Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Fisiologi reproduksi wanita jauh lebih rumit dari pada pria. Tidak seperti
pembentukan sperma yang berlangsung terus-menerus dan sekresi
testosteron yang relatif konstan, sedangkan pengeluaran ovum bersifat
intermiten dan sekresi hormon-hormon seks wanita memperlihatkan
pergeseran siklus yang lebar. Hormon-hormon reproduksi wanita meliputi
estrogen, progesteron, Gonadotropin-Releasing Hormone (GnRH),
Foliccle Stimulating Hormone (FSH) dan Luteinizing Hormone (LH).
Hormon-hormon inilah yang membantu sistem reproduksi wanita dalam
pembentukan, pematangan sel telur dan pengeluaran ovum. Ketika
pengeluaran ovum dan tidak terjadi pembuahan maka akan terjadi
menstruasi.

Mekanisme siklus menstruasi dipengaruhi oleh pelepasan-pelepasan


hormon yang berkaitan dengan adanya kerjasama hipotalamus dan
ovarium. Dan ketika ada gangguan pada hipotalamus dalam merangsang
hormon-hormon tersebut maka kerja hormon tidak akan seimbang.
Apalagi jika gangguan hipotalamus tersebut tidak bisa memproduksi
Gonadotropin-Releasing Hormone (GnRH) maka akan mengganggu
pengeluaran ovum. Karena Gonadotropin-Releasing Hormone (GnRH)
merupakan hormon yang diproduksi oleh hipotalamus di otak. GnRH akan
merangsang pelepasan FSH (Folicle Stimulating Hormon) di hipofisis.
Sedangkan FSH sendiri akan menyebabkan pematangan dari folikel. Dari
folikel yang matang akan dikeluarkan ovum. Kemudian folikel ini akan
menjadi korpus luteum dan dipertahankan untuk waktu tertentu oleh LH.
Tetapi ketika ovum yang sudah matang dan menjadi korpus luteum ketika
tidak terjadi pembuahan maka akan menjadi korpus albikal yang
kemudian akan keluar sebagai darah menstruasi.

1
Jika pada saat hipotalamus mengalami gangguan dalam memproduksi
GnRH maka proses pembentukan dan pematangan ovum tidak akan
terjadi. Karena GnRH berperan penting dalam merangsang pelepasan
FSH untuk pematangan folikel. Ketika sifat gangguan hipothalamus itu
sendiri bersipat keturunan maka tidak akan terjadi pembentukan sel telur
dan pematangan folikel yang menyebabkan tidak bisa mengeluarkan
darah menstruasi.

Hal-hal yang menyebabkan hipotalamus tidak bisa merangsang GnRH


seperti penurunan berat badan, olahraga berlebihan, gangguan makan
dan psikologis distress menekan sumbu hipotalamus, hipofisis dan GnRH
dengan menghambat sekresi denyutan hipotalamus Gonadotropin-
Releasing Hormone ( GnRH ). Ini sering menyebabkan infertilitas wanita
yang didiagnosis sebagai fungsional amenore hipotalamus, yang
didefinisikan sebagai tidak adanya menstruasi, dengan tingkat gonadropin
rendah atau normal dan hypoestrogenemia tanpa ketidaknormalan
organik. Maksudnya adalah faktor eksternal yang mempengaruhi estrogen
dalam darah.

1.2 Tujuan Penulisan


1.2.1 Tujuan Umum
Mahasiswa keperawatan mampu memahami konsep dasar
medis terhadap dasar genetika fungsional amenore
hipothalamus.
1.2.2 Tujuan Khusus
Mahasiswa keperawatan dapat :
1. Menjelaskan pengertian dari amenore hipothalamus.
2. Memhami penyebab amenore hipothalamus.

1.3 Manfaat Penulisan


1.3.1 Manfaat Teoritis
1. Mahasiswa dapat memahami konsep amenore
hipothalamus.
2. Mahasiswa dapat memahami tanda dan gejala amenore
hipotalamus dan penanganannya.
3. Mahasiswa dapat menganalisis perbedaan atau
perkembangan jurnal luar negri dengan jurnal di Indonesia.
1.3.2 Manfaat Praktis

2
1. Masyarakat mengetahui tentang amenore hipotalamus.
2. Masyarakat mengetahui tentang tanda dan gejala amenore
hipotalamus.

1.4 Sistematika Penulisan


BAB I membahas tentang latar belakang amenore hipotalamus,
tujuan penulisan makalah, manfaat penulisan makalah dan sistematika
penulisan. BAB II membahas tentang tinjauan teoritis amenore
hipotalamus yang terdiri dari pengertian, etiologi, tanda dan gejala, dan
patofisiologi. BAB III membahas tentang analisis jurnal. BAB IV berisi
tentang pembahasan dari jurnal dan perkembangannya di Indonesia.
BAB V berisi tentang simpulan dan saran.

BAB II
TINJAUAN TEORITIS

2.1 Definisi
Amenorea adalah keadaan tidak terjadinya menstruasi pada
seorang wanita. Hal tersebut normal terjadi pada masa sebelum
pubertas, kehamilan dan menyusui, dan setelah menopause.
Amenorea sendiri terbagi menjadi dua, yaitu amenorea primer dan
sekunder. Amenorea primer adalah keadaan tidak terjadinya
menstruasi pada wanita usia 18 tahun keatas, sedangkan amenorea
sekunder penderita pernah mendapatkan menstruasi, tetapi kemudian
tidak menstruasi lagi (Sarwono, 2009).
Amenorea Hipotalamus Fungsional adalah suatu kondisi yang
ditandai dengan tidak adanya menstruasi karena penindasan dari

3
sumbu hipotalamus-hipofisis-ovarium, di mana tidak ada penyakit
anatomis atau organik diidentifikasi. Remaja atau wanita muda dengan
kondisi ini biasanya hadir dengan amenore durasi 6 bulan atau lebih.
Pada remaja, kondisi ini mungkin sulit untuk membedakan dari
ketidakmatangan poros hipotalamus-hipofisis-ovarium selama tahun-
tahun postmenarchal awal. Namun siklus menstruasi pada remaja
biasanya tidak lebih dari 45 hari, bahkan selama postmenarchal tahun
pertama menstruasi.
Tiga jenis penyebab utama amenore hipotalamus fungsional yang
telah diakui, terkait dengan stres, penurunan berat badan dan
exercise. Terlepas dari pemicu spesifik, amenore hipotalamus
fungsional ditandai dengan penekanan Gonadotropin-Releasing
Hormone (GnRH) pulsatility. Tetapi wanita yang kurus atau berat badan
normal mungkin akan terkena, tetapi dalam banyak kasus, semua tiga
faktor yang hadir. Terlepas dari pemicu spesifik, amenore hipotalamus
fungsional ditandai dengan penekanan Gonadotropin-Releasing
Hormone (GnRH) pulsatility.

2.2 Etiologi
Amenorrhea hipotalamus mencerminkan keadaan defisiensi
estrogen, yang dapat membahayakan massa puncak pertumbuhan
tulang yang dicapai dalam masa remaja.
Penyebab paling umum amenorea hipotalamus
1. Penurunan berat badan
2. Gangguan makan
3. Berolahraga yang berlebihan
4. Stres psikososial yang hadir
5. Gangguan Mood dan gangguan kejiwaan kronis juga dapat
dikaitkan dengan amenore.
6. Penggunaan obat yang dapat mempengaruhi menstruasi
(misalnya pasien yang menerima obat-obatan antipsikotik,
kelainan menstruasi berkembang di sekitar 50%, dan amenore
berkembang di sekitar 12%). Obat antipsikotik memiliki efek pada
reseptor antagonis dopamin hipofisis, yang menghapus efek

4
penghambatan sekresi dopamin pada prolaktin, yang
hiperprolaktinemia dihasilkan kemudian menekan pelepasan
GnRH dengan berdenyut.
7. Wanita yang menggunakan pil kombinasi kontinyu kontrasepsi oral
atau suntikan depot medroksiprogesteron asetat.

Wanita dengan amenorea hipotalamus khas memiliki tingkat


estradiol serum rendah dan hormon luteinizingnya rendah atau normal
dan follicle-stimulating hormone, sedangkan respon gonadotropin
terhadap rangsangan GnRH menjadi lama.

2.3 Klasifikasi amenora


1. Amenora primer mengacu pada masalah ketika wanita muda yang
berusia lebih dari 16 tahun belum mengalami menstruasi tetapi
telah menunjukkan maturasi seksual, atau menstruasi mungkin
tidak terjadi sampai usia 14 tahun tanpa disertai adanya
karakteristik seks sekunder.
2. Amenorea sekunder tidak adanya menstruasi selama 3 siklus atau
6 bulan setelah menarke normal pada masa remaja, biasanya
disebabkan oleh gangguan emosional minor yang berhubungan
dengan berada jauh dari rumah, masuk ke perguruan tinggi,
ketegangan akibat tugas-tugas. Penyebab kedua yang paling
umum adalah kehamilan, sehingga pemeriksaan kehamilan harus
dilakukan.

2.4 Patofisiologi
Patofisiologi yang mendasari amenore hipotalamus tidak
sepenuhnya dipahami. Pengurangan latihan atau aktivitas dan
rehabilitasi gizi yang dianjurkan untuk memulihkan menstruasi.

2.5 Tanda Dan Gejala Amenorea


Tanda amenorea adalah tidak didapatkannya menstruasi pada usia
16 tahun, dengan atau tanpa perkembangan seksual sekunder
(perkembangan payudara, perkembangan rambut pubis), atau kondisi
dimana wanita tersebut tidak mendapatkan menstruasi padahal

5
sebelumnya sudah pernah mendapatkan menstruasi. Gejala lainnya
tergantung dari apa yang menyebabkan terjadinya amenorea.
Gejala bervariasi, tergantung kepada penyebabnya. Jika gejala
yang ada adalah kegagalan mengalami pubertas, maka tidak akan
ditemukan tanda-tanda pubertas seperti pembesaran payudara,
pertumbuhan rambut kemaluan, rambut ketiak, serta perubahan
bentuk tubuh. Jika penyebabnya adalah kehamilan, akan ditemukan
pembesaran perut. Jika penyebabnya kadar hormon tiroid yang tinggi
maka gejalanya adalah denyut jantung yang cepat, kecemasan, kulit
yang hangat dan lembab.
Gejala lain yang biasa ditemukan adalah :
1. Pernah mengalami menstruasi.
2. Tidak mengalami menstruasi selama 6 bulan atau lebih.
3. Sakit kepala.
4. Peningkatan atau penurunan berat badan.
5. Vagina kering.
6. Penglihatan kabur atau kehilangan penglihatan (disebabkan oleh
tumor pituitari).

2.6 Pemeriksaan Dan Terapi


a. Pemeriksaan amenorea
Pemeriksaan fisik, pemeriksaan panggul maupun tes
kehamilan harus dilakukan untuk menjauhkan dari diagnosa
kehamilan. Tes darah yang dapat dilakukan untuk mengecek kadar
hormon, antara lain:
1. Follicle stimulating hormone (FSH).
2. Luteinizing hormone (LH).
3. Prolactin hormone (hormonprolaktin).
4. Serum hormone (seperti kadar hormon testoteron).
5. Thyroid stimulating hormone (TSH).

Tes lain yang dapat dilakukan, meliputi:


1. Biopsi endometrium.
2. Tes genetik.
3. MRI.
4. CT scan.
b. Terapi
Dengan mengubah perilaku lama seperti memperbaiki pola
makan agar berat badan menjadi normal karena dengan
peningkatan lemak akan sedikit membantu pemulihan amenorea
hipotalamus, mengurangi olah raga yang terlalu berat atau aktivitas

6
yang berat dan tidak terlalu stres maka amenorea hipotalamus
biasanya akan pulih kembali.
Bagi wanita dengan amenore hipotalamus yang menginginkan
kehamilan, pengobatan pilihan adalah ovulasi induksi dengan
GnRH berdenyut atau gonadotropin injeksi.
Pengobatan yang dilakukan sesuai dengan penyebab dari
amenorea yang dialami, apabila penyebabnya adalah obesitas,
maka diet dan olahraga adalah terapinya. Belajar untuk mengatasi
stress dan menurunkan aktivitas fisik yang berlebih juga dapat
membantu.
Terapi amenorea diklasifikasikan berdasarkan penyebab
saluran reproduksi atas dan bawah, penyebab indung telur, dan
penyebab susunan saraf pusat.
a. Saluran reproduksi
1. Aglutinasi labia (penggumpalan bibir labia) yang dapat
diterapi dengan krim estrogen.
2. Kelainan bawaan dari vagina, hymen imperforata (selaput
dara tidak memiliki lubang), septa vagina (vagina memiliki
pembatas diantaranya). Diterapi dengan insisi atau eksisi
(operasi kecil).
3. Sindrom Mayer-Rokitansky-Kuster-Hauser. Sindrom ini
terjadi pada wanita yang memiliki indung telur normal
namun tidak memiliki rahim dan vagina atau memiliki
keduanya namun kecil atau mengerut. Pemeriksaan dengan
MRI atau ultrasonografi (USG) dapat membantu melihat
kelainan ini. Terapi yang dilakukan berupa terapi non-bedah
berupa dilatasi (pelebaran) dari tonjolan di tempat
seharusnya vagina berada atau terapi bedah dengan
membuat vagina baru menggunakan skin graft.
4. Sindrom feminisasi testis. Terjadi pada pasien dengan
kromosom 46, XY kariotipe, dan memiliki dominan X-
linked sehingga menyebabkan gangguan dari hormon
testosteron. Pasien ini memiliki testis dengan fungsi normal
tanpa organ dalam reproduksi wanita (indung telur, rahim).
Secara fisik bervariasi dari wanita tanpa pertumbuhan

7
rambut ketiak dan pubis sampai penampakan seperti
layaknya pria namun infertil (tidak dapat memiliki anak).
5. Parut pada rahim. Parut pada endometrium (lapisan rahim)
atau perlekatan intrauterine (dalam rahim) yang disebut
sebagai sindrom Asherman dapat terjadi karena tindakan
kuret, operasi sesar, miomektomi (operasi pengambilan
mioma rahim), atau tuberkulosis. Kelainan ini dapat dilihat
dengan histerosalpingografi (melihat rahim dengan
menggunakan foto rontgen dengan kontras). Terapi yang
dilakukan mencakup operasi pengambilan jaringan parut.
Pemberian dosis estrogen setelah operasi terkadang
diberikan untuk optimalisasi penyembuhan lapisan dalam
rahim.
b. Gangguan Indung Telur
1. Disgenesis gonadal. Disgenesis gonadal adalah tidak
terdapatnya sel telur dengan indung telur yang digantikan
oleh jaringan parut. Terapi yang dilakukan dengan terapi
penggantian hormon pertumbuhan dan hormon seksual.

2. Kegagalan Ovari Prematur. Kelaianan ini merupakan


kegagalan dari fungsi indung telur sebelum usia 40 tahun.
Penyebabnya diperkirakan kerusakan sel telur akibat infeksi
atau proses autoimun.

3. Tumor ovarium. Tumor indung telur dapat mengganggu


fungsi sel telur normal.

c. Gangguan Susunan Saraf Pusat


1. Gangguan hipofisis. Tumor atau peradangan pada hipofisis
dapat mengakibatkan amenorea. Hiperprolaktinemia
(hormone prolaktin berlebih) akibat tumor, obat, atau
kelainan lain dapat mengakibatkan gangguan pengeluaran
hormon gonadotropin. Terapi dengan menggunakan agonis
dopamin dapat menormalkan kadar prolaktin dalam tubuh.
Sindrom Sheehan adalan tidak efisiennya fungsi hipofisis.

8
Pengobatan berupa penggantian hormon agonis dopamin
atau terapi bedah berupa pengangkatan tumor.

2. Gangguan hipotalamus. Sindrom polikistik ovari, gangguan


fungsi tiroid, dan Syindrom Cushing merupakan kelainan
yang menyebabkan gangguan hipotalamus. Pengobatan
sesuai dengan penyebabnya.

3. Hipogonadotropik dan hipogonadism. Penyebabnya adalah


kelainan organik dan kelainan fungsional (anoreksia
nervosa atau bulimia). Pengobatan untuk kelainan
fungsional membutuhkan bantuan psikiater.

2.7 Penanganan Yang Dilakukan


Penanganan pada kasus amenorea bergantung dari penyebabnya.
Jika disebabkan oleh kelebihan atau kekurangan berat badan, maka
cara penangannaya dengan mengubah pola hidup sehari-hari. Jika
disebabkan oleh gangguan kelenjar tiroid atau pituari, maka cara
penanganannya dengan pemberian obat-obatan.
Penanganan amenore sekunder tergantung dari penyebabnya.
Sebagai contoh: jika penyebab amenore sekunder adalah hipotiroid
maka pengobatannya adalah suplemen tiroid.
Ada beberapa kiat yang bisa dilakukan agar terhindar dari
amenorea, diantaranya :
1. Ubah pola hidup agar lebih sehat.
2. Seimbangkan antara kerja, rekreasi, dan istirahat.
3. Kurangi beban pikiran atau stres.
4. Waspadalah jika tidak mendapat menstruasi selama tiga bulan.
Segera periksakan ke dokter ahli kandungan.

9
BAB III
ANALISIS JURNAL

3.1 Dasar Genetika Fungsional Amenore Hipotalamus


Dalam jurnal ini menganalisis urutan coding dari gen yang terkait
dengan hipogonadisme idiopatik terhadap 55 wanita dengan amenore
hipotalamus dan melakukan studi invitro dari mutasi yang
diidentifikasi.
Semua peserta diberikan informed consent tertulis kontrol. 422
perempuan dari daerah Boston, direkrut oleh sarana iklan, yang
memiliki mengalami pubertas normal (menarche pada ≥ 10 tetapi < 15
tahun), telah memiliki siklus menstruasi normal (durasi 27-32 hari )
selama dua tahun sebelumnya, dan memiliki indeks massa tubuh
(BMI, berat dalam kilogram dibagi dengan kuadrat tinggi dalam meter)
antara 18 dan 35 kg. Tidak ada faktor predisposisi untuk amenore
hipotalamus yang dilaporkan untuk 375 dari 422 perempuan; sisanya
47 dilakukan selama lebih dari 5 jam per minggu, yang merupakan
faktor predisposisi.
Dari 55 perempuan didiagnosis amenore hipotalamus, mereka
datang ke Rumah Sakit Massachusetts General atau Rumah Sakit
Newcastle Tyne dengan riwayat amenore sekunder selama 6 bulan
atau lebih, tingkat gonadotropin rendah atau normal, serum rendah,
estradiol meningkat, dan faktor predisposisi. Faktor-faktor ini termasuk
olahraga berlebihan ( > 5 jam per minggu ), kehilangan lebih dari 15 %
berat badan , dan gangguan makan.
Semua 55 pasien dengan amenore hipotalamus telah
menyelesaikan pubertas spontan saat usia SD. Usia rata-rata pada
mentruasi adalah kurang lebih 13,5-18 tahun, tetapi 13 pasien
melaporkan tertunda menstruasinya (usia saat ≥ 15 tahun) jika pada
saat itu tidak ada faktor predisposisi. 25 pasien melaporkan
berolahraga berlebihan, 20 telah kehilangan berat badan, dan 28
memiliki gangguan makan subklinis yang ditandai dengan pembatasan
diet, enam pasien memiliki riwayat keluarga yang masa pubertasnya
tertunda, dan sembilan orang memiliki keluarga yang memiliki riwayat
amenore hipotalamus.

10
Berarti tingkat serum hormon luteinizing (LH), follicle- stimulating
hormone (FSH), estradiol dan pada kelompok dengan amenore
hipotalamus adalah 4,1 ± 3,0 IU per liter , 6,7 ± 3,3 IU per liter , dan 39
± 25 pg per mililiter (143 ± 92 pmol perliter). Semua pasien memiliki
hasil yang normal pada neuroimaging, dan tidak memiliki gejala atau
tanda-tanda biokimia dari sindrom ovarium polikistik (hirsutisme,
jerawat, hyperandrogenemia, atau rasio LH dan FSH> 1). Sebuah
subkelompok pasien dilakukan penelitian sekresi LH menggunakan
sampel darah setiap 10 menit selama 24 jam dalam satu periode.
Dalam penelitian jurnal ini mengevaluasi 160 wanita dengan
hipogonadisme idiopatik. Semua memiliki data yang tidak lengkap
pada saat pubertas pada usia 18 tahun, kadar serum gonadotropin
rendah atau normal, estradiol serum rendah, hipofisis anterior
dinyatakan fungsinya normal, dan hasil yang normal pada
neuroimaging.

Studi Genetik

Dari hasil penelitian studi genetik ini ditemukan mutasi heterozigot


pada gen yang terkait dengan idiopatik hipogonadotropik
hipogonadisme (FGFR1 , PROKR2 , GNRHR , dan KAL1)
diidentifikasi dalam 7 dari 55 pasien dengan hipotalamus amenore (13
% ; interval kepercayaan 95 % , 5 sampai 24) 7 pasien ini berkulit
putih. Genetik varian dengan kontrol menyebutkan 375 wanita tidak
berisiko hipotalamus amenore dan 47 perempuan yang berolahraga >
5 jam per minggu. Varian mengubah asam amino yang sangat kekal di
seluruh spesies dan menyebabkan banyak kehilangan fungsi.

Semua tujuh pasien dengan amenore hipotalamus yang memiliki


mutasi amenore sekunder selama minimal 6 bulan dan setidaknya
satu risiko faktor untuk amenore hipotalamus. Empat dari tujuh
melaporkan riwayat keluarga hipotalamus amenorrhea atau pubertas
tertunda. Di antara tujuh pasien, usia pada diagnosis berkisar 18-34
tahun dan BMI pada diagnosis berkisar dari 18 sampai 22. Empat dari

11
tujuh pasien telah berusaha untuk hamil, tiga dari upaya berhasil,
dengan satu pasien hamil tanpa bantuan pengobatan reproduksi. Dua
dari tujuh pasien terus menerima jangka panjang terapi hormon
pengganti. Lima pasien menghentikan terapi hormonal dan memiliki
pemulihan menstruasi.

Pasien dengan amenore hipotalamus yang memiliki mutasi pola


abnormal endogen sekresi LH dan GnRH.

Dalam penelitian ini ditemukan cacat genetik pada beberapa


pasien dengan amenore hipotalamus. Gen yang terkena dampak
memainkan peran mendasar dalam GnRH ontogeni dan fungsi :
GnRH adalah mengkode reseptor unik yang diaktifkan oleh
gonadotropin - releasing hormone 1 (GnRH1) di pituitari. Organ KAL1
dan PROKR2 adalah bagian penting untuk migrasi GnRH mensekresi
neuron dan FGFR1 mengontrol spesifikasi migrasi, dan kelangsungan
hidup neuron GnRH ketika mensekresi. Pada manusia mutasi pada
gen ini mendasari defisiensi GnRH kongenital berat (idiopatik
hipogonadotropik hipogonadisme).

Cacat genetik pada jalur ini juga dapat menyebabkan pola


abnormal yang terlihat pada banyak pasien dengan hipotalamus
amenore. Gen bermutasi pada pasien dengan idiopatik
hipogonadotropik hipogonadisme juga bermutasi pada pasien dengan
amenore hipotalamus.

Pada temuan ini memperluas pemahaman kita tentang genetika


gangguan kekurangan GnRH. Idiopatik hipogonadotropik
hipogonadisme secara tradisional dianggap genetik ditentukan
dengan bentuk kongenital, dan defisiensi GnRH seumur hidup.
Namun, sebanyak 10 % pasien dengan idiopatik hipogonadisme
hipogonadisme melanjutkan fungsi reproduksi normal setelah
pengobatan dihentikan, bahkan jika mereka memiliki dasar genetik.

12
Pembalikan hipogonadisme idiopatik hipogonadisme menunjukkan
plastisitas jaringan GnRH dan kepekaan terhadap nongenetik faktor.

Dari penelitian menunjukkan bahwa stres dapat menyebabkan


disfungsi reproduksi, termasuk amenorea, meskipun tidak semua
perempuan dengan siklus menstruasi normal. Temuan ini dapat
membantu untuk menjelaskan kerentanan variabel perempuan untuk
penghambatan dari sumbu hipotalamus-hipofisis-gonad. Karena
pasien dengan mutasi kembali menstruasi akan teratur setelah
menghentikan terapi hormon pengganti, komponen genetik dari
hipotalamus amenore predisposisi seseorang, tetapi tidak cukup untuk
menyebabkan defisiensi GnRH.

Jika amenore hipotalamus memiliki genetik dasar sebagian


kesamaan dengan hipogonadisme idiopatik. Total beban mutasi dalam
gen yang berhubungan dengan GnRH ontogeni dan tindakan mungkin
di amenore hipotalamus dari pada idiopatik hipogonadisme. Pasien
dengan idiopatik hipogonadisme sering menunjukkan homozigositas
dan senyawa heterosigositas untuk mutasi pada penyebab penyakit.
Selain itu , dasar genetik yang diwariskan mutasi terkait dengan
idiopatik hipogonadisme telah benar.

Semua dari enam mutasi terkait dengan hipotalamus amenore


dalam penelitian ini adalah heterozigot dan berspekulasi bahwa
mutasi heterozigot tersebut, sementara tidak cukup untuk
menyebabkan hipogonadisme idiopatik hipogonadisme, bisa
menetapkan lebih rendah ambang batas untuk penghambatan
fungsional dari hipotalamus - sumbu hipofisis- gonad bawah yang
merugikan hormonal, kondisi gizi, atau psikologis dan dengan
demikian menyebabkan amenore hipotalamus. Penghambatan
mungkin juga memberikan keuntungan selektif untuk operator
perempuan selama kelaparan, membantu menyeimbangkan bertahan
hidup melawan kebutuhan metabolik kehamilan. Penjelasan ini akan
konsisten dengan kehadiran mutasi yang terkait dengan

13
hipogonadisme idiopatik hipogonadisme dan hipotalamus amenore
pada orang yang tidak memiliki gejala.

Dua puluh lima persen wanita dengan hipotalamus amenore


dalam penelitian ini memiliki sejarah pubertas yang tertunda, yang
sering terlihat di pasien dengan hipogonadotropik idiopatik
hipogonadisme. Mungkin ada baiknya untuk menyelidiki apakah
varian langka di genetik mendasari hipogonadisme hipogonadotropik
idiopatik atau amenore hipotalamus juga berkontribusi tertunda
pubertas.

Cacat genetik dalam jalur mengendalikan nafsu makan atau stres-


respon sistem mungkin juga berkontribusi pada amenore hipotalamus.
Karena itu kerentanan genetik untuk anoreksia telah diteliti di
beberapa asosiasi studi yang meneliti gen kandidat tersebut sebagai
faktor neurotropik yang diturunkan dari otak, neurotropik jenis reseptor
tirosin kinase 2 dan 3, serotonin, leptin, dan hypocretin.

Dalam penelitian ini varian genetik yang jarang terjadi, penelitian


sebelumnya difokuskan pada polimorfisme DNA umum. Hasilnya telah
banyak meyakinkan, kemungkinan besar karena ukuran sampel yang
kecil, heterogenitas dalam ras dan kelompok etnis, dan variasi dalam
kriteria diagnostik. Ini mungkin terbukti lebih bermanfaat untuk
menyelidiki apakah varian langka dalam gen yang terkait dengan
respon terhadap stres dan anoreksia juga berkontribusi terhadap
kerentanan amenore hipotalamus.

Sebagai kesimpulan pasien dengan amenore hipotalamus


memiliki mutasi dalam gen yang mengatur GnRH ontogeni dan
tindakan. Mengingat ukuran Kohort yang terbatas dengan hipotalamus
amenore, pasien tidak akan direkomendasikan bahwa wanita dengan
amenore hipotalamus menjadi rutin diskrining untuk mutasi pada lokus
yang dikenal mendasari idiopatik hipogonadisme hipogonadisme,

14
kecuali dalam kasus-kasus warisan keluarga yang jelas amenore
hipotalamus atau idiopatik hipogonadotropik hipogonadisme.

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Hubungan Teori Dengan Jurnal Dan Perkembangan Jurnal Di


Indonesia
Fungsional amenore hipotalamus adalah kondisi yang ditandai oleh
tidak adanya menstruasi akibat penindasan sumbu hipotalamus-
hipofisis-ovarium. Remaja dengan kondisi ini biasanya hadir dengan
amenore dari durasi 6 bulan atau lebih. Pada remaja, kondisi ini

15
mungkin sulit untuk membedakan dari ketidakdewasaan dari sumbu
hipotalamus-hipofisis-ovarium selama postmenarchal awal tahun.
Namun, beberapa laporan menunjukkan bahwa siklus menstruasi pada
remaja biasanya tidak lebih dari 45 hari, bahkan selama
postmenarchal tahun pertama.
Tiga jenis utama amenore hipotalamus fungsional telah diakui,
berhubungan dengan stres, penurunan berat badan, atau exercise.
perbedaan ini mengakui bahwa perempuan yang baik berat badan
kurang atau berat badan normal mungkin akan terpengaruh, tetapi
dalam banyak kasus, ketiga faktor ini yang hadir. Terlepas dari pemicu
tertentu, amenore hipotalamus fungsional ditandai dengan penekanan
gonadotropin- releasing hormone (GnRH) pulsatility.
Teori yang ada di jurnal ini adalah dengan melakukan studi genetik
yang menyebabkan amenore hipotalamus. Dari hasil penelitian
tersebut didapatkan 25 % wanita mengalami amenore hipotalamus
yang disebabkan oleh mutasi gen atau cacat genetik yang
mengendalikan hipotalamus dalam memberikan rangsangan hormon-
hormon. Amenore hipotalamus ini disebabkan oleh olahraga atau
aktivitas fisik yang berlebihan dan penurunan berat badan yang
drastis. Penyebab ini menyebabkan penindasan atau pergeseran
sumbu hipofisis di hipotalamus, yang menyebabkan gangguan dari
rangsangan hormon seperti GnRH, FSH, LH dll.
Di Indonesia amenorea ini terjadi pada 0.1 – 2.5% wanita usia
reproduksi amenore biasanya disebabkan oleh gangguan hormon atau
masalah pertumbuhan dapat juga disebabkan oleh rendahnya
hormon pelepas gonadotropin (pengatur siklus menstruasi), stres,
anoreksia, penurunan berat badan yang ekstrim, gangguan tiroid,
olahraga berat, pil KB, dan kista ovarium.
Di Indonesia biasanya amenore ini terjadi pada atlet wanita, karena
melakukan aktivitas fisik yang berlebihan. Sebagai seorang atlet adalah hal
yang biasa bila mengalami berbagai gangguan fisik karena cedera. Tetapi,
khusus untuk atlet wanita seringkali mengalami gangguan kesehatan yang
tidak akan dialami oleh para atlet pria. Gangguan tersebut adalah gangguan
pada sistem reproduksi wanita yang meliputi delayed menarche,

16
oligomenorrhea, dan amenorrhea. Amenore lebih banyak dialami oleh wanita
atlet dari pada non atlet. Hal ini berhubungan dengan penggunaan energi yang
berlebihan oleh atlet pada saat latihan akan mengganggu fungsi sistem
reproduksi wanita yang normal. Oleh karenanya amenore pada atlet bisa
disebut exercise-associated amenorrhea.
Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengetahui hubungan antara
pemakaian energi yang berlebihan pada atlet wanita dengan timbulnya
gangguan fungsi reproduksi. Michelle P. Warren (1979) melakukan penelitian
terhadap para pebalet (ballet dancer) selama 4 tahun yaitu15 pebalet berusia
13-15 tahun dengan level latihan fisik yang tinggi sejak usia belia. Kelompok
pebalet ini mengalami delayed menarche (rata-rata menarche pada usia 15,4
tahun; normal kontrol menarche pada usia 12,5 tahun). Pada dua orang pebalet
berusia 18 tahun terjadi amenore primer. Pada kelompok wanita lain yang
berusia 15-18 tahun dengan riwayat diet dan penurunan berat badan
mengalami amenore sekunder.
Fungsional amenore hipotalamus adalah kondisi yang ditandai oleh
tidak adanya menstruasi akibat penindasan sumbu hipotalamus-
hipofisis-ovarium oleh aktivitas yang berlebihan, penurunan berat
badan yang drastis dan exescise seperti atlet. Diatas telah di jelaskan
jika aktivitas yang berlebihan akan membutuhkan energi yang
berlebihan pula maka pada hipotalamus akan terjadi penindasan atau
penekanan yang bisa mengganggu kerja hipotalamus.
Sedangkan peran hipotalamus dalam menstruasi ini sangat penting
dalam menghasilkan GnRH (Gonadotropin Releasing Hormone). GnRH ini
merangsang hipofisis untuk mengeluarkan gonadotropin yaitu FSH (Follicle
Stimulating Hormone) dan LH (Luteinizing Hormone). FSH menyebabkan
perkembangan beberapa folikel di dalam ovarium. Hanya satu folikel yang
akan mengalami pematangan (Folikel de Graaf) dan berovulasi, sedangkan
sisanya akan mengalami atresia. Pada waktu ini LH juga akan meningkat
untuk membantu pembuatan estrogen di dalam folikel. Sejalan dengan
pematangan folikel, kadar estrogen semakin meningkat. Estrogen akan
menyebabkan proliferasi dari endometrium. Dan ketika kerja hipotalamus

17
dalam menghasilkan GnRH terganggu maka akan terjadi kelainan-kelainan
seperti amenore.
Amenorea ini merupakan keadaan tidak terjadinya menstruasi pada
seorang wanita. Hal tersebut normal terjadi pada masa sebelum
pubertas, kehamilan dan menyusui, dan setelah menopause.
Amenorea sendiri terbagi menjadi dua, yaitu amenorea primer dan
sekunder. Amenorea primer adalah keadaan tidak terjadinya
menstruasi pada wanita usia 18 tahun keatas, sedangkan amenorea
sekunder penderita pernah mendapatkan menstruasi, tetapi kemudian
tidak menstruasi lagi (Sarwono, 2009).
Amenorea sekunder adalah tidak datangnya menstruasi pada
setiap bulan selama 3 bulan berturut-turut. Amenorea sekunder
disebabkan oleh beberapa faktor antara lain: pemakaian hormonal
pada KB suntik DMPA, ini disebabkan oleh progesteron yang
terkandung didalam kontrasepsi DMPA menimbulkan perubahan
histology endometrium sampai pada atrofi endometrium (Hartanto,
2004). Penyebab lain kemungkinan terjadinya amenorea sekunder
yaitu gangguan organik pusat, gangguan kejiwaan, gangguan kalenjar
suprarenalis, gangguan kalenjar tiroid, gangguan pancreas, gangguan
organik genitalia, terdapat penyakit umum, gangguan hormonal,
gangguan poros hipotalamus, hipofisis dan ovarium (Manuaba, 2008).
Jadi perkembangan jurnal di Indonesia dengan di luar negri
memang berbeda, tetapi di luar negeri dengan di Indonesia penyebab
dalam amenorea hipotalamus ini hampir sama yakni penurunan berat
badan yang drastis, aktivitas yang berlebihan dan exercise. Di
Indonesia banyak terjadi kelainan amenore ini terjadi pada wanita atlet
yang aktivitasnya berlebihan dan dalam pengeluaran energinya pun
berlebihan. Sedangkan dasar genetika yang menyebabkan
hipotalamus masih jarang terjadi karena dalam jurnal yang temukan di
Indonesia ini kebanyakan amenorea ini disebabkan oleh aktivitas fisik
yang berlebihan, penurunan berat badan yang berlebihan dan exercise
seperti atlet wanita.

18
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Amenorea adalah keadaan tidak terjadinya menstruasi pada
seorang wanita. Hal tersebut normal terjadi pada masa sebelum
pubertas, kehamilan dan menyusui, dan setelah menopause.
Amenorea sendiri terbagi menjadi dua, yaitu amenorea primer dan
sekunder. Amenorea primer adalah keadaan tidak terjadinya
menstruasi pada wanita usia 18 tahun keatas, sedangkan amenorea
sekunder penderita pernah mendapatkan menstruasi, tetapi kemudian
tidak menstruasi lagi.
Amenorea Hipotalamus Fungsional adalah suatu kondisi yang
ditandai dengan tidak adanya menstruasi karena penindasan dari
sumbu hipotalamus-hipofisis-ovarium, di mana tidak ada penyakit
anatomis atau organik diidentifikasi. Remaja atau wanita muda
dengan kondisi ini biasanya hadir dengan amenore durasi 6 bulan
atau lebih. Pada remaja, kondisi ini mungkin sulit untuk membedakan

19
dari ketidakmatangan poros hipotalamus-hipofisis-ovarium selama
tahun-tahun postmenarchal awal. Namun siklus menstruasi pada
remaja biasanya tidak lebih dari 45 hari, bahkan selama
postmenarchal tahun pertama menstruasi.
Dari hasil penelitian tersebut didapatkan 25 % wanita mengalami
amenore hipotalamus yang disebabkan oleh mutasi gen atau cacat
genetik yang mengendalikan hipotalamus dalam memberikan
rangsangan hormon-hormon. Amenore hipotalamus ini disebabkan
oleh olahraga atau aktivitas fisik yang berlebihan dan penurunan berat
badan yang drastis. Penyebab ini menyebabkan penindasan atau
pergeseran sumbu hipofisis di hipotalamus, yang menyebabkan
gangguan dari rangsangan hormon seperti GnRH, FSH, LH dll.
Dengan mengubah perilaku lama seperti memperbaiki pola makan
agar berat badan menjadi normal karena dengan peningkatan lemak
akan sedikit membantu pemulihan amenorea hipotalamus,
mengurangi olah raga yang terlalu berat atau aktivitas yang berat dan
tidak terlalu stres maka amenorea hipotalamus biasanya akan pulih
kembali.
Bagi wanita dengan amenore hipotalamus yang menginginkan
kehamilan, pengobatan pilihan adalah ovulasi induksi dengan GnRH
berdenyut atau gonadotropin injeksi.
Amenore hipotalamus termasuk amenore primer karena
merupakan hasil dari suatu kondisi genetik atau anatomi pada wanita
muda yang tidak pernah mengembangkan periode menstruasi (pada
usia 16) dan tidak hamil. Banyak kondisi genetik yang ditandai dengan
amenore adalah kondisi di mana beberapa atau semua organ normal
wanita internal yang baik gagal untuk membentuk normal selama
perkembangan janin atau gagal berfungsi dengan baik. Penyakit
kelenjar pituitary dan hipotalamus (suatu wilayah otak yang penting
untuk mengontrol produksi hormon) juga dapat menyebabkan
amenore primer sejak daerah ini memainkan peran penting dalam
regulasi hormon ovarium.

5.2 Saran

20
Diharapkan setelah membaca makalah ini mahasiswa dapat
memahami tentang amenore hipotalamus dan penyebab amenore
hipotalamus.
Serta bagi instasi yang terkait proses pengobatan dapat
menyediakan fasilitas dan tenaga kesehatan yang kompeten sehingga
penderita amenore hipotalamus dapat ditangani dengan baik atau
diberi pengobatan dan terapi yang benar.
Penulis makalah ini mengharapkan kritik dan saran dari rekan-
rekan untuk memperbaiki penulisan makalah ini karena penulis sadar
bahwa penulisan makalah ini sangat jauh dari sempurna masih
banyak kekurangannya.

DAFTAR PUSTAKA

http://www.nejm.org/search?q=amenorrhea&asug=ame

http://serbamakalah.blogspot.com/2013/01/amenore-hipotalomus.html

http://pendidikans1-keperawatan.blogspot.com/2013/05/amenorea.html

Prawirohardjo, S. (2009). Ilmu Kandungan. (H. Wiknjosastro, Ed.) Jakarta:


PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

21

Anda mungkin juga menyukai