Anda di halaman 1dari 11

Nama : Ahmad Alawi Hasan

Nim : 12110029

Kelas : D

Mata Kuliah : At-Tadawuliyah (Pragmatik)

Dosen Pengampu : Ening Herniti, M.Hum.


1.

Semantik merupakan studi linguistik yang dikhususkan untuk mempelajari makna hanya pada
tingkat kata, frasa, kalimat dan teks. Sedangkan pragmatik merupakan ilmu yang
memperlajari makna yag di komunikasikan oleh penutur (penulis) dan diinterpretasikan oleh
pendengar/mitratutur (pembaca). Dalam kajian pragmatik, kita diuntungkan dengan dapat
mempelajari tentang maksud penutur, asumsi mereka, tujuan, dan tindakan lainnya seperti
permintaan saat mereka mengucapkannya.

Referensi : https://repository.widyatama.ac.id > handle

Contoh: A : Kamu sudah makan?

B (1) : Saya belum makan. Tapi Saya tidak ingin makan.

B (2) : Saya sudah makan barusan. (Berbohong).

B (3) : Saya masih kenyang kok.

Ditinjau dari segi pragmatik, untuk mengatakan maksudnya, B setidaknya dapat


mengutarakan dengan tiga tuturan untuk menjawab pertanyaan A: B (1) secara langsung
menyatakan maksud dan alasannya; B (2) dengan berbohong, sedangkan B (3) demi alasan
kesopanan.

Sedangkan dari segi semantik hanya dapat menganalisis meaning dengan jelas pada
kalimat B (1) karena kalimat tersebut secara langsung menjawab pertanyaan A, namun
semantik tidak dapat menjelaskan secara tepat meaning dari B (2) dan (3) karena B tidak
menjawab secara langsung sehingga memerlukan pemahaman terhadap situasi di sekitarnya.

Referensi : https://kenallinguistik.com/mengenal-perbedaan-semantik-dan-pragmatik/

2.

a) Situasi tutur adalah situasi yang melahirkan tuturan. Aspek-aspeknya berupa penutur dan
lawan tutur, konteks tuturan,tujuan tuturan, tuturan sebagai bentuk tindakan atau aktivitas,
tuturan sebagai produk tindak verbal.

Contoh : Konteks : Adi datang berkunjung ke rumah Nori untuk meminjam buku catatan.

Adi : Kemarin aku gak sempat nyatet kuliahnya Pak Tomo nih.
Nori : Nah, kamu pasti mau pinjam buku catatanku lagi kan?

Berdasarkan hal di atas dapat diungkapkan bahwa penutur dalam hal ini Adi
memiliki tujuan meminjam buku catatan Nori dalam menuturkan tuturan ‘Kemarin aku gak
sempat nyatet kuliahnya Pak Arifin nih’.

b) Peristiwa tutur adalah terjadinya atau berlangsungnya interaksi linguistik dalam satu
bentuk ujaran atau lebih yang melibatkan dua pihak, yaitu penutur dan lawa tutur, dengan
satu pokok tuturan, di dalam waktu, tempat, dan situasi tertentu.

Contoh : Interaksi yang berlangsung antara seorang pedagang dan pembeli di pasar pada
waktu tertentu dengan menggunakan bahasa sebagai alat komunikasinya.

c) Tindak Tutur adalah pengajaran kalimat untuk menyatakan agar suatu maksud dari
pembicara diketahui oleh pendengar.

Contoh : a) Ikan paus adalah binatang menyusui. b) Rambutmu sudah panjang. c) Kemarin
saya sangat sibuk.

Referensi:
https://www.google.com/amp/s/bagawanabiyasa.wordpress.com/2016/08/14/konteks-tutur-
peristiwa-tutur-dan-tindak-tutur/amp/

3.

Aspek-aspek situasi tutur menurut Leech :

a) Penutur dan Lawan Tutur (Adressers or addressees)

Penutur dan lawan tutur ini mencakup penulis dan pembaca dalam wacana tulis. Aspek
yang berkaitan dengan penutur dan lawan tutur ini adalah usia, latar belakang sosial,
ekonomi, jenis kelamin, dan tingkat keakraban.

b) Konteks Tuturan (The Context of an utterance)

Konteks pada dasarnya merupakan segala latar belakang pengetahuan, yakni antara
penutur dan mitratutur yang merupakan kontribusi interpretasi mitratutur dari apa yang
dimaksudkan oleh penutur dari sebuah tuturan yang diberikan dan dipahami bersama.

c) Tujuan Tuturan (The goals of an utterance)


Tujuan atau fungsi sebuah tuturan lebih berbicara tentang maksud tuturan tersebut, atau
maksud penutur dalam tuturannya. Dalam pragmatik, berbicara merupakan aktivitas yang
berorientasi pada tujuan.

d) Tuturan berupa perbuatan/tindak tutur ilokusi (the utterance as a form of act or activity :
speech act)

Pragmatik menguraikan tindakan-tindakan verbal atau performansi-performansi yang


berlangsung dalam situasi-situasi khusus dalam waktu tertentu. Dalam hal ini, pragmatik
menggarap bahasa dalam tingkatan yang lebih konkret daripada tata bahasa

e) Tuturan sebagai suatu produk tindak verbal (the utterance as a product of a verbal act)

Tuturan yang dipakai dalam pragmatik mengacu pada produk suatu tindak verbal dan
bukan hanya kepada tindak verbal itu sendiri. Karena sebenarnya kita dapat mendeskripsikan
bahwa pragmatik merupakan ilmu yang menelaah makna tuturan.

Referensi :
https://digilib.unila.ac.id/141/8/BAB%2520II.pdf&ved=2ahUKEwjLnP6I0qTfAhVGuI8KHf
A4BYEQFjACegQIBBAB&usg=AOvVaw3XZAeHOdMzzGVxY1JIs22U&cshid=1544973
464677

4.

Ada dua jenis tuturan menurut Austin :

a) Tuturan konstatif (Constative sentence/utterence) : merupakan kalimat yang di dalamnya


mengandung pernyataan, prediksi, dan hipotesis.

b) Tuturan Performatif (Performative sentence/utterence) : merupakan kalimat yang di


dalamnya mengandung kata kerja performatif atau performative verb.

Contoh : a) Kamu terlihat bahagia.

b) “Kamu dipecat!”, “Dengan ini Saudara saya nyatakan bersalah”

Referensi :
http://eprints.undip.ac.id/47893/3/BAB_II.pdf&ved=2ahUKEwj579Pq1KTfAhUDNo8KHU
NfBakQFjAAegQIAhAB&usg=AOvVaw0ueJLrSIVcR9e6d56CENQ-
5.

Analisis Iklan Wardah :

“Kosmetik suci dan aman” : kalimat tersebut meruapak tindak menyarankan yang termasuk
dalam tindak tutur ini merupaka ilokusi direktif. Bila diutarakan kepada mitratutur (pembeli)
tidak hanya berfungsi untuk menyatakan sesuatu, tetapi untuk menyarankan untuk memakai
kosmetik wardah karena suci dan aman untuk wajah.

“Alhamdulillah, sekarang saya pakai wardah. Kosmetik yang pas bagi muslimah” : Kalimat
pertama “Alhamdulillah, sekarang saya pakai wardah” merupakan tindak melaporkan yang
termasuk dalam tindak tutur asertif. Tuturan tersebut mendeskripsikan bahwa si mitratutur
(pembeli) melaporkan bahwa dia sekarang memakai kosmetik wardah untuk perawatan
wajahnya. Sedangkan pada kalimat kedua “Kosmetik yang pas bagi muslimah” merupakan
tindak memberi pujian yang termasuk dalam tindak tutur ilokusi ekspresif. Tututran tersebut
mendeskripsikan bahwa si mitratutur (pembeli) memberi pujian pada kosmetik wardah
karena suci dan aman bagi wanita muslimah.

Referensi :
http://repository.fkip.unja.ac.id/file%3Fi%3DK4rlfdoUOn5ymMFAx246q6HfghFmDUQIDb
zSifoqivM&ved=2ahUKEwiTsunZoaTfAhULbisKHaKRDyoQFjABegQIARAB&usg=AOv
Vaw2-hg-IBA2b_jlQH_wFrIO5&cshid=1544960630361

6.

Deiksis Persona :

a) Persona Pertama : Aku, Pendongeng : menunjukkan diri penutur sebagai orang pertama.

b) Persona Kedua : Tuan : menunjukkan orang kedua yang menjadi lawan tutur

c) Persona Ketiga : Kakek, Orang-orang, Orang-orang perempuan, Orang laki-laki, Anak-


anak, Perempuan : menunjukkan orang ketiga

Deiksis Waktu :
a) Menunjukkan waktu yang telah lalu : Kalau beberapa tahun yang lalu, Sudah bertahun-
tahun

b) Menunjukkan waktu sekarang : se-Jumat, Sekali enam bulan, sekali setahun, datang
sekarang

Deiksis Tempat : pasar, surau tua, kolam ikan, pancuran mandi, kampung, pelataran.

Deiksis Wacana : Secepat anak-anak berlari di dalamnya, secepat perempuan mencopoti


pekayuannya

Deiksis Sosial : Tuan, Kakek

7.

a) Presuposisi : Praanggapan yang merupakan pengetahuan bersama antara penutur dan mitra
tutur yang tidak perlu diutarakan.

Contoh : Novel Hujan Bulan Juni sangat menarik.

b) Implikatur : yaitu hubungan antara tuturan yang sesungguhnya dengan maksud yang
tidak dipertuturkan itu bersifat mutlak.

Contoh : Sani : Daniel dimana, Yar?.

Tyar : Daniel di rumah Panggih.

c) Entailment : makna yang timbul sebagai akibat makna yang ada dalam suatu bentuk.

Contoh : Daniel : Sani menggoreng telur.

Panggih : Sani memasak telur.

Referensi: :
https://jurnal.uns.ac.id/prosidingprasasti/article/download/131/113&ved=2ahUKEwiAouqW0
5_fAhUJGHIKHZuXCYAQFjAEegQIChAB&usg=AOvVaw1_T22IPrQD11GeDi5rVcmA&
cshid=1544802185764

8.

Prinsip kerja sama menurut Grice ada 4 maksim :


a) Maksim Kuantitas : mengharuskan setiap penutur memberkan kontribusi secukupnya
atau sebanyaknya yang dibutuhkan lawan bicaranya.

Contoh : A. Semua teman saya berjilbab.

B. Semua teman saya yang perempuan berjilbab.

Bandingkan kalimat A dan B, kalimat B terasa berlebihan dengan menambahkan ‘semua


teman yang perempuan’, sedangkan kata ‘jilbab’ itu sendiri sudah mengacu pada perempuan,
sehingga kalimat A merupakan kalimat yang memenuhi maksim kuantitas.

b) Maksim Kualitas : penutur harus mengungkapkan hal yang sebenar-benarnya dan jelas
serta tidak membuat lawan bicara bingung.

Contoh : A. Dia tinggal dimana ?

B. Kalau tidak salah, dia tinggal di rumah pamannya.

Dalam percakapan tersebut, walaupun B tidak yakin dengan jawaban yang dia berikan
tapi ia tidak melanggar maksim kualitas dengan memberikan jawaban yang belum tentu benar
karena ia menambahkan ‘kalau tidak salah’, sehingga, lawan bicaranya akan mengerti bahwa
ia ragu akan jawabannya sendiri.

c) Maksim Relevansi : penutur harus memberikan kontribusi yang relevan dengan situasi
percakapan. Tidak menyimpang dari apa yang dibicarakan.

Contoh : 1. A : Siapa nama Anda ?

B : Nama saya Caroline.

2. A. Siapa nama Anda?

B. Anda tidak tahu siapa saya ?

Dengan pertanyaan yang sama, (2) menyimpang dari pertanyaan dan melanggar maksim
relevansi, dan mengatakan yang bukan diharapkan oleh lawan tuturnya.

d) Maksim Cara : Maksim ini tidak lagi tentang apa yang dikatakan akan tetapi cara hal-
hal yang dikatakan: setiap penutur harus berbicara dengan jelas, tanpa kegelapan atau
ambigu, ringkas dan tertib dalam memberikan informasi agar mudah untuk dipahami.
Contoh : A : Aku lapar, belilah sesuatu.

B : Aku tidak punya uang.

Pada percakapan diatas pernyataan B sangat jelas dan langung atas pertanyaan dan
permintaan A, dengan mengatakan bahwa dia tida memiliki uang.

Referensi:

http://eprints.uny.ac.id/9546/3/bab%25202-
07204244031.pdf&ved=2ahUKEwjfody11qTfAhVCknAKHcZID58QFjABegQICBAB&usg
=AOvVaw2nyzTvEVQM8NP3vkwKYRi

9.

Enam maksim dalam politeness principle atau prinsip kesantunan berbahasa menurut Leech:

1. Maksim Kebijaksanaan (Tact Maxim) : Kurangi kerugian orang lain, tambahi keuntungan
orang lain.

Contoh : Ibu : “Ayo dimakan bakminya! Di dalam masih banyak, kok”

Rekan Ibu : “Wah, segar sekali. Siapa yang memasak ini tadi, Ibu?”

2. Maksim Kedermawanan (Generosty Maxim) : Kurangi keuntungan diri sendiri, tambahi


pengorbanan diri sendiri.

Contoh : Bapak A : “Wah, oli mesin mobilku agak sedikit kurang”

Bapak B : “Pakai oliku juga boleh. Sebentar, saya ambilkan dulu!”

3. Maksim Penghargaan (Approbation Maxim) : kurangi cacian pada orang lain, tambahi
pujian pada orang lain.

Contoh : Dosen A : “Pak, aku tadi sudah memulai kuliah perdana untuk kelas Grammar.”

Dosen B : “Oya, tadi aku mendengar Bahasa Inggrismu jelas sekali dari sini.”

4. Maksim Kesederhanaan (Modesty Maxim) : Kurangi pujian pada diri sendiri, tambahi
cacian pada diri sendiri.
Contoh : Sekretaris A : “Dik, nanti rapatnya dibuka dengan do’a dulu ya! Anda yang
memimpin!”

Sekretaris B : “Ya, Mbak. Tapi, saya jelek, lho”

5. Maksim Pemufakatan (Agreement Maxim) : Kurangi ketidaksesuaian antara diri sediri


dengan orang lain, tingkatkan persesuaian diri sendiri dengan orang lain.

Contoh : Alawi : “Nanti malam kita makan bareng yuk, San!”

Sani : “Boleh. Saya tunggu di Burjo.”

6. Maksim Simpati (Sympathy Maxim) : Kurangi antipati antara diri sendiri dengan orang
lain, perbesar simpati antara diri sendiri dengan orang lain.

Contoh : Ani : “Ma, nenekku meninggal.”

Roma : “Innalillahiwainnailaihi rojiun. Ikut berduka cita ya, Ni.”

Referensi :
http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29126/1/MIA%2520NURDANIA
H-
FTIK.pdf&ved=2ahUKEwiN26fs16TfAhWIq48KHTtjBd8QFjAAegQIBhAB&usg=AOvVa
w3IN9nJotJQodG-8kVAWWt_

10.

Skala kesantunan adalah hal-hal yang mengatur strategi pemilihan bentuk-bentuk tingkat
kesantunan yang berbeda karena adanya tingkatan jarak sosial (distance rating) berkenaan
dengan parameter perbedaan umur, jenis kelamin, dan latar belakang sosiokultural.

Contoh : penggunaan ‘kamu’ oleh seorang mahasiswa kepada orang tua (dosen) dinilai tidak
sopan.

Referensi :
http://jurnal.uns.ac.id/prosiding%2520prasasti/article/download/522/484&ved=2ahUKEwjC4
OiM55_fAhUW3Y8KHSzHBOwQFjAAegQIBxAB&usg=AOvVaw1DerHPi0weM1Cyt2lrp
sPb

11.
Prinsip ironi merupakan prinsip urutan kedua (second-order principle) yang memanfaatkan,
bahkan dibangun atas prinsip kesantunan. Akan tetapi prinsip ini seperti parasit bagi prinsip
kerja sama dan sopan santun . Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa kefungsionalan
prinsip kerja sama dan prinsip sopan santun dapat dirasakan secara langsung dalam
mengembangkan komunikasi yang efektif sedangkan prinsip ironi hanya dapat dijelaskan
dengan menggunakan prinsip-prinsip lain.

Secara umum, prinsip ini dinyarakan sebagai berikut; “kalau anda terpaksa harus
menyinggung perasaan mitra tutur, usahakan agar tuturan anda tidak berbenturan secara
mencolok dengan prinsip sopan santun , tetapi biarlah mitra tutur memahami maksud tuturan
Anda secara tidak langsung, yakni melalui implikatur percakapan”.

Contoh : A : Ayo kita berangkat sekolah.

B : Terima kasih Tuhan, engkau telah memberikan hidayah pada temanku ini.

Referensi :
https://digilib.unila.ac.id/8398/15/BAB%2520II.pdf&ved=2ahUKEwjEnanp3KTfAhUNTY8
KHRfLAcMQFjABegQIAhAB&usg=AOvVaw0JE0_2cWDNT8JVbGme2qC7

12.

Kelakar (banter) biasanya digunakan sebagai penanda keakraban sehingga sering kali kelakar
menerobos prinsip kesantunan karena cara kelakar (banter) adalah untuk menyinggung
perasaan untuk beramah tamah atau bersopan santun.

Contoh : A : Kera satu ini bisa sakit juga rupanya, ya!.

Karena saking akrabnya perkawanan mereka, ia berani menyinggung kawannya yang sedang
sakit.

13.

karena kalimat minor tidak memperlihatkan kelengkapan konstituen, tetapi sudah memiliki
intonasi final. Pengertian dari kelengkapan konstituen yaitu dilihat dari kelengkapan fungsi
subjek dan predikat. Akan tetapi penggunaan kalimat minor ini telah mengandung informasi
yang lengkap.

Contoh : A : Kamu lagi apa ?


B : Baca.

Referensi :
http://eprints.uny.ac.id/25135/1/Wahyu%2520Artanto%252006205244119.pdf&ved=2ahUK
EwiR5cO53qTfAhWMRY8KHc04B_oQFjACegQIBRAB&usg=AOvVaw2N07_r8kENndd
C6TrktKkL

14.

Untuk menciptakan suatu konteks, 3 ciri yang harus terpenuhi, yaitu setting, kegiatan, dan
relasi. Karena jika terdapat interaksi antar ketiga hal tersebut, maka barulah terjadi konteks.

Setting mencakup waktu dan tempat situasi itu terjadi. Unsur-unsur dalam setting adalah (1)
unsur material yang ada di sekitar material yang ada di sekitar peristiwa interaksi berbahasa.
(2) tempat, yaitu tata letak dan tata atur barang dan orang. (3) waktu yaitu pengaturan urutan
waktu/jam dalam interaksi berbahasa.

Kegiatan adalah semua tingkah laku yang terjadi dalam interaksi berbahasa. Kegiatan juga
mencakup interaksi nonverbal antar penutur, kesan, perasaan, tanggapan, dan persepsi para
penutur.

Relasi mencakup hubungan antar penutur dan mitra tutur. Hubungan tersebut dipengaruhi
oleh (1) jenis kelamin, (2) umur, (3) kedudukan : status, peran, prestasi, prestise, (4)
hubungan kekeluargaan, (5) hubungan kedinasan: umum, militer, pendidikan, majikan,
buruh, dan sebagainya.

Contoh : Seorang dosen berada di ruang kuliah 407 akan memberikan perkuliahan pragmatik;
ada 28 mahasiswa; mereka masuk mendahului dosen; dalam ruang kuliah terdapat meja,
papan tulis, AC. Dosen membuka perkuliahan dengan ucapan “selamat pagi” kemudian para
siswa menjawab dengan serentak “selamat pagi juga bu”.

Referensi : http://www.unaki.ac.id/ejournal/index.php/majalah-ilmiah-
informatika/article/download/29/60&ved=2ahUKEwjHg6_15KPfAhVJpo8KHZ
EhAeMQFjAAegQIBxAB&usg=AOvVaw0aukEEdP0BOJ2ct5XwK-rs

Anda mungkin juga menyukai