Anda di halaman 1dari 3

I.

Pendahuluan
II. Hermeneutika Dalam Pandangan Adian Husaini
A. Biografi Adian Husaini
B. Konsep Hermeneutika

Secara harfiah, hermeneutika artinya tafsir. Secara etimologis, istilah


hermeneutika dari bahasa Yunani hermeneuin yang berarti menafsirkan. Istilah
ini merujuk kepada seorang tokoh mitologis dalam Yunani yang dikenal
dengan nama Hermes. Dikalangan pendukung hermeneutika ada yang
menyebut sosok Hermenes dengan Nabi Idris. Dalam mitologi Yunani Hermes
dikenal sebagai dewa yang bertugas menyampaikan pesan-pesan Dewa kepada
manusia. Dalam perkembangannya hermeneutika berkembang sebagai
metodologi penafsiran Bibel, yang selanjutnya dikembangkan sebagai metode
penafsiran secara umum dalam ilmu-ilmu humaniora.1

C. Hermeneutika al-Qur`an dan Bibel

Hermeneutika bukan sekedar tafsir, melainkan satu metode tafsir tersendiri


atau satu filsafat tentang penafsiran, yang bisa sangat berbeda dengan metode
tafsir al-Qur`an. Salah satu buku yag banyak menjadi rujukan akademis yang
mennulis hermeneutika adalah buku E. Sumaryono berjudul Sebuah Metode
Filsafat. Buku tersebut memuat kesalahan dalam memandang konsep teks
kitab suci agama-agama dan menyatakan bahwa tafsir al-Qur`an sama dengan
hermeneutika.2
Menurut Adian Husaini ketika menanggapi tulisan Sumaryono adalah
terdapat ketidak cermatan dalam tulisan Sumaryono, karena menurut Adian
banyak tokoh-tokoh dikalangan Kristen yang sadar akan perbedaan antara
konsep teks al-Qur`an dengan Bibel, seperti Dr. C. Groenen. Menurut Adian
Al-Qur`an adalah kitab yang lafaz dan maknanya dari Allah. Konsep ini jelas
berbeda dengan Bibel yang merupakan teks yang ditulis manusia yang
mendapat inspirasi dari Roh Kudus. 3
Bahkan Paus, seperti yang dikutip Pipes dari Pastor Joseph D. Fessio,
menyatakan bahwa dalam pandangan tradisional Islam, Tuhan menurunkan
kata-kata-Nya kepada Muhammad, yang merupkan kata-kata abadi. Aquran
sama sekali bukan kata-kata Muhammad. karena itu bersifat abadi, sehingga
tidak ada peluang untuk menyesuaikan dengan kondisi dan situasi atau
menafsirkannya kembali.
Menerut Paus, sifat al-Qur`an yang yang semacam itu memiliki perbedaan
utama dengan konsep Yahudi dan Kristen. Dalam Kristen kata-kata dalam

1 Adian Husaini, Hermeneutika dan Tafsir al-Qur`an, (Jakarta: Gema Insani, 2007), 7-8.

2 Ibid,.

3 Ibid, 9.
Bibel, bukan hanya kata-kata Tuhan, tetapi juga kata-kata Isaiah, kata-kata
Markus. Dalam istilah Paus, “Tuhan menggunakan manusia dan memberikan
insipirasi-Nya kepada mereka untuk mengungkapkan kata-kata-Nya kepada
manusia.
Dari konsep-konsep diatas Adian Husaini menyimpulkan bahwa konsep
dalam Bibel sangat berbeda dengan al-Qur`an yang hingga kini diyakini oleh
umat Islam, sebagai lafaz dan maknanya berasal dari Allah. Meskipun sama-
sama keluar dari mulut Nabi Muhammad, tetapi sejak awal sudah dibedakan
antara al-Qur`an dengan hadis Nabi.4
Vatikan dalam menanggapi hermeneutika sendiri sudah diterima secara
resmi sebagai metode untuk menafsirkan Bibel. Meskipun menerima
hermeneutika sebagai alat penafsiran Bibel, tetapi Vatikan juga menolak teori
hermeneutika tertentu yang dianggap tidak memadai untuk menafsirkan kitab
suci, seperti hermeneutika Rudolf Bultman, karena cenderung mengungkapkan
pesan-pesan kristiani dalam suatu filsafat tertentu dan sekedar pesan
antropologis belaka. Jadi, meskipun menerima metode hermeneutika dalam
penafsiran Bibel, Vatikan juga tetap bersifat selektif dan tidak membiarkan
penafsrian liar yang dapat merusak ideologi Katolik.5
Sementara bapak Hermeneutika Modern, Friedrich Schleiermacher
menyatakan, bahwa tugas hermeneutika adalah untuk memahami teks sebaik
atau lebih baik daripada pengarangnya sendiri. Dalam hal ini, hermeneutika
modern tersebut menempatkan teks pada posisi yang sma, tanpa mempedulikan
teks tersebut itu dari Tuhan atau tidak, dan tidak lagi memedulikan adanya
otoritas dalam penafsirannya.
Bagi kaum Kristen, realitas teks Bibel memang membutuhkan
hermeneutika untuk penafsiran Bibel mereka. Metode yang digunakan adalah
dengan menelaah teks secara kritis makna teks Bibel yang mencakup kondisi
penulis Bibel, kondisi historis, dan makana literatur suatu teks Bibel. Tetapi
metode tersebut tidak bisa digunakan untuk menganalisis sebuah teks wahyu
seperti al-Qur`an, yang merupakan kitab yang dari Allah.6
D. Dampak Hermeneutika
1. Relativisme Tafsir
Para pendukung Hermeneutika menganut paham relativisme, yaitu tidak
ada tafsir yang tetap. Semua tafsir dipandang sebagai produk akal manusia
yang relatif, konstektual, temporal dan personal. Menurut paham ini, tidak ada
penafsiran al-Qur`an yang Objektif, maksudnya tidak ada lagi satu kebenaran
yang bisa diterima semua pilihan. Semua manusia bisa salah. Termasuk dengan
Nabi, ijma’ sahabat. Menurut Adian jika rumusan konsep relativisme tafsir ini

4 Ibid, 11.

5 Ibid, 14

6 Ibid, 16.
-digunakan maka akan membongkar dasar-dasar Islam.7 Dari hal tersebut akan
ada yang mengatakan bahwa semua produk tafsir adalah produk akal manusia,
dan karena itu sifatnya pasti terbatas, parsial-konstekstual, dan bisa saja salah.
Dengan demikian, menurut hermeneutika ini, maka tidak ada tafsir yang
qath’I, tidak ada yang pasti kebenarannya, semuanya relatif.8
Argumentasi semacam itu sangatlah tidak beralasan. Islam adalah agama
satu, dan sepanjang sehjarah umat Islam ulama Islam bersatu dalam banyak
hal. Umat Islam dari dulu, sekarang dan hingga hari kiamat, memabaca
syahadat dengan lafaz yang sama, Salat subuh dua rakaat, puasa di bulan
Ramadhan dengan cara yang sama. Para mufassir tidak pernah berbeda tentang
kewajiban puasa di bulan Ramadhan, kewajiban zakat. Dalam penafsiran al-
Qur`an ada yang qath’I dan ada yang zanni. Itu semua sudah mafhum dalam
Islam. Jadi, tidak benar, jika dikatakan bahwa semuanya adalah relatif. Bahkan,
ungkapan yang menyatakan semuanya adalah relatif adalah juga relatif,
sehingga ucapannya itu sendiri bersifat relatif.9
Adian berpendapat bahwa paham tersebut sangat berbahaya. Pertama,
menghilangkan keyakinan akan kebenaran finalitas Islam, sehingga selalu
berusaha memandang kerelativan kebenaran Islam. Kedua, menghancurkan
bangunan ilmu pengetahuan Islam yang lahir dari al-Qur`an dan Sunnah yang
sudah teruji ratusan bahkan ribuan tahun. Sementara hermeneutika al-Qur`an
hingga kini masih upaya-upaya pemikiran Islam kontemporer yang masih
belum membuahkan hasil yang utuh dan komprehensif. Akibatnya, para
pendukung hermeneutika al-Qur`an tidak mampu membuat satu tafsir al-
Qur`an yang utuh, mereka hanya berkisar pada masalah dekontruksi sejumlah
konsep hukum Islam yang sudah dipandang baku dalam Islam. Ketiga,
menempatkan Islam sebagai agama sejarah yang selalu berubah mengikuti
zaman. Bagi mereka tidak ada yang tetap dalam Islam. Hukum Islam yang
sudah dinyatakan final dan tetap akan senantiasa bisa diubah dan disesuaikan
dengan perkembangan zaman.
2.

7 Ibid, 18

8 Ibid, 19

9 Ibid, 20.

Anda mungkin juga menyukai