Selalu berusaha, berdoa dan tawakal merupakan sesuatu hal yang harus di lakukan kita setiap
saat selama masih hidup. Doa juga merupakan permohonan hamba kepada Sang Pencipta Allah SWT jika
di dalam keadaan sulit atau pun menginginkan sesuatu.
Biasanya doa tersebut ada yang terkabul dengan cepat, ada yang lama, dan ada pula doa yang di
tolak Allah SWT dan tidak kunjung di kabulkan sepanjang hidupnya. Ketika berdoa kita kerap berharap
namun keputusan terkabul atau tidak tetap Allah yang menentukan.
Banyak orang yang tidak bisa memanfaatkan kesempatan untuk berdoa padahal boleh jadi
seseorang itu tergolong yang mustajab doanya tetapi kesempatan baik itu banyak di sia-siakan. Maka
seharusnya setiap muslim memanfaatkan kesempatan tersebut untuk berdoa sebanyak mungkin baik
memohon sesuatu yang berhubungan dengan dunia ataupun akhirat.
Sabar berasal dari kata “sobaro-yasbiru” yang artinya menahan. Dan menurut istilah, sabar
adalah menahan diri dari kesusahan dan menyikapinya sesuai syariah dan akal, menjaga lisan dari
celaan, dan menahan anggota badan dari berbuat dosa dan sebagainya. Itulah pengertian sabar yang
harus kita tanamkan dalam diri kita. Dan sabar ini tidak identik dengan cobaan saja. Karena menahan diri
untuk tidak bersikap berlebihan, atau menahan diri dari pemborosan harta bagi yang mampu juga
merupakan bagian dari sabar. Sabar harus kita terapkan dalam setiap aspek kehidupan kita. Bukan
hanya ketika kita dalam kesulitan, tapi ketika dalam kemudahaan dan kesenangan juga kita harus tetap
menjadikan sabar sebagai aspek kehidupan kita.
Sesuai pandangan islam Sabar itu ada berbagai macam, antara lain :
Dari Abu Al ‘Abbas, ‘Abdullah bin ‘Abbas, mengatakan: Aku pernah membonceng di
belakang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian beliau berpesan, ”Wahai anakku, aku
akan mengajarkan kepadamu beberapa kalimat : Jagalah Allah, niscaya Dia akan menjaga
kamu. Jagalah Allah, niscaya kamu akan mendapati Dia di hadapanmu…” (HR. Tirmidzi, ia telah
berkata, Hadits ini hasan, pada lafazh lain hasan shahih. Dalam riwayat selain
Tirmidzi: “Hendaklah kamu selalu mengingat Allah, pasti kamu mendapati-Nya di hadapanmu.
Hendaklah kamu mengingat Allah di waktu lapang (senang), niscaya Allah akan mengingat
kamu di waktu sempit (susah). Ketahuilah bahwa apa yang semestinya tidak menimpa kamu,
tidak akan menimpamu, dan apa yang semestinya menimpamu tidak akan terhindar darimu.
Ketahuilah sesungguhnya petolongan menyertai kesabaran dan sesungguhnya kesenangan
menyertai kesusahan dan kesulitan”.
Pertolongan merupakan sesuatu yang dicari, maka sabar menjadi kunci untuk
mendapatkannya. Karena sabar merupakan tahapan yang wajib dilalui. Ketika seseorang
tertimpa musibah maka dia wajib bersabar karena itu merupakan perintah Allah kepada setiap
orang. Maksud dari perkataan “dia wajib bersabar”, yaitu ia menahan lisannya dari mengeluh,
menahan hatinya dari marah dan menahan anggota badannya untuk melakukan kemaksiatan
yang dilarang, seperti memukul-mukul pipi, merobek baju saat tertimpa musibah kematian dan
selainnya. Maka dari itu Allah memerintahkan kita untuk memohon pertolongan dalam setiap
perkara dengan sabar dan shalat sebagaimana firman Allah berikut ini:
َ الصالة َوإ َّن َها َل َكب َبة إال َع َىل ْال َخاشع
(٤٥) ي َّ الص إب َو
َّ َ َ إ
ِ ِ ِ ِ ِ ِ واست ِعينوا ِب ر
Artinya : Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu
sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu. (QS. Al-Baqarah : 45)
َ إ ّ َ ّ
هللا َصىل هللا َعل إي ِه َو َسل َم َم ِالك أ ِر إت َع إن َإ َ َ َ َ َ إ
ِ قال رسول: ض هللا عنه قال َ ِ اص إم ْا َأل إش َعري َر َ إ َ ْ َ ُّ إ َ إ ْ إ
ِ الحار ِت ابن ع: ،الطهور شطر ا ِْليم ِان
َ َ َ َّ َ َ َّ َ إ َ ْ
و، والصالة نور،الس َم ِاء َواأل إرض
َّ ي َ ان هللا َو ْال َح إمد هلل َت إمأل – َأ إو َت إمآلن – َما َب إ
َ َ َ إ ْ َ
وسبح،هلل ت إمأل ال ِم إ َب ِان َ ْ َ
،الصدقة ب إرهان ِ ِ ِ ِ والح إمد
َ َ إ َ َ َإ َّ ُ َ َ َ َ َ ْ
] ك ُّل الناس َيغدو فبا ِئع نف َسه فم إع ِتق َها أ إو م إو ِبق َها [رواه مسلم. َوالق إرآن ح َّجة لك أ إو َعل إيك
Dari Abu Malik, Al Harits bin Al Asy’ari berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda ”Suci itu sebagian dari iman, (bacaan) alhamdulillaah memenuhi timbangan,
(bacaan) subhaanallaah dan alhamdulillaah keduanya memenuhi ruang yang ada di antara
langit dan bumi. Shalat itu adalah nur (cahaya), sedekah adalah pembela, sabar adalah sinar,
dan Al-Qur’an menjadi pembelamu atau akan menuntutmu. Setiap manusia bekerja, lalu dia
menjual dirinya, kemudian pekerjaan itu dapat menyelamatkannya atau mencelakakannya”.
(HR. Muslim)
Imam Nawawi dalam menjelaskan hadits ini mengatakan bahwa : Sabar merupakan sifat
yang terpuji. Yaitu kesabaran untuk ta’at kepada Allah dan terhadap ujian serta cobaan dunia.
Makna dari sabar adalah sinar, pelakunya senantiasa berada dalam kebenaran.
Ibnu ‘Utsaimin menjelaskan tentang makna “dhiyaa-un” sebagaimana yang terdapat
dalam ayat berikut:
“Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-
manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun
dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia
menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui.” (Qs Yunus :
5)
Pelaksanaan : Jumat, 9 Desember 2016
Terkadang menjaga lisan itu emmang sangat sulit dilakukan, kecuali orang beriman kepada Allah
SWT dan meyakini akan adanya hari akhir yaitu hari penuh perhitungan dan pembalasan. Orang yang
berbuat dan beramal sahlih pasti akan mendapat balsan dengan kebahagiaan. Sedangkan orang yang
berbuat buruk maka akan di balas pula dengan keburukan.
Membahas tentang lisan ada nasehat yang sangat berharga dalam hal menjaga lisan,
disampaikan oleh Rasulullah SAW dan emnjadi tuntunan kita, sebagai mana haditsnya yaitu : “ Barang
siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendak nya berkata baik atau diam.”
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Tirmidzi, Uqbah bin Amir berkata : aku pernah bertanya
kepada Rasullah SAW, Ya Rasulullah, apakah keselamatan itu? beliau menjawab, tahan lah lisan mu dan
hendak nya rumah mu menyenangkan mu (karena penuh dengan dzikir dan mengingat Allah SWT) dan
menangislah atas kesalahan mu (karena menyesal). (HR. Tirmidzi).
Oleh karena itu, sudah sepantasnya setiap muslim memperhatikan apa yang dikatakan oleh
lisannya, karena bisa jadi seseorang menganggap suatu perkataan hanyalah kata-kata yang ringan dan
sepele namun ternyata hal itu merupakan sesuatu yang mendatangkan murka Allah Ta’ala.
Sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam sebuah hadits yang diriwayatkan
dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu:
َ ال, و إن العبد ليتكلم بالكلمة من سخط هللا, يرفعه هللا بها درجات, يلق لها باال
يلق لها َ ال, إن العبد ليتكلم بالكلمة من رضوان هللا
“Sungguh seorang hamba mengucapkan satu kalimat yang mendatangkan keridhoan Allah, namun dia
menganggapnya ringan, karena sebab perkataan tersebut Allah meninggikan derajatnya. Dan sungguh
seorang hamba mengucapkan satu kalimat yang mendatangkan kemurkaan Allah, namun dia
menganggapnya ringan, dan karena sebab perkataan tersebut dia dilemparkan ke dalam api
neraka.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Menjaga lisan memang sangat penting di lakukan bagi kita sebagai uamt manusia, seperti firman
Allah, yaitu :
ْ َّ َّ إ َ َ ْ َ َ َ ْ َ َ ُ ُ َ َ َ َ إ َ َ َ َ َإ َإ
ْص َوالفؤاد ك ُّل أول ِئك كان َعنه َم إسئوال س لك ِب ِه ِعلم ِإن السمع والب َوال تقف ما لي
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya.
Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan
jawabnya.” (QS. Al-Isra: 36)
Qotadah menjelaskan ayat di atas, “Janganlah kamu katakan ‘Aku melihat’ padahal kamu tidak
melihat, jangan pula katakan ‘Aku mendengar’ sedang kamu tidak mendengar, dan jangan katakan ‘Aku
tahu’ sedang kamu tidak mengetahui, karena sesungguhnya Allah akan meminta pertanggung-jawaban
atas semua hal tersebut.” Ibnu katsir menjelaskan makna ayat di atas adalah sebagai larangan untuk
berkata-kata tanpa ilmu. (Tafsir Ibnu Katsir)
إ َ َ َ ْ ّ َ َْإ َ إ َ َ إ
آلخر ف َليق إل خ إ ًبا أ إو ِل َي إصمت ِ و َمن كان يؤ ِمن ِب
ِ اَلل واليو ِم ا
“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka katakanlah perkataan yang baik atau
jika tidak maka diamlah.”(Muttafaqun ‘alaihi)
Imam Asy-Syafi’i menjelaskan makna hadits di atas adalah, “Jika engkau hendak berkata maka
berfikirlah terlebih dahulu, jika yang nampak adalah kebaikan maka ucapkanlah perkataan tersebut,
namun jika yang nampak adalah keburukan atau bahkan engkau ragu-ragu maka tahanlah dirimu (dari
mengucapkan perkataan tersebut).” (Asy-Syarhul Kabir ‘alal Arba’in An-Nawawiyyah)
Termasuk tanda baiknya keislaman seseorang adalah dia mampu meninggalkan perkara yang
tidak bermanfaat baginya. Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam sebuah hadits
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang diriwayatkan oleh Imam At-Tirmidzi dari sahabat Abu
Hurairah radhiyallahu ‘anhu,
َ ُ َ ْ َ
ِم إن ح إسن ِإ إسال ِم ال َم إر ِء ت إركه َما ال َي إع ِن إي ِه
“Di antara tanda baiknya Islam seseorang adalah ia meninggalkan perkara yang tidak bermanfaat
baginya.”
Oleh karena itu, termasuk di antara tanda baiknya Islam seseorang adalah ia menjaga lisannya dan
meninggalkan perkataan-perkataan yang tidak mendatangkan manfaat bagi dirinya atau bahkan
perkataan yang dapat mendatangkan bahaya bagi dirinya.
Salah satu bahaya tidak menjaga lisan adalah menyebabkan pelakunya dimasukkan ke dalam api
neraka meskipun itu hanyalah perkataan yang dianggap sepele oleh pelakunya. Sebagaimana hal ini
banyak dijelaskan dalam hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam salah satunya adalah hadits yang
telah disebutkan di atas.
Atau dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari sahabat Mu’adz bin Jabal radhiyallahu
‘anhu ketika beliau bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang amalan yang dapat
memasukkannya ke dalam surga dan menjauhkannya dari neraka, kemudian Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam menyebutkan tentang rukun iman dan beberapa pintu-pintu kebaikan, kemudian
berkata kepadanya: “Maukah kujelaskan kepadamu tentang hal yang menjaga itu semua?” kemudian
beliau memegang lisannya dan berkata: “Jagalah ini” maka aku (Mu’adz) tanyakan: “Wahai Nabi Allah,
apakah kita akan disiksa dengan sebab perkataan kita?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam menjawab: “Semoga ibumu kehilanganmu! (sebuah ungkapan agar perkataan selanjutnya
diperhatikan). Tidaklah manusia tersungkur di neraka di atas wajah mereka atau di atas hidung
mereka melainkan dengan sebab lisan mereka.” (HR. At-Tirmidzi)
Imam Ibnu Rajab Al Hambali rahimahullah berkata mengenai makna hadits di atas, “Secara
dzahir hadits Mu’adz tersebut menunjukkan bahwa perkara yang paling banyak menyebabkan
seseorang masuk neraka adalah karena sebab perkataan yang keluar dari lisan mereka. Termasuk
maksiat dalam hal perkataan adalah perkataan yang mengandung kesyirikan, dan syirik itu sendiri
merupakan dosa yang paling besar di sisi Allah Ta’ala. Termasuk maksiat lisan pula, seseorang berkata
tentang Allah tanpa dasar ilmu, ini merupakan perkara yang mendekati dosa syirik. Termasuk di
dalamnya pula persaksian palsu, sihir, menuduh berzina (terhadap wanita baik-baik) dan hal-hal lain
yang merupakan bagian dari dosa besar maupun dosa kecil seperti perkataan dusta, ghibah dan
namimah. Dan segala bentuk perbuatan maksiat pada umumnya tidaklah lepas dari perkataan-
perkataan yang mengantarkan pada terwujudnya (perbuatan maksiat tersebut). (Jami’ul Ulum wal
Hikaam)
Buah menjaga lisan adalah surga. Sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Barangsiapa yang mampu menjamin untukku apa yang ada di antara kedua rahangnya (lisan) dan apa
yang ada di antara kedua kakinya (kemaluan) aku akan menjamin baginya surga.” (HR. Bukhari)
Oleh karena itu wajib bagi setiap muslim untuk menjaga lisan dan kemaluannya dari perkara-
perkara yang diharamkan oleh Allah, dalam rangka untuk mencari keridhaan-Nya dan mengharap
balasan berupa pahala dari-Nya. Semua ini adalah perkara yang mudah bagi orang-orang yang
dimudahkan oleh Allah Ta’ala. (Kitaabul Adab)
Ketika kita telah mengetahui bahaya yang timbul akibat tidak menjaga lisan, dan kita pun telah
mengetahui bagaimana manisnya buah menjaga lisan, sudah sepantasnya kita selalu berfikir sebelum
kita mengucapkan suatu perkataan. Apakah kiranya perkataan tersebut akan mendatangkan keridhaan
Allah Ta’ala atau bahkan sebaliknya ia akan mendatangkan kemurkaan Allah Ta’ala. Cukuplah kita selalu
mengingat firman Allah Ta’ala (artinya):
َ َ َّ َ ُ ْ
َما َيل ِفظ ِم إن ق إو ٍل ِإال لد إي ِه َر ِقيب َع ِتيد
“Tiada suatu ucapan yang diucapkan melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu
hadir.” (Qaaf: 18).
ْ َّ َّ إ َ َ ْ َ َ َ ْ َ َ ُ ُ َ َ َ َ إ َ َ َ َ َإ َإ
ْص َوالفؤاد ك ُّل أول ِئك كان َعنه َم إسئوال س لك ِب ِه ِعلم ِإن السمع والب َوال تقف ما لي
“Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan
jawabnya.” (QS. Al-Isra: 36)
MAKALAH ISLAM DAN IPTEK
DI SUSUN OLEH :
NIM : A410150105
KELAS : 3C