Anda di halaman 1dari 23

Modul 4

Tindak Tutur
Pengertian Tindak Tutur
Pragmatik mengkaji penggunaan
bahasa. Artinya, bahasa memiliki
guna/fungsi. Kajian pragmatik lahir
setelah para ahli bahasa menyadari
bahwa bahasa tidak hanya berfungsi
sebagai sarana berkata-kata saja
atau sekadar menyatakan sesuatu
(​saying​). Berbahasa ternyata juga
sekaligus melakukan sesuatu (​doing​).
Lebih dari itu, berbahasa juga
memiliki daya pengaruh (​affecting​).
Oleh karena itu, lahirlah konsep
tentang tindak tutur (​speech acts​),
yaitu tindakan yang terlaksana
dengan bertutur. Berdasarkan ketiga
hal yang dapat dilakukan dengan
bahasa di atas, tindak tutur dapat
dilihat menjadi tiga dimensi tindakan,
yaitu tindak lokusi, tindak ilokusi, dan
tindak perlokusi (Austin, 1962).
Tindak Lokusi, Ilokusi,
dan Perlokusi
Tindak lokusi ialah tindak menyatakan
sesuatu. Tindak lokusi merupakan
dimensi pertama dari tindak tutur.
Untuk dapat melakukan tindak lokusi,
dibutuhkan alat ucap yang baik (jika
tuturan tersebut diwujudkan dalam
ragam lisan) atau kemampuan
menulis (jika tuturan tersebut
diwujudkan dalam tulisan).

Tindak ilokusi ialah tindak melakukan


sesuatu. Tindak ilokusi merupakan
dimensi kedua dari tindak tutur.
Setiap penutur tidak hanya
menghasilkan tuturan-tuturan yang
terbentuk tanpa tujuan. Setiap
penutur membentuk tuturan dengan
beberapa fungsi di pikirannya.
Dengan tujuan atau fungsi tersebut,
tuturan dapat digunakan untuk
melakukan sesuatu seperti menyuruh,
berjanji, meminta maaf, dan membuka
acara.

Tindak perlokusi adalah tindak


memengaruhi orang lain. Tindak
ilokusi merupakan dimensi ketiga
dalam tindak tutur. Setiap tuturan
dihasilkan dengan tujuan yang
diharapkan memiliki akibat tertentu.
Sebuah tindak tutur mengumumkan
mengharapkan dampak mitra tutur
menjadi tahu akan isi pengumuman
yang disampaikan. Sebuah tindak
tutur menyuruh mengharapkan
dampak mitra tutur melakukan
sesuatu sesuai dengan isi suruhan.
Sebuah tindak tutur berjanji
mengharapkan dampak mitra tutur
percaya akan isi janji. Hal itu disebut
akibat perlokusi.

Jadi, tindak lokusi, ilokusi, dan


perlokusi bukanlah jenis tindak tutur.
Ketiganya merupakan dimensi dalam
tindak tutur karena setiap tindak tutur
terkandung ketiga dimensi tersebut.
Dari ketiga dimensi itu, tindak ilokusi
merupakan ilokusi merupakan fokus
kajian pragmatik karena dalam
dimensi itulah substansi penggunaan
bahasa berada, yaitu bahasa
digunakan untuk tujuan tertentu
(periksa Yule, 2006: 84).
Keabsahan Tindak Tutur
Austin (1962: 6) mengatakan bahwa
tuturan yang digunakan untuk
melakukan suatu tindakan disebut
tuturan performatif. Sebaliknya,
tuturan yang hanya digunakan untuk
berkata-kata disebut tuturan konstatif.

Tuturan dikatan performatif jika


memenuhi syarat-syarat berikut.
Pertama, tuturan dan situasi harus
cocok. Misalnya, tuturan ​Dengan ini
sidang dinyatakan dibuka d ​ ikatakan
performatif jika dikatakan oleh orang
yang memiliki wewenang membuka
sidang seperti hakim dalam konteks
persidangan peradilan. Kedua,
tindakan harus dilaksanakan dengan
sungguh-sungguh. Penutur
benar-benar serius dan sadar
melakukan tindak tutur tersebut.
Ketiga, tindakan tersebut dilakukan
dengan niat yang sungguh-sungguh.
Penutur memiliki ketulusan hati untuk
melakukan tindak tuturnya.
Jenis Ilokusi
Tindak tutur juga dapat dibedakan
menjadi lima berdasarkan tujuannya,
yaitu tindak asertif, tindak direktif,
tindak komisif, tindak ekspresif, dan
tindak deklaratif (Searle, 1969).

Tindak tutur asertif berkaitan dengan


tindakan menyatakan sesuatu. Tindak
tutur ini berkaitan dengan
pengungkapan sebuah proposisi.
Misalnya, berkata, mengomentari,
mengabarkan, menjelaskan, dll.

Tindak tutur direktif adalah tindak


tutur yang mampu membuat penerima
tutur melakukan sesuatu atau tidak
melakukan sesuatu. Misalnya
memerintah, melarang, menyarankan,
menasihati, mengundang, dll.

Tindak tutur komisif merupakan tindak


tutur yang membuat pembicara
berkomitmen melakukan sesuatu.
Misalnya, berjanji, bersumpah,
berkaul, berikrar, bernazar,
mengancam, menawari, menolak, dll.

Tindak tutur ekspresif adalah tindak


tutur untuk mengungkapkan perasaan
atau kondisi emosional pembicara
terhadap suatu keadaan. Misalnya,
berterima kasih, menghina, meminta
maaf, mengucapkan salam, memuji,
mengejek, mengutuk, mengecam, dll.

Tindak tutur deklaratif merupakan


tindak tutur yang digunakan untuk
mengubah suatu keadaan. Tindak
tutur ini tidak bisa dilakukan
sembarang orang. Dengan kata lain,
hanya orang yang memiliki
kewenangan saja yang bisa
melakukan tindak tutur deklaratif.
Misalnya, meresmikan, membuka dan
menutup acara, menikahkan,
memberi nama, menjatuhkan
hukuman, dll.

Ada beberapa syarat suatu tindak


deklaratif ini valid. Tindak tutur
tersebut harus diucapkan dengan
subjek orang pertama seperi ​saya
atau ​aku​. Verba dari tindak tutur
tersebut berupa verba yang sedang
dieksekusi seperti ​membaptis​,
menikahkan,​ ​meresmikan​, dll. Penutur
harus memiliki otoritas yang sesuai
dengan isi deklarasi. Antara subjek
dan predikat bisa disisipi ungkapan
dengan ini.​ Rumusan tuturan
biasanya sudah beku. Ada pula tindak
tutur deklaratif yang dibarengi dengan
tindak fisik tertentu.

Leech (1993) menambahkan satu


jenis tindak tutur lagi, yaitu tindak
tutur rogatif. Tindak tutur rogatif
adalah tidak tutur yang digunakan
untuk bertanya. Ahli lain memasukkan
tindak tutur ini ke dalam tindak tutur
direktif karena pada dasarnya
bertanya merupakan tindakan
meminta jawaban. Selain itu, modus
interogatif juga sering digunakan
untuk menyuruh secara tidak
langsung. Namun, Leech memilih
membedakan tindak tutur rogatif
dengan direktif untuk mewadahi
ilokusi bermodus interogatif, seperti
mempertanyakan, mempersoalkan,
dan menyangsikan.
Tindak Tutur Langsung
dan Tidak Langsung
Tindak tutur dapat dibedakan menjadi
dua berdasarkan kesesuaian antara
bentuk dan modus, yaitu tindak tutur
langsung dan tidak langsung. Ada tiga
bentuk, yaitu kalimat berita, kalimat
tanya dan kalimat perintah.
Sementara itu, ada tiga jenis modus,
yaitu menyatakan, bertanya, dan
memerintah. Tidak tutur langsung
adalah tidak tutur yang bentuknya
sesuai dengan modusnya. Tindak
tutur tidak langsung adalah tindak
tutur yang bentuknya tidak sesuai
dengan modusnya (Wijana, 1996).
Tindak Tutur Literal dan
Tidak Literal
Tindak tutur juga dapat dibagi menjadi
dua berdasarkan kesesuaian antara
makna tersurat dengan makna
tersirat, yaitu tindak tutur literal
dengan tidak literal. Tindak tutur yang
isi tersuratnya sesuai dengan realitas
yang diacu merupakan tindak tutur
literal. Sementara itu, tindak tutur
yang isi tersuratnya tidak sesuai
dengan realitas yang diacu atau ada
hal yang tersirat di balik yang tersurat
itu disebut tindak tutur tidak literal
(Wijana, 1996).
Irisan Tindak Tutur Langsung-Tidak
Langsung dengan Tindak Tutur
Literal-Tidak Literal

Kedua jenis tindak tutur di atas


menghasilkan irisan yang
menghasilan empat tipe tindak tutur,
yaitu tindak tutur langsung-literal,
tindak tutur langsung-tidak literal,
tindak tutur tidak langsung-literal, dan
tindak tutur tindak langsung-tindak
literal (Wijana, 1996).

Tindak tutur langsung literal adalah


tindak tutur yang tuturannya memiliki
modus dan makna yang sama
dengan maksud pengutaraannya.
Konteks : Surti memang gadis yang cantik,
seksi, dan memesona. Banyak lelaki
yang suka dengan dirinya. Paijo pun
berkata kepada temannya.

Tuturan : Surti benar-benar cantik.

Tuturan di atas berupa kalimat berita


yang memang memiliki modus
menginformasikan sesuatu kepada
mitra bicara. Maksud tuturannya pun
sama dengan makna yang tersurat
dalam tuturan. Oleh karena itu,
tuturan di atas termasuk jenis tuturan
langsung literal.

Tindak tutur tidak langsung literal


adalah tindak tutur yang tuturannya
memiliki modus yang berbeda dengan
maksud pengutaraannya, tetapi
makna kalimatnya sesuai dengan
realitas yang diacu.
Konteks : Lantai teras rumah sedang
kotor, sementara itu ART di
rumah justru asyik nonton
televisi. Majikan pun berkata
kepada ART tersebut
supaya dia membersihkan
lantai.

Tuturan : Lantainya kotor.

Tuturan di atas berupa kalimat berita


namun memiliki modus memerintah
mitra bicara supaya melakukan
sesuatu. Makna tuturan sama dengan
realitas yang diacu. Oleh karena itu,
tuturan di atas termasuk jenis tuturan
tidak langsung literal.

Tindak tutur langsung tidak literal


adalah tindak tutur yang tuturannya
memiliki modus yang sesuai dengan
tujuannya namun ada makna tersirat
di balik tuturan yang tersurat.
Konteks : Paijo minta izin ke ibunya
untuk bermain bersama
teman-temannya. Tetapi
ibunya tidak mengizinkan
dengan mengatakan tuturan
ini

Tuturan : Maeen terooss saja ya,


Nak!

Tuturan di atas bermodus perintah


dan memang digunakan untuk
memerintah. Namun, makna tuturan
yang tersurat tidak sama dengan
makna yang tersirat. Oleh karena itu,
tuturan di atas termasuk jenis tuturan
langsung tidak literal.

Tindak tutur tidak langsung tidak


literal adalah tindak tutur yang
tuturannya memiliki modus yang tidak
sesuai dengan tujuannya dan ada
makna tersirat di balik tuturan yang
tersurat.
Konteks : Ibu masuk ke kamar Paijo
dan melihat kamarnya
sangat berantakan. Ibu
menyuruh Paijo merapikan
kamar dengan mengatakan
tuturan berikut.

Tuturan : Kamarnya rapi sekali.

Tuturan di atas bermodus berita tetapi


bertujuan untuk memerintah. Di sisi
lain, makna tuturan yg tersurat tidak
sama dengan makna yg tersirat. Oleh
karena itu, tuturan di atas termasuk
jenis tuturan tidak langsung tidak
literal.
Jenis Tindak Tutur dan
Kesopanan
Leech (1993) juga membedakan
jenis-jenis ilokusi berdasarkan
kesesuaian tuturan dengan tujuan
sosial. Jenis-jenis tersebut ada
empat, yaitu tindak tutur konvivial,
tindak tutur kompetitif, tindak tutur
kolaboratif, dan tindak tutur konfliktif.

Tindak tutur konvivial adalah tindak


tutur yang sejalan dengan tujuan
sosial. Kesopanannya bersifat positif.
Misalnya, menawarkan, mengajak,
mengundang, menyapa, berterima
kasih, mengucapkan selamat.

Tindak tutur kompetitif adalah tindak


tutur yang bersaing dengan tujuan
sosial. Kesopanannya bersifat negatif.
Misalnya, memerintah, meminta, dan
menuntut.

Tindak tutur kolaboratif adalah tindak


tutur yang tidak menghiraukan tujuan
sosial. Kesopanannya bersifat netral.
Misalnya, memberi tahu,
mengumumkan, menginformasikan,
dll.

Tindak tutur konfliktif adalah tindak


tutur yang bertentangan dengan
tujuan sosial. Tidak ada unsur
kesopanan sama sekali. Misalnya,
mengancam, mengecam, menuduh,
menyumpahi, dan memarahi.

Anda mungkin juga menyukai