Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

BIOTEKNOLOGI FARMASI
“ANTIBODI”

Dosen Pengampu :
Winda Kirana S.Farm.,Apt

Disusun Oleh: Kelompok 2


1. Narti Kusmita (16111012P)
2. Fenty Mutiara (16111003P)
3. M. Kautsar (
4. Ai Amilia Oka Pratiwi (
5. Lisa Destia (
6. Ratna Indah Sari (

PROGRAM STUDI S1 FARMASI KHUSUS


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS KADER BANGSA
PALEMBANG
2017

1
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin, puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah


melimpahkan karunia serta hidayah-Nya sehingga kita dapat menyelesaikan tugas
Mata Kuliah Bioteknologi dalam bentuk makalahdengan judul “ANTIBODI”.
Shalawat serta salam senantiasa tercurah kepada junjungan kita Nabi
Muhammad SAW. Semoga dengan makalah ini khususnya yang menulis dan
membacanya mendapatkan syafaat dari beliau di akhir zaman. Kami menyampaikan
terimakasih kepada semua pihak yang terlibat dalam pembuatan buku ini.
Seperti kata pepatah “Tiada gading yang tak retak” begitu pula dengan
makalah ini, mungkin masih terdapat kesalahan. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk kesempurnaan makalah
selanjutnya.
Dengan segala keterbatasan, penulis berharap makalah ini bermanfaat bagi
penulis khususnya serta para pembaca pada umumnya dan dapat dijadikan sebagai
bahan pembelajaran.

Palembang, Oktober 2017

Penyusun

2
DAFTAR ISI

Halaman Judul.............................................................................................. i
Kata Pengantar ............................................................................................ ii
Daftar Isi ..................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang....................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah.................................................................................. 3
1.3 Tujuan.................................................................................................... 3
BAB II TINAJAUAN PUSTAKA
II.1 Pengertian Antibodi..................................................................... 4
II.2 Peranana Antibodi Monoklonal dalam bidang
Kedokteran dan obat........................................................................... 5
II.3 Antibodi Monoklonal Rekombinan.............................................. 6
II.4 Cara Pembuatan Antibodi............................................................ 7
II.5 Mekanisme Kerja......................................................................... 10
II.6 Target Terapi................................................................................ 13
II.7 Hambatan dalam Terapi............................................................... 16
II.8 Contoh Produk di Pasaran............................................................ 17
BAB III PENUTUP
III.1 Kesimpulan................................................................................. 20
III.2 Saran........................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 22

3
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dalam kehidupan kita sehari-hari, secara langsung maupun tidak langsung,


sebagian dari kita pernah berhubungan dengan hasil penerapan Bioteknologi
bidang Kesehatan. Salah satu contohnya adalah insulin yang telah digunakan
untuk mengobati penyakit diabetes. Penyakit diabetes pada manusia diobati
dengan insulin manusia.
Bagaimanakah kita dapat memperoleh insulin manusia ini? Apakah untuk
mengobati orang yang sakit diabetes ini kita harus mengorbankan orang yang
sehat untuk diekstrak insulinnya? Tentu saja tidak. Saat ini insulin manusia telah
berhasil diproduksi secara masal dengan menggunakan bakteri. Kemampuan
bakteri untuk memproduksi insulin manusia ini adalah karena telah berhasil
memasukkan dan mengintegrasikan gen yang menyandikan insulin manusia
kedalam genom bakteri.
Kemajuan dunia kedokteran saat ini tidak terlepas dari peran Bioteknologi.
Sebagai bukti dengan ditemukannya vaksin, antibiotik, interferon,
antibodimonoklonal, dan pengobatan melalui terapi gen dan lain sebagainya.
Berikur merupakan beberapa temuan- temuan bioteknologi di bidang kedokteran.

Biotekhnologi adalah terapan biologi yang melibatkan disiplin


ilmumikrobilogi, biokimia, genetika, danbiologimonokuler. Definisi bioteknologi
secara klasik atau konvensional adalah teknologi yang memanfaatkan agen hayati
atau bagian-bagiannya untuk menghasilkan barang dan jasa dalam skala industri
untuk memenuhi kebutuhan manusia. Sedangkan jika ditinjau secara modern,
bioteknolofi adalah pemanfaatan agen hayati atau bagian-bagian yang sudah
direkayasa secara in vitro untuk mrenghasilkan barang dan jasa pada skala
industri.
Bioteknologi dikembangkan untuk meningkatkan nilai bahan mentah dengan
memanfaatkan kemampuan mikroorganisme atau bagian-bagiannya misalnya

1
bakteri dan kapang. Selain itu bioteknologi juga memanfaatkan sel tumbuhan atau
sel hewan yang dibiakkan sebagai bahan dasar sebagai proses industri.
Satu abad yang lalu Paul Ehrlich dengan hipotesisnya menyatakan bahwa magic
bullet dapat dikembangkan sebagai target selektif pada suatu penyakit. Visi ini
menjadi kenyataan setelah ditemukannya pengembangan teknik pembuatan
antibodi monoklonal oleh Kőhler dan Milstein pada tahun 1975, hal ini membuka
wawasan baru di bidang kesehatan. Antibodi monoklonal sebagai targeting
missiles merupakan imunoterapi yang menjanjikan karena memiliki sifat mengikat
secara spesifik terhadap suatu target antigen atau sel abnormal sehingga antibodi
monoklonal sangat efektif untuk dipakai sebagai dasar terapi kanker. Antibodi
monoklonal sebagai terapi kanker diinjeksikan ke dalam tubuh pasien, molekul itu
akan mencari sel kanker (antigen) sebagai target. Antibodi monoklonal secara
potensial merusak atau menghancurkan aktivitas sel kanker atau dengan cara lain
yaitu meningkatkan respons imun jaringan tubuh melawan kanker. (Adams, G.P.,
et al., 2005; VonMehren, M., et al., 2003)

Beberapa jenis kemoterapi dengan target kerja yang selektif (targeted


therapy) mulai digunakan untuk Kanker Paru Karsinoma Bukan Sel Kecil
(KPKBSK). Obat-obatan golongan ini diindikasikan pemberiannya sebagai
adjuvan yaitu diberikan setelah pemberian terapi definitif (kemoterapi atau
radioterapi) selesai diberikan. Jenis terapi target antibodi monoklonal yang mulai
digunakan pada KPKBSK adalah obat yang bekerja sebagai inhibitor epidermal
growth factor receptor (EGFR) dan inhibitor vascular endothelial growth factor
(VEGF). (Adams, G.P., et al., 2005)

Dewasa ini, penerapan bioteknologi sangat penting diberbagai bidang,


misalnya di bidang pengolahan bahan pangan, farmasi, kedokteran, pengolahan
limbah dan pertambangan. Dalam makalah ini akan dibahas mengenai salah satu
penerapan bioteknologi tersebut yaitu pada bidang kedokteran Yaitu tentang
Antibodi.

1.2 Rumusan Masalah

2
Rumusan masalah dari pembuatan makalah ini adalah:
1. Apa Pengertian Antibodi ?
2. Bagaimana Peranan Antibodi Monoklonal dalam bidang Kedokteran dan
obat ?
3. Bagaimana Cara Pembuatan Antibodi Monoklonal ?
4. Bagaimana Mekanisme Kerja Antibodi Monoklonal ?

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan penulisan dari pembuatan makalah ini adalah:
1. Mengetahui Pengertian Antibodi ?
2. MengetahuiPeranan Antibodi Monoklonal dalam bidang Kedokteran dan
obat ?
3. Mengetahui Cara Pembuatan Antibodi Monoklonal ?
4. Mengetahui Mekanisme Kerja Antibodi Monoklonal ?

BAB 11
TINJAUAN PUSTAKA

3
11.1 Pengertian Antibodi
Antibodi merupakan campuran protein di dalam darah dan disekresi
mukosa menghasilkan sistem imun bertujuan untuk melawan antigen asing yang
masuk ke dalam sirkulasi darah. Antibodi dibentuk oleh sel darah putih yang
disebut limfosit B. Limfosit B akan mengeluarkan antibodi yang kemudian
diletakkan pada permukaannya. Setiap antibodi yang berbeda akan mengenali dan
mengikat hanya satu antigen spesifik. Antigen merupakan suatu protein yang
terdapat pada permukaan bakteri, virus dan sel kanker. Pengikatan antigen akan
memicu multiplikasi sel B dan penglepasan antibodi. Ikatan antigen antibodi
mengaktivasi sistem respons imun yang akan menetralkan dan mengeliminasinya.
Antibodi memiliki ber-bagai macam bentuk dan ukuran walaupun struktur
dasarnya berbentuk `Y`(gambar 4.1). Antibodi tersebut mempunyai 2 fragmen,
fragmen antigen binding (Fab) dan fragmencristallizable (Fc). Fragmen antigen
binding digunakan untuk mengenal dan mengikatantigen spesifik, tempat
melekatnya antigen antibodi yang tepat sesuai regio yang bervariasi disebut
complementary determining region (CDR) dan Fc berfungsi sebagai efektor yang
dapat berinteraksi dengan sel imun atau protein serum. (Albert, B., et al., 2002;
Abbas, A.K., 2005; Nelson, P.N., et al., 2000)

Gambar 1.1 Struktur umum antibodi


Antibodi monoklonal adalah antibodi buatan identifik karena diproduksi
oleh salah satu jenis sel imun saja dan semua klonnya merupakan sel single
parent. Antibodi monoklonal mempunyai sifat khusus yang unik yaitu dapat
mengenal suatu molekul, memberikan informasi tentang molekul spesifik dan
sebagai terapi target tanpa merusak sel sehat sekitarnya. Antibodi monoklonal
murni dapat diproduksi dalam jumlah besar dan bebas kontaminasi. Antibodi
monoklonal dapat diperoleh dari sel yang dikembangkan di laboratorium, reagen

4
tersebut sangat berguna untuk penelitian terapi dan diagnostik laboratorium.
(Albert, B., et al., 2002; Abbas, A.K., 2005; Nelson, P.N., et al., 2000)

Antibodi monoklonal dapat diciptakan untuk mengikat antigen tertentu


kemudian dapat mendeteksi atau memurnikannya. Manusia dan tikus mempunyai
kemampuan untuk membentuk antibodi yang dapat mengenali antigen. Antibodi
monoklonal tidak hanya mempertahankan tubuh untuk melawan organisme
penyakit tetapi juga dapat menarik molekul target lainnya di dalam tubuh seperti
reseptor protein yang ada pada permukaan sel normal atau molekul yang khas
terdapat pada permukaan sel kanker. Spesifisitas antibodi yang luar biasa
menjadikan zat ini dapat digunakan sebagai terapi. Antibodi mengikat sel kanker
dan berpasangan dengan zat sitotoksik sehingga membentuk suatu kompleks yang
dapat mencari dan menghancurkan sel kanker. (Albert, B., et al., 2002; Abbas,
A.K., 2005; Nelson, P.N., et al., 2000)

11.2 Peranan Antibodi Monoklonal dalam bidang Kedokteran dan obat


Antibodi monoklonal adalah zat yang diproduksi oleh sel gabungan tipe
tunggal yang memiliki kekhususan tambahan. Ini adalah komponen penting dari
sistem kekebalan tubuh. Mereka dapat mengenali dan mengikat ke antigen yang
spesifik. Pada teknologi antibodi monklonal, sel tumor yang dapat mereplikasi
tanpa henti digabungkan dengan sel mamalia yang memproduksi antibodi. Hasil
penggabungan sel ini adalah hybridoma, yang akan terus memproduksi antibodi.
Antibodi monoklonal mengenali setiap determinan yang antigen (bagian dari
makromolekul yang dikenali oleh sistem kekebalan tubuh / epitope). Mereka
menyerang molekul targetnya dan mereka bisa memilah antara epitope yang sama.
Selain sangat spesifik, mereka memberikan landasan untuk perlindungan melawan
patogen.

11.3 Antibodi Monoklonal Rekombinan

5
Pemanfaatan antibodi monoklonal dalam bidang kesehatan, baik untuk
diagnostik atau mengatasi penyakit kanker tertentu, telah banyak dilakukan.
Beberapa antibodi monoklonal yang dilakukan untuk pengobatan berasal dari sel
mencit atau tikus, sering menimbulkan reaksi alergi pada pasien yang menerima
terapi antibodi monoklonal tersebut. Hal ini disebabkan karena protein mencit
dikenal sebagai antigen asing oleh sel tubuh pasien, sehingga menimbulkan reaksi
respon imun antara lain berupa alergi, inflamasi dan penghancuran atau destruksi
antibodi monoklonal itu sendiri. Untuk mengatasi hal tersebut maka
dikembangkanlah antibodi monoklonal rekombinan manusia, yaitu suatu
monoklonal antibodi yang sebagian atau seluruhnya terdiri dari protein yang
berasal dari manusia, untukmengurangi efek penolakan oleh sistem imun pasien.
(Radji, M., 2011; Tuscano, J.M., et al; 2005)

Beberapa jenis antibodi monoklonal generasi baru yang telah dikembangkan


antaralain:
1. Antibodi monoklonal murine (fully mouse)
Yaitu antibodi murni yang didapatkan dari tikus. Antibodi ini dapat
menyebabkan human anti mouse antibodies (HAMA). Biasanya antibodi ini
®
memiliki akhirandengan nama “momab” (contohnya Ibritumomab ).
(Radji, M., 2011; Tuscano, J.M., et al; 2005)

2. Antibodi monoklonal kimera (chimaric)


Antibodi monoklonal ini dibuat melalui teknik rekayasa genetika untuk
menciptakan galur mencit atau tikus transgenik yang dapat memproduksi
sel hybrid mencit-manusia yang disebut kimera (chimaric). Bagian variabel
molekul antibodi (Fab),termasuk bagian antigen binding site, berasal dari
mencit, sedangkan bagian lainnya, yaitu bagian yang constant (Fc) berasal
®
dari manusia. Memiliki akhiran dengan nama “ximab” (Rituximab ).
(Radji, M., 2011; Tuscano, J.M., et al; 2005)

3. Antibodi monoklonal manusiawi (humanized)

Antibodi ini dibuat secara rekayasa genetika dimana bagian protein yang
berasal dari mencit hanya terbatas pada antigen binding site saja, sedangkan
bagian yang lainnya yaitu bagian variable dan bagian konstan berasal dari

6
®
manusia. Antibodi ini memilikiakhiran nama “zumab” (Transtuzumab ).
(Radji, M., 2011; Tuscano, J.M., et al; 2005)

4. Antibodi monoklonal manusia (fully human)

Antibodi ini merupakan antibodi yang paling ideal untuk menghindari


terjadinya respon imun karena protein antibodi yang disuntikkan kedalam
tubuh seluruhnya merupakan protein yang berasal dari manusia. Salah satu
pendekatan yang dilakukan untuk merancang pembentukan antibodi
monoklonal yang seluruhnya mengandung protein manusia tersebut adalah
dengan teknik rekayasa genetika untuk menciptakan mencit transgenik
yang membawa gen yang berasal dari manusia, sehingga mampu
memproduksi antibodi yang diinginkan. Pendekatan lainnya adalah
merekayasa suatu binatang transgenik yang dapat mensekresikan antibodi
manusia dalam air susu yang dikeluarkan oleh binatang tersebut. Antibodi
yang 100%

mengandung proteinmanusia memiliki akhiran nama “mumab”


®
(Panitumumab ). (Radji, M., 2011; Tuscano, J.M., et al; 2005)

Gambar 1.2. Struktur antibodi monoklonal rekombinan. Dari yang paling


kiri ke kanan; antibodi monoklonal fully mouse, chimaric,. humanized,
fully human.

11.4 Cara Pembuatan


Kőhler dan Milstein menjelaskan bagaimana caranya mengisolasi dan
mengembangkan antibodi monoklonal murni spesifik dalam jumlah banyak yang
didapat dari campuran antibodi hasil respons imun. Tikus yang telah diimunisasi

7
dengan antigen khusus ke dalam sumsum tulang akan menghasilkan sel limfosit B
yang memiliki masa waktu hidup terbatas dalam kultur, hal ini dapat diatasi
dengan cara menggabungkan dengan sel limfosit B tumor (myeloma) yang abadi.
Hasil campuran heterogen sel hybridomas dipilih hybridoma yang memiliki 2
kemampuan yaitu dapat menghasilkan antibodi khusus dan dapat tumbuh di dalam
kultur. Hybridoma ini diperbanyak sesuai klon individualnya dan setiap klon
hanya menghasilkan satu jenis antibodi monoklonal yang permanen dan stabil.
Hybridoma yang berasal dari satu limfosit akan menghasilkan antibodi yang akan
mengenali satu jenis antigen. Antibodi inilah yang dikenal sebagai antibodi
monoklonal (gambar 1.3).

antara ekspresi EGFR yang berlebihan, invasi tumor dan rendahnya lama
tahan hidup. (Herbst, R.S., 2003)

Gambar 1.3. Skema pembuatan antibody monoklonal dari kultur tikus


Proses pembuatan antibodi monoklonal melalui 5 tahapan yaitu:

1. Imunisasi tikus dan seleksi tikus donor untuk pengembangan sel


hybridoma Tikus diimunisasi dengan antigen tertentu untuk menghasilkan
antibodi yang diinginkan.
Tikus dimatikan jika titer antibodinya sudah cukup tercapai dalam serum
kemudian limpanya digunakan sebagai sumber sel yang akan digabungkan
dengan sel myeloma.

2. Penyaringan produksi antibodi tikus Serum antibodi pada darah tikus itu
dinilai setelah beberapa minggu imunisasi. Titer serum antibodi ditentukan
dengan berbagai macam teknik seperti enzyme link immunosorbent assay

8
(ELISA) dan flow cytometry. Fusi sel dapat dilakukan bila titer antibodi
sudah tinggi jika titer masih rendah maka harus dilakukan booster sampai
respons yang adekuat tercapai. Pembuatan sel hybridoma secara in vitro
diambil dari limpa tikus yang dimatikan.

3. Persiapan sel myeloma Sel myeloma yang didapat dari tumor limfosit
abadi tidak dapat tumbuh jika kekurangan hypoxantine guanine
phosphoribosyl transferase (HGPRT) dan sel limpa normal masa hidupnya
terbatas. Antibodi dari sel limpa yang memiliki masa hidup terbatas
menyediakan HGPRT lalu digabungkan dengan sel myeloma yang
hidupnya abadi sehingga dihasilkan suatu hybridoma yang dapat tumbuh
tidak terbatas. Sel myeloma merupakan sel abadi yang dikultur dengan 8-
azaguanine sensitif terhadap medium seleksi hypoxanthine aminopterin
thymidine (HAT). Satu minggu sebelum fusi sel, sel myeloma dikultur
dalam 8-azaguanine. Sel harus mempunyai kemampuan hidup tinggi dan
dapat tumbuh cepat. Fusi sel meng-gunakan medium HAT untuk dapat
bertahan hidup dalam kultur.
4. Fusi sel myeloma dengan sel imun limpa Satu sel limpa digabungkan
dengan sel myeloma yang telah dipersiapkan. Fusi ini diselesaikan melalui
sentrifugasi sel limpadan sel myeloma dalam polyethylene glycol suatu zat
yang dapat menggabung-kan membran sel. Sel yang berhasil mengalami
fusi dapat tumbuh pada medium khusus. Sel itu kemudian didistribusikan
ke dalam tempat yang berisi makanan, didapat dari cairan peritoneal tikus.
Sumber makanan sel itu menyediakan growth factor untuk pertumbuhan
sel hybridoma.

5. Pengembangan lebih lanjut kloning sel hybridoma kelompok kecil sel


hybridoma dapat dikembangkan pada kultur jaringan dengan cara seleksi
ikatan antigen atau dikembangkan melalui metode asites tikus. Kloning
secara limiting dilution akan memastikan suatu klon itu berhasil. Kultur
hybridoma dapat dipertahankan secara invitro dalam tabung kultur (10-60
ug/ml) dan in vivo pada tikus, hidup tumbuh didalam suatu asites tikus.
Konsentrasi antibodi dalam serum dan cairan tubuh lain 1-10 ug/ml.

9
11.5 Mekanisme Kerja
Antibodi monoklonal menggunakan mekanisme kombinasi untuk
meningkatkan efek sitotoksik sel tumor. Mekanisme komponen sistem imun
adalah antibody dependent cellularcytotoxicity (ADCC), complement dependent
cytotoxicity (CDC), mengubah signal transduksisel tumor atau menghilangkan sel
permukaan antigen. Antibodi dapat digunakan sebagai target muatan (radioisotop,
obat atau toksin) untuk membunuh sel tumor atau mengaktivasi prodrug di tumor,
antibody directed enzyme prodrug therapy (ADEPT). Antibodimonoklonal
digunakan secara sinergis melengkapi mekanisme kerja kemoterapi untuk
melawan tumor. (Adams, G.P., et al., 2005)
11.5.1 Antibody dependent cellular cytotoxicity (ADCC)

Antibody dependent cellular cytotoxicity (ADCC) terjadi jika


antibodi mengikat antigen seltumor dan Fc antibodi melekat dengan
reseptor Fc pada permukaan sel imun efektor. Interaksi Fc reseptor ini
berdasarkan kemanjuran antitumor dan sangat penting pada pemilihan
suatu antibodi monoklonal. Sel efektor yang berperan masih belum jelas
tapi diasumsikan sel fagosit mononuklear dan atau natural killer (NK).
Struktur Fc domain dimanipulasi untuk menyesuaikan jarak antibodi dan
interaksi dengan Fc reseptor. Antibodydependent cellular cytotoxicity
(ADCC) dapat meningkatkan respons klinis secara langsungmenginduksi
destruksi tumor melalui presentasi antigen dan menginduksi respons sel T
tumor. Antibodi monoklonal berikatan dengan antigen permukaan sel
tumor melalui Fc reseptor permukaan sel NK. Hal ini memicu penglepasan
perforin dan granzymes untuk menghancurkan sel tumor (gambar I.4). Sel-
sel yang hancur ditangkap antigen presentingcell (APC) lalu
dipresentasikan pada sel B sehingga memicu penglepasan antibodi
kemudianantibodi ini akan berikatan dengan target antigen (gambar 4.4b-
d). Sel cytotoxic lymphocytes (CTLs) dapat mengenali dan membunuh sel
target antigen (gambar 4.4d).(Adams, G.P., et al., 2005)

10
Gambar 1.4. Skema mekanisme kerja Antibody Dependent Cellular Cytotoxicity
(ADCC)

11.5.2 Complement dependent cytotoxicity (CDC)


Pengikatan antibodi monoklonal dengan antigen permukaan sel
akan mengawali kaskade komplement. s(gambar 4.5a). Formasi kompleks
antigen antibodi merupakan komplemen C1q berikatan dengan IgG
sehingga memicu komplemen protein lain untuk mengawali penglepasan
proteolitik sel efektor kemotaktik/agen aktivasi C3a dan C5a (Gambar
1.5).kaskade komplemen ini diakhiri dengan formasi membran attack
complex (MAC) sehingga terbentuk suatu lubang pada sel membran.
Membran attack complex (MAC) Memfasilitasi keluar masuknya air dan
+
Na yang akan menyababkan sel target lisis (gambar 4.5d). (Adams, G.P.,
et al., 2005)

Gambar 1.5. Skema mekanisme kerja Complement Dependent Cytotoxicity (CDC)

11.5.3 Perubahan transduksi signal


Reseptor growth factor merupakan suatu antigen target tumor,
ekspresinya berlebihan pada keganasan. Aktivasi transduksisignal pada
kondisi normal akan menginduksi respons mitogenik dan meningkatkan
kelangsungan hidup sel, hal ini diikuti dengan ekspresi perkembangan sel
tumor yang berlebihan yang juga menyebabkan tumor tidak sentitif
terhadap zat kemoterapi. Antibodi monoklonal sangat potensial

11
menormalkan laju perkembangan sel dan membuat sel sensitif terhadap
zat sitotoksik dengan menghilangkan signal reseptor ini. Target antibodi
EGFR merupakan inhibitor yang kuat untuk transduksi signal. Terapi
antibodi monoklonal memberikan efek penurunan densitas ekspresi target
antigen contohnya penurunan konsentrasi EGFR permukaan sel tumor
atau membersihkan ligan seperti VEGF. Pengikatan ligand reseptor
growth factor memicu dimerisasi dan aktivasi kaskade signal (gambar 1.6)
sehingga terjadi proliferasi sel dan hambatan terhadap zat sitotoksik
(gambar 1.6). Antibodi monoklonal menghambat signal dengan cara
menghambat dimerisasi atau mengganggu ikatan ligand (gambar 1.6).
(Adams, G.P., et al., 2005)

Gambar 1.6. Skema mekanisme kerja pada transduksi sinyal


11.5.4 Imunomodulasi
Beberapa percobaan menunjukkan antibodi yang langsung
melawan cytotoxic T lymphocyteantigen 4 (CTLA 4) terbukti dapat
menginduksi regresi imun. Pola toksisitas yang ditelitipada uji klinis
memperlihatkan hubungan perlekatan CTLA 4 dengan ligand dapat
menginduksi respons autoimun, hal ini terlihat pada aktivasi sel T
dependent. Gabungan antibodi anti-CTLA 4 dengan antibodi monoklonal
menginduksi ADCC, kemoterapi sitotoksik atau radioterapi sehingga dapat
meningkatkan respons imun terhadap antigen spesifik tumor. (Adams,
G.P., et al., 2005)

11.5.5 Penghantaran muatan sitotoksik


Antibodi monoklonal pada terapi kanker akan melawan target sel
tumor dengan cara mengikat sel spesifik tumor dan menginduksi respons
imun. Antibodi monoklonal telah digunakan secara luas dalam percobaan

12
sebagai zat sitotoksik sel-sel tumor. Modifikasiantibodi monoklonal
dilakukan dengan tujuan sebagai zat penghantar radioisotop, toksin
katalik, obat-obatan, sitokin, enzim atau zat konjugasi aktif lainnya. Pola
antibodi bispesifik pada kedua bagian Fab memungkinkan untuk mengikat
target antigen dan sel efektor. (Adams, G.P., et al., 2005)

II.5.6 Antibodi directed enzyme prodrug therapy (ADEPT)


Antibodi directed enzyme prodrug therapy (ADEPT) menggunakan
antibodi monoklonalsebagai penghantar untuk sampai ke sel tumor
kemudian enzim mengaktifkan prodrug pada tumor, hal ini dapat
meningkatkan dosis active drug di dalam tumor. Konjugasi antibodi
monoklonal dan enzim mengikat antigen permukaan sel tumor (gambar
4.7a) kemudian zat sitotoksik dalam bentuk inaktif prodrug akan mengikat
konjugasi antibodi monoklonal danenzim permukaan sel tumor (gambar
4.7b-c) akhirnya inaktivasi prodrug terpecah dan melepaskan active drug
di dalam tumor (gambar 4.7d). (Adams, G.P., et al., 2005)

Gambar 1.7. Skema mekanisme kerja pada imunomodulasi


11.6 Target Terapi
Terapi target didefinisikan sebagai obat atau molekul untuk membunuh sel
tumor melalui interaksi target yang terdapat pada sel ganas. Terapi target
ditujukan bagaimana secara selektif melawan molekul pada permukaan sel dan
jalur signal metabolik sel ganas. Terapi target secara potensial dapat memisahkan
sel normal selanjutnya mengurangi toksisiti dan memperbaiki kualiti hidup. Jenis
terapi target tergantung cara kerja dan target spesifik, bermacam zat yang dapat
diklasifikasikan ke dalam subkategori yaitu antibodi monoklonal, inhibitor
tyrosine kinase, inhibitor proteosome, inhibitor cyclin dependent kinase (CKD),
inhibitor Raf kinase, angiogenic agents, inhibitormatrix metalloproteinase,

13
inhibitor farnesyltransferase, inhibitor deacetylase, inhibitor cox-2, teknologi
antisense dan terapigen. Terapi target pada KPKBSK yang digunakan adalah
inhibitor EGFR antibodi monoklonal ″Trastuzumab″ (Herceptin), ″Cetuximab″
(Erbitux), inhibitor EGFR tyrosinekinase ″Gefitinib″ (Irresa), inhibitor
angiogenesismetalloproteinase, inhibitor VEGF antibodimonoklonal
″Bevacizumab″ (Avastin) dan inhibisi tranduksi signal antisense
oligonucleotideprotein kinase C alpha. (Herbst, R.S., 2002; Herbst, R.S., 2003)

Epidermal Growth Factor Receptor (EGFR) dan Tyrosine Kinase (TK)


Reseptor growth factor sangat penting untuk mengatur proses seluler tumor
seperti proliferasi, differensiasi, pertahanan, angiogenesis dan migrasi. Reseptor
growth factor terdiri dari HER-1 (epidermal growth factor [EGFR] atau c-erb B1),
HER-2 (c-erb B-2), HER3 (c-erb B-3) dan HER4 (c-erb B4). Epidermalgrowth
factor receptor (EGFR)/HER 1 melekat pada bagian ekstraseluler (EGF,
transforming growth factor α (TGF-α) dan growthfactor lainnya), bagian
transmembran dan bagian tyrosine kinase intraseluler. (Herbst, R.S.,2003).
Epidermal growth factor receptor EGFR berikatan dengan ligand
menyebabkanhomodimerisasi atau heterodimerisasi reseptor HER famili yang lain
dan mengaktifkantyrosine kinase (TK). Fosforilasi reseptor tyrosine menerima
signal protein intraseluler dan mengubah signal ekstraseluler menjadi transduksi
signal intraseluler. Molekul efektoradapter seperti growth factor reseptor bound
protein 2 (Grb2) dan Srchomology collagen protein (Shc) berperan sebagai dasar
untuk merangkai elemen signal yangdibutuhkan untuk aktivasi proliferasi seluler.
Molekul enzim lainnya yang mengaktifkan EGFR TK fosforilasi adalah son of
sevenless (SOS), phosphatidyl inositol 3 kinase (PI3K) dan Grb2-associated
binder 1 (Gab 1). (Herbst, R.S., 2003)Jalur transduksi signal multipel diawali
fosforilasi EGFR termasuk kaskade signal Ras (oncogen) - mitogen activated
protein kinase (MAPK). Scr dan jalur signal tranducers andactivator of
transcription (STAT) secara luas digunakan sebagai signal growth
untukmenginduksi gen trankripsi dan menimbulkan berbagai macam respons sel.
Proliferasi seluler hasil aktivasi EGFR TK terjadi melalui beberapa jalur
transduksi signal. Signal proliferasi jalur MAPK terjadi setelah molekul adapter

14
mengaktivasi kompleks EGFR timbul langkah aktivasi dari Ras, Raf , MAP / Erk
kinase (MEK1) dan extracellular regulated kinase (Erk) protein yang akan
meningkatkan aktiviti faktor transkripsi untuk proliferasi dan aktivasi progresi
siklus sel. (Herbst, R.S., 2003)

Aktivasi EGFR TK mempengaruhi progresi tumor soliter. Transforming


growthfactor α (TGFα) dan EGF menginduksi angiogenesis serta permeabiliti sel
vaskuler denganmeningkatkan ekspresi VEGF tumor. Peningkatan ekspresi VEGF
tumor akan menghasilkan ketidakseimbangan antara faktor pro dan
antiangiogenik di dalam tumor yang akhirnya menimbulkan vaskularisasi dan
pertumbuhan baru. Peningkatan densiti mikrovaskuler merupakan suatu
peningkatan aktivasi EGFR TK. Epidermal growth factor receptor tyrosinekinase
(EGFR TK) juga berinteraksi dengan jalur komponen yang mempengaruhi sel -
seladhesi, hal ini penting untuk invasi tumor sel ke jaringan yang berdekatan.
Epidermal growthfactor receptor tyrosine kinase (EGFR TK) juga mengaktivasi
matrix metalloproteinase danstimulasi motiliti sel tumor yang akhirnya
menambah metastasis. Aktivasi EGFR TK secara tidak langsung menghambat
apoptosis sel tumor, meningkatkan tahan hidup sel tumor dan resisten terhadap
terapi sitotosik. Aktiviti ini disebabkan oleh PI3K suatu signal molekul penting
jalur antiapoptotik yang mempengaruhi faktor transkripsi nuclear factor κB (NF
κB) dan juga mengatur jalur aktiviti Ras MAPK pada proliferasi seluler (gambar
4.8). (Herbst, R.S., 2003)

Ekspresi EGFR meningkat pada keganasan dan ditemukan 40-80% pada


KPKBSK. Ekspresi EGFR secara histologis sering meningkat pada squamous cell
carcinoma,large cellcarcinoma dan sedikit meningkat pada small cell carcinoma.
Titer EGFR meningkat padaKPKBSK stage IV dibandingkan stage I, II dan juga
meningkat pada kasus yang berkaitan dengan mediastinal. Ekspresi EGFR sangat
penting dalam perkembangan dan progresi keganasan, beberapa penelitian
didapatkan korelasi positif antara ekspresi EGFR yang berlebihan, invasi tumor
dan rendahnya lama tahan hidup. (Herbst, R.S., 2003)

15
Gambar 1.8. Skema aktivitas jarus RAS-MAPK pada proliferasi
seluler
11.7 Hambatan Dalam Terapi
Distribusi antigen sel ganas sangat heterogen sehingga beberapa sel dapat
mengenali antigen tumor dan sel lainnya tidak. Densitas antigen bervariasi bila
rendah antibodi monoklonal tidak efektif. Aliran darah tumor tidak selalu optimal
bila antibodi monoklonal dihantarkan melalui darah maka sulit untuk
mengandalkan terapi ini. Tekanan interstisial yang tinggi dalam tumor dapat
mencegah ikatan dengan antibodi monoklonal. Antigen tumor selalu dilepaskan
sehingga antibodi mengikat antigen bebas dan bukan sel tumor.
Antibodimonoklonal diperoleh dari sel tikus kemungkinan masih ada respons
imun antibodinya yang disebut respons human anti mouse antibodies (HAMA).
Respons ini tidak hanya menurunkan kemanjuran terapi antibodi monoklonal tapi
juga menyisihkan kemungkinan terapi ulangan. Reaksi silang antibodi
monoklonal dengan antigen jaringan normal jarang sehingga aplikasi antibodi
monoklonal memberikan hasil yang baik pada keganasan hematologi dan tumor
soliter walaupun terdapat beberapa rintangan. (VonMehren, M., 2003)

11.8 Beberapa Contoh Produk Dipasaran

a. Transtuzumab

″Trastuzumab″ (Herceptin) merupakan suatu antibodi monoklonal


humanized yang menghambat sel pertumbuhan dengan cara mengikat
bagian ekstraseluler reseptor HER2 protein tyrosine kinase. ″Trastuzumab″
juga menginduksi ADCC melalui sel NK dan monosit untuk melawan sel
ganas. ″Trastuzumab″ mempunyai efek samping berupa disfungsi jantung
(27% pada terapi kombinasi dan 8% terapi tunggal), mielosupresi dan
diare. Ekspresi protein HER2 yang berlebihan ditemukan pada jaringan
tumor KPKBSK dengan menggunakan teknik immunohistochemistry

16
(IHC) 20%, fluorescence in situ hybridization (FISH) 6% dan kadar serum
HER2 > 15 ng/ml pada ELISA 6%. Immunohistochemistry (IHC)
didapatkan 66 spesimen memberikan hasil positif dan ELISA didapatkan
13 spesimen positif tetapi tidak satupun spesimen positif pada FISH.
(Segota, E., et al., 2004; Heinmoller, P., et al., 2003)Kombinasi
″trastazumab″ dan kemoterapi memberikan hasil lebih baik
growthinhibitor pada sel yang mengekspresi HER2.Kombinasi
″trastuzumab″ dengan kemoterapiterbukti secara klinis memberikan
keuntungan pasien kanker payudara metastasis HER2 positif. Penelitian uji
klinis randomisasi fase II efek penambahan kombinasi ″trastazumab″
dengan kemoterapi standar (gemcitabine dan cisplatin) pada pasien
KPKBSK HER2 positif memberikan hasil toleransi yang baik secara
klinis. Kombinasi paclitaxel, carboplatin dan ″trastuzumab″ dapat
diberikan pada KPKBSK stage lanjut dengan toksisiti yang tidak lebih
buruk dibandingkan dengan terapi tanpa ″trastuzumab″. Strategi yang
paling menjanjikan dari target HER2 adalah penggunaan kombinasi
inhibitor EGRF TK dengan inhibitorHER2 dimerization. (Bunn, P.A., et
al., 2001; Vogel, C.L., et al., 2002; Lanjer, C.J., et al., 2004)

b. Cetuximab
″Cetuximab″ (Erbitux) merupakan antibodi monoklonal chimeric
yang bekerja mengikat EGFR pada bagian ekstraseluler. ″Cetuximab″
memberikan efek samping ruam acneiform, folikulitis pada wajah dan
dada serta dilaporkan juga reaksi hipersensitif. Response rate (RR) lebih
tinggi bila terjadi ruam pada kulit. Penelitian fase II monoterapi″cetuximab
″ pasien KPKBSK rekuren dan metastasis yang dideteksi EGFRnya dan
yang telah diberikan satu atau lebih regimen kemoterapi sebelumnya,
didapatkan 2 dari 29 (6,9%) parsial respons (PR) dan 5 pasien (17,2%)
penyakitnya stabil. Uji klinis fase II pasien KPKBSK stage IIIB/IV
rekuren atau metastasis didapatkan respons, 3,3% PR (2/60 pasien) dan
25% penyakitnya stabil (15/60 pasien). Hal ini menunjukkan toleransi

17
″cetuximab″sangat baik. (Lynch, T.J., et al., 2004; Theinelt, C.D., et al.,
2005) Efikasi ″cituximab″ ditambah kemoterapi lainnya telah diteliti.
Penelitian fase I pada KPKBSK didapatkan PR 2 dari 19 pasien (10,5%)
dengan dosis multipel ″cetuximab″ dan cisplatin. Uji klinis randomisasi
terkontrol kemoterapi naive pasien KPKBSK stadium lanjut dengan
ekspresi EGFR berlebihan didapatkan RR yang tinggi pada regimen
″cetuximab″, vinorelbine dan cisplatin dibandingkan hanya dengan
″vinorelbine″ dan ″cisplatin″ saja (31,7% vs 20,0%). Penelitian lain
kombinasi ″cetuximab″ dilaporkan bahwa didapatkan RR yang hampir
sama. Kombinasi ″cetuximab″ dengan docetaxel kemoterapi pada
KPKBSK refrakter/resisten didapatkan 28% (13/47) PR dan 17% (8/47)
penyakitnya stabil. ″Cetuximab″ yang ditambahkan regimen paclitaxel +
carboplatin atau regimen gemcitabine + carboplatine pada KPKBSK naïve
didapatkan masing – masing RR 26% (31 pasien) dan 28,6% (35 pasien).
(Lynch, T.J., et al., 2004; Theinelt, C.D., et al., 2005)

c. Bevacizumab

″Bevacizumab″ (Avastin) merupakan antibodi monoklonal


humanized yang bekerja pada target VEGF, menstimulasi formasi pembuluh
darah baru tumor. ″Bevacizumab″ mempunyai efek samping berupa
hipertensi sedang dan efek yang jarang terjadi adalah perforasi intestinal.
Beberapa inhibitor angiogenesis telah diteliti pada KPKBSK termasuk
VEGF, VEGFR antibodi dan inhibitor VEGFR TK. Penelitian terbaik
inhibitor angiogenesis adalah ″bevacizumab″ suatu antiVEGF antibodi yang
dikombinasikan dengan kemoterapi dan ″erlotinib″ pada KPKBSK stage
lanjut atau rekuren. Uji klinis randomisasi terkontrol 99 pasien KPKBSK
stage IIIB/IV atau rekuren, ″bevacizumab″ ditambahkan pada paclitaxel +
carboplatin memberikan respons dan time to progression (TTP) yang baik
dibandingkan dengan paclitaxel + carboplatin saja. Median TTP jauh lebih
bermakna pada pasien yangmendapatkan regimen ″bevacizumab″ dosis
tinggi (15mg/kg) daripada yang mendapatkan dosis kecil (7,5mg/kg) (7,4 vs

18
4,2 bulan p=0,023). Tidak ada perbedaan yang bermakna pada TTP pada
grup ″bevacizumab″ dosis rendah dibandingkan paclitaxel + carboplatin
saja. (Johnson, D.S., et al., 2005)

Hasil awal uji klinis fase I/II ″bevacizumab″ dan ″erlotinib″ pada
KPKBSK stage IIB/IV atau rekuren didapatkan PR 8 dari 40 pasien (20%)
dan penyakit stabil 26 dari 40 pasien (65%), median survival time 12,6
bulan dan progression free survival 6,2 bulan. Eastern Cooperative
Oncology Group (ECOG) E4599 trial membandingkan regimenpaclitaxel
+ carboplatin dengan ″bevacizumab″ (PCB) dan tanpa ″bevacizumab″
(PC) pada KPKBSK stage lanjut. Hal ini merupakan uji klinis fase III
pertama yang menunjukkan keuntungan survival terapi linipertama
kombinasi target biologi dengan kemoterapi, dilaporkan RR 27% pada
PCB dibandingkan 10% pada PC, progression free survival (PFS) (6,4 vs
4,5 bulan) dan median survival rates (12,5 vs 10,3 bulan) dengan
″bevacizumab″. ″Bevacizumab″ memberikan toleransi yang baik bila
dikombinasi dengan regimen paclitaxel

+carboplatin yang akan mengubah toksisiti regimen kemoterapi.


″Bevacizumab″ mempunyaiefek samping hipertensi, proteinuria dan
hemoragik. Kasus hemoragik sangat kecil tetapi dilaporkan terjadi
hemoragik pulmoner yang merupakan sebab hambatan angiogenesis.
Hilangnya neovessel dalam jumlah besar pada sentral tumor
menyebabkan perdarahan ke dalam kaviti tumor yang nekrosis. (Johnson,
D.S., et al., 2005)

BAB III

PENUTUP

III.1 Kesimpulan

19
1. Antibodi monoklonal adalah antibodi buatan identifik karena
diproduksi oleh salah satu jenis sel imun saja dan semua klonnya
merupakan sel single parent. Antibodi monoklonal mempunyai sifat
khusus yang unik yaitu dapat mengenal suatu molekul, memberikan
informasi tentang molekul spesifik dan sebagai terapi target tanpa
merusak sel sehat sekitarnya.
2. Pemanfaatan antibodi monoklonal dalam bidang kesehatan, baik untuk
diagnostik atau mengatasi penyakit kanker tertentu, telah banyak
dilakukan. Beberapa antibodi monoklonal yang dilakukan untuk
pengobatan berasal dari sel mencit atau tikus, sering menimbulkan
reaksi alergi pada pasien yang menerima terapi antibodi monoklonal
tersebut. Hal ini disebabkan karena protein mencit dikenal sebagai
antigen asing oleh sel tubuh pasien, sehingga menimbulkan reaksi
respon imun antara lain berupa alergi, inflamasi dan penghancuran atau
destruksi antibodi monoklonal itu sendiri. Untuk mengatasi hal tersebut
maka dikembangkanlah antibodi monoklonal rekombinan manusia,
yaitu suatu monoklonal antibodi yang sebagian atau seluruhnya terdiri
dari protein yang berasal dari manusia, untuk mengurangi efek
penolakan oleh sistem imun pasien. (Radji, M., 2011; Tuscano, J.M., et
al; 2005)
3. Kőhler dan Milstein menjelaskan bagaimana caranya mengisolasi dan
mengembangkan antibodi monoklonal murni spesifik dalam jumlah
banyak yang didapat dari campuran antibodi hasil respons imun. Tikus
yang telah diimunisasi dengan antigen khusus ke dalam sumsum tulang
akan menghasilkan sel limfosit B yang memiliki masa waktu hidup
terbatas dalam kultur, hal ini dapat diatasi dengan cara menggabungkan
dengan sel limfosit B tumor (myeloma) yang abadi. Hasil campuran
heterogen sel hybridomas dipilih hybridoma yang memiliki 2
kemampuan yaitu dapat menghasilkan antibodi khusus dan dapat
tumbuh di dalam kultur. Hybridoma ini diperbanyak sesuai klon
individualnya dan setiap klon hanya menghasilkan satu jenis antibodi
monoklonal yang permanen dan stabil. Hybridoma yang berasal dari

20
satu limfosit akan menghasilkan antibodi yang akan mengenali satu
jenis antigen.
4. Antibodi monoklonal menggunakan mekanisme kombinasi untuk
meningkatkan efek sitotoksik sel tumor. Mekanisme komponen sistem
imun adalah antibody dependent cellularcytotoxicity (ADCC),
complement dependent cytotoxicity (CDC), mengubah signal
transduksisel tumor atau menghilangkan sel permukaan antigen.

III.2 Saran

Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya


penulis akan lebih fokus dan details dalam menjelaskan tentang makalah di
atas dengan sumber - sumber yang lebih banyak yang tentunya dapat di
pertanggung jawabkan. Untuk saran bisa berisi kritik atau saran terhadap
penulisan juga bisa untuk menanggapi terhadap kesimpulan dari bahasan
makalah yang telah di jelaskan.

21
DAFTAR PUSTAKA

Abbas AK, Lichtman AH. Antibodies and antigens. In: Schmitt WR, Krehling H,
editors. (2005). Cellular and molecular immunology. 5th ed. Philadelphia: Elsevier
Saunders. 43-64.

Adams, G.P., dan Weiner, L.M. (2005). Monoclonal antibody therapy of cancer. Nature
Biotechnology. 23: 1147-57.

Alberts, B., Johnson, A., Lewis, J., Raff, M., Robert, K., Walter, P. (2002).
Manipulatingproteins, DNA, and RNA. In: Anderson MS, Dilernia B, editors.
Molecular biology of the cell. 4th ed.New York: Garland Science. 469-78.

Jusuf, A., Harryanto, A., Syahruddin, E., Endardjo. S., Mudjiantoro, S., Sutandio, N.
(2005). Kanker paru jenis karsinoma bukan sel kecil pedoman diagnosis dan
penatalaksanaan di Indonesia. (Jusuf A, Syahruddin E, penyunting). Jakarta: PDPI.
14-5.

Kőhler, G. dan Milstein, C. (1975). Continous cultures of fused cells secreting antibody
of predifined specificity. Nature. 256: 495-7.

Nelson PN, Reynolds GM, Waldron EE, Ward E, Giannopoulos K, Murray PG.
(2000).

Waldmann, T.A. (2003). Immunotherapy: past, present and future. Nature Medicine.

Vogel CL, Cobleigh MA, Tripathy D, Gutheil JC, Harris LN, Fehrenbacher L, et al.
(2002).

VonMehren, M., Adams, G.P., Weiner, L.M. (2003). Monoclonal antibody therapy for
cancer. Annu Rev Med. 54: 343-69.

22

Anda mungkin juga menyukai