Anda di halaman 1dari 32

1

HAND OUT
STANDAR PROSEDUR

PERAWATAN COLOSTOMY; WASH OUT& LUKA

Oleh:
Agus Hendra, S.Kp., M.Kep

Program Studi S.1 Keperawatan


Sekolah Tinggi Ilmu Keperawatan PPNI JABAR
2018

1
2

PROSEDUR PERAWATAN STOMA KOLOSTOMI PADA ANAK

A. Latar BelakangMasalah

Penelitian ini dilatar belakangi pengalaman peneliti dari tahun 2000


sampai dengan 2005 pada saat menjadi perawat pelaksana di ruangan
Cempaka bedah anak RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung. Berdasarkan
fenomena yang ditemukan peneliti pada bulan Februari 2014 terdapat sekitar
5 sampai 6 anak dalam setiap bulannya yang dilakukan tindakan kolostomi.
Peneliti mengamati dan mewawancarai salah seorang ibu klien, saat
ditanyakan kondisi anaknya yang baru dilakukan kolostomi, ibu tampak
cemas, sedih dan mengatakan tidak tega,merasa kasihan melihat kondisi
anaknya yang tidak berdaya. Apalagi disekitar perutnya terpasang kantong
plastik yang sudah terisi feses cair berwarna kecoklatan dan tampak
rembesan pada kulit sekitar kolostominya.Kondisi ini menambah ketakutan
dankekhawatiran ibu untuk segera menggantikantong kolostomipada
anaknya.

Hasil wawancara informal peneliti pada bulan yang sama terhadap


salah seorang ibu berusia 16 tahun, pekerjaan ibu rumah tangga dan
pendidikan terakhir lulus SMP dengan anak pertama yang baru
dikolostomidiagnosa medis sebelum pembedahan penyakit
Hirschsprungpada bulan Desember 2013,di Gedung Kemuning lantai 2
ruang bedah anak RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung, berikut pernyataan
ibu klien:
“...Ah abdi mah alim nyepeng kolostomina, sieun lepat...wios ku
mamah abdi diberesihanna...” (“...saya ga mau pegang kolostominya, takut
salah...biar ibu saya yang membersikannya...”)

Pernyataan itu menggambarkan ibu takutuntuk menyentuh kolostomi pada


anaknya, ditandai dengan ibu tampak bingung dan belum mengerti cara
perawatan kolostomi yang benar,sehingga menolak dan tidak mau
melakukan perawatan kolostomiyang semestinya ibumulai
mencobamelakukannya, karena perawatan kolostomi selanjutnya akan
dilakukan di rumah oleh keluarga salah satunya oleh ibu. Hal ini yang harus
3

menjadi perhatian bagi perawat dalam meningkatkan keterampilan


perawatan kolostomi pada anak serta mengoptimalkan pelayanan pada klien
anak dan keluarga.

Aspek dasar pada perawatan kolostomi pada anak adalah support


psikologis yang harus diberikan pada keluarga dalam hal ini adalah orang
tua klien. Persiapan dan perawatan di rumah harus disiapkan dengan benar
sampai orang tua mampu mendemonstrasikan kemampuannya merawat
kolostomi pada anaknya dengan segala persiapan sebelum pulang dari
rumah sakit, sehingga orang tua benar-benar siap untuk merawatnya di
rumah.

Merawat anak dengan kolostomi membutuhkan ketelitian, kebersihan


dan kesiapan yang baik karena jika tidak maka akan menimbulkan
komplikasi.Kontaminasi feses merupakan faktor yang paling sering menjadi
penyebab terjadinya iritasi pada kulit sekitar kolostomi. Oleh karena itu area
tersebut harus dijaga agar tetap bersih dan pemantauankeluarga yang terus
menerus sangat diperlukan serta tindakan segera membersihkan kulit sekitar
area kolostomi dan mengganti kantong ditempatkan di atas kolostomi untuk
menampung feses sangat bermakna untuk mencegah iritasi kulit.Oleh
karena itu, diperlukan peran perawat dan keluarga dalam melakukan
perawatan pada anakdengan kolostomi.Karena apabila perawatan tidak
dilakukan,maka hal ini akanmenimbulkan komplikasi lebih lanjut seperti
terjadinya infeksi bahkan kepada kematian.(Brunicardi, 2006; Cowles,
2008;Anonimous, 2008;Wong, 2011).

B. Penyuluhan Perawatan Kolostomi Pada Anak


Pada dasarnya perawatan kolostomi pada anak hampir sama dengan orang
dewasa. Hanya pada persiapan operasi ada perbedaan persiapan stoma
sitting. Perawatan bayi dengan stoma kolostomi banyak memberikan
tantangan bagi perawat dan orang tua bayi. Banyak perubahan yang terjadi
pada satu tahun pertama kehidupan bayi yang tidak sama dengan orang
dewasa sehingga perlu perhatian sesuai dengan kebutuhan khusus yang
mereka miliki.
4

C. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Perawatan Kolostomi Pada Anak:


1. Kulit
Kriteria utama perawatan adalah menjaga integritas kulit bayi.
Sebagaimana diketahui pertumbuhan kulit pada bayi masih belum
sempurna seperti orang dewasa. Jaringan lemak dan kolagen belum
terbentuk maksimal, epidermis dan dermis belum begitu kuat, ketebalan
status korneo belum sempurna sehingga kulit pada bayi mudah
terkelupas.
Sesuai dengan tumbuh kembang bayi yang begitu pesat pada
satu tahun pertama kehidupan, demikian juga mengikuti proses
perawatannya ukuran stoma akan tumbuh sesuai dengan usianya. Hal
tersebut menjadi pertimbangan bagi perawat stoma untuk memberikan
perawatan. Menentukan perlindungan kulit/kantong yang harus
dipersiapkan. Biasanya kantong bersifat fleksibel sehingga tidak
merusak kulit.

2. Pertumbuhan Fisik
Pertumbuhan fisik bayi paling pesat sampai usia satu tahun
pertama. Ukuran stoma bisa membesar tiga kali lipat besar saat lahir.
Hal ini mempengaruhi ukuran stoma dan kekenyalan dinding abdomen.
Dari pertumbuhan tersebut hal yang paling kita ketahui adalah perlunya
pengukuran ulang selama perawatan yaitu pada stoma dan pada
peralatan yang digunakan.
Sesuai dengan usianya, terjadi juga peningkatn perkembangan
sesuai dengan prinsip chepalocaudal. Ini berarti akan terjadi peningkatan
aktivitas pada bayi. Pendidikan kesehatan yang harus diberikan pada
orang tua adalah saat mengganti kantung stoma agar tetap terpasang
dengan baik, harus menjaga agar aktivitas bayi tidak terganggu. Bila ibu
tidak bisa melakukan sendiri, perlu bantuan pasangan dalam mengganti
kantong. Alihkan perhatian bayi dengan memberikan permainan ringan
sehingga tidak mengganggu saat penggantian kantung.

3. Kebutuhan Perkembangan
Dalam proses tumbuh kembang bayi, hal yang harus diperhatikan
adalah bagaimana enterostomal therapy meningkatkan pnerimaan dan
5

kemampuan anggota keluarga dalam perawatan keluarga dalam


perawatan ostomy. Selain itu perlu juga diperhatikan dalam
mempertahankan hubungan saling percaya antara bayi dan org tua
dengan cara orang tua memenuhi kebutuhan bayi termasuk kebutuhan
eliminasinya.
Pendidikan kesehatan yang diberikan selama prosedur mengganti
atau membuka kantung harus dengan pelan-pelan karena kemungkinan
kulit bayi akan mudah terkelupas. Perlu diketahui juga usahakan bayi
tetap tenang. Tidak menangis karena kondisi tersebut akan
meningkatkan tekanan intra abdomen sehingga akan meningkatkan
pengeluaran dari stoma. Bila tekanan intra abdomen terlalu kuat dan
terus-menerus bisa juga menyebabkan prolaps stoma.

4. Stoma Output
Pada prinsipnya pengeluaran dari stoma pada pediatrik sesuai
dengan tumbuh kembang saluran pencernaan. Pada bayi intake oral
mulai dari ASI dan bertahap sampai makanan padat selama usia satu
tahun pertama. Selain secara prinsip pengeluaran stoma tergantung dari
letak atau posisi stoma juga ditentukan dari makan bayi berarti
penegeluaran masih bersifat cair, lunak sampai dengan feses yang
terbentuk.

D. Stoma Sitting Pada Bayi


Faktor yang dipertimbangkan untuk pemilihan letak stoma pada bayi adalah:
1. Letak stoma jauh dari umbilicus dengan tujuan meminimalkan risiko
infeksi pada bayi karena proses pengeringan umbilicus.
2. Letak stoma tidak berada pada kuadran tiga dan empat. Hal ini untuk
mencegah agar bayi menedang kantung stoma dan memudahkan
perawatannya.

Secara umum tumbuh kembang bayi juga dipengaruhi oleh asupan gizi pada
masa pertumbuhan. Perlu perhatian yang lebih khusus mengenai diet pada
bayi karena adanya kelainan pada saluran pencernaan. Hindari pemasukan
nutrisi yang menyebabkan diare.
6

E. Konsep Kolostomi
1. Pengertian Kolostomi
Menurut Tresca (2007) colostomy(kolostomi) berasal dari kata
“colon” dan “stomy”. Colon (kolon) merupakan bagian dari usus besar
yang memanjang dari sekum sampai rektum dan “stomy” (dalam bahasa
Yunani “kolostomi” berarti mulut). Kolostomi dapat diartikan sebagai
suatu pembedahan dimana suatu pembukaan dilakukan dari kolon (atau
usus besar) ke luar dari abdomen. Sedangkan menurut Cowles (2008)
feses keluar melalui saluran usus yang akan keluar di sebuah kantung
yang diletakkan pada abdomen. Pengertian lain menurut Wim de Jong
dan Sjamsuhidajat (2005) kolostomi merupakan prosedur pembedahan
yang membawa porsio dari usus besar melewati dinding abdomen untuk
mengeluarkan feses. Kolostomi adalah kolokutaneostomi yang disebut
juga anus preternaturalis yang dibuat untuk sementara atau menetap.

2. Jenis-Jenis Kolostomi
Potter and Perry (2009) menggolongkan jenis-jenis kolostomi
berdasarkan bentuknya dan terdiri dari loop kolostomi end kolostomi dan
double barrel kolostomi. Jenis kolostomi pertama yaitu loop kolostomi,
bersifat sementara, sedangkan jenis kedua itu end kolostomi terdiri satu
kolostomi yang dibentuk dari ujung proksimal usus dengan bagian distal
saluran gastrointestinal dapat dibuang atau dijahit tertutup (kantung
Hartman) dan dibiarkan dalam rongga abdomen. Jenis kolostomi ketiga
adalah double barrel kolostomi usus dipotong melalui pembedahan dan
kedua ujungnya tarik ke atas abdomen. Double barrel kolostomi terdiri
dari dua kolostomi yang berbeda kolostomi proksimal yang berfungsi
dan kolostomi distal yang tidak berfungsi.

3. Tipe-Tipe Kantung Kolostomi


Menurut Mary Ann Kotak (1997) sebagai konsultan
kantungkolostomi yang dikutip dari materi pelatihan di RSUP Dr. Hasan
Sadikin (2009) bahwa tipe kantung kolostomi bervariasi sesuai dengan
ukuran dan bentuk. Kantung kolostomi harus ringan dan kedap bau.
7

Beberapa kantung juga mempunyai filter arang yang dapat melepaskan


gas secara perlahan dan membantu mengurangi bau.

a. Tipe kantung kolostomi berdasarkan bentuk kantung:


1) Drainable Pounches/Open-ended Pouch
Tipe ini memungkinkan anda untuk membuka bagian bawah dari
kantung untuk mengalirkan output, ditutup dengan menggunakan
klem yang digunakan untuk klien dengan kolostomi ascenden
dan kolostomi transversum.

2) Close Pounches/Close-ended Pouch


Tipe kantung ini, ketika kantung telah terisi kemudian diambil dan
dibuang, kemudian dipasang lagi dengan yang baru. Digunakan
oleh klien dengan kolostomi desenden dan sigmoid. Output dari
jenis kantung kolostomi ini tidak perlu untuk dialirkan.

3) Valve/Tap Closure Pounches


Digunakan untuk menampung urin output dari kolostomi urinary.
Dapat digunakan sampai beberapa hari.

b. Jenis Kantung berdasarkan jumlah bagiankantung:


1) One-piece
Kantung ini terdiri dari kantung kecil dan penghalang kulit.
Penghalang kulit mudah lengket (adesif) yang ditempatkan
disekitar kolostomi dan ditempelkan ke kulit sekitar kolostomi.
Ketika kantung kecil akan diganti dengan baru, kantung kecil
baru harus di rekatkan kembali ke kulit.

2) Two-piece
Kantung ini terdiri dari dua bagian: pertama face plate yang
bersifat adesif dan kantung penampung faeces. Kedua face plate
tetap berada dalam tempatnya saat kantung yang telah terisi
feses di ambil dan diganti dengan kantung baru kemudian
kantung baru dihubungkan ke face plate. Kantung baru tidak
perlu dilengketkan kembali kekulit setiap kali pergantian kantung,
cukup di hubungkan kembali dengan face plate, sehingga sistem
ini sangat menolong untuk klien dengan kulit sensitive.
8

c. Jenis kantung berdasarkan warna kantung:


1) Clear Pounch/Transparent Pounch
kantung kolostomi transparan/bening, cocok di gunakan untuk
post operasi karena dapat mengobservasi kondisi kolostomi.
2) Opaque Pounch/White Pounch: kantung berwarna coklat/putih.

4. Indikasi Kolostomi
Cooney andGrofeld (2010) menyatakan tindakan kolostomi pada
anak banyak dilakukan untuk mengurangi obstruksi pada penyakit
kongenital seperti Hirschsprung’s disease dan malformasi anorektal,
kolostomi pada anak tergolong kolostomi short term atau sementara,
merupakan tindakan kegawat daruratan dan berfungsi 12-18 bulan.
Berikut ini indikasi kolostomi:
a. Hirschsprung’s Disease
Hirschsprung’s disease is a congenital disease marked by the
absence of parasympathetic ganglion cells in a portion of the kolon
(and occasionally the ileum).
Menurut Speer (2008) definisi penyakit Hirschsprung adalah penyakit
kongenital yang ditandai oleh tidak adanya sel-sel ganglion
parasimpatis pada sebagian usus besar (dan kadang-kadang di
ileum). Sedangkan definisi menurut Nelson (2000) bahwa penyakit
Hirschsprung atau megakolon aganglionik bawaan disebabkan oleh
kelainan inervasi usus, mulai pada sfingter ani interna dan meluas ke
proksimal, melibatkan panjang usus yang bervariasi.
Penyakit Hirschsprung (megakolon aganglionic congenital) adalah
anomaly congenital yang mengakibatkan obstruksi mekanik karena
ketidakadekuatan motilitas sebagian dari usus. (Wong,
2011).Penyakit Hirschsprung disebut juga kongenital aganglionosis
atau megakolon yaitu tidak adanya sel ganglion dalam rektum dan
sebagian tidak ada dalam kolon (Suriadi dan Yuliani, 2006).
Penanganan penyakit Hirschsprung telah dikembangkan prosedur
bedah definitif sejak tahun 1948, ketika Swenson dan Bill
mengembangkan prosedur rekto-sigmoidektomi yang dilanjutkan
dengan prosedur Pull-through atau tarik melalui
9

abdominoperineal.Tujuannya menghilangkan hambatan pada


segmen usus yang menyempit. Sedangkan kolostomi merupakan
operasi darurat yang dilakukan dan dimaksudkan untuk
menghilangkan gejala obstruksi usus, sambil menunggu dan
memperbaiki keadaan umum penderita sebelum operasi definitif.
Dukung orangtua, karena kolostomi sementara sukar untuk diterima.
Orang tua harus belajar bagaimana merawat anak dengan kolostomi,
observasi yang perlu dilakukan, bagaimana membersihkan kolostomi
dan bagaimana memakaikan kantong kolostomi. Beberapa prosedur
lain telah pula dikembangkan, masing-masing oleh Swenson,
Duhamel, Soave dan Rehbein dengan tujuan mengurangi komplikasi
dan memperbaiki keberhasilan fungsional.(Sodikin, 2011).

a. Malformasi Anorektal
Wong’s (2011) menyatakan malformasi anorektal adalah
kelainan kongenital yang umum terjadi disebabkan oleh
perkembangan yang abnormal saat di dalam kandungan pada masa
gestasi ke-6. Malformasi anorektal beragam dari yang sederhana
seperti imperforata anus sampai kelainan yang kompleks dan
melibatkan organ genetalia-urinari dan organ pelvis serta
membutuhkan tindakan pembedahan pada bagian fecal, urinari, dan
organ seksual.
Menurut Catzel, yang dikutip Sodikin (2011) menyebutkan
malformasi anorektum dan anus kongenital terdiri atas agenesis
rektum (tidak ada rektum dan anus), agenesis anus (hanya anus
yang ada), dan membran anus imperforata, yang ditandai dengan
lubang anus tertutup oleh membran dengan berbagai ketebalan.
Lubang anus dapat ditunjukkan oleh sebuah lekuk. Sedangkan
Sacharin (1996) menyebutkan bahwa anomali anorektal terdiri atas:
1) Anomali tinggi, seperti agenesis anorektal (dengan ataupun
tanpa fistula dan atresia rektal.
2) Anomali menengah, seperti agenesis anal (dengan atau tanpa
fistula) dan stenosis anorektal.
10

3) Anomali rendah, seperti tempat anal yang normal (anus perineal


anterior).

Menurut Nelson (2000) bahwa kelainan yang memerlukan


pembedahan kolostomi adalah:
1) Fistula Rektovesika
Pada penderita fistula rektovesika, rektum berhubungan dengan
saluran kencing pada setinggi leher vesika urinaria. Mekanisme
sfingter sering berkembang sangat jelek. Sakrum sering tidak
terbentuk atau sering kali tidak ada. Perineum tampak datar.
Cacat ini mewakili 10% dari seluruh penderita laki-laki dengan
cacat ini. Prognosis fungsi ususnya biasanya jelek. Kolostomi
diharuskan selama masa neonatus yang disertai dengan operasi
perbaikan korektif.

2) Fistula Rektouretra
Pada kasus fistula rektouretra, rektum berhubungan dengan
bagian bawah uretra atau bagian atas uretra. Penderita ini
mengalami kolostomi protektif selama masa neonatus. Fistula
rektouretra merupakan cacat anorektum yang paling sering pada
penderita laki-laki.

3) Atresia Rektum
Atresia rektum adalah cacat yang jarang terjadi, hanya 1% dari
anomali anorektum. Tanda yang unik pada cacat ini adalah
bahwa penderita mempunyai kanal anus dan anus yang normal.

4) Fistula Vestibular
Fistula vestibular adalah cacat yang paling sering ditemukan
pada perempuan. Kolostomi proteksi diperlukan sebelum
dilakukan operasi koreksi, walaupun kolostomi ini tidak perlu
dilakukan sebagai suatu tindakan darurat karena fistulanya
sering cukup kompeten untuk dekompresi saluran cerna.

5) Kloaka Persisten
Kasus kloaka persisten, rektum, vagina, dan saluran kencing
bertemu dan menyatu dalam satu saluran bersama. Perineum
11

mempunyai satu lubang yang terletak sedikit di belakang klitoris.


Kolostomi pengalihan terindikasi pada saat lahir, lagipula
penderita yang menderita kloaka mengalami keadaan darurat
urologi, karena sekitar 90% diserai dengan cacat urologi.
Sebelum kolostomi, diagnosis urologi harus ditegakkan untuk
mengosongkan saluran kencing, jika perlu pada saat yang
bersamaan dilakukan kolostomi.

5. Perawatan Kolostomi pada Anak


Fungsi kolostomi akan mulai tampak pada hari ke 3 sampai hari ke 6
pascaoperatif. Perawat menangani kolostomi sampai pasien/keluarga
dapat mengambil alih perawatan ini. Perawatan kulit harus diajarkan
bersamaan dengan bagaimana menerapkan drainase kantung dan
melaksanakan irigasi. Menurut Brunner dan suddarth (2000), ada
beberapa yang harus diperhatikan dalam menangani kolostomi, antara
lain:
a. Perawatan Kulit
Rabas efluen akan bervariasi sesuai dengan tipe kolostomi. Pada
kolostomi transversal, terdapat feses lunak dan berlendir yang
mengiritasi kulit. Pada kolostomi desenden atau kolostomi sigmoid,
feses agak padat dan sedikit mengiritasi kulit. Pasien dianjurkan
melindungi kulit sekitar kolostomi dengan sering mencuci area
tersebut menggunakan sabun ringan, memberikan barrier kulit
protektif di sekitar kolostomi, dan mengamankannya dengan
meletakan kantung drainase. Kulit dibersihkan dengan perlahan
menggunakan sabun ringan dan waslap lembab serta lembut.
Adanya kelebihan barrier kulit dibersihkan. Sabun bertindak sebagai
agen abrasif ringan untuk mengangkat residu enzim dari tetesan
fekal. Selama kulit dibersihkan, kasa dapat digunakan untuk
menutupi kolostomi.Kriteria utama perawatan kolostomi adalah
menjaga integritas kulit bayi/anak. Pertumbuhan kulit pada bayi/anak
masih belum sempurna seperti pada orang dewasa. Jaringan lemak
dan kolagen belum terbentuk maksimal. Epidermis dan dermis belum
12

begitu kuat, ketebalan stratum korneum belum sempurna, sehingga


kulit bayi/anak lebih mudah terkelupas atau lecet.

b. Memasang Kantung
Kolostomi diukur untuk menentukan ukuran kantung yang tepat.
Lubang kantung harus sekitar 0,3 cm lebih besar dari kolostomi. Kulit
dibersihkan terlebih dahulu. Barrier kulit sekitar kolostomi dipasang.
Kemudian kantung dipasang dengan cara membuka kertas perekat
dan menekanya di atas kolostomi. Iritasi kulit ringan memerlukan
tebaran bedak stomahesive sebelum kantung dilekatkan.

c. Mengangkat Alat Drainase


Alat drainase diganti bila isinya telah mencapai sepertiga sampai
seperempat bagian sehingga berat isinya tidak menyebabkan
kantung lepas dari diskus perekatnya dan keluar isinya. Pasien dapat
memilih posisi duduk atau berdiri yang nyaman dan dengan perlahan
mendorong kulit menjauh dari permukaan piringan sambil menarik
kantung ke atas dan menjauh dari stoma. Tekanan perlahan
mencegah kulit dari trauma dan mencegah adanya isi fekal yang
tercecer keluar.

d. Mengirigasi Kolostomi
Tujuan pengirigasian kolostomi adalah untuk mengosongkan kolon
dari gas, mukus, dan feses. Sehingga pasien dapat menjalankan
aktivitas sosial dan bisnis tanpa rasa takut terjadi drainase fekal.
Dengan mengirigasi kolostomi pada waktu yang teratur, terdapat
sedikit gas dan retensi cairan pengirigasi.

Faktor lain yang mempengaruhi perawatan kolostomi pada anak


menurut Wong (2004) adalah sebagai berikut:
a. Pertumbuhan Fisik
Pertumbuhan fisik bayi pada tahun pertama sangat pesat. Ukuran
kolostomi bisa membesar tiga kali lipat lebih besar saat lahir. Dari
pertimbangan diatas, perlu diadakan pengukuran berulang pada
kolostomi dan peralatan atau skin barrier yang akan digunakan.
Jelaskan juga pada keluarga saat harus mengganti kantung
13

kolostomi akan lebih cepat dari kekuatan alat tersebut, karena proses
pengembangan kulit yang pesat.

b. Kebutuhan Perkembangan
Kebutuhan perkembangan sesuai dengan usianya, terjadi
peningkatan perkembangan. Pendidikan kesehatan yang harus
diberikan pada orang tua saat mengganti kantung kolostomi agar
tetap terpasang dengan baik, harus menjaga agar aktifitas anak tidak
terganggu. Bila ibu tidak bisa melakukannya sendiri, perlu bantuan
pasangan dalam mengganti kantung.

c. Stomal Output
Prinsipnya pengeluaran kolostomi pada paediatrik sesuai dengan
perkembangan saluran pencernaaan dan tingkat makanan yang
diberikan. Pada bayi dengan intake oral ASI, walaupun terpasang
kolostomi desenden akan tetap mengeluarkan feses berbentuk cair
atau lunak.

6. Komunikasi Efektif dengan Keluarga dalam PerawatanKolostomi


pada Anak

Merupakan proses komunikasi tiga sudut yang terdiri dari orang tua,
anak, dan perawat karena perawat akan lebih mudah membina
hubungan dengan anak melalui orang tua terutama pada anak yang
masih muda. Saat perawat melakukan pengkajian pada anak, data
selain didapatkan dari masukan anak itu sendiri (baik verbal maupun
non verbal), juga didapatkan dari informasi orang tua, observasi perawat
serta interpretasi dari hubungan antara anak dan orang tua. Hal yang
dilakukan dalam komunikasi dengan orang tua dalam perawatan
kolostomi pada anak menurut Damaiyanti (2010) diantaranya sebagai
berikut:
a. Beri kesempatan orang tua untuk berbicara
b. Mendengar dengan aktif apa yang disampaikan orang tua
c. Diam
d. Empati
14

e. Anticipatory Guidance di mana perawat memperluas pemberian


informasi, sehingga keluarga dapat menggunakan informasi untuk
pengembangan kemampuan yang akan datang.

7. Sikap Perawat dalam Perawatan Kolostomi pada Anak


Sikap perawat dalam memberikan asuhan keparawatan pada anak
dengan kolostomi menurut Bishop (2006) diantaranya sebagai berikut:
a. Tidak menunjukkan rasa jijik
b. Terampil dan tidak ragu-ragu
c. Menjalankan komunikasi terapeutik
d. Menunjukkan sikap empati
e. Efèktif dan efisien
f. Menjaga privacyanak
15

INTISARI

Colostomy= Kolostomi
Adalah tindakan operasi dengan membentuk suatu saluran buatan antara
kolon dengan permukaan kulit pada dinding perut sehingga menciptakan anus
buatan (stoma).

Stoma Colostomy CarePada Anak:


Adalah perawatan yang diberikan kepada anak yang mempunyai kolostomi
agar anak terhindar dari komplikasi bisa rendah diri, bau yang tidak enak serta
beraktivitas normal.

Tujuan:
Untuk mengeluarkan feses dan saluran ini bersifat sementara ataupun
permanent.

Indikasidilakukan pada:
 Indikasi kolostomi sementara:
Hirschprung’s Desease, Atresia ani letak tinggi, Atresia kolon, Extropi
cloaca.

 Indikasi kolostomi permanent:


Penyakit usus yang ganas seperti carcinoma pada usus, kondisi infeksi
pada kolon.

Hal-hal yang harus diperhatikan pada stomakolostomi:


a. Warna stoma:
stoma yang sehat berwarna kemerahan, stoma yang berwarna kehitam-
hitaman atau merah ungu, segera kolaborasi dengan dokter (kemungkinan
terjadi gangguan aliran darah pada daerah tersebut).
b. Ukuran stoma: Awalnya oedema, menyusut antara 6-8 minggu
c. Produksi stoma:
Ukur dan catat jumlah keluaran, cegah keluarnya cairan yang berlebihan, jika
output lebih dari satu liter perhari segera beritahukan ke dokter.
d. Kondisi Stoma:
Adanya tanda-tanda komplikasi segera beritahukan dokter misalnya prolaps
atau retraksi.
16

Prosedur Perawatan Stoma Kolostomi Pada Anak

1. Pengkajian
1.1 Cek perencanaan keperawatan klien
1.2 Identifikasi tipe dan lokasi stoma

2. Perencanaan
2.1 Cuci tangan di air mengalir
2.2 Persiapan alat:
- Sarung tangan bersih
- Cairan NaCl/air bersih
- Kom sedang berisi kapas
- Kom sedang berisi kasa/tissue
- Minyak kayu putih/telon (untuk bayi tidak menggunakan wash
bensin)
- Lidi watten (bila diperlukan)
- Pinset (bila diperlukan)
- Pasta/Vaseline untuk skien barier
- Kantung kolostomi (stoma bag) atau kantung plastik dengan
fiksasi Double tip
- Cetakan ukuran stoma/plastik transparan
- Gunting lurus
- Spidol
- Bengkok 2 buah/plastik kresek warna hitam/tempat sampah
- Spuit 10 cc tanpa needle
- Karet untuk menutup/klem
- Perlak dan pengalas

3. Implementasi
3.1 Dekatkan Alat
3.2 Pasang perlak dan pengalas
3.3 Dekatkan bengkok dan/atau plastik kresek warna hitam
3.4 Pasang sarung tangan bersih
3.5 Buka kantung lama dengan hati-hati dan buang ke bengkok yang di
atasnya ada plastik kresek warna hitam
3.6 Bersihkan stoma dan kulit sekitar stoma dengan hati-hati memakai
kapas basah NaCl/air hangat untuk pasien bayi
3.7 Kalau ada feses yang sulit dijangkau dengan tangan, semprot
dengan Nacl/air hangat memakai spuit
3.8 Lindungi stoma dengan kassa agar feses tidak mengotori kulit yang
sudah dibersihkan
3.9 Keringkan kulit sekitar stoma dengan kassa kering atau tissue dan
tutup kembali menggunakan kasa
17

3.10 Buka kassa dan ukur bentuk stoma dengan plastik transparan
dengan memakai spidol kemudian sesuaikan dengan kantong
stoma
3.11 Lumuri skin barrier (pasta biotrol) dan/atau vaselin
3.12 Pasangkan kantong kemudian fiksasi (Pastikan kantong/bag tidak
bocor)
3.13 Buka sarung tangan
3.14 Bereskan alat-alat
3.15 Cuci tangan kembali dengan antiseptik di air mengalir

4. Evaluasi
4.1 Keamanan kantung
4.2 Kebersihan area sekitar stoma
4.3 Bau
4.4 Kenyamanan klien

5. Dokumentasi
5.1 Waktu pelaksanaan
5.2 Jumlah dan karakteristik feses
5.3 Keadaan stoma
5.4 Alat-alat yang digunakan untuk mengganti kantung/bag
5.5 Respon klien
5.6 Nama perawat yang melaksanakan tindakan

Perhatian...!!!
 Post colostomy jaga agar stoma tetap bersih untuk mencegah iritasi
 Jika usia anak sekitar 8-10 tahun, kebanyakan dapat melakukan
perawatan colostomy sendiri. Perawatan colostomy harus diketahui
oleh orang yang akan melakukan perawatan.
 Kenakan pakaian yang longgar sehingga tidak menekan colostomy,
misalnya over all.
 Beritahukan tenaga kesehatan jika terdapat tanda seperti dibawah ini:
 Perdarahan stoma lebih dari biasa ketika membersihkan stoma
 Perdarahan kulit sekitar stoma
 Perubahan dan ukuran stoma
 Suhu tubuh sekitar 38⁰C
18

WASH OUT

1. Pengertian
Adalah isrigasi retal atau kolon dengan cara memasukkan cairan fisiologis.

2. Fungsi dan Tujuan wash out


a. Mengurangi distensi abdomen
b. Merangsang peristaltic
c. Membersihkan usus / colon dari feses ( untuk persiapan operasi )

3. Indikasi
a. Pada klien dengan Hirschprung’s Deseasepra colostomy mengurangi
distensi abdomen.
b. Pada klien dengan persiapan pemeriksaan dignostik
c. Pada klien Hirschprung’ deseasepost colostomy sebelum operasi full
through
d. Pada klien dengan obstipasi

4. Komplikasi wash out


a. Iritasi lubang anus
b. Perforasi kolon
c. Keracunan air
d. Hypotermi

5. Pelaksanaan
a. Persiapan klien: Usia anak dan Kondisi anak
b. Persiapan alat
1. NaCl 0,9 % dalam keadaan hangat disesuaikan dengan kondisi
tubuh klien dengan jumlah :
- Infant : 120-240 ml
- Bayi : 240-360 ml
- Anak : 360-480 ml
- Adolesence : 480-780 ml

2. Irigator lengkap dengan selang kanul recti dengan ukuran :


- Infant dan toddler : 6-10 fr
- Adolesence : 10-12 fr
19

3. Perlak
4. Kain pengalas
5. Vaselin / jelly
6. Spuit 50 cc
7. Klem
8. Sarung tangan
9. Barak short
10. Bengkok
11. Waskom atau sejenisnya
12. Pispot
13. Air untuk cebok
14. Tissue untuk handuk
15. Selimut atau kain penutup
16. Termometer

6. Pelaksanaan wash out


1. Informasikan tindakan / prosedur yang akan dilakukan dan libatkan
keluarga
2. Jaga privacy klien dengan tirai atau dikamar khusus tindakan
3. Mencuci tangan di air mengalir
4. Dekatkan alat-alat yang telah siap ke klien
5. Memakai barak short
6. Memasang perlak dan kain pengalas
7. Atur posisi klien (terlentang bila klien dipasang colostomy) pada
infant, bayi dan anak posisi dorsal recumbent (supaine dengan lutut
fleksi) pada anak yang lebih besar dengan posisi siku kiri dengan lutut
kanan fleksi.
8. Membuka celana klien
9. Memasang selimut
10. Memasang pispot / penampung feses.
11. Memakai sarung tangan
12. Tuangkan NaCl hangat
13. Tangan kiri membuka anus, tangan kanan memasukkan rectal tube
yang sudah diolesi Vaseline / jelly.
14. Masukkan cairan memakai spuit 50 cc melalui rectal tube perlahan-
lahan
15. Setelah cairan masuk rectal tube di klem selama 5 menit, untuk anak
yang sudah dapat diajak komunikasi suruh tarik nafas dalam
20

16. Setelah ditahan klem dibuka dan biarkan cairan mengalir sendiri
melalui rectal tube kedalam pispot / penampung.
17. Lakukan berulang-ulang sampai cairan yang keluar bersih terutama
untuk persiapan operasi.
18. Pispot / penampung feses diangkat lalu dibuang
19. Klien dibersihkan dan dirapikan
20. Alat-alat dibersihkan dan dibereskan
21. Mencuci tangan di air mengalir
22. Catat kegiatan dan respon klien selama melaksanakan tindakan pad
catatan perawat.
21

Konsep Dasar Perawatan Luka Modern

 Prof. G.D. Winter tahun 1962


Lingkungan lembab merupakan lingkungan yang optimal untuk
penyembuhan luka.
 Turner tahun 1990
Mempercepat fibrinolisis
Fibrin pada luka kronis dapat dihilangkan lebih cepat oleh neutrofil dan
sel endotel dalam suasana lembab.
1. Mempercepat angiogenesis
Dalam keadaan hipoksia pada perawatan luka tertutup akan merangsang
lebih cepat pembentukan pembuluh darah yang baru (angiogenesis).
2. Menurunkan resiko infeksi
Kejadian infeksi ternyata relative lebih rendah jika dibandingkan dengan
perawatan kering ( 2,6 % vs 7,1 %)
3. Mempercepat pembentukan growth faktor
Growth faktor berperan pada pross penyembuhan luka untuk
pembentukan stratum corneum dan angiogenesis, dimana produksi
komponen tersebut lebih cepat terbentuk dalam lingkungan yang
lembab.
4. Mempercepat terjadinya pembentukan sel aktif
Pada keadaan lembab, invasi netrofil yang diikuti oleh makrofag, monosit
dan limfosit ke daerah luka berfungsi lebih dini.

I. Fungsi balutan Luka ( Wound dressing )


Pada dasarnya prinsip pemilihan balutan yang akan digunakan harus
memenuhi kaidah-kaidah fungsi sebagai berikut :
 Kemampuan balutan untuk dapat menyerap cairan yang dikeluarkan oleh
luka.
22

 Kemampuan balutan untuk mengangkat jaringan nekrotik dan


mengurangi resiko terjadinya kontaminasi mikroorganisme
 Meningkatkan kemampuan rehidrasi luka
 Melindungi dari kehilangan panas tubuh akibat penguapan
 Mempunyai kemampuan atau potensi sebagai sarana pengangkut atau
untuk mendistribusikan obat antibiotic ke seluruh bagian luka ( dikutip
dari Hana R, 2002 ).
Menurut Ovington menyatakan bahwa perawatan luka secara konvensional yaitu
penggunaan kassa baik dengan cara kering atau dilembabkan dengan Nacl dalam
perawatan luka mempunyai beberapa kekurangan, antara lain :
1. Dapat meyebabkan rasa tidak nyaman pada pasien akibat rasa nyeri yang
ditimbulkan pada saat mengganti balutan.
2. Menunda proses penyembuhan terutama proses epitelisasi karena pada
saat mengganti balutan jenis ini biasanya jaringan yang baru juga ikut
terangkat karena sifatnya non selektif.
3. Meningkatkan resiko infeksi karena walaupun luka dalam keadaan
tertutup dan berlapis-lapis tapi permukaan balutan tersebut masih
memungkinkan terjadinya konyaminasi mikroorganisme dari luar.
4. Ditinjau dari segi penggunaan waktu dan tenaga khususnya perawat pada
saat mengganti balutan kurang efektif dan efisien karena penggunaan
balutan konvensional ini memerlukan frekuensi penggantian yang lebih
sering karena sifatnya kurang absorbtif sehingga waktu pelaksanaan
tindakan menjadi lebih lama.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Ovington di Amerika Serikat pada
tahun 1999 ternyata jika ditinjau dari segi ekonomi, penggunaan balutan
konvensional itu tidak cost effective, hal tersebut berkaitan dengan biaya
yang dikeluarkan oleh seorang pasien ternyata lebih besar jika dibandingkan
dengan penggunaan modern dressing karena harus membayar ekstra tenaga
kesehatan dan perealatan yang digunakan. Menurut Tan (2002), cost
23

effective merupakan isu yang paling penting pada perawatan luka saat ini
karena hal yang dimaksud disni berkaitan dengan pemberian tindakan yang
efektif, yang menunjang terbetuknya hasil klinis yang lebih baik,
meningkatkan rasa nyaman klien dan memberikan kepuasan terhadap hasil
terapi.

II. Fungsi Balutan Pada Proses Penyambuhan Luka


a. Fase inflamasi
Pada saat terjadi luka maka hal pertama yang akan terjadi adalah
peningkatan produksi cairan yang mengandung sel mati, serpihan
jaringan, kotoran dan bekteri. Apabila jumlah cairan ini brlebihan
maka proses penyembuhan luka secara mekanis dan biologis akan
terhambat dan selain itu resiko infeksi juga akan meningkat. Jenis
balutan yang digunakan pada fase ini adalah jenis balutan yang
mempunyai kemampuan menyerap cairan atau eksudat serta
kemampuan untuk membersihkan luka secara efektif dari sel dan
jaringan mati, kotoran dan bakteri karena tida semua komponen
tersebut dapat dibersihkan secara natural dengan fagositosis.
b. Fase Granulasi
Pada fase ini biasanya terjadi pengeluaran sekret yang
mengandung protein serta jumlah kapiler rambut meningkat, dimana
hal yang sering terjadi yaitu pada saat mengganti balutan komponen
tersebut dapat mengakibatkan balutan menjadi lengket dengan luka
sehingga pada saat diangkat jaringan granulasi juga ikut terekspose
dan rusak. Berdasarkan alsan diatas, jenis balutan yang tepat untuk
fase ini adalah balutan yang sifatnya tidak lengket dengan luka, serta
mempunyai kemampuan melindungi dari kejadian infeksi.
c. Fase Epitelisasi
Pada akhir fase ini akan terbentuk jaringan granulasi yang sidah
matang dan permukaan kulit luka yang rata. Luka masih
24

mengeluarkan sekret walaupun jumlahnya jauh lebih sedikit


dibandingkan dengan dua fase sebelumnya. Hal yang harus dijaga
adalah luka jangan sampai kering karena apabila permukaan luka
kering ( scub forms) maka akan menghambat proses re-epitelisasi.
Kondisi ini akan mengakibatkan sel epitel akan terjebak dibawah
lapisan luka yang kering sehingga tidak bisa naik ke permukaan luka
dan pada akhirnya proses penyembuhan luka menjadi lama. Jenis
balutan yang dapat digunakanpada fase ini adalah balutan yang dapat
mempertahankan suasana luka yang lembab dan tidak
menyebabkantrauma.

III. Prinsip pemilihan Balutan dan Topical Terapi


Saat ini banyak pilihan balutan modern ( modern dressing ) atau
topical therapy yang beredar dan sering digunakan untuk membalut luka.
Untuk mendapatkan hasil yang optimal, seoramg perawat harus dapat
menggunakannya dengan tepat sesuai dengan prinsip penggunaan dan
pengenalan terhadap produk yang akan digunakan. Menurut Gitarja
(2002), prinsip pemilihan topical trsebut antara lain :
1. Membuang jaringan nekrotik yang apat meningkatkan infeksi
2. Identifikasi dan meminimalkan infeksi
3. Dapat mengisi jaringan mati
4. Dapat mengasbsirbsi eksudat yang berlebihan
5. Menjaga lingkungan tetap lembab
6. Melindungi luka dari trauma dan invasi kuman
7. Menjaga temperatue luka tetap konstan
Sedangkan untuk tujuan pemilihan balutan, Gitarja (2002) menyatakan
sebagai berikut :
1. Membuang jaringan yang mati
2. Control terhadap infeksi
3. Mempertahankan kelembaban
25

4. Absorbsi eksudat yang berlebihan


5. Nyaman digunakan
6. Steril
7. Cost effective

IV. Jenis Balutan dan Topikal Terapi


1. Absorbent Dressing
Jenis balutan yang dapat menyerap cairan luka yang berlebihan
(hipereksudat) terutama pada luka stadium III / IV atau pada fase
inflamasi untuk luka yang infeksi an tidak infksi, contoh : calcium alginate
dan gamgee polyurethanefoam. Calcium alginate merupakan suatu jenis
balutan yang bahan dasrnya terbuat dari rumput laut ( brown algae),
dimana balutan ini akan berubah menjadi gel apabila becampur dengan
eksudat atau cairan luka. Gel yang terbentuk pada saat menyerap cairan
akan membentuk suatu lapisan penutup diatas luka sehingga dapat
mencegah kekeringan. Alginate secara fisiologis dapat mempertahankan
lingkungan mikro yang tetap lembab yang membantu proses
penyembuhan luka dan mempercepat terbentuknya jaringan granulasi.
Oleh karena sifatnya yang memerlukan cairan maka balutan ini tidak bisa
digunakan untuk luka kering dengan jaringan nekrotik kuning-coklat atau
jaringan nekrotik yang keras.
Calcium Alginate merupakan jenis balutan yang aman karena
sifatnya yang mudah diangkat sehingga tidak akan merusak jaringan
granulasi dan tidak menyebabkan nyeri pada saat penggantian balutan.
Selain befungsi untuk menyerap cairan, balutan ini juga dapat bersifat
homeostatis dan menjadi barier terhadap bakteri jenis pseudomonas.
Bentuk balutan ini berupa serabut dan lembaran, contoh : kaltosat dan
aquacell (convatec); sorlbalgon (Hartman); Sorbsan.
Gamgee Polyurethane merupakan suatu jenis balutan yang
terbuat dari polyurethane sintetis yang berguna untuk menyerap cairan
26

luka yang berlebihan. Balutan ini bisa dipakai untuk luka yang baik yang
terinfeksi atau tidak terinfeksi. Bentuk balutan ini menyerupai busa padat
yang akan mengembang bila bercampur dengan eksudat, contoh :
Cutinovahydro; Allevyn.

2. Support Autolysis Debridment


Jenis balutan yang dapat membantu proses penyembuhan
jaringan nekrotik yang berwarna hitam (black necrotic tissue) atau
kuning-coklat (sloughy) secara otomatis oleh tubuh sendiri (autolysis
debridment), contoh : hydroactive gel. Balutan ini bisa dipakai untuk luka
yang terinfeksi ataupun yang tidak terinfeksi baik berongga ataupun tidak
dengan rongga (cavity). Hydroactive gel merupakan balutan yang bahan
dasarnya terbuat dari hydrocolloids yang mengandung air berupa gel
yang bening dan berfungsi untuk melunakan jaringan nekrotik. Contoh :
Duoderm Hhydroactive Gel (convatec); Hydrosorbs (Hartmann).

3. Hydrocolloid
Jenis balutan yang digunakan untuk melindungi luka berwarna
merah yang sudah bergranulasi pada stadium II / III, jumlah eksudat
minimal dan tidak terinfeksi, contoh : hydrocolloid dalam bentuk
lembaran yang tebal dan tipis atau pasta. Bahan dasar balutan ini terbuat
dari Natrium Carboxymethylcellulose (Na-CMC), gelatin dan pectin,
dimana ketika terjadi kontak dengan eksudat maka balutan akan berubah
menjadi gel. Struktur balutan ini biasanya dikombinasikan dengan
elastomers dan perekat yang terbuat dari polyurethane foam atau film
yang berfungsi sebagai penyerap, perekat balutan dan tahan air.
Dalam keadaan yang utuh, hydrocolloid yang berbentuk lembaran
bersifat tidak permiabel terhadap penguapan air tetapi manakala proses
pembentukan gel terjadi maka balutan cenderung menjadi lebih
permiabel. Oleh karena itu proses penguapan air ini meningkatkan
kemampuan balutan untuk menyerap eksudat yang diproduksi oleh luka.
27

Hydrocolloid ini dapat digunakan sebagai balutan pertama (primary


dressing) pada penanganan luka seperti : leg ulcers, luka bakar, donor site
dan pressure sore. Dengan catatan bahwa luka tersebut mengeluarkan
eksudat yang tidak terlalu banyak. Selain dapat digunakan sebagai
primary dressing, balutan ini juga dapat dipakai sebagai secondary
dressing yang dikombinasikan dengan hydrogel atau alginate, contoh :
duoderm CGF dan Duoderm CGF Extra Thin (convatec);Hydrocolls (
Hartmann ); tegasorb (3M).

4. Transparant Film Dressing


Jenis balutan tipis dan transparan, semipermibel dan berfungsi
untuk mencegah kuman masuk dari lingkungan luar ke dalam luka.
Balutan ini tidak dipakai pada luka yang hipereksudat dan terinfeksi.
Balutan ini bisa berfungsi sebagai primary atau secondary dressing.
Balutan ini terbuat dari polyurethane polymers yang tansparan dan
bersifat semi permiabel dimana pertukaran gas masih terjadi sehingga
supply oksigen tetap adekuat tetapi kontaminasi baktery dari lingkungan
luar kedalam luka tidak terjadi. Bentuk balutan ini seperti plastic
transparan dengan perekat, bisa digunakan baik untuk balutan primer
maupun sekunder. Karena bentuknya yang tansparan maka jenis balutan
ini juga cocok digunakan untuk menilai keadaan luka tanpa harus
membuka balutan dahulu. Contoh : Hydrofilm ( Hartmann ); Tegaderm
(3M Health Care).

5. Zinc Oinment ( ZnO)


Topical terapi jenis ini berbentuk salep dan powder yang bahan
dasarnya mengandung zinc oxide. Bahan ini berfungsi untuk melindungi
kulit disekitar luka dari maserasi. Penggunaannya bisa digabung dengan
metronidazole powder pada luka yang mengeluarkan bau tidak sedap,
contoh : luka kanker.
28

6. Metronidazole Powder
Bentuknya serbuk dan gel dimana jenis topical ini berguna untuk
mengurangi bau yang dihasilkan oleh bakteri terutama golongan
pseudomonas dan staphylococcus atau luka berjamur (fungating wound)
pada kanker.

7. Mycostatin
Berbentuk powder yang berfungsi untuk mengurangi maserasi
yang ditimbulkan oleh candida terutama pada ketiak dan bokong.

8. Sucralfate
Berbentuk gel yang berfungsi sebagai homeostatis dengan local
pressure.

9. Gamgge
Merupakan lapisan kassa yang didalamnya terdapat kapas
berfungsi sebagai absorbsent.

V. Perawatan Luka Operasi


Luka operasi merupakan suatu bentuk luka yang sangat mudah untuk
sembuh dalam suatu proses penyambuhan luka. Namun seringkali kita
menemui banyak kasus dalam praktek sehari-hari dimana setelah 14 hari
luka tidak perbaikan yang sempurna karena terjadi kegagalan dalam
proses penyambuhan luka. Komplikasi yang sering terjadi pada luka
operasi yang infeksi dalam dan berubah menjadi fistula atau sinus.
Adapun intervensi keperawatan yang dapat diberikan pada saat merawat
luka operasi antara lain :
1. Kontrol gula darah
2. Kontrol dan kurangi nyeri post operasi
3. Pertahankan suhu tubuh pasien
4. Monitor balance cairan
29

5. Berikan informasi yang tidak menimbulkan takut dan cemas pada


klien
6. Membantu dalam ambulasi
7. Monitor asupan nutrisi yang adequate
8. Cegah prosedur atau tindakan yang menyebabkan trauma pada luka.

VI. Perawatan Luka Tekan ( Pressure Wound )


Luka tekan merupakan suatu kerusakan jaringan kulit akibat
adanya suatu penekanan pada jaringan lunak antara daerah tulang yang
menonjol dengan lingkungan luar dalam keadaan yang menetap,
mnyebabkan oklusi cairan darah, iskemia dan jaringan yang berlangsung
dalam periode yang lama dan terus-menerus (The National Pressure Ulcer
Advisory Panel, 1998). Adapun faktor penyebab terjadinya luka tekan ini
antara lain :
1. Intensitas dari tekanan
Jaringan yang mengalami hipoksia akibat penekanan yang terjadi
terus-menerus dapat mengarah pada anoksia sehingga hasil akhir
yang mungkin terjadi adalah jaringan akan mengalami nekrosis.
2. Lamanya penekanan
Ada hubungan yang berarti antara lamanya penekanan dan
intensitas tekanan yang menyababkan keadaan jaringan menjadi
iskemik. Intensitas tekanan yang rendah dan dalam periode waktu
yang panjang atau intensitas yang tinngi dalam waktu yang pendek,
sama-sama beresiko untuk menimbulkan luka tekan.
3. Toleransi jaringan
4. Faktor ekstrinsik (lembab/gesekan/goresan).
5. Faktor intrinsic ( nutrisi, usia, penurunan tekanan arteri ).
Perawat dituntut harus mempunyai kemampuan untuk melakukan
pengkajian resiko yang mungkin menyebabkan klien menderita luka
tekan terutama pada masa hospitalisasi. Pengkajian skala resiko
30

merupakan suatu metoda evaluasi yang sistemik dan sangat berguna


untuk mengidentifikasi klien dengan faktor-faktor resikonya. Skala
yang biasa dipakai antara lain Skala Barden dan Skala Norton (Format
pengkajian terlampir).

VII. Perawatan Luka Bakar


Luka bakar adalah luka yang timbul akibat kerusakan atau
kehilangan jaringan terutama kulit yang disebabkan oleh karena kontak
dengan sumber panas seperti: api, air panas, listrik, bahan kimia dan
radiasi.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam perawatan luka bakar
antara lain:
1. Pencucian luka
 Dilakukan dengan lembut dan air hangat 37,8⁰C
 Cuci dengan cairan antiseptic (savlon) 1 : 30
 Berikan analgetik 30 menit sebelum mencuci luka.
2. Pembersihan luka
 Mechanical debridement jaringan nekrotik dengan spons / kassa
steril
 Enzymatic debridement dengan memakai topical agent untuk
meembuang jaringan nekrotik, misalnya : Sulfadiazine krim 1 %
atau Dermazine krim 1 %.
3. Penggantian Balutan
 Dapat dilakukan di kamar mandi atau ditempat tidur
 Dilakukan ± 30 menit setelah pemberian analgetika
 Lakukan dengan lembut dan hati-hati untuk mencegah
perdarahan dengan pingset atau sarung tangan steril
 Lakukan escharotomi setelah luka dibersihkan dengan hati-hati
31

4. Evaluasi luka
 Warna
 Eksudat
 Bau
 Ukuran luka
 Tanda-tanda reepitelisasi dan karakteristik lainnya

VIII. Kesimpulan
Seorang perawat yang professional dituntut untuk memiliki keterampilan
dan ketekunan serta kesabaran dalam melakukan perawatan luka, selain
itu dasar pengetahuan yang memadai mengenai proses penyembuhan
luka serta kemampuan untuk menilai kondisi luka juga merupakan hal
yang mutlak dimiliki. Adapun hal-hal yang ditekankan pada perawatan
luka dengan konsep modern adalah sebagai berikut :
1. Berguna untuk membuang jaringan nekrotik
2. Balutan dapat mengabsorbsi eksudat yang berlebihan
3. Menjaga agar lingkungan luka tetap lembab
4. Mleindungi luka dari trauma dan invasi kuman sehingga resiko infeksi
yang timbul minimal
5. Memberikan rasa nyaman pada pasien
6. Memberikan keamanan sehingga tidak akan merusak jaringan
granulasi yang baru.
7. Cost effective
32

DAFTAR PUSTAKA

Andrew, Heenan (1998), Frquently Asked Question : Alginate Dressing,


www.worldwidewounds.com

Berger, Karen J (1999), fundamental Of Nursing : Collaborating For Optimal


Health,2nd Edition, Appleton & Lange, Connecticut

C. Mellinda Steven (2002), Diabetic Foot Ulcers and Infections : Current


Concepts, Journal Advances Skin and Wound Care, January/February 2002;
15:31-42

Gitarja, Widasari S. (2002), Penatalaksanaan Perawatan Luka. Makalah


disampaikan pada Pelatihan Wound dan Stoma Care ke-2 Bagi Perawat,
RSUP.Dr. Hasan Sadikin Bandung, 21-25 mei 2002

Hana Rizmadewi Agustina, Aplikasi Modern Wound Dressing Dalam Lingkup


Praktek Perawatan Luka, Majalah keperawatan UNPAD Edisi ke-7,
September 2002- maret 2003; halaman 12-19

Hartmann (1999), Compendium Wounds and Wound Management, Fisrt


Hartmann Medical Edition

Joanne Tan (2002); Wound Management : A Pain Free and Cost Effective
Approach, Convatec. Makalah disampaikan pada Pelatihan Wound dan
Stoma Care ke-2 Bagi Perawat, RSUP.Dr. Hasan Sadikin Bandung, 21-25 mei
2002

Liza G. Ovington (2002), Hangin Wet To Dry Dressings Out To Dry, Journal
Advances Skin and Wound Care, January/February 2002; 15 : 79-84

Laporan Kursus Penyelenggaraan dan Penambah Ilmu Keperawatan Bedah dan


Bdah Plastik, Jakarta tanggal 24-25 Agustus 2000

S. Thomas (1997), A Comparative Study of The Properties of Twelve


Hydrocolloids Dressing.www.worldwidewounds.com

Anda mungkin juga menyukai