Anda di halaman 1dari 12

Prinsip kerjasama yang meliputi beberapa maksim

1. Maksim kualitas
2. Maksim kuantitas
3. Cara
4. Relefansi

A.     MAKSIM KUANTITAS

Dalam pertuturan setiap peserta percakapan diharuskan untuk memberi


sumbangan informasi yang dibutuhkan saja, dan jangan memberikan sumbangan
yang lebih informatif daripada yang diperlukan. Misalnya penutur yang wajar tentu
akan memilih tuturan (1) dibanding dengan tuturan (2) :

(1)   Orang buta itu tenyata tukang pijat.

(2)   Orang yang tidak dapat melihat itu ternyata tukang pijat.

Tuturan 1 dianggap lebih efektif dan efisien, serta mengandung nilai


kebenaran (truth value). Setiap orang tentu paham bahwa orang buta pasti tidak dapat
melihat. Dengan demikian elemen tidak dapat melihat dalam tuturan (2) dianggap
berlebihan. Adanya elemen yang tidak dapat melihat dalam (2) dianggap
bertentangan dengan maksim kuantitas karena hanya menambahkan hal-hal yang
sudah jelas dan tidak perlu diterangkan lagi.

Contoh lain dapat dijumpai dalam kalimat bahasa Inggris dari Beatrice (1997) dalam
bukunya Reading Power, sebagai berikut :
(3)    John put on his raicoat, picked up his umbrella from the table near the door,
turned off the lights, put out the cat, got ready for his ten-minute walk to the bus-stop

(4)    John went out.

Dalam tuturan yang wajar kalimat  (3) dianggap terlalu panjang. Oleh karena itu
untuk mengungkapkan konsep yang sama, tuturan (4) cenderung lebih digunakan.

A: mengapa kamu terlambat?

B: tadi saya dialihkan oleh polisi karena ada demo di jalan dan saya akhirnya lama
sampai ke kampus.

Itu melanggar maksim kuantitas karena menggunakan kalimat yang tidak


efektif dan terlalu bertele-tele.

B.      MAKSIM KUALITAS

Maksim ini mengharuskan setiap peserta pertuturan untuk memberikan


sumbangan informasi yang benar. Langsung menjawab pertanyaan orang. Dengan
kata lain baik penutur maupun mitra tutur tidak mengatakan apa-apa yang dianggap
salah, dan setiap kontribusi percakapan hendaknya didukung oleh bukti yang
memadai. Apabila dalam suatu pertuturan ada peserta tutur yang tidak mempunyai
bukti yang memadai mungkin ada alasan-alasan tertentu yang mendasarinya.
Perhatikan tuturan (5) berikut ini

(5) A : Ada berapa maksim kerjasama menurut Grice?

B :  Menurut buku Grice yang saya baca, ada empat maksim dalam prinsip kerja

sama.
A :  Maksim apa sajakah itu ?

B :  Maksim kuantitas, maksim kualitas, maksim relevansi dan maksim

Cara (pelaksanaan).

Pada contoh di atas, (B) memberi sumbangan informasi yang benar, bahwa menurut
buku Grice yang dia baca ada empat maksim, yaitu maksim kuantitas, maksim
kualitas, maksim relevansi dan maksim cara (pelaksanaan).

Maksim kualitas itu adalah mkasim bermutu, di dalamnya tidak mnegnadung


tafsiran dan persepsi yang berbeda. jika tuturan melanggar maksim kualits, maka
terjadi pelangaran maksim kualitas.

Cth: dia kuliah dimana?

Jawab: dia kuliah di unri, tidak di uin

Artinya: ia menganggap unri lebih bagus daripada uin.

Apa perbedaan maksim relevansi dengan maksim kualitas?

Maksim relevansi yaitu mengharuskan setiap perseta percakapan memberikan


kontribusi yg relevan terhadap pembicaraan, cotohnya

Yang sesuai

A: dimana kotak permen?

B: di kamar belajarmu

Ia memberikan informasi sesuai dengan pertanyaan. Termasuk maksim


kualitas.
A: dimana kotak permen itu?

B: saya harus pergi kuliah.

Artinya ia tidak ingin tahu dan tidak inginmembantu.

Maksim relevansi yaitu maksim hubungan. Sedangkan maksim kualitas itu


mengharuskan penutur memberikan sumbangan informasi yang benar. (sesuai dengan
apa yang ditanya).

C.      MAKSIM RELEVANSI

Maksim ini mengharuskan setiap peserta percakapan memberikan kontribusi


yang relevan dengan masalah pembicaraan. Cakapan Menmpunyai hubungan yang
dapat dilihat dari berbagai sudut. Ada kontribusi dalam percakapan dari masing-
masing penutur.

A: dimana kotak perhiasanku?

B: tadi banyak anak-anak yang masuk ke kamarmu.

Artinya ia menyuruh kepada yang bertanya untuk menanyakan kepada anak-


anak. Dan juga dapat disimpulkan bahwa yang menjawab agar ia menghilangkan
praduga kepada penanya.

A: kamu Nampak kotak perhiasanku?

B: aku mau ke kampus

Ini masih termasuk maksim relevansi karena penjawab berkontribusi dalam


tuturan.
Konsep melanggar maksim pada maksim relevansi adalah apabila tidak mempunyai
hubungan.

Cth:

A: dimana rumah makan?

B: dek, tolong jawab pertanyaan orang ini.

Orang yang dijawab sedang bermain hp sehingga menyuruh orang lain utk menjawab
pertanyaan orang yang sedang bertanya.

Perhatikan contoh (7) berikut ini :

(6)   A : There is somebody at the door

B : I’m in the bath.

(Joan Cutting , 2002:36)

A: apakah ada yang bisa membukakan pintu?

B: saya sedang di Kamar mandi

Ketika A mengatakan kepada B bahwa ada seseorang yang datang di depan


pintu rumah mereka dan berharap B untuk membukakan pintu untuk tamu itu, maka 
B mengatakan bahwa dia sedang berada di kamar mandi pada saat itu.  Jawaban B
mengimplikasikan bahwa dia mengharapkan A untuk mengerti di mana B berada
pada saat itu, sehingga B tidak bisa membukakan pintu dan melihat siapa yang datang
pada saat itu. Dengan demikian, maka dapat dikatakan bahwa keterkaitan antara
peserta tutur tidak selalu terletak pada makna ujarannya, tetapi dapat pula terletak
pada apa yang diimplikasikan ujaran tersebut.
D. MAKSIM PELAKSANAAN

Dengan maksim ini, para peserta pertuturan diharapkan untuk berbicara secara
langsung, tidak kabur, tidak taksa dan tidak berlebih-lebihan  serta runtut. Dalam
wacana tuturan sehari-hari sering dapat dijumpai seorang penutur yang dengan
sengaja tidak mengindahkan maksim ini, seperti yang terlihat pada dialog yang
diambil dari Parker (1986) di bawah ini:

(7)   A: Let’s stop and get something to eat.

B: Okey, but not M-C-D-O-N-A-L-D-S

(Parker, 1986)

Dalam dialog (10),ejaan dalam tuturan B tersebut bertujuan untuk membuat


anak yang menggemari Mc. Donalds tidak menyadari bahwa orangtuanya tidak ingin
makan di Mc. Donalds.Seorang penutur harus menafsirkan kata-kata yang digunakan
oleh lawan bicaranya. Secara taksa (ambigu) berdasarkan konteks pemakaiannya. Hal
ini berdasarkan prinsip ketaksaan (ambiguitas) tidak akan muncul bila kerjasama
antara peserta tindak tutur selalu dilandasi oleh pengamatan yang seksama terhadap
kriteria-kriteria pragmatik yang digariskan oleh Leech dengan konsep situasi
tuturnya. Dialog (8) di bawah ini memberikan gambaran yang nyata mengenai
kalimat taksa

(8)   A: Mas aslinya mana ?

B:  Saya aslinya Purworejo, Mbak.

A: Aduh, mas ini GR banget. Maksud saya, KTP asli saya mana ?
Dialog tersebut sering terjadi ketika (A) sedang memfotokopi KTP di sebuah tempat
fotokopi di Jogja. Setelah KTP selesai difotokopi, (A) bermaksud meminta KTP yang
asli dengan mengatakan “Mas, aslinya mana?” dan ternyata ditafsirkan keliru oleh
(B) karena dia menyangka bahwa (A) menanyakan asal-usul dia. Tuturan yang
bersifat taksa seperti ini sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari dan dapat
membuat malu bagi pihak yang salah menafsirkan sebuah tuturan. Oleh karena itu,
seyogyanya para peserta tutur menyadari bahwa hanya dengan memberikan
kontribusi yang kooperatif maka sebuah komunikasi dapat berjalan dengan wajar.

Ketaksaan adalah keambiguitas atau bermakna ganda.

http://kenallinguistik.com/prinsip-kerjasama-cooperative-principles/

samakah prinsip kerjasama dengan kalimat efektif?

Prinsip kerjasama melibatkan konteks, sedangkan kalimat efektif itu hanya berkutat
pada kalimat tidak melihat pada konteks.

Maksim cara dalah maksim yang ada hubungannya bgm tuturan itu dissampaikan
apakah menggunakan kalimat singkat, padat atau bertele-tele tergantung pada
konteks.

Misal: anak kos yang ingin meminta tambahan uang jajan dengan orang tua

Jangan menggunakan maksim kualitas, tapi menggunakan maksim cara, yaitu ada
cara penyampaian tuturannya.
1. Prinsip Kerja Sama

Prinsip kerja sama adalah prinsip yang mengatur apa yang harus dilakukan
oleh peserta tutur agar percakapannya terdengar koheren. Menurut Rustono (1999:53)
penutur yang tidak memberikan kontribusi terhadap koherensi percakapan sama
dengan tidak mengikuti prinsip kerja sama. Jawaban seorang anak yang berbunyi
“Besok hari Minggu, Bu.” Atas pertanyaan ibunya “Sudah belajar?” sepintas tidak
koheren  dan tampak melanggar prinsip kerja sama. Atas dasar makna luarnya
jawaban anak itu tidak relevan dengan pertanyaan ibunya karena menurut makna ini
jawaban si anak mestinya “Sudah, Bu.” atau “Belum, Bu!”. Akan tetapi, seandainya
diketahahui bahwa pertanyaan ibunya tadi berupa peringatan supaya anak itu belajar
percakapan ibu dan anaknya itu koheren.

Menurut Grice (1975 dalam Rustono,1999:54, dalam Rahadi,2008:52) prinsip kerja


sama itu meliputi empat maxim, yaitu (1) maksim kuantitas (maxim of quantity,
(2) maksim kualitas (maxim of quality), (3) maksim relevansi (maxim of relevance),
dan (4) maksim pelaksanaan/cara (maxim of manner).

a. Maksim Kuantitas

Menurut Rahardi (2008:53) di dalam maksim kuantitas, seorang penutur


diharapkan dapat memberikan informasi yang cukup, relatif memadai, dan
seinformatif mungkin. Tuturan yang tidak mengandung  informasi atau melebihi yang
diperlukan mitra tutur dapat dikatakan melanggar prinsip kerja sama kamsim
kuantitas. Perhatikan tuturan mahasiswa S2 Prodi Pendidikan Bahasa Indonesia,
Unnes kepad rekannya yang juga kuliah S2 di prodi yang sama.

(1)   “Lihat itu Prof. Rustono memasuki ruang kuliah.”

(2)   “Lihat itu Prof. Rustono, dosen mata kuliah Pragmatik  yang menjabat
dekan FBS, Unnes memasuki ruang kuliah.”
Tuturan (1) merupakan tuturan yang sudah jelas dan sangat informatif isinya.
Penambahan informasi seperti yang ditujunjukkan pada tuturan (2) justru akan
menyebabkan tuturan menjadi berlebihan dan terlalu panjang. Tuturan (2) tidak
sesuai dengan prinsip kerja sama maksin kuantitas.

b. Maksim Kualitas

Maksim kualitas mempersyaratkan seorang penutur diharapkan dapat


menyampaikan sesuatu yang nyata dan sesuai fakta sebenarnya di dalam bertutur.
Menurut Rustono (1999:56), maksim ini berisi nasihat untuk memberikan kontribusi
yang benar dengan bukti-bukti tertentu. Dua ajaran maxim ini adalah “Jangan
mengatakan apa yang Anda yakini salah!” dan “Jangan mengatakan sesuatu yang
Anda tidak mempunyai buktinya!”

(3)   “Indonesia merdeka pada tanggal 18 Agustus 1945.”

Tuturan (3) itu tidak memenuhi prinsip kerja sama maksim kualitas karena ketidak
benaran tuturan (3) itu diketahui banyak orang. Penutur tidak punya bukti yang
memadai atas kebenaran tuturannya.

(4)   “Ibu kota negara Indonesia adalah Jakarta.”

Tuturan (4) tersebut secara kualitatif benar karena penutur meyakini dan memiliki
bukti-bukti memadai seperti istana negara, kantor-kantor kementerian, gedung
DPR/MPR semuanya berada di Jakarta. Dengan demikaian, tuturan (4) memenuhi
prinsip kerja sama maksim kualitas.

c. Maksim Relevansi

Agar terjalin kerja sama yang baik antar penutur dan mitra tutur, masing-
masing hendaknya dapat memberikan kontribusi yang relevan tentang sesuatu yang
sedang dipertuturkan. Bertutur dengan tidak memberi kontribusi dianggap melanggar
prinsip kerja sama.

Tuturan Arkan pada contoh (5) berikut ini merupakan tuturan yang memberi
kontribusi yang relevan.

(5)   Rona    : “Aduh, aku haus banget, Dik.”

Arkan  : “Aku belikan es cendol ya, Kak.”

Apa yang dituturkan oleh Arkan tersebut relevan dengan masalah yang dihadapi di
dalam pembicaraan. Tuturan Rona berisi keluhan bahwa dia kehausan. Tuturan
tersebut menyebabkan Arkan mengekspresikan tuturan yang sesuai atau terkait
dengan pokok persoalan yang diutarakan Rona.

Jika diubah menjadi seperti pada contoh (6) berikut, tuturan Arkan tidak memberikan
kontribusi yang relevan.

(6)   Rona    : “Aduh, aku haus banget, Dik.”

Arkan  : “Aku baru saja minum es cendol, Kak.”

Dengan demikian, tuturan Arkan pada contoh (6) tidak sesuai dengan maksim
relevansi dalam prinsip kerja sama.

d. Maksim Pelaksanaan/Cara

Menurut Rahardi (2008:57)  pelaksanaan mengharuskan peserta pertuturan


bertutur secara langsung, jelas, dan tidak kabur. Rustono (1999:57) menyatakan bidal
cara sebagai bagian prinsip kerja sama menyarankan penutur untuk mengatakan
sesuatu dengan jelas. Ada empat jabaran bidal ini, yaitu 1) hindarkan ketidakjelasan
tuturan, 2) hindarkan ketaksaan, 3) singkat (hindarkan uraian panjang lebar yang
berlebihan), dan 4) tertib-teratur. Bertutur dengan tidak mempertimbangkan hal-hal
tersebut dapat dikatakan melanggar prinsip kerja sama karena tidak mematuhi
maksim pelaksanaan – Rustono menyebutnya bidal cara(1999:57).

(7)   Aji       : “Ayo, cepat dibuka!

Nita     : “Sebentar dulu, masih dingin.”

Tuturan (7) di atas memiliki kadar kejelasan yang rendah sehingga kadar
kekaburannya menjadi sangat tinggi. Tuturan Aji sama sekali tidak memberikan
kejelasan tentang apa yang sebenarnya diminta oleh penutur. Kata ‘dubuka’ dalam
tuturan (7) mengandung kadar ketaksaan dan kekaburan sangat tinggi. Oleh
karenanya , maknanya pun menjadi sangat kabur. Dapat dikatakan demikian karena
kata ‘dibuka’ dimungkinkan ditafsirkan bermacam-macam. Demikian pula dengan
tuturan Nita juga mengandung kadar ketaksaan cukup tinggi. Kata ‘dingin’ yang
dituturkan oleh Nita dapat menimbulkan banyak penafsiran karena dalam tuturan
tersebut tidak jelas apa sebenarnya yang masih ‘dingin’ itu. Tuturan (7) dapat
dikatakan melanggar prinsip kerja sama karena tidak memenuhi maksim pelaksanaan.

Pembicaraan yang panjang lebar dan berlebihan untuk menyampaikan sedikit maksud
harus pula dijauhi. Sebaliknya, dalam maksim pelaksanaan berbicara singkat justru
dianjurkan.

(8)   “Mas, bisakah mencukur dengan rapi rambutku yang sudah panjang ini?”

Tuturan (8) tersebut tidak memenuhi prinsip kerja sama karena berlebihan dan tidak
sesuai maksim pelaksanaan. Dalam situasi tidak resmi, seperti di salon tuturan yang
memenuhi maksim pelaksanaan adalah seperti tuturan (9) berikut ini.

(9)   “Mas, cukur.”

Ketertiban dan keteraturan tuturan juga merupakan tuntutan maksim ini. Tuturan (10)
berikut ini tidak memenuhi prinsip kerja sama karena tidak tertib dan tidak runtut.
(10) “Cuaca yang berkabut menambah kemolekan dataran tinggi tersebut. Kami
sangat menikmati keindahan sepanjang perjalanan. Saya, Erni, Ive dan Yoke rekreasi
ke Dieng. Hari itu hari Minggu.”

Tuturan (10) memenuhi tuntutan prinsip kerja sama bila diubah seperti tuturan (11)
berikut ini.

(11)  “Hari itu hari Minggu . Saya, Erni, Ive dan Yoke rekreasi ke Dieng. Kami
sangat menikmati keindahan alam sepanjang perjalanan. Cuaca yang berkabut
menambah kemolekan dataran tinggi tersebut.”

https://kuwat.wordpress.com/artikel/prinsip-percakapan/

Anda mungkin juga menyukai