Anda di halaman 1dari 128

1

BAB I
KARAKTERISTIK ALAT UKUR

1.1 Akurat dan Presisi

Dalam mengukur satuan besaran, baik besaran listrik maupun non listrik perlu sekali

diketahui hal-hal yang menyangkut sifat-sifat dari alat ukur, karakteristik-karakteristiknya

dan beberapa definisi mengenai sistem pengukurannya. Sifat dari alat ukur listrik sudah

banyk dibahas dalam buku alat-alat ukur listrik.

Maksud dari suatu pengukuran tidak lain untuk mengetahui berapa harga dari suatu besaran

yang sedang diukur. Dalam hal ini harga yang diinginkan tentu saja harga yang benar (“True

Value”). Harga benar ini tidak mungkin akan didapatkan, yang paling mungkin hanyalah

pendekatan dari harga benar tersebut. Pendekatan ini didapat dengan mengambil harga rata-

rata dari suatu sample pengukuran yang jumlahnya tidak terhingga, dengan asumsi deviasi

positif sama (hampir sama) dengan deviasi negatifnya. Harga pendekatan tersebut dapat

disebut juga sebagai harga exact atau harga terbaik (Exact Valu/Best Value).

Guna mendapatkan harga exact perlu diketahui definisi dari “Akurat (Accuracy)” dan

“Presisis (Precision)”. Akurat didefinisikan sebagai kemampuan suatu alat untuk

mendapatkan harga yang paling mendekati harga sebenarnya. Presisi didefinisikan sebagai

pengukuran tingkat keberhasilan dalam mendapatkan suatu harga dari suatu sistem

pengukuran. Untuk lebih jelas nya dapat diberikan contoh sebagai berikut : Ada 2 buah kotak

tahan dekade A dan B dengan harga masing-masing dekade 1, 10, 100, 1000 Ohm/step.

Kotak A mempunyai garansi yang tinggi dengan 0,1 persen (%) dan kotak B mempunyai

garansi 1 persen (%). Kedua kotak tersebut dapat dikatakan mempunyai presisi yang sama,

karena keduanya harga terkecil yang dapat dibaca adalah 1 Ohm/step. Akan tetapi keduanya

tidak mempunya akurat yang sama, kotak A lebih akurat dibandingkan kotak B.
2

Bagi alat ukur, keakuratan merupakan hal yang paling penting karena merupakan

tingkat kemampuan alat tersebut untuk mengukur/membaca harga yang benar, Oleh karena

itu timbul masalah kesalahan (error) yang didefinisikan sebagai selisih (perbedaan) antara

harga yang diukur dengan harga benarnya

δA =A 1− A

δA =kesalahan

A1=harga pengukuran

A=hargabenar

Koreksi didefinisikan sebagai selisi antara harga benar dengan harga pengukuran

δC =A− A 1

δC =koreksi

δC =−δA

Sensitivitas suatu alat didefinisikan sebagai hasil perbandingan antara harga

pengukuran dengan besaran responsnya (mm/derajat).

1.2 Sistem Dinamik

Suatu alat ukur tidak akan mencapai titik keseimbangan secara langsung sesaat

setelah suatu besaran (fungsi) diukur. Sistem akan ber”transien” terlebih dahulu sebelum

mencapai posisi akhir. Sifat/kelakuan alat ukur yang demikian ini disebut sebagai kelakuan

dinamik (dynamic behavior) dan pada alat ukur perlu sekali dianalisa. Beberapa macam

fungsi masukan yang dapat diteliti kelakuan dinamik nya. Fungsi-fungsi tersebut antara lain:
3

a) Fungsi step (Step Function), dalam hal ini harga masukan secara tiba-tiba berubah

dari suatu harga ke harga lain (Gbr. 1.1.a).

b) Fungsi linier (Linier Function) dalam hal ini harga masukan berubah secara linier

terhadap waktu (Gbr. 1.1.b).

c) Fungsi Sinus (Sinusoidal Function) dalam hal ini harga masukan berubah secara

sinusoidal terhadap waktu dengan harga maksimum yang konstan (Gbr. 1.1.c).

Kesalahan dinamik didefinisikan sebagai perbedaan harga yang ditunjukkan dengan harga

sebenarnya. Pada protses dinamik ini tentu saja diharapkan bahwa bentuk keluaran sama

dengan bentuk masukan. Kemampuan suatu alat untuk mencapai tingkat yang demikian

disebut “fidelitas”. Perbedaan phasa atau ketebelakangan waktu tidak tercakup dalam

fidelitas ini.

(a) (b) (c)

Sebagai contoh, bila suatu besaran masukan sinusoidal dan keluaranya juga sinusoidal

walaupun terjadi perbedaan phasa dana tau waktu, maka tingkat fidelitas alat ukur tersebut

sama dengan 100%. Dengan demikian harga kesalahan dinamik total adalah kombinasi dari

fidelitas, kelambatan waktu, dan pergerseran phasa antara besaran masukan dan keluaran.
4

1.3 Response Dinamik

Response dinamik suatu sistem tergantung pada konstruksi magnitude dan type

komponen yang digunakan. Masalah-masalah yang berhubungan dengan response dinamik

ini adalah:

- Response waktu; yaitu persyaratan waktu untuk mencapai keadaan seimbang (posisi

akhir) setelah besaran masukan dipasang pada alat ukur. Untuk fungsi step, response waktu

dinyatakan sebagai waktu yang dipergunakan untuk mencapai presentase specific dari

besaran yang diukur setelah masukan dipasangkan. Presentase specific ini dapat 90% s/d

99%.

- Untuk alat ukur portable harga prosentase specific ini dapat ± 0,3% dari skala penuh,

sedang alat ukur panel sekitar ± 18% dari skala penuh.

- Kecepatan response dinyatakan sebagai kecepatan alat ukur mencapai harga yang

diukur.

- Keterlambatan pengukuran dinyatakan sebagai keterlambatan waktu (delay time) alat

ukur untuk mencapai response harga yang diukur. Umumnya keterlambatan ini kecil sekali,

akan tetapi bila terjadi keterlambatan yang lama, maka perlu adanya pengurangan waktu

keterlambatan tersebut.

1.4. Daerah mati & waktu mati

Waktu mati (Dead time) didefinisikan sebagai waktu yang dipergunakan suatu sistem

pengukuran untuk mulai response ke harga yang diukur. Kenyataannya waktu mati ini adalah

waktu sebelum alat ukur (penunjuk) mulai bergerak setelah besaran masukan dipasangkan.

Sedang daerah mati adalah perbedaan terbesar dari besaran yang diukur sampai sesaat

sebelum response terjadi. Penyebab terjadinya daerah mati ini antara lainkarena rugi-rugi
5

hysterisis dana tau gesekan yang mana momen gerak masih belum mampu menggerakkan

jarum penunjuknya. Untuk lebih jelas nya dapat dilihat pada Gbr. 1.2.

Gbr. 1.2.
Daerah & waktu mati

Contoh soal:
1. Suatu Voltmeter searah menunjukkan harga 120,5 Volt sedangkan harga benarnya
120,23 Volt.
Berapa kesalahan dan koreksi dari Voltmeter tersebut?
Jawab:
δV =V 1−V

δV =120,5−120,23=0,27 Volt
Koreksi δC =−δV =−0,27 Volt .
2. Suatu jembatan wheatstone dalam keadaan seimbang. Bila tahanan yang tidak
diketahui berubah sebesar 6 Ohm, Galvanometer akan berdefleksi sebesar 3mm. Berapa
sensitivitas jembatan tersebut?
Jawab:
Magnitude Harga
Sensitivitas=
Magnitude Response
6
Sensitivitas= mm=2 Ohm/ mm
3
6

BAB II

KESALAHAN PENGUKAN

2.1 KESALAHAN

Keakuratan dan kepresisian suatu alat sangat tergantung desain, material dan kemapuan orang yang

membuat alat tersebut. makin akurat alat tersebut maka semakin baik alat tersebut. Akan tetapi

makin akurat suatu alat ukur makin mahal pembuatanya. Hal ini karena di perlukan suatu desain

material dan kemampuan membuat yang tinggi. Pada alat ukur defleksi garansi keakuratan ini

dinyatakan dala skala penuhnya.

Perbedaan harga benar dengan harga pengukurannya dinyatakan sebagai kesalahan (Spt, Bab. I).

Sebenarnya dalam suatu pengu an nilai .kesalahan tidak sangat berarti, karena beIum me -

takan tingkat k e b e r h a s i l a n s u a t u p e n g u k u r a n . H a r g a yang paling penting

adalah perbandingan nilai kesalahan tersebut dangan nilai sebenarnya sebagai contoh suatu

pengukuran tahanan sebesar 2 ohm, harga tersebut tidak sangat berarti bila tahanan diukur 1 kΩ

dan berarti bila tahanan diukur 10 Ω. Perbandingan antara kesalahan dengan harga sebenarnya

disebut kesalahan relative.

Kesalahan relative =

er = harga kesalahan
harga benar
er = Δa
A . . . . (1)
7

Prosentase kesalahan = er x 100% .


Bila kesalahan sangat kecil maka A~A1
Harga benar
δA
er = δA =e r . A1
A1
A=A 1 ± δA
A=A 1 ± e r . A 1
A=A 1 (1± e r )

2.2 Kesalahan beberapa Variabel


C ontoh diatas merupakan nilai kes alahan dari s uatu bes aran Yang
diukur. Bila yang diukur terdapat beberapa besaran maka harga besaran lahan yang terjadi
tergantung pada fungsi dari besaran besaran tersebut, Fungsi tersebut adalah:
a. Penjumlahan
Y =ü + v̈
dY ü+ v̈
=d
y y
dY du dv
= +
y y y
dY u du v dv
= x + x
y y u y v
dY u du v dv
=±( x + x ) .............................................................(2-4)
y y u y v

b. Pengurangan
Y =u – y
dY du dv
= −
y y y
dY u du v dv
= x − x
y y u y v
8

jika kesalahan u, v adalah ± δu, δv maka pada kasus diatas harga kesalahan u adalah + δu dan
v adalah – δv. Sehingga harga kesalahan δy terhadap y adalah :
dY u du v dv
=±( x + x ) .............................................................(2-5)
y y u y v

c. Penambahan/Permurangan lebih dari 2 Variabel

Y =±u ± v ± w
dengan mengambil analogi pers. Pada a & b maka :
∂Y u ∂u v ∂ v w ∂ w
=±( x + x + x ) .........................................(2-6)
y y u y v y w

d. Perkalian
y=u . v
ln y=ln u+ln v

dideferensilir terhadap y didapat:


1 1 du 1 dv
= . + .
y u dy v dy
dy du dv
= +
y u v
∂Y ∂u ∂v
=( + ) .............................................................................(2-7)
y u v

e. Pembagian
u
y=
v
ln y=ln u−ln v

didefenrensilir terhadap y
1 1 du 1 dv
= . − .
y u dy v dy
dy du dv
= −
y u v

Kesalahan u = δu dan v = ± δu sehingga


9

dy ∂u ∂v
=± ±
y u v

Kesalahan relatif :
dy ∂u ∂v
=± ±
y u v

f. Perkalian dan atau pembagian lebih 2 Variabel


u 1
y=u v w ; y= ; y=
vw uvw

Berdasarkan persamaan pada (d) & (e) didapat :


dy ∂u ∂ v ∂ w
=±( + + )
y u v w

g. Pangkat
n
y=u
ln y=ln u+ln v

Didiferensilir terhadap y :
1 1 du
=n .
y u dy
dy du
=n
y u

Kesalahan relatif :
∂y du
=±n
y w

h. Perkalian pangkat
y=u . v m
n

ln y=n ln u+m ln v
1 n du m dv
= . + .
y u dy v dy
dy du dv
=n + m
y u v

Kesalahan relatif :
10

∂y du dv
=±(n + m )
y u v

2.3 Macam Kesalahan

Dalam suatu pengukuran tidak dapat dihindari adanya kesalahan akan tetapi harus diusahakan

kesalan sekecil mungkin. studi masalah ini kesalahan ini penting artinya khusus untuk

pengukuran yang teliti.

Penjelasan kesalahan dapat diklasifikasikan sbb:

- Kesalahan besar (Gross Error)


- Kesalahan sistematik (sistematik error)
- Kesalahan random (Random Error)

 Kesalahan besar

Bentuk kesalahan yang dapat diklasifikasikan ke macam kesalahan besar ini adalah segala

kesalahan manusia dalam memakai, membaca dan menghitung/ mencatat dari suatu pengukuran.

Kesalahan ini mungkin sekali terjadi, untuk menghindarinya perlu adanya koreksi hasil pengukuran.

Kesalahan ini mudah sekali diketahui, berbeda dengan bentuk kesalahan lainnya. Bagi pemula

kesalahan ini paling umum terjadi. Contoh penyearah kesalahan ini antara lain, kesalahan rangkaian,

kesalahan. untuk mengurangi adanya edek pemmbeberan, perlu adanya pengetahuan yang lebih

mendalam dari system pengukuran. ketelitian dan kecerobohan merupakan hal yang paling sering

penyebab kesalahan. kesalahan ini benar tidak dapat digitung dengan pendekatan matematik tetapi

dapat dikurangi dengan banyaknya latihan, meningkatkan ketelitian dan sabar dalam melakukan

percobaan.

 Kesalahan sistematik
11

Kesalahan statistik dapat dibagi dalam 2 katagori yaitu kesalahan alat dan kesalahan

lingkungan. Kesalahan alat dapat disebabkan konfigurasi mekanik, konstruksi, kalibrasi,

pengorasian alat, pengatur nol (zero adjustment), konstanta pegas dll. Kesalahan alat dapat

dihindari dengan jalan;

- memilih peralatan yang sesuai dengan macam macam pengukuran yang dilakukan.

- memberikan faktor koreksi terhadap pengukuran

- kalibrasi alat terhadap alat standard

Kesalahan lingkungan merupakan kesalah diluar alat yang disebabkan antara lain panas,

tekanan, kelembaban, vibrasi polusi, medan magnit, medan listrik dll. Kesalahan ini dapat

dikurangi dengan membuat sistem pendingin udara (air conditioning), shielding magnet,

medan listrik dll.

 Kesalahan Random

Semua kesalahan yang tidak diketahui penyebabnya dimasu kan.ke,dalam kesalahan

random. Suatu desian pengukuran yang baik dapat mengurangi kesalahan ini, tetapi juga

perlu ditunjang mengenai keakuratan kerja, dan bekerja di bawah batas batas yang

diperbolehkan. Untuk mengatasi hal.ini dapat dilakuakn dengan memperbanyak jumlah

pengukuran sehingga dapat dilakukan pendekatan statistic untuk mendapatkan nilai

pengukuran.

2.4 ARITHMATIC MEAN (RATA RATA ARITMATIK)


12

Arithmatic mean adalan harga yang paling mungkin dari se-jumlah hasil pengukuran.

Pendekatan yang baik bila jumlah pengukurannya tak terhingga, walaupun dengan jumlah

yang berhingga pun juga dapat dicapai hasil yang baik

deviasi dinyatakan sebagai selisih harga pengamatan dengan arithmetic mean

Deviasi rata-rata mengatakan tingkat ke,presisian dari suatu alat dalam pengukuran..Suatu

alat diryatakan sangat presisi bila harga deviasi rata-rata sangat. DeViasi rata-rata dinyatakan

semua deviasi absolut dibagi jumlah pengamatan..


13

Standar deviasi atau kwadrat rata-rata deviasi (root mean square deviation) dinyatakan

sebagai.

Untuk pengukuran yang berhingga jumlah pengamatannya standar deviasinya dinyatas sbb :

2.5 Kurva Normal (Gauss)

untuk menyatakan kemungkinan penunjukan suatu harga dari suatu set

pengamatan yang tak terhingga adalah kurva Gauss kurva tersebut secara matematis

dinyatakan sbb :

h
y=
√π

y = jumlah pengamatan pada suatu harga devisiasi x (probabilitas kejadian

suatu deviasi x)

h = konstanta
14

kurva (provabilitas) gauss ini dapat dilihat pada gambar 2.1

Gbr.2.1
Kurva (probabilitas) Gauss
Kurva diatas simetris terhadap harga rata rata aritmatik, (aritmatic mean) dan luas daerah

dibawah.

Kuva tersebut = 1. Hal ini dapat dibuktikan sbb:

h
Misal harga
√π
= A , jika jumlah pengamatan sebesar n , kemungkinan kejadian sebesar
∆n

dengan devisiasi antara x dan x + ∆x adalah :

∆n = n y ∆x

= n Ae-h2x2 ∆x

Di integrasi antara -∞ ke +∞ didapat


15

−∞
2 2

nA ∫ e−h x = n
+∞

−∞
2 2

A ∫ e−h x = 1 ………………………....………………………………………………….(2-20)
+∞

Jadi integrasi y antara -∞ sampai +∞ = 1.

Jumlah (fraksi/bagian) pengamatan terhadap total dari suatu harga antara x1 dan x2 akan sama

dengan luas di bawah bagian kurva yang berada antara harga x tersebut.

x2
h 2 2

n1-2 =
√π ∫ e−h x dx .……………………………………………………………........……(2-
x1

21)

n1-2 = jumlah pengamatan yang terjadi antara harga x1 dan x2

Jika harga n1-2 = 0,5 berarti 50% dari deviasi jatuh antara x1 dan x2.

jumlah pengamatan yang terjadi antara harga deviasi 0 dan x adalah :

x❑
h 2 2

n0-x =
√π
∫ e−h x dx…………...............…………..……………....……………………... (2-
0❑

22)

untuk x = 0

h
y= …………....…………………………………………………..……(2-23)
√π

Jelas bahwa harga maksimum y tergantung pada h. Makin besar h, makin curam/runcing

kurva Gauss tersebut, hal ini juga dapat dilihat dari penurunan kurva yang merupakan fungsi

dari –h2, harga h ini juga mengakatakan tingkat kepresisian suatu alat, makin besar h makin

presisi alat tersebut. Dengan melihat gambar 2.1, diambil 2 batas x sebesar –r dan r. Harga r

ini diatur/diletakkan pada posisi dimana luas daerah di awah kurva yang dibatasi oleh x = r
16

dan x = -r sama dengan 0.5 atau dengan kata lain 50% deviasi berada antara x = ± r atau

dengan lain perkataan kesempatan untuk mendapatkan harga yang mempunyai deviasi

maksimum sebesar ± r adalah 50%.

Dengan memasukkan harga r pada pers. (2-21) didapat:

+r❑
h 2 2

√п
∫ e−h x dx = 0,5
−r ❑

r
2h
2п ∫ e−h2 x2dx = 0,5
0

0,4769
r= ………………………………… ……………………………………......(2-24)
h

Deviasi rata-rata dari kurva Gauss dapat dinyatakan sbb:

D= ∫ [ x ] ydx ……………………………………………………………………(2-25)
−∞

∞❑
2h 2 2

D=
√п
∫ e−h x xdx
−∞❑

∞❑
1 2 2

D=
√п h
∫ e−h x (−2 h2 x)dx
0❑

1
D= ......………………...... …………………..……………………………….. (2-26)
√п h
Dengan memasukkan pers. (2-24) ke (2-26) maka:

r
D= ………………………….......…………………………………………………….
0,8453
(2-27)

Standard deviasi kurva Gauss dinyatakan sbb:

Pers. (2-27)
17

Ʃ d2
σ2 =
n
∞❑
2h 2 2
2
σ =
√п
∫ e−h x x 2
0

1
σ2 =
2h 2

Standard deviasi dari kurva Gauss:

1
σ= …...…………………….....………………………………………………… (2-28)
√2 h
r
σ= ……………………………………....…………………….……………… (2-29)
0,6745

Dengan demikian didapat :

r = 0,8453 D = 0,6745 …………………….......………………..……...…………… (2-30)

Dari kurva Gbr. 2.1, menyatakan bahwa luas daerah di bawah kurva yang dibatasi oleh suatu
interval harga menyatakan bagia (fraksi) jumlah pengamatan yang mempunyai kesalahan
maksimum sebesar interval tersebut dari rata-rata arithmatiknya.

Bila diambil interval harga sebesar standard deviasi σ maka luas daerah di bawah kurva yang

dibatasi oleh x = ± r adalah 0,6828 bagian (~ 68%)

Tabel 2.1 di bawah ini menyatakan hubungan antara deviasi dan bagian luasi di bawah kurva.

DEVIASI (±) LUAS BAGIAN KURVA


0,675 0,500
1,0 0,6828
2,0 0,9546
3,0 0,9972

Analisa-analisa di atas didasarkan jumlah pengamatan yang tak terhingga, dimana

didapatkan:

r = 0,6745
18

d1 2+d 2 2+ …+d n 2
r = 0,6745
√ n

Untuk pengamatan yang terhingga (n pengamatan), maka harga kemungkinan kesalahan

(Probable error) 1 pengamatan.

d1 2+d 2 2+ …+d n 2
r1 = 0,6745
√ n−1
………………………………………………………………

(2-31)

dengan pengamatan rata-rata mempunyai kemungkinan kesalahan sebesar :

1
rav = r1
√π

d1 2+d 2 2+ …+d n 2
rav = 0,6745
√ n (n−1)

Ʃ [d]
rav = 0,6745 ……………………………….........……………………………………
n(n−1)
(2-23)

Kemungkinan kesalahan (r) untuk beberapa variable dari suatu fungsi dinyatakan sbb :

misal y = f (u, v, w)

∂y
dyu = kemungkinan kesalahan y karena kesalahan pada u = du
∂u

∂y
dyv = kemungkinan kesalahan y kareana kesalahan pada v = dv
∂v

∂y
dyw = kemungkinan kesalahan w kareana kesalahan pada w = dw
∂w

maka:

dy = √ (dyu)2 +(dyv )2+(dyw)2 ……………………....……………………………… (2-33)

Contoh soal:
19

1. Suatu Voltmeter 200 volt, dengan garansi keakuratan sebesar 1% pada skala penuh.
Tegangan yang diukur 100 Volt. Berapa presentase kesalahan.
Jawab:
∂ V =ɛ r × v
∂ V =0,01× 200=2 Volt
Tegangan yang diukur 100 Volt, maka kesalahan pada pengukuran tegangan tesebut
adalah:
v 2
ɛ r= = =0,02=2 %
v 100
2. Dua tahanan dipasang seri R1 = 250 ± 2,1 Ω, R2 = 100 ± 1,5 Ω. Berapa kesalahan
tahanan total (seri) dalam Ohm dan persen.
Jawab:
R1 = 250 ± 2,1 Ω
R2 = 100 ± 1,5 Ω
y = R s = R1 + R 2
Rs = (250 ± 2,1) + (100 ± 1,5) Ω
Rs = (350 ± 3,6) Ω
R1=250 ± 2,1 Ω
R2=100 ± 1,5 Ω
y=R s=R1 + R2
R s=(250 ±2,1)+(100 ± 1,5)Ω
R s=(350 ±3,6) Ω

Kesalahan sebesar 3,6 Ω


3,6
Presentase kesalahan x 100% = 1,03%
350
3. Suatu tahanan dialiri arus I mendesipasikan daya sebesar P. Bila kesalahan yang
terjadi pada pengukuran daya dan arus masing-masing 1,5 dan 1,0%. Berapa
kesalahan pengukuran tahanan tersebut.
Jawab:
Daya P
tahanan= 2
R= 2 =PI −2 ∂ R =±( ∂ P +2 ∂ I )¿ ±(1,5+2 ×1,0)¿ ± 3,5 %
arus I R P I
4. Suatu pengukuran tahanan didapat data sbb:
101,2 101,7 101,3 101,0 101,5 101,3 101,2
20

101,4 101,3 101,1 ohm.


Bila diasumsikan hanya kesalahan random yang terjadi.
Hitung:
a. Arithmatic mean
b. Standard deviasi
c. Kemungkinan kesalahan 1 pengamatan
d. Kemungkinan kesalahan rata-rata dari 10 pengamatan.

Jawab :

a. Arithmatic mean
R1 + R2 +…+ R n
R=
n

101,2+101,7+101,3+101,0+101,5+101,3+ 101,2+101,4 +101,3+101,1


R=
10
R=101,30 Ω.
Untuk menjawab b, c, d, lebih baik diberikan data dalam tabel di bawah ini.

R. d. d2.
101,2 -0,1 0,01
101,7 +0,4 0,16
101,3 0,0 0,00
101,0 -0,3 0,01
101,5 +0,2 0,01
101,3 0,0 0,01
101,2 -0,1 0,01
101,4 +0,1 0,01
101,3 0,0 0,01
101,1 -0,2 0,01
2
ƩR = 1013,0 Ʃ [d] = 1,4 Ʃd = 0,36
b. Standard deviasi :

Ʃ d2 0,36
σ=
√ n−1
=
9
=0,2 Ω

c. Kemungkinan kesalahan 1 pengamatan

Ʃ d2 0,36
r 1=0,6745
n−1√ r 1=0,6745
√9
=0,1349 Ω
21

d. Kemungkinan kesalahan rata-rata dari 10 pengamatan.

Ʃ d2 0,36
r av =0,6745
√ n ( n−1 ) √
r av =0,6745
10 ( 9 )
=0,0427 Ω
22

BAB III
PENGUKURAN DAYA

3.1. Daya Searah


Pengukuran daya searah sangat mudah pelaksanaanya, dapat diukur langsung dengan
Wattmeter atau dengan pertolongan Voltmeter-Amperemeter.
Rangkaian pengukuran dengan Wattmeter dapat di lihat pada gambar 3.1. di bawah ini

Gambar 3.1.
Pengukuran daya dengan Wattmeter

Bila di pakai kombinasi antara Voltmeter-Amperemeter dapat dilakukan sebagai berikut : (Gambar
3.2.)

(a) (b)
Pengukuran daya dengan Voltmeter-amperemeter

Disini ada dua macam rangkaian (a) dan (b).


Harga daya pengukuran P L=I L .V L ……………………………………………………………………
(3.1)
Voltmeter mengukur tegangan V L, Sedang Amperemeter mengukur harga I =I L + I V
Daya pengukuran:
P=I ×V
P=( I L + I V ) ×V L
P=I L V L + I V V L
I L V L =P−I V V L
P L=P−I V V L … … … … … … … … … … … … … … … (3.2)
23

Jadi harga sebenarnya adalah selisih antara daya pengukuran dikurangi rugi-rugi dari voltmeternya.
Untuk rangkaian (b) ;Voltmeter mengukur tegangan sumber V =V L +V a dan amperemeter mengukur
arus sebenarnya I =I L . I V
P=I ×V
P=I L ( V L +V a )
P=I L ×V L + I L ×V a
I L × V L =P−I L .V a . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
(3.3)
Harga daya sebenarnya adalah antara daya pengukuran dikurangi rugi-rugi Amperemeter.
Dengan demikian baik rangkaian (a) maupun (b) selalu terjadi kesalahan dan koreksinya adalah daya
yang diserap oleh meter yang secara listrik berada didekat beban.
3.2. Daya Bolak-Balik
Pengukuran bolak balik agak berbeda dengan daya searah, karena harus diperhitungkan juga
harga cos beban.
Pengukuran daya bolak-balik dibedakan untuk 1 phasa dan 3 phasa.
3.2.1. Pengukuran Daya Bolak-Balik 1 Phasa
3.2.1.1. Pengukuran dengan Wattmeter 1 phasa.
Jika suatu system bolak-balik dinyatakan sbb:
e=E m sin ωt
i=I m sin ⁡(ωt −φ)
Dimana : e = tegangan sesaat
I = arus sesaat
P = daya sesaat
Maka : p=e ×i
p=E m I m sin ωt .sin (ωt−φ)
Daya rata-rata :

1 Em I m 2 π cosφ−cos ⁡(2 ωt−φ)
p= ∫ E I sin ωt . sin(ωt−φ)p= 2 π ∫
2π 0 m m 0 2

Em I m sin ( 2 ωt−φ ) Em I m
p=
4π [
ωt cos φ−
2
p=
2 ]
cos φ p=E . I . cos φ

Dimana :
Em I
E= =teganganefektif I = m =arus efektif
√2 √2
Dari persamaan di atas terlihat bahwa suatu wattmetersatu phasa dapat langsung mengukur daya yang
diserap beban, karena semua besaran tegangan arus dan cos φ sudah tercakup di dalamnya. Rangkaian
pengukuran dengan wattmeter 1 phasa.

Seperti Gambar 3.3. di bawah ini


24

Gambar 3.3.
Rangkaian Wattmeter 1 Phasa

Kesalahan pada pengukuran wattmeter 1 phasa antara lain disebabkan sifat induktif kumparan
tegangan. Hal ini menyebabkan arus yang mengalir pada kumparan tegangan tidak sephasa dengan
tegangan yang diukur. Sifat kesalahan ini dapat dianalisa sebagai berikut :
Dengan melihat Gambar 3.3. diatas di mana :

r p =tahanan kumparan tegangan


L p=induktansi kumparan tegangan
R=tahanan seri dengan kumparantegangan
V =tegangan pada kumparan tegangan
i p=arus yang mengalir pada kumparantegangan
β=beda sudut phasa antara arus dan tegangan darikumparan tegangan
φ=beda sudut phasa beban(lagging)

Maka :
V ω Lp
i p= 2 tan β=
( r p + R ) +(ω L p ) (r p+ R )

Makin besar sifat resistivitasnya makin kecil harga β. Makin besar frekuensi yang diukur makin besar
harga β. Daya yang diukur oleh wattmeter sebanding dengan :
v
p=I .i p cos ( φ−β ) p=I . cos ( φ−β )
z

r p+ R
Di mana : z p=
cosβ
v
p=I cos β cos ( φ−β )
( r p+ R )

Bila harga induktansi dari kumparan tegangan = nol maka:


v
p=I cos φ , dalam keadaan ini wattmeter mengukur harga yang sebenarnya. Dengan
(r p + R)
demikian ratio hasil sebenarnya dan hasil pengukuran yang disebut juga factor koreksi adalah :
25

Iv
cos β
(r p + R) cos φ
=
Iv cos β cos (φ−β)
cos β cos( φ−β )
(r p + R)
Harga sebenarnya = harga koreksi × harga pengukuran
cos φ
Harga koreksi = .................................................
cos β cos (φ−β)
(3.11)
Harga kesalahan pengukuran.

e = harga sebenarnya – harga pengukuran


cos φ
[
e = 1−
cos β cos ( φ−β ) ]
×harga pengukuran

Harga β berkisar 1®, bila harga cos φ=1

cos φ
Maka e = 1− [ cos ( φ−β ) ]
×harga pengukuran

e=¿
e = ¿ . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (3.12)

Dari persamaan (3.10) dinyatakan:


hargabenar cos φ
=
harga pengukuran cos φ cos (φ−β)

1+tan 2 β
= ................................................
1+ tan φ tan β
(3.13)

Untuk β sangat kecil → tan 2 β ≪ 1maka ,

hargabenar 1
=
harga pengukuran 1+tan φ tan β

Harga pengukuran = ¿) harga benar


Harga kesalahan e = tan φ tan β × hargabenar
Harga benar = V I cos φ maka
E=tan φ tan β V I cos φ E=V I sin φ tan β … … … … … … … … … … … … … … … … …(3.14)
Hubungan antara factor koreksi dengan sudut daya beban untuk harga β = 1 derajat dan β = 0 10’
dapat di lihat pada gambar 3.4. di bawah ini :
26

Gambar. 3.4.
Hubungan factor koreksi dengan sudut phasa beban

Pada pengukuran daya bolak – balik 1 phasa, bila besaran yang diukur lebih besar dari batas ukur alat,
dapat dilakukan dengan pertolongan trafo arus dan trafo tegangan. Adapun rangkaian pengukurannya
seperti gambar 3.5.

Gambar 3.5. :
Hubungan Wattmeter 1 phasa dengan
CT & PT

CT = Current Transformator = trafo arus

PT = Potensial Transformator = trafo tegangan

Penggunaan kedua trafo ukur tersebut tentu saja juga mengakibatkan kesalahan pengukuran.

Kesalahan ini khususnya diakibatkan adanya pergeseran sudut phasa. Untuk lebih jelasnya

dapat dilihat vektor diagram trafo ukur, seperti Gambar 3.6 dibawah ini :
27

(a) (b)

Gambar 3.6

Vektor diagram trafo ukur

Dimana:
φ = sudut phasa beban

α = sudut phasa antara arus yang mengalir pada kumparan arus dan kumparan tegangan

Vs = tegangan pada sekunder PT = tegangan pada kumparan tegangan dari Wattmeter

Is = arus sekunder CT = arus pada kumparan arus Wattmeter

Ip = arus pada kumparan tegangan Wattmeter

β = sudut antara Vs dan Ip akibat sifat induktif kumparan tegangan

δ = sudut phasa PT

θ = sudut phasa CT
28

Pada faktor kerja terbelakang (lagging) lihat gambar 3.6 (a).

φ=α + θ+δ+ β . . .. . .. . .. . . .. . .. . . .. . .. . .. . . .. . .. . . .. . .. . . (3.15 )

Sudut phasa PT = δ dapat mendahului (+) atau terbelakang (-). Untuk δ mendahului maka,

φ=α + θ−δ + β .. . .. . .. . . .. . .. . . .. . .. . .. . . .. . .. . . .. . .. . . ..(3.16)

Pada faktor kerja mendahului (leading) lihat gambar 3.6 (b).

φ=α −θ−δ −β . . .. . . .. . .. . . .. . .. . . .. . .. . .. . . .. . .. . . .. . .. . .(3.17)

cos φ
Harga faktor koreksi = k = . . . .. . .. . . .. . .. . . .. . .. . .. . . .. . .. . .(3.18)
cos β cos α

Harga daya sebenarnya :

P=k ×ratio PT ×ratio CT × harga pengukuran . .. . .. . . .. . .. . .. . . . ( 3.19 )

3.2.1.2. Pengukuran Methode 3 Voltmeter

Pengukuran daya bolak-balik suatu phasa tidak hanya dapat dilakukan dengan

wattmeter 1 phasa saja, tetapi juga dapat dilakukan dengan 3 voltmeter

Rangkaiannya pengukurannya sebagai berikut :

Gambar 3.7

Pengukuran daya 1 phasa dengan 3 Voltmeter

Dari gambar diatas bila di asumsikan semua voltmeter ideal, dan R tahanan murni, maka

hubungan gambar 3.7 tersebut dapat dibuat diagram vektornya seperti gambar 3.8 di bawah

ini :
29

Gambar 3.8

Diagram vektor methoda 3 Voltmeter

V 21=V 22 +V 23 +2 V 2 V 3 cosφ . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (3.20)

V 21−V 22−V 23
Faktor kerja cos φ = . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (3.21)
2V 2 V 3

V2 = I R

V 21−V 22−V 23
cos φ =
2 I RV3

V 21−V 22−V 23
I V3 cos φ =
2R

V 21−V 22−V 23
P1 ∅ = . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (3.22)
2R

3.2.1.3. Pengukuran methoda 3 amperemeter

Rangkaian dari methoda 3 amperemeter seperti gambar 3.9 di bawah ini:

Gambar 3.9
Pengukuran daya 1 phasa dengan 3 amperemeter

Dengan asumsi semua amperemeter ideal dan


R tahanan murni, maka gambar 3.9 dapat diuraikan menjadi gambar 3.10 (diagram vektor).

Gambar 3.10
30

Diagram Vektor methoda 3 amperemeter


2 2 2
I =I + I +2 I 2 I 3 cosφ . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (3.23)
1 2 3

I 21−I 22−I 23
Faktor kerja cos φ = . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (3.24)
2I2 I3
V
I 2=
R
( I 21−I 22 −I 23 ) R
cos φ =
2V I 3
( I 21−I 22 −I 23 ) R
VI3cos φ = . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (3.25)
2
2 2 2
(I 1 −I −I ) R
2 3
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (3.26)
P1 ∅ =
2

3.2.2. Pengukuran daya 3 phasa


3.2.2.1. Sistem Pengukuran
Sistem 3 phasa dapat terdiri dari 3 kawat phasa atau 4 kawat R, S, T, N. Pengukuran daya 3 phasa ini
dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain :

a. Pengukuran dengan 1 wattmeter 3 phasa.


Pada sistem pengukuran seperti ini, daya 3 phasa langsung dibaca pada wattmeternya. Sistem
rangkaian dalam wattmeter 3 phasa ini pada dasarnya memiliki sistem Aron atau penjumlahan
3 wattmeter 1 phasa.
b. Pengukuran dengan voltmeter, amperemeter, dan cos φ meter.
Pengukuran seperti ini hanya dapat dilakukan khusus untuk daya yang seimbang saja, karena
pada dasarnya sistem pengukuran daya 1 phasa.
c. Pengukuran dengan 3 wattmeter 1 phasa.
Sistem pengukuran ini dapat dilakukan untuk 3 kawat atau 4 kawat. Pada sistem 3 kawat
dipakai bantuan titik netral buatan. Gambar rangkaian pengukuran ini seperti Gambar 3.11 di
bawah ini :

Gambar 3.11

Pengukuran daya 3 phasa,


3 kawat dengan 3
wattmeter.

Titik netral buatan adalah titik


awal.
31

Dengan mengambil ketiga wattmeter tersebut identik dapat diharapkan tegangan netral buatan awal
sama dengan netral aslinya N.

Dari gambar 3.11 terlihat, bahwa wattmeter 1, 2 dan 3 masing-masing mengukur daya di phasa 1, 2
dan 3. Tegangan dan arus yang diukur masing-masing wattmeter adalah:

P1’=V1’ . I1

P2’=V2’ . I2

P3’=V3’ . I3

Sedangkan daya diserap oleh masing-masing phasa pada beban adalah:

P1 =V1 . I1

P2=V2 . I2

P3=V3 . I3

Misalkan terjadi beda tegangan antara C & N sebesar V maka,

V1 = V1’ + V V1’ = V1 – V

V2 = V2’ + V V2’ = V2 - V

V 3 = V 3’ + V V3’ = V3 – V

Maka

P1’ = (V1-V) i1

P2’ = (V2-V) i2

P3’ = (V3-V) i3

P1’+P2’+P3’ = V1.I1+V2.I2+V3.I3-V(I1+I2+I3)……………(3.27)

Berdasarkan hukum kirchoft maka i1+i2+i3 = 0

P1’+P2’+P3’=V1.i1+V2.i2+V3.i3=P1+P2+P3=P3ϴ

Untuk sistem 4 kawat , rangkaian seperti Gbr. 3.12 di bawah ini:


32

Gbr 3.12

Pengukuran daya 3 phasa, 4 kawat dengan 3 wattmeter

Dari gambar diatas terlihat bahwa dalam keadan seimbang tenggangan c sama dengan terhingga v = 0
maka dari persamaan (3.28), yaitu :

P3ϴ =P1’+P2’+P3’= V1.i1+V2.i2+V3.i3

d. pengukuran dengan 2 wattmeter 1 phasa.

Methode ini lazim disebut methoda ARON, dimana tegangan yang diambil kedua wattmeter adalah
tegangan phasa-phasa. Di bawah ini diuraikan untuk hubungan beban Y & Δ Hubungan bintang (Y)
seperti Gbr 3.13 dibawah ini.

Gbr. 3.13

Pengukuran methoda Aron hubungan bintang

Dari gambar diatas terlihat bahwa daya yang diukur oleh masing-masing wattmeter.

P1=i1 (V1-V3)

P2=i2 (V2-V3)

P1+ P2 = V1 i1+ V2 i2- V3(i1+ i2)………………………………..(3.30)

Hukum kircoff untuk arus

i3 = -(i1+i2)……………………………….…………………….(3.31)

subtitusi (3.31) ke (3.30) didapat

P1+ P2 = V1 i1+ V2 i2+ V3 i3 = P3ϴ ……………………………….…….(3.32)

Untuk hubungan delta (Δ) Gbr. 3.14 dibawah ini


33

Pengukuran Methode Aron hubungan delta (Δ)

Daya yang diukur oleh masing-masing wattmeter.

P1 = -V3 (i1 – i3)

P2 = V2 (i2 – i1)

P1+ P2 = -V3 (i1 – i3) + V2 (i2 – i1)

P1+ P2 = V3 i3 + V2 i2 - i1 (V2 + V3 )

Berdasarkan hukum kirchoff untuk tegangan :

V1 + V2 + V3 = 0

V1= - ( V2 + V3)

Subtitusi (3.34) ke (3.33) didapat

P3 ᴓ = P1 + P2 = V3 i3 + V2 i2 + V1 i1

3.2.2.2. Pengaruh cos ϴ terhadap pengukuran

Pengukuran Aron lebih efisien, karena hanya menggunakan 2 wattmeter 1 phasa. Akan tetapi perlu
hati-hati dalam merangkai peralatan, khususnya polaritas. Dengan kesalahan merangkai
memungkinkan terjadi kesalahan pengukuran.

Untuk menjelaskan masalah ini semua dapat dilihat gbr. Dibawah ini
34

Gbr 3.15

Vektor diagram method ARON

Untuk sistem seimbang tegangan V1 = V2 = V3 = V, tegangan phasa-phasa, V12 = V23 = V31 = √ 3 V

Dan arus I1 = I2 = I3 = I faktor kerja = cos ϴ

Berdasarkan gambar vektor diatas dan gambar 3.13 didapat bahwa wattmeter P 1 mengukur arus I1 dan
tegangan V13 dan wattmeter P2 mengukur arus I2 dan tegangan V23 sedangkan sudut antara I1 dan V13 =
30° - ϴ dan sudut antara I2 dan V23 = 30° + ϴ, maka :

P1 = V13 I1 cos (30° - ϴ)

P1 = √ 3 VI cos (30° - ϴ)…………………………………………………….(3.36)

Dan

P2 = V23 I2 cos (30° + ϴ)

P2 = √ 3 VI cos (30° + ϴ) …………………………………………………….(3.37)


35

Jumlah P1 + P2 = √ 3 VI cos (30° - ϴ) + P2 = √ 3 VI cos (30° + ϴ)

P1 + P2 = 3 VI cos ϴ …………………………………………………(3.38)

Jadi daya total P3ᴓ =P1 – P2 = 3VI cos ϴ……………………………………………..(3.39)

Selisih antara P1 – P2 = V3 VI cos (30° - ϴ) - cos (30° + ϴ)

P1 – P2 = V3 VI sin ϴ…………………………………………………(3.40)

P 1−P 2 V 3−VI sin ϴ


Maka =
P1+ P 2 3 VI cos ϴ
P 1−P 2 tan ϴ
= …..…………………………………………………..…………(3.41)
P1+ P 2 √3
P 1−P 2
Tan ϴ = V3 ( )
P1+ P 2
p 1+ p 2
ϴ = arc tan √ 3 ( ) …………………………………………….………(3.42)
p 1+ p 2
Untuk cos ϴ = 1 atau ϴ = 0° maka

P1 = √ 3 VI cos (30° - ϴ)

3
P1 = √ 3 VI cos (30°) = VI
2
P2 = √ 3 VI cos (30° + ϴ)

Dan arus I1 = I2 = I3 = I faktor kerja = cos ϴ

Berdasarkan gambar vektor diatas dan gambar 3.13 didapat bahwa wattmeter P1 mengukur
arus I1 dan tegangan V13 dan wattmeter P2 mengukur arus I2 dan tegangan V23 sedangkan sudut
antara I1 dan V13 = 30° - ϴ dan sudut antara I2 dan V23 = 30° + ϴ, maka :

P1 = V13 I1 cos (30° - ϴ)

P1 = √ 3 VI cos (30° - ϴ)…………………………………………………….(3.36)

Dan

P2 = V23 I2 cos (30° + ϴ)

P2 = √ 3 VI cos (30° + ϴ) …………………………………………………….(3.37)

Jumlah P1 + P2 = √ 3 VI cos (30° - ϴ) + P2 = √ 3 VI cos (30° + ϴ)

P1 + P2 = 3 VI cos ϴ …………………………………………………(3.38)
36

Jadi daya total P3ᴓ =P1 – P2 = 3VI cos ϴ……………………………………………..(3.39)

Selisih antara P1 – P2 = V3 VI cos (30° - ϴ) - cos (30° + ϴ)

P1 – P2 = V3 VI sin ϴ…………………………………………………(3.40)

P 1−P 2 V 3−VI sin ϴ


Maka =
P1+ P 2 3 VI cos ϴ

P 1−P 2 tan ϴ
= …..…………………………………………………..…………
P1+ P 2 √3
(3.41)

P 1−P 2
Tan ϴ = V3 ( )
P1+ P 2

p 1+ p 2
ϴ = arc tan √ 3 ( ) …………………………………………….………(3.42)
p 1+ p 2

Untuk cos ϴ = 1 atau ϴ = 0° maka

P1 = √ 3 VI cos (30° - ϴ)

3
P1 = √ 3 VI cos (30°) = VI
2

P2 = √ 3 VI cos (30° + ϴ)

3
P2 = √ 3 VI cos (30°) = VI
2
3 3
P3ᴓ = P1 + P2 = VI + VI = 3 VI
2 2
Daya tersebut sama dengan daya 3 phasa untuk cos ϴ = 1
* untuk cos ϴ = 0,5 atau ϴ = 60° maka

P1 = √ 3 VI cos (30° - ϴ)

P1 = √ 3 VI cos (30° - 60°)


3
P1 = VI
2

P2 = √ 3 VI cos (30° + ϴ)

P2 = √ 3 VI cos (30° + 60°)

P2 = 0
37

3 3
P3ᴓ = P1 + P2 = VI + 0= VI
2 2

Daya tersebut sama dengan daya 3 phasa untuk cos ϴ = 0,5


* untuk cos ϴ = 0 atau ϴ = 90° maka

P1 = √ 3 VI cos (30° - ϴ)

P1 = √ 3 VI cos (30° - 90°)

P1 =
√ 3 VI
2
P2 = √ 3 VI cos (30° + ϴ)

P2 = √ 3 VI cos (30° + 90°)

P2 = -
√ 3 VI
2

P3ᴓ = P1 + P2 =
√ 3 VI - √ 3 VI = 0
2 2
Daya tersebut sama dengan daya 3 phasa untuk cos ϴ = 0

Dari analisa tersebut di atas terlihat bahwa harga negatif bila cos ϴ < 0,5. Karena wattmeter
tidak dapat menunjukkan (berdefleksi) negatif, maka untuk mendapatkan harga pengukuran.

Pengukuran dengan membalik polaritas arus atau tegangan (salah satu) dari voltmeter
tersebut. Akan tetapi untuk mendapatkan harga pengukuran daya 3 phasanya, datanya yang
diukur oleh voltmeter yang dibalik polaritasnya tersebut harus bernilai negative. Dengan kata
lain untuk cos θ < 0,5 harga 3 phasa sama dengan selisih dari harga P 1-P2 nya. Oelh karena itu
pada pengukuran daya 3 phasa baik yang menggunakan cara Axon atau dengan wattmeter 3
phasa, perlu diperhatikan polaritas dari arus maupun tegangannya. Kesalahan dalam
menentukan polaritas dalam rangkaian dapat mengakibatkan kesalahan pengukuran.
Pengukuran daya 3 phasa dapat juga memakai 1 wattmeter 1 phasa dengan memakai prinsip
Aron tersebut. Rangkaian pengukuran tersebut dapat dilihat pada gambar 3.16 dibawah ini:

Analisa vector dari rangkaian tersebut dapat dilihat pada gambar 3.17 dibawah ini:
38

Diagram vector pengukuran daya 3 phasa dengan 1 wattmeter 1 phasa.

Pada saklar S pada posisi 1 wattmeter mengukur daya sebesar:

P1 = V13 I1 cos ( 30 °−φ )

P1 = √ 3 V I cos ( 30 °−φ )

Sedang saklar S pada posisi 2, wattmeter mengukur daya sebesar:

P2 = V12 I1 cos ( 30 ° +φ )

P2 = √ 3 V I cos ( 30 ° +φ )

Maka;

P1 + P2 = √ 3 V I { cos ( 30−φ ) + cos ( 30+ φ )


P3∅ = P1 + P2 = 3 V I cosφ

3.3 PENGUKURAN DAYA SEMU (VAR)

Pengukuran daya semu (VAR) dapat dilakukan baik untuk 1 phasa maupun 3 phasa dengan VAR
meter atau dengan wattmeter. Pada prinsipnya baik memekai VAR meter atau wattmeter adalah sama,
bedanya terletak pada macam rangkaian dan komponen tambahan yang dipakai pada VAR meter,
yaitu phase shifter.

Pada pengukuran daya semu satu phasa bila dilakukan dengan wattmeter harus di berikan komponen
L atau C guna mengubah beda sudut phasa sebesar 90° .

Pengunaan L atau C tergantung macam bebannya. Bila beban bersifat induktif (arus terbelakang
terhadap tegangan) maka komponen yang dipakai harus L demikian sebaliknya bila bahan kapasitif,
komponen tambahannya adalah C. Penambahan komponen ini dipasang seri dengan kumparan
tegangan dari wattmeter. Untuk lebih jelas dapat dilihat gambar 3.18(a) & (b).
39

3.18 a. rangkaian pengukuran beban induktif.

3.18 b. Disusun vector.

Pengukuran daya semu 3 phasa dapat dilakukan dengan berbagai macam cara, antara lain :

a) Dengan wattmeter 3 biasa dengan bantuan outotrafo tegangan yang dihubungkan sebagai
delta terbuka (open-delta). Sistem delta terbuka ini berfungsi sebagai phasa shifter
(penggeseran phasa). Dalam hal ini perlu juga diperhatikan pengan polaritasnya.
b) Cara lain yang masih memakai penggeser phasa delta terbuka adalah menggunakan prinsip
Aron. Hanya saja tegangan yang diambil untuk kumparan tegangan kedua wattmeternya dari
delta terbuka tersebut, rangkaian lengkapnya dapat dilihat pada gambar 3.19 dibawah ini:

c) Pengukuran yang lebih sederhana yaitu dengan menggunakan rangkaian Aron 2 wattmeter.
Prinsip yang dipakai adalah :
Daya semu 1 phasa = V I sin φ
Daya semu 3 phasa = 3 V I sin φ
40

Dari pers (3.40) didapat bahwa :


P1-P2 = √ 3 V I sin φ maka daya semu 3 phasa
Q3∅ = 3 V I sin φ
Q3∅ = √ 3 ( √ 3 V sin φ ¿
Q3∅ = √ 3 ( P1-P2)….(3.43)
d) Pengukuran daya semu 3 phasa dengan 1 wattmeter 1 phasa. Rangkaiannya seperti gambar
3.20 dibawah ini

e) Pengukuran yang lebih sederhana yaitu dengan menggunakan rangkaian Aron 2 wattmeter.
Prinsip yang dipakai adalah :
Daya semu 1 phasa = V I sin φ
Daya semu 3 phasa = 3 V I sin φ

Dari pers (3.40) didapat bahwa :


P1-P2 = √ 3 V I sin φ maka daya semu 3 phasa
Q3∅ = 3 V I sin φ
Q3∅ = √ 3 ( √ 3 V sin φ ¿
Q3∅ = √ 3 ( P1-P2)….(3.43)
f) Pengukuran daya semu 3 phasa dengan 1 wattmeter 1 phasa. Rangkaiannya seperti gambar
3.20 dibawah ini

Contoh soal:

1) Suatu pengukuran daya searah dilakukan dengan Voltmeter amperemeter yang mempunyai
tahanan sebesar : Rv = 20kΩ; Ra = 0,04 Ω. Rangkaian pengukuran seperti gambar 3.2(a) &
(b) didapat pada masing-masing rangkaian harga I = 10 A & V = 220 Volt.
41

Hitung daya sebenarnya yang diserap oleh beban!

Jawab:

Daya pengukuran =IxV

= 10 x 220 = 2200 Watt.

Untuk rangkaian seperti Gbr. 3.2 (a)

Daya sebenarnya = Daya pengukuran – rugi-rugi pada voltmeter.

V2
= 2200 -
Rv

2202
= 2200 -
20.000
48.400
= 2200 –
20.000
= 2200 – 1.21

= 2198,79 Watt.

Untuk rangkaian seperti Gbr. 3.2 (b)

Daya sebenarnya = Daya pengukuran – rugi-rugi pada amperemeter.

= 2200 – I 2 Ra

= 2200 – ¿ ¿)

= 2200 –4

= 2196 Watt.

2) Suatu sistem bolak-balik 1 phasa mempunyai beban dengan cos ϕ = 0,5 , tegangan dan arus
beban adalah 220 volt, 40 Ampere. Berapa besar kesalahan pengukuran energi dalam 1 tahun
bila beban konstan dan kesalahan sudut phasa pada kumparan tegangan (ß) = 1 o.

Jawab:

Daya yang diukur = V x I x cos ϕ watt

= 220 x 40 x 0,5 watt.

Energi dalam 1 tahun (8760):

= 4400 x 8760 watt jam

= 38,544 MW jam

Cos ϕ = 0,5  ϕ = 60o, berdasarkan kurva Gbr. 3.4 untuk ß = 1o & Q = 60o maka faktor
koreksi = 0,97 atau 97%  kesalahan = 3%.

Jadi kesalahan pengukuran energi:

= 3% x 38,544 MW jam
42

= 1.156 KW jam.

3) Suatu pengukuran daya motor 3 phasa dengan cara ARON didapat wattmeter 2 sebesar 10
KW.
a) Bila kedua wattmeter
menunjukkan harga
positip, berapa daya dan
cos ϕ beban.
b) Bila salah satu
wattmeter dihubungkan
dengan polaritas terbalik
berapa daya dan cos ϕ beban.

Jawab:

a) P1 = 30 KW.
P2 = 10 KW.
P3ϕ = P1 + P2 = 30 + 10 = 40 KW.
P1 - P2 = 30 - 10 = 20 KW.
Dari pers. 3.42
( P1−P2)
ϕ = arctan √ 3
( P 1+ P 2)
(20)
ϕ = arctan √ 3
(40)
ϕ = arctan √ 3 x 0,5
ϕ = 40,89o
Cos ϕ = cos 40,89o = 0,756.
b) Bila salah satu wattmeter. (P2) berpolaritas terbalik maka :
P2 = -10 KW.

Jawab:

a) P1 = 30 KW.
P2 = 10 KW.
P3ϕ = P1 + P2 = 30 + 10 = 40 KW.
P1 - P2 = 30 - 10 = 20 KW.
Dari pers. 3.42
( P1−P2)
ϕ = arctan √ 3
( P 1+ P 2)

4) Suatu pengukuran dari beban 3 phasa 220/380 V seimbang seperti gambar dibawah ini. Pada
saat kontak K pada posisi 1 wattmeter menunjukkan 15.000 watt, bila K pada posisi 2
wattmeter menunjukkan harha 20.000 watt.
a) Berapa sudut phasa beban?
b) Berapa arus beban?

Jawab :

Untuk lebih jelas dapat dilihat diagram vektor dibawah ini:


43

VRT
VR

IR VT
ϕ
VST
IT ϕ IS
VT ϕ
VS

P1 = VRT . IR . cos ( 30o – ϕ ) = 15.000

P1 = VRT . IR . (cos 30o cos ϕ + sin 30o sin ϕ) = 15.000

P1 = VRT . IR . (1/2 √ 3 cos ϕ + 1/2 sin ϕ) = 15.000

P1 = VRT . IR . (√ 3 cos ϕ + sin ϕ) = 30.000

P2 = VST . IR . cos ( 90o – ϕ ) = 20.000 = VST . IR . sin ϕ

Bila VRS = VST VTR maka :

P 1 V RT . I R .( √ 3 cos ϕ+ sin ϕ) 30.000


= =
P2 V RT . I R . sin ϕ 20.000

√ 3 cotg ϕ + 1 = 1,5

√ 3 cotg ϕ = 0,5
cotg ϕ = 0,288

tan ϕ = 3,46

ϕ = arc tan 3,46

ϕ = 73,89o

P2 = VST . IR . sin ϕ = 20.000

20.000
IR =
V ST sin ϕ
20.000
IR = = 54,78 A
380 sin73,89
1) Suatu pengukuran daya 1
2) phasa dengan 3
3) Amperemeter seperti gambar 3.9 didapat I1 = 25 A , I2 = 7 A, I3 = 20 A, R = 30 A. Hitung cos
ϕ dan daya pemakaian !
44

Jawab :

Dari pers. (3.24) & (3.26) didapat :

I 12−I 22−I 32
Cos ϕ =
2. I 2. I 3

252−72 −202
Cos ϕ =
2 x 7 x 20
Cos ϕ =0.628

BAB IV

PENGUKURAN TAHANAN

4.1. PENDAHULUAN:

Pengukuran tahanan suatu penghantar / isolasi sangat berguna untuk menentukan kualitas dari
penghantar / isolasi tersebut. Dengan diketahuinya tahanan penghantar berarti dapat menentukan rugi-
rugi energi yang dapat terjadi selama penghantar tersebut dilalui arus, serta dapat ditentukan besar
tegangan jatuh yang akan terjadi. Penghantar yang baik mempunyai koefisien resistivitas ρ yang kecil.

Sampai saat ini jenis penghantar yang dipakai adalah tembaga dan alumunium, Karena dari kedua
jenis logam tersebut yang mempunyai ρ kecil. Kelemahan dari keduanya adalah mempunyai kekuatan
Tarik yang kecil.

Oleh Karena itu jenis penghantar untuk saluran transmisi diberi tambahan kekuatan Tarik dari baja
yang biasa disebut ACSR ( Alumunium Cable Steel Reinforced). Beda halnya pada isolasi, tahanan
isolasi diusahakan sangat besar, Karena harus mampu menahan tegangan kerja dengan baik.

Karena dalam sistem tenaga listrik dikenal berbagai macam tahanan, maka dalam pengukurannya juga
harus bermacam-macam juga. Prinsip pengukuran untuk tahanan kecil sangat berbeda dengan prinsip
pengukuran untuk tahanan besar.

Untuk dapat melakukan pengukuran dengan baik perlu adanya klasifikasi besar tahanan.

Klasifikasi tahanan tersebut adalah :

a). Tahanan kecil yaitu tahanan yang besarnya lebih kecil dari 1 ohm.

b). Tahanan sedang yaitu tahanan yang besarnya antara 1 ohm sampai dengan 100.000 ohm.

c). Tahanan besar yaitu tahanan yang besarnya lebih besar dari 100.000 ohm.

(I 12−I 22−I 3 2) R
4.2. PENGUKURAN TAHANAN P1ϕ = KECIL
2

(252 −72−202 )30


P1ϕ =
2

P1ϕ = 2640 Watt


45

Pengukuran tahanan kecil perlu memakai sistem yang teliti, Karena kesalahan tahanan yang
kecil misalnya : tahanan kawat kawat penyambung, tahanan kontak dapat mempengaruhi hasil
pengukuran. Kesalahan sebesar 0,005 ohm pada pengukuran tahanan sedang 100 ohm tidak sangat
berarti dibandingkan bila tahanan yang diukur 0,2 ohm.

Metode yang dapat digunakan untuk mengukur tahanan kecil tersebut adalah :

a). Methoda Voltmeter – Amperemeter.

b). Jembatan Thomson.

c). Potensiometer (akan diterangkan tersendiri).

4.2.1 METHODE VOLTMETER – AMPEREMETER.

Methode ini menggunakan prinsip tegangan jatuh dari suatu konduktor yang dialiri arus. Untuk itu
diperlukan 4 terminal, yaitu 2 untuk terminal arus dan 2 untuk terminal tegangan. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat Gbr. 4.1 dibawah ini :

Gbr. 4.1.

Pengukuran tahanan kecil dengan

Voltmeter Amperemeter

Tahanan yang diukur pada Gbr. 4.1 tersssebut diatas biasanya spotong kabel / kawat penghantar,
untuk diktahui tahanan per satuan panjangnya untuk suatu diameter tertentu.

Bila I = arus kerja / arus yang melalui amperemeter.

IV = arus yang melalui Voltmeter.

RV = tahanan dalam Voltmeter.

V
RP = tahanan pengukuran =
I
IR = arus yang lewat tahanan yang diukur.

Maka :
46

V
Iv= I =Ir+ Iv
Rv
V
Tahanan pengukuran : Rp=
I
V
Rp=
Ir+ Iv
V
Rp=
V V
+
R Rv
R
Rp=
R
1+
Rv
R . Rp
+ Rp=R
Rv
R . Rp
Rp=R−
Rv
Rp
Rp=R (1− )
Rv
Rp
R=
Rp ………. …… …….. ( 4.1 )
(1− )
Rv
Untuk suatu tahanan kecil umumnya harga :

Rp << Rv maka

Rp
R=Rp (1+ ) ……..…………… ( 4.2 )
Rv
4.2.2. JEMBATAN THOMSON

Prinsip jembatan Thomson hampir sama dengan jembatan wheatstone, hanya saja untuk
mencapai keseimbangan lebih diperhalus beda tegangannya. Rangkai dari jembatan Thomson dapat
dilihat pada Gbr. 4.2 dibawah ini :
47

Gbr. 4.2

Jembatan Thomson

Dari Gbr. 4.2 terlihat terdapat 2 ratio (perbandingan tahanan) yaitu m, n dan p, q yang akan diatur
untuk mendapatkan keseimbangan yang didetekdi oleh galvanometer.

Ratio p, q untuk mengeliminasi kesalahan kontak antar r dengan x dan R. x tahanan yang diukur dan
R tahanan standard. Pada keadaan seimbang galvanometer menunjuk nol berarti tidak terjadi
perbedaan tegangan antara c dan G.

Bila dilihat pada titik referensi yang sama yaitu a maka :

Vad=Vapc
m
Vad= Vab
m+ n

m p+q ) r
Vad= ( m+n ) I {R+ X + ( (p+q +r )
} …………… ( 4.3 )

Vad=Vap+Vpc
Vap=I X
p
Vpc=( )Vpq
p+q
( p+ q ) r
Vpq=I { Vab
p +q+ r

p ( p+ q ) r
Vpc= ( )
p+q
I{
p +q+ r
}

p+ q ) r
Vapc=I X + I ( p+qp ) { (p+q+ r}

p+ q ) r
Vapc=I X +[ ( p+qp ) { (p+q+ r }]
…………….. ( 4.4 )

Dalam keadaan seimbang Vad = Vapc ; maka :


48

qr
X =X R+ ¿) ……………. ( 4.5 )
p+ q+r

m p m p
Jika = maka − =0
n q n q
m
X= .R
n
X m p
= = ……………. ( 4.6 )
R n q
m p
Efek dari r tidak akan berpegaruh selama harga kedua ratio = . Bila harga kedua ratio tidak
n q
sama maka pers (4.5) dapat dipakai hanya saja diusahakan harga r yang sangat kecil. Untuk
menghilangkan adanya g.g.l thermos kopel dapat dilakukan dengan membalik polaritas sumbernya.

4.3. PENGUKURAN TAHANAN SEDANG

Methode pengukuran tahanan sedang adalah :

a). Methode Voltmeter – Amperemeter.

b). Methode Substitusi.

c). Jembatan wheatstone.

Ketiga methode ini yang akan dibicarakan, selain itu masih ada yaitu methode langsung
dengan ohmmeter yang tidak dibicarakan.

4.3.1. METHODE VOLTMETER – AMPEREMETER

Rangkaian pengukuran methode ini seperti Gbr. 4.3(a) dan (b).

Gbr.
4.3

Pengukuran tahanan sedang dengan

Voltmeter – Amperemeter
49

Dalam pengukuran ini akan didapatkan harga :

V
Rp=
I
Dimana Rp = tahanan pengukuran.

V = teganagan yang ditunjukkan Voltmeter.

I = arus yang ditunjukkan amperemeter.

Akan tetapi harga sebenarnya bukan R akan tetapi harus perlu dikoreksi tergantung dari macam
rangkaiannya.

Untuk Gbr.4.3. (a) bila Ra = tahanan amperemeter ; maka :

Va = I Ra = tegangan jatuh pada amperemeter.

V =Va+ Vr
V Va+Vr
Rp= =
I I
I Ra+ I R
Rp= =R+ R
I
Harga sebenarnya R= Rp – Ra …………………… (4.7)

Untuk rangkaian seperti pada Gbr.4.3(b) dapat diturunkan sebagai berikut :

V
Iv=
Rv
dimana : Iv = arus yang lewat voltmeter

Rv = tahanan dalam voltmeter

Rp = V/I

V
Rp=
Ir+ Iv
V
Rp = V V
+
R Rv
R
Rp = R
1+
Rv
Seperti bab sebelumnya maka :

Rp
R= Rp
1−
Rv
Untuk Rp <<< Rv
50

R = Rp (1+Rp/Rv) …..(4.8)

4.3.2. METHODA SUBSTITUSI

Rangkaian method ini seperti Gbr.4.4 dibawah ini :

Gbr.4.4

Methoda Substitusi

Methoda ini sangat sederhana dan mempunyai ketelitian yang tinggi.Masalah yang mempengaruhi
pengukuran adalah tegangan sumbu diusahakan konstan selama pengukuran. Sistem ini banyak
dipakai pada sistem jembatan atau pada pengukuran sistem bolak-balik frekuensi tinggi.

Prosedur pengoperasian adalah sebagai berikut :

-Switch K pada posisi 1 atau tahanan r agar amperemeter menunjukkan suatu skala tertentu.

-Switch K pindah ke posisi 2,dengan r tetap seperti di atas atau atur tahanan standar S sehingga
amperemeter menunjukkan arus seperti sebelumnya.

-Harga R=S.

4.3.3.JEMBATAN WHEATSTONE

Salah satu cara untuk mengukur tahanan sedang yaitu dengan jembatan Wheatstone.
Rangkaian sistem jembatan ini seperti Gbr.4.5 di bawah ini :
51

Gbr.4.5

Jembatan Wheatstone

Dari gambar 4.5 diatas terdapat 4 cabang masing-masing P,Q,R,S, dimana cabang P.Q disisipkan
cabang ratio (perbandingan),R tahanan yang diukur & S tahanan standard dan E sumber tegangan.

Deteksi keseimbangan digunakan galvanometer G. Dalam keadaan seimbang galvanometer G


menunjuk nol atau Ig = 0,berarti tidak ada beda tegangan antara terminal C & D. Bila diambil titik
referensi A maka :

Vad = Vac

I1.P = I2.R …….. (4.9)

Untuk ig = 0 maka I1 = I3 & I2 = I4

E
I 1=I 3=

I 2=I 4=
P+Q
E
R +S
}
………………………..(4.10)

Substitusi (4.10) ke (4.9) didapat :

EP ER
=
P+ Q R+ S
P R
=
P+ Q R+ S
P(R+S) = R(P+Q)

PR + PS = PR +RQ

PS= RQ

R P
= …………… …(4.11)
S Q
P
R = .S ………….(4.12)
Q
Oleh karena itu P,Q disebut cabang ratio.Kelihatannya dari pers. (4.11) & (4.12) sistem
jembatan Wheatstone ini sangat sederhana.

Akan tetapi bila ditelaah lebih dalam banyak sekali faktor yang mempengaruhi tingkat keakuratan dari
jembatan ini.Untuk itu perlu dibahas hubungan antara sensitivitas arus (Si) atau sensitivitas tegangan
(Sv).
52

4.3.4.HUBUNGAN SENSITIVITAS GALVANOMETER (Si,Sv) DENGAN SENSITIVITAS


JEMBATAN Sj.

Yang dimaksud sensitivitas jembatan (Sj) ini adalah sampai berapa besar terjadinya sudut
defleksi galvanometer (Ø) bila pada tahanan yang diukur berubah dari R menjadi R +ΔR ,maka :

EP
Vad = I1 . P =
P+ Q
Vac = I2 (R + ΔR)

E( R+ ΔR )
Vac =
R+ ΔR+ S
Akibatnya terjadi perbedaan tegangan antara :

Vac – Vad = e

R+ ΔR P
e=E - …………………. (4.13)
R + ΔR +S P+ Q
P R
Karena dalam keadaan seimbang = maka :
P+ Q R+ S

e=E { R+R+ΔR+ΔR S − R+R S }


ΔR
e=
ER
R +S
1+
R
{ }
ΔR
RS
1+
−1

Untuk ΔR <<< R+S maka :

ER
e=e≈ ¿
R +S
Bila untuk orde 2 diabaikan maka :

ER ΔR ΔR
e≈
R +S {( 1+
R)(
1−
R+ S ) }
−1

ER ΔR ΔR Δ R2
e≈ (1- + − −¿ 1)
R +S R +S R R (R+ S)

ER ΔPR+ ΔRR+ ΔRS− Δ R2


e≈ ( )
R +S R(R+ S)

Untuk Δ R 2 diabaikan maka :


53

ER ∆ RS
e ≈ {
R +S R(R +S ) }
e≈
E ∆ RS ………………………….(4.14)
¿¿

Sensitivitas tegangan galvanometer Sv = Ø/e

Dimana Ø = defleksi galvanometer

Ø = Sv.e

Ø=
Sv . S . E . ΔR ………..(4.15)
¿¿

Sensitivitas jembatan Sj = ……….(4.16)
R/R
Substitusi (4.15) ke (4.16) didapat :

Sj =
Sv . S . E . ΔR
¿¿

Sj =
Sv . S . E . R ……………………….. (4.17)
¿¿

Sj =
Sv . E .
¿¿
Sv . E
Sj = R S …………………………(4.18)
+2+
S R
sDari persamaan 4.18 dapat diuraikan sebagai berikut :

-Sensitivitas jembatan Sj menjadi besar bila sensitivitas tegangan galvanometer Sv juga besar.

-Sj besar jika sumber tegangan E juga besar.

-Sj mencapai maksimum bila penyebut minimum.Penyebut minimum bila harga :

R S
= =1 ,karena dalam keadaan seimbang .
S R
P R P
= maka =1, berarti cabang ratio P,Q harus sama besarnya.
Q S Q
Pengaruh sensitivitas arus galvanometer terhadap sensitivitas jembatan dapat diuraikan dengan
pertolonga teori Thevenin. Dengan Thevenin dapat dicari berapa besar arus ig yang mengalir melalui
galvanometer akibat adanya perubahan tahanan sebesar ΔR dari keadaan seimbang.Teori Thevenin
dari gambar 4.5 untuk terminal CD dapat dilihat seperti Gbr.4.6 dibawah ini:
54

(a)

(b)

Gbr.4.6.

Teorema Thevenin

Gambar 4.6(a) untuk mencari tahanan Ro dilihat dari CD dengan sumber tegangan dihubungkan
singkat sedang gbr. 4.6(b) rangkaian ekuivalen Thevenin dari jembatan Wheatstone. Dengan
perubahan tahanan sebesar Δ akan terjadi beda tegangan antara C-D

e=

e = I2 R – I1 P

ER ❑
e= -
R +S P+ Q

❑ P
e=E - ………………………………………………………….(4.19)
R +S P+ Q

Dari gbr.4.6.(a) didapat :

RS
Ro = …………………………………………….…...(4.20)
R +S
Dari gbr.4.6.(b) didapat :

e
ig = ………………………………………………………………..(4.21)
Ro+ Rg
dimana Rg = tahanan dalam galvanometer.

❑ θ
Sensitivitas arus galvanometer k = sedang sensitivitas tegangan galvanometer Sv =
ig e
55

Dengan mensubstitusikan ke pers.(4.21) didapat :/

θ (Ro+ Rg)θ
Si = =
e / ( Ro+ Rg ) e
Si = Sv (Ro + Rg)

Si
Sv = ………………………………………………………………(4.22)
(Ro+ Rg)
Persamaan (4.22) dimasukkan ke (4.15) didapatkan :

Si E 5 Δ
θ= ………………………………………………………(4.23)
( Ro+ Rq ) ( R +S )2
Masukkan (4.16) ke (4.23) didapat :

Si . E . R
Sj =
( Ro+ Rg )( R+ S )2
Si E
Sj = R S ……………………………………………………...(4.24)
( Ro+ Rg )( +2+ )
S R
Dari pers. (4.24) terlihat adanya kesamaan dengan (4.18), berarti sensitivitas jembatan juga
dipengaruhi oleh sensitivitas arus, serta tahanan dalam galvanometer dan tahanan-tahanan yang
dipakai/diukur.

Tahanan dalam galvanometer Rg yang kecil akan memperbesar sensitivitas jembatan, berarti
galvanometer akan menunjukkan simpangan bila tidak terjadi keseimbangan yang kecil sekalipun.

Dengan uraian diatas dapat diketahi bahwa dalam pengoperasian jembatan Wheatstone diusahakan
P
cabang ratio = 1.
Q
Hal ini sangat tergantung tahanan yang diukur tahanan standarnya, bila tahanan yang diukur masuk
dalam daerah tahanan standard maka usaha tersebut diatas dapat dilakukan.

Akan tetapi hal tersebut tidak selalu terjadi dalam pengukuran. Hal-hal lain yang perlu diperhatikan
agar mendapatkan kepresisian yang tiggi antara lain :

- Tahanan kawat penghubung, dalam hal ini diusahakan sependek mungkin kawan/penghantar
yang digunakan.
Kita ketahui bahwa tiap penghantar selalu mempunyai tahanan yang berbanding lurus dengan
panjang penghantar.
- Efek Thermo Electric yaitu adanya g.g.l. akibat panas
- Karena arus yang diinginkan berorde mikroampere, maka kesalahan akibat arus bocor sangat
dapat berpengaruh terhadap hasil pengukurannya. Untuk mengatasi kesalahan ini ditambah
suatu “guard circuit” yang rangkaiannya seperti gbr. 4.7(b).
- Arus bocor akan melalui guard circuit, sedang arus yang melalui tahanan yang diuji dideteksi
oleh µ ampermeternya.
- Dengan demikian harga tahanan isolasi dapat dinyatakan sebagai berikut :
56

V
R =
Ir

…………………………………………………………………(4.25)
Dimana R = tahanan isolasi yang diuji.
V = tegangan uji/ditunjukkan oleh voltmeter.
Ir = arus yang ditunjukkan oleh µ ampermeter.
Ib = arus bocor / lewat guard circuit.
Representasi rangkaian dari suatu pengukuran tahanan isolasi kaber seperti gbr. 4.6 &
4.9 dibawah ini :

Gbr. 4.8
Pengukuran tahanan isolasi kabel dengan metal sheath
57

Gbr, 4.9

Pengukuran tahanan isolasi kabel tanpa metal sheath

Pada kedua system pengukuran gbr. 4.8 & 4.9 tersebut keduanya menggunakan guard
circuit untuk mengatasi kesalahan pengukuran akibat arus bocor.

4 . 4 . 2. METODA PELEPASAN MUATAN:

Metode ini menggunakan kapasitor yang dipasang parallel dengan tahanan yang akan diukur
dan sumber tegangan searah. Pada saat kontak ditutup terjadi pemuatan kapasitor sampai tegangan
kapasitor sama dengan tegangan sumber. Saat kontak dibuka terjadi pelepasan muatan melalui
tahanan yang diukur, sehingga dapat diukur juga tegangan jatuh pada tahanan tersebut.

Bila V = tegangan mula kapasitor.

v = tegangan jatuh pada R (fungsi waktu).

q = muatan yang lewat pada saat t detik.

R = tahanan yang diuji.

C = kapasitor.

Maka :

i =-
dq ……………………………………………………………………….(4.26)

q =CV

dideferensiir partial dq = C dv + v dc

Karena C konstan  dc = 0 

Substitusi (4.27) ke (4.25)

C dv
i=- …………………………………………………………………………..(4.28)
dt
V
i= …………………………………………………………………………..(4.29)
R
(4.28) = (4.29)

V dv
=-C
R dt
V dv
+C =0
R dt
Solusi v = K e-t/RC

t =0 v=V
58

v = K e-0/RC = K

V =K

v = V e-t/RC

V
= et/RC
v
V t
ln =
v RC
t
R = V ……………………………………………………………………
C ln
v
(4.30)

0.4343 t
Atau R = V ………………………………………………………………...(4.31)
C log
v
Kurva tegangan v terhadap waktu t atau ln v terhadap waktu t seperti gbr. 4.11 (a) & (b)

Untuk tahanan yang lebih kecil , waktu yang diperlukan untuk dapat mendeteksi penurunan
tegangan juga kecil , sehingga dalam menganalisa hasil pengukuran lebih baik.
Tetapi bila tahanan yang diukur besar sekali waktu yang digunakan untuk mendeteksi penurunan
tegangan juga lama , bahkan kelihatannya menunjukkan kurva yang datar.
Dengan demikiran banyak terjadi kesalahan dalam pengukuran ini. Untuk mengatasinya dapat
dilakukan dengan mencari besar penurunan tegangan yang terjadi untuk suatu interval waktu dengan
galavanometer. Bila tegangan Galvanometer sebesar e berarti :

e=V–v

v=V–e

0,4343 t
R= V ………………………………………………… (4.32)
C ln
V −e
59

log
Untuk ini sebaiknya kurva yang dipakai ada kurva → terhadap waktu t seperti gbr.4.11
ln
(b).

Hasil pengukuran di atas mendekati harga benar bila tahanan Voltmeter yang dipakai sangat besar dan
tidak ada tahanan bocor dari kapasitor yang dipakai. Sebagai contoh bila yang ada hanya tahanan
bocor kapasitor R1, maka rangkaian ekivalennya seperti gambar 4.12 dibawah ini

Untuk itu dilakukan 2 kali pengujian, yaitu pengujian pertama dengan memasang R dan R 1 dengan
demikian :

0,4343 t
R’ = ……………………………………………..(4.33)
C log V /v
R . R1
R’ = …………………………………………………………………(4.34)
R + R1

Pengujian kedua dengan membuka R , berarti data yang didapat langsung R 1 . Dengan diketahuinnya
R1 dan R’ akan didapat R.

4.4.3. JEMBATAN MEGA OHM :

Prinsip dasar jembatan mega ohm ini sama dengan jembata wheatstone , hanya saja perlu
adanya tambahan guard circuit untuk mengurangi kesalahan. Diagram tahanan beserta guard
circuitnya dapat dilihat gbr.4.13 dibawah ini :
60

Guard circuit dihubungkan di G, Rangkaian jembatan yang tidak memakai guard circuit (gbr4.14) dan
yang memakai guard circuit (gbr.4.15) seperti dibawah ini:

Misalkan dalam pengukuran tanpa guarg circuit, sedang harga tahanan antara terminal A – B ; A – G
dan B – G masing-masing 100mΩ , maka tahanan yang diukur/dirasakan oleh jembatan tersebut
adalah :

R AB (R AG + RGB ) 100 X 200


= =67 MΩ
R AB+ R AG + RGB 100+100+ 100

Sedang seharusnya tahanan yang dirasakan oleh jembatan 100 MΩ , disini berarti terjadi
kesalahan sampai 30%. Dengan memasang guard circuit yaitu mengembungkan hokum G dan d
(gbr.4.15) berarti cabang a – d parallel dengan R GB. Tahanan yang diukur tetap RAB sebesar 100MΩ.
Untuk tahanan cabang a.d yang kecil 100kΩ = 0,1 MΩ

0,1 x 100
Rad // RAG = ≈ 0,1 MΩ≈ 100 kΩ
100+0,1
Berarti cabang a-d tidak banyak terjadi perubahan R BG yang parallel dengan galvanometer
mempengaruhi hasil pengukuran, hanya saja sensitivitas jembatan menurun.
61

Dari uraian diatas dapat dilihat bahwa tahanan yang diukur masih tetap harganya sedang cabang-
cabang lain tidak banyak terjadi perubahan. Dengan demikian, system guard circuit dapat
memperbaiki hasil pengukuran tahanan besar.

4.4.4. PENGUKURAN TAHANAN ISOLASI KABEL PADA JARINGAN YANG SEDANG


OPERASI PADA TEGANGAN SEARAH.

Pada beberapa kasus system tegangan searah, pengukuran tahanan isolasi kabel dapat
dilaksanakan secara langsung tanpa membuat system harus mati.

Gambar 4.16 dibawah ini menyatakan system pengukurannya:

Pengukuran dilakukan 2 kali yaitu pengukuran tegangan antara positip dan tanah seperti gbr.4.16(a)
dan pengukuran tegangan antara negative dan tanah seperti Gbr.4.16(b).

R1 = tahanan isolasi kabel feeder positip terhadap tanah

R2 = tahanan isolasi kabel feeder negative terhadap tanah.

Rv = tahanan voltmeter.

V1 = tegangan antara feeder positip terhadap tanah

V2 = tegangan kerja antara feeder positip dan negatip

Dari gbr.4.16(a) di dapat:


62

R1 RV
E = I1 (R2 + )
R 1+ R V

R 1 RV + R 1 R2 + R2 RV
E = I1 ( )
R 1+ R V

R1 RV
V1 = I1 ( )
R 1+ R V

E R1 R V + R 1 R 2 + R 2 R V
= ……………………………………………… (4.35)
V1 R1 R V

Dari gbr.4.16(b) didapat:

R2 RV
E = I2 (R1 + )
R 2+ R V

R 1 RV + R 1 R2 + R2 RV
E = I2 ( )
R 2+ R V

R2 RV
V2 = I2 ( )
R 2+ R V

E R1 R V + R 1 R 2 + R 2 R V
= ……………………………………………….(4.36)
V1 R2 R V

Dari persamaan (4.35) & (4.36) didapat:

V 2 R2
=
V 1 R1

V2
R2 = R1
V1

atau: ……………………………………..(4.37)

V2
R2 = R1
V1

Substitusi (4.37) ke (4.35):

R2
E R 2 R v + R 1 (R1 + R v )
= V1
V1
R1 R v

R v. E = R v V 1 + R1 V 2 + R v V 2

R v { E−( R2 + Rv ) }
R1 = …………………………………(4.38)
V2
63

Substitusi (4.37) ke (4.36):

V1
E R 2 ( R2 + R v ) + R 2 . Rv
= V2
V1
R2 Rv

R v. E = R v V 1 + Rv V 1+ R v V 2

R2. V 1 = R v ¿

R2. V 1 = R v ¿ ¿ …………………………….(4.39)

Pengukuran ini berhasil baik bila tahanan voltmeter R v besar sekali & besar tahanan yang diukur lebih
besar dari 2 M ohm.

Pengukuran ini tidak dapat dilakukan bila salah satu dari feedernya ditanahkan.

SOAL – SOAL :

1) Suatu tahanan kecil diukur dengan jembatan Thomson seperti gambar 4.2. dalam keadaan
seimbang didapat harga-harga sebagai berikut :

Cabang ratio m, n masing-masing 100, 24Ω & 200Ω

Cabang ratio p, q masing- masing 100, 31Ω & 200 Ω

Tahanan standar R = 100,3 μΩ

Tahanan penghubung r = 700 μΩ. Hitung tahanan X !

JAWAB :

Dari pers. (4.5) didapat :

m qr m p
X= R+ ( − )
n p+ q+r n q

100,24 200 x 700 x 10−6


X=
200
x 100,3 x 10−6 +
{
100,31+200+700 x 10−6 }
{100,24
200

100,31
200 }

100,24 700 x 10−6


X= x 100,3 x 10−6 - x 0,07
200 300,31
X = 49,97 μΩ

2) Pengukuran tahanan sedang seperti gbr 4.3(a) & (b) tahanan dalam ampere meter 0,01 Ω dan
tahanan dalam Voltmeter 2kΩ . Bila pada percobaan seperti gambar 4.3 (b) didapat I=2 A & V =
180 Volt.
a) Hitung harga tahanan sebenarnya !
64

b) Berapa presentase kesalahan terhadap hasil pengukuran yang benar ?


c) Bila arus tetap I = 2A dan rangkaian seperti pada gbr 4.3 (a). Hitung tegangan yang diukur
Voltmeter !

JAWAB :

V
a) Rp =
I
180
Rp = = 90Ω
2
V
Arus lewat Voltmeter I v=
Rv
180
Iv = = 0,09 A
2000

Arus lewat tahanan I R = I -I V

I R = 2 – 0,09 = 1,91 A

V 180V
Tahanan sebenarnya R= = = 94,3Ω
I R 1,91 A

R P −R
b) Prosentase kesalahan = x 100%
R
90−94,3
= x 100%
94,3
= -4,56 %

c) Tegangan yang ditunjukkan oleh Voltmeter :


V = V A +V R
V = I ( Ra +R)
V = 2 (0,01 + 94,3)
V = 188,62 Volt

3) Pengukuran tahanan isolasi kabel dengan method pelepasan muatan, suatu Voltmeter elektrostatik
digunakan pada pengukuran ini dan kapasitor sebesar 6 x 10−4µΩ.
Tegangan awal 250 Volt, setelah discharge selama 1 menit tegangan turun menjadi 92 Volt.
Hitung tahanan isolasi kabel :

JAWAB : Persamaan (4.3)

0,4343.t
R= V
C log
V
0,4343 x 60
R= 250
6 x 10−10 log
92
R = 100.000 MΩ
65

4) Suatu Voltmeter 250 V dengan tahanan dalam sebesar 250 x 1000Ω/ Volt. Pengukuran tahanan
isolasi kabel dalam keadaan kerja didapat.
Tegangan sumber (feeder positip – negatip) = 218 V
Tegangan feeder positip – tanah = 188 Volt dan
Tegangan feeder negatip – tanah = 10 Volt.
Hitung tahanan isolasi kabel feeder positip dan negatip !

JAWAB :

RV = 250 x 1000Ω

RV = 250 kΩ

Persamaan (4.38) :

E−(V 1+V 2 )
R1 = RV
{ V2 }
218−( 188+10 )
R1 = 250 x 103
{ 10 }
R1 = 0,5 MΩ

Persamaan (4.39) :

E−(V 1+V 2 )
R2 = RV
{ V1 }
218−(188+10)
R2 = 250 x 103 { 188 }
R2 = 26,6 KΩ
66

BAB V

PENGUKURAN INDUKTANSI

5.1. PENDAHULUAN

Pendahuluan induktansi sangat penting dalam rangkain an listrik. Pengukuran dapat dilakukan
untuk induktansi sendiri L (self inductance) atau juga dapat dilakukan untuk induktansi bersama M
(Mutual Inductance). Pada umumnya dalam pengukuran induktansi ini digunakan jembatan arus
bolak-balik. Banyak macam rangkain jembatan arus bolak-balik yang dapat dipergunakan , untuk
memilih rangkain mana yang lebih cocok digunakan indicator factor kualitas Q. Faktor kualitas juga
disebut factor penyimpanan (storage factor) yaitu perbandingan harga reaktansi terhadap resistansi
dari induktor yang bersangkutan.

5.2. JEMBATAN ARUS BOLAK-BALIK

Jembatan arus bolak-balik mempunyai prinsip yang sama dengan jembatan Wheatstone,
hanya saja sumbernya tegangan bolak-balik.

Detektor keseimbangan lebih baik digunakan head phone untuk daerah frekuensi antara 500 Hz
sampai dengan 3000 Hz.

Sedangkan galvanometer Vibrasi lebih cocok untuk daerah frekwensi rendah sampai 100 Hz.

Secara umum jembatan arus bolak-balik dapat dilihat pada gambar 5.1. dibawah ini :

z1 z2

D
z3` z4

E3 E4

Gbr.5.1.

Jembatan arus bolak-balik

E = tegangan sumber.

z1, z2, z3, z4 = Impedansi dari masing-masing cabang.


67

I1, I2, I3, I4 = Arus yang melalui impedansi z1, z2, z3, z4.

E1, E2, E3, E4 = tegangan yang jatuh pada impedansi z1, z2, z3, z4.

Dalam keadaan setimbang diatas diatas:

E1=E2

I1 z1 = I2 z2……………………………………………………………...……………………..(5.1)

I1 = I3 = E/(z1 + z3)…………………………………………………………………………….(5.2)

I2 = I4 = E/(z2 + z4)…………………………………………………………………………….(5.3)

Substitusi (5.2) & (5.3) ke (5.1) di dapat:

z1 E/( z1 + z3) = z2 E/(z2 + z4)

z1 z2 + z1 z4 = z1 z2 + z2 z3

z1 z4 = z2 z3…………………………………………………………………………….(5.4)

atau:

Y1 Y4 = Y2 Y3………………………………………………………………………….(5.5)

Impedansi z1, z2, z3, z4 masing-masing bilangan complex berarti untuk syarat keseimbangan.

Harga riil dan harga imajiner untuk kedua ruas harus sama. Bila masing-masing impedansi
dinyatakan dalam bentuk complex sebagai berikut:

z1 = R1 + j X1

z2 = R2 + j X2

z3 = R3 + j X3

z4 = R4 + j X4

untuk z1 z4 = z2 z3 :

(R1 + j X1) ( R4 + j X4¬) = (R2 + j X2) (R3 + j X3)

R1 R4 - X1 X4 + j(X1 R4 + R1 X4) = R2 R3 - X2 X3 + j(X2 R3 + R2 X3)

Harga riil sama :

R1 R4 - X1 X4 = R2 R3 - X2 X3…………………………………………………………(5.6)

Harga imajiner sama:

X1 R4 + R1 X4 = X2 R3 + R2 X3……………………………………………………..…(5.7)

Bila impedansi dinyatakan polar sebagai berikut :


68

z1 = |z1|<θ1

z2 = |z2|<θ2

z3 = |z3|<θ3

z4 = |z4|<θ 4

z1 z4 = z 2 z3

|z1|<θ1 x |z4|<θ 4 = |z2|<θ2 x |z3|<θ3 .

|z1| |z4|<θ1 +θ 4 = |z2| |z3|<θ2 +θ3

|z1| |z4| = |z2| |z3|……………………………………………………………………..….(5.8)

θ1 +θ 4=θ2 +θ3 ……………………………………………………………………(5.9)

5 . 3 . PENGUKURAN INDUKTANSI SENDIRI (L)

Pengukuran induktansi sendiri yang dilakukan dengan jembatan arus bolak-balik terdiri dari
bermacam-macam rangkaian yaitu :

a) Jembatan induktansi Maxwell


b) Jembatan induktansi-kapasitansi Maxwell
c) Jembatan Hav
d) Jembatan Anderson
e) Jembatan owen

1. JEMBATAN INDUKTANSI MAXWELL

Pengukuran jenis ini merupakan perbandingan terhadap induktansi standard. Rangkaian


pengukuran seperti pada gambar 5.2. dibawah ini :
69

Gbr.5.2.

Jembatan Induktansi Maxwell

Gambar 5.2. (a) rangkaian pengukuran secdang 5.2. (b) diagram vertor kesaimbangan.

L1 = Induktansi yang diukur dengan tahanan dalam R2

L2 = Induktansi variable dengan tahanan dalam r2

R2 = Tahanan variable yang tersambung seri L 2

R3 & R4 = Tahanan murni

Dari sini didapat :

z1 = R1 + j ω L1

z2 = R2 + r2 + j ω L2

z3 = R3

z4 = R4

Keadaan seimbang z1 z4 = z2 z3

(R1 + j ω L1) R4 = R3 (R2 + r2 + j ω L2)

R1 + j ω L1 = R3/R4 (R2 + r2 + j ω L2)

Harga riil :

R1 = R3/R4 (R2 + r2)…………………………………………………………………..(5.10)

Harga imajiner :

j ω L1 = (R3/R4) j ω L2

L1 = R3 L2/R4…………………………………………………………………………(5.11)

5 . 3 . 2 . JEMBATAN INDUKTANSI - KAPASITANSI MAXWELL

Pengukuran induktansi ini dilakukan dengan membandingkan dari suatu standard kapasitor.
Rangkaian pengukuran dan diagram vector keseimbangan dapat dilihat pada gbr.5.3 (a) dan (b)
dibawah ini :
70

Gbr.5.3.

Jembatan Induktansi – Kapasitansi Maxwell

L1 = Induktansi yang diukur

R1 = Tahanan pada L1

R2, R3, R4 = Tahanan murni

C4 = kapasitor standard

z1 z4 = z 2 z3

(R1 + j ω L1) R4/(1 + jω C4 R4) = R2 R3

R1 R4 + j ω L1 R4 = R2 R3 + jω C4 R4 R2 R3

Harga riil z1 z4 = z2 z3

R1 = R3 R2/R4………………………………………………………………………...(5.12)

Harga imajiner : jω L1 R4 = j ω C4 R4 R2 R3

L1 = C4 R2 R3……………………………………..( 5 . 12 )

Terlihat bahwa R4 dan C4 secara terpisah dalam menentukan keseimbangan, oleh karena itu
komponen variabelnya C4 dan R4 tersebut.

Faktor Kualitas = Faktor penyimpanan = Storage factor.

Q = ω L1
R1
Q = ω C4 R4…………………………………………………………( 5 . 13 )
Keuntungan jembatan ini adalah :
1). Untuk mendapatkan keseimbangan bagian riil dan imajiner dapar dipilih C 4 dan R4 sebagai
komponen variable. Sehingga untuk mendapatkan keseimbangan menjadi lebih mudah.
2). Tidak terpengaruh frekwensi, berarti dapat dioperasikan dari frekwensi rendah sampai dengan
frekwensi tinggi.
3). Harga R2 dan R3 umumnya merupakan kelipatan 10, sehingga bila dipilih harga R2 R3 - 106 maka
L1 = C4 x 106 .
71

Harga L1 dapat langsung dibaca bila kapasitro dalam micro farrad.

Kerugian jembatan ini adalah :


1). Kapasitor variable sangat mahal harganya, lebih – lebih bila diinginkan tingkat keakuratan yang
tinggi. Bila kapasitor standarnya bukan variabel maka untuk mencapai keseimbangan tahanan R 2
dan R4 sebagai variabelnya.
2). Dari persamaan 5.13 dapat disimpulkan bahwa jembatan ini baik untuk Q sedang (1 < Q < 10),
untuk Q > 10 sudah tidak cocok lagi karena diperlukan harga R 4 yang besar sekali dan untuk Q < 1
kesulitan mendapatkan keseimbangan.

5.3.3. JEMBATAN HAY:

Jembatan Hay merupakan modifikasi dari jembatan Maxwell. Dari gambar rangkaian di
bawah ini gambar 5.4 terlihat bahwa kapasitor terpasang seri untuk jembatan Hay dan paralel untuk
jembatan Maxwell.

Gbr 5 . 4
Jembatan Hay

Gambar 5. 4 (a) rangkaian pengukuran dan gambar 5 . 4 (b) diagram vektor keseimbangan.

L1 = Induktansi yang diukur.


R2 , R3, R4 = Tahanan murni
C4 = Kapasitor standard.
Z1 Z4 = Z2 Z3
(R1 + j ω L1 ) (R4 - j ) = R 2 R3
ω C4
R1 R4 + L1 + j ω L1 R4 - j R1 = R2 R3
C4 ω C4

Harga riil :

R1 R4 + L1 = R2 R3 ……………………………… (5 . 14)
72

Harga imajiner :

ω L1 R4 = R1
ω C4
L1 = R1 ……………………………………. (5 . 15)
ω2 C4 R4

atau :

R1 = ω2 L1 C4 R4 ……………………………. (5 . 16)

Substitusi (5. 15) ke (5 . 14) didapat :


R1 R4 + R1 = R2 R3
R1 R4ω C4 R4 + R1 = R2 R3 (ω 2 C42 R4)
2 2

R1 (1 + ω2 C42 R42 ) = R2 R3 (ω 2 C42 R4)

R1 = R2 R3 ω2 C42 R4…………………. (5 . 17)


( 1 + ω2 C42 R4 )

Substitusi (5. 16) ke (5 .14) didapat :

ω2 L1 C4 R42 + L1 = R2 R3
C4

ω2 C42 R42 L1 + L1 = R2 R3 C4

L1 (1 + ω 2 C42 R42 ) = R2 R3 C4

L1 = R 2 R3 C4 ……………………. ( 5 . 18 )
(1 + ω C4 R4 )
2 2 2

Dari (5 . 17) dan (5 . 18) besar faktor kualitas :

Q = ω L1
R1

Q = 1 …………………………….( 5 . 19 )
ω C4 R4

Subtitusi (5 . 19) ke (5 . 17) dan (5 . 18) didapat :

R1 = R2 R3 ω 2 C42 R4 …………………. ( 5 .20 )


2
(1+1/Q )
L1 = R 2 R 3 C 4 ..............................( 5 .21 )
2
(1 + 1 / Q )
73

Untuk Q > 10 maka 1 < 0,01 dan dapat diabaikan oleh karena itu :
L1 = R2 R3 C4…………………………...( 5 . 22)

Keuntungan Jembatan Hay :


- Untuk harga Q besar ( > 10), formulasi L1 lebih sederhana maka rangkaian ini baik untuk Q
besar
- Dari persamaan 5 . 19, harga Q = 1 .
C4 R4
Untuk Q yang besar berarti R4 kecil, hal ini lebih baik daripada jembatan Maxwell yang R 4
besar.

Kerugian jembatan Hay ini hanya bila dipakai untuk Q < 10. Untuk Q < 10 lebih baik digunakan
jembatan Maxwell.

5 . 3 . 4 . JEMBATAN ANDERSON :

Jembatan Anderson ini merupakan modifikasi dari jembatan induktansi – kapasitansi


Maxwell. Gambar 5 . 5 (a) dan (b) merupakan rangkaian pengukuran dan diagram Vektor
keseimbangan.

(a) Gambar. 5 . 5 (b)

Jembatan Anderson

L1 = Induktansi yang diukur.

R1 = Tahanan dalam inductor L1.

r1 = Tahanan seri dengan L1.

r, R2, R3, R4 = Tahanan murni.


74

C = Kapasitor standard (fixed).

Dalan keadaan seimbang :

I1 = I3

I2 = I4 + Ic

Vbc = Vec

I1 R3 = Ic 1
jω C
Ic = I1 R3 j ω C
Vab = Vade
I1 ( r1 + R1 + jω L1 ) = I2 R2 + Ic r
Vdec = Vdc
Ic ( r + 1 ) = ( I2 – Ic ) R4
jωC
Subtitusi (5 . 23 ) ke (5. 24 ) :
I1 (r1 + R1 + jω L1 ) = I2 R2 + I1 R3 j ω C
I1 (r1 + R1 + j ω L1 – j ω C R3 ) = I2 R2
Subtitusi (5 . 23) ke (5 . 24) :
I1 j ω C R3 (r + 1 ) = (I2 – I1 j ω C R3) R4
jωC
I1 (jω C R3 r + jω R3 R4 +R3 ) = I2 R4
I2 = (j ω C R3 + jω C R3 R4 + R3 ) I1
R4

Subtitusi (5.27) ke (5.26) didapat :

R1 = R2 R3 - r1
R4

L1 = C R3 [ r (R4 + R2 ) + R2 R4 ]
R2

Dari persamaan (5.28) dan (5.29) terlihat sulitnya mendapatkan keseimbangan, alternative yang
paling mungkin adalah membuat r dan r1 variable.

Keuntungan sistem ini adalah :


- Untuk Q kecil ( < 1) proses keseimbangan lebih mudah dibandingkan jembatan Maxwell.
- Memakai kapasitor tetap (fixed) yang harganya lebih murah dibandingkan dengan kapasitor
variable standard.

Kerugian jembatan ini antara lain :


- Rangkaian yang complex sehingga sulit dicapai keseimbangan yang cepat.
75

- Sulit dipasang shielding.


Bila terdapat variable lebih baik memakai jembatan Maxwell dibandingkan jembatan Anderson ini.

5 . 3 . 5. JEMBATAN OWEN :

Rangkaian jembatan Owen dan diagram vector keseimbangannya dapat dilihat pada gbr 5.6
(a) & (b) di bawah ini :

(a) Gbr. 5.6. (b)


Jembatan Owen

L1 = Induktansi yang diukur

R1 = Tahanan pada inductor L1

R2,R3 = tahanan murni

C2 = Kapasitor variable

C4 = kapasitor standard

Z1 Z4 = Z2 Z3

( R1 + JWL1) (1/JWC4) = ( R2 + 1/JWC2)R3

R1 = JWC L1 = JWC4R3(R2 + 1/JWC2)

R1 + JWL1 = C4R3/C2 + JWC4R3R2

Harga riil :

R1 = C4/C2 R3……………………………………….. (5.30)

Harga imajiner :

WL1 = WC4R3R2

L1 = R2R3C4…………………………………………(5.31)
76

Keuntungan dari jembatan Owen antara lain :

- Untuk mencapai keseimbangan jembatan mudah sekali karena varabel C2 dan R2 secara
terpisah dalam menentukan R1 dan L1 ( lihat gambar 5.30 dan 5.31)
- Tidak tergantung pada frekuensi
- Dapat dipakai untuk mengukur daerah induktansi yang lebar

Kerugian dari jembatan ini adalah :

- Memakai kapasitor variable yang harganya cukup mahal dan ke akuratannya sampai 1%
- Untuk Q yang besar diperlukan C2 yang besar juga, oleh karena itu lebih cocok untuk Q
sedang

5.4 PENGUKURAN INDUKTANSI BERSAMA (M) :

Dua buah induktor yang di dekatkan satu dengan yang lain akan terjadi saling interaksi medan
magnit bila keduanya dialiri arus. Artinya bila induktor 1 dialiri arus bolak balik maka akan terjadi
induksi tegangan pada kumparan 2, demikian juga sebaliknya, besar induksi tegangan tersebut
tergantung pada besar induktansi bersamanya (mutual inductance = M).

Pengukuran induktansi bersama (M) dapat dilakukan dengan beberapa method antara lain:

a. Method additive – subtractive


b. Pengukuran dengan galvanometer balistik
c. Perbandingan dengan induktansi bersama yang di ketahui
d. Jembatan Heaviside
e. Jembatan Carey Foster/ Jembatan Heydweiller
f. Jembatan Campbell

5.4.1 METHODE ADDTIVE – SUBSTRUCTIVE :

Pengukuran M dengan method ini menganggap bahwa induktansi yang di ukur sebagai
induktansi sendiri (L). induktansi ini merupakan perjumlahan atau pengurangan dari induktansi yang
ada tergantung hubungan polaritas kedua induktornya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar
5.7 dibawah ini :

-
77

Pada gambar 5.7(a) hubungan polaritas kedua induktor saling menjumlah sedangkan gbr.5.7(b)
hubungan polaritas kedua induktor saling mengurangi.

Misalkan arus yang mengalir pada rangkaian 5.7(a) adalah i1 dan pada rangkaian 5.7(b) adalah i2
maka induktansi total Le1 dan Le2 dapat dihitung :

Le1 di1/dt : L1 di1/dt +L2 di1/dt + 2 M di1/dt

Le1 = L1 + L2 + 2 M……………………………………………….(5.32)

Le2 di2/dt = L1 di2/dt + L2 di2/dt – 2 M di2/dt

Le2 = L1 + L2 – 2M…………………………………………………(5.33)

Pengurangan (.32) oleh (5.33) :

Le1 – Le2 = 4 M

M = ¼ (Le1-Le2)……………………………………………………..(5.34)

M = induktansi bersama yang dicari

Le1 = Induktak “ sendiri “ yang di ukur (gbr 5.7.a)

Le2 = Induktak “ sendiri “ yang di ukur (gbr 5.7.b)

System ini lebih baik bila kedua kumparannya memiliki induktansi bersama yang besar.

5.4.2 PENGUKURAN DENGAN GALVANOMETER BALISTIK :

Pada gambar 5.7(a) hubungan polaritas kedua induktor saling menjumlah sedangkan gbr.5.7(b)
hubungan polaritas kedua induktor saling mengurangi.
78

Misalkan arus yang mengalir pada rangkaian 5.7(a) adalah i1 dan pada rangkaian 5.7(b) adalah i2
maka induktansi total Le1 dan Le2 dapat dihitung :

Le1 di1/dt : L1 di1/dt +L2 di1/dt + 2 M di1/dt

Le1 = L1 + L2 + 2 M……………………………………………….(5.32)

Le2 di2/dt = L1 di2/dt + L2 di2/dt – 2 M di2/dt

Le2 = L1 + L2 – 2M…………………………………………………(5.33)

Pengurangan (.32) oleh(5.33) :

Le1 – Le2 = 4 M

M = ¼ (Le1-Le2)……………………………………………………..(5.34)

M = induktansi bersama yang dicari

Le1 = Induktak “ sendiri “ yang di ukur (gbr 5.7.a)

Le2 = Induktak “ sendiri “ yang di ukur (gbr 5.7.b)

System ini lebih baik bila kedua kumparannya memiliki induktansi bersama yang besar.

5.4.2 PENGUKURAN DENGAN GALVANOMETER BALISTIK :

Rangkaian pengukuran seperti gbr.5.a dibawah ini

Mula mula posisi 1 maka akan mengalir arus searah. Sumber serarah V dan tahanan geser R1 posisi 2
yang berarti terjadi detik. Dengan adanya d I1 pada kumparan.
79

Pada saat t = t0 arus sebesar I1

T = t1 arus sebesar –I1

Maka :

d I1 = 2 I1………………………….. (5.36)

substitusi (5.36) ke (5.33)

intergral e2 dt -2 = t1……………………….(5.37)

galvanometer balistik mengukur muatan yang lewat selama dt detik tersebut :

Q = integral I2 dt

Q = integral e2/ R2+Rg+Rv dt

Q = 1/R2 + Rg+Rv integral e2 dt

Q = 2 M I1/R2+Rg+Rv…………………………. (5.38)
80

Galvanometer balistik berdedifikasi sebanding dengan jumlah muatan yang lewat

Q = kg. teta……………………(5.39)

2M I1/R2+Rg+Rv = Kg.teta

M = ( R2+Rg+Rv/2 I1)Kg.teta………………………..(5.40)

Dimana :

I1 = arus yang lewat pada kumparan 1

R2 = tahanan dalam induktor I2

Rg = tahanan dalam galvanometer

Rv = Tahanan beban

Kg = Konstanta galvanometer

Teta = sudut defleksi galvanometer

5.4.3 PERBANDINGAN DENGAN INDUKTANSI BERSAMA YANG DI KETAHUI :


81

V = tegangan sumber suarah

R = tahanan variable

I1 = arus yang lewat rangkaian priemer

Mx = induktansi bersama yang di ukur

Mn = induktansi bersama yang di ketahui

Rx = tahanan dalam kumparan -2 dari Mx

Rn = tahanan dalam kumparan 2 dari Mn

R1 = beban rangkaian sekunder Mx

R2 = beban rangkaian sekunder Mn

Ex = tegangan induksi pada Mx

En = tegangan induksi pada Mn

Bila kontak S mula-mula pada posisi 1 kemudian dipindah pada posisi -2 maka terjadi tegangan
induksi pada Mx sebesar Ex dan pada Mn sebesar En. Dengan mengatur R1 dan R2 di dapat arus yang
lewat galvanometer sama dengan nol.

Ex = Mx dI1/dt

Ex = ( Rx + R1) Ix

Mx di1/dt = (Rx + R1) Ix……………….(5.41)

En= Mn di1/dt

En = (Rn+R2)In

Mn di1/dt=(Rn+R2)In,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,(5.42)

Untuk Ix = In = I maka :

(Rx+R1)/(Rn+R2)
82

Rx+ R 1
Mx = Mn…………..(5.43
Rn+ R 2
Pada metode ini harus diperhatikan polaritas kedua rangkaian yaitu M x dan MN. kesalahan
dalam penyambungan tidak akan dapat diseimbangkan.

5.4.4 JEMBATAN HEAVISIDE :

Jembatan ini untuk mengukur M bila L diketahui. Rangkaian percobaannya seperti Gbr.5.10
dibawah ini :

Gbr. 5.10
Jembatan Heaviside

Gambar 5.10 (a) rangkaian percobaanya & gambar 5.10 (b) diagram vector keseimbanganya.

M = Induktansi bersama yang diukur

L1 = Induktansi sekunder dari M


83

L2 = Induktansi yang di ketahui

R1 , R2 , R3, R4 = Tahanan murni.

Dalam keadaan seimbang tegangan jatuh Vb-c sama dengan Vdc dan tengangan jatuh Vabc sama
dengan Vadc.

I1 = I3 & I2 = I4
Vbc = Vdc

I1 R3 = I2 R4

Dan
84

Harga induktansi bersama M dapat dihtung bila ,induktansi L1 dan L2 diketahui.

5.4.5 JEMBATAN CAREY FOSTER/HEYD WEILLER:

Jembatan ini dapat digunakan untuk mengukur kapasitansi bila induksi bersama diketahui dan
lazimnya disebut jembatan Carey Foster. Sedangkan Jembatan Heyd Weiller bila yang diukur adalah
induktansi bersama(M) dengan diketahuinya kapasitansi C lebih dahulu. Rangkaian jembatan dan
diagram vector keseimbangannya dapat dilihat gbr.5.11 dibawah ini

Gbr. 5.11
Jembatan Carey Foster/ Heyd Weiller.

Dari gambar 5 .11 tersebut diatas terlihat bahwa tegangan V ad = 0 berarti dalam keseimbangan Vab
juga sama dengan nol
85

Persamaan (5.50) & (5.51) untuk Heyd Weiller & persamaan (5.52) & (5.52) untuk carey foster.

5.4.6 JEMBATAN CAMPBELL:

Pengukuran M dengan Jembatan Campbell memakai induktan si M standard yang diketahui.


Rangakaian dari pengukuran & diagram vekor keseimbangan seperti gbr. 5.12 dibawah ini :

Gbr. 5.12
Jembatan Campbell.

M1 = Induktansi bersama yang diukur


L1 = induktansi sendiri dari skunder M1
M2 = induktansi bersama standdar & Varable
L2 = induktansi sendiri dari skunder M2.

R1, R2,R3,R4 = Tahanan Murni.

Pengukuran dilakaukan dengan 2 kali percobaan. Percobaan pertama dengan menghubungkan


detector B-D. Dalam keadaan seimbang dapat dihubungkan :

L1
=R 3
L2

Keseimabngan ini didapat dengan mengatur R3 (R4) dan R1 (R2).Percobaan kedua detector
dihubungkan ke b’ dan d; dengan membuat pengaturan percobaan pertama tetap.

Kemudian atur M2 sehingga dicapai keseimbangan lagi :

M1 R3
=
M2 R4

R3
M 1=M 2 (5.55 )
R4
86

CONTOH SOAL :

1.Suatu jembatan induktansi-kapasitansi Maxwell seperti gbr 5.3 untuk mengukur induktansi
L1.Dalama keadaan seimbang didapatkan:

R 2=400 Ω R 3=600 Ω

R 4=1000 Ω C 4=0.5 µF

a) Hitung R1 & L1
b) Hitung factor kualitas Q,untuk F=1000 Hz

JAWAB:

a. Keadaan seimbang Z1 Z4 = Z2 Z3

( R 1+JωL 1 ) ¿

Persamaan 5.12 :

R3
R 1= R2
R4

400 X 600
R 1= =240 Ω
1000
Persamaan (5.13) :

L1 = R2 R3 C4

L1 = 400 x 600 x 0,5 x 10-6

L1 = 0,12 H.

L1
1) Q =
R1
2 x 1000 x 0,12
Q= ≈ 3,14
240
2) Suatu pengukuran induktansi L dengan jembatan Owen pada f = 2000 Hz didapat keseimbangan
bila R3 100 Ω ; C4 = 0,1 μF. R2 = 834 Ω dan C2 = 0,124 μF. Hitung L1 R1 dan z1 .
Jawab:
Dalam keadaan setimbang:
z1 z4 = z 2 z3
1 1
(R1 + jωL1) ( ) = R3 (R2 + )
jωC 4 jωC 4
Persamaan (5.30) :
87

C4
R1 = R3
C2
0,1
R1 = 100
0,124
R1 = 80,7 Ω

Persamaan (5.31) :

L1 = R2 R3 C4

L1 = 834 x 100 x 0,1 x 10-6

L1 = 8,34 mH

XL1 = 2π f L1

X1 = 2 π x 2000 x 8,34 x 10-3

X1 = 104,5 Ω

Z1 = √ R 12−X 12

Z1 = ( 20,7 )2−( 104,5 )2



Z1 = 132 Ω

3) Jembatan Heyd Weiller untuk mengukur induktansi bersama M seperti gambar 5.11. Dalam
keadaan seimbang didapat : R1 = 200 Ω, R3 = 119,5 Ω , C3 = 0,918 μF dan R4 = 100 Ω.
Cabang a – d dihubungkan singkat dan detector pada b – d.
Hitung : M dan L1 !

Persamaan (5.50) : M = R1 R4 C3
M = 200 x 100 x 0,918 x 10-6
M = 18,36 mH
Persamaan (5.51) : L1 = R1 C3 (R3 + R4)
L1 = 200 x 0,918 x 10-6 (119,5 + 100)
L1 = 40,3 mH
88

BAB VI

PENGUKURAN KAPASITANSI

6.1. PENDAHULUAN :

Pengukuran kapasitansi sangat penting dalam tenaga listrik. Pengukuran ini dapat dilakukan
untuk mengukur kapasitansi suatu kapasitor atau suatu “sistem” yang mempunyai efek kapasitif.
Contoh dari kata “sistem” ini adalah suatu kabel, dimana isolasi kabel merupakan mediumnya.
Kegunaan dari pengukuran ini pada sistem tenaga listri adalah mencari letak kesalahan (putus) dari
suatu kabel dibawah tanah.

Dengan mengetahui besar kapasitansi kabel ditentukan dimana letak putus dari suatu
kabelyang diukur.selain dapat digunakan untuk mengukur kapasitansi, juga dapat digunakan untuk
mengukur dissipasi suatu kapasitor atau untuk mengukur permitivitas suatu bahan dielektrik. Sistem
pengukuran menggunakan jembatan arus bolak-balik diantaranya:

a) Jembatan Sauty.
b) Jembatan Modifikasi Sauty.
c) Jembatan Schering.

6.2. JEMBATAN SAUTY

Jembatan ini merupakan sistem pembanding kapasitor. Rangkaian jembatan dan diagram
vector keseimbangan dapat dilihat pada gambar 6.1 (a) dan (b) dibawah ini:

Gambar 6.1

Jembatan Sauty.

C1 : kapasitor yang diukur


89

C2 : kapasitor standard

R3 , R4 : Tahanan Murni.

Keadaan seimbang:

z1 z4 = z 2 z3

1 1
( ) R4 = ( ) R3
jωC1 jωC2
R3
C1 = C2………………………………….. (6.1)
R4

Keadaan seimbang akan didapat bila R3 dan R4 diatur, sehingga sifatnya sangat sederhana.
Akan tetapi kenyataannya pengaturan keseimbangan sulit dicapai bila kedua kapasitor (C 1,C2) tidak
bebas dari rugi-rugi dielektrik. Jadi methoda ini dapat digunakan bila kapasitor yang diukur C 1 dan
yang dipakai C2 adalah kapasitor dengan bahan dielektrik udara. Untuk mengetasi ini dilakukan
modifikasi jembatan Sauty ini.

6.2. JEMBATAN MODIDFIKASI SAUTY

Rangkaian dari jembatan modu=ifikasi Sauty dan diagram vector keseimbangan dapat dilihat
gambar 6.2 (a) dan (b) dibawah ini :

Gambar 6.2

Jembatan Modifikasi Sauty.

R1 = Tahanan yang terhubung seri C1.

R2 = tahanan yang terhubung seri C2.


90

r1 = tahanan yang menyebabkan rugi-rugi dielektrik C1.

r2 = tahanan yang menyebabkan rugi-rugi dielektrik C2.

R3,R4 = tahanan murni.

Keadaan seimbang:

z1 z4 = z 2 z3

1 1
(R1 + r1 + ) R4 = (R2 + r2 + ) R3
jωC1 jωC2
R4 R3
(R1 + r1 ) R4 + = (R2 + r2 ) R3 +
jωC1 jωC2
Harga riil:

(R1 + r1 ) R4 = (R2 + r2 ) R3

R4 + r2 R4
= ……………………………………..(6.2)
R1 + r1 R3
Harga imajiner:

R4 R3
=
jωC1 j ωC2
C1 R4
= …………………………………………(6.3)
C2 R3
Dari (6.2) dan (6.3) maka :

C1 R2 +r2 R4
= = ………………………………….(6.4)
C2 R1 + r1 R3
Dari persamaan (6.4) harga keseimbangan dapat dicapai dengan mengatur R 1 , R2 , R3 , dan
R4. Gambar 6.2 (b) menunjuk kan dalam keaadan setimbang terdapat sudut phasa δ 1 dan δ2 pada C1
dan C2.

Faktor dissipasi dinyatakan :

D1 = tan δ1 = ωC1 r1

D2 = tan δ2 = ωC2 r2

Dari :

C1 R2 +r2
=
C2 R1 + r1
C1 (R1 + r1) = C2 (R2+ r2)

C1 R1 + C1 r1 = C2 R2 +C2 r2

C2 r2 - C1 r1 = C1 R1 - C2 R2

ωC2 r2 - ωC1 r1 = ω (C1 R1 - C2 R2)


91

D2 – D1 = ω (C1 R1 - C2 R2) ……………………………(6.5)

Dari:

C1 R4
=
C2 R3
R4
C1 ¿ C2
R3
R1 - R4
Maka: D2 – D1 = ω C2 ( - R2) ………………………..(6.6)
R3

6.4 JEMBATAN SCHERING :

Rangkaian jembatan schering dan diagram vector keseimbangan dapat dilihat di gbr .6.3 (a) &
(b) dibawah ini

(a) (b)

Gbr .6.3

Jembatan Schering.

c1 = Kapasitor yang diukur.

r1 = Tahanan Penyebab Rugi-Rugi dielektrik c1.

c1 = Transistor biasa yang terdiri dari medium gas/udara agar tidak ada rugi-rugi dielekrik.

R3= Tahanan murni.

C 4= Tegangan variable
92

R4 = Tahanan murni pararel dengan c4.

Dalam Keadaan seimbang :

Harga rill :

............................................................(6.7)

Harga imajiner :

............................................................(6.8)

Dengan mengambil R4 dan C 4 sebagai komponen variable berarti akan lebih mudah dicapai
keseimbangannya karena C 4 & R4 terpisah dalam menentukan keseimbangan faktor dissipi.

D1= tan S1

D1= ω c1 r 1

R4 C
D1=ω C 2 x 4 R3
R3 C2

D1= ω C 4 R4 (6.9)
93

Biasanya sebagai komponen variable C 4 dan R3 bukan C 4 dan R4 sedang C 2& R4 dibuat
tetap. Keuntungan dari system ini adalah:

-Dari persamaan :

R4
C 1= C
R3 2

Bila R4 & C 2 tetap, berarti harga C 1 dipengaruhi oleh harga R3. Dengan membuat R3yang akurat
akan didapat C 1yang akurat juga.

-Dari perasamaan D1= ω C 4 R4 , dengan membuat R4 tetap berarti harga factor dissipasi hanya
dipengaruhi C 4 saja (dengan frekwensi konstan).

Hal ini berarti dapat membuat keakuratan yang tinggi dalam mengukur D 1 dan membuat C 4 yang
lebih akurat.

Jembatan Schering merupakan jembatan arus bola-balik yang paling cocok untuk mengukur
kapasitansi. Kapasitansi ini bias berasal dari isolator, bushing dan lain-lain.
Pengukuran dapat dilakukan dengan frekwuensi tinggi atau tegangan tinggi. Rangkaian jembatan
Schering untuk tegangan tinggi seperti gbr. 6.4 dibawah ini :

Gbr. 6.4

Jembatan Schering untuk Tegangan Tinggi

Gbr 6.4 perlu dijelaskan sebagai berikut :

a). Tegangan tinggi diambil dari trafo pengujian dengan f = 50 Hz. Detektor merupakan galvanometer
vibrasi. Cabang a-b & a-d hanya terdiri dari kapasitor yang memang direncana untuk (testing)
tegangan tinggi. Impedansi dengan cabang a-b & a – d jauh lebih besar dibandingkan dengan cabang
b – c& d -c.

b.) Tegangan jatuh di a -b & a-d jauh lebih besar dibandingkan b -c & d – c , oleh karena itu sebagai
titik pertahanannya adalah titik C. Tempat detector dan control akan lebih baik bila dipasang pada
cabang b-c dan d-c tersebut

c.) Bila ditakutkan terjadinya tegangan besar pada cabang b – c & d – c dapat dipasang “Spark-
gap” pada cabang tersebut yang diatur misalnya 50 volt dan 100 volt.
94

d). Walaupun kapasitor standar C 2 dari udara/gas yang tidak ada rugi-rugi dielektrik akan tetapi
akibat isolasi penyangga tidak dapat dihindarkan. Perlu diketahui disini bahwa arus kerja sangat kecil,
sehingga rugi-rugi arus bocor harus dihindarkan. Untuk menghindari kerugian/kesalahan ini harus
dipasang “guard ring” pada elektroda-elektroda kapasitor yang disangga.

e). Sheilding kasa yang ditanahkan untuk menghindari kesalahan yang terjadi Karena kapasitansi
sendiri antar cabang.

6.5 PENGUKURAN PERMITIVITAS DENGAN JEMBATAN SCHERING :

Jembatan Schering sangat berguna untuk mengukur permitivitas relative dari suatu beban dielektrik.
Kapasitor yang akan diukur permisitivitasnya dapat berbentuk plat pararel atau silinder kosentris.
Untuk plat pararel yang luasnya terbatas perlu ditambah guard circuit pada saat pengukuran.
Umumnya bentuk dari plat berupa disk. Specimen cair dapat juga ditest dengan memakai silinder
konsentris. Untuk suatu kapsaitor susunan plat pararel harga permitivitas relatif dapat dinyatakan
sebagai berikut :

Cs d
r= ………………………………………………………………………….(6.10)
ε0 A

Dimana :
C s = Harga kapasitansi untuk specimen bahan dielektrik yang diukur.
d = Jarak antara 2 elektroda.
A = Luas elektroda.
ε 0 = Permitivitas udara.
a). Suatu specimen dengan luas A dan tebal d akan mempunyai kapasitansi sebesar :
εr ε A
C s= r
……………………………………………..……………….…..(6.11)
d
Susunlah elektroda dibuat seperti gbr.6.5 dibawah ini :

Gbr 6.5
Susunan elektroda pada pengukuran
permitivitas relatip.

Mula-mula jarak antara 2 elektroda adalah (d+t) dimana :

A = Luas elektroda/specimen.
d = Tebal specimen.
95

t = Jarak antara specimen dengan elektroda.


C s=¿ Kapasitansi specimen.
C 0 = Kapasitansi udara (akibat jarak antara specimen dengan elektroda).
C = Kapasitansi effektif antar 2 elektroda ( C 0 seri dengan C s ).
X = Pengurungan jarak.
ε0 A
C=
t
C = C s seri C 0
CsC
C = 0

C s+C 0
εr ε0 A ε0 A
X
d t
C =
¿ εr ¿ ε0 A ε0 A
+
d t
ε r ε0 A
C = ………………………………………………………(6.12)
ε r t +d
b.) Specimen diambil, berarti kapasitansi C turun Karena hanya mempunyai medium udara.
Hal ini dapat dilihat pada penunjukan detector jembatan tidak menunjukan keseimbangan lagi. Atur
jarak antar elektroda (dikurangi sebesar X agar C naik lagi) sehingga detector menunjukan
keseimbangn. Dalam hal ini besar kapasitansi :
ε0 A
C= …………………………………………......(6.13)
d +t−X

CONTOH SOAL :

1. Suatu Specimen tebal d = 4,5 mm; diameter specimen = 12 cm diuji dengan jembatan
Schering pada f= 50 Hz. Dalam keadaan seimbang didapat:

1000
C = 106 ; R4 = ohm parallel dengan kapasitor:
π
C4 = 0,5 μF . Tahanan murni R3 = 260 )HM.

Hitung :
a) kapasitansi .
b) faktor dissipasi.
c). permivitas relative.
Jawab: Rangkaian jembatan scheringseperti gb 6.3.

Dari persamaan ( 6.7) :


C4 0,5 x 10−6
R1 = xR3 R1 = 6 x 260
C2 10 x 10−12

R1 = 1,23 x 106 ohm


Persamaan (6.8) :
96

R4
C1 = xC 2
R3
1000
C1 = x 160 x 10−12
π X 260
C1 =130 ρF
b). Faktor dissipasi D = ω C 1 r 1
D = 2 π x 50 x 130 x 10−12 x 1,23 x 106
D= 0,05
A
c) C = εr εo
d
c .d
εr =
εo x A
130 x 10−12 x 4,5 x 10−3
εr=
π 2
8,854 x 10−12 x ( 0,12 )
4
εr = 5,9
εo=8,854 x 10−12 F/m
97

BAB VII
PENGUKURAN MAGNET

7.1 PENDAHULUAN :
Hubungan antara listrik & magnet tidak dapat dipisah satu dengan yang lainnya.
Karakteristik mesin- mesinlistrik alat-alat ukur listrik hampir semuanya menyangkut
hubungan kedua besaran tersebut. Dalam suatu perencanaan hubungan listrik – magnet dari
suau material sangat penting. Material yang biasa digunakan adalah ferromagnetic.
Untuk mentukan Kualitas ferromagnetic tersebut perlu adanya pengukuran besaran magnet.

Pengukuran yang dapat dilakukan antara lain :


a) Pengukuran kuat medan magnit.
b) Penentuan kurva B _ H dari suatu material ferromagnetic
c) Penentuan rugi-rugi hysteris & Eddy Current dari suatu bahan ferromagnetic dengan
magnit / arus bolak – balik.
d) Pengetesan Magnit permanen.
Dalam pengukuran medan magnit ini terdapat beberapa faktor penyebab ketidak
akuratan pengukuran antara lain, medan magnet yang tidak homogeny, beberapa kondisi
yang tidak sama antara pengukuran & perhitungan dan lain-lain.
Ada beberapa macam pengujian yang dapat dilakukan dalam pengukuran ini .
Pengujian-pengujian tersebut antara lain :
a) Testing Ballistik:
Pengujian ini umumnya untuk menentukan kurva B – H, Kurva hysteris suatu
ferromagnetic dan lain-lain.

Sumber tegangan searah yang digunakan untuk menimbulkan gaya gerak magnit
( gggm) dan galvanometer ballistic atau fluxmeter untuk mengukur kerapatan flux
magnit. Dengan galvanometer ballistic tidak dapat langsung diperoleh kerapatan flux
magnitnya.
b) Pengujian arus bolak balik dapat digunakan pada berbagai frekuensi, dari freakuensi
daya (50HZ) sampai dengan audio. Pengukuran ini lazim untuk mengukur rugi rugi
hysteris & arus pusar.
c) Pengukuran ini untuk mendapatkan kerapatan flux magnit dari suatu rangkaian
magnit

7.2. PENGUKURAN KERAPATAN MEDAN MAGNET ( B ) :

Pengukuran kerapatan medan magnit B dari suatu specimen dapat dilakukan


dengan melilit suatu “Search Coil” padan specimen, searah coil juga disebut sebagai “ B Coil
“. Search coil ini dihubungkan dengan galvanometer balistik atau fluxmeter. Pada specimen
selain dililitkan suatu search coil juga dililitkan kumparan pemangnitan yang dihubungkan
dengan sumber arus searah I rangkaian pengukuran dapat dilihat pada gbr.7.1 dibawah ini
98

PROSEDUR OPERASI DARI PENGUKURAN INI SEBAGAI BERIKUT :

- SWITCH S pada Posisi 1-1’ atur Rs sehingga arus yang mengalir sebesar I.
- Switch S dipindah pada posisi 2 – 2’ sehingga terjadi pembalikan arah arus I yang
menyebabkan flux magnit yang lewat specimen juga terbalik. Dalam hal ini terjadi
perubahan flux terhadap waktu sehingga pada search coil terjadi tegangan induksi sebesar
e. arus akan mengalir ke galvano meter ballistic yang menyebakan defleksi.

Bila :
∅ = Flux pada search coil
R = Tahanan total dari rangkaian galvanometer balistik
N = Jumlah lilitan search coil
T = waktu pembalikan polaritas
E = Tegangan induksi pada search coil
θ = Sudut defleksi galvanometer balistik
Kg = Konstanta galvanometer.
As = Luas Penampang specimen.

d∅
E= N
dt

2N ∅
E= ……………………………………………………………(7.1)
t
e
I=
R
99

2N ∅
I= …………………………………………..(7.2)
Rt
Muatan lewat Q = it
2N∅
Q= ……………………………………...(7.3)
R
Galvanometer ballistic mengukur muatan yang lewat :
Q = kg.θ ……………………………………………………(7.4)
Persamaan (7.3) sama dengan ( 7.4 ) :
2N ∅
=kg θ
R
R Kgθ
∅= ………………………………………………..(7.5)
2N
Kerapatan flux magnit :

B=
A.s
R . Kg . θ
B= …………………………………………………...(7.6)
2 N . As

R4 C4
D 1=ω C2 x R
R3 C2 3

D1= ω C 4 R4 (6.9)

Biasanya sebagai komponen variable C 4 dan R3 bukan C 4 dan R4 sedang C 2& R4 dibuat
tetap. Keuntungan dari system ini adalah:

-Dari persamaan :

R4
C 1= C
R3 2

Bila R4 & C 2 tetap, berarti harga C 1 dipengaruhi oleh harga R3. Dengan membuat R3yang akurat
akan didapat C 1yang akurat juga.

-Dari perasamaan D1= ω C 4 R4 , dengan membuat R4 tetap berarti harga factor dissipasi hanya
dipengaruhi C 4 saja (dengan frekwensi konstan).

Hal ini berarti dapat membuat keakuratan yang tinggi dalam mengukur D 1 dan membuat C 4 yang
lebih akurat.

Jembatan Schering merupakan jembatan arus bola-balik yang paling cocok untuk mengukur
kapasitansi. Kapasitansi ini bias berasal dari isolator, bushing dan lain-lain.
Pengukuran dapat dilakukan dengan frekwuensi tinggi atau tegangan tinggi. Rangkaian jembatan
Schering untuk tegangan tinggi seperti gbr. 6.4 dibawah ini :
100

Gbr. 6.4

Jembatan Schering untuk Tegangan Tinggi

Gbr 6.4 perlu dijelaskan sebagai berikut :

a). Tegangan tinggi diambil dari trafo pengujian dengan f = 50 Hz. Detektor merupakan galvanometer
vibrasi. Cabang a-b & a-d hanya terdiri dari kapasitor yang memang direncana untuk (testing)
tegangan tinggi. Impedansi dengan cabang a-b & a – d jauh lebih besar dibandingkan dengan cabang
b – c& d -c.

b.) Tegangan jatuh di a -b & a-d jauh lebih besar dibandingkan b -c & d – c , oleh karena itu sebagai
titik pertahanannya adalah titik C. Tempat detector dan control akan lebih baik bila dipasang pada
cabang b-c dan d-c tersebut.
101

c.) Bila ditakutkan terjadinya tegangan besar pada cabang b – c & d – c dapat dipasang “Spark-
gap” pada cabang tersebut yang diatur misalnya 50 volt dan 100 volt.

d). Walaupun kapasitor standar C 2 dari udara/gas yang tidak ada rugi-rugi dielektrik akan tetapi
akibat isolasi penyangga tidak dapat dihindarkan. Perlu diketahui disini bahwa arus kerja sangat kecil,
sehingga rugi-rugi arus bocor harus dihindarkan. Untuk menghindari kerugian/kesalahan ini harus
dipasang “guard ring” pada elektroda-elektroda kapasitor yang disangga.

e). Sheilding kasa yang ditanahkan untuk menghindari kesalahan yang terjadi Karena kapasitansi
sendiri antar cabang.

6.5 PENGUKURAN PERMITIVITAS DENGAN JEMBATAN SCHERING :

Jembatan Schering sangat berguna untuk mengukur permitivitas relative dari suatu beban dielektrik.
Kapasitor yang akan diukur permisitivitasnya dapat berbentuk plat pararel atau silinder kosentris.
Untuk plat pararel yang luasnya terbatas perlu ditambah guard circuit pada saat pengukuran.
Umumnya bentuk dari plat berupa disk. Specimen cair dapat juga ditest dengan memakai silinder
konsentris. Untuk suatu kapsaitor susunan plat pararel harga permitivitas relatif dapat dinyatakan
sebagai berikut :

Cs d
r= ………………………………………………………………………….(6.10)
ε0 A
102

Dimana :
C s = Harga kapasitansi untuk specimen bahan dielektrik yang diukur.
d = Jarak antara 2 elektroda.
A = Luas elektroda.
ε 0 = Permitivitas udara.
a). Suatu specimen dengan luas A dan tebal d akan mempunyai kapasitansi sebesar :
εr ε A
C s= r
……………………………………………..……………….…..(6.11)
d
Susunlah elektroda dibuat seperti gbr.6.5 dibawah ini :

Gbr 6.5
Susunan elektroda pada pengukuran
permitivitas relatip.

Mula-mula jarak antara 2 elektroda adalah (d+t) dimana :

A = Luas elektroda/specimen.
d = Tebal specimen.
103

t = Jarak antara specimen dengan elektroda.


C s=¿ Kapasitansi specimen.
C 0 = Kapasitansi udara (akibat jarak antara specimen dengan elektroda).
C = Kapasitansi effektif antar 2 elektroda ( C 0 seri dengan C s ).
X = Pengurungan jarak.
ε0 A
C=
t
C = C s seri C 0
CsC
C = 0

C s+C 0
εr ε0 A ε0 A
X
d t
C =
¿ εr ¿ ε0 A ε0 A
+
d t
ε r ε0 A
C = ………………………………………………………(6.12)
ε r t +d
b.) Specimen diambil, berarti kapasitansi C turun Karena hanya mempunyai medium udara.
Hal ini dapat dilihat pada penunjukan detector jembatan tidak menunjukan keseimbangan lagi. Atur
jarak antar elektroda (dikurangi sebesar X agar C naik lagi) sehingga detector menunjukan
keseimbangn. Dalam hal ini besar kapasitansi :
ε0 A
C= …………………………………………......(6.13)
d +t−X

CONTOH SOAL :

2. Suatu Specimen tebal d = 4,5 mm; diameter specimen = 12 cm diuji dengan jembatan
Schering pada f= 50 Hz. Dalam keadaan seimbang didapat:

1000
C = 106 ; R4 = ohm parallel dengan kapasitor:
π
C4 = 0,5 μF . Tahanan murni R3 = 260 )HM.

Hitung :
a) kapasitansi .
b) faktor dissipasi.
c). permivitas relative.
Jawab: Rangkaian jembatan scheringseperti gb 6.3.
104
105

Dari persamaan ( 6.7) :


C4 0,5 x 10−6
R1 = xR3 R1 = x 260
C2 106 x 10−12

R1 = 1,23 x 106 ohm


Persamaan (6.8) :

R4
C1 = xC 2
R3
1000
C1 = x 160 x 10−12
π X 260
C1 =130 ρF
b). Faktor dissipasi D = ω C 1 r 1
D = 2 π x 50 x 130 x 10−12 x 1,23 x 106
D= 0,05
A
c) C = εr εo
d
c .d
εr =
εo x A
130 x 10−12 x 4,5 x 10−3
εr=
π 2
8,854 x 10−12 x ( 0,12 )
4
εr = 5,9
εo=8,854 x 10−12 F/m
106

Bab VII
Pengukuran Magnet

7.1 PENDAHULUAN :
Hubungan antara listrik & magnet tidak dapat dipisah satu dengan yang lainnya.
Karakteristik mesin- mesinlistrik alat-alat ukur listrik hampir semuanya menyangkut
hubungan kedua besaran tersebut. Dalam suatu perencanaan hubungan listrik – magnet dari
suau material sangat penting. Material yang biasa digunakan adalah ferromagnetic.
Untuk mentukan Kualitas ferromagnetic tersebut perlu adanya pengukuran besaran magnet.

Pengukuran yang dapat dilakukan antara lain :


e) Pengukuran kuat medan magnit.
f) Penentuan kurva B _ H dari suatu material ferromagnetic
g) Penentuan rugi-rugi hysteris & Eddy Current dari suatu bahan ferromagnetic dengan
magnit / arus bolak – balik.
h) Pengetesan Magnit permanen.
Dalam pengukuran medan magnit ini terdapat beberapa faktor penyebab ketidak
akuratan pengukuran antara lain, medan magnet yang tidak homogeny, beberapa kondisi
yang tidak sama antara pengukuran & perhitungan dan lain-lain.
Ada beberapa macam pengujian yang dapat dilakukan dalam pengukuran ini .
Pengujian-pengujian tersebut antara lain :
d) Testing Ballistik:
Pengujian ini umumnya untuk menentukan kurva B – H, Kurva hysteris suatu
ferromagnetic dan lain-lain.

Sumber tegangan searah yang digunakan untuk menimbulkan gaya gerak magnit
( gggm) dan galvanometer ballistic atau fluxmeter untuk mengukur kerapatan flux
magnit. Dengan galvanometer ballistic tidak dapat langsung diperoleh kerapatan flux
magnitnya.
e) Pengujian arus bolak balik dapat digunakan pada berbagai frekuensi, dari freakuensi
daya (50HZ) sampai dengan audio. Pengukuran ini lazim untuk mengukur rugi rugi
hysteris & arus pusar.
f) Pengukuran ini untuk mendapatkan kerapatan flux magnit dari suatu rangkaian
magnit

7.2. PENGUKURAN KERAPATAN MEDAN MAGNET ( B ) :

Pengukuran kerapatan medan magnit B dari suatu specimen dapat dilakukan


dengan melilit suatu “Search Coil” padan specimen, searah coil juga disebut sebagai “ B Coil
“. Search coil ini dihubungkan dengan galvanometer balistik atau fluxmeter. Pada specimen
selain dililitkan suatu search coil juga dililitkan kumparan pemangnitan yang dihubungkan
dengan sumber arus searah I rangkaian pengukuran dapat dilihat pada gbr.7.1 dibawah ini
107

PROSEDUR OPERASI DARI PENGUKURAN INI SEBAGAI BERIKUT :

- SWITCH S pada Posisi 1-1’ atur Rs sehingga arus yang mengalir sebesar I.
- Switch S dipindah pada posisi 2 – 2’ sehingga terjadi pembalikan arah arus I yang
menyebabkan flux magnit yang lewat specimen juga terbalik. Dalam hal ini terjadi
perubahan flux terhadap waktu sehingga pada search coil terjadi tegangan induksi sebesar
e. arus akan mengalir ke galvano meter ballistic yang menyebakan defleksi.

Bila :
∅ = Flux pada search coil

PROSEDUR OPERASI DARI PENGUKURAN INI SEBAGAI BERIKUT :

- SWITCH S pada Posisi 1-1’ atur Rs sehingga arus yang mengalir sebesar I.
- Switch S dipindah pada posisi 2 – 2’ sehingga terjadi pembalikan arah arus I yang
menyebabkan flux magnit yang lewat specimen juga terbalik. Dalam hal ini terjadi
perubahan flux terhadap waktu sehingga pada search coil terjadi tegangan induksi sebesar
e. arus akan mengalir ke galvano meter ballistic yang menyebakan defleksi.

Bila :
∅ = Flux pada search coil
R = Tahanan total dari rangkaian galvanometer balistik
108

N = Jumlah lilitan search coil


T = waktu pembalikan polaritas
E = Tegangan induksi pada search coil
θ = Sudut defleksi galvanometer balistik
Kg = Konstanta galvanometer.
As = Luas Penampang specimen.

d∅
E= N
dt

2N ∅
E= ……………………………………………………………(7.1)
t
e
I=
R
2N ∅
I= …………………………………………..(7.2)
Rt
Muatan lewat Q = it
2N∅
Q= ……………………………………...(7.3)
R

Galvanometer ballistic mengukur muatan yang lewat :


Q = kg.θ ……………………………………………………(7.4)

Persamaan (7.3) sama dengan ( 7.4 ) :


2N ∅
=kg θ
R
R Kgθ
∅= ………………………………………………..(7.5)
2N
Kerapatan flux magnit :

B=
A.s
R . Kg . θ
B= …………………………………………………...(7.6)
2 N . As

Koreksi perlu dilakukan karena dalam perhitungan diatas diasumsikan bahwa flux yang
lewat specimen merata dan luas penampang efektif search coil sama dengan luas penampang
specimen. Kenyataan nya luas penampang search coil lebih besar dibandingkan luas specimen
. Dengan demikian flux yang terukur pada search coil sama dengan flux yang lewat specimen
ditambah dengan flux yang lewat celah udara antaraspecimen & search coil.

Flux terukur = Flux lewat specimen + flux lewat celah


B As=B As+ μH ( Ac−As)
Ac
B=B' −μoH .( −1)……………………………………………………(7.7)
As
Dimana :
109

B’ = Flux magnit terukur


B = Flux Sebenearnya dalam specimen.
As = Luas Penampang Specimen.
Ac = Luas Penampang search coil
μo=Permebilitas Udara

7.3 PENGUKURAN KUAT MEDAN MAGNIT ( H )


Prinsip Dasar pengukuran H seperti halnya pada pengukuran B diatas. Pengukuran H didalam suatu
material dapat juga ditentukan dari material tersebut. Dalam hal ini search coil berada diluar
Specimen.
Rangkaian pengukuran seperti pada gbr 7.2 dibawah ini :

Gbr 7.2

Pengukuran kuat medan magnit H,

H yang berada dalam specimen sama dengan H yang berada diluar (sipermukaan specimen,karena
komponen tangensial dari kedua medan adalah sama pada kedua sisi permukaanya.

Rangkaian galvanometer mengukur B yang berada dalam search –coil.Inti search coil adalah udara
dengan permeabilitas sebesar µ.Debgab demikian dapat ditentukan kuat medan magnit sebesar :

B0
H=
µ0

Dimana : H = Kuat medan yang diukur

B0 = Kerapatan medan pada search coil (Udara)

µ0 = Permeabilitas udara

Pengukuran ini sederhana tetapi sulut untuk mencapai sensivitas yang tinggi.Pengebab kesulitan ini
antara lain luas penampang search coil harus sekecil mungkin dibandingkan dengan kumparan
permagnitanya selain dari itu,karena permeabilitas specimen jauh lebih besar dari permeobilitas udara
(orde ratusan/ratusan/ribuan kali),sehingga B0 sangat kecil dibandingkan dengan B specimen untuk H
yang sama.

7.4 POTENSIOMETER MAGNETIK :

Alata ini digunakan untuk mengukur beda potensial magnet dari 2 titik dalam suatu medan magnet.

Selain itu juga dapat digunakan untuk menentukan gata gerak magnet(GGM) dari suatu rangkaian
magnit tertutup.Gambar 7.3 dibawah ini menunjukan rangkaian dasar potensiometer magnetik.

Gbr 7.3

Potensiometer magnetic
110

Potensiometer magnetic terdiiri dari suatu strip Fleksibel non magnetic sepanjang satu meter yang
dililiti kumparan secara merata.Besar kuat medan yang dihasilkan leh suatu arus sebesar I dengan N
lilitan.

∮ H dl=N I

Ujung terminal p[otensiometer dihubungkan dengan rangkaian galbanometer.biula terjadi perubahan


arah medan,rangkaian galbanometer akan berdefleksi.

Bila:

A = Luas penampang strip.

N = jumlah lilitan persatuan panjang

H1 = Komponen tangensial dari kuat medan H

R = Tahanan total rangkaian galvanometer

Kg = Konstanta galvanometer ballistic

Θ = Sudut defleksi

F = Beda potensial magnetik.

Maka :

Flux linkage untuk suatu segmen sebesar dl.

= Flux x Lilitan

= (µ0 H1 A) x n dl

= µ0 H1 An dl

Flux Linkage total = ∫ µ 0 H 1 An dl

= µ0 H1 ∫ An dl

Bila arah magnit dibalik maka perubahan

Flux linkage = 2 µ0 H1 ∫ An dl

Beda potensial magnit antara A –B

F=∫ H 1 dl

Perubahan Flux linkage = 2µ0 H1 An F


111

Muatan yang lewat Q =IxT

2 µ 0 An F
Q = xt
R xt
2 µ 0 An
Q = F …(7.10)
R
Dengan muatan Q galvanometer berdefleksi sebesar θ

Q = Kg θ…(7.11)

Persamaan (7.10) sama dengan (7.11) maka :

2 µ 0 An
F = Kg θ
R
R Kg θ
F = ….. (7.12)
2 µ 0 An

7.5 MENENTUKAN KURBA B-H :

Metode yang dapat digunakan untuk kurba B-H adalah :

a) Metode reversal yaitu dengan mengukur B untuk suatu harga H tertentu.


b) Metode step by step :yaitu dengan mengukur ∆B untuk suatu harga ∆H tertentu.

7.5.1 METODE REVERSAL :

Rangkaian metode reversal sama dengan rangkaian pengukuran kerapatan medan magnit B

(gbr 7.1_) .Prosedur pelaksanaanya adalah :

a) Mula-mula Switch K ditutup,galvanometer dihubung singkat


b) Switch S digerakkan keposisi 1-1 2-2 beberaoa kali (± 20 x) dan berakhir di 1-1
c) Switch K dibuka,atur tegangan sumber dana tau yahanan depan R s sehingga aruys kerja yang
mengalir sebesar I1.
d) Switch K dirubah ke posisi 2-2 & galbanometer berdefleksi.Dengan demikian dapat dihitung
kerapatan medan magnit B1 dengan rumus (7.6) & H`1 dengan rumus:
¿
H =
dI
e) Setelah didapat B1 & H1 lakukan proseduir dari awal tetapi untuk I = I 2,I3 dan seterusnya
sampai didapatn I maksimum.
f) Batasasn I maksimum bila didapat ∆B = Bm – Bm-1
g) Gambar hubungan antara B & H maka diperoleh kurba B-H
112

7.5.2 METODE STEP BY STEP

Rangkaian pengukuran mirip dengan gambar 7.1 hanya saja dilengkapi dengan pembagi tegangan dan
switch putar gambar 7.4 merupakan rangkaian pengukurannya
113

Gbr.7.4

Penentuan kurva. B-H, dengan step by step.

Prosedur-pelaksanaannya sebagai beriku.t

a) Mula-,mula switch K dibuka.


b) Switch S pada posisi 1 dirubah ke posisi 2, berarti terjadi.perubahan arus dari I,= 0 menjadi I
= I1 atau dari H = 0 menjadi H1 dan ∆B = B1.
c) Switch S dirubah lagi dari 2 ke 3 maka perubahan ∆I2 =I2 – I¬¬1 atau ∆H2 =H¬¬2- H1
Serta ∆B¬2 = B2 – B1
d) Lakukan seterusnya sehingga didapat kejenuhan dimana ∆B m = Bm - Bm -1 sangat kecil.

e) Kurba B-H dapat dilihat pada gambar 7.5 dibawah ini :


114

Gbr 7.5

Kurva B-H

7.6 PERMEAMETER :

Pengujian sifat magnetic suatu metrial dapat dilakukan dengan p0ermeameter dengan
mengetahui B&H dalam specimen yang diuji.Pengujian ini dapat dilakukan dengan specimen yang
diuji.Pengujian ini dpaat dilakukan dengan specimen berbentuk ring,maupun berbentuk (rel)
bar.Bentuk ring menghasilkan pengukuran yang lebih teliti karena reluktansi dapat diperkecil,akan
tetapi sulit dlam pengerjaanya.Sistem bar lebih mudah pengerjaannya,tetapi didapat reluktansi yang
besar

Belum lagi effek demagnetisasi sendiri dalaM material (bar) dapat terjadi.Untuk mengatasi
kesulitan-kesulitan tersebut dalam pembuatan permeameter, dilakukan dengan pen ggabungan Sistem
ring& bar. Banyaksekali sistem permeameter yang ada saat ini. Dalam bab ini hanya akan dibahas 2
permeameter yaitu
115

a). Permeameter Hopkinson.


b). Permeameter Fahr
7.6.1. PERMEAMETER HOPKINSON : .
Specimen yang diuji dililitkan kumbaran pemagnitan (Magnitizing winding) dan search coil.
Specimen bar ini di-klam'dengan 2-belah rangka (yoke) dari besi massif.
Luas penampang tempat klam diusahakan seluas mungkin agar reluktansi antar bar & yoke dapat
kecil. Yoke sebagai jalur balik flux magnit.
Gambar 7.6 dibawah ini menunjukkan permeameter Hopkinso

Gbr. 7.6
Permeameter Hopkinson.

keterangan

N = Jumlah lilitan kumparan pemagnitan.


I = Arus pada kumparan pemagnitan
L = Panjang specimen bar (antara 2 yoke)
As = Luas penampang specimen
µC = Permeabilitas specimen
Ry = Reluktansi yoke
Rs = Reluktansi sambugnan yoke/specimen
Rsp = Reluktansi Specimen.
Ø = Flux Magnet
116

2 µ 0 An
M= (Ry + Rs) (7.15)
1
Subsitusi (7.15) ke (7.14) didapat :
NI
H= (7.16)
I (1+m)
Bila dapat diusahakan harga m yang kecil,maka :
NI
H= ( 1+m ) (7.17)
I
Untuk menghitung permeabilitas perlu didapat harga B dari –galvanometer ballistic.

7.6.2 PERMEATER FARY


Permeater fahy merupakan salah satu permeater yang sangat sederhana baik dalam prinsip
maupun operasi permeater ini umum dipakai untuk mengetahui sifat pemagnitan suatu specimen dan
telah diterima oleh standard ASTM.Diagram permeameter ini seperti gbr 7.7 dibawah ini:

Kumparan Permagnitan
117

Gambar 7.7
Permeameter Fahy

Dari gambar diatas terlihat bahwa permeameter ini hanya memakai 1 specimen bar yang diklam
kedua ujungnya dengan suatu yoke.Pada yoke tersebut diberi kumparan pemagnitan/Suatu search coil
dililitkan pada specimen & dihubungkan dengan galvanometer ballistic.Dengan demikian akan didpat
kerapatan medan magnit B.Search coil lazim juga disebut sebagai “B Coil”.Kuat medan magnit H
diperoleh dengan memakai prinsip seperti pada pasal 7.3,dimana didekatkan kumparan yang lazim
disebut “H coil”.
H coil ini harus berinti udara atau material non magnistik.Dengan mengetahui harga B&H dapat
diketahui sifat magnit dari specimen yang diuji.
7.7 PENGUKURAN KERAPATAN MAGNIT (B) DENGAN EFEK HALL:
Suatu arus yang lewat pada suatu material (metal/semi konduktor) dan memotong suatu
medan magnit,akan timbul suatu tegangn pada sisi-sisi material tersebut.Arah-arah besar-besaran
tersebut sperti gambar 7.8 dibawah in,khususnya untuk material atau semi konduktor type n

Koefisien Hall :
Ey
RH = (7.18)
J x Bz
E = Kuat medan listrik.
J = Keraptan arus.
B = Kerapatan Medan Magnit
X,Y,Z = Arah pada koordinat x,y,z pada gbr 7.8
E = RH J B (7.19)
Bila ω = Lebar specimen
t = Tebal Specimen,maka
V = Eω
V = RH Jω B
R H JωB
V =
t
RH IB
V == Volt (7.20)
t
Koefisien Hall sangat dipengaruhi oleh perbedaan temperatur,oleh karena itu diusahakan
material yang mempunyai sensivitas temperatur yang kecil.

7.8 PENGUJIAN MAGNIT DENGAN ARUS BOLAK-BALIK :


Pengujian dengan sumber bolak-=balik umumnya dipakai uintuk mengukur rugi-rugi inti
(besi).rugi rugi data ini disebabkan karena rugi-rugi arus pusar(Eddy Curent).kurba
hysterisis*hysterisis loop_dapat juga ditentukan dengan pengetesan arus searah,tetapi untuk rugi-rugi
arus pusar hanya bisa dilaksanakan dengan sumber bolak-balik.
Hubungan rugi-rugi energi persatuan berat sangat.Variasu terhadap tebal plat,kerapatan flux maksium
& frekwensi.kurva dibawah in 7.9 menunjukan hubungan hubungan tersebut untuk suatu frekuensi
tertentu.
118

Gambar 7.9
Kurva rugi rugi energi.

t = Tebal Lempengan [m]

ρ = Tahanan jenis material [Ω m]

Makin tebal lempengan material makin besar rugi-rugi yang terjadi. Oleh karena inti trafo atau mesin-
mesin listrik selalu terbuat dari lempengan & bukan masif.

Rugi-rugi besi/sat.volume = Rugi-rugi hysteresis + rugi-rugi

Eddy Current

Pb = Ph +

4 K f 2 f 2 B m2 t 2
Pb = ƞ f Bm x + ............(7.23)

Rugi-rugi besi total:

4 K f 2 f 2 B m2 t 2
Pb = Volume ( f Bm x + )...7.24)

Untuk suatu harga volume, tebal, tahanan jenis yang konstan maka :

Pb = Kh f Bmx + Ke Kf2f2Bm2........................(7.25)

Kh = konstanta Hysterisis.

Ke = Konstanta arus pusat

Penentuan konstanta-konstanta tersebut diatas dapat di-lakukan dengan berbagai percobaan.


Percobaan-percobaan terse-but antara lain dengan frekuensi & kerapatan medan magnetva-riabel atau
dengan frekuensi & factor bentuk variable.

Dari persamaan (7.25) diatas :

Pb = Kh f Bmx + Ke Kf2f2Bm2

Pb
= Kh Bmx + (KeKf2Bm2) f
f
119

Pb
Dengan membuat kurva terhadap f akan didapat harga (Kh Bmx) dan tan α = KeKf2Bm2 seperti
f
gambar 7.10 dibawah ini :

Gambar. 7.10

Kurva rugi-rugi terhadap frekuensi.

Dengan mengetahui harga Bm & Kf akan didapat Ke.

Percobaan kedua dengan frekuensi & Kf konstan, Bm berubah-ubah karena telah diketahui harga K e maka Pe juga dapat
dihitung :

Ph = Pb - Pe

Ph = Kh f Bmx

Log Ph = Log(Khf) + X log Bm

Dengan membuat kurva antara log Ph & log Bm akan didapat harga X dan Kh (lihat gambar 7.11) dibawah ini:

Gambar 7.11

Kurva log Ph terhadap log Bm

Salah satu cara pengukuran rugi-rugi besi adalah metode Epstein dengan rangkaian seperti gbr.7.12
dibawah ini:
120

Gambar. 7.12

Rangkaian Epstein

Instrumen yang diperlukan antara lain, frekuensi meter, Am-peremeter, wattmeter, Voltmeter untuk
harga rata-rata dan efektif. Dengan mengetahui harga rata-rata & efektif akan didapat factor bentuk
(Kf):

E2 =4 K f 2 N 2 f . Bm A .............................(7.26)

Dimana:

Kf = Faktor bentuk = 1,11 untuk sinusoidal murni

N2 = Jumlah lilitan sekunder.

F = Frekuensi

Wb
Bm = Flux magnet maksimum ( )
m2
A = Luas penampang material (m2)

M = Massa material (Kg)

l = panjang satu sisi (m)

Kg
d = berat jenis material ( )
m2
Maka :

M
A=
4 ld
atau :

4 K f N 2 f . Bm M
E2 = ............................(7.27)
4 ld
Rugi-rugi daya diukur oleh wattmeter W, hanya saja perlu di koreksi dengan rugi-rugi instrumen.

Pb = P – Pi................................(7.28)
121

Pb = Rugi-rugi material testing

P = Penunjukan wattmeter

Pi = Rugi-rugi instrument

1 1 1
Pi = E2 ( + + )
R ef R av R w

Ref, Rav, Rw masing-masing tahnan dalam voltmeter penunjuk efektif, rata-rata, & wattmeter.

7.9. PENGUKURAN RUGI-RUGI BESI & PERMEABILITAS DENGAN JEMBATAN

MAXWELL:

Pengukuran rugi-rugi selain dengan cara Epstein ju-ga dapat dilakukan dengan Jembatan
Maxwell. Percobaan ini di-lakukan dengan sumber bolak-balik dan dengan prinsip keseim-bangan
jembatan. Specimen yang digunakan disini berbentuk ring. Rangkaian jembatan Maxwell seperti pada
gbr.7.13 dibawah ini :

Gambar. 7.13

Jembatan Maxwell untuk mengukur rugi-rugi besi specimen bentuk ring

Specimen yang diukur diletakkan pada cabang a & b. Besaran yang diukur adalah tahanan ( R s ) &
induktansi ( Ls ) specimen.

Pada keadaan seimbang didapat :

R3
Rs = (R +r ).................................(7.29)
R4 2 2

Tahanan efektif dari specimen adalah :

Rugi−rugi besi+rugi rugi tembaga dalam kumparan


Rs =
( arus)2
P b + I1 R w 2

Rs = .......................................(7.30)
I1 2

Rw = Tahanan kumparan.
122

Pb = I 1 ( R s −R w ) .....................................(7.31)
2

Pada keadaan seimbang :

V bc =V dc

I 1 R¿ R 4 ¿

I 1 R¿ ¿

R4
I 1= .........................................(7.32)
R 3+ R 4

Substitusi (7.32) ke (7.31)

R4
Pb = I 2 ( R −R w )
R3 + R 4 s

Harga Rs dari persamaan (7.29), arus I dari pengukuran & tahanan R w dari percobaan dengan sumber
searah.

Harga induktansi LS juga didapatkan :

R3
LS = × L2
R4

N2
LS =
LS
μS A S

N = jumlah lilitan.
123

lS = panjang jalur flux dalam specimen.

AS = luas penampang specimen.

μS = permeabilitas specimen.

l S LS
μS =
N2 AS

l S R 3 L2
μS = ..............(7.34)
R4 N2 AS

7.10. PENGUKURAN RUGI-RUGI BESI DENGAN JEMBATAN CAMPBELL :

Rangkaian jembatan yang baik untuk mengukur rugi-rugi besi adalah jembatan Campbell.
Gambar 7.14 dibawah ini merupakan jembatan Campbell.

Gbr.7.14

Jembatan Campbell untuk pengukuran rugi-rugi besi

Dari gambar 7.14 tersebut diatas terlihat bahwa specimen ring diteliti 2 kumparan primaer
(N1) & sekunder (N2). Juga terdapat induktansi bersama variable M serta tahanan variable R 2. Vektror
keseimbangan jembata seperti gbr. 7.15 dibawah ini:

7.11. PENENTUAN KURVA HYSTERISIS DENGAN OSCILLOSCOPE:

Kurva hysteresis sangat penting untuk diketahui karena dengan mengetahui kurva tersebut dapat
dinilai sifat kemagnitan material. Material yang baik adalah yang mempunyai kurva hysteresis yang
“kurus”. Dengan diketahui “kurus gemuk” nya kurva hysteresis kita dapat memilih material mana
yang ingin dijadikan inti (trafo, mesin-mesin listrik dan lain-lain) agar rugi-rugi yang terjadi kecil.
124

Salah satu cara pengukurannya dengan oscilloscope, yang rangkaiannya seperti gambar 7.16 dibawah
ini:

Gbr. 7.16
pengujian magnetic dengan ociloscope

Suatu specimen ring dililitkan 2 kumparan N1 & N2 . Kumparan N1 hubungkan seri dengan
tahanan murni r1 & outotrafo. Tegangan V1 ( = i1 r1 ) dimasukan ke oscilloscope, ordinate X dengan
melalui suatu penguat. Tegangan v1 sebanding dengan i1 yang dapat menyatakan kuat medan magnet
H. Kumparan “Search Coil” N2 dihubungkan dseri tahanan besar r2, dan kapasitor C2. Tegangan Vc
yang dimaksukkan ke oscilloscope ordinate y dengan melalui suatu penguat

Tegngan induksi e2 pada N2 sebesar :

ⅆϕ
e2 = N 2
ⅆt
ⅆϕ
er = N2AS
ⅆt
Dengan r2 yang besar maka :

e2
i 2=
r2

N 2 . A s ⅆϕ
i2 =
r 2 ⅆt

Tegangan pada kapasitor C :

1
Vc =
C ∫ i 2 dt
1 N2 As
Vc =
C r
∫ dB
125

N 2 As
Vc = B
Cr
Dengan B pada ordinat Y&H pada ordinat X akan didapatkan kurva B – H dari Material yang diuji

CONTOH SOAL :

1) Suatu besi berbentuk ring dengan luas penampang 3,5cm2, keliling rata-rata 100cm, dililitkan
kumparan pemagnitan 100 lilitan & search coil 200 lilitan. Search coil terhubung dengan
galvanometer ballistic dengan Kg = 1µc/ devisi dan tahanan tahanan total rangkaian
galvanometer 2000Ω, Arus 10 A dibalik arahnya, dan terjadi defleksi pada galvanometer
sebesar 150 devisi
a) Hitung kerapatan flux magnit
b) Permeabilitas pada (a) tersebut

JAWAB :

Gaya gerak magnit (g g m) = N1 I1

= 100 x 10

= 1.000 A

N1I1
H=
1
1000
H= = 10 A/cm = 1.000 A/m
10
Q = 1 Kg θ 1

Q = 1 x 100 = 1.00 µc

Flux linkage pada search coil :

ɸ = N2 ∅

ɸ = 200 ∅

Dengan membalik arus maka :

Δɸ = N2 ∅

= 200 ∅

Gaya gerak listrik (ggl)

Δɸ 400 ∅
e= =
t t
126

Arus pada search coil :

θ 400 ∅
I= =
R Rt
Q = i. Δt

400 ∅ 400 ∅
Q= x Δt =
Rt R
400 ∅
Q=
2000

Dari galvanometer Q = 100 x 10-6 maka :

400 ∅
= 100 x 10-6
2000
∅ = 500 x 10-6 Wb


B=
A
500 x 10−6
B= = 1,428 Wb/m2
3,5 x 10−6

Permeabilitas :

B
µ=
H
1.428
µ=
1.000

Permebilitas relative :

µr 1.428
µ= =
µ 0 1.000 x 4 x 10−7

2). Pengujian rugi-rugi besi dengan Epstein didapat :

a) pada f = 50 Hz, 250 V, Pb = 200 Watt

b) pada f = 40 Hz, 100 V, Pb = 40 Watt

Hitung rugi-rugi hysteresis & arus pusar dari kedua pengetesan diatas bila konstanta steimmetz
= 1,6
127

JAWAB :

Tegangan sumber sebanding dengan kerapatan medan magnet (B) & frekuensi (f) :

Ph = Kh Bm 1,6 f

Pe = Ke Bm 2 f 2

Pb = Ph + Pe = Kh Bm 1,6 f + Ke Bm 2f2

Untuk f = 50 Hz, 250 V

200 = Ke Bml2 f12 + Kh Bml 1,6 f1

Untuk f = 40 Hz, 100 V

40 = Ke Bm2 2f22 + Kh Bme 1,6 f2

Bm1 f1 = 2,5 Bm2 f2

f2
Bm1 = 2,5 x Bm2
f1
40
Bm1 = 2,5 x Bm2 = 2 Bm2
50
Dua persamaan diatas menjadi :

200 = Ke Bm12 (50)2 + Kh (Bm1) 1,6 x 50

Bm 1 Bm 1 1,6
40 = Ke ( ¿ (40)2 + Kh ( ¿ x 40
2 2

Dari persamaan tersebut menjadi :

Ke (Bm1)2 = 0,049

Kh (Bm1)1,6 = 1,55

Pada = 50 Hz ; 250 V

Pe 50 = Ke (Bml)2 (502 = 0,049 (50)2 = 122,5 Watt

Pe 50 = Kh (Bml)1,6 (50) = 1,55 50 = 77,5 Watt

Pada f = 40 Hz ; 100V

Bml
Pe 40 = Ke ( ¿ (40)2
2
0,049
Ph 40 = x (40)2 = 19,6 Watt
4
Bml 1,6
Ph 40 = Kh ( ¿ (40)
2
128

1,55
Ph 40 = x 40 = 20,4 Watt
21,6

Anda mungkin juga menyukai