Anda di halaman 1dari 10

A.

Metrologi (ilmu pengukuran) adalah disiplin ilmu yang mempelajari cara-cara pengukuran,
kalibrasi dan akurasi di bidang industri, ilmu pengetahuan dan teknologi. Metrologi
mencakup tiga hal utama: Penetapan definisi satuan-satuan ukuran yang diterima secara
internasional (misalnya meter).

B. Sifat Umum Alat Ukur


Alat ukur merupakan alat yang dibuat oleh manusia, oleh karena itu ketidaksempurnaan
merupakan ciri utamanya. Meskipun alat ukur direncanakan dan dibuat dengan cara yang paling
seksama, ketidaksempurnaan sama sekali tidak bisa dihilangkan.
Justru dalam kendala ketidaksempurnaan ini alat ukur sering dianggap sebagai cukur
baik untuk digunakan dalam suatu proses pengukuran asalkan pengguna memahami
keterbatasannya.
Untuk menyatakan sifat-sifat atau karakteristik alat ukur digunakan beberapa istilah teknik
yang sewajarnya diketahui supaya jangan menimbulkan keraguan dan kesalahtafsiran dalam
mengkomunikasikan hasil pengukuran.

1. Kecermatan (Resolution)
a. Kecermatan alat ukur ditentukan oleh kecermatan skala dengan cara pembacannya.
b. Bagi skala yang dibaca melalui garis indeks atau jarum penunjuk kecermatan alat
ukur sama dengan kecermatan skala yaitu arti jarak antar garis skala.
c. Bila dibaca dengan pertolongan skala nonius (satu atau dua dimensi), kecermatan alat
ukur sama dengan kecermatan interpolasi nonius. Jika digunakan penunjuk digital
kecermatan alat ukur diwakili oleh angka paling kanan (angka satuan terkecil).
d. Kecermatan dirancang sesuai dengan rancangan bagian pengubah dan penunjuk alat
ukur dengan memperhatikan kepekaan, keterbacaan dan kapasitas ukur.
e. Kecermatan alat ukur biasanya bersifat tetap tetapi ada pula alat ukur (terutama jenis
komparator) yang kecermatannya dapat diatur (di set, disetel; adjustable).
f. Alat ukur dengan pengubah elektrik sering dilengkapi dengan attenuator pemilih
harga pembesaran (magnification).
g. Pembesaran yang dipilih akan mengubah arti jarak antar garis-garis skala (skala pada
kertas grafik) sehingga dapat mengubah kecermatan.
h. Alat ukur yang dipilih sesuai dengan kecermatannya yang dikaitkan dengan besar-
kecilnya daerah toleransi objek ukur.
i. Prosedur pengukuran perlu diikuti dengan seksama supaya kecermatan alat ukur
bermanfaat dan mempunyai makna pada hasil akhir (hasil proses pengukuran) yang
dalam hal ini sering dinyatakan dengan istilah ketepatan (keterulangan, precision,
repeatability) dan ketelitian (keakuratan, kebenaran, accuracy).
2. Kepekaan
Setiap alat ukur mempunyai suatu kepekaan tertentu, yaitu kemampuan alat ukur untuk
merasakan suatu perbedaan yang relatip kecil dari harga yang diukur.
Misalnya dua alat ukur yang sejenis A dan B digunakan untuk memerikas perbedaan
panjang yang kecil, apabila alat ukur A lebih jelas menunjukkan suatu perbedaan pada
skalanya daripada apa yang ditunjukkan oleh alat ukur B, maka dikatakan alat ukur A
lebih peka (sensitif) dari pada alat ukur B. Kepekaan suatu alat ukur ditentukan oleh
mekanisme pengubahannya dan harganya dapat diketahui dengnan cara membuat grafik
antara harga yang diukur dengan pembacaan skala.

3. Kemudahan Baca (Readability)


Kemampuan system penunjukan sari alat ukur memberikan suatu angka yang jelas dan
berarti dinamakan “kemudahan baca”.
Dengan membuat skala nonius dan atau membuat garis-garis skala yang tipis dengan
jarak yang kecil serta jarum penunjuk yang tipis memungkinkan kemudahan baca dari
penunjuk alat ukur yang dipertinggi.
Akan tetapi cara pembuatan skala seperti di atas memungkinkan kesalahan baca, inilah
alasannya kenapa system penunjuk digital elektronis akhir-akhir ini menggeser
kedudukan sistem penunjuk skala dengan jarum atau garis indeks.

4. Histerisis
Histerisis adalah penyimpangan yang timbul sewaktu dilakukan pengukuran secara
kontinyu dari dua arah yang berlawanan, yaitu mulai dari skala nol hingga skala
maksimum kemudian diulangi dari skala maksimum sampai skala nol.
Pada beberapa alat ukur sering timbul sifat yang merugikan ini terutama pada jam ukur.
Suatu jam ukur dapat kita gunakan untuk mengukur ketinggian yang secara kontinyu
bertambah, kemudian pembacaan diulangi dengan secara kontinyu menurun misalnya
seperti gambar 1.4.
Apabila kita gambarkan kesalahan*) yaitu ketinggian sebenarnya sebagai sumbu tegak
sedang sumbu datar adalah harga sebenarnya, maka mungkin didapat bentuk kurva
seperti gambar 1.4.
Meskipun dapat terjadi kesalahan, kesalahan ini seharusnya sama artinya kurva
pembacaan naik berimpit dengan kurva pembacaan turun.
Pada contoh jam ukur seperti di atas, histerisis disebabkan karena sewaktu poros
bergerak ke atas adlah melawan gaya gesekan serta gaya pegas (dari jam ukur) sedang
sewaktu bergerak turun poros menerima gaya pegas dan melawan gesekan.
Supaya histerisis tidak terjadi, gesekan pada poros dengan bantalannya harus diperkecil
sehingga pengaruhnya dapat diabaikan.
Kita dapat memperkecil pengaruh histerisis (jika seandainya ada) apabila pengukuran
dilakukan sedemikian rupa sehingga hanya sebagian kecil dari skala alat ukur tersebut
digunakan (perubahan posisi jarum penunjuk hanya melewati beberapa garis skala).
Inilah alasannya kenapa sewaktu melakukan pengukuran dengan cara tak langsung tinggi
dari alat ukur standar (susunan blok ukur) kurang lebih harus dibuat sama dengan tinggi
dari obyek ukur, sehingga selisih ketinggian yang ditunjukkan oleh komparator hanya
sedikit (dalam beberapa micron).

5. Kepasifan (Passivity) atau kelambatan Reaksi


Kepasifan adalah merupakan kejadian di mana suatu perbedaan/ perubahan kecil dari
harga yang diukur (yang dirasakan sensor) tidak menimbulkan suatu perubahan apapun
pada jarum penunjuk.
Kepasifan pada alat ukur mekanis (apabila ada) disebabkan oleh pengaruh kelembamam,
misalnya pegas pada alat ukur tersebut tidak elastis sempurna.
Kepasifan dapat pula diartikan sebagai kelambatan alat ukur untuk bereaksi atas adanya
perubahan yang dirasakan oleh sensor.
Kerugian seperti ini dapat dialami oleh alat ukur pneumatis dengan sistem tekanan balik,
yaitu apabila pipa elastis yang menghubungkan sensor dengan ruang perantara terlalu
panjang.
Karena volume udara (yang diukur tekanannya) terlalu besar, maka pengaruh
kompresibilitas dari udara menjadi terasa, akibatnya reaksi dari barometer menjadi
lambat.
6. Pergeseran (Shifting, Drift)
Apabila terjadi suatu perubahan harga yang ditunjukkan pada skala atau yang dicatat
pada kertas grafik, sedangkan sesungguhnya sensor tidak mengisyaratkan suatu
perubahan maka kejadian ini disebut dengan pergeseran.
Keadaan ini sering dialami oleh alat ukur dengan pengubahan elektirs, yang mana suatu
perubahan temperatur (di dalam alat ukur tersebut) dapat mempengaruhi sifat-sifat dari
komponen elektroniknya yang sudah tua.

7. Kestabilan Nol (Zero Stability)


Apabila benda ukur diambil seketika maka jarum penunjuk harus kembali ke posisinya
semula (posisi nol). Alat ukur disebut mempunyai kestabilan nol yang jelek apabila
jarum penunjuk tidak tepat kembali ke posisi nol.
Keadaan ini sangat erat hubungannya dengan histerisis, yang antara lain disebabkan oleh
keausan pada mekanisme penggerak jarum penunjuk.

8. Pengambangan (Floating)
Pengambangan terjadi apabila jarum penunjuk selalu berubah posisi (bergetar) atau
angka terakhir/ paling kanan dari penunjuk digital berubah-ubah.
Hal ini disebabkan oleh adanya perubahan-perubahan yang kecil yang dirasakan sensor
yang kemudian diperbesar oleh bagian pengubah alat ukur.
Semakin peka alat ukur, kemungkinan terjadinya pengambangan sewaktu proses
pengukuran berlangsung adlah besar.
Dengan demikian alat ukur yang peka harus dipakai dengan cara yang cermat serta hari-
hati, getaran pada alat ukur dan benda ukur tidak boleh terjadi.

9. Kesalahan /Penyimpangan Dalam Proses Pengukuran


Pengukuran adalah merupakan proses yang mencakup tiga bagian yaitu benda ukur, alat
ukur dan orang, karena ketidak sempurnaan dari masing-masing bagian ini maka bisa
dikatakan bahwa tidak ada satupun pengukuran yang memberikan ketelitian yang
absolut.
Kesalahan akan selalu ada, yaitu merupakan perbedaan antara hasil pengukuran dengan
harga yang dianggap benar. Setiap pengukuran mempunyai ketidaktelitian (kesalahan)
yang berbeda-beda, tergantung dari kondisi alat ukur, benda ukur, metoda pengukuran
dan kecakapan si pengukur.
Apabila suatu pengukuran dilakukan untuk kedua, ketiga dan seterusnya untuk n kali
pengukuran yang identik (sama) maka hasil dari setiap pengukuran tersebut tidak selalu
tepat sama, mereka kurang lebih akan terpencar di sekitar harga rata-ratanya.
Demikian pula halnya untuk beberapa group pengukuran yang identik (ada m group
pengukuran yang masing-masing terdiri dari n kali pengukuran tunggal), maka harga
rata-rata total. Keadaan seperti di atas ini merupakan sifat umum dari pengukuran yaitu
yang berhubungan dengan ketepatan atau kemampuan untuk mengulangi hal yang sama.
Dari pembicaraan singkat di atas, maka dapatlah kiranya kita definisikan dua istilah yang
penting dalam pengukuran, yaitu ketelitian dan ketepatan *).

10. Ketelitian (accuracy)


Adalah persesuaian antara hasil pengukuran dengan harga sebenarnya (dimensi obyek
ukur). Harga sebenarnya tidak pernah diketahui, yang dapat ditentukan hanyalah harga
pendekatan atau yang disebut dengan harga yang dianggap benar.
Perbedaan antara harga yang diukur dengan harga yang dianggap benar adalah disebut
dengan kesalahan sistematis (systematic error).
Faktor-faktor yang membuat suatu proses pengukuran menjadi tidak teliti dan tidak tepat
dapat berasal dari berbagai sumber yaitu :

1. alat ukur
2. benda ukur
3. posisi pengukuran
4. lingkungan
5. orang (si pengukur)

C. Toleransi Suaian
1. Tujuan Toleransi Suaian
Toleransi adalah suatu penyimpangan ukuran yang diperbolehkan atau diizinkan.
Kadang-kadang seorang pekerja hanya mengerjakan bagian mesin yang tertentu saja,
sedangkan pekerja yang lain mengerjakan bagian lainnya. Tetapi antara satu bagian
dengan bagian lain dari bagian yang dikerjakan itu harus bisa dipasang dengan mudah.
Oleh karena itu, harus ada standar ketepatan ukuran yang harus dipatuhi dan dipakai
sebagai pedoman dalam mengerjakan sesuatu benda agar bagian-bagian mesin itu dapat
dipasang, bahkan ditukar dengan bagian lain yang sejenis.
Fungsi toleransi ialah agar benda kerja dapat diproduksi secara massal pada tempat yang
berbeda, tetapi tetap mampu memenuhi fungsinya, antara lain, fungsi mampu tukar untuk
bagian yang berpasangan.
ISO merupakan suatu badan internasional yang menentukan masalah standardisasi, telah
mengembangkan dan menentukan suatu standar toleransi yang diikuti oleh negara-negara
industri di seluruh dunia.
Contoh :
Angka 10 adalah ukuran dasar
10 H7 Huruf H adalah posisi toleransi untuk lubang
Indeks 7 adalah kualitas toleransi
Angka 10 adalah ukuran dasar
10g6 Huruf g adalah posisi toleransi untuk poros
Indeks 6 adalah kualitas toleransi

2. Posisi Toleransi Suaian

Posisi toleransi menunjukkan batas penyimpangan atas atau batas penimpangan bawah
suatu ukuran terhadap ukuran dasarnya.
Penulisan huruf besar dipakai untuk menandai posisi toleransi lubang, dan huruf kecil
untuk menandai posisi toleransi poros. (kecuali huruf I,L,O,Q,W dan i,l,o,q,w).

Yang dinamakan sebagai penyimpangan fundamental adalah >> jarak dari ukuran dasar
(garis nol) sampai dengan batas penyimpangan atas atau bawah.
Penyimpangan fundamental atas (lubang) : ES
Penyimpangan fundamental bawah (lubang) : EI
Penyimpangan fundamental atas (poros) : es
Penyimpangan fundamental bawah (poros) : ei
Besar penyimpangan fundamental bisa dibaca melalui tabel nilai penyimpangan
lubang/poros (Tabel.20, 21, 22, 23 pada buku Gambar Mesin 1, Harianto Dipl. Ing.
HTL)
atau menggunakan Tabel. 10, 11, dan 17 pada buku yang sama.
Contoh :

10H7
3. Cara Menentukan Besarnya Toleransi
Ada dua cara dalam menentukan besarnya toleransi yang dikehendaki, yaitu dengan
sistem basis lubang dan sistem basis poros. Kedua cara ini bisa dipakai dalam
menentukan toleransi ukuran. Pada sistem basis lubang, semua lubang diseragamkan
pembuatannya dengan toleransi H sebagai dasar, sedangkan ukuran poros berubah-ubah
menurut macam suaian. Pada sistem basis poros, ukuran poros sebagai dasar dengan
toleransi "h" dan ukuran lubang berubah-ubah.
a. Sistem Basis Lubang
Suaian dengan sistem basis lubang ini banyak dipakai. Suaian yang dikehendaki dapat
dibuat dengan jalan mengubah-ubah ukuran poros, dalam hal ini ukuran batas terkecil
dari lubang tetap sama dengan ukuran nominal. Dalam basis lubang ini akan
didapatkan keadaan suaiansuaian sebagai berikut.
1) Suaian longgar: dengan pasangan daerah toleransi untuk lubang adalah H dan
daerah toleransi poros dari a sampai h.
2) Suaian transisi dengan pasangan daerah toleransi lubang H dan daerah-daerah
toleransi poros dari j sampai n.
3) Suaian sesak: dengan pasangan daerah toleransi lubang H dan daerah toleransi
poros dari p sampai z.

Sistem basis lubang ini biasanya dipakai dalam pembuatan bagian-bagian dari suatu
mesin perkakas, motor, kereta api, pesawat terbang, dan sebagainya.

Tingkatan suaian dari masing-masing keadaan suaian untuk basis Lubang :

a) Suaian Longgar
 Suaian sangat luas
Suaian yang sangat longgar merupakan hasil pasangan dari H11-c11;
H9d10; dan H9-e9. Tingkatan suaian ini digunakan untuk bagian-bagian
yang mudah berputar, mudah dipasang dan dibongkar tanpa paksa,
misalnya dipakai pada poros roda gigi, poros hubungan, dan bantalan
dengan kelonggaran yang pasti.
 Suaian luas
Suaian H8-f7 dan H7-g6. Suaian ini biasanya dipakai pada peralatan yang
berputar terus-menerus, misalnya dipakai pada bantalan yang mempunyai
kelonggaran biasa, yaitu bantalan jurnal.
 Suaian geser
Suaian H7h6. Suaian ini banyak dipakai pada peralatan yang tidak
berputar, misalnya senter kepala lepas, sarung senter, dan poros spindel.
b) Suaian Transisi
Suaian ini merupakan hasil gabungan antara lubang dan poros yang akan
menghasilkan suatu keadaan kemungkinan longgar dan sesak, hal ini
tergantung dari daerah toleransi yang dipakai yang termasuk dalam suaian
transisi adalah sebagai berikut.
 Suaian punter
Suaian H7-k6. Suaian ini digunakan apabila pasangannya memerlukan
kesesakan dan dengan jalan dipuntir waktu melepas maupun memasang,
misalnya sebuah metal dengan tempat duduknya.
 Suaian paksa
Suaian H7-n6. Pada suaian ini akan terjadi kesesakan permukaan yang
dipasang agak panjang. Contoh pemakaiannya pada plat pembawa dalam
mesin bubut, kopling, dan sebagainya.

c) Suaian sesak
 Suaian kempa ringan
Suaian H7-p6. Pasangan dalam suaian ini harus ditekan atau dipukui
dengan menggunakan palu plastik atau palu kulit. Pengunaan suaian ini
misalnya pada bus-bus bantalan dan pelak roda gigi.
 Suaian kempa berat
Suaian H7-p6. Pemasangan suaian ini harus ditekan dengan gaya yang
agak berat dan suatu ketika harus menggunakan mesin penekan. Suaian ini
digunakan pada kopling atau pada gelang tekan.

b. Sistem Basis Poros


Dalam suaian dengan basis poros maka poros selalu dinyatakan dengan "h". Ukuran
batas terbesar dari poros selalu sama dengan ukuran nominal. Pemilihan suaian yang
dikehendaki dapat dilakukan dengan mengubah ukuran lubang. Sistem basis poros
kurang disukai orang karena merubah ukuran lubang lebih sulit daripada merubah
ukuran poros. Dalam sistem basis poros juga akan didapatkan keadaan suaian yang
sama dengan suaian dalam sistem basis lubang dengan demikian dikenal juga:
1) suaian longgar: dengan pasangan daerah toleransi h dan daerah toleransi lubang A
sampai H,
2) suaian transisi: dengan pasangan daerah toleransi h untuk poros dan daerah
toleransi lubang J sampai H,
3) suaian sesak: dengan pasangan daerah toleransi h untuk poros dan daerah untuk
lubang P sampai Z.
Sistem basis poros banyak digunakan dalam pembuatan bagian alat-alat pemindah,
motor-motor listrik, pesawat angkat, dan sebagainya.
Untuk basis poros:
a) Suaian Longgar
 Suaian sangat luas
Suaian h11-C11; h9-D10; dan h9-E9. Penggunaannya adalah pada bantalan-
bantalan yang mudah dipasang dan dilepas dengan poros.
 Suaian luas
Suaian h7-F8 dan h6-G7. Contoh penggunaannya pada bantalan jurnal dan
peralatan yang tidak berputar.
 Suaian geser
Suaian h6-H7. Penggunaan pada peralatan yang tidak berputar.
b) Suaian Transisi
 Suaian puntir
Suaian h6-K7. Suaian ini dipakai pada peralatan yang pemasangannya harus
mengalami penekanan dan dipuntir.
 Suaian paksa
Suaian h6-N7. Pada sistem ini juga terjadi kesesakan yang pasti.
c) Suaian Sesak
 Suaian kempa ringan
Suaian h6-P7. Pemasangan komponen dalam suaian ini harus ditekan.
 Suaian kempa berat
Suaian h6-S7. Pemasangan komponen ini harus ditekan dengan gaya yang lebih
berat.

4. Perhitungan Besar Kelonggaran Dan Kesesakan Pasangan Suatu Benda


contoh : diameter 20 H8/h6

diameter 20 H8/s6
Dari contoh diatas bisa dijelaskan bahwa pasangan lubang-poros ini mempunyai
hubungan suaian longgar karena lubang lebih besar dari poros.
Terjadi kelonggaran minimum apabila lubangnya terkecil dan porosnya terbesar.
Terjadi kelonggaran maksimum apabila lubangnya terbesar dan porosnya terkecil.

5. Toleransi Yang Disarankan Untuk Proses Manufaktur


Kombinasi pemakaian daerah toleransi (A s/d Z atau a s/d z) dan kualitas toleransi (IT 01
s/d IT 16) pada suatu dimensi benda begitu beragam, sehingga tentunya cukup
menyulitkan penerapannya pada suatu proses produksi.
Sehingga diperlukan kebijakan pembatasan pada posisi toleransi dan kualitas toleransi
tertentu saja yang sebaiknya digunakan seperti yang dinyatakan dalam ISO 1829-1975.

Anda mungkin juga menyukai