Anda di halaman 1dari 8

I

PENGANTAR

1.1 Latar Belakang


Alkohol (R-OH) dan eter (R-O-R) begitu erat hubungannya dengan kehidupan manusia
sehari-hari sehingga orang awam pun kenal akan istilah-istilah dietil eter (eter) digunakan sebagai
pematirasa (anestetik). 2-propanol (isopropil alkohol atau alkohol gosok) digunakan sebagai
bakterisid,dan masih benyak senyawa alkohol dan eter lainnya. Sedangkan Fenol (Ar-OH)
merupakan senyawa dengan gugus fungsi OH yang terikat dengan cincin aromatik. Dimana gugus
OH merupakan activator kuat dalam reaksi subtitusi aromatik elektrofilik.
Oksidator-oksidator yang dapat digunakan untuk mengoksidasi alkohol menjadi aldehid
adalah reagen Jones dan reagen Collins, tetapi penggunaan reagen Jones pada proses oksidasi ini
akan sangat rawan karena sifatnya yang asam sehingga dapat mengoksidasi aldehid menjadi asam
karboksilat dalam kondisi oksidator berlebih. Oksidator lain yang juga dapat digunakan dalam
reaksi oksidasi senyawa alkohol menjadi aldehid adalah Piridinium Klorokromat (PCC) karena
tidak menyebabkan terjadinya oksidasi lebih lanjut membentuk asam karboksilat.
Reaksi oksidasi dengan PCC, maka Corey dan Schmidt mengemukakan reaksi oksidasi
dengan oksidator selektif PCC pada alkohol primer dan sekunder dihasilkan senyawa aldehida
dan keton. .Allinger et al menyatakan senyawa keton dapat diperoleh dari oksidasi dari alkohol
sekunder; sedangkan alkohol sekunder dapat dibuat dengan mereaksikan alkena atau seskuiterpena
dengan pereaksi oksimerkurasi-demerkurasi dalam pelarut THF-Air.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan Piridinium Klorokromat (PCC)?
2. Apakah Piridinium Klorokromat (PCC) menghasilkan hasil yang sama pada kedua jurnal ?
3. Bagaimana tahap-tahap kerja Piridinium Klorokromat (PCC) pada kedua jurnal?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui apa itu Piridinium Klorokromat (PCC)
2. Mengetahui hasil penelitian Piridinium Klorokromat (PCC pada kedua jurnal
3. Mengetahui bagaimana cara tahap-tahap kerja Piridinium Klorokromat (PCC) pada kedua
jurnal.
II
RINGKASAN ISI JURNAL
2.1 Identitas Jurnal
 Jurnal I
Judul : Oksidasi 3-(3,4-dimetoksifenil)-propanol dengan
menggunakan Oksidator Piridinium Klorokromat
(PCC) (Oxidation of 3-(3,4-dimethoxyphenyl)-
propanol using Pyridinium Chlorochromate (PCC)
as an Oxidator)
Jurnal : JSKA
ISSN : -
Volume dan Halaman : Vol. 10 No.3, -
Tahun : 2007
1
Penulis : Ngadiwiyana, 2Ismiyarto, 3Ayu Ratri Kartika Iriany
Jurnal II
Judul : Kajian Mekanisme Reaksi Oksidasi Kariolanol
Dengan Oksidator Selektif Piridinium Klorokromat
(PCC)
Jurnal : Jurnal Kimia Indonesia
ISSN : -
Volume dan Halaman : Vol. 2 No. 1, 7-12
Tahun : 2007
Penulis : Sudarmin

3.2 Ringkasan Isi Jurnal


Jurnal I
Sintesis piridinium klorokromat dilakukan dengan menambahkan piridin pada senyawa
kromat-klorida pada suhu 0 0C. Untuk mekanisme reaksi yang terjadi pasangan elektron bebas pada
piridin bertindak sebagai nukleofil dan akan menyerang atom hidrogen pada senyawa kromat
membentuk garam piridinium klorokromat (PCC).
Pada reaksi oksidasi senyawa 3(3,4-dimetoksifenil)-propanol dengan oksidator Piridinium
Klorokromat kondisi reaksi oksidasi harus bebas air, apabila terdapat air maka aldehid yang
dihasilkan akan teroksidasi lebih lanjut membentuk produk samping suatu senyawa asam
karboksilat. Reaksi oksidasi senyawa 3(3,4-dimetoksifenil)-propanol berlangsung melalui
pembentukan senyawa antara ester kromat. Reaksi yang terjadi adalah atom Cr akan diserang oleh
nukleofil yang berasal dari gugus –OH pada 3-(3,4 dimetoksifenil)-propanol dan gugus Cl akan
lepas sehingga membentuk suatu senyawa kromat ester.

Gambar 1. Mekanisme Reaksi Oksidasi 3-(3,4-dimetoksifenil)-propanol

Berdasarkan spektra FTIR yang didapat, diketahui bahwa senyawa hasil oksidasi senyawa
3-(3,4dimetoksifenil)-propanol diperkirakan memiliki gugus aldehid, metoksi dan cincin aromatis.
Kemudian untuk mengetahui struktur dari senyawa hasil oksidasi dilakukan analisis dengan
menggunakan instrument GC-MS. Dari hasil analisis GC-MS dapat terlihat untuk puncak
kromatogram nomor 3 dengan waktu retensi 20,797 menit adalah puncak senyawa 3-(3,4-
dimetoksifenil)propanal dengan m/e = 194 dan memiliki kelimpahan sebesar 64,5 %, sedangkan
senyawa 3-(3,4-dimetoksifenil)-propanol yang belum bereaksi ditunjukkan pada puncak nomor 7
dengan m/e =196 dan kelimpahan sebesar = 2,3 % (tR= 22,1 menit).
Sehingga dari hasil penelitian didapatkan data untuk kondisi reaksi oksidasi senyawa 3-
(3,4-dimetoksifenil)propanol selama 3 jam pengadukkan dengan perbandingan mol oksidator
reaktan 2:1 dan suhu reaksi 30 0C menghasilkan kemurnian senyawa 3-(3,4-
dimetoksifenil)propanal sebesar 64,5%, hasil yang diperoleh belum optimal terbukti dengan masih
terdapatnya senyawa 3-(3,4dimetoksifenil)-propanol dalam larutan.

Jurnal II
Reaksi OM-DM pada Kariofilena Dengan Pelarut THF-Air. Bahan kariofilena diisolasi
dari minyak cengkeh, sedangkan prosedur kerja oksimerkurasi-demerkurasi dalam pelarut THF-air
diadaptasi dari Vogel’s. Reaksi Oksidasi Kariolanol Menjadi Kariofilanon dengan PCC.
Analisis Produk Reaksi OM-DM kariofilena Dengan Inframerah. Analisis struktur
terhadap produk senyawa kariolanol (turunan alkohol kariofilena) melalui reaksi oksimerkurasi
demerkurasi pelarut THF-air, Hasil spektra Inframerah (IR) produk reaksi OM-DM kariofilena
pealarut THF-air diketahui adanya perbedaan gugus fungsional pada kedua spektra Inframerah (IR)
tersebut. Hasil analisis struktur dengan IR, maka produk reaksi OM-DM pelarut THF-air sebagai
kariolanol yang ditandai munculnya serapan gugus hidroksil (-OH) pada serapan 3400 – 1450 cm-
1 dan 1100-1000 cm-1 yang tajam yang karakteristik untuk suatu senyawa diol, sedangkan ikatan
C–O dari gugus hidroksil ditandai serapan pada 1080-1100 cm-1. Berdasarkan data spektra IR,
maka diketahui bahwa pada reaksi OM-DM kariofilena pelarut THF-air, maka terjadi penyerangan
oleh gugus merkuri asetat, hidrasi, dan demerkurasi pada ikatan rangkap kariofilena se-hingga
dihasilkan senyawa kariolanol sebagai klovanadiol.
Analisis struktur produk oksidasi Kariolanol dengan PCC. Dalam upaya memantau
mekanisme reaksi dari oksidasi kariolanol dengan PCC (Piridinium klorokromat) pelarut
diklorometana, maka dilakukan pemantauan uji struktur berdasarkan perubahan munculnya
serapan gugus fungsional antara sebelum dan sesudah reaksi oksidasi menggunakan alat
spektrofotometer Inframerah (IR). Berdasarkan hasil analisis struktur dengan IR, maka tampak
jelas bahwa senyawa kariolanol setelah reaksi oksidasi dengan PCC memang muncul peak
(puncak) baru yaitu dua puncak yaitu serapan 1710 cm-1, selain itu dari gambar spektra masih
ditemukan puncak serapan gugus hidroksil 3421-3400 cm-1 yang diperkuat ikatan C-O dari
hidroksil pada serapan 1200-1257 cm-1. Dari data spektra di atas, maka peneliti berpendapat sudah
terjadinya reaksi oksidasi pada salah satu gugus hidroksil dari senyawa kariolanol, sehingga gugus
hidroksil tersebut dioksidasi dan dihasilkan keton.
Hipotesis Mekanisme Reaksi OM-DM Kariofilena dalam PelarutTHF-air. Berdasarkan
data IR dan NMR, maka mekanisme reaksi OMDM kariofilena dalam pelarut THF-air, peneliti
hipotesiskan sebagai berikut: Reaksi oksimerkurasi demerkurasi kariofilena dalam pelarut THF-
air; sehingga dihasilkan senyawa kariolanol.

Gambar 2. Reaksi oksimerkurasi demerkurasi kariofilena dalam pelarut THF-air


Tahap berikutnya senyawa kariolanol, selanjutnya mengalami reaksi siklisasi dan penataan
ulang sehingga dihasilkan senyawa kariolanol sebagai klovanadiol. Dengan melihat hasil reaksi
oksimerkurasidemerkurasi (OM-DM) kariofilena pelarut THF air, maka dihasilkan kariolanol.
Senyawa kariolanol menurut nama IUPAC adalah 7-metildekahidro-3, 7-mentano-
siklopentasiloktaena-3,7diol.
Hipotesis Mekanisme Reaksi Oksidasi Klovanadiol dengan PCC. Berdasarkan produk OM-
DM, maka reaksi oksidasi PCC dalam pelarut di-klorometana maka oksidator akan menyerang
pada gugus hidroksil pada posisi C-3 (-OH sekunder), dan tidak mungkin pada posisi atom C8 (-
OH tersier); sehingga reaksinya sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 8. Penamaan untuk
senyawa kariofilanon (ketol) tersebut adalah 7metildeka-hidro-3,7-metanosiklopentaoktaena-3on-
6-ol.

Gambar 3. Hipotesis Mekanisma Reaksi Oksidasi Klovanadiol dengan PCC


III
KEUNGGULAN JURNAL
Keunggulan kedua Jurnal yaitu :
a) Kegayutan atau Keterkaitan antar Konsep
 Dalam Jurnal I dan Jurnal II sama-sama meneliti menggunakan Oksidator
Piridinium Klorokromat (PCC).
 Memang pada kedua jurnal sama-sama menggunakan Oksidator Piridinium
Klorokromat (PCC) sebagai oksidatornya, tetapi pada jurnal I menghasilkan
senyawa 3-(3,4-dimetoksifenil)-propanal yang berwarna coklat kehitaman dengan
indeks bias = 1,57 dan rendemen sebesar 71,3 %, dan pada jurnal II menghasilkan
turunan keton sebagai kariofilanon (senyawa ketol).
 Pada jurnal satu menggunakan tahap-tahap kerja pada penelitian ini adalah sintesis
piridinium klorokromat (PCC), oksidasi senyawa 3(3,4-dimetoksifenil)-propanol
dan analisis FT-IR dan GC-MS, sedangkan pada jurnal dua menggunakan tahap-
tahap kerja yaitu reaksi kariofilena dengan pelarut THF-Air, reaksi kariofilena
dengan Inframerah, dan reaksi kariofilena dengan PCC.
b) Kemutakhiran Konsep
 Pada jurnal satu oksidator PCC dapat disintesis dengan mereaksikan HCl, CrO3 dan
piridin pada suhu 0 0C dan menghasilkan padatan jingga dengan titik leleh 160 0C-
163 0C dan rendemen sebesar 85 % dan PCC dapat mengoksidasi senyawa 3-
(3,4dimetoksifenil)-propanol menjadi senyawa 3-(3,4-dimetoksifenil)-propanal
yang berwarna coklat kehitaman dengan indeks bias = 1,57 dan rendemen sebesar
71,3 %. Pada jurnal dua Reaksi oksidasi terhadap senyawa kariolanol hasil reaksi
OM-DM menggunakan oksidator selektif PCC pelarut diklorometana, maka
tahapan mekanismenya terjadi penyerangan salah satu gugus hidroksil dari
kariolanol (klovanadiol) dan di-hasilkan turunan keton sebagai kariofilanon
(senyawa ketol).
 Pada jurnal satu reaktor BN600 yang dikembangkan di Rusia, berfungsi
sebagai sumber energi panas pada proses pencairan batubara untuk
menghasilkan bahan bakar cair sintetis
 Pada jurnal satu menggunakan reaktor cepat berpendingan Natrium (Sodium
Cooled Fast Reactor, SFR dan Reaktor Cepat Berpendingin Timbal Cair
(lead-cooled fast reactor, LFR) dengan memanfaatkan sistem pendinginan
konveksi alamiah. Reaktor ini beroperasi pada kisaran temperatur sebesar
550oC sampai temperatur 800oC.
IV
KELEMAHAN JURNAL

a) Kegayutan atau Keterkaitan antar Konsep


 Pada kedua jurnal sama-sama menggunakan sintesis piridinium klorokromat
(PCC) tetapi pada jurnal satu menggunakan membran sedangakan pada
jurnal dua menggunakan reaksi endotermal dan reaksi eksotermal
 Pada jurnal satu mengatakan bahwa ia memakai temperatur medium tetapi
proses steam reforming gas alam untuk kebutuhan hidrogen dunia
berlangsung pada temperatur sangat tinggi (800-1000oC), yang berimplikasi
membutuhkan energi panas dalam jumlah besar

b) Kemutakhiran Konsep
 Pada jurnal satu masih memerlukan penelitian lebih lanjut mengenai optimalisasi
produk reaksi, sedangkan pada jurnal dua tidak memerlukan penelitian lebih lanjut.
 Pada kedua jurnal tidak dituliskan daerah penelitiannya, hanya menggunakan
metodologi atau teknologi apa, dan hanya berfokus pada PLTN
V
KESIMPULAN DAN SARAN
a) Kesimpulan
Dari kajian proses steam reforming gas alam dengan reaktor membran menggunakan
sumber energi panas reaktor nuklir temperatur medium, dapat disimpulkan bahwa
pemanfaatan reaktor membran pada proses steam reforming gas alam akan menguntungkan
karena unit pabrik menjadi jauh lebih kompak, mengingat fungsi WGS dan PSA dapat
dihilangkan karena reaktor membran mampu mengambil alih fungsi tersebut. Temperatur
operasi proses steam reforming gas alam dengan reaktor membran yang lebih rendah,
memungkinkan untuk aplikasi panas reaktor nuklir temperatur medium. Sedangkan pada
kajian proses steam reforming gas alam dengan menggunakan temperatur tinggi yaitu ada
tiga teknologi produksi hidrogen dengan memanfaatkan energi nuklir, yaitu elektrolisis,
steam reforming dan termokimia siklus sulfur-iodine, masing-masing mempunyai
keuntungan dan kerugian. Hasil studi menggunakan pembobotan nilai menyimpulkan
bahwa teknologi steam reforming adalah lebih unggul dibanding dengan yang lain ditinjau
dari biaya produksi, biaya modal, biaya energi, status teknologi, keramahan terhadap
lingkungan, efisiensi dan material yang digunakan, sehingga teknologi ini lebih menjadi
pilihan untuk produksi hidrogen.

b) Saran

Sebaiknya produksi hidrogen dengan reaktor nuklir atau energi nuklir dilakukan dengan
cara steam reforming karena hidrogen yang didapatkan akan lebih murni, apalagi dengan
menggunakan membran perm-selektive, tidak mengurangi CO2. Tidak masalah mau
menggunakan temperatur tinggi maupun medium, asalkan hasil yang didapat lebih bagus.

Anda mungkin juga menyukai