BAB I
KARAKTERISTIK ALAT UKUR
diketahui hal-hal yang menyangkut sifat-sifat dari alat ukur, karakteristik-karakteristiknya dan
beberapa definisi mengenai sistem pengukurannya. Sifat dari alat ukur listrik sudah banyk
Maksud dari suatu pengukuran tidak lain untuk mengetahui berapa harga dari suatu besaran
yang sedang diukur. Dalam hal ini harga yang diinginkan tentu saja harga yang benar (“True
Value”). Harga benar ini tidak mungkin akan didapatkan, yang paling mungkin hanyalah
pendekatan dari harga benar tersebut. Pendekatan ini didapat dengan mengambil harga rata-rata
dari suatu sample pengukuran yang jumlahnya tidak terhingga, dengan asumsi deviasi positif
sama (hampir sama) dengan deviasi negatifnya. Harga pendekatan tersebut dapat disebut juga
Guna mendapatkan harga exact perlu diketahui definisi dari “Akurat (Accuracy)” dan
“Presisis (Precision)”. Akurat didefinisikan sebagai kemampuan suatu alat untuk mendapatkan
harga yang paling mendekati harga sebenarnya. Presisi didefinisikan sebagai pengukuran
tingkat keberhasilan dalam mendapatkan suatu harga dari suatu sistem pengukuran. Untuk lebih
jelas nya dapat diberikan contoh sebagai berikut : Ada 2 buah kotak tahan dekade A dan B
dengan harga masing-masing dekade 1, 10, 100, 1000 Ohm/step. Kotak A mempunyai garansi
yang tinggi dengan 0,1 persen (%) dan kotak B mempunyai garansi 1 persen (%). Kedua kotak
tersebut dapat dikatakan mempunyai presisi yang sama, karena keduanya harga terkecil yang
2
dapat dibaca adalah 1 Ohm/step. Akan tetapi keduanya tidak mempunya akurat yang sama,
Bagi alat ukur, keakuratan merupakan hal yang paling penting karena merupakan tingkat
kemampuan alat tersebut untuk mengukur/membaca harga yang benar, Oleh karena itu timbul
masalah kesalahan (error) yang didefinisikan sebagai selisih (perbedaan) antara harga yang
δA =A 1− A
δA =kesalahan
A1=harga pengukuran
A=hargabenar
Koreksi didefinisikan sebagai selisi antara harga benar dengan harga pengukuran
δC =A− A 1
δC =koreksi
δC =−δA
Sensitivitas suatu alat didefinisikan sebagai hasil perbandingan antara harga pengukuran dengan
besaran (fungsi) diukur. Sistem akan ber”transien” terlebih dahulu sebelum mencapai posisi
akhir. Sifat/kelakuan alat ukur yang demikian ini disebut sebagai kelakuan dinamik (dynamic
behavior) dan pada alat ukur perlu sekali dianalisa. Beberapa macam fungsi masukan yang
a) Fungsi step (Step Function), dalam hal ini harga masukan secara tiba-tiba berubah dari suatu
b) Fungsi linier (Linier Function) dalam hal ini harga masukan berubah secara linier terhadap
c) Fungsi Sinus (Sinusoidal Function) dalam hal ini harga masukan berubah secara sinusoidal
Kesalahan dinamik didefinisikan sebagai perbedaan harga yang ditunjukkan dengan harga
sebenarnya. Pada protses dinamik ini tentu saja diharapkan bahwa bentuk keluaran sama dengan
bentuk masukan. Kemampuan suatu alat untuk mencapai tingkat yang demikian disebut
“fidelitas”. Perbedaan phasa atau ketebelakangan waktu tidak tercakup dalam fidelitas ini.
4
Sebagai contoh, bila suatu besaran masukan sinusoidal dan keluaranya juga sinusoidal walaupun
terjadi perbedaan phasa dana tau waktu, maka tingkat fidelitas alat ukur tersebut sama dengan
100%. Dengan demikian harga kesalahan dinamik total adalah kombinasi dari fidelitas,
kelambatan waktu, dan pergerseran phasa antara besaran masukan dan keluaran.
Response dinamik suatu sistem tergantung pada konstruksi magnitude dan type komponen
yang digunakan. Masalah-masalah yang berhubungan dengan response dinamik ini adalah :
- Response waktu; yaitu persyaratan waktu untuk mencapai keadaan seimbang (posisi akhir)
setelah besaran masukan dipasang pada alat ukur. Untuk fungsi step, response waktu
dinyatakan sebagai waktu yang dipergunakan untuk mencapai presentase specific dari
besaran yang diukur setelah masukan dipasangkan. Presentase specific ini dapat 90% s/d
99%.
- Untuk alat ukur portable harga prosentase specific ini dapat ± 0,3% dari skala penuh, sedang
- Kecepatan response dinyatakan sebagai kecepatan alat ukur mencapai harga yang diukur.
- Keterlambatan pengukuran dinyatakan sebagai keterlambatan waktu (delay time) alat ukur
untuk mencapai response harga yang diukur. Umumnya keterlambatan ini kecil sekali, akan
5
tetapi bila terjadi keterlambatan yang lama, maka perlu adanya pengurangan waktu
keterlambatan tersebut
Waktu mati (Dead time) didefinisikan sebagai waktu yang dipergunakan suatu sistem
pengukuran untuk mulai response ke harga yang diukur. Kenyataannya waktu mati ini adalah
waktu sebelum alat ukur (penunjuk) mulai bergerak setelah besaran masukan dipasangkan.
Sedang daerah mati adalah perbedaan terbesar dari besaran yang diukur sampai sesaat sebelum
response terjadi. Penyebab terjadinya daerah mati ini antara lainkarena rugi-rugi hysterisis dana
tau gesekan yang mana momen gerak masih belum mampu menggerakkan jarum penunjuknya.
Gbr. 1.2.
Daerah & waktu mati
Contoh soal :
1. Suatu Voltmeter searah menunjukkan harga 120,5 Volt sedangkan harga benarnya
120,23 Volt.
Berapa kesalahan dan koreksi dari Voltmeter tersebut
Jawab :
δV =V 1−V
δV =120,5−120,23=0,27 Volt
Koreksi δC =−δV =−0,27 Volt .
2. Suatu jembatan wheatstone dalam keadaan seimbang. Bila tahanan yang tidak diketahui
berubah sebesar 6 Ohm, Galvanometer akan berdefleksi sebesar 3mm. Berapa
sensitivitas jembatan tersebut.
Jawab :
Magnitude Harga
Sensitivitas=
Magnitude Response
6
Sensitivitas= mm=2 Ohm/ mm
3
7
BAB II
KESALAHAN PENGUKURAN
2.1 KESALAHAN
Keakuratan dan kepresisian suatu alat sangat tergantung desain, material dan kemapuan orang yang
membuat alat tersebut. makin akurat alat tersebut maka semakin baik alat tersebut. Akan tetapi
makin akurat suatu alat ukur makin mahal pembuatanya. Hal ini karena di perlukan suatu
desain material dan kemampuan membuat yang tinggi. Pada alat ukur defleksi garansi
Perbedaan harga benar dengan harga pengukurannya dinyatakan sebagai kesalahan (Spt,
Bab. I). Sebenarnya dalam suatu pengu an nilai .kesalahan tidak sangat berarti, karena
penting adalah perbandingan nilai kesalahan tersebut dangan nilai sebenarnya sebagai contoh
suatu pengukuran tahanan sebesar 2 ohm, harga tersebut tidak sangat berarti bila tahanan
diukur 1 kΩ dan berarti bila tahanan diukur 10 Ω. Perbandingan antara kesalahan dengan
Kesalahan relative =
er = harga kesalahan
harga benar
er = Δa
A . . . . (1)
8
Harga benar
b. Pengurangan
jika kesalahan u, v adalah ± δu, δv maka pada kasus diatas harga kesalahan u adalah + δu dan v
adalah - δv
9
d. Perkalian
e. Pembagian
di defenrensilir terhadap y
Kesalahan relatif :
g. Pangkat
Diferensiir terhadap y.
Kelalahan relatif
h. Perkalian pangkat
Kesalahan relatif :
11
Dalam suatu pengukuran tidak dapat dihindari adanya kesalahan akan tetapi harus
diusahakan kesalan sekecil mungkin . studi masalah ini kesalahan ini penting artinya
Kesalahan besar
Bentuk kesalahan yang dapat diklasifikasikan ke macam kesalahan besar ini adalah segala
kesalahan manusia dalam memakai, membaca dan menghitung/ mencatat dari suatu pengukuran.
Kesalahan ini mungkin sekali terjadi, untuk menghindarinya perlu adanya koreksi hasil pengukuran.
Kesalahan ini mudah sekali diketahui, berbeda dengan bentuk kesalahan lainnya. Bagi pemula kesalahan
ini paling umum terjadi. Contoh penyearah kesalahan ini antara lain, kesalahan rangkaian, kesalahan .
untuk mengurangi adanya edek pemmbeberan, perlu adanya pengetahuan yang lebih mendalam dari
system pengukuran . ketelitian dan kecerobohan merupakan hal yang paling sering penyebab
kesalahan . kesalahan ini benar tidak dapat digitung dengan pendekatan matematik tetapi dapat
dikurangi dengan banyaknya latihan, meningkatkan ketelitian dan salabr dalam melakuakan percobaan.
12
b. Kesalahan sistematik
kesalahan statistik dapat dibagi dalam 2 katagori yaitu kesalahan alat dan kesalahan
pengorasian alat, pengatur nol(zero adjustment),konstanta pegas dll. Kesalahan alat dapat
- memilih peralatan yang sesuai dengan macam macam pengukuran yang dilakukan.
Kesalahan lingkungan merupakan kesalah diluar alat yang disebabkan antara lain panas,
tekanan, kelembaban, vibrasi polusi, medan magnit, medan listrik dll. Kesalahan ini dapat
dikurangi dengan membuat system pendingin udara (air conditioneing) shielding magnet
C. Kesalahan Rapdom
kesalahan ini, tetapi juga perlu ditunjang mengenai keakuratan kerja, dan bekerja
Pendekatan yang baik bila jumlah pengukurannya tak terhingga, walaupun dengan jumlah yang
Deviasi rata-rata mengatakan tingkat ke,presisian dari suatu alat dalam pengukuran..Suatu alat
diryatakan sangat presisi bila harga deviasi rata-rata sangat. DeViasi rata-rata dinyatakan semua
Standar deviasi atau kwadrat rata-rata deviasi (root mean square deviation) dinyatakan sebagai.
Untuk pengukuran yang berhingga jumlah pengamatannya standar deviasinya dinyatas sbb :
pengamatan yang tak terhingga adalah kurva Gauss kurva tersebut secara matematis
dinyatakan sbb :
h
y=
√π
deviasi x)
h = konstanta
15
Gbr.2.1
Kurva (probabilitas) Gauss
Kurva diatas simetris terhadap harga rata rata aritmatik,(aritmatic mean) dan luas daerah
dibawah.
h
Misal harga
√π
= A , jika jumlah pengamatan sebesar n , kemungkinan kejadian sebesar ∆n
dengan devisiasi antara x dan x + ∆x adalah :
∆n = n y ∆x
= n Ae-h2x2 ∆x
16
−∞
2 2
nA ∫ e−h x = n
+∞
−∞
2 2
A ∫ e−h x = 1 ………………………....………………………………………………….(2-20)
+∞
Jumlah (fraksi/bagian) pengamatan terhadap total dari suatu harga antara x1 dan x2 akan sama
dengan luas di bawah bagian kurva yang berada antara harga x tersebut.
x2
h 2 2
n1-2 =
√π ∫ e−h x dx .……………………………………………………………........……(2-21)
x1
Jika harga n1-2 = 0,5 berarti 50% dari deviasi jatuh antara x1 dan x2.
x❑
h 2 2
n0-x =
√π
∫ e−h x dx…………...............…………..……………....……………………... (2-22)
0❑
untuk x = 0
h
y= …………....…………………………………………………………………….(2-
√π
23)
17
Jelas bahwa harga maksimum y tergantung pada h. Makin besar h, makin curam/runcing kurva
Gauss tersebut, hal ini juga dapat dilihat dari penurunan kurva yang merupakan fungsi dari –h2,
harga h ini juga mengakatakan tingkat kepresisian suatu alat, makin besar h makin presisi alat
tersebut. Dengan melihat gambar 2.1, diambil 2 batas x sebesar –r dan r. Harga r ini
diatur/diletakkan pada posisi dimana luas daerah di awah kurva yang dibatasi oleh x = r dan x =
-r sama dengan 0.5 atau dengan kata lain 50% deviasi berada antara x = ± r atau dengan lain
perkataan kesempatan untuk mendapatkan harga yang mempunyai deviasi maksimum sebesar ± r
adalah 50%.
+r❑
h 2 2
√п
∫ e−h x dx = 0,5
−r ❑
r
2h
2п ∫ e−h2 x2dx = 0,5
0
0,4769
r= ………………………………………………………………………………......( 2-24)
h
D= ∫ [ x ] ydx ……………………………………………………………………………(2-25)
−∞
∞❑
2h 2 2
D=
√п
∫ e−h x xdx
−∞❑
∞❑
1 2 2
D=
√п h
∫ e−h x (−2 h2 x)dx
0❑
1
D= ......………………...... …………………………………………………………….. (2-
√п h
26)
r
D= ………………………….......……………………………………………………. (2-
0,8453
27)
Pers. (2-27)
Ʃ d2
σ2 =
n
∞❑
2h 2 2
2
σ =
√п
∫ e−h x x 2
0
1
σ2 =
2h 2
1
σ= …...…………………….....………………………………………………………… (2-
√2 h
28)
r
σ= ……………………………………....…………………………………………… (2-
0,6745
29)
Dari kurva Gbr. 2.1, menyatakan bahwa luas daerah di bawah kurva yang dibatasi oleh suatu
interval harga menyatakan bagia (fraksi) jumlah pengamatan yang mempunyai kesalahan
maksimum sebesar interval tersebut dari rata-rata arithmatiknya.
Bila diambil interval harga sebesar standard deviasi σ maka luas daerah di bawah kurva yang
Tabel 2.1 di bawah ini menyatakan hubungan antara deviasi dan bagian luasi di bawah kurva.
Analisa-analisa di atas didasarkan jumlah pengamatan yang tak terhingga, dimana didapatkan:
r = 0,6745
d1 2+d 2 2+ …+d n 2
r = 0,6745
√ n
20
d1 2+d 2 2+ …+d n 2
r1 = 0,6745
√ n−1
……………………………………………………………… (2-
31)
1
rav = r1
√π
d1 2+d 2 2+ …+d n 2
rav = 0,6745
√ n (n−1)
Ʃ [d]
rav = 0,6745 ……………………………….........…………………………………… (2-
n(n−1)
23)
Kemungkinan kesalahan (r) untuk beberapa variable dari suatu fungsi dinyatakan sbb :
missal y = f(u, v, w)
∂y
dyu = kemungkinan kesalahan y karena kesalahan pada u = du
∂u
∂y
dyv = kemungkinan kesalahan y kareana kesalahan pada v = dv
∂v
∂y
dyw = kemungkinan kesalahan w kareana kesalahan pada w = dw
∂w
maka :
Contoh soal :
21
1. Suatu Voltmeter 200 volt, dengan garansi keakuratan sebesar 1% pada skala penuh.
Tegangan yang diukur 100 Volt. Berapa presentase kesalahan.
Jawab :
∂V = er x v
∂V = 0,01 x 200 = 2 Volt
Tegangan yang diukur 100 Volt, maka kesalahan pada pengukuran tegangan tesebut
adalah :
v 2
ɛr = = = 0,02 = 2%
v 100
2. Dua tahanan dipasang seri R1 = 250 ± 2,1 Ω, R2 = 100 ± 1,5 Ω. Berapa kesalahan tahanan
total (seri) dalam Ohm dan persen.
Jawab :
R1 = 250 ± 2,1 Ω
R2 = 100 ± 1,5 Ω
y = R s = R1 + R 2
Rs = (250 ± 2,1) + (100 ± 1,5) Ω
Rs = (350 ± 3,6) Ω
∂R ∂P ∂I
=±( +2 )
R P I
= ± (1,5 + 2 x 1,0)
= ± 3,5%
4. Suatu pengukuran tahanan didapat data sbb:
101,2 101,7 101,3 101,0 101,5 101,3 101,2
101,4 101,3 101,1 ohm.
Bila diasumsikan hanya kesalahan random yang terjadi.
Hitung:
a. Arithmatic mean
b. Standard deviasi
c. Kemungkinan kesalahan 1 pengamatan
Jawab :
a. Arithmatic mean
R 1+ R 2+ …+ Rn
R=
n
101,2+101,7 +101,3+101,0+101,5+101,3+101,2+101,4+101,3+101,1
R=
10
R = 101,30Ω.
Untuk menjawab b, c, d, lebih baik diberikan data dalam tabel di bawah ini.
R. d. d2.
101,2 -0,1 0,01
23
Ʃ d 2 = 0,36 = 0,2Ω
σ=
√ n−1 9
c. Kemungkinan kesalahan 1 pengamatan
Ʃ d2
r1 = 0,6745
√ n−1
0,36
r1 = 0,6745
√ 9
= 0,1349Ω
Ʃ d2
rav = 0,6745
√ n(n−1)
0,36
rav = 0,6745
√ 10 (9)
= 0,0427 Ω
24
BAB III
PENGUKURAN DAYA
Gambar 3.1.
Pengukuran daya dengan Wattmeter
Bila di pakai kombinasi antara Voltmeter-Amperemeter dapat dilakukan sebagai berikut : (Gambar 3.2.)
(a) (b)
Pengukuran daya dengan Voltmeter-amperemeter
Jadi harga sebenarnya adalah selisih antara daya pengukuran dikurangi rugi-rugi dari voltmeternya.
Untuk rangkaian (b) ;Voltmeter mengukur tegangan sumber V =V L +V a dan amperemeter mengukur
arus sebenarnya I =I L . I V
26
P=I ×V
P=I L ( V L +V a )
P=I L ×V L + I L ×V a
I L × V L =P−I L .V a . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (3.3)
Harga daya sebenarnya adalah antara daya pengukuran dikurangi rugi-rugi Amperemeter. Dengan
demikian baik rangkaian (a) maupun (b) selalu terjadi kesalahan dan koreksinya adalah daya yang diserap
oleh meter yang secara listrik berada didekat beban.
Em
Dimana : E= =teganganefektif
√2
I
I = m =arus efektif
√2
27
Dari persamaan di atas terlihat bahwa suatu wattmetersatu phasa dapat langsung mengukur daya yang
diserap beban, karena semua besaran tegangan arus dan cos φ sudah tercakup di dalamnya. Rangkaian
pengukuran dengan wattmeter 1 phasa.
Gambar 3.3.
Rangkaian Wattmeter 1 Phasa
Kesalahan pada pengukuran wattmeter 1 phasa antara lain disebabkan sifat induktif kumparan tegangan.
Hal ini menyebabkan arus yang mengalir pada kumparan tegangan tidak sephasa dengan tegangan yang
diukur. Sifat kesalahan ini dapat dianalisa sebagai berikut :
Dengan melihat Gambar 3.3. diatas dimana :
Maka :
V
i p=
( r p + R ) +(ω L p )2
ω Lp
tan β=
(r p+ R )
Makin besar sifat resistivitasnya makin kecil harga β. Makin besar frekuensi yang diukur makin besar
harga β. Daya yang diukur oleh wattmeter sebanding dengan :
p=I .i p cos(φ−β )
28
v
p=I . cos(φ−β )
z
r p+ R
Dimana : z p=
cosβ
v
p=I cos β cos(φ−β )
(r p + R)
cos φ
Maka e = 1− [ cos ( φ−β ) ]
×harga pengukuran
e=¿
e = ¿ . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (3.12)
1+tan 2 β
= ................................................
1+ tan φ tan β
(3.13)
29
hargabenar 1
=
harga pengukuran 1+tan φ tan β
Hubungan antara factor koreksi dengan sudut daya beban untuk harga β = 1 derajat dan β = 0 10’ dapat
di lihat pada gambar 3.4. di bawah ini :
Gambar. 3.4.
Hubungan factor koreksi dengan sudut phasa beban
Pada pengukuran daya bolak – balik 1 phasa, bila besaran yang diukur lebih besar dari batas ukur alat,
dapat dilakukan dengan pertolongan trafo
arus dan trafo tegangan. Adapun rangkaian
pengukurannya seperti gambar 3.5.
Gambar 3.5. :
Hubungan Wattmeter 1 phasa dengan CT &
PT
30
Penggunaan kedua trafo ukur tersebut tentu saja juga mengakibatkan kesalahan pengukuran.
Kesalahan ini khususnya diakibatkan adanya pergeseran sudut phasa. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat vektor diagram trafo ukur, seperti Gambar 3.6 dibawah ini :
31
(a) (b)
Gambar 3.6
Dimana :
α = sudut phasa antara arus yang mengalir pada kumparan arus dan kumparan tegangan
δ = sudut phasa PT
θ = sudut phasa CT
φ = α + θ + δ + β . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (3.15)
Sudut phasa PT = δ dapat mendahului (+) atau terbelakang (-). Untuk δ mendahului maka,
φ = α + θ - δ + β . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (3.16)
φ = α - θ - δ – β . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (3.17)
32
cos φ
Harga faktor koreksi = k = . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (3.18)
cos β cos α
Pengukuran daya bolak-balik suatu phasa tidak hanya dapat dilakukan dengan wattmeter
Gambar 3.7
Dari gambar diatas bila di asumsikan semua voltmeter ideal, dan R tahanan murni, maka
hubungan gambar 3.7 tersebut dapat dibuat diagram vektornya seperti gambar 3.8 di bawah ini :
33
Gambar 3.8
V 21−V 22−V 23
Faktor kerja cos φ = . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (3.21)
2V 2 V 3
V2 = I R
V 21−V 22−V 23
cos φ =
2 I RV3
V 21−V 22−V 23
I V3 cos φ =
2R
V 21−V 22−V 23
P1 ∅ = . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (3.22)
2R
Gambar 3.9
Dengan asumsi semua amperemeter ideal dan R tahanan murni, maka gambar 3.9 dapat
Gambar 3.10
I 21−I 22−I 23
Faktor kerja cos φ = . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (3.24)
2I2 I3
35
V
I 2=
R
( I 21−I 22 −I 23 ) R
cos φ =
2V I 3
( I 21−I 22 −I 23 ) R
VI3cos φ = . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (3.25)
2
Sistem 3 phasa dapat terdiri dari 3 kawat phasa atau 4 kawat R, S, T, N. Pengukuran daya 3
Pada sistem pengukuran seperti ini, daya 3 phasa langsung dibaca pada wattmeternya.
Sistem rangkaian dalam wattmeter 3 phasa ini pada dasarnya memiliki sistem Aron atau
Pengukuran seperti ini hanya dapat dilakukan khusus untuk daya yang seimbang saja,
Sistem pengukuran ini dapat dilakukan untuk 3 kawat atau 4 kawat. Pada sistem 3 kawat
dipakai bantuan titik netral buatan. Gambar rangkaian pengukuran ini seperti Gambar
Gambar 3.11
Dengan mengambil ketiga wattmeter tersebut identik dapat diharapkan tegangan netral buatan
awal sama dengan netral aslinya N.
Dari gambar 3.11 terlihat, bahwa wattmeter 1, 2 dan 3 masing-masing mengukur daya di phasa
1, 2 dan 3. Tegangan dan arus yang diukur masing-masing wattmeter adalah:
P1’=V1’ . I1
P2’=V2’ . I2
P3’=V3’ . I3
P1 =V1 . I1
P2=V2 . I2
37
P3=V3 . I3
V1 = V1’ + V V1’ = V1 – V
V2 = V2’ + V V2’ = V2 - V
V3 = V3’ + V V3’ = V3 – V
Maka
P1’ = (V1-V) i1
P2’ = (V2-V) i2
P3’ = (V3-V) i3
P1’+P2’+P3’ = V1.I1+V2.I2+V3.I3-V(I1+I2+I3)
……………(3.27)
P1’+P2’+P3’=V1.i1+V2.i2+V3.i3=P1+P2+P3=P3ϴ
Ini:
38
Gbr 3.12
Dari gambar diatas terlihat bahwa dalam keadan seimbang tenggangan c sama dengan terhingga
Methode ini lazim disebut methoda ARON, dimana tegangan yang diambil kedua wattmeter
adalah tegangan phasa-phasa. Di bawah ini diuraikan untuk hubungan beban Y & Δ Hubungan
bintang (Y) seperti Gbr 3.13 dibawah ini.
Gbr. 3.13
Dari gambar diatas terlihat bahwa daya yang diukur oleh masing-masing wattmeter.
P1=i1 (V1-V3)
P2=i2 (V2-V3)
i3 = -(i1+i2)……………………………….…………………….(3.31)
Pengukuran Aron lebih efisien, karena hanya menggunakan 2 wattmeter 1 phasa. Akan tetapi
perlu hati-hati dalam merangkai peralatan, khususnya polaritas. Dengan kesalahan merangkai
memungkinkan terjadi kesalahan pengukuran.
Untuk menjelaskan masalah ini semua dapat dilihat gbr. Dibawah ini
41
Gbr 3.15
Berdasarkan gambar vektor diatas dan gambar 3.13 didapat bahwa wattmeter P1 mengukur arus
I1 dan tegangan V13 dan wattmeter P2 mengukur arus I2 dan tegangan V23 sedangkan sudut antara
I1 dan V13 = 30° - ϴ dan sudut antara I2 dan V23 = 30° + ϴ, maka :
42
Dan
P1 + P2 = 3 VI cos ϴ …………………………………………………(3.38)
P1 – P2 = V3 VI sin ϴ…………………………………………………(3.40)
P 1−P 2 tan ϴ
= …..…………………………………………………..…………(3.41)
P1+ P 2 √3
P 1−P 2
Tan ϴ = V3 ( )
P1+ P 2
p 1+ p 2
ϴ = arc tan √ 3 ( ) …………………………………………….………(3.42)
p 1+ p 2
P1 = √ 3 VI cos (30° - ϴ)
3
P1 = √ 3 VI cos (30°) = VI
2
P2 = √ 3 VI cos (30° + ϴ)
3
P2 = √ 3 VI cos (30°) = VI
2
43
3 3
P3ᴓ = P1 + P2 = VI + VI = 3 VI
2 2
P1 = √ 3 VI cos (30° - ϴ)
P2 = √ 3 VI cos (30° + ϴ)
P2 = 0
3 3
P3ᴓ = P1 + P2 = VI + 0= VI
2 2
Daya tersebut sama dengan daya 3 phasa untuk cos ϴ = 0,5
* untuk cos ϴ = 0 atau ϴ = 90° maka
P1 = √ 3 VI cos (30° - ϴ)
P1 =
√ 3 VI
2
P2 = √ 3 VI cos (30° + ϴ)
P2 = -
√ 3 VI
2
P3ᴓ = P1 + P2 =
√ 3 VI - √ 3 VI = 0
2 2
Daya tersebut sama dengan daya 3 phasa untuk cos ϴ = 0
Dari analisa tersebut di atas terlihat bahwa harga negatif bila cos ϴ < 0,5. Karena wattmeter tidak
dapat menunjukkan (berdefleksi) negatif, maka untuk mendapatkan harga pengukuran.
44
Pengukuran dengan membalik polaritas arus atau tegangan (salah satu) dari voltmeter tersebut.
Akan tetapi untuk mendapatkan harga pengukuran daya 3 phasanya, datanya yang diukur oleh
voltmeter yang dibalik polaritasnya tersebut harus bernilai negative. Dengan kata lain untuk cos θ
< 0,5 harga 3 phasa sama dengan selisih dari harga P 1-P2 nya. Oelh karena itu pada pengukuran
daya 3 phasa baik yang menggunakan cara Axon atau dengan wattmeter 3 phasa, perlu
diperhatikan polaritas dari arus maupun tegangannya. Kesalahan dalam menentukan polaritas
dalam rangkaian dapat mengakibatkan kesalahan pengukuran.
Pengukuran daya 3 phasa dapat juga memakai 1 wattmeter 1 phasa dengan memakai prinsip
Aron tersebut. Rangkaian pengukuran tersebut dapat dilihat pada gambar 3.16 dibawah ini :
Analisa vector dari rangkaian tersebut dapat dilihat pada gambar 3.17 dibawah ini:
45
P1 = √ 3 V I cos ( 30 °−φ )
P2 = V12 I1 cos ( 30 ° +φ )
P2 = √ 3 V I cos ( 30 ° +φ )
Maka ;
P3∅ = P1 + P2 = 3 V I cosφ
46
Pengukuran daya semu (VAR) dapat dilakukan baik untuk 1 phasa maupun 3 phasa dengan VAR
meter atau dengan wattmeter. Pada prinsipnya baik memekai VAR meter atau wattmeter adalah
sama, bedanya terletak pada macam rangkaian dan komponen tambahan yang dipakai pada VAR
Pada pengukuran daya semu satu phasa bila dilakukan dengan wattmeter harus di berikan
Pengunaan L atau C tergantung macam bebannya. Bila beban bersifat induktif (arus terbelakang
terhadap tegangan) maka komponen yang dipakai harus L demikian sebaliknya bila bahan
kapasitif, komponen tambahannya adalah C. Penambahan komponen ini dipasang seri dengan
kumparan tegangan dari wattmeter. Untuk lebih jelas dapat dilihat gambar 3.18(a) & (b).
Pengukuran daya semu 3 phasa dapat dilakukan dengan berbagai macam cara, antara lain :
a) Dengan wattmeter 3 biasa dengan bantuan outotrafo tegangan yang dihubungkan sebagai
delta terbuka (open-delta). Sistem delta terbuka ini berfungsi sebagai phasa shifter
(penggeseran phasa). Dalam hal ini perlu juga diperhatikan pengan polaritasnya.
b) Cara lain yang masih memakai penggeser phasa delta terbuka adalah menggunakan
prinsip Aron. Hanya saja tegangan yang diambil untuk kumparan tegangan kedua
wattmeternya dari delta terbuka tersebut, rangkaian lengkapnya dapat dilihat pada
48
Q3∅ = √ 3 ( √ 3 V sin φ ¿
Q3∅ = √ 3 ( P1-P2)….(3.43)
Q3∅ = √ 3 ( √ 3 V sin φ ¿
Q3∅ = √ 3 ( P1-P2)….(3.43)
Contoh soal :
Jawab :
V2
= 2200 -
Rv
2202
= 2200 -
20.000
48.400
= 2200 –
20.000
= 2200 – 1.21
= 2198,79 Watt.
= 2200 – I 2 Ra
= 2200 – ¿ ¿)
= 2200 –4
= 2196 Watt.
52
2) Suatu sistem bolak-balik 1 phasa mempunyai beban dengan cos ϕ = 0,5 , tegangan dan
arus beban adalah 220 volt, 40 Ampere. Berapa besar kesalahan pengukuran energi dalam
1 tahun bila beban konstan dan kesalahan sudut phasa pada kumparan tegangan (ß) = 1o.
Jawab :
Daya yang diukur = V x I x cos ϕ watt
= 220 x 40 x 0,5 watt.
Energi dalam 1 tahun ( 8760 ) :
= 4400 x 8760 watt jam
= 38,544 MW jam
Cos ϕ = 0,5 ϕ = 60o , berdasarkan kurva Gbr. 3.4 untuk ß = 1o & Q = 60o maka faktor
koreksi = 0,97 atau 97% kesalahan = 3%.
Jadi kesalahan pengukuran energi :
= 3% x 38,544 MW jam
= 1.156 KW jam.
3) Suatu pengukuran daya motor 3 phasa dengan cara ARON didapat wattmeter 2 sebesar
10 KW.
a) Bila kedua wattmeter menunjukkan harga positip, berapa daya dan cos ϕ beban.
b) Bila salah satu wattmeter dihubungkan dengan polaritas terbalik berapa daya dan
cos ϕ beban.
Jawab :
a) P1 = 30 KW.
P2 = 10 KW.
P3ϕ = P1 + P2 = 30 + 10 = 40 KW.
P1 - P2 = 30 - 10 = 20 KW.
Dari pers. 3.42
( P1−P2)
ϕ = arctan √ 3
( P 1+ P 2)
(20)
ϕ = arctan √ 3
(40)
ϕ = arctan √ 3 x 0,5
ϕ = 40,89o
Cos ϕ = cos 40,89o = 0,756.
b) Bila salah satu wattmeter. (P2) berpolaritas terbalik maka :
P2 = -10 KW.
53
Jawab :
a) P1 = 30 KW.
P2 = 10 KW.
P3ϕ = P1 + P2 = 30 + 10 = 40 KW.
P1 - P2 = 30 - 10 = 20 KW.
( P1−P2)
ϕ = arctan √ 3
( P 1+ P 2)
(20)
ϕ = arctan √ 3
(40)
ϕ = arctan √ 3 x 0,5
ϕ = 40,89o
P2 = -10 KW.
P1 - P2 = 30 – (-10) = 40 KW.
( P1−P2)
ϕ = arctan √ 3
( P 1+ P 2)
(40)
ϕ = arctan √ 3
(20)
ϕ = arctan √ 3 x 2
ϕ = 73,89o
4) Suatu pengukuran dari beban 3 phasa 220/380 V seimbang seperti gambar dibawah ini
Pada saat kontak K pada posisi 1 wattmeter menunjukkan 15.000 watt, bila K pada posisi
Jawab :
VR
IR
ϕ
VT
VST
IT
ϕ ϕ
VT IS
VS
√ 3 cotg ϕ + 1 = 1,5
√ 3 cotg ϕ = 0,5
cotg ϕ = 0,288
tan ϕ = 3,46
ϕ = 73,89o
20.000
IR =
V ST sin ϕ
20.000
IR = = 54,78 A
380 sin73,89
1) Suatu pengukuran daya 1 phasa dengan 3 Amperemeter seperti gambar 3.9 didapat I1 =
25 A , I2 = 7 A, I3 = 20 A, R = 30 A. Hitung cos ϕ dan daya pemakaian !
Jawab :
I 12−I 22−I 32
Cos ϕ =
2. I 2. I 3
252−72 −202
Cos ϕ =
2 x 7 x 20
Cos ϕ =0.628
(I 12−I 22−I 3 2) R
P1ϕ =
2
BAB IV
PENGUKURAN TAHANAN
4.1. PENDAHULUAN :
Pengukuran tahanan suatu penghantar / isolasi sangat berguna untuk menentukan kualitas dari
penghantar / isolasi tersebut. Dengan diketahuinya tahanan penghantar berarti dapat menentukan
rugi-rugi energi yang dapat terjadi selama penghantar tersebut dilalui arus, serta dapat ditentukan
besar tegangan jatuh yang akan terjadi. Penghantar yang baik mempunyai koefisien resistivitas ρ
yang kecil.
Sampai saat ini jenis penghantar yang dipakai adalah tembaga dan alumunium, Karena dari
kedua jenis logam tersebut yang mempunyai ρ kecil. Kelemahan dari keduanya adalah
Oleh Karena itu jenis penghantar untuk saluran transmisi diberi tambahan kekuatan Tarik dari
baja yang biasa disebut ACSR ( Alumunium Cable Steel Reinforced). Beda halnya pada isolasi,
tahanan isolasi diusahakan sangat besar, Karena harus mampu menahan tegangan kerja dengan
baik.
58
Karena dalam sistem tenaga listrik dikenal berbagai macam tahanan, maka dalam pengukurannya
juga harus bermacam-macam juga. Prinsip pengukuran untuk tahanan kecil sangat berbeda
Untuk dapat melakukan pengukuran dengan baik perlu adanya klasifikasi besar tahanan.
a). Tahanan kecil yaitu tahanan yang besarnya lebih kecil dari 1 ohm.
b). Tahanan sedang yaitu tahanan yang besarnya antara 1 ohm sampai dengan 100.000 ohm.
c). Tahanan besar yaitu tahanan yang besarnya lebih besar dari 100.000 ohm.
Pengukuran tahanan kecil perlu memakai sistem yang teliti, Karena kesalahan tahanan
yang kecil misalnya : tahanan kawat kawat penyambung, tahanan kontak dapat mempengaruhi
hasil pengukuran. Kesalahan sebesar 0,005 ohm pada pengukuran tahanan sedang 100 ohm tidak
Metode yang dapat digunakan untuk mengukur tahanan kecil tersebut adalah :
Methode ini menggunakan prinsip tegangan jatuh dari suatu konduktor yang dialiri arus. Untuk
itu diperlukan 4 terminal, yaitu 2 untuk terminal arus dan 2 untuk terminal tegangan. Untuk lebih
Gbr. 4.1.
Voltmeter Amperemeter
Tahanan yang diukur pada Gbr. 4.1 tersssebut diatas biasanya spotong kabel / kawat penghantar,
untuk diktahui tahanan per satuan panjangnya untuk suatu diameter tertentu.
V
RP = tahanan pengukuran =
I
60
Maka :
V
Iv= I =Ir+ Iv
Rv
V
Tahanan pengukuran : Rp=
I
V
Rp=
Ir+ Iv
V
Rp=
V V
+
R Rv
R
Rp=
R
1+
Rv
R . Rp
+ Rp=R
Rv
R . Rp
Rp=R−
Rv
Rp
Rp=R (1− )
Rv
Rp
R=
Rp ………. …… …….. ( 4.1 )
(1− )
Rv
Rp << Rv maka
Rp
R=Rp (1+ ) ……..…………… ( 4.2 )
Rv
Prinsip jembatan Thomson hampir sama dengan jembatan wheatstone, hanya saja untuk
mencapai keseimbangan lebih diperhalus beda tegangannya. Rangkai dari jembatan Thomson
dapat dilihat pada Gbr. 4.2 dibawah ini :
Gbr. 4.2
Jembatan Thomson
Dari Gbr. 4.2 terlihat terdapat 2 ratio (perbandingan tahanan) yaitu m, n dan p, q yang akan
diatur untuk mendapatkan keseimbangan yang didetekdi oleh galvanometer.
Ratio p, q untuk mengeliminasi kesalahan kontak antar r dengan x dan R. x tahanan yang diukur
dan R tahanan standard. Pada keadaan seimbang galvanometer menunjuk nol berarti tidak terjadi
perbedaan tegangan antara c dan G.
Vad=Vapc
m
Vad= Vab
m+ n
m p+q ) r
Vad= ( m+n ) I {R+ X + ( (p+q +r )
} …………… ( 4.3 )
Vad=Vap+Vpc
Vap=I X
p
Vpc=( )Vpq
p+q
62
( p+ q ) r
Vpq=I { Vab
p +q+ r
qr
X =X R+ ¿) ……………. ( 4.5 )
p+ q+r
m p m p
Jika = maka − =0
n q n q
m
X= .R
n
X m p
= = ……………. ( 4.6 )
R n q
m p
Efek dari r tidak akan berpegaruh selama harga kedua ratio = . Bila harga kedua ratio tidak
n q
sama maka pers (4.5) dapat dipakai hanya saja diusahakan harga r yang sangat kecil. Untuk
menghilangkan adanya g.g.l thermos kopel dapat dilakukan dengan membalik polaritas
sumbernya.
63
Ketiga methode ini yang akan dibicarakan, selain itu masih ada yaitu methode langsung
Gbr.4.3
Voltmeter – Amperemeter
V
Rp=
I
Akan tetapi harga sebenarnya bukan R akan tetapi harus perlu dikoreksi tergantung dari macam
rangkaiannya.
V =Va+ Vr
V Va+Vr
Rp= =
I I
I Ra+ I R
Rp= =R+ R
I
R
Rp = R
1+
Rv
Seperti bab sebelumnya maka :
Rp
R= Rp
1−
Rv
Untuk Rp <<< Rv
R = Rp (1+Rp/Rv) …..(4.8)
Gbr.4.4
Methoda Substitusi
Methoda ini sangat sederhana dan mempunyai ketelitian yang tinggi.Masalah yang
Sistem ini banyak dipakai pada sistem jembatan atau pada pengukuran sistem bolak-balik
frekuensi tinggi.
-Switch K pada posisi 1 atau tahanan r agar amperemeter menunjukkan suatu skala tertentu.
-Switch K pindah ke posisi 2,dengan r tetap seperti di atas atau atur tahanan standar S sehingga
-Harga R=S.
4.3.3.JEMBATAN WHEATSTONE
Salah satu cara untuk mengukur tahanan sedang yaitu dengan jembatan Wheatstone.
Gbr.4.5
Jembatan Wheatstone
Dari gambar 4.5 diatas terdapat 4 cabang masing-masing P,Q,R,S, dimana cabang P.Q disisipkan
cabang ratio (perbandingan),R tahanan yang diukur & S tahanan standard dan E sumber
tegangan.
67
Vad = Vac
E
I 1=I 3=
I 2=I 4=
P+Q
E
R +S
}
………………………..(4.10)
EP ER
=
P+ Q R+ S
P R
=
P+ Q R+ S
P(R+S) = R(P+Q)
PR + PS = PR +RQ
PS= RQ
R P
= …………… …(4.11)
S Q
P
R = .S ………….(4.12)
Q
Oleh karena itu P,Q disebut cabang ratio.Kelihatannya dari pers. (4.11) & (4.12) sistem
jembatan Wheatstone ini sangat sederhana.
68
Akan tetapi bila ditelaah lebih dalam banyak sekali faktor yang mempengaruhi tingkat
keakuratan dari jembatan ini.Untuk itu perlu dibahas hubungan antara sensitivitas arus (Si) atau
JEMBATAN Sj.
Yang dimaksud sensitivitas jembatan (Sj) ini adalah sampai berapa besar terjadinya sudut
defleksi galvanometer (Ø) bila pada tahanan yang diukur berubah dari R menjadi R +ΔR ,maka :
EP
Vad = I1 . P =
P+ Q
Vac = I2 (R + ΔR)
E( R+ Δ R)
Vac =
R+ Δ R+ S
Vac – Vad = e
R+ Δ R P
e=E - …………………. (4.13)
R + Δ R+ S P+ Q
P R
Karena dalam keadaan seimbang = maka :
P+ Q R+ S
ΔR
e=
ER
R +S
1+ { }
R
ΔR
RS
1+
−1
ER
e=e≈ ¿
R +S
ER ΔR ΔR
e≈
R +S {( 1+
R )(
1−
R+S
−1 ) }
ER ΔR ΔR Δ R2
e≈ (1- + − −¿ 1)
R +S R +S R R(R+ S)
ER ∆ RS
e ≈ {
R +S R(R +S ) }
e ≈ E ∆ RS ………………………….(4.14)
¿¿
Ø = Sv.e
Sv . S . E . ΔR
Ø= ………..(4.15)
¿¿
70
∅
Sensitivitas jembatan Sj = ……….(4.16)
R/R
Sv . S . E . ΔR
Sj =
¿¿
Sj = Sv . S . E . R ……………………….. (4.17)
¿¿
Sv . E .
Sj =
¿¿
Sv . E
Sj = R S …………………………(4.18)
+2+
S R
sDari persamaan 4.18 dapat diuraikan sebagai berikut :
-Sensitivitas jembatan Sj menjadi besar bila sensitivitas tegangan galvanometer Sv juga besar.
-Sj besar jika sumber tegangan E juga besar.
-Sj mencapai maksimum bila penyebut minimum.Penyebut minimum bila harga :
R S
= =1 ,karena dalam keadaan seimbang .
S R
P R P
= maka =1, berarti cabang ratio P,Q harus sama besarnya.
Q S Q
Pengaruh sensitivitas arus galvanometer terhadap sensitivitas jembatan dapat diuraikan dengan
pertolonga teori Thevenin. Dengan Thevenin dapat dicari berapa besar arus ig yang mengalir
melalui galvanometer akibat adanya perubahan tahanan sebesar ΔR dari keadaan seimbang.Teori
Thevenin dari gambar 4.5 untuk terminal CD dapat dilihat seperti Gbr.4.6 dibawah ini:
(a)
71
(b)
Gbr.4.6.
Teorema Thevenin
Gambar 4.6(a) untuk mencari tahanan Ro dilihat dari CD dengan sumber tegangan dihubungkan
singkat sedang gbr. 4.6(b) rangkaian ekuivalen Thevenin dari jembatan Wheatstone. Dengan
perubahan tahanan sebesar Δ akan terjadi beda tegangan antara C-D
e=
e = I2 R – I 1 P
ER ❑
e= - P+ Q
R +S
❑ P
e = E
R +S - P+ Q ………………………………………………………….
(4.19)
RS
Ro = …………………………………………….…...(4.20)
R +S
e
ig = ………………………………………………………………..(4.21)
Ro+ Rg
❑ θ
Sensitivitas arus galvanometer k = ig sedang sensitivitas tegangan galvanometer Sv =
e
Dengan mensubstitusikan ke pers.(4.21) didapat :/
θ (Ro+ Rg)θ
Si = =
e / ( Ro+ Rg ) e
Si = Sv (Ro + Rg)
Si
Sv = ………………………………………………………………(4.22)
(Ro+ Rg)
Si E 5 Δ
θ= ………………………………………………………(4.23)
( Ro+ Rq ) ( R +S )2
Masukkan (4.16) ke (4.23) didapat :
Si . E . R
Sj =
( Ro+ Rg )( R+ S )2
Si E
Sj = ( Ro+ Rg )( R +2+ S ) ……………………………………………………...
S R
(4.24)
Dari pers. (4.24) terlihat adanya kesamaan dengan (4.18), berarti sensitivitas jembatan juga
dipengaruhi oleh sensitivitas arus, serta tahanan dalam galvanometer dan tahanan-tahanan yang
dipakai/diukur.
Tahanan dalam galvanometer Rg yang kecil akan memperbesar sensitivitas jembatan, berarti
galvanometer akan menunjukkan simpangan bila tidak terjadi keseimbangan yang kecil
sekalipun.
73
Dengan uraian diatas dapat diketahi bahwa dalam pengoperasian jembatan Wheatstone
P
diusahakan cabang ratio = 1.
Q
Hal ini sangat tergantung tahanan yang diukur tahanan standarnya, bila tahanan yang diukur
masuk dalam daerah tahanan standard maka usaha tersebut diatas dapat dilakukan.
Akan tetapi hal tersebut tidak selalu terjadi dalam pengukuran. Hal-hal lain yang perlu
Kita ketahui bahwa tiap penghantar selalu mempunyai tahanan yang berbanding lurus
- Karena arus yang diinginkan berorde mikroampere, maka kesalahan akibat arus bocor
sangat dapat berpengaruh terhadap hasil pengukurannya. Untuk mengatasi kesalahan ini
- Arus bocor akan melalui guard circuit, sedang arus yang melalui tahanan yang diuji
- Gbr. 4.8
Pengukuran tahanan isolasi kabel
dengan metal sheath
75
Gbr, 4.9
Pengukuran tahanan isolasi kabel
tanpa metal sheath
Pada kedua system pengukuran gbr. 4.8 & 4.9 tersebut keduanya menggunakan guard
Metode ini menggunakan kapasitor yang dipasang parallel dengan tahanan yang akan
diukur dan sumber tegangan searah. Pada saat kontak ditutup terjadi pemuatan kapasitor sampai
tegangan kapasitor sama dengan tegangan sumber. Saat kontak dibuka terjadi pelepasan muatan
melalui tahanan yang diukur, sehingga dapat diukur juga tegangan jatuh pada tahanan tersebut.
Penurunan tegangan jatuh pada tahanan secara exponensiil tergantung besar R & C nya. Untuk
Gbr. 4.10
Rangkaian pelepasan muatan.
C = kapasitor.
Maka :
dq
i =- ……………………………………………………………………….(4.26)
❑
q =CV
dideferensiir partial dq = C dv + v dc
Karena C konstan dc = 0
C dv
i = - …………………………………………………………………………..
dt
(4.28)
V
i = …………………………………………………………………………..
R
(4.29)
(4.28) = (4.29)
V dv
=-C
R dt
V dv
+C =0
R dt
Solusi v = K e-t/RC
t =0 v=V
v = K e-0/RC = K
V =K
77
v = V e-t/RC
V
v
= et/RC
V t
ln
v
= RC
t
R = C ln V ……………………………………………………………………
v
(4.30)
0.4343 t
Atau R = V ………………………………………………………………...(4.31)
C log
v
Kurva tegangan v terhadap waktu t atau ln v terhadap waktu t seperti gbr. 4.11 (a) & (b)
Untuk tahanan yang lebih kecil , waktu yang diperlukan untuk dapat mendeteksi
penurunan tegangan juga kecil , sehingga dalam menganalisa hasil pengukuran lebih baik.
Tetapi bila tahanan yang diukur besar sekali waktu yang digunakan untuk mendeteksi penurunan
Dengan demikiran banyak terjadi kesalahan dalam pengukuran ini. Untuk mengatasinya dapat
78
dilakukan dengan mencari besar penurunan tegangan yang terjadi untuk suatu interval waktu
e=V–v
v=V–e
0,4343 t
R= V ………………………………………………… (4.32)
C ln
V −e
log
Untuk ini sebaiknya kurva yang dipakai ada kurva → terhadap waktu t seperti
ln
gbr.4.11 (b).
Hasil pengukuran di atas mendekati harga benar bila tahanan Voltmeter yang dipakai sangat
besar dan tidak ada tahanan bocor dari kapasitor yang dipakai. Sebagai contoh bila yang ada
hanya tahanan bocor kapasitor R1 , maka rangkaian ekivalennya seperti gambar 4.12 dibawah ini
79
Untuk itu dilakukan 2 kali pengujian, yaitu pengujian pertama dengan memasang R dan R1
dengan demikian :
0,4343 t
R’ =
C log V /v
……………………………………………..(4.33)
R . R1
R’ = …………………………………………………………………(4.34)
R + R1
Pengujian kedua dengan membuka R , berarti data yang didapat langsung R1 . Dengan
diketahuinnya R1 dan R’ akan didapat R.
Prinsip dasar jembatan mega ohm ini sama dengan jembata wheatstone , hanya saja perlu
adanya tambahan guard circuit untuk mengurangi kesalahan. Diagram tahanan beserta guard
circuitnya dapat dilihat gbr.4.13 dibawah ini :
80
Guard circuit dihubungkan di G, Rangkaian jembatan yang tidak memakai guard circuit
(gbr4.14) dan yang memakai guard circuit (gbr.4.15) seperti dibawah ini :
81
Misalkan dalam pengukuran tanpa guarg circuit , sedang harga tahanan antara terminal A – B ; A
– G dan B – G masing-masing 100mΩ , maka tahanan yang diukur/dirasakan oleh jembatan
tersebut adalah :
Sedang seharusnya tahanan yang dirasakan oleh jembatan 100 MΩ , disini berarti terjadi
kesalahan sampai 30%. Dengan memasang guard circuit yaitu mengembungkan hokum G dan d
(gbr.4.15) berarti cabang a – d parallel dengan RGB. Tahanan yang diukur tetap RAB sebesar
100MΩ. Untuk tahanan cabang a.d yang kecil 100kΩ = 0,1 MΩ
0,1 x 100
Rad // RAG = ≈ 0,1 MΩ≈ 100 kΩ
100+0,1
82
Berarti cabang a-d tidak banyak terjadi perubahan RBG yang parallel dengan galvanometer
mempengaruhi hasil pengukuran , hanya saja sensitivitas jembatan menurun.
Dari uraian diatas dapat dilihat bahwa tahanan yang diukur masih tetap harganya sedang cabang-
cabang lain tidak banyak terjadi perubahan. Dengan demikian , system guard circuit dapat
memperbaiki hasil pengukuran tahanan besar.
Pada beberapa kasus system tegangan searah , pengukuran tahanan isolasi kabel dapat
dilaksanakan secara langsung tanpa membuat system harus mati.
Pengukuran dilakukan 2 kali yaitu pengukuran tegangan antara positip dan tanah seperti
gbr.4.16(a) dan pengukuran tegangan antara negative dan tanah seperti Gbr.4.16(b).
Rv = tahanan voltmeter.
R1 RV
E = I 1 ( R2 + )
R 1+ R V
R 1 RV + R 1 R2 + R2 RV
E = I1 (
R 1+ R V
)
R1 RV
V 1 = I1 ( )
R 1+ R V
E R1 R V + R 1 R 2 + R 2 R V
= ……………………………………………… (4.35)
V1 R1 R V
R2 R V
E = I 2 ( R1 + )
R 2+ R V
R 1 RV + R 1 R2 + R2 RV
E = I2 (
R 2+ R V
)
R2 RV
V 2 = I2 ( )
R 2+ R V
E R1 R V + R 1 R 2 + R 2 R V
= ……………………………………………….(4.36)
V1 R2 R V
84
V 2 R2
=
V 1 R1
V2
R2 = R1
V1
atau : ……………………………………..(4.37)
V2
R2 = R1
V1
R2
E R 2 R v+ R 1 (R +R )
V1 = V1 1 v
R1 R v
R v. E = R v V 1 + R1 V 2 + R v V 2
R v { E−( R2 + Rv ) }
R1 = …………………………………(4.38)
V2
V1
E R2 ( R + R ) + R 2 . Rv
V1 = V2 2 v
R2 Rv
R v. E = R v V 1 + Rv V 1+ R v V 2
R2. V 1 = R v ¿
R2. V 1 = R v ¿ ¿ …………………………….(4.39)
85
Pengukuran ini berhasil baik bila tahanan voltmeter R v besar sekali & besar tahanan yang diukur
lebih besar dari 2 M ohm.
Pengukuran ini tidak dapat dilakukan bila salah satu dari feedernya ditanahkan.
SOAL – SOAL :
1) Suatu tahanan kecil diukur dengan jembatan Thomson seperti gambar 4.2. dalam keadaan
seimbang didapat harga-harga sebagai berikut :
JAWAB :
m qr m p
X= R+ ( − )
n p+ q+r n q
X = 49,97 μΩ
86
2) Pengukuran tahanan sedang seperti gbr 4.3(a) & (b) tahanan dalam ampere meter 0,01 Ω dan
tahanan dalam Voltmeter 2kΩ. Bila pada percobaan seperti gambar 4.3 (b) didapat I=2 A &
V = 180 Volt.
a) Hitung harga tahanan sebenarnya !
87
JAWAB :
V
a) Rp =
I
180
Rp = = 90Ω
2
V
Arus lewat Voltmeter I v=
Rv
180
Iv = = 0,09 A
2000
I R = 2 – 0,09 = 1,91 A
V 180V
Tahanan sebenarnya R= =
I R 1,91 A
= 94,3Ω
R P −R
b) Prosentase kesalahan = x 100%
R
90−94,3
= x 100%
94,3
= -4,56 %
3) Pengukuran tahanan isolasi kabel dengan method pelepasan muatan, suatu Voltmeter
elektrostatik digunakan pada pengukuran ini dan kapasitor sebesar 6 x 10−4µΩ.
Tegangan awal 250 Volt, setelah discharge selama 1 menit tegangan turun menjadi 92 Volt.
Hitung tahanan isolasi kabel :
0,4343.t
R= V
C log
V
0,4343 x 60
R = 6 x 10−10 log 250
92
R = 100.000 MΩ
4) Suatu Voltmeter 250 V dengan tahanan dalam sebesar 250 x 1000Ω/ Volt. Pengukuran
tahanan isolasi kabel dalam keadaan kerja didapat.
Tegangan sumber (feeder positip – negatip) = 218 V
Tegangan feeder positip – tanah = 188 Volt dan
Tegangan feeder negatip – tanah = 10 Volt.
Hitung tahanan isolasi kabel feeder positip dan negatip !
JAWAB :
RV = 250 x 1000Ω
RV = 250 kΩ
Persamaan (4.38) :
E−(V 1+V 2 )
R1 = RV
{ V2 }
89
218−( 188+10 )
R1 = 250 x 103
{ 10 }
R1 = 0,5 MΩ
Persamaan (4.39) :
E−(V 1+V 2 )
R2 = RV
{ V1 }
218−(188+10)
R2 = 250 x 103 { 188 }
R2 = 26,6 KΩ
90
BAB V
PENGUKURAN INDUKTANSI
5 . 1 . PENDAHULUAN
dilakukan untuk induktansi sendiri L (self inductance) atau juga dapat dilakukan untuk
induktansi bersama M (Mutual Inductance). Pada umumnya dalam pengukuran induktansi ini
digunakan jembatan arus bolak-balik. Banyak macam rangkain jembatan arus bolak-balik yang
dapat dipergunakan , untuk memilih rangkain mana yang lebih cocok digunakan indicator factor
kualitas Q. Faktor kualitas juga disebut factor penyimpanan (storage factor) yaitu perbandingan
Jembatan arus bolak-balik mempunyai prinsip yang sama dengan jembatan Wheatstone,
Detektor keseimbangan lebih baik digunakan head phone untuk daerah frekuensi antara 500 Hz
Sedangkan galvanometer Vibrasi lebih cocok untuk daerah frekwensi rendah sampai 100 Hz.
Secara umum jembatan arus bolak-balik dapat dilihat pada gambar 5.1. dibawah ini :
91
z1 z2
D
z3` z4
E3 E4
Gbr.5.1.
Jembatan arus bolak-balik
E = tegangan sumber.
I1, I2, I3, I4 = Arus yang melalui impedansi z1, z2, z3, z4.
E1, E2, E3, E4 = tegangan yang jatuh pada impedansi z1, z2, z3, z4.
E1=E2
92
I1 z1 = I2 z2……………………………………………………………...……………………..
(5.1)
I1 = I3 = E/(z1 + z3)…………………………………………………………………………….
(5.2)
I2 = I4 = E/(z2 + z4)…………………………………………………………………………….
(5.3)
z1 z2 + z1 z4 = z1 z2 + z2 z3
z1 z4 = z2 z3…………………………………………………………………………….(5.4)
atau:
Y1 Y4 = Y2 Y3………………………………………………………………………….(5.5)
Impedansi z1, z2, z3, z4 masing-masing bilangan complex berarti untuk syarat keseimbangan.
Harga riil dan harga imajiner untuk kedua ruas harus sama. Bila masing-masing
impedansi dinyatakan dalam bentuk complex sebagai berikut:
z1 = R1 + j X1
z2 = R2 + j X2
z3 = R3 + j X3
z4 = R4 + j X4
untuk z1 z4 = z2 z3 :
R1 R4 - X1 X4 = R2 R3 - X2 X3…………………………………………………………(5.6)
93
X1 R4 + R1 X4 = X2 R3 + R2 X3……………………………………………………..…(5.7)
z1 = |z1|<θ1
z2 = |z2|<θ2
z3 = |z3|<θ3
z4 = |z4|<θ 4
z1 z4 = z2 z3
Pengukuran induktansi sendiri yang dilakukan dengan jembatan arus bolak-balik terdiri
dari bermacam-macam rangkaian yaitu :
Gbr.5.2.
Gambar 5.2. (a) rangkaian pengukuran secdang 5.2. (b) diagram vertor kesaimbangan.
z1 = R1 + j ω L1
z2 = R2 + r2 + j ω L2
z3 = R3
z4 = R4
Keadaan seimbang z1 z4 = z2 z3
Harga riil :
Harga imajiner :
j ω L1 = (R3/R4) j ω L2
L1 = R3 L2/R4…………………………………………………………………………
(5.11)
Gbr.5.3.
R1 = Tahanan pada L1
C4 = kapasitor standard
z1 z4 = z2 z3
R1 R4 + j ω L1 R4 = R2 R3 + jω C4 R4 R2 R3
Harga riil z1 z4 = z2 z3
R1 = R3 R2/R4………………………………………………………………………...(5.12)
L1 = C4 R2 R3……………………………………..( 5 . 12 )
Terlihat bahwa R4 dan C4 secara terpisah dalam menentukan keseimbangan, oleh karena
Q = ωL1
R1
Q = ω C4 R4…………………………………………………………( 5 . 13 )
1). Untuk mendapatkan keseimbangan bagian riil dan imajiner dapar dipilih C4 dan R4 sebagai
2). Tidak terpengaruh frekwensi, berarti dapat dioperasikan dari frekwensi rendah sampai dengan
frekwensi tinggi.
3). Harga R2 dan R3 umumnya merupakan kelipatan 10, sehingga bila dipilih harga R2 R3 - 106
maka L1 = C4 x 106 .
1). Kapasitor variable sangat mahal harganya, lebih – lebih bila diinginkan tingkat keakuratan
yang tinggi. Bila kapasitor standarnya bukan variabel maka untuk mencapai keseimbangan
2). Dari persamaan 5.13 dapat disimpulkan bahwa jembatan ini baik untuk Q sedang (1 < Q <
10), untuk Q > 10 sudah tidak cocok lagi karena diperlukan harga R4 yang besar sekali dan
5 . 3 . 3 . JEMBATAN HAY :
Jembatan Hay merupakan modifikasi dari jembatan Maxwell. Dari gambar rangkaian di
bawah ini gambar 5 . 4 terlihat bahwa kapasitor terpasang seri untuk jembatan Hay dan paralel
Gbr 5 . 4
Jembatan Hay
Gambar 5. 4 (a) rangkaian pengukuran dan gambar 5 . 4 (b) diagram vektor keseimbangan.
C4 = Kapasitor standard.
Z1 Z4 = Z2 Z3
(R1 + j ω L1 ) (R4 - j ) = R 2 R3
ω C4
R1 R4 + L1 + j ωL1 R4 - j R1 = R2 R3
C4 ω C4
Harga riil :
R1 R4 + L1 = R2 R3 ……………………………… (5 . 14)
Harga imajiner :
ω L1 R4 = R1
ωC4
L1 = R1 ……………………………………. (5 . 15)
ω 2 C4 R4
atau :
R1 = ω 2 L1 C4 R4 ……………………………. (5 . 16)
ω2 L1 C4 R42 + L1 = R2 R3
C4
ω2 C42 R42 L1 + L1 = R2 R3 C4
100
L1 (1 + ω 2 C42 R42 ) = R2 R3 C4
L1 = R 2 R3 C4 ……………………. ( 5 . 18 )
(1 + ω C4 R4 )
2 2 2
Q = ω L1
R1
Q = 1 …………………………….( 5 . 19 )
ω C4 R4
Untuk Q > 10 maka 1 < 0,01 dan dapat diabaikan oleh karena itu :
L1 = R2 R3 C4…………………………...( 5 . 22)
Kerugian jembatan Hay ini hanya bila dipakai untuk Q < 10. Untuk Q < 10 lebih baik digunakan
jembatan Maxwell.
5 . 3 . 4 . JEMBATAN ANDERSON :
101
I1 R 3 = I c 1
jω C
Ic = I1 R3 j ωC
Vab = Vade
I1 ( r1 + R1 + jω L1 ) = I2 R2 + Ic r
Vdec = Vdc
Ic ( r + 1 ) = ( I 2 – Ic ) R 4
jωC
Subtitusi (5 . 23 ) ke (5. 24 ) :
I1 (r1 + R1 + jωL1 ) = I2 R2 + I1 R3 j ωC
I1 (r1 + R1 + j ω L1 – j ωC R3 ) = I2 R2
Subtitusi (5 . 23) ke (5 . 24) :
I1 j ω C R3 (r + 1 ) = (I2 – I1 j ωC R3) R4
jωC
I1 (jω C R3 r + jω R3 R4 +R3 ) = I2 R4
I2 = (j ωC R3 + jω C R3 R4 + R3 ) I1
R4
Dari persamaan (5.28) dan (5.29) terlihat sulitnya mendapatkan keseimbangan, alternative yang
paling mungkin adalah membuat r dan r1 variable.
- Memakai kapasitor tetap (fixed) yang harganya lebih murah dibandingkan dengan
kapasitor variable standard.
5 . 3 . 5. JEMBATAN OWEN :
Rangkaian jembatan Owen dan diagram vector keseimbangannya dapat dilihat pada gbr
5.6 (a) & (b) di bawah ini :
C2 = Kapasitor variable
104
C4 = kapasitor standard
Z1 Z4 = Z2 Z3
Harga riil :
Harga imajiner :
WL1 = WC4R3R2
L1 = R2R3C4…………………………………………(5.31)
- Untuk mencapai keseimbangan jembatan mudah sekali karena varabel C2 dan R2 secara
terpisah dalam menentukan R1 dan L1 ( lihat gambar 5.30 dan 5.31)
- Tidak tergantung pada frekuensi
- Dapat dipakai untuk mengukur daerah induktansi yang lebar
- Memakai kapasitor variable yang harganya cukup mahal dan ke akuratannya sampai 1%
- Untuk Q yang besar diperlukan C2 yang besar juga, oleh karena itu lebih cocok untuk Q
sedang
Dua buah induktor yang di dekatkan satu dengan yang lain akan terjadi saling interaksi
medan magnit bila keduanya dialiri arus. Artinya bila induktor 1 dialiri arus bolak balik maka
akan terjadi induksi tegangan pada kumparan 2, demikian juga sebaliknya, besar induksi
tegangan tersebut tergantung pada besar induktansi bersamanya (mutual inductance = M).
Pengukuran induktansi bersama (M) dapat dilakukan dengan beberapa method antara
lain:
Pengukuran M dengan method ini menganggap bahwa induktansi yang di ukur sebagai
induktansi sendiri (L). induktansi ini merupakan perjumlahan atau pengurangan dari induktansi
yang ada tergantung hubungan polaritas kedua induktornya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
pada gambar 5.7 dibawah ini :
-
106
Pada gambar 5.7(a) hubungan polaritas kedua induktor saling menjumlah sedangkan gbr.5.7(b)
hubungan polaritas kedua induktor saling mengurangi.
Misalkan arus yang mengalir pada rangkaian 5.7(a) adalah i1 dan pada rangkaian 5.7(b) adalah
i2 maka induktansi total Le1 dan Le2 dapat dihitung :
Le1 = L1 + L2 + 2 M……………………………………………….(5.32)
Le2 = L1 + L2 – 2M…………………………………………………(5.33)
Le1 – Le2 = 4 M
M = ¼ (Le1-Le2)……………………………………………………..(5.34)
System ini lebih baik bila kedua kumparannya memiliki induktansi bersama yang besar.
Mula mula posisi 1 maka akan mengalir arus searah. Sumber serarah V dan tahanan geser R1
Maka :
d I1 = 2 I1………………………….. (5.36)
intergral e2 dt -2 = t1……………………….(5.37)
Q = integral I2 dt
Q = 2 M I1/R2+Rg+Rv…………………………. (5.38)
110
R = tahanan variable
Bila kontak S mula-mula pada posisi 1 kemudian dipindah pada posisi -2 maka terjadi tegangan
induksi pada Mx sebesar Ex dan pada Mn sebesar En. Dengan mengatur R1 dan R2 di dapat arus
yang lewat galvanometer sama dengan nol.
Ex = Mx dI1/dt
Ex = ( Rx + R1) Ix
En= Mn di1/dt
En = (Rn+R2)In
Mn di1/dt=(Rn+R2)In,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,(5.42)
Untuk Ix = In = I maka :
(Rx+R1)/(Rn+R2)
112
Rx+ R 1
Mx = M …………..(5.43
Rn+ R 2 n
Pada metode ini harus diperhatikan polaritas kedua rangkaian yaitu Mx dan MN. kesalahan
Gbr. 5.10
Jembatan Heaviside
Gambar 5.10 (a) rangkaian percobaanya & gambar 5.10 (b) diagram vector
keseimbanganya.
Dalam keadaan seimbang tegangan jatuh Vb-c sama dengan Vdc dan tengangan jatuh Vabc
sama dengan Vadc.
I1 = I 3 & I 2 = I 4
Vbc = Vdc
I1 R 3 = I 2 R 4
Dan
114
Jembatan ini dapat digunakan untuk mengukur kapasitansi bila induksi bersama diketahui
dan lazimnya disebut jembatan Carey Foster. Sedangkan Jembatan Heyd Weiller bila yang
Rangkaian jembatan dan diagram vector keseimbangannya dapat dilihat gbr.5.11 dibawah ini
Gbr. 5.11
Dari gambar 5 .11 tersebut diatas terlihat bahwa tegangan Vad = 0 berarti dalam keseimbangan
Persamaan (5.50) & (5.51) untuk Heyd Weiller & persamaan (5.52) & (5.52) untuk carey foster.
Rangakaian dari pengukuran & diagram vekor keseimbangan seperti gbr. 5.12 dibawah ini :
116
Gbr. 5.12
Jembatan Campbell.
L1
=R 3
L2
117
Keseimabngan ini didapat dengan mengatur R3 (R4) dan R1 (R2).Percobaan kedua detector dihubungkan
ke b’ dan d; dengan membuat pengaturan percobaan pertama tetap.
M1 R3
=
M2 R4
R3
M 1=M 2 (5.55 )
R4
CONTOH SOAL :
1.Suatu jembatan induktansi-kapasitansi Maxwell seperti gbr 5.3 untuk mengukur induktansi L 1.Dalama
keadaan seimbang didapatkan:
R 2=400 Ω R 3=600 Ω
R 4=1000 Ω C 4=0.5 µF
a) Hitung R1 & L1
b) Hitung factor kualitas Q,untuk F=1000 Hz
JAWAB:
a. Keadaan seimbang Z1 Z4 = Z2 Z3
( R 1+JωL 1 ) ¿
Persamaan 5.12 :
R3
R 1= R2
R4
400 X 600
R 1= =240 Ω
1000
118
Persamaan (5.13) :
L 1 = R 2 R3 C4
L1 = 400 x 600 x 0,5 x 10-6
L1 = 0,12 H.
L1
1) Q =
R1
2 x 1000 x 0,12
Q= ≈ 3,14
240
2) Suatu pengukuran induktansi L dengan jembatan Owen pada f = 2000 Hz didapat
keseimbangan bila R3 100 Ω ; C4 = 0,1 μF. R2 = 834 Ω dan C2 = 0,124 μF. Hitung L1 R1 dan
z1 .
Jawab:
Dalam keadaan setimbang:
z1 z4 = z2 z3
1 1
(R1 + jωL1) ( ) = R3 (R2 + )
jωC 4 jωC 4
Persamaan (5.30) :
C4
R1 = R 3
C2
0,1
R1 = 100
0,124
R1 = 80,7 Ω
Persamaan (5.31) :
L 1 = R 2 R3 C4
L1 = 834 x 100 x 0,1 x 10-6
L1 = 8,34 mH
119
XL1 = 2π f L1
X1 = 2 π x 2000 x 8,34 x 10-3
X1 = 104,5 Ω
Z1 = √ R 12−X 12
Z1 = 132 Ω
3) Jembatan Heyd Weiller untuk mengukur induktansi bersama M seperti gambar 5.11. Dalam
keadaan seimbang didapat : R1 = 200 Ω, R3 = 119,5 Ω , C3 = 0,918 μF dan R4 = 100 Ω.
Cabang a – d dihubungkan singkat dan detector pada b – d.
Hitung : M dan L1 !
Persamaan (5.50) : M = R1 R4 C3
M = 200 x 100 x 0,918 x 10-6
M = 18,36 mH
Persamaan (5.51) : L1 = R1 C3 (R3 + R4)
L1 = 200 x 0,918 x 10-6 (119,5 + 100)
L1 = 40,3 mH
120
BAB VI
PENGUKURAN KAPASITANSI
6.1. PENDAHULUAN :
Pengukuran kapasitansi sangat penting dalam tenaga listrik. Pengukuran ini dapat
dilakukan untuk mengukur kapasitansi suatu kapasitor atau suatu “sistem” yang mempunyai efek
kapasitif. Contoh dari kata “sistem” ini adalah suatu kabel, dimana isolasi kabel merupakan
mediumnya. Kegunaan dari pengukuran ini pada sistem tenaga listri adalah mencari letak
kesalahan (putus) dari suatu kabel dibawah tanah.
Dengan mengetahui besar kapasitansi kabel ditentukan dimana letak putus dari suatu
kabelyang diukur.selain dapat digunakan untuk mengukur kapasitansi, juga dapat digunakan
untuk mengukur dissipasi suatu kapasitor atau untuk mengukur permitivitas suatu bahan
dielektrik. Sistem pengukuran menggunakan jembatan arus bolak-balik diantaranya:
a) Jembatan Sauty.
b) Jembatan Modifikasi Sauty.
c) Jembatan Schering.
Gambar 6.1
Jembatan Sauty.
C1 : kapasitor yang diukur
C2 : kapasitor standard
R3 , R4 : Tahanan Murni.
Keadaan seimbang:
z1 z4 = z2 z3
1 1
( ) R4 = ( ) R3
jωC1 jωC2
R3
C1 = C ………………………………….. (6.1)
R4 2
122
Keadaan seimbang akan didapat bila R3 dan R4 diatur, sehingga sifatnya sangat sederhana.
Akan tetapi kenyataannya pengaturan keseimbangan sulit dicapai bila kedua kapasitor (C1,C2)
tidak bebas dari rugi-rugi dielektrik. Jadi methoda ini dapat digunakan bila kapasitor yang diukur
C1 dan yang dipakai C2 adalah kapasitor dengan bahan dielektrik udara. Untuk mengetasi ini
dilakukan modifikasi jembatan Sauty ini.
6.2. JEMBATAN MODIDFIKASI SAUTY
Rangkaian dari jembatan modu=ifikasi Sauty dan diagram vector keseimbangan dapat
dilihat gambar 6.2 (a) dan (b) dibawah ini :
Gambar 6.2
Jembatan Modifikasi Sauty.
123
(a) (b)
Gbr .6.3
Jembatan Schering.
C 4= Tegangan variable
Harga rill :
............................................................(6.7)
Harga imajiner :
............................................................(6.8)
127
Dengan mengambil R4 dan C 4 sebagai komponen variable berarti akan lebih mudah dicapai
keseimbangannya karena C 4 & R4 terpisah dalam menentukan keseimbangan faktor dissipi.
D1= tan S1
D1= ω c1 r 1
R4 C4
D 1=ω C2 x R
R3 C2 3
D1= ω C 4 R4 (6.9)
Biasanya sebagai komponen variable C 4 dan R3 bukan C 4 dan R4 sedang C 2& R4 dibuat
tetap. Keuntungan dari system ini adalah:
-Dari persamaan :
R4
C 1= C
R3 2
Bila R4 & C 2 tetap, berarti harga C 1 dipengaruhi oleh harga R3. Dengan membuat R3yang akurat
akan didapat C 1yang akurat juga.
-Dari perasamaan D1= ω C 4 R4 , dengan membuat R4 tetap berarti harga factor dissipasi hanya
dipengaruhi C 4 saja (dengan frekwensi konstan).
Hal ini berarti dapat membuat keakuratan yang tinggi dalam mengukur D1 dan membuat C 4
yang lebih akurat.
Jembatan Schering merupakan jembatan arus bola-balik yang paling cocok untuk
mengukur kapasitansi. Kapasitansi ini bias berasal dari isolator, bushing dan lain-lain.
Pengukuran dapat dilakukan dengan frekwuensi tinggi atau tegangan tinggi. Rangkaian jembatan
Schering untuk tegangan tinggi seperti gbr. 6.4 dibawah ini :
128
Gbr. 6.4
c.) Bila ditakutkan terjadinya tegangan besar pada cabang b – c & d – c dapat dipasang “Spark-
gap” pada cabang tersebut yang diatur misalnya 50 volt dan 100 volt.
d). Walaupun kapasitor standar C 2 dari udara/gas yang tidak ada rugi-rugi dielektrik akan tetapi
akibat isolasi penyangga tidak dapat dihindarkan. Perlu diketahui disini bahwa arus kerja sangat
kecil, sehingga rugi-rugi arus bocor harus dihindarkan. Untuk menghindari kerugian/kesalahan
ini harus dipasang “guard ring” pada elektroda-elektroda kapasitor yang disangga.
e). Sheilding kasa yang ditanahkan untuk menghindari kesalahan yang terjadi Karena kapasitansi
sendiri antar cabang.
6.5 PENGUKURAN PERMITIVITAS DENGAN JEMBATAN SCHERING :
Jembatan Schering sangat berguna untuk mengukur permitivitas relative dari suatu beban
dielektrik.
Kapasitor yang akan diukur permisitivitasnya dapat berbentuk plat pararel atau silinder kosentris.
Untuk plat pararel yang luasnya terbatas perlu ditambah guard circuit pada saat pengukuran.
Umumnya bentuk dari plat berupa disk. Specimen cair dapat juga ditest dengan memakai silinder
konsentris. Untuk suatu kapsaitor susunan plat pararel harga permitivitas relatif dapat dinyatakan
sebagai berikut :
Cs d
r= ………………………………………………………………………….(6.10)
ε0 A
130
Dimana :
C s = Harga kapasitansi untuk specimen bahan dielektrik yang diukur.
d = Jarak antara 2 elektroda.
A = Luas elektroda.
ε 0 = Permitivitas udara.
a). Suatu specimen dengan luas A dan tebal d akan mempunyai kapasitansi sebesar :
εr ε A
C s= r
……………………………………………..……………….…..(6.11)
d
Susunlah elektroda dibuat seperti gbr.6.5 dibawah ini :
Gbr 6.5
Susunan elektroda pada pengukuran
permitivitas relatip.
A = Luas elektroda/specimen.
d = Tebal specimen.
CsC
C = 0
C s+C 0
εr ε0 A ε0 A
X
d t
C =
¿ εr ¿ ε0 A ε0 A
+
d t
ε r ε0 A
C = ………………………………………………………(6.12)
ε r t +d
b.) Specimen diambil, berarti kapasitansi C turun Karena hanya mempunyai medium udara.
Hal ini dapat dilihat pada penunjukan detector jembatan tidak menunjukan keseimbangan lagi.
Atur jarak antar elektroda (dikurangi sebesar X agar C naik lagi) sehingga detector menunjukan
keseimbangn. Dalam hal ini besar kapasitansi :
ε0 A
C= …………………………………………......(6.13)
d +t−X
132
CONTOH SOAL :
1. Suatu Specimen tebal d = 4,5 mm; diameter specimen = 12 cm diuji dengan jembatan
Schering pada f= 50 Hz. Dalam keadaan seimbang didapat:
1000
C = 106 ; R4 = ohm parallel dengan kapasitor:
π
C4 = 0,5 μF . Tahanan murni R3 = 260 )HM.
Hitung :
a) kapasitansi .
b) faktor dissipasi.
c). permivitas relative.
Jawab: Rangkaian jembatan scheringseperti gb 6.3.
133
R4
C1 = xC 2
R3
1000
C1 = x 160 x 10−12
π X 260
C1 =130 ρF
b). Faktor dissipasi D = ω C 1 r 1
D = 2 π x 50 x 130 x 10−12 x 1,23 x 106
D= 0,05
A
c) C = εr εo
d
c .d
εr =
εo x A
Bab VII
Pengukuran Magnet
7.1 PENDAHULUAN :
Hubungan antara listrik & magnet tidak dapat dipisah satu dengan yang lainnya.
Karakteristik mesin- mesinlistrik alat-alat ukur listrik hampir semuanya menyangkut
hubungan kedua besaran tersebut. Dalam suatu perencanaan hubungan listrik – magnet
dari suau material sangat penting. Material yang biasa digunakan adalah ferromagnetic.
Untuk mentukan Kualitas ferromagnetic tersebut perlu adanya pengukuran besaran
magnet.
Sumber tegangan searah yang digunakan untuk menimbulkan gaya gerak magnit (
gggm) dan galvanometer ballistic atau fluxmeter untuk mengukur kerapatan flux
magnit. Dengan galvanometer ballistic tidak dapat langsung diperoleh kerapatan
flux magnitnya.
135
b) Pengujian arus bolak balik dapat digunakan pada berbagai frekuensi, dari
freakuensi daya (50HZ) sampai dengan audio. Pengukuran ini lazim untuk
mengukur rugi rugi hysteris & arus pusar.
c) Pengukuran ini untuk mendapatkan kerapatan flux magnit dari suatu rangkaian
magnit
- SWITCH S pada Posisi 1-1’ atur Rs sehingga arus yang mengalir sebesar I.
- Switch S dipindah pada posisi 2 – 2’ sehingga terjadi pembalikan arah arus I yang
menyebabkan flux magnit yang lewat specimen juga terbalik. Dalam hal ini terjadi
perubahan flux terhadap waktu sehingga pada search coil terjadi tegangan induksi
sebesar e. arus akan mengalir ke galvano meter ballistic yang menyebakan defleksi.
Bila :
∅ = Flux pada search coil
137
d∅
E= N
dt
2N ∅
E= ……………………………………………………………(7.1)
t
e
I=
R
2N ∅
I= Rt …………………………………………..(7.2)
Muatan lewat Q = it
2N∅
Q=
R
……………………………………...(7.3)
Galvanometer ballistic mengukur muatan yang lewat :
Q = kg.θ ……………………………………………………(7.4)
Persamaan (7.3) sama dengan ( 7.4 ) :
2N ∅
=kg θ
R
R Kgθ
∅=
2 N ………………………………………………..(7.5)
Kerapatan flux magnit :
∅
B=
A.s
R . Kg . θ
B= …………………………………………………...(7.6)
2 N . As
138
Koreksi perlu dilakukan karena dalam perhitungan diatas diasumsikan bahwa flux
yang lewat specimen merata dan luas penampang efektif search coil sama dengan luas
penampang specimen. Kenyataan nya luas penampang search coil lebih besar
dibandingkan luas specimen . Dengan demikian flux yang terukur pada search coil sama
dengan flux yang lewat specimen ditambah dengan flux yang lewat celah udara
antaraspecimen & search coil.
Gbr 7.2
139
H yang berada dalam specimen sama dengan H yang berada diluar (sipermukaan specimen,karena
komponen tangensial dari kedua medan adalah sama pada kedua sisi permukaanya.
Rangkaian galvanometer mengukur B yang berada dalam search –coil.Inti search coil adalah udara
dengan permeabilitas sebesar µ.Debgab demikian dapat ditentukan kuat medan magnit sebesar :
B0
H=
µ0
Dimana : H = Kuat medan yang diukur
µ0 = Permeabilitas udara
140
Pengukuran ini sederhana tetapi sulut untuk mencapai sensivitas yang tinggi.Pengebab kesulitan ini
antara lain luas penampang search coil harus sekecil mungkin dibandingkan dengan kumparan
permagnitanya selain dari itu,karena permeabilitas specimen jauh lebih besar dari permeobilitas udara
(orde ratusan/ratusan/ribuan kali),sehingga B 0 sangat kecil dibandingkan dengan B specimen untuk H
yang sama.
Alata ini digunakan untuk mengukur beda potensial magnet dari 2 titik dalam suatu medan magnet.
Selain itu juga dapat digunakan untuk menentukan gata gerak magnet(GGM) dari suatu rangkaian
magnit tertutup.Gambar 7.3 dibawah ini menunjukan rangkaian dasar potensiometer magnetik.
Gbr 7.3
Potensiometer magnetic
141
Potensiometer magnetic terdiiri dari suatu strip Fleksibel non magnetic sepanjang satu meter yang dililiti
kumparan secara merata.Besar kuat medan yang dihasilkan leh suatu arus sebesar I dengan N lilitan.
∮ H dl=N I
Ujung terminal p[otensiometer dihubungkan dengan rangkaian galbanometer.biula terjadi perubahan
arah medan,rangkaian galbanometer akan berdefleksi.
Bila:
Θ = Sudut defleksi
Maka :
= Flux x Lilitan
= (µ0 H1 A) x n dl
= µ0 H1 An dl
Flux linkage = 2 µ0 H1 ∫ An dl
F=∫ H 1 dl
2 µ 0 An F
Q = xt
R xt
2 µ 0 An
Q = F …(7.10)
R
Dengan muatan Q galvanometer berdefleksi sebesar θ
Q = Kg θ…(7.11)
2 µ 0 An
F = Kg θ
R
R Kg θ
F = ….. (7.12)
2 µ 0 An
7.5 MENENTUKAN KURBA B-H :
Rangkaian metode reversal sama dengan rangkaian pengukuran kerapatan medan magnit B
b) Switch S digerakkan keposisi 1-1 2-2 beberaoa kali (± 20 x) dan berakhir di 1-1
c) Switch K dibuka,atur tegangan sumber dana tau yahanan depan R s sehingga aruys kerja yang
mengalir sebesar I1.
d) Switch K dirubah ke posisi 2-2 & galbanometer berdefleksi.Dengan demikian dapat dihitung
kerapatan medan magnit B1 dengan rumus (7.6) & H`1 dengan rumus:
¿
H = dI
e) Setelah didapat B1 & H1 lakukan proseduir dari awal tetapi untuk I = I 2,I3 dan seterusnya sampai
didapatn I maksimum.
f) Batasasn I maksimum bila didapat ∆B = B m – Bm-1
g) Gambar hubungan antara B & H maka diperoleh kurba B-H
Rangkaian pengukuran mirip dengan gambar 7.1 hanya saja dilengkapi dengan pembagi
tegangan dan switch putar gambar 7.4 merupakan rangkaian pengukurannya
144
Gbr 7.5
Kurva B-H
7.6 PERMEAMETER :
Pengujian sifat magnetic suatu metrial dapat dilakukan dengan p0ermeameter dengan
mengetahui B&H dalam specimen yang diuji.Pengujian ini dapat dilakukan dengan specimen yang
diuji.Pengujian ini dpaat dilakukan dengan specimen berbentuk ring,maupun berbentuk (rel) bar.Bentuk
ring menghasilkan pengukuran yang lebih teliti karena reluktansi dapat diperkecil,akan tetapi sulit dlam
pengerjaanya.Sistem bar lebih mudah pengerjaannya,tetapi didapat reluktansi yang besar
146
Belum lagi effek demagnetisasi sendiri dalaM material (bar) dapat terjadi.Untuk
mengatasi kesulitan-kesulitan tersebut dalam pembuatan permeameter, dilakukan dengan pen
ggabungan Sistem ring& bar. Banyaksekali sistem permeameter yang ada saat ini. Dalam bab ini
hanya akan dibahas 2 permeameter yaitu
a). Permeameter Hopkinson.
b). Permeameter Fahr
7.6.1. PERMEAMETER HOPKINSON : .
Specimen yang diuji dililitkan kumbaran pemagnitan (Magnitizing winding) dan search
coil. Specimen bar ini di-klam'dengan 2-belah rangka (yoke) dari besi massif.
Luas penampang tempat klam diusahakan seluas mungkin agar reluktansi antar bar & yoke
dapat kecil. Yoke sebagai jalur balik flux magnit.
Gambar 7.6 dibawah ini menunjukkan permeameter Hopkinson
Gbr. 7.6
Permeameter Hopkinson.
147
2 µ 0 An
M= (Ry + Rs) (7.15)
1
Subsitusi (7.15) ke (7.14) didapat :
NI
H= (7.16)
I (1+m)
Bila dapat diusahakan harga m yang kecil,maka :
NI
H= ( 1+m ) (7.17)
I
Untuk menghitung permeabilitas perlu didapat harga B dari –galvanometer ballistic.
7.6.2 PERMEATER FARY
Permeater fahy merupakan salah satu permeater yang sangat sederhana baik dalam prinsip
maupun operasi permeater ini umum dipakai untuk mengetahui sifat pemagnitan suatu specimen dan
telah diterima oleh standard ASTM.Diagram permeameter ini seperti gbr 7.7 dibawah ini :
149
Dari gambar diatas terlihat bahwa permeameter ini hanya memakai 1 specimen bar yang
diklam kedua ujungnya dengan suatu yoke.Pada yoke tersebut diberi kumparan
pemagnitan/Suatu search coil dililitkan pada specimen & dihubungkan dengan galvanometer
ballistic.Dengan demikian akan didpat kerapatan medan magnit B.Search coil lazim juga disebut
sebagai “B Coil”.Kuat medan magnit H diperoleh dengan memakai prinsip seperti pada pasal
7.3,dimana didekatkan kumparan yang lazim disebut “H coil”.
H coil ini harus berinti udara atau material non magnistik.Dengan mengetahui harga B&H dapat
diketahui sifat magnit dari specimen yang diuji.
7.7 PENGUKURAN KERAPATAN MAGNIT (B) DENGAN EFEK HALL:
Suatu arus yang lewat pada suatu material (metal/semi konduktor) dan memotong
suatu medan magnit,akan timbul suatu tegangn pada sisi-sisi material tersebut.Arah-arah
besar-besaran tersebut sperti gambar 7.8 dibawah in,khususnya untuk material atau semi
konduktor type n
150
Koefisien Hall :
Ey
RH = (7.18)
J x Bz
E = Kuat medan listrik.
J = Keraptan arus.
B = Kerapatan Medan Magnit
X,Y,Z = Arah pada koordinat x,y,z pada gbr 7.8
E = RH J B (7.19)
Bila ω = Lebar specimen
t = Tebal Specimen,maka
V = Eω
151
V = RH Jω B
RH JωB
V =
t
RH IB
V == Volt (7.20)
t
Koefisien Hall sangat dipengaruhi oleh perbedaan temperatur,oleh karena itu
diusahakan material yang mempunyai sensivitas temperatur yang kecil.
7.8 PENGUJIAN MAGNIT DENGAN ARUS BOLAK-BALIK :
Pengujian dengan sumber bolak-=balik umumnya dipakai uintuk mengukur rugi-rugi inti
(besi).rugi rugi data ini disebabkan karena rugi-rugi arus pusar(Eddy Curent).kurba
hysterisis*hysterisis loop_dapat juga ditentukan dengan pengetesan arus searah,tetapi untuk
rugi-rugi arus pusar hanya bisa dilaksanakan dengan sumber bolak-balik.
Hubungan rugi-rugi energi persatuan berat sangat.Variasu terhadap tebal plat,kerapatan flux
maksium & frekwensi.kurva dibawah in 7.9 menunjukan hubungan hubungan tersebut untuk
suatu frekuensi tertentu.
Gbr 7.9
Kurva rugi rugi energi.
152
153
Eddy Current
Pb = Ph +
x 4 K f 2 f 2 B m2 t 2
P b = ƞ f Bm + ............(7.23)
3ρ
Rugi-rugi besi total:
x 4 K f 2 f 2 B m2 t 2
Pb = Volume ( f Bm + )...7.24)
3ρ
Untuk suatu harga volume, tebal, tahanan jenis yang konstan
maka :
Pb = Kh f Bmx + Ke Kf2f2Bm2........................(7.25)
Kh = konstanta Hysterisis.
Pb = Kh f Bmx + Ke Kf2f2Bm2
Pb
= Kh Bmx + (KeKf2Bm2) f
f
154
Pb
Dengan membuat kurva terhadap f akan didapat harga (Kh Bmx)
f
dan tan α = KeKf2Bm2 seperti gambar 7.10 dibawah ini :
Gbr. 7.10
Kurva rugi-rugi terhadap frekuensi.
Ph = Pb - Pe
Ph = Kh f Bmx
Dengan membuat kurva antara log Ph & log Bm akan didapat harga X dan
Kh (lihat gambar 7.11) dibawah ini:
155
Gbr 7.11
Gbr. 7.12
Rangkaian Epstein
Instrumen yang diperlukan antara lain, frekuensi meter, Am-
peremeter, wattmeter, Voltmeter untuk harga rata-rata dan
efektif. Dengan mengetahui harga rata-rata & efektif akan didapat
factor bentuk (Kf) :
156
2
E2 =4 K f N 2 f . Bm A .............................(7.26)
Dimana:
F = Frekuensi
Wb
Bm = Flux magnet maksimum ( 2 )
m
A = Luas penampang material (m2)
M = Massa material (Kg)
l = panjang satu sisi (m)
Kg
d = berat jenis material ( )
m2
Maka :
M
A =
4 ld
atau :
4 K f N 2 f . Bm M
E2 = ............................(7.27)
4 ld
Rugi-rugi daya diukur oleh wattmeter W, hanya saja perlu di
koreksi dengan rugi-rugi instrumen.
Pb = P – Pi................................(7.28)
P = Penunjukan wattmeter
Pi = Rugi-rugi instrument
1 1 1
Pi = E2 ( R + R + R )
ef av w
Gbr. 7.13
Jembatan Maxwell untuk mengukur rugi-rugi besi specimen bentuk
ring
P b + I1 R w2
Rs = .......................................(7.30)
I1 2
Rw = Tahanan kumparan.
Pb = I 1 ( R s −R w ).....................................(7.31)
2
V bc =V dc
I 1 R¿ R 4 ¿
I 1 R¿ ¿
R4
I 1= .........................................(7.32)
R 3+ R 4
Substitusi (7.32) ke (7.31)
R4
Pb = I2 ( R −R w )
R3 + R 4 s
N2
LS =
LS
μS A S
N = jumlah lilitan.
lS = panjang jalur flux dalam specimen.
AS = luas penampang specimen.
μS = permeabilitas specimen.
l S LS
μS =
N2 AS
l S R 3 L2
μS = ..............(7.34)
R4 N2 AS
7.10. PENGUKURAN RUGI-RUGI BESI DENGAN JEMBATAN CAMPBELL :
Rangkaian jembatan yang baik untuk mengukur rugi-rugi besi
adalah jembatan Campbell. Gambar 7.14 dibawah ini merupakan
jembatan Campbell.
Gbr.7.14
160
Dari gambar 7.14 tersebut diatas terlihat bahwa specimen ring diteliti 2 kumparan
primaer (N1) & sekunder (N2). Juga terdapat induktansi bersama variable M serta tahanan
variable R2. Vektror keseimbangan jembata seperti gbr. 7.15 dibawah ini:
161
dinilai sifat kemagnitan material. Material yang baik adalah yang mempunyai kurva hysteresis
yang “kurus”. Dengan diketahui “kurus gemuk” nya kurva hysteresis kita dapat memilih
material mana yang ingin dijadikan inti (trafo, mesin-mesin listrik dan lain-lain) agar rugi-rugi
Salah satu cara pengukurannya dengan oscilloscope, yang rangkaiannya seperti gambar 7.16
dibawah ini:
Gbr. 7.16
pengujian magnetic dengan ociloscope
162
Suatu specimen ring dililitkan 2 kumparan N1 & N2 . Kumparan N1 hubungkan seri dengan
dengan melalui suatu penguat. Tegangan v1 sebanding dengan i1 yang dapat menyatakan kuat
medan magnet H. Kumparan “Search Coil” N2 dihubungkan dseri tahanan besar r2, dan
kapasitor C2. Tegangan Vc yang dimaksukkan ke oscilloscope ordinate y dengan melalui suatu
penguat
ⅆϕ
e 2 = N2
ⅆt
ⅆϕ
er = N2AS
ⅆt
e2
i 2=
r2
N 2 . A s ⅆϕ
i2 =
r 2 ⅆt
1
Vc =
C ∫ i 2 dt
1 N2 As
Vc = ∫ dB
C r
163
N 2 As
Vc = B
Cr
Dengan B pada ordinat Y&H pada ordinat X akan didapatkan kurva B – H dari Material yang
diuji
CONTOH SOAL :
1) Suatu besi berbentuk ring dengan luas penampang 3,5cm2, keliling rata-rata 100cm,
dililitkan kumparan pemagnitan 100 lilitan & search coil 200 lilitan. Search coil
terhubung dengan galvanometer ballistic dengan Kg = 1µc/ devisi dan tahanan tahanan
total rangkaian galvanometer 2000Ω, Arus 10 A dibalik arahnya, dan terjadi defleksi
pada galvanometer sebesar 150 devisi
a) Hitung kerapatan flux magnit
b) Permeabilitas pada (a) tersebut
JAWAB :
Gaya gerak magnit (g g m) = N 1 I1
= 100 x 10
= 1.000 A
N1I1
H=
1
1000
H= = 10 A/cm = 1.000 A/m
10
Q = 1 Kg θ 1
Q = 1 x 100 = 1.00 µc
Permeabilitas :
B
µ=
H
1.428
µ=
1.000
165
Permebilitas relative :
µr 1.428
µ= =
µ 0 1.000 x 4 x 10−7
JAWAB :
Tegangan sumber sebanding dengan kerapatan medan magnet (B) & frekuensi (f) :
Ph = Kh Bm 1,6 f
P e = K e Bm 2 f 2
Pb = Ph + Pe = Kh Bm 1,6 f + Ke Bm 2f2
f2
Bm1 = 2,5 x Bm2
f1
40
Bm1 = 2,5 x B = 2 Bm2
50 m2
Bm 1 Bm 1 1,6
40 = Ke ( ¿ (40)2 + Kh ( ¿ x 40
2 2
Ke (Bm1)2 = 0,049
Kh (Bm1)1,6 = 1,55
Pada = 50 Hz ; 250 V
Pada f = 40 Hz ; 100V
Bml
Pe 40 = Ke ( ¿ (40)2
2
0,049
Ph 40 = x (40)2 = 19,6 Watt
4
Bml 1,6
Ph 40 = Kh ( ¿ (40)
2
1,55
Ph 40 = x 40 = 20,4 Watt
21,6
167