Anda di halaman 1dari 23

PERAN KARANTINA HEWAN DAN

LABORATORIUM KESEHATAN HEWAN UNTUK


MENCEGAH PENYEBARAN PENYAKIT
ZOONOSIS

Oleh:

ENDAH RAHMAWATI

(1409005044)

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

UNIVERSITAS UDAYANA

2014
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur dipanjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat dan perkenananNya, maka pelaksanaan pembuatan tulisan karya ilmiah
dengan judul “PERAN KARANTINA HEWAN DAN LABORATORIUM
KESEHATAN HEWAN UNTUK MENCEGAH PENYEBARAN PENYAKIT
ZOONOSIS” dapat terselesaikan dengan baik.

Saya selaku penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan karya ilmiah ini
masih sangat jauh dari kesempurnaan, mungkin masih ditemukan beberapa kesalahan
dalam penamaan, pengetikan, penomoran dan lain lain, untuk itu segala koreksi dan
saran guna perbaikan makalah karya ilmiah ini masih sangat diharapkan. Semoga
makalah karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa Fakultas Kedokteran
Hewan, terkhususnya mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan di Universitas
Udayana dalam mengikuti mata kuliah yang terkait.

Denpasar, 4 November 2014

Penulis
Daftar Isi

Kata Pengantar……………………………………………………………….i

Daftar Isi………………………………………………………………….…..ii

BAB I Pendahuluan…………………………………………………………..

1.1 Latar Belakang……………………………………………………………1

1.2 Rumusan Masalah………………………………………………………...2

1.3 Tujuan Penulisan………………………………………………………….2

1.4 Manfaat Penulisan………………………………………………………..3

BAB II Tinjauan Pustaka……………………………………………………..

2.1 Pengertian Karantina……………………………………………………..4-7

2.2 Pengertian Laboratorium…………………………………………………7-8

BAB III Pembahasan ………………………………………………………...

3.1 Pengertian Zoonosis ……………………………………………………...9-10

3.2 Beberapa Penyakit Zoonosis yang Ada Di Indonesia…………………....10-14

3.3 Peran Karantina Hewan dan Laboratorium Kesehatan

Hewan dalam Menangani Penyebaran Zoonosis…………………………14-16

BAB IV Penutup……………………………………………………………...

4.1 Kesimpulan………………………………………………………………..17

4.2 Saran………………………………………………………………………17-18

Daftar Pusataka……………………………………………………………….19
BAB I
Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Pada tahun 2015, Indonesia akan memasuki era Pasar Bebas ASEAN
(AFTA = ASEAN Free Trade Area). Dampak dari era Pasar Bebas adalah tidak lagi
mengenal batas-batas wilayah antar negara, sehingga penyebaran penyakit hewan dari
negara satu ke negara yang lainnya lebih mudah dan lebih cepat. Untuk itu Peranan
dan fungsi Karantina Hewan dan Laboratorium (Labkeswan) dalam era globalisasi
dan perdagangan bebas ini sangat penting. Karantina Hewan dan Labkeswan dituntut
harus mampu menjalankan fungsi dan tugasnya secara professional, mandiri, dan
bijaksana sehingga melindungi kesehatan manusia maupun kesehatan hewan serta
peduli terhadap kesejahteraan hewan.
Saat ini Indonesia adalah salah satu dari 5 (lima) negara besar di dunia yang
dinyatakan bebas Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) tanpa vaksinasi dan dideklarasi
secara internasional oleh OIE Oktober tahun 1990. Selain Indonesia keempat negara
tersebut adalah Amerika Serikat (USA), Kanada, Australia dan Selandia Baru.
Disamping itu Indonesia bebas penyakit hewan menular lainnya seperti Rinderpest,
penyakit sapi gila (Mad Cow Disease/Bovine Spongiform Encephalopathy),
Contagius Bovine Pleuropneumonie (CBPP), Demam Lembah Rift (Rift Valley
Fever/RVF), Nipah Virus dan penyakit lainnya.

Kebijakan pengendalian dan pemberantasan penyakit zoonosis di Indonesia


tidak dapat dilepaskan dari pengendalian dan pemberantasan Penyakit Hewan
Menular (PHM) secara keseluruhan. Sesuai dengan perubahan paradigma kesehatan
hewan bahwa pembinaan kesehatan hewan tidak cukup dipandang dari pendekatan
penyakit (animal diseases approach) tetapi lebih luas lagi yaitu pendekatan kesehatan
hewan secara menyeluruh (animal health approach). Perubahan pendekatan tersebut
memberikan konsekuensi bahwa orientasi kegiatan kesehatan hewan tidak bisa hanya
ditinjau dari aspek produksi atau ekonomi semata, akan tetapi perlu orientasi yang
lebih bertumpu kepada aspek kesehatan dan kesejahteraan manusia sebagai sasaran
akhir. Karenanya bidang kesehatan hewan harus dipandang dari berbagai aspek antara
lain sebagai bagian dari pembangunan pertanian melalui pemenuhan kebutuhan
protein hewani masyarakat, bagian dari kesehatan masyarakat melalui pencegahan
penyakit yang dapat menular dari hewan kepada manusia (zoonosis) dan bagian dari
kesehatan lingkungan melalui kelestarian hewan dan lingkungannya. Oleh karena itu
pencegahan, pengendalian dan pemberantasan PHM yang bersifat zoonosis menjadi
sangat penting.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan zoonosis ?

2. penyakit zoonosis apa saja yang terdapat di Indonesia ?

3. Apa peranan dari Karantina Hewan dan Laboratorium Kesehatan Hewan

dalam menangani penyebaran zoonosis ?

1.3 Tujuan Penulisan

Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pengertian zoonosis lebih rinci

2. Untuk mengetahui berbagai penyakit zoonosis yang terdapat di Indonesia


3. Untuk mengetahui peranan dari Karantina Hewan dan Laboratorium

Kesehatan Hewan dalam menangani penyebaran zoonosis

1.4 Manfaat Penulisan

Manfaat dari penulisan karya tulis ilmiah ini diharapkan dapat menjadi
bahan refrensi bagi mahasiswa mengenai fungsi dari Karantina Hewan dan
Laboratorium Kesehatan Hewan, dan makalah ini diharapakan juga bisa menjadi
suatu informasi yang bersifat edukasi bagi mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Udayana
BAB II

Tinjauan Pustaka

2.1 Pengertian Karantina

Karantina berasal dari bahasa Italia “quaranta” yang berarti “empat puluh”.

Istilah ini pada mulanya digunakan untuk periode penahanan kapal-kapal laut yang

datang dari suatu Negara atau wilayah yang ditulari penyakit endemis, seperti pes,

kolera dan demam kuning.

Karantina hewan adalah tempat pengasingan dari atau tindakan sebagai

upaya pencegahan masuk dan tersebarnya hama dan penyakit hewan karantina dari

luar negeri dan dari suatu area ke area lain di dalam negeri atau keluarnya dari dalam

wilayah Negara Republik Indonesia.

Tugas karantina hewan adalah Mencegah masuknya hama dan penyakit

hewan karantina dari luar negeri ke dalam wilayah Negara Republik Indonesia,

Mencegah tersebarnya hama dan penyakit hewan karantina dari suatu area ke area

lain di dalam wilayah Negara Republik Indonesia dan Mencegah keluarnya hama dan

penyakit hewan karantina dari wilayah Negara Republik Indonesia. Fungsi-Fungsi

karantina hewan adalah Tindakan karantina terhadap media pembawa hama dan

penyakit hewan karantina di tempat pemasukan dan pengeluaran, Pengembangan

teknik dan metode tindakan karantina hewan, Pemetaan daerah sebar hama dan

penyakit hewan karantina, Pembuatan koleksi hama dan penyakit hewan karantina,

Pengumpulan dan pengolahan data tindakan karantian hewan, Urusan tata usaha dan
rumah tangga Balai Besar Karantina Hewan dan Pengawasan dan pemeriksaan lalu

lintas hewan dan produk hewan.

Persyaratan Umum Karantina Hewan

 Dilengkapi dengan Surat Keterangan Kesehatan/Sanitasi oleh pejabat yang

berwenang dari negara asal/daerah asal.

 Melalui tempat pemasukan dan pengeluaran yang telah ditetapkan.

 Dilaporkan dan diserahkan kepada petugas karantina hewan di tempat

pemasukan atau tempat pengeluaran untuk keperluan tindakan karantina.

(Balai Besar Karantina Pertanian Surabaya, 2009)

Prosedur Impor

Melaporkan rencana pemasukan kepada petugas karantina hewan di

bandara/pelabuhan pemasukan dengan mengajukan permohonan periksa 2 hari

sebelum pemasukan. Diserahkan kepada petugas karantina setibanya di

bandara/pelabuhan pemasukan untuk keperluan tindak karantina sesuai dengan

peraturan perundangan karantina.

Sejarah penetapan undang-undang karantina :

 Tahun 1877, dicetuskan peraturan perundang-undangan yang berkaitan


dengan karantina (tumbuhan), yakni Ordonasi 19 Desember 1877
(Staatsblad No. 262) tentang larangan pemasukan tanaman kopi dan biji
kopi dari Srilanka.
 Tahun 1914, sebagai tindakan lanjut dari Ordonasi 28 Januari 1914
(Staatsblad No. 161) penyelenggaraan kegiatan perkarantinaan secara
institusional di Indonesia secara nyata baru dimulai oleh sebuah organisasi
pemerintah bernama Instituut voor Plantenzekten en Cultures (Balai
Penyelidikan Penyakit Tanaman dan Budidaya).
 Tahun 1930, pelaksanaan kegiatan operasional karantina di pelabuhan-
pelabuhan diawasi secara sentral oleh Direktur Balai Penyelidikan
Penyakit Tanaman dan Budidaya, serta ditetapkan seorang pegawai Balai
yang kemudian diberi pangkat sebagai Plantenziektenkundigeambtenaar
(pegawai ahli penyakit tanaman).
 Tahun 1939, dinas karantina tumbuh-tumbuhan (Planttenquarantine
Dienst) menjadi salah satu dari 3 seksi dari Balai Penyelidikan Penyakit
Tanaman (Instituut voor Plantenziekten).
 Tahun 1957, dengan Keputusan Menteri Pertanian, dinas tersebut
ditingkatkan statusnya menjadi Bagian.
 Tahun 1961, BPHT diganti namanya menjadi LPHT (Lembaga Penelitian
Hama dan Penyakit Tanaman) yang merupakan salah satu dari 28 lembaga
penelitian di bawah Jawatan Penelitian Pertanian.
 Tahun 1966, dalam reorganisasi dinas karantina tumbuhan tidak lagi
ditampung dalam organisasi Lembaga Pusat Penelitian Pertanian (LP3)
yang merupakan penjelmaan LPHT. Kemudian Karantina menjadi salah
satu Bagian di dalam Biro Hubungan Luar Negeri Sekretaris Jenderal.
 Tahun 1969, status organisasi karantina tumbuhan diubah kembali dengan
ditetapkannya Direktorat Karantina Tumbuh-tumbuhan yang secara
operasional berada di bawah Menteri Pertanian dan secara administratif di
bawah Sekretaris Jenderal. Dengan status “direktorat” tersebut, status
organisasi karantina tumbuhan meningkat dari eselon III menjadi eselon
II.
 Tahun 1974, organisasi karantina diintegrasikan dalam wadah Pusat
Karantina Pertanian di bawah Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian.
 Tahun 1980, berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian No. 453 dan No.
861 tahun 1980, organisasi Pusat Karantina Pertanian (yang notabene baru
diisi karantina tumbuhan ex Direktorat Karantina Tumbuhan), mempunyai
rentang kendali manajemen yang luas. Pusat Karantina Pertanian pada
masa itu terdiri dari 5 balai (eselon III), 14 Stasiun (eselon IV), 38 Pos
(eselon V) dan 105 Wilayah Kerja (non structural) yang tersebar di seluruh
Indonesia.
 Tahun 1983, pusat Karantina Pertanian dialihkan kembali dari Badan
Litbang Pertanian ke Sekretariat Jenderal dengan pembinaan operational
langsung di bawah Menteri Pertanian. Namun kali ini kedua unsur
karantina (hewan dan tumbuhan) benar-benar diintegrasikan.
 Tahun 1985, direktorat Jenderal Peternakan menyerahkan pembinaan unit
karantina hewan, sedangkan Badan Litbang Pertanian menyerahkan
pembinaan unit karantina tumbuhan, masing-masing kepada Sekretariat
Jenderal.
 Tahun 2001, terbentuklah Badan Karantina Pertanian, organisasi Eselon I
di Departemen Pertanian melalui Keppres No. 58 tahun 2001.(Anonim,
2010)
2.2 Pengertian Laboratorium
Laboratorium (disingkat lab) adalah tempat riset ilmiah, eksperimen,
pengukuran ataupun pelatihan ilmiah dilakukan. Laboratorium biasanya dibuat untuk
memungkinkan dilakukannya kegiatan-kegiatan tersebut secara terkendali (Anonim,
2007). Sementara menurut Emha (2002), laboratorium diartikan sebagai suatu tempat
untuk mengadakan percobaan, penyelidikan, dan sebagainya yang berhubungan
dengan ilmu fisika, kimia, dan biologi atau bidang ilmu lain.
Pengertian lain menurut Sukarso (2005), laboratorium ialah suatu tempat dimana
dilakukan kegiatan kerja untuk mernghasilkan sesuatu. Tempat ini dapat merupakan
suatu ruangan tertutup, kamar, atau ruangan terbuka, misalnya kebun dan lain-lain.
Berdasarkan definisi tersebut, laboratorium adalah suatu tempat yang
digunakan untuk melakukan percobaan maupun pelatihan yang berhubungan dengan
ilmu fisika, biologi, dan kimia atau bidang ilmu lain, yang merupakan suatu ruangan
tertutup, kamar atau ruangan terbuka seperti kebun dan lain-lain.
Fungsi Laboratorium menurut Sukarso (2005), secara garis besar
laboratorium dalam proses pendidikan adalah sebagai berikut:
1. Sebagai tempat untuk berlatih mengembangkan keterampilan intelektual
melalui kegiatan pengamatan, pencatatan dan pengkaji gejala-gejala
alam.
2. Mengembangkan keterampilan motorik siswa. Siswa akan bertambah
keterampilannya dalam mempergunakan alat-alat media yang tersedia
untuk mencari dan menemukan kebenaran.
3. Memberikan dan memupuk keberanian untuk mencari hakekat
kebenaran ilmiah dari sesuatu objek dalam lingkungn alam dan sosial.
4. Memupuk rasa ingin tahu siswa sebagai modal sikap ilmiah seseorang
calon ilmuan.
5. Membina rasa percaya diri sebagai akibat keterampilan dan pengetahuan
atau penemuan yang diperolehnya.
BAB III
Pembahasan

3.1 Pengertian Zoonosis


Pengertian Zoonosis secara umum adalah penyakit yang dapat ditularkan
dari hewan ke manusia atau sebaliknya. Menurut UU No. 6 tahun 1967 pengertian
zoonosis adalah penyakit yang dapat menular dari hewan ke manusia dan sebaliknya
atau disebut juga Anthropozoonosis. Begitu pula dalam UU No. 18 tahun 2009
tentang peternakan dan kesehatan hewan, sebagai pengganti UU No. 6 tahun 1967
dinyatakan bahwa penyakit zoonosis adalah penyakit yang dapat menular dari hewan
kepada manusia dan sebaliknya. Sedangkan pengertian zoonosis yang diberikan
WHO, zoonosis adalah suatu penyakit atau infeksi yang secara alami ditularkan dari
hewan vertebrata ke manusia. Zoonosis, menurut badan Kesehatan sedunia
(OIE=Office Internationale Epizooticae) merupakan penyakit yang secara alamiah
dapat menular diantara hewann vertebrata dan manusia.
Ada tiga jenis zoonosis berdasarkan reservoirnya
1. Antropozoonosis: penyakit yang dapat secara bebas berkembang
di alam di antara hewan liar maupun domestik. Manusia hanya kadang
terinfeksi dan akan menjadi titik akhir dari infeksi. Pada jenis ini,
manusia tidak dapat menularkan kepada hewan atau manusia lain.
Berbagai penyakit yang masuk dalam golongan ini
yaitu Rabies, Leptospirosis, Tularemia, dan Hidatidosis.
2. Zooantroponosis: zoonosis yang berlangsusng secara bebas pada
manusia atau merupakan penyakit manusia dan hanya kadang-kadang
saja menyerang hewan sebagai titik terakhir. Termasuk dalam
golongan ini yaitu tuberkulosis tipe humanus disebabkan
oleh Mycobacterium tubercullosis, amebiasis dandifteri.
3. Amphixenosis: zoonosis dimana manusia dan hewan sama-sama
merupakan reservoir yang cocok untuk agen penyebab penyakit dan
infeksi teteap berjalan secara bebas walaupun tanpa keterlibatan grup
lain (manusia atau hewan). Contoh: Staphylococcosis, Streptococcosis.

Penularan zoonosis antara lain terjadi melalui makanan (foodborne), udara


(airborne) dan kontak langsung dengan hewan sakit. Adapaun menurut transmisi yaitu
cara penularannya dikenal dengan istilah sebagai berikut:
1. Zoonosis langsung (Direct zoonosis) bila siklus penularannya dapat
berlangsung dialam hanya dengan satu vertebrata saja.
2. Siklo Zoonosis bila siklus penularannya memerlukan lebih dari satu
vertebrata untuk menyempurnakan siklus hidup agens penyebab
penyakit
3. Meta Zoonosis bila siklus penularannya memerlukan baik vertebrata
maupun invertebrata. Sapro Zoonosis bila siklus penularan golongan ini
tergantung kepada benda-benda bukan hewan (non animals)

Menurut agen penyebabnya, penyakit zoonosis dibedakan menjadi:


1. Bacterial Zoonosis bila disebabkan oleh bakteri (Antrhax,
Brucellosis,Leptospirosis)
2. Viral Zoonosis bila disebabkan oleh virus (Rabies, Flu burung )
3. Protozoic Zoonosis bila disebabkan oleh protozoa (Trypanosomiasis,
simian malarie)
4. Parazitic Zoonosis bila disebabkan oleh parasit yaitu cacing
(Trikhinosis, Taeniasis, sistiserkosis)

3.2 Beberapa Penyakit Zoonosis yang Ada Di Indonesia


Penyakit yang tergolong dalam zoonosis dengan penyebaran penyakit tersebar
ke seluruh penjuru dunia dan yang sering ditemukan di Indonesia misalnya antraks,
rabies, leptospirosis, brucelosis, toxoplasmosis, tuberkolosis, salmonellosis, avian
Influenza, dan lain-lain.
- Antraks
Penyebab penyakit antrax adalah bakteri berbentuk batang, berukuran
1-1.5 mikron, bersifat aerobik, nonmotil, Gram positif yang
disebut Bacillus Antracis. (Soeharsono, 2002, hal 18). Antrax adalah penyakit
zoonosis yang disebabkan oleh bakteri Bacillus Antracis. Bakteri ini bersifat
aerob dan berkapsul, dialam bebas bakteri ini membentuk spora yang tahan
puluhan tahun di tanah.
Penyakit ini hampir setiap tahun selalu muncul di daerah endemis,
yang akibatnya dapat membawa kerugian bagi peternak dan masyarakat
luas. Hampir semua jenis ternak (sapi, kerbau, kuda, babi, kambing dan
domba) dapat diserang anthrax, termasuk juga manusia.

- Rabies
Rabies atau biasa disebut anjing gila adalah penyakit zoonosis yang
disebabkan oleh virus golongan Rhabdovirus yang menyerang hewan
berdarah panas dan manusia.
Penyakit rabies yang juga disebut Lyssa, Hydrophobia atau penyakit
anjing gila, merupakan penyakit menular akut, bersifat fatal bagi
penderitanya, yang disebabkan oleh virus neurotropik dengan sasaran
akhirnya pusat susunan saraf, otak, dan sunsum tulang belakang, dari hewan
berdarah panas dan manusia. Virus rabies merupakan virus RNA, termasuk
familia Rhabdoviridae, genus Lyssa. (Subroto, 2006).
- Leptospirosis
Penyakit Leptospirosis merupakan infeksi bakteri yang disebabkan
oleh strain Leptospira. Penyakit ini paling sering ditularkan dari hewan ke
manusia ketika orang dengan luka terbuka di kulit melakukan kontak dengan
air atau tanah yang telah terkontaminasi air kencing hewan - bakteri juga
dapat memasuki tubuh melalui mata atau selaput lendir. Hewan yang umum
menularkan infeksi kepada manusia adalah tikus, musang, opossum, rubah,
musang kerbau, sapi atau binatang lainnya. Karena sebagian besar di
Indonesia Penyakit ini ditularkan melalui kencing Tikus, Leptospirosis
popular disebut penyakit kencing tikus.
- Brucelosis
Brucellosis adalah penyakit reproduksi menular ruminansia yang
disebabkan oleh kuman Brucella sp. Penyakit ini merupakan penyakit penting
di Indonesia yang dapat menular ke manusia (zoonotik). Brucellosis
dilaporkan menyebar ke berbagai wilayah Indonesia sehingga menimbulkan
kerugian ekonomis yang cukup besar bagi pengembangan peternakan akibat
kematian dan kelemahan pedet, abortus, infertilitas, sterilitas, penurunan
produksi susu dan tenaga kerja ternak, serta biaya pengobatan dan
pemberantasan yang mahal.
Brucella menyebabkan keguguran atau keluron pada umur
kebuntingan tertentu. Di Indonesi penyakit ini disebut juga penyakit keluron
menular atau Bang. Bakteri penyebabnya sampai saat ini telah
diidentifikasikan sebagai 6 (enam) spesies yaiu Brucella melitensis, Brucella
abortus, Brucella suis, Brucella neotomae, Brucella ovis, dan Brucella canis.
(Soejodono RR. 1999).
- Toxoplasmosis
Taxoplasmosis adalah penyakit zoonosis yang disebabkan oleh
protozoa yang dikenal dengan nama Taxoplasma gondii, penyakit ini
dapat menyebabkan cacat bawaan (kelainan genital) pada bayi, hidrocephalus
dan keguguran (abortus) pada ibu hamil. Pada umumnya penyakit ini
ditularkan oleh Kucing yang terserang Toxoplasma Gondii.
Toxoplasma gondii, gerak sebab penyakit ini ditemukan pada kelinci
dalam tahun 1908 oleh Nicolle dan Menceaux. Infeksi dengan protozoa ini
telah lama dikenal pada mamalia, termasuk manusia, burung dan hewan
kerikit. Beberapa penyelidik berpendapat bahwa pada hewan hanya ada satu
jenis Taxoplasma (T. Gondii) walaupun telah bayak jenis toxsoplasma
dilukiskan sebagai gerak-sebab penyakit ini pada berbagai jenis hewan.
(Ressang, 1983, hal 141).
- Tuberkulosis
Penyakit tuberkulosis pada sapi adalah suatu penyakit yang
deisebabkan oleh Myobacterium bovis. Penyakit biasanya berjalna secara
khronis dan sifatnya mudah menular. Cara penularan penyakit ini, yaitu bisa
secara langsung melalui kontak dengan material yang terinfeksi oleh kuman
Myobacterium bovis misalnya melalui saluran pernafasan oleh percikan batuk
hewan penderita atau secara aerosol dan secara tidak langsung mengkonsumsi
bahan asal hewani yang terkontaminasi oleh Myobacterium bovis misalnya
pada susu sapi
Tuberkulosis termasuk ke dalam golongan penyakit zoonosis yang
penting dan amat berbahaya bagi kesehatan masyarakat.
- Salmonellosis
Salmonellosis adalah penyakit infeksi pada hewan dan manusia yang
disebabkan bakteri Salmonella sp. Bakteri ini biasanya terletak di usus.sumber
penular kepada manusia adalah hamper semua jenis ternak (sapi, babi, kerbau,
domba,), ayam burung hewan liar, dan hewan kesayangan. Salmonella
menular kemanusia melalui berbagai makanan asal ternak yang
terkontaminasi oleh bakteri tersebut. Salmonella adalah bakteri dari family
Enterobacteriaceae, bersifat Gram berbentuk batang dan tidak berspora, motil
dengan flagella.
- Avian Influenza.
Avian influenza (AI) merupakan penyakit viral akut pada unggas yang
disebabkan oleh virus influenza type A subtipe H5 dan H7. Semua unggas
dapat terserang virus influenza A, tetapi wabah AI sering menyerang ayam
dan kalkun. Penyakit ini bersifat zoonosis dan angka kematian sangat tinggi
karena dapat mencapai 100%. Penyebab avian influenza (AI) merupakan virus
ss-RNA yang tergolong family Orthomyxoviridae, dengan diameter 80-120
nm dan panjang 200-300 nm. Virus ini memiliki amplop dengan lipid
bilayer dan dikelilingi sekitar 500 tonjolan glikoprotein yang mempunyai
aktivitas hemaglutinasi (HA) dan enzim neuraminidase (NA). Virus influenza
dibedakan atas 3 tipe antigenik berbeda, yakni tipe A, B dan C. Tipe A
ditemukan pada unggas, manusia, babi, kuda dan mamalia lain, seperti
cerpelai, anjing laut dan paus. Tipe B da C hanya ditemukan pada manusia.

3.3 Peran Karantina Hewan dan Laboratorium Kesehatan Hewan dalam Menangani

Penyebaran Zoonosis

Pada tahun anggaran 2013, Pusat Karantina Hewan dan Keamanan Hayati
Hewani menyelenggarakan kegiatan penyusunan peraturan menteri pertanian
tentang Tindakan Karantina Hewan di Luar Tempat Pemasukan dan Pengeluaran
sebagai payung hukum dalam pelaksanaan tindakan karantina hewan
sebagaimana diamanatkan dalam peraturan pemerintah No. 82 tahun 2000.
Tujuan karantina itu sendiri adalah untuk mencegah masuknya organisme
pengganggu karantina dari luar negeri ke dalam wilayah negara Republik
Indonesia, mencegah tersebarnya organisme pengganggu karantina dari satu area
ke area lain di dalam wilayah negara Republik Indonesia, mencegah keluarnya
organisme pengganggu tertentu dari wilayah negara Republik Indonesia apabila
negara tujuan menghendakinya.
Sebagaimana diketahui Karantina hewan memiliki peran yang sangat
penting dalam melakukan pencegahan masuk tersebar dan keluarnya Hama
Penyakit Hewan Karantina (HPHK) sesuai dengan tugas pokok karantina yang
tertuang dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina
Hewan, Ikan dan Tumbuhan serta dilaksanakan dengan berpegang pada PP
Nomor 82 Tahun 2000 tentang Karantina Hewan dengan memperhatikan
berbagai faktor strategis yang dapat mempengaruhinya.
Berdasarkan Pasal 57 PP No 82 Tahun 2000, bahwa untuk memberikan
kemudahan pelayanan dan kelancaran arus barang di tempat pemasukan dan atau
pengeluaran, maka tindakan karantina dapat dilakukan di luar tempat pemasukan
dan atau di luar tempat pengeluaran maupun di luar instalasi karantina,
sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip karantina hewan dan ketentuan
peraturan perundangan yang berlaku. Tindakan karantina tersebut dapat
diperhitungkan sebagai bagian dari proses pelaksanaan tindakan karantina di
instalasi karantina, tempat pemasukan, atau tempat pengeluaran berdasarkan
analisis risiko hama penyakit hewan karantina. Selanjutnya dalam Pasal 58 PP
No. 82 Tahun 2000, bahwa dalam hal pemasukan, pelaksanaan tindakan
karantina dimaksud dapat dilakukan di negara, area, atau tempat asal, di negara
atau area transit, di atas alat angkut media pembawa selama dalam perjalanan
menuju ke tempat pemasukan atau area tujuan, dan atau di tempat tujuan.
Pelaksanaan tindakan karantina ini hanya dapat dilakukan atas persetujuan
Menteri atau menurut persyaratan teknis yang ditetapkan.
Kemudian dalam hal pengeluaran, pelaksanaan tindakan karantina dimaksud
dapat dilakukan di area atau tempat asal, dan atau di atas alat angkut media
pembawa selama dalam perjalanan menuju ke tempat pengeluaran. Pelaksanaan
tindakan karantina ini dapat dilakukan atas dasar pertimbangan dokter hewan
karantina sepanjang area atau tempat asal telah dinyatakan bebas dari hama
penyakit karantina yang dapat ditularkan melalui media pembawa tersebut.
Dan Peran Labkeswan dalam pengendalian dan pemberantasan Penyakit
Hewan Menular (PHM) termasuk penyakit zoonosis adalah sesuai dengan Tugas
dan Fungsi pokok Labkeswan yang antara lain:
1. Penyusunan program kerja di lingkungan Unit Laboratorium Kesehatan
Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner.
2. Perencanaan kegiatan yang berkaitan dengan penyusunan
program, monitoring, evaluasi, aparatur dan umum, serta pengelolaan
keuangan dan aset di lingkungan Laboratorium Kesehatan Hewan dan
Kesehatan Masyarakat Veteriner.
3. Pelaksanaan kegiatan pelayanan di bidang kesehatan hewan dan
kesehatan masyarakat veteriner;
4. Pelaksanaan pengambilan, pemeriksaan, identifikasi spesimen dalam
rangka peneguhan diagnosa penyakit hewan;
5. Pelaksanaan pengembangan, pengawasan, kesehatan hewan dan
kesehatan masyarakat veteriner;
6. Pengendalian pelaksanaan tugas di bidang Laboratorium Kesehatan
Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner;
7. Pemberian saran dan pertimbangan kepada Kepala Dinas berkenaan
dengan tugas pokok dan fungsi di bidang Laboratorium Kesehatan
Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner;
8. Pelaksanaan urusan tata usaha di lingkungan Laboratorium Kesehatan
Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner;
9. Pelaksanaan tugas lain di bidang Laboratorium Kesehatan Hewan dan
Kesehatan Masyarakat Veteriner;
10. Pelaksanaan tugas lain di bidang Laboratorium Kesehatan Hewan dan
Kesehatan Masyarakat Veteriner yang diserahkan Kepala Dinas.
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Indonesia akan memasuki era globalisasi dan pasar bebas, maka penyebaran
penyakit pada hewan yang bersifat zoonosis akan lebih mudah.
Zoonosis adalah infeksi penyakit yang dapat ditularkan dari hewan ke
manusia atau sebaliknya. Zoonosis mendapat perhatian secara global dalam
beberapa tahun terakhir baik mengenai epidemiologi, mekanisme transmisi
penyakit dari hewan ke manusia, diagnosa, pencegahan dan control. Tujuan dari
Karantina hewan adalah:
1. Mencegah masuknya organisme pengganggu karantina dari luar negeri
ke dalam wilayah negara Republik Indonesia.
2. Mencegah tersebarnya organisme pengganggu karantina dari satu area
ke area lain di dalam wilayah negara Republik Indonesia.
3. Mencegah keluarnya organisme pengganggu tertentu dari wilayah
negara Republik Indonesia apabila negara tujuan menghendakinya.
Dan peran dari Laboratorium Kesehatan Hewan adalah untuk meneleti lebih
lanjut apakah hewan-hewan yang dikarantina terkena penyakit zoonosis atau tidak.
Dari uraian-uraian yang disebut diatas dapat disimpulkan bahwa peranan dan
posisi Karantina Hewan dan Laboratorium Kesehatan Hewan dalam mencegah dan
menangkal penyakit zoonosis sangatlah penting.

4.2 Saran
Pengendalian dan pemberantasan Penyakit Hewan Menular (PHM) terutama
yang bersifat zoonosis harus diupayakan dengan sungguh-sungguh dalam rangka
menciptakan rasa aman bagi masyarakat yang berhubungan dengan hewan maupun
sebagai konsumen produk asal hewan. . Karantina Hewam dan Laboratorium
Kesehatan Hewan mempunyai kontribusi dan peran yang sangat penting dalam
mendukung program pengendalian dan pemberantasan PHM dan zoonosis sehingga
Karantina Hewan dan Labkeswan selalu dituntut untuk mampu meningkatkan
kualitas hasil diagnosa dan kualitas analisis hasil surveilans.
DAFTAR PUSTAKA

Vincent Gaspersz, (2014). “Apakah indonesia siap menghadapi pasar bebas


asean (afta) 2015?” ( http://ekonomi.kompasiana.com/bisnis/2014/07/01/apakah-
indonesia-siap-menghadapi-pasar-bebas-asean-afta-2015--661768.html ), diakses
4/11/2014.

Pusat Karantina Hewan, (2013). “Penyusunan Permentan Tindakan Karantina


Hewan di Luar Tempat Pemasukan dan Pengeluaran”
(http://pusatkarantinahewan.wordpress.com/ ), diakses 4/11/2014.

Aji Bondhan Kottama, (2013). “Pengertian Zoonosis Beserta Contoh Penyakitnya:


(http://ajibondhankottama.blogspot.com/2013/11/pengertian-zoonosis-beserta-
contoh.html#ixzz3ICl7J95f), diakses 4/11/14

Mustaphaawan, (2012). “Pengertian dan Fungsi Laboratorium”


(http://wanmustafa.wordpress.com/2011/06/12/pengertian-dan-fungsi-laboratorium/),
diakses 4/11/14

Wira Wijaya (2012) “Penyakit Salmonellosis pada Ternak”


(http://keswan.ditjennak.deptan.go.id/index.php/blog/read/berita/penyakit-avian-
influenza#sthash.RUwToajf.dpuf), diakses 4/11/14

Dinaskeswankalbar (2013) “Unit Laboratorium Kesehatan Hewan dan


Kesehatan Masyarakat Veteriner” (http://disnakeswan.kalbarprov.go.id/bidang/unit-
laboratotium-kesehatan-hewan-dan-kesehatan-masyarakat-veteriner), diakses 4/11/14

Anda mungkin juga menyukai