Anda di halaman 1dari 3

Kesehatan jiwa masih menjadi salah satu permasalahan kesehatan yang

signifikan di dunia, termasuk di Indonesia. Menurut data WHO (2016), terdapat


sekitar 35 juta orang terkena depresi, 60 juta orang terkena bipolar, 21 juta terkena
skizofrenia, serta 47,5 juta terkena dimensia. Di Indonesia, dengan berbagai faktor
biologis, psikologis dan sosial dengan keanekaragaman penduduk, maka jumlah
kasus gangguan jiwa terus bertambah yang berdampak pada penambahan beban
negara dan penurunan produktivitas manusia untuk jangka panjang. Data
Riskesdas 2013 memunjukkan prevalensi ganggunan mental emosional yang
ditunjukkan dengan gejala-gejala depresi dan kecemasan untuk usia 15 tahun ke
atas mencapai sekitar 14 juta orang atau 6% dari jumlah penduduk Indonesia.
Sedangkan prevalensi gangguan jiwa berat, seperti skizofrenia mencapai sekitar
400.000 orang atau sebanyak 1,7 per 1.000 penduduk ( Kemenkes RI, 2016 ).

Penderita gangguan jiwa, seberat apapun, bisa pulih asalkan mendapatkan


pengobatan dan dukungan psikososial yang dibutuhkannya. Mereka bisa pulih dan
kembali hidup di masyarakat secara produktif, baik secara ekonomis maupun
secara sosial. Sebagian besar dari mereka bisa terbebas dari keharusan minum
obat. Hanya saja, seperti juga kesehatan badan, kesehatan jiwa tetap harus
dipelihara dan ditingkatkan. Dengan kata lain pemulihan gangguan jiawa bukanlah
janji palsu. Menurut National Alliance on Mental Illness, NAMI (2010) dengan
pengobatan dan terapi psikososial sekitar 70-90% penderita gangguan jiwa bisa
pulih dan hidup produktif di masyarakat. Rata - rata angka pemulihan gangguan
bipolar mencapai 80%, depresi berat 70%, gangguan panik 70%, gangguan
obsesif kompulsif 70%, dan skizofrenia sekitar 60%.

Di Amerika, pasien yang pernah mengalami gangguan jiwa pulih total,


bukanlah hal yang aneh. Banyak dari mereka berhasil kembali ke masyarakat
dengan baik. Ada diantara mereka yang menjadi spesialis jiwa setelah sembuh.
Dan artis terkenal pun ada yang punya riwayat gangguan jiwa. Tapi akhirnya
mereka bisa survive dan bisa berkarya seprti Demi lovato menjadi penyanyi dan
cher menjadi bintang film.

Di Indonesia, banyak penderita gangguan jiwa yang pulih dan kembali


hidup normal di masyarakat. Hanya saja, karena adanya diskriminasi oleh
masyarakat terhadap penderita gangguan jiwa, mereka tidak mau mengakuinya
dan menyembunyikan rapat - rapat hal tersebut. Masih sangat sedikit penderita
gangguan jiwa di Indonesia yang telah pulih mau mengakui bahwa mereka dulu
pernah terkena gangguan jiwa.

Penyakit psikosis dan penyakit jiwa berat (severe mental illness) lainnya
adalah penyakit yang serius. Hampir semua penderitanya tidak bisa sembuh
dengan sendirinya. Mereka memerlukan bantuan dan dukungan orang lain.
Sebagian kecil bisa pulih dengan hanya minum obat, namun sebagian besar
memerlukan obat dan terapi serta dukungan psikososial dari keluarga, teman dan
masyarakat sekitarnya. Sebagian diantaranya bisa pulih hanya dengan terapi dan
dukungan psikososial, tanpa harus minum obat ( Setiadi, 2014 ).

Pemulihan untuk pasien jiwa, seperti keterangan diatas, tidak bisa hanya
mengandalkan obat saja, karena penggunaan obat jiwa dalam waktu lama lebih
banyak mudharatnya, seperti pasien bisa menderita hipertensi, DM dan berat
badan naik, gangguan gerak dan penurunan kemapuan berfikir. Hingga saat ini,
cara terbaik dalam pemulihan pasien jiwa adalah dengan terapi psikososial. Dan
terapi ini tidak bisa hanya dilakukan 1 – 2 jam saat bertemu dengan psikolog atu
psikiater, tetapi juga perlu dilakukan di rumah. Oleh karena itu, peranan keluarga
dalam membantu pemulihan gangguan jiwa sangatlah besar. Tanpa dukungan
psikososial dari keluarga, sangat sulit seseorang bisa pulih dari gangguan jiwa.
Penderita gangguan jiwa yang hidup sendiri atau menggelandang, sangat sulit
untuk bisa pulih.

Dalam fase pemulihan, penderita gangguan jiwa perlu tetap menjaga agar
tidak kembali kambuh, antara lain dengan menghindari rangsangan yang
mengganggu, yang sering berbeda antara satu orang dengan lainnya. Penderita
juga perlu terus meningkatkan daya tahankejiwaannya dan meningkatkan
kemampuan berpikirnya, kemampuan bergaul, dan kemampuan bekerja. Ada
banyak cara pasien untuk lepas dari gangguan jiwanya, salah satunya
menyibukkan diri melakukan hal yang sederhana dan mulai berinteraksi dengan
orang lain melalui media sosial.

Febyulan dalam jurnalnya, salah satu jenis rehabilitasi untuk pasien


rehabilitan gangguan jiwa adalah lewat seni tari. Karena seni dapat dipakai
sebagai terapi bagi penderita gangguan kejiwaan. Penggunaan seni dalam
psikoterapi merupakan salah satu media psikologi dengan seni. Adanya masalah
manusia itu di satu sisi dan adanya pemanfaatkan karya-karya seni dalam upaya
penyembuhan gangguan kejiwaan manusia di sisi lain mendorong lahirnya apa
yang disebut sebagai terapi seni. Karena terapi melalui gerak dan tari, musik, puisi
sebagai metode yang dapat memantapkan kesehatan tubuh, emosi, spiritual, dan
kesadaran hubungan tubuh dan jiwa. Dan keuntungan dari terapi tari dalam
mengobati penyakit mental telah memberikan cara untuk berbagai teknik sebagai
salah satu cara membebaskan dari jiwa seseorang yang terganggu.

Berbeda dengan febyulan, sari dalam jurnalnya, menyampaikan Penderita


gangguan jiwa memerlukan wadah yang mampu menyediakan proses pemulihan
baik secara fisik maupun mental yang dapat memberikan perasaan aman,
nyaman, privasi, dan dapat mengarahkan perilaku penderita secara teratur dan
terarah sehingga kondisi penderita dapat berangsur membaik. Oleh karena itu,
dibutuhkan pendekatan Arsitektur Perilaku untuk dapat menciptakan sebuah
keadaan yang sesuai dengan kebutuhan penderita. Penerapan Arsitektur Perilaku
dalam rancangan akan mempengaruhi tingkah laku, persepsi, dan perasaan yang
muncul dari masing-masing pelaku kegiatan. Dan Arsitektur Perilaku sendiri
merupakan bagian dari Psikologi Arsitektur. Pendekatan ini berfokus pada
hubungan antara perilaku manusia dengan lingkungan binaannya.

Anda mungkin juga menyukai