Dasar Teori-Cara Pemberian Obat
Dasar Teori-Cara Pemberian Obat
Abrobsi merupakan proses masuknya obat dari tempat pemberian kedalam darah. Bergantung
pada cara pemberiannya, tempat pemberian obat adalah saluran cerna (mulut sampai dengan
rectum), kulit, paru, otot, dan lain-lain. (Ganiswara, 2008)
Absorbsi sebagian besar obat secara difusi pasif, maka sebagai barrier absorbsi adalah
membran epitel saluran cerna yang seperti halnya semua membran sel epitel saluran cerna , yang
seperti halnya semua membran sel ditubuh kita, merupakan lipid bilayer. Dengan demikian , agar
dapat melintasi membran sel tersebut, molekul obat harus memiliki kelarutan lemak (setelah
terlebih dulu larut dalam air). (Ganiswara, 2008). Bentuk sediaan dan cara pemberian merupakan
penentu dalam memaksimalkan proses absorbsi obat oleh tubuh karena keduanya sangat menentukan
efek biologis suatu obat seperti absorpsi, kecepatan absorpsi dan bioavailabilitas (total obat yang dapat
diserap), cepat atau lambatnya obat mulai bekerja (onset of action), lamanya obat bekerja (duration of
action), intensitas kerja obat, respons farmakologik yang dicapai serta dosis yang tepat untuk memberikan
respons tertentu.
Rute pemberian obat (Routes of Administration) merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi efek obat, karena karakteristik lingkungan fisiologis anatomi dan biokimia yang
berbeda pada daerah kontak obat dan tubuh karakteristik ini berbeda karena jumlah suplai darah
yang berbeda; enzim-enzim dan getah-getah fisiologis yang terdapat di lingkungan tersebut
berbeda. Hal-hal ini menyebabkan bahwa jumlah obat yang dapat mencapai lokasi kerjanya dalam
waktu tertentu akan berbeda, tergantung dari rute pemberian obat (Katzug, 1989).
Memilih rute penggunaan obat tergantung dari tujuan terapi, sifat obatnya serta kondisi
pasien. Oleh sebab itu perlu mempertimbangkan masalah-masalah seperti berikut:
Bentuk sediaan yang diberikan akan mempengaruhi kecepatan dan besarnya obat yang diabsorpsi,
dengan demikian akan mempengaruhi pula kegunaan dan efek terapi obat. Bentuk sediaan obat
dapat memberi efek obat secara lokal atau sistemik. Efek sistemik diperoleh jika obat beredar ke
seluruh tubuh melalui peredaran darah, sedang efek lokal adalah efek obat yang bekerja setempat
misalnya salep (Anief, 1990).
Efek sistemik dapat diperoleh dengan cara :
a. Oral melalui saluran gastrointestinal atau rectal
b. Parenteral dengan cara intravena, intra muskuler dan subkutan
c. Inhalasi langsung ke dalam paru-paru.
Efek lokal dapat diperoleh dengan cara :
a. Intraokular, intranasal, aural, dengan jalan diteteskan ada mata, hidung, telinga
b. Intrarespiratoral, berupa gas masuk paru-paru
c. Rektal, uretral dan vaginal, dengan jalan dimasukkan ke dalam dubur, saluran kencing dan
kemaluan wanita, obat meleleh atau larut pada keringat badan atau larut dalam cairan badan
Rute pemberian obat menentukan jumlah dan kecepatan obat yang masuk
kedalam tubuh, sehingga merupakan penentu keberhasilan terapi atau
kemungkinan timbulnya efek yang merugikan.
Rute pemberian obat dibagi 2, yaitu enternal dan parenteral (Priyanto, 2008):
a) Jalur Enternal
Jalur enteral berarti pemberian obat melalui saluran gastrointestinal (GI), seperti pemberian
obat melalui sublingual, bukal, rektal, dan oral. Pemberian melalui oral merupakanjalur
pemberianobat paling banyak digunakankarena paling murah, paling mudah, dan paling
aman. Kerugian
dari pemberian melalui jalur enternal adalah absorpsinya lambat, tidak dapat diberikan
pada pasien yang tidak sadar atau tidak dapat menelan. Kebanyakan obat diberikan melalui
jalur ini, selain alasan di atas juga alasan kepraktisan dan tidak menimbulkan rasa sakit.
Bahkan dianjurkan jika obat dapat diberikan melalui jalur ini dan untuk kepentingan
emergensi (obat segera berefek), obat harus diberikan secara enteral.
b) Jalur Parenteral
Parenteral berarti tidak melalui enteral. Termasuk jalur parenteral adalah transdermal
(topikal), injeksi, endotrakeal (pemberian obat ke dalam trakea menggunakan endotrakeal
tube), dan inhalasi. Pemberian obat melalui jalur ini dapat menimbulkan efek sistemik atau
local.
Cara/bentuk sediaan parenteral antara lain :
1) Intravena (IV) Tidak ada fase absorpsi, obat langsung masuk ke dalam vena, “onset of
action” cepat, efisien, bioavailabilitas 100 %, baik untuk
obat yang menyebabkan iritasi kalau diberikan dengan cara lain, biasanya
berupa infus kontinu untuk obat yang waktu-paruhnya (t1/2) pendek.
(Joenoes, 2002).
2. Tikus
b. Intra muscular mengandung lapisan lemak yang cukup kecil sehingga obat
akan terhalang oleh lemak sebelum terabasorbsi.
d. Peroral disini obat akan mengalami rute yang panjang untuk mencapai
a. Peroral, karena melalui saluran cerna yang memiliki rute cukup panjang dan
c. Intra muscular, terdapat lapisan lemak yang cukup banyak sehingga obat
d. Subkutan, terdapat lapisan lemak yang paling banyak sehingga durasi lebih