Anda di halaman 1dari 16

Kasus 3 Keputihan Seorang perempuan berusia 17 tahun datang ke puskesmas dengan keluhan keputihan yang encer dan banyak.

Keluhan tersebut dirasakan sejak 5 hari yang lalu. Keputihan tersebut berbau amis. Keluhan disertai gatal pada vagina. Pasien sudah berobat sebelumnya dan tidak sembuh. Dari pemeriksaan apus vagina didapatkan sekret homogen, clue cell (+), pH > 4,5, snift test (+).

STEP 1 1. Keputihan: pengeluaran cairan vagina berupa sekret putih kental dari alat genitalia wanita, dapat menyebabkan respon fisiologis dan patologis 2. Sekret homogen: cairan kental atau mukus dari vagina yang merupakan infeksi bakteri 3. Clue cell: sel epitel vagina yang anular yang diliputi oleh cocobasil sehingga batasannya tidak jelas ditemukan pada infeksi vagina 4. Snift test: salah satu pemeriksaan kelamin dengan cara menetesi vagina dengan KOH 10% untuk menunjukan adanya bau amis atau tidak

STEP 2 1. Etiologi keputihan ? 2. Klasifikasi keputihan? 3. Mekanisme terjadinya keputihan? 4. Mengapa keputihan berbau amis? 5. Mengapa terjadi gatal pada vagina? 6. Bagaimana penegakkan diagnosis dan penatalaksanaan pada pasien keputihan?

STEP 3 1. Etiologi keputihan Sanitasi Celana/pakaian dalam yang tidak dapat menyerap keringat

Aktivitas kerja Infeksi bakteri, jamur dan parasit Infeksi Non infeksi: penyakit organ kandungan, gangguan hormon estrogen, fistula vagina, keganasan/neoplasma, benda asing Keganasan/neoplasma: cairan banyak, darah (+), bau busuk Benda asing: IUD alat kontrasepsi dalam rahim hormon estrogen: kadar menyimpan gula yang tinggi menyebabkan metabolisme kuman meningkat suburnya flora pada vagina.

2. Klasifikasi keputihan Keputihan: a. Fisiologis: bayi baru lahir, wanita premenstruasi, rangsangan seksual/kejiwaan, rangsang fisik b. Patologis: infeksi Vaginitis (encer, kehijauan, vulva bengkak) Candida albicans ( rasa gatal, kemerahan) Parasit (Trichomonas Vaginalis: berbau gatal di labia mayora, nyeri saat kencing) Benda asing (IUD) MO yang berlebihan Fisiologis Lendir encer Dapat muncul saat ovulasi/haid Dapat rangsangan seksual Patologis Jumlah banyak Warna seperti susu basi, kuning

kehijauan dan biasanya mengandung leukosit

Tidak gatal Tidak berbau Tidak menular

Disertai rasa gatal Disertai nyeri

3. Mekanisme Estrogen volume cairan viskositas cairan vagina banyak keluar Estrogen glukosa kolonisasi bakteri divagina epitel meluruh (fisiologis) Patologis Infeksi (streptococus G vaginalis) gangguan keseimbangan Ph (basa) flora normal berproliferasibanyaktimbul gejala infeksi organ yang berhubungan : vulva, vagina. Servik uterus tubafalopi 4. Keputihan berbau amis Bakteri G vaginalisasam aminoaminmempengaruhi sel efitel dan vagina dan lepasnya sel evitelialcairan vagina keluarnya cairan berbau amis berasal dari amin yang cairannya berubah jadi basa 5. Terajdinya gatal pada vagina infeksiinflamasipelepasan mediator histamingatal aktivitas bakteri

6. Penegakan diagnosis dan penatalaksanaan Anamnesis Pemeriksaan fisik Pemeriksaan penunjang Penatalaksanaan: farmakologis dan non farmakologis Ddiferensial diagnosa Diagnosa kerja

STEP 4 1. Etiologi keputihan - Sanitasi : tidak memperhatikan kebesihan alat genitalinfeksi - Aktifitas kerja yang berlebihan - Infeksi bakteri G vaginalis (sekret putih)

Gonorhoe (sekret kekuningan)

- Infeksi jamurcandida sp (sekret putih susu kental,gatal) - Infeksi parasittrichomonas vaginalis (sekret encer kental, kuning agak berbau, terasa gatal dan seperti terbakar) - Infeksi virus(bau, kental,tanpa rasa gatal, nyeri, rasa terbakar)

2. klasifikasi keputihan - Fisiologistidakberhubungan dengan infeksi atau kelainanpada bayi. - Patologis penyebab infeksi atau bersumber dari penyakitpada dewasa (jamur,parasit, bakteri, virus, neoplasma, benda asing) 3. mekanisme keputihan - Fisiologis estrogen volume cairan vagina keputihan

- Patologis infeksi : gangguan ekosistem mikroorganisme. mikroorganisme floranormal jadi patogen. neoplasma : gangguan pertumbuhan sel yang normal menjadi lebih cepat dan mudah rusak sehingga terjadi perdarahan dan pembusukan cairan yang berbau.

4. Keputihan berbau amis - Karena adanya aktifitas bakteri anaerob : Bakteri garnela vaginalis

5. Gatal pada vagina Aktifitas bakteri dalam vaginarangsang pada histaminserabut saraf tipe ctimbul gatal 6. Penegakan diagnosis - Anamnesis Berapa lama? Berulang?

Adanya bau? Disertai nanah atau darah? Pemakaian pakaian dalam? Aktifitas kerja?

- Pemeriksaan fisik : insfeksi dan palpasi organ genitalia - Pemeriksaan penunjang: apus vagina dan test lakmus - Different diagnosa Vaginosis bakteralis Trichomoniasis Candidiasis

7. Penatalaksanaan - Farmakologis Anti jamur : spray (midazole) dan oral (ketokonazol) Trichomoniaaia dan vaginitis bakteralis :metrodizole dan T.midazole

- Non Farmakologis Edukasi pasien : sanitasiorgan genitalia dan IUD

patofisiologi klasifikasi

etiologi

keputihan Penegakan diagnosis dan penatalaksaan mekanisme

STEP 5 1. Penatalaksaan 2. Penegakan diagnosis penyakit dari masing-masing DD lihat tabel 3. Komplikasi 4. Faktor risiko 5. Pengendalian faktor risiko 6. Mengapa pengobatan belum sembuh

STEP 6 Belajar mandiri

STEP 7 1. Penegakkan diagnosis, Penatalaksanaan dan komplikasi A. Trikomoniasis Penegakkan diagnosis Anamnesis a. Sejak kapan mengalami keputihan? b. Bagaimana konsistensinya, apakah encer atau berlendir? c. Bagaimana warnanya, bening atau keruh kekuning kuningan atau bahkan hijau? d. Apakah ada bercak darah atau tidak? e. Keputihan berlangsung terus menerus atau tidak? f. Apakah disertai bau amis dan gatal? g. Apakah sudah pernah diobati sebelumnya Pemeriksaan Fisik a. Terlihat sekret vagina seropurulen berwarna kekuning-kuningan, kuninghijau, berbau tidak enak (malodorous), dan berbusa. b. Dinding vagina tampak kemerahan dan sembab. c. Kadang terbentuk abses kecil pada dinding vagina dan serviks, atau tampak granulasi berwarna merah (strawberry appearance). d. Bila sekret banyak yang keluar dapat timbul iritasi pada lipat paha atau sekitar genetalia eksterna.

Pemeriksaan Penunjang a. Ph vagina Menentukan pH vagina dengan mengambil apusan yang berisi sekret vagina pada kertas pH dengan range 3,5 5,5. pH yang lebih dari 4,5 dapat disebabkan oleh Trichomonas vaginalis dan bacterial vaginosis. b. Apusan basah/Wet mount Apusan basah dapat digunakan untuk identifikasi dari flagel, pergerakan dan bentuk teardrop dari protozoa dan untuk identifikasi sel. Tingkat sensitivitasnya 4060 %, tingkat spesifiknya mendekati 100% jika dilakuka dengan segera. c. Pap smear Tingkat sensitivitasnya 40 60 %. Spesifikasinya mendekati 95 99%. d. Test Whiff Tes ini digunakan untuk menunjukkan adanya amina-amina dengan menambahkan Potassium hidroksid ke sampel yang diambil dari vagina dan untuk mengetahui bau yang tidak sedap. e. Kultur Dari penelitian Walner Hanssen dkk, dari insiden Trikomoniasis dapat deteksi dengan kultur dan tidak dapat dideteksi dengan Pap Smear atau apusan basah.Kebanyakan dokter tidak mengadakan kultur dari sekresi vagina secara rutin. f. Direct Imunfluorescence Assay Cara ini lebih sensitive daripada apusan basah, tapi kurang sensitive dibanding kultur. Cara ini dilakukan untuk mendiagnosa secara cepat tapi memerlukan ahli yang terlatih dan mikroskop fluoresesensi. g. Polimerase Chain Reaction. Cara ini telah dibuktikan merupakan cara yang cepat mendeteksi Trichomonas vaginalis.

PENATALAKSANAAN Pengobatan dapat topical maupun sistemik : 1. Topikal a. Bahan cairan berupa irigasi, misalnya hidrokarbon peroksida 1-2% dan larutan asam laktat. b. Bahan berupa suposituria, bubuk yang bersifat trikomoniasidal. c. Gel atau krim yang bersifat trikomoniasidal 2. Sistemik Golongan Obat nitromidazol seperti : a. Metronidazol : dosis tunggal 2gr atau 3 x 500mg/hari selama 7 hari. b. Nimorazol : dosis tunggal 2gr c. Tinidazol : dosis tunggal 2gr d. Omidazol : dosis tunggal 1.5 gr Anjuran pada waktu pengobatan : a. Pemeriksaan dan pengobatan terhadap pasangan seksual untuk mencegah terjadinya infeksi pingpong. b. Jangan melakukan hubungan seksual selama pengobatan dan sebelum dinyatakan sembuh. c. Hindari barang-barang yang mudah menimbulkan transmisi. Rejimen yang dianjurkan Metronidazol 2 g dosis tunggal, peroral. a. Pengobatan ini sangat efektif dengan angka keberhasilan antara 8290% b. Pengobatan juga diberikan kepada pasangan seksualnya dengan rejimen yang sama c. Jika pasangan seksual-nya diobati bersama-sama maka angka kesembuhan melebihi 95%. Angka reinfeksi 16-25% terjadi jika pasangan seksualnya tidak diobati d. Penderita dan pasangan seksualnya dianjurkan untuk tidak

berhubungan seksual hingga dinyatakan sembuh.

Rejimen alternatif a. Metronidazol 500 mg, 2 kali sehari selama 7 hari. Rejimen ini dianjurkan untuk penderita yang tidak sembuh dengan pengobatan dosis tunggal. b. Metronidazol 2 g dosis tunggal selama 3-5 hari. Di- anjurkan untuk penderita yang gagal dengan pengobatan ulangan c. Rejimen metronidazol multidosis selama 7 hari sangat efektif untuk penderita pria d. Metronidazol 250 mg, 3 kali sehari selama 7 hari e. Metronidazol 1 g, 2 kali sehari selama 1-2 hari f. Fenobarbital dan kortikosteroid akan menurunkan kadar metronidazol plasma dan akan menurunkan aktifitas metronidazol terhadap Trichomonas vaginalis, sedangkan cimetidine akan menaikan kadar metronidazol plasma g. Kasus yang resisten secara klinis dapat diobati dengan dosis 2-4 g metronidazol selama 3-14 hari atau metronidazol 2 g peroral setiap hari disertai 500 mg yang diberikan intravagina. KOMPLIKASI a. Infeksi pelvis b. Pada kehamilan c. Bayi lahir premature d. bayi berat lahir rendah e. selulitis posthysterectomy PROGNOSIS Metronidazol menunjukkan angka kesembuhan 95 %. Angka kesembuhan meningkat bila kontak seksual memakai pengaman.(10)

Pencegahan Karena trikomoniasis merupakan penyakit menular seksual, cara terbaik menghindarinya adalah tidak melakukan hubungan seksual. Beberapa cara untuk mengurangi tertularnya penyakit ini antara lain: a. Pemakaian kondom dapat mengurangi resiko tertularnya penyakit ini. b. Tidak pinjam meminjam alat-alat pribadi seperti handuk karena parasit ini dapat hidup di luar tubuh manusia selama 45 menit. c. Bersihkan diri sendiri segera setelah berenang di tempat pemandian umum.

B. Candidiasis Keluhan
a. b. c.

Gatal pedih Labia dan vulva bengkak Keputihan dengan konsistensi kental berwarna putih seperti susu basi atau kekuningan

d. e.

Dispareunia Disuria (nyeri dan pedih saat miksi)

Anamnesis penting a. Keluhan yang dirasakan dan sudah berapa lama b. Riwayat infeksi jamur vagina sebelumnya c. Pemakaian kontrasepsi oral d. Pemakaian antibiotika spektrum luas terakhir e. Pemakaian terapi kortikosteroid terakhir f. Riwayat diabetes melitus g. Sindroma CUSHING h. Obesitas i. Hipotiroid j. Kehamilan k. Pemakaian vaginal douching deodoran vagina atau bahan tambahan pada air untuk berendam.

Pemeriksaan fisik Lakukan pemeriksaan fisik yang dipusatkan pada genitalia eksterna, vagina dan servik. Inspeksi Terlihat adanya peradangan vulva berupa bercak keputihan pada labia dan orificium vagina. Pemeriksaan Inspekulo

Terlihat adanya keputihan putih tebal berupa bercak yang menempel erat pada dinding vagina dan servik. Pemeriksaan Bimanual Dapat ditemukan rasa nyeri dan tegang pada adneksa dan parametrium. Penatalaksanaan Dugaan diagnosis ditegakkan atas dasar gambaran klinis dan pemeriksaan dengan KOH : a. Lakukan pemeriksaan mikroskopik pada sekret vagina yang telah ditetesi dengan KOH: akan terlihat pseudohifa dan spora kandida (diagnosa presumptif) b. Diagnosa pasti jarang diperlukan, namun dapat dilakukan dengan kultur sekret vagina ; hal ini berguna bila diduga infeksi disebabkan oleh spesies azole resistent atau non-albican. c. Bila disamping keluhan gatal dan pedih pada vulva ada keluhan pada traktus urinarius maka lakukan urinalisa dan atau kultur pada sediaan urine clean catch. d. Pertimbangkan untuk melakukan pemeriksaan kemungkinan infeksi gonokokus atau klamidia pada pasien resiko tinggi

Terapi Obat Topikal a. Berikan anti-fungal dalam bentuk krim atau supositoria (butoconazole clotrimazole miconazole nystatin terconazole dan tioconazole) b. Terapi diberikan selama 3 7 hari c. Obat diberikan di vulva untuk mengatasi pruritus. Obat Oral a. Fluconazole 150 mg PO, dosis tunggal. b. Itraconazole 200 mg PO BID untuk 1 hari, atau 200 mg PO satu kali sehari selama 3 -7 hari. C. Vaginosis bakterialis Anamnesis Keluarnya cairan vagina yang abnormal (terutama setelah melakukan hubungan seksual) dengan adanya bau vagina yang khas yaitu bau amis/bau ikan. Vagina terasa gatal atau terbakar. Kadang disertai dysuria dan nyeri abdomen. Sebagian pasien dapat asimptomatik Pemeriksaan fisik Sekret vagina yang berwarna putih atau abuabu yang melekat pada dinding vagina, berbau amis, viskositas rendah atau normal, homogen, dan jarang berbusa. Biasanya tidak ditemukan tanda inflamasi, namun kadang terlihat kemerahan dan edema pada vulva, iritasi vagina.

Pemeriksaan penunjang

1. Pemeriksaan preparat basah Dilakukan dengan meneteskan satu atau dua tetes cairan NaCl 0,9% pada sekret vagina diatas objek glass kemudian ditutupi dengan coverslip. Dan dilakukan pemeriksaan mikroskopik menggunakan kekuatan tinggi (400 kali) untuk melihat clue cells, yang merupakan sel epitel vagina yang diselubungi dengan bakteri (terutama Gardnerella vaginalis). Pemeriksaan preparat basah mempunyai sensitifitas 60% dan spesifitas 98% untuk mendeteksi bakterial vaginosis. Clue cells adalah penanda bakterial vaginosis.

Gambar Clue cell

2. Whiff test Whiff test dinyatakan positif bila bau amis atau bau amin terdeteksi dengan penambahan satu tetes KOH 10-20% pada sekret vagina. Bau muncul sebagai akibat pelepasan amin dan asam organik hasil alkalisasi bakteri anaerob. Whiff test positif menunjukkan bakterial vaginosis.

3. Tes lakmus untuk pH Kertas lakmus ditempatkan pada dinding lateral vagina. Warna kertas dibandingkan dengan warna standar. pH vagina normal 3,8 - 4,2. Pada 80-90% bakterial vaginosis ditemukan pH > 4,5.

4. Pewarnaan gram sekret vagina Pewarnaan gram sekret vagina dari bakterial vaginosis tidak ditemukan Lactobacillus sebaliknya ditemukan pertumbuhan berlebihan dari Gardnerella vaginalis dan atau Mobilincus Spp dan bakteri anaerob lainnya.

5. Kultur vagina Kultur Gardnerella vaginalis kurang bermanfaat untuk diagnosis bakterial vaginosis. Kultur vagina positif untuk G. vaginalis pada bakterial vaginosis tanpa gejala klinis tidak perlu mendapat pengobatan.

Gambar Gardnerella vaginalis

2. Faktor resiko dan pengendaliannya a. Faktor Fisiologis Keputihan yang bersifat normal (fisiologis) pada perempuan

normalnya hanya ditemukan pada daerah porsio vagina. Sekret patologik biasanya terdapat pada dinding lateral dan anterior vagina. Keputihan fisiologi terdiri atas cairan yang kadang-kadang berupa mukus yang mengandung banyak epitel dengan leukosit yang jarang. Sedangkan pada keputihan yang patologik terdapar banyak leukosit. Keputiban yang fisiologik dapat ditemukan pada:

(I) Waktu disekitar menstruasi, karena mulai terdapat pengaruh estrogen: keputihan ini dapat menghilang sendiri akan tetapi dapat menimbulkan kecemasan pada orang tua. (2) Wanita dewasa apabila ada rangsangan sebelum dan pada waktu koitus. disebabkan oleh pengeluaran transudat dari dinding vagina. (3) Waktu disekitar ovulasi dengan sekret dari kelenjar di serviks uteri menjadi lebih encer. (4) Pengeluaran sekret dari kelenjar-kelenjar serviks uteri juga bertambah pada wanita dengan penyakit menahun, neurosis dan wanita dengan ektropion porsionis uteri (Wiknjosastro. 2005). b. Faktor konstitusi Faktor konstitusi misalnya karena kelelahan, stres emosional. karena ada rnasalah dalam keluarga atau pekerjaan, bisa juga karena penyakit yang melelahkan seperti gizi yang rendah ataupun diabetes. Bisa juga disebabkan oleh status imunologis yang menurun maupun obat-obatan. Diet yang tidak seimbang juga dapat menyebabkan keputihan terutama diet dengan jumlah gula yang berlebihan, karena merupakan faktor yang sangat memperburuk terjadinya keputihan. Diet memegang perana penting untuk mengendalikan infeksi jamur. Dengan makanan yang cukup gisi kita bisa membantu tubuh kita dalam memerangi infeksi dan mencegah keputihan vagina yang berlebihan. Hindari makanan yang mengandung karbohidrat dengan kadar gula tinggi seperti tepung, sereal dan roti. Makanan dengan jumlah gula yang berlebihan dapat menimbulkan efek negatif pada bakteri yang bermanfaat yang tinggal di dalam vagina. Selaput lendir dinding vagina mengeluarkan glikogen, suatu senyawa gula. Bakteri yang hidup didalam vagina disebut Lactobacillus tidak dapat meragikan semua gula kedalam asam laktat dan tidak dapat menahan pertumbuhan penyakit, maka jumlah menjadi meningkat dan jamur atau bakteri perusak akan bertambah banyak.

c. Faktor Iritasi Faktor iritasi sebagai penyebab keputihan meliputi. penggunaan sebun untuk rnencuci organ intim, iritasi terhadap pelicin, pembilas atau penggharum vagina ataupun bisa teriritasi oleh celana (Ichwan, 2009). Menurut Clayton (2005). penyebab dari keputihan antara lain : - Pengguanaan celana dalam yang tidak menyerap keringat Jamur tumbuh subur pada keadaan yang hangat dan lembab. Celana dalam yang terbuat dari nilon tidak dapat menyerap keringat sehingga menyebabkan kelembaban. Campuran keringat dan sekresi alamiah vagina sendiri mulai bertimbun sehingga membuat lembab dan terasa panas pada vagina keadaan ini dapat menjadi tempat yang cocok untuk pertumbuhan jamur candida dan bakteri lain yang merugikan. - Penggunaan celana panjang yang ketat Penggunaan celana panjang yang ketat juga dapat menyebabkan keputihan, yang merupakan penghalang dari udara yang berada disekitar daerah genitalia dan merupakan perangkap keringat pada bagian selangkangan, jika pemakaian jeans digabungkan dengan celana nilon dibawahnya. 3. Mengapa pengobatannya belum sembuh a. Karena pengobatan yang tidak tuntas b. Kurangnya edukasi dari dokter terhadap pasien untuk menjaga kebersihan daerah genitalnya c. Karena tidak merubah perilaku menjadi lebih bersih d. Karena resistensi obat e. Karena resep obat yang diberikan tidak adekuat f. Kurangnya kepatuhan pasien dalam meminum obat g. Pasien tidak menjauhi faktor resiko

Anda mungkin juga menyukai