Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH

Penyusunan Entri dalam Kamus Dwi Bahasa

Dosen Pengampu :

Bahrul Ulum, M.Pd.I

Disusun Oleh :

Laili Fatkhia Rosyida (A91217115)

Ma’rifatul faizah (A91217118)

PRODI BAHASA DAN SASTRA ARAB

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

2019
Pendahuluan

Pada mulanya sebelum dimulai tradisi tulisan, setiap bahasa berkembang hanya pada
tradisi lisan. Akan tetapi tradisi lisan ternyata tidak bisa menjaga kelangsungan hidup bahasa,
sehingga banyak bahasa yang lenyap. Sebagai sarana untuk berfikir, bahasa terus berkembang
seiring dengan berkembangnya zaman, sehingga manusia tidak bisa lagi menghafal semua
kekayaan bahasa. Disinilah pentingnya disusun sebuah kamus sebagai referensi. Sebelum
masa dinasti Abbasiyah, bangsa Arab belum mengenal penyusunan kamus. Karena
berkembangnya keilmuan pada dinasti Abbasiyah, muncullah para ahli bahasa di Basrah.
Seiring berjalannya waktu kebutuhan terhadap sebuah daftar kata semakin mendesak, maka
muncullah buku-buku kamus yang menghimpun berbagai kata. Perkamusan yang ada di
dunia Arab juga sangat beragam. Untuk itu makalah ini bisa memberikan sedikit gambaran
beberapa penyusunan entri dalam kamus.

Sistematika Penyusunan Kamus

Secara garis besar, ada dua model sistematika penyusunan kamus-kamus bahasa arab
yang digunakan seorang leksikologi yaitu: 1. sistem makna kamus (kamus ma’ani) 2. sistem
lafal (kamus alfadz). Dalam sejarah perkembangan leksikon bahasa Arab, paling tidak
terdapat lima model sistematika (nidhom tartib) yang pernah digunakan para leksikologi Arab
dalam menyusun kamus lafal, yaitu : Nidzom al-Shauty (sistem fonetik), Nidzom al-faba’i al-
Khas (sistem alfabetis khusus), Nidzom al-Qofiyah (sistem sajak), Nidzom al-Faba’i al-‘Am
(sistem alfabetis umum), dan Nidzom al-Nuthqi (sistem artikulasi).

1. Nidzom al-Shauty (Sistem Fonetik)


Merupakan model penyusunan kamus yang pertama kali dikenalkan oleh Khalil bin
Ahmad al-Faharidy. Khalil menyusun kata-kata secara tertib berdasarkan urutan kata-kata
secara tertib berdasarkan urutan huruf yang muncul dalam makhorijul huruf atau tempat
keluarnya huruf hijaiyyah menurut sistem fonetik dalam ilmu fonologi yang kemudian
lebih dikenal dengan istilah nidham al-shauty.
Teknik pencarian makna yang perlu dilakukan di kamus fonetik ini seperti Mu’jam
Al-‘Ain, yakni sebagai berikut :
a. Tentukan huruf asli atau akar kata, contoh kata ‫( إسسستغفار‬minta ampunan), kata asal

yang harus kita cari adalah lafal ‫غفر‬


b. Tentukan huruf yang memiliki makhroj paling bawah dari ketiga huruf (ghain, fa’,

ra’) dalam kata ‫غف سسر‬. Diantara ketiganya diketahui bahwa huruf ghoin keluar dari

tenggorokan atas sehingga ghoin berada lebih bawah atau lebih dulu dari fa’ dan ra’.

Disusul dengan ra’, lalu fa’. Jadi lafal ‫ غفر‬ditemukan pada bagian huruf ghoin, ra', fa’
c. Tentukan bentuk/struktur kata, apakah ia termasuk kata tsunai (2 huruf), tsulatsi (3

huruf), ruba’I (4 huruf), atau khumasi (5 huruf). Kata ‫ غفس سسر‬berstruktur tiga huruf

shohih, jadi dalam kamus mu’jam al-‘ain kata ‫ غفر‬bias ditemukan pada bab ghoin, ra’,
fa’, bab tsulatsi shahih minal ghoin. Pada bagian ini, bias ditemukan hasil taqlid yang

terdiri dari beberapa kata, yaitu : ‫ رغف‬- ‫فرغ – رفع – فغر – غفر – غرف‬

Kamus-kamus dalam sistem fonetik setelah mu’jam al-‘ain yaitu :Kamus al-Bary
disusun oleh Abu Ali Al-Qaly, kamus Tahdzib al-Lughoh disusun oleh Abu Manshur
Al-Azhari, kamus al-Muhith disusun oleh Ash-Shahib bin ‘Ubbad, kamus
Mukhtashar al-‘Ain disusun oleh Abu Bakar Al-Zubaidi, kamus Al-Muhkam disusun
oleh Ibnu Sidah.

Kelebihan kamus sistem fonetik adalah mampu membantu seseorang yang mencari
makna kata secara langsung memalui observasi di lapangan, selain itu asas taqlibul
kalimah yang digunakan sebagai tolak ukur matematis, secara statistik dapat
membuahkan derivasi kata yang lebih banyak dalam kosa kata bahasa Arab.
Sedangkan kekurangannya adalah adanya kesulitan bagi pemakai kamus dalam
mencari letak kata, sebab urutan huruf hijaiyyah yang didasarkan pada makharijul
huruf belum populer terutama dikalangan orang Arab, selain itu dalam mencari akar
kata terjadi kesulitan karena membutuhkan pemahaman dalam ilmu sharaf. Oleh
karena itu sistem fonetik bagi kalangan orang awam dinilai sulit.

2. Nidzam AlFaba’I Al-Khas (Sistem Alfabetis Khusus)


Diperkenalkan oleh abu Bakar bin duraid (233-321 h). melalui kamusnya yang
berjudul jamharah al-lughah atau lebih dikenal dengan kamus al-jamharah. yang
dimaksud dengan sistem alfabetis khas adalah sistem penyusunan urutan kata-kata
dalam kamus berdasarkan urutan huruf hijaiyyah yang telah disusun oleh Nasr bin
Ashim, yaitu urutan huruf mulai alif, ba’, ta’, dan seterusnya sampai ya’.Urutan
alfabetis ini dianggap lebih mudah dan lebih popular dikalangan masyarakat.
Teknik pencarian makna yang dilakukan dalam kamus ini seperti dalam kamus
Jamharah maupun Maqayis Al-Lughah, adalah sebagai berikut :
a. Teknik tajrid, yaitu huruf-huruf zaidah (tambahan) harus dihilangkan lebih dulu
untuk mengetahui akar kata dari kata yang dicari.
b. Teknik Tahdid Al-Bina’, yaitu mencari struktur kata dari kata yang dicari.
c. Teknik Awwal Al-Huruf, yaitu mencari tahu tentang huruf yang lebih dulu
disebutkan dalam urutan huruf hijaiyyah untuk mengetahui pecahan kata yang
digunakan sebagai hasil proses taqlib al-kalimah.

Contoh mencari makna kata dari ‫يسساكلون‬ kata ini setelah di tajrid, ia berasal dari

kata ‫أكسسل‬. Dari segi struktur kata ‫أكسسل‬ termasuk bina’ tsulatsi (3 huruf), maka ia

dicari pada bab tsulatsi. Setelah itu diantara huruf ‫ ل‬-‫ ك‬-‫أ‬, huruf hamzah lebih

dulu dari pada kaf maupun lam, sehingga kata ‫أك سسل‬ bisa ditemukan pada bab

hamzah. Pada bab hamzah kita akan mengetahui pecahan kata dari akala yang

mustakmal setelah proses taqlibul kalimah disana ditemukan kata ‫لكأ – لكأ – كأل‬

‫ ألك‬-‫– كل‬
Kamus-kamus system alfabetis khusus, yaitu : kamus Al-Jamharah
disusun oleh Abu Bakar Muhammad bin Al-hasan bin Duraid dari Basrah, kamus
Al-Maqayis Al-Lughoh disusun oleh Ahmad bin Faris bin Zakaria Al-Qazwiny Al-
Razi.

3. Nidzam Al-Qofiyah (Sistem Sajak/Sastrawi)


Munculnya kamus-kamus bahsa Arab yang menggunakan sistem al-qofiyah
(sajak/sastrawi) merupakan perubahan besar-besaran dalam hal sistem. Dinamakan
sistem al-qafiyah, sebab penyusunan urutan kata dalam kamus didasarkan pada urutan
huruf terakhir dari sebuah kata seperti sajak-sajak dalam syair. Orang pertama yang
mengenalkan sistem al-qofiyah adalah Ismail bin Ahmad al-Jawhari (W 1003 M) dari
Basrah dengan kamusnya yang berjudul Al-Shihah Fi Al-Lughoh atau yang dikenal
dengan kamus As-Shohihah.
Faktor-faktor yang melatar belakangi penyusunan kamus al-qofiyah adalah
sebagai berikut :
a. Untuk mewujudkan inovasi dengan sistem baru, mengingkat penyusunan kamus
sebelumnya tidak konsisten.
b. Kebutuhan masyarakat satra terhadap kamus-kamus yang bisa menghimpun
kumpulan kata-kata yang memiliki sajak
c. Kata bahasa Arab tidak lepas dari proses derivasi (isytiqoq)
d. Munculnya banyak karya sastra seperti prosa, puisi, qasidah, lagu, peribahasa,
dan sebagainya yang memakai sajak-sajak atau berakhiran huruf yang sama.

Teknik pencarian makna kata dalam sistem al-qofiyah terbilang cukup mudah
dan cepat, sebab tidak memerlukan pemahaman tentang bina’. Berikut langkah-
langkah mencari makna kata dalam kamus al-qofiyah :
a. Teknik Tajrid, yaitu semua kata harus dikembalikan keakar kata dengan
menghilangkan huruf tambahan
b. Perhatikann huruf terakhir untuk menentukan letak bab.
Lafal ‫ كتب‬dapat ditemukan pada bab ba’.
b. Perhatikan huruf pertama dari kata yang dicari untuk menentukan letak pasal.

Contoh lafal ‫ كتب‬berada pada pasal huruf kaf sebagai huruf pertama.

Kelebihan dan Kekurangan kamus al-qofiyah :

Nilai lebih dari kamus ini antata lain mempermudah pencarian makna kata dan
membantu para sastrawan dalam memahami karya sastra. Sedangkan kekurangannya
adalah masih menggunakan teknik tajrid dalam mencari kata. Teknik tajrid
memerlukan pemahaman yang benar-benar tentang tata bahasa, terutama ilmu shorof.

Kamus-kamus al-qofiyah yang masyhur antara lain : Lisan Al-Arab disusun


oleh Muhammad Al-Ifriqy yang dikenal dengan Ibnu Mandzur (1232-1311 M), Al-
Qamus Al-Muhith atau Al-Qamus Al-Wasith disusun oleh Al-Fairuzabadi.

4. Nidzam Alfaba’I Al-‘Aam (Sistem Alfabetis Umum)


Sistem alfabetis umum adalah penyusunan kata dalam kamus berdasarkan
urutan huruf hijaiyyah yang kita kenal hingga sekarang. Hanya sja perbedaannya
dengan alfabetis khusus terletak pada aspek akar kata (ushulal kalimah). Sitem
alfabetis umum disebut juga Nidzam Awa’il al-Ushul yang sistemnya merujuk pada
asal kata. Cikal bakal kamus ini sudah dirintis oleh ulama hadis seperti Imam Bukhari
dalam Shahih-nya, Ibnu Qatibah dalam kitab Gharib Al-Hadits, atau Al-Syaibani
dalam kamusnya Al-Jiim.
Para peneliti berpendapat bahwa system alfabetis umum yang dikenal dalam
ilmu leksikologi ini telah lama diperkenalkan Al-Zamarkasyari (1074-1143) dalam
karyanya Asas Al-Balaghah. Namun sebagian peneliti berpendapat bahwa orang
pertama yang menyusun kamus alfabetis umum adalah Abul Mu’aly Muhammad bin
Tamim Al- Barmaki (W. 1008). Akhirnya ditemukan benang merah dari perbedaan
pendapat tersebut, bahwa penemu sitem alfabetis umum tetap Barmaki, tetapi yang
mempulerkan adalah Al-Zamakhsyari.
Teknik pencarian makna kata dalam kamus ini adalah sebagai berikut :
a. Jika hrurfnya terdiri dari huruf asli, maka dicari berdasarkan permulaan dan urutan

huruf-hurufnya. Misalnya lafal ‫ قمر‬dicari pada huruf ‫ر‬ ‫قم‬


b. Jika diantara huruf-hurufnya terdapat huruf-huruf tambahan, maka lebih dulu harus
diketahui mana huruf yang asli dan yang tambahan. Caranya dengan menggunakan
teknik tajrid atau tardid. Setelah diketahui huruf aslinya maka langsung cari kebab

huruf. Contoh lafal ‫ كتاب‬dicari pada bab ‫ كأ‬dibagian ‫ب‬ ‫كأ ت‬ .


Kelebihan kamus ini adalah relatif mudah dibanding dengan kamus yang lain.
Kamus bersistem alfabetis umum ini praktis hanya menyiasakan asas tajrid dan tardidi
yang berfungsi untuk mengetahui asal usul kata (akar kata) dan fungsi ini telah
diterapkan oleh para ahli tata bahasa dam penyusunan kamus bahasa Arab. Sedangkan
kekurangannya adalah masih adanya kesulitan bagi pengguna dalam mencari makna
kata. Sebab untuk mengetahui akar kata harus memahami ilmu sharaf, terutama bagi
orang awam non Arab.
Contoh kamus yang menggunakan system alfabetis umum diantaranya : Asas
Al-Lughah yang disusun oleh Mahmud bin Umar Al-Zamakhasyari (467-538),
Mukhtar Al-Shahih disusun oleh Muhammad bin Abu Bakar Al-Razi (W 166H), Al-
Misbah Al-Munir disusun oleh Ahmad bin Muhammad Al-Muqri Al-Fayyumi (W
770H), Al-Minjid disusun oleh Louwis bin Naqula Dhahir Al-Ma’luf (1867-1946 M),
Matan Al-Lughah disusun oleh Ahmad Ridha Al-‘Amily , Mu’jam Al- Wasith, Al-
Mu’jam Al-kabir, dan Mu’jam Al-Lughawi Al-Tarikhi.

5. Nidzam Al-Nutqi (Sistem Artikulasi)

Munculnya kamus-kamus bersistem alfabetis umum dianggap paling mudah dari


sistem sebelumnya, namun kamus tersebut masih membutuhkan pemahaman tentang
dasar-dasar ilmu tata bahasa Arab. Bagi siswa di tingkat pemula atau bahkan Bagi
kalangan non Arab, pencarian kata dengan teknik mencari asal kata sesuai wazan
dalam ilmu morfologi tetap saja dianggap sulit dan membutuhkan proses yang cukup
lama.
Problem di atas menjadi pertimbangan para pakar bahasa Arab untuk membuat
kamus yang lebih mudah, setelah merujuk pada kamus-kamus asing, maka para
Leksikolog bahasa Arab mulai menyusun kamus menggunakan sistem artikulasi,
seperti kamus bahasa Prancis yang tidak perlu mencari akar kata terlebih dahulu
dalam proses pencarian makna kata.

Sistem kamus Artikulasi (Nidham AL-Nuthqi) adalah pencarian makna kata


berdasarkan huruf pertama yang terucap dan kata yang dicari langsung bisa diketahui
dalam materi kamus, tanpa harus menuntut seseorang untuk mencari akar kata. Sistem
artikulasi sebenarnya telah lama muncul tepatnya, sejak Al-Kaafuri menyusun kamus
berjudul Al-Kulliyyat dan Al-Jurjani dengan kamusnya Al-Ta'rifaat. Hanya saja
bangsa Arab mengabaikan sistem tersebut, karena mereka menganggap bahwa sistem
ini tidak efisien, sebab sebuah kata yang sebenarnya masih dalam himpunan satu akar
kata yang semakna. Pada dekade tahun 60-an, Syekh Abdullah Al Ghazali yang
berhasil menyusun sebuah kamus bersistem artikulasi berjudul kamus Al-Marjan di
tahun 1963. Kemudian langkah tersebut diikuti oleh Jibran Mas’ud yang juga berhasil
menyusun kamus artikulasi dengan judul Al-Raaid tahun 1964, dan pada tahun 1968,
muncul kamus berjudul Al-Munjid Al-Abjadi karya Fuad Afram Al-Bustani.

Teknik pencarian makna kata dalam mencari letak makna kata dalam kamus
artikulasi, penggunaan kamus cukup memahami urutan huruf alfabetis yang umumnya
telah dihafal sejak huruf alif, ba’ hingga ya’. Hanya saja untuk kata kerja (fi'il)
biasanya harus dirujuk ke fi'il madhi (kata kerja bentuk lampau). Misalnya, kata
‫( يضربون‬mereka sedang memukul), maka dirujuk ke bentuk fi'il madhinya ‫ضرب‬. Lalu
dicari pada kelompok huruf (‫)ض‬. Sedangkan untuk kata benda (Isim) penggunaan
kamus artikulasi cukup merujuk kelompok huruf pertama dari kata yang dicari
misalnya ‫( كوكب‬bintang) ditemukan pada huruf (‫)ك‬.

Kelebihan kamu sistem artikulasi terletak pada aspek kemudahan dalam mencari
letak kosakata sehingga pengguna yang awam bisa cepat mencari makna kata di
dalam kamus walaupun kurang memahami kaidah-kaidah ilmu shorof. Sedangkan
bagi penyusun kamus, system artikulasi sangat membantu dalam proses klasifikasi
kata yang telah terseleksi ke dalam kelompok kata secara cepat tanpa harus mencari
asal-usul kata.
Kekurangan dari kamus kamus Artikulasi adalah diabaikannya teknik pencarian
asal usul kata. Sistem kamus artikulasi mengakibatkan mereka tidak lagi
menghiraukan kaidah ilmu shorof dan ilmu Nahwu karena kaidah-kaidah tata bahasa
tidak banyak berguna dalam mencari makna kata dalam kamus.

Anda mungkin juga menyukai