1. Maksim kualitas
2. Maksim kuantitas
3. Cara
4. Relefansi
A. MAKSIM KUANTITAS
Contoh lain dapat dijumpai dalam kalimat bahasa Inggris dari Beatrice (1997) dalam
bukunya Reading Power, sebagai berikut :
(3) John put on his raicoat, picked up his umbrella from the table near the door,
turned off the lights, put out the cat, got ready for his ten-minute walk to the bus-stop
Dalam tuturan yang wajar kalimat (3) dianggap terlalu panjang. Oleh karena itu
untuk mengungkapkan konsep yang sama, tuturan (4) cenderung lebih digunakan.
B: tadi saya dialihkan oleh polisi karena ada demo di jalan dan saya akhirnya lama
sampai ke kampus.
B. MAKSIM KUALITAS
B : Menurut buku Grice yang saya baca, ada empat maksim dalam prinsip kerja
sama.
A : Maksim apa sajakah itu ?
Cara (pelaksanaan).
Pada contoh di atas, (B) memberi sumbangan informasi yang benar, bahwa menurut
buku Grice yang dia baca ada empat maksim, yaitu maksim kuantitas, maksim
kualitas, maksim relevansi dan maksim cara (pelaksanaan).
Yang sesuai
B: di kamar belajarmu
C. MAKSIM RELEVANSI
Cth:
Orang yang dijawab sedang bermain hp sehingga menyuruh orang lain utk menjawab
pertanyaan orang yang sedang bertanya.
Dengan maksim ini, para peserta pertuturan diharapkan untuk berbicara secara
langsung, tidak kabur, tidak taksa dan tidak berlebih-lebihan serta runtut. Dalam
wacana tuturan sehari-hari sering dapat dijumpai seorang penutur yang dengan
sengaja tidak mengindahkan maksim ini, seperti yang terlihat pada dialog yang
diambil dari Parker (1986) di bawah ini:
(Parker, 1986)
A: Aduh, mas ini GR banget. Maksud saya, KTP asli saya mana ?
Dialog tersebut sering terjadi ketika (A) sedang memfotokopi KTP di sebuah tempat
fotokopi di Jogja. Setelah KTP selesai difotokopi, (A) bermaksud meminta KTP yang
asli dengan mengatakan “Mas, aslinya mana?” dan ternyata ditafsirkan keliru oleh
(B) karena dia menyangka bahwa (A) menanyakan asal-usul dia. Tuturan yang
bersifat taksa seperti ini sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari dan dapat
membuat malu bagi pihak yang salah menafsirkan sebuah tuturan. Oleh karena itu,
seyogyanya para peserta tutur menyadari bahwa hanya dengan memberikan
kontribusi yang kooperatif maka sebuah komunikasi dapat berjalan dengan wajar.
http://kenallinguistik.com/prinsip-kerjasama-cooperative-principles/
Prinsip kerjasama melibatkan konteks, sedangkan kalimat efektif itu hanya berkutat
pada kalimat tidak melihat pada konteks.
Maksim cara dalah maksim yang ada hubungannya bgm tuturan itu dissampaikan
apakah menggunakan kalimat singkat, padat atau bertele-tele tergantung pada
konteks.
Misal: anak kos yang ingin meminta tambahan uang jajan dengan orang tua
Jangan menggunakan maksim kualitas, tapi menggunakan maksim cara, yaitu ada
cara penyampaian tuturannya.
1. Prinsip Kerja Sama
Prinsip kerja sama adalah prinsip yang mengatur apa yang harus dilakukan
oleh peserta tutur agar percakapannya terdengar koheren. Menurut Rustono (1999:53)
penutur yang tidak memberikan kontribusi terhadap koherensi percakapan sama
dengan tidak mengikuti prinsip kerja sama. Jawaban seorang anak yang berbunyi
“Besok hari Minggu, Bu.” Atas pertanyaan ibunya “Sudah belajar?” sepintas tidak
koheren dan tampak melanggar prinsip kerja sama. Atas dasar makna luarnya
jawaban anak itu tidak relevan dengan pertanyaan ibunya karena menurut makna ini
jawaban si anak mestinya “Sudah, Bu.” atau “Belum, Bu!”. Akan tetapi, seandainya
diketahahui bahwa pertanyaan ibunya tadi berupa peringatan supaya anak itu belajar
percakapan ibu dan anaknya itu koheren.
a. Maksim Kuantitas
(2) “Lihat itu Prof. Rustono, dosen mata kuliah Pragmatik yang menjabat
dekan FBS, Unnes memasuki ruang kuliah.”
Tuturan (1) merupakan tuturan yang sudah jelas dan sangat informatif isinya.
Penambahan informasi seperti yang ditujunjukkan pada tuturan (2) justru akan
menyebabkan tuturan menjadi berlebihan dan terlalu panjang. Tuturan (2) tidak
sesuai dengan prinsip kerja sama maksin kuantitas.
b. Maksim Kualitas
Tuturan (3) itu tidak memenuhi prinsip kerja sama maksim kualitas karena ketidak
benaran tuturan (3) itu diketahui banyak orang. Penutur tidak punya bukti yang
memadai atas kebenaran tuturannya.
Tuturan (4) tersebut secara kualitatif benar karena penutur meyakini dan memiliki
bukti-bukti memadai seperti istana negara, kantor-kantor kementerian, gedung
DPR/MPR semuanya berada di Jakarta. Dengan demikaian, tuturan (4) memenuhi
prinsip kerja sama maksim kualitas.
c. Maksim Relevansi
Agar terjalin kerja sama yang baik antar penutur dan mitra tutur, masing-
masing hendaknya dapat memberikan kontribusi yang relevan tentang sesuatu yang
sedang dipertuturkan. Bertutur dengan tidak memberi kontribusi dianggap melanggar
prinsip kerja sama.
Tuturan Arkan pada contoh (5) berikut ini merupakan tuturan yang memberi
kontribusi yang relevan.
Apa yang dituturkan oleh Arkan tersebut relevan dengan masalah yang dihadapi di
dalam pembicaraan. Tuturan Rona berisi keluhan bahwa dia kehausan. Tuturan
tersebut menyebabkan Arkan mengekspresikan tuturan yang sesuai atau terkait
dengan pokok persoalan yang diutarakan Rona.
Jika diubah menjadi seperti pada contoh (6) berikut, tuturan Arkan tidak memberikan
kontribusi yang relevan.
Dengan demikian, tuturan Arkan pada contoh (6) tidak sesuai dengan maksim
relevansi dalam prinsip kerja sama.
d. Maksim Pelaksanaan/Cara
Tuturan (7) di atas memiliki kadar kejelasan yang rendah sehingga kadar
kekaburannya menjadi sangat tinggi. Tuturan Aji sama sekali tidak memberikan
kejelasan tentang apa yang sebenarnya diminta oleh penutur. Kata ‘dubuka’ dalam
tuturan (7) mengandung kadar ketaksaan dan kekaburan sangat tinggi. Oleh
karenanya , maknanya pun menjadi sangat kabur. Dapat dikatakan demikian karena
kata ‘dibuka’ dimungkinkan ditafsirkan bermacam-macam. Demikian pula dengan
tuturan Nita juga mengandung kadar ketaksaan cukup tinggi. Kata ‘dingin’ yang
dituturkan oleh Nita dapat menimbulkan banyak penafsiran karena dalam tuturan
tersebut tidak jelas apa sebenarnya yang masih ‘dingin’ itu. Tuturan (7) dapat
dikatakan melanggar prinsip kerja sama karena tidak memenuhi maksim pelaksanaan.
Pembicaraan yang panjang lebar dan berlebihan untuk menyampaikan sedikit maksud
harus pula dijauhi. Sebaliknya, dalam maksim pelaksanaan berbicara singkat justru
dianjurkan.
(8) “Mas, bisakah mencukur dengan rapi rambutku yang sudah panjang ini?”
Tuturan (8) tersebut tidak memenuhi prinsip kerja sama karena berlebihan dan tidak
sesuai maksim pelaksanaan. Dalam situasi tidak resmi, seperti di salon tuturan yang
memenuhi maksim pelaksanaan adalah seperti tuturan (9) berikut ini.
Ketertiban dan keteraturan tuturan juga merupakan tuntutan maksim ini. Tuturan (10)
berikut ini tidak memenuhi prinsip kerja sama karena tidak tertib dan tidak runtut.
(10) “Cuaca yang berkabut menambah kemolekan dataran tinggi tersebut. Kami
sangat menikmati keindahan sepanjang perjalanan. Saya, Erni, Ive dan Yoke rekreasi
ke Dieng. Hari itu hari Minggu.”
Tuturan (10) memenuhi tuntutan prinsip kerja sama bila diubah seperti tuturan (11)
berikut ini.
(11) “Hari itu hari Minggu . Saya, Erni, Ive dan Yoke rekreasi ke Dieng. Kami
sangat menikmati keindahan alam sepanjang perjalanan. Cuaca yang berkabut
menambah kemolekan dataran tinggi tersebut.”
https://kuwat.wordpress.com/artikel/prinsip-percakapan/