Anda di halaman 1dari 7

EVALUASI FORMATIF

Martin Tessmer (1996) menyebutkan sedikitnya ada empat bentuk evaluasi formatif, yaitu:
Review Ahli (Experts Review)
Evaluasi Satu-Satu (One-to-One Evaluation)
Evaluasi Kelompok Kecil (Small Group Evaluation)
Uji Lapangan (Field Test)

Sementara mnurut Dick & Carey, terdiri dari 6 bentuk sebagai berikut:
Review Rancangan (Design Review)
Review Ahli (Experts Review)
Evaluasi Satu-Satu (One-to-One Evaluation)
Evaluasi Kelompok Kecil (Small Group Evaluation)
Uji Lapangan (Field Test)
On Going Evaluation

Disamping itu, ada beberapa bentuk evaluasi formatif alternatif lain, yaitu:
Evaluasi Diri (Self-Eavaluation)
Panel Ahli (Experts Panel)
Evaluasi Dua dalam Satu (Two-on-One Evaluation
Prototipa Kilat (Rapid Prototype)

1. REVIEW AHLI

Review ahli adalah proses di mana seorang atau beberapa ahli melakukan review terhadap
versi media pembelajaran kasar atau masih dalam rancangan, seperti yang masih berupa naskah atau
storyboard untuk menentukan kelebihan dan kelemahannya. Review ahli biasanya dilakukan dalam
tahap pertama pada proses evaluasi formatif dimana media pembelajaran tersebut masih dalam
kondisi draft kasar, meskipun sebenarnya pengkajian dapat dilakukan pada setiap tahap proses
evaluasi baik ketika materi pembelajaran masih kasar ataupun sudah diperbaiki. Dalam suatu review
ahli, seorang ahli diberikan suatu draft kasar, misal naskah atau storyboard untuk di dikaji dan
diberikan serangkaian pertanyaan-pertanyaan yang telah ditentukan sebelumnya. Biasanya evaluator
ikut bersamanya dan mencatat komentar-komentar ahli serta menanyakan hal-hal lainnya.

Review ahli ini mempunyai beberapa kelebihan. Yang pertama adalah bahwa review
menghasilkan tipe informasi yang berbeda jika dibandingkan dengan informasi yang diperoleh dari
evaluasi orang per-orang, kelompok kecil atau uji lapangan. Kedua, kadang-kadang orang ahli yang
dibutuhkan telah ada dan dibayar dengan murah. Sedangkan kelemahannya adalah pertama, review
ahli tidak memberikan pandangan atau pendapat dari sudut pandang siswa. Yang kedua adalah bahwa
review ahli memerlukan biaya yang mahal jika orang ahli harus dibayar per jam atau didatangkan dari
wilayah yang jauh.

Informasi apa saja yang penting digali dalam review ahli? Jawabannya adalah tergantung dari
media pembelajaran apa yang akan direview. Namun demikian beberapa hal sebagai berikut dapat
dijadikan sebagai panduan, diantaranya:
Informasi yang berkaitan dengan materi (content); kelengkapan, akurasi, kepentingan,
kedalaman, dll.
Informasi yang berkaitan dengan desain pembelajaran (instructional design); seperti
kesesuaian dengan karakteristik siswa, kesesuaian antara tujuan?materi?evaluasi/test, ketepatan
pemilihan media, kemenarikan bagi siswa, dan lain-lain.
Informasi yang berkaitan dengan implementasi (implementation); seperti kemudahan
penggunaan, kesesuaian dengan lingkungan belajar sebenarnya, kompatibiltas dengan lingkungan atau
media lain, dan lain-lain.
Informasi kulaitas teknis (technical quality); seperti kualitas audio, gambar, video, animasi,
layout, warna, sound effect, grafis dan lain-lain.

Selanjutnya, siapa atau ahli apa saja yang kita pilih sebagai reviewer? Dalam prakteknya,
pemilihan ahli akan sangat tergantung dari kebutuhan dan kondisi yang ada seperti kondisi waktu,
biaya, dan tenaga. Namun demikian, Tessmer (1996) mengelompokkan beberapa ahli yang dapat kita
pilih sebagai reviewer kedalam beberapa kategori berikut:
Subject Matter Expert (Ahli Materi), adalah orang yang telah memperoleh pengetahuan
penuh tentang topik pembelajaran. Orang ahli tersebut misalnya profesor keuangan yang dapat
dikatakan sebagai ahli materi untuk hukum keuangan. Dalam konteks Pustekkom, ahli materi
biasanya diambil dari Universitas, dosen yang mengampu disiplin ilmu terkait.
Teaching/Training Expert (Guru/Widyiswara); adalah guru/ widyaiswara yang dapat
memberikan bukti ekstra apakah materi dalam media pembelajaran yang akan dikembangkan telah
sesuai, dapat diimplementasikan dan lain-lain. Mereka diminta untuk memberikan masukan tentang
permasalahan yang mungkin dihadapi sebelum diberikan kepada siswa. Mereka juga dapat
mengevaluasi kemungkinan kemudahan implementasinya ketika pembelajaran tersebut digunakan
oleh guru. Char dan Hawkins (1987), dalam penelitiannya menemukan bahwa guru secara unik
merupakan ahli pembelajaran, hal ini dikarenakan mereka dapat mengevaluasi dengan baik antara
kesesuaian pembelajaran dengan konteks pembelajaran yang diharapkan.
Subject Sophisticates; salah satu kategori ahli yang diperkenalkan oleh Waston (1987)
adalah orang subject sophisticates (dapat kita katakan sebagai siswa pintar) yang dianggap mampu
mengevaluasi efektifitas materi dan pembelajaran. Seorang subject sophisticates merupakan siswa
pintar yang telah berhasil menyelesaikan pembelajaran mirip atau sama dengan media pembelajaran
yang sedang dikembangkan baik dari sisi materi maupun pendekatan. Subject sophisticates dapat
memberikan pandangan atau masukan yang unik tentang kemenarikan, kemudahan penggunaan,
kebersinambungan, dan bahkan dari sisi materi dan kualitas teknis.
Instructional Disain Expert (Ahli Desain Pembelajaran); Ahli desain pembelajaran diperlukan
untuk mereview aspek-aspek yang terkait dengan rancangan pembelajaran, meliputi kememadaian
analisis tugas, kejelasan dan kelengkapan tujuan pembelajaran, kesesuaian strategi dan media yang
digunakan, dan lain-lain.
Production Expert; ahli produksi khusus juga akan penting artinya untuk memberikan
review ketika media pembelajaran yang dikembangkanmenggunakan tekhnologi yang tidak familiar
bagi tim pengembang. Ahli ini mengetahui secara detail hal-hal yang berkaitan dengan aspek teknis
dari media yang sedang dikembangkan. Contoh ahli produksi adalah produser video, sutradara,
programmer, ahli animasi, perekayasa perangkat lunak, dan termasuk disini adalah ahli media (media
experts).
Ahli Lain; ahli lain bisa meliputi editor, ahli hukum, ahli bahasa, administrator, orang tua,
dan atau ahli manajemen pengetahuan (knowledge management) dan lain-lain.
2. ONE TO ONE EVALUATION

Evaluasi satu-satu adalah evaluasi yang melibatkan seorang siswa untuk mereview versi kasar
media pembelajaran yang sedang dikembangkan dengan didampingi oleh seorang evaluator. Evaluator
duduk bersama siswa ketika siswa menggunakan/wereview media pembelajaran, mengamati
bagaimana siswa tersebut menggunakan media pembelajaran, mencatat komentar siswa, bertanya
kepada sisiwa selama dan setelah penggunaan oleh siswa. Siswa juga biasanya akan diminta untuk
menyelesaikan pre dan post test untuk mengukur efektifitas hasil belajar dengan menggunakan media
tersebut.

Evaluasi satu-satu dilakukan sedini mungkin dalam proses pengembangan pembelajaran


bahkan evaluasi ini sering dilakukan ketika masih dalam versi kasar pembelajaran. Evaluasi satu-satu
biasanya dilakukan terhadap dua sampai empat orang secara bergantian. Tujuan selama evaluasi yang
pertama atau kedua adalah untuk mengidentifikasi kemungkinan kesalahan (error) dalam hal seperti
tata bahasa yang lemah, salah pengejaan, salah tanda baca, petunjuk yang tidak jelas. Tujuan evaluasi
satu-satu sealnjutnya berfokus pada kriteria yang lebih instrinsik, seperti kesesuaian contoh,
sistematika materi dan kemudahan penggunaan, kemenarikan, dan bahkan kepuasan siswa.

Guna membantu evaluator memperbaiki pembelajaran sebelum diberikan pada kelompok


kecil atau digunakan oleh instruktur evaluasi satu-satu biasanya dilakukan sebelum kelompok kecil
atau uji lapangan. Haruskah evaluasi satu-satu dilakukan sebelum atau sesudah dilakukan review
ahli ? Sebenarnya, review ini berguna baik sebelum, sesudah, atau bersamaan dengan review ahli. Hal
ini dikarenakan evaluasi sebenarnya sebenarnya memberikan informasi yang dapat melengkapi data
dari review ahli atau sebaliknya hasil review ahli dapat melengkapi informasi revisi yang diperoleh
dari evaluasi satu-satu. Bukti akhir dari rekomendasi ahli tentang kemenarikan dan efektifitas media
pembelajaran yang sedang dikembangkan adalah reaksi siswa terhadap media tersebut. Jadi, evaluasi
satu-satu penting untuk dilakukan setelah review ahli, khususnya jika evaluasi kelompok kecil atau uji
lapangan karena sesuatu dan lain hal terpaksa tidak dilakukan.

Salah satu keuntungan dari evaluasi satu-satu adalah bahwa evaluasi ini memberikan
informasi dari sudut pandang siswa. Dalam evaluasi satu-satu evaluator memiliki kesepatan untuk
berbicara secara terbuka dengan siswa tentang reaksi mereka terhadap media pembelajaran yang
sedang dikembangkan. Kemudian kita juga akan memperoleh kesempatan untuk menemukan alasan
mengapa siswa mungkin mengalami kebingungan atau kesulitan terhadap beberapa aspek tertentu,
atau mengetahui alasan mengapa siswa merasa tertarik terhadap aspek-aspek tertentu. Keuntungan
lainnya adalah bahwa evaluasi ini dapat dilakukan dengan mudah, cepat, murah dan produktif. Wager
(1981) dan Robeck (1965) menunjukkan bahwa menggunakan dua atau tiga orang siswa untuk
melakukan evaluasi satu-satu dapat menghasilkan informasi atau masukan untuk revisi yang cukup
memadai bagi versi draft kasar media pembelajaran yang sedang kita kembangkan.

Informasi yang dapat diperoleh dari evaluasi satu-satu meliputi beberapa aspek sebagai beirkut:
o Materi (content); seperti tingkat kesulitan, kejelasan, kemenarikan, keterkinian materi, dll.
o Desain Pembelajaran; seperti keterbacaan, kejelasan tujuan pembelajaran, kelogisan sistematika
penyampaian materi, dan lain-lain.
o Implementasi (implementation); seperti tingkat kemudahan dana tau kesulitan penggunaan,
kemungkinan kesulitan yang dihadapi, dan lain-lain.
o Kualitas teknis; seperti kualitas animasi, video, layout, warna, dan lain-lain yang tentu saja
menurut persepsi atau penerimaan mereka.

Berapa orang siswa yang dapat kita gunakan untuk evaluasi satu-satu. Tidak ada patokan.
Dick and Carey (1990) menyatakan bahwa dua atau tiga orang siswa cukup memadai. Lowe, Thruston
dan Brown (1983), melaporkan bahwa penggunaan seorang juga telah menghasilkan informasi yang
cukup memadai sebagai bahan masukan untuk revisi.. Sedangkan Roebeck (1965) dan Bakker (1970),
telah menggunakan dua orang siswa guna mendapatkan informasi untuk media pembelajaran yang
belum direvisi. Jadi, dapat disimpulkan bahwa dua atau tiga orang siswa dianggap cukup untuk
memperoleh informasi revisi.

Menurut Tessmer (1996), Untuk memilih subyek dalam evaluasi satu-satu, ada beberapa
karakteristik yang dapat dijadikan patokan, yaitu:

o Pengetahuan siswa; meliputi seberapa jauh mereka dapat mengetahui tentang materi yang akan
dipelajari. Hal ini dapat diperoleh dari hasil tes karakteristik atau kemampuan awal, pre tes atau
penilaian guru/widyisawara.
o Kemampuan siswa; apakah siswa mempunyai kemampuan intelektual dan strategi belajar yang
menunjukkan bahwa dirinya sebagai siswa yang dapat belajar cepat atau lambat. Inforamsi ini
dapat diperoleh dari skor tes atau penilaian profesional.
o Minat siswa; meliputi apakah mereka akan menunjukkan motivasi yang kuat untuk mempelajari
dan mereview media pembelajaran yang sedang dikembangkan.
o Keterwakilan (Representativensess) siswa; seberapa banyak jumlah siswa dari populasi yang
memiliki kemampuan, ketrampilan dan motivsi siswa seperti tersebut di atas.
o Kepribadian siswa; apakah cukup percaya diri dan terbuka untuk mengekspresikan kritiknya
selama evaluasi.

3. SMALL GROUP EVALUATION

Evaluasi kelompok kecil adalah evaluasi yang dilakukan terhadap sekelompok siswa yang
mengevaluasi media pembelajaran yang belum selesai. Evaluasi kelompok kecil merupakan salah satu
bentuk evaluasi formatif yang paling populer dan biasanya dilakukan setelah review ahli dan evaluasi
satu-satu. Evaluasi ini bertujuan untuk menghasilkan saran revisi lebih lanjut. Penggunaan kelompok
kecil siswa membedakan ciri evaluasi kelompok kecil evaluasi satu-satu, dimana keduanya
menggunakan siswa sebagai sumber data utama. Berbeda dengan evaluasi satu-satu, evaluasi
kelompok kecil berfokus pada data-data tentang performa siswa guna menegaskan revisi sebelumnya
serta menghasilkan rekomendasi revisi yang baru sebelum uji lapangan.

Dalam evaluasi kelompok kecil, guru atau widyaiswara memberikan pembelajaran


sebagaimana mestinya kepada sekelompok kecil siswa. Pemebelajaran diberikan dalam suatu
lingkungan yang sama dimana pembelajaran tersebut akan digunakan dalam ?situasi nyatanya? atau
dalam kondisi yang sebenarnya. Dalam evaluasi kelompok kecil, evaluator akan mencatat bagaimana
siswa dan instruktur melakukan proses pembelajaran dengan menggunakan media yang sedang kita
kembangkan. Siswa sebagai bagian dari evaluasi, diberikan tes entry, pre-test, post test, atau
kuesioner. Di akhir pembelajaran dan periode pengetesan, evaluator menguji ketegasan reaksi siswa
terhadap pembelajaran (debriefing) dalam bentuk wawancara terbuka.
Evaluasi kelompok kecil idealnya dilakukan setelah review ahli dan evaluasi satu-satu.
Namun demikian, seperti yang dikutip Watson (1986) bahwa evaluasi kelompok kecil kadang-kadang
dapat dilakukan tanpa terlebih dahulu melakukan evaluasi lain. Dalam hal ini, evaluasi digunakan
untuk mengidentifikasi masalah utama mengenai kejelasan dan efektifitas pembelajaran.
Salah satu kelebihan evaluasi kelompok kecil adalah bahwa evaluasi tersebut memberikan
pengukuran kinerja siswa secara lebih akurat. Proses belajar daam evaluasi ini jika dibandingkan
dengan evaluasi satu-satu akan lebih mirip dengan situasi belajar sebenarnya. Hal ini dikarenakan
evaluator dapat melakukan interaksi langsung dengan siwa ketika belajar dalam kondisi yang
mendekati sebenarnya. Di samping itu, evaluasi kelompok kecil lebih mudah dilakukan jika
dibandingkan dengan evaluasi satu-satu. Kelemahan evaluasi kelompok kecil adalah bahwa evaluasi
ini tidak mempunyai level interaksi personal seperti yang terjadi dalam evaluasi satu-satu. Sehingga
konsekuensi dari evaluasi ini, tidak memberikan informasi intrinsik yang mencukupi.

Kelemahan lain adalah biaya dan waktu yang mahal seandainya siswa atau
guru/widyaisawara harus dibayar atau didatangkan dari tempat yang jauh. Namun demikian,
meskipun gratis (tanpa biaya besar) jika terdapat banyak jumlah tes dan penegasan (debriefing), serta
banyaknya informasi yang ingin diperoleh, maka evaluasi ini tetap memiliki potensi menghabiskan
waktu yang relatif banyak atau lama.

Perlu juga dicatat bahwa evaluasi kelompok kecil bukan merupakan pengganti dari review
ahli. Informasi yang diperoleh dari evaluasi kelompok kecil benar-benar berasal dari sudut pandang
siswa. Oleh karena itu, aspek materi, desain pembelajaran dan kulaitas teknis dan lain-lain harus
mendapat masukan dari ahli, khususnya sebelum evaluasi kelompok kecil dilakukan.
Fokus pertanyaan untuk evaluasi kelompok kecil secara umum meliputi aspek seperti:

Efektifitas dan efisiensi; seberapa besar siswa yang lulus post tes dibandingkan dengan pr-
test? Dapatkah siswa menyelesaikan pembelajaran dengan waktu yang secara rasional cukup efisien?
Bagian mana saja yang memberikan potensi ketidak berhasilan siswa, dan lain-lain.
Aspek implementasi; dapatkah guru dan siswa menggunakannya dengan mudah? Apakah ada
potensi guru dan siswa tidak memanfaatkannya diwaktu yang akan datang? Hal-hal apa saja yang
memungkinkan guru dan siswa tidak mau menggunakan atau sebaliknya? Dan lain-lain
Aspek materi; memastikan apakah materi menarik, tidak terlalu dalam atau sebaliknya tidak
terlalu rendah, dan lain-lain.
Asek desain pembelajaran; apakah startegi atau pendekatan yang digunakan tidak menarik?
Unsur-unsur apa saja yang membuat guru dan atau siswa tidak tertarik atau sebaliknya? Dan lain-lain.

Selanjutnya, karakteristik siswa seperti apa yang harus dipilih sebagai subyek? Menurut
Tessmer (1996), sebagai patokan, karakteristik siswa yang dapat dijadikan sebagai subyek evaluasi
daat dilihat dari kiriteria sebagai berikut:

o Kemampuan siswa; meliputi keterampilan dan tingkat intelektual yang dapat menjadi sarana
mereka untuk belajar pada situasi yang berbeda, atau dengan beberapa tingkat kesulitan berbeda;
o Pengetahuan siswa; meliputi seberapa banyak keterampilan awal yang dimiliki mereka dan
seberapa banyak target keterampilan yang belum mereka miliki;
o Motivasi belajar; meliputi seberapa besar tingkat ketrtertarikan siswa terhadap topik tersebut;
o Motivasi untuk melakukan evaluasi; yaitu seberapa seriuskah kemungkinan mereka dalam
melakukan evaluasi:
o Literasi tekhnologi; keterampilan dalam menggunakan perlengkapan dan software dari media
pembelajaran tersebut;
o Faktor bahasa dan budaya; latar bekang suku, gender, kemampuan bahasa, nilai.

4. FIELD TEST

Uji lapangan adalah evaluasi yang dilakukan terhadap suatu media pembelajaran yang sudah
selesai dikembangkan tapi masih membutuhkan atau memungkinkan untuk direvisi akhir. Sama
seperti evaluasi kelompok kecil, uji lapangan dilakukan dalam situasi yang senyatanya dengan ketika
media pembelajaran tersebut akan digunakan kelak. Uji lapangan dilakukan dengan tujuan untuk
mengkonfirmasi akhir, memperoleh pendapat akhir dan menguji keefektifan dan kemampuan untuk
diimpelementasikan terhadap media pembelajaran yang sudah dalam tahap akhir pengembangan.
Tessmer (1996) mengatakan bahwa uji lapangan dapat dikatakan sebagai uji realitas (reality check),
karena memang uji lapangan dilakukan diakhir menjelang suatu produk atau media pembelajaran
disebarluaskan atau dipasarkan untuk digunakan oleh penggunanya. Istilah lain dari uji lapangan
adalah ?beta test? atau sering disebut juga?field trial?.

Uji lapangan dilakukan ketika media pembelajaran telah selesai direvisi, namun demikian
masih memungkinkan untuk direvisi kembali. Selama evaluasi dilakukan evaluator bertindak sebagai
pengamat guna menentukan seberapa jauh siswa atau guru telah dapat menggunakan media
pembelajaran. Uji lapangan dapat dilakukan dalam satu atau beberapa lokasi (site) dengan
karakteristik situasi yang mungkin berbeda secara simultan. Misal, uji lapangan dilakukan di beberapa
kelas dari beberapa sekolah atau tempat pelatihan. Semua komponen pembelajaran seperti
perlengkapan atau alat, panduan pemanfaatan, materi pembelajaran, panduan belajar dan test
disiapkan dengan baik untuk dapat digunakan seperti situasi senyatanya. Seperti halnya
denganevaluasi kelompok kecil, unsur lingkungan yang senyatanya (realistis) merupakan aspek
penting dalam uji lapangan. Semakin bervariasi situasi di mana pembelajaran akan digunakan,
semakin bervariasi pula media pembelajaran tersebut harus diujicobakan.

Salah satu kelebihan umum dari uji lapangan adalah bahwa dengan evaluasi tersebut akan
diperoleh informasi apakah pembelajaran dengan menggunakan media pembelajaran tersebut akan
benar-benar berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan dalam lingkungan belajarnya. Evaluator
dapat melakukan ?cek realitas? dengan melakukan observasi dan mencatat atau merekam
permasalahan yang timbul pada saat implementasinya.

Pertanyaan penting selanjutnya adalah informasi apa saja yang perlu digali dalam uji
lapangan? Sebenarnya, dalam uji lapangan, fokus penggalian informasi lebih banyak menekankan
pada masalah implementasi. Menurut Tessmer (1996) ada beberapa fokus pertanyaan yang perlu
dijadikan patokan dalam uji lapangan, diantaranya adalah sebagai berikut:

o Kemampuan untuk dapat dilaksanakan (Implementability); seperti dapatkah media


pembelajaran tersebut digunakan sesuai dengan apa yang diharapkan? Apakah penggunaanya
memerlukan pelatihan khusus? Apakah diperlukan perangkat pendukung lain? Kendala apa saja
yang dihadapi pengguna dalam menggunakan media pembelajaran tersebut?
o Kesinambungan (Sustainability); seperti faktor-faktor apa saja yang memungkinkan media
pembelajaran tidak digunakan atau sebaliknya oleh pengguna (guru/siswa)? Akankah materi
(content) suatu ketika nanti akan kedaluarsa (out of date)? Apakah media pembelajaran tersebut
memungkinkan diadaptasi atau disesuaikan dengan kebutuhan di lapangan oleh pengguna,
khususnya guru/widyaiswara? Apakah tidak ada masalah berkaitan dengan pemeliharaan dan
perawatan (maintenance)? Apakah teknologi pendukung, dalam periode waktu yang relatif
pendek kedepan akan kedaluarsa? Dan lain-lain.
o Efektifitas; masalah efektifitas dan efisiensi masih penting dalam evaluasi formatif. Seperti
apakah dengan media pembelajaran tersebut yang digunakan dalam situasi senyatanya dapat
mencapai tujuan pembelajaran dengan baik? Apakah revisi yang telah dilakukan sebelumnya
dapat meningkatkan pencapaian terhadap tujuan pembelajaran yang diharapkan? Apakah siswa
(peserta pelatihan) dapat mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilan setelah belajar dengan
memanfaatkan media pembelajaran tersebut? Dan lain-lain.
o Kecocokan dengan lingkungan (appropriateness); seperti apakah media pembelajaran tersebut
dapat digunakan dalam beberapa variasi lingkungan seperti di rumah, di dalam kelas, untuk
belajar sendiri, untuk belajar klasikal, dan lain-lain? Apakah faktor yang mendukung dan
menghambat ketika digunakan dalam berbagai variasi lingkungan yang berbeda-beda tersebut?
Apakah media pembelajaran tersebut dapat digunakan dengan kondisi fasilitas yang paling
minimal? Dan lain-lain.
o Penerimaan dan kemenarikan (acceptance & attractiveness); seperti pada bagian-bagian
manakah yang membosankan atau sebaliknya? Hal-hal apa saja yang menyebabkan media
pembelajaran tersebut membosankan atau sebaliknya? Apakah pengguna (guru, siswa,
widyaiswara) menunjukkan kepuasan terhadap media pembelajaran tersebut? Apakah pengguna
menyatakan bahwa media pembelajaran tersebut dapat memenuhi atau sesuai dengan kebutuhan
mereka?

Inilah bentuk-bentuk evaluasi formatif yang disarankan Martin Tessmer (1996). Idealnya
kelima bentuk evaluasi formatif tersebut dilaksanakan untuk memastikan bahwa media pembelajaran
yang kita kembangkan benar-benar berkualitas.

Referensi:
Martin Tessmer (1996), “Planning and Conducting Formative Evaluation”.

Anda mungkin juga menyukai