Anda di halaman 1dari 5

PELANGGARAN MAKSIM DALAM KOMIK SI JUKI

PEMBAHASAN

Maksim Kuantitas
Pelanggaran selanjutnya yang ditemukan adalah pelanggaran maksim kuantitas.
Maksim kuantitas meghendaki penutur untuk memberikan kontribusi secukupnya atau
sebanyak yang dibutuhkan oleh lawan bicaranya. Artinya, penutur harus memberikan
infromasi yang sesuai dengan kebutuhan lawan tuturnya, tidak kurang dan tidak lebih.
Perhatikan data di bawah ini yang menunjukkan penyimpangan maksim kuantitas. Perhatikan
data di bawah ini.

Konteks: Jam pelajaran sekolah sedang berlangsung, salah seorang guru menegur siswanya
yang ketiduran

Guru : JUKI!!! Berani-beraninya kamu tdur di mata kuliah saya!


Juki : Jangan anggap remeh, saya tidur demi menggapai mimpi..!!
Guru : A...APA?

Konteks pada data di atas mengenai kemarahan seorang guru terhadap siswanya yang tertidur
pada saat jam pelajaran berlangsung. Hal tersebut membuat guru merasa marah sebab hal itu
merupakan sikap yang tidak seharusnya dilakukan pada saat di sekolah. Guru sebagai penutur
sementara Juki sebagai mitra tutur. Penutur merasa marah dan menanyakan persoalan mitra
tutur tertidur pada saat jam belajar. Ketika Juki mendengar pertanyaan gurunya lantas
menjawab dengan enteng. Juki menganggap bahwa dengan cara tidur kita dalam menggapai
mimpi-mimpi. Hal ini menyebabkan infromasi yang diberikan menjadi kurang dan membuat
penutur, yaitu guru yang menyakan alasan menjadi bingung dan semakin marah.
Dari pernyataan dalam percakapan di atas adanya jenis pelanggaran maksim prinsip
kerjasama yaitu pemberian informasi yang kurang dari seharusnya diberikan. Penutur
mengharapkan ketika selama jam pelajaran berlangsung seharusnya tidak boleh tidur. Namun
tuturan yang diutaraka oleh mitra tutur, yaitu Juki justru membuat semakin bertanya-tanya.
Latar belakang pelanggaran makisn ini karena mitra tutur menyamakan konsep sekolah, yaitu
dengan sekolah kita akan belajar dan menggapai mimpi-mimpi kita. Namun hal itu justru
disamakan dengan cara tidur yang pada akhirnya juga akan mengalami fase bermimpi.

Maksim Kualitas
Pelanggaran selanjutnya adalah maksim kualitas. Maksim kualitas menghendaki
penuturnya utuk mengatakan hal yang sebenarnya. Artinya, penutur tidak boleh memberikan
informasi yang keliru atau salah. Perhatikan data di bawah ini.

Konteks: Ibu Juki mempergoki Juki yang sering bermain keluar rumah
Ibu : Hayo mau ke mana lo, Juk? Pasti mau main ke warnet lagi kan?
Juki : Kenapa sih emak, setiap Juki mau pergi pasti dituduh main ke warnet? Kalau
urusan Juki mau menyelamatkan bumi dari serangan alien, gimana?
Ibu : Oh yaudah maafin emak ya, Juk.. jadi sebenernya mau ke mana?
Juki : Ke rental PS!
Ibu : JUKI!!!
Percakapan dalam data di atas bercerita mengenai Ibu Juki yang menanyakan kepergian
Juki, sebab anaknya memiliki kebiasaan pergi ke warnet. Sang Ibu menduga kalau anaknya
hendak pergi ke warnet untuk menghabiskan waktu bermain. Namun Juki lantas mengelak dan
mengatakan kalau dirinya ingin menyelamatkan bumi dari serangan alien. Pernyataan tersebut
kembali diperjelas oleh Ibu Juki dan kembali menanyakan kejelasan perihal Juki pergi bermain.
Pada akhirnya Juki menjawab dan mengatakan kalau dirinya ingin bermain PS (play station:
salah satu permainan game online di warnet). Hal ini sebenarnya menyimpang. Juki
memberikan jawaban secara tidak langsung ingin menepis dugaan Ibunya dengan berkata
“Kalau urusan Juki mau menyelamatkan bumi dari serangan alien, gimana?”. Maksud ujaran
Juki menyelamatkan bumi dari serangan alien adalah permainan PS itu sendiri.
Tuturan yang diberikan Juki tidak sesuai dengan pernyataan ibunya sebelumnya. Dalam
percakapan di atas Ibu Juki yang awalnya sudah menduga kalau anaknya akan pergi ke warnet
untuk menghabiskan waktu bermain, namun Juki berhasil mengelak. Prinsip kerjasama yang
menyimpang adalah berusaha menyembunyikan kebenaran dari pernyataan lawan tutur. Latar
belakang pelanggaran maksim ini adalah karena penutur tidak ingin mengecewakan dan
membuat marah mitra tutur dengan memberikan jawaban klise, sehingga mitra tutur mengira
bahwa penutur tidak akan pergi ke warnet.

Maksim Relevansi

Contoh kedua yang dapat ditemukan terhadap pelanggaran maksim relevansi ialah pada
tindak tutur berikut:
Maksim relevansi menghendaki penuturnya memberikan kontribusi yang relevan
dengan masalah pembicaraan (Wijana, 2009:46). Artinya, suatu tuturan harus relevan dengan
isi percakapan yang sedang terjadi. Data dari gambar di atas mencerminkan percakapan yang
melanggar maksim relevansi dalam prinsip kerjasama.
Pada tindak tutur diatas, didapati bahwa ada dua pihak yang terlibat secara langsung
pada percakapan tersebut, yakni teman Juki sebagai pentur dan Juki sebagai mitra tutur. Pada
bagian ini sang penutur, teman Juki mengajak mitra tutur, Juki untuk menonton atau melihat
pertandingan sepak bola dengan mengatakan “Eh, nonton bola, yuk Juk!” akan tetapi, mitra
tutur menangkap maksud dari ujaran sang penutur secara leksikal yang artinya, mitra tutur dan
sang penutur akan melihat sebuah benda yang berbentuk bulat yang biasanya digunakan dalam
sebuah pertandingan olah raga sepak bola dan bukan melihat pertandingan sepak bola seperti
apa yang dimaksudkan oleh sang penutur.
Pelanggaran ini dapat dilihat dengan jelas ketika sang mitra tutur justru megajak sang
penuttur untuk melihat sebuah bola dan bukannya ke sebuah lapangan untuk melihat
pertandingan sepak bola. Kejadian salah tafsir dari tindak tutur ini terjadi karena adanya
perbedaan konsep yang ada di dalam pikiran kedua pihak, baik sang penutur maupun sang
mitra tutur. Sang penutur memiliki tujuan untuk mengajak sang mitra tutur untuk menonton
sebuah pertandingan sepak bola namun sang mitra tutur menangkap maksud dari sang penutur
bahwa mereka akan melihat sebuah bola. Hal ini jelas menunjukan adanya pelanggaran maksim
cara dimana tidak ada kesamaan konsep antara penutur dan juga sang mitra tutur dan tidak
terjadinya relavansi terhadap respon yang diharapkan.

Maksim Cara

Maksim cara atau pelaksanaan menghendaki penuturnya berbicara secara langsung,


tidak kabur, tidak taksa, dan tidak berlebih-lebihan, serta runtut. Orang bertutur dengan tidak
mempertimbangkan hal-hal tersebut dikatakan melanggar maksim cara. Perhatikan data di
bawah ini mencerminkan percakapan yang melanggar maksim cara dalam prinsip kerjasama.
(1) Konteks : Sekelompok orang sedang berkumpul untuk melakukan pemilihan umum
Instruksi Warga : Diharapkan ketika memilih nanti, gunakan hati nurani masing-
masing.
(konteks: ketika pemilihan berlangsung)
Juki : EEEGHH
Warga : Ada apa ya, Mas?
Juki : (Sambil mengeluarkan organ tubuhnya berupa hati dan
menyodorkanya)
Katanya milih pake hati kan?
Warga : Maksudnya bukan gitu juga !!! (sambil teriak)

Konteks tuturan di atas adalah percakapan yang melibatkan Juki dengan warga pada
saat pemilihan umum. Warga sebagai penutur sementara Juki sebagai mitra tutur. Diawal
terdapat sebuah instruksi yang dilontarkan oleh warga, yaitu perintah agar memilih kandidat
sesuai dengan hati nurani masing-masing. Namun, respon yang diberikan oleh Juki berlainan
dengan instruksi yang diberikan. Adapun bentuk pelanggaran tersebut adanya tindakan tidak
sesuai dengan cara apa yang diharapkan oleh mitra tutur sebelumnya. Maksud dan tujuan pada
tuturan di atas menceritakan terkait pelaksanaan PEMILU, seperti instruksi yang disampaikan
oleh warga bahwa dalam memilih menggunakan hati nurani yaitu berdasarkan masing-masing
pemilih tanpa paksaan. Namun, hal itu justru menyebabkan informasi yang diberikan menjadi
ambigu dan membuat mitra tutur (Juki) salah tafsir. Hal itu tampak pada ujaran: “(Sambil
mengeluarkan organ tubuhnya berupa hati) Katanya milih pake hati kan?” Ujaran yang
dilontarkan oleh Juki mengindikasikan adanya pelanggaran maksim cara pengungkapan dalam
prinsip kerjasama. Tepatnya, kata hati yang dimaksud bukan hati yang bagian organ tubuh
manusia, melainkan hati nurani yang berkaitan dengan perasaan/lubuk seseorang. Meskipun
sama-sama merujuk pada kata “hati”, yang memiliki kemiripan bentuk, keduanya memiliki
perbedaan makna.

Anda mungkin juga menyukai