Anda di halaman 1dari 105

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/351496295

BUKU KETERAMPILAN BERBAHASA INDONESIA

Book · May 2021

CITATIONS READS

7 36,232

1 author:

Rohana Syamsuddin
Universitas Negeri Makassar
135 PUBLICATIONS   65 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

PUISI IBUKU View project

Method Improving Reading Comprehension In Primary Education Program Students View project

All content following this page was uploaded by Rohana Syamsuddin on 11 May 2021.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


DAFTAR ISI

Halaman
Halaman sampul .............................................................................................. i
Kata Pengantar ............................................................................................... ii
Daftar Isi ............................................................................................... iii
BAB I. PENDAHULUAN ............................................................................. 1
A. Pengertian Tanda Baca ...................................................................... 2
B. Jenis Jenis Tanda Baca &Contoh Penggunaanya ............................. 4
C. Kesimpulan ........................................................................................ 30
BAB II. KETERAMPILAN MENYIMAK
Keterampilan Menyimak ................................................................... 31
A. Pengertian Menyimak .................................................................. 31
B. Tujuan Menyimak ....................................................................... 34
C. Jenis Menyimak ........................................................................... 36
D. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Murid
Menyimak di Sekolah Dasar........................................................ 41
E. Upaya Meningkatkan Kemampuan Murid Menyimak
dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar .......... 44
F. Strategi Pembelajaran Menyimak di SD ..................................... 51
BAB III KETERAMPILAN BERBICARA .................................................... 59
A. Pengertian Keterampilan Berbicara ............................................. 59
B. Tujuan Berbicara ......................................................................... 64
C. Jenis-jenis Berbicara .................................................................... 64
D. Bahan dan Strategi Pembelajaran Berbicara ............................... 66
E. Faktor Penunjang Kegiatan Berbicara ......................................... 66
F. Faktor Penghambat kegiatan Berbicara ....................................... 68

i
G. Langkah-langkah Meningkatkan Keterampilan Berbicara
Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar ............................................. 69
BAB IV KETERAMPILAN MEMBACA .............................................. 72
A Pengertian Membaca ..................................................................... 72
B. Tujuan Membaca ......................................................................... 77
C. Tujuan Pembelajaran Membaca di Sekolah Dasar ...................... 77
D. Faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Membaca .................. 73
E. Teknik-teknik Membaca .............................................................. 86
BAB V KETERAMPILAN MENULIS .................................................... 89
A. Pengertian Menulis ...................................................................... 89
B. Tujuan Menulis ............................................................................ 90
C. Teknik Pembelajaran Menulis ..................................................... 80
D. Kesimpulan .................................................................................. 97
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 99

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, karena atas limpahan


rahmat dan hidayah-Nya, buku yang berjudul “Keterampilan Berbahasa
Untuk Pendidikan Dasar” buku ini terdiri dari 5 bab yang meliputi pada
Bab Tanda Baca, Bab II, Keterampilan Menyimak. Bab III Keterampilan
Berbicara. Bab IV Keterampilan Membaca dan Bab V Keterampilan
Menulis
Penulisan buku ini dapat diselesaikan berkat kerjasama dan
bantuan dari berbagai pihak. Kami menyadari bahwa banyak sumbang
saran, kritik dan teguran yang diberikan oleh berbagai pihak, sehingga
mendorong kami untuk bekerja lebih giat dalam menyelesaikan buku ini.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa tulisan ini masih mempunyai
kekurangan dan kelemahan. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat
diharapkan untuk kesempurnaannya .Untuk itu, kami dengan segala
kerendahan hati menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan
yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah membantu
memberikan saran dan kritikan membangun untuk melengkapi buku ini.
Semoga buku ini bermanfaat bagi pembaca, mahasiswa, dan
masyarakat umum di seluruh Indonesia dalam mengembangkan budaya
berbahasa dengan baik dan benar sesuai dengan kaidahnya dalam rangka
meningkatkan keterampilan berbahasa untuk diterapkan baik di dunia
pendidikan maupun dalam kehidupan sehari hari.

Makassar, 5 Mei 2021

Penulis

iii
1

BAB I
PENDAHULUAN

Tanda baca adalah tanda yang dipakai dalam sistem ejaan


(seperti titik, koma, titik dua). Tanda baca berguna bagi pembaca
untuk membantu memahami setiap bacaan. Tanpa tanda baca,
pembaca akan sulit mengerti maksud dari penulis melalui bacaan
itu. Bayangkan saja apabila tidak ada tanda baca, misalnya saja
tanda titik (.), tentu para pembaca kebingungan menentukan
antarhubungan kalimat dan maksud dari kalimat itu karena
semuanya tersambung tanpa jeda. Dengan demikian, tanda baca
sangat dibutuhkan dalam sebuah penulisan artikel sebagai kunci
atas apa yang ingin disampaikan oleh penulis kepada pembaca.
Perlu memahami dan menggunakan tanda baca dengan
baik dan benar, terutama masalah salah meletakkan tanda titik (.)
dan tanda koma (,). Kesalahan yang sering terjadi, misalnya
kurangnya tanda titik (.) pada suatu singkatan. Contoh, singkatan
“St” pada “SMAK St. Louis Surabaya”, yang seharusnya
disingkat "St.” dengan tanda titik (.) setelahnya.
Tak hanya itu, masih banyak kesalahan lain, seperti salah
memberi atau meletakkan tanda dan kelebihan memberi tanda.
Kesalahan tersebut disebabkan oleh beberapa, salah satunya
kesalahan yang banyak dibuat oleh para penulis artikel, terutama
di artikel-artikel internet dan makalah, yang secara tak langsung
ditiru oleh para pembaca. Kesalahan bisa juga disebabkan oleh
2

pengaruh dari bahasa lain, misalnya bahasa Inggris, karena


memang peraturan penggunaan tanda baca antrabahasa bisa
berbeda. Namun, masyarakat Indonesia wajib menggunakan yang
sesuai dengan peraturan penggunaan tanda baca yang tepat.
Oleh karena itu, buku ini ditujukan untuk memberikan
pemahaman mengenai jenis-jenis tanda serta diharapkan dapat
membantu masyarakat dan pembaca sekalian dalam memahami
tanda baca sehingga dapat menggunakannya dengan baik dan
benar sesuai dengan kaidah yang berlaku dalam bahasa
Indonesia.

A. Pengertian Tanda Baca


Tanda baca adalah simbol yang tidak berhubungan
dengan fonem (suara) atau kata dan frasa pada suatu bahasa,
melainkan berperan untuk menunjukkan struktur dan organisasi
suatu tulisan, dan juga intonasi serta jeda yang dapat diamati
sewaktu pembacaan. Aturan tanda baca berbeda antar bahasa,
lokasi, waktu, dan terus berkembang. Beberapa aspek tanda baca
adalah suatu gaya spesifik yang karenanya tergantung pada
pilihan penulis.
Pengertian tanda baca secara umum adalah tanda yang
digunakan dalam sistem ejaan. Adapun pengertian tanda baca
menurut pakar, yaitu :
3

1. Menurut Drs. Abdullah, tanda baca adalah tanda yang


digunakan untuk menjelaskan maksud penulis agar
informasi disampaikan tanda serah terima oleh pembaca.
2. Menurut Dr. Gorys Keraf dalam buku komposisi, sebuah
pengantar kemahiran Berbahasa Indonesia halaman 13,
bahwa tanda baca adalah tanda – tanda atau gambar –
gambar yang menggambarkan unsure - unsure
suprasemental dalam tutur untuk memudahkan pembaca
mengikuti jejak bahasa lainnya.
3. Menurut Prof. Dr. Dp.Tampubolon dalam bukunya yang
bejudul Kemampuan Membaca Teknik Membaca Efektif
dan Efisien, halaman 33 mengemukakan bahwa tanda
baca ialah lambang – lambang tulisan yang dipergunakan
oleh penulis untuk melambangkan berbagai aspek bahasa
lisan yang bukan bunyi – bunyi bahasa (fonem – fonem).
4. Menurut Fachruddin, A.G. dalam buku bahasa Indonesia
(buku Pegangan Mata Kuliah Dasar Umum) halaman 33
tanda baca adalah tanda yang digunakan untuk
melambangkan bahasa.
5. Menurut KBBI, tanda baca adalah tanda yang digunakan
dalam sistem ejaan seperti titik, koma dan lain
sebagainya.

Tanda baca adalah yang tidak berhubungan dengan fonem pada


suatu bahasa, melainkan berperan untuk menunjukkan struktur
dan organisasi suatu tulisan.
4

B. Jenis-Jenis Tanda Baca dan Contoh Penggunaannya


1. Tanda Titik (.)
a. Tanda titik dipakai pada akhir kalimat yang bukan
pertanyaan atau seruan.
Contoh:
- Saya suka makan kue.
- Ibuku tinggal di Surabaya.
- Ibu membeli ikan di pasar. Kemudian ibu
memasaknya.
Apabila dilanjutkan dengan kalimat baru, harus diberi
jarak satu ketukan.
b. Tanda titik dipakai pada akhir singkatan nama orang.
Contoh:
- Irwan S. Gatot
- George W. Bush
- Budi U.
Apabila nama itu ditulis lengkap, tanda titik tidak
dipergunakan.
Contoh: Dwiki Halla

c. Tanda titik dipakai pada akhir singkatan gelar, jabatan,


pangkat, dan sapaan.
Contoh:
- Dr. (doktor)
- S.E. (sarjana ekonomi)
5

- Kol. (kolonel)
- Bpk. (bapak)

d. Tanda titik dipakai pada singkatan kata atau ungkapan


yang sudah sangat umum. Pada singkatan yang terdiri atas
tiga huruf atau lebih hanya dipakai satu tanda titik.
Contoh:
- dll. (dan lain-lain)
- dsb. (dan sebagainya)
- tgl. (tanggal)
- hlm. (halaman)
e. Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit,
dan detik yang menunjukkan waktu atau jangka waktu.
Contoh:
- Pukul 7.10.12 (pukul 7 lewat 10 menit 12 detik)
- 1.20.30 jam (1 jam, 20 menit, 30 detik)

f. Tanda titik dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan


atau kelipatannya.
Contoh: Desa Maju berpenduduk 1.156 orang.
g. Tanda titik dipakai di belakang angka atau huruf dalam
suatu bagan, ikhtisar, atau daftar.
Contoh :
- III. Departemen Pendidikan Nasional
A. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
6

B. Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah


1. Direktorat Pendidikan Anak Usia Dini
2. …
- 1. Patokan Umum
1.1 Isi Karangan
1.2 Ilustrasi
1.2.1 Gambar Tangan
1.2.2 Tabel
1.2.3 Grafik
- 2. Patokan Khusus
2.1 …
2.2 …
h. Tanda titik dipakai dalam daftar pustaka diantara nama
penulis, judul tulisan yang tidak berakhir dengan tanda
tanya atau tanda seru, dan tempat terbit.
Contoh:
- Sucipto. Adi. 2014. Cara Belajar yang Benar.
Cirebon: Gramedia.
- Republik Indonesia. 2003. Undang-undang Sistem
Pendidikan Nasional. Jakarta: Sekretariat Negara.

i. Tanda titik tidak dipakai untuk memisahkan bilangan


ribuan atau kelipatannya yang tidak menunjukkan jumlah.
Contoh:
Nama Ivan terdapat pada halaman 1210 dan dicetak
dengan huruf tebal.
7

Nomor Giro 033983 telah saya berikan kepada Mamat.

j. Tanda titik tidak dipakai dalam singkatan nama resmi


lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, badan atau
organisasi, serta nama dokumen resmi maupun di dalam
akronim yang sudah diterima oleh masyarakat.
Contoh:
DPR (Dewan Perwakilan Rakyat)
SMA (Sekolah Menengah Atas)
PT (Perseroan Terbatas)
WHO (World Health Organization)
UUD (Undang-Undang Dasar)
SIM (Surat Izin Mengemudi)
Bappenas (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional)
RAPIM (rapat pimpinan)

k. Tanda titik tidak dipakai dalam singkatan lambang kimia,


satuan ukuran, takaran, timbangan, dan mata uang.
contoh:
Cu (tembaga)
52 cm
l (liter)
8

l. Tanda titik tidak dipakai pada akhir judul yang merupakan


kepala karangan, atau kepala ilustrasi, tabel, dan
sebagainya.
contoh:
- Belajar Berbahasa Indonesia
- Tabel hasil pertanian Desa Makmur

m. Tanda titik tidak dipakai pada akhir kalimat yang unsur


akhirnya sudah bertanda titik.
Contoh:
- Buku itu disusun oleh Drs. Sudjatmiko, M.A.
- Dia memerlukan meja, kursi, dsb.
- Dia mengatakan, “kaki saya sakit.”

n. Tanda titik tidak dipakai di belakang 1) nama dan alamat


penerima surat, 2) nama dan alamat pengirim surat, dan 3)
di belakang tanggal surat.
Contoh:
- Yth. Sdr. Moh. Hasan
Jalan Arif Rahmad 43
Palembang
- Adinda
Jalan Diponegoro 82
Jakarta
- 21 April 2008
9

2. Tanda Koma (,)


a. Tanda koma dipakai di antara unsur-unsur dalam suatu
pemerincian atau pembilangan.
Contoh: Saya menjual baju, celana, dan topi. [Catatan:
dengan koma sebelum "dan"]
Contoh penggunaan yang salah: Saya membeli udang,
kepiting dan ikan. [Catatan: tanpa koma sebelum "dan"]
b. Tanda koma dipakai untuk memisahkan kalimat setara
yang satu dari kalimat setara yang berikutnya, yang
didahului oleh kata seperti, tetapi, dan melainkan.
Contoh:
- Saya akan membeli buku-buku puisi, tetapi kau yang
memilihnya.
- Ini bukan buku saya, melainkan buku ayah saya.
- Dia senang membaca cerita pendek, sedangkan
adiknya suka membaca puisi.
c. 1) Tanda koma dipakai untuk memisahkan anak kalimat
dari induk kalimat apabila anak kalimat tersebut
mendahului induk kalimatnya.
Contoh:
- Kalau hari hujan, saya tidak akan datang.
- Karena sibuk, ia lupa akan janjinya.
- Agar memiliki wawasan yang luas, kita harus
banyak membaca buku.
10

2) Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan anak


kalimat dari induk kalimat apabila anak kalimat
tersebut mengiringi induk kalimat.
Contoh:
- Saya tidak akan datang kalau hari hujan.
- Ia lupa akan janjinya karena sibuk
- Kita harus banyak membaca buku agar memiliki
wawasan yang lulus.

d. Tanda koma dipakai di belakang kata atau ungkapan


penghubung antara kalimat yang terdapat pada awal
kalimat. Termasuk di dalamnya oleh karena itu, jadi,
dengan demikian, dan meskipun begitu.
Contoh:
- Anak itu rajin dan pandai. Oleh karena itu, dia
memperoleh beasiswa belajar di luar negeri.
- Anak itu memang rajin membaca sejak kecil. Jadi,
wajar kalau dia menjadi bintang pelajar.
- Meskipun begitu, dia tidak pernah berlaku sombong
kepada siapapun.

e. Tanda koma dipakai untuk memisahkan kata seru, seperti


o, ya, wah, aduh, dan kasihan, atau kata-kata yang
digunakan sebagai sapaan, seperti Bu, Dik, atau Mas dari
kata lain yang terdapat di dalam kalimat.
11

Contoh:
- O, begitu.
- Wah, indah sekali bunga mawar di rumahmu.
- Hati-hati, ya, jalannya licin.
- Mas, kapan pulang ?
- Mengapa kamu diam, Dik ?
- Kue ini enak, Bu.

f. Tanda koma dipakai untuk memisahkan petikan langsung


dari bagian lain dalam kalimat.
Contoh:
- Kata ibu, “Saya gembira sekali.”
- “Saya gembira sekali,” kata ibu,”karena lulus ujian.”
g. Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan petikan
langsung dari bagian lain yang mengiringinya dalam
kalimat jika petikan langsung itu berakhir dengan tanda
tanya atau tanda seru.
Contoh:
- "Di mana Ani tinggal?" tanya Ali.
- “Masuk ke kelas sekarang!” perintahnya.

h. Tanda koma dipakai di antara nama dan alamat, bagian-


bagian alamat, tempat dan tanggal, serta nama tempat dan
wilayah atau negeri yang ditulis berurutan.
12

Contoh:
- Sir. Abdullah, Jl. Toddopuli Raya Timur Dl-24,
Makassar
- Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri
Makassar, JL. Tidung 5, Makassar
- Surabaya 2 Januari 1992
- Tokyo, Jepang

i. Tanda koma dipakai untuk memisahka bagian nama yang


dibalik susunannya dalam daftar pustaka.
Contoh:
- Gunawan, Ilham. 1984. Kamus Politik Internasional.
Jakarta: Restu Agung.
- Halin, Amran (Ed.) 1976. Politk Bahasa Nasional. Jakarta
: Pusat Bahasa.
- Lanin, Ivan, 1999. Cara Penggunaan Wikipedia. Jilid
5 dan 6. Jakarta: PT Wikipedia Indonesia.

j. Tanda koma dipakai di antara bagian-bagian dalam


catatan kaki atau catatan akhir.
Contoh:
- Alisjahbana, S. Takdir, Tata Bahasa Baru Bahasa
Indonesia. Jilid 2 (Jakarta: Pustaka Rakyat, 1950),
hlm.25.
13

- Hilman, Hadikusuma, Ensiklopedi Hukum Adat dan


Adat Budaya Indonesia (Bandung: Alumni, 1977),
hlm. 12.
- Poerwadarminta, W.JS. Bahasa Indonesia untuk
Karang-mengarang (Jogjakarta: UP Indonesia, 1967),
hlm. 4.

k. Tanda koma dipakai di antara nama orang dan gelar


akademik yang mengikutinya untuk membedakannya dari
singkatan nama diri, keluarga, atau marga.
Contoh:
- Dian Ekawati, S.Pd.
- Siti Khadija, M.A
l. Tanda koma dipakai di muka angka persepuluhan atau di
antara rupiah dan sen yang dinyatakan dengan angka.

Contoh:
- 33,5 m
- 27,3 kg
- Rp500,00

m. Tanda koma dipakai untuk mengapit keterangan tambahan


yang sifatnya tidak membatasi.
Contoh:
- Dosen kami, Dr. Syamsuddin, disiplin sekali.
14

- Di daerah kami, misalnya, masih banyak orang laki-


laki yang makan sirih
- Semua murid baik laki-laki maupun perempuan,
mengikuti latihan paduan suara.

n. Tanda koma dipakai untuk menghindari salah baca di


belakang keterangan yang terdapat pada awal kalimat.
Contoh:
-Dalam pengembangan bahasa, kita dapat memanfaatkan
bahasa-bahasa di kawasan nusantara ini.
-Atas perhatian Saudara, kami ucapkan terima kasih.
Bandingkan dengan:
Kita dapat memanfaatkan bahasa-bahasa di kawasan
nusantara ini dalam pengembangan kosakata.
Kami ucapkan terima kasih atas perhatian saudara.

3. Tanda Titik Koma (;)


a. Tanda titik koma dipakai untuk memisahkan dua kalimat setara
atau lebih apabila unsur-unsur setiap bagian itu dipisah oleh
tanda baca dan kata hubung.

Contoh:
- Ibu membeli buku, pensil, dan tinta; baju celana, dan
kaos; pisang, apel, dan juruk.
15

- Agenda rapat ini meliputi pemilihan ketua, sekretaris,


dan bendahara; penyusunan anggaran dasar, anggaran
rumah tangga, dan program kerja; pendataan anggota,
dokumentasi, dan asset organisasi.

b. Tanda titik koma dipakai sebagai pengganti kata


penghubung untuk memisahkan kalimat yang setara di
dalam kalmat majemuk setara.
Contoh:
- Hari sudah malam; anak-anak masih membaca buku-
buku yang baru dibeli ayahnya.
- Ayah mengurus tanamannya di kebun; ibu sibuk
bekerja di dapur; adik menghafalkan nama-nama
pahlawan nasional; saya sendiri asyik mendengarkan
siaran pilihan pendengar.
c. Tanda titik koma (;) digunakan untuk mengakhiri
pernyataan perincian dalam kalimat yang berupa frasa
atau kelompok kata. Dalam hubungan itu, sebelum
perincian terakhir tidak perlu digunakan kata dan.
Contoh:
Syarat-syarat penerimaan pegawai negeri sipil di lembaga
ini:
1) Berkewarganegaraan Indonesia;
2) Berijazah sarjana S1 sekurang-kurangnya;
3) Berbadan sehat;
16

4) Bersedia ditempatkan di seluruh wilayah Negara Kesatuan


Republik Indonesia.

4. Tanda Titik Dua (:)


a. Tanda titik dua dipakai pada akhir suatu pernyataan
lengkap bila diikuti rangkaian atau perincian.
Contoh:
- Kita sekarang memerlukan perabotan rumah tangga:
kursi, meja, dan lemari.
- Fakultas itu mempunyai dua jurusan: Ekonomi Umum
dan Ekonomi Perusahaan.
- Sifat benda saat menghantarkan listrik ada dua:
isolator dan konduktor
b. Tanda titik dua tidak dipakai jika rangkaian atau
pemerincian itu merupakan pelengkap yang mengakhiri
pernyataan.
Contoh:
- Kita memerlukan kursi, meja, dan lemari.
- Fakultas itu mempunyai Jurusan Ekonomi Umum dan
Jurusan Ekonomi Perusahaan.

c. Tanda titik dua dipakai sesudah kata atau ungkapan yang


memerlukan pemerincian.
Contoh:
- Ketua : Ali
17

Sekretaris : Rijal
Bendahara : Khaedar
- Tempat : Gedung AC 105 Pascasarjana UNM
Pembawa Acara : Citra Sufiani Alamsyah
Hari, tanggal : Senin, 7 Desember 2015
Waktu : 09.00-10.30

d. Tanda titik dua dipakai dalam teks drama sesudah kata


yang menunjukkan pelaku dalam percakapan.
Contoh:
Ibu : "Jangan lupa sebelum tidur, kamu haus mengosok gigi
dan cuci kaki! "
Fitri : "Siap, Bu!"

e. Tanda titik dua dipakai di antara jilid atau nomor dan


halaman, di antara bab dan ayat dalam kitab-kitab suci, atau
di antara judul dan anak judul suatu karangan serta nama
kota dan penerbit buku dan acuan dalam karangan.
Contoh:
- Tempo, I (1971), 34:7
- Surah Yasin: 9
- Karangan Ali Hakim, Pendidikan Seumur Hidup: Sebuah
Studi, sudah terbit.
- Pedoman Umum Pembentukan Istilah Edisi Ketiga.
Jakarta: Pusat Bahasa.
18

f. Tanda titik dua dipakai untuk menandakan perbandingan.


Contoh:
- Perbandingan murid laki-laki terhadap perempuan
adalah 2:1.
- Perbandingan anak yang senang belajar matematika
dan tidak senang adalah 1:3

5. Tanda Hubung (-)


a. Tanda hubung dipakai untuk menyambung unsur-unsur
kata ulang.
Contoh:
- anak-anak,
- berulang-ulang,
- kemerah-merahan
Tanda ulang singkatan (seperti pangkat 2) hanya
digunakan pada tulisan cepat dan notula, dan tidak dipakai
pada teks karangan.

b. Tanda hubung dipakai untuk menyambung huruf kata


yang dieja satu-satu dan bagian-bagian tanggal.
Contoh:
- p-e-n-g-u-r-u-s
- 25-10-1991
19

c. Tanda hubung dapat dipakai untuk memperjelas


hubungan bagian-bagian ungkapan.
Perhatikan perbedaannya:
- ber-evolusi dengan be-revolusi
- duapuluhlima-ribuan(20×5000) dengan dua-puluh-lima-
ribuan (1×25000).
- Istri-perwira yang ramah dengan istri perwira-yang
ramah
- Anak-ibu yang pintar dengan anak ibu-yang pintar
d. Tanda hubung dipakai untuk merangkaikan.
1) se- dengan kata berikutnya yang dimulai dengan huruf
kapital
Contoh : se-Indonesia
2) ke- dengan angka
Contoh : anak ke-3
3) angka dengan –an
contoh : tahun 200-an
4) Singkatan berhuruf kapital dengan imbuhan atau kata
Contoh : KTP-nya, dan sinar-x
5) Nama jabatan rangkap.
Contoh : Menteri-Sekretaris Negara

e. Tanda hubung dipakai untuk merangkaikan unsur bahasa


Indonesia dengan unsur bahasa asing.
Contoh:
20

- di-smash
- pen-tackle-an
- men-scan
f. Tanda hubung dipakai menyambung suku-suku kata dasar
yang terpisah oleh pergantian baris.
Contoh:
- Di samping cara lama diterapkan juga ca-ra baru.
- Sebagaimana kata peribahasa, tak ada ga-ding yang
tak retak.

6. Tanda Pisah (–, —)


a. 1) Tanda pisah em (—) dipakai untuk membatasi
penyisipan kata atau kalimat yang memberikan
penjelasan khusus di luar bangun kalimat.
Contoh:
- Wikipedia Indonesia—saya harapkan—akan menjadi
Wikipedia terbesar.
- Desa maju—saya harapkan—akan menjadi desa yang
sejahtera.
2) Tanda pisah (—) dipakai untuk menegaskan adanya
posisi atau keterangan yang lain sehingga kalimat
menjadi lebih tegas.
21

Contoh:
- Rangkaian penemuan ini—teori evolusi dan teori
atom—telah mengubah pandangan kita tentang alam
semesta.
- Gerakan pengutamaan Bahasa Indonesia—amanat
Sumpah Pemuda—harus terus ditingkatkan.

b. 1) Tanda pisah en (–) dipakai di antara dua bilangan atau


tanggal yang berarti sampai dengan atau di antara dua
nama kota yang berarti 'ke' atau 'sampai'.
Contoh:
- 1919–1921
- Medan–Jakarta
- 10–13 Desember 1999
2) Tanda pisah en (–) tidak dipakai bersama perkataan
dari dan antara, atau bersama tanda kurang (−).
Contoh:
- dari halaman 45 sampai 65, bukan dari halaman 45–65
- antara tahun 1492 dan 1499, bukan antara tahun
1492–1499
- −4 sampai −6 °C, bukan −4–−6 °C

7. Tanda Elipsis (...)


a. Tanda Elipsis dipakai dalam kalimat yang terputus-putus,
misalnya untuk menuliskan naskah drama.
22

Contoh:
- Kalau begitu ... , marilah kita laksanakan.
- Jika saudara setuju dengan harga itu ...,
pembayarannya akan segera kami lakukan.
b. Tanda elipsis menunjukkan bahwa dalam suatu kalimat
atau naskah ada bagian yang dihilangkan.
Contoh:
- Sebab-sebab kemerosotan ... akan diteliti lebih lanjut.
- Pengetahuan dan pengalaman kita … masih sangat
terbatas.
Catatan:
Jika bagian yang dihilangkan mengakhiri sebuah kalimat,
perlu dipakai empat buah titik; tiga buah untuk menandai
penghilangan teks dan satu untuk menandai akhir kalimat.
Contoh: Dalam tulisan, tanda baca harus digunakan dengan
cermat ….

8. Tanda Tanya (?)


a. Tanda tanya dipakai pada akhir kalimat tanya.
Contoh:
- Kapan ia berangkat?
- Saudara tahu, bukan?
b. Tanda tanya dipakai di dalam tanda kurung untuk
menyatakan bagian kalimat yang disangsikan atau yang
kurang dapat dibuktikan kebenarannya.
23

Contoh:
- Ia dilahirkan pada tahun 1683 (?).
- Uangnya sebanyak 10 juta rupiah (?) hilang.

9. Tanda Seru (!)


Tanda seru dipakai untuk mengakhiri ungkapan atau
pernyataan yang berupa seruan atau perintah yang
menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan, ataupun
rasa emosi yang kuat.
Contoh:
- Alangkah mengerikannya peristiwa itu!
- Bersihkan meja itu sekarang juga!
- Sampai hati ia membuang anaknya!
- Merdeka!
Oleh karena itu, penggunaan tanda seru umumnya tidak
digunakan di dalam tulisan ilmiah atau Ensiklopedia. Hindari
penggunaannya kecuali dalam kutipan atau transkripsi drama.

10. Tanda Kurung (( ))


a. Tanda kurung mengapit keterangan atau penjelasan.
Contoh:
- Bagian keuangan menyusun anggaran tahunan kantor
yang kemudian dibahas dalam RUPS (Rapat Umum
Pemegang Saham) secara berkala.
- Anak itu tidak memiliki KTP (Kartu Tanda Penduduk)
24

- Dia tidak membawa SIM (Surat Izin Mengemudi)

b. Tanda kurung mengapit keterangan atau penjelasan yang


bukan bagian integral pokok pembicaraan.
Contoh:
- Satelit Palapa (pernyataan sumpah yang dikemukakan
Gajah Mada) membentuk sistem satelit domestik di
Indonesia.
- Pertumbuhan penjualan tahun ini (lihat Tabel 9)
menunjukkan adanya perkembangan baru dalam
pasaran dalam negeri.
c. Tanda kurung mengapit huruf atau kata yang
kehadirannya di dalam teks dapat dihilangkan.
Contoh:
- Kata cocaine diserap ke dalam bahasa Indonesia
menjadi kokain(a)
- Pembalap itu berasal dari (kota) Medan.
d. Tanda kurung mengapit angka atau huruf yang memerinci satu
urutan keterangan.
Contoh:
- Pemasaran itu menyangkut masalah (a) produk, (b)
harga, (c) tempat, dan (d) promosi.
- Dia harus melengkapi berkas lamarannya dengan
melampirkan (1) akta kelahiran, (2) ijazah terakhir,
dan (3) surat keterangan kesehatan.
25

Catatan : Tanda kurung tunggal dapat dipakai untuk


mengiringi angka atau huruf yang menyatakan perincian yang
disusun ke bawah.
Contoh :Dia senang dengan mata pelajaran
a) Fisika
b) Kimia
c) Biologi

11. Tanda Kurung Siku ([...])


a. Tanda kurung siku dipakai untuk mengapit huruf, kata,
atau kelompok kata sebagai koreksi atau tambahan pada
kalimat atau bagian kalimat yang ditulis orang lain. Tanda
itu menyatakan bahwa kesalahan atau kekurangan itu
memang terdapat di dalam naskah asli.
Contoh:
- Sang Sapurba men[d]engar bunyi gemerisik.
- Ia memberikan uang [kepada] anaknya.
b. Tanda kurung siku mengapit keterangan dalam kalimat
penjelas yang sudah bertanda kurung.
Contoh:
- Persamaan kedua proses ini (lihat pada materi
sebelumnya [halaman 34-35]) perlu dijelaskan lagi.
26

12. Tanda Petik ("...")


a. Tanda petik dipakai untuk mengapit petikan langsung
yang berasal dari pembicaraan, naskah atau bahan tertulis
lain.
Contoh:
- "Saya belum siap," kata dia, "tunggu sebentar!"
- Pasal 36 UUD 1945 menyatakan, "Bahasa negara
ialah Bahasa Indonesia."

b. Tanda petik dipakai untuk mengapit judul syair/puisi,


karangan, atau bab buku yang dipakai dalam kalimat.
Contoh:
- Bacalah "Bola Lampu" dalam buku Dari Suatu Masa,
dari Suatu Tempat.
- Karangan Andi Hakim Nasoetion yang berjudul
"Rapor dan Nilai Prestasi di SMA" diterbitkan dalam
Tempo.
- Sajak "Berdiri Aku" terdapat pada halaman 5 buku itu.
c. Tanda petik dipakai untuk mengapit istilah ilmiah yang
kurang dikenal atau kata yang mempunyai arti khusus.
Contoh:
- Pekerjaan itu dilaksanakan dengan cara "coba dan
ralat" saja.
- Ia bercelana panjang yang di kalangan remaja dikenal
dengan nama "cutbrai".
27

d. Tanda petik penutup mengikuti tanda baca yang


mengakhiri petikan langsung.
Contoh:
- Kata Tono, "Saya juga minta satu."
- Dia bertanya, "Apakah saya boleh ikut? "

e. Tanda baca penutup kalimat atau bagian kalimat


ditempatkan di belakang tanda petik yang mengapit kata
atau ungkapan yang dipakai dengan arti khusus pada
ujung kalimat atau bagian kalimat.
Contoh:
- Karena warna kulitnya, Budi mendapat julukan "Si
Hitam".
- Bang Komar sering disebut "pahlawan"; ia sendiri
tidak tahu sebabnya.

13. Tanda Petik Tunggal ('...')


a. Tanda petik tunggal dipakai untuk mengapit petikan yang
terdapat di dalam petikan lain.
Contoh:
- Tanya Basri, "Kau dengar bunyi 'kring-kring' tadi?"
- "Waktu kubuka pintu depan, kudengar teriak anakku,
'Ibu, Bapak pulang', dan rasa letihku lenyap seketika,"
ujar Pak Hamdan.
28

b. Tanda petik tunggal dipakai untuk mengapit makna kata


atau ungkapan.
Contoh :
- Terpandai 'paling pandai'
- Retina 'dinding mata sebelah dalam'

c. Tanda petik tunggal dipakai untuk mengapit makna, kata


atau ungkapan bahasa daerah atau bahasa asing.
Contoh:
- feed-back 'balikan'
- dress rehersal 'gladi bersih'
- tadulako 'panglima'

14. Tanda Garis Miring (/)


a. Tanda garis miring dipakai di dalam nomor surat, nomor
pada alamat dan penandaan masa satu tahun yang terbagi
dalam dua tahun ajaran.
Contoh:
- No. 7/PK/1973
- Jalan Kramat III/10
- tahun anggaran 1985/1986

b. Tanda garis miring dipakai sebagai pengganti kata atau,


tiap, dan ataupun.
29

Contoh:
- Dikirimkan lewat darat/laut
- Harganya Rp1.500,00/lembar
- Tindakan penipuan dan/atau penganaiyaan.
Catatan :
Tanda garis miring ganda (//) dapat digunakan untuk
membatasi penggalan penggalan dalam kalimat untuk
memudahkan pembacaan naskah.

15. Tanda Penyingkat (Apostrof)(')


Tanda penyingkat menunjukkan penghilangan bagian kata
atau bagian angka tahun.
Contoh:
- Ali 'kan kusurati. ('kan = akan)
- Malam 'lah tiba. ('lah = telah)
- 1 Januari '88 ('88 = 1988)
Sebaiknya bentuk ini tidak dipakai dalam teks prosa biasa.

C. Kesimpulan
Fungsi-fungsi tanda baca adalah tanda-tanda yang
dipakai didalam sistem ejaan. Tanda baca adalah salah satu
dari sekian jenis Ortografi. Tanda baca banyak sekali jenis
dan tipenya yang masing-masing mempunyai fungsi yang
tidak sama. Fungsi tanda baca secara umum adalah untuk
menjaga keefektifan komunikasi.
30

Setiap tanda baca mempunyai aturan penggunaan dan


fungsinya sendiri yang tidak dapat diganggu gugat.
Penggunaan yang salah akan menyebabkan kericuhan dan
mengganggu kelancaran komunikasi. Berikut ini ada
beberapa jenis tanda baca antara lain : tanda titik (.), tanda
koma (,), tanda titik koma (;), tanda titik dua (:), tanda hubung
(-), tanda Pisah (––), tanda elipsis (...), tanda tanya (?), tanda
Seru (!), tanda Kurung ((...)), tanda kurung siku ([...]), tanda
petik ("..."), tanda petik tunggal ('...'), tanda garis miring (/),
tanda penyingkat (Apostrof)(').
31

BAB II
KETERAMPILAN MENYIMAK

A. Pengertian Menyimak

Menyimak sangat dekat maknanya dengan


mendengar dan mendengarkan, ketiga kata itu terdapat
perbedaan pengertian. Mendengar didefinisikan sebagai
suatu proses penerimaan bunyi yang datang dari luar tanpa
banyak memerhatikan makna dan pesan bunyi itu.
Sedangkan menyimak adalah proses mendengar dengan
pemahaman dan perhatian terhadap makna dan pesan bunyi
itu. Proses menyimak sudah termasuk mendengar, sebaliknya
mendengar belum tentu menyimak. Di dalam bahasa Inggris
terdapat istilah “listening Comprehension” untuk menyimak
dan “to hear” untuk mendengar.
Menurut Poerwadarminta (1984: 941) “Menyimak
adalah mendengar atau memerhatikan baik-baik apa yang
diucapkan atau dibaca orang”.Menyimak merupakan proses
pendengaran, mengenal dan menginterprestasikan lambang-
lambang lisan, sedangkan mendengar adalah suatu proses
penerimaan bunyi yang datang dari luar tanpa banyak
memerhatikan makna itu.
Dengan kata lain menurut Tarigan (1993: 19):
“Dalam proses menyimak juga terdapat proses mendengar,

3
32

tetapi tidak selalu terdapat proses menyimak di dalam suatu


proses mendengar.”
Kalau keterampilan menyimak dikaitkan dengan
keterampilan berbahasa yang lain, seperti keterampilan
membaca, maka kedua keterampilan berbahasa ini
berhubungan erat, karena keduanya merupakan alat untuk
menerima komunikasi. Perbedaannya terletak dalam hal jenis
komunikasi. Menyimak berhubungan dengan komunikasi
lisan, sedangkan membaca berhubungan dengan komunikasi
tulis. Dalam hal tujuan, keduanya mengandung persamaan,
yaitu memperoleh informasi, menangkap isi, memahami
makna komunikasi.
Menyimak adalah mendengarkan serta memerhatikan
baik-baik apa yang dibaca atau diucapkan oleh si pembicara
serta menangkap dan memahami isi dan makna komunikasi
yang tersirat di dalamnya. Dalam hal mendengarkan atau
memerhatikan orang membaca atau orang yang bercakap,
penyimak menerima keterangan melalui rangkaian bunyi
bahasa dengan susunan nada dan tekanan suara orang yang
membaca atau bercakap. Jika pembicara dan pembaca dapat
melihat, maka penyimak akan dapat melihat gerak muka dan
gerak tangan pembicara seperti, bibir, mimik, dan
sebagainya. Jika penyimak menyimak lewat media bantu
seperti tape recorder, maka si penyimak hanya dapat
menyimak bunyi bahasa yang disampaikan oleh si
33

pembicara. Dengan demikian, mendengar, mendengarkan,


dan menyimak memiliki makna yang berbeda.
Telah dikemukakan di atas, bahwa dalam menyimak
kegiatan mental lebih aktif daripada mendengar. Dalam
menyimak, terdapat proses mental mulai dari proses
mengidentifikasikan bunyi, proses menyusun pemahaman
dan penafsiran, proses penggunaan hasil pemahaman sampai
penafsiran.
Proses mengidentifikasian bunyi merupakan suatu
proses penerimaan bunyi yang datang dari luar tanpa banyak
memerhatikan makna bunyi tersebut. Dalam proses ini
barulah pada fase-fase mendengar.
Proses penyusunan pemahaman dan penafsiran
menunjuk kepada cara pendengar menyusun suatu penafsiran
sebuah kalimat dari si pembicara, mulai dari identifikasi
bentuk-bentuk bunyi sampai kepada pembentukan sebuah
penafsiran yang sama dengan yang dimaksudkan oleh si
pembicara tadi.
Proses penggunaan menunjuk kepada upaya
pendengar untuk menggunakan hasil penafsiran untuk tujuan
selanjutnya, misalnya, mengakomodasi informasi, menjawab
pertanyaan, menurut perintah, menanamkan harapan.
Selanjutnya Achsin dan Djirong (1985: 17)
menambahkan: “Proses menyimpan atau mengingat sebagai
bagian dari suatu proses menyimak.” Pada uraian terdahulu
34

telah dijelaskan bahwa menyimak bukan hanya


mendengarkan. Mendengar hanya taraf penerimaan bunyi
tanpa memerhatikan makna yang terkandung dalam bunyi
itu. Dalam kegiatan menyimak setelah proses penerimaan
bunyi terjadi aktivitas mental dalam berbagai tingkat yaitu
proses pembentukan pemahaman, proses pemanfaatan, dan
proses penyimpanan dalam ingatan jangka panjang. Pesan
atau informasi yang tersimpan dalam ingatan tersebut pada
saat diperlukan dapat muncul kembali dipermukaan dalam
bentuk kegiatan berbahasa yang bersifat produktif.
Hakikat menyimak itu adalah suatu rentetan proses,
mulai dari proses mengidentifikasi bunyi, menyusun
penafsiran, memanfaatkan hasil penafsiran, dan proses
penyimpanan, serta proses menghubung-hubungkan hasil
penafsiran itu dengan keseluruhan pengetahuan dan
pengalaman.

B.Tujuan Menyimak
1. Menyimak untuk belajar dimana orang tersebut
bertujuan agar ia dapat memeperoleh pengetahuan
dari bahan ujaran sang pembicara
2. Menyimak untuk menikmati dimana orang yang
menyimak dengan penekanan pada penikmatan
terhadap sesuatu dari materi yang diujarkan atau
35

diperdengarkan atau dipagelarkan (teruatama sekali


dalam bidang seni).
3. Menyimak untuk mengevaluasi dimana orang
menyimak dengan maksud agar ia dapat menilai apa-
apa yang dia simak (baik-buruk, indah-jelek, tepat-
ngawur, logis-tidak logis, dan lain-lain)
4. Menyimak untuk mengapresiasi dimana orang yang
menyimak dapat menikmati seta menghargai apa-apa
yang disimaknya itu (misalnya: pembacaan berita,
puisi, musik dan lagu, dialog, diskusi panel, dan
pendebatan).
5. Menyimak untuk mengkomunikasikan ide-ide dimana
orang yang menyimak bermaksud agar ia dapat
menkomunikasikan ide-ide, gagasan-gagasan,
maupun perasaan-perasaannya kepada orang lain
dengan lancar dan tepat.
6. Menyimak untuk membedakan bunyi-bunyi dimana
orang yang menyimak bermaksud agar dia dapat
membedakan bunyi-bunyi dengan tepat; mana bunyi
yang membedaskan arti (distingtif), mana bunyi yang
tidak membedakan arti; biasanya ini terlihat pada
seseorang yang sedang belajar bahasa asing yang asik
mendengarkan ujaran pembicara asli (native speaker)
7. Menyimak untuk memecahkan masalah dimana
orang yang menyimak bermaksud agar dia dapat
36

memecahkan masalah secara kreatif dan analisis,


sebab dari sang pembicara dia mungkin memperoleh
banyak masukan berharga.
8. Menyimak untuk meyakinkan dimana orang yang
menyimak untuk meyakinkan dirinya terhadap suatu
masalah atau pendapat yang selama ini dia ragukan.

C. Jenis Menyimak

Adapun jenis-jenis menyimak dalam pembelajaran


Bahasa Indonesia (Sutari, 1998: 47) adalah sebagai berikut:

1. Menyimak ekstensif (extensive listening)

2. Menyimak intensif (intensive listening)


3. Menyimak sosial (social listening)
4. Menyimak sekunder (secondary listening)
5. Menyimak estetik (aesthetic listening)s
6. Menyimak kritis (critical listening)
7. Menyimak konsentratif (consentrative listening)
8. Menyimak introgatif (introgative litening)
9. Menyimak penyelidikan (exploratory listening)
10. Menyimak pasif (passive listening)
11. Menyimak selektif (selective listening)
Jenis-jenis menyimak sebagai dikemukakan tersebut
diuraikan sebagai berikut:
37

a. Menyimak ekstensif (extensive listening)


Menyimak ekstensif adalah sejenis kegiatan
menyimak yang berhubungan dengan hal-hal lebih umum
dan lebih bebas terhadap sesuatu bahasa, tidak perlu di
bawah bimbingan langsung seorang guru.
Pada umumnya, sumber yang paling baik untuk
menyimak ekstensif adalah rekaman yang dibuat guru
sendiri, misalnya rekaman yang bersumber dari siaran radio,
televisi, dan sebagainya.
b. Menyimak intensif (intensive listening)
Menyimak intensif adalah menyimak yang diarahkan
pada suatu yang jauh lebih diawasi, dikontrol, terhadap suatu
hal tertentu. Dalam hal ini harus diadakan suatu pembagian
penting yaitu diarahkan pada butir-butir bahasa sebagai
bagian dari program pengajaran bahasa atau pada
pemahaman serta pengertian umum. Jelas bahwa dalam
kasus yang kedua ini maka bahasa secara umum sudah
diketahui oleh para murid.
c. Menyimak sosial (social listening)
Menyimak sosial atau menyimak konversasional
(conversational listening) ataupun menyimak sopan
(courtens listening) biasanya berlangsung dalam situasi-
situasi sosial tempat orang mengobrol mengenai hal-hal yang
menarik perhatian semua orang dan saling mendengarkan
satu sama lain untuk membuat respons-repons yang pantas,
38

mengikuti detail-detail yang menarik, dan memerhatikan


perhatian yang wajar terhadap apa-apa yang dikemukakan,
dikatakan oleh seorang rekan.
d. Menyimak sekunder (secondary listening)
Menyimak sekunder adalah sejenis kegiatan
menyimak secara kebetulan dan secara ekstensif (casual
listening dan extensive listening) misalnya, menyimak pada
musik yang mengirimi tarian-tarian rakyat terdengar secara
sayup-sayup sementara kita menulis surat pada teman di
rumah atau menikmati musik sementara ikut berpartisipasi
dalam kegiatan tertentu di sekolah seperti menulis, pekerjaan
tangan dengan tanah liat, membuat sketsa dan latihan
menulis dengan tulisan tangan.
e. Menyimak estetik (aesthetic listening)
Menyimak estetik yang juga disebut menyimak
apresiatif (apreciational listening) adalah fase terakhir dari
kegiatan menyimak secara kebetulan dan termasuk ke dalam
menyimak ekstensif, mencakup dua hal yaitu pertama
menyimak musik, puisi, membaca bersama, atau drama yang
terdengar pada radio atau rekaman-rekaman. Kedua
menikmati cerita-cerita, puisi, teka-teki, dan lakon-lakon
yang diceritakan oleh guru atau murid-murid.
f. Menyimak kritis (critical listening)
Menyimak kritis adalah sejenis kegiatan menyimak
yang di dalamnya sudah terlihat kurangnya atau tiadanya
39

keaslian ataupun kehadiran prasangka serta ketidaktelitian


yang akan diamati. Murid-murid perlu banyak belajar
mendengarkan, menyimak secara kritis untuk memperoleh
kebenaran.
g. Menyimak konsentratif (consentrative listening)
Menyimak konsentratif sering juga disebut study-type
listening atau menyimak yang merupakan jenis telaah.
Kegiatan-kegiatan tercakup dalam menyimak konsentratif
antara lain: menyimak untuk mengikuti petunjuk-petunjuk
serta menyimak urutan-urutan ide, fakta-fakta penting, dan
sebab akibat.
h. Menyimak kreatif (Creative listening)
Menyimak kreatif adalah jenis menyimak yang
mengakibatkan dalam pembentukan atau rekonstruksi
seorang anak secara imaginatif kesenangan-kesenangan akan
bunyi, visual atau penglihatan, gerakan, serta perasaan-
perasaan kinestetik yang disarankan oleh apa-apa
didengarnya.
i. Menyimak introgatif (introgative litening)
Menyimak introgatif adalah sejenis menyimak
intensif yang menuntut lebih banyak konsentrasi dan seleksi,
pemusatan perhatian dan pemilihan, karena sipenyimak harus
mengajukan pertanyaan-pertanyaan. Dalam kegiatan
menyimak interogatif ini si penyimak mempersempit serta
40

mengarahkan perhatiannya pada pemerolehan informasi atau


mengenai jalur khusus.
j. Menyimak penyelidikan (exploratory listening)
Menyimak penyelidikan adalah sejenis menyimak
intensif dengan maksud dan yang agak lebih singkat. Dalam
kegiatan menyimak seperti ini si penyimak menyiagakan
perhatiannya untuk menemukan hal-hal baru yang menarik
perhatian dan informasi tambahan mengenai suatu topik atau
suatu pergunjingan yang menarik.
k. Menyimak pasif (passive listening)
Menyimak pasif adalah penyerapan suatu bahasa
tanpa upaya sadar yang biasa menandai upaya-upaya kita
saat belajar dengan teliti, belajar tergesa-gesa, menghapal
luar kepala, berlatih serta menguasai sesuatu bahasa. Salah
satu contoh menyimak pasif adalah penduduk pribumi yang
tidak bersekolah lancar berbahasa asing. Hal ini
dimungkinkan karena mereka hidup langsung di daerah
bahasa tersebut beberapa lama dan memberikan kesempatan
yang cukup bagi otak mereka menyimak bahasa itu.
l. Menyimak selektif (selective listening)
Menyimak selektif berhubungan erat dengan
menyimak pasif. Betapapun efektifnya menyimak pasif itu
tetapi biasanya tidak dianggap sebagai kegiatan yang
memuaskan. Oleh karena itu menyimak sangat dibutuhkan.
41

Namun demikian, menyimak selektif hendaknya tidak


menggantikan menyimak pasif, tetapi justru melengkapinya.

B. Faktor-faktor yang Memengaruhi Kemampuan


Menyimak
Menurut Tarigan (1993: 48) bahwa ada beberapa faktor
yang mempengaruhi keefektifan kemampuan menyimak
antara lain:
1. faktor keterbatasan sarana,
Keterbatasan sarana yang dimaksudkan di sini adalah
belum tersedianya buku-buku dan alat-alat lainnya
yang memadai, kondisi ruangan belajar yang belum
kondusif turut pula mempengaruhi pengajaran
menyimak dan jumlah murid yang terlalu banyak di
kelas serta masih kurangnya sekolah yang memiliki
laboratorium bahasa.
2. faktor kebahasaan,
Kendala utama di dalam pengajaran menyimak
adalah faktor yang bersifat kebahasaan yaitu mulai
dari mengenal bunyi di tingkat fonologis, kata,
kalimat, dan ujaran wacana sampai kepada
menangkap, menyimpan isi ujaran serta kemampuan
menyimpan hasil simakan. Di samping itu, masih ada
faktor lain misalnya tanda baca serta tanda-tanda
suprasegmental antara lain; tekanan, aksen, jeda, dan
42

intonasi yang juga merupakan masalah bagi murid,


terutama di dalam mempelajari bahasa asing.
4. Faktor biologis,
Murid yang pendengarannya kurang baik, karena
mungkin ada organ-organ pendengarannya tidak
berfungsi dengan baik, sudah pasti akan mengalami
kesulitan dalam menyimak.
Dengan demikian dalam pengelolaan kelas seorang
guru harus jeli memerhatikan keadaan muridnya.
Murid yang kurang tajam pendengarannya, sebaiknya
didudukkan di bangku paling depan atau murid yang
kurang baik pendengarannya di sebelah kiri jangan di
tempatkan paling kanan ruangan kelas, demikian pula
sebaliknya.
5. faktor lingkungan,
Lingkungan yang dimaksud di sini adalah di mana
sekolah itu berada. Kalau lingkungan sekolah atau
kelas itu penuh dengan suara kegaduhan, kebisingan,
kehiruh-pikukan bunyi kendaraan lalu lintas di
sekelilingnya, maka sudah pasti hasilnya tidak akan
sebaik apabila pengajaran menyimak itu dilaksanakan
di dalam suasana kondusif atau lingkungan yang
tenang.
43

6. faktor guru,
Guru yang penampilannya simpatik, terampil
menyajikan materi pengajaran dan menguasai bahan
pengajaran akan lebih berhasil di dalam mengajar
menyimak daripada guru yang mempunyai sifat-sifat
yang berlawanan dari sifat-sifat yang dikemukakan di
atas.
7. faktor metodologi,
Guru yang kurang menguasai sesuatu metode yang
digunakannya pasti kurang berhasil di dalam
mengajar, demikian pula guru yang hanya
mengetahui dan menggunakan hanya satu metode,
sudah barang tentu hasilnya akan kurang
dibandingkan dengan guru yang menguasai dan
menggunakan banyak metode mengajar menyimak
yang lebih baik.
8. faktor kurikulum
Kurikulum yang disusun dengan baik dan jelas, akan
sangat membantu guru-guru dalam mengajar
menyimak. Materi menyimak di dalam kurikulum
yang tidak terlalu padat atau berbelit-belit dan
diorganisasikan dengan baik akan memudahkan guru
mengajar menyimak. Begitu pula tingkat kesulitan
bahan pengajaran menyimak dalam kurikulum
hendaknya disesuaikan dengan perkembangan murid,
44

baik perkembangan kebahasaan maupun


perkembangan kematangan psikologis.
9. faktor-faktor tambahan.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi variabel-
variabel yang dapat berpengaruh terhadap
pemahaman dari hasil pendengaran (listening
comprehension). faktor-faktor tersebut (Sutari, 1998:
68) adalah sebagai berikut:
1) Faktor kurang seringnya diadakan penelitian-
penelitian yang terkontrol secara ilmiah;
2) Tak banyak mengenal validitas dan reliabilitas
tes mendengar yang diterapkan dalam penelitian;
3) Karena sebagian besar penelitian belum
terkoordinir dengan baik.

D. Upaya Meningkatkan Kemampuan Murid Menyimak


dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar

Untuk meningkatkan kemampuan menyimak pada murid


sekolah sekolah dasar, ada beberapa teknik yang perlu
ditempuh (Tarigan, 1993: 61) yaitu:
a. Teknik loci (Loci System)
Salah satu teknik mengingat yang paling tradisional
adalah teknik loci. Teknik ini pada dasarnya memberikan
cara mengingat pesan dengan memvisualisasikan dalam
benak kita materi yang harus diingat. Teknik ini dilakukan
45

dengan, mempelajari urutan informasi dengan informasi lain


yang serupa, dengan mempelajari lokasi-lokasi yang ada
di sekitar kita dan mencocokkan hal-hal yang akan diingat
dengan lokasi-lokasi tersebut.

b. Teknik penggabungan
Teknik yang ke dua adalah teknik penggabungan
(link system), teknik ini memberikan gagasan tentang cara
mengingat, yaitu dengan menghubungkan (menggabungkan)
pesan pertama yang akan diingat dengan pesan ke dua, ke
tiga, dan seterusnya. Pesan berantai itu dihubungkan pula
dengan imaji-imaji tertentu yang perlu anda visualkan secara
jelas dalam pikiran. Untuk mencegah terjadinya kelupaan
pada pesan pertama (pesan yang akan dimata-rantaikan),
anda pun perlu menghubungkan pesan pertama tersebut
dengan lokasi yang akan mengingatkan anda pada item tadi.

c. Teknik Fonetik
Sistem lain yang lebih kompleks tetapi cukup efektif
adalah teknik fonetik atau phonetic system. Teknik ini
melibatkan penggabungan angka-angka, bunyi-bunyi fonetis,
dan kata-kata yang mewakili bilangan-bilangan tadi serta
bunyi-bunyi, dengan pesan yang akan diingat.
46

d. Teknik pengelompokan kategorial


Pengelompokan kategorial, yakni suatu teknik
pengorganisasian yang dapat digunakan secara sistemtis
untuk memodifikasikan informasi baru dengan cara
memberikan struktur baru pada informasi-informasi tadi.

e. Teknik Pemenggalan
Teknik ini memberikan cara mengingat pesan dengan
cara memenggal pesan-pesan yang panjang.contohnya,
Apabilah mendengar orang menyebutkan nomor telepon,
misalnya 6651814, maka agar mudah mengingatnya kita
memenggal, kelompok angka itu menjadi 665-18-14, atau
66-51-814 dan sebagainya.

f. Konsentrasi
Berkonsentrasi pada pesan yang dikirimkan oleh
pembicara merupakan kesulitan utama yang dihadapi oleh
pendengar. Karena seringnya berkomonikasi dalam rentang
waktu yang terlalu lama, sehingga keadaan seperti ini
menuntutnya untuk membagi-bagi energi untuk
memperhatikan antara berbagai ragam rangsang dan tidak
merespon pada satu rangsang saja.
Teknik atau cara menyimak di Sekolah Dasar dapat
dilakukan secara variatif untuk menghindari kesan yang
monoton terhadap strategi mengajar guru di Sekolah Dasar.
47

Selain itu, melalui penggunaan teknik menyimak yang


beragam menjadikan pembelajaran lebih menarik bagi
murid Adapun beberapa teknik menyimak yang dapat
digunakan guru dalam proses mengajar di Sekolah Dasar, di
antaranya adalah :
1. Teknik Ulang – Ucap ( Menirukan )
Teknik atau cara ini biasa digunakan guru pada murid
yang belajar bahasa permulaan, baik belajar bahasa ibu
maupun bahasa asing. Teknik ini dugunakan untuk
memperkenalkan bunyi bahasa dengan pengucapan atau
lafal yang tepat dan jelas oleh guru.
Dengan Teknik ini, pertama – tama guru mengucapakan
kata – kata yang sederhana, seperti “ mata “,misalnya,
kemudian guru menperjelas kata tersebut dengan cara
mendemonstrasikannya, guru mengunakan jari tangannya
untuk menunjuk salah satu bagian wajahnya , yaitu mata.
Langkah kedua, guru mengucapkan kata “mata” dengan
jelas dan keras, murid diminta menyimaknya dengan baik,
kemudin menirukan apa yang diucapkan guru. Langkah
ketiga, guru memberikan latihan ekstensif dengan
mengulang kata – kata yang sudah dikenalkan, kemudian
menambah kosa kata serta mengenalkan sturktur kalimat
kepada murid sampai murid dapat mengucapkan kata – kata
dengan tepat, dan akhirnya menggunakan kata itu dalam
struktur yang sederhana.
48

2. Teknik Informasi Beranting


Guru memberikan informasi kepada salah seorang murid
kemudian informasi tersebut disampaikan kepada murid
didekatnya; begitu seterusnya, informasi disampaikan secara
beranting. Murid yang menerima informasi terakhir,
mengucapakan keras – keras informasi tersebut di hadapan
teman – temannya. Dengan demikian, kita tahu apakah
informasi itu tetap sama dengan sumber pertama atau tidak.
Jika tetap sama, berarti daya simakmurid sudah cukup baik,
akan tetapi, bila informasi pertama berubah setelah
beranting, ini berarti daya simak murid masih kurang.
Contoh:
Informasi: Andi membeli Mie bersama Rani tadi pagi.

3. Teknik Satu Mulut Satu Kelas


Guru membacakan sebuah wacana yang dapat berupa artikel
atau cerita di hadapan , dan murid diminta menyimak baik –
baik. Sebelum murid menyimak, guru memberi penjelasan
tentang apa – apa yang perlu disimak. Setelah guru selesai
membacakan, guru dapat meminta murid.
Contoh :
a. Menceritakan kembali isi materi yang disimaknya
b. Menyebutkan urutan ide pokok dari apa yang disimak
c. Menyebutkan tokoh atau pelaku cerita dari apa yang
disimaknya
49

d. Menemukan makna yang tersurat dari apa yang


disimaknya
e. Menemukan makna yang tersirat dari apa yang
disimaknya
f. Menemukan ciri – cirri atau gaya bahasa yang
digunakan dalam wacana yang dibacakan
g. Menilai isi dari apa yang disimaknya
Pertanyaan – pertanyaan yang disampaikan guru kepada
murid tentu saja harus disesuaikan dengan tujuan yang telah
dirumuskan. Dalam penggunaan teknik ini, guru dituntut
untuk dapat membaca dengan baik sesuai dengan jenis
wacana yang dibacanya. Oleh karena itu, guru perlu
menyiapkan bahan bacan dan cara membacanya, jangan
sampai mengalami kesulitan memahami isi yang
disimaknya hanya karena pembacaan yang kurang siap.

4. Teknik Satu Rekaman Satu Kelas


Guru Terlebih dahulu menyiapkan rekaman melalui kaset
( tape recorder ),CD, ataupun
Laptop yang berisi ceramah, pembacaan puisi, pidato, cerita
/ dongeng, drama, dan sebagainya. Kemudian guru
memberi petunjuk – petunjuk sebelum kaset diputar
tentaang hal – hal yang perlu disimak. Setelah itu guru
memutar rekaman yang telah disiapkan sebelumnya
50

( dongeng, misalnya ). Murid diminta menyimak baik –


baik. Rekaman dapat diputar ulang bila murid belum dapat
mengikuti tentang apa yang diputar. Kemudian murid
diberikan tugas menjawab pertanyaan – pertanyaan untuk
menguji pemahamannya terhadap rekaman yang
disimaknya.
5. Teknik Group Cloze
Dalam penggunaan teknik ini, guru membacakan sebuah
wacana sekali,murid diminta menyimak baik – baik.
Kemudian, guru membacakan lagi wacana tersebut dengan
cara membaca paragraph awal penuh,sedangkan paragraph
berikutnya ada beberapa kata atau kelompok kata yang
dihilangkan.Setelah itu, tugas murid adalah memikirkan
konteks wacana dan mengisi tempat yang kosong dengan
kata – kata atau peristilahan atau kelompok kata yang asli
dari wacana yang dibacakan sebelumnya.
6. Teknik Parafrase
Dalam penggunaan teknik ini, guru terlebih dahulu
menyiapkan sebuah puisi untuk disimak oleh murid.
Setelah itu, guru membacakan puisi yang telah disiapkan
dengan jelas. Kemudian setelah selesai menyimak, murid
secara bergiliran disuruh menceritakan kembali isi puisi
yang telah disimaknya dengan kata – kata sendiri.
51

Dalam menerapkan teknik ini, guru harus menyesuaikan


dengan perkembangan kebahasaan murid, agar dalam
pelaksanaannya dapat berjalan sesuai tujuan.
7. Teknik Simak Libat Cakap
Sesuai dengan nama teknik ini, penyimak terlibat dalam
pembicaraan. Dalam pelaksanaan teknik ini guru dapat
menugaskan murid mengdakan wawancara, misalnya
dengan guru wali. Sebelum mengadakan wawancara, murid
diminta menyiapkan apa yang perlu ditanyakan kepada
orang yang diwawancarai. Tugas selanjutnya murid
menyusun hasil wawancara yang kemudian diserahkan
kepada guru untuk diteliti.
8. Teknik Simak Bebas Libat Cakap.
Teknik ini senada dengan teknik libat cakap yang
memetingkan keterlibatan penyimak dalam pembicaraan.
Penyimak di sini hanya berlaku sebagai pemerhati yang
penuh minat, tekun menyimak apa yang disampaikan oleh
pembicara sehingga penyimak dapat memahami isi
pembicaraan, tujuan pembicaraan, menganalisis apa yang
dibicarakan, serta akhirnya menilai isi pembicaraan.

E. Strategi Pembelajaran Menyimak di SD


1.Tujuan Pembelajararan Menyimak di SD
Menyimak merupakan keterampilan berbahasa yang
pertama kali dikuasai oleh manusia sebelum menguasai
52

keterampilan berbicara, membaca, dan menulis. Ahli


perkembangan anak menyatakan bahwa ketika anak baru
lahir, komunikasi pertama yang dikuasainya adalah
mendengarkan. Anak mendengar ibunya mendendangkan
lagu, mendengar ibunya. menimang-nimangnya, juga
mendengar ibunya berbicara dengan ayahnya atau dengan
orang lain.
Setelah itu anak mulai menirukan ucapan-ucapan
yang biasa diucapkan orang dewasa disekitarnya. Menyimak
merupakan keterampilan berbahasa lisan. Kemampuan
berbahasa lisan anak akan terus berkembang dan berlanjut
sampai dia masuk sekolah, bahkan sampai dia dewasa.
Menyimak sebagai salah satu aspek keterampilan berbahasa
memiliki tujuan untuk memperoleh informasi, menangkap isi
serta memahami makna komunikasi yang hendak
disampaikan oleh pembicara melalui ujaran.
Tujuan pembelajaran menyimak ialah memperkaya
kosa kata anak sehingga membantu murid ketika belajar
membaca dan menulis. Pelajaran menyimak oleh
kebanyakkan guru dianggap tidak perlu diajarkan karena
sudah implisit ke dalam ketiga komponen keterampilan
bahasa yang lain. Ada juga beranggapan bahwa “mendengar”
atau “menyimak” adalah suatu yang bersifat refleksif seperti
hanya dengan “bernafas”. Namun dipihak lain, mengemukan
juga pendapat, menyimak perlu diajarkan karena tanpa
53

kemampuan menyimak tidak akan mungkin di peroleh


keterampilan yang lain. Menyimak pada dasarnya adalah
keterampilan dasar yang mendasari keterampilan yang lain
(membaca, menulis, berbicara).

2.Peranan Guru dalam Meningkatkan Kemampuan Bahasa


Lisan
Sejalan dengan tuntutan pembelajaran dengan
pendekatan yang berpusat pada murid dalam pembelajaran
menyimak, guru dituntut untuk memberi peluang kepada
murid untuk mengungkapkan pendapat dan perasaannya.
Fenomena selama ini, pembelajaran cenderung didominasi
oleh guru. Guru lebih banyak berbicara dan anak lebih
banyak mendengarkan baik dalam kegiatan klasikal maupun
kelompok. Pemberian kesempatan kepada murid untuk saling
menyampaikan pendapatnya secara lisan dalam bentuk
diskusi sangat besar artinya. Kesempatan ini juga dapat
merupakan latihan untuk murid mengemukakan kritik yang
kontsruktif. Kritik yang konstruktif, yang mengandung suatu
pemecahan masalah harus disampaikan secara sopan. Yang
menerima kritik perlu bersikap terbuka agar dapat
memanfaatkan kritik yang konstruktif tersebut. Suasana
demikian ini diharapkan dapat menimbulkan sikap tenggang
rasa dan saling menghormati. Keberhasilan suatu
54

pembelajaran menyimak bergantung pada adanya dua


kondisi.
a. Materi Pembelajaran Menyimak
Agar murid mudah memperoleh kemampuan
berbicara dan mendengarkan dalam bahasa Indonesia,
sebaiknya kegiatan pembelajaran diurutkan sesuai dengan
kemampuan murid, yaitu dari yang sangat sederhana sampai
dengan yang agak sulit. Berikut ini urutan kemampuan
berbicara dan mendengarkan beserta dengan contoh
pembelajaran yang dapat dilatihkan guru di kelas melalui
kegiatan informal dan melalui permainan. Sebagai salah satu
contoh pengajaran menyimak di sekolah dasar diarahkan
pada materi dan bentuk pengajaran sebagai berikut.
1. Membiarkan/menyuruh murid menutup mata lalu
menundukkan kepalanya di atas meja, kemudian
mereka disuruh membedakan bunyi (meraut pensil,
mendorong kursi, membuka pintu, membalik buku,
dan lain-lain).
2. Mengajarkan kepada murid bagaimana menerima
pesan telepon secara singkat.
3. Membacakan paragraf pendek tentang ilmu
pengetahuan. Kemudian ajukan pertanyaan-
pertanyaan tentang apa, siapa, mengapa,dan
bagaimana.
55

4. Pada pelajaran bahasa Indonesia anak usia jenjang


sekolah ini perlu mendapat latihan mengucapkan
bunyi-bunyi vokal dan konsonan, seperti ucapan :

a + i = ai pan – tai
se - lai te - ra - tai la – lai
ke - de - lai se - ru – nai
a + u = au ka - lau pu - lau me - ran – tau
si - lau ge - mi - lau ha - ri – mau

Vokal-vokal tersebut harus diucapkan jelas dengan


membuka mulut dan membentuk mulut sebaik-
baiknya, sesuai dengan bunyi yang keluar dari
artikulator secara wajar. Guru, sebagai model penutur
harus mampu membuat tutur yang jelas dan betul.
5. Pelajaran dikte sangat memerlukan ucapan ,pelafalan
yang jelas, pelan, berulang-ulang(tiga kali ucapkan
sudah cukup, untuk melatih terampil dan tertib)
kemudian dituliskata, kelompok kata atau kalimat
tersebut.
6. Guru bercerita, murid mendengarkan dengan
sungguh-sungguh. Kemudian guru menanyakan hal-
hal yang benar-benar menarik minat murid dalam isi
cerita.
56

7. Bermain berbisik. Pelajaran ini ingin meningkatkan


kemampuan mendengar murid. Kegiatan
mendengarkan memerlukan konsentrasi dan
pemahaman yang tinggi. Posisi murid dapat diatur
dalam sesuatu deretan atau bebas untuk duduk dengan
memperhatikan giliran yang sudah diatur
sebelumnya. Permainan ini dapat berupa sebuah
kompetisi berhadiah nilai atau pujian yang berupa
motivasi intrinsik.
8. Bermacam-macam pertanyaan tiruan bunyi binatang
dapat diberikan untuk melatih mendengarkan cermat.

b. Metode dan Teknik dalam Pembelajaran Menyimak


Guru perlu pula memperhatikan langkah-langkah
dalam pelajaran menyimak sebagai berikut.
1. Menentukan makna
Hal ini penting karena tanpa adanya penjelasan
guru, maka murid tidak akan menangkap dan
memahami apa yang didengarnya.
2. Memperagakan ekspresi
Setelah guru menentukan makna, maka di ulang
beberapa kali. Pertama guru berada di depan
kelas, dan selanjutnya bergerak kekiri dan ke
kanan agar semua murid dapat melihatnya.
3. Menyuruh mengulangi
57

Murid menirukan apa yang disebutkan olehguru


sambil melakukan suatu gerak atau menunjuk
suatu gambar.
4. Memberikan latihan ekstensif
Guru dapat menggunakan berbagai cara misalnya,
dengan drill (mengulangi kata dan ekspresi yang
telah diajarkan dalam situasi yang terbatas, dan
dengan kata serta struktur yang terbatas).
Apalagi kalau murid diberi kesempatan
memanipulasi atau mengeksplorasi media. Pembelajaran
menjadi lebih bermakna karena kemampuan berpikir dan
kreativitas murid berkembang. Dengan demikian dominasi
guru dalam proses pembelajaran dapat diminimalisasi,
sehingga pembelajaran yang berpusat pada murid dapat
diwujudkan. Jenis media atau alat peraga yang dapat
digunakan dalam pembelajaran bahasa termasuk menyimak
beraneka ragam. Alat peraga atau media untuk mata
pelajaran lain dapat digunakan dalam pembelajaran bahasa.
Oleh karena kegiatan menyimak melibatkan alat uditori
murid, alat yang dipilih harus disesuaikan.

c. Media dan Bahan Pembelajaran Menyimak


Media memegang peran penting dalam proses
pembelajaran. Ada dua fungsi utama media dalam
pembelajaran. Pertama, media berfungsi untuk memudahkan
58

penyampaian konsep atau materi. Terutama bagi murid kelas


awal yang dari segi perkembangan kognitif menurut Piaget
masih berada pada tahap pra operasional konkret sangat
memerlukan media dalam pembelajaran. Dengan media,
murid dapat memahami sesuatu yang abstrak menjadi lebih
konkret. Kedua, dengan penggunaan media proses
pembelajaran lebih menarik bagi murid. Apalagi kalau murid
diberi kesempatan memanipulasi atau mengeksplorasi media.
Pembelajaran menjadi lebih bermakna karena kemampuan
berpikir dan kreativitas murid berkembang. Dengan
demikian dominasi guru dalam proses pembelajaran dapat
diminimalisasi, sehingga pembelajaran yang berpusat pada
murid dapat diwujudkan. Jenis media atau alat peraga yang
dapat digunakan dalam pembelajaran bahasa termasuk
menyimak beraneka ragam. Alat peraga atau media untuk
mata pelajaran lain dapat digunakan dalam pembelajaran
bahasa. Oleh karena kegiatan menyimak melibatkan alat
auditori murid, alat yang dipilih haruss disesuaikan.
59

BAB III

KETERAMPILAN BERBICARA
A. Pengertian Keterampilan Berbicara
Berbicara merupakan salah satu alat komunikasi yang
paling efektif. Hal ini mendorong
manusia untuk belajar berbicara dan membuktikan bahwa
berbicara akan lebih efektif dibandingkan dengan bentuk-
bentuk komunikasi yang lain. Dalam kompetensi umum mata
pelajaran bahasa Indonesia, berbicara megungkapkan
indikator-indikator yang berhubungan dengan
mengungkapkan gagasan, menyampaikan sambutan,
berpidato, berdialog, menjelaskan, mendiskripsikan, dan
percakapan yang lainya yang hanya menyangkut dalam
pembelajaran saja.
Menurut Nurgiyantoro (1995:276) berbicara adalah
aktivitas berbahasa kedua yang dilakukan manusia dalam
kehidupan berbahasa, yaitu setelah aktivitas mendengarkan.
Berdasarkan bunyi-bunyi yang didengar itu, kemudian
manusia belajar untuk mengucapkan dan akhirnya terampil
berbicara. Dapat dikatakan bahwa berbicara merupakan suatu
sistem tanda-tanda yang dapat didengar (audible) dan yang
kelihatan (visible) yang memanfaatkan sejumlah otot tubuh
manusia demi maksud dan tujuan gagasan atau ide-ide yang
dikombinasikan. Berbicara merupakan suatu bentuk perilaku
60

manusia yang memanfaatkan faktor-faktor fisik, psikologis,


neurologis,semantik, dan linguistik.
Berbicara diartikan sebagai suatu alat untuk
mengkombinasikan gagasan-gagasan yang disusun serta
mengembangkan sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan sang
pendengar atau penyimak.
Bila keterampilan berbicara bahasa Indonesia dapat
diterapkan dalam sehari-hari oleh seluruh guru,murid dan
staf sekolah maka akan menumbuhkan rasa cinta tanah air
dan menumbuhkan semangat nasionalisme. Sehingga dapat
mempesatukan berbagai macam yang berbeda asalnya.
Menurut Tuhusetya dan Deni Kurniawan As’ari (dalam
Rosdiana, 2008) “fungsi khusus bahasa, yaitu sebagai alat
pemersatu berbagai suku yang memiliki latar
belakang budaya dan bahasa yang berbeda-beda”.
Cara yang bisa dilakukan seorang guru untuk
mengembangkan ketrampilan berbicara murid adalah :
1. Permainan Simulasi
Simulasi dalam metode mengajar dimaksudkan sebagai
cara untuk menjelaskan sesuatu ( bahan pelajaran )
melalui perbuatan yang bersifat pura – pura atau melalui
proses tingkah laku imitasi, atau bermain peran
mengenai suatu tingkah laku yang dilakukan seolah –
olah dalam keadaan sebenarnya.
61

2. Dongeng
Cara meningkatkan kemampuan berbicara murid dengan
dongeng dapat didahului dan dipraktekkan terlebih
dahulu oleh guru. Di sini akan menggali keberanian
murid untuk tampil ke depan dan mendongeng untuk
temannya dengan cara dan gayanya sendiri.
3. Bermain peran
Bermain peran merupakan salah satu bentuk aktivitas
drama yang didalamnya terdapat aktivitas berbicara.
Aktivitas tersebut mencakup lafal, intonasi, jeda,
aksentuasi,/ tekanan yang jelas, kemudian penggunaan
bahasa yang baik, serta pengorganisasian ide yang
terstruktur.
4. Menggunakan strategi Modelling The Way.
Modelling the way member waktu murid untuk
menciptakan skenario sendiri dan menentukan
bagaimana mengilustrasikan ketrampilan berbicara
sesuai kelompoknya. Kemudian diberi kesempatan untuk
memberikan feedback pada setiap demostrasi yang
dilakukan.
5. Cerita Berantai
Penerapan teknik cerita berantai ini dimaksudkan untuk
membangkitkan keberanian murid dalam berbicara.
62

6. Media gambar dalam bercerita


Guru mengembangkan media pembelajaran melalui
penggunaan media gambar cerita dengan maksud agar
murid dapat menginterpretasikan isi cerita sesuai dengan
imajinasinya yang akhirnya murid dapat
mengungkapkan kembali isi cerita, mengungkapkan
hasil pengamatan dengan bahasa yang runtut, sehingga
bermakna.
7. Menyajikan informasi
Salah satu bentuk kegiatan penyajian informasi yang
sesuai bagi anak – anak kelas 3 – 6 SD ialah
menyampaikan laporan secra lisan. Untuk mengingatkan
agar murid menggunakan cara –cara yang efektif dalam
menyajikan laporan secara lisan, masalah mereka
menceritakan hal – hal yang mereka inginkan dari
seorang pembicara.
8. Berpartisipasi dalam diskusi
Diskusi kelompok merupakan teknik yang paling sering
digunakan sebagai teknik pengembangan bahasa lisan
yang menuntut kemampuan murid untuk membuat
generalisasi dan mengajukan pendapat – pendapat
mengenai suatu topik atau permasalahan.
9. Menghibur ( menyajikan pertanyaan )
Kadang – kadang murid – murid dapat menyajikan
pertunjukan untuk teman, atau teman sekelas, teman –
63

teman dari kelas lain, orang tua dan anggota masyarakat


di sekitar gedung sekolah.
10. Sandiwara boneka
Pertunjukan sandiwara boneka memberikan kesempatan
kepada murid untuk berbagai gagasan daan cerita lewat
percakapan, disertai dengan gerakan boneka
11. Bercerita atau membaca puisi secara kor
Melalui kegiatan bercerita atau membaca puisi secara
kor, smurid dapat mengekspresikan karya sastra. Mereka
dapat merasakan keindahan karya sastra lewat ritme,
rima, aliterasi, dan suasana batin yang diungkapkan.
12. Bermain Drama
Bentuk lain apresiasi sastra secara lisan ialah
membacakan naskah drama atau bermain drama.
13. Wawancara
Wawancara dapat digunakan oleh murid untuk
memperoleh informasi yang berhubungan dengan satu
tugas tertentu. Melakukan wawancara membutuhkan
ketrampilan berbicara dan menyimak.
14. Bercakap – cakap
Bercakap – cakap adalah berbicara secara lisan antara
dua atau lebih pembicara. Bercakap – cakap merupakan
bentuk ekspresi lisan yang paling alami dan bersifat
tidak resmi, tetapi kurang mendapat kesempatan untuk
melakukan percakapan khususnya percakapan dalam
64

bahasa Indonesia bagi murid yang berbahasa ibu bahasa


daerah, selama berada di sekolah.
15. Laporan Lisan
Murid dilatih menyusun laporan sederhana yang
menyangkut topik atau tema mata pelajaran. Laporan
dapat berupa isi buku, hasil percobaan, hasil
pengamatan, ataupun isi cerita.

B. Tujuan Berbicara
Setiap kegiatan berbicara yang dilakukan manusia selalu
mempunyai maksud dan tujuan. Menurut Tarigan (1983:15)
tujuan utama berbicara adalah untuk berkomunikasi. Agar
dapat menyampaikan pikiran secara efektif, maka sebaiknya
sang pembicara memahami makna segala sesuatu yang ingin
dikombinasikan, dia harus mampu mengevaluasi efek
komunikasi terhadap pendengarnya, dan dia harus
mengetahui prinsip-prinsip yang mendasari segala sesuatu
situasi pembicaraan, baik secara umum maupun perorangan.
Menurut Djago, dkk (1997:37) tujuan pembicaraan biasanya
dapat dibedakan atas lima golongan yaitu (1) menghibur, (2)
menginformasikan, (3) menstimulasi, (4) meyakinkan, dan 5)
menggerakkan.
Seseorang melakukan kegiatan berbicara selain untuk
berkomunikasi juga bertujuan untuk mempengaruh orang
lain dengana maksud apa yang dibicarakan dapat diterima
65

oleh lawan bicaranya dengan baik. Adanya hubungan timbal


balik secara aktif dalam kegiatan bebricara antara pembicara
dengan pendengar akan membentuk kegiatan berkomunikasi
menjadi lebih efektif dan efisien.

C. Jenis-jenis Berbicara
1. Berbicara berdasarkan tujuannya
a) Berbicara memberitahukan, melaporkan, dan
menginformasikan.
b) Berbicara menghibur
c) Berbicara membujuk
2. Berbicara berdasarkan situasinya
a) Berbicara formal
b) Berbicara informal
3. Berbicara berdasarkan cara penyampaiannya
a) Berbicara mendadak
b) Berbicara berdasarkan catatan
c) Berbicara berdasarkan hafalan
d) Berbicara berdasarkan naskah
4. Berbicara berdasarkan jumlah pendengarnya
1) Berbicara antarpribadi
2) Berbicara dalam kelompok kecil
3) Berbicara dalam kelompok besar
66

D.Bahan dan Strategi Pembelajaran Berbicara


Tujuan pembelajaran berbicara di SD adalah melatih
murid dapat berbicara dalam Bahasa Indonesia dengan baik
dan benar. Untuk mencapai tujuan tersebut, kita dapat
menggunakan bahan pembelajaran membaca atau menulis,
kosakata, dan sastra sebagai bahan pembelajaran berbicara,
misalnya menceritakan pengalaman yang mengesankan,
menceritakan kembali isi cerita yang pernah dibaca atau
didengar, bermain peran, pidato.
Banyak cara untuk meelaksanakan pembelajaran
berbicara di SD, misalnya murid diminta merespons secara
lisan gambar yang diperlihatkan guru, bermain tebak-
tebakan, menceritakan isi bacaan, bertanya jawab,
membicarakan kaidah sebuah puisi, melanjutkan cerita guru,
berdialog, dan sebagainya. Dalam hal ini, yang perlu
diperhatikan bahwa pembelaran berbicara harus dikaitkan
dengan pembelajaran keterampilan lainnya.

E.Faktor-faktor Penunjang Kegiatan Berbicara


Berbicara atau kegiatan komunikasi lisan merupakan
kegiatan individu dalam usaha menyampaikan pesan secara
lisan kepada sekelompok orang, yang disebut juga audience
atau majelis. Supaya tujuan pembicaraan atau pesan dapat
sampai kepada audience dengan baik, perlu diperhatikan
beberapa faktor yang dapat menunjang keefektifan
67

berbicara. Pada saat berbicara diperlukan a) penguasaan


bahasa, b) bahasa, c) keberanian dan ketenangan, d)
kesanggupan menyampaikan ide dengan lancar dan teratur.
Faktor penunjang pada kegiatan berbicara sebagai
berikut. Faktor kebahasaan, meliputi:
1. Ketepatan ucapan,
2. Penempatan tekanan nada, sendi atau durasi yang
sesuai,
3. Pilihan kata,
4. Ketepatan penggunaan kalimat serta tata
bahasanya,
5. Ketepatan sasaran pembicaraan.
Sedangkan faktor nonkebahasaan, meliputi
1. Sikap yang wajar, tenang dan tidak kaku,
2. Pendangan harus diarahkan ke lawan bicara,
3. Kesediaan menghargai orang lain,
4. Gerak-gerik dan mimik yang tepat,
5. kenyaringan suara,
6. kelancaran,
7. relevansi, penalaran,
8. penguasaan topik.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kegiatan berbicara
adalah faktor urutan kebahasaan (linguistik) dan non
kebahasaan (nonlinguistik).
68

F.Faktor Penghambat Kegiatan Berbicara


Ada kalanya proses komunikasi mengalami gangguan
yang mengakibatkan pesan yang diterima oleh pendengar
tidak sama dengan apa yang dimaksudkan oleh pembicara.
Tiga faktor penyebab gangguan dalam kegiatan berbicara,
yaitu:
a. Faktor fisik, yaitu faktor yang ada pada partisipan
sendiri dan faktor yang berasal dari luar partisipan.
b. Faktor media, yaitu faktor linguitisk dan faktor
nonlinguistik, misalnya lagu, irama, tekanan,
ucapan, isyarat gerak bagian tubuh, dan
c. Faktor psikologis, kondisi kejiwaan partisipan
komunikasi, misalnya dalam keadaan marah,
menangis, dan sakit.

Hambatan-Hambatan Berbicara
Usaha untuk meningkatkan keterampilan berbicara
bahasa Indonesia di sekolah akan ditemui hambatan yang
datang dari lingkungan sekolah itu sendiri, antara lain:
a. Adanya pandangan guru bahwa berbicara
bahasa Indonesia dalam keseharian di sekolah tidak
lazim. Hal ini tercermin ketika dalam pergaulan sehari-
hari sungkan untuk menggunakan bahasa Indonesia,
mereka lebih nyaman menggunakan bahasa daerah.
69

b. Belum tersedianya program


wajib berbahasa Indonesia dari pemerintah dan berbagai
lembaga khususnya lembaga pendidikan.

G.Langkah-langkah Meningkatkan Keterampilan


Berbicara Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar

Untuk mewujudkan keterampilan berbicara bahasa


Indonesia agar dapat diterapkan dalam percakapan sehari -
hari, diperlukan upaya untuk meningkatkan keterampilan
berbicara bahasa Indonesia di sekolah. Upaya itu dapat
diterapkan dalam suatu program-program, diantaranya
sebagai berikut:
a. Guru menjadi model bagi murid
Kemampuan pokok yang ideal untuk
dikuasai guru profesional adalah kemampuan membantu
murid belajar efisien dan efektif agar mencapai tujuan
optimal (Abdulhak, 2008). Murid membutuhkan contoh
dari guru yang dalam berbicara menggunakan
bahasa Indonesia yang baik dan benar. Guru hendaknya
memberikan contoh keteladanan dalam berbahasa agar
murid dapat menirukan dan melafalkan kata atau kalimat
dengan tepat sesuai kaidah yang berlaku.
70

Dalam melaksanakan upaya di atas, maka mereka


harus berbicara bahasa Indonesia dalam kegiatan belajar
mengajar di kelas, ruang guru, atau di luar kelas. Bila guru
membiasakan untuk selalu berbahasa Indonesia, hal ini dapat
membantu murid dalam belajar keterampilan berbicara
bahasa Indonesia sehingga guru dapat dijadikan contoh bagi
murid dalam bertutur
b. Menerapkan pembelajaran dengan
pendekatan Modeling The Way
Pelaksanaan pembelajaran bahasa Indonesia pada
keterampilan berbicara bahasa Indonesia perlu menerapkan
pendekatan Modeling The Way (membuat contoh
praktik). Strategi ini memberikan kesempatan kepada murid
untuk mempraktikkan keterampilan berbicara
bahasa Indonesia melalui demonstrasi.
Dengan pendekatan Modeling The Way dalam
pembelajaran bahasa Indonesia, keterampilan berbicara
murid dapat meningkat dan keberanian murid dalam
berbicara semakin berani dan tidak takut salah.
c. Adanya penilaian keterampilan berbicara
bahasa Indonesia
Walaupun pelaksanaannya di luar kegiatan belajar
mengajar, tetapi guru harus mengadakan penilaian
keterampilan berbicara pada kesehariannya. Penilaian ini
akan menjadi motivasi bagi murid untuk berusaha
71

mempraktikkannya baik di dalam kelas maupun di luar


kelas. Dengan demikian murid termotivasi untuk melakukan
perbuatan yang sama bahkan berusaha meningkatkannya.

d. Sekolah Membuat Program Sehari


Berbahasa Indonesia.
Salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan
belajar bahasa adalah kondisi eksternal. Kondisi eksternal
yaitu faktor di luar diri, seperti lingkugan sekolah, guru,
teman sekolah, dan peraturan sekolah. Kondisi eksternal
terdiri atas 3 prinsip belajar yaitu:
1) Memberikan situasi atau materi yang sesuai dengan
respon yan diharapkan,
2) Pengulangan agar belajar lebih sempurna dan lebih lama
di ingat,
3) Penguatan respons yang tepat untuk mempertahankan dan
menguatkan respons itu.
Program sehari berbahasa di tiap sekolah
merupakan kondisi eksternal yang efektif untuk
mempraktikkan keterampilan berbahasa. Hal ini sudah sangat
lazim dilakukan pada pondok pesantren modern, contohnya
Pondok Pesantren Gontor yang menerapkan
program kepada santrinya untuk sehari berbahasa Arab
dan sehari berbahasa Inggris, sehingga santrinya mahir
berbahasa Arab dan Inggris.
72

BAB IV

KETERAMPILAN MEMBACA

A. Pengertian Membaca
Keterampilan berbahasa ada empat, yaitu menyimak,
berbicara, menulis dan membaca. Menurut Burns (Haryadi,
1996 : 32) “membaca sebagai proses merupakan semua
kegiatan dan teknik yang ditempuh oleh pembaca yang
mengarah pada tujuan melalui tahap-tahap tertentu”.
Proses tersebut berupa penyandian kembali dan
penafsiran sandi. Anderson (Haryadi , 1996 :32) menyatakan
bahwa kegiatannya dimulai dari mengenali huruf, kata,
ungkapan, frasa, kalimat, dan wacana, serta
menghubungkannya dengan bunyi dan maknanya. Bahkan
menurut Ulit (Haryadi :1996 ) pembaca menghubungkannya
dengan kemungkinan maksud penulis berdasarkan
pengalamannya. Sejalan dengan itu, Kridalaksana (Sumardi,
1996 :32) menyatakan bahwa:
Membaca adalah keterampilan mengenal dan
memahami tulisan dalam bentuk urutan lambang -
lambang grafis dan perubahannya menjadi wicara
bermakna dalam bentuk pemahaman diam - diam atau
pengujaran keras -keras
73

Membaca sebagai hasil, berupa dicapainya


komunikasi pikiran dan perasaan penulis dengan pembaca.
Komunikasi itu terjadi karena terdapat kesamaan
pengetahuan dan asumsi antara pembaca dan penulis.
Komunikasi yang terjadi bergantung pada pemahaman yang
dirasakannya melalui semua proses membaca. Oleh
karenanya, membaca sering disebut proses
konstruktif.pengalaman dan pengetahuan pembaca, baik
kebahasaan maupun nonkebahasaan menentukan
keberhasilan kegiatan membaca. Sebab pada hakikatnya
penulis pun mengungkapkan gagasannya menggunakan alur
berpikir tertentu dan kaidah bahasa yang berlaku.
Menurut Rohana (2018:2) mengatakan bahwa
Reading has many benefits, by reading humans
acquiring a lot of knowledge, developing speaking
skills fluently in speaking, developing creative
reasoning, enhancing comprehension of problems,
improving the ability to comprehend conceptual
concepts of learning or reading, window of the world
means obtaining various information from various
sources and various directions.

Berarti membaca memiliki banyak manfaat, dengan


membaca manusia memperoleh banyak pengetahuan,
mengembangkan keterampilan berbicara dengan lancar
dalam berbicara, mengembangkan penalaran kreatif,
meningkatkan pemahaman masalah, meningkatkan
kemampuan memahami konsep konseptual belajar atau
74

membaca, jendela dunia berarti memperoleh berbagai


informasi. dari berbagai sumber dan berbagai penjuru.
Pemahaman guru tentang pembelajaran membaca
permulaan di SD diperlukan kemampuan guru memahami
konsep dasar membaca permulaan, diantaranya hakekat
membaca dan kesiapan murid membaca. Konsep dasar
seperti dikemukakan oleh Safi`ie dalam Tahar dan Harris
Effendi (1999: 5-7) yaitu “ (1) perolehan keterampilan (2)
kegiatan visual (3) memahami/mengerti (4) proses berfikir
(5) mengolah informasi (6) proses menghubungkan tulisan
dengan bunyi (7) Kemampuan mengantisipasi makna”.
Ketujuh hal tersebut diuraikan sebagai berikut :
a. Membaca pada hakekatnya adalah pengembangan
keterampilan, mulai dari keterampialan memahami
kata-kata, kalimat-kalimat, paragraf-paragraf dalam
bacaan sampai dengan memahami secara kritis dan
evaluatif seluruh isi bacaan.
b. Membaca pada hakekatnya adalah kegiatan visual
berupa serangkaian gerakan mata dalam mengikuti
baris - baris tulisan, pemutusan penglihatan pada
kata dan kelompok kata, melihat ulang kata dan
kelompok kata untuk memperoleh pemahaman
terhadap bacaan.
c. Membaca pada hakekatnya adalah kegiatan
memahami dan mengamati kata-kata yang tertulis
75

memberikan makna terhadap kata-kata tersebut


berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang telah
dipunyai.
d. Membaca adalah sesuatu proses berpikir yang terjadi
melalui proses mempersepsi dan memahami
informasi serta memberikan makna terhadap bacaan.
e. Membaca pada hakekatnya adalah proses mengolah
informasi dalam membaca terjadi proses pengolahan
informasi yang dilaksanakan oleh pembaca dengan
menggunakan informasi dalam bacaan dan
pengetahuan serta pengalaman yang telah dipunyai
sebelumnya yang relevan dengan informasi tersebut.
f. Membaca pada hakekatnya adalah proses
menghubungkan tulisan dengan bunyinya sesuai
dengan sistem tulisan yang digunakan.
g. Membaca pada hakekatnya adalah kemampuan
mengantisipasi makna yang terdapat baris - baris
dalam tulisan. Kegiatan membaca bukan hanya
kegiatan bersifat mekanis saja, melainkan
merupakan kegiatan menangkap maksud dari
kelompok-kelompok kata yang membawa makna.
1. Tujuan Membaca
Menurut Akhadiah, dkk (Siahaan :1991) secara
umum tujuan membaca dibedakan menjadi : (a) membaca
untuk mendapatkan informasi, (b) membaca dengan tujuan
76

agar citra dirinya meningkat, (c) membaca untuk melepas


diri dari kenyataan, (d) membaca untuk rekreatif, (e)
membaca yang tinggi ialah untuk mencari nilai-nilai
keindahan atau pengalaman estetis. Hal tersebut diuraikan
sebagai berikut :
a. Membaca untuk mendapatkan informasi. Informasi
yang dimaksud adalah mencakup informasi bisa
tentang fakta dan kejadian sehari-hari sampai informasi
tingkat tinggi tentang teori-teori serta penemuan dan
temuan ilmiah yang canggih.
b. Membaca dengan tujuan agar citra dirinya meningkat.
Seperti membaca karya para calon peneliti, bukan
karena berminat terhadap karya tersebut melainkan agar
orang memberikan nilai positif terhadapnya
c. Membaca untuk melepas diri dari kenyataan, misalnya
pada saat merasa jenuh, sedih, bahkan putus asa. Dalam
hal ini membaca merupakan submilasi atau penyaluran
yang positif.
d. Untuk mendapatkan kesenangan atau hiburan. Bacaan
yang dipilih untuk tujuan ini ialah bacaan yang ringan
atau jenis bacaan yang disukainya.
e. Membaca yang tinggi ialah untuk mencari nilai-nilai
keindahan atau pengalaman estetis, dan nilai-nilai
kehidupan lainnya. Dalam hal ini bacaan yang dipilih
adalah karya yang bernilai sastra.
77

Pada dasarnya membaca dilakukan sebagai upaya


memperoleh informasi yang mencakup isi dan memahami
makana bacaan. Makna bacaan sangat ditentukan oleh
pengalaman pembaca terhadap keadaan yang dijelaskan
dalam bacaan.

B.Tujuan Pembelajaran Membaca di Sekolah Dasar


a. Tujuan Pembelajaran Membaca di Kelas Rendah
Sebelum guru mengajar di depan kelas dengan
sendirinya dia harus mengetahui terlebih dahulu tujuan
pembelajaran yang akan dilaksanakan bersama muridnya.
Adapun tujuan membaca di SD kelas rendah dapat
ditentukan atau dicari guru melalui pemahaman Tujuan
Pembelajaran berdasarkan standar kompetensi pada
kurikulum Mata Pelajaran Bahasa Indonesia. Yang termasuk
SD kelas rendah adalah kelas 1 dan 2, sedangkan SD kelas
tinggi mulai kelas 3 sampai dengan kelas 6.
Di samping guru harus memahami kompetensi dasar
apa yang akan dicapai dan dikembankan dalam pembelajaran
membaca yang tertera dalam kurikulum yang berlaku harus
memahami teori membaca yang berhubungan dengan jenis-
jenis membaca dan tujuan membaca setiap jenis membaca
tersebut.
78

Secara teoretis macam-macam pengajaran membaca


seoperti yang dikemukakan oleh I Gusti Ngurah Oka (1983),
adalah sebagai berikut:
a. Pengajaran Membaca Permulaan
Pengajaran membaca permulaan ini disajikan kepada
murid tingkat permulaan Sekolah Dasar. Tujuannya
adalah membinakan dasar mekanisme membaca, seperti
kemampuan mengasosiasikan huruf dengan bunyi-bunyi
bahasa yang diwakilinya, membina gerakan mata
membaca dari kiri ke kanan, membaca kata-kata dan
kalimat sederhana.
b. Pengajaran Membaca Nyaring
Pengajaran membaca nyaring ini di satu pihak dianggap
merupakan bagian atau lanjutan dari pengajaran membaca
permulaan, dan di pihak lain dipandang juga sebagai
pengajaran membaca tersendiri yang sudah tergolong
tingkat lanjut, seperti membaca sebuah kutipan dengan
suara nyaring.
c. Pengajaran Membaca dalam Hati
Pengajaran membaca ini membina murid agar mereka
mampu membaca tanpa suara dan mampu memahami isi
tuturan tertulis yang dibacanya, baik isi pokoknya maupun
isi bagiannya termasuk pula isi yang tersurat dan yang
tersirat.
79

d. Pengajaran Membaca Pemahaman


Dalam praktiknya, pengajaran membaca pemahaman
hampir tidak berbeda dengan pengajaran membaca dalam
hati.
e. Pengajaran Membaca Bahasa
Pengajaran membaca ini pada dasarnya merupakan alat
dari pengajaran bahasa. Guru memanfaatkannya untuk
membina kemampuan bahasa murid
f. Pengajaran Membaca Teknik
Pengajaran membaca teknik memusatkan perhatiannya
kepada pembinaan-pembinaan kemampuan murid
menguasai teknik-teknik membaca yang dipandang patut.
Dalam pelaksanaannya pengajaran membaca teknik sering
kali berimpit dengan pengajaran membaca nyaring dan
pengajaran membaca permulaan.
Secara teoretis tujuan membaca di SD kelas rendah
adalah untuk membina kemampuan murid dalam hal-hal
berikut ini:
a. Mekanisme membaca, yaitu mengasosiasikan huruf
dengan bunyi-bunyi bahasa yang diwakilinya (yang
dilatih adalah membaca teknik dan nyaring).
b. Membina gerak mata membaca dari kiri ke kanan.
c. Membaca kata-kata dan kalimat-kalimat pendek.
80

Menurut Tarigan H.G. (1983) ada dua apek yang penting


dalam membaca, yaitu:
a. Keterampilan yang bersifat mekanis (mechanical skills)
yang dapat dianggap berada pada urutan yang lebih
rendah (lower order) yang mencakup:
1) pengenalan bentuk huruf;
2) pengenalan unsur-unsur linguistik (fonem, kata, frase,
pola klause, kalimat, dan lain-lain);
3) pengenalan hubungan/korespondensi pola ejaan dan
bunyi (kemampuan menyuarakan bahan tertulis atau
to bark at print);
4) kecepatan membaca bertaraf lambat.
b. Keterampilan yang bersifat pemahaman (comprehension
skills) yang dapat berada pada urutan yang lebih tinggi
(higher order) yang mencakup aspek:
1) memahami pengertian sederhana (leksikal,
gramatikal, retorikal);
2) memahami signifikansi atau makna (antara lain
maksud dan tujuan pengarang relevansi/keadaan
kebudayaan, reaksi pembaca);
3) evaluasi atau penilaian (isi, bentuk);
4) kecepatan membaca yang fleksibel, yang mudah
disesuaikan dengan keadaan.
Tujuan pengajaran membaca di SD kelas rendah adalah:
81

1. Membina kemampuan mengasosiasikan huruf


dengan bunyi (pengenalan bentuk huruf).
2. Membina membaca kata-kata dan kalimat
sederhana (pengenalan unsur linguistik).

b. Tujuan Pembelajaran Membaca di Kelas Tinggi


Kalau tujuan membaca di kelas rendah bersifat
mekanis, yang biasanya di sebut Membaca Permulaan, maka
tujuan membaca di kelas tinggi merupakan kelanjutan dari
membaca di kelas rendah yang biasanya disebut Membaca
Lanjut yang penekanannya pada pemahaman.
Menurut Tarigan membaca di kelas tinggi ini melatih
murid dalam keterampilan yang bersifat pemahaman
(Comprehension Skills) yang mencakup aspek-aspek berikut
ini:
1) Memahami pengertian sederhana (leksikal, gramatikal,
retorikal).
2) Memahami signifikansi atau makna (antara lain maksud
dan tujuan pengarang relevansi/keadaan kebudayaan,
reaksi pembaca).
3) Evaluasi atau penilaian (isi, bentuk).
4) Kecepatan membaca yang fleksibel, yang mudah
disesuaikan dengan keadaan.
Selanjutnya Tarigan menjelaskan bahwa membaca di
kelas rendah masih bersifat mekanis (mechanikal skills)
82

maka aktivitas yang paling sesuai adalah membaca nyaring


(bersuara), sedangkaan untuk kelas tinggi ditekankan pada
pemahaman (comprehension skills) dan aktivitas yang tepat
adalah membaca dalam Membaca dalam hati (silent reading)
dibagi menjadi dua, yaitu (a) membaca ekstensif (extensive
reading) dan (b) membaca intensif (intensive reading).
Membaca ekstensif mecakup (1) membaca survei
(survey reading), (2) membaca sekilas (skimming), dan (3)
membaca dangkal (superficial reading).
Menurut Rohana (2017) membaca intensif mencakup
(1) membaca telaah isi (content study reading) yang terdiri
dari (i) membaca teliti (close reading), (ii) membaca
pemahaman (comprehension reading), (iii) membaca kritis
(critical reading), dan (iv) membaca ide (reading for ideas);
(2) membaca telaah bahasa (language study reading) yang
terdiri dari (i) membaca bahasa asing (foreign language
reading) dan (ii) membaca sastra (literary reading).
Berdasarkan aspek-aspek membaca dan jenis-jenis
membaca di atas, maka membaca yang harus dilatihkan atau
dikembangkan untuk murid SD kelas tinggi sangat kompleks
yang mencakup membaca bersuara dan membaca dalam hati.
Membaca bersuara disesuaikan dengan kebutuhan dan
ditekankan pada teknik membaca yang tepat sebab pada
hakikatnya membaca bersuara ini membaca untuk orang lain.
Jadi, orang mendengar bacaan itu mudah menangkap atau
83

memahami apa yang didengarnya. Yang termasuk membaca


bersuara tertera dalam kemampuan dasar untuk SD kelas
tinggi adalah membacakan teks, membacakan dongeng,
membacakan puisi, membacakan pengumuman,
membacakan teks sambutan/pidato tertulis, dan membacakan
cerita lama yang masih populer.

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemampuan


Membaca
Banyak faktor yang mempengaruhi kemampuan
membaca, baik membaca permulaan maupun membaca
lanjut (membaca pemahaman). Faktor-faktor yang
mempengaruhi membaca permulaan menurut Lamb dan
Arnold (1976) ialah:

a. Faktor Fisiologis
Faktor ini mencakup kesehatan fisik, pertimbangan
neurologis, dan jenis kelamin. Keterbatasan neurologis
(misalnya berbagai cacat otak) dan kekurangmatangan
secara fisik merupakan salah satu faktor yang dapat
menyebabkan murid gagal dalam meningkatkan
kemampuan membaca pemahaman mereka.
b. Faktor Intelektual
Istilah intelegensi didefinisikan oleh Heinz sebagai suatu
kegiatan berpikir yang terdiri dari pemahaman yang
84

esensial tentang situasi yang diberikan dan meresponnya


secara tepat (Page dkk., 1980). Terkait dengan
penjelasan Heinz tersebut, Wechster (dalam Harris dan
Sipay, 1980) mengemukakan bahwa intelegensi ialah
kemampuan global individu untuk bertindak sesuai
dengan tujuan, berpikir rasional, dan berbuat secara
efektif terhadap lingkungan.
Secara umum intelegensi murid tidak sepenuhnya
mempengaruhi berhasil tidaknya dalam membaca
permulaan.
c. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan juga mempengaruhi kemajuan
kemampuan membaca murid. Lingkungan dapat
membentuk pribadi, sikap, nilai, dan kemampuan
bahasa. Kondisi di rumah mempengaruhi pribadi dan
penyesuaian diri dalam masyarakat. Kondisi itu pada
gilirannya dapat membantu, dan dapat juga menghalangi
belajar membaca.
d. Faktor Psikologis
Faktor lain yang juga mempengaruhi kemajuan
kemampuan membaca adalah faktor psikologis. Faktor
ini mencakup motivasi, minat, dan kematangan sosial,
emosi, dan penyesuaian diri.
85

C. Teknik-teknik Membaca
Pada umumnya, untuk menemukan informasi fokus
dengan efisien ada beberapa teknik membaca yang
digunakan, antara lain:
a. Baca-pilih (selecting)
Teknik membaca ini dilakukan dengan cara
memilih bahan/bagian bacaan yang dianggap
relevan dengan kebutuhan pembacanya.
b. Baca-lompat (skipping)
Teknik memebaca ini dipakai untuk menemukan
bagian bacaan relevan dengan kebutuhan
pembacanya, dilakukan dengan cara melompati
bagian-bagian yang tidak diperlukan.
c. Baca-layap (skimming)
Teknik membaca ini merupakan membaca dengan
cepat untuk mengetahui isi umum atau bagian
suatu bacaan (Rahim, 2007:52). Seseorang
membaca layap jika ingin membaca artikel di
surat kabar dan majalah, kulit buku di toko buku
(dilakukan untuk membeli buku),dan buku-buku
pustaka (seseorang bisa menemukannya pustaka
tersebut mempunyai informasi yang dibutuhkan).
86

d. Baca-tatap (scanning)
Membaca tatap (scanning) disebut juga membaca
memindai (scanning) ialah membaca sangat cepat.
Menurut Mikkulecky & Jeffries (1998), membaca
memindai penting untuk meningkatkan
kemampuan membaca. Membaca memindai
umumnya digunakan untuk daftar isi buku atau
majalah, indeks dalam buku teks, jadwal,
advertensi dalam surat kabar, buku petunjuk
telepon, dan kamus. Sebaliknya, membaca
memindai tidak digunakan untuk membaca cerita
misteri, buku teks untuk suatu kursus yang
penting,surat- surat penting dari ahli hukum,
denah untuk menemukan jalan pulang, pertanyaan
tes, dan puisi.

D. Metode Pengajaran keterampilan membaca di SD


Pengajaran ketrampilan membaca pada murid SD ada
beberapa cara yang dilakukan guru yaitu dengan
menggunakan berbagai macam metode diantaranya:
1. Metode Abjad
Metode abjad memulai pengajaran membaca dan
menulis permulaan dengan langkah :
1. Mengenalkan / membaca beberapa huruf
, Contohnya b, u, d, i
87

2. Merangkai huruf menjadi suku kata


3. Menggabungkan suku kata yang sudah dilafalkan
4. Merangkai kata menjadi kalimat
2. Metode Bunyi
Metode bunyi sebenarnya sama dengan metode abjad.
Bedanya terletak pada cara pelafalan atau mengeja
huruf.
3. Metode Suku Kata
Metode suku kata memulai pengajaran membaca
permulaan dengan menyajikan kata – kata yang sudah
dikupas menjadi suku kata. Kemudian suku – suku
kata itu dirangkaikan menjadi kata, dan langkah
terakhir kata menjadi kalimat.
4. Metode Kata Lembaga
Metode kata lembaga mulai mengajar membaca
permulaan dengan langkah – langkah :
1. Mengenalkan Kata , misalnya : mina
2. Menguraikan kata menjadi suku kata ,
Contonya : mi-na
3. Menguraikan suku kata atas huruf – huruf,
Contohnya: m – i – n – a
4. Menggabungkan huruf menjadi suku kata,
misalnya : mi – na
5. Menggabungkan suku kata menjadi kata,
Contohnya : mina
88

5. Metode Global ( metode kalimat )


Membaca kalimat secara utuh yang ada dibawah
gambar
6. Metode Struktural Analitik dan Sintetik ( SAS )
SAS merupakan salah satu jenis metode yang bisa
digunakan untuk proses pembelajaran membaca dan
menulis permulaan bagi murid pemula.
89

BAB V

KETERAMPILAN MENULIS

A. Pengertian Menulis
Menurut Tarigan dan Henry Guntur (2008: 126)
mengatakan belajar ialah ”Menulis secara konvensional diartikan
sebagai anak-anak belajar menuliskan sesuatu dalam sistem
tulisan tertentu yang dapat di baca oleh orang yang telah
menguasai sistem itu”.
Hakikat menulis itu akan di maknai lebih luas sebagai
mana dikatakan oleh Murray (Abbas, 2006: 127) “bahwa menulis
adalah proses berfikir yang berkesinambungan, mulai dari
mencoba, dan sampai dengan mengulas kembali”.
Warsidi (2007: 4) “…Menulis adalah kegiatan yang
dilakukan seseorang untuk menghasilkan tulisan”. Sedangkan
menurut Gie (Warsidi, 2007: 5) “unsur menulis terdiri atas:
gagasan, tuturan (narasi, deskripsi, eksposisi, argumentasi,
persuasi), tatanan dan wahana”.
Menurut Rohana (2018;1) bahwa
Writing skills is one of the abilities that should be used in the
language to communicate, to speaking, reading and
listening. Writing skills require training, thinking, creativity
and mastery of grammar and should know what to write,
what background topics will be written.
90

Keterampilan menulis merupakan salah satu kemampuan


yang harus digunakan dalam bahasa untuk berkomunikasi,
berbicara, membaca dan mendengarkan. Keterampilan menulis
membutuhkan pelatihan, pemikiran, kreativitas dan penguasaan
tata bahasa dan harus tahu apa yang harus ditulis, topik latar
belakang apa yang akan ditulis.
Menulis merupakan suatu keterampilan berbahasa yang
dipergunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung, tidak
secara tatap muka dengan orang lain. Menulis mrupakan suatu
kegiatan yang produktif dan ekspresif. Dalam kegiatan menulis
ini, penulis haruslah terampil memanfaatkan graffologi, struktur
bahasa, dan kosa kata. Keterampilan menulis ini tidak akan
datang secara otomatis, tetapi harus melalui latihan dan praktik
yang banyak dan teratur.
Jadi kemampuan menulis merupakan kesanggupan,
kecakapan dan seluruh daya dan upaya dalam keiatan yang
dilakukan seseorang untuk menghasilkan tulisan. Kemampuan
menulis dapat diperoleh melalui latihan dan bimbingan yang
intensif dan kemampuan menulis sangat kompleks karena dalam
kegiatan menulis semua komponen yang berhubungan tulisan
telah dituntut.

B.Tujuan Menulis
Pada prinsipnya fungsi utama dari tulisan adalah sebagai
alat komunitas yang tidak langsung. Menulis sangat penting bagi
91

pendidikan karena memudahkan para pelajar berpikir. Juga dapat


menolong kita berpikir secara kritis.
Sehubungan dengan tujuan penulis menulis suatu
tulisan, Hugo Hartig dalam Hariadi (2008 : 25) merangkumkan
sebagai berikut :
1) Tujuan penugasan
Tujuan ini sebenarnya tidak mempunyai tujuan sama sekali.
Penulis menulis sesuatu karena ditugaskan, bukan atas
kemauan sendiri
2) Tujuan altruistik
Menulis bertujuan untuk menyenangkan para pembaca,
ingin menolong para pembaca memahami, menghargai
perasaan, dan penalarannya.
3) Tujuan persuasif
Tulisan bertujuan meyakinkan para pembaca akan
kebenaran gagasan yang diutarakan.
4) Tujuan informasional/penerangan
Tulisan yang bertujuan memberi informasi atau
keterangan/penerangan kepada para pembaca.
5) Tujuan pernyataan diri
Tulisan bertujuan memperkenalkan atau menyatakan diri
sang pengarang kepada para pembaca.
92

6) Tujuan kreatif
Tujuan kreatif ini melebihi pernyataan diri dan melibatkan
dirinya dengan keinginan mencapai norma artistik, atau
seni yang ideal, seni idaman.
7) Tujuan pemecahan masalah
Penulis ingin menjelaskan secara cermat pikiran-pikiran
dan gagasan-gagasannya sendiri agar dapat dimengerti dan
diterimaoleh para pembaca
Adapun Manfaat yang dapat di petik dalam menulis
yaitu menurut (Suparno dan Yunus, 2007: 4) ialah :
1) Peningkatan kecerdasan
2) Pengembangan daya inisiatif dan kretivitas,
3) Penumbuhan keberanian, dan
4) Pendorong kemauan dan kemampuan mengumpulkan
informasi
Menurut Bernard Perct (Tarigan dkk, 2007: 19)
mengemukakan beberapa manfaat menulis antara lain:
(1) sarana untuk mengungkapkan diri, (2) sarana untuk
pemahaman, (3) membantuk mengembangkan kepuasan
pribadi, kebanggaan dan perasaan harga diri, (4)
meningkatkan kesadaran dan penyerapan terhadap
lingkungan, (5) keterlibatan secara bersemangat dan
bukannya penerimaan yang pasra, dan (6)
mengembangkan suatu pemahaman tentang kemampuan
menggunakan bahasa.
93

Abdul Rahman dan Waluyo (2000:223) menyatakan


bahwa “tujuan menulis untuk anak SD adalah menyalin,
mencatat dan mengerjakan sebagian besar tugas yang diberikan di
sekolah dengan harapan melatih kemampuan berbahasa dengan
baik”.

C.Teknik Pembelajaran Menulis


1. Menulis dari Gambar
a.Tujuan
Teknik pembelajaran menulis dari gambar bertujuan
agar murid dapat menulis dengan cepat berdasarkan
gambar yang dilihat. Misalnya, guru menunjukkan
gambar kebakaran yang melanda sebuah desa. Dari
gambar tersebut murid dapat membuat tulisan secara
runtut dan logis berdasarkan gambar. Alat yang
dibutuhkan adalah gambar-gambar yang bervariasi
sesuai dengan tema pembelajaran, yang berukuran
sama dengan kalender besar. Teknik ini dapat
dijalankan secara persorangan maupun secara
kelompok
Cara menerapkan:
1) guru menyampaikan pengantar,
2) guru menempelkan beberapa gambar di depan kelas,
3) setelah murid melihat gambar tersebut, murid mulai
mengidentifikasi gambar dan dari identifikasi
94

tersebut murid membuat tulisan secara runtut dan


logis,
4) guru bertanya kepada murid tentang alasan tulisan
yang dibuatnya, dan guru merefleksikan
pembelajaran tersebut. Upayakan gambar yang
disajikan sesuai dengan tema pembelajaran yang
dipelajari pada minggu itu. Guru dapat memilih
gambar yang cocok dengan karakteristik kelas.
Gambar yang telah digunakan murid dapat ditarik
kembali untuk bahan pembelajaran berikutnya.
2. Menulis Objek Langsung
Tujuan:
Agar murid dapat menulis dengan cepat berdasarkan
objek yang dilihat. Guru menunjukkan objek kepada
murid di depan kelas, misal boneka, vas bunga, mobil-
mobilan, dan lain-lain. Dari objek tersebut murid dapat
membuat tulisan secara runtut dan logis berdasarkan
objek yang dilihatnya. Alat yang dibutuhkan adalah
objek-objek yang bervariasi sesuai dengan tema
pembelajaran. Teknik ini dapat dijalankan secara
perseorangan maupun secara berkelompok.
Cara menerapkan:
1) guru menyampaikan pengantar,
2) guru memajang beberapa objek di depan kelas,
95

3) setelah murid melihat objek tersebut, murid mulai


mengidentifikasi objek,
4) murid membuat tulisan secara runtut dan logis,
5) guru bertanya kepada murid tentang alasan tulisan
yang dibuatnya, dan
6) guru merefleksikan pembelajaran tersebut.
3. Pembandingan Objek Langsung
Teknik pembelajaran ini bertujuan agar murid dapat
menulis perbandingan berdasarkan objek yang dilihat.
Misalnya, guru menunjukkan dua benda (objek) yang
sama tetapi berbeda bentuk, warna, fungsi, dan lain-
lain. Murid menulis dengan cara membandingkan dua
objek yang telah diidentifikaikannya. Dari objek
tersebut murid dapat membuat tulisan secara runtut dan
logis berdasarkan objek yang dilihat. Alat yang
dibutuhkan adalah benda-benda yang bervariasi sesuai
denga tema pembelajaran. Teknik ini dapat dijalankan
baik perorangan maupun kelompok.

Cara menerapkan:
1) Guru menyampaikan pengantar,
2) guru memajang dua benda (objek) yang sama
namun lain warna, fungsi, bentuk, dan lain-lain di
depan kelas,
96

3) setelah murid melihat objek tersebut, murid mulai


mengidentifikasi objek,
4) murid menulis perbandingan secara runtut dan
logis,
5) guru bertanya kepada murid tentang alasan tulisan
yang dibuatnya.
6) guru merefleksikan pembelajaran tersebut.
7) Meneruskan Tulisan
Dari teknik pembelajaran meneruskan tulisan,
diperoleh kemampuan murid dalam melengkapi ide atau gagasan
secara baik dalam sebuah tulisan melalui penambahan beberapa
paragraf. Dalam proses melengkapi tersebut, murid berada dalam
kondisi senang, ceria, dan penuh dengan tantangan dalam
komunitas belajar yang kompetitif.
Alat yang digunakan adalah lembaran fotokopi tulisan yang
belum selesai gagasannya, (tulisan tersebut semestinya 10
paragraf tetapi yang 3 paragraf terakhir dibuang) kemudian murid
menambahkan paragraf sesuai dengan idenya. Fotokopi sesuai
dengan jumlah murid. Pelaksanaan teknik ini dapat berupa
persorangan atau kelompok. Biasakan sebelum memulai, murid
dikondisikan melalui kegiatan persepsi lewat berbagai cara,
misalnya nyanyian, puisi, permainan, dan gerakan. Dalam
pelaksanaan teknik ini :
1. guru memberikan persepsi atau pengantar,
2. bagi kelompok (kalau penerapannya dalam kelompok),
97

3. guru memberikan rambu-rambu pelaksanaan,


4. guru memberikan lembar fotokopi kepada murid,
5. setelah diberi waktu dan aba-aba, murid mengerjakan
tugas berupa meneruskan tulisan yang belum selesai
dengan idenya sendiri
6. setelah waktu yang diberikan habis, murid melaporkan
hasilnya di depan kelas,
7. guru bertanya kepada murid alasan tulisan tersebut, dan
refleksi

D.Kesimpulan

Segala akivitas manusia yang diungkapkan dengan berbagai


cara itu mengandung suatu makna dan tujuan. Begitu juga
bahasa yang dituangkan ke dalam bentuk lisan merupakan
curahan ide, perasaan, pendapat yang dirangkai melalui kata-
kata untuk meningkatkan kemampuan murid dalam
berkomunikasi secara lisan dapat diupayakan dengan berbagai
metode dan teknik.
Penggunaan berbagai teknik dan metode yang inovatif dapat
menciptakan situasi pembelajaran yang kondusif. Murid
dalam kaitan ini ikut terlibat secara langsung dalam menyerap
informasi dan menyatakan kembali hasil rekaman informasi
yang diperolehnya sesuai dengan kemampuan individu.
Melalui proses pembelajaran yang dinamis diharapkanakan
tercipta suatu bentuk komunikasi lisan antara murid dengan
98

murid yang terpola melalui keterampilan menyimak,


berbicara, membaca, dan menulis sehingga suasana
pembelajaran terhindar dari kejenuhan.
99

DAFTAR PUSTAKA

Bayu,Rahmat. 2013. Makalah Membiasakan Keterampilan


Berbicara (Online). http://rachmatbayufirdas.
blogspot.co.id/2013/01/ makalah-membiasakan -
keterampilan.html, 9 Desember 2019

Badudu, J.S. 1983. Inilah Bahasa Indonesia yang Benar. Jakarta:


Gramedia.

Effendi, S. 1995. Panduan Berbahasa Indonesia Dengan Baik dan


Benar. Jakarta: Pustaka Jaya.

Haryadi. 1996. Peningkatan Keterampilan Berbahasa Indonesia.


Yogyakarta : Depdikbud
Nurhadi. 1993. Menjadi Pembaca yang Efektif dan Efisien.
Malang : IKIP Malang.

Rohana 2017 . Effect Of Interactive Video To Improvement


Writing Reproduction Skill To Primary Eduction
Program. Makassar: The 1st International
Conference on Education, Science, Art and
Technology (the 1st ICESAT) Universitas Negeri
Makassar. 22 – 23 July 2017 153.
https://ojs.unm.ac.id/icesat/article/view/4483/pdf#
accessed. 18 October 2020

--------------- 2018 (11) (PDF) Method Improving Reading


Comprehension In Primary Education Program
Students. Available from:
https://www.researchgate.net/publication/32333948
1_Method_Improving_Reading_Comprehension_In
_Primary_Education_Program_Students [accessed
Oct 18 2020].
100

Setyaningrum,Yuli . 2013. Kemampuan Menyimak.(Online).


9http:// yurishandcraft.
blogspot.co.id/2013/12/kemampuan-menyimak-
di-sd_15.html. 9 Desember 2019

Sumardi, Muljanto. 1996. Berbagai Pendekatan dalam


Pengajaran Bahasa dan Sastra. Jakarta : PT.
Midas surya Grafindo
Tarigan, Henry Guntur. 2008. Menulis Sebagi Suatu
Keterampilan Berbahasa. Bandung : Angkasa
Bandung

Truestoryeka.2012. Makalah Keterampilan Berbicara. (Online).


https://truestoryeka.
wordpress.com/2012/01/28/makalah-
keterampilan-berbicara/.9 Desember 2019

Warsidi, Edi.2007. Menjadi Ghostwriter. Bandung : Karya


Mandiri

Wikipedia https://en.wikipedia.org/wiki/Indonesian_Wikipedia di
akses Oktober 2020

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai