Disusun Oleh :
FACULTY OF LITERATURE
UNIVERSITY OF PAMULANG
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah Swt Yang telah melimpahkan segala rahmat dan karunia-
Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas dari mata kuliah English-Indonesian
Translation Makalah ini juga sebagai bukti bahwa telah melaksanakan dan menyelesaikan
Pada kesempatan ini, penyusun ingin menyampaikan terimakasih atas segala bantuan dan
Translation
2. Orang Tua yang telah memberikan bantuan baik secara moril maupun materil
Penyusun menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna, oleh karena itu penyusun
mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi penyusun khususnya dan bagi pembaca
pada umumnya.
Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR PUSTAKA
Bab I
Pendahuluan
I.1 Latar Belakang
Penerjemahan adalah interpretasi makna teks dari bahasa sumber untuk menghasilkan
teks padanan dalam sumber sasaran yang mengkomunikasikan pesan serupa. Menurut Oxford,
penerjemahan adalah komunikasi pesan dari bahasasumber kebahasa sasaran dengan
menggunakan teks yang ekuivalen. Dimana interpretasi tidak diragukan lebih dulu muncul
daripada tulisan, penerjemahanbaru muncul setelah kemunculan tulisan (literatur). Salah satu
penerjemahan paling awal yang ditemukan adalah terjemahan yang dibuat pada tahun 2000SM
atas kisah legenda Gilgamesh dari bahasa Sumeria ke dalam bahasa Asia Barat.
Akibat tingginya permintaan atas dokumentasi kegiatan bisnis yang merupakan dampak dari
revolusi industri pada pertengahan abad ke-18, penerjemahan berkembang menjadi kegiatan
yang formal dan terspesialisasi sehingga bermunculan sekolah spesialis dan perkumpulan
profesi. Secara tradisional penerjemahan merupakan suatu kegiatan yang dilakukan secara
manual oleh manusia. Oleh karena cukup beratnya kegiatan menerjemahkan, sejak tahun 1940-
an para insinyur mulai mengembangkan teknologi otomaisasi penerjemahan ([terjemahan
mesin]) atau teknologi yang membantuk manusia menerjemahkan ([penerjemahan berbantuan
komputer])
Kesalahpengertian utama mengenai penerjemahan bisa jadi adalah adanya konsep tentang suatu
hubungan "kata-per-kata" yang sederhana antara dua bahasa yang kemudian berujung pada
penerjemahan sering dianggap dapat langsung dilakukan dan merupakan suatu proses mekanis.
Pada kenyataannya, perbedaan historis antar bahasa sering memberikan perbedaan ekspresi
dalam keduanya yang mengakibatkan pemindahan pesan antara bahasa secara sempurna tidak
mungkin dilakukan.
Ilmu penerjemahan adalah ilmu yang mempelajari teori dan praktik penerjemahan secara
sistematis
I.2 Tujuan dan Rumusan Masalah
Tujuan penulisan makalah ini adalah adalah
A. Mengetahui pengertian politik, penerjemahan
Dengan diidentifikasinya tujuan-tujuan di atas sehingga dapat dirumuskan masalah
sebagai berikut:
A. Apa pengertian politik, penerjemahan?
I.3 Metode Penulisan
Dalam penulisan makalah ini, khususnya dalam pencarian referensi-referensi yang
menunjang pembahasan penulis menggunakan beberapa metode yaitu:
A. Menggunakan buku-buku ilmiah yang mencakup hal-hal yang akan dibahas selengkap
mungkin dari beberapa penulis ternama yang ahli dalam bidangnya.
B. Mencari informasi melalui situs-situs independen yang tersedia di dunia maya dan bisa
dipertanggungjawabkan materi-materi dalam situs tersebut karena penulisnya –penyedia
informasi- orang yang kompeten di bidangnya.
Penulis menggunakan pedoman-pedoman yang tercantum tata cara penulisan karya tulis
pada umumnya dan mengacu pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).
Setiap pakar memiliki istilah tersendiri dalam menentukan suatu teknik penerjemahan, sehingga
cenderung tumpang tindih antara teknik dari seorang pakar satu dengan yang lainnya. Teknik
yang dimaksud sama namun memiliki istilah yang berbeda. Dalam hal keberagaman tentunya hal
ini bersifat positif, namun di sisi lain terkait penelitian akan menimbulkan kesulitan dalam
menentukan istilah suatu teknik tertentu. Oleh karena itu, dalam hal ini penulis menggunakan 18
teknik penerjemahan yang dikemukakan oleh Molina dan Albir. Selain untuk keseragaman,
teknik yang dikemukakan Molina dan Albir telah melalui penelitian kompleks dengan mengacu
dan membandingkan dengan teknik-teknik penerjemahan yang telah ada dari pakar
penerjemahan sebelumnya.
1) Adaptasi (adaptation),
Teknik ini dikenal dengan teknik adaptasi budaya. Teknik ini dilakukan dengan mengganti
unsur-unsur budaya yang ada BSu dengan unsur budaya yang mirip dan ada pada BSa. Hal
tersebut bisa dilakukan karena unsur budaya dalam BSu tidak ditemukan dalam BSa, ataupun
unsur budaya pada BSa tersebut lebih akrab bagi pembaca sasaran. Teknik ini sama dengan
teknik padanan budaya.
Contoh:
BSu BSa
2) Amplifikasi (amplification),
Teknik penerjemahan dengan mengeksplisitkan atau memparafrase suatu informasi yang implisit
dalam BSu. Teknik ini sama dengan eksplisitasi, penambahan, parafrasa eksklifatif. Catatan kaki
merupakan bagian dari amplifikasi. Teknik reduksi adalah kebalikan dari teknik ini.
Contoh:
BSu BSa
3) Peminjaman (borrowing),
Teknik penerjemahan yang dilakukan dengan meminjam kata atau ungkapan dari BSu.
Peminjaman itu bisa bersifat murni (pure borrowing) tanpa penyesuaian atau peminjaman yang
sudah dinaturalisasi (naturalized borrowing) dengan penyesuaian pada ejaan ataupun pelafalan.
Kamus resmi pada BSa menjadi tolok ukur apakah kata atau ungkapan tersebut merupakan suatu
pinjaman atau bukan.
Contoh:
4) Kalke (calque),
Teknik penerjemahan yang dilakukan dengan menerjemahkan frasa atau kata BSu secara literal.
Teknik ini serupa dengan teknik penerimaan (acceptation).
Contoh:
BSu BSa
5) Kompensasi (compensation),
Teknik penerjemahan yang dilakukan dengan menyampaikan pesan pada bagian lain dari teks
terjemahan. Hal ini dilakukan karena pengaruh stilistik (gaya) pada BSu tidak bisa di terapkan
pada BSa. Teknik ini sama dengan teknik konsepsi.
Contoh:
BSu BSa
BSu BSa
panettone kue tradisional Italia yang dimakan pada saat Tahun Baru
BSu BSa
BSu BSa
Ambiguity ambigu
9) Generalisasi (generalization),
Teknik ini menggunakan istilah yang lebih umum pada BSa untuk BSu yang lebih spesifik. Hal
tersebut dilakukan karena BSa tidak memiliki padanan yang spesifik. Teknik ini serupa dengan
teknik penerimaan (acceptation).
Contoh:
BSu BSa
BSu BSa
Teknik yang dilakukan dengan mensintesa unsur-unsur linguistik pada BSa. Teknik ini
merupakan kebalikan dari teknik amplifikasi linguistik. Teknik ini lazim digunakan pada
pengalihbahasaan simultan dan penerjemahan teks film.
Contoh:
BSu BSa
Teknik yang dilakukan dengan cara menerjemahkan kata demi kata dan penerjemah tidak
mengaitkan dengan konteks.
Contoh:
BSu BSa
Killing two birds with one stone Membunuh dua burung dengan satu batu
BSu BSa
BSu BSa
Teknik yang diterapkan dengan penghilangan secara parsial, karena penghilangan tersebut
dianggap tidak menimbulkan distorsi makna. Dengan kata lain, mengimplisitkan informasi yang
eksplisit. Teknik ini kebalikan dari teknik amplifikasi.
Contoh:
BSu BSa
Teknik ini dilakukan dengan mengubah unsur-unsur linguistik dan paralinguistik (intonasi atau
isyara). Contoh: Bahasa isyarat dalam bahasa Arab, yaitu dengan menaruh tangan di dada
diterjemahkan menjadi Terima kasih.
BSu BSa
18)variasi(variation).
Teknik dengan mengganti elemen linguistik atau paralinguistik (intonasi, isyarat) yang
berdampak pada variasi linguistik.
II.3 Proses Penerjemahan
1.Analysis(analisis)
Dalam menganalisa sebuah teks, langkah pertama yang harus dilakukan adalah membaca teks
yang akan diterjemahkan dengan tujuan untuk mengetahui apa yang ingin disampaikan oleh si
penulis asli dan untuk mengidentifikasi kata-kata sulit dan istilah teknis dari kalimat kompleks.
Sebagai contoh garis bawahi kata-kata yang sulit lalu carilah padanan katanya di kamus.
Menurut Nida and Taber 1982, “ there are three major steps in analysis: (I) determining the
meaningful relationships between the words and combinations of words, (2) the referentials
meaning of the words and special combiantions of words, (3) the connotative meaning i.e how
the user of the language react, whether positively or negatively to the words and combinations of
them.” Jadi yang pertama kali perlu dianalisa adalah makna gramatikal nya, karena bisa jadi
kalimat dengan konstruksi gramatikal yang sama mempunyai arti yang berbeda atau sebaliknya,
kalimat dengan konstruksi gramatikal berbeda mempunyai arti yang sama. Seperti contoh yang
juga terdapat dalam bukunya Nida, prase “the God of peace” bukan berarti kedamaian Tuhan
tetapi Tuhan yang menyebabkan adanya kedamaian. Selanjutnya yang perlu diperhatikan adalah
lingkungan tempat munculnya sebuah kata atau konteks karena bisa saja kata yang sama berbeda
artinya bila muncul dalam konteks yang berbeda, seperti contoh He picked up a stone dan they
will stone him. Kedua kata stone pada kelimat tersebut berbeda artinya karena muncul pada
konteks yang berbeda.
2. Transfer (pengalihan)
Setelah mengetahui padanan kata yang tepat, mulailah kegiatan menerjemahkan. Dalam proses
pengalihan pesan terdapat beberapa masalah yang perlu diperhatikan oleh seorang penerjemah
seperti:
a. Too much knowledge of the subject matter
Penerjemah yang mempunyai terlalu banyak pengetahuan tentang topik yang akan dia
terjemahkan bisa mengakibatkan tidak bagusnya sebuah terjemahan. Penerjemah kadang lupa
pada konsumennya sehingga dia menerjemahkan teks Bsu sesuai dengan pengetahuan yang dia
punya yang belum tentu dapat dipahami oleh pembacanya.
b. Taking translationese for granted
Translationese is an error due to ignorance or cerelessness which is common when the TL is not
the translator’s language of habitual use, and not uncommon when it is.
www.google.com/translationese
Translationese dianggap berterima oleh kaum terpelajar sebagai media komunikasi karena
mereka mengerti Bsu sedangkan bagi mereka yang tidak mengerti bahasa sumber akan
mengalami kesulitan untuk memahami karena bahasa terjemahannya banyak menggunakan
istilah Bsu.
c. Insecurity about one’s own language
Dalam hal ini seorang penerjemah bisa terjebak dalam dua posisi yaitu pertama terkadang dia
memposisikan dirinya untuk berpihak kepada Bsu sehingga dia meminjam semua istilah yang
ada dalam Bsu seperti kata, idiom dan gaya bahasa, bahkan bentuk gramatikalnya. Kedua dia
terlalu berpihak pada Bsa sehingga semua istilah, kata, idiom seakan dipaksakan ditulis dalam
Bsa.
d. A desire to preserve the mystery of language
Ada kepercayaan bahwa apabila semua kata diterjemahkan maka misteri dari sebuah kata
tersebut akan hilang, jadinya seorang penerjemah cendrung tetap menggunakan istilah dalam Bsu
untuk menjaga agar misteri dari sebuah kata tetap terjaga.
e. Wrong theological presupposition
Adanya kecendrungan untuk mengatakan bahwa ajaran sebuah agama A lebih murni dari pada
agama B karena agama B dokumennya sudah hasil rekayasa dari manusia.
f. Ignorance of the nature of translation
Banyak orang yang menganggap bahwa bahasa itu adalah kata, jadi dalam menerjemah mereka
hanya memindahkan kata dalam Bahasa A ke dalam kata pada Bahasa B, padahal yang seperti
itu salah. Seharusnya seorang penerjemah harus memperhatikan makna kata sebagai bagian dari
sebuah kalimat dan paragraf sehingga keaslian makna kata tidak berkurang. (Nida and Taber,
1982 pp 99-102)
Pada tahap pengalihan ini lah seorang penerjemah memutuskan ideologi mana yang akan dia
gunakan ( foreignization or domestication), metode apa yang akan dipakai dan teknik apa yang
akan diaplikasikan dengan mempertimbangkan tiga aspek yaitu Accuracy (keakuratan),
Natularness (kewajaran) dan Readibility (keterbacaan)
3. Restructuring (penyusunan).
Pada tahap penyusunan ini menurut Nida ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu :
a. The varieties of language or of styles which may be desirable
b. The essential components and characteristics of these various style
c. The techniques may be employed in producing the type of style desired
Berasal dari daerah yang berbeda, budaya yang berbeda, lingkungan dan status sosial serta latar
belakang pengetahuan yang berbeda menyebabkan terjadinya variasi bahasa. Mereka yang
berasal dari status sosial yang tinggi cendrung menggunakan kosa kata yang sulit untuk
dimengerti oleh masyarakat umum, sedangkan mereka yang berasal dari status sosial yang
menengah cendrung menggunakan bahasa yang lebih mudah dimengerti. Disinilah letak peran
penting seorang penerjemah sebagai pembuat keputusan untuk memilih kata (padanan) yang
tepat dalam menerjemah sehingga terjemahannya dapat dimengerti oleh konsumen yang
membutuhkannya. Hoed, 2006 mengatakan ada dua masalah pokok yang dihadapi penerjemah
Indonesia ketika menerjemah yaitu, terdapat perbedaan yang hakiki antara Bahasa Indonesia dan
Bahasa asing, demikian pula budayanya dan, penerjemah tidak menguasai secara benar-benar
bahasa asing tersebut sebagai bagian dari budayanya. Sebagai contoh di Indonesia kita punya
istilah kebaya, batik, delman dan lain sebagainya sedangkan dalam Bahasa Inggris misalnya
mereka tidak mempunyai padanan kata yang tepat. Untuk itu seorang penerjemah perlu
memutuskan untuk menggunakan teknik yang tepat untuk digunakan dalam menerjemahkan
istilah budaya tersebut sehingga pembaca dapat mengerti maksudnya. Seperti yang dikatakan
Baker, 1992 “ Difference kind of non-equivalence required different strategies, some very
straightforward, other more involve and difficult to handle”.
Beberapa penerjemah menyatakan bahwa tujuan dari restructuring adalah ;
• Mengecek penggunaan istilah-istilah teknis secara konsisten
• Meyakinkan struktur kalimat terjemahan dengan tata bahasa Indonesia
• Mempertimbangkan apakah kalimat-kalimat kompleks seharusnya ditulis kembali menjadi
kalimat yang lebih sederhana agar mudah dimengerti.
Sedangkan menurut Menurut Larson (1984:477), proses penerjemahan meliputi beberapa
langkah berikut:
1. Preparation ( Persiapan)
Pada tahap awal penerjemahan ada beberapa hal yang harus dipersiapkan oleh seorang
penerjemah seperti materi yang akan diterjemahkan, kamus Bsu dan kamus istilah, alat-alat tulis
serta keperluan lainnya. Yang tidak kalah pentingnya adalah sorang penerjemah sebaiknya sudah
terbiasa menulis dalam Bsa. Larson, 1991 mengatakan bahwa “Good writers make good
translator. They are used to putting the forms of the language on paper” “Penulis yang baik dapat
menjadi penerjemah yang baik, karena ia terbiasa meletakkan bentuk bahasa dalam kertas”.
Dengan terbiasa menulis seorang penerjemah akan dengan mudah menuliskan pesan yang telah
didapat dari Bsu ke dalam Bsa.
2. Analysis ( Analisis )
Pada tahap analisis ini yang harus dilakukan seorang penerjemah adalah membaca teks Bsu
secara keseluruhan, apabila diperlukan dilakukan secara berulang-ulang dengan tujuan agar
pesan yang ada dalam Bsu dapat ditangkap secara utuh dan konteksnya pun dapat dipahami
dengan baik. Kemudian seorang penerjemah juga harus mengetahui siapa konsumen dari
terjemahannya dan untuk keperluan apa digunakan. Disamping itu dengan membaca seorang
penerjemah akan dapat memahami gaya bahasa penulisnya. Cara lain untuk memahami gaya
penulisan seseorang bisa juga dengan mengetahui latar belakang si penulis dengan membaca
biografinya.
Larson, 1999 : 478 mengatakan bahwa “As the translator reads through the text, he should note
down any lexical items which seem to be key words. These will be words which are crucial to an
understanding the text”. “Sewaktu membaca teks itu dari awal sampai akhir, penerjemah harus
mencatat unsur leksikal yang kelihatannya seperti kata-kata kunci yaitu kata-kata penting untuk
pengertian teks itu”. Dengan mencatat kata-kata kunci dan kata-kata sulit yang muncul dalam
sebuah teks dan mencari padanan yang tepat akan memudahkan penerjemah dalam melakukan
pekerjaannya karena dalam sebuah teks mungkin saja kata yang sama muncul lebih dari satu
kali, jadi penerjemah bisa merujuk kepada padanan kata yang telah ditemukannya diawal untuk
kata yang sama selanjutnya.
Selanjutnya menurut Bell, 1989 P. 45-54 dalam menganalisa teks Bsu ada tiga hal yang perlu
dianalisa, yang pertama adalah analisa sintaksis yaitu dengan menentukan MOOD system, theme
dan rheme dari sebuah kalimat. Yang kedua adalah analisa semantik yaitu mencari makna dari
hubungan antar kata, hubungan yang logis antara partisipan dengan proses dan bagaimana
bahasa mengungkapkan pengalaman dan logika. Yang terakhir adalah analisa pragmatik yaitu
yang berhubungan dengan analisis domain (the field covered by the text; the role it is playing in
the communicative activity; what the clause is for; what the sender intended to convey and its
communicative value), Tenor (the relationship with the receiver which the sender indicates
through the choices made in the text), and mode ( the medium selected for realizing the text).
Dengan kata lain analisa pragmatik yaitu memahami makna berdasarkan konteks nya.
Sejalan dengan itu Nababan, 1999 p. 26 mengatakan bahwa “Analisa kebahasaan yang dilakukan
terhadap teks bahasa menyentuh berbagai tataran, seperti tataran kalimat, klausa, frasa dan kata.
Analisis pada tataran-tataran itu dianggap perlu karena pada hakekatnya setiap teks dibentuk dari
tataran-tataran tersebut.” Jadi untuk mendapatkan terjemahan yang baik semua aspek
kebahasaannya harus dianalisa, mulai dari kata, frase, clausa, kalimat, makna semantik, makna
pragmatik, dan lain sebagainya. Seorang penerjemah juga diperbolehkan memotong kalimat
yang terlalu panjang dengan menjadikannya beberapa kalimat atau merekonstruksi kalimat yang
dirasa terlalu berbelit-belit agar lebih mudah dimengerti selama makna yang terdapat dalam teks
Bsu tidak ada hilang atau berubah.
3. Transfer ( Pengalihan )
Setelah melakukan analisa pada teks Bsu dan memahami makna yang terdapat dalam Bsu maka
langkah selanjutnya yang dilakukan penerjemah adalah mengalihkan pesan atau makna yang
terdapat dalam teks Bsu kedalam Bsa dengan padanan kata yang tepat.
4. Initial draft ( Konsep awal )
Konsep awal ini biasanya dimulai dari tingkat paragraf karena apabila suatu konsep paragraf
sudah dipahami maka penerjemahan akan mudah dilakukan. Sewaktu membuat konsep awal
tidak tertutup kemungkinan akan adanya gerakan maju mundur dari teks Bsu ke Bsa. Penerjemah
tidak boleh mengabaikan bentuk teks Bsu sewaktu mengalihkan makna karena ada kalanya
padanan yang terbaik dalam Bsa sama dengan bentuk teks Bsu atau sebaliknya. Hal lain yang
perlu diperhatikan oleh penerjemah adalah tingkat keterbacaan terjemahannya oleh konsumen,
karena pada umumnya konsumen berasal dari latar belakang ilmu pengetahuan dan tingkat
pendidikan yang berbeda.
5. Reworking the initial draft ( Pengerjaan kembali konsep awal )
Larson 1984, p 482 mengatakan bahwa “ The reworking of an initial draft should not be
undertaken until a larger section is completed. It is best if the draft has been left untouched for a
week or two. In this way the translator comes with a fresh look at it and is able to be more
objective in his evaluation and reworking of it. The reworking of the initial draft includes
checking for naturalness and for accuracy”.
Menurut Larson akan lebih baik bila pengerjaan kembali konsep awal dilakukan setelah konsep
awal tidak disentuh selama satu atau dua minggu, Hal ini bertujuan agar penerjemah bisa
mengerjakannya kembali dengan pandangan yang baru dan lebih objektif dalam mengevaluasi
pekerjaan yang telah dilakukannya. Pengerjaan kembali ini juga memeriksa dua hal yaitu
kewajaran mencakup (bentuk gramatikal yang salah atau konstruksi yang tidak jelas, bagian
yang terlalu berbelit-belit, bagian yang urutannya salah atau frase yang janggal, bagian yang
penghubungnya salah atau tidak lancar, adanya pertentangan kolokasi, makna yang kedengaran
asing dan gaya dan ketepatan dari makna). Dan ketepatan yang mencakup (sesuatu yang
dihilangkan, sesuatu yang ditambahkan, makna yang berbeda dan makna yang nihil dalam artian
bentuk yang digunakan tidak menyampaikan makna sama sekali).
6. Test the translation ( Pengujian terjemahan )
Untuk menguji terjemahan hendaknya dilihat keakuratan terjemahan tersebut, dapat dipahami,
adanya kesepadanan kata dan lain sebagainya. Penerjemah juga bisa meminta tolong kepada
yang lebih ahli untuk membaca terjemahannya (proof reader) sebelum diserahkan ke penerbit.
Kritik, masukan dan saran dari pembaca sangat berpengaruh terhadap baik atau tidaknya sebuah
terjemahan.
Larson, 1984 p 489-501 mengatakan bahwa untuk menguji sebuah terjemahan ada 5 langkah
yang harus dilakukan yaitu,
a. Comparison with the source language (Perbandingan dengan teks Bsu)
Tujuan dari perbandingan ini adalah untuk memeriksa apakah padanan informasi dalam teks Bsu
sudah dimasukkan semua kedalam Bsa, tidak ada yang tertinggal, dihilangkan, ditambahkan atau
yang berbeda.
b. Back-translation (Terjemahan Balik)
Penerjemahan balik ini hendaknya dilakukan dengan meminta orang lain yang juga menguasai
teks Bsu dan teks Bsa. Orang ini diminta untuk menulis dalam teks Bsu apa yang didapatnya dari
Bsa tanpa memperlihatkan kepadanya teks Bsu yang diterjemahkan oleh penerjemah.
c. Comprehension test (tes pemahaman)
Tujuan dari tes ini adalah untuk melihat apakah terjemahan itu dapat dimengerti secara tepat oleh
konsumen yang sebelumnya tidak pernah melihat terjemahan itu. Pengujian ini hendaknya
dilakukan oleh orang yang lancar menggunakan bahasa sasaran. Apabila terjemahan
diperuntukkan bagi seluruh lapisan masyarakat, maka hendaknya orang tua, muda, setengah tua,
orang terpelajar dimasukkan menjadi responden. Sendainya terjemahan ini diperuntukan bagi
kalangan tertentu saja maka yang jadi respondennya juga kalangan tertentu tersebut.
d. Naturalness test ( Test kewajaran )
Tes ini bertujuan untuk melihat apakah bentuk terjemahan itu wajar dan apakah gaya bahasanya
juga sesuai dengna bahasa sasaran. Pengujian ini hendaknya dilakukan oleh mereka yang
mengerti Bsu dan Bsa, juga mereka yang mempunyai pengetahuan yang cukup tentang prinsip
penerjemahan. Pemeriksa yang sudah terlatih akan dapat memberikan masukan yang bermanfaat
untuk sebuah terjemahan.
e. Readibility test (Test keterbacaan)
Keterbacaan teks merupakan seberapa mudahnya sebuah teks dipahami oleh pembaca. Tes ini
bisa dilakukan dengan meminta seseorang membaca terjemahan ini dengan bersuara. Sewaktu
orang itu membaca, penguji harus memperhatikan dan mencatat bagian mana yang membuat
pembaca ragu-ragu, atau berhenti dan membaca ulang dan tidak mengerti mengapa teks itu
mengatakan demikian. Pembaca yang terpelajar akan dapat dengan mudah memahami struktur
kalimat yang agak rumit sedangkan pembaca yang kurang terpelajar akan kesulitan. Inilah alasan
kenapa tes keterbacaan sangat perlu dilakukan.
Menurut Nababan 1992, p.62 keterbacaan sebuah teks dipengaruihi oleh beberapa hal yaitu,
penggunaan kata-kata baru, penggunaan kata asing dan daerah, penggunaan kata taksa,
penggunaan kalimat bahasa asing, penggunan kalimat taksa, penggunaan kalimat tak lengkap,
panjang rata-rata kalimat, penggunaan kalimat kompleks dan alur pikiran yang tidak runtut dan
tidak logis.
f. Consistency test (Test konsistensi )
Tes konsistensi digunakan untuk menguji sebuah terjemahan yang pengerjaannya memakan
waktu yang lama. Bisa saja penerjemah tidak konsisten dalam menggunakan padanan sebuah
istilah. Kalaupun harus menggunakan padanan kata yang berbeda seorang penerjemah harus tau
alasannya mengapa menggunakan istilah yang berbeda tersebut.
7. Polishing the initial draft ( Penyempurnaan terjemahan )
Setelah selesai melakukan tes terhadap sebuah terjemahan maka langkah selanjutnya adalah
menulis kembali pada terjemahan tersebut dengan memperbaiki semua kesalahan-kesalahan
(berupa padanan kata, gaya bahasa, pemilihan kata, makna yang kurang tepat, penulisan tanda
baca dan lain sebagainya) yang terdapat pada terjemahan ketika dilakukan pengujian.
8. Preparation to the publisher ( Persiapan naskah untuk penerbit)
Naskah terjemahan yang telah selesai ditulis kembali dengan rapi sesuai dengan kaidah penulisan
yang benar dapat diserahkan kepenerbit untuk diterbitkan.
A. Penerjemahan Langsung
1. Peminjaman
Peminjaman merupakan metode yang paling sederhana. Penerjemah hanya akan menulis kembali
istilah bahasa sumber ke dalam bahasa yang diterjemahkan tanpa melakukan modifikasi apapun.
Metode ini digunakan agar dapat membawa suasana bahasa sumber ke bahasa sasaran serta
mengatasi tidak adanya istilah yang sama pada bahasa sasaran. Metode ini juga dilakukan karena
adanya perbedaan lingkungan, budaya, atau pandangan hidup antara pemakai bahasa sumber dan
pemakai bahasa sasaran.
2. Calque
Kalke (Calque) serupa dengan metode peminjaman namun ada proses penerjemahan. Istilah asing yang
tidak memiliki dalam bahasa sasaran kemudian diterjemahkan bagian-bagian. Istilah terjemahan tersebut
nantiknya dapat menjadi bagian dari bahasa sasaran.
3. Penerjemahan Harfiah
Metode ini berusaha memaknai setiap kata yan ada dalam kalimat bahasa sumber serta menyesuaikannya
dengan kaidah bahasa sasaran. Jika dengan metode ini makna telah tersampaikan maka tugas penerjemah
telah selesai. Jika makna belum tersampaikan maka perlu menerapkan metode lainnya.
2. Modulasi
Metode modulasi merupakan metode pergeseran sudut pandang. Pergeseran sudut pandang
makna bisa berupa mengubah kalimat aktif menjai pasif, makna negatif menjadi positif, dan
sebaliknya. Contohnya kata sick yang diterjemahkan menjadi tidak sehat.
3. Padanan
Metode padanan/ ekuivalensi yaitu metode yang memodifikasi kata-kata dari bahasa sumber
sehingga sesuai dengan kaidah bahasa sasaran. Misalnya kata modification yang diterjemahkan
menjadi modifikasi, atau fiction yang diterjemahkan menjadi fiksi.
4. Adaptasi
Metode adaptasi merupakan metode yang paling ekstrim dilakukan. Metode ini dilakukan jika
dalam bahasa umber tidak ditemukan dalam bahasa sasaran. Misalnya ‘konsep hidup bersama
sebelum menikah’ yang serupa dengan ‘kumpul kebo’ namun dapat diterjemahkan menjadi
konsep ‘keluarga’.
Metode Penerjemahan
Newmark menyebutkan ada delapan jenis metode penerjemahan yang dibagi menjadi dua
golongan, yaitu berorientasi pada bahasa sumber (BSu) dan berorientasi pada bahasa sasaran
(BSa): Metode penerjemahan ini juga dikenal dengan Diagram V (Newmark, 1988).
Berorientasi pada BSu
1. Penerjemahan kata demi kata
Penerjemahan kata demi kata (word to word translation) dilakukan dengan menerjemahkan kata
demi kata dan membiarkan susunan kalimat seperti dalam sumber. Metode penerjemahan kata
demi kata pada dasarya masih sangat terikat pada tataran kata (Nababan, 2003:30). Dalam
melakukan tugasnya, penerjemah hanya mencari padanan kata bahasa sumber dalam bahasa
sasaran tanpa megubah susunan kata dalam terjemahannya. Dengan kata lain, susunan kata
dalam kalimat terjemahan sama persis dengan susunan kata dalam kalimat aslinya.
2. Penerjemahan harfiah
Penerjemahan harfiah (literal translation) dilakukan dengan mengubah struktur kalimat namun
kata dan gaya bahasa masih dipertahankan. Penerjemahan harfiah mula-mula dilakukan seperti
penerjemahan kata demi kata, tetapi penerjemah kemudian menyesuaikan susunan kata dalam
kalimat terjemahannya yang sesuai dengan susunan kata dalam kalimat bahasa sasaran. Metode
ini biasanya diterapkan apabila struktur kalimat bahasa sumber berbeda dengan struktur kalimat
bahasa sasaran.
3. Penerjemahan setia
Penerjemahan setia (faithful translation) ini dilakukan dengan mempertahankan sejauh mungkin
aspek format atau aspek bentuk sehingga dapat secara lengkap melihat segi
bentuknya. Penerjemahan setia mencoba memproduksi makna kontekstual teks bahasa sumber
dengan masih dibatasi oleh struktur gramatikalnya. Kata-kata yang bermuatan budaya
dialihbahasakan, tetapi penyimpangan dari segi tata bahasa dan pilihan kata masih tetap
dibiarkan. Penerjemahan ini berpegang teguh pada maksud dan tujuan teks bahasa sumber,
sehingga hasil terjemahannya kadang-kadang terasa kaku dan seringkali asing.
4. Penerjemahan semantis
Penerjemahan semantis (semantic translation) menekankan pada penggunaan istilah, kata kunci,
atau ungkapan yang harus dihadirkan dalam hasil terjemahan. Berbeda dengan penerjemahan
setia, penerjemahan semantik lebih luwes dan mempertimbangkan unsur estetika teks BSu
dengan mengkompromikan makna selama masih dalam batas kewajaran. Penerjemahan semantik
juga lebih fleksibel bila dibandingkan dengan penerjemahan setia yang lebih terikat oleh BSu.
Berorientasi pada BSa
1. Penerjemahan Adaptasi /saduran
Penerjemahan adaptasi (adaptation translation) menekankan pada isi pesan sedang bentuk
disesuaikan dengan kebutuhan pembaca. Adaptasi merupakan metode penerjemahan yang paling
bebas dan paling dekat dengan BSa. Istilah “saduran” dapat dimasukkan pada metode ini asalkan
penyadurannya tidak mengorbankan hal-hal penting dalam teks bahasa sumber, misalnya; tema,
karakter ataupun alur. Biasanya, metode ini diterapkan dalam melakukan penerjemahan drama
atau puisi.
2. Penerjemahan bebas
3. Penerjemahan idiomatis
A) Kesimpulan
Terjemahan itu penting untuk kehidupan global saat ini. Namun, proses penerjemahannya
sering dihadapkan pada beberapa kesulitan. Untuk itu, kita perlu memperdalam pengetahuan kita
dalam terjemahan dan tentu saja kita perlu tahu dan memahami sistem bahasa yang berlaku
dalam sumber bahasa. Dimaksudkan bahwa informasi yang disampaikan dalam bahasa sumber
tetap utuh meskipun telah diterjemahkan secara signifikan ke berbagai bahasa.
Makalah yang kami buat masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kami berharap
pembaca terutama Bapak Dosen dapat memberikan kritik dan saran konstruktif kepada kami
untuk perbaikan makalah agar lebih bagus lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Laksono, Puji. 2014. Analisis Metode Penerjemahan Dalam Menerjemahkan Novel Revolusi
di Nusa Damai ke Revolt in Paradise. Jurnal PPKM UNSIQ, 55-60. Diakses dari:
http://abcd.unsiq.ac.id/source/LP3MPB/Jurnal/Januari/PPKM.V1-6.Puji-Analisis
%20Metode....pdf