Anda di halaman 1dari 14

TANZIL: JURNAL STUDI AL-QURAN

Volume 1 Nomor 1, Oktober 2015 Hal. 27-40

PEMIMPIN DAN KEPEMIMPINAN


DALAM AL-QUR’AN

Surahman Amin
Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Sorong, Papua
Ferry Muhammadsyah Siregar
ICRS-Yogyakarta, Sekolah Pascasarjana UGM, Yogyakarta
E-mail: ferryms@ugm.ac.id

Abstract
This paper discusses about leader and leadership in the Quran. It also focuses on the study of
leadership, its ethical and practical aspects. It aims at exploring the meaning of leader
and leadership in the Quran. In addition, the Quranic verses and its words are collected and
analyzed. This paper uses the theory of tafsir, especially tafsir maudhui and the heuristic
method for collecting the data. It is found that the Quranic verses are divided into Madaniyah
and Makkiyah. It uses the term khalīfah (caliphate), imāmah (imamate), and ulu al-amr and
its derivatives.
Keywords: leader, leadership, the Qur’an

Abstrak
Paper ini mendiskusikan pemimpin dan kepemimpinan dalam al-Qur’an. Tulisan ini juga
berfokus pada telaah atas makna kepemimpinan berikut aspek etis dan praktisnya. Paper ini
bertujuan untuk me-ngetahui makna pemimpin dan kepemimpinan dalam al-Qur’an. Di
samping itu, redaksi ayat dan kata-kata yang bermakna dan berhubungan dengan pemimpin
dan kepemimpinan akan dikumpulkan dan dianalisis dengan menggunakan teori tafsir
khususnya tafsir maudhui serta metode heuristik dalam pengumpulan data. Ditemukan
bahwa redaksi ayat-ayat tentang kriteria pemimpin terbagi ke dalam Makkiyah dan
Madaniyah yang menggunakan term khalīfah, imāmah, dan ulu al-amr beserta derivasinya.
Kata-kata Kunci: pemimpin, kepemimpinan, al-Qur'an.
Surahman Amin, Ferry M. Siregar: Pemimpin dan Kepemimpinan ..... ♦ 27

Pendahuluan
Nabi Muhammad merupakan pemimpin berbeda. Perbedaan tersebut, juga
agama dan negara. Beliau mengemban dua dikarenakan adanya beragam perbedaan
tugas tersebut sekaligus. Di satu sisi pengungkapan term yang terkait dengan
sebagai Nabi dan utusan Allah yang pemimpin dalam al-Qur’an, mi-salnya ada
menyampaikan dakwah Islam, di sisi lain term-term khalāif/khalīfah dan term
sebagai pemegang kekuasaan tertinggi di imāmah/imām. Term pertama, lebih populer di
negara Madinah ketika itu. Sepeninggal Nabi, kalangan Sunni, sedangkan term kedua lebih
muncul persoalan po-litik (siyāsah) terutama populer di kalangan Syi’ah. Di samping itu,
yang berkenaan dengan estafet kepemimpinan ditemukan lagi term lain dalam al-Qur'an yang
dan, pada gilirannya timbul perbedaan terkait dengan masalah pemimpin yakni term
pendapat di kalangan sahabat tentang ūlu amri/al-amīr, dan di dalam hadis di-
siapa yang paling berhak menggantikan temukan term lain. Tentu saja untuk menge-
kedudukan Nabi sebagai pe-mimpin dalam tahui lebih lanjut tentang bagaimana kriteria
menjalankan roda pemerintahan setelah pemimpin dalam al-Qur’an, maka sangat pen-
wafatnya. 1 ting dilakukan studi tentang kepemimpinan
Meskipun masalah kepemimpinan tersebut melalui pendekatan tafsir mawdhū'iy.
berhasil diselesaikan dengan diangkatnya Abu
Bakar al-Shiddiq (w. 23 H/634 H) sebagai Pengertian Pemimpin
khalifah, namun dalam waktu tidak lebih dari
Pemimpin berasal dari kata “pimpin” (da-
tiga dekade, persoalan serupa muncul kem-
lam bahasa Inggris, lead) berarti bimbing dan
bali dalam lingkungan umat Islam. Kalau yang
tuntun. Dengan demikian, di dalamnya ada
pertama antara kaum Muhajirin dan kaum
dua pihak yang terlibat, yaitu yang dipimpin
Anshar, maka yang terakhir adalah
dan yang memimpin. Setelah ditambah awa-
perselisihan antara Khalifah ‘Ali bin Abu Talib
lan “pe” menjadi pemimpin (dalam bahasa
(w. 41 H/661 M) dan Mu’awiyah bin Abi
Inggris, leader), ia berarti orang yang menun-
Sufyan (w.64 H/680 H)2 (Nasir 1994, 146-147;
tun atau yang membimbing.
Hitti 1970, 139-140). Terjadinya perselisi-han
Secara etimologi pemimpin adalah orang
dalam memilih dan menentukan pemim-pin di
yang mampu mempengaruhi serta membujuk
masa al-khulafā’ al-rāsyidūn berlangsung
pihak lain agar melakukan tindakan pencapai-
terus sampai masa dinasti-dinasti Islam, di-
an tujuan bersama, sehingga dengan demiki-
sebabkan adanya perbedaan konsepsi dalam
an yang bersangkutan menjadi awal struktur
memahami kriteria pemimpin yang dising-
dan pusat proses kelompok.3
gung oleh al-Qur'an.
Kemudian secara terminologis banyak di-
Sebagai gambaran awal, kriteria dan
temukan definisi tentang pemimpin seperti
syarat serta karakteristik pemimpin yang
Ralp M. Stogdil yang menghimpun banyak
dipahami dalam komunitas Syi’ah dan Sunni
definisi tentang pemimpin, yakni (1) sebagai
pusat kelompok; (2) sebagai kepribadian yang
1
Hassan Ibrāhīm Hassān, Tārikh al-Islāmī, jil. I berakibat; (3) sebagai seni menciptakan kese-
(Mesir: Maktabah al-Nahdah, 1964), 19-26. Philip K. pakatan; (4) sebagai kemampuan
Hitti, History of the Arabs (London: Macmillan Pres mempenga-ruhi; (5) sebagai tindakan
Ltd, 1970), 12-20. Lapidus Ira M.A, Lapidus History perilaku; (6) seba-gai suatu bentuk bujukan;
of Islamic Societies, terj. Ghufran A. Mas’adi dengan
(7) sebagai suatu hubungan kekuasaan; (8)
judul, Sejarah Sosial Umat Islam, Bagian Kesatu dan
Kedua. Cet. I (Jakarta: PT. RajaGrafindo Per-sada, sebagai sarana pen-ciptaan tujuan; (9)
1999), 29-35. Lihat Syed Mahmudun Nasir, Islam; Its sebagai hasil interaksi; (10) sebagai
Concepts and History, diterjemahkan oleh Adang pemisahan peranan; (11) dan sebagai awal
Affandi dengan judul Islam; Konsepsi dan Seja-
rahnya Cet. IV (Bandung: Remaja Rosdakarya,
3
1994), 146-147. Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar
2
Uraian lebih lanjut lihat Nasir, Islam; Its Concepts Ba-hasa Indonesia, Edisi III Cet. II (Jakarta: Balai
and History.... .andingkan dengan Philip K. Hitti, His- Pustaka, 2002), 874. John M. Echols dan Hassan
tory of the Arabs (London: Macmillan Pres Ltd, Shadily, An English-Indonesian Dictionary, Cet. XXV
1970), 139-140. (Jakarta: PT. Gramedia, 2003), 351.
28 ♦ TANZIL, Volume I, Nomor 1, Oktober 2015

struktur.4 mendorong proses kepemimpinan, tetapi


Para pakar manajemen biasanya sekedar menduduki posisi itu tidak memadai
mendefini-sikan pemimpin menurut untuk membuat seseorang menjadi pemim-
pandangan pribadi mereka, dan aspek-aspek pin.
fenomena dari ke-pentingan yang paling baik Ketiga, pemimpin harus membujuk orang-
bagi mereka yang bersangkutan sehingga orang untuk mengambil tindakan. Pemimpin
Stogdil membuat ke-simpulan bahwa “there membujuk pengikut dengan berbagai cara,
are almost as many definitions of leadership seperti menggunakan otoritas yang terlegiti-
as there are persons who have attemptted to masi, menciptakan model (teladan), penera-
define the concept”.5 pan sasaran, memberi imbalan dan hukuman,
Definisi kepemimpinan sesuai dan seba- merestrukturisasi organisasi, dan mengkomu-
nyak dengan pandangan masing-masing yang nikasikan sebuah visi.
mendefinisikannya. Kemudian pemimpin yang Terkait dengan hal ini, ada tiga pandangan
dikemukakan oleh Edwin A. Locke adalah dalam memahami fenomena kepemimpinan.
orang yang berproses membujuk (inducing) Pertama, kepemimpinan tidak
orang lain untuk mengambil langkah-langkah memusatkan perhatian pada kekuatan
menuju suatu sasaran bersama.6 Pengertian individual, bukan pada posisi atau status yang
ini mengandung tiga elemen penting sebagai ia miliki. Dalam perspektif Weber, sebuah
berikut: kepemimpinan yang memusatkan perhatian
Pertama, pemimpin adalah orang yang pada prosedur hukum disebut otoritas hukum.
membuat suatu konsep relasi (relation Kedua, tipe kepemimpinan tradisional yang
concept). Disebut sebagai pemimpin bila ada didasarkan pada kepercayaan yang mapan
relasi dengan orang lain. Jika tidak ada tentang kesucian tradisi lama. Status seorang
pengikut, maka tidak ada yang disebut pemimpin ditentukan oleh adat-kebiasaan lama
pemimpin. Dengan demikian apa yang tersirat yang dipraktekkan oleh masyarakat di dalam
dari pe-ngertian tersebut adalah bahwa para tradisi tertentu.
pemim-pin yang efektif harus mengetahui Ketiga, kepemimpinan bisa dipahami seba-
bagaimana membangkitkan inspirasi dan gai kemauan dalam diri seseorang. Di dalam
berelasi dengan para pengikut mereka. perspektif Weber, kepemimpinan yang memi-
Kedua, pemimpin merupakan suatu proses. liki sumber dari kekuasaan yang terpercaya
Agar bisa memimpin, pemimpin mesti mela- disebut otoritas kharismatis. 7
kukan sesuatu. Kepemimpinan lebih dari seke- Dalam perspektif al-Qur’an, istilah pemim-
dar menduduki posisi otoritas. Kendati posisi pin dalam pengertian sebagaimana yang telah
otoritas yang diformalkan mungkin sangat diuraikan dapat merujuk pada term khalīfah,
imāmah dan ulu al-amr.
4
Ralph M. Stogdil menghimpun sebelas definisi
tentang pemimpin, yakni sebagai pusat kelompok;
sebagai kepribadian yang berakibat; sebagai seni 1. Khalīfah
menciptakan kesepakatan; sebagai kemampuan Menurut bahasa, kata khalīfah merupakan
mem-pengaruhi; sebagai tindakan perilaku; sebagai
suatu bentuk bujukan; sebagai suatu hubungan subjek dari kata kerja lampau khalafa yang
kekuasaan; sebagai sarana penciptaan tujuan; bermakna menggantikan atau menempati
sebagai hasil in-teraksi; sebagai pemisahan peranan; tempatnya. Dalam pengertian yang lainnya,
dan sebagai awal struktur. Ralph M. Stogdill, kata ini digunakan untuk menyebut orang
Handbook of Leadership (London: Collier Mac Millan yang menggantikan Nabi Muhammad (sete-
Publisher, 1974), 7-15. lah beliau wafat) dalam kepemimpinan Islam.
5
Gary A. Yulk, Leaderhip in Organizations (Cliffs:
Prentice-Hall, 1981), 2.
Khalifah juga sering disebut sebagai amīr al-
6
Edwin A. Locke and Associaties, The Essense mu’minīn atau “pemimpin orang yang ber-
of Leadership: The Four Keys to Leading iman.”
Succesfully, diterje-mahkan oleh Indonesian
Translation dengan judul Esensi
7
Kepemimpinan:Empat Kunci Memmpin dengan Weber, Max. The Theory of Social and Economic
Penuh Keberhasilan, Cet.II (Jakarta: Mitra Utama, Orga-nization. Translated by Talcott Parson. (New
2002), 3. York: The Free Press, 1966), 358.
Surahman Amin, Ferry M. Siregar: Pemimpin dan Kepemimpinan ..... ♦ 29

Term khalifah juga diungkapkan antara lain undangan, menye-rahkan segala kekuasaan
dalam QS. al-Baqarah [2]: 30 sebagai legislatif dan kedau-latan hukum tertinggi
penegasan Allah tentang penciptaan manusia kepada keduanya, dan meyakini bahwa
untuk menjadi pemimpin. Bentuk plural (ja- khilafahnya itu mewakili Sang Hakim yang
mak) term khalifah tersebut adalah khalā’if sebenarnya, yaitu Allah.12
sebagaimana dalam QS. Fāthir [35]: 39. Pengertian lain secara terminologis, khali-
Secara etimologis, kata khalifah berakar fah adalah pemimpin tertinggi di dunia Islam
kata pada huruf-huruf khā’, lām, dan fā’, mem- yang menggantikan kedudukan Nabi dalam
punyai tiga makna pokok, yaitu mengganti, mengurus agama dan pemerintahan Islam.
belakang, dan perubahan.8 Dengan makna Empat khalifah pertama, Abu Bakar, ‘Umar,
seperti ini, maka kata kerja khalafa-yakhlufu- Usman, dan ‘Ali, masing-masing berperan da-
khalīfah dipergunakan dalam arti bahwa kha- lam menyelesaikan berbagai persoalan agama
lifah adalah yang mengganti kedudukan Nabi di masanya, dan berperan memperluas wila-
sebagai pemimpin, khalifah adalah pemimpin yah pemerintahan Islam. Mereka juga memi-
di belakang (sesudah) Nabi, khalifah adalah liki peranan spiritual yang tinggi terlihat dari
orang mampu mengadakan perubahan untuk usaha mereka ketika menjabat khalifah. Oleh
lebih maju dan menyejahterakan orang yang karena itu, mereka menerima gelar penghor-
dipimpinnya. matan al-khalīfat al-rāsyidūn (khalifah yang
Para ulama mempunyai sudut pandang lurus). Beberapa pemimpin umat Islam
yang berbeda-beda mengenai kedudukan sesudah me-reka, tetap menggunakan gelar
kha-lifah. Adanya perbedaan sudut pandang khalifah.
inilah yang menyebabkan ada banyaknya
definisi untuk khalifah. Menurut al-Mawardi9, 2. Imāmah dan Imam
khali-fah ditetapkan bagi pengganti kenabian
dalam penjagaan agama dan pengaturan Term Arab imāmah berasal dari kata
urusan dunia. Sementara al-Baidhawi10 imam. Dalam Maqāyīs al-Lughah dijelaskan
memandang bahwa khalifah adalah pengganti bahwa term imam pada mulanya berarti
bagi Nabi oleh seseorang dari beberapa pemimpin shalat. Imam juga berarti orang
orang dalam penegakan hukum-hukum yang diikuti jejaknya dan didahulukan
syariat, pemeliha-raan hak milik umat, yang urusannya, demi-kian juga khalifah sebagai
wajib diikuti oleh seluruh umat. imam rakyat, dan al-Qur’an menjadi imam
Al-Juwayni11 menyatakan bahwa khalifah kaum muslimin. Imam juga berarti benang
adalah kepemimpinan yang bersifat menyelu- untuk meluruskan bangunan13. Batasan yang
ruh (riyasah tāmmah), yakni kepemimpinan sama dikemukakan juga oleh al-Asfahāni14
yang berkaitan dengan urusan khusus dan bahwa al-imam adalah yang diikuti jejaknya,
urusan umum dalam kepentingan-kepentingan yakni orang yang di-dahulukan urusannya, atau
agama dan dunia. perkataannya, atau perbuatannya. Imam juga
Semantara pada hemat Abū al-A’lā al- berarti kitab atau semisalnya. Jamak kata al-
Mau-dūdi, khalifah adalah bentuk imam tersebut ada-lah a’immah.
pemerintahan manusia yang benar menurut Dalam al-Qur’an, kata imam (bentuk tung-
pandangan al-Qur’an. Yakni pengakuan gal) dipergunakan sebanyak 7 kali.
negara akan kepe-mimpinan dan kekuasaan Sementara kata a’immah (bentuk plural) 5 kali
Allah dan Rasul-Nya di bidang perundang- dengan arti dan maksud yang bervariasi
sesuai dengan penggunaannya. Ia bisa
bermakna jalan umum (QS. Yāsīn [36]: 12);
8
Abū Husayn Ahmad bin Fāris bin Zakariyah, pedoman (QS. Hūd [11]: 7); ikut (QS. al-
Mu’jam Maqāyīs al-Lughah, jilid I (Mesir: Isā al-Bāb
al-Halab wa Awlāduh, 1972), 210.
9
Abū al-Hasan al-Mawardī, al-Ahkām al- 12
Abū al-A’lā al-Maudūdi, al-Khilāfah wa al-Mulk,
Sulthāniyyah (Beirut: Dār al-Fikr, t.t). diterjemahkan Muhammad al-Baqir dengan judul
10
Nashiruddin Abū al-Khair Abdullah al-Baidha-wi, Khilafah dan Kerajaan, Cet. VI (Bandung: Mizan,
Anwār al-Tanzīl wa-Asrār al-Ta’wīl (Beirūt: Dār al- 1996), 63.
Fikr, t.t). 13
Ibn Fāris, Mu’jam Maqāyīs, 82.
11
Abū Ma’ālī 'Abd al-Malik al-Juwaynī, al-Asālib 14
Al-Raghib al-Asfahāni, Mufradāt li Alfāzh al-
fi al-Khilāfah (Beirut: Dār al-Fikr, t.t). Qur’ān, Cet. I (Damsyiq: Dār al-Qalam, 1992), 87.
30 ♦ TANZIL, Volume I, Nomor 1, Oktober 2015

Furqān [25]: 74); dan pe-tunjuk (QS. al-Ahqāf otoritas manusia. Karenanya, imam tidak
[46]: 12). Begitu pula dalam makna kata dipilih berdasarkan keputusan manusia.
pemimpin, kata ini meru-juk pada banyak Seperti halnya nabi, imam ditunjuk
konteks, seperti pemimpin yang akan berdasarkan ketetapan Tuhan. Beda-nya,
dipanggil Tuhan bersama umatnya untuk nabi berhubungan langsung dengan Allah,
mempertanggungjawabkan perbuatan mereka sedangkan imam diangkat oleh nabi setelah
(QS. al-Isrā’ [17]: 71); pemimpin orang-orang mendapat perintah dari Tuhan.16 Setidaknya
kafir (QS. al-Tawbah [9]: 12); pemim-pin ada tiga syarat penting yang mesti dimiliki
spiritual atau para rasul yang dibekali wahyu seseorang untuk menduduki posisi imamah
untuk mengajak manusia mengerjakan yaitu: (a) merupakan pilihan dan diangkat oleh
kebajikan, mendirikan salat, menunaikan Allah, bukan diangkat oleh ma-syarakat
zakat, yaitu Nabi Ibrahim, Ishaq dan Ya’qub umum; (b) memiliki keilmuan yang mencakup
(QS. al-Anbiyā’ [21]: 73); pemimpin dalam arti keseluruhan ilmu yang diperoleh secara
luas dan bersifat umum ataupun dalam arti laduni dari sisi Tuhan; (c) ma‘shūm (terjaga)
negatif (QS. al-Qashash [28]: 5 dan 41); dan dari segala kesalahan, kekeliruan dan dosa.17
pemimpin yang memberi petunjuk ber- Dengan analisis seperti ini di atas, maka
dasarkan perintah Allah (QS. al-Sajdah [32]: konsep imamah (kepemimpinan) secara ter-
24).15 minologis dalam Syiah tidak dapat dilepaskan
Term imamah dalam konteks Sunni dan dari peranan dan misi keagamaan, sebab umat
Syiah berbeda pengertiannya. Dalam dunia selalu membutuhkan bimbingan dan, karena
Sunni, imamah tidak dapat dibedakan de- itu, Tuhan menaruh perhatian utama guna
ngan khilafah. Sedangkan dalam dunia Syiah, memberikan bimbingan yang tidak terputus-
imamah bukan saja dalam konotasi lembaga putus buat umat manusia, di antaranya de-
pemerintahan, tetapi mencakup segala aspek. ngan menugaskan nabi memilih penerusnya
Hal ini disebabkan predikat imam bagi kaum (imam), dan setiap penerus menentukan peng-
Syiah tidak saja terkait dengan aspek politik, gantinya, demikian seterusnya. Dengan kon-
tetapi juga mencakup aspek agama secara sep imamah sebagaimana yang terungkap di
keseluruhan: akidah, syariah, mistik, dan sini, praktis bahwa jiwa dan misi keagamaan
yang disepakati oleh kaum Syiah ialah bahwa (Islam) dapat dipertahankan sepanjang masa.
imam harus berasal dari ahl al-bayt dengan
garis keturunan Ali ibn Abi Thalib. Dengan 3. Ulu al-Amr
demi-kian kaum Syiah memahami bahwa
konotasi imam erat sekali dengan dimensi Ulu al-amr merupakan frase nominal yang
keagamaan dan menjadi kurang tepat bila terdiri atas dua suku kata, ulu dan al-amr.
dikaitkan de-ngan aspek politik saja. Dari Yang pertama bermakna pemilik, dan yang
sinilah sehingga konotasi imam harus tetap kedua bermakna “perintah, tuntunan
mengacu pada pengertian pemimpin spiritual melakukan se-suatu, dan keadaan atau
atau keaga-maan. urusan”18. Memper-hatikan pola kata kedua,
Dalam pandangan Syiah, imamah tidak kata tersebut adalah bentuk mashdar dari kata
hanya merupakan suatu sistem kerja amara-ya’muru (memerintahkan atau
pemerintahan, tetapi juga rancangan Tuhan menuntut agar sesuatu dikerjakan). Dari sini,
yang absolut dan menjadi dasar syariat maka kata ulu al-amr diterjemahkan sebagai
dimana keperca-yaan kepadanya dianggap pemilik urusan dan pemilik kekuasaan atau
sebagai penegas keimanan. Nasiruddin al-- hak memberi perin-tah. Kedua makna ini
Thusi sebagaimana dikutip oleh Murtadha sejalan, karena siapa yang berhak memberi
Muthahhari meng-gunakan ungkapan ilmiah perintah berarti ia juga mempunyai
dan menyatakan bahwa imam adalah luthf kekuasaan mengatur sesuatu urusan dan
(karunia kebaikan) Allah. Dalam arti bahwa
hal itu seperti kena-bian dan berada di luar 16
Murtadha Muthahhari, Manusia dan Alam
Semes-ta (Jakarta: Lentera, 2002), 147.
17
Muhammad Taqi Misbah Yazdi. Iman Semesta:
15
Abdullah, Taufik et.al. Ensiklopedi Tematis Merancang Piramida Keyakinan (Jakarta: al-Huda,
Dunia Islam (Jakarta: Ichtiar baru van hoeve, 2002), 2005), 290.
205. 18
Ibn Fāris, Mu’jam Maqāyīs, 139.
Surahman Amin, Ferry M. Siregar: Pemimpin dan Kepemimpinan ..... ♦ 31

mengendalikan keadaan. Melalui pengertian kendali urusan kehidupan, besar ataupun


semacam inilah maka ulu al-amr kecil, seperti pemimpn negara, atau pemimpin
disepadankan dalam arti “pemimpin.” keluarga, bahkan pemimpin diri sendiri juga
Al-Thabari dalam tafsirnya menyebutkan termasuk di dalamnya.
bahwa para ahli takwil berbeda pandangan
mengenai arti ulu al-amr. Satu kelompok Redaksi Ayat-ayat tentang Kriteria dan
menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan Karakteristik Pemimpin
ulu al-amr adalah umara. Sedangkan
kelompok lain berpendapat bahwa ulu al-amr Dengan merujuk pada pengertian pe-
itu adalah ahl al-ilmi wa al-fiqh (mereka yang mimpin yang telah diuraikan, maka akan
memiliki ilmu dan pengetahuan akan fiqh). diketahui ayat-ayat yang berkenaan dengan
Sebagian lain berpendapat bahwa sahabat- kriteria-kriteria pemimpin. Kriteria tersebut,
sahabat Nabi-lah yang dimaksud dengan ulu dapat ditelusuri melalui beberapa ayat yang
al-amr. Sebagian lainnya berpendapat ulu al- menggunakan term khalifah, imam(ah), ulu
amr itu adalah Abu Bakar dan Umar.19 Dalam al-amr dan derivasi dari term-term tersebut.
Ahkām al-Qur’ān, Ibn al-‘Arabi menyatakaan Melalui pendekatan tafsir mawdhū’iy,
bahwa yang benar dalam pandangannya terlebih dahulu ayat-ayat yang dimaksud
adalah bahwa ulu al-amr itu umara dan ulama akan di-klasifikasi dalam kelompok
semuanya.”20 Makkiyah dan Madaniah, sebagai berikut:
Fakhruddin al-Razi dalam tafsirnya menca-
tat ada empat pendapat tentang makna ulu al- 1. Ayat Makkiyah
amr, yaitu (1) al-khulafā al-rāsyidūn; (2)
pemim-pin perang (sariyyah); (3) ulama yang a. QS. al-Anbiyā’ [21]: 73 dengan term
memberi-kan fatwa dalam hukum syara’ dan a’immah, derivasi kata imamah yakni:
menga-jarkan manusia tentang agama (Islam); “Kami telah menjadikan mereka itu
(4) imam-imam yang maksum.21 sebagai pe-mimpin-pemimpin yang
Sementara itu, Ibn Katsir dalam tafsirnya memberi petunjuk de-ngan perintah
menyimpulkan bahwa ulu al-amr adalah, Kami dan telah Kami wahyukan kepada
menu-rut zhahirnya, ulama. Sedangkan secara mereka mengerjakan kebajikan,
umum, ulu al-amr adalah umara dan ulama.22 mendiri-kan sembahyang, menunaikan
Wahbah al-Zuhaili dalam kitab tafsirnya, al- zakat, dan hanya kepada Kamilah
Tafsīr al-Munīr, menyebutkan bahwa mereka selalu menyembah”.24
sebagian ahli taf-sir berpendapat bahwa
makna ulu al-amr adalah ahli hikmah atau b. QS. Fāthir [35]: 39 dengan term khalā’if,
pemimpin perang. Sebagian lagi berpendapat derivasi kata khalifah, yakni:
bahwa ulu al-amr adalah ulama yang
menjelaskan kepada manusia ten-tang hukum- “Dia-lah yang menjadikan kamu
hukum syara’. Sedangkan Syiah berpendapat khalifah-kha-lifah di muka bumi.
bahwa ulu al-amr adalah imam-imam yang Barangsiapa yang kafir, maka (akibat)
maksum.23 kekafirannya menimpa dirinya sendiri.
Pengertian pemimpin dengan term ulu al- Dan kekafiran orang-orang yang kafir
amr di atas dapat menjadi lebih luas lagi kare- itu tidak lain hanyalah akan menambah
na mencakup setiap pribadi yang memegang kemur-kaan pada sisi Tuhannya dan
kekafiran orang-orang yang kafir itu
tidak lain hanyalah akan menambah
19
Muhammad Ibn Jarīr al-Tabarī, Tafsīr al-Thabarī, kerugian mereka belaka.”
jil. V (Beirut: Dār al-Fikr), 147-149.
20
Ibn al-‘Arabi, Ahkām al-Qur’ān, jil. 1 (Beirut: Dār
al-Fikr, t.t), 452.
21
Fakhruddin al-Rāzi, Al-Tafsīr al-Kabīr, jil. X 24
Untuk terjemahan seluruh ayat al-Qur’an dalam
(Be-irut: Dār al-Fikr, t.t), 144. tulisan ini, kami menggunakan terjemahan dari De-
22
Ibn Katsīr, Tafsīr al-Qur’ān al-Azhīm, jil. 1. partemen Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemahnya
(Beirut: Dār al-Fikr, t.t.), 518. (Jakarta: Proyek Pengadaan Kitab Suci al-Qur’an,
23
Wahbah al-Zuhaili, al-Tafsīr al-Munīr, jil. V 1992).
(Bei-rut: Dār al-Fikr, t.t.), 126.
32 ♦ TANZIL, Volume I, Nomor 1, Oktober 2015

c. QS. Shād [38]: 26 dengan term khalifah itu (Rasul dan ulil amri). Kalau tidak-lah
sendiri, yakni : karena karunia dan rahmat Allah kepada
kamu, tentulah kamu mengikuti setan,
“Hai Daud, sesungguhnya Kami
kecuali sebagian kecil saja (di
menjadikan kamu khalifah (pemimpin)
antaramu).
di muka bumi, maka berilah keputusan
(perkara) di antara manusia dengan adil
c. QS. al-Hadīd [57]: 7 dengan term
dan janganlah kamu mengikuti hawa
mustakhlifīn derivasi kata khalīfah, yakni:
nafsu, karena ia akan menyesatkan
kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya “Berimanlah kamu kepada Allah dan
orang-orang yang sesat dari jalan Allah Rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian
akan mendapat azab yang berat, karena dari hartamu yang Allah telah
mereka melupakan hari perhitungan”. menjadikan kamu menguasai
(pemimpin)-nya. Maka orang-orang
yang ber-iman di antara kamu dan
2. Ayat Madaniah menafkahkan (seba-gian) dari hartanya
a. QS. al-Baqarah [2]: 124 dengan term memperoleh pahala yang besar.”
‘imam- (an)’, derivasi kata al-imamah
yakni: Dari ayat-ayat yang telah dikutip di atas,
dapat dipahami secara global bahwa kriteria
“Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji pemimpin dalam QS. al-Anbiyā’ [21]: 73, se-
Tuhan-nya dengan beberapa kalimat orang pemimpin seharusnya mampu memberi
(perintah dan larangan), lalu Ibrahim petunjuk. Dalam QS. Fāthir [35]: 39 kriteria
menunaikannya. Allah berfirman, pemimpin bukan orang kafir. Dalam QS. Shād
‘Sesungguhnya Aku akan menjadi- [38]: 26 kriteria pemimpin adalah mam-pu
kanmu imam (pemimpin) bagi seluruh memutuskan perkara dengan adil. Dalam QS.
manu-sia’. Ibrahim berkata, ‘(Dan saya al-Baqarah [2]: 124 kriteria pemimpin sama
mohon juga) dari keturunanku’. Allah dengan kriteria yang dimiliki Nabi Ibrahim.
berfirman, ‘Janji-Ku (ini) tidak mengenai Dalam QS. al-Nisā’[4]: 59 dan 83 kriteria
orang-orang yang zalim’. pemimpin sesuai yang terdapat dalam al-
Qur’an, dan sesuai dengan kepemimpinan
b. QS. al-Nisā’ [4]: 59 dengan term ulu al-
rasul yang berhak diikuti. Dalam QS. al-Hadīd
amr, yakni:
[57]: 7 kriteria pemimpin haruslah se-orang
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah yang beriman, dan senantiasa menaf-kahkan
Allah dan taatilah Rasul-(Nya), dan ulil rezekinya di jalan Allah. Demikian kriteria
amri di antara kamu. Kemudian jika umum seorang pemimpin yang ter-dapat
kamu berlainan pendapat tentang dalam ayat-ayat al-Qur’an.
sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada
Allah dan Rasul, jika kamu benar-benar Sabab Nuzul Ayat
beriman kepada Allah dan hari
kemudian. Yang demikian itu lebih Sabab nuzul ayat adalah sesuatu yang me-
utama (bagimu) dan lebih baik latarbelakangi sehingga ayat tersebut difir-
akibatnya.” mankan oleh Allah. Namun ada sebagian ayat
tidak ditemukan riwayat sabab nuzulnya. Dari
Juga ayat 83 masih dari surah al-Nisa’:
ayat-ayat tentang kriteria pemimpin yang
“Dan apabila datang kepada mereka memiliki sabab nuzul adalah QS. Shād [38]:
suatu berita tentang keamanan ataupun 26 yang tergolong Madaniah. Turunnya ayat
ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. ini terkait dengan ayat-ayat sebelumnnya yang
Dan kalau mereka menye-rahkannya mengkisahkan keistimewaan dan
kepada Rasul dan ulil amri di antara pengalaman Nabi Dawud. Rangkaian kisah
mereka, tentulah orang-orang yang ingin dalam ayat tersebut diturunkan agar Nabi
menge-tahui kebenarannya (akan Muhammad memperhatikan dan mengambil
dapat) mengetahuinya dari mereka pelajaran untuk menghadapi perilaku
kesombongan dan permusuhan orang-orang
Surahman Amin, Ferry M. Siregar: Pemimpin dan Kepemimpinan ..... ♦ 33

musyrik25. Jadi, di-simpulkan bahwa sebab surah dengan surah lainnya memiliki keter-
diturunkannya ayat ini adalah untuk kaitan, terutama dari segi kandungan, dan hal
mendorong Nabi dan untuk menguatkan yang demikian dalam ilmu tafsir disebut al-
jiwanya, agar beliau sebagai pe-mimpin munāsabah. Ayat-ayat tentang kriteria
memiliki jiwa kesatria dalam meng-hadapi pemim-pin, tentu memiliki kaitan dengan ayat-
tantangan dan ancaman orang-orang musyrik ayat lainnya, terutama ayat-ayat yang telah
ketika di Mekkah. dikutip sebelumnya, sebab masing-masing
Kemudian yang tergolong dalam kelompok ayat terse-but memiliki kesamaan kriteria,
Madaniyah adalah QS. al-Baqarah [2]: 124, yakni tentang kriteria pemimpin. Dengan
turun bersamaan dengan ayat 125 berkenaan melihat bahwa ayat-ayat tersebut ada dalam
dengan pertanyaan Umar bin Khaththab ke- kategori Makkiyah dan Madaniah,
pada Nabi tentang kedudukan spiritual menandakan bahwa masalah kepemimpinan
(maqām) Nabi Ibrahim, maka turunlah ayat telah menjadi fokus perhatian al-Qur’an sejak
tersebut.26 Selanjutnya QS. al-Nisā’ [4]: 59, Nabi menetap di Mekkah, dan di Madinah.
diturunkan bekenaan dengan Abdullah bin Berdasar pada sabab nuzul yang telah di-
Hudzafah bin Qais ketika diutus oleh Nabi kemukakan, dipahami bahwa Nabi ketika di
untuk memimpin suatu pasukan.27 Dengan Mekkah, telah memiliki jiwa kesatria sebagai-
ayat tersebut diha-rapkan kepada setiap mana kesatriaan Nabi Dawud sebagai
orang mengikuti pe-tunjuk Allah, Rasul, dan pemim-pin yang diutus kepada kaumnya.
para pemimpinnya, termasuk pemimpin Keadaan Nabi tersebut terus berlanjut sampai
perang. beliau menetap di Medinah, bahkan setelah
Pada ayat yang sama, ayat 83, diturunkan hijrah-nya, beliau membangun sebuah negara
berkenaan uzlah yang dilakukan oleh Nabi. yang disebut Medinah, dan beliau sendiri
Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa yang me-mimpin negara yang berperadaban
Nabi uzlah (menjauhi) istri-istrinya. Umar bin tersebut.
Khaththab masuk ke mesjid di saat orang- Bila kembali diruntut ayat-ayat tentang
orang sedang kebingungan sambil bercerita kriteria pemimpin sesuai wurūd-nya, dipahami
bahwa Nabi telah menceraikan istri-istrinya. bahwa ayat pertama adalah QS. al-Anbiyā’
Umar berdiri di pintu mesjid dan berteriak [21]: 73 yang menerangkan bahwa kriteria
bahwa Nabi tidak menceraikan istrinya dan seorang pemimpin harus mampu memberi
aku telah menelitinya, maka turunlah QS. al- petunjuk. Kriteria yang demikian, jelas dimi-liki
Nisā’ [4]: 83 berkenaan dengan peristiwa ter- oleh orang-orang yang beriman dan orang
sebut untuk tidak menyiarkan berita sebelum kafir tidak boleh dijadikan sebagai pemimpin
diselidiki.28 Dari sini lantas dipahami bahwa sebagaimana dalam QS. Fāthir [35]: 39. Ciri
seorang pemimpin harus benar-benar me- khas lainnya dari orang beriman adalah adil,
nyampaikan sesuatu yang benar, dan jangan dan hal tersebut merupakan syarat mutlak
menginformasikan sesuatu dengan hasil seorang pemimpin sebagaimana yang digam-
pene-litian yang tidak benar pula. Intinya, barkan dalam QS. Shād [38]: 26. Ciri yang
kriteria seorang pemimpin adalah antara lain, demikian inilah ada pada diri Nabi Ibrahim
shiddiq, yakni selalu berlaku benar, dan sebagaimana dalam QS. al-Baqarah [2]: 124
betindak atas jalan kebenaran. dan rasul yang mengikuti sesudahnya, yakni
Nabi Muhammad yang harus ditaati, demi-
Munāsabah Ayat kian pula para pemimpin dengan kriteria
tersebut harus ditaati sebagaimana dalam
Antara ayat yang satu dengan lainnya
QS. al-Nisā’ [4]: 59 dan 83. Kemudian kembali
dalam al-Qur’an, demikian pula antara satu
lagi dipertegas dalam QS. al-Hadīd [57]
bahwa kriteria pemimpin haruslah orang
25
Jalāl al-Dīn al-Suyūthī, Lubāb al-Nuqūl fī Asbāb beriman, dan di sini disebutkan ciri lain dari
al-Nuzūl diterjemahkan oleh Qamaruddin Shaleh, et. orang beriman selain dari yang telah
al, dengan judul Asbabun Nuzul, Cet. II (Bandung: disebutkan. Ciri-ciri tersebut adalah bahwa
Dipo-negoro, 1975), 158. orang beriman adalah senantiasa
26
al-Suyūthī, Lubāb al-Nuqūl, 40-41. menafkahkan rezekinya di jalan Allah. Artinya
27
al-Suyūthī, Lubāb al-Nuqūl, 134.
28
al-Suyūthī, Lubāb al-Nuqūl, 140. bahwa seorang pemimpin harus mampu
34 ♦ TANZIL, Volume I, Nomor 1, Oktober 2015

mengelola rezekinya untuk di jalan Allah zakat), dan َ ‫ِد‬


‫ِين‬ ‫َاب‬‫َا ع‬ َ ‫انوا‬
‫لن‬ ُ َ
‫َك‬‫و‬
misalnya untuk mensejahterakan kepentingan (mereka mengabdikan diri-nya semata-mata
rakyat/masyarakatnya, sehingga terwujud kepada Allah). Inilah kriteria seorang
sebuah negara yang makmur yang pemimpin yang harus dipenuhi.
diistilahkan oleh al-Qur’an, sebagai baldatun
Dalam konsep Syiah, kriteria pemimpin
thoyyibatun wa rabbun ghafūr. َ‫دو‬
yang dipahami dalam koteks ‫ن‬ ُ‫ه‬
ْ‫ي‬َ
‫نا‬َِ‫مر‬ َ
ْ‫ِأ‬ ‫ ب‬pada QS. al-Anbiyā’[21]: 73 tadi
Kriteria dan Karakter Pemimpin dalam
bermakna bahwa imam (pemimpin) adalah
Perspektif al-Qur’an
sebagai pengikat sekaligus penghubung antar
Sejalan dengan uraian-uraian sebelumnya, manusia dengan Tuhannya dalam hal urusan-
maka dapat dirumuskan beberapa kriteria se- urusan spiritual. Imam juga sebagai
orang pemimpin yang dipahami melalui ayat- pembimbing bagi setiap manusia,
ayat al-Qur’an berdasarkan pendekatan tafsir
sebagaimana Nabi menjadi pem-bimbing bagi
mawdhū’iy. Kriteria-kriteria tersebut adalah
seba-gai berikut: setiap manusia untuk mencapai akidah yang
1. Beriman kuat, dan untuk sampai pada amal-amal
saleh.30 Konsep seperti itu, juga dipahami
Kriteria beriman dipahami dari QS. al- dalam konsep Sunni namun ru-jukannya
Anbiyā’ [21]: 73 yang menggunakan term bukan saja QS. al-Anbiyā’ [21]: 73 yang
‫ األئمة‬dan QS. Fāthir [35]: 39 dan QS. al- menerangkan tentang imamah, tetapi juga
Hadīd [57]: 7 yang menggunakan derivasi pada ayat lain terutama ayat yang meng-
term ‫( خليفة‬kha-lifah). Khusus term al- gunakan term khalīfah dan derivasinya seperti
a’immah sebagaimana yang telah disinggung term khalā’if pada QS. Fāthir [35]: 39.
asal kata aslinya adalah imam (imām). Dalam Secara tegas setelah kata khalā’if dalam
pandangan Thabātabā’ī, seorang imam QS. Fāthir [35]: 39 tersebut dilanjutkan
haruslah beriman dan dalam posisinya penjelasan tentang ancaman kekafiran. Jika
sebagai pemimpin telah mempero-leh dikaitkan de-ngan masalah kriteria pemimpin,
hidayah, dan hal tersebut sebagai salah satu jelas sekali bahwa orang kafir seyogyanya
bagian dari imamah itu sendiri. Hidayah ini tidak diangkat menjadi pemimpin. Kekafiran
tidak diperoleh oleh sembarang orang, ini adalah anti-tesa dari keimanan yang
berarti bahwa hanya beriman adalah kriteria
dengan sembarang cara. Perolehan hidayah,
dan sekaligus sebagai syarat utama seorang
sebagaimana juga perolehan kemaksuman pemimpin. Ini mengan-dung petunjuk, agar
akan didapat lewat kesabaran seorang manusia jangan memilih pemimpin yang kafir,
hamba dalam menyosong pelbagai ujian dalam namun sebaliknya me-reka harus memilih
me-nuju Allah dan melalui keyakinannya yang pemimpin yang beriman, dan kriteria orang
mendalam.29 beriman telah disebutkan tadi, di samping itu
Penjelasan Thabātabā’ī di atas tentu saja ditemukan hadis yang menerangkan kriteria
sesuai dengan redaksi awal ayat QS. al- orang beriman dalam riwayat al-Bukhari,
ًَّ
Anbiyā’ [21]: 73 yakni “ ‫ة‬ ‫ِم‬‫َئ‬
‫ْ أ‬
‫ُم‬‫َاه‬
‫لن‬َْ
‫َع‬‫َج‬
‫و‬ sebagai berikut:
... ‫ن‬ َ‫دو‬ ُ‫ه‬ْ‫ي‬َ …”, dimana kata di sini َ‫ددد‬ َ‫ددد‬
‫َا‬‫ثن‬ َّ َ ‫َ ح‬‫َددال‬ ‫دددد ق‬َّ َ‫مس‬ُ ‫َا‬‫ثن‬ َّ َ ‫ح‬
mengandung arti “mereka diberi hidayah”. َ
‫ندا‬ََ‫َر‬‫ْب‬‫َ أخ‬ ‫ِيم‬‫َاه‬ ‫بدر‬ِْ‫ُ إ‬‫بن‬ْ ُ
‫ِيل‬ ‫َاع‬ ‫ِسْم‬‫إ‬
Kemudian lebih di-perjelas lagi kriteria lain
orang beriman dalam susunan ayat tersebut, ََ
‫ة‬ ‫ُر‬
‫ْع‬ ‫ِي ز‬ ‫َب‬‫ْ أ‬‫َن‬‫ِيُّ ع‬‫ْم‬‫َّي‬
‫ن الت‬ َ‫َّا‬
‫َي‬‫بو ح‬ َُ‫أ‬
yakni َ‫ْل‬‫ِع‬‫َاتِ ف‬‫ْر‬ ْ (se-nantiasa berbuat
‫الخَي‬ َ‫َددا‬
‫ن‬ ‫َ ك‬‫َددال‬ ‫ة ق‬ََ ‫يددر‬َْ‫هر‬ُ ‫ِددي‬‫َب‬‫ْ أ‬ ‫َددن‬ ‫ع‬
baik), ِ َ
‫َّالة‬
‫الص‬ ‫َام‬
َ ‫َإ‬
‫ِق‬ ‫( و‬menegak-kan
shalat), ِ‫َاة‬‫َّك‬‫ء الز‬َ‫َا‬‫ِيت‬‫َإ‬‫( و‬mengeluarkan ‫َدال‬
َ ‫ُ ق‬ َ ْ‫ِس‬
‫دالم‬ ْ ‫ما‬
‫اإل‬ َ َ‫َال‬‫َق‬‫ ف‬.ِ‫ْث‬‫َع‬
‫ِالب‬ْ ‫ب‬
ِ
‫ِه‬‫َ ب‬‫ِك‬‫تشْر‬
ُ ‫ال‬ََ
‫اَّللَ و‬
َّ ‫د‬ َُ‫ْب‬ َ ‫ن‬
‫تع‬ َْ
‫ُ أ‬ ‫ِسَْالم‬ْ
‫اإل‬
29
Muhammad Husayn Thabātabā’ī, al-Mīzān fī
Taf-sīr al-Qur’ān (Teheran: Dār al-Kutub al-‘Ilmiyah,
1971), jil. IV, 304. 30
Thabātabā’ī, al-Mīzān, 304.
Surahman Amin, Ferry M. Siregar: Pemimpin dan Kepemimpinan ..... ♦ 35

َ‫ِي‬َِّ
‫د‬ َُ
‫تددؤ‬ ‫ة و‬َ‫دال‬
َ ‫َّد‬
‫َ الص‬ ‫ِدديم‬ ‫تق‬ ‫ًا و‬
َُ ‫ْئ‬‫شَددي‬ tadi, di akhir ayat tersebut dijelaskan tentang
mereka selalu menyembah Allah. Hal tersebut
‫ًا‬‫ِز‬‫بددار‬ َ )‫ِدديُّ (ص‬ ‫َّب‬
‫ة الن‬ َ‫َددا‬ ‫َّك‬
‫الز‬ sejalan lagi dengan kelanjutan hadis di atas
‫َال‬
َ ‫َق‬‫ُ ف‬ ‫ْر‬
‫ِيل‬ ‫ه جِب‬ ُ‫تا‬ ََ‫َأ‬‫َّاسِ ف‬ ‫ِلن‬ ‫ما ل‬ ًْ‫يو‬َ yang membicarakan tentang ihsan, yakni ber-
buat baik kepada Allah, di samping harus ber-
‫ن‬ َ
ْ‫ن أ‬ ُ‫َدا‬‫ِيم‬ْ َ
‫اإل‬ ‫َدال‬ ‫ن ق‬ُ‫َدا‬ ‫ِيم‬ ْ ‫مدا‬
‫اإل‬ َ buat kepada sesama manusia.
ِ
‫ِدده‬‫ُب‬‫ُت‬
‫َك‬‫ِ و‬‫ِدده‬‫َت‬‫ِك‬‫مَالئ‬ََ َّ ‫ِد‬
‫داَّللِ و‬ ‫َ ب‬ ‫ِن‬‫ْم‬‫تددؤ‬ُ
ََ َ َ ْ ‫ْم‬ 2. Adil dan Amanah
َ‫ُدوم‬ ‫تص‬ ‫دة و‬ ‫ُوض‬ ‫ْر‬‫َف‬‫ِالم‬ ‫تؤ‬ َُ
‫ِ و‬ ‫ِه‬‫ُسُدل‬‫َر‬‫و‬
Adil adalah kriteria pemimpin yang dite-
َْ
‫ن‬ ‫َ أ‬ ‫َال‬ ُ‫ْسَا‬
‫ن ق‬ ‫ِح‬ْ ‫ما‬
‫اإل‬ َ َ ‫َال‬ ‫ ق‬.‫ن‬ َ‫َا‬‫مض‬ََ‫ر‬ mukan dalam QS. Shād [38]: 26. Ayat ini
‫ن َلدم‬ َ
َّ‫َأ‬
ْ ْ‫ن‬ِ‫َد‬
‫ه ف‬ ُ‫َا‬ ‫تدر‬ َ َ‫نك‬ ‫اَّللَ ك‬
َّ ‫د‬ َُ
‫ْب‬‫تع‬َ menerangkan tentang jabatan khalifah yang
diemban oleh Nabi Dawud, dimana beliau
‫ (رواه‬31 َ ‫َاك‬‫ير‬ َ ‫ه‬ ُ‫ن‬َّ‫ن‬
َِ‫ه ف‬ ُ‫َا‬ ‫تر‬ َ ْ‫ُن‬‫تك‬َ diperintahkan oleh Allah untuk menetapkan
.)‫البخاري‬ keputusan secara adil di tengah-tengah ma-
syarakat, umat manusia yang dipimpinnya.
Musaddad menceritakan kepada kami Kata “adil” dalam Kamus Besar Bahasa In-
dan berkata, “Isma’il bin Ibrahim men- donesia diartikan dengan: (1) tidak berat
ceritakan kepada kami, Abū Hayyān al-
sebe-lah/tidak memihak, (2) berpihak kepada
Taymiy menceritakan kepada kami, dari
Abi Zur’ah, dari Abu Hurairah berkata, kebe-naran, dan (3) sepatutnya/ tidak
‘Di suatu hari Nabi berkumpul bersama sewenang-wenang32. Selanjutnya kata “adil”
sahabatnya, dan tiba-tiba Jibril menda- dalam al-Qur’an seringkali terungkap dalam
tanginya lalu bertanya tentang iman. dua term, yakni al-‘adl dan al-qisth dalam QS.
Beliau menjawab, ‘Iman adalah percaya Al-Hujurāt [49]: 9. Keadilan yang dimaksudkan
kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-ki- al-Qur’an adalah sebagaimana dirumuskan al-
tabnya, rasul-rasulnya, dan hari Raghīb al-Ashfahāni dalam kitabnya Mufradāt
kebang-kitan.’ Lalu Jibril bertanya al-Alfāzh al-Qur’ān yakni: ‫العدالة والعدل‬
tentang Islam dan beliau menjawab,
‫( لفظ يقتضى معنى المساواة‬lafaz yang
‘Islam adalah menyembah kepada Allah
dan tidak me-nyekutukan-Nya dengan menunjukkan arti persamaan). Kata ‘adl ini
sesuatu, mene-gakkan shalat, digunakan untuk hal-hal yang bisa dicapai
menunaikan zakat yang ditetapkan, dan dengan mata batin (bashīrah), se-perti
berpuasa pada bulan Ramadhan.’ Jibril persoalan hukum.
bertanya lagi, apa itu ihsan. Beliau Dalam konteks ini, ia mengacu pada QS.
menjawab, ‘Ihsan adalah menyembah al-Mā’idah [5]: 95, ‫او عدل ذلك صياما‬. Ia
kepada Allah seakan-akan engkau mem-persamakan antara term ‘adl dan taqsīth
melihat-Nya, tetapi bila engkau tidak (al-qisth). Jadi keadilan dalam beberapa
melihatnya, (yakinlah) Dia meli-hatmu.’” penger-tian, yakni berarti: meletakkan
Di samping hadis tersebut yang membica- sesuatu pada tempatnya; tidak berbuat zalim;
rakan tentang kriteria orang beriman, ia juga memper-hatikan hak orang lain; dan tidak
berbicara tentang kepribadian mukmin yang melakukan suatu perbuatan yang
baik, yakni orang Islam yang menjalankan bertentangan dengan hikmah dan
33
shalat, puasa, zakat, dan berhaji bagi yang kemaslahatan
mampu. Khusus tentang shalat dan zakat,
juga disebutkan dalam QS. al-Anbiyā’ [21]: 73
32
Tim Penyusun Kamus, Pusat Pembinaan dan
31
Abū ‘Abd. Allāh Muḥammad ibn Ismā’īl ibn Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan
Ibrāhim ibn al-Mugīrah ibn al-Bardizbāt al-Bukhāri, Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Shaḥīḥ al-Bukhāriy, jilid I (Mesir: Dār al-‘Ilm, t.t.), 7. Cet. VII (Jakarta: Balai Pustaka, 1996), 7.
Lihat juga Shaḥīḥ al-Bukhāriy dalam CD. Rom Hadīś 33
Al-Rāghib al-Ashfhāni, Mufradāt Alfāzh al-
al-Syarīf al-Kutub al Tis’ah, Kitab al-Imān, hadis Qur’ān (Beirūt: Dār al-Syāmiyah, Damaskus: Dār al-
nomor 821. Qalam, 1992 M/1412 H), 551-552.
36 ♦ TANZIL, Volume I, Nomor 1, Oktober 2015

Redaksi QS. Shād [38]: 2 yang menjadi ‫َّى‬‫َت‬‫َى ح‬ ‫ْض‬‫َر‬‫ة َال أ‬ ََ ‫َاح‬ ‫ُ ر‬
‫َو‬ ‫ْت‬‫ِن‬‫ة ب‬ َُ
‫ْر‬ ‫َم‬‫ع‬
acuan utama kriteria keadilan bagi seorang َ َّ
pemimpin, sejalan QS. al-Nisā’ [4]: 58 yang ‫ْه‬
ِ ‫َلي‬ ‫اَّللُ ع‬
َّ ‫َلى‬ َّ
‫اَّللِ ص‬ َ
‫َسُول‬ ‫د ر‬ ‫تشْه‬
َِ ُ
‫ِي‬ ‫َِلى الن‬
‫َّب‬ ‫ِي إ‬ َ
‫َ أب‬ ‫لق‬ََ ْ َ
‫انط‬ ‫َ ف‬ ََّ‫َس‬
‫لم‬ ‫و‬
memerintahkan seorang pemimpin berlaku ِّ
ِ
adil, dan didahului dengan perintah untuk َ
‫ه على‬َ َ
ُ‫ِد‬ ْ
‫ُشه‬ ‫لي‬ َ َّ
َ
ِ ‫ِ وسلم‬ َ ‫ْه‬ ََ
‫اَّللُ علي‬
َّ ‫صلى‬ ََّ
menjalankan amanah kepemimpinan dengan َّ َ
sebaik-baiknya. Redaksi QS. al-Nisā’: 58 ada- ‫َلى‬ َّ ُ
‫اَّللِ ص‬ ‫َسُول‬‫ه ر‬ َ
ُ‫َ ل‬ َ
‫ِي فقال‬ ‫َت‬
‫دق‬ ََ‫ص‬
lah sebagai berikut: ‫ذا‬ َ‫ه‬ َ َ ْ
‫َلت‬ ‫َع‬ َ
‫َ أف‬ َّ
‫َسَلم‬ ‫ِ و‬ ‫ْه‬ َ
‫َلي‬ ‫اَّللُ ع‬
َّ
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu ‫ُوا‬ َّ َ
‫اتق‬ ‫َال‬ ‫ال ق‬ َ َ‫َال‬ ‫ْ ق‬‫ِم‬ ُِّ
‫ِه‬
‫ل‬ ‫َ ك‬ ‫ِك‬‫ََلد‬‫ِو‬‫ب‬
menyam-paikan amanat kepada yang َ
‫َع‬ ‫َج‬ ‫َر‬
‫ْ ف‬ ‫ُم‬‫ِك‬ َْ
‫الد‬ َ
‫ِي أو‬ ‫ِلوا ف‬ ُ‫ْد‬ ‫َاع‬ ‫اَّللَ و‬
َّ
‫َب‬
berhak menerima-nya, dan (menyuruh 35ََ ََّ ْ َ
kamu) apabila menetapkan hukum di
‫(رواه‬ ‫ِلكَ الصدقة‬ ‫د ت‬ ََّ
‫ِي فر‬ ‫أ‬
antara manusia supaya kamu mene- .)‫مسلم‬
tapkan dengan adil.” Abū Bakar bin Abī Syaibah mencerita-
kan kepada kami, Abbād bin al-Awwām
‫ُم‬
ْ
Ayat di atas pada klausa ‫َم‬
‫ْت‬ ‫َا ح‬
‫َك‬ ‫ِذ‬‫َإ‬
‫و‬ menceritakan kepada kami, dari Husain,
َْ ْ
‫ِالعدل‬ ‫ُوا ب‬ُ
‫ْكم‬ َ َْ َّ َْ َ
‫ بين الناسِ أن تح‬hampir
ِ dari al-Sya’bi berkata, saya mendengar
sama redaksinya de-ngan redaksi QS. Shād Nukman bin Basyir berkata bahwa ayah-
[38]: 2 pada klausa ِ‫َّاس‬ ‫َ الن‬‫ْن‬
‫بي‬َ ْ‫ُم‬‫ْك‬‫َاح‬‫ف‬ nya telah menyerahkan sebagian harta-
ِّ
‫ق‬
ِ َ
‫ح‬ ْ
‫ِال‬‫ب‬ . Dalam terjemahan De-partemen nya. Ibu saya, Umrah binti Rawahah
Agama RI, kata ِّ ِ‫َق‬ ْ ‫ ب‬di sini di-artikan
‫ِالح‬ berkata, “Saya tidak setuju sebelum
“dengan keadilan”, sejalan dengan arti yang eng-kau mempersaksikan di depan
sesungguhnya pada QS. al-Nisā’ [4]:58 yang Rasulu-llah saw. Ayah saya lalu
menggunakan kata ِ َْ
‫دل‬ ْ ‫ب‬.
‫ِالع‬ mendatangi Nabi saw. untuk
mempersaksikan pem-beriannya, lalu
Abd. Muin Salim menjelaskan bahwa
Rasulullah bertanya, “Apakah hal sama
dengan kata ْ ‫ُم‬
‫ْت‬‫َم‬
‫َك‬ ‫ُم‬
‫ ح‬atau ْ ‫َاح‬
‫ْك‬ ‫ ف‬dalam ayat engkau telah lakukan kepada semua
tersebut menandakan bahwa menetapkan anak-anamu?” Ayah saya menjawab,
hukum dengan adil tidak hanya ditujukan tidak. Rasulullah berseru, “Bertaqwalah
kepada kelompok sosial tertentu dalam ma- kepada Allah dan berlaku adillah pada
syarakat muslim, tetapi juga ditujukan kepada anak-anakmu!” Ayah saya lalu kembali
setiap orang yang mempunyai kekuasaan dan membatalkan shadaqah
memimpin orang lain, seperti suami terhadap (pemberian)-nya itu” (HR. Muslim).
istri-istrinya, dan orang tua terhadap anak-
Bila hadis di atas dipahami secara kon-
anaknya.34 Dengan demikian dipahami bahwa
tekstual, maka kandungannya adalah bahwa
pemimpin rumah tangga, yakni orang tua penanaman kriteria adil haruslah dimulai di
harus memiliki kriteria adil terhadap anak- lingkungan rumah tangga, dan hal tersebut
anaknya mereka. Sejalan dengan itu ditemu- harus pula diterapkan dan ditanamkan pada
kan hadis tentang kriteria adil bagi orangtua diri setiap pemimpin, pemimpin masyarakat,
sebagai pemimpin rumahtangga, yakni: pemimpin bangsa dan negara.
Sebagai pemimpin yang baik maka ia juga
ََ
‫ة‬ ‫ْب‬‫ِي شَي‬‫َب‬‫ُ أ‬ ْ ِ
‫بن‬ ‫ْر‬‫بك‬َ ‫بو‬ َُ‫َا أ‬ َ‫د‬
‫ثن‬ ََّ
‫ح‬ harus memiliki sifat amanah, dan hal ini
ْ
‫َن‬‫ِ ع‬ ‫َو‬
‫َّام‬ ْ
‫الع‬ ُ
‫بن‬ْ ‫د‬ ُ‫َّا‬
‫َب‬‫َا ع‬ َ‫د‬
‫ثن‬ ََّ
‫ح‬ disebut bersamaan dengan term adil dalam
َ َ َّ ْ QS. al-Nisā’ [4]: 58 yang telah di kutip tadi.
ُ
‫ْت‬‫ِع‬‫ِ قال سَم‬ ‫ْب‬
ِّ‫ِي‬ ‫َن الشع‬ ‫ْنٍ ع‬‫َي‬ ‫ُص‬‫ح‬ Amanah dalam pandangan al-Marāghi adalah
َ
‫دق‬ َ
‫َ تص‬
ََّ َ
‫ٍ قال‬ ‫ِير‬ ‫بش‬َ ‫بن‬َ ْ ‫َان‬َ ‫ْم‬‫ُّع‬
‫الن‬ sebuah tanggung jawab yang terbagi atas tiga,
‫ِي‬‫م‬ ُ
ِّ‫ْ أ‬ َ َ
‫الت‬ ‫َق‬
‫ِ ف‬‫له‬ِ‫ما‬ َ ‫ض‬ ‫َع‬
ِْ ‫ِب‬
‫ِي ب‬ َ
‫ليَّ أب‬ََ‫ع‬ yakni (1) tanggung jawab manusia kepada

34
Abd. Muin Salim, Fiqh Siyasah; Konsepsi Politik 35
Abū al-Husayn Muslim bin al-Hajjāj al-Nay-
da-lam al-Qur’an Cet. II (Jakarta: PT. RajaGrafindo sābūrī, Shāhīh Muslim, jil. II (Beirut: Dār al-Kutub al-
Per-sada, 1992), 212. 'Ilmiyah, 1992), 1242-1243.
Surahman Amin, Ferry M. Siregar: Pemimpin dan Kepemimpinan ..... ♦ 37

Tuhan; (2) tanggung manusia kepada se- “Sesungguhnya Ibrahim adalah se-orang
samanya, dan (3) tanggung jawab manusia imam yang dijadikan teladan dan patuh
terhadap dirinya sendiri.36 Dengan demikian, kepada Allah, lagi ia hanīf”.
kriteria pemimpin yang dikonsepsikan di sini Berdasarkan uraian di atas, maka kriteria
adalah tidak khianat terhadap tanggungjawab pemimpin yang dikehendaki adalah telah
yang diberikan Allah, dan jabatan apapun melalui beberapa tahap ujian dan atau seleksi
diberikannya dari sesama manusia, dan ter- yang ketat (fit and proper test), memiliki se-
hadap dirinya sendiri. Intinya adalah, bahwa gudang pengalaman, mampu memberantas
seorang pemimpin yang baik harus baik pula kebatilan, dapat dijadikan imam (panutan),
hubungannya dengan Allah dan hubungan dan diteladani oleh rakyat yang dipimpinnya.
dengan sesama manusia. Kemudian dalam penggalan ayat di akhir QS.
al-Baqarah [2]: 124 tadi disebutkan,
3. Rasūliy “Sesungguh-nya Aku akan menjadikanmu
imam (pemimpin) bagi seluruh manusia”.
Rasūliy artinya berkepribadian seperti rasul Ibrahim berkata, “(Dan saya mohon juga) dari
Allah, yakni kriteria pemimpin yang meme- keturunanku.” Dari sini dipahami bahwa
nuhi syarat seperti yang dimiliki rasul Allah keturunan Nabi Ibrahim, yakni termasuk Nabi
dalam menjalankan kepemimpinan. Bila me- Muhammad adalah seorang pemimpin yang
rujuk ayat-ayat yang telah dikutip, akan harus ditaati. Ketaatan kepada Nabi
diketahui bahwa rasul Allah yang dimaksud Muhammad secara jelas lagi dikemukakan
adalah Nabi, Ibrahim sebagaimana dalam QS. da-lam QS. al-Nisā’ [4]: 59.
al-Baqarah [2]: 124, dan Nabi Muhammad se- Dalam sirah Nabi Muhammad, beliau ada-
bagaimana dalam QS. al-Nisā’ [4]: 59 dan 83. lah pemimpin negara yang mampu memper-
QS. al-Baqarah [2]: 124 menerangkan ten- satukan semua kelompok etnis, suku, dan
tang penunjukan langsung kepada Ibrahim penganut agama-agama ketika membangun
dalam posisinya sebagai imamah (pemimpin), negara Madinah. Ini berarti bahwa termasuk
setelah beliau mendapat sederetan ujian dari kriteria pemimpin yang diharapkan adalah
Allah, terutama setelah memutuskan untuk memiliki sikap tasāmuh (toleran). Lebih lanjut
mengorbankan anaknya, Isma’il berdasarkan QS. al-Nisā’ [4]: 59 dan 83 disebutkan bahwa
perintah Allah kepadanya.37 Sebagaimana segala persoalan harus dikembalikan kepada
dite-gaskan sendiri oleh al-Qur’an (QS. al- pembuat undang-undang, yakni Allah, rasul-
Baqarah [2]: 124-131, 258-260; QS. Āli ‘Imrān Nya, dan ulu al-amr. Di sini dipahami bahwa
[3]: 67; QS. al-An’ām [65]: 74; Hūd [11]: 70) seorang pemimpin dalam menjalankan kepe-
bahwa Ibrahim satu-satunya nabi yang de- mimpinannya harus merujuk pada ketentuan
ngan berbagai pengalamannya telah al-Qur’an dan Sunah.
menemu-kan Tuhan yang sebenarnya lalu ia Berbicara tentang kriteria lain bagi seorang
beriman kepada-Nya. Dengan terang- pemimpin menurut al-Qur’an sangatlah luas di
terangan juga ia menyatakan kejijikannya samping yang telah dikemukakan sebelum-
terhadap kemusy-rikan dan penyembahan nya. Kriteria lain yang dimaksud misalnya,
berhala yang sedang menguasai masyarakat. shiddīq (QS. al-Baqarah [2]: 91), sabar (QS.
Dia tidak lagi melihat jalan selain berjuang al-Sajdah [32]: 24), fathānah (QS. al-Nahl
melawan kemusyrikan, tanpa merasa letih [16]: 125), dan tablig (QS. Āli ‘Imrān [3]: 104).
dan lemah, dia berjuang menyeru manusia Sedangkan menurut Sunnah adalah hadis
kepada tauhid. Inilah pe-ngalaman hidupnya Nabi yang bagian redaksinya adalah “pemim-
dan ujian berat yang telah dilaluinya, pin adalah dari suku Quraisy”. Suku Quraisy
sehingga dia sebagai bapak agama fitrah dan di zaman Nabi sangat disegani dan dihor-
sekaligus imam bagi nabi-nabi sesudahnya, mati, kuat, berwawasan luas, memiliki massa
sebagaimana dalam QS. al-Nahl [16]: 120, dan pengaruh yang kuat. Artinya, kriteria pe-
mimpin harus berwibawa, sehat jasmani dan
rohani, tidak cacat tubuh, berilmu, memiliki
36
Ahmad Mushthafā al-Marāghī, Tafsīr al-Marāghī, solidaritas, dan pengaruh besar di tengah
jil. V (Mesir: Mustafa al-Babi al-Halab wa Awlāduh, masyarakat.
1973), 70.
37
Thabātabā’ī, al-Mīzān, 263.
38 ♦ TANZIL, Volume I, Nomor 1, Oktober 2015

Kesimpulan qāyīs al-Lughah, jil. I. Mesir: Isa al-Bāb


al-Halābī wa Awlāduh, 1972.
Pemimpin dan masalah kepemimpinan da-
Al-Ashfahāni, al-Raghib. Mufradāt li Alfāzh al-
lam al-Qur’an dapat ditelaah dengan merujuk
Qur’ān, Cet. I. Damsyiq: Dār al-Qalam,
term khalīfah, imāmah dan ulu al-amr. Term
1992 dan Beirūt: Dār al-Syāmiyah, 1412
kha-līfah dikenal dalam dunia Sunni, dan
H.
imāmah dikenal dalam dunia Syiah, yakni
-----. Mufradāt Alfāzh al-Qur’ān. Cet. I. Beirūt:
sebuah ben-tuk kepemimpinan yang
Dār al-Syāmiyah, 1412 H
mengurus masalah keagamaan dan
Al-Bukhāri, Abū ‘Abd. Allāh Muhammad ibn
pemerintahan. Sementara term ulu al-amr
Ismā’īl ibn Ibrāhim ibn al-Mugīrah ibn al-
adalah bentuk kepemimpinan dalam
Bardizbāt. Shahih al-Bukhāriy, jil. I. Mesir:
pemerintahan bangsa, negara dan ma-
Dār al-‘Ilm T.t.
syarakat. Redaksi ayat-ayat tentang kriteria
Al-Baidhawi, Nashiruddin Abū al-Khair Ab-
pemimpin terklasifikasi atas Makkiyah dan
dullah. Anwār al-Tanzīl wa Asrār al-
Madaniyah. Ayat-ayat tersebut menggunakan
Ta’wīl. Beirūt: Dār al-Fikr, t.t.
term khalīfah, imāmah dan ulu al-amr beserta
Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Terje-
derivasinya, di antaranya memiliki sabāb
mahnya. Jakarta: Proyek Pengadaan
nuzūl, dan masing-masing ayat memiliki
Kitab Suci al-Qur’an, 1992.
munāsabah karena adanya kesamaan istilah.
Echols, John M. dan Hassan Shadily. An Eng-
Kriteria dan karakteristik pemimpin, menu-
lish-Indonesian Dictionary. Cet. XXV.
rut al-Qur’an, adalah beriman, beramanah,
Jakarta: PT. Gramedia, 2003.
adil, dan berkepribadian rasūliy dengan
Hitti, Philip K. History of the Arabs. London:
syarat-syarat yang ketat, yaitu berpengalaman,
Macmillan Pres Ltd, 1970.
mampu memberantas kebatilan, dapat
Hassan Ibrāhīm Hassān. Tārikh al-Islāmī, jil. I.
diteladani dan ditaati, toleran, shiddīq, sabar,
Mesir: Maktabah al-Nahdah, 1964.
fathānah, tablig, berwibawa, sehat jasmani
Ibn Katsir, Tafsīr al-Qur’an al-Adhim, jil. 1.
dan rohani, tidak cacat tubuh, berilmu, memiliki
Beirut: Dar al-Fikr, t.t.
solidaritas, dan pengaruh besar di tengah-
Ibn Al-‘Arabī. Ahkām al-Qur’ān. Beirut: Dār al-
tengah masyarakat.
Fikr. T.t.
Sementara itu, implikasi kajian ini adalah
Al-Juwaynī, Abū Ma’ālī ‘Abd al-Malik. al-Asālib
sangat penting diketahui termaterma atau
fi al-Khilāfah. Beirut: Dār al-Fikr, T.t.
istilah yang terkait dengan pemimpin dan
-----. Tafsīr al-Qur’ān al-Azhīm, jil. 1. Beirut:
kepemimpinan. Begitu pula redaksi-redaksi
Dar al-Fikr, t.t.
ayat tentang pemimpin perlu diinterpretasi
Lapidus, Ira M.A. History of Islamic Societies,
lebih lanjut, sehingga kriteria pemimpin me-
terj. Ghufran A. Mas’adi dengan judul,
nurut al-Qur’an benar-benar dapat dipahami,
Sejarah Sosial Umat Islam, Bagian
dan diimplementasikan dalam kehidupan.
Kesatu dan Ke-dua. Cet. I. Jakarta: PT.
Berkenaan dengan itulah disarankan agar
Raja-Grafindo Persada, 1999.
kajian tentang kriteria pemimpin dengan pen-
Locke, Edwin A. and Associates. The
dekatan tafsir mawdhū’iy terus
Essense of Leadership: The Four Keys to
dikembangkan. Untuk pengembangan kajian,
Leading Succesfully, terj. Indonesian
disarankan pula adanya kritik terhadap masalah
Translation dengan judul Esensi
tersebut untuk kesempurnaan pembahasan.[]
Kepemimpinan: Empat Kunci Memimpin
dengan Penuh Keberhasilan. Cet.II.
Jakarta: Mitra Utama, 2002.
Al-Mawardī, Abū al-Hasan. Al-Ahkām al-
DAFTAR RUJUKAN Sulthāniyyah. Beirut: Dār al-Fikr, T.t.
Al-Marāghī, Ahmad Mushthafā. Tafsīr al-
Marāghī, jil. V. Mesir: Mustafa al-Babi al-
Abdullah, Taufik et.al. Ensiklopedi Tematis
Halab wa Awlāduh, 1973.
Dunia Islam. Jakarta: Ichtiar baru van
Al-Maudūdi, Abū al-A’lā. Al-Khilāfah wa al-
hoeve, 2002.
Mulk, terj.Muhammad al-Baqir dengan
Ahmad bin Fāris, Abū Husayn. Mu’jam Ma-
Surahman Amin, Ferry M. Siregar: Pemimpin dan Kepemimpinan ..... ♦ 39

judul Khilafah dan Kerajaan. Cet.VI. Ban-


dung: Mizan, 1996.
Muslim bin al-Hajjāj al-Naysābūrī, Abū al-
Husayn. Shāhīh Muslim, jil. II. Beirut: Dār
al-Kutūb al-‘Ilmiyah, 1992.
Muthahhari, Murtadha. Manusia dan Alam
Semesta. Jakarta: Lentera, 2002.
Nasir, Syed Mahmudun. Islam; Its Concepts
and History, terj. Adang Affandi dengan
judul Islam; Konsepsi dan Sejarahnya.
Cet. IV. Bandung: Remaja Rosdakarya,
1994.
Al-Rāzi, Fakhruddin. Al-Tafsīr al-Kabīr. Beirut:
Dār al-Fikr, T.t.
Al-Suyūthī, Jalāl al-Dīn. Lubāb al-Nuqūl fī
Asbāb al-Nuzūl, terj. Qamaruddin Shaleh,
et.al, dengan judul Asbabun Nuzul. Cet.
II. Bandung: Diponegoro, 1975.
Salim, Abd. Muin. Fiqh Siyasah: Konsepsi
Politik dalam al-Qur’an. Cet. II. Jakarta:
PT. Raja-Grafindo Persada, 1992.
Stogdill, Ralph M. Handbook of Leadership.
London: Collier MacMillan Publisher,
1974.
Al-Tabarī, Muhammad Ibn Jarīr. Tafsīr al-
Thabarī. Beirut: Dār al-Fikr, T.t.
Al-Thabātabā'ī, Muhammad Husayn. Al-Mi-
zān fi Tafsīr al-Qur’ān, jil. IV. Cet. II.
Teheran: Dār al-Kutūb al-‘Ilmiyah, 1971.
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa Departemen
Pen-didikan dan Kebudayaan. Kamus
Besar Bahasa Indonesia. Cet. VII.
Jakarta: Balai Pustaka, 1996.
Weber, Max. The Theory of Social and
Economic Organization. Trans. Talcott
Parson. New York: The Free Press,
1966.
Yazdi, Muhammad Taqi Misbah. Iman Se-
mesta: Merancang Piramida Keyakinan
Jakarta: al-Huda, 2005.
Yulk, Gary A. Leadership in Organizations.
Cliffs: Prentice-Hall, 1981.
Al-Zuhaili, Wahbah. al-Tafsīr al-Munīr. Beirut:
Dār al-Fikr, T.t.

Anda mungkin juga menyukai