
E= N
dt
2N ∅
E= ……………………………………………………………(7.1)
t
e
I=
R
2N ∅
I= …………………………………………..(7.2)
Rt
Muatan lewat Q = it
2N∅
Q= ……………………………………...(7.3)
R
Koreksi perlu dilakukan karena dalam perhitungan diatas diasumsikan bahwa flux yang
lewat specimen merata dan luas penampang efektif search coil sama dengan luas penampang
specimen. Kenyataan nya luas penampang search coil lebih besar dibandingkan luas specimen
. Dengan demikian flux yang terukur pada search coil sama dengan flux yang lewat specimen
ditambah dengan flux yang lewat celah udara antaraspecimen & search coil.
Gbr 7.2
H yang berada dalam specimen sama dengan H yang berada diluar (sipermukaan specimen,karena
komponen tangensial dari kedua medan adalah sama pada kedua sisi permukaanya.
Rangkaian galvanometer mengukur B yang berada dalam search –coil.Inti search coil adalah udara
dengan permeabilitas sebesar µ.Debgab demikian dapat ditentukan kuat medan magnit sebesar :
B0
H=
µ0
µ0 = Permeabilitas udara
Pengukuran ini sederhana tetapi sulut untuk mencapai sensivitas yang tinggi.Pengebab kesulitan ini
antara lain luas penampang search coil harus sekecil mungkin dibandingkan dengan kumparan
permagnitanya selain dari itu,karena permeabilitas specimen jauh lebih besar dari permeobilitas udara
(orde ratusan/ratusan/ribuan kali),sehingga B0 sangat kecil dibandingkan dengan B specimen untuk H
yang sama.
Alata ini digunakan untuk mengukur beda potensial magnet dari 2 titik dalam suatu medan magnet.
Selain itu juga dapat digunakan untuk menentukan gata gerak magnet(GGM) dari suatu rangkaian
magnit tertutup.Gambar 7.3 dibawah ini menunjukan rangkaian dasar potensiometer magnetik.
Gbr 7.3
Potensiometer magnetic
110
Potensiometer magnetic terdiiri dari suatu strip Fleksibel non magnetic sepanjang satu meter yang
dililiti kumparan secara merata.Besar kuat medan yang dihasilkan leh suatu arus sebesar I dengan N
lilitan.
∮ H dl=N I
Bila:
Θ = Sudut defleksi
Maka :
= Flux x Lilitan
= (µ0 H1 A) x n dl
= µ0 H1 An dl
= µ0 H1 ∫ An dl
Flux linkage = 2 µ0 H1 ∫ An dl
F=∫ H 1 dl
2 µ 0 An F
Q = xt
R xt
2 µ 0 An
Q = F …(7.10)
R
Dengan muatan Q galvanometer berdefleksi sebesar θ
Q = Kg θ…(7.11)
2 µ 0 An
F = Kg θ
R
R Kg θ
F = ….. (7.12)
2 µ 0 An
Rangkaian metode reversal sama dengan rangkaian pengukuran kerapatan medan magnit B
Rangkaian pengukuran mirip dengan gambar 7.1 hanya saja dilengkapi dengan pembagi tegangan dan
switch putar gambar 7.4 merupakan rangkaian pengukurannya
113
Gbr.7.4
Gbr 7.5
Kurva B-H
7.6 PERMEAMETER :
Pengujian sifat magnetic suatu metrial dapat dilakukan dengan p0ermeameter dengan
mengetahui B&H dalam specimen yang diuji.Pengujian ini dapat dilakukan dengan specimen yang
diuji.Pengujian ini dpaat dilakukan dengan specimen berbentuk ring,maupun berbentuk (rel)
bar.Bentuk ring menghasilkan pengukuran yang lebih teliti karena reluktansi dapat diperkecil,akan
tetapi sulit dlam pengerjaanya.Sistem bar lebih mudah pengerjaannya,tetapi didapat reluktansi yang
besar
Belum lagi effek demagnetisasi sendiri dalaM material (bar) dapat terjadi.Untuk mengatasi
kesulitan-kesulitan tersebut dalam pembuatan permeameter, dilakukan dengan pen ggabungan Sistem
ring& bar. Banyaksekali sistem permeameter yang ada saat ini. Dalam bab ini hanya akan dibahas 2
permeameter yaitu
115
Gbr. 7.6
Permeameter Hopkinson.
keterangan
2 µ 0 An
M= (Ry + Rs) (7.15)
1
Subsitusi (7.15) ke (7.14) didapat :
NI
H= (7.16)
I (1+m)
Bila dapat diusahakan harga m yang kecil,maka :
NI
H= ( 1+m ) (7.17)
I
Untuk menghitung permeabilitas perlu didapat harga B dari –galvanometer ballistic.
Kumparan Permagnitan
117
Gambar 7.7
Permeameter Fahy
Dari gambar diatas terlihat bahwa permeameter ini hanya memakai 1 specimen bar yang diklam
kedua ujungnya dengan suatu yoke.Pada yoke tersebut diberi kumparan pemagnitan/Suatu search coil
dililitkan pada specimen & dihubungkan dengan galvanometer ballistic.Dengan demikian akan didpat
kerapatan medan magnit B.Search coil lazim juga disebut sebagai “B Coil”.Kuat medan magnit H
diperoleh dengan memakai prinsip seperti pada pasal 7.3,dimana didekatkan kumparan yang lazim
disebut “H coil”.
H coil ini harus berinti udara atau material non magnistik.Dengan mengetahui harga B&H dapat
diketahui sifat magnit dari specimen yang diuji.
7.7 PENGUKURAN KERAPATAN MAGNIT (B) DENGAN EFEK HALL:
Suatu arus yang lewat pada suatu material (metal/semi konduktor) dan memotong suatu
medan magnit,akan timbul suatu tegangn pada sisi-sisi material tersebut.Arah-arah besar-besaran
tersebut sperti gambar 7.8 dibawah in,khususnya untuk material atau semi konduktor type n
Koefisien Hall :
Ey
RH = (7.18)
J x Bz
E = Kuat medan listrik.
J = Keraptan arus.
B = Kerapatan Medan Magnit
X,Y,Z = Arah pada koordinat x,y,z pada gbr 7.8
E = RH J B (7.19)
Bila ω = Lebar specimen
t = Tebal Specimen,maka
V = Eω
V = RH Jω B
R H JωB
V =
t
RH IB
V == Volt (7.20)
t
Koefisien Hall sangat dipengaruhi oleh perbedaan temperatur,oleh karena itu diusahakan
material yang mempunyai sensivitas temperatur yang kecil.
Gambar 7.9
Kurva rugi rugi energi.
Makin tebal lempengan material makin besar rugi-rugi yang terjadi. Oleh karena inti trafo atau mesin-
mesin listrik selalu terbuat dari lempengan & bukan masif.
Eddy Current
Pb = Ph +
4 K f 2 f 2 B m2 t 2
Pb = ƞ f Bm x + ............(7.23)
3ρ
Rugi-rugi besi total:
4 K f 2 f 2 B m2 t 2
Pb = Volume ( f Bm x + )...7.24)
3ρ
Untuk suatu harga volume, tebal, tahanan jenis yang konstan maka :
Pb = Kh f Bmx + Ke Kf2f2Bm2........................(7.25)
Kh = konstanta Hysterisis.
Pb = Kh f Bmx + Ke Kf2f2Bm2
Pb
= Kh Bmx + (KeKf2Bm2) f
f
119
Pb
Dengan membuat kurva terhadap f akan didapat harga (Kh Bmx) dan tan α = KeKf2Bm2 seperti
f
gambar 7.10 dibawah ini :
Gambar. 7.10
Percobaan kedua dengan frekuensi & Kf konstan, Bm berubah-ubah karena telah diketahui harga K e maka Pe juga dapat
dihitung :
Ph = Pb - Pe
Ph = Kh f Bmx
Dengan membuat kurva antara log Ph & log Bm akan didapat harga X dan Kh (lihat gambar 7.11) dibawah ini:
Gambar 7.11
Salah satu cara pengukuran rugi-rugi besi adalah metode Epstein dengan rangkaian seperti gbr.7.12
dibawah ini:
120
Gambar. 7.12
Rangkaian Epstein
Instrumen yang diperlukan antara lain, frekuensi meter, Am-peremeter, wattmeter, Voltmeter untuk
harga rata-rata dan efektif. Dengan mengetahui harga rata-rata & efektif akan didapat factor bentuk
(Kf):
E2 =4 K f 2 N 2 f . Bm A .............................(7.26)
Dimana:
F = Frekuensi
Wb
Bm = Flux magnet maksimum ( )
m2
A = Luas penampang material (m2)
Kg
d = berat jenis material ( )
m2
Maka :
M
A=
4 ld
atau :
4 K f N 2 f . Bm M
E2 = ............................(7.27)
4 ld
Rugi-rugi daya diukur oleh wattmeter W, hanya saja perlu di koreksi dengan rugi-rugi instrumen.
Pb = P – Pi................................(7.28)
121
P = Penunjukan wattmeter
Pi = Rugi-rugi instrument
1 1 1
Pi = E2 ( + + )
R ef R av R w
Ref, Rav, Rw masing-masing tahnan dalam voltmeter penunjuk efektif, rata-rata, & wattmeter.
MAXWELL:
Pengukuran rugi-rugi selain dengan cara Epstein ju-ga dapat dilakukan dengan Jembatan
Maxwell. Percobaan ini di-lakukan dengan sumber bolak-balik dan dengan prinsip keseim-bangan
jembatan. Specimen yang digunakan disini berbentuk ring. Rangkaian jembatan Maxwell seperti pada
gbr.7.13 dibawah ini :
Gambar. 7.13
Specimen yang diukur diletakkan pada cabang a & b. Besaran yang diukur adalah tahanan ( R s ) &
induktansi ( Ls ) specimen.
R3
Rs = (R +r ).................................(7.29)
R4 2 2
Rs = .......................................(7.30)
I1 2
Rw = Tahanan kumparan.
122
Pb = I 1 ( R s −R w ) .....................................(7.31)
2
V bc =V dc
I 1 R¿ R 4 ¿
I 1 R¿ ¿
R4
I 1= .........................................(7.32)
R 3+ R 4
R4
Pb = I 2 ( R −R w )
R3 + R 4 s
Harga Rs dari persamaan (7.29), arus I dari pengukuran & tahanan R w dari percobaan dengan sumber
searah.
R3
LS = × L2
R4
N2
LS =
LS
μS A S
N = jumlah lilitan.
123
μS = permeabilitas specimen.
l S LS
μS =
N2 AS
l S R 3 L2
μS = ..............(7.34)
R4 N2 AS
Rangkaian jembatan yang baik untuk mengukur rugi-rugi besi adalah jembatan Campbell.
Gambar 7.14 dibawah ini merupakan jembatan Campbell.
Gbr.7.14
Dari gambar 7.14 tersebut diatas terlihat bahwa specimen ring diteliti 2 kumparan primaer
(N1) & sekunder (N2). Juga terdapat induktansi bersama variable M serta tahanan variable R 2. Vektror
keseimbangan jembata seperti gbr. 7.15 dibawah ini:
Kurva hysteresis sangat penting untuk diketahui karena dengan mengetahui kurva tersebut dapat
dinilai sifat kemagnitan material. Material yang baik adalah yang mempunyai kurva hysteresis yang
“kurus”. Dengan diketahui “kurus gemuk” nya kurva hysteresis kita dapat memilih material mana
yang ingin dijadikan inti (trafo, mesin-mesin listrik dan lain-lain) agar rugi-rugi yang terjadi kecil.
124
Salah satu cara pengukurannya dengan oscilloscope, yang rangkaiannya seperti gambar 7.16 dibawah
ini:
Gbr. 7.16
pengujian magnetic dengan ociloscope
Suatu specimen ring dililitkan 2 kumparan N1 & N2 . Kumparan N1 hubungkan seri dengan
tahanan murni r1 & outotrafo. Tegangan V1 ( = i1 r1 ) dimasukan ke oscilloscope, ordinate X dengan
melalui suatu penguat. Tegangan v1 sebanding dengan i1 yang dapat menyatakan kuat medan magnet
H. Kumparan “Search Coil” N2 dihubungkan dseri tahanan besar r2, dan kapasitor C2. Tegangan Vc
yang dimaksukkan ke oscilloscope ordinate y dengan melalui suatu penguat
ⅆϕ
e2 = N 2
ⅆt
ⅆϕ
er = N2AS
ⅆt
Dengan r2 yang besar maka :
e2
i 2=
r2
N 2 . A s ⅆϕ
i2 =
r 2 ⅆt
1
Vc =
C ∫ i 2 dt
1 N2 As
Vc =
C r
∫ dB
125
N 2 As
Vc = B
Cr
Dengan B pada ordinat Y&H pada ordinat X akan didapatkan kurva B – H dari Material yang diuji
CONTOH SOAL :
1) Suatu besi berbentuk ring dengan luas penampang 3,5cm2, keliling rata-rata 100cm, dililitkan
kumparan pemagnitan 100 lilitan & search coil 200 lilitan. Search coil terhubung dengan
galvanometer ballistic dengan Kg = 1µc/ devisi dan tahanan tahanan total rangkaian
galvanometer 2000Ω, Arus 10 A dibalik arahnya, dan terjadi defleksi pada galvanometer
sebesar 150 devisi
a) Hitung kerapatan flux magnit
b) Permeabilitas pada (a) tersebut
JAWAB :
= 100 x 10
= 1.000 A
N1I1
H=
1
1000
H= = 10 A/cm = 1.000 A/m
10
Q = 1 Kg θ 1
Q = 1 x 100 = 1.00 µc
ɸ = N2 ∅
ɸ = 200 ∅
Δɸ = N2 ∅
= 200 ∅
Δɸ 400 ∅
e= =
t t
126
θ 400 ∅
I= =
R Rt
Q = i. Δt
400 ∅ 400 ∅
Q= x Δt =
Rt R
400 ∅
Q=
2000
400 ∅
= 100 x 10-6
2000
∅ = 500 x 10-6 Wb
∅
B=
A
500 x 10−6
B= = 1,428 Wb/m2
3,5 x 10−6
Permeabilitas :
B
µ=
H
1.428
µ=
1.000
Permebilitas relative :
µr 1.428
µ= =
µ 0 1.000 x 4 x 10−7
Hitung rugi-rugi hysteresis & arus pusar dari kedua pengetesan diatas bila konstanta steimmetz
= 1,6
127
JAWAB :
Tegangan sumber sebanding dengan kerapatan medan magnet (B) & frekuensi (f) :
Ph = Kh Bm 1,6 f
Pe = Ke Bm 2 f 2
Pb = Ph + Pe = Kh Bm 1,6 f + Ke Bm 2f2
f2
Bm1 = 2,5 x Bm2
f1
40
Bm1 = 2,5 x Bm2 = 2 Bm2
50
Dua persamaan diatas menjadi :
Bm 1 Bm 1 1,6
40 = Ke ( ¿ (40)2 + Kh ( ¿ x 40
2 2
Ke (Bm1)2 = 0,049
Kh (Bm1)1,6 = 1,55
Pada = 50 Hz ; 250 V
Pada f = 40 Hz ; 100V
Bml
Pe 40 = Ke ( ¿ (40)2
2
0,049
Ph 40 = x (40)2 = 19,6 Watt
4
Bml 1,6
Ph 40 = Kh ( ¿ (40)
2
128
1,55
Ph 40 = x 40 = 20,4 Watt
21,6