Anda di halaman 1dari 352

TUGAS RESUME

OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

Pembimbing :

Dr. Moch. Ma’roef Sp.OG

Oleh

Kelompok A27 dan B27 :

Afina Fitra Firdaus Amalian Ulfatun Chasanah

Asri Ani Nurchasanah Faradisa Nur Afiny

Fema Riski Faramedika Hillda Wahyu Proborini

Harundina Permatasari Lukman Baihaqi

Nurlatifah Rahmayanti Suhada Akmal

Sandilaga Putra Panggalih Veronica Yosita Ananda S M

Sofri Mohd Tahir Yurinda Nur Andrianingrum

SMF ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN

RSU HAJI SURABAYA

1
FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2017

2
TUGAS DISEASE

3
VULVITIS

1. Pengertian

Vulvitis adalah peradangan pada alat kelamin perempuan eksternal, disebut vulva.

Hal ini dapat disebabkan oleh vulva berkontak dengan iritasi yang dapat menyebabkan

dermatitis, eksim atau reaksi alergi. Dikenal alergen seperti sabun mandi dan

wewangian. Seorang wanita juga bisa mengalami peradangan vulva akibat infeksi. Hal

ini lebih sering terlihat pada wanita pascamenopause dan praremaja karena tingkat

estrogen yang lebih rendah dalam tubuh mereka dibandingkan dengan wanita-wanita

yang mengalami menstruasi (whg pc, 2013).

2. Etiologi

Penyebab vaginitis sebagai berikut (whg pc, 2013).

1. Infeksi

a. Bakteri (misalnya klamidia, gonokokus)

b. Jamur (misalnya kandida), terutama pada penderita diabetes, wanita hamil dan

pemakaiantibiotik

c. Protozoa (misalnya Trichomonas vaginalis)

d. Virus (misalnya virus papiloma manusia dan virus herpes).

2. Zat atau benda yang bersifat iritatif

a. Spermisida, pelumas, kondom, diafragma, penutup serviks dan spons

4
b. Sabun cuci dan pelembut pakaian

c. Deodoran

d. Zat di dalam air mandi

e. Pembilas vagina

f. Pakaian dalam yang terlalu ketat, tidak berpori-pori dan tidak menyerap keringat

g. Tinja

3. Tumor ataupun jaringan abnormal lainnya

4. Terapi penyinaran

5. Obat-obatan

6. Perubahan hormonal.

3. Patofisiologi

Meskipun penyebab dari bakterial vaginosis belum diketahui dengan pasti, kondisi

ini diduga karena perubahan keseimbangan flora normal di vagina akibat peningkatan

Phlokal yang mungkin merupakan akibat dari berkurangnya Lactobacillus yang

memproduksi hydrogen peroksida. Normalnya, di dalam vagina terdapat Lactobacillus

dalam jumlah yang banyak. Sedangkan hampir semua bakteri anaerob hanya memiliki

enzim katalase peroksidase dalam jumlah sedikit sehingga tidak bisa menghilangkan

hydrogen peroksida. Pada bakterial vaginosis, jumlah Lactobacillus berkurang,

sehingga terjadi peningkatan jumlah bakteri anaerob, termasuk G.vaginalis.

Lactobacillus merupakan bakteri yang membantu metabolism glikogen menjadi asam

laktat di dalam vagina dan menjaga Ph normal vagina. Kadar Ph normal membantu

5
melawan proliferasi bakteripatogen. Jika mekanisme pertahanan ini gagal, maka

banyak bakteri patogen di dalam vagina (misalnya: Bacteroide ssp,Pepto streptococcu

ssp, Gardnerella vaginalis, G.mobiluncus, Mycoplasmahominis) akan berploriferasi

dan menimbulkan keluhan. Sekitar 50% wanita terdapat G.vaginalis sebagai flora di

vaginanya tapi tidak berkembang menjadi infeksi (Curran, 2010).

Gardnerella vaginalis melekat pada sel-sel epitel vagina in vitro, kemudian

menambah deskuamasi sel epitel vagina, sehingga terjadi perlekatan secret pada

dinding vagina. Organisme ini tidak invasive dan respons inflamasi lokal yang terbatas

dapat dibuktikan dengan sedikitnya jumlah leukosit dalam sekret vagina dan dengan

pemeriksaan histopatologis tidak ditemukan imunitas (Djuanda dkk., 2007).

4. Cara Diagnosis

1. Anamnesis

a. Rasa gatal dan perih di kemaluan, serta keluarnya cairan kental dari kemaluan

yang berbau.

b. Rasa terbakar di daerah kemaluan

c. Gatal

d. Kemerahan dan iritasi

e. Keputihan

2. Pemeriksaan Fisik

Dari inspeksi daerah genital didapati:

a. Kulit vulva yang menebal dan kemerahan, dapat ditemukan juga lesi di sekita

6
vulva.

b. Adanya cairan kental dan berbau yang keluar dari vagina.

c. Lecet pada vagina

d. Bersisik, patch keputihan tebal di vulva

3. Pemeriksaan Penunjang :

Beberapa pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan adalah (Wijayanti, 2014):

a. Pengukuran pH

Penentuan pH dengan kertas indicator (N: 3.0-4.5)

Hasil pengukuran pH cairan vagina

 Pada pH vagina 6.8-8.5 sering disebabkan oleh Gonokokus

 Pada pH vagina 5.0-6.5 sering disebabkan oleh Gardanerrella vaginalis

 Pada pH vagina 4.0-6.8 sering disebabkan candida albican

 Pada pH vagina 4,0-7.5 sering disebabkan oleh trichomoniasis tetapi tidak

cukup spesifik.

b. Penilaian sedian basah

Penilaian diambil untuk pemeriksaan sedian basah dengan KOH 10% dan garam

fisiologis (NaCl 0.9%). Cairan dapat diperiksa dengan melarutkan sampel

dengan 2 tetes larutan NaCl 0,9% diatas objek glass dan sampel kedua di

larutkan dalam KOH 10%. Penutup objek glass ditutup dan diperiksa dibawah

mikroskop.

 Trikomonas vaginalis akan terlihat jelas dengan NaCl 0.9% sebagai parasit

7
berbentuk lonjong dengan flagelnya dan gerakannya yang cepat.

 Candida albicans akan terlihat jelas dengan KOH 10% tampak sel ragi

(blastospora) atau hifa semu.

 Vaginitis non spesifik yang disebabkan oleh Gardnerella vaginalis pada

sediaan dapat ditemukan beberapa kelompok basil, lekosit yang tidak

seberapa banyak dan banyak sel-selepitel yang sebagian besar permukannya

berbintik-bintik. Sel-sel ini disebut clue cell yang merupakan cirri khas

infeksi Gardnerella vaginalis.

c. Perwarnaan Gram

 Neisseria Gonorhoea memberikan gambaran adanya gonokokus intra dan

ekstraseluler.

 Gardnerella vaginalis memberikan gambaran batang-batang berukuran kecil

gram negative yang tidak dapat dihitung jumlahnya dan banyak sel epitel

dengan koko basil, tanpa ditemukan lakto basil.

d. Kultur

Dengan kultur akan dapat ditemukan kuman penyebab secara pasti, tetapi

seringkali kuman tidak tumbuh sehingga harus hati-hati dalam penafsiran.

e. Pemeriksaan serologis

Pemeriksaan ini dapat digunakan untuk mendeteksi Herpes Genitalis dan Human

Papiloma Virus dengan pemeriksaan ELISA.

f. Tes Pap Smear

8
Pemeriksaan ini ditujukan untuk mendeteksi adanya keganasan pada serviks,

infeksi Human Papiloma Virus, peradangan, sitologi hormonal, dan evaluasi

hasil terapi.

5. Penatalaksanaan

a. Medikamentosa

Jenis infeksi Pengobatan

Jamur  Miconazole, clotrimazole, butoconazole atau terconazole

(krim, tablet vagina atau supositoria)

 Fluconazole atau ketoconazole < (tablet)

Bakteri Biasanya metronidazole atau clindamycin (tablet vagina) atau

metronidazole (tablet).

Jika penyebabnya gonokokus biasanya diberikan suntikan

ceftriaxon & tablet doxicyclin

Klamidia Doxicyclin atau azithromycin (tablet)

Trikomonas Metronidazole (tablet)

Virus papiloma Asam triklor asetat (dioleskan ke kutil), untuk infeksi yg berat

manusia digunakan larutan nitrogen atau fluorouracil (dioleskan kekutil)

9
(kutilgenitalis)

Virus herpes Acyclovir (tablet atau salep)

b. Non Medikamentosa

 Jika cairan yang keluar dari vagina normal, kadang pembilasan dengan air bisa

membantu mengurangi jumlah cairan.

 Cairan vagina akibat vaginitis perlu diobati secara khusus sesuai dengan

penyebabnya. Jika penyebabnya adalah infeksi, diberikan antibiotik, anti-jamur

atau anti-virus, tergantung kepada organisme penyebabnya.

 Untuk mengendalikan gejalanya bisa dilakukan pembilasan vagina dengan

campuran cuka dan air. Tetapi pembilasan ini tidak boleh dilakukan terlalu lama

dan terlalu sering karena bisa meningkatkan resiko terjadinya peradangan panggul.

 Pada infeksi meular seksual, untuk mencegah berulangnya infeksi, kedua pasangan

seksual diobati pada saat yang sama.

 Penipisan lapisan vagina pasca menopause diatasi dengan terapi sulih estrogen.

Estrogen bisadiberikan dalam bentuk tablet, plester kulit maupun krim yang

dioleskan langsung ke vulva dan vagina.

6. Komplikasi

a. Endometrititis

Peningkatan konsentrasi flora anaerob, yang sebagian mungkin karena perubahan

PH, bisa menyebabkan peningkatan angka endometritis.

b. Salpingitis

10
Radang pada saluran telur dapat terjadi bila infeksi serviks menyebar ke tuba

uterine.

c. Servisitis

Peradangan ini dapat terjadi bila infeksi menyebar ke serviks.

11
DAFTAR PUSTAKA

Andrew, Epidermal Nevi, Neoplasm, and Cysts. 10thEdition. Andrew’s Disease of the

Skin. Page : 627.

Djuanda, dkk.2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 6. Jakarta: Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia. p. 3-4, 7-8.

Lin, M.-T., Rohwedder, A., Mysliborski, J., Leopold, K., Wilson, V. L. and Carlson, J.

A. (2010), ‘HPV vulvitis’ revisited: frequent and persistent detection of novel

epidermodysplasia verruciformis-associated HPV genotypes. Journal of Cutaneous

Pathology; 35: 259–272.

Pardede, Sudung O. Vulvovaginitis Pada Anak. Sari Pediatri. Vol. 8, No. 1, Juni : 2010 :

75-83.

Prawirohardjo, Sarwono. 2011. Ilmu Kandungan Edisi Ketiga. Jakarta : Yayasan Bina

Pustaka.

Sutoyo, Sunarso. 2012. Candidiasis Mukosa. Universitas Airlangga Surabaya : UNAIR

Press

Wijayanti, Wakhidah Ummi.Vulvovaginitis Pada Remaja.Jurnal Kebidanan, Vol. VI,

No. 01, Juni 2014

12
VAGINITIS

1. Pengertian

Vaginitis adalah peradangan pada vagina yang menyebabkan adanya discharge,

gatal, dan nyeri.

2. Etiologi

Vaginitis dapat disebabkan oleh:

a. Infeksi

 Bakteri (misalnya klamedia gonokokus)

 Jamur (misalnya kandida), terutama pada penderita diabetes dan wanita hamil serta

pemakai antibiotic.

 Protozoa (misalnya trikomonas vaginalis)

 Virus (misalnya HPV dan Herpes)

b. Zat atau benda yang bersifat iritatif

Misalnya spermisida, pelumas, diafragma, penutup serviks dan spons, pembilas

vagina, pakaian dalam yang terlalu ketat yang tidak berpori dan tidak menyerap

keringat.

c. Tumor ataupun jaringan abnormal lainnya.

d. Perubahan hormonal.

3. Patofisiologi

13
Flora vagina terdiri atas banyak jenis kuman, antar lain basil doderlein,

streptokokkus, stafilokokkus, difteroid, yang dalam keadaan normal hidup dalam

simbiosis diantara mereka. Jika simbiosis ini terganggu, dan jika kuman-kuman seperti

streptokokkus, stafilokokkus, basil koli dan lain-lain dapat berkembang biak, timbullah

vaginitis non spesifik. Antibiotik, kontrasepsi, hubungan seksual, stress dan hormone

dapat merubah lingkungan vagina dan dapat memungkinkan organism pathogen

tumbuh. Pada vaginosis bacterial dipercayai bahwa beberapa kejadian yang provokatif

menurunkan jumlah hydrogen peroksida yang diproduksi C. acidophilus organism.

Hasil dari perubahan pH yang terjadi memungkinkan perkembangbiakan berbagai

organism yang biasanya ditekan pertumbuhannya seperti G. vaginalis, M.Hominis, dan

Mobiluncus spesies.

Organism tersebut memproduksi berbagai produk metabolik seperti amine, yang

akan meningkatkan pH vagina dan menyebabkan ekspoliasi sel epitel vagina. Amine

inilah yang menyebabkan adanya bau yang tidak enak pada infeksi vaginosis bacterial

dengan fisiologi yang sama, perubahan lingkungan vagina, seperti peningkatan

produksi glikogen pada saat kehamilan dan tingkat progesterone karena kontrasepsi

oral memperkuat penempelan C.albikans ke sel epitel vagina dan memfasilitasi

pertumbuhan jamur. Perubahan ini dapat mentransformasi kondisi kolonissi organism

yang asimptomatik menjadi infeksi yang simptomatik. Pada pasien dengan

trikomoniasis perubahan tingkat estrogen dan progesterone sebagaimana juga

peningkatan pH vagina dan tingkat glikogen dapat memperkuat pertumbuhan dan

virulensi trikomonas vaginalis.

14
4. Cara Diagnosis

a. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala, hasil pemeriksaan fisik dan karakteristik

cairan yang keluar dari vagina.

b. Untuk mengetahui adanya keganasan, dilakukan pemeriksaan Pap smear

c. Apabila kecurigaan kemungkinan adalah jamur periksa cairan vagina dengan KOH

10 – 40 % dilihat secara mikroskopis

d. Pemeriksaan hapusan / swab vagina dengan pewarnaan untuk ,mengetahui jenis

bakteri

e. Pada pemeriksaan di bawah mikroskop, > 20% sel epitel vagina adalah sel ”clue” (sel

dengan batas tidak jelas, dotted with bacteria)

f. sekret berwarna abu-abu seperti susu, homogen, sekret kental/menempel

5. Penatalaksanaan

b. Non Medikamentosa

 Hindari bathtub dan pusaran air panas spa. Bilas sabun dari luar daerah genital

Anda setelah mandi, dan keringkan area itu dengan baik untuk mencegah

iritasi. Jangan gunakan sabun wangi atau kasar, seperti yang dengan deodoran

atau antibakteri.

 Hindari iritasi. Ini termasuk tampon dan bantalan berparfum.

 Usap dari depan ke belakang setelah menggunakan toilet. Hindari penyebaran

bakteri dari tinja ke vagina.

15
 Jangan gunakan douche. Vagina anda tidak memerlukan pembersihan lain dari

mandi biasa. Berulang menggunakan douche mengganggu organisme normal

yang berada di vagina dan dapat benar-benar meningkatkan risiko infeksi

vagina. Douche tidak menghilangkan sebuah infeksi vagina.

 Gunakan kondom lateks laki-laki. Ini membantu mencegah infeksi yang

ditularkan melalui hubungan seksual.

 Pakailah pakaian katun dan stoking dengan pembalut di selangkangannya. Jika

Anda merasa nyaman tanpa itu, langsung mengenakan pakaian tidur. Ragi

tumbuh subur di lingkungan lembab.

b. Medikamentosa

Cairan vagina yang keluar akibat vaginitis perlu diobati secara khusus sesuai dengan

penyebabnya.

1. Bakteri

2. Trikomonas

16
3. Kandida

Miconazole vag tab1 x 200mg/hari selama 3 hari, atau klotrimazole Inj

1x500mg/hari dosis tunggal, atau Itrakonazole Oral 1 x 200mg/hari dosis tunggal,

alternatif lain nistatin 100.000 IU setiap hariselama 7 hari.

6. Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi karena vaginitis yaitu serviksitis, penyakit radang

panggul dan infeksi traktus urinarius.

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Hakimi, Mohammad.2011. Dalam Buku Ilmu Kandungan. Edisi 3. Bina

Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Hal; 221

2. CDC Treatmeant Guidelines, 2015. Sexually Transmitted Disease.

3. Djuanda, dkk.2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 6. Jakarta: Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia. p. 3-4, 7-8.

4. Prawirohardjo, S. 2010. Ilmu Kebidanan . Jakarta : PT. Bina Pustaka Sarwono

Prawirohardjo

5. Manuwaba, Ida Bagus Gde. 2010 . Ilmu kebidanan Penyakit Kandungan dan

Keluarga Berencana Untuk Pendidikan Bidan. Jakarta : EGC

18
VAGINOSIS BAKTERIAL

1. Pengertian

Vaginosis bakterial didefinisikan sebagai suatu keadaan abnormal pada ekosistem

vagina yang dikarakterisasi oleh pergantian konsentrasi Lactobacillus yang tinggi

sebagai flora normal vagina oleh konsentrasi bakteri anaerob yang tinggi, terutama

Bacteroides sp., Mobilincus sp., Gardnerella vaginalis, dan Mycoplasma hominis. Jadi

vaginosis bakterial bukan suatu infeksi yang disebabkan oleh satu organisme, tetapi

timbul akibat perubahan kimiawi dan pertumbuhan berlebih dari bakteri yang

berkolonisasi di vagina.

2. Etiologi

Penyebab bakterial vaginosis bukan organisme tunggal. Pada suatu analisis dari data

flora vagina memperlihatkan bahwa ada 4 kategori dari bakteri vagina yang

berhubungan dengan bakterial vaginosis, yaitu :

 Gardnerella vaginalis

 Mycoplasma hominis

 Bakteri anaerob : Mobilincus Spp dan Bacteriodes Spp

3. Patofisiologi

Pada Vaginosis Bakterial (VB), terjadi pergeseran flora normal (Lactobacillus sp.) di

vagina dengan konsentrasi tinggi mikroorganisme patologis misalnya, Prevotella sp.,

Mobiluncus sp., Gardnerella vaginalis, Ureaplasma, Mycoplasma, dan berbagai bakteri

19
anaerob lainnya. Akibatnya terjadi perubahan pH sehingga memicu pertumbuhan

Gardnerella vaginalis, Mycoplasma dan Mobiluncus yang normalnya dapat dihambat.

Organisme ini menghasilkan produk metabolit contohnya amin, yang menaikkan pH

vagina dan menyebabkan pelepasan sel-sel vagina. Selain itu, amin juga menyebabkan

timbulnya bau pada vaginal discharge/ fluor albus dari vaginosis bakterial.

4. Cara Diagnosis

Anamnesis :

Wanita dengan bakterial vaginosis dapat tanpa gejala. Gejala yang paling sering pada

bakterial vaginosis adalah adanya cairan vagina yang abnormal (terutama setelah

melakukan hubungan seksual) dengan adanya bau vagina yang khas yaitu bau amis/bau

ikan (fishy odor).

Pemeriksaan Fisik :

Pada pemeriksaan biasanya menunjukkan sekret vagina yang tipis dan sering berwarna

putih atau abu-abu, viskositas rendah atau normal, homogen, dan jarang berbusa.Sekret

tersebut melekat pada dinding vagina dan terlihat sebagai lapisan tipis atau kelainan

yang difus. Gejala peradangan umum tidak ada. Sebaliknya sekret vagina normal, lebih

tebal dan terdiri atas kumpulan sel epitel vagina yang memberikan gambaran

bergerombol.

Pemeriksaan Penunjang :

Skoring jumlah bakteri yang normal pada vagina atau vaginosis bakterial dengan

pewarnaan Gram :

20
Lactobacilli Gardnerella/ Mobilincus sp

Bacteroides

(4+) : 0 (1+) : 1 (1+)-(2+) : 1

(3+) : 1 (2+) : 2 (3+)-(4+) : 2

(2+) : 2 (3+) : 3

(1+) : 3 (4+) : 3

(0) : 4

Skor 0-3 dinyatakan normal; 4-6 dinyatakan sebagai intermediate; 7-10 dinyatakan

sebagai vaginosis bakterial.

Kriteria diagnosis vaginosis bakterial berdasarkan pewarnan Gram :

 Derajat 1: normal, di dominasi oleh Lactobacillus

 Derajat 2: intermediate, jumlah Lactobacillus berkurang

 Derajat 3: abnormal, tidak ditemukan Lactobacillus atau hanya ditemukan

beberapa kuman tersebut, disertai dengan bertambahnya jumlah Gardnerella

vaginalis atau lainnya.

a. Whiff test

Whiff test dinyatakan positif bila bau amis atau bau amin terdeteksi dengan

penambahan satu tetes KOH 10-20% pada sekret vagina. Bau muncul sebagai

akibat pelepasan amin dan asam organik hasil alkalisasi bakteri anaerob. Whiff

test positif menunjukkan bakterial vaginosis.

b. Tes lakmus untuk Ph

21
Kertas lakmus ditempatkan pada dinding lateral vagina. Warna kertas

dibandingkan dengan warna standar. pH vagina normal 3,8 - 4,2. Pada 80-90%

bakterial vaginosis ditemukan pH > 4,5.

c. Pewarnaan gram sekret vagina

Pewarnaan gram sekret vagina dari bakterial vaginosis tidak ditemukan

Lactobacillus sebaliknya ditemukan pertumbuhan berlebihan dari Gardnerella

vaginalis dan atau Mobilincus Spp dan bakteri anaerob lainnya.

d. Kultur vagina

Kultur Gardnerella vaginalis kurang bermanfaat untuk diagnosis bakterial

vaginosis. Kultur vagina positif untuk G. vaginalis pada bakterial vaginosis tanpa

grjala klinis tidak perlu mendapat pengobatan.

e. Uji H2O2 :

Pemberian setetes H2O2 (hidrogen peroksida) pada sekret vagina diatas gelas

objek akan segera membentuk gelembung busa ( foaming bubbles) karena adanya

sel darah putih yang karakteristik untuk trikomoniasis atau pada vaginitis

deskuamatif, sedangkan pada vaginosis bakterialis atau kandidiasis vulvovaginal

tidak bereaksi.

5. Penatalaksanaan

Penyakit bakterial vaginosis merupakan vaginitis yang cukup banyak ditemukan

dengan gambaran klinis ringan tanpa komplikasi, jenis obat yang digunakan hendaknya

tidak membahayakan, dan sedikit efek sampingnya.

a. Terapi sistemik

22
 Metronidazol 400-500 mg, 2 x sehari selama 7 hari. Dilaporkan efektif dengan

kesembuhan 84-96%. Metronidazol dapat menyebabkan mual dan urin menjadi

gelap. Konsumsi alkohol seharusnya dihindari selama pengobatan dan 48 jam

setelah terapi oleh karena dapat terjadi reaksi disulfiram. Metronidazol 200-250

mg, 3x sehari selama 7 hari untuk wanita hamil. Metronidazol 2 gram dosis

tunggal kurang efektif daripada terapi 7 hari untuk pengobatan vaginosis bakterial

oleh karena angka rekurensi lebih tinggi.

 Klindamisin 300 mg, 2 x sehari selama 7 hari. Sama efektifnya dengan

metronidazol untuk pengobatan bakterial vaginosis dengan angka kesembuhan

94%.

 Amoklav (500 mg amoksisilin dan 125 mg asam klavulanat) 3 x sehari selama 7

hari.

 Tetrasiklin 250 mg, 4 x sehari selama 5 hari.

 Doksisiklin 100 mg, 2 x sehari selama 5 hari.

 Eritromisin 500 mg, 4 x sehari selama 7 hari.

 Cefaleksia 500 mg, 4 x sehari selama 7 hari.

b. Terapi Topikal

 Metronidazol gel intravagina (0,75%) 5 gram, 1 x sehari selama 5 hari.

 Klindamisin krim (2%) 5 gram, 1 x sehari selama 7 hari.

 Tetrasiklin intravagina 100 mg, 1 x sehari.

23
 Triple sulfonamide cream.(3,6) (Sulfactamid 2,86%, Sulfabenzamid 3,7% dan

Sulfatiazol 3,42%), 2 x sehari selama 10 hari, tapi akhir-akhir ini dilaporkan

angka penyembuhannya hanya 15 – 45 %.

6. Komplikasi

Bakterial vaginosis telah terbukti menjadi faktor risiko untuk persalinan prematur dan

kelahiran prematur pada kehamilan. Bakterial vaginosis juga dikaitkan sebagai faktor

risiko untuk transmisi HIV. Beberapa data penelitian menunjukkan bahwa Bakterial

vaginosis dikaitkan dengan resiko tinggi terkena bertentangan neoplasia intraepitel

serviks. Beberapa penelitian telah menghubungkan Bakterial vaginosis demam

postpartum, endometritis postpartum, dan infeksi postpartum; namun, studi lebih lanjut

diperlukan untuk menyelidiki hubungan lebih lanjut dan gejala sisa.

24
DAFTAR PUSTAKA

Rosen T. 2012. Gonorrhea, Mycoplasma, and Vaginosis (Chapter 205), In: Fitzpatrick’s

8th Edition. United States: McGraw-Hill Education, LLC. p 2514-2526

Girerd P.H. 2016. Bacterial Vaginosis. (10/01/2017), available at:

http://emedicine.medscape.com/article/254342-overview#showall

American Academy of Family Physicians, 2011 volume 83 number 7

25
SALPINGITIS

1. Definisi

Salpingitis adalah radang pada tuba falopi, paling sering disebabkan oleh

infeksi. Salpingitis akut sering disebut penyakit radang panggul atau Pelvic

Inflammatory Disease (PID) karena ini adalah bentuk PID yang paling umum, dan

juga karena sekuele jangka panjang PID yang paling umum dan serius melibatkan

tuba (Bardawil, 2014).

2. Etio-Patofisiologi

Neisseria gonorrhoeae dan Chlamydia trachomatis pada awalnya dianggap

sebagai patogen yang menyebabkan salpingitis akut sampai peneliti menggunakan

laparoskopi untuk mengumpulkan spesimen dari pasien PID. Hasil kultur

menunjukkan bahwa N.gonorrhoeae dan C.trachomatis tidak ditemukan secara

normal: C.trachomatis ditemukan dari serviks pada 5-39% pasien PID dan dari

tuba falopi hanya 0-10%; Demikian pula, N.gonorrhoeae diisolasi dari serviks

pada 27-80% kasus dan dari tuba falopi hanya 13-18% kasus. Ini mungkin karena

variasi di antara populasi yang diteliti dan tingkat keparahan infeksi, perbedaan

dalam interval waktu penelitian, dan metode penelitian mikroba, serta kesulitan

untuk mengambil sampel mikroorganisme dari tuba falopi (Bardawil, 2014).

Beberapa organisme yang biasanya berkolonisasi di saluran kelamin bawah

diisolasi dari saluran atas yang biasanya steril, dan sebagian besar infeksi bersifat

polimikroba. Organisme ini termasuk Gardnerella vaginalis, Escherichia coli,

26
Haemophilus influenzae, streptokokus beta-hemolitik grup B, streptokokus

nonhemolitik, Prevotella bivia, spesies Bacteroides, spesies Peptostreptococcus,

Mycoplasma hominis, dan Ureaplasma urealyticum (Bardawil, 2014).

Salpingitis diyakini sebagai infeksi menular yang diakibatkan oleh

penyebaran canalicular langsung organisme dari endoserviks ke endometrium dan

kemudian ke mukosa tuba falopi. Menurut Stamm et al dan Platt et al, 10-40%

wanita yang tidak diobati untuk serviksitis gonokokus atau klamidia

mengembangkan gejala klinis salpingitis akut (Bardawil, 2014).

Empat faktor diperkirakan berkontribusi yaitu (Bardawil, 2014).:

 Instrumentasi serviks dan uterus selama penyisipan perangkat

intrauterine (IUD), biopsi endometrium, dan pelebaran dan kuretase

(Dilation and Curettage – D&C) yang melewati penghalang

mekanis serviks

 Perubahan hormonal selama menstruasi, dan menstruasi

menyebabkan perubahan serviks yang menyebabkan hilangnya

penghalang mekanis termasuk lendir serviks bakteriostatik

 Haid yang mundur mendukung pendakian mikroorganisme ke tuba

falopi

 Faktor virulensi dari mikroorganisme itu sendiri

27
Namun, jarang salpingitis dapat terjadi akibat penyebaran infeksi serviks

noncanalicular, kemungkinan melalui limfatik parametrium atau dengan

penyebaran hematologis dari tempat infeksi lainnya (Bardawil, 2014).

Tuberculous salpingitis adalah salpingitis yang berkembang hematogen

dari lesi primer (paru-paru dan usus) ke sistem reproduksi. Berbagai penyakit

kronis yang mengurangi resistensi non-spesifik tubuh dan tekanan psikologis dan

fisik yang parah meningkatkan penyebaran patogen. TB genital sulit untuk

didiagnosis, karena pada kebanyakan kasus tidak bergejala. Kejadian genital

tuberkulosis (TB) adalah 1-2% di antara populasi wanita yang menderita TB. Tapi

kejadian sebenarnya dari TB genital tidak dapat dihitung secara akurat berdasarkan

kriteria untuk mencegah terjadinya depresi dan gejala saja (Romaniuk et al, 2016).

3. Diagnosis

Gambaran klinis salpingitis sangat beragam, mulai dari asimtomatik, nyeri

panggul parah hingga peritonitis, jarang menjadi penyakit yang mengancam jiwa.

Korelasi buruk terlihat antara jumlah dan intensitas gejala dan tingkat keparahan

peradangan tuba. Hal ini sering terlihat dengan infeksi C.trachomatis dimana

wanita tanpa gejala ditemukan memiliki penyakit tuba parah selama pemeriksaan

infertilitas (Bardawil, 2014).

Karena diagnosis biasanya didasarkan pada kriteria klinis, tingkat false-

positive yang tinggi dan tingkat false-negative yang tinggi dapat terjadi. Untuk

alasan ini, trias klinis klasik demam, peningkatan tingkat sedimentasi eritrosit

(ESR), dan kelembutan adneksa atau massa yang diperlukan untuk diagnosis

28
salpingitis akut telah dihentikan karena trias ini hanya diamati pada 17% kasus

laparoskopi (Bardawil, 2014).

Ambang batas rendah untuk mendiagnosis PID direkomendasikan karena

diagnosis klinis salpingitis akut tidak tepat, bukti saat ini menunjukkan bahwa

banyak kasus tidak diketahui, dan ada potensi signifikan untuk kerusakan

ireversibel pada tuba falopi dan konsekuensi kesehatan terkait (Bardawil, 2014).

Pada tahun 1997, Centers for Disease Control and Prevention (CDC)

menetapkan pedoman untuk diagnosis PID akut dan kriteria klinis minimum untuk

memulai pengobatan (Bardawil, 2014).

a. Kriteria minimal untuk diagnosis klinis PID

Pengobatan empiris harus dimulai pada wanita muda yang aktif secara seksual

dan lainnya yang berisiko terkena PMS jika semua kriteria minimal berikut

terpenuhi dan tidak ada penyebab lain dari penyakit ini yang dapat

diidentifikasi:

 Sakit perut bagian bawah

 Nyeri tekan adneksa bilateral

 Gerakan kelembutan serviks

b. Kriteria tambahan berguna dalam mendiagnosis PID

Karena diagnosis dan manajemen yang salah dapat menyebabkan morbiditas

yang tidak perlu, kriteria berikut harus digunakan untuk meningkatkan

spesifisitas diagnosis.

29
 Rutin

 Suhu mulut lebih besar dari 38,3°C

 Abnormal cervical atau sekret vagina

 Peningkatan kadar ESR dan /atau C- protein reaktif

 Bukti kultur atau nonkultur infeksi serviks dengan

N.gonorrhoeae atau C.trachomatis

 Terperinci

 Bukti histopatologis endometritis pada biopsi endometrium

 Abses tubo-ovarium (TOA) atau tuba berisi cairan kental

dengan atau tanpa cairan bebas pada USG atau teknik

pencitraan lainnya.

 Temuan laparoskopi

4. Manajemen

Pasien dapat diobati sebagai pasien rawat jalan. Namun, sesuai dengan

pedoman CDC 2006, rawat inap pasien harus digunakan sesuai kebijaksanaan

dokter. Beberapa kriteria untuk rawat inap disarankan (Bardawil, 2014) :

 Kehamilan

 Presence of TOA

 Pasien tidak patuh atau tidak dapat mentoleransi terapi oral

 Gejalanya sangat parah dan termasuk mual, muntah, dan demam tinggi

 Respon terhadap regimen rawat jalan tidak memadai

30
 Diagnosis dan keadaan darurat yang tidak pasti tidak dapat

dikesampingkan (misalnya, radang usus buntu)

Tidak ada bukti bahwa IUD harus dikeluarkan pada pasien yang

didiagnosis dengan PID. Wanita yang mempertahankan IUD memiliki hasil yang

sama dengan mereka yang IUD-nya dikeluarkan. Menutup tindak lanjut wanita

yang mempertahankan IUD adalah wajib, karena pengangkatan dilakukan pada

pasien yang tidak menunjukkan perbaikan klinis setelah 72 jam pengobatan untuk

PID.

Regimen rawat jalan dapat dipertimbangkan pada PID ringan sampai

sedang. Regimen meliputi:

 Ceftriaxone 250 mg IM sekali, ditambah Doksisiklin 100 mg PO tawaran

untuk 14 hari, dengan atau tanpa Metronidazol 500 mg PO tawaran untuk

14 hari

 Cefoxitin 2g dosis tunggal IM ditambah Probenesid 1 g dosis tunggal IM

ditambah Doksisiklin 100 mg PO tawaran untuk 14 hari, dengan atau tanpa

Metronidazol 500 mg PO tawaran selama 14 hari

 Sefalosporin generasi ke 3 lainnya ditambah Doksisiklin 100 mg PO untuk

14 hari, dengan atau tanpa Metronidazol 500 mg PO untuk 14 hari.

Dalam pemutakhiran kritis pada tanggal 12 April 2007, CDC tidak

merekomendasikan penggunaan Fluoroquinolones untuk pengobatan infeksi

gonokokus dan kondisi terkait seperti PID. Akibatnya, hanya 1 kelas obat,

31
sefalosporin, masih dianjurkan dan tersedia untuk pengobatan gonore. Regimen

rawat inap meliputi:

 Regimen A - Cefotetan 2 g IV q12h, atau Cefoxitin 2 g IV q6h, ditambah

Doksisiklin 100 mg IV atau PO q12h

Hentikan Cefoxitin 24 jam setelah gejala pasien membaik dan lanjutkan

dengan Doksisiklin 100 mg PO untuk total 14 hari. Jika TOA hadir, tambahkan

Clindamycin atau Metronidazol untuk cakupan anaerob lebih baik.

 Regimen B - Clindamycin 900 mg IV q8h, ditambah dosis loading

Gentamisin 2mg/kg IV atau IM, kemudian 1,5 mg/kg IV q8h

Gentamisin dosis tunggal bisa disubstitusikan.

Regimen IV alternatif adalah sebagai berikut:

 Unasyn 3 g IV q6h, ditambah Doksisiklin 100 mg IV atau PO q12h

5. Komplikasi

Komplikasi potensial yang dapat terjadi akibat salpingitis meliputi ooforitis,

peritonitis, piosalping, abses tuboovarium, tromboflebitis septik, limfangitis,

selulitis, perihepatitis, dan abses didalam ligamentum latum, Infertilitas dimasa

depan, dan kehamilan ektopik akibat kerusakan tuba. Tanpa pengobatan,

salpingitis dapat menyebabkan berbagai komplikasi, termasuk:

 Infeksi lebih lanjut - infeksi dapat menyebar ke struktur di dekatnya, seperti

indung telur atau rahim

32
 Infeksi pasangan seks - mitra wanita atau mitra bisa mengontrak bakteri dan

terinfeksi juga

 Tubo-ovarium abses - sekitar 15 persen dari wanita dengan salpingitis

mengembangkan abses, yang membutuhkan rawat inap

 Kehamilan ektopik - tabung falopi diblokir mencegah telur dibuahi

memasuki rahim. Embrio kemudian mulai tumbuh di dalam ruang terbatas

dari tabung falopi. Risiko kehamilan ektopik untuk wanita dengan

salpingitis sebelumnya atau bentuk lain dari penyakit radang panggul (PID)

adalah sekitar satu dari 20.

 Infertilitas - tabung tuba dapat menjadi cacat atau bekas luka sedemikian

rupa bahwa telur dan sperma tidak dapat bertemu. Setelah satu serangan

PID salpingitis atau lainnya, risiko seorang wanita infertilitas adalah sekitar

15 persen. Ini meningkat sampai 50 persen setelah tiga bulan.

33
DAFTAR PUSTAKA

1. F Gary Cunningham, dkk.2005. Obstetri Williams edisi 21. ECG:Jakarta

2. Prawirohardjo, Sarwono. 2007. Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka

Sarwono Prawirohardjo

3. Widyastuti, Yani dkk. 2009. Kesehatan Reproduksi. Fitramaya. Yogyakarta

4. http://medicastore.com/penyakit/99/Penyakit_Radang_Panggul.html diakses

pada 25 November 2017

34
KEHAMILAN NORMAL

1. Definisi

Kehamilan didefinisikan sebagai fertilisasi atau penyatuan dari spermatozoa dan

ovum dan dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi. Bila dihitung dari saat fertilisasi

hingga lahirnya bayi, kehamilan normal akan brlangsung dalam waktu 40 minggu atau

10 bulan lunar atau 9 bulan menurut kalender internasional. Kehamilan terbagi dalam

3 trimester, dimana trimester kesatu berlangsung dalam 12 minggu, trimester kedua 15

minggu ( minggu ke 13 – ke 27 ), dan trimester ketiga 13 minggu (minggu ke – 28

hingga minggu ke 40 ) (Prawiharjo,2014).

2. Proses terjadinya kehamilan menurut Prawiharjo :

Untuk terjadinya kehamilan harus ada spermatozoa, ovum, pembuahan ovum

(konsepsi), dan nidasi (implantasi) hasil konsepsi. Setiap Spermatozoa terdiri atas tiga

bagian yaitu kaput atau kepala yang berbentuk lonjong agak gepeng dan mengandung

bahan nukleus, ekor, dan bagian yang silindrik (leher) menghubungkan kepla dan ekor.

Dengan getaran ekornya spermatozoa dapat bergerak cepat.

Dalam pertumbuhan embrional spermatogonium berasal dari sel-sel primitif

tubulus-tubulus testis. Setelah janin dilahirkan, jumlah spermatogonium yang ada tidak

mengalami perubahan sampai masa pubertas tiba. Pada masa pubertas sel-sel sperma

togonium tersebut dalam pengaruh sel-sel leydig mulai aktif mengadakan mitosis, dan

terjadilah proses spermatogenesis yang sangat kompleks. Setiap spermatogonium

membelah dua dan menghasilkan spermatosit primer. Spermatosit primer ini

35
membelah dua da menjadi dua spermatosit sekunder, kemudian spermatosit sekunder

membelah dua lagi dengan hasil dua spermatid yang masing-masing memiliki jumlah

kromosom setengah dari jumlah yang khas untuk jenis itu. Dari spermatid ini

kemudian tumbuh spermatozoa.

Ovum mempunyai diameter 0,1 mm ditengah-tengahnya dijumpai nukleus yang

berada dalam metafase pada pembelahan pematangan kedua, terapung-apung dalam

sitoplasma yang kekuning-kuningan disebut vitelus. Vitelus ini yang mengandung

karbohidrat dan asam amino. Ovum dilingkari oleh zona pelusida. Diluar zona

pelusida ini ditemukan sel-sel korona radiata, dan didalamnya terdapat ruang

perivitelina, tempat benda-benda kutub. Bahan-bahan dari sel-sel korona radiata dapat

disalurkan ke ovum melalui saluran-saluran halus di zona pelusida. Jumlah sel-sel

korona radiata didalam perjalanan ovum diampula tuba makin berkurang, sehingga

ovum hanya dilingkari oleh zona pelusida pada waktu berada dekat pada perbatasan

ampula da ismus tuba, tempat pembuahan umumnya terjadi.

a) Pembuahan

Jutaan spermatozoa ditumpahkan di forniks vagina dan disekitar porsio pada waktu

koitus. Hanya beberapa ratus ribu spermatozoa dapat terus ke kavum uteri dan tuba,

dan hanya beberapa ratus dapat sampai kebaian ampula tuba dimana spermatozoa

dapat memasuki ovum yang telah siap untuk dibuahi. Hanya satu spermatozoa yang

mempunyai kemampuan (kapasitasi) untuk membuahi.

36
Fertilisasi (pembuahan) adalah penyatuan ovum dan spermatozoa yag biasanya

berlangsung diampula tuba. Fertilisasi meliputi penetrasi spermatozoa kedalam ovum,

fusi spermatozoa dan ovum, diakhiri dengan fusi materi genetik. Hanya satu

spermatozoa yang telah mengalami proses kapasitasi mampu melakukan penetrasi

membran sel ovum. Untuk mencapai ovum, spermatozoa harus melewati korona

radiata (lapisan sel diluar ovum) dan zona pelusida suatu bentuk glikoprotein ekstra

seluler), yaitu dua lapisan yang menutupi dan mencegah ovum mengalami fertilisasi

lebih dari satu spermatozoa.

Pada saat spermatozoa menembus zona pelusida terjadi reaksi korteks ovum.

Granula korteks didalam ovum berfusi dengan membran plasma sel, sehinga enzim

didalam granula-granula dikeluarkan secara eksositosis ke zona pelusida. Hal ini

menyebabkan glikoprotein di zona pelusida berkaitan satu sama lain membentuk suatu

materi yang keras dan tidak dapat ditembus oleh spermatozoa. Proses ini mencegah

ovum dibuahi lebih dari satu sperma.

Spermatozoa yang telah masuk ke vitelus kehilana membran nukleusnya yang

tinggal hanya pronukleusnya, sedangkan ekor spermatozoa dan mitokondrianya

berdegenerasi. Itulah sebabnya seluruh mitokondria pada manusia barasal dari ibu

(maternal). Masuknya spermatozoa kedalam vitelus membangkitkan nukleus ovum

yang masih dalam metafase untuk proses pembelahan selanjutnya. Sesudah anafase

kemudian timbul telofase, dan benda utub kedua menuju ruang perivielina. Ovum

sekarang hanya mempunyai pronukleus yang haploid. Pronukleus spermatozoa juga

telah mengandung jumlah kromosom yang haploid.

37
Kedua pronukleus dekat mendekati dan bersatu membentuk zigot yang terdiri atas

bahan genetik dari perempuan dan laki-laki. Pada manusia terdapat 46 kromosom,

ialah 44 kromosom otosom dan 2 kromosom kelamin; pada seorang laki-laki satu X

dan satu Y. Sesudah pembelahan kematangan, maka ovum matang mempunyai 22

kromosom otosom serta 1 kromosom X, dan suatu spermatozoa mempunyai 22

kromosom otosom serta 1 kromosom X atau 22 kromosom otosom serta 1 kromosom

Y. Zigot sebagai hasil pembuahan yang memiliki 44 kromosom otosom serta 2

kromosom X akan umbuh sebagai janin perempuan, sedang yang memiliki 44

kromosom otosom serta 1 kromosom X dan 1 kromosom Y akan tumbuh sebaai janin

laki-laki.

Dalam beberapa jam setelah pembuahan terjadi, mulailah pembelahan zigot. Hal

ini dapat berlangsung oleh karena sitoplasma ovum mengandung banyak zat asam

amino dan enzim. Segera setelah pembelahan ini terjadi, pembelahan-pembelahan

selanjutnya berjalan dengan lancar, dan dalam 3 hari terbentuk suatu kelompok sel

yang sama besarnya. Hasil konsepsi berada dalam stadium morula. Energi untuk

pembelahan ini diperoleh dari vitelus, hingga volume vitelus makin berkurang dan

terisi seluruhnya oleh morula. Dengan demkian, zona pelusida tetap utuh, atau dengan

perkataan lain, besarnya hasil konsepsi tetap sama. Dalam ukuran yag sama ini hasil

konsepsi disalurkan terus sampai ke pars ismika dan pars interstisialis tuba (bagian-

bagian tuba yang sempit) dan terus disalurkan ke arah kavum uteri oleh arus serta

getaran silia pada permukaan sel-sel tuba dan kontraksi tuba.

38
b) Nidasi

Pada hari keempat hasil konsepsi mencapai stadium blastula disebut blastokista,

suatu bentuk yang bagian luarnya adalah trofoblas da dibagian dalamnya disebut

massa inner cell. Massa inner cell ini berkembang menjadi janin dan trofoblas akan

berkembang menjadi plasenta. Dengan demikian, blastokista diselubungi oleh suatu

simpai yang disebut trofoblas. Tropoblas ini sangat kritis untuk keberhasilan

kehamilan terkait dengan keberhasilan nidasi, produksi hormon kehamilan, proteksi

imunitas terhadap janin, peningkatan aliran darah maternal kedalam plasenta, dan

kelahiran bayi. Sejak trofoblas terbentuk, produksi hormon hman chorionic

gonadotropin (hCG) dimulai, suatu hormon yang memastikan bahwa endometrium

akan menerima (reseptif) dalam proses implantasi embrio.

Tropoblas yang mempunyai kemampuan menghancurkan dan mencairkan jaringan

menemukan endometrium dalam masa sekresi, dengan sel-sel desidua. Sel-sel desidua

ini besar-besar dan mengandung lebih banyak glikogen serta mudah dihancurkan oleh

trofoblas. Nidasi diatur oleh suatu proses yang kompleks antara trofoblas dan

endometrium. Di satu sisi trofoblas mempunyai kemampuan invasif yang kuat, disisi

lain endometrium mengontrol invasi trofoblas dengan menyekresikan faktor-faktor yan

aktif setempat (lokal) yaitu inhibitor cytokines dan protease. Keberhasilan nidasi dan

plasentasi yang normal adalah hasil keseimbangan proses antara trofoblas dan

endometrium.

Dalam perkembangan diferensiasi trofoblas, sitotrofoblas yang belum

berdiferensiasi dapat berkembang dan berdiferensiasi menjadi 3 jenis, yaitu 1

39
sinsiotrofoblas yang aktif menghasilkan hormon, 2 trofoblas jangkar ekstravili yang

akan menempel pada endometrium, dan 3 trofoblas yang invasif.

Invasi trofoblas diatur oleh pengaturan kadar hCG. Sinsisiotrofoblas menghasilkan

hCG yang akan mengubah sitotrofoblas menyekkresikan hormon yag non invasif.

Trofoblas yang semakin dekat dengan endometrium menghasilkan kadar hCG yang

semakin rendah, dan membuat trofoblas berdiferensiasi dalam sel-sel jangkar yang

menghasilkan protein perekat plasenta yaitu tropouteronectin.Trofoblas-trofoblas

invasif lain yang lepas dan bermigrasi kedalam ndometrium dan miometrium akan

menghasilkan protease dan inhibitor protease yang diduga memfasilitai proses invasi

ke dalam jaringan maternal.

Dalam tingkat nidasi, trofoblas antara lain menghasilkan hormon human chorionic

gonadotropin. Produksi huma chorionic gonadotropin meningkat sampai kurang lebih

hari ke-60 kehamilan untuk kemudia turun lagi. Diduga bahwa fungsinya ialah

mempengaruhi korpus luteum untuk tumbuh terus, dan menghasilkan terus

progesteron, sampai plasenta dapat membuat cakup progenteron sendiri. Hormon

korionik gonadotropin inilah yang khas untuk menentukan ada tdaknya kehamilan.

Hormon tersebut dapat ditemukan didalam air kemih ibu hamil.

Blastokista dengan bagian yang mengandung massa inner cell aktif mudah masuk

dalam lapisan desidua, dan luka pada desidua kemudian menutup kembali. Kadang-

kadangpada saat nidasi yakni masuknya ovum kedalam endometrium terjadi

perdarahan pada luka desidua (tanda Hartman).

40
Pada umumnya blastokista masuk diendometrium dengan bagian mana massa

inner-cell berlokasi. Dikemukkan bahwa hal inilah yang menyebabkan tali pusat

berpangkal sentral atau parasentral. Bila sebaliknya dengan bagian lain blastokista

memasuki endometrium, maka terdapatlah tali pusat dengan insersio velamentosa.

Umumnya nidasi terjadi di dinding depan atau belakang uterus, dekat pada fundus

uteri. Jika nidasi ini terjadi, barulah dapat disebut adanya kehamilan.

Setelah nidasi berhasil, selanjutnya hasil konsepsi akan bertumbuh dan

berkembang didalam endometrium. Embrio ini selalu terpisahkan dari darah dan

jaringa ibu oleh suatu lapisan sitotrofoblas disisi bagian dalam dan sinsiotrofoblas

disisi bagian luar. Kondisi ini kritis ridak hanya untuk pertukaran nutrisi , tetapi juga

untuk melndungi janin yag bertumbuh dan berkembang dari serangan imunologik

maternal. Bila nidasi telah berhasil terjadi, mulailah diferensiasi sel-ssel blastokista.

Sel-sel yang lebih kecil, yang dekat pada ruang eksoselom, membentuk entoderm dan

yolk sacsedangkan sel-sel yang lebih besar menjadi ektoderm dan membentuk ruang

amnion.

Pertumbuhan embrio terjadi dari embryonal plate yang selanjutnya terdiri atas tiga

unsur lapisan, yakni sel-sel ektoderm, mesoderm, dan entoderm. Sementara itu, ruang

amnion tumbuh dengan cepat dan mendesak eksoselom akhirnya dinding ruang

amnion dan embrio menjadi padat, dinamakan bodystalk, dan merupakan hubungan

antara embrio dan dinding trofoblas. Body stalk menjadi tali pusat. Dalam tali pusat

sendiri yang berasal dari body stalk, terdapat pembulu-pembuluh darah sehingga ada

yang menamakannnyavaskular stalk. Dari perkembangan ruang amnion dapat dilihat

41
bahwa bagian luar tali pusat berasal dari lapisan amnion . didalamnya terdapat jaringa

lembek, selei wharton, yang berfungsi melindungi 2 arteria umbilikalis dan 1 vena

umbilikalis yang berada di dalam tali pusat.

c) Plasentasi.

Plasentasi adalah proses pembentukan struktur dan jenis plasenta. Setelah nidasi

embrio kedalam endometrium, plasentasi dimulai. Pada manusia plasentasi

berlangsung sampai 12 – 18 minggu setelah fertilisasi.

Dalam 2 minggu pertama perkembangan hasil konsepsi, trofoblas invasif telah

melakukan penetrasi ke pembuluh darah endometrium. Terbentuklah sinus

intertrofoblastik yaitu ruangan-ruangan yang berisi darah maternal dari pembuluh-

pembuluh darah yang dihancurkan. Pertumbuhan ini berjala terus, sehingga timbul

ruangan-ruangan interviler dimana vili korialis seolah-olah terpung-apung diantara

ruangan-ruangan tersebut sampai terbentuknya plasenta.

Tiga minggu pascafertilisasi sirkulasi darah janin dini dapat diidentifikasi dan

dimulai pembentukan vili korialis. Sirkulasi darah jain ini berakhir dilengkung kapilar

(capilarry loops) didalam vili korialis yang ruang intervilinya dipenuhi dengan darah

meternal yang dipasok oleh arteri spiralis dan dikeluarkan melalui vena uterina. Vili

korialis ini akan bertumbuh menjadi suatu massa jaringan yaitu plasenta.

Lapisan desidua yang meliputi hasil konsepsi kearah kavum uteri disebut desidua

kapsularis yang terletak antara hasil konsepsi dan dinding uterus disebut desidua

42
basalis disitu plasenta akan dibentuk. Desidua yang meliputi dinding uterus yang lain

adalah desidua pariealis. Hasil konsepsi sendiri diselubungi oleh jonjot-jonjot yang

dinamakan vili korialis dan berpangkal pada korion. Sel-sel fibrolas mesodermal

tumbuh disekitar embrio dan melapisi pula sebelah dalam tropoblas. Dengan demikian,

terbentuk chorionic membrane yag kelak menjadi korion. Selain itu, vili korialis yang

behubungan dengan desidua basalis tumbuh dan bercabang-cabang dengan baik,

disinni orion disebut korion frondosum. Yang berhubungan dengan desidua kapsularis

kurang mendapat makanan, karena hasil konsepsi bertumbuh kearah kavum uteri

sehingga lambat-laun menghilang; korion yag gundul ini disebut korion laeve.

Darah ibu dan janin dipisahkan oleh dinding pembuluh darah janin dan lapisan

korion. Plasenta yang demikian dinamakan plasenta jenis hemokorial. Disini jelas

tidak ada pencampuran darah antara janin dan darah ibu. Ada juga sel-sel desidua yang

tidak dapat dihancurkan oleh tropoblas dan sel-sel ini akhirnya membentuk lapisan

fibrinoid yang disebut lapisan Nitabuch. Ketika proses melahirkan, plasenta terlepas

dari endometrium pada lapisan Nitabuch ini.

3. Fisiologi Janin

a) Perkembangan Konseptus: Sejak konsepsi perkembangan konseptus terjadi

sangat cepat yaitu zigot mengalami pembelahan menjadi morula (terdiri atas 16

blastomer), kemudian menjadi blastokis (terdapat cairan di tengah) yang mencapai

uterus, dan kemudian sel-sel mengelompok, berkembang menjadi embrio (sampai

minggu ke-7). Setelah miggu ke-10 hasil konsepsi disebut janin konseptus ialah

43
semua jaringa konsepsi yang membagi diri menjadi menjadi berbagai jaringan embrio,

korion, amnion, dan plasenta.

b) Embrio dan Janin : Dalam beberapa jam setelah ovulasi akan terjadi

fertilisasi di ampula tuba. Oleh karena itu, sperma harus sudah ada disana

sebelumnya, kemudian terjadilah fertilisasi ovum oleh sperma. Namun, konseptus

tersebut mungkin sempurna, mungkin tidak sempurna.

Embrio akan berkembang sejak usia 3 minggu hasil konsepsi. Secara klinik pada

usia gestasi 4 minggu dengan USG akan tampak sebagai kantong gestasi berdiameter

1 cm, tetapi embrio belum tampak. Pada minggu ke-6 dari haid terakhir - usia

konsepsi 4 minggu – embrio berukuran mm, kantong gestasi berukuran 2 – 3 cm.

Pada saat itu akan tampak denyut jantung secara USG. Pada akhir minggu ke-8 usia

gestasi – 6 minggu usia embrio – embrio berukuran 22 – 24 mm, dimana akan tampak

kepala yang relatif besar dan tonjolan jari. Gangguan atau teratogen akan mempunyai

dampak berat apabila terjadi pada gestasi kurang dari 12 minggu, terlebih pada

minggu ke-3.

Usia gestasi 6 minggu tampak pembentukan organ : Pembentukan hidung, dagu,

palatum, dan tonjolan paru. Jari-jari telah brbentuk, namun masih tergenggam.

Jantung telah terbentuk penuh.

Usia gestasi 7 minggu tampak pembentukan organ : Mata tampak pada muka.

Pembentukan alis dan lidah.

44
Usia gestasi 8 minggu tampak pembentukan organ : Mirip Bentuk Manusia, mulai

pembentukan genitalia eksterna. Sirkulasi melalui tali pusat dimulai. Tulang mulai

terbentuk.

Usia gestasi 9 minggu tampak pembentukan organ : kepala meliputi separuh besar

janin, terbentuk muka janin; kelopak mata terbentuk namun tak akan membuka

sampai 28 minggu.

Usia gestasi 13 – 16 minggu tampak pembentukan organ : janin berukuran 15 cm. Ini

merupakan awal dari trimester ke-2. Kulit janin masih transparan, telah mulai tumbuh

lanugo (rambut janin). Janin bergerak aktif, yaitu menghisap dan menelan air ketuban.

Telah terbentuk mekonium (feses) dalam usus. Jantung berdenyut 120 – 150 X/menit.

Usia gestasi 17 – 24 minggu tampak pembentukan organ : Komponen mata terbentuk

penuh, juga sidik jari. Seluruh tubuh diliputi oleh verniks kaseosa (lemak). Janin

mempunyai refleks.

Usia gestasi 25 - 28 minggu tampak pembentukan organ : Saat ini disebut permulaan

trimester ke-3, dimana terdapat perkembangan otak yang cepat. Sistem saraf

mengendalikan gerakan dan fungsi tubuh, mata sudah membuka. Kelangsungan hidup

pada periode ini sangat sulit bila lahir.

Usia gestasi 29 - 32 minggu tampak pembentukan organ : bila bayi dilahirkan, ada

kemnungkinan untuk hidup ( 50 – 70 % ). Tulang telah terbentuk sempurna , gerakan

napas telah reguler, suhu relatif stabil.

45
Usia gestasi 33 - 36 minggu tampak pembentukan organ : berat janin 1500 – 2500

gram. Bulu kulit jannin (lanugo) mulai berkurang, pada saat 35 minggu paru telah

matur. Janin akan dapat hidup tanpa kesulitan.

Usia gestasi 38 - 40 minggu tampak pembentukan organ : sejak 38 minggu kehamilan

disebut aterm, dimana bayi akan meliputi seluruh uterus. Air ketuban mulai

berkurang, tetapi masih dalam batas normal.

c) Sistem Kardiovaskular

Mengingat semua kebutuhan janin disalurkan melalui vena umbilikal, maka

sirkulasi menjadi khusus. Tali pusat berisi satu vena dan 2 arteri. Vena ini

menyalurkan oksigen dan makanan dari plasenta ke janin. Sebaliknya, kedua arteri

menjadi pembuluh balik yang menyalurkan darah kearah plasenta utuk dibersihkan

dari sisa metabolisme.

Perjalanan darah dari plasenta melalui vena umbilikal adalah sebgai berikut.

Setelah melewati dinding abdomen, pembuluh vena umbilikal mengarah ke atas

menuju hati, membagi menjadi 2, yaitu sinus porta ke kanan – memasok darah ke hati

– dan duktus venosus yang berdiameter lebih besar, akan bergabung dengan vena

kava inferior masuk ke atrium kanan. Darah yang masuk ke jantung kanan ini

mempunyai kadar oksigen seperti arteri – meski bercampur sedikit dengan darah dari

vena kava.

Darah ini akan langsung menyemprot melalui foramen ovale pada septum, masuk

ke atrium kiri dan selanjutnya melalui ventrikel kiri akan menuju aorta dan seluruh

46
tubuh. Darah yang bersi banyak oksigen itu terutama kan memperdarahi organ vital

jantung dan otak.

Adanya krista dividens sebagai pembatas pada vena kava memungkinkan sebagian

besar darah bersih dari duktus venosus langsung akan mengalir kearah foramen ovale.

Sebaliknya, sebagian kecil akan mengalir ke arah ventrikel kanan.

Darah dari ventrikel kanan akan mengalir ke arah paru. Karena paru belum

berkembang, sebagian besar darah dari jantung kanan melalui arteri pulmonalis akan

dialirkan ke aorta melalui suatu pembuluh duktus arteriosus. Darah itu akan

bergabung diaorta desending, bercampur dengan darah bersih yang akan dialirkan

keseluruh tubuh.

Setelah bayi lahir, semua pembuluh umbilikal, duktus venosus, dan duktus

arteriosus akan mengerut. Pada saat lahir akan terjadi perubahan sirkulasi, dimana

terjadi pengembangan paru dan penyempitan tali pusat. Akibat peningkatan kadar

oksigen pada sirkulasi paru dan vena pulmonlis, duktus arteriosus akan menutup

dalam 3 hari dan total pada minggu ke-2.

d) Sistem Respirasi

Gerakan napas janin telah dapat dilihat sejak kehamilan 12 minggu dan pada 34

minggu secara regular gerak napas ialah 40 – 60 X/menit dan diantara jeda adalah

periode apnea. Cairan ketuban akan masuk sampai bronkioli, sementara didalam

alveolus terdapat cairan alveoli.

47
Alveoli terdiri atas dua lapis sel epitel yang mengandung sel tipe I dan II. Sel tipe

II membuat sekresi fosfolipid suatu surfaktan yang penting untuk fungsi

pengembangan napas. Surfaktan yang utama ialah sfingomielin dan lesitin serta

fosfatidil gliserol. Produksi sfingomielin dan fosfatidil gliserol akan memuncak pada

32 minggu, sekalipun sudah dihasilkan sejak 24 minggu. Pada kondisi tertentu,

misalnya diabetes, produksi surfaktan ini kurang; juga pada preterm ternyata dapat

dirangsang untuk meningkat dengan cara pemberian kortikosteroid pada ibunya.

Pemeriksaan kadar L/S rasio pada air ketuban merupakan cara untuk mengukur

tingkat kematangan paru, dimana rasio L/S > 2 menandakan paru sudah matang.

e) Sistem Gastrointestinal

Perkembangan dapat dilihat diatas 12 minggu dimana akan nyata pada

pemeriksaan USG. Pada 26 minggu enzim sudah terbentuk meskipun amilase baru

nyata pada periode neonatal. Janin meminum air ketuban dan akan tampak gerakan

peristaltik usus. Protein dan cairan amnion yang ditelan akan menghasilkan

mekonium didalam usus. Mekonium ini akan tetap tersimpan sampai partus, kecuali

pada kondisi hipoksia dan stres, akan tampak cairan amnion bercampur mekonium.

f) Sistem Ginjal : Pada 22 minggu akan tampak pembentuka korpuskel ginjal di zona

jukstagglomerularis yang berfungsi filtrasi. Ginjal terbentuk sempurna pada minggu

ke-36. Pada janin hanya 2 % dari curah jantung mengalir ke ginjal, mengingat

sebagian besar sisa metabolisme dialirkan ke plasenta.

48
g) Sistem Saraf :Mielinisasi saraf spinal terbentuk pada pertengahan kehamilan dan

berlanjut sampai usia bayi 1 tahun. Fungsi saraf sudah tampak pada usia 10 minggu

yaitu janin bergerak, fleksi kaki; sedangkan genggaman tangan lengkap dapat dilihat

pada 4 bulan. Janin janin sudah dapat menelan pada sepuluh minggu, sedangkan gerak

respirasi pada 14 – 16 minggu.

Janin sudah mampu mendengar sejak 16 minggu atau 120 hari. Ia akan mendengar

suara ibunya karena rambat suara internal lebih baik dari pada suara eksternal.

Kemampua melihat cahaya agaknya baru jelas pada akhir kehamilan, sementara gerak

bola mata sudah lebih awal. Gerakan ini dikaitkan dengan perilaku janin.

h) Kelenjar Endokrin : Sistem endokrin janin telah bekerja sebelum sistem saraf

mencapai maturitas. Kelenjar hipofisis anterior mempunyai 5 jenis sel yang

mengeluarkan 6 hormon, yaitu (1) laktotrop, yag menghsilkan prolaktin; (2)

somatotrop, yang menghasilkan hormon pertumbuhan (GH); (3) Kortikotrop, yang

menghasilkan kortikotropin (ACTH); tirotrop, yang menghasilkan TSH; dan (5)

gonadotrof, yang menghasilkan Lh, FSH. Pada kehamilan 7 minggu sudah dapat

diketahui produksi ACTH, dan menjelang 17 minggu semua hormon sudah

dihasilkan.

i) Pembentukan Kelamin :Kelamin janin sudah ditentukan sejak konsepsi. Apabila

terdapat kromosm Y, akan terbentuk testis. Sel benih primordial yang berasal dari

yolk sac bermigrasi kelekukan bakal gonad. Perkembangan testis diatur oleh gen testis

determining factor (TDF) atau disebut sex determining region (SRY). Sel sertoli pada

49
testis mengeluarkan zat mullerian-inhibiting substance yang berfungsi represi duktus

muller. Testosteron di produksi oleh testis akibat rangsang hCG dan LH.

Sebaliknya, apabila tidak terdapat testis, akan terbentuk gonad dan fenotip

perempuan. Pada kondisi janin perempuan, akibat terpapar androgen berlebihn, akan

timbul genitalia ambiguitas.

DAFTAR PUSTAKA

Prawiharjo, Sarwono. 2014. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Bina Pustaka.

50
ABORTUS SPONTAN KOMPLIT

1. Pengertian

Abortus komplit merupakan abortus spontan yang tidak dapat dihindari. Abotus

komplit (keguguran lengkap) adalah abortus yang hasil konsepsi (desidua dan fetus) keluar

seluruhnya sebelum usia 20 minggu dan berat badan di bawah 500 gram. Ciri terjadinya

abortus komplit adalah perdarahan pervaginam, kontraksi uterus, ostium sudah menutup,

ada keluar jaringan, tidak ada sisa dalam uterus, uterus telah mengecil. Diagnosis abortus

komplit ditegakkan bila jaringan yang keluar juga diperiksa kelengkapannya.

2. ETIOLOGI

Mekanisme pasti yang bertanggung jawab pada peristiwa abortus tidak selalu

tampak jelas. Pada beberapa bulan pertama kehamilan, ekspulsi hasil konsepsi terjadi

secara spontan hampir selalu didahului kematian embrio atau janin, namun pada

kehamilan beberapa bulan berikutnya sering janin sebelum ekspulsi masih hidup dalam

uterus.

Kematian janin sering disebabkan oleh abnormalitas pada ovum, zigot, atau oleh

penyakit sistemik pada ibu, dan kadang-kadang mungkin juga disebabkan oleh penyakit

pada ayahnya.

A. Faktor Maternal

51
Biasanya penyakit maternal berkaitan dengan abortus euploidi. Peristiwa

abortus tersebut mencapai puncaknya pada kehamilan 13 minggu, 52ank arena saat

terjadinya abortus lebih belakangan, pada sebagian kasus dapat ditentukan etiologi

abortus yang dapat dikoreksi. Sejumlah penyakit, kondisi kejiwaan, dan kelainan

perkembangan pernah terlibat dalam peristiwa abortus euploidi, dan beberapa hal

lainnya adalah :

a. Infeksi

Organisme seperti Treponema pallidum, Chlamydia trachomatis, Neisseria

gonorroeae, Streptococcus agalactina, Herpes simplex virus, Cytomegalovirus

listeria monocytogenes dicurigai berperan sebagai penyebab abortus. Toxoplasma

juga disebutkan dapat menyebabkan abortus. Isolasi Mycoplasma homonis dan

Ureaplasma urealyticum dari traktus genitalia sebagian wanita yang mengalami

abortus telah menghasilkan hipotesis yang menyatakan bahwa infeksi mikoplasma

yang menyangkut traktus genitalia dapat menyebabkan abortus. Dari kedua

organisme tersebut, Ureaplasma urealyticum merupakan penyebab utama.

b. Penyakit-penyakit Kronis yang Melemahkan

Pada awal kehamilan, penyakit-penyakit kronis yang melemahkan keadaan ibu

misalnya penyakit tuberkulosis atau karsinomatosis jarang menyebabkan abortus.

Hipertensi jarang disertai dengan abortus pada kehamilan sebelum 20 minggu, tetapi

keadaan ini dapat menyebabkan kematian janin dan persalinan premature.

c. Pengaruh Endokrin

52
Kenaikan insiden abortus bisa disebabkan oleh hipertiroidisme, diabetes

mellitus, dan defisiensi progesterone. Diabetes tidak menyebabkan abortus jika

kadar gula dapat dikendalikan dengan baik. Diabetes maternal pernah ditemukan

oleh sebagian peneliti sebagai faktor predisposisi abortus spontan, tetapi kejadian ini

tidak ditemukan oleh peneliti lainnya. Defisiensi progesterone karena kurangnya

sekresi hormone tersebut dari korpus luteum atau plasenta mempunya hubungan

dengan kenaikan insiden abortus. Progesterone berfungsi mempertahankan desidua,

defisiensi hormone tersebut secara teoritis akan mengganggu nutrisi pada hasil

konsepsi dan dengan demikian turut berperan dalam peristiwa kematiannya.

d. Nutrisi

Pada saat ini, hanya malnutrisi umum sangat berat yang paling besar

kemungkinannya menjadi predisposisi meningkatnya kemungkinan abortus. Nausea

serta vomitus yang lebih sering ditemukan selama awal kehamilan dan setiap deplesi

nutrient yang ditemukan jarang diikuti dengan abortus spontan. Sebagian besar

mikronutrien pernah dilaporkan sebagai unsur yang penting untuk mengurangi

abortus spontan.

e. Obat-obatan dan Toksin Lingkungan

Beberapa toksin di lingkungan seperti benzene dapat menyebabkan

malformasi fetus dan keguguran. Selain itu bahan kimia lain seperti arsenik,

formaldehid, timah, ethylenoxide, dan diklorodifeniltrikloroethan (DDT) juga

dikaitkan.

f. Faktor-faktor Imunologis

53
Faktor imunologis yang telah terbukti signifikan dapat menyebabkan abortus

spontan yang berulang, antara lain : antikoagulan lupus (LAC) dan antibody anti

cardiolipin (ACA) yang mengakibatkan destrusi vaskuler, thrombosis, abortus, serta

destruksi plasenta.

g. Gamet yang Menua

Baik umur sperma dapat mempengaruhi angka insiden abortus spontan.

Insiden abortus meningkat terhadap kehamilan yang berhasil bila inseminasi terjadi

empat hari sebelum atau tiga hari sesudah peralihan temperature basal tubuh, karena

itu disimpulkan bahwa gamet yang bertambah tua di dalam traktus genitalia wanita

sebelum fertilisasi dapat menaikkan kemungkinan terjadinya abortus. Beberapa

percobaan binatang juga selaras dengan hasil observasi tersebut.

h. Trauma Fisik dan Trauma Emosional

Kebanyakan abortus spontan terjadi beberapa saat setelah kematian embrio

atau kematian janin. Jika abortus disebabkan khususnya oleh trauma, kemungkinan

kecelakaan tersebut bukan peristiwa yang baru terjadi, tetapi lebih merupakan

kejadian yang terjadi beberapa minggu sebelum abortus. Abortus yang disebabkan

oleh trauma emosional bersifat spekulatif, tidak ada dasar yang mendukung konsep

abortus dipengaruhi oleh rasa ketakutan, marah, ataupun cemas.

i. Kelainan Uterus

Kelainan uterus dapat dibagi menjadi kelainan acquired (didapat) dan kelainan

yang timbul dalam proses perkembangan janin, defek duktus Mulleri yang dapat

terjadi secara spontan atau yang ditimbulkan oleh pemberian dietilstilbestrol

54
(DES).Malformasi kongenital termasuk fusi duktus Mulleri yang inkomplit yang

dapat menyebabkan uterus unikornus, bikornus atau uterus ganda. Defek pada uterus

yang acquired sering dihubungkan dengan kejadian abortus spontan berulang

termasuk perlengketan uterus atau sinekia dan leiomioma.Leiomioma uterus yang

besar dan majemuk sekalipun tidak selalu disertai dengan abotus, bahkan lokasi

leiomioma tampaknya lebih penting daripada ukurannya. Mioma submucosa, tapi

bukan mioma intamural atau subserosa, lebih besar kemungkinannya untuk

menyebabkan abortus. Namun demikian, leiomioma dapat dianggap sebagai faktor

kausatif hanya bila hasil pemeriksaan klinis lainnya ternyata negatif dan histerogram

menunjukkan adanya defek pengisian dalam kavum endometrium. Miomektomi

sering mengakibatkan jaringan parut uterus yang dapat mengalami rupture pada

kehamilan berikutnya, sebelum atau selama persalinan.

Trauma akibat laparotomy kadang-kadang dapat mencetuskan terjadinya

abortus. Pada umumnya, semakin dekat tempat pembedahan tersebut dengan organ

panggul, semakin besar kemungkinan terjadinya abortus. Meskipun demikian, sering

kali kista ovarium dan mioma bertangkai dapat diangkat pada waktu kehamilan

apabila mengganggu gestasi. Peritonitis dapat menambah besar kemungkinan

abortus. Perlekatan intrauteri (sinekia atau sindroma Ashennen) paling sering terjadi

akibat tindakan kuretasu pada abortus yang terinfeksi atau pada missed abortion atau

mungkin pula akibat komplikasi postpartum. Keadaan tersebut akibat destruksi

endometrium yang sangat luas. Selanjutnya keadaan ini mengakibatkan amenore dan

55
abortus habitualis yang diyakini terjadi akibat endometrium yang kurang memadai

untuk mendukung implantasi hasil pembuahan.

Gambar 6. a. Uterus Bikornu Komplit

b. Uterus Septata

j. Inkompetensi Serviks

Kejadian abortus pada uterus dengan serviks yang inkompeten biasanya terjadi

pada trimester kedua. Ekspulsi jaringan konsepsi terjadi setelah membran plasenta

mengalami ruptur pada prolaps yang disertai dengan ballooning membran plasenta

ke dalam vagina.

B. Faktor Paternal

Hanya sedikit yang diketahui tentang peranan factor paternal dalam proses

timbulnya abortus spontan. Yang pasti, translokasi kromosom sperma dapat

menimbulkan zigot yang mengandung bahan kromosom yang terlalu sedikit atau

terlalu banyak, sehingga terjadi abortus.

56
Penyakit ayah: umur lanjut, penyakit kronis seperti TBC, anemia,

dekompensasi kordis, malnutrisi, nefritis, sifilis, keracunan (alcohol, nikotin, Pb, dan

lain-lain), sinar rontgen, avitaminosis.

C. Faktor Fetal

Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi dapat menyebabkan kematian janin atau

cacat. Kelainan berat biasanya menyebabkan kematian janin pada hamil muda.

Faktor-faktor yang menyebabkan kelainan dalam pertumbuhan janin antara lain

kelainan kromosom, lingkungan kurang sempurna, dan pengaruh dari luar. Kelainan

kromosom merupakan kelainan yang sering ditemukan pada abortus spontan seperti

trisomi, poliploidi, dan kemungkinan pula kelainan kromosom seks. Trisomi

autosomalmerupakan anomaly yang paling sering ditemukan (52%), kemudian

diikuti oleh poliploidi (21%), dan monosomi X (13%). Lingkungan yang kurang

sempurna terjadi bila lingkungan endometrium di sekitar tempat implantasi kurang

sempurna sehingga pemberian zat-zat makanan pada hasil konsepsi terganggu.

Pengaruh dari luar, seperti radiasi, virus, obat-obat yang sifatnya teratogenik.

D. Faktor Plasenta

Pada plasenta, seperti endarteritis dapat terjadi dalam vili koriales dan

menyebabkan oksigenasi plasenta terganggu, sehingga menyebabkan gangguan

57
pertumbuhan dan kematian janin, keadaan ini bisa terjadi sejak kehamilan muda,

misalnya karena hipertensi yang menahun.

3. Patofisiologi

Proses abortus komplit dapat berlangsung secara spontan maupun sebagai

komplikasi dari abortus provokatus kriminalis maupun medisinalis. Proses terjadinya

berawal dari perdarahan pada desidua basalis yang menyebabkan nekrosis jaringan di

atasnya. Selanjutnya, sebagian atau seluruh hasil konsepsi terlepas dari dinding uterus.

Hasil konsepsi yang terlepas menjadi benda asing terhadap uterus sehingga akan

dikeluarkan langsung atau bertahan beberapa waktu. Pada kehamilan kurang dari 8

minggu hasil konsepsi biasanya dikeluarkan seluruhnya karena vili koriales belum

menembus desidua secara mendalam. Pada kehamilan antara 8 minggu sampai 14 minggu,

vili koriales menembus desidua lebih dalam sehingga umumnya plasenta tidak dilepaskan

sempurna yang dapat menyebabkan banyak perdarahan. Pada kehamilan lebih dari 14

minggu umumnya yang mula-mula dikeluarkan setelah ketuban pecah adalan janin,

disusul kemudian oleh plasenta yang telah lengkap terbentuk. Perdarahan tidak banyak

jika plasenta segera terlepas dengan lengkap.

4. Cara Diagnosis

Diagnosis abortus spontan komplit ditegakkan berdasarkan gambaran klinis melalui

anamnesis dan hasil pemeriksaan fisik, setelah menyingkirkan kemungkinan diagnosis

banding lain, serta dilengkapi dengan pemeriksaan penunjang.

Pemeriksaan fisik mengenai status ginekologis meliputi pemeriksaan abdomen,

inspekulo, dan vaginal toucher. Palpasi tinggi fundus uteri pada abortus spontan komplit

58
dapat sesuai dengan umur kehamilan atau lebih rendah. Pemeriksaan penunjang berupa

USG akan menunjukkan adanya sisa jaringan. Tidak ada nyeri tekan ataupun tanda cairan

bebas seperti terlihat pada kehamilan ektopik yang terganggu. Pemeriksaan dengan

menggunakan spekulum akan memperlihatkan adanya dilatasi serviks, mungkin disertai

dengan keluarnya jaringan konsepsi atau gumpalan-gumpalan darah. Bimanual palpasi

untuk menentukan besar dan posisi uterus perlu dilakukan sebelum memulai tindakan

evakuasi sisa hasil konsepsi yang masih tertinggal. Menentukan ukuran sondase uterus

juga pentingdilakukan untuk menetukan jenis tindakan yang sesuai.

5. Penatalaksanaan

Penanganan abortus spontan komplit, antara lain :

a. Bila kondisi pasien baik, berikan ergometrin 3 x 1 tablet selama 3-5 hari.

b. Bila pasien anemia, berikan hematinik seperti sulfas ferosus atau transfuse darah.

c. Berikan antibiotik untuk mencegah infeksi.

d. Anjurkan pasien diet tinggi protein, vitamin, dan mineral.

Antibiotik yang bisa digunakan:

a. Ampisilin (3 x 1 g) dan Metronidazol (3x 500 mg)

b. Tetrasiklin (4 x 500 mg) dan Klindamisin (2 x 300 mg)

c. Trimethropin (160 mg) dan Suldamethoksazol (800 mg)

59
DAFTAR PUSTAKA

1. Wiknjosastro, Hanifa. 2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwno

Prawirohardjo, 302-312.

2. Cunningham, Gary, F. dkk. 2009. Obstetri Williams Vol. 1. Jakarta: EGC, 226-250.

3. Ahmadi, A. Khodabandehloo, M. Ramazanzeah, R. Farhadifar, F. Rosham, D.

Ghaderi, E. Farhangi, N. 2016. The Relationship Between Chlamydia trachomatis

Genital Infection and Spontaneous Abotion. Iran: JRI, 17(2):110-116.

4. Ahmadi, A. Khodabandehloo, M. Ramazanzeah, R. Farhadifar, F. Rosham, D.

Ghaderi, E. Farhangi, N. 2014. Association Between Ureaplasma urealyticum

Endocervical Infection and Spotaneous Abortion. Iran: IJM, 392-397.

5. Oakley, C. Warnes, CA. 2007. Heart Disease in Pregnancy 2nd Ed. USA: Blackwell

Publishing, 136.

6. Luisi, S. Lazzeri, L. Genazzani, AR. 2007. Endocrinology of Pregnancy Loss in

Recurrent Pregnancy Loss Causes, Controversies, and Treatment. Israel: Informa

Healthcare, 79-85.

7. Jung et al. 2015. Body Mass Index at Age 18-20 and Later Risk of Spontaneous

Abortion in The Health Examinees Study (HEXA). BMC Pregnancy and Childbirth,

15:228. Available on http://www.biomedcentral.com/10.1186/s12884-015-0665-2

8. Julia et al. 2009. Exposure To Maternal and Paternal Tobacco Consumption and Risk

of Spontaneous Abortion. Public Health Reports, Vol. 124.

60
9. Daniel, S. Koren, G. Lanunfeld, E. Bilenko, N. Ratzon, R. Levy, A. 2014. Fetal

Exposure To Nonsteroidal Anti-Inflammatory Drugs and Spontaneous Abortions.

CMAJ, 185(5).

10. Twig, G. Sherer, Y. Blank, M. Shoenfeld, Y. 2007. Antiphospholipid Syndrome –

Pathophysiologi in Recurrent Pregnancy Loss Causes, Controversies, and Treatment.

Israel: Informa Healthcare, 107-111.

Anemia Defisiensi Besi pada Ibu Hamil

1. Definisi

Anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan kadar hemoglobin

dibawah 11% pada trimester 1 dan 3 atau kadar <10,5% pada trimester 2. Nilai

batas tersebut perbedaannya dengan kondisi wanita tidak hamil terjadi karena

hemodilusi, terutama pada trimester ke 2.

Anemia defisiensi besi merupakan tahap defisiensi besi yang paling parah,

yang ditandai oleh penurunan cadangan besi, konsentrasi besi serum, dan saturasi

transferin yang rendah, dan konsentrasi hemoglobin atau nilai hematokrit yang

menurun.

Pada kehamilan anemia kekurangan besi akan timbul jika keperluan besi

(kira-kira 1000mg pada kehamilan tunggal) tidak dapat dipenuhi dari cadangan

besi dan dari besi yang dapat diabsorpsi dari traktus gastrointestinal.

61
Volume darah bertambah cepat pada kehamilan trimester 2 sehingga

kekurangan besi seringkali terlihat pada turunnya kadar hemoglobin. Meskipun

bertambahnya volume darah tidak begitu banyak pada trimester 3, tetapi keperluan

akan besi tetap banyak karena penambahan HB ibu terus berlangsung dan lebih

banyak besi yang diangkut melalui plasenta ke neonatus.

Pada kehamilan, kehilangan zat besi akibat pengalihan besi maternal ke

janin untuk eritropoeisis, kehilangan zat darah saat persalinan, dan laktasi yang

jumlah keseluruhannya mencapai 900mg atau setara 2 liter darah. Oleh karena

sebagian besar perempuan mengawali kehamilan dengan cadangan besi yang

rendah, maka kebutuhan tambahan ini berakibat pada anemia defisiensi besi.

2. Epidemiologi

1. Frekuensi ibu hamil dengan anemia cukup tinggi di Indonesia yaitu 63,5%,

sedangkan di amerika hanya 6%. Kekurangan gizi dan perhatian yang kurang

terhadap ibu hamil merupakan predisposisi anemia defesiensi pada ibu hamil di

Indonesia.

2. Menurut WHO, 40% kematian ibu di Negara berkembang berkaitan dengan

anemia dalam kehamilan.

3. Kebanyakan anemia dalam kehamilan disebabkan oleh anemia defesiensi besi

dan perdarahan akut bahkan tidak jarang keduanya saling berinteraksi.

4. Defeisiensi besi merupakan defisiensi nutrisi yang paling sering ditemukan

baik di negara maju maupun negara berkembang. Risikonya meningkat pada

62
kehamilan dan berkaitan dengan asupan besi yang tidak adekuat dibandingkan

kebutuhan pertumbuhan janin yang cepat.

3. Etiologi

Kebanyakan anemia dalam kehamilan disebabkan oleh defisiensi besi dan

perdarahan akut bahkan tidak jarang keduannya saling berinteraksi. Penyebab

anemia pada umumnya adalah sebagai berikut:

a. Kurang gizi (malnutrisi)

b. Kurang zat besi dalam diit

c. Malabsorpsi

d. Kehilangan darah banyak seperti persalinan yang lalu, haid dan lain-lain

e. Penyakit-penyakit kronik seperti TBC paru, cacing usus, malaria dan lain-

lain

Anemia defisiensi besi pada kehamilan disebabkan oleh :

a. Hipervolemia, menyebabkan terjadinya pengenceran darah.

b. Pertambahan darah tidak sebanding dengan pertambahan plasma.

c. Kurangnya zat besi dalam makanan.

d. Kebutuhan zat besi meningkat.

63
4. Patofisiologi

Zat besi merupakan zat penting untuk organisme hidup karena berfungsi pada

berbagai proses metabolisme, termasuk transport osigen, sintesis DNA , dan

transport elektron.

Perubahan hermatologi sehubungan dengan kehamilan adalah oleh karena

perubahan sirkulasi yang semakin meningkat terhadap plasenta dan pertumbuhan

payudara. Volume plasma meningkat 45-65% dimulai pada trimester II kehamilan

dan maksimum terjadi pada bulan ke-9 dan meningkat sekitar 1000 ml, menurun

sedikit menjelang atern serta kembali normal 3 bulan setelah partus. Stimulasi

yang meningkatkan volume plasma seperti laktogen plasma, yang menyebabkan

peningkatan sekresi aldesteron.

Selama kehamilan kebutuhan tubuh akan zat besi meningkat sekitar 800-1000

mg untuk mencukupi kebutuhan seperti terjadi peningkatan sel darah merah

membutuhkan 300-400 mg zat besi dan mencapai puncak pada usia kehamilan 32

minggu, janin membutuhkan zat besi sekitar 100-200 mg dan sekitar 190 mg

terbuang selama melahirkan. Dengan demikian jika cadangan zat besi sebelum

kehamilan berkurang maka pada saat hamil pasien dengan mudah mengalami

kekurangan zat besi.

Gangguan pencernaan dan absorbs zat besi bisa menyebabkan seseorang

mengalami anemia defisiensi besi. Walaupun cadangan zat besi didalam tubuh

mencukupi dan asupan nutrisi dan zat besi yang adikuat tetapi bila pasien

64
mengalami gangguan pencernaan maka zat besi tersebut tidak bisa diabsorbsi dan

dipergunakan oleh tubuh.

Anemia defisiensi besi merupakan manifestasi dari gangguan keseimbangan

zat besi yang negatif, jumlah zat besi yang diabsorbsi tidak mencukupi kebutuhan

tubuh. Pertama-tama untuk mengatasi keseimbanganyang negatif ini tubuh

menggunakan Universitas Sumatera Utara cadangan besi dalam jaringan cadangan.

Pada saat cadangan besi itu habis barulah terlihat tanda dan gejala anemia

defisiensi besi.

Berkembangnya anemia dapat melalui empat tingkatan yang masing-masing

berkaitan dengan ketidaknormalan indikator hematologis tertentu.

1. Tingkatan pertama disebut dengan kurang besi laten yaitu suatu keadaan

dimana banyaknya cadangan besi yang berkurang dibawah normal namun

besi didalam sel darah merah dari jaringan tetap masih normal.

2. Tingkatan kedua disebut anemia kurang besi dini yaitu penurunan besi

cadangan terus berlangsung sampai atau hampir habis tetapi besi didalam

sel darah merah dan jaringan belum berkurang.

3. Tingkatan ketiga disebut dengan anemia kurang besi lanjut yaitu besi

didalam sel darah merah sudah mengalami penurunan namun besi dan

jaringan belum berkurang.

4. Tingkatan keempat disebut dengan kurang besi dalam jaringan yaitu besi

dalam jaringan sudah berkurang atau tidak ada sama sekali.

5. Gejala klinis

65
Gejala berupa :

- Lemah dan cepat lelah ketika beraktivitas

- Kram pada kaki ketika menaiki tangga

- Craving ice misalnya sayuran dingin untuk di hisap dan di kunyah

- Intoleransi dingin

- Penurunan resistensi terhadap infeksi

- lesu, cepat lelah, mata berkunang-kunang,

- telinga berdenging

- nafsu makan menurun, malaise, konsentrasi hilang

- keluhan mual muntah lebih hebat

Pemeriksaan fisik :

- konjungtiva anemis, lidah luka, jaringan di bawah kuku tampak pucat,

pembesaran kelenjar limpa.

Gejala khas :

- koilonychias, atrofi papil lidah, stomatitis angularis, disfagia, atrofi mukosa

gaster sehingga menimbulkan akhloridia dan pica.

6. Penatalaksanaan

- Lakukan pemeriksaan hapusan darah tepi terlebih dahulu

- Bila pemeriksaan hapusan darah tepi tidak tersedia, maka berikan suplementasi

tablet besi dan asam folat (60 mg besi elemental dan 250 µg asam folat)

diberikan 3x sehari. Bila dalam 90 hari muncul perbaikan, lanjutkan pemberian

66
tablet sampai 42 hari pasca salin. Apabila setelah 90 hari pemberian tablet besi

dan asam folat kadar Hb tidak meningkat, rujuk pasien.

- Bila hasil hapusan darah tepi menunjukkan mikrositik hipokrom : cek kadar

ferritin. Kadar ferritin < 15ng/ml berikan terapi dosis setara 180 mg besi

elemental per hari. Apabila kadar ferritin normal lakukan pemeriksaan SI dan

TIBC.

67
DAFTAR PUSTAKA

1. Kemenkes RI. 2013. Buku Saku pelayanan kesehatan ibu di fasilitas kesehatan dasar

dan rujukan. Kementerian kesehatan RI : Jakarta

2. Fatimah, Hadju et al. 2011. Pola konsumsi dan kadar hemoglobin pada ibu hamildi

kabupaten maros Sulawesi selatan. Makalah kesehatan vol. 15 (1):31-36 : Jakarta

3. Rigby, Fidelma. 2016. Anemuia and Trombocytopenia in Pregancy. Emedicine.

Medscape.com.

68
RUPTURA PERINEUM TINGKAT 1-2

1. Pengertian

Ruptur perineum adalah suatu kondisi robeknya perineum yang terjadi pada

persalinan pervaginam. Diperkirakan lebih dari 85% wanita yang melahirkan

pervaginam mengalami ruptur perineum spontan, yang 60% - 70% di antaranya

membutuhkan penjahitan . Angka morbiditas meningkat seiring dengan

peningkatan derajat ruptur.

2. Etiologi dan Faktor Risiko

Ruptur perineum umumnya terjadi pada persalinan, dimana:

1. Kepala janin terlalu cepat lahir

2. Persalinan tidak dipimpin sebagaimana mestinya

3. Sebelumnya pada perineum terdapat banyak jaringan parut

69
4. Pada persalinan dengan distosia bahu

5. Partus pervaginam dengan tindakan

Pada literatur lain dikatakan faktor risiko ruptur perineum antara lain :

Faktor risiko ruptur perineum

Known risk factors Suggested risk factors

Nulipara Peningkatan usia

Makrosomia Etnis

Persalinan dengan instrumen terutama forsep Status nutrisi

Malpresentasi Analgesia epidural

Malposisi seperti oksiput posterior

Distosia bahu

Ruptur perineum sebelumnya

Lingkar kepala yang lebih besar

3. Cara Diagnosis

Anamnesis : Perdarahan pervagina

Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan adanya:

a. Robekan pada perineum

b. Perdarahan yang bersifat arterial atau yang bersifat merembes,

c. Pemeriksaan colok dubur, untuk menilai derajat robekan perineum

70
4. Klasifikasi Ruptur Perineum dibagi menjadi 4 derajat:

a. Derajat I

Robekan terjadi hanya pada selaput lendir vagina dengan atau tanpa mengenai kulit

perineum .

b. Derajat II

Robekan mengenai selaput lender vagina dan otot perinea transversalis, tetapi tidak

melibatkan kerusakan otot sfingter ani.

c. Derajat III

71
Robekan mengenai perineum sampai dengan otot sfingter ani dengan pembagian sebagai

berikut:

III. a. Robekan < 50% sfingter ani eksterna

III. b. Robekan > 50% sfingter ani ekterna

III. c. Robekan juga meliputi sfingter ani interna

d. Derajat IV

Robekan mengenai perineum sampai dengan otot sfingter ani dan mukosa rectum

5.Penatalaksanaan

• Menghindari atau mengurangi dengan menjaga jangan sampai dasar panggul didahului

oleh kepala janin dengan cepat.

72
• Kepala janin yang akan lahir jangan ditahan terlampau kuat dan lama, karena akan

menyebabkan asfiksia dan perdarahan dalam tengkorak janin, dan melemahkan otot-otot

dan fasia pada dasar panggul karena diregangkan terlalu lama.

• Penatalaksanaan farmakologis:

Dosis tunggal sefalosporin golongan II atau III dapat diberikan intravena sebelum

perbaikan dilakukan (untuk ruptur perineum yang berat).

•Manajemen Ruptur Perineum:

Ruptur perineum harus segera diperbaiki untuk meminimalisir risiko perdarahan, edema,

dan infeksi. Manajemen ruptur perineum untuk masing-masing derajatnya, antara lain

sebagai berikut :

a. Derajat I

• Bila hanya ada luka lecet, tidak diperlukan penjahitan. Tidak usah menjahit ruptur

derajat I yang tidak mengalami perdarahan dan mendekat dengan baik.

• Penjahitan robekan perineum derajat I dapat dilakukan hanya dengan memakai catgut

yang dijahitkan secara jelujur (continuous suture) atau dengan cara angka delapan (figure

of eight).

b. Derajat II

• Ratakan terlebih dahulu pinggiran robekan yang bergerigi, dengan cara mengklem

masing-masing sisi kanan dan kirinya lalu dilakukan pengguntingan untuk meratakannya.

73
• Setelah pinggiran robekan rata, baru dilakukan penjahitan luka robekan.

c. Derajat III dan IV

Dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan yang memiliki dokter spesialis obstetric dan

ginekologi.

5. Konseling dan Edukasi

Memberikan informasi kepada pasien, dan suami, mengenai, cara menjaga kebersihan

daerah vagina dan sekitarnya setelah dilakukannya penjahitan di daerah perineum, yaitu

antara lain:

a. Menjaga perineumnya selalu bersih dan kering.

b. Hindari penggunaan obat-obatan tradisional pada perineumnya.

c. Cuci perineumnya dengan sabun dan air bersih yang mengalir 3 sampai 4 kali perhari.

d. Kembali dalam seminggu untuk memeriksa penyembuhan lukanya. Ibu harus kembali

lebih awal jika ia mengalami demam atau mengeluarkan cairan yang berbau busuk dari

daerah lukanya atau jika daerah tersebut menjadi lebih nyeri.

74
DAFTAR PUSTAKA

1. Prawirohardjo, S. Saifuddin, A.B. Rachimhadhi, T. Wiknjosastro Gulardi H. Ilmu

Kebidanan Sarwono Prawirohardjo.Edisi keempat cetakan ketiga. PT Bina Pustaka

Sarwono Prawirohardjo. Jakarta. 2010.

2. Kementerian Kesehatan RI dan WHO. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di

Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Kementerian Kesehatan RI. Jakarta. 2013

3. Kementrian RI dan IDI. Buku Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Pelayan Primer,

Standar Pelayanan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama, Edisi 1. Jakarta: 2013

75
ABSES FOLIKEL RAMBUT ATAU KELENJAR SEBASEA

1. Pengertian

Abses atau furunkel adalah peradangan pada folikel rambut dan jaringan

yang disekitarnya, yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus. Apabila furunkelnya lebih dari

satu maka disebut furunkolosis. Suatu furunkel, biasanya dikenal sebagai suatu bisul atau boil,

ditandai suatu massa material bernanah timbul dari folikel rambut dan meluas pada jaringan

subkutan.8

2. Etiologi

Abses sebagian besar disebabkan oleh Staphylococcus aureus (Pendland, 2005).

Furunkulosis dapat disebabkan oleh berbagai faktor antaralain akibat iritasi, kebersihan yang

kurang, dan daya tahan tubuh yang kurang.Infeksi dimulai dengan adanya peradangan pada folikel

rambut di kulit (folikulitis), kemudian menyebar kejaringan sekitarnya. Penularannya dapat

melalui kontak atau auto inokulasi dari lesi penderita. Furunkulosis dapatmenjadi kelainan

sistemik karena faktor predisposisi antara lain, alcohol, malnutrisi, diskrasia darah, iatrogenic atau

keadaan imunosupresi termasukAIDS dan diabetes mellitus.1

3. Patogenesis

Kulit memiliki flora normal, salah satunya S.aureus yang merupakan floranormal pada

permukaan kulit dan kadang-kadang pada tenggorokan dansaluran hidung. Kejadian terbesar

penyakit ini pada wajah, leher, ketiak, pantatatau paha. Bakteri tersebut masuk melalui luka,

goresan, robekan dan iritasipada kulit. Selanjutnya, bakteri tersebut berkolonisasi di jaringan kulit.

Responprimer host terhadap infeksi S.aureus adalah pengerahan sel PMN ke tempatmasuk kuman

76
tersebut untuk melawan infeksi yang terjadi. Sel PMN ini ditarikke tempat infeksi oleh komponen

bakteri seperti formylated peptides ataupeptidoglikan dan sitokin TNF (tumor necrosis factor) dan

interleukin (IL) 1 dan6 yang dikeluarkan oleh sel endotel dan makrofag yang teraktivasi. Hal

tersebutmenimbulkan inflamasi dan pada akhirnya membentuk pus yang terdiri dari seldarah putih,

bakteri dan sel kulit yang mati.2

Didapatkan keluhan utama dan keluhan tambahan pada perjalanan daripenyakit furunkel.

Lesi mula-mula berupa infiltrat kecil, dalam waktu singkatmembesar kemudian membentuk

nodula eritematosa berbentuk kerucut.Kemudian pada tempat rambut keluar tampak bintik-bintik

putih sebagai matabisul. Nodus tadi akan melunak (supurasi) menjadi abses yang akan

memecahmelalui lokus minoris resistensi yaitu di muara folikel, sehingga rambut menjadirontok

atau terlepas. Jaringan nekrotik keluar sebagai pus dan terbentuk fistel.Karena adanya mikrolesi

baik karena garukan atau gesekan baju, maka kumanmasuk ke dalam kulit. Beberapa faktor

eksogen yang mempengaruhi timbulnyafurunkel yaitu, musim panas (karena produksi keringat

berlebih), kebersihandan hygiene yang kurang, lingkungan yang kurang bersih. Sedangkan

faktorendogen yang mempengaruhi timbulnya furunkel yaitu, diabetes, obesitas,hiperhidrosis,

anemia, dan stres emosional.1

4. Manifestasi klinis

Bakteri masuk ke dalam folikel rambut sehingga tampak sebagai noduskemerahan dan

sangat nyeri. Pada bagian tengah lesi terdapat bintikkekuningan yang merupakan jaringan

nekrotik, dan disebut mata bisul (core).Apabila higinis penderita jelek atau menderita diebetes

militus, furunkel menjadisering kambuh. Predileksi penyakit ini biasanya pada daerah yang

berambutmisalnya pada wajah, punggung, kepala, ketiak, bokong dan ekstrimitas, danterutama

77
pada daerah yang banyak bergesekan. Mula-mula nodul kecil yangmengalami keradangan pada

folikel rambut, kemudian menjadi pustule danmengalami nekrosis dan menyembuh setelah pus

keluar dengan meninggalkansikatriks. Awal juga dapat berupa macula eritematosa lentikular

setempat,kemudian menjadi nodula lentikular setempat, kemudian menjadi nodulalentikuler-

numular berbentukkerucut. Nyeri terjadi terutama pada furunkel yang akut, besar, dan lokasinya

dihidung dan lubang telinga luar. Bisa timbul gejala kostitusional yang sedang,seperti panas badan,

malaise, mual (Cohen, 2006). Furunkel dapat timbul dibanyak tempat dan dapat sering kambuh.

Predileksi dari furunkel yaitu padamuka, leher, lengan, pergelangan tangan, jari-jari tangan, pantat,

dan daerah

Anogenital.9

5. Diagnosa

Diagnosa dapat ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan

pemeriksaan penunjang.

a. Anamnesa

Penderita datang dengan keluhan terdapat nodul yang nyeri. Ukuran nodul tersebut

meningkat dalam beberapa hari. Beberapa pasien mengeluh demam dan malaise.

b. Pemeriksaan Fisik

Terdapat nodul berwarna merah, hangat dan berisi pus. Supurasiterjadi setelah kira-kira 5-

7 hari dan pus dikeluarkan melalui salurankeluar tunggal (single follicular orifices). Furunkel yang

pecah dan keringkemudian membentuk lubang yang kuning keabuan ireguler pada bagiantengah

dan sembuh perlahan dengan granulasi.4

78
c. Pemeriksaan Penunjang

Furunkel biasanya menunjukkan leukositosis. Pemeriksaan histologisdari furunkel

menunjukkan proses inflamasi dengan PMN yang banyak didermis dan lemak subkutan. Diagnosis

dapat ditegakkan berdasarkangambaran klinis yang dikonfirmasi dengan pewarnaan gram dan

kultur bakteri.Pewarnaan gram S.aureus akan menunjukkan sekelompok kokus berwarnaungu

(gram positif) bergerombol seperti anggur, dan tidak bergerak. Kulturpada medium agar MSA

(Manitot Salt Agar) selektif untuk S.aureus. Bakteri inidapat memfermentasikan manitol sehingga

terjadi perubahan medium agar dariwarna merah menjadi kuning. Kultur S. aureus pada agar darah

menghasilkankoloni bakteri yang lebar (6-8 mm), permukaan halus, sedikit cembung, danwarna

kuning keemasan. Uji sensitivitas antibiotik diperlukan untukpenggunaan antibiotik secara tepat.4

6. Diagnosis Banding

a. Kista Epidermal

Diagnosa banding yang paling utama dari furunkeladalah kista epidermal yang mengalami

inflamasi. Kista epidermal yangmengalami inflamasi dapat dengan tiba-tiba menjadi merah, nyeri

tekan danukurannya bertambah dalam satu atau beberapa hari sehingga dapat menjadidiagnosa

banding furunkel. Diagnosa banding ini dapat disingkirkanberdasarkan terdapatnya riwayat kista

sebelumnya pada tempat yang sama,terdapatnya orificium kista yang terlihat jelas dan penekanan

lesi tersebut akanmengeluarkan masa seperti keju yang berbau tidak sedap sedangkan

padafurunkel mengeluarkan material purulen.7

b. Hidradenitis Suppurativa

Hidradenitis suppurativa (apokrinitis) seringmembuat salah diagnosis furunkel. Berbeda

dengan furunkel, penyakit iniditandai oleh abses steril dan sering berulang. Selain itu, daerah

predileksinyaberbeda dengan furunkel yaitu pada aksila, lipat paha, pantat atau dibawahpayudara.

79
Adanya jaringan parut yang lama, adanya saluran sinus serta kulturbakteri yang negatif

memastikan diagnosis penyakit ini dan jugamembedakannya dengan furunkel.7

c. Sporotrikosis

Merupakan kelainan jamur sistemik, timbul benjolanbenjolanyang berjejer sesuai dengan

aliran limfe, pada perabaan terasa kenyaldan terdapat nyeri tekan.1

d. Blastomikosis

Didapatkan benjolan multipel dengan beberapa pustula,daerah sekitarnya melunak.1

e. Skrofuloderma

Biasanya berbentuk lonjong, livid, dan ditemukanjembatan-jembatan kulit (skin bridges).2

7. Penatalaksanaan

Pada furunkel di bibir atas pipi dan karbunkel pada orang tua sebaiknyadirawat inapkan.

Pengobatan topikal, bila lesi masih basah atau kotordikompres dengan solusio sodium chloride

0,9%. Bila lesi telah bersih, diberisalep natrium fusidat atau framycetine sulfat kassa steril

(Ganong, 2005).Furunkel yang besar (multiple) umumnya diterapi denganpenicillinaseresistant

penicillin (dicloxacillin 250 mg per oral tiap 6 jam selama7-10 hari). Jika pasien alergi penisilin

maka alternatif lain adalah clindamycin(150-300 mg per oral tiap 6 jam). Tindakan insisi

diindikasikan untuk lesi yangbesar dan fluctuant yang tidak drain spontaneously.8

Antibiotiksistemik mempercepat resolusi penyembuhan dan wajib diberikan

padaseseorang yang beresiko mengalami bakteremia. Antibiotik diberikan selamatujuh sampai

sepuluh hari. Lebih baiknya, antibiotik diberikan sesuai denganhasil kultur bakteri terhadap

sensitivitas antibiotik.8

Natural penicillins

80
- Penicillin V 250–500 mg tid/qid for 10 days

- Penicillin G 600,000–1.2 million U IM qd for 7 days

- Benzathine penicillin G 600,000 U IM in children 6 years, 1.2 million units if 7 years, if

compliance is a problem

Penicillinase-resistant

Penicillins

- Cloxacillin 250–500 mg (adults) qid for 10 days

- Dicloxacillin (drug of choice) 250–500 mg (adults) qid for 10 days

- Nafcillin 1.0–2.0 g IV q4h

- Oxacillin 1.0–2.0 g IV q4h

Aminopenicillins

- Amoxicillin 500 mg tid or 875 mg q12h

- Amoxicillin plus clavulanic acid (Betha-lactamase inhibitor) 875/125 mg bid; 20 mg/kg

per day tid for 10 days

- Ampicillin 250–500 mg qid for 7–10 days

Cephalosporins

- Cephalexin (drug of choice) 250-500 mg (adults) qid for 10 days; 40– 50 mg/kg per day

(children) for 10 days

- Cephradine 250–500 mg (adults) qid for 10 days; 40–50 mg/kg per day (children) for 10

days

- Cefaclor 250–500 mg q8h

- Cefprozil 250–500 mg q12h

81
- Cefuroxime axetil 125–500 mg q12h

- Cefixime 200–400 mg q12–24h

Erythromycin group

- Erythromycin ethylsuccinate 250–500 mg (adults) qid for 10 days; 40mg/kg per day

(children) qid for 10 days

- Clarithromycin 500 mg bid for 10 days

- Azithromycin Azithromycin: 500 mg on day 1, then 250mg qd days 2–5

Clindamycin

150-300 mg (adults) qid for 10 days; 15mg/kg per day (children) qid for 10 days

Tetracylines

- Minocycline 100 mg bid for 10 days

- Doxycycline 100 mg bid

- Tetracycline 250–500 mg qid

Miscellaneous agents

- Trimethoprim-sulfamethoxazole 160 mg TMP + 800 mg SMX bid

- Metronidazole 500 mg qid

- Ciprofloxacin 500 mg bid for 7 days

Bila infeksi berasal dari methicillin resistent Streptococcus aureus(MRSA) dapat diberikan

vankomisin sebesar 1 gram tiap 12 jam. Pilihan lainadalah tetrasiklin, namun obat ini berbahaya

untuk anak-anak. Terapi pilihanuntuk golongan penicilinase-resistant penicillin adalah dicloxacilin

82
Padapenderita yang alergi terhadap penisilin dapat dipilih golongan eritromisin. Padaorang yang

alergi terhadap β-lactam antibiotic dapat diberikan vancomisin.6

Tindakan insisi dapat dilakukan apabila telah terjadi supurasi. Higienekulit harus

ditingkatkan. Jika masih berupa infiltrat, pengobatan topikal dapat diberikan kompres salep iktiol

5% atau salep antibotik. Adanya penyakit yang mendasari seperti diabetes mellitus, harus

dilakukan pengobatan yang tepat dan adekuat untuk mencegah terjadinya rekurensi. Terapi

antimikrobial harus dilanjutkan sampai semua bukti inflamasiberkurang. Lesi yang didrainase

harus ditutupi untuk mencegah autoinokulasi.Pasien dengan furunkel yang berulang memerlukan

evaluasi dan penanganan lebih komplek.6

83
DAFTAR PUSTAKA

1. Abdullah, B. 2009. Furunkulosis. In: Dermatologi Pengetahuan Dasar danKasus di

Rumah Sakit. SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin RSUHaji.Surabaya. hal 113-115.

2. Arnold, H., L. 2000. Andrew’s Deseases of the Skin 8th. ed., Piladelphia : WBSaunders

Co., : 270 – 1.

3. Cohen, P., R. 2006. Bacterial Infection. In: Harry L.A et al, editor . AndrewsDisease of

The Skin: Clinical Dermatology. 10th edition. Philadelphia:W.B. Saunders Company. pp

253-254

4. Djuanda, A. and Pioderma. 2010. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi kelima.Jakarta:

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. hal 60.

5. Ganong, W., F. 2005. Review of Medical Physiology, 22th ed. California:McGraw Hill

Companies.

6. Hurmitz, S. 2001. Clinical Pediatric Dermatology. Philadelphia : WB SaundersCo., 219.

7. Murtiastutik, D. 2010. Atlas Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke-2. Surabaya:Dep/SMF

Kulit dan Kelamin FK UNAIR/RSUD dr.Soetomo. Hal 30-32.

84
MASTITIS

1. Pengertian

Mastitis adalah inflamasi atau infeksi payudara. Mastitis adalah radang pada payudara

yang terjadi biasanya pada masa nifas atau sampai 3 minggu setelah persalinan dan

penyebabnya adalah sumbatan saluran susu serta pengeluaran ASI yang kurang

sempurna.

2. Klasifikasi

Mastitis lazim dibagi dalam (1) mastitis gravidarum, dan (2) mastitis peurperalis,

karena memang penyakit ini boleh dikatakan hampir selalu timbul pada waktu hamil

dan laktasi.

Berdasarkan tempatnya dapat dibedakan:

a. Mastitis yang menyebabkan abses di bawah areola mammae.

b. Mastitis di tengah – tengah mamma yang menyebabkan abses di tempat itu.

c. Mastitis pada jaringan di bawah dorsal dari kelenjar – kelenjar yang menyebabkan

abses antara mamma dan otot – otot di bawahnya.

Klasifikasi mastitis menurut penyebab dan kondisinya dibagi menjadi 3, yaitu:

a. Mastitis periductal

Mastitis periductal biasanya muncul pada wanita diusia menjelang menopause,

penyebab utamanya tidak jelas diketahui. Keadaan ini dikenal juga dengan sebutan

85
mammary duct ecstasia, yang berarti peleburan saluran karena adanya

penyumbatan pada saluran di payudara

b. Mastitis puerperinalis/lactational

Mastitis puerperinalis banyak dialami oleh wanita hamil atau menyusui. Penyebab

utama Mastitis puerperinalis yaitu kuman yang menginfeksi payudara ibu, yang

ditransmisi ke putting ibu melalui kontak langsung.

c. Matitis supurativa/abses

3. Patofisiologi

Pada umumnya yang dianggap porte d’entrée dari kuman penyebab ialah puting susu

yang luka atau lecet, dan kuman per kontinuitatum menjalar ke duktulus-duktulus dan

sinus. Sebagian besar yang ditemukan pada pembiakan pus ialah Staphylococcus aureus.9

Penyebab utama mastitis adalah statis ASI dan infeksi. Statis ASI biasanya

merupakan penyebab primer yang dapat disertai atau menyebabkan infeksi. Statis ASI

terjadi jika ASI tidak dikeluarkan dengan efisien dari payudara. Hal ini terjadi jika

payudara terbendung segera setelah melahirkan, atau setiap saat jika bayi tidak mengisap

ASI, kenyutan bayi yang buruk pada payudara, pengisapan yang tidak efektif, pembatasan

frekuensi/durasi menyusui, sumbatan pada saluran ASI, suplai ASI yang sangat berlebihan

dan menyusui untuk kembar dua/lebih. Organisme yang paling sering ditemukan pada

mastitis dan abses payudara adalah organisme koagulase-positif Staphylococcus aureus

dan Staphylococcus albus. Escherichia coli dan Streptococcus kadang-kadang juga

ditemukan.8,9

86
Terjadinya mastitis diawali dengan peningkatan tekanan di dalam duktus (saluran

ASI) akibat stasis ASI. Bila ASI tidak segera dikeluarkan maka terjadi tegangan alveoli

yang berlebihan dan mengakibatkan sel epitel yang memproduksi ASI menjadi datar dan

tertekan, sehingga permeabilitas jaringan ikat meningkat. Beberapa komponen (terutama

protein kekebalan tubuh dan natrium) dari plasma masuk ke dalam ASI dan selanjutnya ke

jaringan sekitar sel sehingga memicu respons imun. Stasis ASI, adanya respons inflamasi,

dan kerusakan jaringan memudahkan terjadinya infeksi.5

Terdapat beberapa cara masuknya kuman yaitu melalui duktus laktiferus ke lobus

sekresi, melalui puting yang retak ke kelenjar limfe sekitar duktus (periduktal) atau

melalui penyebaran hematogen pembuluh darah). Kadang-kadang ditemukan pula

mastitis tuberkulosis yang menyebabkan bayi dapat menderita tuberkulosa tonsil. Pada

daerah endemis tuberkulosa kejadian mastitis tuberkulosis mencapai 1%.3,4

4. Faktor resiko

Beberapa faktor yang diduga dapat meningkatkan risiko mastitis, yaitu :8,9

a. Umur

Wanita berumur 21-35 tahun lebih sering menderita mastitis dari pada wanita di

bawah usia 21 tahun atau di atas 35 tahun.

b. Paritas

Mastitis lebih banyak diderita oleh primipara.

c. Serangan sebelumnya

87
Serangan mastitis pertama cenderung berulang, hal ini merupakan akibat teknik

menyusui yang buruk yang tidak diperbaiki.

d. Melahirkan

Komplikasi melahirkan dapat meningkatkan risiko mastitis.

e. Gizi

Asupan garam dan lemak tinggi serta anemia menjadi faktor predisposisi

terjadinya mastitis. Antioksidan dari vitamin E, vitamin A dan selenium dapat

mengurangi resiko mastitis.

f. Faktor kekebalan dalam ASI

Faktor kekebalan dalam ASI dapat memberikan mekanisme pertahanan dalam

payudara.

g. Stres dan kelelahan

Wanita yang merasa nyeri dan demam sering merasa lelah dan ingin istirahat,

tetapi tidak jelas apakah kelelahan dapat menyebabkan keadaan ini atau tidak.

h. Pekerjaan di luar rumah

Ini diakibatkan oleh statis ASI karena interval antar menyusui yang panjang dan

kekurangan waktu dalam pengeluaran ASI yang adekuat

i. Trauma

Trauma pada payudara karena dapat merusak jaringan kelenjar dan saluran susu

dan hal ini dapat menyebabkan mastitis.

Faktor risiko lainnya untuk terjadinya mastitis antara lain:10

88
 Terdapat riwayat mastitis pada anak sebelumnya.

 Puting lecet menyebabkan timbulnya rasa nyeri yang membuat kebanyakan ibu

menghindari pengosongan payudara secara sempurna.

 Frekuensi menyusui yang jarang atau waktu menyusui yang pendek.

Biasanya mulai terjadi pada malam hari saat ibu tidak memberikan bayinya minum

sepanjang malam atau pada ibu yang menyusui dengan tergesa-gesa.

 Pengosongan payudara yang tidak sempurna.

 Pelekatan bayi pada payudara yang kurang baik.

Bayi yang hanya menghisap puting (tidak termasuk areola) menyebabkan puting

terhimpit diantara gusi atau bibir sehingga aliran ASI tidak sempurna.

 Ibu atau bayi sakit.

 Produksi ASI yang terlalu banyak.

 Berhenti menyusu secara cepat/mendadak, misalnya saat bepergian.

 Penekanan payudara misalnya oleh bra yang terlalu ketat atau sabuk pengaman

pada mobil.

 Sumbatan pada saluran atau muara saluran oleh gumpalan ASI, jamur,serpihan

kulit, dan lain-lain.

 Penggunaan krim pada puting.

 Ibu stres atau kelelahan.

5. Cara Diagnosis

a. Anamnesis

89
1. Mastitis akut. Pada peradangan dalam taraf permulaan penderita hanya merasa nyeri

setempat pada salah satu lobus payudara yang diperberat jika bayi menyusu.5

2. Mastitis lanjut. Hampir selalu orang datang sudah dalam tingkat abses. Dari tingkat

radang ke abses berlangsung sangat cepat karena oleh radang duktulus-duktulus

menjadi edematous,air susu terbendung, dan air susu yang terbendung itu segera

bercampur dengan nanah. Gejala nyeri dapat diikuti gejala lain seperti flu, demam,

nyeri otot, sakit kepala, keputihan.5

b. Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan anda-tanda vital ibu dengan mastitis biasanya mengalami

peningkatan suhu badan hingga lebih dari 38oC. Keadaan payudara pada ibu dengan

mastitis biasanya berwarna kemerahan, bengkak, nyeri tekan, lecet pada putting susu, dan

terdapat nanah jika terjadi abses. Pada abses, nyeri bertambah hebat di payudara, kulit

diatas abses mengkilat dan bayi dengan sendirinya tidak mau minum pada payudara yang

sakit, seolah-olah dia tahu bahwa susu disebelah itu bercampur dengan nanah. Tanda dan

gejala lain mastitis meliputi:1,2

- Peningkatan suhu yang cepat dari 39,5 - 40

- Peningkatan kecepatan nadi

- Menggigil

- Malaise umum, sakit kepala

- Nyeri hebat, bengkak, inflamasi, area payudara keras

- Kemerahan dengan batas jelas

90
- Biasanya hanya satu payudara

- Terjadi antara 3-4 minggu pasca persalinan

- Peningkatan kadar natrium dalam ASI yang membuat bayi menolak menyusu karena

ASI terasa asin

- Timbul garis-garis merah ke arah ketiak

Mastitis yang tidak ditangani memiliki hampir 10 % resiko terbentuknya abses.

Tanda dan gejala abses meliputi :1,3

- Discharge putting susu purulenta

- Demam remiten (suhu naik turun) disertai menggigil.

- Pembengkakan payudara dan sangat nyeri; massa besar dan keras dengan area kulit

berwarna berfluktuasi kemerahan dan kebiruan mengindikasikan lokasi abses berisi

pus.

c. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan lain untuk menunjang diagnosis tidak

selalu diperlukan. World Health Organization (WHO) menganjurkan pemeriksaan kultur

dan uji sensitivitas pada beberapa keadaan yaitu bila:3,11

 pengobatan dengan antibiotik tidak memperlihatkan respons yang baik dalam 2 hari

 terjadi mastitis berulang

 mastitis terjadi di rumah sakit

 penderita alergi terhadap antibiotik atau pada kasus yang berat.

91
Bahan kultur diambil dari ASI pancar tengah hasil dari perahan tangan yang

langsung ditampung menggunakan penampung urin steril. Puting harus dibersihkan

terlebih dulu dan bibir penampung diusahakan tidak menyentuh puting untuk mengurangi

kontaminasi dari kuman yang terdapat di kulit yang dapat memberikan hasil positif palsu

dari kultur. Pada ibu dengan abses payudara dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk

mengetahui ada tidaknya bakteri Stapylococcus aureus pada pus.10

6. Penatalaksanaan

Tujuan dari penatalaksanaan mastitis adalah pencegahan terhadap infeksi dan

komplikasi lanjut. Penatalaksanaan berupa non medikamentosa berupa tindakan suportif

dan medikamentosa pemberian antibiotik dan pemberian analgesik.6,8

a. Non medikamentosa

Jika diduga mastitis, intervensi dini adalah berupa tindakan suportif yang dapat

mencegah perburukan. Intervensi meliputi beberapa tindakan hygienitas dan kenyamanan

:8

1. Bra yang cukup menyangga tetapi tidak ketat

2. Perhatian yang cermat saat mencuci tangan dan perawatan payudara

3. Kompres hangat pada area yang terkena

4. Masase area saat menyusui untuk memfasilitasi aliran air susu, Jangan lakukan

pemijatan jika dikhawatirkan justru membuat kuman tersebar ke seluruh bagian

payudara dan menambah risiko infeksi

5. Peningkatan asupan gizi dan cairan

6. Edukasi ibu

92
7. Bayi sebaiknya terus menyusu, dan jika menyusui tidak memungkinkan karena nyeri

payudara atau penolakan bayi pada payudara yang terinfeksi, pemompaan teratur

harus terus dilakukan. Pengosongan payudara dengan sering akan mencegah statis air

susu. Tetap berikan ASI kepada bayi, terutama gunakan payudara yang sakit sesering

mungkin dan selama mungkin sehingga sumbatan tersebut lama-kelamaan akan

menghilang. Bayi masih boleh menyusu kecuali bila terjadi abses. Kalau demikian

keadaannya, untuk mengurangi bengkak, ASI harus tetap dipompa keluar. Bayi

sebaiknya tetap menyusu pada payudara yang tak terinfeksi.

b. Medikamentosa

1. Antibiotik

Terapi antibiotik diberikan jika antara 12-24 jam tidak terdapat perbaikan, terapi

antibiotik meliputi :1,5

 Penicillin resistan-penisilinase atau sefalosporin.

 Eritromisin mungkin digunakan jika wanita alergi terhadap penicillin.

 Terapi awal yang paling umum adalah dikloksasilin 500 mg peroral 4 kali sehari

untuk 10-14 hari. Amoxicillin-clavulanate 500 mg atau 875 mg untuk 10-14 hari

atau Clindamycin 300 mg untuk 10-14 hari atau Trimethoprim-sulfamethoxazole

dosis tunggal untuk 10-14 hari. Pada setiap kasus, penting untuk dilakukan tindak

lanjut dalam 72 jam untuk mengevaluasi kemajuan. Jika infeksi tidak hilang maka

kultur air susu harus dilakukan.

93
2. Analgesik

Rasa nyeri merupakan faktor penghambat produksi hormon oksitosin yang berguna

dalam proses pengeluaran ASI. Analgesik diberikan untuk mengurangi rasa nyeri

pada mastitis. Analgesik yang dianjurkan adalah obat anti inflamasi seperti ibuprofen.

Ibuprofen lebih efektif dalam menurunkan gejala yang berhubungan dengan

peradangan dibandingkan parasetamol atau asetaminofen. Ibuprofen sampai dosis 1,6

gram per hari tidak terdeteksi pada ASI sehingga direkomendasikan untuk ibu

menyusui yang mengalami mastitis.

 Penanganan abses

Dalam keadaan abses mamae perlu dilakukan insisi agar nanahnya dapat

dikeluarkan untuk mempercepat kesembuhan. Sesudah itu dipasang pipa ke tengah abses,

agar nanah bisa keluar terus. Untuk mencegah kerusakan pada duktus laktiferus sayatan

dibuat sejajar dengan jalannya duktus-duktus itu. Pengalaman menunjukkan bahwa

drainase ini sesudah 72 jam bertukar sifat menjadi kebocoran air susu yang tidak sedikit

melalui luka insisi. Dianjurkan memakai perban elastic yang ketat pada payudara, untuk

menghentikan laktasi.6

Pada persiapan insisi, kulit di atas abses akan dibersihkan oleh swabbing lembut

dengan larutan antiseptik. Pada tahap rehabilitasi, sebagian besar sakit di sekitar abses

akan lenyap sesudah pembedahan. Penyembuhan biasanya sangat cepat. Setelah tabung

diambil keluar, antibiotik dapat dilanjutkan untuk beberapa hari. Menerapkan panas dan

menjaga wilayah yang terkena dampak ditinggikan dapat membantu meringankan

peradangan.9

94
 Pemantauan

Respon klinik terhadap penatalaksanaan di atas dibagi atas respon klinik cepat dan

respon klinik dramatis. Jika gejalanya tidak berkurang dalam beberapa hari dengan terapi

yang adekuat termasuk antibiotik, harus dipertimbangkan diagnosis banding. Pemeriksaan

lebih lanjut mungkin diperlukan untuk mengidentifikasi kuman-kuman yang resisten,

adanya abses atau massa padat yang mendasari terjadinya mastitis seperti karsinoma

duktal atau limfoma non Hodgkin. Berulangnya kejadian mastitis lebih dari dua kali pada

tempat yang sama juga menjadi alasan dilakukan pemeriksaan ultrasonografi (USG) untuk

menyingkirkan kemungkinan adanya massa tumor, kista atau galaktokel.10

7. Komplikasi

a. Abses

Abses merupakan komplikasi mastitis yang biasanya terjadi karena pengobatan

terlambat atau tidak adekuat. Bila terdapat daerah payudara teraba keras, merah dan

tegang walaupun ibu telah diterapi, maka kita harus pikirkan kemungkinan terjadinya

abses. Kurang lebih 3% dari kejadian mastitis berlanjut menjadi abses. Pemeriksaan

USG payudara diperlukan untuk mengidentifikasi adanya cairan yang terkumpul.

Cairan ini dapat dikeluarkan dengan aspirasi jarum halus yang berfungsi sebagai

diagnostik sekaligus terapi, bahkan mungkin diperlukan aspirasi jarum secara serial.

Pada abses yang sangat besar terkadang diperlukan tindakan bedah. Selama tindakan

ini dilakukan ibu harus mendapat antibiotik. ASI dari sekitar tempat abses juga perlu

dikultur agar antibiotik yang diberikan sesuai dengan jenis kumannya.7

95
Gambar 1.4 Abses Payudara

b. Mastitis berulang/kronis

Mastitis berulang biasanya disebabkan karena pengobatan terlambat atau tidak

adekuat. Ibu harus benar-benar beristirahat, banyak minum, makanan dengan gizi

berimbang, serta mengatasi stress. Pada kasus mastitis berulang karena infeksi bakteri

diberikan antibiotik dosis rendah (eritromisin 500 mg sekali sehari) selama masa

menyusui.3

c. Infeksi jamur

Komplikasi sekunder pada mastitis berulang adalah infeksi oleh jamur seperti candida

albicans. Keadaan ini sering ditemukan setelah ibu mendapat terapi antibiotik. Infeksi

96
jamur biasanya didiagnosis berdasarkan nyeri berupa rasa terbakar yang menjalar di

sepanjang saluran ASI. Di antara waktu menyusu permukaan payudara terasa gatal.

Puting mungkin tidak nampak kelainan. Ibu dan bayi perlu diobati. Pengobatan

terbaik adalah nistatin krim yang juga mengandung kortison dan dioleskan ke puting

dan areola setiap selesai bayi menyusu dan bayi juga harus diberi nistatin oral pada

saat yang sama.7

8. Pencegahan

Penanganan terbaik mastitis adalah dengan pencegahan. Perawatan puting susu

pada waktu laktasi merupakan usaha penting untuk mencegah mastitis. Perawatan terdiri

atas membersihkan putting susu sebelum dan sesudah menyusui untuk menghilangkan

kerak dan susu yang sudah mengering. Selain itu, yang memberi pertolongan kepada ibu

yang menyusui bayinya harus bebasa dari infeksi staphylococcus.11

Pencegahan terhadap kejadian mastitis dapat dilakukan dengan memperhatikan

faktor risiko di atas. Bila payudara penuh dan bengkak (engorgement), bayi biasanya

menjadi sulit melekat dengan baik, karena permukaan payudara menjadi sangat tegang.

Ibu dibantu untuk mengeluarkan sebagian ASI setiap 3-4 jam dengan cara memerah

dengan tangan atau pompa ASI yang direkomendasikan. Sebelum memerah ASI pijatan di

leher dan punggung dapat merangsang pengeluaran hormon oksitosin yang menyebabkan

ASI mengalir dan rasa nyeri berkurang. Teknik memerah dengan tangan yang benar perlu

diperlihatkan dan diajarkan kepada ibu agar perahan tersebut efektif. ASI hasil perahan

dapat diminumkan ke bayi dengan menggunakan cangkir atau sendok. Pembengkakan

97
payudara ini perlu segera ditangani untuk mencegah terjadinya feedback inhibitor of lactin

(FIL) yang menghambat penyaluran ASI.11

Pengosongan yang tidak sempurna atau tertekannya duktus akibat pakaian yang

ketat dapat menyebabkan ASI terbendung. Ibu dianjurkan untuk segera memeriksa

payudaranya bila teraba benjolan, terasa nyeri dan kemerahan. Selain itu ibu juga perlu

beristirahat, meningkatkan frekuensi menyusui terutama pada sisi payudara yang

bermasalah serta melakukan pijatan dan kompres hangat di daerah benjolan.8,10

Pada kasus puting lecet, bayi yang tidak tenang saat menetek, dan ibu-ibu yang

merasa ASInya kurang, perlu dibantu untuk mengatasi masalahnya. Pada peradangan

puting dapat diterapi dengan suatu bahan penyembuh luka seperti atau lanolin, yang segera

meresap ke jaringan sebelum bayi menyusu. Pada tahap awal pengobatan dapat dilakukan

dengan mengoleskan ASI akhir (hind milk) setelah menyusui pada puting dan areola dan

dibiarkan mengering. Tidak ada bukti dari literatur yang mendukung penggunaan bahan

topikal lainnya.5

Kelelahan sering menjadi pencetus terjadinya mastitis. Seorang tenaga kesehatan

harus selalu menganjurkan ibu menyusui cukup beristirahat dan juga mengingatkan

anggota keluarga lainnya bahwa seorang ibu menyusui membutuhkan lebih banyak

bantuan. Ibu harus senantiasa memperhatikan kebersihan tangannya karena

Staphylococcus aureus adalah kuman komensal yang paling banyak terdapat di rumah

sakit maupun masyarakat. Penting sekali untuk tenaga kesehatan rumah sakit, ibu yang

baru pertama kali menyusui dan keluarganya untuk mengetahui teknik mencuci tangan

98
yang baik. Alat pompa ASI juga biasanya menjadi sumber kontaminasi sehingga perlu

dicuci dengan sabun dan air panas setelah digunakan.

99
DAFTAR PUSTAKA

1. Alasiry, E. (2012). Buku Indonesia Menyusui. Terdapat pada: www.idai.or.id. diakses

tanggal 4 November 2013.

2. Cuningham, F.G. (2013). Obstetri William. Jakarta : EGC.

3. Depkes RI.. (2008). Panduan Pelayanan Antenatal. Jakarta : Depkes RI.

4. Dixon M., dkk. 2005. Kelainan Payudara, Cetakan I. Dian Rakyat : Jakarta

http://www.fadlie.web.id/?p=2355.DiUnduh,25november2017–18:20PM.html

http://www.detikhealth.com

5. Inch & Xylander.(2012). Mastitis. Jakarta : Widya Medika.

6. Krisnadi R. Sosie. Obstetri Patologi. 2005. EGC. Jakarta

7. Mansjoer, Arif. Kapita Selekta Jilid I. 2001. Media Aesculapius. Pelayanan Antenatal.

Jakarta : Penyebab dan Penatalaksanaan.

8. Prawiroharjo, Sarwono. 2008. Ilmu Kandungan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka.

9. Price, A. Sylvia. Patofisiologi Jilid I. 2006. EGC. Jakarta

10. Saifuddin, Abdul Bari, dkk. 2009. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan

Maternal Dan Neonatal. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo

11. WHO, 2003. Mastitis Penyebab dan Penatalaksanaannya. Jakarta: Perpustakaan

Nasional

100
CRACKED NIPPLE

1. Pengertian

Trauma kulit pada papilla mamae, nama lain fissura papilla mamae. Sebagian besar

karena breastfeeding atau menyusui, dan terasa nyeri saat menyusui.Fisura terjadi pada

hari pertama sampai beberapa pekan setelah melahirkan (postpartum). Fisura tersebut

dapat menjadi tempat masuknya bakteri piogenik patogen dan beberapa jenis jamur, fisura

papilla mamae juga berhubungan dengan keadian mastitis setelahnya.

2. Etiopatogenesis

Penyebab trauma adalah trauma mekanik akibat menyusui. Apabila aliran susu

menurun, tekanan intraoral dari bayi baru lahir akan meningkat karena daya pengisapan

bayi berlebihan, sehingga menyebabkan daerah papila mamae edema dan kemerahan

setelah menyusui.Penyebab aliran susu menurun sangat banyak, salah satunya adalah

posisi menyusui dan kelekatan yang tidak benar.Selain itu, adanya fisura berkaitan dengan

adanya pengaruh dari gaya gesek dan arah gaya gesek terhadap kulit (papilla mamae).

3. Penatalaksanaan

Prinsipnya adalah memroteksi luka dengan memberi pengobatan topikal, menyusui

lebih diutamakan kepada papilla yang sehat (papila yang lain), sedangkan papila yang

trauma air susunya harus tetap dikeluarkan secara berkala dengan menggunakan pompa

atau pijatan sampai luka benar-benar sembuh untuk mencegah statis air susu.Tatalaksana

dibagi menjadi 3, yaitu saat menyusui, setelah menyusui, dan diantara menyusui (apabila

tidak menyusui).

101
a. Saat menyusui

 Pakai papilla yang sehat dahulu, lalu pakai papilla yang sakit. Karena isapan

bayi pada papilla yang sakit tidak sekuat pada isapan yang pertama

 Mencoba berbagai posisi menyusui yang paling nyaman, namun tetap benar

 Apabila menyusui sakit, pakai breastpump, apabila tetap sakit, stimulasi

dengan pijatan pada papilla mamae. Hal ini dilakukan untuk mencegah statis

asi, mencegah mastitis, dan mempertahankan supply dari asi sendiri.

b. Setelah menyusui

 Setelah menyusui, cuci papilla mamae dengan normal salin (air saja cukup),

keringkan dengan handuk lembut dan bersih

 Setelah kering oleskan medical grade lanolin ointment, atau vaseline. Lanolin

adalah salep berasal dari lemak domba yang berfungsi sebagai penjaga

kelembaban dan sebagai proteksi dengan membentuk barrier sehingga

mencegah bakteri masuk melalui fisura. Lanolin juga memulai proses “moist

wound healing” yang memiliki banyak keuntungan seperti mengurangi sel sel

yang mati dan dehidrasi, meredakan nyeri, meningkatkan angiogenesis,

meningkatkan reepitelisasi dari papilla mamae, sehingga proses penyembuhan

lebih cepat.

 Selain lanolin, dapat pula dipakai All Purpose Nipple Ointment, yang berisi

antibiotik, anti fungal, dan anti inflamasi. Karena pada beberapa kasus

didapatkan pula infeksi dari jamur candida albicans.

102
c. Diantara menyusui

 Menjaga personal hygene dari payudara.

 Menggunakan sabun non-antibakterial dan non-perfume apabila ingin

membersihkan payudara, menggunakan sabun pada daerah papila mamae yang

luka tidak dianjurkan.

4. Edukasi

Edukasi mengenai prinsip dasar menyusui yaitu teknik benar, susui sesuai

permintaan bayi, ibu rileks dan percaya diri saat menyusui.

Penilaian proses menyusui.

 B= Body Position : Rileks, nyaman, ibu memegang seluruh tubuh bayi, kepala tegak

lurus, dagu bayi menyentuh payudara, seluruh tubuh bayi menghadap ibu, payudara

ibu mendekati bayi, bukan bayi mendekati payudara ibu.

 R= Response : Bayi mencari puting, menghisap tenang, dan asi keluar. Isapan bayi

lambat dan tenang, ada jeda diantra isapan, ada gerakan menelan dari bayi.

 E= Emotion : Ibu merangkul dengan yakin, atensi ibu baik (menatap bayi).

 A= Anatomy : Payudara lunak setelah menyusui dan terasa lebih ringan

 S= Suckling : Isapan bayi, kekuatan normal. Kelekatan mulut bayi yang baik:

- Dagu menyentuh payudara

- Mulut bayi terbuka lebar

- Bibir Bawah keluar

103
- Areola mama sedikit terlihat, biasanya bagian bawah tidak terlihat, bagian atas

sedikit terlihat.

Gambar 1.1 Kelekatan yang benar.

Gambar 1.2 Kelekatan yang salah.

 T= Time : 15-20 menit bayi akan melepas sendiri apabila teknik dan posisi menyusui

benar.

104
DAFTAR PUSTAKA

( Buck, Miranda L. et al. 2014. Nipple pain, Damage, And Vasospasm in the First 8 Week

Postpartum. Breastfeeding Medicine Vol.9 hal.56-62 )

INVERTED NIPPLE

1. Pengertian

Suatu kondisi dimana putting tertarik ke dalam payudara. Pada beberapa kasus,

puting dapat muncul keluar bila di stimulasi, namun pada kasus-kasus lain, retraksi ini

menetap.

2. Etiologi

a. Penyebab yang sering terjadi- Faktor menyusui:

 Penyusuan yang tertunda.

 Perlekatan yang tidak baik.

 Penyusuan yang jarang atau dilakukan dalam waktu singkat.

 Tidak menyusui pada malam hari.

 Pemberian botol atau empeng.

 Pemberian minuman lain selain ASI.

b. Faktor psikologis ibu:

 Kurang percaya diri

 Ibu khawatir / terlalu stress

105
 Ibu terlalu lelah

 Ibu tidak suka menyusui

 Ibu mengalami baby blues

3. Diagnosis

Grade 1

 Puting tampak datar atau masuk ke dalam

 Puting dapat dikeluarkan dengan mudah dengan tekanan jari pada atau sekitar

areola.

 Terkadang dapat keluar sendiri tanpa manipulasi

 Saluran ASI tidak bermasalah, dan dapat menyusui dengan biasa.

Grade 2

 Dapat dikeluarkan dengan menekan areola, namun kembali masuk saat tekanan

dilepas

 Terdapat kesulitan menyusui.

 Terdapat fibrosis derajat sedang.

 Saluran ASI dapat mengalami retraksi namun pembedahan tidak diperlukan.

 Pada pemeriksaan histologi ditemukan stromata yang kaya kolagen dan otot polos.

106
Grade 3

 Puting sulit untuk dikeluarkan pada pemeriksaan fisik dan membutuhkan

pembedahan untuk dikeluarkan.

 Saluran ASI terkonstriksi dan tidak memungkinkan untuk menyusui

 Dapat terjadi infeksi, ruam, atau masalah kebersihan

 Secara histologis ditemukan atrofi unit lobuler duktus terminal dan fibrosis yang

parah

4. Tatalaksana

a. Tatalaksana Umum

 Jka retraksi tidak dalam, susu dapat diperoleh dengan menggunakan pompa

payudara.

 Jika puting masuk sangat dalam, suatu usaha harus dilakukan untuk mengeluarkan

puting dengan jari pada beberapa bulan sebelum melahirkan.

DAFTAR PUSTAKA

107
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.2013.Buku saku pelayanan kesehatan ibu di

fasilitas kesehatan dasar dan rujukan (edisi pertama).Jakarta.

108
LEPTOSPIROSIS

1. Pengertian

Leptospirosis adalah penyakit infeksi akut yang dapat menyerang manusia maupun

hewan yang disebabkan kuman leptospira patogen dan digolongkan sebagai zoonosis.

Penyakit ini dikenal dengan berbagai nama seperti mud fever, slime fever, swamp fever,

autumnal fever,infektious jaundice, field fever, cane cutter fever, canicola fever,

nanukayami fever, 7-day fever dan lain-lain.

2. Epidemiologi

Leptospirosis adalah suatu penyakit zoonosis yang tersebar di seluruh dunia, disemua

benua kecuali Antartika, namun terbanyak didapati didaerah tropis. Penularan

leptospirosis padamanusia ditularkan oleh hewan yang terinfeksi kuman leptospira.

Kuman leptospira mengenaisedikitnya 160 spesies mamalia, seperti anjing, babi, lembu,

kuda, kucing, marmut, dansebagainya. Binatang pengerat terutama tikus merupakan vektor

yang paling banyak. Tikusmerupakan vektor utama dari L. icterohaemorrhagica penyebab

leptospirosis pada manusia. Dalam tubuh tikus kuman leptospira akan menetap dan

membentuk koloni serta berkembang biak di dalam epitel tubus ginjal tikus dan secara

terus dikeluarkan melalui urin saat berkemih.Penyakit ini bersifat musiman, didaerah

beriklim sedang masa puncak insidens dijumpai pada musim panas dan musim gugur

karena temperatur adalah faktor yang mempengaruhikelangsungan hidup kuman

leptospira, sedangkan didaerah tropis insidens tertinggi terjadiselama musim hujan.

109
International Leptospirosis Society menyatakan Indonesia sebagai Negara dengan

insidens leptospirosis tinggi dan peringkat ketiga dunia untuk mortalitas.Di Indonesia

leptospirosis ditemukan di DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DIYogyakarta,

Lampung, Sumatera Selatan, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Kalimantan Timur,dan

Kalimantan Barat.

3. Etiologi

Leptospirosis disebabkan oleh genus leptospira, family leptospiraceae yang

merupakan suatu mikroorganisme spirachaeta. Ciri khas mikroroganisme ini adalah

bergelung, tipis, motilitas tinggi yang panjangnya 5-15 um, dengan spiral halus lebarnya

0,1-0,2 um, salah satu ujungnya membengkak membentuk suatu kait, memiliki dua buah

periplasmic flagella yang dapat membuat terowongan menginfeksi jaringan. Spiroceta ini

begitu halus sehingga dalam mikroskop lapangan gelap hanya dapat dilihat sebagai rantai

kokus kecil-kecil. Dengan pemeriksaan lapang redup pada mikroskop biasa morfologi

leptospira secara umum dapat dilihat. Untuk mengamati lebih jelas gerakan leptospira

digunakan mikroskop lapang gelap. Leptospira membutuhkan media dan kondisi yang

khusus untuk tumbuh. Dengan medium flethcer’s dapat tumbuh dengan baik sebagai

obligat anaerob.

Secara sederhana genus leptospira terdiri atas dua species yaitu L.interogans yang

pathogen dan L. biflexa yang non pathogen. L. interrogans dibagi menjadi beberapa

110
serogroup dan serogroup ini dibagi menjadi beberapa serovar menurut komposisi

antigennya. Saat ini telah ditemukan 23 serogroup yang dibagi menjadi 250 serovar.

Beberapa serogroup yang penting adalah icterohemorrhagiae,canicola, pomona, australis,

grippotyphosa, hyos, dan sejroe.

4. Patofisologi

Patogenesis leptospirosis belum dimengerti sepenuhnya. Kuman leptospira masuk

kedalam tubuh pejamu melalui luka iris atau luka abrasi pada kulit, konjungtiva atau

mukosa utuh yang melapisi mulut, faring, esofagus, bronkus, alveolus dan dapat masuk

melalui inhalasi droplet infeksius dan minum air yang terkontaminasi. Meski jarang,

pernah dilaporkan penetrasi kuman leptospira melalui kulit utuh yang lama terendam air

saat banjir.

Infeksi melalui selaput lendir lambung, jarang terjadi, karena ada asam lambung yang

mematikan kuman leptospira. Kuman leptospira yang tidak firulen gagal bermultiplikasi

dan dimusnahkan oleh sistem kekebalan dari aliran darah setelah satu atau dua hari

infeksi. Organisme virulen mengalami multiplikasi di darah dan jaringan, dan kuman

leptospira dapat diisolasi dari darah dan cairan serebrospinal pada hari keempat sampai

sepuluh perjalanan penyakit.

Kuman leptospira merusak dinding pembuluh darah kecil, sehingga menimbulkan

vaskulitis disertai kebocoran dan ekstravasasi sel. Patogenesis kuman leptospira yang

penting adalah perlekatannya pada permukaan sel dan toksisitas selular.

Lipopolysaccharide (LPS) pada kuman leptospira mempunyai aktivitas endotoksin yang

berbeda dengan endotoksin bakteri gram (-) dan aktifitas lainnya yaitu stimulasi perlekatan

111
netrofil pada sel endotel dan trombosit, sehingga terjadi agregasi trombosit disertai

trombositopenia.

Organ utama yang terinfeksi kuman leptospira adalah ginjal dan hati. Di dalam ginjal

kuman leptospira bermigrasi ke interstitium, tubulus ginjal dan lumen tubulus. Pada

leptospirosis berat, vaskulitis akan menghambat sirkulasi mikro dan meningkatkan

permeabilitas kapiler, sehingga menyebabkan kebocoran cairan dan hipovolemia.

Hipovolemia akibat dehidrasi dan perubahan permeabilitas kapiler salah satu penyebab

gagal ginjal.

Ikterik disebabkan oleh kerusakan sel sel hati yang ringan, pelepasan bilirubin darah

dari jaringan yang mengalami hemolisis intravaskular, kolestasis intrahepatik sampai

berkurangya sekresi bilirubin.

Dapat juga leptospira masuk kedalam tubuh melalui kulit atau selaput lendir,

memasuki aliran darah dan berkembang, lalu menyebar secara luas ke jaringan tubuh.

Kemudian terjadi respon immunologi baik secara selular maupun humoral sehingga

infeksi ini dapat ditekan dan terbentuk antibody spesifik. Walaupun demikian beberapa

organism ini masih bertahan pada daerah yang terisolasi secara immunologi seperti di

dalam ginjal dimana bagian mikro organism akan mencapai convoluted tubulus. Bertahan

disana dan dilepaskan melaliu urin. Leptospira dapat dijumpai dalam urin sekitar 8 hari

sampai beberapa minggu setelah infeksi dan sampai berbulan-bulan bahkan bertahun-

tahun kemudian. Leptospira dapat dihilangkan dengan fagositosis dan mekanisme

humoral. Kuman ini dengan cepat lenyap dari darah setelah terbentuknya agglutinin.

112
Setelah fase leptospiremia 4-7 hari, mikro organism hanya dapat ditemukan dalam

jaringan ginjal dan okuler. Leptospiuria berlangsung 1-4 minggu.

5. Gejala Klinis

Masa inkubasi penyakit ini berkisar antara 2 – 26 hari, biasanya 7 - 13 hari dan rata-

rata 10 hari. Leptospirosis mempunyai 2 fase penyakit yang khas ( bifasik ) yaitu fase

leptospiremia/septikemia dan fase imun.

 Fase Leptospiremia / fase septikemia (4-7 hari)

Fase leptospiremia adalah fase ditemukannya leptospira dalam darah dan

css, berlangsung secara tiba-tiba dengan gejala awal sakit kepala biasanya di

frontal, rasa sakit pada otot yang hebat terutama pada paha, betis dan pingang

disertai nyeri tekan pada otot tersebut. Mialgia dapat di ikuti dengan hiperestesi

kulit, demam tinggi yang disertai mengigil, juga didapati mual dengan atau tanpa

muntah disertai mencret, bahkan pada sekitar 25% kasus disertai penurunan

kesadaran. Pada pemeriksaan keadaan sakit berat, bradikardi relatif, dan ikterus

(50%). Pada hari ke 3-4 dapat di jumpai adanya conjungtivitis dan fotophobia.

Pada kulit dapat dijumpai rash yang berbentuk macular, makulopapular atau

urtikaria. Kadang-kadang dijumpai splenomegali, hepatomegali, serta

limfadenopati. Fase ini berlangsung 4-7 hari. Jika cepat di tangani pasien akan

membaik, suhu akan kembali normal, penyembuhan organ-organ yang terlibat dan

fungsinya kembali normal 3-6 minggu setelah onset. Pada keadaan sakit yang lebih

113
berat demam turun setelah 7 hari diikuti oleh bebas demam selama 1-3 hari, setelah

itu terjadi demam kembali. Keadaan ini disebut fase kedua atau fase imun.

 Fase Imun (minggu ke-2)

Fase ini disebut fase immune atau leptospiruric sebab antibodi dapat

terdeteksi dalam sirkulasi atau mikroorganisme dapat diisolasi dari urin, namun

tidak dapat ditemukan dalam darah atau cairan serebrospinalis. Fase ini muncul

sebagai konsekuensi dari respon imun tubuh terhadap infeksi dan berakhir dalam

waktu 30 hari atau lebih.

Gejala yang muncul lebih bervariasi dibandingkan dengan gejala pada fase

pertama. Berbagai gejala tersebut biasanya berlangsung selama beberapa hari,

namun ditemukan juga beberapa kasus dengan gejala penyakit bertahan sampai

beberapa minggu. Demam dan mialgia pada fase yang ke-2 ini tidak begitu

menonjol seperti pada fase pertama. Sekitar 77% pasien dilaporkan mengalami

nyeri kepala hebat yang nyaris tidak dapat dikonrol dengan preparat analgesik.

Nyeri kepala ini seringkali merupakan tanda awal dari meningitis.

Anicteric disesase ( meningitis aseptik ) merupakan gejala klinik paling

utama yang menandai fase imun anicteric Gejala dan keluhan meningeal

ditemukan pada sekitar 50 % pasien. Namun, cairan cerebrospinalis yang

pleiositosis ditemukan pada sebagian besar pasien. Gejala meningeal umumnya

menghilang dalam beberapa hari atau dapat pula menetap sampai beberapa

114
minggu. Meningitis aseptik ini lebih banyak dialami oleh kasus anak-anak

dibandingkan dengan kasus dewasa

Icteris disease merupakan keadaan di mana leptospira dapat diisolasi dari

darah selama 24-48 jam setelah warna kekuningan timbul. Gejala yang ditemukan

adalah nyeri perut disertai diare atau konstipasi ( ditemukan pada 30 % kasus ),

hepatosplenomegali,mual, muntah dan anoreksia. Uveitis ditemukan pada 2-10 %

kasus, dapat ditemukan pada fase awal atau fase lanjut dari penyakit. Gejala iritis,

iridosiklitis dan khorioretinitis ( komplikasi lambat yang dapat menetap selama

beberapa tahun ) dapat muncul pada minggu ketiga namun dapat pula muncul

beberapa bulan setelah awal penyakit.

 Fase Penyembuhan / Fase reconvalesence (minggu ke 2-4)

Demam dan nyeri otot masih bisa dijumpai yang kemudian berangsur-

angsur hilang.

6. Diagnosis

Pada anamnesis identitas pasien, keluhan yang dirasakan dan data epidemiologis

penderita harus jelas karena berhubungan dengan lingkungan pasien. Biasa yang

mudah terjangkit pada usia produktif, karena kelompok ini lebih banyak aktif di

lapangan. Tempat tinggal; dari alamat dapat diketahui apakah tempat tinggal termasuk

wilayah padat penduduk, banyak pejamu reservoar, lingkungan yang sering tergenang

air maupun lingkungan kumuh.

115
Kemungkinan infeksi leptospirosis cukup besar pada musim pengujan lebih-lebih

dengan adanya banjir. Keluhan-keluahan khas yang dapat ditemukan, yaitu : demam

mendadak, keadaan umum lemah tidak berdaya, mual, muntah, nafsu makan menurun

dan merasa mata makin lama bertambah kuning dan sakit otot hebat terutama daerah

betis dan paha.

Gejala klinik menonjol : ikterik, demam, mialgia, nyeri sendi serta conjungtival

suffusion. Gejala klinik yang paling sering ditemukan : conjungtival suffusion dan

mialgia. Conjungtival suffusion bermanifestasi bilateral di palpebra pada hari ke-3

selambatnya hari ke-7 terasa sakit dan sering disertai perdarahan konjungtiva unilateral

ataupun bilateral yang disertai fotofobia dan injeksi faring, faring terlihat merah dan

bercak-bercak. Mialgia dapat sangat hebat, pemijatan otot betis akan menimbulkan

nyeri hebat dan hiperestesi kulit. Kelainan fisik lain : hepatomegali, splenomegali, kaku

kuduk, rangsang meningeal, hipotensi, ronkhi paru dan adanya diatesis hemoragik.

Perdarahan sering ditemukan pada leptospirosis ikterik dan manifestasi dapat terlihat

sebagai petekiae, purpura, perdarahan konjungtiva dan ruam kulit. Ruam kulit dapat

berwujud eritema, makula, makulopapula ataupun urtikaria generalisata maupun

setempat pada badan, tulang kering atau tempat lain.

7. Diagnosis Banding

Leptospirosis anikterik dapat di diagnosis banding dengan influenza, demam berdarah

dengue, malaria, pielonefritis, meningitis aseptik viral, keracunan makanan/bahan

kimia, demam tifoid, demam enterik.

116
Leptospirosis ikterik dapat di diagnosis banding dengan malaria falcifarum berat,

hepatitis virus, demam tifoid dengan komplikasi berat, haemorrhagic fevers with renal

failure, demam berdarah virus lain dengan komplikasi.

8. Penatalaksanaan

Terapi pilihan (DOC) untuk leptospirosis sedang dan berat adalah Penicillin G, dosis

dewasa 4 x 1,5 juta unit /i.m, biasanya diberikan 2 x 2,4 unit/i.m, selama 7 hari.

Tujuan Pemberian Obat Regimen

1. Treatment

a. Leptospirosis ringan Doksisiklin 2 x 100 mg/oral atau

Ampisillin 4 x 500-750 mg/oral atau

Amoxicillin 4 x 500 mg/oral

Penicillin G 1,5 juta unit/6jam i.m

b.Leptospirosis sedang/ berat atau

Ampicillin 1 g/6jam i.v atau

Amoxicillin 1 g/6jam i.v atau

117
Eritromycin 4 x 500 mg i.v

2. Kemoprofilaksis Doksisiklin 200 mg/oral/minggu

9. Prognosis

Jika tidak ada ikterus, penyakit jarang fatal. Pada kasus dengan ikterus, angka kematian

5 % pada umur di bawah 30 tahun, dan pada usia lanjut menjadi 30 -40 %. Faktor-

faktor sebagai indikator prognosis mortalitas, yaitu Leptospirosis yang terjadi pada

masa kehamilan menyebabkan mortalitas janin yang tinggi.

118
DAFTAR PUSTAKA

1. D.Popa, D.Vasile, A.Ilco. Severe acute pancreatitis-a serious complication of

leptospirosis. J Med Life. 2013 September 15; 6(3): 307 –309. Published online

2017 November 25. Available from:

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3786492/

2. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. Buku Saku Kesehatan 2012 (Visual Data

Kesehatan Provinsi Jawa Tengah) [internet] . 2012. Available

from:http://www.dinkesjatengprov.go.id/dokumen/manajemen_informasi/BUKU_S

AKU_KESEHATAN_TW2_TAHUN 2012_FINAL_PDF.pdf

3. Gomp, F. 2014. Leptospirosis. Medscape. Diunduh dari

http://emedicine.medscape.com/article/220563-overview#showall.

4. Jawetz E. 2010. Medical Microbiology, 25th ed, New York : Mc Graw Hill.

5. Longo, Dan L, et al. 2013. Leptospirosis. on Harrison’s Manual of Medicine. 18th

edition. New York: McGraw-Hill medicine. 7: 677-678.

119
TUGAS SKILL

120
PEMERIKSAAN PAYUDARA

A. INSPEKSI

 Bantu pasien mengatur posisi duduk menghadap ke depan, telanjang dada dengan

kedua lengan rileks di sisi tubuh

 Mulai inspeksi ukuran, bentuk, dan kesimetrisan payudara. Payudara normalnya

melingkar, agak simetris, dan dapat dideskripsikan kecil, sedang, dan besar

 Inspeksi warna, lesi, vaskularisasi, dan edema pada kulit payudara

 Inspeksi warna aerola. Aerola wanita hamil umumnya berwarna lebih gelap

 Inspeksi adanya penonjolan atau retraksi pada payudara dan puting susu akibat

adanya skar atau lesi

 Inspeksi adanya rabas, ulkus, pergerakan atau pembengkakan pada puting susu.

Amati juga posisi kedua puting susu yang normalnya mempunyai arah yang sama

 Inspeksi ketiak dan klavikula untuk mengetahui adanya pembengkakan atau tanda

kemerah – merahan.

B. PALPASI

 Lakukan palpasi di sekeliling puting susu untuk mengetahui adanya rabas. Bila

ditemukan rabas, identifikasi sumber, jumlah, warna, konsistensi rabas tersebut,

dan kaji adanya nyeri tekan

 Palpasi daerah klavikula dan ketiak terutama pada area nodus limfe

121
 Lakukan palpasi setiap payudara dengan teknik bimanual terutama untuk payudara

yang berukuran besar. Caranya yaitu tekankan telapak tangan anda / tiga jari

tengah ke permukaan payudara pada kuadran samping atas. Lakukan palpasi

dinding dada dengan gerakan memutar dari tepi menuju aerola dan searah jarum

jam

 Lakukan palpasi payudara sebelahnya

 Bila diperlukan, lakukan pula pengkajian dengan posisi pasien telentang dan

diganjal bantal / selimut di bawah bahunya.

Referensi : Priharjo,S.Kp,M.Sc,RN.,Robert.(2005).Pengkajian Fisik Keperawatan:edisi 2.

Jakarta:EGC

122
PEMERIKSAAN GENETALIA WANITA

Anatomi dan Fisiologi

1. Alat Genetalia Eksterna

 Mons Veneris : tonjolan bulat dan jaringan lunak diatas simfisis pubis, ditutupi

rambut kemaluan

 Labia mayor

 Labia minor

 Klitoris, terdiri atas jaringan yang dapat mengembang, penuh dengan urat

saraf, sangat sensitive

 Vulva

 Bulbus vestibuli sinistra et dextra

 Introitus vaginalis

 Perineum

2. Alat Genetalia Interna

123
 Vagina

 Uterus

 Tuba fallopi

 Ovarium

Persiapan Pemeriksaan

1. Pasien diminta untuk mengosongkan kandung kemih dan rektum sebelum

pemeriksaan

2. Pasien dibantu menaiki meja pemeriksaan

3. Pasien diposisikan litotomi

4. Pemeriksa memakai sarung tangan dan duduk di atas bangku diantara kedua tungkai

pasien

5. Atur pencahayaan yang baik, termasuk sumber cahaya yang diarahkan ke dalam

vagina

Pemeriksaan genetalia wanita terdiri dari :

1. Inspeksi dan palpasi genetalia eksterna

2. Pemeriksaan speculum

3. Palpasi bimanual

4. Palpasi rektovaginal

Pemeriksaan Genetalia Eksterna

1. Mons veneris diperiksa untuk melihat adanya lesi atau pembengkakan

2. Rambut pubis diperiksa untuk melihat polanya

124
3. Kulit vulva diperiksa untuk melihat adanya kemerahan, ekskoriasi, massa,

leukoplakia atau pigmentasi. Setiap lesi harus dipakai untuk mengetahui adanya

nyeri tekan. Krawois vulva adalah keadaan dimana kulit vulva kemerahan, halus,

berkilat, hampir transparan secara merata (sering pada wanita yang menopause).

Bercak putih karena hiperkeratosis yang dikenal sebagai leukoplakia vulva biasanya

mendahului timbulnya karsinoma.

4. Beritahukan kepada pasien pada saat hendak membuka labia. Dengan tangan kanan,

labia mayor dan minor dibuka terpisah di antara ibu jari dan jari telunjuk tangan

kanan

5. Catat setiap lesi peradangan, ulserasi, pengeluaran sekret, parut, taini, trauma,

bengkak, perubahan arofik atau massa yang ditemukan

6. Klitoris diperiksa untuk melihat ukura dan adanya lesi. Biasanya klitoris berukuran

3-4 mm.

7. Melihat hymen : ada / tidaknya, gambaran hymen

8. Macam-macam bentuk hymen :

9. Inspeksi meatus uretra : a[akah ada pus atau peradangan. Jika ada pus, tentukan

sumbernya.

125
10. Beritahukan pasien ketika hendak melakukan palpasi kelenjar-kelenjar labia. Palpasi

dilakukan pada area jam 7-8 untuk daerah kelenjar kanan, dengan memegang bagian

posterior labia kanan di dalam vagina dan ibu jari, kanan diluar. Apakah ada nyeri

tekan, bengkak atau pus. Biasanya kelenjar bartholin tidak dapat dilihat maupun

diraba. Selanjutnya memakai tangan kiri untuk memeriksa daerah kelenjar kiri (jam

4-5)

11. Perineum : perineum dan anus diperiksa untuk melihat adanya massa (lennastik

hemorroid), parut, fissura, atau fistel

126
DAFTAR PUSTAKA

Andriana, Kusuma. 2012. Pengantar Klinik Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan.

Malang: UMM Press.

127
Faisal, Arief. 2012. Buku Panduan Skill Lab Urogenitalia. Fakultas Kedokteran

Abulyatama Aceh.

PEMERIKSAAN PANGGUL BIMANUAL

 Pemeriksaan panggul bimanual (vaginal toucher) dilakukan dengan memasukkan

tangan pemeriksa ke dalam liang vagina sesuai sumbu vagina secara lembut dan

perlahan. Sebelumnya beri lubrikan dan desinfektan pada jari telunjuk dan jari

tengah tangan kanan yang akan digunakan untuk pemeriksaan.Ibu jari dan telunjuk

tangan kiri menggeser labia mayora ke sisi kiri dan kanan, sehingga pemeriksa

mudah memasukkan jari telunjuk dan jari tengan tangan kanan ke dalam introitus

vagina.

 Setelah tangan kanan masuk, tangan kiri berpindah ke suprapubik. Letakkan

telapak tangan pada suprapubik, dan dengan sedikit tekanan menunjuk langsung

pada organ yang diperiksa.

128
 Palpasi dimulai dari vagina hingga forniks, serviks uteri, uterus, adneksa atau

parametrium dan seluruh rongga panggul.

 Setelah tangan dikeluarkan, lakukan palpasi organ reproduksi eksternal (vulva,

dsb).

 Pemeriksaan harus dilakukan secara sistematis dan berurutan.

Hal-hal yang harus diperhatikan pada pemeriksaan pelvis bimanual :

a. Vagina

 Kelainan pada daerah introitus vagina (kista Bartolini, abses Bartolini)

 Kekuatan dinding vagina

 Sistokel atau rektokel, dan kista Gardner

 Permukaan dan kondisi rugae (ulkus, tumor dan fistula)

 Kelainan kongenital

 Penonjolan forniks atau kavum Douglasi

b. Serviks uteri

 Permukaan (sikatriks, ulkus, tumor)

 Ukuran dan bentuk serviks uteri

 Konsistensi (kenyal, lunak, tanda Hegar)

 Kanalis servikalis terbuka atau tertutup

 Mobilitas

 Nyeri pada pergerakan

c. Uterus

129
 Bentuk uterus

 Ukuran atau dimensi uterus

 Posisi uterus (anteversi, retroversi, antefleksi, retrofleksi, sinistro/

dekstroposisi)

 Konsistensi (padat, lunak)

 Permukaan uterus (bernodul, rata)

 Mobilitas

 Tumor (bentuk, ukuran, konsistensi)

 Kelainan kongenital

d. Parametrium

 Struktur adneksa (tuba, ovarium)

 Parametrium (melebar, memendek)

 Nyeri pada palpasi

 Tumor (lokasi, ukuran, permukaan, konsistensi, mobilitas, hubungan

dengan jaringan lain)

 Keganasan

130
SWAB VAGINA

A. Swab Vagina

Swab vagina atau pemeriksaan apus vaginanya artinya mengambil sediaan seperti

lendir yang terdapat pada daerah adalah vagina untuk diperiksa sel-sel yang terkandung di

dalamnya dengan menggunakan bantuan bawah mikroskop. Tujuan dilakukan swab

vagina:

1) Untuk mengambil High Vagina Swab yaitu contoh spesimen jika seseorang itu

mengalami discharge (keputihan) yang banyak / abnormal dari vaginanya.

2) Untuk memeriksa kuman-kuman apakah yang ada didalam vagina dengan

menggunakan bantuan bawah mikroskop.

Swab vagina dilakukan pada:

1. Wanita yang mengalami infeksi berulang. Misalnya, keputihan yang berulang.

2. Wanita yang mengalami radang panggul yang tak kunjung sembuh.

3. Pemeriksaan ini juga dilakukan pada ibu yang sedang hamil, terutama yang kerapkali

mengalami kontraksi.

Contoh penyakit yang merupakan indikasi dilakukan swab vagina yaitu:

1) Fluor Albus

Fluor albus adalah keluarnya cairan atau lendir putih kekuningan pada permukaan

vulva. Gejala ini menyebabkan keluhan yang sering dijumpai pada wanita, yaitu rasa gatal,

panas dan lecet di daerah adalah vulva vaginalis, kadang-kadang sampai terjadi edema.

Penyebab gejala ini adalah protozoa, biasanya trichomonas vaginalis . Di samping itu

131
dapat disebabkan oleh jamur, umumnya candida albicans. Fluor albus fisiologik pada

perempuan normalnya hanya ditemukan pada daerah portio vagina. Sekret patologik

biasanya terdapat pada dinding lateral yang dan anterior vagina. Fluor albus fisiologik

ditemukan pada:

a. Bayi baru lahir sampai umur kira-kira 10 hari. Disini sebabnya ialah pengaruh estrogen

dari plasenta terhadap uterus dan janin vagina.

b. Waktu di sekitar menarche karena mulai terdapat pengaruh estrogen. Fluor Albus disini

hilang sendiri, akan tetapi dapat menimbulkan keresahan pada orang tuanya.

c. Wanita dewasa apabila ia dirangsang sebelum dan pada waktu koitus, disebabkan oleh

pengeluaran transudasi dari dinding vagina.

d. Waktu di sekitar ovulasi, dengan sekret dari kelenjar-kelenjar serviks uteri menjadi

lebih encer.

e. Pengeluaran sekret dari kelenjar-kelenjar serviks uteri juga bertambah pada wanita

dengan penyakit menahun, dengan neurosis, dan pada wanita dengan ektropion

porsionis uteri.

Sedang fluor albus abnormal (patologik) disebabkan oleh:

a. Bakterialis vaginosis

b. Infeksi

1) Bakteri: Chlamydia Trachomatis, Neisseria Gonorrhoeae

2) Jamur: Candida Albicans

3) Protozoa: Trichomonas Vaginalis

4) Virus: Virus Herpes dan Human Papilloma Virus 2

132
c. Iritasi

1) Sperma, pelicin, atau kondom

2) Sabun cuci dan pelembut pakaian

3) Deodorant dan sabun

4) Cairan antiseptik untuk mandi

5) Pembersih vagina

6) Celana yang ketat dan tidak menyerap keringat

7) Kertas tisu toilet yang berwarna

d. Tumor atau jaringan lain normal

e. Hiliran

f. Benda asing

g. Radiasi

h. Penyebab lain

1) Psikologi: Volvovaginitis Psikosomatik

2) Tidak Diketahui: "Desquamative Inflamatory Vaginitis"

Meskipun banyak variasi warna, konsistensi, dan jumlah dari sekret vagina bisa

dikatakan suatu yang normal, tetapi perubahan itu selalu diinterpretasikan penderita

sebagai suatu infeksi, khususnya disebabkan oleh jamur. Beberapa perempuan pun

mempunyai sekret vagina yang banyak sekali. Dalam kondisi normal, cairan yang keluar

dari vagina mengandung sekret vagina, sel-sel dalam vagina yang terlepas dan mukus

serviks, yang akan bervariasi karena umur, siklus menstruasi, kehamilan, dan penggunaan

pil KB.

133
Lingkungan vagina yang biasa ditandai adanya suatu hubungan yang dinamis

antara lactobacillus acidophilus dengan flora endogen lain, estrogen, glikogen, pH vagina

dan hasil metabolit lain. Lactobacillus acidophilus menghasilkan endogen peroksida yang

toksik terhadap bakteri patogen. Karena aksi dari estrogen pada epitel vagina, produksi

glikogen, lactobacillus (doderlein) dan produksi asam laktat yang menghasilkan pH

vagina yang rendah sampai 3,8 - 4,5 dan pada level ini dapat menghambat pertumbuhan

bakteri lain

2) Bakterial Vaginosis

Bakterial Vaginosis merupakan kondisi vagina yang sering dialami oleh wanita

usia reproduktif. Bakterial Vaginosis mempunyai mikrobiologi yang kompleks; dua

organisme, gardnerella vaginalis dan spesies mobiluncus , adalah spesies yang paling

dikaitkan dengan proses penyakit (Brooks, 2007). Nama lain dari bakterial vaginosis

adalah non specific vaginitis, Gardnerella vaginitis , Corynebacterium

vaginitis , Haemophilus vaginitis , non spcsific vaginosis , dan anaerobik vaginosis.

Faktor risikonya adalah hubungan seksual pertama pada usia muda, perokok,

pasangan seksual yang banyak, penggunaan alat kontrasepsi intrauterin, pembersih vagina,

ras, dan aktivitas homoseks diperkirakan menjadi faktor resiko Bakterial vaginosis. Flora

campuran kuman anaerob dapat tumbuh secara berlebihan sebagai akibat adanya

peningkatan substrat, peningkatan pH, dan hilangnya dominasi lactobacillus yang

berkhasiat menghambat pertumbuhan kuman lain. Pada wanita yang normal dijumpai

koloni strain lactobacillus yang mampu memproduksi H2O2, sedangkan pada penderita

134
bakterial vaginosis terjadi penurunan jumlah populasi lactobacillus secara menyeluruh,

sementara populasi yang masih tersisa tidak mampu menghasilkan H2O2.

Dengan meningkatnya pertumbuhan kuman, produksi senyawa amin oleh kuman

anaerob juga bertambah, yaitu karena adanya dekarboksilase mikrobial. Senyawa amin

dalam suasana pH vagina yang meningkat akan mudah menguap dan menimbulkan bau

amis. Poliamin asal bakteri bersamaan dengan asam organik yang terdapat dalam vagina

bersifat sitotoksik dan menyebabkan eksfoliasi epitel vaginanya. Kumpulan eksfoliasi

yang terkumpul membentuk sekret vagina. Dalam pH alkalis, Gardnerella

vaginalis melekat erat pada sel epitel vagina yang lepas dan membentuk clue cells.

Pada wanita dengan bakterial vaginosis, keluhan berupa adanya duh tubuh vagina

ringan, melekat pada dinding vagina, dan berbau amis. Bau lebih menusuk setelah

senggama dan darah menstruasi berbau abnormal. Dapat timbul rasa gatal dan terbakar

akibat iritasi pada vagina dan sekitarnya, serta kemerahan dan edema pada vulva. Terdapat

50% kasus bersifat asimptomatik. Pada pemeriksaan terdapat adanya duh tubuh vagina

bertambah, warna abu-abu homogen, berbau, dan jarang berbusa. Gejala peradangan

umumnya tidak ada

PROSEDUR VAGINA SWAB

Alat dan Bahan

 Spekulum grave’s

 APD lengkap

135
 Senter

 Lidi kapas steril

 Tabung reaksi yang telah ditutup kapas berlemak

 Baskom yang berisi desinkfektan

 Garam Fisiologis

b. Prosedur Kerja

1. Informed consent (oral dan tertulis) mengenai tindakan yang akan dilakukan

2. Pasien dipersilahkan berbaring dalam posisi litotomi

3. Mencuci tangan dengan air mengalir dan sabun

4. Pakai APD

5. Bersihkan labia mayora dengan garam fisiologis

6. Masukkan cocor bebek ke lubang vagina, buka cocor bebek hngga terlihat

serviks

7. Oleskan lidi kapas pada bagian tersebut sebanyak dua kali pengambilan

8. Kembalikan posisi cocor bebek pada posisi semula

9. Keluarkan perlahan

10. Rendam pada baskom yang berisi desinkfektan

11. Taruh lidi kapas tadi pada tabung reaksi

12. Tutup rapat dengan kapas berlemak yang terbungkus kertas perkamen

13. Bawa ke laboratorium untuk diperiksa dengan gram dan kultur.

136
PAP SMEAR

1. Definisi

Pada tahun 1924, George N Papanicolaou seorang ahli anatomi secara tidak

sengaja mengamati tingginya sel-sel abnormal pada sediaan yang diambil dari pasien

kanker serviks. Pap smear merupakan prosedur atau pemeriksaan sitologis yang

dilakukan untuk skrining perubahan sel, lesi pre kanker atau kanker pada leher rahim

dengan metode usapan ( smear ) lendir leher rahim pada objek gelas yang kemudian

diperiksa secara mikroskopik

Beberapa tujuan dari pemeriksaan Pap Smear yang dikemukakan oleh Sukaca, 2013

yaitu :

1. Untuk mendeteksi pertumbuhan sel-sel yang akan menjadi kanker.

2. Untuk mengetahui normal atau tidaknya sel-sel di serviks

3. Untuk mendeteksi perubahan prakanker pada serviks

4. Untuk mendeteksi infeksi-infeksi disebabkan oleh virus urogenital dan penyakit-

penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual.

5. Untuk mengetahui dan mendeteksi sel abnormal yang terdapat hanya pada lapisan

luar dari serviks dan tidak menginvasi bagian dalam.

6. Untuk mengetahui tingkat berapa keganasan kanker serviks

2. Alat dan bahan

Wanita yang dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan Pap Smear sebagai berikut:

137
1. Wanita yang berusia muda sudah menikah atau belum namun aktivitas seksualnya

tinggi.

2. Wanita yang berganti-ganti pasangan seksual atau pernah menderita HPV (Human

Papilloma Virus) atau kutil kelamin.

3. Wanita yang berusia diatas 35 tahun.

4. Sesering mugkin jika hasil pap smear menunjukkan abnormal.

5. Sesering mugkin setelah penilaian dan pengobatan prakanker maupun kanker

serviks.

6. Wanita yang mengunakan pil KB (sukaca, 2009).

• Alat-alat pemeriksaan ginekologi

• Spatula ayre {suatu alat yang terbuat dari kayu atau plastik dengan ujung tertentu

untuk mengusap lendir serviks (ektoserviks dan endoservik)}

• Cytobrush

• Gelas objek (kaca preparat)

Gambar 1. Alat-alat pap smear

138
3. Prosedur

1) Langkah pertama sama dengan langkah pada pemeriksaan ginekologi sampai ke

pemasangan spekulum. Pada pemeriksaan pap smear , spekulum tidak diolesi

dengan jelly maupun antiseptik.

2) Setelah spekulum dimasukkan tampilkan porsio cervik (bagian servik yang

menonjol ke muara arah vagina berbentuk bulat dengan muara orificium uteri

externum di bagian tengahnya), kunci spekulum dan pegang dengan tangan kiri.

3) Amati dan deskripsikan keadaan serviks (ingat jangan mengoleskan antiseptik

pada daerah adalah porsio ini).

4) Ambil spekulum ayre dan masukkan bagian ujung yang lebih pendek di muara

ostium uteri eksterna (ektoservik) (regio squamo-columner junction ) dan putar

360 ° searah jarum jam.

5) Oleskan hasil usapan tersebut ke salah satu bagian ujung objek gelas.

6) Ambil sikat cytobrush , kemudian masukkan ke dalam kanalis servikalis

(endoserviks) dan dilakukan usapan berputar searah jarum jam (360 °).

7) Bahan hasil usapan tadi juga dihapuskan pada objek glass sebelumnya pada

tempat yang berbeda (ujung yang berlawanan dengan cara diputar ke arah,

sebaliknya.

8) Lepaskan spekulum dan taruh pada tempat yang telah disediakan.

9) Sediaan difiksasi dengan etil alkohol 95% ± selama 30 menit kemudian keringkan

di udara terbuka.

10) Lepaskan sarung tangan dan letakkan dalam larutan desinfektan.

139
11) Cuci tangan dengan sabun, bilas dengan air mengalir dan keringkan dengan

handuk.

12) Beri label sediaan, masukkan dalam bahan pembawa dan kirim ke laboratorium.

Gambar 2. Prosedur pap smear

4. Hasil

Adapun hasil pemeriksaan sitologi dari pap smear dinyatakan dengan klasifikasi

menurut WHO, klasifikasi lain menurut sistem Papanicolaou, sistem Bethesda dan sistem

NIS. Secara lengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut :

140
Tabel 1. Klasifikasi Lesi Pre Kanker (hasil pap smear)

Gambar 15. Klasifikasi lesi pra Kanker (hasil temuan pap smear )

141
Gambar 16. Hasil Pemeriksaan PAP SMEAR (staging derajat lesi prekanker)

Hasil Pemeriksaan Pap Smear

1. Kelas 0 : Tidak dapat dinilai

Segera diambil smear ulang

2. Kelas I : Normal Smear

Kontrol ulang 1-2 tahun lagi

3. Kelas II : Proses radang dengan atau tanpa Displasia ringan

Kontrol ulang 3-6 bulan lagi

4. Kelas III : Displasia Sedang – Berat

142
Kontrol ulang segera

5. Kelas IV : Karsinoma Insitu

Kontrol ulang segera

7. Kelas V : Karsinoma Invasif

Kontrol ulang segera

DAFTAR PUSTAKA

1. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3, Jakarta : Media Aesculapius. 2010

2. Prawirohardjo, Sarwono. Bunga Rampah Obstetri dan Ginekologi Sosial. Jakarta :

Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2012.

3. Romauli, Suryati,Dkk.Kesehatan Reproduksi Mahasiswa Kebidanan. Yogyakarta :

nuha medika. 2013.

4. Paisal. Pap Smear : Deteksi Dini Kanker Serviks. Jakarta

http://www.wartamedika.com, (Diakses tanggal 18 Juni 2017)

5. TIM PKTP RSUD dr. Soetomo/FK UNAIR. Buku Acuan Teknik Pengambilan Pap

Smear. Surabaya : FK UNAIR. 2010.

143
IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat)

A. Definisi:

Merupakan metode terbaru untuk skrining keganasan dan lesi prakanker

pada serviks dengan menggunakan asam asetat melalui metode pengamatan

langsung. Pemeriksaan IVA pertama kali diperkenalkan oleh Hinselman (1925)

dengan cara mengusap serviks dengan kapas yang telah dicelupkan ke dalam asam

asetat 3%. Adanya tampilan “bercak putih” setelah pulasan asam asetat

kemungkinan diakibatka lesi prakanker serviks. Cara ini kemudian dikembangkan

oleh WHO sejak tahun 1990 di India, Thailand dan Zimbabwe.

Metode skrining dengan teknik IVA relatif mudah dan dapat dilakukan oleh

tenaga kesehatan. Keuntungan skrining IVA dibandingkan tes pap adalah tidak

memerlukan dukungan laboratorium beserta SDMnya, hasilnya dapat segera

disampaikan setelah diperiksa, biaya sangat ringan. Data terkini menunjukan

bahwa pemeriksaan IVA paling tidak sama efektifnya dengan tes pap.

B. Sensitivitas & spesifisitas

Di Indonesia, Hanafi, et al (2003) dalam Indones J. Obstet Gynecol 27 (1): 59-66

menyatakan sensitivitas IVA dibandingkan sitologi adalah 90,9%, spesifisitas

99,8%, nilai duga positif 83,3% dan nilai duga negatif 99,9%

C. Keuntungan / Kelebihan

 Tehnik ini mudah, murah dan praktis.

144
 Dapat dilaksanakan oleh tenaga kesehatan bukan dokter ginekologi, dapat

dilakukan oleh bidan dan dokter umum disetiap tempat pemeriksaan

kesehatan ibu.

 Alat-alat dan bahan yang dibutuhkan sangat sederhana.

 Interpretasi hasil cepat dan mudah.

 Sensitivitas dan spesifisitas baik untuk mendeteksi lesi prekanker.

D. Alat & Bahan

 Larutan asam asetat 3% -5%

 Cotton bud

 Alat2 pemeriksaan ginekologi

 Lampu penerangan secukupnya

E. Prosedur

 Pemeriksaan IVA dilakukan setelah pemeriksaan ginekologi dengan

inspekulo sebelum pemeriksaan bimanual (periksa dalam).

 Setelah pemasangan spekulum dan serviks ditampilkan, oleskan larutan

asam asetat 3-5% pada regio Squamo-Columner Junction (SCJ) pada

serviks.

 Amati perubahan warna yang terjadi (setelah 20 detik).

F. Hasil & Intepretasi

Pengamatan dapat dilakukan dengan mata telanjang ataupun dengan pembesaran

Gineskopi (magnifikansi).

145
 Hasil dinyatakan positif jika pulasan akan tampak bercak warna putih yang

disebut aceto epitel putih (WE) pada regio SCJ.

 Hasil dinyatakan negatif jika tidak tampak lesi keputihan ( acetowhite )

pada pulasan regio SCJ atau bercak keputihan jauh / tidak berhubungan

dengan regio SCJ.

 Dicurigai keganasan jika tampak lesi ulseratif, Cauliflower-like (seperti

bunga kol) disertai bercak perdarahan atau mudah berdarah jika disentuh.

146
 Dicurigai kanker

ANALISIS SPERMA

Analisa Sperma Secara Makroskopis

a. Pengukuran Volume

Sperma ditampung seluruhnya dalam botol penampung yang bermulut lebar untuk

sekali ejakulasi. Volume diukur dengan gelas ukur yang mempunyai skala volume

0,1 ml, kemudian baca hasil. Volume yang normal menurut WHO > 1,5ml. WHO

merekomendasikan untuk menentukan volume dengan menimbang botol sebelum

dan setelah pengumpulan sperma. Spesifik berat semen ±1 g per ml. Volume yang

lebih dari 8ml disebut Hyperspermia, sedangkan yang kurang dari 1ml disebut

Hypospermia. Kesan volume ini menggambarkan kerja kelenjar prostat dan vesika

seminalis.

b. pH

pH sperma yang normal tidak banyak berbeda dengan pH darah, untuk mengukur

pH dapat dengan menggunakan kertas pH atau pH meter. Sperma yang normal

147
menunjukan pH yang bersifat basa yaitu 7,2 – 7,8. pH yang rendah terjadi karena

peradangan yang kronis dari kelenjar prostat, Epididimis, vesika seminalis atau

kelenjar vesika seminalis kecil, buntu maupun rusak.

c. Bau Sperma

Spermatozoa yang baru keluar mempunyai bau yang khas atau spesifik. Bau

Sperma yang khas tersebut disebabkan oleh oksidasi spermin (suatu poliamin

alifatik) yang dikeluarkan oleh kelenjar prostat.

d. Warna Sperma

Memeriksa warna sperma sekaligus memeriksa kekeruhan. Sperma yang normal

biasanya berwarna putih keruh seperti air kanji kadang-kadang agak keabu-abuan.

Adanya leukosit yang disebabkan oleh infeksi traktus genitalia dapat menyebabkan

warna sperma menjadi putih kekuningan. Adanya perdarahan menyebabkan

sperma berwarna kemerahan.

e. Likuifaksi

Likuifaksi diperiksa 20 menit setelah ejakulasi (setelah dikeluarkan). Dapat dilihat

dengan jalan melihat koagulumnya. Bila setelah 20 menit belum homogen

kemungkinan ada gangguan pada kelenjar prostat. Bila sperma yang baru diterima

langsung encer tidak mempunyai koagulum mungkin karena saluran pada kelenjar

vesica seminalis buntu atau memang tidak mempunyai vesika seminalis.

148
f. Viskositas (Kekentalan)

Kekentalan atau viskositas sperma dapat diukur setelah likuifaksi sperma

sempurna. Semakin kental sperma tersebut semakin besar viskositasnya. Hal ini

mungkin disebabkan karena :

 Spermatozoa terlalu banyak

 Cairannya sedikit

 Gangguan likuifaksi

 Perubahan komposisi plasma sperma

 Pengaruh obat-obatan tertentu.

g. Fruktosa Kualitatif

Fruktosa sperma diproduksi oleh vesica seminalis. Bila tidak didapati fruktosa

dalam sperma, hal ini dapat disebabkan karena :

 Azospermia yang disebabkan oleh agenesis vas deferens.

 Bila kedua duktus ejakulatorius tersumbat.

 Kelainan pada kelenjar vesika seminalis.

Analisa Sperma Secara Mikroskopik

a. Motilitas/Pergerakan Sperma

Penilaian motilitas sperma dilakukan segera setelah likuifaksi semen sempurna.

Motilitas sperma diperiksa dengan pembesaran 200-400x. Sebanyak 200

spermatozoa dinilai dan diklasifikasikan menjadi :

 Progressive motility (PR) : Gerakan aktif kedepan atau sedikit melengkung

149
 Non-progressive motility (NP) : Tidak ada gerakan maju atau gerak maju

melingkar

 Immotility (IM) : Tidak ada gerakan yang terlihat.

Setidaknya dua slide dengan 200 spermatozoa diklasifikasikan menggunakan

kriteria diatas harus mempunyai nilai sebanding. Hasil kedua penghitungan dirata-

ratakan dan dinyatakan dalam persentase. Nilai acuan untuk motilitas adalah >40%

sperma motil (PR+NP), >32% motilitas progresif (PR).

Asthenozoospermia adalah istilah dimana persentase motilitas sperma yang motil

progresif di bawah 32%. Asthenozoospermia dapat terjadi akibat likuifaksi yang

tidak sempurna, autoantibodi, peradangan dan gangguan dari ekor sperma. False-

negative asthenozoospermia dapat terjadi bila sperma dingin, sperma tua atau

kontaminasi pada saat pengumpulan sperma (misalnya kontaminasi dengan sabun).

b. Menilai Vitalitas

Bila lebih dari 40% spermatozoa tidak bergerak maka harus dilakukan pewarnaan

dengan eosin. Jika banyak sperma immobile yang hidup (> 58%), kemungkinan

ini suatu cacat flagela. Bila banyak sperma yang mati (necrozoospermia) lebih dari

42% ini merupakan indikator penyakit epididimis.

c. Perhitungan Jumlah Sperma

Perhitungan konsentrasi spermatozoa dapat ditentukan dengan mengunakan

metode hemositometer atau ”electronic coulter counter”. Metode hemositometer

lebih sering digunakan untuk sperma yang mempunyai perkiraan spermatozoa

150
yang sangat rendah (misalnya 10 juta/ml) atau bila pemeriksaan sperma yang

memerlukan penentuan jumlah dengan segera.

Sperma yang telah diaduk dengan baik diencerkan 1:10, 1:20. Sebagai pengencer

berisi 50gr NaHCO3, 10ml formalin 35%, 5ml cairan gentian violet pekat dan

aquadestilita sampai 1000ml. Sperma yang diencerkan harus diaduk lebih dahulu

dan segera dipindahkan ke kamar hitung/inprove Neubauer yang telah ditutup

dengan kaca penutup (deck glass).

Inprove Neubauer ini diletakkan di kamar lembab selama 15 menit agar semua sel

mengendap, kemudian dihitung dibawah mikroskop cahaya atau mikroskop fase

kontras dengan lensa objektif 10 (pembesaran 100x), spermatozoa (sel benih) yang

matang dan mempunyai ekor yang dihitung. Konsentrasi sperma adalah jumlah

spermatozoa/ ml semen. Sedangkan jumlah spermatozoa total ialah jumlah

spermatozoa dalam ejakulat.

Perhitungan :

Luas = 1mm2

Tinggi = 0,1mm

Vol = 0,1mm3

Jumlah sperma dalam 1mm3 = 1/0,1 x N x pengenceran

= 10 x N x pengenceran

= 10 x N x pengenceran/mm3

Jumlah spermatozoa/cc = 10 N x Pengenceran x 1000

Keterangan:

151
N = Jumlah sperma yang dihitung dalam kotak kamar hitung.

d. Morfologi Sperma

Penilaian morfologi sperma dilakukan dengan sediaan hapus sperma yang diwarnai

dengan giemsa di baca dengan pembesaran 1000 ×. Kriteria untuk klasifikasi

morfologi normal dan patologis dapat dilihat pada tabel kriteria morfologi sperma.

Tabel kriteria normal dan abnormal morfologi sperma (WHO, 2010)

Normal morphology Pathological morphology


Head Regular oval shape, well-defined Too big, too small, too thin and long,
acrosome region without vacuoles pear-shaped, round, amorphous, with
and a volume of 40– 70% of the acrosome vacuoles (>2 or more than
head 20%), post-acrosomal vacuoles, too
small or too large acrosomes.
Midpiece Narrow, regular, about as long as Asymmetric connection to the head,
the head. The main axis of the headmiddle piece irregularly, too thick,
and middle piece should be in line.bent or too thin. Cytoplasmatic
Cytoplasmatic droplets of the droplets >30%.
midpiece should be <30% of the
head size.
Tail The tail should be thinner than the Too short, multiple tails, kinks,
midpiece, the caliber should be irregular thickness, spiralshaped.
uniform and the length about 10
times the length of the head length.
The tail may be curved, but without
abrupt kinks.
Guidelines on Male Infertility. European Association of Urology update

Morfologi normal spermatozoa biasanya kurang dari 25%. Dikatakan sebagai

Teratozoospermia bila dijumpai spermatozoa dengan morfologi normal kurang dari

4% . Pemeriksaan Andrologi yang komprehensif diindikasikan jika analisis semen

menunjukkan kelainan dibandingkan dengan nilai acuan.

152
WHO Laboratory Manual for the Examination and Processing of Human Semen

(edisi ke-5) merupakan konsensus yang menjadi panduan yang harus diikuti oleh

spermatology modern.

Tabel batas referensi terendah untuk karakteristik semen (WHO, 2010)

Parameter Batas Referensi Terendah


(Range)
Volume semen 1,5 ( 1,4 – 1,7 )
Jumlah sperma total (106 per ejakulasi) 39 (33 – 46 )
Konsentrasi sperma (106 per mL) 15 ( 12 – 16 )
Jumlah motilitas (PR + NP) 40 (38-42)
Progresif motilitas (PR, %) 32 (31-34)
Vitalitas (spermatozoa hidup, %) 58 (55-63)
Morfologi sperma (bentuk normal, %) 4 (3,0-4,0)
Konsensus ambang nilai lainnya:
pH >7,2
Peroksidase-positif leukosit (106 per mL) <1,0
MAR test (motile spermatozoa with bound particles, %) <50
Immunobead test (motile spermatozoa with bound beads, <50
%) >2,4
Seminal zinc (μmol/ejaculate) >13
Seminal fructose (μmol/ejaculate) > 20
Seminal neutral glucosidase (mU/ejaculate)
PR = progressive; NP = non-progressive; MAR = Mixed antiglobulin reaction.

Guidelines on Male Infertility. European Association of Urology update

153
KURVA TEMPERATUR BASAL, INSTRUKSI, PENILAIAN HASIL

Kurva temperatur basal (suhu tubuh baal) adalah suhu yang diperoleh dalam

keadaan istirahat dan harus diambil segera setelah bangun di pagi hari setelah setidaknya 6

jam tidur. Tujuan pencatatan suhu basal untuk mengetahui kapan terjadinya masa

subur/ovulasi. Suhu basal tubuh diukur dengan alat yang berupa termometer basal.

Termometer basal ini dapat digunakan secara oral, per vagina, atau melalui dubur dan

ditempatkan pada lokasi serta waktu yang sama selama 5 menit.

Suhu normal tubuh sekitar 35,5-36 derajat Celcius. Pada waktu ovulasi, suhu akan

turun terlebih dahulu dan naik menjadi 37-38 derajat kemudian tidak akan kembali pada

suhu 35 derajat Celcius. Pada saat itulah terjadi masa subur/ovulasi. Kondisi kenaikan

suhu tubuh ini akan terjadi sekitar 3-4 hari, kemudian akan turun kembali sekitar 2 derajat

dan akhirnya kembali pada suhu tubuh normal sebelum menstruasi. Hal ini terjadi karena

produksi progesteron menurun.

Apabila grafik (hasil catatan suhu tubuh) tidak terjadi kenaikan suhu tubuh,

kemungkinan tidak terjadi masa subur/ovulasi sehingga tidak terjadi kenaikan suhu tubuh.

Hal ini terjadi dikarenakan tidak adanya korpus luteum yang memproduksi progesteron.

Begitu sebaliknya, jika terjadi kenaikan suhu tubuh dan terus berlangsung setelah masa

subur/ovulasi kemungkinan terjadi kehamilan. Karena, bila sel telur/ovum berhasil

dibuahi, maka korpus luteum akan terus memproduksi hormon progesteron. Akibatnya

suhu tubuh tetap tinggi.

154
 Manfaat

Metode suhu basal tubuh dapat bermanfaat sebagai konsepsi maupun kontrasepsi.

 Manfaat konsepsi

Metode suhu basal tubuh berguna bagi pasangan yang menginginkan kehamilan.

 Manfaat kontrasepsi

Metode suhu basal tubuh berguna bagi pasangan yang menginginkan menghindari

atau mencegah kehamilan.

 Efektifitas

Metode suhu basal tubuh akan efektif bila dilakukan dengan benar dan konsisten.

Suhu tubuh basal dipantau dan dicatat selama beberapa bulan berturut-turut dan

dianggap akurat bila terdeteksi pada saat ovulasi. Tingkat keefektian metode suhu

tubuh basal sekitar 80 persen atau 20-30 kehamilan per 100 wanita per tahun.

Secara teoritis angka kegagalannya adalah 15 kehamilan per 100 wanita per tahun.

Metode suhu basal tubuh akan jauh lebih efektif apabila dikombinasikan dengan

155
metode kontrasepsi lain seperti kondom, spermisida ataupun metode kalender atau

pantang berkala (calender method or periodic abstinence).

 Faktor yang Mempengaruhi Keandalan Metode Suhu Basal Tubuh

1. Penyakit.

2. Gangguan tidur.

3. Merokok dan atau minum alkohol.

4. Penggunaan obat-obatan ataupun narkoba.

5. Stres.

6. Penggunaan selimut elektrik.

 Keuntungan dari penggunaan metode suhu basal tubuh antara lain:

1. Meningkatkan pengetahuan dan kesadaran pada pasangan suami istri tentang masa

subur/ovulasi.

2. Membantu wanita yang mengalami siklus haid tidak teratur mendeteksi masa

subur/ovulasi.

3. Dapat digunakan sebagai kontrasepsi ataupun meningkatkan kesempatan untuk

hamil.

4. Membantu menunjukkan perubahan tubuh lain pada saat mengalami masa

subur/ovulasi seperti perubahan lendir serviks.

5. Metode suhu basal tubuh yang mengendalikan adalah wanita itu sendiri.

 Sebagai metode KBA, suhu basal tubuh memiliki keterbatasan sebagai berikut:

1. Membutuhkan motivasi dari pasangan suami istri.

156
2. Memerlukan konseling dan KIE dari tenaga medis.

3. Suhu tubuh basal dapat dipengaruhi oleh penyakit, gangguan tidur, merokok,

alkohol, stres, penggunaan narkoba maupun selimut elektrik.

4. Pengukuran suhu tubuh harus dilakukan pada waktu yang sama.

5. Tidak mendeteksi awal masa subur.

6. Membutuhkan masa pantang yang lama.

 Petunjuk Bagi Pengguna Metode Suhu Basal Tubuh

Aturan perubahan suhu/temperatur adalah sebagai berikut:

1. Suhu diukur pada waktu yang hampir sama setiap pagi (sebelum bangun dari

tempat tidur).

2. Catat suhu ibu pada kartu yang telah tersedia.

3. Gunakan catatan suhu pada kartu tersebut untuk 10 hari pertama dari siklus haid

untuk menentukan suhu tertinggi dari suhu yang “normal dan rendah” dalam pola

tertentu tanpa kondisi-kondisi di luar normal atau biasanya.

4. Abaikan setiap suhu tinggi yang disebabkan oleh demam atau gangguan lain.

5. Tarik garis pada 0,05 derajat celcius – 0,1 derajat celcius di atas suhu tertinggi dari

suhu 10 hari tersebut. Garis ini disebut garis pelindung (cover line) atau garis suhu.

6. Periode tak subur mulai pada sore hari setelah hari ketiga berturut-turut suhu tubuh

berada di atas garis pelindung/suhu basal.

157
7. Hari pantang senggama dilakukan sejak hari pertama haid hingga sore ketiga

kenaikan secara berurutan suhu basal tubuh (setelah masuk periode masa tak

subur).

8. Masa pantang untuk senggama pada metode suhu basal tubuh labih panjang dari

metode ovulasi billings.

9. Perhatikan kondisi lendir subur dan tak subur yang dapat diamati.

 Jika salah satu dari 3 suhu berada di bawah garis pelindung (cover line) selama

perhitungan 3 hari. Kemungkinan tanda ovulasi belum terjadi. Untuk menghindari

kehamilan tunggu sampai 3 hari berturut-turut suhu tercatat di atas garis pelindung

sebelum memulai senggama.

 Bila periode tak subur telah terlewati maka boleh tidak meneruskan pengukuran

suhu tubuh dan melakukan senggama hingga akhir siklus haid dan kemudian

kembali mencatat grafik suhu basal siklus berikutnya.

158
Prosedur Mengukur Suhu Basal Tubuh

Checklist :

 Guncang termometer hingga dibawah angka 360C dan siapkan di dekat tempat

tidur sebelum tidur

 Saat terbangun di pagi hari, letakkan termometer di mulut selama 10 menit, tetap

berbaring hingga selesai pengukuran

 Catat suhu di kartu yang telah disediakan

 Gunakan catatan suhu pada kartu tersebut untuk 10 hari pertama dari siklus haid

untuk menentukan suhu tertinggi dari suhu yang normal dan rendah dalam pola

tertentu tanpa kondisi – kondisi di luar normal atau biasanya

 Tarik garis pada 0,05 derajat celcius – 0,1 derajat celcius di atas suhu tertinggi dari

suhu 10 hari tersebut. Garis ini disebut garis pelindung (cover line) atau garis suhu

 Periode tidak subur mulai pada sore hari setelah 3 hari berturut – turut suhu tubuh

berada di atas garis pelindung (suhu basal)

 Hari pantang senggama dilakukan sejak hari pertama haid hingga sore ketiga

kenaikan secara berurutan

159
160
FERN TEST

 Uji lendir serviks, adalah pemeriksaan yang tidak terlalu sulit dan memberikan

gambar yang cukup berguna untuk menilai pengaruh hormonal, khususnya

estrogen dengan penilaian volume lendir, Spinbarkeit test, Fern tes, viskositas

seluler sehingga kita bisa memberikan nilai.

 Mukus serviks terdiri dari air dan bermacam-macam senyawa, karbohidrat, protein,

asam lemak, mineral dan enzim. Mukus serviks mengalami perubahan fisik dan

biokimia sesuai dengan siklus haid. Pada fase proliferasi hingga saat ovulasi ,

dibawah pengaruh estrogen konsentrasi protein, terutama albumin berkurang,

sedangkan air dan konsentrasi musin bertambah berangsur-angsur sehingga

viskositas berkurang. Berkurangnya viskositas mukus serviks pada saat ovulasi

meningkatkan kemampuan sperma menerobos mukus serviks. Sesudah ovulasi

mukus serviks menjadi lebih kental dan lebih keruh.

 Untuk menilai mucus serviks ada ada beberapa parameter yang dinilai, yaitu:

volume, daya membenang (spinnbarkeit), daya mendaun pakis (ferning),

pembukaan mulut rahim dan kekentalan (consistency), dan masing-masing diberi

skor 0-3.

 Volume, volume mukus serviks :0= 0ml, 1= 0,1ml, 2= 0,2ml dan 3= 0,3ml

atau lebih.

161
 Spinnbarkeit/daya membenang untuk menilai elastisitas mucus serviks,

yang maksimal saat ovulasi. Jika mucus serviks yang berada dalam kanalis

servikalis diambil dengan pinset, mucus serviks tidak terputus-putus. 0= <

1cm, 1= 1-4cm, 2= 5-8cm dan 3= >8 cm.

 Ferning/feming test, daun pakis, jika mucus serviks dikeringkan diatas

object glass dan dilihat dibawah mikroskop, tampak kristal dalam bentuk

daun pakis. Gambaran daun pakis tergantung pada konsentrasi NaCl dalam

sekret. Konsentrasi NaCl bertambah dibawah pengaruh estrogen dan

berkurang dibawah pengaruh progesterone. Jika setelah ovulasi masih

terlihat gambaran daun pakis, maka mungkin fungsi corpus luteum kurang

dari normal.

0= tidak ada kristal, 1= bentuk tidak khas, 2= ada cabang pertama dan

kedua dan 3= ada cabang ketiga dan keempat.

 Pembukaan mulut rahim, 0= tertutup, selaput lendir pucat, 1= tertutup

selaput lendir merah jambu, 2= terbuka sebagian selaput lendir merah

jambu, 3= terbuka lebar,selaput lendir merah.

 Consistency/kekentalan, 0= sangat kental, 1= kental sedang, viscous,

2= kental ringan, viscous mucus dan 3= encer.

Tabel nilai parameter untuk pemeriksaan lendir serviks/uji mukus serviks (UMS)

162
LPB = Lapangan Pandang Besar dalam mikroskop pembesaran 400x

Hasil UMS hanya meliputi 4 parameter pertama

Nilai 0-7 : pengaruh estrogen kurang atau menunjukkan kadar progesteron

tinggi

Nilai 8-14 : pengaruh estrogen nyata, yang tidak terpengaruh kadar

progesterone

Gambaran daun pakis pada Fern test pada saat ovulasi

163
INSISI ABSES BARTHOLIN

1. Definisi

Kelenjar Bartholin rentan terhadap obstruksi, dengan membentuk kista yang bisa terinfeksi

menjadi abses kelenjar.

Abses Bartolini adalah penumpukan nanah yang membentuk benjolan (pembengkakan) di

salah satu kelenjar Bartholin yang terletak di setiap sisi lubang vagina.2

2. Anatomi dan Fisiologi

Anatomi

Kelenjar Bartolini yang terdapat pada wanita homolog dengan kelenjar Cowper pada pria.

Pada masa pubertas, kelenjar ini mulai berfungsi, untuk memberikan kelembapan pada

daerah vestibular vagina. Kelenjar ini terletak bilateral di dasar labia. Kelenjar biasanya

berukuran kacang polong dan jarang melebihi 1cm. Kelenjar ini tidak teraba kecuali pada

penyakit atau infeksi.

Anatomi kelenjar bartolini

164
3. Diagnosis

Anamnesis

Massa atau lesi pada genitalia eksterna lazim ditemukan. Lesi ini mungkin berkaitan

dengan penyakit kelamin, tumor, atau infeksi. Pasien dengan abses bertolini mungkin

datang dengan massa yang sangat nyeri di vulva. Tanyakan sejak kapan pasien menyadari

ada lesi(massa), apakah nyeri atau tidak, apakah ukuran massa berubah atau tidak, apakah

pasien pernah menderita penyakit yang sama sebelumnya dan tanayakan pula apakah

pernah menderita penyakit kelamin sebelumnya.

Penemuan Klinis

Berikut temuan pemeriksaan fisik terlihat di abses bartolini, seperti yang ditunjukkan pada

gambar di bawah:

Gambar Abses Bartolini

165
- Tampak ada benjolan lembut, massa labial berfluktuasi dengan eritema

sekitarnya dan edema

- Dalam beberapa kasus, daerah sekitar abses mungkin dapat tampak

selulitis.

- Demam. Meskipun tidak khas, dapat terjadi.

- Jika abses telah pecah secara spontan, dapat tampak discharge purulen. Jika

benar-benar telah terkuras, tidak ada massa yang jelas dapat diamati.

5. Penatalaksanaan

Abses bartolini umumnya disertai rasa nyeri, dengan demikian insisi atau drainase

terhadap sekret diperlukan. Kenyamanan pasien sangat penting untuk kelancaran proses

drainase. Penggunanan estesi topikal pada mukosa diikuti dengan injeksi submukosa lokal

anestesi. Pada pasien dengan abses besar atau kompleks atau untuk prosedur yang rumit,

anestesi umum di ruang operasi (RO) mungkin diperlukan.

Drainase

Sebuah sayatan kecil dapat mengeringkan abses. Hal ini mengurangi gejala dan

memberikan pemulihan tercepat. Prosedur ini dapat dilakukan dengan anestesi lokal.

Sebuah kateter (tabung) dapat dimasukkan dan dibiarkan di tempat selama 4 - 6 minggu

untuk terus memungkinkan pengeringan sementara daerah menyembuhkan. Tidak dapat

berhubungan seksual sampai kateter dilepas.

166
Antibiotik mungkin diresepkan, tetapi biasanya tidak diperlukan jika tindakan

drainase dilakukan dengan benar.

Gambar teknik word kateter

Marsupialisasi

Yang telah berulang kali menderita abses dapat mempertimbangkan prosedur

bedah minor yang disebut marsupialisasi. Prosedur ini dilakukan dengan pembukaan

permanen untuk membantu menguras kelenjar. Prosedur mungkin perlu dilakukan di

bawah anestesi umum di rumah sakit. Pasien tidak dapat berhubungan seksual selama 4

minggu setelah operasi. Dapat menggunakan obat nyeri oral setelah prosedur.

167
A B

Gambar Teknik Marsupialisasi

168
KONSELING KONTRASEPSI

 Definisi Konseling Kontrasepsi

Konseling merupakan aspek yang sangat penting dalam pelayanan Keluarga Berencana (KB)

dan Kesehatan Reproduksi (KR). Dengan melakukan konseling berarti petugas membantu

klien dalam memilih dan memutuskan jenis kontrasepsi yang akan digunakan sesuai dengan

pilihannya. Konseling yang baik juga akan membantu klien dalam menggunakan

kontrasepsinya lebih lama dan meningkatkan keberhasilan KB. Konseling adalah proses yang

berjalan dan menyatu dengan semua aspek pelayanan Keluarga Berencana dan bukan hanya

informasi yang diberikan dan dibicarakan pada satu kesempatan yakni pada saat pemberian

pelayanan. Dengan informasi yang lengkap dan cukup akan memberikan keleluasaan kepada

klien dalam memutuskan untuk memilih kontrasepsi (Informed Choice).

 Tujuan Konseling

Konseling KB bertujuan membantu klien dalam hal:

a) Menyampaikan informasi dan pilihan kontrasepsi

b) Memilih metode KB yang diyakini

c) Menggunakan metode KB yang dipilih secara aman dan efektif

d) Memulai dan melanjutkan KB

e) Mempelajari tujuan, ketidakjelasan informasi tentang metode KB yang tersedia.

 Cara suportif untuk memberikan dukungan kepada klien

a) Bicaralah dengan suara yang menunjukkan perhatian dan minat untuk membantu

dan menunjukkan sikap bersahabat.

b) Ajukan satu pertanyaan setiap saat dan tunggulah jawaban

169
c) Gunakan bentuk pertanyaan terbuka, yang memungkinkan klien untuk menjawab

dalam bentuk cerita, misalnya tentang keadaan keluarganya, kesulitan hidup,

pekerjaan, dan sebagainya yang mungkin menjadi dasar keinginannya untuk

melaksanakan KB atau memilih cara KB.

d) Hindari menggunakan bentuk pertanyaan tertutup yang hanya mungkin dijawab

dengan “ya” atau “tidak”. Perhatikan pula bahwa anda mengajukan pertanyaan yang

tidak mengarahkan, tetapi mendorong agar klien mau dan merasa bebas untuk

bercerita lebih lanjut, misalnya kalimat sebagai berikut.

i. “Apa yang bisa saya bantu?” “Apa yang anda ketahui mengenai....”

e) Pakailah kata-kata seperti “Lalu?”, “Dan?”, “Oooo”. Komentar kecil ini biasanya

mampu mendorong untuk terus bercerita lebih lanjut.

f) Jangan mengajukan pertanyaan bernada memojokkan seperti “mengapa begitu?”,

“kok begitu?”. Meskipun seringkali anda bermaksud mengetahui alasannya, nada

demikian dapat menimbulkan salah pengertian, misalnya ia merasa disalahkan.

g) Cari bentuk pertanyaan lain apabila ternyata klien tidak begitu mengerti maksud

pertanyaan anda.

 Hak Klien dalam Pemilihan Kontrasepsi

Klien sebagai calon maupun akseptor KB mempunyai hak sebagai berikut:

a) Terjaga harga diri dan martabatnya

b) Dilayani secara pribadi (privasi) dan terpeliharanya kerahasiaan

c) Memperoleh informasi tentang kondisi dan tindakan yang akan dilaksanakan

d) Mendapat kenyamanan dan pelayanan terbaik

e) Menerima atau menolak pelayanan atau tindakan yang akan dilakukan

170
f) Kebebasan dalam memilih metode yang akan digunakan

 Langkah-langkah Konseling

SA : SApa dan SAlam kepada klien secara terbuka dan sopan. Berikan perhatian

sepenuhnya kepada mereka dan berbicara di tempat yang nyaman serta terjamin

privasinya. Tanyakan kepada klien apa yang perlu dibantu serta jelaskan pelayanan apa

yang diperoleh.

T : Tanyakan kepada klien informasi tentang dirinya. Bantu klien untuk berbicara

mengalami pengalaman Keluarga Berencana. Tanyakan kontrasepsi yang diinginkan oleh

klien. Coba tempatkan diri kita didalam hati klien.

U : Uraian dan diberi tahu apa pilihan kontrasepsi, bantu klien pada jenis kontrasepsi yang

diingini.

TU : banTUlah klien menentukan pilihannya. Bantulah klien berpikir mengenai apa yang

paling sesuai dengan keadaan dan kebutuhannya. Doronglah klien untuk menunjukkan

keinginannya dan mengajukan pertanyaan.

J : Jelaskan secara lengkap bagaimana menggunakan kontrasepsi pilihannya.

U Perlunya dilakukan kunjungan Ulang. Bicarakan dan buatlah perjanjian kapan klien

akan kembali untuk melakukan pemeriksaaan lanjutan atau permintaan kontrasepsi jika

dibutuhkan (Saifuddin, 2006).

 Definisi Kontrasepsi

Kontrasepsi berasal dari kata “Kontra” yang berarti mencegah/ menghalangi dan “Konsepsi”

yang berarti pembuahan atau pertemuan antara sel telur dengan sperma. Jadi kontrasepsi

171
dapat diartikan sebagai suatu cara untuk mencegah terjadinya kehamilan sebagai akibat

pertemuan antara sel telur dengan sperma (Fertitest, 2010).

a) Kontrasepsi Sederhana

Kontrasepsi sederhana terbagi atas kontrasepsi tanpa alat (senggama terputus, pantang

berkala, metode suhu badan basal, dan metode kalender) dan kontrasepsi dengan

alat/obat (kondom, diafragma, kap serviks, dan spermisid ).

b) Kontrasepsi Modern

Kontrasepsi modern dibedakan atas 3 yaitu:

1. Kontrasepsi hormonal, yang terdiri dari pil, suntik, implant/AKBK (Alat

Kontrasepsi Bawah Kulit).

2. IUD/AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim).

3. Kontrasepsi mantap yaitu dengan operasi tubektomi (sterilisasi pada wanita)

dan vasektomi (sterilisasi pada pria) (Hartanto, 2003)

172
Metode Kontrasepsi

Kontrasepsi merupakan upaya pencegahan kehamilan dengan prinsip dasar menekan ovulasi, menghalangi sperma,

mencegah nidasi.

I. Jenis-jenis kontrasepsi

Kontrasepsi Alami Non hormonal Hormonal

1. Pantang berkala dengan 1. Kondom 1. Progestin: pil, injeksi dan implan

sistem kalender

2. Metode suhu basal 2. Spermisida 2. Kombinasi: pil dan injeksi

3. Metode amenore laktasi 3. Alat kontrasepsi dalam rahim

(MAL) (AKDR)

4. Koitus interuptus 3. Kontrasepsi mantap

(tubektomi dan vasektomi)

II. Kontrasepsi Alami

Metode Syarat Cara Kerja Efek Samping Keuntungan Keterbatasan


Kontrasepsi
Pantang berkala - Perbedaan siklus Menghindari masa Pantang terlalu lama - Mengetahui masa - Membutuhkan
dengan sistem terpanjang dan ovulasi dengan akan menimbulkan subur/ ovulasi. motivasi dari
kalender terpendek harus pencatatan tanggal frustasi - Mendeteksi masa pasangan suami
Adalah suatu kurang dari 10 hari menstruasi dan masa subur/ovulasi istri.
cara kontrasepsi - Tidak ada keadaan- subur (ovulasi) bagi yang tidak - Memerlukan
dimana tidak keadaan yang teratur konseling dan
mengadakan mengubah - Dapat digunakan KIE dari tenaga
coitus pada keteraturan siklus, sebagai medis.
masa-masa missal : kontrasepsi/meni - Tidak
subur Gang. Emosional ngkatkan mendeteksi
Post menarrhoe kesempatan untuk awal masa
Pra menopause hamil. subur.
Postpartum/abostus - Membantu - Membutuhkan
menunjukkan masa pantang
perubahan tubuh yang lama.
lain pada saat
mengalami masa
subur/ovulasi
seperti perubahan

173
lendir serviks.

Metode Suhu Kontraindikasi : Hormon progesterone Tidak ada - Meningkatkan - Membutuhkan


Basal - Variasi siklus > 8 yang disekresi korpus pengetahuan dan motivasi
Suatu cara hari luteum setelah ovulasi kesadaran - Perlu diajarkan
untuk menilai - Siklus < 25 hari bersifat termogenik terhadap masa oleh spesialis
kesuburan - Siklus tidak teratur atau memproduksi subur KB alami
dengan - Setelah melahirkan panas dan dapat - Membantu wanita - Dipengaruhi
menggunakan dan selama menaikkan suhu yang mengalami oleh penyakit,
suhu tubuh menyusui tubuh 0,05C-0,2C dan siklus tidak kurang tidur,
istirahat mempertahankan haid teratur dengan stress, tekanan
berikutnya mendeteksi emosional
ovulasi - Jika tidak
- Membantu diukur waktu
menunjukkan yang sama,
perubahan tubuh akan
- Berada dalam menyebabkan
kendali wanita ketidakteraturan
- Dapat digunakan suhu basal
untuk mencegah/ tubuh
menghendaki
kehamilan

Metode amenore Menyusui secara penuh, Penundaan atau Tidak Ada - Efektivitas tinggi - Sulit
laktasi (MAL) lebih efektif bila penekanan ovulasi (keberhasilan dilaksanakan
kontrasepsi yang pemberian lebih dari 8 98% pada 6 karena kondisi
mengandalkan kali sehari bulan social
pemberian ASI pascapersalinan) - Efektivitas
secara eksklusif - Tidak tinggi hanya
mengganggu sampai
senggama kembalinya
- Tidak ada efek haid atau
samping sistemik sampai dengan
- Tidak perlu 6 bulan
pengawasan - Tidak
medis melindungi
- Tidak perlu obat terhadap PMS
atau alat termasuk virus
- Tidak perlu biaya hepatitis B dan
HIV/AIDS
Koitus interuptus Menghindari Tidak ada - Tidak - Efektifitas
Suatu cara pertemuan sperma mengganggu metode ini
mencegah dan ovum produksi ASI bergantung
kehamilan - Dapat digunakan pada kesediaan
dimana pria sebagai pasangan
menarik pendukung - Gagal sekitar
penisnya keluar metode KB yang 25%
dari vagina lain - Kurang
sesaat sebelum - Tidak memuaskan

174
ejakulasi membutuhkan
biaya
- Meningkatkan
keterlibatan pria
dalam keluarga
berencana

III. Kontrasepsi Non Hormonal

Metode Kontrasepsi Syarat Cara Kerja Efek Samping Keuntungan Keterbatasan


Kondom merupakan - Simpan kondom Menghalangi Catatan dari The - Efektif mencegah - Cara penggunaan
selubung/sarung jauh dari tempat terjadinya American Academy kehamilan bila mempengaruhi
karet sebagai salah yang terlalu pertemuan sperma of Allergy, Asthma digunakan dengan keberhasilan
satu metode/alat panas, dingin dan sel telur & Imunology : benar - Mengganggu
untuk mencegah atau gesekan dengan cara bebetapa orang - Tidak mengganggu hubungan seksual
kehamilan dan - Periksa tanggal mengemas sperma mengalami reaksi produksi ASI - Mengurangi
penularan penyakit kadaluarsa di ujung selubung alergi thd protein - Tidak mengganggu kenyamanan laki-
kelamin saat - Jangan buka karet yang dalam karet kesehatan klien laki
bersenggama pakek gigi dipasang pada - Tidak ada pengaruh
karena dapat penis, mencegah sistemik
merobek penularan - Murah dan dapat
kondom mikroorganisme dibeli secara umum
- Gunakan - Metode kontrasepsi
kondom baru sementara bila
sekali pakai metode lainnya harus
- Jangan gunakan ditunda
secara
bersamaan
Spermisida Metode ini efektif - Memblokir Iritasi penis dan - Relatif aman bila - Beberapa orang
zat yang digunakan untuk satu jam leher rahim vagina dikombinasi dengan mungkin
untuk menghentikan setelah penyisipan sehingga metode penghalang mengalami
pergerakan sperma dan dimasukkan sperma tidak - Dapat menurunkan kesulitan dalam
sebelum dapat mencapai terinfeksi penyakit memasukkan
berhubungan telur menular seksual (anatomi vagina
seksual - Melumpuhkan - Harga murah abnormal)
sprema, - Perlindungan segera - Beberapa wanita
sehingga tidak tersedia mengeluh
dapat - Menyediakan spermisida yang
bergabung lubrikasi selama berantakan atau
dengan telur hubungan, terutama bocor dari vagina
dengan kondom - Kurang
- Tidak mengganggu perlindungan dari
menyusui paparan HIV
Alat Kontrasepsi Indikasi : - Mencegah - Bercak darah dan - Efektivitas tinggi - Tidak mencegah
Dalam Rahim - Usia terjadinya kram abdomen (99,2% – 99,4%), PMS
(AKDR) reproduktif fertilisasi setelah metode jangka - Diperlukan
adalah alat - Keadaan - Tembaga pada pemasangan panjang prosedur medis
kontrasepsi yang nulipara AKDR AKDR - Segera efektif setelah termasuk

175
dipasang dalam - Menginginkan menyebabkan - Dismenorhoe pemasangan pemeriksaan pelvis
rahim dengan kontrasepsi reaksi inflamasi selama 1-3bln - Tidak ada efek - Klien tidak dapat
menjepit kedua jangka panjang steril pertama samping hormonal melepas AKDR
saluran yang - Sedang - Toksik untuk pemasangan - Dapat digunakan sendiri
menghasilkan menyusui dan sperma sehingga - Perubahan/ sampai menopause
indung telur menginginkan tidak mampu gangguang - Membantu mencegah
sehingga tidak penggunaan untuk fertilisasi menstruasi kehamilan ektopik
terjaid pembuahan kontrasepsi - Perdarahan berat
- Tidak - Anemia
menghendaki - AKDR tertanam
metode di endometrium
hormonal - AKDR terlepas
- Tidak spontan
menyukai - Perforasi servik
mengingat atau uterus
minum pil tiap -
hari.
Kontraindikasi

- Adanya tanda
kehamilan
- Infeksi panggul
bagian dalam
- Erosi pada
cervix uteri
- Diperkirakan
adanya tumor
- Adanya
perdarahan
pervagina
- Perdarahan
haid yang
hebat
- Alergi terhadap
logam atau
tembaga
Kontrasepsi Mantap :
- Tubektomi
metode operasi - Usia tua Mengoklusi - Menstruasi tidak Kehamilan gagal - Perdarahan
mantap yang - Penyakit tuba falopii teratur - Perlekatan organ
bersifat sukarela tertentu (mengikat dan - Rasa panas intra abdomen
bagi seorang (jantung, dll) memotong atau - Keringat malam - Salphyngitis
wanita bila tidak - Grande memasang - Panas dingin - Cidera organ perut
ingin hamil lagi multigravida cincin) - Kecemasan
(>5, >35) sehingga - Nyeri payudara
sperma tidak - Osteoporosis
Vasektomi adalah dapat bertemu - Prolaps uterus
prosedur klinik ovum.
untuk - Perdarahan

176
menghentikan Mengoklusi vas - Hematom skrotum
kapasitas deferens - Beberapa Kehamilan gagal - Infeksi pada luka
reproduksi pria - Usia tua sehingga alur penelitian yang timbul atau
- Penyakit transportasi menyatakan epididimidis
tertentu sperma hasrat seksual - Granuloma sperma
(jantung, dll) terhambat dan berkurang - Reaksi autoimun
proses - Dalam Jurnal of terhadap
fertilisasi tidak American spermanya sendiri
terjadi. Medical
Association
mendapatkan
operasi
vasektomi lebih
rentan terhadap
ca prostat

Kontrasepsi Hormonal

Metode Kontrasepsi Syarat Cara Kerja Efek Samping Keuntungan Keterbatasan


Progestin
adalah metode
kontrasepsi dengan
menggunakan bahan
tiruan dari progesteron
(pil progestin,
injeksi/suntikan,
implan)

a. Pil
Indikasi: - Mengentalkan - Gang. haid - Sederhana - Harus minum
- Kontraindikas cairan leher - Peningkatan - Tidak ada intervensi tiap hari
i rahim BB medis - Efek samping
estrogen/tidak - Membuat - Nyeri tekan - Tidak mengganggu bervariasi
cocok dengan kondisi rahim payudara senggama. - Bila lupa satu
estrogen tidak me - Mual pil maka
- Umur > 35th nguntungkan - Pusing kegagalan
- Menunda bagi hasil - Perubahan menjadi lebih
- Menjarangka pembuahan mood besar
n siklus haid - Dermatitis/
tidak teratur jerawat
Kontraindikasi - Kembung
: - Depresi
- Menyusui - Hirsutisme
- Hipertensi
b. Injeksi/suntikan - DM
progestin - Perokok.

177
Indikasi: - Menghalangi - Kacau pola - Lebih efektif - Intervensi
- Terdapat resiko ovulasi menstruasi - Praktis medis (harus
meningkatnya - Mengubah - BB bertambah - Aman steril)
komplikasi lendir serviks - Vagina menjadi - Gangguan
kardiovaskuler (vagina) kering  perdarahan
jika menjadi kental dispareuni
menggunakan - Menghambat
pil sperma dan
- Kesulitan menimbulkan
memakai perubahan pada
kontrasespi yg rahim
harus dipakai - Mencegah
tiap hari pertemua sel
- Kurun sehat telur dan
(jangka sperma
panjang) - Mengubah
- Menyusui. kecepatan
Kontraindikasi transprtasi sel
: telur
- Curiga hamil
- Perdarahan
abnormal dari
uterus
- Riwayat
c. Implan keganasan
- Penyakit hati
- Hipertensi.

Indikasi : - Menghambat - Gang.haid - Sangat efektif, - Membutuhkan


- Wanita yang terjadinya - Jerawat perlindungan jangka tindakan bedah
telah memilki ovulasi - Perubahan panjang minor untuk
anak dan tidak - Menyebabkan libido - Pengembalian insersi dan
ingin hamil lagi endometrium - Keputihan tingkat kesuburan pencabutan
dalam waktu tidak siap - Perubahan berat cepat setelah - Klien tidak
5tahun untuk nidasi badan pencabutan dapat
- Tidak cocok - Mempertebal - Bebas dari pengaruh menghentikan
dengan lendir serviks estrogen sendiri
estrogen - Menipiskan - Tidak mengganggu pemakaian
maupun AKDR lapisan senggama. kontrasepsi
Kontraindikasi endometrium
:
- Curiga hamil
- Perdarahan
abnormal dari
uterus
- Riwayat
keganasan
- Mengidap
penyakit

178
kardiovaskular
Pil kombinasi dan Indikasi: - Menekan - Gejala pseudo - Resiko terhadap - Membosankan
suntikan kombinasi - Wanita usia ovulasi pregnancy kesehatan kecil harus
(mengandung reproduksi - Mencegah (muntah, - Mudah dihentikan digunakan tiap
estrogen dan - Wanita yang implantasi pusing, setiap saat hari
progesteron) telah atau - Pergerakan payudara - Tidak mengganggu - Pola haid tidak
belum memiliki tuba membesar) senggama teratur
anak terganggu - Penambahan - Dapat digunakan - Mual
- Pasca berat badan sebagai kontrasepsi - Sakit kepala
keguguran atau - Siklus haid darurat - Nyeri payudara
abortus menjadi lebih ringan
- Wanita dengan teratur - Penambahan
siklus haid - Jerawat BB
tidak teratur. - Amenore
Kontraindikasi - Perdarahan
: bercak
- Penyakit
tromboemboli
- Penyakit
cerebrovaskular
- Oklusi koroner
- Gangguan
fungsi hati
- Kanker
payudara
- Hamil atau
diduga hamil
- Migraine
- Hipertensi
- DM

DAFTAR PUSTAKA

Buku Pedoman Praktis Pelayanan Kontrasepsi, Edisi Ketiga, 2011

Pedoman Pelayanan Keluarga Berencana Pasca Persalinan di Fasilitas

Kesehatan (BKKBN dan Kemnkes R.I., 2012)

Penuntun Kepaniteraan Klinik Obstetri dan Ginekologi, Edisi 2, 2004

179
PENANGANAN KOMPLIKASI KB

Pil, Suntik, Implant, IUD

Komplikasi Pil dan Penanganannya

Komplikasi Pengelolaan
Amenorea PD /tes kehamilan. Coba berikan pil dengan dosis
estrogen 50µg, atau dosis estrogen tetap, tetapi dosis
progestin dikurangi(kombinasi). Jika hamil intrauterine
hentikan pil.

Mual,pusing, atau Tes kehamilan atau pemeriksaan ginekologik. Bila tidak


pusing (kombinasi) hamil sarankan minum pil saat makan malam atau
sebelum tidur.

Perdarah pervaginam • Tes Kehamilan/pemeriksan Ginekologik.


/spotting
• Biasa terjadi pada 3 bulan pertama,
• Bila perdarahan/spotting tetap saja terjadi, ganti
pil dengan dosis estrogen lebih tinggi (50µg),
sampai perdarahan teratasi, lalu kembali ke dosis
awal. Bila perdarahan/ spotting timbul lagi,
lanjutkan lagi dengan dosis 50µg.(kombinasi)

• Ganti dengan metode kontrasepsi lain

180
Komplikasi Suntik dan Penanganannya

Komplikasi Pengelolaan
Amenorea Jika hamil ratau kehamilan ektopik rujuk.. Tunggu 3-6
bulan kemudian, bila tidak terjadi perdarahan,rujuk.

Perdarahan/perdarah perdarahan ringan sering dijumpai, jika pasien tidak dapat


an bercak (spotting) menerima perdarahan tersebut dan ingin melanjutkan
suntikan, maka disarankan 2 pilihan pengobatan :
1 siklus pil kontrasepsi kombinasi (30 – 35µg
etinilestradiol), ibuprofen (sanpai 800mg, 3x/hari untuk 5
hari), atau obat sejenis lain. Jelaskan setelah pemberian
pil kontrasepsi akan terjadi perdarahan. Bila terjadi
perdarahn banyak selama pemberian suntikan ditangani
dengan pemberian 2 tablet pil kontrasepsi kombinasi/hari
selama 3-7 hari dilanjutkan dengan 1 siklus pil
kontrasepsi hormonal, atau diberi 50µg etinilestradiol
atau 1,25 mg estrogen equin konjugasi untuk 14-21 hari.

Meningkatnya/menur Perhatikan diet pasien jika kenaikan BB mencolok. Jika


unnya berat badan BB berlebihan, hentikan suntikan dan anjurkan metode
kontrasepsi lain.(kombinasi)

181
Komplikasi Implant dan Penanganannya

Komplikasi Pengelolaan
Amenore Jika hamil atau KET rujuk
Perdarahan bercak perdarahan ringan sering dijumpai terutama pada tahun
(spotting ringan) pertama, jika pasien tidak dapat menerima perdarahan
tersebut dan ingin melanjutkan implant, maka disarankan
2 pilihan pengobatan :
1 siklus pil kontrasepsi kombinasi (30 – 35µg
etinilestradiol), ibuprofen (sanpai 800mg, 3x/hari untuk 5
hari), atau obat sejenis lain. Jelaskan setelah pemberian
pil kontrasepsi akan terjadi perdarahan. Bila terjadi
perdaraahn banyak ditangani dengan pemberian 2 tablet
pil kontrasepsi kombinasi/hari selama 3-7 hari dilanjutkan
dengan 1 siklus pil kontrasepsi hormonal, atau diberi
50µg etinilestradiol atau 1,25 mg estrogen equin
konjugasi untuk 14-21 hari.

Ekspulsi Cabut kapsul yang ekspulsi, periksa apakah kapsul yang


lain masih ditempat, dan periksa apakah ada tanda-tanda
infeksi di daerah insersi. Bila tidak ada infeksi dan kapsul
lain masih berada di tempatnya, pasang kapsul baru 1
buah pada tempat insersi yang berbeda. Bila ada infeksi
cabut seluruh kapsul yang ada dan pasang kapsul baru
pada lengan lain, atau anjurkan menggunakan metode
kontrasepsi lain.

182
Infeksi pada daerah Bila terdapat infeksi tanpa nanah, bersihkan dengan sabun
insersi dan air, atau antiseptic. Berikan antibiotik yang sesuai
untuk 7 hari. Impan jangan dilepas dan pasien diminta
kembali 1 minggu. Apabila tidak membaik, cabut implant
dan pasang yang baru pada sisi lengan lain. Apabila
ditemukan abses, berikan antiseptik, insisi dan alirkan pus
keluar, cabut implant, lakukan perawatan luka,. dan
berikan antibiotik oral selama 7 hari

Berat badan naik atau Kenaikan berat badan 1-2 kg adalah normal. Jika
turun kenaikan berat badan sebanyak 2 kg atau lebih kaji ulang
diet pasien. Cari metode lain jika tidak bisa menerima.

Komplikasi IUD dan Penanganannya

Komplikasi Pengelolaan

Amenorea Pastikan hamil atau tidak. Bila tidak hamil, AKDR tidak
perlu dicabut cukup konseling saja.Efek samping
menggunakan AKDR yang mengandung hormone adalah
amenorea (20-50%). Jika pasien tetap menganggap amenore
sebagai masalah, maka rujuk pasien. Jika terjadi kehamilan
<13 minggudan benang AKDR terlihat cabut
AKDR.Nasehatkan untuk kembali ke klinik jika terjadi
kram, cairan berbau atau demam. Jangan mencabut AKDR
jika benang tidak terlihat dah usia kehamilan >13 minggu.
Jika pasien ingin tetap meneruskan hamil tanpa mencabut
AKDR-nya jelaskan kepadanya tentang meningkatnya
risiko keguguran,kehamilan preterm, infeksi dan
kehamilannya harus diawasi ketat.

183
Kram Pikirkan kemungkinan terjadi infeksi dan beri pengobatan
yang sesuai. Jika kram tidak parah dan tidak ditemukan
penyebabnya cukup diberi analgetik saja. Jika penyebabnya
tidak dapat ditemukan dan menderita kram berat, cabut
AKDR, kemudian ganti dengan AKDR baru atau cari
metode kontrasepsi lain.

Perdarahan yang Sering ditemukan pada 3-6 bulan pertama. Singkirkan


tidak teratur dan infeksi panggul atau kehamilan ektopik, rujuk jika perlu.
banyak Bila ditemukan kelainan patologik dan perdarahan masih
terjadi, dapat diberi ibuprofen 3 x 800mg untuk satu minggu
atau pik kombinasi satu siklus saja. Bila terjadi perdaraahn
banyak ditangani dengan pemberian 2 tablet pil kontrasepsi
kombinasi/hari selama 3-7 hari dilanjutkan dengan 1 siklus
pil kontrasepsi hormonal, atau diberi 50µg etinilestradiol
atau 1,25 mg estrogen equin konjugasi untuk 14-21 hari.
Bila perdarahan berlanjut sampai pasien anemia, cabut
AKDR dan bantu pasien memilih kontrasepsi lain

Benang hilang Periksa apakah pasien hamil. Bila tidak hamil dan AKDR
masih ditempat tidak ada tindakan yang perlu dilakukan.
Bila tidak yakin AKDR masih berada di dalam rahim, rujuk
pasien untuk dilakukan pemeriksaan rontgen atau USG. Bila
tidak ditemukan, pasang kembali AKDR sewaktu dating
haid. Jika ditemukan kehamilan dan benang AKDR tidak
kelihatan lihat penanganan amenorea.

184
Cairan vagina atau Bila penyebabnya kuman gonokokus atau klamidia, cabut
dugaan penyakit AKDR dan berikan pengobatan yang sesuai. PID yang lain
radang panggul cukup diobati dan AKDR tidak perlu dicabut. Bila pasien
dengan penyakit radang panggul dan tidak ingin memakai
AKDR lagi, berikan antibiotika 2 hari dan baru kemudian
AKDR dicabut dan bantu pasien memilih kontrasepsi lain.

185
KEHAMILAN RESIKO TINGGI

Kehamilan risiko tinggi adalah kehamilan yang menyebabkan terjadinya bahaya

dan komplikasi yang lebih besar baik terhadap ibu maupun terhadap janin yang

dikandungnya selama masa kehamilan, persalinan, ataupun nifas bila dibandingkan

dengan kehamilan persalinan dan nifas normal.

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ibu Hamil Risiko Tinggi

 Tekanan darah tinggi lebih dari 140/90 mmHg

Perlu diketahui bahwa tekanan darah tinggi ada dua. Pertama, penderita yang

sudah mengidap hipertensi sebelum kehamilan terjadi. Kedua, penderita hipertensi

akibat kehamilan itu sendiri. Jadi mungkin saja sebelum kehamilan tekanan darah

ibu normal, lalu disaat kehamilan mendadak tinggi. Kondisi inilah yang disebut

preklamsia dan eklamsia. Preklamsia biasanya terjadi pada kehamilan lebih dari 20

minggu dan harus segera ditangani agar tidak meningkat menjadi eklamsia yang

tidak saja berbahaya bagi ibu tapi juga janin. Ibu bisa mengalami kejang - kejang

hingga bisa tidak terselamatkan, tentunya jika ibu tidak terselamatkan, janin pun

bisa mengalami nasib yang sama.

 Kaki bengkak (Odema)

Biasanya pembengkakan terjadi pada tungkai bawah, yang disebabkan penekanan

rahim yang membesar seiring dengan bertambahnya usia kehamilan. Hal ini

tampak saat usia kehamilan semakin tua. Jika pembengkakan juga terjadi pada

tangan dan wajah., atau sakit kepala kadangkala disertai kejang. Ini bisa

186
membahayakan keselamatan ibu dan bayi dalam kandungan. Untuk mengetahui

apakah kaki mengalami pembengkakan tekanlah kulit disekitar pergelangan kaki

dengan ibu jari. Jika tempat yang ditekan menjadi kempis dan tidak segera pulih

berarti kaki tersebut bengkak.

 Peningkatan berat badan lebih dari 5kg atau kurang 4kg

Penambahan berat badan yang normal hingga kehamilan berusia 6 bulan adalah

sekitar 1- 1,5kg / bulan. Setelah memasuki kehamilan bulan 7 kenaikan bobot

sebaiknya berkisar antara 0,5- 1/bulan.

 Pucat

Wajah pucat, kelopak dalam mata pucat, telapak tangan pucat, mudah lelah, lemah,

lesuh, kemungkinan ibu hamil menderita anemia (kurang darah). Sebenarnya ibu

hamil kekurangan hemoglobin pada sel darah merahnya pada ibu hamil. anemia

sering disebabkan kekurangan zat besi. Anemia kekurangan zat besi mudah diatasi

dengan pemberian tambahan pil zat besi (sulfas ferosus) atau tablet penambah zat

besi lainnya. Anemia dalam kehamilan berakibat buruk pada kehamilan dan janin

yang dikandung. Pasokan oksigen janin kurang normal. Gangguan plasenta dan

pendarahan pasca persalinan juga sering terjadi pada ibu hamil yang anemia.

 Tinggi badan kurang dari 145 cm

Wanita hamil yang mempunyai tinggi badan kurang dari 145 cm, memiliki resiko

tinggi mengalami persalinan secara premature, karena lebih mungkin memiliki

panggul yang sempit.

187
 Perdarahan

Perdarahan adalah salah satu kejadian yang menakutkan selama kehamilan.

Perdarahan ini dapat bervariasi mulai dari jumlah yang sangat kecil (bintik-bintik),

sampai pendarahan hebat dengan gumpalan dan kram perut. Perdarahan hamper

30% terjadi pada kehamilan. Kondisi ini terjadi di awal masa kehamilan (trimester

pertama), tengah semester (trimester kedua) atau bahkan pada masa kehamilan tua

(trimester ketiga). Perdarahan pada kehamilan merupakan keadaan yang tidak

normal sehingga harus diwaspadai. Ada beberapa penyebab perdarahan yang

dialami oleh wanita hamil. Setiap kasus muncul dalam fase tertentu. Ibu hamil

yang mengalami perdarahan perlu segera diperiksa untuk mengetahui penyebabnya

agar bisa dilakukan solusi medis yang tepat untuk menyelamatkan kehamilan.

Adakalanya kehamilan bisa diselamatkan, namum tidak jarang yang gagal.

Pemeriksaan yang dilakukan meliputi pemeriksaan kandungan disertai dengan

pengajuan beberapa pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan terjadinya

perdarahan. Bila perlu dilakukan pemeriksaan penunjang seperti ultrasonographi

(USG) dan pemeriksaan laboratorium.

 Deman tinggi

Demam tinggi pada ibu hamil biasanya disebabkan karena infeksi atau malaria.

Demam tinggi biasanya membahayakan keselamatan jiwa ibu bisa menyebabkan

keguguran.

Pencegahan Kehamilan Risiko Tinggi

188
Sebagian besar kematian ibu hamil dapat dicegah apabila mendapat penanganan

yang adekuat difasilitas kesehatan. Kehamilan dengan risiko tinggi dapat dicegah bila

gejalanya ditemukan sedini mungkin sehingga dapat dilakukan tindakan pencegahan

antara lain:

 Sering memeriksakan kehamilan sedini mungkin dan teratur, minimal 4x

kunjungan selama masa kehamilan yaitu:

a. Satu kali kunjungan pada triwulan pertama (tiga bulan pertama).

b. Satu kali kunjungan pada triwulan kedua (antara bulan keempat sampai bulan

keenam).

c. Dua kali kunjungan pada triwulan ketiga (bulan ketujuh sampai bulan

kesembilan).

 Imunisasi TT yaitu imunisasi anti tetanus 2 (dua) kali selama kehamilan dengan

jarak satu bulan, untuk mencegah penyakit tetanus pada bayi baru lahir.

 Bila ditemukan risiko tinggi, pemeriksaan kehamilan harus lebih sering dan

intensif

 Makan makanan yang bergizi Asupan gizi seimbang pada ibu hamil dapat

meningkatkan kesehatan ibu dan menghindarinya dari penyakit- penyakit yang

berhubungan dengan kekurangan zat gizi.

 Menghindari hal-hal yang dapat menimbulkan komplikasi pada ibu hamil:

a. Berdekatan dengan penderita penyakit menular.

b. Asap rokok dan jangan merokok.

189
c. Makanan dan minuman beralkohol.

d. Pekerjaan berat.

e. Penggunaan obat-obatan tanpa petunjuk dokter/bidan.

f. Pemijatan/urut perut selama hamil.

g. Berpantang makanan yang dibutuhkan pada ibu hamil.

 Mengenal tanda-tanda kehamilan dengan risiko tinggi dan mewaspadai penyakit

apa saja pada ibu hamil.

 Segera periksa bila ditemukan tanda-tanda kehamilan dengan risiko tinggi.

Pemeriksaan kehamilan dapat dilakukan di Polindes/bidan. desa,

Puskesmas/Puskesmas pembantu rumah bersalin, rumah sakit pemerintah atau

swasta.

Cara mencegah kehamilan risiko tinggi yaitu tidak melahirkan pada umur kurang dari

20tahun/lebih dari 35tahun, hindari jarak kelahiran terlalu dekat/kurang dari 2 tahun,

rencanakan jumlah anak 2 orang saja, memeriksa kehamilan secara teratur pada tenaga

kesehatan seperti posyandu, puskesmas, rumah sakit, memakan makanan yang bergizi.

190
PEMERIKSAAN PELVIMETRI KLINIS

Bila kehamilan telah memasuki usia 36 minggu, pada primigravida dan

multigravida dengan kepala bayi belum masuk pintu atas pangul dapat dilakukan

pelvimetri klinis.

 Ibu dalam posisi litotomi.

 Sisihkan labium mayus ke lateral utuk membuka vulva.

 Masukkan telunjuk dan jari tengah tangan kanan kedalam introitus vagina.

 Pindahkan tangan kiri ke fundus uteri.

 Arahkan bagian ventral jari-jari tangan dalam ke simfisis os pubis, tentukan besar

sudut yang dibentuk antara os pubis kiri dan kanan.

 Dengan ujung bagian ventral jari-jari dalam, telusuri linea inominata kiri sejauh

mungkin, kemudian lakukan pula pada bagian kanan dengan cara yang sama.

 Letakkan jari dalam pada sekitar pertengahan linea inominata kiri kemudian geser

ke bawah (sejajar sumbu badan ibu) menelusuri dinding samping panggul untuk

menilai arah dan sudutnya (rata, menyudut kedalam atau keluar).

 Menjelang akhir dinding samping panggul (sekitar 5 cm dari PAP) akan teraba

tonjolan tulang kearah dalam jalan lahir dan berbentuk segitiga, yang disebut spina

iskhiadika. Nilai derajat tonjolan spina kedalam jalan lahir.

 Lakukan hal yang sama pada dinding samping panggul bagian kanan (gunakan

bagian atau sisi medial jari tengah) kemudian nilai distansia interspinarum.

191
 Geser tangan dalam kearah belakang sehingga teraba bagian tulang yang rata dan

mempunyai lekukan ke belakang, bagian ini disebut dengan sakrum. Nilai

konkafitas tulang tersebut dengan menelusurinya kearah atas dan bawah (tepat

dibagian tengah).

 Teruskan perabaan bagian tengah sakrum sehingga mencapai ruas dan bagian

ujung tulang koksigis. Nilai inklinasi tulang tersebut, kedepan (mengarah ke jalan

lahir) atau kebelakang.

 Pindahkan jari tengah dalam ke linea inominata kanan kemudian telusuri sejauh

mungkin ke belakang hingga posisi jari mengarah ke tengah (sumbu badan ibu).

Bila ditengah teraba tonjolan tulang ke bagian dalam jalan lahir (promontorium)

maka pindahkan (jari) tangan kanan ke tangan kiri untuk menentukan batas atau

jarak dari titik tersebut ke ujung jari kanan. Namun umumnya, promontorium tidak

dapat teraba.

 Keluarkan telunjuk dan jari tengah tangan kanan sementara jari telunjuk tangan kiri

yang menentukan batas tadi, tetap pada posisinya.

 Ambil alat ukur dengan tangan kiri, dekatkan dengan jari tengah tangan kanan dan

batas yang telah dibuat tadi untuk menentukan konjugata diagonalis yang

kemudian dikonversikan kedalam konjugata vera.

192
Untuk kesempitan pintu atas panggul (pelvic inlet):

Konjugata diagonal (KD) kurang lebih 13, 5 cm. Konjugata vera (KV) kurang

lebih 12. 0 cm. Dikatakan sempit apabila KV kurang dari 10 cm atau konjugata

diagonalis kurang dari 11, 5 cm.

Pembagian tingkatan panggul sempit:

Tingkat I : KV 9-10 cm = borderline

Tingkat II : KV 8-9 cm = relatif

Tingkat III : KV 6-8 cm = ekstrim

Tingkat IV : KV 6 cm = mutlak.

193
KONSELING PRAKONSEPSI

Pendahuluan

Konseling pra konsepsi atau pra kehamilan adalah konseling yang dilakukan

terhadap pasangan usia subur sebelum terjadinya kehamilan. Konseling ini termasuk salah

satu tindakan preventif dalam ilmu kedokteran obstetri.. Resiko cacat mayor (dengan atau

tanpa kelainan kromosom) pada populasi umum kira-kira 3 %. Seorang wanita baru

menyadari bahwa dirinya hamil setelah terlambat haid sekitar 1 atau 2 minggu. Sedangkan

organogenesis janin mulai terjadi 17 hari setelah fertilisasi. Oleh karena itu, konseling pra

kehamilan ini sangat bermanfaat untuk memberikan informasi dan nasehat kepada

pasangan usia subur untuk menyiapkan lingkungan yang optimal bagi perkembangan

konseptus, memperhatikan faktor – faktor yang berpotensi mempengaruhi hasil akhir

kehamilan, wanita yang bersangkutan diberi nasihat tentang resiko yang ada pada dirinya

dan diberikan suatu strategi untuk mengurangi / mengeliminasi pengaruh patologis yang

diketahui berdasarkan riwayat keluarga, medis atau obstetri.

Tujuan Konseling pra kehamilan

Konseling pra kehamilan memiliki peranan yang penting karena dapat mengetahui

wanita mana yang diuntungkan dari intervensi dini, seperti mereka yang menderita

diabetes melitus atau hipertensi dan dapat membantu mengurangi cacat janin.

194
Organogenesis dimulai 17 hari setelah fertilisasi, maka sebaiknya diperhatikan lingkungan

yang baik untuk perkembangan hasil konsepsi. Hasil akhir maternal dan perinatal juga

bergantung pada interaksi antara faktor ibu, janin, dan lingkungannya, dan sulit untuk

menerangkan hasil akhir kehamilan hanya berdasarkan satu intervensi spesifik. Tujuan

akhir adalah konseling prakehamilan dapat memperbaiki hasil akhir kehamilan.

Bentuk Pemeriksaan

Konseling pra kehamilan dapat digabung ke dalam setiap kunjungan dari wanita

dalam masa reproduksi.

1. Anamnesis Lengkap

Hal-hal berikut yang perlu ditanyakan :

1. Identitas pasien dan suami termasuk nama, umur, pekerjaan, nama suami, agama

alamat

2. Riwayat menstruasi , menarche, teratur / tidak, lamanya, banyaknya darah, nyeri

+/- → menilai faal alat kandungan

3. Riwayat perkawinan → kawin / tidak, berapa kali, berapa lama (anak mahalkah?)

4. Riwayat kehamilan sebelumnya → perdarahan +/- , hiperemesis gravidarum +/- →

prognosa

5. Riwayat persalinan sebelumnya → spontan / buatan, aterm +/-, perdarahan +/-,

siapa yang menolong → prognosa

6. Riwayat nifas sebelumnya → demam +/-, perdarahan +/-, laktasi ? → prognosa

7. Riwayat anak yang lahir → jenis kelamin, hidup +/-, berat lahir

195
8. Riwayat penyakit keluarga → penyakit keturunan +/- (DM, kelainan genetik),

riwayat kembar, penyakit menular +/- (TBC)

9. Riwayat kontrasepsi → pakai +/-, metodenya ?, jenisnya, berapa lama, efek

samping

2. Pemeriksaan - pemeriksaan untuk skrining

- Pemeriksaan darah lengkap termasuk rata – rata volume sel darah merah dapat

menyingkirkan adanya kemungkinan anemia yang diturunkan

- Pemeriksaan glukosa puasa pada wanita dengan DM gestasional penting untuk

memprediksi insiden anomali fetal → pada hiperglikemia (puasa) ada peningkatan

insiden anomali fetal

- Konseling dan pemeriksaan HIV sebaiknya dilakukan juga secara rahasia dan atas

kesadaran pasien

- Pemeriksaan rutin Toxoplasmosis dipertimbangkan pada wanita yang memelihara

kucing dan sering memakan daging setengah matang. Tujuannya untuk memeriksa

status antibodi sebelum konsepsi

- Beberapa pemeriksaan yang dilakukan, contoh : rubella, varicella, dan hepatitis B,

sebaiknya dilakukan untuk menentukan vaksinasi yang akan diberikan sebagai

bagian dari penatalaksanaan prakehamilan

196
- Khususnya untuk varicella sebaiknya dilakukan pada pasien yang belum pernah

sakit cacar. Pemberian vaksin varisella zoster terhadap pasien yang belum pernah

dapat vaksinasi direkomendasikan

- Pemeriksaan elektroforesis terhadap hemoglobin dilakukan pada pasien dengan

resiko anemia sickle sel seperti pada ras Afrika-amerika dan wanita dari

mediterania / asia untuk thalasemia.

- Pada wanita dengan penyakit ginjal dapat diperiksa kadar serum kreatininnya, agar

dapat memprediksi beberapa keadaan hasil akhir kehamilan seperti kelahiran

preterm, kematian perinatal, IUGR, abortus.

- Sedangkan pada wanita dengan penyakit jantung sianotik dapat dilakukan

pemeriksaan beberapa faktor seperti hemoglobin, saturasi oksigen arteri

- Pemeriksaan – pemeriksaan spesifik lain dapat dilakukan untuk menilai wanita

dengan beberapa penyakit kronik, seperti pada penyakit ginjal, penyakit

kardiovaskular, dan DM.

Masalah – masalah Yang Dihadapi Sebelum Konsepsi

A. Penyakit genetik

Pada pencegahan primer dihindari faktor penyebab, karena saat ini sudah semakin

banyak penyakit kongenital yang telah diketahui etiologinya. Cacat saat lahir merupakan

penyebab utama mortalitas bayi dan 20% penyebab kematian bayi. Dapat dikurangi

dengan strategi pencegahan primer, atau sekunder.

197
Sedangkan pada pencegahan sekunder dilakukan identifikasi dan penghentian

kehamilan yang terkena penyakit. Manfaat konseling diukur dengan membandingkan

insiden kasus baru sebelum dan sesudah dimulainya konseling. Berikut beberapa contoh

penyakit yang dapat dicegah dengan konseling.

1. Talasemia

2. Anemia sikle cell

3. Defek tabung saraf / neural tube defect (NTD)

4. Fenilketonuria / PKU

5. Fibrosis kistik

B. Penyakit kronik

1. Diabetes Mellitus (DM)

 Hiperglikemia → patologi ibu dan janin → perlu konseling prakehamilan

untuk menghindari penyulit

 Konseling → pengendalian kadar glukosa darah jangka panjang

 Pada konseling diberikan penjelasan mengenai resiko dan mencari strategi

untuk mengurangi resiko sebelum kehamilan

2. Epilepsi

 Keturunan wanita dengan epilepsi → 2 – 3 X mengalami anomali

struktural → lebih parah pada anak yang terpajan obat – obatan anti

konvulsi

198
 Konseling → mencakup rekomendasi untuk mengganti obat ke regimen

yang paling tidak teratogenik / jika mungkin hentikan obat sebelum

kehamilan

Penilaian-penilaian Penting Untuk Menyelesaikan Masalah

Hal-hal yang perlu didiskusikan diantaranya :

A. Riwayat reproduksi

Catatan riwayat menstruasi akan memberikan kesempatan untuk menilai tingkat

pengetahuan si ibu tentang fisiologi menstruasi dan memberikan konseling tentang

bagaimana dia menggunakan pengetahuan tersebut untuk merencanakan

kehamilan.

Diagnosa dan penatalaksanaan kelainan-kelainan seperti malformasi uterus,

penyakit autoimmune ibu, dan infeksi genital dapat mengurangi resiko terjadinya

abortus berulang.

Menelaah riwayat obstetrik saat wanita tidak hamil akan membuat calon orang tua

mengungkapkan kekhawatirannya, perhatian dan pertanyaan-pertanyaan seputar

kehamilan dan reproduksi.

B. Riwayat keluarga

1. Skrining karier

Konseling riwayat keluarga dapat mengungkap resiko penyakit-penyakit seperti

muscular dystrophy, sindrom fragile X atau Down sindrom, dan penyakit lainnya

yang dapat diturunkan secara genetik harus dilakukan. Informasi tentang tes

199
diagnostik yang tepat seperti sampling vili khorionik atau amniosintesis perlu

disampaikan. Pada beberapa kasus, konseling genetik dapat mengarah pada keputusan

untuk tidak meneruskan kehamilan atau menggunakan teknologi bantuan reproduksi

yang dapat meniadakan resiko

Skrining karier berdasarkan riwayat keluarga atau latar belakang etnis dari

pasangan sangat penting dalam konseling sebelum terjadinya kelainan pada

kehamilannya. Pengenalan pra konsepsi dari status karier membuat wanita dan

pasangannya dapat diberitahukan tentang resiko penyakit resesif autosom diluar

konteks emosional dari kehamilan. Pengetahuan tentang status karier juga membuat

keduanya dapat mengambil keputusan tentang kehamilan serta merencanakan

pemeriksaan yang diperlukan bila terjadinya kehamilan.

2. Penilaian medis

Perawatan pra konsepsi untuk wanita dengan problem medis yang berarti harus

mencakup penilaian faktor resiko bukan hanya bagi janin tapi juga bagi si ibu. Perawatan

yang tepat mungkin memerlukan kerjasama dengan spesialis lain.

C. Skrining Faktor Resiko resiko

1. Skrining penyakit infeksi

a. Wanita tanpa imunitas terhadap rubella dapat dikenali melalui skrining pra

konsepsi, dan sindrom rubella kongenital dapat dicegah dengan vaksinasi. Tidak

ada laporan kasus rubella kongenital setelah imunisasi rubella dalam 3 bulan

sebelum atau setelah konsepsi.

200
b. Skrining universal bagi wanita hamil untuk hepatitis B virus (HBV) telah

direkomendasikan oleh CDC and Prevention sejak tahun 1988. Wanita dengan

resiko sosial atau pekerjaan terpapar dengan hepatitis B virus harus diberi

penyuluhan serta diberikan vaksinasi.

c. Pasien yang beresiko terhadap tuberkulosis harus diperiksa bila riwayat vaksinasi

BCG-nya tidak sesuai dengan pedoman untuk skrining atau pengobatan

pencegahan.

d. Skrining CMV (cytomegalo virus) harus ditawarkan sebelum konsepsi untuk

wanita yang bekerja di ICU, fasilitas perawatan anak, atau unit dialisa darah.

e. Ig-G Parvovirus dapat ditawarkan sebelum konsepsi kepada guru-guru dan

pekerja pengasuh anak.

f. Toksoplasmosis sering berhubungan dengan pemilik kucing dan mereka yang

makan daging mentah. Skrining toksoplasmosis rutin untuk menentukan status

antibodi sebelum konsepsi terutama memberikan jaminan kepada mereka yang

sudah imun. Pemeriksaan rutin terhadap wanita hamil yang tidak diketahui

adanya faktor resiko tidak dianjurkan

g. Skrining untuk antibodi varisela dilakukan untuk mengetahui adanya riwayat

menderita varisela. Vaksin virus varisela zoster sekarang dianjurkan untuk semua

orang dewasa non imun.

h. Skrining dan pemeriksaan HIV harus ditawarkan secara rahasia dan sukarela

kepada semua wanita.

201
i. Pemeriksaan untuk Neiesseia Gonorea, Chlamidia trachomatis dan Troponema

pallidum sering dilakukan secara rutin untuk pasien yang aktif secara seksual.

2. Penilaian pemaparan obat

Penilaian terhadap pemaparan dengan obat baik yang dibeli bebas maupun yang

melalui resep. Penggunaan obat harus dipastikan dan diberikan keterangan tentang pilihan

obat yang paling aman.

a. Isotretinoin (accutane), regimen oral telah disetujui oleh FDA untuk akne sistika berat,

harus dihindari sebelum konsepsi. Isotretinoin sangat teratogenik menyebabkan defek

kraniofacial (mikrotia, anotia).

b. Sodium warfarin (coumadin), suatu anti koagulan dan derivatnya telah dikaitkan dengan

embriopati. Karena sodium warfarin tidak melintasi plasenta, wanita yang memerlukan

antikoagulan harus mengganti terapi antikoagulannya dengan heparin sebelum

konsepsi.

c. Keturunan dari wanita yang mendapat terapi anti kejang untuk epilepsi sangat beresiko

terhadap malformasi kongenital. Perbedaan pendapat masih terus terjadi apakah karena

proses penyakit, obat-obatan, atau kombinasi keduanya yang menyebabkan malformasi.

Ahli saraf merasa adalah tepat untuk mencoba menunda terapi anti konvulsan bagi

wanita yang sudah bebas kejang selama 2 tahun. Bagi wanita yang bukan calon pasien

yang akan dihentikan terapinya, maka dipilih obat yang paling sedikit efek

teratogeniknya.

d. Tidak ada bukti adanya efek teratogenisitas dari kontrasepsi oral atau implant.

Spermisida vagina tidak teratogenik bagi wanita yang hamil sementara mereka

202
sedang menggunakan kontrasepsi ini atau hamil sesudah menghentikan

pemakaiannya.

3. Penilaian kandungan zat gizi

1. Indeks massa tubuh, didefinisikan sebagai [BB(kg)/TB(m2)] adalah indikator yang

sering dipakai untuk menilai status gizi. Wanita dengan riwayat anoreksia atau

bulimia akan mendapatkan keuntungan dengan konseling nutrisi dan psikologi

sebelum konsepsi.

2. Kebiasaan makan seperti pika, suatu gangguan makan, dan pemakaian

suplementasi megavitamin harus dibicarakan. Penggunaan suplemen multivitamin

yang berlebihan yang mengandung vitamin A harus dihindari karena diperkirakan

diet intake vitamin A bagi banyak wanita di Amerika sudah cukup. Vitamin

bersifat teratogenik pada manusia pada dosis 20.000 – 50.000 IU per hari,

menimbulkan malformasi janin seperti yang terlihat dengan pemakain isotretinoin,

suatu derivate sintetis vitamin A.

3. Konsumsi asam folat peri konsepsi mengurangi resiko defek tabung saraf (NTDs).

Badan pelayanan kesehatan masyarakat Amerika serikat merekomendasikan

pemakaian suplementasi 0,4 mg asam folat perhari bagi semua wanita yang akan

hamil. Kecuali adanya kontra indikasi karena anemia pernisiosa, wanita yang

sebelumnya melahirkan anak dengan neural tube defek harus mengkonsumsi 4 mg

asam folat per hari

203
Faktor-faktor Lain Yang Mempegaruhi Penilaian Pra Konsepsi

1. Riwayat Reproduksi

 Informasi dapat melalui kuesioner pada kunjungan rutin prakehamilan

 Mencakup : usaha – usaha sebelum kehamilan, adanya infertilitas, hasil

kehamilan abnormal termasuk abortus, kehamilan ektopik, kematian janin

berulang

 Perlu juga riwayat keluarga terdekat, contohnya : pada abortus berulang, atau

adanya kelainan susunan kromosom

 Perlu dicatat pemakaian teknologi reproduksi untuk menjadi hamil, contohnya

penyuntikkan sperma intrasitoplasma (intra cytoplasmic sperm injection / ICSI)

berkaitan dengan adanya penyulit tertentu (Bowen dkk, 1998)

 Demikian pula dengan faktor resiko persalinan prematur rekuren, preeklampsia,

dan seksio sesarea berulang.

2. Riwayat pemakaian alkohol, dan merokok

 Retardasi mental yang berhubungan dengan alkohol saat ini merupakan satu –

satunya sindroma retardasi mental yang diatasi dengan pencegahan primer

 Pecandu alkohol dapat diidentifikasi dengan kuesioner berupa rangkaian dari

empat pertanyaan mengenai : adanya toleransi terhadap alkohol, rasa terganggu

mengenai kebiasaan minum, usaha untuk mengurangi, dan riwayat minum di pagi

hari

204
 Merokok meningkatkan resiko persalinan premature, restriksi pertumbuhan janin,

berat bayi lahir rendah serta attention deficit hyperactivity disorder / ADHD serta

masalah prilaku dan belajar saat anak mencapai usia sekolah.

3. Riwayat Sosial

 Usia ibu mempengaruhi hasil akhir kehamilan

 Kehamilan usia 15 – 19 tahun → resiko anemia dan janin dengan pertumbuhan

terhambat, persalinan premature, dan angka kematian bayi lebih tinggi → sering

tidak direncanakan sehingga tidak ada konseling

 Remaja → masih tumbuh dan berkembang sehingga butuh kalori yang lebih besar

daripada wanita yang lebih tua → berat badan sering kurang

 Kehamilan usia > 35 tahun → saat ini 10% dengan penyulit obstetri dan

meningkatkan morbiditas dan mortilitas perinatal

 Merokok juga meningkatkan resiko penyulit kehamilan yang berkaitan dengan

insufisiensi vascular, seperti insufisiensi uteroplasenta dan solusio plasenta

 Konseling → kurangi / bahkan hentikan merokok prakehamilan

4. Riwayat pemakaian obat –obatan terlarang

 Mariyuana dan opium tidak ada bukti mempunyai efek teratogenik terhadap

manusia.

 Opium mempunyai efek neonatus withdrawal : tangisan bayi high piched, tidak

mau menyusui, tremor, bayi iritabel, mengantuk, muntah, diare dan kadang –

kadang kejang. Resiko penularan HIV dan hepatitis pada penggunaan jarum

bersama

205
 Penggunaan kokain mempunyai efek pada ibu termasuk vasokonstriksi, disamping

efek kardiotoksik. Komplikasi terhadap kehamilan : abortus spontan, IUFD,

PROM, kelahiran preterm, IUGR, dan solusio plasenta. Bersifat teratogenik :

mikrosefal, defek batang tubuh, malformasi traktus genitourinari. Resiko

abnormalitas neurobehavior dan orientasi.

 Penggunaan amfetamin berhubungan dengan berkurangnya lingkar kepala janin

dan meningkatnya resiko solusio plasenta, IUGR dan IUFD, namun tidak ada bukti

berefek teratogen.

5. Riwayat mengalami kekerasan dalam rumah tangga

Riwayat kekerasan dalam RT berhubungan dengan pasangan pecandu alkohol /

obat, menganggur, dan memiliki latar belakang pendidikan atau pendapatan yang rendah

serta riwayat pernah dipenjara (Grisso dkk, 1999; Kyriacou dkk, 1999)

6. Imunitas

 Konseling prakehamilan → penilaian atas imunitas terhadap rubella dan hepatitis

 Vaksin : tetanus toksoid, bakteri atau virus mati (influenza, pneumokokus, hepatitis

B, meningokokus, rabies), atau virus hidup yang sudah dilemahkan (campak,

gondongan, polio, rubela, cacar air, demam kuning)

 Pemberian vaksin hidup selama kehamilan tidak dianjurkan dan idealnya diberikan

paling sedikit 3 bulan sebelum kehamilan

206
7. Riwayat pajanan lingkungan

 Pajanan lingkungan mencakup organisme infeksius, seperti : perawat

NICU, perawat unit dialisis mungkin terpajan sitomegalovirus atau virus sintitial

traktus respiratorius dan petugas penitipan anak dan guru di sekolah mungkin

terpajan parvovirus dan rubella

 Pekerja industri yang hamil mungkin terpajan zat – zat kimia seperti logam berat

atau pelarut organik

 Konseling pajanan lingkungan → hindari pajanan tersebut sebelum dan selama

kehamilan

8. Riwayat makanan dan gizi

 Kebiasaan makan seperti Pika : untuk es, tepung kanji, atau lumpur dan

kotoran; sering dikaitkan dengan anemia

 Kebiasaan makan seperti diet vegetarian memperlihatkan defisiensi protein, tetapi

dapat dikoreksi dengan meningkatkan konsumsi telur dan keju

 Konsumsi vitamin A tidak dianjurkan karena mempunyai efek teratogenik terhadap

manusia pada dosis 20.000 – 50.000 IU per hari, diantaranya malformasi janin

 Obesitas berhubungan dengan penyulit seperti hipertensi, preeklampsia, DM

gestasional, tromboflebitis, kelainan persalinan, kehamilan post matur, seksio

sesarea dan penyulit operasi

 Defisiensi gizi seperti anoreksia dan bullimia meningkatkan resiko timbulnya

masalah terkait misalnya gangguan elektrolit, aritmia jantung, dan kelainan saluran

cerna

207
208
ANTENATAL CARE

DEFINISI

Pengawasan wanita hamil atau asuhan antenatal adalah upaya preventif program

pelayanan kesehatan obstetrik untuk optimalisasi luaran maternal dan neonatal melalui

serangkaian kegiatan pemantauan rutin selama kehamilan.

Yang diharapkan pada Antenatal Care adalah perawatan yang ditujukan kepada

ibu hamil, yang bukan saja bila ibu sakit dan memerlukan perawatan, tetapi juga

pengawasan dan penjagaan wanita hamil agar tidak terjadi kelainan sehingga mendapatkan

ibu dan anak yang sehat. Antenatal care meliputi:

1. Antenatal Care (ANC) adalah Pengawasan sebelum persalinan terutamaditujukan pada

pertumbuhan dan perkembangan janindalam rahim.

2. Asuhan antenatal adalah suatu program yang terencana berupa observasi, edukasi dan

penanganan medik pada ibu hamil, untuk memperoleh suatu proses kehamilan dan

persalinan yang aman dan memuaskan.

TUJUAN

Tujuan dilakukannya antenatal care adalah :

1. Membangun rasa saling percaya antar klien dan petugas kesehatan

2. Mengupayan terwujudnya kondisi terbaik bagi ibu dan bayi yang dikandungnya

3. Memperoleh informasi dasar tentang kesehatan ibu dan kehamilannya

209
4. Mengidentifikasi dan menatalaksana kehamilan resiko tinggi serta penyulit-

penyulit yang mungkin dijumpai dalam kehamilan, persalinan dan nifas

5. Memberikan pendidikan dan nasihat-nasihat kesehatan yang diperlukan dalam

menjaga kualitas kehamilan, persalinan, nifas, laktasi, merawat bayi dan keluarga

berencana

6. Menghindarkan gangguan kesehatan selama kehamilan yang akan membahayakan

keselamatan ibu hamil dan bayi yang dikandungnya (menurunkan angka mortalitas

dan morbiditas ibu dan anak)

7. Menyiapkan fisik dan mental ibu dengan sebaik-baiknya serta menyelamatkan ibu

dan anak selama masa kehamilan, persalinan dan nifas guna tetap sehat dan normal

postpartus

Target yang harus dicapai dalam antenatal care adalah :

1. Wanita hamil sampai akhir kehamilan sekurang-kurangnya harus sama sehatnya

atau lebih sehat.

2. Adanya kelainan fisik atau psikologik harus ditemukan dan diobati secara dini.

3. Wanita melahirkan tanpa kesulitan dan bayi dilahirkan dengan kondisi sehat fisik

maupun mental.

210
PELAYANAN ANTENATAL

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dan dijelaskan pada Antenatal Care, antara lain

1. Makanan (diet) ibu hamil harus mendapat perhatian terutama mengenai jumlah kalori

dan protein yang berguna untuk pertumbuhan janin dan kesehatan ibu. Jumlah kalori

yang dibutuhkan oleh ibu hamil setiap harinya adalah 2.500 kalori. Pengetahuan

berbagai jenis makanan yang dapat memberikan kecukupan kalori tersebut sebaiknya

dapat dijelaskan secara rinci dan bahasa yang dimengerti oleh ibu hamil dan

keluarganya. Jumlah kalori yang berlebih dapat menyebabkan obesitas dan hal ini

merupakan faktor predisposisi untuk terjadinya preeklampsia. Jumlah pertambahan

berat badan sebaiknya tidak melebihi 10-12 kg selama hamil.

- Protein (obstetri fisiologi)

Jumlah protein yang diperlukan ibu hamil adalah 85 gram per hari.Jumlah ini lebih

banyak dari kebutuhan protein wanita tidak hamil, karena pada wanita hamil

metabolisme bertambah untuk pertumbuhan janin, pertumbuhan rahim,

pertumbuhan buah dada, dan untuk pertambahan volume darah.Sumber protein

dapat diperoleh dari tumbuh-tumbuhan (kacang-kacangan) atau hewani (ikan,

ayam, keju, telur).Defisiensi protein dapat menyebabkan kelahiran premature,

anemia, dan edema.

- Kalsium

Kebutuhan kalsium ibu hamil adalah 1,5 gram per hari.Kalsium dibutuhkan untuk

pertumbuhan janin, terutama bagi pengembangan otot dan rangka. Sumber kalsium

211
yang mudah diperoleh adalah susu, keju, yogurt, dan kalsium karbonat. Defisiensi

kalsium dapat menyebabkan riketsia pada bayi atau osteomalasia pada ibu.

- Zat besi

Metabolisme yang tinggi pada ibu hamil memerlukan kecukupan oksigenasi

jaringan yang diperoleh dari pengikatan dan penghantaran oksigen melalui

hemoglobin di sel-sel darah merah.Untuk menjaga konsentrasi hemoglobin yang

normal, diperlukan asupan zat besi pada ibu hamil dengan jumlah 30 mg/hari

terutama setekah trimester kedua.Zat besi yang diberikan dapat berupa ferrosus

gluconate, ferrosus fumarate, atau ferrosus sulphate.Kekurangan zat besi pada ibu

hamil dapat menyebabkan anemia defisiensi zat besi.

- Vitamin (obstetri fisiologi)

Pada binatang percobaan kekurangan vitamin dapat menimbulkan kelainan

bawaan dan abortus.Pada manusia pengaruh tersebut belum terbuktitetapi

bagaimanapun vitamin perlu untuk mencapai kesehatan yang optimal.

i. Vitamin A diperlukan untuk menambah daya tahan tubuh terhadap infeksi.

ii. Vitamin B complex terdiri dari vitamin B1 (thiamin), B2 (riboflavin), asam

nicotin dan vitamin B6. Vitamin B1 adalah vitamin anti neuritis. Asam nikotin

bersifat anti pellagra. Sedangkan jika keurangan B2 menyebabkan cheilosis.

Ada kemungkinan bahwa kekurangan vitamin B complex dapat menyebabkan

perdarahan pada bayi, menambah kemungkinan perdarahan post partum, dan

atrofi dari ovaria.

iii. Vitamin C penting sekali untuk pertumbuhan janin.

212
iv. Vitamin D bersifat anti architis.

v. Vitamin E penting untuk reproduksi dan pertumbuhan embrio.

- Asam folat

Sel-sel darah merah juga memerlukan asam folat bagi pematangan sel. Jumlah

asam folat yang dibutuhkan oleh ibu hamil adalah 400 mikrogram per

hari.Kekurangan asam folat dapat menyebabkan anemia megaloblastik pada ibu

hamil.

- Air (obstetri fisiologi)

Wanita hamil harus minum cukup banyak air kira-kira 6-8 gelas sehari. Air

menambah keringat dan juga pengeluaran racun dari usus dan ginjal.

Kekurangan nutrisi dapat menyebabkan anemia, abortus, partus prematurus dan

pendarahan pasca persalinan.Jika makan makanan berlebihan karena beranggapan

untuk porsi dua orang dapat menyebabkan komplikasi seperti gemuk, pre-ekslamsia,

janin besar dan sebagainya.

Merokok, bayi dari ibu-ibu yang merokok mempunyai berat badan lebih kecil, sehingga

ibu hamil sangat tidak diperbolehkan untuk merokok.

2. Obat - obatan, untuk ibu hamil, pemakaian obat-obatan selama kehamilan terutama

pada triwulan I perlu dipertanyakan mana yang lebih besar manfaatnya dibandingkan

bahaya terhadap janin.

3. Ibu hamil boleh melakukan pekerjaannya sehari-hari di rumah, kantor, atau pabrik.

Asalkan semua pekerjaannya bersifat ringan. Kelelahan harus dicegah dengan cara

diselingi istirahat. Di Indonesia wanita hamil diberi cuti hamol selama 3 bulan, 1,5

213
bulan sebelum bersalin dan 1,5 bulan sesudahnya. Tidak ada gunanya wanita hamil

berbaring terus-menerus seperti orang sakit, karena istirahat yang lama akan

melemahkan otot dan memberikan waktu untuk berfikir yang bukan-bukan. Istirahat

yang diperlukan adalah 8 jam pada malam hari dan 1 jam pada siang hari.

4. Perawatan tubuh dan pakaian

Wanita hamil harus menggunakan pakaian yang longgar, bersih dan tidak ada ikatan

yang ketat pada daerah perut. Kebersihan tubuh harus terjaga selama kehamilan.

Perubahan anatomik pada perut, area genitalia/ lipat paha, dan payudara menyebabkan

lipatan-lipatan kulit menjadi lebih lembab dan mudah terinvasi oleh mikroorganisme.

Sebaiknya gunakan pancuran atau gayung saat mandi, tidak dianjurkan berendam

dalam bathtub dan melakukan vaginal touché. Gunakan pakaian yang longgar, bersih,

dan nyaman dan hindarkan sepatu berhak tinggi dan alas kaki keras (tidak elastis) serta

korset penahan perut. Lakukan gerak tubuh ringan, misalnya berjalan kaki, terutama

pada pagi hari.Jangan melakukan pekerjaan rumah tangga yang berat dan hindarkan

kerja fisik yang menimbulkan kelelahan fisik yang berlebihan. Beristirahat cukup,

minimal 8 jam pada malam hari dan 2 jam di siang hari. Ibu tidak dianjurkan

melakukan kebiasaan merokok selama hamil harena dapat menyebabkan vasopasme

yang berakibat anoksia janin, berat badan lahir rendah (BBLR), prematuritas, kelainan

congenital, dan solusio plasenta.

214
Perawatan Payudara

Payudara perlu dipersiapkan sejak sebelum bayi lahir sehingga dapat segera

berfungsi dengan baik pada saat diperlukan. Pengurutan payudara untuk mengeluarjan

sekresi dan membuka duktus dan sinus laktiferus, sebaiknya dilakukan secara hati-hati

san benar karena pengurutan yang salah dapat menimbulkan kontraksi pada rahim.

Membasahi areola dan puting susu secara lembut dapat mencegah retak dan lecet.

Untuk sekresi yang mongering pada puting susu, lakukan pembersihan dengan

menggunakan campuran gliserin dan alkohol. Karena payudara menegang, sensitive,

dan menjadi lebih berat, maka gunakan penopang payudara yang sesuai (brassiere).

Perawatan Gigi

Paling tidak dibutuhkan dua kali pemeriksaan gigi selam kehamilan, yaitu pada

trimester pdertama dan ketiga. Penjadwalan pada trimester pertam dikaitkan dengan

hiperemesis dan ptialisme (produksi air liur yang berlebihan) sehingga kebersihan

rongga mulut harus selalu terjaga.Pada trimester ketiga terkait dengan adanya

kebutuhan kalsium untuk pertumbuhan janin sehingga perlu diketahui apakah terdapat

pengaruh yang merugikan pada gigi ibu hamil.Dianjurkan untuk selalu menyikat gigi

setelah makan karena ibu hamil sangat rentan terhadap terjadinya caries dan gingivitis.

5. Buang air besar, pada wanita hamil kemungkinan mengalami obstipasi karena kurang

gerak badan, peristaltik usus kurang karena pengaruh hormon, dan tekanan rektum

oleh kepala. Akibat obstipasipanggu berisi penuh oleh usus yang berisi feces dan

uterus yang membesar, maka hal tersebut dapat menimbulkan bendungan di dalam

215
panggul.Bendungan ini memudahkan timbulnya haemorroid dan

pyelitis.Pencegahannya ialah dengan minum banyak air, gerak badan yang cukup,

makan yang banyak mengandung serat seperti sayur dan buah.

6. Coitus, pada wanita yang mudah keguguran sebaiknya tidak melakukan coitus pada

hamil muda. Jika ingin melakukan coitus pada hamil muda, harus dilakukan secara

hati-hati. Coitus pada akhir kehamilan juga lebih baik dihindarkan, karena kadang-

kadang menimbulkan infeksi pada persalinan dan nifas serta dapat memecahkan

ketuban pada multipara. Selain itu sperma mengandung prostaglandin yang dapat

menimbulkan kontraksi uterus.

7. Kesehatan jiwa, karena ketenangan jiwa sangatlah penting dalam menghadapi

persalinan sehingga bukan saja dianjurkan untuk melakukan latihan-latihan fisik tetapi

juga latihan kejiwaan.

STANDARD PELAYANAN

Dalam melaksanakan pelayanan Antenatal Care, ada tujuh standar pelayanan yang

harus dilakukan oleh bidan atau tenaga kesehatan yang dikenal dengan 7 T, yaitu :

1. Timbang berat badan

Bagaimana menghindari tingginya tingkat masa tumbuh pada trimester pertama, atau

menghindari berat badan melonjak tinggi pada saat hamil? Jawabannya adalah gaya hidup

sehat, yakni beraktivitas fisik secara proporsional dan makan makanan sehat. Dengan pola

ini, maka mereka yang sudah terlanjur mengalami penambahan berat badan tinggi masih

memiliki harapan untuk melahirkan secara normal sesuai dengan hitungan masa

kehamilan dan bebas dari kemungkinan komplikasi.Berat badan dalam trimester ke III tak

216
boleh bertambah lebih dari 1 kg seminggu atau 3 kg sebulan.Penambahan yang lebih dari

batas-batas tersebut diatas disebabkan oleh penimbunan (retensi) air dan disebut pra

edema.

Taksiran berat janin dapat ditentukan berdasarkan rumus Johnson

Toshack.Perhitungan penting sebagai pertimbangan memutuskan rencana persalinan

secara spontan. Rumus tersebut adalah :

Taksiran Berat Janin (TBJ) = (Tinggi fundus uteri (dalam cm) - N) x 155

Dengan interpretasi hasil :

N = 11 bila kepala masih berada di bawah spina ischiadika

N = 12 bila kepala masih berada di atas spina ischiadika

N = 13 bila kepala belum lewat PAP

2. Mengukur Tekanan darah, untuk mengetahui apakah ada hipertensi atau tidak. Karena

hipertensi dapat menimbulkan preeklampsia, solusio plasenta, IUGR, IUFD dan

lainnya.

3. Ukur Tinggi fundus uteri (TFU)

217
Gambar1. Tinggi fundus uteri dan taksiran usia kehamilan

a. Mengukur tinggi fundus uteri adalah untuk memantau tumbuh kembang janin.

b. Untuk mengetahui usia kehamilan.

c. Pada kehamilan diatas 20 minggu fundus uteri diukur dengan pita ukur (cm).

d. Jika usia kehamilan kurang dari 20 minggu menggunakan petunjuk-petunjuk

badan.

Umur Tinggi Fundus Uteri


Kehamilan
12 minggu 3 jari di atas simpisis
16 minggu ½ simpisis-pusat
20 minggu 3 jari di bawah pusat
24 minggu Setinggi pusat
28 minggu 3jari di atas pusat
34 minggu ½ pusat-prosessus xifoideus
36 minggu 3 jari di bawah prosessus xifoideus
40 minggu 2 jari di bawah prosessus xifoideus

218
4. Pemberian imunisasi TT lengkap

a. TT1 dapat diberikan pada kunjungan ANC pertama.

b. TT2 diberikan 4 minggu setelah TT1, lama perlindungan 3 tahun.

c. TT3 diberikan 6 bulan setelah TT2, lama perlindungan 5 tahun.

d. TT4 diberikan 1 tahun setelah TT3, lama perlindungan 10 tahun.

e. TT5 diberikan 1 tahun setelah TT4, lama perlindungan 25 tahun / seumur hidup.

5. Pemberian Tablet Fe

a. Tablet Fe dapat diberikan setelah rasa mual hilang.

b. Pemberian minimal 90 tablet selama kehamilan.

c. Tablet Fe tidak boleh diminum bersama kopi atau teh.

d. Tablet Fe bisa diberikan secara bersamaan dengan vitamin C.

6. Tes terhadap penyakit menular seksual.

7. Temu wicara dalam rangka persiapan rujukan.

219
INSPEKSI ABDOMEN WANITA HAMIL

Pemeriksaan fisik pada ibu dilakukan setelah dilakukannya anamnesa. Sebelum

memulai pemeriksaan, harus menjelaskan pada ibu dan keluarga apa yang akan dilakukan.

Pemeriksaan fisik berguna untuk mengetahui keadaan kesehatan ibu dan janin serta

perubahan yang terjadi pada suatu pemeriksaan ke pemeriksaan berikutnya.

Pada pemeriksaan inspeksi abdomen diperiksa bentuk dan ukuran abdomen, varises,

jaringan parut, gerakan janin dan lain-lain. Selain itu juga perlu dilakukan pemeriksaan

palpasi dimana diminta berbaring terlentang, kepala dan bahu sedikit lebih tinggi dengan

memakai bantal. Pemeriksa berdiri di sebelah kanan ibu hamil.

Tujuan pemeriksaan abdomen adalah untuk menentukan letak dan presentasi janin,

turunnya bagian janin yang terbawah, tinggi fundus uteri dan denyut jantung janin.

Sebelum memulai pemeriksaan abdomen, penting untuk dilakukan hal-hal sebagai

berikut :

 Mintalah ibu untuk mengosongkan kandung kemihnya bila perlu

 Bantulah pasien untuk santai. Letakkan sebuah bantal dibawah kepala dan

bahunya. Fleksikan tangan dan lutut

 Cucilah tangan sebelum memulai memeriksa

 Lihatlah bentuk pembesaran perut (melintang, memanjang, asimetris) adakah linea

alba nigra, adakah striae gravidarum, adakah bekas luka operasi, adakah tampak

gerakan janin, rasakan juga dengan pemeriksaan raba adanya pergerakan janin.

220
Tentukan apakah pembesaran perut sesuai dengan umur kehamilannya.

Pertumbuhan janin dinilai dari tingginya fundus uteri. Semakin tua umur

kehamilan, maka semakin tinggi fundus uteri. Namuin pada umur kehamilan 9

bulan fundus uteri akan turun kembali karena kepala telah turun atau masuk ke

panggul. Pada kehamilan 12 minggu, tinggi fundus uteri biasanya sedikit diatas

tulang panggul. Pada kehamilan 24 minggu fundus berada di pusat. Secara kasar

dapat dipakai pegangan bahwa setiap bulannya fundus naik 2 jari tetapi

perhitungan tersebut sering kurang tepat karena ukuran jari pemeriksa sangat

bervariasi. Agar lebih tepat dianjurkan memakai ukuran tinggi fundus uteri dari

simfisis pubis dalam sentimeter dengan pedoman sebagai berikut :

Umur Kehamilan Tinggi Fundus Uteri


20 minggu 20 cm
24 minggu 24 cm
28 minggu 28 cm
32 minggu 32 cm
36 minggu 34-46 cm

DAFTAR PUSTAKA

Andriana, Kusuma. 2012. Pengantar Klinik Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan.

Malang: UMM Press.

Yusrawati. 2012. Penuntun Skill Lab Seri Keterampilan Laboratorium. Padang : FK

Andalas

221
PALPASI: TINGGI FUNDUS UTERI DAN MANUVER LEOPOLD, PENILAIAN

POSISI DARI LUAR

Palpasi abdomen dilakukan untuk menentukan besar dan konsistensi rahim (tinggi

fundus), bagian-bagian janin, letak dan presentasi, gerakan janin, sejauh mana bagian

terbawah bayi masuk pintu atas panggul, dan kontraksi Rahim Braxton-Hicks dan hiss.

LEOPOLD I

Tujuan: untuk melakukan usia kehamilan berdasarkan tinggi fundus uteri dan

bagian janin apa yang terdapat dalam fundus:

- Pemeriksa berdiri sebelah kanan penderita, dan melihat ke arah muka penderita

- Ukur tinggi fundus uteri dengan midline: pertama tekan perut sampai bertemu

dengan tahanan (fundus), kemudian letakkan midline dari fundus kemudian

melewati umbilicus sampai atas simfisis pubis.

- Kedua telapak tangan pemeriksa diletakkan pada puncak fundus uteri.

- Tentukan tinggi fundus uteri untuk menentukan usia kehamilan dan tentukan

konsistensi uterus

- Rasakan bagian janin yang berada pada bagian fundus (bokong atau kepala atau

kosong).Sifat kepala ialah keras, bundar, dan melenting, sifat bokong ialah

lunak, kurang bundar, dan kurang melenting, pada letak lintang fundus uteri

kosong.

222
Palpasi Leopold I

LEOPOLD II

Tujuan : untuk menentukan bagaian janin apa yang terletak pada lateral abdomen

ibu yang sinistra dan dextra serta untuk mengetahui denyut jantung janin.

- Kedua telapak tangan pemeriksa bergeser turun kebawah sampai disamping

kiri dan

- kanan umbilikus.

- Tentukan bagian punggung janin untuk menentukan lokasi auskultasi denyut

jantung

- janin nantinya.

- Tentukan bagian-bagian kecil janin, pada letak lintang tentukan ketak kepala

janin

- Cari denyut jantung janin pada atas scapula, kemudian letakkan funandoskop

kemudian hitung denyut jantung janin.

223
Gambar 3. Palpasi Leopold II

LEOPOLD III

Tujuan: untuk menentukan bagian janin apa yang terletak pada bagian bawah

simfisis pubis dan mengetahui apakah bagian bawah janin ini sudah masuk/

terpegang pintu atas panggul (PAP) atau belum.

- Pemeriksaan ini dilakukan dengan hati-hati oleh karena dapat menyebabkan

perasaan tak nyaman bagi pasien

- Bagian terendah janin dicekap diantara ibu jari dan telunjuk tangan kanan

untuk menentukan bagian terbawah janin. Pada presentasi kepala akan teraba

bulat dank eras, sedangkan bokong teraba tidak terlalu keras dan kurang bula.

Pada letak lintang, simfisis pubis akan kosong

- Ditentukan apa yang menjadi bagian terendah janin dan ditentukan apakah

sudah masuk PAP atau belum dengan cara menggoyangkan bagian bawah

dengan menggunakan satu tangan.

224
Gambar 4. Palpasi Leopold III

LEOPOLD IV

Tujuan: untuk menentukan apa yang menjadi bagian bawah dan berapa masuknya

bagian bawah ke dalam rongga panggul

- Pemeriksa merubah posisinya sehingga menghadap ke arah kaki pasien.

- Kedua telapak tangan ditempatkan disisi kiri dan kanan bagian terendah janin.

- Ditentukan apakah bagian bawah sudah masuk ke dalam pintu atas panggul,

dan berapa masuknya bagian bawah ke dalam rongga panggul.

- Jika kita rapatkan kedua tangan pada permukaan dari bagian terbawah dari

kepala yang masih teraba dari luar dan :

a. Kedua tangan itu convergent, hanya bagian kecil dari kepala turun ke dalam

rongga.

b. Jika kedua tangan itu sejajar, maka separuh dari kepala masuk ke dalam

rongga panggul.

225
c. Jika kedua tangan divergent, maka bagian terbesar dari kepala masuk ke

dalam rongga panggul dan ukuran terbesar dari kepala sudah melewati pintu

atas panggul.

Gambar 5. Palpasi Leopold IV

Kalau pada kepala yang telah masuk ke dalam p.a.p kita masukkan tangan ke

dalam rongga panggul maka satu tangan akan lebih jauh masuk, sedangkan tangan

satunya tertahan oleh tonjolan kepala. Tonjolan kepala pada fleksi disebabkan oleh

daerah dahi, sedangkan pada letak defleksi oleh belakang kepala.Kalau tonjolan

kepala bertentangan dengan bagian kecil, maka anak dalam letak defleksi.Leopold

IV tidak dilakukan, kalau kepala masih tinggi. Palpasi secara Leopold yang

lengkap ini, baru dapat dilakukan kalau janin sudah cukup besar kira-kira dari

bulan VI ke atas.

Sebelum bulan ke VI biasanya bagian-bagian anak belum jelas, jadi kepala belum

dapat ditentukan begitu pula punggung anak.Sebelum bulan ke VI cukuplah untuk

menentukan apakah ada benda (janin) yang melenting ke seluruhannya di dalam

226
rahim (ballottement in toto).Ballottement di dalam rahim boleh dianggap tanda

kehamilan pasti.Sebelum bulan ke III uterus tak dapat diraba dari luar dan untuk

mencari perubahan dalam besarnya, bentuknya, dan konsistensinya dilakukan

toucher atau pemeriksaan dalam.

227
MENGUKUR DENYUT JANTUNG JANIN

Denyut jantung janin baru dapat diperiksa pada akhir bulan ke-5 namun dengan

ultrasound (doptone) sudah dapat didengar pada akhir bulan ke-3. Frekuensinya lebih

cepat daripada bunyi jantung orang dewasa, yaitu sekitar 120-160x/menit.

Karena badan janin dalam posisi kyphose dan di depan dada ada lengan janin,

maka bunti denyut jantung paling jelas terdengar di bagian punggung dekat dengan kepala.

Pada presentasi kepala tempat ini terletak kiri atau kanan di bawah pusat.

Teknik pemeriksaan Bunyi Jantung Janin:

 Kaki ibu hamil diluruskan sehingga posisi punggung janin lebih dekat dengan dinding

perut ibu

 Pungtum maksimum bunyi jantung ditetapkan di sekitar scapula.

 Bunyi jantung dihitung dengan cara menghitung 5 detik pertama, interval 5 detik,

dilanjutkan menghitung 5 detik kedua, interval 5 detik dan dilanjutkan menghitung

untuk 5 detik ketiga. Jumlah penghitungan selama 3 x setiap 5 detik kemudian

dikalikan 4, sehingga bunyi jantung selama satu menit dapat ditetapkan.

Misalnya:

5 detik I 5 detik II 5 detik III Kesimpulan

11 12 11 teratur, frek 136x/menit, janin baik

10 14 9 tak teratur, frek 132x/m, asfiksia

8 7 8 teratur, frek 92x/m, asfiksia

228
Informasi yang dapat diketahui dari bunyi jantung janin:

1. Dari adanya bunyi jantung janin:

 Tanda pasti kehamilan

 Janin hidup

2. Dari tempat bunyi jantung terdengar:

 Presentasi janin

 Posisi janin (letak punggung)

 Sikap janin (habitus)

 Adanya janin kembar (gamelli)

3. Dari sifat bunyi jantung janin:

Dapat diketahui kedaan janin:

 Normal bunyi jantung teratur dan frekuensinya 120-160x/menit

 Asfiksia/ distress : bunyi jantung <120x/menit atau > 160x/menit, atau tidak

teratur, maka janin dalam keadaan kekurangan O2

229
PEMERIKSAAN DALAM PADA KEHAMILAN MUDA

Pemeriksaan Bimanual

Dengan pemeriksaan ini pemeriksa berusaha mendapatkan kesan tentang keadaan

genetalia interna. Pemeriksaan ini hanya bisa dilakukan pada penderita yang sudah atau

pernah menikah.

a. Prosedur Umum

Dua jari tangan kanan pemeriksa (jari telunjuk dan jari tengah) dimasukkan kedalam

vagina dan tangan kiri pemeriksa diletakkan pada perut bagian bawah diatas symphysis

pubis. gunakan bahan lubrikan untuk memudahkan pemeriksaan.

b. Pemeriksaan Organ Pelvis

 Serviks

Periksalah bentuk, ukuran, mobilitas dan ada tidaknya nyeri serta lesi

 Uterus

Periksalah bentuk, ukuran, mobilitas dan ada tidaknya nyeri, dan posisi

(antefleksi atau retrofleksi).

Ukuran tergantung pada paritas dan umur pasien, tetapi secara rata-rata ukuran

uterus normal adalah sebesar telur bebek. Bentuk uterus seperti bola lampu yang

gepeng dalam arah muka belakang, sedangkan permukaannya licin.

Konsistensi pada saat tidak hamil padat kenyal seperti konsistensi otot biceps

saat berkontraksi. Pada saat hamil konsistensinya lunak.

230
Letak uterus dianggap normal bila dalam posisi antefleksi. Dengan kedua jari

dalam fornix posterior uterus dalam antefleksi jelas teraba, sebaliknya uterus dalam

retrofleksi hanya teraba portionya saja. supaya lebih jelas, maka jari yang berada

didalam dipindahkan ke fornix anterior dan kedua tangan didekatkan. Pada posisi

antefleksi corpus uteri dapat teraba sedangkan pada retrofleksi tidak dapat teraba

apa-apa.

Kemungkinan pergerakan uterus diketahui dengan cara mencoba mengangkat

uterus dengan jari yang berada didalam dan kemudian menekannya ke bawah

dengan tangan yang berada diluar. Perhatikan apakah pergerakan-pergerakan ini

menimbulkan perasaan nyeri. Dicoba pula apakah serviks dapat digerakkan ke kiri

dan ke kanan. Kemungkinan pergerakan ini sangat tergantung pada kekenyalan

(elastisitas) parametrium.

 Adneksa

Kemudian pemeriksa meletakkan jari yang berada didalam pada fornix lateral dan

tangan yang berada diluar dipindah agak ke samping. Hal ini untuk melakukan

pemeriksaan ovarium dan adnexa. Pemeriksaan ini juga sekaligus untuk memeriksa

keadaan parametrium. Bila ovarium tertekan maka pasien akan mengalami perasaan

nyeri seperti yang dialami pria saat testisnya tertekan karenanya harus dihindari.

Bila teraba tumor ditentukan besarnya, konsistensi, mobilitas, batas, nyeri dan

kemungkinan pergerakannya.

231
Pemeriksaan Bimanual

Pemeriksaan ini hanya boleh dilakukan pada penderita yang sudah atau pernah

menikah. pemeriksaan ini berguna untuk melihat proses dibelakang dan kiri kanan dari

uterus. Cara pemeriksaannya :

a. Masukkan jari tengah tangan kanan ke dalam rektum kemudian telunjuk dimasukkan ke

dalam vagina. Gunakan lubrikasi.

b. Tangan yang berada diluar mendekatkan apa yang hendak diperiksa pada tangan yang

berada didalam.

c. Pelapis pada struktur pelvis melengkapi palpasi vagina. Palpasi ligament uterosakral

untuk mengetahui adanya nodul, nyeri atau kekakuan (infiltrate).

Keadaan seperti endometriosis retrocervical dan keadaan parametrium lebih jelas

teraba. Juga akan bisa teraba infiltrate dan tumor.

232
Tes Kehamilan

A. Definisi Kehamilan

Kehamilan adalah masa dimulai dari kontrasepsi sampai janin lahir, lama hamil

normal yaitu 280 hari atau 9 bulan 7 hari yang dihitung dari hari pertama haid terakhir

(Sarwono, 2000). Kehamilan adalah penyatuan ovum (oosit sekunder) dan spermatozoa

yang biasanya berlangsung di ampula tuba (Sarwono, 2008).

Sejak sperma bertemu dengan ovum dan mulai terjadi pembuaham proses suatu

kehidupan baru dimulai. Dirnulai dengan pembentukan embrio, fetus atau janin hingga

masa kelahiran. Tahap-tahan perkembangan janin selama empat puluh minggu kehamilan

adalah tahap-tahap yang cukup unik. Dimulai dengan pembuahan oleh sel sperma dan

ovum yang menjadi zigot, membelah beberapa kali menurut deret ukur menjadi embrio,

pembentukan organ-organ tubuh hingga kelahiran.

B. Definisi, Macam-macam tes kehamilan

Pada jaman teknologi canggih sekarang, kehamilan bisa diketahui melalui tes

kehamilan. Tes kehamilan adalah tes yang dilakukan untuk memastikan apakah seseorang

sedang mengandung atau tidak. Tes dilakukan untuk mengetahui diagnosa kehamilan

berdasarkan pada pendeteksian keberadaan hormon human chorionic gonadotrophin

(HCG) pada darah dan urin wanita.HCG diproduksi oleh embrio yang lazimnya tidak ada

kecuali bila seorang wanita tersebut hamil. Beberapa test yang paling modern dan canggih

dapat mendeteksi kehamilan melalui darah dan urine hanya satu minggu setelah

pembuahan. (Rose.W.2006)

233
Tes kehamilan dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu :

1. Tes urin

Alat untuk melakukan tes urin banyak dijual di apotik-apotik. Cara penggunaannya

juga lebih mudah, yaitu dengan menempatkan sampel urin pada benda atau tempat yang

disediakan Tes urin dilakukan kurang lebih 14 hari setelah pembuahan terjadi, atau pada

saat seorang wanita tidak mendapatkan haid. Saat ini sudah sangat mudah untuk

mengetahui apakah seorang wanita sedang hamil atau tidak. Keuntungan tes urin adalah

dapat dilakukan sendiri di rumah, prosedur pengujian yang mudah dilakukan, harga strip

yang relatif murah, akurasi hasil uji yang tinggi (97 — 99%), serta dapat mendeteksi

kehamilan lebih dini. Adapun interpretasi hasil uji urin pada umumnya adalah :

• Jika muncul 2 garis merah muda, berarti hamil.

• Jika hanya muncul 1 garis merah muda, berarti tidak hamil.

• Jika tidak muncul garis, berati strip rusak. Uji sebaiknya diulang dengan strip yang lain.

2. Tes darah

Tes darah biasanya lebih sensitif, lebih tepat, namun jarang dilakukan karena

harganya yang mahal dan sulit dilakukan. Tes darah dapat dilakukan sekitar 10 hari

setelah pembuahan Hasilnya biasanya berupa tanda positif atau negatif. Kadar hCG diatas

5 mIU biasanya sudah dianggap hamil. Sebagian alat untuk tes urin mengukur kadar hCG

antara 25-200 mIU.

234
3. Tes dengan menggunakan alat USG

Baru dapat dilakukan setelah beberapa minggu. Kadang-kadang sekitar 4 minggu

setelah pembuahan. Pemeriksaan secara manual dapat menunjukkan adanya pembesaran

rahim, namun tidak bisa memastikan apakah pembesaran ini disebabkan karena

kehamilan. Pada umumnya hal yang menjadi pedoman untuk menentukan hamil atau tidak

dalam suatu tes kehamilan adalah kadar HCG (Human Chorionic Gonadotrophin) yang

dihasilkan oleh sinsitio tropoblas sekitar tiga migngu setelah terjadi pembuahan atau satu

minggu setelah seorang wanita merasakan terlambat menstruasi.

Pada tahap ini kadar hCG biasanya masih rendah. Kadar HCG pada hari pertama

terlambat haid biasanya sudah mencapai 100 mIU/ml. Kadar HCG sebesar ini sudah cukup

untuk dideteksi oleh uji strip kehamilan. Kadar HCG akan mencapai puncaknya pada usia

kehamilan delapan minggu usia kehamilan dihitung dari hari pertama haid terkahir.

Setelah itu berangsur-angsur turun dan kembali ke normal beberapa setelah melahirkan.

C. Hormon kehamilan Human Chorionic Gonadothropin (hCG).

hCG adalah hormone yang paling utama di dalam kehamilan, karena dengan

adanya hormone ini pada seseorang, maka bisa dipastikan seseorang itu hamil. Hormone

ini Sering disebut hormone kehamilan.

hormon hCG disekresikan oleh syncytiotrophoblast ke dalam sirkulasi darah ibu pertama

kali saat implantasi yaitu pada hari ke 6-7 setelah fertilisasi.

Hormon ini berperan dalam stimulasi corpus luteum agar terus mensekresikan

hormon progesteron dan estrogen untuk memelihara endometrium selama kehamilan awal.

Kadar hormon akan semakin meningkat sampai mencapai puncaknya pada kehamilan

235
minggu ke 10-12 dan mencpai kadar terendah saat minggu ke 20 karena pada saat itu

plasenta sudah mampu menghasilkan estrogen dan progesteron sendiri dalam jumlah

cukup dan tidak lagi bergantung pada corpus luteum.

D. Pendeteksian Kehamilan dengan hormone hCG

Kira-kira sepuluh hari setelah sel telur dibuahi sel sperma di saluran Tuba fallopii,

telur yang telah dibuahi itu bergerak menuju rahim dan melekat pada dindingnya. Sejak

saat itulah plasenta mulai berkembang dan memproduksi hCG yang dapat ditemukan

dalam darah serta air seni. Keberadaan hormon protein ini sudah dapat dideteksi dalam

darah sejak hari pertama keterlambatan haid, yang kira-kira merupakah hari keenam sejak

pelekatan janin pada dinding rahim. Kadar hormon ini terus bertambah hingga minggu ke

14-16kehamilan, terhitung sejak hari terakhir menstruasi. Sebagian besar ibu hamil

mengalami penambahan kadar hormon hCG sebanyak dua kali lipat setiap 3 hari.

Peningkatan kadar hormon ini biasanya ditandai dengan mual dan pusing yang sering

dirasakan para ibu hamil. Setelah itu kadarnya menurun terus secara perlahan, dan hampir

mencapai kadar normal beberapa saat setelah persalinan. Tetapi adakalanya kadar hormon

ini masih di atas normal sampai 4 minggu setelah persalinan atau keguguran.

Cara kerja test ini pada kehamilan muda adalah dengan mendeteksi hormone

kehamilan yang dihasilkan sinsitio trofoblas yaitu HCG (Human chorionic gonadotropin)

didalam darah atau urine.Adanya antibody bisa dibuktikan dan diperkirakan secara

kuantitatif karena antibody tersebut bersifat selektif terhadap HCG pada saat munculnya

Luteinizing hormone (LH).(Rabe.T.2003)

236
Kadar hCG yang lebih tinggi pada ibu hamil biasa ditemui pada kehamilan kembar

dan kasus hamil anggur (mola). Sementara pada perempuan yang tidak hamil dan juga

laki-laki, kadar hCG di atas normal bisa mengindikasikan adanya tumor pada alat

reproduksi. Tak hanya itu, kadar hCG yang terlalu rendah pada ibu hamil pun patut

diwaspadai, karena dapat berarti kehamilan terjadi di luar rahim (ektopik) atau kematian

janin yang biasa disebut aborsi spontan.

237
E. Hormon lain yang mempengaruhi kehamilan

Perubahan yang dialami selama kehamilan salah satunya adalah perubahan

hormone.Hormon memiliki pengaruh khas untuk merangsang dan menggiatkan kerja

organ-organ tubuh.

Beberapa hormon yang pengeluarannya dikontrol oleh kelenjar pituatari yang berada

dibagian dasar otak:

1. Progesteron

Hormon ini berfungsi membangun lapisan dinding rahim untuk menyangga

plasenta, mencegah kontraksi/ oengerutan otot-otot rahim sehingga menghindari

persalinan dini, dan menyiapkan payudara untuk menyusui.

Di lain sisi, progesterone akan membuat pembuluh darah melebar. Akibatnya tekanan

darah menjadi turun, dan ibu akan merasa pusing. Terkadang menyebabkan sistem

pencernaan terganggu, seperti perut kembung atau sembelit, mempengaruhi suasana hati

ibu saat hamil, serta meningkatkan suhu tubuh dan menyebabkan mual.

2. Estrogen

Hormon ini membuat puting paudara membesar dan merangsang pertumbuhan

susu, membantu memperkuat dinding rahimuntuk mengatasi kontraksi saat

persalinan.Estrogen juga akan melunakkan jaringan-jaringan tubuh, sehingga jaringan ikat

dan sendi-sendi tubuh menjadi lemah. Akibatnya ibu hamil terkadang mangalami sakit

punggung.

238
3. Prolaktin

Hormon ini bertanggung jawab terhadap peningkatan sel yang memproduksi ASI

dalam payudara. Hormon estrogen setelah melahirkan akan turun, hormon ini dapat

menghambar produksi ASI, dengan demikian prolaktin dapat merangsang produksi ASI.

4. Oksitosin

Hormon ini terlibat dalam proses reproduksi pada pria dan wanita, membantu

kontraksi pada saat kehamilan dan persalinan, produksi susu pada saat menyusui, maka

aktivitas menyusui dapat mempercepat terjadinya penyusutan rahim.

5. Relaksin

Hormon ini muncul pada awal kehamilan dan bertanggungjawab membantu

mengatasi aktivitas rahim dan melembutkan leher rahim dalam rangka persiapan proses

persalinan

239
PERMINTAAN PEMERIKSAAN USG OBSGYN

Ultrasonografi merupakan bagian terintegrasi dari perawatan antenatal di dunia

Barat dan di banyak negara berkembang. Metode ini telah mengubah perawatan antenatal

yang semula hanya bersifat menerka-nerka usia gestasi menjadi pengetahuan yang akurat

tentang usia kehamilan sejak usia 7 hari, serta mampu mencatat perkembangan janin,

khususnya bila dicurigai terdapat retardasi pertumbuhan janin. Selain itu, ultrasonografi

juga merupakan alat penting dalam mendiagnosis abnormalitas janin.

Setiap wanita hamil menghadapi resiko komplikasi yang dapat mengancam

nyawanya. Oleh karena itu setiap wanita hamil memerlukan sedikitnya empat kali

kunjungan selama periode antenatal :

Satu kali kunjungan selama trimester pertama (sebelum 14 minggu)

Satu kali kunjungan selama trimester kedua (antara minggu 14 – 28)

Dua kali kunjungan selama trimester ketiga (antara minggu 28 – 36 dan sesudah

minggu ke-36)

Indikasi:

 Usia kehamilan tidak jelas

 Tersangka kehamilan multiple

 Perdarahan dalam kehamilan

 Tersangka kematian mudiqah (janin)

 Tersangka kehamilan ektopik

 Tersangka kehamilan mola

240
 Terdapat perbedaan tinggi fundus uteri dan lamanya amenorea

 Presentasi janin tidak jelas

 Dugaan pertumbuhan janin terhambat

 Dugaan janin besar

 Tersangka oligohidramnion/polihidramnion

 Penentuan profil tersangka biofisik janin

 Evaluasi letak dan keadaan plasenta

 Adanya resiko/tersangka cacat bawaan

 Alat bantu dalam tindakan obstetri, seperti versi luar, versi ekstraksi, plasenta manual,

dsb

 Tersangka hamil dengan IUD

 Tersangka kehamilan dengan bentuk uterus abnormal

 Tersangka kehamilan dengan bentuk uterus abnormal

 Sebagai alat bantu dalam tindakan intervensi seperti amniosintesis, biopsivili korales,

transfusi intrauterine, fetuskopi, dsb

PEMERIKSAAN USG OBSGYN (SKRINNING OBSTETRI)

Persiapan Pemeriksaan

Persiapan yang harus dilakukan sebelum melakukan pemeriksaan USG adalah :

a. Pencegahan infeksi

241
b. Persiapan alat

c. Persiapan pasien

d. Persiapan pemeriksa

a. Pencegahan infeksi

Cuci tangan sebelum dan setelah kontak langsung dengan pasien, setelah kontak

dengan darah atau cairan tubuh lainnya, dan setelah melepas sarung tangan, telah

terbukti dapat mencegah penyebaran infeksi. Epidemi HIV/AIDS telah menjadikan

pencegahan infeksi kembali menjadi perhatian utama, termasuk dalam kegiatan

pemeriksaan USG dimana infeksi silang dapat saja terjadi. Kemungkinan penularan

infeksi lebih besar pada waktu pemeriiksaan USG transvaginal karena terjadi kontak

dengan cairan tubuh dan mukosa vagina.

1. Risiko penularan tinggi terjadi pada pemeriksaan USG intervensi (misalnya

punksi menembus kulit, membran mukosa atau jaringan lainnya); peralatan

yang dipakai memerlukan sterilisasi (misalnya dengan autoklaf atau etilen

oksida) dan dipergunakan sekali pakai dibuang.

242
2. Risiko penularan sedang terjadi pada pemeriksaan USG yang mengadakan

kontak dengan mukosa yang intak, misalnya USG transvaginal; peralatan

yang dipakai minimal memerlukan desinfeksi tingkat tinggi (lebih baik bila

dilakukan sterilisasi).

3. Risiko penularan ringan terjadi pada pemeriksaan kontak langsung dengan

kulit intak, misalnya USG transabdominal; peralatan yang dipakai cukup

dibersihkan dengan alkohol 70% (sudah dapat membunuh bakteri vegetatif,

virus mengandung lemak, fungisidal, dan tuberkulosidal) atau dicuci dengan

sabun dan air.

Panduan di bawah ini dapat membantu mencegah penyebaran infeksi :

1) Semua jeli yang terdapat pada transduser harus selalu dibersihkan, bisa memakai

kain halus atau kertas tissue halus.

2) Semua peralatan yang terkontaminasi atau mengandung kotoran harus dibersihkan

dengan sabun dan air. Perhatikan petunjuk pabrik tentang tatacara membersihkan

peralatan USG.

3) Transduser kemudian dibersihkan dengan alkohol 70% atau direndam selama dua

menit dalam larutan yang mengandung sodium hypochlorite (kadar 500 ppm10 dan

diganti setiap hari), kemudian dicuci dengan air mengalir dan selanjutnya

dikeringkan.

4) Transduser harus diberi pelapis sebelum dipakai untuk pemeriksaan USG

transvaginal, bisa memakai sarung tangan karet, atau kondom.

5) Pemeriksa harus memakai sarung tangan sekali pakai (tidak steril) pada tangan

yang akan membuka labia sebelum transduser vagina dimasukkan. Perhatikan

243
jangan sampai sarung tangan tersebut mengotori peralatan USG dan tempat

pemeriksaan.

6) Setelah melakukan pemeriksaan, kondom atau sarung tangan harus dimasukkan

pada tempat khusus untuk mencegah penyebaran infeksi, dan kemudian

pemeriksa mencuci tangan.

7) Pada pemeriksaan USG invasif, misalnya ovum pick-up persiapan yang dilakukan

sama seperti akan melakukan tindakan operasi, misalnya peralatan yang dipakai

harus steril, operator mencuci tangan dengan larutan mengandung khlorheksidine

3%, memakai sarung tangan dan masker, serta memakai kacamata. Kulit

dibersihkan dengan memakai etil alkohol 70%, isopropil alkohol 60%,

khlorheksidin alkohol, atau povidone iodine. Transduser dibersihkan dan

dilakukan desinfeksi, kemudian dibungkus dengan plastik khusus yang steril.

Membran mukosa vagina dibersihkan dengan larutan yang mengandung

khlorheksidin 0,015% ditambah larutan cetrimide 0,15%.

b. Persiapan alat

Perawatan peralatan yang baik akan membuat hasil pemeriksaan juga tetap

baik. Mesin USG diletakkan disebelah kanan tempat tidur pasien, bila pemeriksa

bertangan kiri, maka mesin diletakkan disisi kiri pasien. Hidupkan peralatan USG

sesuai dengan tatacara yang dianjurkan oleh pabrik pembuat peralatan tersebut.

Panduan pengoperasian peralatan USG sebaiknya diletakkan di dekat mesin USG,

hal ini sangat penting untuk mencegah kerusakan alat akibat ketidaktahuan operator

USG.

Perhatikan tegangan listrik pada kamar USG, karena tegangan yang terlalu

naik-turun akan membuat peralatan elektronik mudah rusak. Bila perlu pasang

stabilisator tegangan listrik dan

244
UPS (uninterrupted power supply).

Setiap kali selesai melakukan pemeriksaan USG, bersihkan semua peralatan

dengan hati-hati, terutama pada transduser (penjejak) yang mudah rusak (Gambar 5).

Bersihkan transduser dengan memakai kain yang lembut dan cuci dengan larutan

anti kuman yang tidak merusak transduser (informasi ini dapat diperoleh dari setiap

pabrik pembuat mesin USG).

Selanjutnya taruh kembali transduser pada tempatnya, rapikan dan bersihkan

kabel-kabelnya, jangan sampai terinjak atau terjepit (Gambar 6). Setelah semua

rapih, tutuplah mesin USG dengan plastik penutupnya. Hal ini penting untuk

mencegah mesin USG dari siraman air atau zat kimia lainnya.

Agar alat ini tidak mudah rusak, tentukan seseorang sebagai penanggung jawab

pemeliharaan alat tersebut. Bersihkan transduser dari kotoran-kotoran pasca

pemeriksaan

245
Tempatkan semua transduser pada tempat yang disediakan, perhatikan jalannya kabel

transduser agar tidak terinjak atau tergilas roda mesin USG

c. Persiapan pasien

Sebelum pasien menjalani pemeriksaan USG, ia sudah harus memperoleh

informasi yang cukup mengenai pemeriksaan USG yang akan dijalaninya. Informasi

penting yang harus diketahui pasien adalah harapan dari hasil pemeriksaan, cara

pemeriksaan (termasuk posisi pasien), akurasi ketepatan diagnostik, perlu tidaknya

pemeriksaan USG 3D, dan berapa biaya pemeriksaan.

Caranya dapat dengan memberikan brosur atau leaflet atau bisa juga melalui

penjelasan secara langsung oleh dokter pemeriksa. Sebelum melakukan pemeriksaan

USG, pastikan bahwa pasien benar-benar telah mengerti dan memberikan

persetujuan untuk dilakukan pemeriksaan USG atas dirinya.

Bila akan melakukan pemeriksaan USG transvaginal, tanyakan kembali apakah

ia seorang nona atau nyonya ?, jelaskan dan perlihatkan tentang pemakaian kondom

yang baru pada setiap pemeriksaan (kondom penting untuk mencegah penularan

infeksi).

Pada pemeriksaan USG transrektal, kondom yang dipasang sebanyak dua buah,

hal ini penting untuk mencegah penyebaran infeksi.

Terangkan secara benar dan penuh pengertian bahwa USG bukanlah suatu alat

yang dapat melihat seluruh tubuh janin atau organ kandungan, hal ini untuk

menghindarkan kesalahan harapan dari pasien. Sering terjadi bahwa pasien mengeluh

“Kok sudah dikomputer masih juga tidak dikatahui adanya cacat bawaan janin atau

ada kista indung telur ?” USG hanyalah salah satu dari alat bantu diagnostik

246
didalam bidang kedokteran. Mungkin saja masih diperlukan pemeriksaan lainnya

agar diagnosis kelainan dapat diketahui lebih tepat dan cepat.

d. Persiapan pemeriksa

Pemeriksa diharapkan memeriksa dengan teliti surat pengajuan pemeriksaan

USG, apa indikasinya dan apakah perlu didahulukan karena bersifat darurat gawat,

misalnya pasien dengan kecurigaan kehamilan ektopik. Tanyakan apakah ia seorang

nyonya atau nona, terutama bila akan melakukan pemeriksaan USG transvaginal.

Selanjutnya cocokkan identitas pasien, keluhan klinis dan pemeriksaan fisik

yang ada; kemudian berikan penjelasan dan ajukan persetujuan lisan terhadap tindak

medik yang akan dilakukan. Persetujuan tindak medik yang kebanyakan berlaku di

Indonesia saat ini hanyalah bersifat persetujuan lisan, kecuali untuk tindakan yang

bersifat invasif misalnya kordosintesis atau amniosintesis.

Setiap mesin mempunyai konfigurasi tampilan tombol-tombol yang berbeda,

sehingga setiap pemeriksa harus menyesuaikan dengan peralatan yang dipakainya

serta mengenali semua lokasi dan fungsi tombol-tombol yang tersedia.

Transduser dipegang oleh tangan yang terdekat dengan tubuh pasien, hal ini

untuk mencegah terjatuhnya transduser tersebut. Sebaiknya pemeriksa duduk dikursi

ergonomis yang dapat bergerak, berputar, dan dapat diatur ketinggiannya agar posisi

tangan sama tinggi dengan dinding perut pasien (pemeriksaan USG transabdominal)

atau duduk di depan perineum pada saat melakukan pemeriksaan USG transvaginal.

Mesin USG harus dapat dijangkau oleh tangan kiri pemeriksa agar pemeriksaan

tersebut dapat optimal dan tidak membuat lekas lelah.

Pemeriksa juga harus berlatih dengan baik agar dapat merasakan bahwa

transduser tersebut merupakan kepanjangan dan bagian dari tangannya (terutama

transduser transvaginal) sehingga adanya tahanan, konsistensi masa, atau perlekatan

247
dapat dirasakan. Jangan memegang transduser terlalu kaku dan kuat karena akan

menimbulkan cedera pada lengan dan bahu. Pemeriksa juga harus mengetahui

program pencegahan infeksi universal.

Tampilan tombol-tombol pad keyboard USG

Selain itu, pemeriksa diharapkan selalu meningkatkan pengetahuan dan

keterampilannya dengan cara membaca kembali buku teks atau literatur-literatur

mengenai USG, mengikuti pelatihan secara berkala dan mengikuti seminar-seminar

atau pertemuan ilmiah lainnya mengenai kemajuan USG mutakhir (continuing

professional development / CPD). Kemampuan diagnostik seorang sonografer dan

sonologist sangat ditentukan oleh pengetahuan, pengalaman dan latihan yang

dilakukannya.

Teknik Pemeriksaan

Pemeriksaan USG obstetri dan ginekologi dapat dilakukan melalui cara :

o Transabdominal

o Transvaginal,

248
o Transperineal / translabial,

o Transrektal, atau

o Pemeriksaan USG invasif.

DAFTAR PUSTAKA

Andriana, Kusuma. 2012. Pengantar Klinik Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan.

Malang: UMM Press.

Barclay, Laurie, 2012. Fetal Heart Rate Monitoring Guidelines Updated. America:

American College of Obstetricians and Gynecologists.

Farahi, Narges. 2013. Recommendations for Preconception Counseling and Care.

Carolina: University of North Carolina School of Medicine.

Lincetto, o. 2016. WHO Recommendation on Antenalatal Care for a Positive Pregnancy

Experience.

Prawirohardjo, Sarwono. 2012. Ilmu Kandungan. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono

Prawirohardjo.

Prawirohardjo, Sarwono. 2012. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono

Prawirohardjo.

Rodrigues,Paula Borba et al. 2016. Special features of High-risk pregnancies as factors in

developmentof mental distress: a review. Brazil: Universide Federal de

Pernambuco.

Smith, Carl V, et al. 2016. Basic Obstetric Ultrasound. America: American College of

Obstetricians and Gynecologists.

249
Todd, Claire. 2013. Fetal Heart Rate Monitoring –Principles and Interpretation of

Cardiotocography. America: American College of Obstetricians and

Gynecologist

250
ASUHAN PERSALINAN NORMAL DAN PERAWATAN NEONATAL ESENSIAL

PADA SAAT LAHIR

Persalinan dan kelahiran dikatakan normal jika:

 Usia kehamilan cukup bulan (37-42 minggu)

 Persalinan terjadi spontan

 Presentasi belakang kepala

 Berlangsung tidak lebih dari 18 jam

 Tidak ada komplikasi pada ibu maupun janin

Pada persalian normal, terdapat beberapa fase:

 Kala I dibagi menjadi 2:

- Fase laten: pembukaan serviks 1 hingga 3 cm, sekitar 8 jam.

- Fase aktif: pembukaan serviks 4 hingga lengkap (10 cm), sekitar 6 jam.

 Kala II: pembukaan lengkap sampai bayi lahir, 1 jam pada primigravida, 2 jam pada

multigravida.

 Kala III: segera setelah bayi lahir sampai plasenta lahir lengkap, sekitar 30 menit.

 Kala IV: segera setelah lahirnya plasenta hingga 2 jam post-partum.

1. KALA I

Tatalaksana

 Beri dukungan dan dengarkan keluhan ibu

 Jika ibu tampak gelisah/kesakitan:

• Biarkan ia berganti posisi sesuai keinginan, tapi jika di tempat tidur sarankan

untuk miring kiri.

• Biarkan ia berjalan atau beraktivitas ringan sesuai kesanggupannya

• Anjurkan suami atau keluarga memjiat punggung atau membasuh muka ibu
251
• Ajari teknik bernapas

• Jaga privasi ibu. Gunakan tirai penutup dan tidak menghadirkan orang lain tanpa seizin

ibu.

• Izinkan ibu untuk mandi atau membasuh kemaluannya setelah buang air kecil/besar

• Jaga kondisi ruangan sejuk. Untuk mencegah kehilangan panas pada bayi baru lahir,

suhu ruangan minimal 250C dan semua pintu serta jendela harus tertutup.

• Beri minum yang cukup untuk menghindari dehidrasi.

• Sarankan ibu berkemih sesering mungkin.

• Pantau parameter berikut secara rutin dengan menggunakan partograf.

Tabel Penilaian dan intervensi selama kala I

*Dinilai pada setiap pemeriksaan dalam

• Pasang infus intravena untuk pasien dengan:

• Kehamilan lebih dari 5

• Hemoglobin ≤9 g/dl atau hematokrit ≤27%

• Riwayat gangguan perdarahan

• Sungsang

• Kehamilan ganda

252
• Hipertensi

• Persalinan lama

• Isi dan letakkan partograf di samping tempat tidur atau di dekat pasien

• Lakukan pemeriksaan kardiotokografi jika memungkinkan

• Persiapkan rujukan jika terjadi komplikasi

Tabel Yang harus diperhatikan dalam persalinan kala I

Selain kondisi di atas, ada beberapa tindakan yang sering dilakukan namun sebenarnya tidak

banyak membawa manfaat bahkan justru merugikan, sehingga tidak dianjurkan melakukan

hal-hal berikut:

• Kateterisasi kandung kemih rutin: dapat meningkatkan risiko infeksi saluran kemih.

Lakukan hanya jika ada indikasi.

• Posisi terlentang: dapat mengurangi detak jantung dan penurunan aliran darah uterus

sehingga kontraksi melemah

253
• Mendorong abdomen: menyakitkan bagi ibu, meningkatkan risiko ruptura uteri

• Mengedan sebelum pembukaan serviks lengkap: dapat menyebabkan edema dan/atau

laserasi serviks

• Enema

• Pencukuran rambut pubis

• Membersihkan vagina dengan antiseptik selama persalinan

2. KALA II, III, DAN IV

Tatalaksana

Tatalaksana pada kala II, III, dan IV tergabung dalam 58 langkah APN yaitu:

Mengenali tanda dan gejala kala dua

1. Memeriksa tanda berikut:

• Ibu mempunyai keinginan untuk meneran.

• Ibu merasa tekanan yang semakin meningkat pada rektum dan/ atau vaginanya.

• Perineum menonjol dan menipis.

• Vulva-vagina dan sfingter ani membuka.

Menyiapkan Pertolongan Persalinan

2. Pastikan kelengkapan peralatan, bahan dan obat-obatan esensial.

• Klem, gunting, benang tali pusat, penghisap lendir steril/DTT siap dalam wadahnya

• Semua pakaian, handuk, selimut dan kain untuk bayi dalam kondisi bersih dan hangat

• Timbangan, pita ukur, stetoskop bayi, dan termometer dalam kondisi baik dan bersih

• Patahkan ampul oksitosin 10 unit dan tempatkan spuit steril sekali pakai di dalam partus

set/wadah DTT

254
• Untuk resusitasi: tempat datar, rata, bersih, kering dan hangat, 3 handuk atau kain bersih

dan kering, alat penghisap lendir, lampu sorot 60 watt dengan jarak 60 cm diatas tubuh

bayi.

• Persiapan bila terjadi kegawatdaruratan pada ibu: cairan kristaloid, set infus

3. Kenakan baju penutup atau celemek plastik yang bersih, sepatu tertutup kedap air, tutup

kepala, masker, dan kacamata.

4. Lepas semua perhiasan pada lengan dan tangan lalu cuci kedua tangan dengan sabun dan

air bersih kemudian keringkan dengan handuk atau tisu bersih.

5. Pakai sarung tangan steril/DTT untuk pemeriksaan dalam.

6. Ambil spuit dengan tangan yang bersarung tangan, isi dengan oksitosin 10 unit dan

letakkan kembali spuit tersebut di partus set/ wadah DTT atau steril tanpa

mengontaminasi spuit.

Memastikan Pembukaan Lengkap dan Keadaan Janin Baik

7. Bersihkan vulva dan perineum, dari depan ke belakang dengan kapas atau kasa yang

dibasahi air DTT.

8. Lakukan pemeriksaan dalam untuk memastikan bahwa pembukaan serviks sudah

lengkap. Lakukan amniotomi bila selaput ketuban belum pecah, dengan syarat: kepala

sudah masuk ke dalam panggul dan tali pusat tidak teraba.

9. Dekontaminasi sarung tangan dengan mencelupkan tangan yang masih memakai sarung

tangan ke dalam larutan klorin 0,5%, kemudian lepaskan sarung tangan dalam keadaan

terbalik dan rendam dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit. Cuci kedua tangan

setelahnya.

255
10. Periksa denyut jantung janin (DJJ) segera setelah kontraksi berakhir untuk memastikan

bahwa DJJ dalam batas normal (120 – 160 kali/ menit). Ambil tindakan yang sesuai jika

DJJ tidak normal.

Menyiapkan Ibu dan Keluarga Untuk Membantu Proses Bimbingan Meneran

11. Beritahu ibu pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin baik.

12. Minta bantuan keluarga untuk menyiapkan posisi ibu untuk meneran.

• Bantu ibu dalam posisi setengah duduk dan pastikan dia merasa nyaman.

• Anjurkan ibu untuk cukup minum.

13. Melakukan pimpinan meneran saat ibu mempunyai dorongan yang kuat untuk meneran.

• Perbaiki cara meneran apabila caranya tidak sesuai.

• Nilai DJJ setiap kontraksi uterus selesai.

*Posisi setengah duduk

Segera hubungi dokter spesialis obstetri dan ginekologi jika bayi belum atau
tidak akan segera lahir setelah 120 menit (2 jam) meneran (untuk primigravida)
atau 60 menit (1 jam) meneran (untuk multigravida). Jika dokter spesialis
obstetri dan ginekologi tidak ada, segera persiapkan rujukan.

256
14. Anjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok atau mengambil posisi yang nyaman, jika ibu

belum merasa ada dorongan untuk meneran dalam 60 menit.

Mempersiapkan Pertolongan Kelahiran Bayi

15. Jika kepala bayi telah membuka vulva dengan diameter 5-6 cm, letakkan handuk bersih di

atas perut ibu untuk mengeringkan bayi.

16. Letakkan kain bersih yang dilipat 1/3 bagian di bawah bokong ibu.

17. Buka tutup partus set dan perhatikan kembali kelengkapan alat dan bahan.

18. Pakai sarung tangan DTT atau steril pada kedua tangan.

Membantu Lahirnya Kepala

19. Setelah tampak kepala bayi dengan diameter 5-6 cm, lindungi perineum dengan satu

tangan yang dilapisi kain bersih dan kering, sementara tangan yang lain menahan kepala

bayi untuk menahan posisi defleksi dan membantu lahirnya kepala.

• Anjurkan ibu meneran sambil bernapas cepat dan dangkal.

20. Periksa lilitan tali pusat dan lakukan tindakan yang sesuai jika hal itu terjadi.

 Jika lilitan tali pusat di leher bayi masih longgar, selipkan tali pusat lewat kepala

bayi.

 Jika lilitan tali pusat terlalu ketat, klem tali pusat di dua titik lalu gunting di

antaranya. Jangan lupa untuk tetap lindungi leher bayi.

*Menggunting tali pusat

21. Tunggu hingga kepala bayi melakukan putaran paksi luar secara spontan.
257
Membantu Lahirnya Bahu

22. Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, pegang secara biparental. Anjurkan ibu

untuk meneran saat kontraksi.

 Dengan lembut gerakkan kepala ke arah bawah dan distal hingga bahu depan muncul

di bawah arkus pubis seperti pada gambar berikut.

*Melahirkan bahu depan

 Gerakkan arah atas dan distal untuk melahirkan bahu belakang seperti gambar

berikut:

*Melahirkan bahu belakang

Membantu Lahirnya Badan dan Tungkai

258
23. Setelah kedua bahu lahir, geser tangan yang berada di bawah ke arah perineum ibu untuk

menyangga kepala, lengan dan siku sebelah bawah.

 Gunakan tangan yang berada di atas untuk menelusuri dan memegang lengan dan

siku sebelah atas.

24. Setelah tubuh dan lengan bayi lahir, lanjutkan penelusuran tangan yang berada di atas ke

punggung, bokong, tungkai dan kaki bayi.

 Pegang kedua mata kaki (masukkan telunjuk di antara kaki dan pegang masing-

masing mata kaki dengan ibu jari dan jari-jari lainnya).

Penanganan Bayi Baru Lahir

25. Lakukan penilaian selintas dan jawablah tiga pertanyaan berikut untuk menilai apakah

ada asfiksia bayi:

 Apakah kehamilan cukup bulan?

 Apakah bayi menangis atau bernapas/tidak megap-megap?

 Apakah tonus otot bayi baik/bayi bergerak aktif?

Bila ada jawaban “TIDAK”, bayi mungkin mengalami asfiksia. Segera lakukan
resusitasi bayi baru lahir (lihat bab 3.3) sambil menghubungi dokter spesialis anak.
Bila dokter spesialis anak tidak ada, segera persiapkan rujukan

Pengisapan lendir jalan napas pada bayi tidak dilakukan secara rutin

26. Bila tidak ada tanda asfiksia, lanjutkan manajemen bayi baru lahir normal. Keringkan dan

posisikan tubuh bayi di atas perut ibu

 Keringkan bayi mulai dari muka, kepala, dan bagian tubuh lainnya KECUALI

BAGIAN TANGAN TANPA MEMBERSIHKAN VERNIKS.

 Ganti handuk basah dengan handuk yang kering

259
 Pastikan bayi dalam kondisi mantap di atas dada atau perut ibu

27. Periksa kembali perut ibu untuk memastikan tidak ada bayi lain dalam uterus (hamil

tunggal).

Manajemen Aktif Kala III

28. Beritahukan kepada ibu bahwa penolong akan menyuntikkan oksitosin untuk membantu

uterus berkontraksi baik.

29. Dalam waktu 1 menit setelah bayi lahir, berikan suntikan oksitosin 10 unitIM di sepertiga

paha atas bagian distal lateral (lakukan aspirasi sebelum menyuntikkan oksitosin!).

Jika tidak ada oksitosin:


• Rangsang puting payudara ibu atau minta ibu menyusui untuk menghasilkan
oksitosin alamiah.
• Beri ergometrin 0,2 mg IM. Namun TIDAK BOLEH diberikan pada pasien
preeklampsia, eklampsia, dan hipertensi karena dapat memicu terjadi penyakit
serebrovaskular.

30. Dengan menggunakan klem, 2 menit setelah bayi lahir, jepit tali pusat pada sekitar 3 cm

dari pusat (umbilikus) bayi (kecuali pada asfiksia neonatus, lakukan sesegera mungkin).

Dari sisi luar klem penjepit, dorong isi tali pusat ke arah distal (ibu) dan lakukan

penjepitan kedua pada 2 cm distal dari klem pertama.

31. Potong dan ikat tali pusat.

 Dengan satu tangan, angkat tali pusat yang telah dijepit kemudian gunting tali pusat

di antara 2 klem tersebut (sambil lindungi perut bayi).

 Ikat tali pusat dengan benang DTT/steril pada satu sisi kemudian lingkarkan kembali

benang ke sisi berlawanan dan lakukan ikatan kedua menggunakan simpul kunci.

260
 Lepaskan klem dan masukkan dalam larutan klorin 0,5%.

Jangan membungkus puntung tali pusat atau mengoleskan cairan/ bahan apapun ke
puntung tali pusat

32. Tempatkan bayi untuk melakukan kontak kulit ibu ke kulit bayi. Letakkan bayi dengan

posisi tengkurap di dada ibu. Luruskan bahu bayi sehingga bayi menempel dengan baik di

dinding dada-perut ibu. Usahakan kepala bayi berada di antara payudara ibu dengan

posisi lebih rendah dari puting payudara ibu.

33. Selimuti ibu dan bayi dengan kain hangat dan kering dan pasang topi pada kepala bayi.

Jangan segera menimbang atau memandikan bayi baru lahir

34. Pindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5-10 cm dari vulva

35. Letakkan satu tangan di atas kain yang ada di perut ibu, tepat di tepi atas simfisis dan

tegangkan tali pusat dan klem dengan tangan yang lain.

36. Setelah uterus berkontraksi, tegangkan tali pusat ke arah bawah sambil tangan yang lain

mendorong uterus ke arah dorso-kranial secara hati-hati, seperti gambar berikut, untuk

mencegah terjadinya inversio uteri.

 Jika uterus tidak segera berkontraksi, minta ibu, suami atau anggota keluarga

untuk menstimulasi puting susu.

261
*Melakukan peregangan tali pusat terkendali

Jika plasenta tidak lahir setelah 30-40 detik, hentikan penegangan tali pusat dan tunggu

hingga timbul kontraksi berikutnya dan ulangi prosedur di atas.

37. Lakukan penegangan dan dorongan dorso-kranial hingga plasenta terlepas, lalu minta ibu

meneran sambil menarik tali pusat dengan arah sejajar lantai dan kemudian ke arah atas,

mengikuti poros jalan lahir dengan tetap melakukan tekanan dorso-kranial, seperti

gambar berikut.

 Jika tali pusat bertambah panjang, pindahkan klem hingga berjarak sekitar 5-10 cm

dari vulva dan lahirkan plasenta

 Jika plasenta tidak lepas setelah 15 menit menegangkan tali pusat:

- Beri dosis ulangan oksitosin 10 unitIM

- Lakukan kateterisasi (aseptik) jika kandung kemih penuh

- Minta keluarga untuk menyiapkan rujukan

- Ulangi penegangan tali pusat 15 menit berikutnya

- Segera rujuk jika plasenta tidak lahir dalam 30 menit setelah bayi lahir

- Bila terjadi perdarahan, lakukan plasenta manual.

38. Saat plasenta terlihat di introitus vagina, lanjutkan kelahiran plasenta dengan

menggunakan kedua tangan.

• Jika selaput ketuban robek, pakai sarung tangan DTT atau steril untuk melakukan

eksplorasi sisa selaput kemudian gunakan jari-jari tangan atau klem DTT atau steril

untuk mengeluarkan bagian selaput yang tertinggal.

262
39. Segera setelah plasenta dan selaput ketuban lahir, lakukan masase uterus dengan

meletakkan telapak tangan di fundus dan lakukan masase dengan gerakan melingkar

secara lembut hingga uterus berkontraksi (fundus teraba keras).

• Lakukan tindakan yang diperlukan jika uterus tidak berkontraksi setelah 15 detik

melakukan rangsangan taktil/ masase.

Menilai Perdarahan

40. Periksa kedua sisi plasenta baik yang menempel ke ibu maupun janin dan pastikan bahwa

selaputnya lengkap dan utuh.

41. Evaluasi adanya laserasi pada vagina dan perineum dan lakukan penjahitan bila laserasi

menyebabkan perdarahan aktif.

Tabel Derajat robekan/laserasi perineum

Melakukan Asuhan Pasca Persalinan (Kala IV)

42. Pastikan uterus berkontraksi dengan baik dan tidak terjadi perdarahan pervaginam

43. Mulai IMD dengan memberi cukup waktu untuk melakukan kontak kulit ibu-bayi (di

dada ibu minimal 1 jam).

• Biarkan bayi mencari dan menemukan puting dan mulai menyusu

263
• Sebagian besar bayi akan berhasil melakukan inisiasi menyusu dini dalam waktu 60-

90 menit. Menyusu pertama biasanya berlangsung pada menit ke-45-60, dan

berlangsung selama 10-20 menit. Bayi cukup menyusu dari satu payudara.

• Tunda semua asuhan bayi baru lahir normal lainnya dan biarkan bayi berada di dada

ibu selama 1 jam walaupun bayi sudah berhasil menyusu.

• Bila bayi harus dipindah dari kamar bersalin sebelum 1 jam atau sebelum bayi

menyusu, usahakan ibu dan bayi dipindah bersama dengan mempertahankan kontak

kulit ibu dan bayi.

• Jika bayi belum menemukan puting ibu - IMD dalam waktu 1 jam, posisikan bayi

lebih dekat dengan puting ibu dan biarkan kontak kulit dengan kulit selama 30-60

menit berikutnya.

• Jika bayi masih belum melakukan IMD dalam waktu 2 jam, pindahkan ibu ke ruang

pemulihan dengan bayi tetap di dada ibu. Lanjutkan asuhan perawatan neonatal

esensial lainnya (menimbang, pemberian vitamin K1, salep mata) dan kemudian

kembalikan bayi kepada ibu untuk menyusu.

• Kenakan pakaian pada bayi atau tetap diselimuti untuk menjaga kehangatannya.

• Tetap tutupi kepala bayi dengan topi selama beberapa hari pertama. Bila suatu saat

kaki bayi terasa dingin saat disentuh, buka pakaiannya kemudian telungkupkan

kembali di dada ibu dan selimuti keduanya sampai bayi hangat kembali.

• Tempatkan ibu dan bayi di ruangan yang sama. Bayi harus selalu dalam jangkauan ibu

24 jam dalam sehari sehingga bayi bisa menyusu sesering keinginannya.

44. Setelah kontak kulit ibu-bayi dan IMD selesai:

• Timbang dan ukur bayi.

• Beri bayi salep atau tetes mata antibiotika profilaksis (tetrasiklin 1% atau antibiotika

lain).
264
• Suntikkan vitamin K1 1 mg (0,5 mL untuk sediaan 2 mg/mL) IM di paha kiri

anterolateral bayi.

• Pastikan suhu tubuh bayi normal (36,5 – 37,5oC).

• Berikan gelang pengenal pada bayi yang berisi informasi nama ayah, ibu, waktu

lahir, jenis kelamin, dan tanda lahir jika ada.

• Lakukan pemeriksaan untuk melihat adanya cacat bawaan (bibir sumbing/langitan

sumbing, atresia ani, defek dinding perut) dan tanda-tanda bahaya pada bayi.

Bila menemukan tanda bahaya, hubungi dokter spesialis anak. Bila dokter spesialis

anak tidak ada, segera persiapkan rujukan

45. Satu jam setelah pemberian vitamin K1, berikan suntikan imunisasi hepatitis B di paha

kanan anterolateral bayi.

• Letakkan bayi di dalam jangkauan ibu agar sewaktu-waktu bisa disusukan.

• Letakkan kembali bayi pada dada ibu bila bayi belum berhasil menyusu di dalam

satu jam pertama dan biarkan sampai bayi berhasil menyusu.

46. Lanjutkan pemantauan kontraksi dan pecegahan perdarahan pervaginam:

• Setiap 2-3 kali dalam 15 menit pertama pascasalin.

• Setiap 15 menit pada 1 jam pertama pascasalin.

• Setiap 20-30 menit pada jam kedua pascasalin.

• Lakukan asuhan yang sesuai untuk menatalaksana atonia uteri jika uterus tidak

berkontraksi dengan baik.

47. Ajarkan ibu/keluarga cara melakukan masase uterus dan menilai kontraksi, mewaspadai

tanda bahaya pada ibu, serta kapan harus memanggil bantuan medis.

48. Evaluasi dan estimasi jumlah kehilangan darah.


265
49. Periksa tekanan darah, nadi, dan keadaan kandung kemih ibu setiap 15 menit selama 1

jam pertama pascasalin dan setiap 30 menit selama jam kedua pascasalin.

• Periksa temperatur ibu sekali setiap jam selama 2 jam pertama pascasalin.

• Lakukan tindakan yang sesuai untuk temuan yang tidak normal

50. Periksa kembali kondisi bayi untuk memastikan bahwa bayi bernafas dengan baik (40-60

kali/menit) serta suhu tubuh normal (36,5 – 37,50C).

• Tunda proses memandikan bayi yang baru saja lahir hingga minimal 24 jam

setelah suhu stabil.

51. Tempatkan semua peralatan bekas pakai dalam larutan klorin 0,5% untuk dekontaminasi

(10 menit). Cuci dan bilas peralatan setelah didekontaminasi.

52. Buang bahan-bahan yang terkontaminasi ke tempat sampah yang sesuai.

53. Bersihkan badan ibu menggunakan air DTT. Bersihkan sisa cairan ketuban, lendir dan

darah. Bantu ibu memakai pakaian yang bersih dan kering.

54. Pastikan ibu merasa nyaman.

• Bantu ibu memberikan ASI.

• Anjurkan keluarga untuk memberi ibu minuman dan makanan yang diinginkannya.

55. Dekontaminasi tempat bersalin dengan larutan klorin 0,5%.

56. Celupkan sarung tangan kotor ke dalam larutan klorin 0,5%, balikkan bagian dalam

keluar dan rendam dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit.

57. Cuci kedua tangan dengan sabun dan air bersih mengalir kemudian keringkan dengan tisu

atau handuk yang kering dan bersih.

58. Lengkapi partograf (halaman depan dan belakang), periksa tanda vital dan asuhan kala

IV.

Catatan: Pastikan ibu sudah bisa buang air kecil setelah asuhan persalinan selesai.

266
AMNIOTOMI

 Mendengarkan denyut jantung janin (DJJ).

 Melakukan pemeriksaan dalam di antara kontraksi dan raba secara hati-hati selaput

ketuban untuk memastikan kepala telah masuk panggul dan tidak teraba tali

pusat/bagian-bagian janin. Catatan: pemeriksaan dalam lebih nyaman dilakukan di

antara kontraksi, kecuali jika selaput ketuban tidak teraba.

 Menggunakan tangan yang lain, menempatkan setengah kocher ke dalam vagina dan

memandu dengan jari tangan.

 Memegang ujung klem di antara ujung jari, menggerakkan jari dengan lembut dan

menyobek kulit ketuban sampai pecah. Membiarkan air ketuban membasahi jari tangan.

 Menggunakan tangan yang lain untuk mengambil setengah kocher dan meletakkan ke

dalam larutan klorin.

 Tangan yang satu tetap berada di dalam vagina tetap untuk mengetahui penurunan

kepala dan memastikan tali pusat/bagian-bagian kecil teraba.

 Mengeluarkan tangan secara lembut dari dalam vagina (setelah diketahui penurunan

kepala dan tidak ada tali pusat/bagian janin lain).

 Melakukan evaluasi warna ketuban, adakah mekonium atau darah.

 Memeriksa ulang denyut jantung janin (DJJ).

267
EPISIOTOMI

1. Episiotomi

A. Anatomi dan persyarafan perineum

Perineum merupakan bagian permukaan dari pintu bawah panggul, terletak antara

vulva dan anus. Perineum terdiri dari otot dan fascia urogenitalis serta diafragma pelvis.

Diafragma urogenitalis terletak menyilang arkus pubis diatas fascia superfisialis perinei dan

terdiri dari otot-otot transversus perinealis profunda. Diafragma pelvis dibentuk oleh otot-

otot koksigis dan levator ani yang terdiri dari 3 otot penting yaitu: m.puborektalis,

m.pubokoksigis, dan m.iliokoksigis. Susunan otot tersebut merupakan penyangga dari

struktur pelvis, diantaranya lewat urethra, vagina dan rektum.

Perineum berbatas sebagai berikut:

1. Ligamentum arkuata dibagian depan tengah.

2. Arkus iskiopubik dan tuber iskii dibagian lateral depan.

3. Ligamentum sakrotuberosum dibagian lateral belakang.

4. Tulang koksigis dibagian belakang tengah.

Daerah perineum terdiri dari 2 bagian, yaitu:

1. Regio anal disebelah belakang. Disini terdapat m. sfingter ani eksterna yang melingkari

anus.

2. Regio urogenitalis. Disini terdapat m. bulbokavernosus, m. transversus perinealis

superfisialis dan m. iskiokavernosus.

Perineal body merupakan struktur perineum yang terdiri dari tendon dan sebagai

tempat bertemunya serabut-serabut otot tersebut diatas.


268
Persyarafan perineum berasal dari segmen sakral 2,3,4 dari sumsum tulang belakang

(spinal cord) yang bergabung membentuk nervus pudendus. Syaraf ini meninggalkan

pelvis melalui foramen sciatic mayor dan melalui lateral ligamentum sakrospinosum,

kembali memasuki pelvis melalui foramen sciatic minor dan kemudian lewat sepanjang

dinding samping fossa iliorektal dalam suatu ruang fasial yang disebut kanalis Alcock.

Begitu memasuki kanalis Alcock, n. pudendus terbagi menjadi 3 bagian / cabang utama,

yaitu: n. hemorrhoidalis inferior diregio anal, n. perinealis yang juga membagi diri

menjadi n. labialis posterior dan n. perinealis profunda ke bagian anterior dari dasar pelvis

dan diafragma urogenital; dan cabang ketiga adalah n. dorsalis klitoris.

Perdarahan ke perineum sama dengan perjalanan syaraf yaitu berasal dari arteri

pudenda interna yang juga melalui kanalis Alcock dan terbagi menjadi a. hemorrhoidalis

inferior, a. perinealis dan a. dorsalis klitoris.

B. Definisi 1,5

Episiotomi adalah suatu tindakan insisi pada perineum yang menyebabkan

terpotongnya selaput lendir vagina, cincin selaput dara, jaringan pada septum rektovaginal,

otot-otot dan fasia perineum dan kulit sebelah depan perineum. Prinsip tindakan episiotomi
269
adalah pencegahan kerusakan yang lebih hebat pada jaringan lunak akibat daya regang yang

melebihi kapasitas adaptasi atau elastisitas jaringan tersebut. Pertimbangan untuk melakukan

episiotomi harus mengacu kepada pertimbangan klinik yang tepat dan teknik yang paling

sesuai dengan kondisi yang dihadapi. Tujuan episiotomi adalah menyatukan kembali

jaringan tubuh dan mencegah kehilangan darah yang tidak perlu.

C. Indikasi 2

Indikasi untuk melakukan episiotomi dapat timbul dari pihak ibu maupun pihak janin.

1. Indikasi janin

a. Sewaktu melahirkan janin prematur.

Tujuannya adalah untuk mencegah terjadinya trauma yang berlebihan pada kepala

janin.

b. Sewaktu melahirkan janin letak sungsang, melahirkan janin dengan ekstraksi

cunam, ekstraksi vakum dan janin besar.

2. Indikasi ibu

Apabila terjadi peregangan perineum yang berlebihan sehingga ditakuti akan terjadi

robekan perineum, misalnya pada primipara, persalinan sungsang, persalinan dengan

ekstraksi cunam, ekstraksi vakum dan anak besar.

Meskipun episiotomi rutin sering dilakukan di masa lalu (karena para penolong

persalinan percaya bahwa dengan melakukan episiotomi akan mencegah penyulit dan

infeksi, serta lukanya akan sembuh dengan baik daripada robekan spontan, tetapi

belum ada bukti yang mendukung hal tersebut

Episiotomi rutin tidak boleh dilakukan karena dapat menyebabkan :

a. Meningkatnya jumlah darah yang hilang dan risiko hematoma.

270
b. Sering meluas menjadi laserasi derajat tiga atau empat dibandingkan dengan laserasi

derajat tiga atau empat yang terjadi tanpa episiotomi.

c. Meningkatnya nyeri pasca persalinan.

d. Meningkatnya risiko infeksi

D. Kontra Indikasi 2

Kontra indikasi episiotomi antara lain adalah:

a. Bila persalinan tidak berlangsung pervaginam

b. Bila terdapat kondisi untuk terjadinya perdarahan yang banyak seperti penyakit

kelainan darah maupun terdapatnya varises yang luas pada vulva dan vagina.

E. Jenis-Jenis 2,3

Berdasarkan lokasi sayatan episiotomi terdiri dari :

a. Episiotomi medialis

Sayatan dimulai pada garis tengah komissura lurus ke bawah tetapi tidak sampai

mengenai serabut sfingterani.

Keuntungan dari episiotomi medialis ini adalah:

 Perdarahan yang timbul dari luka episiotomi lebih sedikit oleh karena merupakan

daerah yang relatif sedikit mengandung pembuluh darah.

 Sayatan bersifat simetris dan anatomis sehingga penjahitan kembali lebih mudah

dan penyembuhan lebih memuaskan.

Kerugiannya adalah dapat terjadi ruptur perinei tingkat III inkomplet (laserasi

m.sfingter ani) atau komplet (laserasi dinding rektum).

271
b. Episiotomi mediolateralis

Sayatan ini dimulai dari bagian belakang introitus vagina menuju arah belakang

dan samping. Arah sayatan dapat dilakukan kearah kanan ataupun kiri, tergantung

pada kebiasaan orang yang melakukannya. Panjang sayatan kira-kira 4 cm.

Sayatan disini sengaja dilakukan menjauhi otot sfingter ani untuk mencegah ruptura

perinei tingkat III. Perdarahan luka lebih banyak oleh karena melibatkan daerah

yang banyak pembuluh darahnya. Otot-otot perineum terpotong sehingga

penjahitan luka lebih sukar. Penjahitan dilakukan sedemikian rupa sehingga setelah

penjahitan selesai hasilnya harus simetris.

3. Episiotomi lateralis

Sayatan ini dilakukan kearah lateral mulai dari angka 3 atau 9 sesuai dengan arah

jarum jam.

Jenis episiotomi ini sekarang tidak dilakukan lagi, oleh karena banyak

menimbulkan komplikasi. Luka sayatan dapat melebar ke arah dimana terdapat

pembuluh darah pudendal interna, sehingga dapat menimbulkan perdarahan yang

banyak. Selain itu parut yang terjadi dapat menimbulkan rasa nyeri yang

mengganggu penderita.

4. Insisi Schuchardt.

Jenis ini merupakan variasi dari episiotomi mediolateralis, tetapi sayatannya

melengkung ke arah bawah lateral, melingkari rektum, serta sayatannya lebih lebar.

272
Gambar 1. Jenis-Jenis Episiotomi

Bila episiotomi dilakukan terlalu cepat, maka perdarahan yang timbul dari luka

episiotomi bisa terlalu banyak, sedangkan bila episiotomi dilakukan terlalu lambat maka

otot-otot dasar panggul sudah sangat teregang sehingga salah satu tujuan episiotomi itu

sendiri tidak akan tercapai.

Berdasarkan hal-hal tersebut diatas banyak penulis menganjurkan episiotomi

dilakukan pada saat kepala janin sudah terlihat dengan diameter 3 - 4 cm pada waktu

his.

Pada penggunaan cunam beberapa penulis melakukan episiotomi setelah cunam

terpasang tetapi sebelum traksi dilakukan, dengan alasan bahwa bila dilakukan sebelum

pemasangan, akan memperbanyak perdarahan serta memperbesar resiko perluasan luka

episiotomi yang tidak terkontrol selama pemasangan cunam.

Pada persalinan letak sungsang, episiotomi sebaiknya dilakukan sebelum bokong

lahir, dengan demikian luasnya episiotomi dapat disesuaikan dengan kebutuhan.

273
F. Penjahitan luka episiotomi 2,3,4

Tehnik penjahitan luka episiotomi sangat menentukan hasil penyembuhan luka

episiotomi, bahkan lebih penting dari jenis episiotomi itu sendiri. Penjahitan biasanya

dilakukan setelah plasenta lahir, kecuali bila timbul perdarahan yang banyak dari luka

episiotomi maka dilakukan dahulu hemostasis dengan mengklem atau mengikat

pembuluh darah yang terbuka.

Beberapa prinsip dalam penjahitan luka episiotomi yang harus diperhatikan adalah

sebgai berikut:

1. Penyingkapan luka episiotomi yang adekwat dengan penerangan yang baik,

sehingga restorasi anatomi luka dapat dilakukan dengan baik.

2. Hemostasis yang baik dan mencegah dead space.

3. Penggunaan benang jahitan yang mudah diabsorbsi.

4. Pencegahan penembusan kulit oleh jahitan dan mencegah tegangan yang

berlebihan.

5. Jumlah jahitan dan simpul jahitan diusahakan seminimal mungkin.

6. Hati-hati agar jahitan tidak menembus rektum.

7. Untuk mencegah kerusakan jaringan, sebaiknya dipakai jarum atraumatik.

274
Tekhnik episiotomi

1. Episiotomi medialis

Pada teknik ini insisi dimulai dari ujung terbawah introitus vagina sampai batas atas

otot-otot sfingter ani.

Cara anestesi yang dipakai adalah cara anestesi iniltrasi antara lain dengan larutan

procaine 1%-2%; atau larutan lidonest 1%-2%; atau larutan xylocaine 1%-2%. Setelah

pemberian anestesi, dilakukan insisi dengan mempergunakan gunting yang tajam dimulai

dari bagian terbawah introitus vagina menuju anus, tetapi tidak sampai memotong pinggir

atas sfingter ani, hingga kepala dapat dilahirkan. Bila kurang lebar disambung ke lateral

(episiotomi mediolateralis).

Untuk menjahit luka episiotomi medialis mula-mula otot perineum kiri dan kanan

dirapatkan beberapa jahitan. Kemudian fasia dijahit dengan beberapa jahitan. Lalu selaput

lendir vagina dijahit pula dengan beberapa jahitan. Terakhir kulit perineum dijahit dengan

empat atau lima jahitan. Jahitan dapat dilakukan secara terputus-putus (interrupted suture)

atau secara jelujur (continous suture). Benang yang dipakai untuk menjahit otot, fasia dan

275
selaput lendir adalah catgut khromik, sedangkan untuk kulit perineum dipakai benang

sutera.

A. Otot perineum kiri dan kanan dijahit dan dirapatkan

B. Pinggir fasia kiri dan kanan dijahit dan dirapatkan

C. Selaput lendir vagina dijahit

D. Kulit perineum dijahit dengan benang sutera

2. Episiotomi mediolateral

Pada teknik ini insisi dimulai dari bagian belakang introitus vagina menuju ke arah

belakang dan samping. Arah insisi ini dapat dilakukan ke arah kanan ataupun kiri,

tergantung pada kebiasaan orang yang melakukannya. Panjang insisi kira-kira 4 cm.

Teknik menjahit luka pada episiotomi mediolateralis hampir sama dengan teknik

menjahit episiotomi medialis. Penjahitan dilakukan sedemkian rupa sehingga setelah

penjahitan selesai hasilnya harus simetris.

276
A. Menjahit jaringan otot-otot dengan jahitan terputus-putus

B. Benang jahitan pada otot-otot ditarik

C. Selaput lendir vagina dijahit

D. Jahitan otot-otot diikatkan

E. Fasia dijahit

F. Penutupan fasia selesai

G. Kulit dijahit

3. Episiotomi lateralis

Pada teknik ini insisi dilakukan ke arah lateral mulai dari kira-kira pada jam 3 atau

jam 9 menurut arah jarum jam.

Teknik ini sekarang tidak dilakukan lagi oleh karena banyak memimbulkan

komplikasi. Luka insisi ini dapat melebar ke arah dimana terdapat pembuluh darah

pundendal interna, sehingga dapat menimbulkan perdarahan yang banyak. Selain itu parut

yang terjadi dapat menimbulkan rasa nyeri yang mengganggu penderita.

G. Komplikasi

277
Episiotomi dapat menyebabkan nyeri, perdarahan, pembengkakan, memar atau

terinfeksi. Hal ini juga dapat terjadi jika sayatan meluas ke rektum atau luka episiotomi

tidak dijahit kembali bersama-sama dengan baik.

Hindari hubungan seksual selama beberapa minggu sampai episiotomi benar-benar

sembuh. Dalam beberapa kasus, mungkin anda akan merasakan sesuatu yang menyakitkan

ketika berhubungan seksual bahkan setelah sayatan episiotomi telah sepenuhnya sembuh.

4 EPISIOTOMI
4.1 Anestesi Lokal
4.1.1 Jelaskan pada ibu tentang apa yang akan dilakukan dan bantulah agar
ibu merasa tenang
4.1.2 Pasanglah jarum no.22 pada semprit 10 ml, kemudian isi semprit dengan
bahan anestesi (lidokain HCl 1% atau Xilokain 10 mg/ml)
4.1.3 Letakkan 2 jari (telunjuk dan jari tengah) di antara kepala dan janin dan
perineum. Masuknya bahan anestesi (secara tidak sengaja) ke dalam
sirkulasi bayi, dapat menimbulkan akibat fatal, oleh sebab itu gunakan
jari-jari penolong sebagai pelindung kepala bayi.
4.1.4 Tusukkan jarum tepat di bawah kulit perineum pada daerah comissura
posterior (fourchette) yaitu bagian sudut bawah vulva.
4.1.5 Arahkan jarum dengan membuat sudut 450 ke sebelah kiri(atau kanan)
garis tengah perineum. Lakukan aspirasi untuk memastikan bahwa ujung
jarum tidak memasuki pembuluh darah (terlihat cairan darah dalam
semprit). (Intravasasi bahan anestesi lokal kedalam pembuluh darah,
dapat menyebabkan syok pada ibu)
4.1.6 Sambil menarik mundur jarum suntik, infiltrasikan 5-10 ml lidokain 1%
4.1.7 Tunggu 1-2 menit agar efek anestesi bekerja maksimal, sebelum
episiotomi dilakukan.
-Penipisan dan peregangan perineum berperan sebagai anestesi alamiah.
-Apabila kepala bayi menjelang ke luar, lakukan episiotomi dengan

278
segera.
* Jika kepala janin tidak segera lahir, tekan insisi episiotomi di antara his
sebagai upaya untuk mengurangi perdarahan.
* Jika selama melakukan penjahitan robekan vagina dan perineum, ibu
masih merasakan nyeri, tambahkan 10 ml lidokain 1% pada daerah
nyeri
* Penyuntikan sambil menarik mundur, bertujuan untuk mencegah
akumulasi bahan anestesi hanya pada satu tempat dan mengurangi
kemungkinan penyuntikan ke dalam pembuluh darah.
4.2 Tindakan Episiotomi
4.2.1 Pegang gunting yang tajam dengan satu tangan.
4.2.2 Letakkan jari telunjuk dan tengah di antara kepala bayi dan perineum,
searah dengan rencana sayatan.
4.2.3 Tunggu fase acme (Puncak His) kemudian selipkan gunting dalam
keadaan terbuka di antara telunjuk dan tengah.
4.2.4 Gunting perineum, dimulai dari fourchet (comissura posterior) 450 ke
lateral (kiri atau kanan).
4.2.5 Lanjutkan pimpinan persalinan.
4.3 Penjahitan Luka Episiotomi
4.3.1 Atur posisi ibu menjadi posisi litotomi dan arahkan cahaya lampu sorot
pada daerah yang benar.
4.3.2 Keluarkan sisa darah dari dalam lumen vagina, bersihkan daerah vulva
dan perineum.
4.3.3 Kenakan sarung tangan yang bersih/DTT. Bila diperlukan pasanglah
tampon atau kasa ke dalam vagina untuk mencegah darah mengalir ke
daerah yang akan dijahit.
4.3.4 Letakkan handuk atau kain bersih di bawah bokong ibu.
4.3.5 Uji efektifitas anestesi lokal yang diberikan sebelum episiotomi masih
bekerja (sentuhkan ujung jarum pada kulit tepi luka). Jika terasa sakit,
tambahkan anestesi lokal sebelum penjahitan dilakukan.
4.3.6 Atur posisi penolong sehingga dapat bekerja dengan leluasa dan aman
dari cemaran.
279
4.3.7 Telusuri daerah luka menggunakan jari tangan dan tentukan secara jelas
batas luka. Lakukan jahitan pertama kira-kira 1 cm di atas ujung luka di
dalam vagina. Ikat dan potong salah satu ujung dari benang dengan
menyisakan benang kurang lebih 0,5 cm.
4.3.8 Jahitlah mukosa vagina dengan menggunakan jahitan jelujur dengan
jerat ke bawah sampai lingkaran sisa himen.
4.3.9 Kemudian tusukkan jarum menembus mukosa vagina di depan himen
dan keluarkan pada sisi dalam luka perineum. Periksa jarak tempat
keluarnya jarum di perineum dengan batas atas irisan episiotomi.
4.3.10 Lanjutkan jahitan jelujur dengan jerat pada lapisan subkutis dan otot
sampai ujung luar luka (pastikan setiap jahitan pada ke dua sisi memiliki
ukuran yang sama dan lapisan otot tertutup dengan baik).
4.3.11 Setelah mencapai ujung luka, balikkan arah jarum ke lumen vagina dan
mulailah merapatkan kulit perineum dengan jaitan subkutikuler.
4.3.12 Bila telah mencapai lingkaran himen, tembuskan jarum keluar mukosa
vagina pada sisi yang berlawanan dari tusukkan terakhir subkutikuler.
4.3.13 Tahan benang (sepanjang 2 cm) dengan klem, kemudian tusukkan
kembali jarum pada mukosa vagina dengan jarak 2 mm dari tempat
keluarnya benang dan silangkan ke sisi berlawanan hingga menembus
mukosa pada sisi berlawanan.
4.3.14 Ikat benang yang dikeluarkan dengan benang pada klem dengan simpul
kunci.
4.3.15 Lakukan kontrol jahitan dengan pemeriksaan colok dubur (lakukan
tindakan yng sesuai bila diperlukan.)
4.3.16 Tutup jahitan luka episiotomi dengan kasa yang dibubuhi cairan
antiseptik.
5 PENCEGAHAN INFEKSI PASCA TINDAKAN
5.1 Kumpulkan dan masukkan instrumen kedalam wadah yang berisi khlorin
0,5%
5.2 Kumpulkan bahan habis pakai dan masukkan ke tempat sampah medis
5.3 Bubuhilah benda-benda didalam kamar tindakan yang terkena darah
atau cairan tubuh pasien dengan khlorin 0,5%
280
5.4 Bersihkanlah sarung tangan, dilepaskan dan direndam dalam khlorin
0,5%
5.5 Cuci tangan dengan sabun dalam air mengalir
5.6 Keringkan tangan dengan handuk/kertas tissue yang bersih
6. PERAWATAN PASCA TINDAKAN
6.1 Periksa tanda vital pasien
6.2 Catat kondisi pasien dan buat laporan tindakan dalam status pasien
6.3 Buat insruksi pengobatan lanjutan dan pemantauan kondisi pasien
6.4 Memberitahu pasien dan keluarganya bahwa tindakan telah selesai
6.5 Tegaskan kepada perawat untuk menjalankan instruksi dan pengobatan
serta melaporkan segera apabila ditemukan perubahan pascatindakan.

281
MENJAHIT LUKA EPISIOTOMY SERTA LASERASI DERAJAT 1&2

A. Definisi 5

Luka atau robekan jaringan yang tidak teratur (Depkes RI 2004). Risiko yang

ditimbulkan karena robekan jalan lahir adalah perdarahan yang dapat menjalar ke segmen

bawah uterus. Risiko lain yang dapat terjadi karena robekan jalan lahir dan perdarahan yang

hebat adalah ibu tidak berdaya, lemah, tekanan darah turun, anemia dan berat badan turun.

B. Penyebab 6

Yang dapat menyebabkan terjadinya robekan jalan lahir adalah Partus presipitatus.

a. Kepala janin besar

b. Presentasi defleksi (dahi, muka).

c. Primipara

d. Letak sungsang.

e. Pimpinan persalinan yang salah.

f. Pada obstetri dan embriotomi : ekstraksi vakum, ekstraksi forcep, dan embriotomi.

C. Klasifikasi

Klasifikasi robekan jalan lahir adalah sebagai berikut:

1. Robekan perineum3

Rupture perineum adalah robekan yang terjadi pada saat bayi lahir baik secara

spontan maupun dengan menggunakan alat atau tindakan. Robekan perineum

umumnya terjadi pada garis tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala janin

lahir terlalu cepat. Robekan perineum terjadi pada hampir semua primipara.

Robekan dapat terjadi bersamaan dengan atonia uteri. Perdarahan pasca persalinan

282
dengan uterus yang berkontraksi baik biasanya disebabkan oleh robekan serviks

atau vagina.

a) Definisi 7,8,9

a. Perineum adalah merupakan bagian permukaan pintu bawah panggul, yangterletak

antara vulva dan anus. Panjangnya rata-rata 4 cm.

b. Luka perineum adalah perlukaan yang terjadi akibat persalinan pada bagian

perinium.

c. Ruptur perineum adalah robekan yang terjadi pada saat bayi lahir baik secara spontan

maupun dengan alat atau tindakan. Robekan perineum umumnya terjadi pada garis

tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat.

b) Epidemiologi 7

a. Penelitian yang dilakukan oleh Enggar ( 2010) di RB harapan Bunda Surakarta

menunjukkan hasil sebagai berikut : Dari 67 sampel diperoleh kasus ruptur

perineum sebanyak 52 (77,6%), yang terdiri dari 21 ibu yang melahirkan dengan

BB lahir 2500-3000 gr (31,3%) dan31ibu yang melahirkan dengan BB lahir 3000-

3500 gr (46,3%).

b. Sedangkan survey awal yang dilakukan Herawati ( 2010 ) pada bulanFebruari 2010

di BPS Ny. Sri Suhersi, Desa Mojokerto, Kedawung, Sragenterdapat dari 23 orang

pasien postpartum yang mempunyai luka laserasi jalan lahir. Dari hasil

pengkajian, didapatkan 8 pasien postpartum yang mengalami keterlambatan

penyembuhan luka, terdiri dari 5 pasien yang kurang kebersihan merawat diri; dan

3 pasien yang kurang memperhatikan nutrisi sehingga luka laserasi jalan lahir

mengalami proses penyembuhan. yang terlambat.


283
c) Klasifikasi Rupture perineum

Jenis robekan perineum berdasarkan luasnya menurut adalah sebagai berikut: 10

a. Derajat satu : Robekan ini hanya terjadi pada mukosa vagina, vulva bagian depan,

kulit perineum.

b. Derajat dua : Robekan terjadi pada mukosa vagina, vulva bagian depan, kulit

perineum dan otot perineum.

c. Derajat tiga : Robekan terjadi pada mukosa vagina, vulva bagian depan, kulit

perineum, otot-otot perineum dan sfingter ani eksterna.

d. Derajat empat : Robekan dapat terjadi pada seluruh perineum dan sfingterani yang

meluas sampai ke mukosa rectum.

d) Etiologi 6

Beberapa hal yang menajdi penyebab terjadinya robekan perineum sebagai berikut :

a. Umumnya terjadi pada persalinan

b. Kepala janin terlalu cepat lahir

c. Persalinan tidak dipimpin sebagaimana mestinya


284
d. Jaringan parut pada perineum

e. Distosia bahu

Sedangkan Enggar (2010) menambahkan beberapa faktor yang bisa menjadi

penyebab robekan perineum adalah posisi persalinan, cara meneran dan berat bayi

baru lahir yang terlalu besar ( > 4000 gram ).

e) Faktor-faktor terjadinya Rupture Perineum

Terjadinya rupture perineum disebabkan oleh faktor ibu sendiri (yang mencakup

paritas, jarak kelahiran dan beat badan lahir), riwayat persalinan yang mencakup

ekstraksi cunam, ekstraksi vakum dan episiotomi.7

1. Paritas

Paritas adalah jumlah anak yang dilahirkan oleh seseorang ibu baik hidup maupun

mati. Paritas mempunyai pengaruh terhadap kejadian rupture perineum. Pada ibu

dengan paritas satu atau ibu primipara memiliki risiko lebih besar untuk mengalami

robekan perineum daripada ibu dengan paritas lebih dari satu. Hal ini dikarenakan

karena jalan lahir yang belum pernah dilalui oleh kepala bayi sehingga otot-otot

perineum belum meregang.

2. Jarak kelahiran

Jarak kelahiran adalah rentang waktu antara kelahiran anak sekarang dengan

kelahiran anak sebelumnya. Jarak kelahiran kurang dari dua tahun tergolong risiko

tinggi karena dapat menimbulkan komplikasi pada persalinan. Jarak kelahiran 2-3 tahun

merupakan jarak kelahiran yang lebih aman bagi ibu dan janin. Begitu juga dengan

keadaan jalan lahir yang mungkin pada persalinan terdahulu mengalami robekan

285
perineum derajat tiga atau empat, sehingga proses pemulihan belum sempurna dan

robekan perineum dapat terjadi (Depkes, 2004).

3. Berat badan bayi

Berat badan janin dapat mengakibatkan terjadinya ruptur perineum yaitu pada berat

badan janin diatas 3500 gram, karena risiko trauma partus melalui vagina seperti

distosia bahu dan kerusakan jaringan lunak pada ibu. Perkiraan berat janin tergantung

pada pemeriksaan klinik atau ultrasonografi dokter atau bidan. Pada masa kehamilan,

hendaknya terlebih dahulu mengukur tafsiran beran badan janin.

4. Riwayat Persalinan

Riwayat persalinan mencakup episiotomi, ekstraksi cunam dan ekstraksi vakum.

Hal ini berpengaruh terhadap terjadinya rupture perineum.

f) Patofisiologi 6

Robekan perineum terjadi pada semua persalinan pertama dan tidak jarang jugapada

persalinan berikutnya. Robekan ini dapat dihindarkan atau dikurangi dengan menjaga

jangan sampai dasar panggul dilalui oleh kepala janin dengan cepat, sebaliknya kepala

janin yang akan lahir jangan ditahan terlampau kuat dan lama, karena akan menyebabkan

asfiksia dan pendarahan dalam tengkorak janin, dan melemahkan otot-otot dan fasia pada

dasar panggul karena diregangkan terlalu lama. Robekan perineum umumnya terjadi

digaris tengah dan bias menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus

pubis lebih kecil daripada biasa sehingga kepala janin terpaksa lahir lebih ke belakang

daripada biasa, kepala janin melewati pintu bawah panggul dengan ukuran yang lebih

besar daripada sirkumferensia suboksipito-bregmatika, atau anak dilahirkan dengan

pembedahan vaginial.

286
g) Penatalaksanaan

Persalinan dengan ruptur perineum apabila tidak ditangani secara

efektif menyebabkan perdarahan dan infeksi menjadi lebih berat, serta pada jangka

waktu panjang dapat mengganggu ketidaknyamanan ibu dalam hal hubungan seksual.

Penatalaksanaan untuk ruptur perineum adalah sebaga berikut: 12

a. Derajat I

Robekan ini kalau tidak terlalu lebar tidak perlu dijahit.

b. Derajat II

Sebelum penjahitan bila dijumpai pinggir robekan yang tidak rata atau bergerigi,

maka pinggir yang bergerigi tersebut harus diratakan terlebih dahulu, kemudian

dilakukan penjahitan robekan perineum. Mula-mula otot dijahit dengan catgut.

Kemudian mukosa vagina dijahit secara terputus-putusatau jelujur. Penjahitan

mukosa vagina dimulai dari puncak robekan. Terakhir kulit dijahit secara

subkutikuler.

c. Derajat III

Mula-mula dinding depan rectum yang robek dijahit. Kemudian fascia pascia

perirektal dan fascia septum rektovaginal dijahit, sehingga bertemu kembali.

Ujung-ujung otot-sfingter ani yang robek diklem, kemudian dijahit dengan 2-

3 jahitan sehingga bertemu kembali. Selanjutnya robekan dijahit lapis demi

lapisseperti menjahit robekan perineum derajat 2

d. Derajat IV

Penjahitan derajat 4 hampir sama dengan derajat 3, hanya pada derajat 4 mukosa

rectum dijahit dengan benang kromik 3-0 atau 4-0 secara interrupted dengan 0,5 cm antara

jahitan. Selanjutnya jahitan sama seperti derajat 3.


287
Sedangkan menurut penatalaksanaan untuk robekan perineum adalah sebagai berikut

:6

a. Tatalaksana umum perdarahan postpartum

b.Lakukan eksplorasi untuk mengidentifikasikan laserasi dan sumber perdarahan

c. Lakukan irigasi pada tempat luka dan bubuhi larutan antiseptic

d.Jepit dengan ujung klem sumber perdarahan, kemudian ikat dengan benang yang dapat diserap

e. Lakukan penyatuan luka mulai dari bagian yang paling distal

Teknik penjahitan robekan perineum-vagina

Penjahitan robekan derajat I dan II

1. Sebagian besar derajat I menutup secara spontan tanpa dijahit.

2. Tinjau kembali prinsip perawatan secara umum.

3. Berikan dukungan dan penguatan emosional. Gunakan anastesi local dengan

lidokain.

4. Gunakan blok pedendal, jika perlu.

5. Minta asisten memeriksa uterus dan memastikan bahwa uterus berkontraksi.

6. Periksa vagina, perinium, dan serviks secara cermat.

7. Jika robekan perinium panjang dan dalam, inspeksi untuk memastikan bahwa

tidak terdapat robekan derajat III dan IV.

a) Masukkan jari yang memakai sarung tangan kedalam anus

b) Angkat jari dengan hati-hati dan identifikasi sfingter.

c) Periksa tonus otot atau kerapatan sfingter

8. Ganti sarung tangan yang bersih, steril atau DTT

9. Jika spingter cedera, lihat bagian penjahitan robekan derajat III dan IV.
288
10.Jika spingter tidak cedera, tindak lanjuti dengan penjahitan

DAFTAR PUSTAKA

1. Buku Acuan Nasional. 2001. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Yayasan

Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta.

2. Albar, E. 2000. Perawatan Luka Jalan Lahir, Ilmu Bedah Kebidanan, Yayasan Bina

Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta.

3. Benson RC, Pernoll ML.1994. Hand book of Obstetric & Gynaecology. Mc Graw-Hill.

4. Cunningham FG, Mac Donald PC, Gan NF et al. 1997. Williams Obstetrics, 20 th ed.

Appleton and Lange.

5. Bascom, 2010. Robekan Serviks.

http://www.bascommetro.com/2010/05/robekan-serviks.html. Diakses tanggal 07 Juli

2012. Jam 12.13

6. Fadil , 2008. Robekan jalan Lahir.

http://www.scribd.com/doc/44470133/Robekan-Jalan-Lahir-fadil. Diakses tanggal 06

Juli 2012. Jam 14.29

7. Wiknjosastro H., 2006. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka

8. Prawirohardjo, Sarwono. 1999. Ilmu Kandungan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka

Sarwono Prawirohardjo.

9. USU,2006. repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19474/4/Chapter%20II.pdf.

Diakses tanggal 05 Juli 2012. Jam 11.58.

10. Soepardiman, 2006, Pengantar Ilmu Bedah Obstetri. http://www.geocities.com. Diakses

tanggal 06 Juli 2012. Jam 14.33.


289
11. Santoso, Budi I., dr Sp OG ( K). 2008. Manajemen Ruptura Uteri Terkini .

repository.ui.ac.id/dokumen/lihat/2350.pdf. Diakses tanggal 09 Juli 2012. Jam 11.54.

12. Fitri, Diah. 2010 . Episiotomi dan Penjahitan jalan Lahir.

http://www.scribd.com/doc/39724533/Episiotomi-amp-Penjahitan-Jalan-Lahir. Diakses

tanggal 06 Juli 2012. Jam 14.34.

13. FK Unsri. 2005. Perdarahan Pasca Persalinan.

http://www.scribd.com/doc/8649214/PENDARAHAN-PASCA-PERSALINAN.

Diakses tanggal 09 Juli 2012. Jam 12.22

14. Hapsari. 2009. Makalah Perlukaan Jalan Lahir.

http://superbidanhapsari.wordpress.com/2009/12/14/makalah-perlukaan-jalan-lahir/.

Diakses tanggal 06 Juli 2012. Jam 14.35.

15. Widjanarko, Bambang. 2009. Ruptur Uteri.

http://biechan.wordpress.com/ruptur-uteri/. Diakses tanggal 03 Juli 2012.

290
RESUSITASI BAYI BARU LAHIR

291
292
293
294
295
296
297
298
299
300
Penilaian Bayi Baru Lahir Dengan Nilai APGAR

Penilaian awal pada bayi baru lahir dapat dilakukan dengan observasi melalui

pemeriksaan nilai APGAR. Nilai APGAR memungkinkan pengkajian untuk mengetahui perlu

tidaknya resusitasi dilakukan dengan cepat.bayi yang sehat harus mempunyai nilai APGAR 7-

10 baik itu pada penilaian 1 menit pertama maupun penilaian pada 5 menit kemudian dalam

kehidupan pertama bayi baru lahir.

Nilai APGAR merupakan suatu metode sederhana yang dipakai oleh bidan untuk menilai

keadaan bayi sesaat setelah lahir . Pemeriksaan ini dilakukan secara cepat bayi baru lahir akan

mengevaluasi keadaan fisik dari bayi baru lahir dan sekaligus mengenali adanya tanda tanda

darurat yang memerlukan dilakukannya tindakan segera terhadap bayi baru lahir. Seorang bayi

dengan berbagai tanda bahaya merupakan masalah yang serius, bayi dapat meninggal bila tidak

ditangani segera. APGAR dipakai untuk menilai kemajuan kondisi 16 BBL pada saat 1 menit

dan 5 menit setelah kelahiran.Pengukuran menit pertama digunakan untuk menilai bagaimana

ketahanan bayi melewati proses persalinan. Pengukuran pada menit kelima menggambarkan

sebaik apa bayi dapat bertahan setelah keluar dari rahim ibu.Pada situasi tertentu pengukuran ke

tiga kalinya dan selanjutnya dapat dilakukan pada menit ke 10, 15, dan 20 setelah kelahiran.

Pengkajian ini didasarkan pada lima aspek yang menunjukan kondisi fisiologis neonatus

tersebut, yakni :

1. Denyut jantung, dilakukan dengan auskultasi menggunakan stetoskop

2. Pernafasan, dilakukan bersadarkan pengamatan gerakan dinding dada

3. Tonus otot, dilakukan berdasarkan derajat fleksi dan pergerakan ekstermitas

4. Iritabilitas reflex, dilakukan berdasarkan respons terhadap tepukan halus pada telapak kaki

5. Warna dideskripsikan sebagai pucat, sianotik, atau merah muda

301
Setiap hal di atas diberi nilai 0, 1, atau 2. Evaluasi dilakukan pada 1 menit pertama dan menit

kelima setelah bayi lahir.

Nilai APGAR

Keterangan :

Pemberian nilai APGAR baik itu pada APGAR 1 (1 menit pertama), atau pada APGAR 2

(5 menit kemudian) dapat dikelompokkan sebagai berikut :

Nilai 0-3 : Mengindikasikan bayi distres berat

Nilai 4-6 : Mengindikasikan kesulitan moderat ( depresi sedang )

Nilai 7-10 : Mengindikasikan bayi kondisi normal atau baik tidak akan mengalami

kesulitan untuk menyesuaikan diri dengan kehidupan di luar rahim.

Pemeriksaan Fisik Bayi Baru Lahir

Pemeriksaan ini harus dilakukan dalam 24 jam dan dilakukan setelah bayi berada di ruang perawatan.

Tujuan pemeriksaan untuk mendeteksi kelainan yang mungkin terabaikan pada pemeriksaan di kamar

bersalin.

302
Pemeriksaan ini meliputi :

1. Aktifitas fisik

Inspeksi  Ekstremitas dalam keadaan fleksi, dengan gerakan tungkai serta lengan aktif dan

simetris.

2. Pemeriksaan suhu

Suhu diukur di aksila dengan nilai normal 36,5 0C– 37 0C.

3. Kulit

Inspeksi  Warna tubuh kemerahan dan tidak ikterus.

Palpasi  Lembab, hangat dan tidak ada pengelupasan.

4. Kepala

Inspeksi  Distribusi rambut di puncak kepala.

Palpasi  Tidak ada massa atau area lunak di tulang tengkorak.

Fontanel anterior dengan ukuran 5 x 4 cm sepanjang sutura korona dan sutura segital.

Fortanel posterior dengan ukuran 1 x 1 cm sepanjang sutura lambdoidalis dan sagitalis.

5. Wajah

Inspeksi  Mata segaris dengan telinga, hidung di garis tengah, mulut garis tengah wajah dan

simetris.

6. Mata

Inspeksi  Kelompak mata tanpa petosis atau udem.

Skelera tidak ikterik, cunjungtiva tidak merah muda, iris berwarna merata dan bilateral. Pupil

beraksi bila ada cahaya, reflek mengedip ada.

7. Telinga

Inspeksi  Posisi telinga berada garis lurus dengan mata, kulit tidak kendur, pembentukkan

tulang rawan yaitu pinna terbentuk dengan baik kokoh.

8. Hidung

Inspeksi  Posisi di garis tengah, nares utuh dan bilateral, bernafas melalui hidung.

303
9. Mulut

Inspeksi  Bentuk dan ukuran proporsional dengan wajah, bibir berbentuk penuh berwarna

merah muda dan lembab, membran mekosa lembab dan berwarna merah muda, palatom utuh,

lidah dan uvula di garis tengah, reflek gag dan reflek menghisap serta reflek rooting ada.

10. Leher

Inspeki  Rentang pergerakan sendi bebas, bentuk simestris dan pendek.

Palpasi  Triorid di garis tengah, nodus limfe dan massa tidak ada.

11. Dada

Inspeksi  Bentuk seperti tong, gerakan dinding dada semetris.

Frekuensi nafas 40 – 60 x permenit, pola nafas normal.

Palpasi  Nadi di apeks teraba di ruang interkosa keempat atau kelima tanpa kardiomegali.

Auskultasi  Suara nafas jernih sama kedua sisi.

frekuensi jantung 100- 160 x permenit teratur tanpa mumur

Perkusi  Tidak ada peningkatan timpani pada lapang paru.

12. Payudara

Inspeksi  Jarak antar puting pada garis sejajar tanpa ada puting tambahan.

13. Abdomen

Inspeksi  Abdomen bundar dan simetris pada tali pusat terdapat dua arteri dan satu vena

berwarna putih kebiruan.

Palpasi  Abdomen Lunak tidak nyeri tekan dan tanpa massa hati teraba 2 - 3 cm, di bawah

arkus kosta kanan limfa teraba 1 cm di bawah arkus kosta kiri. Ginjal dapat di raba dengan

posisi bayi terlentang dan tungkai bayi terlipat teraba sekitar 2 - 3 cm, setinggi umbilicus di

antara garis tengah dan tepi perut.

Perkusi  Timpanni kecuali redup pada hati, limfa dan ginjal.

Auskultasi  Bising usus ada

14. Genitalia eksterna

304
Inspeksi (wanita)  Labia minora ada dan mengikuti labia minora, klitoris ada, meatus uretra

ada di depan orivisium vagina.

Inspeksi (laki-laki)  Penis lurus, meatus urinarius di tengah di ujung glans tetis dan skrotum

penuh.

15. Anus

Inspeksi  Posisi di tengah dan paten (uji dengan menginsersi jari kelingking) pengeluaran

mekonium terjadi dalam 24 jam.

16. Tulang belakang

Bayi di letakkan dalam posisi terkurap, tangan pemeriksa sepanjang tulang belakang untuk

mencari terdapat skoliosis meningokel atau spina bifilda.

Inspeksi  Kolumna spinalis lurus tidak ada defek atau penyimpang yang terlihat.

Palpasi  Tulang belakang ada tanpa pembesaran atau nyeri.

17. Ekstremitas

a. Ekstremitas atas

Inspeksi  Rentang pergerakan sendi bahu, klavikula, siku normal pada tangan reflek

genggam ada, kuat bilateral, terdapat sepuluh jari dan tanpa berselaput, jarak antar jari sama

karpal dan metacarpal ada dan sama di kedua sisi dan kuku panjang melebihi bantalan kuku.

Palpasi  Humerus radius dan ulna ada, klavikula tanpa fraktur tanpa nyeri simetris

bantalan kuku merah muda sama kedua sisi.

b. Ekstremitas bawah

Panjang sama kedua sisi dan sepuluh jari kaki tanpa selaput, jarak antar jari sama bantalan

kuku merah muda, panjang kuku melewati bantalan kuku rentang pergerakan sendi penuh :

tungkai, lutut, pergelangan, kaki, tumit dan jari kaki tarsal dan metatarsal ada dan sama

kedua sisi reflek plantar ada dan sismetris.

18. Pemeriksaan reflek

a. Berkedip

cara : sorotkan cahaya ke mata bayi.


305
normal : dijumpai pada tahun pertama.

b. Tonic neck

cara : menolehkan kepala bayi dengan cepat ke satu sisi.

normal : bayi melakukan perubahan posisi jika kepala di tolehkan ke satu sisi, lengan

dan tungkai ekstensi kearah sisi putaran kepala dan fleksi pada sisi berlawanan,

normalnya reflex ini tidak terjadi setiap kali kepala di tolehkan tampak kira–kira pada

usia 2 bulan dan menghilangkan pada usia 6 bulan.

c. Moro

cara : ubah posisi dengan tiba-tiba atau pukul meja /tempat tidur.

normal : lengan ekstensi, jari–ari mengembang, kepala mendongak ke belakang, tungkai

sedikit ekstensi lengan kembali ke tengah dengan tangan mengenggam tulang belakang

dan ekstremitas bawah eksteremitas bawah ekstensi lebih kuat selama 2 bulan dan

menghilang pada usia 3 - 4 bulan.

d. Mengenggam

cara : letakan jari di telapak tangan bayi dari sisi ulnar, jika reflek lemah atau tidak ada

beri bayi botol atau dot karena menghisap akan menstimulasi reflek.

normal : jari–jari bayi melengkung melingkari jari yang di letakkan di telapak tangan

bayi dari sisi ulnar reflek ini menghilangkan pada usia 3 - 4 bulan.

e. Rooting

cara : gores sudut mulut bayi melewati garis tengah bibir.

Normal : bayi memutar kearah pipi yang diusap, reflek ini menghilangkan pada usia 3 -

4 bulan tetapi bisa menetap sampai usia 12 bulan terutama selama tidur

f. Menghisap

cara : beri bayi botol dan dot.

normal : bayi menghisap dengan kuat dalam berepons terhadap stimulasi reflek ini

menetap selama masa bayi dan mungkin terjadi selama tidur tanpa stimulasi.

g. Menari / melangkah
306
cara : pegang bayi sehingga kakinya sedikit menyentuh permukaan yang keras.

normal : kaki akan bergerak ke atas dan ke bawah jika sedikit di sentuh ke permukaan

keras di jumpai pada 4 - 8 minggu pertama.

19. Pengukuran atropometrik

a. Penimbang berat badan

Alat timbangan yang telah diterakan serta di beri alas kain di atasnya, tangan bidan

menjaga di atas bayi sebagai tindakan keselamatan .

BBL 2500 - 4000gram.

b. Panjang badan

Letakkan bayi datar dengan posisi lurus se bisa mungkin. Pegang kepala agar tetap pada

ujung atas kita ukur dan dengan lembut renggangkan kaki ke bawah menuju bawah kita.

PB : 48/52cm.

c. Lingkar kepala

Letakakan pita melewati bagian oksiput yang paling menonjol dan tarik pita

mengelilingi bagian atas alis LK : 32 - 37 cm.

d. Lingkar dada

Letakan pita ukur pada tepi terrendah scapula dan tarik pita mengelilingi kearah depan

dan garis putih.

LD : 32 – 35 cm.

307
PERDARAHAN PASCA SALIN (PPS)

Perdarahan pasca-salin (PPS) secara umum didefmisikan sebagai kehilangan darah dari saluran

genitalia >500 ml setelah melahirkan pervaginam atau >1000 ml setelah melahirkan secara

seksio sesarea. Perdarahan pasca-salin dapat bersifat minor (500-1000 ml) atau pun mayor

(>1000 ml). Perdarahan mayor dapat dibagi menjadi sedang (1000-2000 ml) atau berat (>2000

ml).

Perdarahan pasca-salin dapat disebabkan oleh 4 faktor yaitu kelemahan tonus uterus untuk

menghentikan perdarahan dari bekas insersi plasenta (tone), robekan jalan lahir dari perineum,

vagina, sampai uterus (trauma), sisa plasenta atau bekuan darah yang menghalangi kontraksi

uterus yang adekuat (tissue), dan gangguan faktor pembekuan darah (thrombin).

Beberapa teori telah menyatakan bahwa pengukuran kehilangan darah saat persalinan bertujuan

untuk memastikan diagnosis PPS pada saat yang tepat dan memperbaiki luaran. Meskipun

demikian, belum ada studi yang secara langsung dapat menjawab pertanyaan penelitian

tersebut.

Tabel Manifestasi Klinis Perdarahan Pasca-Salin

308
Schuurmans N, MacKinnon C, Lane C, Duncan E. SOGC Clinical Practice Guideline: Prevention and

management of postpartum haemorrhage. Journal of Society of Obstetricians and Gynaecologists of

Canada April, 2000: 1-9.

Penyebab dari PPS adalah 4T yang merupakan singkatan dari Tone, Trauma, Tissue dan

Thrombin. Tone merupakan masalah pada 70% kasus PPS, yaitu diakibatkan oleh atonia dari

uterus. Sedangkan, 20% kasus PPS disebabkan oleh trauma. Trauma dapat disebabkan oleh

laserasi serviks, vagina dan perineum, perluasan laserasi pada SC, ruptur atau inversi uteri dan

trauma non traktus genitalia, seperti ruptur subkapsular hepar. Sementara itu, 10% kasus

lainnya dapat disebabkan oleh faktor tissue yaitu seperti retensi produk konsepsi, plasenta

(kotiledon) selaput atau bekuan, dan plasenta abnormal. Faktor penyebab dari thrombin

diantaranya abnormalitas koagulasi yang sangat jarang terjadi yaitu sekitar <1% kasus.

Tabel Faktor Resiko PPS Antepartum

Faktor Resiko Etiologi Perdarahan


Meningkatnya usia maternal: > 35 tahun Tone
Etnis asia Tone/trauma
Obesitas: BMI > 35 Tone
Grande multipara Tone/ tissue
Abnormalitas uterus Tone
Kelainan darah maternal Thrombin
Riwayat PPS atau retensio plasenta Tone/tissue
Anemia dengan Hb <9 gr/dL No reserve
Perdarahan antepartum (plasenta previa atau Tissue/tone/ thrombin
solusio plasenta)
Overdistensi uterus (gemeli, polihidramnion, Tone
makrosomia)
Intrauterine fetal death (IUFD) Thrombin
Network SMaNC. Queensland Maternity and Neonatal Clinical Guideline. Primary postpartum

haemorrhage. Queensland: Queensland Government; 2012.

309
INISIASI MENYUSUI DINI

Inisiasi Menyusu Dini (IMD) merupakan langkah yang sangat baik untuk memudahkan bayi

dan ibu dalam memulai proses menyusui. Berbagai macam keuntungan didapatkan dari

proses `baik untuk ibu maupun bayi`.

1. Segera setelah bayi lahir dan diputuskan tidak memerlukan resusitasi, letakkan bayi di

atas perut ibunya (bila sectio,bayi diletakkan diatas dada) dan keringkan bayi mulai dari

muka, kepala, dan bagian tubuh lainnya kecuali kedua tangannya. Bau cairan amnion

pada tangan bayi akan membantunya mencari puting ibu yang mempunyai bau yang

sama. Maka agar baunya tetap ada, dada ibu juga tidak boleh dibersihkan.

Mengeringkan tubuh bayi tidak perlu sampai menghilangkan verniks karena verniks

dapat berfungsi sebagai penahan panas pada bayi.

2. Setelah tali pusat dipotong dan diikat, tengkurapkan bayi di atas perut ibu dengan kepala

bayi menghadap kearah kepala ibunya.

3. Kalau ruang bersalin dingin, berikan selimut yang akan menyelimuti ibu dan bayinya,

dan kenakan topi pada kepala bayi.

4. Pengamatan oleh Windstrom, Righard dan Alade memperlihatkan bahwa bayi-bayi yang

tidak mengalami sedasi mengikuti suatu pola perilaku prefeeding yang dapat diprediksi.

Apabila bayi dibiarkan tengkurap di perut ibu, selama beberapa waktu bayi akan diam

saja tetapi tetap waspada melihat kesekelilingnya.

5. Setelah 12-44 menit bayi akan mulai bergerak dengan menendang, menggerakkan kaki,

bahu dan lengannya. Stimulasi ini akan membantu uterus untuk berkontraksi. Meskipun

kemampuan melihatnya terbatas, bayi dapat melihat areola mammae yang berwarna

lebih gelap dan bergerak menuju ke sana. Bayi akan membentur-benturkan kepalanya ke

dada ibu. Ini merupakan stimulasi yang menyerupai pijatan pada payudara ibu.
310
6. Bayi kemudian mencapai puting dengan mengandalkan indera penciuman dan dipandu

oleh bau pada kedua tangannya. Bayi akan mengangkat kepala, mulai mengulum puting,

dan mulai menyusu. Hal tersebut dapat tercapai antara 27 - 71 menit.

7. Pada saat bayi siap untuk menyusu, menyusu pertama berlangsung sebentar, sekitar 15

menit, dan setelah selesai, selama 2-2,5 jam berikutnya tidak ada keinginan bayi untuk

menyusu. Selama menyusu bayi akan mengkoordinasi gerakkan menghisap, menelan,

dan bernapas.

8. Setelah usai tindakan inisiasi menyusu dini ini, baru tindakan asuhan keperawatan

seperti menimbang, pemeriksaan antropometri lainnya, penyuntikkan vitamin K1, dan

pengoleskan salep pada mata bayi dapat dilakukan.

9. Tunda memandikan bayi paling kurang 6 jam setelah lahir atau pada hari berikut.

10. Bayi tetap berada dalam jangkauan ibunya agar dapat disusukan sesuai keinginan bayi

(rooming in / rawat gabung).

311
KOMPRESI BIMANUAL

 Kompresi bimanual merupakan salah satu upaya pertolongan pertama pada perdarahan

pasca persalinan yang disebabkan oleh atonia uteri. Tindakan ini bertujuan menjepit

pembuluh darah dalam dinding uterus serta merangsang miometrium untuk

berkontraksi.

 Kompresi bimanual interna harus segera dilakukan apabila uterus tidak berkontraksi

dalam 15 detik setelah dilakukan rangsangan taktil (masase) pada fundus uteri. Karena

ada intervensi tangan penolong yang masuk ke dalam jalan lahir, tindakan ini lebih

dapat meningkatkan resiko terjadinya infeksi pada pasca partum. Oleh karena itu

terapkan teknik septik-aseptik.

 Bila kompresi bimanual pada uterus tidak berhasil dan perdarahan tetap terjadi lakukan

kompresi aorta abdominal, cara ini dilakukan pada keadaan darurat sementara penyebab

perdarahan sedang dicari.

312
313
314
Lakukan Kompresi Aorta Abdominal

315
1. Kepalkan tangan kiri dan tekankan bagian punggung jari telunjuk, tengah, manis dan

kelingking pada umbilikus ke arah kolumna vertebralis dengan arah tegak lurus (titik

kompresi adalah tepat di atas pusar sedikit dan sedikit ke arah kiri)

2. Pertahankan selama 5-7 menit. Dorongan kepalan tangan akan mengenai bagian yang

keras di bagian tengah atau sumbu badan ibu, dan apabila tekanan kepalan tangan kiri

mencapai aorta abdominalis maka pulsasi arteri femoralis (yang dipantau dengan jari

telunjuk, dan tengah tangan kanan) akan berkurang atau terhenti (tergantung derajat

tekanan pada aorta)

DAFTAR PUSTAKA

Kolegium Obstetri dan Ginekologi Indonesia. 2014. Kompresi Bimanual

Wiknjosastro, H. 2008. Ilmu Kebidanan. Edisi Keempat. Yayasan Bina Pustaka Sarwono

Prawirohardjo: Jakarta.

316
Cunningham F G, Gant NF. 2011. Williams Obstetri. Volume 2. Penerbit Buku Kedokteran

EGC: Jakarta.

Chandra PK. 2013. Perdarahan Postpartum. Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti: Jakarta.

CARA MENILAI LOCHEA

A. Definisi

Lochea (Darah nifas). Lochea adalah ekskresi cairan rahim selama masa nifas yang dikeluarkan

pervaginam. Sifat lochea mempunyai reaksi basa / alkalis yang dapat membuat organisme

berkembang lebih cepat daripada kondisi asam yang ada pada vagina normal. Lochea ini

biasanya berbau anyir / amis.

B. Jenis – Jenis Lochea

Jenis – Jenis Lochea menurut Suherni (2009), yaitu :

1. Lochea rubra (Cruenta) : ini berisi darah segar sisa – sisa selaput ketuban, sel – sel desidua,

vernix caseosa, lanugo dan meconium, selama 2 hari pasca persalinan.

2. Lochea sanguinolenta : warnanya merah kuning berisi darah dan lender. Ini terjadi pada hari

ke – 3 – 7 pasca persalinan.

3. Lochea serosa : berwarna kuning dan cairan ini tidak berdarah lagi pada hari ke – 7 – 14

pasca persalinan.

4. Lochea alba : cairan putih yang terjadinya pada hari setelah 2 minggu pasca persalinan.

5. Lochea parulenta : ini karena terjadi infeksi, keluar cairan seperti nanah berbau busuk.

6. Lochiotosis : lochea tidak lancar keluarnya.

Referensi :

Suherni, dkk. 2009. Perawatan Masa Nifas. Jogjakarta : Fitramaya

317
PERAWATANPOST OPERASI SECTIO CAESARIA

Tak semua persalinan dapat berlangsung mulus, kadang terdapat indikasi medis yang

mengharuskan seorang ibu melewati proses persalinan dengan operasi. Operasi ini disebut dengan

Sectio Caesarea.

Sectio Caesarea berasal dari bahasa Latin, Caedere, artinya memotong. Sectio Caesarea adalah

suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada dinding rahim. Pada pasien yang dilakukan

operasi pembedahan untuk tindakan sectio cesarea ini memerlukan beberapa perhatian karena ibu nifas

yang melahirkan dengan operasi caesarea agar dapat melewati fase penyembuhan pasca operasi tanpa

komplikasi.

Proses persalinan operasi caesar umumnya berlangsung sekitar satu jam. Pada pasien dengan

pembiusan total, kesadaran akan berlangsung pulih secara bertahap seusai penjahitan luka operasi.

Sedangkan pada pembiusan regional, dengan anasthesi epidural atau spinal (memasukkan obat bius

melalui suntikan pada punggung), ibu bersalin akan tetap sadar hingga operasi selesai dan hanya bagian

perut ke bawah akan hilang sensasi rasa sementara.

A. Tujuan Perawatan Post-SC

1. Mencegah terjadinya infeksi.

2. Mempercepat proses penyembuhan luka.

3. Meningkatkan kenyamanan fisik dan psikologis.

B. Persiapan

1. Alat

 Set perawatan luka dan angkat jahitan dalam bak instrumen steril :

 Sarung tangan steril.

 Pinset 4 (2 anatomis, 2 cirurgis)

 Gunting hatting up.

318
 Lidi waten.

 Kom 2 buah.

 Kasa steril.

 Plester

 Gunting perban

 Bengkok 2 buah

 Larutan NaCl

 Perlak dan alas

 Betadin

 Korentang

 Alkohol 70%

 Kapas bulat dan sarung tangan bersih

2. Lingkungan

 Menutup tirai / jendela

 Merapikan tempat tidur

3. Pelaksanaan

 Mengatur posisi sesuai dengan kenyamanan pasien.

 Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan yang akan dilakukan.

 Inform Consent.

C. Prosedur Pelaksanaan

1. Jelaskan prosedur pada klien dengan menggambarkan langkah-langkah perawatan luka.

2. Dekatkan semua peralatan yang diperlukan.

3. Letakkan bengkok dekat pasien.

4. Tutup ruangan / tirai di sekitar tempat tidur.

5. Bantu klien pada posisi nyaman.

6. Cuci tangan secara menyeluruh.

319
7. Pasang perlak dan alas.

8. Gunakan sarung tangan bersih sekali pakai dan lepaskan plester. Angkat balutan dengan

pinset.

9. Lepaskan plester dengan melepaskan ujung dan menariknya dengan perlahan, sejajar pada

kulit dan mengarah pada balutan.

10. Dengan sarung tangan/pinset, angkat balutan.

11. Bila balutan lengket pada luka, lepaskan dengan memberikan larutan NaCl.

12. Observasi karakter dan jumlah drainase.

13. Buang balutan kotor pada bengkok, lepaskan sarung tangan dan buang pada bengkok yang

berisi Clorin 5%.

14. Buka bak instrumen, siapkan betadin dan larutan NaCl pada kom, siapkan plester, siapkan

depres.

15. Kenakan sarung tangan steril.

16. Inspeksi luka, perhatikan kondisinya, letak drain, integritas jahitan dan karakter drainase

serta palpasi luka (kalau perlu).

17. Bersihkan luka dengan larutan NaCl dan betadin dengan menggunkan pinset. Gunakan satu

kasa untuk setiap kali usapan. Bersihkan dari area yang kurang terkontaminasi ke area yang

terkontaminasi. Gunakan dalam tekanan progresif menjauh dari insisi/tepi luka.

18. Gunakan kasa baru untuk mengeringkan luka/insisi. Usap dengan cara seperti pada langkah

17.

19. Melepaskan jahitan satu persatu selang seling dengan cara : menjepit simpul jahitan dengan

pinset cirurgis dan ditarik sedikit ke atas kemudian menggunting benang tepat dibawah

simpul yang berdekatan dengan kulit/pada sisi lain yang tidak ada simpul.

20. Olesi luka dengan betadin.

21. Menutup luka dengan kasa steril dan di plester.

22. Merapikan pasien.

23. Membersihkan alat-alat dan mengembalikan pada tempatnya.


320
24. Melepaskan sarung tangan.

25. Perawat mencuci tangan.

D. Hal – hal yang perlu diperhatikan

1. Pengangkatan balutan dan pemasangan kembali balutan dapat menyebabkan pasien terasa

nyeri.

2. Cermat dalam menjaga kesterilan.

3. Mengangkat jahitan sampai bersih tidak ada yang ketinggalan.

4. Teknik pengangkatan jahitan di sesuaikan dengan tipe jahitan.

5. Peka terhadap privasi klien. (dr. hakimi, 2010)

321
PEMERIKSAAN PAYUDARA SENDIRI (SADARI)

Pemeriksaan payudara sendiri dapat membantu seorang wanita mendeteksi suatu

tumor atau kelainan pada suatu payudara. Pemeriksaan ini sangat mudah dan dapat

dilakukan dalam beberapa menit.

Pemeriksaan payudara sangat baik bila dilakukan satu bulan sekali, dan lebih baik

bila dilakukan pada saat yang sama setiap bulannya. Karena payudara mengalami

perubahan pada setiap kali menstruasi. Pemeriksaan yang paling baik dilakukan pada hari

ke tujuh sampai ke sepuluh siklus menstruasi. Pada wanita menopause pemeriksaan

payudara sendiri dilakukan selalu pada tanggal yang sama pada tiap bulannya.

Pemeriksaan ini dilakukan sendiri oleh wanita sepanjang usianya setelah ia berusia 20

tahun.

Ada dua bagian penting dalam Pemeriksaan Payudara Sendiri

1. Bagaimana payudara terlihat

2. Bagaimana perabaan Payudara

Cara pemeriksaan payudara sendiri

1. Berdiri menghadap cermin dengan bahu tegak, dada dibusungkan dan kedua tangan

diletakkan di panggul

1.1. Perhatikan ukuran, bentuk dan warna payudara. Payudara bentuk yang normal,

tanpa terlihat distorsi ataupun pembengkakan.

1.2. Segera periksakan diri ke dokter, bila terdapat skin dimple, tonjolan, nipple

inverted, kemerahan, tukak, rush, ataupun pembengkakan

322
2. Berdiri menghadap cermin dengan kedua lengan diangkat, dan perhatikan hal yang

sama seperti diatas

3. Berdiri menghadap cermin, lakukan penekanan pada nipple dengan ibu jari dan

telunjuk untuk melihat adanya discharge. Cairan yang keluar dapat berupa susu,

cairan kekuningan atau kemerahan.

323
4. Lalukan perabaan pada payudara, dapat dilakukan, dengan cara:

4.1. Berbaring, Lakukan pemeriksaan payudara kanan dengan tangan kiri, lengan sisi

yang sama menyangga kepala, dan sebaliknya, gunakan permukaan palmar jari,

jangan hanya ujungnya dan lakukan perabahan yang lembut. Lakukan

pemeriksaan yang sistematis, dari atas kebawah, kemudian melingkar dan dari

arah pinggir menuju puting payudara.

324
325
Macam-macam arah pemeriksaan yang dapat dilakukan

4.2 Berdiri atau duduk, dengan cara yang sama seperti diatas, pemeriksaan yang

lebih baik dilakukan pada saat mandi dengan permukaan kulit yang basah dan

licin.

326
MANAJEMEN LAKTASI

Menyusui merupakan proses yang cukup kompleks. Dengan mengetahui

anatomi payudara dan bagaimana payudara menghasilkan ASI akan sangat

membantu para ibu mengerti proses kerja menyusui yang pada akhirnya dapat

menyusui secara eksklusif.

Air susu ibu dan hormon prolactin

Setiap kali bayi menghisap payudara akan merangsang ujung saraf sensoris

disekitar payudara sehingga merangsang kelenjar hipofisis bagian depan untuk

menghasilkan prolaktin. Prolaktin akan masuk ke peredaran darah kemudian ke

payudara menyebabkan sel sekretori di alveolus (pabrik ASI) menghasilkan ASI.

Prolaktin akan berada di peredaran darah selama 30 menit setelah dihisap,

sehingga prolaktin dapat merangsang payudara menghasilkan ASI untuk minum

berikutnya. Sedangkan untuk minum yg sekarang, bayi mengambil ASI yang

sudah ada.

Makin banyak ASI yang dikeluarkan dari gudang ASI (sinus laktiferus),

makin banyak produksi ASI. Dengan kata lain, makin sering bayi menyusui

makin banyak ASI diproduksi. Sebaliknya, makin jarang bayi menghisap, makin

sedikit payudara menghasilkan ASI. Jika bayi berhenti menghisap maka payudara

akan berhenti menghasilkan ASI. Prolaktin umumnya dihasilkan pada malam hari,

sehingga menyusui pada malam hari dapat membantu mempertahankan produksi

327
ASI. Hormon prolaktin juga akan menekan ovulasi (fungsi indung telur untuk

menghasilkan sel telur), sehingga menyusui secara eksklusif akan memperlambat

kembalinya fungsi kesuburan dan haid. Oleh karena itu, menyusui pada malam

hari penting untuk tujuan menunda kehamilan.

Air susu ibu dan refleks oksitosin (Love reflex, Let Down Reflex)

Hormon oksitosin diproduksi oleh bagian belakang kelenjar hipofisis.

Hormon tersebut dihasilkan bila ujung saraf disekitar payudara dirangsang oleh

isapan. Oksitosin akan dialirkan melalui darah menuju ke payudara yang akan

merangsang kontraksi otot di sekeliling alveoli (pabrik ASI) dan memeras ASI

keluar dari pabrik ke gudang ASI. Hanya ASI di dalam gudang ASI yang dapat

dikeluarkan oleh bayi dan atau ibunya.

Oksitosin dibentuk lebih cepat dibanding prolaktin. Keadaan ini

menyebabkan ASI di payudara akan mengalir untuk dihisap. Oksitosin sudah

mulai bekerja saat ibu berkeinginan menyusui (sebelum bayi menghisap). Jika

refleks oksitosin tidak bekerja dengan baik, maka bayi mengalami kesulitan untuk

mendapatkan ASI. Payudara seolah-olah telah berhenti memproduksi ASI,

padahal payudara tetap menghasilkan ASI namun tidak mengalir keluar.

Efek penting oksitosin lainnya adalah menyebabkan uterus berkontraksi

setelah melahirkan. Hal ini membantu mengurangi perdarahan, walaupun kadang

mengakibatkan nyeri.

328
Keadaan yang dapat meningkatkan hormon oksitosin

Beberapa keadaan yang dianggap dapat mempengaruhi (meningkatkan)

produksi hormon oksitosin :

 Perasaan dan curahan kasih sayang terhadap bayinya.

 Celotehan atau tangisan bayi

 Dukungan ayah dalam pengasuhan bayi, seperti menggendong bayi ke ibu

saat akan disusui atau disendawakan, mengganti popok dan memandikan

bayi, bermain, mendendangkan bayi dan membantu pekerjaan rumah

tangga

 Pijat bayi

Beberapa keadaan yang dapat mengurangi produksi hormon oksitosin

 Rasa cemas, sedih, marah, kesal, atau bingung

 Rasa cemas terhadap perubahan bentuk pada payudara dan bentuk

tubuhnya, meniggalkan bayi karena harus bekerja dan ASI tidak

mencukupi kebutuhan bayi.

 Rasa sakit terutama saat menyusui

Keberhasilan menyusui

Untuk memaksimalkan manfaat menyusui, bayi sebaiknya disusui selama 6

bulan pertama. Beberapa langkah yang dapat menuntun ibu agar sukses menyusui

secara eksklusif selama 6 bulan pertama, antara lain :

329
1. Biarkan bayi menyusu sesegera mungkin setelah bayi lahir terutama dalam

1 jam pertama (inisiasi dini), karena bayi baru lahir sangat aktif dan

tanggap dalam 1 jam pertama dan setelah itu akan mengantuk dan tertidur.

Bayi mempunyai refleks menghisap (sucking reflex) sangat kuat pada saat

itu. Jika ibu melahirkan dengan operasi kaisar juga dapat melakukan hal

ini (bila kondisi ibu sadar, atau bila ibu telah bebas dari efek anestesi

umum). Proses menyusui dimulai segera setelah lahir dengan membiarkan

bayi diletakkan di dada ibu sehingga terjadi kontak kulit kulit. Bayi akan

mulai merangkak untuk mencari puting ibu dan menghisapnya. Kontak

kulit dengan kulit ini akan merangsang aliran ASI, membantu ikatan batin

(bonding) ibu dan bayi serta perkembangan bayi.

2. Yakinkan bahwa hanya ASI makanan pertama dan satu-satunya bagi bayi

anda. Tidak ada makanan atau cairan lain (seperti gula, air, susu formula)

yang diberikan, karena akan menghambat keberhasilan proses menyusui.

Makanan atau cairan lain akan mengganggu produksi dan suplai ASI,

menciptakan bingung puting, serta meningkatkan risiko infeksi

3. Susui bayi sesuai kebutuhannya sampai puas. Bila bayi puas, maka ia akan

melepaskan puting dengan sendirinya.

Keterampilan menyusui

Agar proses menyusui dapat berjalan lancar, maka seorang ibu harus

mempunyai keterampilan menyusui agar ASI dapat mengalir dari payudara ibu ke

bayi secara efektif. Keterampilan menyusui yang baik meliputi posisi menyusui

dan perlekatan bayi pada payudara yang tepat.

330
Posisi menyusui harus senyaman mungkin, dapat dengan posisi berbaring

atau duduk. Posisi yang kurang tepat akan menghasilkan perlekatan yang tidak

baik. Posisi dasar menyusui terdiri dari posisi badan ibu, posisi badan bayi, serta

posisi mulut bayi dan payudara ibu (perlekatan/ attachment). Posisi badan ibu saat

menyusui dapat posisi duduk, posisi tidur terlentang, atau posisi tidur miring.

Saat menyusui, bayi harus disanggah sehingga kepala lurus menghadap

payudara dengan hidung menghadap ke puting dan badan bayi menempel dengan

badan ibu (sanggahan bukan hanya pada bahu dan leher). Sentuh bibir bawah bayi

dengan puting, tunggu sampai mulut bayi terbuka lebar dan secepatnya dekatkan

bayi ke payudara dengan cara menekan punggung dan bahu bayi (bukan kepala

bayi). Arahkan puting susu ke atas, lalu masukkan ke mulut bayi dengan cara

menyusuri langit-langitnya. Masukkan payudara ibu sebanyak mungkin ke mulut

bayi sehingga hanya sedikit bagian areola bawah yang terlihat dibanding aerola

bagian atas. Bibir bayi akan memutar keluar, dagu bayi menempel pada payudara

dan puting susu terlipat di bawah bibir atas bayi.

Posisi tubuh yang baik dapat dilihat sebagai berikut:

 Posisi muka bayi menghadap ke payudara (chin to breast)

 Perut/dada bayi menempel pada perut/dada ibu (chest to chest)

 Seluruh badan bayi menghadap ke badan ibu hingga telinga bayi

membentuk garis lurus dengan lengan bayi dan leher bayi

 Seluruh punggung bayi tersanggah dengan baik

 Ada kontak mata antara ibu dengan bayi

 Pegang belakang bahu jangan kepala bayi

331
 Kepala terletak dilengan bukan didaerah siku

Posisi menyusui yang tidak benar dapat dilihat sebagai berikut :

 Leher bayi terputar dan cenderung kedepan

 Badan bayi menjauh badan ibu

 Badan bayi tidak menghadap ke badan ibu

 Hanya leher dan kepala tersanggah

 Tidak ada kontak mata antara ibu dan bayi

 C-hold tetap dipertahankan

Bagaimana sebaiknya bayi menghisap pada payudara ?

Agar bayi dapat menghisap secara efektif, maka bayi harus mengambil cukup

banyak payudara kedalam mulutnya agar lidahnya dapat memeras sinus laktiferus.

Bayi harus menarik keluar atau memeras jaringan payudara sehingga membentuk

puting buatan/ DOT yang bentuknya lebih panjang dari puting susu. Puting susu

sendiri hanya membentuk sepertiga dari puting buatan/ DOT. Hal ini dapat kita

lihat saat bayi selesai menyusui. Dengan cara inilah bayi mengeluarkan ASI dari

payudara. Hisapan efektif tercapai bila bayi menghisap dengan hisapan dalam dan

lambat. Bayi terlihat menghentikan sejenak hisapannya dan kita dapat mendengar

suara ASI yang ditelan.

Tanda perlekatan bayi dan ibu yang baik

 Dagu menyentuh payudara

332
 Mulut terbuka lebar

 Bibir bawah terputar keluar

 Lebih banyak areola bagian atas yang terlihat dibanding bagian bawah

 Tidak menimbulkan rasa sakit pada puting susu

Jika bayi tidak melekat dengan baik maka akan menimbulkan luka dan nyeri

pada puting susu dan payudara akan membengkak karena ASI tidak dapat

dikeluarkan secara efektif. Bayi merasa tidak puas dan ia ingin menyusu sering

dan lama. Bayi akan mendapat ASI sangat sedikit dan berat badan bayi tidak naik

dan lambat laun ASI akan mengering.

Tanda perlekatan ibu dan bayi yang tidak baik :

 Dagu tidak menempel pada payudara

 Mulut bayi tidak terbuka lebar- Bibir mencucu/ monyong

 Bibir bawah terlipat kedalam sehingga menghalangi pengeluaran ASI oleh

lidah

 Lebih banyak areola bagian bawah yang terlihat

 Terasa sakit pada puting

Perlekatan yang benar adalah kunci keberhasilan menyusui

 Bayi datang dari arah bawah payudara

 Hidung bayi berhadapan dengan puting susu

 Dagu bayi merupakan bagian pertama yang melekat pada payudara (titik

pertemuan)

333
 Puting diarahkan ke atas ke langit-langit bayi

 Telusuri langit-langit bayi dengan putting sampai didaerah yang tidak ada

tulangnya, diantara uvula (tekak) dengan pangkal lidah yang lembut

 Putting susu hanya 1/3 atau ¼ dari bagian dot panjang yang terbentuk dari

jaringan payudara

Cara bayi mengeluarkan ASI

1. Bayi tidak mengeluarkan ASI dari payudara seperti mengisap minuman

melalui sedotan

2. Bayi mengisap untuk membentuk dot dari jaringan payudara

3. Bayi mengeluarkan ASI dengan gerakan peristaltik lidah menekan gudang

ASI ke langit-langit sehingga ASI terperah keluar gudang masuk kedalam

mulut

4. Gerakan gelombang lidah bayi dari depan ke belakang dan menekan dot

buatan ke atas langit-langit

5. Perahan efektif akan terjadi bila bayi melekat dengan benar sehingga bayi

mudah memeras ASI

Berapa lama sebaiknya bayi menyusu ?

Lamanya menyusu berbeda-beda tiap periode menyusu. Rata-rata bayi

menyusu selama 5-15 menit, walaupun terkadang lebih. Bayi dapat mengukur

sendiri kebutuhannya. Bila proses menyusu berlangsung sangat lama (lebih dari

30 menit) atau sangat cepat (kurang dari 5 menit) mungkin ada masalah. Pada

334
hari-hari pertama atau pada bayi berat lahir rendah (kurang dari 2500 gram),

proses menyusu terkadang sangat lama dan hal ini merupakan hal yang wajar.

Sebaiknya bayi menyusu pada satu payudara sampai selesai baru kemudian bila

bayi masih menginginkan dapat diberikan pada payudara yang satu lagi sehingga

kedua payudara mendapat stimulasi yang sama untuk menghasilkan ASI.

Berapa sering bayi menyusu dalam sehari ?

Susui bayi sesering mungkin sesuai dengan kebutuhan bayi, sedikitnya lebih

dari 8 kali dalam 24 jam. Awalnya bayi menyusu sangat sering, namun pada usia

2 minggu frekuensi menyusu akan berkurang. Bayi sebaiknya disusui sesering dan

selama bayi menginginkannya bahkan pada malam hari. Menyusui pada malam

hari membantu mempertahankan suplai ASI karena hormon prolaktin dikeluarkan

terutama pada malam hari. Bayi yang puas menyusu akan melepaskan payudara

ibu dengan sendirinya, ibu tidak perlu menyetopnya.

Bagaimana menilai kecukupan ASI?

1. Asi akan cukup bila posisi dan perlekatan benar

2. Bila buang air kecil lebih dari 6 kali sehari dengan warna urine yang tidak

pekat dan bau tidak menyengat

3. Berat badan naik lebih dari 500 gram dalam sebulan dan telah melebihi

berat lahir pada usia 2 minggu

4. Bayi akan relaks dan puas setelah menyusu dan melepas sendiri dari

payudara ibu

335
DAFTAR PUSTAKA

1. Roesli, Utami, Elizabeth Yohmi. 2012. Buku Bedah ASI IDAI. Jakarta

2. Diananda, R. 2012. Panduan Lengkap Mengenal Kanker. Jogjakarta:

Mirza Media Pustaka.

3. Notoatmodjo, S. 2014. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Rineka Cipta.

4. Notoatmodjo, S. 2013. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka

Cipta.

5. Nurcahyo, J. 2015. Bahaya Kanker Rahim dan Payudara. Jakarta: Wahana

Totalita Publisher.

6. Setiant, E. 2014. Waspadai 4 Kanker Ganas Pembunuh Wanita.

Jogjakarta: CV. Andi Offset.

336
PERAWATAN MASA NIFAS

Perawatan masa nifas adalah perawatan terhadap wanita hamil yang telah

selesai bersalin sampai alat-alat kandungan kembali seperti sebelum hamil,

lamanya kira-kira 6-8 minggu. Akan tetapi, seluruh alat genitelia baru pulih

kembali seperti sebelum ada kehamilan dalam waktu 3 bulan.

Perawatan masa nifas dimulai sebenarnya sejak kala uri dengan

menghindarkan adanya kemungkinan-kemungkinan perdarahan post partum dan

infeksi. Bila ada perlukaan jalan lahir atau luka bekas episiotomi, lakukan

penjahitan dan perawatan luka dengan sebaik-baiknya. Penolong persalinan harus

tetap waspada sekurang-kurangnya 1 jam sesudah melahirkan, untuk mengatasi

kemungkinan terjadinya perdarahan post partum.

337
PERAWATAN LUKA EPISIOTOMI

Tindakan episiotomi adalah pengguntingan jaringan yang terletak di antara

lubang kemaluan (vagina) dan anus. Tujuannya untuk memperlebar jalan lahir

sehingga memudahkan proses lahirnya bayi. Jika persalinan normal sampai

memerlukan tindakan episiotomi, ada beberapa hal yang harus dilakukan agar

proses pemulihan berlangsung seperti yang diharapkan.

Perawatan luka bekas jahitan sangat penting karena luka bekas jahitan

jalan lahir ini dapat menjadi pintu masuk kuman dan menimbulkan infeksi, ibu

menjadi demam , luka basah dan jahitan terbuka, bahkan ada yang mengeluarkan

bau busuk dari jalan lahir. Perawatan luka jalan lahir dilakukan sesegera mungkin

setelah 6 jam dari persalinan normal. Ibu akan dilatih dan dianjurkan untuk mulai

bergerak duduk dan latihan berjalan.Tentu saja bila keadaan ibu cukup stabil dan

tidak mengalami komplikasi misalnya tekanan darah tinggi atau pendarahan

Persiapan dan cara merawat luka episiotomi

1. Siapkan air hangat

2. Sabun dan waslap

3. Handuk kering dan bersih

4. Pembalut ganti yang secukupnya

5. Celana dalam yang bersih

Cara merawat luka episiotomi:

1. Lepas semua pembalut dan cebok dari arah depan ke belakang.

2. Waslap di basahi dan buat busa sabun lalu gosokkan perlahan waslap

yang sudah ada busa sabun tersebut ke seluruh lokasi luka jahitan. Jangan

338
takut dengan rasa nyeri, bila tidak di bersihkan dengan benar maka darah

kotor akan menempel pada luka jahitan dan menjadi tempat kuman

berkembang biak.

3. Bilas dengan air hangat dan ulangi sekali lagi sampai yakin bahwa luka

benar – benar bersih. Bila perlu lihat dengan cermin kecil.

4. Kenakan pembalut baru yang nyaman, celana dalam yang bersih dari

bahan katun. Setelah buang air kecil dan besar atau pada saat hendak

mengganti pembalut darah nifas, bersihkan vagina dan anus dengan air

seperti biasa. Jika ibu benar-benar takut untuk menyentuh luka jahitan

disarankan untuk duduk berendam dalam larutan antiseptik selama 10

menit. Dengan begitu, kotoran berupa sisa air seni dan feses juga akan

hilang.

5. Segera mengganti pembalut jika terasa darah penuh, semakin bersih luka

jahitan maka akan semakin cepat sembuh dan kering. Lakukan perawatan

yang benar setiap kali ibu buang air kecil atau saat mandi dan bila terasa

pembalut sudah penuh.

6. Konsumsi makanan bergizi dan berprotein tinggi agar luka jahitan cepat

sembuh. Terutama ikan, ayam, daging dan telur. Kecuali bila ibu alergi

dengan jenis protein hewani tersebut.

7. Untuk menghindari rasa sakit kala buang air besar, ibu dianjurkan

memperbanyak konsumsi serat seperti buah-buahan dan sayuran. Dengan

begitu tinja yang dikeluarkan menjadi tidak keras dan ibu tak perlu

mengejan.

339
8. Jangan pantang makanan, ibu boleh makan semua makanan kecuali jamu

yang tidak dapat dipertanggungjawabkan produksinya. Dan sebaiknya

berkonsultasi dengan dokter atau bidan bila disaranakan untuk minum

jamu oleh keluarga.

9. Untuk menahan rasa sakit akibat proses jahitan, dokter akan memberikan

obat penahan rasa sakit.

10. Dengan kondisi robekan yang terlalu luas pada anus, hindarkan banyak

bergerak pada minggu pertama karena bisa merusak otot-otot perineum.

Banyak-banyaklah duduk dan berbaring. Hindari berjalan karena akan

membuat otot perineum bergeser.

11. Jika kondisi robekan tidak mencapai anus, ibu disarankan segera

melakukan mobilisasi setelah cukup beristirahat.

12. Bila memang dianjurkan dokter, luka di bagian perineum dapat diolesi

salep antibiotik.

13. Lakukan senam nifas. Yaitu senam untuk ibu setelah melahirkan, boleh

mengangkat kaki saat tiduran secara bergantian. Kaki boleh diangkat satu

persatu secara bergantian mulai 45 ˚ sampai setinggi 90˚. Perbanyak

latihan jalan dengan posisi badan lurus jangan membungkuk. Boleh

jongkok pelan – pelan. Jangan kuatir jahitan akan lepas karena jahitan

sangat kuat. Lepas karena ibu tidak rajin membersihkan luka jahitan

sehingga terjadi infeksi. Atau pada beberapa kasus yang sangat jarang ibu

alergi benang jahitan tersebut.1

340
Ada beberapa catatan yang perlu diketahui:

Luka jahitan memang akan terasa sedikit nyeri

Jangan cemas, rasa nyeri ini akibat terputusnya jaringan syaraf dan ringan

otot , namaun semakin sering di gerakkan maka nyeri akan berkurang. Bila ibu

hanya berbaring terus menerus dan takut bergerak karena nyeri akan menghambat

proses penyenbuhan. Sirkulasi darah pada luka menjadi tidak lancar.

Luka terlihat sedikit bengkak dan merah

Pada proses penyembuhan luka tubuh secara alami akan memproduksi zat

– zat yang merupakan reaksi perlawanan terhadap kuman. Sehingga dalam proses

penyembuhan luka kadang terjadi sedikit pembengkakan dan kemerahan. Asalkan

luka bersih ibu tak perlu cemas. Bengkak dan merah ini bersifat sementara.

Beberapa keluarga masih ada yang menganjurkan untuk mengurangi

minum air putih agar jahitan cepat kering. Hal ini sama sekali tidak dibenarkan .

Justru ibu harus minum yang banyak, minimal 8 gelas sehari untuk memperlancar

buang air kecil, mengganti cairan tubuh yang hilang dan memperlancar proses

pengeluaran ASI.

Pengeringan luka jahitan

Luka jahitan rata – rata akan kering dan baik dalam waktu kurang dari satu

minggu.

Infeksi pasca episiotomi

Infeksi bisa terjadi karena ibu kurang telaten melakukan perawatan

pascapersalinan. Ibu takut menyentuh luka yang ada di perineum sehingga

341
memilih tidak membersihkannya. Padahal, dalam keadaan luka, perineum rentan

didatangi kuman dan bakteri sehingga mudah terinfeksi. Gejala-gejala infeksi

yang dapat diamati adalah:

- suhu tubuh melebihi 37,5° C.

- menggigil, pusing, dan mual

- keputihan

- keluar cairan seperti nanah dari vagina

- cairan yang keluar disertai bau

- keluarnya cairan disertai dengan rasa nyeri

- terasa nyeri di perut

- perdarahan kembali banyak padahal sebelumnya sudah sedikit.

Misalnya, seminggu sesudah melahirkan, pendarahan mulai berkurang

tapi tiba-tiba darah kembali banyak keluar.

Bila ada tanda-tanda seperti di atas, segera periksakan diri ke dokter. Infeksi

vagina yang ringan biasanya ditindaklanjuti dengan penggunaan antibiotik yang

adekuat untuk membunuh kuman-kuman yang ada di situ.

DAFTAR PUSTAKA

Saifuddin, Abdul Bari. (2010). Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan


Maternal Dan Neonatal. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo:
Jakarta
Sarwono, Prawirohardjo, (2007). Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Jakarta.
Suherni. & Hesty. (2009). Perawatan Masa Nifas. Fitramaya: Yogyakarta

342
KONSELING KONTRASEPSI

KB HORMONAL

Jenis KB Indikasi Kontraindikasi Efek Samping Syarat


Hormonal
Kontrasepsi o Wanita usia o Hamil atau curiga o Perubahan o Diminum pada hari
Oral reproduksi hamil siklus haid pertama sampai ke-
Progesteron o Telah memiliki o Perdarahan o Peningkatan 5 siklus haid
/ Minipil. anak, atau yang pervaginam yang BB o Jika diminum
belum memiliki tidak diketahui o Sakit kepala setelah hari ke-5
anak penyebabnya o Mual siklus haid, jangan
o Ingin metode o Tidak dapat o Jerawat berhubungan
kontrasepsi efektif menerima o Dermatitis seksual selama 2
selama periode gangguan haid hari atau
menyusui o Menggunakan menggunakan
o Pasca persalinan obat TB atau metode kontrasepsi
dan tidak epilepsy lain untuk 2 hari
menyusui o Riwayat Ca o Bila sebelumnya
o Pasca keguguran Mammae menggunakan
o Perokok segala o Pelupa minum kontrasepsi
usia obat hormonal lain dan
o Mempunyai o Riwayat stroke. ingin mengganti
tek.darah tinggi dengan minipil,
(selama <180/100 dapat segera
mmHg) diberikan
o Bila kontrasepsi
sebelumnya
suntikan, minipil
diberikan pada
jadwal suntikan
berikutnya
Kontrasepsi o Wanita usia o Hamil atau curiga o Gangguan o Harus dilakukan
suntik reproduksi hamil siklus haid oleh dokter atau
progesteron o Sudah memiliki o Perdarahan o Peningkatan tenaga medis lain
anak atau belum pervaginam yang BB yang berkompeten
menghendaki belum jelas o Penurunkan o Dilakukan setiap
memiliki anak penyebabnya densitas tulang saat selama siklus
o Menginginkan o Riwayat Ca o Kekeringan haid mulai hari
kontrasepsi mammae vagina pertama sampai hari
jangka panjang o DM serta o Gangguan ke-7 siklus haid
dan efektifitas komplikasi emosi o Depo provera
tinggi o Penurunan diberikan setiap 3
o Ibu menyusui libido bulan dengan cara

343
o Pasca keguguran o Sakit kepala disuntik
o Perokok o Nyeri mamae inramuskular dalam
o TD < 180/110 o Jerawat di pantat
mmHg o Noristerat diberikan
o Sickle cell anemia tiap 8 minggu untuk
o Pengguna obat TB injeksi ke-1 sampai
atau epilepsy ke-4 lalu tiap 12
o Tidak dapat minggu untuk
memakai injeksi ke-5 hingga
kontrasepsi yang seterusnya
mengandung o Membersihkan kulit
esterogen yang akan disuntik
o Anemia def. besi dengan kapas
o Mendekati usia alkohol yang
menopause dibasahi oleh etil /
isopropil alkohol 60
– 90%. Biarkan
kering terlebih
dahulu sebelum
disuntik
Kontrasepsi o Wanita usia o Hamil atau o Spotting o Pil diminum saat
Oral reproduksi curiga hamil (perdarahan) haid hari pertama
Kombinasi o Telah memiliki o Menyusui o Mual hingga hari ke-7
anak ataupun eksklusif o Sakit kepala sebaiknya pada saat
belum o Riwayat o Peningkatan yang sama setiap
o Gemuk atau kurus pendarahan BB harinya
o Setelah pervaginam o Perubahan o Boleh diminum
melahirkan & yang tidak emosi pada hari ke-8,
tidak menyusui diketahui tetapi perlu
o Setelah penyebabnya menggunakan
melahirkan 6 o Hepatitis metode kontrasepsi
bulan yg tidak o Perokok >35 lain (kondom)
memberikan ASI tahun mulai hari ke-8
eksklusif o Riwayat hingga hari ke-14
o Pasca keguguran penyakit CV atau tidak
o Anemia karena o TD > 180/110 berhubungan
haid berlebihan mmHg seksual sampai
o Disminorrhea o DM > 20thn menghabiskan
hebat o Riwayat paket pil
o Riwayat migraine, o Setelah melahirkan
kehamilan ektopik o Pelupa minum diminum setelah 6
o DM tanpa obat bulan pemberian
komplikasi ASI eksklusif atau
o Menderita TB setelah 3 bulan dan
(kecuali sedang tidak menyusui,

344
menggunakan atau pasca abortus
rifampisin) (segera atau dalam
o Siklus haid tidak waktu 7 hari)
teratur o Bila berhenti
kontrasepsi injeksi
dan ingin
mengganti pil
kombinasi, pil
langsung diberikan
tanpa menunggu
haid
Kontrasepsi o Wanita usia o Hamil atau o Perubahan o Suntikan dilakukan
Suntik reproduksi diduga hamil siklus haid oleh dokter atau
Kombinasi o Telah memiliki o Menyusui di o Spotting tenaga medis lain
anak ataupun bawah 6 minggu o Mual yang berkompeten
belum memiliki pasca persalinan o Sakit kepala o Suntikan diberikan
anak o Perdarahan o Peningkatan tiap bulan secara
o Menyusui ASI pervagina yang BB intramuskular
pasca persalinan belum jelas o Keterlambata dalam
>6 bulan penyebabnya n kesuburan o Suntikan pertama
o Pasca persalinan o Penyakit hati akut setelah diberikan dalam
dan tidak (virus hepatitis) penghentian waktu 7 hari siklus
menyusui o Usia>35 thn haid
o Anemia o Riwayat penyakit o Pasien harus
o Nyeri haid hebat kardiovaskuler, kembali ke dokter
o Haid teratur atau dengan setiap 4 minggu
o Riwayat TD>180/110 untuk disuntik lagi
kehamilan mmHg
ektopik o Riwayat
DM>20thn
o Sakit kepala atau
migrain
o Keganasan pada
payudara
AKDR o Wanita usia o Hamil atau curiga o Mual o Dilakukan oleh
dengan reproduksi hamil o nyeri dokter atau tenaga
progestin o Telah memiliki o Perdarahan payudara medis yang
anak maupun pervaginam yang o amenorea berkompeten
belum belum jelas o kram o Dapat dipasang
o Menginginkan o pasca abortus o spotting- setiap waktu selama
kontrasepsi infeksius bleeding siklus haid
jangka panjang o kelainan Rahim o benang o Pasien kontrol
o Sedang menyusui kongenital hilang sesudah menstruasi
o Pasca keguguran o mioma submukosa o Peningkatan perta pasca
o Tidak sedang o Riwayat BB pemasangan, jangan

345
menggunakan keganasan lewat dari 3 bulan
kontrasepsi o Riwayat
hormonal lain kehamilan ektopik
o Pelupa minum
obat
o Usia
perimenopause
Kontrasepsi o Wanita usia o Hamil atau curiga o Perubahan o Harus dilakukan
Implan reproduktif hamil siklus haid oleh dokter atau
o Menginginkan o perdarahan o Sakit kepala tenaga kesehatan
metode jangka pervaginam yang o Peningkatan yang berkompeten
panjang tidak diketahui BB o Kapsul yang sudah
o Tidak ingin penyebabnya o Perubahan dipasang harus
tambah anak atau o DM emosi dicabut menjelang
ingin menunda o hipertensi > o Perubahan akhir masa pakai
punya anak 180/105 mmHg nafsu makan 3-4 tahun
o Sedang o Riwayat penyakit o Payudara
menyusui CV, sefalgia lembek
o Perokok

KB NON-HORMONAL

KB Non- Efek Samping Syarat


Indikasi Kontraindikasi
Hormonal

AKDR o Usia o Hamil dan curiga o Amenorea o Harus

(Alat reproduktif hamil o Kejang dipasang

Kontrase o Mengingink o perdarahan o spotting oleh dokter

psi Dalam an pervaginam yang bleeding atau tenaga

Rahim) / kontrasepsi tidak diketahui o benang medis yang

IUD jangka penyebabnya, hilang berkompete

346
(Intra panjang o Menderita o adanya n

Uterine o Sedang penyakit menular discharge o Pasien

Device menyusui seksual vagina kontrol 4 –

o pasca o 3 bulan pasca o kram 6 minggu

abortus non abortus infeksiosa o dyspareunia. untuk

infeksiosa o tumor dan kanker memastika

o Tidak pada Rahim n AKDR di

mengingink o ukuran rongga kavum

an metode Rahim <5cm uteri

hormonal

o Tidak suka

minum pil

tiap hari

o Perokok

o pengguna

obat TB.

o Penderita:

Tumor dan

kanker

payudara,

migraine,

hipertensi,

varises

vena,

347
penyakit

CV, DM,

penyakit

empedu,

malaria,

skitosomasis

, tiroid,

setelah

kehamilan

ektopik,

setelah

pembedahan

pelvik

MAL o Ibu yang o Sudah haid

(Metode menyusui setelah

Amenorea secara melahirkan

Laktasi) eksklusif o tidak menyusui

eksklusif.

o Bayi usia 6 bulan

atau terpisah dari

bayi > 6 jam

KB Alami o Wanita o Wanita dengan

masa siklus haid tidak

reproduksi, teratur

348
o haid teratur o Variasi Siklus> 8

atau tidak Hari

o sedang o Siklus < 25 Hari

menyusui o Siklus tidak

o premenopa teratur

use o Setelah

o semua melahirkan dan

paritas selama menyusui

o kurus/gemu o Pasangan yang

k tidak mau

o perokok bekerja sama

o penyakit

tertentu

Coitus o Suami yang o Suami ejakulasi

Interuptus ingin dini

berpartisipa o suami kelainan

si aktif fisik atau

dalam KB. psikologis

sehingga tidak

dapat melakukan

senggama

terputus.

Metode o Suami yang o Mempunyai o Ureteritis

349
barrier: ingin pasangan yang o reaksi

1.Kondo berpartisipa berisko tinggi alergi

m si aktif bila hamil o nyeri

2.Spermi dalam KB o alergi bahan o discharge

sida o Tidak dasar kondom vagina

3.Diafra disarankan o ingin kontrasepsi

gma menggunak jangka panjang

an metode o tidak peduli

kontrasepsi persyaratan

hormonal kontrasepsi

o Tidak

inggin

menggunak

an IUD

Kontrasep Vasektomi o Menunda o Dilakukan

si Mantap kehamilan melalui

o Mengakhiri proses

kesuburan pembedahan

o Membatasi oleh dokter

kehamilan o Dilakukan

o Telah memiliki setiap waktu

jumlah anak yang selama

cukup dan tidak siklus

ingin memiliki menstruasi

350
anak lagi terutama

hari ke-6

hingga ke-

13 dari

siklus

menstruasi

o Kembali ke

aktivitas

normal 7

hari setelah

pembedahan

o Hindari

mengangkat

benda berat

Tubektomi o Usia >26 tahun dan bekerja

o Jumlah anak keras selama

minimal 2 1 minggu

dengan umur

anak terkecil >2

tahun

o Yakin telah o Pertahanka

memiliki n band –

keluarga yang aid selama

sesuai dengan 3 hari

351
keinginannya o Hindari

o Pada mengangka

kehamilannya t barang

akan berat dan

menimbulkan kerja keras

risiko kesehatan untuk 3

yang serius hari

o Pasca persalinan o Boleh

atau pasca berhubunga

abortus n seksual

o Setuju dan sesudah

paham dengan hari ke 2 –

prosedur ini 3

o Periksa

semen 3

bulan pasca

vasektomi

atau

sesudah 15-

20 kali

ejakulasi

352

Anda mungkin juga menyukai