Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

PELAPORAN KORPORAT

Properti Investasi, Sewa, Dan Penurunan Nilai

ANGGOTA KELOMPOK:
NIA RAHMAHYANTI
ZAKI AFSAH

PROGRAM PENDIDKAN PROFESI AKUNTANSI


UNIVERSITAS RIAU
FAKULTAS EKONOMI
2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas berkat dan rahmat-Nya
penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Makalah tentang Properti
Investasi, Sewa, Dan Penurunan Nilai. Dalam penulisan makalah ini penulis banyak
mendapat referensi dari berbagai sumber.sehingga makalah ini dapat selesai pada
waktunya.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari apa yang dinamakan
sempurna. Dengan hati terbuka penulis menerima kritikan, saran yang bersifat
membangun.Akhir kata, besar harapan penulis semoga makalah ini dapat diterima dan
menjadi sesuatu yang berguna bagi setiap orang yang membacanya. Semoga dapat pula
menjadi pedoman untuk pembuatan makalah bagi yang membutuhkan.

Pekanbaru, April 2018

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Kegiatan investasi merupakan salah satu komponen dari pengeluaran agregat, yang
mana kenaikan pada investasi akan meningkatkan permintaan agregat dan pendapatan
nasional (Sukirno, 2003).
Investasi properti merupakan salah satu investasi yang menjanjikan. Properti
investasi ini merupakan suatu aser yang dibuat untuk dijual kembali maupun untuk
disewakan, hal tersebut tergantung bagaimana tujuan investasi tersebut dibuat. Sewa
dalam properti investasi terdapat dua macam yaitu, sewa pembiayaan, dan sewa operasi.
Namun, Investasi properti ini juga dapat mengalami penurunan nilai, terutama
bagi aset yang untuk disewakan. Sehingga, pada saat akhir periode pelaporan suatu
entitas harus menilai apakah terdapat indikasi suatu aset mengalami penurunan nilai,
sehingga harus dilakukan pengujian terhadap nilai dari aset tersebut, untuk memastikan
kemampuan ekonomisnya. Untuk penjelasan lebih lanjut akan dibahas dalam Bab
selanjutnya
1.2.Rumusan Masalah
1. Apa defnisi dari Properti Ivestasi, Sewa, dan Peurunan Nilai?
2. Bagaimana pengakuan terhadap Properti Investasi, Sewa, dan Peurunan Nilai?
3. Bagaimana pengukuran Properti Investasi, Sewa, dan Peurunan Nilai?
4. Bagaimana pengungkapan Properti Investasi, Sewa, dan Peurunan Nilai?
5. Bagaimana kasus BPJS terkait Properti Investasi, Sewa, dan Peurunan Nilai?

1.3.Tujuan Penulisan
1. Untuk Mengetahui defnisi dari Properti Investasi, Sewa, dan Peurunan Nilai.
2. Untuk Mengetahuhi Bagaimana pengakuan terhadap Properti Investasi, Sewa,
dan Peurunan Nilai.
3. Untuk Mengetahuhi Bagaimana pengukuran Properti Investasi, Sewa, dan
Peurunan Nilai.
4. Untuk Mengetahuhi Bagaimana pengungkapan Properti Investasi, Sewa, dan
Peurunan Nilai.
5. Untuk Mengetahuhi Bagaimana kasus BPJS terkait Properti Investasi, Sewa, dan
Peurunan Nilai.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Definisi Properti Investasi

Properti Investasi (investment property) dalam PSAK 13 adalah properti (yaitu,


tanah atau bangunan atau bagian dari bangunan atau keduanya) yang dikuasai untuk
menghasilkan rental atau untuk kenaikan nilai atau keduanya, dan tidak digunakan
dalam bisnis atau untuk dijual dalam kegiatan usaha sehari-hari.

Kriteria properti investasi :

1. Tujuan kepemilikan untuk menghasilkan rental/ atau kenaikan nilai.


2. Status kepemilikan :
a. Properti dimiliki oleh entitas, dan
b. Properti dikuasai oleh penyewa melalui sewa pembiayaan.

Contoh properti investasi :

1. Tanah yang dimiliki untuk kenaikan nilai jangka panjang.


2. Tanah yang dimiliki namun belum belum diputuskan tujuan penggunaannaya di
masa depan.
3. Gedung yang dimiliki dan disewakan ke pihak lain melalui sewa operasi.
4. Gedung yang saat ini kosong namun akan disewakan pada pihak lain.
5. Properti dalam proses konstruksi/ pembangunan atau pengembangan yang
digunakan sebagai properti investasi.

Contoh aset yang bukan properti investasi menurut PSAK 13 :

1. Properti yang digunakan sendiri, termasuk diantaranya properti yang dikuasai untuk
digunakan di masa depan sebagai properti yang digunakan sendiri dan properti
yang digunakan oleh karyawan pemilik properti tersebut.
2. Properti dalam proses konstruksi/ pembangunan atau pengembangan atas nama
pihak ketiga.
2.2. Perbedaan Properti Investasi dan Aset tetap

Aset tetap menurut PSAK 16 adalah aset berwujud yang :

1) Dimiliki untuk digunakan dalam produksi atau penyedia barang atau jasa, untuk
direntalkan kepada pihak lain, atau untuk tujuan administratif; dan
2) Diharapkan untuk digunakan selama lebih dari satu periode.

Perbedaan properti investasi dan aset tetap yaitu :

Properti Investasi Aset Tetap

Tujuan Untuk menghasilkan rental dan/ Digunakan dalam produksi atau


kepemilikan atau kenaikan nilai penyedia barang atau jasa, untuk
direntalkan kepada pihak lain atau
untuk administrasi
Kas yang Menghasilkan kas tidak  Menghasilkan kas bergantung pada
dihasilkan bergantung pada aset-aset lain aset yang digunakan dalam
yang dimiliki entitas produksi atau proses penyedia
barang atau jasa
 Kas yang dihasilkan dapat
bervariasi jumlahnya
Jasa  Pemilik tidak menyediakan  Pemilik menyediakan jasa
pendukung jasa pendukung dalam pendukung dalam jumlah
yang jumlah signifikan signifikan
tersedia  Pemilik adalah investor pasif  Pemilik adalah investor aktif

2.2.1. Kas yang Dihasilkan dari Pendapat Rental

Properti investasi adalah aset yang mandiri dan dapat menghasilkan rental sendiri
tanpa memerlukan bantuan dari aset-aset lainnya. Berbeda dengan properti yang dicatat
sebagai aset tetap, properti ini dapat menghasilkan pendapatan jika didukung dengan
penggunaan aset-aset lainnya. Contoh :

PT A adalah pemilik dua gedung yang dijadikan hotel. Hotel pertama dikelola
sendiri oleh PT A, sedangkan hotel kedua disewakan kepada PT B yang mengelola
hotel sepenuhnya melalui perjanjian sewa operasi dengan PT A. PT B menyediakan
sendiri perabotan dan peralatan yang dibutuhkan untuk menjalankan hotel ersebut.
Kesimpulan :

 Gedung yang dimilik dan dikelola sendiri sebagai hotel oleh PT A merupakan aset
tetap karena pendapatan menginap.
 Gedung yang disewakan kepada PT B merupaka properti investasi karena aliran kas
yang dihasilkan dari rental gedung
2.1.2. Nilai Jasa Pendukung yang Disediakan

Jika nilai jasa pendukung signifikan terhadap paket rental secara keseluruhan, maka
properti dicatat sebagai properti investasi. Contoh :

PT C adalah pemilik dari dua gedung kembar yang digunakan untuk menghasilkan
rental. Gedung pertama berfungsi sebagai perkantoran sedangkan gedung kedua sebagai
hotel bintang tiga. PT C menyediakan jasa keamanan dan perawatan/kebersihan untuk
area umum lantai perkantoran. Para penyewa umumnya menyewa untuk periode 1-3
tahun. Lessee menyediakan sendiri perabotan dan interior kantornya namun saat kontrak
sewa habis, kantor harus dikembalikan ke PT C dalam kondisi kosong dan bersih seperti
semula. Gedung yang digunakan sebagai hotel bintang tiga dikelola sendiri oleh PT C.
PT C menyediakan semua perobatan dan peralatan kamar berikut jasa pendukung yang
diperlukan. Kesimpulan:

1. Gedung yang digunakan sebagai perkantoran merupakan properti investasi karena


jasa pendukung yang disediakan nilainya tidak signifikan terhadap paket rental
keseluruhan.
2. Gedung yang digunakan sebagai hotel merupakan aset tetap karena jasa pendukung
yang disediakan nilainya signifikan terhadap paket rental keseluruhan.

Jika suatu properti terdiri atas bagian yang memiliki karakteristik properti investasi
dan bagian lain yang memiliki karakteristik aset tetap maka :

a. Jika dijual terpisah, maka entitas harus mencatatnya masing-masing sebagai


properti investasi dan aset tetap secra terpisah.
b. Jika tidak dijual terpisah, maka properti diklasifikasikan sesuai bagian yang
memiliki proporsi paling besar di antara keduanya
2.3. Pengakuan dan Dasar Pengukuran Properti Investasi

PSAK 13 menetapkan properti investasi pada awalnya diukur sebesar biaya


perolehan. Setelah pengakuan awal, entitas harus memilih salah satu dari dua model: (1)
model biaya; atau (2) model nilai wajar sebagai kebijakan akuntansinya dan harus
menetapkan kebijakan tersebut untuk seluruh properti investasi yang dimiliki, kecuali:

1. Property held under operating lease classified as investment properties, entitas


harus menggunakan model nilai wajar.
2. Investment property backing liabilities that pay a returt linked derectly to the fair
value of, or returns from specific assets including that investment property, entitas
dapat memilih model biaya atau model nilai wajar.
3. Investment property with a fair value that cannot be reabily determinable on a
continuing basis, entitas harus menggunkan model biaya

Entitas tidak diperkenankan untuk berganti dari model wajar ke model biaya.

2.3.1. Penentuan Biaya Perolehan Awal


 Biaya perolehan awal dari properti investasi yang dibeli meliputi harga pembelian
dan pengeluaran secara langsung
 Ketika harga tidak diketahui atau tidak dibayar tunai, harga pembelian ditentukan
setara harga tunai.
 Biaya perolehan awal dari properti investasi dibangun sendiri ,eliputi bahan
mentah, biaya buruh dan overhead pabrik yang dialokasikan untuk aset tertentu.
 Biaya pinjaman selama pembangunan dicata sebagai beban atau biaya perolehan
aset.
 Biaya perintisan, biaya pra-produksi, beban administrasi, dan beban overhead
umumnya tidak dimasukkan dalam biaya properti investasi.
 Ketika properti investasi diperoleh dalam pertukaran aset lainnya, biaya perolehan
diukur pada nilai wajar.

2.3.2. Model Biaya


Jika setelah pengakuan awal entitas memilih model biaya, maka seluruh properti
investasi harus diukur dengan biaya perolehan sesuai dengan PSAK 16: Aset Tetap.
Dengan demikian, properti investasi akan disusutkan dan menjadi subjek uji penurunan
nilai (impairment test) sesuai dengan ketentuan PSAK 48: Penurunan Nilai Aset.
Sebagai tambahan dari pengungkapan yang disyaratkan, entitas yang menerapkan
model biaya mengungkapkan :
a. Metode penyusutan yang digunakan;
b. Umur manfaat atau tarif penyusutan yang digunakan;
c. Jumlah tercatat bruto dan akumulasi penyusutan (agregat dengan akumulasi rugi
penurunan nilai) pada awal dan akhir periode;
d. Rekonsiliasi jumlah tercatat properti investasi pada awal dan akhir periode, yang
menunjukkan :
- Penambahan, pengungkapan terpisah untuk penambahan yang dihasilkan dari
akuisisi dan penambahan pengeluaran setelah perolehan yang diakui sebagai
aset.
- Penambahan yang dihasilkan dari akuisisi melalui penggabungan usaha; - Aset
yang diklasifikasikan sebagai dimiliki untuk dijual atau masuk dalam kelompok
lepasan yang diklasifikasi sebagai dimiliki untuk dijual.
- Penyusutan.
- Jumlah rugi penurunan nilai yang diakui, dan jumlah pemulihan rugi penurunan
nilai, selama satu periode.
- Perbedaan nilai tukar neto yang timbul pada penjabaran laporan keuangan dari
mata uang fungsional menjadi mata uang penyajian yang berbeda, termasuk
penjabaran dari kegiatan usaha luar negeri menjadi mata uang penyajian dari
entitas pelapor.
- Transfer ke dan dari persediaan dan properti yang digunakan sendiri.
- Perubahan lain.
e. Nilai wajar properti investasi. Dalam kasus yang dikecualikan, jika entitas tidak
dapat menentukan nilai wajar properti investasi secara andal, entitas
mengungkapkan:
- Uraian properti investasi;
- Penjelasan mengapa nilai wajar tidak dapat ditentukan secara andal; dan
- Apabila mungkin, rentang estimasi di mana nilai wajar kemungkinan besar
berada.
2.3.3. Model Nilai Wajar
Entitas yang menerapkan model nilai wajar mengungkapkan rekonsiliasi antara
jumlah tercatat properti investasi pada awal dan akhir periode, yang menunjukkan hal-
hal berikut:
a. Penambahan, pengungkapan terpisah untuk penambahan yang dihasilkan dari
akuisisi dan penambahan yang dihasilkan dari pengeluaran setelah perolehan yang
diakui dalam jumlah tercatat aset.
b. Penambahan yang dihasilkan dari akuisisi melalui penggabungan usaha.
c. Aset yang diklasifikasikan sebagai dimiliki untuk dijual atau masuk dalam
kelompok aset lepasan yang diklasifikasikan sebagai dimiliki untuk dijual.
d. Keuntungan atau kerugian neto dari penyesuaian terhadap nilai wajar.
e. Perbedaan nilai tukar neto yang timbul pada penjabaran laporan keuangan dari mata
uang fungsional menjadi mata uang penyajian yang berbeda, termasuk penjabaran
dari kegiatan usaha luar negeri menjadi mata uang penyajian dari entitas pelapor.
f. Transfer ke dan dari persediaan dan properti yang digunakan sendiri.
g. Perubahan lain

2.4. Sewa Properti Investasi


Sewa adalah suatu perjanjian dimana lessor memberikan kepada lessee hak untuk
menggunakan suatu aset selama periode waktu yang disepakati. Sebagai imbalannya,
lessee melakukan pembayaran atau serangkaian pembayaran kepada lessor.
2.4.1. Sewa Pembiayaan
Dalam sewa pembiayaan properti investasi, prosedur akuntansi adalah sebagai
berikut:
1. Aset sewaan diperlakukan seolah-olah aset itu telah dijual kepada lessee. Aset
tersebut dicatat sebagai aset di pembukuaan lessee.
2. Fasilitas pembiayaan terkait dicatat sebagai liabilitas (utang sewa) di pembukuan
leesee dan sebagai aset (piutang sewa) di pembukuan lessor.
2.4.2. Sewa Operasi
Sewa Operasi adalah sewa selain sewa pembiayaan. Perusahaan harus mencatat
suatu sewa sebagai sewa operasi apabila sewa tersebut tidak memenuhi klasifikasi
sebagai sewa pembiayaan.
2.5. Penurunan Nilai Aset (PSAK 48)
Penurunan nilai aset adalah suatu kondisi dimana nilai tercatat dari aset melebihi
jumlah terpulihkan. Nilai terpulihkan adalah nilai yang lebih tinggi antara nilai wajar
dikurangi dengan biaya penjualan dan nilai pakai. Kerugian penurunan nilai merupakan
selisih antara nilai tercatat dikurangi dengan nilai terpulihkan. Kerugian tersebut diakui
dalam laporan laba rugi pada saat terjadinya.

2.5.1. Penurunan Nilai Properti Investasi yang Menggunakan Model Biaya

Uji penurunan nilai aset untuk properti investasi yang diukur menggunakan model
baiaya mengikuti PSAK 48: Penurunan Nilai Aset dengan ketentuan umum sebagai
berikut:
1. Jika jumlah terpulihkan (recoverable amount) aset lebih kecil dari nilai tercatat
(carrying amount)-nya, maka nilai tercata aset harus diturunkan menjadi sebesar
nilai terpulihkan, dan kerugian penurunan nilai harus segera diakui (paragraf 59).
2. Jumlah terpulihkan adalah jumlah yang lebih tinggi antara “nilai wajar dikurangi
biaya pelepasan” (fair value less cost of disposal dengan ‘nilai pakai’ (value in use).
Jumlah terpulihkan dari setiap aset harus ditaksir secara individual atau sebagai unit
penghasil kas (cash generating unit) di mana aset tersebut berada atau tercakup di
dalamnya.
3. Nilai wajar dikurangi biaya pelepasan adalah harga yang akan diterima untuk
menjual aset atau harga yang akan dibayar untuk mengalihkan suatu liabilitas
dalam transaksi teratur antara pelaku pasar pada tanggal pengukuran, dikurangi
biaya pelepasan aset.
4. Nilai pakai adalah nilai kini dari taksiran arus kas yang diharapkan akan diterima
dari aset atau unit penghasil kas. Estimasi arus kas masa depan mencakup:
a. Proyeksi arus kas masuk dari penggunaan aset,
b. Proyeksi arus kas keluar yang diperlukan untuk menghasilkan arus kas masuk,
dan
c. Arus kas bersih, jika ada, yang akan diterima (atau dibayarkan) untuk
menghentikan penggunaan aset pada akhir masa manfaatnya.
5. Setelah kerugian penurunan nilai diakui, beban penyusutan aset untuk periode yang
akan datang dihitung berdasarkan nilai tercatat yang telah direvisi.
2.5.2. Penurunan Nilai Properti Investasi yang Menggunakan Model Nilai Wajar
Properti Investasi yang menggunakan model nilai wajar tidak menjadi subjek uji
penurunan nilai karena jumlah tercatat aset akan selalu disesuaikan dengan nilai
wajarnua pada tanggal pelaporan.
BAB III
Kasus
Properti Investasi di BPJS

Pernyataan Kepatuhan terhadap Standar Akuntansi Keuangan


Laporan posisi keuangan konsolidasian pembuka BPJS Ketenagakerjaan disusun
berdasarkan laporan posisi keuangan konsolidasian penutup PT Jamsostek (Persero),
entitas anak, dan entitas bertujuan khusus yang telah disusun dan disajikan sesuai
dengan Standar Akuntansi Keuangan di Indonesia yang meliputi Pernyataan Standar
Akuntansi Keuangan (PSAK) dan Interpretasi Standar Akuntansi Keuangan (ISAK)
yang diterbitkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan – Ikatan Akuntan Indonesia
(IAI).
Dasar Pengukuran dan Penyusunan Laporan Keuangan Pembuka
Laporan keuangan disusun dan disajikan mengikuti Pedoman Akuntansi Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial. Pedoman Akuntansi BPJS disusun dengan mengacu
pada Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang berlaku di Indonesia. Acuan yang
digunakan dalam penyusunan Pedoman Akuntansi ini antara lain:
a. Standar Akuntansi Keuangan;
b. Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan;
b. International Financial Reporting Standards; dan
c. Peraturan perudang-undangan dan peraturan pelaksanaan yang berhubungan
dengan Program Jaminan Ketenagakerjaan.
Kebijakan akuntansi yang diatur dalam Pedoman Akuntansi Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial mulai diterapkan pada tanggal 1 Januari 2014 adalah sebagai berikut:
a. Pengklasifikasian aset keuangan awal dalam kategori Diukur Pada Nilai Wajar
Melalui Penghasilan Neto, Tersedia Untuk Dijual, Dimiliki Hingga Jatuh Tempo,
dan Pinjaman yang Diberikan dan Piutang, sesuai persyaratan masing-masing
klasifikasi berdasarkan kondisi pada tanggal tersebut;
b. Jumlah tercatat aset awal sesuai laporan posisi keuangan pembuka yang ditetapkan
pemerintah;
c. Jumlah tercatat liabilitas awal sesuai laporan posisi keuangan pembuka yang
ditetapkan pemerintah; dan
d. Jumlah tercatat ekuitas awal sesuai laporan posisi keuangan pembuka yang
ditetapkan pemerintah.

Laporan keuangan pembuka merupakan laporan yang disusun untuk memenuhi


ketentuan dalam UU Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial pasal 62 ayat 2 (c) disebutkan bahwa Menteri Badan Usaha Milik Negara selaku
Rapat Umum Pemegang Saham mengesahkan Laporan Posisi Keuangan Penutup PT
Jamsostek (Persero) setelah dilakukan audit oleh kantor akuntan publik dan Menteri
Keuangan mengesahkan posisi laporan keuangan Pembuka BPJS Ketenagakerjaan dan
laporan posisi keuangan pembuka Dana Jaminan Sosial Ketenagakerjaan.
Laporan posisi keuangan konsolidasian pembuka BPJS Ketenagakerjaan disusun
berdasarkan laporan posisi keuangan konsolidasian penutup PT Jamsostek (Persero),
entitas anak, dan entitas bertujuan khusus per 31 Desember 2013 yang telah diaudit oleh
kantor akuntan independen dan telah disahkan oleh Menteri Badan Usaha Milik Negara
sesuai dengan Surat Keputusan Nomor: SK-50/MBU/2014 tanggal 11 Maret 2014
tentang Pengesahan Laporan Keuangan Penutup per 31 Desember 2013 Perusahaan
Persero Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Persero).
Properti Investasi
Properti investasi adalah penanaman dana investasi BPJS Ketenagakerjaan pada
tanah atau bangunan yang tidak digunakan untuk kegiatan operasional dan ditujukan
untuk menghasilkan pendapatan investasi.
Investasi dalam properti tanah disajikan sebesar biaya perolehannya properti investasi
tanah tidak disusutkan, karena BPJS Ketenagakerjaan berniat untuk memperpanjang
haknya apabila periode haknya telah berakhir. Investasi dalam properti bangunan
disajikan sebesar harga perolehannya dikurangi dengan akumulasi penyusutannya.
Properti bangunan disusutkan dengan menggunakan metode garis lurus sebesar
persentase tetap 5% per tahun dari harga perolehannya.
Estimasi Umur Manfaat Properti Investasi, Aset Tetap dan Sarana Kesejahteraan
Peserta BPJS Ketenagakerjaan, entitas anak, dan entitas bertujuan khusus melakukan
penelahaan berkala atas masa manfaat ekonomis properti investasi, aset tetap dan sarana
kesejahteraan peserta berdasarkan faktor-faktor seperti kondisi fisik dan teknis serta
perkembangan teknologi di masa depan. Hasil operasi di masa depan akan dipengaruhi
secara material atas perubahan estimasi ini yang diakibatkan oleh perubahan faktor yang
telah disebutkan di atas.
Adopsi Standar Baru Maupun Revisi Standar dan Intepretasi (Revisi atas PSAK
dan ISAK)
a. Standar yang Berlaku Efektif pada Tahun Berjalan
- Berikut adalah standar baru, perubahan atas interpretasi standar yang wajib
diterapkan untuk pertama kalinya untuk tahun buku yang dimulai 1 Januari
2014:
- ISAK No. 27 : Pengalihan Aset dari pelanggan
- ISAK No. 28 : Pengakhiran Liabilitas Keuangan dengan Instrumen Ekuitas
b. Perubahan Kebijakan Akuntansi Selama Periode Berjalan
Berdasarkan Surat Keputusan Direksi PT Jamsostek (Persero) Nomor: KEP/461/122013
tanggal 31 Desember 2013 tentang Pedoman Akuntansi Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial Ketenagakerjaan, mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2014. Pada tahun 2014,
BPJS Ketenagakerjaan mengeluarkan beberapa kebijakan baru antara lain sebagai
berikut:
1) PSAK 50 (Revisi 2010) dan PSAK 55 (Revisi 2011)
2) Kebijakan baru atas piutang properti investasi merupakan kelanjutan dari penerapan
PSAK 50 (Revisi 2010) dan PSAK 55 (Revisi 2011) berdasarkan Keputusan Direksi
Nomor: KEP/84/032014
3) PSAK 13 (Revisi 2011)
4) Kebijakan baru atas properti investasi merupakan penerapan PSAK 13 (Revisi
2011): Pengakuan Properti Investasi yang diterapkan pada 2014 sesuai Keputusan
Direksi Nomor: KEP/85/032014 tentang klasifikasi properti investasi berdasarkan
tujuan penggunaannya.

Properti Investasi pada Program Jaminan BPJS


Pernyataan Kepatuhan terhadap Standar Akuntansi Keuangan
Laporan keuangan pembuka Dana Jaminan Sosial (DJS) Ketenagakerjaan Program
Jaminan Hari Tua (JHT) disusun berdasarkan laporan konsolidasian penutup PT
Jamsostek (Persero) yang telah disusun dan disajikan sesuai dengan Standar Akuntansi
Keuangan di Indonesia yang meliputi Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK)
dan Interpretasi Standar Akuntansi Keuangan (ISAK) yang diterbitkan oleh Dewan
Standar Akuntansi Keuangan – Ikatan Akuntan Indonesia (IAI).
Dasar Penyusunan, Pengukuran dan Asumsi Dasar Laporan Keuangan
Laporan keuangan disusun dan disajikan mengikuti Pedoman Akuntansi Program
Jaminan Hari Tua. Pedoman Akuntansi Program JHT disusun dengan mengacu pada
Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang berlaku di Indonesia. Acuan yang digunakan
dalam penyusunan Pedoman Akuntansi ini antara lain:
a. Standar Akuntansi Keuangan;
b. Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan;
c. International Financial Reporting Standards; dan
d. Peraturan perudang-undangan dan peraturan pelaksanaan yang berhubungan dengan
Program JHT.

Kebijakan akuntansi yang diatur dalam Pedoman Akuntansi Program Jaminan Hari Tua
mulai diterapkan pada 1 Januari 2014 adalah sebagai berikut:
1) Penentuan aset investasi awal yang akan diukur pada nilai wajar dan yang akan
diukur pada biaya perolehan yang diamortisasi sesuai persyaratan sesuai dengan kondisi
pada tanggal tersebut;
2) Jumlah tercatat aset awal sesuai laporan posisi keuangan pembuka yang ditetapkan
pemerintah;
3) Jumlah tercatat liabilitas awal sesuai laporan posisi keuangan pembuka yang
ditetapkan pemerintah;dan
4) Jumlah tercatat aset neto awal sesuai laporan posisi keuangan pembuka yang
ditetapkan pemerintah.
Laporan keuangan pembuka merupakan laporan yang disusun untuk memenuhi
ketentuan dalam UU Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial pasal 62 ayat 2 huruf c disebutkan bahwa Menteri Badan Usaha Milik Negara
selaku Rapat Umum Pemegang Saham mengesahkan Laporan Posisi Keuangan Penutup
PT Jamsostek (Persero) setelah dilakukan audit oleh kantor akuntan publik dan Menteri
Keuangan mengesahkan Posisi Laporan Keuangan Pembuka BPJS Ketenagakerjaan dan
Laporan Posisi Keuangan Pembuka Dana Jaminan Sosial Ketenagakerjaan. Laporan
Aset Neto Pembuka Program JHT disusun berdasarkan laporan posisi keuangan
penutup PT Jamsostek (Persero) per 31 Desember 2013 yang telah diaudit oleh kantor
akuntan independen dan telah disahkan oleh Menteri Badan Usaha Milik Negara sesuai
dengan Surat Keputusan Nomor: SK- 50/MBU/2014 tanggal 11 Maret 2014 tentang
Pengesahan Laporan Keuangan Penutup per 31 Desember 2013 Perusahaan Persero
Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Persero).
Properti Investasi
Pengelolaan properti investasi mengacu pada Keputusan Direksi Nomor
KEP/85/032014 mengenai klasifikasi properti investasi, klasifikasi properti investasi
berdasarkan tujuan penggunaanya sebagai berikut:
a. Tanah;
b. Bangunan Properti;
c. Aset Fasilitas Properti;
d. Peralatan Properti;
e. Peralatan Lain Properti;dan
f. Aset Properti Dalam Konstruksi.
Aset Properti Investasi dikuasai oleh Program Jaminan Hari Tua untuk menghasilkan
sewa (rent) atau untuk kenaikan nilai atau keduanya. Properti investasi diukur pada nilai
wajar. Nilai wajar properti investasi diakui berdasarkan penilaian (appraisal) oleh pihak
yang berkompeten dan ditunjuk berdasarkan Keputusan Direksi. Perubahan nilai wajar
properti investasi diakui pada laporan perubahan aset neto. Properti investasi dihentikan
pengakuannya (dikeluarkan) dari laporan posisi keuangan pada saat pelepasan atau
ketika properti investasi tersebut tidak digunakan lagi secara permanen dan tidak
memiliki manfaat ekonomis di masa depan yang dapat diharapkan pada saat
pelepasannya. Laba atau rugi yang timbul dari penghentian atau pelepasan properti
investasi diakui dalam laporan perubahan aset neto dalam tahun terjadinya penghentian
atau pelepasan tersebut.
Akun properti investasi merupakan penempatan dana investasi program JHT per 1
Januari 2014 dalam bentuk properti investasi sesuai Keputusan Direksi Nomor:
KEP/461/122013 tentang Pedoman Akuntansi Program JHT, pencatatan properti
investasi program JHT mengacu pada PSAK 18 (Revisi 2010) “Entitas Purna Karya”,
yaitu menggunakan model nilai wajar untuk pengukuran setelah pengakuan awal. Laba
atau rugi antara biaya historis dan nilai wajar diakui di dalam laporan perubahan aset
neto. Nilai wajar properti investasi per 1 Januari 2014 ditentukan berdasarkan hasil
laporan Penilai Independen sebagai berikut:
a. Laporan Penilaian Properti oleh KJPP Muhammad Taufik Nomor : 122-
01/PNL/MT/VIII/13 tanggal 12 Agustus 2013 tentang Laporan Penilaian Properti
untuk Menara Jamsostek. Dalam menentukan nilai wajar, Penilai Independen
menggunakan metode penilaian dengan menggunakan pendekatan pendapatan
dengan metode arus kas yang didiskonto dan pendekatan kalkulasi biaya.
b. Laporan Penilaian Properti oleh KJPP Muttaqin Bambang Purwanto Rozak
Uswatun dan Rekan Nomor :
0251-F/PNL/MBPRU-JKT/VII/13 tanggal 31 Juli 2013 tentang Penilaian Aset
yang berlokasi Jalan Raya Cariu, Desa Sirna Sari, Kecamatan Cariu, Kabupaten
Bogor. Dalam menentukan nilai wajar, Penilai Independen menggunakan metode
penilaian dengan menggunakan pendekatan nilai pasar dan nilai jual paksa.
c. Laporan Penilaian Properti oleh KJPP Firman Azis dan Rekan Nomor :
54/KJPP_FA&R.BDG/ATB /UM/2/ 2012 tanggal 13 Februari 2012 tentang
Penilaian Aset yang berlokasi Jalan Desa Majasari RT 08/RW02, Desa Kamarung,
Kecamatan Pagaden, Kabupaten Subang, Jawa Barat. Dalam menentukan nilai
wajar. Penilai Independen menggunakan metode penilaian dengan menggunakan
pendekatan perbandingan data pasar, pendekatan pendapatan dan pendekatan biaya.
Adopsi Standar Baru Maupun Revisi Standar dan Intepretasi (Revisi atas PSAK
dan ISAK)
a. Standar yang Berlaku Efektif pada Tahun Berjalan
Berikut adalah standar baru, perubahan atas interpretasi standar yang wajib diterapkan
untuk pertama kalinya untuk tahun buku yang dimulai 1 Januari 2014:
- ISAK No. 27 : Pengalihan Aset dari pelanggan
- ISAK No. 28 : Pengakhiran Liabilitas Keuangan dengan Instrumen Ekuitas
b. Perubahan Kebijakan Akuntansi Selama Periode Berjalan
Berdasarkan Surat Keputusan Direksi PT Jamsostek (Persero) Nomor KEP/461/122013
tanggal 31 Desember 2013 tentang Pedoman Akuntansi Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial Ketenagakerjaan, menetapkan Pedoman Akuntansi Program Jaminan Hari Tua
yang mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2014.
Pada tahun 2014 Perusahaan mengeluarkan beberapa kebijakan baru antara lain sebagai
berikut:
1) PSAK 50 (Revisi 2010) dan PSAK 55 (Revisi 2011)
Kebijakan baru atas piutang properti investasi merupakan kelanjutan dari penerapan
PSAK 50 (Revisi 2010) dan PSAK 55 (Revisi 2011) berdasarkan Keputusan Direksi
Nomor : KEP/84/032014.

2) PSAK 13 (Revisi 2011)


Kebijakan baru atas properti investasi merupakan penerapan PSAK 13 (Revisi 2011):
Pengakuan Properti Investasi yang diterapkan pada 2014 sesuai Keputusan Direksi
Nomor : KEP/85/032014 tentang klasifikasi properti investasi berdasarkan tujuan
penggunaannya.
DAFTAR PUSTAKA

Ikatan Akuntan Indonesia . (2015). Pelporan Korporat. Jakarta: IAIPSAK 13


PSAK 48
PSAK 55

Anda mungkin juga menyukai