Nim : 12110029
Kelas : D
Semantik merupakan studi linguistik yang dikhususkan untuk mempelajari makna hanya pada
tingkat kata, frasa, kalimat dan teks. Sedangkan pragmatik merupakan ilmu yang
memperlajari makna yag di komunikasikan oleh penutur (penulis) dan diinterpretasikan oleh
pendengar/mitratutur (pembaca). Dalam kajian pragmatik, kita diuntungkan dengan dapat
mempelajari tentang maksud penutur, asumsi mereka, tujuan, dan tindakan lainnya seperti
permintaan saat mereka mengucapkannya.
Sedangkan dari segi semantik hanya dapat menganalisis meaning dengan jelas pada
kalimat B (1) karena kalimat tersebut secara langsung menjawab pertanyaan A, namun
semantik tidak dapat menjelaskan secara tepat meaning dari B (2) dan (3) karena B tidak
menjawab secara langsung sehingga memerlukan pemahaman terhadap situasi di sekitarnya.
Referensi : https://kenallinguistik.com/mengenal-perbedaan-semantik-dan-pragmatik/
2.
a) Situasi tutur adalah situasi yang melahirkan tuturan. Aspek-aspeknya berupa penutur dan
lawan tutur, konteks tuturan,tujuan tuturan, tuturan sebagai bentuk tindakan atau aktivitas,
tuturan sebagai produk tindak verbal.
Contoh : Konteks : Adi datang berkunjung ke rumah Nori untuk meminjam buku catatan.
Adi : Kemarin aku gak sempat nyatet kuliahnya Pak Tomo nih.
Nori : Nah, kamu pasti mau pinjam buku catatanku lagi kan?
Berdasarkan hal di atas dapat diungkapkan bahwa penutur dalam hal ini Adi
memiliki tujuan meminjam buku catatan Nori dalam menuturkan tuturan ‘Kemarin aku gak
sempat nyatet kuliahnya Pak Arifin nih’.
b) Peristiwa tutur adalah terjadinya atau berlangsungnya interaksi linguistik dalam satu
bentuk ujaran atau lebih yang melibatkan dua pihak, yaitu penutur dan lawa tutur, dengan
satu pokok tuturan, di dalam waktu, tempat, dan situasi tertentu.
Contoh : Interaksi yang berlangsung antara seorang pedagang dan pembeli di pasar pada
waktu tertentu dengan menggunakan bahasa sebagai alat komunikasinya.
c) Tindak Tutur adalah pengajaran kalimat untuk menyatakan agar suatu maksud dari
pembicara diketahui oleh pendengar.
Contoh : a) Ikan paus adalah binatang menyusui. b) Rambutmu sudah panjang. c) Kemarin
saya sangat sibuk.
Referensi:
https://www.google.com/amp/s/bagawanabiyasa.wordpress.com/2016/08/14/konteks-tutur-
peristiwa-tutur-dan-tindak-tutur/amp/
3.
Penutur dan lawan tutur ini mencakup penulis dan pembaca dalam wacana tulis. Aspek
yang berkaitan dengan penutur dan lawan tutur ini adalah usia, latar belakang sosial,
ekonomi, jenis kelamin, dan tingkat keakraban.
Konteks pada dasarnya merupakan segala latar belakang pengetahuan, yakni antara
penutur dan mitratutur yang merupakan kontribusi interpretasi mitratutur dari apa yang
dimaksudkan oleh penutur dari sebuah tuturan yang diberikan dan dipahami bersama.
d) Tuturan berupa perbuatan/tindak tutur ilokusi (the utterance as a form of act or activity :
speech act)
e) Tuturan sebagai suatu produk tindak verbal (the utterance as a product of a verbal act)
Tuturan yang dipakai dalam pragmatik mengacu pada produk suatu tindak verbal dan
bukan hanya kepada tindak verbal itu sendiri. Karena sebenarnya kita dapat mendeskripsikan
bahwa pragmatik merupakan ilmu yang menelaah makna tuturan.
Referensi :
https://digilib.unila.ac.id/141/8/BAB%2520II.pdf&ved=2ahUKEwjLnP6I0qTfAhVGuI8KHf
A4BYEQFjACegQIBBAB&usg=AOvVaw3XZAeHOdMzzGVxY1JIs22U&cshid=1544973
464677
4.
Referensi :
http://eprints.undip.ac.id/47893/3/BAB_II.pdf&ved=2ahUKEwj579Pq1KTfAhUDNo8KHU
NfBakQFjAAegQIAhAB&usg=AOvVaw0ueJLrSIVcR9e6d56CENQ-
5.
“Kosmetik suci dan aman” : kalimat tersebut meruapak tindak menyarankan yang termasuk
dalam tindak tutur ini merupaka ilokusi direktif. Bila diutarakan kepada mitratutur (pembeli)
tidak hanya berfungsi untuk menyatakan sesuatu, tetapi untuk menyarankan untuk memakai
kosmetik wardah karena suci dan aman untuk wajah.
“Alhamdulillah, sekarang saya pakai wardah. Kosmetik yang pas bagi muslimah” : Kalimat
pertama “Alhamdulillah, sekarang saya pakai wardah” merupakan tindak melaporkan yang
termasuk dalam tindak tutur asertif. Tuturan tersebut mendeskripsikan bahwa si mitratutur
(pembeli) melaporkan bahwa dia sekarang memakai kosmetik wardah untuk perawatan
wajahnya. Sedangkan pada kalimat kedua “Kosmetik yang pas bagi muslimah” merupakan
tindak memberi pujian yang termasuk dalam tindak tutur ilokusi ekspresif. Tututran tersebut
mendeskripsikan bahwa si mitratutur (pembeli) memberi pujian pada kosmetik wardah
karena suci dan aman bagi wanita muslimah.
Referensi :
http://repository.fkip.unja.ac.id/file%3Fi%3DK4rlfdoUOn5ymMFAx246q6HfghFmDUQIDb
zSifoqivM&ved=2ahUKEwiTsunZoaTfAhULbisKHaKRDyoQFjABegQIARAB&usg=AOv
Vaw2-hg-IBA2b_jlQH_wFrIO5&cshid=1544960630361
6.
Deiksis Persona :
a) Persona Pertama : Aku, Pendongeng : menunjukkan diri penutur sebagai orang pertama.
b) Persona Kedua : Tuan : menunjukkan orang kedua yang menjadi lawan tutur
Deiksis Waktu :
a) Menunjukkan waktu yang telah lalu : Kalau beberapa tahun yang lalu, Sudah bertahun-
tahun
b) Menunjukkan waktu sekarang : se-Jumat, Sekali enam bulan, sekali setahun, datang
sekarang
Deiksis Tempat : pasar, surau tua, kolam ikan, pancuran mandi, kampung, pelataran.
7.
a) Presuposisi : Praanggapan yang merupakan pengetahuan bersama antara penutur dan mitra
tutur yang tidak perlu diutarakan.
b) Implikatur : yaitu hubungan antara tuturan yang sesungguhnya dengan maksud yang
tidak dipertuturkan itu bersifat mutlak.
c) Entailment : makna yang timbul sebagai akibat makna yang ada dalam suatu bentuk.
Referensi: :
https://jurnal.uns.ac.id/prosidingprasasti/article/download/131/113&ved=2ahUKEwiAouqW0
5_fAhUJGHIKHZuXCYAQFjAEegQIChAB&usg=AOvVaw1_T22IPrQD11GeDi5rVcmA&
cshid=1544802185764
8.
b) Maksim Kualitas : penutur harus mengungkapkan hal yang sebenar-benarnya dan jelas
serta tidak membuat lawan bicara bingung.
Dalam percakapan tersebut, walaupun B tidak yakin dengan jawaban yang dia berikan
tapi ia tidak melanggar maksim kualitas dengan memberikan jawaban yang belum tentu benar
karena ia menambahkan ‘kalau tidak salah’, sehingga, lawan bicaranya akan mengerti bahwa
ia ragu akan jawabannya sendiri.
c) Maksim Relevansi : penutur harus memberikan kontribusi yang relevan dengan situasi
percakapan. Tidak menyimpang dari apa yang dibicarakan.
Dengan pertanyaan yang sama, (2) menyimpang dari pertanyaan dan melanggar maksim
relevansi, dan mengatakan yang bukan diharapkan oleh lawan tuturnya.
d) Maksim Cara : Maksim ini tidak lagi tentang apa yang dikatakan akan tetapi cara hal-
hal yang dikatakan: setiap penutur harus berbicara dengan jelas, tanpa kegelapan atau
ambigu, ringkas dan tertib dalam memberikan informasi agar mudah untuk dipahami.
Contoh : A : Aku lapar, belilah sesuatu.
Pada percakapan diatas pernyataan B sangat jelas dan langung atas pertanyaan dan
permintaan A, dengan mengatakan bahwa dia tida memiliki uang.
Referensi:
http://eprints.uny.ac.id/9546/3/bab%25202-
07204244031.pdf&ved=2ahUKEwjfody11qTfAhVCknAKHcZID58QFjABegQICBAB&usg
=AOvVaw2nyzTvEVQM8NP3vkwKYRi
9.
Enam maksim dalam politeness principle atau prinsip kesantunan berbahasa menurut Leech:
1. Maksim Kebijaksanaan (Tact Maxim) : Kurangi kerugian orang lain, tambahi keuntungan
orang lain.
Rekan Ibu : “Wah, segar sekali. Siapa yang memasak ini tadi, Ibu?”
3. Maksim Penghargaan (Approbation Maxim) : kurangi cacian pada orang lain, tambahi
pujian pada orang lain.
Contoh : Dosen A : “Pak, aku tadi sudah memulai kuliah perdana untuk kelas Grammar.”
Dosen B : “Oya, tadi aku mendengar Bahasa Inggrismu jelas sekali dari sini.”
4. Maksim Kesederhanaan (Modesty Maxim) : Kurangi pujian pada diri sendiri, tambahi
cacian pada diri sendiri.
Contoh : Sekretaris A : “Dik, nanti rapatnya dibuka dengan do’a dulu ya! Anda yang
memimpin!”
6. Maksim Simpati (Sympathy Maxim) : Kurangi antipati antara diri sendiri dengan orang
lain, perbesar simpati antara diri sendiri dengan orang lain.
Referensi :
http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29126/1/MIA%2520NURDANIA
H-
FTIK.pdf&ved=2ahUKEwiN26fs16TfAhWIq48KHTtjBd8QFjAAegQIBhAB&usg=AOvVa
w3IN9nJotJQodG-8kVAWWt_
10.
Skala kesantunan adalah hal-hal yang mengatur strategi pemilihan bentuk-bentuk tingkat
kesantunan yang berbeda karena adanya tingkatan jarak sosial (distance rating) berkenaan
dengan parameter perbedaan umur, jenis kelamin, dan latar belakang sosiokultural.
Contoh : penggunaan ‘kamu’ oleh seorang mahasiswa kepada orang tua (dosen) dinilai tidak
sopan.
Referensi :
http://jurnal.uns.ac.id/prosiding%2520prasasti/article/download/522/484&ved=2ahUKEwjC4
OiM55_fAhUW3Y8KHSzHBOwQFjAAegQIBxAB&usg=AOvVaw1DerHPi0weM1Cyt2lrp
sPb
11.
Prinsip ironi merupakan prinsip urutan kedua (second-order principle) yang memanfaatkan,
bahkan dibangun atas prinsip kesantunan. Akan tetapi prinsip ini seperti parasit bagi prinsip
kerja sama dan sopan santun . Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa kefungsionalan
prinsip kerja sama dan prinsip sopan santun dapat dirasakan secara langsung dalam
mengembangkan komunikasi yang efektif sedangkan prinsip ironi hanya dapat dijelaskan
dengan menggunakan prinsip-prinsip lain.
Secara umum, prinsip ini dinyarakan sebagai berikut; “kalau anda terpaksa harus
menyinggung perasaan mitra tutur, usahakan agar tuturan anda tidak berbenturan secara
mencolok dengan prinsip sopan santun , tetapi biarlah mitra tutur memahami maksud tuturan
Anda secara tidak langsung, yakni melalui implikatur percakapan”.
B : Terima kasih Tuhan, engkau telah memberikan hidayah pada temanku ini.
Referensi :
https://digilib.unila.ac.id/8398/15/BAB%2520II.pdf&ved=2ahUKEwjEnanp3KTfAhUNTY8
KHRfLAcMQFjABegQIAhAB&usg=AOvVaw0JE0_2cWDNT8JVbGme2qC7
12.
Kelakar (banter) biasanya digunakan sebagai penanda keakraban sehingga sering kali kelakar
menerobos prinsip kesantunan karena cara kelakar (banter) adalah untuk menyinggung
perasaan untuk beramah tamah atau bersopan santun.
Karena saking akrabnya perkawanan mereka, ia berani menyinggung kawannya yang sedang
sakit.
13.
karena kalimat minor tidak memperlihatkan kelengkapan konstituen, tetapi sudah memiliki
intonasi final. Pengertian dari kelengkapan konstituen yaitu dilihat dari kelengkapan fungsi
subjek dan predikat. Akan tetapi penggunaan kalimat minor ini telah mengandung informasi
yang lengkap.
Referensi :
http://eprints.uny.ac.id/25135/1/Wahyu%2520Artanto%252006205244119.pdf&ved=2ahUK
EwiR5cO53qTfAhWMRY8KHc04B_oQFjACegQIBRAB&usg=AOvVaw2N07_r8kENndd
C6TrktKkL
14.
Untuk menciptakan suatu konteks, 3 ciri yang harus terpenuhi, yaitu setting, kegiatan, dan
relasi. Karena jika terdapat interaksi antar ketiga hal tersebut, maka barulah terjadi konteks.
Setting mencakup waktu dan tempat situasi itu terjadi. Unsur-unsur dalam setting adalah (1)
unsur material yang ada di sekitar material yang ada di sekitar peristiwa interaksi berbahasa.
(2) tempat, yaitu tata letak dan tata atur barang dan orang. (3) waktu yaitu pengaturan urutan
waktu/jam dalam interaksi berbahasa.
Kegiatan adalah semua tingkah laku yang terjadi dalam interaksi berbahasa. Kegiatan juga
mencakup interaksi nonverbal antar penutur, kesan, perasaan, tanggapan, dan persepsi para
penutur.
Relasi mencakup hubungan antar penutur dan mitra tutur. Hubungan tersebut dipengaruhi
oleh (1) jenis kelamin, (2) umur, (3) kedudukan : status, peran, prestasi, prestise, (4)
hubungan kekeluargaan, (5) hubungan kedinasan: umum, militer, pendidikan, majikan,
buruh, dan sebagainya.
Contoh : Seorang dosen berada di ruang kuliah 407 akan memberikan perkuliahan pragmatik;
ada 28 mahasiswa; mereka masuk mendahului dosen; dalam ruang kuliah terdapat meja,
papan tulis, AC. Dosen membuka perkuliahan dengan ucapan “selamat pagi” kemudian para
siswa menjawab dengan serentak “selamat pagi juga bu”.
Referensi : http://www.unaki.ac.id/ejournal/index.php/majalah-ilmiah-
informatika/article/download/29/60&ved=2ahUKEwjHg6_15KPfAhVJpo8KHZ
EhAeMQFjAAegQIBxAB&usg=AOvVaw0aukEEdP0BOJ2ct5XwK-rs